Dendam Sejagad 4
Dendam Sejagad Legenda Kematian Karya Khu Lung Bagian 4
Dendam Sejagad Legenda Kematian Karya dari Khu Lung
Merah padam selembar wajah Im Yan cu karena jengah, dalam gusarnya mendesis muak kemudian tubuhnya berkelebat ke samping menghindarkan diri dari tendangan berantai tersebut.
Kemudian telapak tangan kanannya tiba-tiba membalik ke atas, dari serangan pukulan segera dirubahnya menjadi serangan mencengkeram, dengan cepat ia cengkeram urat nadi penting di tubuh lawan, sementara kelima jari tangan kirinya menyentil ke muka dan menotok jalan darah Seng-hiat, Wi-ciat dan Hu-tu-hiat, tiga buah jalan darah penting di tubuh manusia aneh itu.
Sejak melancarkan serangan, berubah jurus sampai meneter lawannya, boleh dibilang Im Yan cu melakukan kesemuanya itu dengan cepat serta kelihayan yang mengerikan.
Manusia aneh bertopeng itu segera tertawa dingin, sambil miringkan badan dan berputar kencang, sepasang telapak tangannya diputar melancarkan gulungan angin pukulan yang segera memunahkan ancaman lawan yang datang secara bertubi- tubi itu.
Kedua gulung ujung bajunya yang lebar bagaikan dua ekor ular yang lincah sambil membalik dan menggulung dengan cepat dan tajam membelenggu sepasang nadi penting di atas pergelangan tangan Im Yan cu.
Mendadak tubuh Im Yan-cu berputar kencang secara aneh, sakti dan dahsyat, ibaratnya gulungan ombak di tengah samudra.
Di tengah putaran tubuh yang aneh dan kencang itulah, aliran hawa sakti yang bergulung-gulung aneh memancar ke tubuh manusia aneh bertopeng itu dengan tiada hentinya.
Mendadak....
Im Yan cu membentak keras, tubuhnya tiba-tiba melayang dan menerjang maju ke muka, telapak tangan, jari tangan serta kakinya melancarkan jurus-jurus sakti secara berbarengan.
Dengan begitu dahsyatnya semua ancaman tersebut ditujukan ke tubuh manusia aneh bertopeng itu.
Demikianlah, jika dua orang tokoh sakti dari dunia persilatan terlibat dalam suatu pertempuran sengit, maka akibatnya terjadilah suatu pertempuran maha seru yang melibatkan segenap kepandaian sakti yang mereka miliki....
Tampak bayangan manusia beterbangan kian kemari, angin pukulan menderu-deru bagaikan angin puyuh, bukan saja membuat pasir dan batu kerikil beterbangan di angkasa, daun dan ranting pun ikut berguguran ke atas tanah....
Tenaga dalam yang dimiliki manusia aneh bertopeng itu memang benar-benar sangat lihay, bukan cuma jurus serangannya yang aneh dan sakti, perubahannya begitu banyak sehingga membuat orang susah untuk menanggulanginya.
Lapisan demi lapisan angin pukulan yang bersusun seperti bukit, bagaikan hujan badai yang disertai angin kencang menyapu arena sedemikian hebat dan mengerikannya suasana waktu itu, hingga cukup membetot sukma.
Im Yan cu tidak gentar barang sedikitpun juga, dengan lincah dan gesit tubuhnya melompat kian kemari meloloskan diri dari ancaman, kemudian tak kalah hebatnya dia lepaskan pula serangan-serangan dahsyat yang semuanya mempergunakan jurus-jurus sakti yang jarang dijumpai dalam dunia persilatan.
Dengan kekuatan yang hampir seimbang ini, maka meski pertempuran sudah berlangsung empat lima ratus jurus, keadaan tetap seri, sedang di hati masing-masing pun saling mengagumi akan kelihayan ilmu silat lawannya.
Sementara itu, rembulan telah muncul dari balik bukit dan memancarkan sinar keperak-perakannya menyoroti seluruh jagad.
Tapi suasana dalam hutan di depan kuil kuno itu tetap suram dan menyeramkan, karena di puti oleh kabut yang sangat tebal.
Pertempuran yang berlangsung antara manusia aneh bertopeng melawan Im Yan cu sudah mencapai pada bgian yang paling tegang, menang kalah sebentar akan ketahuan, tapi kedua orang itupun semakin mendekati jurang pemisah antara mati dan hidup.
Sebab kepandaian silat yang dipergunakan kedua orang itu sekarang adalah serangan-serangan yang mempergunakan hawa murni tingkat tinggi yang paling sempurna sekali, salah bertindak berarti jiwanya akan melayang meninggalkan raga.
Dari balik biji mata si manusia aneh bertopeng yang tajam, telah mencorong keluar serentetan cahaya buas yang penuh kebencian.
Dia mendengus dingin, mendadak jari tangannya menyentil ke depan.
"Crit! Cring!"
Di tengah desingan tajam yang memekikkan 179 telinga, dalam waktu singkat ia telah mengancam enam buah jalan darah penting di tubuh Im Yan-cu.
Menyusul kemudian tubuh manusia aneh bertopeng itu segera melambung ke udara bagaikan burung elang, tangan dan kaki bersamaan melancarkan serangan.
Dalam waktu singkat ia telah melepaskan enam buah pukulan dan tiga buah tendangan berantai.
Serangan inipun dilakukan dengan kecepatan yang luar biasa serta jurus serangan yang ampuh, lihay, ganas dan buas.
Benar- benar cukup mendirikan bulu kuduk orang.
Paras muka Im Yan-cu dingin bagaikan es, matanya melotot penuh kegusaran, sambil membentak nyaring, jari tangannya yang lembut dan putih itu digerakkan berulang kali melancarkan beberapa kali sentilan jari.
Desingan angin tajam segera menderu-deru, dengan dahsyat ancaman tersebut menahan serangan jari tangan si manusia aneh berkerudung yang sedang menggulung datang.
Siapa tahu pandangan matanya mendadak menjadi kabur, telapak tangan dan tendangan kaki manusia aneh berkerudung itu kembali bermunculan dari empat arah delapan penjuru dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat, sedemikian dahsyatnya ancaman itu sehingga sukar untuk dilukiskan dengan kata-kata.
Di tengah kurungan angin pukulan serta bayangan tendangan lawan, sepasang telapak tangan Im Yan cu bergerak kian kemari bagaikan kupu-kupu menghisap madu.
Dalam waktu singkat dia lancarkan pula sembilan buah pukulan dahsyat.
Hawa serangan yang maha dahsyat sgera melanda seluruh jagad, di tengah amukan angin pukulan yang tajam tadi, dengan enteng dan lincahnya Im Yan cu berlompatan kian kemari.
Mendadak...
pada saat itulah si manusia aneh berkerundung itu membentak keras, menyusul kemudian serangan mematikan yang amat dahsyat berhamburan kemana-mana.
Tampaklah sepasang tangannya bergetar kian kemari secara aneh, setiap pukulan dilancarkan dua serangan dahsyat segera melanda di udara.
Selain daripada itu, dalam setiap gerak serangan yang dipergunakannya itu, hampir semuanya dilancarkan melalui suatu sudut yang aneh sekali.
Pukulan yang berantai seolah-olah datangnya secara berbarengan pada saat yang sama.
Kehebatan dan kelihayan jurus serangannya itu, boleh dibilang tak pernah dijumpai sebelumnya di dunia ini.
Begitu serangan tersebut dilontarkan oleh manusia aneh berkerudung tadi, udara di sekeliling tempat itu segera dliputi gelombang hawa tekanan kian lama kian bertambah besar, daerah seluas dua kaki serasa penuh dengan tekanan udara yang kuat.
Sementara di tengah berpusing segulung angin tajam yang menyayat badan.
Berbarengan dengan dipancarkannya serangan mematikan dari Im Yan cu juga dilancarkan pada saat yang bersamaan.
Tampak tubuh Im Yan cu yang menyentuh tanah mendadak melambung kembali ke udara.
Kemudian secara tiba-tiba badannya menyusut kecil di udara, sementara sepasang lengannya dipentangkan lebar-lebar.
Seluruh gaunnya yang berwarna biru bergetar menciptakan sususan-susunan gelombang yang aneh.
Tiba-tiba....
Im Yan cu merapatkan tangannya lalu melurus ke depan.
Seluruh badannya bagaikan sebatang anak panah yang tajam, secepat kilat meluncur ke arah manusia aneh berkerudung itu.
Pada saat ujung jari tangannya sudah mencapai enam depa dari tubuh manusia aneh itu...
mendadak sekujur tubuhnya bergetar keras, kemudian meluncur ke bawah.
Sedetik sebelum badannya menempel tanah, secara aneh sepasang lengannya itu dipentangkan lebar-lebar.
Suatu daya yang mengerikan pun segera terbentang di depan mata.
"Sreeet! Sreeet! Sreeet!"
Serentetan cahaya tajam berkilauan memenuhi udara, lalu terdengar manusia aneh berkerudung itu mendengus tertahan.
Menyusul kemudian berkumandang pula serentetan bunyi pekikan aneh yang amat memilukan hati....
Dengan sekujur badan gemetar keras, manusia aneh berkerudung hitam itu mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya dan sekejap kemudian sudah jauh meninggalkan tempat itu.
Jelas di bawah serangan aneh dari Im Yan cu, manusia aneh berkerudung itu sudah menderita luka dalam yang tidak ringan....
Memandang sampai bayangan tubuh manusia berkerudung itu lenyap dari pandangan mata, Im Yan cu baru menghela napas panjang, gumamnya.
"Aaai... entah siapakah manusia aneh berkerudung itu? Begitu lihay ilmu silat yang dimilikinya dan sakti jurus serangan yang dipergunakannya, entah dia berasal dari perguruan mana....?"
Coba kalau tidak kugunakan ilmu sakti dari perguruan.
HAY JIN CIANG (Ilmu Pukulan Unggas)...
sudah pasti aku akan tewas termakan serangan terakhir itu...
yaa, ilmu pukulan Hay-jin-ciang sungguh hebat sekali, sayang suhu cuma mewarisi satu jurus saja kepadaku."
Mendadak Im Yan cu berpaling, lalu menjerit kaget.
"Hei, dia lari ke mana?"
Yang dimaksudkan adalah Ku See-hong.
Waktu itu di sekitar sana sudah tidak nampak lagi bayangan tubuh dari anak muda tersebut, entah sejak kapan ia sudah pergi meninggalkan tempat itu.
Im Yan cu kembali menghela napas panjang.
00d0w00 Bab "MANUSIA she Ku ini pun betul-betul manusia aneh,"
Demikian ia bergumam lirih.
"Sudah jelas ia terhajar telak sehingga terluka parah, kenapa bayangan tubuhnya tahu-tahu sudah lenyap tak berbekas? Masa ia telah berhasil melatih semacam ilmu yang tahan pukulan?"
Tiba-tiba dengan gemas dia bergumam lagi.
"Lelaki she Ku itu amat misterius sekali, aaai.... Entah mengapa, sejak bertemu muka dengannya, aku jadi seperti tidak membenci orang lelaki lagi, bahkan...."
Bergumam sampai di situ, tanpa terasa sepasang pipinya berubah menjadi merah dadu, apalagi di bawah timpaan sinar mentari, dia tampak lebih cantik dan mempesonakan hati. Kembali Im Yan cu bergumam.
"Luka dalam yang dideritanya akibat pukulan itu parah sekali, lagipula ia seperti mempunyai hubungan dengan Bun-ji koan-su.... Kalau membiarkan seorang manusia yang cetek pengalaman macam dia berkelana seorang diri di dalam dunia persilatan, hal ini benar-benar berbahaya sekali. Orang persilatan kebanyakan licik dan berhati busuk, dia... kendatipun memiliki ilmu silat lihay juga tak baik...."
Im Yan cu mendongakkan kepalanya memandang sekejap matahari yang berada di awang-awang, tubuhnya segera bergerak dan lenyap kembali dari depan kuil kuno yang penuh keseraman itu.
Rupanya setelah Ku See-hong kena terhajar oleh tenaga pukulan Im Yan cu yang disalurkan manusia aneh berkerudung ke tubuhnya, lewat ilmu Too- im-ciat-yang tersebut, hawa darah di dalam tubuhnya segera mengalami gejolak keras yang menyebabkan ia jatuh tak sadarkan diri.
Tapi tak lama kemudian ai telah sadar kembali.
Ketika itu kentongan kelima sudah lewat, sedang Im Yan cu sedang terlibat dalam pertarungan yang amat seru melawan manusia aneh berkerudung itu.
Diam-diam Ku See-hong menghela napas panjang.
Ia tahu entah pihak manapun yang bakal menang, kedua-duanya tidak menguntungkan baginya, maka menggunakan kesempatan baik tersebut, secara diam-diam dia lantas ngeloyor pergi dari situ.
Luka dalam yang diderita Ku See-hong kali ini sungguh teramat parah.
Hawa murni di dalam tubuhnya seakan-akan sudah kena terhajar sampai buyar tak karuan, hawa darahnya segera mengalir terbalik, jalannya menjadi gontai dan sempoyongan hampir roboh, namun kesadarannya belum hilang.
Suatu tekad yang besar muncul dalam hatinya dan sambil menahan sakit dia melakukan perjalanan ke depan.
Makin jauh dia berjalan, luka parah yang dideritanya semakin parah, terasa hawa panas di dalam dadanya menerjang ke atas, sepasang kakinya seakan-akan sudah tidak menuruti perintahnya lagi.
Dalam keadaan begini, akhirnya dia menghela napas dan merasa harus beristirahat sebentar, tapi ingatan tersebut justru segera membuyarkan tekad di dalam hatinya.
Walau begitu, perjalanan yang dilakukan tanpa arah tujuan itu telah membawa dirinya menembusi beberapa buah bukit.
Sekarang dia telah berada tak jauh dari sebuah tanah perkuburan yang luas dan lebar.
Tampak kuburan itu sangat kacau balau keadaannya dan sama sekali tak terawat.
Batu nisan banyak yang hancur, gundukan tanah banyak yang berlubang.
Meski di tengah siang hari bolong, namun suasana di sekitar tempat itu terasa seram dan mengerikan sekali.
Dengan ujung bajunya dia menyeka keringat yang membasahi wajahnya, kemudian setelah memperhatikan sekejap pemandangan di sekeliling tempat itu, dengan susah payah dia menyeret sepasang kakinya dan pelan-pelan memasuki tanah pekuburan tersebut.
Sambil berjalan, tiada hentinya Ku See-hong bergumam.
"Luka yang kuderita sekarang teramat parah, mungkin masihkah ada suatu penemuan aneh lagi yang bakal kujumpai? Aaai, lebih baik mati di tempat ini saja."
Batu nisan yang berserakan dan gundukan tanah yang berjajar mendadak menimbulkan suatu perasaan pedih dalam hatinya, diam- diam ia berpikir seorang diri.
"Aaai... walaupun menjadi jagoan sepanjang masa, setelah mati kerangka tubuhnya juga akan terlantar di dalam tanah pekuburan. Orang hidup saling mengejar harta dan nama, sepanjang hari membanting tulang bekerja keras, padahal apalah gunanya semua perjuangannya itu bila hayat telah meninggalkan badan?"
Ingatan tadi begitu melintas dalam benaknya, semua kegagahannya serasa punah tak membekas tekad yang selama ini mempertahankan tubuhnya, kontan membuyar, kakinya sempoyongan, hampir saja ia jatuh terjerembab ke atas tanah.
"Koak koak koak..."
Bunyi burung gagak menambah suramnya suasana....
Di atas beberapa batang pohon siong tak jauh dari Ku See-hong, terbang melayang empat lima ekor burung gagak.
Ketika mendengar pekikan burung yang menusuk telinga itu, mendadak Ku See-hong merasakan hatinya bergetar keras.
Kejadian demi kejadian yang memedihkan hatinya di masa lalu kembali muncul di dalam hatiya.
Ia teringat kembali dengan ayah-ibunya yang mati secara mengenaskan, dia teringat pula Bun-ji koan-su yang sampai mati tetap membawa dendam....
Beberapa orang itu telah melimpahkan budi dan kasih sayang tak terlukiskan dengan kata-kata kepadanya, tapi meninggalkan pula dendam berdarah yang lebih dalam dari samudra untuk ia selesaikan....
Terbayang sampai di situ dia baru merasa terkesiap.
Diam-diam tegurnya kepada diri sendiri.
"Ku See-hong, wahai Ku See-hong.... Nyawamu sih kecil, tapi dendam kesumat orang tuamu harus dibalas, apalagi Bun-ji koan-su telah mewarsikan tiga macam ilmu kepadamu. Sampai detik-detik kematiannya, ia masih menitipkan harapannya yang besar kepadamu. Betul dengan watak aneh dari ia orang tua, sampai saat terakhirnya dia tidak meminta apa-apa kepadamu, tapi betapa besarnya dia menitipkan harapn tersebut kepadamu, betapa besarnya harapan dia orang tua agar kau bisa menyelesaikan keinginannya. Apalagi kau telah bersumpah di depan jenasahnya tapi sekarang, kau telah meremehkan nyawamu sendiri, kau gampang berputus asa, maunya mengambil keputusan pendek... Wahai Ku See-hong, manusia macam apakah dirimu ini...?"
Begitu ingatan tersebut berkelebat lewat di dalam benaknya, muncul kembali semangat untuk melanjutkan hidup di dalam hatinya, semangatnya ikut berkobar pula.
Sambil mendongakkan kepalanya ia memandang pesoan awan di angkasa, angin musim gugur yang dingin berhembus lewat dan mengibarkan ujung bajunya.
Dalam benaknya seali muncul bayangan dari Bun-ji koan-su, telinganya serasa mendengung kembali pesan terakhir dari gurunya.
Darah panas di dalam dadanya tiba-tiba bergelora dan mendidih, semua kemasgulan dan kemurungan yang mengganjal dadanya terasa menyesakkan napas, tak kuasa lagi ia mendogakkan kepalanya dan berpekik panjang.
Suara pekikannya itu nyaring seperti pekikan naga....
Tinggi, keras menembusi awan dan menggema dalam lembah.
Suaranya memantul dan mendengung tiada hentinya.
Namun di balik pekikan tadi justru terbawa suasana sedih, pedih dan murung.
Tiba-tiba, pekikan nyaring itu terputus sampai di tengah jalan, terdengar Ku See-hong mendengus tertahan....
Sebagaimana diketahui, luka dalam yang diderita pemuda itu sama sekali belum sembuh, tapi sekarang harus mengerahkan sisa tenaga yang dimilikinya untuk berpekik panjang, hala mana menyebabkan jalan darahnya mengalmi luka yang semakin parah, lagi tentu saja kondisi badannya menjadi semakin buruk.
Akhirnya dia tak tahan dan muntah darah segar, kemudian tubuhnya roboh ke tanah dan jatuh tak sadarkan diri.
Tubuhnya tepat roboh di samping sebuah kuburan di bawah sebatang pohon pen yang lebar.
Entah berapa lama sudah lewat mendadak Ku See-hong merasa pipinya menjadi dingin, tubuhnya gemetar keras dan segera tersadar kembali dari pingsannya.
Ketika ia membka kembali matanya, tampak awan hitam menyelimuti seluruh angkasa dan menutupi cahaya sang surya, kilat menyambar- nyambar, guntur menggelegar, ternyata hujan sedang turun dengan derasnya.....
Sekujur badan Ku See-hong basah kuyub oleh air hujan, dengan cepat sinar matanya dialihkan ke arah sebuah gardu bobrok lebih kurang dua kaki dari sana.
Dengan cepat badannya jumpalitan di udara dan meluncur ke arah dalam gardu bobrok tadi.
Dendam Sejagad Legenda Kematian Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Setelah tiba di dalam gardu, Ku See-hong baru menjerit tertahan karena kaget.
"Haaah? Heran, kenapa luka parahku secra tiba-tiba bisa membaik sendiri...?"
Pemuda itu merasa pergolakan hawa darah di dlaam dadanya telah menjadi tenang kembali, badannya tidak terasa sakit seperti tadi.
Rupanya ia telah memperoleh warisan hawa murni dari Bun-ji koan-su yang telah mencapai puluhan tahun hasil latihan itu.
Di samping memiliki pula ilmu Kan-kun-mi-siu-kang yang maha sakti tersebut.
Berhubung dia tidak segera mengatur pernapasan setelah menderita luka dalam yang amat parah itu.
Kemudian harus melakukan pula perjalanan yang jauh sebelum akhirnya memaksakan diri untuk berpekik nyaring...
kesemuanya ini menyebabkan dia jatuh pingsan.
Tapi justru karena pingsan, pemuda itu malah mendapat cukup banyak waktu untuk beristirahat.
Lambat laun gejolak hawa murni di 187 dalam dadanya juga menjadi tenang kembali, kesadaran pun berangsur pulih kembali.
Demikianlah, setelah berhasil menenangkan perasaannya, Ku See-hong baru bergumam.
"Kenapa aku begini tolol, tak tahu mengatur napas untuk mengerahkan tenaga dalam...? Tanah pekuburan ini sangat luas dan terpencil letaknya, mungkin tiada orang yang bakal sampai ke sini, kenapa tidak kugunakan kesempatan ini untuk menyembuhkan sisa lukaku, kemudian sekalian memperdalam jurus Hoo-han-seng-huan yang maha sakti itu?"
Ternyata semenjak terjadinya pertarungan sengit di depan kuil kuno kemarin, bukan saja Ku See-hong telah menambah pengetahuan serta pengalamannya dalam menghadapi musuh, lagipula dia berhasil juga mendalami banyak sekali kepandaian sakti.
Semua yang berhasil diperolehnya itu membuat pikirannya semakin terbuka untuk mendalami kepandaian silat yang dimilikinya, otomatis menimbulkan pula semangatnya untuk memperoleh kemajuan.
Dia berharap dari ketiga gerakan jurus Hoo-han-seng- huan tersebut dia dapat memperoleh kepandaian sakti yang lebih banyak lagi.
Dalam soal ilmu silat, maka yang menjadi kunci rahasianya adalah pengertian tentang dasar ilmu tersebut.
Bila dahsyatnya dasar tersebut sudah dipahami maka selanjutnya segala sesuatunya pun akan lebih lancar lagi.
Ketika Bun-ji koan-su mewariskan jurus Hoo-han-seng-huan tersebut kepadanya tempo hari, saat itu keadaannya ssudah payah sekali.
Apa yang bisa dilakukannya tak lebih hanya melakukan gerakan secara garis besarnya saja, namun berhubung ilmu itu mengandung makna yang lebih mendalam, maka Ku See-hong tak lebih cuma ditinggal sekilas kenangan saja.
Menanti ia sungguh-sungguh bertarung dengan jago kelas satu dari dunia persilatan, dan bikin kocar-kacir tak karuan, sang pemuda yang keras hati ini baru menghimpun semua semangat dan tenaganya untuk berusaha mengenang kembali semua kesan yang telah diperolehnya itu.
Untung dia memiliki kecerdasan yang tinggi serta daya tangkap yang hebat, jadinya ia malah berhasil memahami makna dari jurus Hoo-han-seng-huan tersebut.
Setelah itu, dia terlibat kembali dalam suatu pertarungan yang seru melawan Im Yan cu.
Dalam pertarungan ini lebih besar lagi hasil yang berhasil diraihnya.
Banyak rahasia ilmu silat yang di hari-hari biasa mungkin sulit dipecahkan, ternyata berhasil dipahami olehnya dalam semangat dan perjuangan yang amat hebat itu.
Otomatis, pelbagai cara mempelajari ilmu silat serta pelbagai jurus silat yang lihay pun berhasil dipecahkan.
Kemajuan pesat yang berhasil diraih dalam waktu singkat ini, tanpa terasa menimbulkan pula daya tarik bagi Ku See-hong untuk menyelidiki serta mendalami ilmu silatnya lebih jauh, sebab dia sadar andaikata kepandaian silatnya tak becus, maka tanggung jawab yang berada di atas bahunya juga sukar untuk diwujudkan.
Saat itu, dalam hati Ku See-hong telah muncul suatu harapan yang sangat kuat, apa yang dia ingin lakukan tanpa segan-segan segera dilaksanakan.
Dengan cepat pemuda itu duduk bersila di atas meja batu dalam gardu bobrok itu, lalu menuruti pecahan rahasia ilmu silat yang berhasil dipahaminya, dia mulai mengerahkan hawa murninya untuk mengatur pernapasan....
Dengan dibuangnya semua pikiran dari dalam benaknya serta pemusatan perhatiannya ke satu titik, dengan cepat pemuda itu mendapatkan tubuhnya makin lama semakin segar.
Dalam waktu singkat Ku See-hong merasa hawa murni di dalam tubunya makin lama semakin terhimpun menjadi satu, kemudian muncul segulung aliran tenaga yang sangat aneh dari pusar menerjang naik ke atas dan menyebar ke seluruh badannya.
Baru satu lingkaran hawa murninya hanya mengelilingi badan, ia sudah berada alam keadaan lupa diri.
Lewat seperminum teh kemudian, dari seluruh badan Ku See- hong segera muncul suatu perubahan yang sangat aneh.
Dari sekeliling badannya tiba-tiba muncul selapis kabut yang mengelilingi seluruh badannya.
Kabut putih itu menyerupai awan putih di angkasa yang melapisi semua badannya.
Di dalam keadaan demikian, walaupun ada hembusan angin tajam yang menerpa badannya, gumpalan kabut putih tetap menggumpal dan sama sekali tidak membuyar.
Entah berapa lama sudah lewat, akhirnya kabut putih yang sangat indah itu seakan-akan terhisap kembali semuanya ke dalam tubuh Ku See- hong, menyusul kemudian diapun membuka matanya kembali....
Memandang gundukan tanah pekuburan yang tersebar di mana- mana serta memandang pepohonan yang bergoyang terhembus angin, tanpa terasa pemuda itu menghela napas sedih.
Kiranya hujan telah berhenti waktu itu, awan hitam telah membuyar dan udara pun telah kembali.
Sang surya telah tenggelam di langit barat meninggalkan bianglala senja yang sangat indah....
Senja telah menjelang, berarti malam pun segera tiba.
Bunyi jangkrik mulai melagukan irama dendam, angin pun berhembus sepoi-sepoi menggoyangkan rumput serta dedaunan, tanah pekuburan itu terasa makin kelabu dan sepi....
Setelah melakukan semadi untuk mengobati lukanya, gejolak hawa darah di dalam tubuh Ku See-hong bukan saja telah menjadi tenang kembali, lagi pula badan serta semangatnya menjadi segar kembali, hawa murni yang terhimpun di dalam badannya terasa penuh.
Sinar matanya lebih tajam dan jelas tenaga dalamnya kembali telah memperoleh kemajuan yang sangat pesat....
Perlu diketahui.
Kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki Bun-ji koan-su sesungguh sudah tiada tandingannya lagi di dunia ini.
Dengan ilmu Tiong-giok-tay-hoat dari kalangan Buddha, secara diam-diam ia telah menyalurkan segenap kekuatannya itu ke tubuh Ku See-hong yang menyebabkan ia menemui ajalnya karena kekeringan...
hal semacam ini boleh dibilang belum pernah terjadi di dunia ini.
Betul hawa murni yang diterima Ku See-hong tidak menyeluruh, sehingga tidak membawa tingkatan hawa murninya mencapai tingkatan paling top seperti yang dimiliki Bun-ji koan-su...
akan tetapi paling tidak ia telah memperoleh tiga sampai empat bagian dari semua tenaga tersebut.
Walaupun tenaga tadi belum sampai menyusup semua ke dalam nadinya dan bisa dimanfaatkan sepenuhnya, tapi dikombinasikan dengan Kan-kun-mi-siu khikang yang diperolehnya itu membuat setiap kali pemuda itu termakan pukulan dari luar atau selesai melakukan semedi satu kali, hawa murni tadi lebih banyak yang terhisap ke tubuh dan bisa dimanfaatkan sebagaimana mestinya.
Keadaan semacam ini boleh dibilang luar biasa sekali, atau dengan perkataan lain, hal mana sesungguhnya merupakan suatu rejeki yang amat besar bagi pemuda itu.
Selama berada dalam kuil dulu, Ku See- hong sudah terlatih memiliki keberanian yang melebihi orang lain, maka sekarang, walaupun berada di tanah pekuburan yang menyeramkan, diapun sama sekali tidak merasa takut.
Waktu itu, segenap pikiran dan semangatnya dikumpulkan menjadi satu, segenap ingatan maupun pikiran yang lain terbuang jauh-jauh dari benaknya, apa yang dipikirkan sekarang hanyalah mendalami ketiga gerakan jurus Hoo-han-seng-huan tersebut serta berusaha untuk mengupas pelbagai jurus ilmu sakti lainnya yang terdapat di balik jurus-jurus serangan itu....
Pada dasarnya Ku See-hong memang seorang pemuda yang cerdas, begitu segenap pikiran dan perhatiannya dikumpulkan menjadi satu, kembali ada banyak jurus serangan serta kunci silat lainnya yang berhasil ditelaah olehnya, dan sekarang dia betul-betul mengerti bahwa jurus Hoo-han-seng-huan tersebut sesungguhnya adalah suatu kepandaian maha sakti yang tiada taranya di dunia ini.
Di balik jurus serangan itu bukan saja mengandung intisari kepandaian yang luas dan dalam, dalam setiap gerak serangannya 191 juga mengandung unsur kekuatan tak terduga....
lagipula memiliki makna yang tak terkirakan hebatnya.
Dalam kejut dan girangnya, Ku See-hong makin terbuai dalam pelajarannya, segenap perhatian, pikiran maupun perasaannya hanya terpusatkan pada kepandaiannya itu, sehingga hampir saja dia melupakan segala sesuatu lainnya....
Rembulan telah bersinar terang di ujung langit, dalam waktu yang amat panjang ini, Ku See-hong telah berhasil memahami serangkaian ilmu silat yang belum tentu dapat dimiliki atau dipahami oleh umat manusia lainnya dalam jangka waktu puluhan tahun....
Waktu itu rembulan bersinar terang di angkasa dan memancarkan cahaya keperak-perakan, pelan-pelan Ku See-hong melangkah keluar dari dalam gardu bobrok itu mendongakkan kepalanya dan memandang cuaca.
Ia tahu, waktu itu kentongan kedua sudah lewat.
Mendadak....
Ku See-hong berdiri tegak bagaikan sebuah batu karang, semua pikiran dan tenaganya terpusat menjadi satu, setelah itu di ringi suara bentakan yang keras dan memekikkan telinga, sepasang telapak tangannya diayunkan ke depan.
Dari kesepuluh jari tangannya, yang terpentang lebar terpancarlah desingan angin tajam yang memekikkan telinga.
"Sreeett! Sreeett! Sreeett!"
Desingan demi desingan tajam menyambar membelah angkasa.
Dari ujung jari Ku See-hong tiba-tiba memancarkan keluar sepuluh jalur cahaya putih yang tak berwujud, yang menyambar dengan kecepatan luar biasa masing-masing menyerang dua batang pohon di hadapannya.
"Pleetaak... pleeetak... blaaamm... blaaamm...!"
Setelah bergema suara keras itu, pohon siong yang besar dan luar biasa tingginya itu mendadak patah menjadi dua bagian dan roboh ke bawah.
Melihat kepandaian yang dicobanya berhasil dengan sukses, timbul semangat yang menyala-nyala dalam hatinya, sekali lagi pemuda itu memutarkan membalikkan sepasang telapak tangannya, menyusul kemudian terdengar suara bentakan keras menggelegar di angkasa.
Dua gulung tenaga pukulan tak berwujud yang maha dahsyat, di ringi suara gemuruh yang memekikkan telinga, dua batang pohon lagi tumbang ke tanah.
Ku See-hong semakin bersemangat, sekali lagi dia melontarkan sepasang tangannya ke depan.
Gulungan angin pukulan ibaratnya gulungan air yang baru jebol dari bendunga, dengan kecepatan yang luar biasa menggulung ke atas dua batang pohon lain.
Di mana angin pukulan itu berhembus lewat, kedua batang pohon itu tak lebih cuma bergoyang pelan tanpa menunjukkan reaksi lainnya.
Mendadak Ku See-hong mendongakkan kepalanya dan memperdengarkan gelak tertawa panjang yang memekikkan telinga.
Di balik suara tertawa tersbut, terkandung luapan rasa bangga yang tak terhingga, nampak jelas betapa girangnya perasaan anak muda itu....
Di saat gelak tertawa Ku See-hong masih berkumandang itulah...
segulung angin tajam berhembus lewat, tiba-tiba daun dan ranting pohon besar itu berguguran ke atas tanah, menyusul kemudian terdengar suara gemuruh yang sangat keras bergema di angkasa....
Dua batang pohon yang sangat besar itu tahu-tahu tumbang ke atas tanah mulai sebatas pinggang, dari bekas-bekas potongan itu kelihatan bubuk halus beterbangan kemana-mana.
Rupanya isi pohon itu sudah dibikin hancur lumat oleh pukulan tangannya.
Tiba-tiba Ku See-hong berhenti tertawa, lalu dengan wajah sedingin es gumamnya lirih.
"Semangat, tenaga dan kekuatan merupakan tiga unsur yang saling mempengaruhi, jika terjadi jalinan hubungan antara ketiganya akan jadilah Huan-pu-kui-tin, tenaga pukulan berisi tampak bagaikan tak berisi. Itulah pertanda kalau puncak kesempurnaan telah tercapai.... Huan-pu ki-tin... Huan-pu kui-tin.... Betulkah kepandaianku telah berhasil kucapai hingga puncak kesempurnaannya?"
Bergumam sampai di situ, Ku See-hong merasa kegirangan sehingga hampir saja melupakan segala-galanya, segera teriaknya keras-keras.
"...Sungguhkah kesemuanya ini? Sungguhkah kesemuanya ini? Mengapa secepat ini aku berhasil mencapainya...? Kenapa...?"
Dengan usaha yang sangat mudah ia berhasil menggunakan apa yang berhasil dikupas dalam kepandaian itu menjadi suatu kenyataan, lagi pula menurut keadaan yang terlihat itu, hal mana justru merupakan gejala dari suatu keadaan yang dinamakan Huan-pu kui-tin.
Dalam kejut dan girangnya tak heran kalau dia menjadi sangsi, benarkah hal tersebut merupakan suatu kenyataan? Benarkah dia berbakat bagus dan memiliki kecerdasan yang luar biasa? Dalam termenungnya itu, pelbagai pikiran cepat muncul di dalam benaknya, tapi setelah semua alasan itu diteliti lebih lanjut, terasa olehnya bahwa semua persoalan cukup dijadikan sebagai alasan mengapa ia bisa mencapai kesuksesan dengan begitu cepatnya....
Tiba-tiba Ku See-hong teringat kembali dengan saat-saat menjelang kematian Bun-ji koan-su, keadaan gurunya yang loyo dan lemas seperti lentera kehabisan minyak itu...
Mendadak satu ingatan terlintas dalam benaknya, dengan cepat dia berpikir.
"Ketika Bun-ji koan-su dikerubuti beratus orang jago di atas puncak bukit Soat-san, meski ia dibuat cacad dan tubuhnya terjatuh ke dalam jurang, nyatanya ia tak sampai mati. Kemudian selama belasan tahun lamanya diapun sanggup membunuh jago-jago lihay yang mengunjungi kuilnya secara misterius. Dari sini terbuktilah kalau ilmu silatnya sudah mencapai tingkatan yang luar biasa sekali. Tapi setelah berjumpa dengan diriku, mengapa dia lantas berubah menjadi kakek loyo yang sudah hampir mendekati ajalnya? Jangan-jangan...."
Berpikir sampai di situ, tiba-tiba Ku See-hong berseru.
"Betul...! Betul...!"
"Sudah pasti hawa murni suhu yang selama ini merupakan kekuatan yang memelihara kehidupannya telah disalurkan kepadaku secara diam- diam, kalau tidak, mengapa secepat itu aku berhasil menguasai ilmu Kan-kun Mi- siu khikang yangmaha dahsyat itu? Oooh suhu... wahai suhu. Mengapa tidak kau katakan hal itu kepadaku? "Begitu besar budi kebaikan yang kau limpahkan kepadaku, bagaimana caranya aku membalas semua budi kebaikan tersebut?"
Ku See-hong merasakan darah panas di dalam tubuhnya bergelora keas dan mendidih, air mata tanpa terasa jatuh bercucuran membasahi wajahnya. Mendadak.... Mencorong sinar tajam dari balik mata Ku See-hong, dengan tekad yang bulat dia berseru.
"Suhu! Kau bersikap begitu baik kepadaku, budi kebaikanmu keada tecu lebih dalam dari samudra, untuk selanjutnya tecu pasti akan mengingat selalu di dalam hati, aku pasti akan berusaha untuk membalaskan dendam sakit hatimu, aku pun akan membalas budi kebaikanmu."
Dalam waktu singkat, kentongan ketiga kembali menjelang tiba.
Ketika Ku Se-hong teringat kembali tragedi yang menimpa Bun-ji koan-su, dia merasa terdorong oleh emosi yyang meluap, sehingga tanpa terasa dia mendongakkan kepalanya dan membacakan lagu "Dendam Sejagad"
Yang merupakan suara hati dari Bun-ji koan-su itu.
Dendam Sejagad DENDA M kesumat membentang bagai jagad.
Bukit tinggi berhutan lebat di sisi sebuah kuil.
Sungai besar di depan kuil berombak besar.
Dendam kesumat sepanjang abad.
DENDA M kesumat membentang bagai jagad.
Burung gagak bersarang di rumput di kala senja.
Cinta kasih berlangsung dari muda sampai tua Memetik kampak membuat lagu.
Nadanya dendam.
Menitik air mata darah untuk siapa? Hati pilu menanggung derita menyesal sepanjang masa.
DENDA M kesumat membentang bagai jagad.
Ji-koan pernah bebuat salah.
Menyandang golok menunggang kuda, apalagh gunanya? Salju terbang air laut semuanya hambar.
DENDA M kesumat membentang bagai jagad.
Curah hujan membuyarkan awan.
Air mengalir akhirnya surut.
Dendam kesumat tak akan pernah luntur....
Irama lagu bernada iblis yang membetot sukma itu menjulang tinggi ke angkasa dan terbawa angin sampai di tempat kejauhan.
Kesunyian yang mencekam dan irama lagu yang memedihkan hati teralun di angkasa dan mendengung tiada hentinya.
Ketika selesai membawakan lagu tersebut, seluruh wajah Ku See- hong telah basah oleh air mata.
Dengan termangu-mangu dia memandang jagad yang luas, dia ingin menemukan bayangan Bun-ji koan-su, tapi tak dapat.
Udara tampak bersih, bintang berkedip-kedip menyinari angkasa, Bun-ji koan-su adalah sebuah bintang di ujung langit sana, meski orangnya telah tiada, namun kenangan serta lagunya yang penuh perasaan akan berada terus di dunia, dan Ku See-hong akan selalu membawakannya....
Entah sudah berapa lama Ku See-hong mengamati udara, akhirnya sambil menghela napas sedih, dia duduk kembali di meja batu dalam gardu dan bersemedi kembali.
Sebetulnya Ku See-hong memang seorang yang gila ilmu, setelah keberhasilannya mengupas pelbagai kepandaian sakti ia tak pernah membuang waktunya dengan sia-sia.
Dia selalu memusatkan pikiran dan perhatiannya untuk menyelidiki kepandaian sakti.
Setiap kentongan ketiga sudah tiba diapun membawakan lagu "Dendam Sejagad"
Dengan suara lantang untuk mengenang gurunya yang telah tiada dan berdoa bagi arwah Bun-ji koan-su Him Ci-seng yang telah tiada.
Tanpa terasa, Ku See-hong sudah berdiam selama tiga hari tiga malam di tengah tanah pekuburan yang sepi, seram, dan terpencil itu.
Latihan semedi dari Ku See-hong pun makin lama semakin sempurna.
Setiap kali duduk bersemedi, dia hampir membutuhkan waktu selama seharian penuh.
Hari-hari itu, ketika ia mulai bersemedi di pagi hari, dalam sekejap mata, mata telah menjelang tiba kembali.
Dendam Sejagad Legenda Kematian Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hari itu, ketika Ku See-hong baru sadar dari semedinya, tiba-tiba ia mendengar seseorang tertawa cekikikan, buru-buru anak muda itu membuka matanya dan menengok ke arah mana berasalnya suara tertawa itu.
Sinar mata tajam yang menggidikkan hati memandang keluar dari balik matanya.
Pada saat itulah, mendadak terdengar bentakan nyaring...
"Hei orang she Ku, sambutlah ini!"
"Weeess..."
Hembusan angin kencang meluncur tiba.
Ku See-hong segera menyaksikan ada sesosok bayangan tubuh yang tinggi besar meluncur datang ke arahnya dengan kecepatan luar biasa.
Waktu itu Ku See-hong sudah mengenali suara siapakah itu, sepasang alis matanya segera berkenyit tangan kanannya segera disentilkan ke depan, desingan angin tajam yang memekikkan telinga dengan dahsyatnya menghantam bayangan hitam tadi.
"Blaaamm...!"
Benturan keras bergema di udara.
Menyusul kemudian terdengar suara jeritan ngeri yang memilukan hati berkumandang memenuhi angkasa, termakan oleh angin pukulan Ku See-hong yang amat tajam tadi, bayangan hitam tersebut segera terbabat menjadi dua bagian.
Darah segar berhembus kemana-mana dan menyiarkan bau amis yang menusuk hidung.
Ketika Ku See-hong telah melihat jelas siapa gerangan bayangan hitam itu, dengan suara keras dan penuh kegusaran ia lantas membentak nyaring.
"Im Yan cu, kau perempuan rendah yang berhati keji, mengapa kau pergunakan nyawa orang sebagai bahan gurauan? Kau iblis perempuan berhati busuk, malam ini aku orang she Ku pasti akan mencabut selembar jiwamu!"
Di bawah sinar rembulan, tampaklah di atas sebuah gundukan tanah pekuburan berdiri seorang gadis yang cantik jelita; dia bukan lain adalah Im Yan cu. Ketika mendengar suara makin dari anak muda tersebut, Im Yan cu segera tertawa cekikikan, katanya.
"Hei, kenapa sih kau ini? Kenapa sikapmu kepadaku selalu begitu galak? Memangnya aku telah salah membunuh?"
Ku See-hong menjadi tertegun, sorot matanya yang tajam dengan cepat memandang sekejap sekeliling tempat itu, tapi dengan cepat hatinya menjadi amat terperanjat.
Pemandangan yang terbentang di depan matanya ketika itu betul-betul seram, ngeri dan cukup mendirikan blu roma.
Ternyata di sekeliling tanah pekuburan itu tergeletak bersosok-sosok mayat yang bergelimpangan di sana-sini, ada yang tergeletak 198 kaki di atas tanah ada pula yang terkapar di atas gundukan tanah pekuburan keadaannya benar-benar mengerikan.
Bentuk tubuh merekapun amat seram dan luar biasa ngerinya, ada yang kepalanya putus, ada yang anggota badannya terpapas, ada pula yang isi perutnya berhamburan...
bau amis darah tersebar dari empat penjuru.
Menyaksikan pemandangan seperti itu, diam-diam Ku See-hong bergidik dan merasakan bulu romanya pada bangun berdiri.
Sebagai pemuda yang cerdik, dengan cepat dia mengetahui apa yang menyebabkan kematian jago-jago persilatan itu.
Ternyata Ku See-hong sudah empat malam berdiam di dalam komplek tanah pekuburan itu, tiap malam pada kentongan ketiga dia selalu membawakan lagu "Dendam Sejagad"
Dengan keras dan lantang, hal mana membuat para jago persilatan yang sedang keheranan dan mencari-cari apa sebabnya lagu seram yang membetot sukma itu tiba-tiba lenyap dari dalam kuil bobrok tersebut, berduyun-duyun datang ke situ.
Maka di kala pada malam ke-empat suara nyanyian tersebut bergema lagi dari tanah pekuburan tadi, berduyun-duyun kawanan jago persilatan itu berdatangan ke sana.
Begitulah, sewaktu Ku See-hong sedang bersemedi pagi tadi, tak sedikit jago persilatan yang sedang menyelidiki asal nyanyian itu sampai di sana, salah seorang di antaranya adalah Im Yan cu.
Padahal waktu itu Ku See-hong sedang melatih semacam ilmu tenaga dalam tingkat tinggi, asal ia mendapat gangguan atau serangan yang datang dari luar, maka akibatnya pemuda itu akan mengalami "jalan api menuju neraka".
Masih mendingan kalau cuma terluka parah, bisa jadi selembar jiwanya akan turut melayang.
Pada mulanya jago-jago persilatan itu masih belum berani mendekati Ku See-hong, kemudian setelah melihat jelas bahwa orang itu tak lebih hanya seorang pemuda tampan, serentak merekapun melancarkan sergapan maut ke arahnya.
Maka demi melindungi selembar jiwa Ku See-hong, Im Yan cu segera melakukan pembantaian secara besar-besaran.
Waktu itu Ku See-hong sudah berada dalam keadaan lupa diri, sekalipun langit ambruk dia juga tak akan merasa, sudah barang tentu diapun tidak tahu kalau di sampingnya sedang berlangsung suatu pertarungan sengit yang benar-benar mengerikan.
Demikianlah, walaupun Ku See-hong merasa agak ngeri menyaksikan kekejaman Im Yan cu dalam melangsungkan pembantaian, namun karena dia merupakan tuan penolongnya dalam peristiwa kali ini, maka pemuda itu buru-buru menjura memberi hormat seraya katanya dengan lantang.
"Nona Im, aku orang she Ku merasa berterima kasih sekali atas pertolongan yang kau berikan kepadaku sehingga aku lolos dari bencana pada malam ini. Untuk budi kebaikan itu, di kemudian hari aku pasti akan berusaha untuk membalasnya, selain itu akupun minta maaf akan kekasaranku karena ketidaktahuanku tadi."
Mendadak paras muka Im Yan cu berubah menjadi dingin seperti es, setelah mendengus dingin, katanya dengan ketus.
"Hmmm! Siapa yang kesudian menerima pembalasan budimu itu? Huuuh... Aku membunuh orang-orang itu tak lain karena aku berpikir demi kepentinganku sendiri."
Mendengar perkataan itu, Ku See-hong menjadi tertegun, pikirnya.
"Tabiat dari perempuan ini benar-benar aneh sekali, baru saja berbicara dengan wajah berseri, tiba-tiba saja berubah kembali menjadi dingin tak berperasaan...."
Berpikir sampai di situ, dia lantas berkata dengan lantang.
"Aku Ku See-hong selama hidup tak pernah menerima budi kebaikan orang dengan begitu saja. Pokoknya barang siapa pernah melepaskan budi kepadaku maka hal ini pasti akan kuingat selalu di dalam hati, sekalipun badan harus hancur, suatu ketika budi itu pasti akan kubayar."
Im Yan cu tertawa dingin dengan nada sinis, ujarnya dengan ketus.
"Huuuh... pura-pura berlagak sok tahu budi. Hmm! Sungguh menjemukan!"
Mendengar ucapan tadi, mencorong sinar tajam dari balik mata Ku See-hong, katanya pula dengan gusar.
"Im Yan cu, aku orang she Ku adalah seorang lelaki sejati yang bisa membedakan mana budi dan mana dendam, apa yang kuucapkan tak akan kuingkari untuk selamanya. Aku bukan manusia rendah yang ada ucapan tanpa wujudnya."
Tiba-tiba Im Yan cu tertawa cekikikan, lalu katanya pula dengan suara dingin.
"Sungguh beruntung sekali aku, Im Yan cu dapat berkenalan dengan seorang Kuncu, seorang lelaki sejati seperti kau, tapi nanti kau akan menyesal dengan perkataanmu tadi. Nah, sekarang aku hanya ingin memohon sesuatu kepadamu, sanggupkah kau untuk melakukannya?"
Agak terperanjat Ku See-hong setelah mendengar perkataan itu, tapi dengan tegas dia menjawab.
"Apa permintaan nona silahkan diutarakan secara berterus terang, asal aku orang she Ku sanggup melakukannya, pasti akan kulakukan dengan sepenuh tenaga."
Paras muka Im Yan cu dingin kaku tanpa emosi, katanya dengan suara dingin.
"Nonamu cuma menghendaki batok kepalamu itu, bersediakah kau untuk memenggalnya dan diberikan kepadaku?"
Suaranya dingin kaku tanpa emosi dan lagi amat tegas, sama sekali tidak dibuat-buat ini membuat Ku See-hong merasa terkesiap dan segera terbungkam dalam seribu bahasa.
Dari balik sorot mata Im Yan cu segera terpancar keluar serentetan cahaya yang sangat aneh.
Diawasinya perubahan mimik wajah si anak muda itu, kemudian ejeknya dingin.
"Bagaimana? Kau merasa menyesal? Hmm! Tadi saja, lagaknya besar dan omongnya segede gajah."
Dari atas wajah Ku See-hong pun terpancar keluar serentetan cahaya yang aneh sekali, katanya pelan.
"Bila nona menghendaki batok kepala ini, aku orang she Ku tidak akan menampik, cuma akupun hendak mengajukan satu permintaan kepadamu, dapatkah kau memberi kelonggaran waktu selama tiga tahun kepadaku?"
Bila sudah sampai waktunya nanti, batok kepalaku ini pasti akan kuserahkan sendiri kepadamu, tapi jika kau bersikeras menghendaki batok kepalaku pada saat ini, terpaksa aku akan persilahkan kau untuk memenggalnya sendiri."
Ketika selesai mengupcakan perkataan itu, dari balik mata Ku See-hong pun terpancar keluar serentetan cahaya aneh yang menggidikkan hati, ia menatap wajah Im Yan cu tanpa berkedip. Im Yan cu segera tertawa ringan katanya.
"Baik, daripada membangkang lebih baik menurut saja, sekarang juga nonamu akan memenggal batok kepalamu."
"Tunggu sebentar!"
Tiba-tiba Ku See-hong membentak keras.
"Aku sorang she Ku hendak mengajukan satu pertanyaan kepadamu."
Kemudian setelah berhenti sebentar terusnya lagi.
"Siapakah gurumu? Suhuku Bun-ji koan-su ada dendam sakit hati macam apa dengan dirimu?"
Dihadapkan oelh pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh Ku See-hong itu, Im Yan cu menjadi tertegun.
Ternyata dia sendiripun tidak tahu dendam sakit hati seperti apakah yang terjalin antara gurunya dengan Bun-ji koan-su.
Maka setelah tertegun beberapa saat lamanya, dengan suara dingin dia berkata.
"Nama guruku tak akan diketahui oleh orang-orang persilatan... aku rasa kaupun tak perlu tahu, bagaimanapun juga kau toh sudah mendekati ajalnya, buat apa kau banyak ertanya? Sedangkan mengenasi dnedam sakti hati yang terjalin antara suhuku dengan Bun-ji koan-su, bahkan aku sendiripun tidak tahu, dari mana aku isa menerangkannya kepadamu?"
Mendengar perkataan tersebut, mendadak Ku See-hong mendongakkan kepalanya dan memperdengarkan gelak tertawa panjang yang keras dan membetot sukma.
Suara tertawanya itu penuh mengandung kesedihan, kepedihan dan kekosongan...
Begitu keras dan melengkinganya suara tertawa itu, selain membumbung jauh ke angkasa, juga menimbulkan getaran keras di sekeliling tempat itu, membuat suasana di dalam komplek tanah pekuburan itu menjadi lebih seram dan menggidikkan hati.
Im Yan cu sendiri pun dibuat berubah wajahnya setelah mendengar gelak tertawa itu, diam-diam pikirnya.
"Baru beberapa hari tidak bersua dengannya, kenapa tenaga alamnya bisa memperoleh kemajuan yang sedemikian pesatnya? Jika dia sampai menggunakan jurus-jurus yang mematikan nanti, sudah pasti aku harus menggunakan banyak tenaga untuk menghadapinya...."
Sementara dia masih termenung dan berpikir sampai ke situ, mendadak suara tertawa yang keras itu berhenti sama sekali.
Suasana menjadi sepi dan hening....
Sesudah berhenti tertawa paras muka Ku See-hong berubah menjadi dingin dan kaku tanpa emosi, sorot matanya memancarkan cahaya tajam yang menggidikkan hati, membuat orang merasa tercekat rasanya, kemudian dengan suara yang dingin ia berkata.
"Im Yan cu, sebagai seorang murid, sudah menjadi kewajibanmu untuk membalaskan dendam bagi sakti hati gurumu, cuma kalau toh 203 kau sendiri juga tak tahu dari mana timbulnya perselisihan antara gurumu dengan guruku, sudah barang tentu kau juga tak bisa menentukan siapa yang benar dan siapa yang salah di dalam peristiwa ini. Aku orang she Ku anjurkan kepadamu, lebih baik janganlah melakukan pembalasan dendam secara membabi buta."
"Betul aku orang she Ku pernah berhutang budi kepadamu, tapi akupun tak ingin mati tanpa diketahui sebab musababnya, oleh sebab itu hutang ini sudah pasti aku orang she Ku bayar kepadamu. Jika kau berkeras kepala juga dan ingin membalas dendam saat ini, silahkan saja andalkan kepandaianmu untuk melakukannya."
Im Yan cu mengerling sekejap dengan sepasang biji matanya yang jeli, lalu sambil tersenyum katanya.
"Ku See-hong, kenapa sih kau marah-marah seperti lagi sewot? Kalau kau enggan menyerahkan batok kepalamu, yaa sudahlah, kenapa musti mengucapkan teori yang panjang lebar seperti itu?"
Ku See-hong segera merasakan hatinya bergetar keras, pikirnya.
"Perempuan ini betul-betul sangat aneh... girang, marah tak menentu, sesungguhnya permainan busuk apa lagi yang hendak dia lakukan terhadap diriku...?"
Bagaikan segulung hembusan angin, dengan enteng Im Yan cu melayang turun ke atas tanah, kemudian dengan langkah yang lemah gemulai dia berjalan menghampiri Ku See-hong, sekulum senyuman menghiasi wajahnya membuat hati orang berdebar.
"Ku See-hong,"
Demikan dia berkata dengan merdu dan manja.
"entah mengapa, sedari berjumpa denganmu, aku selalu ingin marah-marah saja atau ingin menghajar dirimu, kalau sudah begitu hatiku baru terasa gembira rasanya, anggap saja kejadian tadi seperti asap yang lenyap di angkasa, sekarang, bagaimana kalau kau temani aku untuk bergebrak lagi beberapa jurus?"
Nadanya polos dan bersifat kekanak-kanakan, sepasang matanya yang bulat besar juga memancarkan cahaya lembut yang penuh dengan cinta kasih, langkah yang lembut ditambah potongan badannya yang tinggi semampai, membuat orang menjadi terpesona dibuatnya.
Sejak kecil, dari dalam hati Ku See-hong telah muncul suatu perasaan aneh, yakni membenci kaum wanita....
Senyuman Im Yan cu yang mengandung nafsu membunuh serta perubahan wataknya yang tak menentu, kesemuanya itu mendatangkan perasaan antipati dalam hatinya.
Maka dia lantas mendengus dingin setelah mendengar perkataan itu, ujarnya dengan dingin.
"Im Yan cu, kau tak usah jual tampang di hadapanku, soal berkelahi aku orang she Ku juga tidak mempunyai kegembiraan tersebut. Budi kebaikan yang kuterima hari ini pasti akan kubalas di kemudian hari. Nah, sekarang aku ingin mohon diri lebih dahulu."
Selesai berkata, Ku See-hong segera membalikkan badan dan berjalan pergi dari situ.
Dia benar-benar tak ingin berkumpul dengan perempuan semacam ini.
Im Yan cu mengerdipkan sepasang matanya lalu tertawa, senyuman itu sungguh mempesona.
Hati lelaki mana saja yang bertemu dengannya sudah pasti akan terpikat dan jatuh hati.
00d0w00 Bab 10 TAPI sekarang, setelah mendengar ucapan Ku See-hong yang dingin kaku itu dia menjadi tertegun dibuatnya, hampir saja dia mengira si anak muda itu buta atau tak tahu perasaan.
Maka ketika dilihatnya Ku See-hong akan pergi dari situ, paras mukanya segera berubah hebat, bentaknya.
"Berhenti kau!"
Pelan-pelan Ku See-hong membalikkan badannya, lalu mencorong sinar tajam dari balik matanya, dengan dingin dia berkata.
"Nona Im, kau masih ada urusan apa lagi? Cepatlah katakan, kalau tidak, maaf kalau aku orang she Ku tak dapat lebih lama lagi menemani kau." -oo0dw0oo-
Jilid 7 SEAKAN-AKAN menerima suatu penghinaan yang amat besar, mendadak Im Yan cu mendengus karena mendongkol, kemudian air matanya jatuh bercucuran membasahi wajahnya.
Tergetar keras perasaan Ku See-hong setelah menyaksikan gadis itu mengucurkan air matanya, dia berpikir.
"Mungkin dalam hatinya terdapat suatu persoalan yang amat memedihkan hatinya, aku sebagai seorang lelaki sejati, tidak seharusnya bersikap demikian kepadanya sehingga membuat dia menjadi mendongkol. Aaai... watak setiap orang sebetulnya baik semua, cuma watak gadis ini agak aneh saja, siapa tahu kalau keanehannya itu dipengaruhi oleh gurunya...?"
Setelah berhasil menjelaskan sendiri kesulitan orang, sikapnya pun turut berubah menjadi lebih lembut dan halus, katanya pelan.
"Nona Im, kau mempunyai rahasia apakah yang menyulitkan dirimu? Silahkan kau katakan, bila aku orang she Ku bisa melakukannya pasti akan kubantu sedapat mungkin."
"Banyak urusan!"
Bentak Im Yan cu.
"Pergi kau dari sini, makin jauh semakin baik, hayo pergi!"
Ucapan yang terakhir itu ternyata sudah mendekati setengah menjerit, meski demikian, namun suara hatinya ketika itu justru merupakan kebalikan dari teriakannya tadi, betapa tak inginnya dia membiarkan Ku See-hong pergi meninggalkan tempat itu.
Ku See-hong yang tidak memahami perasaan perempuan dan seluk beluknya wanita segera menghela napas panjang, gumamnya.
"Perempuan, wahai perempuan... kau memang makhluk yang sukar untuk dihadapi."
Selesai bergumam, tubuhnya segera melayang ke tengah udara dan di tengah desingan angin tajam, tubuh Ku See-hong yang gagah perkasa itu sudah lenyap dari pandangan mata.
Memandang bayangan punggung Ku See-hong yang lenyap di balik kegelapan itu, Im Yan cu yang cantik jelita bagaikan bidadari itu tak dapat menahan luka di hatinya lagi, tak bisa dicegah diapun menangis tersedu- sedu dengan sedihnya.
Seorang gadis remaja yang baru mekar perasaan cintanya selalu memang panas dan bergairah, ketika ia bertemu dengan seorang lelaki yang mencekoki perasaannya, maka diapun berusaha mengesampingkan sifat malunya untuk menunjukkan perasaan cinta yang berkobar terhadap lawan jenis yang ditujunya itu.
Akan tetapi di kala mendapatkan sikap yag jauh di luar kehendaknya, bahkan pihak lawan menunjukkan sikap segannya, maka gadis itupun merasa harga dirinya tersinggung, tak hran kalau Im Yan cu merasakan haitnya benar-benar amat pedih.
Bila seorang gadis lemah yang tak punya orang tua dan hidup sebatang kara macam dia tidak memiliki sifat yang keras dan iman yang teguh, biasanya dia akan mengambil keputusan pendek bila menghadapi pukulan batin semacam ini.
00dw00 Waktu itu, kentongan kedua telah menjelang.
Langit bersih dan jagad terasa hening....
Rembulan memancarkan sinar lembutnya dari angkasa dan menyinari jalan pegunungan yang sepi.
Pada saat itulah nampak sesosok bayangan manusia dengan kecepatan luar biasa sedang berkelebat lewat.
Ilmu meringankan tubuh yang dimiliki orang ini telah mencapai pada puncak kesempurnaan yang luar biasa.
Pada mulanya dia sendiripun tak tahu kalau dirinya memiliki ilmu meringankan tubuh sedemikian lihaynya.
Tatkala dia merasakan kalau ilmu ginkangnya telah mencapai ke tingkatan seperti itu, maka secara menggila diapun mengerahkannya sekuat tenaga, sebab dengan begitu rasa sesal di dalam hatinya baru dapat terlampiaskan.
Angin berhembus lewat menggoyangkan pepohonan, bayangan manusia itu dengan enteng dan cepat berkelebat lewat, selain suara gemerisiknya dedaunan yang terhembus angin, di sekeliling sana amat sepi, hening dan tenang.
Dengan berlarian secepat sambaran petir itu, dalam waktu yang singkat Ku See-hong telah melewati belasan buah puncak bukit.
Dendam Sejagad Legenda Kematian Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mendadak....
Dia menghentikan diri di atas tebing curam, tepat di hadapan sebuah jeram yang luasnya delapan sembilan kaki, lalu mendongakkan kepalanya dan menghembuskan napas panjang.
Ia merasa semua kekesalan dan kemurungan yang mengganjal dalam dadanya selama ini dapat dilampiaskan keluar bersamaan dengan hembusan napas itu, dadanya terasa lega sekali.
Pelan-pelan Ku See-hong berjalan ke muka dan melengok ke dasar jeram tersebut, ternyata dalamnya mencapai dua puluhan kaki.
Air terjun tumpah ke bawah dari puncak bukit dan menumbuk di atas batu- batu cadas di dasar jeram.
Percikan air muncrat ke empat penjuru dan menimbulkan suara 'ting tang ting' yang merdu, hembusan angin yang menggoyangkan dedaunan menciptakan pula serangkaian perpaduan suara yang lembut dan syahdu.
Mendadak....
Serentetan jeritan ngeri yang memilukan hati lamat- lamat berkumandang datang dari kejauhan sana.
Suara tersebut berkumandang secara beruntun dan merupakan jeritan sekarat menjelang tibanya ajal, selain itu terdengar pula serentetan suara tertawa dingin yang amat seram, keras dan mengerikan hati.
Perpaduan suara yang beraneka ragam itu menciptakan suatu irama nada yang mengerikan di tengah kegelapan malam itu dan cukup mendirikan bulu roma siapapun yang mendengarnya.
Perasaan Ku See-hong yang tajam dengan cepat dapat menyadari kejadian apakah yang telah berlangsung di situ....
Suatu pembunuhan berdarah karena luapan dendam.
Dengan tenang dia berdiri tegak di tempat semula, sementara sepasang matanya yang memancarkan cahaya tajam pelan-pelan menyapu sekeliling jeram itu dan memeriksa asal mulanya suara jeritan tadi.
Namun kecuali aliran air sungai serta hembusan angin yang mendesis, suasana di sekeliling tempat itu masih tetap sepi, hening dan tak kedengaran sedikit suara pun.
Jeritan ngeri serta gelak tertawa menyeramkan yang bergema tadi, meski berlangsung secara beruntun, tapi oleh karena suara itu menggema secara tiba-tiba, lagipula sekejap mata kemudian segala sesuatunya telah menjadi tenang kembali, maka Ku See-hong menghentikan pencariannya dan diam-diam berpikir.
"Pembunuhan berdarah semacam itu, mengapa bisa berubah menjadi tenang kembali dalam waktu singkat? Kalau begitu ilmu silat yang dimiliki orang itu sudah pasti lihay sekali atau mungkin korbannya adalah orang-orang yang tak pandai berilmu silat."
Berpikir sampai di situ, Ku See-hong segera beranjak dan melangkah pergi ke arah mana berasalnya suara itu, kemudian melakukan pencarian dengan seksama.
Dengan menelusuri jeram tersebut ia berjalan lebih kurang seratus kaki lebih mendadak sorot matanya menemukan sesuatu.
Di sebelah kanan jeram, dia menemukan sebuah jembatan kecil yang terbuat dari kayu jembatan itu berdiri dari sebuah balok kayu yang dipalangkan dari tebing seberang ke tepi tebing sebelah sini.
Di ujung jembatan sebelah depan sana, di balik rimbunnya dedaunan tergantung sebuah lentera merah yang tergantung tinggi dan bergoyang ketika terhembus angin.
Ku See-hong mengerutkan dahinya, suatu pemandangan yang mengerikan seakan-akan terlintas dalam benaknya.
Jeram yang menganga di bawahnya amat dalam, sedang jembatan itu tergantung di atas awang-awang, meski lebarnya dua jengkal tapi bawah jeram tersebut merupakan gulungan air dengan ombak yang dahsyat serta arus yang deras, bila seseorang tidak bernyali dia akan pusing kepalanya bila berdiri di situ jangankan lewat, berdiripun tak berani.
Maka setelah menyaksikan bentuk jembatan itu Ku See-hong segera tahu kalau orang yang menghuni di sana sudah pasti jago persilatan yang mengerti ilmu silat.
Dalam sekejap mata, Ku See-hong telah berjalan menuju ke bawah tebing seberang.
Ketika ia mencoba untuk memperhatikan keadaan di sekitarnya, tampaklah di samping jembatan tersebut terdapat sebuah hutan.
Di balik hutan terdapat sebuah rumah kecil yang terbuat dari batu, sinar lentera tampak keluar dari balik rumah tersebut.
Lentera merah yang terlihat tadi, tergantung di atas rumah batu itu.
Ku See-hong segera menghimpun tenaga dalamnya, kemudian sambil menyingsingkan baju dia melompat ke depan dan mengintip ke dalam rumah tadi.
Paras mukanya mendadak berubah hebat, untung saja selama berdiri di kuil kuno dulu sudah biasa terlatih untuk menghadapi hal-hal yang menyeramkan, kalau tidak....
Kiranya di dalam rumah batu itu, di samping meja tergeletak dua sosok mayat.
Sekilas pandangan tampak kedua sosok mayat itu memiliki perawakan tubuh yang tinggi kekar.
Mereka mengenakan baju ringkas berwarna emas dengan sebuah golok besar bergaris emas yang memancarkan sinar tajam tersoreng di pinggangnya.
Batok kepala kedua orang itu sudah dibikin gepeng sehingga paras mukanya sukar terlihat lagi.
Setelah menyaksikan dandanan dari kedua orang lelaki itu wajah Ku See-hong segera diliputi oleh kabut hitam, pikirnya.
"Kalau dilihat dari dandanan mereka, tampaknya kedua orang itu mengenakan dandanan dari anggota perkumpulan Kim-to-pang yang dulu didirikan oleh kedua orang tuaku, semenjak ayah ibu mati terbunuh, seluruh perkumpulan Kim-to-pang juga bubar tak karuan...."
Terbayang kembali kematian kedua orang tuanya yang dibunuh orang secara mengerikan, tanpa terasa titik ar mata jatuh berlinang membasahi wajahnya.
Dengan cepat pikiran dan perasaannya juga terjerumus dalam kepedihan yang bukan kepalang.
Cahaya lentera dalam ruangan itu masih menyoroti tubuh kedua sosok mayat itu.
Ini semua membuat tanah pebukitan yang hening dan sepi itu terasa makin mengerikan dan menggidikkan hati.
Ku See-hong tertegun beberapa saat lamanya, kemudian menghela napas sedih.
Sepasang matanya memperhatikan kedua sosok mayat itu sekejap, lalu sambil menelusuri undak-undakan batu di sisi kiri rumah kecil itu, menuruti tebing tadi.
Suaana di bawah tebing amat sepi dan hening, bintang-bintang di angkasa juga bertaburan menyiarkan cahaya yang redup, di bawah tebing merupakan sebuah tanah persawahan yang luas, di belakang sawah adalah bangunan rumah yang rapat menyerupai sebuah perkampungan.
Cahaya lentera tampak memancar keluar dari antara bangunan rumah itu.
Pelbagai ingatan berkecamuk dalam benak Ku See-hong.
Dia sedang berpikir, betulkah di dalam perkampungan itu berdiam para pengikut setia ayah ibunya yang tergabung dalam Kim-to-pang? Benarkah mereka mengasingkan diri di sana sambil berusaha untuk melanjutkan perjuangan perkumpulannya? Makin lama Ku See-hong merasakan hatinya semakin tidak tenang.
Setelah mendengar jeritan ngeri yang bergema tadi, kemudian menyaksikan suasana mengerikan yang terbentang di depan mata, suatu firasat jelek tiba-tiba saja muncul dalam hatinya.
Dengan cepat dia menyeberangi tanah persawahan itu.
Tampak di sebelah kiri sana terbentang sebuah sungai yang lebarnya dua kaki.
Air mengalir dengan derasnya, sedang di sebelah kanan tampak tanah perbukitan menjulang tinggi ke angkasa di bawah pantulan cahaya rembulan, menciptakan suatu pemandangan yang indah.
Di depan sana berdiri sebuah bukit yang tinggi.
Di kaki bukit berdiri sebuah bangunan perkampungan, ketika berjalan makin dekat tampaklah bangunan loteng dan gardu semakin jelas.
Di luar halaman perkampungan itu berdirilah sebuah dinding perkampungan yang tingginya beberapa kaki, pintu gerbang yang berwarna hitam pekat didirikan menghadap ke arah selatan.
Waktu itu pintu terbuka lebar, di atas pintu tertancap dua bilah golok emas yang menyilang.
Di bawah pancaran sinar remblan tampak cahaya emas yang berkilauan.
Ku See-hong berhenti sebentar di depan pintu.
Kemudian mengulur tangannya untuk menepuk gelang pintu keras-keras.
Ketika gelang pintu yang terbuat dari emas itu saling beradu terdengarlah bunyi dentingan yang amat merdu.
Tapi, suasana di dalam ruangan tetap sepi, bahkan keheningan tersebut erbawa pula suasana yang menyeramkan.
Ku See-hong merasa hatinya makin berat, keningnya berkerut kencang, baru saja kakinya melangkah masuk ke balik pintu, bau amis darah yang sangat tebal dengan cepatnya menyelimuti di seluruh angkasa.
Apa yang terbentang di depan matanya hampir saja membuat anak muda itu tertegun, benar-benar suatu pemandangan yang amat menggidikkan hati.
Di dalam halaman di balik pintu gerbang bercat hitam itu berbaringlah tiga puluhan sosok mayat.
Kalau dilihat dari dandanan maupun keadaan mereka, tak bisa disangkal lagi orang-orang itu memang berasal dari satu rombongan dengan kedua orang lelaki kekar yang dijumpainya tadi.
Tubuh mereka tidak dijumpai luka barang sedikitpun juga, tapi kepalanya sudah dihajar orang sampai hancur berantakan.
Mayat mereka bergelimpangan tak karuan, agaknya sebelum dibunuh mereka telah terlibat dalam suatu pertarungan yang sengit.
Cahaya rembulan yang lembut menyinari noda darah di atas tanah.
Cahaya lampu yang redup terpancar keluar dari balik ruangan menambah keseraman suasana tempat itu.
Paras muka Ku See-hong berubah menjadi sangat berat, kalau dilihat dari bekas luka di atas mayat-mayat itu, dapat diketahui bahwa pembunuhan yang keji itu benar-benar memiliki ilmu silat yang maha dahsyat, dan lagi sudah pasti bukan satu orang.
Paling tidak ada dua atau tiga orang yang terlibat.
Dari antara jago-jago lihay dalam dunia persilatan yang pernah dijumpainya belakangan ini, hanya Im Yan cu serta manusia aneh berkerudung itu saja yang memiliki kepandaian sehebat itu.
Lalu siapakah orang-orang itu? Kenapa membunuh begitu banyak orang? Apalagi orang-orang yang dibunuhnya itu seperti anggota setia dari Kim- to-pang? Pelan-pelan Ku See-hong berjalan masuk ke dalam ruang tengah, mendorong pintu ruangan dengan tangan kirinya....
"Kraaakkk..."
Suara mencicit yang tajam memecahkan keheningan yang mencekam seluruh bangunan tersebut.
Pintu ruangan telah terbuka lebar tapi di dalamnya tak nampak sesosok bayangan manusia pun.
Kembali dia menelusuri ruangan itu dengan langkah pelan, lalu keluar lewat pintu sebelah kiri.
Di luar ruangan merupakan sebuah beranda, bangunan di sana indah dan menawan.
Di luar beranda nampak sebuah jalan kecil beralaskan batu putih yang jauh menjorok ke dalam.
Tiba-tiba Ku See-hong menyaksikan pula di kedua belah sisi jalan kecil itu, terkapar dua sosok mayat lelaki bercambang yang memakai jubah berwarna kuning emas, golok emas yang tergantung di pinggangnya baru tercabut separuh, tubuhnya yang tidak ditemukan luka, cuma kepalanya yang basah oleh darah.
Noda darah itu meresap sampai jauh ke dalam tanah di tepi jalan itu.
Kembali Ku See-hong berjalan belasan langkah menelusuri jalan itu, di sana ia temukan pula dua sosok mayat gemuk yang memakai jubah berwarna kuning pula.
Dua bilah golok emas yang berbentuk aneh mencelat jauh sekali dari sisi mayat itu.
Rambutnya penuh noda darah dan kepala merekapun hancur tak ada wujudnya.
Beberapa langkah lebih ke depan, terlihat pula sesosok mayat dari seorang kakek berjenggot panjang serta empat orang lelaki bercambang.
Tubuh merekapun tidak dijumpai luka, tapi kepalanya penuh dengan noda darah.
Di ujung jalan kecil itu, di dalam gardu persegi enam tampak enam tujuh sosok mayat terkapar tak karuan bentuknya, ada yang tua, ada yang muda, ada yang kurus ada pula yang gemuk, tapi kematian mereka mengerikan sekali.
Kendatipun Ku See-hong bernyali besar, tak urung hatinya dibikin bergidik juga setelah menyaksikan peristiwa itu, juga bergidik oleh kelihayan ilmu silat yang dimiliki pembunuh itu, juga bergidik oleh kekejian lawannya.
Selain daripada itu, muncul juga suatu perasaan marah dan sedih dalam hatinya, sebab orang-orang itu mirip sekali dengan anggota Kim-to-pang yang didirikan ayah-ibunya.
Ku See-hong tidak percaya kalau di dalam halaman itu sudah tiada seorang manusiapun, maka dia melanjutkan pemeriksaannya ke depan.
Setelah melewati gardu persegi enam sampailah dia di sebuah halaman luas.
Tapi apa yang terlihat membuat darahnya mendidih, giginya digertak kencang-kencang dan sinar matanya memancarkan pancaran cahaya yang menggidikkan hati.
Dia merasa benci, benci yang tak terkirakan.
Dia mendendam terhadap kebuasan pembunuh itu.
Kekejaman orang itu benar-benar tak terlukiskan dengan kata-kata.
Ternyata di dalam halaman tersebut berserakan mayat yang jumlahnya mencapai tiga empat puluh sosok dalam keadaan mengerikan...
ternyata pembunuh kejam itu membunuh tanpa pilih bulu, baik anak kecil ataupun kaum wanita tak ada yang berhasil lolos dari pembunuhan biadab itu.
Perasaan Ku See-hong ketika itu penuh diliputi oleh peraaan sedih dan marah.
Dari balik sorot matanya yang tajam terpancar keluar sinar kemarahan yang menggidikkan hati, diam-diam ia bersumpah akan membalaskan dendam bagi kematian orang-orang itu, dia akan menggunakan cara yang sama kejinya, sama biadabnya dan sama buasnya untuk membalas dendam kepada pembunuh brutal itu.
Hal 19-20 robek....
Tiba-tiba muncul seorang kakek dalam keadaan terluka yang sangat mengerikan.
"Kalian pembunuh kejam yang berhati binatang sekalipun lohu berubah menjadi setan pun tetap akan menggaet nyawa kalian, kau... kau...!"
Setelah mengucapkan kata-kata itu dengan penuh emosi, seluruh tubuh kakek kurus itu gemetar keras dan gontai kesana kemari, wajahnya yang menyeringai menyeramkan segera menunjukkan kesakitan hebat, sehingga kata-kata selanjutnya tak sanggup dilanjutkan lagi.
Betapa girangnya Ku See-hong menyaksikan kakek kurus itu belum mati, dengan cepat dia melompat ke muka dan menghampirinya.
Kakek kurus itu mengira Ku See-hong hendak melancarkan serangan mematikan ke arahnya, dengan cepat dia membentak.
"Kau manusia berhati binatang, lohu akan beradu jiwa denganmu!"
Berbicara sampai di situ dia lantas menghimpun sisa tenaga dalam yang dimilikinya, dengan jari-jari tangan yang hitam pekat dan kurus kering ia sambar musuhnya, jari-jari tangannya yang direntangkan bagaikan cakar besi, ibaratnya sepuluh bilah pedang tajam langsung mencengkeram tubuh Ku See-hong.
Terkesiap juga hati Ku See-hong menghadapi ancaman tersebut, sebab jurus serangan yang dipergunakan kakek itu selain aneh juga cepatnya bukan kepalang sehingga membuat orang tak tahu bagaimana caranya menghindarkan diri.
Ia tak berani membendung ancaman tersebut dengan kekerasan, maka dengan mengerahkan ilmu Mi-khi-biau-tiong ia berkelit ke samping secara gesit dan aneh.
Agaknya isi perut kakek ceking itu sudah mengalami luka yang cukup parah, batok kepalanya pun terkena sebuah pukulan yang mematikan, kesadarannya sekarang tak lebih karena memperoleh tunjangan hawa murninya yang sempurna, sehingga dengan mengandalkan sehembus napas yang belum membuyar ia tetap mempertahankan diri.
Sekarang setelah serangannya gagal mencapai sasaran dan sisa hawa murninya membuyar ia tak sanggup untuk mempertahankan diri lagi, tubunya roboh terkapar ke atas tanah, napasnya tersengkal-sengkal, namun sorot matanya yang belum membuyar itu masih mengawasi wajah Ku See-hong dengan penuh kebencian.
Ku See-hong tahu bahwa kakek ini telah salah menganggap dirinya sebagai seorang pembunuh, buru-buru serunya.
"Lo-pek...
lo-pek, jangan marah dulu, boanpwe bukan seorang pembunuh, melainkan seorang perawat jalan belaka."
Sementara itu, si kakek kurus itu sudah dapat melihat jelas kalau pendatang itu adalah seorang pemuda yang tampan, apalagi setelah mendengar suara dari Ku See- hong, dengan cepat ia tersadar bahwa si anak muda itu bukanlah pembunuh berhati binatang seperti apa yang diduganya semula.
Walaupun begitu, hati kecilnya merasa terkesiap sekali, sebab dengan suatu gerakan yang begitu mudah pemuda itu telah berhasil menghindarkan diri dari serangan mematikannya yang dahsyat itu, padahal seingatnya hanya beberapa gelintir manusia saja dalam dunia persilatan yang mampu melakukan hal itu.
Dengan gelisah Ku See-hong segera bertanya.
"Lopek, lopek, apakah kau hendak memberitahukan kepada boanpwe, siapa-siapa saja pembunuh keji yang telah melakukan pembantaian secara brutal itu?"
Sepasang mata si kakek kurus yang mulai sayu itu mendadak menatap wajah Ku See-hong tanpa berkedip, agaknya dia sedang berusaha untuk menemukan kembali kenangan serta ingatannya yang sudah mulai membuyar itu.
Ku See-hong sendiripun meraa amat curiga sewaktu dilihatnya orang kakek kurus itu hanya membungkam sambil mengawasi wajahnya tanpa berkedip, pikiran dan prasaannya menjadi kalut sekali, sebab dia kuatir kakek itu mati dengan begitu saja, sehingga pembunuhan brutal ini sama sekli tak diketahui olehnya.
Dengan nada gelisah kembali Ku See-hong bertanya.
"Lopek, lopek, apakah kau masih bisa berbicara? Cepat katakan, boanpwe akan membalaskan dendam bagi kalian."
Tiba-tiba selintas perasaan aneh menghiasi wajah si kakek kurus yang mengenaskan itu, bibirnya bergetar dan muncullah serentetan perkataan yang amat lemah.
"Si... siapa... siapa namamu?"
Ku See-hong merasa girang sekali ketika dilihatnya kakek itu masih dapat berbicara, dengan cemas katanya.
"Boanpwe she Ku, bernama See-hong.... Lopek, cepat kau katakan, siapakah pembunuh itu?"
Mimik wajah kakek kurus itu berubah semakin misterius dan aneh, dengan suara gemetar dia berkata.
"A... apakah... apakah di atas lengan kirimu, di antara lekukan sikutmu terdapat sebuah tahi lalat berwarna merah?"
Tak terlukiskan rasa kaget Ku See-hong sesudah mendengar perkataan itu.
Dendam Sejagad Legenda Kematian Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ia tak habis mengerti mengapa kakek itu bisa tahu kalau di antara lekukan sikutmu terdapat tahi lalat berwarna merah, padahal sejak berusia dua tahun dulu, kedua orang tuanya sudah mati terbunuh secara mengenaskan, sedangkan dia sendiri dibesarkan oleh mak-inangnya di mana orang tua inipun meninggal dunia sewaktu dia berusia delapan tahun....
Praktis tiada sanak keluarganya lagi sejak waktu itu.
Tapi, dari manakah orang tua ini bisa mengetahui ciri tersebut dengan begitu jelas? Sementara itu, tatkala si kakek kurus itu melihat rasa kaget bercampur rasa tercengang menghiasi wajah pemuda itu, tahulah dia bahwa dugaannya memang benar.
Tiba-tiba saja dari balik sorot matanya yang sudah mulai memudar itu muncul serentetan cahaya yang aneh sekali.
"Nak..."
Dia berkata gemetar.
"Siapa... siapakah orang tuamu? Dapatkah kau memberitahukan kepadaku?"
Melihat kakek itu menanyakan nama orang tuanya, secara tiba- tiba Ku See-hong yang pintar segera menyadari sesuatu.
Dia tahu si kakek kurus beserta orang-orang yang telah tewas terbunuh itu kemungkinan besar adalah bekas-bekas anggota perkumpulan Kim- to-pang yang masih setia kepada orang tuanya.
Air mata segera jatuh bercucuran membasahi wajah Ku See- hong, serunya dengan suara keras.
"Lopek, apakah kalian bekas anggota perkumpulan Kim-to-pang? Boanpwe... boanpwe... ayahku bernama Ku Kiam-cong, sedang ibuku bernama Lik-ih-li (Perempuan Berbaju Hijau) Hoangpo Yan...."
Sekujur badan kakek kurus itu gemetar semakin keras, dua titik air mata darah jatuh bercucuran membasahi pipinya. Dengan penuh emosi dia berseru.
"Sau pangcu, kau... kau tidak membunuh bukan? Apakah lohu... apakah lohu sedang bermimpi?"
"Lopek jangan memanggil aku sau-pangcu, aku tak sanggup menerima panggilanmu itu,"
Kata sang anak muda amat emosi sekali air matanya jatuh bercucuran semakin deras.
"Lohu tak lain adalah tongcu dari ruang Sin-tong dalam perkumpulan Kim-to-pang yang didirikan ayahmu dulu. Orang menyebutku San-tian-han-jiau, Cakar Dingin Sambaran Kilat Sangkoan Ik. Sungguh beruntung sekali lohu dapat bersua muka denganmu sebelum menutup mata untuk selamanya... pangcu suami istri dapat mempunyai seorang anak seperti kau, berada di alam bakapun arwah mereka dapat beristirahat dengan tenang...."
"Empek Sangkoan, masih sanggupkah kau untuk mempertahankan diri?"
Tanya Ku See-hong dengan cemas.
"Katakan dulu siapa pembunuh keji itu? Terangkan pula segala sesuatu alasannya."
Dengan suatu gerakan yang amat cepat Ku See-hong membangunkan tubuh San-tian-han-jiu Sangkoan Ik, sementara air matanya jatuh bercucuran dengan amat derasnya.
Ia hanya bisa mengawasi kakek yang setia kepada perkumpulannya ini dengan teramat sedih.
Sorot mata kasih sayang memancar keluar dari balik mata Si Cakar Dingin Sambaran Kilat Sangkoan Ik, kemudian ia berkata.
"Nak, musuh-musuh besarmu hampir semuanya berilmu silat sangat lihay, cara kerjanya pun amat buas, kejam dan tidak mengenal ampun.
Setelah kau ketahui siapakah pembunuhnya nanti, aku minta kau jangan membalas dendam secara membabi buta.
Ingatlah Pangcu hanya mempunyai kau seorang untuk melanjutkan keturunannya, bila kau sampai mengambil tindakan yang gegabah bagaimana pula tanggung jawabmu nanti kepada orang tuamu di alam baka...?"
"Ketika kau baru lahir dulu, siang malam lohu selalu membopong dirimu, apalagi lohu memang tidak mempunyai keturunan, aku telah menganggap kau sebagai anak kandungku sendiri, itulah sebabnya aku harap kau bisa baik-baik menjaga diri...."
Ketika berbicara sampai di situ, San-tian-han-jiu merasakan darah di dalam rongga dadanya bergolak keras, tanpa terasa ucapannya terpotong sampai di separuh jalan dan tak sanggup untuk melanjutkan lebih jauh....
Setelah mendengar keterangan itu, Ku See-hong juga baru tahu apa sebabnya kakek itu bisa tahu kalau di lekukan sikutnya terdapat sebuah tahi lalat berwarna merah, kiranya sedari ia masih bayi dulu kakek ini sudah mempunyai hubungan yang akrab sekali dengan dirinya.
Kenyataan ini seketika menimbulkan gejolak emosi di dalam dadanya, sambil sesenggukan menahan isak tangisnya, dia berkata.
"Empek Sangkoan, Hong-ji akan menuruti perkataanmu, Hong-ji telah berhasi mempelajari beberapa macam ilmu sakti dari guruku Bun-ji koan-su Him Ci-seng, aku yakin kemampuanku masih dapat dipergunakan untuk membunuh musuh-musuh besarku itu."
Sinar mata tercengang memancar keluar dari balik mata San-tian han-jiau Sangkoan Ik, serunya agak gemetar.
"Nak, apakah manusia berbakat setan Bun-ji koan-su Him Ci-seng masih hidup di dunia ini?"
"Setelah suhu mewariskan tiga macam kepandaian sakti kepada Hong-ji, ia telah pergi meninggalkan dunia yang fana ini,"
Sahut pemuda itu dengan wajah amat sedih.
Tadi, ketika San-tian han-jiu mendengar pengakuan dari Ku See- hong yang mengatakan bahwa dia adalah muridnya Bun-ji koan-su, mula-mula dianggapnya dia sudah salah mendengar, maka pertanyaan tersebut diulangi sekali lagi.
Tapi sekarang, setelah tahu dengan pasti bahwa Ku See-hong memang benar-benar adalah muridnya Bun-ji koan-su, tak terlukiskan rasa girang di dalam hatinya.
Itu berarti dendam kesumat mereka ada harapan untuk dilampiaskan.
"Nak..."
Seru Sangkoan Ik dengan penuh emosi.
"Kau... rejekimu sungguh amat besar, oooh... Sekalipun harus mati, lohu akan mati dengan mata meram."
Berbicara sampai di situ, suaranya makin lama makin lemah, seluruh badannya gemetar keras menahan penderitaan yang luar biasa, kulit mukanya mengejang keras, sementara wajahnya berubah menjadi pucat pias seperti sesosok mayat.
"Empek Sangkoan...!"
Jerit Ku See-hong dengan amat sedihnya.
"Sadarlah... sadarlah dahulu, siapa-siapakah musuh besar kita? Kau... kau belum mengatakannya."
San-tian-han-jiau berkerut kening dan pelan-pelan memejamkan matanya, tapi ia segera membuka kembali matanya.
Darah dalam jantungnya waktu itu telah membeku dan tak sanggup untuk mengalir ke dalam seluruh badannya lagi.
Setelah termenung beberapa waktu, dia baru dapat berbicara dengan suara parau yang sangat lemah.
"Nak, musuh besar pangcu adalah... Perkumpulan Thi-kiong-pang serta... serta Cian-khi-pang... masih ada dalang lain yang berdiri di belakang layar. Di kemudian hari orang itu pasti akan berhasil kau temukan.... Sedangkan orang-orang yang membunuh segenap sisa anggota Kim-to-pang pada malam ini adalah... Huan-mo kiangcu dari Lam- hay, Han-thian It-kiam (Pedang Sakti dari Han-thian) Cia Cu-kim sekalian...."
"Dendam ini menyangkut soal hubungan sakit hati guru ayahmu de... dengan ayah dari Han-thian-it-kiam. Juga menyangkut sebuah 'benda' kepercayaan milik aliran Lam-hay-bun. Saa... sayang benda itu... telah mereka rampas kembali. Kemungkinan besar Lam-hay Huan-mo-kiong akan melakukan penyerbuan lagi ke daratan Tionggoan, mereka... mereka adalah manusia-manusia yang berbahaya, buas dan berilmu tinggi. Besar kemungkinan mereka akan menerbitkan kembali badai bencana di seluruh dunia persilatan.... Lohu sungguh merasa tak punya muka untuk... untuk berjumpa muka dengan kedua orang tuamu... aku menyesal tak mampu melindungi benda itu dengan sebaik-baiknya...."
Tapi setelah berbicara sampai di situ, di atas wajah Han-jiau santian Sangkoan Ik yang pucat pias, tersungging sekulum senyuman yang amat lembut.
Begitulah, di ringi senyuman tadi akhirnya dia telah meninggalkan dunia yang fana ini untuk mendapatkan ketenangan selamanya....
Dengan meninggalnya Sin-tong tongcu dari perkumpulan Kim-to- pang ini, maka berakhir pula segenap jago lihay perkumpulan Kim-to-pang yang masih tersisa di dunia ini.
Kenyataan semacam ini benar-benar merupakan suatu kenyataan yang sangat tragis....
Ku See-hong, pemuda keras kepala yang mempunyai hati teguh ini tidak menangis tapi air mata jatuh bercucuran dengan amat derasnya membasahi seluruh wajahnya, padahal kepedihan yang mencekam perasaannya sekarang sungguh tak terlukiskan dengan kata-kata.
= (Soal benda yang dipersengketakan antara pihak Huan-mo- kiong dari Lam-hay dengan Kim-to-pang akan diungkap di belakang cerita ini)= Mendadak....
Dari balik mata Ku See-hong yang basah oleh air mata, terpancar keluar cahaya yang menggidikkan hati, keningnya berkerut lalu mendengus dingin dengan nada yang amat sinis.
Tubuhnya melejit ke tengah udara dan melayang secepat kilat, tahu-tahu dia sudah berada di luar halaman bangunan tersebut.
Di tengah keheningan malam dan di bawah cahaya rembulan yang redup, di sebelah selatan tanah perbukitan itu tampak ada empat sosok bayangan manusia sedang berlarian dengan kecepatan luar biasa, dalam waktu singkat bayangan tubuh mereka sudah lenyap dari pandangan mata.
Sekulum senyuman sinis yang menggidikkan hati segera tersungging di ujung bibir Ku See-hong, dia percepat gerakan tubuhnya untuk menjejar dari belakang.
Dalam waktu singkat Ku See-hong telah berhasil menyusul keempat sosok bayangan manusia di depan itu, jaraknya tinggal lima enam kaki belaka.
Dengan suara menggeledek pemuda itu segera membentak.
"Empat saudara yang berada di depan, harap tunggu sebentar!"
Agak terkesiap keempat sosok bayangan manusia itu tatkala mendengar suara bentakan yang menggeledek tersebut.
Sementara mereka tertegun, Ku See-hong yang berada di belakangnya telah melepaskan sebuah pukulan dahsyat yang mengerikan menerjang ke tengah-tengah antara keempat sosok bayangan manusia itu.
Walaupun serangan itu dilancarkan dari jarak lima kaki, tapi oleh karena tenaga dalam yang dimiliki Ku See-hong belakangan ini telah memperoleh kemajuan yang pesat, maka angin pukulan tersebut bagaikan amukan ombak dahsyat di tengah samudra, menggulung ke depan.
Agaknya ilmu silat yang dimiliki keempat sosok bayangan manusia itupun tidak lemah.
Tampak mereka mengegos ke samping dengan cekatan sekali, masing-masing mempergunakan gerakan yang aneh tapi sakti, kemudian sambil membentak, bayangan manusia berkelebat lewat dan berbalik menerjang ke arah Ku Seehong.
Angin pukulan bayangan kaki segera memenuhi seluruh angkasa.
Berkobarlah suatu pertarungan yang amat seru di tempat itu.
Serangan gabungan yang dilakukan keempat orang ini sungguh luar biasa sekali, angin pukulan datang berlapis, tendangan keji menderu-deru seperti angin puyuh, semua ancaman tersebut datang dari arah delapan penjuru dan bersama-sama tertuju ke tubuh anak muda itu.
Paras muka Ku See-hong berubah hebat sesudah menyaksikan jurus serangan yang dipergunakan musuhnya.
Bahna nafsu membunuh segera berkobar, sambil berpekik nyaring dia membentak.
"Kawanan tikus dari Lam-hay Huan-mo-kiong, serahkan nyawa kalian!"
Pekikan nyaring dan bentakan keras segera bergema bercampur aduk menjadi satu....
Ku See-hong melakukan suatu gerakan busur yang bercahaya tajam dengan tangan kanannya, kemudian tubuhnya menerjang ke muka secara tiba-tiba, segulung desingan angin tajam yang disertai kilatan cahaya menyerang orang yang berada di sebelah kiri itu.
Jeritan ngeri yang memilukan hati sgera berkumandang memecahkan keheningan, tahu-tahu batok kepala orang itu sudah terbacok hancur menjadi berkeping-keping dan tewas seketika itu juga.
Tiga orang sisanya betul-betul tahu diri, serentak mereka perdengarkan suara pekikan yang aneh sekali, kemudian dengan memisahkan diri ke tiga penjuru yang berbeda, seperti anjing-anjing 224 yang kena digebuk, mereka kabur terbirit-birit meninggalkan tempat itu.
Sorot mata Ku See-hong memancarkan sinar merah yang berapi- api karena gusar, menyusul dua kali lompatan ke muka, jari tangannya digetarkan.
Lima gulung desingan cahaya putih segera memancar ke empat penjuru.
Lagi-lagi berkumandang suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati.
Orang yang kabur menuju ke arah barat itu tahu-tahu sudah terkena serangan dan tewas seketika.
Sementara Ku See-hong melakukan pembunuhan di situ, dua sosok bayangan manusia yang lain telah manfaatkan kesempatan itu sebaik-baiknya untuk menyelamatkan diri.
Tahu-tahu bayangan tubuh mereka bedua sudah lenyap tak berbekas.
Senyum sinis yang mengerikan segera tersungging di ujung bibir Ku See-hong, dengan mempergunakan suara yang dingin seperti salju, dia berkata lantang.
"Manusia-manusia laknat dari Lam-hay Huan-mo-kiong, ingat saja pembalasanku nanti. Ehmm... secara keji dan buas kalian telah membasmi perkumpulan Kim-to-pang kami, membantai setiap anggota perkumpulan kami secara keji dan brutal, tak seorang pun yang kalian biarkan hidup. Baik... ingat saja baik-baik, suatu ketika aku pun akan mempergunakan cara yang sama seperti apa yang kalian lakukan hari ini untuk membantai kalian semua."
"Mulai detik ini, aku Ku See-hong bersumpah akan membunuh habis kalian anjing-anjing keparat dari Lam-hay Huan-mo-kiong, aku akan membunuh terus sampai semua orang-orangmu punah, sampai istana Huan-mo-kiongmu rata dengan tanah, bila aku tidak mewujudkan sumpah yang kuucapkan pada hari ini biar langit dan bumi mengutuk diriku...."
Selesai mengucapkan sumpahnya itu, Ku See-hong memperlihatkan sorot mata berapi-api yang penuh disertai rasa benci dan dendam yang amat tebal dan menusuk tulang seakan- akan kalau bisa dia ingin membasmi semua musuhnya yang ada di dunia ini.
Setelah berdiri termangu beberapa saat lamanya, pemuda itu lantas menengadah dan berpekik nyaring.
Suara pekikan tersebut melengking tinggi dan memanjang di tengah udara....
Di balik suara pekikan tersebut, penuh terkandung rasa sedih dan marahnya yang membara.
Seakan-akan badai dunia persilatan yang penuh berbau anyir darah sudah berada di ambang pintu.
Berbareng dengan selesainya suara pekikan tadi, mendadak Ku See-hong melejit ke depan dan berangkat menuju ke istana Huan- mo-kiong di Lam-hay....
00d-w00 Bab 11 DI TENGAH lautan Lam-hay yang amat luas, tersebar berpuluh- puluh pulau kecil.
Kepulauan tersebut telah terlepas sama sekali dengan daratan.
Huan-mo-kiong terletak di sebelah timur lautan Lam-hay di atas sebuah pulau misterius dan menyeramkan, para nelayan di sekitar sana selalu menaruh perasaan ngeri dan was-was terhadap pulau itu.
Oleh sebab itu belum pernah ada orang yang berani melakukan penyelidikan terhadap keadaan pula tersebut.
Ilmu silat aliran Lam-hay sudah termasyhur dalam dunia persilatan karena keanehan dan kesaktiannya Hun-mo-kiongcu pemilik pulau Huan mo-to tersebut, yakni Han-thian it-kiam (Pedang Sakti Langit Dingin) Cia Cu-kim, sudah termasyhur sekali namanya di seantero jagad.
Dulu, ayah Cia Cu-kim yang bernama Hu-hay it-kiam (Pedang Sakti Laut Seberang) Cia Long-po pernah memimpin anak muridnya menyerbu ke daratan Tionggoan, membantai umat persilatan dan berusaha menanamkan pengaruh mereka di sana.
Waktu itu tak seorang jagoanpun dari sembilan partai besar dunia persilatan yang sanggup membendung serbuan mereka itu.
Ketika dalam dunia persilatan bertambah gawat dan tampaknya segera akan terjatuh ke tangan Hu-hay it-kiam Cia Long-po beserta begundalnya, untung saja ada dalam dunia persilatan, seorang pendekar yang berilmu tinggi...
dia tak lain adalah guru Ku Kiam-cong, pedang nomor wahid dalam dunia persilatan Thio-pek-siong.
Mereka berdua berjanji akan melangsungkan duel pedang di dalam istana Huan-mo-kiong, untuk menentukan masa depan berjuta-juta umat persilatan di daratan Tionggoan, serta ketentuan apakah orang- orang dari Lam-hay Huan-mo-kiong akan berhasil menguasai daratan Tionggoan atau tidak.
Dalam suatu pertarungan sengit yang kemudian berlangsung dalam istana Huan-mo-kiong, antara Bu-lim-tit-it-kiam Thio Pek-siong melawan Ku- hay-it-kiam Cia Long-po, secara mengejutkan sekali Thio Pek-siong berhasil menangkan lawannya.
Sebagai umat persilatan yang menjunjung tinggi setiap perkataan yang diucapkan, terpaksa Hu-hay-it-kiam Cia Long-po harus menyerahkan pedang mestika alirannya, yaitu pedang Huan-mo- kiam kepada Bu-lim-tit-it-kiam Thio Pek-siong serta berjanji untuk tak akan muncul kembali dalam daratan Tionggoan.
Sejak saat itu, pedang pendek Huan-mo-kiam disimpan oleh Bu- lim-tit-it-kiam Thio Pek-siong.
Menjelang saat kematiannya, ia telah menyerahkan pedang pendek Huan-mo-kiam itu kepada muridnya Ku Kiam-cong (ayah dari Ku See-hong).
Sayang pada dua puluh tahun berselang perkumpulan Kim-to- pang telah musnah di tangan orang...
Sebelum meninggal dunia, Ku Kiam-cong telah menyerahkan pedang pendek itu kepada Sin-tong tongcunya yakni San-tian-han-jiau Sangkoan Ik.
Hu-hay-it-kiam Cia Long-po sendiri menjelang saat menghembuskan napasnya yang penghabisan, telah berpesan pula kepada putranya Han-thian-it-kiam Cia Cu-kim, seandainya golongan mereka memiliki kekuatan yang cukup, maka pedang pendek Huan-mo-kiam tersebut harus berusaha untuk direbut kembali.
Han-thian it-kiam Cia Cu-kim, adalah seorang manusia licik dan berotak cerdas, dia pun mempunyai ambisi yang sangat besar.
Setelah kematian ayahnya dia mulai menyusun rencana untuk 'melalap' daratan Tionggoan, serta membalas dendam bagi sakit hati ayahnya.
Maka, diapun secara diam-diam mulai menghimpun sampah- sampah masyarakat di dalam dunia persilatan untuk berpihak kepadanya, kemudian menjadikan Huan-mo-kiong di Lam-hay sebagai sarang perompak.
Han-thian it-kiam Cia Cu-kim yang menutup diri selama lima puluh tahunan, benar-benar telah berhasil memiliki serangkaian ilmu silat yang luar biasa sekali hebatnya, selain itu gembong-gembong iblis yang berhasil dihimpun olehnya juga tak terhitung jumlahnya, hal mana membuat ambisi iblis tua ini untuk menguasai seluruh dunia persilatan semakin berkobar-kobar.
Sasaran pertama yang menjadi incarannya sudah barang tentu perkumpulan Kim-to-pang yang menyimpan pedang pendek Huan- mo-kiam.
Sebab bila pedang pendek Huan-mo-kiam tersebut belum diambil kembali, maka menurut peraturan, pihak Huan-mo-kiong yang turun-temurun, semua anggota perguruan tersebut dilarang menginjakkan kakinya lagi di daratan Tionggoan.
Di sinilah pangkal sebab mengapa para anggota setia dari perkumpulan Kim-to-pang yang masih tersisa mengalami nasib yang mengenaskan sekali.
Langit berawan, ombak bergulung-gulung terhembus angin kencang.
Sebuah sampan kecil berlayar menembusi gulungan ombak, memercikkan bunga air dan melaju ke muka.
Di atas sampan itu duduk seorang pemuda yang tampan.
Sepasang matanya memancarkan cahaya dingin yang menggidikkan hati, ia sedang memandang ke tempat kejauhan, memandang setitik hitam di ujung langit situ....
Siapakah pemuda ini? Dia tak lain adalah Ku See-hong.
Cahaya matahari telah memancarkan sinarnya ke seluruh penjuru dan memantul di atas permukaan langit.
Langit nan biru, suasana nan hening, mendatangkan perasaan nyaman bagi siapapun juga.
Segulung angin laut berhembus lewat membawa udara yang asn dan amis.
Sampan Ku See-hong dengan seelmbar layar persegi tiganya menembusi ombak berlayar dengan tenangnya ke depan.
Dendam Sejagad Legenda Kematian Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Gelombang laut tidaklah begitu besar, hanya angin laut berhembus sepoi menimbulkan gulungan kecil yang satu demi satu saling berkejaran.
Sejauh mata memandang hanya lautan yang luas terbentang di depan mata dan bersatu dengan langit di ujung sana, mendatangkan perasaan yang lapang dan luas bagi siapapun yang memandangnya.
Kadangkala satu dua ekor burung manyar terbang merendah dan meliuk-liuk menukik kesana kemari, mendatangkan perasaan damai di hati semua orang....
Ku See-hong mendayung terus sampannya dengan penuh bersemangat, setiap dayungan mmbuat perahunya meluncur ke depan bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya, apalagi terhembus oleh angin lembut, membuat lajunya sampan itu melebihi larinya sang kuda.
Dalam waktu singkat, matahari yang indah telah melepaskan sinar keemas-emasannya yang memabukkan, pelan-pelan menembusi air samudra yang hijau dan menyorot ke arah kedalaman lautan.
Pemandangan alam yang terbentang waktu itu begitu cantik sehingga sukar dilukiskan dengan kata-kata, mungkin hanya orang yang berada di tempat kejadian saja yang dapat merasakannya.
Lambat laun, di ujung langit kejauhan sana muncul setitik hitam yang kecil, tampaknya pulau Huan-mo-to sudah berada di depan mata.
Pelan-pelan tapi pasti, pulau itu makin lama semakin mendekat, sekarang Ku See- hong telah dapat menyaksikan segala sesuatu yang berada di atas pulau tersebut.
Lalu perahu pun makin lambat sementara suara ombak yang memecah di tepian pantai semakin terdengar jelas.
Akhirnya ia mencapai tepi pantai berpasir yang lembut.
Dengan gesit Ku See-hong melompat turun ke daratan, sebuah pantai berpasir yang berbentuk bukit kecil terbentang di depan mata.
Setelah melewati bukit berpasir itu, di atasnya baru merupakan permukaan tanah biasa.
Di atas tanah tertera selapis batu kerikil yang lembut tampaknya batuan itu digunakan sebagai bahan untuk membendung tanah agar tidak terjadi tanah longsor.
Dengan mengembangkan ilmu meringankan tubuhnya yang amat sempurna, Ku See-hong berlarian di balik pepohonan yang tumbuh di tepi jalan menuju ke ujung jalan berlapis batu, kemudian membelok ke sebelah kanan, tiba-tiba pemandangan alam yang terbentang di hadapannya berubah.
Pepohonan yang tumbuh di sisi jalan makin tipis dan jarang, tapi di antara sela- sela pohon dengan pohon, tumbuh aneka rumput dan bunga yang indah.
Memandang dari kejauhan, yang terlihat hanya warna merah, kuning, hijau yang berwarna- warni, lamat-lamat terendus pula bau harum semerbak yang memabukkan.
Waktu itu, kegelapan malam sudah mulai menyelimuti seluruh jagad.
Suatu malam yang sepi telah menjelang tiba, walaupun rembulan belum muncul dari balik awan, namun kerlipan bintang yang berkerlip di angkasa memancarkan cahaya yang redup, itulah sebabnya semua pemandangan alam di sekelliling tempat itu dapat terlihat dengan jelas.
Tanpa terasa Ku See-hong telah memperlambat langkahnya, dari balik matanya terpancar keluar sinar tajam yang menggidikkan, dengan cekatan dia mengawasi sekejap sekeliling tempat itu, ternyata pulau Huan-mo-to yang begitu luas, sama sekali tak tampak sesosok bayangan manusiapun.
Keheningan yang amat mengerikan mencekam seluruh jagad, hanya lamat-lamat saja kedengaran suara ombak yang memecah di tepian.
Walaupun dendam kesumat berkobar di dalam dadanya, walaupun dia datang ke Huan-mo-kiong untuk membalas dendam, namun perasaannya saat ini berat sekali.
Dia cukup tahu akan kemampuan orang-orang Huan-mo-kiong yang rata-rata berilmu tinggi, dia juga tahu akan kekejaman mereka serta alat- alat rahasia mereka yang berbahaya, kesemuanya ini menimbulkan perasaan tidak tenang dalam hatnya, membuat hatinya kebat-kebit tak karuan.
Berada dalam keadaan begini, dia sangat berharap bisa bersua muka dengan seseorang, bisa terjadi pertarungan yang sengit, daripada harus menghadapi keheningan yang mengerikan...
tapi justru lamat-lamat terkandung hawa pembunuhan yang mengerikan.
Padahal sejak Ku See-hong melangkahkan kakinya ke atas pulau Huan-mo-to, dia sudah tahu kalau keadaannya lebih banyak mara bahayanya daripada rejeki.
Mendadak....
Ku See-hong menghentikan langkahnya dengan wajah berubah, sorot mata aneh terpancar keluar dari balik matanya, ternyata lebih kurang dua puluh kaki di hadapan sana terbentang sebuah hutan bunga Tho yang amat luas, di belakang hutan tersebut muncul bangunan-bangunan yang tinggi, megah dan kokoh.
Yang aneh adalah di sekeliling bangunan seperti bangunan keraton itu, terpancar keluar semacam asap putih, yang mirip asap bukan asap, kabut bukan kabut, warnanya keemas-emasan bercampur hijau tua yang menyelimuti sekeliling bangunan.
Kabut itu menggumpal menjadi satu tanpa membuyar, hal ini membuat orang merasa sulit untuk melihat jelas bentuk dari bangunan itu.
Sementara Ku See-hong masih termenung sambil berdiri termangu-mangu, mendadak dari balik hutan bunga tho itu meluncur keluar sesosok bayangan putih bagaikan burung walet menembusi ombak, dalam sekejap mata ia telah melayang turun di hadapan muka Ku See-hong.
Agak berubah paras muka Ku See-hong setelah menyaksikan kelihayan ilmu meringankan tubuh yang dimiliki bayangan putih itu.
Dengan sorot mata yang tajam bagaikan sembilu, dia awasi orang itu, tapi keningnya segera berkerut dan wajahnya menunjukkan setitik cahaya keheranan.
Ternyata dua kaki di hadapan Ku See-hong telah berdiri seorang gadis berbaju putih yang berwajah cantik jelita bak bidadari dari kahyangan, rambutnya yang hitam panjang, terurai ke bawah berkibar terhembus angin.
Di bawah sepasang alis matanya yang lentik bagaikan bulat sabit, tampak sepasang biji mata yang sayu dan memancarkan sinar kemurungan, sedang mengawasi wajah pemuda itu tak berkedip.
Gadis cantik jelita seperti bunga ini, meski menunjukkan sikap tanpa emosi yang kaku namun wajahnya yang cantik jelit itu memancarkan sinar keanggunan yang suci bersih, membuat siapa saja yang berjumpa dengannya segera menaruh kesan baik.
Dengan muka dingin dan kaku, diam-diam Ku See-hong berpikir dalam hatinya.
"Heran, mengapa di dalam istana Huan-mo-kiong yang menyerupai sarang perampok ini bisa terdapat gadis cantik yang begini anggun? Hmm! Kebanyakan perempuan hanya suci di luar, padahal hatinya keji seperti seekor ular berbisa..."
Kesannya terhadap kaum wanita memang amat jelek sekali serta memiliki sesuatu cara pandang yang picik.
Betul kesannya terhadap gadis berbaju putih ini baik, namun pandangannya yang sempit membuat pemuda itu segera terpengaruh oleh pandangannya itu.
Tiba-tiba terdengar gadis berbaju putih itu berkata dengan suara yang amat lembut.
"Sauhiap, kau datang dari mana? Siapa namamu? Ada urusan apa kau datang ke istana Huan-mo-kiong?"
Ku See-hong tahu bahwa gadis itu telah mengira dirinya sebagai tamu pihak Huan- mo-kiong. Tanpa terasa ia mendengus dingin, dengan sorot mata memancarkan cahaya menggidikkan dan suara sedingin salju, katanya dengan cepat.
"Aku bernama Ku See-hong, datang ke pulau Huan-mo-to ini untuk membunuh semua manusia laknat yang bergabung dalam istana Huan-mo-kiong ini."
Paras muka nona berbaju putih itu segera berubah hebat, sejak dilahirkan belum pernah ia dengar ada orang berani mendatangi pulau Huan-mo-to untuk membalas dendam, apalagi mengemukakan maksud kedatangannya secara begitu terang- terangan.
Pada mulanya ia masih mengira pemuda ini sudah gila, tapi setelah menyaksikan wajah yang gagah dan dingin membawa hawa pembunuhan tersebut, tanpa terasa ia tertegun juga.
Setelah hening sejenak, akhirnya gadis itu berkata lagi.
"Ku sauhiap, tahukah kau setiap anggota Huan-mo-kiong memiliki ilmu silat yang sangat lihay dengan tindakan yang keji dan tidak mengenal ampun? Setiap orang yang berani mendatangi pulau Huan-mo-to belum pernah ada yang bisa pulang dalam keadaan selamat?"
Mendadak Ku See-hong mendongakkan kepalanya dan tertawa seram.
"Haaahh... haaahh... haaahh... Huan-mo-kiong tidak lebih cuma tempat kelompok manusia-manusia rendah yang terdiri dari sampah masyarakat dunia persilatan, setelah aku orang she Ku berani datang kemari untuk mencari balas, tentu saja akupun tak akan takut menghadapi segala macam tipu muslihat dari kalian semua. Kini cepat laporkan kepada gembong iblis terkutuk Han-thian it-kiam Cia Cu-kim, katakan kalau keturunan dari Kim-to-pangcu datang kemari untuk menuntut kembali keseratus lembar nyawa anggota kami yang dibunuhnya pada sebulan berselang!"
Nona berbaju putih itu segera berkerut kening, paras mukanya juga turut berubah menjadi dingin seperti es, katanya.
"Guruku Han-thian it-kiam Cia Cu-kim telah berangkat ke daratan Tionggoan semenjak dua bulan berselang, hingga kini dia belum kembali.... Sekarang kedua kalinya kuperingatkan kepadamu, sebelum orang-orang Huan-mo-kiong pada pulang, lebih baik cepat-cepatlah tahu diri dan mengndurkan diri dari sini, kalau tidak kau bisa mati tanpa liang kubur di tempat ini."
Mendongkol sekali hati Ku See-hong setelah mengetahui kalau biang keladinya tak ada di rumah, dia segera tertawa dingin.
"Kalau memang tua bangka itu tidak ada di rumah, lain kali aku orang she Ku pasti akan mencarinya lagi untuk direnggut nyawanya, malam ini akan kumusnahkan dahulu sarang iblisnya... bila kau tahu diri, cepatlah tinggalkan tempat ini, aku orang she Ku mengingat kau masih memiliki watak manusia, tak akan kuusik dirimu."
Diam-diam nona berbaju putih itu menghela napas panjang, pikirnya kemudian.
"Betul-betul seorang pendekar muda yang keras kepala dan tinggi hati, aaai... kasihan jika dia harus menemui ajalnya pula di dalam istana Huan-mo-kiong.... Keng Cin-sin, wahai Keng Cin-sin, kau sudah penuh dengan dosa dan menyalahi hukum Thian, apakah kau akan membiarkan pendekar muda ini kembali terkubur di sini? Kau tak boleh membiarkan orang ini mengorbankan pula jiwnya di tangan kaum laknat tersebut...."
Untuk sesaat lamanya perlbagai ingatan berkecamuk dalam benak nona berbaju putih itu. Tiba-tiba wajahnya menjadi cerah kembali, dengan lembut katanya.
"Ku Sauhiap, aku tahu kalau kau angkuh dan keras kepala, lagipula mempunyai dendam kesumat sedalam lautan, tak nanti kau akan mundur dengan begitu saja dari sini, cuma aku ingin bertaruh 234 dulu denganmu, bila kau sanggup mengalahkan aku dalam tiga jurus, silahkan kau masuk ke dalam istana Huan-mo-kiong. Kalau tidak, cepatlah mengundurkan diri dari sini, ketahuilah tindakanku berbicang-bincang denganmu pada malam ini sudah melanggar peraturan rumah tangga kami dan seharusnya menerima hukuman mati..."
Terkesiap hati Ku See-hong sesudah mendengar perkataan itu, segera pikirnya.
"Mungkinkah gadis ini adalah sekuntum bunga teratai putih yang benar-benar masih suci dan belum ternoda?"
Tapi dasar wataknya memang angkuh, dengan wajah dingin seperti es, segera katanya.
"Maksud baik nona biar aku orang she Ku terima di dalam hati saja. Kalau memang begitu, maaf kalau aku akan berbuat lancang."
Sementara berkata, dengan suatu gerakan yang cepat seperti sambaran kilat Ku Se-hong bergerak maju ke depan.
Telapak tangan kirinya membuat satu gerakan melingkar yang aneh sekali, semenara tangan kanannya digetarkan keras-keras.
Lima gulung desingan angin tajam yang disertai dengan hembusan angin dahsyat dengan cepat menyergap ke atas jalan darah penting di tubuh Leng-sin si nona berbaju putih.
Serangannya semakin ganas dan dahsyat, jurus serangannya juga hebat sekali.
Menyaksikan serangan itu, paras muka si nona berbaju putih Keng Cin-sin segera berubah hebat, dengan cepat badannya mengegos ke samping dan meloloskan diri dari sergapan Ku See- hong yang cepat bagaikan sambaran petir itu, kemudian dengan enteng sekali badannya maju ke depan.
Bentrok Rimba Persilatan Karya Khu Lung Pedang Tetesan Air Mata -- Khu Lung Peristiwa Burung Kenari Karya Gu Long