Ceritasilat Novel Online

Pendekar Pemetik Harpa 25


Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen Bagian 25



Pendekar Pemetik Harpa Karya dari Liang Ie Shen

   

   Waktu Thi Khong suami isteri menimpukkan senjata rahasianya, diam-diam Tang-bun Cong sudah yakin bahwa sergapan licik ini takkan membawa hasil maka sebelum asap tebal itu sirna, diapun sudah kabur dari tempat itu. Lui Tin-gak tertawa, katanya.

   "Hari ini dia sebagai saksi, menurut aturan Kangouw, dari pada kita cari perkara dengan dia, biar dia yang cari perkara terhadap kita saja, tapi aku yakin dia tidak seberani itu. Tapi ada satu hal aku belum jelas, perlu aku tanya kepada Tan-hiantit."

   "Entah paman ingin tahu soal apa?"

   Tanya Tan Ciok-sing.

   "Kabarnya kalian akan tinggal di Soh-ciu saja, kenapa mendadak berada disini?"

   Tanya Lui Tin-gak. Tan Ciok-sing berkata.

   "Ada sebuah kabar gembira perlu kusampaikan kepada paman berdua."

   Lekas Tam Pa-kun berkata.

   "Apakah kalian sudah memperoleh berita Kek Lam-wi?"

   "Bukan hanya beritanya saja,"

   Ujar ln San tertawa.

   "orangnyapun sudah kami temukan."

   Tam Pa-kun kegirangan, tanyanya.

   "Bagaimana kalian menemukan dia?"

   "Paman Tam, pandanganmu tajam, dugaanmu ternyata benar,"

   Ujar I n San?"

   "Memang nona Bu itulah yang menolongnya, belakangan secara diam-diam dia membantu kami pula sehingga Kek Lamwi ditemukan,"

   Lalu dia bercerita secara ringkas.

   "Memang sudah kuduga bahwa nona Bu itu tidak bermaksud jahat kepada Kek Lam-wi, syukur aku tidak salah menilai orang. Sekarang Lam-wi..."

   "Waktu kami meninggalkan Soh-ciu, dengan Kiau-thocu dari Kaypang dia sudah berangkat lebih dulu ke Thay-ouw."

   Lui Tin-gak memotong.

   "Ya. Ong Goan-tin Cong Cecu dari tiga puluh enam markas perairan di Thay-ouw akan merayakan hari ulang tahunnya ke enam puluh, hari ulang tahunnya jatuh pada tanggal dua puluh satu bukan?"

   "Betul,"

   Ujar Tam Pa-kun.

   "aku memang ingin mengajakmu kesana."

   "Sebenarnya akupun punya maksud. Cuma sebelum hari ini, aku sendiri tidak tahu apakah aku bakal berumur panjang untuk menikmati arak perjamuan ulang tahunnya itu. Sekarang boleh aku ikut kalian kesana."

   Dua hari kemudian, sebuah perahu sedang berlaju di tengah Thay-ouw.

   Tiada angin tiada ombak, cuaca cerah, selepas mata memandang permukaan air berpadu dengan langit di kejauhan sana.

   Berada di tengah keindahan alam permai bak sebuah lukisan ini, ln San yang berdiri di ujung perahu sampai terpesona.

   Timbul gairah mereka bersenandung, In San segera tarik suara, sementara Tan Ciok-sing keluarkan harpanya.

   Yang dibawakan adalah puisi ciptaan Thio It-ouw, pujangga dynasti Song yang pernah memperoleh pangkat tinggi dalam kalangan pemerintahan.

   Begitu lagu habis dan suara harpa berhenti, mendadak kumandang suara seorang berseru memuji.

   "Nyanyian bagus, petikan harpa juga bagus."

   Mendengar pujian ini, Tam Pa-kun dan Lui Tin-gak samasama kaget.

   Padahal di perairan sekitar perahu mereka tidak kelihatan ada perahu lain.

   Selepas mata memandang, kelihatan di kejauhan sana ada setitik bayangan layar berkembang.

   Bila orang yang berseru memuji di atas kapal itu, dalam jarak sejauh itu namun suaranya tetap terdengar sejelas tadi, maka betapa tangguh Lwekangnya, dapatlah dibayangkan.

   Tan Ciok-sing juga kaget, katanya.

   "Agaknya orang itu menggunakan Lwekang tingkat tinggi mengirim suaranya dengan gelombang panjang."

   "Betul,"

   Ucap Lui Tin-gak menghela napas.

   "Di atas langit masih ada langit, orang pandai ada yang lebih pandai lagi. Kata-kata ini memang patut diresapi. Betapa tangguh dan murni Lwekang orang itu, sungguh belum pernah kulihat selama hidup ini. Siapa nyana di tempat ini aku bakal bertemu dengan tokoh seliehay ini. Tam-heng, kau lebih hapal mengenai seluk beluk benggolan Bulim, tahukah kau siapa dia?"

   Bahwa It-cu-king-thian Lui Tin-gak yang sudah punya kedudukan setinggi itu di kalangan Bulim, masih berkata demikian, sudah tentu Tan Ciok-sing dan In San sama tersirap.

   Maka pandangan mereka tertuju ke arah Tam Pa-kun serta menanti penjelasannya.

   Tam Pa-kun- berpikir sebentar, katanya kemudian.

   "Thio Tan-hong Thio Tayhiap beruntung aku pernah melihatnya, jikalau Thio Tayhiap belum meninggal pasti aku duga dia adanya. Tapi Thio Tayhiap sudah meninggal empat tahun yang lalu, aku jadi tak habis pikir siapa gerangan yang memiliki Lwekang setangguh itu?"

   "Apakah Lwekangnya mampu menandingi maha guru silat seperti Thio Tan-hong Thio Tayhiap?"

   Tanya Lui Tin-gak.

   "Dibanding Thio Tayhiap jelas belum memadai, tapi di antara Bulim Cianpwe yang kukenal dan masih hidup sekarang, kurasa tiada yang mampu menandingi dia,"

   Ucap Tam Pa-kun.

   "Tam-heng, pengetahuan dan pengalamanmu luas, coba kau pikir-pikir lebih cermat, umpama kau tidak mengenalnya, mungkin pernah mendengar namanya''"

   "Suhu Le Khong-thian yaitu Kiau Pak-bing dulu adalah gembong iblis besar yang sejajar dengan Thio Tayhiap. Konon sejak lama dia sudah mati diluar lautan."

   "Benar,"

   Timbrung Tan Ciok-sing.

   "Le Khong-thian mati di tangan guruku, aku mendengar sendiri dia menantang guruku, katanya mau menuntut balas, ini sudah jelas bahwa kematian Kiau Pak-bing tidak pertu diragukan lagi"

   "Kalau tidak bisa mengingatnya, ya sudahlah. Diterawang dari situasi sekarang ini, ada seorang setangguh ini berada di Thay-ouw, hari ini adalah ulang tahun Ong Goan-tin lagi, kedatangannya sudah tentu akan memberi selamat kepadanya. Setiba kita di Tong-ting-ouw barat, pasti akan segera diketahui siapa dia adanya."

   Tiba-tiba Tam Pa-kun berkata.

   "Sekarang kuingat seseorang."

   "Siapa?"

   Tanya Lui Tin-gak.

   "Tang-hay-liong-ong."

   "Siapa itu Tang-hay-liong-ong?"

   "Dia, dia adalah..."

   Tengah bicara tampak kapal di sebelah belakang itu sudah berlaju kencang mendekati perahu mereka, jaraknya sudah terjangkau oleh pandangan mata.

   Kapal itu memang besar sekali, panjangnya ada tiga puluhan tombak, bersusun tiga.

   Lebih tepat kalau dinamakan kapal loteng.

   Lui Tin-gak berkata.

   "Kapal loteng macam ini agaknya jarang berlayar di sungai?"

   "Betul,"

   Ucap Tam Pa-kun.

   "memang kapal loteng yang khusus berlayar di lautan teduh. Nah, kalian melihat bendera di puncak tiang itu tidak?"

   Lekas Tan Ciok-sing memandang kesana, tampak sebuah bendera besar sedang melambai-lambai ditiup angin di ketinggian tiangnya.

   Di tengah bendera bergambar seekor naga hitam yang membuka mulut lebar dan pentang cakarnya.

   Naga merupakan lambang kebesaran seorang raja, kapal ini ternyata berani menggunakan naga sebagai lambang benderanya, tak usah ditanya siapa pemiliknya, yang terang keberaniannya cukup mengejutkan.

   Tam Pa-kun menghela napas, katanya.

   "Dugaanku ternyata tidak meleset, memang Tang-hay-liong-ong adanya."

   Kapal loteng itu melebarkan layarnya sehingga berlaju pesat ditiup angin buritan, lekas sekali kapal besar itu sudah jauh semakin mengecil dan lenyap dari pandangan mata.

   Diperhitungkan dari perjalanan air, kini kapal besar itu tentu sudah berlabuh di kaki Tong-thing-san, penumpang kapal kemungkinan juga sudah sama mendarat.

   "Kapal itu berlabuh di Tong-thing-san barat, naga-naganya mereka memang hendak memberi selamat ulang tahun kepada Ong-goan-tin. Tam-heng, orang macam apa sebenarnya Tang-hay-liong-ong ini? Tadi belum sempat kau jelaskan."

   "Dia orang baik atau orang jahat?"

   In San mendesak juga tidak sabaran.

   "Aku juga tidak tahu apakah dia orang baik atau orang jahat. Malah siapa she dan namanya akupun tidak tahu."

   "Aku hanya tahu dia adalah pentolan kawanan perampok yang mengganas di lautan timur, membunuh orang merampok barang adalah kerja rutin mereka, tanpa pandang bulu lagi. Karena dia mengerek bendera naga sebagai pelambang, maka orang banyak sama menjulukinya Tang-hay-liong-ong. Konon ilmu silatnya teramat tangguh, namun jarang berkecimpung di Kangouw, di lautan orang pun tiada yang pernah melihat tampangnya. Oleh karena itu kaum persilatan di Tionggoan hanya beberapa orang saja tahu akan dirinya."

   Lui Tin-gak mengerutkan kening, katanya..

   "Orang seperti itu, walau Ong Goan-tin mempunyai kedudukan tinggi dan disegani orang, mungkin masih tidak dipandang sebelah mata olehnya, lalu apa sebabnya hari ini dia sudi datang memberi selamat kepada Ong Goan-tin, urusan rasanya agak ganjil? Tam-heng, tahukah kau apakah dia teman baik Ong Goan-tin."

   "Pernah kudengar Ong Goan-tin membicarakan tentang dia, tapi Ong Goan-tin sendiri juga bilang, dia belum pernah melihat Tang-hay-liong-ong, apa lagi hubungan intim segala jelas tidak mungkin. Sudahlah tidak perlu menduga-duga, setiba di Tong-thing-san, kitapun akan tahu sendiri."

   Perahu kecil mereka jelas kalah cepat dibanding kapal loteng tadi, namun lajunya juga tidak lambat.

   Kira-kira setengah jam setelah mereka kehilangan bayangan kapal loteng di depan sana merekapun telah tiba di Tong-thing-san.

   Berempat mereka segera mendarat.

   Tong-thing-san memang tidak setinggi dan sebesar Ngogak yang terkenal itu, tapi mempunyai bentuk dan wajah yang tersendiri pula.

   Sejak dari pinggir danau mereka terus memanjat gunung, pemandangan permai sepanjang jalan sawah ladang bertangga telah menghijau, pohon-pohon buah nan rimbun serta beraneka ragam jenis bunga yang indah dan semerbak Tam Pa-kun memberitahu orang banyak.

   "Ong Goan-tin memang pemimpin serba bisa, pandai perang juga mahir bercocok tanam rangsum keperluan pasukan airnya diperoleh dari hasil perkebunan dan sawah ladang dan subur di samping juga perikanan yang tidak kunjung habis dikeduk setiap hari di danau. Kecuali harta tidak halal dari pembesar dorna, pedagang biasa yang sering mondar-mandir mencari nafkah secara semestinya mereka lindungi."

   Tan Ciok-sing berpikir.

   "Ong Goan-tin memang pemimpin sejati, tak heran Kim-to Cecu menaruh penghargaan dan perhatian khusus kepadanya."

   Setiba mereka di iamping gunung, dua Thaubak telah turun menyambut mereka. Mereka kenal Tam Pa-kun, begitu melihat kedatangannya mereka berjingkrak girang serta berseru.

   "Tam Tayhiap, syukurlah kau telah datang, kami kuatir hari ini kau belum akan datang."

   "Ada urusan apa?"

   Tanya Tam Pa-kun. Seorang Thaubak menjawab.

   "Barusan kedatangan seorang tamu luar biasa."

   "Aku sudah tahu. Tang-hay-liong-ong bukan?"

   Ucap Tam Pa-kun.

   "Betul, Tang-hay-liong-ong membawa banyak orang, biasanya dia tidak pernah berhubungan dengan kami."

   "Kau kira kedatangan mereka tidak bermaksud baik?"

   "Kecuali rombongan Tang-hay-liong-ong, masih ada juga orang-orang lain yang punya hubungan biasa dan masingmasing tidak pernah kontak kerja, ada pula orang-orang dari golongan hitam. Dan orang-orang ini agaknya kenal baik dengan Tang-hay-liong-ong, begitu ketemu lantas bicara dan kelakar seperti di rumah sendiri. Aku jadi curiga bukan mustahil kedatangan mereka memang ada maksud-maksud jahat,"

   Demikian tutur Thaubak itu.

   "Baiklah, mari kita jalan lebih cepat, untuk menemui Cecu kalian, tidak usah kalian menunjukkan jalan,"

   Ucap Tam Pakun.

   Berempat mengembangkan Ginkang menuju ke markas pusat Ong Goan-tin yang terletak di Biau-biau-hong di puncak utama Tong-thing-san.

   Ong Goan-tin menyambut para tamunya di Kik-gi-ting, dimana para tamu memberi selamat ulang tahun kepadanya.

   Begitu mereka memasuki pintu markas, Thaubak yang menyambut kedatangan mereka kelihatan rona mukanya agak ganjil seperti tertekan perasaannya.

   Begitu tiba di Kik-gi-ting, lantas terdengar suara ribut-ribut didalam, suaranya seperti laksaan nyamuk berpadu menjadi suara guntur layaknya, terlalu banyak orang bicara, saling debat dan cerca sehingga keadaan menjadi kacau dan susah dibedakan persoalan apa yang tengah diributkan.

   Tam Pa-kun tidak tanya lagi kepada petugas penyambut tamu, langsung dia masuk ke Kik-gi-ting.

   Tepat dia tiba di ambang pintu, didengarnya Ong Goan-tin sedang berteriak keras.

   "Usiaku sudah tua, mulai hari ini aku akan mencuci tangan di baskom emas. Cong Cecu di kawasan Thay-ouw ini aku tidak berani menjabatnya lagi, apalagi Bu-lim-beng-cu dari wilayah Kanglam segala? Terus terang tidak pernah timbul angan-anganku ke arah itu."

   Disusul seorang berkata.

   "Apakah betul kita memerlukan seorang Bu-lim-beng-cu, pendapat masih simpang siur. Ong Cecu, apakah perkataanmu ini tidak terlalu pagi diucapkan?"

   Seorang lagi berteriak lebih keras.

   "Ong Cecu, semangatmu umpama naga dan kuda, enam puluh tahun mumpung masih jaya-jayanya, kenapa kau main cuci tangan di baskom emas segala?"

   Seorang lagi berseru.

   "Urusan besar harus segera dibicarakan dan diputuskan, umpama Ong Cecu ingin mencuci tangan di baskom emas juga bukan sekarang saatnya."

   Mendengar ribut-ribut ini diam-diam Tam Pa-kun merasa kesal, pikirnya.

   "Entah kenapa timbul akal pemilihan Bu-limbeng- cu segala? Mungkin hasutan anasir-anasir pihak Tanghay- liong-ong, tujuan yang utama adalah supaya Tang-hayliong- ong berhasil menguasai seluruh Kangouw? Urusan besar harus segera dibereskan, urusan besar apakah itu? Ada satu hal yang mengherankan adalah, biasanya Ong Goan-tin berjiwa patriot, gagah berani pantang mundur, baru belasan hari aku berpisah dengan dia, selama ini belum pernah dia mengutarakan maksudnya hendak mengundurkan diri segala? Kenapa sekarang bilang mau mencuci tangan di baskom emas, kedengarannya urusan teramat mendesak sikapnya pesimis dan putus asa."

   Maka terdengar suara ribut-ribut pula.

   "Bila Ong Cecu ingin dipensiun, kita juga tidak usah memaksanya."--"Untuk membereskan urusan luar biasa, harus dipimpin seorang yang luar biasa pula. Agaknya tugas ini teramat berat, Ong Cecu tidak mau memikulnya, marilah kita pilih seorang lain yang mampu memikul tugas berat dan bertanggung jawab dalam segala persoalan?"-- "Omong kosong, Thay-ouw kita selama ini hidup berdikari, selamu puluhan tahun tentram, hidup sejahtera dan sentosa, buat apa memilih Bu-lim-beng-cu segala? Yang kita dukung dan junjung hanyalah Ong Cong Cecu saja." "Persoalan jangan bilang demikian, sekarang kita mulai memperoleh tekanan oleh pihak penguasa, tiba saatnya kita bersatu padu, kalau dipimpin seorang Bu-lim-beng-cu, apa salahnya."

   
Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Pembicara terdiri dari dua pihak yang bertentangan, banyak suara lebih mendukung diadakannya pemilihan Bu-lim-bengcu, tidak sedikit pula yang berpendapat tidak usah memaksa Ong Goan-tin untuk memikul tugas berat ini.

   Celakanya pembicara tidak sedikit dari para Cecu yang termasuk diantara tiga puluh enam Cecu dari Thay-ouw sendiri.

   Pada saat itulah Tam Pa-kun berempat sudah melangkah masuk ke Kik-gi-tiang, orang didalam sudah ada yang melihat kedatangan mereka.

   Tidak sedikit hadirin yang kenal Tam Pakun, maka banyak di antaranya berteriak.

   "Hadirin supaya tidak ribut, Tam Tayhiap sudah datang,"

   Disusul seorang berteriak juga.

   "Nah itu dia It-cu-king-thian Lui Tin-gak Tayhiap yang menggetarkan Thian-lam juga datang."

   Tan Ciok-sing dan In San berjalan di belakang kedua orang ini, namun hadirin jarang yang memperhatikan mereka. Girang Ong Goan-tin seperti kejatuhan rejeki nomplok, katanya.

   "Lui Tayhiap, sungguh tidak nyana akan kehadiranmu disini, maaf aku terlambat menyambut. Tamtoako, kenapa tidak kau memberi kabar lebih dulu?"

   Tam Pa-kun berkata.

   "Beberapa hari yang lalu baru aku tahu Lui-toako berada di Kanglam. Sengaja aku pergi ke Hayling menyambutnya kemari."

   Lui Tin-gak berkata.

   "Sengaja aku hendak menyampaikan selamat ulang tahun kepada Ong-cecu. Ong Cong-cecu tidak usah sungkan."

   Setelah basa-basi ala kadarnya, Ong Goan-tin berkata.

   "Hari ini kedatangan Tang-hay-liong-ong, disusul kehadiran Itcu- king-thian pula, sungguh orang she Ong hari ini betul-betul amat bahagia dan bangga. Mari, mari aku perkenalkan kalian berdua."

   Seorang laki-laki yang duduk berhadapan dengan Ong Goan-tin berperawakan tinggi tujuh kaki berjambang lebat, usianya sekitar lima puluh, sorot matanya berkilat walau pandangannya tidak tertuju ke arah Lui dan Tam yang baru datang, sikapnya kelihatan angkuh.

   Diam-diam ln San berbisik di pinggir telinga Tan Ciok-sing.

   "Tentu orang itulah Tang-hay-liong-ong, jumawa benar, melihat tampangnya aku jadi sebal dibuatnya."

   Sorot mata laki-laki berjambang itu tiba-tiba beralih ke arah Tan Ciok-sing berdua, entah karena dia mendengar suara bisikan ln San.

   Diam-diam Tin Ciok-sing menggenggam telapak tangan In San, maksudnya supaya dia tidak sembarang omong.

   Lekas mereka mundur ke gerombolan orang banyak.

   Tatkala itu suara keributan itu tanpa merasa menjadi terhenti karena kedatangan Tam dan Lui dua tokoh kenamaan yang disegani, perhatian hadirin ditujukan ke arah Tang-hayliong- ong yang bakal diperkenalkan dengan dua pendekar besar yang telah menggetar Bulim.

   Terdengar Ong Goan-tin mulai memperkenalkan.

   "Inilah Tang-hay-liong Sugong-thocu yang kenamaan di lautan,"

   Sesuai dugaan In San, laki-laki jambang bauk ini memang adalah Tang-hay-liong-ong.

   "Inilah It-cu-king-thian Lui Tin-gak Lui Tayhiap yang menggetarkan Thian-lam."

   Habis diperkenalkan tampak Tang-hay-liong-ong sedikit menggerakkan tubuhnya, katanya tawar.

   "Cayhe Sugong Go, sudah lama kudengar nama besar Lui Tayhiap."

   Banyak hadirin tidak tahu siapa nama asli Tang-hay-liongong, baru sekarang mereka tahu namanya adalah Sugong Go. Di mulut Sugong Go berkata "mengaguminya"

   Tapi badannya hanya sedikit bergerak ke depan belaka, sikap jumawanya ternyata terlalu ditonjolkan, seolah-olah dia tidak pandang sebelah mata kepada It-cu-king-thian Lui Tin-gak.

   Banyak hadirin merasa penasaran dan keki, namun Lui Tingak bersikap wajar dan tenang, sesuai kebiasaan kaum persilatan dia merangkap kedua tangan sambil menjura, suaranyapun tawar.

   "Maaf bila orang she Lui tinggal di daerah belukar di selatan, baru hari ini aku tahu akan kebesaran nama Tang-hay-liong-ong, mohon dimaafkan,"

   Kata-katanya cukup pedas, agaknya dia sengaja hendak menjatuhkan sikap jumawa Tang-hay-liong-ong, namun lekas sekali dia sudah tertawa lebar, dengan tertawa tergelak-gelak dia berkata.

   "Sugong Go tinggal di lautan, sejak lama hidup di pengasingan, tidah pernah berhubungan dengan orang gagah di Tionggoan, mungkin aku berlaku kurang hormat, harap Lui Tayhiap suka maafkan,"

   Sembari tertawa dia membungkuk membalas hormat.

   Serangkum tenaga dahsyat laksana damparan amukan ombak tiba-tiba melanda tanpa bersuara.

   Lui Tin-gak seperti diterjang kekuatan dahsyat yang tidak kelihatan, dadanya terasa sesak.

   Bagi tokoh silat yang memiliki Kungfu tinggi, bila mendadak menghadapi bokongan, secara reflek akan timbul reaksinya mempertahankan diri.

   Lui Tin-gak tidak banyak pikir, lekas dia menjura pula membalas hormat orang.

   Dua jalur pukulan Bik-khong-ciang saling tumbuk di tengah udara "Pyaaar"

   Seperti balon pecah, tanpa kuasa ternyata Lui Tin-gak tergentak mundur selangkah.

   Maklum Tang-hay-liong-ong menyerang lebih dulu, Lui tingak tidak menduga dan menangkis secara tergesa-gesa, logis kalau dia sedikit kecundang, walau mundur selangkah, dia masih belum terhitung kalah.

   Cuma kedua pihak saling jajal kepandaian meminjam saling hormat dengan merangkap kedua tangan, Lui Tin-gak tahu bahwa lawan mengambil keuntungan, namun tak mungkin dia membalas secara membabi buta di hadapan sekian banyak orang, secara lahirnya, karena dia mundur selangkah, bagaimana juga dia tetap kalah.

   Tang-hay-liong-ong terbahak-bahak serunya.

   "Lui Tayhiap, jangan terlalu hormat,"

   Habis bicara dia langsung duduk pula dengan merenggang kedua kaki tanpa hiraukan orang.

   "Inilah Kim-to-thi-ciang Tam Pa-kun Tam Tayhiap,"

   Ong Goantin memperkenalkan Tam Pa-kun. Tam Pa-kun maju selangkah, katanya sambil ulur tangan.

   "Sudah lama aku mendengar kebesaran Tang-hay-liong-ong, beruntung hari ini dapat berkenalan."

   Sudah menjadi kebiasaan kaum persilatan untuk saling menghormat pada setiap pertemuan, kecuali saling menjura, mereka saling berjabatan tangan.

   Karena Lui Tin-gak menderita rugi dalam adu Bik-khong-ciang, maka Tam Pa-kun sengaja ajak orang berjabatan tangan.

   Jelas maksudnya hendak bantu melampiaskan penasaran Lui Tin-gak.

   Suasana menjadi hening, seluruh hadirin tumplek perhatiannya, banyak yang membatin.

   "Tam Tayhiap berjuluk Kim-to-thi-ciang, ilmu pukulan telapak tangannya tentu amat liehay. Kemungkinan kali ini Tang-hay-liong-ong akan dirugikan."

   Tak nyana begitu telapak tangan kedua orang saling jabat, mau tidak mau Tam Pa-kun amat kaget dibuatnya.

   Terasa oleh Tam Pa-kun telapak tangan lawan ternyata lemas dan empuk seperti kapas, tiada suatu tempat yang mampu untuk dirinya mengerahkan tenaga meremasnya.

   Tapi Tam Pa-kun menambah tenaga remasannya, namun sikap lawan tetap wajar dan biasa.

   Lekas sekali Tam Pa-kun sudah kerahkan Lwekangnya sampai puncak kematangannya.

   Julukannya Kimfo- thi-ciang, biasanya cukup dia mengerahkan setengah tenaganya, batu pilarpun akan pecah berhamburan, namun sekarang dia sudah kerahkan seluruh kekuatannya, tapi lawan tetap adem ayem tidak kurang suatu apapun.

   Kekuatan telapak tangannya terus dilontarkan namun seperti batu kecemplung laut, lenyap tidak ada bekasnya, Tam Pa-kun yang pengalaman menghadapi musuh mau tidak mau mencelos hatinya.

   "Orang bilang Kungfu Tang-hay-liong-ong susah diukur, ternyata memang tidak bernama kosong,"

   Sebagai seorang ahli silat, dia maklum bila saat ini dia lepas tangan, tenaga dalam Tang-hay-liong-ong akan balik menyerang dirinya, terpaksa dia kertak gigi terus menyalurkan kekuatannya.

   Rona muka Tang-hay-liong-ong hakikatnya tidak pernah berubah, namun bila hadirin mau memperhatikan orang akan melihat jidatnya mulai berkeringat.

   Tapi sikap Tam Pa-kun memang kelihatan jauh lebih tegang.

   Ong Goan-tin kuatir bila dua harimau bertarung salah satu pasti terluka, baru saja dia hendak ajak Lui Tin-gak maju bersana memisah, tiba-tiba didengarnya Tang-hay-liong-ong bergelak tertawa, katanya.

   "Tam Tayhiap bergelar Kim-to-thiciang, memang tidak bernama kosong, kagum, sungguh kagum,"

   Di tengah gelak tawanya dia lepas pegangannya langsung duduk kembali di tempatnya.

   Setelah kedua orang sama melangkah berpindah tempat, maka tampak dimana tadi Tam Pa-kun berdiri, lantainya dekuk berbentuk telapak kakinya.

   Sedang lantai dimana Tang-hay-liong-ong berdiri tetap utuh tidak kurang suatu apa.

   Tam Pa-kun meninggalkan bekas telapak kakinya di batu hijau yang keras, betapa hebat Kungfunya dapatlah dibayangkan.

   Tapi dalam pandangan para ahli, bahwa Tanghay- liong-ong tidak meninggalkan bekas apapun setelah mengadu kekuatan sedahsyat itu, ilmunya jelas lebih mengejutkan lagi.

   Orang-orang pihak Ong Goan-tin mau tidak mau sama kaget.

   "Tak nyana kekuatan telapak tangan Kim-tothi- ciang ternyata tetap dikalahkan pula oleh Tang-hay-liongong."

   Perlu diketahui pukulan telapak tangan yang diyakinkan Tam Pa-kun adalah ilmu Gwakeh, sebaliknya Tang-hay-liong

   

   Tiraikasih Website
http.//kangzusi.com

   ong meyakinkan pukulan yang dilandasi tenaga Lwekeh.

   Bila Lwekang dan Gwakang sama diyakinkan sampai taraf yang paling top sebetulnya sukar dibanding mana lebih unggul.

   Cuma dipandang lahirnya, bila Lwekang diyakinkan sampai puncaknya, orang lain akan sukar mengukur tinggi rendah ilmunya.

   Lain lagi yang meyakinkan Gwakang, selintas pandang orang akan dapat mengukur taraf kepandaiannya.

   Umpamanya Tam Pa-kun, setelah dia kerahkan seluruh kekuatannya, tak heran bila dia meninggalkan bekas tapak kakinya.

   Dua jagoan kosen yang paling diandalkan sama-sama dirugikan setelah bertanding dengan Tang-hay-liong-ong.

   Hadirin sama pucat dan saling pandang dengan perasaan tidak karuan.

   Setelah batuk sekali Ong Goan-tin berkata.

   "Nah, kalian sudah sama-sama kenal, silakan duduk, kita bicarakan persoalan semula."

   Tak nyana begitu Lui dan Tam mengambil tempat duduknya, Tang-hay-liong-ong malah berdiri. Katanya.

   "Masih ada dua pendekar muda, Ong Cecu, kenapa tidak kau perkenalkan mereka kepadaku."

   Perhatian hadirin tadi ditujukan kepada Tam dan Lui berdua, sehingga Tan Ciok-sing dan in San yang mengintil di belakang mereka tidak diperhatikan, sampaipun Ong Goan-tin juga mengira kedua muda-mudi ini hanyalah angkatan muda yang mana saja dan datang mumpung ada kesempatan bersama Tam dan Lui berdua.

   Apakah mereka kenal baik dengan kedua pendekar besar ini, Ong Goan-tin juga tidak tahu.

   Oleh karena itu umpama benar mereka adalah tunas harapan, didalam pertemuan besar seperti ini, belum setimpal untuk diperhatikan oleh Ong Goan-tin, apa lagi diperkenalkan kepada para tamu.

   Tam Pa-kun segera berseru.

   "Tan-heng, In-hiantit, mari kemari."

   Di sebelah sana Tan Ciok-sing berkata.

   "Aku inikan pupuk bawang mana berani..."

   Belum habis dia bicara, In San sudah tertawa ringan, selanya.

   "Walau kita ini anak muda kaum keroco, tapi mumpung ada kesempatan sebaik ini, apa salahnya kita berkenalan dengan Tang-hay-liong-ong?"

   Terpaksa Tan Cioksing yang diseret melangkah maju. Baru saja mereka keluar dari gerombolan orang banyak Tang-hay-liong-ong segera menyongsong maju, dengan tertawa dia berkata kepada Tan Ciok-sing.

   "Tan-heng, aku belum tahu siapa kau, tapi kau adalah orang yang paling kukagumi di antara hadirin ini."

   Terhadap dua pendekar besar yang kenamaan Tang-hayliong- ong bersikap jumawa dan tidak memandang sebelah mata, siapapun tiada yang menyangka terhadap seorang pemuda ternyata dia bersikap hormat dan sopan malah, karuan hadirin melongo dan saling pandang.

   Tan Ciok-sing sendiri juga tertegun, katanya.

   "Sugongthocu berkelakar saja, Wanpwe mana berani menerima penghargaan ini."

   Tang-hay-liong-ong tertawa, katanya.

   "Selama hidupku aku tidak sembarang memuji apalagi menghargai orang lain, bagaimana Kungfumu, tinggi atau rendah aku tidak tahu. Tapi aku tahu sedikitnya kau memiliki semacam kepandaian, tiada orang dalam jagat ini yang bisa menandingi kepandaianmu itu."

   Mendengar pujian Tang-hay-liong-ong, baru hadirin percaya dan sikap serta pandangannya terhadap Tan Ciok-sing berobah 180 derajat, semua pasang kuping mendengarkan dengan seksama.

   "Di atas danau tadi, aku menikmati petikan harpamu yang memukau, aku yakin dalam jagat ini tiada orang yang mampu menandingi petikan Tan-heng tadi. Entah pernah apa kau dengan Khim-sian Tan Khim-ang yang pernah menggemparkan dunia pada tiga puluh tahun yang lampau?"

   "Beliau adalah kakekku,"

   Sahut Tan Ciok-sing. Mendengar jawaban ini, tidak sedikit hadirin yang sudah menduga akan asal-usul Tan Cioksing. Tang-hay-liong-ong tertawa tergelak-gelak, katanya.

   "Tak heranlah. Hehe, bicara soal Kungfu semua yang hadir hari ini termasuk diriku, mungkin tidak ada yang berani diagulkan nomor satu di dunia ini? Ilmu macam apapun bila nomor satu di dunia ini pasti kukagumi. Yakin Tan-heng percaya bahwa aku bicara setulus hatiku?"

   "Terima kasih akan pujian Thocu, sesungguhnya tak berani Wanpwe menerima pujian setinggi ini."

   "Kenapa sungkan?"

   Ujar Tang-hay-liong-ong tertawa.

   "hayolah kemari, kita bicara disana,"

   Sembari bicara dia menarik tangan Tan Ciok-sing.

   Barusan hadirin mendapat sajian yang menegangkan dalam pertandingan adu tenaga dalam antara Tang-hay-liong-ong melawan Lui Tin-gak lalu Tam Pa-kun, Lui Tin-gak kecundang, Tam Pa-kun juga dirugikan.

   Kini melihat dia menarik tangan Tan Ciok-sing, hadirin sama kaget.

   Tan Ciok-sing juga kuatir lawan menggunakan cara serupa, maka dia sudah siaga.

   Diam-diam dia kerahkan ajaran Lwekang karya Thio Tanhong, serangkum tenaga seperti ada tapi tiada, seperti kosong tapi juga tidak berisi dikerahkan ke telapak tangannya.

   Tang-hay-liong-ong memang gembong iblis besar dari kalangan sesat, namun dia punya watak menyendiri suka menjalin hubungan baik dan senang membimbing tunas-tunas muda yang berbakat.

   Semula dia tidak ingin menjajal ilmu silat Tan Ciok-sing, tapi sebagai maha guru silat tiba-tiba dirasakannya Lwekang Tan Ciok-sing ternyata aneh bin ajaib, terasa bahwa Ciok-sing bersikap hati-hati dan waspada kuatir dirinya membokongnya, tapi tenaga dalamnya seperti ada tapi tiada, ingin melawan tapi juga menyambut.

   Padahal pengalamannya cukup luas, tapi dia sukar meraba Lwekang aliran mana yang diyakinkan Tan Ciok-sing, Karena timbul rasa ingin tahunya, tanpa sadar Tang-hay-liong-ong ingin mencoba Lwekang Ciok-sing.

   Bahwa Tan Ciok-sing tidak kerahkan Lwekangnya menyerang, maka dia mendahului kerahkan tenaga dalamnya memancing.

   Situasi justru terbalik dari pada waktu dia melawan Tam Pa-kun tadi, kini dia berada di pihak yang menyerang seperti Tam Pa-kun menyerang dirinya tadi.

   Perlahan-lahan, Tang-hay-liong-ong menambah tenaganya, tetap dia tidak berhasil menjajaki taraf kepandaiannya, setelah dia kerahkan tujuh puluh persen tenaganya baru terasa sedikit perlawanan tenaga Tan Ciok-sing.

   Terasa olehnya meski tenaga perlawanan Tan Ciok-sing ini tidak sekokoh dan sekuat tenaganya, namun mutunya jelas seperti lebih unggul dari ilmu yang dipelajarinya.

   Apalagi sejauh ini dia belum berhasil meraba asal-usul ilmu Tan Ciok-sing, entah dari golongan atau aliran mana.

   
Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Tang-hay-liong-ong tidak ingin melukai Tan Cioksing, tapi dia juga tidak mau kalah, setelah lenyap rasa kagetnya, dia berpikir.

   "Asal-usul pemuda ini pasti luar biasa, sepantasnya aku harus tahu diri,"

   Maka segera dia melepas tangan Tan Ciok-sing, lalu bergelak tawa pula. Serunya.

   "Gelombang sungai memang saling dorong mendorong patah tumbuh hilang berganti. Pepatah itu memang tidak keliru. Sungguh tidak kira Tan-heng mahir memetik harpa juga pandai bermain silat, Kungfumu juga bukan kepalang hebatnya."

   Mendengar pujian ini, mereka yang tidak tahu asal-usul Tan Ciok-sing sama kaget dan heran, yang tahu siapa sebenarnya Tan Ciok-sing juga amat kagum dan terharu pula.

   Di tengah tepuk tangan hadirin, diam-diam Tan Ciok-sing mencucurkan keringat dingin, hatinya mengucap "syukur".

   Ternyata waktu Tang-hay-liong-ong kerahkan tenaganya pada taraf tujuh puluh persen Tan Ciok-sing sudah gunakan seluruh kekuatannya.

   Bila percobaan itu dilanjutkan lebih lama sedikit, jelas Tan Ciok-sing tidak tahan dan bakal mengalami luka-luka yang parah.

   Tam Pa-kun lantas berdiri, di hadapan hadirin dia memperkenalkan.

   "Tan Ciok-sing Lote ini adalah murid penutup dari Thio Tan-hong Thio Tayhiap."

   Ong Goan-tin tersentak kaget, serunya.

   "Jadi kau inilah Tan-siauhiap yang pernah menggetarkan istana raja beberapa bulan yang lalu?"

   "Betul,"

   Ucap Tam Pa-kun.

   "Nona In bernama tunggal San, dia..."

   Ong Goan-tin tertawa tergelak-gelak, tukasnya.

   "Tak usah kau perkenalkan lagi aku sudah tahu. Nona In adalah cucu tunggal In-conggoan In Jong, putri kesayangan In Tayhiap In Hou, betul tidak? Gabungan sepasang pedang Tan-siauhiap dan In-lihiap sudah terkenal di jagat ini."

   In San menjura hormat, katanya.

   "Sugong-thocu, paman Tam adalah sahabat baik ayahku, memandang muka ayahku, paman Tam dan Ong Cecu memuji belaka, mana berani aku menerimanya. Untuk itu semoga kau tidak menjajal Kungfuku juga."

   Dengan laku sopan lekas Tang-hay-liong-ong membalas hormat, katanya.

   "Ayahmu dulu adalah orang yang kupuja, sayang tiada kesempatan bertemu. Dari keturunan keluarga besar, bagaimana kepandaian Lihiap, tidak usah dijajal juga sudah cukup kukagumi."

   Sejak Thio Tan-hong mengasingkan diri ke Ciok-lim, In Hou adalah pendekar besar yang paling tenar di kalangan Kangouw.

   Walau beliau sudah meningal beberapa tahun lalu, kaum persilatan masih menaruh hormat kepadanya.

   Seperti apa yang dikatakan Tang-hay-liong-ong, tanpa dia mendemontrasikan ilmu silatnya, hadirin sudah bersikap lain terhadapnya Tiba-tiba seseorang batuk-batuk ringan sambil berdiri, katanya.

   "Para tamu sudah hadir lengkap, nah tiba saatnya kita membicarakan persoalan utama tadi."

   Usia orang ini kira-kira empat .

   puluhan, mengenakan topi persegi, memelihara tiga jenggot kambing, berpakaian seperti sastrawan.

   Tapi sepasang matanya besar kecil siapa melihat tampangnya akan merasa sebal.

   Tam Pa-kun kenal siapa orang ini, dalam hati dia berpikir.

   "Tiada angin orang ini suka menimbulkan gelombang, dia ditampilkan untuk bicara di pihak Tang-hay-liong-ong, pasti mengandung maksud yang tidak baik."

   Orang ini she rangkap Cim ih bernama tunggal Thong.

   Selama hidup tidak punya tempat tinggal tetap, hidupnya terlunta-lunta dan melanglang buana, hubungannya teramat luas, entah golongan hitam atau aliran putih, kaum lurus atau gerombolan sesat, asal dia seorang Bulim yang kenamaan, dia suka menjilat dan bermuka-muka.

   Pandai omong bersilat lidah, juga mengadu biru senang memfitnah lagi.

   Tapi lantaran hubungannya luas, pengetahuanpun mendalam, apa saja dapat dikerjakan, maka tidak sedikit yang mau berhubungan dengan dia.

   Setelah dia membuka kata, melihat Ong Goan-tin tidak menunjukkan sikap tertentu, segera dia lanjutkan perkataannya.

   "Lui Tayhiap, Tam Tayhiap, mungkin kalian belum tahu urusan apa yang hendak dirundingkan bukan?"

   "Tahu sedikit, ingin aku mendengar penjelasan,"

   Kata Tam Pa-kun. Cun-ih Thong berkata.

   "Baiklah akan kuulang dari permulaan, bagaimana?"

   Matanya yang besar kecil mengerling ke arah Ong Goan-tin. Ong Goan-tin berkata tawar.

   "Cun-ih-heng, bermulut tajam dan pandai bersilat lidah, boleh kau saja yang menjelaskan."

   Cun-ih Tong menelan ludah lalu batuk-batuk menarik suara, katanya.

   "Persoalan yang dibicarakan hari ini bakal mendatangkan keuntungan besar bagi kaum persilatan di Kanglam ini. Pertama Tang-hay-liong-ong ada maksud mengikat ikrar bersama Ong Goan-tin Loenghiong Cong-cecu dari tiga puluh enam markas perairan di Thay-ouw melawan tindakan sewenang wenang dari penguasa, sejauh melangkah diharapkan pula sambutan baik seluruh warga persilatan di Kanglam ini untuk mendukung perserikatan ini."

   "Nanti dulu,"

   Seru Tam Pa-kun.

   "Kau bilang Sugong-thocu akan berdampingan dengan Ong-cecu melawan tindakan sewenang-wenang, entah tindakan sewenang-wenang apa?"

   "Memangnya perlu dijelaskan lagi?"

   Ujar Cun-ih Thong.

   "sudah tentu melawan tindakan sewenang-wenang pasukan negeri yang memeras rakyat jelata. Aku tahu pihak kerajaan telah mengirim armadanya ke Thay-ouw, dalam waktu dekat pasti akan melancarkan serangan besar-besaran. Demikian pula Tang-hay-liong-ong memperoleh tekanan pula di lautan teduh, di samping harus hatt-hati menghadapi sergapan kaum cebol (bangsa Jepang), susah untuk bercokol di lautan timur sana. Mengingat kepentingan bersama, menurut hematku, apa salahnya kalau dua kekuatan digabung menjadi satu, lalu pusatkan seluruh perhatian dan kekuatan untuk melawan pasukan negeri, yakin akan membawa manfaat besar bagi kedua pihak..."

   Belum habis Cun-ih Thong mengoceh mendadak seseorang berseru lantang.

   "Han-cecu dari Cau-ouw tiba"

   Ong Goan-tin kenal baik orang yang datang terlambat ini, yaitu orang kedua dari Cau-ouw-siang-kiat Han King-hong, tampak wajahnya berlepotan darah, pakaiannya compangcamping, matanya mendelik gusar melangkah masuk setengah berlari.

   Sudah tentu Ong Goan-tin kaget, teriaknya.

   "Han-lote, kenapa kau?"

   Han King-hong berkata.

   "Dua kapal kita bentrok dengan armada kerajaan, Engkohku dan para saudara sama luka-luka dan mati, Engkohku tertawan, hanya aku seorang beruntung meloloskan diri, syukur masih sempat menghaturkan selamat ulang tahun kepadamu."

   Han King-kang engkoh Han King-hong memiliki Kungfu yang tinggi, sifatnya terbuka, gagah perkasa dan terbuka tangan, supel lagi, namanya hanya di bawah Ong Goan-tin di antara semua Pang dan Hwe atau markas perairan dibilangan Thay-ouw ini, mendengar dia ditawan pasukan kerajaan, hadirin menjadi ribut dan marah.

   Berlinang air mata Ong Goan-cin, katanya.

   "Gara-gara ulang tahunku sehingga banyak kawan gugur di medan laga, apakah aku tidak malu menerima ucapan selamat kalian? Biarlah perjamuan ulang tahun ini dibatalkan saja."

   "Ong-cecu, jangan kau bilang demikian,"

   Seru Han Kinghong lantang.

   "Pepatah bilang adalah logis seorang panglima gugur di medan laga. Orang-orang yang punya kerja seperti kita, siapa tidak siap menerima akibat apapun yang paling buruk. Umpama kami tidak datang memberi selamat ulang tahunmu, pasukan kerajaan memang bermaksud menindas kami. Sekarang yang terpenting kita harus segera bersiap, cara bagaimana untuk menghadapi serbuan pasukan kerajaan. Kecuali itu, apa pula yang harus disesalkan. Ong-cecu, tidak usah kau menyalahkan pihak sendiri. Hari ini adalah hari ulang tahunmu, kita harus tetap merayakan secara meriah. Besok juga kita gempur pasukan kerajaan."

   "Bagus,"

   Seru Cun-ih Thong sambil angkat jempolnya tinggi-tinggi.

   "beralasan sekali apa yang diucapkan Han-cecu, sekarang sudah terbukti bagaimana tindakan pasukan kerajaan terhadap kita"' Mungkinkah kita tidak bersaiu padu? Han-cecu kau tidak pci'lu sedih, Tang-hay-liong-ong sudah punya rencana yang sempurna untuk menuntut balas sakit hatimu yakin engkohmu juga pasti dapat dibebaskan."

   Han King-hong terkejut, katanya.

   "O, jadi tuan inilah Tanghay- liong-ong Sugong-thocu? Selamat bertemu, selamat bertemu. Entah rencana apa?"

   Mulutnya bicara hormat, namun kelihatan sikapnya hambar. Seolah-olah mimpi juga dia tidak duga bahwa Tang-hay-liong-ong muncul disini, maka dia tidak begitu percaya.

   "Sugong-thocu,"

   Ujar Cun-ih Thong.

   "soal rencana itu, lebih baik kau sendiri yang menjelaskan,"

   Sikapnya tampak dibuatbuat.

   "Baiklah,"

   Ujar Tang-hay-liong-ong berdiri.

   "pepatah bilang, tentara datang kita lawan, air bah melanda kita bendung. Pasukan kerajaan, berani menindas kita, memangnya kita tidak berani balas menggempurnya?"

   "Maksud Sugong-thocu, kita akan melawan secara terbuka?"

   Tanya Han King-hong.

   "Betul. Sekarang adalah saat yang paling baik. Mumpung Ong-locecu mengadakan perjamuan ulang tahun ini, orangorang gagah dari seluruh pelosok hadir disini, bila kita bisa berikrar minum darah sebagai janji setia dan perserikatan, bersatu padu melawan kekerasan, jangan kata armada kerajaan, meski seluruh pasukan negeri dikerahkan juga kita mampu menandinginya. Bukan mustahil kita masih bisa melakukan kerja besar demi kepentingan kita bersama."

   "Entah kerja besar apa yang bakal direncanakan Sugongthocu?"

   Tanya Tam Pa-kun.

   "tentunya rencana sudah kau rangkai dengan baik, coba terangkan di hadapan umum?"

   "Memang akan kurundingkan hal ini di hadapan hadirin,"

   Ujar Tang-hay-liong-ong.

   "bila hadirin mau sumpah setia minum darah, sekalian kita akan bekerja tidak tanggungtanggung, umpama seluruh orang-orang gagah yang hadir setuju, sebelumnya kita harus memilih seorang Bu-lim-bengcu untuk mengepalai gerakan kita"

   "Soal besar dan luas sangkut pautnya, maaf bila aku tidak bisa segera memberi jawaban,"

   Kata Ong Goan-tin.

   "Waktu amat mendesak,"

   Cun-ih Thong mengoceh pula.

   "harap Ong-locecu bisa mengambil posisi dan lekas memberi putusan."

   Ong Goan-tin berkata.

   "Usiaku genap enam puluh, usia tua tenaga kurang, untuk memiknl tugas berat, mungkin aku tidak becus lagi."

   "Ong-locecu, kau terlalu rendah hati. Orang kuno pada usia tujuh puluh masih giat dalam kepemimpinan, Ong Cecu baru enam puluh? Untuk cuci tangan menggantung golok segala, bukankah terlalu pagi?"

   "Ah, mana berani aku dibanding orang-orang kuno,"

   Tukas Ong Goan-tin kurang senang.

   "Jangan sungkan Ong Cecu,"

   Ucap Cun-ih Thong.

   "tapi, bila Ong Cecu tidak mau mencalonkan diri, apa salahnya kita mencalonkan orang lain sebagai Bu-lim-beng-cu,"

   Habis bicara pandangannya ditujukan kearah Tang-hay-liong-ong.

   "Nanti dulu,"

   Kembali Tam Pa-kun tampil bicara.

   "Tam Tayhiap ada usul apa?"

   Tanya Cun-ih Thong.

   "Pemilihan Bu-lim-beng-cu ditunda saja. Coba tanyakan dulu kepada hadirin, apakah mereka setuju memberontak. Sugong-thocu, rencanamu itu lebih tepat bila kukatakan sebagai pemberontak kepada kerajaan yang berkuasa. Betul tidak?"

   Tang-hay-liong-ong terkial-kial, katanya.

   "Betul memangnya kami perompak, memangnya perompak takut memberontak?"

   Cun-ih Thong segera menimpali.

   "Betul, tujuh delapan puluh persen yang hadir disini semua adalah kaum begal yang mendirikan pangkalan, peduli apa sebab kalian bergerak dalam bidang ini, pendek kata siapapun harus mengaku sebagai kaum perampok. Sugong-thocu memang pandai bicara. Kalau perampok takut memberontak, bukankah menggelikan malah? Tapi Tam Tayhiap, kau jelas bukan perampok, bila kau menjaga gengsi dan demi mempertahankan martabat, tidak sudi bergabung dalam perserikatan kita, boleh terserah apa kehendakmu."

   Maklum calon Bu-lim-beng-cu yang bisa sejajar menandangi Tang-hay-liong-ong yang hadir sekarang hanya beberapa orang saja, Tam Pa-kun adalah salah satu di antaranya.

   Tujuan perkataan Cun-ih Thong justru untuk melicinkan jalan Tang-hay-liong-ong, dengan menyerang Tam Pa-kun, sehingga membuatnya marah dan ada alasan untuk menyingkirkan dia dari sini.

   "Cun-ih Siansing,"

   Jengek Tam Pa-kun.

   "terlampau jauh kau mengoceh. Urusan besar yang sekarang dibicarakan adalah apakah pantas kita memberontak, apa tujuannya dan bagaimana gerakannya. Soal kehadiranku disini, kemana aku berkiblat, kukira tidak penting dan tidak perlu hadirin membicarakannya."

   Cun-ih Thong tidak berani membantah dengan Tam Pakun, dengan sikap munafik segera dia berkata menyeringai.

   "Baiklah Mari kita dengarkan pendapat Tam Tayhiap yang berharga,"

   Sehabis berkata dia maju kesana duduk di samping Tang-hay-liong ong Lantang suara Tam Pa-kun.

   "Rampok pun punya haluan dan tujuan, seperti Ong Cecu umpamanya, dia tidak pernah mengambil harta yang tidak halal, malah melindungi rakyat, jauh lebih baik dan sempurna dari pada pihak kerajaan membina rakyatnya. Sepak terjangnya berbeda dengan kawanan rampok umumnya. Hadirin tidak sedikit yang mendirikan pangkalan mengangkat diri sebagai kepala rampok, aku yakin kebanyakan kalian pun termasuk golongan perampok seperti Ong Cecu. Demikian pula Kim-to Cecu yang mendirikan pangkalannya diluar perbatasan. Meski dia melawan pasukan negeri, tapi berapa kali dia menggagalkan pasukan bangsa asing menyerbu ke negeri kita, sehingga kerajaan yang berkuasa sekarang tetap kokoh berdiri, gerakan mereka hanya boleh dinamakan laskar gerilya, jadi bukan kawanan rampok lagi, betul tidak?"

   "Betul,"

   Hadirin banyak yang sepaham.

   "rampok harus punya tujuan dan haluan, tepat sekali."

   Tam Pa-kun meneruskan pidatonya.

   "Memberontak pun ada beberapa macam, dengan kekuatan senjata merebut pasaran dagang, menjatuhkan raja membebaskan rakyat dari tekanan pajak. Karena dipaksa keadaan sehingga angkat senjata demi menunaikan darma baktinya kepada Thian yang berkuasa. Mendirikan pangkalan angkat diri sendiri sebagai raja. Memperebutkan tanah perdikan, ingin merebut tahta kerajaan, jadi ada empat macam pemberontakan. Sugongthocu tolong tanya termasuk macam mana yang kau rencanakan?"

   Tang-hay-liong-ong mendengus jumawa, katanya.

   "Orang kuno bilang, menjadi raja harus giliran, besok tiba giliranku. Kerajaan lalim pemerintahan rapuh, seluruh rakyat wajib menentangnya, siapapun boleh saja menjadi raja, kenapa tidak boleh?"

   "Bagus,"

   Sorak Cun-ih Thong.

   "omongan Sugong-thocu memang betul, bukan orang she Cu saja yang ditakdirkan untuk jadi raja seterusnya. Bukankah Bing-thay-co Cu Goanciang dahulu juga memberontak baru dia angkat diri menjadi raja?"

   Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Lui Tin-gak tidak punya hubungan luas dengan kaum persilatan di Kanglam, sejak tadi sungkan dia buka suara, tapi sekarang tidak tahan lagi, pelan-pelan dia berdiri dan berkata.

   "Tapi Cu Goan-ciang memberontak terhadap kaum penjajah serta merebut kembali tanah air kita sendiri."

   Cun-in Thong mengelus jenggot kambingnya sambil mengerling ejek, katanya.

   "Tapi raja Bing dynasti yang sekarang bukan lagi Cu Goan-ciang, Cu Goan-ciang berjasa besar, memangnya anak cucu Cu Goan-ciang juga harus menjadi raja seterusnya?"

   Lui Tin-gak tahu ambisi Tang-hay-liong-ong teramat besar, lapat-lapat terasa olehnya, antara Tang-hay-liong-ong dengan Cun-ih Thong sudah ada kata sepakat didalam permainan kotor, dengan main silat lidahnya yang manis, untuk menghasut hadirin memberontak, yakin di belakang semua ini pasti ada suatu rencana jahat yang keji.

   Tapi dia seorang lugu, tidak pandai bicara, sesaat dia jadi kelakep oleh debat Cun-ih Thong, sesaat dia jadi mati kutu dan susah membantah perkataan Cun-ih Thong.

   Maka hadirin mulai ribut pula, satu sama lain saling debat dan memberi usul.

   Seorang dengan muka berlepotan darah dan keringat berteriak.

   "Pasukan negeri sudah menekan kita sampai menemui jalan buntu, sanak famili kita ditawan, dijadikan sandera, dibunuh lagi, sabar, sampai kapan kita harus bersabar dan terima nasib sejelek ini, tapi kalian masih juga berunding soal memberontak dengan aneka ragamnya? Aku ini orang kasar, tidak tahu aturan, aku hanya tahu angkat senjata dan menuntut balas bagi kematian Toh Toako dari Tiau-ma-kian kita. Siapapun yang sudi memimpin, bila disuruh kami menyerbu ke kota raja, meski tubuhnya tercacah hancurpun aku akan berjuang di paling depan,"

   Pembicara ini adalah seorang Cecu dari Tiau-ma-kian bernama Hou Pong, Toa Cecu atau saudara tuanya bernama Toh Bo kemarin tertawan oleh pasukan negeri di perairan Thay-ouw. Kontan Cun-ih Thong acungkan jempol, serunya.

   "Betul, itulah seorang gagah perkasa."

   "Ong Cecu,"

   Kata Tang-hay-liong-ong.

   "Toh Bo adalah tamu undanganmu, sekarang Hou-hcng menuntut pembalasan sakit hati Toh-toako, sepantasnya kau angkat bicara demi kepentingan orang banyak?"

   Ong Goan-tin tampak amat sedih, katanya.

   "Membalas dendam aku tidak akan menentang, tapi..."

   "Tapi apa?"

   Desak Cun-ih Thong.

   "Aku tidak akan menentang siapapun menuntut balas, tapi cara bagaimana akan menuntut balas, kurasa harus dirundingkan bersama."

   Tang-hay-liong-ong memicing mata dengan lirikan tajam.

   "Cekak aos saja, kau setuju tidak memberontak?"

   Ong Goan-tin sudah merasa kurang benar akan perdebatan ini.

   namun dia sendiri masih belum jelas tentang duduk persoalannya, pada hal Tang-hay-liong-ong dan Cun-ih Thong yang jelas sekongkol ini justru memojokkan dirinya, terpaksa akhirnya dia menghela napas, katanya.

   "Aku sih terserah kepada keputusan umum, bila hadirin banyak yang setuju aku sih tidak banyak komentar."

   Menuding Han King-hong, Cun-ih Thong berkata.

   "Bagus, lalu kau? Coba katakan, bagaimana baiknya?"

   Engkoh Han King-hong menjadi tawanan pasukan negeri, Cun-ih Thong kira dia akan setuju secara spontan. Tapi Han King-hong justru kebingungan, sesaat baru dia buka suara.

   "Aku tidak tahu. Aku hanya tunduk atas kepemimpinan Ong Cecu saja,"

   Maksudnya diapun terserah kepada keputusan umum. Salah satu dari tiga puluh enam Cecu di Thay-ouw Ha Itseng berkata.

   "Walau kita ini tidak pingin jadi raja, tapi bila kita mau bergabung menjadi satu, biar pihak kerajaan tahu bahwa kita tidak boleh dipandang remeh. Marilah kita contoh perjuangan Kim-to Cecu, dia berkuasa di daerah utara Ong Cecu kenapa kau tidak berkuasa di selatan?"

   Ong Goan-tin tertawa pahit, katanya.

   "Aku mana berani dibanding Kim-to Cecu?"

   Ha It-seng berkata.

   "Kalau dia bisa kenapa kita tidak? Maka menurut pendapatku, apa salahnya diantara kita ada seorang Bu-lim-beng-cu,"

   Sengaja dia menggunakan "kita"

   Jelas maksudnya bukan melulu orang-orang pihak Ong-cecu saja, secara tidak langsung dia mau bilang bila Tang-hay-liong-ong mau menjadi Bu-lim-beng-cu, diapun tidak menentang.

   Hadirin ribut lagi, disana sini menggerombol kasak kusuk dan bisik-bisik, suasana menjadi kacau.

   Mendadak Tan Cioksing berdiri, katanya lantang.

   "Hadirin diharap tenang sejenak, aku ingin bicara,"

   Dia bicara sambil mengerahkan Lwekang ajaran Thio Tan-hong, suaranya tidak keras namun suara keributan dalam pendopo itu kelelap oleh kata-katanya, suaranya seperti gembreng ditabuh, yang berkepandaian rendah merasa pendengarannya pekak.

   Kaget juga hadirin akan pameran tenaga dalam yang hebat ini, suara ribut seketika sirap.

   Hanya Cun-ih Tong saja yang terkecuali.

   Dia pikir hendak turun tangan lebih dulu maka segera merebut bicara.

   "Belum lama ini Tan-siauhiap pernah membuat geger kota raja bersama orang-orang gagah, bersama nona In masuk ke istana terlarang menemui raja lagi, perbuatannya itu sudah layak diangggap memberontak, tentunya kau setuju akan rencana pemberontakan Sugongthocu betul tidak?"

   Agaknya sengaja dia mengumpak Tan Ciok-sing supaya dia rikuh dan tidak membantah serta menentang rencana mereka. Tak nyana Tan Ciok-sing tidak mempan diagulkan, apalagi dihasut, katanya tawar.

   "Aku belum bicara dari mana kau tahu bahwa aku setuju memberontak?"

   Untung Cun-ih Thong tebal kulit mukanya, meski meringis malu seperti kera makan sambal tapi dia masih berani menebalkan muka membantah.

   "Aku pengagum Tan-siauhiap yang sudah membuat lembaran sejarah keperwiraan, maka ingin aku mengikuti nadamu didalam perjuangan yang sama. Kalau Tan-siauhiap anggap aku cerewet, baiklah, silakan Tansiauhiap angkat bicara saja."

   Melirikpun Tan Ciok-sing tidak sudi, katanya kalem.

   "Tidak benar, suaraku tidak senada dengan ocehanmu. Pendek kata, aku tidak setuju dengan pemberontakan yang kalian rencanakan."

   Sudah tentu Tang-hay-liong-ong dan Cun-ih Thong merasa kecewa akan pernyataan ini, tapi mereka sih tidak merasa diluar dugaan. Adalah orang-orang Ong Goan-tin malah merasa bingung dan tidak habis mengerti. Tan Ciok-sing berkata lebih lanjut.

   "Selama puluhan tahun, Kim-to Cecu bercokol diluar perbatasan, entah berapa kali dia bekerja demi keselamatan negara memukul mundur serbuan kaum penjajah, ini suatu kenyataan yang tidak boleh dipungkiri oleh siapapun. Hadirin berusia lebih tua dari aku, apa yang kalian tahu tentu juga lebih banyak dai i pengalaman dan pengetahuanku yang masih cetek ini."

   "Memang berapa kali diapun pernah menggempur pasukan negeri, tapi mereka terpaksa membela diri karena terdesak oleh keadaan, hal ini tidak boleh disejajarkan dengan perlawanannya terhadap serbuan bangsa Watsu."

   "Kalian bilang mau meneladan perbuatan Kim-to Cecu, maka yang harus kalian teladan adalah semboyan perjuangannya "Demi nusa dan bangsa, sebagai kaum pendekar wajib kita memiliki jiwa ksatria."

   Ha It-seng tampak agak malu, namun dia masih berusaha mendebat.

   "Tan-siauhiap, teorimu memang betul. Tapi Watsu kan tidak memukul kita di Kanglam ini, mana bisa kita melawan Watsu disini? Saat ini pasukan negeri yang menekan dan menindas kami, kenapa tidak kami pukul dulu pasukan negeri."

   "Betul,"

   Teriak Hou Pong.

   "menurut pandapatku, Watsu patut dilawan, tapi raja lalim itupun harus dijatuhkan."

   Tan Ciok-sing bertanya.

   "Dua tinju memukul sekaligus lebih kuat atau pukulan satu tinju lebih kuat."

   "Sudah tentu pukulan dua tinju sekaligus lebih kuat,"

   Sahut Hou Pong.

   "Tapi bila satu tinju sekaligus harus menghadapi dua musuh lalu bagaimana?"

   "Tan-siauhiap, memangnya kau kira aku ini anak kecil? Siapapun tahu, kalau berkelahi dengan cara demikian, dia pasti kalah total."

   "Maka itu. Kalau Hou Cecu maklum akan hal ini, seharusnya kaupun mengerti kenapa kami tidak menyerukan kalian untuk menjatuhkan raja lalim sekarang ini."

   "Setiap urusan ada perbedaan, yang penting dan yang perlu ditunda, kini pihak Watsu sedang kerahkan pasukan besarnya, mereka sudah siap menyerbu ke negara kita, maka kita perlu siap-siap melawan serbuan mereka. Bila kita bisa merangkul pihak kerajaan berjuang bersama membendung serbuan dari luar, itulah cara yang paling baik, betul tidak?"

   Ternyata Hou Pong masih belum kapok, bantahnya.

   "Tapi pasukan negeri menindas kita, memangnya kita berpeluk tangan membiarkan mereka bertingkah?"

   "Sudah tentu harus dihadapi. Tapi yang terpenting sekarang harus bersatu padu melawan penjajah. Persoalan kalian itu masih bisa dibereskan secara damai melalui cara tersendiri. Asal kita angkat senjata bersama, seluruh kekuatan laskar rakyat mampu membendung serbuan musuh dan menjadikan tonggak negara, yakin pasukan negeri tidak akan berani meremehkan kekuatan kita."

   Reda juga emosi Hou Pong, katanya.

   "Tapi masih ada satu hal aku tidak mengerti, tolong Tan-siauhiap memberi petunjuk."

   "Mana berani aku memberi petunjuk dengan bekal pengetahuanku yang cetek ini. Untunglah aku sendiri pernah memperoleh petunjuk langsung dari utusan Kim-to Cecu, persoalan apa yang Hou-heng belum jelas, coba katakan, mungkin persoalanmu itu sudah pernah dipikirkan oleh Kim-to Cecu, boleh nanti umumkan pernyataannya."

   "Terus terang, aku sudah tidak percaya pada raja lalim. Kau kira apakah dia mau berjuang berdampingan bersama kita melawan musuh?"

   "Pertanyaanmu memang bagus, bicara terus terang, aku sendiri juga tidak percaya, bila raja yang sekarang berkuasa punya niat baik untuk berjuang bersama kita."

   Hou Pong kebingungan, katanya.

   "Kalau Tan-siauhiap sendiri tidak percaya pada raja lalim, kenapa pula kau anjurkan kita bergandeng tangan sama dia melawan penjajah?"

   "Bagi seorang raja apa yang paling penting bagi kedudukannya? Yaitu mempertahankan tahta kerajaannya, dijunjung oleh seluruh rakyat. Bila dia tunduk dan minta damai kepada Watsu, tidak lain juga demi mempertahankan kedudukan dan tahtanya belaka, betul tidak?"

   Hou Pong manggut-manggut.

   "betul,"

   Sahutnya.

   "Kenapa tidak kita beritahu kepadanya, bila dia tidak mau bergabung dengan kita melawan penjajah, kita akan gerakkan perlawanan di berbagai tempat, mengundang orang-orang gagah di seluruh jagat ini untuk menentang dia dan memukul mundur penjajah. Kalau hal ini sampai terjadi, siapa yang bakal dijunjung dan didukung oleh rakyat?"

   "Sekarang aku mulai mengerti,"

   Kata Hou Pong.

   "Benar, karena itu raja kehilangan kepercayaan dari rakyat, itu berarti tahta kerajaannyapun mulai goyah."

   "Bila dia mau bergabung dengan kita melawan penjajah, kita akan tetap mendukungnya jadi raja, yakin dia cukup pintar memilih arah angin, demi kepentingan pribadi pula, coba katakan, beranikah dia menentang kehendak kita?"

   Kini lenyap keraguan Hou Pong, katanya.

   "Tan-siauhiap penjelasanmu memang menyeluruh, sekarang aku sudah paham betul."

   "Bukan pengetahuanku mendalam, aku hanya menyambung lidah Kim-to Cecu saja."

   Hou Pong bertanya.

   "Tujuanmu masuk ke istana terlarang menemui raja adalah untuk menyampaikan rencana kita dan memaksanya setuju bukan?"

   "Betul. Aku sudah bertemu dengan baginda, memang sesuai dugaan Kim-to Cecu, terpaksa dia setuju rencana kita,"

   Dengan secara ringkas Tan Ciok-sing lalu ceritakan kejadian kala dia menyelundup ke istana menemui Baginda, sudah tentu hal-hal yang perlu dirahasiakan tidak dia beberkan di depan umum.

   Waktu mendengar Tan Ciok-sing meninggalkan peringatan berdarah yang berbunyi.

   "Ingkar janji membuang kebenaran, Thian tidak akan mengampunimu "

   Hadirin sama tepuk tangan dan berseru memuji. Pelan-pelan Ong Goan-tin berdiri, katanya sambil menjura kepada Tan Ciok-sing.

   "Tan siauhiap, terima kasih akan uraianmu yang penuh arti itu. sehingga terbuka pikiranku."

   Tersipu-sipu Tan Ciok-sing balas menghormat, katanya.

   "Locecu terlalu memuji, aku hanya menyampaikan keinginan Kim-to Cecu saja."

   Ha It-teng angkat bicara lagi.

   "Soal memberontak baiklah ditunda dulu. Tapi Sugong-thocu adalah orang gagah jaman ini, dia mau bergabung dengan kita, sepantasnya kita terima uluran tangannya,"

   Beberapa Cecu segera mendukung suaranya, tapi tidak sedikit pula suara yang menentang, walau secara gamblang mereka tidak mengusir Tang-hay-liong-ong tapi jelas banyak yang tidak setuju bergabung sama dia.

   Perdebatan kembali terulang, yang terang hadirin terpecah menjadi dua, keributan semakin memuncak.

   Tiba-tiba Cun-ih Thong berkata dingin.

   "Bukan aku mencurigai Tan-siauhiap, kalau Tan-siauhiap selalu bilang hanya menyampaikan suara Kim-to Cecu hanya Tan-siauhiap saja yang meneruskan pesan utusan Kim-to Cecu, kita kan tiada yang tahu akan kebenarannya. Apakah Tan-siauhiap punya bukti supaya kita percaya babwa pernyataanmu tadi betul adalah suara Kim-to Cecu?"

   Pertanyaan yang tidak terduga ini, memang membuat Tan Ciok-sing serba salah. Untunglah di kala Tan Ciok-sing kebingungan, mendadak Kek Lam-wi berdiri, katanya.

   "Aku punya bukti,"

   Lalu dia keluarkan serulingnya, sekali tekan ujung seruling lalu ditiupnya, sebutir bola malam menggelinding keluar, bila bola malam itu dipecah di dalamnya terdapat lempitan kertas tipis yang banyak tulisan kecil-kecil, langsung dia serahkan lempitan kertas itu kepada Ong Goan-tin.

   "Inilah surat dari Lim-toako yang titip kepadaku supaya disampaikan kepada Ong Cecu, kehadiranku disini mewakili Pat-sian, dalam suratnya juga diterangkan perihal Tan Cioksing mewakili Kim-to Cecu, silahkan Ong Cecu baca, persoalannya akan jadi terang,"

   Demikian ujar Kek Lam-wi.

   Seperti diketahui Kek Lam-wi terlambat dua hari setelah Tan Ciok-sing dan In San berangkat.

   Lim Ih-su sebagai tertua dari Pat-sian orangnya tabah, pikiran matang dan bekerja amat teliti, setiap urusan selalu dia rencanakan dengan baik, mengingat urusan cukup penting, maka dia sendiri menulis sepucuk surat sebagai tanda bukti.

   Maka dia tulis surat rahasia ini, menerangkan bahwa Pat-sian menyetujui usul Kim-to Cecu, sekaligus membuktikan bahwa Tan Ciok-sing hadir sebagai wakil Kim-to Cecu."

   Gaya tulisan Lim Ih-su banyak dikenal hadirin, setelah membaca surat itu, tiada yang curiga pula akan kehadiran Tan Ciok-sing. Ong Goan-tin berkata.

   "Tan-siauhiap telah menyampaikan pesan Kim-to Cecu, bahwa hadirin tiada yang curiga dan membantah, apakah kalian masih ada yang merasa kurang setuju akan maksud Kim-to Cecu?"

   Han King-hong menyeletuk lebih dulu.

   "Kim-to Cecu adalah orang yang amat kukagumi, dia bilang bagaimana, akupun begitu."

   Hou Pong ikut menimbrung.

   "Semula aku tidak setuju, tapi setelah mendengar penjelasan Tan-siauhiap yang tidak bosanbosan tadi, menilai untung ruginya, aku jadi tahu diri bahwa aku hanyalah gentong nasi saja. Apalagi sekarang bukan saatnya kita memberontak, kalau itu sudah menjadi kehendak Kim-to Cecu apapula yang harus kukatakan,"

   Hadirin menjadi tertawa riuh mendengar banyolannya.

   Maka hadirin serempak menyatakan sikapnya menjunjung Ong Goan-tin, walau rombongan yang datang bersama Tanghay- liong-ong tiada yang mau terima kalah, tapi mereka tak berani menentang kehendak umum, terpaksa sementara tinggal diam.

   Ong Goan-tin berseru lantang.

   "Bahwa hadirin tiada yang menentang pula, maka perundingan hari ini anggap selesai sampai disini. Terima kasih akan kehadiran para sahabat dalam pesta ulang tahunku ini, kini sebagai tuan rumah, kusuguh hadirin secangkir arak, mari kita habiskan satu cangkir ini."

   "Tunggu sebentar,"

   Tiba-tiba Cun-ih Thong berseru sambil berdiri.

   
Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Entah Cun-ih Siansing ada petunjuk apa?"

   "Kedatangan kita memang khusus hendak memberi selamat ulang tahun kepada Locecu. perjamuan ini jelas tidak boleh terganggu. Tapi mumpung ada pertemuan sebesar ini, maka persoalan yang belum diselesaikan tadi kurasa perlu dibicarakan sekalian."

   Berkerut alis Ong Goan-tin, katanya.

   "Masih ada urusan besar apa yang belum diselesaikan?"

   Kalem suara Cun-ih Thong.

   "Kim-to Cecu ingin supaya sekarang kita tidak usah bentrok dengan pasukan negeri, hal ini sebetulnya kurang kusetujui tapi setelah hadirin banyak yang mendukungnya, akupun tunduk saja akan putusan umum."

   Hou Pong orangnya kasar dan suka blak-blakan, segera dia menukas dengan sentakan.

   "Mau bicara lekas berkata, kalau mau kentut lekas lepaskan."

   Untung muka Cun-ih Thong tebal, dia anggap tidak mendengar, katanya lebih lanjut. ''Tam Tayhiap, Lui Tayhiap pernah bilang kita harus bersatu padu menjadi satu kekuatan besar, betul tidak?"

   "Benar,"

   Timbrung Tan Ciok-sing.

   "Tapi bersatu demi kepentingan umum, kalau tidak mana bisa membendung serbuan musuh."

   "Membendung serbuan musuh sudah menjadikan ikrar kita bersama, hal itu tak perlu diperbincangkan lagi, pendek kata, apapun kita harus bersatu, betul tidak?"

   Ini soal prinsip, meski Ciok-sing merasa mual menghadapi manusia tengik ini, terpaksa dia mengangguk.

   "Dua orang satu hati, tekadnya dapat memutus emas. Bila ribuan orang bersatu padu, kekuatannya dapat membendung laut. Maka aku mengajukan usul, kita harus memilih seorang Bu-lim-beng-cu sebagai pemimpin kita,"

   Sambutan anak buah Tang-hay-liong-ong amat meriah, tidak sedikit pula anak buah Ong Goan-tin memberi aplus. Salah satu Cecu dari tiga puluh enam Cecu di Thay-ouw bernama Su Kian berdiri, katanya.

   "Usul Cun-ih Siansing memang masuk akal, kapan ada kesempatan para orangorang gagah sebanyak ini kumpul disini, memang tepat saatnya kita memilih seorang Bu-lim-beng-cu."

   Ha It-seng menimbrung.

   "Benar, di bawah pimpinan Bulim- beng-cu, selanjutnya langkah kita seirama, peduli melawan penjajah atau menentang tindasan pasukan negeri, urusan akan lebih mudah dibereskan,"kebanyakan hadirin sama setuju adanya seorang Bu-lim-beng-cu, meski ada beberapa orang merasa kemungkinan hal ini adalah muslihat Tang-hayliong- ong, tapi keadaan sudah terlanjur sejauh ini, maka merekapun tidak menentang. Cun-ih Thong berkata lantang.

   "Kalau hadirin tiada usul lainnya, baiklah sekarang kita mulai pemilihan. Aku memberanikan diri, mencalonkan seorang Enghiong besar yang namanya sudah tersohor di kawasan ini, yakin hadirin akan setuju memilihnya sebagai Bu-lim-beng-cu."

   Hadirin kira calon yang diusulkan adalah Tang-hay-liongong Sugong Go, tak kira dia ternyata bilang.

   "Bu-lim-beng-cu pilihanku bukan lain adalah tuan rumah disini, Ong Goan-tin Ong Locecu, Cong-cecu dari tiga puluh enam Cecu di Thayouw ini."

   Pernyataan diluar dugaan, membuat hadirin melongo, akhirnya pecah sorak sorai gegap gempita disertai tepuk tangan riuh. Cun-ih Thong berpidato lebih lanjut.

   "Ong-locecu memiliki Kungfu tinggi, hal ini tidak perlu kujelaskan. Apalagi sebagai Cong-cecu dari tiga puluh enam Cecu yang lain, boleh dikata dia menguasai keadaan, memperoleh dukungan banyak orang lagi. Bijaksana dalam kepemimpinan, tidaklah berkelebihan bila Bu-lim-beng-cu harus dijabatnya."

   Kedengarannya omongan Cun-ih Thong mengagulkan dan menyanjung Ong Goan-tin, tapi bila mau ditelusuri secara cermat, dibalik pidatonya ini mengandung arti lain.

   Yaitu lantaran adanya jabatan yang diduduki Ong Goan-tin sekarang barulah dia mendukung pencalonannya, seperti pepatah mengatakan, sekuat-kuatnya naga juga tidak lebih menang dari ular tunggon.

   Segera Ong Goan-tin angkat bicara.

   "Tadi sudah kukatakan, setelah merayakan hari ulang tahunku ke enam puluh ini, aku sudah berkeputusan hendak cuci tangan menggantung golok. Jangan kata aku tidak berani menerima sanjung puji Cun-ih Siansing, umpama topi kebesaran itu kukenakan juga aku tidak mampu menjadi Bu-lim-beng-cu segala."

   Memang tujuan Cun-ih Thong memancing jawabannya ini segera dia mengoceh pula.

   "Bahwa Ong-locecu menampik pencalonan dirinya, akupun tidak akan memaksa. Tapi kawanan naga tidak boleh tanpa pimpinan, baiklah aku usulkan Sugong-thocu menjadi Beng-cu kita."

   Su Kian segera memberi suara.

   "Betul, Tang-hay-liong-ong bermaharaja di lautan teduh menggetarkan dunia, ilmu silatnya juga tangguh, kira-kira sepadan untuk berjajar dengan Kim-to Cecu. Usianya mumpung kekar kuat pula, hanya dia mungkin yang dapat memimpin kita melakukan usaha besar yang menggemparkan. Bila Ong-locecu benar

   

   Tiraikasih Website
http.//kangzusi.com

   benar mengundurkan diri, pilihan yakin hanya akan terjatuh di tangannya."--Su Kian adalah salah satu Cecu dari tiga puluh enam Cecu bawahan Ong Goan-tin yang punya kedudukan baik dan disegani, bahwa dia mendahului rekan-rekannya mendukung pencalonan Tang-hay-liong-ong, hal ini benarbenar diluar dugaan banyak orang.

   Mendapat dukungan Su Kian sudah tentu rombongan Tanghay- liong-ong semakin bangga, senang setengah mati, sontak mereka tempik sorak dengan ramai, ternyata orang-orang Ong Goan-tin ada juga yang memberi aplus ala kadarnya.

   Ih Ti-bin Cecu Tong-thing-san timur adalah tangan kanan Ong Goan-tin yang terpercaya, dia melirik kearah Su Kian, pikirnya "Keparat ini bersama Ha It-seng entah kenapa beberapa kali memberi suara kepada Tang hay Liong-ong memihak orang luar, agaknya mereka sudah kena sogok dan dihasut untuk menentang kebijaksanaan Cong-cecu.

   Namun memilih Bengcu sudah menjadi kata sepakat para hadirin, meski Ih Ti-bin merasa kurang senang terhadap sikap Su dan Ha malah menaruh curiga pula, namun dia merasa kurang tepat dan belum saatnya untuk membongkar kesalahan Su Kian.

   Sebetulnya ingin dia menentang pencalonon Tang-hayliong- ong, tapi sukar dia memperoleh alasan tepat.

   Di kala dia peras keringat mencari calon, dilihatnya Tang-hay-liong-ong sudah berdiri.

   Dengan senyum lebar dan senang Tang-hay-liong-ong berkata.

   "Terima kasih akan dukungan kalian, cuma aku baru pulang dari luar lautan betapapun tak berani menerima jabatan berat ini. Kalau Ong-locecu tetap menolak pencalonan ini baiklah aku mencalonkan It-cu-king-thian Lui Tayhiap saja."

   Lekas Ih Thi-bin menyeletuk.

   "Betul, Lui Tayhiap berbudi luhur dan memperoleh simpatik banyak orang, ketenaran namanya sudah menggetar utara dan selatan sungai besar. Pada pertemuan di Lian-hoa-hong tahun yang lalu tiada orang-orang gagah yang hadir pada waktu itu yang tidak memuji-muji dan mengaguminya. Aku dukung Lui Tayhiap menjadi Bengcu kita."

   Ha It-seng tiba-tiba berdiri, serunya.

   "Akupun mengagumi Lui Tayhiap, tapi dia tidak sebanding Sugong-thocu dengan rombongannya, hubungannyapun tidak intim dengan para saudara didalam Pang atau Hwe yang ada di Kanglam ini. Menurut pendapatku biarlah Lui Tayhiap menjadi wakil Bengcu saja."

   Seorang lagi lebih tegas lagi, dia bukan lain pembantu Tang-hay-liong-ong yang berjuluk Tay-lik-sin Lamkiong King, setelah mendengus dia berkata dingin.

   "Berapa sih bobot nama besar Lui Tin-gak, bila dibanding dengan Sugong-thocu kami, kurasa jauh ketinggalan."

   "Jangan kurang ajar terhadap Lui Tayhiap,"

   Sentak Tanghay- liong-ong, lahirnya dia memaki pembantunya, tapi orang banyak maklum bahwa sikapnya ini hanya pura-pura belaka.

   "Lamkiong King,"

   Seru Ih Ti-bin gusar.

   "berani kau meremehkan pimpinan Bulim kami, memangnya apa sih yang kau andalkan?"

   Serak kasar suara Lamkiong King, dampratnya.

   "Ih Ti-bin kalau tidak terima, nanti bila ada kesempatan, ingin kujajal kau."

   "Jajal boleh saja, kapan saja aku bersedia, memangnya aku takut?"

   Ong Goan-tin mengerutkan kening, katanya.

   "Jangan ribut dulu, marilah bicarakan urusan itu."

   "Tidak karuan, tidak karuan,"

   Seru Hou Pong, meski tidak langsung dia sebut nama orang yang tidak karuan, tapi hadirin tahu kata-katanya ditujukan kepada Lamkiong King. Lui Tin-gak segera berdiri, katanya goyang tangan.

   "Apa yang dikatakan Hu-cecu memang tidak salah, seorang tamu mana boleh mendahului tuan rumah, baru kali ini aku datang ke Kanglam, tidak kenal orang tidak hapal jalan, entah jadi Bengcu atau wakil Bengcu, terus terang aku tidak berani terima."

   Tang-hay-liong-ong pura-pura menghela napas, katanya.

   "Ai, Ong-locecu tidak mau terima, Lui Tayhiap juga menampik, yah, apa boleh buat, terpaksa biarlah aku menerima pencalonan ini."

   "Nanti dulu,"

   Tiba- Ih Ti-bin berteriak lantang.

   "Ada petunjuk apa lh-cecu?"

   Tanya Tang-hay-liong-ong kalem.

   "Saatnya belum tiba terpaksa menerima pencalonan. Aku mencalonkan Kim-to-thi-ciang Tam Tayhiap menjadi Bengcu kita, harap hadirin memutuskan."

   "Betul,"

   Seru Ong Goan-tin.

   "bukan aku menentang pencalonan Sugong-thocu, tapi Tam Tayhiap adalah teman baik Kim-to Cecu, bila dia sudi menjabat Bu-lim-beng-cu dari Kanglam utara dan selatan terjalin satu ikatan kerja sama, hasilnya tentu jauh lebih baik dari yang kita harapkan."

   Pelan-pelan Cun-ih Thong berdiri sambil mengelus jenggot, katanya.

   "Benar, sudah tentu, akupun amat mengagumi Tam Tayhiap. Justru lantaran dia teman baik Kim-to Cecu, bila dia yang jadi Kanglam Bu-lim-beng-cu, diluar mungkin orang bisa iseng bicara kaum persilatan di Kanglam ini dianggap sebagai anak buah dan tunduk perintah Kim-to Cecu melulu. Memang Kim-to Cecu adalah tokoh yang diagulkan banyak orang, bila ada kata-kata iseng yang memanaskan kuping, lalu mau ditaruh dimana muka kita ini."

   Tam Pa-kun tertawa ngakak, katanya.

   "Sebetulnya aku tidak ingin menjadi Bu-lim-beng-cu segala, memang beralasan juga bahwa Cun-ih Siansing menguatirkan pencalonan diriku. Tapi aku jadi ingin mencalonkan seorang pendekar muda untuk menjadi Bu-lim-beng-cu di Kanglam ini."

   Sebetulnya Cun-ih Thong sudah menduga, namun sengaja dia bertanya.

   "Siapakah pendekar muda yang kau calonkan?"

   "Tan Ciok-sing Tan-siauhiap,"

   Seru Tam Pa-kun kalem;

   "Dia adalah murid maha guru silat Thio Tan-hong Thio Tayhiap, tunas muda yang punya harapan nomor satu di antara generasi mendatang. Bulan yang lalu bersama In Lihiap mereka membuat geger di istana terlarang, menundukkan dan menjumpai Baginda Raja, tiada orang gagah di dunia ini yang tidak mengacungkan jempol untuknya. Jabatan Bu-lim-bengcu kukira tepat sekali bila diserahkan kepadanya."

   Tan Ciok-sing amat kaget, serunya.

   "Tam Tayhiap jangan kau berkelakar dengan aku. Siautit masih muda dan cetek pengalaman, jabatan Bengcu teramat berat untuk dipikul, mana aku mampu mendudukinya?"

   "Ada cita-cita tidak diukur dari usia,"

   Seru Hou Pong lantang.

   "Tiada akal sia-sia hidup seratus tahun. Tan-siauhiap punya akal ada cita-cita luhur, dari peristiwa geger di istana raja itu sudah merupakan bukti nyata. Uraian yang panjang lebar tadi merupakan bukti pula akan pengetahuan dan kecerdikan otaknya. Bila dia yang menjadi Bu-lim-beng-cu aku orang she Hou pertama yang mendukungnya."

   Tan Ciok-sing goyang tangan, katanya.

   "Hou-cecu, jangan menempel emas di mukaku, betapapun, Bu-lim-beng-cu aku tidak berani menerimanya."

   "Kenapa tidak berani terima?"

   Seru Hou Pong sengit.

   "menurut pendapatku, kau jadi Bengcu dan In Lihiap menjadi wakil Bengcu, begitu lebih baik."

   In San tertawa, katanya.

   "Hou-cecu, kau memang suka berkelakar, jangan kau menyeret aku."

   "Aku tidak berkelakar, gabungan sepasang pedang kalian sudah terkenal di kolong langit, sepantasnya kalian menduduki jabatan yang sejajar."

   Merah muka In San, dia tidak berkomentar lagi. Ong Goan-tin berkata.

   "Ucapan Tam Tayhiap memang betul, jabatan Bu-lim-beng-cu adalah pantas kalau diserahkan kepada angkatan muda. Tan-siauhiap, kau adalah pendekar muda, gagah perwira yang dipuji orang banyak..."

   "Ong-cecu,"

   Teriak Lamkiong King kurang senang.

   "kau kan belum tanya aku, memangnya kau tahu bila aku mengaguminya?"

   Ong Goan-tin tersenyum, katanya.

   "Sugong-thocu sendiri tadi bilang amal mengaguminya, hadirin menjadi saksi. Kau sendiri juga sudah menyatakan tunduk akan kehendak pemimpinmu, betul tidak'' Oleh karena itu, maaf bila aku keliru tidak tanya dulu kepada kau, aku sudah anggap kaupun mengaguminya."

   Lamkiong King tidak menduga bakal didebat sekonyol itu, karuan mulutnya kelakep. Tapi Cun-ih Thong yang pandai silat lidah segera membantah.

   "Tan-siauhiap adalah jagoan top dari generasi muda, hal ini sudah diakui oleh umum. Tapi Tan-siauhiap sendiri bilang, untuk menjadi Bu-lim-beng-cu, usianya masih terlalu muda. Maka untuk menjadi Bu-lim-beng-cu harus dicalonkan seorang yang sudah ternama, punya pengalaman luas, disegani dan menggetarkan dunia. Apa yang dikatakan Sugong-thocu tadi tidak lain hanyalah pujian dan dorongan semangat bagi angkatan muda, bukan berarti bahwa dia pasti boleh menjadi Bu-lim-beng-cu."

   Kek Lam-wi berdiri, katanya perlahan.

   "Cun-ih Siansing, agaknya ada satu hal tidak kau utarakan."

   "O, soal apa yang tidak kuutarakan, harap Kek-jithiap mengoreksi."

   "Demi nusa dan bangsa, pendekar berjiwa besar diutamakan. Seorang yang menjadi Bu-lim-beng-cu, kecuali harus berilmu silat tinggi, pengetahuan dan pergaulannya harus luas, kecuali harus pula menggetar dunia, yang penting adalah jiwa kependekarannya. Bila dia sudah memiliki bekal 'pendekar', soal syarat-syarat lain meski masih kurang sedikit juga kurasa tidak jadi soal."

   Kontan Hou Pong bersorak sambil keplok, teriaknya keras.

   "Betul, yang diutamakan adalah jiwa pendekar. Walau Tansiauhiap masih muda, namun dia cukup setimpal menjadi seorang pendekar. Aku dukung dia menjadi Bu-lim-beng-cu."

   Lamkiong King marah-marah, serunya.

   "Memangnya kau kira Thocu kita tidak setimpal sebagai pendekar?"

   "Kapan aku bilang demikian,"

   Semprot Hou Pong.

   "tapi tidak banyak yang kuketahui tentang Thocu kalian, bagaimana dia mendarma baktikan diri kepada kepentingan umum aku tidak tahu."

   Lekas Cun-ih Thong menengahi, katanya.

   "Harap jangan ribut dulu, dengarkan dulu penjelasanku."

   "Oho, kau punya penjelasan apa?"

   Jengek Hou Pong. Cun-ih Thong mengalah untuk maju, katanya pertahan.

   "Hou-cecu, agaknya kau merasa benci kepadaku. Bila kau tidak memberi kesempatan aku bicara, baiklah aku tidak usah banyak mulut."

   "Kalau orang tidak boleh bicara, memangnya itu yang dinamakan adil?"

   Teriak Lamkiong King. Hou Pong membantah.

   "Kapan aku melarang dia bicara, tapi aku tidak percaya obrolannya kau pun tidak berhak memaksa aku percaya Sudah Cun-ih Thong, kau mau omong apa boleh silahkan, mau kentut juga lekas keluarkan "

   Sudah menjadi kebiasaannya setiap habis berkata mengutarakan pendapatnya Hou Pong pasti mengolok-olok lawannya, karuan Cun-ih Thong jengkel dan naik pitam, mukanya sampai menguning.

   "Cun-ih Siansing,"

   Kata Lamkiong King.

   "jangan kau hiraukan salakan anjing itu, katakan saja pendapatmu."

   
Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Hou Pong sudah berjingkrak berdiri hendak melabrak Lamkiong King, untung Han King-hong menekannya dan membujuknya perlahan.

   "Demi kepentingan umum sementara tidak usah ribut mulut."

   Cun-ih Thong memang bermuka tebal, setelah reda amarahnya seperti tidak terjadi apa-apa dia berkata.

   "Apa yang dikatakan Kek-jithiap memang benar, untuk menjadi seorang Bu-lim-beng-cu, punya jiwa pendekar memang amat penting, tapi apa itu pendekar dan bagaimana serta apa syaratnya seorang dinamakan pendekar, masing-masing orang yakin punya pendapat yang berbeda. Apalagi tidak sedikit orang yang telah melakukan kerja besar tapi tidak mau disiarkan, sehingga jarang orang tahu, itu sering terjadi. Pendek kata kalau hanya berdasar seorang yang punya jiwa pendekar baru boleh dipilih jadi Bu-lim-beng-cu kurasa juga belum tepat, itu akan gampang menimbulkan perdebatan pula. Oleh karena itu, kurasa lebih baik kita gunakan cara umum yang sering berlaku di kalangan Kangouw saja."

   "Betul, yang kuat menang, si lemah kalah,"

   Teriak Lamkiong King.

   "Siapa saja yang menentang Sugong-thocu menjadi Bengcu kita, boleh silakan keluar melawannya."

   Orang-orang pihak Tang-hay-liong-ong kembali bertempik sorak menyambut pertanyaan Lamkiong King.

   Sebaliknya orang-orang di pihak Ong Goan-tin saling pandang dengan melongo, sesaat mereka kelakep tak tahu bagaimana mengatasi situasi yang mendesak ini.

   Akhirnya Ong Goan-tin angkat bicara.

   "Kalau hadirin menganggap syarat seorang pendekar susah ditentukan, memilih Beng-cu melalui pertandingan juga salah satu cara yang sering berlaku. Tapi, kusarankan lebih baik cukup saling tutul dan jamah saja, jangan sampai ada pihak yang luka parah atau mati."

   Ong Goan-tin memang cukup pengalamanan dan pandai melihat gelagat, perkataannya cukup dipertimbangkan sebelumnya.

   Maklum meski selama setahun ke belakang ini Tan Ciok-sing sudah menjulang namanya, tapi bila dibanding Tang-hay-liong-ong betapapun masih terpaut cukup jauh.

   Bila pemilihan diambil suara, jelas yang mendukung Tang-hayliong- ong masih lebih banyak.

   Kaum persilatan yang tidak diundang banyak yang hadir disini, bukan mustahil mereka adalah komplotan Tang-hay-liong.

   Meski sukar mencapai kemenangan didalam pertandingan, betapapun mereka masih harus bertaruh dan membuktikan kemampuan masing-masing.

   Pada hal orang-orang pihak Tang-hay-liong-ong juga kuatir bila pemimpin mereka tidak terpilih, kalau bertanding mereka yakin pihaknya pasti menang, mendengar pernyataan Ong Goan-tin setuju menempuh cara ini, kontan mereka berjingkrak dan bersorak.

   "Betul bertanding menentukan Bengcu memang tepat. Siapa yang menentang Sugong-thocu jadi Bengcu silakan keluar, akulah yang akan menghadapinya lebih dulu."

   Menurut peraturan pertandingan dalam permilihan Bengcu, seseorang yang mendukung orang lain menjadi Bengcu, dia punya hak untuk bertanding melawan pendukung pihak lawan. Tan Ciok-sing berkata.

   "Usiaku masih muda, tidak becus lagi, sebetulnya aku tidak berani menjadi Bu-lim-beng-cu..."

   Sebelum orang habis bicara Ong Goan-tin sudah menekannya duduk, katanya perlahan.

   "Jikalau kau menolak, bukankah berarti menyerahkan kedudukan penting itu kepada Tang-hay-liong-ong begitu saja? Apa kau rela dia menjadi Bulim- beng-cu?"

   Terpaksa Tan Ciok-sing diam saja tidak banyak komentar lagi.

   Siapapun tahu Kungfu Tang-hay-liong-ong merupakan yang paling top di antara hadirin, berulang kali Lamkiong King mendesak dan menantang orang-orang yang tidak setuju Tang-hay-liong-ong jadi bengcu keluar untuk bertanding, siapa berani menampilkan diri? Hening sejenak, melihat tiada orang keluar Hou Pong tidak tahan lagi, segera dia berlari keluar, teriaknya.

   "Sugong-thocu aku tahu ilmu silatmu tinggi, tapi aku tetap tidak tahu diri, mohon kau memberi petunjuk beberapa jurus,"

   Meski tahu dirinya bakal kalah, tapi dia tetap tampil menantang perang, maksudnya tidak lain bahwa ada juga orang yang menentang dan tidak tunduk kepada Tang-hay-liong-ong.

   Tang-hay-liong-ong mendongak, pandangannya ke atas langit-langit, sikapnya jumawa seperti tidak mendengar teriakan Hou Pong, melirikpun tidak.

   Lamkiong King tertawa tergelak-gelak, katanya.

   "Hou-cecu, hari ini kau sudah banyak bicara hanya kata-katamu terakhir kali tadi yang kurasa benar, kau memang tidak tahu diri, memangnya kau setimpal bergebrak dengan Thocu kita. Marilah biar aku saja yang layani kau beberapa gebrak."

   Hou Pong gusar, mereka segera berhantam.

   Hou Pong meyakinkan Thi-sa-ciang, permainannya keras dan deras, kedua orang saling jotos dan tendang, suara gedebukan dari tinju dan kaki mengenai sasaran jadi membuat hadirin geli tercampur kuatir.

   Suatu ketika empat telapak tangan mereka beradu berhadapan.

   "Biang"

   Hou Pong tergentak mundur dua langkah, Lamkiong King hanya tergeliat, kelihatannya tenaga Lamkiong King lebih besar.

   Karena berada di atas angin Lamkiong King tertawa tergelak-gelak, langkahnya beruntun mendesak maju kakinyapun menendang berantai.

   Dengan telapak tangan Hou Pong gunakan Hou-te-jan-hou, dia lancarkan pukulan Thi-sa-ciang.

   Ternyata Lamkiong King juga perkasa, meski tahu Thi-sa-ciang lawan liehay namun dia tidak mau mengalah, sebat sekali dia tarik kaki kanan, hampir waktu yang sama kaki kiri melayang pula, tendangannya deras dan kuat.

   Diam-diam Ong Goan-tin bertaut alisnya melihat cara pertempuran kasar ini.

   Lekas dia berseru.

   "Pertandingan terbatas saling tutul dan jamah, pantang melukai lawan."

   Syarat ini sudah disetujui kedua pihak sebelum pertandingan dimulai, Ong Goan-tin hanya memberi ingat dan ketegasan.

   Tapi memperoleh angin Lamkiong King tidak memberi kesempatan kepada lawannya, serangannya itu makin gencar dan menggebu.

   Akibat dari serangannya itu bila mendarat di tubuh lawannya jelas tidak mungkin menjamah atau menutul, hakikatnya lebih mendekati adu jiwa.

   Begitu Hou Pong merobah menjotos lekas Lamkiong King melintangkan telapak tangan menangkis, namun Hou Pong merobah jotosan menjadi sampukan, sebelum tenaga lawan disalurkan lekas sekali dia sudah merobah posisi merobah serangan dengan pukulan lengket jarak dekat, sasaran ke atas menggenjot muka musuh.

   Jotosannya ini dinamakan Jongthian- bau liehay luar biasa.

   Tapi Lamkiong King juga tidak lemah, dia yakin tenaganya lebih kuat, maka cukup mengibas tangan dia gunakan daya cantel menjadi pukulan gempur terus digenjot keluar, kembali dia punahkan jotosan dekat Hou Pong serta balas menyerang.

   Diluar tahunya tujuan Hou Pong memang memancing dirinya demikian, setelah dirabu serangan Hou Pong, nafsu berkelahi sudah membara memperoleh kesempatan baik balas menyerang sudah tentu tanpa pikir segera dia ingin menggasak lawannya ini.

   Tanpa disadari bahwa balas menyerang saat itu belum tiba waktunya, begitu dia balas menyerang penjagaan menjadi kosong.

   Sekonyong-konyong Hou Pong membalik tubuh dengan kaki menyapu, hardiknya.

   "Kena,"

   Berbareng kedua telapak tangan memukul pula, telapak tangan kiri menggunakan Hun-kin-joh-kut sementara telapak tangan kanan memukul dengan Thi-sa-ciang.

   Sebetulnya Lamkiong King bisa meluputkan diri dari salah satu serangan itu, namun serangan kedua jelas pasti mendarat di tubuhnya, bila dia nekad juga melancarkan serangan balasan, kemungkinan pertempuran bakal seri dengan akibat kedua lawan sama-sama roboh terluka.

   Cuma didalam keadaan terdesak serupa itu, luka-lukanya pasti lebih parah dari Hou Pong.

   Baru saja Hou Pong melancarkan serangan keji, tiba-tiba dia sadar akan seruan Ong Goan-tin bahwa pertandingan ini hanya terbatas saling tutul dan jamah saja, maka Thi-sa-ciang batal dia lancarkan, dia pikir hanya akan menggunakan Hunkin- joh-kut saja, cukup bila lawan tak mampu berkutik terhitung dirinya di pihak yang menang.

   Siapa tahu pikiran bajiknya ini justeru mendatangkan akibat yang fatal bagi dirinya.

   Lamkiong King tidak menyia-nyiakan kesempatan yang baik ini untuk merobah posisinya dari pihak yang terdesak ke pihak yang menang.

   Lamkiong King meyakinkan ilmu kekebalan, Hun-kin-joh-kut mengutamakan kekuatan jari, begitu menyentuh tubuhnya seperti mencengkram batu, hanya dengan kekuatan jarinya tidak mungkin bisa menyebabkan dirinya keseleo tulang dan urat.

   Kontan dia menelikung lengan serta ditariknya sekali.

   "krak"

   Tulang lengan Hou Pong malah dipelintirnya putus.

   Perobahan tak pernah diduga oleh hadirin, banyak yang menjerit kaget dan ngeri.

   Tang-hay-liong-ong pura-pura kaget dan marah sambil berdiri, segera dia keluarkan sebotol obat terus dilempar ke arah Lamkiong King, bentaknya.

   "Kenapa kau tidak hati-hati. Hou-cecu sampai kau lukai, lekas berikan obat penyambung tulang ini kepada Hou-cecu,"

   Lahirnya memarahi Lamkiong King, yang benar tujuannya ingin memberi obat menanam budi, sehingga orang-orang pihak Ong Goan-tin menaruh simpatik padanya. Ih Ti-bin segera berdiri dan memburu kesana memapah Hou Pong.-Jengeknya.

   "Tak perlu kalian pura-pura bajik, kalau hanya menyambung tulang mengurut urat memangnya kami tidak bisa."

   Sembari membubuhi obat dan menyambung tulang Hou Pong dia menjengek pula.

   "Sudah dijanjikan hanya terbatas saling tutul dan jamah Hou-cecu tidak ingin melukai kau, kau justru turun tangan sekeji ini, memangnya apa sih maksudmu?"

   Dari malu Lamkiong King jadi gusar, bentaknya.

   "Pertandingan kaum persilatan siapa kuat dia menang. Ih Tibin, memangnya Hou Pong benar-benar mengalah kepadaku, aku malah mau bilang aku telah berbelas kasihan kepadanya. Kalau tidak sekali pukul tadi aku sudah bisa membunuhnya. Hehe, Ih-cecu jikalau kau tidak terima boleh silahkan turun gelanggang, mari bertanding melawan."

   "Baik aku memang ingin mengukur kemampuan,"

   Jengek Ih Ti-bin.

   "Baik, aku tidak peduli akan tata tertib pertandingan, mati atau hidup adalah jamak di medan laga."

   "Wut"

   Kontan dia menjotos lebih dulu.

   Ong Goan-tin ingin bicara tidak keburu lagi.

   Mengikuti arus angin pukulan lawan Ih Ti-bin berkelit ke pinggir.

   Lamkiong King menjengek kaki melompat ke atas, kedua tangan merangsek bersama telapak tangan kiri mengepruk batok kepala, jari-jari tangan kanan mencengkram tulang pundak, Ih Ti-bin gunakan gerakan tubuh Hong-biauloh- hoa, tampak pakaiannya melambai-lambai kembali dia meluputkan diri dari serangan lawan.

   Beberapa teman Ih Tibin terdengar berteriak.

   "Ih-cecu, hayo balas, dia menghendaki nyawamu, kenapa kau sungkan terhadapnya?"

   Tam Pa-kun menghela napas lega, katanya kepada Ong Goan-tin.

   "Kelincahan dapat menundukan tenaga, Ih-cecu tidak akan kalah. Keparat itu memang liar dan buas biar nanti dia mendapat ganjaran setimpal."

   Sebetulnya Ong Goan-tin mau menyerukan pula tata tertib pertandingan supaya ditaati, namun setelah melihat Hou Pong terluka parah hatinya agak marah, apalagi setelah dibujuk Tam Pa-kun, akhirnya dia berpikir.

   "Benar mereka memang perlu dihajar biar kapok,"

   Maka dia bungkam dan duduk kembali.

   Dalam pada itu Lamkiong King beruntun telah melancarkan tiga jurus, kaki menginjak Hong-bun (berhadapan muka dengan lawan) tinjunya menjotos pula ke rusuk kiri Ih Ti-bin.

   Jurus ini dinamakan Hing-sin-bak-hou (melintang badan memukul harimau), gaya jotosannya teramat kuat dan ganas; namun pada detikdetik yang gawat selalu dapat dihindarkan oleh Ih Ti-bin.

   Baru sekarang dia buka suara, bentaknya.

   "Nah, tadi kau sudah bertanding satu babak, maka aku mengalah tiga jurus, jangan nanti kau anggap aku memungut keuntungan. Hati-hati serangan balasan,"

   Pelan dia mengeluarkan sebatang kipas lempit, begitu jotosan lawan mendera tiba, kipasnya terbuka terus dikebas ke samping, gaya permainan ternyata mengikuti ajaran pedang dan golok, ujung kipasnya yang tajam mengiris ke jari-jari tangan Lamkiong King.

   Kelihatannya kipas lempitnya itu hitam gelap mengkilap, merupakan senjata luar biasa yang jarang terlihat, namanya kipas lempit besi tetapi tulang kerangkanya terbuat dari baja murni, ujung kipasnya yang runcing ternyata kemilau setajam pisau.

   Cun-ih Thong memuji.

   "Bagus,"

   Katanya.

   "Sudah sering kudengar kipas lempit menutuk Hiat-to yang diyakinkan Ihcecu merupakan ilmu tunggal di Bulim. Kipas besinya ini dapat pula digunakan sebagai Ngo-hing-kiam, jurus permainannya rumit dan beraneka ragam, beruntung hari ini dapat menyaksikan, ternyata memang tidak bernama kosong,"

   Kedengarannya dia memuji Ih Ti-bin, yang benar tujuannya memberi peringatan kepada Lamkiong King bahwa ilmu kipas lawan cukup liehay supaya dia hati-hati.

   Sayang peringatannya terlambat.

   Sengaja Ih Ti-bin memancing lawan dengan suatu gerak pancingan, di kala Lamkiong King menubruk seperti harimau kelaparan menerkam mangsanya, dengan gerak kecepatan kipasnya telah menutuk Jian-kin-hiat.

   Menyusul dengan Hun-kin-johkut- hoat, dia tebas putus ke sepuluh tulang-tulang jari Lamkiong King serta memelintir tulang lengan kirinya hingga keseleo.

   Tulang-tulang jari tangan remuk sakitnya bukan kepalang, ditambah lagi tulang lengan keseleo di atas pundak, karuan sakitnya bukan kepalang.

   Lamkiong King meraung sekeraskerasnya, orang segede itu ternyata tidak tahan sakit, kontan dia jatuh semaput.

   Ih Ti-bin berkata dingin.

   "Maaf Lamkiong King hendak membunuhku, terpaksa aku melukainya. Sugong-thocu, yakin kau tidak menyalahkan aku."

   Tulang lengan Hou Pong bary saja disambung, luka-lukanya habis dibalut, saking senang dia tertawa gelak dengan meringis kesakitan "Pembalasan kontan yang tidak tanggungtanggung. Ih-toako, banyak terima kasih, kau telah melampiaskan penasaranku."

   Orang kedua pihak membawa para korban ke ruang belakang untuk istirahat, pertandingan tetap berlangsung.

   Beberapa babak selanjutnya masing-masing pihak ada kalah ada menang tapi jumlah total pihak Tan Ciok-sing masih unggul satu babak.

   Tang-hay-liong-ong sedang putar otak untuk memilih jagonya, tiba-tiba dilihatnya seorang pemuda dalam rombongannya menampilkan diri, pemuda yang memberi minyak rambutnya dengan wewangian dan memupur muka pula.

   Walau bukan calon pilihan yang diharapkan, namun Tang-hay-liong-ong berpikir.

   "Biarlah dia keluar sekedar membuat kegaduhan juga baik."

   Pemuda perlente yang pakai wewangian ini bernama Liu Yau-hong, ayahnya Liu Pek-cong adalah seorang ahli pedang, selama hidupnya menekuni pelajaran ilmu pedang, jarang dia mencampuri urusan Kangouw, namun di kalangan Kangouw dia punya nama yang disegani.

   Lain bapak lain anak, putranya yang satu ini justru sering membuat onar diluar, pemuda yang suka berpelesiran dan suka berfoya-foya, konon beberapa peristiwa perkosaan yang menggemparkan adalah perbuatannya, namun karena tidak tertangkap basah dia tetap mungkir.

   Liu Yau-hong bukan anak buah Tang-hay-liong-ong, hanya karena suatu hubungan tidak langsung, orang pihaknya berhasil menariknya untuk membuat ramai-ramai disini, jadi secara formil dia bukan "orang sendiri"

   Dari pihak Tang-hayliong- ong.

   Bahwasanya Tang-hay-liong-ong juga tidak menduga bahwa dia berani dan mau menampilkan dirinya.

   Justru karena dia bukan orang sendiri mumpung juga bagi Tang-hay-liong-ong untuk melonggarkan situasi yang tidak menguntungkan pihaknya.

   Ilmu pedang Liu Yau-hong memperoleh didikan langsung ayahnya, jelek-jelek dia keturunan dari seorang ahli pedang yang ternama.

   Tang-hayliong- ong pikir pihak lawan tidak sedikit Bu-lim-cianpwe, sedikit banyak pasti memberi muka, umpama akan memberi hukuman setimpal pasti juga diperhitungkan dan tidak di saatsaat seperti ini.

   Apalagi dengan bekal ilmu silatnya, bila lawan jago kosen kelas wahid dia menaruh harapan untuk menambal kekalahannya.

   Setelah tampil di arena, Liu Yau-hong berkata ke arah Tan Ciok-sing dan In San.

   "Aku kagum akan ilmu pedang Tansiauhiap. Cayhe tidak becus, namun pernah juga belajar pedang selama dua puluh tahun, melihat ahli sejenis tanganku jadi gatal..."

   Belum habis dia omong Kek Lam-wi sudah menuding dan mendamprat.

   "Tampangmu ini juga setimpal bertanding dengan Tan-siauhiap, apa tidak bikin kotor pedang pusakanya?"

   Numpang ketenaran ayahnya, meski Liu Yau-hong tidak setimpal berhubungan dengan kaum pendekar, namun setiap kehadirannya dimanapun, tidak sedikit orang yang bermukamuka di depannya, ketambah bekal ilmu pedangnya memang cukup liehay, sehingga menjadi kebiasaannya bersikap jumawa.

   Kali ini diluar dugaan dia tidak marah meski dimaki Kek Lam-wi, malah dia tertawa dingin dan berkata lebih lanjut.

   "Aku belum bicara habis, Kek-jithiap, tolong kau bersabar sebentar."

   "Kau memang benar, Tan-siauhiap adalah calon Bu-limbeng- cu, sebetulnya aku ingin mohon pengajaran pedangnya, namun aku juga tahu belum tiba saatnya dia turun gelanggang. Tapi aku ini sudah terlanjur masuk gelanggang, bila Tan-siauhiap tidak mau melayaniku, aku jadi rikuh kembali ke rombongan,"

   Sampai disini dia berpaling kearah In San, sambungnya;

   Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Gabungan sepasang ilmu pedang In Lihiap dan Tansiauhiap terkenal di kolong langit, ilmu pedangnya tentu juga amat tinggi. Maaf bila aku memberanikan diri, entah sudikah In Lihiap memberi petunjuk beberapa jurus kepadaku?"-ternyata dia kepincut keayuan In San, karena kesengsem sampai lupa daratan, meski tahu bukan tandingan orang dia nekat juga menampilkan diri. Jadi bukan ingin membantu pihak Tang-hay-liong-ong, tapi dia ingin pamer kepandaian, syukur karena bertanding kali ini, dia bisa berkenalan dengan In San. Dalam pertandingan silat, biasanya tidak ada aturan harus menantang seseorang, tapi bila ada juga orang yang menantang seseorang, jarang ada orang yang ditantang tidak berani melawannya. Berdiri alis In San, baru hendak berdiri, seorang lain tibatiba mendahului berdiri. Orang inipun seorang galis belia, dia bukan lain adalah salah satu dari Pat-sian, Toh So-so yang berusia paling muda. Toh So-so menjengek dingin.

   "Kau ingin bertanding pedang, aku juga gatal tanganku, mari biar kuiringi kau beberapa jurus."

   Liu Yan-hong melirik dengan sikap tengik, melihat Toh Soso berwajah cantik pula, senang hatinya, segera dia tertawa cengar cengir, katanya.

   "Terima kasih akan kemurahan hati Toh Lihiap sudi mengiringi pertandingan ini lega hatiku."

   Kuatir Toh So-so tidak tahu asal-usul orang sengaja Ong Goan-tin bertanya kepada Liu Yau-hong.

   "Liu-heng, pedang yang kau gunakan itu bukankah Thian-liong-pokiam milik ayahmu itu."

   Thian-liong-kiam adalah salah satu pedang yang terkenal di Kangouw. Liu Pek-cong ayah Liu Yau-hong memang memiliki ilmu yang luar biasa, tapi tanpa membekal Thian-liong-pokiam namanya tidak akan setenar itu. Dengan tertawa Liu Yau-hong berkata.

   "Betul. Dalam pertandingan ini siapapun tidak dilarang menggunakan gaman apapun bukan?"

   In San berkata.

   "Toh-cici, pakailah pedangku,"

   Pedang In San adalah Ceng-bing-kiam warisan isteri Thio Tan-hong, In Lui. Ceng-bing-kiam jelas masih lebih unggul dibanding Thianliong- kiam. Toh So-so berkata.

   "Tidak usah. Bila aku kalahkan dia dengan pedang Thio Tayhiap, mungkin dia tidak akan menyerah lahir batin."

   Liu Yau-hong tertawa lebar, katanya.

   "Kalian tidak usah kuatir, aku hanya berlatih pedang dengan Toh Lihiap, cukup asal sentuh saja, terserah dia mau pakai pokiam atau pedang biasa, aku tidak akan memanfaatkan pokiamku ini untuk mengalahkan dia."

   "Sret"

   Toh So-so mencabut pedangnya, bentaknya.

   "Jangan cerewet, awas pedangku ini tidak punya mata."

   Sikap Liu Yau-hong tetap tak acuh, katanya menyengir.

   "Toh Lihiap, boleh kau pamer seluruh kemampuanmu. Pepatah bilang dapat mati di bawah kembang, jadi setan juga tidak penasaran. Bila aku terluka oleh pedangmu, matipun aku rela."

   Meski tahu lawan salah satu dari Pat-sian, ilmu pedangnya jelas bukan kelas sembarangan.

   Tapi mengingat usia Toh Soso lebih muda, cetek pengalaman, perempuan lagi, tenaga jelas dirinya lebih unggul.

   Apalagi Toh So-so tidak mau pakai pedang mustika, dalam hal senjata dia lebih unggul, maka pertandingan ini dia yakin pasti berada di pihak pemenang.

   Sudah tentu Toh So-so sebal mendengar ocehannya, bentaknya dengan tawa dingin.

   "Baik memang omonganmu ini yang kutunggu. Lihat pedang."

   Dimana pedang berkelebat dengan jurus Liong-li-joan-ciam.

   "Sret"

   Pedangnya menusuk pundak kiri Liu Yau-hong.

   Kelihatan serangan ini hanya gertakan namun kenyataan bisa dirobah jadi sungguhan atau sebaliknya pula, disinilah letak inti sari dari Ya-li-kiam-hoat yang diyakinkan.

   Hanya segebrak tapi Liu Yauhong sudah tahu akan keliehayan serangan pedang ini, dengan tergesa-gesa dia memuji "bagus", namun tubuhnya tidak bergeming, bila ujung pedangnya sudah hampir menusuk pundak, baru dia memutar pergelangan tangan membalas dengan jurus Kim-beng-jan-ci, pedangnya terayun keluar.

   Jurus serangan ini memang diperhitungkan pada waktu yang tepat.

   Tidak sedikit di antara hadirin adalah ahli-ahli ilmu pedang, meski mereka memandang rendah martabatnya, melihat dia mampu bersilat dengan ilmu pedang sebagus itu mau tidak mau mereka berseru memuji.

   Namun meski ilmu pedang yang dilancarkan ini termasuk tingkat kelas atas, kalau senjatanya bukan mustika dia tidak akan seberani itu menahan pedang lawan dengan tekanan melintang, apalagi pedangnya lebih panjang, menurut teori pedang dalam serang menyerang seperti itu, jelas pedang Toh So-so takkan luput saling bentur dengan pedang mustika lawan.

   Hadirin berkuatir bagi Toh So-so, maklum Thian-liong-kiam adalah pedang tajam luar biasa, mengiris besi seperti merajang sayur, Toh So-so menggunakan Ceng-kong-kiam biasa, mana kuat melawannya? Bila pedangnya putus, berarti dia di pihak yang kalah.

   Tak nyana dalam detik-detik yang menentukan itu, situasi justru berobah, pelayanan gerak pedang Toh So-so justru tidak seperti yang diduga lawan, juga diluar dugaan hadirin.

   Terdengar Toh So-so menjengek dingin, katanya.

   "Pedangmu memang tajam, memangnya kau bisa apa terhadapku?"

   Sembari tawa dingin mendadak tubuhnya berputar secara gemulai, begitu cepat sehingga orang-orang tidak melihat jelas.

   Tahu-tahu pedangnya itu telah putar balik satu lingkar dengan jurus Ceng-hun-ka-kan menusuk ke arah Liu Yauhong.

   Ujung pedang mengincar tempat yang tidak terduga oleh Liu Yau-hong.

   Tidak malu Liu Yau-hong jadi putra seorang ahli silat kenamaan.

   Kungfunya sudah mendapat warisan ayahnya, permainan ilmu pedangnya nyata memang liehay juga.

   Di kala situasi berobah sehingga dirinya terdesak ini sikapnya tetap tenang-tenang saja, mendadak dia gunakan Hong-tiam-thau, berbareng pedangnya melintang balik pula sehingga gerakannya berobah Heng-ka-kim-liang, secara tepat dalam saat-saat kritis itu dia tekan dan punahkan serangan pedang Toh So-so.

   Gerakan indah tepat waktunya, jelas pedang Toh So-so bakal membenturnya pula.

   Tapi gerakan cepat itu masih diungguli kecepatan Toh So-so pula, permainan pedangnya ternyata lebih menakjubkan lagi, hadirin dibikin kabur pandangannva oleh kelincahan tubuhnya.

   Heng-ka-kim-liang yang dilancarkan Liu Yau-hong bukan saja tidak berhasil membentur pedang lawan, malah tiga kali bacokan saling susul yang dilancarkan selanjutnya juga tidak mampu menyentuh ujung baju lawan.

   Tampak Toh So-so menggoyang pundak, pakaian berkibar, selincah kecapung menutul air, atau kupu-kupu menari di pucuk bunga, dimana pedangnya berkelebat, dengan jurus Ciok-li-toh-so, disusul Kim-ke-toh-siok, satu jurus dua gerakan, membabat pinggang menjojoh rusuk, karena serangan mengenai tempat kosong, meski menggunakan pedang mustika, sia-sia belaka usaha Liu Yau-hong, malah dirinya terdesak mundur beberapa langkah.

   Gebrakan ini terjadi dalam waktu singkat, kelihatan kedua orang seperti ayam jago yang disabung di tengah arena, belum lagi hadirin melihat jelas jalannya pertempuran, mendadak didengarnya Toh So-so menghardik.

   "Lepas pedang."

   Dimana sinar pedang berkelebat, kontan Liu Yau-hong menjerit kesakitan, bukan saja pedang mustika jatuh berkerontang, orangnya juga tersungkur di atas lantai. Karuan Ong Goan-tin amat kaget, teriaknya.

   "Toh Lihiap, beri ampun padanya, jangan..."

   Maksudnya supaya Toh So-so tidak membunuh Liu Yau-hong, namun dilihatnya Liu Yauhong sudah roboh, maka perkataannya ditelannya lagi.

   Dalam hati diam-diam Ong Goan-tin mengeluh.

   Maklum perbuatan Liu Yau-hong memang brutal, cabul dan sudah rusak martabatnya, namun ayahnya adalah seorang jago silat yang punya nama harum, dengan Ong Goan-tin juga kenal baik.

   Di kala dirinya merayakan ulang tahun, putra kenalannya mati di markasnya, jelas dia tidak akan terima dan pasti akan membuat perhitungan kepadanya.

   Toh So-so tahu maksud Ong Goan-tin, katanya tertawa.

   "Ong-cecu tidak usah kuatir, keparat ini masih hidup,"

   Habis bicara dia angkat sebelah kakinya menendang tubuh Liu Yauhong sehingga terbalik celentang.

   Kontan Liu Yau-hong menjerit pula.

   Kini hadirin melihat jelas, selebar mukanya ternyata berlepotan darah, wajah yang semula ganteng putih dan sering dipupuri itu, kini sudah penuh goresan pedang yang malang melintang, itulah hasil karya Toh So-so.

   Dalam sejurus ternyata dia mampu menggores luka malang melintang sebanyak itu di muka Liu Yau-hong, hadirin tiada yang melihat jelas betapa cepat gerakan pedangnya, sungguh amat mengejutkan.

   Kaum pendekar sama bersorak dan memuji, sebaliknya orang-orang pihak Tang-hay-liong-ong sama pucat dan saling pandang tak bersuara.

   Setelah menendang Liu Yau-hong, Toh So-so berkata dingin.

   "Bukankah tadi kau bilang rela mati di bawah pedangku? Menilai perbuatan kotormu selama ini, sepantasnya aku membunuhmu, namun kupandang muka Ong-locecu, hari ini adalah ulang tahunnya, dalam suasana gembira tidak pantas membunuh orang maka nonamu mengampuni jiwamu, hayo enyah, memangnya ingin kutendang pula."

   Liu Yau-hong keras kepala, saking kesakitan dia siuman dari pingsannya, pelan-pelan dia meronta bangun sempoyongan, katanya gemetaran.

   "Toh So-so, kau, kau memang kejam, akan kuingat hadiahmu hari ini... selama hayat masih dikandung badan aku..."

   Sampai disini dia tidak kuat melanjutkan perkataannya lagi. Tapi siapapun tahu apa maksud perkataannya, yaitu bersumpah akan menuntut balas sakit hati hari ini. Toh So-so tertawa dingin.

   "Boleh, kau mau menuntut balas, kapan saja kutunggu."

   Dua orangnya Tang-hay-liong-ong keluar menggotong Liu Yau-hong mengundurkan diri. Tang-hay-liong-ong segera berdiri. Gerak-geriknya menarik perhatian seluruh hadirin. Toh So-so tertawa menyeringai, katanya.

   "Sugong-thocu apakah kau ingin menuntut balas sakit hati orang she Liu?"

   Tawar suara Tang-hay-liong-ong.

   "Tinju dan senjata tajam tidak bermata, salahnya sendiri tidak becus belajar silat, Toh Lihiap tidak boleh disalahkan. Mati hidup di medan laga sudah menjadi suratan takdir, apalagi gugur dalam pertandingan seperti ini, tidak usah bicara soal balas dendam segala. Toh Lihiap, silahkan kau mundur saja, Sugong Go tidak sudi bergebrak dengan seorang angkatan muda."

   Toh So-so tahu kepandaiannya terlalu jauh dibanding lawan, maka dia berkata.

   "Baiklah, agaknya Sugong-thocu tidak ingin cari perkara dengan aku, maaf bila perkataanku tadi salah,"

   Segera dia mengundurkan diri.

   "Sugong-thocu,"

   Kata Ong Goan-tin.

   "bagaimana selanjutnya?"

   Kaku tidak menunjukan perasaan hatinya, pelan-pelan Tang-hay-liong-ong menoleh kesana dan berkata dengan lantang kepada Tan Ciok-sing dan In San.

   "Hadirin sudah setuju untuk memilih seorang Bu-lim-beng-cu, tujuannya supaya ada seorang pemimpin sehingga kekuatan kita terpadu dan sehaluan. Tak nyana terjadilah pertandingan babak demi babak untuk memperebutkan Bengcu itu. Beberapa babak pertandingan telah terjadi kericuhan, kejadian jadi menyeleweng dari tujuan semula, bukankah demikian Tansiauhiap?"

   "Betul,"

   Sahut Tan Ciok-sing.

   "lalu bagaimana penyelesaiannya, harap Sugong-thocu memberi saran."

   "Menurut pendapatku, lebih baik kita saja yang mengakhiri babak terakhir ini, siapa menang atau kalah, mati hidup biarlah ditentukan dalam babak terakhir ini supaya banjir darah tidak berlarut-larut."

   Cun-ih Thong bertepuk tangan lebih dulu, serunya.

   "Betul, jumlah orang kedua pihak cukup banyak, bila pertandingan tidak habis-habis, entah kapan baru akan berakhir? Biarlah dua calon Bengcu menentukan pertandingan babak terakhir ini saja."

   "Sugong-thocu,"

   Seru Ong Goan-tin.

   "sebagai seorang tokoh yang sudah ternama di Kangouw, walau Tan-siauhiap kini juga telah menggetarkan dunia, paling juga baru dua tahun."

   


Pendekar Cacad Karya Gu Long Pedang Abadi -- Khu Lung Dua Musuh Turunan Karya Liang Ie Shen

Cari Blog Ini