Ceritasilat Novel Online

Taruna Pendekar 4


Taruna Pendekar Karya Liang Ie Shen Bagian 4



Taruna Pendekar Karya dari Liang Ie Shen

   

   Seraya berkata dia lantas menyingsingkan lengan bajunya dan memperlihatkan sebiji tahi lalat di atas lengan kirinya.

   Ketika masih kecil dulu, Nyo Yan boleh dibilang selalu berada di bawah asuhan Leng Ping-ji, bahkan gadis itu pula yang mengurusi segala kebutuhannya, tentu saja dia masih ingat kalau di atas lengan Nyo Yan terdapat sebuah tahi lalat.

   "Ucapanmu betul dan seharusnya kukenali dirimu, tapi kenapa justru kau tidak mengenali diriku? Apakah wajahku berubah lebih banyak dari wajahmu?"

   Sebagaimana diketahui, sewaktu mereka berpisah dulu, Nyo Yan baru berusia sebelas tahun sedang Leng Ping-ji sembilanbelas tahun.Setelah berpisah hampir tujuh tahun lamanya, Nyo Yan dari seorang bocah berusia sebelas tahun telah berubah menjadi seorang pemuda berusia tujuh delapanbelas tahun, sedangkan usia Leng Ping-ji belum mencapai duapuluh enam tahun, jadi boleh dibilang masih berada dalam batas-batas remaja.

   Otomatis perubahan wajahnya sedikit sekali.

   Sesudah mengucapkan kata-kata tersebut, pada hakikatnya ia tak berani memikirkannya lebih jauh.

   Tangannya lantas meraba gagang Pedang Inti Es-nya, sedangkan matanya mengawasi Nyo Yan dengan melotot, dalam hati dia bertanya kepada diri.

   sendiri.

   "Andaikata ia su- dah mengenalku sejak tadi. tapi masih bersikap kurang ajar kepadaku. lantas apa apa yang harus kulakukan? Membunuhnya? Atau memandang di atas wajah Beng toako, mengampuni selembar jiwanya.,.?"

   Sementara itu Nyo Yan telah menjawab dengan wajah merah padam.

   "Aku aku mimpi pun aku tidak mengira kalau kau bisa datang kemari, sewaktu kau terjatuh tadi, wajahmu kena debu, aku memang merasa seperti kenal, tapi tak kuduga dirimu. Setelah mendengar suaramu, aku baru mengenalimu!"

   "Sekalipun kau belum tahu kalau aku, tidak seharusnya kau tidak seharusnya kau H mm, tahukah kau bahwa perbuatanmu itu sudah-sudah hampir sama dengan perbuatan dari Toan Kiam-ceng si bangsat itu? Kali ini aku datang kemari adalah untuk membunuh Toan Kiam-ceng!"

   "Aku aku tahu kalau dosaku tidak terampuni,"

   Bisik Nyo Yan dengan suara gemetar.

   "Enci Leng, bila kau tidak sudi mengampuni jiwaku, bunuhlah aku sekarang juga! Aku tak memiliki keberanian untuk bunuh diri, lebih suka aku mau di tanganmu saja"Leng Ping-ji menghela napas panjang.

   "Aaaai kalau berbicara menurut peraturan, seharusnya aku mewakili ciangbunjin untuk menjatuhkan hukuman kepadamu, tetapi mengingat kau masih muda dan tak tahu urusan, untuk kali ini kau kuampuni. Aaai, Nyo Yan mengapa kau kau bisa berubah menjadi begini rupa?"

   "Aku terpaksa harus begini, dia menyuruh aku berbuat apa, aku pun terpaksa berbuat apa. Bila aku tidak menuruti perkataannya, dia pun akan menyiksaku, membuat aku mati tak bisa hidup pun tak dapat!"

   "Yang kau maksudkan sebagai dia apakah Toan Kiam- ceng?"

   Sebelum terjadinya peristiwa ini, dia masih menaruh setitik harapan yakni berharap Nyo Yan jangan sampai terjatuh ke tangan Toan Kiam-ceng, tapi sekarang dia tahu kalau harapan ini tak mungkin bisa terpenuhi. Betul juga, Nyo Yan segera menjawab.

   "Kalau bukan dia siapa lagi? Selama banyak tahun, aku selalu diancam dan dipaksa olehnya!"

   Leng Ping-ji segera mendengus, katanya dengan dingin.

   "Begitu menurutkah kau dengan perkataannya? Aku ingin bertanya kepadamu, masih ingatkah kau ketika bertemu denganku untuk pertama kalinya?"

   "Masih ingat Kau dan toako-ku naik gunung bersama."

   "Selain itu?"

   "Aku telah termakan tipu muslihat Toan Kiam-ceng dan tidak percaya kalau Beng Hoa adalah kakakku. Dia membawaku turun gunung, kakakku seperti merasa takut akan sesuatu dan tak berani menghalangi. Saat itu kau sudahterluka, penjagaannya terhadap dirimu agak kendor, maka kau pun dengan mempertaruhkan nyawa tiba-tiba merampas diriku dari tangannya. Tapi aku mengira kau dan kakakku adalah orang jahat, bukan saja berterima kasih atas pertolonganmu, malah kuhajar kau sekali. Aaai enci Leng, kalau dibicarakan kembali, sesungguhnya aku telah melakukan banyak perbuatan yang menyalahi dirimu!"

   "Tak nyana kau masih dapat mengingatnya dengan begitu jelas, bagaimana kemudian?"

   "Setelah kau kena kuhantam, Toan Kiam-ceng pun memanfaatkan kesempatan itu untuk melepasku kembali dan menghajarmu habis-habisan. Kakakku datang menolong, saat itulah dia baru menunjukkan kebuasannya dengan menjadikan diriku sebagai sandera untuk mengancam kakakku. Dia menggunakan cara yang paling keji menyiksa diriku, mengancam kakakku agar mundur dari situ."

   "Pernahkah kau menangis atau berteriak sewaktu menerima siksaan darinya?"

   Tanya Leng Ping-ji.

   "Tidak. Waktu itu aku sudah tahu kalau dia adalah orang jahat. Beng Hoa baru benar-benar adalah kakakku. Aku lantas pura-pura mengatakan kalau bersedia mengikutinya turun gunung, membohonginya agar percaya, kemudian ketika ia tak menduga, aku pun menggigitnya serta meloloskan diri dari cengkeraman iblis. Kakak pun segera menerjang ke muka dan membuatnya lari pontang-panting karena ketakutan."

   "Aku mengira kau sudah melupakan kejadian ini, ternyata kau masih mengingatnya! Nyo Yan, bila membayangkan kembali kejadian di masa kecil dulu, apakah kau tidak merasa malu sendiri?"Nyo Yan menundukkan kepalanya dan menunjukkan sikap seperti malu, menyesal dan tersipu-sipu. Leng Ping-ji pun berkata lebih lanjut.

   "Ketika masih kecil dulu kau begitu keras kepala, pandai membedakan mana yang benar mana yang salah, bisa berusaha untuk meloloskan diri dari cengkeraman iblis tanpa mempedulikan mati hidup sendi- ri. Sungguh tak kusangka, sekarang mengapa kau berubah menjadi pengecut macam gentong nasi saja?"

   Sekalipun di mulut dia memaki, hatinya sudah menjadi lunak.

   Rupanya dia sengaja menyinggung kembali kejadian lama itu dengan tujuan untuk membangkitkan rasa malu di dalam hati Nyo Yan, selain itu dia pun melakukan penyelidikan lebih jauh untuk membuktikan apakah Nyo Yan yang berada di hadapannya sekarang ialah Nyo Yan yang sesungguhnya atau bukan? Kenyataannya Nyo Yan dapat menuturkan semua kejadian itu dengan sangat jelas, bahkan bagian yang paling kecil pun masih teringat dengan jelas, bagi Leng Ping-ji, hal ini sudah cukup membuktikan kalau dia memang Nyo Yan yang sesung- guhnya.

   Ketika terbukti kalau pemuda yang ada di hadapannya betul-betul adalah Nyo Yan, walaupun Leng Ping-ji merasa hatinya amat sedih, tapi dia pun telah mengambil keputusan untuk mengampuninya.

   Nyo Yan bukan anak bodoh, dari ucapan gadis itu dia sudah tahu kalau Leng Ping-ji telah mempercayainya, selembar jiwanya juga sudah tak menjadi soal lagi.

   Maka sambil menunjukkan sikap gugup dan menyesal, dia berkata.

   "Aku aku sendui pun tak tahu kenapa bisa berubahmenjadi demikian lemah. Apa boleh buat, aku benar-benar takut kepadanya Aku pun pernah teringat untuk bunuh diri, tapi aku masih berharap bisa berjumpa lagi dengan ayah berjumpa dengan kakakku dan juga kau. Kau tahu, aku belum pernah bertemu dengan ayahku, maka aku pun merasa berat hati untuk mati. Aku tak bisa mati, karena aku terpaksa, aku harus menuruti perkataannya"

   Tanpa terasa muncul perasaan iba di hati Leng Ping-ji, diam-diam pikirnya.

   "Selama enam tujuh tahun, ia sudah kenyang disiksa bajingan itu, sebuah batu cadas pun akan ter- gilas menjadi bubuk, apalagi manusia? Jika seorang pemuda berhati lembek, sesungguhnya hal ini bukan suatu kesalahan yang tak bisa dimaafkan."

   Berpikir begitu, dia lantas berkata dengan lembut.

   "Asal kau benar-benar mau menyesal dan bertobat, kau masih bisa melepaskan diri dari cengkeraman iblisnya. Beri tahu kepadaku, Toan Kiam-ceng berada di mana? Dia telah apakan Lomana?"

   "Kau hendak mencarinya?"

   "Tak usah banyak bicara, kalau tidak untuk mencarinya membuat perhitungan, buat apa aku datang kemari?"

   "Ilmu silat yang dimilikinya sangat lihay, enci Leng, kau tak akan mampu mengalahkan dia."

   "Kalau tak bisa mengalahkan dia lantas kenapa? Apakah kau takut aku tak bisa menangkapnya, maka tak berani mengajakku pergi mencarinya?"

   "Sekalipun harus mati aku juga tak menyesal, kenapa mesti takut? Tapi bila kau tak berhasil membalas dendam, bahkan jiwa pun turut melayang, bukankah hal ini tiada harganya?"Leng Ping-ji tahu kalau pemuda itu bernyali kecil, dan merasa takut, meski mendongkol di dalam hati namun ia tak tega untuk menegurnya, maka dia pun berkata.

   "Kau tak usah khawatir, aku tahu kalau bajingan itu sudah melatih- banyak sekali ilmu silat beracun, tapi dalam tujuh tahun ini pun aku tidak cuma menganggur saja. Aku telah melatih tenaga dalam perguruanku serta ilmu pedang Peng-coan-kiam-hoat, aku rasa tak nanti aku bakal kalah di tangan Toan Kiam-ceng si bajingan itu!"

   Padahal dia tak lebih hanya mengokohkan kepercayaan Nyo Yan pada kemampuan sendiri, dalam kenyataan dia pun tidak memiliki keyakinan sebesar itu.

   "Ooh, rupanya pedang mestika ini adalah pedang Peng-pok- han-kong-kiam? Kalau begitu tak usah takut!"

   "Apakah dahulu kau tak pernah melihat pedang mestika ini?"

   "Suhu pernah membicarakan soal pedang ini denganku, tapi tidak pernah memperlihatkannya."

   Sebagaimana diketahui, Nyo Yan adalah murid terakhir dari Teng Keng-thian yang sangat disayang, sejak kecil dibesarkan di atas bukit Thian-san, oleh sebab itu Leng Ping-ji mengira dia pernah melihat pedang mestika tersebut.

   Tapi kemudian ia pun teringat, sewaktu ia datang ke bukit Thian-san tempo hari, Nyo Yan baru berusia 10 tahun.

   Sebetulnya Teng Keng-thian bisa saja memberitahukan kisah tentang pedang itu kepada Nyo Yan sebagai suatu cerita, tapi mungkin juga lantaran dia takut bocah itu tak tahu urusan atau menggunakan pedang itu sebagai bahan mainan, maka bukan mustahil pedang itu tak pernah ditunjukkan kepadanya."Baik,"

   Kata Leng Ping-ji kemudian.

   "kalau memang kau tidak takut, bawalah aku mencari Toan Kiam-ceng. Kalau tidak, cukup beri -tahukan saja kepadaku, sekarang dia berada di mana."

   "Ia menyembunyikan Lomana di dalam sebuah gua, tempat itu tidak mudah dicari dan penuh alat-alat jebakan, lebih baik aku saja yang mengantarmu ke sana."

   "Baik, kalau begitu kita berangkat sekarang juga."

   "Sekarang aku rasa kita tak boleh pergi,"

   Jawab Nyo Yan.

   "Kenapa?"

   Tanya Lang Ping-ji, tapi dengan cepat dia telah menyadari kembali apa yang terjadi, katanya.

   "Apakah kau masih tersiksa oleh serangan hawa dingin?"

   "Kalau dibandingkan tadi memang agak baikan, tapi kalau mesti mengerahkan ilmu meringankan tubuh, rasanya masih belum bisa."

   "Baik, duduklah bersila di atas tanah dan gunakan ilmu tenaga dalam perguruan untuk mengatur pemapasan."

   Sembari berkata, tangan kanannya segera diluruskan ke depan dan menekan punggungnya.

   Ketika Leng Ping-ji menempelkan telapak tangannya ke bawah tadi, Nyo Yan segera merasakan hatinya bergetar keras sehingga tanpa terasa sekujur badannya menggigil keras.

   Tapi tak selang beberapa saat kemudian, ia segera merasakan adanya segulung hawa panas yang menyusup masuk lewat punggung dan dalam sekejap mata mengelilingi seluruh badannya, hawa dingin yang semula mencekam badan seketika lenyap tak berbekas.

   Saat itulah Nyo Yan baru merasa berlega hati, pikirnya dengan perasaan geli.

   "Bila dia ingin membunuhku, sejak tadihal itu sudah dapat dilakukan, kenapa mesti memakai tipu muslihat?"

   Kiranya di mana telapak tangan Leng Ping-ji menempel, tak lain adalah jalan darah penting di punggung, betul Nyo Yan sudah menduga kalau Leng Ping-ji telah mempercayai perkataannya, tak urung timbul juga perasaan takut di dalam hatinya Leng Ping-ji telah berhasil melatih ilmu Sau-yang-sinkang, dia sanggup untuk menahan hawa dingin yang bagaimanapun lihaynya, maka dia bisa mempergunakan pedang Peng-pok- han-kong-kiam.

   Tapi sekarang, tenaga dalamnya tak lebih baru pulih tiga empat bagian, dengan kekuatan sebesar itu tak mungkin dia bisa membantu Nyo Yan untuk mengusir hawa dingin yang menyerang tubuhnya, sebab itu terpaksa dia mesti mem- pergunakan satu dua bagian dari tenaga dalam Sau-yang- sinkang-nya untuk memperlancar peredaran darah, sedang soal memulihkan kembali kekuatannya, hal ini terpaksa harus menggantungkan pada kemampuannya sendiri.

   "Sudah baikan?"

   Tanya Leng Ping-ji.

   "Sudah lebih hangat, cuma."

   "Jangan punya kebiasaan menggantungkan diri pada kemampuan orang lain, asal kau salurkan tenaga dalam perguruan, dengan cepat kekuatan tubuhmu akan pulih kembali seperti sediakala."

   Seusai berkata, dia tidak memedulikan Nyo Yan lagi dan melanjutkan semadinya untuk mengusir hawa racun yang mengeram di dalam tubuhnya.Kemujaraban pil Pek-leng-wan telah mulai bekerja, ketika hawa murninya disalurkan keluar, daya kerja obat itu pun semakin menyebar, tak sampai sesulutan setengah batang hio, sisa racun yg mengeram di tubuhnya telah punah sama sekali, sedangkan tenaga dalamnya juga telah pulih kembali tujuh delapan bagian.

   Menurut perhitungannya, ketika sarang Toan Kiam-ceng berhasil ditemukan nanti, tenaga dalamnya sudah pasti telah pulih kembali seperti sediakala.

   Menanti dia mendongakkan kembali kepalanya, tampak Nyo Yan masih duduk bersemadi, asap putih mengepul dari atas kepalanya, tapi kadang kala tubuhnya masih menggigil.

   Seharusnya apa yang diderita Nyo Yan sekarang tak lebih hanyalah hawa dingin akibat dari sentilan sebutir peluru Peng- pok-sin-tan, meski bukan suatu siksaan yang bisa ditahan oleh manusia sembarangan, tapi masih jauh lebih enteng bila dibandingkan dengan keracunan.

   Sekalipun begitu, dengan dasar tenaga dalam yang dimiliki Nyo Yan di mana semenjak berusia sebelas tahun dia sudah melatih diri, ditambah pula dengann hawa Sau-yang-sinkang yang disalurkan olehnya, semestinya ia sudah bisa pulih kembali seperti sediakala.

   Dalam hati Leng Ping-ji lantas berpikir.

   "Ia dapat mempergunakan tenaga dalam untuk memaksa hawa dingin berubah menjadi keringat dan dibuang keluar, ini memper- lihatkan kalau dasar tenaga dalam yang dimilikinya terhitung lumayan, kenapa tubuhnya masih juga gemetaran keras?"

   "Mendadak dia menyadari akan sesuatu, dengan kening berkerut segera ujarnya.

   "Nyo Yan, tenaga dalam yang kau pergunakan bukan tenaga dalam perguruan kita bukan?"Dengan wajah pedih dan senyum getir sahut Nyo Yan.

   "Selama banyak tahun ini, Toan Kiam-ceng selalu memaksaku untuk melatih tenaga dalam aliran sesat, aku telah melupakan cara untuk melatih tenaga dalam perguruan sendiri"

   "Apakah di hari-hari biasa kau tak bisa melatih diri secara diam-diam?"

   "Aku tidak memiliki kesabaran, lagi pula takut kalau sampai ketahuan olehnya. Maka aku telah melupakannya sama sekali."

   Leng Ping-ji segera mendengus dingin.

   "Hm! Kau benar-benar sudah melupakan asal-usul!"

   Maki tinggal maki, tapi yang pasti dia tak tega membiarkan pemuda itu menderita, lagi pula dia pun ingin cepat-cepat mengajaknya pergi menjumpai Toan Kiam-ceng, terpaksa dia tidak banyak menggubris pemuda itu lagi.

   Maka Leng Ping-ji lantas mengerahkan tenaga dalamnya ke tubuh Nyo Yan dan membantunya untuk menguruti nadinya.

   Waktu itu tenaga dalam Leng Ping-ji telah pulih tujuh delapan bagian, selang beberapa saat kemudian dia telah berhasil menembusi semua nadi penting di tubuh Nyo Yan dan membuat peredaran darahnya lancar kembali seperti sediakala Terima kasih banyak cici,"seru Nyo Yan kemudian.

   "aah.. sungguh hebat tenaga dalam perguruan kita, sayang aku telah lalai melatihnya bahkan membuangnya sama sekali-"

   Di balik ucapan tersebut terdengar suara kagumnya yang tak terhingga Leng Ping-ji segera melotot sekejap ke arahnya, lalu serunya.

   "Bakatmu sebetulnya jauh lebih baik daripada diriku, seandainya kau bersedia untuk bertobat dan kembali ke jalanyang benar, kecerdasan yang kau miliki bisa kau tumpahkan pada ilmu silat, apa salahnya mulai lagi dari permulaan? Yang dikhawatirkan justru setelah kau belajar ilmu silat dengan baik, lantas tak mau melakukan perbuatan mulia."

   "Enci yang baik, selanjurnya aku pasti akan menuruti petunjukmu, aku tak akan melakukan perbuatan jahat lagi. Percayalah kepadaku."

   "Berbicara kosong tanpa bukti tidak ada artinya. Akan kuingat terus perkataanmu itu, coba akan kulihat apakah kau memenuhi janjimu atau tidak, hayo jalan!"

   Nyo Yan segera berjalan di depan, setelah melewati beberapa buah tebing yang curam akhirnya mereka naik ke puncak bukit, di atas tebing itu tumbuh pohon siong, sebuah tebing curam setinggi dua tigapuluh kaki menjulang tinggi ke udara, dari atas sampai ke bawah boleh dibilang tiada tempat berpijak.

   Sambil tertawa getir Nyo Yan lantas berkata.

   "Enci Leng, Toan Kiam-ceng menyembunyikan diri di dalam gua di atas tebing itu, cuma aku tidak mampu ke situ."

   "Lantas dari mana kau bisa tahu kalau di situ terdapat sebuah gua..?"

   "Aku pernah ke sana. Aku hanya bilang, aku sendiri tidak memiliki kepandaian untuk pergi sendiri ke sana"

   Sekarang Leng Ping-ji baru memahami ucapannya, dia pun lantas berkata.

   "Dulu, apakah Toan Kiam-ceng si bajingan itu yang membawamu ke situ?"

   "Betul!"

   "Dengan cara apa dia membawamu ke sana?"Nyo Yan mengajaknya menelusuri sebuah tebing karang dan membelok pada sebuah tikungan, sahutnya.

   "Dia menggunakan cara berayunan untuk melayang dari pohon yang ada di sini menuju ke sana. Kemudian setibanya di situ, dia baru mempergunakan tali untuk membawaku ke atas."

   Ternyata di atas permukaan dinding tebing yang curam itu terdapat sebatang pohon siong berusia seribu tahun yang menjulang ke angkasa, akarnya mencengkeram ke dalam batu cadas dengan batang dan ranting tumbuh ke empat penjuru, malah ada beberapa yang menjorok sampai ke dinding tebing seberang.

   "Baik,"

   Kata Leng Ping-ji kemudian.

   "akan kubawa kau menyeberangi tebing tersebut dengan cara itu pula."

   "Cici, jangan kau anggap hal ini suatu permainan belaka, paling tidak kau harus mempunyai keyakinan lebih dahulu."

   "Kau tak usah mengkhawatirkan keselamatanku, cepat kita bikin tali!"

   Dia lantas memotong beberapa rotan dan menyambungnya menjadi satu hingga menjadi sebuah tali yang kuat, ketika dicoba ternyata kekuatannya jauh lebih kuat daripada "Baik, aku akan segera ke sana,"

   Kata Leng Ping-ji kemudian.

   "Sebentar, lemparkan tali itu kemari dengan sekuat tenaga, lalu pegang ujungnya erat-erat, percayalah, aku pasti berhasil menarikmu untuk menyeberang ke sana."

   Usaha Pembunuhan yang Tak Terduga Dengan cepat Leng Ping-ji melayang naik ke atas sebuah pohon dan sambil menggelantung di atas seutas rotan diaberayun ke depan bagaikan bermain ayunan, makin lama tubuhnya berayun semakin tinggi.

   Menurut perhitungan, apabila rotan tersebut dapat diayunkan sampai lurus ke depan, maka jarak terjauh adalah tiga kaki dari dinding tebing seberang, itu berarti asal dia melejit dengan gerakan Burung Belibis Berjumpalitan di Udara, dia akan mencapai dinding seberang sana.

   Sementara itu Nyo Yan berdiri di bawah pohon, dalam waktu yang singkat pelbagai ingatan telah berkecamuk di dalam benaknya, kemudian sekulum senyuman licik segera tersungging di ujung bibirnya.

   Mendadak ia meloloskan sebilah pisau pendek.

   Dasar nasib Leng Ping-ji sedang baik, sewaktu badannya sedang melayang sampai di tengah jalan, tiba-tiba ia menyaksikan Nyo Yan yang sedang berada di bukit salju di belakang sana sedang tertawa licik Bukit itu merupakan sebuah bukit yang tercipta oleh pembekuan salju yang terjadi banyak tahun, permukaannya licin dan bening seperti cermin, apalagi di bawah timpaan sinar terang, otomatis mimik wajah Nyo Yan yang sedang menyeringai licik itu terpantul di atas permukaan tersebut.

   Kendatipun Leng Ping-ji tak tahu apa yang sedang dipikirkan Nyo Yan, akan tetapi pengalamannya berulang kali menghadapi usaha pembunuhan dari Toan Kiam-ceng menyebabkan kewaspadaannya selalu ditingkatkan terhadap setiap orang.

   
Taruna Pendekar Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Oleh sebab itu betapa terperanjatnya nona ini setelah menyaksikan senyum licik di ujung bibir Nyo Yan, sebab senyuman itu persis seperti senyuman Toan Kiam-ceng di kala hendak membunuhnya tempo hari.Tanpa berpikir panjang lagi ia segera berayun kembali, pada saat itulah tubuhnya menjadi enteng, Tanpa berpikir panjang lagi ia segera berayun kembali, pada saat itulah tubuhnya menjadi enteng, tiba-tiba rotan tersebut putus.

   Untung saja sewaktu badannya melenting balik tadi ia sudah membuat persiapan, berada di udara ia berjumpalitan dengan gaya Burung Belibis Berjumpalitan di Udara, kemudian ia mengarah sebatang pohon yang menjorok keluar, cepat- cepat disambarnya dahan pohon itu dan bergelantungan.

   Nyo Yan hanya sempat memotong rotan itu, tapi tak sempat memotong dahan pohon tersebut Rotan itu melingkar di atas dahan pohon, sedangkan pohon siong itu tumbuh di sisi tebing dengan dahan yang mencuat keluar, hal ini menyebabkan ia tak berani mendekati tepi tebing dan memotong dahan pohon tersebut.

   Dahan pohon siong tadi lebih kecil dari jari kelingking, masih untung ilmu,meringankan tubuh yang dimiliki Leng Ping-ji amat sempurna, cepat-cepat dia merangkak kembali ke atas dahan utamanya, menanti ia melompat turun dari pohon tersebut, Nyo Yan sudah kabur entah ke mana.

   Lolos dari ancaman maut, mula-mula Leng Ping-ji merasakan pikirannya kosong, hampir saja ia tak percaya kalau hal ini merupakan kenyataan.

   Dengan cepat dia memeriksa potongan rotan yang masih melingkar di atas dahan pohon tersebut, gadis itu ingin tahu putusnya rotan akibat tak kuat menahan bobot badannya atau karena sebab lain.Ternyata rotan bekas dipotong orang, ini dapat terlihat dari bekas putusnya yang rata dan halus.

   Tak terlukiskan rasa pedih Leng Ping-ji setelah menyaksikan keadaan itu, bahkan jauh lebih tersiksa sewaktu terjebak dan nyaris dipermainkan Nyo Yan tadi.

   Kalau dikatakan pertama kali tadi Nyo Yan berbuat keji kepadanya karena belum tahu siapa dia, betul kejadian itu menggemaskan, namun masih bisa dimaklumi.

   Tapi bagai- mana dengan kali ini? Kali ini dia sudah tahu siapakah Leng Ping-ji itu, bahkan menangis tersedu sambil menyatakan rasa sesalnya.

   Siapa tahu, di satu pihak ia memohon pengampunan dari Leng Ping- ji, di pihak lain ia merencanakan siasat keji untuk mencela- kainya.

   "Nyo Yan wahai Nyo Yan, aku benar-benar tidak mengira kalau kau telah mengidap penyakit syaraf."

   Leng Ping-ji tidak sampai mencaci maki, air mata pun masih bisa ditahan, akan tetapi hatinya telah berdarah.

   Dengan cepat Leng Ping-ji memusatkan kembali semua pikirannya dan berusaha untuk mengendalikan perasaan sedih yang mencekam perasaannya, setelah itu teriaknya.

   "Nyo Yan, kau tak akan berhasil menyembunyikan diri! Satu kali bisa bersembunyi, kedua kali tak akan bisa kau hindari. Betul aku bersedia melepaskan dirimu, tapi toako-mu dan para pendekar tak akan melepaskan dirimu dengan begitu saja! Dapatkah kau melanjutkan suatu kehidupan yang terpencil sepanjang hidup? Lebih baik keluar dan menyerahkan diri, beri tahukan kepada- ku, mengapa kau bersikap demikian kepadaku? Kalau tidak, bila sampai kutangkap maka aku tak akan mengampuni dirimu!"Rembulan bersinar terang di tengah keheningan yang mencekam tanah perbukitan itu, hanya suara deruan angin yang terdengar, namun tiada jawaban dari Nyo Yan. Batu cadas berserakan di sana-sini, semak belukar bergerombol di timur dan di barat, tidak diketahui Nyo Yan menyembunyikan diri di belakang batuan yang mana? Gadis itu mengetahui dengan pasti, dengan ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Nyo Yan, tak mungkin dia bisa kabur terlampau jauh, sudah pasti ia bersembunyi di sekitar tempat itu, namun untuk menemukan jejaknya bukan suatu hal yang gampang. Lagi pula bila telah berhasil menangkapnya apa pula yang bisa dia lakukan? Tegakah dia membunuhnya? Leng Ping-ji benar-benar tak tahu cara untuk menghadapi Nyo Yan, karena itu diam-diam ia menghela napas dan melepaskan niatnya untuk melakukan pencarian. Tindakan yang harus segera dilakukan adalah menemukan enci Lomana lebih dahulu, sedang binatang kecil itu biar saja hidup untuk sementara waktu.."

   Demikian Leng Ping-ji berpikir.

   Tapi, ke mana ia harus menemukan jejak Lomana? Segulung angin dingin berhembus lewat, pikiran Leng Ping- ji segar kembali.

   Setelah ia berhasil membongkar kedok kemunafikan Nyo Yan yang hendak mencelakainya, selapis kabut kebingungan yang semula menyelimuti matanya pun segera terhembus buyar.Tentu saja ia tak dapat mempercayai omongan Nyo Yan, juga tidak percaya kalau Toan Kiam-ceng bersembunyi di dalam sebuah gua yang penuh dengan alat jebakan.

   Setelah menenangkan kembali pikirannya, diam-diam ia menilai keadaan yang dihadapinya, (aiu berpikir.

   "Di dalam rumah batu itu mereka sengaja mengatur sebuah perangkap keji untuk menjebak orang yang datang menolong Lomana. Mana mungkin Toan Kiam-ceng si bajingan cilik itu bisa menyembunyikan diri dalam sebuah gua yang jauh letaknya dari rumah batu itu? Apalagi ilmu silat yang dimiliki Nyo Yan amat biasa, masa ia tak khawatir andaikata Nyo Yan tak sanggup menghadapi musuh tangguh?. Sesudah termenung sejenak tiba-tiba ia memahami akan sesuatu.

   "Aah, jangan-jangan ini siasat memancing harimau turun gunung? Rupanya Nyo Yan si binatang cilik itu telah memperalat rasa percayaku terhadap dirinya untuk menipu aku meninggalkan rumah batu itu pergi mencari Toan Kiam- ceng. itu berarti Toan Kiam-ceng si bajingan cilik itu pasti bersembunyi di sekitar ruangan batu ini, atau siapa tahu kalau di bawah tanah situ terdapat kamar rahasia.

   "Tapi, kenapa di kala ia tahu Nyo Yan sudah kukuasai, ia tidak menampilkan diri untuk menolong Nyo Yan?"

   "Aah, betul. Ia sudah mendengar bualanku, aku bilang ilmu pedang Peng-coan-kiam-hoat yang telah kupclajari sanggup mengalahkannya, dia takut tak mampu mengalahkan aku, maka tak berani memunculkan diri. Heehhheeehh seandainya betul-betul-demikian, boleh dibilang nasibku tadi sungguh mujur sekali."

   Tanpa terasa ia menjadi teringat kembali peristiwa tadi, walaupun dia menaklukkan Nyo Yan dengan mengandalkan kehebatan pedang mestika Peng-pok-han-kong-kiam, namuntenaga dalam yang dimilikinya waktu itu baru pulih dua tiga bagian, sesungguhnya berbahaya sekali keadaannya ketika itu.

   Kini tenaga dalamnya telah pulih delapan sembilan bagian, dia yakin sanggup untuk menghadapi Toan Kiam-ceng.

   Maka mengikuti dugaan sendiri, dia pun balik kembali ke tempat semula.

   Tiba di rumah baru itu, tampak mulut lorong rahasia tersebut belum ditutup, segala sesuatunya masih persis seperti ketika ia meninggalkannya tadi.

   Diam-diam Leng Ping-ji menjadi keheranan, dia tak tahu dugaannya benar atau tidak.

   Sementara orang-orangan yang terbuat dari kulit itu masih tergeletak di bawah, diam-diam Leng Ping-ji menghela napas.

   Lomana gadungan itu telah membuatnya terjebak, bagaimana dengan Lomana yang asli? Dia telah disembunyikan di mana? Sementara ia masih pusing dan termenung dengan kebingungan, mendadak terdengar suara yang cukup dikenal olehnya berkumandang.

   "Enci Leng, enci Leng!"

   Itulah suara Lomana! Untuk sesaat, hampir saja dia merasa dirinya sedang bermimpi, tapi suara panggilan itu terdengar amat jelas, sudah pasti bukan sedang bermimpi.

   la mencoba untuk meraba orang-orangan di bawah kakinya, benda itu memang orang-orangan, sudah tentu orang-orangan tak mungkin bisa berbicara.

   Tapi ia belum juga menemukan Lomana yang asli.

   Gadis itu coba mengintip dari mulut lorong rahasia, dalam ruang bawahtanah di mana ia bersua dengan Nyo Yan tadi pun tidak ditemukan jejak Lomana.

   Hampir saja dia akan menyahut, ingin memberitahukan kepada Lomana kalau ia sudah datang dan berada di situ.

   Untung saja dia cukup berpengalaman, dalam waktu singkat dia mengendalikan pergolakan emosi yang membara di dalam dadanya, dengan cepat segenap pikirannya dipusatkan dan ketenangannya pulih kembali.

   Ia tahu, Lomana berteriak memanggilnya belum tentu karena melihat kehadirannya, tapi Lomana pun tak mungkin memanggil namanya tanpa sebab-sebab tertentu, ditinjau dari sini, dapat diketahui bahwa kehadirannya di situ tadi pasti telah diketahui oleh Lomana.

   "Waktu itu, dia pasti sedang dikuasai oleh Toan Kiam-ceng si bajingan cilik itu, siapa tahu kalau jalan darahnya tertotok. Dan sekarang, Toan Kiam-ceng mengira aku telah pergi jauh, maka jalan darahnya baru dibebaskan. Aaai untung saja aku tidak bertindak gegabah, sudah pasti Toan Kiam-ceng hadir di sisinya sekarang, bila ia sampai mendengar suaraku, mana mungkin aku dapat menyelamatkan enci Lomana dari sekapannya? Aaai entah cara apakah yang harus kugunakan untuk menghadapinya?"

   Dugaannya memang benar, tapi sayang dia hanya berhasil menebak setengahnya saja.

   Ilmu meringankan tubuhnya segera dikerahkan dan diam- diam melompat masuk lewat mulut lorong tersebut, benar juga, dari dalam lorong itu segera terdengar seseorang sedang tertawa dingin."Heeehh heeehh kau masih ingin menantikan kedatangan enci Peng-mu untuk menolong? Jangan bermimpi di siang hari bolong."

   Selain ruangan di bawah tanah tersebut, masih ada ruangan rahasia lain, Lomana disekap dalam ruangan rahasia tersebut Dalam hal ini, dugaannya memang tepat Tapi orang yang sedang berbicara itu bukan Toan Kiam- ceng, melainkan suara seseorang yang masih asing.

   Gerakan tubuh Leng Ping-ji ibarat selembar daun yang jatuh ke tanah, sama sekali tidak menimbulkan suara barang sedikit pun juga, orang yang bersembunyi di dalam ruangan rahasia tersebut ternyata sama sekali tidak merasakannya.

   Cuma, Leng Ping-ji masih belum tahu bagaimana caranya untuk membuka pintu rahasia tersebut Sementara itu orang tadi telah mendengus dingin, lalu sambil tertawa dingin katanya.

   "Enci Leng-mu selama hidup tak akan datang kemari lagi."

   "Kau tak usah bicara sembarangan, ilmu silat yang dimiliki enci Leng sangat lihay, kalian tak akan mampu mencelakainya. Ia sedang pergi mencari Toan Kiam-ceng si manusia laknat. Tentu saja tak akan kembali kemari."

   Suara itu adalah suara dari Lomana yang sedang marah- marah.

   "Hmm, kau tahu siapa yang telah mengajak Leng Ping-ji pergi mencarimu?"

   Tadi Lomana tak sadarkan diri karena jalan darahnya tertotok, dia tak tahu bagaimana jalannya cerita sehingga Nyo Yan berhasil menipu Leng Ping-ji. Maka tanpa terasa dia bertanya.

   "Siapa?""Dia adalah Nyo Yan. Tentunya kau sudah tahu bukan, siapakah Nyo Yan itu?"

   "Benarkah orang itu adalah Nyo Yan?"

   Orang itu segera tertawa, sahutnya.

   "Kalau bukan Nyo Yan, masa budak she Leng itu bisa terperangkap? Heeeeh heehh heeehh kau toh pernah mengikuti Leng Ping-ji pergi ke Thtan-san, tentunya kau juga tahu bukan kalau hubungan Leng Ping-ji dengan Nyo Yan lebih akrab daripada hubungan antara kakak dan adik?"

   "Bila ia benar-benar adalah Nyo Yan, tak mungkin dia akan mencelakai enci Leng!"

   Seru Lomana cepat. Tapi suaranya kedengaran agak gemetar, dia hanya bermaksud untuk menghibur diri sendiri padahal tidak yakin. Orang itu segera tertawa terbahak-bahak.

   "Haah haahaa hahaha apa di dunia yang tak bisa berubah? Batu cadas di atas bukit karang pun akhirnya berlubang bila tertimpa air hujan, apalagi hanya manusia? Nyo Yan sudah bersumpah setia untuk mengikuti Toan toa-ko, kau anggap dia masih menganggap budak itu sebagai cici-nya?"

   Diam-diam Leng Ping-ji menghela napas panjang, pikirnya.

   "Walaupun orang ini adalah orang jahat yang sekomplotan dengan Toan Kiam-ceng, namun caranya berbicara masuk akal, manusia memang bisa berubah-ubah, adik Yan yang dulu kini sudah tiada lagi."

   Terdengar orang itu berkata lebih lanjut.

   "Betul ilmu silat yang dimiliki Leng Ping-ji masih jauh lebih hebat dari Nyo Yan, tetapi dia tak akan mengira kalau Nyo Yan bakal mencelakainya. Sekalipun aku tidak tahu dia mencelakainya dengan cara apa, tetapi aku tahu kecerdasan Nyo Yan, ia pasti akan berhasil mendapatkan akal untuk mencelakai jiwanya!Sebab itu, kuanjurkan kepadamu lebih baik padamkan saja ingatanmu itu, tak usah terlalu mengharapkan kedatangan Leng Ping-ji untuk menyelamatkan dirimu."

   "Aku tidak percaya, aku tidak percaya!"

   Teriak Lomana keras-keras. Tapi suaranya kian lama kian bertambah gemetar. Leng Ping-ji lantas berpikir.

   "Kali ini lagi-lagi jawabannya benar, cara Nyo Yan mencelakai diriku memang cukup pintar, sayang aku tidak berhasil dibunuhnya seperti apa yang diduga! Heeh heeh heeh heeh aku benar-benar baru pulang dari gerbang kui-bun-kwan, aku datang kemari untuk membuat perhitungan dengan kawanan siluman iblis itu!"

   Sayang, walaupun selisih mereka amat dekat namun terasa jauh sekali. Ia cuma mendengar suara Lomana namun tak mampu menyelamatkan dirinya. Tiba-tiba terdengar suara Lomana sedang berteriak lagi.

   "Hei, mau apa kau? Bila kau berani menyentuhku, aku akan segera bunuh diri di hadapanmu!"

   Leng Ping-ji mengira orang itu hendak menodai Lomana, saking mendongkolnya dia sampai mencak-mencak seperti kambing terbakar jenggotnya.

   Dia hanya gemas kenapa pedang Peng-pok-han-kong-kiam yang dipegangnya ini meski mestika namun bukan pedang yang tajam, kalau tidak, dia ingin menjebol pintu dan menyerbu kedalam.

   "Tak usah khawatir, aku tidak akan menodai dirimu,"

   Kedengaran orang itu berkata.

   "Asal kau mau menurut perkataanku dan ikut pergi, seujung rambut pun aku tidak akan mengganggumu."Setelah mendengar ucapan itu, Leng Ping-ji yang berada di luar baru menghembuskan napas lega, pikirnya, Tidak peduli dia bersungguh hati atau tidak, asal ia bersedia mengajak Lomana keluar dari situ, urusan jadi lebih gampang penyele- saiannya. Enci Lomana, kabulkan permintaannya."

   Sayang Lomana tidak tahu kalau dia berada di luar, sewaktu mendengar perkataan itu, ia tampak agak tercengang, kemudian katanya.

   "Bukankah Toan Kiam-ceng memerintahkan dirimu untuk tinggal di sini menjaga aku. Kau hendak mengajakku pergi ke mana?"

   "Pergi jalan-jalan,"

   Sahut orang itu sambil tertawa.

   "Sudah beberapa hari kau disekap di sini, masa tidak sumpek? Aku bersedia mengajakmu keluar dan berjalan-jalan."

   "Jalan-jalan? Enak amat kalau berbicara. Kau anggap aku adalah bocah berumur tiga tahun yang percaya obrolan setanmu? Sudah pasti mempunyai rencana busuk!"

   Orang itu segera tertawa "Kau jangan banyak curiga, sekalipun aku bernyali besar dan suka main perempuan, tak akan berani kulalap kekasih hari Toan toako!"

   "Kau kau tak usah mengaco belo."

   Teriak Lomana dengan gusar.

   "Aku lebih suka mati daripada menuruti perkataanmu."

   "Jangan mencari mati,"

   Kata orang itu sambil tertawa.

   "tak lama lagi, ayahmu pasti akan datang untuk menjemput pulang. Bila kau mati, bukankah dia orang tua akan merasa sedih?"

   Lomana menjadi tertegun.

   "Hei, jika ingin membohongi diriku, bohongi dengan kata-kata yang agak masuk di akal,"

   Serunya.

   "Dari mana ayahku bisa tahu kalau aku berada di sini? Kepandaianmu membohongi orang masih belum terhitung hebat.""Aku tidak bohong, untuk menarik rasa percayamu, aku telah memberitahukan segala sesuatunya."

   "Baik, coba kau katakan!"

   "Toan Kiam-ceng-lah yang pergi memberitahukan hal ini kepada ayahmu__"

   "Huuuh, omonganmu makin lama semakin melantur, masa bangsat itu bisa berbaik hati?"

   Orang itu segera tertawa terbahak-bahak.

   "Haah haa haa kau anggap ia berbuat demikian karena berbaik hati? Terus terang aku beri tahukan padamu, pada mulanya dia berhasrat untuk menodai tubuhmu, tapi melihat kau bersikeras menolak kemauan-nya, maka dia baru berubah pikiran. Ia bersedia melepaskan kau pulang, tentu saja disertai dengan beberapa syarat"

   Dengan cepat Lomana menjadi paham, dan katanya kemudian.

   "Ooh, rupanya dia hendak menggunakan aku untuk mengancam ayahku?"

   "Tepat sekali. Ayahmu kepala suku Wana, dia hanya mempunyai seorang putri saja, tak nanti ia tidak datang untuk menolong dirimu, walaupun wajahmu cantik jelita bak bidadari dari kahyangan, sayang orang cantik tak ada gunanya bagi Toan Kiam-ceng, apalagi kalau sesosok mayat belaka. Maka itu dia akan menggunakan dirimu menjadi barang barteran dengan kedudukan ayahmu, tentu saja tawar-menawar tidak bisa dihindari, dan aku rasa hargamu pun tak mungkin bisa terlampau rendah."

   "Bajingan itu sungguh menggemaskan, ayahku tidak akan sampai tertipu olehnya,"

   Seru Lomana dengan gemas."Aku berani bertaruh denganmu, ayahmu itu pasti rela mengorbankan segala-galanya demi menebus dirimu!"

   Lomana merasakan hatinya kalut sekali. Ia khawatir ayahnya kena tipu Toan Kiam-ceng, tapi dia pun berharap bisa berjumpa dengan ayahnya. la tahu cara pandang dari orang ini benar, diam-diam dia pun berpikir.

   "Benar, bila ayah tahu kalau aku terjatuh ke tangan bajingan cilik ini, sekalipun harus mengorbankan selembar jiwanya, dia pasti akan menolongku. Tapi ayah adalah ketua dari satu suku bangsa, seandainya Toan Kiam- ceng si bangsat keparat ini memang bermaksud untuk mem- peralat suku bangsaku dan memaksa ayah untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang tak ingin dia lakukan, apa dayanya? Aaaai untuk menghindari ayahku turut tersiksa, lebih baik aku mati saja!"

   Tapi berada dalam ruangan dan pengawasan yang ketat dari orang itu, mustahil dia bisa menemukan kesempatan untuk menghabisi nyawa sendiri.

   Selain itu, dia pun tak ingin cepat-cepat mati! Ia teringat kepada putranya, teringat suaminya, teringat teman-temannya, terutama sekali Beng Hoa dan Leng Ping-ji.

   Tiba-tiba timbul sepercik harapan dalam hati kecilnya.

   "Enci Peng sudah datang, walaupun orang ini mengatakan Nyo Yan pasti dapat mencelakai jiwanya, tapi perhitungan manusia tak akan mengalahkan perhitungan Thian, belum tentu harapan mereka itu tercapai. Kenapa aku harus mempercayai gertak sambalnya itu?"

   Setelah muncul setitik harapan tersebut berkobarlah kembali keinginan untuk melanjutkan hidup, diam-diam iaberpikir.

   "Sekalipun harus bunuh diri, aku harus mengetahui dengan pasti bahwa enci Peng telah tewas."

   Berpikir sampai di situ, dia menjadi ingin mengikuti orang ini keluar dari ruangan tersebut Tentu saja dia tahu kalau orang ini mempunyai maksud jahat tapi dia berharap bisa bertemu dengan Leng Ping-ji setelah tiba di luar ruangan rahasia itu.

   Belum habis ingatan tersebut melintas, terdengar orang itu telah berkata lagi.

   "Sudah kau pikirkan dengan matang belum? Toan Kiam-ceng sudah pergi selama dua hari, tak lama kemudian ayahmu akan datang menjemputmu, apakah kau tak ingin pulang ke rumah dan berkumpul kembali dengan suami dan anakmu? Turutilah perkataanku, mari kita pergi!"

   "Kenapa kau memaksaku unwk keluar dari sini? Aku tidak percaya dengan omongan setanmu tadi!"

   "Kau tak usah terlalu banyak bicara,"

   Kata orang itu sambil tertawa.

   "pokoknya aku tidak bermaksud mencelakai dirimu, aku pun tak akan menodai dirimu. Meski kau cantik, sayang dirimu bagaikan sekuntum bunga mawar yang penuh duri. Toan Kiam-ceng saja tak berani mengusikmu, masa aku berani?"

   Ternyata orang ini pun merasa kesal bercampur gelisah ketika dilihatnya sampai sekian lama Nyo Yan belum juga datang.

   Ia khawatir Nyo Yan gagal dan mengakibatkan kedatangan Leng Ping-ji, ia tidak mampu mengalahkan Leng Ping-ji.

   Cara yang paling baik untuk menanggulangi ini tentu saja pergi dan meninggalkan tempat itu untuk sementara, setelah ada kabar beritanya barulah dibicarakan lebih jauh.Tempat persembunyian yang akan dituju diketahui oleh Nyo Yan, asal Nyo Yan benar-benar berhasil mencelakai Leng Ping- ji, otomatis dia akan datang mencarinya.

   Karena tak bisa menunggu lebih jauh, segera ujarnya.

   "Hei. sebetulnya kau bersedia pergi tidak? Kalau tidak mau, terpaksa aku akan menggunakan kekerasan!"

   "Jangan sentuh aku, aku bisa berjalan sendiri!"

   "Haahh haahh haahh begitulah baru benar, baik, aku tak akan menyentuhmu, tapi harus berjaga-jaga, harap jangan menyalahkan!"

   Sembari berkata dia lantas melepaskan ikat pinggangnya dan membelenggu tangan Lomana, ketika selesai mengikat korbannya, ia baru berkata sambil tertawa.

   "Aku akan menuntunmu berjalan, boleh..."

   Sembari berkata dia lantas menekan tombol rahasia untuk membuka pintu rahasia tersebut.

   Mimpi pun dia tak mengira kalau Leng Ping-ji yang dikiranya sudah dibunuh Nyo Yan ternyata sedang mengintip dari luar.

   Leng Ping-ji memang sedang menunggu datangnya kesempatan tersebut.

   Begitu orang itu melangkah keluar dari pintu rahasia, peluru inti es nya segera disambitkan ke depan.

   Sambitan tersebut sangat tepat dan persis menghajar telapak tangan orang itu.

   Peluru inti es merupakan sebuah senjata rahasia yang dapat memancarkan hawa dingin yang menusuk tulang, kontan orang itu merasakan lengannya bergetar keras,kekuatannya punah dan cekatannya atas ikat pinggang tersebut pun mengendor.

   Taruna Pendekar Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Akan tetapi ilmu silat yang dimiliki orang itu pun cukup hebat, walaupun terkena peluru inti es, badannya tidak dingin membeku.

   Betul dia sampai bersin berulang kali, namun orang itu masih mampu melancarkan sebuah pukulan dahsyat Entah ilmu pukulan apa yang dilatihnya itu, begitu serangannya dilancarkan, hawa panas segera menderu-deru bagaikan gelombang panas yang baru keluar dari kuali mendidih. Sementara itu, Leng Ping-ji telah menubruk ke depan dan melindungi tubuh Lomana, berbareng itu pula pedang Peng- pok-han-kong-kiam-nya diputar menciptakan selapis hawa dingin yang menggidikkan.

   Dengan bergeraknya pedang Peng-pok-han-kong-kiam, hawa dingin segera memancar ke mana-mana dan menciptakan selapis jaring hawa dingin yang membekukan darah.

   Dalam waktu singkat seluruh ruangan telah diliputi cahaya berwarna putih.

   Hawa pukulan panas yang dipancarkan orang itu gagal menahan hawa serangan Peng-pok-han-kong-kiam, kontan ia bersin berulang kali dengan wajah memucat.

   Dalam pada itu, Lomana bersembunyi di belakang Leng Ping-ji, untung saja hawa dingin yang terpancar dari pedang mesti ka itu menggulung ke muka, dengan begitu pengaruh terhadap dirinya tidak begitu hebat.

   Sedikit banyak dia pun pernah berlatih tenaga dalam aliran Thian-san-pay, meski dasarnya tak kuat namun setelah hawadingin itu saling membentur dengan hawa panas dari lawan, hawa dingin yang tersebar masih mampu dihadapinya.

   Agaknya orang itu sadar kalau bukan tandingan, dengan cepat ia melejit ke udara dan melompat masuk ke dalam gua.

   Buru-buru Lomana berseru.

   "Jangan gubris diriku, cepat kejar manusia laknat itu!"

   Leng Ping-ji tersadar kembali, cepat dia menyambitkan tiga peluru inti es ke depan menyusul badannya turut melompat masuk ke dalam gua.

   Sebetulnya orang itu hendak menurunkan pintu batu begitu sampai di dalam gua, akan tetapi dengan tibanya serangan peluru inti es ia tak sempat untuk bertindak "Bajingan laknat, mau kabur ke mana kau?"

   Hardik Leng Ping-ji. Tubuh berikut pedangnya menciptakan selapis cahaya tajam langsung menusuk ke depan.

   "Lomana sudah kuracuni,"

   Kata orang itu dingin.

   "setengah jam lagi racun akan kambuh, kalau punya nyali hayolah kejar aku!"

   Sembari berseru, secara beruntun dia lepaskan tiga buah pukulan dahsyat Ketiga buah pukulan itu semuanya dilancarkan dengan sepenuh tenaga, gelombang hawa panas segera menggulung ke depan dengan dahsyatnya.

   Walaupun kehebatan dari pedang mestika Peng-pok-han- kong-kiam berhasil mengendalikan serangan tersebut, namun dalam keadaan terburu-buru, sulit buat Leng Ping-ji untuk mengalahkan dirinya.Sekarang Leng Ping-ji baru sempat melihat jelas paras muka siluman itu, dia berusia di antara tigapuluh tahunan, mukanya bulat dan rada-rada mirip wajah Nyo Yan.

   Secara beruntun orang itu melancarkan tiga pukulan, hawa panas yang menderu-deru dapat membendung hawa dingin yang keluar dari pedang Pcng-pok-han-kong-kiam.

   Di antara angin pukulan tercium bau amis yang memuakkan, untung saja Leng Ping-ji telah menelan separuh butir pil Pek-leng-wan yang terbuat dari teratai salju Thian-san, sehingga ia tidak terpengaruh oleh pukulan beracun itu.

   Dengan cepat Leng Ping-ji teringat akan satu hal, segera pikirnya.

   "Pukulan ini mirip sekali dengan ilmu pukulan Lui-sin- ciang keluarga Auwyang yang sudah lama hilang dari dunia persilatan, tapi dulu siluman berambut merah Auwyang Hong pun tidak memiliki kehebatan seperti ini."

   Kiranya Auwyang Tiong yang pernah menjadi gurunya Toan Kiam-ceng itu pun sebetulnya merupakan seorang keturunan dari suatu keluarga persilatan, kakeknya Auwyang Pek adalah seorang tokoh silat yang seangkatan dengan Kim Si-ih, ayah Kim Tiok-liu, jago pedang nomor wahid dari kolong langit Ketika itu, dengan mengandalkan ilmu pukulan Lui-sin- ciang, dia pernah malang melintang di dunia persilatan tanpa tandingan, cara kerjanya pun di antara lurus dan sesat kemudian ia dikalahkan oleh Kang Hay-thian murid tertua dari Kim Si-ih, dan bertobat pada usia tuanya sehingga kembali ke jalan yang benar.

   Anak cucu Auwyang Pek tak seorang pun yang memiliki bakat bagus seperti leluhurnya, sejak ia wafat, tak pernah keturunannya berhasil melatih ilmu Lui-sin-ciang tersebut hingga mencapai puncak.Sampai pada jamannya Auwyang Tiong, ia baru berhasil melatih ilmu jari Lui-sin-ci, ilmu Lui-sin-ciang belum mampu dikuasai sepenuhnya, kalau dibandingkan dengan Auwyang Pek, kakeknya, tentu saja masih terpaut jauh sekali.

   Sayang cara kerjanya justru lebih busuk dan sesat daripada Auwyang Pek, akibatnya dia harus tewas di bukit Thian-san ketika kawanan gembong iblis menyerang partai Thian-san.

   Begitulah, ketika Leng Ping-ji menghubungkan kembali luka pukulan beracun yang diderita Santala dengan pengalaman yang dialaminya barusan, dengan cepat ia berhasil memahami seluk-beluk persoalan itu, terhadap asal-usul orang ini serta hubungannya dengan Toan Kiam-ceng pun ia berhasil menebak tujuh delapan bagian.

   "Sudah pasti orang ini ada hubungan yang erat dengan Auwyang Tiong, kalau bukan keponakannya ya muridnya. Sejak pulang dari negeri Thian-tok, Toan Kiam-ceng telah menjalin hubungan yang akrab dengan mereka Dasar sama- sama busuk mereka jadi akur satu sama lainnya dan saling bertukar ilmu silat, di situ pula ia berhasil mempelajari ilmu pukulan Lui-sin-ciang milik Auwyang Tiong yang sangat lihay itu. Sebelum itu Toan Kiam-ceng telah mendapatkan kitab pusaka Tok-kang-pit-kip dari Han Ji-yan, tak heran kalau ilmu pukulan Lui-sin-ciang yang dipelajari bukan cuma lebih hebat dari permainan Auwyang Tiong, bahkan mengandung racun pula. Serangan yang dilancarkan orang ini hanya membawa bau amis, mungkin Toan Kiam-ceng memang sengaja merahasiakan bagian yang penting dari ilmu itu, maka tak heran kalau pukulan orang ini tidak beracun. Cuma kalau berbicara dari kemampuan orang ini dalam memainkan ilmu pukulan Lui-sin-ciang, bukan mustahil aku baru bisa merobohkannya setelah bergebrak ratusan jurus."Menurut orang itu, dia telah mencekoki Lomana dengan sejenis racun yang lambat kerjanya, Leng Ping-ji tidak berani mengabaikan ancaman tersebut dengan begitu saja Demikianlah di bawah serangan-serangan Leng Ping-ji yang gencar, mendadak orang itu melepaskan pukulan tipuan, kemudian membalikkan badan dan kabur.

   "Mau kabur ke mana kau!"

   Bentak Leng Ping-ji. Tubuh berikut pedangnya dengan menciptakan selapis cahaya tajam langsung menusuk ke depan.

   "Bila kau tidak memedulikan keselamatan jiwa Lomana, silakan mengejar kami,"

   Tantang orang itu.

   Sebuah pukulan yang dilancarkan sepenuh tenaga, kembali dilontarkan ke depan.

   Sejak semula Leng Ping-ji telah membuat persiapan, telapak tangannya segera diayunkan ke depan, dengan gaya Thian-Ii-san-hoa (Bidadari Menyebar Bunga) ia lepaskan tujuh butir peluru inti es ke depan.

   Orang itu berhasil menghindari tusukan maut pedang Leng Ping-ji, namun gagal menghindari peluru inti es tersebut.

   Tak ampun jalan darah Sian-ki-hiat di dada, Gi-khi-hiat di bawah iga dan Cian-keng-hiat di bahu kirinya terhajar telak.

   Seandainya senjata rahasia itu berganti dengan senjata rahasia yang terbuat dari logam, maka asal jalan darah Cian- keng-hiat terhajar telak, niscaya ilmu silat yang dimiliki orang itu akan punah.

   Berbeda dengan peluru inti es, begitu menyentuh badan lantas melumer dan tak sampai melukai tulang.

   Namun hawa dingin yang terpancar keluar akan segera menyusup masuk ke dalam badan lewat jalan darah, kendatipun orang itu pernahbelajar ilmu pukulan Lui-sin-ciang, toh tak tahan juga, sambil menjerit keras tubuhnya lantas menggelinding jatuh ke bawah bukit Walau begitu, Leng Pingit tak berani mengejarnya lebih jauh, sebab soal keracunannya Lomana ia lebih suka mempercayainya daripada tidak, sedang serangan gencar yang barusan dilakukan tak lebih hanya bermaksud untuk mendesak mundur musuhnya saja.

   "Siluman itu sudah terhajar tiga butir peluru inti es, mungkin selembar jiwanya masih bisa tertolong namun itu pun paling tidak membutuhkan waktu beristirahat selama sepuluh hari sampai setengah bulan sebelum sembuh betul, aku rasa ia pasti akan kabur ke bawah bukit untuk mengobati lukanya, atau dengan perkataan lain ia tak akan berani datang ke sini lagi."

   Maka dengan lega hati ia kembali untuk menolong Lomana. Tampak Lomana sudah merangkak keluar dari lorong bawah tanah dan sedang duduk dalam rumah batu menantikan kedatangannya.

   "Aah. cici, kau telah kembali!"

   Pekiknya keras.

   "aku sungguh merasa khawatir sekali, aku takut kau terjebak lagi oleh siasat licik mereka. Coba kau lihat, betapa licik dan kejinya mereka."

   Seraya berkata dia lantas menunjuk ke arah "Lomana"

   Gadungan yang tergeletak di atas tanah itu.

   "Sayang siluman itu sudah kabur. Walaupun mereka licik, untung aku hanya dirugikan sedikit dan tidak sampai terjebak sama sekali!"Melihat Lomana bisa merangkak sendiri, lagi pula suaranya tidak aneh atau menunjukkan gejala keracunan, hatinya menjadi lega.

   "Asal kau bisa kembali dengan selamat, ini sudah lebih dari cukup, soal pembalasan kita perhitungkan pelan-pelan saja. Cuma, dari mana kau bisa tahu kalau aku berada di sini? Apakah kau telah berkunjung ke rumahku? Bagaimanakah keadaan Santala?"

   "Tak usah khawatir, suamimu dan anakmu sehat semua. Sekarang jangan banyak bicara dulu, mari kuperiksakan denyut nadimu."

   Leng Ping-ji mengerti garis besar ilmu pertabiban, ketika nadinya diperiksa, ternyata denyutannya amat tenang tanpa gejala apa pun, legalah hatinya.

   "Apakah kau merasakan dadamu sesak, atau kepalamu pening, mata menjadi berkunang-kunang?"

   Demikian ia bertanya.

   "Tidak ada. Kenapa kau menanyakan soal itu kepadaku?"

   "Orang itu mengatakan kau telah keracunan."

   "Aah, semalam aku hanya makan ubi jalar, itu pun kumakan mentah-mentah sampai sekarang aku juga tidak minum air barang seteguk pun, dari mana datangnya racun itu?"

   Setelah mendengar penjelasan itu, barulah Leng Ping-ji sadar kalau dirinya lagi-lagi tertipu. Tapi dia rela dirinya tertipu, daripada membiarkan Lomana betul-betul keracunan. Sambil tertawa Leng Ping-ji lantas berkata.

   "Aku betul-betul sangat tolol sehingga kena gertak sambalnya, padahal asal aku mau memikirkan persoalan ini dengan seksama, tidak sulit untuk mengetahui bahwa dia sedang berbohong."Perlu diketahui, Lomana bukannya tak mengerti ilmu silat, tapi bila ilmu silat yang dimilikinya itu harus dibandingkan dengan kepandaian siluman tersebut sudah barang tentu selisihnya jauh sekali. Selain itu, siluman tersebut pun tidak tahu kalau hari ini bakal terjadi peristiwa, itu berarti tak mungkin mereka merencanakan untuk memasukkan racun keji ke dalam tubuh Lomana lewat makanan atau minuman, kalau diawasi saja dapat, kenapa pula mesti diracuni? Di samping itu, racun dari jenis mana pun mustahil bisa bekerja hanya dalam sehari atau beberapa jam saja, apalagi kalau setengah jam setelah ia dipaksa Leng Ping-ji kalang kabut tiada tempat untuk kabur. Menurut pengakuan Lomana tadi, dia makan ubi mentah pada sehari berselang, tapi sekarang denyutan nadinya tidak menunjukkan gejala keracunan, dengan cepat Leng Ping-ji merasakan hatinya menjadi lega. Maka dia pun menceritakan apa yang dilihatnya di rumah Lomana kepada perempuan itu, tahu kalau suaminya telah lolos dari ancaman bahaya, juga putranya sudah dikirim ke rumah ayahnya, Lomana merasa lega sekali.

   "Enci Peng, kali ini untung ada kau,"

   Ucap Lomana dengan penuh rasa terima kasih.

   "sayang kau tidak berhasil menjumpai Toan Kiam-ceng si bajingan cilik itu, aku rada khawatir kalau dia mendatangi ayahku dan bermain licik lagi di situ."

   "Sekarang, kau tak perlu mengkhawatirkan persoalan itu, baik-baik menjaga kondisi badanmu, segera kubawa kau turun gunung. Aah, benar, bagaimana dengan pengalaman selama beberapa hari ini?"Merah padam selembar wajah Lomana karena jengah, sahurnya.

   "Berulang kali bajingan tengik itu ingin menodai tubuhku, tapi dia takut aku mati, aku bilang kau bisa menjagaku hari ini, belum tentu bisa mengawasi aku besok, gampang bagiku bila ingin mati. Itulah sebabnya selama beberapa hari ini dia tak berani menyentuh diriku."

   "Soal tersebut telah kuketahui, yang ingin kuketahui adalah persoalan lainnya."

   "Persoalan apa?"

   "Tahukah kau, siapa nama siluman tadi?"

   "Toan Kiam-ceng memanggil bajingan itu saudara Auwyang, namanya tidak begitu jelas."

   Setelah tahu kalau dugaannya tak salah, kembali Leng Ping- ji berkata, asal kita sudah tahu kalau dia berasal dari keluarga Auwyang, itu sudah cukup.

   Masih ada satu hal lagi, bukankah kau pernah bertemu dengan Nyo Yan ketika berada di Thian- san dulu?"

   "Benar, cuma waktu itu dia masih seorang bocah ingusan."

   "Setelah tiba di sini, pernahkah kau bertemu dengannya? Apakah Toan Kiam-ceng bajingan cilik itu memanggilnya adik Yan?"

   "Sewaktu datang kemari untuk pertama kalinya, kami pernah bersua satu kali. Kemudian ia tak pernah masuk lagi ke dalam mang rahasia di mana aku berada, betul, Toan Kiam- ceng si bajingan cilik itu memang memanggilnya adik Yan."

   Leng Ping-ji segera merasakan hatinya bagaikan tenggelam, ia bertanya lebih jauh.

   "Menurut perasaanmu, miripkah dia dengan Nyo Yan?"Lomana segera tertawa "Pertanyaan ini seharusnya aku yang menanyakan kepadamu, masa kau malahan bertanya kepadaku? Dia mempunyai hubungan persaudaraan yang erat dengan dirimu, waktu berkumpul pun jauh lebih panjang daripadaku. Ketika aku berada di Thian-san tempo hari, aku hanya sempat bertemu beberapa kali aja, bagaimana tampangnya di waktu kecil dulu, aku sudah agak kabur sekarang. Cuma, kalau didengar dari pertanyaanmu itu, apakah kau menaruh curiga terhadap bocah tersebut?"

   Leng Ping-ji segera menghela napas panjang.

   "Aaai aku sangat berharap kalau bocah keparat itu bukan Nyo Yan, tapi kenyataannya telah membuat diriku tak bisa curiga lagi."

   Ternyata tujuannya menanyakan hai ini kepada Lomana mengandung setitik harapan, dia berharap Lomana sebagai orang di luar garis bisa menemukan titik-titik kelemahan. Tiba-tiba Lomana berseru.

   "Betul, aku pun merasa agak curiga."

   "Apa yang kau curigai?"

   Buru-buru Leng Ping-ji bertanya.

   "Dari soal wajah, aku tak berani bicarakan. Tapi soal watak, aku merasa tidak mirip. Sewaktu masih kecil dulu watak Nyo Yan memberikan kesan yang dalam kepadaku, dia sangat pintar juga nakal, tapi jelas dapat membedakan antara yang benar dan salah. Aku masih ingat, suatu kali demi melindungi seekor kijang kecil yang ditangkap burung elang, ketika gagal menghajar elang tersebut, ia menjadi marah dan bersedih hati sampai setengah harian lamanya."

   Bagaimanakah watak Nyo Yan ketika masih kecil dulu, tentu saja Leng Ping-ji jauh lebih memahami daripada Lomana.Apa yang disinggung Lomana tadi, dia pun tahu, maka sekalipun dibicarakan sama artinya bagaikan tidak dibicarakan, namun ucapan dari Lomana itu justru telah merangsang kembali pemikirannya lebih jauh.

   "Benar, sewaktu masih kecil dulu, adik Yan tidak seperti sekarang ini, setelah dewasa mengapa ia seakan-akan berubah menjadi seseorang yang lain?"

   Tapi, manusia dapat berubah, tanpa terasa ia teringat kembali akan perkataan dari siluman itu, lagi pula ucapan tersebut sudah cukup dipahami olehnya.

   Ambil contoh Toan Kiam-ceng.

   Ia teringat kembali akan Toan Kiam ceng pada sepuluh tahun berselang.

   Waktu itu Toan Kiam-ceng masih merupakan seorang pendekar muda pujaan hatinya, tapi pendekar muda itu lambat laun berubah menjadi rusak, akhirnya berubah menjadi seorang pembunuh keji yang beberapa kali ingin mencelakainya.

   Ia menghela napas dalam-dalam, pikirannya gundah dan bimbang.

   Lomana cukup memahami perasaannya saat itu, tanpa terasa dia pun ikut merasa sedih.

   Mendadak satu ingatan berkelebat dalam benaknya, ia lantas berkata.

   "Enci Leng, aku teringat lagi akan satu persoalan."

   "Persoalan apa?"

   "Aku berhasil menyadap pembicaraan Toan Kiam-ceng dengan mereka, agaknya mereka menyinggung tentang seseorang dan orang itu pun ada hubungannya dengan Nyo Yan."

   "Aah, cepat kau katakan!""Malam itu, Toan Kiam-ceng bajingan cilik itu mengira aku sudah tidur, ia bersama siluman she Auwyang dan Nyo Yan berbincang-bincang di kamar sebelah. Mula-mula siluman she Auwyang itu memberitahukan suatu persoalan kepada Toan Kiam-ceng, katanya ada seorang yang bernama Ki telah mun- cul kembali dalam dunia persilatan."

   "Haah, apakah Ki See-kiat?"

   Seru Leng Ping-ji dengan terperanjat.

   "Betul, betul, orang itu bernama Ki See-kiat. Aaai, maklum kata-kata di dalam bahasa Han banyak yang sama suaranya berbeda tulisannya, jadi sulit diingat. Setelah kau sebutkan tadi, aku baru yakin kalau ketiga patah kata itu benar."

   "Apa yang mereka bicarakan tentang Ki See-kiat?"

   Tanya Leng Ping-ji lagi.

   "Ketika mendengar kabar itu, Toan Kiam-ceng seperti rada tercengang. Kemudian terdengar ia bertanya kepada siluman she Auwyang itu. Bukankah aku dengar Ki See-kiat bocah keparat itu sudah lama lenyap tak berbekas? Tak ada yang tahu ke mana ia telah pergi, kenapa ia muncul lagi secara tiba-tiba? Aku malah mengira dia sudah mampus. Siluman itu pun segera menjawab, Betul, sejak dua tahun berselang diberbekas di sekitar Kota Iblis, tiga bulan berselang Kota Iblis telah dilanda gempa bumi hebat, semua bangunan di sana musnah, apakah Toan toako belum dengar tentang kabar berita ini? Ujar Toan Kiam-ceng kemudian, Aah, jadi telah berlangsung peristiwa begitu? Terus terang kukatakan, dua tahun berselang aku pernah minta tolong kepada Lian Kan-pei, To Kian-kong dan Sacam untuk memenggal batok kepala Ki See-kiat dan diserahkan kepadaku, siapa tahu nasibKi See-kiat memang sedang mujur, kebetulan dia bertemu dengan Leng Ping-ji, apa lacur Lian lotoa bertiga pun cuma gentong-gentong nasi yang tak berguna, mereka kena dibikin keok semua di tangannya. Cuma kemudian aku dengar ia bersama Sacam telah lenyap tak berbekas, aku tahu Sacam orangnya licik dan banyak tipu muslihatnya, aku sangka setelah kepergian Leng Ping-ji, siapa tahu ia sudah membunuh bangsat tersebut, atau mungkin kedua orang itu bersua kembali di Kota Iblis dan sama-sama mampus. Eeei, tahunya keparat itu masih mujur juga, ia belum mampus seperti yang kuduga, lantas tahukah kau kabar Sacam?"

   Setelah mendengar kabar dari Lomana ini, Leng Ping-ji merasa terkejut bercampur gembira, pikirnya kemudian.

   "Ternyata usaha pembunuhan terhadap Ki See-kiat tempo hari memang atas perintah Toan Kiam-ceng si bangsat terkutuk ini. Aku mengira dia sudah pulang, tak tahunya dia hilang lenyap sejak kepergianku dulu. Entah ia berhasil mendapatkan ilmu silat peninggalan dari Kui Hoa-seng suami istri atau tidak? Bila belum berhasil ditemukan, kini Kota Iblis sudah roboh, kitab pusaka itu pun pasti turut musnah, ya bagaimanapun juga ini patut disayangkan!"

   Terdengar Lomana melanjutkan kembali penuturannya.

   "Siluman she Auwyang itu segera tertawa dan berkata, Sacam tidak memiliki nasib semujur dia. Beberapa hari setelah terjadinya gempa bumi itu, ada orang berhasil menemukan mayat Satou, kakak seperguruan Sacam, kemudian di dekat permukaan telaga salju yang baru terbentuk, ditemukan pula mayat Sacam."

   Rupanya setelah terjadinya gempa bumi tersebut, sungai es meleleh dan berubah menjadi sebuah telaga salju. Jenazah Sacam yang selama ini tenggelam dan selalu berada di bawahlapisan salju pun menjadi terapung dan dapat melihat sinar matahari lagi.

   "Oh, sungguh berbahaya,"

   Pekik Leng Ping-ji.

   "Seandainya Ki See-kiat benar-benar berada di Kota Iblis bersama Sacam, entah dengan cara apa dia berhasil menghindarkan diri dari bencana tersebut?"

   "Apakah Ki See-kiat adalah sahabat karibmu?"

   Tiba-tiba Lomana bertanya. Merah padam selembar wajah Leng Ping-ji karena jengah, sahutnya dengan cepat.

   "Aku cuma kenal dia. Boleh dibilang sahabat!"

   "Kalau begitu, kau harus berusaha untuk membantunya, ada orang hendak mencelakai jiwanya."

   "Lagi-lagi Toan Kiam-ceng?"

   "Ada seorang lagi yang hendak mencelakainya, orang itu adalah Nyo Yan. Aaah, benar, tahukah kau Ki See-kiat apanya Nyo Yan? Kalau didengar dari pembicaraan mereka, tampaknya Nyo Yan masih mempunyai hubungan famili dengannya?"

   "Ki See-kiat adalah kakak misan Nyo Yan, dua tahun berselang baru datang ke Sin-Kiang dengan tujuan untuk mencari jejak Nyo Yan."

   "Kalau begitu tak salah lagi, tak heran kalau Toan Kiam- ceng hendak memperalat dia untuk menipu Ki See-kiat."

   "Sekarang Ki See-kiat berada di mana? Apakah mereka sudah tahu dengan jelas?"

   Lomana mengangguk dan melanjutkan kembali penuturannya.

   "Toan Kiam-ceng bertanya kepada siluman she Auwyang itu, dari mana dia bisa mendapatkan berita tentangKi See-kiat. Agaknya ia masih kurang percaya dengan kabar itu.

   "Siluman tersebut segera menyahut, Ada orang yang telah bertemu sendiri dengan Ki-See-kiat bocah keparat itu Siapakah orang itu? Toan Kiam-ceng segera bertanya. Jawab siluman itu, Dia adalah seorang Lhama dari golongan Mi- tiong, ia datang untuk mencari su-heng-nya. Tak lama setelah terjadi gempa bumi dahsyat yang memusnahkan Kota Iblis, ada dua orang Lhama golongan Mi-tiong yang telah menemukan jejak. Dari mulut Lian Kan-pei, kedua orang Lhama tersebut telah memperoleh keterangan tentang raut wajah Ki See-kiat, mereka itu pun tahu kalau suheng-nya Sacam turut lenyap bersamaan dengan lenyapnya Kie See- kiat, maka dia pun menanyai bocah keparat itu. Bagaimana kisah yang sejelasnya kurang begitu tahu, tetapi yang jelas mereka saling bertempur dengan serunya, kemudian kedua orang Lhama itu pun kena ditotok jalan darahnya oleh bocah itu. Kejadian ini kuketahui dari Lian Kan-pei, aku rasa tak mungkin dia akan membohongiku. Toan Kiam-ceng lantas berkata Jagi, Apakah Lian Kan-pei yang menyuruh kau me- nyampaikan berita ini kepadaku? "Siluman itu segera menjawab, Benar. Dia bilang ia telah memikul tanggung jawab yang berat, karena tak mampu melaksanakan tugasnya dengan baik maka tak berani datang untuk menjumpaimu. Dia titip, kabar ini padaku untuk disampaikan kepadamu, dengan harapan berita tak dapat menebus keteledorannya itu."

   "Toan Kiam-ceng segera tertawa dingin dan katanya, Justru karena orang-orang ini masih ada kegunaannya bagiku, maka kuampuni jiwanya, kalau tidak, hmm sekalipun dia ingin menebus dosanya juga tak akan bisa. Tetapi sekarang, tak usah mengurusi soal Lian lotoa lagi, aku hanya ingin tahu dimanakah kedua orang Lhama itu berjumpa dengan Ki See- kiatr "Siluman she Auwyang itu segera menjawab, Di selat Tong- ku-si-sia"

   Mendengarkan sampai di situ, tanpa terasa Leng Ping-ji segera menampilkan rasa kaget bercampur girang. Terdengar Lomana berkata lebih jauh.

   "Ketika Toan Kiam- ceng mendengar kalau kejadian itu berlangsung di selat Tong- ku-si-sia dia pun kelihatan terkejut bercampur girang. Waktu itu, meski aku pura-pura tidur, namun hal tersebut bisa kude- ngar dari nada suaranya."

   "Apa yang dia katakan?"

   Buru-buru Leng Ping-ji bertanya.

   "Dia mengulangi kembali pertanyaannya itu kepada siluman tersebut, apa benar berada di selat Tong-ku-si-sia? Siluman itu menyahut bahwa hal ini tak bakal salah lagi, Ki See-kiat berada di selat tersebut "Toan Kiam-ceng si bajingan keparat ini segera tertawa terbahak-bahak, katanya, Bocah keparat ini benar-benar surga ada jalan tak mau ditempuh, neraka tak berpintu justru dimasuki. Tapi aku tidak begitu jelas kenapa dia sampai berkata demikian."

   "Selat Tong-ku-si-sia merupakan jalan penting yang menghubungkan Kota Iblis dengan tempat ini,"

   
Taruna Pendekar Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Kata Leng Ping-ji.

   "Dengan ditemukannya Ki See-kiat di Tong-ku-si-sia, itu berarti bisa diduga kalau Ki See-kiat pasti akan datang kemari. Jalan itu terpencil dan sepi sekali, bila ingin membunuh seseorang di tempat itu, maka hal ini bisa dilakukan dengan sangat mudah tanpa khawatir diketahui oleh siapa pun juga.""Ooh, kiranya begitu, tak heran kalau Toan Kiam-ceng menitahkan kepada Nyo Yan agar turun tangan di jalan tersebut"

   Berbicara sampai di sini, mendadak dia bertanya lagi.

   "Enci Leng, dulu apakah mereka kakak beradik misan pernah saling bersua muka?"

   "Belum mencapai umur satu tahun Nyo Yan telah dibawa Miau Tiang-hong ke bukit Thian-san, walaupun Ki See-kiat adalah kakak misannya, namun belum pernah bersua muka. Kenapa secara tiba-tiba kau ajukan pertanyaan itu?"

   "Setelah kupikirkan kembali sekarang, terasa ada hal-hal yang mencurigakan dalam soal ini."

   "Kecurigaan apa?"

   Buru-buru Leng Ping-ji bertanya Lomana segera menuturkan kembali apa yang berhasil didengarnya.

   "Setelah Toan Kiam-ceng mendengar kalau Ki See-kiat ditemukan jejaknya di selat Tong-ku-si-sia barulah dia mengajak Nyo Yan berbincang-bincang. Dia bilang begini, Ki See-kiat datang ke Sinkiang dan Tibet karena hendak mencarimu, menurut pendapatku, tak usah menunggu sampai dia datang mencarimu, lebih baik kau saja yang pergi mencarinya. Enci Leng, tak usah kukatakan tentunya kau bisa menduga sendiri bukan, dia menyuruh Nyo Yan bocah keparat ini untuk mencelakai Ki See-kiat"

   "Bagaimanajawaban Nyo Yan?"

   "Sejak permulaan sampai terakhir Nyo Yan si bocah keparat ini kelihatannya masih ragu, dia bilang ia tidak pernah bersua dengannya, andaikata dia tidak percaya kalau dirinya adalah adik misannya, padahal ilmu silat orang itu jauh melebihi dirinya, maka."Belum sampai dia menyelesaikan kata-katanya, Toan Kiam- ceng telah menukas sambil tertawa, dia berkata, Justru itu, karena belum pernah bersua denganmu, maka ini lebih gampang ditipu! Asalkan kau ingat selalu dengan perkataan yang kuajarkan kepadamu, jangan khawatir kalau tak dapat membohonginya "Enci Leng, cobalah kau teliti pembicaraan mereka ini dengan seksama, bukankah akan terasa hal-hal yang patut dicurigai? "Mengapa Toan Kiam-ceng mengatakan berhubung Ki See- kiat belum pernah bersua dengan Nyo Yan, maka dia baru lebih gampang ditipu? Apakah asli atau tidaknya Nyo Yan tidak pantas untuk dicurigai?"

   "Ucapan dari Toan Kiam-ceng itu memang sedikit agak aneh, tapi bisa juga diartikan mereka memang belum pernah bersua muka Ki See-kiat tidak tahu perbedaan watak Nyo Yan yang telah berubah amat besar, sebab itu dia pasti akan lebih percaya dengan obrolannya. Sedang aku karena terlalu akrab dengannya di masa kecil dulu, maka sedari permulaan sudah menaruh rasa curiga."

   "Kalau begitu, kau sudah percaya sepenuhnya kalau bocah keparat itu adalah Nyo Yan?"

   Leng Ping-ji menghela napas panjang, katanya.

   "Dia sanggup menceritakan keadaannya ketika bersamaku di bukit Thian-san dulu, lagi pula di atas lengannya terdapat tahi lalat merah, mestinya tak bakal salah lagi."

   "Kalau memang begitu, kita tak usah mempersoalkan asli atau tidaknya lagi. Persoalan terpenting yang kita hadapi sekarang adalah kau harus secepatnya memberi kabar kepadaKi See-kiat agar dia jangan sampai termakan oleh tipu muslihat Nyo Yan booah keparat itu."

   Leng Ping-ji merasakan pikirannya kalut sekali, dia hanya membungkam seribu bahasa.

   "Cici, apa yang sedang kau pikirkan?"

   Lomana segera menegur.

   "Aku belum lagi mendapatkan cara yang baik untuk mengatasi hal lini."

   "Sebenarnya Ki See-kiat itu orang baik atau bukan?"

   "Dia orang baik."

   "Kalau memang orang baik, lagi pula temanmu, kenapa kau tidak berusaha menolong dirinya?"

   Tanya Lomana tercengang.

   "Persoalan ini memang penting sekali artinya, tapi masih ada persoalan lain yang jauh lebih penting lagi"

   "Kau lupa kalau Toan Kiam-ceng bajingan cilik itu sedang bersiap-siap untuk mempergunakan dirimu untuk mengancam ayahmu."

   "Bila aku sudah lolos dari mara bahaya, sudah pasti bajingan cilik itu tak akan mampu menggertak ayahku lagi. Besok kita akan turun bukit, aku akan mengajak Santala berangkat ke rumah ayah dan menjelaskan duduk persoalan yang sebenarnya."

   "Toan Kiam-ceng telah berangkat dua hari berselang, kalau menurut perhitungan, semestinya dia sudah sampai di rumah .ayahmu. Malah kemungkinan besar kalian akan berjumpa dengan mereka di tengah jalan nanti."

   "Akan kusuruh Kalisi dan kawan-kawannya berangkat bersamaku, bidikan panah mereka amat jitu. Ayah pun pastimembawa serta pengawalnya, sehingga andaikata terjadi pertarungan, meski ilmu silat bocah keparat itu lihay, kita pun tak perlu jeri padanya."

   "Tapi aku masih tetap belum berlcga hati. Lagi pula antara aku dengan dia memang mempunyai dendam kesumat sedalam samudra, aku ingin buru-buru mencarinya untuk membuat perhitungan. Lebih baik kita langsung ke rumah ayahmu lebih dulu, biar aku yang menghadapi Toan Kiam- ceng. Setelah itu aku baru berangkat ke selat Tong-ku-si-sia untuk memberi kabar kepada Ki See-kiat."

   Lomana berpikir sebentar, lalu katanya, Terus terang saja, yang paling kukhawatirkan tentu saja ayahku daripada Ki See- kiat yang belum pernah kujumpai itu, andaikata kau hendak turun tangan sendiri untuk menghadapi Toan Kiam-ceng si bajingan cilik itu, bagiku hal ini tentu saja jauh lebih baik, tetapi cara pemikiranku ini terlampau egois, lagi pula tidak adil bagimu."

   "Aku tidak mengerti maksudmu. Kau tahu bajingan itu adalah musuh kita semua, aku membantu ayahmu sama artinya dengan membantu diriku sendiri. Sekalipun kau tidak menginginkan aku berbuat demikian, aku tetap melakukannya, apakah artinya mementingkan diri sendiri atau tidak?"

   "Andaikata dua masalah tersebut bisa kau kerjakan bersamaan, tentu saja aku tidak keberatan bila kau ingin membalas dendam,"

   Ucap Lomana.

   "tetapi sekarang, aku kha- watir kau akan membalas dendam lebih dulu terhadap Toan Kiam-ceng bajingan cilik itu, bila sampai begitu, maka kau tak akan sempat lagi untuk menolong temanmu.

   "Membalas dendam memang penting, bila sampai kehilangan seorang teman baik, maka peristiwa ini akan membuat kau menyesal sepanjang jaman! Ooh cici, akusangat berharap kau bisa memperoleh jodoh dan kebahagiaan, andaikata lantaran harus membantu ayahku sehingga menyebabkan kau."

   Merah jengah selembar wajah Leng Ping-ji, buru-buru dia menukas.

   "Aku dapat memahami maksudmu, tapi sayang hubunganku dengan Ki See-kiat tak lebih hanya persahabatan biasa."

   "Enci Leng, konon beberapa tahun belakangan ini, kau selalu mengembara seorang diri di padang rumput?"

   "Betul, selama banyak tahun aku selalu mencari Nyo Yan. Aaai, tahu begini, lebih baik aku tidak mencarinya."

   "Selama luntang-lantung seorang diri, tidakkah kau merasa kesepian?"

   "Sudah terbiasa aku hidup seorang diri, lama-kelamaan juga tidak terasa lagi."

   "Selama banyak tahun, selain Ki See-kiat, teman baru mana lagi yang kau kenal?"

   Leng Ping-ji segera menggelengkan kepalanya berulang kali.

   "Dengan Ki See-kiat pun aku baru berjumpa sekali,"

   Ucapnya. Lomana segera mengalihkan sorot matanya dan menatap gadis itu lekat-lekat, kemudian dengan maksud lebih mendalam ia berkata lagi.

   "Kehilangan seorang teman amat mudah, tapi memperoleh seorang teman amat sulit, kalau toh dia merupakan satu-satunya teman baru yang kau kenal, maka lebih-lebih jangan sampai kau kehilangan dirinya."

   Di balik perkataan masih ada perkataan, akan tetapi ucapan itu diutarakan dengan tulus hati.Leng Ping-ji termenung beberapa saat lamanya, kemudian baru berkata.

   "Pekerjaan manakah yang harus kulaksanakan lebih dulu, biar kita tentukan besok sesampainya di rumahmu saja. Persoalan paling penting yang kita hadapi sekarang adalah kau tak boleh memikirkan persoalan apa pun, tidur yang nyenyak, pelihara tenaga dan kesegaran badan, dengan demikian besok kita baru punya tenaga untuk turun gunung."

   Dia lantas mengeluarkan ransum kering serta daging yang dibawanya untuk dimakan bersama Lomana, setelah itu dengan mempergunakan simhoat tenaga dalam partainya membantu perempuan itu untuk melancarkan peredaran darahnya dan menggiring hawa mumi kembali ke pusar.

   Lomana segera merasakan tubuhnya segar dan nyaman, tak lama kemudian ia sudah tertidur nyenyak.

   Jika Lomana bisa tidur dengan tenang, lain halnya dengan Leng Ping-ji, dia merasa gundah sehingga mata tak mau dipejamkan.

   Bayangan Ki See-kiat muncul kembali di depan mata.

   Betul mereka baru berjumpa sekali, namun bayangannya seakan- akan sudah melekat dalam hatinya.

   Teringat kembali sesaat sebelum mereka berpisah, teringat bait syair yang dibacakan olehnya ketika itu, serta sorot mata Ki See-kiat yang menatapnya dengan berat hati.

   Kini dia merasa seakan-akan sorot mata Ki See-kiat sedang menatap wajahnya, itulah sorot mata penuh pengharapan, berharap bisa bersua kembali dengannya.

   Tapi, mungkinkah baginya untuk mengesampingkan semua persoalan di sini.

   Tidak mempedulikan keselamatan Lohay, kepala suku Wana?Makin dipikir harinya makin kalut, pikirannya makin kacau, semalam suntuk ia tak dapat tertidur barang sekejap pun, akhirnya fajar pun menyingsing, Lomana pun telah mendusin.

   Setelah beristirahat semalam penuh, kesegaran Lomana telah pulih kembali, dia pun mulai ribut untuk cepat-cepat turun gunung.

   Separuh menggantungkan diri pada semangat serta kekuatan sendiri, separuh yang lain tergantung pada petunjuk dari Leng Ping-ji, walaupun bukit Soat-hong amat terjal, namun Lomana dapat mengikuti di belakangnya dengan mantap dan cepat.

   Setelah melewati jalan gunung yang terjal dan berbahaya, baru saja tiba di kaki bukit dekat mulut lembah, mendadak secara lamat-lamat mereka mendengar suara dentingan nyaring.

   Leng Ping-ji segera memasang telinga dan memperhatikannya sebentar, kemudian dengan perasaan tercengang pikirnya.

   "Heran, di sini toh bukan Kota Iblis dengan hembusan angin atau suara sungai es yang mengalir dalam batu karang, lantas suara apakah yang terdengar. Baru saja dia hendak bertanya kepada Lomana, perempuan itu sudah keburu berkata lebih dulu.

   "Hei, rupanya ada orang mendaki gunung!"

   Siapa yang Menghajar Toan Kiam-ceng? Waktu itu, Leng Ping-ji berada di tempat yang tinggi, dengan cepat dia melongok ke bawah, betul juga, lamat-lamat ia menyaksikan ada beberapa titik hitam sedang bergerak diatas padang rumput, titik hitam itu makin lama makin membesar.

   Mengetahui kalau perkataan Lomana tak salah, ia menjadi geli sendiri, pikirnya.

   "Aku hanya berpikir tentang musuh, tak disangka orang sendiri yang telah datang memberibantuan."

   Dengan cepat dia menghimpun tenaga, lalu mengirim suaranya ke bawah sana.

   "Siapa yang berada di bawah sana?"

   Sementara menegur, kakinya sama sekali tidak berhenti, sambil menuntun Lomana, dengan cepat mereka lari turun ke bawah. Agaknya orang itu merasa terkejut bercampur girang, dengan mengerahkan segenap tenaga yang dimilikinya dia berteriak.

   "Aku adalah Kalisi. Leng lihiap-kah kau? Apakah koko (sebutan nona untuk orang bangsa Boan) kami telah ditemukan?"

   "Aku dan enci Leng segera turun ke bawah,"

   Jawab Lomana kegirangan.

   "kalian tak usah naik!"

   Ketika mereka lari ke bawah bukit sana, pemandangan di bawah terlihat makin jelas.

   Tampak Kalisi disertai beberapa orang lelaki lain, dengan tali mengikat pinggang sedang bergerak naik ke atas.

   Kalisi yang berada di paling depan dengan tangan sebelah memegang palu besi, tangan lain membawa paku panjang sedang memaku dinding tebing yang curam itu.

   Di kaki bukit tampak pula bayangan manusia yang berjumlah belasan orang, agaknya mereka pun sedang bersiap-siap untuk naik ke atas gunung.

   Perlu diketahui, ilmu meringankan tubuh yang mereka miliki tentu saja tak bisa dibandingkan dengan Leng Ping-ji, bilaingin mendaki bukit karang yang terjal semacam itu maka hanya cara ini saja yang bisa mereka pergunakan.

   Pada mulanya Leng Ping-ji tidak menyangka akan mereka, dia hanya berpikir, seandainya yang datang adalah orang, maka hanya gerombolan dari Toan Kiam-ceng saja yang bisa muncul di bukit Soat-hong tersebut, untuk mendaki bukit se- macam ini, tentu saja gerombolan tersebut tak perlu membuang banyak tenaga seperti ini.

   Oleh sebab itu, semenjak permulaan ia tak menduga kalau suara dentingan itu adalah suara orang yang sedang mendaki bukit Tatkala mereka berada di bawah kaki bukit, kawanan pemuda itu segera bersorak-sorai dengan riang gembira, serentak mereka menyerbu maju dan mengerubunginya Kalisah enci-nya Kalisi juga berada di antara kelompok manusia itu, dialah orang pertama yang menghampiri Lomana.

   "Enci Kalisah,"

   Kata Lomana kemudian sambil tertawa.

   "dari mana kalian bisa tahu kalau aku berada di sini?" .

   "San toako yang menduganya, enci Lomana, tak usah banyak bicara lagi, cepatlah pulang ke rumah, ayahmu sedang menanti kau di rumah!"

   Dia sendiri pun merasa girang setengah mati sehingga tak sempat bertanya bagaimana cara Lomana meloloskan diri dari ancaman mara bahaya. Tampak Lomana amat terkejut, buru-buru tanyanya.

   "Apa? Ayahku juga telah datang? Sekarang, dia-dia berada di mana?"

   "Kelo (ketua suku) berada di rumahmu,"

   Sahut Kalisi.

   "sebetulnya dia ingin turut datang kemari, kamilah yang menasihatinya agar jangan menyerempet bahaya."Sementara pembicaran berlangsung, para pemuda itu sudah menuntun datang dua ekor kuda jempolan dan diserahkan kepada mereka. Sambil melompat naik ke atas pelana kuda, Leng Ping-ji lantas bertanya.

   "Adakah orang asing yang datang bersama kelo?"

   "Yang datang bersama kelo hanyalah pasukan berani mati dari suku kami!"

   Leng Ping-ji menjadi lega hati, dia lantas menyemplak kudanya dan bersama Lomana berangkat pulang.

   "Heran, ke mana perginya Toan Kiam-ceng bajingan cilik itu?"

   Seru Lomana di tengah jalan.

   "Aku malah, mengira ayah sudah kena diancam oleh bajingan cilik itu sehingga terpaksa mesti pulang kemari."

   "Kita tak usah menduga yang bukan-bukan sekarang, toh setibanya di rumah segala sesuatunya akan menjadi jelas dengan sendirinya."

   Kuda yang mereka tunggangi adalah kuda-kuda jempolan, larinya cepat seperti terbang, selang beberapa saat kemudian, mereka telah meninggalkan semua orang jauh di belakang.

   Tak sampai tengah hari, mereka telah sampai di rumah Lomana "Aah, koko (nona) kau telah kembali!"

   Seorang prajurit tua yang mukanya telah berkeriput lari menyongsong kedatangan mereka.

   Prajurit tua ini bernama Saliau, dia adalah komandan pasukan yang dipimpin Lohay.

   Saat itu rupanya sedang bertugas menjaga keamanan di depan pintu.Menyusul kemudian dari dalam rumah bermunculan Lohay serta Santala.

   Lomana segera menubruk ke dalam pelukan ayahnya sambil berkata.

   "Ayah, dari mana kau bisa tahu kalau aku sudah tertimpa musibah? Baik baikkah kau?"

   La masih rada khawatir, ia tak tahu apakah ayahnya telah berjumpa dengan Toan Kiam-ceng atau tidak, apakah kena disergap secara licik oleh Toan Kiam-ceng atau tidak? Sambil tertawa Lohay lantas menjawab.

   "Tampaknya tulang badanku makin tua semakin keras, tiada sesuatu yang tak beres. Soal kepulanganku kali ini biar kita bicarakan nanti saja, Santala amat meng-khawatirkan keselamatanmu, nah, temuilah dirinya lebih dahulu."

   Seraya berkata dia lantas mendorong putrinya ke hadapan menantunya, kemudian ia baru saling menyapa dengan Leng Ping-ji. Tampak Santala dengan air mata bercucuran kegirangan segera memeluk istrinya erat-erat sambil berbisik.

   "Terima kasih dewa, atas perlindunganmu, kau benar-benar telah pulang kembali."

   "Kau harus berterima kasih kepada enci Leng,"

   Kata Lomana sambil tertawa lebar.

   "Ayah, coba kalau bukan Leng lihiap yang membantu, entah bagaimana nasibku? Tadi, ia telah bertemu pula dengan Kalisa dan adiknya."

   "Aku sudah tahu,"

   Jawab Lohay tenang.

   "Maka sewaktu kudengar Leng lihiap telah berangkat menolongmu, aku pun merasa amat lega"Sambil mengelap air matanya, Santala segera berkata pula.

   "Aku tahu Leng lihiap pasti dapat menolongmu, cuma, terus terang saja, aku tak menyangka kalau kau bisa pulang secepat ini! Leng lihiap, selain menolong jiwaku, kau pun telah menolong Lomana aku tidak tahu bagaimana hama memperlihatkan rasa terima kasihku kepadamu."

   "Kita toh sudah pernah hidup senang dan sengsara bersama-sama. buat apa kata-kata sungkan macam itu disinggung lagi?"

   Lomana segera menarik tangan suaminya dan masuk bersama, terbayang kembali peristiwa pada malam itu, semua terasa bagaikan sebuah impian belaka Dengan lembut ia lantas bertanya kepada suaminya.

   "Konon kau sudah terkena pukulan beracun dari bangsat itu, sudah sembuhkah?"

   "Jika belum sembuh, mana mungkin aku bisa pulang sendiri ke rumah?"

   Jawab Santala sambil tertawa. Lomana merasa gembira sekali.

   "Soal pengalamanku selama beberapa hari ini biar kuceritakan lain waktu saja Dan sekarang, aku perlu untuk mengetahui dulu tentang saru hal."

   "Hal apa?"

   Lomana segera berpaling ke arah ayahnya, lalu bertanya.

   "Ayah, apakah Toan Kiam-ceng telah pergi mencarimu?"

   "Aku memang hendak menceritakan kejadian ini kepada kalian, justru karena bajingan cilik itu telah berkunjung ke sana, maka aku jadi khawatir dan cepat-cepat pulang kemari."

   Jawaban tersebut dengan cepat membuat Lomana menjadi tertegun, kembali dia berkata.

   Taruna Pendekar Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Bagaimana sih ceritanya? Jadikau belum tahu kalau aku sudah terjatuh ke tangan bajingan cilik itu? Aku masih mengira bajingan itu pasti pergi mengan- cammu, apakah dia tidak berkata apa-apa?"

   "Aku hanya sempat mendengar suaranya, namun tidak bertemu dengan orangnya. Malah Saliau yang telah melihatnya."

   "Empek Sa, apakah kau yang telah menghajarnya sampai kabur?"

   Lomana segera berpaling ke arah prajurit yang tua itu. Saliau segera tertawa lebar.

   "Aah, dari mana aku memiliki ilmu silat sehebat itu? Dugaanmu memang tak salah, bajingan cilik itu sebelum bertemu dengan ayahmu telah keburu dihajar dulu oleh seseorang hingga kabur. Cuma orang itu bukan aku!"

   "Siapakah orang itu?"

   Tanya Leng Ping-ji dengan perasaan tercengang dan tidak habis mengerti.

   "Aku sendiri juga tidak tahu."

   "Hei, apa yang sebenarnya telah terjadi?"

   Pekik Lomana.

   "cepat kalian beritahukan kepadaku!"

   "Peristiwa itu berlangsung pada tiga malam berselang,"

   Tutur Lohay.

   "Waktu itu aku baru saja tertidur, tiba-tiba dari atas atap terdengar suara, agaknya suara atap yang terinjak remuk. Pada mulanya aku tak ambil perhatian, tapi saat itulah kudengar ada orang yang memaki, Bagus sekali, Toan Kiam- ceng! Rupanya kau?"

   "Bajingan cilik itu lantas membentak, Siapa kau? Kalau kudengar dari logatmu kau adalah bangsa Han bukan? Aku hanya datang mencari Lohay, persoalan ini tiada sangkut pautnya denganmu, bila tahu diri cepat menyingkir dari sini, kalau tidak, jangan salahkan aku.""Belum habis bajingan cilik itu berkata, orang itu sudah tertawa dingin sambil berseru, Toan Kiam-ceng, kau tidak kenal denganku? Heeehh heeeh heeh kedatanganku kemari justru hendak membuat perhitungan denganmu, dengan susah payah aku berhasil menemukan jejakmu di sini, sekalipun kau yang menyingkir pun aku masih akan mengejarmu, masa kau suruh aku yang menyingkir?"

   "Sementara pembicaraan tersebut masih berlangsung, agaknya ia sudah terlibat dalam suatu pertarungan yang seru melawan bajingan cilik itu, ini bisa kudengar dari suara senjata tajam yang saling membentur.

   "Begitu kukenali suara Toan Kiam-ceng, karena kutahu kalau ilmu silat yang dimiliki bajingan cilik ini sangat lihay, akhirnya aku melompat bangun dengan tujuan hendak melawannya.

   "Tapi sayang, saat aku tiba dtengah halaman, mereka sudah melalui beberapa buah rumah, suara-suara pertarungan tersebut makin lama semakin jauh. Aku hanya sempat mendengar suaranya tak melihat bayangan tubuh mereka lagi.

   "Bagaimana cerita selanjurnya; lebih baik, kalian tanyakan kepada Saliau saja."

   Leng Ping-ji yang mendengar penuturan tersebut jantungnya segera berdetak keras, jangan-jangan orang asing itu adalah Ki See-kiat? "Kalau dibicarakan sesungguhnya memalukan sekali,"

   Ujar Saliau kemudian.

   "Malam itu, akulah yang bertugas jaga malam, ternyata kehadiran pencoleng tersebut sama sekali tidak kurasakan sampai kudengar ada atap yang terinjak remuk baru kuketahui akan hal ini."Ketika itu, Toan Kiam-ceng si bajingan cilik itu pun belum merasa kalau ada orang yang mengejarnya.

   "Orang itu masih berada pada jarak dua buah gedung dari tempat kejadian, tiba-tiba terlihat tangannya diayunkan, terasa ada semacam cahaya tajam yang menyilaukan mata berkelebat lewat, begitu cahaya tajam itu menyambar lewat, tubuhku tanpa terasa menjadi menggigil sendiri. Mungkin Toan Kiam-ceng terkejut akibat terkena serangan gelap yang datang secara tiba-tiba itu, sehingga dia sampai menginjak hancur atap rumah."

   Kembali Leng Ping-ji berpikir.

   "Senjata rahasia yang dia katakan itu sedikit rada mirip dengan peluru inti es yang mahasakti, tapi mustahil Ki See-kiat bisa memiliki peluru inti es. Ehm, jangan-jangan dia berhasil pula melatih ilmu pedang Peng-coan-kiam-hoat dan berhasil membuat senjata rahasia peluru inti es dengan mempergunakan salju abadi dalam gua? Walaupun tak bisa melebihi kehebatan peluru inti es milikku, tapi hawa dinginnya cukup untuk membuat orang biasa merasa bergidik."

   Sementara dia masih melamun, terdengar Lomana bertanya.

   "Empek Sa, benarkah bajingan cilik itu adalah Toan Kiam-ceng? Apakah kau tidak salah melihat?"

   "Hmm, sekalipun bajingan ini berubah menjadi abu pun aku tetap akan mengenalinya,"

   Sahut Saliau dengan geram Ternyata, ketika Toan Kiam-ceng datang mengacau pada malam pernikahan Lomana, kebetulan Saliau juga yang mendapat tugas jaga, dia pun pernah membantu Beng Hoa untuk mengejarnya.Tapi ketika itu Beng Hoa ada maksud untuk melepaskan Toan Kiam-ceng, maka bukan cuma gagal menyusulnya, malah Saliau kena dilukai dengan timpukan batunya.

   Buru-buru Leng Ping-ji bertanya lagi.

   "Apakah kau berhasil melihat jelas raut wajah orang yang bertarung melawan Toan Kiam-ceng itu? "Bagaimana sih tampangnya?"

   "Raut wajahnya tidak jelas, tapi nyata sekali kalau dia bangsa Han, umurnya juga kelihatan masih amat muda."

   Debaran jantung Leng Ping-ji semakin keras lagi, pemuda bangsa Han mana lagi yang sanggup menghajar kabur Toan Kiam-ceng? "Delapanpuluh persen; jangan-jangan dia adalah Ki See- kiat?"

   Demikian dia berpikir.

   "Senjata apakah yang dipergunakan orang itu?"

   Leng Ping-ji bertanya lebih lanjut Toan Kiam-ceng mempergunakan pedang, sedang orang itu hanya bertangan kosong belaka.

   Pertarungan yang berkobar di atas atap rumah amat seru, dalam sekejap mata hanya bayangan tangan dan cahaya pedang saja yang terlihat, susah untuk membedakan bayangan tubuh mereka.

   "Tiba-tiba terdengar pemuda itu berseru sambil tertawa dingin, Betul-betul keji jurus serangan ini, sayang ilmu pedang Thian-san-kiam-hoat yang kau pelajari belum sempurna, lebih baik lepaskan saja pedangmu itu!"

   "Di tengah suara tertawa dingin yang menggema, Trang! Ternyata pedang yang berada di tangan Toan Kiam-ceng benar-benar telah terjatuh ke atas tanah."Dengan gugup dan ketakutan bajingan cilik itu segera melarikan diri, kebetulan anak buahku waktu itu sudah berdatangan, mereka siap mengejarnya, tapi bajingan cilik itu segera melepaskan senjata rahasia yang meledak keras menyusul asap tebal menyembur keluar. Untung aku berdiri pada posisi melawan angin hingga asap beracun itu tak sampai kuhisap, namun ada tiga orang prajurit kami yang keracunan dan tak sadarkan diri.

   "Menanti kabut tebal itu membuyar, Toan Kiam-ceng si bajingan cilik itu sudah lenyap bersama lenyapnya pemuda itu."

   "Senjata rahasia beracun macam begitu itu bernama Tok- wu-kim-ciam-liat-yan-tan (Peluru Berapi, Kabut Racun dan Jarum Emas)."

   Kata Leng Ping-ji menerangkan.

   "Sudah pasti Han Ji-yan si perempun siluman itu yang telah mewariskannya kepada bajingan itu."

   "Untung saja ketiga orang prajurit itu berada di bawah rumah,"

   Ucap Saliau.

   "sehingga tidak begitu banyak asap beracun yang dihisapnya. Setelah tak sadar beberapa jam, akhirnya mereka mendusin kembali. Leng lihiap, coba lihatlah pedang ini."

   Pedang tersebut adalah pedang milik Toan Kiam-ceng yang kena dipukul rontok pemuda tersebut waktu itu, Saliau memang secara khusus menyimpannya.

   Leng Ping-ji segera menyambut pedang itu dan diperiksanya, tampak pedang itu sudah dibikin melengkung bagaikan bulan sabit, bisa dibayangkan pastilah pemuda itu menekuknya hingga melengkung setelah dia berhasil merampasnya dari tangan Toan Kiam-ceng.Selama ini Santala selalu menganggap tenaga yang dimiliki amat besar, tapi setelah menyaksikan pedang lengkung itu tak urung terperanjat juga.

   "Ooh sungguh lihay sekali tenaga yang dimiliki pemuda itu entah siapa dia?"

   "Aku kenali pedang ini sebagai pedang milik Toan Kiam- ceng yang selalu digembolnya, tapi siapakah pemuda itu aku sendiri pun belum dapat menduganya secara pasti."

   Padahal dalam hati kecilnya dia telah menduga akan seseorang, hanya kurang leluasa untuk mengutarakannya di hadapan orang banyak.

   Sesungguhnya dia sudah mencurigai pemuda itu sebagai Ki See-kiat apalagi setelah menyaksikan pedang yang melengkung bagaikan bulan sabit itu, ia semakin yakin kalau dia adalah Ki See-kiat.

   Diam-diam pikirnya.

   "Pada dasarnya Ki See-kiat telah memiliki ilmu Lak-yang-jiu yang merupakan tenaga keras yang tidak kalah dari ilmuTay-lek-kim-kong-ciang Siau-lim-si, selama dua tahun belakangan ini ia pasti telah berhasil melatih ilmu silat yang ditinggalkan Kui tayhiap dalam Kota Iblis, sehingga tak heran kalau dia menjadi demikian lihay!"

   Terdengar Lohay sedang berkata, Toan Kiam-ceng bajingan cilik ini sudah banyak tahun lenyap dari dunia persilatan, kini dia telah muncul kembali, aku khawatir bajingan itu akan datang membuat kesulitan bagi kalian semua, maka aku sengaja pulang kemari untuk menjenguk kalian.

   Siapa tahu keadaannya jauh lebih buruk daripada apa yang kuduga, bukan cuma sudah datang kemari saja, dia malah sudah melukai menantuku dan menculik putriku.""Ayah, asal kau tidak tertipu olehnya, hal ini sudah merupakan suatu keberuntungan di tengah ketidakberuntungan,"

   Kata Lomana.

   "Siapa tak jujur dalam tindakannya dia pasti akan mampus. Sudah pasti ada orang yang ada membereskan bajingan tersebut. Apalagi enci Leng juga akan pergi mencarinya untuk membuat perhitungan, sementara waktu kita tak usah menggubris dirinya lagi."

   "Walaupun demikian, aku tetap merasa kurang lega hati. Lebih baik kalian turut aku pulang ke Lor Anki saja."

   "Anakku berada di sana, sebenarnya dua hari lagi aku memang akan ke sana, tapi kalau memang ayah tidak lega hati, besok kita berangkat bersama. San tala, kau dapat menunggang kuda?"

   Santala segera tertawa.

   "Jangan toh cuma menunggang kuda, disuruh lari pun, aku masih dapat lari sampai di Lor Anki."

   Lohay kemudian berkata.

   "Leng lihiap, bila kau tiada urusan yang penting, dengan senang hati kusam-but kau sebagai tamu kami, aku harap kali ini kau bisa tinggal selama beberapa hari bersama kami semua."

   "Kelo (ketua), terima kasih banyak atas kebaikanmu. Sebenarnya aku akan ke sana, tapi sekarang aku ingin pergi ke tempat lain."

   "Kenapa?"

   "Ayah, kau tidak tahu,"

   Seru Lomana.

   "sebenarnya enci Leng akan berangkat ke selat Tong-ku-si-sia untuk menolong seorang temannya, tapi gara-gara kita semua, ia telah menunda perjalanannya. Kini Toan Kiam-ceng si bajingan cilik itu sedang dikejar oleh musuhnya, aku rasa dalam waktusingkat mustahil ia berani datang mencari gara-gara lagi. Kalau toh ayah sudah selamat tiada urusan, tentu saja enci Leng harus pergi untuk menolong temannya lebih dulu."

   "Kalau memang begitu, menolong orang bagaikan menolong kebakaran, aku tak akan menahan Leng lihiap. kuda tungganganku ini meski bukan kuda jempolan, namun dalam sehari tiga empatratus li masih bisa ditempuh, gunakan saja."

   Waktu itu, Leng Ping-ji memang hendak cepat-cepat berangkat ke selat Tong-ku-si-sia, maka dia pun tidak sungkan-sungkan lagi.

   Begitu menerima hadiah kuda jempolan tersebut, hari itu juga ia berangkat.

   Sewaktu berpisah, sambil tersenyum Lomana segera berkata.

   "Enci Leng, seandainya kau berjumpa dengan temanmu itu, harap kau mengajaknya kemari dan menjadi tamu kami. Tak lama kemudian kami akan mengadakan pesta Jagal Kambing yang diselenggarakan setahun sekali, bila kalian bisa menghadirinya, kami akan bertambah gembira lagi."

   Merah jengah selembar wajah Leng Ping-ji.

   "Aku toh sudah berkata padamu, aku dengannya tak lebih cuma teman biasa. Cuma, aku sendiri pasti akan datang lagi."

   Tetapi, justru karena ucapan dari Lomana tersebut, pikirannya kembali menjadi kacau balau tak karuan.

   Benar ia berharap bisa bersua kembali dengan Ki See-kiat, tetapi dia pun tahu, kepergiannya ke selat Tong-ku-si-sia kali ini sembilan-puluh persen tak akan berjumpa dengannya Tapi karena ia mempertimbangkan bahwa daripada tinggal di rumah Lohay, maka kepergiannya ke sana jauh lebih besar kesempatannya untuk bertemu, maka dari itu ia telah ipemutuskan untuk berangkat.Sebab dia pun percaya bahwa pemuda yang berhasil mengalahkan Toan Kiam-ceng, tidak lain adalah Ki See-kiat.

   Kalau memang demikian, mengapa dia masih tetap bersikeras akan berangkat ke selat Tong-ku-si-sia? Hal ini disebabkan oleh dua alasan.

   Alasan yang pertama, walaupun ia menduga pemuda itu adalah Ki See-kiat, tapi seandainya bukan? Dia tak ingin menyerempet bahaya ini.

   Kedua, alasan yang terbesar adalah karena Nyo Yan.

   Sekalipun pemuda itu adalah Ki See-kiat, tapi Toan Kiam- ceng bersua dengan Ki See-kiat adalah setelah dia berpisah dengan Nyo Yan tentu saja Nyo Yan masih belum tahu kalau Ki See-kiat telah sampai di situ.

   Atau dengan perkataan lain, dia pasti melaksanakan rencananya semula dengan berangkat ke selat Tong-ku-si-sia, kemudian mencelakai Ki See-kiat di tengah jalan.

   Oleh sebab itu, meski kepergian Leng Ping-ji ke selat Tong- ku-si-sia tidak punya harapan untuk bersua dengan Ki See- kiat, namun besar harapannya untuk berjumpa dengan Nyo Yan.

   Benar, Nyo Yan telah melukai hatinya, tapi demi hubungan mereka di masa lampau, lebih-lebih karena dia adalah adiknya Beng Hoa, dia masih menyimpan setitik harapan, dia berharap bisa menyelamatkan Nyo Yan dengan menggunakan segenap tenaga yang dimiliki.

   Bobot Nyo Yan di dalam hatinya saat ini boleh dibilang jauh lebih berat bila dibandingkan dengan Ki See-kiat yang baru dijumpai untuk pertama kalinya itu.Kalau toh tetap tinggal di sana tidak akan berhasil menemukan Ki See-kiat, tentu saja dia berharap bisa menemukan Nyo Yan lebih dahulu.

   Kuda dilarikan kencang, perasaan Leng- Ping-ji juga bergetar bagaikan kuda yang tak terkendalikan.

   Banyak yang dia pikirkan, jauh pula yang dia bayangkan.

   Dia berharap bisa menemukan Nyo Yan, dia pun berharap bisa berjumpa dengan Ki See-kiat.

   Dia percaya harapannya untuk menemukan Nyo Yan amat besar, tapi dapatkah dia bersua dengan Ki See-kiat, hal ini terasa amat hampa.

   Di manakah Ki See-kiat? Ia telah sampai di Lor Anki? Atau masih berada dalam perjalanan di selat Tong-ku-si-sia? Tersesat di Tengah Selat Ki See-kiat berada di tengah perjalanan dalam selat Tong- ku-si-sia Dia tidak tahu kalau Leng Ping-ji sedang mencarinya, tapi seperti juga Leng Ping-ji rindu kepadanya dia pun rindu kepada Leng Ping-ji.

   "Menurut To Kian-kong, setelah Leng Ping-ji menjalani masa berkabung selama tiga bulan untuk ciangbunjin-nya, dia telah turun lagi dari bukit Thian-san, sudah tentu dia sedang mencari jejak adik Yan? Kabar tentang munculnya Toan Kiam- ceng di Lor Anki entah diketahui olehnya tidak? Seandainya dia tahu, mungkin kepergianku ke Lor Anki dapat berjumpa dengannya."

   "Aku sudah menerima budi kebaikannya, bila bisa bersua dengannya, akan kuturunkan ilmu pedang Peng-coan-kiam-hoat yang berhasil kupelajari dalam gua salju itu kepadanya. Sebenarnya ilmu tersebut memang haknya, aku tak lebih ha- nya menyampaikan saja kepadanya sekalian untuk membalas budi kebaikannya,"

   Demikian Ki See-kiat berpikir.

   Ia sangat berharap dapat bersua dengan Leng Ping-ji, tanpa terasa langkah kakinya dipercepat Tapi jalanan yang terbentang di depan mata seakan-akan tiada habisnya, sudah tiga hari dia menelusuri jalanan itu, namun belum juga berhasil keluar dari selat Tong-ku-si-sia.

   Tiba-tiba dia mulai bertanya kepada diri sendiri.

   "Aku begini berharap dapat bersua dengan Leng Ping-ji, benarkah tujuanku hanya untuk membalas budinya saja?"

   Mendadak ia menemukan rahasia yang terkubur di dasar hatinya, dia mencari Leng Ping-ji dan ingin cepat menemuinya bukan untuk membalas budi, benar dia hendak menghadiahkan ilmu pedang Peng-coan-kiam-hoat kepadanya, namun itu pun hanya alasan yang dipakai bila telah bersua dengan Leng Ping-ji nanti.

   Dia sangat berharap bersua dengan Leng Ping-ji tak lain karena dia ingin sekali bertemu dengannya.

   Dengan wajah agak panas dia segera mempercepat langkah kakinya.

   Dinding karang yang menjulang di kedua belah sisinya menahan pancaran sinar sang surya.

   Ketika hari keempat ia belum juga keluar dari selat Tong-ku-si-sia, hatinya mulai diliputi oleh awan hitam, tanpa terasa hatinya sedikit agak gelisah dan tak tenang.

   "Sebenarnya jalan ini adalah jalan menuju ke Lor Anki, kenapa sudah empat hari lamanya kutelusuri jalan ini, namunbelum juga keluar dari sini? Jangan-jangan aku telah salah jalan."

   Ya, benar, dia memang salah jalan.

   Jalan tersebut dia ketahui dari mulut seorang pemburu tua.

   Tapi pemburu tua itu pun hanya tahu ada jalan ini sedang dia sendiri belum pernah menelusurinya.

   Jalan tersebut selain curam dan susah dilewati, penuh dengan tikungan-tikungan, bila tidak hapal dengan jalanan di sana orang gampang tersesat, malah kadang kala tidak menyadari jika dirinya telah tersesat.

   Dia ingin mencari orang untuk bertanya, tapi di tengah lembah yang begitu sepi dan terpencil, seekor binatang pun tak tampak, dari mana datangnya manusia? Semenjak dia memasuki selat Tong-ku-si-sia hanya pada hari pertama dia bersua dengan dua orang, sayang kedua orang itu telah menganggapnya sebagai musuh besar.

   


Pedang Langit Dan Golok Naga Karya Chin Yung Lentera Maut -- Khu Lung Anak Berandalan -- Khu Lung

Cari Blog Ini