Ceritasilat Novel Online

Kisah Dua Saudara Seperguruan 3


Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya Liang Ie Shen Bagian 3



Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya dari Liang Ie Shen

   

   "Lauwtee,"

   Demikian kata tuan rumah itu.

   "kau muda dan gagah, dimana-mana orang hormati kau, tetapi aku, si tuabangka, orang pandang tak berguna. Ada orang ajak aku bckerja untuk dianya, orang bujuki aku bahwa hari depanku penuh pengharapan. Terang orang tak lihat aku karena aku jadi wakil dari suatu kawanan kecil. Aku hilang muka!"

   "Urusan apakah itu, Lauwko?"

   Tanya Boe Wie dengan heran.

   "Kenapa Lauwko mesti hi lang muka? Kita toh merdeka, kita tidak mcngandal i pangreh-praja?"

   "Kau benar, Lauwtee, tetapi orang telah bujuki aku, katanya sayang aku jadi wakil saja. Sebaliknya, mereka ingin aku bckerja untuknya, katanya, hari depanku penuh pengharapan. Teranglah dengan itu orang pandang enteng padaku!"

   Boe Wie tidak mengcrti, ia minta keterangan.

   "Itulah ketuaku yang lama, yang ajak aku!"

   Kata Ie Tjee Ban kemudian.

   "Sebaliknya aneh! Ketua itu telah menghilang dua puluh tahun lebih, atau sekarang ia muncul sebagai pahlawan dari Istana Raja Boan. Dia ajak aku bekerja ke Inkoan, katanya sebab aku ketahui baik Propinsi Shoatang ini."

   Hatinya Boe Wie bercekat.

   In-koan ada distrik di mana ada tinggal gurunya.

   Lioe Kiam Gim.

   Kho Kee Po masuk dalam wilayah distrik itu.

   Ia tidak ketahui jelas hati Ie Tjee Ban, dari itu, ia pun tidak tahu hal ketua lama dari sahabat ini.

   "Untuk apa minta bantuan Lauwko diminta?"

   Ia tanya.

   "Siapa tahu?"

   Jawab Ie Tjee Ban.

   "Dia tidak mau menerangkarmya, dia cuma kata urusan penting. Aku percaya, itu ada hal untuk bikin orang celaka."

   Meski demikian, Ketua Muda Hay Yang Pang ini berikan keterangannya lebih jauh.

   "Kau pasti tidak tahu, karena itu mengenai hal dua puluh tahun yang lalu, ketika kau masih kecil,"

   Kata ia.

   "Itu waktu di daerah Seetjoan Barat, Lo-kee Ngo Houw, atau Lima Saudara Harimau She Lo, ada sangat kesohor. Dan aku ada salah satu kacungnya. Mereka berkepandaian ti nggi tapi aku tidak tahu hal-ihwal mereka, mereka mirip dengan orang Rimba Hijau. Di Seetjoan Barat, mereka tidak bisa tancap kaki, mereka buron ke Utara, tapi di sini, mereka bisa bekerja sama pembesar negeri, kedua pihak tidak saling ganggu, bila mereka peroieh hasil, mereka bagi hasil itu kepada pangreh-praja setempat. Mereka biasa membegal dan memeras penduduk. Belakangan aku dengar di Djie-tjoe, Shoasay, mereka kena dilabrak satu nona, malah Lo Sam Houw, hilang jiwanya. Kejadian mi membuat rombongan mereka buyar, maka kemudian, aku masuk dalam Hay Yang Pang. Karena hilang satu saudaranya, Lo-kee Ngo Houw berubah jadi Lo-kee Soe-houw -Empat Harimau She Lo. Mereka menghilang, sampai tahu tahu, sekarang mereka jadi pahlawan Raja Boan. Sebenarnya aku jemu bercampur pula sama mereka, apa mau, mereka telah datang can aku, mereka hen dak gunakan aku scbagai pcrkakas. Coba tidak bukan pada kau, Lauwtee, sungguh aku tak sudi merijeiaskan ini."

   Tapi keterangan itu pun sudah cukup untuk Boe Wie.

   la malah ketahui lebih banyak tentang permusuhan antara Keluarga Lo dan Keiuaiga Lioe Kiam Gim dan In Giok bersama Lauw Tian Peng adalah hajar Lima Harimau Keluarga Lo itu.

   Kebinasaan Sam Houw di tangan In Giok menyebabkan orang katakan si nona ada nona gagah yaag ajaib! Pun, waktu hendak mulai pergi merantau, Kiam Gim pesan muridnya ini sekalian dengar-dengar perihal pcrsaudaraan Lo itu, maka kebetuIan sekali, sekarang ia dengar kabar penting itu.

   "Ini tahun ada tahun luar biasa untuk aku!"

   Kata Ie Tjee Ban, sesudah ia tenggak beberapa cawan pula.

   "Sudah aku ketemui ketua lamaku,. juga ketuaku sendiri telah dapat maiu dari seorang tua yang tidak dikenal, sesudah mana orang datarg untuk bersahabat sama dia."

   UPantas kemarin ini Toa-totjoe pergi dan terus tidak kembali,"

   Boe Wie kata.

   "Ya, itulah sebabnya,"

   Ie Tjee Ban bilang.

   uIa mau pergi ke pusat kita di Lek-shia, akan can tahu tentang orang tua itu.

   Lauwtee tentu belum tahu duduknya hai, nanti aku tuturkan.

   Toa-totjoe telah terima laporan ada beberapa orang asing, yang rornannya mencurigai, lagu-suaranya beda satu dari lain, dandanannyajuga berlainan.

   Mereka tidak bawa barang berharga tetapi sembunyikan senjata.

   Mereka tidak memasuki Kota Pou-tay untuk mondok, hanya pergi ambil tempat di kuil rusak beberapa lie di luar kota.

   Atas itu, Toa-totjoe larang orang banyak omong, ia sendiri ajak dua kawan, untuk pergi bikin penyel jdjkan secara diam-diam ke kuil itu.

   Kebetulan dari Lek-shia ada datang dua saudara kita, yang ilmu silatnya boleh diandali.

   Siapa tahu, sesampainya di kuil, mereka kena dipermainkan.

   Mereka bcrtiga memang tak dapat dibandingkan dengan kau, Lauwtee, tetapi mereka boleh diandalkan, tapi mereka toh kecele.

   Malam itu tidak ada cahaya rembulan.

   Mereka sampai kira-kira jam tiga lewat.

   Dari atas genteng di mana mereka mendekam, mereka dengar suara menggeros keras.

   Dengan gelantungi tubuh di payon, Toa-totjoe mengintip ke dalam.

   Kuil ada gelap, ia tidak lihat suatu apa.

   Tiba-tiba ia rasakan sebelah kakinya, yang dicanteldi payon, ada yang tank, maka segera-ia putar tubuhnya, akan naik pula ke genteng.

   Antara berkesiurnya angin dengar suara anjing dari kejauhan.

   Tidak jauh daripadanya, dua kawannya lagi memandang ke sekelilingnya.

   IaJantas tanya dua kawan itu, mereka Jiflm apa dan kenapa mereka tarik kakinya.

   Ditanya begitu, kedua kawan itu mengawasi, mereka kelihatannya heran dan duka.

   Mereka tidak tarik kakinya Toa-totjoe, malah mereka sendiri mcrasa scperti ada kebut dengan pelahan.

   Bertiga, rnerekajadi melengak.

   Justeru itu, dari samping, mereka dengar satu suara dalam dari seorang tua.

   "Aku di sini, kau orang nyata tak dapat lihat padaku! Buat apa kau orang keheranan tak keruan?"

   Mereka terperanjat, mereka menoleh dengan segera. Mereka lihat seorang tua berdiri di dekat mereka! Orang tua ini lantas tertawa, ia kata pula.

   "Bukanlah gampang bahwa Tuan yang terhormat datang dari tempat yang jauh, silakan kita turun ke pekarangan kosong di bawah sana untuk mainmain! Kenapa eh -kenapa kau orang bersangsi? Apa kau orang takut? Apa kau orang jerih melihat banyak kawanku? Tidak, asal aku suruh seorang saja bantui aku, aku berlaku tak pantas pada kau orang, sahabat-sahabatku!"

   Bercerita sampai di situ, Ie Tjee Ban berhenti sebentar, ia hirup pula araknya.

   "Atas tantangan itu, Toa-totjoe jadi gusar dan terpaksa menerimanya,"

   Kemudian ia melanjutkan.

   "Mereka turun ke tanah dan lantas bertempur. Belum ada sepuiuh jurus, Toatotjoe sudah dibikm sibuk dan mandi keringat oleh pedangnya orang itu yang sambar sana dan sambar sini, ke bagian anggota-anggota yang berbahaya, tapi toh tidak pemah ujung pedang mengenai sasarannya. Di sebelah itu, sambil bertempur, orang tua itu saban-saban ngoceh, menganjurkan kedua kawan Toa-totjoe maju akan bantu Toa-totjoe mengepung padanya. Tentu saja kedua kawan itu jadi gusar, hingga mereka tak takut nanti ditertawai orang, mereka maju, akan mengerubuti. Mereka bertiga, tapi akhirnya, mereka sendiri yang kena dibikin repot, sampai sukar untuk mereka meloloskan diri. Sementara itu, rombongannya si orang tua muncul semua, mereka berdiri menonton, mereka pada tertawa, tidak ada satu yang bantui orang tua itu. Untuk setengah jam, Toa-totjoe bertiga di buat pcrmai nan, selagi mereka sangat malu, jengkel dan mendongkol, tiba-tiba si orang tua menghentikan pertandingan dan mengajak ikat persahabatan. Dia mengaku dari Heng Ie Pay, bahwa dia kebetulan lewat di Pou-tay, sama sekali mereka tidak bcrniat kurang baik. Orang tua itu tanya kedudukannya Toa-totjoe di dalam Hay Yang Pang, habis itu dia nyatakan, sama-sama orang Kang-ouw, ia harap kedua pihak suka saling bantu. Secara begini, Toa-torjoe terlolos dari bahaya, ia menghaturkan maaf, kemudian ia ajak dua kawannya pulang. Ketika ditanya she dan namanya, orang tua itu menampik, ia hanya bilang, bila ada ketikanya, ia akan.datang mengunjungi. Orang tua itu ngaku dari Heng Ie Pay, ia benar perlihatkan bebcrapa jurus pukulan kaum itu, tetapi dua sahabatnya Toatotjoe bilang, permainannya tidak terlalu lancar, sebab kalau didcsak, dia itu keluarkan ilmu silat Siong Yang Pay. Entah apa sebabnya itu? Mendengar itu, Boe Wie agaknya terperanjat "Oh!"

   Ia berseru dengan tiba-tiba.

   "Bukankah orang tua itu jangkung-kurus dan pedangnya ada Tjit-seng-kiam yang panjang?"

   Ia tanya. Ie Tjee Ban letakkan cangkir araknya, ia terkejut "Benar! Eh, bagaimana Lauwtee kenal dia?"

   Dia pun tanya.

   "Selama beberapa tahun merantau, aku pernah dengar orang omong tentang orang tua itu,"

   Sahut Boe Wie.

   "Dia itu katanya teiah peroleh kesempumaannya ilmu pedang Tat-mokiam dari Siong Yang Pay serta telah berhasil mcncuri pclajari beberapa jurus ilmu pedang Boe-kek-kiam dari Heng Ie Pay, kalau iasedang bertempur, selamanya ia gunai dulu ilmu pedang curiannya itu. Orang yang Lauwko sebutkan itu mirip dengan orang tua tersebut, dari itu aku menanyakannya. Aku cuma pernah dengar namanya belum pemah aku ketemu padanya."

   Otaknya Ie Tjee Ban sudah terpcngaruh arak, ia tidak menanyakan lebih jauh, maka itu, sctclah bicara pula scbcntaran, untuk kasih sclamat jalan pada Boe Wie, mereka masuk tidur.

   Tapi malam itu Boe Wie tidak bisa tidur pulas, ia melek mata tcrus sampai terang tanah.

   Selama itu, ia sudah susun rapi keterangannya Ie Tjee Ban.

   Lo-kce Soe Houw hendak bckcrj a di In-koan, tidak salah lagi, mereka itu tcntu hendak menuntut balas terhadap Keluarga Lioe.

   Si orang tua gagah itu muncuk berbarcngan, dia pun hendak ajak orang bekerja, mestinya dia ada punya hubungan sama Lo-kee Soe Houw.

   Ia pun percaya, orang tua itu mesti ada si orang tua yang dulu di rumahnya Soh Sian Ie sudah pancing soesioknya Teng Kiam Beng, karena mana, Teng Kiam Beng jadi bercidera dengan Tjiong Hay Peng, ahli waris atau Ketua dari Heng Ie Pay.

   Distrik Pou-tay ini memang ada jalan terusan ke In-koan.

   "Soehoe telah pergi ke Utara, dengan begitu, Soenio mesti berada sendirian di rumah,"

   Pilar ia terlebih jauh.

   "Soenio ada wariskan kepandaian golok Ngo-houw Toan-boen-too dari Ban Seng Boen, akan tetapi ia berscndirian saja, mana ia sanggup layani banyak musuh jahat?"

   Sampai itu waktu, Boe Wie tidak pikir bahwa Yo Tjin Kong masih berguru dan Bong Tiap sudah tambah usianya, di scbelah siapa pun tambah Ham Eng.

   Maka itu ia jadi tambah joiatir, hingga ia rebah gulak-gulik saja, ia tak dapat tidur, hingga iamenyesal tidak bisa segera sampai di Kho Kee Po.

   Demikiari sebabnya, ia membatalkan dulu perj alanannya ke Djiat-hoo, Law Boe Wie sudah segera menuju ke In-koan di mana ia sampai di Muara Kho Kee Po, di saat ia dapat tolong Bong Tiap dan Ham Eng dari gangguannya musuh-musuhnya Keluarga Lioe, sampai itu malam ia telah tolongi juga soenionya, dengan ia berhasil menawan Bong Eng Tjin si orang tua yang licin.

   Sayang, karena liciknya musuh, rumahnya Lioe Kauwsoe telah habis dimakan api dan Lioe Toanio, saking lelah, mendongkol dan karena 1ukanya di dalam, akhimya turut rubuh juga.

   "Biar bagaimana aku toh datang sedikit teriambat, kata Boe Wie di akhir penuturannya sambil mcnghcla napas.

   "Aku tidak sempat kisiki Soemoay untuk bersiap hingga Soenio mesti bercapek-lelah. Aku percaya, setelah beristirahat Soenio akan dapatkan kesegarannya pula, dari itu, tak usah Soemoay kuatir,"

   Ia menghibur. Bong Tiap sudah mengerti keadaan, maka itu sambil memberi hormat, ia haturkan terima kasih mewakilkan ayah dan ibunya.

   "Beruntung kau datang, Soeheng,"

   Katanya.

   "Bila tak ada kau, entah bagaimana jadinya dengan kita semua."

   Boe Wie sibuk karena soemoay itu paykoei terhadapnya, sedang untuk mencegah, dengan cekal tangannya si nona, ia likat la tak dapat empo dan pondong si soemoay seperti duludulu. "Soemoay, Soemoay"

   Katanya "Ini ada urusan kecil, kita ada di antara orang sendiri, jangan kau pakai adatperadatan."

   Lantas Boe Wie ingat pengalamannyadi waktu masih kecil, ketika ia berkumpul sama guru dan soenio serta soemoay dan soeteenya.

   sama-sama berlatih silat, sampai belasan tahun ia merantau.

   Tahun dan bu Ian mengejar-ngejar manusia, sekarang aku telah tambah usia!"

   Katanya pula. Ia menghela napas. Tapi ia toh baharu berumur tiga puluh tahun. dan sedang gagahnya. Rupanya ia terpengaruh pengalamannya dan sekarang Hiat soemoay itu sudah jadi gadis remaja! "Soeheng, kau keliru Tjin Kong kata.

   "Kau belum tua, hanya kepandaiamu yang bertambah! Romanmu menghunjukkan kemudaanmu, begitupun caranya kau gunai pedangmu barusan!"

   Dan soetee ini tertawa.

   Boe Wie turut tertawa.

   Sementara itu orang telah sampai di rumahnya Hie Hong, di mana Lioe Toanio dipernahkan.

   Lioe Toanio masih tetap belum sadar, maka Boe Wie minta Bong Tiap unut pula padanya, sedang Tjin Kong cekok ia dengan obat yang dicampun arak.

   Tiga atau empat jam kemudian, tiba-tiba Lioe Toanio ingat akan dirinya.

   "Tiap-djie, Tiap-djie!"

   Ialah kata-katanya yang pertama keluar dan"

   Mulutnya. Ketika ia geraki tubuhnya, nyata ia tidak bisa bangun. Maka ia cuma bisa pentang kedua matanya, akan awasi semua orang di sekitamya. Matanya bercahaya, rupanya, ia segera ingat pertempuran tadi.

   "Bagaimana, Ibu?"

   Bong Tiap tanya. Lioe Toanio coba geraki tubuhnya, ia merasakan lemas, hingga ia jadi kaget sendirinya, sampai ia keluarkan keringat dingin, hatinya mencelos. Ia pentang pula matanya.

   "Kau orang semua mundur dulu, kecuaii Tiap-djie, aku hendak bicara sama ia,"

   Katanya. suaranya dalam.

   "Coba buka bajuku,"

   Kata Lioe Toanio pada gadisnya, sesudah mcreka berada berdua saja.

   Bong Tiap menurut, tapi lantas saja ia terkejut ketika ia lihat sebuah titik hitam di bawah tete kin dari ibunya.

   hu ada tanda darah man pada jajandarah "Djie-khie-hiat".

   Itu ada bagian anggota yang kena serangannya tumbak dari LoToa Houw.

   Lioe Toanio lamas kasih jalan napasnya akan kumpul semangamya, akan tetapi ia tak berhasil menyingkirkan tanda matang biru itu.

   Ia insyaf artinya itu, karcna ia ada satu ahli silat, dari itu, mukanya lantas jadi pucat.

   "Ludeslah sekarang kepandaian silatku,"

   Kata ia sambil bersenyum pada anak daranya.

   "Umpama kata aku bisa diobati scmbuh, aku tetap bercacat, aku tak lagi bisa bersilat. Totokan dari Lo Toa Houw ada iiehay sekali, dia telah gempur rusak khiekangku. Kalau aku ditolong pada waktu baharu saja terluka, dengan diunit saja, akibatnya tidak sehebat ini. Aku telah bcrkelahi melewati batas, cara bagaimana tubuhku tidak jadi lemah? Ah, Anak, sayang kepandaianku dari beberapa puluh tahun."

   Bong Tiap berduka bukan main, tetapi meski demikian, ia terhibur juga, karena jiwa ibunya masih tertolong.

   "Anak, pergi kau ambil golokku Ngo-houw Toan-boen-too,"

   Kemudian sang ibu surah anaknya. Bong Tiap kaget.

   "Ibu, buat apakah itu?"

   
Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Tanya ia. Lioe Toanio tertawa meringis.

   "Anak toloH"

   Katanya.

   "Mustahil aku hendak berlaku nekat! Aku tidak tega meninggalkan kau! Pergi ambil golokku hu, aku hendak lihat satu kali lagi. Kau kembaii bersama mereka semua."

   Bong Tiap menurut, ia lekas undurkan diri, ketika ia batik bersama Ngo-houw Toan-boen-too, Boe Wie bertiga ikuti dia, tetapi ketiga murid ini semua hunjuk roman duka, karena mereka sudah dapat tahu, jago betina itu tidak lagi menjadi jago betina.

   Mereka semua berdiam mengawasi soebo mereka.

   Sinar matanya Lioe Toanio bersinar ketika iasuruh gadisnya bawa golok kepadanya.

   Itu adalah senjata yang untuk banyak tahun tidak pemah berpisah darinya.

   Dan Bong Tiap agak bergemetaran ketika ia serahkan golok itu pada ibunya.

   Lioe Toanio berniat bangun, tetapi ia tak dapat geraki tubuhnya, maka itu, ia cuma ulur tangan kanannya.

   Ia minta gadisnya bantu ia.

   Ia raba goloknya, ia sentil itu, hingga sang senjata terbitkan suara nyaring.

   "Bagus, bagusl"

   Katanya, tetapi napasnya mengorong. Golok itu tajam dan mcngkilap. Lioe Toanio gapekan Hie Hong, supaya keponakan itu datang dekat padanya.

   "Golokku ini telah temani aku berberapa puluh tahun lamanya,"

   Berkata ia.

   "dipadu dengan KiamGim, dia adalah kawanku yang terlebih tua jangan kau orang tidak pandang mata pada golokku ini, ada sejumlah orang gagah dari kalangan Kang-ouw yang telah tunduk di bawahnya. Umpama Lo Djie Houw, lengannya adalah aku yang bikin locot! Adalah engkongnya Tiap-djie yang berikan golok itu kepadaku, ia bikinnya ketika aku berumur satu tahun lantas setiap tahundilebur dan dilebur lagi, saban-saban ditambah beratnya, setelah aku masufcumur sepuhih tahun, baharu aku diizinkan menggunakannya. Golok ini bukannya mustika, tapi tajamnya bukan main, apabila dipakai melukai orang, darahnya tidak menjadi karatan. Dan sekarang aku tak dapat pakai lebih jauh golok ini."

   Lioe Toanio berhen ti bicara untuk bernapas.

   "Sebenamya aku niat wariskan golok ini pada Tiap-djie,"

   Ia menyambungi kemudian.

   "tetapi Tiap-djie sudah punyakan pedang tajam buatan ayahnya sendiri, sedang Boe Wie sudah punyakan senjatanya juga, sedang Kaum Thay-kek biasa wariskan pedang saja, maka golokku ini, sekarang aku serahkan pada Hie Hong saja. Dia ada turunan Ban Seng Boen. dan Ngo-houw Toan-boen-too adalah goloknya Kaum Ban Seng Boen sendiri. Golok ini aku tidak dapat bawa ke lobang kubur, dengan aku berikan pada Hie Hong, aku bisa balas budinya, tadi malam dia sudah bantui kita Hie Hong, man!"

   Hie Hong girang berbarcog berduka, dengan menjura, ia samburi golok dari bibinya itu.

   "Tidak nanti aku sia-siakan pengharapan kau. Loodjinkee katanya dengan janjinya.

   "Aku akan simpan baik-baik golok ini"

   "Bagus, Anak,"kata Lioe Toann?. yang napasnya memburu.

   "Coba kau sentil sekali lagi, kasih aku dengar! -Nah, sudah, kau simpanlah!"

   Semua orang menjadi sangat terharu.

   "Dasar Soenio mcnyayangi keponakan sendiri pikir Yo Tjin Kong, murid kcdua dari Lioe Kiam Gim. la mcrasa tidak enak scndirinya Tadi malam, ia juga tclah adu jiwanya tapi sekarang soenio ini tidak sebut-sebut dia. Ia rada jelus, ia harapkan golok itu, hingga untuk sesaat, ia lupa Toan-boentoo ada goloknya Kaum Ban Seng Boen, yang tak dapat diberikan pada orang dari lain kaum. Benar Lioe Toanio ada guru perempuannya tapi ia sendiri ada muridnya Lioe Kiam Gim dari Thay Kek Pay, seharusnya ia bersenjatakan pedang. Setelah bcrdiam sekian lama. Lioe Toanio menghela napas pula.

   "Beginilah penghidupan,"

   Katanya.

   "Sejak hari ini, untuk selama-lamanya aku akan pisahkan diri dari Rimba Persilatan. Sekarang kau orang insyaf bagaimana liehaynya geiombang dan badai dalam kalangan Sungai-Telaga. maka selanjutnya. kau orang harus lebih waspada dan berhati-hati. Sayang sekali aku tidak tahu dengan kepergiannya ini, entah bagaimana dengan Kiam Gim. Tak bisa aku tak pikirkan dia."

   Air matanya nyonya ini meleleh keluar, ia batuk-batuk dua kali, setelah diam sesaat ia berkata pula.

   "Bicara halnya Kiam Gim pergi ke Utara ini. aku jadi ingat halnya soesiok kau dahutu telah jadi korban dua musuhnya yang memakai topeng. Boe Wie bilang, satu dari dua musuh itu adalah si orang tua yang semalam bersenjatakan pedang panjang, maka setelah dia kena ditangkap, pergi kau orang dengar pengakuannya! Pergilah kau orang, kecuali Tiap-djie, yang mesti temani aku."

   Nyonya itu rapati matanya, tapi mulutnya tertawa meringis.

   Lioe Toanio Lauw In Giok ceburkan diri dalam dunia Kangouw sejak umur enam belas tahun, sampai umur dua puluh dua, baharu ia menikah sama Lioe Kiam Gim, setelah mana, ia tinggal menyendiri di Kho Kee Po.

   Selama enam tahun, dengan goloknya Ngo-houw Toan-boen-too, ia telah ketemui banyak orang gagah.

   Kalau ia undurkan diri karena pernikahannya, tidak demikian dengan suaminya.

   Kiam Gim mundur bcrduka karena sikap soeteenya.

   Tapi sekarang si nyonya mesti mundur betul-betul, karena lukanya yang hebat itu, maka itu, ia ada masygul dan menyesal bukan main.

   Boe Wie berempat undurkan diri dengan masing-masing sangat bersusah had, mereka pergi tengok orang tawanan mereka.

   Sejak tadi malam kena ditotok jalan darahnya "Oen-hianhiat", untuk lima jam, Bong Eng Tjin mesti rebah bagaikan mayat saja.

   Kalau dia diantap terus enam jam, dia bakal sadar sendirinya, tapi kalau dia ditolongi, dia bisa mendusindi segala saat.

   Sekarang, lima jam telah berlalu, maka itu, dengan sendirinya, ia sadar dengan layap-layap.

   ia tahu ia berada dalam tangan musuh tetapi ia ada berkepala batu, atas pertanyaannya Boe Wie, ia tidak mau omong terus terang, percuma orang bujuk dia.

   Akhir-akhirnya Boe Wie bersenyum ewah.

   "Apakah kau tetap menyangka aku tidak tahu halihwalmu?"

   Kata muridnya jago tua dari Thay Kek Pay kemudian.

   "Kau adalah murid murtad dari Siong Yang Pay! Kau ada anjingnya bangsa Boan! Kau adalah manusia cabul dari kaum Kang-ouw! Dahulu soesiokku mengasih ampun kepada kau, sekarang aku tidak!"

   Dicaci secara demikian, Bong Eng Tjin menjadi gusar.

   "Ya, aku ada orang Siong Yang Pay! Habis kau mau apa?"

   Ia berseru.

   "Ha, bocah, matamu picak! Cara bagaimana kau berani bilang aku ada manusia cabul dari kaum Kang-ouw? Dengan kepandaianmu, kau kalahkan aku, aku tidak akan bilang suatu apa, tetapi janganlah kaungaco-belo! Kau bilang dahulu soesiokmu kasih ampun padaku? Hm! Jangan membabi-buta! Pergilah kau tanya dia, siapa yang ketika itu dikasih ampun!"

   Lantas Eng Tjin tutup pula mulutnya, ditanya bagaimanapun juga, ia bungkam.

   Akan tetapi dengan begitupun sudah cukup untuk Law Boe Wie mendapat kepastian, benarlah mi orang yang telah permamkan soesioknya, maka diam-dtam ia kedipi mata pada tiga kawannya, untuk mereka undurkan diri, kemudian ia tutup pjntu.

   Lalu, dengan sekonyong-konyong, ia dekati orang tua itu.

   "Kau ada satu laki-laki maka coba kau bilang, kau punya perhubungan apa dengan Keluarga Soh dari Poo-teng?"

   Ia tanya.

   "Apa itu Keluarga Soh dari Poo-teng? Aku tidak tahu!"

   Sahut Bong Eng Tjin sambil ia mendelik.

   "Ha, kau tidak kenal Keluarga Soh dari Poo-teng?"

   BoeWie tertawa.

   "Aku lihat rupanya kau tetap tidak kenal walaupun jiwamu secara kecewa akan dipakai menebus dosanya! Apakah kau ketahui, kenapa Ouw Toakomu tidak datang? Apa benar kau tidak tahu, bahwa kaulah yang disuruh jual jiwamu?"

   Mendengar demikian, Bong Eng Tjin melengak.

   "Eh, apa kau bilang?"

   Ia tanya.

   "Apa yang aku bilang adalah apa yang aku bilang!"

   Jawab Boe Wie dengan tertawa sindirnya.

   "Di kalangan Kang-ouw, siapa berkorban untuk sahabatnya, pengorbanan itu ada harganya, akan tetapi lain dengan kau-kau bakal terbinasadengan tidak keruan juntrungannya! Kau barangkali tidak menyayangi jiwamu. tidak demikian dengan aku aku sebaliknyaberkasihan"

   Sambil berkata demikian, diam-diam Boe Wie lirik air muka orang. Tampangnya Bong Eng Tjin mcnjadi sebentar merah dan scbcntar pucat, terang ia terperanjat dan hcran. Mcnampak demikian, sambil terus tertawa menyindir, Boe Wie tambahkan.

   "Baik aku omong terus terang kepadamu! Kau mestrnya ketahui baik bahwa soesiokku serta Keluarga Soh, ayah dan anak, ada bersahabat kekai seperti saudara angkat. Dan kau mestinya ketahui baik, orang she Soh itu ada mcmpunyai perhubungan macam apa dcngan pembesar negeri! Orang she Soh itu dan pembesar negeri, yang berkongkol saw dcngan lain, sengaja kirimkan kcmari untuk kau ju-al jiwamu! Bersama itu sejumlah sisa kantong nasi ialah orang-orang tidak berguna kau dikirim kemari guna bokong Keluarga Lioe, berbareng dengan itu, soesiokku telah dibentahukan agar ia sampaikan warta kemari untuk kita siap sedia! Ini dia yang dinamakan meminjam goiok untuk mcmbunuh orang. Apakah benar kau tidak mengerti tipu daya teji itu? Inilah kelicmannya Ouw Toakomu! Apa betul-betul kau tidak mengerti? Kau toh ditugaskan juga meniliki lain orang?"

   Boe Wie sudah karang satu cerita, tetapi ceritanya ini beralasan.

   Itulah sebab tadi malam, dari tubuhnya Bong Eng Tjin, ia-tdah dapatkan sepucuk surat rahasia Itu adalah suratnya Soh Tjie Tjiauw dan Ouw It Gok dengan mana Bong Eng Tjin diperintah bokong Keluarga Lioe berbareng memasang mata kepada satu pahlawan Iain yang mendapat suatu tugas.

   Boe Wie berpengalaman luas, ia tahu, di an tar a pah 1 a wan-pah I a wan Boan ada kccurigaan atau kcjclusan, bahwa mereka itu saling intip satu dengan lain.

   Itu ada suatu tipu daya dari si Raja Boan, untuk dia bisa kcndalikan semua pahlawannya.

   Dan ini adalah suatu rahasia dari Eng Tjin.

   Mukanya Bong Eng Tjin jadi guram, ia percaya betul obrolannya Boe Wie.

   "Saudara yang baik, terima kasih untuk keterangan kau ini!"

   Katanya akhirnya.

   "Baiklah, kau dengar aku! Kau bilang Keluarga Soh dan soesiokmu ada seperti saudara angkat! Oh, Sahabat, itu dugaan yang meleset sangat jauh! Keluarga itu sengaja tempel soesiokmu supaya dengan begitu, soesiokmu jadi renggang perhubungannya sama kaum Kang-otfw. Soesiokmu niat ajak gurumu, hal itu tidak disetujui sama Keluarga Soh, akan tetapi belakangan, keluarga itu tukar sikap, maka ia lantas menyetujuinya. Keluarga itu tidak takut, asal gurumu hendak lakukan suatu apa, yang tidak baik untuk mereka, dengan lantas gurumu tak akan lolos dari gcnggaman tangan mereka! Kelihatannya, kau dan soesiokmu, telah digunai juga oleh Keluarga Soh, apabila itu benar, aku juga hendak nasihati kepada kau orang untuk waspada!"

   Dari berjongkok, Boe Wie berlompat bangun setelah mendengar keterangan orang itu. Ia bersenyum ewah.

   "Terima kasih untuk keteranganmu! Terima kasih untuk nasihatmu!"

   Katanya, yang kembali dekati jago tua itu, akan dengan tiba-tiba totok tubuh orang dengan jeriji tangannya, atas mana, Bong Eng Tjin segera bergulingan mampet jalan napasnya.

   Akan tetapi, walaupun demikian, mukanya masih hunjuk senyuman iblis.

   Boe Wie telah berikan orang totokan Djie-khie-hiat yang liehay, yang mcminta korban jiwa, sesudah mana, ia panggil saudara-saudaranya, akan urus mayat musuh itu.

   Segera Boe Wie beritahukan saudara-saudaranya tentang bahaya yang mengancam guru mereka, di sebelah itu, ia berkuatir buat sepak-teigangnya Tok-koh It Hang, guru setengah itu ia kuatir mereka nanti bergebrak.

   Kekuatiran lain adalah sang guru nanti kena dijebak oleh Keluarga Soh yang licin dan licik.

   "Perlu aku lekas susul Soehoe,"

   Ia menyatakan kemudian.

   "Aku suka ikut, Soeheng,"

   Kata Bong Tiap, yang kuatirkan ayahnya.

   Ia juga ingin bantu soeheng itu, agar si soeheng tidak bersendirian.

   Perihal ibunya, ia sudah dapat kepastian ibu ini telah menjadi cacat, ia jadi tak usah kuatirkan apa-apa lagi.

   Berbareng dengan itu, dengan perjalanan ini ia jadi bakal dapat pengalaman.

   Melihat si nona hendak ikut pergi, Ham Eng juga nyatakan suka turut.

   Bong Tiap deliki saudara seperguruan itu.

   "Buat apa kau turut?"

   Kata dia "Baiklah kau diam di rumah untuk temani Ibu! Bukankah Ibu sangat sayangi kau? Kenapa kau tidak hendak kawani Ibu?"

   Ham Eng berdiam tetapi terang ia tidak senang diam di rumah. Boe Wie pandang dua anak muda itu dengan bergantian, segera ia berkata.

   "Baik juga kalau Ham Eng turut! Tentang Socnio, kau jangan kuatir, aku bisa atur!"

   Ia lantas berpaling pada Hie Hong dan kata.

   "Saudara Lauw, aku serahkan Soenio kepada kau! Bukankah kau pernah bilang bahwa kau hendak pergi ke Shoasay pada pamanmu? Kau boleh sekalian ajak Soenio ke sana."

   Memang pernab Hie Hong menyatakan demikian, karena ia lihat rumah bibinya sudah musnah dan ia kuatir pihak Lo nanti datang untuk menuntut balas, dengan pergi pada Lauw In Eng, adik kandungdari Lioe Toanio, yang sekarangjadi ahfi waris Ban Seng Boen, kekuatirannya bisa diperkurang, karena In Eng ada kenamaan.

   Hie Hong setujui pikirannya Boe Wie.."Baik, Saudara Law", ia nyatakan.

   "Dengan andali golok Ngo-houw Toan-boen-too yang Bibi hadiahkan padaku dan dengan periindungan saudara-saudara sekaumdi sepanjang jalan, aku percaya aku bisa mcngantar dengan tidak kurang suatu apa sampai di Shoasay."

   "Aku suka kawani Saudara Lauw pergi antara Soebo!"

   Bcrkata Yo Tjin Kong, yang sadari tadi diam saja.

   Tapi scbenamya la kuarir Hie Hong tidak sanggup melindungi soenionya itu dan ia ingin sekalian perlihatkan kcpandaian Kaum Thay Kek Pay.

   Pcngutaraannya Tjin Kong membuat Bong Tiap bertiga jadi girang, hati mcreka menjadi iega.

   Dcmikian diputuskan, Hie Hong dan Tjin Kong mengiringi Lioe Toanio beristirahat di Shoasay, sedang Law Boe Wie bersama Bong Tiap dan Ham Eng bcrangkai ke Utara.

   Dua-dua pihak tidak pcrnah menyangka bahwa hampir-hampir ia orang berpisahan untuk tidak bertemu pula.

   V Ketika hari itu Lioe Kiam Gim bersama keponakan muridnya, Kim Hoa, berangkat ke Utara, mereka tokukan perjalanan cepat sekali.

   Selang belasan hari, dengan tidak tampak suatu halangan, mereka telah sampai di Poo-teng.

   Sesudah lewat dua puluh tahun lebih, kelihatan Kota Poo-teng jadi berubah.

   adajalan-jalan yang lebih ramai, adajalan-jalan yang jadi lebih sunyi.

   Ada sahabatsahabatnya guru silat ini, yang sudah tidak berada Iagi di kota itu.

   "Scgala apa telah berubah, kecuali sewenang-wenangnya bangsa Ouw"

   Kata Lioe Kiam Gim sambi 1 menghela napas, seraya urut-urut kumisnya. Dan ketika ia berhadapan sama Kiam Beng, ia sampai tidak lantas dapat mcngucapkan katakata hanya air matanya menetes jatuh.

   "Soetee, apa kau ada baik?"

   Dcmikian pcrkatannya yang ringkas sekali ketika kemudian ia bisa juga buka mulutnya.

   Ia ada sangat terharu.

   Teng Kiam Beng ada bcroman sangat kucel, tidak tampak sifat jumawanya, mirip dengan seorang habis sakit, atau seperti ayam jago pecundang.

   Terang dia likat menemui saudara seperguruannya ini.

   "Kau kcnapa, Soetee?"

   Kemudian Kiam Gim tanya pula.

   "Apakah kau tidak terluka?"

   Ditanya demikian, sepasang matanya Kiam Beng bcrsinar dengan tiba-tiba.

   Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Soeheng,"

   Katanya.

   "walaupun orang telah rusaki nama Thay Kek Pay, akan tetapi dengan kepandaian yang aku punyakan, tidaklah gampang-gampang untuk orang cclakai aku, hanya sayang, bendera Thay Kek Kie, orang telah cabut!"

   Kiam Beng masih bclum insyaf bahwa orang tidak niat lukai dia, bahwa iahendakdigoda saja, diganggu. Lioe Kiam Gim menghela napas.

   "Soetee,"

   Katanya.

   "bukan aku hendak membangkitbangkit, tetapi coba dulu dengar perkataanku, tidak nanti sampai terjadi seperti ini. Dengan bersahabat dengan Keluarga Soh, bukankah kau jadi seperti cari pusing sendiri? Benar kau melindungi upeti akan tetapi aku percaya, orang melainkan tidak puas dan karenanya orang hendak coba-coba padamu!"

   La tidak mau menyesali terlebih jauh, karena mereka sudah sama-sama berusia lima puluh tahun lebih. Maka ia tambahkan.

   "Soetee, aku menyesal dahulu kita berpisahan, karena diantara kita terbit perbedaan faham. Sekarang aku datang untuk mencari jalan perdamaian, guna lenyapkan ketegangan."

   Kiam Beng jengah, akan tetapi ia kata.

   "Soeheng benar, akan tetapi di sebelah itu, aku telah terima budinya pihak Soh. Coba dulu sewaktu terluka senjata rahasia beracun tidak ada dia yang tolong obati aku, pasti sekarang lukaku itu tidak dapat dikcmbalikan. Menjadi manusia, orang mesti bisa bedakan kebaikan dari kejahatan, karena orang telah tolong aku, mana bisa aku tidak balas bantu padanya? Selama dua puluh tahun, pihak Soh tidak pernah berbuat tak selayaknya terhadap aku, hanya siapa tahu, sekarang telah terjadi ini gangguan kepadaku!"

   Menampak orang tidak mau akui semua kekeliruannya, Kiam Gim tidak mau mendesak lebih jauh, ia hanya minta adik seperguruanttu tuturkan duduknya kejadian.

   Kiam Beng tidak mau menuturkan dengan jelas, ia bilang saja bahwa ia sudah dibegal di tempat tiga puluh lie di luar Kota Hee-poan-shia di Djiat-hoo, bahwa begalnya ada seorang rua yang bicara dengan lidah Liauw-tong, kepandaian siapa "tidak tercela"

   Tetapi tidak diketahui dari golongan mana.

   Kiam Gim terima keterangan itu sambil bersenyum.

   la tahu baik perangainya soetee ini, yang angkuh, yang suka bicara banyak dalam hal kepuasan tetapi tak mau banyak omong dalam hal kegagalan.

   tetapi karena urusan ini ia anggap penting,ia toh masih menanyakan melit tentang kepandaiannya si orang tua, bagaimana gerak-gerakannya.

   Apabilasang soetee telah jelaskan.

   pihak lawan hanya menggunai tangan kosong, akhimya soeheng mi berkata.

   "Itu adalah ilmu silat bahagian dalam dan luar yang telah tergabung menjadi satu, adalah tenaga Siauw-thian-seng atau Bintang Kecil yang dipergunakan untuk singkirkan segala seranganrnu. Kepandaian itu mirip dengan Sha-tjap-lak-tjhioe Kim-na-hoat dari Golongan Eng Djiauw Boen Bicara tentang Kaum Eng Djiauw Boen, di Hoolam ada Tang Kie Eng dan d, Hoo pa kada Hek Eng Ho- Di Liauw-tong, tidak pernah aku dengar ada or-ang yang paham kim-na-hoat. Aku kenal Tang Kie Eng dan Hek Eng Ho, aku pemah berunding dengan mereka, aku tahu benar, kepandaian mereka berimbang sama kepandaian kita, tapi sekarang ada orang yang melebihkan Soetee, dia mesti ada orang luar biasa dari Eng Djiauw Boen. Dia ada satu lawan yang tangguh, Soetee, tetapi walaupun demikian, tidak usah kita jadi gentar."

   Kiam Gim percaya, apabila ia berhadapan sama lawannya Kiam Beng, umpamanya ia tidak bisa peroieh kemenangan, i a toh tidak nanti sampai kena dikaiahkan.

   Tapi, mendengar pcngutaraannya itu, ia lihat muka saudaranya jadi pucat, ia mengerti, saudara itu malu, maka ia iekas ubah pcmbicaraannya.

   "Eh, Soetee, bagaimana dengan Tee-hoe? Berapakah anakanakmu?"

   Ia tanya. Ditanya begitu, air mukanya Kiam Beng pulih dengan cepat.

   "Isteriku telah meninggal dunia sejak beberapa tahun yang lata,"

   Ia menyahut.

   "Kita orang terpisah terlalu jauh, hingga aku tidak dapat kesempatan untuk mengabarkan kau, Soeheng."

   Tiba-tiba, air mukanya kerabali berubah, agaknya ia sangat berduka "Anakku melainkan satu, ia sekarang telah pergi mencari jaiannya sendiri.

   Soeheng, ketika kita orang berpisah, anak itu sudah bisa memanggil peh-hoe kepadamu.

   Selama dua puluh tahun, aku cuma dapati ia seorang, tetapi sekarang, entah dia ada di mana,"

   Kiam Gim heran.

   "Setelah satu anak menjadi dewasa, kita yang menjadi ayah-bunda tidak ketahui lagi cita-citanya,"

   Ia menyahut.

   "Di waktu kecilnya, Hiauw ada dengar kata, akan tetapi tambah tinggi usianya, tambah berubah perangainya. Pada suatu hari ia meninggalkan rumah-tangga, ia pergi jauh, tanpa pamitan lagi, ia melainkan meninggalkan sepucuk surat dalam mana ia nyatakan, ia tidak sudi berdiam nganggur di Poo-teng, bahwa ia ingin pergi mencari pengetahuan dan pengalaman. Ia kata ia tak sanggup menungkuli hari-hari yang tawar. Sebenarnya, dalam usia muda, siapa yang tidak ingin terbang merdeka bagaikan burung garuda? Bukankah kita bcrdua, dahulupun ada sangat bersemangat, ingin merantau dan ciptakan nama dalam dunia Sungai-Telaga? Hanya kita orang dapat keluar sesudah dapat perkenan dari guru kita! Tidak demikian dengan Hiauw, tanpa mengucap sepatah kata, ia angkat kakinya! Dia pergi dalam usia dua puluh satu tahun, aku pun sudah tunangkan dia, kepergiannya itu membikin aku berduka."

   Suaranya Kiam Beng makin lama jadi makin perl ah an, nyata ia terharu scndirinya.

   Kiam Gim bisa mengarti kesukarannya soetee ini sebagai satu ayah, maka itu, ia tidak mau omong terlebih banyak tentang anaknya, ia melainkan menghiburi.

   Putera dari Teng Kiam Beng ada bernama Teng Hiauw, dia ada lebih tua sepuluh tahun daripada Lioe Bong Tiap, karena ia sudah masuk umur dua puluh enam tahun, Kiam Beng menikah lebih dahulu daripada soehengnya.

   Teng Hiauw ada berpendapat lain daripada ayahnya.

   Selagi ia masih kecil, karena ayahnya "terpisah"

   Dari kaum persilatan lainnya, ia jadi kckurangan kawan, hingga ia jadi kcsepian.

   Tapi ia tetap kenal beberapa anak muda, dari siapa ia telah dengar tentang persahabatan ayahnya dengan Soh Sian Ie, ia jadi tidak senang terhadap sikap ayahnya itu.

   Di lain pihak, ia tidak puas dengan putusan ayahnya, yang sudah tunangkan ia dengan gadisnya satu hartawan sedang ia sebenarnya menaruh hati pada cucu percmpuan dari Kiang Ek Hian dari kalangan Bwee Hoa Koen.

   Mengenai cita-citanya ini, yang terintang, ia jadi makin tidak puas.

   Maka akhirnya, karena tak dapat bersabar lebih jauh, ia berlalu tanpa perkenan lagi.

   Ia tidak membutuhkan pesan atau surat perantaraan dari ayahnya lagi, ia hendak merantau dengan andali diri sendiri.

   Demikianlah, mengetahui kesukaran hati sang soetee, Kiam Gim kemudian bicarakan soal kedatangannya ini ke Utara.

   "Soetee,"

   Tanyanya.

   "sama sekali ada berapa orang kawannya begal itu? Sesudah berhasil dengan perampasannya, karena mereka ada bawa banyak barang, mereka pasti tidak terlalu leluasa dengan kepergiannya, maka itu, apa Soetee tidak dapat cari tahu tentang mereka?"

   Ditanya begitu, Kiam Beng kerutkan sepasang alisnya.

   "Aku menyangka padaTjiong Hay Peng dari Heng Ie Pay!"

   Iamenjawab.

   "Aku duga, mereka adalah orang-orang jahat yang dianjur-anjurkan oleh Tjiong Hay Peng! Bukankah Soeheng ketahui, Hay Peng tidak senang terhadap aku? Itu hari, dia sendiri tidak muncul. Si orang tua beriidah Liauw-tong itu cuma berkawan kira-kira sepuluh orang, akan tetapi mereka semua bukannya orang-orang sembarangan, sebagaimana dua guru silat dan dua muridku, yang turut aku, semua kena mereka bikin tidak berdaya. Jangan bicarakan pula tentang pegawai-pegawai negeri yang turut mengiringi."

   Rupanya Kiam Beng anggap ia sudah angkat terlalu tinggi pada musuhnya, maka bicara sampai di situ, lekas-lekas ia menambahkan, suaranya keras.

   "Walaupun demikian, aku tidak takut pada mereka! Aku telah kuntit mereka itu! Hanya, apa yang aneh, sesudah mengikuti sampai jauhnya seratus lie lebih dari Kota Hee-poan-shia, dengan tiba-tiba mereka lenyap di tempat yang dipanggil Sha-tjap-Iak Kee-tjoe. Kau barangkali tidak ketahui, Soeheng, rumahnya Tjiong Hay Peng justeru bcrada di Sha-tjap-lak Kee-tjoe itu!"

   Kiam Gim perdcngarkan suara "Oh!"

   Tetapi ia terus tutup mulut. Kiam Beng tidak puas melihat sikapnya soeheng mi.

   "Kau lihat, Soeheng,"

   Ia tanya.

   "apa yang mcncurigai dalam hal ini?"

   "Jadinya kau telah sangka Tjiong Hay Peng,"

   Soeheng itu jawab.

   "Sctelah itu, kau pcrnah atau tidak pergi padanya, untuk menanyakan?"

   "Kenapa tidak, Soeheng?"

   Sang soetee jawab.

   "Aku telah kunjungi padanya, tetapi ia tidak sudi menemui aku, ia kata, seumur hidupnya, ia tidak suka berteman sama pegawai negeri!"

   Sepasang alisnya Kiam Gim bergerak apabila ia telah dengar keterangan itu.

   "Habis, ada atau tidak kau pcrnah ben tahukan pembesar negeri tcntang sangkaan kau itu?"

   Ia tanya. Air mukanya Kiam Beng berubah pula untuk kesekian kalinya.

   "Ah, Soeheng, mengapa kau pun lihat begini macam padaku?"

   Tanyanya.

   "Biarpun aku bodoh. aku bukannya satu siauwdjin! Umpama kata benar pembegalan itu telah dilakukan oleh Tjiong Hay Peng, aku punya pedang dan piauw untuk memaksa minta pulang barang-barang upeti itu! Atau sedikitnya aku undang sahabat-sahabat dari Rimba Persilatan guna memutuskan siapa yang bersalah, siapa yang benar. Di dalam halnya kita kaum Rimba Persilatan, bukankah kita punya tata kehormatan sendiri? Maka itu, tidak I ah perlu digunainya pengaruh pembesar negeri!"

   "Kau keiiru, Soetee,"

   Kiam Gim kata dengan cepat.

   "Sama sekali aku tidak pandang rendah padamu. Aku cuma tanya padamu. Aku justeru kuatirkan pembesar negeri campur tahu urusan ini karena yang tersangkut adalah barang-barang upeti. Kau benar, Soetee, dalam urusan kita kaum Rimba Persilatan, pembesar negeri tidak perlu campur tahu."

   Hatinya Lioe Loo-kauwsoe menjadi lega sekali, scdang tadinya ia kuatir, karena kesesatan di satu waktu, soetee itu nanti seret tangannya pangreh praja.

   Sekarang temyata, soetee itu masih punyakan kehormatannya, dia cuma dipengaruhi oleh keangkuhannya.

   Lantas soeheng ini berpikir, ia angkat tangannya kejidatnya.

   "Soetee,"

   Katanya kemudian.

   "kau telah curigai Tjiong Hay Peng, terutama karena kejadian ada di tempat yang termasuk kalangan pengaruhnya, karena itu sangkaan kita benar atau tidak dia harus dikunjungi. Siapa tahu, di sana kita justeru akan peroleh keterangan. Sekarang begini saja. Besok mari kita pergi ke Djiat-hoo, dengan andali mukaku, aku percaya dia tidak akan tidak terima padaku."

   Kiam Gim urut-urut kumisnya, ia menambahkan dengan cepat.

   "Soetee,"

   Demikian katanya.

   "kau antar upeti, kau bakal lewat di kalangan pengaruhnya Tjiong Hay Peng, seharusnya, sebelumnya itu, kau mesti kirim salah satu muridmu pergi membawa karcis nama padanya. Dengan jalan ini, kita sudah tidak berlaku tidak hormat. Kau sebaliknya kunjungi dia sesudahnya kejadian, bisa mengerti yang dia merasa kurang puas. Soetee tentu lebih mengerti daripada aku, siapa merantau, dia paling dulu mesti utamakan tata kehormatan, siapa melulu andali boegee, itulah keliru."

   Kiam Beng jengah, tetapi ia toh menyahut.

   "Meskipun demikian,"

   Katanya.

   "pada mulanya aku tidak berniat berlaku demikian."

   Begitulah dipastikan, besok soeheng dan soetee itu bakal pergi ke Djiat-hoo.

   Pada itu malam, ada datang orangnya Keluarga Soh, yang menanyakan, perlu atau tidak pihak Soh kirim orang untuk pergi bersama.

   Entah bagaimana caranya, Keluarga Soh itu sudah lantas saja ketahui niat keberangkatannya orang itu.

   Di sebelah itu, wakil itu pun undang Lioe Kiam Gim untuk satu perjamuan.

   Kiam Gim dengan lantas wakilkan soeteenya tampik itu tawaran bantuan dan undangan juga.

   Tapi ia bicara dengan manis serta jelaskan, dalam urusan di kalangannya Kang-ouw, kepergiannya banyak orang adalah tidak perlu.

   Ia mengucap terima kasih atas undangan itu.

   Bantuan pihak Soh ditolak, tetapi dua guru silat, yang dulu tunrt Kiam Beng dan mendapat luka juga, mendesak mohon diajak.

   Sebelumnya menerima baik, Kiam Gim cari tahu dulu tentang mereka itu, yang kemudian ternyata ada Lie Kee Tjoen mnridnya Tjiang Han Tek dari Kaum Ngo Heng Koen dan Hoo Been Yauw muridnya Tjian Djie Sianseng dari Kaum Ouw Tiap Tjiang, dua-dua ada dari pihak golongan kenamaan.

   Juga murid kedua dan murid ketiga dari Kiam Beng, diajak bersama, sedang Kim Hoa, si murid kepala, ditinggai untuk jaga rumah.

   Demikian di hari kedua, rombongannya Kiam Gim ini berangkat, Hawa udara di Djiat-hoo beda dengan iklim di Kanglam.

   Orang keluar dari Selat Hie Hong Kauw, jalan di sepanjang Sungai Loan Hoo, melewati Lo-sie-boen, dari situ menuju ke Hee-poan-shia.

   Ketika itu ada di bulan ketigadari musim Tjoen.

   Di waktu demikian di Kanglam, pohon dan bunga sedang segarnya, burung-burung gembira beterbangan, akan tetapi di Kwan-gwa ini, angin dingin sedang membadai, hujan dari salju sedang turunnya, atau kadang-kadang angin keras diseling dengan terbang berhamburannya batu halus atau pasir.

   Meski juga hawa udara ada demikian buruk, rombongannya Kiam Gim lakukan perjalanan dengan tetap bersemangat.

   Sesudah melalui perjalanan sepuluh hari iebih, rombongannya Kiam Beng sampai di Hee-poan-shia pada waktu Icwat tengah hari.

   Coba udara ada terang, dengan iarikan kuda mereka, di maghrib itu, mereka bakal sampai di Sha-tjap-lak Kee-tjoe, ditempat kediamannya Tjiong Hay Peng, akan tetapi mereka tidak berbuat demikian.

   Dan mereka juga tidak singgah di dalam kota.

   Mereka hanya jalan terus.

   dengan perlahan-lahan,sampai di luar kota, di tempat pembegaJan.

   Di sini baharulah mereka berhenti, untuk Lioe Kiam Gim perhatikan letaknya tempat itu.

   Itu adalah suatu tanah pegunungan, cabang dari Gunang Yan San, yang banyak pengkolannya, sedang di sampingnya ada aliran Sungai Loan Hoo.

   Tempat itu merupakan satu selat mirip dengan piring.

   Di sini, hawa udara agak hangat, salju telah pada lumer.

   Di kedua tepi ada rimba dengan pepohonan dan rumput, yang daun-daunnya, atau cabangnya, memain dengan sampokan angin, daun dan pasimya pada rontok dan jatuh ke tanah.

   Di atas kudanya, Kiam Gim memandang ke empat penjuru, sedang Kiam Beng, mengawasi jauh ke depan, air mukanya menjadi merah dan padam bergantian, suatu tanda ia malu dan mendongkol dengan berbareng, karcna teringatlah ia pada saat pembegalan.

   Sesudah lewat sckian lama, tiba-tiba Kiam Gim tahan kudanya dan sambil menoleh pada adiknya seperguruan, ia berkata.

   "Soetee, kecurigaan kau beralasan!"

   Kiam Beng pun tahan kudanya dengan tiba-tiba, ia mengawasi sambii hunjuk roman heran.

   "Kau lihat apakah, Soeheng?"

   Ia tanya. Kiam Gim lantas gerak-geraki tangannya, akan rnenunjuknunjuk.

   "Lihatlah tempat ini,"

   Sabut dia.

   "Di Timur, tempat ini menyambung dengan Kota Koan-shia, di Barat dengan Sintek, di Sclatan dengan Liong-hin, dan Utara dengan Pengtjoan. Sin-tek dan Koan-shia adalah kota-kota yang ramai dari Djiat-hoo, maka itu, kawanan begal tak nanti da tang dari arah dua kota itu dan juga tidak akan menyingkir ke arah sana. Kawanan itu Jberlldah Liauw Tong semua, sedang kau orang sendiri datang dari Selatan, dari itu, mereka juga tidak mestinya muncul dari Liong-hin. Jadinya, jalan satu-satunya untuk mereka adalah jalan Utara, yaitu Peng-tjoan. Dan Shatjap- lak Kee-tjoe justeru bcrada di antara Peng-tjoan dan Heepoan- shia. Bukankah kawanan begal benar datang dari sana?"

   Kiam Beng nampaknya gusar.

   "Kalau begitu, Soeheng,"

   
Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Katanya.

   "apakah tidak boleh jadi, perbuatan itu ada perbuatannya Tjiong Hay Peng? Jadinya sangkaanku tidak meleset?"

   Kiam Gim berdiam, dia berpikir.

   "Biar bagaimana, aku masih belum mau percaya Tjiong Hay Peng bisa berbuat demikian,"

   Ia menjawab kemudian.

   "Hanya, paling sedikitnya, dia mcsti ketahui baik tentang kawanan begal itu. Orang-orang yang tempur kau bukannya orangorang Kang-ouw dari tingkat sembarangan. Kalau benar mereka datang dari arah Sha-tjap-lak Kee-tjoe, tidak ada alasan yang dia tidak mendapat tahu. Mari, Soetee, malam ini juga kita orang mesti sampai di Sha-tjap-lak Kee-tjoe!" Di saat rombongan ini hendak cambuk kuda mereka, untuk di larikan, tiba-tiba mereka dengar suara kelenengan yang datangnya dan dalam rimba, suara mana disusul dengan berketoprakannya kaki kuda. Lie Kee Tjoen bersama Teng Kiam Beng dan muridmuridnya menjadi terperanjat, mereka lantas bcrsiap, untuk loncat turun dari kuda, guna hunus senjata mereka masingmasing. Kiam Gim sebaliknya berlaku tabah, ia mencegah.

   "Jangan sembarangan, jangan geraki senjata!"

   Katanya, yang goyangi tangan.

   Hampir berbareng dengan perkataan Lioe Loo-kauwsoe ini, gombolan rumput di muka rimba kelihatan tersingkap, dari situ muncul beberapa orang.

   Kiam Beng semua mengawasi dengan tajam, mereka siap sedia.

   Lioe Kiam Gim berlaku tcnang, ia turun dari kudanya, ia lepaskan lesnya, lalu ia bertindak maju, untuk papaki orangorang itu, sedang yang jalan di muka ada seorang yang tubuhnya kekar.

   Ia ini maju untuk angkat rapat kedua tangannya, buat memberi hormat, seraya terus menegur.

   "Apakah di sini ada Lioe Loo-kauwsoe, Lioe Kiam Gim Sianseng?"

   Suaranya ada terang. Cuma bersangsi sedetik saja, lalu Lioe Kiam Gim membalas hormat.

   "Aku adalah Lioe Kiam Gim yang rendah,"

   Ia menyahut.

   "Aku numpang tanya, Saudara-saudara ada urusan apa denganku?"

   Mendengar jawaban itu, rombongan itu lantas loncat turun dari kuda mereka.

   Kiam Gim mundur satu tindak.

   sikapnya tetap tenang.

   Orang itu, dan kawan-kawannya, lantas memberi hormat pula, sambil menjura, menyatakan bahwa mereka hunjuk hormat mereka Mereka sebut dirinya "boan-pwee", ialah orang-orang yang lebih muda tingkatannya.

   Kembali Lioe Loo-kauwsoe membalas hormat, dengan tergesa-gesa, seraya menyatakan bahwa ia tidak berani terima kehormatan itu.

   Selagi ia hendak tanya, siapa adanya mereka dan guru mereka, orang tadi dengan cara sangat menghormat sudah maju akan serahkan sebuah peti kecil yang memuat karcis nama.

   "Guru-kita, Tjiong Hay Peng, mendengar kabar bahwa Lioe Loo-kauwsoe sudah datang, telah utus kita hendak menyambut sambil haturkan hormatnya,"

   Demikian pemimpin rombongan itu.

   Lioe Kiam Gim tidak segera sambuti peti ita, hanya dengan cara yang menghormat sekali.

   ia Tanya mereka tentang kewarasannya Tjiong Hay Peng.

   Dengan mi ia hunjuk bahwa ia mengerti adat-istiadat, sopan-santun.

   Kemudian baharulah ia sambuti peti itu.

   Tapi, di saat tangannya diangsurkan untuk menyambuti, dengan tiba-tiba Teng Kiam Beng serukan muridnya yang kedua.

   yang berbarengpun ia kedipi mata.

   "Kenapa kau tidak lekas wakilkan Soepeh untuk sambut peti itu?"

   Atas itu, belum sempat Kiam Gim menoleh, turut mencegah, sang mu-id. ialah Loei Hong, sudah mencelat ke depaanya, untuk hadapi rombongan utusan, sambil hunjuk separuh-kehormatan, ia ulur kedua tangannya seraya berkata.

   "Aku Loei Hong, murid Thay Kek Pay, dengan ini mewakilkan Soepeh kita menyambuti kehormatan!"

   Utusan itu pandang Loei Hong, tetapi ia serahkan peti kecil itu.

   Lioe Kiam Gim juga awasi murid soeteenya, ia nampaknya kurang puas.

   Dalam kalangan Kang-ouw, orang ada sangat hargai adatistiadat.

   Tjiong Hay Peng kirim karcis nama, utusannya itu pasti ada orangnya dari tingkatan lebih rendah, tetapi meskipun demikian, si utusan toh ada wakilnya Tjiong Hay Peng, dengan Lioe Kiam Gim ada asal satu derajat, sama tingkatannya, sudah seharusnya kalau yang sambut peti kecil itu adalah muridnya Kiam Gim atau orang yang lebih muda tingkatannya.

   Kalau Kiam Gim yang sambuti sendiri, itu adalah tanda penghormatan luar biasa.

   Kalau yang sambut ada orang lebih muda, itulah yang dibilang.

   "guru terhadap guru, murid terhadap murid". Kiam Beng tidak inginkan kehormatan luar biasa itu, maka ia suruh muridnya yang menyambuti. Karena ini ada cara menghormat yang pantas, biarpun utusannya Tjiong Hay Peng merasa tidak puas, ia toh tidak bisa bilang suatu apa. Kiam Gim ada seorang yang halus budi bahasanya, ia hendak hunjuk keluhuran mertabatnya, itulah sebabnya kenapa ia tidak puas dengan perbuatan soeteenya, akan tetapi karena soeteenya tidak salah, terutama di muka umum itu, ia tidak mau menegurnya. Ia melainkan tidak puas, di saat dan tempat seperti itu, soetee ini masih saja kukuhi adatperadatan. Iapun tidak bisa cegah Loei Hong, karena kalau ia cegah, ia jadi hunjuk bahwa ia tidak menghargakan soeteenya. Demikian ia mendeluh di dalam hatinya, karena ia mesti hunjuk air muka berseri-seri. Begitulah dengan cara hormat, ia sambuti peti dari Loei Hong, sedang pada sekalian tetamunya tetap dengan cara hormat ia haturkan terima kasih.

   "Sekarang juga kita akan datang mengunjungi!"

   Ia tambahkan.

   Rombongan itu lantas sajajalan di depan, Kiam Gim beramai mengikuti.

   Di waktu maghrib, mereka sudah I lantas lihat Sha-tjap-lak Kee-tjoe.

   Selagi berjalan, dengan tiba-tiba Teng Kiam Beng ucapkan beberapa patah perkataan pada Hoo Boen Yauw, guru silatnya dari Kaum Ouw Tiap Tjiang, atas mana orang she Hoo ! itu larikan kudanya keluar kalangan, hingga Lioe Kiam Gim dan orang-orangnya Tjiong Hay Peng pada tahan kuda mereka dan menoleh, Boen Yauw itu hunjuk hormatnya seraya kata.

   "Aku mesti urus suatu apa di kota dusun, silakan Tuan-tuan jalan terus, sebentar aku akan hunjuk hormat belakangan kepada Tjiong Loo-kauwsoe!"

   Lalu, dengan tidak tunggu jawaban lagi, ia larikan kudanya untuk pisahkan diri.

   Orang berjalan pula, berselang setengah jam, sampailah mereka di.

   muka rumahnya Tjiong Hay Peng, .Ketua dari Heng Ie Pay.

   Rumah itu terletak di muka rimba, di depannya ada bukit yang digali dan dipapas, untuk dibikin jadi lapangan piranti berlatih silat.

   Belakang rumah hampir nempel sama rimba.

   Umpama orang jahat yang tinggal di situ, setiap"

   Saat dia bisa lari sembunyi ke dalam rimba.

   Tidak menunggu sampai di depan rumah sekali, Kiam Gim sudah ajak rombongannya turun dari kuda mereka dan minta supaya kedatangannya itu diwartakan terlebih dahulu, kemudian selagi menantikan, ia tarik tangan bajunya Teng Kiam Beng, untuk dengan roman sungguh-sungguh memesan.

   "Soetee, sebentar di dalam, aku mohon dengan sangat agar kita terlebih dahulu hunjuk kehormatan kita, kita harus bersikap merendah, jangan sekali menuruti nafsu amarah, apabila sampai terbit pula gara-gara tidak diingin, sungguh, aku tidak dapat mengurus terlebih jauh!."

   Kiam Beng tidak.

   mengucap sepatah kata, terang ia ada merasa sangat tidak puas berbareng malu.

   Sementara itu Kiam Gim heran, kenapa Tjiong Hay Peng bisa demikian cepat dapat ketahui kedatangannya, sedang Kiam Beng tidak senang, karena dalam hatinya, ia kata.

   "Ketika aku datang, kau tidak perdulikan aku, tapi sekarang Soeheng datang, kau menyambut dan membaiki secara begini rupa."

   Ini pun ada salah satu sebab kenapa dia suruh Loei Hong wakilkan Kiam Gim sambuti karcis nama.

   Selagi itu soeheng dan soetee berpikir masing-masing, pintu rumahnya Tjiong Hay Peng sudah dipentang dan tuan rumah kelihatan muncul dengan tindakannya agak tenang.

   la pakai baju bulu, nampaknya sabarsekali.

   Tuan rumah dan tetamunya segera juga bcrdiri berhadapan dan saling member! hormat, kemudian pihak tetamu diundang masuk ke niangan tetania, di mana.

   sambil berdiri rapi, kelihatan-bcberapa orang, yang tidak salah lagi mcsti muridmurid Heng Ie Pay.

   Baharu saja orang bcrduduk, satu muridnya Hay Peng muncul dengan satu nenampan batu pualam yang besar.

   atas mana ada sepuiuh cawan yang berukirkan sansoei yang berwama merah.

   Walaupun muridnya yang membawa nampan untuk menyuguhkan, bukannya si murid yang melakukannya, tetapi Tjiong Hay Peng yang sambuti cawan teh, dan dia sendiri yang mcnyuguhkannya secara biasa, tetapi ketika cawan untuk Kiam Beng dihaturkan, maka terjadilah suatu hai yang hebat.

   Selagi Tjiong Hay Peng dengan cawan di tangan datang mendekati, Teng Kiam Beng bangkit untuk menyambuti.

   Mereka berdua tcrpisah satu dari lain jauhnya dua-tiga kaki, dan selagi si tetamu menyambuti sambil merendah, dengan sekonyong-konyong, cawan itu melesat ke tinggi, terus saja pecah sendirinya, dan airnya lantas menyiram arah Teng Kiam Beng punya muka, berbareng dengan mana, menyambar juga pecahannya.

   Kiam Beng terperanjat bukan main, akan tetapi walaupun ia tidak sepandai soehengnya, ia masih sempat gunai tangan kanannya, untuk menangkis sambil menyampok keras air dan pecahan cawan itu, hingga ia terluput dari serangan gelap itu.

   Hanya lacur ada Loei Hong, si murid kedua, yang berada di samping, benar ia masih sempat berkelit dari pecahan cawan, tapi air toh mengenai mukanya yang jadi basah! Berbareng dengan kejadian itu, Tjiong Hay Peng hunjuk rupa kaget, sembari lempar ke samping itu nenampan kumala, ia berseru.

   "Ah, ini cawan teh tidak kuat! Aku pun sudah tua, aku kesalahan membuatnya pecah, hingga aku kena bikin kaget tetamuku. Tuan, harap maaf, maafkanaku!"

   Selagi nenampan terlempar, satu muridnya Tjiong Hay Peng bergerak, untuk menyanggapinya, akan tetapi, Lioe Kiam Gim berlaku lebih sebat dari murid itu, dengan berlompat, ia maju akan tanggapi nenampan itu, hingga malah pun sisa delapan cawannya yang lain, tidak turut jatuh, airnya tidak tumpah! Untuk ini, Lioe Loo-kauwsoe gunai hanya dua jeriji tangannya.

   "Semua cangkir yang indah, kalau sampai rusak, sungguh sayang!"

   Katanya.

   Kemudian, ia wakilkan Tjiong Hay Peng akan haturkan semua teh itu kepada sekalian hadirin.

   Teng Kiam Beng tidak hunjuk kemurkaan.

   Ia tahu Tjiong Hay Peng sedang pertontonkan kepandaiannya.

   la pun telah lihat lirikan soehengnya.

   Tapi, berbareng dengan itu, ia mesti kagumi lawan punya kepandaian yang liehay.

   Di lain pihak, Tjiong Hay Peng juga insyaf, jago Thay Kek Pay itu benar-benar tidak boleh dipandang enteng, apapula kepandaian luhur dari Lioe Kiam Gim.

   Dengan sikapnya yang merendah, Hay Peng mcnghaturkan maaf, akan tetapi diam-diam, ia masih ingin mencoba satu kali lagi.

   Di antara sinar bulan, yang memain antara cahaya api, Tjiong Hay Peng lantas adakan pertemuan untuk sekalian tetamunya itu.

   Kiam Beng bersangsi, ia ragu-ragu tuan rumah itu menjamu dengan sungguh-sungguh atau itu adalah semacam pesta "Hong Boen".

   Hay Peng sudah lantas kasih pertunjukan pula.

   Tadi ia suguhkan teh kepada tetamu-tetamunya, sekarang ia hendak menyuguhkan arak.

   Tadi ia gunai cangkir yang indah, tetapi sekarang ia pakai tempat arak yang besar dan kasar, ialah guci arak terbuat dari besi yang beratnya dua atau tiga puluh kati.

   Dan, melewati Lioe Kiam Gim, ia lantas saja menyuguhi pada Teng Kiam Beng.

   Sebagai alasan, ia bilang, di mana ia sendiri ada Ketua dari Heng Ie Pay, sudah sepantasnya ia hormati dulu Ketua dari Thay Kek Pay.

   Tapi sebenamya, dengan ini cara, ia hendak menyingkir dari Lioe Loo-kauwsoe.

   Kiam Beng sudah menduga orang tidak bermaksud baik, ia senantiasa waspada.

   Ketika tuan rumah dekati ia, ia lantas berbangkit, untuk sambuti arak, tidak tahunya, belum ia berdiri betul, Tjiong Hay Peng sudah dorongkan gucinya dengan arah orang punya dada.

   Guci itu.

   bersama araknya ada kira-kira lima puluh kati beratnya.

   Segera ia angkat kedua tangannya, tubuhnya berdiri tegar, kemudian dengan sebelah tangan mencekal mulut guci, ia kata."Jangan seedjie, aku bisa ambil sendiri!"

   Oleh karena ini, guci arak jadi kena ditahan di tengahtengah di antara kedua orang itu, yang dengan diam-diam telah gunai mereka punya tenaga dalam atau khie-kang.

   Serangan gelap dari Hay Peng ini, apabila tidak sampai membinasakan.

   akan bikin orang tcrluka hebat di bagian dalam badan dan menjadi tapadakpa.

   Kiam Beng bisa duga itu, ia sengaja tidak mau terima suguhan, ia hanya tahan mulutnya guci itu.

   Maka kejadiannya, Hay Peng tidak.

   bisa menolak, iapun .tidak mau melepaskannya.

   Karena ini, duadua lantas keluarkan keringat dingin pada jidatnya masingmasing.

   Pertentangan itu ada hebat Karena kedua pihak sama tangguhnya, lama-lama keduanya akan terluka masing-masing sendirinya, kecuali ada pihak ketiga, yang datang sama tengah.

   "Sudan, kau orang berdua janganlah terlalu seedjie!"

   Berkata Lioe Kiam Gim sambii tertawa, seraya ia hampirkan dua orang itu.

   "Soetee, jikalau kau tidak ingin terima suguhannya Tjiong Toako, man kasih aku yang mewakilkannya!"

   Sambii bcrkata begitu, Kiam Gim gunai sepasang sumpirnya, akan jepit tutup guci, dcngan gunai sumpitnya itu, ia buka tutup tersebut, kemudian dengan sebat sekali, ia teruskan jepit lehernya guci itu, hingga guci jadi terlepas dari cekalannya Tjiong Hay Peng, tergantung di antara dua sumpit itu.

   Kemudian lagi, dengan tangan kiri, ia pakai cawan akan sendok isi guci, akan hirup araknya! Setelah masing-masing lepaskan tangannya, dua-dua Teng Kiam Beng dan Tjiong Hay Peng mundur sendirinya, dengan limbung, tubuh mereka jatuh duduk di kursinya masingmasing.

   Kedua-duanya tidak bisa keiuarkan kata-kata! Adalah kemudian, Tjiong Hay Peng berloncat bangun, jempolnya dipertunjuki.

   "Lioe Toako, sungguh kau liehay!"

   Ia memuji.

   "Aku harus didenda tiga cawan!"

   "Dengan scbenarnya, Tjiong Toako, aku hams kasih selamat pada kau!"

   Kata Lioe Kiam Gim sambii tertawa.

   Ia terus bersikap sewajarnya saja.

   Dengan agak likat, Tjiong Hay Peng terima tiga cawan.

   Sampai di situ, mereka lantas mulai pasang omong.

   Dengan sikapnya yang merendah, Lioe Kiam Gim utarakan maksud kedatangarinya, sebaliknya daripada menyangka Hay Peng, ia mohon tuan mmah suka bantu ia.

   Ia tanya kalaukalau Ketua Heng Ie Pay itu ketahui siapa orangnya yang sudah uji Teng Kiam Beng.

   Sesudah keduanya berpisah dua puluh tahun lebih, Tjiong Hay Peng tidak lagi manis budi seperti dulu-dulu, tidak perduli pihak tetamu berlaku demikian ramah-tamah, ia berpura-pura tidak ketahui hal pembegalan itu, ia malah hunjuk roman terperanjat, ia berlaga menghela napas, akan akhirnya, seraya tepuk tangannya, ia berseru.

   "Oh, benar-benar ada terjadi demikian? Ah, kenapa aku tidak dapat tahu?"

   Sikap ini membuat Kiam Gim jadi mclcngak, memang ia tidak pandai bicara.

   "Ah, apakah benar-benar Tjiong Toako tidak ketahui kejadian itu?"

   Demikian ia cuma bisa tegaskan. Tjiong Hay Peng tertawa seperti sewajarnya.

   "Bukan, melainkan aku tidak pernah memikirnya!"

   Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Demikian jawabannya.

   "Siapa sangka Ketua dari Thay Kek Pay, yang mewariskan tiga rupa kepandaian liehay dari Thay-kek Teng, Teng Kiam Beng yang namanya menggetarkan dunia Kangouw, ialah Teng Toako, telah kena dipermainkan oleh satu tua bangka! Malah tua bangka itu cuma gunai tangan kosong yang berdaging melulu!"

   Kiam Beng jadi sangat gusar, sampai ia tak dapat kendalikan pula dinnya. Ia gedruki cangkir araknya seraya kata dengan nyaring.

   "Ya, aku Teng Kiam Bcng belajar silat tidak sempurna, sampai orang telah kena pecundangi! Habis, kau mau apa? Tapi kau sendiri, Tjiong Toako, kau Ketua dari Heng Ie Pay, yang pandai ilmu pedang Boe-kek-kiam, dalam Rimba Persilatan kenapa toh ada orang Kang-ouw, yang lewat di sini, orang itu sudah tidak lakukan kunjungan kehormatan kepadamu, malah dia berani lakukan kejahatan di dalam daerah pengaruhmu ini? Kenapa dia bisa mondarmandir dengan merdeka? Kenapa orang tidak pandang mata sama sekali kepada Tjiong Toako?"

   Tjiong Hay Peng tidak gusar, sebaliknya, ia tertawa tawar.

   "Begitu, Teng Toako, kau pikir?"

   Ia tanya.

   "Tapi aku tidak merasa hilang muka! Dengan kepandaianku yang tidak berarti, aku hanya dapat nama kosong belaka. Dengan kegagahan, aku tidak bisa menindih orang, dengan kebijaksanaan, aku tidak mampu bikin orang tunduk, maka adalah selayaknya saja apabila orang tak lihat mata padaku! Hanya kalau sampai Teng Toako sendiri orang tidak pandang, hingga orang berani tangkap kutu di kepala harimau, ah, inilah, sungguh, aku tidak bisa bilang suatu apa!"

   Kembali Teng Kiam Beng kena tersindir. Sebelum suasana menjadi lebih hebat, Kiam Gim sudah lantas berbangkit, menghadapi tuan mmah, ia menjura, hingga Hay Peng dengan tersipu-sipu mesti balas hormatnya itu. Tjiong Toako,"

   Berkata Lioe Loo-kauwsoe, dengan suaranya yang sabar.

   "kita ada orang-orang yang sudah berusia hampir enam puluh tahun, kita ada saudara-saudara dari bebcrapa puluh tahun, maka itu, ada berapakah orang yang hidup scumur kita ini? Dari itu umpama kita tidak ingat sesama orang Rimba Persilatan, kita toh harus ingat persahabatan kita dari bebcrapa puluh tahun itu. Toako, kalau ada ganjalan sesuatu, sehamsnya itu dikasih lewat, tidak seharusnya kita orang bersikap sebagai sesama orang-orang asing. Toako, aku percaya kau, aku percaya, kau tidak ketahui suatu apa mengenai itu pembegalan. Akan tetapi, di samping itu, aku hendak mohon kau bantu sedikit kepadaku. Kau ada penduduk sini, kau berkenalan luas, aku minta kau suka capaikan hati akan turut dengar-dengar, siapakah yang telah lakukan perbuatan itu. Tidak perduli orang itu ada tertua dari golongan mana, akan tetapi kita hanya hendak tanya, perbuatan apa yang kelini dari kita, untuk setelah itu, kita orang menghaturkan maaf agar perkara dapat dibikin habis. Jikalau tetap kita tidak ketahui kekeliruan kita, umpama kita tnesti binasa, sungguh kita tak tahu suatu apa, kita bakal binasa secara kecewa" . Tjiong Hay Peng kena dibikin tergerak hatinya oleh perkatannya orang she Lioe ini, sikap siapa ada merendah tetapi pun sungguh-sungguh, malah ada bersifatkeras. la insyaf. jikalau ia tidak ubah haluan, urusan bisa jadi kacau. Ia pun mengerti, tidak dapat ia terus bcrpura-pura tidak ketahui tentang pembcgalan itu, yang di kalangan Kang-ouw sudah jadi buah pembicaraan. Benar dcngan Teng Kiam Beng iamengganjal hati, tetapi dengan Lioe Kiam Gim ia ada bersahabat kekal, hingga sedikitnya ia hams memandang ,mata pada sahabat ini. Satu hal masih ia sangsikan, yaitu sesudah berpisah dua puluh tahun lebih, ia tidak tahu, Kiam Gim ada bersatu haluan dengan Kiam Beng atau mereka dua saudara seperguruan masih tetap berlainan paham. Tentang Kiam Beng, ia tahu benar, dia ini masih tetap berada di pihak pembesar negeri.

   "Dengan sebenarnya aku tidak tahu siapa itu orang yang telah iawan Teng Toako,"

   Akhirnya ia menjawab.

   "Satu hal aku bisa terangkan, di Liauw-tong ada beberapa orang kenamaan yang ingm bertemu sama Lioe Toako dan bertjita-tjita main-main dengan Teng Toako. Karena orang bicara dengan lidah Liauw-tong, baiklah Toako tanyakan beberapa tetua dari Liauw-tong itu, pastilah Toako akan peroleh keterangan."

   Kiam Gim heran kenapa ada orang Liauw-tong, yang hendak bikin pertemuan dengan ia, walaupun demikian, ia tidak jerih.

   "Tidak berani aku menerimanya, apabila ada beberapa tetua itu menghendaki menemui aku,"

   Kata ia dengan merendah.

   "akan tetapi, karena mereka ada bercita-cita demikian, umpama kata mereka tidak sampai datang padaku, sudah pasti sekali aku sendiri akan kunjungi mereka. Tjiong Toako, tolong kau tetapkan suatu hari untuk aku berk unj ung kepada mereka."

   Habis berkata begitu, Lioe Kiam Gim berbangkit, untuk segara pamitan.

   "Tunggu dulu, Toako!"

   Mencegah Tjiong Hay Peng, romannya sibuk.

   "Sudah dua puluh tahun kita orang tidak bertemu, dan kau pun datang dari tempat yang jauh sekali, cara bagaimana Toako hendak kembali secara tergesa-gesa begini? Apakah Toako ccla gubukku buruk hingga tidak surup untuk menyambut Toako? Biar bagaimana, aku mohon Toako suka berdiam padaku untuk beberapa hari."

   Dua kali Kiam Beng merasa terhina, karena itu, ia tak dapat singkirkan kemendongkolannya, makajuga, sebelumsaudaranyajawab tuan rumah, ia mendahului pamitan. Ia kata.

   "Terima kasih untuk kebaikan kau, Tjiong Toako. Di Sha-tjap-lak Kee-tjoe ini aku ada beberapa sahabat, karena kita memangnya sudah bersiap, menyesal aku tidak bisa berdiam di sini, atau kalau tidak, aku jadi mcnsia-siakan sahabatku itu. Sampai lain hari saja, kalau itu beberapa tetua dari Liauw-tong sudah sampai, aku nanti datang pula bersama-sama soehengku ini!"

   Setelah kata begitu, Kiam Beng pakai mantelnya, terus ia bertindak keluar, rombongannya turut sikapnya itu.

   "Jikalau demikian, aku tak dapat menahan lagi kepada kau orang,"

   Kata Tjiong Hay Peng yang berbangkit, untuk antar sekalian tetamunya itu, tetapi ketika mereka sampai di pintu, kembali ia uji kepandaian orang, ialah selagi menjura, untuk memberi selamat jalan, ia gunai tenaga tangannya, yang anginnya menyambar dengan keras.

   Kiam Beng balas menjura seraya iapun gunai kepandaian dari Thay Kek, untuk tangkis itu serangan gelap, hingga Hay Peng tak dapat berbuat apa-apa; hanya terang, kepandaian mereka berdua ada berimbang.

   Seberlalunya dari rumah Keluarga Tjiong itu, Kiam Gim semua menuju ke pasar, ke rumah penginapan, yang tadi Kiam Beng suruh Boe-soe Hoo, Boen Yauw dari Ouw Tiap Tjiang pergi urus siang-siang.

   Selama di tengah jalan, Kiam Beng masih saja mendongkol, hingga ia menggerutu dan caci Tjiong Hay Peng.

   Kiam Gim sebaliknya, berdiam saja, ia berlaku tenang sekali.

   Hanya, ketika mereka mendekati pasar, atau dusun, tiba-tiba ia berbalik dan kata pada saudaranya itu.

   "Soetee, pergilah duluan ke rumah penginapan, aku ada punya suatu urusan!"

   Kiam Beng tanya, soeheng itu ada mempunyai urusan apa, ia nyatakan suka ikut.

   "Untuk ini aku tidak bisa berjalan bersama-sama kau,"

   Kiam Gim bilang.

   "Kau jangan kuatir, urusan ini akan ada baiknya untuk kau!"

   Setelah kata begitu, Kiam Gim loncat turun dari kudanya, terus saja ia berlari-lari, hingga ia lenyap dari pemandangan saudaranya sekalian, lenyap dalam sang malam.

   Nyata Kiam Gim hendak kembali ke Sha-tjap-lak Kee-tjoe, akan menemui sendiri pada Tjiong Hay Peng.

   Ia insyaf, urusan tidak ada sedemikian sederhanaseperti tapikir pada mulanya.

   Ia percaya, di situ mesti ada salah faham, terutama mengenai soeteenya.

   la dapat kenyataan, Kiam Beng tetap masih suka bercampur sama pembesar negeri dan tabiatnya tetap keras, adatnya tinggi dan suka diangkat-angkat, hingga karenanya, tindakannya sembrono Di sebelah itu, soetee ini belum sampai "berkhianat"

   Terhadap kaum Kang-ouw, dan tidak kandung niatan menghamba pada Kcrajaan Tjeng.

   Oleh karena itu, ia anggap perlu ia ketemui sendiri pada Tjiong Hay Peng, untuk peroleh pengertian satu dengan lain, akan lenyapkan salah paham.

   Dcmikian, dengan gunai ilmu lari yang keras.

   dengan yaheng- soet, ilmu lari di waktu malam, ia kembali ke rumahnya Ketua dari Heng le Pay.

   Ia sampai dengan cepat.

   Selagi ia mendekati jalanan gunung, yang tinggi di kiri dan di kanan, yang bergunduk-gundukan dan banyak pepohonannya, tiba-tiba ia tampak berkelebatnya dua bayangan di sebelah kanan, disusul sama suara tertawa dingin.

   Ia segera berhentikan Itindakannya, ia mengawasi.

   Dalam gelap-gulita, ia tidak lihat suatu apa.

   Hanya kemudian, ia kembali dengar beberapa kali tertawa dingin, tertawa menghina.

   Besar nyalinya.

   dan dengan tidak perdulikan pantangan kaum Kang-ouw.

   "bertemu rimba tak boleh lancang memasukinya", Kiam Gim tekuk kedua lututnya, untuk melompat kedepan, akan mencelat masuk ke tempat pepohonan itu. Ia bersikap "Liong heng tjoan tjiang", bagaikan naga saja, tangan kanan di depan, tangan kiri di dada. Sembari berlompat, iapun berseru.

   "Sahabat siapa main-main di sini? Dengan main sembunyi-sembunyi, apakah artinya itu?"

   Benar selagi tubuhnyajago Thay Kek Pay ini mencelat, dari kiri dan kanan, dengan sekonyong-konyong, ada menyambar masing-masing sebatangioya, yang anginnya sampai menerbitkan suara menderu-deru.

   Ia tidak kaget, hatinya tidak terkesiap.

   Dengan loncat terus, ia lolos dari kemplangan itu, tapi begitu lewat, ia tahan tubuhnya, ia berputar diri.

   Sebaliknya kedua penyerang, yang menyerang secara sangat hebat, menjerunuk tubuhnya ke depan, toya mereka masingmasing mengenai tempat kosong.

   Justeru itu, sebat luar biasa, Kiam Gim menyapu kepada dua orang itu, hingga dengan saling susul, mereka itu rubuh dengan tubuh terpelanting, hingga mata mereka jadi berkunang-kunang, kepala mereka pusing, hingga untuk sedetik, mereka tak mampu bcrbangkit.

   Sampai di situ, Kiam Gim mengawasi dengan tak maju lebih jauh.

   "Ada permusuhan apa di antara aku si orang she Lioe dengan Tuan-tuan berdua hingga Tuan-tuan, di waktu malam gelap begini, sudah memegat dan membokong kepadaku?"

   Tanya ia dengan sabar.

   "Aku ingin sekali belajar kenal dengan Tuan-tuan."

   Belum dua orang itu menyahuti, atau dari dalam pepohonan terdengar suara tertawa bergelak-gelak yang disusul dengan kata-kata.

   "Jangan gusar, Lioe Loo-enghiong! Duabocah ini hendak menemui orang yang tertua, apabila mereka tidak ambil sikapnya, cara bagaimana mereka dapat terima pengajaran dari kau? Mereka pun tidak sampai mengganggu walaupun selembar rambut Loo-enghiong!."

   Itu adalah suara dengan lidah Liauw-tong, yang Kiam Gim kenali dengan baik, maka itu, segera ia memandang ke arah pepohonan dari mana suara datang.

   Ia tidak usah menantikan lama akan tampak munculnya dua orang tua dengan rambut dan kumis-jenggot ubanan.

   Cahaya lemah dari rembulan dan banyak bintang membuat jago tua ini bisa melihat jauh terlebih tegas.

   Demikian ia lihat nyata, orang tua yang satu berbaju biru dan gerombongan, yang kedua romannya keren, tinggi tubuhnya enam kaki, mukanya bersemu merah, pakaiannya serupa, kumis-jenggotnya panjang, matanya tajam.

   Lekas sekali, jago Thay Kek Pay ini tekapi kedua tangannya.

   "Djiewie Soehoe, bukankah kau orang ada orang-orang yang pada bulan yang lalu telah memberikan ajaran kepada soeteeku? Djiewie, terimalah hormatnya Lioe Kiam Gim!"

   Dan jago ini hunjuk hormatnya.

   "Di sini tidak ada bicara tentang soeheng dan soetee!"

   Sahut si orang tua yang mukanya bersemu merah.

   "Kita melainkan mohon terima pengajaran dari Lioe Looenghiong buat dua atau tiga gebrak saja!"

   Dalam hatinya, Kiam Gim ada mendongkol sekali. Kenapa orang ada begini kasar? Kenapa, tanpa sebab dan alasan, orang berniat "menghajar kalang-kabutan pada satu kuali bubur"? Akan tetapi, ia atasi dirinya sendiri.

   "Kebisaanku si orang she Lioe ada tidak berarti, bagaikan sinar kunang-kunang saja, mana aku berani terima pengajaran dari satu ahli?"

   Kata ia.

   "Aku si orang she Lioe belum pernah bertemu dengan Djiewie, dari itu, entah kapan dan di mana pernah aku berlaku tidak selayaknya kepada Djiewie?"

   Orang tua muka merah itu tertawa berkakakan.

   "Lioe Loo-enghiong terlalu merendahkandiri!"

   Berkataia.

   "Kita memohon pengajaran dengan sungguh-sungguh, untuk berlatih, samasekalikitatidakkandungmaksud jahat! Suddh lama kita dengar hal boegee dari Thay Kek Teng serta tiga rupa kepandaiannya yang| menggetarkan Rimba Persilatan, di luar dugaan kita, nama Ketua dari kaummu itu ada namakosong belaka, makaitu, tidak dapat tidak, kita harus mohon pengajaran dari kau sendiri, Lioe Loo-enghiong!"

   Mencoba-coba kepandaian di kalangan Kang-ouw atau Rimba Persilatan ada hal umum, hanya cara dua orang ini adalah terlalu mendadakan dan mereka juga tidak pakai aturan yang biasa, mereka bcrlaku kasar, dari itu, justeru di sini ada mengenai nama baik guru atau rumah perguruannya, Kiam Gim bersedia untuk mengiringi.

   la insyaf bahwa ia lagi hadapi orang pandai tetapi ia tidak jerih.

   "Jikalau Djiewie memaksa hendak mcmbcri pengajaran kepadaku, baiklah, aku si orang she Lioe bersedia untuk menemani,"

   Kata ia dengan nyaring.

   "Salah satu yang mana akan maju terlcbih dahulu atau Djiewie akan maju dua-dua dengan berbareng?"

   Si orang tua muka merah melirik dengan tajam. ia tertawa terbahak-bahak.

   "Nyata Lioe Loo-enghiong terlalu memandang orang enteng sekali!"

   Ia kata.

   "Rita dua saudara walaupun bodoh tetapi baharu dua-tiga gcbrak masih bisa juga melayani."

   Dua orang itu adalah Pek-djiauw Sin Eng Tok-koh It Hang serta In Tiong Kie, Ketua dari PieSioe Hwee, Kumpulan Pisau Belati.

   Jadi dugaannya Law Boe Wie adalah tidak keliru, adalah Tok-koh It Hang yang dengan tangan kosong telah uji Teng Kiam Beng, untuk punahkan tiga rupa ilmu kepandaiannya.

   Akan tetapi kedatangan mereka ke Djiat-hoo ini bukan melulu untuk coba Teng Kiam Beng, mereka sekalian niat ikat tali persahabatan dengan kaum Rimba Persilatan di Kwan-Iwee (Tionggoan).

   Sudah sejak lama mereka kagumi Lioe Kiam Gim, hanya mereka belum tahu, orang she Lioe ini ada bertabiat sama atau tidak dengan Teng Kiam Beng, dari itu, merekaingin mencoba-coba juga, terutama Tok-koh It Hang yang selama beberapa puluh tafiun belum pemah ketemu tandingan, sekarang ia ingin uji Kiam Gim untuk sekalian bersahabat dengannya, asal Kiam Gim beda daripada Kiam Beng.

   Dengan scnjata mereka memegat di tengah jalan itu.

   Tok-koh It Hang ingin mencoba terlebih dahulu, akan tetapi In Tiong Kie pegat ia.

   "Toako, tinggallah kau di belakang,"

   Kata ketua Pie Sioe Hwee ini.

   "Biar siauwtee maju lebih dahulu, apabila akan gagal, baharulah kau sambungi aku."

   Setelah mengucap demikian, tanpa tunggu jawaban lagi, si Keanehan-dalam-Awan segera mendahului lompatmaju ke depannyaKiam Gim, dengan tekap kedua tangannya, ia memberi hormat.

   "Lioe Loo-enghiong, kita cuma ingin berlatih, maka itu, apabila terjadi siapa kalah dan siapa mcnang, biar kita sambut itu dengan tertawa, jangan kita orang buat pikiran!"

   Ia kata. Lioe Kiam Gim balas hormat itu.

   "Djiewie ada baik sekali hendak memberikan pengajaran kepadaku, terang Djiewie ada sahabat-sahabat baik,"

   Sahut ia dengan merendah.

   "oleh karena kita bukan bertempur untuk mati atau hidup, memang menang atau kalah bukanlah soal. Bukankah "bunga merah dan daun hijau asal ubi teratai putih dan tiga agama pokoknya satu"? Kita ada or-ang-orang Rimba Persilatan, cara bagaimana kita orang tidak bersahabat? Nah, Sahabat baik, silakan kau mulai lebih dahulu!"

   In Tiong Kie tidak bilang suatu I apa, setelah berdiam sesaat, tiba-tiba dari pinggangnya, iatarik keluar suatu penda yang melibat pinggangnya itu, dan di antara sambaran angin, benda itu memperlihatkan diri sebagai cambuk "Kauw-kin Hong-liong-pian".

   Itu adalah rotan keluaran Timur-utara yang ulet, yang dilibat dengan urat-urat ular, hingga bisa digunai sebagai cambuk dan ruyung berbareng untuk melibat golok atau pedang lawan.

   Baharu sekarang ia kata, sambil tertawa haha-hihi.

   "Sudah lama aku dengar liehaynya Thay Kek Tjapsha- kiam, sekarang dengan tidak tahu tenaga sendiri, aku ingin Lioe Loo-enghiong ajarkan aku barang satu atau dua jurus!"

   In Tiong Kie tidak liehay bersilat tangan kosong, barusan pun ia saksikan sendiri, dalam satu gebrak saja, Lioe Kiam Gim telah rubuhkan dua muridnya Tok-koh It Hang, dari itu untuk tidak mendapat malu, ia ingin adu senjata; biamya ia tahu, ilmu pedangnya lawan ada kesohor akan tetapi ia andali betul senjatanya sendiri yang istimewa, yang ia telah yakinkan beberapa puluh tahun lamanya.

   Ia percaya, umpama kata ia tak peroleh kemenangan, tidak nanti sampai ia kena dikalahkan.

   Kiam Gim tidak terperanjat melihat orang kehiarkan ruyung atau cambuk istimewa itu, setelah dengar ia ditantang untuk gunai pedang; lantas saja ia bersenyum.

   Terus ia bilang.

   "Sudah beberapa puluh tahun aku tidak berlatih lagi dengan golok atau pedang, aku jadi sangat asing dengan semua senjata itu, dari itu biarlah dengan sepasang tanganku yang berdaging ini, aku main-main dengan kau, Loo-soehoe. Hanya lebih dahulu aku ingin minta, sukalah kau mengalah sedikit, oleh karena tulang-tulangku taktahan dengan pemukul. Silakan, silakan! Eh, kenapa kau tidak lantas mulai?"

   In Tiong Kie berdiam, dengan hati yang panas. Segera ia simpan cambuknya.

   "Lioe Loo-enghiong, kenapa kau begini tidak pandang mata pada orang?"

   Tanya ia dengan suara keras. Kiam Gim tidak lantas menjawab, ia hanya bersenyum pula.

   "Mana, mana aku berani tak memandang mata kepada kau, Loo-soehoe?"

   Kata ia, dengan sangat merendah.

   "Harap Loosoehoe ketahui baik-baik bahwa sesuatu orang mempunyai senjata kesukaannya sendiri! Loosoehoe mempunyai cambukmu, aku punya sepasang tanganku ini, soeteeku, Tjiang-boen-djin dari Thay Kek Boen dari Keluarga Teng, telah dirubuhkan Tuan-tuan dengan tangan kosong, dari itu sekarang aku mengharap pengajaran dengan tangan kosong jugaJ"

   Diam-diam hatinya In Tiong Kie tergetar.

   Secara begini, terang Lioe Kiam Gim tidak dapat dipersalahkan, karcna dia hendak mcmul ihkan muka soeteenya yang orang rubuhkan dengan tangan kosong.

   
Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Dengan itu cara orang jatuhkan pamomya Thay Kek Pay, dengan itu cara j uga, nama Thay Kek Pay hendak diangkat kembali.

   Itulah sudah seharusnya.

   Jadinya bukan orang tak pandang mata kepadanya.

   Hanya ia merasa mcnyesal, karcna Kiam Beng rubuh di tangannya Tok-koh It Hang dan sekarang Kiam Gim hendak menuntut balas dari ia.

   Ini dia yang dibilang anjing kuning dapat makanan, anjing putih yang dapat bencana".

   Karcna ia pun ada satu j ago tua, In Tiong Kie tidak suka mundur, hanya sekarang ia ambil ketetapan akan pakai terus cambuknya, sebab ia pun sangsi, dengan tangan kosong, orang she Lioe ini sanggup layani ia.

   Maka kembali iakeluarkan cambuknya itu.

   "Jikalau demikian, Lioe Loo-enghiong, maafkanlah aku!"

   Berkata ia Lioe Kiam Gim tidak menjawab, ia hanya mengawasi Iawan, dengan sikap yang .anteng sekali.

   Tapi satu ahli niscaya ketahui dengan baik, ia sebenarnya sedang bersedia, perhatiannya sedang dipcrsatukan.

   Sampai di situ, In Tiong Kie tidak berayal lagi.

   Dengan "Sin Hong djip hay", atau "Naga malaikat masuk ke laut", ia mulai dengan penyerangannya, dari atas.

   Kiam Gim berlaku gesit, tidak tunggu sampai cambuk menghampirkan ia, ia sudah angkat kedua pundaknyadan kaki kanannya menggeser ke kanan.

   Melainkan hampir saja, cambuk mengenai sasarannya.

   Menampak gagalnya serangan itu, In Tiong Kie pun kirim susulan saling beruntun.

   "Lian hoan sam pian" -runtunan tiga kali, serta "Keng hong sauw lioe"

   Atau "Angin besar menyapu daun yanglioe".

   Cambuk bergerak dengan sebat, sampai menerbitkan suara angin, bayangannya turut bergerak menyambar.

   Kiam Gim lihat ancaman bahaya, ia tidak hendak lawan dengan keras, dengan geraki pinggangnya, dalam gerakan "Yan tjoe tjoan in", atau "Waletserbu mega", ia mencelat tinggi sampai dua tumbak, akan turun di belakang lawan, begitu lekas sudah mcndekati tanah, tangan kanannya disodorkan kepada bebokong orang, dalam gerakan membacok! In Tiong Kie itu, kecuali ilmu cambuknya ini yang liehay, pandai jugamengenali berbagai alat-senjata dengan mendengari saja sambaran anginnya, sebagaimana Law Boe Wie telah peroleh pelajaran darinya.

   Maka sekarang, ia segera ketahui lawan lagi serang ia.

   Malah ia pun bisa duga, lawan ada di arah mana.

   Begitulah, sembari memutar tubuh, berbareng berkelit, ia pun menyabet dengan Kiauw-kin Hongliong- pian! Berbahaya kedudukannya Lioe Kiam Gim, ini melulu disebabkan kegesitan lawan.

   Tapi, ia juga tak mau kalah gesitnya, ia hendak hunjuk kcpandaiannya.

   Ia tidak mcnangkis, ia berkelit, bukan dengan lompat mundur, hanya dengan membungkuk tubuh, begitu rupa, hingga cambuk lewat sedikit di atasannya! Sesudah ini, dengan sebelah kaki maju, sambil angkat tubuhnya, ia barengi menyerang, bagaikan "angin taufan"

   Atau "gelombang hebat".

   Atas ini, baharulah In Tiong Kie loncat mundur.

   Secara demikian,- mereka lanjuti pcrtcmpuran.

   Mereka ada seumpama dua tukang main catur yang liehay, atau setengah kati adalah delapan tail.

   Dua-dua gesit, cepat gerakannya.

   Setelah mundur dan maju bergantian, In Tiong Kie perlihatkan serangannya "Kioe kioe pat-sip-it"

   Atau "Scmbilan kali sembilan menjadi delapan puluh satu", cambuknya itu menyabet, menyapu, melibat, menindih saling susul, tidak henti-hentinya.

   Lain dari itu, ia jaga diri dengan baik, ia tidak mau izinkan lawan desak ia.

   Maka itu, ia menjaga diri berbareng lebih banyak menyerang.

   Beberapa puluh jurus telah lewat dengan cepat.

   Walaupun ia didesak, Lioe Kiam Gim tidak kasih dirinya dibikin repot, tubuhnya, bagaikan bayangan, mengikuti sesuatu gerakan cambuk istimewa itu.

   Di sebelah itu, ia juga tidak dapat ketika untuk rapatkan tandingan itu.

   Maka di akhimya, dua-dua merasa heran sendirinya, mereka saling mengeluh, In Tiong Kie menjadi jengah, cambuknya, yang ia sudah fahamkan beberapa puluh tahun, sekarang kena dibikin tidak berdaya oleh sepasang tangan darah dan daging melulu, malah ia kadang-kadang kena didesak.

   Kiam Gim pun tidak mengerti, kenapa ilmu silat tangan kosongnya ilmu silat Thay Kek Pay yang kenamaan tidak sanggup rampas cambuk lawan itu dan sudah ia tidak mampu merangsang, ia pun beberapa kali musti menyingkir dari serangan-serangan sangat berbahaya, tetapi sekarang ia mengerti kenapa Kiam Beng, soeteenya, rubuh di tangan musuh, tidak tahunya, musuh ada demikian liehay.

   Lawan ini sajasudah jauh lebih liehay daripada soeteenya, maka ia percaya, orang tua yang lain itu jangan-jangan akan melebihkan ia liehaynya.

   Kapan sudah lewat tiga puluh gebrak, Kiam Gim ubah caranya bertempur.

   la sekarang gunai tangan kanan saja, akan layani cambuk musuh, dengan tangan kirinya, yang dibikin keras bagaikan tumbak cagak.

   ia cari jalan darahnya In Tiong Kie.

   Sepasang tangannya yang tak bersenjata itu ia bikin jadi seperti senjata tajam saja tangan kanan mirip dengan pedang Ngo-heng-kiam, tangan kiri mirip dengan tusukan Tiam-hiat-kwat.

   Adalah setelah itu, pihak lawan baharulah kena didesak.

   Lioe Kiam Gim telah pikir, jikalau ia tidak lekas rebut kemenangan, apabila ia main ayal-ayalan, ia akan terancam bahaya, karena di luar kalangan, lawan yang satunya selalu pasang mata ke arah dia, dia itu senantiasa perhatikan ilmu silatnya.

   Itulah ada tidak baik untuk pihaknya.

   Tiba-tiba, selagi In Tiong Kie menyabet ke atas, di tiga jurusan, Kiam Gim bcrkclit akan singkirkan diri dari serangan, tubuhnya membungkuk, berbareng dengan mana, ia maju, lalu sebelah kakinya, dikasih mclayang.

   Kaki kanannya yang menyambar, kaki klrinya pasang kuda-kuda.

   Serangan ini ada serangan berbahaya.

   untuk pihak penyerang, karena gerakannya yang mendesak dipaksakan.

   In Tiong Kie lihat itu, hatinya girang.

   Ia pikir.

   "Hm, tua bangka ini tidak lagi berpokok pada ketegaran dari Thay Kek Boen, mustahil sekali ini ia tidak rubuh?."

   Maka ketua Pie Sioe Hwee mi lantas geser tubuhnya ke kiri, buat kasih lewat kaki kanan lawan itu, sehingga karenanya, keduanya jadi saling melewati.

   hingga mereka seperti bebokong menghadap bebokong.

   Lalu, menggunai ketika ini, tanpa bcrpaling pula, melulu andalkan kepandaiannya mengenali angin, ia putar tangannya, ia menyabet ke belakang, dari atas ke bavvah.

   Sembari menyabet hatinya gembira bukan main, ia percaya, ia akan berhasil, karena mereka terpisah dekat sekali, ia sangka lawan tak akan keburu menghalau diri.

   Dugaannya In Tiong Kie ada dugaan belaka, ia keliru, karena dengan majukan serangan sembrono itu, Kiam Gim justru menggunai tipu daya.

   Jago Thay Kek Pay ini justeru harap-harap sabetan lawannya itu, selagi cambuk menyambar, ia segera berkelit ke kiri, tangan kanannya dengan tipu "Siauw-thian-tjhee", atau "Bintang cilik", diterusi dipakai menekan cambuk, lalu gesit luar biasa, ia mendesak rapat, tangan kirinya menyusul bagaikan tumbak cagak, akan totok jalan darah orang Leng-tay-hiat, betulan hati.

   In Tiong Kie kaget bukan main, sampai ia keluarkan jeritan, menyusul mana, ia enjot tubuhnya, akan loncat mundur, akan tetapi, walaupun ia gesit, Kiam Gim ada terlebih sebat pula, jeriji tangannya jago Thay Kek Pay ini sudah lantas mengenai sasarannya.

   Hanya, dasar ia ada satu jago tua, kendatipun tangannya lawan mengenakan sasaran, ia tidak sampai nampak bencana.

   Sebab dalam saat genting itu, ia telah menyedot dada dan perutnya, hingga kesudahannya, jari tangan Kiam Gim mengenai baju saja, tidak sampai ke kulit atau daging.

   Setelah itu, In Tiong Kie loncat mundur terlebih jauh, cambuknya tidak terlepas, mukanya tidak merah, napasnya tidak mengorong, tubuhnya pun tetap! Lioe Kiam Gim menyesal bukan main, karena di saat ia hendak bergirang, iajadi kecele.

   Iatahu, kalau pertempuran dilanjuti, entah sampai kapan akhirnya itu.

   Tapi, selagi ia mengawasi dengan tajam, tiba-tiba In Tiong Kie simpan cambuknya, dengan kedua tangan dirangkap, ketua Pie Sioe Hwee itu memberi hormat seraya berkata.

   "Lioe Looenghiong, kau benar liehay, aku menyerah kalah!"

   Jago Thay Khek Pay itu melengak sekejap, lalu lekas-lekas ia memberi hormat.

   "Kau mengalah, Lauwhia, kau mengalah,"

   Kata ia.

   "Lauwhia ada liehay sekali, aku kagumi kau!"

   Sekali ini Kiam Gim bukan merendah, ia bicara dari hatinya yang tulus.

   In Tiong Kie ada satu laki-laki, walaupun ia tidak rubuh, bisalah dianggap dia sudah keteter dan ia berani akui itu.

   Sementara itu, Tok-koh It Hang bertindak menghampirkan, ia tertawa.

   Ia maju sampai di depannya Kiam Gim sekali, terus ia berkata dengan pujiannya.

   "Lioe Loo-enghiong ada liehay sekali, tidak kecewa kau mewariskan ilmu silat Thay Kek Pay, akan tetapi barusan Loo-enghiong belum keluarkan seturuh kepandaianmu, maka itu aku, yang tidak tahu diri, ingin sekali terima pelajaran dan kau!"

   Sembari berkata demikian, jago Liauw-tong ini angsurkan kedua belah tangannya yang tidak memegang senjata apa jua.

   Jadi artinya, ia hendak benempur.

   tangan kosong lawan tangan kosong! Seumurnya Tok-koh It Hang, kepandaian "Pwee pwee laktjap- sre Kim-na Tjhioe-hoat", atau ilmu "Delapan-kali-delapan menjadi enam puluh empat gerakan", dari Eng Djiauw Boen, belum pernah ketemu tandingan, barusan ia saksikan kepandaiannya Lioe Kiam Gim, ia percaya orang tak ada terlebih liehay daripada ia, dari itu, iajadi ingin coba-coba.

   Ia percaya, ia bakal sanggup rebut kemenangan.

   Ini juga sebabnya kenapa ia bilang, Kiam Gim belum keluarkan seluruh kepandaiannya.

   Kiam Gim menjadi terkejut berbareng mendongkol.

   Ia merasakan bahwa orang berlaku hormat sambil memandang enteng kepadanya secara samar-samar.

   "Jikalau Loo-soehoe sudi memberikan pengajaran kepadaku, sudah tentu sekali aku si orang she Lioe girang menemaninya,"

   Ia menjawab.

   "Hanya kita kauro Kang-ouw, sudah seharusnya, satu patah kata-kata kita adalah satu patah kata-kata. Maka, Sahabat, mengenai kejadian di Djiat-hoo itu,sudikah kau menanggung jawab? Aku si orang she Lioe tidak ingin, setelah aku layani kau sampai setengah malaman. tapi alhasil aku tidak memperdia untuk layani apa!"

   Kiam Gim gunai kata-kata yang tajam, akan tetapi Tok-koh It Hang ada hiehay sekali, mendengar itu, ia tertawa berkakakan. Ia rangkap pula kcdua tangannya, untuk membcri hormat "Bagaimana kau sebut-sebut perkaranya soeteemu?"

   Ia .tanya.

   "Soeteemu itu sahabat-sahabatnya adalah golongan pembcsar negeri dan mulia, bangsa raja-raja muda atau kaum saudagar besar, maka aku si orang gunung, cara bagaimana aku mempunyai jodoh untuk bertemu dengan dia! Dan umpama kata aku ton sampai bertemu dengannya, cara bagaimana aku berani main gila terhadapnya? Lioe Looenghiong, harap kau tidak sebut-sebut soeteemu yang bagaikan must ika itu. Malam ini ada malam yang indah, apa kau tidak kuatir menyia-nyiakan malam yang indah ini hingga lenyap kegembiraan kita? Loo-enghiong, man, mari, mari kita orang main-main, akan menghibur lara!"

   Mendengar itu, Kiam Gim segera mengerti bahwa pada soal adiknya seperguruan itu benar-benaradasalah paham.

   Bukankahterang-terangjago Liauw-tong ini menyindir.tentang persahabatannya Kiam Beng dengan segala pembesar negeri atau orang besar? "Tentang adikku seperguruan itu, sukar untuk dijelaskan,"

   Ia kata, dengan nyaring.

   "Untuk itu, kita membutuhkan pembicaraan yang lama. Tapi, apabila Loo-enghiong kehendaki, aku nanti ajak saudaraku itu datang untuk menghaturkan maaf kepadamu. Hanya sekarang bisalah aku terangkan, soeteeku bukanlah itu orang sebagaimana yang Loo-enghiong scbutkan. Kedatanganku sekarang ini bukan untuk mencari pulang barang upcti, aku hanya hendak cari sahabat, untuk bicara dari hati ke hati, akan buka masingmasing hati kita!"

   Selagi orang bicara, Tok-koh It Hang mengawasi dengan tajam, antara sinar rembulan, ia tampak orang beroman sungguh-sungguh, hingga hatinya jadi tergerak, hingga ia pikir, jago Thay Kek Pay ini benar-benar hams dijadikan sahabat.

   Ia berpikir cepat, lantas ia berikan tanda rahasia pada In Tiong Kie kepada siapa ia kata.

   "Kalau kau ada punya urusan, pergilah lebih dahulu, biara kutemani Lioe Looenghiong main-main di sini, sccara begitu, Loo-enghiong pun jadi tak usah berhati tak tentaram, karena lihat jumlah kita yang banyak."

   In Tiong Kie menurut, ia berlalu dengan segera. Lioe Kiam Gim saksikan itu semua, ia lihat sikap bemafsu dari jago Liauw-tong ini, mata siapa pun bersinar, ia jadi agak mendongkol, maka, dengan tertawa dingin, ia bilang.

   "Sahabat, jikalau pasti kau ingin memberikan pengajaran kepadaku, baik, aku tak berdaya, aku bersedia |untuk layani kau."

   Baharu Lioe Kauwsoe tutup mulutnya, atau Tok-koh It Hang sudah bergerak. Mula-mula ia maju dengan kedua tangannya dipentang, dalam gerakan "Tjhong eng peng tjie"

   Atau "Garuda mementang sayap", setelah itu ia mendak, agaknya ia hendak sambar kedua lengan orang, untuk disergap. Kiam Gim hunjuk kegesitannya, ialah dengan geser tubuhnya ke kiri, berbareng dengan itu, dengan Thay Kek Pay punya "Shia kwa tan pian"

   Atau "Menggantung ruyung sebatang", ia bacok nadi orang, gerakanrtya tak kurang sebatnya.

   Tok-koh It Hang tidak mundur walaupun serangan sehebat itu, ia pun tidak menangkis, hanya mengubah tangan terbuka menjadi kepalan, ia teruskan gunai "Heng sin pa touw"

   Atau "Melintangkan tubuh untuk menghajar harimau", akan serang iga orang! Gagal dayanya Kiam Gim akan serang nadi orang, ia sebaliknya kena didesak, terpaksa ia geser pula kaki kiri ke kiri, untuk terus berlompat enam atau tujuh kaki jauhnya, setelah kakinya itu injak tanah, ia barengi untuk memutar tubuh.

   Ia percaya pihak lawan susul ia, ia terus menyerang dengan "Tjit-seng-tjiang"

   Atau "Tangan tujuh bintang", mengarah iga kanan.

   Jago Liauw-tong itu tarik pulang tangannya, juga tubuhnya, untuk selamatkan diri.

   Tapi Kiam Gim tidak berhenti sampai di situ, dengan majukan tubuh kesebelah kiri, ia gunai tangan kirinya dalam tipu "Ngo-heng-kiam", menotok dahi kiri orang, sedang tangan kanannya, dengan "Kim liong hie soei"

   Atau "Naga cmas memain air", ia coba babat dengkul kanannya lawan. Ini ada serangan hebat, ke atas dan ke bawah dengan berbareng. Nampaknya Tok-koh It Hang sibuk, hampir ia kena terserang, atau berbareng dengan itu, ia berseru.

   "Sebat benar!"

   Dan tubuhnya mencelat nyamping, hanya, setelah lolos dari serangan, sesudah injak tanah, terus ia enjot tubuhnya, akan lompat maju lagi, untuk balas menerjang, gerakannya mirip dengan sambaran garuda.

   Kiam Gim memutar tubuh, untuk saksikan orang punya gerakan sangat cepat maju bagaikan kera lompat di cabang, mundur seperti naga atau ular melesat kabur, lompat laksanaburung menerjang langit, loncatturun umpama harimau menerkam.

   Lawan ini maju menyerang, mundur membela diri, tubuhnya berputar seperti angin puyuh, berkelebatnya bagaikan kilat.

   Dalam sekejap, musuh bergerak di delapan penjuru! Mau atau tidak, Lioe Kiam Gim diam-diam keluarkan keringat dingin! Tok-koh It Hang digelarkan "Pek Djiauw Sin-eng"

   Atau "Garuda Malaikat Seraius Cakar", maka itu, gerak-geriknya mirip dengan burung garuda.

   Di sebelah itu, ia mempunyai enam puluh gerakan "menawan", yaitu kim-na-hoat, dari itu, cara menyerangnya benar-benar luar biasa.

   Adalah keinginan dari Lioe Kiam Gim akan bertempur dengan cepat, akan segera akhirkan "pieboe"

   Itu, siapa tahu.

   pihak lawan ada gagah sekali, hingga ia jadi heran berbareng kaget.

   Belum pernah ia ketemu orang semacam ini cii kalangan Sungai-Telaga.

   Tapi ia ada seorang berpengalaman, matanya tajam, segera ia insyaf dengan menyerang hebat, ia tak bakai peroleh hasil.

   Ia juga ingat pembilangan.

   "Menyingkir dari musuh tangguh, menyerang kelemahan musuhnya"

   Dan kim-na-hoat lawannya ini sebaliknya dari Thay Kek Koen. Kalau Thay Kek Koen berpokok "dengan kelemasan mclawan kekerasan", adalah kim-na-hoat.

   "menyerang sambil berbareng membeladiri". Kelihatan nyata, lawan ini tidak takuti serangan. Maka itu ia pikir, ia mesti gunai latihannya dari puluhan tahun, dengan keuletan, akan layani jago Liauwtong ini. Segera juga Lioe Kiam Gim bikin perubahan. Ia berdiri tegar bagaikan gunung, ia membela diri, ia tidak sembarang bergerak. Dalamhal ini, ia tidak gubris lawan hunjuk kegesitan, dengan berputaran seperti burung berterbangan, bengis bagaikan harimau galak, gesit seperti sang kera. Ia tidak mau menerkam, dan kalau lawan pancing ia, ia tidak mengejar. Ia pegang pokok "apabila lawan tidak bergerak, berdiam, dan satu kali lawan bergerak, mendahului". Rahasianya Thay Kek Koen memang adalah bergerak dengan ikuti salatan lawan. Demikian, dari mana saja Tok-koh It Hang menyerang, ia melayani dengan tenang. Begitulah pertempuran berjalan, antara orang-orang gagah yang langka, yang satu menyerang, yang lain menjaga, keduanya telah sampaikan batas kesempumaan kepandaiannya masing-masing. Jago dari Eng Djiauw Boen telah gunai juga keistimewaan ilmunya.

   "Hoei-eng Keng-soan Kiam-hoat", ialah ilmu pedang "Garuda terbang berputaran", yang ia ubah menjadi tangan kosong, ia selipkan ini di sebelahnya enam puluh empat pukulannya kim-na-hoat, akan tetapi Lioe Kiam Gim tetap berdiri bagaikan gunung batu antara serbuannya arigin santar dan gelombang dahsyat, tubuhnya tenang, dan ilmu pukulannya Thay-kek-tjiang dipakai punahkan sesuatu serangan. Ia ikuti salatan, ia pinjam tenaga akan pecahkan tenaga lawan sendiri. Tok-koh It Hang ada liehay dan berpengalaman, tapi beberapa kali, ia toh berlaku sangat bemafsu karena ketenangan musuh, hingga beberapa kali hampir-hampir ia kenaterserang disebabkan kelancangannya sendiri. pleh karena ini, baharu sekarang -dengan diam-diam ia bergidik, baharu sekarang ia insyaf, Lioe Kiam Gim ada beda sangat jauh dari soeteenya, teng Kiam Beng. Dan sejak itu, walaupun ia tetap mendesak, tidak lagi ia berani turuti hawa nafsunya. Karena cara bertempur itu, bukan lagi puluhan, hanya dua ratus jurus lebih telah dikasih lewat tetapi kedua-duanya masih belum memperoleh hasil. Sesudah kewalahan, akhir-akhirnya, Tok-koh It Hang loncat mundur, akan gunai ketika untuk meraba ke pinggangnya di mana ia buka suatu benda yang mclibat, apabila ia telah tank itu, nyata ia sudah keluarkan sebatang djoan-kiam, atau pedang lemas, yang bersinar bcrkcrcdcpan sebagai emas, karena gegaman itu terbuat dengan campuran emas putih keluaran Hek-liong-kang. Pedang ini, disimpan bisa dilibat bagaikan ikat pinggang, digunai lalu menjadi pedang, dengan tajamnya luar biasa.

   


Bandit Penyulam -- Khu Lung Si Pisau Terbang Pulang -- Yang Yl Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung

Cari Blog Ini