Taruna Pendekar 20
Taruna Pendekar Karya Liang Ie Shen Bagian 20
Taruna Pendekar Karya dari Liang Ie Shen
Tampak seorang bocah berlarian naik ke bukit tersebut dengan napas terengah-engah, sambil berlari mendekat ia berteriak keras.
"Ayah, kau harus membalaskan dendam bagiku, kau harus membalaskan dendam bagiku!"
"Membalaskan apa?"
Seru si kakek terkejut.
"Aku telah dianiaya oleh orang jahat Ayah, kau harus membekuk orang jahat itu agar kuhajarnya habis-habisan!"
"Ting-ji, bicara yang lebih jelas, orang jahat macam apakah yang telah mengusikmu? Mengapa dia menghajarmu?"
"Dia hendak merampas seekor burung merah kecil yang baru saja berhasil kutangkap, aku tak sudi menyerahkan kepadanya dan dia menghajarku. Belum pernah kusaksikan manusia yang tak tahu peraturan macam dia."
"Bagian manamu yang dihajar? Apakah masih sakiti Mari kemari, akan kuperiksa keadaannya,"
Seru Liong Leng-cuKendatipun Liong Leng-cu merasa bahwa peristiwa tersebut agak aneh, namun lantaran si bocah masih bisa berlari naik ke bukit sendiri, maka hatinya pun tidak begitu khawatir.
"Sejak kecil Ting-te mempelajari ilmu Tong-cu-kang, kepandaiannya sudah mempunyai dasar yang kuat bila orang biasa yang menghajarnya, aka rasa dia tak akan cedera dengan begitu saja,"
Demikian dia berpikir di dalam hati. Sementara itu, si bocah telah berkata lagi.
"Bajingan itu menghajar punggungku, sakitnya sih tidak, cuma gatalnya bukan kepalang. Kalau dibuat berlarian masih rada mendingan, tapi begitu berhenti, rasa gatalnya seolah-olah merasuk sampai ke dalam tulang!"
Mendengar penuturan putranya itu, paras muka si kakek makin lama berubah semakin serius, mendadak dia merobek pakaian yang dikenakan putranya itu.
Waktu itu Liong Leng-cu juga bermaksud melepaskan pakaian si bocah dan memeriksa keadaan lukanya lalu dibubuhi dengan obat Di dalam perkiraannya, sekalipun cedera, paling hanya luka di kulit belaka, maka betapa kagetnya gadis itu tatkala dilihatnya si kakek merobek pakaian putranya dengan perasaan cemas.
Sebuah bekas telapak tangan berwarna semu merah tertera amat jelas di atas punggung bocah itu.
Liong Leng-cu merasa terkejut bercampur keheranan, serunya dengan segera.
"Berat juga pukulan telapak tangan orang itu, tapi adik Ting, mengapa kau tidak merasa sakit?"
"Benar-benar tak kusangka kalau di kolong langit terdapat manusia yang begitu keji,"
Seru kakek Siau sambil mengertakgigi menahan amarahnya.
"Padahal antara aku dengan orang itu tiada dendam sakit hati apa pun, namun orang itu begitu tega menggunakan ilmu pukulan yang sangat beracun macam begini untuk melukai seorang bocah yang masih berbau tetek!"
Lak terlukiskan rasa kaget Liong Leng-cu setelah mendengar perkataan itu, segera tanyanya.
"Luka apakah yang diderita adik Ting? Tidak tidak membahayakan jiwanya bukan?"
"Orang itu menggunakan ilmu pukulan Tay-im-eiang untuk melukai delapan nadi penting di dalam tubuhnya, mana di atas telapak tangan diolesi dengan racun lagi. Hanya tidak kuketahui apakah tenaga dalamnya belum mencapai kesempurnaan ataukah dia masih mempunyai liangsim, ternyata urat nadi bocah itu tak sampai digetarkan putus, dewasa ini hanya terjadi penggumpalan darah dalam tubuhnya, aku masih mampu untuk menyembuhkan luka tersebut."
Berbicara sampai di sini, sorot matanya segera dialihkan ke sekeliling tempat itu, ketika tidak dijumpai ada orang yang muncul di situ, maka ujarnya lebih jauh.
"Hiantit-li, sebentar bila aku sedang mengobati luka Ting-ji, kau harus selalu waspada, jangan sampai membiarkan orang asing datang kemari!"
"Sreeet!"
Liong Leng-cu segera meloloskan pedangnya dan berjaga-jaga di tepi tebing, katanya.
"Empek, obatilah luka adik Ting dengan perasaan lega, seandainya ada orang menyerbu kemari dengan kekerasan, aku pasti akan mengajaknya untuk bertarung habis-habisan!"
"Kau tak perlu berbuat demikian, seandainya kau sudah tak sanggup untuk mempertahankan diri, panggillah aku!"Begitu selesai berkata, dia lantas menempelkan telapak tangannya ke atas punggung putranya, lalu dengan menggunakan hawa murni Tun-yang-sinkang hasil latihannya selama puluhan tahun untuk menguruti peredaran darah dalam tubuh putranya serta mengobati racun yang mengeram dalam tubuh bocah tersebut Kurang lebih sesulutan sebatang hio kemudian, paras muka bocah itu telah pulih kembali menjadi memerah, keringat bercucuran seperti air hujan, bahkan terendus pula bau busuk yang menusuk hidung.
"Ayah!"
Terdengar bocah itu berseru dengan wajah girang.
"kepandaian silatmu sungguh hebat, rasa gatal di dalam tubuhku telah berhenti, aku sekarang aku pingin tidur."
Suaranya amat lemah dan lirih, agaknya dia sudah kelelahan setengah mati. Kakek itu menghembuskan napas panjang.
"Huuuh akhirnya berhasil juga kuselamatkan selembar jiwa bocah ini!"
Dari sikap maupun cara berbicaranya yang lemah, membuktikan kalau kakek tersebut jauh lebih lelah daripada si bocah itu sendiri.
Nyo Yan yang berada di bukit seberang tak sempat menyaksikan dengan cara apakah kakek itu menyembuhkan luka yang diderita putranya, dia pun tak sempat menyaksikan paras mukanya yang lusuh dan sayu, namun secara lamat- lamat dia dapat merasakan betapa gawat dan tidak beresnya situasi ketika itu.
"Siasat sekali timpuk mendapat dua burung siasat sekali timpuk mendapat dua burung!"Gelak tertawa licik dari "toa-suheng"
Seolah-olah berkumandang kembali di sisi telinganya. Apa yang dimaksud siasat "sekali timpuk mendapat dua burung"
Itu? Dia tidak tahu.
Namun secara lamat-lamat dia dapat menebak beberapa bagian.
Walaupun dia menaruh kepercayaan penuh atas kemampuan kakek tersebut, kendatipun ilmu silatnya telah memperoleh kerugian besar, dia percaya kakek tersebut masih sanggup mengalahkan "toa-suheng"
Tersebut, namun untuk menjaga kemungkinan yang tak diinginkan, dia tak berani bersikap acuh tak acuh seperti tadi lagi. Dia lantas berubah pikiran, pikirnya kemudian.
"Aku tak dapat membiarkan Siau locianpwe itu terjebak oleh siasat licik manusia laknat tersebut, aku harus segera menyeberang ke sana!"
Sayang tindakannya itu sudah terlambat, baru saja ingatan tersebut melintas lewat dan belum sempat dia mengambil suatu tindakan, di tengah lapangan berumput di bukit seberang sana telah terjadi suatu peristiwa yang sama sekali di luar dugaan.
Baru saja kakek itu menghembuskan napas panjang dan hendak menyerahkan si bocah kepada Liong Leng-cu mendadak terdengar seseorang memuji dengan suara lantang.
"Betapa sempurnanya tenaga dalam yang dimiliki Siau locianpwe, sungguh mengagumkan, sungguh mengagumkan!"
Tahu-tahu di tengah tanah lapang telah bertambah dengan seseorang, dalam waktu singkat orang itu sudah berdiri di samping kakek tersebut.
lak terlukiskan rasa kaget Liong Leng-cu menyaksikan kehadiran orang itu, padahal selama ini dia berdiri di tepitebing dengan senjata terhunus dan mengawasi gerak-gerik di sekeliling tempat itu.
Tidak diketahui dari mana munculnya orang itu, ternyata kehadirannya di situ, tak disadari oleh siapa pun.
Meski hal ini bisa dikarenakan pikirannya yang bercabang mengkhawatirkan keselamatan si bocah yang terhika, namun dia toh merasa berdosa juga atas keteledoran yang dilakukannya itu.
Bagaimanapun jua, kini manusia asing tersebut sudah berada di samping kakek Siau, apa maksud kedatangannya juga belum diketahui, oleh sebab itu untuk sesaat lamanya dia belum bisa mengambil suatu keputusan, haruskah turun tangan atau tidak? Kakek itu mengidapkan tangannya memberi tanda agar dia jangan * turun tangan untuk sementara waktu, kemudian tegurnya.
"Siapakah kau? Karena urusan apa datang kemari?"
Lelaki berbaju putih itu memberi hormat kemudian pelan- pelan menjawab.
"Anggota perguruan Bukit Unta Putih It-bun Lui sengaja datang untuk mengunjungi Ci-lian-kiamkek (Jago Pedang dari Bukit Ci-lian) Siau locianpwee!"
Tampaknya sang "toa-suheng"
Telah datang. Sebenarnya Nyo Yan tidak begitu mengkhawatirkan kepandaian dari "toa suheng", namun setelah menyaksikan ilmu meringankan tubuhnya yang begitu sempurna, tak urung berubah juga paras mukanya, dia segera berpikir.
"Kalau begitu apa yang diucapkan Sugong Cau dan Buyung Cui bukan cuma bualan belaka, kalau ilmu silat orang ini dibandingkandengan mereka, nyatanya berbeda bagaikan langit dan bumi. Aku terlalu memandang rendah kemampuannya."
Sementara si kakek dibuat tertegun oleh ucapan lawan, katanya kemudian dengan cepat.
"Tidak berani, aku orang she Siau selamanya tidak mampunyai hubungan apa-apa dengan Bukit Unta Putih, ada urusan apa kau datang mencariku?"
Belum habis dia berkata, si bocah yang sedang tertidur kelelahan itu mendadak mendusin lalu teriaknya secara tiba- tiba.
"Ayah, dialah si bajingan yang telah melukai diriku."
Kakek itu terkejut, lalu bentaknya dengan penuh kegusaran.
"Dendam sakit hari apakah yang terjalin antara aku orang she Siau denganmu? Mengapa kau turun tangan sekeji ini terhadap seorang bocah Cilik. Berhadapan dengan seorang musuh yang licik dan berbahaya semacam itu, apalagi dia harus memeluk seorang bocah, kendatipun amarahnya sudah memuncak, toh untuk sementara waktu harus dapat menahan diri. Segenap pikiran dan perhatian dipusatkan menjadi satu untuk menghadapi lawan, dia berusaha menghindari suatu pertarungan secara sembrono hingga akhirnya diri sendiri yang rugi. Itbun Lui tertawa terbahak-bahak.
"Haah haah haah ucapan Siau losianseng terlalu serius! Coba kau bayangkan sendiri, andaikata aku benar-benar turun tangan secara keji, kau anggap putramu masih bisa hidup? Betul aku melukai delapan nadi putramu dengan ilmu Tay-im-ciang, serangan yang kugunakan juga agak berat, tapi dengan kepandaian sakti yang dimiliki Siau losianseng, bukan suatu pekerjaan yang sulit untuk menyelamatkan jiwanya.""Bagus sekali, tak nyana kalau kau sanggup mengucapkan perkataan tersebut,"
Seru si kakek sambil tertawa dingin.
"Mengapa tak kau katakan kalau kau telah menggunakan cara yang rendah dan memalukan ini untuk menguras tenaga da- lamku? Sekarang katakanlah, apa maksud tujuanmu yang sebenarnya."
"Tidak apa-apa, aku hanya mengharap agar kau jangan mencampuri suatu persoalan."
"Persoalan apa?"
"Betul antara aku dan kau tak terikat oleh dendam sakit hati apa pun jua, tapi nona Liong itu justru mempunyai sakit hati dengan guruku."
"Kau she Itbun, apa hubunganmu dengan Itbun Poh?"
Mendadak Liong Leng-cu bertanya.
"Dia adalah guruku, juga empek-ku."
Mendadak dari balik mata Liong Leng-cu seolah-olah memancarkan keluar sinar berapi-api yang menggidikkan hati, serunya dengan cepat.
"Oooh, rupanya Pek-tou Sancu adalah Itbun Poh, tak aneh kalau begitu."
"Sreet!"
Sebuah rasukan kilat segera dilontarkan ke arah tubuh Itbun Lui.
"Criitt!"
Desingan tajam mendesis, ujung baju Itbun Lui sudah tertusuk oleh ujung pedang hingga robek.
Akan tetapi, Liong Leng-cu sendiri pun kena kebutan ujung bajunya sehingga tanpa terasa mundur sejauh empat lima langkah posisi semula Dengan cepat kakek itu menerobos ke muka dan menghadang di depan si nona, telapak tangan kiri- nya dipersiapkan untuk menghadapi serangan berikutnya dari Itbun Lui.Sekalipun sedang memondong bocah namun gerakan tubuhnya masih tetap amat cepat bagaikan sambaran kilat Ternyata Itbun Lui tidak melakukan pengejaran lebih jauh.
"Hiantit-li, apakah Itbun Poh adalah^."
Sebelum kakek itu menyelesaikan perkataannya, Liong Leng-cu telah menukas dengan cepat.
"Benar, Itbun Poh adalah musuh besar pembunuh ayahku! Andaikata aku tahu dari dulu kalau Pek-tou Sancu adalah dia sudah sedari dulu aku pergi ke Bukit Unta Putih untuk mencarinya."
"Kau masih belum pantas untuk bertarung melawan guruku,"
Kata Itbun Lui sambil tertawa.
"Aku datang kemari untuk membekukmu atas perintah dari dia orang tua. Bila kau ingin membatas dendam, silakan saja mencari aku."
Liong Leng-cu memutar pedangnya sambil menyerbu ke depan, tapi kakek tersebut segera mencegah.
"Tunggu dulu!"
Mendadak dia menyerahkan si bocah yang berada dalam pon-dongannya ke tangan Liong Leng-cu.
Tindakan ini dilakukan sangat mendadak, mau tak mau Liong Leng-cu harus menyambut bocah tersebut Setelah memondong si bocah itu, berarti pula dia tak dapat menyerbu untuk bertarung melawan Itbun Lui "Leng-cu, aku harap kau suka melindungi anak Ting baik- baik, biarkan dia tidur dengan nyenyak.
Kau adalah tamuku, sudah sepantasnya kalau aku yang menghadapinya!"
Liong Leng-cu sendiri pun khawatir kalau bocah tersebut cedera, maka segera ujarnya.
"Empek Siau, sebentar bila kau berhasil membekuk bajingan cilik itu, jangan buru-buru kau bunuh dirinya!"Dia seperti menaruh kepercayaan penuh atas kemampuan ilmu silat yang dimiliki kakek tersebut, dalam anggapannya sekalipun tenaga dalamnya sudah berkurang banyak juga tak menjadi soal. Padahal dia mana tahu kalau kakek tersebut bukannya kehilangan beberapa bagian tenaga dalamnya saja, tapi sudah berkurang sebesar tujuh bagian. Sambil memondong bocah itu Liong Leng-cu segera menyingkir ke sisi arena, sementara si kakek membentak dengan sepasang mata melotot amat besar.
"Itbun Lui, ayolah turun tangani"
Itbun Lui tertawa.
"Siau losianseng, kau benar- benar mau bertarung melawanku? Betul Giok-liong Taycu adalah sahabatmu, tapi bagaimanapun jua, selembar nyawamu sendiri jauh lebih berharga ketimbang nyawa putri sahabatmu yang telah mati bukan?"
Ditinjau dari nada pembicaraan tersebut, seakan-akan dia hendak maksudkan bahwa kakek itu sudah pasti akan mati apabila bertarung melawan dirinya.
Kakek Siau menjadi teramat gusar, mukanya merah padam daa sepasang matanya melotot besar, bentaknya dengan lantang.
"Kau anggap aku Siau It-kek manusia macam apa? Dengan tipu muslihat kau telah menguras tenaga dalamku, hmm sekalipun aku harus mempertaruhkan selembar jiwaku, tak nanti akan kubiarkan keinginanmu itu tercapai."
"Baik,"
Seru Itbun Lui kemudian.
"kalau toh kau enggan mendengarkan nasihatku, jangan salahkan jika aku akan berbuat kurang ajar. Siau It-kek, bukankah kau disebut orang Ci-lian-kiamkek? Hari ini, aku akan mengandalkan sepasang telapak tanganku untuk mencoba ilmu silatmu yang lihay itu, ayo cabutlah pedangmu!"Dahulu, semasa mudanya dulu, Siau It-kek memang termashur dalam dunia persilatan karena ilmu pedang dan ilmu telapak tangannya. Tapi beberapa tahun sebelum meng- asingkan diri, dia sudah tak pernah menggunakan pedangnya lagi, terutama sesudah tanpa tandingan dalam dunia persilatan. Semenjak mengasingkan diri, dia pun sudah berhasil melatih ilmu pukulan Sau-yap-cianghoat, hal ini membuatnya lebih-lebih tak membutuhkan pedang lagi. Hari ini, dia memang bermaksud untuk memberi petunjuk ilmu silat kepada Liong Leng-cu, sehingga tidak membawa serta pedangnya. Padahal sekalipun dia membawa pedang pun tak nanti akan menghadapi seorang angkatan muda yang menantang dengan tangan kosong itu dengan mempergunakan senjata. Itbun Lui sudah jelas tahu kalau dia tak membawa senjata, namun dia masih juga mengatakan ucapan tersebut, di manakah maksud tujuannya, sudah barang tentu Siau It-kek tahu dengan jelas. Karena tahu, tentu saja dia tak sudi termakan siasat musuhnya itu. Tak usah banyak bicara lagi, tanpa pedang pun aku masih mampu untuk membunuhmu, ayo seranglah!"
Bentak Siau It- khek. Itbun Lui tertawa terbahak-bahak.
"Haah haah haah baik, lihat saja nanti siapa yang akan berhasil membunuh siapa?"
Belum selesai dia berkata, sepasang tangannya sudah bergetar melancarkan serangan.Dengan jurus Hud-im-jiu, sepasang tangan Siau It-khek dikebaskan ke depan sementara Itbun Lui berkelit ke samping dengan langkah sempoyongan.
Mendadak Siau It-khek mengendus bau harum semerbak yang luar biasa, menyusul kemudian muncul suatu perasaan nyaman yang tak terlukiskan dengan kata-kata.
Sambi! tertawa, Itbun Lui segera berseru.
"Siau locianpwee, aku lupa memberitahukan kepadamu, di atas telapak tanganku ini telah dioles dengan cairan obat dewa yang dibuat secara khusus, sekalipun pil dewa bukan termasuk obat beracun, na- mun sanggup membuat lemah semangat seseorang, lebih baik kau berhati-hati."
Siau It-kek segera menghimpun tenaganya dan bertarung sebanyak beberapa gebrakan.
Suatu ketika mendadak ia membentak keras sambil melancarkan serangan mematikan.
Itulah jurus Han-siu-toh-cing (Memuntahkan Tenaga Mumi) yang merupakan intisari ilmu pukulan Sau-yap-cianghoat, jurus ampuh yang dilancarkan dengan sepenuh tenaga oleh Siau It-khek ini tentu saja luar biasa akibatnya.
Kalau tenaga im dan yang bergabung maka akan terciptalah suatu kekuatan yang luar biasa, keadaan Itbun Lui ketika itu bagaikan sebuah sampan yang terombang-ambing di tengah pusaran air yang berpusing, dia harus berputar tiga kali lebih dulu sebelum berhasil berdiri tegak.
Siau It-khek segera melompat ke depan, dengan jurus Kit- hong-si-lui (Angin Puyuh Guntur Menyambar) dia langsung menghajar punggung lawan.
Waktu ftu, Itbun Lui baru saja berhasil berdiri tegak, buru- buru dia menggunakan jurus Ngo-ring-kay-san (Ngo-ting Membuka Bukit)menyambut datangnya serangan itu dengan keras lawan keras, ternyata serangan itu berhasil dibendungnya.
"Aah, sayang sekali,"
Diam-diam Siau It-khek berpetak.
"Coba kalau tenaga dalamku telah pulih dua bagian lagi, sudah dapat dipastikan bajingan cilik ini akan tewas di ujung telapak tanganku!"
Di dalam menggunakan jurus Han-siu-toh-cing tadi dia menyerang dengan menghimpun segenap tenaga dalamnya dengan harapan sekali pukul akan mendapatkan hasilnya Siapa tahu bukan saja pukulan tersebut tidak memberikan hasil apa-apa, malahan sebaliknya tenaga murni yang dimilikinya semakin menderita kerugian besar.
Itbun Lui yang hampir saja menderita kerugian besar makin terkejut pula, segera pikirnya.
"Tua bangka ini disebut orang Kiam-ciang-siang-ciat (Lihay Dalam Ilmu Pedang Maupun Ilmu Pukulan), nyatanya nama tersebut bukan hanya nama kosong belaka. Untung aku bertarung dengan persiapan penuh, lagi pula tidak terburu-buru untuk membereskannya, lebih baik kukuras tenaga dalamnya sampai habis lebih dahulu."
Begitu keputusan diambil dia segera mengubah taktik pertarungannya menjadi pertarungan gerilya.
Dia berputar kian kemari di sekeliling Siau It-khek, ditambah pula di atas telapak tangannya dioles racun, sekalipun tak sampai mengenai tubuh Siau It-khek, namun bila terisap angin pukulannya pun akan mendatangkan kerugian juga bagi lawannya.
Dalam keadaan seperti ini terpaksa harus menutup pemapasannya rapat-rapat, bila sudah sampai pada saat yang tak bisa ditahan lagi, dia baru menarik napas panjang.Sementara pertarungan berlangsung di pihak lain, maka dari dalam hutan sebelah sana berkumandang suara nyanyian yang amat merdu dan merayu.
Itulah suara nyanyian dari Liong Leng-cu yang sedang meninabobokan sang bocah.
Pada dasarnya bocah tersebut memang sudah mengantuk sekali, dia hanya mengkhawatirkan keselamatan ayahnya yang sedang bertarung melawan orang jahat, sehingga tak berani memejamkan matanya.
Taruna Pendekar Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sementara itu terdengar suara nyanyian yang merdu berkumandang memecahkan keheningan.
Bintang berkedip, rembulan bersinar Anak sayang tidur di pembaringan Jangan takut macan buas di timur Jangan takut srigala bengis dibarat.
Ibu selalu di sisimu Tidurlah nak, tidurlah sayang Tidurlah hingga keesokan harinya.
Nyanyian itu seringkah didengar Liong Leng-cu sewaktu masih kecil dulu, di bukit, di tengah salju, di hutan, setiap malam bila d hendak berangkat tidur maka ibunya suka menyanyikan lagu untuknya.
Membawakan nyanyian H| tanpa terasa terbayang kembali masa kecilnya yang masih susah dulu.
teringat pula akan ibunya yang begitu sayang kepadanya Bagi mereka yang berperasaan halus, secara lamat-lamat mereka dapat mendengar bahwa di batik suara nyanyian tersebut terkandung nada pedih yang membuat hati orang menjadi kecut.Nyo Yan yang benda di bukit seberang menjadi tertegun, segera pikirnya.
"Walaupun nasibnya jelek, bagaimanapun juga masih ada ibu tersayang yang mendampinginya, menyanyikan lagu merdu baginya Sedangkan aku belum sempat] nap berusia setahun aku harus kehilangan ibuku untuk hingga hok-ki semacam itu pun tidak kumiliki." | Di tengah suara nyanyian itulah pertarungan yang berlangsung aatara Siau I t-khck dengan Itbun Lui berlangsung semakin seru. Siau It-khek yang mengkhawatirkan keselamatan anaknya, tanpa terasa berpikir.
"Musuh tangguh yang sedang kuhadapi sekarang jauh lebih ganas daripada harimau di bukit timur atau serigala di bukit barat, bila aku sampai keok di ta- ngannya, sudah pasti Liong Leng-cu tak mampu melindungi keselamatan sendiri, sampai waktunya siapakah yang akan melindungi putraku ini?"
Sepajang hidupnya entah berapa badai yang sudah dihadapinya, selama ini dia tak tahu apa yang dinamakan takut, tapi kali ini, entah mengapa, tiba-tiba saja dia merasa ngeri bercampur takut.
Dalam gelisahnya, ia menjadi kehilangan kesabarannya dan ingin cepat-cepat mengalahkan musuhnya.
Penggunaan tenaga yang melampaui batas membuat ia mengendus bau beracun tersebut- seketika itu juga kepalanya menjadi pusing tujuh keliling.
Kesempatan yang sangat baik ini segera dimanfaatkan oleh Itbun Lui, sebuah pukulan segera dilontarkan menghajar telak tubuhnya, tak ampun kakek Siau segera memuntahkan darah segar.Itbun Lui yang menyaksikan keberhasilannya itu segera tertawa terbahak-bahak, setunya.
"Siau loji, kau kau."
Belum selesai dia berkata, tiba-tiba saja tubuhnya tak sanggup untuk mempertahankan diri sehingga berputar kencang beberapa kali.
"Blaaammm!"
Sebuah pukulan yang dilancarkan secara tergesa-gesa menyambar sebuah pohon sebesar lengan manusia hingga patah menjadi dua bagian.
Seandainya dia tidak menarik gerakannya dengan cepat, hampir saja tubuhnya menumbuk di atas pohon tersebut Rupanya dalam ilmu pukulan Sau-yap-ciang yang dilepaskan oleh Siau It-khek tersebut terkandung tiga lapis tenaga dalamnya yang menerjang ke depan bagaikan arus sungai.
Satu gelombang belum tenang, gelombang berikutnya meluncur datang lagi dan baru menunjukkan kedahsyatannya setelah menumbuk badan Itbun Lui.
Sayang sekali keadaan Siau It-khek waktu itu seperti panah yang baru dibidikkan,.dia tidak mempunyai kekuatan lagi untuk memburu ke depan dan menambahi dengan sebuah pukulan lagi.
Sementara itu, Itbun Lui telah menerjang maju lagi setelah mundur, kali ini dia menyerang semakin gencar.
Nyo Yan yang berada di bukit seberang tak sempat melihat jelas keadaan di sini, namun dari gerakan tubuh yang berkelebat kian kemari, dia bisa menduga kalau Siau It-khek hanya mampu menangkis tanpa memiliki kekuatan untuk melancarkan serangan balasan.
Pukulan Itbun Lui yang berhasil mematahkan dahan pohon itu segera menyadarkan dia dari lamunan, segera pikirnya,"Aduh celaka, tenaga dalam Siau locianpwe sudah terkuras banyak, mungkin dia sudah tak mampu lagi untuk menandinginya.
Aku harus segera memburu ke sana untuk membantu Liong Leng-cu."
Dalam anggapannya Siau It-kek masih mampu untuk bertahan beberapa saat lagi, siapa tahu keadaan kakek tersebut sudah payah dan tenaga dalamnya sudah terkuras sama sekali, keadaaannya jauh lebih parah daripada apa yang dibayangkan semula Dalam pada itu Liong Leng-cu dengan susah payah berhasil juga menidurkan bocah tersebut, buru-buru dia mencabut keluar pedang yang dipakai oleh Siau It-kek tadi.
Waktu itu Siau It-kek sedang melancarkan serangan dengan sekuat tenaga, sedangkan Itbun Lui juga mementangkan sepasang lengannya sambil melawan, di mana gerakan dilakukan angin serangan segera menderu-deru.
Pasir dan debu beterbangan di angkasa, daun dan ranting berguguran di tanah.
Sekalipun sepasang kaki Siau It-kek masih terpantek di tanah, namun separuh tubuh bagian atasnya bergoyang kencang, seolah-olah berada di tengah amukan angin puyuh.
Liong Leng-cu memutar batik gagang pedangnya lalu berteriak.
"Empek Siau, untuk menghadapi manusia rendah yang terkutuk dan tak tahu malu begitu, buat apa kau mesti bersungkan-sungkan lagi. Gunakan saja pedang ini?"* Dia khawatir Siau It-kek terlalu mementingkan soal nama dan kedudukan sehingga enggan menggunakan pedang, maka sebelum menyodorkan pedangnya dia berseru lebih dulu. mengemukakan pendapatnyaBegitu selesai berkata, pedang tersebut segera dilemparkan ke arah Siau It-kek Siapa tahu justru karena dia bertindak agak terlambat beberapa saat, kembali Siau It-kek menerima dua pukulan secara beruntun, ilmu pukulan Kim-kong-ciang rupanya berhasil menjebol pertahanan sin-kang pelindung badannya! Ketika pedang tersebut meluncur tiba, It-bun Lui segera melepaskan sebuah pukulan udara kosong ke depan. Termakan oleh tenaga dorongan tersebut, pedang itu melun- cur ke depan semakin cepat lagi dan "Craaap!"
Menancap secara telak di bahu kiri Siau It-kek.
Pada dasarnya Siau It-kek sudah tidak sanggup untuk mempertahankan diri, luka yang ditambah dengan loka membuai dia berteriak keras tahi melompat sejauh tiga kaki ke belakang.
Lompatannya itu telah mengerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya untuk menghindarkan diri dari serangan Itbun Lui berikutnya, tapi begitu sepasang kakinya menempel di atas tanah dia segera roboh di atas tanah, roboh tak sadarkan diri.
Liong Len g c u menjerit keras buru-buru lari menuju tempat di mana Siau It-khek roboh terkapar.
Itbun Lui tertawa terbahak-bahak, mendadak ia melompat ke depan dan menghadang di hadapan Liong Leng-cu, kemudian serunya sambil mengejek dingin.
"Siluman perempuan kecil; kini tulang punggungmu sudah tak mampu untuk melindungi diri, lebih baik ikutilah aku berlalu dari sini."
Liong Leng-cu sangat marah, sepasang matanya melotot dan berapi-api, bentaknya gusar.
"Bajingan cilik dari Bukit Unta Putih, aku akan beradu jiwa denganmu!""Beradu jiwa pun tak ada gunanya!"
Sahut Itbun Lui tertawa. Dengan pukulan yang sangat kuat dia memukul miring ujung pedang Liong Leng-cu yang menyerang tiba. Liong Leng cu menggigit bibirnya kencang-kencang, kemudian berpikir di hati.
"Aku harus berusaha menenangkan hati, yang penting membalaskan dendam untuk empek Siau!"
Dia pun segera mengingat kembali cara mengerahkan tenaga Siau-yap-cianghoat seperti petunj uk Siau It-kele, tiba- tiba permainan pedangnya berubah.
Cahaya pedang yang lincah, kuat dan cekatan berkelebat dan menyambar kian kemari dengan dahsyatnya.
Kini, dia telah menyalurkan pukulan Liong-heng-lak-cap-si-si dari keluarganya ke dalam permainan pedang tersebut.
Kendatipun Itbun Lui menggunakan ilmu pukulan Kim-kong- ciang tingkat kedelapannya, toh dalam keadaan demikian dia cuma sanggup untuk melindungi diri sendiri saja Jangankan ingin memukul terpental pedang di tangan lawan, bahkan ada beberapa jurus pedang yang dahsyat nyaris tak bisa dihindari.
Rasa kaget Itbun Lui sekarang tidak berada di bawah Liong Leng-cu, ia lantas berpikir.
"Heran, mengapa tenaga dalam yang dimiliki budak ini bisa jauh lebih tangguh daripada tadi? Benar-benar sangat lihay."
Dengan cepat dia mengeluarkan ilmu simpanannya untuk bertarung gerilya dengan Liong Leng-cu.
Semakin kuat musuhnya menekan dia, Liong Leng-cu semakin nekat mempertahankan diri, sambil menggigit bibirdia mengerahkan tenaganya ke ujung senjata dan menguntit terus tubuh Itbun Lui secara ketat Tampaknya dia sudah berhasil menduduki posisi di atas angin dan segera memaksa Itbun Lui mencebur ke dalam jurang.
Mendadak dia merasakan kepalanya pusing tujuh keliling seakan-akan kebanyakan minum arak, tubuhnya menjadi lemas sekali tak bertenaga, bahkan rasa kantuk membuat kelopak matanya terasa amat berat.
Rupanya meskipun dia selalu memperingatkan diri agar "menahan diri", namun dalam kenyataannya toh tak mampu untuk menahan diri.
Dia harus bernapas, oleh sebab itu dia pun mau tidak mau mengisap hawa pukulan yang dipancarkan oleh Itbun Lui.
Padahal sepasang telapak tangan Itbun Lui telah dipoles dengan obat sebangsa candu yang berkadar tinggi.
Apa mau dikata tenaga dalam yang dimiliki gadis itu pun tidak sesempurna tenaga dalam Siau It-kek, simhoat yang baru dipahami juga belum dikuasai sepenuhnya, setelah melancarkan serangkaian serangan berantai, dia telah banyak mengisap udara beracun, tak heran kalau tubuhnya menjadi tak tahan.
"Lepas pedang!"
Tiba-tiba Itbun Lui membentak.
Tubuhnya segera menerjang maju, dengan jurus Sia-kwa- tan-pian (Menggantungkan Ruyung dengan Tangan) dia membacok pergelangan tangan gadis tersebut.
Mula-mula dia menghajar miring ujung pedang tersebut dengan pukulan udara kosong lebih dulu, setelah mengetahui kalau gadis tersebut telah kehabisan tenaga, maka untukmerampas senjata lawan bagaikan membalik telapak tangan sendiri.
Siapa tahu ilmu tenaga dalam yang dilatih Liong Leng-cu amat luar biasa, betul dia sudah lemas dan kehabisan tenaga namun di saat yang amat kritis tersebut, dia masih sanggup melancarkan serangan dahsyat yang terakhir.
Langkah kakinya sudah sempoyongan seolah-olah setiap saat dapat roboh ke tanah, padahal langkah yang dipakai adalah langkah Delapan Dewa Mabuk, begitu berpindah posisi mendadak ujung pedangnya menusuk ke tubuh Itbun Lui dari suatu sudut yang sama sekali H terduga oleh siapa pun.
Sayang sekali tenaga dalamnya sudah tidak mampu untuk menembus ujung pedangnya lagi, tusukan tersebut memang berhasil mengenai sasaran, namun hanya mampu merobek sedikit kulit Imun Lui.
bahkan ujung pedangnya segera kena dipentalkan ke belakang.
Merasa tubuhnya dicederai Itbun Lui menjadi naik pitam, segera teriaknya penuh amarah.
"Budak busuk, sebetulnya aku tidak berniat untuk melukaimu, tak nyana kau malah bersikap begitu ganas kepadaku! Hmmmm, ayo cepat buang pedangmu dan menyerahkan diri, kalau tidak akan kucabut selembar nyawamu!"
Berbicara sampai di situ, dia segera bersiap sedia untuk melancarkan serangan dahsyat lagi guna merampas senjata lawan.
Dia telah bertekad di bati, sekalipun tak bisa menepati perintah gurunya untuk menangkap gadis itu hidup-hidup, dia tak ambil peduli.
Pada saat itulah mendadak terdengar suara dentingan nyaring berkumandang memecahkan keheningan, tahu-tahupedang di tangan Liong Leng-cu sudah mencelat ke tengah udara.
Padahal Itbun Lui belum sempat melancarkan serangan, sudah tentu pedang tersebut bukan mencelat oleh karena termakan tenaga pukulannya.
Sementara Itbun Lui masih termangu-mangu dan tidak habis mengerti, di tengah tanah lapang telah bertambah dengan seorang pemuda yang berwajah tampan dan gagah, kapan orang itu muncul di situ ternyata dia sama sekali tidak mengetahuinya Dari sini dapat diketahui betapa lihaynya Ilmu silat yang dimiliki pemuda tersebut, tak heran kalau hatinya menjadi terkejut sekali.
Ternyata bukan hanya Itbun Lui seorang yang terperanjat, Liong Leng-cu lebih terperanjat lagi setelah menyaksikan kemunculan si anak muda tersebut.
Kalau Itbun Lui tidak kenal siapakah orang itu, maka Liong Leng-cu mengenal baik pemuda ini.
Ternyata pemuda yang muncul secara tiba-tiba itu bukan lain adalah kakak Nyo Yan, yakni Beng Hoa Rupanya Beng Hoa telah menggunakan ilmu sentilan jarinya yang sakti untuk mementalkan pedang Liong Leng-cu, sementara gadis itu masih tertegun, sebuah totokan telah merobohkan gadis she Liong itu, sehingga tidak mampu berkutik lagi.
Setelah rasa kagetnya dapat dikuasai, Itbun Lui segera menj ura seraya berkata.
"Terima kasih banyak atas bantuanmu, bolehkah aku tahu siapa namamu?"Dia mengira Beng Hoa adalah salah seorang jago persilatan yang datang ke sana untuk membantunya Walaupun dia merasa agak heran mengapa Phang Tay-yu bisa meminta bantuan seorang jago yang berilmu silat begitu tinggi, namun setelah menyaksikan tindakan sang pemuda yang menotok jalan darah Liong Leng-cu, dia tidak menaruh curiga lagi kalau pemuda tersebut adalah seorang musuhnya.
"Siapa pula kau?"
Balik bertanya Itbun Lui menjadi tertegun, katanya setelah termangu- mangu beberapa saat.
"Bukankah Phang Tay-yu yang mengundangmu ke sini? Masa dia tidak memberitahukan kepadamu?"
"Kau maksudkan Phang Tay-yu si gembong iblis yang mempunyai sedikit nama di daerah Shia-kam? Aku pun pernah mendengar nama orang ini, hanya persoalan apa yang sedang kau katakan sama sekali tidak kupahami."
Itbun Lui semakin terkejut lagi, cepat-cepat dia berseru.
"Lantas siapakah kau? Mengapa datang kemari membantuku?"
Beng Hoa mendengus dingin.
"Siapa bilang aku datang membantumu? Aku datang karena aku mempunyai urusan, urusan tersebut sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan dirimu. Maaf aku tak punya banyak waktu untuk berbincang lagi denganmu, silakan pergi dari sini!"
Itbun Lui menjadi tersipu-sipu dan malu sekali, katanya kemudian dengan suara keras.
"Mungkin kau belum tahu siapakah diriku bukan? Aku adalah Itbun Lui dari Bukit Unta Putih, apakah aku pantas untuk berkenalan dengan saudara?"Dia mengira setelah menyebutkan nama besarnya itu pihak lawan pasti akan kaget dan segera mengubah sikapnya Siapa sangka Beng Hoa sama sekali tidak terpengaruh oleh nama besarnya itu, malah menegur lagi dengan suara dingin.
"Aku menyuruk kau pergi, sudah kau dengar belum?"
Nadanya jauh lebih dingin dan kaku dari semula Itbun Lui benar-benar gusar sekali, kalau bisa dia ingin segera turun tangan untuk membinasakan Beng Hoa Tapi berhubung kesatu, dia menyaksikan ilmu silat yang dimiliki Beng Hoa sangat lihay sehingga timbul perasaan ngeri dan segan dalam hati kecilnya Kedua setelah pertarungannya melawan Siau It-kek tadi, dia merasa kehilangan tenaga muminya dia tak berani lagi untuk bertarung sengit melawan musuh tangguh.
Maka terpaksa dia harus menahan diri untuk sementara waktu, katanya kemudian pelan.
"Baik, aku akan pergi, aku akan pergi dari sini Kau berani menghina orang-orang Bukit Unta Putih, hmm! Ingat saja jangan menyesal di kemudian hari."
Selesai mengucapkan kata-kata tersebut, dia lantas mencengkeram tubuh Liong Leng-cu yang tertotok jalan darahnya oleh Beng Hoa untuk dibawa pergi.
Sayangnya dia cepat, Beng Hoa jauh lebih cepat lagi, tahu- tahu pemuda itu sudah menghadang di hadapan Liong Leng- cu dengan ujung jari tangannya tertuju ke arah telapak tangannya.
Sebagai seorang jago sifat yang berilmu tinggi, Itbun Lui segera menyadari kalau pihak lawan hendak menggunakan ilmu menotok jalan darah tingkat tinggi untuk menghadapinya.Jalan darah Lau-kiong-hiat di atas telapak tangan orang merupakan salah satu jalan darah penting di antara tigapuluh enam buah jalan darah lainnya, andaikata jalan darah tersebut sampai tertotok secara telak, maka kendatipun tak sampai mematikan paling tidak tenaga dalam yang dimiliki seseorang akan sangat terpengaruh.
Tentu saja It bun Lui tak berani bertindak nekat di dalam posisi seperti nri, buru-buru ia menahan diri.
"Siluman perempuan kecil ini merupakan putri dari musuh besar sancu kami, aku mendapat perintah dari sancu untuk mengajaknya pulang, harap kau sudi menyerahkan dia kepadaku,"
Demikian Itbun Lui berkata kemudian dengan suara lembut Berhubung dia sudah merasa ngeri oleh ilmu silat Beng Hoa yang lihay, maka kali ini dipakainya peraturan dunia persilatan dengan mengemukakan alasannya lebih dahulu sebelum berbuat.
Sayang sekali Beng Hoa sama sekali tidak doyan dengan cara semacam ini, kembali dia membentak.
"Aku menyuruh kau menggelinding pergi seorang diri, nona Liong harus kau tinggalkan di sini karena aku hendak menahannya."
Itbun Lui benar-benar amat gusar, amarahnya yang selama ini ditahan-tahan akhirnya meledak juga, dengan geramnya ia membentak.
"Kurang ajar! Kekuatan siapakah yang kau andalkan sehingga begitu berani bermusuhan dengan orang- orang Bukit Unta Putih kami. Hm, walaupun siluman kecil itu tertotok olehmu, namun sesungguhnya dia bukan tandinganku lagi, seandainya kau tidak kemari aku juga dapat membekukbatang lehernya. Bila mau berbicara soal cengli kau tak akan bisa mengalahkan diriku!"
"Sudah, kau tak usah banyak bicara lagi,"
Tukas Beng Hoa hambar.
"Pokoknya sekarang dia sudah ku-tawan, bila kau ingin membawanya pergi, maka kau harus mengandalkan ilmu silat yang kau miliki untuk merampasnya dari tanganku."
"Sebenarnya kau siapakah?"
Bentak Itbun Lui dengan perasaan geram.
"Aku tak sudi bertarung dengan manusia yang tidak bernama!"
"Aku sama sekali bukan orang kenamaan, namun namaku sudah cukup dikenal oleh orang-orang Bukit Unta Putih kalian, Tan-khu Beng Hoa apa yang perlu ditakuti? Bukankah ucapan tersebut berasal dari Bukit Unta Putih kalian? Nah akulah Beng Hoa."
Sekarang Itbun Lui baru merasa terperanjat, buru-buru dia berseru.
"Beng tayhiap, harap kau jangan salah paham, ucapan tersebut bukan kami yang mengatakan, sudah pasti dua bersaudara Lau yang sengaja menyebarkan berita bohong ini ke dalam dunia persilatan, padahal."
Dia segera berpura-pura merangkap tangannya untuk memberi hormat, padahal secara tiba-tiba dia melepaskan sebuah serangan maut untuk menyergap Beng Hoa.
Serangan seperti ini bernama Tong-cu-pay-Koan-im (Booah Menyembah Koan-im) sesungguh nya hanya merupakan suatu gerakan pembukaan belaka, tapi berhubung tenaga yang dipancarkan melalui sepasang tangan tersebut adalah ilmu Kim-kong-ciang yang maha dahsyat maka akibatnya luar biasa sekali.
Seandainya serangan tersebut mengenai sasaran dengan telak, akibatnya bila tidak mampus tentu cedera hebat."Tak tahu malui"
Jengek Beng Hoa sambil tertawa dingin.
Dia tak sempat mengangkat tangannya untuk menyambut serangan itu lagi, maka dia lantas mengibaskan ujung bajunya dengan menggunakan ilmu Can-ih-cap-pwe-tiap yang lihay.
Sepasang tangan Itbun Lui menyambar tiba dengan kecepatan luar biasa, tapi begitu menyentuh ujung bajunya, ia merasa seakan-akan menghantam segumpal kapas, tenaganya sama sekali tak mampu dipancarkan lagi.
Mendadak saja dia merasakan timbulnya suatu kekuatan lembut yang halus memental balik, segulung tekanan yang dahsyat kontan menghantam dadanya Itbun Lui tak mampu berdiri tegak lagi, dengan sempoyongan tubuhnya mundur sejauh tiga langkah ke belakang.
Beng Hoa pun merasa agak tercengang ketika dilihatnya pihak lawan tak sampai tersungkur ke tanah, bentaknya dengan cepat.
"Kalau hanya diberi tanpa membalas, kurang sopan namanya. Nah, kau pun boleh menerima sebuah pu- kulanku!"
Telapak tangannya segera diayunkan ke depan, gerakan tersebut lembek, pelan dan sama sekali tidak menimbulkan sedikit suara pun, seakan-akan sama sekali tidak meng- gunakan tenaga Ternyata Itbun Lui cukup lihay, sekalipun dia pernah berlatih ilmu Can-ih-cap-pwee-tiap dan sebang-sanya, kepandaiannya tersebut masih bermanfaat apabila digunakan untuk menghadapi Liong Leng-cu, tapi bila dipakai untuk menghadapi Beng Hoa, sudah barang tentu kepandaian tersebut sama sekali tidak berguna lagi.Tentang hal ini rupanya dia cukup tahu diri sehingga berusaha untuk menghindarinya.
Dalam keadaan seperti ini dia pun tahu apabila serangan lawan tak disambut dengan keras lawan keras, bisa jadi pihak lawan akan meminjam tenaga untuk menghantamnya semakin parah.
Cepat dia miringkan tubuhnya ke samping, kemudian dengan sebuah serangan keras dan dahsyat dia lepaskan sebuah pukulan, di dalam serangan itu dia menggunakan tenaga Kim-kong-ciang mencapai delapan bagian.
"Blaaammm!"
Benturan nyaring yang memekakkan telinga segera berkumandang memecahkan keheningan.
Akibat bentrokan tersebut, tubuh Itbun Lui mundur sejauh tujuh langkah lebih sebelum berhasil berdiri tegak; Paras muka Beng Hoa agak berubah, sambil tertawa dingin katanya.
"Aku mengira Pek-tou Sancu jelek-jelek adalah seorang tokoh kelas satu di dalam dunia persilatan, tak tahunya anak muridnya cuma manusia kelas tiga yang sama sekali tak berguna, tak heran kalau Ci-lian-kiarnkek pun sampai kena kau pecundangi rupanya kalian hanya manusia yang suka bermain racun!"
Itbuh Lui mengira pihak lawan telah mengisap hawa beracun sehingga tenaga dalamnya mengalami kerugian, maka dia baru mengucapkan perkataan seperti itu, dalam hati kecilnya dia lantas berpikir.
"Bila kau segera menutup semua pernapasanmu mungkin keadaan masih agak mendingan, sekarang malah berani buka suara dan berbicara, hmm, tampaknya kau sudah bosan hidup."
Baru saja dia hendak melancarkan sebuah pukulan beracun lagi untuk menghabisi nyawanya, mendadak ia merasakandatangnya segulung kekuatan besar yang menekan tubuhnya, tak tahan dia lantas mundur sejauh tiga langkah dengan sempoyongan, bukan begitu saja, baru saja berhenti tegak, tubuhnya mundur lagi sejauh tiga langkah.
Rupanya di dalam serangan yang dilancarkan Beng Hoa tadi tersembunyi tiga lapis kekuatan dahsyat yang datangnya secara bergelombang, serangan yang pertama sudah tiba lebih dulu, dua gelombang terakhir datangnya secara beruntun dan agak belakangan.
Sementara itu, Ci-lian-kiamkek yang roboh tak sadarkan diri lamat-lamat mendengar ada orang sedang memanggil dirinya, pelan-pelan ia mendapatkan kembali kesadarannya lalu membuka matanya.
Taruna Pendekar Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dengan cepat dia saksikan bayangan manusia sedang saling menyambar di tengah arena, waktu itu Imun Lui sedang melangsungkan pertarungan jurus ketiganya melawan Beng Hoa.
Di dalam serangannya kali ini Itbun Lui telah mengerahkan segenap kemampuan yang dimilikinya, namun dia hanya berhasil memunahkan lima bagian tenaga serangan Beng Hoa, kemudian ia mencelat mundur sejauh satu kaki lebih.
Terasa tenggorokannya menjadi manis secara tiba-tiba dan hampir saja memuntahkandarah segar.
Namun dia tak mau muntah darah di hadapan musuhnya, dengan paksa darah yang sudah hampir muntah keluar tersebut ditelan kembali.
Saat itu Siau It-kek telah sadar kembali, sekarang dia dapat melihat jelas kalau Beng Hoa adalah seorang lelaki bukan perempuan.Sebelum kehilangan kesadarannya tadi, dia masih ingat kalau Liong Lcng-cu sedang melemparkan pedangnya ke arah dia, dalam anggapannya waktu itu Itbun Lui sedang bertarung melawan Liong Leng-cu.
Menanti1 dia melihat jelas, hatinya gembira bercampur kaget Dia gembira karena telah kedatangan seorang pemuda gagah yang dapat menandingi kelihayan Itbun Lui.
Tapi dia pun kaget karena tak tahu ke mana perginya Liong Leng-cu.
Dalam terkejut bercampur gembira, tanpa terasa ia lantas berteriak keras.
"Leng-cu, Leng-cu, Ting-ji, Ting-ji kalian kalian berada dimana?"
Sekalipun dia telah mengerahkan segenap tenaganya untuk berteriak, sayang suara yang muncul lebih lirih daripada suara nyamuk.
Tapi Beng Hoa dapat menangkap suara tersebut Ketika Siau I t-khek tidak mendengar jawaban dari Liong Leng-cu mendadak dia merasakan lengan kirinya sakit sekali, pelan-pelan ia menggeserkan tubuhnya dan meraba dengan tangan kanannya, dengan cepat dia baru menemukan kalau pedangnya masih menancap di atas bahunya.
"Mungkinkah Leng-cu dan Ting-ji telah mendapat celaka? Aaai, sejak kini, mungkin aku pun akan berubah menjadi seorang manusia cacat, entah pemuda tersebut sanggup melawan Itbun Lui atau tidak?"
Sedih, heran, kaget dan cemas yang muncul berbarengan membuat orang tua ini kembali jatuh tak sadarkan diri.Dalam pada itu, Beng Hoa telah berpikir di dalam hati.
"Yang penting sekarang adalah menolong Siau It-kek lebih dulu, aku tak boleh bermain terlalu lama dengan bangsat itu."
Dengan cepat dia mematahkan sebuah ranting i kemudian bentaknya keras-keras.
"Bukankah kalian mengatakan Tan-khu Beng Hoa apa yang perlu ditakuti? Baik, aku akan menyuruhmu menyaksikan bagaimana hebatnya jurus pe- dangku irrT;* Ranting pohon itu segera digetarkan hingga berbunyi gemerincing nyaring. Belum sempat Itbun Lui melancarkan serangannya, Beng Hoa telah menarik kembali ranting pohon itu dan berkata sambil tertawa dingin.
"Sekarang boleh kau periksa sendiri!"
Dengan cepat Itbun Lui menundukkan kepalanya untuk memeriksa, dia segera menyaksikan di atas pakaian bagian dadanya telah bermunculan dua baris lubang kecil yang berjumlah persis delapan belas buah.
Tak usah Beng Hoa memberitahukan kepadanya, dia sudah tahu kalau jurus pedang yang dipergunakan Beng Hoa barusan tak lain adalah Oh-ka-cap-pwe-pa dari Khong-tong- kiam-hoat.
Jurus tersebut sudah lama ia dengar kehebatannya, namun sama sekali tidak disangka olehnya kalau kehebatannya sudah mencapai tingkatan seperti Ini, kontan saja dia menjadi ketakutan setengah mati serasa sukmanya melayang mening- galkan raganya Dengan cepat Beng Hoa membentak lagi.
"Memandang kemampuanmu yang sanggup menerima tiga jurus setanganku, hari ini kuampuni selembar nyawamu. Ayo cepat menggelinding pergi dari hadapanku!"Bagaikan memperoleh pengampunan, tanpa banyak bicara lagi Itbun Lui segera membalikkan tubuhnya dan mengambil langkah seribu. Sepeninggal orang itu, Beng Hoa baru berjalan ke samping Siau lt-kek serta mencabut keluar pedang yang menancap di bahu kiri, ketika diperiksa lebih seksama dia menemukan kalau luka tersebut tak sampai melukai otot dan tulang. Dari dalam saku dia keluarkan obat luar dan dibubuhkan di atas luka tersebut dan membalurnya Walaupun luka luar yang diderita Siau It-kek ringan, luka dalam yang dideritanya justru amat parah. Pukulan dahsyat Kim-kong-ciang dari Itbun Lui telah merusak sisa hawa khikang pelindung badannya dan melukai isi perutnya. Apabila ingin menolong selembar jiwanya, tiada jalan lain, kecuali menggunakan hawa mumi untuk memunahkan dulu gumpalan darah yang membeku dalam tubuh orang tua ini. Menyaksikan keadaan itu, Beng Hoa segera berpikir.
"Menurut suhu, dahulu meski Siau It-kek berada di antara manusia lurus dan manusia sesat, bagaimanapun jua dia lebih banyak melakukan perbuatan baik daripada perbuatan jahat. Lagi pula selama belasan tahun ini dia hanya berdiam diri di atas bukit Ci-lian-san tanpa pernah melakukan perbuatan jahat lagi. Bila aku hendak membawa pergi Liong Leng-cu darinya maka luka yang dideritanya itu harus pula kusembuhkan lebih dahulu."
Maka dia tak segan-segan mengorbankan hawa muminya untuk menguruti seluruh jalan darah penting di tubuh Siau It- khek serta menghilangkan gumpalan darah dalam tubuhnyaDasar tenaga dalam yang dimiliki Siau It-kek memang sempurna, begitu gumpalan darah dalam tubuhnya telah menghilang, lambat laun hawa murninya pun dapat dihimpun kembali.
lak selang berapa saat kemudian, bukan saja ia telah sadar kembali, bahkan tenaga dalamnya telah pulih kembali dua tiga bagian.
Begitu sadar, ia segera berteriak keras.
"Leng-cu!"
Beng Hoa tahu kalau keadaan orang tua itu sudah selamat dan tidak berbahaya lagi, maka dia berlalu dari situ untuk membebaskan jalan darah Liong Leng-cu.
Dengan gemas Liong Leng-cu melotot sekejap ke arah Beng Hoa kemudian tak sempat menggubris Beng Hoa lagi, dia menyahut dulu panggilan dari Siau It-kek tadi.
"Teng-ji telah tidur nyenyak, dia tidak mengapa, empek Siau legakan saja hatimu."
Siau It-kek merangkak bangun dengan pelan kemudian menegar.
"Bagaimana dengan kau sendiri?"
Liong Leng-cu memang tidak tahu apa yang hendak dilakukan Beng Hoa terhadap dirinya, maka setelah agak ragu sejenak, sahutnya "Aku sendiri pun tidak mengapa."
Siau It-kek menjadi kegirangan setengah mati, seronya kemudian dengan gembira.
"Untung ada pendekar muda ini yang datang menolong, sekarang kau harus mewa-kiliku untuk menyatakan terima kasih kepadanya"
"lak usah berterima kasih lagi,"
Tukas Beng Hoa cepat "Nona Liong, aku pun tak ingin menyusahkan dirimu, aku harap kau suka mengikuti aku pergi dari sini!"Siau It-kek menjadi tertegun sesudah mendengar ucapan tersebut, buru-buru serunya.
"Siapa kau? Apa sebab kau hendak mengajak pergi nona Liong?"
"Empek Siau, dia datang untuk menangkap diriku,"
Teriak Liong Leng-cu cepat "Dia bukan bermaksud baik menolong kita berdua!"
Padahal meski ucapan yang pertama memang benar, namun ucapan yang terakhir justru telah membuat penasaran Beng Hoa Dengan tak segan untuk mengorbankan tenaga dalamnya guna menyelamatkan Siau It-kek, bagaimana mungkin bisa dikatakan tidak bermaksud baik? Dengan cepat Beng Hoa berkata "Aku adalah murid tercatat dari Thian-san-pay, Beng Hoa.
Nona Liong mempunyai sedikit perselisihan dengan Thian-san-pay kami, sedang kami pun ingin mencari tahu jejak seseorang dari mulurnya, Siau locianpwcc harap kau sudi memaafkan, terpaksa aku harus membawa pergi nona Liong dari sisimu."
Siau It-kek membungkam, sementara hawa muminya disalurkan keluar secara diam-diam, dia bertiarap tenaga dalamnya bisa segera dipulihkan kembali, satu bagian bisa dipulihkan berarti satu bagian lebih menguntungkan dirinya.
Mendadak Liong Leng-cu seperti menyadari akan sesuatu, dengan cepat dia berpikir.
"Aku benar-benar sangat bodoh, sekarang em-pek Siau sedang menderita luka dalam yang amat parah, bagaimana mungkin dia bisa membantuku lagi?"
Berpikir demikian, dia lantas menghela napas panjang, katanya kemudian.
"Beng Hoa, aku tak mampu mengunggulidirimu, apa boleh buat terpaksa aku harus pergi mengikuti dirimu!"
Begitu selesai berkata, mendadak tampak cahaya pedang berkilauan, dengan suatu gerakan secepat kilat dia telah mencabut keluar pedangnya, kemudian dengan sekali menyambar, ujung pedang tersebut ditujukan ke tenggorokan Beng Hoa.
Mimpi pun Beng Hoa tidak menyangka datangnya serangan tersebut, hampir saja dia kena tertusuk.
Dalam keadaan yang amat gawat, cepat dia menggunakan ilmu Jembatan Gantung untuk melepaskan diri dari ancaman bahaya, kemudian dengan pinggang menempel tanah dia mengegos ke samping.
Pedang si nona segera menyambar lewat persis di atas kepalanya.
Dengan cekatan Beng Hoa melejit bangun dan"Criiing!"
Dia sudah menyentil pergi pedang Liong Leng-cu tersebut, serunya kemudian dengan gusar.
"Tidak heran kalau orang lain memanggilmu siluman perempuan kecil! Tampaknya kau memang kelewat binal!"
"Betul, aku memang siluman perempuan kecil,"
Seru Liong Leng-cu dengan geram.
"tapi aku toh tidak pernah mengusik dirimu, siapa suruh kau datang mengusik diriku?"
Pedangnya kembali diputar secepat sambaran petir dan melancarkan serangan dengan menggunakan jurus-jurus pedang keluarganya, walaupun dia tahu bukan tandingan Beng Hoa paling tidak dia harus melawannya mati-matian.
Beng Hoa sendiri pun segera berpikir.
"Walaupun kau tidak mengusikku namun sayang kau justru telah mengusik adik Yan-ku."Menghadapi serangan pedang yang begitu sempurna, dia pun merasa agak tercengang. Maka dia lantas mengumpulkan segenap pikiran dan perhatiannya untuk menghadapi serangan si nona, namun baru belasan gebrakan dia sudah dapat meraba permainan pedang lawan, mendadak bentaknya keras.
"Lepas pedang!"
Kelima jari tangannya menyambar ke depan dengan cepat, sekalipun jurus yang digunakan hanya berupa ilmu Ki-na-jiu- hoat yang biasa dan sederhana namun karena gerakannya cepat dan sasarannya tepat, maka dengan mudah sekali dia berhasil merampas pedang itu.
Dengan menyodorkan gagang pedang itu ke Liong Leng-cu, Beng Hoa berkata dengan dingin.
"Aku tidak khawatir kalau kau akan bermain gila di hadapanku, ayo ikuti saja diriku!"
Sementara itu Liong Leng-cu masih merasakan pergelangan tangannya panas dan kaku, separuh badannya menjadi linu dan kesemutan, terpaksa dia harus menerima kembali pedangnya, sementara tenaganya boleh dibilang sudah tak mampu dikerahkan lagi.
Pada saat itulah mendadak Beng Hoa merasakan datangnya desingan angin tajam yang menyambar dari belakang tubuhnya, sebelum dia sempat berpaling, punggungnya sudah kena dihantam orang keras-keras.
Orang yang melancarkan sergapan itu tak lain adalah Siau It-kek yang belum lama berselang masih tergeletak lemas di atas tanah.
Rupanya setelah memperoleh bantuan Beng Hoa yang mengurut jalan darahnya sehingga gumpalan darah di dalam tubuhnya lenyap dia berhasil memulihkan kembali tenaga dalamnya sebesar dua bagian.Melihat Liong Leng-cu hendak dibawa pergi, tiba-tiba saja dia melompat bangun dan melancarkan serangan dahsyat.
Mimpi pun Beng Hoa tidak menyangka kalau jago pedang yang termashur.ini akan membalas air susu dengan air tuba, dia tak mengira sehingga terkena pukulannya.
Untung saja Beng Hoa memiliki ilmu Can-ih-cap-pwee-tiap yang lihay, sedangkan tenaga sebesar dua bagian dari Siau It- kek juga tak mampu melukai dirinya.
Bukan saja tak berhasil melukainya, bahkan dengan serangannya itu bukan saja tak bisa melukai orang justru dirinya sendiri yang rugi.
Asalkan Beng Hoa mengerahkan tenaga sakti pelindung badannya, ditambah lagi dengan kekuatan yang terpancar keluar dari tubuh anak muda tersebut, sudah dapat dipastikan serangan tersebut akan terpental balik secara keseluruhan.
Waktu itu, sekalipun dia tak akan sampai tewas, paling tidak juga akan dibikin setengah mampus.
Tapi Beng Hoa yang memperoleh sergapan dengan cepat sudah menduga siapakah yang melancarkan sergapan tersebut, dengan cepat dia berpikir.
"Dengan mempertaruhkan nyawa dia hendak menolong putri sahabat karibnya, tindakan semacam ini cukup mengharukan hati orang. Apalagi aku baru saja menyelamatkan jiwanya, masa aku harus melukainya lagi sekarang."
Oleh sebab itu dia tidak mengerahkan tenaga untuk melancarkan serangan balasan, sebaliknya malah menerima pukulan tersebut dengan begitu saja.Walaupun pukulan ini tidak sampai melukai pemuda tersebut, namun tenaga dalam Beng Hoa pun menjadi berkurang setengah akibat pukulan tersebut Tiba-tiba terdengar Siau It-kek berkata dengan sedih.
"Beng siau-hiap kau telah menyelamatkan jiwaku, tidak seharusnya aku membalas air susu dengan air tuba, namun nona ini merupakan satu-satunya keturunan dari sahabat karibku. Dia datang kemari untuk mohon perlindunganku, oleh sebab itu kendatipun harus mengorbankan selembar nyawaku, aku tak akan membiarkan kau merebutnya. Aku sudah melakukan perbuatan salah kepadamu, asal kau bersedia, aku pun bersedia untuk bunuh diri guna menyatakan rasa terima kasihku kepadamu."
"Siau tayhiap, maaf kalau aku tak dapat memenuhi harapanmu itu. Tapi kau tak usah khawatir aku tak akan mencelakai jiwa nona Liong, aku ingin mencari seseorang dari dirinya, bila orang tersebut bisa kutemukan sudah pasti aku akan melepaskannya kembali."
"Bila kau tak berhasil menemukan jejaknya?"
"Aku berjanji dalam tiga tahun ini akan melepaskannya, selewatnya tiga tahun, bila orang itu pun belum ditemukan, pasti aku akan melepaskannya kembali kemari."
Dia mengira ucapan tersebut sudah cukup bijaksana dan tidak terlalu memojokkan orang, siapa tahu Siau It-kek amat keras kepala, kembali dia berkata.
"Aku telah mendapat pesan dari sahabat karibku untuk menganggapnya seperti putri kan- dungku sendiri. Bagaimanapun juga, aku tak dapat membiarkan dia menderita siksaan dan derita selama tiga tahun di tangan kalian. Bila kau ingin membawanya pergi lebih baik bunuhlah aku lebih dahului"Selesai berkata, dia lantas menerjang kembali ke arah Beng Hoa. Dengan perasaan apa boleh buat terpaksa Beng Hoa harus bertarung dengannya, selama pertarungan berlangsung dia bersikap sangat berhati-hati, karena dia tidak ingin melukai kakek ini. Tigapuluh gebrakan kemudian, dia harus menerima sebuah pukulan lebih dulu sebelum berhasil menotok jalan darahnya. Beng Hoa segera meletakkan sebutir pil ke dalam telapak tangannya, kemudian berkata.
"Siau lo- cianpwee, harap kau suka memaafkan diriku. Pil ini adalah Siau-huan-wan pemberian hongtiang kuil Siau-lim-si kepada boanpwe, anggap saja sebagai penebus dosa boanpwe kepada cianpwe. Tiga jam kemudian jalan darah tersebut akan bebas dengan sendirinya, harap pil itu segera kau telan. Dengan dasar tenaga dalam cianpwe yang begitu sempurna ditambah pula dengan bantuan obat siau-huan-wan ini, aku percaya luka dalammu itu akan segera pulih kembali seperti sediakala."
Selesai berkata, dia lantas berpaling dan katanya kepada Liong Leng-cu.
"Nona Liong, waktu sudah siang, harap kau segera mengikuti aku untuk pergi dari sini.". ? "Aku sudah menjadi tawananmu sekarang,"
Kata Liong Leng-cu dengan kening berkerut.
"seharusnya aku menuruti perintahmu itu, sayang sekali aku sudah tak mampu berjalan lagi."
Menyaksikan paras muka gadis itu pucat pias, Beng Hoa menjadi amat terperanjat, segera pikirnya.
"Jangan-jangan tanpa sengaja aku telah melukainya?"Sewaktu merebut pedang dari tangan Liong Leng-cu tadi, dia memang sudah menggunakan ilmu Hun-cian-cok-kut yang lihay. Tapi dia pun telah memperhitungkan kekuatan yang dimiliki Liong Leng-cu tadi kekuatan yang telah dipergunakan olehnya digunakan secara amat tepat. Dia percaya kekuatan tersebut hanya bisa membuatnya tak bisa menggunakan ilmu silatnya lagi, tapi tidak sampai melukai tubuhnya. Dengan tanpa luka di badan, apalagi kondisi tubuhnya jauh lebih baik daripada kebanyakan orang, itu berarti tak mungkin kalau dia sampai tak mampu untuk berjalan sendiri.
"Jangan-jangan perhitunganku tidak benar dan tenaga dalam yang dimiliki siluman perempuan kecil ini tidak lebih tinggi seperti apa yang kuduga semula?"
Berpikir sampai di situ, terpaksa Beng Hoa berkata.
"Baik, kalau begitu akan kucoba untuk memeriksa keadaanmu."
Dia segera berjalan mendekati Liong Leng-cu sementara dalam hati kecilnya sedang berpilar bagaimana caranya untuk dapat mengendorkan ketegangan ototnya tanpa menyentuh tubuhnya.
Belum sampai dia berhasil menemukan sesuatu cara, mendadak tampak cahaya tajam yang menyilaukan mata berkelebatan memenuhi angkasa.
"Sreeetl"
Sebuah tas ukan pey dang telah dilancarkan lagi otoa Liong Leng-cu ke arah tenggorokannya Tusukan tersebut cepat dilancarkan dengan kecepatan seperti sambaran petir, padahal Beng Hoa justru berdiri tepat di hadapannya, dalam keadaan begini sekalipun ilmu silat yangdi milikinya amat lihay, rasanya sulit untuk menghindarkan diri.
"Kraaak!"
Pedang tersebut tidak menancap di tenggorokan Beng Hoa, melainkan menancap dalam mulut si anak muda itu.
Rupanya di saat yang kritis, mendadak Beng Hoa menemukan akal bagus untuk mengatasi marabahaya yang sedang mengancam keselamatan jiwanya itu.
Dengan gerakan Hong-tiam-tau (Burung Hong Mengangguk) dia menggigit ujung pedang tersebut, menyusul kemudian ia totok jalan darah kaku di tubuh gadis tersebut.
Kali ini, walaupun Beng Hoa berhasil merampas pedangnya dan beruntung tak sampai terluka, toh peluh dingin bercucuran saking terperanjatnya.
Sambil menggelengkan kepalanya berulang kali, Beng Hoa berkata.
"Kau memang benar-benar siluman perempuan kecil yang tidak tahu diri, aku kehabisan daya menghadapi manusia seperti kau! Ya, sebenarnya aku tak ingin menyusahkan dirimu, apa mau dikata kau tetap membandel, terpaksa aku harus menggunakan kekerasan. Nah, jawablah pertanyaanku yang terakhir kali ini, sesungguhnya kau bersedia untuk mengikuti aku atau tidak?"
Sambil berkata kembali dia membebaskan totokan jalan darahnya. Liong Leng-cu mengira Beng Hoa hendak menyeretnya secara paksa untuk menuruni bukit tersebut, segera teriaknya.
"Beng Hoa, kau tak tahumalu!"
"Kenapa aku tak tahu malu?"
Sahut Beng Hoa agak tertegun.Liong Leng-cu sengaja mengucurkan air matanya, lalu sambil berpura-pura menangis serunya.
"Aku tak akan pergi mengikuti dirimu. Kau adalah seorang pendekar yang bernama besar, masa seorang pendekar menganiaya seorang anak perempuan, apakah perbuatanmu itu tidak tahu malu?"
Mendengar perkataan tersebut, Beng Hoa segera tertawa terbahak-bahak.
"Haah haah haah bila kau tak mau pergi, tak usah menyentuh tubuhmu, aku tetap masih bisa menyeretmu turun dari bukit ini."
Dia mengeluarkan seutas tali dan diikatkan pada pergelangan tangan Liong Leng-cu, kemudian dengan memegang ujung tali tersebut, diseretnya si gadis meninggalkan tempat itu.
Liong Leng-cu memang tidak berkekuatan lagi untuk memberikan perlawanan, sekalipun dia tak ingin pergi dari situ, namun keadaan tidak mengijinkan dia untuk banyak bertingkah.
Walaupun begitu, Liong Leng-cu merasa hatinya panas sekali, kembali dia berseru dengan gusar.
"Hei, hei kau telah menganggap diriku sebagai apa? Kau anggap aku sebagai binatang ataukah sebagai budak belian? Bila kau menyeretku dengan cara begini dan orang lain melihat keadaan tersebut, apakah kau tidak takut ditertawakan orang karena menganiaya seorang gadis kecil?"
"Siapa suruh kau menolak arak kehormatan dan memilih arak hukuman?"
Walaupun ia berkata demikian, namun toh timbul juga satu ingatan di dalam benaknya, segera pikirnya.
"Lebih baik aku menyeretnya menuruni bukit ini, coba dilihat siapa yang lebih dulu tak tahan. Seandainya dia masih ngotot tak mau me-nuruti perkataanku, apa boleh buat, terpaksa aku harus menyeretnya terus."
Mencoba Jurus Baru Nyo Yan yang berada di bukit seberang hanya sempat menyaksikan pertarungan antara Siau It-kek melawan Itbun Lui, sebelum menang kalah ditentukan ia sudah meninggalkan tempat tersebut Dengan demikian, dia pun tidak mengetahui kejadian apakah yang kemudian berlangsung di sana.
Baru saja dia menuruni; bukit tersebut dan belum sempat mendaki bukit seberang mendadak terdengar olehnya suara ramai berkumandang, kemudian tampak olehnya ada dua tigapuluhan manusia yang sedang berlarian mendekat.
Di dalam rombongan tersebut terdapat Im-riong-siang-sat, terdapat pula komplotan Phang Tayya, bahkan terdapat pula Li Wu-si dan Lok Kan-tang..
Orang yang berjalan paling depan adalah seorang kakek yang bertubuh tinggi kekar, kakek itu belum pernah ditemui sebelumnya.
Lotoa dari Jm-ti ong-sjang-sat Bc Bong berjalan dengan bantuan tongkat, sedang sang loji Thian Keng menggandeng dari sampingnya.
Nyo Yan segera menampakkan diri sambil membentak.
"Be lotoa, sudah cukup belum pil dewa yang kau makan?"
Be Bong amat membencinya* namun juga amat takut kepadanya.
Dia datang ke situ karena dipaksa oleh kakek tinggi besar itu untuk menunjukkan jalan.Maka menyaksikan kemunculan Nyo Yan di situ, dia menjadi keta-kutan setengah mati, tiba-tiba ia menjerit keras dan terjatuh ke atas tanah.
Taruna Pendekar Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dengan penuh amarah, si kakek itu segera membentak.
"Selama ada aku di sini, apa yang mesti kau takuti? Cepat katakan betulkah bocah keparat itu.?"
Buru-buru Thian Keng memayang bangun Be Bong dari atas tanah.
"Benar benar."
Sahut Be Bong agak gemetar.
"memang bocah keparat itu yang menangkap putramu!"
Ternyata kakek bertubuh kekar ini adalah ayah dari sam- sauya keluarga Bok, Bong-lay-kiamkek (Jago Pedang dari Bong-lay) Bok Yang-po adanya.
Puteranya telah dipancing oleh Im-tiong-siang-sat sehingga diam-diam minggat dari rumah dan datang ke kota Tio-gi.
Hanya di dalam dua hari saja Bok Yang-po yang mempunyai hubungan amat luas, segera mendapat tahu jejak putranya itu, meski dia belum tahu duduk persoalan yang sebenarnya, namun dia sudah tahu kalau Im-tiong-siang-sat yang membawa putranya keluar rumah.
Setibanya di kota Tio-gi dia segera bergabung dengan komplotan Phang Tay-yu untuk naik gunung.
Di atas bukit, mereka berhasil menemukan Phang Tay-yu yang sudah dipunahkan ilmu si latnya oleh Nyo Yan, juga menemukan Be Bong yang sudah setengah sekarat.
Seperti diketahui, Be Bong telah dicekoki Nyo Yan dengan sejumlah besar pil dewa, karena pengaruh racun tersebut, dia berguling kian kemari sehingga sekujur tubuhnya penuh dengan luka.Menanti daya kerja obat itu sudah lewat, dia pun berbaring di balik semak belukar dalam keadaan setengah sekarat.
Untung saja jejaknya segera ditemukan sehingga selembar jiwanya berhasil diselamatkan dari pintu neraka.
Bok Yang-po segera menitahkan para sahabat Phang Tay- yu untuk menggotong Phang Tay-yu turun ke Tio-gi guna mendapat perawatan, namun memaksa Be Bong untuk mengikuti mereka naik ke gunung.
Ketika Bok Yang-po mendengar putranya telah terjatuh ke tangan Nyo Yan, dia telah bersiap sedia untuk turun tangan.
Mendadak terdengar suara Li Wu-si berkumandang datang,"
Nyo Yan si bocah keparat itu merupakan murid murtad dari Thian-san-pay kami, harap kalian minggir, aku hendak membersihkan perguruan dari manusia durhaka itu!"
Begitu1 ucapan selesai diutarakan, orangnya juga muncul di depan mata.
Seperti diketahui, kawanan manusia yang berkomplot dengan Phang Tay-yu itu sesungguhnya hanya mengandalkan nama besar Bok Yang-po saja, mereka segera meluruk maju ke depan bersama-sama dan mencaci-maki kalang kabut.
"Bocah keparat, berani benar kau membual! Phang toako kami menjadi cacat, hmmm kau harus dihancur lumatkan menjadi abu untuk membalaskan sakit hati Phang toako."
Nyo Yan segera tertawa dingin.
"Hmm di antara kalian tentunya masih terdapat beberapa orang yang punya nama dan kedudukan bukan? Nah, sebenarnya kalian mau bertarung secara keroyokan atau bertarung secara bergilir? Katakan saja terus terang, aku si bocah keparat akan melayani keinginanmu itu."Sementara itu gerombolan Phang Tay-yu masih saja mencaci maki "bocah keparat".
"keparat busuk"
Dan lain sebagainya. Lama-kelamaan Nyo Yan merasa tak tahan juga mendengar kata-kata umpatan tersebut, mendadak bentaknya keras- keras.
"Jelek-jelek Li Wu-si masih susiok-ku, kalau dia yang mengumpatku masih mendingan, sedang kalian ini manusia macam apa? Memangnya kalian juga pantas untuk mengumpatku?"
Dia meremas hancur sebutir batu kemudian disambitkan ke depan, seketika itu juga ada empat lima orang yang terkena sambaran batu itu hingga giginya rontok, otomatis umpatan- umpatan itu pun terhenti dengan sendirinya.
Li Wu-si yang mendengar ucapan itu menjadi naik pitam, bentaknya dengan gusar.
"Kau tak usah menganggapku sebagai susiok-mu, kalau punya kepandaian, ayolah bunuh diriku Bok Yang-po juga gusar sekali berbareng dengan bentakan dari Li Wu-si, dia pun membentak nyaring "Kalian semua sini, tak usah membuat malu diriku saja. Hmmm! Aku tidak membutuhkan bantuan kalian."
Sesungguhnya dia sedang marah kepada gerombolan Phang Tay-yu, tapi dia lupa kalau dalam ucapan tersebut termasuk juga Li Wu-si. Maka setelah merasa ada ketidakberesan dalam ucapan tersebut, baru Bok Yang-po berkata lagi.
"Li tayhiap, harap kau sudi memberi muka kepadaku, bajingan cilik ini mempunyai dendam kesumat denganku, berilah kesempatan kepadaku untuk membuat perhitungan lebih dulu dengannya!"Dengan ucapan itu, sama artinya kalau dia minta maaf pada Li Wu-si Namun hati Li Wu-si sudah terlanjur menjadi gusar, ia segera menjawab dingin.
"Bok locianpwe. kepandaianmu sepuluh kali lipat lebih unggul dari ku. Aku orang she Li cukup tahu diri, tentu saja kau harus maju lebih dulu. Cuma andai kata kau gagal untuk membekuk bocah keparat itu, 1 hari lagi jangan minta orang pada kami lagi."
Bok Yang-po menganggap Li Wu-si tidak memandang sebelah mata kepadanya, ia segera mendengus dingin dan maju kedepan dengan langkah lebar.
"Cepat serahkan putraku, kalau tidak, aku akan bertarung mati-matian dengan kau si bangsat cilik!"
Bentak Bok Yang- poo sambil mencabut pedangnya.
"Tua bangka, dengarkan baik-baik!"
Seru Nyo Yan dingin.
Sesudah mengucapkan perkataan itu, dia sengaja berhenti berbicara sambil berlagak seolah-olah memperhatikan sikap lawan apakah lawan telah siap mendengarkan perkataannya atau tidak; dari sikap tersebut tampaknya bila lawan belum siap maka dia pun tidak akan melanjutkan perkataannya.
Bok Yang-po adalah seorang pemimpin dunia persilatan yang termashur namanya, terutama sekali untuk wilayah sebelah utara sungai besar, di mana dia muncul, setiap orang selalu menghormatinya Sudah barang tentu belum pernah ia berjumpa dengan seorang manusia yang tak kenal sungkan macam Nyo Yan sekarang, kontan paras mukanya berubah karena gusar.
"Kurang ajar,"
Teriaknya "bocah keparat kau berani memaki diriku?"Nyo Yan tertawa.
"Kalau sudah diberi harus pula membalas begitu kata orang,"
Ujarnya.
"Oleh karena kau menghadiahkan kata bajingan cilik kepadaku, mengapa pula aku tak boleh memanggilmu dengan sebutan si tua bangka? Sekarang kau mohon kepadaku untuk menemukan kembali putramu, kalau memang ingin tahu, pasang telingamu baik-baik dan dengarkan petunjukku ini!"
Walaupun Bok Yang-po tidak percaya kalau pemuda tersebut akan bicara sesungguhnya, namun bagaimanapun jua dia ingin mengetahui kabar berita putranya, terpaksa dia harus menahan diri dan tak berani menukas omongan Nyo Yan lagi.
Dari atas tanah Nyo Yan mengambil sebutir batu lalu disambi tkan-nya batu tersebut ke udara.
"Putra kesayanganmu sedang berada di bawah Tebing Elang di bukit sebelah depan sana,"
Katanya kemudian.
"sayang sekali aku tak ada waktu untuk menemanimu, lebih baik kau pergi mencari sendiri!"
"Mengapa kau tinggalkan putraku di atas tebing yang sepi itu?"
Seru Bok Yang-po dengan marah. Nyo Yan segera tertawa.
"Oleh sebab putramu tidak bersemangat, tak punya jiwa seorang lelaki, dan kebetulan sekali aku gemar membantu orang lain, maka aku telah membantumu memberi pelajaran kepadanya. Aku hanya berbuat kebaikan untuknya, bukan kejelekan, asal kau telah menemukan jejaknya, sudah pasti kau paham keadaan yang sesungguhnya!"
Beberapa orang yang berdiri di samping Bok Yang-po segera berteriak keras sesudah mendengar perkataan itu.
"Boktayhiap, jangan mau tertipu, dia sedang menggunakan siasat Memancing Harimau Turun Gunung!"
Sentilan batu yang dilakukan oleh Nyo Yan tadi pada mulanya tidak begitu menarik perhatian orang, batu tersebut makin lama meluncur semakin tinggi, ketika batu itu sudah hampir tidak tampak, hal ini barulah menarik perhatian orang banyak.
Pada saat itulah batu tersebut sedang meluncur turun dari ketinggian, mendadak Nyo Yan menyentil-kan sebutir batu lagi dengan kecepatan yang lebih hebat "Traakkk!"
Begitu kedua butir baru tersebut saling membentur satu sama lainnya, diiringi bunyi keras, hancurlah kedua butir batu tersebut menjadi bubuk.
"Setiap kali aku sedang berbicara, aku paling benci orang lain turut menimbrung. Jika kalian memang ingin berkelahi, silakan maju!"
Katanya kemudian.
Para pengikut dari keluarga Bok itu seketika membungkam dan tidak berani berbicara lagi.
Walaupun Bok Yang-po merupakan jago lihay yang tinggi hati, tak urung terkesiap juga hatinya menyaksikan demonstrasi ilmu sentilan jari dari si anak muda itu.
Namun kesombongan Nyo Yan telah membangkitkan hawa amarahnya.
Pada hakikatnya dia tidak percaya dengan perkataan Nyo Yan itu, tanpa diperingatkan orang lain pun dia sudah curiga kalau perkataan tersebut merupakan siasat Memancing Harimau Turun Gunung.Maka dengan suara yang dalam dan berat, dia berseru.
"Aku tidak punya waktu untuk mendengarkan obrolanmu lagi, lihat pedang!"
Cahaya pedang berkelebat lewat, dia lantas menusuk ke ulu hati si anak muda itu.
"Aduuuh mak cepatnya"
Teriak Nyo Yan.
Tanpa menggeser kaki dari permukaan tanah, tahu-tahu tubuhnya sudah mengegos sejauh satu kaki lebih dari posisi semula.
Dengan gerakan itu, ternyata jurus serangan Bok Yang-po yang amat cepat dapat dihindari olehnya, selisih waktunya hanya sedikit bahkan Nyo Yan sempat merasakan hawa dingin yang memancar keluar dari ujung pedang lawan.
Bagaikan bayangan setan Bok Yang-po mengejar ke depan; serangan kedua, serangan ketiga dilancarkan secara berantai dan sambung menyambung satu dan lainnya.
Untuk menahan kedua serangan tersebut, Nyo Yan harus mundur lagi sejauh dua langkah.
Mendadak dia merasakan dari empat arah delapan penjuru bermunculan bayangan tubuh dari Bok Yang Po, cahaya pedang berkelebat kian kemari membuat pandangan mata silau.
Walaupun di bukit tersebut hanya ada dua orang yang sedang bertarung namun mendatangkan kesan seolah-olah beribu prajurit yang sedang terlibat dalam suatu pertempuran massal.
Kedua belah pihak sama-sama melancarkan serangan dengan kecepatan luar biasa, senjata mereka pun tak pernah saling membentur satu sama lainnya, seakan-akan keduabelah pihak sama-ama mengetahui akan kelihayan lawannya, karena itu begitu jurus serangan musuh berubah, serangan sendiri pun turut berubah.
Kini kedua belah pihak sama-sama melancarkan serangan dengan jurus yang paling tangguh dengan harapan bisa membekuk lawannya secepat mungkin.
Kendatipun keadaan seimbang, namun dalam pandangan para penonton, Bok Yang-po berhasil menduduki posisi di atas angin dan pasti dapat memenangi pertarungan ini.
Buktinya dari tigabelas jurus serangan yang dilancarkan Bok Yang-po, Nyo Yan telah mundur sejauh tigabelas langkah.
Semua serangannya dilancarkan secepat sambaran petir dan bertahan bagaikan benteng yang terbuat dari baja Tapi keadaan ini hanya pandangan mereka yang berilmu dangkal, berbeda sekali dengan yang berilmu agak tinggi, dengan cepat orang-orang itu berhasil menyaksikan kehebatan lain di balik pertarungan itu.
Dengan suara lirih Li Wu-si berbisik kepada Lok Kan-tang.
"Coba kau perhatikan ilmu pedang Bok locianpwe dengan lebih seksama, benar-benar sukar diraba sebentar di belakang sebentar di kiri sebentar di kanan, bila berbicara tentang kecepatan gerak ilmu pedang ini, ilmu pedang Tui-hong-kiam- hoat kita masih belum sanggup untuk memadainya!"
"Bagaimana seandainya bocah keparat itu sampai kalah di tangan Bok Yang-po?"
Tanya Lok Kan-tang dengan perasaan agak cemas.
"Sssttt!"
Tiba-tiba Li Wu-si mendesis dengan kening berkerut kencang.
"Susiok, menurut pendapat-mu""Tidak kusangka ilmu silat yang dimiliki bocah keparat ini telah mengalami kemajuan yang begini pesat,"
Tukas Li Wu-si lirih.
"menurut pendapatku, belum tentu Bok Yang-po bisa mengungguli dirinya!"
Belum habis dia berkata, mendadak permainan ilmu pedang Nyo Ban telah berubah. Waktu itu Nyo Yan ingin cepat-cepat naik ke bukit seberang untuk bertemu dengan Liong Leng-cu, dalam hati kecilnya dia lantas berpikir.
"Ilmu pedang Si-im- kiam-hoat tua bangka ini memang bukan nama kosong belaka, aku tak boleh bertarung kelewat lama dengannya bagaimanapun jua pertarungan ini harus diakhiri secepatnya"
Karena berpendapat demikian, permainan pedangnya segera berubah, secara beruntun ia membentuk tujuh delapan buah lingkaran cahaya di tengah udara, lingkaran cahaya pedang itu ada yang lurus ada yang miring, ada yang besar ada yang kecil, di balik lingkaran terdapat lingkaran lain.
Lingkaran-lingkaran cahaya pedang itulah yang segera mengurung seluruh tubuh lawan rapat-rapat, meski tanpa bentrokan senjata dengan pedang musuh.
Begitu muncul lingkaran cahaya tersebut, semua orang segera merasakan mata menjadi silau dan bingung, diam-diam mereka lantas berpikir.
"Ilmu pedang aliran mana ini?"
Teryata Nyo Yan telah menyadap rahasia dari ilmu pukulan Sau-yap cianghoat milik Siau It-kek untuk digabung ke dalam intisari ilmu pedang Tay-si-mi-kiam-hoat dan Tui-hong-kiam- hoat dari ilmu pedang Thian-san-kiam-hoat, dicampur menjadi satu, semua kepandaian tersebut akhirnya berubah menjadi jurus-jurus baru hasil ciptaannya sendiri.Dengan begitu dalam satu jurus serangan yang digunakannya itUy sesungguhnya mengandung tiga macam ilmu pedang tingkat tinggi.
Jangankan orang lain menjadi kebingungan setengah mati, bahkan Bok Yang-po sendiri pun kebingungan.
Sementara semua orang merasakan pandangan matanya menjadi silau, mendadak pedang Bok Yang-po bagaikan bianglala sudah masuk ke dalam lingkaran cahaya yang diciptakan oleh Nyo Yan tersebut Begitu lingkaran cahaya tersebut disontek pecah, seperti hiasan cahaya rembulan segera muncullah beribu-ribu titik cahaya perak yang berhamburan di angkasa seperti bintang, kemudian cahaya tajam itu berguguran di tanah seperti hujan gerimis.
Beberapa orang jago pedang yang hadir di sekitar arena segera berteriak keras setelah menyaksikan permainan itu.
"Pek-hong-koan-jit (Bianglala Putih Memecahkan Matahari) yang bagus!"
Mereka mengira pertahanan yang diciptakan oleh Nyo Yan telah patah dan dia tentu kalah.
Siapa tahu belum habis torak sorai tersebut berkumandang, tahu-tahu terlihat Bok Yang-pn sudah melompat mundur beberapa kaki jauhnya dari posisi semula dengan gerakan Burung Belibis berjungkir Balik.
"Bagaimana.?"
Terdengar Nyo Yan menjengek dingin.
"Sekarang tentunya kau sudah percaya dengan perkataanku bukan?"Bok Yang-po sama sekali tidak berbicara, dia segera beranjak pergi menuju ke arah bukit yang ditunjukkan Nyo Yan tadi. Rupanya Bok Yang-po tidak berhasil mengetahui rahasia ilmu pedang yang dipergunakan oleh Nyo Yan itu, namun ingin memaksakan Suatu kemenangan, maka dia menerjang ke depan dengan menyerempet bahaya. Alhasil dia malah kena dikalahkan oleh Nyo Yan, bahkan di atas pakaian bagian dadanya telah bertambah dengan tiga lubang kecil sebesar mata uang. Berhubung kedua belah pihak bergerak dengan kecepatan luar biasa, maka sepintas lalu orang menganggap lingkaran cahaya pedang Nyo Yan-lah yang kena dipatahkan oleh serangan lawan, oleh sebab itulah kecuali Li Wu-si, yang lain sama sekali tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya. Walaupun orang lain tak tahu akan hal ini, Bok Yang-po sendiri mengetahui dengan jeas, andaikata Nyo Yan tidak berbelas kasihan kepadanya, saat ini di atas dadanya telah bertambah dengan tiga buah lubang yang akan tembus hingga ke punggungnya. Dengan ilmu silat sedemikian lihaynya itu, jangankan membunuh putranya, membunuh dirinya pun bukan suatu pekerjaan yang sulit bagi Nyo Yan, kalau memang begitu, buat apa lagi dia mesti ribut dengannya? Berpikir sampai di situ mau tidak mau dia harus mempercayai perkataan yang diucapkan oleh Nyo Yan tadi. Walaupun orang-orang itu tak mengetahui kalau Bok Yang- po baru saja lolos dari ancaman kematian, namun setelah mendengar perkataan Nyo Yan serta menyaksikan ia kabur dari situ, semua orang segera tahu kalau orang itu pasti sudahmenderita kerugian besar dalam pertarungannya melawan Nyo Yan tadi. Im-tiong-siang-sat merupakan manusia yang pernah merasakan penderitaan di tangan pemuda ini, begitu menyaksikan Bok Yang-po kabur dari situ, Be Bong juga tanpa memikirkan keadaan luka yang dideritanya, segera membuang tongkatnya dan melarikan diri terbirit-birit. Thian Keng segera mengejar dari belakangnya sambil berteriak.
"Toa-ko, ada rejeki kita nikmati bersama, ada bencana kita tanggulangi bersama pula!"
Dia menyambar tongkat tersebut dari tanah dan melarikan diri dari situ. Nyo Yan segera membentak lagi.
"Siapa yang ingin membalas dendam bagi Phang Tay-yu? Silakan maju bersama aku tidak sabar untuk menghabisi kalian satu per satu Entah siapa yang menjerit kaget lebih dahulu, tahu-tahu kawanan jago tersebut sudah mengambil langkah seribu dan kabur terbirit-birit meninggalkan tempat itu. Kini tinggal Li Wu-si dan Lok Kan-tang yang masih berada di sana. Dengan suara gusar Li Wu-si segera membentak.
"Nyo Yan, kau telah mengkhianati perguruan, aku tak bisa melepaskan dirimu dengan begitu saja, hari ini kalau bukan kau yang mari, tentu aku yang tewas!"
Sudah jelas dia pun telah mengetahui kalau ilmu silat yang dimiliki Nyo Yan masih di.atas kemampuannya Sudah jelas dia tak akan mampu meringkus pemuda tersebut secara mudah.
Lok Kan-tang yang berada di sampingnya segera membentak pula dengan suara menggeledek.
"Nyo Yan kau telah melakukan dosa mengkhianati perguruan dan berani pada angkatan tua, jika kau masih berkeras kepala lagi, itu namanya dosa ditambah dosa! Meski aku bersediamengampuni dirimu, belum tentu kakakmu bersedia meng- ampuni kau dengan begitu saja, aku harap kau suka memikirkan persoalan ini lebih seksama"
Ucapan yang keras dan bernada menegur itu diucapkan dengan nada agak gemetar. Nyo Yan segera mendengus dingin.
"Hmmrn, kau toh bukan cianpwee-ku, aku mau melanggar hukum atau tidak, apa sangkut pautnya dengan dirimu?"
Dengan menggunakan ilmu Ki-Liong-jiu-hoat yang lihay, dia lantas melancarkan cengkeraman ke tengah udara Lok Kan-tang yang sebenarnya berada di sisi susiok-nya, mendadak merasakan langkahnya jadi sempoyongan dan tahu-tahu dia sudah terisap maju beberapa langkah.
Sementara itu Nyo Yan telah menyimpan sebutir batu dalam telapak tangan kirinya, sementara tangan kanannya mengeluarkan ilmu Kok liong-kiang, batu yang berada di tangan kirinya segera ke depan.
Tenaga dalam yang disalurkan ke telapak tangannya menghancurkan batu itu menjadi tujuh bagian, tiga di depan empat di belakang, ketujuh hancuran batu tersebut segera meluncur, masing- masing mengancam Li Wu-si dan Lok Kan-tang.
"Jurus Pak-to-jit-scng (Tujuh Bintang di Sudut Utara) yang bagus sekali!"
Teriak Li Wu-si kaget Ternyata Pak-to-jit-seng merupakan salah satu jurus pembunuh dalam ilmu pedang g hoat aliran Thian-san-pay.
Biasanya ilmu tersebut dilancarkan dengan gerakan pedang yang rrumciptakan tujuh titik cahaya pedang di udara dan semuanya mengancam jalan darah penting ditubuh lawan.Dengan mempergunakan jurus pedang itu, maka sekaligus dua tiga orang musuh dapat diserang bersamaan.
Tapi sekarang, Nyo Yan telah mempergunakan jurus itu dalam permainan ilmu senjata rahasia, dengan hancuran batu mencintakan formasi tiga di depan dan empat di belakang, pada hakikatnya serangan tersebut benar-benar merupakan sebuah ancaman yang luar biasa.
Li Wu-si menguasai penuh semua rahasia ilmu pedang perguruannya, jurus Pak-to-jit- scng kebetulan merupakan jurus kebanggaannya Tapi dia belum pernah menyaksikan ada orang bisa menggunakan senjata rahasia untuk menggantikan gerakan pedang, itulah sebabnya ia segera bersorak memuji setelah menyaksikan gerakan Nyo Yan tersebut, Tiba-tiba Nyo Yan berkata lagi sambil tertawa.
"Terima kasih banyak atas pujian susiok, sayang sekali aku tak ingin tertangkap olehmu, untuk membela diri terpaksa aku harus berbuat kasar kepadamu!"
Begitu selesai berkata dan suara tawanya belum hilang, empat butir hancuran batu telah menyambar ke depan mata Li Wu-si.
"Triiiingg, traaang, triiing, traaang!"
Serentetan bunyi dentingan nyaring segera berkumandang memecahkan keheningan.
Li Wu-si merentangkan pedangnya dan menyerang dengan menggunakan jurus Pak-to-jit-scng pula Di antara bunga- bunga pedang yang berhamburan di mana-mana tampak hancuran batu berguguran ke atas tanah, bukan saja keempat biji batu yang mengancam tubuhnya terbabat hancur oleh pedangnya, serangan batu yang tertuju ke tubuh Lok Kan- tang pun ikut tersambar hingga rontok.Coba kalau jarak antara Lok Kan-tang dengannya tidak terseret hingga sejauh dua kaki, serangan Pak-to-jit-seng yang dilancarkan olehnya itu tak sulit untuk merontokkan ke tujuh biji batu tersebut.
Mencabut pedang, membalikkan badan, melancarkan serangan dan merontokkan batu, keempat gerakan itu dilakukan hampir bersamaan waktunya, kecepatan yang digunakan pun bagaikan sambaran kilat.
Tanpa terasa Nyo Yan berseru memuji.
Taruna Pendekar Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Li susiok, ilmu pedang yang amat bagus!"
Kendatipun demikian Lok Kan-tang masih tak berhasil menghindari kedua biji batu lainnya.
Secara telak kedua biji batu itu menghajar jalan darah Huan-tiau-hiat pada kedua lututnya.
Bayangkan saja, bagaimana mungkin Lok Kan-tang bisa menahan diri dari serangan itu.
Diiringi jerit kesakitan ia segera jatuh berlutut di atas tanah.
"Li susiok!"
Dengan lantang Nyo Yan berseru.
"jangan marah kalau aku tidak memberitahukan kepadamu kalau batu tadi kusambitkan dengan mengerahkan tenaga dalam, sekarang kau harus cepat-cepat membantu Lok suheng membebaskan jalan darahnya Bila di daiam dua jam belum dibebaskan totokan jalan darahnya, niscaya Lok suheng akan menjadi cacat seumur hidup."
Waktu itu, Lok Kan-tang sudah tak bisa berbicara lagi, dari tenggorokannya hanya bergema, suara gemerutuk keras, sementara peluh sebesar kacang kedelai jatuh bercucuran membasahi tubuhnya, jelas dia sedang merasakan suatu penderitaan yang luar biasa namun berhubung jalan darahnyamasih tertotok, sehingga teriakannya tak menimbulkan suara apa pun.
"Nyo Yan, kau betul-betul keji!"
Umpat Li Wu-si sambil menggigit bibirnya kencang-kencang.
"Maaf aku tak ingin melangsungkan pertarungan mati- matian denganmu, terpaksa aku harus menyalahi Lok suheng kali ini,"
Kata Nyo Yan tertawa.
Tanpa mempedulikan caci maki dan umpatan gusar dari Li Wu-si lagi, dia segera mengerahkan ilmu meringankan tubuh Pat-poh-kan-sian dan berlalu dari situ.
Tidak meleset dugaannya, Li Wu-si memang tak berani mengejarmu nya Li Wu-si seorang ahli yang berpengalaman, begitu menyaksikan keadaan Lok Kan-tang, ia segera mengetahui kalau ucapan Nyo Yan bukan cuma gertak sambal belaka tentu saja dia tidak akan membiarkan keponakan muridnya menjadi cacat Walaupun di mulut dia mengumpat Nyo Yan habis-habisan, dalam hatinya tak urung berpikir juga.
"Seandainya bocah ini menyerang dengan sepenuh tenaga dan batu tersebut sampai menghajar tubuhku, mungkin aku sendiri pun tidak akan tahan, aaaii percuma aku menjadi paman gurunya ilmu sifatku tak mampu menandinginya Kini dia tidak sampai melukai diriku, hal ini berarti dia sudah berbelas kasihan kepadaku!"
Sesungguhnya Nyo Yan telah memperhitungkan tingkat kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki Li Wu-si, yang harus membutuhkan waktu selama satu jam guna mem- bebaskan totokan tersebut, kalau tidak Lok Kan-tang benar- benar akan menjadi cacat.Walaupun hanya satu jam saja namun asalkan dia dapat lolos dan cengkeraman Li Wu-si maka perbuatan apa pun bisa dilakukan olehnya selama itu.
Sambil memegang ujung tali, selangkah demi selangkah Beng Hoa menarik Liong Leng-cu menuruni bukit Dalam keadaan seperti ini, kendati Liong Leng-cu tak mampu memberikan perlawanan namun Beng Hoa pun jangan harap bisa mendesaknya untuk berjalan lebih cepat.
Kecuali kalau pemuda itu tak mcmpedulikan mati hidupnya lagi dan melanjutkan perjalanan cepat sambil menyeretnya di atas tanah, tentu saja dengan kedudukan Beng Hoa dalam dunia persilatan dia tak akan memperlakukan seorang nona muda dengan cara sebrutal itu.
Dengan ketajaman pendengaran Beng Hoa yang luar biasa, sesungguhnya dia mendengar pula suara ribut dan umpatan yang berkumandang lamat-lamat dari bawah bukit.
Berhubung Liong Leng-cu juga sedang mengumpatnya waktu itu sehingga mengalutkan pikirannya, maka dia tak sempat mengetahui apa gerangan yang sebenarnya terjadi di kaki bukit sana.
Bara saja dia akan memusatkan tenaga untuk mendengarkan suara ribut-ribut di bawah bukit situ, men- dadak sesosok bayangan manusia meluncur datang dengan kecepatan luar biasa.
Bara saja bayangannya tampak, tahu-tahu orangnya sudah muncul disamping Liong Leng-cu.
Kedatangan Nyo Yan sedemikian cepatnya, sehingga sama sekali berada di luar dugaan Beng Hoa.
"Kau, kau adalah."Belum sempat kata "adik Yan"
Diucapkan keluar, Nyo Yan telah mengayunkan pedangnya dan memutuskan tali pengikat badan si nona.
"Beng Hoa, bukankah kau sedang mencari aku? Nah, sekarang aku telah muncul sendiri!"
Seru Nyo Yan dingin.
Kakak dan adik berjumpa kembali, tapi mereka berjumpa sebagai musuh yang siap bertarung mati-matian.
Berhadapan dengan adik yang pernah dicari selama tiga tahun dengan mengarungi seluruh dunia persilatan, berhadapan dengan adik yang tiga tahun kemudian dicari oleh Leng Ping-ji selama empat tahun, Beng Hoa merasakan suatu perasaan yang amat aneh.
Meskipun ia telah bersusah payah mencari jejaknya, namun adiknya ini bukan saja tidak mempunyai perasaan persaudaraan dengannya, bahkan berani "menganiaya"
Leng Ping-ji, berani menghajar angkatan tua perguruannya sehingga melakukan kesalahan besar. Ia benar-benar merasa sedih sekali, sedemikian sedihnya sehingga untuk beberapa saat dia tak tahu apa yang harus diucapkan.
"Nyo Yan, tepat sekali kedatanganmu ini,"
Seru Liong Leng- cu dengan suara lantang.
"dengan mata kepala sendiri kau saksikan engkoh-mu menganiaya diriku, kini kau hendak membantunya atau membantuku?"
Perlu diketahui, dalam pandangan Beng Hoa perbuatan Nyo Yan yang telah "menganiaya"
Leng Ping-ji tersebut merupakan "dosa"
Yang tak boleh diampuni.. Apalagi setelah dia mendengar laporan Ciok Thiang-hing sekalian angkatan tua dari perguruan yang menuturkankejahatan adiknya itu, dia telah menganggap adiknya sebagai "manusia jahat"
Yang tak bisa diobati lagi. Sungguh tak disangka, saat ini dia muncul sebagai orang jahat yang telah "menganiaya"
Perempuan lemah seperti yang dituduhkan Liong Leng-cu barusan. Sambil tertawa getir Beng Hoa segera berkata.
"Nona Liong, kau jangan cuma mengatakan orang lain yang salah, mengapa tak kau bayangkan kesalahan yang telah kau lakukan?"
"Kesalahan apa yang telah kulakukan?"
Seru Liong Leng-cu sambil mencibirkan bibirnya.
"Nyo Yan adalah murid Thian-san-pay, dia telah melanggar peraturan perguruan, orang yang bersalah harus dihukum dan orang lain tak boleh mencampuri urusan ini. Tapi kau, bukan cuma mencampuri urusan mi, bahkan menyelamatkan Nyo Yan dari tangan Ting Tiau- bing, padahal Ting Tiau-bing adalah paman guruku, salahkah kalau aku bersikap tak sungkan terhadapmu?"
"Aku tak peduli peraturan perguruan Thian-san-pay kalian, aku hanya tahu Nyo Yan adalah sahabatku."
Menyaksikan gadis itu mencari menangnya sendiri, Beng Hoa segera mendengus dingin, | aku tak punya waktu untuk ribut denganmu,"
Serunya lantang.
"aku hanya ingin memberitahukan kepadamu, sekarang kau sudah tak ada per- soalan lagi denganku, kau I pergi dari sini dengan bebas merdeka!"
"Leng-cu,"
Nyo Yan berkata pula.
"kau sudah banyak membantuku, aku berterima kasih sekali kepadamu, lebih baik kau pergi saja dari tempat ini.""Tidak, aku sengaja tak mau per* gi, jangan harap aku akan beranjak dari sini, siapa pun yang menyuruh!"
Beng Hoa tidak menggubris gadis itu lagi, dia berkata kepada Nyo Yan.
"Adik Yan, aku selalu berharap kau bisa menjadi orang bait tapi tingkah laku serta perbuatanmu sungguh membuat hatiku sedih, tapi asal kau tahu salah dan bersedia untuk memperbaiki kesalahanmu itu, aku bersedia memberi kesempatan yang terakhir kepadamu"
Ucapan tersebut diutarakan dengan nada bersungguh- sungguh, bahkan sepasang matanya ikat menjadi merah. NyoYan adalah seorang pemuda yang gampang terharu, tanpa terasa dia berpikir.
"Tampaknya Beng Hoa memang benar-benar menaruh perasaan persaudaraan denganku!"
Tiba-tiba Liong Lcng-cu menimbrung dari samping.
"Beng Hoa, aku lihat kati ibarat sebuah lentera hanya bisa menyinari satu orang lain namun tak bisa menyinari semua orang!"
Ucapan ini persis seperti apa yang diucapkan Beng Hoa kepadanya tadi. Nyo Yan segera merasakan hatinya bergolak lagi, teriaknya keras-keras.
"Leng-cu, kau benar-benar sahabat karibku, kau tidak salah, yang bersalah memang bukan aku!"
"Kau tidak salah? Lantas siapa yang bersalah? Memangnya aku yang salah?"
Seru Beng Hoa kemudian sambil menatap wajah pemuda tersebut lekat-lekat "Kau adalah seorang enghiong besar, pendekar sejati, tentu saja kau tidak bersalah,"
Kata Nyo Yan dingin.
"Bukan saja kau tidak bersalah, orang-orang yang kau percayai pun tentu kau anggap mereka tidak bersalah, orang seperti Ciok Thiang-hing,Ciok Cing-swan semuanva tidak salah, Li Wu-aj, Lok Kan-tang juga tidak salah, Ting Tiau-bing, Kam Bu-wi lebih-lebih tak bersalah, yang bersalah hanya aku seorang!"
Beng Hoa yang mendengar perkataan tersebut menjadi amat terkesiap, segera pikirnya.
"Heran, mengapa dia tampak begitu marah? Jangan-jangan di balik kesemuanya ini benar- benar masih ada latar belakangnya? Aaah, betul! Aku belum berjumpa dengan Leng Ping-ji, aku memang tak boleh bersikeras menuduh dialah yang bersalah."
Berpikir demikian, katanya kemudian dengan lembut.
"Adik Yan."
Pemuda ini memang tidak pandai berbicara, sementara otaknya masih berputar untuk mencari akal bagaimana cara membuat hati Nyo Yan menjadi "tenang dan sabar"
Kemudian "mengaku secara terus terang", Nyo Yan sudah berkaok-kaok lebih dulu.
"Siapa sih yang menjadi adikmu? Dalam pandanganmu aku toh tak lebih hanya seorang manusia berdosa yang berhati amat jahat! Barusan kau berkata, kau hendak menangkap diriku, buat apa mesti berlagak pilon lagi?"
Kakak Beradik Bertanding Menyaksikan kekeraskepalaan adiknya, diam-diam Beng Hoa menghela napas lagi.
"Aaa tampaknya pertarungan tak bisa dielakkan lagi hari ini."
Sementara dia masih berpikir, Nyo Yan telah maju selangkah, kemudian serunya.
"Sekarang aku sudah muncul untuk menyambut kedatanganmu, kalau ingin bertarung, ayolah segera turun tangan!""Kalau memang begitu, ikutlah aku pulang ke gunung, asal kau tidak bersalah dan tuduhan itu suatu fitnah, kau boleh mengungkapkan alasanmu kepada ciangbunjin. Kau adalah murid terakhir dari lo-ciang-bunjin, ciangbunjin yang sekarang menganggap dirimu sebagai saudara sendiri, sekalipun kau melakukan kesalahan besar, asalkan masih ada hal-hal yang bisa dimaafkan, aku rasa dia pun hanya akan menjatuhkan hukuman ringan kepadamu."
"Sudah, sudahlah, kau tak usah banyak berbicara yang tak ada gunanya lagi,"
Tukas Nyo Yan dingin.
"Boleh saja aku mengiringi kehendakmu itu. Cuma aku harus bertanya dulu kepada sahabatku."
"Kau tak usah bertanya kepadaku,"
Seru Liong Leng-cu cepat.
"sudah pasti aku tak akan setuju bila kau mengikuti orang lain untuk menerima hukuman."
Nyo Yan segera tertawa.
"Aku sudah tahu kalau kau bakal berkata demikian, tapi yang ingin kutanyai adalah sahabatku yang lain."
Liong Leng-cu menjadi tak senang hati, namun dia merasa keheranan juga, sambil mendengus katanya.
"Ooh, rupanya kau bukan bertanya kepadaku, kalau begitu aku terlalu memikirkan yang bukan-bukan. Tapi siapa sih temanmu yang lain?"
"lhi dia, di sini!"
Seru Nyo Yan sambil tertawa. Dia mencabut pedang dari sarung, kemudian disentil pelan, setelah itu katanya sambil tertawa nyaring.
"Beng Hoa, maaf, bila kau ingin mengajak aku pulang ke gunung, lebih baik kau tanyakan dulu kepada sahabatku ini!"Bagaimanapun kuatnya iman Beng Hoa, toh dibuat naik darah juga oleh perkataan tersebut tanpa terasa paras mukanya berubah hebat "Nyo Yan Nyo Yan kau kelewatan. Baiklah, kalau kau memaksaku turun tangan, silakan melancarkan serangan!"
Nyo Yan tidak sungkan-sungkan lagi, segera bentaknya nyaring.
"Sambutlah seranganku ini!"
Batang pedangnya digetarkan menciptakan lingkaran cahaya, kemudian secepat kilat mengurung tubuh Beng Hoa Di dalam jurus serangan ini, dia menyertakanjntisari ilmu pukulan Sau-yap-cianghoat dari Siau It-kek, terdapat pula intisari ilmu pedang Tay-si-mi-kiam-hoat serta Tui-hong-kiam- hoat dari Thian-san-pay; satu jurus dengan tiga unsur kekuatan, kecepatan, kehebatan serta kesaktiannya benar- benar luar biasa Walaupun Beng Hoa sangat lihay, toh dia hanya bfea mengenali dua macam unta*di antaranya.
Terkejut dan girang kati Beng Hoa menyaksikan ftim pedang tersebut, segera pikirnya.
"Adik Yan betul-berul bahan bagus untuk berlatih silat, tak nyana dalam setengah tahun saja ilmu pedangnya telah memperoleh kemajuan yang begini pesat"
Sayang sekali, gabungan tiga unsur yang diciptakan sendiri oleh NyoYan ini meski lihay bila dipakai untuk menghadapi orang lain, untuk menghadapi Beng Hoa masih kelewat kasar Secepat kilat Beng Hoa menggerakkan pedangnya menusuk ke timur, barat, utara dan selatan.
Dalam keempat tusukan itu semuanya memakai Jurus Pek-hong-koan-jit yang paling sederhana, namun serangan itu ternyata mampu meng- hancurkan lingkaran tengah, atas, bawah, lingkaran besarmaupun lingkaran kecil yang tercipta oleh hawa pedang Nyo Yan.
"Untuk mencapai ilmu silat tingkat atas, kesederhanaan bisa mengungguli kelincahan. Jangan peduli keampuhan lawan, yang penting adalah pemahaman, dengan begitu gerakan baru lebih luwes dan mantap, yang penting lagi perubahan tak usah kelewat rumit,"
Kata Beng Hoa tiba-tiba.
"Terima kasih atas petunjukmu!"
Mendadak jurus pedangnya berubah, dengan jurus Hong- hoo-lok-jit-wan (Bulan Purnama di Sungai Kuning) menyerang lebih dulu, kemudian jurus Toa-mo-hu-yan-ci (Asap Turun di Gurun Pasir) menyusul di belakang.
Serangan yang sebenarnya melingkar-lingkar itu mendadak berubah menjadi satu dan saling bersambungan satu sama lainnya dengan kecepatan luar biasa.
Jurus pedangnya kali ini amat sederhana, banyak perubahan yang rumit lenyap, tapi kehebatannya justru makin bertambah.
Kembali Beng Hoa memuji.
"Bagus, kecermatan dan kejelian otakmu sungguh mengagumkan. Baru pertama kali ini kujumpai orang dengan kecerdasan luar biasa seperti kaul"
Tanpa terasa tigapuluhan jurus sudah lewat. Mendadak Beng Hoa berkata lagi.
"Perpaduan antara Tay- si-mi-ktam-hoat dengan Tui-hong-kiam-si bukannya tak bisa dilakukan, namun enteng berat kalau dilakukan kurang tepat, hal ini justru akan membuka titik kelemahan sendiri. Cepat dan lamban gerakan pun harus sesuai dengan irama. Kedua jurus ini bukan saja kau gunakan dengan bobot yang kurang tepat, gerakannya pun kelewat cepat sedikit"Ketika Liong Leng-cu menyaksikan Beng Hoa sungguh- sungguh memberi petunjuk kepada NyoYan, rasa permusuhannya terhadap pemuda itu pun berkurang dua bagian, dengan perasaan ingin tahu dia segera bertanya.
"Orang bilang, pangkal utama dari ilmu pedang adalah keentengan serta kelincahan, mengapa kau mengatakan lamban jauh lebih baik dari cepat?"
"Apa yang dia katakan memang benar!"
Kata Nyo Yan sambil melancarkan serangan lebih jauh.
"Apa yang dikatakan orang sebagai kelincahan dan keentengan merupakan pangkal utama dari ilmu pedang memang tak salah. Tapi hal ini pun harus dilihat dulu siapa lawannya. Ilmu silatnya lebih tinggi dari ke-pandaianku, daripada aku dengan kedudukan tamu menyerang tuan rumah, lebih baik memakai sistem dengan kedudukan tuan rumah menyambut tamu? Kelincahan bisa mengungguli kelambanan, tapi ada kalanya kelambanan dapat pula mengungguli kelincahan, hanya tergantung pada penggunaannya saja!"
Liong Leng-cu gadis yang amat cerdik, begitu memahami teori tersebut tiba-tiba saja dia berkata.
"Kalau kau merasa ucapannya benar, mengapa kau masih saja melakukan kesalahan?"
"Kesalahan apa yang kulakukan?"
Tanya Nyo Yan dengan wajah tercengang dan tidak habis mengerti. Dia merasa banyak kemajuan yang telah diperolehnya, dan tak percaya kalau kesempurnaan ilmu pedang Liong Leng-cu bisa mengungguli dirinya. Liong Leng-cu segera berkata.
"Tay-si-mi-kiam-hoat serta Tui-hong-kiam-hoat merupakan ilmu pedang Thian-san-pay, dia tentu lebih menguasai daripada dirimu! Lagi pula untukmenggunakan ilmu pedang Tui-hong-kiam-hoat paling tidak gerak seranganmu akan menjadi cepat dengan sendirinya. Sekarang kau telah mengubah jurus serangan kilatmu menjadi serangan lamban, padahal kesempurnaan yang berhasil kau capai belum bisa mencapai seperti taraf kemampuannya, bukankah dalam pandangannya seranganmu masih terdapat banyak titik kelemahan? Menurut pendapat-ku lebih baik kau pergunakan Sau-yap-cianghoat dari empek Siau serta yaya punya."
Lentera Maut -- Khu Lung Renjana Pendekar -- Khulung Rase Emas Karya Chin Yung