Ceritasilat Novel Online

Pendekar Sejati 23


Pendekar Sejati Karya Liang Ie Shen Bagian 23



Pendekar Sejati Karya dari Liang Ie Shen

   

   "Nah, coba saja siapa yang dapat lolos dari cengkeraman siapa?"

   Bentak Kong-sun Bok.

   "Hm, aku tidak sudi membunuh kau, biar kupadamkam lenteramu (maksudnya mata) saja!"

   Dan begitu menubruk maju, dengan gerakan "Siang-liong-jiang-cu" (sepasang naga berebut mutiara), segera kedua jarinya hendak mencolok mata lawan.

   The Yu-po tahu kelihaian Kong-sun Bok, hanya terpaksa karena ingin menolong sang Suheng, maka tadi dia berlagak hendak menyerang, padahal dia pun insyaf bukan tandingan Kong-sun Bok.

   Maka dengan gugup cepat ia melompat mundur untuk menghindarkan serangan Kong-sun Bok.

   Dalam pada itu Pok Yang-kian telah mengusap air arak yang berlepotan di mukanya dan melompat bangun, segera ia pun berseru kepada Sutenya.

   "Jangan takut, dia takkan tahan lama!"

   Kiranya pukulan Kong-sun Bok yang membuatnya terjungkal tadi dirasakannya tidak terlalu keras, padahal ia pernah bergebrak dengan pemuda itu, ia cukup kenal sampai dimana kekuatan Kong-sun Bok, kalau pukulannya tadi tidak melukainya, jelas pemuda itu juga mengalami gangguan tenaga dalam yang harus dikerahkan untuk membendung menjalarnya racun arak.

   "Hm, untuk membereskan kedua manusia dogol macam kalian ini perlu susah-susah amat?"

   Jengek Kong-sun Bok. Segera ia angkat Hian-tiat-po-san, dengan gerakan "Hui-liong-cay-thian" (naga terbang ke langit), ujung payung pusaka itu segera menjojoh ke depan. Cepat The Yu-po menyampuk dengan goloknya.

   "trang", golok membacok pada batang payung dan lelatu api bercipratan. Mata goloknya gumpil sebagian dan hampir terlepas dari cekalan. Malahan ujung payung Kong-sun Bok masih terus menyambar lewat di depan dadanya.

   "bret, sebagian kain bajunya terobek.

   "Nah, apa kataku, Sute,"

   Seru Pok Yang-kian, walaupun ia sendiri pun kebat-kebit.

   "bukankah tenaganya sudah banyak berkurang, buktinya golokmu tidak mampu dijatuhkan."

   Memang, kini Kong-sun Bok sendiri merasakan payung pusakanya begitu berat sehingga sukar dimainkan seperti biasanya. Menyadari akan kelemahannya, Kong-sun Bok lantas membuang payungnya dan membentak.

   "Ini, biar kau pun merasakan enaknya Hoa-hiat-to!" ~ Sebelah tangannya segera diangkat, telapak tangannya tampak merah membara, sambil bergerak-gerak siap untuk menghantam. Pok Yang-kian tahu betapa lihainya pukulan berbisa itu, tentu saja ia ketakutan, sebelum pukulan musuh tiba, lebih dulu ia sudah melompat mundur dan terjatuh. Segera sasaran Kong-sun Bok beralih, pukulannya menuju The Yu-po. Tidak kepalang kaget The Yu-po, cepat ia menangkis dengan goloknya sambil mendek ke bawah. Akan tetapi Kong-sun Bok lantas menggeser ke samping.

   "Enyahlah kau!"

   Bentaknya sambil mendepak sehingga The Yu-po terpental dua-tiga meter jauhnya.

   Tentu saja Pok Yang-kian dan The Yu-po menjadi jeri.

   Diam-diam Kong-sun Bok merasa malu diri, sungguh tidak nyana sekarang dia harus menggertak musuh dengan ilmu pukulan berbisa itu, padahal keadaannya sebenarnya sudah payah.

   Ia coba membentak pula.

   "Hm, untuk membinasakan jiwa kalian hanya akan membikin kotor tanganku saja! Sebaiknya kalian lekas enyah bila ingin selamat!"

   Dan baru saja Kong-sun Bok hendak jemput kembali payungnya, tiba- tiba pengurus restoran yang berbadan gemuk mendekatinya dengan memegang Sui-poa (alat hitung) dan berkata.

   "Eh, tuan tamu, masakah engkau akan pergi begitu saja?"

   "Hm, bagus sekali pelayanmu itu, arak yang kuminta dicampuri racun, coba katakan, cara bagaimana kau akan hitung harganya,"

   Jengek Kong-sun Bok. Pengurus restoran gemuk itu sengaja ketak-ketuk biji Sui-poa yang dipegangnya itu, lalu menjawab.

   "Kau telah memukuli dua orang tamu kami, cara bagaimana kau akan membayar rekening ini, coba kau katakan sendiri saja!"

   "Bagus, jadi kau pun anggota komplotan mereka!"

   Bentak Kong-sun Bok.

   "Ha, ha, ha, memang betul, kau baru tahu sekarang?"

   Jawab si gemuk dengan tertawa, berbareng Sui-poa yang dia pegang terus menyodok ke dada Kong-sun Bok.

   Rupanya Sebun Bok-ya sudah mengatur di restoran Gi-ciau-lau ini, sebab dia menaksir Kong-sun Bok pasti akan mampir ke sini bila dia datang ke sini untuk mengobati Hong-ho-ngo-pa.

   Si gendut itu dahulu adalah seorang bandit besar, tapi kena ditaklukkan oleh Sebun Bok-ya dan kini telah menjadi pembantunya yang kuat.

   Ilmu silatnya jauh lebih tinggi daripada Pok Yang-kian dan The Yu-po.

   Mereka bertiga diutus ke Uh-seng untuk menunggu kedatangan Kong- sun Bok, mereka telah merampas Gi-ciau-lau dan mengusir pemiliknya, semua pelayan juga diganti oleh begundalnya.

   Sui-poa yang dipegang si gendut itu terbuat dari baja yang merupakan semacam senjata yang aneh, biasanya sangat baik untuk mengunci senjata sebangsa golok dan pedang.

   Kini digunakan untuk menghadapi tangan kosong Kong-sun Bok, sudah tentu lebih menguntungkan lagi baginya.

   Tapi Kong-sun Bok telah ganti tipu serangan dengan cepat, suatu ketika Sui-poa baja si gendut menyodok pula ke depan, saat itu Kong-sun Bok sedang memukul dengan tangan kanan, kalau saja tangan kebentur Sui-poa lawan tentu jarinya akan terjepit patah.

   Namun dengan gesit Kong-sun Bok sempat menarik tangannya kembali, menyusul tangan kiri menyerang lagi, kembali dengan dua jari ia hendak mencolok mata musuh.

   "Hm, keji amat seranganmu!"

   Jengek si gendut.

   "Tapi sayang, kau sudah seperti api yang kehabisan minyak, kau bisa berbuat apa terhadapku?"

   Berbareng ia lantas mengebaskan lengan bajunya.

   "bret", jari Kong-sun Bok mencolok tembus lengan bajunya itu, tapi dia juga tergentak mundur dua-tiga tindak oleh sodokan Sui-poa lawan. Diam-diam Kong-sun Bok merasa sayang tak bisa menggunakan payung pusaka lagi, kalau tidak, payung pusaka itu justru merupakan senjata maut bagi Sui-poa lawan. Tiada jalan lain, terpaksa ia harus menggunakan Hoa- hiat-to lagi untuk menggertak musuh. Agaknya si gendut juga rada jeri terhadap pukulan berbisa itu, cuma ilmu silat si gendut terlebih tinggi daripada Pok Yang-kian dan The Yu-po, di samping sanggup menyerang ia pun kuat bertahan, dengan Sui-poanya itu dia masih mampu menandingi Kong-sun Bok. Dalam pada itu Pok Yang-kian dan The Yu-po sudah merangkak bangun, dari kanan dan kiri segera mereka menubruk maju untuk mengerubut. Dengan menyeringai Pok Yang-kian berkata.

   "Anak keparat, coba saja kau sanggup bertahan berapa lama pula? He, he, sekali ini jangan kau harap dapat lolos dari Gi-ciau-lau ini!"

   Dengan mengertak gigi Kong-sun Bok bertempur mati-matian, tapi makin lama tenaga terasa makin lemas, untung ketiga lawan jeri terhadap Hoa-hiat-tonya yang lihai, sehingga mereka tidak berani mendesak terlalu dekat.

   Selagi keadaan memuncak genting, tiba-tiba terdengar kedua pelayan yang berjaga di ujung tangga sana sedang membentak-bentak.

   "Anak busuk, lekas enyah dari sini, tempat ini bukan untuk orang macam kau!"

   Belum lenyap suaranya, mendadak terdengar suara gedebukan, kedua pelayan itu terguling ke bawah loteng, sebaliknya seorang anak tanggung dengan muka kotor penuh hangus muncul di loteng restoran itu. Dengan tak acuh bocah itu mengomel.

   "Hm, aku punya uang, kenapa tidak boleh datang ke sini? Hm, kalian inilah yang berbau busuk!"

   Mendengar suara bocah itu, seketika Kong-sun Bok terkejut dan girang, hampir ia tidak percaya kepada telinganya sendiri.

   Kiranya bocah ini tak lain tak bukan ialah Kiong Kim-hun yang dirindukannya siang dan malam.

   Waktu Kiong Kim-hun pertama kali berkenalan dengan Kong-sun Bok di restoran Gi-ciau-lau ini dia menyamar sebagai anak pencari arang, kini dandanannya persis seperti dahulu itu.

   "He, nona Kiong, kau juga datang!"

   Seru Kongsun Bok tanpa terasa. Pengurus restoran yang gendut tadi terkejut, serunya.

   "Apa kau ini puteri Oh-hong-tocu? Untuk apa kau datang ke sini?"

   "Aku ke sini untuk minum arak, kini tak dapat minum, tapi dapat berkelahi, maka boleh ramai-ramai ikut berkelahi saja dengan kalian!"

   Jawab Kiong Kim-hun dengan tertawa.

   "Bereskan dia saja!"

   Bentak Pok Yang-kian.

   Karena urusan sudah telanjur, mereka menjadi nekat untuk membunuh sekalian Kiong Kim-hun, biarpun dia adalah puteri Oh-hong-tocu.

   Lantaran mereka bertiga memperhatikan kedatangan Kiong Kim-hun, kesempatan itu telah digunakan Kong-sun Bok untuk menyerang.

   "blang", kontan The Yu-po kena dihantam olehnya. Walaupun tenaga Kong-sun Bok sudah banyak susut, tapi The Yu-po toh tidak tahan dan terguling ke bawah loteng.

   "Pukulan bagus, itu namanya senjata makan tuan!"

   Seru Kiong Kim-hun tertawa. The Yu-po cepat merangkak bangun dan bermaksud memburu ke atas lagi untuk bertempur, tapi ia menjadi kaget demi mendengar ucapan Kiong Kim-hun itu, seketika keringat dingin membasahi tubuhnya. Ucapan "senjata makan tuan"

   Itu dianggap The Yu-po sebagai pukulan Kong-sun Bok itu menggunakan Hoa-hiat-to yang berbisa.

   Karena The Yu-po sendiri tidak meyakinkan Hoa-hiat-to, dia tidak tahu bagaimana akibat kena pukulan itu, tapi dia percaya saja, ia pikir cari selamat paling perlu, maka cepat ia melarikan diri untuk mencari pertolongan kepada sang guru.

   Padahal pukulan Kong-sun Bok tadi tidak menggunakan Hoa-hiat-to.

   Ilmu silat si pengurus restoran yang gendut itu cukup tangguh, dia putar Sui-poanya dan menangkis sekali serangan Kong-sun Bok sambil berseru kepada Pok Yang-kian.

   "Kau hadapi budak itu, biar kubereskan bocah ini, nanti kubantu kau."

   Pok Yang-kian pernah bertempur melawan Kiong Kim-hun, ia tahu kepandaian nona itu terbatas, untuk mengalahkannya rasanya tidak susah. Maka ia pun mengiakan seruan si gendut tadi terus menerjang ke arah Kiong Kim-hun.

   "Pok Yang-kian, kau sudah mirip ular yang tercabut taring berupasnya, sekarang kau berani mengganas lagi?"

   Ejek Kim-hun. Dengan gusar Pok Yang-kian terus menghantam sambil membentak.

   "Budak busuk, untuk membinasakan kau masakah perlu tenaga berbisa segala?"

   "Ha, ha, kau mampu?"

   Jengek Kim-hun pula, di tengah tertawanya tahu- tahu orangnya menubruk maju.

   "sret", secepat kilat pedangnya menusuk perut lawan. Keruan Pok Yang-kian terkejut, sungguh tidak terduga olehnya bahwa kepandaian Kiong Kim-hun bisa maju begini pesat. Walaupun dia sempat mengelak dengan cepat, tidak urung sebagian kain bajunya terpapas robek. Kiranya sejak Kiong Kim-hun berkenalan dengan Kong-sun Bok, dia telah mendapat ajaran inti lwekang dari pemuda itu, selama setahun ini kemajuannya cukup memuaskan. Sebaliknya ilmu berbisa Hoa-hiat-to Pok Yang-kian telah dimusnahkan oleh Kong-sun Bok pada setahun yang lalu, betapa pun tenaganya banyak berkurang dan belum pulih hingga kini. Yang satu bertambah maju dan yang lain menyurut, dengan sendirinya dalam hal kekuatan sekarang Kiong Kim-hun juga sangat hebat, tentu saja Pok Yang- kian menjadi kelabakan, ia tercecar hingga beberapa kali terpaksa ia melompat mundur untuk menghindar. Setelah belasan jurus, mendadak Kiong Kim-hun membentak.

   "Kena!" ~ Tusukan pedangnya menembus bahu kanan lawan. Pok Yang-kian mengerang kesakitan, teriaknya.

   "Budak busuk, kau berani melukai aku, biar kucabut nyawamu!" ~ Mulutnya tidak mau kalah, tapi kakinya berbuat lain, mendadak ia berputar ke sana terus melompat keluar melalui jendela. Sesudah kabur cukup jauh dan melihat tidak dikejar barulah dia berhenti, lalu berkaok-kaok pula sambil mengacungkan kepalan dari jauh.

   "Budak busuk, pada suatu hari tentu aku akan menghajar adat padamu! Awas kau!"

   Kiong Kim-hun terbahak-bahak geli, katanya.

   "Ha, ha, sudah ngacir mencawat ekor saja masih menggonggong, persetan kau! Di sini masih ada seekor anjing gila, biar aku menghajar adat pula padanya!"

   Si pengurus restoran gendut tadi menjadi kuatir dan kheki pula, dia kheki lantaran kedua kawannya hanya cari selamat sendiri tanpa memikirkan kawan, ia menjadi kuatir kalau Kiong Kim-hun ikut mengerubutnya, diam- diam ia pun mencari kesempatan buat kabur.

   Sebenarnya dengan ilmu silatnya dia cukup mampu menandingi Kiong Kim-hun dan Kong-sun Bok yang keracunan dan sudah lemas itu.

   Tapi lantaran dia jeri melawan puteri Oh-hong-tocu yang diseganinya itu, betapa pun ia menjadi gugup.

   Dalam pada itu Kiong Kim-hun sudah mulai melancarkan serangan, pedangnya beruntun menusuk dengan cepat.

   Si gendut tidak ada hasrat buat bertempur lebih lama lagi, mendadak Sui-poanya menyodok ke depan untuk mengunci ujung pedang Kiong Kim-hun, habis itu ia terus putar tubuh, Sui- poa dibuangnya, dia sendiri lantas melompat keluar melalui jendela.

   "Ha, ha, alat kerjamu ini kau buang percuma, kau pasti akan dipecat oleh majikanmu!"

   Seru Kim-hun mengejek dengan tertawa sambil mencungkit Sui-poa lawan keluar restoran. Dalam pada itu para begundal si gendut juga lantas kabur semua sehingga ruang restoran itu menjadi sunyi sepi.

   "Kim-hun, sungguh mimpi pun aku tidak mengira akan bertemu kau di sini,"

   Kata Kong-sun Bok kemudian dengan gembira.

   "Mengapa tidak mengira? Kan seharusnya kau dapat menduganya,"

   Ujar Kim-hun dengan tertawa.

   "Bukankah kau sudah berjanji akan mengobati orang-orang itu, masakah aku tak dapat menjumpai kau di sini pada waktunya yang tepat?"

   Hati Kong-sun Bok bahagia, katanya pula.

   "Kau sungguh baik, Kim-hun, memang seharusnya kupikirkan akan kedatanganmu ini."

   "Eh, bagaimana dirimu?"

   Tanya Kim-hun.

   "Tidak apa-apa, mereka hendak meracuni aku dengan arak, tapi hawa racun sudah kupunahkan sebagian besar, janganlah kau kuatir,"

   Jawab Kong-sun Bok.

   "Baiklah, sekarang marilah kita makan minum dulu sekenyangnya,"

   Ajak Kim-hun.

   "Mumpung kita berada di restoran yang terkenal, kesempatan baik ini jangan disia-siakan."

   Bicara sampai di sini, tertampak dari ruangan dapur muncul beberapa orang, seorang yang memimpin memakai ikat kain serbet pada pinggangnya dengan tubuh yang gemuk.

   Rupanya si gemuk ini adalah koki kepala restoran ini, sedang yang lain adalah pembantunya, ada tukang potong sayur, ada tukang api dan tukang cuci piring.

   Rupanya setelah Pok Yang-kian dan begundalnya merampas Gi-ciau-lau, walaupun pegawai bagian depan banyak yang diusir, tapi pegawai bagian dapur harus dipertahankan tetap pada tempatnya.

   Begitulah koki gemuk itu lantas memberi hormat kepada Kong-sun Bok berdua dan berkata.

   "Terima kasih atas pertolongan kedua pendekar budiman yang telah mengenyahkan kawanan penjahat itu. Apakah tuan- tuan ingin dahar, silakan pesan saja dan segera akan kami siapkan."

   "Baiklah, buatkan saja daharan yang menjadi keahlianmu,"

   Kata Kim- hun.

   Tidak lama kemudian koki itu dan pembantu-pembantunya telah membawa keluar beberapa macam masakan yang paling terkenal di restoran itu.

   Memangnya Kiong Kim-hun dan Kong-sun Bok juga sudah lapar, tanpa sungkan-sungkan lagi mereka lantas makan minum sepuasnya.

   Sambil makan minum, Kong-sun Bok menceritakan pengalamannya, tentang pertemuannya dengan Kok Siau-hong dan Han Pwe-eng.

   "Bagaimana dengan mereka berdua?"

   Tanya Kiong Kim-hun.

   "Mereka sudah akur kembali seperti semula,"

   Tutur Kong-sun Bok tertawa.

   "Bisa jadi sekembalinya kita ke Kim-keh-nia akan kebetulan dapat menghadiri pesta pernikahan mereka."

   "Bagaimana keadaan daerah Kang-lam, permai bukan?"

   Tanya Kim-hun pula.

   "Ya, di atas ada surga, di bawah ada Soh dan Hang, pameo yang terkenal ini memang tidak omong kosong, Soh-ciu dan Hang-ciu benar-benar dua kota yang indah permai sebagai surga dunia,"

   Tutur Kong-sun Bok.

   
Pendekar Sejati Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Oya, ingin aku memberitahukan sesuatu padamu. Ketika di Hang-ciu, aku dan Kok-toako pernah minta Ciam-si (ramalan) pada kelenteng dewi rembulan."

   "Minta Ciam-si, bagaimana bunyinya?"

   Tanya Kim-hun.

   "Dua Ciam-si yang kami dapat itu semuanya bagus,"

   Kata Kong-sun Bok.

   "Begitu mendapat Ciam-si bahagia itu, segera aku yakin kita pasti akan berkumpul lagi, tidak nyana hari ini juga kita sudah lantas berjumpa di sini."

   Muka Kiong Kim-hun menjadi merah, katanya dengan tertawa.

   "Sejak kapan kau belajar bermulut manis begini?"

   "Yang kukatakan ini adalah isi hatiku, masakah kau sendiri tidak ingin bertemu dengan aku?"

   "Siapa bilang tidak ingin bertemu dengan kau, lalu buat apa jauh-jauh aku ke sini? Sudah tahu sengaja tanya, kau harus didenda minum arak!"

   Karena perasaan yang penuh manisnya madu, akhirnya terungkit juga isi hati yang sebenarnya. Tentu saja Kong-sun Bok tambah gembira, jawabnya dengan tertawa.

   "Ya, arak restoran Gi-ciau-lau ini terkenal di seluruh dunia, mumpung kita berada di sini, sayang kalau tidak minum arak yang tersuguhkan ini. Hayolah minum, lekas!"

   Segera ia mendahului menenggak beberapa cawan besar. Melihat itu Kiong Kim-hun menjadi rada kuatir kalau pemuda itu akan menjadi mabuk, cepat ia membujuk.

   "Toa-ko, biasanya kau tidak banyak minum, jangan sampai kau mabuk."

   "Jangan kuatir, aku takkan mabuk,"

   Kata Kong-sun Bok tertawa.

   Habis itu di atas kepalanya tampak menguap kabut tipis yang mengandung bau arak.

   Kiranya dia telah menggunakan lwekang yang tinggi untuk membuyarkan sisa kadar racun yang diminumnya tadi dan didesak keluar menjadi air keringat.

   Dengan bantuan pengaruh arak yang baru diminumnya itu, lwekangnya dapat bekerja lebih mantap.

   Kagum sekali Kiong Kim-hun melihat kehebatan tenaga dalam pemuda itu, katanya.

   "Toa-ko, hanya lewat satu tahun, ternyata lwekangmu sudah maju banyak sekali. Lwekang sehebat ini bagiku entah akan terlatih sampai kapan?"

   "Melihat caramu mengalahkan Pok Yang-kian tadi, jelas kepandaianmu juga banyak lebih tinggi daripada dulu,"

   Kata Kong-sun Bok.

   "Dengan kecerdasanmu, tidak sampai beberapa tahun saja tentu kau dapat melampai kepandaianku?"

   "Untuk itu perlu petunjuk guru seperti kau ini,"

   Ujar Kim-hun dengan tertawa.

   "Dengan sedikit kepandaianku ini aku belum mampu menjadi guru orang, selain itu aku pun tidak berani menerima murid seperti kau ini, aku hanya ingin....."

   Kim-hun tahu apa yang akan dikatakan pemuda itu selanjutnya, maka cepat ia memotong.

   "Sudahlah, jangan kau putar lidah lagi. Kutahu, kau tidak berani menerima aku sebagai murid lantaran kau takut si murid memukuli sang guru bukan?"

   Tengah mereka bercanda, tiba-tiba seorang pelayan di bawah sedang berseru.

   "Coh-toaya, angin apakah yang meniup engkau ke sini? Baru saja terjadi....."

   Belum habis perkataan pelayan itu, tertampak seorang sudah muncul di atas loteng restoran, kiranya adalah Coh Tay-peng, itu wakil ketua dari perserikatan lima Pang terbesar di lembah Hong-ho.

   Dia pula yang mengadakan janji bertemu dengan Kong-sun Bok sekarang ini.

   Begitu berada di atas loteng, dengan terbahak-bahak Coh Tay-peng lantas berkata.

   "Ya, justru aku tahu di sini baru saja terjadi keonaran, makanya aku lekas memburu ke sini. Ha, ha, ha, Kongsun-siauhiap benar-benar seorang yang dapat memegang janji, kami sedang mengharapkan kedatanganmu, ternyata engkau sudah berada di sini. Nona Kiong, syukur engkau pun ikut datang, sungguh kami merasa sangat beruntung."

   "Tapi aku tak dapat membantu apa pun padamu,"

   Kata Kim-hun.

   "Ah, yang benar akulah yang tak dapat membantu kalian,"

   Ujar Coh Tay- peng.

   "Nona Kiong, tapi engkau telah menghajar adat orang she Pok itu hingga lari mencawat ekor, sungguh kami ikut gembira."

   "O, kiranya sejak tadi kau sudah datang, kau sembunyi di sekitar sini bukan?"

   Kata Kim-hun dengan tertawa. Muka Coh Tay-peng menjadi merah, jawabnya.

   "Maklumlah nona, soalnya kami tak berani memusuhi mereka."

   "Eh, bagaimana keadaan kawan-kawanmu itu?"

   Sela Kong-sun Bok.

   "Masih seperti biasa, satu hari kumat tiga kali, habis menggigil, kemudian badan menjadi panas,"

   Jawab Coh Tay-peng.

   "Hanya Ang Pang-cu rada mendingan keadaannya."

   "Jangan kuatir, nanti akan kusembuhkan mereka,"

   Kata Kong-sun Bok. Tiba-tiba Coh Tay-peng bertanya kepada Kiong Kim-hun dengan sikap rada aneh.

   "Nona Kiong, apakah ayahmu tidak ikut datang ke sini?"

   Kim-hun melengak, jawabnya.

   "Apa, kau mendengar kabar kedatangan ayahku?"

   "O, ti..... tidak, kukira nona sudah datang dan tentu beliau juga akan datang, sebab itu kami sangat mengharapkan akan kunjungan beliau ke sini."

   "Begitukah?"

   Kata Kim-hun dengan tak acuh.

   "Sayang aku tidak memberitahukan hal ini kepada ayahku. Kedatanganku ke sini hakikatnya di luar tahu ayahku."

   Coh Tay-peng seperti rada kecewa, dia tidak bicara lagi dan menenggak arak yang sementara itu telah disediakan oleh pelayan. Dalam pada itu Kong-sun Bok sudah selesai menguapkan seluruh sisa kadar racun dalam tubuhnya, katanya kemudian.

   "Nah, sekarang marilah kita berangkat untuk menolong kawan-kawanmu itu."

   Karena pertanyaan Coh Tay-peng tadi, diam-diam Kiong Kim-hun merasa sangsi, maka di tengah jalan ia coba bertanya pula.

   "Coh Pang-cu, kau tentu mendengar sesuatu berita tentang ayahku bukan?"

   Coh Tay-peng tampak ragu-ragu, sejenak kemudian baru menjawab.

   "Aku memang mendengar sedikit selentingan, cuma nona harus memaafkan dahulu barulah aku berani bicara."

   "Katakan saja terus terang, aku pasti takkan marah padamu,"

   Kata Kim- hun.

   "Konon ayah nona ada perasaan tidak senang terhadap Kongsun- siauhiap, entah betul tidak hal ini?"

   Tutur Coh Tay-peng.

   "O, kiranya urusan kita diketahui orang Kang-ouw,"

   Demikian Kim-hun membatin. Maka ia lantas menjawab.

   "Lantas ada persoalan apa?"

   Air muka Coh Tay-peng tampak murung, katanya.

   "Jadi selentingan itu memang benar adanya?"

   Dengan mendongkol Kiong Kim-hun mengomel.

   "Peduli apa, ayah tidak suka padanya, aku yang suka padanya, sangkut-paut apa dengan kalian?"

   Tanpa pikir ia telah mengutarakan isi hatinya di depan orang banyak, keruan Kong-sun Bok merasa jengah.

   "Ya, ya, sungguh kami sangat berterima kasih kepada Kongsun-siauhiap yang telah datang memenuhi janji,"

   Sahut Coh Tay-peng sambil menyengir.

   Diam-diam ia merasa cemas karena sudah jelas Oh-hong-tocu takkan datang, urusan rasanya bisa runyam.

   Padahal kepandaian Kong-sun Bok pasti bukan tandingan Sebun Bok-ya, maka persoalannya menjadi serba sulit.

   Tapi pemuda itu sekarang sudah datang, terpaksa diajaknya ke markas Hay-soa-pang dan terserah kepada Ang-toako untuk menentukannya.

   Begitulah mereka lantas berangkat menuju markas Hay-soa-pang, ternyata para pemimpin kelima Pang lembah Hong-ho itu sudah menunggu di situ.

   Kong-sun Bok tahu ada delapan orang gembong bajak yang terluka oleh Hoa-hiat-to, tapi dilihatnya yang ada cuma tujuh orang saja, Ang Kin, wakil Pang-cu Hay-soa-pang yang terluka paling parah ternyata tidak hadir.

   Diam- diam Kong-sun Bok merasa heran.

   Melihat yang datang hanya Kong-sun Bok bersama Kiong Kim-hun, tanpa terasa orang-orang itu mengunjuk rasa kecewa.

   Ih Kun, Pang-cu Tiang- keng-pang mendahului buka suara.

   "Apakah Kiong To-cu tidak ikut datang?"

   "Nona ini adalah puteri Kiong To-cu,"

   Coh Tay-peng menerangkan.

   "Menurut nona Kiong, katanya ayahnya takkan datang."

   Serentak orang-orang itu bersuara yang penuh rasa kecewa. Tentu saja Kiong Kim-hun kurang senang, katanya.

   "Yang akan mengobati kalian adalah Kongsun-toako dan bukan ayahku."

   Ih Kun menjadi rada kikuk, cepat ia menjawab.

   "Ya, ya....."

   Tapi ia tidak omong lebih lanjut, sebaliknya pandangannya menatap ketujuh orang kawannya yang terluka oleh Hoa-hiat-to itu, agaknya dia ingin tahu bagaimana pendapat mereka.

   Karena batas waktu bekerja racun Hoa-hiat-to tinggal satu-dua hari saja, Kong-sun Bok menjadi tidak sabar, segera ia berkata.

   "Paling penting sekarang kalian harus disembuhkan dahulu. Nah, urusan jangan tertunda lagi, silakan siapa yang akan kuobati lebih dulu."

   Tapi ketujuh orang yang menderita itu hanya saling pandang saja.

   Selang sejenak, tiba-tiba mereka bersuara, yang satu menyilakan yang lain maju lebih dulu agar diobati Kong-sun Bok, tapi yang lain itu menolak dan minta kawan yang lain lagi maju lebih dulu, dan begitulah seterusnya mereka sibuk saling dorong mendorong.

   Sungguh gejala yang aneh, pada umumnya orang sakit tentu ingin bisa diobati lebih dulu, tapi sekarang mereka justru saling mengalah dan memberi kesempatan kepada kawannya agar maju lebih dulu.

   Tentu saja Kiong Kim-hun tambah mendongkol, katanya kemudian.

   "Sudahlah, kalian ini mungkin sudah sembuh dan tidak perlu pengobatan lagi. Hayolah Toa-ko, marilah kita pergi saja."

   Tapi Kong-sun Bok lantas berkata.

   "Kukira siapa yang terluka paling parah disilakan maju saja lebih dulu."

   Dan baru dia mau menyebut nama Ang Kin, terlihat Ang Kin sedang melangkah keluar dari ruangan dalam dengan bertongkat. Segera Kong-sun Bok menyambung ucapannya tadi.

   "Ah, kukira Ang Pang-cu terluka paling parah, bagaimana kalau aku mulai dengan Ang Pang-cu saja."

   Terdengar Ang Kin menghela napas, katanya kemudian.

   "Urusan sudah telanjur begini, kalau kalian tidak bicara terus terang kan bisa menimbulkan salah paham kawan sendiri?"

   Lalu ia berpaling dan memberi hormat kepada Kong-sun Bok, kemudian menyambung.

   "Kongsun-siauhiap, engkau telah sudi datang dari jauh tanpa pikir akibat bagi dirimu sendiri, sungguh kami sangat berterima kasih atas budi kebaikanmu. Cuma kami juga tidak ingin membikin susah engkau. Sebagaimana dikatakan nona Kiong tadi, kukira lebih baik kalian lekas berangkat saja. Seumpama kami akhirnya mati karena tak dapat disembuhkan, betapa pun juga kami tetap berterima kasih padamu."

   Kong-sun Bok menjadi heran, tanyanya segera.

   "Apa sebabnya, mengapa kalian tidak sayang pada jiwa sendiri lagi, harap Ang Pang-cu suka memberi penjelasan."

   "Baiklah, biar kukatakan terus terang, justru lantaran kami kuatir jiwa akan melayang, makanya tidak berani minta pengobatan."

   "Apakah kalian tidak percaya lagi kepada kemampuan pengobatanku?"

   Kong-sun Bok menegas dengan aseran.

   "O, tidak, tidak. Kami cukup yakin bahwa engkau dapat menyembuhkan luka pukulan Hoa-hiat-to, soalnya kami takut kepada Sebun Bok-ya,"

   Tutur Ang Kin.

   "Ah, kiranya Sebun Bok-ya!"

   Tukas Kong-sun Bok, samar-samar ia dapat menebak beberapa bagian apa persoalannya, hanya seketika belum paham seluruhnya. Kiong Kim-hun lebih cerdik, segera ia paham duduknya perkara, katanya.

   "Bukankah iblis Sebun Bok-ya itu pernah menyampaikan gertakan kepada kalian? Ya, sebenarnya sudah harus kuduga sejak tadi, kalau iblis itu sudah mengirim Pok Yang-kian ke Uh-seng dan menduduki restoran Gi-ciau-lau, dengan sendirinya dia pun merencanakan tindakan lain lagi."

   "Memang begitulah, nona Kiong,"

   Kata Ang Kin.

   "Sebun Bok-ya sebelumnya telah mengancam kami agar jangan menerima penyembuhan dari orang lain, tadi kami menerima kabar pula bahwa dia sudah sampai di Uh-seng, mungkin segera ia pun akan tiba di sini."

   Mendengar kabar ini, tanpa terasa Kim-hun berseru terkejut. Ia menjadi lebih paham lagi maksud Coh Tay-peng dan kawan-kawannya menanyakan kedatangan ayahnya tadi, katanya kemudian.

   "O, makanya kalian mengharapkan kedatangan ayahku, kiranya kalian ingin ayah menolong kalian, tapi sekarang kalian merasa kecewa."

   "Benar, makanya ada lebih baik kalian lekas berangkat saja,"

   Ujar Ang Kin dengan tersenyum getir.

   Pendekar Sejati Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Tapi aku justru ingin menempur iblis itu,"

   Kata Kong-sun Bok dengan semangat.

   "Kongsun-siauhiap,"

   Kata Ih Kun takut-takut.

   "kepandaianmu tinggi, mungkin Sebun Bok-ya tidak sanggup mengganggu kau, tetapi kepandaian kami teramat rendah, rasanya sukar lolos dari ancamannya."

   "Dengar tidak, Kongsun-toako, jadi mereka kuatir kita membikin susah mereka,"

   Jengek Kiong Kim-hun.

   "Harap Kong-sun-siauhihap jangan salah paham,"

   Lekas Ang Kin ikut bicara.

   "sama sekali bukan diriku ini takut mati, yang pasti budi kebaikan Kongsun-siauhiap tetap kuingat dengan baik. Cuma urusan sudah telanjur begini, apa yang dapat kukatakan lagi, semoga saja....."

   "Ang Pang-cu, kutahu engkau adalah laki-laki sejati,"

   Kata Kong-sun Bok.

   "Tapi biarlah semoga kita dapat berjumpa pula kelak."

   Dan baru saja hendak berangkat, tiba-tiba terdengar suara seorang yang seram sedang berkata.

   "Kong-sun Bok, jauh-jauh kau datang ke sini, kenapa buru-buru mau pergi lagi? He, he, mungkin kau hanya dapat datang dan tidak dapat pergi!"

   Waktu mereka berpaling, ternyata di ruangan situ mendadak sudah bertambah satu orang, siapa lagi kalau bukan si iblis Sebun Bok-ya.

   Menyusul di belakang Sebun Bok-ya adalah kedua muridnya, yaitu Pok Yang-kian dan The Yu-po, segera mereka berjaga di ambang pintu.

   Keruan semua orang terkejut dan tanpa terasa menyurut mundur, lebih- lebih Ih Kun, dia mengkeret ke pojok dan berkata dengan suara gemetar.

   "Sebun-siansing, bukan aku yang mengundang kedatangan bocah ini. Aku bersama seluruh anak buah Tiang-keng-pang siap menantikan kedatangan engkau."

   Sebun Bok-ya hanya melirik saja tanpa gubris kepada Ih Kun, kemudian dia menatap tajam kepada Kong-sun Bok dan menjengek.

   "Hm, bocah seperti kau, menyelamatkan diri sendiri saja menjadi persoalan, sekarang kau malah berani datang ke sini hendak menolong orang segala!"

   Namun Kong-sun Bok seperti tidak menggubrisnya, dia pegang payungnya dan menatap tajam kepada Sebun Bok-ya.

   Rupanya dia sedang mengerahkan segenap tenaga dalam dan siap tempur.

   Kedua pihak seakan-akan anak panah yang sudah terpasang di busur dan segera akan terjadi duel.

   Mendadak Kiong Kim-hun mendapat suatu pikiran, tiba-tiba ia berkata dengan tertawa.

   "Eh, Sebun-siangsing, kedatanganmu sangat kebetulan. Ayahku memang juga ingin berkenalan dengan kau, terutama ingin berkenalan dengan Hoa-hiat-to kebanggaanmu!"

   "Apa? Ayahmu juga datang ke sini?"

   Sebun Bok-ya menegas dengan terkesiap.

   "Aku datang, tentu saja ayah juga datang,"

   Ujar Kim-hun dengan tertawa.

   "Beliau mengatakan bahwa Jit-sat-ciang Oh-hong-to kami sama terkenalnya dengan Hoa-hiat-to yang berasal dari keluarga Siang, tapi ada sementara orang yang berpengalaman cetek menganggap Jit-sat-ciang tidak dapat menandingi Hoa-hiat-to, karena itu aku ingin menjajalnya, hanya saja mungkin tua bangka Sebun Bok-ya itu tidak berani bertemu dengan aku. Begitulah kata ayah. Tapi aku lantas mengusulkan agar ayah membiarkan aku dan Kongsun-toako berangkat lebih dulu, nanti kalau Sebun Bok-ya muncul barulah ayah juga memperlihatkan diri."

   Karena obrolan Kiong Kim-hun ini, Sebun Bok-ya menjadi ragu-ragu.

   Kiranya Kim-hun sengaja menggunakan akal mengulur waktu agar Kong- sun Bok sempat mengerahkan tenaga lebih banyak, andaikan Sebun Bok-ya tak dapat digertak lari oleh obrolannya.

   Tapi Sebun Bok-ya cukup licin, karena ocehan Kiong Kim-hun tidak keruan juntrungannya itu, dia menjadi curiga, mendadak ia menubruk ke sana, secepat kilat ia berhasil mencengkeram Ih Kun yang bersembunyi di sudut sana terus diseret keluar.

   Keruan Ih Kun ketakutan setengah mati dan berteriak.

   "Sebun-siansing, ampun, hamba tidak pernah berbuat salah apa-apa!"

   "Kau setia kepada perintahku tidak?"

   Bentak Sebun Bok-ya.

   "Ya, ya, ke lautan api sekali pun asal diperintahkan engkau, tentu akan kulakukan,"

   Jawab Ih Kun gemetar.

   "Aku tidak perlu kau masuk lautan api segala, aku hanya ingin kau bicara terus terang, kalau tidak akan kubikin kau mati tak bisa dan hidup tidak dapat,"

   Kata Sebun Bok-ya pula.

   "Nah, sekarang bicaralah, Oh-hong-tocu apa sudah datang?"

   "Tidak, belum, nona Kiong mendustai kau!"

   Sahut lh Kun dengan ketakutan. Sebun Bok-ya bergelak tertawa dan segera melemparkan Ih Kun, lalu berkata.

   "Kau budak ini sungguh kurangajar, berani kau bohong padaku. Hm, memangnya kau kira aku jeri terhadap ayahmu?"

   Kuatir iblis itu melancarkan serangan maut kepada Kiong Kim-hun, kini tenaga Kong-sun Bok sudah dapat dihimpun, hanya masih kurang sempurna sedikit. Terpaksa ia melompat maju, dengan payung terpentang ia menghadang di depan Kiong Kim-hun.

   "Baik, jika kau sudah bosan hidup, biar kumampuskan kau dulu!"

   Bentak Sebun Bok-ya. Tapi dengan gerakan "Tay-peng-tian-ih"

   Atau garuda sakti pentang sayap, segera Kong-sun Bok pentang payungnya terus menubruk maju.

   Sebun Bok-ya kenal lihainya payung pusaka lawan, segera ia himpun tenaga, telapak tangan memapak permukaan payung itu terus menghantam.

   Betapa pun tenaga Kong-sun Bok memang kalah satu tingkat, dia tergetar mundur dua-tiga tindak oleh tenaga pukulan musuh.

   Cepat ia merapatkan payung terus menusuk dengan ujung payung yang runcing, yang diarah adalah Lo-kiong-hiat di tengah telapak tangan musuh.

   Hanya berkat payung pusakanya saja Kong-sun Bok mampu mematahkan dua kali serangan Sebun Bok-ya yang lihai itu, namun dalam dua kali gebrak itu jelas dia terdesak di bawah angin.

   Melihat itu, Ang Kin terus berteriak.

   "Hayolah kawan-kawan, betapa pun kita tidak dapat menyaksikan kawan baik kita berkorban bagi kita!"

   "Kurangajar!"

   Bentak Sebun Bok-ya.

   "Sesudah kubinasakan bocah ini tentu akan kuobati luka kalian. Apakah kalian juga cari mampus, kalau begitu boleh coba maju!"

   Selain Ang Kin, ketujuh orang yang terluka oleh Hoa-hiat-to itu sama berpikir tidak menguntungkan bilamana membantu Kong-sun Bok untuk memusuhi Sebun Bok-ya, sebab jelas dalam waktu singkat Kong-sun Bok pasti akan terbinasa.

   Karena itu serentak mereka berseru.

   "Sebun-siangsing hendaklah jangan salah paham, bocah ini hanya kawan baik Ang Kin dan tidak pernah berkenalan dengan kami."

   Sebun Bok-ya bergelak tertawa puas, segera serangannya bertambah gencar dan lebih ganas. Tidak kepalang murka Ang Kin melihat betapa pengecutnya kawan- kawannya, dengan gemas ia berteriak.

   "Seorang laki-laki sejati lebih baik mati daripada terhina. Kongsun-siauhiap, aku tak dapat membantu kau, hanya dengan kematianku saja kubalas budimu." ~ Habis berkata ia terus melolos sebilah belati dan menikam ke hulu hati sendiri. Saat itu sebenarnya Kong-sun Bok lagi terdesak mundur, tapi mendadak ia melancarkan serangan balasan, sebelah tangannya menghantam dari bawah payung, telapak tangannya kelihatan merah membara terus memotong ke dada Sebun Bok-ya. Melihat pemuda itu mendadak menjadi nekat, Sebun Bok-ya menjadi terkejut, pikirnya.

   "Ilmu Hoa-hiat-to bocah ini mungkin lebih lihai daripadaku, rasanya tidak menguntungkan bila aku mengadu jiwa dengan dia."

   Perlu diketahui bahwa Hoa-hiat-to adalah satu di antara kedua ilmu racun keluarga Siang yang terkenal, ibu Kong-sun Bok, yaitu Siang Jing-hong, adalah satu-satunya ahli waris keluarga Siang yang masih hidup sekarang, betapa pun Sebun Bok-ya merasa jeri terhadap ilmu berbisa Kong-sun Bok itu.

   Karena itu cepat ia mengelak ke samping.

   Kesempatan itu tidak disia-siakan oleh Kong-sun Bok, dengan cepat luar biasa segera ia mengayun tangannya.

   "tring", ia menyambitkan sebuah mata uang hingga belati Ang Kin yang sedang hendak menikam hulu hati sendiri itu terbentur jatuh. Rupanya pada saat Ang Kin berseru tadi Kong-sun Bok sudah menaksir kemungkinan Ang Kin akan membunuh diri, sebab itu ia lantas melancarkan serangan balasan untuk mendesak mundur Sebun Bok-ya, lalu menyambitkan senjata rahasia untuk menyelamatkan jiwa Ang Kin. Melihat itu, Pok Yang-kian dan The Yu-po tidak tinggal diam, berbareng mereka lantas menubruk maju untuk melabrak Ang Kin.

   "Adik Hun, Ang Pang-cu itu adalah kawan kita,"

   Seru Kong-sun Bok.

   "Jangan kuatir Toa-ko, mana dapat kubiarkan kedua bangsat ini mencelakai kawan baik kita!"

   Seru Kiong Kim-hun sambil melolos pedang dan menghadang di depan Pok Yang-kian berdua. Dengan tertawa Sebun Bok-ya juga berkata.

   "Ang Kin tak mungkin kabur, kalian boleh bekuk lebih dulu budak ini!"

   Pok Yang-kian dan The Yu-po mengiakan, serentak mereka mengerubut dari kanan dan kiri.

   "Hm, jangan mengganas, bila kalian berani mengganggu seujung rambutku, kalian pasti akan dibunuh semua oleh ayahku,"

   Kata Kim-hun dengan mencibir. Kembali Sebun Bok-ya bergelak tertawa dan berkata.

   "Budak cilik, kebohonganmu sudah terbongkar, masakah kau masih menggertak dengan nama ayahmu? Tapi, hm, jika aku tidak membunuh kau tampaknya seakan- akan aku takut kepada ayahmu. Yang-kian, bila dia tidak mau menyerah, kalau perlu binasakan dia saja!"

   Pok Yang-kian mengiakan, tapi ia pun paham maksud sang guru itu hanya untuk menggertak belaka, maka ia lantas menyerang lebih gencar, diam-diam ia pun berusaha agar tidak mencelakai jiwa si nona.

   Dengan gerakan yang cepat dan lincah Kiong Kim-hun melayani kedua lawan, di tengah berkelabatnya sinar pedang, tiba-tiba terdengar suara "bret", kain baju Pok Yang-kian tertusuk tembus oleh pedang Kim-hun, tapi golok sabit The Yu-po juga sedang menabas paha si nona.

   "Lepas senjata!"

   Bentak Pok Yang-kian sambil menghantam siku lengan Kiong Kim-hun, bilamana pukulan ini tepat kena sasarannya, betapa pun lengan si nona pasti akan patah.

   Di bawah serangan golok dan tangan lawan itu, sukar bagi Kiong Kim- hun untuk menangkis sekaligus.

   Dalam seribu kerepotannya itu terpaksa ia menggunakan Ginkang yang tinggi, secepat kilat ia menyelinap ke samping terus melompat jauh ke sana.

   Walaupun dia menghindar dengan cepat sehingga tabasan golok The Yu- po dapat dielakkan, namun pukulan tangan Pok Yang-kian itu sukar terhindar, meski bagian siku tangan tidak terkena pukulan musuh, namun lengan yang terserempet juga terasa sakit dan kesemutan sehingga pedang terlepas dari cekalan.

   Rupanya Pok Yang-kian berdua bermaksud menawan hidup Kiong Kim- hun, maka mereka sengaja menggunakan tipu pancingan.

   Coba kalau guru mereka tidak jeri terhadap Oh-hong-tocu dan sebelumnya telah memberi pesan, tentu tadi Kiong Kim-hun sudah kena dikerjai mereka.

   "Budak busuk, apa kau tidak mau menyerah saja?"

   Bentak Pok Yang-kian dengan gusar terus memburu maju.

   "Baik, biar aku menjura padamu!"

   Jengek Kim-hun sambil menunduk, berbareng ia menubruk maju malah. Gerak tubuh si nona sungguh aneh, sekali cengkeram Pok Yang-kian ternyata mencengkeram tempat kosong, sebaliknya lantas terdengar suara "plak"

   Yang keras, tahu-tahu ia sendiri malah kena ditempeleng oleh si nona.

   Sayang tenaga Kim-hun sudah berkurang, walaupun muka Pok Yang-kian lantas merah bengap, tapi hanya luka ringan saja.

   Tentu saja Pok Yang-kian bertambah murka, teriaknya sambil berjingkrak.

   "Budak busuk, aku tidak ingin membunuh kau, tapi kau berbalik mengganas, apakah kau benar-benar sudah bosan hidup?"

   "Kalau berani boleh coba saja membunuh aku!"

   Jengek Kim-hun.

   "Memangnya kau kira kami tidak berani membunuh kau? Lihat golok!"

   Bentak The Yu-po, segera ia putar golok sabitnya dengan kencang sehingga Kiong Kim-hun terkurung di tengah sinar goloknya.

   Dengan Kim-na-jiu-hoat yang lihai Pok Yang-kian juga melancarkan serangan.

   Cuma lantaran tadi dia sudah menelan pil pahit, maka sekarang ia tidak berani mendesak terlalu dekat.

   Kiong Kim-hun sudah kehilangan senjata, dengan sendirinya pertahanannya menjadi kurang kuat, lama-lama ia menjadi payah.

   Melihat si nona berulang terancam bahaya.

   Kong-sun Bok menjadi cemas, beberapa kali ia bermaksud menerjang ke sana, tapi selalu dicegat oleh Sebun Bok-ya.

   "Hm, kau sendiri sudah dekat ajal, masakah kau masih berpikir buat menolong orang lain?"

   Ejek Sebun Bok-ya.

   Dengan mengertak gigi Kong-sun Bok bertempur sekuat-kuatnya, lebih celaka lagi, tiba-tiba ia merasa perut sakit.

   Kiranya dia terlalu banyak menggunakan tenaga sehingga tenaga murni yang baru dia himpun tadi kini mulai buyar.

   Melihat Kong-sun Bok sudah mandi keringat, segera Sebun Bok-ya menjengek.

   "Baiklah, sekarang kita boleh coba bertanding ilmu berbisa!"

   "Blang", segera ia menghantam dengan telapak tangan dan disambut pukulan pula oleh Kong-sun Bok, kedua tangan beradu, berulang Kong-sun Bok tergentak mundur beberapa tindak, muka menjadi pucat dan tubuh sempoyongan.

   "Ha, ha, ha, boleh coba kau akan lari kemana?"

   Bentak Sebun Bok-ya dengan tertawa.

   Tampaknya bila Sebun Bok-ya melontarkan pukulan susulan, maka Kong-sun Bok pasti akan binasa di bawah pukulannya.

   Pada saat itulah sekonyong-konyong terdengar suara suitan nyaring panjang yang mirip lengking naga.

   Seketika Sebun Bok-ya merandek terkejut, ia heran siapakah gerangannya yang memiliki tenaga dalam sehebat itu, apa mungkin Oh-hong-tocu benar- benar sudah datang? Karena merandeknya itu sehingga Kong-sun Bok sempat mengelakkan pukulannya tadi.

   Dalam pada itu, sebelum suara melengking nyaring tadi lenyap, tahu-tahu seorang kakek berbaju hijau sudah muncul di depan mereka.

   "He, Le-pepek, lekas tolong keponakanmu ini, tua bangka Sebun Bok-ya dan anak muridnya menganiaya diriku!"

   Seru Kim-hun terkejut bercampur girang. Kiranya pendatang itu bukanlah ayahnya melainkan Beng-sia-tocu Le Kim-liong adanya.

   "Jangan kuatir, keponakanku yang baik,"

   Jawab Le Kim-liong sambil melirik hina kepada Sebun Bok-ya.

   "Coba katakan, apa yang harus dilakukan kepada mereka?"

   "Mereka harus berlutut dan menjura padaku,"

   Kata Kim-hun.

   "Soal ini tidak sukar!"

   
Pendekar Sejati Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Ujar Le Kim-liong, mendadak kedua tangannya bekerja cepat, tahu-tahu Pok Yang-kian dan The Yu-po telah kena dicengkeram olehnya, ketika ia membanting dengan perlahan, tanpa kuasa Pok Yang-kian berdua lantas bertekuk lutut dan menjura beberapa kali.

   Betapa cepat dan indah gerak tangan Le Kim-liong itu sungguh sukar dibayangkan.

   Padahal kepandaian kedua murid Sebun Bok-ya itu tidak terbilang rendah, sedikitnya terhitung tokoh silat kelas dua, tapi kini mereka ternyata tidak berdaya sama sekali, seperti elang mencengkeram anak ayam saja mereka kena dicengkeram oleh Le Kim-liong tanpa bisa melawan.

   Sebun Bok-ya juga terkejut menyaksikan kejadian itu.

   "Bangsat tua ini membiarkan anak muridnya mengganas padaku, aku pun ingin dia menyembah padaku,"

   Kata Kim-hun pula.

   "Untuk membikin Sebun Bok-ya menyembah padamu rasanya aku belum sanggup, membunuh dia mungkin terlebih gampang,"

   Kata Le Kim- liong dengan tertawa.

   "Baiklah, jika begitu harap Le-pepek membinasakan dia,"

   Kata Kim-hun.

   "Jangan terburu-buru, kedatanganku ini justru hendak menghadapi dia,"

   Ujar Le Kim-liong.

   Dalam pada itu Kong-sun Bok telah muntahkan darah, dia tidak tahan lagi dan jatuh terduduk di lantai.

   Namun Sebun Bok-ya sudah tidak sempat menyerang Kong-sun Bok pula, kini perhatiannya terpaksa dipusatkan kepada Le Kim-Iiong.

   Sinar mata Le Kim-liong dari arah Kong-sun Bok perlahan-lahan beralih kepada Sebun Bok-ya, ia mengamat-amati sejenak gembong iblis itu, lalu manggut-manggut dan kemudian berkata.

   "Ya, Tok-kang-pit-kip (kitab pusaka ilmu racun) keluarga Siang ternyata benar sudah kau curi. Cuma sayang, ilmu Hoa-hiat-to itu tampaknya belum sempurna betul kau latih."

   "Le To-cu,"

   Kata Sebun Bok-ya.

   "selamanya kita tidak pernah bermusuhan, mengapa sekarang kau sengaja datang ke sini untuk menentang diriku?"

   "Kata-katamu ini keliru,"

   Jawab Le Kim-liong dengan kalem.

   "Pertama, nona Kiong yang manis ini adalah keponakanku. Kedua, ada orang minta aku agar mengambil sesuatu barang padamu, untuk itu mau tak mau aku harus menepati janji."

   "Hm, siapakah orang yang kau maksudkan itu?"

   Jengek Sebun Bok-ya.

   "Untuk ini kukira kau tidak perlu tanya,"

   Jawab Le Kim-liong dengan tak acuh. Walaupun rada jeri juga terhadap Beng-sia-tocu Le Kim-liong, tapi Sebun Bok-ya menjadi gusar juga oleh jawaban orang tadi. Segera ia pun mendengus dan berkata.

   "Ya, memangnya musuhku tak terhitung banyaknya, rasanya juga tidak perlu mengetahui siapa namanya. Kalau benar kau dimintai bantuan orang untuk mengambil kepalaku, apa boleh buat, terpaksa aku mengikuti kehendakmu saja!"

   Kiranya dia mengira "sesuatu barang"

   Yang dikatakan Le Kim-liong itu dimaksudkan buah kepalanya. Tapi Le Kim-liong lantas bergelak tertawa, katanya kemudian dengan kalem.

   "Barang yang dikehendaki orang itu bukanlah kepalamu, cuma kalau saja kau tidak mau menyerahkan barang yang dimaksud, bisa jadi terpaksa aku harus mencelakai jiwamu. Biar kukatakan terus terang saja, barang yang dikehendakinya itu adalah Tok-kang-pit-kip asal milik keluarga Siang."

   Saking gusar Sebun Bok-ya berbalik tertawa keras, katanya.

   "Ha, ha, kiranya begitu! Boleh juga, kalau mau, ambil saja kedua-duanya, kalau tidak mau, satu pun kau jangan harap. He, he, asal kau mampu membunuh diriku, dengan sendirinya Tok-kang-pit-kip itu akan menjadi milikmu, buat apa banyak omong pula!"

   "Bagus, kau ternyata suka blak-blakan,"

   Kata Le Kim-liong dengan hambar.

   "Baiklah, biar aku belajar kenal dengan kemahiranmu. Nah, mau tunggu kapan lagi? Mulailah saja!"

   Sebun Bok-ya menarik napas panjang, diam-diam ia menghimpun tenaga dalam yang berbisa, kedua telapak tangan segera merah membara, begitu Le Kim-liong selesai bicara, serentak ia pun melompat ke atas, dengan gerak tipu "Peng-bok-kiu-siau" (rajawali menyambar dari angkasa), dengan cepat ia menghantam kepala Le Kim-liong.

   "Bagus!"

   Bentak Le Kim-liong, berbareng ia menunduk ke bawah sambil menggeser, kedua telapak tangannya memutar, secepat kilat ia balas memotong pergelangan tangan lawan.

   Tipu serangan Le Kim-liong ini tergolong kepandaian andalannya, sama sekali Sebun Bok-ya tidak menduga bahwa orang berani menyambut Hoa- hiat-to yang sudah terkenal kelihaiannya itu.

   Padahal kedua pihak sama-sama tokoh kelas wahid, bila keras lawan keras, yang akan menang adalah pihak yang lebih kuat dan tidak mungkin dapat selamat bagi yang kalah.

   Sekejap itu pikiran Sebun Bok-ya bekerja dengan cepat, kalau saja ilmu pukulannya yang berbisa itu tidak mampu merobohkan Le Kim-liong, maka kedua tangan sendiri yang bakal menjadi korban.

   Karena itu ia berusaha menghindari mengadu kekuatan, dengan sekali jumpalitan, ia mengelakkan serangan lawan, menyusul ia menyerang pula dari samping.

   Diam-diam Le Kim Liong mengakui kecekatan lawan dan bersyukur pula bahwa musuh tidak berani keras melawan keras, padahal ia sendiri pun tidak yakin dapat mengalahkan iblis itu, nyatanya Sebun Bok-ya menjadi keder karena serangan gertakannya.

   Dalam pada itu Kong-sun Bok masih terduduk di lantai dengan mulut merembeskan darah.

   Dengan kuatir Kiong Kim-hun mendekatinya dan memayangnya bangun sambil bertanya.

   "Bagaimana keadaanmu, Toa-ko?"

   "Tidak apa-apa, hanya aku perlu sebuah kamar sunyi untuk menyembuhkan lukaku,"

   Kata Kong-sun Bok. Saat itu Coh Tay-peng baru saja keluar lagi setelah memayang Ang Kin masuk ke dalam, kebetulan ia mendengar ucapan Kong-sun Bok itu, segera ia berkata.

   "Nona Kiong dan Kongsun-siauhiap silakan ikut aku masuk ke belakang."

   Dengan mengucap terima kasih Kiong Kim-hun lantas memayang Kong- sun Bok dan ikut Coh Tay-peng ke dalam.

   Melihat kedua anak muda itu meninggalkan kalangan, Sebun Bok-ya tidak tinggal diam, mendadak ia menubruk ke sana.

   Tapi Le Kim-liong juga tidak kalah cepatnya, baru saja Sebun Bok-ya bergerak, secepat terbang Le Kim-liong sudah melayang ke sana dan menghadang di depan Sebun Bok- ya sambil menjengek.

   "Hm, masih aku di sini, tipu muslihatmu jangan harap dapat terlaksana!"

   Karena rintangan Sebun Bok-ya itu, sementara Kong-sun Bok dan Kiong Kim-hun sudah masuk ke dalam.

   Kiranya Sebun Bok-ya menyadari dirinya bukan tandingan Le Kim-liong, maka maksudnya hendak menawan Kiong Kim-hun sebagai sandera, tak terduga akalnya ini telah diketahui Le Kim-liong sehingga gagal total tujuannya.

   Dari malu Sebun Bok-ya menjadi murka, bentaknya.

   "Le Kim-liong, biar aku mengadu jiwa dengan kau!"

   "Ha, ha, ha, memang inilah yang kuharapkan!"

   Jawab Le Kim-liong dengan tertawa.

   Sekaligus kedua tangan Sebun Bok-ya lantas menghantam, telapak tangan kiri merah membara, telapak tangan kanan hitam gelap.

   Melihat lawan mengeluarkan Hoa-hiat-to dan Hu-kut-ciang sekaligus, sudah tentu Le Kim-liong tidak berani memandang ringan kedua macam pukulan berbisa ini.

   Baru saja ia memusatkan segenap tenaga dan bermaksud mematahkan ilmu racun Sebun Bok-ya, mendadak terdengar suara orang menjerit, tahu- tahu Sebun Bok-ya melompat ke sana dan menyeret keluar satu orang.

   Kiranya orang itu adalah Ih Kun, wakil Pang-cu Tiang-keng-pang.

   Kembali Ih Kun jatuh di bawah cengkeraman Sebun Bok-ya, keruan ia ketakutan setengah mati, belum sempat ia bersuara minta ampun, dengan cepat Sebun Bok-ya telah melemparkan dia ke arah Le Kim-liong.

   Sama sekali Le Kim-liong tidak menyangka akan kekejaman Sebun Bok- ya, manusia dijadikan senjata rahasia olehnya, bahkan kekuatan lemparan itu tidak kepalang besarnya, apalagi Ih Kun telah kena racun kedua macam pukulan Sebun Bok-ya itu, betapa pun Le Kim-liong tak berani tersentuh oleh tubuhnya.

   Tanpa pikir ia angkat sebelah kaki sehingga tubuh Ih Kun itu tertendang kembali ke arah Sebun Bok-ya.

   Mana Ih Kun tahan oleh tenaga lemparan dan tendangan kedua tokoh lihai itu, ia menjerit ngeri dan binasa seketika.

   Sungguh menertawakan bahwa di antara orang-orang yang hadir itu Ih Kun adalah paling pengecut, paling takut mati, tapi kini justru dia yang mampus lebih dulu.

   Di tengah jeritan Ih Kun tadi, cepat sekali Sebun Bok-ya lantas berlari keluar sambil bergelak tertawa.

   "Masakah begitu gampang kau akan lari?"

   Bentak Le Kim-liong dengan gusar dan terus mengejar.

   Kedua orang sama-sama memiliki Ginkang yang maha tinggi, kejar mengejar secepat kilat itu berlangsung, hanya sekejap saja mereka sudah meninggalkan belasan lie dari markas besar Hay-soa-pang.

   Setiba di suatu hutan lebat, segera Sebun Bok-ya menyusup ke dalam hutan sembari menjengek.

   "Orang she Le, kalau berani hayolah kejar lagi ke sini!"

   Ada suatu pantangan umum yang berlaku di kalangan Kang-ouw yang disebut "Hong-lim-bok-jip" (bertemu hutan jangan masuk).

   Maka Le Kim- liong menjadi ragu-ragu apa mungkin ada bala bantuan musuh di dalam hutan itu? Tapi kalau Sebun Bok-ya sampai lolos, lalu sukarlah bagiku untuk membayar hutang janji kepada Oh-hong-tocu.

   Sebagaimana sudah pernah diceritakan, dahulu waktu Kiau Sik-kiang dan begundalnya menyerbu ke Beng-sia-to, Le Kim-liong terkepung oleh Liok-hap-tin yang dipasang oleh Kiau Sik-kiang, untung secara kebetulan Oh- hong-tocu datang ke situ sehingga dia tertolong.

   Sebab itulah Le Kim-liong telah hutang budi kepada Oh-hong-tocu dan sebagai balas jasa ia telah berjanji akan mengambil Tok-kang-pit-kip milik keluarga Siang itu untuk Oh-hong-tocu.

   Begitulah, setelah ragu sejenak akhirnya Le Kim-liong meneruskan pengejarannya.

   Tapi lantaran sedikit merandeknya itu, jarak kedua orang sudah bertambah beberapa puluh meter lebih jauh.

   Diam-diam Sebun Bok-ya juga mengeluh, pikirnya.

   "Meski Kok-su (imam negara) menyatakan akan datang ke sini, tapi entah bisa tiba tepat pada waktunya tidak? Beng-sia-tocu memang tidak bernama kosong, tenaga dalamnya yang hebat memang lebih hebat daripada diriku. Kalau saja Kok- su tidak datang, selang tidak lama lagi mungkin sukar bagiku untuk lolos."

   Belum lenyap pikirannya, tiba-tiba terdengar seorang berseru.

   "Apakah di situ Le-heng adanya? Kau sedang mengejar siapakah?"

   Suara orang itu berkumandang dari jauh, tapi dalam sekejap saja orang itupun sudah muncul di tengah hutan, kiranya ialah seorang kakek baju hijau, usianya lebih setengah abad.

   "He, Kiong-heng, kedatanganmu ini sangat kebetulan, orang ini adalah si maling kuburan Sebun Bok-ya itu!"

   Seru Le Kim-liong.

   Benar-benar nasib sial sedang menimpa Sebun Bok-ya seperti kata peribahasa, rumah bocor justru bertemu hujan, kapal berlayar justru bertemu angin haluan.

   Bala bantuan yang diharapkan Sebun Bok-ya belum muncul, tahu-tahu yang datang justru Oh-hong-tocu Kiong Cau-bun yang menjadi kawan karib Le Kim-liong.

   Tentu saja Sebun Bok-ya merasa jeri, tapi dasarnya memang licin dan licik, dari kata-kata Le Kim-liong tadi ia pun dapat mengorek sedikit sumber persoalannya.

   Seketika timbul akalnya, ia berpikir.

   "Orang she Le itu memaki aku sebagai maling kuburan. Ah, tahulah aku, kiranya tujuannya hendak merebut Tok-kang-pit-kip padaku adalah untuk Oh-hong-tocu."

   Perlu diketahui, Tok-kang-pit-kip milik keluarga Siang memang diperoleh Sebun Bok-ya dengan menggangsir kuburan Kong-sun Ki. Benar saja, segera terdengar Oh-hong-tocu bergelak tertawa dan berkata.

   "Ha, ha, sungguh kebetulan sekali, wahai Sebun Bok-ya, sekali ini kita benar- benar bertemu secara tidak sengaja! Tahu tidak kau bahwa Kong-sun Ki adalah sahabat baikku? Masakah aku dapat membiarkan kau membongkar kuburannya dan merusak jenazahnya serta mencuri kitab pusakanya? He, he, kabarnya kau sudah berhasil meyakinkan Hoa-hiat-to dan Hu-kut-ciang, aku menjadi ingin menjajal kepandaianmu."

   Ucapan Oh-hong-tocu itu kebetulan cocok dengan kata bohong yang dikatakan Kiong Kim-hun tadi, keruan Sebun Bok-ya tambah ketakutan, diam-diam ia mencaci-maki Ih Kun yang sudah dibantingnya mati itu, dianggapnya Ih Kun telah berdusta padanya.

   Begitulah dengan dikejar oleh Oh-hong-tocu dari muka dan Le Kim-liong dari belakang, tampaknya mereka akan segera bertemu.

   Dalam keadaan demikian betapa pun besar nyali Sebun Bok-ya juga tidak berani menerima tantangan Oh-hong-tocu.

   ALAM pada itu Oh-hong-tocu telah mempercepat langkahnya sambil menjengek.

   "Hm, apakah kau masih mau lari? Bukan maksudku membual, tapi di dunia ini rasanya tiada seorang pun yang mampu lolos dari cengkeramanku dan Beng-sia-tocu bilamana kami sudah bergabung dan sengaja mau membekuknya!"

   Apa yang dikatakannya memang tidak berlebihan, Oh-hong-tocu dan Beng-sia-tocu tergolong jago

   Jilid 26 D kelas wahid, kalau mereka bergabung menguber seorang buronan, sudah tentu semudah merogoh barang di saku sendiri.

   Sebun Bok-ya tambah gelisah karena bala bantuan yang diharapkan ternyata belum menongol.

   Tiba-tiba ia mendapat akal, segera ia berseru.

   "Le Kim-liong, kau sudah mendapatkan Tok-kang-pit-kip, mengapa kau masih terus menguber diriku? Oh-hong-tocu, kau dan aku tidak pernah bermusuhan, kitab pusaka sudah berada di tangan kawanmu, buat apa lagi kau mengejar aku?"

   Tiba-tiba Oh-hong-tocu teringat bahwa Sebun Bok-ya telah bekerja bagi pihak Mongol, tentu sekarang Liong Siang Hoat-ong, Cu Kiu-bok dan lain- lain sekomplotan dengan dia, kalau membunuhnya rasanya akan mendatangkan kesukaran juga.

   Karena itu dengan ragu ia menoleh dan bertanya kepada Le Kim-liong.

   "Apakah betul katanya?"

   Le Kim-liong menjadi gusar, jawabnya.

   "Ngaco-belo belaka, masakah Kiong-heng percaya ocehannya?"

   Tapi dari jauh Sebun Bok-ya masih berseru pula.

   "Ya, Oh-hong-tocu, sebaiknya kau jangan percaya pada ocehanku dan kitab pusaka itupun akan menjadi hak milik orang she Le itu."

   Antara Oh-hong-tocu dan Le Kim-liong sebenarnya juga tiada hubungan akrab, karena itu Oh-hong-tocu menjadi sangsi, tapi lantaran belum yakin betul apa yang dikatakan Sebun Bok-ya itu, betapa pun ia tidak berani gegabah menuduh Le Kim-liong.

   "Kiong-heng""

   Kata Le Kim-liong pula.

   "kukira segala persoalan akan menjadi beres bila bangsat tua itu kita bekuk dulu, kita geledah badannya dan duduknya perkara pasti akan menjadi terang."

   Oh-hong-tocu pikir apa yang dikatakan Le Kim-liong itupun masuk akal, segera ia menjawab.

   "Benar, bangsat tua itu harus kita tangkap dulu. Hm, masakah dia mampu kabur?"

   Begitulah akal mengulur waktu Sebun Bok-ya itu hanya berhasil sementara waktu saja, tidak lama kemudian kedua lawan tangguh itu kembali mengubernya lagi.

   Sedang Sebun Bok-ya mengeluh, tiba-tiba terdengar suara orang menyebut Buddha, tertampak seorang Hwesio gemuk dengan air muka merah bercahaya sedang duduk bersila di tengah jalan.

   Melihat si Hwesio, sungguh tidak kepalang rasa girang Sebun Bok-ya.

   Hwesio itu memberi isyarat kepada Sebun Bok-ya, segera Sebun Bok-ya memahami apa maksudnya, cepat ia berseru.

   "Tolong, Toa-hwesio, kedua orang ini hendak membunuh diriku!"

   "Omitohud!"

   Kembali Hwesio itu menyebut Buddha.

   "Agama Buddha paling pantang membunuh, betapa pun Pinceng (paderi miskin) tidak dapat menyaksikan pembunuhan, lekas kau pergi saja, biar aku memohonkan ampun bagimu kepada kedua tuan budiman itu."

   Dalam pada itu Oh-hong-tocu dan Le Kim-liong sudah menyusul tiba, dengan gusar Oh-hong-tocu lantas membentak.

   Pendekar Sejati Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Persetan kau Hwesio liar ini, lekas enyah dari sini!"

   "Pinceng selamanya mengutamakan welas-asih, pertemuan Pinceng dengan kedua Sicu (tuan budiman) terhitung ada jodoh. Kata peribahasa, dimana dapat mengampuni orang hendaklah suka mengampuni orang. Karena itu kuminta kedua Sicu sudilah menyudahi persoalan ini."

   "Persetan kau, lekas enyah!"

   Bentak pula Oh-hong-tocu. Sebagai tokoh persilatan, meski dalam gusarnya ia pun dapat melihat si Hwesio pasti bukan orang sembarangan, maka suatu pukulan segera dilontarkan.

   "Omitohud! Kenapa Sicu jadi marah-marah dan suka membunuh!"

   Kata Hwesio itu, berbareng jubahnya mendadak melembung seperti layar yang tertiup angin, lengan jubah terus mengebut ke arah Oh-hong-tocu dengan tubuh masih tetap duduk bersila di tanah tanpa bergerak sedikit pun.

   Padahal Jit-sat-ciang Oh-hong-tocu terkenal sangat lihai, tokoh persilatan yang mampu menangkis satu pukulannya boleh dikata dapat dihitung dengan jari, tapi si Hwesio ini ternyata mampu menyambut pukulannya dengan tetap duduk saja, bahkan kebutan lengan jubahnya itu telah mematahkan segenap tenaga pukulan Oh-hong-tocu.

   Melihat gelagat jelek, Le Kim-liong tidak tinggal diam, segera telapak tangannya memotong ke leher si Hwesio dengan gerakan "Cam-liong-jiu" (pukulan pembantai naga), tapi Hwesio itu serentak mengayun kedua tangannya, tangan kiri menangkis serangan Le Kim-liong, tangan kanan membikin Oh-hong-tocu tergetar mundur, lalu ia berbangkit dan berkata.

   "Sungguh kepandaian yang hebat, aku menjadi tidak dapat duduk tenang oleh karena gangguan kedua Sicu!"

   Tenaga dalam Le Kim-liong lebih kuat, dia hanya bergeliat saja oleh tangkisan si Hwesio tadi, sedangkan Oh-hong-tocu merasa tenaga lawan mendadak membanjir tiba dengan dahsyat, tanpa terasa ia tergetar mundur beberapa tindak.

   Keruan Oh-hong-tocu terkejut, cepat ia membentak.

   "Siapa kau?"

   "Ha, ha, Oh-hong-tocu tersohor berpengalaman luas, masakah asal- usulku tak dapat kau ketahui?"

   Seru Hwesio itu dengan tertawa. Sambil bicara Hwesio itupun menyerang ke sana dan menangkis ke sini, meski Oh-hong-tocu mengerubutnya bersama Le Kim-liong, namun sedikit pun tidak lebih unggul. Dalam pada itu Sebun Bok-ya ternyata sudah kabur jauh.

   "Apakah kau ini Kok-su negeri Mongol yang terkenal sebagai jago nomor satu di dunia ini, Liong Siang Hoat-ong adanya?"

   Tanya Oh-hong-tocu.

   "Ha, ha, ha, memang benar aku inilah Kok-su negeri Mongol,"

   Jawab Hwesio itu sambil terbahak.

   "Tapi sebutan jago nomor satu di dunia ini tak berani kuterima, itu hanya pujian kawan saja kepadaku. Kukira kelihaian kedua Sicu benar-benar harus dipuji pula, Pinceng sudah menggunakan Liong-sang-kang (ilmu naga dan gajah) tingkat kedelapan dan cuma dapat menandingi kedua Sicu dengan sama kuat, sungguh aku sangat kagum kepada kalian."

   "Permusuhanku dengan Sebun Bok-ya adalah urusan pribadi kami, entah mengapa Hoat-ong sengaja ikut campur?"

   Kata Oh-hong-tocu.

   "Ha, ha, ketahuilah bahwa Sebun Bok-ya sekarang sudah tercatat sebagai muridku, maka permusuhan kedua Sicu dengan dia diharap sudilah dianggap selesai sampai di sini saja,"

   Kata Liong Siang Hoat-ong.

   "Kini Khan Agung kami sedang mencari orang gagah seluruh jagat, mumpung kita sempat bertemu, entah kedua Sicu mau terima undangan Khan Agung kami tidak?"

   Dengan sikap dingin Le Kim-liong menjawab.

   "Kepandaian kami mana berguna bagi Khan kalian, terima kasih atas maksud baikmu."

   "Ya, aku pun sudah biasa hidup bebas, harap saja Hoat-ong suka menyampaikan kepada Khan Agung bahwa aku ingin menjadi rakyat biasa saja dan terima kasih atas maksud baikmu,"

   Kata Oh-hong-tocu.

   Liong Siang Hoat-ong cukup cerdik, dari gelagatnya ia tahu Oh-hong-tocu lebih mudah dipancing, akan tetapi ia pun tidak membujuk lebih lanjut, dengan tertawa ia pun mohon diri.

   Sesudah Liong Siang Hoat-ong pergi, lalu Le Kim-liong berkata kepada Oh-hong-tocu.

   "Kiong-heng, janjiku akan mengambilkan Tok-kang-pit-kip dari Sebun Bok-ya untukmu itu rasanya sukar terlaksana. Tentang hutang budiku kepadamu biarlah kubalas kelak dengan cara lain. Sekarang aku pun mohon diri saja."

   "Nanti dulu, Le-heng!"

   Seru Oh-hong-tocu.

   "Ada apa? Kau masih mencurigai kitab pusaka ilmu racun itu sudah berada padaku?"

   Tanya Le Kim-liong.

   "Jangan salah paham, Le-heng,"

   Jawab Oh-hong-tocu.

   "Aku hanya ingin tanya padamu, apakah engkau melihat anak perempuanku?"

   Mendadak Le Kim-liong tersadar, katanya.

   "Puterimu berada di tempat Hay-soa-pang bersama Kong-sun Bok, hendaklah kau memberitahukan puterimu itu bahwa kepandaian paman Le tidak becus dan tidak mampu membinasakan Sebun Bok-ya sebagai pernah dia minta padaku." ~ Habis berkata ia terus melangkah pergi tanpa mempedulikan Oh-hong-tocu. Mendengar anak perempuannya berada bersama Kong-sun Bok, hati Oh- hong-tocu menjadi girang dan kuatir pula. Dia kuatir karena anak perempuannya ternyata benar menyukai Kong- sun Bok, sedangkan Kong-sun Bok di pihak musuh. Dan yang digirangkannya adalah soal kitab pusaka ilmu racun keluarga Siang setidak- tidaknya kini ada setitik sinar harapan. Ia pikir Kong-sun Bok memperoleh ajaran ilmu racun dari ibunya ditambah lagi ajaran ilmu lwekang murni dari tiga maha guru ilmu silat pada zaman ini, kalau kitab pusaka itu tidak dapat kuperoleh dari Sebun Bok-ya, bukankah aku bisa mencari bocah she Kong- sun itu, akan kupaksa dia dengan cara halus dan keras sekaligus, kalau dia kenal gelagat dan memenuhi harapanku, dengan sendirinya aku pun tidak keberatan mengambilnya sebagai menantu, tapi kalau dia tidak kenal kebaikanku dan berani memusuhi aku, hm, terpaksa kubinasakan dia biarpun aku mesti membikin anak perempuanku sendiri berduka. Begitulah, setelah ambil keputusan demikian, segera ia berangkat ke lembah Hong-ho untuk mencari Kong-sun Bok dan Kiong Kim-hun. Waktu itu Kong-sun Bok sedang duduk semadi di dalam kamar yang sunyi untuk penyembuhan lukanya. Dia terkena pukulan berbisa Sebun Bok-ya sehabis keliru minum arak beracun. Untung sejak kecil Kong-sun Bok sudah kenyang menderita keracunan Hoa-hiat-to, berkat ajaran lwekang dari Liu Goan-cong dan Bing-bing Taysu sehingga racun dalam tubuhnya terusir seluruhnya, kini tubuhnya boleh dikata memiliki daya tahan serangan racun yang kuat, maka setelah duduk semadi satu-dua jam, meski tenaganya belum pulih seperti semula, namun semangatnya sudah banyak lebih segar dan dapat bersenda gurau dengan Kiong Kim-hun. Karena selama setahun ini di dalam hati Kong-sun Bok timbul satu tanda tanya, kini bertemu pula dengan Kiong Kim-hun, dengan sendirinya ia ingin minta penjelasan kepadanya. Maka sesudah saling menceritakan pengalaman masing-masing selama berpisah, lalu Kong-sun Bok bertanya.

   "Tempo hari kenapa kau meninggalkan aku tanpa pamit?"

   "Apakah kau masih ingat kepada copet yang kita pergoki di restoran itu?"

   Tanya Kim-hun.

   "Dia bukan copet biasa, tapi dia adalah budak ayahku, namanya Thio Kiong, waktu itu aku mengejar dia, tujuanku hendak mencari kabar kepadanya. Menurut ceritanya, katanya ayahku segera akan menyusul ke situ, aku menjadi kuatir kalau hubungan kita dilihat oleh ayah, maka aku dan Thio Kiong telah bersepakat untuk memancing ayahku pergi ke tempat lain."

   "Mengapa kau kuatir aku dipergoki ayahmu? Memangnya kenapa ayahmu tidak suka kepadaku?"

   Tanya Kong-sun Bok. Sejenak Kiong Kim-hun ragu-ragu, akhirnya ia berkata.

   "Cerita ini rada panjang, coba kau bercerita dahulu, kenapa kau pun meninggalkan kota kecil itu sebelum aku menemukan kau lagi?"

   "Ya, tidak lama sesudah kau pergi, ada seorang nona datang ke hotel dan menyuruh aku lekas lari,"

   Tutur Kong-sun Bok.

   "Seorang nona? Bagaimana macamnya nona itu?"

   Tanya Kim-hun. Kong-sun Bok lantas melukiskan wajah nona yang dimaksud. Maka dengan tertawa Kiong Kim-hun berkata.

   "Ah, kukira siapa, kiranya ialah Le-cici. Dia bernama Le Say-eng, seorang sobat baikku. Tadi Lo-cianpwe yang mengusir lari Sebun Bok-ya itu adalah ayahnya, Beng-sia-tocu Le Kim- liong. Apa saja yang diceritakan Le-cici kepadamu?"

   "Dia menceritakan suatu kisah kepadaku, entah pantas kukatakan padamu tidak?"

   Dalam hati Kiong Kim-hun sudah dapat meraba beberapa bagian kisah apa yang dimaksud, mukanya menjadi merah, katanya kemudian.

   "Memangnya di antara kita masih ada sesuatu yang tidak dapat dibicarakan? Boleh kau ceritakan saja."

   "Dia..... dia bilang kau dan aku sebenarnya sudah..... sudah dipertunangkan sejak kecil,"

   Kata Kong-sun Bok dengan tergagap.

   "Apakah..... apakah betul hal ini?"

   "Ya, betul,"

   Kata Kim-hun lirih sambil menunduk malu.

   "He, mengapa tidak kau beritahukan padaku sejak dulu?"

   Seru Kong-sun Bok dengan gembira dan terkejut pula.

   "Tolol, kan waktu itu kita baru kenal, masakah aku berani mengutarakannya kepadamu? Tapi aku pernah memberi isyarat kepadamu, coba kau ingat-ingat kembali."

   "Ai, aku memang tolol. Ya, pantas kau pernah tanya padaku sudah mengikat jodoh belum, kiranya kau sengaja menjajaki diriku."

   "Dan kau tegas menyatakan tidak pernah mengikat jodoh segala."

   "Soalnya ibu sama sekali tidak pernah memberitahukan padaku mengenai urusan kita ini,"

   Kata Kong-sun Bok. Mendengar itu, tanpa terasa Kiong Kim-hun menghela napas gegetun. Lapat-lapat Kong-sun Bok juga dapat menerka persoalannya, tapi ia lantas bertanya.

   "Kalau kita sejak kecil sudah bertunangan, mengapa ayahmu hendak membinasakan diriku pula?"

   "Darimana kau mendapat tahu ayah akan membunuh kau?"

   Tanya Kim- hun.

   "Sejak tempo hari itu, tidak lama kemudian aku lantas bertemu dengan ayahmu,"

   Tutur Kong-sun Bok.

   "Cuma dia sendiri tidak segera mengetahui siapa diriku."

   Lalu ia pun bercerita pengalamannya waktu bertemu dengan Oh-hong- tocu dahulu dan akhirnya menambahkan.

   "Yang malang adalah Hi-toako, Hi Giok-hoan, ayahmu salah sangka dia sebagai diriku dan telah melukai dia."

   "Urusan kita ini memang ruwet, biarlah kelak akan kuberitahukan lagi,"

   Kata Kim-hun dengan menghela napas.

   "Kini yang paling ku kuatirkan adalah....."

   "Tentang perjodohan kita?"

   Kong-sun Bok menegas.

   "Ya,"

   Jawab Kim-hun tanpa ragu lagi.

   "ibumu sendiri hakikatya tidak mengakui perjodohan kita ini, ayahku juga melarang aku menjadi istrimu."

   "Dan kau sendiri bagaimana?"

   Tanya Kong-sun Bok.

   "Biarpun ayah takkan mengakui aku sebagai puterinya, asalkan kau mau..... mau....."

   Sampai di sini muka Kim-hun menjadi jengah dan tidak sanggup meneruskannya.

   "Begitu kan sudah beres, asalkan kita sama-sama suka, persoalan ini kan urusan kita berdua,"

   Ujar Kong-sun Bok.

   "Kepada ibuku tentu akan kukatakan bahwa engkau adalah nona yang paling baik di dunia ini biarpun ayahmu terkenal bukan orang alim."

   "Kau benar-benar menyukai aku?"

   Kim-hun menegas.

   "Memangnya kau masih sangsi padaku?"

   Kata Kong-sun Bok. Tanpa terasa tangan kedua orang saling genggam dengan kencang. Terkenang oleh Kiong Kim-hun waktu dia keliru menyangka Han Pwe-eng sebagai lelaki dan merindukannya secara sepihak, sungguh lucu kalau dipikir.

   "Apa yang sedang kau pikirkan, adik Hun?"

   Tanya Kong-sun Bok.

   "Oya, engkau sedang mengumpulkan tenaga untuk penyembuhan dirimu, tapi aku malah mengacaukan pemusatan pikiranmu,"

   Kata Kim-hun.

   "Baiklah, lekas kau mengerahkan tenagamu, Ang Kin dan kawan-kawannya sedang menunggu pertolonganmu. Tapi tubuhmu harus dipulihkan dahulu kesehatannya."

   "Kesehatanku tidak menjadi soal, yang ku kuatirkan adalah paling sedikit sepuluh hari lagi baru aku sanggup menyembuhkan mereka, tapi kini aku merasa tidak berdaya walaupun keinginan ada,"

   Kata Kong-sun Bok.

   "Biar sepuluh hari lagi juga boleh, kan lebih penting pulihkan dulu kesehatanmu?"

   Ujar Kim-hun.

   "Tapi Ang Kin dan kawan-kawannya justru tidak sempat menunggu lagi sepuluh hari, jiwa mereka paling lama hanya tinggal tiga hari saja,"

   Kata Kong-sun Bok.

   "Aku tahu kau gelisah, tapi kau sudah berusaha sepenuh tenaga, kalau akhirnya gagal juga tak dapat menyalahkan kau,"

   Ujar si nona.

   "Namun aku sudah berjanji kepada mereka, kalau gagal tentu aku harus ikut bertanggung jawab akan keselamatan mereka, hatiku merasa tidak tenteram."

   "Eh, bukankah kita masih bisa minta bantuan Le-pepek,"

   Kata Kim-hun tertawa.

   "Nanti akan kuminta Le-pepek membantu menyembuhkan lukamu, untuk memulihkan kesehatanmu kukira tidak perlu sampai tiga hari lagi. Dengan begitu kau pun dapat menolong Ang Kin dan lain-lain. Aneh, Le- pepek sudah pergi sekian lamanya, mengapa belum kembali."

   Sampai di sini tiba-tiba terdengar seorang menjengek sambil memasuki kamar itu dan berkata.

   "Hm, kalian tentu tidak menyangka akan kedatanganku bukan?"

   Pendatang ini sungguh tak pernah terduga oleh mereka, yang mereka harapkan adalah kedatangan Beng-sia-tocu Le Kim-liong, tapi yang muncul ternyata ayah Kiong Kim-hun, yakni Oh-hong-tocu adanya. Keruan Kim-hun terkejut, cepat ia menyapa.

   "Ayah, kiranya engkau yang datang. Dimanakah Le-pepek?"

   "Hm, Le Kim-liong sudah pulang kandang,"

   Jengek Oh-hong-tocu.

   "Kau tidak dengar nasehatku, sekarang kau tentu merasakan dilabrak orang bukan?"

   "Benar, ayah, tua bangka Sebun Bok-ya itu membikin susah puterimu, ayah harus menghajar adat padanya,"

   Kata Kim-hun.

   "Budak liar macam kau, biar kau tahu rasa barulah kau kapok,"

   Kata Oh- hong-tocu.

   "Hm, sekarang aku ingin tanya kau dulu."

   Kiranya Oh-hong-tocu telah mendatangi Hay-soa-pang dan menanyakan duduknya perkara, lalu menyatakan hendak bertemu dengan anak perempuannya.

   Sudah tentu Pang-cu Hay-soa-pang tidak berani menolak dan buru-buru membawanya ke tempat Kiong Kim-hun.

   
Pendekar Sejati Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Begitulah sedapatnya Kim-hun berlagak tenang dan menjawab.

   "Apa yang ayah ingin tanya? Anak tidak mengalami apa-apa, hanya dia yang terluka oleh Hoa-hiat-to si iblis Sebun Bok-ya."

   "Dia, dia siapa?"

   Tanya Oh-hong-tocu sambil melirik Kong-sun Bok.

   "Kenapa ayah tidak tahu, kan dia adalah menantumu, Kong-sun Bok,"

   Kata Kim-hun dengan suara lirih.

   "Paman Kiong, pernah kita bertemu tempo hari, cuma waktu itu saling tidak kenal, harap paman sudi memaafkan,"

   Kata Kong-sun Bok.

   "Hm, aku masih ingat kepada anak dungu macam kau ini,"

   Jengek Oh- hong-tocu.

   "Kenapa kau memaki dia begini, ayah?"

   Sela Kim-hun. Tapi dengan air muka dingin Oh-hong-tocu berkata pula.

   "Kong-sun Bok, coba jawab, kau bersedia menikahi anak perempuanku?"

   "Dahulu Siautit tidak tahu ada ikatan perjodohan dengan puterimu, kini sudah tahu, sudah tentu selekasnya Siautit akan melaksanakan ikatan jodoh ini,"

   Jawab Kong-sun Bok.

   "Jika begitu, jadi kalian berdua sudah saling mencintai dengan setulus hati?"

   Tanya Oh-hong-tocu pula. Cepat Kim-hun meremas-remas tangan Kong-sun Bok, maksudnya agar pemuda itu lekas ganti sebutan kepada ayahnya. Walaupun watak Kong-sun Bok sangat polos, tapi bukannya anak bodoh, segera ia berkata.

   "Ayah mertua yang terhormat, maafkan menantumu ini dalam keadaan terluka sehingga tidak dapat menjura kepadamu."

   "Nanti dulu,"

   Tiba-tiba Oh-hong-tocu mendengus.

   "panggilan ayah mertua kukira belum waktunya bagimu."

   "He, kenapa sih engkau ini?"

   Seru Kim-hun.

   "Bukankah engkau sendiri pernah menyatakan bahwa ikatan perjodohan kami ini disanggupi sendiri olehmu kepada ayahnya, kini mengapa engkau sendiri yang ingkar janji?"

   "Begini soalnya, aku hanya mempunyai seorang anak perempuannya saja, untuk menjadi menantuku, dia harus tunduk kepada perkataanku,"

   Kata Oh-hong-tocu. Dalam hati Kong-sun Bok merasa penasaran, untuk tunduk kepada perkataanmu kan harus tahu dulu apa yang kau katakan, demikian pikirnya. Tapi Kim-hun cepat berkata pula.

   "Ayah, andaikan dia tidak mau menurut, tentu juga akan kusuruh dia menurut padamu. Betul tidak, engkoh Bok?"

   Terpaksa Kong-sun Bok hanya mengangguk saja.

   "Baik, jika begitu aku ingin tanya padamu,"

   Kata "Oh-hong-tocu.

   "Kabarnya kau telah menggabungkan diri kepada Hong-lay-mo-li di Kim-keh- nia, kau pun bermaksud mengajak anak perempuanku ke sana, betul tidak hal ini?"

   "Betul,"

   Jawab Kong-sun Bok.

   "Ayah, ada sangkut-pautnya persoalan ini dengan perjodohan kami?"

   Timbrung Kim-hun.

   "Hm, mengapa tiada sangkut-pautnya?"

   Jengek Oh-hong-tocu.

   "Kong-sun Bok, apakah kau tahu cara bagaimana tewasnya ayahmu?"

   "Waktu ayahku meninggal aku baru berumur satu tahun,"

   Jawab Kong- sun Bok.

   "Menurut cerita ibu, katanya ayah meninggal lantaran salah meyakinkan ilmu berbisa dan akhirnya Cau-hwe-jip-mo, lalu tak tertolong lagi."

   "Tidak benar!"

   Seru Oh-hong-tocu.

   "Ayahmu dibinasakan oleh Hong-lay- mo-li!"

   "Aku tidak percaya!"

   Kata Kong-sun Bok.

   "Masakah ibu sengaja mendustai aku?"

   "Bukan maksudku hendak mengolok-olok ibumu, tapi terpaksa harus kuberitahukan padamu,"

   Tutur Oh-hong-tocu.

   "Semula ibumu sebenarnya tidak mau diperistri ayahmu, selama ini hanya resminya saja mereka suami- istri, tapi sebenarnya hidup terpisah, malahan kemudian bermusuhan. Ibumu tidak berbicara secara jujur tentang sebab-musabab kematian ayahmu."

   "Tapi kakek juga bilang begitu, masakah kakek juga berdusta padaku?"

   Ujar Kong-sun Bok.

   "Ya, ayahmu memang mati akibat Cau-hwe-jip-mo, tapi kalau tidak dimusuhi Hong-lay-mo-li sehingga dia terpaksa minggat dari keluarga Siang, kukira dia takkan mengalami bencana kematiannya,"

   Kata Oh-hong-tocu.

   "Karena itu secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa Hong-lay-mo-li yang membunuh ayahmu. Kini kau tidak menuntut balas, sebaliknya malah terima mengekor padanya?"

   "Ibu memberi nama kecil padaku sebagai Gi-ok (bekas jahat),"

   Tutur Kong-sun Bok.

   "Menurut ibu, ayah adalah orang jahat, kalau aku sudah besar janganlah meniru beliau."

   Oh-hong-tocu menjadi gusar, teriakanya.

   "Jadi kau cuma ingin menjadi anak berbakti pada ibumu dan melupakan sakit hati kematian ayahmu? Hm, hanya tahu ibu dan melupakan ayah, apakah kau ini manusia?"

   Kong-sun Bok menjadi gusar juga, tapi ia menjawab dengan tenang.

   "Budi ayah ibu sama besarnya. Tapi antara baik dan buruk harus dibedakan secara jelas."

   "Ayah, urusan keluarganya buat apa engkau ikut campur?"

   Bujuk Kim- hun. Oh-hong-tocu menjawab.

   "Anak Hun, masakah kau sudah lupa apa yang pernah kuceritakan padamu? Ketahuilah bahwa aku dan ayahnya adalah sahabat paling karib, selain itu Hong-lay-mo-li adalah musuhku paling besar. Nah, pikir saja, bocah ini terima mengekor pada musuhku, masakah aku dapat mengizinkan kau menjadi istrinya. Hm, bahkan aku harus mem....." ~ Sampai di sini ia menjadi murka dan mengangkat tangannya perlahan.

   "Paman Kiong, jika kau anggap pendirianku salah, silakan kau membunuh diriku saja!"

   Kata Kong-sun Bok.

   "Memangnya kau kira aku tidak berani membunuh kau?"

   Jengek Oh- hong-tocu sambil ayun tangannya ke atas kepala pemuda itu. Untung Kiong Kim-hun lantas menubruk maju dan memegangi tangan sang ayah, katanya.

   "Engkoh Bok, harap engkau jangan bicara lagi. Ayah, dengarkan dulu kataku!"

   "Apa lagi yang akan kau katakan?"

   Jengek Oh-hong-tocu.

   "Jika ayah hendak membunuh dia, silakan membunuh anak dahulu!"

   Sahut Kim-hun.

   "Ha, bagus, kau sudah besar, ya, sudah tumbuh sayap dan dapat terbang sendiri, kini kau hanya pikir suami dan tidak inginkan ayah lagi?"

   Seru Oh- hong-tocu dengan tetap gusar, tapi tangan yang terangkat tadi tanpa terasa lantas diturunkan.

   "Ayah, sebenarnya anak ingin mendampingi engkau selamanya, untuk ini tidaklah sukar asalkan engkau membiarkan anak menikah dengan engkoh Bok, dengan demikian engkau takkan kehilangan anak, bahkan mendapat tambahan anak menantu,"

   Bujuk Kim-hun. Demi untuk menyelamatkan sang kekasih ia tidak pikirkan soal malu lagi.

   "Hm, kalau dia tidak menganggap aku sebagai musuh saja sudah baik bagiku, mana aku dapat mengambilnya sebagai menantu?"

   Jengek Oh-hong- tocu.

   "Watak engkoh Bok memang kepala batu, tapi asal ayah bersikap baik padanya, kuyakin pasti akan lunak dan menurut padamu,"

   Ujar Kim-hun, berbareng ia mengedipi Kong-sun Bok, maksudnya supaya pemuda itu jangan membikin marah lagi pada ayahnya.

   "Baik, mengingat kau, biar aku mengampuni dia,"

   Kata Oh-hong-tocu.

   "Tapi dia juga harus berjanji kepadaku."

   Kong-sun Bok diam saja, Kiong Kim-hun yang bicara baginya.

   "Ayah ingin janji apa dari dia?"

   "Sekarang juga kalian ikut aku pulang ke Oh-hong-to, selama tiga tahun dia tidak boleh meninggalkan rumah, akan kugembleng dia sehingga wataknya tidak kepala batu lagi dan mau tunduk kepada perintahku, habis itu barulah aku mengizinkan kalian menikah,"

   Kata Oh-hong-tocu.

   Kiranya Oh-hong-tocu tidak bermaksud membunuh Kong-sun Bok sungguh-sungguh, tujuannya cuma hendak mendapatkan kedua ilmu berbisa keluarga Siang, dalam tiga tahun ia yakin akan berhasil membuat Kong-sun Bok menuliskan kunci rahasia kedua ilmu itu kepadanya.

   "Asal gunung tetap menghijau masakah takut tidak ada kayu bakar,"

   Kata Kim-hun kemudian.

   "Baiklah engkoh Bok, demi untuk diriku, sudilah kau berjanji kepada ayah."

   Kong-sun Bok menjadi serba susah, tiga tahun dikurung di suatu pulau terpencil, lalu cara bagaimana pertanggung-jawaban tugas yang diberikan Hong-lay-mo-li kepadanya itu? Kim-hun tahu perasaannya, katanya kemudian.

   "Tentunya engkoh Bok merasa tiga tahun terlalu lama bukan? Baiklah ayah, harap engkau mengubah waktunya menjadi satu tahun saja."

   "Hm, ini toh bukan jual beli, pakai tawar-menawar?"

   Jengek Oh-hong- tocu. Tapi ia pikir selama setahun rasanya juga cukup untuk membikin Kong-sun Bok tunduk kepadanya. Maka kemudian ia pun menambahkan.

   "Baiklah, untuk puteri kesayanganku, ayah meluluskan permintaanmu."

   Tiba-tiba Kong-sun Bok berkata.

   "Paman Kiong, aku sanggup tinggal satu tahun di pulaumu itu, tetapi engkau juga harus berjanji suatu syarat kepadaku."

   "Aha, kau juga main tawar-menawar dengan aku, kau minta aku mengobati lukamu bukan?"

   Kata Oh-hong-tocu. Tak terduga Kong-sun Bok menjawab dengan tegas.

   "Bukan!"

   Oh-hong-tocu menjadi tercengang, katanya kemudian.

   "O, habis apa permintaanmu?"

   "Soalnya aku telah berjanji kepada Coh Tay-peng untuk menyembuhkan kawan-kawannya yang terkena racun Hoat-hiat-to, jadi aku mohon engkau suka menunggu lagi sepuluh hari, setelah kuselesaikan urusan ini barulah aku ikut kau pergi,"

   Tutur Kong-sun Bok.

   "Tapi aku tidak sabar menunggu selama itu,"

   Kata Oh-hong-tocu. Tiba- tiba pikirannya tergerak, segera ia menambahkan.

   "Baiklah begini saja, biar aku menyelesaikan urusan ini bagimu!"

   "Engkau dapat menyembuhkan penyakit mereka, ayah?"

   Tanya Kim-hun.

   "Hoa-hiat-to hampir sama dengan Jit-sat-ciang kita ini, dengan kekuatanku rasanya urusan ini tidak begitu sukar bagiku untuk menyelesaikannya,"

   Jawab Oh-hong-tocu.

   "Bagus, jika begitu,"

   Ujar Kong-sun Bok.

   "Paman Kiong, biar kujelaskan pula cara menawarkan racun pukulan Hoa-hiat-to, mungkin akan berguna bagimu untuk menyembuhkan mereka."

   "Boleh juga, dengan begitu mungkin mereka akan lebih cepat disembuhkan,"

   Ujar Oh-hong-tocu seakan-akan tak acuh pada tawaran Kong- sun Bok itu.

   Kong-sun Bok tidak tahu bahwa maksud baiknya ini justru telah terjebak oleh maksud keji Oh-hong-tocu.

   Sebab dengan penjelasan Kong-sun Bok tentang cara menawarkan racun itu, sedikit banyak akan berarti membantu Oh-hong-tocu menyelami rahasia Hoa-hiat-to yang lihai itu.

   Begitulah setelah menerima petunjuk dari Kong-sun Bok, segera Oh- hong-tocu keluar sebentar, ketika kembali lagi, ternyata dia telah membawa serta ketujuh orang yang terluka Hoa-hiat-to itu, beramai-ramai telah mengucapkan terima kasih kepada Kong-sun Bok.

   Sungguh kejut dan gembira pula Kong-sun Bok, diam-diam ia mengakui kehebatan Oh-hong-tocu, ternyata tidak sampai setengah jam saja dia sudah mampu menyembuhkan ketujuh orang itu.

   Maka ia lantas berkata.

   "Kalian disembuhkan oleh Kiong Lo-cianpwe, mengapa kalian berterima kasih kepadaku?"

   "Tapi Kiong Lo-cianpwe menyatakan engkau yang minta bantuannya, dengan sendirinya kami harus berterima kasih kepadamu,"

   Pendekar Sejati Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Kata Ang Kin. Coh Tay-peng lantas berkata juga.

   "Kiong To-cu, syukur engkau sudi berkunjung kemari, haraplah engkau suka tinggal sedikit hari di sini agar kami dapat sekadar memenuhi kewajiban sebagai tuan rumah."

   "Hm, siapa ingin tinggal di sini?"

   Jengek Oh-hong-tocu mendadak.

   "Nah, Kong-sun Bok, kau sudah berjanji padaku, sekarang lekas ikut aku pergi!"

   Habis berkata, sebelah tangannya lantas menarik Kiong Kim-hun dan tangan yang lain menyeret Kong-sun Bok terus dibawa lari pergi dengan cepat.

   Tentu saja Coh Tay-peng dan lain-lain melongo bingung.

   Karena diseret orang, terpaksa Kong-sun Bok ikut berlari dengan perasaan tidak enak.

   Katanya.

   "Paman Kiong, aku sudah berjanji akan ikut kau ke Oh-hong-to, betapa pun aku pasti takkan ingkar janji, engkau tidak perlu menyeret diriku secara begini, aku dapat berjalan sendiri."

   "Baik, asal kau menepati janji,"

   Kata Oh-hong-tocu sambil melepaskan tangannya.

   "Sekarang ikut saja padaku, jangan sekali-kali bermaksud kabur!"

   Tapi mendadak terdengar suara seruling yang berkumandang dari tempat jauh, suara seruling itu sangat lirih, tapi cukup jelas terdengar.

   Kiong Kim- hun belum mendengar suara seruling itu, namun Kong-sun Bok yang lebih tajam indera pendengarannya sudah dapat mengenali suara seruling itu adalah seruling Bu-lim-thian-kiau Tam Ih-tiong.

   Segera Kong-sun Bok berteriak.

   "Tam-sioksiok, aku berada di......"

   Belum selesai ucapannya, cepat Oh-hong-tocu menotoknya. Syukur Kiong Kim-hun yang dipegang di sebelah lain mendadak menarik ayahnya ke samping sehingga totokan Oh-hong-tocu itu meleset.

   "Ayah, apa yang kau lakukan?"

   Seru Kim-hun kuatir. Dengan terkejut Kong-sun Bok lantas melompat mundur dua tindak. Sedangkan Oh-hong-tocu lantas membentak dengan suara tertahan.

   "Jangan bersuara!"

   "Jangan kuatir, paman Kiong, betapa pun aku pasti akan pegang pada janjiku,"

   Kata Kong-sun Bok.

   "Cuma Tam-sioksiok datang dari jauh, harap engkau mengizinkan aku menemuinya."

   "Tidak boleh!"

   Seru Oh-hong-tocu sambil melepaskan Kim-hun dan segera hendak menarik Kong-sun Bok pula. Dasar watak Kong-sun Bok memang juga keras, dengan aseran ia pun berkata.

   "Paman Kiong, jika engkau main paksa, aku justru tidak mau ikut pergi bersama kau!"

   Segera ia pentang payung pusakanya untuk menahan serangan Oh-hong-tocu.

   Tindakan Kong-sun Bok membikin Oh-hong-tocu jadi serba salah, jika pemuda itu mengadakan perlawanan, untuk membinasakannya memang lebih mudah, tapi hendak memaksanya tunduk jelas tidak gampang.

   Selagi mereka saling ngotot, sementara itu suara seruling tadi mendadak berhenti dan Bu-lim-thian-kiau sudah muncul di depan mereka sambil membentak.

   "Ha, kiranya kau iblis ini berada di sini, kau berani menganiaya keponakanku?"

   "Hm, siapa yang menganiaya dia?"

   Jengek Oh-hong-tocu.

   "Jangan salah paham, Tam-sioksiok, aku sendiri yang ikut dia secara sukarela,"

   Kata Kong-sun Bok.

   "Kau yang sukarela ikut dia?"

   Bu-lim-thian-kiau menegas dengan heran.

   "Kau hendak ikut dia kemana?"

   "Ke Oh-hong-to,"

   Jawab Kong-sun Bok.

   "Aku berjanji akan tinggal selama satu tahun di pulau itu."

   "Sebab apa?"

   Tanya Bu-lim-thian-kiau heran.

   "Ha, ha, ha! Masakah kau tidak tahu bahwa dia adalah menantuku?"

   Tiba- tiba Oh-hong-tocu bergelak tertawa. Bu-lim-thian-kiau mengira Kong-sun Bok telanjur terpikat oleh Kiong Kim-hun sehingga melupakan tugas, segera ia menegur.

   "Anak Bok, betapa pun kau harus kembali ke Kim-keh-nia untuk menyelesaikan tugasmu sebelum kau berangkat ke Oh-hong-to untuk menikah."

   Muka Kong-sun Bok menjadi merah, jawanya.

   "Paman Tam, aku tidak pergi ke sana untuk menikah. Aku pergi ke sana hanya untuk memenuhi janjiku kepada paman Kiong."

   "Sebab apa kau berjanji begitu padanya?"

   Tanya Bu-lim-thian-kiau.

   "He, he, boleh kau katakan terus terang padanya agar dia tidak menyangka aku main paksa padamu,"

   Jengek Oh-hong-tocu. Karena itu Kong-sun Bok lantas menguraikan apa yang terjadi. Tapi Bu-lim-thian-kiau jadi curiga, katanya dengan mendengus.

   "Hm, Kiong Cau-bun, sejak kapan kau mahir menyembuhkan luka Hoa-hiat-to?"

   Oh-hong-tocu menginsyafi Bu-lim-thian-kiau sukar dibohongi, jawabnya dengan menyeringai.

   "Tam Ih-tiong, janganlah kau terlalu memandang rendah orang lain. He, he, biarpun aku tidak dapat, masakah anak menantuku juga tidak bisa?"

   "Jadi kau telah mengajarkan cara penyembuhannya kepada dia?"

   Tanya Bu-lim-thian-kiau.

   "Benar,"

   Jawab Kong-sun Bok. Namun Bu-lim-thian-kiau masih menggeleng kepala dan berkata.

   "Tapi tetap tidak benar!"

   "Apa lagi yang tidak benar?"

   Tanya Oh-hong-tocu dengan tidak senang.

   "Bahwa anak Bok dapat menyembuhkan luka Hoa-hiat-to, pertama, lantaran dia sedari kecil telah tersiksa oleh ilmu berbisa itu, lalu dia mendapat ajaran lwekang murni dari Bing-bing Taysu. Kalau tidak, sekali pun ayahnya hidup kembali juga tidak mampu menyembuhkan luka Hoa- hiat-to, apalagi kau yang cuma paham lwekang dari Sia-pay, biarpun diberitahu kunci rahasia penyembuhannya juga takkan berhasil digunakan dalam waktu setahun atau setengah tahun, tapi sekarang kau dapat menyembuhkan mereka dalam waktu sangat singkat."

   "Kalau buktinya memang begitu, masakah kau masih sangsi? Jika tidak percaya, kenapa kau tidak pergi ke Hay-soa-pang dan tentu akan jelas, sekarang kami tidak ada waktu buat bicara lagi dengan kau,"

   Kata Oh-hong- tocu dan segera hendak melangkah pergi sambil melirik Kiong Kim-hun.

   "Nanti dulu!"

   Seru Bu-lim-thian-kiau.

   "Kau mau apa lagi? Anak Bok ikut pergi dengan sukarela, kau hendak merintanginya?"

   Tanya Oh-hong-tocu.

   "Bukan ini soalnya,"

   Jawab Bu-lim-thian-kiau Tam Ih-tiong.

   "Kudengar kau sudah berhasil meyakinkan Jit-sat-ciang, maka aku ingin belajar kenal dengan kepandaianmu itu."

   "Tam Ih-tiong, rupanya kau sengaja hendak mencari perkara kepadaku bukan?"

   Kata Oh-hong-tocu dengan mendongkol.

   "Hm, harus kau ketahui, bukanlah aku takut kepadamu, soalnya sekarang aku tidak ada waktu untuk melayani kau."

   "Kenapa kau mesti terburu-buru pulang ke Oh-hong-to?"

   Ujar Tam Ih- tiong dengan dingin.

   "Di dunia persilatan, soal belajar kenal ilmu silat masing-masing adalah kejadian biasa. Betapa pun kau harus mengiringi aku buat beberapa jurus, aku berjanji hanya untuk menguji saja dan takkan melukai kau."

   Oh-hong-tocu menyadari sukar untuk menolak lagi, terpaksa menjawab.

   "Baik, jadi kita hanya saling menguji saja dan tidak boleh kau main akal bulus."

   Dalam pada itu Kong-sun Bok juga mulai sangsi, ia heran mengapa Oh- hong-tocu buru-buru mengajaknya pergi, dari ucapannya tadi jelas bakal mertua itu rada kuatir kalau Bu-lim-thian-kiau merintangi kepergiannya.

   Sementara itu Oh-hong-tocu sudah lantas mulai menyerang lebih dulu.

   Dengan tenang Bu-lim-thian-kiau menghadapi serangan musuh, sambil melirik hina ia menjengek.

   "Hm, Jit-sat-ciang tampaknya masih boleh juga!" ~ Berbareng serulingnya bergerak, tiba-tiba bayangan serulingnya terpencar menjadi berpuluh seruling yang gemilapan menyilaukan mata, sekaligus ia mengurung lawan di bawah bayangan serulingnya yang sukar diraba itu. Rupanya Bu-lim-thian-kiau cukup kenal kelicikan Oh-hong-tocu, kalau saja merasa kewalahan tentu segera akan kabur, maka begitu mulai segera ia keluarkan jurus yang paling lihai untuk mengurung musuh. Kong-sun Bok mengikuti pertarungan itu dengan tekun, ia lihat permainan seruling Bu-lim- thian-kiau itu berubah setiap saat dan sukar diduga, setiap jurus serangan sampai di tengah jalan selalu berubah lagi menjadi beberapa gerakan, betapa hebat dan aneh jurus serangannya sungguh tak pernah dilihatnya selama hidup. Sebaliknya ilmu pukulan Oh-hong-tocu tampak sangat lambat dan kaku, pergi datang melulu tujuh jurus saja, tapi dari tempat berdirinya yang cukup jauh itu terasakan juga damparan tenaga pukulannya yang dahsyat. Meski Oh-hong-tocu hanya menggunakan Jit-sat-ciang yang meliputi tujuh jurus saja, namun cukup kuat untuk menandingi ilmu serangan seruling yang sukar dijajaki gerak perubahannya. Sejak kecil Kong-sun Bok mendapat gemblengan tiga tokoh maha guru ilmu silat, sudah tentu pengetahuannya sangat luas. Diam-diam ia sangat mengagumi kehebatan ilmu silat Tam Ih-tiong. Tidak lama kemudian, jelas kelihatan Oh-hong-tocu bukan tandingan Bu-lim-thian-kiau, ilmu pukulan Jit-sat-ciang sukar lagi menahan totokan seruling musuh, terasa tigapuluh enam Hiat-to di tubuhnya seperti berada di bawah ancaman seruling lawan dan setiap saat ada kemungkinan kena tertotok. Sebenarnya Oh-hong-tocu sudah punya rencana bila memang tidak mampu menandingi lawan segera ia akan mengaku kalah. Tak terduga serangan Bu-Iim-thian-kiau ternyata semakin gencar sampai hendak bicara saja tidak sempat. Keruan ia menjadi kuatir, tampaknya bukan sedang menguji kepandaian, tapi jelas Bu-lim-thian-kiau hendak merobohkannya. Tidak ada jalan lain, terpaksa ia bertahan mati-matian. Sementara itu sudah hampir magrib, pertarungan mereka sudah berlangsung ratusan jurus, diam-diam Oh-hong-tocu mengerahkan tenaga dalam, kedua telapak tangannya berubah menjadi hitam, ia melancarkan beberapa kali pukulan sehingga menjangkitkan angin berbau amis. Tapi Bu-lim-thian-kiau menghadapinya dengan tenang, bahkan ia lantas menempelkan seruling ke bibir, katanya dengan tertawa.

   "Biar, kutiup sebuah lagu bagimu!"

   Habis itu serulingnya lantas berbunyi.

   Seketika Oh-hong-tocu merasa dihembus oleh serangkum angin sejuk yang memabukkan seperti hembusan angin di musim semi yang nyaman dan membuat orang mengantuk.

   Serentak Oh-hong-tocu terperanjat, cepat ia menggigit lidah sendiri, rasa sakit seketika membuyarkan rasa kantuknya.

   Segera ia himpun semangat untuk menempur Bu-lim-thian-kiau dengan lebih sengit.

   Meski dia sudah berhasil lolos dari pengaruh suara seruling Bu-lim-thian-kiau, tapi dia pun tidak berani menggunakan ilmu berbisa Jit-sat-ciang lagi.

   Kiranya seruling Bu-lim-thian-kiau itu adalah benda mestika, namanya "Loan-giok-siau" (seruling kemala hangat), kalau dia meniup dengan tenaga dalam sehingga menghembuskan hawa murni yang hangat, maka celakalah ilmu berbisa dari golongan Sia-pay bila terhembus oleh tiupan serulingnya itu.

   Tapi Bu-Iim-thian-kiau juga merasa kekuatan Oh-hong-tocu di luar dugaan, selama duapuluhan tahun ternyata iblis tua itu sudah banyak lebih lihai daripada dahulu, tampaknya kelihaiannya sudah tidak di bawah mendiang Kong-sun Ki dahulu.

   Kalau Kong-sun Bok merasa terpesona oleh pertarungan yang hebat itu, sebaliknya Kiong Kim-hun ternyata berdebar-debar, dengan suara perlahan ia memohon agar Kong-sun Bok suka memohonkan kemurahan hati Bu-lim- thian-kiau bagi ayahnya.

   Tapi Kong-sun Bok telah menghiburnya, ia yakin Bu-lim-thian-kiau pasti takkan mencelakai Oh-hong-tocu sebagaimana telah disanggupi.

   Pada saat itulah tiba-tiba terdengar suara keleningan kuda, seorang penunggang kuda tampak mendatangi secepat terbang, ternyata penunggang kuda ini ialah Coh Tay-peng.

   Begitu datang segera dia melompat turun dari kudanya sambil berteriak.

   "Celaka, celaka!"

   "Ada apa, Coh Hiang-cu?"

   Tanya Kong-sun Bok.

   "Penyakit beberapa kawan yang terluka Hoa-hiat-to itu kini telah kumat lagi!"

   Seru Coh Tay-peng.

   "Mereka hanya sehat selama dua-tiga jam ini saja, barusan mereka kambuh lagi, ada yang dingin, ada yang demam, semuanya lantas jatuh pingsan,"

   Tutur Coh Tay-peng.

   "Kongsun-siauhiap mohon belas kasihanmu, sudilah engkau kembali ke sana untuk menolong mereka."

   Baru sekarang Kong-sun Bok menyadari apa yang terjadi.

   Kiranya hal ini sudah dalam dugaan Bu-lim-thian-kiau bahwa Oh-hong-tocu tidak dapat menyembuhkan racun Hoa-hiat-to, maka beliau sengaja bertanding ilmu silat dengan Oh-hong-tocu agar Coh Tay-peng sempat menyusul tiba.

   Benar saja, segera terdengar Bu-lim-thian-kiau bergelak tertawa sambil menarik kembali serulingnya, pertarungan sengit mereka lantas berhenti.

   "Kiong To-cu,"

   Kata Bu-lim-thian-kiau.

   "bualanmu kini sudah jelas bukan, maka aku pun tidak perlu belajar kenal lagi dengan ilmu silatmu."

   Sementara itu Oh-hong-tocu sudah mandi keringat dengan napas terengah, dengan wajah merah ia menjawab.

   "Tam Ih-tiong, ilmu silatmu memang lebih tinggi dariku, kagum, sungguh aku sangat kagum. Tapi kau sudah berjanji pertarungan kita ini hanya saling menguji saja dan tidak menyangkut persoalan lain. Sekarang kami akan pergi saja."

   "Asalkan Kong-sun Bok mau ikut padamu, kenapa aku mesti merintangi kau? Nah, kalian boleh berangkat saja!"

   Kata Bu-lim-thian-kiau. Namun Kong-sun Bok ternyata diam saja tanpa bergerak. Dengan rada gugup Oh-hong-tocu lantas berseru.

   "Anak Bok, hayolah lekas berangkat, apa kau menyesal akan janjimu kepadaku?"

   Sebelum Kong-sun Bok menjawab, tiba-tiba Coh Tay-peng berseru.

   "Kiong To-cu dan Kongsun-siauhiap, jangan kalian pergi sekarang. Kiong To-cu, kawan-kawan yang telah disembuhkan engkau tadi kini ternyata kumat lagi dengan lebih berat penyakitnya."

   Sungguh tidak kepalang rasa gemas Oh-hong-tocu, kalau bisa sekali hantam ia ingin membinasakan Coh Tay-peng.

   Tapi Bu-lim-thian-kiau berdiri di samping, betapa pun ia tidak berani sembarangan bertindak.

   Maka dengan tertawa Bu-lim-thian-kiau telah berkata.

   "Coh Tay-peng, kau mengundang Kiong To-cu untuk mengobati kawanmu, hal ini sama saja seperti kau menganggap algojo sebagai tabib. Luka Hoa-hiat-to hanya dapat disembuhkan oleh Kong-sun Bok."

   Segera Coh Tay-peng menarik lengan baju Kong-sun Bok dan memohon.

   "Jika begitu, kumohon Kongsun-siauhiap suka....."

   "Anak Bok, apakah kau telah melupakan janjimu!"

   Seru Oh-hong-tocu. Tapi Kong-sun Bok sudah ambil keputusan, jawabnya tegas.

   
Pendekar Sejati Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Paman Kiong, aku takkan ikut pergi!"

   "Apa katamu?"

   Bentak Oh-hong-tocu dengan gusar.

   "Jangan kau salahkan diriku, paman Kiong,"

   Kata Kong-sun Bok.

   "Engkau sendiri pun berjanji akan menyembuhkan mereka, habis itu barulah aku ikut kau ke Oh-hong-to, tapi kini mereka ternyata tetap berbahaya, mana aku dapat tinggal diam."

   Karena tidak ada alasan lain, Oh-hong-tocu menjadi merah-padam wajahnya, tanpa bicara lagi ia putar tubuh dan melangkah pergi sambil menarik anak perempuannya.

   "Ayah, engkau....."

   Tapi sebelum Kiong Kim-hun berkata lebih lanjut, dengan gusar Oh-hong-tocu telah memotongnya.

   "Kau adalah anak perempuanku, apakah kau juga akan membangkang padaku?"

   Selamanya Kim-hun belum pernah melihat kemarahan sang ayah yang begini hebat, maka ia merasa tidak enak untuk membantahnya dan terpaksa ikut pergi, ia pikir kelak masih dapat mencari akal untuk kabur lagi.

   Dengan termangu-mangu Kong-sun Bok menyaksikan Kiong Kim-hun pergi bersama ayahnya, pilu rasa hatinya.

   "Anak Bok,"

   Terdengar Bu-lim-thian-kiau berkata dengan tersenyum.

   "Kita juga mesti kembali ke sana, jangan lupa, masih ada tujuh orang yang menantikan pertolonganmu."

   Seketika Kong-sun Bok menyadari akan kewajibannya, katanya kemudian.

   "Tapi sayang aku sendiri....."

   "Aku tahu,"

   Sela Bu-lim-thian-kiau dengan tertawa.

   "Tampaknya kau pun terluka oleh Hoa-hiat-to si iblis Sebun Bok-ya. Untuk memulihkan kesehatanmu kukira tidak sukar bagiku untuk membantu kau."

   Begitulah mereka lantas menuju ke markas Hay-soa-pang, dengan lwekang yang maha tinggi Bu-lim-thian-kiau melancarkan jalan darah Kong- sun Bok dan menghalau hawa berbisa Hoa-hiat-to yang masih mengeram di dalam tubuhnya, hanya dua-tiga jam saja kesehatan Kong-sun Bok sudah pulih seperti sediakala.

   Dan dalam waktu tiga hari saja Kong-sun Bok juga berhasil menyembuhkan ketujuh orang itu.

   Sudah tentu kelima Pang lembah Hong-ho itu sangat berterima kasih kepada mereka, dalam perjamuan perpisahan Coh Tay-peng mewakili kawan-kawannya angkat bicara dan menyatakan siap berbuat apa pun juga bilamana diminta oleh Bu-lim-thian-kiau maupun Kong-sun Bok.

   "Sebenarnya aku memang ingin berunding sesuatu dengan kawan-kawan di sini,"

   Kata Bu-lim-thian-kiau.

   "Terus terang kedatanganku ini adalah atas perintah Liu Beng-cu, maksudnya ingin mengajak kalian suka menggabungkan diri dengan perjuangan kami. Menghadapi terancamnya negera dan bangsa, seharusnya kita bersatu padu melawan Tartar yang telah mencaplok sebagian besar wilayah negara kita ini."

   Tanpa ragu-ragu Ang Kin lantas berseru.

   "Bagus, setiap orang yang merasa dirinya putera ibu pertiwi memang wajib berjuang menghadapi musuh dari luar. Sejak kini kelima Pang kami bersumpah akan tunduk kepada pimpinan Liu Beng-cu dari Kim-keh-nia."

   Karena itu membuat mereka menjadi terbangkit juga semangat juangnya.

   Maka tanpa ada yang membantah segera Ang Kin mendahului membelih jarinya dan meneteskan darah ke dalam cawan arak, hal ini segera diikuti oleh kawan-kawannya dengan cara yang sama, lalu mereka angkat cawan dan minum arak berdarah itu bersama Bu-lim-thian-kiau dan Kong-sun Bok sebagai tanda sumpah setia.

   Besoknya Bu-lim-thian-kiau dan Kong-sun Bok lantas mohon diri.

   Di tengah jalan Bu-lim-thian-kiau berkata kepada Kong-sun Bok.

   "Kini aku akan langsung kembali ke Kim-keh-nia. Apakah kau masih ada urusan lain lagi? Jika tidak ada kukira kau boleh mengunjungi Hang-ciu."

   "Untuk apa ke sana?"

   Tanya Kong-sun Bok.

   "Bu-lim-beng-cu daerah Kang-lam, yaitu Bun Yat-hoan, bertempat tinggal di Thian-tiok-san di luar kota Hang-ciu, maksud Liu Beng-cu agar kau suka berkunjung kepadanya. Kabarnya gurumu, Kheng-tayhiap, kini juga berada di Hang-ciu, maka kau dapat sekalian menemui beliau."

   "Bagus sekali,"

   Jawab Kong-sun Bok girang.

   "Bukankah Suhu menjabat panglima perang yang menjaga lembah Tiang-kang, suasana kini sedang genting, entah mengapa Suhu meninggalkan tempat tugasnya dan datang ke Hang-ciu?"

   "Kabarnya perdana menteri Han To-yu yang memanggilnya kembali ke selatan,"

   Tutur Bu-lim-thian-kiau.

   "Menghadapi situasi genting ini mungkin Han To-yu ingin mendengarkan pendirian gurumu."

   Dengan menghela napas Kong-sun Bok berkata.

   "Kerajaan Song terdesak ke selatan dan menjadikan kota Hang-ciu sebagai kotaraja dengan nama Lim- an, tampaknya kini nama kota yang berarti "aman sementara"

   Kini pun mulai tidak aman."

   "Tapi biarpun pemerintah menganut politik menyerah, rakyat yang patriotik pasti akan bangkit melawan musuh,"

   Kata Bu-lim-thian-kiau.

   "Maka dari itu kita bermaksud menghubungi Bun-tayhiap agar beliau menggerakkan para pahlawan daerah Kang-lam untuk membentuk laskar perlawanan, dengan demikian pemerintah dapat ditekan agar tetap menghadapi penyerbuan musuh. Ketika di Kang-lam dahulu apakah kau pernah bertemu dengan Bun-tayhiap?"

   "Selama delapan tahun di Kang-lam aku selalu mengikuti Suhu dan belum sempat bertemu Bun-tayhiap. Cuma murid pewaris Bun-tayhiap belum lama ini pernah kujumpai."

   "O, kau maksudkan Sin Liong-sing tentunya. Kabarnya dia telah menikah dengan nona Hi, hal ini baru kami ketahui akhir-akhir ini."

   "Ketika bertemu dengan Sin Liong-sing dan istrinya, di Siong-hong-nia juga aku bertemu dengan Kok Siau-hong."

   "Kehidupan manusia memang seringkali berubah dan sukar terduga, kini Kok Siau-hong dan Hi Giok-kun sama-sama sudah berumah tangga. Bicara tentang Kok Siau-hong, aku menjadi ingin tahu dimanakah dia sekarang?"

   "Tadinya dia berada di tempat Ong-thou di Thay-ouw, kemudian pergi ke Ouw-lam bersama Beng Jit-nio dan selanjutnya entah kemana lagi."

   "Beng Jit-nio berbeda daripada Sin Cap-si-ko, jiwanya sebenarnya tidak busuk, cuma tindak-tanduknya yang rada aneh. O ya, ingin kuberitahukan padamu, puteri Han Tay-wi, yaitu Han Pwe-eng kini juga berada di Kang- lam, bisa jadi kau akan bertemu dengan dia di tempat Bun-tayhiap. Dia tidak sabar menunggu datangnya Kok Siau-hong, maka dia lantas berangkat sendiri ke Kang-lam untuk mencari ayahnya."

   Begitulah Bu-lim-thian-kian dan Kong-sun Bok lantas berpisah, yang satu kembali ke Kim-keh-nia dan yang lain menuju ke Hang-ciu.

   Kembali bercerita mengenai Oh-hong-tocu, sesudah dikalahkan Bu-lim- thian-kiau dan kabur dengan membawa anak perempuannya.

   Di tengah jalan tiba-tiba terdengar suara orang menegur dengan tertawa.

   "Ha, ha, orang hidup dimana-mana selalu berjumpa. Kiong To-cu, tak terduga kita kembali bertemu lagi di sini. Nona ini tentunya puterimu?"

   Waktu Kiong Kim-hun memandang ke sana, tertampak seorang Hwesio dengan Kasa (jubah) merah, tapi raut mukanya dapat dipastikan bukan orang Han. Oh-hong-tocu menjadi terkejut melihat si Hwesio, ia memberi hormat dan menyapa.

   "Kiranya Hoat-ong adanya, mengapa Hoat-ong kembali lagi ke sini?"

   Kiranya Hwesio bangsa asing ini adalah Liong Siang Hoat-ong, Kok-su kerajaan Mongol yang termasyhur itu.

   "Aku kembali lagi ke sini justru hendak menunggu kedatangan Kiong- sicu,"

   Kata Liong Siang Hoat-ong dengan tertawa. Hati Oh-hong-tocu kebat-kebit tidak tenteram, tanyanya.

   "Entah Hoat- ong ada petunjuk apa?"

   "Aku ingin mengucapkan selamat pertemuan kembali kalian ayah dan anak, tapi mengapa tidak nampak menantumu?"

   Kata Liong-siang. Muka Kim-hun menjadi merah, diam-diam ia pun heran mengapa paderi asing inipun tahu urusannya dengan Kong-sun Bok. Dalam pada itu terdengar Oh-hong-tocu telah menjawab.

   "Tentunya Hoat-ong maksudkan bocah Kong-sun Bok itu? Ya, memang sejak kecil puteriku telah mengikat perjodohan dengan dia, tapi kini keduanya sudah putus hubungan dan batal perjodohan."

   "Oh, manusia hidup memang sukar terhindar dari hal-hal yang mengecewakan, tapi setelah mengalami kekecewaan seringkali lantas mendapatkan kebahagiaan. Betul tidak, Kiong-sicu?"

   Kata Hoat-ong.

   "Falsafah Hoat-ong ini teramat tinggi dan mengandung arti terlalu dalam, sayang aku terlalu bodoh, mohon Hoat-ong sudi memberi penjelasan lebih lanjut,"

   Jawab Oh-hong-tocu.

   "Kiong To-cu,"

   Kata Liong Siang Hoat-ong.

   "Kita baru kenal, tapi sudah seperti kawan lama, maka lebih baik kita bicara secara blak-blakan saja. Setahuku, kini Bu-lim-thian-kiau Tam Ih-tiong berada di tempat Hay-soa- pang, kukira Kong-sun Bok tertahan olehnya bukan?"

   "Ya, Hoat-ong sungguh hebat, memang begitulah halnya,"

   Kata Ong- hong-tocu.

   "Jika begitu, kitab pusaka keluarga Siang yang diharapkan Kiong-sicu bukankah berarti tiada harapan pula?"

   Kata Hoat-ong. Mau tak mau Oh-hong-tocu merasa kikuk karena isi hatinya dengan tepat kena dikatai, tapi ia coba menjawab untuk mempertahankan harga diri, katanya.

   "Ah, aku mempunyai ilmu dari perguruan sendiri, terhadap kitab pusaka orang memangnya juga tidak terlalu mengharapkan."

   Liong Siang Hoat-ong tersenyum, katanya pula.

   "Sebun Bok-ya telah memberitahukan padaku bahwa sengketanya dengan Kiong-sicu berawal dari kitab pusaka keluarga Siang itu. Bicara terus terang, sebenarnya aku bermaksud memenuhi keinginanmu. Untuk itu marilah kita bicara sejujurnya saja."

   "Sebenarnya apa maksud Hoat-ong?"

   Tanya Oh-hong-tocu, dalam hati ia sudah dapat menerka beberapa bagian apa kehendak orang.

   "Tetap mengenai soal lama,"

   Kata Liong Siang Hoat-ong dengan tertawa.

   "Aku masih berharap kalian akan sudi menerima undangan Khan Agung kami dan pergi ke Ho-lin, kepada Sebun Bok-ya akan kusuruh memberikan kitab pusaka keluarga Siang kepadamu. Dan aku akan mendukung pula engkau menjadi Bu-lim-beng-cu di Tiong-goan."

   "Mengenai hal ini....."

   Belum sempat Oh-hong-tocu bicara, cepat Kiong Kim-hun berseru.

   "Ayah, mana boleh kita pergi ke Mongol?"

   "Mongol bukan negeri tandus sebagaimana disangka oleh bangsa Han kalian, Ho-lin juga suatu tempat yang baik,"

   Kata Liong-sing Hoat-ong.

   "Apalagi kalian akan dianggap sebagai tamu Khan Agung kami, setiba di Ho- lin kalian tentu akan disambut baik. Nona Kiong sendiri tentu suka berburu bukan? Di pegunungan sekitar Ho-lin banyak binatang yang aneh dan jarang terdapat di daerah Tiong-goan sini, engkau pasti akan kerasan tinggal di sana. Dan bagaimana pikiran Kiong To-cu sendiri?"

   


Lembah Nirmala -- Khu Lung Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya Liang Ie Shen Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung

Cari Blog Ini