Munculnya Seorang Pendekar 4
Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id Bagian 4
Munculnya Seorang Pendekar Karya dari Tjan Id
Setelah mendengar cerita Hwan Tie Seng dan 'Hauw Jie' berdua, Lie Siauw Hiong sudah berlaku sangat hati-hati sekali, karena dia telah mengetahui bahwa raja racun itu sangat berbahaya sekali, sehingga ini menimbulkan perasaan takut didalam hatinya.
Dia sangat kuatir kalau raja racun ini mungkin telah mengetahui dengan jelas tentang keadaan dan asal-usul dirinya.
Sekonyong-konyong dari bagian belakang kapal muncul seseorang yang gerakan badannya begitu cepat laksana gerakan seekor naga.
Melihat kejadian itu, menjadi semakin kacau balau dugaannya daripada semula.
Lie Siauw Hiaong lalu melirik dengan sudut matanya, dia hanya lihat bahwa tubuh orang tersebut dalam waktu sekejap mata saja sudah berkelebat melewati badannya.
Tidak terasa lagi dia kembali merasa terkejut, hingga dalam hatinya dia berkata .
"Dalam waktu sekejap mata saja, orang itu telah bergerak sedemikian cepatnya melewati badanku. Siapakah gerangan dia itu ?"
Wanita muda itu melihat Lie Siauw Hiong masih belum juga menjawab pertanyaannya, lalu tersenyum lagi dan kemudian berkata pula .
"Siang-kong masih tidak segera masuk kedalam kapal untuk duduk, ayahku dengan senang hati sedang menantikan kedatanganmu."
Lie Siauw Hiong merasakan wanita muda itu bila tertawa tak ubahnya seperti bunga yang sedang mekar, wajahnya yang ayu itu tampak amat indah, hingga ini membuat ia tak dapat mengendalikan pikirannya.
Wanita muda tersebut ketika melihat dirinya tengah diawasi Lie Siauw Hiong, kecantikannya semakin mempersona.
Kemudian ia membalikkan badannya dan lalu berjalan pergi.
Muka Lie Siauw Hiong terasa sedikit panas, kemudian sudut matanya mengikutinya jalan wanita itu yang masuk kedalam kapal.
Nona itu terus saja masuk kedalam kapal tanpa menghiraukan pula orang lain yang berada dikiri-kanannya.
Keadaan didalam kapal itu sekalipun tidak terlampau besar, tapi disekelilingnya terdapat beberapa puluh batu giok yang berwarna hijau, hingga warna tersebut sangat menyolok mata dan membuat kamar yang sedemikian kecilnya ini seakan-akan menjadi beberapa ratus kamar banyaknya.
Didalam kamar kapal itu tidak tampak barang seorangpun, karena wanita muda tadi sudah masuk kembali keruangan sebelah dalam dari kapal tersebut.
Lie Siauw Hiong melihat segala perkakas dalam kapal itu seluruhnya dibuat daripada batu giok hijau.
Semua ini merupakan barang-barang yang amat mahal sekali harganya, karena segala perabotan yang tampak disitu, seperti .
meja, kursi, bangku, dan lain-lain, semuanya terbuat daripada batu giok hijau, hingga Lie Siauw Hiong sendiri pada saat itu merasakan dirinya seolah-olah berubah menjadi hijau pula warnanya.
Dia lalu sekehendak hatinya saja duduk diatas sebuah kursi, yang ketika itu dirasakannya pantatnya merasa sangat dingin dan hawa yang luar biasa dinginnya itu telah merembes masuk kedalam dagingnya.
Bila dibandingkan dengan waktu dia selama sepuluh tahun berdiam dikamar batunya, diam-diam dia berkata pada dirinya sendiri .
"Tampaknya Kim It Peng ini sesungguhnya seorang yang luar biasa sekali. Ambil saja umpamanya tentang ruangan kapalnya ini, entah cara bagaimana ia telah membuatnya kamar diatas kapalnya ini?"
Sekonyong-konyong dari dalam kamar kapal itu terdengar suara tertawa seseorang yang kemudian disusul dengan suara seorang wanita muda yang berkata .
"Hmm, aku tidak mau datang."
Tidak antara lama, dengan diantar suara tertawa mengakak, seorang laki-laki yang memakai pakaian seluruhnya berwarna merah telah berjalan keluar.
Kedatangannya ini, seolah-olah dari sebuah hutan terpantul satu sinar merah api yang datang secara luar biasa, sehingga diruangan kapal itu diatas batu-batu giok hijau disitu terpancar sebuah sinar merah yang indah sekali dari bayangan orang itu, hingga pemandangan tersebut sangat luar biasa bagi pandangan mata.
Orang yang baru datang ini, bukan lain daripada salah seorang yang sangat mengejutkan sekali dunia Kang-ouw.
Mengalami peristiwa ini, Lie Siauw Hiong pun tidak bisa tidak harus berlaku sangat hati-hati sekali.
Lalu dia memandang pada orang tua itu, yang kulit mukanya berwarna hijau pula seperti batu giok itu juga, sedangkan pada sinar matanya terpancar sinar yang tajam sekali, mulutnya seperti orang yang hendak bersenyum saja, tapi pakaian dan tingkah lakunya tidak seperti biasanya.
Siapakah gerangan orang tua itu ? Dia bukan lain daripada pengemis itu yang pernah dijumpainya dibawah loteng Oey-ho-lauw itu, pengemis luar biasa yang ternyata bukan lain daripada "Raja Racun"
Yang namanya mengetarkan kalangan Kang-ouw itu.
"Tapi mengapa segala tingkah laku Kim It Peng ini dalam waktu satu hari saja sudah berubah sama sekali ?"
Lie Siauw Hiong berpikir didalam hatinya. Lekas-lekas dia bangun dari tempat duduknya dan membungkukkan diri memberi hormat pada orang tua itu sambil berkata .
"Siauw-tee sudah lama mendengar dan mengagumi nama Loo-tiang yang sangat terkenal, tapi baru kali ini Siauw-tee mendapat kesempatan untuk saling berkenalan, buat mana Siauw-tee merasa sangat beruntung sekali."
Sinar mata Kim It Peng yang sangat tajam bagaikan mata elang itu, memandang Lie Siauw Hiong dari atas sampai kebawah, kemudian dia balikkan tubuhnya memandang pada wanita muda berbaju hijau yang tengah berdiri didepan pintu sambil tertawa dan berkata .
"Tidak disangka yang matamu sangat hebat sekali, Kong-cu (sebutan untuk pemuda) ini bukan saja sangat pandai dan sopan, malahan diapun ahli lwee-kang yang jempolan pula."
Mendengar perkataan orang tua ini, bukan main kagetnya Lie Siauw Hiong.
Dia merasa bahwa ia telah menyamar begitu sempurna, tapi dengan tidak disangka- sangka, sekali lihat saja si 'Raja Racun' sudah mengetahui keadaannya yang sebenarnya, tapi yang lebih mengherankan lagi ialah tampaknya dia tidak mengandung maksud-maksud jahat.
Sekalipun dia sendiri tidak dapat meneropong diri Raja Racun yang namanya menggetarkan sungai dan telaga ini, tapi dia- pun sukar menduga, pihak Raja Racun itu mempunyai maksud apa terhadap dirinya, hingga diapun bertambah samar untuk dapat menduga tingkah laku dan perubahan daripada sikap si Raja Racun ini.
Tapi dengan sikapnya yang sangat wajar dan tanpa menunjukkan perasaan takut maupun curiga, ia hadapi dengan sikap yang biasa saja siorang tua yang sangat luar biasa dan aneh ini.
Diapun segera berpura-pura tidak mengerti dan dengan perasaan heran dia berkata .
"Siauw-cu (merendahkan diri sendiri kurang lebih sama dengan hamba) merasa heran sekali, bila memang Loo-tiang maksudkan seperti apa yang telah kau katakan itu, Siauw-cu sungguh merasa sangat malu sekali."
Mata Kim It Peng tampak berputar, lalu dia tertawa besar dan berkata .
"Inilah yang disebut orang yang pandai tidak meninggalkan bekas, sedangkan orang yang belum mempunyai kepandaian seberapa, malah selalu ingin menonjolkan kepandaiannya yang cetek itu. Penyamaran Kong-cu ini sungguh sempurna sekali, sesungguhnya, bila orang biasa, pasti tidak akan dapat memecahkan penyamaranmu ini."
Begitu suara tertawanya berhenti, dimukanya tampak perasaan yang sangat dingin dan lalu disusul dengan kata- kata .
"Sesungguhnya, Kong-cu seorang yang luar biasa sekali. Matamu sangat tajam dan cemerlang, sedangkan semangatmu sangat mantap pula. Kita tak perlu membicarakan hal yang panjang-panjang, ambil saja misalnya terhadap kursi giok ini. Kursi ini tidak sembarangan orang dapat mendudukinya. Bila kau tidak mempunyai kepandaian yang sangat tinggi, dalam sekejap kaupun pasti akan mati kedinginan."
Lie Siauw Hiong mengetahui, sekalipun dia ingin berpura-pura sekarang ternyata sudah tidak mempan lagi, kemudian dia berkata .
"Loo-tiang sungguh seorang yang luar biasa sekali. Siauw-cu hanya sejak kecil gemar akan sedikit kepandaian silat, tapi bila dikatakan yang Siauw-cu adalah seorang ahli lwee-kang, hal itu sekalipun mimpi Siauw-cu tak mungkin dapat melakukannya."
Mendengar perkataan pemuda ini, dengan muka yang berseri-seri Kim It Peng berkata lagi .
"Dari hal penyamaranmu ini, bukanlah mataku sendiri yang dapat mengetahuinya, malah Bwee Leng anak perempuanku inipun dengan sekali lihat saja dia sudah dapat memastikan, bahwa kau adalah seorang yang luar biasa. Oleh karenanya, kaupun tak usah lagi menyembunyikan rahasiamu itu."
Lie Siauw Hiong lalu mengangkat kepalanya memandang pada wanita muda berbaju hijau itu, dan pada saat yang bersamaan, si nonapun sedang memandang pula kearah Lie Siauw Hiong, hingga keempat mata mereka saling beradu dan menerbitkan pandangan yang penuh arti.
Tiba-tiba Lie Siauw Hiong mengalihkan pandangannya dan dengan diam-diam dia berkata pada dirinya sendiri .
"Raja Racun ini pasti tidak mengandung maksud jahat terhadapku, malahan diapun sangat baik sekali terhadapku, tapi dia tentunya tidak pernah menyangka, bahwa aku malahan ingin mengambil jiwanya."
Kemudian dia lirikkan pula matanya pada wanita muda berbaju hijau itu, sambil berkata didalam hatinya .
"Wanita muda ini tentunya bernama Bwee Leng, kalau benar, dia tidak pantas dipanggil 'Kim Bwee Leng', tapi seharusnya dipanggil 'Hauw Bwee Leng'. Kelak setelah aku membalaskan sakit hati ayahnya, barulah aku jelaskan duduk persoalan yang sebenarnya, dari awal sampai akhir, dan betapa pula rupanya nanti dia berterima kasih terhadapku."
Berpikir demikian, muka Lie Siauw Hiong tampak berseri-seri, sekalipun dia ketahui dengan jelas yang Raja Racun itu bukanlah lawan yang dapat dijatuhkan dengan mudah, tapi dia sudah mempunyai keyakinan yang pasti, bahwa dia pasti akan berhasil dalam usahanya ini, karena segala sesuatunya sudah dia atur seberes-beresnya, tinggal lagi pelaksanaan maksudnya ini.
Memang dia sangat cerdik dan pintar sekali, pada saat itu dia sudah ketahui, bahwa Kim Bwee Leng hanya tahu yang dia bernama Lie Siauw Hiong, yang mempunyai kepandaian silat yang cukup tinggi dari anak seorang hartawan.
Karena dia yang sudah tinggal beberapa hari dikota Bu- han Sam-tien, Kim It Peng sudah tentu dapat menyelidikinya, maka dengan tertawa dingin dia berkata dengan diam-diam pada dirinya sendiri .
"Tapi apakah kau ketahui, bahwa aku ini adalah lawan beratmu 'Chit-biauw- sin-kun' dalam samaran, yang memang dikehendaki Bwee San Bin Siok-siok untuk berbuat begini dan mewakilkannya untuk melakukan pekerjaan ini ?"
Apa yang sedang dipikirkan oleh Lie Siau Hiong, Kim It Peng mana mengetahuinya ? Pada saat itu ketika dia melihat bayangan tubuh Lie Siauw Hiong terpancarkan diempat penjuru ruangan kamar kapalnya, menambah lebih indah bagaikan sebatang pohon dari batu giok, hingga tampak benar keluar biasaan dari pemuda ini, yang mana telah membuat dia diam-diam berkata pada dirinya sendiri .
"Pandangan mata Bwee Jie sungguh tidak meleset umurnya kini sudah lanjut juga, maka sudah seharusnya mempunyai rumah tangga. Orang she Lie ini sekalipun dia mempunyai kepandaian yang tinggi, tapi dia bukan termasuk orang dari golongan rimba persilatan, sungguh cocok sekali sebagai pasangannya."
Sedang Kim It Peng menoleh kepada Kim Bwee Leng, si nonapun justeru sedang memandang pemuda itu dengan gairahnya, hingga orang tua itu tertawa mengakak dan berkata .
"Sekalipun aku tua bangka dan aku mempunyai tabiat yang aneh, aku justeru paling senang pada pemuda yang mempunyai masa depan yang gilang-gemilang dan mempunyai cita-cita yang luhur. Lie Loo-tee (saudara Lie), bukannya aku situa bangka omong besar, benar aku jauh lebih tua beberapa puluh tahun daripadamu, tapi begitu aku melihat kau, aku merasa yang kita memang berjodoh satu sama lain, maka aku harap agar dikemudian hari perhubungan kita ini dapat terjalin jauh lebih erat lagi."
Sesudah Kim It Peng bertepuk tangan dengan perlahan dan, berkata .
"Lekaslah sajikan arak dan hidangan kemari." (Oo-dwkz-oO)
Jilid 07 Dalam hatinya Lie Siauw Hiong semakin heran, hingga diam-diam dia berkata pada dirinya sendiri .
"Kim It Peng dikalangan Kang-ouw terkenal sebagai 'Raja Racun', hari ini begitu aku bertemu dengannya, mengapa dia memperlakukan aku demikian baiknya, hal ini tentulah ada sebabnya."
Si pemuda belum insaf, bahwa pada saat itu Kim It Peng sudah menganggap dirinya seperti menantunya saja.
Ia memperlakukan Lie Siauw Hiong sangat baik dan ramahnya.
Pada saat itu ketiga orang yang sedang berada dalam ruangan kapal tersebut, sedang dibawa arus pikirannya masing-masing, malahan diantara ketiga orang tersebut, berpikiran sangat kacau sekali, sukar dilukiskan dengan kata-kata jua.
Apa lagi Lie Siauw Hiong, pada saat itu dia menjadi sangat curiga sekali, sekalipun dia termasuk seorang yang biasanya sangat cerdas dan hati-hati, tapi pada saat ini dia tidak berdaya sama-sekali untuk memecahkan teka-teki ini.
Arak dan hidangan segera disajikan, sedangkan cangkir dan piringnya semuanya terbuat dari batu giok yang berwarna hijau pula.
Kim It Peng duduk sebagai tuan rumah dikursinya, Kim Bwee Leng duduk dikepala meja menemaninya.
Kim It Peng mengangkat cangkir araknya sambil tertawa dan berkata .
"Silahkan tuan minum, dan mari kita habiskan seorang secawan arak untuk menghilangkan perasaan kesal. Mari, mari, mari, kan-pai (minum kering)."
Sekali teguk saja arak masing-masing sudah habis diminum, lalu sambil tertawa Kim It Peng berkata .
"Lie Loo-tee, kau adalah anak seorang hartawan besar, coba kau lihat cangkir arakku ini, apakah menurut pandanganmu masih mempunyai harga yang layak ?"
Dalam hatinya diam-diam Lie Siauw Hiong tertawa, karena Kim It Peng telah menganggap dia anak seorang hartawan, tapi kenyataannya terhadap permata-permata maupun barang-barang yang sangat berharga sedikitpun dia tidak tahu, seperti halnya anak hartawan lainnya, tapi untuk tidak mengecewakan orang lain, Lie Siauw Hiong terpaksa hanya memuji-muji setinggi-tingginya.
Dalam pada itu untuk kesekian kalinya Kim It Peng tertawa besar, dengan perasaan yang sangat bangga sekali dia berkata .
"Bukannya aku situa bangka cakap sombong, cangkirku ini, sekalipun dalam istana raja barangkali tidak ada persediaannya."
Mendengar perkataan itu, Lie Siauw Hiong hanya menjawab semaunya saja, Kim It Peng merasa gembira sekali, sambil menarik tangan pemuda itu lalu diajaknya mengobrol kebarat ketimur, membicarakan sesuatu dengan sangat asyiknya.
Lie Siauw Hiong mendengarkan cerita dan pembicaraan Kim It Peng ini dengan cermat.
Setelah mendengar pembicaraan Raja Racun ini, dia merasa yang pengetahuan dan pengalaman 'Raja Racun' ini tidaklah berada dibawah dari Bwee Siok-sioknya.
Kim Bwee Lengpun yang mendengar percakapan itu, iapun sering memperlihatkan senyumnya yang manis.
Bila dibandingkan kecantikan Kim Bwee Leng dengan kecantikan Phui Siauw Kun, masing-masing sama mempunyai keistimewaannya sendiri-sendiri pula.
Sekalipun dimuka Lie Siauw Hiong kelihatan wajah yang berseri-seri tanda bersuka cita, tapi didalam hatinya dia sedang menantikan suatu kesempatan baik untuk turun tangan, melakukan pembunuhan terhadap diri Kim It Peng, kemudian barulah dia ceritakan pada Kim Bwee Leng segala sesuatu yang telah terjadi selama sepuluh tahun yang lalu itu kepadanya.
Pandangan mata Kim It Peng sangat tajam sekali, membuat Lie Siauw Hiong tidak berani bertindak sembarangan.
Sekalipun umurnya masih muda, tapi bila dia mengerjakan sesuatu selalu dilakukannya dengan cermat, rapi dan berpikir matang-matang lebih dahulu, karena dia kuatir bila sekali pukul tidak berhasil, dia takut urusan yang sangat besar itu menjadi gagal, oleh karena itu, sampai begitu jauh dia masih belum bertindak juga.
Pada saat itu Kim It Peng sudah agak mabuk karena terlampau banyak minum susu macan, sekonyong-konyong dia menepuk meja, sedang sepasang matanya dengan tajam sekali ditatapkan pada diri Lie Siauw Hiong.
Si pemuda yang menyaksikan hal itu menjadi sangat terkejut.
Tiba-tiba Kim It Peng menarik napas panjang, pandangan matanya ditujukannya keatas meja, ia berkata .
"Aku mempunyai sahabat banyak sekali dalam dunia ini, hanya yang mengetahui perasaan hatiku hanya ada beberapa orang saja, aku Kim It Peng yang mempunyai nama yang sudah terkenal sekali didunia Kang-ouw, tapi siapakah yang mengetahui kesedihan hatiku ini ?"
Habis mengucapkan perkataannya itu, dia lalu mengangkat gelasnya sambil meneguk habis arak yang terisi didalamnya.
Kim Bwee Leng kemudian mengambil tempat araknya, lalu mengisi cangkir araknya pula.
Dalam sinar matanya dapat diketahui, bahwa dia sangat mengasihi 'ayahnya' ini yang tampak sangat bersedih itu.
Melihat hal ini Lie Siauw Hiong juga merasa heran .
"Kenapakah kepala setan ini bersusah hati,?"
Kim It Peng sekali lagi menarik napas panjang, matanya memandang dengan sangat sayu sekali, kemudin ia mengaco, tidak tahu kemana perkataannya itu ditujukannya.
"Kepalaku sudah beruban, sedangkan perkaraku masih saja belum sempat dirampungkannya, terbengkelai setengah jalan, ai, Lie Loo-tee ..."
Tiba-tiba kapal itu bergerak sedikit, sekalipun gerakan kapal itu terasa sangat perlahan, tapi Lie Siauw Hiong mengetahui, bahwa kapal itu bergerak karena tindakan kaki orang yang sedang berjalan diatas kapal malam itu.
Sepasang alis mata Kim It Peng dikerutkannya, dengan suaranya yang sangat bengis sekali dia berseru .
"Siapa ?"
Dari luar jendela kedengaran suara orang yang menjawab .
"Su-hu, aku."
Kemudian disusul dengan tersingkapnya tirai kapal itu, ternyata seorang pemuda yang putih mukanya berjalan masuk, pakaiannya sangat kuno sekali, begitu dia masuk, sinar matanya yang tajam bagaikan golok lantas ditujukan kemuka Lie Siauw Hiong.
Kim It Peng yang melihat hal itu, lalu tersenyum, mukanya tampak sangat welas asih sekali, lalu dia berkata .
"Mengapa kau pulang kembali, sudahkah kau jumpai orang yang kau cari ?"
Pemuda itu diam saja, kemudian dia menghenyakkan pinggulnya diatas sebuah kursi, Kim It Peng lalu menyuguhkan secangkir arak.
Lie Siauw Hiong dapat melihat bahwa Kim Bwee Leng dengan pemuda itu seakan- akan sudah kenal satu sama lain.
Perasaannya mendiadi tidak enak sekali, dilihatnya dahi pemuda itu sangat lebar dan mukanya sangat lancip, diwajahnya tampak sangat kejam dan bengis sekali, terhadap pemuda itu Lie Siauw Hiong sudah memperoleh kesan iang tidak baik.
Pemuda itu sehabis minum secangkir arak tersebut, lalu dia berkata kepada Kim It Peng .
"Manusia yang begitu banyaknya, bila mau mencarinya, agak memakan tenaga bukan sedikit, entah kemana harus mencarinya. Rupania aku sedang diberkahi oleh Tuhan agaknya, ternyata orang yang kucari itu sedang duduk dimuka sebuah toko. Aku setelah melihat padanya, tidak segera turun tangan. Kunantikan setelah kentongan malam diketuk dua kali, baru aku masuk kedalam toko tersebut dan membawanya kemari."
Muka Kim It Peng tampak tersenyum, seakan-akan dia sangat menyayangi pemuda ini, mendengar perkataannya itu dia lalu berkata.
"Hal itu sungguh bagus sekali, lekas bawa dia kemari biar kulihat tampangnya."
Pemuda itu lalu melirikkan matanya pada Lie Siauw Hiong. Kim It Peng sesudah itu tertawa lagi dan lalu berkata .
"Oh, kalian masih belum kenal satu sama lain, tuan ini adalah pemilik toko San Bwee Cu Poo Hoo Lie Kong-cu, dan yang ini adalah muridku."
Pemuda itu hanya mengeluarkan suara 'oh' saja, mukanya sedikitpun tidak menunjukkan perasaan apa-apa, tidak diketahui apakah dia gembira atau gusar.
Kemudian Lie Siauw Hiongpun mengeluarkan suara jengekannya dan dengan tawar sekali dia melambaikan tangannya.
Pemuda itu lalu membalikkan tubuhnya berjalan pergi, mereka hanya merasakan kapal tersebut agak goyang sedikit, ternyata pemuda itu sudah berjalan pergi.
Hati Lie Siauw Hiong kembali terkejut, dia ingin tahu pemuda tersebut pergi untuk keperluan apa, kemudian dari arah pintu sekonyong-konyong terdengar suara tangisan seorang wanita disertai suara yang berbunyi 'Preng', yang selanjutnya disusul dengan tampak masuknya seorang wanita yang berjalan sempoyongan.
Kim It Peng dengan suaranya yang bengis sekali bertanya .
"Apa artinya ini ?"
Pemuda itu hanya tertawa saja dan lalu berkata .
"Wanita ini adalah yang tempo hari aku bicarakan dengan Suhu, yaitu Phui Siauw Kun, aku yang mendengar Suhu akan datang keselatan, maka sengaja aku titipkan padanya dipasanggerahan dari Kang Ceecu, siapa duga setelah aku ketemui Suhu dan menyelesaikan pekerjaanku, aku lalu menanyakan pada Kang-lie-pek-liong Sun Tiauw Wan untuk mengambil kembali orang tersebut, tapi dia mengatakan bahwa orang itu sudah dibawa pergi oleh Chit- biauw-sin-kun."
Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mendengar perkataan muridnya ini, Kim It Peng hanya mengeluarkan suara 'hmm' saja dari lobang hidungnya, sedangkan mukanya tampak berubah pucat dan lalu berkata .
"Hal ini aku sudah mengetahuinya."
Pemuda tersebut lalu melirik pada Lie Siauw Hiong, tapi Lie Siauw Hiong sendiri tidak berubah mukanya maupun gerak-geriknya, namun secara diam-diam dia telah menghempos semangatnya, pada saat mana dia berpikir .
"Aku kira pemuda ini pastilah murid sikepala setan yang dipanggil Thian-mo Kim Ie itu. Aku tidak pernah menduga bahwa dialah murid si raja racun Kim It Peng tersebut. Maka ada kemungkinan hari ini aku harus melangsungkan pertempuran yang sengit sekali."
Pemuda ini memang benar pada beberapa hari ini (belum lama berselang) dikalangan Kang-ouw telah mendapat nama yang santer sekali, tapi sekarang mukanya telah berubah. Dia inilah memang Kim Ie, yang dengan dinginnya lalu berkata .
"Aku yang mendengar bahwa Chit- biauw-sin-kun sendiri telah turun tangan, maka aku buru- buru kembali memberitahukan hal ini kepada Suhu, agar supaya Suhu sendiri pergi mencari orang tersebut. Tapi, tak disangka-sangka, begitu aku sampai dijalan, aku lantas melihat manusia hina ini sedang duduk dimuka pintu toko San Bwee Cu Poo Hoo."
Diam-diam Lie Siauw Hiong mengeluh, lalu dia lirikkan matanya kearah muka Phui Siauw Kun, dia melihat orang yang dipandangnya itu sedang menundukkan kepalanya, mukanya tampak sangat ketakutan sekali, hingga diam- diam dia berkata pada dirinya sendiri .
"Aku suruh kau diam-diam didalam kamarmu, maka untuk maksud apa kau telah keluar dari sana ?"
Sinar mata Kim It Peng yang tajam lalu dilirikkan kemuka Lie Siauw Hiong samba berkata .
"Apakah pertalian kau dengan Bwee San Bin ? Dan dimana dia berada sekarang ?"
Lie Siauw Hiong belum sempat menjawab pertanyaan itu, karena dia sedang memikirkan bagaimana harus menghadapi lawannya ini.
Dia insyaf, bahwa pada saat ini, lawan yang tengah dia hadapi adalah lawan yang sangat tangguh dikalangan Kang-ouw, apa lagi Kim It Peng mendapat nama sebab dia ahli sekali dalam soal 'racun', maka kalau dia kurang hati-hati dan tersentuh dengan lawannya, badannya bisa berbahaya karena keracunan.
Bila terdiadi hal ini, maka tidak seorangpun yang akan dapat menolongnya.
Mata Kim Bwee Leng berputar, lalu dengan perlahan dia sentuh kaki Lie Siauw Hiong dengan kakinya sambil berkata .
"Lekas kau katakan."
Pada saat itu, tubuh kapal tersebut teroleng-oleng sangat kerasnya oleh ombak, seperti juga kapal tersebut kini sudah berada tepat ditengah-tengah sungai. Kemudian Lie Siauw Hiong berkata pada dirinya sendiri .
"Hari ini ternyata Kim Ie ini jauh lebih beracun dan jahat daripada Suhunya, karena dia takut aku akan lari, lantas dia melabuhkan kapalnya ditengah-tengah sungai."
Harus diketahui sekalipun kepandaiannya jauh lebih tinggi pula, bila tidak ada tempat untuk berpijak, sukar sekali baginya dapat meloncat sejauh sepuluh tombak lebih.
Pada saat itu, beda sekali keadaannya sewaktu dia menolongi Phui Siauw Kun dari tangan Kang-lie-pek-liong.
Yang pertama, tempo hari kapal Kang-lie-pek-liong tidak seberapa jauh jaraknya dengan daratan; keduanya, ia tidak berhadapan dengan lawan yang tangguh, tentu saja ketika itu dia dapat berlaku sesuka hatinya.
Tapi Lie Siauw Hiong mempunyai sifat yang istimewa sekali, yaitu karena kejadian itu sudah melarut sampai taraf yang demikian, maka dia tidak berani berlaku gugup sedikitpun, umurnya masih sangat muda sewaktu dia menghadapi 'Thian Tian' dan 'Thian Huy' kedua kepala setan tersebut.
Ketika itu, tidak sedikitpun perasaan takut ada pada dirinya, apa lagi sepuluh tahun kemudian, setelah dia berhasil mempelajari ilmu yang mengejutkan orang.
Dia hanya tersenyum saja, dalam hatinyapun dia sudah mempunyai rencana sendiri dan lalu berpikir .
"Tidak perduli apapun kesudahannya, baik atau buruk, aku akan beberkan dahulu riwayat dari Kim Bwee Leng ini, biar mereka merasa gelisah sendirinya."
Kim It Peng melihat dia pada saat itu tersenyum saja, malahan sikapnyapun amat wajar, sedikit perasaan takutpun tidak ada padanya, dalam hatinya tidak terasa lagi memuji atas keberanian Lie Siauw Hiong ini.
Lie Siauw Hiong lalu menyapukan pandangan matanya keempat penjuru, kemudian dengan suara yang lantang sekali dia berkata .
"Loo-tiang menanyakan tentang Bwee San Bin, apakah Loo-tiang masih mempunyai perhitungan yang belum diselesaikan dengannya ?"
Jawabannya ini malah berbalik menjadi pertanyaan, itu membuat Kim It Peng menjadi gelagapan. Tapi Kim Ie malah menjadi marah dan lalu berseru .
"Apakah kau dapat mencampuri urusan tersebut ?"
Sambil menengadahkan kepalanya Lie Siauw Hiong tertawa besar dan lalu berkata .
"Sekalipun Loo-tiang tidak mengatakannya, akupun mengetahui dengan sejelas- jelasnya."
Muka Kim It Peng tampak berubah, lalu dia memandang pada Kim Bwee Leng yang berdiri disampingnya. Menyaksikan hal itu, Lie Siauw Hiong mendapat sedikit angin dan lalu berkata pula .
"Kalian aku harap jangan turun tangan dahulu, biarkanlah aku menceritakan sebuah cerita yang menarik pada kalian."
Begitulah dengan menggerak-gerakkan kaki dan tangannya dia menceritakan segala sesuatu yang menyangkut-paut dengan diri 'Hauw Jie' pada mereka sekalian.
Baru saja dia bercerita sampai ditengah-tengah, Kim Ie dengan geram sekali lalu melompat maju, jari tangan kanannya yang tegak seperti pedang itu segera ditotokkannya kejalan darah 'Souw-houw-hiat' ditenggorokan lawannya, sedangkan dengan tangan kirinya yang disertai angin yang kencang sekali lalu dipukulkan kearah kempungan lawannya.
Sekali gebrak, dengan dua tipu ini yang cepatnya bagaikan kilat, diiringi dengan tenaga dalamnya yang sangat tinggi, orang segera mengetahui jelas, bahwa Kim Ie ini bukanlah seorang biasa.
Menyaksikan hal itu, Lie Siauw Hiong hanya tertawa besar, badannya hanya tampak berputar satu kali, tanpa berkelit dia telah berhasil memunahkan serangan lawannya, juga tanpa membalas menyerang.
Malah mulutnya masih tetap melanjutkan ceritanya.
Menampak kejadian tersebut, Thian-mo Kim Ie bertambah geram, lalu dia menyerang kembali pada lawannya dengan menggunakan tipu-tipu 'Kauw Hun Sek Beng' (mengait sukma mengambil jiwa) 'Kui Pit Tiam Ceng' (pit setan mencolok mata) dan 'Yu Hun Su Piauw' (setan gentayangan keempat penjuru) menyerang diempat penjuru badan Lie Siauw Hiong.
Lie Siauw Hiong hanya berputar-putar saja menghindarkan serangan lawannya ini, sambil berkelit mulutnya tidak tinggal diam terus saja dia menuturkan ceritanya itu.
Dengan air mata yang berlinang-linang, Kim Bwee Leng mendengar cerita tersebut dengan penuh perhatian, sedangkan Phui Siauw Kun yang menyaksikan Lie Siauw Hiong mempunyai kepandaian yang sedemikian tingginya ini, tidak tahu karena kaget atau senang, matanya terus menatap pada pemuda itu kemanapun tubuh pemuda itu bergerak.
Sedangkan muka Kim It Peng pada saat itu berubah luar biasa, tak sedap dipandang mata, tapi dia tetap masih duduk dikursinya dan belum turun tangan, kemudian sekonyong-konyong dia berseru .
"Ie Jie, hentikan seranganmu, biarkan dia ceritakan kisahnya itu.
"
Diam-diam Lie Siauw Hiong merasa sangat aneh sekali .
"Mengapa Kim It Peng ini mau membiarkan dia bercerita tanpa dihalang-halangi ?"
Sedangkan Thian-mo Kim Ie begitu mendengar perintah gurunya, lantas dia menghentikan serangannya, dan dengan penuh kemarahan dia berdiri disamping gurunya.
Lie Siauw Hiong tanpa segan-segan lagi, lalu duduk dikursi untuk melanjutkan menceritakan segala sesuatunya dengan sejelas-jelasnya.
Sesekali ia memandang pada Kim Bwee Leng.
Pada akhirnya Lie Siauw Hiong bertanya .
"Bagaimana pendapatmu mengenai ceritaku ini, menarikkah atau tidak ?"
Dengan menundukkan kepalanya Kim Bwee Leng tidak berkata sepatahpun, sedangkan muka Kim It Peng sebentar merah sebentar pucat, tiba-tiba dia berkata .
"Akupun akan menceritakan sebuah cerita untuk kau dengar !"
Lie Siauw Hiong merasa semakin aneh .
"Raja Racun ini bukan saja beracun, malahan 'aneh' pula, mengapa sekarang dia mau bercerita, mungkinkah ceritanya ini menarik sekali ?"
Hatinya terus berpikir, tapi mulutnya berkata .
"Aku pasti akan mendengar dengan penuh perhatian, silahkan Loo- tiang ceritakan."
Kim It Peng dengan muka yang agak berubah lalu memulai .
"Beberapa puluh tahun yang lampau, di Hoo-pak terdapat seorang wanita yang hidupnya bukan buatan senangnya ..."
Baru saja dia mendengar sampai disitu, Lie Siauw Hiong menjadi terheran-heran dan terpikir-pikir seorang diri .
"Apa yang diceritakannya juga mengambil tempat yang sama, yaitu Hoo-pak, juga tentang orang yang sangat senang hidupnya, tapi yang memegang peranan adalah seorang wanita ? Jalannya cerita ini pasti akan sangat menarik pula."
Oleh karena itu, dia sangat memperhatikan cerita Kim It Peng ini, yang kemudian melanjutkannya .
"Wanita muda itu sangat cantik sekali, malahan ayah dan ibunya mengusahakan sesuatu. Ayah dan ibunya sangat sayang terhadapnya, coba kau bayangkan, bukankah hidup wanita ini sangat senang sekali ?"
Lie Siauw Hiong hanya manggutkan kepalanya membenarkan. Kim It Peng berkata pula .
"Siapa tahu dekat tempat tinggalnya, juga terdapat seorang pemuda anak seorang hartawan. Sejak dahulu dia menyebut dirinya Beng Siang (orang yang suka bergaul dan suka menerima siapa saja dirumahnya untuk tinggal dan diberi makan percuma, orang ini dahulu hidup di Tiongkok), dia suka bergaul dengan segala perampok apapun. Setiap hari kerjanya tidak senonoh sekali, sedangkan ayah dari wanita muda itu adalah seorang pedagang kecil. Setiap hari ia diperas oleh orang lain yang lebih berkuasa daripadanya. Pada suatu hari pemuda hartawan ini lalu mengutus orangnya untuk membeli barang dari pedagang kecil ini. Karena ingin mendapat untung lebih. banyak, ayah dari wanita itu telah menaikkan harga barangnya agak tinggi sedikit. Hal ini memang lumrah terdapat dikalangan pedagang, untuk itu bukankah tidak ada hukuman mati yang mengancamnya ?"
Sinar matanya mengandung pengaruh yang besar, lalu memandang pada Lie Siauw Hiong, tapi Lie Siauw Hiong yang menampak hal itu hanya menganggukkan kepalanya saja. Kim It Peng tertawa dingin dan lalu berkata .
"Siapa menduga pemuda itu, tanpa belas kasihan lagi, lalu mengatakan yang ayah wanita itu adalah pedagang gelap. Dikatakannya pedagang gelap itu adalah paling jahat sekali, tanpa membedakan yang hitam dengan yang putih lagi, lalu dia mengutus beberapa, orangnya datang ketoko ayah wanita itu, yang lalu dihajarnya ayah wanita itu habis- habisan. Karena mengalami luka-luka parah, tak lama kemudian ayah wanita muda itu menghembuskan napasnya yang penghabisan. Hal ini oleh pemuda itu dikatakan demi membela keadilan kaum pedagang, tidak lama kemudian, peristiwa ini sudah dilupakan orang.
"Setelah wanita muda ini mengalami peristiwa tersebut berkali-kali, sekian kali pula ia mengalami kesengsaraan. Setelah ayahnya mati, ibunyapun tak lama kemudian mati pula.
"Wanita muda itu tinggal dialam mayapada ini sebatang kara, ingin sekali membalas dendamnya, tapi biar bagaimanapun tentu ia tak bisa bertentangan dengan pemuda yang kaya dan berkuasa itu ?"
Kim It Peng dengan tertawa dingin melanjutkan ceritanya .
"Tapi perasaan dendam wanita muda itu sudah mendalam sekali, dengan mengorbankan dirinya sendiri lalu dia mengutus seorang comblang untuk melamar pemuda tersebut.
"Pemuda itu tentu saja dengan tangan terbuka menerima lamarannya ini. Begitulah wanita muda itu kawin dengan pemuda kaya tersebut. Wanita muda kawin dengan pemuda itu hanya semata-mata mencari kesempatan untuk membunuh suaminya sebagai pembalasan atas kematian ayahnya sebelumnya."
Mendengar sampai disini.
Lie Siauw Hiong sudah dapat meraba beberapa bagian dari cerita ini.
Matanya lalu dilirikkannya kearah Kim Bwee Leng, ternyata matanya sudah bengkak karena terlalu lama menangis, sedangkan air matanya tak putus-putusnya menitik.
Kim It Peng melanjutkan ceritanya .
"Tapi pemuda itu bukan saja mempunyai uang dan berkuasa, malahan dia pun mempunyai kepandaian silat pula. Wanita muda itu setiap saat menunggu-nunggu kesempatan ingin turun tangan membunuh suaminya, tapi kesempatan belum terbuka juga, sedangkan dia adalah seorang wanita yang lemah, jadi keinginannya membunuh pemuda itu hanya tinggal bicara saja. Pekerjaan ini bukan pekerjaan mudah. Ada kalanya dia menunggu sampai suaminya sudah tidur nyenyak, baru niatnya ini hendak dilaksanakannya. Siapa tahu kelak begitu dia bergerak saja, tentu suaminya itu segera pula bangun dengan kaget, apa lagi dia hanya mempunyai tenaga lemah sekali. Dan siapa pula menyangka bahwa pemuda itu setiap saat waspada terhadap kemungkinan-kemungkinan yang sewaktu-waktu akan terjadi atas dirinya, karena ia telah melakukan suatu pembunuhan atas diri ayah isterinya sendiri. Tangan wanita yang lemah dan hanya bisa memasak dan menjahit itu, manakah ia mampu melakukan pekerjaan yang demikian kejamnya itu.
"Dia lalu berpikir, menggunakan racun saja untuk meracuni suaminya, tapi tidak ada seorangpun yang dekat padanya untuk disuruh membeli racun ditoko. Andai kata dia dapat membeli racun untuk meracuni suaminya, namun hal ini pun sulit untuk tidak diketahui oleh suaminya.
"Begitulah dengan demikian beberapa tahun kemudian tanpa terjadi sesuatu perubahan terhadap suaminya, malahan atas perkawinan tersebut dia telah melahirkan seorang anak dara. Perasaan dalam hatinya yang penuh dengan kesedihan, kebencian dan kedukaan yang sangat itu, sungguh sukar dapat diutarakannya."
Demikianlah kisah Kim It Peng yang diceritakannya itu.
Dalam pada itu Bwee Leng terus menangis dengan sedihnya, kemudian diikuti oleh Phui Siauw Kun yang setelah mendengar cerita tersebut tidak tahan lagi, diapun lalu mengucurkan airmatanya pula.
Kim It Peng melanjutkan lagi .
"Belakangan, pemuda itu pergi mengembara, entah kemana sehingga memakan waktu yang lama pula. Sakit hati wanita tersebut masih belum dapat dilampiaskannya dan kesengsaraannya itu belum dapat dilenyapkannya, maka pada suatu hari dia pergi kekuil, disana sambil menangis lalu dia menceritakan hal-hal yang terjadi atas dirinya dihadapan patung dikuil tersebut. Tak diduga-duga ceritanya itu dapat didengar oleh seseorang, dan orang inipun sejak kecil telah mengalami penganiayaan orang kaum perampok, belakangan setelah dia berhasil mempelajari kepandaian silat yang cukup tinggi, barulah dia berusaha menuntut balas. Orang itu memang sangat menantang orang-orang yang suka menggencet orang yang susah dan lemah, maka tanpa disengaja dikuil itu dia telah mendengar cerita wanita muda ini, maka kemarahannya lantas meluap-luap, maka diapun bertekad untuk membalaskan sakit hati dari wanita muda itu, coba kau katakan apakah perbuatan orang tersebut salah ?"
Lie Siauw Hiong terkejut sekali, dalam waktu yang singkat diapun mengetahui latar belakang dari cerita tersebut, tapi perkara yang terjadi ini sungguh berbelit-belit, juga tidak ada seorang saksipun dapat dijadikan hakim untuk membenarkan cerita tersebut.
Kim It Peng dengan tertawa panjang berkata pula .
"Siapa. tahu takdir tak dapat dilawan oleh manusia biasa, begitulah dengan mengandung penghinaan yang sangat, ketika sakit hatinya itu hendak dibalaskan oleh orang tersebu, secara tidak diduga-duga, lantas muncul seorang Chit-biauw-sin-kun yang tidak mengetahui. duduk perkara yang sebenarnya, dan tanpa banyak bicara maupun bertanya siapa yang benar dan siapa yang salah dalam hal ini, lantas saja ia turut campur tangan, sehingga urusan ini menjadi bertambah kacau, maka orang yang membela wanita muda itu lantas membawa wanita muda itu berikut anak perempuannya melarikan diri."
Tangisan Kim Bwee Leng semakin menjadi-jadi, Lie Siauw Hiongpun menjadi bingung pula, lalu diam-diam dia berpikir .
"Ihh, kesengsaraan yang dialaminya ternyata tak dapat dipikirkan dari sebelumnya, musuhnya adalah 'ayahnya' sendiri, benarkah demikian kejadiannya ? Bila ayahnya bukan musuhnya, orang yang membela keadilan yaitu Raja Racun 'Kim It Peng', mengapa menyebut dia itu musuhnya ?"
Thian-mo Kim Ie tidak mempunyai perasaan sangsi lagi dan lalu turut campur berkata .
"Suhu, mengapa kau omong tak karuan dengan orang ini, dan buat apa ?"
Kim It Peng lalu pelototkan matanya pada pemuda usilan itu dan lalu melanjutkan perkataannya .
"Dengan tak disangka-sangka setengah perjalanan, wanita muda itu meninggalkan anaknya sendiri, dan dia lalu menghabiskan nyawanya sendiri dengan jalan menceburkan dirinya kedalam sungai."
Lie Siauw Hiong yang mendengar kisah itu, perasaannya terhadap raja racun ini, berkesan amat baik, tadinya ia mengira, raja racun itu sangat kejam dan jahat, siapa yang dapat menyangka bahwa sebenanya 'Raja Racun' ini ternyata tidak berbisa.
Selanjutnya kematian ibu Kim Bwee Leng sangat menyedihkan.
Kim It Peng tertawa lagi terkekeh-kekeh, kemudian katanya .
"Sejak waktu itulah orang yang turut campur tangan mengurus pekerjaan yang tidak adil ini membawa anak perempuan yang masih kecil ini pergi jauh sekali, diapun mengetahui ada beberapa orang yang memaki-maki padanya, tapi sekalipun dia beranggapan salah, diapun akan dapat memakluminya, karena siapakah didunia ini yang tidak pernah berbuat kesalahan ? Tapi bila ada orang yang mengaku dia itu seorang yang suci, maka orang demikian inilah yang tidak mempunyai perasaan malu."
Sehabis menuturkan ceritanya ini, mukanya membayangkan sinar pembunuhan, lalu sambil membelalakkan matanya pada Lie Siauw Hiong dia berkata .
"Aku tidak perduli apakah kau ini murid atau suruhan Bwee San Bin, kau boleh pulang memberitahukan duduknya perkara ini kepadanya. Hahaha, kupikir bila dia sudah mendengar akhirnya cerita ini, dia balik merasa menyesal, maka aku akan merasa gembira sekali."
Suara tertawanya makin lama makin tajam saja, kemudian dengan sekonyong-konyong sepasang tangannya menjambret dan membeset bajunya yang berwarna merah, kemudian kakinya ditotolkannya, sedang badannya dengan pesat sekali keluar dari dalam kamar kapal tersebut, tapi selanjutnya yang terdengar dari luar adalah suara 'Plung' yang keras sekali, seolah-olah barang yang berat terjatuh kesungai, sesudah itu, hening tidak terdengar suara apapun jua.
Pergerakannya itu cepat bagaikan kilat saja, dengan perasaan terperanjat, Lie Siauw Hiong bangun berdiri, dia tidak mengetahui apa yang telah terjadi.
Akhirnya Kim Ie dengan mukanya yang selalu tidak mempunyai perasaan was-was lalu berkata .
"Penyakit Suhu kenapa semakin lama jadi semakin hebat saja ?"
Sepasang alisnya dikerutkannya, hingga ini menjadi satu. Lie Siauw Hiong sendiripun merasa tercengang sekali .
"Orang yang mempunyai kepandaian silat demikian tingginya ini, mempunyai penyakit apa pula ?"
Kemudian dia teringat sewaktu dia menjumpai pengemis itu dibawah loteng Oey-ho-lauw, secara tiba-tiba diapun menjadi insyaf dan lalu berkata .
"Apa mungkinkah karena dia sering merasa tersinggung, dia lalu menjadi gila ?"
Kim Bwee Leng belum juga berhenti menangis, sedu sedannya makin menjadi-jadi, karena pengalaman pahitnya masa lalu belum lenyap dari ingatannya, kini yang baru sudah datang pula, menyebabkan gadis yang masih muda ini bertambah sedih dan pilu saja.
Orang-orang lainnya yang berada dalam ruangan kapal itu, ketika menyaksikan peristiwa tersebut, dengan sendirinya mereka turut menjadi terharu, sehingga tak kedengaran sedikit suara juapun.
Keadaan menjadi bertambah sunyi.
Kesunyian ini membuat orang bertambah tidak sedap sekali untuk memulai percakapan.
Dalam pada itu Phui Siauw Kun yang sedang berdiri, pikirannyapun menjadi sangat kacau pula, tanpa disadarinya lagi lalu diapun menangis.
Lie Siauw Hiong maju dua langkah, dengan perlahan- lahan dia membelai-belai rambut Phui Siauw Kun yang ikal itu, sesaat lamanya Lie Siauw Hiong tak dapat mengeluarkan kata-kata penghibur untuk menghibur Phui Siauw Kun.
Ketika Phui Siauw Kun merasa kepalanya dibelai-belai oleh sebuah tangan yang lembut dan hangat sekali, lalu diapun menghentikan tangisannya, lalu mengangkat kepalanya memandang pada Lie Siauw Hiong, kedua orang ini merasakan yang mereka sangat dekat sekali dan perhubungan mereka demikian mesranya, sehingga mereka lupa dimana mereka kini berada.
Kim Bwee Leng yang melihat kejadian ini, dari sinar matanya jelas tampak perasaan mengiri, sambil menundukkan kepalanya dia lalu menangis pula terisak- isak.
Thian-mo Kim Ie merasa panas sekali, lalu dia berseru dengan suaranya yang sangat keras .
"Semuanya adalah gara-gara kau !"
Lalu dia memukul Lie Siauw Hiong dengan gerakan secepat kilat.
Lie Siauw Hiong menjadi terkejut, sebenarnya mudah saja baginya untuk mengelitkan pukulan Kim Ie ini, karena waktu dia melangsungkan serangannya ini, tampak tubuh Kim Ie maju menyamping, tangan kanannya memukul langsung, sedangkan tangan kirinya memukul menyamping, lalu kaki kanannyapun ditendangkannya pada diri Lie Siauw Hiong.
Jurus ini adalah ajaran dari Raja Racun yang bernama 'Lip Tee Kauw Pek' (dengan kesebatan mengambil jiwa setan) dari jurus 'Im-ciang Chit- sip-jie-sek'.
Disamping tenaganya tidak kepalang besarnya, serangannyapun angat beracun.
Apabila tubuh lawannya tersentuh sedikit saja, pada saat itu pula ia terkena juga racunnya.
Lie Siauw Hiong hanya merasakan angin pukulan lawannya itu disertai dengan hawa yang panas, maka hatinya menjadi kaget sekali, lalu dia menggunakan jurus 'Leng Han Cee Hong' (angin dingin mulai menghembus), guna memunahkan serangan lawannya.
Badannya berputar kekiri, tangan kanannya memapak tangan kiri lawannya, maka dengan berbuat demikian, dia dapat menghindarkan dirinya dari pukulan yang mengarah kesebelah kiri badan dan tendangan kaki kanan lawannya.
Jurus yang dipakainya ini ialah untuk menjaga diri dan berbareng mengandung daya serang serta tenaga yang kuat pula, maka sudah tentu saja serangannyapun luar biasa sekali keras dan cepatnya.
Menyaksikan hal itu, Kim Ie hanya mengeluarkan suara teriakan tertahan, sepasang tangannya lalu dikacipkan untuk memukul kebadan Lie Siauw Hiong yang mungkin dapat membawa kematiannya.
Lie Siauw Hiong baru hari inilah untuk pertama kalinya dia menghadapi lawan yang tangguh, diapun dengan penuh semangat lalu melayani lawannya ini, hingga ruangan kapal yang sedemikian kecilnya ini, dimanalah dapat menampung pukulan kedua orang ini.
Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dengan begitu, sebentar saja meja kursi pada beterbangan, disamping barang-barang sangat berharga yang terbuat daripada batu giok yang terdapat disitu, turut juga hancur lebur dan jatuh berarakan kian kemari.
Kim Bwee Leng yang melihat kedua orang tersebut bertempur secara mati-matian, diam-diam dia berkata pada dirinya sendiri .
"Kedua orang ini bertempur karena disebabkan seorang wanita, sebaliknya aku yang sebatang kara ini, tidak seorangpun yang mau mengindahkan dan mengasihi daku."
Phui Siauw Kun saking takutnya lalu menyembunyikan dirinya dipojok kamar kapal tersebut, matanya terbelalak melihat pertempuran ini dan dia menginginkan sekali Lie Siauw Hiong dapa memukul mampus Kim Ie.
Tapi saking cepatnya, dia tidak dapat melihat dengan sempurna perkelahian yang seru dari kedua orang muda ini.
Dalam waktu yang singkat kedua orang ini sudah bertempu kira-kira lima sampai tujuh puluh jurus lebih.
Kepandaian Chit-biauw-sin-kun yang sangat tinggi dan istimewa ini, didaerah Tiongkok pada saat itu mana mungkin dapat dikembangkan dengan sempurna dalam ruangan kapal yang sesempit ini ? Sesungguhnya, Lie Siauw Hiong tak dapat mengembangkan ilmunya dengan baik, malahan begitu turun tangan untuk pertama kalinya, dia sudah menghadapi lawan yang amat tangguh sekali.
Setelah bertempur demikian lamanya, hatinya diamdiam merasa gugup juga.
Tapi Kim Ie sebaliknya jauh lebih gugup dan heran daripada dirinya.
Karena dia yang sudah digembleng bertahun-tahun oleh Raja Racun, jangankan senjata rahasia maupun golok, sedangka segala pukulan yang bagaimana lihaypun telah dipelajarinya bahkan dikalangan Kang-ouw entah sudah berapa banyak orang yang sangat terkenal dirobohkannya.
Pada saat itu ketika dia melihat Lie Siauw Hiong yang masih muda sekali usianya dan malahan tampaknya begitu lemah sebagai seorang anak sekolah, ternyata telah dapat menandinginya dalam keadaan seimbang.
Oleh karena itu, cara bagaimanakah dia tidak menjadi heran ? Lalu dia mengeluarkan tipu-tipu yang jauh lebih berbahaya daripada semula.
Sekalipun Lie Siauw Hiong sudah berhasil mewariskan seluruh kepandaian dari Bwee San Bin, tapi pengalamannya dalam menghadapi musuh masih hijau, sehingga kadang- kadang lowongan yang terbuka pada lawannya tidak dapat dipergunakannya dengan sempurna dan kesempatan itu terbuang percuma saja, kalau tidak, mungkin sekali pertempuran tersebut akan lain sekali hasilnya.
Begitulah dengan adanya kekurangan ini, diapun ternyata masih dapat bertempur seimbang dengan Kim Ie yang menjadi lawannya yang lebih berpengalaman itu.
Bahkan Kim Bwee Leng sendiri merasa sangat heran sekali menyaksikan pertempuran tersebut, karena dia tidak pernah menyangka maupun menduga, bahwa anak muda yang tampaknya sedemikian lemahnya ini, mempunyai kepandaian silat yang begitu mengejutkan orang.
Bila dia tidak melihat dengan mata kepalanya sendiri, biar apapun dikatakan orang, dia pasti tidak mau mempercayainya.
Angin pukulan kedua orang ini yang sangat dahsyat sekali, terdengar bersuitan menderu-deru, sehingga menyebabkan jendela kapal itu terbuka karena kerasnya angin yang meniup.
Sementara Kim Bwee Leng yang melihat keluar jendela yang telah terbuka itu, kagetnya bukan kepalang, karena pada saat itu kapalnya tengah berjalan dengan cepatnya.
Entah ditempat mana ia berada pada waktu itu, iapun tak tahu.
Sekonyong-konyong dia merasa haluan kapalnya tampak meninggi dan buritannya hampir terbenam.
Nampaknya kapal itu perlahan-lahan hendak tenggelam.
Air sudah sampai hingga digeladak.
Pun tempat dayung dari kapal tersebut sudah tak tampak lagi.
Dia tidak lagi memperdulikan kedua orang yang sedang bertempur dengan sangat serunya ini, malah dia buru-buru keluar melalui jendela kapal.
Diluar didapatinya beberapa mayat orang, kemudian salah satu mayat itu dia balikkan, ternyata orang itu adalah jurumudi.
Dia telah dibinasakan orang tanpa dapat mengeluarkan suara lagi.
Dalam keadaan demikian, kapal itupun berjalan juga dengan cepatnya kemuka.
Selagi dua orang yang berkepandaian tinggi ini bertempur dengan serunya, jurumudi kapal mendadak telah dibunuh orang yang tidak dikenal tanpa mereka ketahui.
Hal ini sungguh tak diduga- duga.
Kemudian Kim Bwee Leng membungkukkan badannya melihat pada tiap-tiap tubuh anak buah kapalnya yang telah menjadi mayat itu.
Dimasing-masing tubuhnya terdapat sebatang anak panah kecil, membuat daging disekitar anak panah itu berwarna hitam pekat bahkan sampai pada darahnya yang mengalirpun berwarna hitam pula.
Selama bertahun-tahun dia telah mengikuti Raja Racun Kim It Peng itu, dia telah melihat berbagai macam racun yang terdapat didunia ini.
Dia tahu benar bahwa racun- racun didunia ini, tak satupun dapat melebihi bisa racun ayahnya sendiri.
Maka sekilas lihat saja dia sudah tahu, bahwa anak panah itu adalah senjata rahasia lawannya.
Kemudian dia mengeluarkan sepasang sarung tangan yang terbikin dari kulit rusa, untuk dipergunakannya mencabut anak panah tersebut, tidak terasa lagi mukanya berubah seketika, karena diatas anak panah itu dilihatnya terukir sebuah huruf 'Tong'.
Kim Bwee Leng mengeluarkan suara keluhan dan diam- diam dia berkata pada dirinya sendiri .
"Keluarga Tong dari Sucoan telah datang kemari. Dan telah berbuat sesuatu kekurang ajaran tanpa memperlihatkan muka mereka !"
Waktu dia mendongakkan kepalanya keatas, dilihatnya dipapan kapal tertancap secarik kertas, lalu dengan gesitnya dia melompat keatas menyamber kertas itu untuk dibacanya.
Pada saat itu diufuk timur fajar mulai menyingsing dan lama kelamaan matahari mulai memancarkan sinarnya, maka saat itu lalu dia baca surat itu yang ternyata berbunyi .
"Kalian yang telah berhutang jiwa, setelah dua puluh tahun baru hari ini aku dapat menemui kapalmu. Dari itu, aku telah kirim kau kesungai untuk menemui Giam-ong dan janganlah kau sesalkan kami Loo Tong."
Dia lalu memandang pula pada kapalnya, yang ternyata pada saat itu sudah semakin dalam saja tenggelamnya, hingga dalam sekejap mata saja kapalnya yang sedang berada ditengah-tengah sungai pasti akan tenggelam semuanya, sedangkan disekitarnya air sungai pun sudah bergolak-golak.
Dalam kekagetan dan ketakutannya itu, dia segera masuk kembali kedalam kapalnya.
Waktu itu dilihatnya pukulan angin kedua orang tersebut sudah berhenti, tapi disatu pojok Thian-mo Kim Ie sedang berdiri sambil tertawa dingin.
Waktu dia melihat kembali kepada Lie Siauw Hiong, tampak olehnya Lie Siauw Hiong sangat pucat sekali.
Dia maklum bahwa Lie Siauw Hiong sudah kena racun.
Pada waktu itu tangan kanannya disilangkan kekanan dan kekiri, ia bersender kepagar kapal sambil berdiri.
Phui Siauw Kun saking gugupnya serta merta dia berdiri dimuka Lie Siauw Hiong untuk melindungi tubuh si pemuda itu, kemudian memandang kepada Kim Ie dengan perasaan yang sangat membenci.
Hatinya jadi kecut melihat keadaan pemuda she Lie ini, karena ia tahu bahwa racun dari Raja Racun ini, tak satupun obat yang dapat menyembuhkannya, kecuali obat yang dibuat oleh Kim It Peng sendiri.
Siapa saja tidak akan berdaya untuk menyembuhkannya, sekalipun muridnya sendiri Kim Ie, dan dia sendiri Kim Bwee Leng, karena mereka hanya tahu bahayanya racun tersebut, tapi tidak berdaya untuk memunahkannya, disinilah justeru keanehan dari Kim It Peng ini.
Tempo hari setelah Bwee San Bin dapat menolongi jiwa Hauw Jie dengan jalan mengambil obat pemunah dari ratiunnya itu, kini ia tidak ingat dimana obat pemunah dari racun itu disimpannya.
Pada saat itu sekalipun Lie Siauw Hiong terkena racunnya belum begitu banyak, tapi dia dapat bertahan untuk hidup selama tiga hari lagi.
Sesungguhnya Kim Bwee Leng sangat tertarik pada Lie Siauw Hiong, maka waktu dia melihat Lie Siauw Hiong terkena racun, kagetnya bukan kepalang.
Lie Siauw Hiong bertempur dengan Kim Ie sudah melalui beberapa ratus jurus, diam-diam dia sudah dapat meraba sampai ditingkat mana kepandaian lawannya, maka setelah itu, terus-menerus dengan secara bertubi-tubi dia melakukan serangan balasan, sehingga dia berhasil membuat Kim Ie berada dibawah angin.
Hati Kim Ie semakin gugup dan bingung, tiba-tiba dia lihat diluar jendela kapal tersebut terdapat tujuh buah pot kembang yang sudah tergeletak dilantai.
Diantara tujuh pot kembang tersebut masih ada satu yang masih berdiri miring dipojok jendela itu.
Ia maklum bahwa didalam ketujuh pot kembang itu terdapat racun dan racun tersebut adalah yang digunakan sehari-hari oleh Kim Ie Peng untuk latihannya.
Kim Ie telah seringkali mengerahkan tenaganya berlatih dengan ketujuh pot kembang tersebut, Hanya waktu ingin mengadakan latihan, terlebih dahulu harus dipoleskan obat pemunah racun tersebut.
Bila sampai kejadian kulit seseorang terkena sedikit saja dari pot kembang tersebut, pasti orang itu akan terkena racun yang hebat sekali sifatnya.
Thian-mo Kim Ie pernah lama mengadakan latihan dengan tangannya, tapi kalau hanya memegang pot kembang itu saja, baginya tidak menjadikan halangan apa-apa, namun bagi Lie Siauw Hiong adalah sebaliknya, karena bila kulit badannya tersentuh sedikit saja dengan racun itu, pasti hal itu merupakan bahaya besar baginya.
Hatinya tergerak dan lalu menuju kearah pot-pot kembang tersebut, kemudian dengan cepat sekali Kim Ie mengambil pot bunga tersebut yang lalu dilontarkannya dengan sekuat tenaga Lie Siauw Hiong lalu memiringkan badannya sedikit untuk mundur kebelakang, menghindarkan lemparan lawannya, lalu badannya maju menubruk tubuh lawannya dengan tipu 'Bwee Ciam Cun Sian' (bunga bwee mulai mekar), tapi baru saja tangannya hendak menepuk tubuh lawannya, sekonyong-konyong dia menampak sebuah lagi pot bunga menjurus kearahnya, maka tanpa berpikir panjang lagi dia lalu gunakan telapak tangannya untuk menepuk pot bunga tersebut.
Tapi begitu tangannya menyentuh pot kembang itu, tiba- tiba dia merasakan semacam perasaan yang sangat aneh sekali, yaitu dia teringat akan kata-kata Hauw Jie.
Pada saat itu ia berpikir, mungkin 'kematian' akan menimpa dirinya, tapi dia meneruskan penyerangannya terhadap lawannya, disamping itu, tubuhnya dengan cepat berputar, sehingga tenaga desakannya pun menjadi berkurang, sedangkan badannya segera sampai dipagar.
Kim Ie hanya tertawa dingin saja, lalu dia berkata .
"Orang she Lie, lain tahun pada hari yang sama ini, adalah hari kematianmu !"
Mendengar hal itu, Phui Siauw Kun kaget bukan kepalang, tiba-tiba dia menubruk tubuh Lie Siauw Hiong.
Menyaksikan peristiwa itu, Kim Ie pun tidak menghalanginya, hanyalah dia ini tetap saja tertawa dingin, karena dia telah berhasil menyingkirkan lawan beratnya dan pula telah menghilangkan lawan kekasihnya, dalam hatinya dia merasa luar biasa senangnya.
Tiba-tiba tampak masuk seseorang melalui jendel kapal, orang tersebut tidak lain tidak bukan adalah Kim Bwee Leng sendiri, mukanya tampak berubah, dia lalu memanggil Kim Ie menyuruh melihat kearah jendela.
Sekali lompat saja Kim Ie sudah tiba diluar jendela, dalam kesenangannya dia tampak tersenyum saja.
Pada saat itu terasa kapal semakin berangsur-angsur terbenam, sehingga air telah sejajar dengan jendela kapal mereka.
Lie Siauw Hiongpun merasakan juga hal itu, tapi dirinya yang sudah terkena racun dan sudah tidak dapat ditolong lagi, tiba-tiba dia memeluk tubuh Phui Siauw Kun erat-erat sambil tertawa besar dan berkata .
"Sekalipun aku mati aku akan mati bersama-sama dengan orang yang kucintai."
Phui Siauw Kun dalam pelukan dada pemuda itu, hatinya merasa luar biasa gembiranya, mati dan hidup asal bersama pemuda itu, tidaklah menjadi soal lagi baginya.
Kemudian dia menutupkan matanya untuk menikmati pelukan kekasihnya dalam sekejap mata itu.
Menyaksikan hal ini, hati Kim Bwee Leng serasa diiris- iris, lalu dia membuang muka kesamping, karena dia tidak sudi melihat kedua orang yang sedang berpelukan dengan mesranya itu.
Thian-mo Kim Ie yang melihat kejadian ini, cemburunya menjadi-jadi, sehingga dia merasa sakit hati yang tak terkata-kata pula.
Dengan segera dia melompat kearah orang yang sedang berpelukan itu.
Dalam pada itu terdengar air sungai telah menerobos masuk melalui jendela kapal, maka dalam waktu sedetik saja air sudah melampaui sebatas kaki mereka.
Kim Ie lalu menarik Phui Siauw Kun dari pelukan Lie Siauw Hiong dengan sekuat tenaganya.
Pada saat itu biarpun Lie Siauw Hiong rasakan seluruh tubuhnya kesemutan dan lemas, dengan sangat terpaksa dia lalu memukul lawannya satu kali untuk mempertahankan Phui Siauw Kun yang berada didalam pelukannya.
Akhirnya Lie Siauw Hiong bertambah lama bertambah lemah, sehingga ia terpaksa melepaskan Phui Siauw Kun dari tangannya dan berpindah kedalam pelukan Kim Ie.
"Dia akan mati bersama-sama aku,"
Ujar Kim Ie tertawa mengejek, sambil mempererat pelukannya, tapi Phui Siauw Kun dalam pelukan ini meronta-ronta, karena ia tak sudi dipeluk setan Kim Ie.
Lain halnya dengan pelukan Lie Siauw Hiong, Phui Siauw Kim merasa seakan-akan dalam sorga ketujuh.
Tiba-tiba Lie Siauw Hiong dengan sekuat tenaganya memukul Kim Ie, tapi karena badannya sudah terkena racun yang dahsyat, tenaga pukulannya jadi banyak berkurang, maka dengan hanya mempergunakan tangan kanan untuk menangkis Kim Ie sudah berhasil mendesaknya mundur.
Baru saja Lie Siauw Hiong hendak mengulang memukul Kim Ie lagi, Phui Siauw Kun sudah mendahului menggigit lengan kanan Kim Ie.
Kim Ie merasa sakit bukan buatan, tangannya menjadi kendor membuat Phui Siauw Kun terlepas dari pelukannya, kemudian nona itu terus menubruk dan memeluk tubuh Lie Siauw Hiong erat-erat, seakan-akan takkan terlepas lagi.
Sekalipun pada saat itu air sungai sudah sampai dibatas pinggang, tapi Kim Ie tidak berputus asa.
Sekali lagi dia menubruk Lie Siauw Hiong, tapi Lie Siauw Hiong telah mendahului lawannya.
Dengan satu kepalan dia berhasil meninju pundak kiri lawannya itu.
Kim Ie yang tidak mengelakkan pukulan itu, sudah barang tentu telah kena pukulan Lie Siauw Hiong dengan secara telak sekali.
Ia rupanya sengaja tidak berkelit menghindarkan pukulan Lie Siauw Hiong, karena tangannya telah dipakainya untuk menarik tubuh Phui Siauw Kun dari pelukan Lie Siauw Hiong, maka, sekali lagi dia berhasil merampas Phui Siauw Kun dan lalu memeluknya pula erat- erat.
Tak lama kemudian air masuk dengan derasnya, kini air sudah melewati batas pinggang mereka.
Kedua mata Kim Bwee Leng mengandung air mata kesedihan yang menjadi-jadi, karena dilihatnya kawan- kawannya disaat itu telah terancam bahaya maut.
Waktu itu yang terbayang dibenaknya ialah kesenangan dan ketenteraman dalam percintaan, tapi cintanya yang telah bersemi pada orang yang diangan-angankannya itu tidak mendapat sambutan seperti apa yang diidam-idamkannya.
Tanpa dinyana ia telah menaruh perasaan cinta yang mendalam sekali terhadap Lie Siauw Hiong, tapi dalam hal ini Bwee Leng rupanya telah kalah cepat dengan Phui Siauw Kun.
Sebaliknya terpikir olehnya bahwa Phui Siauw Kun mempunyai nasib baik dalam percintaan, sehingga ia menjadi rebutan dua orang pria, yaitu Kim Ie dan Lie Siauw Hiong.
Kedua-duanya dengan gigihnya saling memperebutkan Phui Siauw Kun dengan mati-matian.
Maka Kim Bwee Leng yang menyaksikan peristiwa ini, hatinya merasa kosong dan kesepian sekali, disamping merasa amat sedih memikirkan nasibnya yang sangat malang itu.
Maka dalam penderitaan batin yang telah memuncak itu, ia merasa lebih baik mati daripada terus- terusan menanggung penderitaan yang sedemikian hebatnya itu.
Bagaikan seorang yang tiba-tiba kerangsokan setan, nona Bwee Leng timbul pikiran nekat didalam hatinya, maka tanpa merasa malu-malu pula ia berteriak dan menyerbu pada Lie Siauw Hiong, yang kemudian dipeluknya erat-erat sebagai pelepas cinta berahi yang terpendam selama ini.
'Cinta' memang mempunyai daya tarik dan tenaga gaib yang luar biasa sekali besarnya.
Sejak zaman dahulu hingga sekarang, banyak orang mati dengan mudahnya karena akibat pengaruh 'cinta'.
Karena cinta tak berbalas, ada orang yang mati minum racun atau menggantung diri.
Dan sebaliknya ada pula seseorang yang rela mati, asalkan saja telah memperoleh kepuasan dalam hati.
Melihat Kim Bwee Leng memeluk tubuhnya erat-erat, sudah tentu saja Lie Siauw Hiong menjadi bingung sekali.
Disaat itu ia menjadi rebutan dari dua orang wanita muda yang berwajah ayu dan cantik molek.
Dalam waktu yang sangat kritis itu, iapun lalu mengulurkan tangannya memeluk tubuh Kim Bwee Leng dengan mesranya.
Seumur hidupnya Kim Bwee Leng belum pernah merasakan kebahagiaan seperti pada detik itu.
Tiba-tiba terdengar suara 'Plung' yang keras sekali.
Kini kapal yang dibuat Raja Racun itu, yang dengan susah- payah mempergunakan tenaga orang demikian banyak sebelumnya berikut segala barang-barang yang mahal- mahal harganya yang didalam kapal itu, ditambah dengan beberapa mayat anak buah kapal dan empat orang wanita budaknya serta dua pasang muda-mudi yang masing- masing telah memperoleh pasangannya secara kebetulan disaat kritis itu, mencemplung sekaligus kedasar sungai karena tenggelamnya kapal tersebut.
Dipermukaan sungai itu segera kelihatan gelombang pusaran yang besar, kemudian tenang kembali.
Air sungai itu tak habis-habisnya mengalir kearah timur, dan pula tidak perduli apakah kapal itu tenggelam atau tidak.
Pada saat itu kapal terasa semakin tenggelam, sehingga air melampaui yang masih hidup dan berada didalamnya.
Dengan datangnya sebuah gelombang, tiba-tiba sepotong papan yang tebal membentur tubuh Kim Bwee Leng, tapi karena dia berada didalam air, maka dia tidak rasakan benturan tersebut.
Dan selanjutnya karena masih ingin hidup lebih lama lagi dialam fana ini, maka dengan segera diulurkannya tangannya menyamber papan itu.
Dengan sekuat tenaganya dia berjuang mati-matian menghindarkan maut, maka dengan eratnya kelima jarinya tak lepas-lepas dari papan itu.
Pada saat itu matahari mulai memancarkan sinarnya kealam mayapada ini.
Cahaya yang memantul pada air sungai yang berpusing-pusing itu merupakan suatu pemandangan yang indah, dengan sehelai papan yang dipegang erat oleh dua orang hanyut menurut aliran sungai.
Sebelah tangan Kim Bwee Leng mencekal tubuh Lie Siauw Hiong, sedangkan tangannya yang sebelah lagi dengan kencangnya mencengkeram papan kapal itu, hingga lama kelamaan ia menjadi sangat lelah, kesadarannya mulai hilang dan akhirnya dia jatuh pingsan.
Sungai Tiang-kang yang terkenal amat banyak menelan jiwa manusia, disaat itu telah menyelamatkan dua jiwa.
Kedua orang muda-mudi itu yang dalam saat kritis itu memadu kasih telah dihempaskan ombak kedaratan dalam keadaan tak sadar.
Tak lama kemudian Kim Bwee Leng siuman, ia lalu membuka matanya.
Sinar matahari disaat itu amat menyilaukan mata.
Biarpun demikian, hal itu membuat dia merasa senang sekali.
Ketika ia hendak menggosok-gosok matanya dengan tangannya, terasa sebelah tangannya terhimpit oleh sepotong papan.
Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dengan sangat bersyukur pada Tuhan ia pandang papan itu sejurus sambil tertawa.
Karena pertolongan papan inilah ia dapat meneruskan hidupnya, kalau tidak, ia tidak akan dapat melihat matahari lagi buat selama-lamanya.
Kemudian di melepaskan pegangannya pada papan itu, yang kemudian ternyata adalah papan tempat tidur Kim It Peng.
Dengan ini, ia teringat bahwa dia telah berkali-kali memberi nasihat pada ayahnya, untuk jangan tidur dipapan yang keras itu, tapi ayahnya tidak pernah menghiraukan kata-katanya.
Sekarang tidak disangka-sangka bahwa papan inilah yang justeru telah menolong jiwanya.
Tiba-tiba terasa lengan kanannya kesemutan, setelah ia menoleh, ternyata tubuh Lie Siauw Hiong menghimpit tangannya.
Tanpa terasa lagi iapun lalu tertawa, yang mengunjuk tanda-tanda nikmat dan bahagia.
Kim Bwee Leng yang masih berbaring diatas tanah, merasa amat bersyukur pada Illahi, apa lagi dalam keadaan demikian disampingnya masih terdapat orang yang sangat dikasihinya turut menemaninya.
Urusan dunia lainnya dapat dikesampingkan kecuali hal 'cinta' ini.
Rasanya ia tak hendak berpisah lagi buat selama-lamanya dari samping Lie Siauw Hong.
Kim Bwee Leng yang masih berbaring diatas tanah, merasa dirinya dirundung kebahagiaan yang tak terperikan, tapi sejurus kemudian dia merasa sedih pula, dia tidak tahu bagaimana dia harus hidup untuk selanjutnya disamping kekasihnya ini.
Lie Siauw Hiong yang berbaring ditangannya yang sebelah lagi, perlahan-lahan mulai bergerak-gerak.
Kim Bwee Leng melihat muka Lie Siauw Hiong sangat pucat dan tampaknya ia sangat lemah sekali.
Bila tadinya dia tidak menyaksikan dengan mata kepala sendiri betapa dahsyatnya ia bertempur dengan Kim Ie, dia pasti akan menduga bahwa pemuda itu adalah seorang anak sekolah yang lemah saja.
Perlahan-lahan dia menarik napas, kemudian dengan jari-jarinya yang halus dan lembut meraba-raba muka Lie Siauw Hiong yang terbaring ditanah disampingnya dalam keadaan setengah sadar.
Kemudian dipeluknya erat-erat dengan mesranya.
Sesudah itu Kim Bwee Leng berpikir lagi .
"Bila pertempuran kemarin yang dilakukannya dengan mati- matian itu hanya sebagian saja untuk membela diriku, aku matipun akan puas didalam hati."
Setelah itu dia tertawa lagi sambil berkata pada dirinya sendiri .
"Mengapa aku harus memikirkan mati, bukankah aku kini telah hidup berdampingan dengannya ? Ombak besar dari sungai Tiang- kang tidak mempunyai daya untuk memisahkan kami, karena semenjak tenggelam beserta kapal sampai saat ini, kami tetap hidup saling berdampingan. Buat apakah aku memikirkan lagi hal yang bukan-bukan ?"
Setelah berpikir begitu, ia memandang dengan muka mengunjukkan senyum kepada Lie Siauw Hiong dengan perasaan penuh kemesraan yang sukar dilukiskan.
Ia berkhayal agar hidupnya yang didampingi Lie Siauw Hiong saat itu, tetap berjalan seperti sediakala untuk selanjutnya.
Pada saat itulah Lie Siauw Hiong telah membuka matanya, kemudian dirapatkannya kembali.
Tangannya tak henti-hentinya meraba-raba muka pemuda kekasihnya itu.
Kim Bwee Leng seorang gadis yang baru saja lolos dari cengkeraman maut, tanpa menghiraukan apapun yang akan terjadi atas dirinya, dengan cinta yang meluap-luap ia menghujani ciuman yang bertubi-tubi terhadap sipemuda itu.
Hal ini dapat dilakukannya dengan lebih bebas lagi, karena disekitar itu tidak terdapat seorang manusiapun selain dari mereka berdua.
Kemudian ia membetulkan rambutnya yang awut- awutan itu, sambil memandangi pada Lie Siauw Hiong yang belum juga siuman.
Dalam pada itu, tiba-tiba matanya berhenti memandang pada tangan kanan kekasihnya itu.
Tak terkatakan kagetnya, karena ternyata tangan kanan Lie Siauw Hiong pada saat itu sudah bengkak sebesar mangkok, dan diantara jari-jari tangannya sudah terlihat warna yang kehitam-hitaman.
Kim Bwee Leng yang melihat begitu, baru sadar bahwa Lie Siauw Hiong sudah terkena racun, maka ia berkata pada dirinya sendiri .
"Racun tersebut tak ada obat yang dapat menolongnya, kecuali obat pemunah dari ayahku sendiri."
Dalam keadaan setengah sadar Lie Siauw Hiong lalu memiringkan badannya, kemudian dengan lemahnya dia membuka matanya kembali.
Dipagi hari yang remang-remang itu, sukar rasanya mengutarakan bagaimana perasaannya pada saat itu.
Untuk kedua kalinya dia mempunyai perasaan begitu selama hayatnya.
Yang pertama sekali adalah dilembah gunung Ngo-hoa-san, dia pernah merasakan perasaan senang yang samar-samar sedemikian ini.
Perlahan-lahan semangatnya sudah mulai teratur kembali, dia mulai mengingat-ingat segala kediadian yang telah dialaminya tadi.
Waktu teringat kejadian semalam, dia merasa heran sekali, karena setelah berselang sepuluh tahun lamanya, baru ia dapat mengingat lagi apa yang pernah dialaminya dilembah gunung Ngo-hoa-san itu.
Kemudian ia membuka matanya lagi dan lalu memandang pada awan putih yang sedang berkejar-kejaran diangkasa.
Pikirannya waktu itu melayang pula entah kemana perginya.
Sekonyong-konyong dia mendengar disampingnya ada suara orang menangis.
Dia lalu membalikkan badannya dan memandang.
Didepan matanya dia melihat muka cantik seorang wanita yang mengandung kesedihan.
Tampaknya ia menangis keharuan, karena melihat nasib kekasihnya itu.
Apakah dayanya untuk mengobati bengkak tangan kekasihnya itu ? Ia menangis lagi tersedu-sedu.
Butiran airmata yang jatuh berderai dipipinya, laksana manikam terlepas dari rangkaiannya.
Pipinya menjadi merah bagaikan jambu air, menambah sedap dipemandangan mata.
(Oo-dwkz-oO)
Jilid 08 Perasaan Lie Siauw Hiong terhadap wanita yang cantik dan penuh perasaan cinta murni ini, diapun merasakan juga sesuatu yang sukar dilukiskan, tapi yang dia paling tidak mengerti adalah .
"Mengapa dia menangis, apakah wanita itu menduga yang dirinya sudah mati ?"
Oleh karena itu dengan suara yang lembut dia berkata .
"Kim Kho-nio, jangan kau menangis, bukankah kau harus bergembira karena kita sudah terlepas dari bahaya maut ?"
Setelah mendengar kata-kata merdu dari Lie Siauw Hiong, si nona lalu mengangkat tangannya untuk menghapus airmatanya, tapi dia merasakan tangannya seakan-akan sudah tak berdaya lagi, terpesona oleh suara kekasihnya.
Maka kini ia bertambah yakin, bahwa cintania tidak bertepuk sebelah tangan.
Kemudian Kim Bwee Leng dengan suara tertahan-tahan karena kesedihannya, lalu berkata dengan terputus-putus .
"Kau ... Kau ..."
Lie Siauw Hiong menjawab .
"Aku tidak apa-apa, bukankah ..."
Seketika diapun teringat akan pertempuran seru yang dilakukannya didalam kepal semalam.
Waktu dia ingat bagaimana caranya dia terkena racun, lalu dengan memaksakan dirinya ia mengangkat mukanya untuk melihat lengan kanannya yang bengkak itu.
Ketika tampak lengan kanannya itu, tidak terasa lagi keringat dingin segera mengucur dan diam-diam dia berkata pada dirinya sendiri .
"Aku hanya bersentuhan sedikit saja dengan lawanku, tapi kenyataannya aku terkena racunnya juga yang sedemikian hebatnya itu. Andaikata sampai kulitku luka atau darahku mengalir keluar, barangkali jiwaku sudah melayang disaat itu juga. Terbukti racun dari 'Raja Racun' ini, ternyata bukan hanya nama palsu belaka."
Dalam kekagetannya ini dia pun tidak menghiraukan Kim Bwee Leng yang sedang menangis disampingnya, lalu dia coba mengatur jalan pernapasannya.
Setelah jalan nafasnya tertur kembali, hatinya jadi girang lagi, dengan menekan lengan kirinya ditanah, dia bangun untuk duduk kemudian dia berpikir .
"Dengan kepandaian ilmu dalamku yang sempurna, akan kuusahakan untuk mengeluarkan racun yang kini sedang berada dalam tubuhku ini."
Kim Bwee Leng yang menyaksikan hal itu, hatinya bertambah duka saja, karena dia tahu bahwa cara Lie Siauw Hiong hanya merupakan suatu pekerjaan yang sia-sia belaka, apa lagi dia terkena racun sudah lama juga, sedangkan yang baru saja terkena dan lantas mengatur pernapasannya, rasanya tidak akan berdaya untuk mengeluarkan racun dari Raja Racun yang sudah terkenal diseluruh dunia Kang-ouw ini.
Tapi dia tidak segera putus harapan.
Melihat keadaan Lie Siauw Hiong dia lalu berpikir .
"Yang benar ialah sebelum kau mati,aku akan memberi kesenangan padamu, tapi bila kau mati, aku menjadi ..."
Dia tidak berani melanjutkan daya khayalnya, sekalipun dia ingin mati bersama-sama Lie Siauw Hiong, tapi dihati kecilnya ada satu tenaga yang mencegahnya, hatinya menjadi sangat kacau sekali, sampai dia sendiri tidak mengerti apa yang hendak dilakukannya seketika itu.
Beraneka macam pikiran menyesak didadanya, hingga beraneka ragam pula pikirannya bersimpang-siur diotaknya.
Kadang-kadang terpikir olehnya .
"Apakah benar-benar ia membalas cintaku ? Kalau tidak, andaikata aku sampai mati bersama-sama Lie Siauw Hiong, maka hal ini bagiku akan merupakan kematian yang sia-sia belaka."
Kembali dia memandang pada Lie Siauw Hiong yang tengah mengatur jalan pernapasannya.
Keningnya tampak dikerutkannya sejenak, sedangkan bibirnya ditutupnya rapat-rapat, sehingga membentuk satu garis yang menurun kebawah.
Mukanya tampak tak sedap, hal itu tak pernah terjadi pada orang yang mempunyai tenaga dalam yang sempurna.
Pikirannya semakin kacau balau karena ia tahu bahwa racun tersebut pada saat itu sudah menjalar keseluruh tubuh Lie Siauw Hiong.
Lalu dia berkata pada dirinya sendiri dengan suara yang rendah .
"Paling banyak enam atau tujuh jam lagi jiwanya akan ..."
Air matanya setetes demi setetes berjatuhan dipipinya, tangisnya semakin menyesak dada, tatkala dilihatnya orang yang sangat dikasihinya itu hendak mati rupanya, hingga hatinya seolah-olah dirasakannya hancur luluh.
Sambil menengadahkan kepalanya, Lie Siauw Hiong menarik napas panjang, lalu dia melepaskan usahanya yang penghabisan untuk mencoba mempertahankan dirinya agar dapat hidup lebih lama.
Kemudian dia memandang pada orang yang merasa pilu terhadapnya, yang kini berada dihadapannya, hingga perasaannya menjadi sangat ruwet.
Pada saat itu dia terpisah dengan sungai tidak seberapa jauh, air dari sungai Tiang-kang seakan-akan sedang menangis, sayup-sayup dapat didengar, ditambah lagi dengan suara terisak-isak dari tangisan Kim Bwee Leng, hati Lie Siauw Hiong menjadi pilu bagaikan diiris-iris oleh pisau belati yang tajam bukan kepalang.
Sejak kecil dia telah mengalami berbagai macam peristiwa yang sangat menyedihkan, lalu disusul dengan kejadian yang sangat aneh dilembah gunung Ngo-hoa-san, menjadikan dia seorang yang luar biasa.
Baru saja dia mencampurkan dirinya didunia persilatan untuk melaksanakan pekerjaan yang sudah lama dirancangkannya itu, tiba-tiba ia telah menemui kegagalannya.
Tapi, kini segalanya itu tak begitu perlu lagi ia hiraukan, malahan dia telah melupakan Phui Siauw Kun dan melupakan perasaan kesepian dari Phui Siauw Kun, karena dia tahu dengan jelas, hidupnya sudah tak lama lagi.
Oleh karena itu, dengan cepat dia lenyapkan segala pikirannya yang tak keruan.
Kemudian dia bersiul sambil memandang keatas langit, dengan suara tertawanya yang nyaring dia lalu berkata .
"Sejak zaman purbakala seorang ksatria sukar meloloskan diri dari kematian. Lie Siauw Hiong, Lie Siauw Hiong ! Kau mengapa harus bersedih hati untuk itu !"
Lalu diangkatnya tangan kirinya sambil menuding kearah Kim Bwee Leng yang sedang mengucurkan air mata itu dan berkata dengan tertawa .
"Haha, kau lebih lemah daripadaku, apakah yang ditakutkan ? Mati ? Mati akan dialami oleh setiap makhluk yang hidup didunia yang penuh kepalsuan ini, maka kukatakan tak ada gunanya seseorang takut akan mati. Mari, tertawa. Bila kau selalu tertawa, matipun aku. merasa puas."
Dalam suara Lie Siauw Hiong itu ternyata mengandung sesuatu yang membuat perasaan Kim Bwee Leng terharu, lalu dia berusaha untuk menghentikan tangisnya sambil memandang pada pemuda itu, yang dapat membuka pintu hatinya, kemudian dengan sekilas saja dia mengetahui serba sedikit tentang diri pemuda itu.
Sekarang barulah dia dapat melihat perbedaan pemuda itu dari orang kebanyakan.
Tangan kiri Lie Siauw Hiong lalu digunakan untuk menekan tanah, kemudian badannya dengan sikap yang datar lalu meloncat keatas, ternyata dia berhasil dalam usahanya itu, lalu badannya jatuh kembali kemuka bumi sambil jungkir balik, setelah itu dia duduk disamping Kim Bwee Leng.
Walaupun dia terkena racun yang sangat jahat sifatnya, tapi karena dia sudah bertahun-tahun melatih dirinya dengan sungguh-sungguh dan sempurna, dia masih dapat melakukan gerak yang sedemikian indahnya tanpa banyak mengalami kesukaran apa-apa.
Kemudian dia menarik napas dalam-dalam dan berkata .
"Kaupun mengetahui yang umurku hanya tinggal beberapa jam saja lagi, mengapa kau tidak membiarkan aku supaya senang dan gembira, marilah kita bersenang-senang dan begembira-ria."
Kim Bwee Leng memandang lagi pada pemuda itu, dengan memaksakan diri lalu dia tersenyum. Dalam keadaan seperti itu, bagaimana dia dapat tertawa? Dengan memaksakan diri agar supaya air matanya jangan sampai keluar, diam-diam dia menetapkan hatinya .
"Bagaimanapun jua dalam waktu-waktu begini, aku harus berusaha dengan sekuat tenaga untuk menyenangkannya."
Setelah dia mengambil keputusannya yang pasti, dengan lemah-lembut dia mengulurkan tangannya memegang tangan kiri Lie Siauw Hiong, sedangkan kepalanya lalu disenderkan kepundak pemuda itu, kemudian dengan suaranya yang lemah-lembut dan manis itu dia berkata .
"Apapun yang kau katakan, aku pasti akan mendengar kata- katamu itu."
"Hiong ... Hiong Koko, aku selamanya selamanya adalah kepunyaanmu."
Dengan perasaan yang sangat bahagia sekali Lie Siauw Hiong lalu tertawa, cinta murni yang telah diberikan oleh wanita muda ini kepadanya, nyata membuat dia lebih tabah dalam menghadapi maut.
Berbareng dengan itu, diapun merasa bangga yang dia sudah berhasil merebut hati gadis tersebut, sekalipun rasanya hidupnya tak akan lama lagi, tapi dia merasa hidupnya sangat berkesan sekali.
Dalam pada itu, setelah dia mengetahui yang kematiannya sudah tidak lama lagi, seakan-akan tidak ada sesuatu harapan untuk memperpanjang waktu hidupnya lagi, maka dia mengambil keputusan untuk menikmati sepenuhnya sisa hidupnya ini sebaik-baiknya.
Inilah tabiatnya, dan dia selamanya tidak akan merasa sedih dan pula tidak akan mengerjakan sesuatu pekerjaan yang tak mungkin dapat dia lakukan, tabiatnya ini diwariskannya sejak dia lahir.
Sekalipun terhadap Kim Bwee Leng dia tidak mempunyai rasa cinta yang mendalam, tapi dia harapkan cinta gadis ini terhadap dirinya sangat bergelora, dengan demikian dalam waktu menghadapi saat-saat kematiannya, dia tidak terlampau merasa kesepian.
Dengan kencang sekali dia lalu memeluk tubuh Kim Bwee Leng, kemudian dengan suara yang lemah-lembut dan manis bagaikan madu dia membisikkan sesuatu ketelinga gadis itu, sehingga membuat Kim Bwee Leng benar-benar merasa bahagia sekali.
Sedetik demi sedetik waktu berjalan terus, Lie Siauw Hiong merasakan yang kematiannya semakin mendekat, baru saja dia melupakan sesaat perasaan sakit dan kesemutan ditangan kanannya, tapi sekarang dia merasakan kumat lagi sakitnya itu.
Ditambah lagi dengan kecapaian yang sangat merasuk dirinya, hingga seolah-olah penderitaannya bertambah berlipat ganda.
Hujan telah berhenti, tiba-tiba dia merasa tubuhnya sangat dingin, sehingga badannya bergemetaran.
Hal mana membuat Kim Bwee Leng yang dapat melihat perasaan Lie Siauw Hiong lalu buru-buru bertanya .
"Dinginkah kau ?"
Suara ini amat merdu menggema ditelinga Lie Siauw Hiong, ia hanya dapat menganggukkan kepalanya saja. Kemudian dia lalu bangkit berdiri sambil berkata .
"Bolehkah aku membantu kau menyalahkan api ?"
Dengan perlahan Lie Siauw Hiong menggelengkan kepalanya sambil berkata .
"Tak perlu, apa lagi aku ..."
Dia tidak sampai hati untuk meneruskan perkataannya, karena dia merasa sayang sekali terhadap Kim Bwee Leng.
Nona itu tentu saja mengerti apa yang hendak dikatakan si pemuda, karena itu dia merasa sedih, sehingga ini membuat dia merasa semakin cinta terhadap pemuda she Lie itu.
Tiba-tiba Kim Bwee Leng membalikkan badannya untuk menghapus air matanya, agar supaya tak diketahui Lie Siauw Hiong bahwa ia menangis.
Dia sesungguhnya ingin sekali melepaskan tangisnya sepuas-puasnya, tapi dia memaksa dirinya untuk tidak berbuat demikian, dia tidak ingin oleh karena suara tangisannya itu, akan dapat membuat hati Lie Siauw Hiong merasa turut sedih.
Dan pula dia ingin supaya dia dapat mati dengan tenang dan gembira bersama, karena cinta mereka berdua rupanya sudah menjadi satu, tak ada sesuatu apapun yang dapat menceraikan perasaan mereka.
Dipantai seakan-akan tidak ada barang sesuatu yang dapat dijadikan bahan untuk menyalakan api, tapi serta- merta dia ingat yang dipinggangnya ada menyimpan dua buah batu api dikantong kecilnya, yang biasa dia pakai untuk menyalakan api pipa 'ayahnya', lalu dia mengambilnya kantong kecil itu dari pinggangnya, kemudian dia mengeluarkan batu api yang sudah basah dalam kantongnya itu, yang sekalipun agak basah, ternyata masih dapat juga dipakainya.
Tapi dipantai itu sukar sekali untuk mendapatkan sepotong kayu sekalipun.
Yang terdapat disitu hanyalah pasir dan batu pantai.
Mendadak sontak teringat olehnya papan yang tadi telah menolong dirinya.
Papan tersebut masih tergeletak dipantai, diam-diam dia berpikir .
Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Nah, ini pasti dapat dinyalakan untuk membuat api."
Kim Bwee Leng segera mengambil papan itu untuk dijadikan unggun.
Lie Siauw Hiong dengan perasaan terharu sekali memandang pada Kim Bwee Leng yang tengah mencoba membakar papan itu.
Karena bayangan kematian semakin lama semakin mendekat, lalu dia berkata .
"Leng Moay- moay, tak usah kau menyalakan api, aku ingin asal kau dapat berdekatan denganku, aku ... aku sudah tidak mempunyai waktu lagi untuk berdampingan denganmu, aku harap kau dapat menjaga dirimu baik-baik sepeninggalku kelak."
Sambil berteriak tertahan Kim Bwee Leng lalu menubruk dan memeluk kekasihnya itu, dengan diikuti suara isak tangisnya yang sudah tak tertahan lagi.
Lie Siauw Hiong pun tanpa dapat menguasai pula dirinya, akhirnya turut pula mengeluarkan air mata, seakan- akan mereka ini akan berpisah sedetik lagi untuk selama- lamanya.
Sejurus kemudian, Lie Siauw Hiong merasakan badannya semakin lama semakin dingin, sedangkan lengannya pun semakin lama semakin bengkak, maka dengan separuh merayap Kim Bwee Leng lalu membuka baju sebelah atas Lie Siauw Hiong untuk diperiksa, dimana ternyata warna hitam dari racun sudah menjalar sampai dipundaknya.
Dengan suara yang sedih lalu Lie Siauw Hiong memaksakan diri tertawa dan berkata .
"Masih ada berapa lama lagi aku dapat hidup ?"
Kim Bwee Leng dengan kencang menggigit bibirnya, kemudian tanpa pikir panjang lagi dan tanpa memikirkan apa akibat yang akan terjadi kelak, ia mengambil keputusan nekad.
Ia lalu menggigit pundak Lie Siauw Hiong untuk menghisap darah yang hitam dipundak Lie Siauw Hiong yang dijalari racun hitam itu.
Telah berulang kali ia menyedot, tapi warna hitam itu tetap tak mau keluar dari pundak Lie Siauw Hiong, hingga ini membuat Kim Bwee Leng menjadi agak putus asa.
Lie Siauw Hiong semakin terharu dan cemas, tubuhnya kedinginan sehingga giginya bergemerutukan bunyinya.
Selama sepuluh tahun ia telah menghuni dalam kamar batu yang berhawa amat dingin itu untuk melatih diri, sehingga ia menjadi biasa dengan hawa dingin itu, tapi pada saat itu, karena pengaruh racun yang sudah mendalam menjalari seluruh tubuhnya, yang membuat rasa dingin menguasai tubuhnya sampai ketulang-tulangnya, kemudian dengan gemetar dia berkata .
"Leng Moay-moay, tolong kau nyalakan api, karena aku sudah tak kuat lagi menahan hawa dingin ini !"
Sebelum melaksanakan perintah Lie Siauw Hiong, dalam hati nona itu telah mengambil suatu keputusan, yaitu andaikata Lie Siauw Hiong meninggal dunia kelak, ia tak ingin lagi hidup lebih lama didunia yang penuh noda ini.
Ia mempunyai tekad sehidup-semati dengan kekasihnya Lie Siauw Hiong.
Disamping itu, ia sangat menyesal, bahkan usahanya untuk mengisap racun dari pundak Lie Siauw Hiong itu sia-sia belaka.
Kemudian dia pergi mengambil papan itu kepantai.
Karena tak ada kapak ia terpaksa mempergunakan kepandaiannya, yaitu dengan tangannya dia membelah papan itu sehingga menjadi dua potong, tak lama kemudian yang dua potong itu menjadi berkeping-keping kecil-kecil yang diletakkannya didekat tubuh Lie Siauw Hiong.
Sesaat kemudian api yang telah menyala memanaskan tubuh Lie Siauw Hiong yang sedari tadi kecut kedinginan kena pengaruh racun hitam itu.
Kemudian Kim Bwee Leng mendekapkan tubuhnya yang montok itu kebadan Lie Siauw Hiong supaya tubuh kekasihnya itu bertambah panas.
Pada detik begini mereka merasakan hidup mereka sangat berharga sekali, tidak ada satu apapun yang lebih bahagia yang dapat dibandingkan dengan perasaan mereka ketika itu.
Keduanya terlena sejenak dibawa pikiran impian masing-masing, pendek kata, sekalipun pemuda itu sudah berada diambang pintu kematian, tapi mereka merasakan bahwa saat yang sesingkat itu penuh kebahagiaan dan kepuasan yang tiada taranya.
Papan kapal itu terbuat dari kayu yang bagus, maka sekali saja kena api lantas terbakar dengan cepatnya.
Dalam waktu yang sangat pendek sekali papan itu sudah hampir habis terbakar, kemudian disambung lagi dengan yang lain.
Demikianlah seterusnya, setelah habis papan yang satu dibakar lagi yang lainnya sambung-menyambung.
Lie Siauw Hiong dengan diam-diam menghitung detik- detik yang berlalu sambil menunggu-nunggu saat ajalnya akan berpisah dengan jasatnya.
Setelah habis papan demi papan dipotongnya dengan tangannya, tibalah saatnya papan yang terakhir yang akan dibakarnya.
Tapi papan ini adalah papan ranjang ayahnya Kim It Peng si Raja Racun.
Dan selagi si nona memotong papan yang telah terpotong dua itu dengan sekuat tenaganya, tiba- tiba dari pinggir papan ranjang yang berwarna hijau itu menggelinding keluar beberapa peles kecil, hingga Kim Bwee Leng menjadi sangat girang dan berseru .
"Obat pemunah !"
Pada saat itu Lie Siauw Hiong yang sudah mulai hilang ingatannya, ketika mendengar dua huruf ini, semangatnya mendadak terbangun kembali.
Waktu dia lihat Kim Bwee Leng berteriak-teriak sambil melompat-lompat saking kegirangan, disudut bibirnya tersungginglah sebuah senyuman, lalu dengan tak terasa lagi dia semaput.
Kemudian waktu dia siuman kembali, hari sudah gelap.
Kim Bwee Leng saking gugupnya selalu berada disamping kekasihnya itu.
Waktu dia lihat pemuda itu membuka matanya, dengan suara yang girang sekali dia berkata .
"Hiong Koko, jangan bergerak, kau sudah tidak berbahaya lagi."
Ia mempergunakan obat itu menurut petunjuk-petunjuk yang terdapat dipapan ranjang 'Raja Racun Kim It Peng', dimana ia meletakkan obat pemunah racun itu, sehingga Kim Bwee Leng dapat memakaikan obat pemunah tersebut kepada sipemuda dengan secara seksama.
Lie Siauw Hiong sekali lagi dengan mengandalkan papan tersebut nyawanya tertolong dari kematian menjadi hidup kembali.
Racun Kim It Peng ini walaupun sangat berbahaya sekali, tapi obat pemunahnyapun sangat mustajab dan luar biasa pula.
Tubuh Lie Siauw Hiong pada saat itu sekalipun dirasakan agak lelah, tapi perasaan kesemutannya tadi sudah tidak dirasakannya lagi.
Kim Bwee Leng begitu melihat dia siuman, saking girangnya membuat dia sebentar menangis sebentar ketawa.
Semenjak semalam sampai saat itu belum lagi ia makan sebutir nasipun.
Kini perasaan lapar dan haus mulai menyesak.
Karena terlalu lelah, Kim Bwee Leng bersandar dibadan Lie Siauw Hiong, hingga tanpa terasa lagi diapun tertidurlah disitu dengan nyenyaknya.
Dalam tertidurnya ini, Lie Siauw Hiong menikmati kecantikan dan potongan tubuh Kim Bwee Leng yang padat itu.
Melihat ini tanpa terasa lagi kasih sayang dan napsu berahinya menjadi bergejolak.
Karena ia merasa telah berhutang budi pada kekasihnya itu, maka pikiran setannyapun dapat terpadamkan.
"Aku telah ditolongnya, kenapa pulakah aku harus menodai cinta sucinya padaku, sedangkan ia dengan secara langsung atau tidak telah menjadi hakku ?"
Pikirnya seorang diri.
Angin pantai bertiup mengelu-ngelu, membikin kantuk Lie Siauw Hiong dan mendatangkan kuap yang bertubi- tubi, hingga akhirnya tanpa disadarinya ia tertidur pula karena ditiup angin lalu.
Sekali dia tertidur terus pulas sampai malamnya.
Waktu Kim Bwee Leng membuka matanya, dilihatnya Lie Siauw Hiong sudah terjaga pula.
Pada saat itu dia sedang memandang pada Lie Siauw Hiong dengan gairahnya dengan tertawa manis dia berkata .
"Kau lihat, tidurku sangat nyenyak sekali, bukan ?"
Lie Siauw Hiong dengan perasaan terharu lalu mencium dahi si nona sambil tertawa dan berkata .
"Tidurmu sangat nyenyak sekali, bila ada orang yang melarikan kau, kaupun tidak akan merasa."
Kemudian sambil tertawa Kim Bwee Leng pun berkata pula .
"Hei, siapakah yang berbuat demikian, karena kau juga."
Setelah itu tiba-tiba Kim Bwee Leng membungkukkan badannya, dilihatnya dipundak Lie Siauw Hiong tidak terdapat warna hitam lagi seperti tadi, kini seluruhnya sudah lenyap, sambil tertawa dia berkata .
"Hiong Koko, kau coba-coba berdiri, karena kita tentu saja tidak dapat tinggal lama-lama disini, tambahan lagi kini perutkupun sudah lapar sekali."
Lie Siauw Hiong sambil tertawa lalu manggutkan kepalanya, dengan mengeluarkan sedikit tenaga saja ternyata dia sudah dapat berdiri, menandakan dia sudah sembuh sama sekali. Sambil tertawa dia berkata .
"Obat pemunah ayahmu sungguh hebat sekali.'"
Kemudian sambil tertawa pula dia menambahkan .
"Racunnya juga tidak kalah hebatnya."
Muka Kim Bwee Leng menjadi merah, lalu ia meruncingkan mulutnya sambil membalikkan badannya.
Tidak berapa jauh dari situ, tampak menggeletak sebuah buku diatas tanah.
Ia pergi mengambil buku itu.
Setelah dibolak-baliknya halamannya, lalu dibacanya apa isinya.
Lie Siauw Hiong pun ikut pula membacanya.
Buku itu ternyata dibuat daripada kertas kuning yang sudah di
Jilid menjadi sebuah buku.
Dikulit buku itu tettulis 'Tok Khip' dua huruf.
Keduanya berjalan sambil membaca buku itu, sehingga perasaan lapar yang mencengkam diotak mereka menjadi hilang karena dipengaruhi oleh isi buku itu.
Didalam buku tersebut dijelaskan segala racun yang terdapat didunia ini, bagaimana sifat-sifatnya dan cara bagaimana pula mencampur aduk racun-racun itu.
Lie Siauw Hiong selama hidupnya belum pernah melihat buku seperti itu, mendengarpun belum pernah pula.
Didalam buku itu diterangkan pula racun-racun yang hebat sekali, sehingga ini sukar diduga orang.
Tidak terasa lagi dengan suara yang mengandung pujian dia berkata pada Kim Bwee Leng .
"Leng Moay-moay, ayahmu itu sesungguhnya seorang gaib yang lihay sekali. Segala racun yang ada didunia ini, dapat dikenalinya dengan secara jelas. Tak usah kita bicarakan yang lain-lain, yang gampang saja yaitu mengenai racun yang langka dan belum diketahui orang. Dia dapat membuatnya beraneka macam tanpa diketahui orang lain bagaimana caranya dia membuatnya."
Kim Bwee. Leng menghela napas berkata .
"Orang tua itu seumur hidupnya bersatu padu dengan racun-racunnya, sekarang dia juga termakan racunnya sendiri. Adakalanya dia menjadi seperti seorang gila, dan adakalanya dia seperti baik-baik saja. Sekarang entah kemana perginya dia itu."
Buru-buru Lie Siauw Hiong memotong perkataannya .
"Orang tua itu kepandaiannya luar biasa sekali, tak ubahnya seperti dewa saja layaknya, apa pulakah yang ditakuti dan disangsikan mengenai dirinya ?"
Sambil meletakkan sebelah tangannya dipundak Lie Siauw Hiong, Kim Bwee Leng lalu berkata .
"Lebih baik kita sekarang coba pergi mencari-cari, kalau-kalau didekat sekitar itu terdapat kampung atau kota. Sekarang kita tak tahu dimana kita berada, sedangkan badanku kini kotor dan berbau keringat."
Lie Siauw Hiong tertawa, badannya bergerak dan lalu dia mengeluarkan kepandaiannya yang asli.
Dengan cepat tenaganya yang agak lemah bertambah beberapa kali.
Kim Bwee Leng yang berjalan sambil bersandar dipundak Lie Siauw Hiong, dapat merasakan bahwa ilmu kepandaian pemuda itu sangat sempurna sekali.
Lalu dia bertanya .
"Kepandaianmu kau pelajari dari siapa ?"
Dengan tertawa Lie Siauw Hiong lalu berkata .
"Tentang ini akan kuberitahukan kepadamu kelak."
Pada saat itu sekonyong-konyong terdengar suara teriakan dari seorang wanita.
Mereka lalu menghentikan langkahnya, tanpa berunding pula mereka lalu bersama- sama menuju kearah suara itu.
Sekali ini lari Lie Siauw Hiong sangat kencang sekali, sehingga dalam sekejap mata dia telah melihat dua tubuh yang bergulingan ditanah.
Suara teriakan dari wanita tadi tentu adalah salah satu dari kedua orang ini.
Sejurus kemudian dia berkata .
"Baik aku lihat lebih dahulu."
Badannya bagaikan burung walet yang sedang terbang dengan pesatnya melompat kedepan, dengan tiga kali lompat saja dia sudah terpisah agak jauh. Waktu melihat mereka dia lalu berseru .
"Ternyata kau !"
Kedua orang yang tengah bergulingan itu ialah Tian-mo Kim Ie dan Phui Siauw Kun.
Tian-mo Kim Ie adalah seorang yang mahir sekali berenang didalam air.
Waktu kapal itu tenggelam, dia peluk kencang-kencang tubuh Phui Siauw Kun.
Sambil mengikuti naik turunnya gelombang sungai itu, lalu dia menyamber sebuah papan, dengan mana dia berhasil mencapai daratan.
Pada saat sampai didaratan, kedua orang itu tak sadarkan diri, kemudian waktu Phui Siauw Kun siuman, dia merasa yang tubuhnya masih berada dalam pelukan Kim Ie, maka saking kagetnya, dia lalu menjerit.
Waktu dia membuka matanya, ternyata Kim Ie sedang hendak memperkosa dirinya.
Phui Siauw Kun dengan marah dan gugup lalu mendorong tubuh Kim Ie.
Tapi Kim Ie yang mempunyai kepandaian silat yang tinggi, sekalipun ada orang yang kepandaiannya lebih tinggi sepuluh kali lipat daripada dirinya, jangan harap akan dapat menolakkan tubuhnya.
Syukur juga pada saat itu dia sedang merasakan agak pusing, hingga tenaganyapun sudah tidak penuh pula.
Begitu terdorong oleh tolakan tangan Phui Siauw Kun, lantas saja tubuhnya jatuh ketanah.
Dengan menggunakan sepasang tangannya, lalu Phui Siauw Kun berusaha untuk duduk, dan sambil memungut sebuah batu dia berkata .
"Bila kau berani datang mendekat lagi, akan kulemparkan ini kemukamu, sehingga mukamu menderita cacat !"
Tian-mo Kim Ie karena terlampau mencintainya, ketika mendengar kata-kata tersebut benar saja dia tidak berani maju lebih jauh.
Tapi Phui Siauw Kun yang memandang kesegenap penjuru, karena tidak terdapat orang lainnya lagi, saking takutnya dia tidak berani bergerak untuk melaksanakan ancamannya itu.
Begitulah kedua orang ini terus berkeadaan demikian.
Mereka melewatkan masa satu malam dengan cara tersebut, hingga akhirnya Phui Siauw Kun merasa sangat lelah karena laparnya.
Sungguh sukar ia mempertahankan lebih lama lagi keadaan yang sedemikian itu, hingga kemudian dia tampak seakan-akan orang mengantuk.
Kim Ie dengan menggunakan kesempatan ini, telah berniat akan melampiaskan nafsu berahinya kepada Phui Siauw Kun.
Mula-mula dia memegang erat-erat kedua belah tangan si nona untuk merampas batu yang masih digenggamnya ditangannya.
Kemudian.
dengan tertawa puas, tangannya mulai meraba tubuh Phui Siauw Kun yang menggiurkan itu.
Phui Siauw Kun saking kagetnya lantas berteriak dan berontak dari cengkeraman bahaya perkosaan ini.
Begitulah kedua orang ini lalu berguling-gulingan, Tian- mo Kim Ie hendak menggunakan kesempatan tersebut untuk melampiaskan keinginannya yang sudah lama terpendam, tetapi tidak disangka-sangka teriakan Phui Siauw Kun terdengar oleh Lie Siauw Hiong, hingga kemudian Siauw Hiong lekas-lekas datang menghampiri mereka.
Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Phui Siauw Kun begitu melihat Lie Siauw Hiong, dengan girang sekali dia berseru .
"Hiong Koko !"
Tian-mo Kim Ie begitu melihat Lie Siauw Hiong, matanya segera tampak berapi-api, tak lama kemudian jauh dibelakang Lie Siauw Hiong dia melihat Kim Bwee Leng, pada siapa ia lalu berseru .
"Sumoay, lekas kemari, lekas bantu aku membereskan bocah ini !"
Kim Bwee Leng melihat Phui Siauw Kun dan Kim Ie, dia merasa keheran-heranan sekali.
Mendengar Kim Ie minta bantuannya untuk menyingkirkan Lie Siauw Hiong, sepatah katapun tidak dia ucapkan.
Kemudian dia berjalan menghampiri Lie Siauw Hiong dan berdiri mendekatinya.
Pada saat itu Phui Siauw Kun pun berlari menuju kearah Lie Siauw Hiong, dan waktu menyaksikan laku Kim Bwee Leng, dia kelihatan merasa tercengang sekali, tapi dia tetap menubruk pemuda itu.
Tian-mo Kim Ie berteriak saking geramnya melihat adegan yang tengah berlangsung itu.
Lalu dia maju kemuka untuk menarik belakang baju Phui Siauw Kun.
Melihat hal itu, Lie Siauw Hiong jadi gusar sekali dan lalu berseru .
"Lepaskan !"
Dia maju satu langkah sambil memukul dengan tinjunya yang disertai dengan suara angin yang menderu-deru.
Tian-mo Kim Ie yang melihat pukulan Lie Siauw Hiong yang sedemikian kuatnya.itu, bahkan tangannyapun tidak berubah kulitnya barang sedikit pun, maka sudah barang tentu ia keheran-heranan bukan kepalang.
Dalam pada itu, sekonyong-konyong dia melihat Lie Siauw Hiong memegang sebuah buku yang berwarna kuning, maka sambil tertawa dingin dia berkata .
"Budak kecil, ternyata sampai pada Sumoayku pun telah kau tipu pula !"
Kemudian dengan sinar matanya yang tajam ia balik memandang pada Kim Bwee Leng sambil berkata .
"Mengapa buku rahasia Suhu kau berikan kepadanya ?"
Kim Bwee Leng lalu menjawab .
"Kau tidak berhak mencampuri urusan ini !"
Sehabis berkata begitu, dia menoleh pada Phui Siauw Kun yang masih memegang tubuh Lie Siauw Hiong, hingga dengan geram dia berkata .
"Kau masih tidak mau pergi ?"
Phui Siauw Kun hanya menjawab .
"Kau tidak dapat mencampuri urusan aku ini !"
Diam-diam Lie Siauw Hiong merasa serba salah, dia tidak dapat menggunakan pengaruhnya untuk mengusir Phui Siauw Kun, tapi ketika melihat muka Kim Bwee Leng yang penuh dengan kemarahan, diapun tidak dapat membela Phui Siauw Kun.
Dalam keadaan sulit ini, ditambah lagi dia harus menghadapi lawan yang tangguh, Tian-mo Kim Ie.
Untuk sesaat dia berdiri terpekur saja, tidak tahu apa yang harus diperbuatnya.
Kim Bwee Leng marah bercampur cemburu.
Dia adalah seorang wanita yang mempunyai perasaan yang sama dengan wanita lainnya, ia merasa tidak enak untuk menarik Phui Siauw Kun.
Sekarang sebaliknya dia sangat mengharapkan Tian-mo Kim Ie-lah yang akan menarik tubuh Phui Siauw Kun, agar supaya nona saingannya itu terpisah dari pemuda kecintaannya itu.
Tian-mo Kim le yang pernah bertempur dengan Lie Siauw Hiong diatas kapal, dia tahu kepandaiannya lebih rendah setingkat dengan lawannya ini.
Karena ingin menjaga mukanya jangan sampai dapat malu, maka dia memikirkan daya apa yang harus dilakukannya untuk menghadapi lawan tangguh ini selanjutnya, dan dengan jalan bagaimanakah pula dia harus melayaninya.
Pada saat itu pikiran keempat orang itu berbeda-beda, sebab masing-masing mempunyai kepentingan-kepentingan pribadi sendiri-sendiri, hingga tanpa terasa pula mereka sekalian hanya berdiri termangu-mangu.
Tiba-tiba perut Kim Bwee Leng berkeruyuk, suatu tanda bahwa dia sudah sangat kelaparan.
Phui Siauw Kun mendadak tertawa mendengar perut Kim Bwee Leng keruyukan, hingga Bwee Leng lalu membentaknya.
"Apa yang kautertawakan? Dasar tidak tahu malu !"
Phui Siauw Kun jadi penasaran dan lalu balik membentaknya .
"Kau yang tidak tahu malu! Kami sudah lama memadu cinta kasih. Kini kau boleh tanyakan padanya. Jadi kau berani mencampuri urusanku dengan kekasihku ini ?"
Kepala Lie Siauw Hiong menjadi bertambah pusing, karena dengan tidak disangka-sangka ia sekarang menjadi rebutan dari kedua gadis jelita itu, sehingga ia menjadi binggung dan tak tahu mesti berbuat bagaimana.
Hal mana membuat Kim Ie hanya tertawa mengejek dengan berulang- ulang.
Sementara Kim Bwee Leng saking menahan marah, mukanya berubah menjadi merah padam dan sekonyong- konyong menjawab .
"Aku adalah isteri Hiong Koko, tentu saja aku berhak mencampurinya !"
Kedua-dua tangan Phui Siauw Kun yang memegang tubuh Lie Siauw Hiong mendadak dilepaskannya, kemudian sambil bertepuk tangan dia berkata sambil tertawa .
"Ai, sungguh kau ini seorang yang tidak tahu malu sekali ! Kau sembarangan saja mengaku sebagai isteri Hiong Koko !"
Mendengar omongan itu, Tian-mo Kim Ie tampak keheran-heranan sekali, karena dia tahu betul bahwa sumoaynya ini sekalipun cantik seperti buah Toh atau Lie, tapi sikapnya sangat dingin sekali.
Biasanya bila ada seorang laki-laki yang berani memandangnya dengan sorot mata yang tak sopan, pasti lelaki itu akan menemui hari naasnya, tapi sekarang mengapa sikapnya mendadak telah berubah sama sekali, hingga dimuka orang banyak tanpa malu-malu lagi ia mengaku dirinya sebagai isteri pemuda itu ? Dengan ini, tanpa terasa lagi dia berseru .
"Sumoay, kejadian apakah yang sebenarnya telah menimpa atas dirimu ?"
Kim Bwee Leng yang pikirannya kusut karena disebabkan oleh rasa marah, gugup dan sengit yang tercampur aduk, akhirnya air matanya jatuh berderai-derai dengan hampir tak dirasainya pula.
Lie Siauw Hiong yang melihat hal itu, lalu teringat bagaimana Kim Bwee Leng telah membela dirinya dari bahaya maut dan dengan amat cermat dan sabarnya ia melayaninya sewaktu dia menderita kesengsaraan terkena racun itu, hingga tidak terasa lagi sanubarinyapun benar- benar terharu sekali dan sangat bersimpati terhadap nona Bwee Leng itu.
Sukma Pedang -- Gu Long Lencana Pembunuh Naga -- Khu Lung Golok Halilintar Karya Khu Lung