Misteri Pulau Neraka 3
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long Bagian 3
Misteri Pulau Neraka Karya dari Gu Long
"Sejak lohu tahu kalau jago lihay yang menghuni di atas pulau itu ternyata memiliki ilmu silat yang begitu lihay, lohu tak pernah lagi datang kemari untuk melakukan pengintaian!" "Yaa, memang tidak perlu lagi!"
Oh Put Kui mengangguk sambil tersenyum pelan.
"Mengapa? Takut mati?"
Tiba-tiba sipengemis pikun menyela.
Oh Put Kui ikut tertawa.
"Bukan begitu, kita sudah tahu kalau orang yang menghuni diatas pulau itu memiliki ilmu silat yang sangat lihay, umat persilatan didaratan Tionggoan pun sudah tiada yang sanggup untuk menandinginya Iagi, jika mereka berhasrat untuk mencelakai dunia persilatan, siapakah yang sanggup membendung kekuatannya?"
"Tentu tak ada yang sanggup, sekalipun kau si bocah muda juga tak mampu!"
Sembari berkata, pengemis pikun segera mendongakkan kepalanya sambil membusungkan dada, seolah-olah orang yang melepaskan serangan dengan pedang terbang itu adalah dia.
Oh Put Kui kembali tertawa.
"Diantara para jago lihay dunia persilatan yang datang menyelidiki pulau ini, kecuali sampah-sampah masyarakat yang mempunyai maksud tertentu, terdapat pula manusia seperti Cin tayhiap, tapi tujuan dari manusia semacam Cin tayhiap ini bermaksud lain bukan? Tentu tujuan Cin tayhiap kemari hanya untuk mengetahui apakah penghuni pulau ini orang jahat atau orang baik."
Cin Poo-tiong cuma tertawa sambil manggut-manggut.
Sebaliknya sipengemis pikun segera berseru sambil menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Aku rasa sudah pasti mereka bukan manusia jahat atau iblis bengis, kalau tidak, mana makhluk tua ini masih bisa hidup sampai sekarang." "ltulah dia, kalau toh penghuni pulau itu bukan manusia bengis atau iblis buas, mengapa Cin tua mesti pergi kesana untuk mengganggu ketenangan orang ini?"
Dengan cepat pengemis pikun melompat bangun, teriaknya.
"Tepat sekali! Aku sipengemis setuju sekali dengan pendapat itu, nah mari kita pulang saja."
Kalau dibilang pikun, ternyata pengemis ini hebat juga, ternyata dia hendak menggunakan alasan tersebut untuk menutupi rasa takutnya guna berkunjung ke pulau Neraka.
"Tidak! Kita masih tetap akan melanjutkan rencana kita,"
Tukas Oh Put Kui sambil tertawa.
Kontan saja pengemis pikun melotot besar, bentaknya.
"Bocah keparat, apakah kau tidak kuatir kedatanganmu itu akan mengganggu ketenangan orang?"
"Haaahhh..,haaahhh...
haaahhh...
Lok tua, tujuanku kesitu tak lain hanya ingin mematahkan julukan pulau tersebut sebagai pulau yang bisa didatangi tak bisa ditinggalkan."
Tiba-tiba pengemis pikun naik darah, teriaknya.
"Hmm, mana mungkin kan bisa mematahkan julukan bisa pergi tak akan kembali itu? Sudah jelas hendak pergi menghantar kematian, aku kena diseret juga untuk menghantar nyawa..."
"Lok tua, bila kau tak ingin kesitu, aku-pun tak akan memaksamu."
Ujar pemuda itu kemudian sambil tertawa. Ucapan ini sangat menggirangkan hati si pengemis pikun itu, jeritnya segera.
"Benarkah itu? Bagus, sekarang juga aku si pengemis tua akan pergi..."
Tanpa banyak membuang waktu, dia segera membalikkan badan dan lari dari situ.
Tapi, berapa jauhkah dia bisa lari diatas perahu yang begini kecil bentuknya itu? Memandang lautan yang luas dan gelap gulita, pengemis tua i!u kontan saja berdiri bodoh.
Lama sekali dia tertegun, akhirnya baru meraung keras sambil membalikkan badannya.
"Bocah keparat, nampaknya mau tak mau selembar nyawaku mesti kuserahkan kepadamu."
"Aaah, jangan, aku tak berani menerima penyerahan itu,"
Kata Oh Put Kui tertawa.
"pokoknya asal kau bisa merenangi samudra seluas puluhan li ini, silahkan kau pergi sesuka hatimu sendiri, kalau tetap tinggal di-sini, berarti kaulah yang bersedia sendiri untuk ikut bersamaku."
Hampir meledak dada pengemis pikun itu setelah mendengar perkataan tersebut.
Tapi..apa lagi yang bisa dia lakukan ditengah samudra luas yang tak bertepian itu? Yaa, kecuali membelalakkan matanya lebar-lebar sambil mendepakkan kakinya ke tanah, ia bisa berbuat apa? Mampukah dia renangi samudra yang begini luasnya itu? Mungkin sampai penitisan mendatangpun dia tak akan berani mengucapkan sesumbarnya.
Oh Put Kui sama sekali tidak berpaling.
Hal ini bukan dikarenakan dia berhati dingin atau segan untuk berbicara lagi dengan pengemis itu, sebaliknya karena tahu akan watak si pengemis aneh yang angin-anginan dan pikun itu.
Bila ia memanasi hatinya terus menerus, maka akhirnya pasti akan membuat hatinya tak senang hati.
Jangan dilihat si pengemis pikun sedang mendepak depakkan kakinya dengan kheki sekarang, padahal dalam hati kecilnya dia amat mengagumi kecerdasan Oh Put Kui.
-oOdwOo0dw0oOdwOo- Kini perahu yang mereka tumpangi sudah berada setengah li dari pulau Neraka.
Dengan suara rendah Cin Poo-tiong lantas berbisik kepada Oh Put Kui.
"Saudara cilik, kita harus mulai berhati-hati "
Oh Put Kui tertawa.
"Kecuali ilmu pedang terbang tersebut yang mungkin akan memusingkan kepalaku, soal beberapa macam kepandaian yang lain tentu tak akan pengaruh mempengaruhi kesadaran, aku rasa belum mampu untuk mengapa-apakan diriku "
Tentu saja Cin Poo-tiong kurang percaya dengan pernyataan tersebut.
Hanya saja hal itu tidak diutarakan secara berterus terang, hanya katanya seraya tertawa.
"Saudara cilik, kau mungkin saja tidak takut, tapi kami bertiga toh tak akan mampu untuk mempertahankan diri!"
Oh Put Kui segera tertawa hambar.
"Luas sampan ini paling cuma dua kaki, aku percaya masih mampu untuk melindungi keselamatan kalian bertiga agar tak sampai menderita kerugian apa-apa."
Berbicara sampai disitu, mendadak dia membungkam diri dan tidak berbicara lagi.
Cin Poo-tiong menjadi amat terkejut setelah menyaksikan keadaan sianak muda itu, cepat tanyanya .
"Saudara cilik, kenapa kau?"
"Tiba-tiba saja aku teringat oleh kawanan jago yang berada di pulau ini bukan manusia jahat yang berhati bengis "
Kata Oh Put Kui sambil mendongakkan kepala.
"Ya betul, kalau tidak, masa kawanan jago persilatan yang berani datang kemari hanya dibikin ketakutan saja agar mundur sendiri?" "Aku jadi berpikir-pikir, andaikata sampai terjadi pertarungan lantas apa yang mesti kulakukan?"
Diam-diam Cin Poo-tiong mengangguk setelah merenung sebentar jawabnya.
"Saudara cilik, apakah kau takut kalau sampai salah melancarkan serangan hingga melukainya?"
"Bukan dia, melainkan mereka..."
"Saudara cilik, kau menganggap diatas pulau itu berpenghuni lebih dari satu orang?"
Cin Poo-tiong ikut tertawa.
"Tentu saja bukan cuma satu orang,"
Jawab Oh Put-kui.
"kalau cuma satu orang saja, mengapa dia baru pada kesempatan yang ke empat baru menggunakan ilmu pedang terbang untuk menakut-nakuti dirimu?"
"Yaa, betul juga perkataan saudara cilik...."
Cin Poo-tiong tertawa.
Setelah merenung sebentar, kembali ujarnya.
"Padahal kau juga tak usah merasa sedih, andaikata kita dapat naik ke atas darat, kalau bisa berusahalah untuk saling bersua muka dengan pihak lawan..."
"Yaa, terpaksa kita memang harus berbuat demikian."
Sementara pembicaraan masih berlangsung, perahu kecil itu sudah berada lebih kurang sepuluh kaki dari tepi pantai.
Sementara itu, pengemis pikun sudah ngeloyor pergi dari buritan perahu menuju ke-depan.
geladak dan menyembunyikan diri dibelakang Oh Put Kui, tampaknya dia hendak mempergunakan si anak muda itu sebagai tamengnya.
Sudah barang tentu Oh Put Kui mengetahui akan hal ini, tapi ia justru berlagak seakan-akan tidak tahu.
Dalam pada itu perahu yang mereka tumpangi makin lama semakin mendekat, dari jarak sembilan kaki menjadi delapan kaki....
jaraknya semakin lama semakin menjadi pendek.
Tapi suasana diatas pulau itu masih tetap hening, sepi dan tak kedengaran sedikit sua rapun, sedemikian sepinya sampai semua orang yang berada didalam perahu dapat mendengarkan debaran jantung masing-masing, sementara itu jarak dengan pulau itu sudah makin pendek lagi, enam kaki sudah dilampaui kini makin mendekati jarak lima kaki...
empat kaki...
Si nelayan sakti dari lautan timur Cin Poo tiong telah menyelinap kcburitan perahu dan menggantikan pemuda kekar tersebut untuk memegang kemudi, sementara pemuda itu sendiri mengambil sebatang gala panjang dan bersiap-siap untuk mendekati pantai.
Kini jaraknya tinggal tiga kaki...
dua kaki Makin lama pulau itu makin dekat, namun tiada sesuatu kejadian apapun yang berlangsung didepan mata.
Segala sesuatunya tetap hening, sepi tak kedengaran suara pun, selain gulungan ombak yang memecah kepantai, tiada gerakan apapun yang kerja disana.
-oOdwOo0dw0oOdwOo- Oh Put Kui nampak agak tertegun oleh kejadian tersebut, apa yang terjadi didepan mata benar-benar berada diluar dugaannya, Cin Poo-tiong paling tercengang oleh kejadian tcrsebut, dia sampai termangu-mangu dibuatnya.
Tampaknya perahu itu segera akan mendekati tepi pantai berkarang, kini jaraknya sudah tinggal satu kaki.
Mendadak...
Dalam suasana yang penuh ketegangan tersebut, dan tengah udara berkumandang suara petikan harpa yang amat keras dan memekikkan telinga.
Begitu suara harpa tersebut berkumandang, empat orang yang berada dalam perahu segera merasakan suatu getarakan keras didalam hati mereka.
Malahan pemuda yang membawa gala panjang sambil mempersiapkan pendaratan itu hampir saja terjungkal kedalam laut.
Oh Put Kui tertawa hambar, tiba-tiba sepasang tangannya dirangkapkan didepan dada, lalu sambil memejamkan matanya dia berdiri tenang.
Segulung bau harum yang menyejukkan dengan cepat menyebar keempat penjuru, demikian sedapnya bau itu membuat semangat orang serasa berkobar kembali.
Thian-Iiong-sian-kang memang terbukti merupakan suatu Kepandaian maha sakti dari dunia persilatan.
Nelayan sakti dari lautan timur Cin Poo-tiong, si pengemis pikun Lok Jin Ki dan pemuda kekar yang berada diatas perahu, sesungguhnya sudah terpengaruh oleh getaran keras itu sehingga kesadarannya hampir lenyap, tapi begitu Oh Put Kui mengerahkan tenaga murninya, seketika itu juga mereka jadi segar dan sadar kembali.
Dengan perasaan terkejut si Nelayan sakti dari lautan timur segera menghela napas panjang, katanya.
"Saudara cilik, mau tak mau lohu mesti merasa kagum sekali atas kemampuanmu..."
Sekarang perahu mereka sudah merapat dengan daratan.
Bersamaan dengan merapatnya perahu tersebut dengan pantai, tiba-tiba saja suara harpa itu terhenti sama sekali.
Tak lama kemudian, dari arah pantai sana berkumandanglah suara pekikan panjang yang amat keras.
Oh Put Kui memandang sekejap rekan-rekannya, kemudian berkata sambil tertawa.
"Mari kita bersama-sama naik ke darat!" Nelayan sakti dari lautan timur segera meninggalkan beberapa pesan kepada pemuda kekar itu, kemudian dengan mengikuti dibelakang Oh Put-kui serta pengemis pikun Lok Jin-ki, dia melompat naik keatas daratan.
Ternyata pulau tersebut merupakan sebuah pulau karang yang penuh dengan batuan tajam, Ketiga orang itu memperhatikan sekejap suasana disekeiiling tempat itu, sekarang mereka baru tahu kalau tempat itu merupakan sebuah tanah datar yang berbentuk dari batuan karang yang datang, luasnya mencapai beberapa hektar.
Jarak antara tanah datar tersebut dengan permukaan laut kurang lebih mencapai tiga kaki.
Oh Put-kui segera memberi tanda, dan ke tiga orang itupun bersama-sama, melompat naik keatas tanah datar tadi.
Setelah berada di atas tempat itu, mereka bertiga baru merasa terkejut sekali.
Ternyata disana duduknya manusia yang berbaju aneka, bahkan bukan cuma satu orang saja.
Lebih kurang beberapa kaki dihadapan ke tiga orang itu duduklah berjajar tujuh orang kakek.
Oh Put-kui segera berkerut kening, kemudian sambil menjura dan tertawa katanya.
"Baik-baikkah kalian bertujuh, orang tua? aku dan rekan- rekanku telah datang mengganggu ditengah malam buta begini.
harap kehadiran kami bisa dimaafkan."
Ke tujuh orang kakek itu saling berpandangan sekejap, kemudian bersama-sama mengangguk.
Dibagian tengah duduklah seorang kakek yang tinggi besar, sambil mengerutkan keningnya yang licin dan tertawa ramah, dia menegur.
"Hei bocah, siapa namamu?" "Aku bernama Oh Put-kui"
Sementara itu, kakek berwajah kuning berambut putih sepanjang bahu yang duduk disamping kakek tinggi besar itu sudah mengawasi terus jago muda kita dengan seksama sejak Oh Put-kui munculkan diri dihadapan mereka.
Apalagi ketika mendengar Oh Put-kui mengutarakan namanya, tampak sekujur badan nya bergetar keras.
Dengan sorot mata yang lebih tajam dia mengawasi wajah anak muda itu makin tak berkedip...
Kakek yang tinggi besar itu segera tertawa, ujarnya.
"Wahai bocah ciIik, siapakah yang telah mewariskan ilmu silat kepadamu? Mengapa kau tidak takut irama Liat-sim-kim-im (irama harpa perctak hati) dari Mi Sim-kui-to, Kim-tiong seng- jiu (."tosu setan pembingung hati, tangan sakti pemain harpa) ? Jarang sekali kujumpai manusia yang berkemampuan seperti ini."
Mendengar pertanyaan tersebut, Oh Put Kui segera tertawa hambar.
"Suhuku hanya seorang yang sudah mengasingkan diri dari keramaian dunia, sekalipun diucapkan belum tentu ada berapa orang yang mengenalnya, oleh karena itu kumohon maaf kepada kakek bertujuh bila aku tak mampu menjawab pertanyaan ini,"
Kakek tinggi besar itu segera berpaling kearah seorang hwesio gemuk yang duduk diurutan ke empat darinya, kemudian tegurnya sambil tertawa.
"Hei, hwesio ! Apakah kau sudah dapat menduga asal perguruan dari si bocah cilik ini ?"
Hwesio gemuk berjubah merah itu segera tertawa lebar.
"Menurut dugaan lolap, kemungkinan besar Siau-sicu ini adalah muridnya Thian liong!"
"Aaaah... masa Thian-liong Sang-jin juga menerima murid?"
Kata si kakek tinggi besar sambil tertawa. "Yaaa, ilmu sakti naga langit memang tidak sepantasnya lenyap dari peredaran dunia..."
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sementara itu, seorang tojin berbaju hitam yang duduk diurutan ke enam menimbrung pula sambil tertawa.
"Saudara Ku, apa yang diucapkan Jian-gi memang betul, kepandaian yang dipergunakan bocah itu untuk melawan Liat sim kim-im dari pinto tadi tak lain adalah Thian-liong-sian- kang!"
Kakek tinggi besar she Ku itu segera tertawa terbahak- bahak.
"Haaahhh....haaahhh...
haaahh...
bocah cilik, kau pandai mempergunakan ilmu Thian liong sian kang, sudah pasti kau adalah muridnya Thian-Iiong Sang-jin! Entah ada urusan apa, malam-malam begini kau datang berkunjung ke pulau kami?"
Walaupun Oh Put Kui sudah mendengarkan pembicaraan dari beberapa orang kakek Itu, namua dia tidak merasakan sesuatu yang aneh, berbeda halnya dengan si pengemis pikun Lok-jin-ki serta si Nelayan sakti dari lautan timur Cin Poo- tiong.
Tiba-tiba saja paras muka mereka berdua berubah hebat sekali, perasaan ngeri dan segan segera menguasai seluruh benak...
Sekalipun mereka baru mendengar dua sebutan nama dari si tosu dan si pendeta yang hadir disana, namun dari nama Mi-sim-kui to (tosu setan pembingung hati) serta Jin-gi siansu, tanpa terasa mereka pun terbayang pula akan nama-nama dari lima orang sisanya...
Apalagi sesudah mereka mendengar panggilan "saudara Ku"
Yang diucapkan si tosu tua terhadap kakek tinggi besar itu, hal mana semakin membuktikan kalau apa yang diduga mereka berdua dalam hatinya sedikitpun tidak meleset.
Pengemis pikun segera mendongakkan kepalanya dan memandang sekejap kearah Cin Poo-tiong, kemudian bisiknya dengan suara lirih.
"Bu-lim-jit-sat kah mereka?"
Cin Poo-tiong segera manggut-manggut sambil menyahut dengan suara amat lirih.
"Yaa, betuI, mereka juga disebut Bu-lim- jit-seng ( tujuh malaikat dari dunia persilatan)."
Kalau ditinjau dan orang-orang yang kebanyakan mati ditangan mereka merupakan manusia-manusia berhati busuk dan berdosa besar, ketujuh orang itu memang pantas kalau dipanggil sebagai Jit seng ( tujuh malaikat ) cuma kalau dilihat dari cara mereka melakukan pembunuhan secara kejam dan brutal .."
Belum habis ucapan tersebut diselesaikan nelayan sakti dari lautan timur telah menukas sambil berbisik.
"Hei, pengemis, tahukah kau siapa yang duduk pada urutan yang kelima itu ?"
Dengan cepat pengemis pikun memperhatikan sekejap kakek yang duduk diurutan kelima, kemudian sahutnya.
"Orang itu berwajah merah, dibawah dagu tiada jenggot sementara sorot matanya tajam bagaikan sembilu, delapan puluh persen orang itu adalah Toan-kiam-huang-seng ( si latah berpedang kutung ) Liong Siau-thian!"
"Yaa, benar, memang dia,"
Nelayan sakti dari lautan timur manggut-manggut.
"sedari tadi dia terus menerus melototi kita berdua.
"Benarkah itu ? Waaah kalau begitu aku sipengemis tak akan mengajakmu untuk bercakap-cakap lagi, aku benar- benar tak berani mengusik dirinya..."
Berbicara sampai disitu, pengemis pikun tersebut benar- benar menutup mulutnya rapat-rapat dan tidak berbicara lagi.
Sementara itu, Oh Put Kui sedang berbincang bincang dengan ketujuh orang kakek tersebut.
"Umat persilatan telah menghadiahkan nama PuIau neraka atau Pulau bisa pergi tak akan kembali untuk pulau kecil yang kalian bertujuh huni ini, merekapun menganggap kalian bertujuh sebagai iblis-iblis bengis yang kerjanya raenteror serta membunuhi umat persilatan secara keji dan brutal."
Baru saja ia berbicara sampai disitu, sastrawan berkepala uban berjubah kuning yang duduk diurutan ketiga mendadak mendengus dingin.
Oh Put Kui segera memandang sekejap kearahnya, namun dengan tenang kembali dia berkata lebih jauh.
"Aku kurang percaya terhadap kabar berita yang tersiar dalam dunia persilatan itu maka aku sengaja datang kemari, pikirku bila kalian bertujuh benar-benar adalah kaum iblis keji, mengapa pula kalian baru akan membunuh orang hanya bila ada di pulau ini saja?"
Kakek pendek berbaju merah berambut putih yang duduk dipaling ujung, tiba-tiba tertawa tergelak.
"Haaahhh haaahhh haaahhh bocah cilik, kau anggap kami sudah membunuh banyak orang diatas pulau ini?"
"Aku sih tidak percaya!"
Oh Put Kui tertawa.
"Haaahhh haaahhh haaahhh bocah, kalau toh kau tidak percaya maka bagaimana dengan penjelasanmu tentang.
"Bisa pergi tak akan kembali"
Tersebut ?"
"ltulah tujuan dari kedatanganku kali ini!"
Mendadak sastrawan berambut putih yang diurutan ketiga itu tertawa dingin.
"Hmmm, kau hendak menggunakan gerak-gerikmu sendiri sebagai bukti?"
"Yaa, benar! Aku memang mempunyai maksud begitu." "Sunggah bersemangat! Tampaknya loohu sekalian bertujuh harus memenuhi keinginanmu itu..."
Mendadak kakek tinggi besar yang menjadi pemimpin mereka itu tertawa nyaring.
Oh Put Kui sama sekali tidak terpengaruh oleh suara tertawa itu, katanya pelan.
"Aku tidak mengarapkan bantuan dari cianpwee sekalian untuk memenuhi keinginanku itu, setelah aku bisa datang kemari, tentu bisa pergi pula meninggalkan tempat ini, cuma julukan pulau neraka ini sebagai Bisa pergi tak akan kembali pun mesti dirubah."
Kakek tinggi besar itu menghentikan tertawanya, lalu dengan wajah serius berkata.
"Sebenarnya pulau ini mempunyai nama sendiri"
"Ooh, benarkah itu? Sayang umat persilatan tiada yang tahu akan hal ini!"
Kakek tinggi besar itu tertawa.
"Pulau kecil yang tak bernama ini, sejak delapan belas tahun berselang, yaitu semenjak lohu sekalian berdiam disini telah diberi nama, dan nama itupun telah kami abadikan diatas sebuah tugu!"
"Apa nama pulau ini?"
"Jit-hu-to"
"Pulau tujuh kesepian?"
Tiba-tiba Oh Put kui merasakan sesuatu perasaan yang sangat aneh sekali.
Tanpa terasa dia memiliki kembali kearah ke tujuh orang kakek tersebut.
"Tujuh orang kakek yang hidup menyendiri kesepian, memberi nama pulau tujuh kesepian untuk pulau yang dihuni, ehmm! Nama tersebut memang sesuai sekali!"
Walaupun daIam hati kecilnya dia berpikir demikian, diluaran katanya segera.
"Pulau tujuh kesepian memang merupakan nama yang amat bagus, sekembalinya ke daratan Tionggoan nanti, pasti akan ku umumkan hal ini kepada segenap umat persilatan di dunia, agar mareka jangan menaruh perasaan salah paham lagi...
Belum habis dia berkata mendadak seseorangg telah menukas sambiI tertawa.
"Sekalipun mereka salah paham kepada kami, apa pula yang bisa mereka lakukan terhadap lohu ?"
Orang yang berbicara kali ini adalah seorang kakek tanpa jenggot yang duduk di urutan kelima. Oh Put Kui memandang sekejap ke arahnya kemudian berkata lagi sambiI tertawa.
"Apakah kau amat benci terhadap Umat persilatan?"
Kakek tak berjenggot ini tak lain adalah Toan-kim huan- seng "si Latah berpedang kutung"
Liong Siau-thian yang disinggung pengemis tadi, diantara malaikat dunia persilatan dialah orang yang paling angkuh dan latah.
Ucapan dari Oh Put kui tersebut, bagaimana mungkin bisa diterima dengan begitu saja? Kontan dia tertawa dingin, sambil mengeraskan suaranya, kembali kakek itu berkata dengan Iatah? "Bocah keparat, kan anggap lohu suka dengan gentong- gentong nasi tersebut? Hmm, mencari nama, merebut kedudukan pada hakekatnya sama sekali tidak berbau kemanusiaan...."
Belum habis dia berkata, si hwesio gemuk telah menyela sambil tertawa.
"Liong sicu, sedikitlah menahan diri dalam berbicara, watak Liong-te dari dulu sampai sekarang masih saja berangasan sedikitpun tidak berubah!"
Sambung kakek tinggi besar itu.. Setelah berhenti sebentar, diapun bertanya kepada Oh Put- kui.
"Bocah cilik, apakah kedatanganmu kemari atas perintah dari orang lain?"
Oh Put kui segera tertawa keras.
"Dalam dunia persilatan masih belum ada orang yang pantas untuk memberi perintah kepadaku."
Sesudah berhenti sebentar, tiba-tiba ia berpaling dan memandang sekejap ke arah pengemis pikun, kemudian katanya lebih jauh.
"Aku amat sedikit berkenalan dengan orang-orang persilatan didaratan Tionggoan..."
Ucapnya tersebut dengan cepat membuat wajah ketujuh orang kakek itu berseri, sorot mata merekapun memancarkan sinar aneh.
Kakek kurus berwajah penyakitan yang duduk di urutan kedua dan selama ini hanya membungkam terus itu, mendadak tersenyum dan berkata.
"Nak, apakah orang tuamu juga jago kenamaan dari dunia persilatan ?"
Mendengar pertanyaan itu, tiba-tiba saja paras muka Oh Put-kui berubah menjadi amat sedih.
Dengan cepat dia menggelengkan kepalanya berulang kali, sahutnya setelah menghela napas panjang.
Kalau dibicarakan sebenarnya memalukan sekali! Hingga tahun iai, walaupun aku telah dua puluh tahunan namun belum pernah kuketahui siapakah orang tuaku.
Untuk itu, harap cianpwe bertujuh jangan mentertawakan !"
Sekiias perubahan yang sangat aneh segera melintas diatas wajah kakek ceking tanyanya lagi.
"Apakah gurumu tak pernah memberitahukan soal ini kepadamu?"
"lnsu tak pernah mau memberitahukan hal tersebut kepadaku!" "Apakah sejak kecil kau dibesarkan oleh gurumu?"
Kembali kakek ceking itu tertawa.
"Tampaknya memang begitu!"
"Nak, mengapa jawabanmu tidak meyakinkan?"
Tampaknya Oh Put-kui menaruh kesan yang baik terhadap kakek ceking tersebut, dengan wajah termangu dia memperhatikan kakek itu beberapa saat lamanya, kemudian sambil tertawa dia berkata.
"Aku seakan-akan teringat pernah berdiam selama beberapa waktu didalam sebuah gedung yang amat besar!"
"Ooh masih ingatkah kau nak, siapakah tuan rumah dari gedung tersebut.?"
Dengan cepat Oh Put-kui menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Waktu itu aku sedang belajar berbicara, jadi aku benar- benar tak bisa mengingatnya secara jelas."
Kakek ceking itu nampak seperti amat kecewa, dia menghela napas panjang.
Untuk beberapa saat lamanya dia tidak berbicara lagi.
Tiba-tiba tojin berbaju hitam itu tertawa, katanya.
"Saudara Oh, kau tak usah memikirkan lagi, jika takdir sudah menghendak demikian apakah kau dapat merubahnya secara paksa? Andaikata dia akan kembali, sedari dulu dia sudah kembali..."
Kakek ceking itu segera tertawa getir.
"Lohu cukup memahami teori tersebut, cuma..."
Tertawa getir dari si kakek itu mendadak berubah menjadi suara sesenggukan yang tertahan.
Oh Put-kui menjadi tak tega menyaksikan kejadian seperti itu, tanpa terasa segera serunya.
"Locianpwe, mengapa kau bersedih hati?"
"Nak, ketika lohu menjumpai dirimu, tanpa terasa aku jadi teringat dengan putraku yang sudah lenyap amat lama."
"Kini putramu berada dimana?"
Tanya 0h-Put-kui sambil tertawa, Dangan cepat kakek ceking itu menggeleng "Seandainya lohu tahu, tak akan begini sedih hatiku!"
Kembali Oh Put-kui tertawa.
"Locianpwe! beritahukan kepadaku siapa nama putramu itu, sekembalinya kedaratan pasti akan kucari putramu itu dan menyuruhnya datang kemari untuk menjumpaimu."
"Anak baik, lohu mengucapkan banyak terima kasih dulu atas kesediaanmu itu!"
Kakek ceking itu tertawa terharu.
"Aaaah urusan kecil seperti itu mengapa mesti dipikirkan? silahkan kau sebutkan nama anakmu itu!"
"Lohu dari marga Oh, tentu saja anak itupun berasal dari marga Oh pula, sewaktu lohu meninggalkan dia, aku tak sampai memberi nama kepadanya, oleh sebab itu lohu sama sekali tidak tahu siapakah namanya."
Mendengar perkataan itu, Oh Put-kui menjadi tertegun untuk beberapa saat lamanya.
Masa seorang ayah tidak mengetahui nama putra? Hopo tumon! Disamping itu, kalau dia diharuskan mencari seorang pemuda she Oh didalam dunia persilatan yang begitu luas, mana mungkin ia dapat menemukannya? Apakah keadaan tersebut tidak ibaratnya mencari sebatang jarum didasar samudra? Melihat pemuda itu termenung tidak menjawab, kembali kakek ceking itu berkata.
"Kalau dihitung-hitung, maka tahun ini mestinya putraku itu indah berusia dua puluh satu tahun!" "Ooh, itu berarti seusia dengan diriku?"
Pikir Oh Put-kui di dalam hati.
"tapi itupun masih sulit untuk mencarinya..."
Berpikir sampai disitu, dia lantas berkata.
"Locianpwe, sewaktu kau pergi meninggalkannya dulu, kau telah serahkan putramu itu kepada siapa agar merawatnya?"
Sambil menghela napas kakek ceking itu menggerakan kepalanya berulang kali.
"Waktu itu lohu sedang berada dalam keadaan tak sadar."
Tiba-tiba mencorong sinar tajam dari balik mata kakek itu, katanya lagi sambil tertawa.
"Aaaah sekarang lohu sudah teringat, bila kau bisa menemukan Han san-it-koay "manusia aneh dari bukit Hau- san"
Kok Cu-keng atau salah seorang diantara empat jago pedang dibawah pimpinan Ceng-thian-kui-ong "raja setan penggetar langit"
Wi Thian-yang, mungkin bisa kau temukan setitik sinar terang.
Mendengar perkataan itu, kembali Oh Put kui memutar otaknya untuk memikirkan persoalan itu dengan seksama.
Sebenarnya kakek ini seorang pendekar yang lurus? Ataukah seorang iblis sesat? Mengapa dia menyuruhnya menanyakan soal putra itu kepada beberapa orang gembong iblis tersebut? Tapi sewaktu sorot mata Oh Put-kui bertemu dengan sinar mata si kakek ceking yang penuh permohonan itu, akhirnya tak tahan dia segera mengangguk.
"Baiklah, aku akan mencari salah seorang diantara kelima gembong iblis tersebut untuk menyelidiki pesoalan ini..."
"Nak, kalau begitu aku menantikan kabar beritamu..."
Oh Put Kui tertawa hambar dan manggut-manggut..
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku pasti akan mengusahakan dengan sepenuh tenaga untuk menemukan kembali putra kesayangan locianpwe!" Sorot matanya segera dialihkan kembali kewajah kakek tinggi besar itu, kemudian katanya sambil tertawa.
"Bolehkah aku tahu nama besar dari cianpwe bertujuh..."
Kakek tinggi besar itu segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhh...
haaahhh...haaahhh...bocah, nyalimu benar- benar besar! semenjak lohu sekalian menetap dipulan tujuh kesepian ini, belum pernah ada orang asing yang bisa memasuki tempat ini lagi, tapi sekarang bukan saja kau sibocah berani datang kemari, bahkan berani pula menanyakan nama kami bertujuh, selama delapan belas, baru kejadian pada hari ini merupakan suatu peristiwa besar!"
Oh Put Kui tertawa hambar.
"Kalau didengar dari pembicaraan locianpwe itu, aku seharusnya merasa bangga, cuma....."
Sorot matanya berkilat, setelah memandang sekejap sekeliling tempat itu,, katanya sambil tertawa.
"Locianpwe, tapi aku justru merasa sedi-kitpun tidak luar biasa.."
Kakek yang tinggi besar menjadi tertegun setelah mendengar perkataan itu, serunya.
"Bocah, mengapa kau merasa sedikitpun tidak luar biasa?"
Oh Put Kui tertawa.
"Dengan menumpang sebuah sampan menembusi ombak, mendarat di pulau ditengah malam buta, lalu dengan kedudukan sebagai boanpwe menyambangi jago lihay dari dunia persilatan kalau dibilang luar biasa, sesungguhnya kejadian ini hanya suatu peristiwa biasa saja."
Sastrawan berambut putih itu yang duduk pada urutan ketiga itu segera mendengus dingin.
"Hmmmm, pandai betul orang ini bersilat lidah!"
"Apakah locianpwe merasa kurang leluasa?" Paras muka sastrawan berambut putih itu segera berubah menjadi dingin bagaikan es, katanya.
"Lohu paling benci dan muak terhadap manusia-manusia yang tak pernah mendapat pendidikan,"
"Haaahhh...haaahhh...
haaahh...
benar, aku memang hidup sebatang kara dan berkelana kian kemari, aku memang kekurangan pendidikan keluarga.
jadi perkataan locianpwe itu tepat sekali."
Oh Put Kui tertawa tergelak.
-oOdwOo0dw0oOdwOo- Ucapan tersebut diutarakan dengan nada cukup tajam, untuk sesaat lamanya sastrawan berambut putih itu malah dibuat tertegun, melongo dan ternganga sampai tak mungkin mengucapkan sepatah katapun.
Pengemis pikun yang menyaksikan kejadian ini segera tertawa terkekeh-kekeh karena kegelian.
Sebaliknya si Nelayan sakti dari lautan timur Cin Poo-tiong berkerut kening, dia tahu begitu pengemis pikun tertawa, kemungkinan besar akan menimbulkan gara-gara di sana.
Benar juga, dengan pandangan dingin sastrawan berambut putih itu melotot sekejap kearah pengemis pikun, kemudian tegumya.
"Apa yang kau tertawakan?"
Sekalipun dalam hati kecilnya pengemis pikun merasa takut, namun dimulut ia tak mau mengalah.
"Aku merasa hidupku gatal sekali, tentu saja suara tertawa ku segera meledak."
"Kau yang bernama Lok Jin-ki ?"
Tiba-tiba mencorong sinar tajam dari balik mata sastrawan berambut putih itu.."Aaahh..
betul, dan kau, bukankah adalah Leng Tor pengemis Pikun?".
Sastrawan berambut putih itu tak lain adalah Ciat-cing kongcu kongcu Saan Leng To dari Bu-lim-jit-seng ! Lantas saja amarahnya berkobar.
"Pengemis busuk, kau berani menyebut nama lohu secara langsung , Hm "
Tiba-tiba nyali si pengemis pikun seperti menjadi bertambah besar, ia malah tertawa tergelak.
"Haaahhh..
haaahh....
haaahhh..
apa salahnya? Kau bisa memanggil namaku, apakah aku tak dapat memanggil namamu? Masa dikolong langit terdapat persoalan yang begitu tak tahu aturan seperti kejadian ini...!"
Kalau dibilang dia pikun, ternyata ucapan pengemis ini sedikitpun tidak nampak pikun Sekali lagi Ciat-cing-kongcu Leng To di buat terbungkam dan tak sanggup menjawab lagi.
Pada saat itulah sikakek pendek yang duduk diurutan paling buncit tertawa nyaring.
"Lo-sam, tak usah ribut lagi dengan si pikun itu."
Katanya cepat.
"memandang pada ketidak beraniannya bersama nelayan sakti dari lautan timur untuk menyebutkan nama sendiri setelah berjumpa dengan kita, lepaskan saja mereka!"
Begitu ucapan tersebut diutarakan kontaa saja paras muka pengemis pikun dan nelayan sakti dari lautan timur berubah menjadi merah padam seperti kepiting rebus.
Oh Put Kui-yang menyaksikan kejadian itu menjadi tertawa geli, pikirnya.
"Ternyata mereka sudah saling mengenal satu sama lainnya!"
Berpikir sampai disini, pemuda itu lantas berkata.
"Lok tua, kau kenal dengan locianpwe..."
Dengan perasaan agak rikuh, pengemis pikun segera mengangguk, sahutnya sambil tersenyum.
"Yaaa...
yaaa...
cuma...
cuma tak berani mengenali saja!" Perkataan apa itu? Dengan ucapannya itu, bukankah sama dengan mengertikan dia tak kenal dengan mereka? "Bagaimana kalau kuperkenalkan untukmu?"
Kata Oh Put Kui kemudian sambil tertawa. Dengan gelisah pengemis pikun segera menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Soal ini... soaI ini..!"
Sampai setengah harian lamanya, dia mengucapkan kata "soal ini..."
Saja, tiada kau selanjutnya yang terdengar.
Sambil menggeIengkan kepalanya, Oh Put Kui segera tertawa tergelak.
"Lok tua, rupanya kau semakin pikunnya sampai lupa dengan nama mereka semua?"
"Yaa, betul! Betul.
Tiba-tiba saja aku si-pengemis telah menjadi pikun kembali."
Ternyata dia telah manfaatkan kesempatan itu melepaskan diri dari belenggu. Terpaksa Oh Put Kui tertawa lagi.
"Kalau memang tidak ingat, yaa-sudahlah..."
Dia lantas berpaling kearah ketujuh orang kakek itu dan berkata.
"Locianpwe, apakah aku pantas untuk mengetahui nama dari kalian bertujuh?"
Perkataan itu diucapkan dengan nada berat dan serius.
Ke tujuh orang kakek itu segera saling berpandangan sekejap, ternyata mereka mengangguk.
Dengan suara lantang, kakek yang tinggi pesat itu berkata.
"Memandang pada kedudukanmu sebagai muridnya Thian- liong siancu, baiklah, untuk kali ini saja lohu sekalian akan melanggar kebiasaan..." Setelah berhenti sebentar dan tersenyum dia melanjutkan.
"Dalam dunia persilatan lohu sekalian bertujuh disebut oleh manusia dari golongan putih sebagai Jit-seng (tujuh malaikat), tapi oleh kaum hitam dan sesat, kami di sebut pula sebagai Jit-sat (tujuh iblis), nah bocah, pernakah kau dengar nama itu?"
Diam-diam Oh Put Kui merasa amat terperanjat setelah mendengar perkataan itu, katanya kemudian.
"Sudah lama aku mendengar tentang nama besar Bu-lim- jit-seng, sungguh tak disangka kita dapat bersua muka disini!"
Kakek tinggi besar itu tertawa tergelak.
Inilah yang dinamakan.
Ditempat mana saja manusia dapat bertemu.
Nah bocah, lohu akan menyebutkan nama kami bertujuh menurut urutannya.
Pertama adalah It-oi-kit-sn (pertapa bodoh Ku Put-beng), Kedua, Lee-hun mo-kiam (pedang iblis pelepas sukma) Oh Ceng-thian.
Ketiga.
Ciat-cing Kongcu (kongcu tidak berperasaan) Leng- to, keempat, Jian-gi sian su.
Ke lima.
Toan-kiam-buang-seng (manusia telah latah berpedang kutung) Liong-siau-thian.
Ke enam, Mi sim-kui-to "tosu setan pembingung sukma", Ke tujuh, Tiang pek-cui-siu "kakek pemabuk dari bukit Tiang-pek"
Tujikhong. Nah, bocah, ingatkah kau dengan kami semua?"
"Boanpwe telah mengingatnya semua!"
Buru-buru Oh Put Kui tertawa dan menjura.
Setelah berhenti sebentar, kembali dia berkata.
Selatta berada dalam dunia persilatan cianpwe bertujuh selalu menegakan kebenaran dan bernama besar, meski hawa membunuhnya kelewat tebal namun toh cukup menggidikkan hati kaum iblis, tapi entah apa sebabnya sehingga mengasingkan diri ketempat terpencil ini dan membiarkan kaum durjana dan kaum penjahat meraja lelah dalam dunia persilatan? sekalipun aku tak becus namun persoalan ini sungguh membuat hatiku tidak habis mengerti!"
Siapapun tidak menyangka kalau pemuda itu akan berbicara dengan nada teguran.
Untuk sesaat, ke tujuh orang kakek itu menjadi tertegun.
Tapi akhirnya si kakek pendek, Tiang pek cui Tu Ji-khong menjawab.
"Bocah, maksudmu didalam dunia persilatan telah terjadi kekalutan dan mara bahaya, pembunuh berdarah sudah mulai berlangsung dalam dunia persilatan."
Oh Put kui mengangguk.
"Tidak sampai setahun, dunia- pasti akan kacang balau tak karuan."
Tiba-tiba Ciat-cing kongcu Leng To tertawa dingin, tegurnya.
"Hei bocah, kalau berbicara jangan mencla-mencle begitu, sungguh membuat jemu orang yang mendengar! sebenarnya apa yang telah terjadi didalam dunia persilataa? Mengapa tidak kau terangkan lebih jelas?" .
Oh Put-kui segera tersenyum.
"Aku takut cianpwe bertujuh tidak sabar mendengar cerita semacam itu, maka aku sungkan untuk mengatakannya, tapi kalau toh kakek Leng ingin mengetahuinya, sudah barang tentu dengan senang hati akan kukisah kan keadaan dunia persilatan yang sebenarnya...."
Kembali dia tertawa, kemudian secara ringkas mengisahkan empat buah peristiwa berdarah yang telah terjadi didalam dunia persilatan baru-baru ini.
Benar juga, setelah mendengar cerita tersebut paras muka ketujuh orang kakek itu berubah hebat.
Dengan kemarahan yang meluap, si kakek kutung Liong Siau-thian membentak keras.
"Apakah sudah diselidiki siapa pembunuhnya?"
Oh Put-kui menggeleng.
"Andaikata pembunuhnya sudah diketahui akupun tak akan datang kemari...."
Mendadak Tiang pek-cin-siu tertawa tergelak.
"Haaaahhh... haaaahhhh.... haaaahh..... bocah, apakah kau mencurigai lohu bertujuh?"
Agak memerah paras muka Oh Put Kui setelah mendengar perkataan itu, sahutnya sambil tertawa.
"Sebelum aku berjumpa dengan cianpwee bertujuh, memang telah terlintas perasaan curigaku terhadap penghuni pulau kecil ini..."
"Dan sekarang?"
"Sekararig rasa curigaku sudah hilang, aku tahu pembunuhnya adalah orang lain."
It-ci Kit-su Ku Pu-beng yang menjadi pemimpin diantara ketujuh orang kakek itu turut tertawa tergelak, katanya.
"Bocah, apakah kau bermaksud untuk memikul tanggung jawab tersebut..."
Oh Put Kui tertawa hambar.
"Demi menegakkan keadilan dan kebenaran didalam dunia persilatan, aku bersedia untuk menyumbangkan segenap kemampuanku."
It ci Kit su segera manggut-manggut sambil memuji didalam hati kecilnya. Sedang Jian-gi siansu pun berseru cepat. @oodwoo@
Jilid 6
"OMINTOHUD, kebajikan siau-sicu sungguh mengagumkan seandainya lolap sekalian tidak terikat oleh sumpah dan tak bisa meninggalkan pulau ini, sudah pasti kami sekalian tak akan duduk sambil berpangku tangan belaka..."
Tergerak hati Oh Put Kui setelah mendengar perkataan itu, ujarnya kemudian.
"Toa-suhu, sumpah apakah yang telah mengikat kalian sehingga tak dapat meninggalkan pulau ini ?"
Jian-gi siansu memandang sekejap kearah kakek pada urutan kedua itu, kemudian sahutnya.
"Persoalan ini timbul dari Mo kiam sicu, maka bila kau ingin tahu, silahkan bertanya sendiri kepada yang bersangkutan."
Oh Put Kui segera menjura kearah Lei-hun mo-kiam Oh Ceng-thian, kemudian ujarnya.
"Locianpwe, bolehkah boanpwe minta keterangan tentang sebab musabab sehingga terjadinya peristiwa ini ?"
Selintas rasa sedih segera menghiasi wajah Lei-hun-mo- kiam yang ramah, katanya.
"Kecuali kau dapat menemukan putra tunggal lohu yang lenyap tak berbekas itu, kalau tidak lohu bertujuh terpaksa akan berada terus di pulau Jit-hu-to ini sampai mati!"
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Oh Put Kui sangat terperanjat.
"Aaah kalau begitu sumpah kalian menyatakan bahwa kalian bertujuh baru dapat meninggalkan pulau ini bila putra cianpwe datang kemari dan menyambut kalian bertujuh ?"
"Benar, begitulah!"
Lei hun-mo-kiam Oh Ceng-thian manggut-manggut.
Agaknya Oh Put Kui masih belum-belum mengerti kembali dia bertanya.
"Aku tahu bahwa ilmu silat yang dimiliki locianpwe bertujuh telah mencapai tingkat kesempurnaan, siapakah orang dalam dunia persilatan yang dapat memaksa kalian bertujuh untuk membuat sumpah tersebut...?"
Lei-hun-mo-kiam Oh Ceng-thian segera menghela napas panjang.
"Aaaai delapan belas tahun berselang.
Ilmu silat yang kami miliki belum mencapai taraf seperti hari ini, apalagi orang yang memaksa kami untuk melakukan sumpah tersebut juga tidak bermaksud jahat."
"Tidak bermaksud jahat? Mengurung orang dalam pulau terpencil, apakah siksaan ini lebih berat daripada dibunuh?"
Mendadak pengemis pikun berteriak keras? "Hei, kalian tujuh makhluk benar-benar anehnya bukan kepalang, sampai bikin orang tidak habis mengerti..."
Belum habis dia berkata, Ciat-cing kongcu Leng-to telah membentak dengan suara dingin.
"Pengemis Lok di sini tiada tempat bagimu untuk berbicara,.,."
"Ooh, tidak berani,"
Pengemis pikun segera menjulurkan lidahnya dan tertawa.
"aku sipengemis cuma merasa tidak puas untuk ketidak adilan yang telah menimpa kalian, mengapa sih kau berlagak begitu galak."
Oh PutKui kuatir pengemis pikun banyak berbicara sehingga menimbulkan keonaran yang tak diinginkan buru- buru katanya sambil tertawa.
"Kakek Oh, bolehkah boanpwe turut mengetahui tentang jalannya peristiwa tersebut?"
Lei-hun-mo kiam Oh Ceng-thian manggut-manggut, sahutnya dengan suara lirih. "Kalau dibicarakan dari sumbernya, maka peristiwa ini sesungguhnya terjadi karena lohu bertujuh sudah membunuh orang kelewat banyak..."
Mendengar sampai disitu, Oh Put Kui segera berpikir.
"Orang ini tersohor sebagai sipedang iblis, memang sepantasnya menjadi seorang gembong iblis yang membunuh orang tanpa berkedip, tapi anehnya, Mengapa dia berbicara dengan suara yang begitu ramah dan lemah lembut...?"
Sementara dia masih termenung, si Latah berpedang kutung Liong Siau thian telah berseru sambil tertawa dingin.
"Oh Jiko, walaupun kami banyak melakukan pembunuhan, namun belum pernah membunuh orang baik!"
Jelaslah sudah, Bu-lim-jit-seng (tujuh malaikat dari dunia persilatan) memang merupakan jago-jago silat yang kelewat banyak membunuh orang."
"Liong-ngo,"
Kata Oh Ceng-thian sambil menghela napas panjang.
"bagaimana pun juga. Thian menghendaki umatnya untuk melakukan kebajikan, bagaimanapun juga, kita toh tak bisa hanya mengandalkan membunuh orang untuk menolong dunia persilatan bukan..."
Setelah berhenti sebentar, katanya lagi ke pada Oh Put Kui.
"Nak, justru karena kami terlalu banyak membunuh orang, maka akibatnya kejadian ini menimbulkan rasa tak senang dari beberapa orang tokoh persilatan yang sudah lama mengasingkan diri, dan mereka pun munculkan diri untuk mengatasi kejadian tersebut..."
"Entah siapa saja tokoh-tokoh silat yang munculkan diri waktu itu?"
Tanya Oh Put Kui sambil tertawa.
Diluaran dia berkata begitu, sementara daIam hati kecilnya berpikir lain.
"Moga-moga saja guruku jangan sampai tersangkut didalam peristiwa ini, kalau tidak, sekalipun aku berniat membantu mereka, mungkin hal inipun tak bisa kulaksanakan."
Sementara itu Lei-hun-mo-kiam Oh Ceng-thian telah berkata sambil tertawa hambar.
"Nak, kau pernah mendengar nama Thian-tok-siang sat "sepasang manusia sakti dari ujung langit"?"
"Boanpwe pernah mendengar nama itu, apakah kau maksudkan Cing-siu-huan-im-siu "kakek tanpa bayangan", Sawan To dan Pek-ih-bu-yu-khek "tama tanpa murung", It-bun Hua?"
"Benar, memang kedua orang tua itu yang dimaksudkan."
Setelah berhenti sebentar, sambil tertawa dia berkata lagi.
"Apakah kau juga tahu tentang Hong-gwa-sam-sian "tiga dewa dari luar langit"?"
"Apakah Hong-gwa-sam sian juga telah terjun kembali kedalam dunia persilatan?"
Oh Put Kui terkejut.
"Han-saa-ya-ceng (pendeta liar dari bukti Han-san), Poan- kay hwesio, Soat nia tou-to (tosu bungkuk dari tebing soat- nia), Thian- hian cinjin serta Giok-hong-sinni ( rahib suci dari puncak giok hong ) It-im taysu bertiga menerima undangan dari Thian-tok-ij siang-ciat untuk membantu pihaknya, maka pada suatu malam pada delapan belas tahun berselang, mereka telah mengundang lohus bertujuh untuk mengadakan pertemuan di puncak Thian-tay-hong...."
"Locianpwe, pertarungan yang berlangsung waktu itu sudah pasti amat seru,"
Kata 0h Put Kni sambil tertawa.
"bayangkan saja Bu-lim-jit-seng sebagai bintang pembunuh dari dunia persilatan berjumpa dengan Thian tok siang ciat dan Hong gwa-sam-sian, sudah pasti pertarungan yang berlangsung meriah sekali..."
Oh Ceng-thian menghela napas panjang.
"Aaaai.,...
nak, pertarungan yang berlangsuug waktu itu memang merupakan suatu pertarungan yang amat seru, sayang nama baik Bu lim-jit-seng yang telah dipupuk selama banyak tanua akhirnya- harus porak poranda tak karuan lagi bentuknya."
Mendadak Tiang-pek-cui-siu Tu Ji-khong tertawa nyaring.
"Walaupun lohu dikalahkan oleh si hidung kerbau berpunggung bungkuk dengan ilmuKan lei-hian-kang nya, tapi seluruh jubah pendeta si Hidung kerbaupun turut berlubang oleh semburan arakku."
Serunya. Suaranya nyaring, wajahnya gagah, sungguh lah menunjukkan penampilan semangat yang luar biasa.
"Hei setan arak, kita tak lebih cuma prajurit yang kalah perangi apa gunanya mesti berbicara besar?"
Tegur Mi-sim kui-to tiba tiba sambil tertawa.
Tiang-pek-cui-siu melotot sekejap kearah Mi-sim-kui-to, kemudian sambil tertawa ia memejamkan kembali matanya.
Lei-hun-mo kiam Oh Ceng-thian segera tertawa getir, katanya lebih jauh.
"Nah, setelah lohu bertujuh menderita kekalahan total dalam pertempuran tersebut, terpaksa kami harus menepati janji dengan hidup mengasingkan diri di pulau terpencil ini, hingga sekarang kami sudah delapan belas tahun berdiam disini !"
"Locianpwe.
selama delapan belas tahun, siapakah yang mengirimkan makanan untuk kalian?"
Tanya Oh Put Kui dengan kening berkerut. Oh Ceng-thian kembali tertawa.
"Soal itu mah soal tugas dari Thian-tok-siang ciat serta Hong-gwa sam-sian ! Setiap tahun mereka secara bergilir mendapat tugas untuk mengurusi rangsum buat kami, selama mendapat tugas mereka tinggal dalam kuil Kok-cing-si di kota Thian tay dengan setiap bulan mengirim rangsum kemari, setengahnya mereka datang untuk mengawasi gerak-gerik lohu sekalian."
"Sungguh amat sempurna jalan pemikiran kelima orang tua itu,"
Oh Put Kui tertawa.
"entah siapakah yang mendapat tugas giliran untuk tahun ini ? Salah seorang diantara Thian tok-siang ciat ataukah salah seorang diantara Hong-gwa-sam- sian?"
"Yang mendapat giliran pada tahun iniadalah Han-san-ya- seng, si pendeta liar Poan kay hwesio!"
Oh Put Kui manggut-manggut katanya sambil tertawa.
"Kakek 0h. bagaimana kalau boanpwe berkunjung ke kuil Kok-cing-si, siapa tahu bisa membantu cianpwe bertujuh untuk meloloskan diri dari pulau ini?"
Belum sempat Oh Ceng-thian menjawab, Leng To telah menukas sambil berteriak.
"Tidak usah, bocah muda, kau tak usah membuat kami jit- seng mendapat malu, kami tak nanti akan memohon kepada mereka..."
Mendengar perkataan itu, Oh Put Kui cuma tertawa hambar, pikirnya.
"Kau memang pantas disebut sebagai Ciat cing kongcu, hebat benar..."
Tapi diluarnya dia berkata.
"Leng tua, aku bukan memohon kepada mereka, melainkan ingin membantu kalian untuk mencari keterangan, siapa tahu kalau dia tahu putra Oh locianpwe telah mengembara sampai disana."
Leng To memandang sekejap kearah Oh Put kui, kemudian tanpa mengucapkan sepatah kata pun,dia segera memejamkan mata untuk beristirahat.
Dengan membungkamnya kakek itu, berarti dia telah menyatakan persetujuannya, Oh Put Kui kembali tertawa, namun bukan kepada Leng To, melainkan terhadap Oh Ceng- thian.
"Locianpwe, dapatkah kau orang tua memberi keterangan lagi kepada boanpwe sekitar persoalan putramu itu?"
"Anak baik, kebaikanmu itu sungguh membuat lohu merasa amat terharu....."
Kata Oh Ceng-thian sambil tertawa sedih.
"Sudah sewajarnya bila yang mnda membantu yang tua......"
Padahal dihari-hari biasa, sikapnya tak bakal seramah dan sehangat ini.
Bahkan dia sendiripun secara diam-diam merasa heran, mengapa sikapnya terhadap Lei-hun-mo kiam Oh Ceng thian bisa begitu menghormat begitu ramah dan hangat.
Mungkinkah hal ini disebabkan mereka berasal dari satu marga yang sama..."
Terlintas sinar terang diatas wajah Oh Ceng-thian, katanya.
"Anak baik, bila anakku bisa seperti kau, lohu akan merasa puas sekali...sayang, ketika bocah itu baru dilahirkan tiga bulan, ia sudah tertimpa musibah...."
Cahaya terang yang membasahi wajahnya dengan cepat hilang lenyap tak berbekas.
Bayangan hitam yang penuh diliputi kesedihan dengan cepat menyelimuti wajah kakek itu.
Oh Put Kui turut merasakan kesedihan katanya dengan suara dalam.
"Kau...
jangan kuatir, sudah pasti putramu akan jauh lebih hebat daripada boanpwe...
orang bilasg kalau bapaknya harimau, anak nya tentu harimau pula, harap kau orang tua jangan kelewat bersedih hati..."
Oh Ceng thiau tertawa hambar dan segera manggut- manggut.
"Semoga saja demikian....nak, dalam perjalananmu kembali ke daratan Tionggoan kali ini, tak ada salahnya kalau kau selidiki tiga tempat, mungkin ditempat itu kau akan memperoleh keterangan yang bisa membantumu untuk menemukan putraku!"
"Silahkan kau katakan!"
"Tempat pertama yang harus kau kunjungi adalah perkampungan Tang-mo-sanceng.."
"Perkampungan Tang mo.san-ceng?"
Oh Put Kui agak tertegun lalu berseru tertahan.
"Benar, kau boIeh mencari keterangan dari istri Hoa cengcu yang bernama Yau-ti sian-li (dewi cantik dari nirwana) Lan Tin- go, mungkin dia dapat memberikan sedikit keterangan kepadamu...
sebab dia adalah iparku!"
"Boanpwe pasti kesana!"
"Tempat kedua yang biasa kau kunjungi adalah perkampunganku Ang yap.san.ceng di bukit Gan-tang-san, kau boleh mencari Pamannya Ang-yap cengcu Lo seng-sin- kiam "pedang sakti bintang berguguran"
Liu Ceng-wan yang bernama Liu Sam Kong, mungkin dia bisa juga memberikan keterangan yang diperIukan."
Oh Put Kwi tertawa.
"Tempat ketiga adalah puncak Lian hoa-hong di bukit Kiu hoa san!"
Ujar Oh ceng-thian lebih lanjut.
"bila dua tempat yang pertama kau tidak berhasil memperoleh keterangan apa- apa, maka kalau boleh ke sana untuk menemui Pat-lo-huang Siu "kakek latah yang awet muda"
Ban Sik thong. Pertolongan darinya, orang tua itu mempunyai kemampuan yang Iuar biasa dapat memberikan segala keterangan yang diperlukan kepadamu..."
Oh Put Kui amat terkesiap sesudah mendengar perkataan itu.
Kalau ucapan semacam inipun bisa diutarakan oleh Bu iim jit-seng, dapat diketahui kalau manusia yang bernama Put-lo- huang-siu Ban Sik thong ini sudah pasti adalah seorang manusia yang luar biasa.
Sekalipun dalam hati kecilnya merasa terkejut, namun senyuman masih tetap menghiasi ujung bibirnya.
Oh Ceng-thian termenung dan berpikir sebentar, kemudian katanya kembali.
"Ban Sik-thong berwatak sangat aneh, nak, bila kau pergi mencarinya nanti harap bertindaklah dengan hati-hati, kalau, tidak lohu bisa menyesal sepanjang masa..."
Mendadak Oh Put-kui dapat menangkap maksud dari ucapan si Mo-kiam tersebut.
Tampaknya manusia yang bernama Ban Sik-thong itu sukar untuk dilayani, bahkan bila dia kesana sendiri, bilamana tidak dihadapi secara berhati-hati, kemungkinan besar akan menjumpai suatu mara bahaya....
Diam-diam ia tertawa geli sendiri, karena ia mempunyai suatu rasa keyakinan, suatu rasa percaya pada diri sendiri yang amat besar, entah kesulitan macam apapun, baginya tak ada yang sulit, karena tiada kata sukar dalam kamus hidupnya.
Maka dari itu katanya sambil tertawa.
"Kau tak usah kuatir, boanpwe tak bakal akan mengalami sesuatu kejadian yang tidak menguntungkan diriku."
Dengan wajah murung, Oh Ceng-thian tertawa.
"Nak."
Katanya.
"Manusia dalam dunia persilatan amat licik dan berakal busuk, kau harus berhati-hati menghadapi mereka..."
Oh Put-kui tertawa dengan perasaan terharu, katanya.
"Locianpwe tak usah kuatir, boanpwe sudah banyak tahun berkelana dalam dunia persilatan, pelbagai peristiwa sudah pernah kualami dalam dunia ini, Oleh karena itu boanpwe cukup mengetahui akan kekuatanku sendiri." Mendengar sampai disitu, tertawalah kakek itu, karena asal usul dari bocah ini terasa begitu dekat dan akrab dengan dirinya.
Tiba-tiba It-ci Kitau Ku Put-beng tertawa panjang pula, serunya tertahan.
"Nak, kau merupakan tamu istimewa yang pernah berkunjung ke pulau Ji -hu-to ini selama delapan belas tahun terakhir, untuk kali ini lohu mengijinkan dirimu untuk berpesiar keseluruh pulau ini, bahkan lohu pun ingin menghadiahkan sedikit hadiah untukmu."
Baru saja Ku Put-beng menyelesaikan perkataannya, Oh Ceng-thian telah berkata pula sambil tertawa.
"Nak, lohu juga mempunyai sedikit kepandaian yang hehdak kuhadiahkan kepadamu cuma terpaksa kau mesti tinggal selama beberapa hari disini, entah kau bersedia atau tidak ??"
Tiba-tiba saja Oh Put Kui merasakan hatinya bergolak keras, penuh diliputi oleh luapan rasa haru.
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dia merasa sikap ketujuh orang kakek ini kepadanya benar-benar kelewat baik.
Bagaimana mungkin dia dapat menampik permintaan mereka ? Oleh karena itu diapun tinggal disana, bahkan sekali berdiam pemuda itu telah berdiam selama lima belas hari lamanya disana.
Selama lima belas hari ini, dia semakin memahami jalan pikiran maupun perasaan dari ketujuh orang kakek itu.
Bahkan si pengemis pikun dan si nelayan sakti dari lautan timur pun berhasil meraih keuntungan pula selama itu.
Dari Jian-gi siansu dan Tiang-pek-cui siu, kedua orang itu berhasil mempelajari banyak macam kepandaian Bagaimana dengan Oh Put Kui ? Diapun berhasil mendapatkan tujuh macam kepandaian silat.
Itulah kepandaian maha sakti dari Bu-lim jit-seng "tujuh malaikat dari dunia persilatan", bahkan setiap orang tanpa ragu-ragu telah mewariskan segenap kepandaian sakti yang mereka miliki kepada pemuda yang berkunjung ke pulau neraka tanpa diundang itu...
Bayangkan saja, bagaimana mungkin pemuda itu tidak terharu menerima kebaikan yang begini besarnya.
Oleh karena itu dia hendak menolong mereka bertujuh untuk melepaskan diri dari kurungan pulau terpencil itu.
Disamping itu diapun ingin menemukan putra kakek Oh secepatnya agar ayah dan anak bisa berjumpa kembali.
Tentu saja, dia tak bakal tahu kalau segala sesuatunya justru tergantung pada dirinya sendiri.
Bagaimana dengan Oh Ceng-thian? tentu saja dia juga tidak tahu.
Ia tak tahu kalau Oh Put-kui sesungguhnya adalah putra tunggalnya yang telah hilang selama dua puluh tahun ini.
Ya, peristiwa ini benar-benar merupakan suatu peristiwa yang mengenaskan, bayangkan saja ayah dan anak telah berjumpa muka, namun ternyata mereka tidak saling mengenal antara yang satu dan lainnya...
-oOdwOo0dw0oOdwOo- Setelak menyelusuri tebing Huang-ji gay, setelah duduk sampai senja di gardu Huang-ji-teng, perasaan Oh Put Kui bertambah berat, bagaikan diberi beban yang beribu ribu ton beratnya.
Dia amat simpatik kepada ke tujuh orang kakek itu.
Tapi dia pun merasa sedih bagi asal-usul sendiri yang masih merupakan suatu tanda tanya besar.
Yaa, siapakah yang menjadi orang tuaku? Apakah aku mempunyai kakak dan adik? Ia tahu, pertanyaan tersebut masih merupakan suatu tanda tanya besar baginya.
Maka diam-diam diapun mengampil suatu keputusan didalam hatinya, setelah kembali ke daratan Tionggoan nanti, pekerjaan pertama yang akan dilakukan olehnya adalah pergi ke kuil Kok-cing-si untuk mencari Han san-ya-ceng Poan-kay hwesio, salah seorang Hong-gwa-sam-sian untuk membicarakan persoalan tentang ke tujuh malaikat tersebut.
Persoalan kedua adalah pergi ke tebing Cing-peng gay untuk mencari gurunya dan mencari tahu tentang asal-usul sendiri.
Persoalan ke tiga adalah menemukan putra kesayangan dari Mo kiam lojin tersebut.
Kemudian ia menyelidiki siapakah pembunuh dari ke empat peristiwa berdarah tersebut...
-oOdwOo0dw0oOdwOo- Selamat berpisah, ke tujuh orang kakek patut di kasihani.
Berada diatas perahu dalam perjalanan pulang, Oh Put Kui tidak mengucapkan sepatah katapun, sedangkan pengemis pikun dan nelayan sakti dari lautan timur justru bergurau tiada hentinya.
Kali ini dia dapat mengibul sambil menambah kecap disana sini, Yaa, bagaimanapun juga ia sudah pernah berkunjung ke Pulau Neraka, pulau yang lebih dikenal sebagai pulau yang bisa pergi tak bisa kembali.
Bagaimana juga, hal ini sudah cukup untuk meningkatkan kedudukan serta derajatnya dimata umat persilatan lainnya.
Bagaimana tidak? ia dapat membuktikan kepada orang lain kalau ia berani berkunjung ke Pulau neraka yang dianggap sebagai momok oleh orang lain.
Beranikah mereka ke sana? Tentu saja! Paling tidak, orang yang berani menganggap nyawa sendiri sebagai barang permainan tak banyak jumlahnya.
Ketika perahu sudah merapat kembali di dermaga, si Nelayan sakti dari lautan timur Ciu Poo-tiong segera mengembalikan ke dua lembar uang ribuan emas itu.
Tentu saja Oh Put Kui tak akan menerimanya kembali, sedang si pengemis pikun Lok Jin-ki pun tak mau menerimanya, ia malah berkata begini.
"Pulau neraka yang disebut orang sebagai pulau yang bisa pergi tak bisa kembali pun sudah ku kunjungi, siapa yang kesudian dengan beberapa tahil perak itu? Cin-loji, lebih baik gunakanlah uang itu untuk membeli sebuah perahu yang lebih besar, siapa tahu perahu itu akan kita pakai untuk menjemput Bu-lim jit-seng untuk pulang ke daratan Tionggoan dikemudian hari...?"
Oh Put Kui segera tertawa tergelak setelah mendengar perkataan itu, pikirnya.
"Benar-benar suatu idee yang bagus, tak kusangka kalau pengemis ini begitu pintar."
Cin Poo-tiong pun terpaksa harus menyimpan kembali uang emas tersebut setelah mendengar ucapan itu, katanya.
"Baiklah, lohu akan melaksanakan seperti apa yang kalian berdua katakan."
Sesudah berpamitan dengan nelayan sakti dari lautan timur Cin Poo-tiong, Oh Put Kui dengan membawa si pengemis pikun Lok Jin-ki berangkat menuju ke kuil Kok-cing-si di bukit Thian-tay.
Kuil Kok-cing si merupakan sebuah kuil kuno yang didirikan di jaman dulu kala, tempat itu merupakan salah satu tempat pesiar yang amat termashur pada jaman itu.
Oh-Put Kni sedang berdiri ditengah jembatan batu dimuka kuil tersebut sambil memandang air yang sedang mengalir dengan termangu.
Sebaliknya pengemis pikun tak sabar menunggu disampingnya, dia tidak habis mengerti apa bagusnya dengan air yang sedang mengalir tersebut, sebab kecuali beberapa ekor ikan yang berenang kian kemari, sama sekali tidak dijumpai sesuatu yang menarik hati..
Maka tak sabar lagi dia segera berteriak keras.
"Bocah muda, mengapa kau terus termangu disana? Memangnya air itu bisa diminum?"
Oh Put Kui segera berpaling dan memandang kearahnya, tak tahan dia segera tertawa geli, pikirnya.
"Sialan betul dengan orang ini..."
Namun ia tak sampai memakinya, katanya ujarnya sambil tertawa lebar.
"Lok tua, aku sedang berpikir dengan menggunakan cara apakah Han-san ya-ceng dan Hong-gwa-sam-sian itu baru bisa dipaksa untuk berbicara terus terang."
Pengemis pikun segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaahh...haaahh...
haaahhh apa lagi yang mesti dipikirkan? Dengan mengandalkan kemampuan yang kau miliki, sudah pasti Han-san-ya-ceng-Poan-kay hweesio dapat kau paksa untuk berbicara terus terang.
Mendengar perkataan itu, Oh Put Kui segera tertawa terbahak-bahak, ia merasa pengemis itu kelewat memandang tinggi tentang kemampuannya.
Maka sambil tertawa ia menggelengkan kepalanya berulang kali, tanpa mengucapkan sepatah katapun dia segera berlalu dari sana.
Pengemis pikun nampak agak tertegun melihat dirinya ditertawakan orang, segera kejarnya.
"Hai, apa lagi yang kau tertawakan? Memangnya kau si bocah selalu hebat...!"
Sambil mengomel panjang pendek, dia segera menyusul di belakang dengan langkah cepat.
Baru saja melangkah masuk dari pintu gerbang kuil Kok- cing-si, mereka telah disambut oleh seorang pendeta berusia pertengahan.
"Sicu, apakah kau naik gunung untuk bersembahyang?"
Sapanya dengan sopan.
Ternyata sikap si pendeta tersebut amat halus dan menghormat sekali.
Sebaliknya sikap dari Oh Put Kui justru tidak seramah dihari biasa, sambil mengulapkan tangan sahutnya.
"Aku bukan datang untuk bersembahyang, aku datang kemari untuk menjumpai seorang pendeta."
"Ooh, jadi sicu datang kemari untuk mencari orang?"
Pendeta setengah umur itu tertegun "entah toa-suhu yang manakah yang hendak kau jumpai..."
"Poan-kay taysu!"
Paras muka lelaki setengah umur itu segera berubah hebat.
"Sicu, kau dari marga mana?"
Tegurnya kemudian.
"Oh Put Kui, dari tebing Cing-peng gay di bukit Gan-tang- san!"
"Apakah Oh sicu sudah lama kenal dengan Poan-kay taysu?"
Kembali pendeta setengah umur itu bertanya dengan kening berkerut.
"Apa sangkut pautnya persoalan ini denganmu?"
Pendeta setengah umur itu termenung dan berpikir sebentar, kemudian sahutnya.
"Poan-kay taysu adalah seorang pendeta suci dari golongan Buddha dewasa ini.
dia hanya menumpang dalam kuil kami, hongtiang kuil kami telah menurunkan perintah, siapapun dilarang mengganggu ketenangan taysu."
Oh Put Kui segera tertawa dingin.
"Heeehhh......heeehbh heeehhh sekalipun kalian tidak diperkenankan untuk mengganggu ketenangannya tapi aku dapat, Cukup kau katakan kepadaku, Poan-kay taysu berdiam dimana, aku dapat pergi sendiri ke sana untuk mencarinya!"
Pendeta setengah umur itu tertegun sejenak, kemudian serunya.
"Hal ini mana boleh jadi? Bila hongtiang sampai tahu, siauceng bisa menderita akibat nya !"
"Segala sesuatunya biar aku yang menanggung."
Tapi pendeta setengah umur itu masih juga menggelengkan kepalanya berulangkali.
"Tidak bisa, siauceng tidak berani."
Senyuman yang semula menghiasi wajah Oh Put Kui seketika itu juga lenyap tak berbekas.
Kemudian dengan wajah sedingin es, dia maju setengah langkah kedepan.
Ketika tangan kanannya diayunkan kedepan, tahu-tahu pergelangan tangan kiri hwesio setengah umur itu sudah kena dicengkeram oleh Oh Put Kui.
"Hayo bawa kesana !"
Hardiknya Sementara pembicaraan berlangsung, kelima jari tangan kanannya yang melakukan cengkeraman itu segera mengcengkeram dengan lebih keras lagi.
Tentu saja pendeta setengah umur itu tak sanggup untuk menahan diri, sekalipun ilmu silat yang dimilikinya terhitung cukup tangguh, tapi setelah berjumpa dengan Oh Put-kui, ibarat batu beradu dengan batu, sudah barang tentu dia ketinggalan jauh sekali.
Dengan perasaan apa boleh buat terpaksa dia harus maju kedepan menuruti permintaan lawan.
"Hei hwesio, sebelum kau mencapai tujuan, aku hendak memperingatkan kepadamu lebih dulu,"
Kata Oh Put Kui sambil tersenyum.
"seandainya kau sampai salah membawa diriku ketempat tujuan, maka jangan salahkan pula kalau kau menderita siksaan hebat..."
Sebenarnya pendeta setengah umur itu ada maksud untuk mengajak Oh Put Kui menuju kedepan kamar hongtiangnya.
Tapi Oh Put Kui yang cerdas telah menduga sampai kesitu lebih duIu, begitu rahasianya ketahuan, tentu saja dia tak berani berpikir lebih jauh.
Terpaksa dengan sejujurnya dia mengajak pemuda itu menuju ke ruangan sebelah timur dimana Poan Kay hwesio berdiam disana.
Baru saja ketiga orang itu melangkah masuk melalui pintu berbentuk rembulan di-ruang sebelah timur, mendadak dari balik aneka bunga lebih kurang tiga kaki di hadapan mereka telah muncul seorang hwesio berjenggot putih.
Bagaikan memperoleh suatu pengampunan besar, buru- buru pendeta setengah umur itu berseru.
"Sicu..dia,...dialah Poan Kay...taysu!"
"Benarkah itu?"
Oh Put Kui tertawa.
Dia lantas membalikkan tangannya dan menyerahkan pendeta setengah umur itu kepada sipengemis pikun.
"Perhatikan dia, jangan sampai terlepas, bila hwesio tua itu bukan Poan Kay maka aku menggoyangkan tanganku dari tempat kejauhan, nah Lok tua, saat itulah boleh membetoti otot dibadan hwesio ini..." "Baik."
Sahut si pengemis pikun dengan cepat.
"aku memang paling ahli untuk melaksanakan pekerjaan dibidang seperti ini..."
Tanya jawab yang sedang berlangsung antara kedua orang itu kontan saja membuat pendeta setengah umur itu menjadi ketakutan setengah mati hingga keringat dinginnya jatuh bercucuran.
Dengan langkah lebar Oh Put Kui berjalan menuju kearah kebun dan mendekati hwesio berjenggot putih itu.
Agaknya pada waktu itu sang pendeta tua itu sedang menikmati keindahan bunga, terhadap kedatangan Oh Put Kui boleh dibilang sama sekali tidak menggubris, menoleh pun tidak.
Oh Put Kui tertawa hambar, dengan suara lirih segera ujarnya.
"Toa-Suhu, terimalah salamku ini !"
Sambil berkata dia lantas menjura.
Setelah mendengar teguran, pendeta tua itu baru berpaling dan memandang wajah Oh Put Koi dengan perasaan bimbang, kemudian ia baru bertanya dengan lirih.
"Siau-sicu, ada urusan apa ?"
"Tolong tanya taysu, apakah kau bernama Poan-kay !"
Pendeta tua itu tertawa ramah, sahutnya.
"Kalau ditinjau dari sikap siau-sicu sekarang, serta diketahuinya julukan Ya-san-huang-ceng tersebut, dapat kuduga kalau kedatanganmu dikarenakan sesuatu hal ! Tadi, lolap sedang duduk semedi, karena merasa hatiku tak tenang maka sengaja aku datang kemari untuk berjalan jalan sambil mencari hawa, sungguh tak nyana kalau siau-sicu memang datang kemari untuk mengunjungi-ku."
"Bila mengganggu ketenangan taysu, harap taysu suka memakluminya "
Oh Put Kui tersenyum. Poan-kay hwesio segera merangkap tangannya didepan dada sambil tertawa.
"0mintohud. tidak berani, tidak berani, silahkan siau-sicu mengikuti aku masuk ke dalam ruangan!"
Dia lantas berjalan lebih dulu memasuki sebuah ruangan.
Oh Put Kui segera memberi tanda kebela kang untuk memanggil pengemis pikun agar ikut bersamanya memasuki ruangan.
Setelah tamu mengambil tempat duduk, seorang hwesio kecil muncul sambil menghidangkan air teh.
Poan-kay hwesio mengerutkan dahinya sebentar, kemudian menegur sambil tertawa.
"Entah karena persoalan apakah siau-sicu datang mencari lolap?"
"Barusan saja aku meninggalkan pulau Jit-hu-to!"
Ujar Oh Put Kui sambil tertawa.
Begitu mendengar perkataan Itu, paras muka pendeta agung ini segera berubah hebat.
Kemudian sambil mencorongkan sinar matanya yang tajam ia awasi wajah pemuda itu lekat-lekat, kemudian katanya dengan suara dalam.
"Apakah siau sicu telah mengalami suatu kekagetan atau suatu kerugian yang besar?"
"Tidak !"
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Oh Put Kui segera menggelengkan kepalanya berulang kali.
Wajah Poan-kay hweesio, segera mengendor kembali.
"Omintohud ! tampak ketujuh orang sicu itu sudah banyak mengalami perubahan."
"Taysu, sesungguhnya dosa atau kesalahan apakah yang telah diperbuat oleh ke tujuh orang locianpwe itu sehingga mereka harus disekap didalam pulau yang terpencil di tengah lautan bebas dan merasakan siksaan hidup yang amat berat?"
Begitu ucapan tersebut diutarakan, sekali lagi mencorong sinar tajam dari balik mata Poan-kay hwesio.
"Siau-sicu, tahukah kau bahwa mereka adalah tujuh malaikat keji dari bu-lim?"
Oh Put Kui tertawa hambar. Sebaliknya si pengemis pikun segera berteriak cepat.
"Tapi orang persilatan dari kalangan putih menyebut mereka sebagai bu-lim jit-seng "tujuh malaikat suci dari dunia persilatan..."
Sekali lagi Poan-kay siansu manggut-manggut seraya tertawa.
"Ya, benar, apa yang dikatakan sicu pengemis memang benar, memang ada orang yang menyebut mereka sebagai Bu-lim-jit-seng !"
"Kalau toh mereka adalah tujuh malaikat suci, apa pula urusannya dengan kalian Sam-sian sehingga kalian mengurung orang orang itu diatas pulau terpencil? Apakah kalian tidak merasa kalau tindakan ini merupakan suatu tindakan yang kelewat keji.."
"Teguran dari sicu pengemis memang benar sekali,"
Poan- kay siansu kembali manggut-manggut dengan tertawa hambar "Tapi,tahukah kau bahwa mereka sudah membunuh orang kelewat banyak? seandainya tidak diberi sedikit pelajaran, mungkin dikemudian hari mereka tidak dapat berakhir dengan baik "
Mendadak Oh Put Kui tertawa keras.
"Haaahhh.
...haaahh haaahh kemulian hati taysu sungguh membuat orang merasa kagum."
"Siau sicu kelewat memuji, lohu tak berani menerimanya ...." Sambil tertawa tiba-tiba Oh Put Kui berkata lagi .
"Hudcou pernah bilang begini, jika aku tidak masuk neraka, siapa lagi yang akan masuk neraka, pernahkah taysu mendengar tentang perkataan ini?"
Perkataan ini selain diucapkan kurang sopan, juga bernada memandang remeh dan menyindir. Mendadak Poan-kay siansu mengerutkan dahinya rapat- rapat, kemudian serunya.
"Siau-sicu, apakah kau memandang hina kepada loIap?"
Cepat Oh Put Kui tertawa.
"Waah, rupanya taysu sudah mulai di pengaruhi amarah?"
"Siau-sicu, ucapanmu mengandung arti yang dalam, sebenarnya apa maksudmu datang kemari?"
Kata Poan-kay siansu kemudian dengan sorot mata pedih.
Oh Put Kui kembali tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhh haaahhh......haaahhh taysu adalah seorang pendeta suci yang memikirkan keselamatan umat manusia, apakah tak pernah taysu pikirkan kalau Bu lim-jit-seng yang berada di pulau Jit-hu-to sebenarnya bukan manusia-manusia bengis.
Mengapa kalian menyekap mereka selama delapan belas tahun lamanya tanpa memperkenankan mereka bertujuh meninggalkan pulau tersebut?"
Tergerak hati Poan-kay siansu setelah mendengar ucapan yang terakhir itu, katanya tiba-tiba.
"Siau-sicu apakah kau harus datang kemari untuk minta keringanan hukuman bagi ke tujuh orang sicu tersebut?"
"Penggunaan kata 'minta keringanan hukuman' kurang tepat kalau digunakan dalam persoalan ini!"
"Lantas maksud siau-sicu?"
Poan kay siansu agak tertegun. Dengan menjawab serius Oh Put Kui segera menjawab. "Aku datang kemari untuk mengajak taysu berbicara menurut keadaan yang sewajarnya!"
Untuk sesaat lamanya, Poan-kay siansu menjadi terbelalak dan tak tahu bagaimana mesti menanggapi ucapan tersebut.
"Benar-benar seorang pemuda yang berotak cerdas......"
Demikian pikirnya di dalam hati.
Berpikir sampai disini, pendeta itu segera tertawa ramah, katanya pelan.
"Siau-sicu, bila kau ingin mengucapkan sesuatu, katakanlah secara langsung!"
"Haahhh haaahhh haahhh taysu memang seorang tokoh persilatan yang lihay, sebelumnya kumohon maaf lebih dulu bila ucapanku nanti menyinggung perasaan..."
"Ke tujuh orang kakek dari pulau telah menderita kekalahan total di tangan Thian-tok-siang-ciat dan Hong-gwa-sam-sian dimasa lalu, masih ingatkah taysu, janji apa kah yang telah mereka ucapkan?"
"Ya, masih ingat ! Ceng-siu huan-im-siu ( si kakek bayangan semu ) Samwan sicu pernah menyuruh mereka untuk mengangkat sumpah bahwa disaat putra tunggal Oh Ceng thian kembali ke pulau tersebut, saat itulah merupakan saat bagi mereka untuk meninggalkan pulau tersebut."
"Lantas bagaimana ceritanya sehingga putra Oh tayhiap bisa lenyap tak berbekas?"
Tanya Oh Put ICui lagi sambil tertawa.
"Tiga tahun sebelum pertemuan besar yang kami adakan di bukit Thian-tay tempo dulu, istri Lei hun mo-kiam yang bernama Pek-ih-ang-hud (si kebutan merah berbaju putih) Lan Hong telah melahirkan seorang anak lelaki, tapi tiga bulan setelah dilahirkan, suami istri berdua itu telah disergap oleh musuh tangguh, dalam pertarungan tersebut Pek-ih-ang-hud Lan Hong tewas seketika, sedangkan Lei-bun-mo kiam Oh sicu dengan mengandalkan ilmu pedangnya yang lihay berhasil meloloskan diri dari kepungan dan menyelamatkan diri, namun dalam peristiwa itulah bayi kecil berumur tiga bulan yang berada dalam bohongan Lan Hong telah lenyap tak berbekas."
"Tahukah taysu, bocah itu telah terjatuh ketangan siapa?"
Tiba-tiba Oh Put Kui menyela. Poan-kay siansu segera menggelengkan kepalanya.
"Darimana lolap bisa tahu?"
"Bagaimana dengan Samwan To?"
Tanya Oh Put Kui lebih lanjut sambil tertawa dingin.
"Lolap rasa diapun tidak tahu!"
Mendadak mencorong sinar tajim dari bilik mata Oh Put Kui, katanya lebih jauh.
"Jika kalian orang-orang yang bisa berkelana dengan bebas dalam dalam dunia persiIatan pun tidak tahu bocah piatu itu terjatuh di-tangab siapa, Oh Ceng-thian yang disekap dalam pulau terpencil mana mungkin bisa mengetahuinya pula?"
Pertanyaan ini kontan saja membuat Poan-kay taysu menjadi terbungkam dalam seriu bahasa, dia nampak tertegun karena keheranan.
Tiba-tiba Pengemis pikun menimbrung.
"Hai, anak muda, mungkin saja Samwan To suka berlagak seolah olah tidak tahu, padahal dalam hati kecilnya dia mengetahui dengan jelas."
Ucapan tersebut segera melintaskan satu ingatan dalam benak Oh Put-kui, serunya dengan cepat.
"Lok tua, kau benar benar sudah menjadi pintar sekarang."
Pengemis pikun nampak gembira sekali lagi sambil tertawa.
"Pikunku itu memang sengaja kuperIihatkan selama ini, apa kau anggap aku betul-betul bodoh." Poan-kay taysu memandang sekejap kearah pengemis pikun, lalu sambil merangkap tangannya ia berseru.
"Sicu, kau betul-betul memiliki hati yang suci dan mulia, kau merupakan murid yang paling bagus dari umat Buddha."
"Hei, hwesio gede, aku si pengemis mah tak akan tahan untuk hidup sengsara didalam kuil seperti kau."
Kata Pengemis pikun dengan mata melotot.
"Lebih baik kau tak usah mencari kesulitan bagiku, meski umurku sudah tujuh puluh tahun, tapi aku masih ingin mencari bini yang berumur tujuh delapan belas tahunan, orang bilang asal punya uang, membeli seorang bini bukanlah pekerjaan sukar, kebetulan aku si pengemis baru saja menjadi orang kaya baru, kalau disuruh menjadi pendeta, waaah, bisa sia-sia hidupku didunia ini."
Perkataan yang diucapkan itu kontan saja membuat Oh Put Kui tertawa terpingkal-pingkal karena geli.
Bahkan Poan-kay taysu pun turut tertawa geli, katanya.
"Sicu pengemis, nampaknya kau memang masih suka bersenang-senang, kalau begitu lo lap ucapkan selamat berbahagia untukmu...."
"Tak usah, tak usah, tak usah merepotkan dirimu."
Pengemis pikun itu segera menggoyangkan tangannya berulang kali.
Dia merasa keren benar, bayangkan saja satu diantara Hong-gwa-sam-sian pun mengucapkan selamat kepadanya, apakah hal ini tak pantas untuk dibanggakan? Oh Put Kui segera berhenti tertawa, lalu ujarnya kepada Poan-kay taysu.
"Taysu, aku rasa perjanjian yang kalian buat dibukit Thian- tay tempo hari kurang adil !"
"Ooh, tampaknya sicu benar-benar berhasrat untuk membantu ketujuh orang bintang pembunuh itu?" "Taysu, aku kurang setuju bila kau masih tetap menganggap mereka sebagai pembunuh"
Ucap Oh Put kui dengan sepasang alis matanya berkenyit.
"Siancay, siancay! melepaskan golok pembunuh berpaling adalah tepian, tahu siau sicu hawa pembunuh yang dimiliki ketujuh orang bintang pembunuh tersebut pada dua puluh tahun berselang cukup membuat paras muka setiap orang berubah."
"Tapi mereka toh sudah melepaskan golok sekarang? apa lagi..."
Sengaja dia berhenti sebentar, kemudian setelah tertawa panjang katanya lebih jauh.
"Taysu, pernahkah mereka membunuh orang baik di masa lalu?"
Dengan cepat-Poan-kay taysu menggelengkan kepalanya.
"Sekalipun mereka hanya membunuh orang jahat, tapi hawa pembunuhan yang mereka miliki toh kelewat berat, bila tidak diberi kesempatan untuk memperbaiki hal itu, bisa jadi perbuatan mereka akan melanggar ajaran Thian kepada umatnya."
"Haaahh haaahhh haaahhh kalau begitu, taysu pun telah melakukan kesilafan seperti apa yang mereka lakukan."
"Aaaah, mana mungkin lolap bisa berbuat demikian? selama hidup belum pernah lolap melanggar pantangan membunuh!"
Oh Put Kui segera tertawa.
"Seandainya ke tujuh orang tua itu merasa tersiksa jiwa raganya sehingga akhirnya mati di pulau Jit-hun-to tersebut, apakah taysu bukan termasuk seorang pembunuh ? Benar Pak-jiu bukan mati karena kubunuh, tapi Pak-jiu toh mati lantaran aku.?"
Poafi-kay siansu menjadi tertegun.
"Soal ini..." "Bagaimana?"
Tiba-tiba Poan-kay siansu bangkit berdiri lalu sambil merangkap tangannya didepaa dada ia menjawab.
"Lolap menerima petunjukmu itu!"
"Taysu memang seorang yang saleh, cepat amat kau bisa memahami perkataanku itu!"
Buru-buru Oh Put Kui bangkit berdiri sambil memberi hormat.
Kembali Poan-kay siansu menghela napas panjang.
"Aaaai siau-sicu, seandainya kau tidak menyinggung soal tersebut pada hari ini, lolap benar-benar telah berbuat kesalahan besar terhadap Bu-lim-jit-seng!"
Oh Put Kui tertawa.
"Kalau memang taysu sudah memahami hal ini, dapatkah kau segera berangkat ke pulau Neraka untuk membatalkan perjanjian dulu sehingga ke tujuh orang cianpwe itu bisa bebas kembali ?"
Poan-kay siansu segera menunjukkan perasaan berat hatinya, dia berkata kemudian.
"Tentang soal ini, lolap tak bisa memutuskannya sendiri."
"Apakah harus menunggu keputusan lima orang lainnya ?"
Poan-kay siansu segera setuju.
"Yaa, begitulah !"
"Mengapa taysu tidak mengirim orang untuk mengundang kehadiran empat orang lainnya sehingga persoalan ini bisa segera diselesaikan ?"
"Omitohud, lolap bersedia sekali untuk memberi kabar kepada mereka semua, tapi..."
"Apakah taysu kuatir ada yang tak akan menyetujui usulmu itu ?"
"Benar!" Oh Put-ki-ii tertawa terbahak-bahak.
"Haa...
haa...
haa...
walaupun manusia berusaha, Thian lah yang menetapkan, taysu toh belum lagi mulai, mengapa kau sudah sangsi lebih dulu ? Bila sikapmu dalam persoalan yang lain pun demikian, mungkin selama hidup taysu tak akan bisa berhasil menyelesaikan persoalan apapun."
Poan-kay taysu merasakan hatinya bergetar keras setelah mendengar perkataan itu.
"Sungguh cerdas anak muda ini."
Demikian dia berpikir. Mendadak ia berhenti sejenak karena tiba-tiba teringat kalau ia belum menanyakan nama dari anak muda tersebut, buru-buru katanya. Siau-sicu, tolong tanya Siapa nama-mu ?"
"Oh Put-kui."
Paras muka Poan-koay taysu berubah hebat setelah mendengar sama itu, serunya kemudian.
"Benar-benar sebuah nama yang mengandung maksud mendalam, siau-sicu, apakah ayahmu yang memberi nama tersebut kepadamu?"
Oh Put Kui segera menggeleng.
"Suhuku yang memberi nama tersebut."
"Siapakah suhumu itu?"
"Aaah, suhuku cuma seorang pendeta liar yang sudah tak mencampuri urusan keduniawian lagi, diapun enggan namanya diketahui orang, harap taysu suka memakluminya."
Poan-kay taysu segera mengalihkan sorot matanya ke wajah Oh Put Kui dan mengawasinya beberapa saat, kemudian katanya sambil tertawa.
"Siau-sicu bagaimana kalau loIap mencoba untuk menebaknya?" "Tidak usah."
Oh Put Kui menggeleng.
"buat apa taysu masih ingin mengetahuinya?"
Mendadak Poan-kay taysu seperti merasa terkejut dia segera berseru.
"Aaah, hari ini sikap lolap agak silaf..."
Oh Put Kui tertawa hambar, kembali dia berkata.
"Sewaktu hendak meninggalkan pulau Jit hu-to, aku telah menyanggupi permintaan ketujuh orang cianpwe itu untuk menemukan kembali putra tunggal dari On tayhiap, aku bersedia melakukan perjalanan bersama dengan taysu, bila taysu bisa memperoleh dukungan dari Siang-kiat, Sin-ni dan Tou-to, tak ada salahnya bila kau datang dulu ke pulau Jit-hu- to untuk membatalkan janji kalian dulu, agar Bu-lim-jit-seng merasakan kembali kebebasan hidupnya!"
"Omintohud, lolap bersedia untuk membantu dengan sepenuh tenaga."
Oh Put Kui tertawa hambar, kembali katanya.
"Bencana besar sudah mengancam dunia persilatan, dengan kemampuan yang dimiliki Jit-seng sekarang, kekuatan mereka merupakan suatu bantuan yang maha besar bagi umat persilatan dari golongan lurus, harap taysu suka memperhatikan persoalan ini dengan serius !"
Beberapa patah kata itu kontan membuat jantung Poan-kay siansu berdebar.
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tidak menunggu Poan-kay siansu berbicara, Oh Put-kui segera bangkit berdiri sambil menjura, katanya.
"Maaf bila aku sudah mengganggu ketenangan taysu, semoga bila taysu berjumpa dengan Sawan To nanti, sekalian bisa mencari tahu dimanakah anak tunggal dari Oh tay hiap, sebab kalau dilihat dari usul Sawan tayhiap dalam hal ini, bisa disimpulkan kalau dia pun mengetahui akan jejak orang itu.
kalau tidak maka terpaksa aku akan mencurigai tokoh sakti tersebut sebab sebagai seseorang yang mempunyai tujuan tertentu !"
Setelah berhenti sebentar dan memandang wajah Poan- kay siansu, dia berkata lagi sam bii tertawa.
"Taysu adalah seorang tokoh sakti dari kalangan beragama, tentunya kau dapat memaklumi kesalahan orang lain bukan ? Bila aku telah melakukan banyak kesalahan tadi, dikemudian hari pasti akan kubayar, nah sampai jumpa lagi..."
Selesai berkata dia lantas meninggalkan tempat tersebut.
Pengemis pikun ikut bangkit berdiri pula, katanya sambil tertawa terbahak-bahak.
"Haa ...
haa , ..haa ." ..hwesio gede aku merasa beruntung sekali dapat berjumpa dengan wajah seorang dari Hong-gwa-sam sian bahkan mendengarkan pembicaraannya, selamat berpisah dan semoga kita akan bersua kembali dimasa mendatang "
Begitu selesai berkata, ternyata dia berjalan lebih dahulu dengan mendahului Oh Put Kui.
Han san-ya-ceng Poati-koay taysu tidak menjawab apa- apa, dia hanya merangkap tangannya didepan dada.
Selama hidup boleh dibilang dia selalu disanjung dan dihormati oleh umat persilatan baru kali ini dia ditegur dan dinasehati oleh orang Iain, perasaan semacam itu benar- benar amat tak sedap sekali, dan apa yang didengarpun sudah cukup baginya untuk berpikir setengah harian lamanya.
Tapi dia bisa menduduki sebagai salah seorang dari Hong- gwa sam sian, tentu saja ia memiliki suatu kemampuan yang melebihi siapapun.
Terlepas dari masalah lain, dia merasa kagum sekali terhadap pemuda ini, rasa kagum yang benar-benar timbul dari hati sanubarinya .
Diapun mengagumi pengemis pikun tersebut, meski pikun orangnya tapi mulia hatinya.
Dia tak menyangka walaupun dia sudah menjadi pendeta dan setiap hari berdoa, namun dia toh tak bisa melepaskan diri dari keduniawian.
-oOdwOo0dw0oOdwOo- Sinar matahari senja sedang memancarkan cahayanya menerangi pepohonan diatas bukit Gan-tang san.
Diatas sebuah jalan bukit yang menghubungkan tebing Cing-peng-gay, tiba-tiba muncul dua sosok bayangan manusia.
Mereka adalah Oh Put Kui serta pengemis pikun.
Oh Put-kui telah merubah rencananya se-mula, sebab dia merasa lebih baik mencari tahu asal usulnya lebih dulu sebelum menyelesaikan persoalan lainnya, maka dia tidak pergi ke perkampungan Ang-yap san-ceng di lembah Hui-im- kok, sebaliknya kembali ke tebing Cing-peng-gay.
Ketika mereka sampai di tebing Cing-peng gay, sinar mata hari senja telah tenggelam dibelakang bukit.
"Lok tua, mari ikut aku menjumpai suhu didalam gua !"
Kata pemuda itu kepada rekannya.
Dengan gerakan yang cepat mereka berangkat menuju ke sebuah dinding tebing.
Dengan sikap yang sangat hormat Oh Put kui menyembah sebanyak tiga kali ke arah dinding tebing itu, kemudian tangannya melepaskan sebuah pukulan ke atas sebatang pohon siong yang tumbuh diatas dinding tebing tadi.
Diiringi suara gemuruh yang amat memekakkan telinga, muncullah sebuah pintu diatas dinding tebing tersebut.
Dari balik pintu segera terpancar keluar sinar putih yang amat menyilaukan mata.
Sambil tertawa Oh Put-kui segera berteriak.
"Suhu, bocah yang mengembara telah pulang."
Dimasa lalu, bila dia telah berteriak maka dari dalam gua pasti akan berkumandang suara gelak tertawa yang riang dan penuh kasih sayang.
Tapi berbeda dengan hari ini.
Suasana dalam gua itu sunyi tak kedengaran sedikit suara pun...
Senyuman yang semula menghiasi ujung bibir Oh Put-kui seketika itu juga berubah menjadi kaku dan lenyap tak berbekas.
Tanpa membuang waktu lagi dia segera menerjang masuk ke dalam gua tersebut.
Ternyata gua itu kosong melompong tak ada penghuninya.
Pengemis pikun mengikuti dibelakangnya telah masuk pula ke dalam gua itu, ternyata luas ruangan dalam gua tadi cuma lima kaki, sedang perabot yang berada disanapun amat sederhana.
Selain sebuah meja, sebuah pembaringan dibawah lantai terdapat pula sebuah kasur duduk.
Disamping meja batu terdapat pula sebuah hiolo, sedang disisi pembaringan terdapat sebuah rak buku.
@oodwoo@
Jilid 7 RAK BUKU itu sangat besar, lebarnya dua kaki dengan ketinggian beberapa kaki, semuanya terbagi menjadi tujuh rak, setiap rak penuh dengan buku-buku.
pengemis pikun memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, mendadak ia merasa agak bingung.
Dia tak mengira kalau gua tersebut begitu kering dengan udara yang segar, buktinya begitu banyak buku yang tersimpan dalam gua itu sama sekali tidak lembab dan rusak.
Dia lantas mendongakkan kepala bermaksud untuk menanyakan hal ini kepada Oh Put Kui.
Tapi mimik wajah Oh Put Kui justru membuatnya semakin tertegun.
Ternyata Oh Put Kui sedang duduk dikasur duduk sambil menangis tersedu-sedu.
Pelan-pelan pengemis pikun segera maju menghampirinya ia menemukan secarik kertas tergeletak didepan anak muda itu, ketika diambiI maka terlihatlah beberapa patah kata tercantum disitu.
"Kekasih lama menuntut balas kepada guru, Gi-hweesio mengembara keujung langit, nak, aku pergi dulu, baik-baiklah jaga diri, baik-baiklah jaga diri."
Tulisan itu nampak sangat indah dan penuh bertenaga, membuat pengemis pikun yang melihatnya segera memuji tiada hentinya.
"Dari sini dapat diketahui kalau pengemis pikun inipun mempunyai pengetahuan tentang ilmu sastra.
Dia lantas membentangkan kertas surat tersebut didepan mata pemuda itu, kemudian katanya sambil tertawa.
"Hei, bocah muda, gurumu sudah minggat!"
Oh Put Kui mendongakkan kepalanya, dengan wajah penuh air mata dia berkata .
"Lok tua, mari kita pergi!"
Dia menerima kembali surat peninggalan dari gurunya itu dan melompat keluar dari ruangan, tanpa berpaling lagi ia tinggalkan gua tersebut.
Pengemis pikun tak berani berdiam kelewat lama disitu, ia segera mengikutinya pula dari belakang.
Setelah menutup kembali pintu gua, Oh Put Kui kembali menyembah tiga kali, Kemudian ia baru berkata .
"Lok tua, kali ini aku benar-benar telah menjadi seorang gelandangan yang tak punya rumah lagi."
Setelah berhenti sebentar, tiba-tiba ia membalik sepasang matanya yang kecil dan berseru.
"Bocah muda, benarkah gurumu adalah seorang hwesio?"
Oh Put-kui manggut-manggut. Mencorong sinar terang dari balik mata pengemis pikun itu, serunya kembali.
"Tay-gi sangjin?"
"Dari mana kau bisa tahu?"
Sahut Oh Put Kui dengan sekujur badan gemetar keras.
Begitu ucapnya tersebut diutarakan, ia baru menyadari kalau sudah salah berbicara.
Dengan ucapan tersebut, bukankah sama artinya dengan memberitahukan kepada pengemis tua, siapa gerangan suhunya? Pengemis pikun segera tertawa terbahak bahak.
"Haaahhh...
.haaahhh haaaahhh dalam dunia yang begini luas, hwesio bodoh cuma seorang, dialah sipendeta sinting Tay-gi sangjin yang disebut orang persilatan sebagai tokoh sakti!"
"Aaaai Lok tua, kau sangat cerdik!"
Puji Oh Put-kui sambil menghela napas.
"Haaahhh..,.haaaahhh haaaahhh masa kau baru tahu anak muda ?"
Pengemis tua nampak amat bangga.
"Aaah, tidak! Hal ini sudah kuketahui sejak berada di tepi telaga kiu liong thian ." Kali ini pengemis tua yang dibikin tertegun, lama kemudian dia baru berseru.
"Bocah muda, kau memang amat hebat..."
"Aaaah, Lok tua, kau toh sudah tahu aku ini murid siapa."
"Yaa, betul, kau memang muridnya tokoh paling sakti dikolong langit."
Pengemis pikun tertawa gelak.
Sesudah berhenti sebentar, dia berkata lebih jauh.
"Bocah muda, setiap orang mengatakan kalau gurumu telah berpulang ke alam baka sesudah berhasil mengalahkan gembong iblis nomor wahid dari kolong langit, Pat-huang it- koay-jian-sim jui-siu manusia paling aneh di Pat-huang, kakek setan berhati cacad, Siu Lun.
Tampaknya ucapan itu tidak benar, rupanya dia orang tua bersembunyi ditengah gunung untuk mendidik kau si bocah pintar!"
"Yaa, memang guruku berbuat demikian..."
Pengemis tua segera mengawasi bocah muda itu lekat- Iekat, kemudian katanya lagi.
"Bocah muda.siapakah kekasih lama gurumu? Tahukah kau akan hal ini ?"
Oh Put-kui segera menggeleng.
"Aku belum pernah mendengar suhuku menyinggung tentang soal ini, lagipula suhu adalah seorang pendekar yang sudah berusia ratusan tahun, aku tidak percaya kalau dia orang tua masih mempunyai kekasih lama..."
Kembali pengemis pikun tertawa tergelak.
"Haaahhh haaahh haaahhh kali ini kau benar-benar ketanggor batunya!"
Mendadak tergerak hati Oh Put Kui setelah mendengar perkataan itu, serunya dengan cepat.
"Lok tua, nampaknya dibalik ucapanmu itu masih ada ucapan lain!"
"Tentu saja."
Pengemis pikun tertawa bangga.
"aku si pengemis mah tak bakal disulitkan oleh persoalan semacam itu!" Oh Put Kui segera tertawa, pelan-pelan ia duduk di atas batu besar didepan dinding batu itu, kemudian bisiknya.
"Lok tua, aku bersedia untuk mendengarkan penuturanmu itu!"
"Penuturanku? Penuturan apa?"
Pengemis pikun segera menjatuhkan diri keatas tanah dan menggelengkan kepalanya sambil tertawa aneh.
"aku si pengemis mah tak pandai bercerita yang unik-unik."
"Lok tua, kau tidak bersedia untuk bercerita?"
Tanya Oh Put Kui sambil tertawa hambar.
"Bercerita apa? Aku si pengemis toh cuma gentong nasi "
Diam-diam Oh Put Kui tertawa geli, dia tak menyangka kalau pengemis itupun pandai jual mahal. Maka sambil menarik muka dia berseru keras.
"Lok tua, kalau begitu silahkan!"
Uaapan mana diutarakan dengan nada dingin dan ketus.
Pengemis pikun itu jadi tertegun setelah menyaksikan sikap rekannya itu, cepat dia berseru.
"Hei, kenapa kau Bocah keparat kau hendak mengusir aku si pengemis pikun.
Hayo jawab?"
"Yaa, betuI, kita memang harus berpisah."
Dengan cepat pengemis pikun menggelengkan kepalanya berulang kali, serunya.
"Hal ini mana boleh jadi ? Hei bocah muda, semua uang emas itu belum habis dipakai."
Oh Put Kui segera tertawa tergelak.
"Aku mah menganggap uang seperti kotoran kerbau, sedang msnganggap teman seperti mestika, kalau toh Lok tua tak bisa mempunyai pikiran dan perasaan yang bisa mencocoki diriku, tentu saja lebih baik kita berpisah saja."
"Kau membuatku penasaran." "Benarkah itu?"
Oh Put Kui tertawa sinis.
"kau sudah jelas mengetahui kalau aku ingin cepat-cepat mengetahui siapakah kekasih lama suhuku, dan kaupun jelas mengetahuinya, tapi justru sengaja jual mahal, bukankah hal ini menunjukkan kalau kau tidak setia kawan ? Terhadap manusia semacam ini, aku selalu memandangnya rendah, oleh karena itu lebih baik kita jangan bertemu lagi mulai sekarang!"
Pengemis pikun segera tertawa geli.
"Ooh. jadi karena soal itu?"
"Apakah belum cukup? Kau sombong dan tidak setia kawan."
Belum habis Oh Put Kwi berkata, pengemis pikun sudah tertawa tergelak, sahutnya.
"Baiklah anak muda, biar aku si pengemis bercerita dengan sejelas-jelasnya..."
Mendengar perkataan itu, diam-diam Oh Put Kui tertawa geli.
"Katakan saja,"
Ujarnya kemudian.
"walau pun aku bersedia untuk mendengarkan tapi aku tak ingin merengek kepadamu."
"Bocah keparat, merengek atau tidak itu urusanmu sendiri,"
Si pengemis pikun berkerut kening.
Setelah berhenti sebentar, mendadak wajahnya berubah menjadi serius, katanya lebih jauh.
"Bocah muda, tujuh puluh tahun berselang ketika gurumu belum masuk menjadi pendeta, dia sesungguhnya adalah seorang kongcu muda yang tampan dan romantis sekali."
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ooh.,.?"
Oh Put Kni tak pernah menyangka kesitu.
"Lok tua, siapakah nama preman guruku itu..."
Sambungnya kemudian setelah berhenti sebentar.
"Entahlah"
Pengemis pikun menggelengkan kepalanya berulang kali.
"sejak gurumu terjun kedalam dunia persi!atan, dia telah menamakan dirinya sebagai Thian-yang-yu-cu (si pemuda pesiar dari ujung langit), siapapun tidak tahu siapa nama aslinya. Tapi lantaraa ilmu silatnya sangat lihay, gerak- geriknya pun seperti naga sakti yang kelihatan kepala tak kelihatan ekornya, maka orang persilatan memberi julukan Sin-Iiong-koay-hiap (pendekar aneh naga sakti) pula kepadanya."
"0ooh...rupanya si pendekar aneh naga sakti adalah guruku sendiri...."
Tiba-tiba Ob Put Kui tertawa.
Pengemis pikun nampak agak tertegun.
"Kenapa Hei bocah muda, siapa yang pernah menceritakan tentang soal Sin-liong koay hiap ini?"
"Tentu saja guruku sendiri."
"Sangjin sendiri? Ternyata situa ini belum dapat melupakan kegagahannya dimasa lalu."
Oh Put Kui termenung dan berpikir sebentar lalu katanya lagi sambil tertawa.
"Lok tua, sekarang aku sudah tahu siapakah kekasih lama dari guruku itu..."
Pengemis pikun segera manggut-manggut.
"Kalau tokh sangjin pernah menyinggung soal Sin-Iiong- koay-hiap kepadamu, tentu saja dia pernah menyinggung pula dengan Thian-hiang-hui-cu "permaisuri cantik Ki Yan-hong!"
"Benar, guruku memang pernah menyinggung soal Thian- hiang Hui-cu Ki Yan-hong!"
"Anak muda, tahukah kau, gara-gara Thian-hiang-hui cu hendak mendapatkan cinta dari Sin-liong-koay-hiap, hampir saja dia telah mengacaukan seluruh dunia persilatan?"
"Benarkah itu ?"
Kembali si pengemis pikun tertawa.
"Coba kalau perempuan itu tidak mengejarnya kelewat buas, mana mungkin gurumu bisa berubah menjadi Tay-gi Sangjin ?" Oh Put-kui menjadi tertegun.
"Kalau begitu suhu dipaksa untuk mencukur rambutnya menjadi pendeta ?"
Ia berseru.
"Siapa bilang tidak ?"
Setelah menggelengkan kepalanya dan tertawa tergelak, pengemis pikun berkata lebih jauh.
"Sungguh tak kusangka tujuh puluh tahun kemudian, untuk kesekian kalinya Sangjin harus melarikan diri."
Oh Put-kui tak tahan untuk menghela napas pula.
"Tak heran kalau snhu segera berkerut kening bila menyinggung soal perempuan.
"Haaah...
haah...
ketika Thian-hiang Huicu mengejar sangjin, aku si pengemis tua baru berumur belasan tahun, kini rambutku sudah beruban semua, tak nyana masih sempat menyaksikan lagi peristiwa aneh ini, aaai...
rasa cinta Thian- hiang Hui-cu kepada gurumu benar-benar hebat sekali."
Tiba-tiba Oh Put kni memejamkan matanya dan termenung.
Melihat pemuda itu termenung saja sehingga terhadap apa yang diucapkan seolah-olah tidak mendengar, pengemis pikun itu kembali berseru.
"Hei, anak muda, apa yang sedang kau pikirkan ?"
"Aaah, aku sedang berpikir bagaimana caranya untuk berjumpa dengan Thian hiang Hui-cu !"
"Mau apa?"
Seru pengemis pikun dengan wajah tertegun.
"apakah kau ingin mencari kesulitan buat diri sendiri?"
"Akn hanya ingin membujuknya agar jangan mendatangkan kesulitan lagi buat guruku."
"Apa gunanya? Dia toh tak akan bisa menemukan gurumu."
Kata si pengemis sambil menggeleng.
Oh Put-kui turut menggelengkan pula kepalanya.
"Tapi aku merasa tak tega menyaksikan guruku berkelana didalam dunia persilatan, oleh karena itu aku hendak menganjurkan kepada Thian-hiang Hui-cu agar mematikan saja ingatan tersebut!"
Mendengar perkataan itu, pengemis pikun tertawa terbahak-bahak.
"Gurumu saja tak mampu, masa kau bisa melakukannya?"
Oh Put-kui ikut tertawa tergelak.
"Lok tua, mungkin guruku tak mampu untuk melakukannya, tapi aku pasti akan berhasil."
"Benarkah itu? Bocah muda.
mari kita pergi ke kota Kim- leng.
-OdwOoo- Tepi sungai Chin-hway merupakan suatu tempat pasiar yang sudah termashur namanya di seantero dunia.
Apa bila malam tiba, beraneka warna lampu akan menerangi sekeliling tempat tersebut, Rumah pelacuran Yan hiang-lo yang tersohor di wilayah Kanglam karena empat orang pelacur topnya, setiap senja sudah tiba seIalu penuh dikunjungi oleh tetamu.
Hari itu, didepan rumah pelacuran Yan-hiang-lo telah kedatangan dua orang tamu yang berdandan sangat aneh.
Seorang tua dan seorang muda ini mengenakan pakaian yang sangat perlente sedemikian menterengnya dandanan mereka hingga putra residen pun kalah.
Pada hakekatnya dandanan mereka seperti raja muda, seperti pangeran dari kerajaan.
Yang muda tampaknya adalah majikan, ia mempunyai wajah yang ganteng dengan perawakan badan yang gagah.
Pakaian yang dipakai adalah sebuah pakaian bersulamkan dengan emas, harganya per stel mungkin mencapai seribu tahil emas.
Yang tua pun berdandan orang kaya, cuma kalau dilihat gerak-geriknya yang kedesa-desaan, bila diduga kalau dia datang dari dusun, mungkin orang kaya dusun.
Tua dan muda berdua ini datang dengan sikap yang menterang pengiringnya amat banyak tak terhitung.
Kontan saja suasana dalam rumah pelacuran Yaa-hiang-Io menjadi amat sibuk, terutama sekali ibu germonya.
Setelah mempersilahkan tamunya duduk, melihat dandanan kedua tamu agungnya itu, diam-diam si germo berkerut kening.
"Tolong tanya siapakah nama loya berdua."
Oh!"
Jawab kongcu muda itu tertawa hambar.
"OOdwOoo, kiranya Oh kongcu!"
Sedang siorang kaya desa yang memelihara kumis itu segera menyambung pula dengan suara aneh.
"Lohu adalah Lok toa-loya. Pembesar To-tay dari Holam!"
"Aaaah... rupanya Lok-toa-loya, hamba menyampaikan salam kepada kau orang tua!"
Buru buru Germo itu memberi hormat dengan sikap munduk-munduk begitu mengetahui kalau kakek itu adalah pembesar.
Lok-toa-loya segera tertawa, kemudian serunya dengan suara keras.
"Mengapa kau tidak menyampaikan salam pula kepada Oh kongcu?"
"Baik ..baik.
."
Mendadak Lok toa-Ioya tertawa dingin.
"Heeehhh... heeehh ..heeehhh....kau tahu, siapakah Oh toa kongcu ini?"
"Hamba hamba... dosa hamba besar sekali, hamba tidak tahu Oh Toa Kongcu."
"Oh Toa Kongcu adalah... adalah..." Mendadak pembesar To tay dari Holam yang mengaku bernama Lok Toa-loya ini membungkukkan tubuhnya dalam- dalam sambil bertanya dengan suara lirih.
"Kongcu, bolehkah hamba untuk mengatakannya ?"
Oh Kongcu segera melotot besar.
"Ketika meninggalkan ibu kota, apa pesan ku kepadamu? Lok tayjin, berhati-hatilah kalau berbicara!"
Sambil menyeka peluh yang membasahi jidatnya, buru- buru Lok tayjin menjura lagi dalam-dalam.
"Baik... baik... Tayjin "
Mendengar tanya jawab tersebut, si Germo tersebut menjadi semakin ketakutan.
"Waaah... siapa gerangan Oh Kongcu ini?"
Demikian dia mulai berpikir.
"kalau seorang pembesar To-tay kelas empatpun begitu munduk-munduk dihadapannya aaah, jangan-jangan Oh Kongcu ini adalah seorang Raja muda atau pangeran."
Belum habis ingatan tersebut melintas dalam benak germo itu, Lok tayjin sudah membentak keras.
"Apakah keempat orang nona ada disini?"
"Ada, ada tayjin!"
"Suruh mereka keluar semua!"
"Baik."
Sambil sipat ekor, germo itu buru-buru menyembah lalu mengundurkan diri dari situ, Tak selang berapa saat kemudian, terdengar suara kegaduhan di luar ruangan sana, Tiba-tiba Oh Kongcu itu berkerut kening, kemudian katanya.
"Lok tua, hebat betul permainan sandiwaramu!" "Benarkah itu?"
Pembesar Lok tertawa keras.
"baru pertama kali ini selama hidup aku sipengemis..."
Rupanya mereka berdua tak lain adalah Oh Put-kui dan si pengemis pikun berdua.
"Ssttt.... Lok tua, jangan keras-keras,"
Bisik Oh Put-kui dengan mata berkilat.
"tempat ini bukan sembarangan rumah pelacuran"
Pengemis pikun segera menjulurkan lidah nya dan tertawa.
"Betul, hampir saja aku si pengemis melupakannya."
Sementara kedua orang itu masih berbincang-bincang, si germo telah mundul kembali dengan senyuman palsunya.
"Kongcu-ya,"
Dia berkata.
"harap tunggu sebentar lagi, ke empat nona segera akan tiba!"
Oh Put-kui mendengus dingin.
"Hmmm, Lok tayjin,"
Dia berseru.
"tampak nya lagak dari rumah-rumah hiburan di kota Kim-leng ini kelewat besar!" -OdwOoo- "BENAR.... harap Kongcu maklum."
Buru-buru pengemis pikun menjura dengan hormat.
Kemudian sambil melotot kearah germo itu, bentaknya.
"Mengapa tidak segera pergi? Kalau sampai menggusarkan Kongcu, hmmm, jangan salahkan kalau dari pengadilan akan muncul opas yang akan menggiringmu masuk bui.
Hmm, kalau sudah sampai begitu, tahu rasa nanti."
Mendengar perkataan itu, si germo segera menjulurkan lidahnya karena ketakutan.
Setelah mengiakan berulang kali, sambil lipat ekor dia segera melarikan diri terbirit birit.
Setibanya diluar ruangan, iapun berteriak keras.
"Nona sekalian, cepat sedikit, Kongcu sudah marah." Hampir meledak suara tertawa pengemis pikun saking gelinya.
Tapi ruangan itu sangat ramai dan banyak orang yang berlalu lalang, walaupun pengemis pikun ingin berbicara dia tak berani bersikap gegabah.
Oh Put Kui sendiri, untuk memperlihatkan sikapnya sebagai seorang pangeran atau raja muda, mau tak mau harus menarik kembali sikap acuh tak acuhnya.
Setelah menghidangkan air teh.
si germo itupun lari masuk kedalam ruangan sambil berseru.
"Kongcu-ya....Lok-toa-loya..,nona berempat tiba!"
Tampak tirai disingkap orang, empat orang gadis yang berdandan model keraton berjalan masuk dengan langkah yang lemah gemuIai.
Ternyata mereka berempat memang tak malu disebut pelacur kenamaan dari kota Kim-leng.
Selain mereka berwajah cantik jelita, lagi pula mempunyai perawakan tubuh yang ramping tapi padat berisi.
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Oh Put Kui nampak agak tertegun.
Pengemis pikun pun agak termangu sampai sampai ternganga lebar mulutnya.
Melihat itu, si germo pun tertawa, Karena dilihat dari mimik wajah kedua orang ini, dia seakan-akan melihat ada uang segenggam yang dimasukkan kedalam sakunya.
Buru-buru dia maju kedepan sambil memperkenalkan.
"Nona sekalian Kongcu ini adalah Oh Kongcu dari ibu kota, dan ini adalah Lok-toa-loya, kalian harus baik-baik memberi pelayanan, percaya Kongcu ya pasti tak akan menyia-nyiakan kalian."
Empat orang gadis itu bersam-sama memberi hormat, bahkan hampir bersamaan waktunya berkata lembut.
"Oh Kongcu, Lok loya, terimalah salam kami." "Nona tak usah banyak adat, siapkan perjamuan!"
Kata Oh Put Kui sambil mengulapkan tangannya. Dengan cepat perjamuan dipersiapkan. Sambil tertawa Oh Put Kui berkata lagi kepada pengemis pikun.
"Lok to-tay, tampaknya nama besar empat pelacur utama dari Kanglam memang bukan nama kosong belaka."
Pengemis pikun tersenyum.
"Dimasa lalu hamba selalu menganggap orang cantik yang kujumpai sudah banyak, tapi sekarang baru hamba ketahui, belum pernah kujumpai empat wanita secantik ini."
Setelah berhenti sebentar, dia lantas mengangkat cawannya kearah empat orang perempuan itu sambil bertanya.
"Nona berempat, siapa nama kalian?"
Benar-benar tak disangka, si pengemis pikunpun dapat menunjukkan sikapnya yang lembut dan terpelajar.
Dalam pada itu, seorang nona berbaju putih yang berusia paling tua diantara keempat orang gadis itu tersenyum manis, lalu menjawab.
"Aku yang rendah bernama Liu Im!"
Sesudah mengerling sekejap kewajah Oh Put Kui, dia menuding tiga orang gadis lainnya sambil menambahkan.
"Dan mereka adalah Khi cui, Wi Hiang dan Siau Hong."
Sekarang Oh Put Kui baru tahu, rupanya si nona yang berbaju hijau bernama Khi Cui, yang berbaju kuning bernama Wi Hiang sedang si nona yang berbaju biru bernama Siau Hong..."
Sambil tersenyum dia lantas berkata.
"Sudah lama kudengar nama besar kalian."
Padahal dalam hati kecilnya dia merasa jauh lebih terkejut daripada si pengemis tua. Nama besar "Liu Im, Khi Cui, wi Hiang dan Han Yan"
Sebagai empat orang dayang kepercayaan Thian-hiang Hui-cu sudah termashur dalam dunia persilatan. Walaupun Han Yan, salah seorang diantara ke empat dayang itu sudah dibunuh oleh Oh Put-kui, tapi sekarang kedudukan "Han Yan"
Telah digantikan oleh Siau Hong masih di-tas kecantikan Han Yan.
Diam-diam pengemis pikun mengomel di dalam hati, dia merasa nyali dari ke empat orang gembong iblis ini benar- benar sangat besar, sampai namapun sama sekali tidak berubah.
Sementara mereka berdua masih termenung, Liu Im sudah mengisi cawan dengan arak lalu berkata.
"Kongcu, silahkan minum arak!"
"Aah merepotkan nona saja!"
Sambil tertawa Oh Put Kui menerima cawan berisi arak ini.
"Aaah Kongcu tampaknya baru pertama kali ini berkunjung ke kota Kim-leng?"
"Di hari biasa banyak urusan dinas yang harus kuselesaikan sehingga jarang dapat datang ke Kim-leng!"
"Kocngcu-ya, kau pasti seorang yang amat repot..."
Timbrung Khi Cui sambil tertawa.
"Urusan tentang negara, lebih baik tak usa nona campuri!"
Tukas Oh Put Kui tiba-tiba dengan dingin.
Perubahan sikapnya yang secara tiba-tiba segera membuat keempat orang pelacur itu menjadi tertegun.
Pengemis pikun yang menyaksikan dari samping, diam- diam tertawa geli, ia tak menyangka kalau bocah muda itu sedemikian lihay sehingga dengan perubahan sikap-sikapnya saja sudah dapat menghilangkan kecurigaan ke empat orang pelacur itu.
Maling Romantis -- Khu Lung Peristiwa Bulu Merak -- Gu Long Rahasia Hiolo Kumala Karya Gu Long