Taruna Pendekar 15
Taruna Pendekar Karya Liang Ie Shen Bagian 15
Taruna Pendekar Karya dari Liang Ie Shen
"Engku, kau tahu watakku adalah tidak senang bila diperintah orang, sekalipun menjadi budaknya sri baginda, toh tetap seorang budak! Aku tak bisa meniru cara engku, setiap persoalan setiap tindakan harus menuruti perintah congkoan. Maaf, aku telah menganggap congkoan tayjin-mu sebagai budak, harap kau jangan marah."
Walaupun nada pembicaraannya kali ini jauh lebih lembut dan lunak, padahal nada sindirannya jauh lebih tebal dan tak sedap. Buru-buru Nyo toakoh melerai."Cici tak usah ragu lagi,"
Kembali Nyo Bok membujuk.
"Baru terjun ke dunia persilatan, Kiat-ji sudah dapat menjadi pengawal istana, kejadian ini luar biasa dan tak mungkin bisa dialami oleh orang lain!"
"Setiap orang mempunyai cita-cita dan jalan pemikiran masing-masing, jikalau orang lain menganggap hal itu luar biasa, biarkanlah orang lain berpendapat demikian, kalau aku tidak!"
Ujar Ki See-kiat ketus.
"Mengapa kau segan?" Tidak karena apa-apa, aku hanya tak mau menim orang lain menjadi seorang budak,"
Kata pemuda itu sinis. Tentu saja yang dimaksud sebagai "orang lain"
Adalah engku-nya sendiri. Dengan wajah berubah Nyo Bok menatapnya, tapi karena dia adalah seorang manusia yang licik dan banyak tipumuslihat, ia tak menjadi marah malah sebaliknya tertawa terbahak-bahak.
"Haaaa haaa kita bekerja untuk sri baginda, bila kau bersikeras mengatakan pekerjaan ini sebagai budak, maka seharusnya dikatakan sebagai budaknya sri baginda"
"Engku, kau tahu watakku adalah tidak senang bila diperintah orang, sekalipun menjadi budaknya sri baginda, toh tetap seorang budak! Aku tak bisa meniru cara engku, setiap persoalan setiap tindakan harus menuruti perintah congkoan. Maaf, aku telah menganggap congkoan tayjin-mu sebagai budak, harap kau jangan marah."
Walaupun nada pembicaraannya kali ini jauh lebih lembut dan lunak, padahal nada sindirannya jauh lebih tebal dan tak sedap. Buru-buru Nyo toakoh melerai. Nyo toakoh seperti dapat membaca suara hati putranya, dia lantas berkata.
"Kiat-ji, seandainya kau merasa kesal tinggal di rumah, tak ada salahnya jalan-jalan ke ibu kota."
"Mau apa ke ibu kota?"
"Aku tahu kau paling cocok dengan Peng-ci dan Lian-kui, bagaimanapun mereka bukan piausu kenamaan dalam perusahaan Ceng-wan piaukiok. bila kau ke sana, mereka punya waktu untuk menemani kau pesiar."
"Aah, tidak, aku tak akan ke situ, aku ingin tinggal di rumah bersama ibu."
"Toh bukan pergi selamanya, imunlah barang sepuluh hari atau setengah bulan, ibu tidak keberatan kau pergi ke sana,"
Nyo toakoh tertawa."Ibu tidak keberatan lantaran ananda yang keberatan meninggalkan ibu? Dengan susah payah kita dapat berkumpul kembali sekarang, soal ke ibu kota lain waktu masih banyak kesempatan, mengapa aku harus meninggalkan rumah seka- rang juga?"
Nyo toakoh benar-benar merasa gembira sekali setelah mendengar perkataan itu, katanya kemudian, Tak kusangka kau begitu berbakti kepadaku, aai aku juga tak tak tahu masih bisa hidup berapa tahun lagi, kalau begitu temanilah aku selama beberapa tahun lagi."
Padahal masih ada satu alasan lain yang menyebabkan Ki See-kiat enggan pergi ke ibu kota, yaitu karena Nyo Bok juga berada di situ.
Ki See-kiat tak senang dengan engku (adik ibu)nya ini, benar dia bisa menolak untuk bekerja dengan engku-nya ini, tapi dengan hubungan mereka yang begitu erat, setibanya di ibu kota berarti dia harus pergi mengunjungi engku-nya itu.
Seringkah banyak kejadian tak terduga yang bisa berlangsung tanpa diundang, tak sampai sepuluh hari setelah peristiwa di gedung keluarga Pui, suatu peristiwa yang tak terduga telah berlangsung.
Malam itu, ketika mendekati tengah malam baru saja dia akan tidur, mendadak terdengar desiran angin lirih di atas atap rumah, dengan mengandalkan pengetahuan serta ilmu silat yang dimilikinya sekarang, dia segera mengetahui kalau ada orang sedang berjalan malam di atas genteng.
Begitu mengetahui kalau ilmu meringankan tubuh yang dimiliki orang itu cukup tangguh, dia lantas berpikir.
"Mungkinkah Utti Keng yang datang mencariku? Tapi mengapa dia hanya seorang diri?"Pikir punya pikir, dia jadi khawatir kalau orang itu adalah musuh besar ibunya yang datang mencari balas. Seperti diketahui, ibunya bergelar Lak-jiu-Koan-im, tidak sedikit katanya.
"Adikku, terima kasih banyak atas maksud baikmu hendak mengangkat keponakanmu untuk menduduki jabatan tinggi, sayang Kiat-ji tidak cocok menjadi pembesar, hingga kini aku pun menjadi putus asa menyaksikan tingkah lakunya itu."
Nyo Bok masih tak mau menyerah dengan begitu saja, kembali ujarnya.
"Jika dia tak suka menerima perintah orang lain, aku masih ada cara lain untuk ditempuh."
"Mau menjadi pembesar tapi tak mau terikat dan diperintah, aah, masa ada pekerjaan yang begitu baik di dunia ini?"
Kata Nyo toakoh sambil tertawa. Mendadak Nyo Bok mengalihkan pokok pembicaraannya ke soal lain, ujarnya.
"Konon sewaktu Sce-kiat masih ada Sinkiang ia telah berkenalan dengan seorang gadis she Leng dari Thian-san-pay. Cici, bersediakah kau menerima nona Leng itu sebagai menantumu?"
"Song Peng-ci dan Oh Lian-kui yang memberitahukan kepadamu?"
Seni Nyo toakoh.
"Benar. Menurut mereka, Sce-kiat amat senang pada nona ini, entah apa sebabnya kau tak setuju untuk menjodohkan mereka?"
Ki See-kiat menggigit bibirnya kencang-kencang tidak berbicara, sementara hatinya merasa perih dan sakit Di samping itu, dia pun tidak habis mengerti apa sebab persoalan itu disinggung-singgung oleh eng-ku-nyaNyo toakoh sendiri pun tidak senang adiknya menyinggung kembali persoalan yang merupakan ganjalan bagi ibu dan anak itu, tapi toh dia berkata juga.
"Kalau toh Peng-ci dan Lian-kui telah memberitahukan kepadamu, tentunya kau juga tahu bukan apa sebabnya aku tak setuju untuk menjodohkan mereka berdua. Apakah muridmu itu tidak menyebutkan asal- usul nona Leng?"
"Konon dia adalah keponakan perempuan Leng Thiat-jiau?" Tepat sekali. Leng Thiat-jiau bermusuhan dengan pemerintah, sedang kau adalah pengawal istana yang melindungi keselamatan sri baginda, masa kau senang melihat keponakan perempuan Leng Thiat-jiau menjadi menantu keponakanmu? Bicara terus terang saja, sebagian besar alasanku adalah dikarenakan kedudukanmu sekarang, maka aku keberatan untuk mengikat hubungan ini!"
Perlu diketahui, kendatipun mereka adalah saudara kandung, tapi setelah persoalan menyangkut masalah "pemberontakan"
Mau tak mau dia harus meningkatkan kewaspadaannya. Ia sengaja berkata demikian untuk membaiki udiknya, daripada Nyo Bok curiga. Siapa tahu Nyo Bok dengan senyum tak senyum malahan tertawa terbahak-bahak.
"Haahh haahh haahh Cici, aku justru hendak memberi tahu kepadamu, aku gembira sekali dengan perkawinan keponakan Kiat dengan nona Leng itu!"
Kali ini giliran Nyo toakoh yang tercengang, dia memandang wajah adiknya keheranan, sementara hatinya tidak habis mengerti apakah ucapan itu berarti sebenarnya atau justru merupakan kebalikannya "Cici, kau tak usah curiga"
Kembali Nyo Bok tertawa.
"Aku ber-sungguh hati memohonkan pengertianmu bagi See-kiatAku pun mendengar orang bilang, sepulangnya kemari kau telah menghubungi mak comblang untuk mencarikan jodoh baginya, tapi ia selalu menolak. Kalau toh dia menyukai nona Leng seorang, buat apa kau mesti memisahkan mereka berdua?" 0odwo0 Rencana Busuk di Balik Maksud Baik "Apakah kau tidak khawatir bila dia benar-benar mengawini keponakan perempuan Leng Thiat-jiau, maka kejadian ini akan mempengaruhi masa depanmu?"
Tanya Nyo toakoh Nyo Bok segera tertawa.
"Aku telah menerangkan persoalan ini kepada congkoan tayjin. Justru dialah yang menganjurkan kepadaku untuk kemari dan memohonkan pengertian darimu."
"Aku benar-benar tak habis mengerti obat apa yang sebenarnya kau jual di dalam buli-bulimu itu? Orang tua hanya melahirkan kita berdua, aku adalah satu-satunya enci-mu, tak ada salahnya bila kau bertenis terang saja padaku!"
Bagaimanapun jua dia adalah seorang yang berpengalaman, secara lamat-lamat ia dapat merasakan bahwa di balik "maksud baik"
Adiknya ini pasti tersembunyi suatu rencana busuk Benar juga sambil tertawa terbahak-bahak Nyo Bok berkata "Asal dia tidak sejalan dengan Leng Thiat-jiau, hal ini sudah lebih dari cukup.
Bila ia menikahi keponakan perempuan Leng Thiat-jiau, berarti dia akan mengetahui lebih banyak rahasia- rahasia yang menyangkut gerak-gerik komplotan Leng Thiat- jiau.
Bila secara diam-diam kami mengutus orang untuk melakukan hubungan kontak dengannya maka bukan sajagerak-geriknya tak akan dirintangi bahkan berjasa pula bagi kerajaan.
Di kemudian hari sudah pasti dia akan menerima imbalan jabatan yang tinggi bagi jerih payahnya itu.
Sebelum tugas itu berhasil, tentu saja kami pun akan menjaga rahasia ini baginya!"
Ki See-kiat mendongkol sekali hingga sekujur tubuhnya gemetar keras, untuk sesaat dia sampai tak sanggup mengucapkan sepatuh kata pun.
"Tak usah khawatir,"
Kembali Nyo Bok tertawa.
"Kau adalah menantu keponakan Leng Thiat-jiau, orang-orang dari komplotannya tak bakal menaruh curiga kepadamu. Orang muda harus membayangkan masa depan yang cemerlang, untuk mencapai keadaan seperti itu, tentu saja dia harus berjuang dan menyerempet bahaya. Heeeeh heeceh, inilah yang dinamakan tubuh berada di istana Cho hati berada di pihak Han. Asal kau sanggup bersandiwara dengan sebaik- baiknya, bagaimana mungkin mereka dapat menembus rahasia hatimu"
Ki See-kiat benar-benar tak bisa menahan diri lagi, sambil tertawa dingin serunya.
"Engku, aku rasa ucapanmu itu salah dalam penerapan, siapa yang Cho Coh dan siapa yang bangsa Han? Kau jangan lupa, orang-orang dari komplotan Leng Thiat-jiau semuanya bangsa Han sejati!"
Paras muka Nyo toakoh berubah hebat, buru-buru bentaknya.
"Kiat-ji, kau jangan mengaco belo, untung engku bukan orang luar, coba kalau sampai kedengaran orang lain, bisa runyam kita! Adik Bok, kau jangan salah mengerti ucapannya, aku tahu dengan pasti, dia baru dua kali berjumpa dengan keponakan perempuan Leng Thiat-jiau, sedang de- ngan Leng Thiat-jiau pribadi hakikatnya tidak saling mengenal.Apalagi setelah Utti Keng menderita kekalahan di tangannya, tindakan itu telah menyalahi pihak Leng Thiat-jiau, aku rasa dia hanya tak berani menempuh bahaya tersebut hingga karena salah bicara mengucapkan kata-kata tersebut.
"Adikku, harap kau jangan memikirkan kata-kata tersebut di dalam hati."
"Cici, kau pun kelewat khawatir,"
Nyo Bok tertawa paksa.
"Masa aku akan melakukan tindakan yang tidak menguntungkan keponakan sendiri? Kalau toh See-kiat enggan menyerempet bahaya ini, ya sudahlah."
Kini dia sudah mencari jalan mundur tanpa harus kehilangan muka. Siapa tahu Ki See-kiat telah mengucapkan lagi kata-kata yang lebih tak sedap didengar.
"Bukan aku takut menyerempet bahaya, seandainya perbuatan itu untuk suatu kebaikan dan keadilan, engku, jangankan baru persoalan macam begitu, kendatipun kau suruh aku terjun ke lautan api atau mendaki bukit golok, aku tak akan menolak!"
Nyo toakoh dapat menangkap nada yang kurang beres di balik ucapan putranya itu, sepasang matanya kontan melotot besar. Sambil tertawa paksa Nyo Bok kembali berkata.
"Engku tak lebih hanya berharap kau dapat memper-sunting seorang istri yang kau cintai dan bersama-sama berbakti untuk kerajaan, tindakan ini merupakan suatu perbuatan baik, sekali tepuk mendapat dua, apakah kau anggap salah?"
"Keponakan tak berani menuduh ucapan engku salah,"
Ujar Ki See-kiat pelan-pelan.
"Cuma keponakan merasa mata-mata jauh lebih lebih dari seorang tak becus!"Sebetulnya dia ingin mengatakan "lebih-lebih tak tahu malu", seandainya mata ibunya tidak melotot besar ke arahnya, niscaya ucapan tersebut telah diutarakan keluar; Melotot besar sepasang mata Nyo Bok karena mendongkol, dia segera mendengus dingin.
"Hmm, apa maksudmu yang sebenarnya?"
"Tidak bermaksud apa-apa, keponakan hanya tahu diriku ini bukan manusia bertulang budak, lebih-lebih bukan manusia yang cocok menjadi seorang mata-mata, oleh karena itu aku tak dapat menuruti permintaanmu itu, harap engku sudi memaafkan."
"Kiat-ji,"
Bentak Nyo toakoh keras.
"kau masih berani mengaco belo tak keruan? Sungguh menjengkelkan hatiku!"
Sambil mengibaskan ujung bajunya Nyo Bok beranjak dari tempat duduknya, dia berkata.
"Sebenarnya aku bermaksud baik, siapa tahu malah mengundang kesal ahanpahaman kalian, baiklah, tiap orang mempunyai cita-cita yang berbeda, bila kau sukar diberi tahu, sudahlah, terserah pada kehendakmu sendiri."
"Adikku, binatang cilik ini tak tahu tingginya langit dan tebalnya bumi, harap kau sudi memandang wajah cici, jangan memikirkan perkataannya itu,"
Buru-buru Nyo toakoh berseru, kemudian sambil berpaling ke arah putranya, kembali dia membentak.
"Binatang cilik, cepat kemari dan minta maaf kepada engku-mu."
Terpaksa Ki See-kiat berkata.
"Ananda tak pandai berbicara, bukan saja menyakiti hati engku, membuat ibu marah lagi, ananda tahu salah."
Beberapa patah kata itu diucapkan amat sederhana, kalau dibilang ucapan itu merupakan permintaan maaf kepadaengku-nya, maka lebih cocok kalau dibilang minta maaf kepada ibunya.
Lagi pula dia hanya mengakui "tidak pandai berbicara", jelas ucapan itu bisa diartikan juga kalau dia tidak mengakui kalau telah salah bicara.
Namun, bagaimanapun juga minta maaf sudah dilakukan, paras muka Nyo Bok pun jauh lebih baik-an, dengan lagak pura-pura dia lantas berkata lebih jauh.
"Enci, kau tak usah berkata begitu, masa aku akan ribut dengan seorang angkatan muda? Cuma aku merasa agak khawatir bila See-kiat sampai menempuh jalan sesat, meskipun hubungan antara engku dan keponakan tetap hubungan keluarga toh tak akan melebihi hubungan ibu dan anak, kini aku sebagai engku-nya gagal membujuknya, aku hanya bisa berharap kau sebagai ibunya dapat lebih banyak memberi petunjuk kepadanya."
"Aku pasti akan mendidiknya dengan ketat,"
Nyo toakoh berjanji.
"Adik, kau tidak berdiam lebih lama lagi?"
"Fajar sudah hampir menyingsing, tidak ingin pergi pun tak bisa. Cici, harap kau menjaga diri baik-baik, bila aku kebetulan lewat Po-teng lagi pasti akan datang menjengukmu."
Sepeninggal Nyo Bok, Nyo toakoh duduk kembali sambil menghela napas panjang.
"Ibu,"
Ki See-kiat lantas berkata.
"Engku hanya tahu membuat rencana agar dia cepat naik pangkat, dia hanya ingin memperalat ananda belaka, masa kau tidak dapat meli- hatnya? Kau masih menyalahkan aku yang telah membuat kesalahan kepadanya?"
"Sekalipun begitu, tidak seharusnya kau mengucapkan kata- kata yang tak sedap didengar sehingga menjengkelkan hatinya!""Justru karena aku tak bisa menerima ucapannya maka tak tahan aku menyemprotnya. Jika lain kali dia tak berani datang lagi hal itu lebih baik lagi."
"Belum cukupkah kau membuat marah diriku? Mengapa mengucapkan lagi kata-kata seperti itu? Aku hanya mempunyai seorang adik, apakah kau menginginkan aku me- mutuskan hubungan dengannya?"
"Ananda tidak berani, cuma ananda berbicara sejujurnya, manusia macam engku tak lebih hanya manusia yang gila pangkat dan kemaruk harta, kedatangannya kemari masa akan mendatangkan kebaikan untuk kita? Ibu, coba kau bayangkan, dia menyuruh aku meninggalkanmu untuk melalaikan perbuatan munafik yang terkutuk, bahkan me- lakukan pekerjaan macam begitu merupakan pekerjaan yang tiap kali bisa mengancam keselamatan jiwa sendiri, pernahkah dia memikirkan tentang dirimu?"
Ucapan tersebut segera menggetarkan hati ibunya, dengan sedih Nyo toakoh berkata.
"Bukankah aku telah membantumu untuk menolak permintaannya? Tapi, ya bagaimanapun juga, dia toh satu-satunya adik kandungku!"
"Ibu, kau pun hanya mempunyai seorang putra. Bukan berarti aku menganjurkan kepadamu untuk tidak ambil peduli terhadap engku. Aku hanya berharap kau lebih waspada lagi terhadapnya demi diriku. Bila dia mau datang, aku tak mung- kin menolaknya, tapi bila kau menyuruh aku berterus terang, aku tidak senang melihat kehadirannya"
Ketika Nyo toakoh mendengar putranya menyinggung soal "waspada", hatinya merasa amat terperanjat, hingga ucapan berikutnya hampir tidak terdengar lagi olehnya Dalam hati kecilnya dia sedang berpikir.
"Aku hanya mempunyai seorang adik, ayah dan ibu sudah mati lama, pada hakikatnya akulah yang menjadi ibu,mendidik dan memeliharanya hingga dewasa Gara-gara dia, entah berapa banyak perbuatan yang sebenarnya tak ingin kulakukan terpaksa harus kulakukan. Julukan Lak-jiu-Koan-im yang kumiliki sekarang pun mungkin sebagian besar gara-gara dia, seperti misalnya demi dia kudesak Hun Ci-lo sampai mati, kalau dibayangkan kembali sekarang, aku merasa menyesal sekali. Kendatipun Hun Ci-lo tidak baik, tidak seharusnya aku bertindak kelewat batas terhadapnya Kali ini, demi menemukan kembali putra kandungnya, aku tidak segan mengutus putraku sendiri untuk menyerempet bahaya di Sin- kiang, di mana hampir saja aku tak dapat bersua lagi dengan putraku. Aku memang tak mengharapkan balas jasa darinya, tapi tidak pantas bila dia melakukan hal-hal yang merugikan diriku gara-gara ucapan Kiat-ji yang menyinggung perasaan- nya Tak mungkin, tak mungkin, dia adalah satu-satunya adikku, dia tak akan mencelakai putra tunggalku."
"Ibu, apa yang sedang kau pikirkan?"
Mendadak Ki See-kiat menegur. Nyo toakoh segera sadar kembali dari lamunannya, buru- buru dia menyahut.
"Aah, tak apa-apa aku hanya merasa ucapan engku-mu ada benarnya juga."
"Mana yang benar?"
"Dia takut kau menempuh jalan yang salah, aku pun takut kau salah jalan. Lain kali bila tak ada urusan lebih baik jangan sembarangan pergi. Sekalipun aku tak khawatir kau berkenalan dengan orang jahat, aku takut kalau kau salah bicara lagi dengan orang lain, apalagi orang lain toh bukan engku-mu sendiri!"
"Jangan khawatir ibu,"
Ki See-kiat tertawa "sekembaliku ke rumah kali ini, aku memang bermaksud untuk menemanimu,sekalipun kau suruh aku berangkat ke ibu kota pun belum tentu aku mau pergi."
Kendatipun Ki See-kiat telah meluluskan permintaan ibunya namun perasaannya tidak menjadi tenang.
Hal ini bukan karena ia dibikin mendongkol oleh engku-nya, dia sudah tahu manusia macam apakah engku-nya itu, manusia macam begitu tak berharga untuk digusari; tapi ketidaktenangan hatinya justru timbul gara-gara ucapan engku-nya.
Nyo Bok telah menyinggung kembali luka di dalam hatinya, dia teringat kembali pada Leng Ping-ji.
Tak heran kalau Leng Ping-ji bersikeras hendak berpisah dengannya, ketidaksenangan ibu terhadapnya, mungkin masih merupakan alasan kedua.
"Aku mempunyai seorang engku semacam ini, bagaimana mungkin ia bisa berlega hati ? Aaai, sekalipun dia mempercayai diriku, aku pasti akan merasa rendah diri dan tertekan. Buktinya engku bisa mempunyai jalan pemikiran yang begitu rendah dan terkutuk, aku disuruh untuk menjadi seorang mata-mata mana mungkin aku bisa jadi suami isteri dengannya?"
Walaupun hatinya tak bisa tenang, namun tubuh luarnya justru nampak amat tenang.
Ia menuruti perkataan ibunya dan benar-benar tak pernah meninggalkan pintu gerbang.
Tapi suasana tenang hanya bisa bertahan selama dua hari saja.
Pada malam ketiga, suatu peristiwa yang sama sekali tak terduga kembali terjadi.
Malam itu, setelah mengikuti peraturan di hari-hari biasa menyampaikan salam kepada ibunya, kembali ke kamar sendiri untuk tidur.
Mendadak di atas meja kecil di ujungpembaringan ditemukan sebatang pisau sepanjang tiga inci enam hun yang menancap di atas sepucuk surat.
Ketika surat itu dibuka, terbaca isinya berbunyi demikian, Harap datang ke kuil Hay-sin-bio untuk bicara, jangan sampai diketahui siapa pun.
Dalam rumah hanya ada tiga orang, kecuali ibu dan anak hanya ada seorang pelayan perempuan yang sudah lanjut usia, dia adalah dayang ibunya ketika masih muda dulu dan sama sekali tidak mengerti ilmu silat.
"Jangan sampai diketahui siapa pun"
Taruna Pendekar Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Yang dimaksud "siapa pun"
Di sini mungkin hanya ibunya seorang.
Siapakah orang yang hendak berjumpa dengannya itu? Mengapa harus tanpa sepengetahuan ibunya? Utti Keng-kah? Tidak mungkin.
Waktu itu ia bertarung dengan Utti Keng gara-gara ibunya, tak mungkin Utti Keng meminta kepadanya mengelabui ibunya.
Andaikata dia tahu orang itu benar-benar adalah Utti Keng, ia pasti akan mengabulkan permintaan ini, namun bagi Utti Keng, dia tahu kalau pemuda itu seorang anak yang berbakti, mana mungkin dia akan mengajarkan cara yang tidak benar seperti itu kepadanya? Setelah berpikir bolak-balik, mendadak dia merasakan gaya tulisan orang itu seperti "pernah dikenal", namun dia pun tak bisa mengingat kembali tulisan siapakah itu.
Ki See-kiat tak bisa membendung rasa ingin tahunya lagi, dia lantas berpikir.
"Sekalipun dia sengaja mengaturperangkap untuk menjebakku, aku tetap akan ke sana untuk memeriksa sampai jelas."
Kuil Hay-sin-bio tak jauh letaknya dari rumahnya, sewaktu masih kecil dulu dia sering bermain ke sana.
Diam-diam dia meninggalkan rumahnya, lalu mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya mendekati tempat tujuan, tak sampai setengah sulutan hio, ia sudah tiba di situ"
Pemuda itu sengaja tidak melalui pintu utama, melainkan melompati dinding pekarangan di belakang kuil dan langsung menuju ke ruang tengah.
Dalam ruangan tidak tampak cahaya lampu, hanya sinar rembulan dan bintang di luar jendela yang menyorot ke dalam dan memperlihatkan pemandangan remang-remang.
Tampak di bawah altar terdapat sesosok bayangan manusia sedang duduk bersila mirip seorang pendeta, kalau dilihat bayangan punggungnya tidak mirip dengan Utti Keng.
Ki See-kiat melompat turun bagaikan selembar daun, tanpa menimbulkan sedikit suara pun ia mendekati orang tersebut, tampaknya orang itu sama sekali belum merasa.
Dengan suara keras Ki See-kiat berseru.
"Sobat, aku orang she Ki datang memenuhi janji, kau."
Dengan terperanjat orang itu melompat bangun.
Ki See-kiat telah membuat persiapan semenjak tadi, dia segera memasang lampu.
Di antara kilatan cahaya, tampak wajah orang itu penuh noda darah, pakaian pada bagian bahu kirinya juga penuh dengan bercak-bercak noda darah.Ki See-kiat makin terperanjat lagi setelah menyaksikan kesemuanya itu, serunya tertahan.
"Pui su-heng rupanya kau, mengapa kau luka?"
Ternyata orang ini adalah murid ketiga dari Nyo Bok, Pui Liang adanya.
Usianya jauh lebih tua tujuh delapan tahun dibandingkan dengan Ki See-kiat.
Ia berjiwa lurus, cara kerjanya mantap dan terbuka, maka di antara enam orang murid engku-nya, dia adalah orang yang paling dihormati oleh Ki See-kiat "Aah, luka kecil, tidak mengapa,"
Bisik Pui Liang.
"Ki sute, sudah kuduga kau pasti datang, ternyata kau benar-benar datang, tapi kedatanganmu tak sampai diketahui sukoh bukan?"
Ki See-kiat segera memadamkan api obornya, lalu menjawab.
"Ibuku sudah tidur, aku akan kembali sebelum fajar, tentu saja tak akan diketahui olehnya. Pui suheng. kau datang dari mana? Siapa yang melukai dirimu?"
"Ji-suheng!"
"Masa ji-suheng melukaimu? Sesungguhnya apa yang telah terjadi?"
Makin lama Ki See-kiat semakin bingung.
"Duduklah dulu, akan kuceritakan pelan-pelan. Ada satu hal, aku membutuhkan bantuanmu."
"Katakanlah, asal sanggup kulakukan, sekali pun harus terjun ke lautan api pun tak akan kutolak."
"Tiga tahun berselang aku pergi tanpa pamit kau temu tak tahu ke mana aku telah pergi bukan? Aku tidak takut memberitahukan kepadamu, aku telah pergi ke Jik-tat-bok dan bersama-sama Huan sute menggabungkan diri denganpasukan pembela bangsa penentang bangsa Cing. Kau tak takut karena hal ini bukan?"
"Tentu saja tidak,"
Ki See-kiat Jrtawa.
"sebab aku pun sudah tahu akan peristiwa ini."
"Dari mana kau tahu?"
Tanya Pui Liang tertegun. Aku mendengar dari Song su-,"
Pui Liang segera berkerut kening.
"Untung dia tidak memberitahukan hal ini kepada orang luar,"
Serunya.
"Tahukah ibumu akan hal ini?"
"Jangan kau salahkan dia. Song suheng tidak memberitahukan bal ini secara langsung kepadaku, suatu ketika tanpa disengaja aku telah mencuri dengar pembicaraannya dengan Oh suheng, dari sanalah kuketahui akan hal ini. Tak usah khawatir, aku berani menjamin ibuku tidak tahu."
"Pasukan pembela bangsa tinggal di tengah hutan belantara di wilayah Jik-tat-bok,"
Pui Liang melanjutkan perkataannya.
"Hidup di situ, yang paling kekurangan adalah obat-obatan. Sebulan berselang, kami telah mengutus seorang saudara yang bernama Ciat Hong untuk membeli obat-obatan di kota, siapa tahu setibanya di kota Po-teng telah terjadi suara peristiwa!"
"Peristiwa apa yang telah terjadi?"
Tanya Ki See-kiat dengan perasaan terkejut "Ia telah ditangkap oleh komandan opas kota Po-teng yang bernama Thi-tan (Peluru Baja) Lau Liang.
Orang ini adalah murid Lo Hl-hong, tentunya kau pun tahu, Lo Hi-hong masih terhitung famili dengan Pui Hou bukan?""Apakah Lau Kun sudah mengetahui identitas Ciat Hong yang sesungguhnya?"
Tanya Ki See-kiat "Agaknya belum tahu, dia mengatakan dia sangat mencurigakan."
"Tentu Ciat Hong tak akan mengaku bukan?"
"Celakanya daar obat-obatan yang dibutuhkan pihak pasukan pembela bangsa telah digeledah oleh pihak pemerintah dan berhasil disita."
"Tapi di atas daftar pesanan toh tak akan ditulis siapa pembelinya bukan?"
"Tentu saja tidak, tapi Lau Kun adalah seorang manusia yang hebat, daar obat-obatan tersebut sudah cukup menimbulkan kecurigaan di dalam hatinya."
"Apa yang membuatnya curiga?"
"Dari saku Ciat Hong, mereka cuma berhasil merampas beberapa ratus tahil perak, padahal nilai obat-obatan yang akan dibeli itu mencapai lima enam laksa tahil perak."
"Mengapa dia cuma membawa beberapa ratus tahil perak saja?"
"Di ibu kota terdapat orang kita, sepintas lalu orang menganggap mereka adalah saudagar kaya atau hartawan sosial. Setibanya di ibu kota, di sana ada orang yang akan mengatur segala sesuatunya. Akan tetapi bila pihak pemerintah melakukan pemeriksaan, bagaimana mungkin Ciat Hong bisa mengatakan kalau di ibu kota ada orang yang akan membayarkan rekeningnya itu? Andaikata dia asal menyebut suatu nama toko, ibu kota dengan Po-teng berjarak begini dekat tidak sampai berapa hari, semuanya pasti akan berhasil diselidiki."Selain itu,"
Pui Liang melanjutkan setelah berhenti sebentar.
"obat-obatan yang tercantum di dalam daftar tersebut bukanlah bahan obat-obatan yang digunakan sembarangan orang seperti misalnya, obat untuk menyembuhkan hawa kabut beracun dan sebangsa-nya, selain itu kami pun memesan beberapa ribu bungkus Heng-kun-san, barang-barang semacam ini paling sukar untuk dijelaskan."
"Lantas bagaimana baiknya?"
"Untung saja Ciat Hong cukup cekatan. Dia bilang dia adalah saudagar obat-obatan dari Kuiciu, dikatakan daerah Inlam dan Kuiciu sedang terjangkit penyakit menular, soal Heng-kun-san dia mengatakan di Kuiciu dia mempunyai sebuah toko obat yang besar yang punya nama selama seratus tahun belakangan ini. Dikatakan pula, untuk mencegah perampokan dan pembegalan di jalanan, maka setibanya di ibu kota, dari rumah baru akan mengirim uangnya lewat perusahaan pengiriman uang."
"Apakah pihak pemerintah percaya?"
"Sesungguhnya hal ini cuma merupakan taktik mengulur waktu dari Ciat Hong, Kuiciu jauh letaknya dari Po-teng, bila pihak pemerintah hendak melakukan penyelidikan, paling tidak juga makan waktu satu dua bulan lamanya. Selain ini menurut dugaan kami, mungkin pengadilan Po-teng juga bermaksud mencari uang pelicin darinya, sebab andaikata ia benar-benar seorang pedagang obat besar paling tidak harus ada uang pelicin sebesar satu laksa beberapa ribu tahi! sebelum bisa dibebaskan. Tentu saja mereka lebih berharap kalau dapat menyelidiki kalau dia punya hubungan dengan pentolan pemberontak serta Utti Keng sekalian, karena jasa besar itu bisa jadi akan membuat mereka naik pangkat.""Kalau begitu, hingga kini Ciat Hong masih dikurung dalam pengadilan kota Po-teng?"
"Benar, konon dia tidak mendapat siksaan apa-apa, cuma setiap hari selalu diperiksa, digertak dan ditakut-takuti."
"Bagaimanapun juga, taktik mengulur waktu bukan suatu taktik yang baik, cepat atau lambat toh rahasianya akan terbongkar juga. Bagaimanapun jua kita harus berusaha untuk menolongnya."
"Benar, itulah sebabnya kami lantas berpendapat bagaimana kalau minta bantuan ji-suheng."
"Keliru, keliru besar. Ji-suheng mempunyai hubungan yang akrab dengan para pembesar kerajaan, konon semua pejabat di kota Po-teng saling menyebut saudara dengannya, bagaimana mungkin ka-ian malah meminta bantuannya."
Pui Liang tertawa getir.
"Semuanya ini kebodohanku lldiri, aku tidak menyangka kalau ii Hou sejahat itu. Aku berasal satu marga dengannya, bukan hanya sesama saudara seperguruan, kalau dibicarakan, sesungguhnya aku dan dia mempunyai kakek moyang yang sama, dengan hubungan yang akrab ini aku mengira paling tidak dia akan memberi muka padaku.
"Kita toh tak mungkin menyerbu ke penjara untuk memberi pertolongan, karena itu kita harus mencari hubungan dengan pihak pejabat pemerintah dan berusaha untuk menyuap mereka.
"Justru karena Pui Hou adalah seorang hartawan terkemuka di kota Po-teng, maka kami jadi teringat pada dirinya "Maksud kami, dia hendak dimintai pertolongannya untuk membebaskan Ciat Hong, sekarang Ciat Hong cuma dicurigai dan belum terbukti dosa dan kesalahannya, ditambah pula guru Lau Kun komandan opas dari Po-teng adalah Lo Hi-hong, sedang Lo Hi-hong adalah enthio-nya, asal ia bersedia untuk menampilkan diri dan memberi jaminan, kemungkinan untuk membebaskan Ciat Hong dari penjara besar sekali.
"Tentu saja kami pun telah mempertimbangkan kemungkinan ia takut terlibat dalam peristiwa ini, maka seandainya dia setuju, hal ini paling baik, jika menolak maka kami pun hanya berharap dia bisa membantu kami untuk mencarikan kabar tentang nasib Ciat Hong. Soal ikut sertanya kami dalam pasukan pembela bangsa tidak diketahui olehnya, kami hanya mengaku sebagai sahabat karib Ciat Hong saja, karena suatu kesalahpahaman ia ditangkap pemerintah dan masuk penjara, maka untuk menengok dia dalam penjara tentunya bukan sesuatu yang luar biasa bukan?"
Sambil menggeleng kepalanya berulang kali Ki See-kiat berkata.
"Perhitungan kalian ini benar-benar kelewatan sedikit, janganlah dianggap segala sesuatunya itu gampang dicapai."
Pui Liang tertawa getir.
"Kau tidak tahu, bila bulan empat tiba maka Jik-tat-bok akan berada di musim hujan, dalam musim hujan saudara yang menderita sakit akan hanyak sekali, maka obat-obatan tersebut harus sudah sampai di tempat tujuan sebelum musim hujan tiba. Bila kami tak dapat menolong Ciat Hong, paling tidak juga harus mengetahui dari mulutnya siapakah orang yang harus kami hubungi setibanya di ibu kota. Dalam keadaan yang amat terdesak ini, meski kami tahu kalau Pui Hou tak dapat dipercaya, terpaksa aku harus menyerempet bahaya untuk mencari bantuannya."
"Setelah mengetahui tujuan kalian, apakah dia lantas menolak?"
Tanya Ki See-kiat kemudian."Itu sih tidak.
Ketika ia menyaksikan aku dan Huan sute datang, seperti menemukan mestika saja, dengan wajah berseri segera melayani kami dengan hangat, sedemikian hangatnya hingga jauh melebihi sikapnya ketika masih sama- sama berguru dulu.
Setelah kami utarakan maksud tujuan, ternyata ia segera menyanggupi.
Ia bilang kekuasaan dalam penjara berada di tangan Lau Kun, kalau hanya ingin menengok ke dalam penjara sih urusan kecil, dia bilang asal permintaan itu disampaikan, tentu Lau Kun akan menyetujuinya."
"Sekalipun minta pembebasan buat Ciat Hong dia pun dapat melakukannya."
"Siapa tahu setelah kami mengucapkan terima kasih kepadanya, dia baru berkata lagi", Kita adalah sesama saudara seperguruan, saling membantu sudah merupakan suatu hal yang wajar. Cuma aku pun berharap kalian benar- benar tidak menganggapku sebagai orang luar!1
"Aku lantas bilang, Apa maksudmu? "Dia menjawab", Aah, tidak apa-apa, aku hanya ingin tahu, selama beberapa tahun ini ke mana saja kalian telah pergi? "Aku pun menjawab", Selama beberapa tahun ini kami mengembara dalam dunia persilatan, sulit untuk mengungkapkan semua tempat yang pernah kami kunjungi selama ini* "Tiba-tiba ia menghela napas sambil berkata lagi", Aaai, kuanggap kalian sebagai saudara sendiri, dengan mempertaruhkan kedudukanku sekarang, aku bersedia mem- bantu kalian, tapi kenyataannya kalian enggan berterus terang kepadaku, sungguh hal ini membuat hatiku sedih."Huan sute lembek hatinya, dia lantas berkata begini", Bukannya kami enggan membicarakan hal ini kepadamu, tapi suheng adalah seorang hartawan kenamaan di sini, buat apa sih mesti mencampuri urusan dunia persilatan? "Kali ini dia seperti berhasil mendapatkan kelemahan, maka dia pun bertanya lagi", Huan sute, dengan perkataanmu itu, apakah kau ada maksud untuk mempermainkan aku? Persoalan yang kalian mohon bantuannya d ariku sekarang bukankah masalah dunia persilatan juga? Betul, pertama aku memandang wajah kalian, kedua aku pun berniat untuk bersahabat dengan Ciat Hong, maka kukabullcanpermintaan kalian untuk menolongnya, tapi paling tidak kalian pun harus memberi keterangan kepadaku agar aku juga tahu, sesungguhnya dia adalah sahabat dari aliran mana? "Paras muka Huan sute segera berubah menjadi merah padam, buru-buru dia berkata,"
Ji-suheng, aku tidak membohongimu, dia memang seorang saudagar obat-obatan dari Kuiciu, dahulu kami pernah berhutang budi darinya, sebagai orang yang seringkah membeli obat-obatan di luar daerah, tentu saja sedikit banyak ia pandai bersilat "Huan Kiri tidak terbiasa berbohong, tentu saja cerita karangan yang disusun secara tergesa-gesa itu kurang leluasa sewaktu diutarakan, buru-buru aku pun menambahkan", Ji- suheng, bila kau menaruh curiga, ya sudahlah, aku pun tak berani memohon bantuan lagi dari kalian. "Apakah kalian lantas bentrok?"
Ki See-kiat menyela.
"Aah, masih terlampau awal, dia masih belum mau menyerah dengan begitu saja, sambil berpura-pura tertawa kembali ujarnya.
"Dengan tulus hati aku ingin membantu kesulitan kalian, padahal Huan sute pun tak usah membohongi aku, urusan kalian sudah lama kuketahui dengan pasti."Dengan nada terperanjat Huan sute segera berseru.
"Apa yang telah kau ketahui?"
Sahut Pui Hou dengan suara rendah.
"Aku tahu kalian telah bergabung dengan Leng Thiat-j iau di Jik-tat-bok. Kalian tak usah gugup, walaupun aku punya banyak harta, sesungguhnya aku pun lebih condong ke pihak pasukan pembela bangsa. Hanya saja beban keluarga membuatku terikat Lagi pula waktunya belum sampai maka aku tak berani meniru kalian bergabung dengan begitu saja dengan pihak pasukan pemberontak. Aku rasa sahabat Ciat tersebut sudah pasti anak buah Leng Thiat-jiau bukan? Aku harap kalian suka berterus terang sehingga aku pun dapat menolongnya dengan hati lega."
"Aku segera berkata begini, Ji-suheng, dari mana kau dengar berita itu? Apa yang telah kami ..katakan tadi adalah kata-kata yang jujur, soal pasukan pemberontak kami benar- benar tak tahu. Bila kau baru bersedia membantu bila ada syarat tertentu, lebih baik tak usah saja. "Huan sute telah melihat pula maksud tujuannya, dengan wataknya yang jauh lebih berangasan dari diriku, sambil bangkit segera serunya", Ji-suheng, maksud baikmu biar kuterima di dalam hati saja, baik-bai kiah menjaga harta kekayaanmu, kami tak berani merepotkan dirimu lagi, selamat tinggal! "Dalam keadaan beginilah, ia baru memperlihatkan wajahnya yang menyeringai seram tiba-tiba serunya sambil tertawa dingin", Kalian tidak menganggap aku suheng, heehh heeehh jangan harap bisa pergi dari sini dengan gampang! "Di tengah suara dinginnya, dari balik penyekat segera berhamburan senjata rahasia, kawanan centeng yang sudahdipersiapkan sejak semula segera menyerbu keluar bersama- sama. H uan sute kena terhajar sebatang paku Toh-kut-ting pada bagian pentingnya, aku kena terhajar sebatang piau kupu-kupu, untung masih punya tenaga untuk menerjang keluar dari kepungan dan meloloskan diri."
Mendengar sampai di situ, dengan gemas dan mendongkol Ki See-kiat segera berseru.
"Aku sudah tahu kalau Pui Hou seorang manusia munafik, tapi tidak kusangka kalau hatinya sekeji ini! Baik, Pui suheng, katakanlah apa yang harus kulaku- kan?"
"Aku tahu, baru saja kau membantunya, meski dia menaruh benci kepadamu gara-gara kau memaksanya untuk memuntahkan lima laksa tahil perak, namun bagaimanapun juga dia masih ingin membaiki ibumu. Dan lagi Utti Keng pernah kalah di tanganmu, bila kau muncul di ramahnya, kurasa dia tak akan berani menghadapi kau seperti apa yang telah dia lakukan ketika menghadapi aku dan Huan sute tadi."
"Aku pun tidak takut dia menuduhku sebagai anggota pasukan pemberontak. Baik, sekarang juga aku akan minta orang darinya."
"Kuanjurkan kepadamu untuk bekerja menurut keadaan, tak usah kelewat berangasan dan gegabah, aku tahu ibumu tak ingin kau bentrok dengannya, cuma demi dirimu, kemungkinan juga dia bersedia memintakan ampun buat Huan sute. Besok pergilah mencari berita Huan sute, paling baik lagi kalau meng gunakan cara halus sebelum memakai kekerasan."
"Tak bisa ditunggu sampai besok lagi, sekarang juga aku akan ke rumahnya. Paling lambat sebelum fajar besok, aku pasti sudah kembali ke sini, harap kau menunggu aku di sini."Dari ujung jalan sana berkumandang suara kentungan, waktu menunjukkan kentongan ketiga tepat. Sambil meninggalkan kuil Hay-sin-bio, diam-diam Ki See- kiat berpikir.
"Untuk sementara waktu lebih baik persoalan ini jangan sampai diketahui ibu. Put Hou bersikap begitu tak berbudi dan tidak setia kawan terhadap sesama anggota perguruan, buat apa pula aku mesti menggunakan nama ibu untuk memohon kepadanya?"
Maka dengan cepat dia mengambil kepatusan di dalam hati kecilnya.
"Paling baik kalau aku bisa menyelamatkan Huan Kui tanpa menimbulkan sedikit suara pun, berusaha menghindari suatu pertarungan secara kekerasan melawan Pui Hou dan tak usah meminta-minta padanya."
Malam itu udara sangat gelap, rembulan telah tertutup oleh awan hitam yang tebal.
Suasana seperti ini merupakan saat yang paling cocok bagi orang yang berjalan malam untuk beroperasi.
Diam-diam Ki See-kiat menyusup masuk ke kebun bunga keluarga Pui, betul juga tiada angin berhembus, tiada rumput bergoyang, tak ada seorang manusia pun yang mengetahui akan kehadirannya.
Pui Hou adalah seorang hartawan kaya raya di kota Po- teng, kebun bunganya sangat luas dengan pelbagai bangunan kecil menghiasi sekelilingnya.
Dari tiga lapis halaman rumahnya, paling tidak terdapat puluhan gedung besar dengan ratusan buah kamar, dalam kebun bunga pun penuh dengan bangunan gardu serta loteng yang tersebar di sana-sini.Walaupun Ki See-kiat terhitung tamu yang sering berkunjung ke gedung keluarga Pui, namun ia tak tahu Huan Kui disekap di mana.
Seandainya dia harus menggeledah kamar demi kamar, jelas hal ini bukan suatu pekerjaan yang gampang.
Sementara dia sedang memutar otak untuk mencari jalan keluar, mendadak dari balik kebun bunga, di sudut sebuah bangunan loteng kecil, lamat-lamat dia menyaksikan pancaran sinar lentera.
Ki See-kiat mengenali bangunan loteng itu sebagai "Si-hun- lo", merupakan salah satu tempat yang dipakai Pul Hou untuk mencari angin, sekeliling loteng memang sengaja ditanami pepohonan dan aneka bunga yang amat lebat sehingga suasana amat gelap.
Di hari-hari biasa, dia paling suka menerima tamu agung di sini, terutama sekali tamu-tamu dari golongan pembesar yang disebutnya sebagai orang-orang dari golongan seni dan sastrawan.
Tergerak hati Ki See-kiat setelah menyaksikan keadaan di situ, diam-diam pikirnya.
"Sudah begini malam, mengapa masih ada orang di loteng Si-hun-lo? Sudah pasti orang itu bukan anggota keluarga Pui, jangan-jangan Pui Hou sedang menerima tamu agung di tengah malam buta? Biar kutengok ke sana."
Ia mengambil segenggam lumpur dari tepi kolam dan melumuri wajah sendiri, maksudnya andaikata jejaknya ketahuan nanti, Pui Hou tak dapat mengenali wajahnya.
Begitulah, dengan langkah yang sangat berhati-hati dia mendekati bangunan loteng itu, akhirnya dari balik jendela ia menyaksikan dua sosok bayangan manusia.
Dugaannya takmeleset, Pui Hou memang sedang menerima tamu di loteng Si-hun-lo.
Bayangan tubuh dari Pui Hou segera dapat dikenali dalam pandangan pertama, tapi siapa orang yang kedua? Punggung orang itu menghadap ke arah jendela, namun bayangan punggung tersebut terasa seperti amat dikenalnya.
Sementara dia masih termenung sambil mengawasi bayangan punggung itu, mendadak terdengar orang itu berkata.
"Pui Hou, kali ini kau sudah banyak membantuku, untung aku punya seorang murid sebaik kau, coba kalau bukan begitu, aku bisa mati mendongkol, akibat ulah kedua murid murtad tersebut. Kali ini kau sudah mengeluarkan banyak tenaga, hal ini pasti akan kulaporkan ke pihak penguasa di kota Po-teng agar jasamu itu mendapat imbalan."
Ternyata orang itu tak lain tak bukan adalah engku-nya Ki See-kiat sendiri, Nyo Bok adanya.
Kejadian ini sama sekali di luar dugaan, tanpa terasa Ki See-kiat jadi tertegun dan untuk sesaat tak tato apa yang harus dilakukan.
Bila engku-nya hadir di gedung keluarga Pui, maka sulitlah baginya untuk menyelamatkan Huan Kui yang terluka parah dari situ, sebab sebaik-baiknya ilmu silat yang dimiliki, tak mungkin dia harus bertarung sendiri dengan engku-nya itu.
Bukan saja tak bisa bertarung dengan engku-nya, dia pun harus bekerja keras untuk menghindari agar engku-nya tak tahu kalau dia pernah mendatangi gedung keluarga Pui Sewaktu dia menolak ajakan engku-nya untuk bersama- sama menghadapi Utti Keng, engku-nya sudah curiga, seandainya kini jejaknya ketahuan, sudah pasti engku-nya akan menduga kalau kedatangannya mempunyai maksud ter-tentu, hal ini bukan cuma terbatas pada soal "curiga"
Belaka, bahkan terbukti kalau dia memang bermusuhan dengan engku-nya Betul dia tidak takut menghadapi engku-nya, namun bagaimanapun jua dia harus memikirkan ibunya. Tempo hari, sikapnya yang "tidak tahu diri"
Itu sudah cukup membuat engku-nya pergi dengan mendongkol dan ibunya khawatir setengah mati.
Sekarang, mana boleh dia menambah beban kemurungan lagi bagi ibunya? Tapi, jika ia diharuskan mengurungkan niat dengan begitu saja, dia pun enggan.
Sementara dia masih kebingungan dan tak tahu apa yang harus dilakukan, mendadak terdengar Pui Hou berkata.
Taruna Pendekar Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kesemuanya ini berkat doa restu dari suhu, begitu suhu sampai di Po-teng, dia pun datang mengantarkan diri, sedang Huan sute juga suhu sendiri yang membekuknya, tecu telah mengeluarkan tenaga apa?"
Mendengar sampai di situ, Ki See-kiat menjadi amat tercengang, segera pikirnya.
"Pui suko sama sekali tidak menerangkan kalau ia telah bertemu dengan suhu-nya di gedung keluarga Pui, mengapa bisa engku yang turun tangan membekuk Huan suko? Aneh!"
Sementara itu Nyo Bok telah tertawa terbahak-bahak.
"Haahh haahh haahh benar, kalau dibicarakan memang rezeki kita sedang baik. Kau adalah muridku yang terbaik, aku pun tidak khawatir untuk berterus terang denganmu, adapun kedatanganku ke Po-teng kali ini memang bermaksud untuk menyelidiki jejak Utti Keng, tapi masih ada masalah yang lebih penting lagi selain persoalan itu, yakni menyelidiki kasus dari Ciat Hong. Utti Keng memiliki kepandaian silat yang sangatIihay, kendatipun cong-koan tayjin turun tangan sendiri juga belum tentu dia seorang diri bisa membekuk pencoleng besar tersebut, tapi Ciat Hong sudah disekap dalam penjara Po-teng, hanya gentong-gentong nasi itu saja yang tak mampu memaksanya buka mulut. Andaikata kita dapat menyelidiki asal-usul Ciat Hong dan membongkar kasus ini, jelas jasa yang kita buat tidak berada di bawah jasa membekuk Utti Keng, mengertikah kau?"
"Aku mengerti, aku mengerti,"
Sahut Pui Hou berulang kali.
"Kalau ditinjau sekarang, tampaknya Ciat Hong ada sangkut pautnya dengan gerombolan yang dipimpin Leng Thiat-jiau, sudah jelas dia pun termasuk pemberontak. Andai kita dapat melakukan penyelidikan lebih jauh, apalagi jika dapat mengetahui siapa-siapa saja komplotan mereka yang bercokol di ibu kota, sudah jelas jasa yang kita buat kali ini luar biasa sekali."
Terdengar Nyo Bok melanjutkan.
"Sudah enam tujuh hari pihak pengadilan kota Po-teng menyekapnya, namun asal-usul yang tepat pun belum berhasil diketahui sebaliknya begitu aku sampai di sini, semua titik terang telah berhasil kutemukan, boleh dibilang rejekiku memang jauh lebih besar daripada me- reka. Yang jelek dalam masalah ini adalah kasus yang kita kerjakan sekarang justru melibatkan anak murid sendiri."
"Ranting kering di atas pohon yang besar merupakan suatu kejadian yang lumrah,"
Buru-buru Pui Hou berkata "Siapa suruh Pui Liang dan Huan Kui tak tahu diri dan menodai nama perguruan? Kalau sudah berani berbuat kesulitan, sudah se- pantasnya pula menerima hukuman yang setimpal, hal ini merupakan suatu peristiwa yang tak bisa dihindari lagi."
"Betul, aku mempunyai dua orang murid jelek dan dua orang murid baik. Seng Liong serta kau merupakan orangkepercayaanku, terutama kau, cara kerjamu sangat berkesan di dalam hatiku."
"Aah, suhu kelewat memuji,"
Buru-buru Pui Hou membungkukkan badannya sambil tertawa licik.
"Seandainya kau orang tua tidak melepaskan senjata rahasia untuk melukai Huan sute lebih dulu, belum tentu tecu dapat membekuknya"
Sekarang Ki See-kiat baru menyadari apa gerangan yang telah terjadi, rupanya orang yang bersembunyi di balik penyekat dan melukai Pui Liang dan Huan Kui dengan paku penembus miang tak lain adalah guru mereka sendiri.
Guru menyergap murid, peristiwa ini benar-benar merupakan suatu kejadian yang sangat aneh dan baru terdengar untuk pertama kalinya tak heran kalau Pui Liang pun tidak mengetahui akan hal ini.
Pui Hou tidak diam sampai di situ saja, kembali dia menjilat pantat gurunya dengan berkata "Suhu, ilmu senjata rahasiamu benar-benar luar biasa hebatnya belum pernah tecu menjumpai kehebatan seperti ini.
Seandainya waktu itu kau orang tua turut hadir di arena niscaya tecu tak usah takut lagi dengan Jian-jiu-Koan-im Ki Seng-in."
Nyo Bok tertawa terbahak-bahak.
"Haahh haahh haahh bukan suhu merendahkan diri, jika dibilang harus beradu senjata rahasia dengan Jian-jiu-Koan- im, mungkin aku masih selisih setingkat dengannya. Cuma paku penembus tulangku khusus menghajar bagian persendian miang, jadi kendatipun aku tak bisa menandingi Jian-jiu-Koan-im, mungkin masih lumayan- Uh jika dibandingkan amat persilatan lainnya. Kepandaian tersebut merupakan suatu kepandaian yang baru saja berhasil kulatih. tentu saja kalian belum pernah melihat sebelumnya."Sesudah membual cukup lama. NyoBok kembali melanjutkan kata-katanya.
"Kau jauh lebih berkenan dalam hatiku ketimbang Bun Seng-liong karena kau lebih pandai jadi orang. Misalkan saja Pui Liang dan Huan Kui dua orang manusia murtad itu, mereka tak nanti berani mempercayai toa-suheng-nya, tapi buktinya mereka berani kemari untuk meminta bantuanmu. Di sinilah letak keberhasilan mu sebagai manusia. Km bisa memancing mereka masuk perangkap dan tindakanmu itu sudah merupakan suatu jasa yang amat besar sekali."
"Berjuang demi guru merupakan kewajiban bagi setiap anak muridnya, cuma setelah Pui Liang berhasil meloloskan diri, ia pasti mencatat sakit hati ini atas nama tecu, sejak kini aku khawatir.-aku khawatir."
"Apa yang mesti kau takuti? Paling banter mulai kini kau turut aku menuju ke ibu kota menjadi pembesar."
"Terima kasih atas pengangkatan suhu,"
Pui Hou segera berseru dengan wajah berseri. Terdengar Nyo Bok berkata lebih jauh.
"Sesungguhnya paku penem-bus tulangku bisa menembusi tulang pi-pa-kut dari Huan Kui, tapi aku tak berbuat demikian, tahukah kau kenapa aku tidak berbuat begitu?"
"Suhu berhati bajik dan penuh kasih sayang, kau tak tega untuk memunahkan ilmu silatnya."
"Kali ini tebakanmu keliru,"
Seru Nyo Bok sambil tertawa.
"Aku bekerja untuk sri baginda, sedang dia adalah pemberontak penentang kerajaan, dalam hal ini buat apa kita mesti mempersoalkan hubungan antara guru dan murid lagi?"
"Lantas karena apa?"
Pui Hou pura-pura tidak mengerti."Aku sedang mempersiapkan tempat berpijak bagiku sendiri. Andaikata kulakukan tindakan kelewat batas, jangan harap kita punya harapan untuk memancingnya menyerah."
"Tapi Huan Kui si bocah keparat itu tak bisa dihalusi tak bisa pula dikerasi"
Kata Pui Hou dengan kening yang berkerut "Kini ia sudah membenciku sampai ke tulang sumsum, jangankan membujuknya untuk menyerah, sewaktu kusuruh orang mengantar nasi untuknya pun mangkuk nasi dibanting sampai rusak, tampaknya dia bermaksud untuk berpuasa sampai mati."
"Ia toh tak tahu kalau aku pun berada di sini?"
"Tecu tidak memberitahukan hal ini padanya."
"Baik, bawalah dia menghadapku, katakan kalau aku baru saja datang ke rumahmu."
Mendengar sampai di situ, Ki Scc-kiat yang bersembunyi di luar jendela menjadi terkejut bercampur girang diam-diam pikirnya.
"Bila Pui Hou keluar dan menggusur Huan Kui ke atas loteng Si-hun-Io nanti, aku akan menotok jalan darahnya secara mendadak dan melarikan Huan Kui."
Siapa tahu di atas jendela kini tinggal bayangan tubuh dari Nyo Bok seorang, namun tidak tampak Pui Hou berjalan keluar.
Kejadian ini kontan mencengangkan Ki See-kiat, sambil memberanikan diri dia melompat naik ke atas atap rumah, lalu dengan menggantungkan diri pada wuwungan rumah di belakang jendela, secara diam-diam ia mengintip ke dalam.
Sewaktu melompat naik ke atas atap rumah tadi, dia telah mengerahkan ilmu meringankan tubuh tingkat tinggi, ditambah lagi di luar jendela memang tumbuh pepohonanyang rimbun, sehingga gerak-geriknya itu sama sekali tidak diketahui oleh Nyo Bok yang berada dalam kamar.
Tak selang berapa saat kemudian, tampak Pui Hou dengan memayang seseorang telah muncul di atas mulut anak tangga dan masuk ke dalam ruangan.
Di bawah sinar lentera, dapat terlihat dengan jelas kalau orang itu adalah Huan Kui.
Ternyata Huan Kui disekap dalam penjara bawah tanah.
Penjara itu terletak persis di bawah loteng Si-hun-Io tersebut, sehingga dengan demikian Pui Hou tak perlu berjalan ke luar rumah.
Huan Kui tampak terperanjat sekali setelah berjumpa muka dengan gurunya, ia seperti agak terkejut.
"Huan Kui!"
Pui Hou segera membentak.
"besar amat nyalimu, setelah bertemu suhu belum juga memberi hormat"
Dengan perasaan apa boleh buat terpaksa Huan Kui berseru.
"Suhu, maafkanlah tecu karena sedang terluka."
Tidak menunggu ia menyelesaikan kata-katanya, Nyo Bok telah menukas sambil berlagak iba.
"Aduuuh tampaknya luka yang kau derita benar-benar tidak enteng, kalau memang sudah terluka, lebih baik tak usah memberi hormat."
"Suhu, dalam peristiwa yang terjadi hari ini, aku pun dibikin apa boleh buat,"
Kata Pui Hou pula sambil berpura-pura sedih.
"Obat luka yang kububuhkan di atas lukamu tadi adalah obat luka yang terbaik. Tentunya sudah ada perubahannya bukan?"
Huan Kui meludah dengan sinis, kemudian sambil melotot ke arahnya dengan gusar, katanya ketus.
"Pui Hou, aku telah salah mencarimu, sekarang hatiku benar-benar menyesal sekali. Lebih baik bunuhlah aku!"Pui Hou mengegos ke samping menghindari ludahnya, kemudian kembali berseru.
"Sute, apa maksud ucapanmu itu? Aku datang untuk menolongmu, masa hendak kubunuh dirimu?"
Nyo Bok dengan lagak seorang guru segera ikut berbicara, ujarnya pelan-pelan.
"Huan Kui, justru karena aku mendengar kabar tentang dirimu, maka sengaja aku datang kemari. Persoalanmu sudah kudengar dari Pui Hou. Betul, dia memang turun tangan kelewat berat terhadapmu, cuma kau pun tak dapat menyalahkan dia, yang ia lakukan benar-benar demi kebaikanmu, aku memahami maksud hatinya."
Sambil menggigit bibir Huan Kui membungkam seribu bahasa, ia tak pernah memandang wajah gurunya dengan pandangan lurus. Terdengar Nyo Bok melanjutkan kembali kata-katanya.
"Kau tak mau menuruti nasihat, sehingga terpaksa dia harus menggunakan cara ini untuk menahan dirimu."
Huan Kui masih tetap membungkam seribu bahasa.
"Kau tidak percaya pada suheng-mu, tentunya percaya pada gurumu bukan?"
Ujar Nyo Bok lagi dengan nada berat "Suhu menyuruhku mempercayai apa?"
"Baik atau buruk kau adalah muridku, sekalipun kau telah melakukan pelanggaran besar, aku tetap akan berusaha melindungimu!"
"Suhu, sungguhkah perkataanmu itu?"
Ki Sec-kiat yang menyadap pembicaraan tersebut dari luar menjadi gelisah sekali, dia berpekik dalam hatinya.
"Tahukah kau, orang yang menghajarmu dengan paku penembus tulang adalah gurumu sendiri!"Sementara dia masih berpikir, Nyo Bok dengan Sikap tenang dan kalem telah berkata.
"Masa suhu-mu akan membohongi kau?"
"Baik, kalau begitu harap suhu menyuruh ji-suheng melepaskan aku?"
Nyo Bok tertawa terbahak-bahak, untuk menutupi rasa malunya dia berkata.
"Mana ada cara mau pergi lantas pergi? Sudah banyak tahun kita guru dan murid tak pernah bersua muka, bagaimanapun jua kita harus berbincang-bincang lebih dahulu."
"Suhu, apa yang harus kita bicarakan?"
"Selama banyak tahun ini, kau telah ke mana saja?" Tampaknya pertanyaan ini aku yang menjadi murid bertanya dulu kepada suhu. Tecu baru dua tiga tahun meninggalkan kota Po-teng, tetapi suhu, semenjak tahun itu lenyap tak berbekas secara tiba-tiba, hingga kini paling tidak sudah melebihi belasan tahun. Tecu merasa kangen sekali padamu entah selama belasan tahun ini suhu pergi ke mana saja?"
"Huan Kui, kau benar-benar tak tahu adat,"
Bentak Pui Hou keras.
"Sekarang suhu sedang bertanya kepadamu, seharusnya kaulah yang menjawab dulu pertanyaan suhu, mengapa malah sebaliknya menanyai gurumu?"
"Suhu mengkhawatirkan diriku, aku lebih-lebih mengkhawatirkan suhu. Apakah ucapanku ini tidak seharusnya ditanyakan?"
Terpaksa Nyo Bok harus menjawab sambil tertawa paksa.
"Persoalan suhu panjang untuk diceritakan, lain kali sajakuberitahukan kepadamu, sekarang jawab dulu pertanyaanku tadi."
"Kisah cerita tecu pun panjang sekali untuk diceritakan, bila suhu benar-benar menyayangi tecu, harap kau lepaskan diriku sekarang juga Paling cepat sepuluh hari, paling lambat setengah bulan, aku pasti akan kembali lagi kemari untuk melaporkan diri kepada suhu."
"Ooh, persoalan penting apakah yang begitu terburu-buru harus kau selesaikan?"
Huan Kui tidak menjawab pertanyaan itu. Kembali Nyo Bok berkata "Bagaimanapun juga kau harus merawat luka bila kau benar-benar ada urusan penting yang harus segera diselesaikan, biar suhu yang mewakilimu untuk menyelesaikannya."
"Aku lebih suka mampus di luar daripada mati dalam gedung keluarga Pui! Suhu, bila kau enggan melepaskan aku, maka urusanku pun tak perlu suhu risaukan."
Sambil menahan pergolakan emosi dalam hatinya kembali Nyo Bok berkata "Bukankah aku sudah pernah berkata kepadamu.
Pui suheng-mu khawatir kau melakukan kesalahan di luaran sehingga terpaksa melukaimu dan menahanmu di sini.
Sekarang lukamu belum sembuh, kasus Ciat Hong pun belum diselesaikan secara tuntas, bagaimana mungkin kami tega melepaskan kau pergi?"
Untuk pertama kalinya dia menyinggung kasus Ciat Hong, sementara matanya memperhatikan dengan seksama reaksi dari Huan Kui.
Paras muka Huan Kui sama sekali tanpa emosi, ujarnya kaku, Tecu sudah lama membuang jauh-jauh pikiran tentangmati hidup, tak usah suhu risaukan lagi!"
Nyo-Bok tak dapat menahan diri lagi sambil mendengus segera serunya "Kami hendak menolongmu, bukan ingin mencelakaimu, mengapa sih kau belum juga sadar? Padahal sekalipun tidak kau katakan, aku pun tahu!"
"Kalau suhu memang sudah tahu, buat apa mesti bertanya lagi kepadaku,..?"
"Kau adalah muridku, aku minta kau berterus terang kepadaku. Konon kau telah berkomplot dengan Leng Thiat-jiau di Jik-tat-bok, benarkah berita ini?"
Tidak mendengar jawaban dari muridnya, Nyo Bok berkata lebih lanjut.
"Kau tak usah takut, sudah kukatakan sedari tadi, kendatipun kau telah melanggar dosa yang paling besar pun, suhu tetap akan melindungimu, cuma kau harus berterus terang!"
Sekarang Huan Kui baru mengangkat kepalanya seraya berkata.
"Tidak sulit bila suhu ingin aku berterus terang, cuma ada sepatah kata pantaskah bagi tecu untuk mengajukan lebih dulu?"
"Baik, apa yang ingin kau ketahui? Katakanlah!" Tecu pun mendengar orang berkata, konon"
"Konon apa? Mengapa mencla-mencle kalau bicara?"
Bentak Nyo Bok keras-keras.
"Konon suhu membantu keraja-an penjajah secara diam- diam dan menjadi pengawal pribadi sri baginda, entah berita ini benar atau tidak?"
"Kau ingin memeriksagurumu?"
Bentak Nyo Bok gusar.
"Tidak berani. Tapi bukankah suhu pun hendak memeriksa tecu?"Kemarahan Nyo Bok benar-benar memuncak, sambil menggebrak meja segera bentaknya.
"Kesabaranku terhadap dirimu sudah lebih dari cukup, kau bukan berterima kasih atas perlindunganku kepadamu, sebaliknya makin lama malah semakin kurang ajari Apa yang hendak suhu lakukan, bukan wewenang seorang murid untuk mengurusinya, tapi sebagai seorang murid ia pun punya kewajiban untuk mendengarkan perkataan gurunya, bukan saja peraturan ini merupakan peraturan dunia persilatan yang sudah turun temurun sejak dahulu kala, kau pun pernah mengangkat sumpah di hadapanku! Aku ingin tanya, sewaktu kau menyembah dan mengangkat diai sebagai gurumu, bukankah kau pernah bersumpah hendak taat pada peraturan perguruan? Sebutkan, apa isi peraturan yang pertama?"
"Pertama, tak boleh melawan guru dan menodai nama leluhur, kedua, tak boleh mengandalkan ilmu silat melakukan perbuatan yang melanggar hukum keadilan dan kebenaran."
"Bagus, aku hanya menanyakan peraturan pertama, peraturan selanjurnya tak usah kau sebutkan. Sekarang kau sudah tahu kalau tak boleh melawan guru dan menodai nama leluhur, sudah tahu mengapa melanggarnya?"
"Meski tecu agak lambat waktu masuk perguruan, aku pun tahu kalau Hok Teng-kong cikal bakal perguruan kita merupakan pembela kebenaran. Bahkan pernah bertempur melawan tentara Cing di kota Yang-ciu. Tecu merasa semua perbuatanku tak ada yang menentang ajaran leluhur, jadi tuduhan menodai nama leluhur sama sekali tak cocok untuk dilimpahkan pada tecu!"
Paras muka Nyo Bok berubah menjadi merah kehijau- hijauan, dengan kemarahan yang memuncak bentaknya.
"Apa maksudmu menuduhku mengkhianati perguruan, menjualperguruan dan memalukan leluhur? Jelek-jelek begini aku toh gurumu, justru engkau yang enggan berbicara jujur kepadaku, merupakan tindakan mengkhianati perguruan mengerti?"
"Benar, ilmu silat yang tecu miliki memang berasal dari ajaran suhu,"
Kata Huan Kui gagah.
"Bila suhu hendak menuduh tecu sebagai pengkhianat perguruan, tecu pun bersedia mengembalikan ilmu silatku kepada suhu!"
Melihat muridnya begitu keras kepala, Nyo Bok tahu nasihatnya tak bakal manjur, maka sambil memperlihatkan wajah yang menyeringai seram, serunya sambil tertawa dingin.
"Baik, bagus sekali, kalau kau bersedia mengembalikan ilmu silatmu kepadaku, dan kau pun malu mengakui diriku sebagai gurumu, aku akan segera memenuhi keinginanmu itu!"
Telapak tangannya diayunkan ke udara lalu pelan-pelan digerakkan ke bawah menghantam tubuh Huan Kui. 0odwo0 Yang dimaksudkan sebagai "mengembalikan ilmu silat"
Sesungguhnya merupakan suatu tindakan memunahkan ilmu silat yang dimiliki seorang murid oleh gurunya. Menurut peraturan dunia persilatan, jika seorang murid sudah menyatakan kesediaannya untuk "mengembalikan ilmu silat"
Miliknya, berarti dia hendak melepaskan diri dari hubungan antara guru dan murid. Pui Hou segera pura-pura menghibur.
"Huan sute, kau mesti berpikir lebih jernih sebelum mengambil keputusan, ketahuilah, bila ilmu silatmu punah maka keadaanmu akan lebih sengsara daripada mati."Huan Kui hanya tertawa dingin tiada hentinya, dia malah membusungkan dada sambil mengangkat kepala, sekejap pun tidak sudi memandang ke arahnya. Nyo Bok kembali membentak.
"Baiklah, sebelum sampai di Huangho kau tak akan puas, sebelum melihat peti mati kau tak akan mengucurkan air mata, buat apa mesti dinasihati lagi?"
Tampaknya telapak tangan Nyo Bok segera akan menghantam ubun-ubun Huan Kui.
Taruna Pendekar Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pada saat itulah, mendadak berkumandang suara hancurnya kaca disusul munculnya sebutir batu yang menghajar hancur lampu lentera di meja, lampu segera padam dan suasana menjadi gelap gulita Tapi orang yang melepaskan sambitan untuk menghancurkan lampu lentera tersebut bukan Ki See-kiat.
Waktu itu Ki See-kiat memang menggenggam tiga batang mata uang, sesungguhnya dia ingin turun tangan, tapi orang itu bertindak jauh lebih cepat darinya.
Dalam sekejap mata itulah, Ki See-kiat terkejut bercampur gembira.
Dia terkejut karena tak menyangka ada orang lain yang sama-sama mengintip di situ tanpa diketahui olehnya.
Dia gembira karena di saat yang kritis orang itu telah menghancurkan lampu lentera, berarti maksud kedatangannya adalah untuk menolong nyawa Huan Kui.
Belum habis dia berpikir, dari dalam ruangan telah bergema lagi suara gemerincing nyaring yang berkumandang tiada hentinya.
Dari suara gemerincing itu, Ki See-kiat tahu kalau Nyo Bok telah melepaskan paku penembus tulangnya, tapiserangan itu kena dipentalkan semua oleh sentilan jari tangan orang tersebut Ki See-kiat makin terperanjat lagi.
Sampai di manakah ilmu silat yang dimiliki engku-nya, pemuda ini cukup memahami, tapi kenyataannya orang tersebut mampu merontokkan beberapa puluh batang paku penembus tulang yang dilepas- kan Nyo Bok dalam jarak sedekat ini, dari sini menunjukkan kalau orang itu telah mempergunakan ilmu Tan-ci-sin-tong yang sangat lihay.
Ternyata bersamaan waktu orang itu memadamkan lentera, sebiji batu menyambar ke depan menghajar jalan darah Lau- kiong-hiat pada telapak tangan Nyo Bok.
Jalan darah Lau-kiong-hiat merupakan sebuah jalan darah amat penting, bila Nyo Bok sampai terhajar, niscaya ilmu silat yang dimilikinya akan punah.
Sebagai seorang jago silat yang berpengalaman, dari desingan angin tajam yang menyambar datang, ia sudah tahu akan kelihayannya, tentu saja jalan darahnya tidak dibiarkan kena tersambar, cepat-cepat dia mengegos ke samping.
Tapi justru karena tindakannya ini, dia pun tak sempat lagi memunahkan ilmu silat Huan Kuil "Mau kabur ke mana kau?"
Bentak Nyo Bok menggeledek.
Secara beruntun dia melepaskan serangkaian senjata rahasia, di antaranya terdapat paku penembus tulang, jarum bunga bwee, ada pula panah-panah pendek.
Dua batang panah pendek nyaris mengenai Ki See-kiat, untung pemuda itu berkelit cepat hingga senjata tadi menyambar lewat dari sisinya.Menghadapi keadaan seperti ini, Ki See-kiat merasa hatinya tak tenang, bila engku-nya melancarkan serangan senjata rahasia sedemikian gencarnya, kendatipun orang itu masih sanggup untuk menghadapinya, bagaimana mungkin dia berkesempatan untuk menolong Huan Kui? Sebaiknya jika orang itu sampai melancarkan serangan balasan, mungkinkah engku-nya akan menjadi korban? Sementara dia merasa gelisah dan tak tenang, cahaya lentera tetah menyinari kembali ruangan tersebut.
Pui Hou yang menyulut api penerangan itu.
Namun, setelah dapat melihat keadaan di sana, dia segera menjerit kaget.
"Aduh celaka, Huan Kui si keparat itu sudah lenyap tak berbekas!"
Pui Hou menjerit kaget, Ki See-kiat justru merasa lega sekali, buru-buru dia kabur dari kebun bunga keluarga Pui dan mengejar orang yang telah menyelamatkan Huan Kui.
Di atas loteng Si-hun-lo, Pui Hou termangu-mangu beberapa saat, kemudian baru tanyanya dengan pelan.
"Suhu, bagaimana sekarang?"
Dia agak takut bila suhu-nya juga pergi melakukan pengejaran. Untung saja Nyo Bok segera berkata.
"Ilmu silat yang dimiliki orang itu lihay sekali, tak baik untuk beradu kekerasan dengannya. Tapi aku sudah dapat menduga siapakah orang itu, besok saja kita pergi mencarinya."
Waktu itu Ki See-kiat sudah meninggalkan kebun bunga, apa yang diucapkan engku-nya tentu saja tak terdengar olehnya.
Dia harus menyusul orang itu, maka begitu keluar dari gedung keluarga Pui, dia segera mengembangkan ilmumeringankan tubuh Pat-poh-kan-sian (Delapan Langkah Mengejar Comberet) untuk melakukan pengejaran.
---ooo0dw0ooo--- Sayang sekali, kendatipun Ki See-kiat telah mengejar secepat angin namun dia kehilangan jejak orang tersebut, tanpa terasa dia telah sampai lagi di depan kuil Hay-sin-bio.
Di muka ruang tengah tempat pemujaan terdapat sebuah pelataran, di tengah pelataran tumbuh sebatang pohon Kui.
Di bawah pohon Kui waktu itu nampak seseorang sedang membungkukkan badan sambil memotong sebatang dahan dengan goloknya.
Dengan perasaan tercengang Ki See-kiat memunculkan diri dari tempat persembunyiannya, kemudian menegur.
"Pui suheng, sedang apa kau?"
Dengan nada lebih kaget dan keheranan, Pui Liang berseru.
"Ki sute, baru saja kau pergi mengapa telah kembali lagi?"
"Apa kau bilang?"
Ki See-kiat terperanjat "Kapan sih aku datang kemari? "Lhoo yang barusan datang bukan kau? Lantas Huan tute, dia."
"Bagaimana keadaan Huan suneng?"
"Orang itu telah mengantar kemari aku malah mengira kau yang mengantarnya pulang!"
"Ki sute! Ki sute!"
Benar juga, dari dalam ruangan terdengar Huan Kui sedang berteriak memanggilnya.
Terkejut dan girang Ki See-kiat mendengar panggilan itu, buru-buru dia lari masuk ke dalam ruangan, lalu tanpa banyak bicara ia menyulut api dan memeriksa keadaan luka Huan Kui.Waktu ini Huan Kui sudah berpegangan sisi meja dan bangkit berdiri, lengan kirinya masih dibalut kain dan darah tampaknya masih meleleh keluar, akan tetapi sorot matanya tajam, semangatnya masih tetap segan Sambil tertawa Huan Kui berkata.
"Obat luka yang diberi Pui Hou memang obat luka berkualitas bagus, bila ada tongkat penyangga, aku rasa masih sanggup untuk menempuh perjalanan. Sam suheng, harap kau berikan tongkat itu kepadaku."
Sekarang Ki See-kiat baru tahu, rupanya Pui Liang memotong dahan pohon tadi untuk digunakan sebagai tongkat penyangga bagi Huan Kui.
"Huan suheng duduklah dulu,"
Ki See-kiat segera berkata.
"Mari kita rundingkan persoalan ini, setelah tempat untuk merawat luka ditemukan, besok baru melanjutkan perjalanan."
"Aku harus berangkat sekarang juga, tidak bisa menunggu sampai besok lagi,"
Seru Huan Kui tampak agak tercengang.
"Kau tidak boleh pergi sekarang, di kota Po-teng kan masih ada orang-orang kalian? Suruh mereka memondongmu keluar."
"Hei, bukankah kau yang menyuruh kami segera meninggalkan kota Po-teng, mengapa sekarang kau malah menyuruh kami tetap tinggal di sini?"
Huan Kui berseru tertahan.
"Huan suheng, kau tentu salah paham."
"Salah paham apa?"
"Bukan Ki sute yang mengantarmu kembali tadi,"
Pui Liang segera menerangkan."Ki sute, coba kau ulangi sekali lagi kata-katamu tadi", Jangan mengkhawatirkan Ciat Hong, kalian segera tinggalkan kota Po-teng. Ki See-kiat tertawa.
"Aku tak pernah mengucapkan kata- kata tersebut, tapi boleh saja kalau kuulangi perkataanmu sekali lagi."
Setelah mendengar si anak muda itu mengulangi perkataan tersebut, Huan Kui berkata sambil tertawa.
"Ya, ternyata orang itu memang bukan kau, sekarang aku dapat membedakannya. Dia menirukan suaramu yang sengaja diparaukan."
"Orang itu masih mengatakan apa lagi?"
"Setelah menolongku dari gedung keluarga Pui, sepanjang perjalanan ia tidak berkata apa-apa. Hanya sesampainya di kuil Hay-sin-bio, dia baru membisikkan beberapa patah kata itu kepadaku."
"Manusia macam apakah dia? Tahukah kau?"
"Aku berada di atas punggungnya sedang dia berlari sangat kencang hingga aku tak sempat melihat jelas raut wajahnya, tapi aku dapat merasakan kalau dia masih muda. Ki sute, sudah beberapa tahun kita tak bersua, di tengah kegelapan aku selalu menganggapnya sebagai dirimu."
"Ooh, rupanya seorang pemuda!"
"Kau sudah tahu siapakah dia?"
"Masih belum begitu jelas, tapi pemuda yang memiliki ilmu silat sedemikian lihaynya tak akan banyak, asal kupikirkan pelan-pelan akhirnya pasti akan ketahuan juga."
"Tak ada waktu untuk dipikirkan lagi. Orang ini tak mau dibalas budinya, berarti dia adalah seorang pendekar.Sementara waktu tidak tahu namanya bukan suatu masalah penting, nah Ki sute, pulanglah dulu, kita bersua lagi lain kesempatan."
"Huan suheng,"
Seru Ki See-kiat lagi dengan cemas.
"kau toh tak mungkin bisa keluar dari kota Po-teng hanya mengandaikan tongkat saja, biar aku yang menggendong- mu."
"Soal ini tak perlu kau khawatirkan Ki sute,"
Sahut Pui Liang cepat "Di tepi sungai sana kami telah menyimpan sebuah sampan, jadi kami hanya berjalan sedikit saja."
Ternyata kuil Hay-sin-bio dibangun di tepi sungai, sungai tersebut bernama sungai Cio-ho, sebuah sungai yang digali dengan tenaga manusia, dari terusan atau sungai Cio-ho ini orang bisa memasuki Pek-yang-teng, melalui kota Thian-keng dan langsung bisa sampai di lautan bebas.
Bila orang tak ingin keluar samudra, maka mereka bisa mendarat di kota Thian-keng lalu berangkat ke ibu kota, perjalanan akan jauh lebih cepat daripada melalui jalan darat.
"Kalau memang begitu, biar kuantar kalian sampai ke perahu sebelum pulang,"
Kata Ki See-kiat Huan Kui tahu kalau pemuda itu tak akan pulang dengan begitu saja sebelum mengantarnya naik perahu, dia pun berkata.
"Baiklah, perjalanan tak jauh, kita boleh berkumpul sebentar lagi, cuma kau tak boleh menggendongku, biar aku mencoba berlatih untuk jalan dengan tongkat"
Bagaimanapun juga orang yang mempunyai dasar ilmu silat jauh berbeda dengan manusia biasa, ia dapat berjalan dengan cukup cepat mungkin lebih cepat daripada orang biasa berlari.Ki See-kiat yang menyaksikan keadaan luka saudaranya tidak begitu parah, harinya baru merasa lega.
Pui Liang yang jalan berendeng dengannya berkata lebih jauh.
"Sampan ini kusiapkan dengan bantuan Kay-pang, pendayungnya adalah anggota Kay-pang. Sebetulnya kami bermaksud pergi bersama setelah Ciat Hong tertolong, tapi se- karang kami hanya bisa mempercayakan tugas ini kepada sahabat yang menyelamatkan Huan sute, kami tak bisa menunggu dia lagi."
"Benar, ilmu silat yang dimiliki sahabat itu memang sanggup melakukan segala sesuatu, aku rasa dia memang mampu menyelamatkan Ciat Hong dari penjara."
"Semoga saja begitu. Tapi untuk menolong seorang tawanan dari penjara kota Po-teng bukan suatu pekerjaan yang gampang."
"Lebih baik kalian pergi dulu, besok biar aku yang mencarikan berita untuk kalian."
"Baik, asal kau memperoleh sesuatu berita, sampaikan saja kepada pihak Kay-pang."
Dia lantas memberikan alamat kantor cabang Kay-pang untuk kota Po-teng kepada Ki See-kiat.
Berbicara sampai di situ, mereka telah tiba di tepi sungai.
Pui Liang segera bersiul, benar juga dari balik ilalang segera muncul sebuah sampan kecil.
Ki See-kiat mengantar mereka sampai naik ke atas perahu dan menunggu sampai perahu itu keluar dari mulut sungai, dia baru pulang ke rumah, waktu itu fajar baru menyingsing.
Menyaksikan suasana di sekeliling tempat itu amat hening, Ki See-kiat segera berpikir.
"lak mungkin ibu bangun sepagiini, biar aku berganti pakaian dulu baru pergi menjumpainya, daripada dia merasa terkejut"
Siapa tahu, baru saja dia melangkah masuk ke dalam kamarnya, ibunya sudah duduk di situ menantikan kedatangannya Begitu ia muncul, dengan wajah sedingin es Nyo toakoh segera menegur ketus.
"Kiat ji, semalam ke mana saja kau pergi?"
"Aku semalam aku pergi ke rumah Pui Hou,"
Sahut Ki See- kiat agak tergagap.
"Mau apa kau ke rumahnya?"
"Soal ini soal ini pan panjang untuk diceritakan."
Diperiksa Ibunya Dengan matanya yang tajam, Nyo toakoh segera menyaksikan pakaian yang dikenakan putranya penuh noda darah, ia lantas membentak lagi keras-keras.
"Kau telah, bertarung melawan Pui suheng?"
"Ti tidak, ibu, deng dengarkan dulu perkataanku!"
"Jangan berbicara dulu, cepat membersihkan muka, ganti pakaian baru kemari! Tahukah kau bagaimana tampangmu sekarang, coba ber-cermin dulu."
Tentu saja Ki See-kiat tahu bagaimanakah tampangnya sekarang.
Semalam ia telah menggosok wajahnya dengan segumpal lumpur di tepi kolam ikan keluarga Pui, hingga kini lumpur tersebut belum dibersihkan, apalagi pakaiannya kena darah Huan Kui.Sehabis membersihkan muka dan berganti dengan pakaian bersih, dia baru duduk sambil berkata.
"Ibu, bagaimanakah pendapatmu tentang Pui Liang dan Huan Kui berdua?"
"Selama berada di kota Po-teng, kedua orang ini memang menunjukkan tindak-tanduk yang lurus dan jujur. Tapi selama tiga tahun ini mereka lenyap secara aneh, sejak meninggalkan kota Po-teng, aku kurang tahu apakah mereka berubah menjadi baik atau jelek. Eeh, mengapa kau singgung tentang kedua orang ini?"
"Ibu, seandainya jiwa mereka terancam, pantaskah bila ananda menyelamatkan jiwa mereka?"
"Apa?"
Seru Nyo toakoh terkejut.
"kau jadi kau ke rumah Pui Hou untuk menyelamatkan mereka berdua?"
"Benar, setelah kembali ke kota Po-teng, berhubung ada suatu urusan mereka datang mengunjungi Pui Hou, siapa tahu Pui Hou seperti telah melupakan hubungan sebagai sesama saudara seperguruan, kedua orang itu dihajarnya sampai terluka. Akhirnya Pui Liang berhasil kabur, tapi Huan Kui tertawan." Tunggu dulu, ucapanmu barusan menimbulkan kecurigaan di dalam hatiku____"
"Yang mana?"
"Dari enam orang murid engku-mu, tentu saja murid pertama Bun Seng-liong yang memiliki ilmu silat paling baik, tapi Pui Hou meski menempati urutan kedua, ilmu silatnya justru tak sanggup menandingi kemampuan sute-nya Pui Liang serta Huan Kui, kendatipun centengnya berjumlah banyak, ilmu silat yang dimiliki centeng-centeng itu hanya kucing kaki tiga, bagaimana mungkin kedua orang itu bisa dilukai?""Mereka terkena serangan gelap dari engku. Huan Kui terhajar sebatang paku penembus tulang yang dilepaskan engku sehingga nyaris melubangi pi-pa-kut-nya."
Rasa kaget Nyo toakoh sekarang makin menjadi, dengan mata terbelalak ia berseru.
"Apa kau bilang? Engku-mu adalah guru mereka, mana ada guru menyergap murid sendiri?"
Kontan Ki See-kiat tertawa dingin.
"Heeehh heeeh h heeehh aku sendiri pun merasa heran masa di dunia ini bisa terjadi kejadian semacam itu, tapi justru peristiwa semacam itu telah terjadi?"
Nyo toakoh terbungkam untuk beberapa saat lamanya, setelah hening sesaat dia baru bertanya.
"Bagaimana dengan engku-mu?"
"Sekarang dia masih berada di rumah Pui Hou."
"Bukankah dia bilang mau meninggalkan kota Po-teng?"
"Ibu. mengapa kau percaya dengan perkataan engku? Tempo hari dia cuma membohongi kita, padahal ia masih tetap berada di Po-teng mengurusi tugasnya, mungkin kha- watir kita tahu."
"Aku tidak peduli persoalan apakah yang sedang dilakukan olehnya, yang paling penting kuketahui sekarang adalah jejakmu berhasil diketahui engku-mu atau tidak?"
"Tidak"
Nyo toakoh merasa sedikit agak lega, kembali dia bertanya.
"Lantas dari mana datangnya noda darah di atas pakaianmu?"
"Darah itu berasal dari tubuh Huan suheng.""Kalau begitu kau telah menolong Huan Kui dari situ? Ilmu silat yang dimiliki engku-mu tidak lebih rendah daripada dirimu, masa ia sama sekali tidak menyadari?"
"Bukan aku yang menolong Huan suheng, melainkan orang lain"
"Siapa"
Tanya Nyo toakoh tercengang.
"Masih belum tahu. Setelah ananda berjumpa dengan Huan Kui, orang itu sudah pergi jauh."
Taruna Pendekar Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Lantas, di mana Huan Kui sekarang?"
"Sebelum fajar menyingsing tadi, dia bersama Pul suheng telah pergi meninggalkan kota ini. Dengan perahu mereka meninggalkan kota Po-teng."
Nyo toakoh baru merasa lega setelah mendengar kalau mereka telah pergi meninggalkan kota Po-teng, katanya kemudian.
"Baiklah, sebenarnya apa yang telah terjadi sekarang kau boleh ceritakan sejujurnya kepadaku, tak boleh ada yang dirahasiakan."
Terpaksa Ki See-kiat harus membeberkan kasus Ciat Hong tersebut pada ibunya.
Semakin mendengar Nyo toakoh merasa makin terperanjat, ketika selesai mendengarkan seluruh rangkaian cerita tersebut, ia duduk bersandar di kursi dengan lemas.
Lama kemudian ia baru berkata lagi.
"Kiat-ji, aku sudah tua, aku sangat berharap kau bisa tetap mendampingi diriku, mendampingi aku selama beberapa tahun lagi. Tetapi sekarang terpaksa aku harus menyuruh kau pergi meninggalkan aku. Mumpung hari belum terang, cepatlah pergi meninggalkan tempat ini, pergilah cepat.""Ibu, bukankah sudah kukatakan kepadamu, bukan aku yang menolong Huan Kui? Apalagi engku pun tidak melihat diriku."
"Sekalipun engku tidak melihat dirimu, tapi pasti akan mencuriga! dirimu."
"Ibu, bukankah kau seringkali berkata, gwakong dan nenek sudah lama mati, kau sebagai anak-nya Melulu mendidik dan memelihara engku bagaikan seorang ibu terhadap anaknya. Kini ia bisa kaya dan hidup makmur, sebagian besar juga dikarenakan Jasamu. Sekalipun tidak memberi muka kepada pendeta haruslah memberi muka kepada Buddha, masa dia berani berbuat sesuatu padaku?"
Nyo toakoh menghela napas.
"Aaaai, andaikata kasus tersebut cuma suatu kasus biasa, mungkin keadaan takkan begini, tapi kasus Ciat Hong adalah suatu kejadian yang luar biasa Aku percaya dia tak akan menyulitkan kita berdua, tapi dia adalah orang yang bekerj a untuk baginda, bagaimanapun juga kita harus memikirkan pula tentang dia Sekarang, menyingkirlah dulu keluar selama beberapa waktu, bila keadaan sudah mereda kau baru kembali kemari lagi, jangan terlalu menyusahkan engku-mu."
"Baiklah, kalau ibu kelewat khawatir, untuk sementara waktu ananda akan menyingkir dulu dari sini."
Siapa sangka baru saja pemuda itu akan mohon diri dari ibunya seseorang telah mendorong pintu rumahnya, kemudian terdengar suara langkah manusia yang ramai berlarian masuk Buru-buru Nyo toakoh menyembunyikan pakaian kotor yang baru saja dilepas Ki See-kiat ke bawah kolong ranjang, kemudian bentaknya keras-keras.
"Siapa?"Padahal ia sudah menduga siapa yang datang. Benar juga segara terdengar suara dari Nyo Bok menyahut "Enci, aku yang datang. Lo-suhu ada urusan hendak menjumpaimu, maka aku sengaja menemaninya kemari."
Agaknya Lo Hi-hong khawatir ucapan tersebut kurang sempurna maka mengikuti peraturan yang berlaku dalam dunia persilatan, dia berseru dengan suara lantang.
"Lo Hi- hong sengaja datang kemari untuk mengunjungi enso dan keponakan."
Suami Nyo toakoh semasa masih hidupnya dulu menyebut saudara dengan Lo Hi-hong.
Karena ia sudah menyebutkan hendak berjumpa dengan Ki See-kiat, terpaksa Nyo toakoh harus mengajak putranya untuk bersama-sama menyambut kedatangan tamunya Nyo toakoh tidak menggubris Lo Hi-hong tapi sengaja berlagak keheranan sambil mengawasi Nyo Bok tanpa berkedip, kemudian tegurnya "Hei, titi, baru dua tiga hari berangkat, mengapa secepat ini sudah sampai di sini lagi."
Merah padam wajah Nyo Bok karena jengah.
"Ah, kebetulan masih ada sedikit urusan yang belum beres, maka aku harus berdiam selama beberapa hari lagi di Po- teng."
"Enso!"
Lo Hi-hong kembali berkata.
"maafkan kedatangan kami yang mendadak, jika ada kesalahan tolong jangan marah. Terus terang saja, kalau tiada urusan kami pun tak akan berkunjung kemari."
Berbicara sampai di situ, secara diam-diam ia lantas memperhatikan perubahan wajah Nyo toakoh.Paras muka Nyo toakoh masih tetap seperti sediakala, dia berkata hambar.
"Kita semua adalah saudara sendiri, buat apa mesti sungkan-sungkan? Bila ada persoalan, katakan saja secara blak-blakan."
"Urusanku ada sangkut pautnya dengan urusan adikmu, kedua kasus ini sesungguhnya merupakan satu kasus yang sama. Nyo heng, kau duluan atau aku duluan?"
Kata Lo Hi- hong lebih lanjut.
"Lo suhu adalah tamu, lebih baik kau duluan."
"Kalau memang enso tidak menganggap asing diriku aku pun tak usah berputar kayun lagi. Berbicara terus terangnya, aku datang kemari karena ingin memohon bantuan dari keponakan."
"Aah, Lo toako sedang bergurau rupanya, dia masih begitu muda, bantuan apa yang dapat ia berikan?"
"Asal keponakan sudi memberi muka, hal ini berarti sudah memberi bantuan yang sangat besar bagiku!"
Nyo toakoh segera menarik wajahnya lalu menegur.
"Maaf aku tidak memahami apa maksud ucapanmu yang sebenarnya?"
"Aku datang disebabkan kasus Ciat Hong. Keponakanku, tentunya kau mengerti bukan?"
"Ciat Hong apa? Aku tidak mengerti!"
Seru Ki See-kiat. Sambil menahan diri, Lo Hi-hong berkata.
"Ciat Hong adalah seorang pemberontak yang berani melawan pemerintah kerajaan, sekarang sudah ditangkap dan disekap dalam penjara Po-teng, tapi semalam ia telah dilarikan orang. Siheng (keponakan), kau kan tahu, muridku Lau Kun adalah kepala opas kota Po-teng ini, bila dia sampaj tidak berhasilmenangkap kembali buronan tersebut, dosa yang dipikulnya tentu berat sekali. Itulah sebabnya terpaksa aku harus datang kemari untuk memohon bantuan siheng."
Terkejut dan girang hati Ki See-kiat sesudah mendengar perkataan itu, pikirnya.
"Ah, ternyata perkataan orang itu memang dapat dipercaya, sudah pasti dialah yang sudah menyerbu penjara setelah berhasil menolong Huan Kui."
Ki See-kiat tidak mengerti harus merahasiakan perasaan, tanpa terasa dengan wajah berseri dia tertawa terbabak- bahak.
"Haah haah haah, jadi kau mengira aku yang telah membobol penjara?"
"Aah, tidak berani, tidak berani. Cuma mungkin saja siheng tahu dia telah bersembunyi di mana, itulah sebabnya kami mohon kepada siheng agar sudi memberitahukan soal itu kepadaku."
"Berdasarkan apa kau mengira aku tahu akan soal ini?"
Lo Hi-hong segera berkerut kening, tanpa sadar dia mengalihkan sorot matanya melirik Nyo Bok.
"See-kiat,"
Dengan lembut Nyo Bok berkata.
"kini peristiwa tersebut sudah terjadi, satu-satunya cara untuk mengatasi keadaan ini adalah memberi petunjuk kepada kami, ketahuilah mustahil buat kami untuk mungkir dengan begitu saja. Kau mesti percaya kepada engku-mu, tak mungkin engku akan mencelakai-mu! Asal kau bersedia menerangkan kepada kami, di tempat manakah kami dapat menemukan Ciat Hong, urusan selanjurnya masih dapat dirundingkan lagi!"
Perlu diketahui, dia sudah menganggap orang yang menolong Hoan Kui semalam ialah Ki See-kiat Yang dimaksudkan sebagai "urusan selanjutnya"
Dalam perkataannya barusan adalah memberi kisikan kepada Ki See-kiat bahwa dia tak akan mempersoalkan peristiwa Huan Kui lagi, asal Ciat Hong berhasil ditangkap.
"Jikalau kalian bersikeras mengatakan aku yang berbuat, terpaksa aku pun memberi tahu secara terus terang kepada kalian,"
Kata Ki See-kiat kemudian. Nyo Bok menjadi gembira sekali, segera teriaknya.
"Benar, asal kau bersedia bicara terus terang, ada persoalan sebesar apa engku-mu sanggup untuk menghadapinya!"
Ki See-kiat tertawa terbahak-bahak.
"Hah hah hah hah, kalian telah salah mencari orang. Terus terang saja, Ciat Hong itu gemuk atau kurus, tinggi atau pendek, sampai sekarang aku pun tidak tahu. Pada hakikatnya aku belum pernah ber- jumpa dengan manusia semacam ini, bagaimana mungkin aku bisa mengetahui jejaknya?"
Lo Hi-hong jadi sangat terperanjat.
"Soal ini soal ini Ki siheng, kau jangan bergurau dengan kami!"
"Kiat-ji memang benar-benar tidak sedang bergurau dengan kalian,"
Kata Nyo toakoh cepat.
"Aku tahu jelas tentang hal ini, masalah tersebut sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan dia."
"Enso, dari mana kau bisa tahu kalau persoalan ini sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan dia?"
Nyo toakoh menyahut dingin.
"Kau tidak percaya dengan perkataan See-kiat, masa perkataanku pun tidak kau percaya? Heeehh heeehh jadi sekarang kau sedang memeriksa diriku?"
Nyo toakoh termasyhur sebagai Lak-jiu-Koan-im (Koan-im Bertangan Keji) begitu tertawa dingin, tanpa terasa sorotmatanya pun memancarkan hawa pembunuhan yang menggidikkan.
Lo Hi-hong menjadi ketakutan setengah mati, buru-buru dia berseru dengan nada gemetar.
"Enso, harap kau jangan marah dulu, aku toh cuma bertanya saja."
"Sebenarnya aku hendak menerangkan kepadamu, apa sebabnya aku bisa tahu kalau urusan ini tidak menyangkut diri Kiat-ji, tapi kau mesti memahami watakku, aku tak sudi memberi penjelasan karena nada pemeriksaan dari seseorang. Maaf, kini aku tak ingin banyak berbicara lagi, apa yang ingin kau tanyakan sekarang sudah ditanyakan. Kalau tiada urusan yang lain lagi, silakan pergi ke tempat lain untuk melakukan pemeriksaan!"
Selesai berkata, dia lantas mengangkat cawan air tehnya sebagai pertanda mempersilakan tamunya pergi. Buru-buru Nyo Bok berkata.
"Enci, persoalanku belum selesai disampaikan, dua persoalan itu ada sangkut pautnya antara yang satu dengan lainnya, tak mungkin Lo lu bisa pergi saat ini juga"
"Kau pun tidak percaya dengan perkataanku?"
Seru Nyo toakoh cepat.
"Baiklah. Kalau kau masih ada urusan lain yang membutuhkan bantuanku, cepat katakan!"
"Cici, bukan aku tak percaya dengan perkataanmu. Ada suatu persoalan entah See-kiat telah memberitahukan kepadamu atau belum?"
"Soal apa?"
"Semalam dia telah pergi ke mana?"
"Pertanyaanmu itu sama artinya dengan mencurigai Kiat-ji sebagai pembobol penjara, hm, selama hidup aku tak pernahbohong, terus terang kuberitahukan kepadamu, aku tahu orang yang melepaskan Ciat Hong dari penjara bukan dia!"
"Lantas siapa?"
Tanya Lo Hi-hong cepat. Nyo toakoh melirik sekejap ke arahnya, kemudian berkata.
"Dari mana aku bisa tahu? Hmm, rupanya kau baru akan puas bila aku mengakui dirikulah yang telah masuk penjara menolong orang?"
Lo Hi-hong jadi ketakutan setengah mati sehingga tak berani bersuara lagi. Nyo Bok adalah seorang manusia yang berotak cerdas dan berakal. banyak, ia segera berpikir.
"Aku bertanya ke mana Kiat-ji semalam, tapi ia selalu menghindari pertanyaan tersebut, jangan-jangan di balik kesemuanya ini masih terdapat hal-hal lainnya?"
Ia tak berani mengulangi kembali pertanyaan tersebut dan mendesak enci-nya untuk menjawab, terpaksa sambil berputar kayun dulu, dia berkata lagi.
"Enci, tentu saja kau tak akan membohongi aku. Tapi aku khawatir See-kiat berbuat tolol sehingga melakukan perbuatan yang tidak sepantasnya dia lakukan, yang lebih dikhawatirkan lagi adalah setelah berbuat, dia tak berani menceritakan hal itu kepadaku."
"Menurut anggapanmu, perbuatan apakah yang sengaja dia rahasiakan terhadap diriku?"
"Semalam di rumah Pui Hou telah terjadi suatu peristiwa, Huan Kui telah dilarikan orang."
"Jadi Huan Kui telah pulang?"
Ucap Nyo toakoh pura-pura kebingungan.
"Dia dan Pui Hou adalah muridmu, apa salahnya kalau dia tinggal di rumah Pui Hou? Mengapa kau menggunakan istilah dilarikan?"Nyo Bok tidak tahu enci-nya benar-benar tak tahu atau pura-pura tak tahu, terpaksa dia harus memberitahukan kepadanya.
"Enci, kau tidak tahu, murid-muridku ini telah menggabungkan diri dengan komplotan yang dipimpin Leng Thiat-jiau untuk memberontak, kedatangannya ke Po-teng kali ini adalah dalam usaha menyelamatkan Ciat Hong. Sebetulnya Pui Hou ingin menolongnya dan menahan dia di sana, siapa tahu semalam ia telah dilarikan orang!"
"Jadi kau mengira orang yang melarikan Huan Kui adalah keponakanmu ini?"
"Orang itu turun tangan di saat ruangan menjadi gelap, tapi aku sudah tahu kalau dia adalah seorang pemuda. Padahal di dunia persilatan dewasa ini hanya ada beberapa orang pemuda saja yang bisa melarikan orang tepat di depan hidungku!"
"Maka kau pun lantas menuduh perbuatan ini dilakukan olehnya?"
Kata Nyo toakoh dingin.
"Semoga saja bukan dia,"
Buru-buru Nyo Bok menjawab.
"tapi sekalipun dia yang melakukan perbuatan ini, keadaan masih dapat ditolong, asal dia mau berterus terang, persoalan yang lebih besar pun akan kuhadapi."
"Terima kasih atas kasih sayang engku,"
Teriak Ki See-kiat lantang.
"tapi engku pun tak usah gelisah. Aku dapat memberitahukan kepadamu, orang yang melarikan Huan Kui bukanlah aku!"
Nyo Bok tidak mempedulikan ucapan itu, kembali ujarnya lebih lanjut.
"Enci, kau telah melepaskan budi setinggi bukit kepadaku, sudah sepantasnya kau percaya kepadaku bahwa aku tak akan menyulitkan See-kiat Tapi andaikata dari pihak ibu kota mengirim orang lagi untuk memeriksa kasus ini,waah urusan jadi lebih sulit untuk diselesaikan. Setiap orang yang berada dalam gedung keluarga Pui sama-sama mencurigai See-kiat Lau Kun juga bersikeras mengatakan dia yang membobol penjara. Orang yang ditugaskan menyelidiki peristiwa ini sudah pasti datang mencari kesulitan untuk, kalian berdua"
"Kau mengira enci adalah seorang yang takut urusan?"
Tanya Nyo toakoh dingin.
"Cici, kau adalah perempuan Ulung, tentu saja tak akan takut urusan, tapi sekarang seharusnya adalah waktu bagimu untuk menikmati sisa hidupmu, daripada banyak urusan lebih baik tak ada urusan. Dengan kekuatanmu seorang, bagaimana mungkin kau bisa melawan kekuasaan pemerintah? Oleh sebab itu aku berharap kepadamu agar menanyai See-kiat, andaikata memang dia yang melakukan, lebih baik berterus terang saja kepadaku, daripada orang lain datang mencari gara-gara dengan kalian!"
"Masa kau tidak mendengar, kedua peristiwa itu bukan dia yang lakukan?"
Nyo Bok agak tertegun, lalu katanya lagi.
"Cici, bukannya aku tak percaya dengan perkataan Kiat-tapi siapa tahu kalau tadi ia mejadi takut akan sesuatu dan tak bisa berterus terang?"
"Baik, jika kau tak percaya degannya biar aku yang memberitahukan kepadamu, orang yang melepaskan Huan Kui bukan dia Tapi dia merupakan orang yang paling dicurigai, aku khawatir orang lain tak akan percaya dengan perkataan cici!"
"Lantas mau apa kau sekarang?"
Nyo Bok memandang sekejap ke arah Lo Hi-hong, kemudian berkata "Cici, murid Lo suhu adalah kepala opaskota Po-tcng, dialah yang melaporkan peristiwa ini kepada walikota dan dia pula yang mengundang gurunya untuk menyelidiki peristiwa ini Sedang aku adalah orang yang dikirim pihak ibu kota untuk membantunya menyelesaikan persoalan ini.
Kalau soal pihakku gampang, tapi pihak walikota Po-teng tidak mungkin bisa ditembusi hanya berdasarkan sepatah dua patah kata saja!"
"Betul!"
Timbrung Lo Hi-hong pula cepat.
"enso, harap kau suka berbesar hati, baik atau buruk kau mesti mencari suatu akal, agar kami bisa mempertanggungjawabkan diri kepada atasan!"
Paras muka Nyo toakoh berubah hebat "Kalau begini, paling tidak kalian hendak mengajak putraku untuk menghadap walikota dan diperiksa?" Tidak berani, tetapi ya, kecuali orang yang membobol penjara adalah orang lain, jika tidak terpaksa kami harus mengajak putramu untuk menghadap walikota!"
"Kau anggap hanya See-kiat seorang yang berkemampuan untuk membobol penjara dan menolong orang?"
Seru Nyo toakoh dingin. Tergerak juga hati Nyo Bok setelah mendengar perkataan itu, buru-buru ia bertanya.
"Cici, kalau begitu kau sudah tahu siapakah orang yang telah membajak penjara dan menolong Ciat Hong?"
Sebelum Nyo toakoh sempat menjawab, mendadak dari luar kedengaran seseorang berseru, Tidak usah bertanya kepadanya tanya saja kepadaku!"
Meskipun suara itu berasal dari luar pintu, namun kedengarannya seakan-akan berasal dari sisi telinga Nyo Bok.Tak terlukiskan rasa kaget Nyo Bok setelah mendengar suara itu, ia segera membentak.
"Siapa kau?"
"Aku adalah orang yang membobol penjara dan melarikan Ciat Hong, aku juga yang melarikan Huan Kui, dua peristiwa tersebut merupakan hasil karyaku. Bila kau ingin mencari mereka, ikutilah aku!" ---ooo0dw0ooo--- Setelah Nyo Bok berlalu, Nyo toakoh menghembuskan napas panjang, katanya "Kau dapat mengenali bukan, orang itu adalah Nyo Yan?"
"Sudah kuduga kalau dia. Ibu, bagaimana kalau secara diam-diam kita saksikan peristiwa selanjutnya?"
"Jangan!"
Setelah berhenti sejenak dan menghela napas, terusnya.
Taruna Pendekar Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku rasa lebih baik kau cepat kabur saja meninggalkan tempat ini!"
"Sekarang piaute sudah pulang, mengapa aku harus pergi?"
"Kau anggap Nyo Yan dapat menyerahkan Ciat Hong dan Huan Kui kepada ayahnya?"
"Aku cukup memahami watak piaute, setelah dia menolong orang itu, tak nanti dia akan mengantar kembali orang yang ditolongnya ke mulut harimau."
"Tepat sekali, bila ia gagal menangkap buronan pemerintah, tak bisa berkutik pula pada putra sendiri, bagaimana caranya mempertanggung-jawabkan diri?"
"Ibu, apakah kau. masih khawatir engku akan datang lagi untuk mencari gara-gara dengan kita?""Aaai, paling tidak pasti akan terjadi sedikit keributan. Selama kau masih berada di rumah tentu saja dia akan datang merecoki kita terus menerus, mendingan kalau telingaku masih tahan menerima semua ucapan tersebut, seandainya berita ini sampai tersiar, dari pihak pemerintah mengirim petugasnya untuk melakukan penyelidikan? Waah bisa bertambah berabe kita"
"Tapi dengan cepat engku akan tahu kalau kedua peristiwa tersebut adalah hasil karya dari putranya."
"Justru lantaran anak lebih akrab daripada keponakan, setelah dia tidak mampu berbuat banyak terhadap putra sendiri terpaksa ia akan melimpahkan kesalahan tersebut kepadamu. Benar kedua peristiwa tersebut bukan hasil karyamu, tetapi jangan lupa, semalam kau pun berada di gedung keluarga Pui, hal ini membuktikan kalau kau pernah berjumpa dengan Pui Liang yang sedang melarikan diri, kalau tidak dari mana kau bisa tahu jika Huan Kui disekap di rumahnya Pui Hou? Sebagai seorang opas, mereka tak akan melepaskan setiap titik terang yang bisa digunakan untuk memecahkan peristiwa tersebut"
Ki See-kiat segera tertawa.
"Ooh ibu rupanya kau pun tidak percaya dengan engku?"
Nyo toakoh menghela napas panjang.
"Bagaimanakah watak adikku, masa aku tak tahu? Aku bersedia mengorbankan segalanya demi dia, tetapi andaikata benar-benar sudah berada dalam keadaan yang kritis, jangankan kau, aku pun mungkin akan dikhianati olehnya!"
Ki See-kiat semakin girang sesudah mendengar perkataan ini, serunya kemudian.
"Ibu, asal kau dapat memahami watak engku yang sebenarnya, hal itu sudah lebih dari cukup.""Pergi saja dengan hati lega, aku telah berpikir beberapa kali, hanya dengan kepergianmu untuk sementara dari rumah ini, urusan baru bisa diselesaikan secara tuntas."
"Baik, kalau begitu ananda akan pergi, ibu, kau sendiri pun harus baik-baik menjaga diri!"
"Tunggu dulu anak Kiat!"
Mendadak Nyo toakoh berseru lagi.
"Ibu masih ada pesan apa lagi? tanya Ki See-kiat sambil berpaling.
"Kau bermaksud hendak ke mana?"
"Mengembara di dalam dunia persilatan, ke mana saja asal aman."
"Ada satu hal yang mesti kau penuhi dulu sebelum pergi meninggalkan rumah!"
"Silakan ibu sampaikan."
"Ke mana saja kau boleh pergi, hanya Jik-tat-bok saja yang tak boleh kau singgahi!"
Jik-tat-bok merupakan markas besar pasukan pembela tanah air yang dipimpin Leng Thiat-jiau berada. Ki See-kiat baru mengerti sekarang, rupanya ibunya khawatir dia pergi mencari Leng Ping-ji. Terdengar Nyo toakoh berkata lebih jauh.
"Kiat-ji, aku tahu kalau kau belum bisa melupakan nona Leng, tetapi aku tidak berharap kau bertemu lagi dengannya. Sekarang engku-mu sudah mencurigai kau beraliran sama dengan Leng Thiat-jiau, entah bagaimanapun bencimu padanya, kau tak boleh bertindak demikian hingga tebakannya benar. Aku aku pun tidak ingin kau bergaul dengan orang-orang dari komplotan mereka!"Ki See-kiat tertawa getir.
"Ibu, sekalipun kau tak bilang, aku pun tak dapat berjumpa lagi dengan nona Leng. Aku mempunyai seorang engku macam begini, engku pun pernah memaksaku pergi ke Jik-tat- bok menjadi mata-mata, dapatkah aku pergi ke sana dan terlepas dari kecurigaan orang?"
Nyo toakoh menjadi amat gembira.
"Baik,"
Serunya kemudian.
"jadi ibu sudah menyetujui?"
"Ya ibu, aku berjanji, aku pasti tak akan pergi ke Jik-tat-bok,"
Jawab Ki See-kiat sambil menggigit bibirnya kencang-kencang.
"Bagus, kalau begitu aku pun merasa lega, sekarang pergilah!"
Mengantar keberangkatan putranya, dia merasa hatinya sangat pedih sehingga tanpa terasa titik air mata jatuh bercucuran. 0odwo0 Kepedihan hati Ki See-kiat pun tidak berada di bawah rasa sedih ibunya.
"Kini, entah Ping-ji berada di mana? Sudah kembali ke Thian-san? Atau pergi ke tempat pamannya di Jik- tat-bok? Aaai, padahal buat apa aku mesti memikirkannya lagi? Toh aku tak mungkin bisa bersua lagi dengannya?"
Terkorek kembali luka di dalam hatinya, ia merasa amat sedih, tapi air matanya tidak dibiarkan meleleh, dia harus menelan kesedihan tersebut.
Ia sangat berharap bisa bersua kembali dengan Nyo Yan, selain karena hubungan mereka sebagai saudara misan, ada dua alasan penting lainnyaAlasan yang pertama adalah ia tak sanggup membendung rasa ingin tahunya, dia ingin tahu setelah Nyo Yan berjumpa dengan ayahnya, apakah mereka akan saling memperkenalkan diri? Alasan kedua, sewaktu ia berpisah dengan Nyo Yan di Sinkiang tempo hari, dia tahu kalau Nyo Yan akan pergi mencari Leng Ping-ji, apakah mereka telah berjumpa? Bagaimanapun dia berusaha untuk menghindari pemikiran terhadap Leng Ping-ji, namun dalam hati kecilnya dia masih selalu berharap bisa menerima kabar berita tentang Leng Ping-ji.
Tapi, ke manakah dia harus pergi mencari Nyo Yan? Otaknya berputar kencang, dia mencoba untuk menduga-duga ke mana saja engku-nya mungkin dibawa adik misannya itu.
"Yang pasti bukan ke tempat yang ramai,"
Demikian dia berpikir.
"Tempat itu pun tak akan jauh dari rumahku, kalau tidak setelah matahari terbit nanti orang yang berlalu lalang di jalanan pasti akan bertambah banyak."
Waktu fajar baru menyingsing, rumah-rumah penduduk di sekitar sana belum ada yang buka.
Mendadak ia teringat akan suatu tempat, tempat itu tak jauh letaknya dari tempat tinggal mereka kuil Hay-sin-bio.
Ternyata dugaannya memang benar, waktu itu Nyo Yan memang telah memancing ayahnya menuju ke kuil Hay-sin- bio.
Nyo Bok dan Lo Hi-hong khawatir jika di sekitar kuil tersembunyi jago-jago lihay, mereka tak berani masuk ke dalam ruangan kuil dengan begitu saja.Nyo Yan segera berkata "Semalam, aku mengantar Huan Kui kemari dan menyerahkan kepada suheng-nya Pui Liang.
Nyo Nyo toaya, aku tahu kalau kau adalah guru mereka terlepas kau hendak menganggap mereka sebagai muridmu atau sebagai buronan, tapi paling tidak kau tak akan j eri terhadap murid sendiri bukan? Sudah kukatakan sedari tadi, aku pun tidak bermaksud jahat kepadamu, kalau toh sudah sampai di sini, mengapa kau tidak bernyali untuk masuk ke dalam?"
Harimau Kemala Putih -- Khu Lung Sepasang Golok Mustika -- Chin Yung Pendekar Pendekar Negeri Tayli -- Jin Yong