Ceritasilat Novel Online

Munculnya Seorang Pendekar 8


Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id Bagian 8



Munculnya Seorang Pendekar Karya dari Tjan Id

   

   "Apakah omonganmu ini benar-benar ?"

   Lie Siauw Hiong melihat dia menjadi demikian murkanya, dengan muka berseri-seri dia menjawab .

   "Boan- pwee berpendapat demikian."

   Dalam hatinya dia malah menertawakan orang tua yang sudah berumur dua ratus tahun itu, karena dia ternyata masih mempunyai sifat seperti kanak-kanak saja.

   Dan jikalau pada waktu itu dia masih muda usianya, sudah barang tentu kesombongannya pun bukan buatan agaknya.

   "Bagus, marilah kita bertaruh,"

   Ulas Peng Hoan Siangjin lagi, seakan-akan memaksa Lie Siauw Hiong agar mempercayai akan kata-katanya.

   Lie Siauw Hiong yang melihat orang tua itu berbicara dengan jujur, diapun terpaksa menuruti perkataannya dan lalu berjalan menghampirinya.

   Peng Hoan Siang-jin segera memutar tangannya dan dengan gayanya ini dia bermaksud menotok diri Lie Siauw Hiong.

   Pergerakannya ini sangat cepat bagaikan samberan kilat saja.

   Dengan mengeluarkan seluruh kemampuannya, Lie Siauw Hiong berusaha untuk menghindarkan dirinya, tapi seketika itu diapun tertotoklah sehingga tak berdaya.

   Seluruh badannya dirasakan sangat lemas sekali, sehingga sedikit tenagapun tidak dapat dikerahkannya.

   Tapi segera dia merasakan sepasang nadinya dimasuki hawa hangat menembus keseluruh badannya, hawa hangat itu terus menembus dijalan-jalan darahnya, sekalipun dia sendiri tidak mengeluarkan tenaga apa-apa, tapi kaki dan tangannya dirasakan demikian bebas dan segarnya bergerak.

   Hal mana, sudah tentu baginya merupakan suatu keajaiban.

   Perlahan-lahan peredaran hawa hangat itu semakin cepat saja jalannya.

   Hawa hangat itu mendesak dirinya supaya dia sendiri dengan mengeluarkan kepandaiannya dari partainya sendiri melawan hawa hangat itu.

   Setelah dia menggunakan tenga dalamnya, lantas hawa hangat itu menembus dan beredar diseluruh badannya, hingga pada saat itu juga dia merasa tubuhnya bukan buatan segarnya.

   Waktu dia melirik pada Peng Hoan Siangjin, pada saat itu dilihatnya muka Peng Hoan Siangjin tampak tenang- tenang saja, sedangkan disudut mulutnya tersungging sebuah senyuman yang manis.

   Maka dengan demikian kemarahannya tadi kini sudah buyar sama sekali dan mukanya yang merah kini tampak berseri-seri, sedangkan dari kepalanya yang gundul tampak uap putih berkepul- kepul keluar.

   Lie Siauw Hiong yang cerdik diwaktu menyaksikan peristiwa ini, diapun lekas maklum bahwa Peng Hoan Siangjin baru saja memarahinya, disebabkan karena orang tua ini ingin menyempurnakan latihan tenaga dalamnya.

   Sejurus kemudian sepasang tangan Peng Hoan Siangjin menjadi kendor, sambil tertawa dia berkata .

   "Sekarang kau boleh mengatur pernapasanmu serta tenaga dalammu, akan dilatih satu kali lagi, dan sesudah itu, kau boleh coba-coba memukul batu dihadapanmu itu."

   Lie Siauw Hiong menurutkan perkataan orang tua itu, lalu dia melatih tenaga dalamnya satu kali, kemudian dengan mengerahkan semangatnya ia menggunakan tipu 'Jie-long-gok-kay-kiong' (malaikat Jie Long melepaskan panah), telapak tangannya dipukulkannya kearah batu dihadapannya, sehingga sesaat itu juga telah mengeluarkan suara yang sangat menggemuruh.

   Dan berbareng dengan itu, batu karang dihadapannya yang demikian besarnya itu pun berhasil dipukulnya sehingga hancur lebur.

   Lie Siauw Hiong ketika menyaksikan hasil pukulan ini, tidak terasa lagi dia menjadi bengong terbata-bata.

   Peng Hoan Siangjin secara diam-diam sudah menyalurkan tenaga dalamnya yang paling hebat, yang sudah dilatihnya selama dua puluh tahun ini, kebadan Lie Siauw Hiong.

   Hasil latihan dua puluh tahun dari Peng Hoan Siangjin ini, jika dia menyuruh Lie Siauw Hiong sendiri melatih dirinya, paling sedikit dia harus memakan waktu enam puluh tahun lamanya baru bisa berhasil, maka tidak mengherankanlah bila tenaga Lie Siauw Hiong ini sekarang sudah sangat luar biasa sekali hebatnya.

   Lie Siauw Hiong buru-buru menjatuhkan dirinya berlutut memberi hormat kepada orang tua itu.

   Kemudian Peng Hoan Siang-jin sambil mengebutkan sepasang lengan bajunya, mengangkat bangun tubuh Lie Siauw Hiong sambil tertawa besar dan berkata .

   "Bocah, kau tidak usah berterima kasih kepadaku. Aku juga sudah menarik tidak sedikit pelajaran dari kepandaian latihan tenaga dalammu. Jika sekiranya kau sendiri tidak mempunyai satu kemampuan yang dapat dipersatukan dengan kekuatanku sendiri, hal itu tidak mungkin akan terlaksana. Sekarang agaknya kau boleh yakin dan percaya, bahwa kepandaian yang kau miliki dari partaimu sendiri tidak akan berada disebelah bawahnya dari kepandaian Bu Heng Seng itu, bukan ?"

   Lie Siauw Hiong lalu mengangkat kepalanya memandang pada wajah yang merah dan rasa belas kasihan dari orang tua itu.

   Dapat dibayangkan andaikata pada saat itu ada orang yang menyuruh dia mati untuk membela orang tua itu, diapun akan merasa rela berkorban.

   Peng Hoan Siangjin melanjutkan kata-katanya .

   "Dari caramu melatih tenaga dalammu, aku dapat menerka yang kepandaian gurumupun pasti luar biasa sekali dalam ilmu pedang. Sekarang aku ingin kau memperlihatkan barang dua tiga jurus kepandaian ilmu pedangmu. Aku ingin menyaksikan kepandaianmu dalam lapangan itu, sudah sampai ditaraf mana ?"

   Diam-diam Lie Siauw Hiong berkata .

   "Oh, kau rupanya ingin menyaksikan kepandaian ilmu pedangku juga ?"

   Tidak terasa lagi hatinya menjadi girang sekali.

   Diapun berpikir bila nanti waktu dia memperlihatkan ilmu pedangnya, kalau ada cacatnya, Peng Hoan Siangjin pasti akan memberi petunjuk-petunjuk yang berharga untuk memperbaikinya.

   Melihat kesempatan yang sangat baik serta menguntungkan dirinya ini, dia tentu tidak mau melepaskan kesempatan baik ini begitu saja.

   Dalam pada itu, dengan sembarangan saja dia lalu memungut sebatang bambu dari tanah, dan dengan mengempos semangatnya lalu dipakainya bambu itu sebagai ganti pedang.

   Disertai angin yang menderu-deru, lalu dia mengeluarkan tipu 'Bwee-hoa-sam-long' dari warisan Bwee San Bin itu.

   Jurus 'Bwee-hoa-sam-long' ini adalah salah satu jurus yang merupakan rangkaian yang ketiga dari tipu 'Kiu-cie- kiam-sek' dari Bweee San Bin.

   Dengan mengeluarkan seluruh kemampuannya, ujung pedangnya yang terbuat dari bambu ini dimainkannya demikian rupa, sehingga mengeluarkan suara yang sangat nyaring, pedangnya lalu diarahkannya ketanah yang segera terdapat tanda setengah cun dibatu yang tergores itu.

   Sekali ini kembali Lie Siauw Hiong merasa sesuatu diluar dugaannya, pada waktu dia menerima pelajaran itu tempo hari, Bwee San Bin pernah mengatakan kepadanya .

   "'Kiu-cie-kiam-sek' sekalipun sangat luar biasa, tapi bila kau sudah dapat menyalurkan tenaga dalammu sampai diujung pedang itu, disitulah baru dapat dikatakan bahwa keyakinanmu itu sudah berhasil dengan sempurna, karena bila kau sudah mencapai taraf yang demikian ini, barulah kau dapat mengeluarkan tenaga yang sangat luar biasa sekali. Tapi untuk mencapai taraf demikian ini paling sedikit kau harus melatih diri selama enam puluh tahun lamanya, barulah mungkin bisa berhasil. Tidak perduli betapapun rajinnya kau dan betapapun berbakatnya kau, bila dalam umur yang semuda ini kau pasti tidak mungkin dapat mencapai batas itu."

   Tapi sekarang pada detik ini, Lie Siauw Hiong telah mencapai tingkat yang dicita-citakannya, tentu saja dia merasa bukan buatan gembiranya.

   Pada sebelum selesai dia menggunakan tipu 'Bwee-hoa- sam-long', pergelagan tangannya lalu diputarnya dengan mengeluarkan suara, kemudian dia memandang ketempat yang jauh, dan diujung pedang bambunya ini, dia dapat membedakan seakan-akan ada bunga bwee tengah bermain disitu, maka dengan sekonyong-konyong pula lalu dia berseru, dengan ujung bambu itu ditusukkannya kemuka.

   Jurus ini datangnya dari arah samping dan pergerakannya sedemikian sempurnanya, sehingga bila ada lawan yang berdiri dihadapannya, pasti dia tidak akan dapat mengelakkan serangannya yang dahsyat ini, maka dengan sekonyong-konyong saja lawannya pasti akan merasakan tenggorokannya sudah ditusuk oleh pedang ini.

   Walau bagaimanapun dia pasti tidak akan dapat menghindarkan dirinya pula.

   Tipu itu adalah ciptaan Chit- biauw-sin-kun sendiri yang disebut 'Leng-bwee-hut-bian' (bunga Bwee yang dingin menutupi muka).

   Chit-biauw-sin-kun memang seumur hidupnya dia paling menggemari bunga Bwee.

   Pada suatu hari, dia telah berjalan-jalan sampai dibalik batu dari sebuah gunung dimana tumbuh sebatang pohon Bwee.

   Pohon Bwee itu seakan-akan takut dirinya diketahui orang, maka dia tumbuh menyendiri ditempat persembunyiannya, sehingga orang tidak mudah mengetahuinya.

   Oleh karena itu, ada sebatang cabangnya yang menjurus kejalan.

   Orang yang jalan disitu bila kurang berlaku hati-hati, pasti mukanya akan tertusuk oleh cabang pohon Bwee itu.

   Hati Bwee San Bin tergerak, maka setelah dia kembali kerumahnya, lalu dia menciptakan tipunya yang mirip dengan cara pohon Bwee itu, maka disinilah letak kelainan dari ilmu pedang Bwee San Bin, sehingga dengan sepintas lalu saja sudah dapat dia menciptakan satu tipu baru yang sangat aneh ini.

   Peng Hoan Siangjin sangat senang sekali terhadap pemuda ini, yang pada saat itu dipandang wajahnya sambil menunjukkan senyumannya, sedangkan pedang bambu ditangan Lie Siauw Hiong terus mengeluarkan tipu-tipu yang hebat.

   Dan pada saat itu pula perasaan putus asanya sudah tersapu bersih agaknya, hingga tidak terasa lagi orang tua itu kembali tersenyum.

   Waktu dia melihat Lie Siauw Hiong mengeluarkan tipu 'Leng-bwee-hut-bian' ini, tidak terasa lagi orang tua itu menjadi begitu terkejut, karena seperti diketahui, kepandaian Peng Hoan Siang-jin yang sudah boleh dikatakan tidak ada batasnya, tidak perduli segala pukulan maupun permainan pedang, dia sudah mengetahui sampai pada bagian-bagian sekecil-kecilnya.

   Jika dia menghadapi lawannya dalam waktu apapun, pasti dia dapat mengeluarkan tipu-tipu yang aneh-aneh untuk melawannya, dan dia pasti dapat menghindarkan dirinya dari setiap serangan yang dilancarkan oleh lawannya itu, tapi tipu 'Leng-bwee-hut-bian' ini ada diluar dugaannya sama sekali.

   Oleh karena itulah dia menjadi sangat terperanjat.

   Tapi dia yang sudah boleh dikatakan sebagai kakek leluhur dalam ilmu silat, sekali pandang saja, lantas dia dapat mengetahui dimana letak keistimewaannya dari tipu ini.

   Tiba-tiba sambil berteriak dia berkata .

   "Bila aku menggunakan tipu 'Gouw-kong-hwat-kui' (Gouw Kong menebang pohon), bagaimana ?"

   Lie Siauw Hiong sedang merasa bangga sekali memperlihatkan tipunya ini, ketika tiba-tiba dia mendengar orang tua itu berteriak demikian, dia menjadi berdiri terpaku disitu.

   'Gouw-Kong-hwat-kui' adalah ciptaan Peng Hoan Siangjin sendiri, yang dengan spontan keluar dari daya pemikirannya yang cepat.

   Ternyata dengan tipu yang sederhana ini tampaknya ia dapat menandingi ilmu luar biasa dari Chit-biauw-sin-kun.

   Chit-biauw-sin-kun sendiri waktu menciptakan tipunya ini, sebelumnya dia pernah menyelidiki segala macam tipu- tipu partai silat yang jempolan, dan hasil ciptaannya ini dibuat khusus untuk menghadapi tipu-tipu lawannya itu.

   Tapi siapa menyangka, dengan tipu yang sangat sederhana sekali, Peng Hoan Siangjin dapat memecahkan tipunya itu.

   Hal ini, agaknya sampai pada Chit-biauw-sin-kun sendiri pun pasti akan merasa tak dapat menduganya sama sekali.

   Lie Siauw Hiong lalu melanjutkan permainan pedang bambunya, kaki kirinya digeser maju sedikit, sedangkan tangan kanannya yang memegang pedang bambu itu dari arah atas disabetkan kebawah, tipu itu adalah 'Kiu-cie-kiam- sek' jurus keenam yang disebut 'Tap-swat-Simbwee' (menginjak salju mencari bunga Bwee).

   Peng Hoan Siangjin segera tertawa mengakak sambil berseru .

   "Aku menggunakan tipu 'Heng-hui-touw-kang' (dengan lurus menyeberangi sungai)."

   Lie Siauw Hiong kembali merasa terperanjat, karena dengan kenyataan tipu 'Heng-hui-touw-kang' ini justeru tipu yang paling sempurna untuk dipakai melawan tipunya tadi, hingga tidak terasa lagi hatinya yang sangat haus akan pelajaran yang aneh-aneh membangkitkan kegiatannya untuk lebih tekun lagi dalam latihannya.

   Tipu 'Heng-hui-touw-kang' ini memang sangat sempurna, tapi tipu itu masih tidak dapat digolongkan ketingkat yang paling atas.

   Tipu-tipu ilmu pedang yang diciptakan oleh Bwee San Bin kebanyakan dihasilkannya untuk menghadapi orang-orang yang sangat ternama dari tiap-tiap partai, sekalipun tipunya itu sangat luar biasa sekali, tapi sebaliknya dia tidak pernah memikirkan tentang tipu-tipu lain yang lebih sederhana.

   Peng Hoan Siangjin yang sudah ngelotok sekali terhadap kepandaian silatnya ini, sudah tentu segala tipu baik yang paling jempolan maupun yang paling rendah, sudah dia miliki dengan sempurna.

   Maka sekali pandang saja, dia sudah dapat melihat keistimewaan dari tipu Lie Siauw Hiong ini.

   Oleh karena itu, dia lalu menggunakan tipu yang sederhana sekali untuk memecahkan tipu Lie Siauw Hiong itu.

   Lie Siauw Hiong yang tengah merasa kerasukan setan saking asyiknya, dia mengeluarkan tipu-tipu yang paling hebat dari jurus-jururs 'Kiu-cie-kiam-sek'.

   Sekalipun Peng Hoan Siangjin sambil tertawa-tawa dan menyebutkan tipu- tipu untuk memecahkan tipu yang dilancarkan oleh Lie Siauw Hiong itu, tapi dalam hatinya diam-diam dia merasa terperanjat dan memuji tidak habisnya, akan kemampuan istimewa dari Lie Siauw Hiong dalam hal permainan pedangnya ini.

   Begitulah kedua orang ini yang satu memainkan pedang bambunya, sedangkan yang lainnya menyaksikan dari samping sambil menyebutkan tipu-tipu yang dipakai oleh Lie Siauw Hiong itu, 'saling bertempur' secara teori.

   Sesudah lewat dua puluh jurus lebih, Lie Siauw Hiong lalu mengeluarkan tipu-tipu 'Kiu-cie-kiam-sek' yang paling hebat itu.

   Ilmu pedang 'Kiu-cie-kiam-sek' ini adalah modal yang paling diandalkan oleh Chit-biauw-sin-kun.

   Peng Hoan Siang-jin satu-persatu telah memecahkannya ilmu itu, tapi pada saat itu dia tidak bisa lagi memecahkannya dengan tipu-tipu yang sederhana lagi, sepasang tangannyapun tidak terasa lagi mulai bermain, dia lalu menggunakan ilmu yang paling dibanggakan sendiri, yaitu 'Tay-yan-sin-kiam' untuk melawan 'Kiu-cie-Kiam-sek', 'Tay-yan-sin-kiam' terdiri dari sepuluh jurus, tapi masing-masing jurus mengandung lima perubahan, jadi jumlah ilmu itu seluruhnya ada lima puluh jurus.

   Ilmunya ini adalah yang paling dibanggakan oleh 'Tiga Dewa Diluar Dunia'.

   Keistimewaannya tentu saja tidak ada bandingannya, tidak perduli jurus-jurursnya 'Kiu-cie-kiam- sek' sangat aneh dan beraneka ragam, tapi jika dihadapi oleh tipu-tipu Peng Hoan Siang-jin ini, satu-persatu tipu Chit-biauw-sin-kun dapat dipunahkan.

   Maka Lie Siauw Hiong sendiri sambil melanjutkan permainan ilmu pedangnya, diam-diam diapun memperhatikan tipu-tipu terahasia dari 'Tay-yan-sin-kiam' ini.

   Dia yang memangnya sangat cerdik sekali, ditambah lagi dengan bakatnya yang menonjol, sekalipun perubahan 'Tay-yan-sin-kiam' itu tak ada batas-batasnya, setiap jurus yang dia telah lakukan itu, dia ingat baik-baik didalam hatinya.

   Oleh sebab itu, pada saat itu banyak sekali tipu- tipu yang dulunya belum dapat dia pecahkan rahasianya, kini dia mulai mengerti dengan jelas sekali, begitulah dengan cermatnya dia mengingat-ingat tiap-tiap tipu yang sangat lihay ini.

   Pada saat itu 'Tay-yan-sin-kiam' telah dimainkan habis satu kali, Peng Hoan Siang-jin tampaknya sengaja mengeluarkan tipunya ini agar dapat diingat baik-baik oleh pemuda ini.

   Peng Hoan Siang-jin tambah lama tambah menginsyafi, bahwa gurunya Lie Siauw Hiong pasti termasuk golongan orang yang sangat luar biasa sekali, maka dengan diam- diam didalam hatinya dia mengakui sejujurnya, bahwa Chit-biauw-sin-kun sesungguhnya orang yang paling terkemuka di Tiong Goan.

   'Kiu-cie-kiam-sek' pun sudah sampai pada jurus-jururs kesepuluh yang terakhir.

   Kesepuluh jurus ini adalah yang secara susah payah entah sudah berapa banyak mengeluarkan keringat dan darah, barulah berhasil diciptakan oleh Bwee San Bin, dengan jurus yang pertama bernama 'Han-bwee-touw-jwe' (bunga bwee menjulurkan benang sari), seakan-akan ada ribuan bayangan golok yang menutupinya, sehingga membuat orang tidak dapat menjaganya, Peng Hoan Siang-jin yang melihat tipu tersebut, tampaknya dia jadi sangat tercengang, karena bila dia disuruh menjaga dirinya sendiri dari serangan itu, gampangnya seperti juga orang yang membalikkan telapak tangan saja, tapi bila disuruh membalas serangan tersebut dengan sama baiknya, untuk sesaat dia masih tidak mampu.

   Begitulah satu leluhur ahli silat kena dibikin terpaku oleh tipu serangan yang sangat luar biasa dari Chit-biauwsin-kun ini.

   Lie Siauw Hiong pun terpaksa menghentikan serangannya, kini dia sedang menantikan tipu apakah yang akan dipakai oleh Peng Hoan Siang-jin untuk membalas serangannya ini.

   Sesudah lewat sepemakanan nasi lamanya, tangan kiri Peng Hoan Siangjin tampak bergerak, tangan kanannya dengan membentuk sebuah lingkaran lalu diajukannya kemuka.

   Tipu ini tidak diketahui apa namanya, tapi ini justeru dapat memusnahkan tipu serangan 'Han-bwee-touw-jwe' dari Lie Siauw Hiong itu, bahkan tipu tersebut masih sanggup diteruskan menotok jalan darah dipundak Lie Siauw Hiong, tipu mana sesungguhnya harus diakui sangat luar biasa sekali.

   Tengah Lie Siauw Hiong menghela napas, karena dia belum dapat memecahkan tipu lawannya ini, secara sekonyong-konyong saja terdengar suara tertawa yang aneh dan nyaring .

   "Oh, Loo Ho-siang ternyata ingin menerima murid, karena agaknya engkau takut bahwa ilmumu itu akan terkubur dalam barisan ini. Oleh karena itu, engkau ingin mewariskan ilmu tersebut kepada orang muda ini, bukankah begitu maksudmu ?"

   Lie Siauw Hiong lalu mengangkat kepalanya memandang, ternyata diatas sebuah batu berdiri seorang pendeta wanita yang sudah lanjut juga usianya, dimana sambil tertawa dingin dia berkata pada Peng Hoan Siang-jin .

   "Masih ketinggalan satu jam lagi, kau harus berlaku hati- hati."

   Peng Hoan Siangjin sebenarnya sedang merasa sangat gembira dengan tipu-tipu ilmu pedangnya, akan tetapi ketika dia mendengar perkataan pendeta wanita itu, mukanya yang sedang tersenyum lantas ditarik dan serta merta dia menunjukkan paras marah, hingga sambil mengangkat kepalanya dia berkata .

   "Loo Nie Poo (pendeta wanita tua), kau jangan berlaku terlampau temberang ! Waktu masih ada satu jam lagi !"

   Pendeta wanita tua itu sambil menunjukkan senyum dingin lalu berkata dengan tawar sekali .

   "Barisanku ini telah kuatur begitu rupa, sehingga selama jangka waktu sepuluh tahun kau masih tidak mampu memecahkannya. Dari itu, janganlah kau berlaku sombong !" (Oo-dwkz-oO)

   Jilid 15 Peng Hoan Siangjin tampaknya menjadi marah mendengar ejekan pendeta wanita tua itu, hingga dengan mengeluarkan tenaga dalam yang sempurna dia berteriak sekeras-kerasnya, yang mana telah membuat anak telinga Lie Siauw Hiong dirasakan hendak pecah.

   Bersamaan dengan itu, terdengarlah Peng Hoan Siang-jin berkata dengan penuh kebencian .

   "Loo Nie Po, janganlah kau lekas-lekas merasa bangga, sehingga kau membikin aku marah ! Karena bila aku sudah menjadi marah, maka jangan disesalkan jika nanti aku sampai menghancurkan seluruh pulaumu ini."

   Pendeta wanita tua itu seakan-akan menjadi terperanjat mendengar perkataannya itu, tapi dengan suara tertawanya yang wajar terdengarlah dia berkata .

   "Untuk memberitahukan kepadamu, itupun tidak ada halangannya apa-apa. Barisanku ini bernama 'Kwie-goan- su-siang-tin', bila kau menganggap ini 'Kie-bun-ngo-heng- tin', maka kelirulah dugaanmu itu."

   Kemudian diapun tertawa kembali, badannya segera bergerak dan dalam waktu sekejap mata saja dia sudah menghilang hingga tidak tampak bekas-bekasnya lagi.

   Dalam hatinya Peng Hoan Siangjin merasa malu sekali, karena sesungguhnyalah selama sepuluh tahun dia mengira bahwa barisan lawannya ini adalah barisan 'Kie-bun-ngo- heng-tin', jadi dengan sendirinya diapun sia-sia saja memecahkan barisan ini, maka tanpa terasa pula diapun lalu menghela napas.

   Lie Siauw Hiong yang sangat cerdik sekali, dengan sendirinya diapun tahu, bahwa pendeta wanita tua itu tentulah majikan dari pulau Siauw-ciap-too, yaitu Hui Tay Su.

   Waktu dia mendengar perkataan Hui Tay Su itu, diapun mengetahui, bahwa diantara kedua orang ini sedang melakukan pertarungan untuk mempertahankan barisan disatu pihak, sedangkan yang lainnya akan memecahkan barisan itu dengan jangka waktu sepuluh tahun.

   Pertarungan itu sampai saat itu hanya ketinggalan satu jam saja lagi, tapi Peng Hoan Siangjin tetap tidak berdaya memecahkan barisan ini, hingga tidak terasa lagi didalam hati Lie Siauw Hiong pun ikut gelisah terhadap Peng Hoan Siangjin.

   Waktu pertama kali dia masuk kepulau ini, diapun mengira bahwa barisan tersebut adalah 'Kie-bun-ngo-heng- tin', tapi tadi dia mendengar dengan jelas sekali, bahwa barisan ini bernama 'Kwie-goan-su-siang-tin', sehingga hatinya sekonyong-konyong tergerak.

   Dulu Chit-biauw-sin-kun waktu membahas soal permainan catur, diapun pernah memberitahukan kepadanya seluruh tipu-tipu dari barisan itu, hanya tinggal 'Kwie-goan-su-siang-tin' ini yang diberitahukannya, bahwa barisan ini adalah barisan yang sudah sangat kuno sekali, hingga barisan itu sekarang sudah lama lenyap.

   Bwee San Bin karena merasa mempunyai tempo yang terluang, maka diapun keburu membahas pula barisan ini sehingga sebanyak tujuh atau delapan bagian.

   Kini dengan sendirinya dia mempunyai keyakinan, bahwa barisan ini tentunya dapat dia pecahkan juga, oleh karena itu, dengan perasaan penuh harapan dia lalu berkata .

   "Dalam dunia ini kecuali aku seorang, barangkali tidak ada orang lainnya lagi yang mengenal tentang barisan ini, hanya dikuatirkan, bahwa aku sendiripun tidak mengenalnya sehingga sempurna betul."

   Pada waktu yang lamapun dia hanya mempelajarinya secara sepintas lalu saja, maka bila dia disuruh pada saat itu juga memecahkan barisan ini, agaknya timbul juga sedikit kesulitan baginya.

   Peng Hoan Siangjyn yang pada saat itu sedang memikirkan tentang barisan yang belum pernah sekalipun juga dia dengar namanya ini, maka dia sendiripun merasa sangat asing sekali.

   Oleh karena perasaannya sangat bingung, maka dia tidak memperhatikan Lie Siauw Hiong lagi.

   
Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Justeru itu si pemuda sedang tekun memikirkan daya bagaimana untuk memecahkan rahasia barisan kuno ini, dengan jalan memusatkan seluruh ingatannya terhadap pelbagai jalan atau cara yang dapat dicapainya.

   Untuk saat- saat itu, mereka tampaknya saling membisu saja, hingga keadaan disekeliling mereka menjadi sangat sunyi sekali, sehingga yang terdengar hanyalah suara angin dan deburan ombak yang memecah dipantai dan terdengar dengan sayup-sayup.

   Sang waktu tanpa terasa berlalu dengan pesatnya.

   Tiba- tiba Peng Hoan Siangjin tersentak dari lamunannya, lalu ia mengangkat kepalanya memandang kelangit.

   Segera terasa olehnya bahwa jangka waktu untuk memecahkan barisan itu hanya tinggal setengah jam lagi saja lamanya! Peng Hoan Siangjin sekalipun telah berlatih selama seratus delapan puluh tahun sehingga dia mempunyai kepandaian silat dan agama Buddha yang tinggi sekali, tapi seumurnya dia belum pernah membayangkan bahwa dia akan menghadapi soal yang sesulit ini, Waktu dia memikirkan temponya yang hanya tinggal setengah jam lagi itu, diapun harus mengaku kalah dihadapan Hui Tay Su, hingga tidak terasa lagi dia melompat bangun dengan tiba- tiba, dan sewaktu dia berdiri, barulah dia mendusin melihat 'pemuda' yang berada dihadapannya.

   Pada saat itu Lie Siauw Hiong pun tengah terpekur memikirkan soal sulit ini, tangannya memegang satu cabang pohon dan dengan cabang pohon itu dia menggores- gores tanah dan membuat gambar-gambar.

   Sebentar kemudian dihapusnya lagi, lalu dia mengangkat kepalanya berpikir lagi.

   Peng Hoan Siangjin sekonyong-konyong berkata kepadanya .

   "Hei bocah, kau harus segera mencari daya untuk berlalu dari pulau ini. Setengah jam lagi kau sudah harus meninggalkan pulau ini, lebih jauh lebih baik, aihhhh ..."

   Waktu dia memperhatikan Lie Siauw Hiong yang berdiri diam saja, tampaknya sedang memikirkan sesuatu, tidak terasa lagi dia menjadi sangat tercengang.

   Waktu dia memikirkan bagaimana kelak Lie Siauw Hiong dapat keluar dari pulau ini, tidak terasa lagi dia menertawakan dirinya sendiri yang bodoh.

   Lalu dia berjalan menghampiri Lie Siauw Hiong, karena dia ingin menyaksikan si pemuda itu sedang mengerjakan apakah sebenarnya ? Dia hanya melihat pemuda itu dengan cabang pohon ditangannya tengah membuat garisan-garisan ditanah, garisan-garisan sangat banyak sekali, seakan-akan tidak beraturan sekali dan sangat ruwet bukan buatan tampaknya.

   Peng Hoan Siangjin tidak mengetahui apa yang sedang dikerjakan pemuda ini, tapi karena dia merasa sangat aneh, dia lalu membungkukkan badannya memandang lebih cermat lagi, sehingga tanpa disadarinya, misainya yang panjang itu menempel dileher pemuda itu.

   Tiba-tiba Lie Siauw Hiong mengeluarkan suara 'Ihhh', lalu dia menggunakan kakinya menghapus seluruh garisan- garisan itu, sedangkan kepalanya tampak dimiringkannya, seakan-akan dia sedang mengingat-ingat sesuatu.

   Peng Hoan Siangjin pun mulai tenggelam lagi dengan pemikirannya.

   Didalam hati dia sudah mengambil keputusan, yaitu ingin menggunakan kekuatan latihannya selama seratus delapan puluh tahun itu untuk meratakan pulau itu, sedangkan terhadap akibatnya sama sekali tidak diperhitungkannya lagi.

   Bila dia turun tangan sekarang, pasti jiwa Lie Siauw Hiong akan menjadi korbannya, maka diam-diam Peng Hoan Siangjin berkata pada dirinya sendiri .

   "Walaupun aku adalah pemimpin dari 'Tiga Dewa Diluar Dunia' tapi aku tidak berhak mengorbankan jiwa anak muda ini. Tapi, bagaimana mungkin aku harus mengakui kelemahanku dihadapan pendeta wanita tua itu ?"

   Bila sebelum mengerjakan sesuatu Peng Hoan Siangjin menimbang masak-masak terlebih dahulu, pasti dia harus mengakui, bila dia harus meratakan pulau ini, adalah satu pekerjaan yang sia-sia saja.

   Mengapa dia harus menunggu sepuluh tahun lamanya, bukankah hal itu tidak usah dia pertarungkan dengan jalan mengadu kepintaran dengan Hui Tay Su ? Peng Hoan Siangjin lalu memandang kelangit lagi, dia sadar bahwa waktu yang ditentukan sudah tidak lama lagi akan sampai, hal itu cukup bila dia hancurkan pikirannya tadi.

   Tiba-tiba satu pikiran berkelebat dikepalanya, mengapa tidak kuhancurkan saja pulau ini? "Diantara batu-batu karang gunung yang terdapat dipulau ini, hanya satu yang paling besar, yaitu yang berdiri ditengah-tengah pulau ini dan bila kuhancurkan pulau ini, tak mungkin si tua bangka pendeta wanita itu merasa sungkan maupun segan."

   Berpikir sampai disitu, lalu dia mengeluarkan suara teriakan yang panjang, mukanya yang merah tampak keren sekali, sedangkan kumis dan rambutnya yang putih tanpa terasa pula sudah pada berdiri dan seluruh kekuatannya sudah disalurkannya diseluruh badannya.

   Hanya tampak dia menjujukan batu diarah sebelah kirinya, dengan sedikit gerakan tangan saja, batu tersebut sudah terpukul hancur lebur.

   Waktu batu itu jatuh, menerbitkan suara yang gemuruh sekali.

   Dengan perasaan bangga sekali lalu dia menoleh memandang pada Lie Siauw Hiong.

   Pemuda itu seakan- akan tidak mendengar suara batu yang jatuh dan mengeluarkan suara yang bergemuruh itu.

   Pada saat itu cabang pohon ditangannya mulai bergerak-gerak pula membuat garisan lagi.

   Dengan perasaan tidak sabar lagi, lalu dia maju mendekati pemuda itu dan dia melihat diatas tanah tidak kurang terdapat ratusan garis-garis, tampaknya sangat rumit sekali.

   Lie Siauw Hiong sendiri tampaknya sudah tidak dapat membedakan lagi dengan nyata.

   Lalu dia menggunakan cabang pohon itu mulai menggaris lagi diatas garis-garisan yang sudah ada itu.

   Batu yang kena digarisnya itu terdapat bekas setengah dim dalamnya.

   Kemudian dia menggunakan lengannya menghapus.

   Garis yang tidak benar itu sudah disingkirkannya, hanya ketinggalan garis- garis yang dalam, membekas ditanah itu.

   Peng Hoan Siangjin yang melihatnya, dia merasa tidak mengerti sama sekali, lalu dia memutar badannya dan lagi-lagi dia memukul batu disebelah belakangnya.

   Lie Siauw Hiong secara sekonyong-konyong melompat bangun, sambil berseru pada Peng Hoan Siangjin karena dia melihat orang tua ini sudah ingin memukul batu itu lagi .

   "Loo-cian-pwee, tahan dulu ..."

   Peng Hoan Siangjin lalu membalikkan badannya, melihat muka Lie Siauw Hiong yang tampak berseri-seri, hingga dalam pada itu dia segera menghentikan pukulan tangannya ini, karena dia ingin melihat, pemuda itu mau membuat hal apakah ? Lie Siauw Hiong dengan tenang sekali lalu berkata .

   "Boan-pwee akhirnya dapat memecahkan juga barisan 'Kwie-goan-su-siang-tin' ini. Jalan-jalan terpenting dari barisan kuno ini, Boan-pwee sudah mulai ingat kembali ..."

   Dengan perasaan sangat tercengang, Peng Hoan Siangjin lalu memandang pada si pemuda.

   Dia sebenarnya sangat ragu-ragu terhadap pemuda yang baru berusia kurang lebih dua puluh tahun ini, hanya membutuhkan waktu setengah jam saja untuk memecahkan barisan kuno ini, sedangkan dia sendiri yang sudah luar biasa dan terhitung cabang atas, telah menggunakan sepuluh tahun lamanya untuk memikirkan, cara bagaimana akan memecahkannya, tokh tidak berhasil memecahkan soal barisan kuno yang sangat luar biasa ini.

   Pada saat itu diangkasa raya sang rembulan telah mulai menampakkan dirinya, suatu tanda bahwa waktu yang ditentukan oleh Peng Hoan Siangjin dengan Hui Tay Su sudah hampir sampai.

   Lie Siauw Hiong lalu menggunakan cabang pohon yang berada ditangannya ini menunjuk pada garis yang berada disebelah ular itu sambil berkata .

   "Kita harus masuk jurusan Kian dengan mengikuti arah kiri pintu ketiga dan arah kanan pintu keempat, kita masuk ketengah-tengah, tapi waktu kita keluar, keadaannya ini sudah tidak sama lagi ..."

   Sambil berkata, dia menunjuk kearah garis disebelah kirinya yang tampak sangat kacau balau sekali, sambil meneruskan penguraiannya .

   "Dari tengah-tengah kita memutar kekiri. Setelah memutar dua kali, seharusnya ada satu batu karang yang palsu berdiri diantara batu-batu itu ... Sekalipun benar batu-batu karang dari gunung dipulau itu tak terhitung jumlahnya, tapi tentu tidak sedikit pula yang ditambahkan sendiri oleh manusia."

   Mendengar sampai disitu, tidak terasa lagi Peng Hoan Siangjin lalu berseru dengan suara yang nyaring sekali, katanya .

   "Sungguh tepat, sungguh jitu! Tempo hari aku dari jalanan ini, benar saja ada satu batu yang menghalangi perjalananku ... aku malah mengira yang batu itu adalah batu yang asli ciptaan alam sejati. Bila demikian halnya, marilah kita lekas-lekas keluar dengan mencoba jalan disitu."

   Pepg Hoan Siangjin yang telah mencoba memecahkan barisan tersebut selama sepuluh tahun dengan berputar- putar disitu, tentu saja dia sudah tidak asing lagi dan ingat betul jalan-jalan mana yang telah dia lalui, dan sekalipun benar dia tidak bisa keluar dari barisan itu, tapi segala sesuatu yang terdapat dalam barisan tersebut tentu saja dia telah ingat diluar kepala.

   Pada saat itu ketika dia mendengar Lie Siauw Hiong menceritakan sesuatu yang tepat seperti yang diduganya, sudah tentu saja dia sangat percaya terhadap omongan pemuda ini.

   Dengan tertawa Lie Siauw Hiong berkata .

   "Hanya Boan-pwee terhadap barisan kuno ini paling banyak mengerti hanya enam atau tujuh bagian saja, bila misalnya barisan ini diatur dengan sesempurna-sempurnanya, aku kuatir bahwa Boan-pwee sendiripun pasti tidak dapat keluar dari barisan ini."

   Peng Hoan Siangjin lalu berkata pula .

   "Tidak perduli apapun yang terjadi, lebih baik kita coba-coba saja dahulu."

   Lie Siauw Hiong lalu bangkit berdiri, dan setelah membedakan jurusan, lalu dia mulai berjalan masuk dari batu ketiga diarah Timur.

   Peng Hoan Siangjin mengikutinya dari belakang.

   Dalam pada itu, orang tua ini tidak habis pikir, mengapa pemuda yang masih sangat muda ini dapat mengenali barisan kuno ini, malah dengan secara kebetulan sekali ia telah muncul pada waktu perjanjian sepuluh tahun yang telah ditetapkan itu hampir habis.

   Kemudian ia dapat mengajaknya keluar dari barisan itu, bukankah hal itu seolah-olah sudah suratan takdir saja agaknya ? Waktu Lie Siauw Hiong berjalan sampai disimpang jalan, tidak terasa lagi dia mendehem sambil menganggukkan kepalanya, seakan-akan apa yang dia duga, benarlah adanya.

   Oleh karena itu, tanpa ragu-ragu pula dia lalu mengambil jalan yang lurus.

   Peng Hoan Siangjin yang melihat muka pemuda itu berseri-seri, diapun insyaf, bahwa pekerjaan mereka membawa hasil seperti apa yang diharapkan mereka semula.

   Pada saat itu, kedua orang ini sudah berjalan keluar kurang lebih lima lie jauhnya, dan menurut penglihatan mereka, pulau ini sekelilingnya tidak akan melebihi sepuluh lie, tapi dengan berjalan dibarisan ini, seakan-akan jalan yang diambil mereka ini tidak ada batas-batasnya.

   Mereka merasa seolah-olah selalu kembali ketempat semula.

   Peng Hoan Siangjin yang dahulu pernah mencoba beberapa kali, tidak dapat memecahkan rahasia itu, sehingga berulang kali dia berbalik ketempat asalnya semula saja.

   Paling banyak dia hanya berjalan satu lie saja jauhnya.

   Ketika dia melihat pemuda itu sudah berjalan lama, tapi tidak kembali ketempat asalnya lagi, hatinya menjadi semakin percaya, bahwa pemuda ini pasti dapat membawanya keluar dari pulau ini.

   Lie Siauw Hiong lalu keluar dari antara dua buah batu karang dan sambil memandang pada satu batu karang yang agak kecil dan berdiri dihadapannya, lalu dia berkata pada Peng Hoan Siangjin .

   "Silahkan Cian-pwee menghilangkan puncak batu karang ini."

   Peng Hoan Siangjin lalu memandang pada batu karang yang agak kecil ini, yang tampaknya bukan buatan alam sejati.

   Dia pikir inilah tentu buatan Hui Tay Su sendiri, yang telah menambahkannya.

   Sekalipun dia sendiri tidak mengetahui apa maksud Lie Siauw Hiong untuk menghilangkan batu karang itu, tapi dengan mengerahkan semangatnya, lalu dia mengeluarkan sepasang tangannya menepuk batu karang itu.

   Satu tenaga yang luar biasa sekali dahsyatnya keluar dari sepasang telapak tangannya memukul batu itu, sehingga batu yang keras itu seketika itu juga menjadi hancur luluh, dengan hancuran batu itu beterbangan jatuh sampai ketempat yang jauhnya puluhan tombak, bahkan diantara hancuran batu itu ada yang masuk kembali diantara batu- batu yang lainnya, hingga diam-diam Lie Siauw Hiong memuji didalam hatinya .

   "Dikuatirkan bahwa didunia ini sekarang tidak ada orang kedua yang mempunyai tenaga sebesar tenaga orang tua ini."

   Dewasa itu, ketika batu itu sudah lenyap, lalu dia memperhatikan letak batu-batu yang masih berada disitu, dimana benar saja dia mendapatkan satu jalan kecil berada disitu.

   Jika batu ini tidak dihancurkan atau disingkirkan, sampai matipun tidak akan dapat dijumpai jalan kecil tersebut.

   Kedua orang ini lalu berjalan melalui jalan kecil itu.

   Setiap mereka menjumpai batu yang diatur oleh manusia, segera mereka hancurkan itu, dengan Lie Siauw Hiong tetap berjalan dimuka sebagai perintis jalan.

   Peng Hoan Siangjin semakin lama berjalan, semakin merasa bahwa jalan yang ditempuh mereka itu sudah benar, hingga tidak terasa lagi hatinya menjadi sangat girang sekali.

   Tapi waktu dia melihat muka Lie Siauw Hiong, dia menjadi sangat tercengang sekali, berhubung pada saat itu muka si pemuda tampaknya sangat suram.

   Setelah mereka mengitari dua buah batu karang lagi, kemudian didepan mereka tampak jalan terbentang luas, dan tatkala berjalan tidak berapa lama lagi, lalu mereka menjumpai batu karang lagi.

   Dalam hati Peng Hoan Siangjin merasa, bahwa tepi pulau itu sudah akan dirintis habis, tapi waktu dia melihat muka pemuda itu kembali, muka si pemuda tampak sangat tegang sekali kelihatannya.

   Waktu mereka mengelilingi batu karang dihadapan mereka, langit seakan-akan sudah hendak parak siang.

   Sinar bulan yang terangnya seolah-olah lebih sepuluh kali lipat daripada biasanya, sehingga diempat penjuru lautan mereka melihat sinar putih belaka.

   Setelah itu, mereka lalu menjumpai batu karang pula dihadapan mereka.

   Tapi Lie Siauw Hiong tiba-tiba mengeluarkan suara '....Ihhh', lalu dia menoleh kebelakang memandang setengah hari lamanya.

   Mukanya yang tegang tadi, sekarang sudah tidak tampak lagi, maka dengan menghela napas ia lalu berkata .

   "Tampaknya Hui Tay Su ini belum mempelajari barisan ini sehingga sempurna betul, bila tidak demikian, pasti Boan-pwee tidak berdaya untuk keluar dari barisannya ini."

   Peng Hoan Siangjin yang terkurung dalam pulau itu selama sepuluh tahun lamanya dengan dada penuh kemurkaan, pada saat itu ketika sudah berhasil keluar dari barisan kuno ini, tidak terasa lagi lalu menengadahkan kepalanya sambil bersiul panjang.

   Tepat diatas langit ditengah-tengah terpampang bulan dan bintang menghias angkasa dengan rapatnya, dari kejauhan terdengar suara ombak memecah pantai, disertai angin laut yang meniup sepoi-sepoi basah, sehingga membuat orang merasa sangat segar bugar.

   Perasaan marah dan jengkel dari Peng Hoan Siangjin yang terkurung selama sepuluh tahun ini, ketika itu sudah lenyap mengikuti hembusan angin laut.

   Peng Hoan Siangjin sekalipun tidak berhasil menjadi penganut Buddha yang suci, tapi dengan latihannya selama seratus delapan puluh tahun lamanya itu, dengan sendirinya pada saat itu pandangannya menjadi terbuka.

   Maka sambil tertawa dia berkata pada Lie Siauw Hiong .

   "Benar, bila kau bukannya murid Chit-biauw-sin-kun, tidak mungkin agaknya kau dapat mengenali ilmu barisan setan ini."

   Yang paling menggelikan ialah, karena dia sudah terkurung disitu selama sepuluh tahun, dia tidak berhasil memecahkan barisan ini, sekarang malah dia mengatakan barisan ini adalah barisan buatan setan belaka. Lie Siauw Hiong lalu menjawab .

   "Terhadap soal ini Boan-pwee tidak dapat memberi komentar apa-apa."

   Dengan tertawa panjang Peng Hoan Siangjin lalu berkata .

   "Bocah, kau jangan seperti kura-kura dalam perahu (pura- pura tidak tahu), aku hendak mengatakan bahwa ilmumu tadi dalam jurus 'Tay-yan-sip-sek', apakah kau telah ingat benar-benar ?"

   Lie Siauw Hiong menganggukkan kepalanya dan berkata.

   "Boan-pwee sungguh-sungguh sangat berterima kasih sekali terhadap pelajaran yang telah Cian-pwee berikan itu ..."

   Waktu mengucapkan perkataan itu, nada suara Lie Siauw Hiong mengandung suara yang memohon, kemudian dia melanjutkan perkataannya .

   "Hanya saja pada saat ini Boan-pwee masih tidak dapat mengingat ilmu pelajaran tersebut dengan sesempurna-sempurnanya."

   Peng Hoan Siangjin yang melihat pemuda itu berkata dengan secara jujur, sambil tertawa dia berkata .

   "Loo-lap (membahasakan diri sendiri terhadap orang yang lebih muda atau kurang lebih sama dengan 'bapak') sesungguhnya terhadap beberapa jurus ini sangat merasa bangga sekali, lebih-lebih lagi terhadap tiga jurus yang terakhir, harus kau perhatikan dengan luar biasa cermatnya dan menyelidikinya dengan tekun. Jika sekiranya kau telah berhasil meyakinkan ilmu itu dengan sempurna, aku percaya didunia ini yang dapat menandingi kau tidak beberapa gelintir orang saja."

   Berkata sampai disitu, mukanya menunjukkan perasaan yang senang dan bangga sekali.

   Lie Siauw Hiongpun menginsyafi, bahwa omongan orang tua itu bukannya bohong maupun omong besar belaka.

   Sesunggguhnya jurus 'Tay-yan-sin-kiam' itu terlalu hebat sekali, hingga dia yang sudah diberikan pelajaran itu, walau bagaimanapun, dia harus berusaha mempelajari dengan tekun dan sempurna betul.

   Sementara itu tiba-tiba ditengah udara terdengar suara tertawa yang panjang dan nyaring sekali.

   Suara tertawa itu sangat mengejutkan orang.

   Mula-mula mereka dengar datangnya dari tengah-tengah pulau, tapi begitu suara tertawa itu lenyap, secara tiba-tiba dimuka mereka pada jarak kurang lebih tiga tombak jauhnya, melayang turun satu bayangan manusia.

   Kepandaian ilmu meringankan tubuh orang ini, dikalangan Kang-ouw sungguh membuat orang tidak percaya, bila tidak disaksikan dengan mata kepala sendiri.

   Lie Siauw Hiong sendiri yang sudah memiliki ilmu meringankan tubuh yang sempurna sekali, disaat itu merasa sangat terperanjat juga.

   Hal mana baginya merupakan semacam peringatan yang mengatakan pada dirinya, bahwa orang itu pastilah salah seorang pula dari 'Tiga Dewa Diluar Dunia'.

   Dengan pantulan sinar bulan, lalu dia pandang orang tersebut, yang ternyata adalah seorang pendeta wanita yang sudah tua.

   Pakaiannya compang-camping, tapi setitik debupun tidak menempel dibajunya, kemudian pendeta wanita tua ini dengan sangat tenang memandang kepada Peng Hoan Siangjin sambil tertawa dingin.

   Orang itu bukan lain daripada pemilik dan majikan dari pulau Siauw Ciap Too Hui Tay Su adanya.

   Peng Hoan Siangjin yang melihat orang yang telah mengurung dirinya selama sepuluh tahun dipulau ini, tidak terasa lagi diapun menjadi tertawa sambil berkata .

   "Kau tua bangka ternyata dengan tipu daya yang licik ingin memenangkan aku, tapi Tuhan Yang Maha Adil tidak berpihak kepadamu."

   Sambil berkata begitu, mukanya tampak sangat angkuh sekali. Tapi Hui Tay Su lalu mengerutkan keningnya dan memotong pembicaraan orang .

   "Aku si tua bangka selama hidupku, baru pertama kali ini melihat orang yang sudah tua bangka tanpa mempunyai perasaan malu lagi telah meminta bantuan anak muda untuk memecahkan persoalannya. Hah, sungguh tak tahu malu !"

   Hui Tay Su mengira dengan menyindir menurut kenyataan ini, ia dapat membangkitkan kemarahan Peng Hoan Siangjin, tapi tak disangka-sangka Hweesio tua itu sekali lagi tertawa mengakak dan menjawab .

   "Tapi dalam pertaruhan kita untuk memecahkan barisan kuno ini, sama sekali tidak disebutkan, bahwa jika ada orang yang membantuku memecahkan barisanmu ini, tidak dilarang, bukan ?"

   Dengan tertawa dingin Hui Tay Su memandang pada Lie Siauw Hiong dan berkata .

   "Aku tidak sangka, bahwa kau bocah cilik dapat mengenali barisanku ini, Kau harus ketahui, bahwa kau telah masuk kepulauku ini tanpa ijin, itu sudah merupakan suatu larangan paling berat yang telah kau langgar. Untuk itu, kau harus menerima hukuman yang setimpal, dan sesudah itu kaupun telah memecahkan barisanku ini tanpa meminta perkenanku terlebih dahulu. Maka untuk itu, kau akan kuberi hukuman tidak berampun!"

   Lie Siauw Hiong yang mempunyai tabiat yang keras kepala, pada saat itu mendadak telah didesak oleh Hui Tay Su. Maka dengan menghilangkan perasaan takutnya, ia menjawab dengan suara perlahan .

   "Boan-pwee masuk kepulaumu ini adalah tidak disengaja. Bila sampai kejadian Cian-pwee ingin memberi hukuman pada Boan-pwee, Boan-pwee tidak akan menolak, kalau saja Boan-pwee sesungguhnya telah bersalah. Tapi bila sebaliknya, sekalipun dihukum penggal kepala juga, Boan-pwee pasti tak akan gentar."

   Perkataan yang bersemangat dari Lie Siauw Hiong ini, telah mengejutkan kedua orang tua ini, sehingga mereka berdiri terpaku disitu.

   Hui Tay Su sendiripun merasa tercengang juga, kemudian sambil memperhatikan Lie Siauw Hiong lebih lanjut sekonyong-konyong dia tertawa panjang.

   Suara tertawanya ini, mula-mula sangat rendah sekali, tapi semakin lama semakin keras dan nyaring, seolah-olah ada beberapa puluh suara yang tergabung menjadi satu, sehingga gema suara itu bagaikan hendak meruntuhkan gunung saja kedengarannya.

   Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Lie Siauw Hiong sendiri yang sudah mempunyai tenaga-dalam yang tinggi juga, masih merasakan kupingnya seakan-akan ditusuk-tusuk oleh jarum yang tajam, semakin lama suara itu dirasakannya semakin gemuruh, sehingga dia sendiripun hampir tidak tahan mendengarnya.

   Dalam pada itu, tiba-tiba Peng Hoan Siangjin pun melepaskan suara tertawanya, hingga seketika itu juga suara tertawanya ini dapat mempengaruhi suara tertawa Hui Tay Su itu.

   Kemudian terdengar paderi tua itu berkata sambil tertawa .

   "Hai, tua bangka tak tahu diri, dipulaumu ini sungguh terdapat banyak sekali peraturan ! Apabila bukannya bocah ini keburu datang agak cepat sedikit, kusangsikan pulaumu ini dari sebelumnya, apakah masih bisa tinggal utuh dan tidak ambruk oleh pukulanku !"

   Hui Tay Su melototkan matanya pada Peng Hoan Siangjin, kemudian dia berkata pula pada Lie Siauw Hiong .

   "Rupanya kau dapat menahan suara tertawaanku, karena kau juga mempunyai kepandaian yang agak berarti, apakah kau mempunyai nyali untuk menyambut seranganku sebanyak tiga jurus ?"

   Lie Siauw Hiong sekalipun mengetahui kepandaian lawannya sangat luar biasa, dan keadaannya pada saat itu ibarat golok sudah ditempelkan dilehernya saja, diapun tidak bisa mundur lagi, mendadak sontak semangatnya bergolak-golak, maka dengan suara yang nyaring dia berkata .

   "Boan-pwee tidak tahu diri, biarlah Boan-pwee coba menyambut seranganmu itu."

   Hui Tay Su tanpa menjawab pula perkataan pemuda itu, tanpa terlihat sepasang kakinya bergerak, tahu-tahu tubuhnya sudah melayang diudara.

   Dengan mengebutkan satu lengan bajunya, dia menyerang tubuh Lie Siauw Hiong.

   Serangannya ini dirasakan oleh Lie Siauw Hiong seolah-olah waktu dia menghadapi Bu Heng Seng beberapa waktu yang lalu, tetapi kini dia sudah lebih banyak pengalaman dan latihannyapun lebih sempurna pula jika dibandingkan dengan dahulu.

   Tanpa berlaku gugup sedikitpun, dengan tidak melihat lagi dimana lawannya berada, lantas dia mengangkat tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya segera dengan disertai angin yang menderu-deru dipukulkan kearah lawannya, dengan mana dia membalas memukul kepundak kiri lawannya dengan mengeluarkan suara 'sret'.

   Bila sehari sebelumnya pukulan Hui Tay Su ini pasti masih dapat menerobos terus dan mendesak lawannya, sama halnya seperti waktu Bu Heng Seng menawan pemuda itu dengan cara yang mudah.

   Tapi belum lagi pukulan Lie Siauw Hiong sekali ini sampai, angin dan geledek sudah terdengar, sehingga Hui Tay Su dengan mengeluarkan suara '....Ihhh' tidak berani menyambuti serangan ini, hanya dengan cepat dia berulang-ulang mengebut dengan lengan bajunya yang panjang, seakan- akan sebuah tongkat besi saja disapukan kearah pemuda itu.

   Lengan baju Hui Tay su yang lembek itu, dikebutkannya menjadi keras bagaikan puntungan besi, yang ternyata dengan sekali kebut kemudian lantas dipukulkan kearah pemuda itu.

   Lie Siauw Hiong yang menampak serangan lawannya sedemikian kuatnya, seakan-akan serangan lawannya itu menggunakan tipu dari partai Bu Tong yang dinamakan 'Heng-sauw-cian-kun' (menyapu ribuan serdadu).

   Akan ilmu partai-partai ternama, entah sudah beberapa ratus kali dia pahami, maka pada saat itu tanpa ragu-ragu lagi lalu dia mengeluarkan ilmunya yang paling diandalkannya, yaitu 'Am-eng-pu-hiang' melawan lawannya.

   Dengan cepat sekali dia menghindarkan dirinya dari sapuan lawannya, sehingga dalam waktu sedetik saja dia sudah berhasil meloloskan diri dari serangan dahsyat lawannya itu.

   Jurusnya ini dulu pernah digunakan oleh Chit-biauw-sin- kun dalam menghadapi lawannya dari partai Bu Tong, dan daya serangannya ini sungguh sangat hebat sekali.

   Kepandaian yang luar biasa dari Hui Tay Su ini, ternyata tidak mengenai sasarannya, malahan daya tangkisan lawannya ini sungguh sangat indah sekali.

   Peng Hoan Siangjin yang menyaksikan pertempuran itu dari samping, tidak terasa lagi lalu tertawa terbahak-bahak, menyatakan bahwa serangan bocah itu sungguh jempol sekali.

   Hui Tay Su yang mendengar ocehan orang tua ini, semakin marah dan dengan mengeluarkan suara yang dahsyat, dia lalu pentangkan jari-jarinya mencakar Lie Siauw Hiong.

   Si pemuda yang sudah mempunyai pengalaman ini, dengan mengerahkan semangatnya, jari-jari tangan kanannya dipentangnya pula sebagai ganti pedang, kemudian dia mengeluarkan jurus 'Bwee-hoa-sam-long' dari ilmu 'Kiu-cie-kiam-hwat' menyambuti serangan lawannya itu.

   Cakaran Hui Tay Su ini adalah suatu ilmu yang paling dia banggakan seumur hidupnya.

   Diantaranya mengandung tiga serangan yang dapat membawa maut bagi lawannya, dan pada saat itu waktu dia melihat jari-jari tangan kanan Lie Siauw Hiong digunakannya sebagai ganti pedang dengan agak miring menyambut serangannya, diam-diam dia menyesalkan pemuda itu yang disangkanya ingin mencari mampus.

   Lima jarinya lalu dibalikkannya, dengan cepat sekali diteruskan ketubuh lawannya, tapi siapa menduga, jari-jari tangan kanan Lie Siauw Hiongpun dengan cepat sekali dibalikkan juga, lalu diteruskan pula untuk menotok urat nadi lawannya.

   Hui Tay Su yang mempunyai kepandaian setinggi itu, telapak tangannya lalu disodorkannya kebawah, diam-diam dia sudah meneruskan tiga serangannya yang membawa maut itu.

   Tampak jari-jari tangannya seperti juga kuku garuda yang sudah meluncur setengah cun jarak jauhnya itu, hampir saja berhasil mencakar pundak pemuda itu.

   Tapi, siapa sangka, Lie Siauw Hiong telah membentangkan pula jurus ketiga dari jurus 'Bwee-hoa-sam- long'-nya dalam waktu yang bersamaan juga.

   Jari tengah dan telunjuknya yang seperti pedang itu, sudah hendak menotok jalan darah 'Kiok-tie-hiat' ditubuh Hui Tay Su.

   Hanya kedengaran suara 'peng' yang keras sekali, ternyata waktu badan Hui Tay Su diputar, kedua belah tangan dari kedua orang ini sudah saling beradu.

   Hui Tay Su tampak berdiri tegak tak bergerak, sedangkan Lie Siauw Hiong sendiri dengan sempoyongan mundur kebelakang sehingga tiga langkah jauhnya.

   Si pemuda merasa tunduk sekali terhadap kekuatan tenaga dalam Hui Tay Su ini, sedangkan Hui Tay Su sendiri merasa terkejut sekali karena tiga serangannya yang menurut pendapatnya sangat hebat ini, ternyata oleh lawannya dengan tiga jurus pula dapat disambut dengan sempurna.

   Peng Hoan Siangjin yang menyaksikan kedua orang ini merasa kagum atas kepandaian masing-masing tak terasa lagi menjadi tertawa terbahak-bahak.

   Hui Tay Su hanya tertawa dingin saja, kedua lengan bajunya dikebutkannya, sesudah itu, badannya dengan gesit sekali sudah melayang sejauh dua tombak, dimana kedua lengan bajunya lantas dipentangkan diatas dengan sedikit merendah, sambil memutarkan badannya sedikit dan meluncurkan serangannya kearah Lie Siauw Hiong bagaikan kilat cepatnya.

   Jurus yang dilakukannya sekali ini oleh Hui Tay Su, adalah ilmu yang paling diandalkannya.

   Tipunya itu dsebut 'Cong-kiu-chit-sek'.

   Sepasang lengannya dipukulkannya dengan memakai tenaga delapan bagian, sehingga Peng Hoan Siangjin yang tadinya sedang tertawa-tawa, buru-buru menutup mulutnya dan tertarik akan menyaksikan, cara bagaimana bocah ini hendak mengelitkan serangan ini.

   Dalam waktu sekejap mata saja, seluruh ilmu telah dia pahami melintas dikepalanya, dan dalam waktu yang kesusu ini, tiba-tiba saja reaksinya telah muncul.

   Hanya sepasang tangannya tampak diluruskan kemuka, dan waktu sampai ditengah-tengah, tiba-tiba saja tangannya berputar.

   Dalam waktu singkat diudara seolah-olah dipenuhi dengan bayangan pukulan-pukulannya, hingga diapun lantas memukul keatas.

   Tipunya itu ternyata adalah yang baru saja dia pelajari dari Peng Hoan Siangjin yang bernama 'Seng-seng-put-sip' (nyawa tidak putus-putusnya).

   Sekonyong-konyong Hui Tay Su merasa lawannya itu membuat gerakan tangan yang satu dirapatkan, sedangkan yang lainnya berputar, hingga seluruh badannya dikelilingi oleh bayangan pukulan lawannya.

   Penjagaannya begitu rapat sekali, tak obahnya seperti sinar matahari menyinari seluruh jagat raya, tidak ada satu tempatpun yang lowong dan dapat diserangnya.

   Dengan ini, terpaksa Hui Tay Su lalu menghindarkan serangan itu dengan jalan menggenjot tubuhnya, dan lalu dia melayang ketempat yang terpisah beberapa tombak jauhnya dari medan pertempuran itu, dimana sambil tertawa dingin ia berkata kepada Peng Hoan Siangjin .

   "Loo Hoo-siang (pandeta tua), ternyata pukulan bocah ini adalah ajaranmu, ya !"

   Peng Hoan Siangjin yang melihat ilmu yang paling diandalkannya ini dapat digunakan oleh Lie Siauw Hiong sedemikian sempurnanya, tidak terasa lagi ia menjadi luar biasa bangganya.

   Maka ketika mendengar perkataan Hui Tay Su itu, sambil tertawa dia berkata .

   "Bila benar, kau mau apa ?"

   Hui Tay Su lalu memutarkan badannya menghadap pada Lie Siauw Hiong dan berkata .

   "Kita sudah berjanji sebelumnya, yaitu hanya bertempur dalam tiga jurus saja, sekarang kau meninggalkan tempat ini."

   Kemudian dia melanjutkan perkataannya pada Peng Hoan Siangjin .

   "Aku tidak tahu diri, masih ingin mencoba ilmu yang dinamakan 'Tay-yan-sip-sek' itu."

   "Aku si tua bangka pun merasa tanganku sangat gatal- gatal. Marilah kita mencoba bergebrak barang beberapa jurus untuk menghilangkan perasaan kesal kita,"

   Sahut Peng Hoan Siangjin sambil tertawa mengejek.

   Hui Tay Su tidak meladeni omongan Peng Hoan Siangjin ini.

   Badannya tampak bergerak, tangannya yang kiri dan kanan segera dibentangkannya, sedangkan sepasang kakinyapun dalam waktu sekejap mata saja telah bergerak berganti-ganti menunjukkan tujuh macam gaya, tapi tanpa berkisar dari tempatnya semula.

   Dan berbareng dengan pergerakan kakinya ini, tangannyapun bergerak menggunakan tujuh cara pula.

   Ketujuh gaya ini masing-masing mengandung keistimewaan yang luar biasa sekali.

   Lie Siauw Hiong yang pernah melihat kepandaian Bu Heng Seng dan Peng Hoan Siangjin, mula-mula menganggap mereka berdua adalah orang-orang sangat luar biasa dan rasanya didunia ini jarang ada tandingannya.

   Tapi pergerakan Hui Tay Su ini ternyata lebih hebat pula.

   Dalam pada itu, sambil melupakan dimana dia berada, lalu dia memperhatikan pada pertemuan kedua orang luar biasa ini.

   Kaki Peng Hoan Siangjin semakin kokoh memasang besinya, hanya badan sebelah atasnya saja yang bergerak-gerak kekiri dan kekanan, kedepan dan kebelakang, begitulah dengan gayanya ini, dia hendak memecahkan serangan Hui Tay Su yang sebanyak tujuh jurus itu, dan berbareng dengan itu, tangan kirinya juga balas menyerang lawannya dengan lima jurusnya yang lihay pula.

   Lie Siauw Hiong yang memperhatikan gerak-gerik Hui Tay Su ini, sekalipun dia merasa bahwa kepandaian pendeta wanita tua ini lihay juga, tapi yang paling lihay dan menyolok, adalah pergerakan kakinya yang begitu lincah dan sempurna.

   Tiap-tiap dia melompat maupun menggeserkan kakinya, sungguh sangat indah dan tepat sekali gerakannya.

   Sekalipun Lie Siauw Hiong mencurahkan seluruh perhatiannya, memperhatikan pergerakan kaki Hui Tay Su ini, tapi toh dia masih belum berhasil dapat melihatnya dengan nyata.

   Setiap serangan yang dilancarkan oleh Hui Tay Su, diam-diam Lie Siauw Hiong menyebutkan tipu-tipu untuk membela diri dan membalas menyerang lawannya didalam hati.

   Setelah berpikir demikian, diapun lalu memandang pada Peng Hoan Siangjin, ingin melihat cara bagaimana orang tua itu hendak membela dan menyerang kembali lawannya, dan apa yang dilakukan oleh Peng Hoan Siangjin, ternyata sedikitpun tidak meleset dari dugaannya semula.

   Malah kadang-kadang gaya pemikirannya lebih hebat pula, sehingga saking girangnya, dia terus memperhatikan pertempuran tersebut dengan lebih hati-hati dan cermat.

   Seakan-akan apa yang terjadi pada saat itu adalah suatu peristiwa yang sudah diatur oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, karena sekalian ilmu 'Tay-yan-sip-sek' dari Peng Hoan Siangjin telah diwariskan pada Lie Siauw Hiong, tapi ilmu ini adalah ilmu pedang yang paling diandalkan sekali oleh Peng Hoan Siangjin.

   Perubahan yang terdapat dalam ilmu itu, bila disuruh dia sendiri yang melakukannya, pasti sekali dalam waktu tiga puluh tahun lamanya, diapun belum tentu berhasil dapat mengerti keseluruhannya.

   Pada saat itu, dia yang menyaksikan pertempuran kedua orang tersebut, tanpa merasa apa yang dia sendiri tidak mengetahuinya dengan jelas, sekarang banyak sekali tipu- tipu aneh yang belum begitu dia pahami, tetapi sudah berhasil dapat menyaksikan dengan jelas sekali.

   Dalam waktu sekejap mata saja, kedua orang tersebut sudah bertempur sampai seratus jurus lebih.

   Pergerakan badan mereka yang begitu gesit dan sempurna, sekalipun diceritakan dikalangan Kang-ouw, belum tentu orang mau mempercayainya, apalagi tanpa melihat kejadian itu dengan mata kepala sendiri.

   Tapi dalam waktu yang agak lama juga, dan setelah melampaui seratus jurus lebih, ternyata Peng Hoan Siangjin lebih banyak menjaga dirinya daripada balas menyerang lawannya.

   Tampaknya pada saat itu dia sedang gembira benar melakukan pertempurannya, sehingga dia lalu bersiul panjang.

   Sementara itu, tinjunya lalu diubah menjadi jari, kemudian jari itu seakan-akan diubahnya sebagai ganti pedang.

   Maka dalam waktu sekejap mata saja, dengan menggunakan tiga jurus yang lihay dan berada diluar dugaan orang banyak, dia melakukan serangan balasan pada diri Hui Tay Su.

   Pergerakan jarinya cepat sekali, karena dengan ini ternyata dia telah mengeluarkan tipu 'Tay-yan-kiam-sek'nya.

   Tipu 'Tay-yan-kiam-sek' ini sesungguhnya didunia ini tidak ada keduanya, apa lagi yang melakukan serangan itu adalah Peng Hoan Siangjin sendiri, hingga kekuatannya itu boleh dikira-kirakannya sendiri, dan dalam waktu yang pendek sekali, keadaan dalam pertempuran tersebut sudah banyak berubah.

   Serangan yang aneh-aneh yang dilancarkan oleh Hui Tay Su tadi, kini sudah banyak berkurang, sedangkan penjagaan maupun penyerangannya kini sudah mengalami perubahan pula.

   Selanjutnya dengan cepat sepuluh jurus sudah berlalu pula.

   Sekalipun 'Tay-yan-sip-sek' ini menyerang dengan sengitnya, tapi belum dapat melukakan diri Hui Tay Su barang serambutpun.

   Lie Siauw Hiong yang melihat Peng Hoan Siangjin telah mengeluarkan ilmu 'Tay-yan-sip-sek'-nya, ternyata pengaruhnya begitu hebat sekali.

   Dia yang menyaksikan dari samping, tanpa terasa kaki dan tangannyapun ikut- ikutan bergerak-gerak pula, hingga dengan ini lagi-lagi dia dapat mencangkok apa yang dia tadinya belum mengetahui dengan jelas tentang pelajaran sulit yang diturunkan oleh pendeta tua itu kepadanya.

   Pada saat itu, diapun mengetahui; bahwa Hui Tay Su pun dapat juga melakukan penjagaan yang rapat sekali, sekalipun ia diserang dengan hebatnya oleh tipu lawannya yang lihay itu.

   Dengan menyurahkan perhatian yang sebenar-benarnya, dia memperhatikan pergerakan kaki yang sempurna dari Hui Tay Su ini.

   Dia tak tahu pergerakan kaki yang demikian sempurnanya ini, adalah yang biasanya sangat dibanggakan oleh Hui Tay Su, yaitu 'Kit-mo-sin-hwat'.

   Pelajaran yang demikian sempurna dan lihay ini, Hui Tay Su dapat mempelajari sendiri dari sebuah buku kuno, yang kemudan dia pelajari dengan tekun sekali, sehingga akhirnya dia berhasil juga memperoleh sari daripada buku tersebut.

   Dengan menyaksikan pergerakan kaki Hui Tay Su, Lie Siauw Hiong tak mengetahui cara bagaimana si paderi perempuan telah dapat meyakinkan ilmu kepandaian itu.

   Hingga saat itu kedua orang ini sudah melangsungkan pertempuran mereka, sehingga mencapai seribu jurus lebih.

   Segala ilmu yang langka dan aneh serta lihay-lihay sudah dikeluarkan oleh kedua pihak.

   Saking sengit dan sungguh- sungguhnya mereka bertempur, mereka lupa pada Lie Siauw Hiong yang menyaksikan pertempuran mereka itu dari samping.

   Pada saat itu sekonyong-konyong saja dari jauh terdengar suatu suara siulan nyaring sekali, tapi suara itu sangat tajam dan halus sekali.

   Suara orang yang dapat melewati lautan yang demikian jauhnya itu sehingga dapat terdengar oleh mereka dipulau yang jauh terpencil ini, menandakan orang yang mengeluarkan suara siulan itu mempunyai ilmu lweekang yang sangat tinggi sekali.

   Tetapi suatu hal yang lebih aneh lagi ialah, begitu suara siulan orang tersebut masuk dikuping mereka, membuat mereka merasa aman dan damai.

   Hal mana, disusul dengan perasaan yang nyaman dan meresap dihati mereka, sehingga ini membuat mereka tidak mau melanjutkan pertempuran itu.

   Peng Hoan Siangjin dan Hui Tay Su yang sudah memiliki kepandaian tenaga dalam yang begitu sempurna, tanpa terasa mereka mengeluarkan suara '.....Ihhh' yang menandakan keheranan mereka, kemudian masing-masing lalu menghentikan penyerangan mereka dan kini memasang kuping mendengari suara itu dengan cermatnya.

   Tapi hal ini justeru telah membuat Lie Siauw Hiong merasa lebih- lebih terperanjat dan curiga lagi.

   Muka Hui Tay Su menunjukkan perasaan herannya yang amat sangat, sedangkan muka Peng Hoan Siangjin pun sangat aneh sekali tampaknya, kemudian ia menengadahkan kepalanya memandang keangkasa.

   Lie Siauw Hiong pun lalu turut juga mengangkat kepalanya memandang kearah mana Peng Hoan Siangjin memandang.

   Disana dia hanya melihat langit yang gelap tak bertepi, yang pada kala itu hanya bertabur bintang- bintang saja, sedangkan hal-hal yang lainnya dan boleh dianggap aneh, tidak tampak sama sekali.

   Tapi suara siulan tersebut yang halus dan rendah itu, tidak putus-putusnya terdengar oleh mereka, meski tidak tampak orangnya mendatangi.

   Dan bersamaan dengan itu, Lie Siauw Hiong sendiri jadi keheran-heranan, ketika mendengar Peng Hoan Siangjin mengeluarkan juga suara siulannya, sehingga kedua suara siulan ini kedengarannya bersambung menjadi satu.

   Mula-mula kedua suara siulan ini terdengar tidak seirama, seakan-akan perasaan Peng Hoan Sianpjin dengan orang itu tidak sama.

   Tapi setelah suara siulan itu semakin mendekat, suara siulan Peng Hoan Siangjin pun telah bersatulah dengan suara orang tersebut, seakan-akan suara itu telah berhasil dapat ditindihnya.

   Waktu Lie Siauw Hiong memandang kembali Peng Hoan Siangjin, tampak mukanya Hweesio tua itu menunjukkan perasaan yang tenteram dan damai.

   Kedua suara siulan itu gembira sekali kedengarannya dan seirama serta merdu terdengarnya, sehingga Hui Tay Su yang berdiri disampingnya pun memperhatikan pula suara siulan kedua orang ini.

   Sekonyong-konyong terdengar suara berbunyinya seekor burung bangau, yang telah membuat Lie Siauw Hiong tergopoh-gopoh menangkat kepalanya dan memandang keatas.

   Ternyata dari tempat yang jauh sekali, terlihat terbang mendatangi kejurusan mereka seekor bangau putih besar.

   Waktu burung bangau besar yang berwarna putih itu telah terbang dekat sekali, mereka menampak dipunggung bangau itu menggemblok seorang pendeta tua yang bertubuh jangkung kurus.

   Ternyata suara siulan tadi adalah suara siulan pendeta tua ini.

   Badan pendeta tua ini sangat tinggi sekali.

   Waktu dia duduk dipunggung burung bangau itu, tampak lebih tinggi sedikit daripada orang biasa, bahkan saking kurusnya, pendeta tua itu bagaikan sebatang galah saja, sedangkan dibawah janggutnya terlihat misai yang sudah putih bagaikan perak.

   Keheranan Hui Tay Su belum menjadi lenyap, karena dia tidak kenal dengan pendeta tua ini, tapi Peng Hoan Siangjin sendiri dengan muka yang menunjukkan perasaan tenteram dan damai, lalu berjalan perlahan-lahan menghampiri kepada burung bangau itu.

   Bangau raksasa itu lalu memutarkan badannya sekali, kemudian barulah dengan tenang dan perlahan-lahan mendarat dimuka bumi.

   Bila sayap bangau ini dipentangkannya, ternyata tidak kurang dari dua tombak panjangnya, sehingga angin yang dikeluarkan dari sayapnya ini, telah berhasil membuat pasir dan batu bergulung-gulung beterbangan kian kemari.

   Tangan pendeta tua ini memegang sebuah bok-hie (semacam kayu untuk mengetuk waktu melakukan sembahyang), yang lalu diketuknya satu kali dengan mengeluarkan suara yang nyaring sekali.

   Suara nyaring yang keluar dari bok-hienya itu sudah terdengar sejauh beberapa lie dan entahlah bok-hie ini terbuat daripada bahan apa.

   Peng Hoan Siangjin lalu memberi hormat kepada pendeta tua ini, lalu diapun membalikkan tubuhnya memberi hormat pula kepada Hui Tay Su, tapi waktu dia memberi hormat ini, dia tidak mengucapkan barang sepatah katapun, kemudian iapun naik kembali kepunggung burung bangau raksasa itu.

   Pendeta tua itu memandang pada Lie Siauw Hiong dengan hanya menganggukkan sedikit kepalanya, ketika burung bangau tersebut membentangkan sayapnya terbang kembali keangkasa.

   Tetapi pada sebelum bangau tersebut terbang kembali, pendeta tua ini lagi-lagi memandang pada Lie Siauw Hiong dengan wajah yang menandakan perasaan herannya, setelah itu, tiba-tiba ia berkata dengan suara yang rendah .

   "Houw tiauw liong teng hui ui jit, hok lui it seng siauw siang kie" (dengan terdengarnya suara burung bangau, lalu macan dan nagapun kembali pada asalnya, yang mana dengan secara bebas dapat diartikan dengan terdengarnya suara burung bangau ini, berarti waktu perpisahan diantara mereka telah tiba), lantas burung bangau putih raksasa ini membentangkan sayapnya dan sebentar saja dia sudah terbang sejauh tiga puluh tombak, dengan dua bait kalimat tadi dengan nyaring sekali terdengar oleh pemuda she Lie itu. Tadi Hui Tay Su dengan termangu-mangu memandang pada pendeta tua kurus kering yang telah memasuki pulau Siauw Ciap Too-nya ini, seakan-akan dia tidak mengerti tentang tindak-tanduk pendeta itu, kemudian waktu sinar pandangan matanya jatuh kepada pemuda itu, lalu dia menunjukkan sebuah senyuman dibibirnya. Hanya tampak sepasang lengan bajunya dikebutkan, kemudian diatas pantai tersebut dia mempertunjukkan ilmu Kit-mo-sin-pouw yang terdiri atas 49 jurus, dan dengan sekali mencelat saja, dia berhasil mencapai jarak sepuluh tombak lebih jauhnya. Kemudian ia melenyapkan diri entah kemana perginya. Lie Siauw Hiong lalu memandang kemuka, dia hanya melihat diatas pasir hanya terdapat bekas telapak kaki Hui Tay Su yang dalamnya beberapa dim, hingga tak terasa lagi hatinya menjadi sangat girang, karena ia tahu, bahwa Hui Tay Su ini telah memberikan petunjuk yang sangat berharga, untuk dia pelajari sendiri dengan memperhatikan jejak kaki paderi perempuan itu sebagai contoh yang harus diturutinya. Sementara dari kejauhan terdengar suara Hui Tay Su yang berkata .

   "Kit-mo-sin-pouw diwariskan kepada orang yang berjodoh dengan ilmu itu, hanya dalam setengah jam ini, entah dapat atau tidak kau mempelajarinya ? Hal itu tergantung dari kecerdikan dan bakatmu sendiri."

   Dengan ini, ternyata betapa lihaynya tenaga dalam Hui Tay Su itu, sehingga dapat mengucapkan kata-kata dari tempat jauh dengan terang sekali. Lie Siauw Hiong meski tidak paham apakah sebetulnya yang dimaksudkan dengan kata-kata "setengah jam"

   
Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Itu, tapi segera dia menjatuhkan dirinya berlutut ditanah dengan menghadap ke tengah-tengah pulau tersebut sambil mengucapkan terima kasih.

   Kemudian dia memperhatikan dengan seksama bekas (jejak) kaki Hui Tay Su yang tampak diatas pasir itu.

   Dengan mengandalkan kecerdasan otak dan tenaga dalamnya yang sempurna, sekalipun tampaknya pelajaran itu sangat memakan tenaga dan otak, bila bukannya dia pernah melihat dengan mata kepala sendiri cara bagaimana Hui Tay Su telah memberi teladan kepadanya tadi, tentu saja dia sama sekali tidak dapat mengerti apa yang dimaksudkan paderi perempuan itu.

   Pelajaran 'Kit-mo-sin- pouw' ini memang sesungguhnya ilmu satu-satunya yang masih ketinggalan dalam kalangan Kang-ouw.

   Lie Siauw Hiong yang melihatnya, semakin sukar menjadi semakin bersemangat untuk mempelajarinya.

   Batas waktu setengah jam lekas sekali sampai.

   Lie Siauw Hiong yang sedang tekun mempelajari ilmu telapak kaki tersebut, tanpa menghiraukan suatu yang terjadi disekitarnya.

   Dia hanya dengan secara samar-samar mendengar suara ombak memecah dipantai, yang pada saat itu ombak yang mulai kecil-kecil ini, tambah lama tambah besar, karena ombak yang datang belakangan selalu mendorong ombak dimukanya, sehingga akhirnya ombak itu menjadi bergulung-gulung besar sekali, semakin cepat datangnya dan semakin tinggi pula mendamparnya, kemudian dalam waktu sekejap mata saja ombak yang sebesar gunung itu mendampar ketepi laut.

   Lie Siauw Hiong yang sedang memperhatikan lima langkah terakhir yang paling ruwet sekali, saking tekunnya dia mempelajarinya, sehingga dia tidak merasa bahwa ombak besar dibelakangnya sudah hendak mendampar sampai kepadanya.

   Setelah mempelajari ilmu langkah terakhir dari Hui Tay Su ini dengan cermat sekali, akhirnya dia telah berhasil dapat mempelajarinya dengan sebaik-baiknya, maka tidak heran jika ia merasa sangat girang sekali.

   Baru saja dia hendak melompat saking gembiranya, tiba-tiba kakinya terasa agak dingin, buru-buru dia menoleh kekakinya.

   Waktu dia melihat apa yang terjadi, dia menjadi begitu terperanjat sekali.

   Segera juga dia menggunakan ilmu 'Am- eng-pu-hiang', sehingga dengan sekali melompat saja badannya sudah melayang pada suatu tempat kira-kira enam atau tujuh tombak jauhnya, dan tepat pada saat itu pula ombak yang sebesar gunung itu telah mendampar sampai, sehingga ditempat dimana dia tadi mempelajari telapak kaki Hui Tay Su itu, kini sudah menjadi lenyap dan apa yang terlihat hanyalah pasir putih belaka yang merata dipantai itu.

   Ombak yang datang itu betapa cepatnya, sehingga Lie Siauw Hiong meski berlompat begitu cepatnya, tak urung dia masih kecipratan oleh ombak itu, sehingga bagian pahanya kebawah menjadi basah kuyup.

   Dengan ilmu meringankan tubuh yang begitu sempurna, yaitu dengan jalan mempergunakan ilmu 'Am-eng-pu- hiang'-nya, dia telah berhasil mencapai satu tempat yang jauh sekali terpisahnya dengan ombak.

   Begitulah dengan berlompat-lompatan setelah mencapai jarak dua puluh tombak lebih jauhnya, barulah dia menghentikan tindakannya dan menoleh kebelakang.

   Dilihatnya ombak yang besar sekali telah menyapu bersih bekas telapak kaki yang ditinggalkan oleh Hui Tay Su ditempat yang lain itu.

   Kini, barulah dia insyaf, bahwa jangka waktu setengah jam yang diberikan paderi perempuan tua itu tadi, adalah peristiwa ini.

   Menyaksikan ombak yang dahsyat itu, tidak terasa lagi Lie Siauw Hiong menjadi terbangun semangatnya.

   Dan dengan penuh semangat dia lalu bernyanyi .

   "Batu-batu karang berserakan menjulang kelangit, ombak yang dahsyat memecah pantai, hingga dengan sekali sapu saja telah berhasil membersihkan segala sesuatu yang menghalangi dihadapannya. Pemandangan ini sungguh indah sekali bagaikan sebuah lukisan. Pada saat ini, tidak tahu berapa banyak kaum pendekar yang sudah berhasil mencapai cita- cita mereka."

   Setelah bernyanyi sampai disini, tidak terasa lagi pikiran si pemuda mendadak terkenang akan peristiwa percintaan dengan gadis impiannya, hingga diam-diam dia lalu mengambil keputusan, yaitu pada sebelum berhasil membuat suatu pekerjaan besar, dia belum lagi akan merasa puas.

   Ombak dilautan tinggal tetap menghempas-hempas dengan dahsyatnya.

   Sang malam sudah menjelang akan berganti dengan pagi hari.

   Ditepi langit terlihat segaris sinar keputih-putihan, yang dengan memancarkan sinarnya keempat penjuru, akhirnya sinar matahari pagi yang kemerah-merahan telah mulai tampak dari kaki langit diarah timur.

   (Oo-dwkz-oO)

   Jilid 16 Tanpa terasa pula Lie Siauw Hiong telah mengitari pulau itu dari sebelah timur sehingga kebarat.

   Dalam hatinya dia tengah merencanakan, bagaimana caranya dia harus meninggalkan pulau yang terpencil dan sunyi-senyap ini.

   Kala itu yang terdengar hanya suara ombak yang memecah pantai saja, kemudian waktu dia memandang kelaut, ternyata pada waktu itu ombaknya telah menjadi tenang kembali, sedangkan dilangit tidak terdapat barang segumpal awanpun yang menghalang-halanginya.

   Ribuan lie diatas langit tampak sangat bersih sekali, tapi yang paling membikin dia sangat heran adalah dipesisir pantai ini kini tampak sebuah perahu layar yang sedang mendatangi.

   Lie Siauw Hiong segera datang menghampiri perahu layar itu.

   Didepan perahu layar tersebut tertulis huruf-huruf yang berbunyi sebagai berikut .

   "Dari pulau Siauw Ciap Too berlayar menuju ke Barat-daya pada saat ini ombak justeru amat besarnya, maka dengan jalan memasang layar, dalam waktu sehari saja pasti akan menemui daratan."

   Tulisan ini adalah tulisan Hui Tay Su, sedangkan perahu layar ini sudah tentu disediakan oleh Hui Tay Su juga. Setelah menyaksikan hal itu, Lie Siauw Hiong jadi sangat terperanjat dan diam-diam berkata dan pada dirinya sendiri .

   "Hanya membutuhkan satu hari saja, pasti akan menjumpai daratan. Mengapa letak pulau Siauw Ciap Too ini terpisah dengan daratan begitu dekat sekali ?"

   Tidak terasa lagi ia lalu memandang kemuka, dimana benar saja diantara titik antara air dan langit yang menjadi satu ditempat yang jauh sekali, agaknya samar-samar masih tampak satu bayangan gunung.

   Langit itu tampaknya keputih-putihan, sedangkan gunung yang terlihat itu berwarna biru muda, tampaknya begitu samar-samar karena amat jauhnya.

   Lie Siauw Hiong sekali lagi membalikkan badannya menghadap kepulau sambil memohon doa restu, lalu diapun naik perahu tersebut dan bersedia untuk berlayar.

   Dibawah tiupan angin barat yang kencang dan lurus lajunya, si pemuda telah dapat melanjutkan perlayarannya dengan baik dan luar biasa sekali pesatnya, hingga dalam waktu sekejap mata saja, perahu kecil itu telah terpisah jauh sekali meninggalkan pulau kecil itu.

   Dan tatkala Lie Siauw Hiong menoleh kembali kebelakang, pulau itu kelihatan begitu kecil sekali, sehingga hanya merupakan satu titik bayangan hitam saja dalam pandangan mata si pemuda itu.

   (Oo=dwkz=oO) Sekembalinya Chit-biauw-sin-kun kedalam kalangan Kang-ouw, segera juga dikota Boe-han ia melakukan pekerjaan yang sangat menggemparkan sekali.

   Kota Boe- han ini adalah pusat tempat perkumpulannya para pendekar dari pelbagai partai kemana mereka datang berbondong- bondong kekota itu untuk menyaksikan dengan mata kepala sendiri tentang kebenaran kabar angin itu.

   Hal mana, lebih-lebih menarik perhatian ketua dari lima partai yang tempo hari pernah 'berurusan' dengan Chit- biauw-sin-kun, hingga akibat hasrat mereka untuk menyelidiki tentang kebenaran kabar ini, maka suasana dalam dunia persilatan dikota Boe-han menjadi tegang tampaknya.

   Tatkala itu iklim justeru terjatuh pada akhir musim panas.

   Hawa udara pada saat itu tidak dapat dikatakan dingin, sekalipun ada angin musim rontok yang mulai berhembus.

   Pada hari itu dari tengah sungai tampak mendatangi sebuah perahu layar kecil yang dikayuh menuju kepantai, dan meski kecepatan berlayarnya telah menjadi makin lambat, tapi berkat dorongan angin sungai yang santer, maka perahu layar kecil itupun kelihatan meluncur mendekati pesisir lebih cepat daripada biasanya.

   Diatas perahu layar kecil itu tampak seorang pemuda seperti anak sekolah.

   Usianya kurang lebih baru dua puluh tahun.

   Ia memakai pakaian yang berwarna abu-abu.

   Pada sesudah menambatkan perahu layarnya dipantai, lalu dia naik kedarat dengan sikap yang riang gembira.

   Pemuda ini tampaknya tidak ingin dihalang-halangi oleh orang yang berlalu lalang disana.

   Maka setelah dia naik kedarat, dengan sikap yang tergesa-gesa ia menerobos kesana-sini untuk melombai dan melewati orang banyak yang menuju kedalam kota.

   Ketika pemuda itu masuk kedalam kota, lalu ia berjalan menuju kesebelah Timur, kemudian dengan tidak ragu-ragu lagi ia berjalan menuju ketoko San Bwee Cu Poo Hoo.

   Setelah mendatangi cukup dekat, pemuda ini merasa agak aneh dan langkahnyapun segera dipercepatnya, sedangkan dari mulutnya ia memanggil .

   "Thio Twako ..."

   Dari dalam toko San Bwee Cu Poo Hoo tampak keluar seorang laki-laki yang umurnya kurang lebih empat atau lima puluh tahun, yang dengan perasaan agak tercengang lalu berkata .

   "Lie Loo-pan (majikan she Lie), kau sudah kembali ? Siauw-tee telah menunggumu sehingga merasa tidak sabaran."

   Sambil berkata ini, muka orang itu segera menunjukkan perasaan duka yang tidak terhingga besarnya. Pemuda she Lie ini dengan perasaan aneh lain bertanya .

   "Mengapa, Thio Twako ?"

   Orang she Thio itu dengan suara yang tak wajar lalu menyahut .

   "Justeru pada sesudah Lie Loo-pan keluar, tidak beberapa hari lamanya Hauw Loo-pan pun telah ... telah meninggal dunia."

   Mendengar berita celaka itu, si pemuda she Lie jadi begitu terkejut, sehingga badannya tampak agak gemetaran. Lalu ia memegang badan orang she Thio itu dengan rupa yang gugup sekali.

   "Mengapa ? Coba kau katakan. Sebenarnya Hauw Jie Siok bagaimana matinya ...?"

   Tanyanya dengan suara tidak sabaran.

   "Untuk menceritakan kejadian ini akan memakan tempo yang agak panjang juga, biarlah, izinkan Siauw-tee perlahan-lahan menuturkan kepadamu ..."

   Tapi sebelum mendengar penuturan si orang she Thio, tiba-tiba Lie Siauw Hiong telah jatuh pingsan, hingga si orang she Thio itu menjadi sangat terperanjat sekali.

   Buru- buru dia mengangkat tubuh pemuda she Lie ini, dan dengan tindakan separuh sempoyongan dia memapah pemuda she Lie ini, dibawa kekamar tidurnya, kemudian dia memanggil pelayan lainnya untuk menjaganya, sedangkan dia sendiri lalu pergi kebelakang untuk memasak wedang jahe, untuk dicekoki pada pemuda itu.

   Tapi belum lagi wedang jahenya matang dimasak, tiba- tiba si pemuda sudah siuman kembali dan bertanya dengan suara keras .

   "Hauw Jie Siok bagaimana cara matinya ?"

   Pemuda yang tidak lain daripada Lie Siauw Hiong ini, sejak meninggalkan pulau Siauw Ciap Too, buru-buru ia kembali kekota Boe-han, tapi dengan tak disangka-sangka, bahwa orang yang sedang dicari dan dirindukannya, sudah mendahului dia pergi kealam baka.

   Pada saat dia mendengar tentang kematiannya ini, tanpa terasa lagi dia telah pingsan karena amat sedihnya.

   Sesudah Lie Siauw Hiong menanya kembali pelayannya ini, barulah ia mendapat jawaban sebagai berikut .

   "Sepuluh hari yang lalu, Thio Twako pergi kecimcee dekat sumur, Hauw Jie Siok ditemuinya rebah ditanah, ternyata dia sudah mati. Mula-mula Thio Twako masih mengira kematiannya itu disebabkan oleh terserang angin jahat, tapi belakangan setelah diperiksa dengan teliti sekali, ternyata dipunggungnya, agaknya terkena pukulan dan anggota sebelah dalamnya menderita luka parah. Jadi dengan begitu matinya itu sudah tentu telah terjadi karena dipukul orang. Saking gugupnya Thio Twako ingin mati saja, dan dia mengira bahwa Lie Loo-pan telah mengikat permusuhan dengan orang kalangan Kang-ouw. Dalam pada itu, kami menjadi putus asa dan berniat akan membubarkan saja toko ini, pada hari kemarin pada hari Hauw Loo-jie baru ditanam, dan hari ini mendadak Lie Loo-pan kembali, hingga hanya berantara sehari saja dari kejadian celaka itu."

   Setelah mendengar penuturan si pelayan ini, Lie Siauw Hiong jadi sangat tercengang, hingga dalam dukanya yang sangat itu dia hanya dapat membanting-banting kaki saja, dan setelah bangun kembali, lalu dia bertanya pada orang she Thio itu .

   "Hauw Jie Siok ditanam dimana ?"

   Orang she Thio ini menghela napas, kemudian menjawab .

   "Aku biasanya sangat hormat terhadap Hauw Loo, oleh karena itu, kami telah menguburkan mayatnya dengan sebaik-baiknya dikaki gunung disebelah barat diluar kota."

   Lie Siauw Hiong menganggukkan kepalanya, kemudian dia keluar dari kamarnya.

   Orang she Thio itu tiba-tiba menghalanginya, karena khawatir kesehatan Lie Siauw Hiong belum pulih kembali.

   Lie Siauw Hiong sangat berterima kasih kepadanya, tapi tak urung ia berjalan keluar juga.

   Tidak antara lama dia sudah sampai diluar kota.

   Dengan mengikuti petunjuk yang diberikan oleh orang she Thio itu, lalu dia mencari tempat yang letaknya dikaki gunung, dimana benar saja tidak jauh dari sebatang pohon besar terdapat sebuah kuburan yang masih merah tanahnya, suatu tanda bahwa kuburan itu masih baru.

   Buru-buru dia menghampirinya dan lantas menjatuhkan dirinya dimuka kuburan tersebut.

   Lie Siauw Hiong yang sejak kecil sudah ditinggal mati oleh ayah dan ibunya, telah dipelihara sampai sebesar begini oleh Bwee San Bin dan Hauw Jie Sioknya.

   Kedua orang tua ini sudah dianggapnya sebagai orang tua kandungnya sendiri saja.

   Dia sangat menghormati dan menjunjung tinggi kedua orang tua ini.

   Maka karena saking cintanya, tidak terasa lagi, waktu mendengar bahwa salah seorang tua ini telah menghembuskan napasnya yang penghabisan, cara bagaimanakah dia tidak menjadi sedih ? Sesudah melihat kuburan yang berada dimukanya ini, tanpa dapat dicegah lagi airmatanya jatuh berderai-derai membasahi kedua belah pipinya.

   Sebagai seorang yang berpribadi tinggi dan memiliki kepandaian yang sempurna, sekalipun dia merasa sangat sedih sekali, dia masih dapat menahan suara tangisannya.

   Kemudian dengan termangu- mangu dia berdiri dimuka kuburan itu, sambil menengadah keatas langit.

   Saat itu adalah saat yang sangat mengharukan bagi Lie Siauw Hiong.

   Waktu dia masih kecil, dia sudah mengalami kematian orang tuanya sendiri yang sangat menyedihkan, tapi pada saat itu dia masih kecil, sehingga dia hanya terkejut saja dan berdiri terbengong.

   Tapi pada saat itu adalah lain sekali, karena disaat itu dia benar-benar merasa pilu sekali.

   Dia merasa kehilangan segala-galanya didunia ini, dan jika pada waktu itu ada orang yang membokongnya, pastilah dia tidak dapat menghindarkan dirinya pula.

   Dia hanya berkemak-kemik saja, sedangkan didalam hatinya tidak putus-putusnya ia coba menerka, siapa gerangan orang yang telah menurunkan tangan jahat sehingga Hauw Jie Siok yang mempunyai kepandaian yang cukup tinggi itu sampai bisa mati dipukul olehnya.

   Dia sudah berpikir beberapa kali untuk membongkar kuburan Hauw Jie Sioknya ini, untuk menyelidiki dan mengetahui siapa sebenarnya yang telah menurunkan tangan jahatnya itu.

   Kemudian, sambil berkata dengan sengitnya, dia mengulurkan tangan kanannya yang lain menepuk batu kuburan itu, sambil menengadahkan kepalanya keatas dia berkemak-kemik sambil berkata .

   "Jika aku tidak dapat membunuh pembunuh dari Hauw Jie Siok ini, aku bersumpah tidak mau jadi orang !"

   Lalu dia berjalan pergi meninggalkan kuburan orang tua itu.

   Sekonyong-konyong dari arah kirinya dalam jarak sepuluh tombak lebih jauhnya, dia melihat seolah-olah ada satu bayangan orang yang berkelebat, tepat pada saat dia sedang merasa amat berduka.

   Terhadap setiap orang, dia selalu merasa curiga sekali, oleh karena itu, dengan cepat dia mengejar orang itu masuk kedalam hutan.

   Setelah masuk kedalam hutan itu, pada jarak lima atau enam tombak jauhnya dihadapannya, dia melihat dua orang laki-laki yang sedang bertarung dengan sengit.

   Lie Siauw Hiong yang sudah sangat mahir dalam hal ilmu meringankan badan, dalam sekejap mata saja sudah berada dibelakang kedua orang yang sedang bertarung itu.

   Kedua orang ini tidak mengetahui, bahwa dibelakang mereka ada orang yang mengintai dengan secara diam-diam.

   Kemudian Lie Siauw Hiong bersembunyi dibalik sebatang pohon tua, matanya memandang dengan tajam kegelanggang pertempuran.

   Seorang diantaranya tampaknya sangat bengis, mukanya penuh berewok, tangannya memegang sebatang pedang panjang yang digunakan untuk menyerang lawannya, sedangkan seorang yang lainnya lagi, rasanya dia pernah mengenalinya.

   Dengan membelakangi tubuhnya, pemuda itu melawan musuhnya dengan hanya memakai sebatang cabang pohon saja.

   Orang yang menggunakan cabang pohon itu tampak pergerakannya agak tidak leluasa, apa lagi tangan kanannya, seolah-olah mati sebelah, sedangkan gerak kakinyapun tidak sempurna dan agak kacau.

   Tapi sebaliknya ilmu pedang musuhnya sangat hebat sekali, hingga sebentar saja kedua orang ini sudah bertempur sehingga melampaui dua puluh jurus lamanya, tapi belum pernah terlihat kedua senjata itu saling beradu.

   Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika tadi Lie Siauw Hiong tidak menduga, bahwa dalam hutan disitu ada orang yang sedang bertempur dengan sengitnya.

   Pada saat itu orang yang menggunakan cabang pohon sebagai senjata telah terdesak sehingga sampai dipinggir hutan.

   Orang yang berewokan itu terdengar berseru dengan suara keras .

   "Akan kulihat apakah kau masih dapat melarikan diri ...!"

   Sehabis mengucapkan perkataan ini, dia lalu menggunakan pedangnya untuk menotok pada alis lawannya itu.

   Lie Siauw Hiong setelah lama menyaksikan pertempuran itu, barulah dia mendengar kedua orang yang bertempur ini membuka mulutnya.

   Ketika dia mendengar suara teriakan si orang berewok ini, hatinya menjadi terkejut sekali, dan waktu melihat orang yang satunya lagi, dia hanya tampak menundukkan badannya sedikit, dan tanpa mengeluarkan banyak tenaga tampaknya, badannya berkelit dengan indahnya, dengan mana dia berhasil meloloskan diri dari serangan lawannya yang hebat itu, kemudian sambil membalikkan kepalanya dia sudah siap sedia untuk menyambuti serangan-serangan lawannya selanjutnya.

   Pada saat itu Lie Siauw Hiong baru saja dapat melihat muka pemuda itu, umurnya ditaksir lebih kurang dua puluh satu atau dua puluh dua tahun, maka tak terasa lagi kesannya terhadap pemuda itu baik sekali, apa lagi terhadap semangatnya yang berapi-api itu, hingga ia sangat mengaguminya.

   Pemuda itu ketika sudah berhasil mengelitkan serangan lawannya, pada airmukanya sangat sedih sekali.

   Lie Siauw Hiong yang sudah berpengalaman, sudah maklum bahwa pemuda ini sudah kena tertotok lawannya, separuh badannya sudah tidak leluasa lagi bergerak, maka dari itu, dia lalu menggunakan tangan kirinya untuk melawan musuhnya.

   Hatinya menjadi tergerak dan lalu dia memungut sebatang cabang pohon yang kecil, tapi pada saat itu orang yang berewokan itu lagi-lagi menyerang lawannya dengan seru sekali.

   Ketika pemuda itu menggerakkan tangan kirinya melawan musuhnya, tampak disekitarnya bayangan cabang pohon menari-nari, membentuk sebuah penjagaan yang rapat sekali disekitar badannya.

   Apa lagi pergerakan tangan kirinya yang sangat aneh itu.

   Begitu dia mengeluarkan tipunya ini, si orang berewok itu segera kena terkurung olehnya.

   Lie Siauw Hiong sendiri merasa terkejut pula, kemudian dengan gerakan secepat kilat ia mementilkan sebatang pohon dengan pesatnya menuju kesasaran yang ditujunya, yaitu bagian tulang kesebelas dari punggung pemuda itu yang bernama jalan darah 'Ciang-bun-hiat'.

   Begitu tulang punggung si pemuda tertotok oleh batang pohon yang dipentilkan Lie Siauw Hiong itu, segera juga ia merasakan dirinya sangat segar dan leluasa sekali.

   Tangan kirinya lalu dibentangkan, lagi-lagi dia mengeluarkan tipu serangan yang aneh kembali, sehingga disekitarnya hanya tampak bayangan cabang pohon yang menyerang kian- kemari dan mengurung dengan rapat sekali sinar pedang orang laki-laki berewokan itu.

   Oleh sebab itu, si berewok buru-buru mengeluarkan tipu yang digunakan untuk menjaga dirinya dengan membentuk sebuah lingkaran disekitar badannya.

   Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Adapun kepandaian itu adalah kepandaian yang paling diandalkannya seumur hidupnya.

   Tampak serangan-serangannya itu dari tempat yang lowong terus meluncur menuju kearah pihak lawannya.

   Waktu Lie Siauw Hiong melihat si orang berewokan itu sudah tidak dapat menahan pula serangan-serangan cabang pohon musuhnya lagi, buru-buru ia melompat keluar memisahkan pemuda itu sambil berkata .

   "Saudara-saudara, silahkan hentikan seranganmu ini !"

   Sehabis berkata begitu, lalu dia mengeluarkan tangan kirinya menahan serangan kedua orang itu.

   Kedua orang itu ketika melihat ada orang ketiga yang datang menyelak ditengah-tengah mereka, buru-buru mereka menyerang orang yang baru datang ini.

   Mereka tidak ingin melukakan orang yang ketiga ini, tapi hanya untuk menjaga keselamatan dirinya saja.

   Badannya bergerak mundur sejauh beberapa tombak.

   Lie Siauw Hiong lalu memberi hormat kepada orang berewokan itu sambil berkata .

   "Bukankah saudara ini salah seorang ahli pedang yang bernama Beng Hui dan terkenal dengan nama julukan Tiong-cu-it-kiam itu ?"

   Si orang berewokan itu yang tadinya terancam bahaya maut, kini dengan bernapas lega lalu tampak tercengang dan hanya dapat memganggukkan kepalanya saja kepada Lie Siauw Hiong. Si pemuda she Lie tersenyum dan kemudian berkata .

   "Sudah lama aku mendengar nama Tuan, bagaikan suara guntur yang bergema ditelinga saja."

   Si orang berewokan itu menarik napas panjang sambil memotong perkataan Lie Siauw Hiong katanya .

   "Sudah, sudahlah, sejak saat ini ... ai !"

   Sehabis berkata begitu diapun lalu melemparkan pedang panjangnya pada pemuda tampan itu, sedangkan dia sendiri segera melarikan diri.

   Lie Siauw Hiong hanya tersenyum saja memandang bayangan belakang si orang berewokan itu, kemudian dia balik memandang pada pemuda tampan itu.

   Pada saat itu, pedang yang dilemparkan oleh si orang berewokan tadi sedang menjurus pada si pemuda tampan.

   Dan ketika pedang itu hampir sampai kepadanya, sekonyong-konyong dia berlompat jungkir balik, dengan kepala dibawah dan kaki disebelah atas, dia telah menyambuti pedang itu dengan secara tepat sekali.

   Sementara Lie Siauw Hiong yang menyaksikan ketangkasan pemuda tampan itu, hanya tersenyum dan memuji .

   "Kepandaian meringankan tubuh saudara ini sungguh tinggi sekali ! Apakah saudara ini bukan orang she Gouw ?"

   Pemuda tampan itu kelihatan tercengang dan cepat menjawab .

   "Aku yang rendah memang benar orang she Gouw. Bagaimana saudara dapat mengetahuinya ?"

   Lie Siauw Hiong lalu berkata pula .

   "Bukankah saudara ini keturunan Tan-kiam-twan-hun Gouw Ciauw In, yang namanya sangat menggemparkan di Tiong Goan ?"

   Pemuda she Gouw itu tambah terkejut lagi dan lalu menjawab .

   "Benar ..."

   Lie Siauw Hiong menukas lebih lanjut .

   "Benar saja saudara ini she Gouw. Aku bernama Lie Siauw Hiong, guruku adalah Bwee San Bin, yaitu sahabat karib ayahmu, bukan ?"

   Sekonyong-konyong saja muka pemuda she Gouw itu menunjukkan kegirangan yang bukan kepalang .

   "Ternyata saudara Lie ini adalah murid yang pandai dari Bwee Siok- siok !"

   Dan memang wajar sekali dia menyebut Bwee San Bin sebagai Siok-sioknya.

   Ternyata pemuda tampan ini adalah anak laki-laki Gouw Ciauw In, yang tempo hari telah terbunuh dibawah penyerangan kelima ahli silat, yaitu Gouw Leng Hong.

   Sejak mengalami peristiwa yang menyedihkan itu, dia telah dipungut oleh seorang aneh yang telah mengajarinya ilmu silat berdasarkan ilmu silat 'Simpanan' dari warisan keluarga Gouw juga.

   Leng Hong mempelajari ilmu-ilmu silat yang paling lihay untuk kelak menuntut balas terhadap musuh-musuh dari ayahnya almarhum.

   Pada akhirnya Gouw Leng Hong telah turun gunung untuk mengembara dan meluaskan pemandangan dan pengalamannya.

   Dalam pada itu, dia pernah mendengar kabar angin yang mengatakan, bahwa Chit-biauw-sin-kun telah muncul kembali dikalangan dunia persilatan.

   Bwee San Bin adalah sahabat erat ayahnya, oleh karena itu, buru- buru dia datang untuk menyelidiki kebenaran tentang kabar angin tersebut, tapi tidak disangka dia telah menemui kematian yang menyedihkan sekali dari Hauw Jie Sioknya.

   Sejak kecil dia sudah bergaul dengan rapatnya dengan Hauw Jie Sioknya ini.

   Waktu dia berlutut bersembahyang dihadapan kuburan orang tua tersebut, tidak disangka- sangka dia telah dibokong dari belakang oleh pemuda berewokan, yaitu Beng Hui.

   Jalan darah 'Kian-kah-hiat' dipundak kanannya telah tertotok olehnya, bahkan sampai pada pedangnya sendiri sudah dicurinya sekali.

   Gouw Leng Hong yang pada saat itu sedang mencurahkan seluruh kesedihannya dihadapan kuburan orang tua ini, dia tak pernah menyangka bahwa dirinya akan dibokong orang secara demikian.

   Setelah itu, dengan menutup jalan darah yang lainnya, ia telah memaksakan diri mencabut sebatang cabang pohon untuk menempur Beng Hui dengan secara mati-matian.

   Tapi dia mengetahui setelah kena tertotok ini, pergerakannya akan menjadi kurang leluasa.

   Beng Hui sendiripun merasa bahwa cara dia turun tangan ini adalah agak keterlaluan, maka dari itu, dia lalu memaksa lawannya untuk keluar dari hutan itu.

   Sesampainya diluar hutan, disitulah mereka lalu turun tangan satu sama lain, kemudian waktu Lie Siauw Hiong sampai ditempat itu, karena Beng Hui tidak ingin orang luar mengetahui kelicikannya, maka dia hanya bertempur dengan tidak mengeluarkan kata-kata.

   Sebaliknya Gouw Leng Hong pun seorang satria sejati, sekali dirinya dibokong oleh lawannya dengan secara curang, diapun tidak mau membuka mulut pula.

   Begitulah kedua orang ini bertempur dengan tidak bersuara.

   Jika bukannya Lie Siauw Hiong yang bermata awas dan bertelinga tajam, sudah tentu tak mungkin agaknya akan menemui kedua orang ini.

   Dalam pertempuran ini, tenaga Gouw Leng Hong semakin berkurang dan bertambah lemah saja, sehingga akhirnya dia hanya dapat menjaga dirinya saja dari serangan Beng Hui, tapi tidak berdaya untuk melancarkan serangan-serangan balasannya.

   Begitulah akhirnya dengan diam-diam Lie Siauw Hiong telah membuka jalan darahnya, sehingga dengan demikian, barulah dia dapat mengembangkan ilmu ayahnya untuk melancarkan serangan-serangan balasan terhadap lawannya, yakni tipu 'Kui-ong-pa-ho' (raja setan menyalakan api).

   Kepandaian Gouw Leng Hong sebenarnya lebih tinggi daripada kemampuan Beng Hui sendiri.

   Oleh karena itu, sudah tentu saja pertempuran ini menjadi berat sebelah.

   Begitulah akhirnya, dalam saat-saat dia keteter dan Lie Siauw Hiong muncul untuk memisahkan mereka, si berewok segera menggunakan kesempatan baik ini untuk melarikan diri dan menghilang entah kemana perginya.

   Demikianlah Gouw Leng Hong menceritakan segala sesuatu yang telah dialaminya tadi.

   Lie Siauw Hiong yang mendengamya, hanya mengangguk-anggukkan kepalanya saja.

   "Beng Hui ini adalah murid pemimpin lima partai besar, yaitu Kouw Am Siangjin dari partai Go Bie,"

   Kata si pemuda she Lie itu.

   "Apa yang telah terjadi dengan ayahmu, tentunya Kouw Am Siangjinpun telah menceritakannya pula kepada murid-muridnya. Beng Hui ini agaknya karena tertarik dengan pedang 'Toan Hun Kiam'-mu ini, maka dia telah turun tangan terhadapmu untuk merampas pedangmu itu."

   Mendengar keterangan begitu, airmata Gouw Leng Hong tampak berlinang-linang dan lalu berkata dengan sengit .

   "Tadi tidak seharusnya kita membiarkan budak itu melarikan diri dengan seenaknya saja. Siauw-tee sebenarnya tidak tahu, bahwa dia ini adalah cucu murid dari partai Go Bie. Jika tidak, pasti aku akan membunuhnya untuk melampiskan sakit hati ayahku almarhum, untuk menagih hutang darah dari jaman sepuluh tahun yang lampau itu."

   Kedua orang ini lalu berkata-kata pula mengenai perkara-perkara yang lainnya.

   Masing-masing pihak mengetahui, baik kegemaran maupun kepandaian mereka berdua adalah sama-sama unggulnya.

   Mereka merasa sangat cocok sekali satu sama lain.

   Kemudian dengan tertawa Gouw Leng Hong berkata .

   "Tadi orang yang menggunakan cabang pohon untuk membuka jalan darah Siauw-tee, apakah itu bukannya Lie Heng ?"

   Lie Siauw Hiong hanya menganggukkan kepalanya saja, dan untuk mencegah Gouw Leng Hong mengucapkan terima kasihnya, lalu dia berkata .

   "Siauw-tee tahun ini berusia duapuluh tahun, tidak tahu Gouw Heng ..."

   Gouw Leng Hong lalu menjawab .

   "Siauw-tee berumur dua puluh satu tahun, jika Lie Heng tidak keberatan, apakah tidak lebih baik Siauw-tee memanggil Hian-tee (adik yang bijaksana) saja terhadapmu?"

   Lie Siauw Hiong pun mempunyai maksud demikian pula, maka dengan girang dia menyetujui saran kawannya ini, hingga dengan demikian perhubungan persahabatan diantara mereka bertambah rapat pula.

   Sesaat kemudian tiba-tiba dalam hati Gouw Leng Hong terpikir sesuatu dan lalu berkata .

   "Hian-tee, dikalangan Kangouw kini tersiar kabar burung, yang menyatakan bahwa Bwee Siok-siok telah muncul kembali didaerah sekitar Boe-han, apakah kabar ini benar atau bohong belaka ? Apakah selama ini Bwee Siok-siok baik-baik saja ? Lekaslah kau ajak aku untuk menjumpai orang tua itu !"

   "Siauw-tee pasti akan menceriterakan segala sesuatunya kepadamu dengan seyelas-jelasnya,"

   Jawab Lie Siauw Hiong.

   Setelah itu, lalu dia ceritakan cara bagaimana Chit- biauw-sin-kun kena dibokong dan menderita luka-luka dipuncak gunung Ngo Hoa San, satu persatu dia ceritakan dengan jelas sekali, sampai pada tugasnya sendiri diapun menceritakannya juga.

   Mendengar bahwa Bwee Siok-sioknya ini demi untuk membela ayahnya sampai mengakibatkan dia sendiri bercacat seumur hidupnya, tidak terasa lagi hati Gouw Leng Hong pun menjadi terharu.

   Kedua orang ini lalu bersumpah untuk membalaskan sakit hati kedua orang tua itu.

   Dan sesudah mereka bercakap-cakap sebentar, barulah kemudian bersama-sama turun gunung, tapi pada sebelum berpisah dengan kuburan Hauw Jie Sioknya, mereka telah mengucurkan airmata dihadapan kuburan orang tua itu.

   Kemudian kedua orang ini setelah berunding sebentar, mereka mengambil keputusan untuk menyelidiki terlebih dahulu siapa gerangan pembunuh dari Hauw Jie Sioknya itu ? Gouw Leng Hong menduga, bahwa pekerjaan ini pasti dilakukan oleh orang-orang dari kelima partai itu, untuk melenyapkan malapetaka dikemudian hari bagi mereka.

   Sedang mengenai pembokongan yang dilakukan oleh Beng Hui itu, ada kemungkinan telah terjadi dengan secara kebetulan saja.

   Lie Siauw Hiong mengetahui, bahwa tugasnya pasti tidak ada orang yang mengetahuinya dikalangan Kang-ouw ini.

   Begitupun Hauw Jie Sioknya tidak mungkin dapat dibinasakan oleh orang sembarangan.

   Kedua orang ini berjalan sambil bercakap-cakap, dan sebentar kemudian mereka telah sampai ditoko San Bwee Cu Poo Hoo.

   Kasir she Thio ini siang-siang sudah menantikan kedatangan induk semangnya dimuka tokonya, yang pada kali ini dia melihat Lie Siauw Hiong datang dengan disertai seorang pemuda yang ganteng dengan diatas bebokongnya terpancang sebatang pedang panjang.

   Dia mengira bahwa pemuda ini sudah pasti adalah seorang gagah dari kalangan Kang-ouw, maka sambil memberi hormat dia berkata .

   "Lie Loo-pan telah kembali."

   Tapi sama sekali tak menanyakan sesuatu yang bersangkut-paut dengan kematian Hauw Jie Siok lagi.

   Karena dikuatirkan begitu dia bertanya tentang orang tua ini, pasti akan menerbitkan pula kedukaan hati induk semangnya yang masih muda itu.

   Lie Siauw Hiong hanya menggoyang-goyangkan tangan saja, lalu dia perintahkan pelayannya akan menyediakan sebuah kamar untuk Gouw Leng Hong.

   Kemudian ia bertanya kepada kasir she Thio itu .

   "Dikota Bu-han pada beberapa hari ini, ada peristiwa penting apakah yang telah terjadi ?"

   "Banyak sekali,"

   Sahut si kasir itu, tetapi karena amat gugup, maka Siauw-tee telah lupa menceritakan hal itu kepadamu. Menurut kabar angin,"

   Ia melanjutkan.

   "munculnya kembali Chit-biauw-sin-kun dikalangan Kang- ouw telah menarik tidak sedikit perhatian orang. Salah satu peristiwa yang paling menggemparkan, adalah apa yang telah terjadi pada tiga hari yang lampau itu, yaitu piauw yang diantar oleh Gin-ciang Beng Pek Kie telah dibegal orang, sedangkan Beng Loo-ya sendiri tewas dalam pertempuran. Dan pada sebelum pergi, pembunuhnya telah meninggalkan pesan, bahwa mereka yang melakukan pekerjaan ini adalah 'Hay-tian-siang-sat'. Hal mana, sudah barang tentu, telah membuat seluruh kota menjadi gempar sekali."

   Lie Siauw Hiong yang mendengar hal ini, mukanya segera berubah seketika itu juga.

   "Apakah barangkali kedua kepala setan yang datang dari jauh-jauh ini, maksudnya hanya ingin memulihkan nama mereka yang telah terkenal pada masa yang lampau itu ?"

   Tanya si pemuda lagi.

   "Hal ini Siauw-tee kurang jelas, hanya orang-orang yang mempercakapkan ini dikalangan Kang-ouw, tidak seorangpun diantaranya yang tidak berubah mukanya waktu memperbincangkan persoalan itu, sehingga lima pemimpin partai besar, katanya tidak berani mempercakapkan peristiwa itu. Tapi sebaliknya ada juga yang mengatakan, bahwa ada seseorang hendak melenyapkan kedua kepala setan itu,"

   Jawab kasir she Thio itu pula. Pada saat itu hati Lie Siauw Hiong menjadi sangat kacau, kemudian ia melambaikan tangannya sambil berkata.

   "Aku tahu, dikalangan Kang-ouw kini sudah terlampau kalut !"

   Sehabis berkata begitu, lalu dia memanggil pelayannya untuk memanggil Gouw Leng Hong akan sama-sama makan malam.

   Disamping itu, diapun menceritakan kabar yang baru didengarnya ini kepada Gouw Leng Hong.

   


Harimau Kemala Putih -- Khu Lung Pendekar Cacad Karya Gu Long Legenda Kematian -- Gu Long

Cari Blog Ini