Ceritasilat Novel Online

Dendam Sejagad 5


Dendam Sejagad Legenda Kematian Karya Khu Lung Bagian 5



Dendam Sejagad Legenda Kematian Karya dari Khu Lung

   

   Telapak tangan yang putih dan halus itu, kiri kanan melancarkan serangan, telapak tangan kirinya melancarkan pukulan tenaga Yang-kang yang hebat tenaga pukulannya menderu-deru, sebaliknya telapak tangan kanannya melancarkan sebuah jurus pukulan yang bertenaga Im-kang, lemah gemulai seakan- akan sama sekali tak bertenaga.

   Ku See-hong sama sekali tidak menyangka kalau gerakan menghindar dan gerakan melancarkan serangan balasan yang dilakukan gadis itu bisa dilakukan dengan begitu aneh dan cepatnya.

   Dalam keadaan terkesiapnya, jurus serangan tangguh segera dilancarkan berulang kali, sementara kakinya melangkah dengan ilmu gerakan tubuh Mi-khi biau-tiong, secara aneh tapi pasti tubuhnya melejit ke samping kanan lawannya, lalu kesepuluh jari tangannya disentilkan bersama.

   Desingan angin tajam mendesing memekikkan telinga, segulung gulungan tenaga serangan bagaikan sepuluh bilah pedang terbang berbareng mengancam sepuluh tempat jalan darah penting di tubuh lawan.

   Keng Cin-sin, si nona berbaju putih itu membentak keras, tubuhnya bergetar indah sepasang telapak tangannya diputar membentuk segulung tenaga pukulan yang lembut dan tiba-tiba saja balik menggulung ke atas tubuh Ku See-hong.

   Perasaan Ku Se-hong waktu itu sudah diliputi oleh perasaan bergidik bercampur kaget, dia sudah tahu kalau nona berbaju putih ini memiliki kepandaian silat yang maha lihay, sedikitpun tidak berada di bawah Im Yan cu, sekalipun ada selisihnya, juga minim sekali.

   Maka setelah berpikir sejenak, tubuhnya lantas melayang sejauh empat kaki jauhnya mengikuti ke hembusan angin pukulan yang kuat itu.

   Sebaliknya Keng C in-sin yang sudah bertarung dua jurus dengan Ku See-hong, meski dia tahu kalau pemuda ini memiliki ilmu silat yang sangat lihay, namun dia yakin kemampuan semacam itu masih belum mampu untuk menghadapi kakak seperguruannya...

   Sau-kiongcu dari istana Huan-mo-kiong.

   "Ku sauhiap,"

   Kata Keng Cin-sin kemudian dengan suara dingin.

   "Ucapan seorang kuncu berat bagaikan bukit Thay-san, kini tinggal satu jurus yang terakhir...."

   Paras muka Ku See-hong juga berubah menjadi dingin dan kaku, ucapnya pula.

   "Harap nona perhatikan baik-baik, di dalam serangan yang terakhir ini akan kupergunakan sebuah jurus serangan yang mematikan, begitu digunakan... aku sendiripun tak dapat mengendalikannya kembali. Bila kau menganggap tidak memiliki kemampuan untuk menghindarinya, harap segera mundur dengan cepat...."

   Agak termangu-mangu Keng Cin-sin setelah mendengar ucapan tersebut, mungkinkah dia benar-benar memiliki ilmu silat yang begini hebatnya? Tapi ketika menyaksikan ucapan Ku See-hong yang begitu serius, dia tak berani pula bertindak gegabah.

   Diam-diam ia mempersiapkan diri lalu mundur ke belakang, dia bukannya takut mati, tapi sekarang ia belum boleh mati....

   "Hati-hati!"

   Bentak Ku See-hong dengan suara dingin.

   Mendadak seapsnag lengannya diputar dan digerakkan dengan suatu gerakan aneh, tiba-tiba saja seluruh badannya melambung ke tengah udara, menyusul kemudian sepasang kakinya bergetar secara aneh...

   seluruh tubuhnya tahu-tahu sudah melayang kembali ke atas tanah.

   Pada saat ujung kakinya hampir menyentuh permukaan tanah itulah tiba-tiba Ku See-hong menerjang ke depan...

   "Blaaamm...! "

   Di ringi kilatan cahaya tajam yang amat menyilaukan mata, suatu ledakan keras berkumandang memecahkan keheningan.

   Untung saja sebelum serangan tersebut dilancarkan, Keng Cin-sin telah memperoleh peringatan dari Ku See-hong, tiba-tiba saja dia merasakan sekujur badannya seakan-akan terbungkus di balik cahaya keemas-emasan yang amat menyilaukan mata.

   Ia tahu jurus serangan ini terlampau ganas...

   Dalam terkesiapnya dengan mengerahkan segenap tenaga yang dimilikinya dia melompat ke belakang.

   Namun, baru saja badannya meninggalkan permukaan tanah, matanya telah berkunang-kunang dan kepalanya amat pening.

   Dia merasakan datangnya segulung tenaga pukulan yang aneh membuat napasnya menjadi sesak.

   Dalam terkesiapnya buru-buru dia menjejakkan kakinya ke tanah, dengan menghimpun tenaga dalam yang ada di dalam pusar, dia percepat gerakannya untuk melompat mundur.

   Kendatipun gerakan yang dilakukan olehnya dilakukan cukup cepat, dan lagi sebelum serangan dilancarkan ia telah memperoleh peringatan dulu, namun tiga gerakan dari jurus Hoo-han-seng-huan tersebut memang terlampau dahsyat....

   Ditambah pula tenaga dalam yang dimiliki Ku See-hong makin hari makin bertambah pesat.

   Kesempurnaan tenaga dalamnya sekarang sudah berlipat ganda bila dibandingkan sewaktu bertarung melawan Im Yan cu tempo hari.

   Terdengar nona berbaju putih itu mendengus tertahan, badannya terkena sambaran ekor tenaga serangan dari jurus Tee-cian-hun-ih (Sukma Sengsara Neraka Mengerikan) itu, hingga badannya mencelat sejauh empat kaki.

   Baju putih yang dikenakan itu sudah robek sebagian besar sehingga kulit badan yang berwarna putih itu lamat-lamat kelihatan.

   Merah padam selembar wajah Keng Cin-sin karena jengah, dengan agak cemas dia lantas berseru.

   "Hati-hati dengan akal muslihat dan tipu daya mereka!"

   Di tengah seruan tersebut, bayangan putih tampak berkelebat lewat, bagaikan sukma gentayangan dia sudah menyusup masuk ke dalam hutan bunga tho itu.

   Pada saat itulah, tiba-tiba dari balik hutan bunga tho itu kembali berkumandang suara bentakan yang keras, menyusul bergemanya suara tertawa aneh yang mengerikan.

   "Sreeett... sreeett...!"

   Dua sosok bayangan manusia, bagaikan sukma gentayangan munculkan diri dari balik pepohonan.

   Kemudian dalam beberapa kali lompatan saja telah berada di hadapan Ku See-hong.

   Dilihat dari ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya, dapat diketahui kalau ilmu silat yang mereka miliki tidak lemah.

   Dari balik mata Ku See-hong yang tajam segera memancarkan sinar menggidikkan hati, disapunya sekejap pendatang itu, lalu mendengus dingin dengan nada sinis.

   "Rupanya kalian dua orang manusia laknat yang berhawa sesat ingin datang menghantar kematian. Baik, aku orang she Ku akan menghantar dulu keberangkatan kalian...."

   Ternyata dua orang yang munculkan diri itu adalah manusia aneh Im-Yang, bertubuh aneh dan kurus kering seperti tengkorak, selain mukanya berwarna pucat keabu- abuan, bibirnya tampak lancip dengan tulang pipi yang sempit.

   Kedua orang manusia aneh ini terbiasa bersikap bengis, buas dan tidak mengenal ampun, sudah barang tentu mereka tidak tahan menghadapi sikap Ku See-hong yang begitu sinisnya itu.

   Salah seorang di antaranya, seorang manusia aneh berjubah panjang warna hijau segera berteriak aneh, kemudian serunya.

   "Anjing cilik, kematian sudah berada di ambang pintu masih berani bicara takabur. Hmm! Lohu akan segera mengirimmu pulang ke rumah kakek moyangmu...."

   Di tengah teriakan tadi, dia meloloskan sebuah senjata aneh yang berwarna hitam, lalu dengan membentuk selapis cahaya busur berwarna perak yang amat rapat, disertai desingan angin tajam yang menderu-deru, langsung menggulung ke tubuh Ku See-hong.

   Kiranya dua orang manusia aneh itu tak laian adalah Sim-tongcu yang paling beracun dalam istana Huan-mo-kiong...

   Im-Yang Siang-mo (Sepasang Iblis Im Yang).

   Bukan cuma bengis dan kejam saja, kedua orang inipun termasyhur karena kebuasannya yang lebih mendekati tak kenal perikemanusiaan.

   Sudah cukup lama kedua orang ini bersembunyi di balik hutan bunga tho, mereka pun cukup mengetahui betapa lihaynya kepandaian silat yang dimiliki Ku See-hong, maka dari itu, begitu 239 turun tangan, mereka lantas mengeluarkan senjata andalannya yang paling beracun Sah-hi-ci (Duri Ikan Hiu).

   Begitulah, sementara senjata Duri Ikan Hiu di tangan kanannya menciptakan gelombang cahaya tajam yang berlapis-lapis, tangan kirinya juga dipentangkan seperti cakar setan untuk menciptakan lapisan hawa tajam yang segera menyelimuti seluruh angkasa.

   Ku See-hong sudah mempunyai perhitungan yang cukup matang di dalam hatinya, diam-diam dia berpikir.

   -oo0dw0oo-

   Jilid 8

   "JIKA ingin menghemat tenaga aku harus mempergunakan jurus serangan paling aneh, paling dahsyat dan paling cepat untuk membinasakan kedua orang manusia aneh ini."

   Karena itu melihat datangnya ancaman tersebut, Ku See-hong tak berani berayal, dengan cepat dia kembangkan ilmu gerakan tubuh Mi-siu-biau-tiong untuk menghindarkan diri, kemudian dalam kesempatan tersebut, jurus serangan yang ampuhpun segera dilancarkan.

   Tampaknya Ku See-hong dengan mempergunakan kecepatan yang mengaburkan pandangan mata berputar dan berkelebat secepat sambaran kilat, jurus serangan dilancarkan berulang kali, kedahsyatannya mengejutkan membikin orang menjadi tertegun dan tak habis berpikir.

   Iblis aneh berbaju aneka warna itu memutar pula Duri Ikan Hiu- nya melancarkan serangan ke atas bawah, selapis garis busur yang melingkar- lingkar dan berlapis-lapis segera tercipta di udara ibaratnya cahaya bianglala di angkasa, sinar tajam amat menyilaukan mata.

   Sementara itu telapak tangan kirinya menyusul putaran senjata tersebut menciptakan pula bayangan busur yang berlapis-lapis, hawa pukulan yang berat dan tajam segulung demi segulung meluncur keluar bagaikan gulungan gelombang di tengah samudra.

   Ilmu silat aliran Huan-mo-kiong di lautan Lam-hay ini memang benar-benar luar biasa sekali, namun diapun tidak lebih hanya jago kelas dua dalam istana Huan-mo-kiong, bisa dibayangkan betapa dahsyatnya jago-jago kelas satu mereka.

   Dalam waktu singkat, kedua orang itu sudah saling bergebrak sebanyak belasan jurus.

   Hawa nafsu membunuh telah berkobar dalam benak Ku See- hong, sambil berpekik nyaring, tubuhnya meloloskan diri dari lingkaran tenaga pukulan lawan, dengan suatu gerakan yang sangat aneh, kemudian secepat sambaran kilat telapak tangan kanannya dilontarkan ke depan.

   Dalam melancarkan serangan ini, Ku See-hong telah menggunakan tenaga dalamnya sebesar enam bagian, kekuatan pukulannya dahsyat seperti raksasa membelah bukit.

   Di tengah hembusan angin berpusing, udara menderu-deru, pasir dan batu kerikil beterbangan, keadaan benar-benar mengerikan sekali.

   Di mana angin tajam mendesing, terdengar jeritan ngeri yang menyayatkan hati bergema memecahkan keheningan, iblis aneh berbaju aneka warna itu mencelat tiga kaki ke belakang dan ....

   "Blaamm! "

   Roboh terkapar di tanah lalu menemui ajalnya seketika itu juga. Tiba-tiba berkumandang kembali suara tertawa seram yang mengerikan, dua gulung angin pukulan yang lembut tapi kuat tahu-tahu sudah menyergap ke punggung Ku See-hong.

   "Blaaam...! "

   Dengan disertai dentuman keras, tenaga sakti Kan-kun-mi-siu yang dilatih Ku See- hong dalam tubuhnya telah membuyarkan tenaga serangan itu secara otomatis, kemudian ia membalikkan badannya, dengan sorot mata yang memancarkan kebengisan, dia lepaskan kembali sebuah pukulan dahsyat ke tubuh iblis aneh berbaju merah itu.

   Tampak tenaga serangan yang dilancarkan Ku See-hong itu membawa berbagai angin desingan tajam, yang memekikkan telinga, seperti bendungan yang jebol saja, angin pukulan dahsyat dengan hebatnya meluncur ke depan...

   Agaknya iblis aneh berbaju merah itu sama sekali tak menyangka kalau kedua buah angin pukulan lembutnya yang sanggup menghancurkan batuan cadas sama sekali tidak menimbulkan reaksi apa-apa meski sudah terkena di tubuh lawan secara telak.

   Untuk sesaat lamanya dia sampai berdiri termangu-mangu.

   Pada saat itulah, segulung tenaga pukulan yang menyesakkan napas telah meluncur datang dan menekan dadanya berat-berat, seketika itu juga dia merasakan kepalanya pusing sekali, darah yang mengalir di dalam tubuhnya seperti mau meletus, sakitnya bukan kepalang.

   Jeritan ngeri yang memilukan hatipun segera berkumandang memecahkan keheningan, iblis aneh berbaju merah itu tahu-tahu sudah tewas dengan darah kental bercucuran dari ketujuh lubang inderanya.

   Saat kematian bagi Im-Yang Siang-mo meski tidak berbarengan, namun selisih waktu di antara merekapun minim sekali.

   Setelah berhasil membinasakan sepasang iblis tersebut, Ku See- hong segera mendongakkan kepalanya sambil berpekik nyaring, kemudian secepat kilat meluncur ke arah hutan pohon tho tersebut.

   Dalam waktu singkat Ku See-hong telah menembusi beberapa puluh batang pohon bunga tho, tiba-tiba dia merasakan dalam hutan itu seakan-akan terdapat begitu banyak pasukan yang mengurung sekeliling tempat itu, sehingga walaupun ia sudah mencoba untuk menerjang ke kiri atau ke kanan, tetap gagal untuk menerjang keluar dari hutan itu.

   "Aduuuh celaka...! Ku See-hong segera berpekik dalam hatinya.

   "Aku telah terjebak oleh permainan busuk lawan....!"

   Ternyata hutan bunga tho itu merupakan pos penjagaan pertama dari istana Huan-mo-kiong.

   Barisan pembingung sukma yang diatur dalam hutan tersebut, diatur menurut barisan Ngo-heng pat-kwa-tin yang dirubah susunannya.

   Bila seseorang tidak memahami ilmu barisan, maka kendatipun ilmu silat yang dimiliki amat lihay, jangan harap bisa keluar dari hutan bunga tho ini, sebab bila melewatinya secara sembarangan, maka pada akhirnya toh akan terjebak pula ke dalam perangkap mereka.

   Sesungguhnya Ku See-hong juga tahu kalau barisan pembingung sukma yang berada dalam hutan bunga tho itu sangat lihay dan luar biasa, barang siapa berani memasukinya secara sembarangan maka akhirnya akan terjerumus dalam mara bahaya.

   Namun pemuda yang tinggi hati dan keras kepala ini enggan untuk pasrah dan menyerah dengan begitu saja, maka dia mulai menerjang ke kiri, berputar ke kanan dengan harapan bisa lolos dari kepungan barisan lihay itu.

   Orang bilang, sekalipun orang pandai, suatu kala akan menjadi menjadi pikun juga, begitu pula keadaannya Ku See-hong, dia hanya tahu berputar kesana kemari tiada hentinya, lambat laun kesadarannya makin kabur dan sekujur badannya sudah basah kuyub oleh keringat.

   Tiba-tiba....

   Ku See-hong mendengar ada orang yang tertawa seram dari sisi tubuhnya, kemudian kedengaran orang itu berkata.

   "Anjing kecil, kali ini ada kenikmatan untuk kau rasakan, bukan? Heeehh... heeehh... heeehh... tak ubahnya seperti permainan joget ketek (monyet saja) saja."

   Dengan suatu gerakan yang cepat Ku See-hong berpaling ke arah mana datangnya suara tersebut, namun tiada sesosok bayangan manusia pun.

   Apa yang terlihat tak lebih hanya bunga tho yang berlapis-lapis.

   Tak terlukiskan rasa geram anak muda itu dibuatnya.

   Dengan gusar dia lantas membentak keras.

   "Manusia laknat dari Huan-mo-kiong, mengapa tidak segera menggelinding keluar? Apakah gunanya bermain sembunyi terus semacam anak kura-kura saja?"

   "Bajingan cilik yang bermata buta, kami toh berada di sisimu, masa kau tidak melihatnya?"

   Jengek orang itu dengan sinis. Kemudian terdengar pula suara yang tajam melengking berkumandang lagi.

   "Hmm... Kalau sudah tahu bermata buram macam begitu, mengapa kau berani mendatangi pulau Huan-mo-to untuk mencari balas? Benar-benar tak tahu diri?! Hmm... kau sudah pasti tak akan dapat lolos dari neraka maut yang diatur oleh Huan-mo-kiong kami, sekarang akan kuberi sedikit waktu bagimu untuk hidup. Menanti kalau kiongcu telah kembali, kau baru akan diputuskan hukumannya. Malam ini kau telah membunuh dua orang tongcu kami, maka kaupun jangan berharap bisa lolos dari sini dalam keadaan hidup...."

   Dengan mengandalkan sepasang matanya ayang tajam, sekali lagi Ku See-hong memeriksa keadaan di sekeliling tempat itu.

   Namun ia belum berhasil menemukan sesosok bayangan manusia pun.

   Dia hanya merasa orang yang berbicara itu seakan-akan sebentar berada di sebalah timur, sebentar lagi di barat, kedudukannya tak menentu...

   dia kuatir secara tiba- tiba orang tersebut melancarkan sergapan kilat kepadanya.

   Sekarang, walaupun Ku See-hong merasa gusar sekali, namun ia sudah terjebak dalam barisan pembingung sukma dalam hutan bunga Tho itu, sekalipun akan mengumbar hawa amarahnya juga percuma.

   Dalam keadaan begini, diam-diam ia lantas menghimpun tenaga dalamnya dan siap melakukan tindakan bilamana diperlukan.

   Dia tahu banyak berbicara hanya memberi kesempatan baik saja bagi lawannya untuk bertindak.

   Mendadak....

   Dari luar hutan sana bergema suara pekikan aneh yang memekikkan telinga.

   Di balik suara pekikan tersebut terbawa suatu hawa yang menyeramkan sekali.

   Pekikan tersebut telah berkumandang dari luar hutan bunga Tho, yang dengan kecepatan luar biasa meluncur tiba, bukan hanya panjang dan mengerikan saja suaranya, lagipula membikin hati bergidik dan bulu kuduk pada bangun berdiri.

   Dari suara pekikan lawan yang kian lama bertambah tinggi dan melengking, Ku See-hong tahu kalau pendatang itu memiliki kepandaian silat yang amat sempurna, tidak berada di bawah manusia aneh berkerudung yang pernah dijumpainya.

   Terlintas satu dugaan bahwa orang ini mungkin adalah sau-kiongcu dari Lam-hay Huan-mo-kiong.

   Dengan kenyataan ini, anak muda tersebut makin sadar bahwa kedatangannya ke pulau Huan-mo-to kali ini lebih banyak bahayanya daripada selamat.

   Terdengar suara meneramkan yang dingin kaku tadi kembali berkata.

   "Sau kiongcu, anjing itu sudah membunuh Sim-tong tongcu pertama, Im-Yang, dua orang tongcu... dan melanggar beberapa buah dosa besar, mohon diberi petunjuk hukuman apakah yang hedak dilimpahkan kepadanya?"

   Dengusan dingin bergema, kemudian seseorang menjawab.

   "Barangsiapa berani memasuki istana Huan-mo-kiong, semuanya dijatuhi hukuman dengan Lima Macam Siksaan. Cuma orang ini bisa membunuh Tit-it sintong tongcu berarti dia mengerti sedikit ilmu silat kucing kaki tiga. Kalian sebagai tongcu sim-tong ke-dua sepantasnya jika menyiksa dirinya lebih dulu agar orang ini merasakan sedikit kelihayan ilmu silat Huan-mo-kiong sebelum ajalnya tiba."

   Ku See-hong marah sekali, dia lantas menengadah dan tertawa terbahak-bahak dengan seramnya.

   Suara tertawanya keras memekikkan telinga, cukup membuat perasaan orang bergetar keras.

   Kemudian setelah berhenti tertawa ia mendengus sinis, tantangnya dengan suara keras.

   "Manusia-manusia laknat yang berhati busuk, jika kalian punya kepandaian, hayo tongolkan kepalamu dari tempat persembunyian, akan kubuktikan sendiri, apa benar orang-orang Huan-mo-kiong memiliki kemampuan tiga kepala enam lengan."

   Untuk sesaat lamanya ketiga orang itu tetap bungkam dalam seribu bahasa, rupanya mereka tertegun juga menyaksikan kegagahan serta keberanian Ku See-hong.

   Sepanjang sejarah, belum pernah ada orang yang begitu berani mendatangi pulau mereka.

   Tak lama kemudian, terdengar seorang berkata dengan suara yang dingin menusuk tulang.

   
Dendam Sejagad Legenda Kematian Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Orang she Ku, dengan mengandalkan ucapan yang takabur tersebut, pun sau-kiongcu menjadi tertarik sekali untuk mencoba dahulu sampai di manakah kelihayanmu, akan kulihat apa yang kau andalkan sehingga begitu sombong dan takabur!"

   Bersamaan dengan selesainya perkataan itu, kurang lebih dua kaki di belakang pohon bunga Tho, tepat di hadapan Ku See-hong melompat keluar tiga sosok bayangan manusia.

   Orang yang berada di tengah adalah seorang pemuda berjubah panjang warna biru yang hampir sebaya usianya dengan diri Ku See-hong sendiri.

   Sebilah pedang berbentuk aneh tersoreng di punggungnya, gagang pedang berwarna emas, kakinya bersepatu indah.

   Ia berwajah tampan dan gagah, sekilas pandangan mirip seorang kongcu romantis.

   Cuma sayang sinar matanya membawa cahaya kebuasan, kebrutalan dan kelicikan.

   Orang ini tak lain adalah kiongcu muda dari istana Huan-mo-kiong, Si Pedang Emas Cia Tiong-giok.

   Di sebelah kirinya berdiri seorang manusia aneh bermuka kuda yang mengenakan jubah berwarna putih seperti pakaian berkabung, sedang di sebelah kanannya adalah seorang kakek kurus bermata besar, beralis mata tebal dan berwajah seram.

   Kedua orang ini tak lain adalah tongcu ruang siksa ke-dua dari istana Huan-mo- kiong, Siang-khi tok-ci (Kakek Beracun Pembawa Hawa Kematian) Mao Soh-sat serta Ceng-hong mi-tan (Peluru Pembingung yang Menggetarkan Jagad) Ciu Khi-sin.

   Ternyata pembagian urutan jago-jago dalam Huan-mo-kiong terbagi menjadi lima ruang siksa (sin-tong), makin meningkat satu tingkatan berarti penghuninya berilmu silat lebih tinggi.

   Dalam perguruan Huan-mo-kiong, kedudukan Tongcu merupakan jago-jago yang terdiri dari jago-jago kelas dua dan keals satu.

   Lebih ke atas lagi adalah keempat Huhoat (pelindung) dari Kiongcu yang terbagi menjadi Panji Merah, Biru, Hitam dan Putih.

   Kepandaian silat yang mereka miliki rata-rata sangat lihay, masing-masing memiliki serangkaian ilmu rahasia yang sangat beracun.

   Dari sini dapat diketahui kalau kekuatan dari orang-orang Huan-mo-kiong sesungguhnya luar biasa sekali, jauh lebih tangguh daripada kekuatan perkumpulan besar dalam dunia persilatan.

   Kekuatan semacam ini tentu saja tak boleh dipandang rendah.

   Dengan sorot mata yang tajam, Ku See-hong memandang sekejap wajah musuh-musuhnya, diam-diam dia terkesiap juga.

   Pemuda itu sadar bahwa ketiga orang musuhnya ini merupakan jago-jago paling top dalam dunia persilatan dewasa ini.

   Tak heran kalau umat persilatan pada jeri bila membicarakan soal kemampuan Huan- mo-kiong.

   Rupanya jago-jago lihay mereka, selain banyak, juga merupakan pilihan.

   Ku See-hong yang bernyali baja dan berkeras kepala, betul hati kecilnya merasa terkesiap, namun wajahnya masih kelihatan sangat tenang.

   Setelah tertawa ringan ujarnya ketus.

   "Bagus sekali! Bagus sekali! Sekarang aku orang she Ku akan menghantar kalian satu persatu pulang ke rumah nenek moyang kalian."

   Bahwasanya Ku See-hong secara beruntun berhasil membinasakan dua orang tongcu mereka, peristiwa ini sudah merupakan suatu aib yang belum pernah dialami Huan-mo-kiong sepanjang sejarahnya, tak heran kalau mereka tidak membiarkan musuhnya berbuat semena-mena terus menerus.

   "Anjing laknat, sebelum mampus kau masih berani bicara takabur?"

   Bentak Kakek Beracun Pembawa Hawa Kematian Mao Soh-sat dengan geramnya.

   Di tengah bentakan keras, Kakek Beracun Pembawa Hawa Kematian ini menerjang ke depan.

   Sepasang telapak tangannya didorong bersama ke muka, segulung tenaga pukulan yang amat dahsyat bagaikan gulungan ombak samudra segera meluncur ke depan.

   Ku See-hong membentak keras, dengan suara yang menggelegar seperti guntur, sepasang telapak tangannya dirangkap menjadi satu, lalu secara tiba-tiba dilontarkan keluar.

   Dalam waktu singkat, segulung angin pukulan yang amat kencang, bagaikan hembusan angin puyuh meluncur ke depan menyongsong datangnya ancaman tersebut.

   "Blaaam...!"

   Ketika dua gulung angin pukulan itu saling membentur, terjadilah ledakan yang memekikkan telinga, lalu terjadi pusaran angin berpusing yang menyapu ke empat penjuru.

   Daun dan ranting segera berguguran ke atas tanah, batu dan pasir beterbangan di angkasa, keadaan yang sangat mengerikan.

   Kakek Beracun Pembawa Hawa Kematian, Mao Soh-sat merasakan sepasang bahunya bergetar keras, lalu tubuhnya mundur tiga empat langkah dengan sempoyongan.

   Sebaliknya Ku See-hong masih tetap berdiri tegak di tempat semula.

   Meski begitu mukanya menjadi serius, jelas hatinya merasa amat terperanjat.

   Dengan geramnya Kakek Beracun Pembawa Hawa Kematian menjerit lengking, tiba-tiba tubuhnya menyelinap ke depan, sepasang cakar setannya diulur dan ditarik sambil memancarkan selapis hawa kabut berwarna hijau, lalu dengan disertai desingan angin dingin menyergap ke tubuh Ku See-hong.

   Secara tiba-tiba saja anak muda itu merasakan datangnya sergapan hawa dingin yang menyengat badan, lalu hidungnya megendus bau amis yang busuk dan tak sedap dirasakan, menyusul kemudian kepalanya terasa pening dan dadanya sesak, dia lantas sadar, di balik kabut hijau itu terdapat racun keji yang sangat hebat.

   Dalam kejutnya, ia berusaha mengerahkan ilmu gerakan tubuhnya untuk menyelinap keluar.

   Siapa tahu kabut hijau itu sudah mengikuti hembusan angin pukulannya yang amat tajam itu menyelimuti seluruh tubuhnya....

   Seketika itu juga Ku See-hong merasakan napasnya menjadi amat sesak, diam-diam ia berpekik.

   "Habis sudah riwayatku kali ini?!"

   Dalam keadaan beginilah, mendadak Ku See-hog merasakan munculnya dua gulungan tenaga panas dan dingin yang aneh dari pusar yang segera menyebar ke dalam sekujur badannya.

   "Blaaamm... Blaaamm...!"

   Letupan demi letupan bergema memenuhi angkasa.

   Semua kabut beracun dan tenaga serangan yang telah mengurung sekujur badannya itu tahu-tahu sudah lenyap tak berbekas.

   Dalam pada itu, Kakek Beracun Pembawa Hawa Kematian Mao Soh-sat, telah memperdengarkan suara tertawa seramnya sembari berseru.

   "Bocah keparat she Ku, sekarang kau sudah terkena Ngo-tok im- khi (Hawa Dingin Panca Bisa)-ku, selewatnya dua belas jam, dalam siksaan dan penderitaan, kau akan muntah darah dan...."

   Mendadak dia menutup mulutnya kembali sebab dijumpainya Ku See-hong sama sekali tidak menunjukkan gejala keracunan.

   Tak terlukiskan rasa terkesiap hatinya merasakan kenyataan tersebut.

   Untuk sesaat dia sampai berdiri termangu belaka dengan mata terbelalak dan melongo lebar.

   Malah sau kiongcu, Si Pedang Emas Cia Tiong-giok yang berilmu tinggi pun ikut berubah wajahnya setelah menyaksikan kenyataan itu.

   Sementara mereka masih tertegun, mendadak Ku See-hong berpekik nyaring....

   Suara pekikannya tinggi menjulang ke angkasa bagaikan jeritan naga sakti, bukan cuma keras dan nyaring, suara itu sampai mendengung di seluruh pulau.

   Berbareng dengan berkumandangnya pekikan nyaring itu, sesosok tubuh melejit ke udara, kemudian sepasang lengannya berputar secara aneh.

   Cahaya tajam yang menyilaukan mata pun menyebar ke empat penjuru.

   "Sreeet..."

   Di antara desingan angin tajam, sekilas cahaya putih yang menyilaukan mata telah meluncur ke muka.

   Paras muka Si Kakek Beracun Pembawa Hawa Kematian Mao Soh-sat yang sedang menyeringai seram, tiba-tiba berubah menjadi ngeri dan ketakutan sekali.

   Jeritnya tertahan.

   "Hoo-han-seng-huan...!"

   Namun baru kata "Huan"

   Diucapkan, jeritan ngeri yang memilukan hati telah bergema memecahkan keheningan malam.

   Di antara percikan darah segar yang memancar ke empat penjuru, batok kepala Kakek Beracun Pembawa Hawa Kematian Mao Soh-sat telah berpisah dengan tubuhnya dan terbacok hancur tak karuan bentuknya.

   Kematian gembong iblis ini, benar-benar mengerikan sekali, membuat orang merasa tak tega untuk melihatnya.

   Kiongcu muda, Si Pedang Emas Cia Tiong-giok yang berada di tepi arena segera berubah muka.

   Rasa ngeri dan terkesiap menyelimuti wajahnya, namun hanya sejenak kemudian telah lenyap tak berbekas.

   Kemudian dengan sorot mata buas dan sekulum senyuman menyeringai yang seram menghiasi bibirnya, dia berkata.

   "Suatu kepandaian yang amat bagus! Suatu kepandaian yang amat bagus! Hari ini aku orang she Cia benar-benar terbuka matanya. Heeehh... heeehh... Tolong tanya, kau berasal dari perguruan mana?"

   Ku See-hong merasa girang sekali ketika tiga jurus Hoo-han- seng-huan yang digunakannya berulang kali menunjukkan kelihayan serta kedahsyatan yang begitu meyakinkan. Mendengar ucapan tersebut, ia segera berkata dengan suara dingin.

   "Untuk menghadapi manusia-manusia laknat berhati buas seperti kalian, kenapa harus membicarakan soal belas kasihan? Hmmm! Beritahu kepadamu juga tak mengapa... aku tak lain adalah murid dari Bun-ji koan-su Him Ci-seng, yang termasyhur namanya di seantero jagad itu."

   Nama besar Bun-ji koan-su memang amat menggetarkan jagad, jauh lebih termasyhur daripada nama orang-orang Huan-mo-to di Lam-hay.

   Selain itu nama Bun-ji koan-su pun sudah banyak diceritakan orang semenjak lima puluh tahun berselang.

   Bagi Kim-kiam (Si Pedang Emas) Cia Tiong-giok, hal mana masih belum seberapa mengejutkan hatinya, berbeda dengan Ceng-hong- mi-tan Ciu Khi-seng yang berada di sampingnya...

   kontan saja paras mukanya berubah menjadi pucat kehijau-hijauan saking takutnya.

   Ketika Si Pedang Emas Cia Tiong-giok menyaksikan Ceng-hong mi-tan sedemikian ketakutannya, sebagai seorang jago yang pintar, ia segera tahu bahwa nama besar Bun-ji koan-su tentu termasyhur sekali di daratan Tionggoan.

   Dengan cepat ia memberi tanda berulang kali kepada anak buahnya itu.

   Kemudian sambil tertawa terbahak-bahak, katanya.

   "Selamat bertemu! Selamat bertemu! Pulau terpencil semacam tempat ini dapat dikunjungi anak murid seorang tokoh silat kenamaan, hal mana benar-benar merupakan kebanggaan untuk Huan-mo-kiong kami. Hmmm! Cuma, aku orang she Cia rasa, kau tak dapat mencari nama dengan mengandalkan nama besar dari Bun-ji koan-su lagi."

   Begitu ucapan terakhir meluncur keluar dari bibirnya, dengan suatu gerakan yang sangat aneh, Si Pedang Emas Cia Tiong-giok telah melayang datang, kemudian sebuah pukulan dilancarkan ke tubuh Ku See-hong.

   Sepintas lalu, serangan itu dilancarkan seakan-akan sama sekali tak disertai tenaga dalam, tapi ketika pelan-pelan mendekat sampai jarak satu depa dari Ku See-hong, mendadak...

   gerakan tangannya berubah.

   Secepat kilat tahu-tahu mengancam bagian atas, tengah dan bawah tubuh Ku See-hong, di mana terdapat delapan belas buah jalan darah kematian.

   Selain gerakan serangannya yang amat ganas dan keji, kecepatannya sukar dilukiskan dengan kata-kata.

   Serangan maha dahsyat itu ibaratnya sebuah jaring penangkap ikan yang besar sekali.

   Dalam waktu singkat empat penjuru sudah terkurung sama sekali, di sekitar arena muncul daya tekanan yang menyesakkan napas, beratnya bagaikan bukit karang.

   Ku See-hong sangat terperanjat.

   Dengan cepat ia pergunakan ilmu gerakan tubuh Mi-khi biau-tiong sin-hoat untuk menghindarkan diri.

   Ujung kakinya mendadak menekuk ke bawah, lalu dengan pangkal kaki sebagai poros, secepat kilat ia berputar kencang....

   "Sreeett...!"

   Seluruh tubuhnya berputar bagaikan gerakan setan, tahu-tahu ia sudah melejit ke samping untuk meloloskan diri.

   Tiba-tiba pada saat itulah....

   Ceng-hong mi-tan Ciu Khi-seng membentak keras, tangan kanannya diayunkan ke depan, serentetan cahaya hijau yang berkilauan secepat kilat menyambar ke muka.

   "Blaaamm...!"

   Ledakan keras berkumandang memecahkan keheningan.

   Selapis asap berwarna hijau dengan cepat menyelimuti seluruh tubuh Ku See-hong.

   Di tengah kabut hijau yang menyelimuti angkasa, tampak tubuh Ku See-hong pelan-pelan roboh terkulai di atas dan jatuh tak sadarkan diri.

   Si Pedang Emas Cia Tiong-giok segera perdengarkan suara tertawa liciknya yang seram dan menggetarkan sukma.

   Di balik gelak tertawa itu penuh disertai rasa kekejaman dan kebuasannya yang mengerikan.

   Mendadak suara tertawa terhenti.

   Kemudian terdengar Si Pedang Emas Cia Tiong-giok berseru dengan nada yang mengerikan.

   "Hukum mati bocah keparat ini menurut Lima Macam Siksaan!"

   Baru selesai dia berkata, di balik hutan bunga tho sana melintas lewat sesosok bayangan putih.

   Dari balik matanya yang jeli tampak air mata jatuh berlinang membasahi pipinya, jelas ia sedang bersedih hati untuk kematian pemuda pendekar yang tampan itu oleh lima macam siksaan keji yang menakutkan itu.

   Ceng-hong mi-tan (Peluru Pemabuk Yang Menggetarkan Jagad) segera mengempit tubuh Ku See-hong, lalu bersama Kim-kiam Cia Tiong-giok, melenyapkan diri di balik barisan Mi-hun-tin dalam hutan bunga tho itu.

   000dw000 Bab 12 SUATU malam yang sepi kembali menjelang tiba....

   Awan hitam menyelimuti seluruh angkasa, tiada bintang, tiada rembulan, udara berwarna kelabu yang cuma mendatangkan keseraman dan kepedihan bagi setiap insan manusia yang ada di sana.

   Tempat siksaan ke-empat yang paling keji dari Istana Huan-mo- kiong....

   'Sumber Es Dalam Neraka', letaknya dalam sebuah sumur kuno sedalam tiga puluh kaki, lebar lima kaki yang berada di antara tebing-tebing curam di sisi kiri Istana Huan-mo-kiong.

   Sumber air dalam sumur itu merupakan sebuah sumber yang berasal dari dasar samudra.

   Airnya dingin bagaikan salju, tempat itulah merupakan tempat siksaan terkeji dari Huan-mo-kiong yang membunuh orang tak melihat darah.

   Sejak dulu sampai sekarang entah berapa puluh laksa orang yang mati kedinginan di situ.

   Oleh karena air sumur itu luar biasa dinginnya, tanpa daya mengapung, maka setiap orang yang melanggar peraturan Huan- mo-kiong dan dijatuhi hukuman untuk menerima siksaan keempat di Sumber Salju Dalam Neraka ini.

   Maka terhukum akan digantung dengan tali dan diceburkan ke dalam sumur kuno itu.

   Tak selang berapa saat kemudian sang terhukum itu akan mati karena peredaran darahnya membeku.

   Tak heran kalau cara membunuh semacam ini disebut sebagai suatu siksaan yang paling keji.

   Tapi selama dua hari belakangan ini, 'Sumber Salju Dalam Neraka' tersebut seakan-akan sudah kehilangan daya kemampuannya untuk membunuh orang....

   Mengapa...? Ternyata ada seorang terhukum, bukan saja tak mampus walau sudah disiksa di tiga tempat, bahkan sekalipun sudah direndam selama dua hari semalam dalam siksaan yang ke empat, 'Sumber Salju Dalam Neraka', orang itu bukan saja tidak mati, malahan semangat dan kekuatannya seperti bertambah hebat.

   Kata-kata makiannya menjulang sampai ke langit.

   Manusia aneh itu tak lain adalah Ku See- hong.

   Sementara itu, di tepi sumur berdiri seorang pemuda berbaju biru, dia adalah sau-kiongcu dari istana Huan-mo-kiong, Si Pedang Emas Cia Tiong-giok.

   Waktu itu, ia dengar kata-kata makian sedang berkumandang dari dalam sumur itu.

   "Manusia-manusia laknat dari Huan-mo-kiong, sekarang kalian boleh saja menyiksa aku orang she Ku dengan cara yang keji dan rendah seperti itu, tapi suatu ketika, aku akan menghirup darahmu, akan kumakan hatimu, cara kerja kalian melebihi buasnya binatang, lebih rendah dari manusia laknat manapun juga, tapi... aku orang she Ku tak akan mati, kecuali bila kalian memotong badanku menjadi dua bagian...."

   Walaupun Ku See-hong berhasil meloloskan diri dari empat macam siksaan yang keji, namun dia harus menahan penderitaan dan siksaan baik fisik maupun batinnya.

   Oleh sebab itu, saat tersebut ia benar-benar ingin mati saja....

   Mendengar makian itu, pelbagai pikiran berkecamuk dalam benak Si Pedang Emas Cia Tiong-giok, ia tidak habis mengerti, apa sebabnya Ku See-hong bisa meloloskan diri dari empat macam siksaan tersebut tanpa mati....

   Atau jangan-jangan dia bukan manusia, melainkan sukma gentayangan? Atau dewa? Pada siksaan yang pertama...

   Dendam Sejagad Legenda Kematian Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Huan Hiat Jian Hun (Membalikkan Darah Membuat Cacad Sukma) adalah merupakan siksaan yang menotok jalan darah terhukum dengan semacam kepandaian silat yang amat beracun.

   Bila orang biasa tertotok jalan darahnya oleh kepandaian tersebut, maka peredaran darahnya akan mengalir terbalik, hal mana akan berakibat membesarnya nadi darah yang akhirnya pecah dan mati.

   Tapi kenyataannya, pemuda itu sama sekali tidak merasakan siksaan apa-apa.

   Pada siksaan yang ke-dua....

   Tok Coan Cui Sim (Ular Beracun Menghancurkan Hati) merupakan siksaan yang membiarkan terhukum digigit oleh beribu-ribu ekor ular beracun yang buas dan ganas.

   Tapi kenyataannya, ular-ular beracun itu tak ada yang berani mendekatinya...

   semburan bisa merekapun tidak mematikan sang korban.

   Kemudian pada siksaan yang ke-tiga.

   Liat Hwee Kau Siau (Digarang dan Dimasak Di Atas Jilatan Api Panas).

   Bila orang yang biasa digarang dengan api, dalam waktu singkat, tubuhnya segera akan tinggal sebongkah tulang belulang belaka.

   Tapi anak muda itu sudah dibakar selama dua hari dua malam, ia masih tetap segar bugar, malahan sepasang matanya seperti bertambah tajam saja.

   Kini, sudah meningkat pada siksaan yang ke-empat Tee Ih Peng Swan (Sumber Salju Dalam Neraka), sampai detik ini siksaan telah berlangsung dua hari semalam...

   tapi ia belum mati juga.

   Makin berpikir, Si Pedang Emas Cia Tiong-giok merasa makin terkesiap.

   Ia bersumpah akan membunuh Ku See-hong dengan cara apapun juga, sebab dia tahu asal Ku See-hong masih bisa hidup terus, bila suatu ketika ilmu silat Ku See-hong bertambah lihay, dia pasti akan merupakan suatu ancaman yang serius bagi pihaknya.

   Adapun siksaan yang ke-lima adalah.

   Coh Ih Tay Si (Duduk Sambil Menunggu Ajal).

   Siksaan ini merupakan suatu penyiksaan yang paling keji di dunia ini, sebab terhukum tidak diberi makanan maupun minuman, dia akan dibiarkan mati kelaparan.

   Asal dia manusia, tak mungkin ada yang mampu meloloskan diri dari siksaan tersebut....

   Sejak dulu sampai sekarang, dalam Huan-mo-kiong masih berlaku pula suatu peraturan yang lain, yakni barang siapa dapat meloloskan diri dari keempat macam siksaan tersebut tanpa mati...

   maka tanpa syarat dia akan memperoleh kebebasannya kembali.

   (Tanpa harus menjalani siksaan yang ke-lima) Namun peraturan tetap tinggal peraturan.

   Peraturan tak lebih hanya suatu tata cara yang berlaku belaka....

   Sekulum senyuman keji segera tersungging di atas bibir Si Pedang Emas Cia Tiong-giok.

   Sambil berpaling ke arah seorang lelaki berbaju hitam, segera perintahnya.

   "Angkat dia ke atas dan kirim ke ruang siksa ke-lima. Kurung dia dan biarkan ia mampus kelaparan. Perketat penjagaan di sekitar tempat itu, siapa berani melanggar bunuh tanpa ampun!"

   Ceng-hong mi-tan Ciu Khi-seng yang berada di sisinya, buru-buru berseru dengan cemas.

   "Sau-kiongcu, ilmu silat yang dimiliki bocah keparat ini lihay sekali, lebih baik kita habiskan sebutir peluru pemabuk sukma lebih dulu, agar ia jatuh tak sadarkan diri."

   Begitu selesai berkata, Ceng-hong mi-tan Ciu Khi-seng segera mengayunkan tangannya ke depan, serentetan cahaya hijau yang menyilaukan mata segera menyambar ke depan.

   "Blaaamm...!"

   Ledakan keras berkumandang untuk kesekian kalinya.

   Ku See-hong yang berada dalam sumur dibikin tak sadarkan diri oleh asap pemabuk tersebut.

   Si Pedang Emas Cia Tiong-giok segera mendongakkan kepalanya sambil berpekik nyaring.

   Suara pekikan tersebut menggema sampai di tempat kejauhan dan mengalun tiada hentinya, menyusul kemudian dia melejit ke udara dan melayang pergi dari situ.

   Sekejap kemudian bayangan tubuhnya telah lenyap dari balik mata.

   Ketika Ku See-hong sadar kembali dari pingsannya, waktu itu fajar telah menyingsing keesokan harinya.

   Ia disekap dalam sebuah gua di suatu tebing karang yang gundul.

   Suasana dalam gua itu gelap gulita tak nampak lima jari tangan sendiri, hanya setitik cahaya lemah yang memancar masuk lewat celah-celah terali besi.

   Berada dalam gua tersebut, Ku See-hong benar-benar terpencil.

   Tiada orang yang menyahuti teriakannya, tiada makanan yang pernah dikirim ke sana...

   tempat itu ibaratnya sebuah neraka.

   Selama enam tujuh hari lamanya ini, dia telah mengalami pelbagai siksaan dan penderitaan yang membuatnya berubah hingga tak berbentuk manusia lagi.

   Rambutnya terurai tak karuan, bajunya compang camping tak berbentuk lagi, mukanya kotor, seluruh badannya penuh bekas luka.

   Tapi sang pemuda yang keras hati ini bertekad untuk hidup terus, dia bersumpah akan hidup lebih jauh.

   Manusia buas yang berhati keji telah merajalela di dunia persilatan, entah berapa puluh ribu nyawa umat persilatan yang memerlukan pertolongan? Selain itu, dendam berdarah keluarganya belum dituntut balas.

   Atas dorongan dari beberapa macam kekuatan inilah membuat pemuda itu bertahan terus dan tak sampai mati bunuh diri.

   "Aaai..."

   Ku See-hong menghela napas sedih.

   Sekarang ia baru menyesal kenapa tidak menuruti peringatan dari nona berbaju putih itu.

   Kini keadaan telah menjadi begini....

   Terbayang semua tugasnya yang belum selesai, ia menjadi sedih hingga tanpa terasa titik air mata jatuh berlinang membasahi pipinya....

   Cahaya matahari bersinar indah jauh di luar gua, sedang Ku Seehong yang berada di tempat kegelapan hanya bisa menghela napas sedih, tanpa terasa akhirnya ia tertidur sambil bersandar di dinding.

   Entah berapa lama sudah lewat, tiba-tiba ia dikejutkan oleh semacam suara aneh sekali.

   Menyusul kemudian ia mendengar suara langkah kaki yang ringan berkumandang dari luar terali besi itu.

   Ku See- hong mengira Si Pedang Emas Cia Tiong-giok yang keji itu kembali akan mencemooh dirinya, kontan saja dia mencaci maki lebih dulu.

   "Binatang terkutuk yang tak berperasaan, kau adalah manusia laknat yang berhati binatang, aku orang she Ku bersumpah tak akan mati, kau...."

   "Ku sauhiap, aku yang datang. Seorang gadis lemah bernasib malang, Keng Cin-sin,"

   Tiba-tiba serentetan suara yang gemetar tapi lembut bergema memecahkan keheningan.

   Di tengah pembicaraan tersebut, terali besi itu pelan-pelan bergerak naik ke atas, lalu bayangan putih berkelebat lewat.

   Seorang gadis cantik berbaju putih telah mengulurkan tangannya yang putih mempersembahkan sebuah bungkusan yang amat besar.

   Ku See-hong merasa amat terharu, air matanya jatuh bercucuran membasahi pipinya, tapi ingatan lain segera melintas dalam benaknya, ia segera berseru.

   "Nona Keng, cepat tinggalkan tempat ini! Tak usah kau gubris diriku lagi."

   Selama mengalami siksaan yang keji dari orang-orang Huan-mo- kiong dalam beberapa hari ini, Ku See-hong seringkali menyaksikan sepasang mata yang murung dan sedih diam-diam mengucurkan air mata.

   Perasaan manusia yang lembut dan halus ini, segera sang pemuda yang membenci kaum wanita itu diam-diam menaruh perasaan simpatik terhadap nona itu, dan perasaan tersebut selama ini hanya terpendam dalam dasar hatinya.

   Sesungguhnya dia memang seorang lelaki berperasaan hangat yang berjiwa pendekar.

   Dia tak ingin menyaksikan seorang yang dikagumi dan disayanginya mengorbankan jiwa gara-gara ingin menolong selembar jiwanya.

   Tiba-tiba Keng Cin-sin menemukan serentetan sorot mata yang sayang dan kasihan terpancar keluar dari balik mata pemuda ini, hal mana membuat kehangatan cintanya sebagai seorang gadis segera terlampiaskan keluar.

   Dengan cepat ia memburu ke sisi tubuh Ku See-hong, kemudian dengan air mata bercucuran dan nada sesenggukan katanya.

   "Ku sauhiap, perempuan bernasib malang seperti aku ini tak akan memperdulikan keselamatan jiwa sendiri. Aku hanya ingin menyelamatkan jiwamu, sekalipun badan harus hancur, jiwa harus melayang, aku tak akan merasa sayang. Betul kita hanya bersua dua kali, tapi aku tahu kau adalah seorang manusia yang luar biasa, jiwamu jauh lebih penting daripada jiwaku. Sekarang cepatlah habiskan makanan itu lalu berganti pakaian, kemudian cepat tinggalkan tempat ini. Tunggu sampai kau merasa bertenaga lagi baru datang untuk membalas dendam...!"

   Serangkaian perkataan itu telah menampilkan perasaan cinta yang tersuci dari makhluk yang bernama manusia, setiap patah katanya bernada pedih dan jujur, lagipula dari ucapan tersebut dapat ditarik kesimpulan.

   betapa besarnya niat gadis ini untuk menyelamatkan jiwa umat manusia dalam dunia ini....

   Ku See-hong bukan orang bodoh, tentu saja dia dapat memahami maksud hatinya itu, tak heran kalau ia lebih terharu lagi dibuatnya.

   Perasaan pedih dalam hatinya juga makin hebat, ia merasa nasib telah mempermainkan manusia, nasib terlalu menyiksa umatnya.

   Mengapa gadis secantik itu harus turut merasakan pula siksaan semacam itu? Sesungguhnya Ku See-hong adalah seorang pemuda yang romantis, kebuasan dan sikap dingin hanya sikap di luarnya saja, hal man disebabkan terpengaruh oleh musibah yang menimpanya di masa kecil dulu, dan kini...

   begitu perasaan cinta yang terpendam dalam hatinya terungkap, maka keadaannya ibarat bendungan air yang jebol.

   Dengan luapan emosi yang berkobar, dia berbisik.

   "Adik Sin, kee... marilah kau, dekatlah denganku, aku ingin melihat wajahmu lebih jelas lagi...."

   Ketika sorot mata mereka saling bertemu, pancaran sinar mata yang hangat dan kepedihan dalam hatinya segera bercampur baur menjadi satu, makin lama kedua orang itu makin dekat sehingga akhirnya hampir saling berdempetan.

   Pelan-pelan Ku See-hong menggerakkan sepasang tangannya dan memegang wajahnya yang mungil dan lembut itu.

   Dengan suara yang amat pedih Keng Cin-sin berbisik.

   "Engkoh Hong, dulu aku tak pernah memperhatikan siapapun, sebab aku sendiripun penuh dengan noda dan dosa, tapi sejak berjumpa dengan kau, aku mulai berpikir, bila malaikat elmaut telah berada di depan mata, apakah yang bisa kutinggalkan di dunia ini...? Maka, aku bertekad akan mengorbankan selembar jiwaku, asal kau bisa hidup terus, berjuang demi keadilan dan kebenaran serta menyelamatkan kaum lemah dari penderitaan yang tiada batasnya...."

   "Engkoh Hong, terus terang kukatakan kepadamu, sejak bertemu denganmu, aku merasa bahwa kau telah jatuh hati kepadamu...."

   Oleh ungkapan cintanya yang polos dan tulus itu, Ku See-hong merasa benar-benar amat terharu, ujarnya dengan nada gemetar.

   "Adik Sin, kau tak berdosa, kau adalah seorang yang suci bersih, akupun sangat mencintai dirimu, mari kita bersama-sama kabur dari pulau Huan-mo-to ini...."

   "Engkoh Hong, aku tak dapat pergi..."

   Tukas Keng Cin-sin dengan cepat.

   "Bila aku menghilang maka hal mana pasti akan memancing mereka untuk melakukan pengejaran secara besar-besaran, bukan saja hal tersebut akan mengakibatkan pembantaian berdarah dalam dunia persilatan, kita pun sukar untuk meloloskan diri dari pengejaran mereka yang ketat. Suatu ketika bila jejak kita ketahuan, maka nasib yang tragis akan menunggu kita berdua, keadaan semacam itu sukar untuk dilukiskan dengan kata-kata...."

   Air mata bercucuran membasahi wajah Ku See-hong, tiba-tiba selanya.

   "Adik Sin, mari kita tinggalkan tempat ini bersama, kita mencari suatu tempat yang terpencil dan jauh dari manusia, memendam nama merahasikan asal-usul, selama hidup kita tak terjun kembali ke dalam dunia persilatan, sepanjang masa kita hidup bersama...."

   Dengan tangannya yang halus dan lembut Keng Cin-sin menutup bibir Ku See-hong lalu katanya pedih.

   "Engkoh Hong, jangan kau biarkan urusan muda-mudi menggerogoti ambisimu yang membara, sekarang keadaan amat mendesak. Rasanya mustahil kita dapat hidup bahagia sebagai suami istri dalam kehidupan kali ini. Tapi perasaanku kepadamu dapat dibuktikan kepada langit dan bumi, walaupun kita tak bisa hidup berdampingan, namun hati dan perasaanku dapat selalu ada di sampingmu...."

   "Sekarang, waktu yang tersedia sudah tak banyak lagi, cepat- cepatlah bersiap sedia untuk melarikan diri. Kau harus tahu aku bersedia mengorbankan diri tak lain karena ingin menyelamatkan jiwamu... kau harus selalu menyayangi jiwamu sendiri, sebab jiwamu sudah merupakan peleburan dari jiwa kita berdua, dengan demikian walaupun Adik Sin-mu harus mati dengan tubuh hancur, sukmaku akan selalu tersenyum di alam baka."

   Beberapa patah katanya itu diucapkan dengan nada yang amat memedihkan hati, tapi anehnya Thian selalu memisahkan sepasang sejoli yang sedang dimabuk asmara ini, bahkan memisahkan mereka amat jauh, jauh sekali....

   Ketika selesai mendengar perkataan itu, timbul suatu firasat jelek dalam hati Ku See-hong, sebab kekasih yang patut dikasihani ini bisa jadi akan benar-benar mati secara mengenaskan.

   Sambil menahan kesedihan yang mencekam perasaannya, Ku See-hong berkata dengan pedih.

   "Adik Sin, semoga kau bersedia untuk memanfaatkan sisa waktu yang ada untuk berada bersamaku, sehingga di kemudian hari, bila aku berhasil membalas dendam di bawah sinar lentera di depan Buddha (maksudnya menjadi pendeta), akupun mempunyai setitik kenangan manisku bersamamu."

   Keng Cin-sin dapat memahami maksud perkataan dari Ku See- hong itu.

   Ia merasa terharu sekali hingga titik air mata jatuh bercucuran membasahi wajahnya yang putih halus.

   Dengan lembut Keng Ci-sin balas memeluk pinggangnya yang kekar dan menempelkan wajahnya di atas dadanya yang bidang, tiba-tiba saja ia merasa dirinya seakan-akan terjerumus ke dalam samudra luas yang tiada bertepian, ia merasa bagaikan tak berada di dunia lagi, ternyata empat buah bibir mereka yang hangat telah saling berpadu....

   Entah berapa saat kemudian, mereka baru menyelesaikan ciuman yang hangat dan mesra itu.

   Dengan air mata membasahi pipinya, Keng Cin-sin berkata sambil tertawa getir.

   "Inilah nilai yang kuperoleh dari pengorbanan cinta kasihku sepanjang hidup.... Sekarang, cepat-cepatlah kau tinggalkan tempat ini, jangan sampai ketahuan mereka. Bila sampai dikerubuti jago lihay, kaupun tak akan lolos dari kematian, bahkan pengorbananku inipun akan menjadi sia-sia belaka...."

   Sambil berusaha keras menahan kepedihan hatinya, di sudut gua yang gelap Ku See-hong berganti pakaian.

   Walaupun perutnya waktu itu lapar sekali, namun ia tak bernafsu lagi untuk menghabiskan hidangan tersebut.

   Waktu itu, sore hari sudah menjelang tiba, sisa sang surya di waktu senja memencarkan cahaya ke empat penjuru....

   Mendadak...

   dari luar gua berkumandang suara pekikan nyaring yang tajam dan memekikkan telinga, kemudian dengan suatu gerakan cepat, tampak bayangan manusia berkelebat lewat, tampaknya di sekitar tempat itu telah kedatangan jago-jago yang sangat banyak.

   Paras muka Keng Cin-sin berubah berat, dengan suara agak gemetar bisiknya.

   "Aduh celaka, jejak kita sudah ketahuan, cepat kau gunakan ilmu meringankan tubuhmu yang sempurna untuk kabur ke arah selatan, aku akan berusaha mati-matian untuk menghadang pengejaran mereka."

   Ku See-hong merasa hatinya berat sekali, bagaimanapun juga ia tak tega membiarkan kekasih hatinya tewas di tempat itu. Dengan suara yang memilukan hati kembali Keng Cin-sin berseru.

   "Engkoh Hong, cepat lari, cepat lari! Apakah kau ingin menyaksikan Adik Sin-mu mati dengan membawa penyesalan?"

   Suaranya yang memilukan hati membuat perasaan orang menjadi semakin kalut dan kacau tak karuan.

   "Selamat berpisah kekasihku yang kucintai,"

   Ucap Ku See-hong kemudian sambil menghela napas sedih.

   "Aku akan selalu mengingat raut wajahmu dalam hati kecilku...."

   Tiba-tiba Ku See-hong mendongakkan kepalanya dan berpekik panjang, dalam pekikan tersebut penuh disertai oleh rasa benci, gusar dan dendam yang membara.

   Begitu pekikan panjang itu bergema, sambil membawa hati yang lara dan duka, Ku See-hong mempercepat langkahnya menerjang keluar dari gua tersebut.

   Pada saat itulah, segulung hembusan angin pukulan yang amat dahsyat, dengan cepatnya menggulung tiba.

   "Engkoh Hong, cepat kabur ke arah selatan, biar adik yang menghadapinya di tempat ini!"

   Bentakan merdu berkumandang datang.

   Ternyata orang yang melancarkan serangan itu tak lain adalah Sau-kiongcu dari istana Huan-mo-kiong Si Pedang Emas Cia Tiong-giok.

   Dengan sepasang mata memancarkan cahaya buas yang mengerikan, ia segera membentak nyaring.

   "Sumoay, kau perempuan rendah yang tak tahu malu, pagar makan tanaman! Sudah sepuluh tahun lamanya ayahku mendidikmu, tapi... kau... Pun kiongcu bersumpah akan mencincang tubuh kalian anjing laki-laki dan perempuan berdua menjadi hancur berkeping- keping!"

   Untuk melindungi kekasihnya agar berhasil meloloskan diri dari pulau Huan-mo-to, dengan nekadnya Keng Cin-sin menggerakkan sepasang telapak tangannya melancarkan serangkaian pukulan dahsyat yang rapat bagaikan jaringan laba-laba.

   Bukan saja semua serangan itu dilancarkan dengan ganas dan buas, bagaikan bendungan yang jebol saja, mengalir terus tiada habisnya.

   
Dendam Sejagad Legenda Kematian Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Setiap jurus serangan yang digunakan hampir semuanya merupakan jurus-jurus serangan yang tangguh, betul-betul sukar dilukiskan dengan kata-kata.

   Si Pedang Emas Cia Tiong-giok betul-betul naik pitam, pedang emas di tangannya segera digetarkan keras menciptakan berpuluh-puluh titik cahaya bintang yang tajam.

   Cahaya pedang menyambar seperti amukan arus sungai yang deras, kemanapun pukulan musuh tiba, di situ pula pedangnya menyambut secara ganas.

   Sementara itu, Ku See-hong telah mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya yang sempurna untuk melesat sejauh tiga puluh-empat puluh kaki dari tempat semula, tapi tak tahan, ia segera berpaling kembali.

   Tiba-tiba...

   dua kali pekikan nyaring yang tajam dan dingin menyeramkan berkumandang memecahkan keheningan, lalu tampak ada dua sosok bayangan manusia yang mengejar di belakang Ku See-hng dengan kecepatan tinggi.

   Melihat itu, Keng Cin-sin merasa amat terkejut, sambil membentak keras sepasang telapak tangannya digetarkan ke depan menciptakan selapis bayangan tangan yang menyelimuti angkasa.

   Tenaga pukulan yang dahsyat bagaikan ambruknya bukit, datang segera melanda ke tubuhnya Si Pedang Emas Cia Tiong-giok.

   Setelah itu, tubuhnya melejit ke udara, sepasang telapak tangannya dengan membawa cahaya perak yang menyilaukan mata langsung meluncur ke depan dan menghadang jalan pergi kedua orang itu.

   Ketika ia menyaksikan Ku See-hong masih berdiri kaku di sana, ia lantas menjerit keras.

   "Engkoh Hong... cepat pergi dari situ! Di alam baka, adik Sin-mu akan selalu mencintaimu.... Cepat lari!"

   Tak terlukiskan rasa haru Ku See-hong setelah menyaksikan Keng Cin-sin mati-matian bertarung melawan tiga orang jago lihay dengan tujuan untuk menyelamatkan jiwanya.

   Tanpa terasa, titik air mata jatuh berlinang membasahi pipinya.

   Ia segera menengadah dan berpekik sedih, kemudian secepat sambaran kilat pemuda itu kabur ke arah selatan.

   Dalam pada itu, segenap anggota istana Huan-mo-kiong telah menerima tanda bahaya dan berbondong-bondong datang ke sana.

   Keng Cin-sin segera mengerahkan segenap kepandaian silat yang dimilikinya untuk menerjang ke kiri dan ke kanan, melejit, melayang dan berkelit untuk menahan serangan gabungan dari musuh-musuhnya.

   Waktu itu, sekujur badannya telah bermandikan darah segar, peluh membasahi badannya, sementara paras mukanya berubah menjadi pucat pias...

   namun ia masih bertarung mati-matian untuk menghadang jalan pergi kawanan jago lihay itu.

   Namun lama kelamaan ia mulai tak tahan.

   Gadis itu mulai keteter hebat dan mundur terus tiada hentinya.

   Dalam pada itu, Ku See-hong dengan ilmu meringankan tubuhnya yang sempurna telah tiba di tepi pantai laut.

   Tapi pada saat itu pula Ku See-hong mendengar jeritan ngeri yang memilukan hati berkumandang membelah angkasa.

   Itulah jeritan orang sekarat menjelang kematiannya...

   lalu terdengar seseorang menjerit lengking.

   "Engkoh Hong...

   Adik Sin...

   akan...

   akan berangkat selangkah lebih dulu...

   kau...."

   Tiba-tiba jeritan itu terputus sampai di tengah jalan dan...

   suasana pun pulih menjadi tenang kembali.

   Ku See-hong segera merasakan badannya seperti dihantam dengan martil yang berat sekali, hawa darah di dalam dadanya bergolak keras dan tak ampun lagi, dia muntahkan darah segar.

   Pikirannya serasa melayang tak menentu, hatinya bimbang dan kosong....

   Dari sepuluh hal yang dijumpainya di dunia ini, ada delapan sembilan macam yang tak dapat memenuhi harapannya.

   Keadaan semacam ini benar-benar memedihkan hati, memilukan hati....

   Cinta kasih sayang telah berjanji di antara mereka berdua telah bersemi begitu mendalam, sepanjang hidup ia tak akan melupakannya lagi.

   Pengorbanan dari Keng Cin-sin ini merupakan suatu pengorbanan yang amat mulia.

   Sifat perempuan seperti ini boleh dibilang merupakan sifat seorang perempuan yang sejati....

   Sang surya telah tenggelam di langit barat, menyusul kemudian kegelapanpun mulai menyelimuti angkasa....

   Ombak menggulung-gulung saling mengejar....

   Samudra terbentang luas tak bertepian, angin barat yang kencang berhembus menderu-deru, ombak menggulung amat dahsyat.

   Sebuah sampan kecil terombang-ambing dimainkan ombak, terbawa arus ke tempat kejauhan...

   mengalir tanpa arah tujuan....

   Ketika ombak memecah ke tepian sampan, segera terpecahkan buih-buih air yang memecah ke empat penjuru, sampan kecil itu tergoncang keras, namun seorang pemuda tampan yang ada di ujung sampan itu masih berdiri tegak di tempat.

   Sepasang matanya yang jeli menatap ke tempat kejauhan sana, memandang tanpa berkedip.

   Ia tampak begitu menyendiri, begitu pedih.

   Hati kecilnya telah menderita luka yang parah, membuat ia tak akan melupakan kejadian ini untuk selama-lamanya, sebab luka itu sudah membekas dalam-dalam di hati kecilnya.

   Biar langit menjadi tua, air laut mongering, manusia bisa berubah-ubah, namun cinta kasihnya kepada gadis itu tak akan berubah walau seratus tahun, seribu tahun, selaksa tahun sekalipun....

   Biar jagad berumur panjang, biar langit berlangsung berjagad abad, rasa dendam dalam hatinya tiada terbatas.

   Ia mendendam, dendam yang sedalam-dalamnya.

   Ia membenci kepada langit.

   Membenci kepada bumi, membenci kepada setiap manusia laknat yang ada di dunia ini.

   Mengapa nasibnya seburuk ini? Mengapa gadis cantik selalu diberkahi umur yang pendek...? Dia seakan-akan mendengar lagi suaranya, seolah-olah menyaksikan kembali raut wajahnya, seakan-akan mengendus pula bau harum semerbak yang keluar dari badannya.

   Darah kental serasa meleleh keluar dari hatinya, ia merasa hatinya telah hancur luluh, hancur luluh untuk selamanya....

   Ia tidak menangis, namun air matanya telah meleleh keluar hingga mongering...

   dan kini hanya darah yang meleleh keluar menggantikan air mata.

   Kalau dibilang impian, maka peristiwa itu merupakan impian yang paling buruk.

   Kalau dibilang khayalan, maka peristiwa itu merupakan khayalan yang paling memedihkan hati.

   Kalau dibilang kesedihan, hal ini merupakan suatu peristiwa yang memilukan hati.

   Kalau dibilang benci dan dendam, tiada kebencian dan dendam kesumat yang dapat menandingi perasaan benci dan dendam yang berkobar dalam hatinya saat ini.

   Aliran udara yang berubah-ubah, kabut yang melayang tipis seolah-olah muncul dari permukaan laut, membuat pemandangan di sekeliling tempat itu kabur.

   Kabut yang menyelimuti sekeliling tempat itu makin lama semakin menebal, membuat sekeliling tempat tersebut berubah menjadi putih.

   Kabut tebal yang muncul secara tiba-tiba ini merupakan suatu keistimewaan dari lautan Lam-hay, tapi justru mendatangkan banyak kemurungan dan kesulitan bagi para nelayan yang tinggal di sekitar sana.

   Sampan kecil itu bagaikan perasaan dari penumpangnya, terombang-ambing tanpa arah tujuan.

   Dalam sekejap mata, bayangan sampan itu tahu-tahu sudah lenyap di balik tebalnya kabut yang menyelimuti tempat itu.

   Kegelapan malam di tepi laut terasa begitu tenang, sunyi....

   Terasa pula begitu indah, penuh mengandung ilham-ilham untuk membuat syair atau lukisan.

   Bintang-bintang yang bertaburan di angkasa, memancarkan kerlipan cahaya yang redup dan menyoroti permukaan samudra yang luas tak bertepian.

   Ketika angin lembut berhembus sepoi- sepoi, tampak riak ombak yang saling mengejar, bagaikan ular-ular perak kecil yang sedang saling mengejar....

   Indah, indah, indah, benar-benar suatu pemandangan yang indah rupawan....

   Pemandangan alam di malam ini terasa dingin dan sepi, angin barat berhembus kencang, di langit tiada rembulan, hanya titik bintang yang memercikkan sinar redup.

   000dw000 Bab 13 WAKTU itu, di tepi pantai pasir yang luas, tampak seorang pemuda yang sedang berdiri termangu-mangu sambil memandang lautan yang tak bertepian dengan pandangan kosong.

   Wajahnya tampak amat sedih, kesal dan murung, ia berdiri membungkam tak mengucapkan sepatah katapun juga.

   Apa yang sedang dilihatnya? Sudah tiga malam ia berada di situ, malam ini merupakan malam yang ke-empat....

   "Aaai..."

   Pemuda itu memperdengarkan helaan napasnya yang pedih.

   Dari helaan napasnya yang memedihkan hati, bisa kita ketahui, bahwa perasaan anak muda itu sedang sedih sekali....

   Yaa, hatinya telah menderita luka yang begitu parahnya sehingga hampir tercabik-cabik, hampir saja ia tak berkeyakinan lagi untuk hidup di dunia ini.

   Namun, bara api dendam yang berkobar di dalam dadanya membuat ia bertekad untuk hidup terus, selain itu bisikan merdu yang melintas kembali dalam ingatannya membuat ia harus berani hidup lebih lanjut.

   Ia berada di sana karena ia hendak mengenang kembali wajahnya, mengenang kembali suaranya, serta mengenang kembali kenangan manisnya yang hanya sejenak.

   Tiba-tiba, bagaikan orang yang sedang mengigau ia bergumam seorang diri.

   "Wahai Ku See-hong, benarkah nasibmu selama ini begitu jelek? Setiap orang yang pernah melepaskan budi kepadaku, mengapa Thian selalu memisahkan mereka jauh-jauh dariku? Yaa... memisahkannya begitu jauh...? Kedua orang tuaku yang telah melahirkan aku, guruku yang mengajarkan kepandaian kepadaku, beratus-ratus saudara dari Kim-to-pang, dan dia... Keng Cin-sin."

   Ketika menyebut nama Keng Cin-sin, Ku See-hong merasa suaranya menjadi parau.

   Sepanjang hidupnya belum pernah ia mencintai perempuan, tapi sekali jatuh cinta, maka perasaan cintanya itu jauh lebih tebal daripada orang lain.

   Ku See-hong termenung sebentar, tiba-tiba selintas perasaan yakin melintas lewat di atas wajahnya, kembali dia bergumam.

   "Keng Cin-sin, dia tak mungkin akan mati, aku percaya, Thian tak akan bersikap...."

   Tapi serentetan jeritan ngeri serta jeritan menjelang kematian, sekali lagi berkumandang di sisi telingannya dan memotong ucapan selanjutnya.... Lewat lama kemudian, ia baru bergumam lebih jauh.

   "Adik Sin, walaupun kau telah tiada lagi, namun hatimu dan bayangan tubuhmu selamanya akan tertera di hatiku. Aku bersumpah akan membalas dendam, akan kuratakan Huan-mo- kiong di Lam-hay itu dengan tanah, kemudian akan kutemukan kerangkamu dan selama hidup akan kutemani dirimu...."

   Mendadak...

   dari belakang tubuh Ku See-hong berkumandang suara tertawa seram yang amat menggidikkan hati.

   Dengan kening berkerut dan gerakan yang cekatan Ku See-hong segera membalikkan tubuhnya.

   Sorot mata yang tajam menyeramkan terpancar keluar dari balik matanya, dengan cepat dia berpaling ke arah mana berasalnya suara itu....

   Tapi ibaratnya minyak bertemu api, mendadak api dendam yang berkobar dalam dadanya menggelora dengan hebatnya.

   Giginya digertakkan sampai berbunyi gemerutan.

   Sorot matanya yang tajam segera beradu pandang dengan sinar mata buas dari lawannya....

   Lebih kurang empat kaki di hadapan Ku See-hong telah berdiri seorang pemuda tampan berbaju biru.

   Dia tak lain adalah sau- kiongcu dari istana Huan-mo-kiong, Si Pedang Emas C ia Tiong-giok.

   Di belakang pemuda itu berdiri empat orang lelaki bercambang yang memakai baju biru, di punggung masing-masing menggembol sebilah pedang panjang berwarna kuning emas.

   Sekulum senyuman sinis yang tak sedap dipandang tersungging di ujung bibir Kim-kiam Cia Tiong-giok, ujarnya dingin.

   "Orang she Ku, hari ini kau tak akan lolos lagi dari cengkeramanku. Ayo cepat serahkan nyawa anjingmu itu!"

   Ku See-hong tahu kalau ilmu silat yang dimiliki lawannya jauh lebih tinggi daripada kepandaian yang dimilikinya...

   tapi waktu itu kobaran api benci dan dendam telah menyelimuti seluruh benaknya.

   Ia tak ambil perduli terhadap semua persoalan itu.

   Sesudah mendengus gusar, katanya dengan suara menggeledek.

   "Orang she Cia, apakah Keng Cin-sin telah dibunuh oleh kalian anjing-anjing laknat...?"

   Kim-kiam Cia Tiong-giok segera mendongakkan kepalanya dan tertawa seram, sahutnya sinis.

   "Orang she Ku, kau benar-benar tak tahu malu, berani benar kau memikat hati sumoayku untuk mengkhianati perguruan. Hmm, tentunya aku pernah mendengar bukan akan peraturan dari Huan- mo-kiong? Apa hukumannya bila berani mengkhianati perguruan? Sekarang, aku pikir ada baiknya jika kau persiapkan dulu urusan belakangan, kalau tidak, mungkin keadaannya tak akan sempat lagi."

   Ku See-hong mendengar perkataan itu merasakan hatinya tercekat, sekarang ia sudah percaya kalau Keng Cin-sin benar-benar telah mengorbankan diri.

   Dengan peraturan Huan-mo-kiong yang turun temurun terkenal akan keketatannya, barang siapa yang berani melanggar peraturan, entah itu anak sendiri atau bukan, semuanya akan dijatuhi hukuman mati.

   Si Pedang Emas Cia Tiong-giok tertawa dingin, dengan suara mengerikan lalu berkata lagi.

   "Orang she Ku, kau harus tahu, tempat suci Huan-mo-kiong tak pernah mengijinkan orang untuk berbuat semena-mena di situ.

   Sekalipun tiba di sana tanpa sengaja, juga tiada kehidupan baginya.

   Tapi kau benar-benar tak tahu diri, selain memasuki daerah suci, sesumbar hendak membalas dendam, membunuh anggota istana kami, berani pula memikat sumoayku hingga berkhianat.

   Dengan beberapa dosa yang kau langgar sekaligus, tiada ampun lagi untuk jiwa anjingmu itu.

   Pihak kami juga tak akan melepaskan kau dengan begitu saja, sebelum kucincang tubuhmu hingga hancur berkeping-keping belum puas rasanya diriku."

   Dalam pada itu, secara diam-diam Ku See-hong telah menghimpun tenaga dalamnya untuk bersiap sedia menghadapi serangan lawan. Ketika mendengar ucapan tersebut, dengan dingin ia lantas berkata.

   "Hmm! Tempat-tempat maksiat, tempat berkumpulnya sekawanan sampah masyarakat dalam dunia persilatan juga beraninya disebut tempat suci? Huuuhh... betul-betul tak tahu malu. Aku orang she Ku mempunyai dendam kesumat sedalam lautan dengan kalian orang-orang Huan-mo-kiong, aku bersumpah tak akan hidup berdampingan dengan kalian. Sekarang, kaupun tak usah membuang waktu lagi, saat dibukanya pintu neraka sudah tiba. Aku orang she Ku harus segera mengantarmu agar cepat-cepat melakukan perjalanan jauh...."

   "Heeehh... heeehh... heeehh... sekalipun ingin mati juga tak usah begitu tergesa-gesa,"

   Jengek Si Pedang Emas Cia Tiong-giok sambil tertawa dingin.

   "Aku ingin bertanya kepadamu, bulan berselang ketika kau mendatangi Huan-mo-kiong kami untuk membalas dendam, sebetulnya siapakah dari anggota istana Huan-mo-kiong kami yang telah mengikat tali permusuhan denganmu?"

   Mendengar pertanyaan itu, Ku See-hong seolah-olah menyaksikan kembali mayat-mayat tanpa kepala yang tergeletak di 273 mana-mana, dengan sorot mata berapi-api karena kobaran api dendam ia membentak keras.

   "Orang she Cia, bapakmu betul-betul bedebah tua yang tak tahu peraturan dunia persilatan. Selama tahun berselang, ketika yaya-mu Hu-hay it- kiam beradu pedang dengan Bu-lim ti-it-kiam dalam istana Huan-mo-kiong, kakekmu itu telah kena dikalahkan setengah jurus dan harus menyerahkan pedang pendek Huan-mo-kiong sebagai tanda kepercayaan. Barang siapa yang memegang pedang tersebut, ia berhak untuk mengendalikan dan menghukum kalian orang-orang dari Huan-mo-kiong, tapi kenyataannya bapakmu Han-tian it-kiam berambisi besar. Bulan berselang ia berani menyerbu lagi ke daratan Tionggoan dengan membawa kawanan jago lihay, bukan saja berani membantai orang secara brutal juga berani merampas kembali pedang Huan-mo-kiam itu dari tangan orang-orang Kim-to-pang...."

   Mendengar sampai di situ, Si Pedang Emas Cia Tiong-giok merasa bangga bercampur gembira.

   Ia girang sebab ayahnya telah berhasil merebut kembali pedang pendek Huan-mo-kiam itu.

   Maka ia tertawa terbahak-bahak dengan seramnya, kemudian menukas ucapan Ku See-hong yang belum selesai.

   "Maaf, maaf. Kalau menurut ceritamu itu, tampaknya kau adalah putranya Ku Kiam-cong, pangcu dari Kim-to-pang."

   Dendam Sejagad Legenda Kematian Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Diam-diam Ku See-hong terkejut juga menyaksikan kecermatan Si Pedang Emas Cia Tiong-giok tersebut.

   Ia sadar pertarungan yang dihadapinya malam ini merupakan suatu pertempuran yang amat seru, kalau bukan lawannya yang mati maka dialah yang mampus, padahal ilmu silat yang dimiliki pun tidak yakin bisa menangkan lawannya.

   Itu berarti bila dia tidak berusaha mengendalikan kobaran api gusarnya sekarang, besar kemungkinan dia akan mati dengan membawa kecewa.

   Begitu ingatan tersebut melintas lewat dalam benaknya, sikapnya menjadi tenang kembali, katanya dengan suara dingin.

   "Orang she Cia, dendam kesumat di antara kita berdua, aku rasa tentunya kau sudah memahami, bukan? Dengan perbuatanmu yang begitu keji dan rendah, sekalipun bakal mati di tanganku malam ini, tentunya kau tak akan menyesal, bukan?"

   Ketika Si Pedang Emas Cia Tiong-giok menjumpai Ku See-hong yang gusar tiba-tiba berubah menjadi tenang... dengan cepat ia lantas berpikir.

   "Orang ini memiliki semacam kepandaian sakti yang amat luar biasa, belum tentu kami berlima sanggup untuk merobohkan dirinya. Barusan sebetulnya aku berniat untuk mengobarkan hawa amarahnya agar perhatiannya terpecah belah, kemudian baru melancarkan serangan mematikan, siapa tahu ia begitu cekatan. Tampaknya orang ini benar-benar merupakan musuh tangguh yang belum pernah dijumpai sepanjang hidupku...."

   Angin laut di musim gugur ini terasa amat dingin, membuat bulu kuduk orang pada berdiri. -oo0dw0oo-

   Jilid 9 GULUNGAN ombak yang berkejaran membawa suara deruan yang keras, suatu pertarungan berdarah yang mengerikan sebentar lagi akan berlangsung di sana.

   Ku See-hong menghimpun segenap tenaga dalam yang dimilikinya, makin dihimpun ia merasa kekuatannya makin menghebat.

   Tiba-tiba....

   Bentakan menggeledek yang sangat memekikkan telinga berkumandang memecahkan keheningan, secepat kilat tubuhnya menerjang ke muka.

   Dalam waktu singkat ia lancarkan lima buah pukulan dahsyat menghantam lima orang musuhnya.

   Cepat gerakan tubuhnya, hebat serangannya, betul-betul mengerikan hati....

   Segulung hembusan angin dahsyat, ibaratnya amukan gelombang dahsyat di tengah samudra, dengan cepatnya menggulung ke arah lima orang itu.

   Empat orang lelaki bercambang yang menggembol pedang itu menjerit kaget, cepat-cepat mereka terdesak mundur sejauh tiga empat langkah.

   Si Pedang Emas Cia Tiong-giok tertawa dingin...

   tubuhnya berputar kencang, lalu sepasang telapak tangannya disertai selapis tenaga pukulan yang dahsyat memunahkan datangnya ancaman itu.

   Pada saat yang bersamaan itulah Ku See-hong tertawa dingin, serangan mematikan kembali dilepaskan.

   Kakinya berputar kencang, dengan suatu gerakan yang sangat aneh ia mendesak ke sisi tubuh kedua orang lelaki bercambang itu.

   Berbareng itu juga lima buah jari tangan kanannya direntangkan, lalu di antara sentilan dan getarannya lima gulung angin tajam meluncur keluar dari ujung jari tangannya itu.

   Dengan cepat angin serangan tersebut menyergap jalan darah Hu-hun-hiat, Kau-mao-hiat, Hun-bun-hiat, Gi-si-hiat, dan Gi-sim-hiat di tubuh kedua orang lelaki bercambang itu.

   Si Pedang Emas Cia Tiong-giok sendiripun sama sekali tidak berdiam diri belaka, begitu lolos dari sergapan lawan yang dahsyat, serangan mematikan segera dilancarkan, sepasang telapak tangannya melakukan gerakan-gerakan yang aneh dan menciptakan desingan angin tajam yang menggidikkan hati.

   Angin pukulan yang dahsyat dan tajam segera mengancam delapan belas buah jalan darah penting di tubuh Ku See-hong.

   Waktunya persis berbareng ketika Ku See-hong sedang menyergap dua orang lelaki bercambang itu.

   Pengalaman pertarungannya selama beberapa kali membuat Ku See-hong mempunyai keyakinan yang lebih besar lagi terhadap tenaga khikang Kan-kun-mi-siu yang dilatihnya, maka ia tidak ambil gubris terhadap ancaman dari Cia Tiong-giok itu, malahan segenap 276 tenaganya tetap disalurkan ke depan mempertajam kelima gulung desingan angin serangannya.

   "Sreeett, sreeett, sreeett..."

   Desingan tajam yang memekikkan telinga secepat kilat meluncur ke depan.

   Dua kali jeritan ngeri yang menyayat hati bergema memecahkan keheningan.

   Beberapa buah jalan darah penting di tubuh kedua orang lelaki bercambang itu segera ditembusi oleh kelima gulung desingan angin tajam itu sehingga darah segar menyembur keluar sangat deras.

   Bukan begitu saja, bahkan sisa tenaga serangan yang masih besar itu telah membawa tubuh mereka terpental sejauh tiga kaki lebih dari tempat semula....

   Ketika di sebelah sana berkumandang suara jeritan, maka di sebelah sini pun terjadi ledakan yang beruntun....

   "Bluuumm! Bluuumm!"

   Secara telak tubuh Ku See-hong kena dihantam oleh tenaga serangan Cia Tiong-giok yang amat dahsyat itu.

   Akan tetapi dia hanya merasakan hawa darahnya sedikit bergetar dan tubuhnya maju dua langkah.

   Si Pedang Emas Cia Tiong-giok menjadi amat terkesiap, dengan cepat ia menubruk ke muka.

   Kedua ujung bajunya bagaikan dua ekor ular berbisa, menggulung dan menyapu tiada hentinya mengancam belakang tengkuk Ku See-hong.

   Serangan ini amat ganas, buas dan keji, sukar dibayangkan dengan kata-kata.

   Ku See-hong sama sekali tidak menyangka kalau Cia Tiong-giok dapat menyerang dan merubah jurus serangan dengan kecepatan setinggi ini, tiba-tiba saja dia merasa ada segulung desingan angin tajam menyergap di atas belakang tengkuknya.

   Dengan wajah berubah hebat buru-buru ia keluarkan ilmu gerakan tubuh Mi-khi-biau-tiong, tiba-tiba saja tubuhnya bagaikan pusaran angin berpusing secara aneh tapi sakti berputar ke arah luar.

   Sementara kakinya melakukan gerakan perputaran yang aneh menuju ke luar, tubuhnya melakukan pula suatu gerakan yang sukar dilukiskan dengan kata-kata, kemudian telapak tangan kirinya melancarkan segulung angin pukulan yang dahsyat menghantam tubuh Cia Tiong-giok.

   Betapa terperanjatnya Si Pedang Emas Cia Tiong-giok, segera ia berpikir di dalam hati.

   "Ternyata ilmu silat yang sebenarnya dimiliki orang ini jauh lebih lihay dari apa yang kubayangkan semula."

   Tubuhnya lantas sedikit berjongkok, ujung bajunya dikebaskan pelan ke arah depan melancarkan segulung angin pukulan lembek yang berhawa dingin, rupanya dia ingin mencoba tenaga dalam yang dimiliki lawan.

   "Blaaamm...!"

   Suatu ledakan keras segera berkumandang.

   Ku See-hong merasakan tubuhnya bergetar keras, desingan angin pukulan yang maha dahsyat itupun seketika tersapu lenyap hingga tak berbekas, menyusul kemudian segulung tenaga dorongan yang kencang memaksanya mundur sejauh tiga empat langkah.

   Begitu mengetahui kalau tenaga dalam musuhnya tidak lebih tangguh daripada kekuatan sendiri, Si Pedang Emas Cia Tiong-giok merasa amat girang, semangatnya berkobar kembali, sambil membentak keras jengeknya.

   "Orang she Ku, aku lihat lebih kau membalas dendam pada penitisanmu yang akan datang saja!"

   Begitu kata terakhir meluncur keluar, telapak tangan kanannya segera melancarkan sebuah pukulan dahsyat yang dalam, bagaikan samudra, sementara lima jari tangan kirinya direntangkan dan melepaskan lima gulung desingan angin tajam ke depan.

   Dua jurus serangan yang tangguh dilancarkan pada saat yang hampir bersamaan, selain ganas juga hebatnya luar biasa.

   Ku See-hong segera merasakan wajah maupun ketujuh lubang inderanya telah terkurung di balik desingan angin jari lawan yang tajam.

   Tak terlukiskan rasa terkesiap dalam haitnya, buru-buru dia gunakan ilmu gerakan tubuhnya yang lihay, Mi-khi-biau-tiong, untuk meloloskan diri.

   Seluruh badan Ku See-hong segera berubah ibaratnya segumpal kapas, di tengah alunan angin pukulan yang menyelimuti angkasa, dari sudut yang amat aneh, bagaikan selembar bulu saja ia dihembus sehingga menyelinap keluar dari arena.

   Menyaksikan ilmu gerakan tubuh yang sedemikian lihaynya itu, Si Pedang Emas Cia Tiong-giok merasa seharusnya tenaga dalam yang dimiliki pihak lawan amat sempurna, tapi mengapa tenaga pukulannya tadi justru jauh lebih lemah daripada tenaga pukulan sendiri...? Cia Tiong-giok sebagai seorang yang cerdik, licik, banyak tipu muslihat dan hatinya lebih kejam daripada seekor ular berbisa, dengan cepat mengambil satu kesimpulan.

   sudah pasti pihak lawan telah mempelajari banyak sekali ilmu silat yang sakti dan luar biasa, hanya sampai kini masih belum dapat dipergunakannya sebagaimana mestinya....

   Begitu kesimpulan tersebut melintas lewat di dalam benaknya, niatnya untuk melenyapkan Ku See-hong makin mantap, dia tak ingin melepaskan harimau pulang ke gunung sehingga mendatangkan bencana besar di kemudian hari....

   Berpikir sampai di situ, Si Pedang Emas Cia Tiong-giok segera membentak keras, tubuhnya dengan cepat bagaikan kilat segera mengejar ke depan.

   Kaki dan tangan dipergunakan bersama, bagaikan bunga yang berguguran di musim gugur, dia kurung seluruh tubuh Ku See-hong secara ketat.

   Terkesiap juga hati Ku See-hong menyaksikan kecepatan gerak lawannya, sementara ia masih tertegun bercampur kaget, selapis angin pukulan yang dahsyat bagaikan gulungan ombak di samudra, 279 di bawah lapisan bayangan telapak tangan yang membukit, secara dashyat dan bersamaan menyergap tiba.

   Kesempurnaan ilmu silat yang dimiliki Si Pedang Emas Cia Tiong-giok dalam dunia persilatan dewasa ini boleh dibilang sudah jarang yang bisa menandinginya lagi.

   Coba kalau Ku See-hong tidak berhasil memahami banyak kepandaian sakti ketika berada di tanah pekuburan, kemudian mengalami siksaan panca istana Huan-mo-kiong yang menyebabkan bergeraknya tenaga murni yang berada di dalam tubuh dan terhisap oleh pusaran yang mengakibatkan tenaga dalamnya maju beberapa tingkat, niscaya ia sudah tewas oleh serangan keji lawannya.

   Tiba-tiba Ku See-hong menghimpun tenaga dalamnya, kemudian sekali lagi mempergunakan ilmu gerakan tubuh Mi-khi-biau-tiong yang maha dahsyat tersebut.

   Tampak tubuhnya yang melambung di tengah udara itu terombang-ambing mengikuti gulungan angin serangan yang dahsyat.

   Seenteng selembar bulu, dia menari dan melayang kesana kemari tiada hentinya.

   Ternyata ilmu gerakan tubuh yang sangat lihay ini boleh dibilang mengandalkan segulung hawa murni yang dihimpun dari pusar, membuat seluruh badannya enteng bagaikan bulu.

   Dalam keadaan begini, sekalipun angin pukulan yang dahsyat mengena di tubuhnya juga tak akan menghasilkan pengaruh apa-apa.

   Ilmu gerakan tubuh Mi-khi biau-tiong merupakan suatu kepandaian sakti yang berhasil diperoleh Bun-ji koan-su setelah mempelajari isi kitab Cang-ciong pit-kip selama banyak tahun.

   Kehebatan dan kesaktiannya tentu saja sukar dilukiskan dengan kata-kata.

   Tempo hari, Bun-ji koan-su pernah berkata kepada Ku See-hong, asal ia berhasil menguasai ilmu gerakan tersebut maka untuk menjaga diri hal mana sudah berlebihan.

   Si Pedang Emas Cia Tiong-giok merasa kagetnya bukan kepalang tatkala menyaksikan ilmu gerakan tubuh yang dipergunakan pemuda ini setingkat lebih dalam dari pada ilmu gerakan tubuh yang digunakannya tadi, segera pikirnya.

   "Heran, ilmu gerakan tubuh apakah ini? Belum pernah kubaca tentang kepandaian sakti seperti ini dalam kitab pusaka ilmu silat, padahal ilmu silat yang dimiliki ayah sangat tinggi, mengapa aku pun belum pernah mendengar tentang soal ini dari mulutnya...?"

   Berpikir sampai ke situ, mendadak Si Pedang Emas Cia Tiong- giok teringat kembali akan sebuah ilmu sakti dari istana Huan-mo-kiong yang sudah lama tak pernah dipergunakan.

   Mo-to sam-huan (Tiga Perubahan dari Pulau Iblis).

   Tanpa terasa kakinya segera membawakan langkah tujuh bintang, bersamaan itu pula sepasang tangannya digerakkan bersama serangan itu...

   seperti ada seperti tak ada, seperti nyata seperti tipuan, kiri kanan sepasang tangannya secepat kilat melancarkan tiga buah serangan yang amat aneh.

   Dalam setiap gerakan yang dipergunakan semuanya disertai dengan ilmu langkah yang sempurna, serangan itu datang pula dari sudut yang aneh, beruntun datangnya dan tiada terputus.

   Demikian hebatnya jurus serangan itu, boleh dibilang belum pernah dijumpai dalam dunia persilatan dewasa ini.

   Begitu ilmu Mo-to sam-huan dikeluarkan, maka hebatlah akibatnya.

   Ketika Ku See-hong bergerak dengan menggunakan ilmu gerakan tubuhnya yang sakti tadi, ia sudah bersiap-siap hendak menggunakan gerakan kedua dari jurus Hoo-han-seng-huan tersebut yakni Jin-hay-hu-seng (Lautan Manusia Timbul Tenggelam) untuk melukai musuh.

   Si anak muda ini baru terkesiap setelah menyaksikan Cia Tiong- giok mengeluarkan jurus sakti tersebut untuk mendesak dirinya.

   Dengan cepat hawa murni yang kuat menyelimuti seluruh dadanya, menyusul kemudian sepasang telapak tangannya digerakkan secara aneh.

   Di balik kilauan cahaya yang gemerlapan, disertaai segulung hawa murni yang berat dan dalam bagaikan samudra, secara lamat-lamat menerobos masuk ke dalam.

   Bentuk badan Ku See-hong saat ini telah berubah menjadi aneh sekali, tubuhnya berada tiga depa dari permukaan tanah, dengan bentuk seperti udang bago, di antar lengkungan dan lejitannya yang lucu...

   sekilas cahaya putih secepat kilat melesat ke muka mengancam bagian mematikan di tubuh Cia Tiong-giok.

   Sewaktu masih berada dalam istana Huan-mo-kiong, Cia Tiong- giok telah mengenali kelihayan jurus Hoo-han-seng-huan tersebut, dia baru terperanjat bukan kepalang setelah menyaksikan sekilas cahaya putih menembusi dinding tak berwujud yang diciptakan berlapis-lapis itu dan secepat kilat menyergap bagian penting di tubuhnya.

   Padahal Mo-to sam-huan merupakan suatu kepandaian sakti yang dahsyat sekali pengaruhnya...

   dalam kenyataan serangan itu tak mampu membendung kehebatan dari jurus Hoo-han-seg-huan tersebut....

   Dengan cepat Cia Tiong-giok menghimpun segenap tenaga dalam yang dimilikinya sehingga tenaga serangan yang terpancar keluar lewat ilmu Mo-to sam-huan itu menjadi sepuluh bagian lebih dahsyat.

   Lalu dengan gerakan keras lawan keras, ia sambut datangnya serangan itu.

   Berbareng dengan gerakan tadi, tubuhnya turut melesat ke muka sebagai persiapan untuk menghindari luka parah yang tak diperlukan.

   "Plaaakk...!"

   Benturan keras terjadi.

   Kemudian kedengaran suara dengusan tertahan mendesis di angkasa, pusaran hawa tajam segera memancar ke delapan penjuru.

   Ku See-hong segera merasakan hawa darah di dalam dadanya bergolak keras oleh segulung tenaga dorongan yang kuat, ia didesak sampai mundur sejauh lima enam langkah dari posisi semula.

   Cia Tiong-giok sendiri, walaupun cukup cepat reaksinya, tubuhnya ikut bergerak cahaya putih itu demikian cepatnya, daya pengaruh yang terpancar pun begitu luas daya lingkupnya....

   Tampak seluruh tubuhnya terpental jauh ke belakang oleh sapuan tenaga yang membuyar itu.

   Sekali kuda-kudanya tergempur, badannya segera berjumpalitan di udara dan melayang turun empat kaki jauhnya dari posisi semula.

   Walaupun ia dapat melayang turun dengan manis, akan tetapi dilihat dari paras mukanya yang pucat serta sorot matanya yang penuh dengan kebencian, dapat diketahui bahwa kerugian yang dideritanya cukup besar, kekalahan yang dideritanya sekarang boleh dibilang merupakan kekalahan yang pertama kali dialaminya selama dua puluh satu tahun.

   Sekuat tenaga Cia Tiong-giok segera mengendalikan luka yang diderita kemudian sambil tertawa seram dia berkata.

   "Orang she Ku, malam ini aku tak akan melepaskan kau dengan begitu saja, heeehh... heeehh... heeehh... tentunya kau rasakan penderitaan yang hebat dalam tubuhmu sekarang, bukan?"

   Oleh tenaga pukulannya yang dahsyat itu Ku See-hong memang merasakan hawa darahnya bergolak keras, tak enteng luka yang dideritanya, namun dari balik matanya yang tajam segera mencorong keluar serentetan cahaya mata yang menggidikkan hati, lalu dengan sikap sinis menghina ia mendengus dingin.

   "Hmm, jika punya ilmu, ayo tunjukkan semua, apa gunanya mengandalkan ketajaman mulut untuk bersilat lidah?"

   Si Pedang Emas Cia Tiong-giok menyeringai seram, sehingga wajahnya tampak mengerikan sekali, lalu sambil tertawa dingin katanya.

   "Mana, mana, orang she Ku, kegagahanmu sungguh mengagumkan, kau memang seorang Kuncu sejati. Heeehh... heeehh... heeehh, sekarang kau tidak menyerang lagi? Memangnya tanganmu sudah tak menuruti suara hatimu lagi?"

   Mendengar ucapannya yang sangat licik itu, diam-diam Ku See- hong merasa terkesiap, pikirnya.

   "Saat ini seluruh nadi pentingku terluka, darah dalam tubuhku serasa membeku, bila keadaan ini sampai diketahui lawan, bisa jadi dia akan segera melancarkan sergapan mematikan, waktu itu niscaya keselamatanku akan terancam sekali."

   Padahal Si Pedang Emas Cia Tiong-giok sendiri pun merasakan hawa darah di dalam dadanya bergolak keras akibat dari benturan itu, tapi dasar licik, walaupun ia tahu Ku See-hong juga menderita luka parah, namun tidak diketahui sampai di manakah taraf luka yang dideritanya itu.

   Oleh karenanya dia ingin memancing lawannya dengan ucapan yang memanaskan hati lawan, bila luka yang diderita pihak lawan parah sekali, maka dengan mempertaruhkan kekuatan yang dimilikinya sekarang, ia hendak menggunakan sebuah ilmu pedang yang ganas dan buas untuk membunuhnya.

   Sayang sekali Ku See-hong bukan seorang yang bodoh, sudah barang tentu ia dapat menduga maksud keji Cia Tiong-giok, maka sambil berlagak seakan-akan tak pernah terjadi apa-apa, ia tertawa seram.

   "Sekarang juga aku orang she Ku masih sanggup untuk membinasakan manusia laknat macam kau. Bila tidak percaya, mari kita buktikan sekarang juga...."

   Menyaksikan sikap Ku See-hong yang begitu tenang menghadapi ancaman dirinya, diam-diam Si Pedang Emas Cia Tiong-giok makin terkesiap.

   Ia tidak berbicara lagi, diam-diam hawa murninya disalurkan untuk mengobati lukanya, sementara sepasang matanya yang memancarkan cahaya tajam mengawasi wajah Ku See-hong tanpa berkedip.

   "Syukur dia terkibuli!"

   Pekik Ku See-hong di hati kecilnya.

   Buru-buru diapun mengatur napasnya untuk menyembuhkan luka yang dia derita.

   Begitulah, dua orang itupun berdiri saling berhadapan di tepi pantai dengan mata melotot, walaupun di luar wajahnya sikap mereka tenang, padahal di hati kecilnya merasa begitu tegang, begitu takut dan ngeri....

   Angin laut masih berhembus amat kencang, gulungan ombak saling berkejaran memecah di pantai, suara gemuruh yang disertakan dalam gulungan itu memberikan suasana yang lebih mengerikan bagi orang-orang di sekitar sana.

   Udara di sekeliling tempat itu penuh diliputi hawa nafsu membunuh yang menyeramkan, kian lama kian bertambah tebal mengikuti berlalunya sang waktu.

   Pada saat itulah ada dua sosok bayangan manusia yang sedang pelan-pelan menghampiri belakang tubuh Ku See-hong dengan gerakan seperti sukma gentayangan, dua bilah pedang pun pelan- pelan telah diloloskan dari dalam sarungnya....

   Sejak semula Ku See-hong telah merasakan kehadiran mereka, ia tahu dunia ini penuh dengan kebusukan, kejahatan serta perbuatan memalukan.

   Kulit wajahnya segera mengejang keras, ia paling benci dengan tindak-tanduk semacam ini.

   Sayang tenaganya waktu itu terlalu lemah, dia tak bisa berbuat banyak kepada mereka.

   Sekulum senyuman dingin yang licik segera tersungging di ujung bibir Si Pedang Emas Cia Tiong-giok, ia merasa bangga, juga amat gembira.

   Tiba-tiba...

   
Dendam Sejagad Legenda Kematian Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
terdengar dua kali bentakan nyaring bergema memecahkan keheningan.

   Dua bilah pedang yang tajam disertai dengan segulung hawa pedang yang dingin, satu dari kiri yang lain dari kanan, langsung menusuk ke bagian mematikan di tubuh Ku See-hong dengan kecepatan tinggi.

   Terdengar bentakan yang pedih dan sedih menggelegar memecahkan kheningan.

   Dengan kening berkerut dan wajah dingin bagaikan salju, tiba- tiba Ku See-hong melejit ke udara dan meluncur ke depan.

   Berada di tengah udara ia berjumpalitan beberapa kali, kemudian kesepuluh jari tangannya diayunkan ke depan...

   desingan angin tajam bagaikan bendungan yang jebol segera menyambar ke muka.

   Selapis gulungan tenaga serangan yang dingin bagaikan es dan dashyat melebihi kekuatan pada umumnya itu, melanda ke depan secepat petir dan langsung menggulung ke tubuh dua orang lelaki berbaju hitam yang menyergapnya dari belakang itu....

   Rupanya tatkala dua orang lelaki bercambang itu siap melandakan sergapan, mendadak aliran hawa murni yang aneh di dalam tubuhnya itu menyebar keluar, hal mana membuat hawa darah yang bergolak keras seketika itu juga pulih kembali seperti sediakala.

   Sementara itu Si Pedang Emas C ia Tiong-giok juga telah berhasil mengendalikan pergolakan hawa darah di dalam tubuhnya...

   tapi sayang ia tak sempat lagi untuk menghindarkan kedua orang anak buahnya itu dari ancaman maut yang dilepaskan Ku See-hong.

   Dua kali jeritan ngeri yang mendirikan bulu roma segera menggema memecahkan keheningan malam...

   kedua orang lelaki bercambang itu mati seketika itu juga.

   Dalam pada itu, Ku See-hong yang baru saja membunuh dua orang lawannya, tiba-tiba merasakan datangnya selapis hawa pedang yang dingin menusuk tulang menyambar ke punggungnya secara dahsyat.

   Ku See-hong tak berani bertindak ayal, kakinya segera berputar secaara aneh, lalu sekali lagi dia berkelit ke samping dengan gerakan tubuh Mi-khi biau-t iong yang sangat lihay itu.

   Pangkal kakinya menempel tanah, sementara tubuhnya berjumpalitan secara indah.

   Rupanya dalam keadaan kritis tersebut, ternyata Ku See-hong kembali berhasil memahami suatu gerakan aneh, dan yang secara langsung segera dipraktekkan.

   Hebatnya, ternyata tusukan maut yang dilancarkan Si Pedang Emas Cia Tiong-giok itu segera mengenai sasaran yang kosong.

   Cia Tiong-giok tertawa seram, pedang emasnya digetarkan dan diputar menciptakan selapis cahaya emas yang tebal.

   Gerakan pedangnya secepat kilat membelah angkasa.

   Di antara getaran tersebut terpancar keluar cahaya gemerlapan yang menyilaukan mata.

   Selama ini Ku See-hong belum pernah bertarung melawan musuh yang menggunakan jurus pedang.

   Serangan bertubi-tubi yang dilancarkan Cia Tiong-giok dengan mengembangkan serangkaian ilmu pedang yang buas dan mematikan itu segera membuat si anak muda itu menjadi gugup dan kalang kabut tak karuan.

   Mencorong sinar tajam dari balik mata Ku See-hong.

   Sambil membentak keras, sepasang tangannya masing-masing membentuk sebuah garis busur dan melancarkan bacokan kilat....

   Ketika dua gulung tenaga pukulan yang dilepaskan semua olehnya itu saling menumbuk menjadi satu di udara.

   "Ploook!"

   Hawa serangan segera memancar ke empat penjuru dan bersama-sama mengurung seluruh badan C ia Tiong-giok.

   Ilmu pukulan semacam ini adalah merupakan hasil ciptaan Ku See-hong sendiri, selain sakti dan aneh, tanpa disadari tenaga pukulan yang dihasilkannya pun satu kali lipat lebih dahsyat daripada keadaan biasa.

   Cia Tiong-giok yang menyaksikan kejadian itu menjadi sangat terperanjat, pedang emas di tangannya segera diputar menciptakan selapis cahaya dinding yang kuat dan tebal.

   Di antara desingan angin tajam yang menderu-deru, seketika itu juga segenap tenaga serangan yang dilancarkan Ku See-hong kena dipunahkan oleh hawa pedang tersebut.

   Mendadak pedang emas dalam genggaman Cia Tong-giok digetarkan amat cepat dan dahsyat, bertitik-titik cahaya bintang bertaburan di angkasa dan tahu-tahu melesat ke depan, mengancam jalan darah Gi-hu-hiat dan cong-hiat di atas tenggorokan Ku See-hong.

   Serangan tersebut meluncur dengan kecepatan tinggi, jurus serangan yang dipakai juga sakti dan luar biasa, lagi ganas ancamannya.

   Seperti bayangan setan saja, tiba-tiba Ku See-hong menyelinap ke samping, kemudian bergerak secara aneh.

   Sepasang ujung bajunya dikebaskan bersama-sama menciptakan selapis hawa pukulan yang meluncur keluar tiada habisnya.

   Setelah itu, sekali lagi badannya mengegos ke samping.

   Cia Tiong-giok segera menekan pedang emasnya ke bawah, lalu dibuyarkan di belakang, langkah kakinya turut miring ke samping.

   Pedang digetarkan menciptakan beribu-ribu buah jalur cahaya yang amat menyilaukan mata.

   Dalam waktu singkat, selapis cahaya pedang yang dingin dan tajam, disertai deruan angin dan guntur yang memekikkan telinga mengancam sekujur badan Ku See-hong.

   "Breeett...!"

   Karena kurang cepat menghindarkan diri, lengan kiri Ku See-hong sudah kena tersambar sehingga robek sepanjang dua inci lebih, kulit badannya kontan merekah dan darah segera bercucuran membasahi separuh bajunya.

   Dengan bangga Cia Tiong-giok tertawa licik, pedang emas di tangannya kembali diputar menciptakan cahaya perak yang melingkar-lingkar, kemudian atas bawah meluncur bersama, bagaikan naga sakti yang sedang menari di angkasa, angin tajam menyelimuti seluruh udara.

   Untuk sesaat lamanya Ku See-hong terkurung di balik cahaya pedang yang rapat sekali itu.

   Sepasang lengannya berputar-putar mengikuti arah pedangnya dan menciptakan sebuah aliran hawa yang menyesakkan napas, untuk membendung jurus pedang yang ganas dan lihay itu secara paksa.

   Sambaran pedang emas menciptakan deruan angin yang mmekikkan telinga, pasir hitam di tanah menggulung-gulung terbang mengliputi udara, sedemikian dahsyatnya ancaman itu sehingga cukup menggetarkan perasaan siapapun yang melihatnya...

   Cahaya pedang berputar bagakan gulungan ombak samudra, di antara kilatan-kilatan yang menyambar kesana kemari, hampir seluruh arena terpenuh oleh serangan lawan.

   Sekali lagi Ku See-hoong menggunakan ilmu langkah Mi-khi-biau- tiong untuk menghindarkan diri secara aneh, kemudian setelah memusatkan tenaganya dan pikiran, jurus demi jurus serangan dilancarkan secara berantaai.

   Di antara bayangan teapak tangan yang berlapis- lapis, berhembus keluar hawa serangan yang kuat dan membuat orang sukar untuk meneduhnya.

   Makin bertarung, Si Pedang Emas Cia Tiong-giok merasa semakin terperanjat.

   Boleh dibilang pemuda itu merupakan satu-satunya musuh tangguh yang pernah dijumpainya selama ini.

   Padahal selamanya belum pernah ada orang yang sanggup menahan serangan gencarnya sebanyak tigapuluh gebrakan, tapi kenyataannya sekarang, waalau dengan tangan kosong pun Ku See- hong mampu menghadapi serangannya sebanyak duapuluh jurus lebih.

   Selain daripada itu, hawa serangan yang dipancarkan lawannya selapis demi selapis menggulung tiba tiada hentinya, makin lama kekuatan tersebut makin kuat.

   Ada kalanya jurus pedangnya kena didesak sehingga sama sekali tak cukup berkekuatan untuk mendesak lawan.

   Sebagaimana diketahui, Ku See-hong telah memperoleh warisan hawa murni dari Bun-ji koan-su, kemudian dia pun mempelajari ilmu khikang Kan- kun-mi-siu-kang yang maha dahsyat, oleh sebab itu dia tidak kuatir kehabisan tenaga dalam suatu pertarungan jarak panjang, malahan makin bertarung, tenaga dalamnya makin sempurna.

   Di samping itu juga, diapun mempelajari jurus Hoo-han-seng- huan yang tak bisa disangkal lagi merupakan sumber dari segala macam kepandaian sakti...

   apalagi dia pun bisa menggunakan ilmu gerakan tubuh Mi-khi biau-tiong, hal mana membuat dirinya makin tangguh.

   Andaikata ia, Ku See-hong, dapat menguasai beberapa macam kepandaian sakti yang berbeda itu sekaligus, maka kemajuan yang dicapai dalam tenaga dalamnya tak terukur dengan kata-kata.

   Tak bisa disangkal lagi, pertarungan yang sedang berlangsung sekarang, benar-benar merupakan suatu pertarungan sengit yang jarang terjadi di dalam dunia persilatan.

   Angin menderu-deru, udara terasa dingin menyayat badan, dalam sekejap mata Cia Tiong-giok kembali melancarkan delapanpuluh jurus lebih serangan pedangnya.

   Mendadak....

   Ku See-hong mendongakkan kepalanya dan berpekik nyaring, jurus ketiga dari Hoo-han-seng-huan, yakni Tee-jian-hun-gi (Neraka Hancur, Sukma Gentayangan) telah dilancarkan.

   Seketika itu juga seluruh badannya ibarat serentetan cahaya terik matahari yang amat menyilaukan mata, dengan suatu gerakan yang cepat bagaikan sambaran sukma gentayangan, dia menerobos ke muka.

   Tampak cahaya putih di ringi selapis hawa tajam yang menyayat badan, langsung menyergap bagian tubuh yang mematikan di bagian bawah badan C ia Tiong-giok.

   Tampaknya Si Pedang Emas Cia Tiong-giok cukup mengenali kedahsyatan jurus Hoo-han-seng-huan tersebut, dia ingin berkelit ke samping...

   sayang keadaan terlambat.

   Sambil membentak keras dia segera bertekad untuk beradu jiwa.

   Jurus-jurus tangguh yang mematikan segera digunakan, dengan kecepatan yang luar biasa tangan kirinya melepaskan beberapa gulung desingan angin dingin yang menyayat badan, di mana desingan tadi langsung menyergap jalan darah Thian-leng-hiat di 290 tubuh Ku See-hong.

   Sedangkan pedang emas di tangan kanannya dengan menggertak berlapis-lapis hawa pedang yang tajamnya luar biasa, menyongsong datangnya kilatan cahaya putih itu.

   Di dalam anggapannya, sekalipun hawa pedang yang dilancarkan olehnya tak sanggup membendung cahaya putih itu sehingga terluka, namun pihak lawannya akan tewas pula dalam keadaan yang mengerikan.

   Padahal dari mana ia bisa tahu kalau daerah seluas satu kaki di sekeliling tempat itu sudah dilapisi oleh kekuatan yang maha dahsyat setelah Ku See-hong mengeluarkan ilmu Hoo-han-seng- huan tersebut, sehingga akibatnya pelbagai serangan atau ancaman yang bagaimanapun lihaynya jangan harap bisa menembusinya.

   Sesungguhnya kehebatan tersebut merupakan rahasia besar...

   bahwa Ku See-hong sendiri pun tak tahu akan keistimewaan tersebut.

   Dia hanya tahu, asal gerakan jurus manapun dari Hoo- han-seng-huan tersebut dipergunakan, niscaya lawannya akan mati secara mengenaskan.

   Tampaknya Kim-kiam C ia Tiong-giok yang sok pintar itu segera akan mati secara mengenaskan oleh serangan Tee-jian-hun-gi yang dilepaskan Ku See-hong itu...

   Tiba-tiba....

   Serentetan suara pekikan keras yang memekikkan telinga dengan cepat meluncur tiba membelah angkasa.

   Suaranya melengking seperti jeritan kuntilanak, benar-benar tak sedap didengar.

   Di tengah pekikan nyaring inilah, sesosok bayangan abu-abu, secepat kilat menerjang masuk ke balik lapisan tenaga serangan yang dahsyat dan dingin bagaikan salju itu.

   "Bluuumm... Bluuumm...!"

   Ledakan-ledakan berkumandang secara beruntun.

   Cahaya putih yang dilancarkan oleh Ku See-hong itu, mendadak terputus di tengah jalan....

   Di antara berkelebatnya bayangan manusuia, paras muka si anak muda itu berubah menjadi mengerikan, rambutnya berawut-awutan tak karuan....

   Duuuk...

   duuuk...

   duuuk....

   Selangkah demi selangkah dia terdorong ke belakang, sementara mulutnya muntahkan tiga kali darah kental.

   Sebaliknya, paras muka Si Pedang Emas Cia Tiong-giok pun berubah menjadi pucat pias mengerikan.

   Kulit tubuhnya mengejang keras, sementara sekujur badannya lemas sama sekali tak bertenaga.

   "Oooh ayah..."

   Bisiknya lirih.

   "Cepat kau... kau bunuh orang itu.... Kalau tidak... dia... dia akan menjadi bibit bencana yang besar buat... buat kita...."

   Ketika berbicara sampai di situ, dia telah jatuh terkapar di tanah tak sadarkan diri.

   Rupanya pada saat itulah di sisi tubuh Cia Tiong-giok, telah bertambah dengan seorang sastrawan berusia pertengahan yang mengenakan jubah panjang berwarna abu-abu.

   Sebilah pedang antik tersoreng di punggungnya, sedangkan perawakan tubuhnya tinggi jangkung dan anggun.

   Dia mempunyai alis mata yang tebal dan mata yang besar, gagah perkasa sekali tampangnya.

   Cuma sayang sekulum senyuman licik yang mengerikan tersungging di ujung bibirnya, dari sini bisa diketahui bahwa orang ini benar- benar merupakan orang manusia yang amat berbahaya.

   Ternyata orang ini tak lain adalah Kiong-cu angkatan ke- tigapuluh enam dari Huan-mo-kiong yang namanya telah menggetarkan seluruh dunia persilatan, Han-thian it-kiam Cia Cu-kim adanya.

   Dengan lima jari yang dipentangkan lebar-lebar, secepat kilat Han-thian it-kiam Cia Cu-kim menggerakkan tangannya melepaskan dua belas totokan kilat di atas dua belas jalan darah penting di 292 tubuh Cia Tiong-giok.

   Rupanya dia bermaksud untuk mencegah menjalannya luka tersebut hingga lebih parah lagi.

   Dalam pada itu, Ku See-hong juga telah tahu kalau sastrawan setengah umur ini tak lain adalah otak dari pembunuhan biadab terhadap anggota perkumpulan Kim-to-pang, yaitu Han-thian it-kiam Cia Cu-kim, seketika itu juga rasa dendam dan rasa benci yang meluap-luap menyelimuti seluruh benak atau perasaannya.

   Akan tetapi hawa darah yang berada di dalam dadanya sekarang telah terhantam pukulan Cia Cu-kim yang maha dahsyat itu sehingga bergolak keras.

   Penderitaan akibat mengalir membaliknya peredaran darah dalam tubuhnya tak terlukiskan dengan kata-kata, namun dia menggertak giginya kencang-kencang dan mengendalikan dirinya sekuat tenaga.

   Sementara itu, Han-thian it-kiam Cia Cu-kim telah membalikkan tubuhnya, dengan sorot mata yang tajam bagaikan kilat, dia mengawasi Ku See-hong tanpa berkedip.

   Sekilas rasa kaget bercampur keheranan menghiasi wajahnya, tapi dengan cepat lenyap kembali.

   Sebagai gantinya, pancaran sinar buas dan bengis menghiasi ujung bibirnya yang sinis.

   "Siapakah kau? Anak murid siapa?!"

   Bentak Han-thian it-kiam Cia Cu-kim kemudian dengan suara dingin.

   "Apa sangkut pautnya antara dirimu dengan kami Huan-mo-kiong? Dendam kesumat apa pula yang terjalin di antara kita berdua sehingga kau bertindak kejam dengan membunuhi anggota Huan-mo-kiong kami? Hmm, jika kau tak mengucapkan sesuatu alasan, saat ini juga akan kusuruh tubuhmu hancur lumat menjadi abu...!" 00d0w00 Bab 14 HAN THIAN IT KIAM Cia Cu-kim adalah seorang gembong iblis yang amat termasyhur namanya dalam dunia persilatan. Dia kejam dan brutal, sama sekali tidak mengenal arti perikemanusiaan, selama ini diapun belum pernah mengucapkan kata-kata yang begitu sungkan terhadap seorang angkatan muda. Tapi sekarang, kebrutalan dan keangkuhannya banyak berkurang, hal ini dikarenakan dia telah digetarkan oleh sikap Ku See-hong yang amat luar biasa itu, serta jurus Hoo-han-seng-huan yang baru saja digunakan itu. Dia tahu jurus Hoo-han-seng-huan tersebut merupakan kepandaian simpanan dari Bun-ji koan-su, manusia paling kosen di dunia ini. Itulah sebabnya ia berusaha keras untuk menahan amarahnya. Sinar benci dan luapan rasa dendam segera terpancar keluar dari balik mata Ku See-hong, katanya dengan dingin.

   "Suhuku adalah pemimpin dunia persilatan di masa lalu, Bun-ji koan-su Him Ci-seng. Sedangkan mengenai sumber dari dendam kesumat itu, terus terang saja kukatakan kepadamu, jika aku masih berkemampuan sekarang, detik ini juga akan kusuruh kau terkapar di atas genangan darah...."

   Diam-diam terkesiap perasaan Han-thian it-kiam Cia Cu-kim setelah mendengar perkataan itu, pikirnya kemudian.

   "Semenjak Bun-ji koan-su menerima dua orang murid yang kemudian mengkhianatinya, dia telah bersumpah tak akan menerima murid lagi, bahkan sejak dua puluh tahun berselang dia telah tewas di bukit Soat-san... mana mungkin dia menerima lagi seorang murid semuda ini?"

   


Rahasia Hiolo Kumala Karya Gu Long Kembalinya Sang Pendekar Rajawali -- Chin Yung Lentera Maut -- Khu Lung

Cari Blog Ini