Munculnya Seorang Pendekar 9
Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id Bagian 9
Munculnya Seorang Pendekar Karya dari Tjan Id
Tapi Gouw Leng Hong yang lama berdiam diatas gunung, dia tidak mengetahui 'Hay-tian-siang-sat' ini sebenarnya manusia macam apa, tapi tidak urung diapun sangat memperhatikan apa kata Lie Siauw Hiong itu.
Sementara Lie Siauw Hiong sendiri lalu mengambil suatu keputusan untuk merencanakan sesuatu, didalam hatinya.
Keesokan harinya, setelah kedua orang ini bangun dan membersihkan badan serta dahar sarapan, Lie Siauw Hiong lalu menyarankan sebagai berikut .
"Twako lebih baik menyamar sebagai seorang anak sekolah. Dengan begitu, kau bisa lebih leluasa bergerak diluaran."
Gouw Leng Hong menganggap bahwa alasan itu dapat diterima.
Oleh karena itu, dia pun lalu menukar pakaian, menyembunyikan pedang 'Toan-hun-kiam'-nya dan berpergian bersama-sama Lie Siauw Hiong.
Oleh karena kepergian kali ini akan memakan waktu sebulan lamanya, maka untuk mencegah supaya tidak dicurigai orang, Siauw Hiong terpaksa menyambangi dahulu para sahabat dan handai taulannya, untuk menerangkan maksud kepergiannya ini dengan mempergunakan alasan-alasan yang bisa masuk diakal.
Waktu mereka berjalan sampai dikota sebelah Timur, disitu tampak sebuah Piauw-kiok yang telah ternama dengan nama .
"Sin-yang Piauw-kiok"
Tapi kini keadaannya sangat menyedihkan sekali.
Tampaknya sesudah melakukan penguburan macat pemimpinnya, didepan pintu kantor angkutan itu telah digantungkan kain putih sebagai suatu tanda, bahwa didalam rumah itu tengah berkabung.
Setelah membelok, Siauw Hiong bermaksud untuk mengunjungi 'Bu-wie-piauw-kiok', untuk mencari Hwan Tie Seng.
Waktu dia sampai dimuka pintunya, dilihatnya para pegawainya disitu sedang sibuk sekali, maka sambil berjalan masuk dia bertanya pada salah seorang pegawai itu .
"Apakah Hwan Piauw Tauw ada dirumah ?"
Pegawai itu mengangguk sambil menunjuk pada seseorang.
Tatkala Gouw Leng Hong dan dia sendiri memandang pada orang yang ditunjuk itu, benar saja Hwan Tie Seng tampak sedang berdiri diapit oleh dua orang dikiri- kanannya.
Kedua orang ini berumur kurang lebih empat puluh tahun.
Sementara itu Hwan Tie Seng pun telah melihat juga pada Lie Siauw Hiong, maka sambil menganggukkan kepalanya dia memberi selamat datang kepada kedua pemuda itu.
Lie Siauw Hiong melihat muka Hwan Te Seng tampaknya sangat lelah sekali, hingga meski disudut mulutnya masih terdapat satu senyuman, tapi semangatnya terang menunjukkan kesedihan didalam hatinya.
Siauw Hiong segera dapat memahami hal itu, tetapi dengan berpura-pura tidak mengetahuinya dan dengan suara yang wajar sekali, dia lalu berkata .
"Sudah lama Siauw-tee tidak saling bertemu dengan Hwan Heng. Kemarin malam Siauw-tee baru kembali dari Su Coan."
Sehabis berkata begitu, lalu dia sengaja berhenti sejurus, karena dia ingin melihat, apakah Hwan Tie Seng menaruh curiga atau tidak kepadanya ? "Sungguh tidak dinyana sekali, bahwa Beng Heng telah mengalami suatu kecelakaan yang sangat menyedihkan sekali.
Siauw-tee yang tidak dapat turut dalam upacara penguburannya, sungguh merasa kecewa sekali."
Kata Lie Siauw Hiong tiba-tiba. Hwan Tie Seng menarik napas dan lalu berkata .
"Hay- tian-siang-sat itu sesungguhnya terlampau kejam. Bila mereka ingin mendapat nama, mengapakah mereka justeru menyatroni kita ? Jika persoalan ini dibicarakan, sungguh membikin hatiku tidak enak sekali. Siapa tahu besok atau lusa jiwakupun sukar dijamin pula."
Lie Siauw Hiong dengan sikap pura-pura lalu berkata .
"Mengapa Hay-tian-siang-sat ingin menyatroni Hwan Heng ?"
Hwan Tie Seng mengangguk-angguk, kemudian dia merogo sakunya dan lalu menarik sehelai kertas dan memberikannya kepada Lie Siauw Hiong sambil berkata .
"Surat pengejar kematian dari Hay-tian-siang-sat telah tiba, kedua kepala setan ini dalam waktu duabelas jam lagi pasti akan sampai disini !"
Lie Siauw Hiong melihat dikertas tersebut tertera gambar sebatang anak panah, sedang disebelah bawahnya tergambar sepasang lukisan orang tua yang badannya cacad.
Hal mana, sudah jelaslah, bahwa surat ancaman ini dikirim oleh 'Hay-tian-siang-sat' adanya.
Menyaksikan isi surat ancaman ini, tidak terasa lagi hati Lie Siauw Hiong merasa terharu, dan dengan muka sedikit berubah dia berkata .
"Apakah surat ancaman ini yang biasa disebut pengejar kematian ?"
Hwan Tie Seng mengiakan sambil menjawab .
"Waktu surat ancaman pengejar kematian ini sampai, aku segera mengundang dua orang yang berkepandaian cukup tinggi untuk memohon bantuan mereka. Mereka ini sungguh budiman sekali, begitu mereka menerima surat undanganku, mereka segera datang. Marilah, Lie Loo-pan, aku perkenalkan kau dengan mereka."
Sambil berkata begitu, Hwan Tie Seng menunjuk kearah seorang laki-laki setengah umur yang perawakannya agak jangkung sambil berkata .
"Tuan ini adalah ahli dari Tiam Cong Pay, To Cie Tiong namanya, sedangkan tuan ini adalah orang yang baru terkenal, yaitu Seng-sie-poan Liok Hang Kong."
Begitulah Hwan Tie Seng memperkenalkan tamunya kepada Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hong.
Setelah bercakap-cakap seketika lamanya, Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hong lalu berpamitan pada tuan rumah.
Ditengah jalan Lie Siauw Hiong berkata pada Gouw Leng Hong .
"Twako, sekarang barulah agaknya kau mengetahui, bahwa 'Hay-tian-siang-sat' ini bukanlah orang- orang yang mudah diganggu. Tetapi Siauw-tee mempunyai suatu akal."
Lalu diuraikannya akalnya ini kepada Gouw Leng Hong.
"Itulah akal yang bagus sekali !"
Memuji Gouw Lang Hong.
Tak lama kemudian mereka kembali ketoko San Bwee Cu Poo Hoo.
Setelah makan malam, kedua orang ini bercakap-cakap pula sebentar, kemudian mereka masuk kekamar untuk mempersiapkan sesuatu.
Setelah larut malam, dari dalam toko San Bwee Cu Poo Hoo sekonyong-konyong terdengar suara tepukan tangan, lantas terlihat dua bayangan manusia yang meloncat keluar dari toko tersebut.
Setelah memandang kesekelilingnya, kedua orang ini lalu menggabungkan diri dan segera bersama-sama pergi.
Pada saat itu sinar bulan hanya tampak samar-samar, karena ketika itu bulan sabit baru saja muncul diangkasa, dengan ditambah oleh cahaya bintang, terlihat muka kedua orang ini memakai kain penutup.
Hanya bagian matanya saja yang kelihatan.
Dalam kegelapan sang malam kedua bayangan orang ini tampak bergerak dengan pesatnya.
Malam sudah larut benar, diseluruh kota Han Kouw sinar lampu sudah padam, sehingga keadaan disekelilingnya menjadi sangat gelap.
Yang tampak hanya 'Bu-wie-piauw-kiok' yang terletak disebelah Timur dalam keadaan terang-benderang.
Dimalam hari yang begitu gelap, sinar yang terang benderang ini tampak menjulang kelangit dengan gemilangnya.
Dalam pada itu, dari atas genteng 'Bu-wie-piauw-kiok' tiba-tiba terdengar suara siulan yang aneh.
Satu suara yang sangat nyaring sekali terdengar berseru .
"Hwan Tie Seng !"
Tapi begitu perkataan ini habis diucapkannya, dari arah tembok sebelah barat terdengar suara sesuatu yang berbunyi amat kerasnya, kemudian tampak seseorang yang melompat naik sehingga tiga sampai empat tombak tingginya.
Dari tengah-tengah udara badan orang tersebut dengan perlahan-lahan turun kembali, dan setelah memutarkan badannya sekali, maka sampailah dia disebelah bawah.
Orang itu baru saja sampai diatas genteng, ketika dia berseru pada seseorang yang berada disebelah kirinya .
"Saudara Ciauw yang namanya sudah begitu terkenal, mengapakah sampai saat ini masih juga belum menunjukkan cecongor mereka ?"
Baru saja perkataan ini habis diucapkan, tiba-tiba dari arah kirinya lantas tampak melayang keluar dua orang yang muncul sambil tertawa aneh. Orang yang pertama kali sampai lalu berkata .
"Bocah yang baik, apakah kau ini orang undangan Hwan Tie Seng ?"
Tatkala mendengar suara yang aneh dengan disertai bercampurnya suara berkemerincingnya barang tajam yang terbuat dari pada besi yang sangat menusuk kuping itu, tampaknya kedua orang ini sengaja ingin mempermainkannya, hingga suara mereka diperkeras bagaikan suara petir nyaringnya.
Siapa nyana orang dihadapannya tidak memperdulikannya, dengan tertawa dingin dia hanya berkata .
"Apakah aku bisa dikagetkan dengan cara demikian ?"
Orang itu lagi-lagi mengeluarkan suara yang aneh dan berkata .
"Bocah, sekiranya kau bukannya pembantu Hwan Tie Seng, segeralah kalian boleh mundur saja. Jangan sampai aku berdua bersaudara turun tangan ..."
Tapi belum lagi perkataan mereka habis diucapkan, sudah dipotong oleh orang dihadapannya .
"Segala omong kosong jangan diucapkan disini !"
Kedua orang itu tampaknya sedikit tercengang. Yang jadi pemimpin lalu mengakak sambil berkata .
"Tidak disangka! Ha ..."
Suara tertawanya ini agaknya mirip dengan suara setan saja, sangat menyeramkan dan menusuk pendengaran.
Siapa yang berani membangkitkan amarahnya, pasti dia akan menggunakan suara 'Sit-hun-kwie-im' untuk melukai lawannya.
Suara tertawanya ini makin lama makin tinggi, sedangkan orang yang berdiri dihadapannya tampak sedikit bergerak, seolah-olah tak dapat dia menahannya.
Sekonyong-konyong dari tempat yang gelap terdengar bentakan orang .
"Tutup mulutmu !"
Orang yang baru datang ini, begitu mengeluarkan dua patah kata dibarengi dengan suaranya yang santer bagaikan menggeramnya suara naga, membuat orang yang mengeluarkan suara tertawa aneh itu jadi sangat terperanjat dan lekas-lekas menahan suara tertawanya.
Orang itu setelah menahan suara 'Sit-hun-wie-im' yang dikata dibarengi dengan suaranya yang santer bagaikan menggeram suara bentakan orang tadi.
Maka waktu melihat bayangan orang itu bergerak, ternyata dia mempunyai ilmu meringankan tubuh yang sempurna sekali, sehingga dia merasa terkejut bukan kepalang dan terbengong sesaat lamanya.
Dibawah sinar bulan ternyata orang yang mendatangi ini memakai kain penutup pada mukanya, ditangannya dia memegang sebatang pedang tajam, perawakannya sedang dan langsing.
Orang yang mengeluarkan suara tertawa aneh ini lalu berkata pula .
"Hwan Loo-jie ternyata telah mengundang seorang yang berkepandaian tinggi juga. Ha, ha, ha, malam ini biarlah mereka merasakan enaknya pukulan 'Tay-siang- sat' !"
Harus diketahui, bahwa diantara Hay-tian-siang-sat ini 'Tian Hui' Ciauw Loo adalah gagu, maka teranglah bahwa yang bercakap-cakap ini adalah saudaranya, yaitu 'Tian Cian' Ciauw Hoa.
Perkataan Ciauw Hoa baru saja habis diucapkan, ketika orang yang memakai tutup muka itu sudah membentak kembali sambil berseru .
"Malam ini kita ingin menyaksikan kemampuan dari manusia yang bercacat. Berapa tingginya sih sebenarnya kepandaian mereka itu ?" 'Tian Hui' Ciauw Loo entah telah mengeluarkan suara apa dari mulutnya, dan ketika badannya tampak bergerak, dari jarak lima tombak jauhnya dia telah melayang sampai dimuka orang yang bertutup muka itu, yang lalu dipukulnya dengan secara dahsyat sekali. Orang yang bertutupkan kain dimukanya itu menampak muka Tian Hui datar saja, tak tampak hidung maupun mulut, hingga kelihatannya sangat aneh dan seram, hingga tidak terasa pula bulu romanya jadi berdiri, namun demikian dengan segera dia melompat mundur sejauh lima langkah untuk menghindari pukulan tersebut. Ciauw Loo ingin memburu lawannya untuk menyerang kembali, tapi syukur juga Ciauw Hoa lekas mencegahnya, sehingga dengan gerak yang saling dimengerti oleh satu sama lain, mereka dapat bekerjasama dengan eratnya. Pada saat itu Ciauw Loo sudah ingin turun kebawah genteng, tapi Ciauw Hoa kuatir dibawah masih ada lawannya, maka dia melarang Ciauw Loo turun kebawah untuk melakukan penyelidikan. Pada saat itu, orang yang memakai penutup muka itu lagi-lagi mengeluarkan suara teriakannya yang nyaring laksana guntur, hingga Tian Hui Ciauw Loo meski kupingnya tuli, dia dapat merasakan kuatnya suara itu, karena genteng yang diinjaknya terasa bergetar oleh getaran suara itu. Orang yang memakai tutup muka itu tangan kanannya memegang pedang, sedangkan tangan kirinya mula-mula menekan ujung pedangnya sehingga agak melengkung, kemudian tekanannya itu dilepaskannya, sehingga pedang itu tergetar dan membentuk satu garis yang lurus kemuka. Sinar pedang itu terang sekali dan berkeredep-keredep, hingga dimalam yang gelap itu masih tampak berbentuk tujuh kuntum bunga Bwee yang jelas sekali ! 'Tian Cian' dan 'Tian Hui' berbareng menjadi sangat terkejut sekali, karena mengenali bahwa tanda tersebut adalah merupakan tanda khusus dari Chit-biauw-sin-kun Bwee San Bin sendiri ! Hay-tian-siang-sat bersama-sama Chit-biauw-sin-kun sebenarnya sama-sama sangat terkenal namanya dikalangan Kang-ouw, tetapi mereka belum pernah saling berjumpa. Belakangan ini merekapun telah mendengar bahwa Chit- biauw-sin-kun telah menunjukkan dirinya kembali dikalangan Kang-ouw. Pada saat itu, ketika mereka melihat orang yang memakai penutup muka ini, tidak terasa lagi mereka menjadi heran bukan main. Dalam hati Tian Cian berkata .
"Pergerakan orang ini terang tidak lemah, dia dapat membengkokan pedangnya tanpa menjadi patah, tenaga demikian sesungguhnya tidak gampang dicari keduanya. Mungkinkah Chit-biauw-sin-kun muncul kembali dalam dunia persilatan ?"
Orang yang memakai kain penutup itu lalu berkata .
"Diantara jago-jago Kwan Tiong yang berjumlah sembilan orang, didaerah Ho Lok terdapat sebatang pedang. Di Hay- lwee orang menghormati Chit-biauw, sedangkan diluar dunia ada tiga dewa. Baik di Kwan Tiong maupun di Hay- lwee, sembilan jago pasti mesti menghormati aku Chit- biauw !"
Sehabis berkata begitu lalu dia tertawa panjang, badannya tetap berdiri dalam sikapnya semula, ujung kakinya tampak ditotolkan kegenteng, lantas tubuhnya melayang sejauh puluhan tombak bagaikan peluru saja pesatnya, sedangkan suara tertawanya masih terdengar .
"Bila Hay-tian-siang-sat mempunyai nyali besar, bolehlah sekarang juga silahkan turut aku !"
Ciauw Hoa tertawa mengakak dan lalu berkata .
"Biarlah kita ampuni Hwan Loo Jie untuk satu malam ini saja !"
Lalu dia memberi isyarat kepada Ciauw Loo, kemudian kedua manusia yang tidak sempurna anggota badannya ini segera mengejar orang itu, hingga sebentar saja bayangan mereka telah lenyap ditelan kegelapan malam.
Diatas genteng masih ketinggalan satu orang pula yang memakai kain penutup muka, dan dia itu bukan lain daripada Gouw Leng Hong adanya.
Gouw Leng Hong yang telah mendengar perkataan mereka tadi, lalu menggerutu .
"Mengapakah kita diatas telah melakukan sesuatu yang agak ramai, tapi dibawah sepi-sepi saja, sehingga sedikit suarapun tak terdengar sama sekali ?"
Pada saat itu angin malam tiba-tiba membawa suara beradunya senjata, sehingga tidak terasa lagi Gouw Leng Hong jadi sangat terkejut.
Buru-buru dia melompat turun kedalam pekarangan rumah Hwan Tie Seng.
Waktu dia lompat dan turun dipekarangan itu, ternyata keadaan ruangan tersebut gelap sekali, hingga jarinya sendiri sukar dilihat.
Baru saja dia berniat maju untuk memeriksa, sekonyong-konyong tersandung sesuatu, sehingga hampir saja dia jatuh mengusruk.
Tapi sekalipun dia sempoyongan, dia masih dapat menahan dirinya sehingga tak sampai jatuh, hanya dia telah menerbitkan satu suara yang keras juga.
Dengan meminjam sinar api gandawesi, Gouw Leng Hong lalu melihat kebawah, dan waktu dia menampak dengan nyata apa yang dilihatnya, dia mengeluarkan suara teriakan tertahan saking kagetnya, karena barang yang diinjak kakinya tadi bukan lain daripada mayat manusia ! Waktu dia mendekati dan melihatnya dengan cermat, dia dapat mengenali bahwa orang tersebut adalah pembantu Hwan Tie Seng yang diundangnya, yaitu 'Seng-sie-poan' Liok Heng Kong ! Gouw Leng Hong sekalipun hanya melihatnya satu kali saja, tapi dia sudah dapat mengenalinya.
Ditubuh Liok Heng Kong tak terdapat bekas-bekas luka, hanya dari lehernya saja mengalir darah.
Tampaknya dia terkena senjata yang beracun.
Seketika Gouw Leng Hong yang tidak tahu bagaimana terjadinya kejadian ini, buru- buru mencari bahan pembakar dan masuk kedalam.
Sebenarnya mereka telah merencanakan begini .
Lie Siauw Hiong memancing pergi Hay-tian-siang-sat, sedangkan dia turun kebawah menolong Hwan Tie Seng.
Malah disamping itu, dia sendiripun sudah merencanakan, dengan meminjam kesempatan baik ini, dia ingin sekali mencoba kepandaian ahli silat partai Tiam Cong ini, yaitu To Cie Tiong, tapi pada saat ini Liok Heng Kong telah mampus didepan pintu.
Sesungguhnya dia tidak dapat memecahkan soal selanjutnya.
Dengan memegang obor ditangannya, dia lalu berjalan masuk dengan hati-hati sekali.
Ditengah-tengah ruangan rumah tampak seseorang yang sedang menyenderkan kepalanya diatas sebuah meja, entah siapa ia gerangan, kemudian dia dating menghampiri orang itu, waktu sudah mendatangi dekat, lalu dia balikkan muka orang itu, yang ternyata bukan lain daripada Hwan Tie Seng sendiri.
Pada saat ini muka Hwan Tie Seng pun sudah berubah menjadi hitam, seluruh badannya tidak terdapat luka-luka, tapi Gouw Leng Hong segera mengetahui, bahwa kematiannya ini pasti telah ditotok oleh orang dari partai Tiam Cong itu.
Gouw Leng Hong sebagai seorang yang amat cerdas otaknya, dengan melihat kejadian itu sekelebatan saja, dia sudah dapat menarik kesimpulan.
Pekerjaan ini pasti dilakukan oleh ahli partai Tiam Cong sendiri, yaitu To Cie Tiong itu.
Kemudian dia meletakkan obornya dan dengan segenap kepalannya menjaga dadanya, lantas dengan sebelah kakinya dia tendang hingga terpental pintu disebelah dalam ruangan ini, ternyata diruangan dalam ini keadaannya kosong melompong.
Tapi waktu dia melangkah maju dua langkah kesebelah dalam, tiba-tiba terdengar suara angin yang menyerang dirinya, dengan tipu Tiat-pan-kio lalu dia jatuhkan dirinya kebelakang, pada waktu mana terdengar suara teng, teng, dua kali, ternyata senjata rahasia yang dilepaskan lawannya telah membentur tembok.
Gouw Leng Hong lalu memiringkan tubuhnya, karena matanya sudah biasa memandang ditempat gelap, dengan memusatkan perhatiannya, dia melihat diruangan tersebut kosong saja, hanya ditembok sebelah kanannya tampak bertiarap tubuh seseorang.
Gouw Leng Hong dengan membawa obor itu lalu jalan menghampiri untuk melihat.
Benar saja diatas tembok itu terdapat mayat seseorang.
Tampaknya orang ini belum lama matinya, badannya masih hangat.
Waktu dia melihat lebih jelas lagi, ternyata orang ini adalah ahli partai Tiam Cong To Cie Tiong itu, dengan didepan dadanya terdapat satu tanda luka, yang agaknya disebabkan oleh tusukan pedang.
Seluruh perasaan curiganya tiba-tiba hilang lenyap, tapi lagi-lagi Gouw Leng Hong merasa terkejut sebentar.
Ditangan To Cie Tiong masih tampak menggenggam sesuatu barang.
Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Waktu dia perhatikan, barang itu ternyata sebuah Song-bun-teng (senjata rahasia paku yang dapat mengirim jiwa seseorang menghadap maut).
Rupanya sebelum paku tersebut dilepaskan, dia sudah terlebih dahulu binasa, dan waktu dia menoleh ketembok, disana terdapat dua senjata rahasia.
Ternyata senjata itu serupa dengan apa yang dipegang oleh orang ini, teranglah bahwa senjata tadi dilepaskan oleh To Cie Tiong sendiri.
Peristiwa yang beruntun-runtun ini merupakan teka-teki bagi Gouw Leng Hong, sehingga dia berdiri terpaku memandang pada mayat To Cie Tiong Dalam hati Gouw Leng Hong berpikir .
"Kematian Hwan Tie Seng disebabkan oleh tangan jahat To Cie Tiong, sedangkan kematian Liok Heng Kong sendiri tampaknya telah terjadi lebih dulu daripada Hwan Tie Seng. Apakah kematiannya juga disebabkan oleh To Cie Tiong pula ? Tapi mengapakah To Cie Tiong membunuh mereka ? Kedatangan mereka, bukankah diundang oleh Hwan Tie Seng ? Bila kedua orang ini mati disebabkan oleh To Cie Tiong, tapi To Cie Tiong sendiri dibunuh oleh siapakah pula ?"
Pada saat itu tiba-tiba dia terpikir akan sesuatu.
Disamping meja yang disandarkan oleh mayat Hwan Tie Seng, keadaan meja tersebut sangat kacau balau, sedangkan laci dari meja itupun sudah terbuka pula.
Sekonyong-konyong saja, dia terpikir waktu dia tadi mendengar suara senjata tajam saling beradu, Hwan Tie Seng dan Liok Heng Kong pada saat itu sudah sedari tadinya menghembuskan nafas terakhirnya, hanya To Cie Tiong yang matinya belum lama berselang, maka dalam hatinya dia berpikir .
"Benar, senjata tajam yang beradu itu pasti diterbitkan oleh kedua orang ini. Orang yang kesatu ialah To Cie Tiong, sedangkan orang yang lain, yang membunuh To Cie Tiong, tampaknya orang itu belum keluar dari rumah ini. Aku harus memeriksanya dengan teliti keadaan dalam rumah ini."
Tapi ketika baru saja dia melangkah keluar dari pintu, tiba-tiba dari luar tampak berjalan masuk seseorang. (Oo-dwkz-oO)
Jilid 17 Gouw Leng Hong berdiri tegap, sewaktu dia melihat orang tersebut melintangkan pedangnya. Dalam hatinya ia berkata .
"Manusia yang kejam sekali kau ini, sekali turun tangan saja kau telah menghabisi tiga jiwa orang !"
Bila dia tidak berpikir begitu, masih baik, tapi setelah dia berpendapat demikian, lalu terbayanglah olehnya, bahwa orang ini tentu telah membunuh To Cie Tiong pula, sedangkan pada pedang yang dipegang ditangannya itu masih terdapat bekas-bekas darah, yang menguatkan bahwa dugaannya semula tidak meleset sama sekali.
Dalam pada itu, dia bertanya sambil membentak .
"Tuan ini siapa gerangan ?"
"Pernahkah kau mendengar nama 'Kong Tong Sam Coat Kiam',"
Kata orang itu dengan tertawa besar. Gouw Leng Hong begitu mendengar nama 'Kong Tong', kemarahannya jadi memuncak.
"Aku tak pernah mendengarnya dan kuharap kau beritahukan saja siapa namamu,"
Jawab Gouw Leng Hong dengan menekan perasaan.
"Orang-orang pada memberi aku gelar Tian-coat-kiam dan Cu Kat Beng itulah namaku,"
Jawab orang itu tiba-tiba. Sekonyong-konyong Gouw Leng Hong berteriak .
"Cu Kat Beng, keluarkan segera barang-barang berharga milik Hwan Loo-jie !"
Ia berkata dengan mata yang bernyala- nyala karena amat marahnya, menentang muka lawan yang berbicara itu.
Muka Cu Kat Beng serta-merta berubah.
Tiba-tiba dia membalikkan tubuhnya melarikan diri, sambil mengeluarkan suara jengekan.
Melihat kejadian ini, Gouw Leng Hong tambah yakin bahwa dugaannya semula tidak meleset, maka tanpa banyak pikir lagi dia lalu mengejar Cu Kat Beng yang lari menuju keutara itu.
Gouw Leng Hong berpikir .
"Hay-tian-siang-sat sekalipun sangat tangguh, tapi adik Hiong cukup lihay untuk menandinginya."
Oleh karena itu, dia mengambil keputusan untuk mengejar pada Cu Kat Beng itu.
Pengejarannya sekali ini, dapat diketahuinya bahwa orang ini adalah murid partai Kong Tong yang berada dibawah pimpinan Li Gok.
Sekalipun dia sendiri menginsyafi, bahwa dirinya mash kalah jauh bila dibandingkan dengan Li Gok, tapi dia mengambil kesimpulan .
"Bila tidak memasuki sarang harimau, dimanalah mungkin dapat mengambil anaknya ?"
Lalu diberanikannya hatinya untuk mengejar terus lawannya itu.
Dan disamping itu, dia tidak lupa pula, akan disepanjang jalan yang dilaluinya diberinya tanda-tanda, agar supaya Lie Siauw Hiong dapat menyusulnya dengan mengikuti petunjuk-petunjuk dari tanda-tandanya itu, jika kemudian dia hendak mencariny a.
Sedangkan tiga mayat manusia yang terdapat didalam Bu Wie Piauw Kiok, baru pada keesokan harinya didapatkan orang.
Semua orang mengetahui, bahwa pembunuhan ini telah dilakukan oleh Hay-tian-siang-sat.
Sementara Hay-tian-siang-sat yang seumur hidupnya pernah membunuh orang dalam jumlah yang besar, sudah barang tentu dengan tambahan tiga jiwa itu tidak ada artinya sama sekali.
(Oo=dwkz=oO) Sekarang mari kita kembali pada pemuda yang bertutupkan kain dimukanya itu.
Setelah memancing Hay- sian-siang-sat berlari-lari sampai diluar kota, lalu larinya dipercepat, sehingga Hay-tian-siang-sat yang nampak kejadian ini, benar-benar merasa bahwa lawannya ini sesungguhnya mempunyai kepandaian yang sangat mengejutkan sekali.
"Benarkah orang tersebut adalah Chit-biauw-sin-kun Bwee San Bin sendiri ?"
Pikirnya disaat itu.
Sembilan jago dari Kwan Tiong dan Chit-biauw-sin-kun sama-sama terkenal dalam kalangan Liok-lim, maka kini waktu dia melihat lawannya ini benar-benar mempunyai ilmu meringankan tubuh yang luar biasa sekali, hati mereka menjadi lebih mantap untuk mencoba kepandaian orang ini.
Maka setelah saling memberi isyarat dengan tangannya, lalu mereka melakukan pengejaran yang seru sekali.
Ketiga orang ini adalah orang-orang yang sangat luar biasa dikalangan Kang-ouw.
Mereka kejar-mengejar dengan mengeluarkan seluruh kemampuan mereka.
Lari mereka terang sangat cepat, sehingga mengeluarkan suara angin yang menderu-deru, dan tidak lama antaranya, mereka telah sampai digunung Kui San yang letaknya disebelah barat kota itu.
Chit-biauw-sin-kun ini agaknya mempunyai maksud untuk naik keatas gunung tersebut.
Dengan suaranya yang dingin ia menoleh kebelakang dan berkata .
"Marilah kita bertanding dengan mengadu kepandaian pedang kita diatas gunung Kui San ini !"
Kemudian ia berlari terus dengan pesatnya.
"Apakah kalian berdua mempunyai niat untuk melakukan pertempuran ini untuk satu malam saja ?"
Tanya si pemuda, tatkala melihat kedua orang itu ragu-ragu untuk mengejarnya.
Hay-tian-siang-sat dalam kalangan persilatan, mereka sangat curiga kalau-kalau lawannya ini melakukan pembokongan terhadap diri mereka.
Tapi ketika mereka berpikir bahwa nama Chit-biauw-sin-kun ini sudah amat terkenal, mustahilkah dia melakukan sesuatu yang curang terhadap diri mereka ? Begitulah sambil menyampingkan urusan yang lainnya, mereka lalu mengejar terus keatas gunung.
Chit-biauw-sin-kun tidak menunggu sampai perkataannya habis diucapkan, melainkan dia terus saja menotolkan kakinya ditanah dan badannya segera melesat naik keatas gunung tersebut.
Diam-diam Hay-tian-siang-sat terkejut menyaksikan kelihayan pemuda itu.
Ciauw Hoa lalu berkata dengan suaranya yang kaku .
"Aku ingin menjajal kau Chit-biauw-sin-kun, apakah kau mempunyai kemampuan untuk menggulung kita berdua bersaudara ?"
Dengan mengeluarkan suara tertawa yang sangat aneh, dia mendaki gunung tersebut bersama-sama saudaranya Ciauw Loo.
Tidak antara lama ketiga orang itu telah sampai ditengah-tengah gunung Kui San yang sudah terkenal sangat berbahaya diseluruh jagat, pada waktu mana sang fajar pun telah mulai menyingsing.
Chit-biauw-sin-kun yang berjalan dimuka, tampaknya kuatir kalau-kalau lawan-lawannya ini menghentikan pengejaran mereka, sehingga dengan begitu gagallah rencana yang telah diaturnya itu.
Tapi Hay-tian-siang-sat yang telah dipancingnya mengejar selama semalaman itu, ternyata telah mengambil tekad yang bulat untuk melakukan pengejaran terus terhadap lawan mereka ini.
Chit-biauw-sin-kun lari sambil berpikir .
"Perlukah aku menanggalkan kain penutup mukaku, biar mereka mengetahui bahwa aku inilah keturunan Lie Kim Kong ? Tapi aku kini tengah menyamar dengan menggunakan nama Chit-biauw-sin-kun, oleh karena itu, lebih baik pada saat ini aku jangan membuka topengku dulu, jika nanti aku sudah berhasil menjatuhkan mereka, barulah aku membuka penutup mukaku ini, agar supaya mereka mengetahui, bahwa aku inilah keturunan Lie Kim Kong, yang telah berhasil usahanya dalam menuntut balas akan sakit hati orang tuanya."
Waktu dia berpikir pada ayah dan ibunya, sekonyong- konyong saja kemarahannya menjadi amat memuncak.
Dalam pada itu dengan tidak disengaja pergerakannya menjadi sedikit ayal, sehingga dengan sekali mengenjot badan saja Hay-tian-siang-sat telah berhasil menyusul dirinya, yang sekarang tinggal terpisah beberapa puluh langkah saja jauhnya.
Lie Siauw Hiong lalu mengeluarkan suara jengekan dari lobang hidungnya sambil berpikir .
"Sekarang aku sudah meninggalkan mereka lama juga, maka ada kemungkinan Hwan Tie Seng pun sudah selamat."
Setelah mengambil kesimpulan demikian, lalu dia memperlambat langkah kakinya, kemudian ia membalikkan tubuhnya menantikan kedatangan kedua orang lawannya itu.
Dengan tidak ragu-ragu lagi Hay-tian-siang-sat pun menghentikan pengejarannya.
Seorang berdiri dikiri dan yang seorang lagi disebelah kanannya.
Mereka bertiga berdiri dalam bentuk segi tiga.
Jarak antara mereka satu sama lain, hanya terpisah beberapa tombak saja jauhnya.
Dengan tenang Lie Siauw Hiong lalu berkata sambil tertawa .
"Hati kalian berdua sungguh tidak kecil, karena ternyata kalian berani juga menemani aku naik kegunung Kui San ini."
Tian Can dan Tian Hui yang usahanya kena digagalkan semalam, pada saat itu mereka sangat geram, hingga muka mereka tampak sangat menakuti. Dengan suara yang bengis dan tajam, terdengarlah Ciauw Hoa berkata .
"Chit-biauw- sin-kun memancing kami datang kemari, sebenarnya bermaksud apa ?"
Fajar sudah mulai menyingsing, dari balik kain penutup mukanya Lie Siauw Hiong memandang pada muka kedua lawannya itu.
Tampaknya muka mereka belum berubah semua, setelah lewat sepuluh tahun lamanya tiada berjumpa.
Dalam hatinya tiba-tiba terbayang kembali peristiwa sepuluh tahun yang lampau, dimana ayah dan ibunya mati secara sangat menyayat perasaan, maka tanpa disadarinya badannya jadi gemetaran, hingga perkataan Ciauw Hoa ini seakan-akan tidak terdengar olehnya.
Setelah berdiam sejurus lamanya, Tian Can yang melihat lawan yang diajaknya berbicara ini tidak juga menjawab pertanyaannya, dia segera menduga bahwa lawannya ini tidak mengindahkannya sedikit jua, maka dengan penuh rasa kemurkaan dia lalu berteriak .
"Kaupun tidak usah terlampau congkak, hari ini kami Hay-tian-siang-sat akan membunuh kau sehingga darahmu bercerecetan membasahi tanah gunung Kui San ini !"
Mendengar perkataan ini, Lie Siauw Hiong merasa perkataan lawannya ini sangat menusuk kupingnya, maka sambil mengeluarkan suara tertawa dingin dia melancarkan sebuah pukulan yang dahsyat kearah Tian Can Ciauw Hoa itu.
Dari suara tertawa lawannya ini, Tian Can Ciauw Hoa dapat mengetahui kelihayan lawannya ini, maka waktu dia melihat lawannya melakukan penyerangan yang berbahaya terhadap dirinya, diapun merasa sangat terperanjat, hingga buru-buru dia melangkah mundur untuk menghindarkan pukulan itu.
Pukulan Lie Siauw Hiong ini disambut oleh Ciauw Loo.
Lie Siauw Hiong melihat pukulannya disambut oleh lawannya yang kedua, diapun tidak mundur, malahan tangan kiri dan tangan kanannya serta merta melakukan penyerangan kembali dengan menggunakan tipu 'Lui-tong- ban-but' (geledek berbunyi menggetarkan segala benda).
Sambil tertawa dingin Tian Can Ciauw Hoa lalu maju setengah langkah kekiri, sedangkan salah satu kakinya segera digerakkan untuk menendang Lie Siauw Hiong.
Si pemuda she Lie yang berdiri tegak, tangannya lalu bergerak dengan beruntun, melakukan penyerangan sebanyak delapan kali, dengan setiap kalinya disusul oleh angin pukulan yang menderu-deru.
Dengan ini, ternyata dia telah berhasil mendesak mundur Tian Can Ciauw Hoa kebelakang terus-menerus, sedangkan lawannya ini selalu menghindarkan dirinya dari serangan ini.
Sekarang mereka baru mau percaya, bahwa orang yang memakai kain penutup muka itu adalah Chit-biauw-sin-kun sendiri.
Dia telah berhasil mendesak mereka berdua dengan hanya mengandalkan tenaganya seorang diri saja.
Lalu Ciauw Hoa memberi isyarat dengan gerakan tangan, hingga kini Ciauw Loo segera balas menyerang lawannya itu.
Dengan sekali menyerang saja, Ciauw Loo sudah mencoba menotok jalan darah 'Ciang-bun-hiat' pada diri Lie Siauw Hiong.
Tapi si pemuda hanya mengganda tertawa dingin saja.
Dengan tangan kiri lalu dicobanya untuk menggait tangan lawannya, yang maksudnya ingin memecahkan penyerangan lawannya itu.
Tapi tiba-tiba tangan kirinya Ciauw Loo kembali memukul iga kirinya, sedangkan tangan kanannya dengan amat pesatnya berusaha untuk menotok jalan darahnya.
Begitulah dengan sekali serang saja lawan ini telah mengeluarkan tiga jurus yang amat berbahaya.
Tidak terasa lagi dalam hati Lie Siauw Hiong merasa amat terperanjat.
Jika dikatakan lambat, tapi kenyataannya adalah cepat.
Tiba-tiba terasa olehnya dari arah belakang ada angin bertiup dengan kerasnya, hingga tanpa diketahuinya dirinya sudah dibokong dari belakang oleh Ciauw Hoa.
Kembali Lie Siauw Hiong telah dibikin sangat terkejut, karena bagian tubuhnya yang diserang oleh Ciauw Hoa ini, adalah bagian berbahaya yang dia sedapat mungkin hendak hindarkan serangan musuh.
Lie Siauw Hiong segera menangkis dengan tangan kirinya, tepat sesudah dia berhasil memecahkan penyerangan Ciauw Loo, sedangkan tangan kanannya dengan menggunakan tipu 'To-tha-kim-ciong' (memukul jatuh lonceng mas) dia berbalik memukul lawannya.
Daya tangkisannya ini tepat pula memunahkan penyerangan Ciauw Hoa ini, tapi sayang tangkisannya ini agak terlambat dilakukannya, maka dengan sendirinya tenaga yang dipakainya belum seluruhnya terpusatkan, sehingga mau tak mau dia harus mundur beberapa puluh langkah kebelakang.
Begitulah, sekali turun tangan saja, ketiga orang itu sudah melancarkan tipu-tipu yang sangat aneh-aneh, dan kesemuanya itu, adalah tipu-tipu yang paling hebat.
Bila saat itu ada orang ketiga yang menyaksikan pertempuran mereka, pasti dia dapat menarik keuntungan yang tidak sedikit.
Hay-tian-siang-sat menampak lawannya ini benar- benar sangat tangguh, hingga mereka tidak berani berlaku lengah dan dengan laku yang sangat hati-hati sekali mereka menyerang kembali lawan mereka itu.
Seperti kita ketahui, kepandaian Lie Siauw Hiong pada saat itu telah lebih tinggi daripada mereka itu, baik Ciauw Loo maupun Cauw Hoa, tapi dengan menghadapi tenaga dua orang yang digabungkan ini, tanpa terasa lagi dia mengalami sedikit kesulitan juga.
Hay-tian-siang-sat ini biasanya melakukan penyerangan secara bekerja sama.
Penyerangan yang dilancarkan mereka berdua ini, benar-benar sangat kompak, karena mereka masing-masing saling mengetahui hati masing-masing, maka dengan demikian, daya serangan merekapun sangat luar biasa pula, tidak perduli dengan mengandalkan seluruh kepandaiannya, Lie Siauw Hiong tanpa terasa setindak demi setindak telah terdesak mundur kebelakang.
Pada saat itu matahari tepat berada diubun-ubun mereka.
Ketiga orang yang telah melakukan pertempuran yang sangat dahsyat sehingga berjam-jam lamanya itu, tidak terasa lagi sekujur badan mereka telah basah dengan keringat.
Lie Siauw Hiong yang terdesak mundur kejalan gunung oleh kedua orang yang mempunyai kepandaian yang sangat luar biasa ini, akhirnya semakin lama semakin terdesak sehingga sampai dipuncak gunung Kui San.
Diatas puncak gunung itu, sepanjang beberapa ribu lie jauhnya tidak ada awan yang menutupinya, sehingga langit tampak bersih dan cerah, sedangkan dikedua pinggiran gunung tersebut hanya terdapat dua atau tiga batang pohon yang daunnya bergoyang-goyang ditiup angin gunung.
Diantara renggangan pohon-pohon ini, dalam jarak beberapa tombak jauhnya kita bisa melihat dengan nyata bayangan ketiga orang ini.
Sejurus kemudian kembali terasa angin berhembus, awan gelap yang berjalan kena tiupan angin menutup bayangan ketiga orang ini, sehingga bayangan mereka yang tadinya sangat panjang, sekarang tampak menjadi kecil dan merupakan setitik hitam saja.
Ketika itu sekonyong- konyong terdengar suara "crang", rupanya diantara mereka ada yang mencabut senjata, karena pada saat itu tampak satu sinar yang berkilauan memenuhi tempat tersebut.
Kedudukan ketiga orang ini berubah pula.
Mereka telah melampaui pohon itu.
Bila kita memandang dengan cermat, tampak ditangan pemuda yang memakai kain penutup muka itu, kini menggenggam sebilah pedang panjang.
Angin bertiup lagi, sehingga matahari tampak bersinar terang benderang, dan disaat itu pula dibawah sinar matahari, bayangan ketiga orang ini tampak semakin kecil saja.
Matahari pada saat itu sudah muncul kembali dari balik awan gelap.
Ketika itu tampak sinar pedang pemuda yang memakai kain penutup itu berkilauan sehingga orang dapat mengetahui dengan pasti bahwa kepandaian ilmu silat dan ilmu pedang pemuda ini betul-betul luar biasa sekali.
Sang waktu dari detik kedetik telah berlalu, tapi ketiga orang itu masih terus bertempur dengan amat serunya.
Hay- tian-siang sat merasa semakin terperanjat, karena mereka berdua yang mengeroyok Chit-biauw-sin-kun dengan susah- payah, belum juga mampu mengalahkannya, meski keadaan pertempuran itu masih berimbang.
Pada saat itu matahari sudah mulai condong kebarat, dan dengan mengikuti pergeseran matahari, bayangan merekapun berubah pula arahnya, dari pendek berubah menjadi panjang kembali, sehingga bayangan mereka terlihat miring diatas batu gunung.
Waktu matahari tenggelam diufuk barat, mereka telah melakukan pertempuran sebanyak tiga ribu jurus lebih.
Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Beeet", ternyata Lie Siauw Hiong telah melancarkan satu serangan dengan tipu 'Bwee-hoa-sam-long', sehingga dalam gunung tersebut hanya tampak sinar pedang yang berkilauan karena pancaran pedang berada. Dengan melakukan penyerangan bertubi-tubi hingga tiga kali, Lie Siauw Hiong telah berhasil mendesak lawannya, sehingga mereka mundur kebelakang beberapa puluh tindak jauhnya. Dengan menarik napas panjang, Lie Siauw Hiong merasakan pernapasannya sudah mulai tidak normal lagi. Karena dia sudah berlari-lari semalaman dan lagi dia telah melangsungkan pertempuran setengah hari pula lamanya, badannya terasa tidak enak. Waktu dia menoleh, ternyata Hay-tian-siang-sat tampak tidak lelah, pun pada air mukanya tak ada perubahan. Melihat hal ini, Lie Siauw Hiong secara diam-diam mengetahui keunggulan lawannya ini. Ciauw Hoa kemudian mengeluarkan suara tertawanya yang panjang, kakinya lalu dihentakkannya ketanah dan melayanglah badannya keudara. Dari sana dia kembali melancarkan serangannya yang dapat membawa maut terhadap lawannya. Tapi Lie Siauw Hiong sekali lagi terdesak oleh lawannya, sehingga dengan terpaksa dia harus mundur setindak demi setindak. Dalam hati Tian Can dan Tian Hui seakan-akan sudah merencanakan sesuatu perbuatan yang amat kejam terhadap pemuda ini, karena mereka terus mendesak kearah sebelah kanan Lie Siauw Hiong, sehingga pemuda ini dengan sangat terpaksa harus berkelit kearah kirinya, sedangkan disebelah kirinya adalah jurang yang sangat dalam. Sejurus kemudian, Lie Siauw Hiong terdesak sampai ditepi jurang itu. Barulah kini Lie Siauw Hiong mengetahui benar-benar maksud lawannya. Telah beberapa kali dia berpikir untuk melewati mereka dengan jalan melompati kedua kepala orang lawannya ini, tapi Hay-tian-siang-sat adalah orang-orang yang sudah kawakan sekali dikalangan Kang-ouw. Apabila mereka tidak memukul dengan pukulannya yang dahsyat itu, tentulah mereka memancing Lie Siauw Hiong dengan serangan-serangan yang aneh- aneh, untuk kemudian Tian Can dan Tian Hui kembali melancarkan serangan-serangan dahsyat dengan mudahnya, sehingga pemuda itu terpaksa harus mengganda mundur saja. Pada saat itu, kedua orang lawannya kembali melancarkan serangan mereka lagi. Dengan mengeluarkan suara dari lubang hidung, Lie Siauw Hiong lalu mengubah daya serangan pedangnya dengan menggunakan tipu-tipu dari Peng Hoan Siangjin, pertama-tama dia lancarkan serangannya dengan tipu 'Ko- hong-liong-teng' (menjaga erat-erat kandang naga) lalu diteruskan dengan tipu 'Hui-kok-liu-tan' (meluncurkan senjata rahasia dengan pesatnya), dan dengan kedua tipunya ini dia dapat mendesak kedua orang lawannya, sehingga lawan-lawan itu hanya dapat menggunakan tipu Tiat-pan-kio untuk menyelamatkan diri mereka. Dengan serangannya ini, Lie Siauw Hiong tidak pernah menyangka akan membawa perubahan besar bagi dirinya. Karena terlalu herannya, diapun mundur dua tindak tanpa terasa. Dia tidak ingat bahwa dirinya sudah berada ditepi jurang. Kalau dia mundur kembali dua tindak, jaraknya dengan tepi jurang sudah semakin dekat. Waktu dirasakannya bertiup angin gunung dari arah belakangnya, barulah dia terperanjat. Buru-buru dia mengusahakan dirinya untuk maju pula. Jika dikatakan lambat, tapi kejadiannya adalah amat cepat, karena justeru pada saat itu juga Hay-tian-siang-sat telah melancarkan lagi serangan-serangan maut mereka. Matahari telah terbenam diufuk barat, malam mulai menjelma, teja matahari yang sangat samar-samar itu memantulkan sinarnya yang bercahaya diatas pedangnya, sehingga pedang ini memancarkan cahaya yang terang. Waktu Lie Siauw Hiong melihat serangan sepasang manusia bercacat ini, hatinya menjadi terkejut kembali, maka buru-buru ditariknya pulang serangannya. Dengan membentuk satu garis penjagaan yang sangat kuat, dia mencoba mempertahankan dirinya dengan menggunakan tipu 'But-hwan-seng-ie' (benda bertukar bintang beralih) untuk menjaga dirinya. Dengan cepat dia balas menyerang kedua lengan maupun pundak lawan-lawannya itu. Serangannya ini cepat bagaikan kilat saja, sedang kekuatannya pun luar biasa pula. Ciauw Hoa tidak pernah menyangka, bahwa tipu-tipu Lie Siauw Hiong ini sangat luar biasa. Dilihatnya bila mereka berkelit dari serangannya, sudah tentu pemuda ini dapat meninggalkan tempat yang berbahaya itu, kemudian dia berkata pada dirinya sendiri .
"Tenaga kekuatan Chit- biauw-sin-kun ini sangat hebat sekali, hari ini walau bagaimanapun kejadiannya, kita harus melenyapkan lawan kita yang tangguh ini, kita tidak boleh ragu-ragu melewatkan begitu saja kesempatan yang sangat baik ini. Setelah mengambil keputusan yang pasti, lalu Tian Can menggeram sambil melancarkan serangannya yang sangat luar biasa kejamnya. Maksud Lie Siauw Hiong melancarkan dua kali serangan berantainya tadi, adalah untuk memaksa kedua lawannya meninggalkan daerah sekitarnya, sehingga ia dapat terhindar dari tepi jurang tersebut. Karena serangan yang dilancarkannya itu dilakukan dengan sangat gesit, maka tenaganyapun tidak terpusatkan seluruhnya. Pada saat itu, ketika dia menampak Ciauw Hoa secara nekad hendak merampas pedangnya, dia menjadi sedikit terkejut. Sementara itu, ia menginsyafi bahwa jari-jari Ciauw Hoa sudah menyentuh pedangnya. Dengan mengeluarkan satu gerengan yang perlahan, sambil mengerahkan tenaga dalamnya, Lie Siauw Hiong menyentakkan pedangnya dengan getas sekali, tapi tidak disangka, dia mendengar suara "tang"
Yang tidak terlampau keras, ternyata tangan Ciauw Hoa sangat keras bagaikan barang logam saja layaknya.
Ciauw Loo dengan menggunakan kesempatan yang sangat baik ini, lalu melancarkan serangannya pada bagian muka Lie Siauw Hiong.
Dengan mengeluarkan suara "pletak", ternyata pedang Lie Siauw Hiong telah ditarik patah oleh Ciauw Hoa, disamping itu, dengan memiringkan badannya, Lie Siauw Hiong berhasil mengelitkan pukulan Ciauw Loo yang diluncurkan pada bagian mukanya, tapi angin pukulannya musuh itu yang telah sampai dimukanya, telah berhasil menanggalkan kain penutup mukanya sehingga terbang keudara.
Lekas-lekas Lie Siauw Hiong menyamber kain penutup mukanya yang telah melayang itu.
Dengan gugupnya lalu ditutupinya pula mukanya dengan tangan kirinya, seakan- akan dia tidak ingin mukanya dilihat oleh lawannya.
Tapi kenyataannya, meski Lie Siauw Hiong tidak menutupi mukanyapun tidak menjadi soal apa-apa, karena dengan berbuat demikian, hanya merupakan suatu pekerjaan yang berlebih-lebihan saja baginya.
Bila seseorang melihat jago-jago silat bertanding, selisihnya yang sedikit saja mengenai keunggulan mereka, sudah dapat untuk mengetahui dan menentukan siapa yang akan menang dan siapa yang akan menderita kekalahan.
Begitulah, menampak kesempatan baik ini, dengan mengumbar napsunya, Ciauw Hoa lalu menggeram keras sambil melanjarkan serangannya pula terhadap Lie Siauw Hiong.
Sekonyong-konyong Lie Siauw Hiong merasa tiupan angin yang amat keras.
Waktu dia melirikkan matanya memandang, ternyata Ciauw Hoa telah menubruk kearahnya, hal mana menyebabkan keadaannya kini menjadi sangat berbahaya sekali.
Dan bila dia tidak mengelitkan dirinya dari serudukan lawannya, pasti dia akan menderita luka parah.
Tapi bila dia mengelak, dia tidak dapat berkelit kekiri atau kekanan, selain melompat mundur kebelakang, sedang untuk melompat mundur tak ada harapan lagi, karena kalau ia berbuat demikian, ia akan jatuh masuk jurang dalam.
Oleh sebab itu, ia terpaksa melompat keatas seraya menyamber kain penutup mukanya yang telah diterbangkan lawannya untuk kesekian kalinya dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanan diulurkannya untuk memunahkan serangan lawannya itu, yang dia bertekad untuk melawannya dengan secara hebat.
Tapi siasatnya ini segera diketahui Ciauw Hoa, yang lalu dengan menggunakan tangan kanannya yang dibalikkan, ia mencoba menangkap pergelangan tangan Lie Siauw Hiong dengan tipu 'Siauw-kim-na-ciu' untuk menerkamnya.
Sedangkan Ciauw Loo pun sudah bersiap-siap pula untuk melakukan serangan-serangan selancutnya.
Waktu Lie Siauw Hiong menginsyafi, bahwa siasatnya ini tidak mungkin dapat dijalankan dengan sempurna, maka terpaksa dia melepaskan serangannya dengan tidak semaunya sendiri, kemudian dirinya melayang kebawah jurang yang tidak tampak dasarnya itu.
Sebelum tubuhnya jatuh kedalam jurang itu, dia masih sempat melihat telapak tangan Ciauw Hoa berwarna merah, penuh dengan darah, sedangkan daging telapak tangannya sudah terkupas sebagian.
Rupanya hal itu terjadi ketika dia mencoba merampas pedang Lie Siauw Hiong tadi.
Dengan memiringkan badannya, Lie Siauw Hiong memandang sebentar kekanan dan kekiri.
Ternyata dirinya sudah terjatuh kurang lebih puluhan tombak jauhnya, tapi ia masih sempat melihat dengan sangat geram muka kedua orang yang sangat buruk itu, memandang kepadanya yang sedang melayang jatuh kebawah.
Dalam keadaan begitu, Siauw Hiong menarik nafas menyesalkan dirinya sendiri, karena pada sebelum sakit hatinya terbalas himpas, kini ia sudah harus menghadapi kematian.
Hal mana, sudah barang tentu, ia menjadi sangat putus asa dan berduka.
Sebelum melayang jatuh kebawah jurang, Lie Siauw Hiong masih mendapat kesempatan mendengar suara tertawa aneh dari kedua lawannya itu.
Semakin lama suara tertawa itu semakin jauh, hingga selanjutnya ia tidak mengetahui, apakah Hay-tian-siang-sat sudah meninggalkan tempat itu ataukah belum, karena ia sekarang semakin lama semakin jauh jatuh kedasar jurang itu.
(Oo-dwkz-oO) Disebelah selatan sungai Han Sui dan disebelah barat sungai Tiang Kang, terletak sebuah kota lain yang tergolong pada Bu Han Sam Tin, yakni kota Han Yang.
Disebelah utara kota Han Yang, berdiri tegak gunung Kui San yang dengan megahnya berhadap-hadapan dengan gunung Coa San yang terletak dalam kota Bu Ciang, dan disebelah utara pantai kota Han Yang terdapat sebuah telaga yang agak besar dan oleh penduduk disekitarnya biasa disebut telaga See Goat Ouw.
Pemandangan disekitar telaga tersebut sangat indah dan permai, sehingga banyak sekali menarik para pelancong untuk menyaksikan keindahan telaga tersebut.
Ditengah-tengah telaga itu terdapat sebuah kuil yang tidak terlampau kecil.
Kuil ini didirikan disuatu tempat yang agak terlindung dalam hutan- hutan kecil disekitarnya, malah letak kuil inipun tepat diatas sebuah lereng gunung, sehingga orang yang datang kesitu sangat sedikit jumlahnya.
Karena orang banyak tidak mengetahui, bahwa ditempat itu terdapat sebuah kuil.
Diantara jalanan gunung yang sempit dan berliku-liku itu, banyak sekali terdapat daun-daun yang berwarna kuning berguguran diatas jalan, suatu tanda bahwa musim panas sudah berlalu dan musim rontok telah mendatangi untuk mengganti kedudukan musim yang lampau itu.
Menjelang senja hari itu, matahari masih dapat menyinarkan sekelelumit cahaya yang lemah, kemudian berwarna kemerah-merahan seperti teja meliputi daerah pegunungan itu.
Sinar matahari yang jatuh dibatang-batang dan daun-daun bambu, memantulkan kembali sinarnya sampai kekuil tersebut, sehingga kuil itu tampak seolah-olah masih baru saja.
Dan dengan pantulan cahaya matahari senja itu, tulisan 'Sui Gwat Am' yang terdapat dikuil itu masih jelas dapat dibaca orang.
Kuil ini adalah khusus tempat tinggal pendeta-pendeta wanita.
Dikuil itu tampak seorang pendeta wanita yang memakai jubah berwarna putih, sedang duduk dimuka pintu sambil bersandar dipintu kuil itu.
Dari bayangannya kita dapat membedakan bahwa pendeta ini adalah seorang wanita yang cantik sekali.
Alisnya sangat panjang, melengkung seperti bulan sabit, hidungnya mancung dan mulutnya kecil bagaikan buah Tho, sehingga sungguh-sungguh semuanya ini menambah kecantikannya.
Sepasang matanya seakan-akan tidak bergerak memandang pada suatu tempat tertentu dan sangat jauh letaknya.
Sinar matanya yang sangat jernih itu, tampak mengeluarkan butir-butir air mata.
Kulitnya sangat halus dan menarik perhatian orang.
Apalagi dengan memakai jubah pendeta berwarna putih ini, dia kelihatan semakin cantik saja, sehingga sinar matahari senja itu yang menyinari sekitarnya, merupakan suatu pemandangan yang amat indah, tapi saat itu pikiran pendeta itu sedang melayang-layang kesuatu tempat yang jauh sekali.
Dalam lamunannya ini seraya mencucurkan air mata, seakan-akan dia melihat bayangan pemuda yang cakap dan gesit.
Dimana pemuda yang tengah dia khayalkan itu mempunyai sepasang mata yang besar ...
tanpa dapat dicegah lagi lalu dia berkata pada dirinya sendiri dengan suara yang sayup-sayup sampai kedengaran .
"Hiong Koko, Hiong Koko ..."
Dia adalah Kim Bwee Leng ...
tidak, dia harus disebut seorang pendeta wanita yang suci murni.
Dia memandang pada awan yang tengah melayang- layang dilangit sebelah barat, yang tadinya berserakan tak menentu, lalu kemudian membentuk seperti bentuk sebuah bola dan akhirnya awan itu buyar kembali oleh hembusan angin.
Dalam pada itu dari arah sebelah dalam kuil itu sekonyong-konyong terdengar suara pukulan bokhie dari seorang pendeta tua.
Suara ini memecahkan kesunyian ditempat itu.
Sementara pendeta cantik ini tak mengalihkan pandangannya, tapi tak lama kemudian ia memandang kearah lain.
Sekonyong-konyong dia melihat jatuhnya sebuah bayangan hitam dimukanya, dia buru-buru menggosok-gosok matanya untuk meyakinkan apa yang telah dilihatnya.
Lalu ia memandang dengan matanya yang dibesarkan.
Dari jurang diseberangnya terlihat olehnya seketika itu juga seperti ada sebuah barang jatuh.
Waktu dia memperhatikan lagi dengan cermat, ternyata bukan barang, tetapi adalah seseorang yang jatuh tunggang-langgang kedalam jurang itu.
Pendeta ini sadar bahwa jurang dihadapannya itu dalamnya kurang lebih ribuan tombak dalamnya, jangankan orang yang jatuh kesitu, memandang jurang itu saja pasti orang akan menjadi setengah pingsan karena ngeri.
"Mungkinkah jiwa orang itu dapat kuselamatkan ?"
Pikirnya seorang diri.
Dalam kagetnya itu tidak terasa lagi dia menjerit tertahan.
Tapi kejadian ini telah terjadi, yaitu orang tersebut yang jatuh kebawah jurang tersebut, ketika sampai ditengah-tengah udara dia sudah menjungkir balik, sehingga sekarang kepalanya diatas dan kakinya lurus kebawah.
Orang itu lalu menggunakan sepasang kakinya bergerak sembarangan.
Mula-mula dia menyangka orang tersebut bergerak karena ingin mempertahankan diri dari kematiannya, tapi setelah dia memandang lebih teliti lagi, tampak jatuhnya badan orang tersebut kini sudah agak tetap dan perlahan.
Dengan cermat dia melihat pergerakan tendangan kaki orang itu yang sangat lincah, dan dengan menggunakan caranya ini dia jatuh kesebelah bawah dengan tenangnya.
Dia melihat sekali lagi bagaimana orang itu telah jatuh kejurang dengan demikian tenangnya, malahan kini orang itu melayang jatuh kearahnya sendiri, membuat dia tidak habis pikir melihat orang yang mempunyai pergerakan demikian luar biasanya itu.
Dibawah kaki orang itu terbentang jurang yang masih ribuan tombak lagi dalamnya.
Jika seseorang jatuh kesitu, sekalipun ia seorang dewa, pasti sukar dapat mempertahankan jiwanya.
Tapi orang ini sangat luar biasa sekali jatuhnya.
Dia begitu tenangnya, malah orang itu tampaknya seperti akan jatuh kehutan bambu yang ada disekitar itu.
Waktu kaki pemuda itu menyentuh ujung pohon bambu itu, dari dalam hutan bambu itu tiba-tiba terdengar sebuah jeritan seorang wanita.
Suara jeritan itu seakan-akan mengandung suatu tenaga yang sukar dapat dilawannya, tapi waktu dia mengingat dirinya tidak boleh berpikiran bercabang, buru-buru dia memusatkan perhatiannya atas pergerakan selanjutnya.
Begitulah dengan pesat bayangan pemuda itu sudah lenyap dari pandangan matanya.
Pendeta wanita muda ini waktu melihat kaki pemuda itu menyentuh batang pohon bambu, dia sudah melihat dengan tegas muka itu.
Begitu dia melihat muka pemuda itu, tidak terasa lagi dia mengeluarkan satu jeritan tertahan, dan hampir saja dia memanggil.
"Hiong Ko ..."
Tapi waktu dia baru saja hendak memanggil nama pemuda itu, sekonyong-konyong dari kuil itu terdengar suara lonceng yang berbunyi bertalu-talu.
Talu suara lonceng itu sangat nyaring sekali, seakan-akan memperingatkan dia bahwa dia telah menjadi seorang pendeta wanita yang suci.
Pemuda tampan yang bertubuh kokoh ini, adalah orang yang siang malam jadi impiannya, sehingga makan maupun tidurnya terganggu apabila ia memikirkan pemuda itu.
Pemuda itu adalah Lie Siauw Hiong, maka oleh karena menampak pemuda idaman hatinya ini, bagaimanakah hatinya tidak melonjak-lonjak kegirangan ? Dia tidak menyangka bahwa perpisahan selama dua bulan itu telah membawa perubahan pesat bagi pemuda idaman hatinya ini, yang mana ternyata pada kepandaian pemuda ini.
Dia sudah memperoleh banyak kemajuan dalam ilmu meringankan tubuh, karena pada saat yang sesingkat itu, dia melihat kaki pemuda itu menyentuh ujung pohon bambu itu, kemudian dengan menekukkan kakinya sedikit badannya lantas melayang kembali keudara.
Melihat ini, dia menjadi terperanjat juga menyaksikan perperakan pemuda itu.
"Sekalipun kau mempunyai kepandaian meringankan tubuh demikian sempurnanya, tapi untuk naik keatas jurang yang dalam ini tak mungkin, karena terlalu tinggi,"
Pikir pendeta ini seorang diri.
Sekalipun ia menahan suara teriakannya, tapi pada mukanya yang sangat cantik ini jelas terbayang perasaan kuatirnya.
Lie Siauw Hiong jatuh tepat sekali ditengah-tengah jurang yang agak datar, diatas sebuah batu dilereng jurang yang agak menonjol dengan tak kurang suatu apapun.
Jika orang memandang dari kejauhan, pasti menduga bahwa dia jatuh diatas tembok saja.
Dengan mengerahkan semangatnya, ia lalu menggunakan ilmu meringankan tubuhnya yang sangat tinggi itu.
Badannya yang tegap dalam waktu sekejap saja menjadi sebuah titik hitam, dan kemudian bayangannya pun lenyap tak tampak lagi.
Bila kejadian ini diceritakan pada orang lain, niscaya orang pasti tidak dapat mempercayainya, bahwa didunia ini ada orang yang mempunyai kepandaian meringankan tubuh yang demikian luar biasanya.
Sekalipun ada orang yang percaya, baginya kesempatan untuk menceritakan hal ini pada orang lain pun tak ada.
Ketika itu pikirannya tergoncangkan bukannya oleh karena munculnya kembali bayangan pemuda itu, tapi perasaan terharu memikirkan khayalannya kini menjadi kenyataan, hingga pada saat itu dia tidak tahu apa yang harus dikerjakannya.
Dan dia bukannya sedang memikirkan kepandaian meringankan tubuh yang sempurna dari pemuda idaman hatinya itu, tapi dia sedang memikirkan bayangan pemuda itu, sambil berkata pada dirinya sendiri .
"Hiong Koko, kita sekarang harus berpisahan untuk selama-lamanya, seperti juga halnya awan yang tampak diatas jurang itu. Bila angin datang bertiup, maka awan itupun akan buyarlah, sehingga tak tampak lagi bekas- bekasnya ..., tapi aku telah melihat kembali wajahmu, sekalipun begitu cepat dan selayang pandang saja, bagiku hal itu sudah cukup puas ..."
"Kini aku telah menjadi seorang pendeta yang mensucikan diri dan tidak boleh diganggu-ganggu, tetapi hatiku tetap menjadi kepunyaanmu, sedangkan kau sendiri masih mempunyai banyak pekerjaan yang belum dapat kau selesaikan. Aku hanya dapat mendoakan kebahagiaanmu setiap hari ... aku akan mendoakan keberuntunganmu dan segala-galanya."
Air matanya yang merupakan butiran-butiran jatuh satu demi satu dari pipinya yang montok ketanah dan hilang tanpa bekas dihisap tanah.
Dia bangkit berdiri dengan langkah yang gontai dan balik kembali kekuilnya.
Bayangannya yang putih itu tampak suci murni bagaikan bunga Lian Hoa, yang kini telah dipergunakannya sebagai nama julukannya.
Waktu itu hari sudah mulai gelap, senja baru saja lewat dan matahari sudah hilang dibalik jurang, sedangkan keadaan dalam jurang itu tampak gelap dan hanya dari atas permukaan telaga See Gwat Ouw itu saja masih tampak sedikit cahaya samar-samar.
Dalam jurang yang sangat dalam itu, dimana angin gunung bertiup menembus tulang sumsum, terlihat bayangan seseorang yang merayap naik demikian pesatnya menuju keatas.
Bayangan orang itu bergerak cepat sekali, bagaikan terlepasnya sebatang anak panah dari busurnya layaknya.
Sebenarnya tidak mudah naik keatas jurang tersebut.
Tapi, entah bagaimana, dengan sepasang kakinya yang bergerak dengan sempurna dan ditambah lagi dengan pergerakan tangannya yang sebat luar biasa, badannya sudah menjurus keatas jurang demikian pesatnya.
Sekalipun tampak badannya terhuyung-huyung, tapi pergerakan itu malah mempercepat naiknya keatas jurang tersebut karena kepandaian yang dimilikinya ini benar-benar jarang dapat dijumpai dalam kalangan rimba persilatan.
Setelah dia menetapkan kakinya, barulah dia dapat menarik nafas panjang, karena sejak tadi dia terus saja menahan nafasnya, sehingga mukanya tampak agak merah.
Diam-diam dia menggerutu .
"Bila aku tidak menggunakan pergerakan kaki 'Kit Mo Sin Pouw', pasti jiwaku susah dipertahankan."
Pada saat itu lalu dia membalikkan badannya memandang kebawah jurang, dilihatnya jurang itu sangat gelap, sehingga tak tampak dasarnya, dia hanya dapat mendengar dari bawah suara air yang bergemuruh.
Waktu dia memandang pada tempat dimana tadi dia menjejakkan kakinya, ternyata tempat itu sudah tak kelihatan lagi.
Diam- diam dia berkata pada dirinya sendiri .
"Bila bukannya ada hutan bambu tersebut, sekalipun aku mempunyai kepandaian yang lebih tinggipun, aku pasti akan binasa dalam tangan Hay-tian-siang-sat itu."
Baru saja dia memikirkan suara yang kaget dan merdu tadi, dia heran serasa-rasa dia pernah mendengar suara orang itu.
Hanya disebabkan tadi dia sedang memusatkan seluruh perhatiannya terhadap keselamatan dirinya, maka dia tidak bisa memecah perhatiannya terhadap soal lainnya, dan sekarang setelah dia terhindar dari bahaya itu, barulah dia merasa heran.
Masakah tempat yang demikian sukarnya itu, didiami orang ? Ini tidak mungkin, menurut jalan pikirannya.
Suara teriakan apakah sebenarnya itu ? Bermimpikah dia ? Dengan tak habis berpikir dia hanya dapat menggeleng-gelengkan kepala saja, dan dengan suara yang rendah dia berkata seorang diri .
"Bwee Leng ! Dimanakah kau berada ?"
Dari kabut yang tebal itu sekonyong-konyong terlihat bayangan wanita yang cantik.
Dia memandang pada wanita itu dengan penuh gairah, hampir saja dia menubruk wanita itu.
Sekonyong-konyong muka yang tadinya sangat cantik itu, kini berubah menjadi dua kepala orang yang sangat buruk.
Buru-buru dia menghentikan langkahnya.
Karena tergesa-gesa, dia menendang sebuah batu besar hingga bergulingan kedalam jurang yang dalam itu, dalam sekejap mata saja batu besar itu hilang lenyap tak tampak bayang- bayangnya lagi ditelan jurang yang sangat dalam itu.
Dalam terkejutnya dia menyesalkan dirinya sendiri .
"Lie Siauw Hiong, ai, Lie Siauw Hiong, mengapa kau begitu sesat ? Sakit hati ayah dan ibumu masih belum terbalas, mengapa kau sembarangan mengingat soal percintaan saja ? Lagi pula masih ada perintah Bwee Siok-siokmu yang belum kau laksanakan dengan sempurna, disamping itu masih ada pula sakit hati Hauw Jie Siokmu yang belum kau balaskan pula."
Berpikir sampai disitu, benar-benar dia sampai mengeluarkan keringat dingin, sekalipun pada saat itu angin gunung yang sangat dingin datang meniup, tapi mukanya tetap penuh dengan keringat.
Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Chit-biauw-sin-kun yang telah kembali dan memperlihatkan dirinya dalam kalangan Kang-ouw dan kekejaman yang dilakukan oleh Hay-tian-siang-sat itu, telah memberi bahan percakapan yang hangat dan ramai dalam kota Bu Han.
Kemudian ditambah lagi dengan terjadinya bentrokan-bentrokan antara partai Kong Tong dengan partai Bu Tong, sehingga kedua peristiwa ini benar-benar membuat hati orang pada merasa terkejut.
Berhubung dengan kematian Beng Pek Kie dan Hwan Tie Seng, maka semua perusahaan Piauw Kiok dikota Bu Han telah ditutup.
Orang banyak semua berpendapat bahwa, kematian kedua kepala angkutan piauw ini pasti telah dilakukan oleh Hay-tian- siang-sat, tapi anehnya, pada malam dimana Hwan Tie Seng telah mati terbunuh, Hay- tian-siang-sat pun telah lenyap entah kemana perginya.
Oleh karena itu, tidaklah diragukan betapa herannya orang menghadapi teka-teki besar yang tampaknya sulit itu.
Pada senja itu, dikota An Hwie telah muncul satu bayangan orang yang tampak datang dengan menunggang seekor kuda yang berbulu putih.
Kuda itu tampaknya sangat hebat sekali.
Sedangkan orang yang menunggang kuda itupun tampaknya sangat aneh pula.
Dia memakai pakaian yang berwarna biru muda, yang potongannya seperti pakaian anak sekolah saja.
Yang paling mengherankan ialah, bahwa orang itu yang menunggang kudanya dan berlari dengan kencangnya, tapi debu-debu dijalan yang membubung dengan tingginya, sedikitpun tak menempel pada pakaiannya.
Bila seseorang memperhatikan lebih cermat, ia akan terheran-heran memandang pada wajah pemuda yang menunggang kuda ini, yang tampaknya merah dan menandakan bahwa ia ada seorang yang sehat, dan dengan memperhatikan caranya dia melarikan binatang tunggangannya ini, orang segera ketahui bahwa dia itu adalah seorang yang sangat pandai sekali dalam ilmu tenaga-dalam.
Suara tindakan kaki kuda itu berbunyi dengan sangat nyaringnya ditiap kali menginjak tanah.
Kemudian sekonyong-konyong pemuda itu berteriak perlahan, lantas kuda yang sedang lari sangat kencangnya ini berhenti seketika, hingga dengan berbuat begitu, ia dapat memandang pada sabatang pohon dengan amat cermatnya.
Ternyata pada pohon itu terkerat oleh tanda pedang, dan ujung pedang yang mengerat pohon itu mengarah keutara.
Cara orang mengerat pohon itu sangat sempurna sekali.
Bila orang tidak memperhatikan dengan teliti, pasti tidak mudah mengetahuinya.
Ketika itu hari sudah rembang petang, tapi tidak diketahui jelas, cara bagaimana dia dapat melihat tanda itu.
Kemudian dia lalu menengadahkan kepalanya memandang keatas, dan dengan menggerutu dia berkata .
"Sepanjang jalan Gouw Twako meninggalkan jejaknya menyuruh aku menyusul keutara, aku duga dia pasti telah menjumpai sesuatu diluar dugaannya semula, hanya disayangkan hari sudah malam, hingga sekarang baiklah aku mencari sebuah rumah penginapan untuk bermalam semalaman ini."
Tapi dia tidak pernah menyangka, bahwa perjalanan didaerah ini adalah sangat liar dan sunyi.
Dia telah berkuda sejauh beberapa lie, tapi belum juga dia menjumpai sebuah rumah penginapan pun.
Jangankan rumah penginapan, malah rumah petanipun tak kedapatan sama sekali, sedangkan jalan disitu sangat sunyi-senyap.
Pada saat itu tiba-tiba terdengarlah bunyi suara burung malam yang berkicau dan sangat menyeramkan hatinya, sehingga ini menegakkan bulu romanya.
Sekarang keadaan disekitarnya sudah gelap gulita seluruhnya, sedangkan keadaan disetiap penjuru sangat sepi dan lenggang sekali, hanya yang sangat jelas terdengar adalah suara tindakan kaki kudanya belaka.
Pemuda yang menunggang kuda ini tidak dapat dikatakan seorang yang penakut, hanya pada saat ini dia merasa agak gugup.
Mendadak sontak dari tempat yang tidak seberapa jauh, terdengar suara teriakan orang yang sangat tajam sekali.
Sekalipun suara itu tidak terlampau besar, tapi dikuping gemanya sangat menusuk sekali, sehingga membangkitkan perasaan tegang didiri pemuda itu.
Tidak lama kemudian suara teriakan itu terdengar lagi.
Dan dari jarak yang tidak terlampau jauh, pemuda ini sudah berhasil mengira-ngira dari arah mana gerangan suara itu datangnya.
Kemudian pemuda itu menuju kearah datangnya suara itu.
Waktu dia berjalan sampai didekat tempat yang dimksud, dia melihat keadaan disekitar itu sangat menyeramkan sekali karena amat sepinya.
Disitu hanya terdapat kuburan yang sangat tua dengan beberapa peti mati yang sudah terbuka tutupnya.
Sekalipun ketika itu ada cahaya bulan bersinar, tapi sinarnya sangat suram, sehingga menambah seram saja keadaan ditempat itu.
Kudanya seakan-akan menyadari pula, betapa suasana ditempat itu sangat menyeramkan.
Tiba-tiba dia menghentikan jalannya.
Sementara itu suara yang aneh tadi terdengar lagi untuk ketiga kalinya.
Tiba-tiba pemuda yang menunggang kuda itu menampak bayangan dua orang.
Bayangan kedua orang ini sangat kurus sekali, dan setelah mendatangi cukup dekat, ternyata orang itu memakai pakaian yang terbuat dari kain belacu.
Yang paling aneh ialah kepala orang itu memakai sebuah topi merah yang luncung sekali, lalu ditambah dengan badannya yang kurus tinggi, menambah dia kelihatan lebih tinggi lagi.
Muka keduanya itu serupa saja, sangat kuning tak bercahaya.
Sepasang matanya menonjol keluar, sehingga kedua orang ini tampaknya sangat menakutkan.
Kedua orang ini berdiri bergandengan, kakinya tidak tampak tertekuk.
Mereka berdiri dibawah suara burung malam yang berbunyi sangat menyeramkan itu, sehingga suasananya menjadi lebih menyeramkan lagi.
Pemuda yang menunggang kuda ini lalu menetapkan semangatnya, tapi secara diam-diam perasaannya sangat bergoncang, sedangkan kudanya sendiri agaknya merasa takut pula sehingga tanpa ditarik tali kendalinya dia mundur beberapa langkah.
Sampai saat itu kedua orang yang mungkin berwujud seperti setan ini masih tetap tidak bergerak, sedangkan pemuda ini tanpa terasa agak gemetaran sedikit.
Tangannya berpegang erat-erat pada pelana kudanya.
Keringat dingin membasahi punggunnya, tapi akhirnya dengan mengeraskan hati dan memberanikan diri dia berseru .
"Hei, kalian ini setan-setan pejajaran dari manakah ? Aku ini adalah Lie Siauw Hiong !"
Sudah lumrah bila seseorang dalam keadaan takut, dia berteriak sekeras-kerasnya untuk melenyapkan perasaan takutnya.
Tapi suara teriakannya ini seperti suara teriakan seorang ahli tenaga dalam yang sudah dipusatkan kekuatannya.
Suaranya itu lalu menggema menggetarkan daerah sekitarnya, sehingga lama baru suaranya itu terdengar membahana .
Kedua orang yang tampaknya seperti setan ini, lalu saling memandang satu sama lain, hanya kedengaran setan disebelah kirinya berkata .
"Loo-jie, aku beritahukan bahwa kau salah mengenali orang, apalagi sebagai seorang yang sudah mencapai tingkat yang tertinggi seperti kau, mungkinkah masih merasa takut pada kami yang menyaru sebagai setan ini ? Sedangkan dari suara yang kau keluarkan tadi kami yakin, bahwa kau telah melatih diri dalam ilmu tenaga bathin sedikitnya selama sepuluh tahun, jika tidak, tiada seorangpun yang dapat mencapai tingkat teriakan demikian kuatnya."
Setan yang berada disebelah kanannyapun berkata pula .
"Marilah kita meninggalkan tempat ini selekasnya."
Begitu suara ini keluar, orangnyapun sudah lari jauh sekali.
Lie Siauw Hiong lalu memandang pada kedua 'setan' yang telah melarikan diri ini.
Sekalipun hatinya merasa sangat geram, tapi kini dia merasa agak lega juga, maka sambil menunjukkan kepalanya, lalu dia memandang pada pelana yang dipegangnya tadi, ternyata kini pelana kudanya ini sudah hancur berserapuhan.
Menurut Lie Siauw Hiong, kedua orang ini tiga bagian merupakan orang, sedangkan tujuh bagian lagi lebih mirip setan belaka.
Kepandaian meringankan tubuhnya sudah sempurna juga rupanya, cuma tidak diketahui, mereka ini dari golongan manakah ? Sambil berpikir tangannya tidak terasa lagi telah menarik tali kekang kudanya dengan kencang sekali, sehingga kuda itu lantas lari maju kemuka dengan pesatnya.
(Oo=dwkz=oO) Lie Siauw Hiong setelah memperoleh petunjuk yang berharga sekali dari pemimpin Tiga Dewa Diluar Dunia, yaitu Peng Hoan Siangjin, tenaga-dalamnya sudah meninggkat setingkat lagi.
Pada saat itu sekalipun sinar bulan sangat suram, tapi pandangan matanya sangat awas dan terang sekali.
Sedari tadi dia sudah melihat dengan tegas, didalam hutan yang terletak disebelah kirinya terdapat sebuah rumah kecil.
Melihat rumah tersebut, tidak terasa lagi dia jadi sangat girang, buru-buru dia menghalau kudanya maju kemuka, mengitari hutan itu menuju kerumah tersebut.
Benar saja, dari jauh dimukanya dia melihat sebuah kuil kecil.
Keadaan dalam hutan itu sangat gelap sekali.
Lie Siauw Hiong lalu menambatkan kudanya pada sebatang kayu, dan dengan tindakan yang tenang sekali, dia lalu jalan menghampiri kuil kecil itu.
Setelah dekat, entah apa sebabnya, tiba-tiba hatinya terasa berdebar-debar amat keras.
Setiap langkah ia berjalan mendekati kuil itu, dia merasa seakan-akan keadaan yang berbahaya tengah menanti dan mengancam dirinya.
(Oo-dwkz-oO)
Jilid 18 Dalam hatinya Lie Siauw Hiong terkenang akan peristiwa dimasa lampau.
Pada saat tangannya menyentuh daun pintu kuil itu, dia menjadi ragu-ragu seketika, menyebabkan dia belum lagi berani mendorong pintu kuil itu hingga terbuka.
Akhirnya dia memberanikan dirinya lalu mengetuk pintu kuil itu.
Dengan mengeluarkan suara berkereyot pintu itu terbuka sendiri.
Rupanya pintu itu memang tidak dikunci sama sekali.
Keadaan dalam kuil itu sangat gelap sekali, sehingga anggota badan sendiri tidak dapat dilihat dengan jelas, malahan dari dalam kuil itu semerbak berbau sesuatu bau- bauan yang sangat tidak enak sekali.
Rupanya tempat tersebut ada orang yang tinggal.
Baru saja kaki belakang Lie Siauw Hiong menginjak pintu kuil itu, dia segera merogo bahan api dari dalam sakunya, lalu disulutnya.
Serta merta saat itu terdengar sebuah benda terjatuh diatas tanah.
Tangan yang merogo sakunya belum lagi ditarik keluar, sepasang kakinya tidak bergerak, badannya lalu mundur kebelakang.
Kemudian badannya lalu membentuk satu garis yang sejajar.
Jadi bila ada senjata rahasia menyerang dirinya, pasti dia segera dapat menghindarkannya, tapi anehnya tidak ada suara senjata rahasia yang menyerang datang menjurus kebadannya.
Lie Siauw Hiong baru saja menggerakkan badannya, tiba-tiba dia merasakan perutnya diserang orang.
Sekali ini Lie Siauw Hiong mengetahui benda yang menyerang dirinya adalah tangan orang yang merupakan lawannya, malahan dia tahu tangan yang menyerang dirinya ini berupa totokan belaka.
Dia merasa amat terkejut, karena lawannya ini dapat menotoknya dengan jitu dan cepat sekali ditempat yang gelap, tapi bila dia ingin mencekal pergelangan lawannya ini, dia harus berlaku sebat sekali, disinilah letak kecerdasannya yang menyolok.
Bila keadaan dalam rumah itu tidak sangat gelap, orang pasti dapat melihat lima jari Lie Siauw Hiong yang sudah dikembangkan, hendak menangkap pergelangan lawannya dan menotoknya pula.
Sekalipun dalam keadaan gelap gulita ini tidak kelihatan apa-apa, tapi lawan Lie Siauw Hiong itu mengetahui bahwa dirinya sedang hendak ditangkap Lie Siauw Hiong, maka dengan gesit pula dia menarik kembali serangannya terhadap pemuda itu.
Lie Siauw Hiongpun dengan terkejut lalu mundur dua langkah, karena tangkapan tangannya ini mengenai tempat kosong, bahkan dia tidak mengetahui lawannya ini telah menggunakan cara yang aneh sekali, sehingga dapat menghindarkan tangkapannya itu.
Begitulah dengan gesit sekali, laksana ikan yang meluncur lewat dijarinya, lawannya itu dapat meloloskan diri dari tangkapannya, sebaliknya lawannya ini malah menepuk perutnya.
Tapi yang paling mengherankannya, ialah tepukan ini dirasakannya sangat empuk sekali, seakan-akan tepukan itu tidak bertenaga sama sekali.
Dia hanya merasakan sedikit sakit saja, tapi sebaliknya dia pun tidak terluka apa-apa.
Sedang dia berdiri terpaku disitu, lawannya sudah berseru.
"Bangsat tua yang tidak tahu malu, apakah kau ingin mendesak secara keterlaluan terhadapku ?"
Suaranya sangat empuk sekali, seakan-akan suara anak kecil saja, lalu disusul dengan tarikan nafas yang panjang.
Lie Siauw Hiong menjadi tercengang, tapi matanya dapat melihat satu bayangan orang secara samar-samar saja, untung baginya dia sudah biasa melihat sesuatu ditempat yang gelap.
Sekalipun dia tidak dapat melihat dengan terang, tapi dia masih dapat melihat orang itu separoh berbaring diatas lantai, seakan-akan dia menderita luka yang agak parah.
'Crat', lantas keadaan disitu menjadi terang, sebab ada obor yang sudah dipasang oleh lawannya.
Karena lawannya itu berada ditempat yang gelap dan dirinya berada ditempat yang terang, maka lawannya dapat melihat dirinya dengan jelas, sebaliknya dia tidak dapat melihat lawannya.
Lawannya ini ketika menampak dirinya, lantas berteriak karena kagetnya.
Dengan pertolongan cahaya obor itu, Lie Siauw Hiong dapat memandang pada orang yang menggeletak ditanah itu, yang ternyata bukan lain daripada seorang pemuda.
Paling banyak usianya baru lima belas atau enam belas tahun, dan pakaian yang dikenakannya sudah compang- camping dan banyak tambalan laksana seorang pengemis kecil.
Pada saat itu dia membelalakkan matanya memandang pada Lie Siauw Hiong seakan-akan dia sangat heran.
Dalam hatinya Lie Siauw Hiong merasa heran terhadap serangan yang aneh dari pemuda ini, kemudian dia menghampiri pemuda ini untuk melihat wajahnya lebih jelas lagi.
Sesudah melihat jelas wajah pemuda itu, tidak terasa lagi dia semakin merasa tercengang.
Walaupun pemuda ini memakai pakaian yang compang- camping, tapi dengan pandangan yang cermat, kita dapat melihat sepasang alisnya yang lentik seperti bulan sabit, hidungnya yang mancung, bibirnya seperti delima merekah dan giginya yang putih bagaikan mutiara, sedangkan mukanya tampak begitu mungil dan kulitnyapun sangat halus.
Pemuda ini seolah-olah anak seorang hartawan saja.
Pada saat itu pemuda tersebut membuka mulutnya bertanya .
"Kau ini orang suruhan Li Loo-cat, bukan ?"
Dengan perasaan tercengang sekali, Lie Siauw Hiong lalu menjawab .
"Apa ? Li Loo-cat ?"
Pemuda miskin itu menggelengkan kepalanya sambil berkata pula .
"Betulkah kau ini bukan orang suruhan Li Loo-cat ? Aku ingin bertanya kepadamu. Waktu kau masuk tadi, benarkah kau tidak mengetahui bahwa didalam kuil ini ada aku ?"
Diam-diam Lie Siauw Hiong tertawa sambil berkata .
"Sekalipun benar aku ini orang suruhan Li Loo-cat, tapi aku belum tentu mengetahui bahwa kau berada didalam kuil ini."
"Aku mana bisa mengenali Li Loo-cat segala ?"
Jawab Lie Siauw Hiong akhirnya. Pemuda itu memaksakan dirinya berkata-kata, setelah dia mendengar jawaban Lie Siauw Hiong itu. Lalu dia menarik nafas sambil berkata .
"Bila demikian halnya, maka akupun merasa amat lega."
Tiba-tiba badannya merasa lemas, hingga akhirnya tubuhnya jatuh tertelungkup dilantai.
Lie Siauw Hiong lalu mengeluarkan suara 'Ihhh', karena dia merasa sangat heran sekali, sewaktu dia jalan menghampiri pemuda itu, tampak olehnya alis pemuda itu dikerutkan dengan kencangnya.
Agaknya dia sedang menahan rasa sakit yang hebat.
Lie Siauw Hiong dengan menggunakan obor, lalu membungkukkan badannya, ingin melihat dengan lebih tegas, kenapa sebenarnya pemuda ini ? Dari air matanya yang tampak menetes turun dari kedua belah pipinya, menandakan bahwa pemuda itu menderita penyakit hebat.
Mukanya yang sangat kotor sebab kena debu, kini telah dicuci bersih oleh air matanya, sehingga wajah pemuda ini kini tampak sangat putih bersih.
Kini pemuda ini tampaknya seperti anak orang hartawan, tapi dia tidak tahu mengapa dia menyaru sebagai pengemis dan apa pula sebabnya dia berada dikuil yang bobrok ini, bertambah pula badannyapun tampaknya menderita luka-luka parah.
Pemuda itu mengerutkan alis matanya, sedangkan keringatnya mengucur bagaikan butiran jagung.
Dengan sikap yang tidak sabar, lalu Lie Siauw Hiong meraba dahi pemuda tersebut, waktu tangannya menyentuh dahi pemuda tersebut, terasa olehnya tangannya amat dingin.
Dalam pada itu dari belakangnya angin bertiup dingin, kemudian kedengaran suara seseorang yang berteriak .
Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Perampok yang tidak tahu malu, apakah kau tidak mau hentikan tanganmu ?"
Kemudian orang yang berteriak itu menyusul dengan serangannya dipunggung Lie Siauw Hiong.
Dengan sebelah tangan Lie Siauw Hiong memegang obor, kakinya dilintangkan, badannya sedikitpun tidak bergerak, sedangkan dia tidak menoleh lagi, lalu dia menyerang jalan darah 'Hoa-kay-hiat' pada lawannya yang menyerang dirinya itu.
Orang itu tiba-tiba tertawa dingin, mukanya yang tampaknya demikian dinginnya ini, sungguh membuat bulu roma orang yang memandangnya pada berdiri, tapi yang paling aneh bagi Lie Siauw Hiong, ialah mengapa lawannya tidak melayani serangannya ? Dalam waktu yang pendek itu Lie Siauw Hiong sekali lagi merasakan angin dingin menyamber kearah dirinya.
Dan lawannya ini kembali ingin menjambak pundak kirinya.
Kini Lie Siauw Hiong merasa serba salah, karena bila dia teruskan serangannya, sekalipun benar dia dapat menotok jalan darah lawannya, tapi pundaknya sendiri pasti kena serangan lawannya.
Hal itu, cukup dapat mengantarkannya kejalan maut, dan orang yang membalas menyerang dirinya ini, terang sekali bukan orang yang berdiri dibelakangnya, tapi itulah orang lainnya pula yang dapat bekerjasama demikian rapihnya dengan lawannya itu.
Hal itu sungguh-sungguh hebat sekali.
Lie Siauw Hiong tetap berdiri memasang besinya (kuda- kudanya).
Dia hanya menggerakkan pinggangnya sedikit dan sekejap mata saja dia sudah berhasil menghindarkan dirinya dari serangan lawannya.
Sebaliknya jari-jarinya dengan cepat mencari jalan-jalan darah lawannya yang dia gunakan menyerang kekiri, kekanan, keatas dan kebawah tubuh lawan-lawannya itu.
Hanya terdengar suara 'hu hu' dua kali, ternyata orang yang menyerang dirinya itu, tidak berdaya menghadapi serangannya ini.
Kedua orang lawannya ini melompat mundur kebelakang dengan tergopoh-gopoh.
Sedangkan obor yang dipegang Lie Siauw Hiong sedikitpun tidak bergoyang cahayanya ketika diserang kedua orang lawannya itu.
Setelah menghindarkan serangan lawannya, barulah dengan tenangnya Lie Siauw Hiong membalikkan badannya dan lalu memandang pada lawan-lawannya itu, sehingga ketiga orang ini berseru kaget.
Ternyata orang yang menyerang Lie Siauw Hiong ini adalah kedua orang yang dijumpainya ditengah perjalanan tadi, yang menyaru sebagai dua setan itu.
Diapun heran, mengapa kedua orang itu kembali pula ? Sedangkan kedua orang itu setelah memandang dengan jelas terhadap Lie Siauw Hiong, merekapun merasa semakin terkejut.
Orang yang berdiri disebelah kirinya tertawa hambar, sedangkan mukanya yang menonjol dan berwarna kuning itu sangat menyeramkan, ditambah lagi topinya yang luncung itu dan terkena sinar obor, tampaknya menambah seramnya suasana disitu, sedangkan orang yang berdiri disebelah kanannya, tampaknya sama tingginya dengan orang disebelah kirinya.
Bedanya hanyalah mukanya agak hitam sedikit.
Kemudian dia tertawa dingin seraya berkata .
"Apakah kaki anjing Li Loo-cat masih ingin membunuh orang ?"
Sambil berkata begitu, orang itu lalu menepuk sebuah meja yang ada disampingnya sehingga jatuh berserakan menjadi hancur lebur.
Dengan begitu, Lie Siauw Hiong segera mengetahui, bahwa ilmu tenaga-dalam kedua orang ini cukup tangguh.
Dan mereka ini telah salah duga terhadap Lie Siauw Hiong.
Disangkanya Lie Siauw Hiong adalah kaki tangan Li Loo- cat.
Setelah dia memandang sebentar kepada kedua orang ini, dia lalu menarik nafas panjang, kemudian dia balik memandang pada pemuda yang sedang terbaring diatas lantai itu.
Dari airmukanya Lie Siauw Hiong dapat menduga, bahwa pemuda ini amat benci tampaknya terhadap kedua lawan Lie Siauw Hiong ini.
Pemuda yang sedang berbaring diatas lantai itu, disaat itu tampaknya seakan-akan menderita sakit yang sangat hebat sekali, karena dia tidak dapat bergerak dengan leluasa.
Dia hanya dapat membuka mulut saja untuk berbicara, sesudah itu dia memandang pada muka kedua orang yang menjijikannya itu, yang sebagian besar tubuhnya lebih mirip dengan setan daripada manusia.
Kemudian dengan terisak- isak dia berkata .
"Kim Siok ..."
Perkataannya terputus hingga itu saja, dan tampaknya dia tak dapat melanjutkan perkataannya lagi, hanya air matanya saja yang keluar mengalir dengan derasnya.
Kedua orang aneh ini akhirnya berlaku yang sangat menakjubkan.
Mereka saling berebutan satu sama lain mendatangi dan memeluk pemuda yang berbaring dilantai itu, lalu mengusap-usap kepala pemuda itu.
Ia lalu mengeluarkan kata-kata yang tak jelas didengar.
Tadi waktu Lie Siauw Hiong memandang pada air muka kedua orang ini, tampaknya berwajah sangat dingin sekali, tetapi sekarang mendadak berubah.
Dengan rasa penuh cinta yang luar biasa mereka memeluk pemuda itu.
Perlakuan ini membuat pemuda itu seperti bocah cilik.
Tiba-tiba dia menangis tersedu-sedu, seakan-akan seorang anak kecil yang tengah mengadu pada ayah dan ibunya, karena diganggu oleh orang lain.
Biarpun demikian, keadaannya ini agak mengharukan juga.
Kemudian orang yang mukanya tampak lebih hitam itu terdengar berkata dengan nada yang rendah .
"Anak yang baik, kami sungguh telah membuat kau menderita."
Pemuda itu lalu mengangkat kepalanya memandang kepada kedua orang itu, dengan matanya yang besar yang masih terdapat butiran air mata sambil berkata .
"Aku sesungguhnya tidak sampai terjatuh ditangan bangsat tua itu, dan diapun tidak sampai pula dapat merampas sarung pedangku."
Dari sampingnya orang yang berwarna kuning mukanya itu lalu berkata pula .
"Syukur juga tempat persembunyianmu sangat baik, dengan demikian Siok-siok barulah dapat datang menjengukmu, untuk membantumu menjadi pangcu." (Pangcu = kepala dari sesuatu perkumpulan atau partai). Suaranya sekalipun sangat perlahan, tapi tajam. Teranglah bahwa dia sangat bersemangat sekali, waktu mengucapkan perkataannya itu. Muka pemuda itu kini tampak sangat putih bersih, karena debu-debu yang tadinya menempel dimukanya, sudah terhapus bersih tatkala kedua orang aneh itu memeluknya. Dalam pada itu menurut perkiraan kedua orang aneh itu, pemuda ini paling banyak baru berumur antara lima atau enam belas tahun, tapi setelah dia memandang lebih tegas, dia berpendapat bahwa pemuda ini umurnya tidak mungkin lebih dari tiga belas tahun. Tapi pada wajahnya yang kecil ini, menunjukkan semangat yang menyala-nyala, tapi hanya sekejap saja, kemudian dia berkata pula dengan sedihnya .
"Tapi ... bangsat itu, mereka disepanjang jalan mengejar-ngejar aku terus- menerus, sehingga aku amat menderita. Situa bangka Li Loo-cat itu telah menempiling aku satu kali, hingga rasa sakitku bukan kepalang."
Kedua orang ini yang melihat luka pemuda ini bukan main parahnya, bukan saja mukanya tampak sangat marah dan gemas, tapi juga sampaipun kedua alisnya dikerutkannya berkali-kali, sehingga mukanya tampak sangat menakutkan.
Orang yang berwarna kuning mukanya itu lalu menepuk sebuah batu, sehingga batu itu hancur luluh seraya berkata .
"Loo-jie, hutang Li Loo-jie ini ..."
Kemudian dia menoleh lagi pada pemuda itu sambil berkata .
"Peng Jie, Siok-siokmu ini pasti akan membelamu secara mati-matian. Janganlah kau menangis lagi, pangcu dari partai Kay Pang (Golongan Pengemis) adalah seorang enghiong sejati. Kau tidak seharusnya begitu mudah menangis. Mari, Siok- siokmu ingin melihat keadaan luka-lukamu."
Lie Siauw Hiong merasa kagum juga akan perhatian kedua orang ini pada pemuda yang malang itu.
Sekalipun kata-kata mereka itu tidak enak terdengarnya, tapi suaranya menunjukkan perasaan prihatinnya yang dalam.
Kedua orang ini lalu membuka baju pemuda itu dengan perlahan-lahan, kemudian tiba-tiba muka mereka berubah, karena melihat luka pemuda itu amat parah.
Sekonyong-konyong orang yang berwarna kuning mukanya itu menotok dada pemuda yang malang itu.
Setelah dia menotok sebanyak dua belas kali, lalu dia menarik nafas sambil berdiri disamping pemuda itu.
Orang yang mukanya tampak lebih hitam itu lalu berkata pada pemuda itu .
"Peng Jie, Siok-siok akan menyalurkan peredaran darahmu dengan sempurna. Bila kau melatih dirimu dalam tenaga dalam sekali lagi, pasti luka-lukamu akan sembuh seluruhnya."
Orang yang kuning mukanya itu, lalu berkata lagi.
"Apakah benar Li Loo-cat itu menurunkan tangan jahatnya terhadap bocah ini ? Hmmm, marilah kita pergi melihatnya. Eh, kau bocah masih belum juga pergi ?"
Katanya pada Lie Siauw Hiong.
Dengan tidak disengaja dia melihat Lie Siauw Hong dibelakangnya bahwa Lie Siuw Hiong ini adalah murid Li Loo-cat.
Baru saja Lie Siauw Hiong hendak menjawab pertanyaan mereka, sekonyong-konyong pemuda itu mendahului sambil berkata .
"Kim Siok-siok, dia bukannya ..."
Dari arah belakangnya mendadak terdengar suara orang yang berkata dengan kakunya .
"Dia bukan, tapi aku benar !"
Orang yang mukanya tampak lebih hitam ini, lalu memberi isyarat dengan matanya pada kawannya, dengan suara yang perlahan dia berkata pada pemuda itu .
"Peng Jie, kau tak usah takut, lekas kau mengalirkan seluruh jalan darahmu, Siok-siok akan menjagamu."
Lie Siauw Hiong lalu membalikkan badannya dan memandang kesekeliling itu.
Didepan pintu kuil itu, dia melihat tiga orang berdiri, mereka tidak berkata barang sepatahpun.
Orang yang mukanya berwarna kuning itu lalu maju kemuka, sambil memandang kepada tiga orang itu sejenak.
Kemudian dia berkata dengan nada kaku .
"Hei kawan, baiklah kita pergi keluar saja, bila ingin bercakap-cakap !"
Ketiga orang ini setelah memandang pada orang yang bermuka agak kehitam-hitaman ini, yang ditugaskan oleh kawannya untuk menjaga diri pemuda itu, lalu mereka tertawa dingin, dan dengan berbareng mereka keluar dari pintu kuil itu.
Orang yang bermuka merah ini sambil memandang sebentar pada Lie Siauw Hiong lalu diapun meloncat keluar pula.
Dari arah luar terdengar suara bentakan .
"Kim Lo Twa, kami telah menyusahkan kau saja !"
Kemudian disusul oleh suara angin yang menderu-deru dan tinju yang melayang.
Agaknya diluar telah terjadi pertempuran yang dahsyat.
Diluar kuil tersebut Kim Loo Twa menghadapi ketiga orang lawannya seorang diri saja, air mukanya sedikitpun tidak menunjukkan perasaan takut, sedangkan serangan- serangannya yang dilancarkan kepada lawannya itu, sangat luar biasa hebatnya, sehingga dengan cara demikian, ketiga lawannya untuk sesaat lamanya tidak dapat mendekatinya.
Setelah Lie Siauw Hiong berpikir sejenak dengan seksama, barulah ia ingat bahwa diantara ketiga orang yang datang menyatroni pemuda itu, dua diantaranya adalah dari murid-murid partai Kong Tong.
Sejurus kemudian setelah dia pikir-pikir 'Li Loo-cat', seketika dia teringat pada pemimpin partai Kong Tong yaitu 'Kiam-sin Li Gok'.
Berpikir sampai disitu, darah Lie Siauw Hiong menjadi mendidih, mukanya yang memangnya putih menjadi pucat pasi seperti orang yang baru saja mabuk karena minum arak, sehingga membuat orang tidak berani memandang langsung kepadanya.
Li Gok ini justeru adalah sebagai pemimpin gerombolan yang telah melakukan penganiayaan terhadap diri Bwee Siok-sioknya, maka dengan seketika saja Lie Siauw Hiong merasa bersimpati terhadap kedua saudara she Kim ini.
Lie Siauw Hiong lalu berkata pada dirinya sendiri .
"Benar, tentulah dia orangnya. Jikalau dia ikut serta mengerubuti seorang itu, benar-benar dialah seorang yang terlampau hina."
Sekonyong-konyong terdengar suara teriakan seseorang yang agak panjang.
Dari tempat yang agak gelap tampak melompat keluar dua orang.
Lie Siauw Hiong menjadi amat terkejut melihat peristiwa ini.
Dan dari arah kirinya tampak pula seorang laki-laki yang masih muda sekali.
Dia mengenali orang ini adalah salah satu dari 'Kong Tong Sam Coat Kiam' yaitu 'Tee-coatkiam Ie It Hui'.
Dari arah kanannya tampak lagi mendatangi seorang yang kurus tinggi.
Kedua orang ini mempunyai kepandaian yang sudah cukup tinggi.
Ie It Hui lalu berseru pada ketiga orang tersebut .
"Su Sutee, terus tempur saja mereka itu !"
Kemudian bersama dengan orang disampingnya itu, dia lalu jalan masuk kedalam kuil itu.
Pemuda yang sedang menderita luka-luka parah ini, pada saat ini sedang mengatur peredaran darahnya, sedangkan orang yang bermuka agak hitam ini yang sedang berdiri disamping menjaganya, tampaknya sedikit gugup karena memperhitungkan sesuatu yang diluar dugaan agaknya.
Kemudian dia ulurkan tangannya menekan pundak pemuda itu, seakan-akan dia ingin membantu untuk mempertiepat pulihnya kesehatan pemuda itu.
Justeru pada saat itu dipintu kuil yang terpentang itu menerobos masuk dua orang.
Ditangan keduanya terhunus pedang panjang.
Yang mula-mula masuk lalu menyengkeram diri pemuda yang sakit itu, sedangkan orang yang mukanya agak kehitam-hitaman ini, dimana sebelah tangannya sedang menekan punggung pemuda itu, tanpa menoleh lagi lalu diulurkannya tangannya kebelakang untuk menangkap tangan orang yang melakukan serangan tersebut.
Orang yang melakukan penyerangan itu, lalu mengeluarkan suara teriakan tertahan, buru-buru dia jungkir balik kebelakang, kemudian dia menyerang berturut-turut tiga kali dengan pedang panjangnya itu, dan orang ini adalah murid kepala dan pemimpin dari tiga ahli pedang murid partai Kong Tong yaitu Tian-coat-kiam Cu Kat Beng.
Ie It Hui sendiri menjaga dipintu, agar supaya lawannya jangan kabur.
Tian-coat-kiam Cu Kat Beng adalah yang paling sempurna kepandaiannya diantara murid-murid partai Kong Tong, tiga kali serangannya yang berantai ini sungguh hebat sekali.
Lie Siauw Hiong sendiri yang menyaksikannya dari tempat yang gelap, diam-diam mengangguk-angguk menyatakan kehebatan dari serangannya ini, hingga dalam hatinya dia berkata .
"Serangannya ini bila dibandingkan dengan Ie It Hui, ternyata jauh lebih matang dan sempurna, maka dengan sendirinya tidak dapat disangsikan lagi, bahwa dia ini pasti Suhengnya (kakak seperguruannya) si orang she Ie itu."
Sedangkan orang yang bermuka agak kehitam-hitaman ini, seluruh perhatiannya dicurahkan atas diri pemuda yang sedang mengatur jalan pernafasannya itu.
Terhadap Cu Kat Beng seolah-olah dia tidak melihat sama sekali.
Menyaksikan aksi orang ini, tidak terasa lagi Siauw Hiong merasa tercengang juga dan berpikir didalam hati .
"Sekalipun kepandaianmu tinggi juga, tapi mengapa kau berlaku sombong sekali ?"
Justeru pada saat pedang Cu Kat Beng hampir saja menemui sasarannya, orang yang mukanya kehitam- hitaman itu, yaitu Kim Loo Jie, sekonyong-konyong membalikkan tangannya, dengan mana dia menangkap pedang lawannya ini.
Pengalaman Cu Kat Beng sangat luas sekali.
Begitu dia melihat tangkapan Kim Loo Jie dengan telapak tangannya yang berwarna hitam gelap, hatinya menjadi sangat terkejut sekali.
Buru-buru dia menahan serangannya sambil mengeluarkan suara yang tertahan.
Sekalipun Lie Siauw Hiong menyaksikan peristiwa tersebut dari tempat yang gelap, diapun merasa terperanjat juga, karena dia pernah mendengar ceritera Bwee Siok- sioknya, bahwa didaerah Lok Gan Kan dipropinsi Su Cuan ada satu golongan ahli silat yang disebut 'Im Hong Hek See Ciang'.
Bila orang tersebut sudah berhasil melatih dirinya sehingga sempurna, maka orang itu dengan menggunakan tangan kosong saja dapat melawan serta merampas senjata tajam lawannya dengan secara mudah sekali.
Kepandaian tersebut termasuk dalam golongan ahli gwa-kang (ahli luar), cuma kabarnya ilmu tersebut sudah lenyap pada beberapa ratus tahun yang lampau dan diapun sudah lama tidak pernah mendengar ada orang yang menggunakan kepandaian tersebut lagi.
Tidak disangka Kim Loo Jie ini justeru adalah seorang ahli dalam golongan itu, maka sekali turun tangan saja dia sudah memperlihatkan ketangguhannya dan ilmu yang dikeluarkannya itu sungguh-sungguh sudah mencapai tingkat yang tertinggi.
Untung serangan Cu Kat Beng masih dapat ditariknya kembali, bila tidak, maka tidak dapat disangsikan lagi bahwa pedangnya itu pasti akan dapat dirampas lawannya.
Ie It Hui pun seakan-akan kenal telapak tangan Kim Loo Jie agak aneh, karena itu dia buru-buru melompat dan menikam lawannya dengan satu tusukan pedangnya kearah Kim Loo Jie ini.
Dengan bersatunya serangan pedang kedua saudara seperguruan ini, maka daya serangannyapun semakin bertambah besar dan serangan mereka tampaknya begitu teratur dan rapi.
Kim Loo Jie dengan mengandalkan telapak tangannya, dia masih berusaha mempertahankan dirinya secara mati- matian.
Pada saat itu muka pemuda tersebut tampak sangat merah sekali, seakan-akan dia sedang mencapai satu tingkat yang genting sekali.
Kim Loo Jie yang menyaksikan dari samping, tidak berani berlaku lengah, satu telapak tangannya sudah mulai tampak tidak keruan lagi dalam usahanya melawan kedua musuhnya itu.
Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Cu Kat Beng sangat cerdik dan licik.
Dia selalu berusaha untuk setiap ada kesempatan menyerang diri pemuda yang sedang mengatur pernafasannya itu, sehingga hal itu membaut Kim Loo Jie menjadi sibuk.
Pada saat itu Ie It Hui dengan menggunakan tipu 'Hong Hong Tian Cie' (burung Hong mementang sayap) langsung menyerang pundak kiri Kim Loo Jie, sedangkan Cu Kat Beng sendiri lalu menyerang jalan darah 'Kian Wie' pada diri Kim Loo Jie.
Kini benar-benar Kim Loo Jie menghadapi ancaman yang amat dahsyat, sebab jika ia berkelit dari tusukan pedang Ie It Hui, maka tanpa ampun lagi jalan darah 'Kian Wie'nya pasti dapat diserang oleh Cu Kat Beng dengan leluasa sekali.
Serangan kedua orang ini benar-benar sangat berbahaya sekali, disamping seluruh perhatiannya dicurahkan pada pemuda ini.
Karena dia sudah mempunyai pengalaman yang dengan sengaja berpura-pura menyerang ini, dia telah dapat menangkap maksud lawannya ini, maka terdengarlah dia berseru dengan kerasnya, dan sekali lagi dengan sebelah telapak tangannya dia menangkap pedangnya Ie It Hui.
Dengan tertawa dingin Cu Kat Beng lalu memutar pedangnya, lalu dengan lurus dia menusuk jalan darah 'Giok-cim'nya Kim Loo Jie.
Dalam pada itu tampaknya Kim Loo Jie sudah tidak keburu lagi mengelakkan serangan kedua lawannya yang dilancarkan secara bersama ini.
Serta- merta terdengar suara 'trang' lantas Cu Kat Beng mundur tiga langkah, ternyata pergelangan tangan Ie It Hui yang menggenggam pedang tiba-tiba dipegang oleh seseorang berkedok.
Kim Loo Jie melirikkan matanya yang tajam itu kearah orang berkedok yang sedang memegang tangan Ie It Hui itu.
Ternyata waktu Kim Loo Jie menangkap pedang Ie It Hui ini, justeru pada saat pedang Cu Kat Beng hendak menusuk jalan darah 'Giok-cim'nya, dan pada saat itu pulalah ketika dengan sekonyong-konyong satu bayangan manusia berlompat keluar dari tempat yang gelap, hingga dalam sekejap mata saja dia sudah sampai dimuka ketiga orang yang sedang bertempur itu.
Dengan sebelah tangannya dia berhasil memegang pergelangan tangan Ie Ie Hui, sedangkan dengan tangannya yang sebelah lagi, dia berhasil membenturkan pedang Ie It Hui pada pedang Cu Kat Beng sehingga bersuara 'trang' yang terdengar tadi itu.
Dengan demikian Kim Loo Jie telah menangkap tempat kosong, Ie It Hui yang kena dicekal pergelangan tangannya, seketika itu juga dia merasakan seluruh badannya menjadi sangat lemas dan tak bertenaga sama sekali, sedangkan Cu Kat Beng sendiri turut menjadi sangat terperanjat, karena melalui pedangnya itu, dia pun telah menerima aliran tenaga pukulan yang keras sekali dari lawannya yang berkedok ini.
Saking terkejutnya, buru-buru' dia mundur tiga langkah.
Seketika suasana dalam kuil itu menjadi genting dan panik, sehingga terdengarnya suara nafas yang berat dari pemuda itu menandakan sesuatu keadaan yang paling genting yang telah tercapai disaat itu.
Dari luar kuil itu sekonyong-konyong terdengar suara teriakan seperti orang terkejut, sehingga Ie It Hui dan Cu Kat Beng menjadi berubah mukanya.
Akhirnya dengan secara tiba-tiba Cu Kat Beng lalu menusuk muka pemuda yang berkedok itu.
Karena jaraknya sangat dekat dan lagi serangan ini dilakukannya dengan sekonyong-konyong, meskipun seseorang mempunyai kepandaian yang betapa tingginya juga, sukar dapat menghindarkannya.
Dia melakukan serangannya ini justeru untuk melepaskan pegangan pemuda berkedok itu, yang sedang memegang tangan Ie It Hui itu.
Justeru pada saat pemuda berkedok ini mundur sambil melepaskan pegangannya pada Ie It Hui, Cu Kat Beng lalu menarik tangan kanan Sutenya itu seraya berkata .
"Pergi !"
Lalu mereka berdua melompat pergi. Kemudian dari arah luar kuil itu terdengar suara huhuhu, lalu disusul dengan suara Kim Loo Twa yang tajam menusuk kuping berkata .
"Kemana kau hendak lari ?"
Lalu disusul dengan suara teriakan yang sangat nyaring itu, kemudian segala suara lenyap kembali dan ketenangan kembali menguasai suasana seperti sedia-kala.
Waktu dia masuk, topinya membentur pintu, sehingga topi itu agak berubah sedikit letaknya.
Sambil membetulkan letak topinya yang miring ini, dengan suara yang perlahan dia berkata .
"Loo Jie, Peng Jie apakah kau sudah berhasil menjalankan pernafasannya ? Bangsat tua Li Loo-cat itu dikuatirkan sudah hampir sampai, kita harus lekas-lekas meninggalkan tempat ini, ai ..."
Waktu dia mendengar Kim Loo Jie tidak menjawab, dia baru insyaf yang saudaranya tengah membantu pemuda itu memulihkan kesehatannya semula.
"Sret", terdengar suara orang yang bangun dengan terperanjat. Ternyata Kim Loo Jie telah meloncat bangun dengan cepat sekali, sedang pemuda itupun lalu membuka matanya memandang kesekitarnya. Kim Loo Jie tanpa mengeluarkan suara lalu menghampiri pemuda berkedok itu. Pemuda berkedok yang tidak ingin mukanya dikenali oleh Ie It Hui itu, tentu saja Lie Siauw Hiong adanya, maka sambil menjatuhkan dirinya berlurut dia berkata dengan suaranya yang terharu sekali .
"Terimalah tuan pemberian hormat dari Kim Loo Jie ini, sejak hari ini tuan adalah penolong yang paling berharga dari partai kami Kay Pang (partai pengemis). Bolehkah hamba bertanya siapakah gerangan nama tuan yang mulia ?"
Untung sekali waktu Lie Siauw Hiong berseru tempo hari dengan kerasnya dihutan, dia tidak mendengar dengan jelas. Maka sambil membuka kedoknya, Lie Siauw Hiong tertawa besar, kemudian sambil mengangkat Kim Loo Jie dia berkata .
"Aku she Lie bernama Siauw Hiong, kepandaianku tidak berarti sama sekali, harap dimaafkan saja hendaknya."
Lie Siauw Hiong tidak mengerti mengapa dia bisa bersikap sebagai seorang ksatria sejati. Kim Loo Toapun lalu memberi hormat pula kepada Lie Siauw Hiong, sesudah itu dia membalikkan badannya dan berkata pada Kim Loo Jie .
"Marilah kita berangkat."
Kim Loo Jie lalu menuntun tangan pemuda yang malang itu, untuk bersama-sama keluar dari kuil itu, sedangkan Lie Siauw Hiong pun mengikuti mereka dari belakang.
Kim Loo Toa kemudian memandang pada dua jalan bersimpang dalam hutan itu, dimana dengan disengaja dia meninggalkan banyak bekas telapak kaki dan daun-daun dijalan sebelah kirinya.
Pada saat itu dia lalu menengadahkan kepalanya sambil memandang kelangit.
Sinar rembulan tampak remang-remang memancarkan sinarnya dari tengah-tengah angkasa raya.
Sesudah itu terdengar Kim Loo Toa menarik nafas panjang, kemudian bersama-sama Kim Loo Jie dia menjatuhkan dirinya berlutut lagi didepan Peng Jie.
Dengan suara yang sangat menghormat sekali mereka berkata .
"Pang-cu keempat belas dengarlah, kami keturunan ketiga belas dari partai pengemis Kim Gwan Pek dan Kim Gwan Tiong bersumpah dibawah sinar sang rembulan, mengangkat kau sebagai pemimpin kami dan selanjutnya kemegahan partai pengemis terserah ditangan kau sampai kemudian hari. Walau bagaimanapun kami akan membantu mengembangkan kecemerlangannya nama baik partai kita."
Pedang Abadi -- Khu Lung Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Liang Ie Shen Telapak Emas Beracun -- Gu Long