Ceritasilat Novel Online

Kisah Dua Saudara Seperguruan 11


Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya Liang Ie Shen Bagian 11



Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya dari Liang Ie Shen

   

   "Kau berani berlaku palsu, kau datang ke sini untuk main gila, jikaiah aku kasih kau pulang dengan tangan kosong, kau nistjaya akan pandang enteng padaTankee-kauw! Poo Beng Hiantit, ringkus dial"

   Pemuda itu memang ada Tan Poo Beng, keponakan dari Thaykek Tan, dia datang bersama ayahnya.

   Tan Eng Sin, untuk menyaksikan pcrtandingan, begitu dia datang, dia segera kenali Teng Hiauw, maka dia beritahukan pamannya tentang siapa adanya tetamu anak muda itu.

   Mendengar ini, Thaykek Tan berpikir, ia goyang-goyang kepala.

   Ia lantas duga, anak muda itu mesti ada hubungannya sama Thaykek Teng, karena mana, ia ingin sekalian saksikan kepandaiannya terlebih jauh.

   Ia sendiri belum pernah ketemu Teng Kiam Beng, nama siapa ia telah dengar lama.

   Ia mendongkol karena ia menyangka, anak muda itu datang berguru melulu guna curt kepandaiannya.

   Maka itu, justru Poo Eng sedang terdesak, untuk cegah kekaiahannya anak itu, ia lantas suruh Poo Beng maju.

   Ia pun bisiki keponakan ini bagaimana caranya untuk Iayani si anak muda.

   Poo Beng turut titah pamannya, ia segera maju.

   Ini adalah kejadian di luar sangkaannya Teng Hiauw, iajadi kaget berbareng gusar.

   Anak muda, yang"

   Pemah ditolong itu, sekarang hendak balas budi dengan kejahatan. Ia juga lihat roman bengis dari Thaykek Tan. Tapi ia tak takut.

   "Kau orang, orang-orang gagah dari Tankee-kauw, tua dan muda, kiranya begini saja sifat kau orang!"

   Kata ia dalam murkanya.

   "Dan kau, kau hendak balas budi kebaikan dengan kejahatan! Bagaimana kau orang bisa menghina orang asing? Baiklah, aku anggap aku telah keliru mcngcnali orang! Sekarang baharu aku tahu tingkah-laku kau orang!" .

   "Ah, Bocah,"

   Kata Poo Beng secara menghina.

   "Kau lagi pertunjuki sandiwara apa? Kemarin ini kau can tahu asalusulku, sekarang kau datang dengan berpura-pura tidak mengcrti boegee! Kau sebenarnya hendak perdayakan ilmu siiat kita! Bagaimana kau masih berani omong tentang budi? Teranglah rombongan penjahat kemarin ini ada koncokoncomu, kau mengatur tipu supaya kau bisa melepas budi, untuk perdayakan kita!"

   Bukan kepalang mendelunyaTeng Hiauw atas tuduhan itu, tak dapat ia tahan sabar lagi, maka, meninggalkan Poo Eng, ia segera serang iga orang itu.

   Poo Eng berseru ketika ia sambut serangan itu, ia berkelit sambil terus menyerang, ia gunai "Teeljhioe heesie"

   Atau "Membawa tangan, diturunkan ke bawah".

   Ini ada tipu pukulan liehay yang kedua puluh sembiian dan ilmu silat Tan Thaykek-koen yang tak pernah diturunkan kepada orang luar.

   Dengan "Yama hoen tjong", Teng Hiauw luputkan diri dari serangan berbahaya itu, tetapi membarengi itu, Poo Beng rangsang pula ia, kaki kirinya ditekuk, tangan kanannya dimajukan, dari kepalan tangan kanan itu diubah jadi telapakan, lalu lebih jauh, selagi tangan kanan ini dipakai membuka, tangan kirinya menggantikan menyambar.

   Teng Hiauw lihai bagaimana ia hendak digencet.

   Mulanya ia dapati gerakan orang itu mirip dengan gerakannya sendiri, tetapi di saat terakhir.

   gerakan kedua tangan lawan ini lantas berubah.

   Ia merasakan bagaimana orang hendak gencet padanya.

   Tapi ia ada cukup cerdik dan gesit untuk loloskan diri, sambl berkelit sambil putar tubuh, dengan tipunya "Tohoan Hanhoan tjitscng-pou"

   Atau "Tindakan tujuh bintang beruntun", ia sambar lengan kanan orang.

   Poo Beng segera tarik pulang lengannya itu, setelah itu, ia berniat mengubah permainannya, akan tetapi dengan ketangkasannya,Teng Hiauw rangsang ia, tangan kirinya diangkat, I tangan kanannya menyambar ke arah jalan darah "Kieboen-hiat".

   Ini ada salah satu pukulan liehay dari Thaykek Teng.

   Tan Poo Beng terperanjat, ia tidak menyangka akan kegesitan orang itu, sambil membarengi menyedot kempes perutnya, ia mundur beberapa tindak, hingga ia pun bisa terluput dari ancaman malapetaka.

   Setelah ini, keduanya jadi berkelahi dengan hati-hati.

   Poo Beng tidak berani memandang enteng, Teng Hiauw tidak berani lancang menyerang.

   Pada waktu itu, sang rembulan telah muncul, cahayanya indah.

   Sang malam telah datang tanpa terasa lagi.

   Dalam pcrtempuran lebih jauh, Teng Hiauw menyerang berulang-ulang, gesit laksana naga, dan Poo Beng di lain pihak, lebih banyak menangkis, dengan sikapnya yang tenang bagaikan harimau mendekam.

   Gouw Hong Hoe berdiri dengan lidah diulur kcluar, matanya dibuka lcbar-lcbar, bahna kagum dan heran, wajahnya pun berubah.

   Baharu sekarang ia saksikan pertempuran dahsyat scperti itu, pantas ia dengan j gampang kena dirubuhkan pemuda itu.

   "Benar-benar anak itu mempunyai suatu maksud,"

   Kemudian ia bisiki Thaykek Tan.

   "Aku kuatir si Beng bukanlah tandingannya. Baiklah kau| sendiri yang turun tangan, agar si Beng tidak sampai mendapat malu."

   Thaykek Tan urut-urut kumisnya, ia bersenyum.

   "Kau melihat keliru, Lauwtee!"

   Kata ia.

   "Buat sembelih ayam, buat apa pakai golok untuk potong kerbau? Kau Iihat, pasti Poo Beng bisa rubuhkan dia."

   Pandangannya jago tua Thaykek-koen ini tidak salah, sesudah bertempur lagi sekian lama, perubahan atau perbedaan, sudah mulai tertampak.

   Tadinya Teng Hiauw garang, ia merangsang, habis itu nampaknya lemah, ia jatuh di bawah angin.

   Kcpandaiannya kedua anak muda ada berimbang, akan tetapi, Poo Beng dapati pesan dari pamannya, yang suruh ia bertempur dengan tcnang-tcnang saja, scdang di lain pihak,Teng Hiauw pun baharu layani Poo Eng, satu lawan bukannya enteng, hingga tadi ia sudah keluarkan banyak tcnaganya.

   Gangguan lain bagi Teng Hiauw adalah tadi ia sudah dibikin gusar dengan fitnahan Poo Beng, hingga ia umbar nafsu-amarahnya.

   Setelah melewati babakan yang kelima puluh, Poo Beng mulai dengan rangsangannya, dari senantiasa membela diri, ia balas menyerang.

   la menyerang berulang-ulang, saling susul.

   Teng Hiauw terdesak, hingga ia terperanjat, berbareng mendongkol, tapi karena ini, ia pun waspada.

   Tiga kaH Poo Beng menyerang, lalu dengan tangan dan kaki, ia gunai tipu-silatnya "Hoansin djiekhie-kak"

   Atau "Sambil memutar tubuh, mengangkat kedua kaki".

   Dua-dua tangannya dipakai menyerang, kaki kirinya menendang.

   Sebelah tangannya menyambar ke arah kuping.

   Inilah serangan hebat untuk Teng Hiauw, yang sudah terdesak, akan tetapi dia ada muridnya satu ahli sejati, dalam saat hebat itu, dia masih cukup gesit untuk tolong diri sambil loncat tinggi, melewati kepala musuh, hingga dalam sekejab saja, dia telah mendekati tembok pekarangan.

   Poo Beng berseru saking penasaran, ia seperti putus asa untuk mengejar.

   Teng Hiauw insyaf ia sudah gagal, ia datang untuk berguru, kesudahannya, ia jadi dimusuhkan mereka, berhadapan sama orang-or-ang liehay, ia tidak punya harapan, ia pikir untuk angkat kaki saja.

   Maka itu, setelah mendekati tembok, ia loncat lebih jauh, guna naik ke atas tembok, akan kabur.

   Selagi ia loncat naik, ia dengar bentakan di kuping.

   "Turun!"

   Menyusul mana, kedua kakinya dirasai sesemutan dan kaku, tidak tempo lagi, ia jatuh rubuh.

   Thaykek Tan tahu-tahu sudah ada di sampingnya pemuda ini, dengan satu tepukan tangan, ia bikin si anak muda mati kutunya.

   VI Teng Hiauw rebah tanpa berdaya, ia jadi gusar sekali, maka dengan coba kumpul antero tenaganya, ia geraki tubuh, untuk berduduk, kcmudian dengan mata mcnyala, ia awasi pihak KeluargaTan.

   "Bagus!"

   Ia berseru.

   "Malam ini baharulah aku belajar kenal dengan kau orang Kaum Keluarga Tan, tua dan muda, yang semuanya gagah-perkasa! Hayo, majulah kau orang semua! Sungguh bagus perbuatan kau orang ini, hingga kalau ini kejadian nanti tersiar dalam kalangan Kangouw, kau orang bisa mendapat nama! Kau orang serumah-tangga telah bcrhasil merubuhkan satu anak muda asing, apakah itu bukannya menandakan liehaynya Keluarga Tan?"

   Thaykek Tan kerutkan alis mendengar ejekan itu.

   "Bocah, jangan mainlah lidahmu!"

   Ia membentak, hatinya mendongkol.

   "Tidak pernah Keluarga Tan menghina orang! Tapi kau harus omong terus terang, karena kita tidak nanti izinkan orang main gila di sini!"

   "Apakah aku belum omong terang?"

   Teng Hiauw menantang.

   "Pertama-tama aku tidak mencuri, kedua aku tidak merampas, ketiga aku tidak curangi orang! Di bagian mana yang kurang terang?"

   Ia berlaku sangat jumawa. Thaykek Tan jadi gusar. hingga alis dan kumisnya bangun berdiri.

   "Begini kelakuanmu terhadap or-ang yang terlebih tua?"

   Ia membentak.

   "Apakah gurumu belum pernah ajarkan kau adatistiadat? Jangan kata bafaaru kau, dalam dunia Rimba Pcrsilatan pada sckarang ini, siapa menemui aku, tidak ada yang tidak berbahasa "tjianpwee"

   Kepadakul Kau bilang kau berterus terang, sekarang aku hendak tanya kau, kcnapa kau datang kemari dengan bcrdusta tidak mengerti boegee? Kcnapa kau pakai akal? Baiklah aku gantikan kau bicara! Kau adalah salah scorang dari pihak Thaykek Teng, kau datang kemari dengan niatan curi rahasianya ilmu silatku, supaya kcmudian, kau bisa menjagoi dalam dunia Kangouw! Tapi apakah kau tahu, cita-cita semacam itu ada pantangannya kaum Rimba Persilatan? Maka baik kau jangan bersandiwara lebih lama! Hayo, omong terus terang! Kau ada pemah apa dari Teng Kiam Beng?"

   Teng Hiauw terkejut karena-dibukanya rahasia hati itu, tetapi ia tctap tidak takut, dengan tawar, ia jawab.

   "Kau tak berhak untuk cari tahu siapa aku ada! Dengan kedudukan si besar, kau menindih si kecil, tidak, aku justru tidak sudi kasih keterangan pada kau!"

   Sementara itu, Tan Eng Sin, sang engko, diam-diam kedipi mata pada adiknya. Adik ini lihat itu, tetapi ia tctap hunjuk roman gusar.

   "Apa benar kau tidak mau bicara?"

   Ia bentak.

   "Jikalau kau tetap membandel, aku nanti bikin kau tidak bisa bicara untuk selamanya!"

   Lantas ia tunjuk dua jari tangannya, mengancam untuk menotok. Teng Hiauw meramkan kedua matanya, ia berseru.

   "Walaupun kau bikin aku bercacat, tetapi aku tidak sudi bicara! Seumur hidupnya, tuan kecilmu paling tidak takuti ancaman!"

   Thaykek Tan tarik pulang tangannya, diam-diam ia puji nyali orang yang besar.

   "Poo Eng, coba kau geledah dia!"

   Tiba-tiba ia perintah puteranya.

   "Lihat dia ada bawa senjata atau lainnya barang pada tubuhnya!"

   Poo Eng turuti perkataan ayahnya itu, selagi dia menggeledah, Teng Hiauw gusar bukan alang-kepalang, hingga ia kertak gigi dengan nyaring.

   "Kau orang ada punya hak apa akan geledah aku?"

   Ia berteriak.

   "Kau orang tuduh orang baik sebagai orang jahat, apakah ini kelakuannya kau orang yang telah kesohor namanya?"

   Ia gusar tetapi ia mesti mandah digeledah, ia tak bertenaga untuk menentangi.

   "Hak apa aku ada punya? Itulah hak disebabkan kau bangsat cilik!"

   Kata Poo Eng dengan sabar tetapi mam, sambil ia tertawa dingin. Ia pun segera dapati sepucuk surat dalam sakunya.

   "Ha, sepucuk surat!"

   Katanya.

   "Apakah ini bukannya bukti?"

   "Tunggu dulu,"

   Thaykek Tan mencegah.

   "Nanti aku lihat dulu surat ini."

   Jago tua itu baca alamatnya kemudian ia buka surat itu, untuk baca isinya, lalu sembari lirik Teng Hiauw, ia perlihatkan roman heran atau kaget. Akhirnya ia sodorkan surat itu pada kandanya seraya sambil ketawa berkata.

   "Anak ini benarbenar bukan anak sembarangan!"

   Sekonyong-konyong ia loncat pada pemuda tawanannya itu, ia tepukjalan darah "Hoantiauw-hiat", menyusul mana, darahnya Teng Hiauw jalan pula seperti biasa, lenyap sesemutannya dan perasaan kaku, maka dia lantas bisa bangun berdiri.

   "Sekarang apa kau orang hendak bikin?"

   Ia tanya. Tetap ia tak jerih.

   "Untuk merantau dalam dunia Kangouw, anak, tak dapat kau turuti perangimu,"

   Kata ia dengan tenang.

   "Kau tidak mengerti sedikit jua tentang pantangan-pantangan kaum Kangouw, karena kesembronoan kau, hampir kau celaka. Kau ada punyakan surat ini, kenapa kau tidak segera hunjuki padaku? Siangkoan Kin itu kau punya apa? Kenapa dia suruh kau bawa surat ini untukku9"

   Memang itu ada surat perantaraan Siangkoan Kin untuk Thaykek Tan, karena surat disimpan di sakunya Teng Hiauw, sekarang itu dapat ditemukan.

   Di antara Siangkoan Kin dan Thaykek Tan tidak ada persahabatan rapat, adalah Soekong Tjiauw, gurunya Siangkoan Kin, ada satu tjianpwee, atau orang tua dari Rimba Pcrsilatan.

   yang Thaykek Tan paling kagumi.

   Usia di antara Thaykek Tan dan Siangkoan Kin pun beda, Thaykek Tan ada jauh terlebih tua, akan tetapi menurut tingkatan, keduanya ada sama derajatnya.

   Sementara itu dahulu beberapa puluh tahun yang lalu di waktu Thaykek Tan mulai keluar merantau, pemah Soekong Tjiauw membantu banyak padanya, maka itu, ia jadi ingat budi.

   Belakangan, dalam usianya yang Ian jut.

   Soekong Tjiauw ambil Siangkoan Kin sebagai murid, untuk muridnya ini.

   diam-diam pesan kata-kata terhadap beberapa ahli silat kenamaan sahabat-sahabat nya, untuk titipkan muridnya itu, karena ini, Thaykek Tan jadi dapat tahu, Siangkoan Kin ada ahli waris dari orang she Soekong itu.

   Kemudian Thaykek Tan dapat kesempatan bertemu muka sendiri dengan Siangkoan Kin, ia lantas dapat tahu, Thicbian Sieseng pandai ilmu menotok jalan darah, bahwa dia adalah satu jago asli, keduanya jadi bersahabat, mereka saling menghargai.

   
Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Oieh sebab ini, biar bagaimana, Thaykek Tanjadi menaruh harga pada Siangkoan Kin.

   Di dalam suratnya itu, Siangkoan Kin tuturkan asal-usulnya Teng Hiauw, sebabnya ini anak muda buron dari rumahnya, bahwa cita-citanya bocah ini beda daripada cita-citanya Teng Kiam Beng, sang ayah, bahwa Teng Hiauw sangat bersemangat dalam hal menuntut ilmu terlebih jauh, maka Siangkoan Kin minta Thaykek Tan sudi berikan pimpinan kepada pemuda itu.

   Yang tarik perhatian adalah Siangkoan Kin pun hunjuk, Tan-pay dan Teng-pay ada sama-sama kesohor, adalah bagus bila kedua kaum itu dapat dipersatukan.

   Begitulah, maka sikapnya jago tua ini jadi sabar pula.

   Selagi orang membaea suratnya Siangkoan Kin, Teng Hiauw mcngawasi, dari itu ia tampak perubahan wajahnya.

   Ia pcrcaya, surat itu pasti ada bawa pengaruh terhadap jago tua ini, maka ia pun pikir, selagi ia berniat mencari kepandaian, tak pantas ia terus berkepala batu.

   Justru itu, Thaykek Tan tanya ia, bagaimana perhubungannya sama Siangkoan Kin, dengan sabar ia berikan keterangannya.

   "Siangkoan Kin?"

   Demikian katanya.

   "Dia diperkenalkan kepadaku oleh Tjoe Soesiok."- Sudah jadi kebiasaannya akan bahasakan "Soesiok"

   Pada Tjoe Hong Teng -"Dia ada sangat baik terhadap aku.

   Karena ia ada menduga kau orang di sini bias jadi akan bikin susah padaku, ia sengaja tulis suratnya itu ketika kita hendak berpisahan.

   Tapi aku berpendirian tak ingin.

   memperoleh hasil karena bantuan lain orang, aku anggap, satu murid harus memilih sendiri gurunya, seperti satu gum pun harus pilih muridnya? Ini ada urusannya guru dan murid, kenapa mcsti ada orang kctiga mcnyertai di tcngah-tengah? Dcmikianlah aku bcrada di sini sekarang.

   Sekarang kau sudah lihat aku, putusan terserah kepada kau.

   Jikalau aku ada punyakan harga untuk menjadi murid, kau tcrimalah; jikalau tidak, kau boleh tolak! Jadi dalam hal ini, boleh tak usah ada Siangkoan Kin atau tidak."

   Thaykek Tan tertawa tcrbahak-bahak. Segera ia sukai ini anak muda, yang jujur dan polos, yang ucapkan apa saja yang dia pikir, sedang hatinya. pun besar, perangainya keras. Lalu ia kala.

   "Sekarang pergilah kau turut Poo Beng beristirahat, tentang soal mcngangkat guru, besok kita nanti bicarakan."

   Memang, Teng Hiauw merasa sangat letih, karena ia telah layani Poo Bng dan Poo Beng dan paling belakang tertotok Thaykek Tan.

   Ia tidak berlaku sungkan lagi, ia lantas undurkan diri mengikuti kedua saudara tjintong itu.

   Ketika ia bcrtindak, ia kata pada Gouw Hong Hoe.

   "Maafkan aku, Gouw Soehoe. Rupanya tak dapat aku menjadi muridmu. Kau telah menjadi orang perantaraanku, terima kasih, terima kasih untuk kebaikanmu!"

   Sebenarnya Hong Hoe merasa kurang enak hati, tapi ia bilang tidak apa.

   Iapun lantas berialu.

   Malam itu Thaykek Tan berunding sama engkonya, hal terima atau jangan Teng Hiauw sebagai murid, sebab itu berarti, mesti turunkan Tan-pay Thaykek-koen kepada lain kaum.

   la rada-rada kuattir dan karenanya, ia jadi bersangsi.

   "Turut pemandanganku, anjurannya Siangkoan Kin beralasan,"

   Nyatakan Tan Eng Sin, sang engko.

   "Selama beberapa tahun ini aku berdiam di rumah, terus aku yakini ilmu silat kita, aku dapat kcnyataan, masih banyak perubahan yang dapat di lakukan, untuk mcmpcrdalam, akan tetapi aku terhalang oleh bakatku, sulit aku dapatkan perubahan yang berfaedah. Tadi aku saksikan gerak-gcriknya Teng Hiauw, lantas aku merasa ada terbuka jalan untuk perubahanperubahan. Aku lihat, bila dipadu, Teng-pay ada terlebih gesit, Tan-pay terlebih tenang, maka apabila keduanya dirangkap jadi satu, alangkah sempumanya. Teng Hiauw muda dan polos, jikalau kita ajarkan dia sungguh-sungguh, apabila kita tanya jelas padanya rahasia-rahasia| Teng-pay, pasti dia tidak akan menyembunyikannya, kelemahannya sekarang adalah karena ia masih terlalu muda dan kurang latihan dan pengalaman."

   Thaykck Tan dapat setujui pandangan engko itu.

   Memang, dengan tcrima Teng Hiauw scbagai murid.

   kedua pihak peroleh satu keuntungan yang sama Bagaimana bagus untuk ia, akan punyakan murid scbagai pemuda she Teng itu.

   Laginya, dengan tcrima Teng Hiauw, di belakang hari, tak usah ia likat akan menemui Siangkoan Kin.

   Demikian besoknya, Thaykek Tan panggil Teng Hiauw, untuk beritahukan pemuda itu bahwa dia di tcrima jadi murid.

   tetapi dia sendiri mesti bcrlaku jujur.

   akan buka semua rah as i a Teng-pay, agar kedua kepandaian dapat tergabung menjadi satu.

   Bukan kepaiang girangnya Teng Hiauw, ia lamas berikan janjinya, kemudian ia paykoei kepada guru ini.

   Setelah upacara itu, Thaykek Tan tanya rnuridnya ini perihal perkenalannya dengan Tjoe Hong Teng, sang soesiok dan Siangkoan Kin.

   Teng Hiauw berikan jawabannya yang jelas, tetapi kemudian, ia tambahkan.

   "Hanya saja kita orang berpisah, aku tidak tahu suatu apa lagi tentang mereka itu. Soehoe tanyakan Siangkoan Kin, ada urusan apakah?"

   "Menurut Poo Beng, dia sekarang telah lenyap,"

   Sahut Thaykek Tan, sambil tertawa "Lenyap?"

   Teng Hiauw terkejut. ia sangsi, guru ini omong benar-benar atau main-main.

   "Bagaimana seorang dewasa bisa lenyap?"

   Kemudian ia kata "Ah, tidak salah, ia tentu telah pergi merantau, ia sengaja atau malas berhubungan sama sahabat-sahabatnya"

   "Bukan, bukannya begitu,"

   Thaykek Tan kata dengan sungguh-sungguh.

   "Dengan aku, dia memang jarang berhubungan satu dengan lain. Dengan sebatang kipasnya, dia biasa merantau, sampai sebegitu jauh tidak ada orang yang usil dia, tetapi ini kali, dia benar-benar lenyap, sampaipun Tjoe Hong Teng scndiri, sibuk bukan main, Ini scbabnya kcnapa Poo Beng dipcrintah pulang, untuk panggil aku. Nah, Poo Beng, coba kau kasih keterangan pada soeteemu ini."

   Sebenarnya, Tan Poo Beng adalah salah satu anggota Gichoo-toan.

   Pernah Tjoe Hong Teng ajaki Tan Eng Sin dan Tan Eng Toan turut dalam gerakan kebangsaannya ini, seperti Kiang Ek Hian, sudah mcnampik.

   Poo Beng masih muda, ia tak sepaham dengan ayah dan pamannya, iff nyatakan ingin ambil bagian, pcrmintaan ini diterima baikoleh dua saudara Thaykek itu sesudah mereka ini berdamai.

   Mengetahui socheng ini ada orang Gichoo-toan, Teng Hiauw ingat suatu apa.

   "Pantas kemarin ini, selagi dikepung musuh, kau curigai aku,"

   Kata ia.

   "Aku telah bantu kau, kau tapinya tidak perdulikan aku. Kau ada anggota Giehoo-toan, pantas kau berhati-hati."

   "Itu pun sebabnya,"

   Sahut Poo Beng sambil tertawa.

   "Pemerintah Boan arah kita, kaki-tangannya banyak, segala jalan digunai untuk celakakan kita, dari itu, harus kita berhatihati."

   Baharu sekarang Teng Hiauw tidak curiga lagi atas sikap aneh orang.

   "Kau orang sudah menyimpang!"

   Thaykek Tan memegat sambil tertawa "Jangan kau orang cerita saja hayo kembali kepada soalnya Siangkoan Kin."

   Poo Beng bersenyum, ia lantas tuturkan Teng Hiauw tentang lenyapnya Thiebian Sieseng, si Mahasiswa Muka Besi.

   Duduknya hal ada sebagai berikut.

   Giehoo-toan berkedudukan di Propinsi Shoatang.

   Di sebelah Giehoo-toan, di sana ada satu perkumpulan rahasia lain, ialah Toatoo-hwee, atau Golok Besar.

   Toatoo-hwcc ini malah bcrdiri terlebih dahulu daripada Giehoo-toan.

   Tujuannya Toatoo-hwee pun mcmusuhkan pemerintah Boan.

   Mulanya, pasti sekali, Toatoo-hwee ada terlebih besar dan berpengaruh, melainkan sifatnya, ada terlebih terahasia.

   Sebagai perkumpulan terlebih muda, Giehoo-toan berdaya akan berseri kat dengan Toatoohwee, hanya ketika itu, Toatoo-hwee pandang enteng kepadanya.

   Kemudian, setelah Giehoo-toan menjadi besar, Toatoo-hwee jadi mengiri.

   Bisalah dimengerti, siapa kandung rasa iri hati, hatinya gampang retak.

   Ketua dari Toatoo-hwee ada Ong Tjoe Beng, senjatanya adalah Tan-too, sebatang golok, dan ilmu kcpandaiannya adalah warisan Keluarga Ho dari Shoasay yang kesohor.

   Ia ada satu laki-laki.

   tetapi tabiatnya keras, ia terlalu percaya kepada diri scndiri.

   Karena ia musuhkan pemerintah Boan, dengan sendirinya ia pun musuhkan kumpulan agama asing, Toatoo-hwee dianggap sama dengan Giehoo-toan, maka itu, negara-negara asing minta pemerintah Boan tumpas kedua perkumpulan pcncinta negara itu.

   Di Shoatang, kedudukannya Toatoo-hwee ada di Kangpak, di utara sungai, pengaruhnya besar, tapi setelah kesusul sama Giehoo-toan, kcmajuannya tercegat Di dalam segala hal, scpak-terjangnya Ketua Toatoohwee ini kalah daripada sepak-terjangnya Tjoe Hong Teng, yang berpemandangan jauh, matanya jel.

   Karena ini, Ong Tjoe Beng jadi mendendam sendirinya, tidak perdu li Tjoe Hong Teng senantiasa selalu hunjuk sikap bersahabat.

   Adalah karena belum dapat ketikanya, Tjoe Hong Teng belum sempat mengadakan perhubungan langsung dengan Ong Tjoe Beng.

   Pada waktu Ong Tjoe Beng pergi ke Pooteng, Hoopak, akan sambangi Kiang Ek Hian, Tjongto Touw Kanlouw dari Giehootoan cabang Ipkoan, Shoatang, telah kena ditawan pihak Toatoo-hwee.

   Nama Kanlouw berarti si "Tukang Sewakan Keledai", ini ada kerjaen asal dari Touw Kanlouw, saking kebiasaan, dia tcrus tetap pakai itu sebagai namanya sendiri.

   Distrik Ipkoan ada daerah pengaruh Toatoo-hwee, Touw Kanlouw tancap kaki di sana dengan tak terlebih dahulu berhubungan sama Toatoo-hwee, Ong Tjoe Beng jadi tidak scnang, pada suatu malam, dengan ajak beberapa kawan, Ong Tjoe Beng datangi markasnya Touw Kanlouw, akan culik tjongio Giehoo-toan itu.

   Seharusnya Ong Tjoe Beng pakai .

   aturan.

   akan lebih dahulu bicara dan tegur Touw Kanlouw apabila kecocokan tidak didapat baru ia turun tangan, tetapi Ong Tjoe Beng iakukan tindakan sembrono ini, ialah ia telah kena ojokannya satu orang lain siapa inginkan bentrokandi antara Toatoohwee dan Giehoo-toan.

   Pcnculikan Touw Kanlouw menyebabkan bingungnya Tay-fjongto Lie Lay Tiong, wakil ketua pusat di Shoatang.

   Oia sangsi apa baik segera serbu Toatoo-hwee atau cari orang pertengahan, untuk bicara dabuJu, guna can penyelesaian sccara damai.

   Dalam hai ini ia dapat bantuannya Hoeto Thio Tek Seng, yang usulkan meminta bantuannya Siangkoan Kin, supaya Thicbian Sieseng pergi cari Tjoe Hong Teng, buat panggil pulang ketua ini, agar si ketua yang ambil putusan.

   Dalam hai ini, Siangkoan Kin lebih setuju satroni duiu pusat Toatoo-hwee, akan tolongj Touw Kan-louw dengan j a Ian rarnpas pulang tjongto itu, kemudian baharu mereka berurusan dengan Toatoo-hwee, tetapi Thio Tek Seng tidak setujui ini, ia bcrhasil membujuki si Mahasiswa.

   Maka kcjadianlah Siangkoan Kin pergi cari Tjoe Hong Teng.

   "Thio Tek Seng ken al aku,"

   Kata Tjoe Hong Teng, yang tcrima kabar sambi I kerutkan alis, karena ia mesti berpikir keras untuk ambil putusan.

   "Memang perkara mesti dicegah. menjadi besar dan onar."

   Kemudian, tiba-tiba, ia keprak meja.

   "Di sini ada satu keanehan! Ong Tjoe Beng memang besar kepala, tapi aku tidak mengerti, kenapa dia begini sembrono! Ah, mesti ada orang, yang sudah hasut padanya! Baiklah kita gunai ketika ini, untuk berhubungan sama Toatoo-hwee, untuk mengadakan persatuan." Walaupun ia berpendapat demikian, Tjoe Hong Teng tidak bisa segera tinggalkan Hoopak dan Hoolam di mana pergerakan Giehoo-toan sedang berkembang-biak, tenaganya ada sangat dibutuhkan, maka dalam hai ini, tak dapat tidak.

   "Kau yang mesti bckerja. Sekarang kau lekas pulang, untuk kcndalikan orang-orang kita, tentu dia lagi tunggui tindakan kita. Maka kita mesti bcrsikap supaya tidak sampai mereka pandang rendah kepada kita. Lagi setengah bulan, aku pasti akan kembalil"

   "Ah, demikian menyusahkan!"

   Berseru Siangkoan Kin sambi I tertawa "Aku tak dapat kerjakan itu!"

   Dia memang masih tetap tidak sabaran. Tjoe Hong Teng pun tertawa, tertawa besar.

   "Tapi paling tepat- kalau Sioetjay menemui orang peperangan!"

   Kata dia.

   "Kepandaian istimewa dari satu Sioetjay adalah bicara tentang keadilan dan kepantasan! Apa mungkin kau takut lawan kekerasan?"

   LantasTjoe Hong Teng memberi penjelasan terlebih jauh, setelah mana baharulah Siangkoan Kin setuju, lantas ia pulang ke Shoatang.

   Ketua Giehoo-toan itu bukannya tidak tahu, Thiebian Sieseng ada bcrandalan, akan tetapi ia tahu juga, sahabat ini ada jauh terlebih cerdik daripada Lie Lay Tiong dan Thio Tek Seng, sedang dalam hai tingkatan atau dcrajat, dia ada jauh terlebih tinggi.

   Di dalam Giehoo-toan, Siangkoan Kin tidak menjabat kedudukan apa juga, akan tetapi kaum Kangouw ketahui dengan baik, dengan Giehoo-toan, dia mempunyai perhubungan yang rapat istimewa, dia sangat dihargai, jadi kalau dia dijadikan utusan, atau orang pertengahan, derajatnya ada setimpal, dia tepat sekali, melebihkan tempatnya Tjoe Hong Teng dengan siapa dia sama derajat.

   Tjoe Hong Teng juga percaya, dengan Siangkoan Kin yang pergi umpama kecocokan tidak terdapat, urusan pasti tidak akan jadi meluas.

   Akan tetapi segera terbukti, kepercayaan, atau dugaan itu, meleset jauh sekali.

   Sebab belum sepuluh hart sejak keberangkatannya Siangkoan Kin, segera datang laporan kilat yang berbunyi.

   Dengan seorang diri Siangkoan Kin telah kunjungi markasnya Toato-hwee, lantas dia tidak kembali, tidak ada kabar ceritanya, hingga orang tidak tahu dia masih hidup atau sudah mati.

   Kabar angin memberi takan, Thiebian Sieseng telah dihajar sampai binasa Lain kabar lagi bilang, dia kena ditahan.

   Dari pihaknya Toatoo-hwee tidak ada kabar apa juga, kecuali sepucuk surat ringkas untuk Markas Giehoo-toan di Shoatang, bunyinya.

   tidak menginginkan Siangkoan Kin sebagai wakil pihak sana untuk mclakukan perundingan.

   Banyak pengalamannya Tjoe Hong Teng, akan tetapi, ia terkejut.

   Ia insyaf bahwa urusan ada hebat.

   Maka sekarang, sempat atau tidak, ia mesti pulang.

   Tapi ia sangsi untuk ia bcrtindak sendiri, dari itu, sembari perlambat pulangnya, ia sebar pelbagai undangan, kepada sahabatnya kaum Rimba Persilatan dari beberapa propinsi, untuk ajak mereka berembuk, terutama untuk ketahui jelas siapa sebenamya Ong Tjoe Beng itu.

   Tan Poo Beng datang menemui Tjoe Hong Teng di Anpeng begitu lekas ia berpisah dari Teng Hiauw di Tanjakan Kouw Siong Kong, tempat di mana ia dikepung serombongan musuh, tapi belum sempat ia bicara banyak, Tjoe Hong Teng segera perintah ia pulang ke Hoolam, buat minta bantuannya dua saudara ini.

   Dcmikian penuturannya Poo Beng, yang membuat Teng Hiauw heran dan terkejut.

   "Soehoe, bagaimana?"

   Ini murid lantas tanya.

   "Soehoe pergi atau tidak? Siangkoan Kin demikian liehay mustahil ia bisa tampak bencana?"

   Dengan roman sibuk, dengan mata terbuka lebar, murid ini awasi gurunya.

   "Kenapa begini sibuk?"

   Thaykek Tan jawab sambil tertawa.

   "Jikalau aku sesibuk kau, nistjaya sckarang ini kau sudah tak dapat lihat aku! Ketika Poo Beng pulang dengan beritanya itu, aku memang niat lantas pcrgi tetapi setelah pikir, dengan kepandaiannya itu, apabila benar Siangkoan Kin dapat bencana, percuma umpama kata aku segera susul dia. Maka itu, sebelumnya berangkat, aku telah undang dulu Boesoe Han Koei Liong, guru silat kenamaan dari Liangouw yang kebetulan datang ke Hoolam ini, untuk dia menjadi penambah bantuan. Han Boesoe sudah terima baik undanganku, dia telah janji lagi dua hari dia akan pergi ke Hoaykeng akan tunggui aku, untuk kita orang berangkat sama-sama."

   "Apakah itu tidak terlalu lambat, Soehoe?"

   Teng Hiauw tanya pula.

   Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Tidak,"

   Sahut sang guru sambil menggeleng kepala.

   "Kau pikirlah biar tenang. Ada tiga kemungkinan, yang aku duga mengenai Siangkoan Kin. Pertama-tama ia sudah nampak kecelakaan, ia telah tak ada lagi dalam dunia. Apabila ini benar, walaupun kita mempunyai kesaktian akan hidupkan dia pula, ia akan tertolong lagi. Ini adalah kemungkinan paling hebat. Tapi dia liehay, mustahil dia nampak kecelakaan demikian macam? Yang kedua adalah ia sudah lolos dari ancaman bahaya, karena ada sebab-sebabnya, ia sengaja tidak mau segera muncul pula. Jikalau ini mungkin, tidaklah terlalu lambat bila kita datang ke belakangan untuk menolong dia. Kemungkinan yang ketiga adalah dia telah kena ditahan oleh Ong Tjoe Beng. Umpama betul dugaan ini, tidak nanti Ong Tjoe Beng berani celakai dia sebegitu jauh belum ada penyelesaian di antara Toatoo-hwee dan Giehoo-toan. Touw Kanlouw sendiri cuma ditahan, pasti demikian juga dengan Siangkoan Sinshe. Ong Tjoe Beng ada scorang Kangouw kenamaan, aku sangsi ia berlaku hina, hingga ia berani tentang kemurkaan umum. Ini lah sebabnya kenapa Tjoe Hong Teng bisa berlaku sabar dan siap sedia akan undang banyak orang pandai."

   Kelihatannya Teng Hiauw dapat dibikin sabar.

   "Teetjoe berniat turut serta, apa Soehoe sudi mengajaknya?"

   Ia tanya. Thaykek Tan lirik rnuridnya itu.

   "Kau tak dapat pergi!"

   Ia jawab.

   "Kau pergi pun tidak ada faedahnya. Yang pergi sekarang adalah orang-orang kenamaan semua, dari golongan tetua, bukannya kita hendak ambil pengaruh dari jumlah yang banyak, kau harus tenangkan diri, kau berdiam di sini, ikuti soepehmu untuk berlatih."

   Teng Hiauw berdiam hatinya tidak enak.

   Selang beberapa hari benar-benar Thaykek Tan berangkat dengan ajak hanya Poo Beng, untuk sambangi Han Koei Liong, guna penuhkan undangannya Tjoe Hong Teng.

   Selama jago Thaykek-pay ini lakukan pcrjalanannya, baiklah kita tengok Siangkoan Kin, yang telah berangkat scorang diri akan kunjungi Ong Tjoe Beng, Ketua dari Toatoohwee.

   Lebih dahulu daripada itu, setelah berpisahan dari Lie Lay Tiong dan Thio Tek Seng, akan laporkan putusannya Ketua Giehoo-toan.

   Ia bekal karcis nama yang memuat namanya Tjoe Hong Teng berikut namanya sendiri.

   Ia pergi sendirian ke Shoatang Utara, ke Gunung Sengtjoe-san di mana Ong Tjoe Beng bermarkas.

   Seng Tjoe San ada sebuah gunung yang bagus keadaannya, penuh dengan rimba dan tanjakan, tetapi lembahnya bisa dipakai bercocok-tanam, untuk dirikan rumahrumah tinggal.

   Di sini Toatoo-hwee pusatkan diri, bentengannya kuat.

   Ke sarang Toatoo-hwee ini Siangkoan Kin pergi tanpa jerih sedikit juga, malah ketika ia sudah menghadapi muka curam Sengtjoe-gam, ia maju terus tanpa cari lagi orang Toatoo-hwee untuk minta dikabarkan hal kedatangannya itu.

   Ia ncrobos di tempat-tempat lebat dan sukar dengan Tengpeng touwsoei ilmunya cntcngi tubuh dan lari cepat sepcrti mclcsat bebcrapa kali ia lewari tempat-tempat penjagaan, ia lewat terus tanpa kasih dirinya terlihat para penjaga.

   Ia telah lintasi bclasan pos penjagaan itu, lantas ia sampai di muka ben teng, markas besar dari Ong Tjoe Beng.

   Pernah beberapa penjaga lihat bayangan berkelebat lantas lenyap, karena menyangka mata mereka lagi kabur, mereka tidak berani bunyikan suitan pertandaan.

   Dengan thungsanya yang panjang dan gerombongan, yang memain antara siurannya angin, sembari goyang-goyang kipasnya Biauwkim sietjoe, Siangkoan Kin bertindak lebar menghampirkan pintu markas, sama sekali ia tidak perdulikan belasan serdadu yang jalan mondar-mandir menjaga di situ.

   Adalah dua pengawal di muka pintu markas yang heran hingga mereka berseru.

   "Eh! Kau siapa? Adaurusan apa pagi-pagi begini kau datang kemari?"

   Tapi mereka mengawasi dengan mendelong. Sebenamya mereka merasai hawa pagi ada dingin, akan tetapi orang tak dikenal ini justru lagi kipasi diri..-. Siangkoan Kin berdiri diam, lalu ia tertawa.

   "Aku adalah guru sekolah,"

   Ia jawab seraya ia tunjuk dirinya sendiri, suaranya pelahan dan sabar.

   "Tjong-totjoemu telah undang aku untuk aku ajarkan sekolah pada anaknya"

   Serdadu itu heran, ia sangsi.

   "Eh. Loodjie,"

   Kata ia pada kawannya.

   "kau sudah tinggal lebih lama di sini, apakah kau ketahui, ada anaknya Tjongtotjoe yang hendak disekolahkan?"

   Kawan itu berpikir.

   "Putera Tjong-totjoe ada dua,"

   Ia jawab kcmudian.

   "Putera pertama, umurnya sudah dua puluh lebih, tidak ada di sini. Yang kedua baharu berumur dua atau tiga betas tahun, apa mungkin baharu sekarang dia mau bersekolah?"

   "Anak umur dua atau tiga bclas tahun baru disekolahkan, apa anehnya?"

   Kata Siangkoan Kin.

   "Dia ada terlalu dogoi, kau tahu atau tidak?"

   Thiebian Sieseng goyang kepalanya, juga kipasnya, ia bawa lagak benar-benar mirip dcngan satu guru sekolah. Loo Djie bercuriga, ia awasi orang, akan tiba-tiba tanya.

   "Kalau kau benar diundang Tjong-totjoe, surat keterangan apa kau ada punya? Jikalau orang asing datang kemari, dia mesti diantar oleh tauwbak atau dia membawa lengtjhie, atau kalau dia ada orang undangannya Tjong-totjoe. Mana surat keteranganmu? Mari kasih aku lihat!"

   Siangkoan Kin tertawa, ia mengipas pula berulang-ulang.

   "Kau inginkan bukti?"

   Ia balik tanya, sembari tertawa.

   "Langit kuning, bumi kuning, bertemu sama orang Ouw.disapu bersih, Kedua serdadu itu melengak.

   "Oh, kau kctahui pertandaan kita hari ini?"

   Mereka tegasi.

   "Kau orang lihat, bukankah aku tidak perdayakan kau orang?"

   Siangkoan Kin bilang tanpa perdulikan pcrtanyaan orang.

   "Kemarin aku diundang oleh Tjong-totjoenya, dia beri tahukan aku tanda mulut hari ini. Karena aku ketahui pertandaan, sudah tentu aku tak mcmbutuhkan pengantar tauwbak atau surat keterangan lainnya."

   Kedua serdadu itu percaya keterangan ini, memang markas mereka sering kedatangan tetamu-tetamu orang kenamaan, mclainkan Siangkoan Kin ini, lebih aneh daripada yang kebanyakan, tetapi karena orang tahu tanda rahasia itu hari, mereka tidak berani berayal atau berlaku kurang hormat.

   "Silakan!"

   Mcrcka mcngundang.

   Demikian Thiebian Sieseng diantar ke dalam.

   Sccara kcbetulan saja tadi, di tengah jalan, ia dengar tanda rahasia orang, sekarang ia gunai itu.

   Tapi ia tidak sangka, karena ia permainkan kedua serdadu itu, mereka ini apes, mereka masing-masing telah diganjar dua puluh rotan, sedang Ong Tjoe Beng pun mendongkol bukan main, sebab di luar sangkaannya, markasnya orang bisa memasukinya secara demikian leluasa, ia merasa sangat terhina.

   Siangkoan Kin tertawa di dalam hatinya selagi ia diantar masuk, karena secara gampang saja ia dapat perdayakan kedua serdadu itu.

   Buat sementara ia diminta menantikan di muka markas.

   Ia berdiri helum lama atau segera ia dengar suara riuh di dalam markas itu dari suara orang, dari tambur dan gembreng yang dipalu nyaring.

   Pintu besar dari markas pun segera dipentang lebar-lebar.

   Satu orang, yang tubuhnya besar, bertindak keluar dengan cepat, di depannya Siangkoan Kin ia memberi hormat secara militer, lalu ia kata dengan nyaring.

   "Tjong-totjoe kita dengan hormat menanya Siangkoan Sianseng, Tjoe Hong Teng sendiri datang atau tidak?"

   Inilah ada perbuatan sengaja dari Ong Tjoe Beng. Ia terkejut ketika tadi ia dikabarkan datangnya "si guru sekolah"

   Secara tiba-tiba itu, ia sampai berpikir sambil kerutkan alis, lalu dengan tiba-tiba ia gaplok serdadunya itu, yang lebih jauh ia perintah ringkus, untuk dihukum rangket dua puluh rotan, hukuman mana sudah lantas dijalankan.

   Itulah sebab dari suara tambur dan gembreng, dari suara berisik barusan.

   "Thiebian Sieseng menghinaaku, dia menghina Toatoohwee!"

   Ketua ini berseru dalam gusamya.

   Tadinya ia mau segera keluar sendiri.

   akan terjang si guru sekolah itu, baiknya hampir berbareng dengan itu, ia dapat pikiran lain, maka ia jadi sabar pula, sctclah Berpikir, ia perintah pentang pintu markas dan k i rim wakilnya akan minta keterangan, Tjoe Hong Teng sendiri datang atau tidak.

   Siangkoan Kin tidak puas me lihat Ong Tjoe Beng tidak muncul sendiri, ia sebal atas cara agung-agungan orang itu, ia pun gusar atas pertanyaan orang itu.

   Ia mengerti, teranglah Ong Tjoe Beng sudah tidak melihat mata terhadapnya.

   Ia awasi wakil itu, lalu ia tertawa besar.

   "Giehoo-toan kita bukanlah urusannya Tjoe Hong Teng seorang!"

   Berkata ia.

   "Giehoo-toan adalah Giehoo-toan! Tolong kauberitahukan kepada Tjong-totjoe, aku telah wakiikan Tjoe Hong Teng, maka urusan bagaimana besar juga, aku berhak untuk mewakilkan sepenuhnya!"

   "Hm, kiranya Tjoe Hong Teng tidak mau muncul sendiri!"

   Berkata orang itu.

   "Jadinya dia kirim kau sebagai wakilnya! Mari kasihkan aku karcis namamu, nantt aku tolong mengabarkannya kepada Tjong-totjoe. Tentang Tjong-totjoe sudi terima kau atau tidak, itulah urusan Tjong-totjoe sendiri!"

   Belum pernah Siangkoan Kin terima hinaan semacam ini, coba tidak Tjoe Hong Teng telah pesan ia untuk bersabar.

   hampir ia tak sanggup kendalikan diri lagi.

   Untuk bisa ketemu sama Ong Tjoe Beng.

   ia berlaku sabar luar biasa.

   Tapi, ketika ia serahkan karcis namanya, ia kata dengan nyaring.

   "Aku mau ketemu sama Ong Tjong-totjoe, bukan sama kau, Tuan mengenai ucapan kau ini, apabiia ini keluar dari hatimu sendiri, sebentar saja sehabisnya aku bertemu sama Ong Tjong-totjoe, kita nanti perhitungkan. tetapi jikalau itu ada pesan ketuamu, sekarang juga aku akan segera kembali!"

   Sambil mengucap demikian, dengan kipasnya. Thiebian Sieseng tuding muka orang pada arah hidungnya. Orang itu mundur dua tindak, ia tahu siapa adanya si Mahastswa Muka Besi, sembari putar tubub, untuk bertindak ke dalam, ia kata.

   "Aku nanti kabarkan kedatangan kau ini! Jikalau kau hendak umbar adatmu, scbentar saja di depan ketua kita, jikalau kau berani kau baharulah satu hoohan!*"

   Orang ini masuk belum lama, lamas Siangkoan Kin lihat munculnya belasan orang yang berbans mengiring satu orang, siapa bukannya Ong Tjoe Beng, dia ini dandan scbagai satu tauubak.

   "Silakan masuk"

   Dia mengundang sambil memberi hormat.

   Siangkoan Km menyahuti sambil bertindak.

   akan ikuti orang itu, barisan siapa lantas mengiringi ia dengan mengapit di kiri dan kanan, di mana pun ada terpajang pelbagai macam alat senjata.

   bukan ditaruh di atas para-para, hanya dicekal oleh dua barisan serdadu, antaranya ada barisan panah, semuanya sudah bersiap sedia.

   Meskipun ia lihat markas yang angker itu, Siangkoan Kin tidak jerih sedikit jua.

   Ia bertindak dengan tenang, kipasnya digoyang-goyang pergi-datang, ia menoleh ke kiri dan kanan, dengan roman agung-agungan.

   Sebentar saja mereka sampai di ruangan markas, yang besar dan luas, tctapi orang yang berduduk di situ menghadapi meja cuma sepuluh orang lebih, yang duduk di tengah ada seorang tua kate dan kurus, kumisnya pendek, sebelah tangannya mencekal sebatang liongtauw koay-thung, tongkat bcrukiran kepala naga, sikapnya jumawa sekali.

   Siangkoan Kin mengawasi, juga keempat penjuru, di situ ia tidak lihat Ong Tjoe Beng, lantas saja ia tanya dengan suara keras.

   "Mana dia Ong Tjong-totjoe? Aku sengaja perlukan datang berkunjung kemari, untuk menemui dia, dari itu, perlu aku bertemu dengannya!"

   Si orang tua kate dan kurus itu tertawa besar, dengan tongkatnya, ia menunjuk pada scbuah kursi kosong di sampingnya.

   "Silakan, silakan duduk!"

   Ia mengundang.

   "Nanti kita orang bicara!"

   Ia mengundang, akan tetapi ia tidak bergerak dari kursinya, sikapnya tetap jumawa.

   Siangkoan Kin menahan sabar, ia masih saja mengipasngipas, tanpa menoleh lagi pada orang tua itu, ia duduk di kursi yang ditunjuk itu, kemudian baharulah ia putar tubuhnya, akan tanya dengan suara keras.

   "Sebenarnya ke mana perginya ketuamu?"

   Orang tua itu tertawa mengejek.

   "Kau hendak menemui Tjong- totjoe?"

   Ia tegaskan.

   "Dia ada di sini, tetapi dia tidak sempat untuk menemui kau! Urusan Toatoo-hwee bukannya urusan Ong Tjoe Beng satu orang, karena aku telah bisa duduk di sini mewakilkan dia, biar urusan sebesar langit, aku sanggup untuk mengurusnya! Sahabat, kau ada punya urusan apa, cobalah kau lekasan utarakan itu kepada kita."

   Ini adalah ucapan dengan lagu suaranya Siangkoan Kin tadi, ketika ia ditanya kenapa Tjoe Hong Teng tidak datang bersama.

   Nyatalah sekarang orang telah pakai itu, untuk ajoki dia.

   Dan si orang tua bicara dengan tidak sungkan-sungkan lagi.

   Siangkoan Kin ada seorang yang berpengalaman, walaupun sikapnya orang itu ada menjemukan, ia tidak hunjuk kemurkaannya.

   Ia pernah hadapi orang dari segala macam tingkah-polah, ia tidak merasa aneh.

   Malah tanpa berpikir lagi, ia buka mulutnya.

   "Maafkan aku, aku berlaku kurang hormat!"

   Ia menyindir "Aku masih belum tahu kau ada pernah apa dengan Ong Tjong-totjoe? Aku wakilkan Tjoe Tjong-totjoe, tentang persahabatanku, derajatku, dengannya, kaum Rimba Persilatan telah mengetahuinya, tetapi kau, yang mewakilkan Ong Tjong-totjoe, persahabatan kau, derajatmu, tentulah tidak berbeda dengan aku dengan Tjoe Tjong-totjoe, akan tetapi aku malu sekali, pemandanganku, pendengaranku, ada menyedihkan, hingga aku tidak ketahui she dan namamu yang besar!"

   Ucapan itu merendah akan tetapi suara diucapkannya ada menyindir, ada berupa penghinaan untuk si orang tua serta kedudukannya dalam Toatoo-hwee.

   Tentu saja orang tua itu insyaf atas ejekan orang, akan tetapi dia pun seperti tak gubris itu, malah sengaja dia tertawa berkakakan, tongkatnya diketruki ke jubin.

   "Kau Tuan Thiebian Sieseng, namamu sungguh tepat, tak nama belaka!"

   Demikian katanya.

   "Bukan cuma kau "bermuka besi". Aku dengar. tangannya juga keras, sayang aku belum pernah saksikan itu. Bahwa mulut kau tajam, sekarang aku dapatkan buktinya."

   Terima kasih! -Sahabat, kau sebenarnya bicara sembarangan saja!"

   Tiba-tiba ia tambahkan dengan nyaring, air mukanya pun berubah menjadi bengis.

   "Sahabat, tentang perhubunganku dengan Ong Tjong-totjoe, orang luar tidak punya sangkutannya. kau juga tidak ada perlunya untuk mencari tahu, hanya tentang she dan namaku, aku boleh jelaskan kepada kau. bahwa itu tidak ada terlebih nyaring daripada nama Thiebian Sieseng. Namaku itu tidak ada hubungannya dengan urusan pertemuan ini hari. Aku adalah satu boebeng siauwtjoet di bawahnya Ong Tjong-totjoe, tetapi ini hari, aku ada punya hak kekuasaan untuk mewakilkan Toatoo-hwee, untuk bicara sama kau. Berapa usiamu sekarang? Aku pcrcaya, aku ada terlebih tua beberapa tahun daripadamu. Dengan usiaku ini, aku pernah lihat beberapa beruang yang namanya kosong belaka!"

   Kata-katanya orang tua itu makin lama jadi semakin tajam, maka keagungannya Siangkoan Kin kena terbentur.

   
Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Maka sekarang Thiebian Sieseng ketemu lawannya! Usianya Siangkoan Kin belum lanjut, akan tetapi derajatnya ada tinggi, dan dengan boegeenya yang liehay.

   selama merantau belum pemah dia ketemu tandingan, dari itu, ia jadi semakin kepala besar, apabila dia bicara, kadang-kadang dia tidak mikir-mikir lagi, sekarang untuk pertama kalinya, dia bentrok sama mi orang tua yang ridak dikenal; dia jadi tetcengang, dia kalah bicara.

   Tapi dia tidak diam lama-lama.

   Dia buka matanya lebar-lebar.

   dia tertawa dingin.

   "Aku yang rendah termasuk dalam kalangan Rimba Persilatan, sebenarnya aku tidak punyakan kepantasan, tidak ada halangannya untuk aku membawa-bawa golok! Tjoe Tjong-totjoeku scrta Ong Tjong-totjocmu tidak bersahabat kekal, akan tetapi mereka ada dari satu kalangan, sama-sama mencntang bangsa Boan, memusnahkan bangsa asing, jadi maksud tujuannya sama, dari itu tidak ada harganya kudanya bentrok untuk urusan kecil sebagai bulu ayam atau kulit bawang ini. Begitulah ini hari aku wakilkan Tjoe Tjong-totjoe datang kemari untuk mohon pelajaran dari Ong Tjong-totjoe, baiklah, tak usah kita jalan mutar atau adu mulut, kau boleh bicara langsung padaku!."

   Orang tua itu tidak tunggu sampai orang berhenti bicara, ia sudah memotong.

   "Kalau begitu, kau sebutkanlah!"

   Demikian katanya.

   "Cara boen, cara boe. aku selamanya siap untuk menemani!" , Siangkoan Kin melirik, lantas ia beri kan jawabannya.

   "Aku minta kau orang serahkan kita punya Totjoe Touw Kanlouw dari Djimpeng untuk aku ajak pulang. Aku datang bukan untuk unjuk kegagahan atau buat pieboe, maka jikalau kau, Lauwhia, ada keinginan akan memberi pengajaran kepadaku, kau bisa lakukan itu sesudah selesai urusan kita ini kau tunjuki saja tanggal-harinya, aku Siangkoan Kin siap sedia untuk melayani!"

   Orang tua kate-kurus itu tertawa cekikikan.

   "Enak sekali kau bicara!"

   Katanya.

   "Kau toh tahu, orang Kangouw ada aturannya sendiri, orang Rimba Hijau ada caranya sendiri juga. Pihak kita Toatoo-hwee sudah lama tancap kaki di Dj impeng, lantas di sana Touw Totjoemu memaksa merampas daerah kita, ia membuka rumah perguruan, dari itu tidaklah heran jikalau ketua kita tangkap dan tahan padanya. Jangan kata baharu kau yang datang, umpama Tjoe HongTeng yang datang sendiri, tak gampanggampang kita nanti serahkan dia!"

   Siangkoan Kin tertawa berkakakan.

   "Apakah aturan dan caranya kaum Kangouw dan Rimba Hijau?"

   Ia mengejek.

   "Pihak kita, belum pemah kita anggap Toatoo-hwee sebagai kaum Kangouw dan Rimba Hijau yang kebanyakan! Mengapa kau sebut-sebut kaum atau golongan? Kita hendak bangunkan bangsa Han, untuk tolong rakyat, kita bukannya tukang rampas, bukan tukang kangkangi tanah daerah, tetapi kau orang, janganlah kau orang terbitkan kerenggangan karena urusan sekecil itu, perbuatan itu bisa membikin puas pihak musuh!" . Walaupun Siangkoan Kinrbicara dengan caranya sendiri$aiigjurriawa, akan tetapi dia pakai at uran, dari itu, pihak Toatoo-hwee itu berubah air mukanya masing-rnasing. Cuma si orang tua kate-kurus, yang matanya belalakan, ia tertawa cekikikan secara menghina.

   "Siangkoan Kin, kau bersemangat, kau satu enghiong!"

   Begitu ejekannya "Bagus sekali omongan kau! Karena kau bicara dari arah besar, baiklah, aku pun hendak omong terus terang, jikalau kau bersedia untuk nyatakan setuju, dengan segcra aku nanti merdekakan saudaramu!"

   "Aku suka dengar keterangan kau!"

   Jawab Siangkoan Kin dengan cepat.

   "Syarat kita sedikit pun tidak sulit,"

   Ia kata kemudian. "Kau mewakilkan Tjoe Hong Teng, sekarang aku silakan kau menjura kepadaku untuk menghaturkan maaf, sctclah itu, lantas kau sampaikan kepada Tjoe HongTeng agarGiehoc-toan selanjutnya ditaruh di bawah penilikannya Toatoo-hweef* Bukan mam gusarnya Siangkoan Kin akan dengar syarat itu.

   Segala apa mengenai dirinya pribadi, ia rnasih bisa sabar, tetapi ini ada kehormatannya Giehbo-toan.

   Kedua matanya mendelik.

   "Bagaimana jikalau kita menolak?"

   Ia itanya; la tertawa menghina. .Menolakpun tidak apa-apa"

   Jawab si orangtua.? Kau ada sangat kesohor.

   Laiiwhia, dengan Tjoe Hong Teng kau punya persahabatan untuk hidup dan mati, tetapi aku yang rendah tak tahu diri, selagi aku merasa sangat beruntung dengan pertemuan kita ini, biar bagai mana aku mesti bisa belajar kenal dengan kepandaianmu!"

   Siangkoan Kin segera berbangkit, kipasnya dipakai melambai-lambai.

   "Mari", mari!"

   Ia menantang dengan bentakannya.

   "Walaupun kau berada di kedung naga dan guha harimau, aku. Siangkoan Kin ingtn sekali mendapatkan kcputusan! Bilang kau orang hendak main keroyok-keroyokan atau satu sama satu?"

   Si orang tua menekan tongkatnya, untuk bangkit berdiri secara pelahan-lahan, sambil miringkan kepala, ia memandang, ia tertawa. Itu artinya pertandingan satu sama satu. Tapi Siangkoan Kin masih menegaskan.

   "Ini artinya kita orang akan putuskan siapa jantan siapa bctina! Jikalau aku kalah, dengan kedua tanganku, aku nanti angsurkan Giehootoan kcpadamu. Umpama kau yang kalah, bagaimana?"

   "Jikalau aku kalah, dengan kedua tanganku, aku nanti serahkan Touw Kanlouw,"

   Sahut orang tua itu. Thiebian Sieseng tertawa, ia lantas bertindak ke medan.

   "Perkataan kita telah menjadi penetapan, secara begini aku nanti terima peiajaran dari kau,"

   Ia bilang.

   "Senjataku adalah ini kipasku. Kau sendiri, kau hendak pilih senjata atau tidak?"

   Orang tua kate-kurus itu menghampirkan.

   "Gegamanku juga ini tongkatku,"

   Ia menyahuti.

   "Untuk mengajar anak-cucuku, aku gunai tongkat ini, demikian di waktu bertempur, aku gunai ini juga, tidak ada harganya untuk memilih lain senjata!"

   Siangkoan Kin telah sampai di medan di mana dengan tibatiba ia putar tubuhnya.

   "Sudah, jangan mainkan lidah!"

   Ia berseru.

   "Silakan keluarkan kepandaian kau!"

   Si orang tua berlompat maju, akan mendekati.

   "Menghunjuk hormat adalah tak terlebih sopan daripada menerima perintah,"

   Kata ia sambil tertawa, sambil manggut. Thiebian Sieseng, kau awaslah untuk menyambut scrangan!"

   Dengan "Taypeng tiantjie"

   Atau "Burung garuda pentang sayap", orang tua itu membabat pinggang dengan tongkatnya, senjata itu sambil perdengarkan suara angin yang nyaring.

   "Bagus!"

   Berseru si Mahasiswa Muka Bcsi seraya ia berloncat, hingga tongkat lewat di bawahan kakinya.

   Tubuhnya seperti ada di tengah udara, tetapi tangannya tidak diam saja, dengan kipasnya, dengan tipu "Pekhong koandjit", atau "Bianglala putih menggelung matahari", ia totok jalan darah "Hoakay-hiat".

   Si orang tua egos kepalanya, berbareng dengan itu, ia teruskan tongkatnya, untuk menyodok orang punya perut di bagian jalan darah "Tanthian-hiat".

   Dengan ini cara, ia pun berbareng menangkis kipas lawan., Siangkoan Kin lompat, sebelah kakinya menjejak ujung tongkat, dengan itu jalan ia menekan, hingga tubuhnya terus mencelat tinggi, loncat melewati si orang tua.

   Orang tua itu segera putar tubuhnya, tidak tunggu sampai sudah melihat nyata, ia terus menyerang ke arah belakang, tubuhnya dimajukan, untuk merangsang.

   Thiebian Sieseng telah perlihatkan keentengan tubuhnya, tapi karena gerakan ini, ia kena didesak.

   Bcgitulah ujung tongkat mengarah kakinya.

   Atas ini, ia taruh tubuhnya, tangan kirinya menangkis, kaki kanannya maju, menyusul mana, kipasnya mencari jalan darah "Kintjeng-hiat"

   Di pundak lawan. Orang tua itu berkelit sambil berseru, tetapi dia bukannya mundur, hanya dari samping, ia balas menyerang sambil berseru pula.

   "Kena!"

   Gcrakannyaini ada gesit sekali, tujuannya adalah muka.

   Dia telah berseru, karena dia mengira, kecepatannya ada istimewa dan musuh tak bakal lolos.

   Thiebian Sieseng tidak kalah gesitnya, dalam keadaan sulit seperti itu, ia masih sempat mengegos tubuh, lalu dengan satu gerakan Ngoheng-kiam, ia pakai kipasnya untuk membabat lengan orang.

   Dan pihak penyerang, si orang tua jadi pihak terserang, tapi ia tidak gentar dengan ancaman babatan kipas itu.

   Malah ia pun tidak mundur atau berkelit, dengan berani ia menusuk jalan darah orang "Kieboen-hiat".

   Insyaf pada bahaya, Siangkoan Kin loncat mundur, hingga dengan demikian, si orang tua pun jadi lolos dari bahaya Mereka berdua adalah tandingan setimpal, dua-duanya mengerti ilmu menotok jalan darah.

   Cuma sebentar saja mereka renggangkan diri, lantas mereka merangsang pula, mendekati satu pada lain, akan lanjuti pertempuran mereka.

   Sekarang, walaupun mereka saling menyerang, keduanya sama-sama waspada terhadap pembelaan diri.

   Kipasnya si mahasiswa bergerak tanpa juntrungan, tempo-tempo scbagai alat penotok, di Iain saat bagaikan pedang saja, tapi semua arah adalah jalan darah.

   Di sebelah ia, demikian juga si orang tua kate-kurus dengan tongkatnya Semua hadirin di ruangan itu menjadi kagum, apa pula berselang sctengah jam, kedua pihak masih sama unggulnya.

   Mereka semua menonton dengan ternganga.

   Kedua pihak yang lagi berkelahi juga berkelahi sambil mengasah otak.

   "Benar-benar dia wariskan kepandaiannya Soekong Tjiauw,"

   Pilar si orang tua "Dia belum berumur empat puluh tahun, dia sudah begini liehay." .

   "Drang tua ini liehay sekali,"

   Siangkoan Kin pun berpikir.

   "Di scbclah ilmu silatnya, dia pandai Tiamhiat-hoat. Siapakah dia? Dia sudah berusia lanjut. mengapa aku belum pemah dengar ten tang dia?"

   Memang juga, Thiebian Sieseng tetap tidak mengetahui siapa musuh tua yang liehay ini, hingga ia mesti berkelahi dengan sungguh-sungguh.

   Lagi tiga puluh jurus telah lewat tatkala Siangkoan Kin, dalam penasarannya, perdengarkan scruan panjang, yang disusul sama serangannya yang seru, hingga ia nampaknya jadi gesit luar biasa, kipasnya mencari dengan bengis jalan darah orang.

   gerakannya mirip dengan walet menyambar gelombang atau garuda menerkam kelinci.

   Si orang tua juga melayani dengan sungguh-sungguh, gerakannya jadi tidak kurang gesitnya, akan tetapi sekali ini, belum terlalu lama, pcrubahan mulai nampak.

   Yaitu si orang tua, dengan pelahan-lahan, mulai terdesak.

   agaknya ia repot berkelit atau menangkis, sebab lawannya berkelebatan di kiri dan kanannya.

   Orang-orang Toatoo-hwee juga lihat pcrubahan itu, mereka terkejut, diam-diam mereka segera siapkan senjatanya masing-masing, begitupun pelbagai senjata rahasia mereka, hingga sekarang mereka tinggal menanti ketika akan turun tangan, untuk bantu kawan itu.

   Beberapa jurus masih dilewatkanj apabila kemudian, dengan sckonyong-konyong Siangkoan Kin perdengarkan pula seruannya, yang nyaring.

   "Awas!"

   Menyusul seruan itu, si orang tua kate-kurus berkelit, tubuhnya sempoyongan beberapa tindak.

   Dan justru itu, pelbagai senjata rahasia lantas saja menyambar saling susul ke arah Siangkoan Kin! Seperti juga orang yang telah dapat menduga terlebih dahulu, tubuhnya Siangkoan Kin sudah mencelat begitu lekas ia bikin lawannya sempoyongan.

   la telah desak si orang tua, kipasnya mencari jalan darah orang.

   Si orang tua bisa loloskan diri dari bahaya cuma sambil berkelit dan menangkis, tetapi karena ini, kipas lawan mengenai lengan kanannya yang dipakai menangkis itu, karena mana, tubuhnya jadi tidak dapat imbangan pula.

   Thiebian Sieseng bukan mencelat ke belakang atau ke samping, hanya ke depan, begitu tinggi dan jauh, ia telah loncati kepalanya beberapa hadirin yang ada menjadi tauwbak atau pemimpin sebawahan dari rombongannya si orang tua kate-kurus itu, dengan begitu, ia jadi luput dari seranganserangan curang.

   Ia pun tidak berhcnti dengan sekali loncat melesat saja.

   Dengan bengis ia robek bajunya yang gerombongan, dengan tangan kirinya, ia mengibas terhadap dua serdadu pengawal pmtu, yang ia terus rubuhkan dengan totokannya.

   Kemudian, sesampainya di luar, ia loncat naik ke atas rumah.

   Masih ada senjata-senjata rahasia, yang menyambar kepadanya, karena orang menyusul mengejar keluar tetapi dengan robekan bajunya, ia saban-saban menyampok, membikin pelbagai senjata itu meluruh jatuh ke tanah.

   Benar di saat Thiebian Sieseng sampai di luar benteng, si orang tua sudah menyusul padanya.

   Muridnya Soekong Tjiauw tidak sudi layani musuh itu, ia lari terus.

   Ia sengaja ambil jalanan yang bukan jalanan, yang lebat dengan pepohonan dan sukar; dalam tempo yang pendek.

   ia telah lewatkan beberapa pos penjagaan dan tanjakan.

   Oleh karena kegesitannya, ia bikin pengejarnyapun, yang pun liehay sekali, kctinggalan di belakang ia kira-kira tujuh tumbak.

   "Bangsat, hentikan tindakanmu!"

   Thiebian Sieseng membentak apabila ia saksikan orang masih ngotot, mengejar ia.

   "Kau sudah kalah, kau langgar janji kita! Bagaimana kau berani bokong aku? Jikalau kau tetap masih kejar aku, nanti terpaksa aku tak dapat berlaku sungkan-sungkan lagi!"

   Si orang tua tidak jawab teguran itu, hanya ia perdengarkan seruan panjang dan keras sekali.

   "Shako, pegat dia!"

   AKan tetapi, walaupun seruan itu mengagetkan burungburung"

   Dan menggetarkan rimba", tidak ada penyahutannya, tidak ada bayangan sekalipun yang muncul, akan pegat Siangkoan Kin.

   "Kau gunai akal, untuk bikin orang curiga dan bingung,"

   Piker Thiebian Sieseng, yang terus gunai ketika selagi si orang tua hentikan tindakannya, ia loncat pula, melesat sampai jauh, apabila ia telah ulangi itu sampai tiga kali, ia lantas pisahkan diri jauh dari si orang tua, hingga di lam saat, ia bisa menghilangdari matanyasi pengejar.

   Siangkoan Kin telah memasuki daerah yang berbahaya dari tubir Seng Tjoe Gam, jalanan ada sangat tidak rata; di depan ia ada puncak yang tinggi menjulang langit,di samping ia ada jurang yang dalam.

   Pepohonan di situ juga sangat lebat Maka itu, kendatipun langit sudah mendekati tengah hari, sinar matahari tak sanggup menembusi cabang-cabang dan dedaunannya yang sarat.

   Melainkan di sana-sini saja, cahaya Batara Surya bisa juga menembus sedikit Tanpa perdulikan jalanan yang sukar itu, Siangkoan Kin maju terus, untuk cari jalan keluar.

   Selagi ia lewati sebuah pohon, mendadak ia dengar suara tertawa aneh.

   seperti suaranya burung alas, hingga ia terperanjat, dan berpaling, tetapi berbareng dengan itu, satu bayangan orang, yang warnanya abu-abu, sudah berlompat kedepannya, gesitnya bagaikan melesatnya sebuah bintang, tahu-tahu bayangan itu menyerang padanya.

   Ia masih sempat lihat orang, ada memakai topeng.

   Terkejut unluk itu macam serangan menggelap, Siangkoan Kin masih bisa gunai robekan bajunya untuk mcnangkis, di lain pihak, dengan kipasnya, ia barengi menyerang jalan darah "Kiauwim-hiat".

   Dengan mcncrbitkan satu suara yang nyaring, robekan bajunya Thiebian Sieseng kena dibikin pecah besar, menyusul mana, jari tangannya penyerang gelap itu menyambar ke tubuh sasarannya.

   Dalam kagetnya, Siangkoan Kin lompat berkelit, tapi ia segera disusul dengan berkelebatnya bebcrapa benda berkeredepan bagaikan bintang, dari mana ia tak sempat menyingkir pula, bingga ia mcrasakan kaku dan sakit, tapi karena ia tetap sadar, ia pun ayun tangannya, di mana telah siap scnjata gelap yang tadinya hendak dipakai menyerang si orang tua.

   Penyerang gelap itu, yang bertopcng, terdengar tertawa aneh, tubuhnya lompat maju pula, akan tetapi gerakannya tidak lagi segesit tadi, malah begitu lekas kedua kakinya menginjak tanah, ia berkaok, ia menjerit "Aduh!"

   Disusul sama rubuh tubuhnya! Dalam hal ilmu entengi tubuh, penyerang gelap yang bertopcng itu terang ada iebih atas satu tingkat daripada kepandaiannya Siangkoan Kin, maka itu justni ia muncul dari tempatnya Sembunyi secant di luar dugaan, tidak heran apabila ia berhasil dengan pembokongannya itu.

   Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Siangkoan Kin scbaliknya sangat tangkas, dalam ancaman bahaya itu, ia masih sempat menangkis dengan kipasnya.

   Begitulah, kedua pihak sama-sama kena tcrserang, tetapi sama-sama juga mereka terluput dari bahaya maut langsung.

   Penyerang gelap itu ada liehayj sckali, sudah tak berhasil dengan serangan dengan tangan, ia menyusul dengan scnjata rahasianya, dalam hal mana, ia peroleh hasil, tetapi di lain pihak, Thiebian Sieseng juga balas ia dengan scnjata rahasia.

   Maka mcrcka masing-masing mendapati sasaran mereka.

   Karena totokan kipas, kegesitannya si pembokong ada jadi berkurang, ini lah sebab utama kenapa ia tak Iolos dari senjata rahasia.

   Seumurnya, tidak biasanya Siangkoan Kin gunai scnjata rahasianya, kalau sekarang ia gunai itu, itu lah karena amat terpaksa.

   Laginya sangat kebetulan bagi ia, senjata rahasianya itu sebenarnya disediakan untuk si orang tua kate-kurus yang tingkah-lakunya menjemukan.

   Senjata rahasianya ada jarum Bweehoa Touwkoct-tjiam, cuma lebih besar sedikit daripada jarum biasa, tetapi ada jauh Iebih kecil bila dipadu dengan lainnya macam senjata rahasia.

   Jarum ini diperuntukkan menyerang jalan darah.

   Beruntun tiga kali, Siangkoan Kin menyerang dengan jarumnya itu, yang satu lolos, yang dua mengenai sasarannya.

   Bukan main lega hatinya Siangkoan Kin apabila ia dengar lawannya menjerit dan rubuh, iabelum tahu siapa musuh itu, tapi karena orang curang, ia niat bikin habis jiwa orang- Begitulah ia paksa kuatkan diri, untuk hampirkan musuh itu, tetapi justru itu, ia rasai matanya berkunang-kunang, kepalanya pusing, tenaganya habis dengan tiba-tiba, tubuhnya terguling.

   Menyusul itu, ia segera dengar pertanyaan keras dari si orang tua tadi.

   "Shako, apa kau sudah berhasil?" . Suara itu datangnya dari luar rimba, terang si orang tua lagi mendatangi. Thiebian Sieseng kaget, hatinya mencelos. Karena ia tetap sadar, dengan tiba-tiba, ia empos semangatnya, ia kumpul sisa tenaganya, tetapi sebab ia tidak mampu berbangkit, terpaksa ia gulingkan tubuhnya, hingga di lain saat, ia telah jatuh bergelindingan ke dalam jurang, apabila ia rasai tubuhnya terbanting, sakitnya bukan kepalang, lantas ia tak sadar akan dirinya. Berapa lama ia pingsan, Siangkoan Kin tidak ingat, ia tahu ia telah jaga, ketika hidungnya dapat cium bau harum yang halus, yang membikin perasaannya lega, apabila ia geraki tubuhnya, ia pun dapat kenyataan ia sedang rebah atas kasur yang empuk dan hawanya hangat. Ia berada di atas pembaringan, di dalam kelambu kembang serta di atas seprei bersulam. Ia jadi terperanjat, ia geraki kedua tangannya, akan singkap kelambu, akan memandang ke sekitamya. Segera ia tampak suatu kamar yang terperabot lengkap dan indah, ialah kamarnya seorang perempuan! Di atas meja di mana ada pedupaan ada juga bunga segar. Di tembok ada tergantung sebuah khim. Di samping tembok ada satu meja rias lengkap dengan kacanya. Jendela, yang mcmakai kaca, menerbitkan smar terang. Di kedua daun jendela ada sepasang Han yang indah tulisannya. bagus artinya. lnilah sepasang lian itu. Dengan hati tawar mengantari matahari dan rembulan, Dengan hati sepi memandang orang satu zaman. Diam-diam si mahasiswa kepalang memuji dalam hatinya, kepalanya dimanggut-mangguti.

   "Mesti ini kamarnya satu siotjia"

   Pikir ia.

   "Atau dia satu nyonya muda yang terpelajar"

   Melihat semua itu, Siangkoan Kin sangsi apa ia bukannya sedang mimpi.

   Ia terus rebah, sambil melamun terus.

   Tiba-tiba kesunyiannya sang kamar terganggu oleh suara bunyinya gelang, lantas moeilie tersingkap, disitu, berbareng sama bau wangi.

   muncul satunyonya muda yang elok sekali, umurnya mendekati tiga puluh tahun, dia nampaknya seperti satu gadis remaja saja.

   Siangkoan Kin gigit satu jari langannya.

   ia merasakan sakit.

   Nyonya itu bertindak menghampirkan dengan perlahanlahan, air mukanya bercahaya dengan senyuman berseri-seri.

   "Telah dua hari kau pingsan, maka janganlah kau bergerak,"

   Katanya dengan man is. suaranya merdu.

   "Beristirahatlah lagi beberapa hari, setelah itu baharu kau boleh bangkiL"

   Ia lantas hampirkan meja, akan isikan sebuah cangkir teh, yang mana ia sodorkan padasi mahasiswa.

   "Kau minum ini teh In-boe dari Koen San. teh ini akan bantu menyegarkan padamu."

   Siangkoan Kin sambuti cawan itu, ia menghirup sampai dua kali, Ia sampai lupa mengucapkan terima kasih, karena segera ia tanya.

   "Kau siapa, Nyonya? Apakah lian di jendela itu ada buah kalam kau sendiri"..v Nyonya muda itu tertawa, hingga tertampaklah sepasang sujennya. Tak kecewa kau menjadi satu anak sekolah, Sianseng!"

   Berkata ia dengan jawabannya.

   "Baharu kau tersadar, laotas kau omong perihal lian Ya, benar, itu adaiah tulisanku sendiri. Ada apakah yang aneh?"

   Ditanya begitu, Siangkoan Kin jadi ternganga.

   "Sejak suami menutup mata, demikianlah ada perasaan hatiku, sepi sunyi"

   Si nyonya tambahkan. Itu lian memang ada menyebut hal kesunyian hidup, hal lewatnya sang hari dan bulan. Siangkoan Kin terkejut "Oh, kau pernah punyakan suami?"

   Ia tanya. Nyonya itu tertawa geli. Thiebian Sieseng insyaf ia sudah kesalahan omong, ia jadi jengah hingga mukanya menjadi merah. Ia berlega hati orang tidak gusar. VIII Dengan toapan, nyonya itu ambil tempat duduk di depan si mahasiswa.

   "Apakah yang kau anggap aneh, Sianseng?"

   Ia tanya sambil bersenyum.

   "Suamiku telah meninggai dunia sejak beberapa tahun yang lalu. Aku harap Sianseng tidak berpendapat bahwa aku tak tahu malu. Jangan kita sebutsebut orang alami purbakala, ambil saja yang terdekat Lihatlah Aug Soan Kiauw, Siauw Sam Nio dan lainnya, apa mereka pun bukannya pernah jadi janda, tetapi yang sanggup mclakukan sesuatu apa yang menggemparkan?"

   Siangkoan Kin tcrtarik hatinya. Ia mulanya sangka si nyonya ada sebangsa Lie Tjeng Tjiauw dan Tjoe Siok Tjin, tidak tahunya dia adaiah sebangsa pendekar-pendekar wanita dari Thaypeng Thiankok. Karena ini, ia mengawasi sambil ternganga.

   "Sianseng tentu kenal Lie Tjeng Tjiauw dari Zaman Song,"

   Nyonya itu melanjuti.

   "Pandangannya Lie Tjeng Tjiauw terlalu tinggi, scdikit sasterawan di zamannya, yang ia hargakan. Akli tak dapat dibanding dengan Lie Tjeng Tjiauw, tetapi aku pun tawar melihat orang-orang Kangouw di zaman ini. Inilah sebabnya aku tulis syairku itu. Begitu sadar, kau tanya hal syairku itu, Sianseng, apakah itu disebabkan kau anggap aku terlalu tinggi?"

   Thiebian Sieseng kecewa mendengar anggapannya nyonya ini, yang memandang enteng kaum Kangouw.

   "Kalau begitu, kenapa kau tolongi aku?"

   Ia lalu tanya. Ditanya begitu, si nyonya tertawa tanpa merasa.

   "Untuk tolong satu orang, apa perlu ditanya dahulu dia ada satu enghiong atau bukan?"

   Ia balik tanya.

   "Ditanya dengan menolong kau, aku bukannya menolong secara sembrono. Iniiah sebab aku tahu kau bukannya seorang busuk!"

   Jawaban ini ada menarik hati, kegembiraannya si mahasiswa timbul dengan tiba-tiba.

   "Kita orang tidak kenal satu sama lain, cara bagaimana kau ketahui hal diriku?"

   Ia tanya. Ia mengira si nyonya ketahui ia ada Thiebian Sieseng dan karenanya ia ditolong. Nyonya itu kembali tertawa.

   "Itulah sebab aku dapat lihat kipasmu dan pada kipasirm itu ada tulisannya Ek-ong,"

   Dia jawab.

   "Jikalau kau seorang busuk, cara bagaimana kau bisa punyakan kipas semacam itu?"

   Jawaban mi membuat Siangkoan Kin melengak puia. Nyonya itu minum teh satu teguk, lantas ia bersenyum.

   "Kau telah terkena senjata rahasia yang beracun,"

   Ia kata pula.

   "Kau telah jatuh ke dalam jurang. Syukur untukmu, cabang pohon telah menampa tubuhmu, hingga kau tidak sampai jatuh ke tanah dan remuk karenanya. Lebih beruntung lagi, aku kebetulan mengerti obat untuk punahkan racun, dari itu jiwamu jadi ketolongan. Hanya satu hal membuat aku heran. Kau bukannya seorang penjahat, mengapa kau berseteru dengan kita pihak Toatoo-hwee?"

   Siangkoan Kin terperanjat, sampai hampir ia berjingkrak bangun.

   "Kau sebenarnya siapa?"

   Ia tanya Orang toh sebutkan dirinya "orang Toatoo-hwee".

   "Aku?"

   Jawab si nyonya, dengan suara sungguh-sungguh, jawabannya pun dibcrikan dengan segera.

   "Aku ada Tjongtauwbak dari tangsi wanita dari Toatoo-hweel"

   Siangkoan Kin kaget tak terkira, karena baharu ia lolos dari mulut harimau, sekarang ia berada di kedung naga, scdang ia lagi sakitdan tak punya tenaga sama sekali.

   Akan tetapi ia dapat kendalikan diri.

   Ia mau pasrah kepada Thian.

   Lantas ia jadi tenang sendirinya.

   "Jikalau begitu, kenapa kau tidak kirim aku pada Ong Tjoe Beng?"

   Ia tegaskan. Nyonya muda itu tertawa.

   "Sebelum aku ketahui jelas tentang dirimu, cara bagaimanabisa aku lantas kirim kau pada Ong Tjoe Beng?"

   Ia bilang.

   "Coba kau terangkan padaku, bukankah kau ada utusannya Giehoo-toan?"

   Siangkoan Kin sudah pasrah kepada nasib, ia tidak mau mendusta, maka ia pun tuturkan tugasnya, yang dibenkan olch Tjoe Hong Teng.

   "Hanya aku menyesal, aku kecewa tak dapat jalankan tugas itu,"

   Kata ia akhirnya. Keterangan Thicbian Sieseng ada bcrharga, karena nyonya itu jadi dapat tahu Tjoe Hong Teng ada orang dari golongan apa. Ia manggut.

   "Dengan begitu nyatalah Tjoe Hong Teng ada scorang besar,"

   Ia nyatakan.

   "Tentang dinku, aku sudah tuturkan semua,"

   Kemudian Siangkoan Kin balik tanya.

   "Sekarang apa kau suka beritahukan aku sedikit perihal kau scndiri? Umpama nama kau aku masih belum tahu."

   "Apakah kau pernah dengar namanya Touw Tjin Nio?"

   Itu nyonya tanya.

   "Oh, kiranya kau ada Losat-lie Touw Tjin Nio?"

   Kata Siangkoan Kin, dengan sikap menghormat.

   Ia sampai bangun untuk berdiri.

   Ia tahu tujuh atau delapan tahun yang lalu, dalam kalangan Kangouw, ada pasangan Bok Thian Bin dan Touw Tjin Nio, kedua kesohor dan bersahabat rapat dengan Ong Tjoe Beng, belakangan Bok Thian Bin dibokong musuhnya, lukanya tak keburu diobati, ia menutup mata.

   Touw Tjin Nio sudah menuntut balas untuk suaminya, habis itu, ia menghilang dari dunia Kangouw.

   Ia tidak sangka, nyonya ini adalah nyonya gagah itu.

   Touw Tjin Nio manggut, lalu ia menambah penjelasah tentang dirinya.

   Bok Thian Bin tidak melainkan sahabatnya Ong Tjoe Beng, dia adalah saiidara angkatnya Ketua Toatoo-hwee itu.

   Setelah Bok Thian Bin menutup mata, Touw Tjin Nio lantas bantui Ong Tjoe Beng mendidik pasukan perang wanita Toatoo-hwee.

   Karena ini, ia tidak lagi hidup merantau.

   Ong Tjoe Beng ada satu hoohan, tapi ia tctap tak bebas dari sifatnya kebanyakan pemimpin pcrkumpulan rahasia, pandangannya kurang jauh, hatinya kurang lapang.

   Ia tidak taruh kepercayaan besar kepada orang perempuan.

   Ketika mulanya ia bangunkan pasukan wanita, maksudnya adalah untuk bikin tetap dan tenang hatinya sckalian anggota, agar tak ada perbedaan antara hak lelaki dan perempuan.

   Tapi Touw Tjin Nio bisa buktikan dirinya berharga.

   Sejak ia yang pimpin, barisan wanita Toatoo-hwee jadi maju dan rapi.

   Markasnya adalah di puncak utara dari Seng Tjoe San.

   Kemudian Touw Tjin Nio lihat apa-apa yang tidak mencocoki dia dalam dirinya Ong Tjoe Beng, umpama mengenai siasatnya ketua itu terhadap Giehoo-toan.

   Itu hari Tjin Nio meronda ketika dengan kebetulan ia dapati Siangkoan Kin pingsan di cabang pohon di dalam lembah, ia pun lihat kipas dengan tulisan Ek-Ong Tjio Tat Kay, ia menduga siapa adanya ini mahasiswa, yang terluka parah, tidak sangsi-sangsi lagi, ia bawa orang ke markasnya, untuk ditolongi.

   Kapan Siangkoan Kintelah dengar itu penjelasan, lagi sekali ia haturkan tcrima kasihnya.

   Habis itu Touw Tjin Nio tanyakan jalannya pertempuran si mahasiswa dengan si orang tua kate-kurus, bagaimana ia dibokong oleh scorang tidak dikenal, yang memakai topeng.

   "Kembali dial"

   Kata Tjin Nio sambil kerutkan alis.

   "Mesti ada apa-apa..,."

   "Apakah Nyonya kenal mereka itu?"

   Siangkoan Kin tanya.

   "Kenapa mereka demikian jumawa? Mereka ada punya kepandaian luar biasa."

   Ditanya begitu, nyonya muda itu berpikir keras.."Orang tua kate-kurus itu baharu tahun yang sudah datang kepada Toatoo-hwee,"

   Ia jawab kemudian.

   Tidak ada orang yang ketahui hal-ihwalnya, yang terang adalah dia pandai bekerja, ilmu silatnya tinggi, pengalamannya luas, terhadap Tjong-totjoe, dia sangat memerlukan, hingga dengan lekas, segala kata-katanya senantiasa diturut.

   Dia telah perkenalkan beberapa orang lain, yang sekarang semuanya telah jadi toa-tauwbak."

   Siangkoan Kin berdiam berhubung dengan keterangan itu.

   "Ong Tjoe Beng ada berkepala besar, dia biasa ambil putusan scndiri,"

   Kata pula Tjin Nio kemudian.

   "sekarang telah datang itu beberapa orang, aku kuatir di belakang hari mereka bakal jadi biang bencana."

   Siangkoan Kin dengari saja, ia terus diam. Berdua mereka duduk berhadapan. sampai sekian lama.

   "Apakah kamar ini kamarmu sendiri?"

   Tiba-tiba Thicbian Sieseng tanya, dengan rada likat, hingga kata-katanya pun kurang lancar.

   "Sebenarnya cukup kau perintah dua orang untuk layani aku. Aku jadi bikin kau banyak susah."

   Nyonya manis itu tersenyum.

   "Kenapa kau pun berpandangan sebagai orang biasa saja?"

   Tanya dia.

   
Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Jantan dan wanita toh sama saja, bukan? Memang kamar ini ada kamarku sendiri, perabotannya lumayan saja. Kau terluka, kau perlu benstirahat, maka itu, aku mengalah kasih kamar ini padamu, dalam tangsiku, melainkan aku seorang yang mengerti obat dan perawatan orang yang terluka senjata beracun, maka itu, apabiia bukan aku, siapa lagi bisa rawati kau? Juga kau sckarang ada musuhnya Toatoo-hwee, aku telah tolong kau, dan itu, kecuaii beberapa orang kepercayaanku, siapa pun aku tak nanti izinkan dia ketahui tentang halmu ini. Apabiia rahasia sampai di kupingnya Ong Tjoe Beng, sungguh berbahaya untuk kau. Kau tinggal di sini dengan tenang, aku percaya, iagi setengah bulan, kau bakal sembuh. Jangan kau pikiri yang tidaktidak."

   Touw Tjin Nio tertawa pula, kemudian ia bcrbangkit, untuk singkap moeilie, akan bcrlalu dari kamamya itu di mana masih ketinggaian baunya yang harum semerbak.

   Kusut pikirannya Siangkoan Kin.

   Ia sudah merantau tetapi belum pernah ia ketemu satu nyonya muda yang demikian cantik dan ramah-tamah, yang toapan sekali.

   Sampai umur hampir empat puluh tahun, belum pernah ia memikir tentang orang perempuan, tapi bertemu sama Tjin Nio sckarang, pikirannya melayang-layang, tanpa merasa, ia ketarik pada si nyonya manis.

   Tapi segera ia damprat dirinya sendiri.

   "Orang ada demikian sopan-santun, mengapa kau pikir yang bukan-bukan terhadap dirinya! Apakah dengan timbulnya pikiranmu ini, kau masih bisa namakan dirimu satu orang gagah? Apakah kau tidak bakal terbitkan tertawaan orang?"

   Ingat ini, Thiebian Sieseng bisa tenangkan diri, maka dengan tenteram juga ia bisa berdiam terus di dalam kamar yang indah itu.

   Kadang-kadang Tjin Nio datang, untuk pasang omong, perihal ilmu sastera, tentang ilmu silat, hingga berdua mereka lantas saja menjadi sahabat-sahabat kekal, karena temyata, pendapat mereka ada cocok satu dengan lain, kegemaran mereka pun sama.

   Pelahan-lahan, bayangannya si nyonya senantiasa memain di depan matanya si mahasiswa, sukar baginya untuk halau itu.

   Tanpa merasa, setengah bulan telah lewat.

   Benar seperti dugaan Tjin Nio, si Mahasiswa Muka Besi sembuh dari lukanya.

   Walaupun demikian, si nyonya muda masih larang dia munculkan diri, apapula di waktu siang.

   Tapi dia telah coba tenaganya, dia rasakan kesehatannya sudah pulih seluruhnya, maka itu pada suatu hari dia nyatakan bahwa besok dia hendak berlalu secara diam-diam.

   "Ya, kau boleh lakukan itu,"

   Tjin Nio berikan perkenan.

   Malam itu, malam dari besoknya mereka bakal berpisahan, Siangkoan Kin sukar meramkan matanya, ia tak dapat pulas, pikirannya bckerja, ia senantiasa bimbang.

   Untuk tenangkan diri, ia coba nyanyikan satu syair.

   Baharu Thiebian Sieseng berhenti menyanyi atau dari luar jendela ia dengar suara tertawa pelahan disusul sama katakata.

   "Sungguh berbahagia, di saat mcnghadapi ancaman malapetaka masih bisa bersyair."

   Suara itu ia kenal baik sekali. Maka ia jadi terperanjat berbareng girang, hingga ia mencelat bangun dari kursinya.

   "Ah, kenapa kau bisa datang kemari?"

   Ia tanya seraya berseru.

   Pertanyaan itu belum habis diucapkan, atau daun jendela telah tertolak terpentang, dari luar segera loncat masuk beberapa orang.

   Yang jalan di depan ada scorang yang romannya gagah, ialah Tjoe Hong Teng, Ketua dari Giehootoan! Ketua ini masuk sambil tertawa.

   Di belakangnya, ada tiga orang, di antara siapa, dua orang yang Siangkoan Kin tidak kenal, akan tetapi ia bisa duga bahwa orang bukannya orang sembarangan.

   Orang pertama setelah Ketua Giehoo-toan ada scorang tua dengan kumis ubanan bagaikan perak, usianya sudah lanjut, akan tetapi kesehatannya scmpurna.

   Thiebian Sieseng kenali orang tua ini ialah Thaykek Tan, kepada siapa ia pernah dititipkan Soekong Tjiauw di saat pertama kali ia mulai merantau, hingga keduanya, walaupun ini adalah pertemuan yang pertama kali, toh seperti sudah bersahabat lama.

   Urang yang kedua, mukanya merah, alisnya gomplok, matanya besar, berumur hampir lima puluh dan yang ketiga, bajunya gerombongan, pun ada seorang tua.

   Dua-dua mereka ini ia tidak kenal, tapi setelah Tjoe Hong Teng memperkenalkannya, mereka temyata ada Boesoe Han Koei Liong dari Liangouw dan Tjian Djie Sianseng, Ketua dari Golongan Ilmu Silat Ouwtiap-tjiang, Tangan Kupu-kupu.

   Yang belakangan ini lebih ternama lagi daripada guru silat dari Liangouw itu.

   Dua-dua jago itu, Siangkoan Kin pernah dengar namanya, tapi baharu hari ini ia dapat bertemu dengan mereka.

   Kalau Han Koei Liong bersenjatakan gaetan Ginhoa Bandjie-toat, adalah Tjian Djie Sianseng tidak punyakan senjata apa juga, sebab dia senantiasa andali tangan kosongnya! Nyatalah Thaykek Tan, setelah ia sambangi Han Koei Liong, sudah lantas menuju ke Anpeng, di mana mereka mengunjungi Tjoe Hong Teng, kebetulan sekali, Tjian Djie Sianseng pun baharu sampai, maka jumlah mereka jadi berempat Sebenarnya masih ada beberapa orang yang harus ditunggu, tetapi anggap jumlah mereka sudah cukup, Ketua Giehoo-toan lantas ajak tiga kawan itu berangkat.

   Laginya mereka pun hendak terlebih dahulu melakukan penyelidikan kenapa Thiebian Sieseng lenyap dan ke mana lenyapnya, setelah itu, baharulah mereka hendak ambil tindakan terhadap Toatoohwee, untuk mcncari penyeiesaian.

   Telah temyata, sejak hilangnya Siangkoan Kin, Toatoo-hwee bersikap semakin garang.

   Semasa htdupnya Bok Thian Bin, suaminya Touw Tjin Nio, Han Koei Liang bcrsahabat kekal dengannya, malah pcrnah satu kali, setelah Thian Bin menutup mata, ia sambangi janda itu.

   Karena ini, Han Koei Liong kctahui, Tjin Nio ada jadi tjongtauwbak, pemimpin umum, dari barisan wanita dan Toatoohwee.

   Hal aneh telah ditemui mereka berempat selagi mereka bikin penyelidikan di Sengtjoe-gam, sebab mana Han Koei Liong utarakan pikiran akan lihat dulu Tjin Nio, guna mohon keterangan.

   Koei Liong percaya, walaupun Tjin Nio ada di pihak Ong Tjoe Beng, tidak nanti nyonya itu jual mereka, apapula mereka pun mau datang dengan secara beraturan.

   Demikian sudah terjadi, kapan Han Koei Liong telah bertemu sama Touw Tjin Nio, nyonya itu sambut mereka dengan manis, setelah mana, Nyonya Bok juga sampaikan warta mengagetkan-menggirangkan kepada mereka, ialah tentang adanya Siangkoan Kin di dalam markasnya sedang berobat.

   Inilah warta yang mereka harap-harap.

   Setelah itu, Tjoe Hong Teng berempat menuju ke kamarnya Siangkoan Kin, lebih dahulu mereka memasang kuping, lantaran mana, mereka jadi dengar nyanyiannya si Mahasiswa, hingga mereka lantas menggoda.

   Selaginya memberikan keterangan, dengan menggoda, sambil tertawa.

   Ketua Giehoo-toan tambahkan.

   "Aku-lihat, dengan beristirahat di sini, kau seperti lupa rumah tangga! Kalau tidak, mengapa sedikit warta juga kau tidak kasih molos keluar?"

   Siangkoan Kin jengah, ia hendak membantah, tetapi belum sempat ia buka mulut, di luar kamar sudah terdengar suara tertawa geli disusul sama tersingkapnya moeilie, lalu Tjin Nio muncul bersama dua serdadu perempuan pengawalnya yang ia percaya.

   Nyonya ini pun kata.

   "Kau orang mirip dengan bocah-bocah cilik saja! Lihat, begitu bertemu, kau orang-orang sudah kegirangan begini rupa!."

   Kemudian, setelah perintah pengiringnya menyuguhkan teh, ia tambahkan.

   "Di waktu malam yang dingin, kalau tetamu datang, dia harus disuguhkan arak, akan tetapi sekarang, silakan kau orang minum teh pahit saja!"

   Tjoe Hong Teng tak leluasa mendengar kata-katanya nyonya rumah itu yang toapan dan ramah-tamah.

   Tapi Siangkoan Kin ingat keterangan kawannya barusan, perihal pengalamannya yang katanya luar biasa tadi, ia lantas tanyakan itu pada Tjoe Hong Teng.

   Ketua Giehoo-toan itu tidak segera jawab sahabatnya ini, ia hanya tanya dahulu pada Touw Tjin Nio, kalau-kalau si nyonya ketahui siapa adanya scorang tua kate-kurus serta beberapa kawannya.

   Mereka itu, katanya, tadi sudah memancing dia orang.

   Siangkoan Kin tidak mengerti, ia pasang kuping saja.

   Touw Tjin Nio berikan jawaban pada Tjoe Hong Teng, sebelum ketua ini bilang apa-apa, Tjian Djie Sianseng telah berlompat bangun sambil keprak meja dan berseru.

   "Nah, apa aku kata! Benar-benar mataku belum Iamur, betul-betul mereka ada itu dua binatang!"

   "Siapakah mereka?"

   Tanya Siangkoan Kin, yang hatinya sangat tergerak.

   "Apakah kau kenal See Beng Wan?"

   Tjian Djie Sianseng balik tanya.

   "See Beng Wan?"

   Lantas saja Thiebian Sieseng mclcngak.

   Segera ia ingat kcjadian itu ketika pertama kali ia ikut gurunya, Poei Hok Han, pergi ke Seegak Hoa-san, untuk cari Soekong Tjiauw, di sana ia saksikan Soekong Tjiauw asyik dikepung tiga pahlawan Boantjioe, bagaimana Sim Djie Sinnie muncul dan hajar tiga pahlawan itu, hingga dua antaranya terbinasa dan yang ketiga kabur.

   Dan orang yang ketiga ini, turut gurunya, adalah Tjianlie Twiehong See Beng Wan.

   Ketika itu, ia tidak lihat jelas orang itu, ia ingat samar-samar, maka menurut rasanya, si orang tua kate-Kurus tak mirip dengan si orang she See itu.

   "Aku tahu See Beng Wan itu,"

   Ia kata pada Tjian Djie Sianseng.

   "Si orang tua kate-kurus bukannya dia. Aku tahu, See Beng Wan ada terlebih kosen daripada si orang tua katekurus itu. Jikalau dia ada di dalam Toatoo-hwee, mengapa dia tidak muncul akan ketemui sendiri padaku?"

   Tjian Djie Sianseng, ketua Ouwtiap-tjiang, urut-urut kumis jenggotnya.

   "Memang si orang tua kate-kurus bukannya See Beng Wan,"

   Kata ketua ini.

   "Aku percaya, See Beng Wan itu pcrnah bertempur dengan kau. Mcnurut dugaanku, orang yang bertopeng yang bokong kau, sembilan dalam sepuluh, dialah adanya! Kenapa dia pakai kedok? Past ilah dia kuatir kau nanti kenali padanya!"

   Siangkoan Kin manggut.

   Lantas ia tanya Tjoe Hong Teng, apa ini adalah urusan yang ketua itu anggap aneh.

   Tjoe Hong Teng manggut la lantas minta Tjian Djie Sianseng yang tuturkan pengalaman mereka.

   Menurut keterangan Ketua Ouwtiap-tjiang, mereka datang berempat dan lantas memecah dirt dalam empat jurusan, jikalau perlu, mereka akan saling memben tanda.

   Tcrutama mereka jaga akan tidak berpisahan terlalu jauh satu dengan lain.

   Ketika Tjian Djie Sianseng baharu sampai di mulut Sengtjoe-gam, scgcra satu bayangan abu-abu muncul di depannya, bayangan itu gcsit luar| biasa; di dalam kaum Kangouw, langka orang dengan kcgcsitan sebagai itu.

   Tjian Djie Sianscng tidak mau perlihatkan diri, maka itu, ia tidak kasih dirinya berhadapan muka dengan dia itu, akan sabansaban jauhkan diri.

   Dalam hal ini, Tjian Djie Sianscng ada liehay sekali.

   Golongannya pun ada Ouwtiap-tjiang, Ahli Silat Kupu-kupu, tidak heran apabila ia gesit bagaikan binatang itu.

   Ketika ia yakin ilmu kegesitan mi, ia sengaja berlompatan di antara pohon-pohon bunga.

   Ia bergerak bagaikan cecapung memain di muka air, hingga sia-sia saja See Beng Wan hendak serang padanya, sampai bajunya saja, sukar untuk dilanggar.

   Berbareng dengan itu, Tjian Djie Sianseng seperti kenali ini bayangan abu-abu, karena pada tiga puluh tahun yang lalu, pernah ia ketemu sama Tjianlie Twiehong si Pengejar Angin.

   Ia melayani sambil terus perdengarkan tanda, untuk kawankawannya undurkan diri.

   Tapi di lain pihak See Beng Wan juga tahu diri, ia sudah lantas mundur sendirinya.

   Setelah Tjian Djie Sianseng mundur keluar mulut Tjoe Seng Gam, dimana ia lantas berkumpul sama tiga kawannya, nyata bahwa juga Thaykek Tan dirintangi oleh satu orang tua katekurus, siapa ia pukul mundur dengan ancaman tujuh batang Kimtihie-piauw.

   Orang tua itu dapat loloskan diri, sebab selain tahu diri, dia pun pandai mendengar dan membedakan angin senjata rahasia.

   Sesudah Thaykek Tan berikan penuturannya, Tjian Djie Sianseng lantas pastikan si orang bertopeng benar See Beng Wan adanya.

   Siangkoan Kin heran, ia tegaskan Tjian Djie Sianseng kenapa Ketua Ouwtiap-tjiang baharu pastikan si orang bcrpakaian abu-abu itu See Beng Wan adanya setelah dia mengetahui halnya si orang tua kate-kurus.

   Tjian Djie Sianseng tertawa.

   "Saudara Siangkoan, maafkan aku omong terus terang,"

   Jawab ia.

   "Meskipun boegee Saudara ada liehay, akan tetapi usiamu masih muda, dari itu mengenai hal-ihwalnya See Beng Wan dan kawan-kawannya itu, kau masih belum ketahui jelas. Di waktu mudanya, mereka itu adalah cabang-cabang atas, disaat pengaruhnya Thaypeng Thiankok mulai merosot, mereka sebaliknya terpengaruh oleh kepangkatan dan nama, bukannya mereka persatukan diri dengan Kaum Thay Peng, mereka justru pergi berhamba kepada pemerintah Boan, mereka musuhkan Thaypeng Thiankok. Demikianlah, ketika Thaypeng Thiankok runtuh, mereka telah diangkat jadi Tekteng Patouwlouw, boesoe atau pahlawan istimewa, yang tugasnya di dalam istana. Menurut cerita, jumlahnya Tekteng Patouwlouw itu ada delapan orang, tetapi sekarang ketmggalan lima lagi. di antara siapa ada See Beng Wan, pek Tjeng It serta Tang Siauw Tong.. Yang belakangan ini adalah pengkhianat bagi Thaypeng Thiankok. Mereka bertiga adalah yang orang-orang tua kaum Rimba persilatan namakan Taylwee Samhiong atau tiga penjahat besar dari Istana Boan. Semua mereka sudah lama pisahkan diri dari kaum Kangouw, dari itu usia mcrcka sudah ada di atas lima puluh tahun, hingga kaum muda sekarang hampir tidak ada yang tahu tentang mereka. Si orang tua kate-kurus bukannya satu Tekteng Patouwlouw, akan tetapi dia pun ada wiesoe istimewa Istana Boan, kedudukannya melainkan lebih rendah setingk at dari pada See Beng Wan. Dia adalah adik tjintong dari See Beng Wan, namanya See Sioe Gie, diapun ada murid Keluarga Low yang kesohor dari Shoasay, cuma kalau See Beng Wan telah mewariskan bor SamlengTjouwkah-tjoei, See Sioe Gie utamakan tongkat Liongkoay-thung. Sang adik ada lebih rendah sedikit daripada engkonya itu. Dua-dua Saudara See itu aku pernah ketemukan, adalah karenamalam agak guram, aku cuma sangsikan See Beng Wan. Saudara Tan telah ketemui si orang tua kate-kurus, aku percaya dia ada See Sioe Gie. Dengan See Sioe Gie ada di sini, tidak salah lagi, orang dengan pakaian abu-abu itu tentu See Beng Wan adanya. Gerakan tubuhnya yang pesat pun menunjukkan warisan dari Keluarga Low dari Shoasay."

   Siangkoan Kin cuma berpikir sebentar, lantas ia tertawa berkakakan.

   "Tjian Djie Sianseng, aku kagum untuk penjelasan kau ini,"

   Kata ia.

   "Akan tetapi, sebenamya, masih ada satu hal yang bagimu pun belum terang. Kau bilang bangsa Boan punya Tekteng Patouwlouw tinggai lima, di antaranya ada Pek Tjeng It dan Tang Siauw Tong, tapi menurut apa yang aku tahu, dua orang ini sudah mati sejak sebelas tahun yang lalu."

   Tjian Djie Sianseng heran.

   "Cara bagaimana kau ketahui itu?"

   Ia tegaskan.

   - Siangkoan Kin menjawab dengan terangkan halnya tiga penjahat satroni Soekong Tjiauw di Hoa-san, tetapi mereka semuadihajar oleh Sim Djie Sinnie, hingga keduanya terbinasa dan See Beng Wan lolos.

   Mendengar ini, semua orang bersyukur.

   Tapi ketua Ouwtiap-tjiang lantas merasa tak enak sendirinya, karena barusan saja ia sombongkan usianya yang tinggi dan pendengaran banyak.

   Touw Tjin Nio ada sangat eerdik, ia mengerti kelikatannya ketua itu, ia lantas campur bicara dengan simpangkan jurusan.

   Ia kata.

   "Kalau begitu dengan datangnya kemari dimana ia pun tak sudi perlihatkan mukanya, See Beng Wan itu mesti ada kandung maksud tersembunyi aku kuatir ttu bukanlah suatu alamat balk bagi Toatoo-hwee."

   Tjoe Hong Teng berpikir, kemudian tiba-tiba ia pentang kedua matanya, yang memperlihatkan sinar tajam. Tiba-tiba juga, iakeprak meja! Tidak saiah lagi, kesulitan di antara Toatoo-hwee dan Giehoo-toan juga tentu ada buatannya rombongan mereka itu!"

   Ia berseru.

   Tjian Djie Sianscng menduga benar, demikian juga Ketua Giehoo-toan itu.

   Si orang tua bcrpakaian abu-abu dan si kate-kurus benarbenar ada See Beng Wan dan See Sioe Gie, dengan menerima tugas dari pemerintah Boan, mereka menyelundup masuk dalam Toatoo-hwee, untuk terbitkan kekusutan dalam perkumpulan rahasia ttu, kemudian mereka jadi cumi-cumi untuk adu dombakan Toatoo-hwee dengan Giehoo-toan..

   Memangnya Ong Tjoe Beng tidak puas terhadap Giehoo-toan, dari itu, gampang ia kena dilagui.

   See Beng Wan liehay, licik, ia suruh si orang tua kate-kurus yang maju di muka, akan tempel Ong Tjoe Beng, lalu dengan pelahan-lahan.

   mereka menyelusupkan orang-orang mereka.

   Ia sendiri terus main di beiakang layar.

   Ketika hari itu Siangkoan Kin datang, See Beng Wan sudah lantas dapat tahu, ia kenali murid dari Sockong Tjiauw, dari itu ia sungkan menemui secara berterang, ia sembunyi di beiakang kedok, ia majukan See Sioe Gie.

   Malah ia sengaja sembunyi di dalam rimbsu Dalam hal latihan, ia menangkan Siangkoan Kin, akan tetapi iatidak lihat mata akan muridnya Soekong Tjiauw, ia terlalu andalkan kegagahannya sendiri.

   Maka itu kesudahannya, walaupun ia berhasil mclukai Thicbian Sieseng, ia sendiri pun tidak luput dari senjata rahasia.

   Syukur untuk ia.

   ia ada satu ahli,, ketika iainsyaf terkena totokan jalan darah, segcra ia rebah sambil tahan jalan napasnya, sampai See Sioe Gie datang padanya, untuk uruti ia dengan ilmu "Twiehiat kweekiong".

   Dengan begitu, ia jadi tertolong lebih ccpat daripada Siangkoan Kin.

   Dan untung buat Thicbian Sieseng, sebab See Sioe Gie repot tolongi kandanya, ia jadi tidak sampai dicari ubek-ubekan.

   Berhubung dengan kedatangannya rombongan dari Tjoe Hong Teng setelah bentrokan tidak berarti, See Beng Wan dan See Sioe Gie undurkan diri.

   Mereka insyaf bahwa ini rombongan musuh pasti liehay semua.

   Dasar mereka ada bangsa ccrdik dan licik, lantas saja timbul kecurigaan mereka.

   Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Puncak utara dari Sengtjoe-gam ada markasnya Touw Tjin Nio.

   Mereka tidak puas terhadap itu nyonya janda, kctua dari bansan wanita, sebab si nyonya tidak pemah kasih hati pada mereka.

   Sekarang pihak musuh.

   muncul dengan tiba-tiba, segera mereka curigai tjong-tauwbak perempuan itu.

   Mereka lantas bertukar pikiran, lantas mereka dapat suara pikiran busuk, karena mana, terus saja malam-malam juga -mereka cari Ong Tjoe Beng.

   Pada waktu itu, Tjoe Hong Teng beramai juga sudah lantas berembuk.

   Di mana sudah ada kepastian halnya dua Saudara she See itu, perlu mereka ambil tindakan.Telahdiambil putusan besok pagi, Tjoe Hong Teng akan bikin kunjungan resmi kepada Ong Tjoe Bcng, untuk bereskan persengketaan sambil berbareng bongkar rahasianya See Beng Wan.

   Mereka ingin ketahui, bagaimana nanti sikap atau putusannya Ong Tjoe Beng.

   Nyatalah pihak Giehoo-toan kalah sebat dalam hal tindakannya.

   Besoknya pagi, belum Tjoe Hong Teng pergi, untuk bikiri kunjungan, malah baharu saja ia mendusin dari tidumya, atau Ong Tjoe Beng sudah mendahului datang cari dia.

   Memang malam itu, atas undangannya Touw Tjin Nio, mereka bermalam di markasnya Nyonya Janda Bok itu.

   Dengan tiba-tiba terdengar suara berisik di luar markas, segera Touw Tjin Nio datang dengan tcrgesa-gesa, wajahnya nampak berkuatir, akan.

   tetapi, waktu Tjoe Hong Teng menemui ia dan tanya apa terjadi apa, ia paksakan diri untuk tertawa.

   "Ong Tjoe Beng datang bersama belasan orangnya, untuk menemui aku,"

   Sahut nyonya janda itu.

   "Dia sekarang berada di luar markas. Ini ada hal yang dulunya belum pemah terjadi Aku kuatir hal ini ada hubungannya dengan kau orang, oleh karena itu, aku minta kau orang siap sedia. Sekarang juga aku hendak pergi keluar akan temui mereka itu."

   Tjoe Hong Teng tak kaget atau gentar dengan warta itu.

   "Aku justru hendak menemui dia,"

   Dia kata dengan tenang.

   "Dia telah datang kemari, inilah kebetulan. Biar di sini aku ketemui dia. Kau akur?"

   "Jangan!"

   Touw Tjin Nio mencegah seraya goyangi tangan.

   "Masih belum ketahuan, dia datang untuk maksud apa, kau orang dari itu belum perlu lantas menemui dia. Umpama dia bukan cari kau orang, habis kau orang muncul di depannya, apa itu tidak janggal nampaknya? Tidakkah dengan dcmikian mereka bakal curigai aku?"

   Tjoe Hong Teng tidak berpikir lama akan nyatakan setuju pada nyonya rumah itu.

   Memang kedudukannya Tjin Nio sulit.

   Benar Han Koei Liong ada sahabat kekal dari Almarhum Bok Thian Bin, akan tetapi Ong Tjoe Beng adalah Pemimpin Umum dari Toatoo-hwee, ada punya aturan sendiri.

   Tak dapat Tjin Nio jual kawan suamlnya, tapi juga tak boleh dia khianati perkumpulannya sendiri.

   Maka ia antap Tjin Nio keluar sendiri,.

   ia bersama Thaykek Tan berempat segera siap sedia di belakang pin-hong.

   Dengan titahnya Tjin Nio, pintu markas sudah lantas dipentang, ia sendiri muncul akan sambut Ong Tjoe Beng, siapa benar ada berjumlah belasan orang, kecuali See Beng Wan dan See SioeGie, sebagian besar ada konco-konconya dua orang she See itu.

   Ia merasakan alamat jelek, akan tctapi ia berlaku tenang.

   Ia mcnyambut dengan aturan, ia undang pemimpin itu duduk.

   "Tjong-totjoe datang beramai-ramai, apa ada pengunjukan apa-apa untuk pihak kita Barisan Wanita?"

   Tanya Tjin Nio. Wajahnya Tjoe Beng berubah dengan tiba-tiba.

   "Tee-hoe!"

   Kata ia sambil mengawasi.

   "aku bersama Thian Bin Hiantee ada hidup bersama-sama, senang dan susah, kita punyakan persahabatan mati dan hidup, sedang icrhadap kau, aku rasa bclum pernah melakukan suatu apa yang tak seharusnya, aku anggap kau sebagai orang scndiri, maka itu, aku ingin tanya, dalam hal apa kau merasa tidak puas terhadap toapehmu ini? Kenapa kau tidak mau jelaskan segala apa padakur Kcdua matanyaTjin Nio menjadi merah. Tjong-totjoe, apakah artinya kata-katamu ini?"

   Ia tanya, romannya sungguh-sungguh.

   "Ada apa yang tak seiayaknya dari aku? Tolong kau tunjuki! Aku masih muda dan cetek pandanganku Jikalau aku tidak harap pengunjukan dari kau yang menjadi toapeh, dari siapa lagi?"

   Ong Tjoe Beng perdengarkan suara dihidung. Tjin Nio!"

   Berkata ia.

   "Umpama kau tidak pandang persahabatan Thian Bin denganku, kau harus hargakan kepentingan Toatoo-hwee. Kau adalah Pemimpin Umum dari Barisan Wanita, tetapi kenapa kau terima datangnya musuh dari Toatoo-hwee, kau menjadi kawan dalam dari mereka?"

   Nyonya janda Bok terkejut, tetapi ia tenangkan diri.

   "Kau dengar dari siapa, Tjong-totjoe?"

   Ia tanya seraya memberi hormat.

   "Siapa musuhnya Toatoo-hwee? Cara bagaimana aku berani membantu diam-diam kepada musuh?"

   Anggap orang berpura-pura, Tjoe Beng jadi gusarsekali.

   "Tjin Nio!"

   Ia berseru.

   "Aku pandang persahabatan kita, aku tidak ingin gunai aturan perkumpuIan kita, tetapi kenapa kau tidak kenal salatan? Kenapa kau masih berpura-pura? Apakah kau hendak tunggu sampai aku beber rahasia?"

   Lalu ia berseru pula.

   "Bawa dia kemari"

   Dengan lantas muncul orangnya ketua ini menggusur satu serdadu perempuan, satu tauwbak kecil yang kemarin ini menyambut Koei Liong beramai, yang menyampaikan warta kedatangan mereka pada pemimpinnya.

   See Beng Wan sudah lantas bekerja sebat sekali, pagi-pagi ia sudah can tahu, tauwbak mana yang giliran menjaga tadi malam, maka begitu lekas ia iringi Ong Tjoe Beng ke markas wanita, paling dulu ia titahkan bekuk tauwbak itu, akan dihadapkan pada ketua itu.

   Di depan ketua umum itu, si tauwbak kecil tidak berani mendusta.

   Sambil menangis, dengan terpaksa, tauwbak itu lantas berkata.

   Tadi malam ada empat orang yang datang menyambangi Totjoe kita.

   Aku tidak tahu kalau mereka itu ada musuhnya Tjong-torjoe.1 Tjoe Beng tidak perdulikan tauwbak kecil itu, ia hanya dengan bengis awasi Tjin Nio "Tjin Nio, apa lagi kau hendak bilang?"

   Ia menegur, suaranya bengis. Tan pa tunggu jawaban nyonya janda itu, ia membentak pula, dengan titahnya.

   "Mari! Bekuk dial"

   Suaranya Tjoe Beng bclum berhenti, atau dari luar terdengar soman.

   "Tahan!"

   Itulah suara yang keras dan berpengaruh, menyusul mana muncuI lah Tjoe HongTeng, yang datangnya sambil bcrloncat, di scbclah belakangnya, ia diikuti oleh ThaykekTan, Tjian Djie Sianseng dan Han Koei Liong.

   Dan orang yang kelima, yang Ketua Toatoo-hwee tidak pernah sangka-sangka, ada.

   Thiebian Sieseng Siangkoan Kin, si Mahasiswa Muka Besi! Selagi Tjoe Beng terperanjat, orang-orangnya segera siapkan alat senjatanya masing-masing, malah mereka hendak segera turun tangan dengan senjata-senjata rahasia mereka Mereka pun tercengang tetapi tak terkejut! "Tahan!"

   Tjoe Hong Teng berseru pula dengan suaranya yang berpengaruh.

   "Apa yang Tjin Nio bilang benar adanya! Kita orang buk an I ah musuh-musuh dari Toatoo-hwee, malah kita sedikit jua tidak bemiat untuk musuhkan Ong Tjong-torjoe! Aku Tjoe Hong Teng, sengaja aku datang ini hari untuk mengunjungi Ong Tjong-totjoe. Tjin Nio melainkan menjadi orang perantaraan. Ong Tjoe Beng, di sini adalah kalangan pengaruhmu. Jikalau kau pakai aturan Kangouw, sebelumnya omong jelas kau hendak turun tangan, aku nanti pasrah, kau boleh bacok aku Tjoe Hong Teng dengan tiga bacokan dan tusuk dengan enam tikaman, pasti aku tak nanti kerutkan alis sekalipun!."

   


Amanat Marga -- Khu Lung Bentrok Rimba Persilatan Karya Khu Lung Pedang Pusaka Dewi Kahyangan Karya Khu Lung

Cari Blog Ini