Ceritasilat Novel Online

Dendam Sejagad 2


Dendam Sejagad Legenda Kematian Karya Khu Lung Bagian 2



Dendam Sejagad Legenda Kematian Karya dari Khu Lung

   

   "Bocah ini benar-benar amat cerdik."

   Walaupun dalam hati kecilnya berpikir demikian, di luar ia berkata lagi dengan wajah sedingin es.

   "Sekarang lohu akan mempraktekkan sendiri ilmu langkah tersebut. Kau harus perhatikan dengan seksama, yang perlu akan keistimewaan dalam melakukan langkah itu."

   Berbicara sampai di sana, tubuhnya lantas berkelebat ke depan dan tahu-tahu sudah berdiri di atas tanah dengan sepasang kaki kecilnya yang tinggal tulang belulang itu.

   Mendadak...

   seringan bulu manusia aneh itu berkelebat lewat seperti segulung angin saja.

   Kemana dia berlalu, di situ tahu-tahu badannya sudah lenyap.

   Ternyata ilmu langkah yang didemonstrasikan itu mempunyai suatu gerakan yang rahasia sekali.

   Pada hakekatnya tak akan dipahami oleh manusia sembarangan.

   Tanpa berkedip barang sekejappun Ku See-hong mengawasi terus langkah kaki manusia aneh itu.

   Di antara langkah-langkah 61 kakinya yang kacau balau tersebut seolah-olah seperti mengandung unsur Ngo-heng dan Pat-kwa, sungguh amat susah dipahami.

   Gerakan tubuh itupun cepat seperti sambaran kilat yang membuat kepala orang menjadi pusing sekali.

   Keindahan dan kesaktiannya sukar ditemukan, tandingannya di dunia ini.

   Tiba-tiba Ku See-hong mendengar suara dengusan napas manusia aneh itu terengah-engah seperti kerbau.

   Jelas, untuk melakukan ilmu langkah itu, dia sudah kehilangan banyak tenaga.

   Tiba-tiba....

   Manusia aneh itu kembali mendengus dingin....

   Sekali lagi ia mempraktekkan ilmu langkah tubuh itu.

   Betapa terharunya Ku See-hong setelah menyaksikan manusia aneh tersebut dengan tanpa sayang mengorbankan tenaga yang banyak, melakukan demostrasi sekali lagi.

   Buru-buru dia memusatkan pikirannya untuk memperhatikan dengan seksama.

   Dengan napas manusia aneh itu makin lama semakin memburu, keringat sebesar kacang kedelai bercucuran dengan derasnya.

   Suatu ketika orang itu menghela napas sedih dan berhenti bergerak, tubuhnya segera jatuh terduduk di atas tanah.

   Ku See-hong menjerit kaget, cepat ia menubruk ke depan sambil memayang tubuhnya.

   "Locianpwe...!"

   Teriaknya cemas.

   "Locianpwe... kau... kau... kenapa kau...?"

   Waktu itu paras muka manusia aneh itu tersebut telah berubah semakin pusat menyeramkan. Dadanya naik turun tak menentu, napasnya terengah-engah dan payah sekali.

   "Ku See-hong..."

   Bisiknya dengan suara gemetar. Hal 50-51

   "Kau... apakah kau sudah memahami kesaktian dari ilmu Mi Khi Bian Ciong ini? Titik berat Hal. 50-51 Adalah mengetahui asal-usul manusia aneh itu serta dendam kesumat yang terpendam dalam hatinya. Tiba-tiba paras muka manusia aneh itu berubah menjadi menyeringai seram, teriaknya.

   "Ku See-hong, kau jangan memandang rendah diriku! Apa yang telah kuucapkan masih bisa kuselesaikan sebagaimana mestinya, dengan demikian aku baru bisa meninggalkan dunia ini dengan mata meram. Ayo, cepat bombing aku naik ke atas."

   Ku See-hong menurut dan memayang manusia aneh itu naik ke atas pembaringan, tapi pelbagai persoalan berkecamuk di dalam benaknya.

   Dia merasa meski manusia aneh itu dingin tak berperasaan, sesungguhnya dalam hati kecil orang itu tersimpan suatu ketulusan hati dan kebajikan yang mulia.

   Dia mengingin kalau dirinya bisa menegakkan keadilan bagi umat persilatan dan melenyapkan semua kejahatan dari muka dunia.

   Dalam dunia persilatan dewasa ini banyak sekali manusia- manusia kerdil yang mencari nama untuk kepentingan pribadi, banyak pula manusia munafik yang berlagak bajik padahal manusia aneh ini sangat membenci segala bentuk kejahatan, apalagi sifatnya memang suka membunuh, tak heran kalau banyak orang jahat yang tewas di tangannya, tidak heran juga kalau sepanjang masa hidupnya banyak mengalami penderitaan dan peristiwa tragis....

   Sejak kecil Ku See-hong sudah kehilangan orang tuanya.

   Oleh suatu pukulan batin yang keras, wataknya mengalami perubahan yang sangat besar.

   Ditambah lagi belasan tahun hidup bergelandangan dalam dunia persilatan, tak sedikit kejadian busuk dan rendah yang pernah dialaminya.

   Tidak heran kalau ia sangat mengalami keadaan dunia yang sesungguhnya.

   Kobaran api dendam tiba-tiba membakar dalam rongga dadanya.

   Tanpa disadari diapun menaruh pandangan yang sempit terhadap umat persilatan di dunia ini.

   Ia bersumpah bila suatu hari berhasil mempelajari ilmu silat yang maha sakti, diapun akan melakukan pembunuhan secara besar-besaran dalam dunia persilatan.

   Itulah sebabnya ketika dia masuk ke dalam kuil dan mengalami pelbagai penderitaan dan siksaan, pemuda itu sama sekali tidak mendendamkan kepada manusia aneh itu.

   Seakan-akan dia beranggapan bahwa wajarlah bila manusia-manusia persilatan yang berusaha memasuki kuil itu menemui ajalnya secara tragis.

   Setelah mengatur napas sebentar, tiba-tiba manusia aneh itu berkata lagi.

   "Ku See-hong, kemungkinan besar lohu sudah tak sanggup untuk bertahan lebih lama lagi. Aaai...."

   Sesudah menghela napas, ia menghembuskan napas panjang dan berkata.

   "Seandainya kuajarkan dahulu jurus serangan itu kepadamu, besar kemungkinan aku benar-benar tak sanggup untuk mengisahkan cerita itu lagi kepadamu, padahal selama hidup apa yang telah kuucapkan tak pernah dirubah lagi... tapi kali ini mau tak mau terpaksa aku harus menuruti maksud hatimu. Akan kuceritakan kisah cerita itu lebih dulu, kemudian baru memberi latihan ilmu pukulan kepadamu sampai mati."

   "Maksud locianpwe itu memang tepat, sekarang silahkan kau bercerita lebih dulu, boanpwe pasti akan mengingatnya terus di dalam hati...."

   Paras muka manusia aneh itu kembali berubah menjadi dingin menyeramkan, katanya dengan nada seram.

   "Ku See-hong, di kala lohu sedang mengisahkan ceritera nanti, kau dilarang untuk menimbrung, mengerti?"

   Mendengar perkataan itu, diam-diam Ku See-hong berpikir.

   "Ia benar-benar sangat aneh, wataknya juga aneh sekali, apalagi kalau dilihat sikapnya yang mudah berubah itu, bila seseorang yang tidak terlalu memahami wataknya, pasti akan dibikin ketakutan setengah mati. Dalam keadaan begini, mana mungkin dia berniat untuk mendengarkan kisah ceritanya lagi?"

   Berpikir sampai di situ, Ku See-hong lantas berkata.

   "Locianpwe tak usah kuatir, boanpwe tak akan menimbrung selama kau berceritera."

   Dalam waktu singkat pelbagai perubahan terjadi di atas wajah manusia aneh itu. Akhirnya dengan wajah yang memedihkan dia menceritakan kisah yang cukup menggetarkan sukma itu.

   "Lima puluh tahun berselang, dalam dunia persilatan muncul seorang manusia pintar yang tidak diketahui identitas maupun asal-usulnya. Waktu itu usianya belum begitu besar, tapi ilmu silatnya telah mencapai puncak kesempurnaan.... Dalam dunia persilatan waktu itu tak seorangpun sanggup melawan kelihaiannya itu. Waktu itu suasana dalam dunia persilatan amat kacau. Kau sesat dan golongan hitam merajalela, manusia-manusia munafik pun bermunculan di mana-mana. Kebetulan pemuda itu adalah seorang manusia yang membenci segala kejahatan. Ketika dilihatnya dunia persilatan sudah berada di jalan menuju ke hari kiamat, maka timbul ah suatu niat yang luar biasa dalam hatinya untuk menyelamatkan dunia persilatan dari kehancuran, menegakkan keadilan dan kebenaran serta melakukan pembunuh yang tak kenal ampun terhadap kaum sesat dunia. Dalam setengah tahun yang amat singkat inilah, secara beruntun dia telah membunuh jago-jago lihay yang tak terhitung banyaknya dalam dunia persilatan... meratakan tiga belas propinsi di utara dan selatan sungai besar.... Tujuh puluh empat tempat sarang penyamun dibumi hanguskan dengan tanah. Para jago liok-lim maupun kaum iblis menjadi ketakutan dan melarikan diri terbirit-birit. Waktu itu dia bercita-cita setinggi langit, apalagi sebagai seorang anak muda yang berdarah panas, maka diapun memberi sebuah julukan untuk dirinya sendiri, yakni Bun-ji Koan-su (Pendekar Sakti Berbudi Halus). Orang bilang, semakin tinggi pohon itu semakin mudah terhembus angin, semakin besar nama orang itu semakin gampang didatangi bencana. Apalagi Bun-ji Koan-su adalah seorang yang berwatak aneh dan bertindak menuruti perasaan sendiri. Di kala membunuh orang, cara yang digunakan amat keji dan tidak mengenal ampun. Desutan serta adu domba dari pelbagai jago kaum sesat ini menyebabkan suasana dalam dunia persilatan semakin bertambah kalut. Maka pandangan orang persilatan terhadap Bun-ji koan-su pun mulai berubah. Dia mulai dipandang sekejam ular berbisa dan berhati busuk. Bun-ji Koan-su sendiri sama sekali tak acuh terhadap pandangan yang tak adil dari umat persilatan terhadap dirinya itu, pokoknya semua iblis dan kaum sesat yang masih melakukan kejahatan, dibunuhnya semua tanpa ampun. Oleh sebab itulah, nama Bun-ji Koan-su makin lama semakin jelek dan akhirnya dituduh orang sebagai gembong iblis yang berhati kejam. Sekalipun demikian, berhubung ilmu silat yang dimilikiya amat lihay, hingga waktu itu tiada seorang manusiapun yang dapat menandingi, maka semua orang hanya berani marah, tak berani banyak berbicara, sekalipun berulang kali kaum sesat menggunakan cara yang keji dan terkutuk untuk mengerubutinya, tapi dia masih tetap membunuh tak kenal ampun. Maka ketika itu tak ada orang yang berani mencari gara-gara dengannya, kalau tidak sudah pasti pengeroyokannya mati semua terbunuh. Tapi justru karena perbuatannya ini, dengan cepat memancing kemarahan dari umat persilatan lainnya. Mereka segera menyebar Bu-lim-tiap dan Liok-lim-ciam untuk mengerubutinya. Tapi yang mengherankan justru ilmu silat yang dimiliki Bun-ji Koan-xu makin lama semakin lihay, semua pengerubutan itu berhasil dikalahkan sehingga tercerai-berai. Pikiran semua orang mulai cemas, gelisah dan tak tenang. Banyak di antaranya malah merasa tak nyenyak tidur, tak enak makan. Sementara itu para jago dari pelbagai partai besar pun menaruh semacam perasaan curiga terhadap ilmu silat yang dimiliki Bun-ji Koan-su. Setelah melalui penyelidikan yang seksama, akhirnya baru diketahui, rupanya Bun-ji Koan-su memiliki semacam ilmu khikang yang aneh dan maha sakti. Ilmu khikang tersebut bisa menimbulkan suatu perubahan Im- Yang di dalam badannya sehingga semakin keras dia menerima serangan, semakin hebat pula kemajuan yang berhasil dicapai dalam tenaga dalamnya. Karena itu, kemajuan yang berhasil dicapai Bun-ji Koan-su boleh dibilang melebihi orang lain dan sangat mengerikan sekali. Ku See-hong yang mendengarkan kisah itu menjadi amat tertarik sekali. Dia tahu, yang dinamakan Bun-ji Koan-su tersebut sudah pasti adalah manusia aneh di hadapannya ini... tapi diapun membenci kepada umat persilatan. Dia merasa orang-orang itu mempunyai pandangan yang tidak adil terhadap manusia aneh ini. Ketika Ku See-hong mendengar bahwa Bun-ji Koan-su memiliki sejenis ilmu khikang yang maha sakti, hatinya segera bergetar keras. Manusia aneh itu telah berkata kepadanya bahwa dia telah mempelajari pula ilmu khikang Kan-kun Mi-siu tersebut, itu berarti setiap kali badannya terhajar oleh pukulan orang, tenaga dalamnya akan semakin cepat mengalami kemajuan. Mungkinkah pada suatu ketika dia akan berhasil mencapai tingkatan yang amat dahsyat seperti apa yang dimiliki Bun-ji Koan-su tempo dulu? Berpikir sampai di situ, kejut dan girang segera berkecamuk dalam hatinya, dia tak menyangka kalau ilmu sakti semacam itu berhasil dimilikinya. Setelah mengatur napas sekian lama, dengan wajah dingin membesi, orang aneh itu melanjutkan kembali kisahnya.

   "Orang persilatan tahu bahwa ilmu khikang yang dilatih oleh Bun-ji Koan-su tersebut adalah semacam ilmu khikang maha dahsyat yang diciptakan oleh seorang manusia pintar pada jaman Cun Ciu Cian Kok dulu. Orang itu tak lain adalah perdana menteri Negeri Go yang bernama Ngo Cu Siau. Oleh tokoh yang amat pintar ini, kepandaian tersebut kemudian ditulis dalam se

   Jilid kitab pusaka yang disebut Cang Ciong pit-kip.

   Dari sini semua orang pun lantas tahu kalau Bun-ji Koan-su telah berhasil mendapatkan kitab Ciang C iong pit-kip yang digilai setiap umat persilatan itu.

   Maka dunia persilatan pun kembali mengalami suatu persoalan yang amat hebat.

   Akibatnya bukan saja niat kawanan jago itu untuk membunuh Bun-ji Koan-su semakin besar, setiap orang pun bernafsu sekali untuk merampas kitab pusaka Cang Ciong pit-kip itu, terutama dari pihak kaum sesat dan golongan hitam.

   Dengan pelbagai tipu muslihat mereka berusaha untuk melenyapkan duri dalam mata ini.

   Ketika Bun-ji Koan-su mengetahui bahwa umat persilatan adalah manusia-manusia rakus yang tidak mengenal malu, hatinya menjadi amat sedih sekali.

   Hasratnya untuk menegakkan keadilan dan kebenaran dalam dunia persilatan pun menjadi hilang lenyap.

   Setelah dikejar dan didesak terus menerus oleh kawanan jago persilatan, terpaksa dia mengambil keputusan untuk hidup mengasingkan diri dan tidak melakukan perjalanan lagi dalam dunia persilatan.

   Tentu saja, ia tidak takut terhadap kejaran dan desakan oleh orang-orang persilatan, dia hanya tak ingin melakukan pembunuhan yang lebih banyak lagi terhadap umat persilatan.

   Jadi sebenarnya hal ini timbul dari niatnya yang baik.

   Tapi justru karena perasaan yang mulia inilah membuat dia sendiri justru mengalami nasib yang tragis.

   Ketika berbicara sampai di situ, beberapa titik air mata segera jatuh bercucuran membasahi wajahnya.

   Ini menunjukkan betapa sedih dan emosinya dia.

   Ku See-hong menjadi tertegun dan tak habis mengerti, dia tidak paham mengapa kemuliaan hati manusia aneh tersebut bisa berakibat timbulnya tragedi tersebut? Sebenarnya apa yang dia maksudkan? Dengan wajah yang semakin menyeramkan manusia aneh itu berkata lebih lanjut.

   "Sejak waktu itu, Bun-ji Koan-su mulai berpesiar ke tempat- tempat yang indah untuk menghibur hatinya, tapi musuh besarnya tersebar di mana- mana. Kemanapun dia pergi di sana pasti muncul kawanan jago yang berusaha membalas dendam kepadanya. Tapi dengan hati yang penuh welas asih dia hanya menghindar dan berusaha tidak ribut dengan mereka, apalagi menerbitkan pembunuhan lagi. Dengan wataknya yang keras, sesungguhnya amat sulit baginya untuk melakukan tindakan yang lemah tersebut. Suatu hari, ketika ia sedang berpesiar ke propinsi Szechwan, tiba-tiba dijumpainya ada dua orang pemuda yang sedang terluka parah dan hampir mati tergeletak di pinggir jalan. Menyaksikan keadaan dari kedua orang pemuda itu cukup mengenaskan, Bun-ji Koan-su lantas berusaha keras untuk menyelamatkan jiwa kedua orang itu dengan menggunakan tenaga dalamnya. Ketika kemudian mereka tahu bahwa penolongnya adalah Bun-ji Koan-su yang amat tersohor itu, mereka berdua pun segera merengek dan memohon kepadanya agar menerima mereka sebagai muridnya. oooOOOooo Bab TAHUN itu, meskipun Bun-ji Koan-su berusia tigapuluh tahunan, tapi sudah bosan hidup dalam dunia persilatan. Dia memang ingin 69 sekali mencari orang yang berbakat baik untuk diwarisi segenap ilmu silat yang dimilikinya. Ketika ia sudah mengetahui asal-usul kedua orang itu, bahkan mengetahui kalau mereka berbakat baik, maka Bun-ji Koan-su memutuskan untuk menerima mereka berdua sebagai muridnya dan mewariskan pelbagai ilmu sakti kepada mereka. Tapi berhubung Bun-ji Koan-su tidak memiliki tempat tinggal yang tetap, dan lagi suka berpesiar ke tempat yang berpemandangan indah, maka dia pun selalu membawa serta kedua orang muridnya ini kemana pun dia pergi. Setiap ada kesempatan dia pun memberi petunjuk ilmu silat kepada kedua orang pemuda itu. -oo0dw0oo-

   Jilid 03 DENGAN kecerdasan yang dimiliki kedua orang pemuda itu, sekalipun harus mempelajari ilmu silat yang amat sulit, ternyata asal diberi petunjuk mereka segera mengerti.

   Apalagi sikap mereka terhadap Bun-ji Koan-su pun sopan dan menurut sekali, tak heran kalau Bun-ji- koan-su tak sayang untuk mewariskan segenap ilmu silat yang dimilikinya itu kepada mereka.

   Malahan dia pun berhasrat untuk mewariskan juga ilmu khikang yang sakti dan tiada taranya itu kepada mereka berdua."

   Ketika berbicara sampai di sini, manusia aneh itu menggertak giginya kencang sehingga berbunyi gemerutukan, sekujur badannya gemetar keras, dari balik mata tunggalnya terpancar keluar sinar tajam yang mengerikan.

   Jelas kalau perasaannya waktu itu diliputi oleh rasa gusar dan dendam yang hebat.

   Ku See-hong bukan orang bodoh, ketika menyaksikan sikap seram dari manusia aneh itu, kemudian dicocokkan pula dengan kejadian yang pernah dialaminya sewaktu hendak memanggil suhu kepadanya tadi, dengan cepat ia dapat mengambil kesimpulan bahwa kedua orang pemuda ini pasti sudah melakukan pengkhianatan sehingga berakibat fatal bagi gurunya itu.

   Berpikir sampai di sini, tanpa terasa Ku See-hong bertanya.

   "Locianpwe, apakah Bun-ji koan-su telah mewariskan ilmu khikang tersebut kepada mereka? Siapakah nama kedua orang itu?"

   Sampai sekarang Ku See hong masih berlagak seolah-olah tidak tahu kalau manusia aneh itu adalah Bun-ji koan-su pribadi.

   Dia menanyakan nama pemuda itu karena dia telah berhasrat untuk membalaskan dendam bagi Bun-ji koan-su di kemudian hari.

   Manusia aneh itu sangat dipengaruhi oleh emosi dalam hatinya, dia lupa kalau tadi pernah memerintahkan kepada Ku See-hong untuk tidak menimbrung, jawabnya dengan sinis.

   "Huuuh, kawanan kurcaci macam dia juga pingin mengincar ilmu sakti, kalau bukan rejekinya..."

   Mendadak paras muka manusia aneh itu berubah hebat, bentaknya keras-keras.

   "Ku See-hong, lohu melarang kau banyak bertanya, mengapa kau berani menimbrung?"

   Diam-diam Ku See-hong merasa kegelian, karena tidak sadar dia telah bertanya, sedang manusia aneh itupun sudah memberi separuh jawaban kepadanya, mungkin seandainya jawaban itu sudah diberikan secara komplit dia benar-benar akan marah besar.

   Berpikir demikian, buru-buru anak muda itu berseru.

   "Oooh... maaf. Maaf locianpwe, lain kali boanpwe pasti tak akan menimbrung jalan ceritamu lagi."

   Sudah barang tentu manusia aneh itupun dapat memahami maksud ucapan dari Ku See-hong tadi, tapi dasar wataknya memang aneh maka jawaban yang diberikan setengah jalan itupun sengaja dia lakukan demikian, sekalipun di dalam hati kecilnya dia sendiripun merasa kegelian.

   Yaa, kalau diri manusia berwatak aneh telah saling berjumpa, meski di dalam hati kedua belah pihak mengakui lawannya sebagai guru dan murid, namun di luaran mereka bersikap sebaliknya memang begitulah keanehan yang sering terjadi di dunia ini.

   Selang beberapa saat kemudian, dengan wajah dingin manusia aneh itu melanjutkan kembali kata-katanya.

   "Boan-ji koan-su dengan membawa kedua orang muridnya melanjutkan pesiarnya kemana-mana dan melewati kehidupan seperti dewa. Suatu hari, di kala Bun ji koan su membawa kedua orang muridnya berpesiar ke selat Sam shia di bukit Wu-san, tiba-tiba terjadi suatu musibah yang merupakan suatu peristiwa yang paling menyakitkan hati Bun ji koan su sepanjang hidupnya. Rupanya ketika tiba di selat Sam shia di bukit Wu-san, secara tiba-tiba Bun ji koan su telah berjumpa dengan seorang tokoh sakti yang berilmu tinggi dan bernama besar dalam dunia persilatan, Thi kiam kim ciang Ceng Ih lwe (pedang baja pikulan emas yang menggetarkan jagad) dengan membawa sekawanan jago lihay mengadakan penghadangan dirinya. Bun-ji koan-su sudah amat jemu sekali terhadap segala bentuk pembunuhan yang terjadi dalam dunia persilatan, maka terhadap kawanan jago lihay yang dipimpin oleh Thi kiam kim ciang ceng ih lwe tersebut, dengan rendah hati dia memohon kepada lawannya agar jangan mengobarkan pertarungan yang bisa berakibat banyaknya korban yang akan berjatuhan. Tapi Thi kiam kim ciang Ceng Ih Iwe mendesak terus menerus bahkan mengejek dan menghina Bun-ji koan-su. Sesabar-sabarnya Bun-ji koan-su, dia tetap adalah seorang manusia, bagaimana mungkin dia sabar terhadap ejekan dan cemoohan dari lawannya itu? Maka dengan hawa nafsu membunuh yang berkobar, Bun-ji koan-su membuka serangannya. Suatu pertempuran sengit yang tiada taranya pun dengan cepat berkobar di sana. Dalam pertempuran itu, hampir saja selembar nyawa Bun-ji koan-su lenyap di ujung tangan Thi kiam kim ciang Ceng Ih Iwe tersebut."

   Ku See hong yang mendengar ceritera itu diam-diam merasa amat terkesiap, tanpa terasa ia bertanya lagi dengan cemas.

   "Locianpwe, ilmu silat yang dimiliki Bun-ji koan-su begitu lihay, mengapa ia bisa menderita kerugian?"

   Manusia aneh itu kembali mendengus dingin, dia tidak menjawab pertanyaan dari Ku See hong, melainkan melanjutkan kembali ceriteranya itu.

   "Ternyata menghadapi semua jurus serangan yang dilancarkan Bun ji koan su tersebut, seolah-olah Thi kiam kim ciang ciang ih-lwe sudah mempunyai perhitungan yang matang. Setiap kali menghadapi serangan yang gencar dan dahsyat, dia selalu bisa menghindarkan diri secara gampang dan sederhana, malah jurus serangan balasan yang digunakan semuanya merupakan jurus-jurus tandingan untuk mematahkan ancaman Bun-ji koan-su.

   "Menghadapi keadaan seperti ini, Bun-ji koan-su benar-benar merasa terkejut bercampur heran, padahal semua jurus serangan yang digunakan berasal dari se

   Jilid kitab pusaka ilmu silat yang bernama Cang- ciong-pit-kip.

   Sekalipun ilmu silat Thi kiam kim ciang Ciang Ih huang sedemikian dahsyatnya, juga tak akan sedahsyat itu.

   Maka timbul suatu perasaan curiga dalam hatinya.

   Selama ini, kepandaian silat yang dimilikinya hanya pernah diwariskan kepada dua orang murid kesayangannya, setengah jurus pun belum pernah dibocorkan ke dalam dunia persilatan, atau mungkin ada persoalan dengan kedua orang murid kesayangannya itu? Bun-ji koan-su segera memanggil kedua orang muridnya dan mendesak kepada mereka untuk mengaku, apakah mereka telah membocorkan rahasia ilmu silat yang dimilikinya? "Siapa yang pernah berbuat salah harusnya tentu gelisah, siapa yang berkentut mukanya tentu merah.

   Siapa tahu setelah dipaksa dan didesak terus-menerus, akhirnya mereka mengaku juga.

   Ternyata kedua orang murid kesayangannya itu, bukan lain adalah murid kesayangan dari Thi kiam kim ciang Ceng Ih huang.

   Mereka adalah dua orang manusia paling berbakat yang pernah ditemui dalam dunia persilatan waktu itu.

   Agaknya mereka memang sengaja diutus untuk mencuri belajar ilmu silat yang dimilikinya agar bisa membasmi Bun-ji koan-su di suatu ketika dan merampas kitab pusaka Cang-ciong-pit-kip miliknya.

   Sungguh tak terlukiskan rasa sedih dan kesal yang dialami Bun-ji koan-su waktu itu.

   Diapun menjadi begitu mendendam kepada seluruh umat persilatan yang berada di dunia ini karena kelicikan dan kebusukan hati mereka yang telah mempergunakan cara keji, rendah dan terkutuk semacam itu untuk menghadapinya.

   Di dalam marahnya, dia segera mengeluarkan seluruh kepandaian silat maha sakti yang dimilikinya untuk melakukan pembunuhan serta pembantaian secara besar-besaran.

   Siapa tahu pada saat itulah kedua orang murid pengkhianat itu juga ikut terjun ke arena pertempuran, bahkan bersama kawanan jago silat yang lain mereka bersama-sama mengerubuti Bun-ji koansu seorang.

   Agaknya sebelum masuk menjadi anggota perguruan Bun-ji koan-su, kedua orang murid pengkhianat itu sudah merupakan jago muda yang kenamaan di dalam dunia persilatan.

   Ilmu silat yang mereka miliki boleh dibilang termasuk kelas satu dalam dunia persilatan.

   Yang seorang bernama Thi bok sia kiam (pedang sakti kayu baja) Cu Pok, sedangkan yang lain bernama Jian bun kiam ciang (telapak tangan emas pembabat nyawa) Tu Pok-kim...."

   Setelah mendengar kedua nama tersebut, Ku See-hong mengingatnya dalam-dalam di hati.

   Dia sudah bertekad akan mencari kedua orang pengkhianat tersebut, untuk di kemudian hari membuat pembalasan.

   Ketika menyebutkan nama dari kedua orang murid pengkhianat tersebut, orang aneh itu juga turut berhenti sebentar, sinar mata tunggalnya yang tajam bagaikan sembilu mengawasi wajah Ku See hong tak berkedip, tapi dengan cepat hatinya menjadi sangat lega.

   Lanjutnya kemudian lebih jauh.

   "Ilmu silat mereka berdua sesungguhnya sudah amat lihay, apalagi dalam setahun belakangan ini mendapat petunjuk yang seksama dari Bun-ji koan-su, hal mana membuat ilmu silatnya mendapat kemajuan yang sedemikian pesatnya sehingga sama sekali tidak berada di bawah kepandaian Thi kiam kim ciang Ceng Ih-huang yang memang lihay itu. Oleh sebab itu, di bawah kerubutan dari beberapa orang jago tangguh yang luar biasa lihaynya itu, Bun-ji koan-su merasakan tekanan-tekanan yang sangat berat sehingga merasa kepayahan sekali. Pertempuran itu boleh dibilang merupakan pertempuran sengit pertama yang pernah dialami Bun-ji koan-su sepanjang hidupnya. Meski begitu ilmu silat yang dimiliki Bun-ji koan-su memang benar-benar telah mencapai puncak kesempurnaan yang tak terkirakan. Kedua belah pihak telah melibatkan diri dalam pertarungan sengit selama sehari semalam lamanya, sedemikian sengitnya pertarungan tersebut seakan-akan bumi ikut berguncang dan langit ikut berobak, kehebatan serta kesengitannya sukar dilukiskan dengan kata-kata. Akhirnya dalam pertarungan itu Bun-ji koan-su berhasil membantai tiga puluhan orang jago lihay termasuk juga Thi-kiam kim-ciang Ceng Ih-huang sendiripun tak berhasil meloloskan diri dari bencana. Dia tewas di ujung telapak tangannya Bun-ji koan-su, juga pertempuran sengit yang menggetarkan sukmapun sudah mendekati pada akhir. Thi-bok sin-kiam Cu Pok dan Jian-hun kim-ciang Tu Pok kim rupanya telah menyadari bahwa keadaan yang menguntungkan bagi mereka sudah lewat. Kedua-duanya segera berlutut di hadapan Bun-ji koan-su dan menggunakan selembar bibirnya yang pandai, berusaha meminta pengampunan. Mereka mengatakan telah dipaksa oleh orang persilatan untuk melakukan perbuatan mengkhianati perguruan yang amat terkutuk itu dan merasa amat menyesal dan bertobat bahkan kata mereka bersedia untuk menebus dosa dan kesalahan yang telah mereka lakukan. Menurut kabar berita yang tersiar dalam dunia persilatan, orang bilang Bun-ji koan-su bermuka dingin berhati kaku, kejam dan sama sekali tak berperasaan... Tapi bagaimanapun keji dan tak berperasaannya dia, bagaimana mungkin tega untuk membunuh dengan tangan sendiri terhadap murid-murid didikannya? Waktu itu perasaannya benar-benar amat sedih, tersiksa dan sangat menderita. Setiap kali Bun-ji koan-su mengerahkan tenaga dalamnya untuk bersiap-siap membinasakan kedua orang pengkhianat tersebut, hatinya selalu menjadi lemah kembali dan merasa tak tega. Sementara kedua orang pengkhianat itupun sudah menangis tersedu-sedu dengan amat sedihnya, membuat siapa saja yang melihat hal itu turut menjadi iba dan muncul perasaan kasihan. Maka hati Bun-ji Koan-su pun menjadi lunak kembali. Dia hanya mendamprat serta menasihati kedua orang pengkhianat tersebut kemudian mengusirnya dari perguruan. Waktu itu dia pun bersumpah kepada langit, sepanjang hidup tidak akan menerima murid lagi. Diapun mempunyai suatu harapan dan keinginan. Dia hendak mewariskan ketiga macam ilmu rahasia maha saktinya kepada seorang manusia yang berbakat, tapi dia tak akan menerima budi pembalasan dan orang itu. Diapun tak akan mengakui dirinya sebagai guru orang itu. Itulah sebabnya pelbagai peraturan yang aneh dan hampir tidak mendekati perikemanusiaan telah bermunculan, sesungguhnya hal tersebut merupakan akibat dari kesedihan Bun-ji koan-su sejak menerima dua orang murid yang akhirnya berkhianat. Ketika berbicara sampai di situ dari balik sinar mata tunggal manusia aneh itu segera terpancar keluar rasa sedih dan permintaan maaf, diawasi Ku See-hong lekat-lekat. Sementara Ku See-hong sendiripun sedang berpikir. Oooh... rupanya karena alasan inilah maka dia enggan disebut sebagai suhu olehku. Setelah berhenti sebentar manusia aneh itu kembali melanjutkan kata-katanya.

   "Setelah Bun-ji Koan-su membunuh Thi-kiam-kim-ciang-ceng Ih- huang, lalu dengan sadar welas kasih melepaskan kedua orang murid pengkhianat pergi. Tindakan ini boleh dibilang merupakan suatu tindak kesalahan yang paling besar. Tapi karena kesalahan tersebut akhirnya ia harus menanggung akibatnya sampai detik terakhir dari kehidupannya. Waktu itu perasaan Bun-ji Koan-su benar-benar putus asa, kecewa dan tidak bersemangat lagi. Kendatipun dia masih berpesiar ke seantero jagad, namun sudah tiada kegembiraan lagi untuk menikmati keindahan alam sekitarnya. oooOOOooo SEJAK Bun-ji Koan-su terjun ke dalam dunia persilatan, waktu itu ada seorang pendekar perempuan yang cantik dan romantis selalu mengejar dirinya walau sampai di ujung langit pun untuk menyatakan perasaan cinta kasihnya. Pendekar perempuan itu bukan saja memiliki wajah yang cantik, lagipula berhati suci bersih dan cerdik sekali. Tapi dasar wataknya memang aneh, ternyata Bun-ji Koan-su sama sekali tidak menanggapi luapan cinta kasih dari pendekar perempuan itu, malahan dengan kata-kata yang tajam dan pedas ia telah menyakiti perasaan gadis itu. Ketika gadis itu melihat kekasihnya berhati dingin, tak berperasaan bahkan menyakiti hatinya dengan kata-kata tajam dan pedas, tahulah dia bahwa semua cinta kasih yang diperlihatkannya selama ini tidak memperoleh tanggapan sebagaimana mestinya. Ketika itu dia menjadi sedih dan putus asa... dari cinta ia menjadi benci dan menggunakan pedangnya siap untuk membunuh orang yang dicintainya itu. Suatu pertempuran sengitpun segera berkobar antara Bun-ji Koan-su melawan pendekar perempuan itu. Kalau dibicarakan sesungguhnya kejadian ini memang aneh dan sukar dipercaya. Ternyata ilmu silat yang dimiliki gadis itu sedemikian lihay dan saktinya sehingga boleh dibilang sama sekali tidak selisih jauh bila dibandingkan dengan Bun-ji Koan-su sendiri. Kenyataan ini tentu saja membuat Bun-ji Koan-su menjadi kaget, tercengang dan keheranan, mimpi pun dia tak menyangka kalau gadis tersebut memiliki kepandaian yang sebegitu lihaynya. Lambat laun dia mulai menyadari bahwa di atas langit sebetulnya masih ada langit, di atas manusia masih terdapat manusia lain. Pertempuran sengit antara gadis itu melawan Bun-ji Koan-su berlangsung hampir seratus jurus lebih, boleh dibilang gadis itu merupaakan seorang musuh yang paling tangguh di dalam hidupnya. Setelah bertarung hingga seribu dua ratus enam puluh jurus kemudian, akhirnya Bun-ji Koan-su dengan mempergunakan satu jurus serangan yang paling lihay dan rahasia secara menyerempet bahaya, berhasil menggetar putus pedang si nona dengan sentilan jarinya. Kemudian dengan tak berperasaan sedikitpun juga dia berkata.

   "Meski bunga yang berguguran yang air yang mengalir tak berperasaan, jika kau masih saja mengejar diriku terus menerus... aku tidak akan berlaku sungkan-sungkan lagi kepadamu. Pedang ini merupakan sebuah contoh yang paling baik untukmu."

   Sungguh tak terlukiskan rasa sedih dan hancurnya perasaan gadis itu, setelah mendengar ucapan keji yang tidak berperasaan dari orang yang dicintainya itu, dia malah sama sekali tidak menangis, setitik air mata pun tidak meleleh keluar, tapi aku tahu betapa sedih dan terluka hatinya oleh ucapan tersebut.

   IA segera memungut kutungan pedangnya dari atas tanah, kemudian dengan wajah memancarkan rasa dendam dan benci, katanya sambil menggigit bibirnya kencang-kencang.

   'Bun-ji koan-su, aku Seng-sim cian-li Hoa Soat-kun benar-benar mencintaimu dengan setulus hati, tak nyana kalau hatimu sekeji dan tidak berperasaan seperti ini.

   
Dendam Sejagad Legenda Kematian Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Tunggu sajalah, lima puluh tahun kemudian aku pasti akan menciptakan semacam ilmu pukulan yang tiada taranya di dunia ini yakni Hay-jin-ciang untuk membunuh dirimu di ujung telapak tanganku....' Ketika itu, Bun-ji koan-su segera mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak, sahutnya dengan sinis.

   'Baik, haaahh...

   haaahh...

   haaahh...

   Seng-sim cian-li Hoa Soat- kun, aku pasti akan menunggu kedatanganmu pada lima puluh tahun kemudian, pasti akan kuberi kesempatan kepadamu untuk membuktikan apakah ilmu pukulan Hay-jin-ciang ciptaanmu itu sanggup merobohkan aku.' Setelah mendengar perkataan itu sekujur badan Seng-sim cian-li Hoa Soat-kun gemetar keras.

   Setelah membuang sebagian dari potongan pedangnya, dengan membawa perasaan yang sedih dan hati yang hancur luluh, dia berlalu dari sana.

   Sejak itu pula dalam dunia persilatan telah kehilangan kabar berita tentang dirinya...."

   Berbicara sampai di situ, beberapa titik air mata tampak jatuh berlinang dari mata tunggal manusia aneh itu. Wajahnya menunjukkan perasaan menyesal yang tak terkirakan. Ku See-hong kembali berpikir di dalam hatinya.

   "Aaai... berbicara yang sesungguhnya dia memang tidak patut melakukan tindakan begitu keji dan tidak berperasaan kepada calon guruku yang kedua itu, yaaa... kalau dilihat dari keadaannya, mungkin bukan suatu pekerjaan yang gampang bagiku untuk memohon pelajaran Hay-jin-ciang tersebut darinya."

   Dalam pada itu, kesehatan dan kondisi badan manusia aneh itu kian lama kian bertambah jelek, diapun rupanya juga sadar kalau waktu hidup baginya di dunia ini sudah tidak terlalu banyak lagi.

   Buru-buru perhatiannya dipusatkan kembali menjadi satu, kemudian melanjutkan.

   "Pada waktu itu Bun-ji koan-su cuma tertawa belaka, sambil membawa kutungan pedang yang lain dia melanjutkan kembali perjalanannya seorang diri untuk berpesiar di pelbagai tempat kenamaan di dunia ini. Hampir dua puluh tahunan dia berpesiar dengan aman dan tenteram tanpa terjadi suatu kejadian apapun. Suatu tahun, ketika musim gugur telah tiba, yaitu pada dua puluh tahunan berselang, meski Bun-ji koan-su telah berusia limapuluh tahunan, akan tetapi berhubung ia memiliki kepandaian untuk merawat muka, maka kelihatannya dia masih seperti seorang sastrawan yang berusia tiga puluh tahunan. Hari itu Bun-ji koan-su sedang berpesiar di suatu tempat yang sangat indah. Karena jauh dari penginapan, ketika malam telah menjelang tiba, sedangkan waktu itu pemandangan alam sangat indah, dia telah lupa untuk beristirahat, melainkan melanjutkan perjalanannya terus. Berada di suatu tempat yang beralam begini indah, ternyata Bun-ji koan-su telah lupa akan waktu yang makin larut malam.... Pada saat itulah mendadak dari kejauhan sana berkumandang suara dentingan harpa yang merdu merayu menggema di udara dan masuk ke dalam pendengaran Bun-ji koan-su. Mendengar suara dentingan harpa itu, timbul perasaan ingin tahu dalam hati Bun- ji koan-su. Dia ingin tahu siapa gerangan orang yang bermain harpa di saat senja di tempat semacam itu. Akhirnya di bawah sebatang pohon, ia menyaksikan ada seorang gadis berbaju putih bersih bagaikan salju sedang memetik harpa dengan jari jemarinya yang halus dan ramping. Gadis itu mengenakan baju tipis berwarna puth yang berkibar- kibar ketika terhembus angin malam. Rambutnya yang panjang terurai sepundak berombak-ombak mengikuti hembusan angin. Kecantikannya ibarat bidadari yang baru turun dari kahyangan. Pelan-pelan Bun-ji-koan-su berjalan maju ke depan. Aaaai...! Hampir saja dia menjerit kaget begitu melihat wajah si nona. Perasaan hatinya yang sudah tenang selama limapuluh tahunan lebih itu segera mengalami goncangan yang amat keras. Hampir saja dia tak mampu untuk menguasai diri. Apa yang menyebabkan dirinya menjadi begitu? Kecantikannya...? Yaaa, kecantikan dari gadis itu telah membuatnya menjadi terpesona dan hampir saja kehilangan sukma. 'Enghiong memang sukar untuk melewati pelukan gadis', orang kuno sering berkata demikian. Ternyata gadis itu memang cantik jelita bak bidadari dari kahyangan. Ia memiliki mata jeli, hidung yang mancung serta bibir yang kecil mungil, kulit badannya putih bersih bagaikan salju, mana halus putih lembut lagi. Boleh dibilang hampir semua keindahan yang dimiliki seorang gadis cantik dimiliki pula oleh gadis tersebut, pokoknya kecantikan wajah gadis ini sukar dilukiskan dengan kata-kata. Padahal Bun-ji-koan-su bukan seorang lelaki yang gampang tertarik oleh kecantikan seorang gadis, apalagi dia memiliki tenaga dalam yang sempurna, tapi kenyataannya dia dibuat seperti orang yang kehilangan sukma, hampir saja dia tak mampu untuk menguasai diri. Tiba-tiba gadis itu mendongakkan kepalanya, lalu dengan sepasang matanya yang jeli melirik sekejap ke arah Bun-ji-koan-su. Setelah tersenyum manis, dengan wajah tersipu-sipu dia menundukkan kembali kepalanya dengan cepat. Senyuman tersebut sungguh membuat Bun-ji koan-su merasa sukma dan semangatnya bagaikan terbang bersama meninggalkan raganya. Ternyata senyuman gadis itu jauh berbeda dengan senyuman gadis biasa, baik matanya, alis matanya, bibirnya maupun sepasang lesung pipinya telah menciptakan suatu perpaduan yang amat sempurna, bahkan dari setiap bagian terkecil dari tubuhnya pun seakan-akan memiliki daya pikat yang amat besar. Bagaikan beribu-ribu kuntum bunga indah yang mekar bersama, terciptalah suatu keindahan serta daya tarik yang tak terlukiskan dengan kata- kata. Kecantikan gadis itu pokoknya tak terlukiskan dengan kata-kata. Bun-ji koan-su sebenarnya adalah seorang seorang lelaki berhati keras yang tangguh dan tahan uji, akan tetapi pada waktu itu telah berubah menjadi seekor domba yang amat jinak dan penurut. Dengan langkah yang pelan dan hati-hati ia berjingkat-jingkat mendekati gadis tersebut, seakan-akan kuatir kalau sampai mengejutkan hatinya. Setelah tiba di sisi sang nona, dia baru menegur dengan suara lembut.

   "Nona benar-benar seorang seniman yang amat menawan hati. Bermain harpa di tempat berpemandangan alam semacam ini sungguh menunjukkan betapa mengertinya nona akan seni. Bila aku, Bun-ji koan-su, telah datang mengganggu ketenanganmu, harap nona sudi untuk memaafkan."

   Gadis berbaju putih yang cantik jelita bak bidadari dari kahyangan itu pelan-pelan mendongakkan kepalanya, sambil memutar sepasang biji matanya, dia berkata.

   "Mengapa siangkong harus berkata demikian? Kalau kulihat perbuatanmu yang berpesiar di waktu senja semacam ini, engkaulah seorang seniman sejati, bisa berkenalan dengan seorang seniman macam siangkong, hal ini sungguh merupakan...."

   Mimpipun Bun-ji koan-su tidak menyangka kalau dia akan berhasil merebut perhatian si nona cantik itu sedemikian cepatnya.

   Maka, Bun-ji koan-su benar-benar terpikat oleh kecantikan wajah gadis tersebut.

   Ia mulai memperbincangkan pelbagai persoalan dari 82 ujung langit utara sampai selatan, barat sampai timur tanpa ada hentinya...

   Si nona itu sendiri tampaknya juga jatuh hati kepadanya dalam pandangan yang pertama, dengan senyuman yang tersipu dan lirikan mata yang jeli ia menanggapi pembicaraan tersebut, bahkan tanpa terasa semalam suntuk mereka bergadang di sana."

   Ketika bercerita sampai di sana, manusia aneh itu segera memperlihatkan mimik wajah yang sukar dilukiskan dengan kata- kata, dia seperti girang seperti juga merasa benci, tapi seperti juga merasa menyesal akan perbuatannya di masa lalu sehingga harus mengalami nasib yang tragis seperti apa yang dialaminya sekarang.

   Ku See-hong sendiri diam-diam juga berpikir.

   "Rupanya dia benar-benar sudah terpikat oleh kecantikan wajahnya, mungkin siluman perempuan itupun orang yang diutus oleh orang persilatan untuk mencelakai dirinya. Tapi anehnya, gadis itu sedemikian cantiknya, lagi pula tiada dendam sakit hati dengan Bun-ji koan-su, mengapa pula ia harus mencelakai dirinya? Mungkin di balik kesemuanya itu masih terkandung rahasia besar lainnya."

   Manusia aneh itu menghela napas sedih, setelah termenung sebentar, ia berkata lebih jauh.

   "Walaupun Bun-ji koan-su telah berusia limapuluh tahun, tapi setelah mengadakan hubungan batin hampir selama sebulan lamanya dengan gadis itu, akhirnya merekapun menikah menjadi suami istri dan hidup berbahagia. Gadis itu bernama Ceng Lan-hiang.... Dia berkata kepada Bun-ji koan-su bahwa dirinya tak pandai bersilat. Bun-ji koan-su benar-benar telah menunjukkan cinta kasihnya yang paling suci dan murni kepada gadis itu, tentu saja dia tak akan mencurigai apa yang dia katakan itu, apalagi di dalam gerak-geriknya Ceng Lan- hiang menunjukkan sikap yang amat lemah dan seperti patut dikasihani, hal mana semakin membuat dia 83 tak pernah melayangkan pikirannya untuk memikirkan hal-hal lainnya. Dalam setahun kehidupan mereka, Ceng Lan-hiang menunjukkan sikap yang paling lembut dan halus terhadap Bun-ji koan-su, diapun sangat setia dan pandai melayani suami. Cinta mereka berdua ibaratnya lem perekat yang saling melekat, seakan-akan tiada sesuatu kekuatanpun di dunia ini yang bisa memisahkan mereka berdua. Di dalam waktu setahun yang teramat singkat itu, Bun-ji koan-su merasa bagaikan hidup di sorga. Ceng Lan-hiang pun telah berbadan dua. Beberapa bulan kemudian malah melahirkan seorang putrid yang cantik baginya."

   Ketika berbicara sampai di situ, manusia aneh itu kembali berhenti sebentar, dari balik mata tulangnya tampak air bercampur darah jatuh bercucuran membasahi pipinya, waktu itu perasaannya benar-benar amat sedih dan terluka, apalagi bila teringat kembali dengan putrinya yang tercinta, dia lebih- lebih merasa hatinya hancur dan tertekan sekali.

   Ketika Ku See-hong mendengar sampai di situ, apalagi setelah menyaksikan mimik wajah manusia aneh tersebut, dia tahu nasib tragis yang menimpa Bun-ji koan-su segera akan menjelang tiba.

   Dengan perasaan sedih dan hancur, manusia aneh itu termenung beberapa saat lamanya, kemudian melanjutkan kembali kata- katanya.

   "Orang bilang, kehidupan yang bahagia itu tidak langgeng.... Ketika hasil hubungan cinta antara Bun-ji koan-su dengan Ceng Lan-hiang telah tiga bulan lahir di dunia ini, yakni pada sembilan belas tahun berselang, suatu peristiwa yang tragis pun telah menjelang tiba. Peristiwa itu benar-benar merupakan suatu peristiwa yang menyedihkan, membawa dendam, sakit hati dan mengerikan. Suatu pagi, Ceng Lan-hiang dengan wajah pucat pias seperti mayat, keringat dingin membasahi sekujur badannya dan napas tersengal-sengal, lari masuk ke dalam kamar baca Bun-ji koan-su dengan langkah sempoyongan. Waktu itu Bun-ji koan-su sedang membaca se

   Jilid buku di dalam kamar bacanya. Betapa terkesiapnya dia setelah menyaksikan keadaan yang menimpa diri Ceng Lan-hiang.... Buru-buru dia memeluk tubuh istrinya sambil bertanya dengan cemas.

   "Lan-hiang, kenapa kau....?"

   Sambil mengejang-ngejang keras menahan suatu penderitaan yang luar biasa, dengan sedih Ceng Lan-hiang berkata.

   "Oleh karena aku mencuri belajar ilmu silat yang kau miliki dari kitab catatanmu, aku merasa peredaran darah di dalam badanku bagaikan tersumbat dan mengalir terbalik. Sekarang telah menyerang ke delapan buah nadi penting di tubuhku, mungkin... mungkin... itulah yang dinamakan 'jalan api menuju neraka' oleh orang persilatan...."

   "Kau menderita jalan api menuju neraka...?"

   Jerit Bun-ji koan-su dengan kaget dan terkesiap.

   "Oh, bagaimana baiknya sekarang?"

   Waktu itu, kesadaran Ceng Lan-hiang berangsur-angsur telah menghilang, tubuhnya menjadi lemas terkulai di tanah, mukanya makin pucat bagaikan mayat.

   Keadaannya mengenaskan sekali.

   Dengan ilmu penyembuhan luka yang dimiliki Bun-ji koan-su, dengan cepat dia menotok beberapa buah jalan darah serta nadi penting di tubuh Ceng Lan-hiang dengan harapan bisa menahan berbaliknya aliran darah yang menyerang organ tubuh penting lainnya sehingga masa bekerjanya dapat diundurkan.

   Bun-ji koan-su amat menyayangi istrinya, dia tahu, dengan totokan ilmu Hud-hiat-hoat yang dipelajarinya dari kitab pusaka Ceng-ciong-pit- kip tersebut, meski delapan nadi pentingnya telah tertotok, itupun hanya bisa memperpanjang waktu kambuhnya selama dua tiga hari saja.

   Bila sampai waktunya tidak berhasil menemukan sebatang rumput mestika Peng-lian Leng-cau, maka nadi di dalam tubuh istrinya pasti akan pecah dan akibatnya dia pasti akan tewas secara mengenaskan.

   Menyaksikan istrinya merintih kesakitan, Bun-ji koan-su merasakan hatinya sangat pedih bagaikan di ris-iris dengan pisau, apalagi mendengar suara rintihan yang memilukan hati itu ibarat ada berpuluh-puluh batang panah tajam yang menghujam ke ulu-hatinya.

   Dia merasa lebih tersiksa dan menderita....

   oooOOOooo Bab BUN-JI KOAN-SU telah bermandi keringat karena gelisahnya, dengan nada menegur tapi penuh rasa sayang dia berkata.

   "Lan-hiang, mengapa kau harus berbuat tolol? Jika kau suka belajar ilmu silat, aku toh bisa mengajarkannya untukmu, tanpa dasar ilmu silat yang baik mana boleh berlatih secara sembarangan? Coba lihat, bagaimana jadinya bila sampai mengalami jalan api menuju neraka? Sekarang, bertahanlah selama satu dua hari, aku akan naik ke bukit Toa-soat-san untuk mencari sebatang rumput Peng-lian-leng-cau, bila kau makan rumput tersebut maka lukamu itu akan sembuh dengan sendirinya."

   Dengan suara yang lirih dan lemah Ceng Lan-hiang segera berkata.

   "Kau jangan pergi, aku lebih suka mati di sisimu, hatiku sudah puas bila kau mencintaiku sepenuh hati. Aku telah belajar silat secara diam-diam, kau bersedia memaafkan diriku bukan...?"

   Suara bisikannya itu penuh mengandung perasaan cinta kasih antara suami istri, cukup menggetarkan perasaan siapapun.

   Bun-ji koan-su menjadi amat sedih sekali, dengan air mata bercucuran katanya.

   "Lan-hiang, aku yakin masih berkemampuan untuk mengobati luka dalam jalan api menuju neraka yang kau derita itu.

   Jika kau benar-benar telah mati, akupun tak ingin hidup terus di dunia ini seorang diri, sekarang waktu yang tersedia sudah tak banyak lagi.

   Aku harus segera naik ke bukit Tay-soat-san untuk mencari rumput Peng-lian leng- cau tersebut."

   Sambil menahan rasa sedih dan pedih yang tak terlukiskan dengan kata-kata, Bun-ji koan-su mulai mengembangkan ilmu meringankan tubuhnya melakukan perjalanan siang malam menuju ke bukit Tay-soat-san.

   Dengan bersusah payah pula dia mendaki ke atas puncak Thian-soat-hong serta mendapatkan sebatang Peng-lian leng-cau.

   Tapi, ketika ia bersiap-siap untuk berangkat pulang inilah, tiba-tiba di atas bukit Tay-soat-san telah muncul beberapa rombongan jago lihay dunia persilatan.

   Mereka segera mengurung Bun-ji koansu rapat-rapat....

   Kemunculan yang secara tiba-tiba dari kawanan jago persilatan itu memang sedikit agak aneh.

   Mimpipun Bun-ji koan-su tidak menyangka kalau di atas puncak bukit Soat-san telah menanti sekelompok besar jago lihay dunia persilatan yang bersiap-siap untuk mengurungnya.

   Ketika menyaksikan kejadian itu, Bun-ji koan-su merasa gelisahnya bukan kepalang.

   Bayangkan saja, istrinya yang tersayang sedang mengalami jalan api menuju neraka, jiwanya sangat terancam sekali, sedang pengepungan dari kawanan jago persilatan itu sedemikian ketatnya, bila pertarungan sampai terjadi berlarut-larut sudah bisa dipastikan jiwa istrinya tak akan ketolongan lagi.

   Rasa cemas, gelisah dan marah berkecamuk dalam benak Bun-ji koan-su.

   Akhirnya dengan kobaran hawa amarah yang meluap, dia segera melancarkan pembunuhan secara besar-besaran dengan menggunakan semua jurus sakti yang paling keji dan mematikan.

   Dalam waktu singkat, enam tujuh orang jago lihay telah berhasil dibunuh sampai mati.

   Sesudah bentrokan terjadi, Bun-ji koan-su baru benar-benar merasa amat terkesiap, sebab kawanan jago persilatan yang terlibat dalam pengepungan di atas bukit Soat-san kali ini hampir meliputi segenap jago kelas satu yang berada dalam dunia persilatan, baik berasal dari golongan putih maupun dari golongan hitam.

   Hampir dua ratusan orang yang berkumpul di sekitar bukit, itu berarti hampir segenap inti kekuatan yang berada di dunia persilatan terlibat langsung dalam kejadian itu.

   Jumlah anggota terbanyak yang terlibat dalam pertarungan itu adalah jago-jago dari Cian-Khi-Tui (Pasukan Seribu Penunggang Kuda) dan Thi-Kiong-Pang (Perkumpulan Busur Baja) yang merupakan perkumpulan terbesar dalam dunia persilatan.

   Pangcu dari Kim-to-pang (Perkumpulan Golok Emas) suami istri pun turut hadir pula dalam pertarungan itu.

   Menyaksikan kesemuanya itu, Bun-ji koan-su merasa kagetnya setengah mati, dia tahu sulit baginya untuk kabur dari kepungan begitu banyak jago lihay pada hari itu.

   Dalam keadaan begini, terpaksa Bun-ji koan-su menggertak gigi dan memberi perlawanan dengan gigih.

   Sepasang tangan memang sulit untuk menghadapi empat buah tangan, apalagi kawanan jago yang terlibat dalam pertarungan itu sebagian besar adalah kawanan jago yang amat tersohor namanya di dalam dunia persilatan.

   Pada mulanya hanya kawanan jago dari golongan hitam dan sesat yang mengerubutinya seorang, kemudian para jago yang menamakan dirinya jago-jago dari sembilan partai besar dunia persilatan serta para kawanan manusia munafik yang berlagak sok mulia pun turut serta melibatkan diri dalam pengeroyokan itu.

   Bun-ji koan-su semakin gelisah, sedih bercampur marah.

   Dia cukup menyadari situasi yang sedang dihadapinya, diapun tahu kehadirannya dalam dunia persilatan sangat tidak di nginkan oleh segenap umat persilatan lainnya.

   Berbicara sampai di situ, dari balik mata tunggalnya itu segera terpancar keluar sinar kebencian dan dendam kesumat yang tiada 88 taranya, sepasang giginya sampai gemerutukan menahan gejolak emosi dalam hati kecilnya.

   Ku See-hong yang mendengar itupun merasakan darah panas di dalam tubuhnya bagaikan sedang mendidih, api kegusaran berkobar di dalam dada, pada saat ini dia benar-benar merasa amat benci terhadap segenap umat persilatan yang ada di dunia ini.

   Sorot mata penuh api dendam dan kebencian terpancar juga dari balik matanya....

   Aai ihh.

   Di kemudian hari dunia persilatan akan mengalami pembantaian lagi secara besar-besaran, darah segar akan menggenangi permukaan bumi, mayat akan bergelimpangan di mana-mana, sebab Bun-ji koan-su angkatan ke-dua telah lahir di situ.

   Dengan wajah yang menyeramkan, manusia aneh itu melanjutkan kembali kisahnya.

   Dari dua ratus jago persilatan yang hadir di arena, kecuali Kim-to pangcu suami istri beserta anak buahnya yang tidak melibatkan diri dalam pertarungan itu, yang lainnya hampir boleh dibilang telah terlibat langsung dalam pertarungan yang sangat memalukan itu.

   Senjata rahasia, pedang tajam, tombak panjang, golok besar, busur baja serta beraneka jenis senjata lainnya secara keji, licik dan ganas berkelebatan mengarah ke tubuh Bun-ji koan-su.

   Menghadapi kerubutan yang begitu ketat dan ganas, Bun-ji koan- su sendiri pun segera mengembangkan kelihayannya.

   Bagaikan seekor banteng terluka, dia menerjang ke kiri menghajar ke kanan, kemana saja dia sampai, jeritan ngeri yang menyayatkan hati segera berkumandang memecahkan keheningan.

   Batok kepala beterbangan, darah segar berhamburan, kutungan lengan, kutungan kaki berceceran menodai permukaan salju nan putih.

   Sedemikian sengitnya pertarungan itu mengakibatkan suasana menyeramkan di sekeliling arena, sungguh membuat berdirinya bulu kuduk orang.

   Setelah melangsungkan pertarungan sengit selama hampir satu hari penuh, meskipun secara beruntun Bun-ji koan-su berhasil menewaskan lima enampuluh orang jago lihay, akan tetapi dia sendiripun bermandi darah karena luka-luka yang dideritanya itu.

   Rambutnya terurai awut-awutan, bagaikan malaikat bengis saja serasa kalap dia melakukan pembunuhan serta pembantaian secara besar-besran.

   Dalam keadaan begini, mendadak....

   Serentetan suara irama harpa yang merdu merayu tapi serasa membetot sukma berkumandang di atas udara bukit bersalju yang sedang diselimuti hawa pembunuhan yang mengerikan itu.

   Begitu menangkap suara permainan harpa yang merdu merayu serentetan kawanan jago persilatan yang sedang mengerubuti Bun-ji koan-su itu menghentikan serangannya dan mengundurkan diri ke belakang.

   Anehnya, kawanan iblis, kaum sesat, jago golongan putih serta angota sembilan partai besar, yang di hari-hari biasa selalu angkuh dan susah diatur itu sekarang bersikap amat menghormat, malahan mereka segera menyingkir ke samping dan memberi sebuah jalan lewat.

   Walaupun Bun-ji koan-su mengetahui kalau irama harpa tersebut dipancarkan oleh seseorang dengan mengerahkan tenaga dalam yang sempurna, tapi tidak seharusnya kawanan jago persilatan memperlihatkan sikap yang begitu menghormat kepada pemetik harpa itu seandainya tidak terdapat sesuatu rahasia lainnya.

   Dalam waktu singkat, dari bawah bukit salju melayang turun seorang perempuan cantik berbaju putih, yang di kedua belah sisinya diapit oleh dua orang sastrawan yang amat gagah dan tampan.

   Ilmu meringankan tubuh yang dimiliki ketiga orang itu betul-betul luar biasa sempurnanya.

   Ketika Bun-ji koan-su telah melihat jelas siapa gerangan perempuan yang datang itu, bagaikan disambar geledek di siang hari bolong, ia menjadi pucat dan berdiri dengan sempoyongan, hampir saja dia jatuh tak sadarkan diri.

   Hatinya bagaikan di ris-iris dengan pedang tajam yang beribu- ribu buah banyaknya, hatinya merasa hancur berantakan dan mengucurkan darah segar.

   Pada saat itulah dia baru mengetahui betul apakah arti kehidupan yang sebenarnya.

   Ternyata perempuan cantik berbaju putih itu bukan lain adalah Ceng Lan-hiang...

   istri Bun-ji koan-su yang disangka lemah dan bertenaga dan sedang menghadapi sekarat akibat jalan api menuju neraka....

   Sedangkan dua orang sastrawan tampan yang mendampinginya itu bukan lain adalah kedua orang murid dari Bun-ji koan-su yang telah diampuni jiwanya itu.

   Thi-bok-sin-kiam Cu Pok, serta Jian-hua-kim-ciang Tu Pok Kim.

   Sekulum senyuman yang seram tapi bangga tersungging di ujung bibir Thi-bok-sin-kiam Cu Pok, setelah memandang sekejap ke wajah bekas gurunya, dia berkata.

   "Bun-ji koan-su... hari ini tentunya kau bisa mampus dengan hati yang lebih jelas, bukan? Heeehh... heeehh... heeehh... untuk lebih jelasnya, aku orang she Cu akan menerangkan lebih jelas lagi agar kau bisa mampus dengan pikiran yang terang. Ceng Lan-hiang adalah putri tunggal guruku Thi-kiam-kim-ciang Ceng Ih-huang. Heeehh... heeehh... heeehh... hutang nyawa bayar nyawa, hari ini aku khusus datang kemari untuk menagih hutang darah darimu."

   Setelah mendengar perkataan itu, tak terkirakan rasa sesal Bun-ji koan-su.

   Dia amat membenci dan mendendam perempuan itu, dia pun mendendam terhadap segenap umat persilatan yang berada di dunia ini.

   Kasih sayang Ceng Lan-hiang selama setahun ini...

   cumbu rayu mereka di kala malam telah tiba...

   ternyata semuanya hanya palsu dan pura-pura.

   Ooohh...

   Betapa memalukan dan terkutuknya perempuan ini.

   Sekarang dia baru sadar bahwa dirinya telah terjebak oleh siasat Bi-jin-ki (siasat perempuan cantik) yang sengaja diatur oleh umat persilatan untuk menjebaknya.

   Aaai Bun-ji koan-su...

   wahai Bun-ji koan-su...

   kau telah bertindak salah.

   Selama hidup kau tak akan mencuci bersih perasaan dendam yang tak terlukiskan besarnya ini, kau sudah terjerumus dalam keadaan yang mengerikan.

   Bun-ji koan-su sungguh merasa marah dan mendendam, sambil membentak keras tiba-tiba ia menerjang ke muka....

   Mendadak...

   pada saat itulah terdengar dua buah suara tertawa dingin yang menyeramkan berkumandang memecahkan keheningan....

   Thi-bok-sin-kiam Cu Pok dan Jian-hun-kim-siang Tu Pok-kim, bagaikan dua sukma gentayangan segera menerkam ke muka menyongsong kedatangannya.

   Waktu itu tenaga dalam yang dimiliki Bun-ji koan-su telah mengalami kerugian besar, sekujur badannya penuh dengan luka bacokan dan luka pukulan, sesungguhnya ia sudah hampir tak sanggup mempertahankan diri.

   Dalam kondisi badan semacam itu, mana ia mampu mempertahankan diri dari serangan gabungan kedua orang murid durhaka tersebut? Dalam waktu singkat, ia sudah termakan telak oleh beberapa pukulan yang dilancarkan kedua orang murid pengkhianat tersebut, akan tetapi ia masih tetap bertahan secara gigih dan memberikan perlawanan sekuat tenaga.

   Cri ing...

   serentetan suara dentingan nyaring menggelegar memecahkan keheningan....

   Bun-ji koan-su merasakan ada sebilah pedang yang tajam dan dingin menerobos masuk ke dalam tubuhnya.

   Ternyata orang yang melancarkan tusukan maut itu bukan lain adalah Ceng Lan-hiang, istrinya yang tercinta....

   Pada waktu itu seluruh wajah wanita itu diliputi oleh hawa nafsu membunuh yang mengerikan.

   Sambil mempermainkan sebilah pedang yang berkilauan tajam, sebentar-sebentar dia menyarangkan tusukannya ke tubuh Bun-ji koan-su sehingga dalam waktu singkat telah bermandikan darah.

   Dendam Sejagad Legenda Kematian Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Dari balik mata Bun-ji koan-su segera terpancar keluar sinar kebencian dan dendam yang sangat tebal.

   Ditatapnya Ceng Lan- hiang lekat-lekat, kemudian dengan darah yang bercucuran dari ujung bibirnya, dia berseru.

   "Lan-hiang, kau... kau benar-benar akan membunuh suamimu sendiri?"

   Dengan wajah yang sinis dan bengis, hawa pembunuhan menyelimuti seluruh wajahnya, Ceng Lan-hiang berkata tanpa perasaan.

   "Hmm! Siapa yang kesudian menjadi istrimu? Selama hampir setahun aku terus menahan rasa muak dan benciku untuk menemani kau si bangkotan tua. Tiap detik tiap menit kalau bisa ingin kudahar dagingmu, kuhirup darahmu hmm... jika hari ini tidak kucincang tubuhmu menjadi berkeping-keping, sukar rasanya untuk menghilangkan rasa dendam dan benciku yang tertanam di hati."

   Sehabis mendengar ucapan tersebut, perasaan Bun-ji koan-su benar-benar sudah hancur lebur.

   Sebenarnya dia masih mempunyai setitik harapan, yaitu putrid yang mereka lahirkan atas dasar hubungan cinta selama ini, masakah dia tidak tersisa rasa cinta barang setitikpun dalam hatinya setelah menjadi suami istri selama hampir satu tahun lamanya? Dengusan tertahan bergema, sebuah lengan Bun-ji koan-su telah terpapas kutung oleh bacokan pedangnya.

   "Aduuh...!"

   Kembali terdengar jerit kesakitan berkumandang memecahkan keheningan, sebiji mata Bun-ji koan-su kembali tercungkil oleh sambaran pedangnya hingga terlepas.

   Ceng Lan-hiang sungguh kejam, keji dan berilmu tinggi...

   mendadak pedangnya bergetar keras, berlaksa-laksa titik cahaya tajam segera memancar ke empat penjuru, kemudian sepasang kaki Bun-ji koan-su sebatas lutut telah terpapas kutung.

   Dengan kesakitan dan penuh penderitaan ia segera bergulingan di atas permukaan salju.

   Mendadak...

   ....

   Di saat yang kritis inilah Kim-to-pangcu suami-istri, Wi-Ceng Kiu-Gak (Golok Sakti Menggetarkan Jagad) dan Liok-Ih-Li (Perempuan Baju Hijau) Hong Po Yan, yang sejak pertarungan mulai berlangsung hanya berdiri berpeluk tangan belaka, menerjang ke muka secepat sambaran kilat.

   Mereka berdua masing-masing melancarkan sebuah pukulan dahsyat ke depan, dua gulung angin puyuh yang maha dahsyat dengan cepat menggulung tubuh Bun-ji koan-su dan melemparnya ke dalam jurang yang tak terkirakan dalamnya.

   Pertarungan berdarah di atas bukit Soat-san yang amat seru dan menegangkan hatipun berakhir sampai di situ.

   Bun-ji koan-su yang lihay sejak itu lenyap dari peredaran dunia persilatan.

   Sejak kematian Bun-ji koan-su, dunia persilatan pun tak pernah ada seharipun tenang.

   Peristiwa berdarah, pembunuhan kejam, satu demi satu berlangsung dalam dunia persilatan....

   Yang pertama-tama tertimpa musibah setelah kejadian itu adalah perkumpulan yang paling besar dalam dunia persilatan waktu itu...

   Kim-to-pang.

   Perkumpulan besar itu dibasmi orang secara keji hingga hancur musnah dan lenyap dari dunia persilatan.

   Kim-to pangcu suami istri, Wi-Ceng-Kiu-Gak Ku Kiam-cong dan Liok-Ih-Li Hong Po Yan ditemukan mati secara mengenaskan.

   Kematian mereka konon mengerikan sekali, lengan kutung kaki terpotong, usus berceceran dan otak berhamburan, suatu pembunuhan yang benar-benar teramat keji.

   Menyusul kemudian, para jago lihay kaum lurus dari sembilan partai besar yang tidak turut serta di dalam pertempuran berdarah di bukit Soat- san juga satu demi satu lenyap secara misterius dan tidak diketahui nasibnya...

   Mendadak Ku See-hong berteriak keras.

   "Locianpwe... Locianpwe... Perbuatan dari siapakah ini? Cepat katakan, perbuatan kejam dari siapakah ini? Aku hendak membalas dendam! Aku hendak membalas dendam! "

   Ketika menyaksikan sikap Ku See-hong macam orang kesurupan itu, manusia aneh itu merasa kaget sekali. Segera tegurnya dengan suara dingin.

   "Ku See-hong! Apakah orang tuamu adalah Wi-Ceng-Kiu-Gak Ku Kiam-cong serta Liok-Ih-Li Hong Po Yan?"

   Air mata segera jatuh berlinang membasahi wajah Ku See-hong, sahutnya dengan sedih sekali.

   "Oooh Locianpwe, aku benar-benar adalah putra mereka berdua yang tidak berbakti... cepatlah katakan kepadaku, siapakah musuh besar orang tuaku? Dalam dunia dewasa ini hanya kau seorang yang tahu akan rahasia ini."

   Mencorong sinar aneh dari balik mata tunggal manusia aneh itu. Dengan tubuh gemetar keras, sahutnya pedih.

   "Selama hidup, lohu tak pernah berhutang budi kepada siapapun... tapi aku hanya berhutang budi sedalam lautan kepada orang tuamu..."

   "Aaai .... Dalam pertempuran berdarah di atas bukit salju, seandainya mereka berdua tidak menghantam Bun-ji koan-su sehingga tercebur ke dalam jurang, dia pasti telah dicincang sampai hancur berkeping-keping oleh bacokan pedang perempuan rendah itu...."

   "Locianpwe, tolong beritahu kepadaku siapakah pembunuh kejam itu...? Siapakah pembunuh keji itu?!"

   Jerit Ku See-hong. Mendadak manusia aneh itu melotot besar, dengan pandangan dingin ia membentak.

   "Ku See-hong, hanya mengandalkan beberapa jurus kepandaian yang kau miliki sekarang, apakah kau sudah mampu untuk membalas dendam? Jika kau sampai berbuat demikian, maka tak bisa disangkal lagi kau hanya akan menghantarkan kematian dengan sia-sia belaka, mana dendam tak berbalas, kaupun akan menjadi manusia berdosa yang sangat tidak tidak berbakti. Tahukah kau...? Tugasmu sekarang selain harus membalaskan dendam bagi kematian kedua orang tuamu, kaupun harus menegakkan kembali keadilan serta kebenaran dalam dunia persilatan!"

   Setelah mendengar perkataan dari manusia aneh itu, bagaikan diguyur dengan sebaskom air dingin, Ku See-hong lantas berpikir.

   "Benar, sebelum aku berhasil mempelajari ilmu silat yang sangat lihay, mana aku punya kekuatan untuk membalaskan dendam sakit hati ini...?"

   Terdengar manusia aneh itu menghela napas panjang, lalu berkata kembali.

   "Tak lama lagi lohu akan kembali ke alam baka. Aku tak bisa mewariskan lagi segenap ilmu silat yang kumiliki kepadamu, aaai ...."

   "Secara rahasia locianpwe telah mewariskan ilmu maha sakti kepadaku, budi kebaikanmu tak terlukiskan dengan kata-kata, mana aku berani untuk menuntut pelajaran ilmu silat yang lainnya lagi."

   Manusia aneh itu memandang sekejap wajah Ku See-hong, dari wajahnya segera terpancar keluar rasa sayangnya bagaikan seorang ayah terhadap anaknya, kemudian berkata lagi pelan.

   "Ku See-hong, sehabis mendengarkan kisah cerita ini, kau sebagai seorang bocah pintar tentunya sudah menduga bukan siapakah diriku ini...? Aaai. Tentunya kau juga tahu bukan, apa sebabnya aku berwatak seaneh sekarang ini?"

   Ku See-hong tahu, manusia aneh itu tak ingin menyinggung kembali kejadian masa lampau yang penuh dengan kesedihan itu, dia hendak beranggapan bahwa Bun-ji koan-su telah tewas dibunuh oleh kawanan jago persilatan pada dua puluh tahun berselang.

   Dengan sinar mata yang dingin bagaikan es, Ku See-hong memandang sekejap ke arah manusia aneh itu, kemudian ujarnya dengan suara bersungguh-sungguh.

   "Locianpwe..., boanpwe sudah tahu siapakah dirimu itu, tapi aku juga tahu kalau kau pasti mempunyai suatu kejadian masa lampau yang luar biasa, maka watakmu baru berubah menjadi seaneh ini.

   "Sejak kecil boanpwe sudah ditinggal mati oleh ayah ibuku. Sepanjang tahun berkelana dalam dunia persilatan, tanpa berhasil meraih sesuatu apapun, jika locianpwe tidak melimpahkan cinta kasihnya kepadaku serta mewariskan ilmu silat yang maha sakti kepadaku, tak mungkin boanpwe bisa jadi seperti sekarang ini. Budi kebaikan sebesar ini sudah pasti harus dibalas. Oleh karena itu dalam hati kecil boanpwe telah mengambil keputusan, bila aku telah melakukan perjalanan ke dalam dunia persilatan nanti pasti akan kuselesaikan semua pekerjaan locianpwe yang selama ini belum terselesaikan."

   Padahal manusia aneh itupun sangat berharap Ku See-hong bisa membantunya untuk menyelesaikan segala persoalan yang belum sempat diselesaikannya dulu.

   Sejak dia bertemu dengan Ku See-hong, ia telah bertekad untuk menitipkan tugas dan harapannya itu kepada sang pemuda.

   Itulah sebabnya mengapa ia tak sayang untuk menyalurkan hawa murni yang dimilikinya itu ke dalam tubuh Ku See-hong, agar ia bisa melatih ilmu Kan-kun Mi-siu yang maha dahsyat tersebut, sedangkan ia dengan sisa tenaga yang tak seberapa harus menyelesaikan hidupnya sebelum saatnya tiba....

   Sebagai seorang manusia yang berwatak aneh apa yang dilakukannya hanya dikerjakan secara diam-diam.

   Jadi apa yang sesungguhnya telah terjadi, sama sekali tidak diketahui oleh Ku See-hong sendiri.

   Sekulum senyuman lega segera tersungging di ujung bibir manusia aneh itu.

   Senyuman itu dianggap sebagai persetujuannya kepada sang pemuda untuk melakukan apa saja yang di nginkan.

   Kembali Ku See-hong bertanya.

   "Locianpwe, boanpwe pun memberanikan diri untuk mengajukan suatu permintaan kepadamu. Meski semasa hidupmu aku tidak mengakuimu sebagai suhu, tapi setelah kau mati, boanpwe tetap akan menganggap dirimu sebagai guruku yang pertama."

   Paras muka manusia aneh itu masih tetap tidak berubah, dia hanya membungkam seribu bahasa, sebagai tanda menyetujui pula permintaan dari Ku See-hong.

   Ketika pemuda itu menyaksikan sikap manusia aneh itu lambat- laun menjadi semakin ramah, diapun melangkah lebih ke depan, katanya kembali.

   "Boanpwe berharap agar cianpwe bersedia untuk memberitahukan nama asli cianpwe kepadaku...."

   Paras muka manusia aneh itu segera memancarkan sekilas cahaya yang sangat aneh, mulutnya tetap membungkam dalam seribu bahasa, sedangkan pikirannya terjerumus dalam lamunan yang berkepanjangan.

   Melihat manusia aneh itu diam saja, Ku See-hong segera berkata lebih lanjut.

   "Locianpwe, apakah kau juga mempunyai seorang keturunan? Sekalipun ibunya telah berkhianat dan jalan serong, tapi sebagai putri seorang manusia, dia harus memiliki nama warga yang sesungguhnya, kalau tidak dia akan dianggap sebagai seorang anak haram.

   Mengenai keturunan dari locianpwe, boanpwe pasti akan berusaha untuk memberi tahu kepadanya, bahkan akan kuceritakan pula kisah cerita tersebut kepadanya...."

   Setelah mendengar ucapan itu, titik air mata segera jatuh berlinang membasahi wajah orang aneh itu, tampaknya dia merasa sangat terharu sekali. Dengan wajah mengejang keras karena pengaruh emosi, katanya.

   "Lohu she Him, bernama Ci-seng."

   Diam-diam Ku See-hong menghembuskan napas panjang, pikirnya di dalam hati.

   "Oooh Thian. Dalam dunia persilatan dewasa ini mungkin hanya aku seorang yang mengetahui nama asli dari Bun-ji koan-su."

   Dengan sikap yang sangat menghormat, buru-buru Ku See-hong berkata.

   "Terima kasih banyak locianpwe atas kesediaanmu untuk memberitahukan nama besarmu."

   Tiba-tiba manusia aneh itu merogoh ke dalam sakunya dan mengeluarkan sepotong kutungan pedang, lalu ujarnya dengan nada yang amat pedih.

   "Ku See-hong, lohu titip kepadamu, seandainya kau telah berjumpa dengan gurumu Seng-sim Cian-li Yap Soat Kun, ceritakanlah keadaan lohu yang sebenarnya kepada dia. Katakanlah bahwa harapanku yang paling akhir adalah meminta kepadanya untuk menerimamu sebagai muridnya. Bila ia tak mau mengajarkan ilmu Hay Jin Ciang tersebut, maka bagaimanapun juga kau harus mencari akal untuk mencuri belajar ilmu pukulan Hay Jin Ciang-nya itu. Pada lima puluh tahun berselang, ilmu silat yang dimiliki Sengsim Cian-li Yan Soat Kun, tak berada di bawah kepandaian lohu..., apalagi setelah dia diburu oleh api dendam. Ilmu pukulan ciptaannya itu pasti hebat dan tiada keduanya di kolong langit.... Kau harus ingat, musuh besarmu yang paling besar di kemudian hari telah berhasil mendapatkan se

   Jilid kitab pusaka Ban-Sia Cinkeng yang penuh berisikan aneka macam ilmu sesat jika di kemudian hari kau ingin menangkan dia, maka kau harus bisa mempelajari ilmu Hay-Jin-Ciang lebih dulu sebelum niatmu bisa diwujudkan."

   Tak terkira rasa terima kasih Ku See-hong setelah mendengarkan perkataan itu, katanya.

   "Perhatian serta cinta kasih locianpwe tak akan boanpwe lupakan untuk selamanya, boanpwe pasti tak akan sampai mengecewakan hati locianpwe...."

   Tiba-tiba manusia aneh itu menghela napas sedih. Sambil membelai kutungan pedang pendek itu dengan tangan kirinya, ia berkata kembali.

   "Bawalah serta kutungan pedang ini, dan gunakanlah benda itu sebagai tanda mata dari persembahanmu kepada gurumu yang akan datang. Bila kau mampu maka berusahalah untuk menyambung kembali pedang ini menjadi satu agar sukma lohu di alam baka tidak selalu murung dan merasa tak tenang."

   Sambil menerima kutungan pedang itu dengan kedua belah tangannya, sahut Ku See-hong.

   "Boanpwe pasti akan berusaha keras untuk memenuhi keinginan dari locianpwe...."

   Waktu itu air muka manusia aneh tersebut bertambah suram dan gelap, tapi sebagai seorang yang berkeras kepala, dia masih tetap berusaha untuk mempertahankan diri dengan mengandalkan sedikit sisa tenaga yang dimilikinya.

   Kepada pemuda itu, kembali dia berkata.

   "Ku See-hong, kitab pusaka Cang-ciong pit-kip tiada taranya itu tidak berada di saku lohu, tapi tetap tersimpan di tempat semula.

   Rahasia tempat itu tercantum dalam bait-bait lagu DENDA M SEJAGAD....

   Barang mestika hanya akan didapat oleh mereka yang berjodoh.

   Lohu tak bisa memberi petunjuk kepadamu atas tempat penyimpanan itu, jika kau memang berjodoh maka kunci rahasia tersebut pasti akan kau pahami.

   Benarkah kau dapat memecahkannya atau tidak, lihat saja pada rejekimu di kemudian hari...."

   Ku See-hong manggut-manggut.

   "Barang mustika yang ada di dunia ini memang hanya diperoleh oleh mereka yang berjodoh, boanpwe tak dapat terlalu memaksa, kalau tidak bisa berakibat kerugian bagi diri sendiri."

   Diam-diam manusia aneh itu mengangguk, dia mengagumi karakater Ku See-hong yang tangguh, meski masih muda usia tapi pengetahuannya terhadap masalah itu luas sekali. Setelah menghela napas sedih, ujarnya.

   "Saat ini, lohu ibaratnya sebuah lentera yang hampir kehabisan minyak, waktu sudah tak pagi lagi.... Sekarang juga lohu akan menggunakan sisa tenaga yang kumiliki untuk mewariskan keempat tiga jurus tangguh tersebut kepadamu. Kemungkinan besar lohu tak dapat memainkan sampai ke jurus yang ke-tiga, tapi aku harap kau bisa memusatkan segenap perhatianmu untuk mempelajarinya dengan seksama."

   Ku See-hong tahu jurus sakti yang akan diwariskan manusia aneh itu kepadanya pasti terhimpun segala inti kekuatan dari pelbagai jurus silat yang berada di dunia ini, maka ia tak berani betrayal, segenap perhatiannya tercurahkan menjadi satu untuk memperhatikannya dengan seksama.

   Kembali manusia aneh itu berkata.

   "Jurus serangan ini dinamakan Hoo-Han Seng-Huan (Sungai Langit Bintang Bertaburan).

   Di dalamnya terkandung tiga gerak perubahan yang maha sakti.

   Gerakan yang pertama khusus menyerang tubuh bagian atas musuh yang disebut sebagai Thian (langit).

   Gerakan kedua khusus menyerang bagian tengah musuh yang dinamakan Jin (manusia).

   Sedangkan gerakan ketiga khusus menyerang bagian bawah musuh yang dinamakan Tee (tanah).

   Bila digabungkan menjadi satu antara langit, manusia dan tanah...

   maka akan berakibat luar biasa ibaratnya sungai langit yang terbentang dan bintang kecil yang bertaburan di angkasa."

   Ku See-hong yang mendengarkan penjelasan itu merasa seperti paham tidak paham, diam-diam ia menghela napas panjang. Terdengar manusia aneh itu melanjutkan kembali kata-katanya.

   "Seandainya kau bisa memahami arti serta makna dari jurus serangan ini, kemudian menggunakannya secara sempurna... tidak banyak jago dalam dunia persilatan dewasa ini yang sanggup untuk menghindarkan diri dari serangan dahsyat tersebut."

   Mendengar keterangan tersebut, tanpa terasa Ku See-hong lantas berpikir.

   "Benarkah jurus serangan tersebut sedemikian lihaynya?"

   Sinar tajam yang terpancar dari mata tunggal manusia aneh itu makin lama semakin memudar, tubuhnya pun mulai gemetar keras, pelan-pelan kelopak matanya mulai terkatup rapat. Menyaksikan kejadian itu Ku See-hong segera berteriak keras. Locianpwe...!"

   Tiba-tiba manusia aneh itu tersentak kaget dan tersadar kembali, dari balik matanya yang tunggal segera terpancar serentetan cahaya tajam yang aneh, dengan suara lemah dia berbisik.

   "Ku See-hong, cepat bombing lohu ke atas tanah... harus cepat!"

   Ku See-hong juga tahu bahwa kekuatan hidup manusia aneh itu sudah mendekati akhir.

   Dengan gerakan secepat kilat dia lantas membimbing bangun tubuhnya dan diberdirikan di atas tanah.

   Tubuh manusia aneh itu berdiri kaku di atas tanah, sementara telapak tangan tunggalnya secepat kilat melakukan suatu gerakan serabutan yang kalut dan membingungkan.

   Ku See-hong terkesiap, ia tahu manusia aneh itu sedang menggunakan jurus sakti itu, maka semua perhatiannya buru-buru dipusatkan menjadi satu kemudian dengan seksama di kutinya semua gerakan tangan yang aneh dari manusia aneh tersebut.

   Pada saat Ku See-hong sedang memperhatikan gerakan tangan manusia aneh itulah, mendadak Ku See-hong merasakan ada bayangan berkelebat lewat di depan matanya, tahu-tahu jari tangan manusia aneh itu sudah menghantam di atas jalan darah tubuhnya, kesadarannya segera terhentak seperti hilang sejenak.

   Jalan darah di tubuh Ku See-hong kembali bergetar keras, kesadarannya kembali pulih seperti sedia kala, ketika dia mencoba untuk menengok ke tengah arena, lengan dari manusia aneh itu masih bergerak secara aneh sekali.

   Mendadak Ku See-hong merasakan jalan darah di atas pusarnya seperti dihantam orang lagi secara pelan, sekali lagi dia merasakan kesadarannya seperti hilang, lalu jalan darah di tubuhnya bergetar keras dan kesadarannya pulih kembali.

   Sementara itu, gerakan tangan manusia aneh itu masih saja melakukan suatu gerakan aneh.

   Ku See-hong hanya merasakan bayangan hitam kembali berkelebat lewat di hadapan matanya, sebuah jari tangan tahu-tahu sudah menghajar ke atas jalan darah Thian-ki- hiatnya.

   Menyusul kemudian terdengar suara dengusan berkumandang memecahkan keheningan, sekujur badan manusia aneh itu gemetar keras lalu berdiri kaku di tempat semula.

   Jari tangannya masih tetap menunjuk ke arah jalan darah Thian-ki-hiat di tubuh Ku See-hong.

   Menyaksikan kejadian itu, Ku See-hong segera menjerit kaget.

   Teriaknya keras-keras.

   "Locianpwe! Locianpwe!"

   Tangannya dengan cepat menggoyang-goyangkan tubuh manusia aneh itu, tapi dia tetap berdiri kaku di tempat semula tanpa berkutik barang sedikitpun juga, jelas nadinya sudah tergetar putus dan nyawanya kembali ke alam baka.

   Yaa, seorang jago tangguh yang luar biasa kelihayannya itu telah meninggal dunia di kala dia telah melancarkan jurus ketiga dari Ho Han Seng Huan tersebut.

   Dia telah menggunakan sisa tenaga yang dimilikinya untuk melaksanakan tugasnya yang terakhir.

   Bun-ji koan-su yang berwatak aneh, berilmu silat tinggi, bertangan keji, berhati kejam, berwajah dingin dan cukup membuat gemparnya kawanan jago persilatan itu, telah meninggalkan dunia yang fana ini tanpa menimbulkan sedikit suara pun.

   
Dendam Sejagad Legenda Kematian Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Waktu itu rembulan sudah bersembunyi di balik mega, bintang yang bertaburan di angkasa pun sudah lenyap dari pemandangan dirgantara, waktu menunjukkan kentongan ke tiga....

   Sebutir bintang melesat menembusi angkasa yang gelap, berkedip sebentar di udara lalu hilang lenyap tak berbekas.

   Seperti juga kehidupan Bun-ji koan-su di dunia ini, hanya sekilas pandangan saja tahu-tahu sudah lenyap kembali dari kehidupan dunia.

   000dw000 Bab ANGIN dingin di luar kuil berhembus kencang, seakan-akan Thian turut berduka akan perginya manusia aneh itu.

   Ku See-hong tahu bahwa Bun-ji koan-su telah kembali ke alam baka.

   Titik air mata jatuh bercucuran membasahi pipinya, tapi ia tetap berusaha menahan diri, ia berusaha untuk tidak menangis.

   Tapi kesedihan yang mencekam perasaannya waktu itu tak terlukiskan dengan kata-kata, sekalipun menangis tersedu-sedu juga belum tentu bisa menghilangkan rasa sedih yang mencekam perasaannya waktu itu.

   Tiada kesedihan di dunia ini daripada perpisahan antara yang mati dengan yang hidup.

   Diam-diam Ku See-hong berdiri sedih, lama...

   lama sekali dia baru bergumam.

   -oo0dw0oo- Jilid.

   04

   "SUHU, sekarang kau telah tiada..., mulai, sekarang aku akan menyebut dirimu sebagai suhu.

   "Semua tugas yang kau serahkan kepadaku serta semua persoalan yang tak bisa kau selesaikan di dalam hidupmu pasti akan kulaksanakan, musuh besar yang mencelakaimu, murid-murid durhaka yang telah menghianatimu, serta semua manusia munafik yang pernah membuat sengsara dirimu pasti akan kubantai semua sampai mampus. Suhu, kembalilah ke alam baka dengan tentram, beristirahatlah kau dengan tenang. Sekalipun kau telah meninggalkan dunia yang fana ini, tapi semua kejadian di dunia ini, semua sejarah hidupmu selama ini akan terkenang terus di hati setiap orang, tiap hari, tecu pasti akan menyanyikannya sebanyak tiga kali untuk memperingati dirimu selamanya."

   Ketika berbicara sampai, di situ, tiba-tiba sinar mata Ku See-hong tertuju pada jari tangan dari Bun-ji-koan-su tersebut, hatinya menjadi amat terkesiap, pikirnya.

   "Aduh celaka, jurus Hoo-Han-Seng-huan yang diajarkan suhu hingga kini masih belum juga kupahami, bagaimana caranya aku melakukan gerakan itu?"

   Berpikir sampai di sini, peluh dingin segera bercucuran membasahi seluruh badan Ku See hong.

   Dia teringat kembali dengan pesan gurunya yang minta kepadanya untuk mempelajari jurus Hoo-han-seng-huan tersebut dengan seksama.

   Tapi, di dalam kenyataannya sekarang, dari tiga gerakan yang diajarkan kepadanya itu, satu juruspun belum berhasil dia pahami, perubahannya bagaimana dan bagaimana caranya melancarkan serangan, sama sekali tidak diketahui olehnya...

   lalu bagaimana baiknya sekarang? Diam-diam Ku See hong menegur kebodohan sendiri....

   Buru- buru dia memusatkan segenap perhatiannya untuk berusaha mencari dan menelusuri jejak bayangan jurus itu di dalam benaknya.

   Tapi makin dipikir dia merasa semakin kaget, semakin kaget dia merasa makin gelisah, dirasakan olehnya jurus Hoo-han-seng-huan itu benar-benar sangat rahasia, sakti dan sukar dimengerti....

   Bagaimanakah gerakan tangan suhunya Bun-ji koan-su yang aneh serta bagaimana melancarkan serangan aneh tersebut, makin berpikir semakin membuat pikirannya menjadi bingung dan tidak habis mengerti.

   Ternyata dia merasakan gerak tarian tangan yang dilakukan oleh Bun-ji koan-su itu pada hakekatnya sudah terlepas dari jurus-jurus serangan ilmu silat pada umumnya, begitu kalut begitu membingungkan sama sekali tidak beraturan..., tapi di balik ketidakberaturan tersebut justru tersimpan segala macam kelihayan dan kesaktian yang luar biasa.

   Tadi dua kali jalan darah di tubuh seakan-akan tertotok, ia merasakan kesadarannya seperti lenyap tak berbekas, tapi, dengan cepat kesadarannya telah pulih kembali, namun belum lagi sadar penuh, sekali lagi, dia seperti kehilangan pikiran lagi...

   Dengan termangu-mangu Ku See-hong memperhatikan tubuh Bun-ji koan-su yang kaku itu, lalu lengannya mencoba untuk digerakkan menurut apa yang teringat.

   Sekali demi sekali hal tersebut diulangi terus menerus secara berulang.

   Tapi ia merasa makin digerakkan, gerakan tangannya makin menyimpang dari cara yang sesungguhnya, bahkan sama sekali tidak mirip dengan apa yang pernah dilakukan Bun-ji koan-su.

   Lebih kurang setengah jam kemudian, Ku See-hong telah mengulangi kembali latihannya sampai seratus kali lebih, tapi ia tetap gagal untuk memahami kelihayan serta intisari dari jurus serangan itu.

   Waktu itu dia sudah keletihan, sampai sekujur badannya basah kuyup oleh keringat, napasnya tersengal-sengal seperti kerbau....

   Akhirnya setelah gagal berulang kali, dengan sedih dia menghela napas panjang, gumamnya.

   "Aku benar-benar amat tolol, sudah begitu lama aku berusaha untuk memutar otak tapi selalu gagal untuk menemukannya kembali. Aaaai..., aku benar-benar pantas untuk mampus. Dengan menggunakan sisa tenaga yang dimilikinya, suhu bersusah payah memainkan ketiga jurus serangan itu, bahkan begitu selesai memainkannya diapun menutup usia, sedang aku tak berhasil memenuhi harapannya, jangankan menguasai seluruh jurus serangan itu, bahkan kesan terhadap satu gerakan di antaranya pun tak ada...."

   Berpikir sampai di situ, Ku See hong merasa putus asa, kecewa dan sedih sekali. Tanpa terasa dua titik air mata jatuh bercucuran membasahi pipinya, dia menghela napas panjang berulang kali. Mendadak Ku See-hong berseru tertahan, lalu gumamnya.

   "Heran. Padahal suhu telah tiada, mengapa jenazahnya masih berdiri kaku di situ? Aaai..., aku sebagai muridnya harus dan berkewajiban untuk menguburnya secara baik-baik, aku tak bisa membiarkan jenasahnya terbengkalai dengan begitu saja."

   Bergumam sampai di situ Ku See-hong lantas berusaha untuk membimbing bangun jenasah dari suhunya Bun-ji koan-su.

   Siapa tahu walaupun dia telah berusaha dengan sepenuh tenaga, ternyata jenasah gurunya itu sama sekali tak bergerak.

   Kenyataan ini segera membuat Ku See-hong menjadi kebingungan setengah mati dan tidak habis mengerti.

   Untuk sesaat lamanya dia menjadi termangu-mangu di tempat.

   Saudara yang budiman, perlu diperhatikan bahwa berdiri kakunya jenasah Bun-ji koan-su di tempat itu sesungguhnya mengandung suatu rahasia yang besar sekali.

   Hal ini akan diterangkan pada akhir cerita ini, jadi maaf bila hal tersebut akan dirahasiakan dulu untuk sementara waktu.

   Demikianlah, sesudah termangu-mangu sekilas waktu, akhirnya Ku See-hong mengambil kesimpulan sendiri.

   "Mungkin suhu berbuat demikian karena dia ingin berada terus di tempat ini...."

   Ku See-hong memang keras kepala dan angkuh, ketika tidak berhasil memahami gerak jurus dari Hoo-han-seng-huan tersebut, maka dia bertekad untuk berusaha mencarinya sampai dapat.

   Tujuh hari tujuh malam lamanya dia berusaha untuk melatih.

   Sambil mencari, dia sampai lupa makan lupa tidur, tapi alhasil dia tetap gagal untuk memecahkan rahasia dari kepandaian itu, malahan makin dilatih semakin bingung, makin didalami ia merasa semakin kalut pikirannya.

   Malam itu kembali dia berusaha dengan sepenuh tenaga, tapi hasilnya tetap nihil.

   Sambil menghela napas sedih dia berlutut di depan jenasah Bun- ji koan-su lalu dengan air mata bercucuran katanya sedih.

   "Suhu... Sukmamu di alam baka tentu tahu muridmu yang bodoh sudah siang malam melatih jurus sakti Hoo-han-seng-huan tersebut dengan mati- matian, tapi memang bakatku jelek, otakku juga bodoh, sampai sekarang aku belum berhasil juga memahami makna dari jurus serangan itu.

   "Sekarang, tecu akan meninggalkan kau orang tua untuk mencari guruku yang kedua serta mempelajari ilmu sakti Hay Jin Ciang untuk memenuhi harapan suhu. Tecu bersumpah di hadapan jenasah kau orang tua, dalam tiga mendatang akan kugunakan sepasang tanganku ini untuk mengucurkan darah segar musuh besarmu serta menyayat kulit badan musuhmu. Semua sampah masyarakat serta manusia laknat yang berada dalam dunia persilatan dewasa ini akan kuberi balasan yang setimpal."

   Ketika berbicara sampai di situ pelan-pelan Ku See-hong bangkit berdiri, di atas wajahnya yang dingin terlintas kebulatan tekadnya yang kukuh, sorot matanya memancarkan cahaya kebuasan serta kebengisan yang mengerikan sekali.

   Apalagi ketika Ku See-hong terbayang kembali semua musibah yang telah menimpa Bun-ji koan-su selama hidupnya, kesengsaraan yang telah menyiksa batinnya, tanpa terasa perasaannya bergolak keras, sambil menengadahkan kepalanya dia segera membawakan lagu Dendam Sejagad yang telah diajarkan Bun-ji koan-su kepadanya itu.

   DENDA M kesumat membentang bagai jagad, Bukit tinggi berhutan lebat di sisi sebuah kuil.

   Sungai besar di depan kuil berombak besar, Dendam kesumat sepanjang abad DENDA M kesumat membentang bagai jagad, Burung gagak bersarang di rumput di kala senja Cinta kasih berlangsung dari muda sampai tua.

   Memetik kampak membuat lagu.

   Nadanya dendam Menitik air mata darah untuk siapa? Hati pilu menanggung derita menyesal sepanjang masa.

   DENDA M kesumat membentang bagai jagad.

   Ji koan pernah berbuat salah.

   Menyandang golok menunggang kuda, apalah gunanya? Salju terbang air laut semuanya hambar.

   DENDA M kesumat membentang bagai jagad.

   Curah hujan membuyarkan awan.

   Air mengalir akhirnya surut.

   Dendam kesumat tak akan pernah luntur....

   Suatu dorongan perasaan sedih yang amat besar serta gejolak emosi yang hebat, menelurkan suatu irama nyanyian yang keras, berat dan menunjang mengalun di seluruh angkasa, kemudian menggema sampai ke tempat yang jauh sekali.

   Saking sedihnya membawakan lagu "Dendam Sejagad"

   Tersebut, tanpa sadar air mata jatuh bercucuran membasahi seluruh wajah Ku See-hong.

   Pelan-pelan dengan membawa perasaan yang berat dan duka dia berjalan keluar dari kuil itu dan meninggalkan Bun-ji koansu yang meninggal dengan membawa penderitaannya itu.

   Waktu saat itu menunjukkan kentongan ketiga.

   Angin kencang di luar kuil masih berhembus dengan hebatnya, udara terasa dingin menusuk tulang, pohon bergoyang tertiup angin.

   Suasana ketika itu terasa seram, dingin dan memedihkan.

   Dari dalam ruang tengah, Ku See-hong pelan-pelan berjalan keluar.

   Dengan mata basah oleh air mata, ia mendongakkan kepalanya memandang ke angkasa.

   Langit sangat gelap karena malam masih belum lewat, tiada rembulan hanya ada beberapa titik bintang yang memancarkan cahaya yang lemah.

   Waktu itu di luar kuil sedang berdiri termangu tiga sosok bayangan manusia.

   Mereka masih terpesona oleh pengaruh irama lagu Ku See-hong yang dibawakan dengan nada penuh rayuan maut yang membetot sukma.

   Di bawah bayangan pohon orang-orang itu cuma melongo dan berdiri kaku persis seperti patung arca.

   Ku See-hong mendongakkan kepalanya memandang awan yang bergerak di angkasa, dalam benaknya tanpa terasa terbayang kembali bayangan tubuh Bun-ji koan-su.

   Akhirnya ia tak kuasa menahan diri dan mendongakkan kepalanya sambil berpekik nyaring.

   Pekikan tersebut kian lama berkumandang kian nyaring, tapi di balik suara yang nyaring terbawa nada yang sedih dan memedihkan hati, sungguh terasa tak sedap didengar.

   Ketika mendengar suara pekikan nyaring yang mengalun di angkasa itu, ketiga sosok bayangan manusia di luar kuil itu merasakan hatinya bergetar kemudian tersadar kembali dari lamunan.

   Enam buah mata yang tajam serentak dialihkan ke atas tubuh Ku See-hong yang berada di luar kuil tersebut.

   Tanpa sadar ketiga orang itu mundur beberapa langkah ke belakang dengan kaget, dari mimik wajah mereka yang menyeringai seram, bisa diketahui sampai di manakah rasa kaget dan ngeri yang mencekam perasaannya itu.

   Ku See-hong tidak melihat hadirnya ketiga sosok bayangan manusia di luar kuil itu.

   Dengan langkah yang pelan-pelan dia berjalan keluar kuil.

   Tiga sosok bayangan manusia yang berada di luar kuil itu sesungguhnya adalah jago-jago lihay golongan hitam yang sadis dan berbahaya...

   walaupun demikian mereka cukup mengetahui sampai di manakah kekejaman serta kebuasan pemilik kuil yang misterius itu.

   Maka sewaktu mereka melihat semunculnya Ku See- hong dari dalam kuil itu, disangkanya dialah pemilik kuil yang misterius serta berbahaya itu.

   Tanpa terasa sekujur tubuh mereka gemetar keras.

   Ku See-hong mendongakkan kepalanya.

   Sekarang dia baru mengetahui akan kehadiran ketiga sosok bayangan manusia itu.

   Sinar aneh yang tajam segera memancar keluar dari balik matanya, dengan wajah hambar dia segera berhenti.

   Ketiga sosok bayangan manusia itupun sudah melihat wajah Ku See-hong dengan jelas sekarang, rasa kaget bercampur tercengang cepat melintas di atas wajahnya, perasaan takut yang semula mencekam hati mereka kini hilang lenyap dengan begitu saja.

   Sambil tertawa dingin dengan suara yang menyeramkan, ketiga sosok bayangan manusia itu segera berkelebat maju ke depan dan mendekati Ku See- hong.

   Betul rasa di hati mereka sudah banyak berkurang, akan tetapi satu dua bagian rasa ngeri masih terselip di hati masing- masing.

   Paras muka Ku See-hong sendiripun berubah hebat setelah menyaksikan gerakan tubuh lawan yang begitu enteng, dia tahu ketiga orang itu sudah pasti adalah jago kelas atas dalam dunia persilatan.

   Di bawah sinar bintang, tampak orang tiga itu masing-masing mengenakan baju hitam yang panjang dengan potongan badan yang lurus jangkung seperti tengkorak.

   Rambutnya yang panjang dibiarkan terurai di pundak, bibirnya tajam dengan kening yang sempit, masing- masing berwajah seram persis bagaikan iblis.

   Diam-diam Ku See-hong berpikir di dalam hatinya.

   "Heran, mengapa tiga orang manusia yang bertampang bagaikan iblis ini bisa menyiarkan hawa sesat yang begini tebal secara mengerikan? Mana wajah seram menyeringai lagi dengan mengerikan, sungguh membikin hati orang merasa kebingungan... dan tak tahu siapa gerangan diri mereka itu?"

   Sementara dia masih berpikir, manusia aneh berwajah pucat yang berada di sebelah kiri itu segera mementangkan mulut lebar-lebar dan memperdengarkan gelak tertawa panjang yag menyeramkan.

   Setelah itu dengan nada yang dingin menggidikkan hati dia menegur.

   "Bocah keparat, siapa kau? Cepat sebutkan nama anjingmu untuk menerima kematian."

   Betapa mendongkol dan kesalnya Ku See-hong setelah mendengar perkataan itu, ia segera mendengus dingin.

   "Hmm... Kalian tiga orang mahluk, tiga bagian tidak mirip manusia, tujuh bagian mirip setan, sesungguhnya siluman aneh yang datang dari mana? Kurang ajar benar perkataan kalian itu? Hmm aku tak lebih cuma seorang Bu-beng-siau-cut (prajurit tak bernama) dalam dunia persilatan, mau apa kalian?"

   Makhluk berwajah murung dan sedih, sedikitpun tidak membawa hawa kehidupan, yang berdiri di tengah itu, segera tertawa terkekeh-kekeh dengan seramnya, suara makhluk itu dingin bagaikan es, bagaikan hembusan angin dingin yang datang dari kutub.

   Begitu selesai tertawa seram, dia lantas berkata dengan suara mengerikan.

   "Bocah keparat, enak benar kalau berbicara, rupanya kau memang benar-benar adalah seorang prajurit tak bernama di dalam dunia persilatan, heeehh... heeehhh... heeehhh... kami adalah Leng-cuan-sam-pok (Tiga Bayangan Iblis dari Leng-cuan) yang nama besarnya telah menggetarkan seluruh dunia persilatan, aku sendiri Siang-khi-kui- pok (Siluman Iblis Pembawa Kesedihan) Phu Im-sat hendak mengajukan beberapa pertanyaan kepadamu bila kau tidak menjawab dengan sejujurnya, heeehhh heeehhh heeehhh malam ini juga akan kusuruh kau mampus tanpa liang kubur di sini."

   Sudah belasan tahun lamanya Ku See-hong berkelana dalam dunia persilatan, tidak sedikit jago persilatan kenamaan yang diketahui olehnya, maka dari itu betapa tercekatnya perasaan pemuda tersebut setelah mengetahui kalau ketiga makhluk seram ini bukan lain adalah Leng-cuan-sam-pok yang amat tersohor akan kebengisannya itu....

   Meski begitu, paras mukanya sama sekali tidak menunjukkan perubahan apa- apa.

   Ternyata Leng-cuan-sam-pok adalah jago kelas satu dari golongan hitam yang termasyhur sekali namanya dalam dunia persilatan.

   Watak mereka amat kejam, tak kenal ampun dan membunuh orang tanpa berkedip.

   Mencorong sinar menggidikkan dari balik mata Ku See-hong, serunya dengan dingin.

   "Leng-cuan-sam-pok adalah sampah masyarakat di dalam dunia persilatan dewasa ini, apa yang kalian andalkan sehingga begitu berani berlagak di hadapanku? Sungguh tak tahu malu. Orang lain mungkin jeri kepada kalian tapi aku orang she Ku, adalah seorang manusia yang punya tulang, tak nanti aku bakal jeri kepadamu. Sebelum pertanyaan kalian ajukan, terlebih dulu akan kuberitahukan kepadamu, lebih baik jangan bertanya, sebab tak nanti aku akan menjawab pertanyaan kalian barang setengah patah katapun. Mengerti?"

   Ku See-hong bukan orang yang bodoh, baru saja Siang-khi-kui- pok Phu-im-sat bertanya sampai di situ, dia sudah mengetahui apa yang hendak mereka tanyakan.

   Makhluk pertama menonjol bergigi taring dan bermata bengis bagaikan binatang liar yang berdiri di sebelah kanan itu segera berteriak aneh, bentaknya.

   "Bocah keparat, berapa butir sih batok kepala yang kau miliki? Begitu berani memandang hina Leng-cuan-sam-pok! Hmmm, ketahuilah malam ini kau sudah menjadi burung dalam cengkeraman kami, jangan harap kau bisa terbang lagi ke angkasa."

   Siang-khi-kui-pok Phu-im-sat menyambung pula.

   "Bocah keparat, bukankah barusan kau masuk ke dalam kuil itu? Apa yang kau jumpai di situ?"

   Ku See-hong adalah seorang pemuda yang keras kepala, angkuh dan ketus hatinya sudah mendongkol sekali ketika menyaksikan ketiga orang mahkluk aneh itu membentak-bentak dirinya maka sambil tertawa dingin dengan nada yang merasuk tulang, serunya menghina.

   "Bila kalian menganggap punya nyali, tak ada salahnya untuk masuk dan selidiki sendiri, dengan cepat kalian akan mengetahui ada apanya di sana. Hmmm. Cuma aku lihat, kalian anjing-anjing geladak yang beraninya cuma menganiaya yang lemah saja ini, masih belum punya keberanian untuk berbuat demikian."

   Makhluk aneh berwajah pucat yang berada di sisi sebelah kiri, Jin-sat-kui-pok (Siluman Iblis Berwajah Pucat) Jin Khi segera membentak menggelegar.

   "Bocah keparat, diberi arak kehormatan kau tidak mau, justru arak hukuman yang kau cari. Hmmm, sekarang juga akan kusuruh kau merasakan kelihayanku."

   Seusai berkata, secepat sambaran kilat Jin-sat-kui-pok menerjang maju ke depan.

   Sepasang kakinya bergeser dan berputar secepat angin, lalu sambil menerjang ke depan lawan, sepasang cakar setannya dipentangkan lebar-lebar.

   Dengan membawa suara desingan tajam yang memekikkan telinga, ia cengkeram jalan darah Cian-cin-hiat di atas bahu Ku See-hong.

   Ku See-hong tertawa dingin, badannya memendam ke bawah, lalu menggunakan ilmu gerakan tubuh Mi-khi-biau-tiong yang amat sempurna itu, secara menyakinkan dia meloloskan diri dari sergapan tersebut.

   Menyaksikan kelihayan Ku See-hong di dalam menghindarkan diri dari ancaman tersebut, Jin-sat-kui-pok merasa terperanjat sekali, kembali ia membentak keras, ejeknya sinis.

   Dendam Sejagad Legenda Kematian Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Bocah keparat, tak nyana kau memiliki juga ilmu silat kucing kaki tiga yang hebat!"

   Di tengah bentakan, sepasang cakar setannya berputar menggulung-gulung, angin puyuh yang maha dahsyat segera keluar dari balik telapak tangannya itu dan menyapu ke seluruh badan lawan.

   Di tengah desingan angin tajam yang memekikkan telinga, tiga puluh enam buah jalan darah penting di tubuh Ku See-hong sudah terbungkus di balik gulungan hawa tajam yang menggidikkan hati itu.

   Betul pada waktu itu Ku See-hong telah mempelajari ilmu gerakan tubuh yang amat sempurna, tapi setelah menghadapi angin serangan sedemikian dahsyatnya itu, tak urung dia menjadi tertegun juga sehingga lupa untuk menghindarkan diri.

   Jin-sat-kui-pok yang menyaksikan Ku See-hong cuma berdiri saja tanpa berniat untuk menghindar, dalam sangkaannya pemuda itu takabur dan mencemooh dirinya.

   Ini semua membuat hawa amarahnya berkobat makin hebat, sepasang matanya yang aneh memancarkan cahaya tajam yang bengis dan mengerikan.

   Dengan cepat hawa pukulannya ditingkatkan menjadi sepuluh bagian.

   Angin serangan yang tajam semakin menggelegar bahkan membawa deruan angin dahsyat bagai gulungan ombak di tengah samudra.

   Semua hembusan dahsyat itu bersama-sama menggulung ke atas badan Ku See-hong.

   Setelah tersengat oleh desingan angin pukulan musuh yang tajam, Ku See-hong baru tersentak bangun dari kagetnya.

   Tapi waktu itu keadaan sudah terlambat, angin pukulan yang maha dahsyat dan menyesakkan napas itu sudah mendesak di sekeliling tubuhnya.

   Habis sudah riwayatku kali ini.

   Habis sudah riwayatku kali ini...

   pekik Ku See-hong dalam hati.

   Baru saja ingatan itu berkelebat lewat dari benaknya, mendadak Ku See-hong merasakan munculnya segulung hawa panas dan segulung hawa dingin dari dalam pusarnya yang segera menyelimuti sekujur badannya.

   Pada saat angin serangan musuh yang maha dahsyat itu hampir mengenai badannya, mendadak hawa murni yang telah menyebar ke dalam tubuhnya itu segera menyusup masuk lewat pori-pori badannya dan segera menyelimuti seluruh badannya.

   "Blaaam! Blaaam!"

   Beberapa kali letusan keras segera menggelegar di angkasa.

   Jin-sat-kui-pok hanya merasakan segulung angin pukulannya seperti menghajar di atas segumpal kapas yang sama sekali tak berkekuatan, dia menjadi amat terperanjat.

   Tubuhnya yang berperawakan aneh segera mundur beberapa langkah dengan sempoyongan.

   Diam-diam Ku See-hong merasa amat bangga dengan hasil yang berhasil dicapainya itu, pikirnya.

   "Aaah... tak kusangka kalau ilmu khikang Kan-kun-mi-siu yang diajarkan suhu ternyata sedemikian hebatnya."

   Kenyataan ini membuat keberanian Ku See-hong makin besar.

   Betul ia tidak pandai mempergunakan jurus serangan untuk melukai musuh, tapi untuk melindungi keselamatan sendiri, rasanya hal ini bukan suatu persoalan lagi.

   Di antara Leng-cuan-sam-pok, ilmu silat yang dimiliki Siang-khi-kui-pok Phu Im- sat, terhitung paling tinggi, pengetahuannya juga paling luas.

   Ketika dilihatnya tenaga pukulan dari Jiu-sat kui-pok yang sanggup menghancurkan batu karang itu ternyata tidak mendatangkan hasil apa-apa ketika menghajar di tubuh lawan, diam-diam ia merasa tercekat sekali.

   Bahkan dia yang sangat berpengalaman di dalam dunia persilatan pun, ternyata tak bisa menebak ilmu silat apakah yang dimiliki oleh Ku See-hong tersebut.

   Ternyata di dalam kepandaian sakti atau hawa khikang macam apapun yang ada di dunia ini, bila sampai terhajar oleh serangan lawan, tentu akan menghasilkan tenaga pantulan yang maha dahsyat.

   Sebaliknya hasil dari Kan-kun-mi-siu adalah melenyapkan tenaga serangan lawan dengan begitu saja tanpa wujud.

   Semakin besar tenaga tekanan yang datang dari luar, goncangan yang dialami Ku See-hong dalam peredaran darahnya akan semakin besar pula.

   Akibatnya bukan saja tak sampai merugikan diri sendiri, malah sebaliknya mempercepat daya kemajuan yang dicapai oleh tenaga dalam itu sendiri.

   Siang-khi-kui-pok Phu Im sat memperdengarkan gelak tertawanya yang rendah berat dan mengerikan, kemudian katanya dengan dingin.

   "Orang she Ku, jika hari ini kau bersedia menjawab pertanyaan kami, Leng-cuan-sam-pok pasti akan menyusahkan dirimu lagi, bahkan dalam perjalananmu selanjutnya dalam dunia persilatan, semua orang dari golongan hitam tak akan menyusahkan dirimu."

   Leng-cuan-sam-pok yang kejam bengis dan tak pakai aturan, ternyata sudah mengucapkan kata-kata yang demikian sungkannya terhadap seorang prajurit yang tak bernama dari dunia persilatan, sesungguhnya kejadian ini boleh dibilang merupakan suatu keanehan.

   Ku See-hong yang cerdik tentu saja juga tahu kalau Leng-cuan- sam-pok telah dibikin gentar oleh hawa khikang Kan-kun-mi-siu yang dimilikinya itu, justru karena tahu lihaynya maka mereka baru mengurangi kebuasan serta kekejiaan mereka.

   Ku See-hong segera tertawa dingin, kembali katanya dengan nada menghina.

   "Leng-cuan-sam-pok, kalian berani memasuki kuil ini berarti kalian segera akan tewas secara mengerikan, memangnya kalian anggap masih bisa lolos dari tempat ini dengan selamat? Terlalu banyak kejahatan yang kalian bertiga lakukan selama ini, aku orang she Ku tak akan mengampuni jiwa kalian, hayo cepat serahkan nyawa anjing kalian bertiga!"

   Ketika berbicara sampai di situ, suara Ku See-hong berubah makin keras dan mengerikan ditambah lagi wajahnya yang dingin menyeramkan, tanpa terasa membuat Leng-cuan-sam-pok yang berhati bengis itu berkesiap sekali dibuatnya.

   Ketika selesai berbicara Ku See-hong tak berani turun tangan lebih dulu, sebab sekarang boleh dibilang setengah jurus pun tidak ia miliki.

   Bila sampai dia turun tangan melancarkan serangan lebih dulu, selain siasatnya bakal terbongkar, gertak sambalnya juga akan konangan, malah bisa jadi selembar wajahnya ikut melayang.

   Maka dari itu dia hanya mengawasinya Leng-cuan-sam-pok dengan sepasang matanya yang dingin menyeramkan serta memancarkan cahaya yang menggidikkan hati itu.

   Leng-cuan-sam-pok agak bergidik juga menghadapi tantangan dari pemuda itu.

   Sesungguhnya mereka adalah kawanan manusia licik yang berotak tajam.

   Entah mengapa sikap Ku See-hong yang berwibawa membuat hati mereka makin menciut.

   Diam-diam hawa murninya segera disalurkan ke seluruh badan untuk bersiap-siap menghadapi segala kemungkinan yang tak di nginkan.

   Begitulah, empat sosok bayangan manusia segera berdiri saling berhadapan di tengah suasana hawa pembunuhan yang menyelimuti seluruh angkasa.

   Pohon peng-yang yang terhembus angin menimbulkan suara gemerisik yang memekikkan telinga, suasana di sekeliling tempat itu makin lama diliputi suasana semakin tegang dan menakutkan.

   Berapa saat lamanya keempat orang itu berdiri saling berhadapan, diam-diam Ku See-hong merasa amat gelisah, dia tahu bahwa dirinya tidak melancarkan serangan lebih dulu, akhirnya sandiwara itu pasti akan terbongkar.

   


Golok Kumala Hijau -- Gu Long Legenda Bunga Persik -- Gu Long Lentera Maut -- Khu Lung

Cari Blog Ini