Pendekar Sejati 24
Pendekar Sejati Karya Liang Ie Shen Bagian 24
Pendekar Sejati Karya dari Liang Ie Shen
Kiong Cau-bun menjadi ragu-ragu, katanya kemudian.
"Terima kasih atas maksud baik Hoat-ong, bicara tentang Bu-lim-beng-cu, aku merasa diriku tidak sesuai untuk kedudukan itu."
"Kiong To-cu, kukira bukan kau tidak sesuai untuk menjabat Bu-lim- beng-cu, soalnya kau tidak ingin orang lain mengetahui aku ikut mendukung kau menjadi Bu-lim-beng-cu bukan?"
Kata Hoat-ong.
"Tapi asal aku sendiri tidak menyiarkan rahasia ini, siapa lagi yang tahu?"
"Kalau ingin orang lain tidak tahu, kecuali kalau diri sendiri tidak berbuat!"
Demikian Kiong Kim-hun menimbrung lagi dengan menyitir peribahasa.
"Orang tua bicara, anak kecil jangan menimbrung!"
Omel Oh-hong-tocu sambil melotot.
"Tentang hal ini, bagaimana kalau kita rundingkan lagi lain kali, Hoat-ong?"
"Baik, kalian boleh ikut ke Ho-lin dulu dan kita boleh bicara lagi di sana,"
Kata Liong Siang Hoat-ong.
"Soal Bu-lim-beng-cu boleh terserah padamu mau menjabatnya atau tidak. Tentang kitab pusaka keluarga Siang yang berada pada Sebun Bok-ya itu aku berjanji akan menyuruh dia memberikannya padamu. Selain itu kalian juga bebas bergerak, setiap saat kalian boleh meninggalkan Ho-lin jika hal ini dikehendaki kalian. Soalnya aku hanya ingin mengikat persahabatan dengan kau, tentunya kau tidak perlu sangsi lagi bukan?"
Mau tak mau Oh-hong-tocu menjadi tertarik.
Ia pikir kalau kelak berhasil meyakinkan kedua ilmu racun keluarga Siang, tentu takkan gentar lagi kepada Bu-lim-thian-kiau maupun Hong-lay-mo-li.
Karena itu segera ia ambil keputusan menerima ajakan Liong Siang Hoat-ong, katanya kemudian.
"Baiklah, atas kebaikan hati Hoat-ong, aku menjadi ingin coba berkunjung ke Ho-lin."
"Kau benar-benar mau ke sana, ayah?"
Seru Kim-hun terkejut.
"Ya, kau pun harus ikut ke sana,"
Kata Oh-hong-tocu.
"Aku kuatir kau nanti menimbulkan keonaran lagi jika kutinggalkan kau di sini."
Kim-hun kenal watak sang ayah yang keras, sekali beliau sudah bicara begini, betapa pun sukar mengubahnya lagi.
Karena itu ia tidak berani membantah, ia pikir kalau ayah sudah bertekad akan ke Mongol, kalau dirinya mengiringinya juga ada baiknya untuk menjaga segala kemungkinan.
Begitulah mereka lantas berangkat menuju Mongol, sepanjang jalan pikiran Kim-hun menjadi bimbang, terkenang olehnya bayangan Kong-sun Bok, entah kapan lagi baru dapat bertemu pula dengan sang kekasih.
Jika Kiong Kim-hun sedang mengenangkan Kong-sun Bok, pada saat yang sama Kong-sun Bok juga sedang merindukan si nona.
Seorang diri Kong-sun Bok menempuh perjalanan jauh, ia telah menyeberangi Hong-ho dan menyusup ke kota Hang-ciu, perjalanan yang terasa sunyi itu membikin pikirannya menjadi kesal.
Perjalanan yang memakan waktu lebih sebulan itu, akhirnya sampai juga dia di Hang-ciu.
Ia lantas menuju ke selatan Se-ouw, dimana terletak Thian- tiok-san, tempat kediaman Bun Yat-hoan.
Kong-sun Bok menyusuri tepian danau itu sambil menikmati pemandangan yang indah, menghadapi keindahan alam danau itu, tanpa terasa terkenang pula olehnya bayangan Kiong Kim-hun.
Ia menjadi masgul.
Pada saat itulah tiba-tiba tertampak sebuah sampan pesiar meluncur tiba dari tengah danau sana.
Sampan itu meluncur dengan cepat, belum Kong- sun Bok mencapai ujung tepian danau tahu-tahu sampan itu sudah menepi.
Tertampak seorang pemuda perlente dengan dua pengiringnya melangkah ke daratan terus memapaki Kong-sun Bok.
"Aha, orang hidup dimana pun selalu bisa bertemu, tidak nyana kembali kita berjumpa pula di sini,"
Demikian pemuda perlente tadi menyapa Kong- sun Bok sambil kebas-kebas kipasnya.
"Tentunya Kongsun-siauhiap masih kenal Cahye bukan?"
Kong-sun Bok terkejut, sebab diketahuinya bahwa pemuda perlente ini ternyata bukan lain daripada putera perdana menteri yang berkuasa sekarang, yakni Han Hi-sun.
Sebagaimana diketahui, setengah tahun yang lalu Kong-sun Bok pernah bergebrak dengan Han Hi-sun, yaitu disebabkan putera perdana menteri itu menggoda Le Say-eng dan kebetulan kepergok Kong-sun Bok, Han Hi-sun mundur teratur oleh ilmu Tiam-hiat Kong-sun Bok yang maha lihai.
Kemudian waktu Kong-sun Bok dan Kok Siau-hong mendatangi Siong- hong-nia untuk mencari Hi Giok-kun yang dikurung oleh Thio Tay-tian, sebagai murid Thio Tay-tian, hari itu Han Hi-sun kebetulan juga datang menyambangi gurunya.
Di sana Han Hi-sun kepergok Kok Siau-hong dan mengalami kekalahan pula.
Meski kejadian di Siong-hong-nia itu tidak dilihat Kong-sun Bok, tapi urusan itu sama-sama diketahuinya dengan jelas.
Kini mendadak mereka kepergok lagi di tepi Se-ouw, dengan sendirinya Kong-sun Bok menjadi serba salah.
Soalnya dia sudah tahu siapa Han Hi- sun, sedangkan guru Kong-sun Bok (yaitu Kheng Ciau) adalah bawahan ayah Han Hi-sun, malahan kini tinggal di tempat perdana menteri itu, dengan sendirinya Kong-sun Bok tidak dapat bertarung lagi dengan dia.
Maka ketika Han Hi-sun menyapanya dengan ramah, segera Kong-sun Bok membalas hormat walaupun dengan sikap rada dingin.
Sebaliknya Han Hi-sun bersikap seperti tidak pernah terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan di waktu yang lalu, dengan gembira dia mengajak bicara pula, katanya.
"Sungguh pertemuan yang sangat kebetulan Kongsun- siauhiap, sekali ini bagaimana pun engkau harus mampir agar aku dapat sekadar memenuhi kewajiban sebagai tuan rumah. Bukankah Kheng Cong- peng adalah guru Kongsun-siauhiap?"
Terpaksa Kong-sun Bok menjawab.
"Benar. Kabarnya Suhu berada di Hang-ciu, apakah beliau tinggal di tempat Han-kongcu?"
"Ya, betul. Malahan gurumu kemarin pernah bicara tentang dirimu dengan aku."
"Apakah Suhu baik-baik saja?"
Tanya Kong-sun Bok.
"Baik. Gurumu bukan saja seorang panglima terkenal, bahkan juga seorang pendekar besar yang termasyhur di daerah Kang-lam, selama dua hari ini aku sedang minta petunjuk ilmu silat kepadanya. Cuma sayang besok juga beliau akan berangkat lagi. Maka dari itu betapa pun sibuknya Kongsun- siauhiap kiranya perlu pula menjenguk sebentar kepada gurumu."
Sebenarnya Kong-sun Bok memang hendak minta bantuan Bun Yat- hoan agar mengadakan kontak dengan sang guru agar dapat ditemuinya.
Kini mendengar gurunya besok juga akan pergi lagi meninggalkan Hang-ciu, tanpa terasa ia menjadi rada gelisah dan ragu-ragu.
Sambil mengebaskan kipasnya, Han Hi-sun berkata pula dengan tertawa.
"Kongsun-siauhiap, aku mengundang engkau dengan setulus hati, apalagi gurumu juga sedang berada di tempat kami. Jika engkau tidak sudi mampir, apakah lantaran engkau masih merasa sirik pada diriku?"
"Ah, Han-kongcu sendiri tidak memikirkan peristiwa dulu, mana Siau-te berani mengingatnya lagi?"
Jawab Kong-sun Bok.
"Ya, orang Kang-ouw memang seharusnya berjiwa lebih terbuka, hanya sedikit selisih paham kukira Kongsun-siauhiap takkan selalu mengingatnya di dalam hati. Dan sekarang silakan Kongsun-siauhiap sudi mampir ke rumah."
Karena memang sudah kangen kepada sang guru, apalagi di tempat sang perdana menteri diketahui ada seorang Pek-locianpwe yang dapat melindunginya bila terjadi sesuatu, maka ia pun tidak menolak lagi undangan itu.
Dengan girang Han Hi-sun lantas menyilakan Kong-sun Bok naik ke atas sampannya.
Kiranya istana Han To-yu itu terletak di lereng bukit Siau-koh- san di sebelah barat danau sana.
Setiba di tempat, tertampak bangunan istana perdana menteri itu sangat megah dengan pemandangan yang permai di sekelilingnya, terutama taman bunga yang membelakangi bukit itu kelihatan teratur dengan sangat indah.
Han Hi-sun menyilakan tamunya masuk ke dalam sebuah ruangan yang indah, begitu dipersilakan duduk segera Kong-sun Bok mohon bertemu dengan gurunya.
"Jangan tergesa-gesa Kongsun-siauhiap, minumlah dulu dan duduk sebentar, sudah kusuruh mengundang gurumu ke sini,"
Kata Han Hi-sun. Selang tidak lama, menurut laporan hamba yang disuruh mengundang Kheng Ciau itu, katanya Kheng Ciau dan sang perdana menteri belum pulang dari menghadap sang kaisar. Setelah berpikir sejenak, kemudian Han Hi-sun membuka suara.
"Menurut cerita ayah, katanya beberapa hari ini pemerintah sedang sibuk berunding tentang penyerbuan pihak Mongol ke selatan, kukira ayah dan gurumu baru dapat pulang malam nanti. Untuk megisi waktu, bagaimana kalau Kongsun-siauhiap kupertemukan dengan beberapa kawan Bu-lim?"
Betapa pun toh sudah datang, Kong-sun Bok pikir kalau sempat bertemu dengan Pek-locianpwe, tentu ada baiknya juga, karena itu ia pun tidak menolak tawaran Han Hi-sun, maka tidak lama kemudian para "kawan Bu- lim"
Yang dimaksud Han Hi-sun mulai berdatangan, tapi ternyata tiada terdapat Pek Tik. Di antara orang-orang itu Kong-sun Bok cuma kenal satu orang saja, yaitu Su Hong, yang dahulu pernah mengiringi Han Hi-sun ketika terjadi pertarungan di tepi Se-ouw.
"Aha, kiranya engkau, Kongsun-siauhiap, pantas Kong-cu mendesak kami lekas datang ke sini,"
Demikian Su Hong menyapa dengan tertawa.
"Nah, kawan-kawan, inilah Kongsun-siauhiap, kesatria muda yang kini paling tersohor. Kesempatan baik ini jangan kita lalui dengan sia-sia, kita harus mohon petunjuk kepadanya."
Kong-sun Bok menjadi sangsi kemungkinan Han Hi-sun hendak mengerubutnya untuk menuntut balas kejadian dahulu. Namun ia pun tidak gentar terhadap apa yang mungkin terjadi, dengan hambar ia menjawab.
"Ah, Su Toa-kauthau kepandaianmu jauh di atas diriku, mana aku berani memberi petunjuk kepadamu segala."
"Ha, ha, ha, rupanya Kongsun-siauhiap salah paham,"
Kata Han Hi-sun dengan tertawa.
"Maksudku hanya menyuruh mereka memperlihatkan satu jurus kepandaian masing-masing kepadamu, mana mereka berani bergebrak dengan kau, yang diharap ialah engkau sudi memberi petunjuk kalau ada sesuatu kelemahan dari permainan mereka."
Dengan perasaan lega Kong-sun Bok menjawab.
"Ah, mana aku berani memberi petunjuk kepada para Lo-cianpwe, yang benar akulah yang ingin minta petunjuk."
"Baiklah, kita tidak perlu sungkan-sungkan lagi, biarlah kuperkenalkan kalian,"
Kata Han Hi-sun, lalu ia pun memperkenalkan orang-orangnya itu kepada Kong-sun Bok. Sudah tentu Kong-sun Bok kurang minat untuk mengingat nama mereka satu per satu, ia hanya memberi hormat satu keliling dan berkata.
"Nama kebesaran kalian sudah lama kukagumi. Tapi kabarnya di sini ada seorang Pek-locianpwe, mengapa tidak nampak hadir?"
"O, kebetulan pagi tadi Pek-suhu baru pergi ke kota, mungkin sebentar juga akan pulang,"
Kata Su-hong.
Diam-diam Kong-sun Bok meragukan keterangan Su Hong itu, ia pun rada was-was entah apa maksud Han Hi-sun menyuruh orang-orangnya unjuk kepandaian di hadapannya.
Tapi apa boleh buat, terpaksa bertindak melihat keadaan nanti.
Dalam pada itu terdengar Han Hi-sun telah berkata pula.
"Harap kalian tunggu sebentar, masih ada seorang sahabat yang datang dari jauh dan sudah kuundang ikut hadir dalam pertemuan ini."
Su Hong tampak heran dan bertanya.
"Apakah Kong-cu maksudkan....."
"Ssst, itu dia Yan-kongcu sudah datang,"
Desis Han Hi-sun. Maka tertampaklah seorang pemuda bermantel bulu putih dengan dua pengiring sedang mendatangi, cepat Han Hi-sun menyambut ke sana disusul oleh Su Hong dan begundalnya, dengan penuh hormat mereka menyongsong "Yan-kongcu"
Itu ke dalam rumah.
Kong-sun Bok sangat heran, ia tidak tahu darimana asal-usul pemuda she Yan itu, mengapa Han Hi-sun sendiri begitu menghormat padanya? Apa mungkin kedudukannya terlebih tinggi daripada putera perdana menteri? Melihat Kong-sun Bok sendiri yang tidak menyambut kedatangannya, Yan-kongcu itu memandang sekejap padanya, lalu bertanya.
"O, barangkali inilah Kongsun-siauhiap yang termasyhur itu?"
"Ah, mana aku berani menerima pujian demikian,"
Jawab Kong-sun Bok.
"Numpang tanya nama Kong-cu yang mulia dan bertempat tinggal dimana?"
Tampaknya Yan-kongcu cukup menghargai Kong-sun Bok, ia menjawab dengan ramah.
"Hendaklah Kongsun-siauhiap jangan sungkan. Siau-te she Yan bernama Ho, berasal dari Tay-toh, sudah lama aku kagum terhadap keindahan alam daerah Kang-lam, maka sekali ini sengaja pesiar ke sini."
Dalam hati Kong-sun Bok berkata.
"Pantas lagu suaranya tidak mirip orang daerah selatan, kiranya dia bertempat tinggal di kotaraja Kim. Entah apa kedudukannya? Padahal saat ini antara negeri Kim dan Song masih berada dalam peperangan, mengapa dia berani datang ke negeri musuh, bahkan tinggal di tempat perdana menterinya?"
Sementera itu Han Hi-sun sedang berkata pula.
"Atas kunjungan Yan- kongcu hari ini dan kebetulan Kongsun-siauhiap juga berada di sini, aku menjadi ingin menyuruh orang-orang ini memainkan sejurus kepandaian mereka untuk minta petunjuk kepada kalian berdua."
"Ah, mana aku bisa memberi petunjuk segala, kalau menonton orang main sih aku memang senang,"
Kata Yan Ho.
"Soal ilmu silat, kedua pengiringku ini malah rada lumayan, sebentar boleh suruh mereka coba- coba dengan para hadirin."
Su Hong dan kawan-kawannya menjadi kurang senang mendengar nada yang sombong itu, tapi sikap mereka tetap menghormat dan mengiakan berulang. Kata Su Hong mewakili kawan-kawannya.
"Bilamana pengiring Kong-cu sudi memberi petunjuk, bagi kami sudah beruntung sekali."
Pengiring Yan Ho yang bertubuh jangkung lantas berkata.
"Istilah petunjuk sebenarnya tidak berani kami terima. Sekali pun hanya tukar pengalaman saja bagi kami pun terasa berat mengingat hadirnya Kongsun- siauhiap di sini."
"Ah, janganlah kau memuji diriku, aku pun merasa beruntung dapat menambah pengalaman bila kalian suka unjuk sejurus dua jurus,"
Ujar Kong-sun Bok. Sedangkan pengiring Yan Ho yang berbadan pendek kecil juga lantas berkata.
"Kami adalah kaum hamba, mana kami berani pamer di hadapan Kongsun-siauhiap. Eh, cuaca hari ini cukup cerah, mengapa Kongsun- siauhiap membawa payung segala?"
"Agaknya Tokko-toako tidak tahu bahwa payung itu adalah senjata andalan Kongsun-siauhiap,"
Kata Han Hi-sun dengan tertawa.
"O, kiranya begitu,"
Kata pengiring itu.
"Senjata itu sungguh spesial, apakah boleh hamba pinjam lihat sebentar?"
Hian-tiat-po-san terletak di samping Kong-sun Bok, dalam keadaan demikian ia merasa tidak dapat menolak permintaan orang, terpaksa ia menjawab.
"Senjata yang tidak berguna ini hanya menertawakan saja dan tiada sesuatu yang berharga untuk dilihat."
Dalam hati ia pun berpikir.
"Kalau kau sanggup mengangkatnya, boleh saja kau melihatnya."
Pendekar Sejati Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Begitulah pengiring pendek kecil itu lantas pegang payung pusaka Kong- sun Bok itu dan dibuka terus diputar dua kali, lalu berkata dengan tertawa.
"Wah, berat amat! Agaknya gagang payung ini bukan besi biasa?"
Melihat orang mampu memainkan payungnya tanpa susah payah, diam- diam Kong-sun Bok terkesiap, kalau saja pengiringnya memiliki kekuatan begitu hebat, maka dapat dibayangkan betapa lebih lihai Yan Ho sendiri.
Dan belum Kong-sun Bok menanggapi, Yan Ho sudah tertawa dan berkata.
"Gagang payung itu bukankah terbuat dari Hian-tiat (sari baja)? Harap Kongsun-siauhiap jangan menertawakan kecetekan pengetahuan pengiringku ini."
Karena Yan Ho ternyata kenal Hian-tiat-po-san, terpaksa Kong-sun Bok mengakui kebenarannya, katanya.
"Yan-kongcu ternyata memiliki pengetahuan yang luas, kagum, sungguh kagum!"
Dalam pada itu Han Hi-sun lantas berkata.
"Silakan Yan-kongcu dan Kongsun-siauhiap minum dulu, marilah sambil minum sembari menyaksikan permainan mereka. Nah, Su Kau-thau, silakan kau mulai dulu dengan sejurus Oh-hou-kun."
"Baik,"
Sahut Su Hong.
"Cuma aku mohon izin agar Kongsu memperkenankan aku menggunakan pohon waru di pelataran itu sebagai sasaran pukulanku."
"Boleh,"
Kata Han Hi-sun.
Segera Su Hong berlari ke bawah pohon waru itu, menyusul ia lantas menghantam beberapa kali disambung dengan suatu depakan kaki, seketika daun pohon itu rontok bertebaran, bahkan sejenak kemudian ranting pohon juga patah dan jatuh ke bawah.
Akhirnya pohon waru itu menjadi gundul dan melulu tinggal batangnya saja.
Yan Ho tidak memberi komentar apa-apa, tapi pengiringnya yang jangkung tadi lantas berkata.
"Tenaga dalam Su Kau-thau sungguh hebat, Oh-hou-kun yang kau latih sampai tingkatan begini juga sudah cukup bagus."
Sebenarnya Su Hong mengira akan mendapatkan pujian dari Yan-ho, tak terduga hanya mendapat nilai "cukup"
Saja dari pengiringnya, tentu saja ia merasa kurang senang, namun tak berani mengutarakan perasaannya itu, terpaksa ia menjawab.
"Ai, beberapa gerakan tangan dan kakiku ini memang tidak termasuk buku dalam pandangan kaum ahli, tentu masih diharapkan banyak petunjuk dari Sebun-toako."
"Biar aku pun main-main sejurus To-hoat (ilmu golok) sekadar menghibur Yan-kongcu,"
Tiba-tiba seorang berlari ke tengah lapangan sambil berseru.
Saat itu ranting pohon waru masih bertebaran jatuh ke bawah, mendadak tertampak sinar golok berkelebat, dalam sekejap saja sinar golok itupun lenyap, orang itu memasukkan golok ke dalam sarungnya dan berkata.
"Sekian saja!"
Waktu semua orang memandang ke tengah kalangan, terlihat ranting kayu yang jatuh di tanah itu telah tertabas patah menjadi dua, ada salah seorang hadirin maju menjemput beberapa tangkai ranting kayu itu dan diperlihatkan kepada semua orang, ternyata setiap ranting itu putus menjadi dua potong dalam ukuran panjang yang sama.
Maka pengiring Yan Ho yang pendek kecil tadi lantas berkata.
"Saudara ini tentunya Kwe-suhu bukan? Sudah lama ilmu golok kilat Kwe-suhu termasyhur luar biasa, ternyata memang hebat dan tidak bernama kosong."
Jago silat she Kwe itu tampak berseri-seri, katanya.
"Ah, masih perlu petunjuk Tokko-toako."
Pengiring pendek kecil she Tok-ko itu berkata.
"Aku pun pernah belajar ilmu golok selama beberapa tahun, sebentar biar aku pun pamer kebodohanku, tapi sekarang silakan Sebun-toako saja yang memperlihatkan sejurus dulu."
"Wah, tampaknya kau sengaja membikin malu kepadaku saja,"
Ujar pengiring jangkung she Sebun itu.
"Cuma Su Kau-thau sudah ada permintaan sebelumnya, terpaksa aku pun main sejurus dua sebagai bahan tukar pikiran dengan Su Kau-thau."
Habis berkata ia lantas mendekati pohon waru yang lain, ia menepuk perlahan pada batang pohon, sudah tentu pohon itu sedikit pun tidak bergeming, habis itu ia lantas kembali lagi ke tempatnya.
Selagi Su Hong merasa bingung apa yang dikehendaki orang, tiba-tiba terjadilah sesuatu keajaiban.
Tertampaklah daun pohon waru itu dalam sekejap saja telah berubah kering menguning, kebetulan angin meniup, serentak daun kering itu rontok.
Keruan semua orang tercengang.
"Kwe-suhu,"
Kata pengiring jangkung she Sebun itu.
"harap engkau suka membelah batang pohon itu untuk memeriksa sumbu batang pohonnya."
Dengan gerakan golok kilat, jago silat she Kwe itu lantas mengayun goloknya dua kali, ia memotong satu silangan pada batang pohon, maka terlihatlah sumbu pohon sudah lapuk seperti dimakan rayap. Sungguh tidak kepalang kejut Su Hong, serunya.
"Sebun-toako, ilmu apakah yang kau yakinkan itu?"
"Aku pun tidak tahu ilmu apa namanya,"
Sahut pengiring jangkung she Sebun itu.
"dahulu waktu guruku mengajarkan ilmu ini, katanya ilmu ini berasal Hu-kut-ciang keluarga Siang, guruku sendiri belum memberi nama kepada ilmunya ini."
"Sungguh hebat sekali ilmu pukulan Sebun-toako yang tidak kelihatan ini, bilamana tubuh manusia yang terkena pukulan itu, wah, sungguh sukar dibayangkan akibatnya,"
Kata Su Hong. Pengiring jangkung itu hanya tersenyum saja, segera kawannya she Tok- ko itu menanggapi.
"Pukulan sakti Sebun-heng sangat lihai untuk merusakkan urat nadi lawan yang memiliki lwekang tangguh, siapa saja yang terkena pukulannya, dalam waktu tujuh hari pasti darah akan membusuk dan urat nadi menjadi kering sebagaimana pohon waru ini, meski tidak lantas binasa juga akan berubah menjadi lumpuh selamanya."
Kong-sun Bok sendiri pernah belajar Hu-kut-ciang, mau tak mau dia juga sangat terkejut dan heran.
Padahal diketahui Hu-kut-ciang yang diciptakan kakek luarnya itu selamanya tidak diajarkan kepada orang luar, malahan ayahnya juga belajar secara mencuri, tapi mengapa orang ini juga paham ilmu yang lihai ini? Dia she Sebun, apakah dia sanak keluarga Sebun Bok- ya? Tapi Sebun Bok-ya sudah bekerja bagi pihak Mongol, jika orang ini sanak keluarganya masakah dia berani datang ke sini dan menjadi tamu perdana menteri secara terang-terangan? Apalagi dengan kepandaiannya yang tinggi ini, mengapa pula dia sudi menjadi pengiring Yan-kongcu ini? Demikianlah Kong-sun Bok merasa tidak habis mengerti.
Terpaksa ia pun ikut memuji seperti orang lain.
"Eh, Kongsun-siauhiap, mengapa engkau juga ikut memuji, sungguh tidak tepat,"
Tiba-tiba Yan-kongcu itu berkata dengan tertawa.
"Apa maksudmu, Yan-kongcu?"
Jawab Kong-sun Bok dengan melenggong. Dengan tertawa Yan Ho berkata pula.
"Jika para kawan yang hadir ini memberi pujian adalah pantas karena mereka memang belum kenal ilmu ini. Tapi Kongsun-siauhiap adalah seorang ahli, selayaknya engkau memberi petunjuk, masakah cuma sedikit kepandaian pengiringku ini kau pun memberi pujian, kukira ucapanmu tidak sesuai dengan isi hatimu."
Diam-diam Kong-sun Bok terkesiap karena orang seperti cukup kenal seluk-beluk dirinya, segera ia pun menjawab.
"Aku memang paham juga Hu- kut-ciang, tapi cuma sedikit kulitnya saja yang tidak berarti. Sedangkan ilmu Sebun-toako ini adalah perubahan dari Hu-kut-ciang, jelas kelihatan sangat lihai dan bagus, jauh lebih hebat daripada apa yang kuketahui, maka perkataan petunjuk seharusnya diputar balik bagiku."
"Wah, jika begitu, Sebun Cu-sik, terpaksa kau harus menyesali diriku yang kurang beruntung karena Kongsun-siauhiap tidak sudi memperlihatkan sejurus dua,"
Kata Yan Ho sambil menggeleng.
"Ya, sungguh harus disesalkan karena Kongsun-siauhiap tidak mau memberi petunjuk,"
Sahut Sebun Cik-sik, si pengiring jangkung tadi.
"Kukira masih ada kesempatan lagi, bilamana Kongsun-siauhiap sudah bersemangat habis minum nanti, bukan mustahil beliau akan memperlihatkan satu-dua jurus bagimu,"
Sambung Han Hi-sun.
"Sekarang untuk meramaikan suasana, silakan Tokko-toako memainkan golok kilatnya agar kami dapat bertambah pengalaman."
"Ya, Tok-ko Heng, kalau tuan rumah yang minta, bolehlah kau coba lemaskan otot sebentar,"
Kata Yan Ho.
"Baiklah, anggap saja sebagai tukar pengalaman dengan ilmu golok Kwe- suhu,"
Kata Tok-ko Heng, si pengiring pendek kecil itu.
"Sekarang perlu mohon bantuan Han-kongcu agar suka meminjamkan seorang hambamu."
Semua orang merasa heran atas permintaan Tok-ko Heng ini, mengapa permainan goloknya perlu minta pinjam seorang budak keluarga Han segala. Han Hi-sun lantas menjawab.
"Tokko-toako apakah maksudmu minta orang mengiringi permainan golokmu? Tapi perlu kau ketahui, tiada seorang budakku yang mahir ilmu golok."
"Tidak, justru aku mohon bantuan seorang budak yang sama sekali tidak paham ilmu silat,"
Kata Tok-ko Heng.
"Jangan kuatir, Han-kongcu, aku menjamin pasti takkan membikin cidera padanya."
"O, kalau budak yang tidak paham ilmu silat sih sangat banyak,"
Ujar Han Hi-sun tertawa.
"Nah, Siau-yang-cu, kau saja yang maju ke sana!"
Siau-yang-cu ialah kacung yang melayani arak para tamu itu. Dengan rasa bingung dan takut-takut kacung itu lantas tampil ke muka, katanya dengan rada gemetar.
"Tapi..... tapi hamba tidak apa-apa, entah apa yang..... yang harus kulakukan?"
"Kau tidak perlu takut, lakukanlah apa yang kukatakan,"
Kata Tok-ko Heng dengan tertawa sambil menjemput sehelai daun pohon waru, daun itu dibasahi dengan sedikit tanah basah, lalu ditempelkan pada batang hidung kacung itu.
"Coba lihat apa itu di belakangmu?"
Tiba-tiba Tok-ko Heng berseru.
Tentu saja kacung itu terkejut dan cepat menoleh.
Pada saat itulah sekonyong-konyong sinar golok berkelebat, sekali tabas Tok-ko Heng telah menabas jatuh daun waru yang menempel di hidung Siau-yang-cu tanpa melukainya sedikit pun.
Kiranya Tok-ko Heng sengaja mengapusi si kacung agar menoleh ke sana, habis itu goloknya lantas menabas, maksudnya supaya si kacung tidak terkejut melihat menyambarnya sinar golok.
Semua orang sampai melongo terkesima menyaksikan kehebatan ilmu golok orang she Tok-ko itu, selang sejenak barulah terdengar suara sorak- sorai memuji.
Jago silat she Kwe tadi menghela napas, katanya.
"Benar-benar di atas langit masih ada langit, orang pandai ada yang lebih pandai. Sejak kini aku tidak berani lagi menggunakan golok sabit segala."
"Kwe-suhu, janganlah kau berkata demikian, ilmu golok kilatmu di dunia Kang-ouw sedikitnya terhitung satu di antara sepuluh jago golok terkemuka, mana boleh kau merendahkan diri sendiri,"
Kata Tok-ko Heng. Karena orang telah mau memuji kepandaiannya, betapa pun orang she Kwe itu merasa telah mendapat kehormatan, maka terasa tenteram juga hatinya. Lalu Han Hi-sun membuka suara lagi.
"Dengan hadirnya Yan kongcu, Kongsun-siauhiap serta Sebun-toako dan Tokko-toako, maka kepandaian kalian yang tidak ada artinya tidak perlu lagi dipertunjukkan."
"Ah, memang sudah waktunya juga kita menyaksikan sejurus dua permainan Kongsun-siauhiap,"
Kata Yan Ho.
"Kepandaian orang kampung seperti diriku ini mana ada harganya buat ditonton, sudah kukatakan tadi, aku sendiri juga cuma ingin melihat saja,"
Kata Kong-sun Bok.
"Ha, ha, tampaknya Kongsun-siauhiap benar-benar sayang akan memperlihatkan kepandaiannya, agar perlu didorong dulu dengan minuman agar timbul hasratnya,"
Kata Yan Ho dengan tertawa.
Habis itu mendadak kedua jarinya menyelentik satu cawan arak yang penuh isinya menuju ke arah Kong-sun Bok.
Cawan arak itu tertaruh di atas meja, begitu diselentik segera cawan itu melayang ke depan, setelah berputar dua kali di udara, lalu meluncur lurus ke arah Kong-sun Bok, isi cawan ternyata tidak tercecer setitik pun.
Melihat jurus yang diunjukkan Yan Ho itu, semua orang ternganga kagum, semuanya bersorak dalam hati, tapi pandangan tetap mengikuti meluncurnya cawan arak itu tanpa ada yang berani bersuara.
Maklumlah, kalau saja cawan yang penuh berisi arak itu dilemparkan dengan tangan tanpa tercecer isinya, hal ini saja sudah amat sukar, apalagi sekarang cawan arak itu tertaruh di atas meja, lalu diselentik terbang ke atas tanpa tumpah isinya, betapa hebat caranya sungguh sukar dibayangkan dan terang jauh terlebih sukar daripada cara pertama tadi.
Begitulah semua orang menahan napas mengikuti meluncurnya awan arak itu.
Tertampak cawan arak itu melayang sampai di depan Kong-sun Bok, ketika pemuda itu membuka mulutnya, tiba-tiba cawan itu seperti terpegang oleh sebuah tangan yang tidak kelihatan, lalu menuangkan isinya ke dalam mulut Kong-sun Bok dan diminumnya hingga habis.
Lalu Kong-sun Bok menggigit cawan arak itu dan diletakkan perlahan di atas meja, kemudian ia berkata.
"Terima kasih atas suguhan arak Yan-kongcu ini. Tapi Siau-te tidak sanggup minum banyak-banyak, hanya terbatas satu cawan ini saja."
Setelah melongo terkesima sekian lama, baru sekarang semua orang serentak bersorak memuji kehebatan ilmu sakti Yan Ho itu. Tapi Yan Ho sendiri ternyata tidak nampak gembira, ia menyeringai dan berkata.
"Ah, apa kepandaianku ini, yang hebat adalah kepandaian Kongsun-siauhiap. Sungguh aku sangat kagum!"
Su Hong dan lain-lain masih menyangka Yan Ho sengaja bicara dengan rendah hati, hanya Han Hi-sun saja yang dapat menilai betapa hebat kepandaian Kong-sun Bok yang menerima suguhan arak lawannya itu. Dengan terbahak segera ia pun berkata.
"Ha, ha, menyuguh arak dan menerima suguhan, keduanya sama-sama hebat, boleh dikata satu sama lain adalah setimpal. Sekarang aku pun ingin menyuguh kalian berdua masing- masing satu cawan."
Han Hi-sun benar-benar bermaksud menyuguh arak dan tidak berani pamer kepandaian dan pakai tipu muslihat lain. Padahal cara Yan Ho menyelentik cawan arak tadi telah menggunakan tenaga "jari sakti"
Yang lihai, cawan arak itu didorong dengan tenaga dalam yang kuat, bilamana pihak penerima kurang kuat, kena ditumbuk oleh cawan arak itu saja sedikitnya dua gigi depannya akan rompal.
Tapi bagi pandangan semua orang, tampaknya cawan arak tadi seperti melayang sampai di depan Kong-sun Bok sehingga pemuda itu terpaksa harus membuka mulut untuk meminum isinya.
Padahal antara jarak cawan dan mulutnya masih selisih beberapa senti jauhnya, tapi sekali mulutnya menguap segera Kong-sun Bok menghirup habis isi cawan itu.
Yang dia gunakan adalah tenaga dalam tingkat tinggi, kepandaiannya ini pasti tidak di bawah cara menyelentik cawan oleh Yan Ho itu.
Hanya saja Kong-sun Bok tidak suka pamer sehingga orang lain tidak dapat mengetahui ilmu kepandaiannya.
Begitulah diam-diam Kong-sun Bok menjadi gusar entah apa maksud orang she Yan yang sengaja mengujinya itu.
Sebenarnya ia bermaksud membalas perbuatan Yan Ho itu, tapi segera ia anggap tidak perlu bertengkar dengan orang, ia lantas menerima suguhan arak Han Hi-sun tadi dan menjawab.
"Sesungguhnya Siau-te tidak sanggup minum lagi."
"Kongsun-toako sudah minum suguhan secawan Yan-kongcu, mana boleh suguhanku ini kau tolak, betapa pun engkau harus memberi muka padaku,"
Kata Han Hi-sun. Karena tiada alasan lagi, terpaksa Kong-sun Bok minum habis isi cawan itu. Menyusul Yan Ho lantas berkata pula.
"Kongsun-siauhiap ternyata sengaja menyembunyikan kepandaian sejati, jurus tadi sungguh membikin aku sangat kagum, aku menjadi ingin menyuguhi Kongsun-siauhiap barang satu cawan pula."
Diam-diam Kong-sun Bok menjadi sangsi apakah mereka sengaja membuatnya mabuk? Tapi jelas arak yang disuguhkan itu tertuang dari poci arak yang diminum bersama, sedikit banyak Kong-sun Bok juga dapat membedakan arak beracun atau tidak, dalam hal ini dia cukup yakin akan dirinya sendiri.
Pendekar Sejati Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Cuma apa maksud tujuan lawan sukar ditebak, ia sendirian pula, betapa pun ia merasa harus waspada.
Maka ia lantas menjawab.
"Ah, sedikit kepandaianku yang tak berarti itu termasuk hitungan apa? Mana aku berani menerima suguhan arak Yan- kongcu lagi. Maaf, betapa pun aku tidak sanggup minum pula."
Melihat lawan berkeras tidak mau terima suguhannya, terpaksa Yan Ho mencari jalan lain, katanya kemudian.
"Ilmu mengisap arak di udara yang maha sakti tadi masakah Kongsun-siauhiap anggap sebagai sedikit kepandaian yang tidak berarti, jika begitu pasti masih ada lagi ilmu sakti maha hebat yang belum diperlihatkan. Hari ini bagaimana pun juga Kongsun-siauhiap harus mainkan lagi satu-dua jurus lain agar kami bisa bertambah pengalaman. Nah, silakan Kongsun-siauhiap main satu jurus lagi dan segera aku akan minum tiga cawan."
"Ah, darimana aku sanggup pamer kepandaian lagi? Yan-kongcu sendiri memiliki ilmu sakti, akulah yang ingin minta Yan-kongcu sudi main sejurus lebih banyak,"
Jawab Kong-sun Bok dengan tak acuh. EBENARNYA sudah kukatakan aku hanya pintar menonton dan tidak bisa memainkan,"
Kata Yan Ho.
"Tapi kalau Kongsun-siauhiap sudi memainkan satu jurus, maka bolehlah aku mengikuti engkau buat latihan."
Ucapan Yan Ho ini sudah bernada "menantang", tapi Kong-sun Bok berlagak tidak tahu saja, katanya.
"Ah, mana aku berani minta Yan-kongcu latihan bersama, engkau suka berkelakar saja tampaknya."
Han Hi-sun lantas menimbrung.
"Yan-kongcu, ucapanmu tadi memang ada benarnya. Kepandaian Kongsun-siauhiap yang sejati adalah ilmu Tiam- hiat yang maha sakti, jurus yang dia perlihatkan tadi meski hebat, tapi kalau dibandingkan ilmu menotoknya yang maha sakti itu boleh dikata bukan apa- apa."
"Ah, Han-kongcu juga suka berkelakar,"
Sahut Kong-sun Bok. Kebetulan waktu itu seorang pelayan sedang mengantarkan satu nampan masakan "Him-ciang" (kaki beruang), dengan tertawa Han Hi-sun berkata pula.
"Nah, mumpung masih panas, silakan dahar dulu, habis makan barulah kita bicara lagi tentang ilmu silat."
Kesempatan itu segera digunakan oleh Yan Ho untuk mengatur perangkap, ia mengedipi kedua pengiringnya tadi, segera Sebun Cu-sik dan Tok-ko Heng berbangkit dengan lagak hendak meladeni Kong-sun Bok, yang satu berlagak hendak menyumpit masakan kaki beruang itu dan yang lain hendak menuangkan arak.
Kong-sun Bok tahu kedua orang ini pasti bukan kaum hamba biasa dan tidaklah layak mendapat pelayanan mereka, maka cepat ia pun berdiri dan berkata.
"Ah, mana boleh kalian meladeni aku, biarlah aku menuang sendiri saja!"
Jilid 27
"S Tapi si jangkung yang menyumpitkan daharan itu mendadak memutar sumpitnya untuk menahan sumpit Kong-sun Bok, katanya.
"Kongsun- siauhiap janganlah sungkan, sudah seharusnya hamba meladeni engkau."
Sembari bicara, secepat kilat sumpitnya menyelinap hendak menotok nadi pergelangan tangan Kong-sun Bok.
Keruan Kong-sun Bok menjadi murka, jadi mereka memang hendak menjebak diriku! Demikian ia pikir.
Segera ia kerahkan tenaga pada ujung sumpit, sekali menggetar, kontan sumpit Sebun Cu-sik tergetar ke samping, bahkan ujung sumpit Kong-sun Bok terus mengarah ke Lau-kong-hiat di telapak tangan lawan.
Sebagai ahli Tiam-hiat, tentu saja Sebun Cu-sik terkejut, cepat ia melangkah mundur dan sepasang sumpit yang dipegangnya menjadi terlepas.
Saat itu baru saja Kong-sun Bok berdiri, pengiring yang pendek tadi, yaitu Tok-ko Heng segera menahan pundaknya sambil berkata.
"Harap Kongsun- siauhiap sudi minum secawan ini, kalau tidak, tentu hamba akan dimarahi Cukong!"
Kong-sun Bok tahu Tok-ko Heng ini mahir ilmu Hu-kut-ciang, jelas gerak menahan pundaknya itu tidak bertujuan baik, ia menjadi gusar dan mendengus.
"Kan sudah kukatakan kepada Kong-cu kalian bahwa aku tidak sanggup minum lagi."
Berbareng itu terdengarlah Tok-ko Heng menjerit sambil melompat ke samping.
Kiranya tenaga tekanan tangannya yang berbisa itu telah ditolak kembali oleh Hou-deh-sin-kang (ilmu sakti pelindung badan) Kong-sun Bok yang hebat sehingga terpaksa Tok-ko Heng melepaskan pundak orang, kalau tidak, dia sendiri tentu akan terluka oleh racun pukulannya sendiri.
Itupun Kong-sun Bok telah berbuat murah hati, tenaga tolakan yang dilontarkan tidak terlalu keras, kalau tidak, Tok-ko Heng pasti akan celaka.
Begitulah cepat Tok-ko Heng mengerahkan tenaga dalam untuk melancarkan darah, dengan muka muram ia berkata.
"Kongsun-siauhiap, aku bermaksud baik mewakili Cukong menyuguh arak padamu, engkau tidak mau minum tidaklah menjadi soal, tapi mengapa engkau membikin malu padaku?"
Peristiwa yang timbul mendadak itu membikin Su Hong dan lain-lain hanya saling pandang dengan bingung. Mendadak Yan Ho berbangkit dan berkata.
"Kalau Kongsun-siauhiap tidak sudi memberi muka kepada kaum hambaku, kepada diriku sepantasnya memberi muka sedikit, umpama tidak sanggup minum banyak, setengah cawan kiranya dapat minum lagi bukan?"
"Sekali kukatakan tidak dapat minum lagi tetap aku tidak minum,"
Kata Kong-sun Bok dengan aseran.
"Engkau tidak mau minum arak, baiklah silakan dahar saja!"
Kata Yan Ho, segera ia menyumpit sepotong kaki beruang dan disodorkan ke hadapan Kong-sun Bok.
Karena sumpit orang menyelonong tiba secara mendadak, Kong-sun Bok menjadi terkejut.
Ternyata gerak sumpit Yan Ho itu mengandung gerak ilmu Tiam-hiat yang lihai dan sangat ruwet, entah berapa kali lebih hebat daripada ilmu menotok Sebun Cu-sik.
"Tampaknya Yan-kongcu sengaja hendak menguji kepandaianku ya?"
Kata Kong-sun Bok dengan gusar. Berbareng ia pun angkat sumpitnya menangkis ke depan dengan gerakan "Keng-sin-ci-hoat"
Yang hebat, selain untuk mematahkan gerak serangan lawan, bahkan balas menotok Hiat-to musuh.
"Ha, ha, ha, Kongsun-siauhiap benar-benar tidak bernama kosong, Siau- te memang hendak belajar kenal dengan ilmu Tiam-hiatmu,"
Seru Yan Ho dengan tertawa.
"He, he, memangnya pertemuan kita ini hendak saling belajar kenal kepandaian masing-masing, istilah menguji yang Kongsun- siauhiap gunakan terasa agak berat bagiku."
Dengan terbahak mendadak Han Hi-sun ikut bicara.
"Ha, ha, ha! Kalian berdua saling tukar pengalaman, kebetulan bagi kami untuk menontonnya."
Setelah menyambut beberapa kali serangan Yan Ho, hati Kong-sun Bok semakin terheran-heran dan sangsi.
"Apakah barangkali Yan Ho ini adalah Suheng Han Hi-sun? Tampaknya Keng-sin-ci-hoat orang she Yan ini jauh di atas Han Hi-sun!"
"Keng-sin-ci-hoat" (ilmu jari sakti) yang dimaksud berasal dari lukisan Hiat-to-tong-jin, sebagian dari ilmu yang tertera pada lukisan itu diperoleh Bu-lim-thian-kiau dan telah diajarkan kepada Kong-sun Bok. Dan baru saja diketahui bahwa lukisan aslinya itu ternyata berada pada tangan guru Han Hi-sun, yaitu Thio Tay-tian. Begitulah kekuatan kedua pemuda itu ternyata sama kuatnya, cuma Yan Ho menyerang lebih dulu sehingga Kong-sun Bok terdesak dari tempat berdirinya semula. Tanpa terasa kedua orang telah meninggalkan meja makan dan bertarung di tengah halaman taman. Suatu kali Kong-sun Bok mengerahkan tenaga dalam sekuatnya, ketika kedua pasang sumpit beradu.
"krak", sumpit kedua orang sama-sama patah. Yan Ho membuang sumpitnya, dengan jarinya yang kuat laksana belati ia terus menotok pula. Dalam hati Kong-sun Bok sangat mendongkol, pikirnya.
"Katanya cuma belajar kenal kepandaian masing-masing saja, tapi kau masih terus menyerang, jelas tidak bermaksud baik. Ilmu menotoknya yang lihai ini agaknya tidak di bawah Keng-sin-ci-hoat ajaran Tam-sioksiok. Mumpung bertemu lawan tangguh begini, biarlah aku mengiringi dia main lagi beberapa jurus."
Sebenarnya kalau bicara mengenai ilmu Tiam-hiat, kedua orang itu sama- sama memiliki gaya sendiri-sendiri, hanya saja gerak serangan Keng-sin-ci- hoat yang dimainkan Yan Ho ternyata terlebih banyak daripada Kong-sun Bok.
Tapi dalam hal lwekang Yan Ho berbalik kalah kuat.
Sebab itulah kalau bertanding sungguh-sungguh Kong-sun Bok yakin akan menang.
Tadi waktu kedua pasang sumpit beradu dan sama-sama patah, hal ini memang disengaja oleh Kong-sun Bok mengingat orang she Yan itu adalah tamu agung tuan rumah, tidaklah enak kalau dilukainya.
Tapi justru lantaran Kong-sun Bok merasa tidak baik melukai lawannya, hal ini menjadi merugikan diri sendiri.
Pertarungan kedua orang dilakukan sepenuh tenaga, dengan sendirinya Kong-sun Bok menjadi terdesak di bawah angin akhirnya.
Begitulah Su Hong dan begundalnya menjadi senang dan bersorak memuji bagi keunggulan Yan Ho, sebaliknya Kong-sun Bok sangat mendongkol, ia pikir kalau lawan tidak diberi tahu rasa sedikit tentu tidak akan kapok.
Akan tetapi di sinilah sulitnya.
Cara bagaimana dia harus membikin lawan kapok tanpa melukainya? Sekonyong-konyong Kong-sun Bok mendapat akal, ia keluarkan Tay-yan- pat-sik keluarga Siang, tenaga dalamnya makin lama makin kuat, ia pikir dalam tigapuluh jurus lawan pasti akan dibikin lemas dan lelah, akhirnya akan kapok dan mundur teratur.
Benar juga, baru tujuh-delapan jurus keadaan Yan Ho sudah mulai payah, tampaknya tidak sanggup bertahan lagi.
Tapi aneh juga, Kong-sun Bok sendiri pun merasa kekurangan tenaga, padahal ia justru makin mengerahkan tenaga dalamnya, tapi kini terasa tenaga sukar dikerahkan lagi.
Di tengah pertarungan sengit itu, tertampak kedua pengiring Yan Ho tadi menyingkir pergi.
Tok-ko Heng telah memegangi Hian-tiat-po-san.
Sebun Cu-sik ikut di belakang kawannya itu dan berkata dengan tertawa.
"Bocah ini pasti bukan tandingan Kong-cu kita, marilah kita pergi saja!"
"Silakan jika kedua Toako ingin pergi mengaso, kata Han Hi-sun, sebagai tuan rumah, terhadap perbuatan Tok-ko Heng yang mengambil payung pusaka Kong-sun Bok itu ternyata dianggap tidak tahu saja. Kong-sun Bok menjadi gusar dan berteriak.
"He, kenapa kau mencuri payungku? Yan-kongcu, jika kau tidak urus anak buahmu, terpaksa aku ambil tindakan sendiri!"
Habis itu segera ia mengudak ke arah Tok-ko Heng, tapi Yan Ho terus membayanginya, kedua jari segera menotok punggungnya sambil berkata.
"Pertandingan kita belum selesai, kenapa kau mau pergi begitu saja?"
Sudah tentu Kong-sun Bok tidak membiarkan dirinya tertotok, terpaksa ia membalik untuk menandingi lawan lagi, katanya dengan gusar.
"Yan- kongcu, jadi kau sengaja membiarkan perbuatan anak buahmu yang tidak pantas itu?"
"Ai, dia kan cuma pinjam saja sebentar, kenapa kau menjadi kelabakan?"
Kata Yan Ho dengan tertawa.
Serentak Su Hong dan begundalnya pada mengomel, ada yang menganggap Kong-sun Bok terlalu kikir, sebuah payung saja dianggapnya seperti mestika, malahan ada yang mencaci-maki dan anggap Kong-sun Bok sembarangan menuduh orang mencuri, masakah bawahan Yan-kongcu sudi menjadi pencuri segala.
Selaku tuan rumah, Han Hi-sun ternyata tidak ambil pusing, dengan tertawa ia malah ikut berkata.
"Ya, jangan kuatir, Kongsun-siauhiap! Asal kau mampu mengalahkan Yan-kongcu, dengan sendirinya payungmu itu akan dikembalikan padamu. Jika kau tidak sanggup menang, he, he, selaku tuan rumah biarlah aku mengambil keputusan begini, payung itu akan kujadikan hadiah bagi si pemenang!"
Yan Ho menjadi terkejut, ia heran apakah mungkin obat yang dia taruh di dalam arak belum bekerja, mengapa kekuatan lawan masih begitu hebat? Begitu hebat totokan Kong-sun Bok itu sehingga Yan Ho terpaksa main mundur terus.
Tapi pada totokan ketiga, sekonyong-konyong Kong-sun Bok merasa ada hambatan pada pernapasannya, tenaga sukar dikerahkan lebih lanjut.
Pada saat itulah mendadak di bawah ketiak terasa kesemutan, nyana dia telah kena ditotok oleh jari Yan Ho.
Sayup-sayup Kong-sun Bok mendengar gelak tertawa Han Hi-sun dan katanya.
"Kau yang menang, Yan-kongcu, hadiah ini pantas menjadi milikmu!" ~ Hanya ucapan itu saja masih dapat didengar olehnya, habis itu ia lantas tidak sadarkan diri. Entah lewat berapa lamanya, perlahan Kong-sun Bok siuman kembali dan mendapatkan dirinya terkurung di dalam sebuah rumah batu. Dengan gusar ia berteriak.
"Han Hi-sun, percumalah kau sebagai putera perdana menteri, mengapa kau menjebak diriku dengan cara rendah begini!" ~ Dengan murka ia terus menghantam ke dinding, tapi meski dia berteriak- teriak dan kepalan terasa sakit tetap tiada orang menggubrisnya. Setelah melampiaskan rasa murkanya itu, Kong-sun Bok mengerahkan tenaga dalam sendiri, tidak seperti biasanya, tapi juga tidak hilang seluruhnya. Ia coba tenangkan diri dan memikirkan pengalamannya tadi.
"Cara bagaimanakah aku terjebak mereka? Padahal arak itu diminum bersama, aku pun tidak merasakan ada tanda-tanda keracunan?"
Memang betul arak yang diminum bersama itu tertuang dari satu poci, tapi cawan yang digunakan Kong-sun Bok itu justru berbeda daripada cawan yang dipakai orang lain, pada dasar cawannya itu terpoles obat, yaitu sejenis obat rahasia buatan istana kerajaan Kim, obat itu tidak berwarna dan tidak berbau, khasiatnya dapat membuat lenyap tenaga dalam jago yang paling lihai sekali pun, tapi tidak berbahaya bagi kesehatan.
Begitulah kira-kira setengah jam kemudian barulah terdengar ada suara tindakan orang mendatangi, segera Kong-sun Bok berteriak.
"Suruh Han Hi- sun ke sini!"
Pendatang itu ternyata kaum hamba biasa, ia menjawab.
"Aku hanya diperintahkan membawa daharan ke sini!"
Habis berkata, budak itu mengangsurkan sebuah nampan melalui jendela, di tengah nampan ada nasi putih yang masih hangat, seekor ayam panggang yang berbau sedap, selain itu ada pula satu poci arak.
"Aku tidak sudi makan barang busuk kalian!"
Teriak Kong-sun Bok dengan gusar, sekali mendorong, seketika nampan itu terlempar keluar dan jatuh berantakan.
Budak itu tidak bersuara, ia membersihkan daharan yang berserakan di lantai lalu pergi.
Entah selang berapa lama pula, makin terasa lapar perut Kong-sun Bok, terutama rasa hausnya.
Budak itu kembali datang mengantarkan makanan dan berkata padanya.
"Buat apa kau membikin susah perutmu sendiri? Kata peribahasa, selama gunung masih menghijau masakah kuatir tidak ada kayu bakar? Andaikan kau hendak berkelahi lagi toh kau perlu memupuk tenaga dulu!"
Habis itu ia menyodorkan lagi nampan makanan melalui daun jendela.
Setelah kelaparan, pikiran Kong-sun Bok menjadi lebih jernih, ia pikir kalau Han Hi-sun hendak membunuhnya tentu sudah sejak tadi dilakukannya, buat apa menaruh racun pula di dalam makanan ini? Ucapan budak ini ada benarnya juga, selama gunung masih menghijau masakah kuatir tidak ada kayu bakar? Ya, peduli amat, paling perlu makan kenyang dulu, paling-paling mati keracunan olehnya.
Begitulah ia lantas menyikat habis daharan di nampan itu.
Sesudah makan kenyang, tenaga terasa banyak bertambah dan tidak merasakan ada tanda keracunan.
Namun sekelilingnya adalah dinding batu belaka, lubang jendela itu hanya cukup untuk memasukkan sebuah nampan berisi makanan saja, untuk diterobos sesosok tubuh jelas tidak bisa.
Makin dipikir makin heran Kong-sun Bok, ia tidak mengerti mengapa dirinya dikurung di situ? Kalau orang she Yan itu bersekongkol dengan Han Hi-sun untuk merebut payung pusakanya, setelah berhasil seharusnya mereka membunuh dirinya, tapi mengapa hanya disekap saja? Sedang termenung, tiba-tiba terdengar suara pintu penjara itu berbunyi berkeriutan, menyusul terdengar suara gembok dibuka, pandangan Kong- sun Bok lantas terbeliak, di luar pintu tampak berdiri dua orang.
Siapa lagi mereka kalau bukan Han Hi-sun dan Yan Ho.
Tanpa pikir Kong-sun Bok terus melompat bangun dan menerjang keluar pintu penjara sambil membentak.
"Han Hi-sun, terhitung orang gagah macam apa perbuatan kalian ini?"
"Jangan marah dulu, Kongsun-heng,"
Sahut Han Hi-sun dengan tertawa.
"Justru apa yang kulakukan ini adalah demi kebaikanmu!"
"Hm, kalian telah merampas barangku dan memenjarakan diriku, apakah ini bermaksud baik? Huh, putera perdana menteri ternyata perbuatannya mirip dengan bandit, kenapa kau tidak sekalian membunuh diriku saja?"
"Wah, ucapan Kongsun-heng terasa menusuk telinga,"
Ujar Han Hi-sun sambil mengerut kening.
"Kan payungmu ini telah dianggap sebagai barang hadiah untuk Yan-kongcu sebagai pemenangnya, mengapa kau katakan orang merampasnya?"
Padahal Kong-sun Bok tidak pernah menyatakan payung pusakanya digunakan sebagai barang taruhan, tapi Han Hi-sun sendirilah yang bicara begitu. Keruan Kong-sun Bok menjadi gusar, katanya.
"Kalau dia benar-benar dapat mengalahkan aku, sebenarnya boleh juga kuberikan payungku itu, tapi kalian justru menjebak diriku dengan cara yang kotor dan memalukan!"
Yan Ho ternyata tenang saja, katanya dengan tertawa.
"Kong-sun-heng, cara bagaimana aku menjebak diriku? Coba kau mengaku sendiri, bukankah kau jatuh pingsan oleh karena totokanku?"
"Siapa tahu permainan kotor apa yang kalian lakukan? Pendek kata kalau pertandingan dilakukan secara jujur, betapa pun aku pasti takkan kalah padamu!"
Jawab Kong-sun Bok dengan penasaran. Kong-sun Bok menyangsikan mereka menaruh racun di dalam arak yang diminumnya itu, cuma susahnya dia tak dapat membuktikan hal itu. Dengan tertawa Yan Ho berkata pula.
"O, jadi kau merasa penasaran atas kekalahanmu itu. Hal itu bukan soal, biarlah kita bertanding lagi, kalau kau dapat mengalahkan aku, payung kesayanganmu itu akan kukembalikan padamu."
Pendekar Sejati Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Nah, sekarang boleh kujelaskan maksud baikku,"
Sambung Han Hi- sun.
"Soalnya aku kuatir engkau tidak sudi tinggal lebih lama di sini, terpaksa ku kurung kau di sini agar Yan-kongcu dapat main-main dengan kau, kalau kekalahanmu yang pertama kali tadi terasa penasaran bagimu, boleh kau bertanding lagi, bila perlu masih bisa diteruskan untuk ketiga kalinya. Betapa pun kepandaian Yan-kongcu toh masih sanggup untuk menjadi lawanmu, jika kalian saling tukar pengalaman dan kepandaian masing-masing, hal ini tentu juga berfaedah bagi kedua pihak bukan?"
Sesungguhnya Kong-sun Bok memang merasa gemas dan ingin menghajar adat kepada orang she Yan itu, ia pikir toh dirinya sudah terjebak di tempat orang, peduli apa maksud tujuan mereka, biar kuhantam dulu keparat ini.
Karena pikiran itu, segera ia membentak.
"Baiklah, tidak perlu banyak mulut, silakan maju!"
Maka kedua orang kembali bertanding lagi.
Karena kini Kong-sun Bok tidak peduli lagi siapa lawannya, maka dia dapat menyerang dengan bebas dan gencar.
Yan Ho tetap menggunakan Keng-sin-ci-hoat untuk melawan Kong-sun Bok, perubahan ilmu totokannya itu aneka macam gerakannya, mau tak mau Kong-sun Bok merasa sangat kagum.
Segera ia keluarkan segenap kemahirannya, antara limapuluh jurus permulaan dia dapat berada di atas angin, tapi aneh juga, setelah lebih limapuluh jurus, kembali sejarah terulang, tenaganya mulai lemah, sedikit meleng saja kembali ia kena tertotok oleh Yan Ho, ia jatuh pingsan pula.
Waktu siuman, keadaan sekeliling gelap- gulita, ternyata dia telah berada kembali di kamar penjara semula.
Diam-diam ia berpikir pasti di dalam daharannya ditaruh sesuatu obat, ia heran mengapa orang she Yan dan Han Hi-sun tidak mau membunuhnya saja.
Dasar Kong-sun Bok sendiri juga keranjingan ilmu silat, ia merasa ilmu Tiam-hiat yang digunakan Yan Ho itu sesungguhnya juga berharga baginya untuk diselami secara mendalam, maka ia telah mengambil keputusan akan mengiringi keinginan orang, jika mereka bermaksud mempermainkan diriku, biar aku pun mempermainkan mereka.
Begitulah, ketika budak itu mengantarkan daharan, segera ia makan sekenyangnya.
Benar juga, setelah dia makan kenyang, kembali Yan Ho dan Han Hi-sun datang lagi menantang bertanding.
Semuanya terjadi seperti sebelumnya, lewat limapuluh jurus, Kong-sun Bok mulai merasa tenaga menjadi lemah dan lagi-lagi dia tertotok roboh oleh Yan Ho.
Dengan cara begitulah beberapa hari telah berlalu, setiap hari Yan Ho tentu datang bertanding dengan dia, Kong-sun Bok telah mengeluarkan segenap kepandaiannya untuk melayani orang.
Suatu malam, selagi Kong-sun Bok duduk bersila untuk menghimpun tenaga dan bersiap untuk menghadapi Yan Ho esok paginya.
Tiba-tiba terdengar suara pintu penjara itu berkeriutan.
Kong-sun Bok menjadi heran, biasanya mereka datang pada siang hari, mengapa sekarang mereka datang pada waktu malam? Sesudah pintu penjara terbuka, di bawah sinar bulan yang remang tertampak berdiri di luar sana seorang kakek berjenggot putih.
Segera Kong- sun Bok mengenali kakek itu adalah Pek Tik adanya.
Ia terkejut dan bertanya.
"Pek-locianpwe, engkau sudah tahu akan persoalan diriku?"
"Ssst,"
Tiba-tiba Pek Tik mendesis.
"jangan bersuara, akan kubawa kau keluar!"
"Kemana?"
Tanya Kong-sun Bok dengan suara tertahan.
"Menemui Suhumu!"
Bisik Pek Tik. Girang sekali Kong-sun Bok, pikirnya.
"Perbuatan Han Hi-sun yang kurangajar ini pasti di luar tahu ayahnya, apabila bertemu dengan Suhu tentu rasa penasaranku ini dapat terbalas."
Begitulah Pek Tik lantas membawa Kong-sun Bok menyusuri taman itu, setelah mengitar ke sana dan menerobos sebuah serambi, kemudian mereka memasuki sebuah jalanan berliku yang rimbun oleh pepohonan, tiba-tiba Pek Tik memberi isyarat agar Kong-sun Bok berjongkok.
Tertampak di samping sana ada sebuah rumah indah yang diterangi oleh cahaya lampu, dua sosok bayangan orang tampak pada tirai jendela, samar- samar dapat dibedakan kedua bayangan orang itu adalah Han Hi-sun dan Yan Ho.
Rupanya jalan yang mereka ambil itu harus melalui kamar baca Han Hi-sun.
Kong-sun Bok coba mendekam di tanah untuk mendengarkan, sayup- sayup terdengar suara Han Hi-sun sedang bicara.
"Selamat Pwe-lik, ilmu Tiam-hiat dari Hiat-to-tong-jin itu kini boleh dikata sudah lengkap kau pelajari, intisari kepandaian Bing-bing Taysu rasanya engkau juga sudah dapat merabanya."
Tidak habis heran Kong-sun Bok mendengar ucapan Han Hi-sun itu, apakah barangkali Yan Ho itu bukan bangsa Han, mengapa Han Hi-sun menyebutnya "Pwe-lik". Padahal "Pwe-lik"
Adalah sebutan terhadap pangeran kerajaan Kim. Maka terdengarlah Yan Ho sedang menjawab dengan tertawa.
"Han- kongcu, kukira kita tidak perlu membedakan sana dan sini lagi, selama beberapa hari ini engkau sendiri kan juga mengikuti pertandinganku dengan dia, hasil pendapatanmu tentunya juga tidak sedikit, kita tentu dapat saling tukar pengalaman pula."
Baru sekarang Kong-sun Bok menyadari duduknya perkara, jadi maksud orang she Yan itu mengajak bertanding padaku, tujuannya tidak lain ialah ingin mencuri belajar ilmu silatku. Demikian pikirnya. Lalu terdengarlah Yan Ho berkata pula.
"Sudah cukup lama aku meninggalkan rumah, mungkin dalam waktu singkat aku akan pulang. Bocah ini rasanya tidak banyak berguna lagi bagiku, besok aku ingin bertanding lagi untuk penghabisan kalinya dengan dia. Dan selanjutnya terserah padamu untuk menyelesaikan dia."
"Jika Pwe-lik tidak memerlukan dia lagi, besok lusa biar kubinasakan dia saja dan habis perkara,"
Kata Han Hi-sun dengan tertawa. Merinding Kong-sun Bok mendengar percakapan mereka itu, diam-diam ia bersyukur Pek Tik keburu menolongnya keluar, kalau tidak, besok dirinya pasti sudah mati konyol tanpa mengetahui apa sebabnya.
"Marilah kita lekas pergi dari sini!"
Demikian Pek Tik menariknya untuk meneruskan perjalanan ke depan, setelah melintasi sebuah pagar tembok, kini mereka sudah berada di luar istana perdana menteri. Kong-sun Bok menjadi heran dan bertanya.
"Bukankah Suhu tinggal di dalam istana perdana menteri?"
"Dia baru pindah pagi tadi, kini tinggal di suatu hotel kecil,"
Tutur Pek Tik.
"Apakah terjadi sesuatu?"
Tanya Kong-sun Bok pula.
"Sudahlah, setelah bertemu gurumu tentu kau akan tahu persoalannya,"
Ujar Pek Tik.
Lalu ia membawa Kong-sun Bok masuk ke kota dan menuju suatu rumah penginapan kecil, pada waktu itulah fajar baru saja menyingsing.
Setelah Pek Tik dan Kong-sun Bok masuk kamar tempat mondok Kheng Ciau, dengan tertawa Pek Tik lantas berkata.
"Kheng-tayhiap, syukur aku telah memenuhi tugasku dan berhasil membawa muridmu ke sini!"
Dengan kejut dan girang Kong-sun Bok lantas memberi hormat kepada sang guru dan bertanya.
"Suhu, mengapa engkau pindah tinggal di sini?"
Kheng Ciau tidak lantas menajwab, ia mengamat-amati sejenak pemuda itu, lalu berkata.
"Anak Bok, kau jangan terburu ingin tahu, biar kupulihkan dulu tenagamu. Kau harus duduk dengan tenang, gunakan inti lwekang perguruan kita dan mengerahkan ilmu Tay-heng-pat-sik."
Kong-sun Bok menuruti petunjuk itu, Kheng Ciau lantas pegang kedua tangannya dan menyalurkan tenaga murni untuk membantunya, selang sekian lama, akhirnya Kong-sun Bok merasa jalan darah menjadi lancar, badan pun terasa segar.
"Cukuplah,"
Kata Kheng Ciau sambil melepas tangannya.
"Apakah kau masih merasakan sesuatu yang tidak enak?"
"Terima kasih, Suhu, kini tidak terasa ada sesuatu gangguan lagi,"
Jawab Kong-sun Bok.
"Tentunya aku telah kena dikerjai oleh Han Hi-sun dan orang she Yan itu."
"Benar, mereka telah menaruh obat di dalam makananmu, sejenis obat yang dapat memusnahkan tenaga dalam,"
Tutur Kheng Ciau.
"Syukurlah obat itu bukan racun yang jahat, pula mereka bertujuan memeras ilmu silatmu, betapa pun tenaga dalammu tidak boleh termusnah seluruhnya, sebab itulah mereka tidak menaruh obat itu sepenuhnya, makanya aku pun dapat memulihkan kekuatanmu dalam waktu yang tidak terlalu lama."
"Suhu, jadi engkau mengetahui cara bagaimana mereka mengerjai murid?"
Tanya Kong-sun Bok. Lalu ia pun menceritakan pengalamannya dan bertanya pula.
"Orang macam apakah Yan-kongcu itu? Dia telah mencuri Hian-tiat-po-san, dapatkah Suhu melaporkan hal ini kepada Paduka Perdana Menteri agar beliau menyelesaikan perbuatan puteranya dan orang she Yan itu."
Tapi dengan menghela napas Kheng Ciau menjawab.
"Negeri Song Raya ini saja akan mereka persembahkan seluruhnya kepada orang she Yan itu, hanya sebuah payungmu itu terhitung apa? Mana aku dapat memintanya kembali kepada Han To-yu?"
Kong-sun Bok terkejut.
"Sesungguhnya orang macam apakah pemuda she Yan itu?"
Tanyanya cepat.
"Sebenarnya dia bukan she Yan, lengkapnya dia she Wan-yan, namanya memang betul Ho,"
Tutur Kheng Ciau.
"Jadi nama lengkapnya Wan-yan Ho? Kedengarannya seperti nama orang Kim?"
Ujar Kong-sun Bok.
"Ya, malahan bukan orang Kim biasa, ayah Wan-yan Ho adalah paman raja Kim yang bertakhta, namanya Wanyan Tiang-ci dan menjabat sebagai panglima besar pasukan pengawal kerajaan,"
Tutur Kheng Ciau pula.
"O, kiranya ayahnya ialah Wanyan Tiang-ci, pantas Han Hi-sun menyebutnya sebagai Pwe-lik dan begitu menghormat padanya,"
Kata Kong- sun Bok.
"Wanyan Tiang-ci adalah jago nomor satu kerajaan Kim,"
Kata Kheng Ciau.
"Setelah kerajaan Kim berhasil merampas Hiat-to-tong-jin dari istana raja Song, dia sendiri yang memimpin suatu kelompok ahli untuk mempelajari ilmu silat yang tertera pada gambar penjelasan mengenai patung tembaga itu. Kabarnya dia banyak mengumpulkan cendekiawan bangsa Kim, selama sepuluh tahun mereka melukis kembali sebuah gambar patung, walaupun gambar salinan ini tidak selengkap gambar asli curian itu, tapi tidak sedikit juga hasil yang dapat mereka kumpulkan. Kemudian gambar itu tercuri sebagian oleh Bu-lim-thian-kiau, namun isinya toh tidak selengkap hasil yang diperoleh Wanyan Tiang-ci itu."
"Makanya Wan-yan Ho ingin bertanding dengan aku, kini aku pun paham persoalannya,"
Kata Kong-sun Bok. Kemudian ditambahkannya pula.
"Gambar asli dari istana Song itu kini murid pun mengetahuinya, kabarnya kini berada di tangan guru Han Hi- sun."
"Ya, hal inipun kudengar,"
Kata Pek Tik.
"Hubungan erat antara Han Hi- sun dan Wan-yan Ho selain urusan dinas juga disebabkan adanya saling tukar pengetahuan tentang gambar pusaka itu."
"Kerajaan Kim dan Song adalah negeri yang bermusuhan, kini hanya dalam keadaan gencatan senjata untuk sementara, mengapa Wan-yan Ho berani bertamu ke istana perdana menteri?"
Tanya Kong-sun Bok.
"Wan-yan Ho itu justru bertugas sebagai urusan rahasia raja Kim,"
Tutur Kheng Ciau.
"Pihak Kim tidak ingin mengutus duta secara resmi, sebab kuatir diketahui pihak Mongol. Sebab itu Wan-yan Ho dalam kedudukannya sebagai Pwe-lik negeri Kim mengadakan perundingan rahasia dengan perdana menteri kerajaan Song."
"Kaum penjajah Kim telah menduduki hampir separoh negeri Song kita, apa yang perlu dirundingkan dengan mereka?"
Ujar Kong-sun Bok dengan penasaran.
"Lantaran itulah maka ibukota kerajaan Song setelah hijrah ke kota Hang-ciu telah mengganti namanya menjadi kota Lim-an, artinya mencari selamat untuk sementara, tentu saja keselamatan rakyat tidak pernah terpikir oleh kaum penguasa, kalau tidak, masakah sampai terjadi menteri dorna menganiaya panglima setia seperti Gak Hui?"
Kata Kheng Ciau.
"Hanya sekali ini urusan kedatangan Wan-yan Ho ini jauh lebih ruwet daripada dahulu menteri dorna Cin Kwe bersekongkol dengan pihak Kim."
"Apa yang mereka rundingkan, apakah Kheng-toako mengetahuinya?"
Tanya Pek Tik.
"Sebagai seorang panglima perang pada saat ini, betapa pun Han To-yu harus memberikan sedikit keterangan padaku,"
Jawab Kheng Ciau.
"Setahuku, permulaan tahun ini pihak Mongol juga pernah mengirim utusan rahasia ke sini, Khan Mongol minta berserikat dengan Song untuk menghadapi Kim, bila Kim dapat dibasmi, Mongol bersedia mengembalikan wilayah Song yang diduduki kerajaan Kim."
"Mungkin itu cuma diplomasi tipuan belaka,"
Ujar Pek Tik.
"Bila Mongol benar ingin berserikat dengan pihak Song sejujurnya, kenapa mereka mengerahkan pasukannya menyerbu daerah Siam-say dan Su-cwan, pula menunggangi pengacauan Su Thian-tik di lembah sungai Hway?"
"Benar, memang di antara pembesar yang berjiwa patriot banyak yang mempunyai pandangan sama dengan kau,"
Kata Kheng Ciau.
"Sebab itulah selama setengah tahun ini pemerintah menjadi ragu-ragu apakah mesti berserikat dengan Mongol atau tidak. Tampaknya pihak Kim juga sudah mendapat berita, makanya buru-buru mengirim Wan-yan Ho ke sini. Hongsiang (kaisar) sendiri dan Han-siangkok (perdana menteri Han) agaknya serba susah, mereka takut kepada Mongol dan juga jeri terhadap pihak Kim, cuma Mongol berjarak lebih jauh, sedangkan negeri Kim lebih dekat, mereka menjadi kuatir kalau-kalau pasukan Kim menyerbu ke selatan lebih dulu sebelum pihak Mongol sempat mencaplok negeri Kim. Sebab itulah mereka pun menyambut kedatangan Wan-yan Ho dan ingin tahu sampai dimana penawaran pihak Kim."
"Wah, jika begitu naga-naganya tanah air kita ini sama saja seperti barang lelangan belaka!"
Kata Pek Tik dengan menghela napas.
"Dasarnya juga kebetulan,"
Tutur Kheng Ciau pula.
"Lantaran pihak Mongol sendiri sedang ribut penggantian Khan Agung mereka, karena itu rencana penyerbuan ke negeri Kim harus tertunda satu tahun sedikitnya, setelah Hongsiang dan Han-siangkok mengetahui harga penawaran Kim, mereka lantas ingin berdamai dulu dengan negeri Kim, katanya politik mereka ini adalah politik damai menurut arah angin."
"Bagaimana harga penawaran negeri Kim itu?"
Tanya Kong-sun Bok.
"Kedua negeri setuju memerintah wilayah masing-masing menurut batas sungai Tiang-kang, kedua negeri bersatu pula menumpas bandit,"
Kata Kheng Ciau.
"Bandit apa lagi?"
Tanya Kong-sun Bok heran.
Pendekar Sejati Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Bandit yang mereka maksudkan masakah kau tidak tahu, sudah tentu laskar rakyat yang jelas-jelas mengangkat senjata melakukan perlawanan terhadap penyerbuan pihak Kim,"
Tutur Kheng Ciau.
"Kalau begitu, kan diriku inipun juga bandit?"
Ujar Kong-sun Bok dengan gemas.
"Ya, kau datang dari Kim-keh-nia, kau memang bandit tulen,"
Kata Pek Tik dengan tertawa getir.
"Aku berhubungan dengan Kim-keh-nia kalian, aku pun terbukti menjadi agen rahasia kaum bandit."
"Suhu,"
Kata Kong-sun Bok.
"engkau adalah Cong-peng, kalau Hongsiang menugaskan engkau menumpas bandit, lantas bagaimana tindakanmu?"
"Aku kini sudah bukan Cong-peng lagi,"
Jawab Kheng Ciau.
"O, kiranya Suhu sekarang bukan pembesar negeri lagi,"
Seru Kong-sun Bok girang.
"Di sidang kerajaan aku mengemukakan pendirianku yang tegas, agaknya Hongsiang tidak senang dan hendak memindahkan tempat tugasku, tapi aku lantas mohon berhenti saja,"
Tutur Kheng Ciau pula.
"Tindakanmu sangat tepat, Suhu,"
Ujar Kongun Bok.
"Pembesar macam begitu, apa gunanya diteruskan?"
"Tapi engkau harus hati-hati menghadapi mereka, Kheng-tayhiap,"
Kata Pek Tik.
"Bukan mustahil Han To-yu akan mencelakai kau."
"Benar, aku memang harus berhati-hati,"
Kata Kheng Ciau.
"Makanya begitu aku mohon berhenti kemarin, hari ini juga aku lantas pindah keluar istana perdana menteri."
Barulah Kong-sun Bok tahu apa sebabnya sang guru berpakaian sipil dan tinggal di hotel kecil ini.
"Mestinya aku hendak pergi dari sini, tapi lantaran jabatanku belum kuserah terimakan, pula kudengar berita terkurungnya dirimu, maka aku ingin menunggu kau meloloskan diri dulu,"
Tutur Kheng Ciau pula. Kemudian Kong-sun Bok menghaturkan terima kasih atas pertolongan Pek Tik, katanya.
"Pek-locianpwe, dengan tindakanmu ini, jelas engkau pun akan mengorbankan pekerjaan dan keselamatanmu sendiri."
"Andaikan tidak terjadi peristiwa ini aku pun takkan tinggal lebih lama lagi di sana, kata Pek Tik dengan tersenyum getir.
"Sebenarnya aku hanya menjadi penghubung antara Han To-yu dengan pihak laskar, kini politik pemerintah sudah berubah, perlu apalagi aku bekerja bagi mereka? Usiaku juga sudah lanjut, aku pun tidak perlu takut mati. Yang ku kuatirkan justru adalah Bun-tayhiap, dia tinggal di Thian-tiok-san, jaraknya tidak jauh dari sini, bukan mustahil tempat tinggalnya akan diketahui oleh antek-antek Han To-yu."
"Aku sendiri justru ditugaskan oleh Liu Beng-cu untuk menemui Bun- tayhiap,"
Kata Kong-sun Bok.
"Bagaimana kalau kita bersama pergi ke sana?"
Sampai di sini, tiba-tiba terdengar suara ribut-ribut di luar, ada orang membentak-bentak bertanya Kheng Cong-peng, lalu terdengar pelayan hotel menyatakan tidak tahu menahu tamunya yang berpangkat tinggi itu.
Tampaknya pendatang itu menjadi gusar dan menerobos masuk saja hendak menggeledah.
Dari suaranya, Pek Tik mengenali pendatang itu adalah Su Hong, itu jago pengawal istana perdana menteri.
"Tajam benar sumber berita mereka,"
Ujar Pek Tik.
"Bagaimana?"
"Biarlah kita temui dia secara terang-terangan,"
Kata Kheng Ciau.
"Anak Bok, kau sembunyi saja dulu, jika mereka tidak menyebut dirimu, maka kau pun tidak perlu unjuk muka."
"Ya, aku pun dapat menyelesaikan urusanku dengan mereka,"
Kata Pek Tik. Lalu Kheng Ciau berseru dengan lantang.
"Su-toako, orang she Kheng berada di sini, silakan masuk sini!"
Maka muncul kemudian Su Hong bersama tiga orang, dua orang di antaranya adalah Sebun Cu-sik dan Tok-ko Heng, kedua pengiring Wan-yan Ho.
Walaupun Su Hong sudah menduga Pek Tik pasti berada di tempat Kheng Ciau ini, tapi ia menjadi tercengang ketika nampak Pek Tik unjuk muka secara terang-terangan di situ, segera ia menyapa.
"Pek-locu, Siang-ya (paduka perdana menteri) sedang mencari engkau, kiranya engkau datang ke sini untuk mengantar keberangkatan Kheng-tayjin."
"Kedatanganku bukan untuk mengantar, yang benar adalah kalian sendiri yang datang ke sini untuk mengantar keberangkatan Kheng-tayjin,"
Jawab Pek Tik tak acuh. Seketika Su Hong tidak paham maksudnya, dengan tertawa ia berkata pula.
"Ya, memang kami datang untuk mengucapkan selamat jalan kepada Kheng-tayjin. Lalu untuk apakah Pek-losu datang ke sini?"
"Hari ini juga aku dan Kheng-tayjin akan meninggalkan Hang-ciu, harap kau sampaikan kepada Siang-ya bahwa orang she Pek tidak sempat pulang untuk mohon diri kepada beliau,"
Kata Pek Tik.
"Pek-losu,"
Kata Su Hong.
"kedudukanmu cukup dihormati di Siang-hu (istana perdana menteri), mengapa engkau justru ingin pergi?"
"Terima kasih atas penghargaan kalian terhadap diriku,"
Jengek Pek Tik.
"Sebab apa sampai orang she Pek harus pergi, untuk ini boleh tanya saja kepada Kong-cu kalian."
Su Hong tampak serba kikuk, ia berlagak tertawa dan berkata.
"Baiklah, urusan Pek-losu biar kita bicarakan lagi nanti."
"Dan untuk keperluan apa kedatangan kalian ini, silakan bicara blak- blakan saja,"
Tanya Kheng Ciau.
"Terus terang, memang kami diperintahkan Siang-ya untuk membicarakan tiga hal dengan Kheng-tayjin,"
Jawab Su Hong.
"Bagus, coba uraikan persoalannya,"
Kata Kheng Ciau.
"Soal pertama sudah kukatakan tadi, yaitu kami datang untuk mengucapkan selamat jalan kepada Kheng-tayjin,"
Tutur Su Hong.
"Sudah tentu Siang-ya sekalian memberi pesan pada Kheng-tayjin bahwa Cong-peng pengganti Kheng-tayjin sudah diangkat....."
"O, bagus,"
Sela Kheng Ciau.
"Tentunya maksud Siang-ya menghendaki aku lekas menyerahkan kekuasaan kepada penggantiku bukan? Harap kau sampaikan kepada Siang-ya bahwa dalam waktu singkat aku pasti akan kembali ke tempat tugasku semula, hendaknya beliau jangan kuatir."
"Ya, dan ada suatu urusan lagi ingin kami tanyakan,"
Kata Su Hong pula.
"Ada seorang kesatria muda bernama Kong-sun Bok, kabarnya dia adalah murid Kheng-tayjin."
"Benar, Kong-sun Bok memang betul muridku, ada apakah?"
Jawab Kheng Ciau.
"Begini, Kongcu-ya kami merasa cocok benar dengan muridmu itu dan sangat menaruh hormat kepadanya. Kemarin dulu Kongcu-ya pernah mengundang muridmu tinggal di Siang-hu, tapi entah mengapa Kongsun- siauhiap telah tinggal pergi tanpa pamit, maka kami diminta menanyakan kepada Kheng-tayjin apakah tahu kemana perginya Kongsun-siauhiap?"
"Hm, kukira perkataanmu ini ada sesuatu yang tidak beres?"
Jengek Kheng Ciau. Su Hong pura-pura berlagak bingung dan menjawab.
"Tapi memang begitulah pesan Kongcu-ya kami."
Segera Kheng Ciau berseru.
"Anak Bok, keluarlah sini!"
Kong-sun Bok lantas mengiakan dan keluar dari dalam, katanya sambil melotot terhadap Su Hong dan begundalnya.
"Apakah Han Hi-sun dan Wan-yan Ho minta aku kembali ke sana untuk berkelahi lagi dengan mereka?"
"He, he, kan Wanyan-kongcu bermaksud baik tukar pengalaman dengan kau,"
Ujar Su Hong sambil menyeringai.
"Kongsun-siauhiap, cara bagaimana engkau meninggalkan Siang-hu, kenapa tidak bilang dulu kepada Kongcu-ya kami."
"Hm, kalau kukatakan kepada Han Hi-sun, masakah dia mau melepaskan aku?"
Kata Kong-sun Bok.
"Sudahlah, Su Hong, kau tidak perlu berlagak pilon lagi,"
Sela Pek Tik.
"Tentunya Han Hi-sun ingin tahu cara bagaimana dia lolos dari Siang-hu bukan? Nah, katakan padanya bahwa kejadian semalam adalah perbuatanku."
"Wah, agaknya Pek-losu dan Kongsun-siauhiap rada salah paham,"
Kata Su Hong.
"Sesungguhnya Kongcu-ya memang bermaksud baik terhadap Kongsun-siauhiap, malahan beliau menyatakan akan mohon kepada Siang- ya agar memberi jabatan penting kepada Kongsun-siauhiap bilamana Kongsun-siauhiap sudi kembali ke sana."
"Hm, maksud baik apa?"
Jengek Kong-sun Bok.
"Semalam kudengar sendiri Han Hi-sun dan Wan-yan Ho sedang berdaya upaya hendak mencelakai diriku."
"Agaknya Kongsun-siauhiap benar telah salah paham,"
Kata Su Hong.
"Kheng-tayjin, harap engkau sudi menjelaskan tujuan Siang-ya bagi kepentingan negara."
"Kini aku sudah orang sipil, aku tidak ingin campur urusan pemerintah lagi,"
Kata Kheng Ciau.
"Kukira sudah waktunya kau jelaskan bagaimana hal ketiga maksud kedatanganmu ini."
"Soal ketiga adalah Siang-ya menginginkan kembalinya Pek-losu ke sana,"
Kata Su Hong.
Pek Tik tidak menanggapi ucapan orang, perlahan ia berbangkit, dengan ujung kaki ia menggores lantai, maka tertampaklah ubin persegi yang berjajar sebanyak empat-lima buah itu mendadak retak memanjang satu garis lurus laksana dipotong oleh golok.
"Nah, kutegaskan dengan memotong ubin ini sebagai tanda putus hubungan, selanjutnya kita tidak ada sangkut-paut lagi, kau menuju ke arahmu dan aku akan menempuh ke jurusanku sendiri, jangan kau banyak omong lagi!"
Jengek Pek Tik kemudian.
Tidak kepalang kejut Su Hong, betapa pun pecah nyalinya menyaksikan betapa hebat tenaga dalam cara Pek Tik membikin retak ubin sebanyak empat-lima buah dengan garis lurus dan retakan yang merata itu, jangankan Su Hong sendiri tidak mampu berbuat demikian, sekali pun tokoh-tokoh silat terkemuka yang memiliki tenaga dalam sekuat inipun dapat dihitung dengan jari.
Karena itu Su Hong tidak berani banyak omong lagi, ia pikir daripada cari penyakit, paling penting cari selamat lebih dulu, maka ia lantas berkata pula.
"Kalau Pek-losu berkeras tidak mau kembali lagi kepada Siang-ya, baiklah kami mohon diri saja!"
"Nanti dulu,"
Tiba-tiba Kong-sun Bok berbangkit.
"kau telah mengemukakan tiga soal, rasanya pantas juga kalau aku pun bicara satu hal."
Dengan rasa kebat-kebit Su Hong menjawab.
"Apakah yang hendak dikemukakan Kongsun-siauhiap?"
"Soal ini tidak ada sangkut-paut dengan kau,"
Kata Kong-sun Bok, mendadak ia melompat ke ambang pintu dan menghalangi kedua pengiring Wan-yan Ho itu.
Keruan Tok-ko Heng terkejut, serunya, ."Apa kehendakmu, Kongsun- siauhiap?" ~ Sebagai seorang ahli golok kilat yang sudah biasa mengutamakan gerak cepat, tanpa terasa ia terus menolak ke depan dengan tangannya.
Justru inilah yang diharapkan Kong-sun Bok, secepat kilat tangannya membalik dan kontan nadi pergelangan tangan Tok-ko Heng lantas terpegang.
Menyusul sebelah tangannya juga menyambar ke sana, tanpa ampun Sebun Cu-sik juga tercengkeraman olehnya.
Pendekar Sejati Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Bicaralah secara baik-baik, Kongsun-siauhiap!"
Seru Su Hong kuatir.
"Jangan kuatir, aku tidak bermaksud mencelakai jiwa mereka,"
Kata Kong-sun Bok.
"Soalnya ada sesuatu urusan yang belum selesai dan harus minta pertanggung-jawaban mereka. Maka kau boleh pergi, tapi mereka harus tinggal dulu di sini."
"Kong-sun-slauhiap, sebenarnya apa kehendakmu?"
Tanya Sebun Cu-sik dengan jeri.
"Masakah kau masih berlagak pilon?"
Jengek Kong-sun Bok.
"Kalian telah mencuri payungku, kini aku menangkap malingnya untuk mencari barang curiannya."
Karena cengkeraman Kong-sun Bok diperkeras, Tok-ko Heng menjadi kesakitan, keringat memenuhi dahinya besar-besar seperti biji kedelai.
"Kongsun-siauhiap,"
Katanya sambil meringis menahan rasa sakit.
"payungmu sudah kami serahkan kepada majikan kami. Jika engkau ingin minta kembali payungmu mestinya engkau minta kepada majikan."
Dengan gugup Su Hong juga mintakan kemurahan hati Kheng Ciau. Karena itu Kheng Ciau berkata.
"Mengingat mereka hanya kaum hamba yang cuma terima perintah saja, bolehlah kau ampuni mereka, anak Bok."
Kong-sun Bok lantas kendurkan cengkeramannya dan mendorong kedua orang itu keluar pintu sambil menjengek.
"Sungguh lucu, selamanya pembesar negeri berkewajiban menangkap maling, kini ternyata pembesar negeri berbalik membela pencuri, kini kuampuni kalian atas perintah Suhu, sepulang kalian, boleh katakan kepada Wan-yan Ho bahwa urusan ini kelak aku masih tetap akan mengusutnya."
Setelah Su Hong dan begundalnya pergi, dengan tertawa Pek Tik berkata.
"Caci-makimu sungguh memuaskan, Kongsun-laute, cuma dengan demikian kau pun menjadi terikat permusuhan dengan Han To-yu, selanjutnya kau perlu waspada."
"Kaum pengkhianat setiap orang boleh memakinya,"
Ujar Kong-sun Bok.
"Aku pun akan segera kembali ke Kim-keh-nia, kenapa mesti takut padanya. Setelah memberi hukuman setimpal kepada kedua orang tadi, sedikit banyak rasa gemasku menjadi terlampias. Aku membikin mereka dua jam lagi baru mampu kembali ke Siang-hu, dengan demikian keberangkatan kita ke Thian- tiok-san untuk mencari Bun-tayhiap dapat terhindar dari gangguan."
"Anak Bok, baiklah kau dan Pek-locianpwe segera pergi ke tempat Bun- tayhiap, kini aku pun harus berangkat juga,"
Kata Kheng Ciau.
Begitulah Kong-sun Bok dan Pek Tik lantas berpisah dengan Kheng Ciau dan menuju ke tempat Bun Yat-hoan.
Pegunungan Thian-tiok-san terbentang luas di tepi Se-ouw, puncak gunung bersusun memanjang beribu lie di sekeliling danau, tempat tinggal Bun Yat-hoan disebut Thian-tiok tengah, terletak limapuluhan lie dari kota Hang-ciu.
Kong-sun Bok dan Pek Tik berangkat pada pagi hari, menjelang magrib mereka sudah sampai di tempat tujuan.
Ketika tiba di depan rumah kediaman Bun Yat-hoan, tiba-tiba terdengar di dalam rumah ada suara ribut-ribut.
Kong-sun Bok terkejut, kedengarannya orang sedang bertengkar, ia menjadi heran siapakah yang berani mencari perkara ke tempat Bu-lim-beng-cu daerah selatan ini? Waktu ia menyelinap ke halaman dalam, terlihat belasan orang yang tak dikenal bercampur di antara anak buah Bun Yat-hoan.
Orang-orang asing itu semuanya bersikap angkuh, ada yang satu menghadapi satu, ada yang dua menghadapi seorang anak buah Bun Yat-hoan, sikap mereka seperti sedang mengawasi, malahan satu di antaranya sedang ribut mulut dengan anak buah Bun Yat-hoan.
Segera Kong-sun Bok mengenali anak buah Bun-tayhiap yang bertengkar itu adalan Tian It-goan, bekas budak keluarga Han.
Orang yang ribut dengan dia itupun seperti sudah pernah dilihatnya.
Ia coba mengingat-ingatnya, kiranya seorang yang pernah dilihatnya ketika pertama kali dia bertemu dengan Wan-yan Ho di Siang-hu itu.
Kong-sun Bok pikir Su Hong dan begundalnya belum pulang di Siang-hu, tapi kawan-kawannya ternyata sudah datang ke tempat Bun Yat-hoan, entah Wan-yan Ho sendiri ikut datang tidak? Dalam pada itu terdengar orang itu sedang berteriak dengan sombong.
"Hm, kau ini siapa? Masakah kau sesuai menanyai diriku?"
"Huh, aku tahu anjing memang lebih galak daripada sang majikan,"
Jawab Tian It-goan dengan gusar, orang lain mungkin takut kepada Han To- yu, tapi aku tidak cari makan padanya, aku tidak takut padanya."
"Kau berani memaki aku?"
Teriak orang tadi dengan gusar, segera kedua tangannya hendak mencengkeram pundak Tian It-goan.
Tian It-goan juga bukan lawan lemah, segera ia mendek ke bawah dan segera balas mencengkeram pergelangan tangan musuh.
Kekuatan kedua orang seimbang, ketika tangan beradu tangan, kedua orang itu sama-sama tergetar mundur.
Perlahan Kong-sun Bok melangkah maju, setiap langkahnya selalu meninggalkan bekas tapak kaki di atas batu lantai pekarangan, setiba di depan orang itu ia lantas berkata.
"Aku kenal asal-usul orang ini, Tian- locianpwe."
Melihat Kong-sun Bok, orang itu terkejut, cepat ia melompat ke samping. Semua orang yang belum kenal Kong-sun Bok juga terkesiap demi menyaksikan kelihaian tenaga kakinya itu. Lalu Kong-sun Bok berkata pula.
"Tian-locianpwe, cara bagaimana orang- orang ini datang ke sini?"
"Han Hi-sun yang membawa mereka ke sini,"
Jawab Tian it-goan.
"Kedatangan Han Hi-sun katanya buat mengunjungi Bun Beng-cu, tapi coba kau lihat, di antara mereka ini tampaknya ada sebagian bukanlah bangsa Han kita, makanya aku ingin tahu asal-usul mereka."
"Dan dimanakah Han Hi-sun?"
Tanya Kong-sun Bok.
"Dia dan tiga pengikutnya telah masuk ke dalam,"
Tutur Tian It-goan.
"Mengingat dia adalah putera perdana menteri, maka Bun-tayhiap mau menerimanya."
"Tian-locianpwe, pandanganmu memang tidak keliru, orang-orang ini adalah anak buah Wanyan Tiang-ci, panglima besar pasukan pengawal kerajaan Kim, di antara mereka banyak bangsa Kim, tapi juga tidak sedikit bangsa Han yang rela diperbudak dan bekerja bagi musuh,"
Kata Kong-sun Bok.
"O, kiranya begitu! Huh, tempat kami ini mana boleh dikotori oleh kaum pengkhianat?"
Jengek Tian It-goan.
"Sabar dulu, biar aku dan Kongsun-siauhiap menemui Bun Beng-cu dulu,"
Kata Pek Tik.
Ia tahu ilmu silat anak buah Han Hi-sun dan Wan-yan Ho itu tidak lemah, kalau bergebrak mungkin Tian It-goan dan kawannya bukan tandingan mereka.
Karena itu suasana tidak menguntungkan ini harus dihindarkan dulu.
Begitulah Kong-sun Bok dan Pek Tik lantas masuk ke ruang dalam, tertampak selain Han Hi-sun dan Wan-yan Ho, dua orang lagi ialah seorang Hwesio berwajah merah dan seorang lagi lelaki bermuka pucat kekuningan, kedua pelipisnya tampak menonjol.
Kedua orang ini belum pernah dilihat oleh Pek Tik, tapi sekali pandang saja dapat diketahui mereka pasti jago silat yang memiliki lwekang tinggi.
"Tampaknya kedatangan mereka sengaja hendak menantang pada Bun- tayhiap,"
Demikian Pek Tik membatin. Benar juga, segera terdengar Han Hi-sun membuka suara.
"Sudah lama ayah mengagumi nama Bun Beng-cu yang termasyhur dan baru hari ini diketahui Bun Beng-cu bertempat tinggal di sini. Ayah mengatakan mestinya beliau sendiri yang akan ke sini untuk omong-omong dengan Bun-tayhiap, cuma sayang urusan dinas terlalu merepotkan beliau, sebab itulah Wanpwe yang diutus untuk mengunjungi Bun Beng-cu sekadar tanda penghormatan."
"Ah, mana aku berani,"
Jawab Bun Yat-hoan.
"Dan kawan-kawan ini....."
"Yan-kongcu ini adalah teman baikku,"
Cepat Han Hi-sun memperkenalkan kawannya.
"Dan Bu-bong Taysu ini adalah kawan ayah, sedang Cian-ji Siansing ini adalah tamu yang sengaja diundang oleh ayah dari tempat jauh. Mereka bertiga mengetahui Bun-tayhiap menjabat Bu-lim- beng-cu daerah Kang-lam, mereka beruntung mendapat kesempatan baik ini untuk ikut ke sini dan berkenalan dengan Bun-tayhiap."
Tanpa berliku lagi Hwesio berwajah merah itu lantas menyambung.
"Ya, kesempatan ini ingin kugunakan untuk berkenalan dengan kepandaian jago daerah Kang-lam, bilamana Bun-tayhiap sudi memberi petunjuk, maka tidak percumalah perjalananku ini."
Lelaki yang dipanggil "Cian-ji Siansing"
Itupun ikut berkata.
"Pertukaran pengalaman di antara sesama kawan Bu-lim, rasanya Bun tayhiap takkan menolak."
Sudah tentu Bun Yat-hoan menjadi sangsi, pikirnya.
"Han To-yu mengutus mereka ke sini, jika kunjungan mereka ini adalah kunjungan kehormatan, tentunya tidak pantas kalau mereka baru kenal aku lantas menantang bertanding. Hwesio ini tampaknya juga bukan orang Han."
Dalam pada itu Kong-sun Bok juga tidak tahan mendengar percakapan itu, tanpa pikir ia terus tampil ke muka. Melihat munculnya Kong-sun Bok, Han Hi-sun terkejut, tapi ia lantas menegur dengan tertawa.
"Aha, Kongsun-siauhiap juga berada di sini, tadi Siau-te suruh Su Hong mencari engkau."
Kong-sun Bok tidak menggubrisnya, lebih dulu ia memberi hormat kepada Bun Yat-hoan dan berkata.
"Bun-tayhiap, cara Han-kongcu memperkenalkan kawan-kawannya ini terasa kurang jelas, biarlah Siautit mewakili dia mengulangi memperkenalkan mereka dengan lebih jelas."
"O, jadi kau kenal mereka?"
Kata Bun Yat-hoan.
"Dua orang ini aku tidak tahu,"
Sahut Kong-sun Bok.
"Tapi Yan-kongcu ini hampir setiap hari aku berlatih silat dengan dia, kurang lengkap kalau dia diperkenalkan she Yan, seharusnya ditambah Wan di depan menjadi Wan-yan."
"Ah, kiranya Kong-cu ini harus she Wan-yan, bukankah Wan-yan adalah keluarga kerajaan Kim, Wanyan-kongcu ini orang Kim atau bangsa Han?"
Tanya Bun Yat-hoan.
"Dalam hal tukar pengalaman ilmu silat, buat apa membedakan bangsa ini atau itu,"
Ujar Wan-yan Ho.
"Agaknya kau tidak berani mengaku terus terang, baiklah aku bicara bagimu, Wan-yan Ho,"
Sela Kong-sun Bok.
"Bun-tayhiap, Wanyan-kongcu ini adalah putera Wanyan Tiang-ci, paman raja Kim yang bertakhta kini. Dia diutus ke Kang-lam sini dalam kedudukannya sebagai pangeran negeri Kim, janganlah kita memandang enteng terhadap utusan rahasia ini."
"Hm, kiranya begitu, rasanya aku telah berlaku kurang hormat,"
Jengek Bun Yat-hoan.
"Tentang asal-usul kedua kawan ini, biarlah aku pun ikut menjelaskannya,"
Tiba-tiba Pek Tik berkata. Lalu ia tuding si Hwesio dan menyambung.
"Bu-bong Taysu ini adalah Suheng Wanyan Tiang-ci, kabarnya baru saja turun gunung dan diangkat menjadi Kok-su kerajaan Kim."
Terkesiap juga hati Bun Yat-hoan, pikirnya.
"Sudah lama kudengar Wanyan Tiang-ci adalah jago nomor satu di negeri Kim, tapi tidak diketahui ilmu silatnya diperoleh darimana. Kiranya dia masih mempunyai seorang Suheng. Kalau Bu-bong Taysu ini adalah Suhengnya, agaknya tidak boleh dipandang enteng."
Bu-bong Taysu tampak tenang-tenang saja, ia bergelak tertawa, lalu berkata.
"Pek-kisu, sumber beritamu sungguh amat tajam."
Dalam pada itu Pek Tik telah menunjuk Cian-ji Siansing dan berkata pula.
"Cian Tian-jun, Cian-ji Siansing inipun bukan main asal-usulnya, dia adalah wakil komandan pasukan pengawal istana Kim, dia jarang bergerak di dunia Kang-ouw, cuma aku cukup beruntung, kira-kira sepuluh tahun yang lalu di jalan dekat Jing-ciu pernah kubelajar kenal ilmu silat Cian-ji Siansing ini."
Kiranya sepuluh tahun yang laiu Pek Tik pernah menyusup ke istana raja Kim, tujuannya hendak mencuri gambar Hiat-to-tong-jin, ia tidak tahu bahwa gambar itu sebenarnya sudah tidak di istana Kim lagi.
(Bacalah Kisah Musuh Di Dalam Selimut).
Begitulah Cian Tiang-jun lantas menanggapi dengan tertawa.
"Ha, ha, selama sepuluh tahun tidak bertemu, tentu kepandaian Pek-heng sudah banyak lebih maju. Perkenalan kita dahulu belum jelas kalah menangnya, kini biar aku minta petunjuk lagi kepadamu."
Belum Pek Tik menjawab, tiba-tiba Bun Yat-hoan berseru nyaring.
"Aha, kiranya tiga paduka tuan dari negeri Kim yang berkunjung kemari, maaf, maaf, kalau aku kurang menghormat. Tentang tukar pengalaman dan belajar kenal segala kukira tidak perlu disebut lagi, jelasnya hari ini kita boleh menentukan kalah menang secara terang-terangan saja."
Melihat sikap Bun Yat-hoan yang menantang itu, Han Hi-sun menjadi kuatir, pikirnya.
"Bu-bong Taysu ini percaya dirinya dapat mengalahkan Bun Yat-hoan, tapi kalau dugaannya meleset, tentu aku akan ikut susah."
Karena itu secara licin ia lantas berkata.
"Bun-tayhiap, negeri Kim dan Song kita dahulu bermusuhan, tapi kini kedua negeri telah berserikat, kalau Bun-tayhiap tidak percaya boleh silakan tanya kepada Kongsun-siauhiap."
"Aku percaya,"
Jawab Bun Yat-hoan.
"kalau tidak begitu masakah mereka dapat diantar ke sini oleh Han-kongcu. Cuma perlu kutegaskan, aku adalah rakyat jelata dan tidak tahu politik. Jika pemerintah memandang negeri Kim adalah negeri serikatnya, itu adalah urusan pemerintah dan tiada sangkut- pautnya dengan rakyat. Dalam pandangan rakyat jelata negeri musuh tetap musuh. Wanyan-kongcu adalah tamu agung Siang-hu kalian dan bukanlah kawan orang she Bun. Nah, semuanya telah kukatakan di muka, harap Han- kongcu maklum."
Han Hi-sun terkejut dan kuatir. Sebelum dia bicara lagi, Hwesio tadi telah mendengus.
"Bun Yat-hoan, memangnya kau kira kami takut kepadamu? Baiklah katakan saja, bagaimana kita harus mu1ai bertanding, pihak kami siap untuk melayani."
"Ha, ha, ha, kalau Bu-bong Taysu ingin menjajal diriku, itulah yang kuharapkan, nah, silakan saja!"
Jawab Bun Yat-hoan dengan tertawa. Cian Tiang-jun juga lantas berkata.
"Aku dan Pek-losu juga ada perhitungan lama yang belum diselesaikan, harap Taysu memberi kesempatan dulu padaku menerima beberapa jurus dari Pek-losu."
Kong-sun Bok juga tidak tinggal diam, ia pun berseru.
Pendekar Sejati Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Dan aku pun ada sisa hutang piutang dengan Wanyan-kongcu, kebetulan di pihak kalian juga ada tiga orang, marilah kita bertanding menjadi tiga partai."
Wan-yan Ho pikir Kong-sun Bok baru semalam lolos dari Siang-hu, tentu obat pelemas tenaga yang diminumnya itu belum lenyap seluruhnya, rasanya tidaklah sulit untuk menawannya. Maka dengan tegas ia pun terima tandangan Kong-sun Bok, katanya.
"Baik, jika begitu kita gunakan peraturan bertanding dunia Kang-ouw, kita bertanding tiga partai, kalau menang dua partai, maka pihak yang lain harus menyerah kalah secara jantan, tidak boleh mencari perkara lagi."
"Bagus, kami turut saja keinginan kalian,"
Kata Bun Yat-hoan.
"Nah, silakan Pek-heng maju dulu."
Pek Tik mengiakan sambil melangkah maju, katanya.
"Cian Tiang-jun, kau adalah tamu, silakan mulai menyerang dahulu!"
Sebenarnya Wan-yan Ho bermaksud menghadapi Kong-sun Bok pada partai pertama, ia pikir mumpung bekerjanya obat yang diminum Kong-sun Bok itu belum lenyap seluruhnya, tapi Cian Tiang-jun ternyata sudah mendahuluinya.
la tidak tahu bahwa berkat bantuan Kheng Ciau, sudah sejak tadi tenaga dalam Kong-sun Bok telah dipulihkan.
Begitulah lantas terdengar Cian Tiang-jun membentak.
"Baik, terimalah seranganku!" ~ Berbareng itu sebelah tangannya lantas memotong ke depan. Sudah sepuluh tahun dia berlatih, ia pikir kini Pek Tik sudah tua, andaikan tetap tidak mampu mengalahkan dia, sedikitnya dirinya juga takkan kalah. Pukulan Cian Tiang-jun itu disertai dengan tenaga dahsyat, tapi dengan tenang Pek Tik menangkis serangan itu. Berulang Cian Tiang-jun menghantam tiga kali, berulang pula Pek Tik terdesak mundur. Diam-diam Kong-sun Bok menjadi kuatir, ia tahu ilmu pukulan Pek Tik cukup lihai dan mampu menandingi lawannya, cuma usianya sudah lanjut, kalau bertempur lama mungkin bukan tandingan lawan yang lebih muda. Terlihat Ciang Tian-jun melancarkan serangan dengan dahsyat, Pek Tik selalu mundur satu langkah setiap menangkis satu kali, berturut-turut ia telah mundur tujuh tindak, tetapi mendadak tubuhnya menegak kuat bagai gunung yang tak tergoyahkan, ia tidak mundur lagi. Sampai di sini barulah Kong-sun Bok merasa lega, sekilas ia melirik ke samping, dilihatnya wajah Bun Yat-hoan juga tersenyum, dari air mukanya ini agaknya dia sudah yakin Pek Tik pasti akan menang. Kini bergilir Cian Tiang-jun yang terkejut, pikirnya.
"Kukira usianya sudah tua dan tenaganya tentu lemah, siapa tahu ilmu silatnya telah terlatih setinggi ini dan sukar ditembus oleh seranganku, tampaknya sukar untuk merobohkan dia dalam waktu singkat."
Karena hatinya mulai jeri, segera pukulannya juga berubah, kini dia tidak berani mengharapkan menang lagi, yang dia usahakan adalah jangan sampai kalah sudah puas baginya.
Sebagai jago ulung, sekali pandang saja Pek Tik sudah tahu pihak lawan mulai jeri, tentu saja dia tidak memberi kesempatan kepada lawan untuk bernapas.
Segera ia mulai melancarkan serangan balasan dengan gencar, berbagai corak Kim-na-jiu-hoat yang lihai segera ia lontarkan sehingga Cian Tiang-jun terdesak kalang-kabut.
Setelah tigapuluhan jurus, keadaan jelas sudah berubah terbalik daripada permulaan tadi.
Serangan Pek Tik semakin hebat, sebaliknya Ciang Tiang- jun hanya mampu menangkis melulu.
Di tengah pertarungan sengit itu.
"bret", mendadak Cian Tiang-jun melompat mudur jauh ke belakang, pundaknya berdarah, kiranya telah kena dicengkeram dan terluka oleh Pek Tik. Dengan muka merah Cian Tiang-jun berkata sambil memberi hormat.
"Pek-losu sungguh hebat dan benar-benar tua-tua keladi, aku sangat kagum!"
Setelah mengalahkan lawannya, Pek Tik sendiri juga merasa napas sesak dan darah bergolak hebat, diam-diam ia merasa bersyukur lawan telah mengakui kekalahannya, maka ia pun menjawab.
"Ciang Tiang-jun, kepandaianmu sesungguhnya juga cukup untuk menjagoi dunia Kang-ouw, tapi mengapa engkau sudi menjadi antek bangsa Kim? Hari ini aku tidak mengambil nyawamu, diharap saja kau dapat menyadari kekeliruanmu."
Hwesio bermuka merah tadi lantas melangkah maju, katanya.
"Kalah menang adalah soal biasa di medan perang, kan masih ada dua partai, belum tentu pihak kami pasti akan kalah."
Bu-bong Taysu mengamat-amati Bun Yat-hoan sejenak, lalu berkata.
"Bun-tayhiap, sudah lama kau terkenal sebagai Thi-pit-su-seng, maka silakan memberi petunjuk beberapa jurus dengan potlotmu itu!"
Bun Yat-hoan bergelak tertawa, jawabnya.
"Sudah ada sepuluh tahun aku menyimpan potlotku, mengingat Taysu datang dari jauh, biarlah kulanggar kebiasaanku untuk memenuhi keinginan Taysu. Dan Taysu sendiri memakai senjata apa?"
Bu-bong Taysu lantas menanggalkan kasa (jubah) merah yang dipakainya, jawabnya dengan tak acuh.
"Yang dapat kugunakan hanyalah kasa ini, maka diharap Bun-tayhiap suka bermurah hati sedikit. Tapi, he, he, apabila Bun-tayhiap toh tidak kenal ampun, biarlah aku akan mengaku kalah jika kasa ini sampai terobek oleh senjatamu itu."
Diam-diam Bun Yat-hoan menduga paderi asing ini pasti memiliki lwekang yang tinggi, kalau tidak, masakah dia berani omong besar. Maka dengan tak acuh ia pun berkata.
"Kukira syarat berat sebelah begini juga tidak diperlukan. Nah, engkau adalah tamu, silakan mulai menyerang dulu, Taysu!"
"Baik, awas seranganku ini!"
Kata Bu-bong Taysu, segera ia mengebut jubahnya itu, seketika segumpal awan merah menyambar ke arah Bun Yat- hoan.
Tapi sedikit mengegos saja Bun Yat-hoan sempat mengelak, ujung potlotnya segera balas menotok Ih-gi-hiat di bagian iga lawan.
Namun sambil menggeser ke samping dan mengebutkan jubahnya pula, serangan Bun Yat- hoan itu dapatlah dipatahkan.
Begitu hebat tenaga kebutan jubah Bu-bong Taysu itu sehingga Kong-sun Bok yang berdiri menonton di samping merasakan sambaran angin yang sangat kuat.
Terkesiap juga Bun Yat-hoan, ternyata tenaga dalam lawan memang benar luar biasa hebatnya.
Segera ia ganti serangan, dalam sekejap saja potlotnya menotok beberapa kali sehingga bayangan potlot baja seakan-akan memburu ke arah musuh, tapi Bu-bong Taysu ternyata tidak kalah tangkasnya, dia sambut setiap serangan lawan sehingga pertarungan berlangsung dengan amat seru.
"Hm, sebutan Thi-pit-su-seng kiranya cuma begini saja,"
Jengek Bu-bong Taysu.
"Ha, ha, ha, kenapa tergesa-gesa amat? Lihat saja sebentar bila kau ingin tahu kelihaianku!"
Jawab Bun Yat-hoan tenang.
Tapi serangannya semakin gencar dan lihai.
Bu-bong Taysu putar jubahnya dengan cepat sehingga seluruh tubuhnya seperti terkurung di tengah gumpalam awan merah.
Potlot baja Bun Yat- hoan ternyata tidak mampu menembus pertahanannya, tapi jubahnya juga tidak sanggup menggulung senjata Bun Yat-hoan.
Sebagai seorang ahli silat terkemuka, setelah bergebrak beberapa jurus tadi Bun Yat-hoan lantas tahu bahwa lwekang pihak lawan tidak di bawahnya, ia yakin bukannya tidak bisa baginya untuk menotok robek kasa musuh, cuma saja kalau hal ini dipaksakan, ia kuatir bukan mustahil akan terjebak oleh perangkap musuh.
Sebab itulah dia ambil keputusan akan menempur lawan dengan jangka lama untuk mematahkan tenaga dalam Hwesio itu.
Sebaliknya Bu-bong Taysu juga cukup berpengalaman, melihat cara bertempur Bun Yat-hoan, ia pikir kalau pertarungan berlangsung lama, mungkin sedikit meleng saja akan mengakibatkan dirinya terpedaya, maka akan lebih menguntungkan apabila sekarang juga mengadu keras dengan lawan.
Begitulah Bu-bong Taysu lantas putar jubahnya terlebih kencang, mendadak jubah merah itu membentang laksana layar kapal yang tertiup angin, dengan cepat terus menggulung ke arah Bun Yat-hoan.
Maka terdengarlah suara "bret"
Satu kali, ujung potlot baja Bun Yat-hoan telah membekas suatu goresan pada kain jubah musuh, tapi jubah itu tidak sampai robek. Diam-diam Bu-bong Taysu bergirang, pikirnya.
"Dugaanku ternyata tidak salah. Dia tidak mampu menusuk robek jubahku, kalau kau adu kekuatan dengan keras lawan keras, dalam limapuluh jurus aku pasti dapat mengalahkan dia."
Ia tidak tahu bahwa Bun Yat-hoan justru telah menggunakan tipu "membuat senang musuh"
Dulu, tapi dengan tenang ia menanti kesempatan yang baik.
Maka berulang Bu-bong Taysu lantas menyerang dengan dahsyat, setiap kali ujung potlot Bun Yat-hoan menyentuh jubah orang selalu meleset ke samping sehingga jubah orang tetap tidak terobek.
Tentu saja Bu-bong semakin senang, serangannya bertambah gencar.
Beruntun Bun Yat-hoan terdesak mundur beberapa tindak, suatu ketika mendadak sepasang potlotnya menegak ke atas sambil membentak.
"Kena!"
Dimana sinar perak menyambar, seketika tertampak kasa merah lawan tertembus dua lubang sebesar jari.
"Aha, pecahlah sekarang balonnya!"
Ejek Kong-sun Bok.
Tapi Bu-bong Taysu tidak malu sebagai jago kelas wahid, begitu menyadari dirinya terjebak, seketika ia pun melemparkan jubahnya ke atas kepala Bun Yat-hoan, berbareng jarinya lantas menotok Hiat-to musuh itu.
Kasa yang dia lemparkan itu disertai dengan tenaga dalam yang kuat, sudah tentu Bun Yat-hoan harus mengelak agar tidak berkerudung.
Tanpa pikir sebelah tangannya memukul ke depan sehingga jubah musuh terguncang jatuh.
Menyusul itu terdengar juga suara "trang", sebuah potlot bajanya juga jatuh ke lantai.
Kiranya untuk menangkis serangan aneh Bu-bong Taysu itu, terpaksa Bun Yat-hoan harus menggunakan tenaga pukulan yang dahsyat untuk mengguncang pergi jubah musuh.
Dengan sendirinya potlot baja yang dipegangnya itu terpaksa harus dilepaskan dulu agar pukulannya bisa mantap benar.
Ternyata totokan Bu-bong Taysu tadi sebenarnya hanya pura-pura saja, habis itu segera ia melompat mundur dan berseru.
"Kau menusuk robek jubahku, aku pun memukul jatuh Boan-koan-pit mu. Pertandingan kita ini hanya dapat dianggap seri. Nah, boleh coba maju lagi!"
Padahal Boan-koan-pit yang jatuh itu dilepaskan sendiri oleh Bun Yat- hoan, soalnya Bu-bong Taysu sudah telanjur omong besar sebelumnya, kini terpaksa ia keluarkan kata-kata itu untuk menutupi rasa malunya, dengan begitu pula supaya ada alasan buat mengajak bertanding lagi kepada Bun Yat-hoan.
Segera Kong-sun Bok mengejek.
"Huh, tidak tahu malu! Memangnya kau yang memukul jatuh senjata Bun-tayhiap itu?"
"Tidak perlu paksa dia mengaku kalah!"
Ujar Bun Yat-hoan dengan tertawa.
"Kalau dia belum mengeluarkan segenap kepandaiannya, biarpun salah tentu dia tetap penasaran. Baiklah, barangkali sekarang Taysu mau menjajal ilmu pukulanku, nah, silakan mulai, pasti kulayani kau!"
Habis berkata ia terus membuang sekalian Boan-koan-pitnya yang lain.
Dengan begitu kedua orang lantas bertarung pula.
Setelah kecundang satu kali, kini Bu-bong Taysu tidak berani meremehkan musuh lagi.
Segera ia keluarkan segenap kepandaian yang pernah dilatihnya, ia menyerang dengan gencar dan ganas, dengan pukulan dan totokan pula.
Melihat ilmu totokan lawan rada aneh, Bun Yat-hoan menjadi tertarik untuk memahaminya.
Sebagai ahli Tiam-hiat sebagaimana julukan Ti-pit-su- seng (si sastrawan berpotlot baja) yang terkenal di Kang-ouw, dengan sendirinya ilmu Tiam-hiatnya sangat tinggi, tanpa menggunakan Boan-koan- pit ia pun sanggup menghadapi Bu-bong Taysu.
Memang demikianlah, jago silat paling senang apabila bertemu dengan lawan yang tangguh dan memiliki kepandaian dalam jenis ilmu yang sama.
Begitulah karena Bun Yat-hoan ingin tahu ke seluruhan ilmu Tiam-hiat lawannya, maka ia menghadapi serangan musuh itu dengan tenang dan sabar, walaupun dalam seratus jurus saja sebenarnya dia dapat mengalahkannya.
Kiranya ilmu Tiam-hiat Bu-bong Taysu itu asalnya diperoleh dari gambar Hiat-to-tong-jin yang dipinjamnya dari Wanyan Tiang-ci, karena itu kepandaiannya ini menjadi lebih bagus daripada ilmu Tiam-hiat yang dikuasai Wan-yan Ho.
Cuma saja gambar yang dia pinjam dari Wanyan Tiang-ci itu bukan gambar aslinya, meski ilmu totokannya termasuk bagus, namun belum mencapai tingkatan yang sempurna, betapa pun masih kalah setingkat dibanding ilmu totokan Bun Yat-hoan.
Begitulah sedang Kong-sun Bok terpesona mengikuti pertarungan hebat itu, tiba-tiba Pek Tik menariknya perlahan dan membisikinya.
"Di luar seperti kedatangan pasukan besar, bukan mustahil sebentar lagi tempat ini akan terkepung."
Cepat Kong-sun Bok menyadari keadaan gawat itu, segera ia pun melompat maju dan berseru.
"Hayolah, Wan-yan Ho, sekarang juga kita mulai bertanding!"
Wan-yan Ho tidak tahu kalau tenaga Kong-sun Bok sudah pulih seluruhnya berkat pertolongan Kheng Ciau, ia pikir dirinya pasti mampu mengalahkan Kong-sun Bok dalam keadaan masih lemas. Segera ia pun balas membentak.
"Memangnya aku takut kepada jago yang telah keok di bawah tanganku seperti kau ini?"
Selama beberapa hari Kong-sun Bok telah dikocok oleh Wan-yan Ho, ia sudah teramat gemas, tanpa bicara lagi segera ia mendahuui menghantam dengan jurus "Hui-liong-cay-thian" (naga terbang ke langit), suatu jurus serangan maut dari Tay-yan-pat-sik.
Serentak Wan-yan Ho merasa ditolak oleh suatu tenaga maha dahsyat, terkesiap hatinya, cepat ia keluarkan segenap kemampuannya, dengan kedua tangan maju sekaligus barulah dia dapat mematahkan serangan itu.
Namun Kong-sun Bok tidak memberi peluang bernapas bagi lawannya, satu pukulan disusul dengan pukulan lain secara bergelombang.
Padahal ilmu andalan Wan-yan Ho adalah Tiam-hiat, tapi di bawah serangan dahsyat dan cepat lawannya itu, betapa pun ia tidak sempat mengeluarkan kepandaian andalannya itu.
Melihat gelagat jelek, cepat Han Hi-sun melangkah maju dan berseru.
"Kong-sun-siaultiap, biar aku pun belajar kenal dengan kepandaianmu!"
Tapi lebih dulu Pek Tik sudah menyelinap menghadang di depannya, jengeknya.
"Han-kongcu, engkau pun kenal peraturan Kang-ouw, kalau sekiranya kau pun getol berkelahi dan ingin keluar keringat, baiklah aku saja yang melayani kau."
Keruan Han Hi-sun terkejut, jawabanya dengan menyeringai.
"Ah, mana aku sanggup melawan Pek-losu? Soalnya Wanyan-kongcu adalah tamu agung ayahku, betapa pun diharap Kongsun-siauhiap jangan membikin susah Wanyan-kongcu."
"Justru mengingat ayahmu, maka aku tidak mau membikin susah padamu, tapi suruh aku memberi kelonggaran kepada pangeran negeri musuh, maaf, hal ini tidak dapat kulakukan,"
Jengek Pek Tik.
Han Hi-sun menjadi serba susah, tapi belum ia ambil suatu keputusan, sekonyong-konyong di luar sudah ramai dengan suara pertarungan di sertai suara sorakan pasukan.
Kiranya pasukan pengawal Siang-hu yang dipimpin Su Hong sudah tiba.
Pada kesempatan itulah begundal yang dibawa Wan- yan Ho tadi lantas bertempur sengit dengan anak buah Bun Yat-hoan.
Mendadak Kongsun Bok meraung keras, sebelah tangannya terus menghantam kepala Wan-yan Ho.
Tidak kepalang kejut Wan-yan Ho, tanpa pikir ia menjatuhkan diri, pikirnya hendak mengelak dengan menggelinding ke samping.
Tapi cengkeram Kong-sun Bok terus membayangi lawannya.
"Jangan mencelakai jiwanya!"
Seru Pek Tik.
"Aku tahu!"
Sahut Kong-sun Bok, berbareng ia telah berhasil mencengkeram kuduk Wan-yan Ho terus diangkat ke atas seperti elang mencengkeram anak ayam saja.
Pada saat itu Su Hong dan beberapa Busu baru saja menerjang ke dalam, melihat Wan-yan Ho berada dalam cengkeraman Kong-sun Bok, seketika mereka melenggong kaget.
"Sabar dulu, Kongsun-siauhiap! Ada persoalan apa boleh dibicarakan secara baik-baik,"
Seru Han Hi-sun kuatir. Setelah tenangkan diri, Su Hong juga berseru.
"Di luar telah siap beberapa ratus pemanah, betapa pun kalian juga sukar menerjang keluar dari sini!" ~ Walaupun tujuannya menggertak, tidak urung suaranya juga rada gemetar.
"Hm, memangnya kami juga tidak ingin keluar dari sini dengan hidup, namun paling tidak Wan-yan Ho harus mati mendahului kami!"
Jengek Kong-sun Bok. Lekas Han Hi-sun mmberi tanda kepada Su Hong dan berkata.
"Coba kau keluar sana dan suruh mereka berhenti bertempur!"
Su Hong mengiakan dan berlari keluar menyampaikan perintah itu.
"Han Hi-sun, permainan apa lagi yang akan kau keluarkan?"
Jengek Kong-sun Bok kemudian.
Pendekar Sejati Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Damai lebih utama, kata orang kuno,"
Dengan menyengir Han Hi-sun menjawab.
"Maka kukira pertarungan yang pasti akan menimbulkan korban ini kita sudahi saja, bagaimana dengan pikiran Kongsun-siauhiap."
"Coba sebutkan lebih jelas syarat jual-beli yang kau kehendaki ini?"
Jawab Kong-sun Bok.
"Kau bebaskan Wanyan-kongcu dan segera aku membawa anak buahku pergi dari sini,"
Kata Han Hi-sun.
"Hm, kukira kedatangan kalian ini masih ada muslihat yang tersembunyi, terutama terhadap diri Bun-tayhiap,"
Ujar Kong-sun Bok.
"Tapi baiklah, kuterima tawaranmu. Hanya saja perlu kau jelaskan lagi, bagaimana selanjutnya?"
"Urusan selanjutnya aku tidak tahu, segalanya adalah urusan ayahku,"
Jawab Han Hi-sun.
"Untuk urusan hari ini boleh turuti saja permintaannya,"
Jengek Bun Yat-hoan.
"Andaikan Han To-yu mengincar diriku, kalau mampu boleh silakan dia berbuat sesukanya."
Sambil bicara gerakan bun Yat-hoan tidak menjadi kendur, ia masih tetap menempur Bu-bong Taysu dengan sengit.
Tenaga Bu-bong kalah kuat, ia tidak berani bersuara.
Dalam pada itu pertempuran di halaman luar sudah berhenti, kini hanya Bun Yat-hoan saja yang masih bertarung dengan Bu-bong Taysu.
Karena itu Han Hi-sun dan Wan-yan Ho berseru minta Bu-bong Taysu suka mengakhiri pertandingannya.
Namun Bu-bong Taysu seperti tidak melihat dan tidak mendengar, sebaliknya keringat tampak memenuhi dahinya, jelas dia sedang menghadapi pertarungan itu dengan payah, hendak berhenti tapi sulit baginya.
Maklumlah, Bu-bong dan Bun Yat-hoan sama-sama termasuk jago kelas wahid, pertarungan antara dua jago kelas tinggi tidak dapat disudahi begitu saja seperti jago silat umumnya, kalau mau berhenti bertempur harus serentak dilakukan oleh kedua pihak, kalau tidak, salah satu pihak pasti akan celaka.
Selang tak lama, terdengarlah suara "bret", kedua orang sama-sama mundur dua-tiga tindak, Bun Yat-hoan menarik serangannya dengan perlahan dan tenang.
Sebaliknya Bu-bong Taysu lesu seperti ayam jantan yang sudah keok.
Tertampak jubahnya bagian dada terobek suatu silangan.
Rupanya mereka memang sama-sama berhenti bertempur, tapi Bu-bong Taysu memang kalah satu tingkat kepandaiannya, pada jurus terakhir itulah dia telah kecundang.
Itu saja Bun Yat-hoan berlaku murah hati, hanya sekadar memberi hajaran saja agar dia tahu rasa sehingga tenaga jarinya cuma menggores satu silang pada jubahnya.
Begitulah dengan lesu Bu-bong Taysu menghela napas dan berkata.
"Sudahlah, kita pulang saja!"
"Nanti dulu!"
Mendadak Kong-sun Bok membentak. Dia telah melepaskan Wan-yan Ho ke bawah, tapi masih tetap mencengkeram tulang pundak lawan.
Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL Pendekar Kembar Karya Gan KL