Ceritasilat Novel Online

Pahlawan Gurun 17


Pahlawan Gurun Karya Liang Ie Shen Bagian 17



Pahlawan Gurun Karya dari Liang Ie Shen

   

   "Kalau tidak masuk sarang harimau, mana bisa mendapatkan anak harimau,"

   Biarpun pihak lawan bermaksud jahat terpaksa harus dihadapi juga. Didalam taman ternyata ada sebuah rumah, setelah masuk kedalam rumah dan menyusuri sebuah serambi yang panjang akhirnya Li Su-lam diajak masuk sebuah kamar.

   "Silahkan Li-kongcu tunggu sebentar, segera nona Nyo akan datang,"

   Kata kedua orang berbaju hitam itu. Sudah tentu Su-lam setengah percaya setengah tidak. Ia berduduk menunggu, tidak seberapa lama, tiba2 terdengar suara seorang yang sudah dikenalnya berkata.

   "Su-lam, Anda (dalam bahasa Mongol, Anda berarti saudara atau kawan), sudah lama kau menunggu."

   "sungguh kejut Su-lam tak terkatakan, orang yang bersuara itu jelas bukan lain daripada Dulai adanya. Waktu Su-lam menoleh, benar juga Dulai sudah masuk kamar, dibelakangnya bahkan ikut pula seorang hwesio gemuk besar, tak perlu dijelaskan lagi tentu Koksu negeri Mongol, Liong- siang Hoat-ong yang terkenal itu. Li Su-lam bukan orang bodoh, begitu melihat Dulai segera ia tahu dirinya telah masuk perangkap yang diatur oleh Dulai. Kalau saja yang berhadapan dengan dirinya Cuma Dulai seorang masih mudah dilayani, tapi sekarang Li Su-lam tidak berani sembarangan bertindak. Setelah menutup pintu kamar, lalu Dulai berkata pula dengan tertawa.

   "Anda Su-lam, tidak nyana kita dapat berjumpa di taytoh sini. Di Holin dahulu engkau pergi tanpa pamit, selama ini aku benar2 selalu terkenang padamu."

   "Banyak terima kasih atas perhatianmu,"

   Sahut Li Su-lam dengan tak acuh.

   "Kabarnya sekarang kau telah menjadi Lok-lim Bengcu didaerah utara sini, sungguh menggembirakan dan terimalah ucapan selamat"

   Dariku kata Dulai pula. Li Su-lam tidak sabar lagi segera ia bicara langsung ke persoalan pokok.

   "Akupun mendapat kabar bahwa Nyo Wan berada ditempatmu ini entah betul tidak?"

   "Anda Su-lam benar2 seorang kekasih yang berburu baru datang sudah lantas ingin lekas bertemu dengan nona Nyo,"

   Sahut Dulai dengan tertawa.

   "Hahaha, memang tidak salah, nona Nyo berada disini, jangan kuatir, pasti kuperlakukan dia dengan baik."

   "Ya, aku memang ingin bertemu dengan dia,"

   Kata Su-lam.

   "kau memanggil Anda padaku, tentunya kau takkan melarang aku menemuinya bukan?"

   "Tentu, sudah tentu,"

   Sahut Dulai.

   "Cuma, hendaknya jangan ter-buru2, marilah kita bicara sesuatu lebih dulu."

   "Bicara apa?"

   Kata Li Su-lam dengan mendongkol.

   "Nona Nyo adalah bakal istriku, hal ini kau sendiri sudah tahu, lalu apa maksudmu dengan menangkapnya kesini,"

   Kalau bakal istriku tidak kau bebaskan diantara kita dapat bicara apa lagi?"

   "Bila aku tidak mengundang nona Nyo kemari, lalu apakah aku dapat mengundang kau pula kesini?"

   Kata Dulai dengan tertawa.

   "Baiklah, sekarang akupun sudah berada disini, lalu apa kehendakmu, bicaralah!"

   "Begini Anda Su-lam, maksudku mengundang kau kesini, pertama ingin bicara soal2 hubungan baik kita dimasa lampau, kedua akupun ada urusan pribadi dan urusan tugas yang ingin kurundingkan dengan kau. Aku tahu engkau selalu teringat kepada nono Nyo, maka baiklah kita boleh bicara urusan pribadi lebih dulu. Jika kau ingin kubebaskan nona Nyo, kukira tidak sukar, hanya saja kaupun harus melepaskan orangku."

   Seketika Li Su-lam tidak paham maksud ucapan Dulai, sahutnya.

   "Bilakah aku pernah menahan orangmu?"

   "Orangku ini bukan ditangkap olehmu, Cuma orang ini sekarang justru berada ditempat kalian sana,"

   Kata Dulai.

   "Siapa yang kau maksud?"

   Tanya Su-lam.

   "Adik perempuanku si Minghui,"

   Jawab Dulai.

   "Bicara terus terang, aku sudah mengetahui minggatnya Minghui dari Holin adalah ingin mencari kau. Tentunya kalianpun sudah mengetahui bukan?"

   Ketika Yang Thian-lui berada di Pek-Koh-ceng disitulah dia melihat sendiri Putri Minghui ikut Ci In-hong dan lain2 ke Long-sia-san.

   Sekarang Dulai tinggal ditempat Yang Thian-lui, dengan sendirinya urusan diri Minghui tak dapat mengelabuinya.

   Karena itu, dengan tegas Su-lam lantas menjawab.

   "Memang benar, aku sudah bertemu dengan adik perempuanmu."

   "Akupun cukup paham isi hati adik perempuan ku itu,"

   Kata Dulai pula.

   "Sebenarnya kalian adalah pasangan yang setimpal. Cuma sekarang aku sudah memiliki nona Nyo, pertunangan Minghui dengan Tin-kok juga belum dibatalkan. Demi kebaikan kalian sendiri, kuharap kau suka memulangkan Minghui saja."

   Diam2 Su-lam mendongkol, jawabnya.

   "Dulai, jangan kau menyangka aku bermaksud mengincar putri raja yang agung. Mengenai Minghui,apakah dia mau pulang atau tidak adalah haknya, aku tidak dapat ikut campur."

   "Bukankah dia berada di Long-sia-san?"

   Ujar Dulai.

   "Asalkan terima permintaanku dan suka menulis surat kepada minghui, kuyakin dia pasti akan pulang."

   "Kau ingin aku menulis surat? Cara bagaimana harus kutulis?"

   "Dengan sendirinya perlu kau membujuk dia agar suka pulang ke Mongol."

   "Bagaimana aku dapat menjamin bahwa dia akan menurut?"

   "Jelaskan saja serba sulitmu, Aku cukup kenal watak adik perempuanku sendiri, dia takkan membikin sulit padamu."

   "Secara blak2an saja, jadi kau ingin aku menukar Nyo Wan dan Minghui?"

   "Benar, sedikitpun tidak salah, memang begitulah adanya!"

   Sahut Dulai manggut2.

   Maksud tujuan Dulai minta kembalinya Minghui sebenarnya bukan karena rasa sayang antara kakak terhadap adiknya, tapi demi kehormatanKhan yang Agung dari kerajaan Mongol yang besar.

   Putri suatu kerajaan besar minggat kenegeri musuh, kalau tidak dicari kembali tentu akhirnya akan diketahui orang luar, hal ini tentu akan memalukan.

   Sebab lain yang mendorong Dulai untuk mencari kembali Minghui adalah desakan Pangeran tin-kok.

   Mengingat Tin-kok masih memegang kekuasaan miiter mau tak mau Dulai harus memikirkan faktor ini.

   Sebaliknya Li Su-lam adalah seorang yang jujur, bahwasanya ia harus mencari kembali Nyo Wan, tapi kalau untuk itu harus memaksa Minghui pulang kenegeri asalnya, hal inipun tak dapat dilakukannya.

   Kemudian Su-lam mendengus dan berkata.

   "Urusan pribadi kita tunda dulu, sekarang coba kau katakan persoalan dinas tugas umum."

   "Baik", sahut Dulai dengan tertawa.

   "Anda Su-lam, kau telah diangkat menjadi Lok-lim Bengcu, sungguh menggembirakan dan harus diberi selamat."

   "Kaupun sudah menjadi panglima besar tentara Mongol,"

   Akupun mengucapkan selamat kepadamu,"

   Kata Su-lam.

   "Tapi kau adalah panglima besar sebaliknya aku Cuma kepala bandit, lalu ada urusan dinas apa yang dapat kita bicarakan."

   "Anda Su-lam, beritamu sungguh cepat sekali,"

   Kata Dulai dengan tertawa.

   "Hehe justru karena kedudukan kita berdua sekarang ini, diantara kita menjadi perlu adanya kerja sama yang rapat."

   "O, kau ingin aku bekerja sama dengan kau,"

   Kata Su-lam menegas.

   "Coba jelaskan."

   Kembali Dulai bergelak tertawa, katanya.

   "Negeri Mongol kami dan negeri Kim adalah musuh bebuyutan. Mendiang Khan agung kami pernah bersumpah akan membasmi negeri Kim, kau tentu tahu akan hal ini. Sekarang kami berunding dengan Kim untuk perdamaian tidak hanya untuk sementara saja, setiap saat bila ada kesempatan kami tetap akan mengerahkan pasukan ke Tiongkok sini. Kedatanganku ke Taytoh sekarang adalah unuk mengawasa perundingan perdamaian ini dari belakang layar, delain itu juga ingin tahu keadaan negeri Kim guna perencanaan pencaplokan wilayah Tionggoan ini di kemudian hari, Usaha kami ini dapat mengelabuhi orang lain, tapi harus diakui tak dapat mengelabuhi kau."

   "Hm, lalu mau apa?jengek Su-lam pula.

   "Aku tahu engkau adalah bangsa Han , seorang laki laki patriot. Maka akan kuberitahu pula bahwa Mongol kami sudah mengadakan perjanjian rahasia dengan Song selatan, kedua negeri akan berserikat dan menumpas Kim bersama. Ini berarti pula bahwa negeri Kim adalah musuh bersama kita.""Hal inipun sudah lama kuketahui,"

   Kata Su-lam acuh tak acuh.

   "Bagus sekali jika kau sudah tahu,"

   Ujar Dulai dengan ketawa.

   "Jika Kim sudah jelas adalah musuh bersama kita, lalu kerjasama kita tidakkah sangat layak? Kelak bilamana aku mengerahkan pasukan ke Tionggoan sini kuharap akan akan bantuanmu. Sudah tentu aku takkan melupakan bantuanmu bila usaha besar kami sudah terlaksana, pasti akan kuangkat kau menjadi raja muda."

   "Banyak terima kasih,"

   Jawab Su-lam dengan menjengek.

   "Pertama aku tidak gila kuasa dan tidak ingin menjadi raja. Kedua, wilayah Tionggoan memangnya adalah milik bangsa Han, meski sekarang dijajah Kim., tapi juga tidak rela dipotong-potong dan dibagi-bagi oleh bangsa Mongol kalian."

   Dulai melengak, tapi segera iapun tertawa dan berkata.

   "

   Anda Su-lam, engkau tidak kemaruk kedudukan, sungguh harus dipuji.

   Tapi tentunya kau juga masih tunduk kepada perintah Song selatan bukan? Kini Mongol sudah berserikat dengan Song, jika kau membantu aku berarti juga membantu Kaisar kerajaan Song kalian."

   "Hm, aku hanya kenal kewajiban membantu rakyat bangsan Han kami,"

   Jengek Su-lam pula.

   "Kalau begitu, aku Cuma minta kalian tidak membantu pihak manapun bilamana kelak pasukanku bergerak kesini,"

   Kata Dulai.

   "Kami memang tidak sudi membantu baik pihak Kim maupun pihak Mongol kalian,"

   Sahut Su-lam.

   "Yang pasti, pihak manapun yang menyerbu tanah air kami tentu akan kami lawan habis2an."

   "Jadi urusan pribadi maupun urusan negara sama sekali kau tidak dapat menerima permintaanku?"

   Dulau menegas dengan menyesal.

   Hati Su-lam menjadi kacau mengingat Nyo Wan berada dalam cengkeraman musuh, Nona itu sudah sebatang kara, dahulu engkoh sinona sudah berkorban baginya, apakah sekarang mesti membikin susah pula kepada sinona? Dulai seperti dapat meraba perasaan Su-lam yang ragu2 itu, segera ia berkata pula.

   "Anda Su-lam, jika kau inginkan kembalinya nona Nyo, adalah pantas kalau aku minta balas jasanya. Sebagai kesempatan terakhir, sekali lagi kuharap kau pilih antara persoalan pribadi dan negara tadi, kembalikan Minghui atau tidak memusuhi aku bila kelak aku masuk ke Tionggoan sini."

   "Malahan masih ada suatu soal yang lain yang mesti kau pertimbangkan,"

   Tiba2 Liong-siang Hoat- ong menimbrung.

   "Soal apa?"

   Tanya Su-lam.

   "Jangan kau melupakan bahwa nona Han juga berada ditempat kami sini."

   Kata Liong-siang Hoat- ong. Baru sekarang Su-lam ingat akan diri Han Pwe-eng. Katanya.

   "Nona Han tidak berdosa apa2, kalian harus membebaskan dia."

   "Benar, nona Han memang tidak berdosa,"

   Kata Liong-siang.

   "Tapi seperti kata pribahasa.

   "Tangkap harimau lebih gampang lepaskan harimau. Nona Han bukan harimau, tapi ayahnya adalah seekor macan yang galak, mana kali boleh sembarangan membebaskan nona Han, kecuali kau sudah terima syarat Si-ongcu (pangeran keempat), bahkan Han Tay-wi juga harus berjanji akan pulang ke Lok-yang."

   Maklumlah bila Han Tay-wi sudah pulang ke Lok-yang yang menjadi wilayah kekuasaan Mongol, mau tak mau jago tua itu harus bekerja bagi kerajaan Mongol.

   "Hm, tidak nyana seemikian keji tipu muslihat kalian,"

   Jengek Su-lam.

   Dalam hati ia yakin Nyo Wan pasti tidak setuju bila dirinya tunduk terhadap gertakan Dulai, begitu pula Han Tay-wi, setelah bermain catur beberapa hari telah dikenal wataknya yang pantang menyerah, kalau main catur saja tidak mau kalah apalagi disuruh menyerah kepada musuh.

   Berpikir demikian, dengan tegas Su-lam lantas berkata pula.

   "Dulai, pendek kata, aku takdapat menerima bujukanmu. Sekarang terserah kau, apa yang akan kau lakukan terhadapku silahkan saja!"

   "Haha, Anda Su-lam, rupanya saat ini kau sedang marah dan tidak dapat berpikir dengan tenang, kukira kalau kau sudah bertemu dengan nona Nyo dan saling berunding mungkin pikiranmu akan berubah,"

   Kata Dulai. Habis itu segera ia memanggil Ulitu dan Abul dan memberi perintah.

   "Bawa Li-bengcu kebelakang, biarkan dia bicara dengan kedua wanita itu."

   Ulitu berdua mengiakan, segera Li Su-lam digusur kebelakang dan dimasukkan kesebuah kamar tahanan yang kosong.

   Su-lam menjadi ragu2 terhadap ucapan Dulai, masakan benar perbolehkan Nyo Wan bertemu dengan dirinya.

   
Pahlawan Gurun Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Suasana didalam kamar tahanan itu gelap gulita, pikiran Li Su- lam juga tenggelam dalam kegelapan.

   Sedang merasa cemas, tiba2 Su-lam mendengar suara orang bicara dikamar sebelah, waktu ia mendengarkan lebih cermat, bahkan suara seorang lagi jelas sudah dikenalnya dengan baik, yaitu Nyo Wan, terang yang bicara tadi adalah Han Pwe-eng.

   Tanpa pikir Su-lam lantas ketok2 dinding dan bersru dengan girang2 kuatir.

   "Adik Wan, aku berada disini, dapatkah kau mendengar suaraku?"

   Dulai pernah menyatakan kepada Nyo Wan bahwa Li Su-lam akan diundang kesitu, sudah tentu Nyo Wan menjadi kuatir, dan kini kekuatiran itu ternyata menjadi kenyataan. Mula2 ia melengak, tapi cepat ia berseru.

   "Engkoh Lam, benar2 kau yang berada disebelah? Apakah aku tidak mimpi?"

   "Tidak, memang aku benar ada disini,"

   Sahut Su-lam.

   "Dulai telah memancing aku kesini dedngan tusuk kundaimu yang dia rampas itu. Dia sengaja mengurung aku disini, katanya supaya dapat berunding dengan kau."

   "Berunding apa?"

   Ujar Nyo Wan.

   "Dia pasti tidak punya maksud baik. Jangan kau masuk perangkapnya!"

   Sudah tentu aku tidak mudah masuk perangkapnya,"

   Kata Su-lam.

   "Tapi keparat itu memang banyak akal busuk, aku dipaksa memilih antara kepentingan pribadi dan kepentingan negara."

   Setelah Nyo Wan mendengar keterangan kedua syarat yang dikemukakan Dulai, segera ia berkata.

   "Engkoh Lam,syukurlah engkau tidak menerima syaratnya itu. Jika aku setuju menukarkan diriku dengan Putri Minghui, lalu aku ini apakah dapat dianggap manusia lagi?" ~ Ia hanya menyinggung soal pribadi,sebab ia cukup yakin dalam soal negara Li Su-lam lebih2 teguh tekadnya. Diam2 Su-lam bersyukur dalam hati dan memuji akan kebijaksanaan Nyo Wan, dengan perasaan lega segera ia berkata pula.

   "Adik Wan, ternyata jalan pikiranmu sama dengan aku, yang pasti hidup atau mati kita tetap bersama, kiranya tak perlu kubanyak bicara lagi. Yang harus kusesalkan hanya diri nona Han saja, tanpa berdosa dia ikut menderita terkurung disini."

   "Mengapa kau berkata demikian."

   Kata Han Pwe-eng dengan kurang senang.

   "Memangnya kalian saja boleh menjadi pahlawan dan patriot, sedang aku Cuma boleh menjadi pengecut yang takut mati?"

   "O, tidak, sekali2 bukan begitu maksudku,"

   Kata Su-lam.

   "Aku Cuma .."

   "Sudahlah, tak perlu kau mengucapkan kata2 menyesal lagi, kalau diucapkan, maka akulah yang mesti minta maaf kepada kalian, karena aku yang mengajak enci Wan keluar sehingga terjadi persoalan ini."

   "Tidak apa, tambah digembleng tambah kekal persahabatan kita,"

   Ujar Nyo Wan dengan tertawa.

   "Benar, aku yakin ayah dan Liok-pangcu akan sanggup menolong kita, andaikata tidak dapat, ditemani oleh cici yang baik hati sebagai kau, biar terkurung selama hidup disini juga aku merasa kerasan,"

   Sahut Han Pwe-eng.

   Harapan Dulai bila Li Su-lam sudah berunding dengan Nyo Wan mungkin dengan air mata sinona akan dapat melemahkan hati Su-lam, lalu akan menerima syaratnya.

   Tak terduga Nyo Wan malah memberi dorongan kepada Li Su-lam sehingga membikin tekadnya semakin teguh.

   Han Pwe-eng sendiri yakin kay-pang yang punya sumber berita yang luas itu dalam waktu singkat pasti akan mengetahui peristiwa tertawannya mereka ini, iapun yakin ayahnya pasti sanggup berdaya menolongnya keluar.

   Dugaannya ternyata tidak meleset, tidak sampai satu jam setelah kejadian mereka diculik pihak kKay-pang benar telah menerima berita itu.

   Hanya saja urusannya tidak sederhana, Han Tay-wi dan Liok-pangcu saat itu masih tidak berdaya untuk menolong mereka.

   Begitulah kita coba kembali kepada keadaan dimarkas cabang Kay-pang.

   Ketika Han Tay-wi datang mencari Liok Kun-lun, begitu bertemu segera ketua Kay-pang itu menegur.

   "Kebetulan, memangnya aku hendak mengundng kau kesini. Tentunya kau datang kesini berhubungan urusan anak perempuanmu bukan?"

   Keruan Han Tay-wi terkejut, cepat ia bertanya.

   "Terjadi apakah atas diri anak Eng ? Kalian sudah mendapat kabar lebih dulu ?"

   "Jangan gelisah dulu. Han-toasiok,"

   Kata Liok Kun-lun.

   "Marilah bicar didalam saja."

   Setiba disuatu kamar rahasia, tertampak Lau Kan-luh menemui seorang kakek dan seorang nona cilik sedang menunggu.

   "Lo-siansing ini adalah ayah nona Han yang kukatakan itu,"

   Demikian Lau Kan-luh berkata kepada kedua orang itu. Sikakek dan nona cilik itu lantas berbangkit dan memberi hormat kepada Han Tay-wi.

   "Mereka ini ..

   "

   Kata Han Tay-wi dengan bingung.

   "Mereka inilah yang baru saja datangf menyampaikan berita tentang nona Han,"

   Kata Liok Kun-lun. Kiranya kedua orang itu adalah ayah beranak pengamen silat itu. Dengan tidak sabar Han Tay-wi lantas berkata.

   "Tidak perlu banyak adat, silahkan kalian lekas beritahukan apa yang terjadi ?"

   "Kami mengamen dilapangan Thian-kau, waktu terjadi peristiwa itu kebetulan kami menyaksikannya,"

   Tutur kakek itu.

   Sebenarnya sikakek dan anak perempuannya bukan orang Kay-pang, cuma sebagai kaum pengelana sedikit banyak mereka ada hubungan dengan orang2 Kay-pang, merekapynn kenal Lau Kan-luh.

   Sebab itulah setelah kejadian tadi buru2 mereka datang kemarkas Kay-pang untuk melaporkan apa yang dialaminya.

   "Jika begitu, hwesio gemuk yang menawan anak Eng dan nona Nyo itu tentu Liong-siang Hoat-ong, itu Koksu dari Mongol yang terkenal, kata Han Tay-wi setelah menerima keterangan sikakek tadi.

   "Benar,"

   Kata Liok kun-lun.

   "Tampaknya orang yang mula2 cari perkara kepada nona Nyo itu besar kemungkinan adalah Dulai, itu pangeran Mongol yang berkuasa sekarang."

   Han Tay-wi menjadi kuatir, katanya pula.

   "Bila taksiran kita tidak keliru, tentu anak Eng berdua kini dikurung didalam istana Yang Thian-lui. Lalu bagaimana tindakan kita?"

   "Marialh kita berunding dulu dengan Li-bengcu,"

   Ajak Liok Kun-lun. Tapi diluar dugaan, setiba kembali mereka dirumah Han Tay-wi, malahan Li Su-lam juga sudah lenyap. Bahkan sampai besok paginya Li Su-lam tetap belum nampak pulang. Keruan Han Tay-wi tambah cemas, katanya.

   "Melihat gelagatnya, mungkin sekali Li-bengcu juga mengalami nasib yang sama seperti anak Eng dan nona Nyo."

   "Aku ada dua mata2 yang bekerja didalam istana Yang Thian-lui, besok akan kusuruh orang menghubungi mereka untuk mencari keterangan,"

   Kata Liok Kun-lun.

   Kedua mata2 Kay-pang yang dimaksud itu terdiri dari seorang yang berkerja sebagai perawat kuda dan seorang lagi adalah juru masak.

   Kedudukan mereka sangat rendah sehingga sukar berdekatan dengan orang2 berkedudukan tinggi didalam istana itu.

   Karena itu akhirnya berita yang diperoleh hanya sekelumit saja, bahwa didalam istana Koksu itu baru saja dikurung dua perempuan dan seorang laki2, ketiganya kabarnya adalah orang penting.

   Meski berita itu Cuma sekelumit saja, namun sudah cukuop memastikan bahwa Li Su-lam ikut tertawan didalam istana Koksu bersama Han Pwe-eng dan Nyo Wan.

   Yang membikin lega hati mereka adalah ketiga orang itu semuanya masih hidup selamat.

   Maka dapat diduga maksud Dulai menawan mereka ialah ingin mereka menyerah, sebelum tercapainya tujuannya tentu para tawanan itu takkan dibunuh begitu saja.

   "Han-toasiok, aku tahu engkau tentu sangat gelisah,akupun takdapat membiarkan Li-bengcu bertiga terjeblos dalam sarang musuh, betapapun kita harus berdaya menolong mereka,"

   Kata Liok Kun-lun.

   "Cuma saja sekarang belum ada kesempatan yang baik, maka sementara ini kita harus bersabar, maksudnya jangan ambil tindakan secara gegabah agar tidak mengejutkan musuh."

   "Kabarnya Yang Thian-lui telah berjanji akan bertemu dengan Liu Tong-thian dan Cui Tin-san pada pertengahan bulan yang akan datang dikediamannya?"

   Tanya Han Tay-wi.

   "Benar, yang kumaksudkan kesempatan baik justru inilah,"

   Kata Liok Kun-lun.

   "Menurut berita yang dibawa Li-bengcu, katanya ada dua ksatria muda yang berkepandaian tinggi akan ikut Liu Tong-thian berdua keistana Koksu itu dengan menyamar sebagai pengiringnya. Kedua ksatria muda itu masing2 bernama Ci In-hong dan Kok Ham-hi, kedatangan mereka itu adalah untuk pembersihan perguruan mereka sendiri. Selain itu kabarnya Kanglam-tayhiap Beng Siau-kang akan datang kesini."

   "Bagus,"

   Seru Han Tay-wi dengan girang.

   "Jika Beng Siau-kang juga datang, maka urusan menjadi lebih mudah diselesaikan, kalau perlu aku dan dia dapat menerjang ketempat Yang Thian-lui, kami dapat menyergap Dulai dan menawannya sebagai sandera."

   Begitulah, lima hari kemudian Liu Tong-thian dan Cui Tin-san serta Ci In-hong ternyata sudah datang ke taytoh.

   Jaraknya dengan hari pertemuan mereka dengan Yang Thian-lui masih ada belasan hari.

   Mereka sengaja datang lebih cepat karena ingin mengatur hal2 yang perlu.

   Akan tetapi Beng siau-kang ternyata tidak datang bersama mereka.

   Ketika mendengar berita tentang ditawannya Li Su-lam bertiga oleh Dulai, kejut Liu Tong-thian dan Ci In-hong dan lain2 sungguh tak terperikan.

   "Beng-tayhiap ada sedikit urusan harus kembali ke Long-sia-san dahulu, beliau memastikan akan datang kemari sebelum tanggal 15, kata Liu Tong-thian.

   "Kedatangan kalian ini apakah telah diketahui oleh orang2nya Yang Thian-lui?"

   Tanya Liok kun- lun.

   "Waktu kemarin petang kami masuk kota, rasanya tiada dikuntit oleh orang yang mencurigakan,"

   Tutur Liu Ting-thian.

   "Baiklah, jika begitu hndaklah kalian berusaha mengulur waktu beberapa hari,"

   Kata Liok kun-lun.

   "Boleh kau mengutus seorang untuk menyampaikan kabar kepada Yang Thian-lui, katakan saja kalian mungkin akan datang terlambat beberapa hari. Andaikan Beng Tay-hiap dapat tiba tepat pada waktunya, maka kalianpun boleh menemui Yang Thian-lui sesuai dengan hari yang ditetapkan. Kalau tidak, biarlah kita mengulur waktu terus sampai Beng-tayhiap datang."

   "Bila Beng-tayhiap mengetahui Li-bengcu tertawan musuh, beliau pasti akan menyusul kesini secepat mungin,". ujar Liu Tong-thian.

   "Oya, apakah Liok-pangcu sudah mengirim berita ke Long- sia-san?"

   "Belum, sebab kami mengira Beng-tayhiap akan datang bersama kalian,"

   Sahut Liok Kun-lun.

   "Tapi bila perlu aku dapat menyampaikan berita dengan burung merpati kesuatu cabang Kay-pang kami yang berdekatan dengan Long-sia-san untuk kemudian diteruskan pula kepegunungan itu. Disamping kita minta Beng-tayhiap lekas kemari, kita juga terus berdaya mencari tahu tempat dikurungnya Li-bengcu bertiga. Kalau perlu biarlah kita mengerahkan segenap tenaga untuk menyerbu tempat penjara."

   Jumlah anggota Kay-pang di taytoh ada beberapa ribu orang, memang bukan sesuatu yang sulit bilamana mereka dikerahkan untuk menyerbu penjara.

   "Cuma bila terjadi demikian, maka Kay- pang tak dapat menetap lagi di Taytoh. Hal ini menyangkut nasib ribuan orang, sebab itu Liok Kun- lun harus menimbang masak2 sebelum ambil tindakan. Han Tay-wi juga dapat berpikir panjang, mesti hatinya gelisah, tapi ia mesti juga memikirkan kepentingan Kay-pang. Katanya sesaat kemudian.

   "Biarlah kita mencari tahu dulu tempat tahanan Li-bengcu bertiga, biarpun mati juga aku akan menerjang kesana, sedapat mungkin kita harus menghindarkan terlibatnya para kawan Kay-pang."

   Padahal istana Koksu sangat luas dengan macam2 pesawat rahasia pula, hal ini cukup diketahui oleh Ci In-hong yang pernah bekerja disana selama beberapa than. Maka ia lantas tanya Liok Kun- lun.

   "Liok-pangcu, apakah engkau sudah mendapatkan kabar tentang tempat tahanan Li-bengcu bertiga?"

   "Kami ada dua orang yang bertugas didalam istana Koksu, Cuma kedudukan mereka rendah, sukar bagi mereka untuk mendapatkan kabar yang berharga,"

   Tutur Liok Kun-lun.

   "Namun aku sudah suruh mereka berusaha sebisa mungkin, bila perlu akan kuselundupkan beberapa orang lagi kesana."

   Jawaban ini sama saja mengatakan bahwa dia tidak tidak yakin akan apa yang dikatakan sendiri itu atas harapan sangat tipis.

   Sebagai orang yang cukup lama berada diistana Yang Thian-lui itu, Ci In-hong cukup apal keadaan disana.

   Sebenarnya timbul pikirannya setelah mendengar ucapan Liok Kun-lun tadi, hanya saja tidak diutarakannya.

   Besoknya Liok kun-lun menyuruh seorang anak buahnya untuk dijadikan sebagai utusan Liu Tong- thian dan mengirim surat kepada Yang thian-lui.

   Jawaban Yang Thian-lui menyanggupi menunda pertemuan itu sampai akhir bulan, bila lewat akhir bulan dianggap batal, sebab dia bulan berikutnya harus bertugas ke Mongol sebagai utusan Kim.

   "Dalam waktu singkat Beng-tayhiap tentu akan tiba, asal saja tidak terjadi sesuatu diluar dugaan,"

   Ujar Ci In-hong.

   "Dan kalau Beng-tayhiap tak dapat datang tepat pada waktunya, terpaksa kita cari jalan lain."

   "Tampaknya kau sudah punya rencana tertentu,"

   Kata Kok ham-hi.

   "Akupun tidak punya cara yang baik, Cuma boleh coba2 saja, mungkin akan ketemu kenalan,"

   Ujar In-hong.

   Sebenrnya dia sudah punya rencanan, Cuma kuatir Liok Kun-lun tidak setuju, maka sebelum tiba waktunya ia tidak suka mengemukakannya.

   Begitulah dengan gelisah semua orang menantikan datangnya Beng Siau-kang, sementara kita bercerita tentang Putri Minghui.

   Minghui telah menjadi murid Liau-yan secara tidak resmi.

   Semula Minghui hendak cukur rambut dan menjadi nikoh, tapi Liau-yan Suthay keberatan menerimanya menjadi murid setelah mengetahui Minghui adalah putri kerajaan Mongol.

   To Hong dan lain juga menasihatkan Minghui agar jangan mencukur rambut, akhirnya Minghui hanya diterima sebagai murid tidak resmi oleh Liau-yan Suthay.

   Pahlawan Gurun Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Liau-yan Suthay adalah teman karib mendiang To Pek-seng dan istrinya,diwaktu muda juga terkenal sebagai pendekar wanita, sudah berpuluh tahun dia hidup menyepi di Yok-ong-bio diatas Long-sia-san, ilmu silatnya sudah sukar diukur.

   Meski Minghui adalah murid tidak resmi, tapi karena Liau-yan tidak punya ahli waris, dengan sendirinya iapun anggap Minghui sebagai muri kesayangan dan mengajarkan macam2 ilmu silat padanya.

   Selama beberapa bulan pagi-sore Minghui belajar membaca kitab, kalau siang belajar sialt sehingga mendapat manfaat yang tidak sedikit.

   Kalusi juga sering datang menemani dia sehingga hidupnya tidak kesepian.

   Minghui sangat suka kepada kehidupan tentram demikian, ia merasa lebih bahagia daripada menjadi putri Mongol.

   Diluar dugaan, selagi hidup mulai tentram dan lebih suka mengakhiri hidupnya itu didalam agamanya itu, tiba2 terjadi pula sesuatu yang membikin kacau pikirannya yang tenang itu, yakni datangnya berita Kay-pang melalui merpati pos.

   Hari itu kebetulan To Hong datang ke Yok-ong-bio untuk menyambangi Minghui, selagi kedua orang asyik bicara, tiba2 seorang Thaubak datang melapor dan minta To Hong segera pulang ke atas gunung, katanya ada merpati pos yang membawa surat dari Kay-pang mengenai keadaan Li- bengcu dan Nona Nyo di Taytoh.

   Keruan To Hong terkejut, segera ia mohon diri kepada Minghui.

   Tak terduga Minghui juga lantas berbangkit dan minta ikut untuk mengetahui lebih lanjut berita tentang Li Su-lam dan Nyo Wan.

   Kaanya.

   "To-cici, hubunganku dengan nona Nyo laksana kakak beradik, kau tentu tidak berkeberatan jika aku ikut ke tempatmu untuk mengetahui berita yang lebih jelas."

   To Hong paham, meski betul Minghui juga menguatirkan Nyo Wan, tapi yang lebih membuatnya kuatir terang Li Su-lam adanya terpaksa To hong tidak dapat menolaknya.

   Setibanya di sanceh dan ketemu Ciok Bok.

   Dengan sendirinya Ciok Bok rada rikuh, katanya kemudian kepada Minghui.

   "Tuan Putri harap jangan banyak pikiran, persoalan Li-bengcu ini mungkin ada sangkut pautnya dengan kakakmu."

   Minghui terkejut, tanyanya cepat.

   "Mereka kan berada di Taytoh, mengapa urusannya menyangkut kakakku?"

   "Kakakmu yang keempat Dulai, kini juga berada di Taytoh, kabarnya datang kesana untuk perundingan perdamaian dengan Kim,"

   Tutur Ciok Bok. Seketika wajah Minghui berubah menjadi pucat, matanya menjadi basah, katanya dengan penuh menyesal.

   "sungguh aku, aku sangat malu, tidak nyana aku punya Siko ( kakak keempat ) bisa bertindak begitu."

   Tapi To Hong berusaha menghiburnya, katanya.

   "Kakak adalah kakak, dan adik adalah adik, kami pasti tidak memusuhi kau lantaran perbuatan kakakmu."

   "Apakah kalian ingin aku memberi sesuatu bantuan?"

   Tanya Minghui dengan menahan air mata.

   "Surat Kay-pang ini mendesak Beng-tayhiap lekas berangkat ke taytoh,padahal tiga hari yang lalu Beng-tayhiap memang sudah berangkat kesana, setiba disana tentu Beng-tayhiap dapat bertindak, maka kau tidak perlu kuatir,"

   Kata To Hong.

   Sudah tentu Minghui tidak mengetahui tentang maksud kakaknya ingin menukar dia dengan Nyo Wan, tapi dia dapat menduga bahwa salah satu sebab kedatangan Dulai ini tentu ingin mencarinya untuk dibawa pulang ke Mongol.

   Diam2 ia me-nimang2 sendiri kepada kejadian dahulu, Li Su-lam dan Nyo Wan sudah kenyang menderita ketika hidup merana di Mongol, kalau dibicarakan Minghui merasa ikut berdosa juga.

   Kini dua sejoli yang benar2 cinta mencintai itu kembali mengalami kesukaran, aku sendiri pernah berbuat salah terhadap mereka, sekali ini betapapun tidak boleh Sio membikin susah lagi kepada mereka.

   Biasanya Siko sangat baik kepadaku, bila aku yang minta kepadanya mungkin dia akan meluluskan permintaanku, paling2 aku ikut pulang ke Holin, demi kebahagiaan Li-toako dan nona Nyo biarlah aku rela hidup menderita untuk selamanya.

   Demikianlah Minghui mantapkan pikirannya itu, Cuma tak diutarakannya kepada To Hong.

   Sebagai seorang ksatria wanita yang berjiwa patriot, sama sekali To Hong tidak menyangka akan keruwetan pikiran Minghui itu.

   Setiba kembali di Yok-ong-bio, kebetulan Minghui melihat Kalusi datang mencarinya.

   Segera ia menyuruhnya pergi memanggil Akai.

   Habis itu Minghui sendiri lantas menghadap Liau-yan Suthay.

   Melihat sang murid datang menghadap diluar jam belajar, apalagi wajahnya tampak rada pucat, segera Liau-yan Suthay bertanya ada persoalan apa? Dengan rasa sedih Minghui berkata.

   "Jiwa murid belum bersih dari keramaian keduniawian, mohon suhu mengizinkan murid pulang saja."

   "Kau hendak pulang ke Mongol dan datang mohon diri kepadaku?"

   Liau-yan menegas. Minghui mengangguk dengan airmata bercucuran, jawabnya.

   "Tecu tidak berani mohon ampun pada suhu, sesungguhnya tecu ada sesuatu persoalan yang terpaksa."

   Liau-yan Suthay menghela napas, katanya.

   "

   Memang tidak setiap orang dengan mudah dapat meninggalkan kehidupan yang jaya dan mewah. Kau sendiri adalah putri raja, pantas juga kalau kau ingin pulang."

   Tidak kepalang rasa pedih hati Minghui, tapi sukar mengutarakannya, ia hanya menjawab.

   "Maaf, suhu tecu telah menyia nyiakan ajaranmu selama ini."

   "Sebenarnya kau cukup berbakat untuk menjadi ahliwarisku, tak terduga kau toh tiada berjodoh dengan agama kita dan akhirnya kembali pula keduniamu,"

   Kata Liau-yan.

   "Baiklah, berangkatlah jau, semoga kau tidak lupa kepada asalmu dan terjerumus kedalam lumpur."

   "Terima kasih atas petua suhu,"

   Kata Minghui.

   Setelah memberi hormat kepada Liau-yan, lalu ia pulang kekamar sendiri, tak tertahanlah airmatanya bercucuran.

   Sementara itu Akai dan Kalusi baru datang, mereka terkejut ketika nampak Minghui menangis sedih.

   Cepat mereka tanya ada urusan apa.

   "Tidak apa2,"

   Jawab Minghui sambil mengusap air mata.

   "Aku ingin lekas2 tinggalkan tempat ini, apakah kalian suka ikut pulang bersama aku?"

   "Pulang, maksud tuan putri?"

   Akai menegas dengan terkejut.

   "Apakah kau tidak takut lagi direcoki pangeran Tin-kok?"

   "Soal itu biarlah urusan belakang!"

   Sahut Minghui.

   "Tapi nona To sangat baik terhadap kita, pula "

   "Sudahlah, akupun tahu nona To sangat baik, tapi aku harus pergi dari sini,"

   Sela Minghui sebelum lanjutkan ucapan Kalusi itu.

   "Kami datang bersama tuan Putri, kemana tuan Putri hendak pergi tentu saja kami ikut,"

   Kata Akai dan kalusi berbareng.

   "lalu apakah sekarang kita akan pergi pamit kepada nona To?"

   "Tidak, tidak usah,"

   Kata Minghui.

   "Memang, cara kita pergi tanpa pamit ini kurang sopan, tapi aku telah siapkan sepucuk surat untuk nona To dan menjelaskan kesukaranku yang terpaksa. Kini kalian tak perlu tanya, ditengah jalan nanti kuceritakan kepada kalian."

   Begitulah setelah bebenah seperlunya, segera mereka bertiga meninggalkan Long-sia-san.

   Karena hampir semua Thaubak dipegunungan itu sudah dikenalnya, maka tanpa rintangan mereka dapat meninggalkan gunung itu.

   Sampai ditengah jalan, dengan tertawa Akai berkata.

   "Tuan Putri, bicara terus terang, sesungguhnya sudah lama akupun ingin pulang kepadang rumput untuk berburu dan hidup secara bebas."

   "Akan kupenuhi keinginanmu,"

   Sahut Minghui.

   "Cuma sekarang masih belum tiba waktunya, kita belum dapat pulang kerumah."

   "Jadi kita tidak langsung pulang ke Mongol?"

   Akai menegas dengan heran.

   "Tidak, kita menuju ke Taytaoh,"

   Jawab Minghui. Habis itu barulah ia menceritakan sebab musabab keberangkatannya itu.

   "Ai, mengapa Tuan Putri tidak katakan sejak tadi,"

   Ujar Akai.

   "Aku dan Kalusi masih utang budi kepada Li-kongcu dan nona Nyo, demi Li-kongcu dan nona Nyo terjun kedalam lautan api juga kami siap sedia."

   "Kalau Si-ongcu tidak mau terima permohonan tuan Putri untuk membebaskan mereka, lalu bagaimana?"

   Tanya Kalusi.

   "Betapapun harus kucoba dulu,"

   Kata Minghui.

   "Manusia berusaha, Tuhan yang menentukan. Sekarang aku terpaksa mengambil keputusan demikian."

   Tidak saja Minghui yang berpikiran pesimis, bahkan Ci In-hong yang berada di Taytoh juga mempunyai pikiran yang serupa itu.

   Sehari demi sehari telah lalu dan Beng Siau-kang masih belum nampak muncul, jarak waktu pertemuan dengan Yang Thian-lui kini tinggal sepuluh hari saja.

   Ci In-hong pikir segala urusan harus memperhitungkan kemungkinan yang paling buruk, dengan ilmu silat Beng Siau-kang seharusnya takkan terjadi sesuatu diluar dugaan, tapi kalau sampai terjadi apa2 dan baru mencari jalan lain, tatkala itu tentu sudah terlambat.

   Dengan pikiran demikian segera ia beritahu Kok Ham-hi bahwa dia akan mengunjungi istana Yang Thian-lui diluar tahu Liok Kun- lun.

   "Apakah tujuanmu hendak menyelidiki tempat tahanan Li-bengcu?"

   Tanya Ham-hi.

   "Benar,"

   Sahut In-hong.

   "Aku masih punya sebuah Kimpay (pening emas) untuk keluar masuk istana Koksu, kini wajahku sudah terias pula, malam2 aku kesana umpama kepergok juga takkan dikenal orang disana. Dengan Kimpay ini kukira masih dapat mengelabui penjaga2 disana."

   "Bagaimana kalau kita berdua pergi bersama?"

   Usul Ham-hi.

   "Jangan kau kurang paham keadaan istana Yang Thian-lui itu, kalau ikut mungkin malah akan membikin repot padaku,"

   Ujar In-hong.

   "Begini saja, kau boleh tunggu disuatu warung minum didekat istana itu, warung itu selalu buka sampai jauh lewat tengah malam. Bila menjelang fajar aku tidak kembali barulah kau pulang lapor kepada Liok-pangcu."

   Terpaksa Kok Ham-hi menerima dengan baik, diam2 mereka lantas berangkat.

   Malam itu kebetulan rada mendung dan gelap gulita, waktu dekat dengan istana Koksu malahan hujan gerimis rintik2.

   Ci In-hong sangat girang, suasana demikian adalah kesempatan paling bagus bagi orang bergerak diwaktu malam.

   Ci In-hong cukup apal penjagaan didalam istana itu, maka dengan mudah saja ia mencari suatu tempat yang paling sepi dan menyusup kedalam taman belakang.

   Secara hati2 dan munduk2 ia terus menyusur kedepan menghindari peronda dan mengitari semak2 pepohonan, dilihatnya pada sebuah rumah dipojok ada cahaya lampu.

   Tergerak hati Ci In-hong, ia membatin.

   "Entah si Item masih tinggal ditempat dahulu atau tidak? Aku dapat mempercayai dia, lebih baik kudatangi dia dan berunding dengan dia."

   "Si Item"

   Yang dimaksudkan itu she Gin, lantaran kulitnya hitam, maka orang memanggilnya si Item, bekerja sebagai tukang kebon disitu.

   Hanya sedikit saja orang Han yang diperkerjakan didalam istana Koksu itu, kalau ada juga Cuma beberapa orang saja yang berkerja sebagai pesuruh atau tukang kebon.

   Karena sesama bangsa Han, maka waktu Ci In-hong ikut Yang Thian-lui dahulu, beberapa orang Han itu lebih sering bergaul dengan dia.

   Lama2 merekapun menjadi kenal dengan baik dan salah seorang yang paling rapat berkawan dengan Ci In-hong adalah si Item ini.

   Begitulah dengan diam2 In-hong menyusup masuk kedalam rumah kecil itu dan berseru dengan suara tertahan.

   "Item!"

   Waktu itu si Item sedang membetulkan sebuah cangkul, ia merasa suara orang sudah dikenalnya waku menoleh dilihatnya seorang yang tak terkenal sudah berdiri dihadapannya, ia terkejut dan menegur.

   "Toako siapa? Maakan aku sudah lupa."

   "Masakan kau tidak kenal suara lai Item?"

   Ujar In-hong dengan tertawa.

   "Aku kan Ci In-hong!"

   Rupanya wajah penyamaran Ci In-hong membikin si Item menjadi pangling. Cepat Item menutup pintu dan menarik In-hong kedalam kamarnya, lalu berkata.

   "Ci-toaya, berani benar kau, masakah kau tidak tahu Yang Thian-lui telah memberi perintah rahasia untuk menangkap kau?"

   "Betapapun kedatanganku ini memang kusengaja,"

   
Pahlawan Gurun Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Sahut Ci In-hong.

   "Apakah kau takut ikut tersangkut?"

   Airmuka si Item berunah menjadi kurang senang, katanya.

   "Ci-toaya, memangnya kau anggap Item ini manusia macam apa? Pendek kata, ada urusan apa yang perlu bantuanku boleh silahkan Ci-toaya bicara saja!"

   "kedatanganku ini adalah demi seorang sahabat,"

   Kata Ci In-hong.

   "Temanku ini bernama Li Su- lam, Bengcu dari perserikatan pergerakan didaerah utara sini. Dia tertawan disini, apakah kau tahu tempat tahanannya?"

   "Kira2 setengah bulan yang lalu memang pernah kudengar ada seorang tokoh Lok-lim yang penting tertawan disini, tentunya orang inilah Li-bengcu yang kau maksudkan."

   Kata si Item.

   "Tapi urusan ini sangat dirahasiakan, orang rendah semacam diriku manabisa tahu tempat tahanannya."

   "Baiklah aku tidak mengganggu kau lagi, sampai bertemu kelak,"

   Kata Ci In-hong. Tapi si Item lantas menarik Ci In-hong dan berkata.

   "Ci-toaya, bangku saja belum panas kau duduki dan kau sudah mau pergi lagi. Kutahu bahwa kau kuatir membikin susah padaku, namun kau jangan kuatir, tempatku ini jarang didatangi orang, sekarang juga sedang hujan gerimis, siapa yang mau datang tempatku yang jorok ini. Kukira kau dapat bermalam saja disini, akupun sangat ingin tahu pengalamanmu selama ini."

   "Kurang leluasa kukira, biarlah aku mencari suatu tempat lain saja,"

   Sahut Ci In-hong.

   "Oya, kemanakah perginya si Kemala?"

   "Kemala,"

   Adalah nama anak perempuan si Item, istri Item sudah lama meninggal dan Cuma melahirkan satu2nya anak perempuan yang diberi nama A Giok atau si Kemala.

   Berbeda dengan si Item yang hitam mulus, sebaliknya si Kemala justru berkulit putih bersih.

   Waktu Ci In-hong tinggal ditempat Yang Thian-lui ini si Kemala masih ingusan, tapi sekarang sudah berusia empat atau limabelas.

   "Kalau kuceritakan hal ini agaknya rada mengherankan juga,"

   Tutur si Item.

   "Dua hari yang lalu mandor kebun datang kepadaku, dia tidak memberi tugas pekerjaan, sebaliknya suruh si Kemala pergi melayani seseorang."

   "Melayani sesorang siapakah?"

   Tanya Ci In-hong terkejut. Ia pikir umur si Kemala baru empat belasan tahun, masakah si mondor sudah mengincarnya. Si Item tahu Ci In-hong salah paham dengan tertawa ia menjelas.

   "Sama sekali bukan ada orang menaksir Kemala, tapi dia disuruh melayani seorang nona, malahan nona bangsa Han."

   "Nona bangsa Han? Siapakah dia?"

   Tanya Ci In-hong heran. Ia pikir masakah begini kebetulan si Kemala disuruh pergi melayani Nyo Wan? Maka si Item menjawab."

   Akupun tidak tahu, aku Cuma tahu nona itu she Lau."

   In-hong rada kecewa, katanya.

   "Mengapa didalam istana bisa muncul seorang nona bangsa Han?"

   "Makanya kukatakan aneh,"

   Kata si Item.

   "Bahkan mereka memperingatkan si Kemala agar tidak bercerita bahwa tempat ini adalah istana Koksu. Coba aneh bukan? Malahan waktu aku menjenguk si Kemala disana,kulihat orang yang keluar masuk disana seluruhnya juga orang Han. Dari si Kemala aku mendapat tahu bahwa orang Kim dilarang memasuki rumah itu dan sekitarnya."

   "Nona Lau itu tinggal dimana?"

   Tanya Ci In-hong.

   "Di Tau-hiang-cun,"

   Tutur si Item.

   Kiranya taman bunga istana Koksu itu sangat luas, Tau-hiang-cun (dusun padi wangi) terletak dipojok kebun yang dipagari pula oleh tembok, jadi bentuknya seperti sebuah taman kecil didalam taman besar.

   Hati Ci In-hong tergerak setelah mendengar keterangan si Item.

   Segera ia mohon diri pula.

   Si Item kenal watak Ci In-hong, maka iapun tidak menahan lebih lanjut, hanya diberi pesan agar Ci In-hong suka hati2.

   Hujan ternyata masih belum berhenti, keadaan tambah gelap, dlam jarak lima langkah saja hampir2 tidak kelihatan sesuatu apapun.

   Diam2 Ci In-hong bergirang, ia cukup apal terhadap seluk beluk keadaan istana Koksu ini, dalam kegelapan ia menyusur mmaju terus kearah Tau-hiang-cun.

   Ditengah "dusun"

   Kurung itu hanya ada sebuah rumah besar, dua rumah kecil lain adalah tempat tinggal kaum hamba, maka Ci In-hong yakin nona Lau yang dikatakan itu pasti tinggal dirumah induk.

   Dengan ginkang yang tinggi Ci In-hong menyusup kepekarangan rumah itu, tiba2 didengarnya ada suara tindakan orang, cepat ia sembunyi dipojok rumah.

   Ia coba mengintip, dilihatnya seorang memasuki rumah itu, dari potongan tubuhnya Ci In-hong merasa seperti kenal orang itu.

   "Siapakah dia?"

   Dalam hati Ci In-hong ber-tanya2 sendiri.

   Maka secara ber-hati2 ia lantas menguntit dibelakang.

   Setelah memutar sebuah serambi, tertampak sebuah kamar dengan cahaya lampu yanhg terang.

   Dengan ber-jinjit2 Ci In-hong mendekati jendela kamar itu, kebetulan terdengar suara seorang perempuan sedang berkata.

   "Sudah jauh malam begini kau masih datang mencari aku, apakah tidak kuatir dicurigai orang?"

   "Curiga apa? Memangnya siapa yang tidak tahu bahwa kita adalah bakal suami-istri? Sehut seorang laki2. Begitu mendengar suara laki2 itu, seketika Ci In-hong terperanjat. Ternyata orang yang bersuara itu tak lain tak bukan daripada To Liong adanya. Agaknya perempuan itu menjadi malu, omelnya.

   "Engkoh Liong, janganlah kau sembarangan omong."

   "Aku omong dengan sungguh. Khing-koh, masakah kau tidak suka?"

   Sahut To Liong.

   Sampai disini barulah Ci In-hong paham duduknya perkara.

   Kiranya perempuan itu adalah putri Lau Han-ciang, adik perempuan Lau Tay-wi, nona yang hendak dijodohkan kepadanya oleh sang guru tempo hari, namanya Lau Khing-koh.

   Agaknya nona Lau ini kena dibawa minggat ke Taytoh oleh To Liong.

   Maka dengan suara pelahan dan menunduk malu Lau Khing-koh menjawab.

   "Kalau aku tidak suka tentu takkan minggat bersama kau. Cuma, Cuma "

   "Cuma apa? Kau kuatir Ci In-hong mencari perkara kesini?"

   Tanya To Liong.

   "Asalkan tekadmu sudah bulat, betapapun dia takkan merampas kau dariku."

   "Aku minggat bersama kau karena terpaksa,"

   Ujar Khing-koh.

   "Betapapun persoalan kita harus mendapatkan persetujuan dari ayah."

   "Ayahmu terang takkan setuju. Dia adalah kawan baik guru Ci In-hong, bila kau pulang tentu akan dipaksa kawin dengan bocah she Ci itu. Padahal apanya yang dipenujui ayahmu, dia pura2 membantu pasukan pergerakan, tapi sebenarnya adalah pengkhianat. Yang penting bagi kita biarlah selekasnya kita menikah saja agar tidak terjadi sesuatu diluar dugaan."

   "Menurut ayah dan kakak, orang she Ci itu justru sebaliknya daripada anggapanmu tadi,"

   Kata Khing-koh.

   "Akan tetapi peduli apakah dia orang baik atau orang busuk, yang pasti hatiku tidak pernah terisi oleh bayangannya, aku sudah bertekad ikut padamu sebagaimana terbukti sekarang aku ikut minggat dengan kau. Cuma, Cuma tentang pernikahan kukira kita tunggu lagi sementara waktu, bukan mustahil nanti ayah akan berubah pikiran dan menyetujui pernikahan kita. Kalau sekarang kita menikah diluar persetujuan orang tua rasanya tidak pantas."

   "Untuk menunggu perubahan pikiran ayahmu entah mesti menunggu berapa lama lagi,"

   Kata To Liong dengan menyesal.

   "Sebenarnya aku ada usul. Bukankah kau masih punya seorang kakak yang dapat menjadi wali bagimu. Dia sangat sayang padamu, tentu akan meluluskan permintaanmu dan terhadap ayahmu juga dia dapat bertanggung jawab. Mendengar sampai disini, diam2 Ci In-hong anggap To Liong ini benar2 berani mati, padahal Lau Tay-wi sudah lama mengetahui pengkhianatanny, masakah masih berani minta Lau Tay-wi menjadi wali bakal istrinya?"

   Terdengar Lau Khing-koh sedang menjawab.

   "Kakakku berada ditengah pasukan pergerakan, pangkatnya yang pasti juga belum jelas. Andaikan datang kesini rasanya juga kurang leluasa."

   "Jangan kuatir,"

   Rayu To Liong.

   "Kawan2ku juga sudah lama condong menggabungkan diri dengan pasukan pemberontak, soalnya belum ada kesempatan yang baik. Tempat ini sangat dirahasiakan, kedatangan kakakmu kesini tentu takkan menimbulkan kesukaran. Malahan bila sesuatu berjalan lancar,kia be-ramai2 dapat ikut pula ke Pak-bong-san, pangkalan pasukan pemberontak sekarang."

   Sampai disini pahamlah Ci In-hong, rupanya To Liong sengaja membujuk rayu Lau Khing-koh, tapi tujuan sebenarnya adalah memancing kedatangan Lau Tay-wi untuk memeras keterangan tentang pasukan pergerakan, bahkan bisa jadi ada tipu muslihat lai yang akan diperbuat terhadap Lau Tay- wi.

   Pantas To Liong merahasiakan tempat ini agar Lau Khing-koh tidak tahu bahwa dia berada diistana Koksu.

   Ternyata Lau Khing-koh menjadi sangsi dan ragu2, ia kuatir kalau2 terjadi apa2 atas diri kakaknya bila diminta datang kekotaraja musuh dengan menyerempet bahaya.

   Padahal sudah berapa hari ia tinggal disini dan macam apa kawan2 To Liong yang dikatakan itu sama sekali tak diketahuinya.

   Tempat tinggalnya ini tampaknya serba mewah, seperti istana saja layaknya,apakah kawan To Liong adalah orang kaya atau bangsawan? Dan selama ini mengapa To Liong takmau mengajaknya pesiar keluar? Karena kesangsian ini segera ia mengutarakan perasaannya.

   Cepat To Liong menjelaskan dengan tertawa.

   "Ai, mengapa kau bertanya hal2 yang tidak penting ini? Tempat ini berada ditengah kotaraja Kim, sudah tentu lain daripada dipegunungan, terutama untuk mengelabui mata musuh dengan sendirinya kita harus ber-pura2 hidup mewah. PAdahal segenap kawan2ku sudah lama siap untuk menggabungkan diri dengan pasukan pergerakan. Karena itu, tentang surat untuk kakakmu haraplah lekas kau menulisnya."

   Tiba2 Khing-koh mendengar suara kentongan yang ditabuh peronda, tersadar mendadak, katanya.

   "Malam sudah larut, engkoh Liong silahkan kembali kekamarmu dulu, surat untuk kakak besok pagi pasti akan kuserahkan padamu."

   Tapi dengan cengar cengir To Liong menjawab.

   "Khing-koh, aku takkan kembali kekamarku lagi."

   Dengan rada bingung Khing-koh berkata.

   "Meski kita sudah terikat janji, namun sebelum menikah resmi kita perlu menghindarkan curiga orang,sebaiknya kau kembali kekamarmu dulu, kan tidak pantas tinggal dikamarku sini."

   Mendadak To Liong mendekati Khing-koh dan lantas memeluknya, katanya sambil menyengir.

   "Adik Khing, malam in aku akan tinggal dikamarmu sini. Kita toh sudah hampir menikah, apa salahnya kalau kita menjadi suami istri lebih dulu sebelum upacara. Adik Khing, sungguh aku merasa berat untuk berpisah dengan kau, hendaknya kau kasihan padaku!" ~ habis berkata terus saja ia memeluk lebih kencang dan hendak mencium. Dapatkah Lau Khing-koh dibujuk rayu dan dimakan oleh To Liong? Cara bagaimana Ci In-hong akan bertindak dan cara bagaimana pula dia akan menghadapi Yang Thian-lui?

   Jilid 16 bagian pertama Selama hidup Lau Khing-koh tidak pernah didekap oleh lelaki, keruan ia menjadi malu dan ter- sipu2, mendadak ia meronta sekuatnya hingga To Liong terdorong kesamping.

   "Kau anggap diriku ini orang macam apa?"

   Serunya.

   "Menjadi istrimu juga perlu menikah secara terang2an menuru adat, kalau kau hendak main paksa, betapapun takbisa jadi."

   Sikap keras Lau Khing-koh ini sungguh diluar dugaan To Liong.

   Semula ia mengira dengan setengah halus dan setengah kasar tentu sinona juga akan setengah menolak dan setengah menurut.

   Urusan kini sudah ketelanjur, sinona tampaknya mulai curiga, tiada jalan lain kecuali "membikin beras jadi nasi"

   Barulah sinona dapat dikendalikan, karena itu segera ia hendak main paksa. Melihat sikap To Liong rada2 beringas, cepat Lau Khing-koh melolos belati dan mengancam.

   "Jika kau paksa diriku biarlah aku mati didepanmu saja!"

   "Jangan marah dulu, Khing-koh,"

   Terpaksa To Liong main bujuk lagi.

   "Masakah aku berani paksa kau, memangnya kau tidak tahu betapa cintaku padamu, apakah kau tidak suka padaku?"

   Dengan alis menegak Lau Khing-koh menjawab.

   "Jika kau benar2 cinta padaku, maka kau harus segera pergi dari sini, jangan anggap aku sebagai perempuan hina dina."

   Diam2 Ci In-hong yang mengintip diluar itu memuji keteguhan iman nona Lau itu, Cuma usianya terlalu muda sehingga kena dikelabui To Liong.

   Diam2 ia ambil keputusan bila To Liong berani menggunakan kekerasan terpaksa iapun turun tangan menolongnya sekalipun harus menghadapi bahaya besar.

   Dalam pada itu To Liong menjadi kikuk dan serba salah, apakaha mesti pakai kekerasan atau mundur teratur saja? Seketika ia menjadi ragu2.

   Pada saat itulah tiba2 terdengar suara orang memanggil.

   "To-kongcu, Lai-siya mengundang kau untuk bicara sesuatu." ~ Lai-siya yang dimaksudkan terang Dulai adanya. Kesempatan ini segera digunakan To Liong untuk mundur teratur. Katanya dengan suara lirih.

   "Khing-koh, harap jangan marah, perbuatanku tadi memang kurang pantas, tapi semuanya terdorong oleh cintaku kepadamu yang sangat. Baiklah, aku akan pergi dan surat itu hendaklah tulis!"

   Dengan segera ia meninggalkan kamar Khing-koh, dalam hati ia tidak mengerti ada urusan apa malam2 Dulai mencarinya.

   Seperginya To Liong hati Khing-koh masih berdetak keras, sampai lama sekali ia tidak dapat tentramkan pikiran.

   Biasanya To Liong bersikap sangat sopan, entah mengapa bisa berubah begitu, apakah memang demikianlah watak aslinya, sopan santun yang sudah2 itu hanya pura2 saja ?"

   Nyata Lau Khing-koh hanya merasa perbuatan To Liong tadi tidak pantas, sama sekali tak terpikir olehnya bahwa jiwa To Liong jauh lebih busuk daripada dugaannya.

   Hanya saja kejadian tadipun telah menggugah kewaspadaannya terhadap To Liong.

   Selagi pikiran Lau Khing-koh masih gundah, tiba2 dia mendengar daun jendela diketuk orang dan ada suara orang berkata dengan pelahan.

   "Maaf, bolehkah aku masuk, ada urusan penting hendak kubicarakan dengan kau."

   Keruan Khing-koh terkejut, sementara itu seorang laki2 tak dikenal sudah melangkah masuk kamarnya.

   "Siapakah kau?"

   Bentak Khing-koh dengan suara tertahan.

   Pahlawan Gurun Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Ssst nona Lau. Jangan bersuara. Aku Ci In-hong adanya."

   In-hong mendesis.

   "Aku tiada punya maksud jahat terhadapmu, jangan kuatir."

   Nama "Ci In-hong"

   Seketika membikin Khing-koh melongo tertegun.

   "Percakapan kalian tadi sudah kudengar semua,"

   Kata In-hong pula.

   "Baiklah, jika kau sudah dengar, maka akupun tidak perlu dusta kepadamu,"

   Kata Khing-koh.

   "Biarlah kubicara blak2an padamu, orang yang kusukai adalah To Liong,meski ayah menjodohkan diriku kepadamu. Bukan maksudku menghina kau, orang menjelekkan kau juga aku tidak percaya. Soalnya kita selamanya tidak pernah kenal, sedangkan aku sudah kenal lebih dulu dengan To Liong. Bila engkau dapat memaafkan aku, silahkan kau membunuh aku saja."

   "Jangan salah paham, nona Lau, kedatanganku ini bukan untuk persoalan ini,"

   Kata In-hong.

   "Persoalan jodoh aku sendiripun belum pernah berjanji kepada ayahmu, maka boleh kau anggap tak pernah terjadi dan tidak perlu kau pikirkan."

   "Lalu kedatanganmu ini untuk urusan apa?"

   Tanya Khing-koh heran.

   "Urusanku biar kita bicarakan lain kali, aku Cuma ingin tanya kau, apakah kau mengetahui tempat apakah disini?"

   "Bukankah kau sudah dengar percakapan kami tadi, tempat ini adalah rumah kawan To Liong."

   "Tidak, biar kuberitahukan hal yang sebenarnya, tempat ini adalah istana Koksu kerajaan Kim."

   "Ha, apa katamu?"

   Seru Khing-koh terperanjat.

   "Tempat ini istana Koksu? Jangan kau ngaco !"

   "Ssst ,jangan keras2 nona,"

   Kata In-hong.

   "Apakah kau tidak percaya?"

   "Apa kau punya bukti mengenai tempat ini ? Tapi yang kulihat disini semuanya kan oranag Han?"

   "Ini memang sengaja diatur mereka. Tentang pembuktian, begini saja, disini bukankah ada seorang pelayan bernama si Kemala? Coba kau panggil dia kesini."

   "Ya, memang ada pelayan dengan nama demikian, tapi tengah malam untuk apa memanggil pelayan, apa lagi berada disini?"

   "Kalau pelayan itu datang, biar pelayan itu sendiri yang menerangkan padamu!"

   Khing-koh menjadi sangsi, katanya kemudian.

   "Baiklah akan kupanggil."

   Tiba2 In-hong ingat sesuatu, cepat ia berkata.

   "Nanti dulu. Rumah ini selain pelayan si Kemala, apakah masih ada budak lain?"

   "Ada seorang pesuruh laki2,"

   Sahut Khing-koh.

   "Apakah orang yang memanggil To Liong tadi?"

   In-hong menegas.

   "aku tahu orang itu bukan pesuruh, dia adalah jago pengawas bangsa Han, anak buah Yang Thian-lui, Lai-siya yang dia sebut tadi adalah Dulai, pangeran keempat Mongol."

   Kembali Khing-koh terkesiap,katanya dengan tergagap.

   "Aku, aku tidak percaya ! Apa yang kau katakan terlalu terlalu mengerikan."

   "Kau tidak percaya? Baiklah akan kubuktikan semuanya supaya kau mau percaya. Sekarang kau boleh bersuara, pura2 ketakutan dan memanggil si Kemala untuk memancing kedatangan pesuruh laki2 yang kau katakan tadi."

   Walaupun masih sangsi, akhirnya Khing-koh menurut juga, segera ia berseri memanggil si Kemala dengan setengah menjerit, tanpa pura2 suaranya ternyata sudah gemetar. Benar juga, segera orang itu memburu datang dan bertanya.

   "Nona Lau,apakah ada sesuatu keperluan? Si Kemala sudah tidur."

   "Kau, kau masuk saja kesini,"

   Kata Khing-koh. Ci In-hong sembunyi dibalik pintu, begitu orang itu melangkah masuk, serentak In-hong membekuknya sambil membentak dengan suara tertahan.

   "Apakah kau masih kenal aku Ci In- hong? Jika ingin selamat lekas bicara terus terang."

   Orang itu cukup kenal kelihaian Ci In-hong ketika dahulu mereka kerja bersama dibawah Yang Thian-lui, keruan ia menjadi ketakutan,tapi sedapat mungkin ia berlagak enang dan menjawab.

   "Ci In-hong, biar kau membinasakan diriku, kau sendiri tentu juga sukar lolos dari sini."

   "Kau tidak perlu kuatirkan diriku, yang penting kau harus pikirkan jiwamu sendiri,"

   Ejek In-hong.

   "Kau ingin kukatakan apa?"

   Tanya orang itu.

   "Coba katakan, bukankah kau ini jago pengawal istana Koksu kerajaan Kim ? Kau sengaja ditugaskan menjaga disini oleh Yang Thian-lui bukan?"

   Tanya In-hong.

   "Aku hanya bekerja menurut perintah saja,"

   Sahut orang itu. Kata2 ini sama saja membenarkan pertanyaan In-hong.

   "Nah, kau sudah dengar sendiri bukan, nona Lau?"

   Kata In-hong. Berbareng ia totok Hiat-to orang itu, lalu menggerayangi baju orang itu dan didapatkan sebuah Kim-pay (pening emas), ia tunjukkan Kim-pay itu kepada Khing-koh dan berkata pula.

   "Liha ini, pening emas ini adalah tanda pengenal untuk keluar masuk istana koksu disini."

   Dengan melengong Khing-koh menyambuti pening emas itu, diihatnya diatas pelat kecil itu terukir huruf Nuchen yang tidak dikenalnya. Betapapun kini ia percaya juga kepada apa yang dikatakan Ci In-hong tadi.

   "Kalau orang ini adalah jago pengawal istana Koksu, maka tuduhan Ci In-hong terhadap To Liong tadi tentunya juga benar,"

   Demikian terpikir pula oleh Lau Khing-koh, hatinya menjadi kusut, hendak menangis rasanya airmatapun kering. Ber-ulang2 ia hanya menggumam sendiri.

   "Bagaimana dengan diriku ini?"

   "Sekarang boleh kau panggil si Kemala kesini,"

   Kata In-hong. Lalu ia sembunyi pula di belakang pintu angin. Seperti boneka saja Lau Khing-koh mengikuti semua perintah Ci In-hong itu ,sambil bersandar pada pintu kamar ia berseru.

   "Kemala ! Si Kemala !"

   Sebenarnya si Kemala belum tidur, tadi iapun dengar panggilan Khing-koh.

   Tapi iapun mendengar suara tindakan jago pengawal tadi, maka tidak berani keluar.

   Kini mendengar pula panggilan Khing-koh dan orang itu tidak bersuara mencegahnya,akhirnya ia tabahkan hatinya untuk keluar.

   Sesudah masuk kamar Khing-koh, dilihatnya "pesuruh laki2"

   Itu berbaring dilantai, si Kemala menjadi kaget dan berseru.

   "Nona Lau, ada ada apakah ini?"

   Segera In-hong keluar dari tempat sembunyinya dan menegur dengan tertawa.

   "Si Kemala, apakah kau masih kenal padaku?" ~ Ia sudah mengesut mukannya hingga tertampak wajahnya yang asli. Si Kemala tertegun ketika mendadak nampak Ci In-hong muncul dari belakang pintu angin. Sudah tentu ia masih mengenali Ci In-hong yang dahulu sering menggodanya ketika masih kecil.

   "He, kiranya kau, Ci-toako!"

   Serunya girang2 kejut.

   "Aku sudah bertemu dengan ayahmu, makanya aku mencari kau kesini,"

   Kata In-hong.

   "Kemala cilik, apakah kau suka membantu kami?"

   "Ci-toako, untuk kepentinganmu, biarpun mati aku pasti membantu kau.

   "

   Kata si Kemala.

   "Baiklah, sekarang kau beritahukan lebih dulu noana Lau mengenai duduk perkara sebenarnya,"

   Kata In-hong. Setelah mendengar penuturan si Kemala barulah Lau Khing-koh mau percaya, keruan ia ter- mangu2 saking kejutnya.

   "Ci-toako, untung engkau keburu datang, kalau tidak tentu aku akan berbuat suatu kesalahan besar,"

   Katanya kemudian. Teringat surat yang diminta oleh To Liong itu, kalau dirinya jadi menulis surat itu, maka bukan diri sendiri saja berdosa, bahkan kakak sendiri juga ikut celaka.

   "Nona Lau, lekas kau tinggalkan sarang iblis ini bersama Ci-toako,"

   Kata Kemala.

   "Lalu kau bagaimana?"

   Katanya Khing-koh.

   "Ya, segala sesuatu harus minta bantuanmu, Kemala cilik,"

   Kata In-hong.

   "Cara bagaimana aku dapat mambantu kalian, lekas katakan, mungkin sebentar mereka akan datang kesini,"

   Kata Kemala.

   "Begini,"

   Kata In-hong.

   "Biar nona Lau memakai baju, hendaklah nona Lau totok kau punya hiat-to pula."

   Si Kemala menjadi girang, katanya.

   "Bagus sekali cara ini, kau suruh nona Lau pura2 menotok diriku agar dia dapat melarikan diri dan akupun takkan dicurigai."

   Sebaliknya Lau Khing-koh memandangi Ci In-hong dengan ter-mangu2, sejenak kemudian dia baru berkata.

   "Lari ? Lari bersama kau ?"

   "Sudah tentu bersama Ci-toako,"

   Kata si Kemala dengan tertawa.

   "Ci-toako pernah tinggal disini, dia cukup apal jalanan disini, kepandaiannya tinggi pula, dia pasti dapat membawa kau lolos ketempat yang aman."

   "Malam gelap dan hujan begini adalah kesempatan yang sangat baik,"

   Kata In-hong.

   "Silahkan kau ganti pakaian si Kemala,akupun tukar pakai jago pengawalini, kuyakin dapat lolos dengan selamat. Kim-pay itu boleh kausimpan untuk digunakan bila kepepet, apa pulang atau ketempat kakakmu, boleh sesukamu."

   Dibalik kata2 itu In-hong hendak menunjukkan bahwa Lau Khing-koh bebas untuk memilih apa yang dikehendaki, sebab In-hong mengira ucapan sinona tadi bermaksud tidak sudi berangkat bersama dia.

   Tak terduga apa yang dimaksudkan Khing-koh sebenarnya bukan bgitu."

   "Dan orang ini bagaimana?"

   Tiba2 si Kemla menunjuk jago pengawal yang menggeleak tak berkutik itu. Sudah tentu ia kuatir nanti orang itu membongkar kepalsuannya bila tersadar kembali.

   "Soal ini mudah,"

   Kata In-hong. Mendadak ia gablok kepala orang itu dan berkata pula.

   "Budak macam begini biarpun dibinasakan juga jauh dari pantas."

   Si Kemala terperanjat. Dilihatnya orang itu sudah binasa tanpa bersuara sedikit[un tidak nampak ada tanda terluka.

   "To Liong kenal aku punya Thian-lui-kang,"

   Kata In-hong pula.

   "Dengan membunuh orang ini, selain memberi contoh kepada kaum pengkhianat lain, dapat pula membanu kau terhindar dari tuduhan. Kau boleh mengaku bahwa kau terancam olehku dan terpaksa membawa aku kesini."

   Setelah mengatur segala sesuatu, baru saja In-hong hendak menyingkir agar mereka dapat tukar pakaian, tiba2 Khing-koh berkata.

   "Ci-toako, banyak terima kasih atas maksud baikmu, tapi aku takkan melarikan diri dari sini."

   In-hong tercengang.

   "Kenapa ?"

   Tanyanya.

   "Nona Lau, masakan kau tidak percaya keterangan kami dan masihtidak tega meninggalkan orang macqm To Liong itu? "kata si Kemala tanpa pikir.

   "Betapa benciku padanya, kalau bisa aku ingin makan dagingnya dan beset kulitnya,"

   Kata Khing- koh dengan mengertak gigi.

   
Pahlawan Gurun Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Habis kenapa enkau tidak mau melarikan diri ?"tanya si Kemala.

   "Laki2 membalas dendam biarpun tunggu sepuluh tahun juga belum terlambat,"

   Demikian Ci In- hong menyitir pribahasa.

   "Nona Lau, hendaklah kau jangan bertindak secara gegabah."

   In-hong cukup berpengalaman dan dapat berpikir, lapat2 ia menduga Lau Khing-koh pasti ingin membunuh To Liong dengan tangan sendiri untuk melampiaskan dendam karena dirinya kena ditipu.

   "Ci-toako,"

   Jawab Khing-koh.

   "Kau salah duga. Memang aku bertekad akan membalas dendam, tapi saat ini aku masih belum dapat meninggalkan keparat ini."

   In-hong menjadi bingung, katanya.

   "Jika tidak ingin balas dendam sekarang, mengapa tidak pergi saja dari sini?"

   "Tadi Ci-toako bilang kedatanganmu ini ada urusan lain pula, apakah dapat memberitahukan padaku tentang urusan itu ?"

   Tanya Khing-koh. Hati In-hong tergerak, ia pikir jangan2 sinona telah mendengar kabar2 apa2 dari To Liong. Maka ia lantas memberitahukan terus terang maksudnya hendak menolong Li Su-lam. Khing-koh terkejut.

   "Apakah Li Su-lam Bengcu pasukan pergerakan didaerah utara itu? Ia menegaskan. Biarpun tinggal dipegunungan, namun Khing-koh dan ayahnya juga mendengar nama Li Su-lam yang baru saja dipilih sebagai bengcu itu.

   "Benar,"

   Jawab In-hong.

   "Apakah To Liong pernah bicara sesuatu tentang dia?"

   "Tidak pernah,"

   Kata Khing-koh.

   "Cuma, bila aku lari dari sini tentu lebih sukar untuk mencari beritanya."

   "Tapi aku dapat mencari jalan lain, sebaliknya keadaanmu tentu tambah bahaya jika tetap tinggal disini,"

   Ujar Ci In-hong.

   "Maka lebih baik ..he, kau , kau .."

   Kiranya mendadak dilihatnya Lau Khing-koh mencabut belatinya dan menusuk tubuh sendiri. Cepat Ci in-hong merebut belati sinona, namun tidak urung lengannya sudah tergores luka sepanjang beberapa senti.

   "Aku akan pura2 terluka akibat melawan kau,"

   Kata Khing-koh kemudian.

   "Kukira To Liong takkan curiga, paling baik kalau kau serang aku pula dengan Thian-lui-kang, asal tidak mati saja akupun terima."

   Ci In-hong sangat terharu, tentu saja tidak tega menyerangnya lagi dengan Thian-lui-kang, katanya.

   "Nona Lau, engkau tidak malu disebut pendekar wanita sejati, aku benar2 kagum dan menghormat, Cuma "

   "Kau tidak perlu kuatir bagiku,"

   Kata Khing-koh.

   "Aku sudah terluka, tentu dia takkan paksa aku lagi. Apalagi menyelamatkan Li-kongcu adalah urusan maha penting, biarpun mengorbankan jiwa juga aku rela. Aku sudah berbuat salah ijinkanlah aku menebus dosaku. Sekarang terpaksa si Kemala juga mesti menderita sedikit."

   Habis berkata ia terus totok Hiat-to si Kemala hingga tidak bisa berkutik. Tahu tekad sinona sudah bulat, Ci In-hong berkata.

   "Baiklah, harap nona Lau menjaga diri baik2 dan semoga usahamu berhasil. Aku mohon diri sekarang.

   "Begitu aku mendapat sesuatu berita segera akan kusampaikan melalui ayah si Kemala,"

   Kata Khing-koh .

   "Harap kau berikan alamatmu saja."

   Segera In-hong memberitahukan nama anggota Kay-pang yang berada didalam istana Yang Thian- lui ini, dipesannya kalau ada berita boleh suruh ayah si Kemala meneruskan kepada anggota Kay- pang tsb.

   Habis itu ia lantas memberi hormat kepada Lau Khing-koh, dilihatnya airmata sinona ber- linang2.

   In-hong tidak berani menoleh lagi dan terus melangkah pergi.

   Sekeluarnya dari rumah itu , In-hong mendengar kentongan tukang ronda sedang dipalu tiga kali tepat lewat tengah malam.

   Mengingat Kok ham-hi tentu sedang menungu kembalinya segera Ci In-hong bermaksud meninggalkan taman itu.

   Tapi kembalai didengarnya suara orang yang seperti sudah dikenalnya.

   Suara itu datang dari rumah2 disebelah timur dibalik pagar tembok taman sana.

   Waktu Ci In-hong mendekati dan pasang kuping, didengarnya suara orang itu lagi berkata.

   "Han-goya, kartuku sudah kusampaikan kepada Koksuya belum? Dihadapan Koksuya mohon engkau suka banyak2 memberi suara dukungan."

   Ci In-hong terkejut mndengar suara orang itu.

   Kiranya pembicara itu adalah Loh Hiang-ting, itu agen rahasia yang diketahui berada di Su-ke-ceng tempo hari, dia inilah yang memasukkan Cing Cin kedalam perguruan Su-loenghiong.

   Diam2 Ci In-hong mengakui kelicinan Loh Hiang-ting, dengan aman dia dapat menyusup kedalam istana Yang Thian-lui tanpa diketahui orang2 Kay-pang.

   "Han-goya"

   Yang disebut iu juga salah seorang jago pengawal bangsa Han didalam istana koksu, namanya Han Ciau, ahli Eng-jiau-kang, waktu Ci In-hong masih bekerja disini telah berhubungan erat dengan dia.

   Begitulah terdengar Han Ciau menjengek atas permintaan Loh Hiang-ting tadi, katanya.

   "Hm, kenapa ter-buru2? Baru datang dua hari kau lantas ingin menghadap Koksuya?"

   "soalnya ada urusan maha penting, maka mohon Han-goya suka membantu,"

   Kata Loh Hiang-ting.

   "Urusan penting apa? Apakah tidak dapat berita bukan kepada kami?"

   Sahut Han Ciau dengan sikap dingin.

   "Hm, kukira Koksuya tidak ada tempo buat terima kalian."

   Terdengar suara seorang muda ikut bicara.

   "Harap Han-goya menyampaikan kepada Koksuya bahwa kami adalah murid Su Yong-wi, mungkin Koksuya mau terima kami."

   Baru diketahui Ci In-hong bahwa Ting Cin ternyata berada disini juga, sungguh kebetulan, pikirnya.

   Perlu diketahui bahwa datangnya Loh Hiang-ting dan Ting Cin berdua ke taytoh ini adalah ingin membongkar rahasia Liu Tong-thian, kini kebetulan kepergok Ci In-hong, sudah tentu takkan dibiarkan begitu saja.

   Terdengar Han Ciau lagi menjengek pula.

   "Hm, biarpun murid Su Yong-wi lantas mau apa? Tidak sedikit tamu2 agung lain yang sedang menunggu giliran buat ketemu Koksuya, kalian tahu tidak?"

   Tiba2 terdengar suara orang tertawa seorang jago pengawal bangsa Han yang lain, katanya.

   "Goko, jangan kau goda lagi mereka, hampir2 saja mereka menyembah dan minta pertolonganmu. Sekarang biar kukatakan terus terang, tadi To Liong juga dipanggil menghadap, kami sudah suruh dia menyampaikan juga persoalan kalian kepada Koksuya."

   Juga pengawal ini bernama Jiau Pa, jiwanya rendah, suka menjilat, sudah lama Ci In-hong benci padanya. Agaknya Loh Hiang-ting menjadi girang, katanya.

   "Bukankah To-kongcu dipanggil Sihongcu Dulai?"

   "Beanr, tapi Koksuya kita tentunya juga hadir disitu,"

   Kata Jiau Pa.

   "Jiau Pa, kau bicara terlalu banyak,"

   Omel Han Ciau.

   "Ah, sama2 orang sendiri, kukira Goko tidak perlu kuatir,"

   Ujar Jiau Pa dengan tertawa.

   Meski kedua orang sama2 menjadi si-wi datau jago pengawal, tapi kedudukan Han Ciau lebih tinggi setingkat, sebab itulah Jiau Pa harus mengindahkan Han Ciau, sebaliknya iapun ingin mendapatkan keuntungan dari pihak Loh Hiang-ting, makanya dia berusaha menjilat kesana dan kesini.

   "Hm, kalau Loh-samya ini anggap kita sebagai orang sendiri, buat apa dia bersikeras harus menghadap Koksuya." ~ Jengek Han Ciau pula;

   "Sudahlah, kalau tidak mau bicara sudahlah, hm, kini kau belum lagi menghadap Koksuya."

   Nadanya jelas mengandung ancaman.

   Loh Hiang-ting juga orang licin dengan sendirinya ia paham pada ucapan Han Ciau itu, diam2 ia merasa kuatir dan serba susah.

   Tujuannya hendak menjual rahasianya kepada Yang Thian-lui agar dirinya dapat diterima bekerja disitu, bila rahasianya tersiar lebih dulu akan berarti tidak berharga lagi, bahwa orang lain mungkin yang akan menarik keuntungan dari rahasia yang akan diceritakan sekarang.

   Tapi kalau tidak diceritakan, jelas Han Ciau telah mengancam, jangan2 dia akan merintangi permohonannya untuk bertemu dengan Yang Thian-lui.

   Dalam keadaan kepepet, terpaksa Loh Hiang-ting mengalah, Cuma iapun licin, ia pikir kalau kuberitahukan setengah2 saja tentu takkan bermanfaat baginya.

   Tapi sebelum Loh Hiang-ting bicara, tiba2 terdengar Han Ciau membentak.

   "Siapa itu?" ~ Berbareng itu seseorang mendadak menerobos kedalam. Tak perlu diceritakan lagi orang itu terang Ci In-hong adanya. Dalam seragam jago pengawal, Loh Hiang-ting mengira pendatang adalah teman Han Ciau sendiri, tak terduga Ci In-hong terus melompat kedepannya terus menghantam. Ilmu silat Loh Hiang-ting mestinya tidak lemah, tapi sama sekali dia tidak menyangka akan diserang mendadak oleh seorang si-wi dari pihak sendiri. Keruan tanpa ampun dia kena dihantam dengan tepat.

   "krek-krek", kontan tulang iganya patah dua. Kontan Loh Hiang-ting lantas roboh sembari menjerit.

   "Dia Ci In-hong, dia dan "

   Nyata dari pukulan Thian-lui-kang itu segera dikenalnya sipenyerang itu sebagai Ci In-hong.

   Akan tetapi sebelum ucapannya lanjut, pukulan Ci In-hong yang kedua sudah menyusul tiba, tanpa berkutik lagi jiwa Loh Hiang-ting lantas melayang.

   Diam2 Ci In-hong bersyukur bahwa ucapan Loh Hiang-ting tidak sampai lanjut, terang orang she Loh itu hendak berkata.

   "

   Dia dan Liu Tong-thian adalah satu komplotan."

   Maka terdengarlah Jiau Pa membentak.

   "Berani benar kau, Ci In-hong !" ~ Berbareng itu goloknya lantas membacok. Sekali ayun tangannya.

   "creng", Ci In-hong menjentik kesamping golok lawan, bentaknya.

   "Kalian juga bangsa Han, mengapa terima mengekor kepada pihak yang lalim?"

   "Lekas maju Goko!"

   Seru Jiau Pa kepada Han Ciau.

   "Ci In-hong,"

   Segera Han Ciau membentak.

   "Mengingat sesama teman lama, lekas kau menyerah saja daripada tunggu aku turun tangan!"

   "Hm, kukira kau masih punya akal sehat, tak tahunya kaupun rela menjadi begundal mereka!"

   Teriak Ci In-hong dengan gusar.

   Si-wi bangsa Han didalam istana Koksu itu pada umumnya rata2 memiliki kepandaian yang tinggi, karena Thian-lui-kang yang dilancarkan Ci In-hong bersendirian hingga daya pukulnya kauh lebih lemah daripada kalau bergabung dengan Kok Ham-hi dalam jurus pukulan "Lui-tian-kau-hong".

   Maka ketika pukulan kedua orang beradu, Han Ciau tergeliat mundur, namun segera ia menggesar kesamping terus menubruk lagi, dengan tipu serangan "Yu-liong-tam-jiau" (naga meluncur menjulur cakar), segera ia mencengkeram pundak Ci In-hong.

   Ci In-hong kenal Eng-jiau-kang yang menjadi kemahiran Han Ciau itu memang cukup lihai, ia tidak berani gegabah, cepat ia mendak kebawah terus menyikut.

   Namun Han Ciau cepat mengegos kesamping meski cengkeramannya luput.

   Sementara itu golok Jiau Pa menyamber tiba pula, sambil mengelak Ci In-hong balas menendang sehingga Jiau Pa dipaksa melompat mundur.

   Dengan satu lawan dua Ci In-hong pikir pasti takkan kalah, tapi untuk menang sedikitnya juga diperlukan 50 jurus lebih.

   Padahal tidak sedikit jago pengawal didalam istana itu, sebentar lagi pasti akan datang bala bantuan musuh.

   Maka ia tidak berani terlibat lebih lama dalam pertarungan itu, setelah berhasil mendesak mundur Jiau Pa.

   "blang", segera ia mendobrak daun jendela hingga hancur terus melompat keluar.

   "Lari kemana!"

   Bentak Jiau Pa sambikl mengejar keluar, goloknya lantas membacok pula.

   Pada saat yang sama Ting Cin juga berlari keluar melalui pintu sembari ber-etriak2 minta bala bantuan untuk menangkap penyatron.

   Ci In-hong terkesiap, ia pikir betapapun keparat Ting Cin itu tidak boleh sampai lolos, sebab selain Loh Hiang-ting, juga Ting Cin mengetahui rahasia rencana Liu Tong-thian itu, kalau Cuma Loh Hiang-ting saja yang dibunuh, rahasianya tetap akan bocor melalui Ting Cin.

   Dalam pada itu Jiau Pa sedang ber-kaok2 minta bantuan "Han-goko, lekas kemari!"

   "Aku sudah datang!"

   Sahut Han Ciau dan tahu2 ia sudah mengadang jalan lari Ci In-hong. Sementara itu dari jauh terdengar suara seruan orang.

   "Siapa penyatronnya? Cegat dulu, biar kebekuk dia!" ~ Nyata itulah suara To Liong yang baru kembali dan mendengar teriakan Ting Cin tadi. Dari suaranya itu agaknya To Liong masih berada ratusan meter jauhnya dan terhalang oleh dua gunung2an palsu, orangnya belum nampak dan Cuma terdengar suara nya. Namun dengan ginkangnya jarak sejauh itu tentu dapat dicapainya dalam sekejap. Dengan atu lawan dua, kalau ditambah lagi To Liong, terang Ci In-hong sukar buat lolos. Saking senangnya Jiau Pa bergelak tertawa. Sebaliknya Ci In-hong menjadi gemas, baru saja ia bermaksud labrak lawannya yang jumawa itu, tiba2 suatu kejadian yang tak ter-duga2 telah timbul. Se- konyong2 Han Ciau mencengkeram ke kuduk Jiau Pa.

   "krak,"

   Kontan tulang leher Jiau Pa dipuntir patah. Menyusul terdengar Han Ciau berkata dengan suara tertahan.

   "Persahabatan kekal abadi, menikmati bahagia bersama. Nah, lekas lari!"

   Ci In-hong terkejut, tercampur girang, baru sekarang ia tahu Han Ciau adalah seorang yang punya hati nurani baik, mungkin sengaja menghamba dibawah Yang Thian-lui untuk maksud tujuan tertentu.

   Tapi apa artinya kalimat2 yang diucapkannya tadi seketika tak dapat dipahami Ci In-hong, dalam saat demikian juga tiada waktu buat direnungkan.

   Maka dengan suara pelahan Ci In-hong hanya mengucap terima kasih, habis itu ia terus melompat pewat pagar tembok.

   Pada saat itulah terdengar suara jeritan minta tolong Lau Khing-koh di rumah sebelah barat tadi.

   Suara pertempuran di rumah sebelah timur sini sebenarnya sudah didengar oleh To Liong, tapi yang lebih penting baginya sudah tentu menolong Lau Khing-koh, soalnya bukan karena dia benar2 cinta pada Khing-koh, tapi karena intriknya yang belum terlaksana itu memerlukan tenaga nona itu.

   Pahlawan Gurun Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Begitulah segera To Liong berlari ke sebelah barat, dia pikir di sebelah timur sana ada Han Ciau dan Jiau Pa, sementara tentu tidak perlu bala bantuan.

   Karena itulah jurusan yang dia ambil menjadi berlawanan dengan jurusan larinya Ting Cin.

   Memangnya Ci In-hong lagi kuatir kepergok To Liong, kini melihat bayangan To Liong putar haluan kejurusan lain, ia menjadi girang, segera dengan ginkang yang tinggi ia melintasi gunung2an palsu taman itu untuk memburu Ting cin.

   Ditengah malam gelap, ditambah hujan rintik2 pula, sama sekali Ting Cin tidak tahu yang memburu dibelakangnya adalah Ci In-hong, sebaliknya ia menyangka bala bantuan yang datang, segera ia berseru agar orang memburu ke timur.

   Akan tetapi Ci In-hong lantas membentaknya dengan suara tertahan.

   "Keparat, coba lihat yang jelas, siapa aku ini?"

   Dan baru saja Ting Cin sempat menoleh, tahu2 Ci In-hong sudah menggunakan pukulan Thian-lui- kang, kontan jiwa Ting Cin melayang ke akhirat.

   Dalam pada itu didalam taman tertampak bayangan orang berseliweran disana sini, itulah kawanan si-wi yang memburu tiba karena mendengar teriakan Ting Cin tadi.

   Diam2 Ci In-hong mengeluh, cepat ia meraup segenggam tanah dan diusapkan di muka sendiri, terpaksa untung2an, semoga tidak dikenali musuh.

   Belum jauh ia menyusur ke depan, tiba2 kepergok seorang busu bangsa Kim, entah lantaran melihat bentuknya mencurigakan atau sebab lain, busu itu terus memapak kearahnya sambil berseru.

   "Persahabatan kekal abadi!"

   Yang diucapkan busu itu adalah bahasa Nuchen, yaitu suku yang memerintahkan Kim, meski In- hong paham, namun seketika tak dapat menagkap maksud ucapan itu. Melihat Ci In-hong diam saja tanpa menjawab, busu itu lantas berteriak.

   "Disini mata2 musuh "

   Belum lanjut ucapannya secepat kilat Ci In-hong sudah melolos pedang dan menusuknya, kontan tubuh busu itu berlubang dan terjungkal.

   Sejenak barulah Ci In-hong menyadari kata2 busu itu, rupanya kedua kalimat "persahabatan kekal abadi, menikmati bahagia bersama"

   Adalah kode pada malam ini yang sengaja diucapkan untuk mengambil hati utusan Mongol.

   Dalam kegelapan cukup dengan mengucap kode saja tanpa perlihatkan Kim-pay akan segera diketahui kawan atau lawan.

   Diam2 In-hong bersyukur Han Ciau telah memberitahukan kode itu.

   Maka dengan tabah sekarang Ci In-hong terus berlari ke depan, bila ketemu orang segera mendahului berseru.

   "Persahabatan kekal abadi!" ~ Benar juga, pihak lawan selalu menajwab dengan kalimat.

   ""Menikmati bahagia bersama."

   Dalam kegelapan dengan sendirinya tidak jelas terlihat, asal kode cocok tentu saja disangka kawan sendiri, maka dengan mudah saja Ci In-hong dapat lolos keluar dari tempat bahaya itu.

   Sementara itu dengan ter-gesa2 To Liong telah berlari memasuki rumah tempat tinggal Lau Khing- koh, ketika melihat pakaian sinona berlepotan darah, sedang jago pengawal dan si Kemala menggeletak dilantai, keruan kejut To Liong tak terperikan.

   Cepat ia bertanya.

   "Ada apa? Siapa yang datang kesini?"

   "O, matilah aku ! Sakit, sakit sekali, berikan obat luka padaku!"

   Demikian Lau Khing-koh pura2 merintih.

   To Liong merasa lega melihat jiwa Khing-koh tidak berbahaya, ia pura2 bersikap sangat memperhatikan keadaan Khing-koh, ia tanya ini dan tanya itu lalu membubuhkan obat pada luka sinona.

   Habis itu barulah Khing-koh berkata.

   "Begitu datang orang itu lantas mencaci maki dan hendak menculik diriku. Ilmu silanya sangat tinggi, ketika pengawal itu hendak menolong aku, baru saja sekali gebrak sudah kena dihantam roboh. Akupun melawan mati2an sehinga tertusuk pedangnya. Si Kemala me-narik2 kakinya, dia juga menjadi korban keganasannya."

   To Liong menjadi terperanjat, dari penuturan itu ia menduga pendatang pasti Ci In-hong.

   Sebagai jago silat kenamaan, setelah memeriksa luka jago pengawal itu segera ia menarik kesimpulan kematian pengawal itu adalah akibat Thian-lui-kang.

   Waktu periksa si Kemala, berkata.

   "Budak ini tidak terluka apa2."

   "O, syukurlah,"

   Ujar Khing-koh.

   "Setelah mati2an budak itu membela diriku, kukira dia telah terbunuh pula. Lekas kau menyadarkan dia, sungguh harus dipuji kesetiaan budak ini kepada majikannya."

   Dalam hati To Liong dapat memahami sebabnya seorang ksatria sebagai Ci In-hong tidak membunuh budak cilik itu, tapi mengapa Khing-koh tidak digondol lari atau mestinya dibunuh juga.

   Ia pikir mungkin suara kedatanganku telah didengar oleh Ci In-hong sehingga tidak sempat baginya untuk bertindak lebih lanjut terhadap Khing-koh.

   To Liong anggap rekaannya itu masuk diakal, maka sama sekali tidak mencurigai Khing-koh, bahkan diam2 bergirang, disangkanya sinona sudah bertekad bulat akan ikut dengannya.

   Begitulah To Liong lantas membuka hiat-to si Kemala yang tertotok dan tanya padanya siapa penyerangnya tadi, dari gambaran si Kemala dia menjadi lebih yakin lagi yang datang itu memang Ci In-hong adanya.

   Selagi To Liong keluar hendak pergi mencari kabar lain, tiba2 Han Ciau berlari datang dan memberitahukan.

   "Wah celaka Jiau Pa terbunuh oleh orang itu!"

   "Ci In-hong juga muncul disana?"

   To Liong menegas dengan heran Dasar Han Ciau cukup cerdik, segera ia menjawab.

   "Bukan Ci In-hong, tapi memang aneh, gaya ilmu silatnya memang serupa Ci In-hong, juga dapat menggunakan Thian-lui-kang."

   "Ya, tahulah aku, Ci In-hong memang datang bersama sutenya Kok Ham-hi, oran yang kau pergoki tentu Kok Ham-hi adanya,"

   Kata To Liong.

   "Diluar sedang geger tentang mata2 musuh, apakah kita perlu membantu mereka?"

   Tanya Han Ciau. Rasanya Ci In-hong berdua takkan berani masuk kesini lagi, boleh kau keluar memberitahukan mereka, jangan sampai busu bangsa Nuchen masuk kemari,"

   Kata To Liong.

   "Aku paham,"

   Sahut Han Ciau.

   "Jika orang Nuchen masuk kesini tentu rahasia kita akan diketahui nona Lau."

   Begitulah setelah Han Ciau dan si Kemala pergi kembali To Liong merasa sangsi kalau2 Ci In-hong mengatakan apa2 kepada Lau Khing-koh tentang tempat tinggalnya sekarang ini.

   Maka dengan perasaan tidak tentram ia kembali kekamarnya Khing-koh, dilihatnya nona itu sedang membalut luka, kening berkerut seperti menahan sakit.

   "Darah sudah tidak keluar lagi, apa masih sakit?"

   Tanya To Liong.

   "Sudahkah kau siapkan suratmu itu?"

   "Yang kau pikirkan hanya surat saja, coba lukaku begitu parah, apakah aku dapat menulis lagi?"

   Sahut Khing-koh dengan menyeringai. To Liong menjadi gelisah, tapi tidak berani unjuk rasa kurang senangnya itu, terpaksa pura2 bicara halus.

   "Khing-koh. Hampir2 kau korban jiwa, bagiku, masalah aku tidak sayang dan kasihan padamu? Hanya saja surat ini menyangkut kepentingan kita bersama, maka aku berharap suratmu dapat lekas2 dikirim kepada kakakmu. Apakah kau takdapat menulis sama sekali dengan tanganmu yang terluka itu? Kalau pakai tangan kiri dapat tidak?"

   "Kau tentu tahu aku ini gadis desa yang tidak banyak bersekolah, tulis dengan tangan kanan saja tidak keruan, apalagi pakai tangan kiri, tentu tulisanku lebih2 takkan dikenal kakak, jangan2 akan membikin urusan kita tambah runyam,"

   Demikian Khing-koh memberi alasan.

   Memang masuk diakal juga pikir To Liong, terpaksa ia menyatakan akan memanggilkan tabib buat mengobati luka Khing-koh agar lekas sembuh.

   Sebaliknya bagi Khing-koh hal ini mungkin sekakli akan membongkar rahasia pura2nya.

   Maka cepat ia berkata pula.

   "Begini saja. Kau yang mewakilkan aku menulis sirat."

   "Cara bagaimana aku dapat meniru gaya tulisanmu?"

   Ujar To Liong.

   "Kenapa kau bilang begitu?"

   Ujar Khing-koh.

   "Gaya tulisan dapat ditiru, tapi nada dan inti daripada pikiran pengirim surat masakah dapat ditiru? Dalam suratku nanti boleh kau tuliskan beberapa kalimat dan kata2 yang hanya diketahui olehku dan kakak, bila membaca isi suratku, masakah kakak takkan percaya?"

   "Ya, masuk diakal juga,"

   Kata To Liong.

   Lalu ia menyiapkan kertas surat dan alat tulis, kemudian ia menulis surat menurut apa yang didiktekan oleh Khing-koh.

   Diam2 Khing-koh berpikir bila suratnya diterima sang kakak tentu akan segera diketahui surat ini palsu adanya sebab isi surat itu banyak yang tidak cocok dengan adat kebiasaan mereka kakak dan adik.

   Akan tetapi To Liong sama sekali tidak curiga, sebaliknya ia merasa senang sebab mengira Khing-koh benar2 jatuh hati bahis2an padanya.

   Maka setelah menulis surat itu dengan ber-seri2 ia lantas membawa surat itu kepada Yang Thian-lui.

   Sementara itu suasana ribut2 diluar sana sudah mulai mereda, namun perasaan Khing-koh masih belum tenang kembali.

   Ia sudah ambil keputusan akan berbuat sesuatu bagi pihak pasukan pergerakan meskipun untuk itu harus korbankan jiwa sendiri.

   Apalagi iapun merasa malu untuk bertemu dengan ayah dan kakaknya, ada lebih baik mati berbakti daripada hidup menanggung malu.

   Diam2 iapun menyesali dirinya sendiri, mestinya dirinya akan mempunyai suatu perjodohan yang bahagia, tapi kini telah hancur segalanya.

   Semoga saja Ci In-hong dapat meloloskan diri dengan selamat, demikian dia berdoa.

   Saat itu dengan selamat Ci In-hong memang sudah lolos keluar istana Koksu.

   Kalau Lau Khing-koh terkenang padanya, maka Ci In-hong juga teringat kepada Khing-koh.

   Sudah tentu pikiran kedua orang ber-beda2, Ci In-hong merasa sayang bagi sinona tapi tidak punya perasaan menyesal dan kecewa atas diri nona itu.

   Sesudah keluar dari istana Yang Thian-lui itu, sementara sang dewi malam sudah condong kebarat.

   Ia pikir Kok-sute tentu sudah lama menunggu dengan gelisah, kini sudah jauh lewat tengah malam, entah dia masih menunggu dirumah makan itu atau tidak? "Marilah sekarang kita bercerita tentang Kok Ham-hi.

   Dia minum sendirian dirumah makan itu menunggu kembalinya Ci In-hong, tanpa terasa sudah tengah malam, dirumah makan itu tertinggal beberapa orang tamu saja, namun Ci In-hong masih belum nampak datang, diam2 Kok Ham-hi merasa cemas, jangan2 terjadi apa2 atas diri sang suheng.

   Pada umumnya rumah makan dikotaraja itu sama tutup pintu bila hari sudah gelap.

   Tapi rumah makan ini lain daripada yang lain, selalu terbuka sampai jauh lewat tengah malam.

   Maklumlah, rumah makan ini khusus melayani tamu penjudi, sebab disekitar situ terdapat beberapa rumah penjudian yang cukup ramai.

   Selagi Kok Ham-hi merasa terlalu iseng, tiba2 dilihatnya dua orang laki2 bertopi memasuki rumah makan itu.

   Topi kedua orang itu sengaja dipakai miring, lagaknya mirip bajingan tengik.

   Karena hujan,mestinya pengurus rumah makan itu hendak menutup pintu bila beberapa orang tamunya sebentar lagi pergi.

   Kini melihat datangnya kedua orang itu, dengan iringan senyum ia mendekati dan menyapa.

   "Tuan tamu mau minum apa? Besok kalian datang harap jangan terlalu malam."

   Mendadak kedua orang itu membanting topi mereka diatas meja dan menjawab dengan suara keras.

   "Kurang ajar! Memangnya kau takut kami tidak bayar ? Kami justru ingin minum sampai pagi, kalau kau mau mengaso boleh suruh binimu melayani kami."

   Melihat kekurangajaran kedua bajingan itu diam2 Kok Ham-hi merasa gusar.

   Coba kalau tiada urusan tentu kedua orang itu dihajarnya.

   Cuma dengan keonaran yang dibikin kedua bajingan itu menjadi ada baik baginya, sebab dengan demikian rumah makan itu akan terpaksa dibuka terus, hal ini berarti iapun dapat duduk lebih lama disitu untuk menunggu Ci In-hong.

   Rupanya pengurus rumah makan itu rada jeri terhadap kedua orang itu, dengan tertawa terpaksa ia minta maaf dan membawakan minuman yang diminta tetamunya.

   Dengan lagak tuan besar kedua bajingan itu lantas makan minum, ketika mereka melihat Kok Ham- hi, tiba2 kedua orang ber-bisik2 sejenak, lalu salah seorang berbangkit dan mendekati Kok Ham-hi.

   Kok Ham-hi melototi orang itu sekejap, ia masih tetap minum sendiri tanpa peduli, hanya diam2 ia waspada terhadap tingkah laku orang.

   Dengan cengar cengir bajingan itu lantas menegur.

   "He, lauhia (saudara), apakah kau kalah judi, tampaknya mukamu bersungut sejak tadi."

   "Kalah atau menang peduli apa dengan kau?"

   Sahut Kok Ham-hi dengan ketus.

   "Haha, bukan begitu soalnya,"

   Kata orang itu dengan tertawa.

   "Begini, Lauhia, jika sekiranya kau kalah main, aku ada cara yang dapat membantu kau menarik ekmbali kekalahanmu. Marilah kau ikut kami, ada suatu tempat judi yang etrbuka sepanjang malam, boleh kau ikut kami kesana." ~ Sembari bicara, seperti dengan kenalan lama saja sebelah tangannya lantas memegang pundak Kok Ham-hi. Semula Kok Ham-hi mengira kedua bajingan itu adalah kaum calo rumah perjudian, tapi ketika tangan orang itu menyentuh pundaknya segera ia merasa terkesiap. Sebab tempat yang dipegang orang itu ternyata tepat bagian tulang pundak, yaitu bagian yang lemah. Kok Ham-hi menyangka orang sengaja hendak menjajalnya, maka tanpa pikir segera ia mengerahkan tenaga dalam. Karena tergetar, kontan bajingan itu tergeliat ke samping dengan sempoyongan, untung ia keburu memegangi sebuah meja sehingga tidak terjatuh. Keruan orang itu menjadi marah dan mendamprat.

   "Setan, aku bermaksud baik, mengapa kau main kasar, apa kau mencari mampus?" ~ Dia berjingkrak dan acungkan kepalan, tapi tidak berani maju, sedangkan kawannya tadi sudah mengeluyur pergi.

   "kau jatuh terpeleset sendiri, sangkut-paut apa dengan aku?"

   Sahut Ham-hi.

   Dalam hati iapun sudah tahu bahwa bajingan tengik itu pernah berlatih silat dan bukan bajingan biasa, hal ini terbukti dia tidak terbanting jatuh tadi, jangan2 bajingan ini adalah kaki tangan pemerintah setempat dan kawannya yang mengeluyur pergi itu sedang memanggil bala bantuan.

   Ternyata orang itu masih mencaci maki terus, ketika Kok Ham-hi mendelik padanya, ia mundur2 dua tiga tindak seperti ketakutan, tapi masih mengoceh tak keruan tanpa lari.

   Melihat gelagatnya dia sengaja hendak mengulur waktu untuk menunggu sesuatu.

   Kok Ham-hi juga tidak ambil pusing lagi, ia tetap makan minum sendiri.

   Benar juga, tidak lama kemudian tertampak bajingan yang mengeluyur pergi tadi muncul kembali dengan dua orang lain.

   Begitu masuk rumah makan itu lantas tunjuk Kok Ham-hi dan berkata.

   "Bocah itulah dia!"

   Hanya tambah dua orang lawan sudah tentu tidak digubris oleh Kok Ham-hi, tapi ketika ia berpaling dan melihat jelas siapa kedua orang , yang baru datang itu , ia menjadi terkejut.

   Kiranya kedua orang itu adalah Toan Tiam-jong dan Ci Jing-san, dua dari Tin-lam-jit-hou yang menjadi musuh Kok Ham-hi.

   
Pahlawan Gurun Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Dahulu Kok Ham-hi membantu ayah Giam Wan, yaitu Giam Seng-to, yang waktu itu dikerubut oleh Tin-lam-jit-hou.

   Akhirnya Tin-lam-jit-hou dikocar kacirkan, tapi Giam Seng-to terkena sebuah senjata rahasia Toan Tiam-jong, sebaliknya Toan Tiam-jong juga terluka oleh pedang Kok Ham-hi.

   Setengah tahun kemudian Ci Jing-san menghasut tunangan Giam Wan, yaitu Thio Goan-kiat beserta saudara seperguruannya dari Bu-tong-apy untuk mencari perkara kepada Kok Ham-hi sehingga terjadi peristiwa tergores rusaknya muka Kok Ham-hi sebagaimana dikisahkan dipermulaan cerita ini.

   Kalau diusut, sumber keonaran daripada apa yang terjadi itu adalah karena perbutan Toan Tiam-jong dan Ci Jing-san ini.

   Kini meski Kok Ham-hi dalam keadaan menyamar, tapi codet bekas luka di mukanya tak dapat ditutup2i, maka begitu melihat lantas dikenali oleh Toan Tiam-jong dan Ci Jing-san.

   Dengan tertawa Toan Tiam-jong lantas berkata.

   "Bedebah, akhirnya kau masuk perangkap sendiri kesini. Disini buakn Siau-kim-jwan, jangan harap kau dapat lolos lagi!"

   Kiranya Toan Tiam-jong dan Ci Jing-san baru2 saja menggabungkan diri kepada Yang Thian-lui dan diterima sebagai jago pengawal bangsa han secara rahasia.

   Sekali ini berhubung Dulai tinggal didalam istananya, pula Li Su-lam dan Nyo Wan juga dikurung disitu, maka Yang Thian-lui telah menambah penjagaan lebih ketat, selain pengawal tetap seperti biasa, setiap malam ditugaskan pula kaki tangannya yang masih belum dikenal oleh kalangan umum untuk meronda dan sebagian disebarkan pula kesegenap pelosok kota, dan diantaranya termasuk Toan Tiam-jong dan Ci Jing-san bersama dua "bajingan"

   Tadi. Musuh lama kepergok lagi, sudah tentu mata kedua pihak sama2 merah.

   "Bagus, memang akupun ingin cari kalian buat bikin perhitungan!"

   Bentak Kok Ham-hi.

   "blang"

   Kontan ia tendang meja didepannya kearah Toan Tiam-jong.

   Menyusul kepalan bekerja, ia hantam hancur daun jendela terus melompat keluar.

   Dengan sekali hantam Toan Tiam-jong juga bikin hancur meja yang menerjang kearahnya itu, sedang Ci Jing-san segera melolos senjata dan membentak.

   "Bocah she Kok mau lari kemana?"

   "Marilah kita bertempur diluar sini!"

   Seru Kok Ham-hi.

   "Memangnya kau mampu lari lagi? Berhantam dimanapun boleh saja!"

   Seru Toan Tiam-jong dengan tertawa.

   Segera mereka berdua mengejar keluar.

   Ci Jing-san menggunakan golok dan Toan Tiam-jong memakai pedang, selain itu merekapun main pukulan dengan tangan kiri masing2, segera mereka mengerubuti Kok Ham-hi tanpa kenal ampun.

   Namun Kok Ham-hi juga sudah siap, ia keluarkan segenap tenaga Thian-lui-kang untuk menghajar kedua orang itu.

   Kekuatan Toan Tiam-jong dan Ci Jing-san berdua ternyata cukup kuat.

   Sebagai kepala dari Tin- lam-jit-hou, ilmu pedang Toan Tiam-jong memang lain daripada yang lain, iapun mahir menggunakan senjata rahasia.

   Bicara kepandaian sejati memang dia belum dapat menandingi Kok Ham-hi, tapi selisihnya juga tidak jauh.

   Sedangkan Ci jing-san memiliki lwekang yang kuat, bahkan lebih kuat daripada sang suheng, maka gabungan mereka berdua cukup tangguh untuk menghadapi Kok Ham-hi, apalagi Kok Ham-hi harus was2 pula kalau2 pihak lawan kedatangan pula bantuan.

   Dalam pertarungan sengit itu, tiba2 tertampak sesosok bayangan melayang tiba dengan sangat cepat, Kok Ham-hi terkesiap dan mengeluh, sebab mengira bala bantuan pihak lawan telah datang.

   Terdengarlah seruan orang itu.

   "Kok Sute, kau tidak apa2 bukan?"

   Itulah suaranya Ci In-hong yang baru kembali. Keruan Kok Ham-hi menjadi girang, segera ia menjawab.

   "Aku tidak apa2. Bereskan dulu kedua bangsat ini. Ci-suheng, Lui-tian-kau-hong!"

   Serentak kedua orang menghantam berbareng, jurus "Lui-tian-kau-hong"

   Memangnya adalah jurus paling lihai dari Thian-lui-kang, ditambah lagi mereka berdua telah mendapat petunjuk dari Beng Siau-kang dan Hoa Thian-hong, keruan daya serangan mereka sekarang berlipat dahsyatnya.

   Betapapun tinggi tenaga dalam Toan Tiam-jong berdua juga tidak sanggup bertahan.

   Maka terdengarlah suara "krak-krek", tulang iga Ci Jing-san patah dua-tiga batang dan terpental mencelat beberapa meter jauhnya.

   Sedangkan tenaga dalam Toan Tiam-jong lebih lemah dari sutenya, ia jatuh terjungkal dan mati seketika.

   Sudah tentu kedua bajingan tadi menjadi ketakutan, mereka berlari sipat kuping sambil berteriak teriak minta tolong.

   Dari jauh Ci In-hong menghantam, tenaga pukulannya masih keburu mencapai sasarannya, walaupun tidak binasa , tapi juga membikin kedua orang itu jatuh semaput.

   Namun begitu dua kelompok anak buah Yang Thian-lui sudah mendengar suara geger2 itu dan memburu tiba.

   Ci Jing-san sangat kepala batu, meski terluka parah, ia masih berusaha melarikan diri.

   Tapi baru saja berlari beberapa tindak ia sudah disusul oleh Kok Ham-hi.

   Karena gemas terhadap Ci jing-san yang telah banyak membikin susuh padanya, tanpa ampun lagi Kok Ham-hi menusuk dengan pedangnya dan binasalah Ci Jing-san.

   Segera Ci In-hong melompat keatas rumah penduduk disitu,ia ambil satu tumpukan genting terus disambitkan kebawah, pecahan genting yang bertaburan itu membikin kepala dan muka rombongan anak buah Yang Thian-lui itu babak belur dan tidak berani mengejar lebih jauh.

   Tidak lama kemudian Ci In-hong dan Kok Ham-hi sudah meninggalkan tempat itu dengan ginkang mereka yang tinggi sehingga wajah merekapun tidak terlihat oleh kawanan pengejar tadi.

   Ketika mereka pulang kemarkas cabang Kay-pang, sementara itu fajar sudah hampir menyingsing.

   Mereka tidak ingin membikin kaget orang, maka diam2 mereka melintasi taman belakang untuk kembali kekamar mereka.

   Tak terduga baru saja mereka melompat masuk taman, mendadak mereka dipegang oleh seseorang.

   Jilid 16 bagian kedua Keruan mereka terkejut, baru saja mau meronta dan melawan, tiba2 terdengar orang itu berkata dengan tertawa.

   "Mengapa sekarang kalian baru pulang? Kemana kalian pergi? Lekas mengaku terus terang!" ~ Kiranya orang ini adalah Liu Tong-thian.

   "Hahaha, kau membikin kaget kami,"

   Ujar Ci In-hong dengan tertawa.

   "Sudah lebih dua jam kutunggu kalian disini, ada tiga orang tamu ingin bertemu dengan kalian,"

   Kata Liu Tong-thian.

   "Tiga orang tamu? Siapakah mereka dan ada urusan apa?"

   Tanya In-hong heran.

   "Ya, tiga orang tamu, tamu yang tidak ter-duga2 olehmu,"

   Sahut Liu Tong-thian. Kalau sudah bertemu nanti tentu kau akan tahu sendiri siapa mereka dan urusannya."

   "Ah, kau memang suka jual mahal,"

   Omel In-hong dengan tertawa. Lalu mereka ikut Liu Tong-thian keruangan tengah. Sebelum masuk sudah terdengar suara ketua Kay-pang Liok Kun-lun sedang berkata.

   "Nona Beng jangan kuatir, aku sudah mengirim orang pergi mencari mereka, sebentar lagi tentu ada kabar."

   Melengak juga Ci In-hong mendengar kata2

   "nona Beng"

   Apakah Beng Bing-sia yang dimaksud? Demikian pikirnya. Benar juga lantas terdengar suara Bing-sia sedang berkata.

   "Bukannya aku kuatir, namun tempat tujuan mereka adalah istana Yang thian-lui yang berbahaya itu, harap ayah "

   Tunggu saja sampai pagi nanti, bila tetap diada kabar, tentu Beng-tayhiap diharap bantuannya ikut keluar mencari mereka,"

   Kata Liok kun-lun. Maka dari luar Liu Toong-thian menanggapi.

   "Tidak perlu Beng-tayhiap turun tangan, aku saja sudah sanggup membawa mereka pulang kesini!" ~ Lalu ia menoleh dan berkata kepada In-hong berdua.

   "Nah, aku tidak dusta bukan? Mereka kan tamu2 yang tidak kau duga bukan?"

   Kiranya ketiga orang tamu yang dimaksud Liu Tong-thian itu selain Beng Siau-kang dan putrinya, orang ketiga adalah Giam Wan.

   Sudah tentu Ci in-hong dan Kok Ham-hi tidak menduga bahwa kedua nona itu akan datang bersama Beng Siau-kang.

   Keruan pertemuan ini membikin mereka sama kegirangan.

   Dengan tertawa kemudian Ci In-hong berkata.

   "Dugaanmu memang tidak salah. Bing-sia, aku memang baru saja kembali dari tempat Yang Thian-lui. Beng Siau-kang meng-geleng2 kepala, katanya.

   "Kaupun terlalu gegabah, In-hong. Kabarnya Koksu Mongol Liong-siang Hoat-ong juga berada disana. Orang ini terkenal sebagai jago nomor satu di Mongol, kepandaiannya bahkan diatas Yang Thian-lui, jangan sampai kau kepergok olehnya."

   "Untung tidak,"

   Sahut Ci In-hong.

   "Kalau sampai kepergok, apakah aku dapat pulang lagi?"

   "Apakah kau menemukan sesuatu tanda akan jejak Li-bengcu? Tanya Liok Kun-lun.

   "Belum,"

   Sahut Ci In-hong.

   "Cuma ditempat Yang Thian-lui itu aku menemukan satu orang yang sama sekali tak pernah kubayangkan."

   "Siapa dia?"

   Tanya Liok kun-lun.

   "To Liong!"

   Jawab Ci In-hong. Liok Kun-lun menghela napas gegetun, katanya.

   "Sungguh tidak nyana ksatria dan pahlawan bangsa sebagai To Pek-seng melahirkan putra yang khianat begitu. Namun To Liong sudah rela terjerumus semakin dalam, maka tidak perlu heran kalau sekarang dia lari ketempat yangthian-lui dan mengaku musuh sebagai bapak."

   "Masih ada lagi seorang yang berada bersama To Liong, inilah yang lebih2 harus disesalkan,"

   Kata Ci In-hong.

   "Manusia berkumpul menurut sukunya, binatang berkumpul menurut jenisnya,"

   Kata Liok kun-lun.

   "Temannya To Liong tentunya adalah sebegundal dengan dia, buat apa disesalkan?"

   "Bukan begitu maksudku,"

   Kata Ci In-hong.

   "Orang ini justru tertipu oleh To Liong. Dia adalah anak perempuan Lau Han-ciang, adik Lau Tay-wi yang bernama Khing-koh.

   "Anak perempuan Lau-loenghiong kena ditipu To Liong kesana? Mengapa bisa terjadi begitu?"

   Tanya Liok Kun-lun terkejut. Lalu Ci In-hong menceritakan secara ringkas pertemuannya dengan Lau Khing-koh, hanya bagian yang menyangkut perjodohannya tidak dikatakan. Namun hal itupun sudah cukup membuat semua orang tercengang dan gegetun.

   "Nona Lau itu masih terlalu muda hingga gampang tertipu, tapi jiwanya yang keras dan tegas itu harus dipuji. Kita tidak boleh membiarkan dia tewas disarang iblis itu,"

   Kata Beng Siau-kang.

   "Ya, segera aku akan mengirim orang memberitahukan kakaknya di Pak-bong-san,"

   Kata Liok Kun- lun.

   "Biar kita bertindak dua jurusan,"

   Ujar Beng Siau-kang.

   "Besok boleh silahkan Liu-hiantit memenuhi janji pertemuan dengan Yang Thian-lui."

   "Ya, besok adalah satu hari sebelum janji pertemuanku dengan Yang Thian-lui, akau akan pergi kesana, Cuma kita masih harus berunding lagi secara lebih masak,"

   Kata Liu Tong-thian.

   Setelah berunding, akhirnya diambil keputusan untuk tetap melaksanakan rencana semula, yakni Ci In-hong dan Kok ham-hi menyamar sebagai pengikut Cui Tin-san.

   Diwaktu lohor mereka akan bersama berangkat untuk menemui Yang Thian-lui.

   Sedangkan Beng Siau-kang dan Han Tay-wi akan menyelundup ketempat musuh pada paginya dengan bantuan pihak Kay-pang, dengan begitu mereka dapat bertindak menurut keadaan.

   Sudah tentu mereka harus berani menyerempet bahaya, tapi mengingat kesaktian Beng Siau-kang berdua, biarpun terjadi apa2 rasanya mereka masih sanggup menghadapi.

   Tidak lama kemudian fajarpun tiba.

   Segera mereka melaksanakan tugas masing2 menurut rencana.

   Sekarang kita kembali kepada Lau Khing-koh dan To Liong.

   Seperginya Ci In-hong dan membereskan surat yang ditulis To Liong, pada waktu To Liong mengantar surat itu keluar, pikiran Lau Khing-koh lantas bergolak, dan baru saja ia ambil keputusan tetap tentang apa yang akan dilakukannya nanti, sementara itu tampak To Liong telah datang kembali dengan membawa satu poci arak.

   


Rahasia Iblis Cantik -- Gu Long Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Liang Ie Shen Kekaisaran Rajawali Emas Karya Khu Lung

Cari Blog Ini