Golok Halilintar 12
Golok Halilintar Karya Khu Lung Bagian 12
Golok Halilintar Karya dari Khu Lung
Dan mendengar senandung cinta kasih itu, hatiku tertarik.
"Hmm-"
Ceng Cit menggerendeng dan berkata lagi.
"Kau bilang tak sudi kau dengarkan, tetapi akhirnya kau dengarkan juga, bukan? siapa sudi mendengarkan ceritamu yang memuakkan ini?"
Dan setelah menggerendeng demikian, serentak ia berdiri. Kemudian meninggalkan ruangan dengan langkah lebar.
"Ibu!-Dia pasti hendak mengadu kepada paman yang lain."
Kata Giok Cu.
"Biarkan saja, aku tidak takut. Apalagi kakekmu telah meninggal dunia empat tahun yang lalu, Kedudukan sekalian pamanmu dan diriku sejajar."
Sahut Shiu Shiu.
"Kalau begitu, lanjutkan cerita ibu."
Desak Giok Cu.
"Entah sampai jam berapa dia bergadang. Tiba-tiba saja aku telah tertidur."
Shiu Shiu melanjutkan ceritanya.
"Tatkala aku terbangun dipagi hari, dia tak kelihatan. Ha, baiklah aku kabur saja, pikirku, Tetapi setelah kulihat keluar goa, aku jadi putus asa. Ternyata goa itu berada pada puncak gunung yang tinggi. sama sekali tiada jalan keluar. Hanya orang-orang berkepandaian tinggi seperti dia, baru bisa mencapai goa tempat beradaku dan sebaliknya.
"Dan malam itu, kembali lagi dia bersenandung untukku. sebenarnya, tak sudi aku mendengarkan. Akan tetapi betapa aku bisa menutup telinga terus-menerus, Sekali-kali aku dengar bunyi senandungnya juga. Dan keesokan harinya, ia menghilang kembali. Kali ini dia datang dengan membawa main-mainan. Boneka, burungburungan dan lain sebagainya, Melihat semua itu, tak sampai hati aku melemparkannya ke dalam jurang.
"la jadi mengerti tata rasaku dan sejak itu, ia membawa binatang hidup yang lembut sifatnya, seperti kucing dan lain sebagainya. Kadang kadang ia ikut bermain boneka pula, Di luar kehendakku sendiri, perasaanku terhadapnya jadi berubah. Tidak lagi aku merasa ngeri atau takut bergaul dengan dia..."
"Tetapi pada suatu hari, sekonyong-konyong sikapnya berubah. ia menatap diriku lama sekali dengan pandang bengis. Tentu saja, aku jadi ketakutan. Dan perasaan ngeri kembali lagi mencekam sanubariku. Aku lalu menangis dan ia menghela napas berulangkali. Kemudian berkata membujuk.
"Sudahlah, jangan menangis!"
"Tak berani aku menangis lebih lama, meskipun ingin rasanya menangis sampai mati. Aku takut membuatnya kesal. Jangan-jangan sikapnya yang telah menjadi lunak, bisa kembali bengis dengan tiba-tiba. Tetapi pada malam hari itu aku melihat dia menangis. Menangis seorang diri diluar pintu goa. Malam itu gelap pekat. sejak sore tadi guntur berdentuman diantara kejapan kilat, Dan beberapa saat kemudian turunlah hujan deras. ia tak memperdulikan semuanya itu. Tetap saja ia menangis sedih dalam keadaan basah-kuyup.
"Aku jadi tak sampai hati, Sekarang, akulah yang ganti membujuknya. Kataku.
"Masuklah, kau bisa masuk angin." "Namun ia tidak menggubris bujukanku, Aku jadi tertarik, kataku minta keterangan.
"Mengapa kau menangis?"
"Diluar dugaanku, mendadak ia menyahut dengan suara bengis luar biasa. Katanya.
"Besok adalah hari peringatan tahun keempatbelas matinya ayah-ibu, kakak dan kedua saudaraku. Dalam satu hari saja, keluargaku musnah oleh tangan jahat salah seorang keluargamu, karena itu, esok hari aku harus membunuh anggauta keluargamu lagi, Setidak-tidaknya seorang! Tapi rumahmu terjaga sangat kuat dan rapi, ayahmu mengundang beberapa tokoh pendekar vang berkepandaian tinggi. seperti Bok-siang tojin, Bok Jin Ceng dan Kang-lam hiap Ong Tiong Kun, Akan tetapi aku tidak takut, biarlah, kalau aku harus mati."
"Setelah berkata demikian, ia meninggalkan goa dalam hujan deras. Dan dua hari lamanya, ia tak muncul lagi, Dan entah apa sebabnya, aku jadi selalu teringat padanya. Diamdiam aku berharap, moga-moga ia pulang dengan selamat ..."
Giok Cu mengerlingkan matanya kepada Sin Houw, untuk mencari kesan.
ia ingin membaca keadaan hati Sin Houw terhadap ibunya.
Akan tetapi Sin Houw duduk dengan sangat tenang, perhatiannya tertarik kepada tutur kata ibunya.
Diamdiam ia bersyukur didalam hati.
***** DALAM PADA ITU, Shiu Shiu meneruskan ceritanya.
"Cuaca kian menjadi gelap. itulah petanghari yang ketiga, Dua tiga kali aku melongok ke mulut goa, yang kulihat hanyalah awan gunung yang datang bergulungan, Tapi tatkala aku melongok untuk yang kelima kalinya, nampaklah empat orang berlari-lari mendaki puncak gunung. Gesit gerakan mereka, seakan-akan empat sosok bayangan. Mereka saling kejar-mengejar.
"Aku menajamkan penghilatanku syukur, petang hari belum tiba benar-benar, Masih bisa mataku mengenal dua orang diantara mereka. Orang yang lari paling depan adalah dia, yang kedua dan ketiga berdandan sebagai pendeta. Mereka bersenjata tajam, sedang yang ke empat, ayahku dengan bersenjata Hok-mo thung yang terkenal sejak puluhan tahun yang lalu.
"Dengan membawa pedang hitamnya, ia melayani serangan mereka bertiga. Nampak olehku dengan tegas, bahwa ilmu kepandaian kedua orang pendeta itu sangat tinggi. Gesit cara mereka berdua menyerang, hampir saja senjata mereka berhasil menghantam sasaran. Aku terkejut sampai memekik diluar kehendakku sendiri. Aku mencemaskan keselamatan jiwanya. Tapi dengan pedang hitamnya, ia berhasil menangkis dan memunahkan serangan mereka. Bahkan pedangnya dapat menabas kedua senjata mereka dengan berbareng.
"Rupanya ayah mendengar suara pekik teriakku, ia menengadah. Dan melihat diriku, ayah melompat keluar gelanggang lalu lari mengarah ke goa hendak menghampiri aku.
"Melihat hal itu, dia jadi sibuk sekali. Terus saja dia meninggalkan ke dua lawannya. Kemudian mengejar ayah, Tentu saja kedua lawannya mengejar pula.
"Tak lama kemudian, mereka tiba didataran ketinggian yang berada di depan tebing seberang goa, Di dataran ini, dia berhasil mengejar ayah, Dan dengan serta merta ia menyerang ayah, Baru beberapa jurus, kedua pendeta itu datang pula, dan dia lantas terkepung rapat lagi seperti tadi.
"Ayah tak sudi sia-siakan kesempatan, cepat-cepat ia melompat mundur dan kembali lagi lari mengarah ke goa-ku, Aku jadi girang sekali. Teriakku.
"Ayah, cepat! cepat!"
"Seperti kalap, dia mendesak kedua lawannya, kemudian memburu ayah lagi, Dia berhasil mengejar dan menyerang ayah dengan tikaman-tikaman dahsyat. sebentar saja ayah terdesak, dan terancam bahaya.
"Shiu Shiu! Bagaimana keadaanmu?"
Teriak ayah.
"Aku selamat tak kurang suatu apa, ayah tak usah cemas l"
Sahutku.
"Akh, syukur!"
Ayah bergembira.
"Tunggu dulu, biar kubereskan dahulu bajingan ini!"
Setelah berkata demikian, ayah menyerang dengan penuh semangat. Dari pertempuran mati-matian terjadi sangat cepat.
"Lim Beng Cin!"
Seru salah seorang imam itu.
"Baik diriku maupun golongan kami dari Siauw-lim tidak mempunyai permusuhan apapun denganmu. Aku hanya mengharap agar kau mengerti, kami dari golongan Siauw-lim ikut campur semata-mata terdorong oleh rasa keadilan dan kemanusiaan. perbuatanmu benar-benar keterlaluan. Kami berjanji tidak akan membantu pihak manapun juga, asal kau sudi menyudahi permusuhanmu dengan keluarga Cio-liang pay. Sudahi-lah rasa balas dendammu pada hari ini."
"Tunggu dulu!"
Tiba-tiba Sin Houw memutus.
"lmam itu mengaku dari golongan Siauw-lim, tahukah subo nama imam itu?"
"Dikemudian hari aku mengetahui bahwa imam itu bernama Cie-kong taysu, dan imam yang satu lagi bernama Lie-cwee tojin dari Ngo-bi pay,"
Shiu Shiu memberikan penjelasan.
"Hemm ...! "
Sin Houw bersuara di hidung, namun Shiu Shiu yang tak mengetahui apa-apa telah meneruskan bercerita.
"Hmm... enak saja kau mengumbar mulutmu!"
Dampratnya dengan mengertak gigi.
"Apakah tak boleh aku melakukan balas dendam demi menenteramkan arwah ayah-bunda dan sekalian saudaraku yang terbunuh tanpa dosa apapun?"
"Kami mengerti. Tetapi kau sudah banyak membunuh demi memuaskan hatimu sendiri. Kukira, sudah lebih dari cukup !"
Sahut Cie-kong taysu.
"Sekarang - pandanglah kami! Kupinta agar kedua belah pihak menyudahi persoalan ini!"
Tetapi dia tidak menggubris.
Tiba tiba saja ia menyerang Cie-kong taysu.
Karena itu, pertempuran sengit terjadi lagi kian menghebat.
Masing-masing tak sudi mengalah.
Tetapi dua imam itu sangat gagah, apalagi dibantu oleh ayah.
Sebentar saja dia terancam bahaya, seluruh badannya telah mandi keringat, dia terdesak dan terdesak.
Tiba-tiba dia mundur dengan sempoyongan, hampir-hampir ia roboh terguling, justru pada saat itu, senjata Lie-cwee tojin menyambar dirinya.
Dengan mati-matian ia berhasil mengelakkan, tetapi tepat pada saat itu ia dipapaki oleh Cie-kong taysu.
Kembali lagi ia mengelak dengan memutar tubuhnya, dan pada detik itu, ia melihat kesan diwajahku.
Itulah penglihatan yang menentukan baginya.
Dikemudian hari ia memberi keterangan tentang keadaan dirinya pada saat itu.
sebenarnya ia sudah kehilangan tenaga, tulang-tulangnya, seakan-akan terlolosi, Tetapi begitu melihat kesan wajahku yang menaruh perhatian kepadanya, tiba-tiba terbangunlah semangat tempurnya.
Tenaganya serasa pulih kembali.
Dengan galak, ia memutar tubuhnya dan pedangnya berkelebatan mengancam maut! "Shiu Shiu, jangan takut! Pasti aku dapat menjungkalkan mereka.
Kau lihatlah!"
Serunya.
Entah bagaimana cara dia menggerakkan pedangnya, Tiba-tiba saja Lie-cwee tojin memekik menyeramkan.
Dia roboh bergulingan, ternyata kepalanya terbelah dan tepat didahinya tertancap sebatang Sin-coa piao, Keruan saja ayah dan Cie-kong taysu kaget bukan kepalang.
Dan pada detik itu, dia menyerang ayah.
Saat itu digunakan sebaik-baiknya oleh Cie-kong taysu, untuk menyerang dari belakang.
Tapi dengan gesit, dia dapat mengelakkan gempuran Cie-kong taysu, ia mendahului memutar tubuhnya, dengan melompat kesamping.
Cie-kong taysu yang agaknya sudah gentar karena gugurnya Lie-cwee tojin, mendadak lari meninggalkan gelanggang pertempuran untuk menyelamatkan diri.
Dan setelah Cie-kong taysu tidak ada lagi, ia menyerang ayah kembali.
Tatkala itu, wajah ayah pucat lesi seperti tiada berdarah.
Tak usah dikatakan lagi, bahwa ayah kaget dan ketakutan begitu melihat kedua rekannya menjadi pecundang.
Ayah membela diri dengan sembarangan saya.
Karena hatinya telah gentar, tak dapat lagi ayah memainkan tongkatnya dengan sempurna.
Melihat hal itu, aku berteriak
KANG ZUSI WEBSITE
http.//cerita-silat.co.cc/ *** (file google dokumen published by Saiful Bahri ...situbondo seletreng )*** teriak.
"Tahanl Tahan!"
Mendengar teriakanku, dia berhenti menyerang, dan aku berteriak lagi.
"Bawa dia kemari! Dialah ayahku!"
Dengan pandang bengis ia menatap ayah, katanya membentak.
"Kau pergilah! Aku ampuni dirimu."
Ayah tercengang, segera ia memutar tubuh hendak meninggalkan tempat itu, Aku girang bukan kepalang melihat ayah mendapat ampun, Tetapi sudah dua hari tiga malam aku tidak makan dan minum, tubuhku terasa lemah.
Karena kaget melihat pertempuran dahsyat dan digejolakkan pula oleh rasa girang mendadak aku roboh ditanah.
Melihat aku roboh, ia melompat ke dalam goa hendak menolongku.
Ayahpun ikut pula memburu, Dengan bengis ayah memandang padanya tatkala menolongku bangun.
Aku tidak pingsan, hanya kehilangan tenaga saja.
Karena itu, dapatlah aku melihat segalanya yang terjadi dengan jelas.
selagi ia menolong membangunkan diriku, tiba-tiba ayah mengayunkan tongkatnya menepuk punggungnya -tentu sekali, serangan gelap itu tak diduganya.
perhatiannya berada padaku, penuh-penuh.
Kaget aku berseru.
"Awas!"
Oleh peringatanku, ia kaget sekali, segera ia memutar tubuhnya dan meloncat kesamping.
Meskipun gerakannya gesit, namun tongkat ayahku masih saja menghajar punggungnya.
syukur, ia tadi bergerak.
sehingga serangan itu tidak mengenai dirinya penuh-penuh.
selagi memutar tubuhnya, ia berhasil merampas tongkat ayah dan dilemparkannya ke dalam jurang.
Kemudian ia lompat dan menyerang ayah dengan kedua tangannya.
Ayah gugup bukan main, ia tertegun dan menyesal karena serangannya gagal.
Tongkat andalannya terampas pula, itulah suatu peristiwa yang tak pernah terbayangkan.
Biasanya, jangan lagi menyerang dengan cara gelap sedangkan dengan berhadapan saja tak pernah ia gagal.
Tatkala menghadapi serangan balasan, sama sekali ayah tidak berusaha mengelak atau menangkis.
ia malahan berdiam diri dengan menutup kedua matanya menunggu maut.
Dengan mendadak saja, ia membatal kan serangannya.
Dia menoleh kepadaku, lalu menghela napas.
Kemudian ia memandang ayah dan berkata bengis.
"Nah, pergilah cepat. jangan tunggu sampai pikiranku berubah. Benar-benar aku tak akan memberimu ampun lagi !"
Tanpa berkata sepatah katapun juga ayah memutar tubuhnya dan lari secepat-cepatnya.
Ia mengawasi kepergian ayah, lalu menoleh kepadaku.
Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tiba-tiba saja ia melontakkan darah.
Darahnya menyembur ke bajuku.
Giok Cu memekik tertahan mendengar hal itu, Katanya setengah menggerendeng.
"Yaya benar-benar tak tahu malu! secara berhadapan ia tak berani melawan, tiba-tiba menyerang dari belakang, itulah bukan perbuatan seorang ksatria." (Ya-ya - engkong). Ibunya menghela napas, sahutnya.
"Sebenarnya, dia adalah musuh kita, Empat puluh empat anggauta keluarga kita mati dibunuhnya, Kalau sampai aku memberi peringatan, semata-mata oleh rasa kaget begitu melihat serangan gelap ayah, Mungkin inilah yang dinamakan takdir! Takdir yang meramalkan masa depan yang gelap. Karena peristiwa itu merupakan titik-tolak dan asal mula diriku dijauhkan dari ikatan keluarga."
Ia berhenti sebentar. Kemudian meneruskan ceritanya.
"Dengan sempoyongan ia masuk ke dalam goa. Mengambil ramuan obat dan diminumnya. Beberapa kali ia masih mengeluarkan darah. Aku kaget dan cemas, sehingga menangis diluar kehendakku sendiri. Dan mendengar tangisku, ia menjadi girang. Tanyanya.
"Jadi, kau menangis untukku?"
Oleh pertanyaan itu, tak dapat aku menjawab dengan segera. Aku jadi berbimbang-bimbang dalam keadaan duka cita, Katanya kemudian kepadaku.
"Sejak salah seorang pamanmu membinasakan seluruh keluargaku, aku hidup sebatang kara, Tiada seorang pun di dunia ini yang menaruh perhatian kepadaku, apalagi bersedih atau menangis meratapi nasibku. Akan tetapi pada hari ini, aku menyaksikan seseorang menangis untuk diriku, inilah suatu peristiwa yang b^urga tinggi bagiku. pada hari ini pula, aku telah membunuh empat puluh empat anggauta keluargamu. sebenarnya, masih kurang enam orang lagi yang harus kubunuh. Akan tetapi melihat air matamu, aku berjanji tidak akan membunuh lagi."
Aku tidak menjawab. itulah suatu penghargaan bagiku. Air mataku berharga enam jiwa. Pada saat itu, aku menangis. Hanya saja, tak tahu aku titik berat tangisku itu, Entah terdorong rasa syukur atau dukacita, Dan dalam pada itu ia berkata lagi.
"Akupun tidak akan mengganggu anggauta perempuan keluargamu, sejak hari ini, aku sudahi saja, Kau tunggulah sampai lukaku sembuh, dan aku akan mengantarkan kau pulang dengan tak kurang suatu apa."
Masih saja aku menangis.
Akan tetapi kini tahulah aku, membaca perasaanku sendiri.
Aku merasa lega hati, syukur dan berterima kasih.
Karena oleh air mataku, ia tidak akan melakukan pembunuhan dan mengganggu ipar-iparku.
Akupun ternyata tidak akan di ganggunya pula, Dan oleh rasa terima kasih, keesokan harinya aku bersedia menanak nasi baginya dan merawat lukanya.
Pada suatu hari, ia tak sadarkan diri selama satu hari, Tak tahu aku, apa yang harus aku lakukan.
Aku khawatir, ia akan kehilangan jiwanya.
Karena bingung, aku menangis dan sampai kedua mataku bendul, selagi menangis, sekonyongkonyong ia menyenakkan matanya , kemudian tertawa.
Katanya.
"Mengapa menangis ? Aku tidak akan mati."
Selang dua hari lagi, benar-benar dia pulih seperti sediakala.
Dia bisa bangun sendiri dan berjalan-jalan, pada malam harinya ia mengatakan kepadaku, bahwa akibat serangan ayah adalah hebat.
Andaikata tidak tertolong oleh ramuan obat dan ketabahan hatinya, pastilah dia akan mati.
Dan bila dia mati, akupun akan mati kelaparan pula, Sebab aku tak bisa keluar dari goa seorang diri, Sebaliknya, tiada seorangpun anggauta keluargaku yang berani menghampiri goa.
Aku percaya, ucapannya bukan suatu omong kosong belaka, Sekiranya ada salah seorang anggauta keluargaku yang berani menghampiri goa, pastilah hal itu sudah terjadi beberapa hari yang lalu.
Bukankah dia dalam keadaan luka parah? jangan lagi bertempur, sedang menggerakkan tangannya saja dia tak mampu, Diapun sadar akan hal itu.
Andaikata aku berniat jahat, itulah kesempatan yang sebaik-baiknya untuk membunuhnya.
"lbu,"
Kata Giok Cu menyelak bicara.
"Dia sangat baik terhadap ibu, maka ibupun wajib membalas budi baiknya."
Dan setelah berkata demikian, ia menoleh kepada Sin Houw, Pemuda itu bersikap dingin, sama sekali ia tidak menghiraukan pandang mata Giok Cu.
"Dari hari ke hari, kesehatannya semakin pulih."
Shiu Shiu meneruskan ceritanya.
"Selama itu, seringkali ia mengajakku berbicara tentang masa kanak-kanaknya. Dikatakannya kepadaku, betapa besar rasa kasih sayang ayah-bundanya. Kedua kakaknya dan kakak perempuannya pun kasih kepadanya pula, pernah pada suatu kali, ia sakit demam, dan ibunya tidak tidur barang sekejap mata selama tiga hari tiga malam. Akan tetapi pada suatu malam, datanglah malapetaka itu. Terharu aku mendengarkan tutur-katanya. ia kejam dan bengis, akan tetapi bila membicarakan keadaan keluarganya, mendadak saja sikapnya menjadi lemah lembut. itulah suatu tanda, bahwa budi pekertinya sebenarnya baik dan halus. ia memperlihatkan pakaian kanak kanaknya yang tersulam indah. Katanya itulah sulaman almarhum ibunya tatkala dia hampir mencapai umur satu tahun."
Berkata demikian, Shiu Shiu menarik sehelai pakaian kanak-kanak dari bawah tempat duduknya dan diletakkannya di atas meja.
Sin Houw memperhatikan sulaman pakaian kanak-kanak itu, sulaman seorang bayi montok yang telanjang bulat, wajahnya manis, pandangnya menyenangkan.
Rangkaian warna sulaman itu sendiri, indah pula.
Tiba-tiba ia jadi terharu sendiri.
Teringatlah dia kepada masa kanak-kanaknya.
iapun kini tidak ber-ayah-bunda lagi.
"Seperti beberapa hari yang lalu, ia bersenandung lagi untukku."
Shiu Shiu melanjutkan ceritanya.
"Diwaktu senggang, ia memotong dahan kayu dan mengukir bonekaboneka untukku. Katanya, aku adalah seorang bocah yang belum mengerti sesuatu ..."
Akhirnya sembuhlah dia, Akan tetapi meskipun sudah sehat seperti biasa, tiada nampak lagi ketegaran hatinya. Aku jadi heran. pada suatu hari, kutanyakan sebab-sebabnya. jawabannya mengherankan aku. Katanya, dia tidak sampai hati meninggalkan aku.
"Kalau begitu, biarlah aku berdiam terus disini menemani kau."
Kataku tanpa berpikir.
Mendengar perkataanku, dia girang bukan kepalang.
Larilah dia mendaki puncak.
ia memanjat pohon dan mendarat dengan berjumpalitan dan iapun menari-nari, Kemudian ia mendekati aku lagi dan memperlihatkan sehelai peta yang menunjukkan harta karun terpendam.
Katanya, itulah harta benda almarhum Ciu Kong Bie yang gagal melakukan perjuangan bangsa melawan pemerintah penjajah asing.
Harta itu disimpan pada suatu tempat yang dirahasiakan"
Mendengar tutur-kata Shiu Shiu, maka Sin Houw memanggut dan berkata di dalam hati.
"Jadi itulah peta harta yang terdapat didalam kitab warisan.pantas dulu Thio Kun Cu sampai hati menikam saudaranya sendiri ..."
"Peta harta karun itu ia memperolehnya secara kebetulan saja."
Shiu Shiu meneruskan ceritanya.
"Dia berjanji, setelah berhasil membongkar harta karun itu, akan segera datang meminang diriku. sekarang aku hendak di antarkan pulang."
Shiu Shiu berhenti sebentar. wajahnya tiba-tiba berubah. Tatkala melanjutkan ceritanya, suaranya sengit, Katanya.
"Tatkala tiba dirumah, semua anggauta keluarga meludah ketanah begitu melihat diriku, Aku jadi mendongkol dan juga membenci. Akupun sebal terhadap mereka. Mereka semua tidak mempunyai kesanggupan untuk melindungi keselamatan keluarganya, Tapi melihat diriku pulang kerumah dengan tubuh putih bersih, mereka bersikap merendahkan. Kenapa mereka dahulu bisa bersikap belas kasih kepada kedua iparku yang jelas sekali sudah terusak kesuciannya? Karena itu, aku jadi muak, Dan sejak hari itu, tak sudi lagi aku berbicara dengan mereka."
"lbu! sikapmu benar sekali!"
Kata Giok Cu.
"Bukankah begitu, Sin koko?"
Thio Sin Houw tidak menyahut. ia mendengarkan kelanjutan cerita Shiu Shiu.
"Tiga bulan lamanya, aku menunggu kedatangannya. Dan pada suatu malam aku mendengar suara senandung terpencil dari dinding-dinding gunung. itulah suara dan senandung yang kukenal. segera aku membuka jendela kamarku, Dan datanglah ia. Dan pertemuan itu membuat perasaanku aneh sekali. Rasa girang, bahagia, syukur dan lain sebagainya berada dalam diriku. Itulah suatu rumun perasaan yang belum pernah ku rasakan. Dan pada malam hari itu hiduplah kami sebagai suami isteri."
"Kemudian lahirlah kau, peristiwa itu terjadi oleh keinginanku sendiri. Jadi bukan karena aku kena diperkosa, itulah sebabnya, aku tak pernah menyesal. Maka tidaklah benar, apabila terbetik khabar, bahwa aku diperkosanya, selama itu, ayahmu memperlakukan diriku dengan baik sekali. Dia bersikap begitu hormat pula terhadapku, dan kami berdua saling menyinta..."
Sin Houw terharu mendengar tutur kata Shiu Shiu, selain berani, diapun jujur pula, itulah suatu kisah cinta-kasih yang berliku-liku akan tetapi mengasyikkan, Lalu ia bertanya.
"Dan pada waktu itu, apakah subo mendapat kisikan tentang harta karun yang terpendam?"
"Benar."
Sahut Shiu Shiu.
"Dia berkata, bahwa belum ada kesempatan untuk mencarinya, akan tetapi dia sudah mengetahui dimana tempat beradanya, segera kami berdua berunding untuk melarikan diri saja dari rumah. Tatkala pada pagi harinya aku berkemas-kemas, tiba-tiba pintu terketuk, Rupanya pembicaraan kami kena dicuri dengar orang. Cepatcepat aku sembunyikan surat mohon diriku kepada ayah, Lalu aku memegang lengannya. Hatiku kecul dan takut."
"Jangan takut l"
Katanya membujuk.
"Meskipun terkepung sepasukan tentara, kita akan dapat meloloskan diri, percayalah !"
Setelah berkata demikian, dengan gagah ia membuka pintu.
Dan di depan pintu, berdirilah tiga orang yang selamanya aku takuti dan aku hormati yakni ayah, Jie supeh dan Sam supeh.
Hanya saja, mereka tidak bersenjata sama sekali, bahkan mereka mengenakan pakaian tidur.
Wajah mereka ramah pula sehingga aku tertegun keheranan.
Kata ayah.
"Kami sudah mengetahui persoalan kalian. Rupanya sudah takdir, bahwa kalian sudah jodoh yang telah ditetapkan sebelum lahir. sebenarnya hal ini merupakan masalah yang sulit, Terus terang kukatakan, bahwa perhubungan kalian merupakan peristiwa terkutuk. Tetapi karena perjodohan kalian agaknya sudah ditakdirkan, maka biarlah kami menerimamu sebagai anggauta keluarga kami. Dengan begitu, selesailah sudah permusuhan yang kini terjadi. Kita sekarang tidak perlu lagi saling mengangkat senjata."
Mendengar perkataan ayah, dia berdiam sejenak menimbang-nimbang. Kemudian menyahut.
"Apakah kalian masih khawatir aku akan melakukan pembunuhan lagi? percayalah, aku sudah berjanji kepada Shiu Shiu, tidak akan membunuh atau mengganggu lagi salah seorang anggauta keluarga Cio-liang pay!"
"Bagus!"
Seru ayah dengan gembira - "Karena itu, tak dapat kau memper-isteri anakku dengan cara melarikan diri. Marilah kita berbicara secara baik baik, Lamarlah anakku, dan aku akan mengawinkan kalian berdua dengan suatu upacara yang layak."
Itulah suatu keputusan diluar dugaan.
Tadinya, kami mengira akan melalui kesulitan yang berlarut-larut, Tak mengherankan, ia jadi girang bukan kepalang.
Memang, sebenarnya tiada maksudnya hendak mengawini diriku dengan paksa.
Doa restu orang tua dengan segenap keluarga, adalah jalan lurus paling baik, Tetapi ...
akh! Ternyata ia kena jebak ayahku! "Apa?"
Sin Houw sampai berseru di luar kehendaknya sendiri.
"Jadi ayahmu sedang melakukan tipu muslihat?"
Shiu Shiu manggut dengan lesu dan melanjutkan ceritanya. Katanya.
"Ayah memberi kamar samping kepadanya, Dan secara itu, persiapan upacara pernikahan mulai dilakukan. Tetapi dia seorang yang hati-hati, cermat, dan berwaspada. Tak sudi ia menerima minuman atau makanan pemberian ayah, semuanya diperiksa dulu dan diberikan kepada anjing atau kucing sebagai percobaan, walaupun demikian, masih ia tak pernah menyentuhnya. Untuk makan minumnya, ia membelinya sendiri, di kedai makanan."
Pada suatu malam, ibu datang dengan membawa sepiring bubur kepadaku.
Berkatalah ibu kepadaku, bahwa bubur itu sengaja dimasaknya sendiri untuk calon menantunya, sudah barang tentu aku sangat bersyukur melihat sikap ibu yang sudah bersedia menerimanya sebagai menantu penuh.
Tanpa curiga, aku membawa sepiring bubur itu kepadanya.
Dia bergembira melihat aku mengantarkan sendiri barang makanan itu.
ia mengira, akulah yang memasaknya sendiri.
Karena itu, tanpa curiga dan tanpa diperiksanya lagi, ia terus menghirupnya.
Tetapi sekonyong-konyong wajahnya berubah menjadi pucat, segera ia bangkit dan berseru.
"Mengapa kau sampai hati kepadaku?"
Aku kaget sampai pucat pula, Sahutku dengan suara menggeletar.
"Aku kenapa?"
"Mengapa kau meracuni aku?"
Teriaknya.
"Racun?"
Aku berteriak pula dengan suara tertahan. Shiu Shiu berhenti sejenak. Napasnya memburu, dan ruangan itu mendadak saja terasa menjadi tegang dan sunyi. Tiba-tiba terdengarlah suara berisik. Ceng it berlima muncul dari balik gerombol pohon. Teriaknya.
"Eh, Shiu Shiu! Kau tak malu menceritakan riwayatmu sendiri yang kotor dan busuk itu?"
Wajah Shiu Shiu yang bernasib malang itu menjadi pucat dan kemudian berubah menjadi merah padam, sahutnya dengan suara tersendat-sendat.
"Sembilan belas tahun sudah aku tidak sudi berbicara dengan kalian. akupun tak pernah berkata sepatah kata sampai aku mati, Kenapa aku takut menghadapi semuanya ini? Anakku, Sin Houw! Kau takut atau tidak, menghadapi mereka?"
Thio Sin Houw hendak membuka mulutnya, tetapi Giok Cu telah mendahu-luinya, Kata gadis itu.
"Sin-koko tak kenal takut terhadap siapapun!"
"Bagus."
Shiu Shiu berlega hati.
"Kalau begitu, tak perlu aku menghiraukan mereka. Biarlah kulanjutkan ceritaku."
Hebat kata-kata Shiu Shiu, Tadi dia nampak sangat lemah seperti orang berpenyakitan. Dan kini dengan tiba-tiba ia bersikap gagah dan galak. suaranya tegas dan sengaja di besarkan, Dengan nyaring ia meneruskan ceritanya.
"Aku lalu menangis, tak tahu aku apa yang harus kulakukan. Dengan sesungguhnya aku tak mengerti bahwa bubur itu beracun. siapakah yang menaruh curiga terhadap ibu kandung sendiri? Hatiku susah bukan main, karena ia menuduhku meracuni. selagi demikian, kulihat pintu kamar terbuka, dan beberapa orang bersenjata lengkap menyerbu masuk. Yang berada didepan adalah lima pamanmu itu. Pada tangan mereka masing masing memegang senjata andalan mereka - garang sikapnya, seakan-akan pahlawan tanpa tandingan. sebaliknya ayah, berdiri diluar pintu, Dia memanggilku agar keluar, dan tahulah aku, begitu aku keluar kamar, dia akan di serang berantai-ramai. Maka aku menjawab seruan ayah.
"Tidak! Aku tidak akan keluar kamar! Kalau ayah hendak membunuh dia, bunuhlah aku dahulu!"
"Tatkala itu, Beng Cin duduk di kursi dengan wajah bersungut, ia mengira aku bersekutu dengan ayah semua. Hatinya susah dan tiada niatnya hendak melawan. Tetapi begitu mendengar jawabanku, dengan mendadak ia melompat bangun, Tanyanya kepada dengan suara sabar.
"Jadi, kau tidak mengetahui kalau bubur itu beracun?"
Aku tak menjawab dengan segera, piring bubur lalu kusambar dan sisa bubumya kuhirup sebagian. Kataku meyakinkan.
"Sekiranya bubur ini mengandung racun, biarlah kita mati bersama-sama!"
Aku hendak menghirup sisanya sampai habis, akan tetapi ia menyampok mangkok itu sehingga hancur berantakan di lantai. Kemudian ia tertawa sambil berkata.
"Bagus, Mari kita mati bersama."
Dan setelah berkata demikian terhadapku , ia berpaling kepada mereka, Katanya.
Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Hmm, kalian menggunakan cara yang rendah sekali dan kotor. Apakah kalian tidak malu?"
"Susiok Kuncu yang berangasan meledak.
"Siapa yang meracunmu? Kalau kau mempunyai kepandaian, hayo keluar! Kita mengadu ilmu!"
"Baik."
Sahutnya.
"Dan ia membimbingku keluar kamar. Di ruangan latihan ternyata sudah dibangun sebuah panggung yang semula dikatakan sebagai panggung tempat pertemuan mempelai. Dan diatas panggung, sekalian paman dan mereka berlima berdiri berjajar siap bertempur, Namun ia bersikap acuh tak acuh, sama sekali ia tak menghiraukan jumlah mereka yang banyak."
"Memang benar perkataan susiok Kun Cu, bahwa bubur tidak beracun. Tetapi dikemudian hari tahulah aku, bahwa bubur itu mengandung ramuan obat pulas serta pelarut tenaga. Barang siapa menelan ramuan obat itu, akan terkuras habis tenaganya sedikit demi sedikit. Kemudian akan tertidur pulas dan baru tersadar setelah melampaui empat puluh delapan jam lamanya. Dengan demikian, mereka bermaksud merobohkan Beng Cin dengan berlagak melalui pertempuran. Mula-mula aku heran, kenapa mereka memilih cara demikian. Tetapi segera aku mengetahui alasannya, ternyata didalam gedung itu hadir pula beberapa tokoh pendekar dari Siao-lim, Ngo-bi dan lain sebagainya. Di hadapan para pendekar itulah, mereka hendak menjual lagak secara ksatria. Apabila Beng Cin roboh akibat obat tidur, mereka akan segera menyiksanya."
Sampai disini, wajah Shiu Shiu berobah merah padam, perkataannya sengit mengandung luapan rasa marah yang sudah lama terpendam dan kini mempunyai kesempatan untuk dilampiaskan Tatkala ia hendak meneruskan ceritanya, Ceng Go berteriak kepada Sin Houw.
"Hey, saudara Sin Houw! Apakah kau berani melayani ilmu sakti gabungan kami yang bernama Ngo-heng tin, atau tidak?"
Dua hari yang lalu, Sin Houw bersikap segan terhadap mereka. Karena mereka adalah pamannya Giok Cu. Akan tetapi setelah mendengar cerita Shiu Shiu, lenyaplah rasa hormatnya, ia kini mendongkol dan muak terhadap mereka, maka dengan sengit ia menyahut.
"Hmm, kamu hanya berlima saja, walaupun aku kalian kepung sepuluh orang, tidaklah aku mundur selangkah pun ..."
Tepat pada saat itu, melesatlah sesosok bayangan memasuki serambi sambil berseru nyaring.
"Anak tak tahu adat! Enyahlah kau dari sini !"
Dalam selintasan, Sin Houw melihat perawakan tubuh bayangan itu yang tinggi dan kekar.
Rambutnya dibiarkan lepas tak beraturan dan terlilit gelang tembaga yang berkilauan.
pakaian yang dikenakannya terbuat dari kulit Kasee.
Kesan dirinya mirip dengan seorang pendeta tauw-to, tetapi sebenarnya dialah seorang bandit besar yang berkeliaran disekitar Ho-lam.
Namanya Teng Teng, ia baru saja datang untuk mengunjungi keluarga Cio-liang pay hendak mengajak untuk bekerja sama.
Ketika mengetahui keluarga itu sedang dipermainkan oleh seorang anak muda, ia jadi panas hati dan penasaran.
sekarang ia akan memamerkan kemampuannya menghajar anak muda itu.
Begitu mendarat dilantai, terus saja tangannya menyambar.
Thio Sin Houw melihat datangnya serangan mendadak.
Gesit ia mengelak, dan dengan sebat ia menerkam rambut gondrong pendeta itu, Kemudian ia bergerak memutar, sehingga tubuh pendeta itu terputar pula seperti sintir.
Tiba tiba terkamannya di lepaskan, dan Teng Teng terlempar tinggi.
Tak ampun lagi, dia terbanting jungkir balik menelungkup di gerombol pohon-pohon yang berduri, seketika itu juga, seluruh muka dan tubuhnya babak belur terkena duriduri yang tajam ia terkaing-kaing seperti seekor anjing kena pentung.
Sama sekali tak terbayangkan, bahwa dia bakal babak belur hanya dalam segebrakan saja! Menyaksikan kejadian itu, Giok Cu tertawa merendahkan.
Tanpa menghiraukan apa yang telah terjadi, ia lantas minta ibunya meneruskan bercerita.
"Pada malam hari itu, mereka berlima mengepung Beng Cin dengan ilmu gabungan Ngo-heng tin, ilmu sakti itu belum pernah terkalahkan oleh siapapun juga. Tetapi sebenarnya, dia sanggup melayani. Hanya sayang, ia sudah mereguk obat bius pelarut tenaga. Makin lama gerakannya makin kendor. Nampak sekali kelelahannya, sulitlah ia untuk meneruskan perlawanannya lagi. Bahkan untuk bisa lolos saja tiada harapan lagi ..."
"Shiu Shiu!"
Bentak Ceng Go.
"Apakah kau hendak membuka rahasia ilmu sakti keluarga kita kepada anak itu?"
Shiu Shiu tidak menghiraukan bentakan Ceng Go. Dengan menatap wajah Sin Houw, ia meneruskan.
"Jelaslah, bahwa ia ingin merobohkan salah seorang musuhnya, agar dapat memecahkan ilmu gabungan itu. Akan tetapi kecuali tenaganya nyaris habis, ilmu gabungan itu adalah suatu persenyawaan, Masing-masing mempunyai kerja-sama yang rapi dan saling berhubungan dan saling melindungi. Demikianlah, akhirnya dia hampir roboh kecapaian, Tubuhnya sempoyongan semakin hebat, Dan aku berteriak nyaring.
"Jangan pikirkan aku! Pergilah! cepat pergi! selama hidupku, tak akan kulupakan dirimu, selamatkan dirimu dahulu!"
Hebat suara Shiu Shiu tatkala menirukan pekik teriaknya dahulu. Giok Cu sampai bergidik, sebab pekik teriak ibunya mirip jeritan berbareng ratapan yang menyayat hati. seperti orang membangunkan seseorang yang tidur pulas, ia lalu berteriak.
"lbu!"
Sin Houw kaget juga, Bulu kuduknya meremang, Dengan hati cemas ia memandang wajah Shiu Shiu, pandang mata Shiu Shiu nampak kabur dan kuyu, napasnya memburu.
Tahulah dia, bahwa hati Shiu Shiu penuh duka, benci, mendongkol dan penasaran.
ia lantas tergugu beberapa saat lamanya.
"Subo, sudahlah. Esok malam bisa disambung lagi, sekarang beristirahatlah dahulu, aku sendiri hendak menyelesaikan urusanku. Tapi esok malam aku berjanji akan datang lagi, untuk mendengarkan sambungan ceritanya."
Katanya.
"Tidak! Tidak!"
Seru Chiu Shiu seperti tersadar. ia menyambar lengan baju Sin Houw dan ditariknya. Katanya.
"Sembilanbelas tahun lebih aku membisu, sekarang aku mempunyai kesempatan untuk melontakkan semua isi hatiku. Anakku, Sin Houw. Kau dengarkan dahulu ceritaku sampai selesai..."
Suara itu mengandung suatu permohonan, maka terpaksa Sin Houw memanggut seraya berkata.
"Baiklah, Akan kudengarkan sampai selesai."
Lega hati Shiu shiu, perlahan lahan ia melepaskan cekalannya. Namun ujung jarinya masih menjepit lengan baju Sin Houw. Katanya meneruskan.
"Mereka sebenarnya menghendaki jiwanya. Tapi kecuali itu, yang terlebih penting lagi adalah harta karun! Harta karun itulah yang mereka kehendaki dan Beng cin sudah dapat menduga jauh-jauh sebelumnya. Kini dia sudah mempersiapkan diri.
"Demikianlah, akhirnya ia terluka dan ia roboh terkulai. Tapi di dalam keadaan setengah sadar itu, masih sempat ia mengeluh.
"Akh, petaku! Dan setelah itu, ia tak ingat sesuatu lagi.."
"Hey, bangun dahulu!"
Teriak susiok Kun Cu.
"Kau tunjukkan dulu dimana harta karun itu!"
"Susiok Kun Cu berteriak demikian sambil melompat memasuki panggung, jari tangannya menusuk tubuh Beng Cin dibagian tertentu. Dan akibat tusukan jari itu, Beng Cin jadi tersadar sebentar, sahutnya.
"Oh, rupanya kau juga menghendaki harta itu? Peta tak ada padaku. siapa yang berani, ikutlah aku ,,."
Dan setelah berkata demikian, kali ini dia benar-benar roboh tak sadarkan diri lagi.
"Mereka semua jadi gempar mendengar jawaban Beng Cin. Juga mereka semua yang ikut menyaksikan perkelahian. Bila Beng Cin disadarkan, hebat akibatnya. Betapa tidak? Kalau obat bius itu punah, mereka semua bukan tandingannya. sebaliknya, apabila dibunuhnya, peta harta karun itu akan lenyap untuk selama-lamanya.
"Mereka lalu sibuk berunding, dan akhirnya ayah mengusulkan suatu penyelesaian yang bagus sekali. Ya, bagus sekali! Lim Beng Cin hendak digeledahnya dahulu, Apabila peta itu ternyata tidak ada padanya, urat-urat kaki dan tangannya hendak diputuskan. Kemudian baru dibebaskan. Dua hari lagi, meskipun obat bius telah lenyap dari tubuhnya, Beng Cin sudah menjadi orang cacad. semua ilmu saktinya lenyap. Bukankah bagus sekali usul itu? "Mereka kemudian melaksanakan pekerjaan itu, dan aku lalu roboh tertidur karena juga terkena pengaruh obat bius itu.
"Entah berapa lama aku tertidur, setelah menyenakkan mata, dihadapanku terjadi banjir darah. Banyak kulihat mayatmayat bergelimpangan. Beng Cin tidak nampak lagi diatas panggung. Hatiku jadi berharap-harap cemas. Apakah dia berhasil melarikan diri setelah membunuh lawan-lawannya? Tetapimasih sempat aku menyaksikan, tatkala mereka berlima memutuskan urat-urat kaki dan tangannya. Aku jadi kebingungan. Tak ada yang bisa memberitahukan kepadaku. Gedung nampak sunyi senyap. Syukur, bubur yang kumakan tidak begitu banyak, sehingga aku kehilangan kesadaranku hanya selama waktu dua tiga jam saja. Akupun telah dapat berdiri dengan tegak. Dan segera aku mengadakan pemeriksaan. Mayat-mayat itu ternyata bukanlah mayat-mayat keluarga Cio-liang pay, tetapi mayat-mayat tetamunya yang tadi menyaksikan pertandingan Apa yang telah terjadi? "Tiba-tiba aku mendengar suara mengerang. segera aku menghampiri dan kulihat seorang tamu yang tertusuk kedua matanya. Tak usah kukatakan lagi, bahwa bakal buta dikemudian hari, meskipun jiwanya selamat. Segera aku menolongnya. Tatkala kena raba tanganku, dia bertanyakan siapa diriku. Mendadak saja dia berkata dengan berani.
"Apakah kau calon mempelai?"
"Benar."
Sahutku, Ternyata dia seorang pendekar yang tahan sakit. Tanpa memperdulikan keadaan dirinya, dia berkata.
"Syukurlah kau telah tersadar sekarang, sudikah kau membawaku keluar dari gedung ini? Aku bernama Wong San Cong, berasal dari Kam-leng, Aku bukan teman maupun musuh musuh keluargamu, Kedatanganku ke sini sematamata memenuhi undangan ayahmu. Katanya, ayahmu hendak mengawinkan dirimu dengan bekas musuhnya. Maka aku datang bersama pendekar Thio Kim San, dari Bu-tong pay."
Mendengar Shiu Shiu menyebut nama Thio Kim San, hati Sin Houw terperanjat seperti mendengar petir di siang hari, itulah nama ayahnya, Hampir saja ia membuka mulutnya. Sukur Shiu Shiu telah mendahului meneruskan ceritanya.
"Dari mulutnya, aku mengetahui bahwa Beng Cin berhasil dilarikan, Tatkala pendekar Thio Kim San dan Wong San Cong tiba, mereka masih sempat menyaksikan Beng Cin sedang disiksa, itulah perlakuan yang sewenang-wenang dan sebagai pendekar yang berbudi luhur, mereka tak dapat membiarkan tindakan itu terjadi dihadapan mereka. serentak mereka bergerak hendak melakukan pertolongan. Dan tepat pada saat itu, terjadilah suatu peristiwa perebutan peta yang terdapat pada tubuh Beng Cin, mereka saling bertengkar dan akhirnya saling bunuh-membunuh.
"Kesempatan itu dipergunakan sebaik-baiknya oleh pendekar Thio Kim San, Dengan pertolongan Wong San Cong, ia memanggul tubuh Beng Cin dan dibawanya pergi. Tetapi tidak semua yang hadir kalap oleh peta harta karun itu, itulah keluarga kami bagian wanita. Mereka berteriak-teriak menyerukan tanda bahaya, dan pendekar Thio Kim San lalu dikepung. syukur masih ada Wong San Cong yang melindungi. selain itu kebanyakan diantara tamu terpancing pada peta harta karun itu. Dengan demikian, kepergian pendekar Thio Kim San tidak mengalami rintangan terlalu sulit. Tetapi walaupun demikian, kedua matanya Wong San Cong kena tusuk senjata ayah, Dia masih bisa membalas dengan menghamburkan senjata bidiknya. Ayah bisa menyelamatkan diri, namun tak urung sebatang senjata bidik itu dapat mengenai paru-parunya juga, Ayah tidak mati, tetapi bidikan itulah yang kelak membawa mautnya beberapa tahun kemudian.
"Dalam pada itu hawa pembunuhan masih bergolak. susiok Kun Cu berhasil mempertahankan diri, Tapi ia terkejut, ketika mengetahui Beng Cin lenyap ! tepat pada saat itu, ayah roboh terkulai pula sambil menuding keluar, Dengan serentak paman Kun Cu melesat keluar mengejar pendekar Thio Kim San. Karena dialah yang membawa kabur Beng Cin, Maka sisa para tamu ikut mengejar pula, Tetapi bukannya mengejar pendekar Thio Kim San, melainkan semata-mata untuk mencoba merebut peta.
"Entah bagaimana akhirnya, akan tetapi dikemudian hari kudengar tutur kata mengenai pengejaran itu, Karena memanggul orang, gerakan pendekar Thio Kim San terhalang, Merasa diri bakal terkejar, ia menyembunyikan Beng Sin dibalik gerombol belukar yang berada ditepi tebing, kemudian ia mengadakan perlawanan dan pembelaan diri.
"Tetapi beberapa saat kemudian, corak dan tujuan pertempuran jadi berobah tak keruan. itulah disebabkan pengaruh peta harta karun. Kembali mereka saling berebut dan saling bunuh dan pendekar Thio Kim San mempunyai kesempatan untuk meninggalkan gelanggang. Agar Beng Cin selamat, sengaja ia membuat penyesatan, ia lari kearah yang bertentangan. Dan semenjak hari itu, ia tiada kabar beritanya lagi..."
"Hey! Mengapa kau mengoceh tak keruan? Awas ...!"
Ceng Go memutus dengan berteriak nyaring.
"Hmm, apakah kalian kira aku takut mati? Kalian boleh membunuhku. Bukankah kalian juga yang membunuh tamutamu undangan dengan cara keji!"
Damprat Shiu Shiu dengan pandang menyala.
"Keji bagaimana?"
"Kau pancing mereka memasuki tanah jebakan, kemudian kalian habisi jiwa mereka. Bukankah begitu?"
"Ngaco! Thio Kim San yang membunuh mereka!"
Teriak Ceng Go dan Ceng Sam dengan berbareng.
"Hmm!"
Dengus Shiu Shiu.
"Apakah kalian sangka tak ada seorangpun yang menyaksikan peristiwa itu?"
"Siapakah orang itu? siapa?"
"Aku sendiri. Tatkala membimbing pendekar Wong San Cong keluar dari dusun !"
Sahut Shiu Shiu dengan tegas.
Thio Sin Houw tertegun mendengar perkataan itu.
samarsamar ia seperti memperoleh penjelasan dan latar belakang sebab-sebabnya ayahnya dimusuhi para pendekar dari berbagai penjuru.
Rupanya ayahnya disangkut pautkan dengan peristiwa Gin-coa Long-kun dan masalah pembunuhan para pendekar undangan yang sebenarnya dilakukan oleh keluarga Cio-liang pay.
Hanya bagaimana cara keluarga Cio-liang pay menjebak dan membunuh mereka, belum jelas.
"Anakku, Sin Houw!"
Kata Shiu Shiu.
"Peta yang berada ditangan paman Kun Cu sebenarnya adalah peta yang palsu. inilah yang kukatakan tadi, bahwa jauh sebelumnya Beng Cin telah membuat persiapan yntuk mengakali mereka. Berbulanbulan lamanya mereka menggali sana-sini, uang ratusan ribu telah mereka keluarkan sebagai beaya pencarian harta karun itu, tetapi sebiji kerikil emaspun tak mereka peroleh . Ha-ha ...! Benar-benar memuaskan sekali. Dan setidak-tidaknya bisa menghibur hatiku..."
Ceng It berlima menggeram mendengar ejekan Shiu Shiu, Menuruti hati ingin mereka menerjang dengan serentak akan tetapi mereka takut terhadap Sin Houw, Maka akhirnya mereka hanya mengumpat kalang-kabut.
Shiu Shiu sendiri tidak menggubris, setelah tertegun sejenak, ia meneruskan lagi.
"Dia telah disiksa, Urat-urat kaki dan tangannya telah diputuskan. Walaupun pendekar Thio Kim San telah berhasil menyelamatkan jiwanya, pastilah ia menjadi laki-laki yang tidak berguna lagi, Aku tahu, hatinya keras dan angkuh, sekarang aku mendengar berita dari kau, bahwa kau telah merawat tulang-tulangnya, Artinya, dia benar-benar selamat pada waktu itu, Untuk muncul kembali, pastilah dia tak berdaya lagi. Kemudian mati oleh rasa hati dendam dan mendongkol."
Thio Sin Houw tak bergerak dari tempatnya, seakan-akan tersihir, otaknya yang cerdas sibuk merangkai-rangkai peristiwa itu, sekarang, latar belakang sebab~sebab terjadinya pengejaran terhadap ayahnya, seakan-akan lebih jelas lagi, itulah mengenai peristiwa pembunuhan dan peta.
Ayahnya dahulu pernah menyebut-nyebut jembatan penyeberangan di atas gunung Bu-tong san.
Apakah maksudnya bukan mengenai peta harta karun itu? Terjadinya pengejaran terhadap ayahnya, terang sekali suatu fitnah, sebab ayahnya sama sekali tidak melakukan pembunuhan.
juga tidak ikut serta merebut peta harta karun.
Demikianlah kalau menurut cerita Shiu Shiu.
Dan rupanya, setelah mengetahui peta itu palsu, rasa mendongkol dan penasaran mereka ditimpahkan kepada ayahnya.
Maka telah terjadi pengejaran itu, Alangkah jahat dan kejinya fitnah itu! Dengan mata menyala, ia lantas mengalihkan pandang kepada Ceng It berlima.
Dari luar halaman, Ceng It menantang.
"Hey, anak muda! Kau tadi mendengar ilmu gabungan Ngo-heng tin, itulah ilmu sakti kebanggaan keluarga kami. Bagaimana? Apakah kau berani mencobanya ...? Kalau berani, hayo keluarI"
Panas hati Shiu Shiu mendengar tantangan itu, akan tetapi ia sadar ilmu gabungan itu memang hebat. Bahkan terlalu hebat bagi Sin Houw, Maka dengan menahan diri, ia berkata kepada Sin Houw.
"Kau pulanglah! jangan layani mereka."
Sin Houw tahu maksud ibunya Giok Cu, Memang, untuk mencoba-coba ilmu gabungan Ngo-heng tin, bukanlah mudah, tetapi kalau hanya berlawanan seorang demi seorang dari mereka, ia sanggup mengalahkan.
Almarhum Lim Beng Cin sendiri sulit memecahkan rahasia ilmu sakti itu.
Terhadap dirinya, Ceng It berlima sudah bersikap memusuhi.
Kuat dugaan mereka, bahwa diri mempunyai hubungan dengan almarhum Lim Beng Cin, Karena almarhum adalah musuh besar mereka, maka dirinyapun dianggap demikian pula.
Mereka berlima adalah manusia manusia kejam, Dan tidak akan segan-segan menggunakan segala macam tipu daya.
Kemungkinan sekali , dia akan mengalami malapetaka, apabila tidak berhati-hati.
itulah sebabnya dia berbimbang hati.
"Hm! Jadi kau tidak berani, bukan ?"
Ejek Ceng Go.
"Kalau begitu, kau berlututlah dihadapan kami tiga kali! Dan kami akan mengijinkan kau pergi dengan selamat."
Itulah suatu ejekan yang menyakitkan hati, sebelum Sin Houw menyahut, berkatalah Ceng Sam menyambung perkataan saudaranya.
"Kau akan ijinkan dia pergi dengan selamat? Kukira, meskipun sekarang dia sudi berlutut, sudah kasep!"
Setelah berkata demikian, ia membentak kepada Sin Houw dengan suara nyaring.
"Anak muda, malam ini kau harus mencoba-coba kepandaian kami berlima!"
Panas hati Sin Houw mendengar kata kata mereka berdua, Tak sudi ia kalah gertak, maka menyahutlah ia dengan nyaring pula.
"Kudengar ilmu gabungan Ngo-heng tin ciptaan keluarga Cio-liang pay, hebat sekali dan tak terkalahkan. Tetapi, sebenarnya aku ingin mencobanya. sayang saat ini aku letih sekali, sudikah kalian mengijinkan diriku beristirahat selama satu jam saja?"
Thio Sin Houw mengganti sebutan paman dengan istilah kalian, Artinya, ia memandang mereka sebagai musuhnya pula, sebaliknya, mereka tak menghiraukan sama sekali.
Memang Sin Houw sudah dipandang sebagai musuh yang harus di binasakan.
Jawab Ceng Go dengan nada mengejek.
"Baik, satu jam! Tetapi meskipun kau beristirahat sampai delapan hari, mustahil dapat lolos dari ilmu gabungan kami ! "
"Hey, nanti dulu!"
Seru Ceng Sam. Jangan-jangan binatang ini sedang merencanakan suatu muslihat, Mari kita bereskan sekarang saja!"
Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Jangan!"
Cegah Ceng lt.
"Kakakmu telah mengabulkan permintaannya. Biarlah dia hidup satu jam lebih lama, Hanya saja, kita harus menjaganya, jangan sampai dia kabur!"
"Kalau begitu, perintahkan dia beristirahat didalam ruangan latihan!"
Ceng Sie memberi saran.
"Disana kita mengurungnya."
"Baik."
Sahut Sin Houw, Kemudian ia bangun dari tempat duduknya.
Shiu Shiu berdua Giok Cu menjadi bingung, ingin mereka mencegah, akan tetapi sama sekali tak berdaya.
Ternyata diruang tempat latihan itu terdapat beberapa orang bersenjata lengkap, Diantara mereka, Sin Houw mengenal tiga orang, itulah si Tangan besi Wong Bun Cit, bersama Kie Song Sie dan Su Eng Nio.
Melihat Sin Houw, Wong Bun Cit berkata.
"Saudara yang baik, Kami mendengar kau diberi kesempatan beristirahat selama satu jam. Kau gunakanlah sebaik-baiknya, apabila lilin-lilin itu padam, itulah tanda waktu istirahatmu sudah habis."
Sin Houw tidak menjawab. ia hanya memanggut. Setelah mengambil tempat duduk Sin Houw menebarkan penglihatannya kepada Ceng It berlima yang ikut duduk dengan sikap mengurung, pada penjuru tertentu yang telah mereka perhitungkan pikirnya didalam hati.
"Memang sulit untuk memecahkan barisan mereka."
Kemudian iapun teringat bahwa Gin coa Long-kun yang berkepandaian sangat tinggi, masih tak sanggup memecahkan.rahasia ilmu Ngo-heng tin, Namun tiba-tiba iapun teringat pada beberapa halaman terakhir buku warisan ilmu sakti Gin-coa long-kun.
Mungkinkah itu sengaja dipersiapkan untuk melayani dan menghadapi serangan musuh yang tiba dari berbagai penjuru? "Syukurlah aku telah menemukan kitab itu dan dapat memahami isinya,.."
Pikirnya lagi.
Memperoleh pikiran itu, Sin Houw jadi tenang hatinya.
Kedua matanya yang terpejam menyenak dan menyinarkan cahaya berkilat, wajahnya nampak terang.
Selama itu Giok Cu terus memperhatikan keadaan Sin Houw.
ia ikut berlega hati ketika melihat wajah pemuda itu terang-benderang.
Dan Thio Sin Houw yang telah memperoleh ketetapan hati, segera bangkit dari kursinya dan berkata memutuskan.
"Cukup! Aku sudah cukup beristirahat silahkan kalian mulai!" ***** ITULAH KEPUTUSAN yang mengejutkan - karena lebih cepat dari waktu yang telah ditentukan. Akan tetapi Ceng It bersikap acuh tak acuh, Mereka segera memerintahkan anak buahnya untuk menukar lilin-lilin yang baru, Kursi-kursi pun segera disingkirkan. Kata Sin Houw.
"Marilah kita tentukan dahulu mengenai syarat-syarat menang dan kalahnya."
"Hmm, Kalau kau menang, bawalah emas yang kau kehendaki. sebaliknya kalau kau kalah, tak usah dibicarakan lagi!"
Sahut Ceng It.
"Kalau begitu, bawalah emas itu ke sini, bila aku menang segera akan ku bawa pulang."
"Hey, Giok Cu!"
Kata Ceng It dengan membusungkan dada.
"Bawalah kantong emas itu ke sini."
Didalam hati Giok Cu menyesali diri sendiri.
Kalau tahu bakal begini jadinya, pastilah dia akan mengembalikan kantong emas itu ketika Sin Houw datang meminta, sekarang pemuda itu di paksa mempertaruhkan jiwanya, itulah suatu hal yang tidak dikehendaki.
sekarang tak dapat ia berbuat lain kecuali patuh kepada perintah pamannya.
Maka dengan lesu ia mengambil kantong emas yang disimpannya, Kemudian di tempatkan diatas lantai, setelah itu, Ceng It berlima segera berseru.
"Mari kita mulai!"
Merekapun dengan serentak menghunus senjata masingmasing, Sin Houw segera bersiaga pula, Akan tetapi tatkala hendak bergerak, tiba-tiba terdengarlah suara tertawa yang disusul dengan kata-kata nyaring.
"Saudara Thio Ceng It! Aku Go Eng Cay datang berkunjung untuk mengunjuk hormati"
Belasan orang segera memasuki tempat berlatih saling susul.
Perawakannya tidak rata, ada yang tinggi besar, pendek , gemuk dan kurus.
Dan yang berjalan didepan adalah Go Eng Cay, pangcu atau ketua dari persekutuan Liong-yu pang.
Ceng It menyambut kedatangan Go Eng Cay dan mempersilahkan duduk.
Bertanya minta keterangan.
"Go hengtiang, sahabatku, Tengah malam buta kau mengunjungi pondok kami. sebenarnya apakah maksud kalian? Ha, kulihat pula rekan Buyung Hok datang pula, benarbenar suatu kehormatan besar bagi kami."
Setelah berkata demikian, Ceng It membungkuk hormat kepada seorang tetamu yang berada dibelakang Eng Cay, Orang itu pesolek, usianya kurang lebih empat puluh tahun.
Pakaiannya rapih, sehingga mirip seorang laki-laki hidung belang yang doyan perempuan.
Dengan menyertai tawa, Go Eng Cay berkata.
"Saudara Ceng It, kau berbahagia sekali. Kau mempunyai keponakan perempuan yang cerdas dan berkepandaian sangat tinggi, sehingga Wong Bun Cit dan beberapa kawannya roboh ditangannya."
Ceng It menjadi heran mendengar perkataan itu, ia memang belum menerima laporan tentang sepak terjang Giok Cu mengenai perampasan emas. Kini ia sedang menghadapi seorang lawan tangguh, maka tak ingin ia membuat persoalan baru, sahutnya dengan sabar.
"Lauwheng, sebenarnya apakah yang telah dilakukan oleh keponakanku? Percayalah, kami tidak akan melindungi pihak yang bersalah."
Go Keng Cay tidak mengetahui latar belakang persoalan keluarga Cio-liang pay.
ia tak pernah menduga, bahwa pada saat itu Ceng it berlima sudah memandang Giok Cu sebagai musuh yang harus disingkirkan.
Tatkala melihat Sin Houw berada diantara keluarga Cio-liang pay, rasa herannya kian bertambah.
Bukankah pemuda itu yang dilaporkan sebagai seorang pendekar muda yang berkepandaian tinggi? Karena pikirannya itu, ia lalu berkata.
"Kami dari pihak Liong-yu pang, belum pernah bentrok dengan pihak kalian. Karena itu dengan memandang pada kalian berlima, biarlah kuselesaikan persoalan Jie Cu Pang, Kuanggap kematiannya terjadi karena kepandaiannya sendiri yang masih dangkal. Hanya saja, mengenai emas itu, kami telah mengikuti dari jauh. Kami telah membuang tenaga dan beaya yang tidak sedikit, Malahan kami kehilangan jiwa pula, Demi untuk melangsungkan hidup kami, maka ..."
Mendengar perkataan itu, Ceng it menjadi lega hatinya, jadi kedatangan Go Keng Cay bukan untuk mengadakan perhitungan balas dendam, Kalau hanya soal emas, malah kebetulan Mereka bisa di kaitkan dengan Sin Houw, Maka katanya dengan suara terbuka.
"Emas yang kau inginkan berada di sini, Ambillah jika kau kehendaki. Kami tidak akan menghalangi."
Go Keng Cay segera memberi perintah kepada anak buahnya untuk memunguti emas yang bertebaran diatas lantai.
Akan tetapi baru saja tangan mereka meraba potongan emas, tiba-tiba suatu ke-siuran angin menolaknya, Mereka terdorong mundur, Dengan serentak mereka menoleh, dan dihadapan mereka berdiri Sin Houw yang berkata kepada Keng Cay dengan suara tenang.
"Go pekhu, emas ini sesungguhnya merupakan perbekalan tentara Thio Su Seng, Karena itu apabila kau rampas, akan besar akibatnya dikemudian hari."
Nama Thio Su Seng memang sangat terkenal sebagai pejuang bangsa, akan tetapi Go Keng Cay yang hidup sebagai kawanan perampok diatas permukaan air, tidak memperdulikan. sambil tertawa melalui dada, ia menoleh kepada Buyung Hok. Katanya.
"Ha, kau dengar? Kita digertaknya dengan nama Thio Su Seng!"
Buyung Hok membawa sebatang pipa panjang (hun-cwee).
Diisapnya per1ahan-lahan dan asapnya dikepulkan ke udara beberapa kali.
sikapnya tenang sekali dan tiada maksudnya hendak menjawab ucapan Keng Cay, Dia hanya mengerling lalu menatap wajah Sin Houw.
Thio Sin Houw membalas pandangnya, Buyung Hok yang berusia pertengahan -nampak berkesan angkuh dan agung, Entah apa sebabnya, mendadak saja timbul rasa bencinya.
Akan tetapi, masih dengan merendah ia berkata.
"Apakah supek ikut campur pula dalam persoalan ini? siapakah nama su-peh?"
Buyung Hok tidak menjawab.
ia mengepulkan asap pipanya, Dan kali ini mengarah wajah Sin Houw dengan tepat.
Dan tatkala asap pipanya keluar dari tabungnya, nampak seperti dua ekor ular yang bergerak-gerak ke udara.
setelah itu, Buyung Hok membuang sisa tembakaunya dengan mengetuk-ketukkan pipanya yang panjang, setelah itu diisikan lagi dengan tembakau yang baru, dan dinyalakannya, Kemudian kembali ia mengisap dengan nikmat.
Akan tetapi, selagi Buyung Hok menjual aksi, tiba-tiba melesatlah sesosok bayangan ke dalam ruangan sambil berseru.
"Kembalikan emasku!"
Bayangan itu mendarat diatas lantai dengan manis sekali.
Ternyata dia seorang gadis.
Hanya selisih beberapa detik, mendarat pulalah seorang pemuda yang berperangai kasar, Kemudian datang lagi seorang laki-laki berusia kurang lebih limapuluh tahun, berdandan sebagai seorang pedang.
wajah mukanya berkesan lucu.
Thio Sin Houw segera mengenali gadis itu, Cie Lan, ia girang berbareng khawatir dan kaget, ia girang karena kedatangan mereka berarti membantu dirinya, hanya saja ia belum mengetahui betapa kepandaian kedua kawan yang di bawanya, iapun khawatir memikirkan Giok Cu dan ibunya, sejak mereka berdua menentang keluarganya, pastilah Ceng it berlima tidak akan segan-segan lagi menganggap mereka sebagai musuh yang harus dibasmi.
Disamping Ceng It berlima, terdapat gerombolan Liong-yu pang, Dengan demikian, ia harus melawan dua kelompok musuh yang tangguh.
Kecuali harus membela diri, iapun perlu melindungi Giok Cu dan ibunya.
Pada waktu itu, beberapa anggauta keluarga Cio-liang pay lantas saja menghadang Cie Lan dan kedua kawannya.
Dan pemuda yang berada dibelakang Cie Lan, lantas saja berteriak.
"Hey, kembalikan emas kami !"
Pemuda itu kemudian membungkuki lantai hendak mengambil potongan emas yang bertebaran, Dan menyaksikan hal itu Sin Houw jadi prihatin. pikirnya di dalam hati.
"Akh, mengapa pemuda itu begitu walaupun semberono, pemuda itu ternyata bermata tajam dan gesit, ia melompat kesamping untuk menghindar lalu balas menyerang dengan kedua tangannya. Tentu saja Ceng Cit tidak sudi mengalah, ia menangkis sehingga tangan-tangan mereka saling bentur. Kemudian kedua-duanya terpental mundur beberapa langkah. Pemuda itu menjadi penasaran, ia maju lagi hendak mengulangi serangannya, tiba-tiba orang yang berpakaian sebagai saudagar itu mencegah.
"San Bin, tahan!"
Sekarang Sin Houw mengetahui siapa pemuda itu, Dialah Ciu San Bin yang mengawal emas bersama Cie Lan.
Kalau begitu orang yang berpakaian sebagai pedagang itu, pastilah kakak seperguruannya sendiri.
Tong-pit tie sui-poa Lauw Tong Seng! Tanpa bersangsi lagi, Sin Houw lalu mendekati dan memberi hormat sambil berkata.
"Suheng, terimalah hormatnya adik seperguruanmu!"
Pedagang itu terbelalak. segera ia memegang kedua tangan Sin Houw, wajahnya berseri-seri, selagi ia berkata.
"Thio Sin Houw! Kau masih begini muda. Akh, benar-benar tak pernah kusangka kita akan bertemu disini!"
Cie Lan mendekati Sin Houw, berkata.
"Sin-koko, inilah Ciu suheng yang kukatakan kepadamu."
Cie Lan memperkenalkan si semberono, Sin Houw memanggut. Juga San Bin. Melihat San Bin hanya manggut Lauw Tong Seng menjadi tak senang.
"Hey, San Bin! Kau harus memberi hormat sambil berlutut. Dialah pamanmu ...! "
Ciu San Bin semakin merasa tak senang hati.
Bukankah Sin Houw lebih muda dari padanya? Kenapa dia harus berlutut, Namun ia diperintah oleh gurunya.
Sementara itu Buyung Hok tak mau harus menjadi penonton dalam menyaksikan kejadian itu, segera ia menegur dengan tinggi hati.
"Kalian semua ini orang-orang macam apa?"
Ciu San Bin yang sedang merasa tak senang hati, menjadi marah. Dia maju selangkah seraya menyahut dengan suara sengit.
"Emas ini adalah emas kami. Kenapa kalian curi. Karena itu, terpaksa aku mengajak guruku ke sini untuk mengambil kembali!"
Buyung Hok tertawa mengejek, sambil mengepulkan asap pipanya, Keruan saja San Bin mendongkol melihat lagaknya . Katanya menegas.
"Coba katakan terus terang, sebenarnya kalian hendak kembalikan atau tidak? Kalau tidak, hayo maju semua!"
Buyung Hok tertawa dua kali, suaranya aneh pula, Kemudian menoleh kepada Go Keng Cay. Akan tetapi Ceng Cit sudah tidak sabar. ia ikut maju sambil berkata mengejek.
"Eh, enak saja kau ngoceh seperti burung, Kau hendak mengambil emasmu? Jika kau mempunyai kepandaian, kau layani aku dulu, Kalau sudah, baru kita berbicara."
Belum lagi mulutnya membungkam, tangannya sudah melayang memukul San Bin. Itulah serangan mendadak yang sama sekali tak terduga. Dan pundak San Bin terhajar telak. Buk"
Sudah tentu San Bin marah.
segera ia membalas menyerang, tepat mengenai perutnya Ceng Cit, Bluk! Ceng Cit membungkuk karena perutnya sakit, sudah itu terdengar suara.
Blak-bluk-blak-bluk! Mereka saling mengamuk, karena menuruti hati panas.
Mereka tidak memperdulikan pembelaan diri lagi, Mereka memukul asal memukul dan tak pernah gagal pada sasarannya, sehingga diam-diam Sin Houw jadi kesal di dalam hati.
"Mengapa muridnya Toa suheng begini bodoh? Kalau menghadapi musuh tangguh, sekali pukul pasti dia terjungkal.
Apakah toa suheng tidak pernah memberi petunjuk?"
Pikirnya.
Kemudian tibalah pertempuran itu pada babak terakhir.
Dengan tinju kanan, San Bin menggempur Ceng Cit, Cepatcepat Ceng Cit mengelakkan diri kekiri, Diluar dugaan, tangan kiri San Bin bergerak dengan suatu kecepatan luar biasa.
serangan ini tak dapat dielakkan, Ceng Cit kena dihajar keras sekali.
Tubuhnya terbanting dan jatuh terkapar di atas lantai dengan tak sadarkan diri.
Kemenangan ini membuat hati San Bin besar dan girang sekali.
ia berbangga hati karena bisa merobohkan lawannya, Dengan mengharap pujian, ia menoleh kepada gurunya.
ia heran dan kaget tatkala melihat wajah gurunya merah padam menahan rasa marah.
Cie Lan menghampiri.
Melihat wajah San Bin bengap dan kuping kanannya berdarah, segera ia menyusuti dengan sapu tangannya.
Kata Cie Lan setengah berbisik.
"Mengapa kau sama sekali tidak mengelak dari pukulannya. Kenapa kau melawan keras dengan keras?"
Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Untuk apa aku mengelak?"
Sahut San Bin.
"Kalau aku hanya mengelak, sudah tentu aku tak akan berhasil menghajarnya."
Tiba-tiba terdengar suara Buyung Hok yang nyaring luar biasa.
"Jangan kau terlalu cepat berbesar hati, setelah dapat merobohkan seorang lawan. Eh, apakah kau benar-benar menghendaki emas itu?"
Setelah berkata demikian, Buyung Hok lompat dan mengekangi deretan emas yang berserakan di lantai. Katanya dengan membusungkan dada.
"Tak perduli kau menggunakan tinju atau tendanganmu, asal saja kau mampu menggeserkan kakiku, emas yang berada dibawahku boleh kau ambil semua!"
Semua yang mendengar perkataan Buyung Hok menjadi tercengang, Alangkah terkebur orang itu! Tak usah dikatakan lagi, San Bin mendongkol bukan main, sahutnya dengan sengit.
"Apakah mulutmu dapat dipercaya? Benarkah, dan sudah kau pikirkan?"
Buyung Hok tertawa dengan mengangkat kepala, Berkata kepada Go Keng Cay.
"Apakah anak itu waras otaknya? Dia berkata aku bakal menyesal, lucu atau tidak?"
Go Keng Cay tidak menyahut. Dia hanya tertawa kering, Keruan saja hati San Bin mendongkol bukan main, Teriaknya.
"Baik, Akan kucoba!"
Ia menghampiri Buyung Hok dekat-dekat, Kemudian mengerahkan seluruh tenaganya dan mengayunkan kakinya menghantam kaki Buyung Hok.
Pada saat kaki San Bin hampir tiba pada sasarannya, tibatiba dengan sebat sekali Buyung Hok menggerakkan pipanya, memapak tendangan kaki yang hampir tiba pada sasarannya.
"Tak!"
Tepat sekali ujung pipanya mengenai lutut. Dan San Bin roboh dengan berlutut. Kakinya kejang tidak bertenaga lagi. Buyung Hok membungkuk seakan-akan membalas hormat sambil berkata.
"Hey, jangan berlutut dihadapanku!"
Bukan main rasa hati San Bin, Dadanya seakan-akan ingin meledak.
itulah suatu penghinaan besar baginya, Namun ia tak bertenaga lagi, Diluar kehendaknya lututnya tertekuk tak bertenaga.
Cie Lan cepat-cepat mendekati, kemudian memayangnya dan dibawanya menghadap kepada gurunya, Kata gadis itu memohon.
"Susiok! orang itu harus susiok hajar biar jera!"
Lauw Tong Seng memijat pinggang dan punggung muridnya, setelah itu memijit pahanya pula, Dan ia berkata dengan suara perlahan.
"Masih beranikah kau berlaku semberono dikemudian hari?"
San Bin membungkam mulut, sementara secara diamdiam Buyung Hok kagum terhadap sipedagang, Sama sekali tak di duganya, bahwa dengan suatu pijitan saja, San Bin dapat dipulihkan tenaganya, selagi ia keheranan, tiba-tiba Lauw Tong Seng berkata kepadanya.
"ini sudah masuk perhitungan!"
Dan setelah berkata demikian, tangan kanannya mendorong biji sui-poanya sambil melangkah mendekati. ia hendak menolong kehormatan muridnya. Dan melihat dia maju, Sin Houw berpikir didalam hati.
"Toa-suheng adalah murid tertua, dan aku adalah adiknya. sudah seharusnya akulah yang maju lebih dahulu!.
"Toa-suheng, biarlah aku maju da-hulu, Bila tak berhasil, baru Toa suheng menggantikan!"
Teriaknya.
"Biarkan, aku saja yang maju ..."
Jawab Lauw Tong Seng setelah sejenak berbimbang, ia merasa kurang yakin karena melihat adiknya masih terlalu muda, walaupun gurunya pernah memuji sang adik itu. Akan tetapi Sin Houw tak mau mengerti, setelah mendekati ia berkata dengan perlahan.
"Suheng, pihak mereka banyak memiliki orang pandai. sedangkan barisan Ngo-heng tin keluarga Co-liang pay sangat berbahaya. Mungkin sekali sebentar akan terjadi suatu pertempuran dahsyat dan suheng seumpama seorang panglima perang yang memegang pimpinan. Maka sebelum suheng maju, biarlah adikmu mencobanya dahulu."
Lauw Tong Seng merasa kagum dengan alasan yang diberikan oleh adik seperguruan itu, Muda usianya, tetapi sangat pandai bersopan santun. oleh karena itu ia berkata.
"Baiklah, adikku, Hanya saja kau harus berhati-hati!"
Sin Houw manggut dan memutar tubuh menghadapi Buyung Hok, Berkata.
"Akupun ingin memperoleh emasku kembali. Bolehkah aku mencoba?"
Buyung Hok heran melihat Sin Houw yang maju, Baru saja San Bin yang bertubuh kekar dapat dirobohkan dalam segebrakan, Kenapa bocah ini tidak tahu diri? Maka ia menjawab.
"Baik, tetapi kau harus berjanji, tidak akan berlutut dihadapanku,"
Berkata demikian, ia menghisap pipa panjangnya dan mengepulkan asapnya yang tebal ke udara.
ia telah bersiaga penuh.
Dan seperti San Bin tadi, maka Sin Houw mendekati tiga langkah.
Kemudian mengangkat kaki kanannya hendak menyapu.
Ciu San Bin kaget, tetapi tidak berdaya memperingatkan Sin Houw, sebaliknya Ceng Cit beramai tidak mengerti apa sebab Sin Houw yang memiliki kepandaian tinggi, bertindak begitu semberono.
Mereka yang berada diluar gelanggang pertempuran, mengarahkan pandang mata mereka kepada kaki Sin Houw, Mereka ingin mengetahui, apakah kakinya Sin Houw tak mempan kena totok pipa baja Buyung Hok.
sebaliknya yang diam-diam bersiaga adalah Lauw Tong Seng, ia sudah mengambil keputusan, apabila Buyung Hok menghantamkan pipanya ke kaki Sin Houw, ia hendak menolong adik seperguruan itu.
Dalam pada itu kakinya Sin Houw sudah bergerak dengan cepat luar biasa.
Dan seperti tadi, Buyung Hok segera memapaki dengan pipanya.
Diluar dugaan gerakan kaki Sin Houw sebenarnya hanya suatu gertakan belaka, pada detik hendak kena totokan, ia menarik kembali.
sebagai gantinya, ia menyapu dengan sebelah kakinya yang lain, Buyung Hok sudah terlanjur memukulkan ujung pipanya.
Hatinya terkesiap tatkala pukulannya menumbuk udara kosong.
segera ia sadar akan ancaman bahaya.
Tetapi pada detik itu, emas didekat kakinya, sudah kena tersapu Sin Houw.
Ternyata Sin Houw tidak hanya puas memperoleh emas, gerakan kakinya terus menyambar mencari bidikan yang diarahnya, Keruan saja Buyung Hok mendongkol bukan main, Mula-mula kena ditipu, sekarang ia diserang dengan tiba-tiba.
Maka dengan hati mendongkol dan panas, ia menikam pantatnya Sin Houw! Sin Houw merendahkan tubuhnya, sambil mengelak ke kanan.
Kembali lagi kakinya bergerak menyapu emas, Dan dengan dibarengi serangan tangan kirinya, berhasil dia merampas emas lagi, Hal itu terjadi karena tangan Buyung Hok sedang bergerak menikam, sehingga daerah pertahanannya kosong.
Lagi-lagi Sin Houw tak mau sudah.
Sekarang, kaki kirinya yang bergerak.
Gerakannya sangat cepat sehingga mendahului gerakan lawan sebelum sempat memperbaiki kedudukannya.
Dan untuk yang ketiga kalinya, ia berhasil menyapu beberapa tumpuk emas lagi.
Dalam waktu yang pendek saja, pemuda itu sudah berhasil menyapu tiga tumpuk kepingan emas, Dan yang mengherankan kepingan-kepingan emas itu lenyap dari penglihatan seperti tersulap, Tetapi sebenarnya dengan suatu kecepatan luar biasa, ia berhasil memasukkan kepingankepingan emas itu kedalam saku bajunya, setelah itu, ia berdiri dengan tenang bersiaga menghadapi segala kemungkinan.
"Biarlah kukatakan kepadamu, bahwa aku hendak mengambil semua kepingan emas yang berada dalam penjagaanmu,"
Ia berkata kepada Buyung Hok.
"Bukankah kau sudah berjanji? Barang siapa yang dapat merampas emas dari penjagaanmu, maka emas itu boleh menjadi miliknya?"
Pemuda itu tidak menunggu jawaban dari Buyung Hok, dan ia bergerak dengan suatu kesebatan yang mengherankan.
Karena untuk yang kesekian kalinya ia dapat mengantongi lagi emasnya.
wajah muka berubah merah padam, tetapi ia tetap merasa telah tertipu oleh pemuda lawannya, Hatinya yang mendongkol mengandung rasa dengki.
Lantas saja tangannya melayang dan kakinya menendang pergelangan tangan Sin Houw.
Sin Houw tak berani lantas menangkis serangan itu, ia mundur kemudian ia memperhatikan gerakan dua tangan serta dua kaki lawannya.
itulah gerakan seekor burung.
Apakah ini yang dinamakan sejenis kuntao burung Ho dari golongan Siauw-lim? (Kuntao burung Ho atau Bangau ~ Ho-kun).
Menghadapi serangan Buyung Hok, Sin Houw tidak berani merapatkan diri.
Dia bergerak dengan berputaran.
setiap kali ia menghindar atau mengelak sambil memperhatikan gerakan lawannya, Buyung Hok menjadi kesal, ia memperhebat serangannya, justru demikian, Sin Houw dapat mengelak atau menghindarkan diri dengan cepat pula.
Ketika Lauw Tong Seng melihat cara perlawanan Sin Houw, ia menganggap Sin Houw tak berani bertempur secara berhadapan.
selalu ia menghindarkan diri dan tak berani mencoba mendekati karena agaknya ia hanya mengandalkan pada kegesitannya semata.
Buyung Hok berpendapat demikian pula, Dan memperoleh kesan itu, kesombongannya lantas membersit didalam hati, lantas ia tertawa sambil melancarkan gempuran terusmenerus, jelas sekali, bahwa ia menganggap Sin Houw sebagai lawan yang enteng sekali.
ia lupa betapa tadi Sin Houw dengan kecepatan yang mengagumkan berhasil menyapu kepingan emas yang berada didalam penjagaannya.
Beberapa saat kemudian, ia mulai menyulut tembakaunya dan menikmati pipa panjangnya, Tapi pada saat itu, Sin Houw sudah bisa memahami letak inti ilmu kepandaian lawan.
Diamdiam ia bergirang hati, karena kesombongan lawannya kerapkali membawa suatu kelengahan.
Dan kesempatan itu dipergunakan dengan sebaik-baiknya.
Cepat luar biasa, tibatiba tangan kirinya menyambar hidung.
Keruan saja Buyung Hok terkejut, Tadi lawannya yang muda itu sama sekali tak berani mendekat.
Diluar dugaan tibatiba saja berani mendekati dan menyelonongkan tangan kirinya.
inilah suatu serangan yang tidak diduganya.
Cepatcepat ia menangkis tangan kiri Sin Houw dengan pipanya, dan kakinya membarengi bergerak menyapu sasaran.
Diluar dugaan pula kali ini Sin Houw tak sudi menghindar atau mengelakkan diri, ia membiarkan kepalanya kena incaran tangkisan pipa.
Tapi dengan tiba tiba saja, tangan kanannya menyambar mencengkeram pipa itu.
Buyung Hok terkejut, ia dalam keadaan kepalang tanggung.
Pipanya sudah terlanjur ditangkiskan dengan cepat dan kuat-kuat, Maka tiada kesempatan lagi untuk menariknya.
Dan terpaksalah ia merenggutkan keatas.
Gerakan itu justru termasuk dugaan Sin Houw, selagi Buyung Hok menarik pipanya keatas, pinggang kanannya - nampak terbuka.
inilah kesempatan yang tak disia-siakan, Sebat luar biasa, tangan kirinya menotok tulang iga.
Plak! Buyung Hok menggeliat mundur.
ia terkejut dan menyadari keteledorannya, Akan tetapi sudah kasep, Tahu-tahu tenaganya pudar dan tubuhnya bergemetar diluar kehendaknya sendiri.
Dan pada saat itu, ia mendengar suara tertawa Giok Cu, senang hati Sin Houw mendengar suara tawa Giok Cu.
Dan seperti galib-nya seorang pemuda yang mendengar tawa seorang gadis, timbullah gairah hidupnya, semangat tempurnya terbangun sekaligus.
Terus saja ia menyodorkan pipa yang kena dirampasnya, balik ke mulut pemiliknya.
Api tembakau yang sedang menyala, menyelomot bibir atas dan kumis.
Keruan saja Buyung Hok kaget berjingkrak! "Sin Houw, jangan bergurau!"
Seru Lauw Tong Seng, Akan tetapi didalam hatinya ia kagum menyaksikan kepandaian adik seperguruannya itu.
Mendengar tegoran kakak seperguruannya, Sin Houw menarik pipanya kembali yang tadi menyelomot kumis pemiliknya, Kemudian ia meniup api tembakaunya seolah-olah hendak memadamkan.
Tapi karena tiupannya terlalu keras, api tembakau yang menyumpai lubang pipa justru jadi terbang berhamburan mengenai wajah Buyung Hok, Dan kembali lagi Buyung Hok berjingkrakakan! Lauw Tong Seng segera lompat memasuki gelanggang.
Melihat Buyung Hok yang tadi bersikap sombong dan kini kena diselomot seorang pemuda kemarin sore, mau tak mau membuat dirinya tertawa juga.
Namun ia sadar, Buyung Hok tidak boleh dibuat gegabah.
Maka cepat cepat ia menolong membebaskan dari totokan Sin Houw.
Kemudian menyambar pipa yang masih berada digenggaman Sin Houw dan dikembalikan kepada pemiliknya.
Dengan berbuat begitu ia berharap menyudahi adu kepandaian itu agar tidak jadi ber-larut, Bukan karena takut bermusuhan dengan orang itu, akan tetapi kehadiran nya dipihak keluarga Cio-liang pay bisa menambah beban yang tidak ringan.
sebagai seorang pendekar yang berpengalaman Lauw Tong Seng perlu menarik simpati terhadap lawannya yang kemungkinan besar bisa menyeberang kepihaknya.
Buyung Hok sendiri, waktu itu masih saja terpukau oleh kejadian yang menyakitkan hatinya, Sama sekali ia tidak menghiraukan masuknya Lauw Tong Seng ke dalam gelanggang, Tahu-tahu tangan kanannya telah menggenggam pipanya kembali.
Selintasan saja ia melihat betapa ? sekalian hadirin menertawakannya dengan nada geli dan merendahkan.
ia benar-benar jadi merasa terhina.
Terus saja ia membanting pipanya hancur berantakan -- kemudian dengan langkah panjang meninggalkan gelanggang, sebentar saja, ia telah melintasi pintu keluar dan bayangan tubuhnya lenyap digelap malam.
Go Keng Cay terkejut melihat kepergian temannya.
Buruburu ia lari mengejar hendak mencegah.
Tahu-tahu ia nampak terpental balik memasuki ruang latihan, dan mati-matian ia mencoba mempertahankan diri, sekalipun demikian, tetap saja ia terhuyung mundur beberapa langkah.
Maka jelaslah, bahwa tenaga lontaran Buyung Hok sesungguhnya bukan sembarangan.
walaupun Sin Houw dapat mengalahkan dengan mudah, namun tenaga saktinya ternyata masih mampu melemparkan seorang pendekar semacam Go Keng Cay, seorang pemimpin berandal yang kenamaan sejak belasan tahun yang lalu.
Maka bisa dimengerti, apa sebab Lauw Tong Seng bersikap hati-hati terhadapnya.
Ceng it dan semua saudaranya kagum menyaksikan kepandaian Sin Houw, Akan tetapi mereka tidak terkejut, Jauh-jauh tahulah mereka, bahwa pemuda itu memiliki kepandaian tinggi.
Hanya saja caranya menjatuhkan Buyung Hok begitu cepat, benar-benar diluar dugaan.
Sebaliknya, tidaklah demikian kesan anak buahnya Go Keng Cay.
Melihat pemimpinnya kena dilontarkan Buyung Hok, mereka kaget dan panas hati, Kalau Buyung Hok yang kena dikalahkan bisa melontarkan pemimpinnya dengan mudah, apalagi pemuda itu, pemimpinnya bukanlah tandingnya yang berarti.
Apakah yang diandalkan kecuali mengadu jumlah banyak.
Maka mereka bersiaga menunggu aba-aba.
Pada saat itu tiba-tiba terdengar suara Lauw Tong Seng berkata.
Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Saudara Ceng lt. Tadi saudara sudah membuat semacam sayembara, Bahwa emas akan dikembalikan apabila kami mampu mengambil sendiri dari penjagaan Buyung Hok, sekarang Buyung Hok meninggalkan gelanggang, Artinya dia membiarkan emas tak terjaga lagi. Maka sebelum memunguti emas, perkenankan kami mengucapkan terima kasih."
Dan setelah berkata demikian, ia memberi perintah kepada muridnya.
"Ambil semua emas yang berceceran dilantai!. Hitung, apakah sudah cukup, Kurang sekeping, kita wajib mengadakan perhitungan sendiri."
Sebenarnya emas rampasan itu tidak kurang barang sekeping.
Lauw Tong Seng yang berpengalaman, yakin hal itu, Kalau dia berkata demikian, maksudnya semata-mata untuk menaikkan harga diri saja.
Didepan gerombolan berandal, perlu ia menunjukkan sikap garang.
Ceng It yang banyak pengalamannya ternyata tak sudi kalah gertak.
ia membiarkan Ciu San Bin memunguti emasnya dengan sikap acuh, Bahkan ia lantas memejamkan matanya, sebaliknya tidak demikian dengan Go Keng Cay.
Didalam usahanya hendak merebut emas rampasan itu, ia sudah berkorban jiwa, itulah sebabnya, ia tak rela melihat Ciu San Bin memunguti dan mengantongi emasnya kembali tanpa sanggahan, Diantara berkilaunya emas.
pandang matanya memancarkan sinar berapi-api.
Mendadak saja ia melompat menghampiri dan mendorongkan dan kena dorongan itu, Ciu San Bin mundur sempoyongan.
"Hey, apa maksudmu? Apakah kau hendak coba-coba mengukur tenaga?"
Bentak Ciu San Bin mendongkol. Lauw Tong Seng maju, Berkata kepada muridnya.
"San Bin, mundur! Dia bukan tandingmu!"
Setelah berkata demikian, Lauw Tong Seng membungkuk hormat kepada Go Keng Cay. Katanya sambil tertawa.
"Selamat bertemu, kawan, Akhir-akhir ini usahamu kudengar memperoleh kemajuan, sehingga daerahmu bertambah luar, Bagaimana kalau kita main coba-coba?"
"Hm! siapa namamu?"
Bentak Go Keng Cay.
"Aku Lauw Tong Seng, mata pencarianku berdagang. Mengapa? Apakah kau mempunyai barang dagangan yang berharga?"
Go Keng Cay mendongkol. Terus saja ia berteriak kepada bawahannya.
"Bawa kemari senjataku!"
Senjata andalan Go Keng Cay ternyata sebatang tombak panjang dan besar, begitu menerima senjata andalannya, terus saja ia menikam dengan tenaga penuh.
Tak usah diterangkan lagi, bahwa hatinya mendongkol luar biasa terhadap Lauw Tong Seng.
Lauw Tong Seng memiringkan kepalanya sambil tertawa, dan dengan gesit ia melompat menghindar, serunya girang.
"Bagus! Barang daganganmu lumayan juga. Mari kita uji, apakah benar-benar ada harganya untuk diperjual belikan."
Murid Bok Jin Ceng itu ternyata seorang pendekar yang besar nyalinya, sambil membungkuk mengelakkan setiap serangan, ia memunguti emas yang masih tercecer diatas lantai.
Dan menyaksikan hal itu, sadarlah Ceng it bahwa Lauw Tong Seng bukan sembarang orang.
Go Keng Cay ternyata bukan tandingnya.
"Kalau aku berpeluk tangan saja, emas itu benar-benar akan hilang."
Pikirnya didalam hati, segera ia memberi isyarat mata kepada Ceng Go dan Ceng Ji. Dan Ceng Go berdua Ceng Ji melesat memasuki gelanggang sambil berseru.
"Emas bukan batu kerikil yang tidak ada harganya. Kau bayarlah jiwamu dahulu!"
Menghadapi rangsakan Ceng Go dan Ceng Jie, cepatcepat Lauw Tong Seng mengendapkan diri, ia menggeserkan tubuhnya kekanan dan tangan kirinya menyerang dari samping.
itulah salah satu jurus dari ilmu Hok-how ciang.
Serangan Ceng Go berdua Ceng Jie sebenarnya merupakan jurus gabungan ilmu sakti Ngo-heng tin yang dahulu pernah merobohkan pendekar besar atau tayhiap Lim Beng Cin.
Begitu mereka berdua melepaskan salah satu jurusnya, terus saja bergerak hendak maju mendesak.
Tiba tiba mereka melihat Lauw Tong Seng menggeser ke samping sambil melontarkan serangan, Cepat-cepat mereka mundur dan tepat pada saat itu Ceng Sam dan Ceng Su menggantikan kedudukannya dengan menangkis serangan Lauw Tong Seng, Kemudian dengan kecepatan luar biasa tangan Ceng Go menyelonong menghantam pinggang Lauw Tong Seng.
Sejak Lauw Tong Seng menyelesaikan pelajarannya dan berkelana seorang diri untuk mencari pengalaman, belum pernah ia bertemu dengan lawan yang sebanding, walaupun ia gemar bergurau dan berlaku jenaka, namun tabiatnya cermat dan hati-hati.
Dengan berbekal kedua tabiatnya itu, belum pernah ia gagal selagi menghadapi lawan.
sekarang ia sadar bahwa ilmu Ngo-heng tin keluarga Cio-liang pay hebat luar biasa.
Ceng It kini ikut pula memasuki arena, Dengan demikian ia menghadapi lima orang sekaligus.
Cepat ia menggeser tubuhnya untuk menghindari serangan Ceng It.
Te-tapi tiba-tiba Ceng Su menggantikan kedudukan Ceng Jie dan dengan cepat membawa Ceng It mundur.
Dengan di barengi gerakan lainnya, mereka berlima nampak seolah-olah berubah menjadi beberapa puluh orang, Tubuh mereka berkelebatan seperti bayangan.
Menghadapi tata pertempuran demikian, mau tak mau Lauw Tong Seng menjadi terkejut, ia tak mengerti, ilmu berkelahi apa yang sedang dilancarkan pihak lawannya itu, Benar-benar serangan mereka dahsyat luar biasa.
Nampaknya kalut, akan tetapi maju dan mundurnya sangat rapi.
sekian lamanya ia mencoba menyerang, namun tiada seorangpun yang dapat disentuhnya, ia kaget, heran dan akhirnya menyadari.
Cepat-cepat ia mencoba merubah sikap.
Dengan tenang, ia menempatkan diri ditengah-tengah mereka.
Sama sekali ia tak mau menyerang.
sebaliknya, ia hanya bertahan dan menangkis apabila kena serang.
Tentu saja ia membuat dirinya kena terkurung rapat sekali.
Melihat Lauw Thong Seng hanya dapat membela diri, diam-diam Go Keng Cay bergirang hati, ia tadi bersakit hati karena kena dipermainkan pendekar itu.
sekarang timbullah niatnya hendak membalas dendam, ia menunggu saatnya yang bagus, untuk menikam Lauw Tong Seng sehebathebatnya.
Dan sekaranglah saatnya yang paling baik, selagi lawannya sibuk berjaga-jaga diri terhadap rang-sakan Ceng it berlima.
"Lauw susiok, awas!"
Cie Lan memperingatkan.
Gadis itu terkejut melihat berkelebatnya tombaknya Go Keng Cay.
Lauw Tong Seng adalah murid Bok Jin Ceng yang telah mewarisi kepandaian gurunya.
seumpama Ceng It tidak menggunakan ilmu gabungan, mereka tidak akan bisa berbuat banyak terhadapnya.
Demikian pula menghadapi serangan gelap Go Keng Cay, seorang pemimpin berandal.
Dengan sebat sekali, Lauw Tong Seng memutar tubuhnya.
Berbareng dengan itu, tangannya bergerak.
Tombak Go Keng Cay kena ditangkisnya dan kemudian di tangkapnya, itulah salah satu jurus Hok houw ciang untuk menghadapi lawan yang bersenjata.
ilmu tata berkelahi dengan tangan kosong! Kemudian terdengar pekik teriak Go Keng Cay yang kesakitan, sedangkan tubuhnya nampak kehilangan keseimbangan dan pada saat itu Lauw Tong Seng memukul pundaknya.
Krak! Go Keng Cay memekik tinggi, tulang pundaknya patah! "Bagus!"
Puji Thio Sin Houw.
Beberapa orang pengawalnya Go Keng Cay segera menolong pemimpinnya sedangkan Wong Bun Cit, Kie Song Sie dan Su Eng Nio menuntut bela, serentak mereka bertiga menyerang Lauw Tong Seng, Juga kali ini Lauw Tong Seng dapat menunjukkan keahliannya, Dengan kesehatan dan kelincahannya, seorang demi seorang dibantingnya ke lantai sambil mengelakkan setiap serangan Ceng It berlima.
Menyaksikan ketangguhan murid Bok Jin Ceng itu, anak buahnya Go Keng Cay tidak berani berkutik lagi dari tempatnya.
"Nah, sekarang aku bisa melayani kalian berlima tanpa gangguan lagi."
Kata Lauw Tong Seng kepada Ceng It berlima dengan menyertai tawa.
Ceng It berlima mendongkol, terus saja mereka melancarkan serangan bertubi tubi, Bayangan mereka berkelebatan Mau tak mau Lauw Tong Seng mengimbangi dengan kecepatannya pula.
Akan tetapi ilmu gabungan Ngo-heng tin benar-benar hebat dan berbahaya.
Gerakan mereka pun nampak aneh sekali.
Adakalanya salah seorang menendang dari depan, kemudian dengan sekonyong-konyong melesat kesamping, Dan pada saat itu seorang lagi menyerang menggantikan kedudukannya.
Yang datang dari sebelah kiri mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi, Lalu menyambar hendak memeluk.
Mau tak mau Lauw Tong Seng terpaksa mundur.
Diluar dugaan lawan yang berada dibelakangnya mengayun kakinya hendak menendang.
Makin lama makin hebat cara Ceng It berlima melakukan penyerangan.
Corak ragamnya makin beraneka macam, membuat Lauw Tong Seng merasa diri benar-benar sibuk.
Untuk mengurangi ancaman bencana, segera ia mengeluarkan dua senjata andalannya.
sebatang tongkat pendek dan sebuah alat seperti perisai.
Dan ia kemudian melakukan perlawanan makin gigih, setiap kali ia berusaha mencari jalan keluar membobol pengepungan lawan dengan tusukan serta tikaman tongkatnya yang berujung tajam Tak lama kemudian, maka Ceng It berlima sibuk menghadapi tikaman tongkat Lauw Tong Seng yang berbahaya, sehingga hampir-hampir mata rantai mereka bobol, Cepat-cepat Ceng It berseru dengan kata-kata sandi.
"Angin tiba! Mari kita pasang layar !"
Ceng Cit dan Kun Jie yang berada diluar gelanggang, segera berlari-lari membawa senjata.
Kemudian dilemparkan seolah-olah sedang melancarkan suatu serangan rangsakan, Tetapi dengan tiba-tiba saja, ruyung, tombak, golok, tongkat besi dan cemeti baja sudah berada dalam genggaman majikannya masing masing.
pertempuran kini makin menjadi seru dan sengit luar biasa, masing-masing terancam bahaya maut, Mereka yang menyaksikan diluar gelanggang menahan napas oleh rasa tegang dan kagum.
Ciu San Bin sibuk bukan main melihat gurunya terancam bahaya pengepungan yang sangat kuat, Terasalah didalam hatinya, bahwa ilmu kepandaiannya sangat dangkal.
Dan yang sama sekali tak berdaya untuk memberikan bantuan.
Tetapi ia tak rela gurunya terancam bahaya begitu dahsyat, Tiba-tiba saja ia melompat hendak memasuki gelanggang dengan memutar goloknya.
Diluar dugaan, baru saja ia bergerak, sekonyong-konyong berkelebatlah sesosok bayangan di depannya.
Tahu-tahu pundaknya kenatekan, ia kaget.
Dalam rasa kagetnya ia membabatkan goloknya.
Heran! Tangannya tak dapat digerakkan.
pundaknya seperti kena tindih batu sebesar gajah! Ciu San Bin menoleh.
Ternyata yang menekan pundaknya adalah Sin Houw.
Tadi ia menyaksikan betapa Sin Houw dengan mudah saja dapat mengalahkan Buyung Hok, Dalam hatinya, ia tidak yakin kegagahannya.
Tetapi kini barulah ia sadar, betapa dahsyat tenaga Sin Houw yang muda dan yang menjadi paman gurunya dengan sekali tekan saja, kedua tangannya seolah-olah lumpuh.
Mau tak mau ia menjadi harus patuh kepada tiap perkataannya.
"Jangan kau cemas, gurumu masih sanggup melayani mereka."
Kata Sin Houw sambil menarik pulang tangannya.
San Bin mengkerutkan dahinya.
Benarkah gurunya masih sanggup melayani kelima lawannya itu? ia mencoba menyabarkan diri dan berusaha yakin terhadap penglihatan Sin Houw, Dengan seksama ia mengikuti jalannya pertempuran.
Dalam pada itu Sin Houw sendiri mengikuti pertempuran itu dengan penuh perhatian.
Kadang-kadang ia mendongak mengawasi arah genting dengan berdiam diri, Agaknya ia terbentur pada suatu persoalan sulit.
Cie Lan yang sejak tadi memperhatikannya, mendekati sambil berkata.
"Sin koko, kenapa kau tidak segera membantu Lauw susiok?"
Sin Houw tidak menyahut.
Dengan suatu gerakan tangan, ia mengharapkan agar Cie Lan mundur.
Dan Cie Lan benarbenar mundur dengan wajah lesu, sebaliknya Giok Cu diamdiam bersyukur hati melihat Sin Houw menolak kehadiran Cie Lan.
Dengan lapang dada, ia kini dapat mengikuti pertempuran ditengah gelanggang yang makin menjadi seram.
Lauw Tong Seng mencoba menghantam salah seorang musuhnya.
Berulang kali dan makin lama makin cepat, Namun tetap saja,musuhnya tak dapat disentuhnya bahkan senjata mereka tak pernah bentrok, Masing-masing berusaha menghindarkan suatu benturan.
Pada saat itu, tiba-tiba Sin Houw menghampiri Cie Lan.
Katanya dengan sua ra ringan.
"Lan-moay, maafkan sikapku tadi, aku sedang berusaha memecahkan suatu teka-teki, sekarang aku sudah berhasil."
"Maaf? Apakah yang harus kumaafkan?"
Sahut Cie Lan.
"Kau bantulah Lauw susiok."
Sin Houw tertawa. pandang matanya berseri-seri. sahutnya.
"Teka-teki itu sudah berhasil kupecahkan, sekarang tidak perlu cemaslagi. Sekarang, coba pinjamkan aku tusuk sanggulmu."
Dengan pandang penuh pertanyaan, Cie Lan memenuhi permintaan Sin Houw, Kata pemuda itu menjelaskan.
"Akan kulayani mereka dengan tusuk sanggul ini!"
Cie Lan menjadi terpukau, akan tetapi Sin Houw tidak menghiraukan. Dengan pandang tajam ia berteriak kepada Lauw Tong Seng.
"Toa-suheng! Sut-touw menciptakan It-bok, maka injaklah Kian-kiong dan jalan ke Kam-wie!"
Itulah istilah sandi yang hanya diketahui oleh pendekar kelas utama.
Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dan mendengar seruan itu, Ceng It berlima terkejut heran.
Jelas Sin Houw telah dapat mengetahui rahasia ilmu Ngoheng tin.
siapakah yang mengkisiki? Sebaliknya Lauw Tong Seng tidak segera mengerti akan kata-kata sandi itu, ia harus berpikir dua ka1i.
Tetapi Sin Houw tidak perdulikan apakah kakak itu mengerti atau tidak, ia terus berteriak lagi.
"Phia-boh mengalahkan Khe-kim ambillah langkah ke Cinkiong, keluar dari Lie-wie!"
Beberapa saat lamanya Lauw Tong Seng masih memikirkan kata-kata sandi itu, kemudian ia menyadari bahwa sang adik menghendaki ia mengambil langkah secara "patkwa", Dan ia segera mencobanya.
Ia menunggu saatnya yang baik.
Kemudian tiba-tiba ia melesat ke kiri melalui Cin-kong, kemudian keluar dari Lie-wie, Dan ia berhasil memperoleh lowongan! Kemudian didengarnya lagi suara Sin Houw.
"Ambil jalan Kian-wie"
LAUW TONG SENG terkejut, Arti kata sandi itu adalah barat daya, Tetapi di bagian itu Ceng Jie dan Ceng sam menjaga dengan ketat.
ia menjadi ragu ragu sejenak, tetapi kemudian ia percaya penuh dengan petunjuk Sin Houw, Segera ia melesat ke barat daya sambil melakukan serangan,Ceng Jie dan Ceng sam mengetahui tugas mereka.
Apabila musuh datang menyerang, segera mereka memisah diri, Kedudukannya akan diganti oleh Ceng It dan Ceng Su.
itulah rahasia ilmu mata rantai Ngo-heng tin.
Tetapi baru saja mereka hendak memecah diri, tahu-tahu Lauw Tong Seng telah menerjang, Murid Bok Jin Ceng ini menghantamkan perisainya kekiri dan ke kanan untuk mencegah masuknya Ceng It dan Ceng Su.
Tongkat bajanya mengejar kedudukan Ceng Jie dan Ceng sam yang bergerak hendak memecah diri, oleh serangan diluar dugaan ini, mereka berempat terkejut.
Cepat-cepat mereka merapat hendak bergabung, tapi dengan gerakan yang cepat luar biasa, Lauw Tong Seng berhasil lolos dalam sekejab mata saja, Tahu-tahu ia sudah berdiri tegak disamping Sin Houw.
Ceng It menjadi terpukau melihat kejadian itu, inilah untuk yang pertama kalinya mereka kehilangan sasaran.
Bagaimana Lauw Tong Seng bisa lolos dari kepungan yang rapat luar biasa? puluhan tahun mereka malang melintang menguji ketangguhan ilmu Ngo-heng tin, selama itu tak terkalahkan dan tak pernah gagal.
oleh ingatan ini mereka jadi penasaran.
Kenyataan tadi terlalu menyakitkan serentak mereka mundur dan merapikan diri, Dan berkatalah Ceng It dengan nyaring kepada Lauw Tong Seng.
"Kau bisa lolos dari mata rantai kubu-kubu ilmu Ngo-heng tin, artinya ilmu kepandaianmu bukan sembarangan. Ilmu itu mengingatkan kami kepada aliran Ngo-tay, Kau pernah apa dengan Bok Jin Ceng?"
"Beliau adalah guruku."
Sahut Lauw Tong Seng.
"Bagaimana? Apakah aku menurunkan pamor rumah perguruanku?"
Ceng It mendengus. Katanya mendongkol.
"Hm! Apakah kau kira kami tidak mengetahui aliran ilmu silatmu?"
Lauw Tong Seng mengetahui bahwa Ceng It berlima masih penasaran. Kemudian ia mengalihkan pembicaraan.
"Kita telah bertempur, Masing-masing sudah berusaha menjatuhkan lawan. Kalian telah mengepung aku berlima, dan ternyata aku tak sanggup merobohkan, Begitu juga kalian berlima. inilah yang disebut setali tiga uang, sekarang, bagaimana baiknya kita mengatur emas itu?"
Ia berhenti sejenak dan mengawasi Go Keng Cay, Katanya.
"Urusan perdagangan kita sudah selesai, bukan? Nah, kau boleh pergi!"
Hebat perkataan Lauw Tong Seng bagi Go Keng Cay, sebagai seorang pemimpin berandal, ia biasa memerintah. sekarang ia merasa diri tak sanggup melawan lagi, dan ia diusir dihadapan orang banyak. ia menyahut.
"Lauw Tong Seng! jangan tergesa-gesa kau menepuk dada! Pada suatu hari nanti- kau pasti akan jatuh ditanganku, aku Go Keng Cay tak dapat kau permainkan sesuka hati, Hari ini memang aku naas, tapi besok atau lusa aku bakal bangkit lagi!"
Lauw Tong Seng tertawa, tetapi Ceng Go menyelak bicara.
"Urusan emas tak perlu diributkan lagi! Kau boleh membawanya, asal bisa memenuhi dua syarat."
"Syarat apakah itu?"
Tanya Lauw Tong Seng.
"Syarat pertama, kau harus membawa barang semacam alat penebus. itulah peraturan kami yang sudah berjalan sejak aku belum lahir, Artinya, kau menghargai kami."
Ceng Go menjelaskan Lauw Tong Seng berpikir sebentar.
"Baik. Aku akan mengirimkan barang penukar yang cukup berharga. selain itu, aku akan mengadakan pesta perpisahan sebagai pernyataan rasa terima kasih, Sekarang, bagaimana syarat yang kedua ?"
"Yang kedua, kau harus tinggalkan Thio Sin Houw disini!"
Sahut Ceng Go. Lauw Tong Seng terkejut, ia tidak mengetahui latar belakang persoalannya bahwa Sin Houw mempunyai sangkut paut dengan kepentingan keluarga Cio-liang pay, yang bertalian dengan urusan Gin-coa,Long-kun. Katanya.
"Adik seperguruanku ini, seorang yang doyan makan. Kalau dia kalian harapkan tinggal disini, ia akan menghabiskan persediaan makanan kalian. Apakah kalian tidak akan rugi?"
Ciu San Bin kenal akan watak dan kebiasaan gurunya.
Bila dia bergurau, artinya mengandung ancaman.
pastilah pertempuran akan terulang kembali.
Maka dengan diam-diam ia bersiaga dengan senjatanya.
Ceng It yang masih memegang tombaknya berkata dengan suara tegas.
"Adik seperguruanmu tadi, pandai mengajari caramu bisa lolos dari mata rantai ilmu kami. Agaknya dia mengenal ilmu itu, maka biarlah kami mencoba-coba kepandaiannya."
Ciu San Bin mendongkol mendengar perkataan Ceng It, Terus ia melompat maju tanpa persetujuan gurunya, katanya membentak.
"Aku saja yang maju, Apakah kau kira kami gentar menghadapi kalian?"
"Kalau begitu, silahkan!"
Sahut Ceng It tertawa mengejek. Ciu San Bin benar-benar tak gentar sedikitpun, Kakinya bergerak hendak melangkah maju, tetapi tiba-tiba tangannya ditarik Sin Houw, Kata paman yang muda usia itu.
"Ciu suko, biarlah aku yang maju lebih dahulu, Apabila aku gagal, barulah kau membantunya."
Ciu San Bin manggut, sahutnya.
"Baik, Begitu membutuhkan aku, panggillah namaku saja, San Bin, Tidak perlu menyebut suko segala. Bukankah kau justru paman guruku?"
Sin Houw tersenyum, ia manggut dan Cie Lan yang tertawa geli.
"Apa yang kau tertawakan?"
Tanya San Bin setelah mendekati.
"Akh, tidak apa-apa. Aku hanya ingin tertawa."
Jawab Cie Lan bersenyum manis.
Sementara itu Sin Houw sudah melompat memasuki gelanggang, Benar-benar dia hanya bersenjatakan sebatang tusuk sanggul Cie Lan! "Aku Thio Sin Houw! Dengan ini aku ingin berkenalan dengan ilmu Ngo-heng tin dari keluarga Cio-liang pay!"
Seru Sin Houw.
"Keluarkan senjatamu!"
Ceng It membentak. Sin Houw bersenyum, kemudian ia memperlihatkan tusuk sanggul Cie Lan. Berkata.
"Susiok semua adalah angkatan tua, tak berani aku melawan dengan menggunakan senjata tajam, Maka biarlah aku menggunakan tusuk sanggul ini untuk menghadapi susiok semua!"
Mendengar perkataan Sin Houw baik Ceng It berlima maupun para hadirin lainnya menjadi sangat heran.
Banyak diantara mereka yang menganggap Sin Houw terlalu mengunggulkan dirinya, apa artinya sebatang tusuk konde? Semua orang tahu, bahwa tusuk sanggul sangat mudah patah.
Betapa mungkin dapat diadu dengan senjata Ceng It berlima yang serba kuat? Lauw Tong Seng yang tidak berkata apa-apa, diam-diam mempersiapkan kedua senjata andalannya, untuk menolong apa bila adik seperguruannya terancam bahaya.
Kepada Ciu San Bin dan Cie Lan, ia membisik.
"Musuh kita terlalu kuat, sedang jumlah kita hanya empat orang, Apabila sebentar aku memberi tanda, kalian berdua segera lompat ke atas genting dan larilah secepat-cepatnya, Aku dan Sin Houw akan melindungi kalian untuk menghadang musuh. janganlah kalian memperdulikan kami, walaupun kami terancam bahaya apapun, janganlah kalian mencoba untuk membantu. Mengerti?"
Lauw Tong Seng berpesan demikian, karena mempunyai perhitungannya sendiri, walaupun Sin Houw mempunyai kepandaian yang berarti, belum tentu dapat menandingi Ceng It berlima.
andaikata diapun membantu, juga belum berarti banyak.
Tetapi ia percaya, bahwa baik Sin Houw maupun dirinya sendiri, pasti dapat lolos dari bahaya yang mengancam mereka, sebaliknya, tidak demikian halnya dengan Ciu San Bin berdua Cie Lan.
Apabila mereka berdua kena kepung, sukar untuk mereka meloloskan diri.
itulah sebabnya, mereka harus lari lebih dahulu, Dikemudian hari, mereka berdua bisa diharapkan melapor kepada Thio Su Seng, sedangkan dia sendiri akan kembali setelah memperoleh bantuan dari sahabatsahabatnya, pastilah gurunya dan Bok-siang tojin tidak akan tinggal diam.
Dan jika mereka semua datang kembali, ilmu Ngo-heng tin dari keluarga Cio-liang pay pasti bisa dirobohkan, Dia tidak mengharapkan bantuan Sin Houw, sebab meskipun berkepandaian cukup, pastilah masih kurang masa latihannya.
Dalam pada itu, semua yang berada didalam gelanggang pertempuran sudah siap siaga.
Tetapi Sin Houw masih belum merasa puas.
Nampaknya seakan-akan melihat sesuatu yang masih kurang akhirnya ia berkata.
"Ceng It susiok, aku berterima kasih karena kalian sudi memberi pengalaman kepadaku. Hanya saja menurut tanggapanku, barisan kalian masih kurang lengkap. Kalau tidak salah, apakah ilmu Ngo-heng tin ini masih kurang lengkap pertahanannya?" "Kurang lengkap bagaimana?"
Tanya Ceng It heran.
"Disebelah luar Ngo-heng tin, bukankah masih ada barisan pembantu yang disebut Pat-kwa tin. Kenapa Pat kwa tin tidak diatur sekalian, agar aku dapat memperoleh pengalaman lebih luas lagi? Ceng Sam yang tidak sabaran lantas membentak.
"Bagus! Kau sendirilah yang meminta, Kalau kau binasa, jangan sesali siapapun juga."
Setelah membentak demikian, ia berpaling kepada Ceng Cit dan Kun Jie. Memerintah.
"Semua maju!"
Oleh perintah itu, Ceng Cit berdua Kun Jie segera mengangkat tangan, memberi aba-aba, dan muncullah lima belas orang yang segera bergerak mengepung.
Melihat bertambahnya anggauta lawan yang bergerak diatas gelanggang.
Lauw Tong Seng tertegun.
Mulutnya bergerak hendak menegur kesemberonoannya Sin Houw, akan tetapi pada saat itu pula timbullah pikirannya bahwa tegurannya pasti tiada guna lagi.
oleh pikiran itu ia batal sendiri.
sekarang ia memperhatikan mereka semua yang sedang bergerak-gerak dan berputar-putar mengurung Sin Houw, Mereka terdiri dari laki-laki dan perempuan.
Gerakan mereka rapi dan cekatan.
Mau tak mau ia jadi kagum, pikirnya didalam hati.
"Belasan tahun aku berkelana untuk menambah pengalaman dan pengetahuan Tetapi baru hari ini aku melihat barisan Ngo-heng tin yang dahsyat dan rapi sekali. Mereka bergerak dan berlari-larian, Namun tak ada terdengar langkahnya sama sekali. Akh, Sin Houw benar-benar semberono, Melayani lima orang saja, sudah sulit. Apalagi menghadapi belasan orang, Bagaimana aku harus menolong menembus mereka? Mungkin sekali sudah tiada harapan lagi, Akh, Sin Houw, benar-benar kau tak tahu diri!"
Benar-benar Lauw Tong Seng menjadi tertegun dalam keraguan yang mencemaskan hatinya.
Tetapi Sin Houw sendiri nampak tenang-tenang saja, ia menjepit tusuk sanggul Cie Lan dengan jari tangan kanannya.
Tangan kirinya dilencangkan ke depan dan ditekuk sedikit, seolah-olah seekor ular hendak menerkam mangsa, Kemudian kedua kakinya mulai melebar.
sekonyong-konyong ia bergerak dan lari berputaran, setelah empat lima kali, ia berbalik merubah jurusan dengan mendadak pula.
Melihat gerakan Sin Houw, Ceng It berlima memusatkan seluruh perhatian mereka.
pandang mata mereka tak berani beralih dari gerak-gerik Sin Houw yang penuh teka-teki.
sebab sudah sekian lamanya ia berputar-putar, masih saja belum ada tanda-tanda hendak melakukan penyerangan.
Lauw Tong Seng maupun Ceng It tidak mengetahui bahwa Sin Houw sebenarnya sedang melakukan ajaran-ajaran warisan Gin-Coa Long-kun.
Dahulu ketika Gin-coa Long-kun lolos dari kepungan Ceng It berlima, ia mengeram diri didalam goanya, Terus-menerus tanpa mengenal lelah, pendekar yang mengandung dendam itu mencari-cari jalan keluar untuk dapat memecahkan rahasia ilmu Ngo-heng tin.
Pada tahun-tahun pertama, belum juga ia berhasil menemukan titik-tolak apa sebab pertahanan Pat-kwa tin dan Ngo-heng tin bergerak terus saling menyusul, sampai lawannya kena dirobohkan.
Asal yang satu bergerak, empat lainnya menyusul bergerak pula, Begitu terus-menerus, sehingga lambat-laun membuat pandang mata lawan menjadi kabur.
Benar-benar ia bingung dan tak dapat mengerti.
Pada suatu hari Gin-coa Long-kun keluar dari goanya, ia merangkak ke puncak gunung untuk mencari hawa segar.
Tiba-tiba ia melihat seekor ular bergerak melingkar begitu mendengar suara ia merangkak.
Kemudian berhenti dan menegakkan kepalanya.
itulah kodrati gerakan seekor ular apabila merasa terancam bahaya.
ia bersiaga melawan dan berbareng menyerang.
Tetapi dia tidak akan menyerang, apabila tidak didahului.
Dan melihat tata laku ular itu, timbullah sepercik ilham didalam benak Gin-coa Long-kun.
Anggrek Tengah Malam -- Khu Lung Sarang Perjudian -- Gu Long/Tjan Id Iblis Sungai Telaga -- Khu Lung