Ceritasilat Novel Online

Golok Halilintar 15


Golok Halilintar Karya Khu Lung Bagian 15



Golok Halilintar Karya dari Khu Lung

   

   "Aku juga ikut bertaruh, inilah taruhanku."

   "Siapa kesudian bertaruh dengan pedang buntung?"

   Giok Cu menyindir.

   "Kau tak mengerti maksudku? Aku pun bertaruh satu lawan tiga. Bila pihakku kalah, tikamlah aku tiga kali, sebaliknya bila pihakmu kalah, aku akan menikammu sekali saja dengan pedang buntungku ini. Jelas?"

   Sudah barang tentu sekalian yang mendengar menjadi heran.

   itulah macam pertaruhan yang belum pernah mereka saksikan.

   Jago-jago kenamaan yang ikut mendengar pertaruhan itu sampai bergeleng kepala.

   Hebat benar pendekar wanita Hoa-san pay itu, Agaknya ia terlalu bersakit hati terhadap puteranya Gin-coa long kun yang memperolok kecantikannya.

   Giok Cu benar-benar tajam lidahnya, dengan tertawa ia menyahut.

   "Wajahmu begitu cantik, bagaimana sampai hati aku menikammu tiga kali? Biarlah aku menggores mukamu yang cantik itu tiga kali saja!"

   Bukan main mendongkolnya Sie Liu Hwa. Tubuhnya sampai gemetar menahan luapan amarahnya. Lie Sun Giok yang menjadi suaminya meledak.

   "Hey anak muda, Aku nanti akan ikut serta merobek mulutmu!"

   Tetapi Giok Cu tidak bersakit hati. Ia melawan kata-kata sengit dengan tawa lebar, sebaliknya Cu Hwa tak puas menyaksikan Nie Sun Giok ikut mencampuri macam pertaruhan. Katanya sengit.

   "Kau hendak membantu isterimu? Akupun ikut serta. Aku nanti akan menabas hidungmu dan kedua tanghanmu. Dengan begitu, kau tidak akan bisa memeluk isterimu yang cantik lagi."

   "Bagus, Akupun nanti akan memotong buah dadamu!"

   Kata Nie Sun Giok dengan panas hati. Para hadirin yang lain kemudian ikut pula melakukan pertaruhan, sehingga Pian Cong tojin merasa jemu, serunya dengan suara nyaring.

   "Sudahlah! Sekarang, hei anak muda, mari kita mulai! "

   Setelah berkata demikian, ia mendahului menggerakkan pedangnya.

   The Sie Ban segera mengikuti.

   Hebat corak serangan mereka berdua.

   Pedang mereka menderu-deru di arah yang berlawanan! Tata-kerja kaki mereka cepat dan gesit.

   Mereka menempati arah-arah bidik tertentu, Dan gerakan pedang mereka saling menyusul dan saling berlipat.

   Empat jadi delapan.

   Delapan jadi enam belas, Enam belas menjadi tiga puluh dua.

   Dari tiga puluh dua berubah menjadi enam puluh empat.

   Maka bisa dibayangkan, betapa cepat dan dahsyat ilmu pedang Liang-gie Kiam-hoat.

   Thio Sin Houw mengandal kepada kegesitannya, setiap serangan digagalkan dengan berkelit menghindar yang cepat luar biasa.

   Hal itu membuat hati Pian Cong tojin dan The Sie Ban penasaran.

   Namun mereka tetap berkelahi dengan mantap, walaupun setiap tikamannya dapat dihindarkan, tetapi mereka mendesak terus, bahkan makin lama makin cepat sehingga membuat hadirin kagum luar biasa.

   "Pemuda itu memang gesit gerakannya, mungkin benar dia adik seperguruan atau murid Gin-coa Long-kun."

   Kata Nio Cun Swie kepada Thia Bu Bok yang duduk disampingnya, Dan Thia Bu Bok memanggut, Jawabnya.

   "Karena usianya masih muda, mungkin sekali ia lambat laun kalah menghadapi ilmu pedang Liang-gie Kiam-hoat yang memang hebat. Hm, sungguh sayang! Adalah jarang sekali seorang pemuda seusia dia memiliki kegesitan dan kecepatan gerak seperti dia."

   Penglihatan Thia Bu Bok hampir mendekati kebenarannya.

   waktu itu The Sie Ban menusuk dada Sin Houw, Dan Pian Cong tojin membarengi mengarah kekiri, Kemudian menikam lambung kanan Sin Houw dengan tiba-tiba.

   Keruan saja kedudukan Sin Houw terjepit, Tak dapat lagi ia mengelakkan diri, semua jalan mundur tercegat, Akan tetapi pemuda itu nampak tiada gugup sama sekali.

   Diluar dugaan, ia mengendapkan diri.

   Kakinya mendupak, setelah itu ia membenturkan kepalanya ke perut Pian Cong tojin.

   Untung, ia tidak menggunakan tenaganya penuh-penuh, walaupun demikian, imam itu terpelanting mundur dan hampir saja roboh terjengkang.

   Itulah kejadian yang sama sekali tak terduga, Dalam terkejutnya, The Sie Ban membabatkan pedangnya untuk mundur menghindari sampai tiga kali berturut-turut, Tentu saja hal itu membuat hati The Sie Ban penasaran.

   Makinya.

   "Binatang! Kau hendaklah ke mana ?"

   Sebenarnya Sin Houw berkelahi dengan membatasi diri. Kalau mau, Pian-Cong-tojin tadi sudah dapat dirobohkan, tetapi setelah dirinya dimaki sebagai binatang, timbullah rasa marahnya. Pikirnya di dalam hati.

   "Kalau aku tidak membuat takluk benar-benar, rasanya sulit meyakinkan mereka. Akupun masih ingin mencari kesempatan menghajar ketiga muridnya Jie-suheng yang keterlaluan itu. Mengulur waktu berarti membuang-buang tenaga tiada gunanya. Biarlah kurampungi saja..."

   Memikir demikian, ia melesat menyambar gelas minumannya. Dua tiga kali ia meneguk. Kemudian melompat kembali ke tengah gelanggang sambil berkata nyaring.

   "Nah, seranglah aku! Kepandaianmu masih terlalu jauh dibawahku."

   Bukan main marahnya The Sie Ban direndahkan demikian, Terus saja ia menyerang setengah kalap. Pian Cong to-jin cepat-cepat mencegah. Katanya.

   "Sutee, jangan sampai kau terjebak tipu muslihatnya. ia sengaja membuatmu marah!"

   Peringatan Pian Cong tojin, membuat The Sie Ban tersadar.

   Cepat-cepat ia mengendalikan diri dan mengikuti irama gerak pedang kakaknya seperguruan, ia merangsak dari kiri, Dan kakak seperguruannya memotong dari kanan, namun Sin Houw masih dapat juga lolos, ia melesat keluar gelanggang, dan berkata kepada Giok Cu.

   "Giok Cu, carikan aku minuman segar ! Tuangkan kedalam cawanku yang kosong itu!"

   "Baik!"

   Seru Giok Cu gembira. ia tahu, Sin Houw benarbenar hendak memancing amarah lawannya. Maka bukannya ia mengisi cawan, akan tetapi memperhatikan gerakan pemuda itu yang tiba-tiba saja menyambar kursi di sampingnya.

   "Kau isilah! pedang mereka cukup kulawan dengan kursi ini ! "

   Kata Sin Houw.

   Benar-benar Sin Houw melawan pedang mereka dengan kursi.

   setelah melihat Giok Cu mengisi cawan minumannya, ia melemparkan kursi ke depan sehingga membuat lawannya mundur.

   Kemudian melompat sambil menyambar cawan.

   sekali teguk, habislah isi cawan itu.

   Lalu, ia menyambar sepotong paha ayam.

   Dan sambil menggerogoti paha ayam, ia berkata.

   "Apakah kalian masih saja tidak percaya, bahwa ilmu pedang Liang-gie Kiam-hoat banyak sekali terdapat lubang kelemahannya? sudah begitu, kepandaian kalian berdua masih berada jauh dibawahku, Bagaimana kalian bisa mengharapkan dapat melukai aku? Kau tak percaya? Biarlah aku melayanimu sambil menggerogoti paha ayam ini !"

   Tentu saja panas hati The Sie Ban dan Pian Cong tojin, sekarang mereka tidak dapat lagi mengendalikan diri, Masingmasing ingin menancapkan pedang mereka ke tubuh pemuda itu.

   Maka kacaulah ketentuan jurus Liang-gie Kiam-hoat yang membutuhkan suatu kerja sama rapi.

   Sin Houw menghindari tiga tikaman mereka.

   Kemudian melompat keluar gelanggang dan meneguk cawannya yang sudah diisi kembali oleh Giok Cu.

   setelah itu ia menghadapi mereka kembali sambil mengoceh.

   "Nah, lihatlah betapa tolol kalian berdua. Apakah kalian tidak tersadar juga, bahwa aku melawanmu dengan tangan kosong belaka? Tak dapatkah kalian berpikir, bagaimana akibatnya bila aku melawanmu dengan pedang pula? Akh, benar-benar kalian tolol! seperti kerbau!"

   "Apa katamu?"

   Giok Cu menegas dari luar gelanggang.

   "Kerbau? He-he mereka benar-benar sepasang kerbau buduk ! "

   Mendengar perkataan Giok Cu, dada Pian Cong tojin serasa akan meledak. Dengan menggerung, mereka menyerang Sin Houw berbareng, Tapi Sin Houw dapat mengelak dengan mudah sekali. Kata pemuda itu lagi.

   "Aku adalah utusan dari Gin-coa Long-kun. Tugasku untuk mendamaikan kalian, Ingatlah, bahwa tanah air membutuhkan tenaga kalian, Kenapa kalian bertengkar hanya soal pembalasan dendam perorangan belaka? Kuperingatkan lagi, bahwa kalian sebenarnya kena diperalat dua orang penghianat, sekarang ini, mereka baru mencari akal untuk dapat melarikan diri, Eh, jangan bermimpi ! sebentar aku akan menghajarmu."

   Berkata demikian, tiba-tiba ia menimpuk The Sie Ban dengan tulang kaki ayam.

   Kaget The Sie Ban mundur mengelak .

   Dan pada detik itu pula, Sin Houw menjepit ujung pedang Pian Cong tojin dengan paha ayamnya.

   pemuda ini mengerahkan tenaga dalamnya.

   Bentaknya.

   "Lepaskan!"

   Berbareng dengan bentakannya, ia menarik, Dan pedang Pian Cong tojin kena ditariknya sampai meliuk kelantai, Pian Cong tojin sendiri terjerunuk ke depan dan berusaha matimatian mempertahankan diri dengan kedua kakinya.

   Oleh rasa kaget, malu dan putus asa karena tak mampu mempertahankan pedang nya, ia mengambil keputusan terakhir, ia melepaskan pegangannya, kemudian ia membiarkan diri terseret daya tarik Sin Houw sambil melepaskan pukulan geledeknya.

   Pian Cong tojin sesungguhnya cerdik juga.

   Akan tetapi Sin Houw tahu menebak jalan pikirannya.

   Gesit ia menjejakan kedua kakinya.

   Dan tubuhnya me-lesat tinggi diudara, sambil membawa pedang rampasan.

   Melihat The Sie Ban maju hendak membantu kakaknya, ia menyambitkan tulang paha ayamnya.

   Kali ini dia mengerahkan tenaga dalamnya tujuh bagian.

   Dan kena gempuran tenaga dalamnya, pedang The Sie Ban terpental kesamping.

   Sin Houw tak sudi sia-siakan kesempatan yang baik itu, Dengan berjumpalitan diudara ia menyambar pedang The Sie Ban sebelum jatuh dilantai hebatnya lagi, kaki kanannya masih juga sempat menendang urat pinggang The Sie Ban sehingga jago itu mendadak saja mati kutu.

   "Kalian berdua sesungguhnya belum pernah melihat tata kerja ilmu pedang rumah perguruan sendiri yang menjadi kebanggaan leluhur kalian. Nah, sekarang lihatlah! Dengan seorang diri aku dapat melakukan jurus-jurus ilmu pedang Liang-gie Kiam-hoat."

   Seru Sin Houw setelah turun di lantai.

   Dan dengan dua pedang rampasannya pemuda itu benarbenar melakukan jurus jurus Liang-gie Kiam-hoat, Kedua pedangnya berkelebatan dari kiri dan kanan .

   Arah bidik dan titik tolaknya bertentangan.

   Bila yang kanan menyerang, yang kiri mempertahankan diri.

   Begitulah sebaliknya, Nampaknya kusut akan tetapi sesungguhnya membahayakan kedudukan lawan.

   itulah jurusjurus ilmu pedang Liang-gie Kiam-hoat yang aseli dan dapat dipertontonkan oleh Sin Houw dengan mahir sekali.

   Tak mengherankan semua hadirin jadi heran dan takjub menyaksikan kepandaian Sin Houw mempertontonkan kemahirannya melakukan jurus-jurus ilmu pedang Liang-gie Kiam-hoat, itulah suatu kejadian yang tak terbayangkan sebelumnya.

   Kedua pedang Sin Houw makin lama makin nampak berseliweran, sinarnya berkeredepan kena pantulan sinar lampu dan angin menderu-deru tiada hentinya, setelah enampuluh ampat jurus selesai , terdengarlah seruan pemuda itu dan tiba-tiba saja kedua pedang itu melesat keatas dan menancap dalam pada tiang atap rumah.

   itulah ilmu timpukan pedang Hoa-san pay yang istimewa.

   Lauw Tong Seng dulu pernah kagum menyaksikan kemahirannya.

   Maka tidak mengherankan, semua hadirin kagum bukan kepalang.

   setelah ia mengundurkan diri dari gelanggang dan duduk kembali diatas kursinya, hadirin bersorak bergemuruh menyatakan rasa kagum, Mereka bertepuktangan, dan dengan terang-terangan-mereka menyatakan pujian.

   Dan apabila suara bergemuruh itu mulai reda, terdengarlah suara gembira Giok Cu yang diucapkan dengan nyaring.

   "Ha-ha! Nah, sekarang bakal ada orang memanggil kakek kepadaku."

   Kiang Yan Bu tergugu karena memang dialah yang telah ikut bertaruh, dengan mengatakan akan memanggil Giok Cu sebagai kakek kalau Sin Houw dapat memenangkan pertandingan tadi! Sementara itu Thia Bu Bok yang juga kalah bertaruh, kemudian tertawa dan berkata.

   "Sim kouwnio, kau menang! Nah ... kau bawalah semua emasku."

   Setelah berkata demikian, ia mendorong emasnya ke depan Cu Hwa. Senang hati Cu Hwa melihat kejujuran dan sifat jantan Thia Bu Bok. ia bangun dari kursinya dan memberi hormat, Sahutnya.

   "Thia susiok, Biarlah aku mewakili susiok memberi hadiah kepada semua hadirin, Apakah susiok rela apabila jumlah nilai pertaruhan kita, kubagi rata kepada para hadirin?"

   "Semua emasku adalah milikmu. Kau bakar atau kau buang, adalah hakmu."

   Jawab Thia Bu Bok. Cu Hwa manggut hormat. Kemudian berkata nyaring kepada murid-murid dari ayahnya.

   "Saudara-saudara, diatas meja terdapat setumpuk benda yang bernilai tigaribu keping uang emas, inilah jumlah nilai enam batang emas Thia susiok dan sebuah gelang permataku, Ayah mengundang saudara-saudara sekalian untuk menghadiri pesta pertemuan ini. sayang sekali, ayah tak sempat melayani saudara saudara sekalian dengan baik, Karena itu, emas dan gelang permataku ini esok hari akan kujual. Lalu hasil penjualannya akan kubagi rata kepada saudara-saudara sekalian. siapa saja termasuk anggautaanggauta pengiring para pendekar kenamaan, kuperkenankan mengambil bagiannya."

   Keputusan Cu Hwa sangat bijaksana.

   Baik pihak The Sie Ban maupun murid-murid Sim Pek Eng merasa puas.

   Mereka semua nampak berseri-seri wajahnya hanya Pian Cong tojin dan The Sie Ban yang jadi murung.

   Mereka mendongkol, karena dikalahkan, Mereka malu, karena tadi sudah terlanjur membuka mulut besar.

   Sim Pek Eng dapat membaca keadaan hati mereka berdua.

   Dengan sikap hormat, pendekar tua ini berkata kepada hadirin.

   "Saudara-saudara sekalian, Diwak-tu muda, adatku memang keras dan berangasan, perangai itulah yang membuat aku kesalahan tangan sampai membunuh kakaknya saudara The Sie Ban. peristiwa itu betapapun juga membuat hatiku menyesal dan malu, sekarang perkenankan aku menyatakan maaf kepada saudara The Sie Ban."

   Ia berhenti sebentar menoleh kepada puterinya. Berkata.

   "Cu Hwa, kaupun harus berlutut kepada The susiok."

   Cu Hwa tahu diri, ia mendahului ayahnya berlutut kepada The Sie Ban dan The Sie Ban tak dapat berbuat lain, kecuali menerima dan balas memberi hormat kepada Cu Hwa dan ayahnya.

   Ia tadi sudah berjanji hendak menyudahi persengketaan, manakala kena di kalahkan.

   Sebagai seorang ksatria, wajib ia memegang janji.

   Lagipula bunyi dua helai surat kesaksian menyatakan pula tentang kesalahan kakaknya.

   Karena itu tiada lagi alasan yang kuat untuk melanjutkan persengketaan itu.

   
Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
pikirnya didalam hati.

   "Masih beruntung, aku tidak sampai terluka. Lagipula Sim Pek Eng sudi menjura padaku dihadapan umum. inilah suatu penyelesaian terhormat, Apalagi uang aku hendak tuntut?"

   Tetapi tepat pada saat itu ia seperti melihat bayangan almarhum kakaknya. Tak terasa kedua matanya berkaca-kaca.

   "Saudara The Sie Ban..."

   Kata Sim Pek Eng dengan manis.

   "Mengenai pertaruhan itu, biarlah aku yang mewakili dirimu. Besok aku akan mencarikan sebuah gedung untukmu. Atau aku akan membangunkan sebuah gedung baru sebagai pengganti gedungmu untuk kedua utusan tayhiap Gin-coa Long-kun."

   "Sudahlah."

   Cegah The Sie Ban.

   "Aku tidak ingin mengingkari perkataan sendiri, Aku seorang laki-laki yang tahu menghargai mulut. Sim tayhiap, maafkanlah aku. Aku datang ke sini sesungguhnya untuk membalaskan dendam kakakku, Karena merasa diri tak ungkulan melawanmu, aku membawa sahabat-sahabat undanganku, sekarang permusuhan ini ku sudahi sampai di sini saja . Besok aku akan pulang ke kampung dan akan menggantungkan pedangku untuk selama-lamanya. Karena itu, biarlah gedungku menjadi milik kedua tuan ini."

   Ia berhenti sebentar menoleh kepada Sin Houw dan Giok Cu. Kemudian menghadap sahabat-sahabatnya. setelah memberi hormat, ia berkata.

   "Saudara-saudara datang kesi-ni oleh ajakanku, Ternyata aku gagal membalaskan dendam kakakku dan ternyata pula kakakku justru yang bersalah. Maafkan aku dan idzinkan aku membalas budi kalian dikemudian hari. sekarang perkenankan aku menjura terhadap saudara saudara sekalian sebagai pernyataan terima kasihku."

   Dan The Sie Ban membuktikan perkataannya dengan menjura untuk memberi hormat kepada para hadirin, kemudian berkata lagi kepada Sim Pek Eng.

   "Kami telah membuat susah tayhiap Sim Pek Eng, sekarang perkenankan kami berangkat, Maafkan segalagalanya."

   Cepat-cepat Sim Pek Eng membalas hormat, menyahut dengan suara manis.

   "Sekiranya tidak terjadi peristiwa ini, tak dapat aku bersahabat. Besok pagi aku datang mengunjungi tempat kalian."

   "Tak usah."

   Ujar The Sie Ban,"Kami berdua akan meninggalkan kota ini, malam ini juga."

   Mereka berdua memutar tubuhnya. selagi hendak melangkahkan kakinya tiba-tiba terdengar seruan Giok Cu kepada Sie Liu Hwa.

   "Hey, bagaimana dengan pertaruhan pedang buntung?"

   Cu Hwa baru saja berlega hati melihat ayahnya luput dari bahaya maut, Karena itu tidak menghendaki lagi terjadi suatu ketegangan baru, siapa tahu ketegangan itu akan merubah keputusan The Sie Ban, Maka cepat-cepat ia berkata.

   "Bagaimana kalau kita menyudahi saja urusan kecil itu?"

   Tetapi Giok Cu mengotot. jawabnya sambil menuding Kiang Yan Bu.

   "Dia belum memanggil kakek kepada ku. Karena itu persoalan belum boleh dianggap selesai. Coba andaikata jago-jago mereka yang menang, kita masing-masing kebagian tikaman pedang buntung sebelum sempat menyebut kakek tiga kali kepadanya."

   Didalam hati Cu Hwa membenarkan perkataan Giok Cu.

   Tetapi ketegangan baru itu, tidak dikehendaki sebaliknya Kiang Yan Bu dan Sie Liu Hwa mendongkol dan penasaran mendengar perkataan Giok Cu.

   sebab mereka berdualah yang tertusuk kehormatannya.

   Tiba-tiba saja mereka lompat berbareng ke tengah gelanggang, Tetapi Kiang Yan Bu tidak menghampiri Giok Cu, sasaran rasa mendongkolnya dialamatkan kepada Sin Houw - katanya sambil menuding.

   "Kau menimpuk pedang tadi dengan gaya aliran Hoa-san pay.

   Dari mana kau curi ilmu itu? sebenarnya siapa kau? Hayo, bilang!"

   Nie Sun Kiong yang mendampingi isterinya, ikut pula masuk kegelanggang, Berkata membantu kakak seperguruannya.

   "Kaupun tadi menggunakan jiirus-jurus Hok-houw ciang, sebenarnya dari mana kau mencuri ilmu kami itu?"

   Sin Houw sama sekali tak menduga, bahwa akan terjadi suatu ketegangan baru, Dalam hati ia memaki Giok Cu yang membuat gara-gara itu, Namun ia tertawa menghadapi kekasaran mereka. sahutnya.

   "Mencuri? Mencuri dari mana?"

   "Kau maling kecil!"

   Maki Sie Liu Hwa kalap.

   "Kau masih menyangkal?"

   Sin Houw tertawa sambil menggelengkan kepala. Kemenakan muridnya itu benar-benar galak. Ketika hendak membuka mulutnya, terdengar Kiang Yan Bu tertawa mengejek, Lalu berkata menegas kepadanya.

   "Kalau tidak mencuri, dari mana-kau kau memperolehnya?"

   Kembali Sin Houw tertawa. sejenak kemudian menjawab dengan tenang.

   "Aku tak perlu mencuri . Karena aku murid Hoa-san pay."

   Mendengar jawaban Sin Houw, rombongan Kiang Yan Bu yang terdiri dari murid-murid aliran Hoa-san pay menjadi heran. Mereka saling pandang mencari pertimbangan Dan pada saat itu Sie Liu Hwa maju selangkah. sambil menuding ia berkata sengit.

   "Hey, maling kecil! Apakah kau sebenarnya orang gila? Bukankah kau tadi selalu membawa-bawa nama Gin-coa Long-kun? Kenapa sekarang mengaku sebagai murid Hoa-san pay? Ha , ini namanya yang palsu bertemu dengan yang tulen. Kau tahu, dari mana kami bertiga ini? Buka telingamu baikbaik! Kami bertiga adalah murid rumah perguruan Hoa-san pay. Tahu?"

   Sin Houw tidak bersakit hati di damprat demikian, tetap saja ia bersikap sabar dan tenang.

   ujarnyas "Seperti kunyatakan tadi, bahwa pendekar besar Lim Ceng Gie adalah ayah dari sahabatku ini.

   Tentang kalian bertiga sebenarnya sudah kuketahui jauh-jauh sebelumnya.

   Jadi tegasnya, kita ini adalah sesama aliran dan rumah perguruan."

   Nie Sun Kiong terhenyak, Rupanya ia bisa berpikir agak sabar. setelah terdiam sejenak, ia berkata hati-hati.

   "Semua murid kakek guru dan paman guru, kukenal dengan baik, sebenarnya kau muridnya siapa?"

   "Guruku adalah Bok Jin Ceng,"

   Jawab Sin Houw. Mendengar jawaban Sin Houw, mereka bertiga kaget sampai berjingkrak kata Sun Kiong kepada isterinya, untuk minta keyakinan.

   "Liu Hwa, Dia mengoceh tak keruan, apakah kau pernah mendengar kabar, bahwa kakek guru mempunyai seorang murid lagi?"

   Sie Liu Hwa sejak tadi sudah tak dapat menahan marah. Mendengar pertanyaan suaminya, ia menjawab sengit.

   "Kakek guru seperti bermata dewa, mustahil ia mempunyai murid penipu!"

   Sin Houw tertawa didalam hati dan berpikir.

   "Murid Jie suheng ini cepat sekali marah. pikirannya cupat pula, Umpama pedangnya masih utuh, pastilah dia segera menikamku."

   Dengan pikiran itu, ia berkata.

   "Benar, suhu memang bermata dewa, Bahkan Jie suheng Pui Tong Kim sebenarnya sudah harus memiliki mata dewa, Apa sebab dia menerima murid sembarangan saja? Benarbenar aku tak mengerti."

   Semua hadirin menjadi terkejut mendengar Sin Houw menyebut Jie suheng terhadap tayhiap Pui Tong Kim, Dia dapat menyebut nama pendekar kenamaan itu.

   Mustahil dia bukan salah seorang anggauta rumah perguruan Hoa-san pay, sebaliknya Kiang Yan Bu bertiga justru tertusuk kehormatannya, karena sipenipu itu menyebut nama gurunya dengan enak saja, Bentak Kiang Yan Bu.

   "Sebenarnya dari manakah kau memperoleh ilmu rumah perguruan kami?"

   Ia berkata demikian karena mengira, Sin Houw seorang penipu yang hendak mempermainkan mereka bertiga. itulah sebabnya, meskipun agak bisa berpikir tenang, namun tak urung kehilangan kesabarannya juga.

   "Bukankah sudah kukatakan?"

   Sahut Sin Houw tetap sabar.

   "Guruku bernama Bok Jin Ceng. Dialah yang disebut pendekar sakti tanpa bayangan."

   Nie Sun Kiong mengawasi Kiang Yan Bu, kakak seperguruannya itu berdiri tertegun dengan membungkam mulut, Tadi ia menyaksikan sendiri betapa tinggi ilmu kepandaian Sin Houw, Tatkala ia memperkenalkan diri sebagai murid Hoa-san pay, ia setengah percaya.

   mungkin, Sin Houw adalah muridnya Lauw Tong Seng, paman guru mereka.

   Tetapi karena Sin Houw mengaku sebagai murid kakek-guru mereka, keraguannya lenyap, pastilah Sin Houw seorang penipu.

   Kakek gurunya biasa merantau, tak mungkin dalam perantauannya menerima seorang murid yang masih begitu muda, Bagaima-na cara mendidiknya? Jelas tidak masuk akal, maka berkatalah ia mengejek.

   "Kalau begitu, kau adalah pamanku - bukankah begitu, paman yang baik?"

   "Jangan menyebut paman kepadaku, Kalau kalian bertiga menyebut diri sebagai keponakanku, akupun sulit menerimanya."

   Sahut Sin Houw tenang. Panas hati Kiang Yan Bu mendengar jawaban itu, Berkata mencoba.

   "Paman yang baik, tolong berilah kami nasihat, Apakah kami bertiga tadi mencemarkan pamor rumah perguruan sehingga paman mencela guruku menerima murid-murid seperti kami bertiga? Hayo - berilah kami nasihat, Ha-ha ...!"

   Kiang Yan Bu sengaja tertawa, sehingga para hadirin ada yang ikut tertawa. Mendengar suara rombongan The Sie Ban ikut tertawa, wajah Sin Houw berobah sungguh-sungguh, Katanya dengan suara berwibawa.

   "Jika Jie suheng Pui Tong Kim atau Sam suheng Sun Ho Liang suami dan isteri berada disini, pastilah mereka akan menampar mulut kalian!"

   Dan Sin Houw menyebut nama Sam-suheng Sun Ho Liang , suami-isteri, karena mendadak ia teringat dengan perkataan Lauw Tong Seng ketika sesaat mereka hendak berpisah, Toa

   KANG ZUSI WEBSITE
http.//cerita-silat.co.cc/ *** (file google dokumen published by Saiful Bahri ...situbondo seletreng )*** suheng itu mengatakan bahwa sesungguhnya Bok Jin Ceng masih mempunyai dua murid lagi yakni Sun Ho Liang dan isterinya, yang entah karena apa tak pernah disebut-sebut oleh gurunya."

   Sementara itu Kiang Yan Bu menjadi sangat gusar, ia menghunus pedangnya sambil berseru.

   "Kau bilang apa? Keparat! jangan bicara sembarangan!"

   Menyaksikan kejadian itu, Sim Pek Eng sibuk tak keruan. Cepat-cepat ia melerai. Katanya kepada Kiang Yan Bu.

   "Kiang tayhiap, kuharap kalian jangan marah. Mari kita lanjutkan menikmati hidangan."

   Dengan perkataannya itu, jelas bahwa Sim Pek Eng juga merasa tidak percaya terhadap keterangan Sin Houw, ia melihat usia mereka terpaut jauh, bagaimana mungkin Sin Houw dapat menjadi paman guru Kiang Yan Bu bertiga? Tetapi hati Kiang Yan Bu sudah terlanjur panas.

   Tak memperdulikan permintaan Sim Pek Eng, ia membentak lagi kepada Sin Houw.

   "Bajingan! Meskipun kau berlutut dihadapanku tiga kali, sudah tak terampuni lagi!"

   Sejak tadi Giok Cu mendongkol ketika mendengar berulangkali Kiang Yan Bu memaki Sin Houw. Menuruti panas ha-tinya, ia meledak.

   "Hey, cucuku Kiang Yan Bu! sebelum kau disembah, harus menyebut diriku kakek dulu!"

   Sie Liu Hwa ikut menjadi sengit, Tiba-tiba ia menimpuk Sin Houw dengan pedang buntungnya, sambil berteriak sengit.

   "Coba tangkap! ingin aku menguji kepandaian murid Hoasan pay!"

   Melibat berkelebatnya pedang buntung, Sin Houw sama sekali tak bergerak dari tempat duduknya.

   ia menunggu sampai ujung pedang hampir menyentuh dirinya, Tiba-tiba tangan kirinya di tengadahkan, sedang tangan kanannya di angkat tengkurup, Kemudian dengan cepat sekali ia mengadukan kedua tangannya seperti lagi bertepuk.

   "Plok!"

   Dan pedang buntung itu kena ditangkapnya, itulah salah satu jurus ilmu sakti Hoa san pay yang diberi nama cengkeraman -burung Rajawali! "Bukankah ini yang dinamakan ilmu cengkeraman burung Rajawali? Cocok atau tidak dengan aslinya?"

   Ia menegas. Kembali Kiang Yan Bu menjadi heran. Juga Nie Sun Kiong. Didalam hati mereka berkata.

   "Benar, Mengapa pemuda itu dapat melakukannya dengan sempurna? Suhu sendiri belum tentu mampu berbuat demikian!"

   Sie Liu Hwa heran sampai tertegun, ia merasa diri seperti mati kutu. Tatkala mengalihkan pandang, ia melihat suaminya mendekati pemuda itu dan berkata dengan nada hati-hati.

   "Memang benar, kau telah menggunakan salah satu ajaran dari golongan kita, Tapi sekarang, aku ingin mencoba kepandaianmu supaya terbuka matamu."

   "Baiklah!"

   Jawab Sin Houw.

   "Bila "kau dapat melayani aku sampai lima jurus, kau boleh berkata kepada siapapun juga bahwa aku penipu besar. Setuju?"

   Mendengar perkataan itu, Kiang Yan Bu bertiga heran berbareng lega hati, Pikir Yan Bu didalam hati, Sin Houw terlalu besar mulut, Mustahil ia dapat merobohkan Sun Kiong dalam lima jurus saja? Dengan pikiran itu ia berkata.

   "Baiklah! Aku yang menghitung!"

   Kiang Yan Bu dan Sie Liu Hwa mundur keluar gelanggang, Dan semua hadirin melepaskan pandangnya kearah Sin Houw dan Sun Kiong dengan penuh perhatian.

   Nie Sun Kiong sendiri tak berani merendahkan Sin Houw.

   Hatinya penuh kebimbangan.

   Karena itu ia bersikap hati hati, Katanya.

   "Bila nanti ternyata masih terdapat kekuranganku, haraplah sudi memberi saran dan nasihat."

   Perlahan-lahan Sin Houw menghampirinya, setelah bersiaga bertempur, ia berkata.

   "Jurusku yang pertama adalah Cio-po thian-keng, Kau mengerti, bukan...? Nah, sambutlah."

   Nie Sun Kiong tercengang mendengar perkataan Sin Houw, ia jadi geli sendiri.

   Pikirnya, Sin Houw tentu hendak menipu.

   Dimanakah ada seseorang yang memberitahukan ragam jurusnya sebelum menggempur lawan? Kalau bukan bermaksud menipu? Tipu serangan yang dimaksud akan membidik sasaran atas, pasti Sin Houw akan menyerang bagian bawah.

   "Baik. Kau seranglah!"

   Sahutnya. Dan Sun Kiong mempersiapkan kedua tangannya hendak melindungi perutnya, dan sin Houw segera berseru.

   "Hey, mengapa kau tidak percaya?"

   Ia menunda serangannya, dan berseru lagi.

   "Tangkislah dengan kedua tanganmu! Kau takkan sanggup menyongsong pukulan dengan sebelah tangan!"

   Nie Sun Kiong terkejut, Sama sekali tak terduga, bahwa Sin Houw benar-benar menyerang dengan jurus Cio-po thiankeng, Masih untung, Sin Houw menunda serangannya.

   Kalau tidak, hidungnya pasti akan mengeluarkan darah, Teringat akan tenaga dalam Sin Houw yang dahsyat tadi, gugup ia menyusulkan sebelah tangannya.

   Dengan begitu benarlah perkataan Sin Houw, bahwa ia harus memapak pukulannya dengan dua belah tangannya.

   "Bres!"

   Tubuhnya tergetar dan mundur selangkah bergoyang.

   "Bagus!"

   Seru Sin Houw memuji.

   "Sekaranq, seranganku yang kedua terdiri dari tiga jurus sekaligus yang kugabungkan menjadi satu, jurus Iek-pek Samkoan, Pauw-conn in-ciok dan Kim-kong ci-bwee. Bagaimana kau hendak melawannya?"

   Tanpa berpikir lagi, Sun Kiong lalu menjawab.

   "Aku akan memunahkan dengan tiga jurus pula, Jurus Hong-da chiu, Pek-in cut-sie dan Peng-hwa hut-liu."

   
Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Dua yang benar. Tapi yang ketiga tidak tepat!"

   Kata Sin Houw seperti seorang guru mengajar muridnya. Memang, sengaja ia berlaku demikian untuk membuat Sun Kiong takluk benar-benar.

   "Kau tak percaya? Mari kujelaskan, titik penjagaan berada disekitar dada. Tujuannya memunahkan sambil membalas menyerang. Bila lawan akan mengadu tenaga, itulah bagus, Kalau tidak, terpaksalah kau membalas menyerang. untuk menyerang balik, kau harus menarik jari tanganmu dahulu yang sudah terlanjur terbuka menjadi suatu cengkeraman. Kemudian memutar pergelangan untuk kau buat tenaga tolak. Dengan demikian kau meninggalkan sebagian garis pertahananmu, Karena itu, kau takkan sanggup menahan gempuranku yang mengarah jantung."

   "Kalau begitu, aku akan menggunakan jurus Cian-kin cuite."

   Sahut Nie Sun Kiong.

   "Ha, itu benar. Kau sambutlah!"

   Sambil berkata demikian, Sin Houw melancarkan serangannya.

   Cepat dan gesit sekali.

   Sun Kiong melakukan pembelaan, ia menjaga tangan kanan lawan, AKan tetapi tangan kanan Sin Houw hanya terangkat sedikit.

   sedang tangan kirinya tiba-tiba yang menerjang sasaran .

   seru Sin Houw.

   "Dalam suatu perkelahian, kau tak boleh terlalu kokoh memegang keharusan jurus-jurus ajaran. semuanya bisa berubah menurut keadaan. pastilah gurumu pernah berpesan demikian."

   Diperlakukan sebagai kanak-kanak, lambat laut Nie Sun Kiong mendongkol, diam-diam ia mempersiapkan serangan balasan apabila sudah dapat memunahkan tiga jurus serangan itu.

   Tapi kegesitan gerak Sin Houw di luar perhitungannya.

   Gesit luar biasa Sin Houw melejit kekiri dengan membuka dadanya.

   Cepat-cepat Sun Kiong meninju, Tapi mendadak pergelangan tangannya kena ditangkap dan ditarik.

   Buru-buru ia menahan diri dengan kuda-kuda pada kakinya.

   Ternyata Sin Houw tidak hanya menarik saja, ia melesat kesamping dan tiba-tiba sudah berada dibelakang punggung.

   ia menggentpur pantatnya, sebelum Sun Kiong sempat memutar tubuh.

   Plok, dan kedua kaki Sun Kiong gempur garis pertahanannya, ia terhuyung kedepan, Dan baru bisa membalikkan tubuh setelah berjuang dengan susah payah.

   "Bagus!"

   Seru Sin Houw gembira.

   "Sekarang jurusku yang kelima. jurus terakhir. Hati-hatilah, aku hendak menyerang dengan jurus Kie-riu si, salah satu bagian dari ilmu Po-giok kun!"

   Nie Sun Kiong heran.

   Bukankah jurus itu tiada faedahnya untuk menghadapi lawan? Karena hanya digunakan untuk permulaan kali sebagai penghormatan kepada lawannya bertanding? jurus itu sama sekali tidak masuk hitungan.

   Sin Houw rupanya dapat membaca hatinya.

   Katanya.

   "Apakah kau sangka jurus itu hanya untuk upacara saja? Apakah kau kira jurus itu tiada faedahnya untuk menghadapi lawan? sebenarnya kau harus dapat meraba apa maksud pendiri aliran Hoa-san pay menciptakan jurus itu. Yakinlah bahwa tiada satu juruspun ciptaan pendiri Hoa-san pay yang tidak dipersiapkan untuk melumpuhkan lawan agar dapat merebut kemenangan. Kau lihat sajalah, kalau tidak percaya!"

   Setelah berkata demikian, ia mengendapkan tubuhnya dan meliuk seakan-akan busur.

   Tangan kanannya membuat tinju dan ditekap oleh tangan kirinya.

   Kemudian membuat gerakan membungkuk hormat.

   ia maju selangkah dan kedua tangannya menyerang dengan berbareng, semuanya itu dilakukan dengan cepat dan tibatiba.

   Gugup Nie Sun Kiong mengadakan pembelaan, Tahu-tahu pahanya kena ditinju.

   Tubuhnya terhuyung mundur dan roboh.

   Tepat pada saat itu, Sin Houw melompat menyambarnya.

   ia menjaganya, lalu direbahkan dengan perlahan lahan dan hatihati.

   Nie Sun Kiong melompat bangun terus saja ia membungkuk hormat dan ia berkata.

   "Maafkan, susiok.

   Mataku terlalu lamur sehingga tidak mengenal susiok dengan segera."

   Cepat-cepat Sin Houw membalas hormatnya . Menjawab.

   "Mengingat usiamu lebih tua, lebih baik kita saling menyebut kakak-adik saja."

   "Akh, tak berani aku berbuat demikian . Mungkin susiok memang lebih senang bila kusebut adik, akan tetapi kalau suhu mendengar, apa jadinya..?"

   Sahut Nie Sun Kiong cepat.

   "Lagi pula ilmu kepandaian susiok benar benar luar biasa dan berada jauh diatas tingkatanku, Lima jurus tadi, benar-benar jurus ilmu Hoa-san pay, susiok telah membuka mataku. Dikemudian hari, aku akan menekuni petunjuk susiok yang sangat berharga itu."

   Dikemudian hari Nie Sun Kiong benar benar memegang perkataannya.

   ia berlatih menurut petunjuk Sin Houw dan menjadi seorang pendekar kenamaan yang jarang tandingannya.

   sampai berusia lanjut, ia menghormati susioknya yang muda belia itu.

   Pada saat itu Sin Houw hanya bersenyum.

   Tak dapat ia menolak alasannya Nie Sun Kiong, Memang, kalau gurunya Nie Sun Kiong mendengar betapa sikap muridnya itu terhadap dirinya, bisa-bisa dikutungan kedua lengannya.

   Kiang Yan Bu dan Sie Liu Hwa kini tak dapat lagi bersangsi, setelah menyaksikan betapa Sin Houw dapat merobohkan Nie Sun Kiong dengan lima jurus - walaupun demikian, Kiang Yan Bu masih yakin akan ketangguhannya sendiri.

   pikirnya didalam hati.

   "Aku memang murid tertua dari suhu, akan tetapi ilmu pedangku, kuperoleh dari Sun susiok dan isterinya, Dia tadi selalu melawan musuhnya dengan tangan kosong. Mungkin dia hebat dalam ilmu tangan kosong tapi belum tentu ia mahir dalam ilmu pedang .

   "

   Selagi berpikir demikian, Sie Liu Hwa berseru kepadanya.

   "Kiang suheng, kau belum mencoba ilmu pedangmu."

   Diam-diam Kiang Yan Bu menjadi girang mendengar pertanyaan itu, Terus saja ia mendekati Sin Houw dan berkata dengan suara angkuh.

   "Sekarang giliranku, Aku biasa menggunakan pedang, karena itu lawanlah aku dengan pedang juga."

   "Menurut kabar, kau adalah murid tertua Jie suheng Pui Tong Kim, Tetapi Jie suheng sesungguhnya seorang ahli dalam ilmu silat tangan kosong, sebaliknya kau terkenal dengan pedangmu, Apakah kabar itu tidak benar?"

   "Benar atau tidak, bukan urusanmu !"

   Sahut Kiang Yan Bu.

   "Aku memang murid tertua Pui suhu, tetapi ilmu pedangku kuperoleh dari suami-isteri Sun Ho Liang, Kenapa? Apakah aku tidak berhak lagi menyebut diriku sebagai murid Hoa-san pay? Lauw susiok pernah mengajari aku satu dua jurus, apakah aku tidak berhak membawa-bawa nama rumah perguruan Hoa-san pay?"

   "Akh, sombong benar manusia ini?"

   Pikir Sin Houw.

   "Sifat dan perangainya jauh berbeda dengan Sun Kiong, Pantas sepak terjangnya keterlaluan. Biarlah kuhajarnya benar-benar, agar di kemudian hari tidak merusak nama baik rumah perguruan Hoa-san pay. Mungkin sekali, dia akan bisa merubah sepak terjangnya setelah kuberi pengalaman pahit ..."

   Memperoleh keputusan demikian Sin Houw menyahut dengan menegakkan kepala - katanya.

   "Untuk mengadu pedang bukan soal sulit, Hanya saja, setelah kau kalah, wajib kau mendengar perkataanku. Barangkali tidak terlalu sedap bagi pendengaranmu."

   "Sekarang belum ada keputusan siapa yang menang dan kalah, Karena itu terlalu pagi untuk membicarakan urusan kalah dan menang. Buktikan dulu!"

   Sahut Kiang Yan Bu sambil melintangkan pedangnya didepan dadanya dan mengambil tempat disebelah kiri.

   "Kiang suheng! pedangmu tidak boleh kau angkat terlalu tinggi. Dia adalah paman guru kita!"

   Seru Sun Kiong.

   Tetapi Kiang Yan Bu tidak menggubris seruan adik seperguruannya itu.

   ia tahu, peraturan rumah perguruan Hoa san pay, Apabila angkatan muda berlatih pedang dengan angkatan tua, maka pedang angkatan muda tak boleh diangkat terlalu tinggi.

   sebab gerakan pedang itu sendiri merupakan tata tertib kehormatan.

   Akan tetapi pada saat ituf ia menganggap Sin Houw bukan paman gurunya, Karena itu, ia telah mengangkat pedangnya tinggi diatas dada, lalu menantang.

   "Silahkan!"

   Betapa sabar Sin Houw akhirnya mendongkol juga. Meskipun demikian, ia tidak segera menerima tantangan Kiang Yan Bu, ia menoleh kepada Sim Pek Eng dan berkata.

   "Sim susiok! Maafkan, aku tadi menyebut susiok dengan saudara. sebab pada saat itu aku memperkenalkan diri sebagai adik seperguruan Gin-coa Long-kun."

   "Akh, tidak apa-apa. janganlah meributkan soal itu, yang tidak ada artinya untuk dibicarakan."

   Sahut Sim Pek Eng.

   "Terima kasih, susiok. Sekarang, bolehkah aku meminta pertolongan dari murid susiok untuk membawakan sepuluh batang pedang kemari?" "Mengapa tidak?"

   Sahutnya yang segera memerintahkan muridnya untuk mengambilkan sepuluh batang pedang panjang, Mengingat sin Houw telah menolong jiwa gurunya, sang murid itu sengaja memilihkan pedang-pedang yang istimewa, sepuluh pedang itu kemudian ditempatkan diatas meja,yang berada tak jauh dari Sin Houw.

   Semua hadirin mengarahkan pandangnya kepada Sin Houw, Mereka merasa heran entah apa maksud pemuda itu yang menghendaki sepuluh batang pedang.

   Apa dia hendak memilih sebatang diantaranya? Akan tetapi, diluar dugaan, Sin Houw justru memungut pedang buntung Sie Liu Hwa.

   Kemudian berkata sambil tertawa.

   "Biarlah aku memakai pedang buntung ini saja."

   Sudah barang tentu para hadirin tercengang heran.

   Bagaimana mungkin sebatang pedang buntung dapat melawan pedang Kiang Yan Bu? Banyak diantara mereka menganggap pemuda itu terlalu sombong, sebaliknya, Kiang Yan Bu merasa diri direndahkan, ia gusar bukan kepalang.

   "Kau benar-benar tak memandang mata padaku. Jika kau nanti mampus, jangan sesalkan aku!"

   Teriak Kiang Yan Bu, ia kini tak dapat menguasai diri lagi. ia memutar pedangnya dan diantara sinar pedangnya yang berkilauan, ia membentak.

   "Awas!"

   Kiang Yan Bu benar-benar menikam, Arah bidikannya kepada pundak kanan.

   Menurut perhitungannya, itulah bagian yang lemah.

   Sebab Sin Houw hanya dapat menjepit pedangnya.

   Dengan demikian tak dapat ia bergerak leluasa.

   Ruangan serambi depan Sim Pek Eng yang terisi lebih dari empat ratus orang, sepi dengan tiba-tiba.

   Mereka semua membungkam mulut dan memperhatikan gelanggang pertempuran.

   Mereka melihat, betapa cepat dan dahsyat serangan pedang Kiang Yan Bu yang disertai himpunan tenaga dalam, Tatkala ujung pedangnya hampir mencapai sasaran, sekonyong-konyong Sin Houw menangkis dengan pedang buntungnya, Kedua senjata tajam itu lantas saja saling bentur.

   Setelah suara nyaring pedang lenyap dari pendengaran, para hadirin terkejut heran.

   Mereka mendengar suara pedang patah dan runtuh bergelontangan di lantai.

   Ternyata itu pedang Kiang Yan Bu yang mendadak saja patah menjadi tiga bagian.

   Mereka bertanya tanya di dalam hati, ilmu tangkisan apa yang digunakan Sin Houw untuk membabat pedang Kiang Yan Bu sampai patah? Selagi hadiri heran, Sin Houw menuding ke meja samping.

   Berkata.

   "Jangan khawatir. Aku telah minta kepada Sim susiok agar menyediakan sepuluh batang pedang. Nah, tukarlah pedangmu yang buntung itu, Kau boleh memilih sesuka hatimu."

   Sekarang barulah hadirin mengerti apa sebab Sin Houw tadi minta sepuluh batang pedang kepada Sim Pek Eng, Dan yang heran dan menyesal, adalah Cu Hwa dan beberapa murid yang mengambil sepuluh batang pedang itu, Kalau tahu tidak bakalan mereka memilihkan pedang yang justru istimewa! Kiang Yan Bu terperanjat berbareng gusar luar biasa.

   Tanpa membuka mulutnya ia membuang pedang buntungnya, kemudian melompat ke meja sambil menyambar sebilan pedang, setelah itu menerjang Sin Houw dengan tiba-tiba.

   Otak Sin Houw memang cerdas luar biasa.

   ia menduga, bahwa Kiang Yan Bu hanya menggertak saja, Karena itu tak ia menangkis atau menghindar.

   Dan dugaannya tepat benar.

   Yan Bu benar benar membatalkan sasarannya.

   Tiba-tiba saja pedangnya ditarik dan ganti menikam perut.

   Melihat berkelebatnya pedang, Sin Houw segera menangkis dengan mengerahkan tenaga dalamnya.

   "Tak !"

   Dan untuk kedua kalinya, pedang Yan bu patah menjadi tiga bagian.

   Tak mengherankan, Yan Bu menjadi kalap tanpa menunggu perkataan Sin Houw ia telah lompat keluar gelanggang dan menyambar sebilah pedang lagi.

   Kemudian mengulangi serangannya dengan dahsyat.

   Akan tetapi, untuk yang ketiga kalinya - pedangnya patah lagi dalam segebra-kan saja.

   sekarang larutlah sebagian besar kesombongannya.

   ia berdiri tertegun bagaikan patung yang tak pandai bicara.

   ia heran dan penasaran.

   "Hey, setan kecil!"

   Seru Sie Liu Hwa dari luar gelanggang.

   "Kenapa kau melawan ilmu pedang Kiang suheng dengan ilmu iblis? Apakah ini namanya mengadu kepandaian?"

   Sin Houw merasa dirinya kena tegur, segera ia melempar pedang buntung ditangannya, Kemudian mengambil dua batang pedang. Yang sebatang diberikan kepada Kiang Yan Bu. ia berpaling kepada pendekar wanita yang garang itu sambil bersenyum, Katanya.

   "lni bukan ilmu iblis, nyonya.Kau mengaku murid Hoa-san pay. Mengapa tidak mengenal ilmu Kun-thiang kang?"

   Selagi ia bicara, tiba-tiba Kiang Yan Bu menggunakan kesempatan itu, De-ngan kecepatan kilat, ia menikam punggung Sin Houw, setelah itu baru ia berteriak .

   "Awas!"

   Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Sin Houw tahu kecurangan lawannya - namun ia tak bersakit hati, sambil mengelak ke samping, ia menirukan bunyi teriakannya seraya menggerakkan pedangnya.

   "Awas!"

   Kiang Yan Bu menyerang dengan tipu ajaran suami-isteri Sun Ho Liang.

   Itulah ilmu pedang Cong-eng kim-touw -Garuda menyambar kelinci.

   Kali ini ia tak sudi membiarkan pedangnya sampai terbentur, ia bergerak secepat angin.

   Tetapi mendadak ia terkejut bukan main, pantatnya seperti terbentur sebuah benda dingin.

   Cepat ia memutar pe dang sambil membabat, namun pantatnya masih saja tertempel benda dingin itu, Kali ini ia benar-benar kaget sampai punggungnya berkeringat dingin.

   untuk membebaskan diri, ia menubruk ke depan sambil menjatuhkan diri.

   Kemudian melompat tinggi jauh ke depan lagi.

   Tetapi masih saja pantatnya terasa di-ngin, Dalam sekejapan tadi, ia melihat benda apakah yang terasa dingin di pantatnya.

   itulah ujung pedang Sin Houw, Keruan saja ia sibuk bukan main, sekali lagi ia menjatuhkan diri sambil bergulingan.

   Namun ke mana saja ia bergerak, ujung pedang Sin Houw tetap melekat pantatnya.

   Karena putus asa, ia jadi nekat.

   pedangnya diputar serabutan sekarang ujung pedang Sin Houw tidak lagi melekat dipantatnya, Tetapi tatkala hendak berdiri, tahu-tahu pedang itu sudah berada di depan dadanya, kalau saja Sin Houw mendorong pedang itu sedikit saja, tamatlah riwayatnya! ia kini benar-benar merasa takut dan bingung, itulah perasaan takut dan bingung untuk yang pertama kalinya di alaminya, selamanya, ia membanggakan diri.

   Kini ternyata ia mati kutu menghadapi kegesitan Sin Houw yang bisa bergerak cepat, bahkan kecepatan Sin Houw berada diatasnya, Sin Houw memperhatikan wajah keponakan murid itu yang pucat lesi, seluruh tubuhnya bermandikan keringat.

   Betapapun juga ia jadi iba hati, Bu-kankah memang keponakan muridnya sendiri? Adalah keterlaluan sekali bila dibuat malu dihadapan umum.

   Maka segera ia menarik pedangnya dan mundur selangkah .

   "lnilah ilmu pedang Hoa-san pay -yang sejati!"

   Katanya.

   "Apakah kau belum pernah mempelajarinya?"

   Kiang Yan Bu lompat bangun sambil mengatur pernapasannya kembali. Kemudian menjawab dengan menundukkan kepala.

   "ltulah ilmu pedang Hui-kui cici, atau Lalat mengikuti tulang!"

   "Benar!"

   Kata Sin Houw.

   "Kau sudah mengenal namanya, pasti sudah pula mempelajarinya."

   Kiang Yan Bu berusaha menguasai diri. Perlahan-lahan ia menegakkan kepalanya , kemudian menyahut.

   "Marilah mengadu pedang dengan cara yang wajar, ilmumu terlalu campur aduk!"

   "Campur aduk bagaimana?"

   Sin Houw heran.

   "Yang kupergunakan adalah ilmu pedang Hoa-san pay yang asli. Baiklah, kalau kau belum puas. Lihat, akulah yang kini akan menyerang. Coba kau pertahankan !"

   Sin Houw benar-benar menyerang perlahan caranya, dan Yan Bu segera menggerakkan pedangnya untuk menangkis - setelah itu dengan suatu kecepatan ia hendak melakukan serangan balasan.

   Tetapi pada saat itu mendadak saja Sin Houw menekan pedangnya.

   Cepat-cepat ia menarik pedangnya.

   Heran! pedangnya seperti melekat kuat sekali.

   ia jadi sibuk.

   Melihat Kiang Yan Bu sibuk dalam usaha hendak menarik pedangnya, Sin Houw tersenyum.

   Dua kali ia memutar pedangnya.

   Dan pergelangan tangan Yan Bu ikut terputar dua kali pula.

   sekarang ia menariknya dengan mengerahkan tenaga dalam tujuh bagian, dan pedang Yan Bu kena direnggutnya dan dilemparkan keatas lantai.

   "Bagaimana? Apakah kau masih mau mencoba lagi?"

   Kata Sin Houw sabar.

   Rasa penasaran Kiang Yan Bu makin hebat.

   ia sekarang jadi nekad.

   Dengan membungkam mulut ia menyambar sebatang pedang lagi dari atas meja, Kemudian menyerang pundak kiri Sin Houw, ia menikam dengan cara yang lain, pedangnya ditusukkan dan ditarik silih berganti dengan cepat, ia sadar, dalam hal mengadu tenaga dalam merasa ia kalah.

   Sin Houwpun tidak memutar pedangnya lagi, setelah mengelakkan beberapa tikaman, ia menikam dada sibandel itu, itulah serangan yang hebat sekali.

   Mau tak mau Yan Bu harus menangkis.

   Trang! Dan untuk kesekian kalinya pedang Yan Bu terlepas dari tangannya.

   Kali ini sampai mental tinggi ke udara hampir mencapai langit-langit.

   Kiang Yan Bu semakin kalap, Tak sudi ia menunggu pedangnya turun dari udara.

   Dengan sekali lompat ia menyambar sebatang pedang baru lagi, Kemu-dian maju lagi hendak menyerang.

   "Apakah benar-benar kau tak sudi menyerah?"

   Bentak Sin Houw, ia lantas membolang-balingkan pedangnya, mematikan daerah gerak Yan Bu.

   Dan diancam secara demikian, Yan Bu terpaksa membatalkan maksudnya.

   Namun masih saja ia mencoba membebaskan diri.

   ia mengelak sambil menarik tubuhnya ke belakang.

   Menyaksikan kebandelannya, Sin Houw jadi mendongkol.

   ia menggertak sambil menyambar kaki sibandel itu.

   Dan tubuh Kiang Yan Bu terangkat naik lalu roboh terbanting diatas lantai.

   Kemudian Sin Houw mengancamkan ujung pedangnya pada tenggorokan.

   Menegas.

   "Benar-benar kau tak mau menyerah?"

   Selama hidupnya, belum pernah Kiang Yan Bu terhina seperti itu, ia mendongkol, gusar dan malu bukan main, Karena tak dapat menguasai diri, maka akhirnya ia jatuh pingsan.

   Sie Liu Hwa lompat ke dalam arena karena melihat kakak seperguruannya rebah tak berkutik, segera ia menyerang kalang-kabutan, sambil berteriak.

   "Kalau kau bunuh dia, bunuhlah kami berdua juga!"

   Tergetar hati Sin Houw mendengar teriakan Sie Liu Hwa dan melihat keadaan Kiang Yan Bu yang pucat wajahnya, kedua matanya melotot menatap langit langit.

   Kedua biji matanya sama sekali tak bergerak .

   Tubuhnya tak berkutik pula.

   Benar-benarkah ia mati karena penasarannya? ia lantas membungkuk hendak memeriksa pernapasannya.

   Pada saat itu, ia melihat berkelebatnya kedua tangan Sie Liu Hwa menyerang dirinya, Tak sudi ia mengelak atau mencoba melawannya.

   Ia hanya mengerahkan himpunan tenaga dalamnya kuat-kuat, sambil membenturkan baju mustikanya yang tak mempan senjata tajam.

   "Jangan khawatir! Kakakmu belum mati."

   Kata Sin Houw setelah memeriksa pernapasannya.

   Tetapi Sie Liu Hwa sudah kalap.

   Kedua tangannya terus memukul punggung Sin Houw asal jadi saja, setiap kali membal, ia menambah tenaga pukulannya.

   Keruan saja Nie Sun Kiong yang berada diluar gelanggang terkejut menyaksikan isterinya memukuli paman gurunya.

   Terus saja ia melompat dan menarik tubuh Sie Liu Hwa.

   "Lepas! Biarkan aku ikut mati..l"

   Seru pendekar wanita itu.

   "Eh, lepas bagaimana? Kau tak boleh ikut mati. Bukankah kau adalah isteriku dan aku suamimu? Kau baru boleh mati manakala akulah yang mati!"

   Ujar Nie Sun Kiong melawak.

   Rupanya dengan cara begitulah ia harus melayani watak isterinya yang angin-anginan itu.

   Tetapi Sie Liu Hwa tetap membandel .

   ia menjagangkan kedua kakinya karena tak sudi di tarik.

   Dan kedua tangannya masih saja memukuli Sin Houw, meskipun agak ringan.

   Maka terpaksalah Nie Sun Kiong mengerahkan tenaganya untuk menarik mundur.

   Karena masing-masing saling berkutat, akhirnya mereka jadi saling tarik sendiri.

   sebenarnya itulah pemandangan yang lucu sekali .

   Tetapi mengingat tabiat Sie Liu Hwa yang garang dan ganas, tiada seorangpun yang berani tertawa.

   "Eh, kau bandel sekali !"

   Seru Nie Sun Kiong geram.

   "Bukankah aku suamiku ?"

   Giok Cu yang sejak tadi memperhatikan mereka berdua, perlahan lahan datang mendekati. Berkata menawarkan jasa.

   "Biarlah kutolong, Akan kugigit pantatnya!"

   Mendongkol hati sie Liu Hwa mendengar ancaman Giok Cu.

   Tapi teringat-lah dia, bahwa pemuda itu benci kepadanya.

   Bagaimana kalau dia benar-benar membuktikan ancamannya.

   Kalau pantatnya sampai digigit seorang pemuda di depan umum bisa runyam.

   oleh karena itu, ia segera menjatuhkan diri duduk dilantai, kemudian menangis karena mendongkol.

   "Hey, kenapa menangis? Bukankah aku belum menggigit pantatmu?"

   Giok Cu berteriak.

   Sebenarnya Nie Sun Kiong tersinggung, Betapapun, Sie Liu Hwa adalah isterinya, Bagaimana ia bisa membiarkan pantat isterinya dibicarakan oleh seorang pemuda didepan umum? Tapi mengingat pemuda itu adalah sahabat paman gurunya, terpaksa ia menelan rasa kehormatannya .

   sekonyong-konyong, diluar dugaan Sie Liu Hwa melompat bangun dan menggempur pundaknya Giok Cu, itulah serangan yang terjadi sangat cepat dan tiba-tiba, Giok Cu tak sempat mengelak atau menangkis.

   sedang Sin Houw tak mau merintangi, Maka pundak Giok Cu benar-benar kena di pukul.

   Giok Cu kaget sampai berteriak tertahan, Akan tetapi pada saat itu juga.

   Sie Liu Hwa memekik tinggi.

   Kemudian duduk dilantai sambil memijit-mijit kedua tangannya.

   pekiknya.

   "Aduh, tanganku! Tanganku!"

   "Kenapa tanganmu?"

   Tanya suaminya gugup, ia kaget tatkala melihat tangan Sie Liu Hwa bengkak kemerahan, sekejap itu pula tahulah ia, bahwa hal itu telah terjadi akibat kena pantulan ilmu tenaga dalam Sin Houw, Pantas saja Sin Houw tak mau menangkis atau mencoba merintangi ketika Sie Liu Hwa menyerang Giok Cu, sebaliknya rombongan murid murid Sim Pek Eng, mengira bahwa bengkaknya tangan Sie Liu Hwa adalah akibat menyerang Giok Cu.

   Karena Giok Cu tadi diperkenalkan sebagai putera Lim Beng Cin, mereka percaya bahwa pemuda itu berkepandaian tinggi! Oleh pekik Liu Hwa, maka Kiang Yan Bu tersadar.

   segera ia berdiri dan memberi hormat kepada Sin Houw, Katanya.

   "Susiok, Benar-benar aku menyesal, aku seorang keponakan yang tak tahu diri. sekarang sudilah susiok menolong Sie sumoay?"

   Sikap Sin Houw berbeda dengan tadi, ia bersikap kaku dan berwibawa sama sekali ia tidak mendengarkan permintaan Yan Bu, sahutnya pendek.

   "Apakah kau menyadari kesalahanmu ?"

   Tak berani Yan Bu berkeras kepala seperti tadi. ia menundukkan kepala.

   "Ya, susiok. Aku salah."

   Sahutnya "Aku telah merobek surat kesaksian Sim tayhiap, juga tidak seharusnya aku membantu The sie Ban."

   Sin Houw menarik napas. Katanya memberi nasihat.

   "Memang, Aku sangat menyesal, apa sebab kau merobek surat kesaksian itu, Hampir saja kau menimbulkan korban entah berapa puluh orang. Karena itu kau harus bisa berpikir panjang sebelum melakukan sesuatu, Tentang sikapmu membantu The tayhiap, sama sekali tidak salah. itulah perbuatan setia kawan yang sejati . Karena itu, kau bahkan harus dipuji. Hanya saja kau belum tahu kedudukan The tayhiap sebenarnya."

   Kiang Yan Bu heran, Bertanya.

   "Bukankah The Sie Ban seorang pendekar yang kenamaan? Apa maksud susiok menyangsikan kejujurannya?"

   The Sie Ban yang ikut mendengarkan pembicaraan itu, merasa tersinggung . Katanya.

   "Apakah aku seorang penjahat?"

   Mendengar seruan The Sie Ban, cepat cepat Sin Houw menjawab.

   
Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"The tayhiap, janganlah salah paham. Bukan kau yang kami maksudkan."

   "Lantas siapa?"

   The Sie Ban menegas .

   Thio Sin Houw menyapu hadirin dengan pandang matanya yang tajam, Kemudian berhenti kepada Tan Hok Cin dan Khu Cing San yang nampak duduk meringkas diantara para tetamu.

   Tatkala Sin Houw hendak membuka mulutnya, tiba tiba masuklah beberapa orang muridnya Sim Pek Eng, yang mengiringi dua orang yang berpakaian sebagai orang dusun.

   Hadirin terkejut memperhatikan mereka.

   Yang berjalan disebelah kiri, seorang pria berusia kira-kira lima-puluh lima tahun.

   Dan yang berada disampingnya, seorang wanita sebaya usianya, Dia menggendong seorang anak berumur dua atau tiga tahun.

   Pandang mereka tajam luar biasa.

   Dan tiba-tiba saja Sie Liu Hwa melompat bangun dan lari menyongsongnya sambil berseru.

   "Susiok dan subo!"

   Nie Sun Kiong dan Kiang Yan Bu ikut menyongsong.

   Maka sekarang tahulah hadirin, bahwa mereka berdua adalah dua suami-isteri Sun Ho Liang.

   Sin Houw tak dapat berdiam diri saja.

   Mendengar seruan Sie Liu Hwa, ia segera mengikuti Kiang Yan Bu dan Nie Sun Kiong menyongsong mereka.

   Dengan sekilas pandang ia menatap wajah kedua kakak seperguruannya itu.

   Sun Ho Liang nampak sederhana, sedang sun-sie IKau isterinya berwajah galak.

   Kesannya tak beda dengan Sie Liu Hwa.

   Sie Liu Hwa memperlihatkan kedua tangannya kepada Sun-sie seperti hendak mengadu.

   Tatkala Sin Houw hendak memberi hormat, Sun-sie sedang menundukkan pandang kepada dua tangan Sie Liu Hwa yang bengkak.

   Kedua alisnya bergerak-gerak,sambil mengurut ia bertanya.

   "Kenapa?"

   Itulah pertanyaan yang di harapkan. Terus saja Sie Liu Hwa berputar sambil menuding Sin Houw. Dengan masih menahan rasa mendongkol dan penasaran-nya , ia menjawab.

   "Subo, dialah orangnya. Dia . mengaku sebagai paman guru, Tapi ia melukai kedua tanganku dan mematahkan pedang pemberian subo."

   Sin Houw terkejut, jawaban Sie Liu Hwa benar-benar mengandung racun.

   iapun menyesal apa sebab sampai mematahkan pedang Sie Liu Hwa, Kalau saja ia tahu bahwa pedang itu pemberian kakaknya seperguruan, pastilah tidak akan berbuat begitu, Maka cepat-cepat dia membungkuk hormat sambil berkata mohon maaf.

   "Sama sekali tak kuketahui bahwa pedang itu pemberianmu. Maafkan kelancangan adikmu .,."

   "Adik? Adik dari mana?"

   Dengus Sun-sie heran. pendekar wanita itu segera berpaling kepada suaminya. Mereka berdua saling pandang, Kata Sun-sie minta pembenaran.

   "Khabarnya, memang suhu mempunyai seorang murid muda belia. Apakah dia? Kalau benar dia, kenapa tak tahu diri?"

   "Belum pernah aku bertemu dengan dia."

   Sahut suaminya pendek.

   "Hm."

   Dengus Sun-sie.

   "Meskipun andaikata dia mewarisi seluruh kepandaian guru, mestinya harus sadar dan tahu diri, Bahwasanya ilmu kepandaian itu tiada batasnya, Kalau merasa diri sudah pandai, diatasnya masih ada dewa. Dewapun harus tahu diri pula, bahwa diatasnya masih ada Tuhan, Hm... baru saja memperoleh sekelumit kepandaian, lantas saja menghina yang lemah. pantaskah itu? seumpama Liu Hwa salah bukankah masih ada gurunya? Biarlah dia yang menegur. Kita berdua hanya bi sa memperingatkan saja,"

   "Kiang suheng juga menerima penghinaan, subo."

   Liu Hwa mengadu.

   "Apa?"

   Sun-sie terperanjat sepasang alisnya terbangun "Ha, kami berdualah yang wajib menghajarnya bila ia salah. Kenapa paman gurunya ikut campur ?"

   Sin Houw merasa diri bersalah lalu menjawab.

   "Kalau begitu maafkan kelancangan adikmu."

   "Kau telah mematahkan pedang pemberianku . Artinya kau sama sekali tidak menghargai kakakmu."

   Kata Sun sie sengit.

   "Andaikata guru sangat sayang, kepadamu, tidak sepatutnya kau lantas berlagak dan sama sekali tidak menghargai kakak seperguruanmu?"

   Sin Houw bungkam.

   Dan segenap hadirin jadi tak enak hati, Mereka melihat betapa galak pendekar wanita itu, katakatanya makin lama makin sengit.

   Tanpa mengusut latar belakangnya, lantas dia menjatuhkan palu hukuman.

   Sung guh keterlaluan! ***** MURID-MURIDNVA Sim Pek Eng gelisah bukan main.

   sebaliknya The Sie Ban dan kawan-kawannya, termasuk Kiang Yan Bu, Nie Sun Kiong dan Sie Liu Hwa mendapat angin baru, Mereka kini bisa menegakkan kepalanya kembali.

   Tak usah menunduk lagi karena merasa malu dan segan.

   "Subo!"

   Kata Sie Liu Hwa.

   "Setelah mengaku sebagai paman guru, tiba-tiba diapun datang membawa-bawa nama Gin-coa long-kun."

   "Gin-coa Long-kun siapa? Lim Beng Cin maksudnya?"

   Potong Sun-sie sengit.

   "Benar! Dia selalu mengunggulkan, dan atas nama Gin-coa Long-kun pula ia merobohkan Kiang suheng dan Nie suheng."

   Mendengar perkataan itu, cuping hidung Sun-sie bergerakgerak, suatu tanda, bahwa darahnya meluap.

   Dan melihat hal itu, sin Houw tetap bersikap sabar dan mengalah.

   Sebenarnya tanpa disengaja suami-isteri itu datang ke tempat itu, sudah setahun lebih, mereka merantau untuk mencari obat bagi anaknya, itulah anak yang digendong Sunsie.

   Menurut para ahli, anak itu menderita penyakit dalam sejak didalam kandungan.

   Terjadi akibat goncangan hebat, tatkala ibunya berkelahi melawan seorang musuh tang-guh, Dan untuk bisa menyembuhkan penyakit itu, mereka harus menemukan sebutir atau dua butir buah mustika yang jarang sekali terdapat didalam dunia.

   Tetapi sebagai orang tua, mereka tidak mengenal lelah dan putus asa.

   Dari satu tempat ke tempat lainnya mereka merantau .

   Tapi selama itu, anak mereka semakin kurus.

   Tak mengherankan, mereka jadi cemas dan gugup, Menuruti nasihat seorang tua, mereka mendaki gunung Butong menemui Tie-kong tianglo - dan melihat penyakit anak itu, Tie-kong tianglo jadi teringat kepada Sin Houw, Cucumuridnya itupun dahulu menderita penyakit macam demikian, Entah bagaimana khabarnya, Tie-kong tiangloo tidak mendengar lagi.

   Dalam keadaan lesu suami isteri itu melanjutkan perjalanannya.

   Kalau Tie-kong Tianglo saja tidak sanggup mengobati, siapa lagi yang dapat menolong? Tatkala memasuki daerah itu mereka mendengar kabar, bahwa muridnya berada ditempatnya The Sie Ban, Teringatlah mereka bahwa muridnya selalu bersama Sie Liu Hwa dan suaminya.

   Dia-pun banyak sahabatnya, Mungkin sekali dia bisa menolong.

   Maka berangkatlah mereka mencarinya.

   Dan demikianlah mereka tiba dirumah sim Pek Eng.

   Sun-sie memang seorang pendekar yang keras adatnya.

   Mudah sekali tersinggung hatinya.

   Apalagi pada waktu itu ia sedang bersedih hati memikirkan anaknya.

   Mendengar muridnya kena hina, ia bersakit hati.

   Hinaan itu sendiri seakanakan penghinaan terhadap anaknya yang kurus kering seperti monyet kecil.

   Tadinya ia masih mau bersabar karena Sin Houw disebut paman guru oleh Liu Hwa, Tetapi setelah mendengar pula bahwa Sin Houw datang dengan membawa-bawa nama Gincoa Long-kun, ia merasa seperti ditantang, seketika itu juga ia berpaling kepada suaminya dan minta keterangan dengan suara sengit.

   "Coba katakan padaku, apakah Lim Beng Cin masih hidup?"

   "Menurut khabar, ia sudah meninggal, Tetapi apakah benar demikian, hanya Tuhan yang tahu."

   Jawab suaminya.

   Pendekar ini masih bisa bersikap tenang, meskipun hatinya berduka.

   Giok Cu mendongkol menyaksikan Sin Houw ditegur pulang-balik dengan kata-kata kasar.

   iapun mendengar Sunsie menyinggung-nyinggung nama ayahnya pula, Nada suaranya mengejek dan merendahkan.

   Keruan saja tak dapat ia menahan diri, Terus saja membentak.

   "Kau bilang, diatas manusia masih ada dewa, Kenapa kau menghina orang?"

   "Kau siapa?"

   Sun-sie membalas membentak dengan gusar.

   "Dialah anaknya Lim Beng Cin."

   Sie Liu Hwa memberi keterangan.

   Mendengar keterangan Liu Hwa, sekonyong-konyong tangan Sun-sie bergerak.

   Diantara sinar lampu, nampaklah sebuah benda berkeredep menyambar Giok Cu.

   Kaget Sin Houw menyaksikan hal itu.

   Hendak ia mencegah, tetapi sudah tidak sempat lagi.

   Pada saat itu Giok Cu me-mekik, pundak kirinya kena terhajar pa ku Sin-liong teng, walaupun ia sudah mengelak, Oleh rasa kaget, Sin Houw melompat dan memegang pundak Giok Cu.

   Di lihatnya paku itu membenam dalam di pundak kiri.

   Giok Cu kesakitan.

   Tak dapat lagi ia menahan diri .

   Hendak ia membalas menyerang, Cepat-cepat Sin Houw mencegahnya.

   Berkata membujuk.

   "Jangan bergerak. Biar aku menolong dahulu."

   Dengan dua jarinya, Sin Houw menjepit ujung paku itu.

   ia mencabut perlahan-lahan, setelah tercabut kira kira tigaperempat bagian, ia mengerahkan tenaga dalamnya.

   Dan paku itu dapat di-cabutnya, kemudian dilemparkan diatas lantai.

   Sim Cu Hwa mendekati dengan membawa saputangan.

   ia menyerahkan saputangan itu kepada Sin Houw.

   Dengan saputangan itu Sin Houw menyusuti darahnya .

   setelah bersih Cu Hwa menyerahkan saputangan lagi, dan Sin Houw membalut luka itu.

   "Dengarlah perkataanku,"

   Bisik Sin Houw sambil membalut.

   "Jangan layani dia."

   "Kenapa?"

   Giok Cu bertanya dengan hati penasaran.

   "Kita berdua harus menghormati merekalah kakak seperguruanku. Karena itu tak dapat aku melawannya."

   Giok Cu menatap wajah Sin Houw melihat pemuda itu bersungguh sungguh, terpaksalah ia memanggut dengan lesu, Meskipun hatinya mendongkol dan penasaran bukan main, tapi ia terpaksa menahan diri.

   Sun-sie menunggu sampai Sin Houw selesai membalut luka Giok Cu.

   sebagai seorang yang termasuk golongan pendekar besar, perlu ia membawa sikapnya demikian.

   Kemudian berkata dengan mencibirkan bibir.

   "Aku sendiri belum pernah bertemu dengan pendekar yang menamakan dirinya Gin-coa Long-kun. Kabarnya ia seorang sakti dan berkepandaian sangat tinggi, sampai kemasyurannya menggetarkan jagad. Tetapi, ternyata anaknya tak dapat mengelakkan sambaran pakuku saja, Padahal, aku hanya mencoba-coba, Kalau begitu, apakah Gincoa Long-kun hanya bernama kosong belaka?"

   Giok Cu melemparkan pandang kepada Sin Houw, Kalau menuruti kata hatinya, ingin ia membalas mendamprat.

   Tetapi ia sudah berjanji kepada Sin Houw, tidak akan melayani Sunsie.

   sebaliknya pada saat itu, Sin Houw tertegun seperti kehilangan pegangan.

   Di dalam hati pemuda itu berpikir.

   "Sucie benar-benar berada dalam kesalah-pahaman yang hebat, Jika aku bantah, pastilah ia merasa kutentang, Rasa marahnya akan menghebat jadinya. Biarlah aku berdiam diri saja,"

   Rupanya Sun-sie bisa menebak kesulitan Sin Houw, Lalu berkata memutuskan.

   "Kau membungkam mulut. Apakah karena kau segan berbicara dihadapan hadirin? Atau kau sengaja mengesankan bahwa kau benar-benar anggauta Hoa-san pay sehingga demi menjaga pamor rumah perguruan tak sudi bertengkar dengan kami? Baiklah, tak jauh dari sini terdapat sebuah bangunan rusak. itulah bangunan tangsi kaum penjajah yang telah ditinggalkan Nah, aku harap kau besok hari datang menemui aku menjelang matahari tenggelam, Kami ingin mencoba kepandaianmu, apakah benar-benar kau adalah adik seperguruan kami."

   Semua orang tahu, meskipun Sun sie seolah-olah sudah setengah mengakui bahwa Sin Houw adalah adik seperguruannya dan walaupun maksudnya hanya untuk mencari keyakinan dengan jalan menguji kepandaian pemuda itu, sebenarnya merupakan tantangan belaka.

   Tak mengherankan, Sim Pek Eng yang merasa berhutang nyawa terhadap Sin Houw jadi sibuk dan berkhawatir.

   Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Cepat-cepat ia berdiri.

   Dan setelah memberi hormat de ngan merangkapkan kedua tangan didepan dadanya, ia berkata dengan suara rendah .

   "Kalian berdua adalah sepasang pendekar besar pada zaman ini. Lie hiap termashur sebagai seorang sakti bertangan kilat, maka bukan kepalang girang hati kami atas kedatangan kalian berdua . Mengundang saja, sebenarnya tiada keberanianku Maka .. ,"

   "Hm."

   Sun-sie memotong dengan mengejek, ia menoleh pada suaminya.

   Tapi suaminya nampak gelisah karena merasa tak enak sendiri memperoleh penghormatan berlebihlebihan, mengingat usia Sim Pek Eng sebaya dengan usianya sendiri.

   Bahkan Sim Pek Eng lebih tua kedudukannya sebagai pemimpin laskar pejuang yang menentang kaum penjajah.

   "Thio siauwhiap datang kesini bukan bertujuan untuk membuat malu murid kalian berdua."

   Sim Pek Eng mencoba menjelaskan.

   "Dia datang karena mendengar aku dalam kesulitan dan bermaksud mendamaikan suatu persengkataan, Keti-ga murid kalian mengetahui sendiri dengan jelas. Karena itu, perkenankanlah aku esok pagi menyelenggarakan suatu pesta tersendiri untuk menyambut kedatangan kalian berdua. Juga sebagai pernyataan syukur dan gembira atas bertemunya kalian dengan adik seperguruan"

   Tetapi Sun-sie tidak merasukkan perkataan Sim Pek Eng didalam pendengarannya . Dia bahkan membuang mukanya - tatkala Sim Pek Eng menyinggung istilah adik seperguruannya, ia seperti diingatkan. Terus saja berkata menegas kepada Sin Houw.

   "Bagaimana? Kau berani datang?"

   "Dimanakah aku harus menemui suci dan suheng berdua? Meskipun suci dan suheng hendak melukai aku, takkan berani aku mengelak."

   Sahut Sin Houw.

   "Hm, siapa yang mengijinkan kau memanggil aku suci?"

   Dengus Sun-sie "Palsu atau tidaknya tentang dirimu, harus kubuktikan dahulu.

   jangan panggil suci dahulu kepadaku, juga aku melarang kau memanggil suheng terhadap suamiku .

   Tunggu sampai aku mengujimu dan baru kita membicarakan tengang panggi lan itu, Mari!"

   Sun-sie menarik tangan Liu Hwa dan mendahului berjalan meninggalkan pesta perjamuan.

   Baik Sin Houw maupun sim Pek Eng tak berani mencegahnya.

   Mereka tertegun tatkala mengikuti kepergian mereka dengan pandang matanya.

   Tibatiba Sin Houw melihat sesuatu yang bergerak diantara hadirin.

   Tentu saja ia lari melesat sambil berteriak.

   "Hey, tunggu!"

   Sejak tadi Sin Houw telah membagi pandang dan perhatiannya kepada Tan Hok Cin dan Khu Cing San yang nampak duduk diantara hadirin, Disampingnya duduk pula seorang berkumis dan bercambang tebal dengan perawakannya yang tinggi besar, Sin Houw belum kenal siapa dia.

   Tapi melihat keakrabannya, pastilah ia termasuk sekutu mereka berdua.

   Kesan orang itu gagah, pandangnya berpengaruh Dikemudian hari ia memperkenalkan diri sebagai seorang pendekar golongan Siauw-lim bukan pendeta.

   Orang mengenalnya dengan nama Lo Han Bok.

   Selagi Sim Pek Eng memperlihatkan dua helai surat kesaksian, Tan Hok Cin berdua Khu Cing San mulai gelisah.

   Mereka berdua saling membisik dengan wajah berubah.

   Kemudian Sin Houw menyinggung tentang kawanan penjahat.

   syukur suami-isteri Sun Ho Liang datang, sewaktu Sin Houw mengarahkan pandangnya kepada mereka berdua.

   sekarang yakin-lah mereka, bahwa anak muda itulah sebenarnya yang mencuri surat perintah dan dua helai surat kesaksian kemarin malam, segera mereka berbisik kepada Lo Han Bok agar meninggalkan tempat itu saja.

   Tetapi Lo Han Bok tak mau bergerak dari tempat duduknya.

   Katanya memberikan jawaban.

   "Tunggu sampai saatnya."

   Mereka berdua menghela napas, namun mereka nampak tunduk.

   Maka jelaslah , bahwa Lo Han Bok berpengaruh besar terhadap mereka berdua.

   Dan tatkala menyaksikan betapa Sin Houw menjadi jinak menghadapi suami-isteri Sun Ho Liang, mereka berdua diam-diam ikut bersyukur dan girang.

   Mereka memuji kebesaran Tuhan, justru pada saat itu, Lo Han Bok berkata.

   "Sekarang saatnya yang baik, Nan-ti, bila suami-isteri itu meninggalkan tempat, kita bertiga mengikuti seakan-akan pengiringnya, Kalian berdua menyusup diantara rombongan Hoa-san pay.

   Kukira, Sin Houw takkan berani berbuat apaapa."

   Tan Hok Cin dan Khu Cing San girang mendengar saran itu, Maka begitu Sun-sie memutar tubuh hendak meninggalkan tempat itu, cepat-cepat mereka berdua hendak mendekati rombongan murid.

   Dan apabila rombongan murid mulai bergerak hendak mengikuti Sun Ho Liang dan isterinya, cepatcepat mereka mendahului .

   Akan tetapi pandang mata Sin Houw benar-benar tajam.

   Gerak-gerik mereka tak luput dari pengamatannya meskipun lagi menghadapi kesulitan.

   Sebaliknya Sun-sie salah paham, ia mengira Sin Houw hendak mencegah kepergiannya atau merintangi, sebagai seorang pendekar yang merasa berkedudukan tinggi, tak senang ia diperlakukan demikian.

   semua ucapan dan gerakannya merupakan undang-undang yang tiada batal oleh alasan apapun, Maka bentaknya.

   "Benar-benar kau manusia busuk tak tahu diri! Kau berani mengganggu aku!"

   Membentak demikian, ia memutar tubuhnya seraya melayangkan tangannya.

   Arah sasarannya kepala, itulah salah satu macam serangan yang biasanya tak pernah gagal.

   ia melatihnya terus menerus selama tigapuluh tahun lebih dengan suaminya.

   Pernah ia meruntuhkan tujuhbelas ekor burung yang sedang terbang dengan serangannya itu, Bisa di bayangkan betapa cepat dan bahayanya.

   Hati Sin Houw tercekat.

   Cepat ia mengelak.

   Tangan Sunsie lewat diatas pundaknya dan menyerempet selintasan, Meskipun demikian, ia merasa pedas sekali.

   Insaflah ia, bahwa kakak seperguruan itu benar-benar tinggi ilmu kepandaiannya .

   sebaliknya, Sun-sie terperanjat heran.

   ia jadi penasaran.

   cepat ia membalikkan tangan dan membabat pinggang, Kali ini ia mengerahkan tenaganya .

   Menghadapi serangan ini, Sin Houw merasa wajib menahan diri, ia menjejakkan kakinya dan melompat mundur melintasi meja dan kursi.

   Dengan demikian, dua kali berturutturut Sun-sie gagal serangannya.

   Karena masih menggendong anaknya, tak dapat ia bergerak dengan leluasa.

   Teringat pula bahwa ia telah memutuskan untuk mengadu kepandaian esok petang, terpaksa ia menelan rasa mendongkol dan penasaran.

   Dan ia meneruskan berjalan dengan membimbing tangan Liu Hwa.

   Tan Hok Cin dan Khu Cing San tak sudi kehilangan kesempatan yang bagus itu, juga Lo Han Bok yang berada dibelakangnya, Mereka lantas menerobos keluar rombongan dan lari secepatnya.

   "Hey, mau lari kemana? Berhenti!"

   Seru Sin Houw, Karena terpaksa melompat mundur untuk menghindarkan serangan Sun-sie, jaraknya kini kian menjauh dari mereka bertiga.

   Namun Sin Houw tidak mau kehilangan mangsanya.

   Tak ubah seekor burung, ia terbang melintasi kursi dan meja, Tangannya berkelebat dan menyambar Lo Han Bok, yang segera roboh kena cengkeraman.

   Dalam pada itu Tan Hok Cin dan Khu Cing San sudah berhasil lolos dari pintu gerbang.

   waktu itu bulan sipit nampak remang-remang.

   suasana malam gelap pekat, Benar-benar Tuhan melindungi mereka berdua.

   Begitu melintasi tirai malam, tubuh mereka tiada nampak lagi.

   Mereka seperti hilang teraling iblis.

   Sin Houw tak berani mengejar.

   ia tahu, mereka berdua termasuk jago yang mempunyai kepandaian tinggi.

   Kalau tidak, masakan pantas menjadi sahabat Sim Pek Eng yang dihormati dan disegani itu, Dalam malam gelap, mereka bisa menyerang balik.

   "Biarlah untuk sementara mereka kabur. Aku telah berhasil menangkap seorang kawannya. pastilah aku dapat memperoleh keterangan dari mulutnya."

   Pikir Sin Houw, ia lantas memutar tubuhnya hendak balik kembali memasuki gerbang, sekonyong-konyong ia mendengar suara seseorang berseru padanya.

   "Hey, sahabat kecil! Baru sepuluh tahun aku tidak bertemu denganmu. Dan kepandaianmu sudah maju begitu pesat! selamat! selamat!"

   Goncang hati Sin Houw mendengar suara itu, itulah suara yang pernah dikenalnya dan selalu meresap didalam hatinya, segera ia menoleh dan melihat seorang tua mengempit Tan Hok Cin dan Khu Cing San.

   orang itu berkumis dan berjenggot sudah putih semua, siapa lagi kalau bukan Bok-siang tojin, yang dahulu mewarisi ilmu ringan tubuh kepada Sin Houw.

   "Suhu!"

   Seru Sin Houw girang. Terus saja ia lari menghampiri dan berlutut. Bok-siang tojin tertawa berkakakan. sahutnya.

   "Eh, sejak kapan perutmu berubah? Dahulu kau tak sudi menyebutku suhu. Akupun tak sudi kau sebut sebagai gurumu . Kau berlutut pula padaku. Apa-apaan, Hey, coba lihat, siapa dia yang berada dibelakangku!"

   Sin Houw mengalihkan pandang.

   ia melihat seorang lakilaki berusia kurang lebih empatpuluh delapan tahun.

   Rambutnya sudah setengah beruban.

   wajahnya menceritakan pengalaman yang matang.

   Dan melihat orang itu, Sin Houw kian menjadi girang.

   Dialah Thio Hian Cong yang dahulu melindungi mati matian sampai nyaris mengorbankan jiwanya sendiri.

   cepat ia lari menghampiri dan merangkulnya erat-erat.

   "Susiok!"

   Serunya penuh haru."Susiok cepat menjadi tua."

   Thio Hian Cong tertawa senang. ia tidak menjadi tersinggung dengan pertanyaan Sin Houw, Sahutnya.

   "inilah penanggungan orang yang hidup dalam kancah perjuangan. perhatian hidup terlalu terbagi-bagi."

   Sin Houw memeluknya kian erat, Keadaannya jauh berbeda dengan Bok-siang tojin, Meskipun usia orang tua itu sudah lanjut, namun raut wajahnya nampak segar bugar.

   "Tapi susiok tak kurang suatu apa, bukan?"

   Tanya Sin Houw.

   "Seperti kau lihat, hidungku tetap satu, Tiada yang kurang."

   Sahut Thio Hian Cong. Mereka berdua lalu berjalan bergandengan tangan. Hati mereka berdua terharu tergoncang pertemuan itu, Kalau saja tidak mendengar suara The Sie Ban, mereka tidak akan tersadar.

   "Hey!"

   Seru jago itu.

   "Tan Hok Cin dan Khu Cing San adalah tamu undanganku, Kenapa kau perlakukan demikian?"

   Sin Houw seolah-olah tidak menggubris seruan The Sie Ban. ia menghadap kepada Sim Pek Eng. Kemudian pada hadirin, Memperkenalkan mereka berdua yang baru datang.

   "lnilah Bok-siang tojin, salah seorang guruku. Dan ini adalah Thio Hian Cong, salah seorang pembantu panglima Lie Hui Houw, Dia seorang ahli ilmu silat tangan kosong, dan dialah guruku yang pertama."

   Semua hadirin menjadi terkejut mendengar nama Bhoksiang tojin, Nama itu tidak asing bagi mereka, namun jago tua itu tak berketentuan tempat-tinggalnya.

   ia bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya tak ubah iblis.

   Namun ilmu kepandaiannya sangat tinggi, termasuk golongan angkatan tua yang sejajar dengan guru mereka semua.

   Karena itu, serentak mereka memberi hormat.

   "Sudahlah! jangan menghormati aku seperti malaikat!"

   Kata Bhok-siang to-jin.

   "Aku adalah manusia yang sebenarnya tidak berguna. Kerjaku hanya makan nasi atau menabuh khim. Sama sekali tiada perhatian terhadap masalah penghidupan yang hanya meruwetkan hati melulu. Tapi pada suatu hari aku mendengar beberapa orang saling membisik hendak menjual jasa terhadap kaum penjajah, Nah, inilah lain! orang boleh jahat, boleh jadi maling, Tapi kalau sampai mau menjual bangsa dan negara kepada orang asing adalah keterlaluan. Maka tak dapat lagi aku tinggal berpeluk tangan. segera aku menyusul kemari, kudengar malam ini, para pejuang kesejahteraan bangsa dan negara sedang berkumpul, Nah, hendak kulaporkan para penghianat itu kemari..."

   "Siapakah yang berhianat?"

   The Sie Ban tersinggung. sebab dia merasa sibuk melahirkan suatu persekutuan balas dendam akhir-akhir ini.

   "Apakah mereka bertiga? Mereka adalah jago-jago kenamaan sejak belasan tahun yang lalu.,."

   "Benar. Diantaranya, mereka bertiga inilah."

   Jawab Bhoksiang tojin. ***** KAGET DAN HERAN, The Sie Ban mendengar jawaban Bhok-siang tojin, Membela.

   "Tidak mungkin! Mereka bertiga adalah sahabatku sejak belasan tahun yang lalu, Akh, janganlah memfitnah demikian. Fitnah lebih jahat dari pada pembunuhan!"

   Bhok-siang tojin tersenyum lebar, sambil membanting Tan Hok Cin dan Khu Cing San diatas lantai, ia menjawab.

   "Aku adalah orang baik, Belum pernah aku memfitnah orang, mendendam atau mencampuri masalah penghidupan. secara kebetulan sekali, tatkala aku hendak mencuri ayam di kota, kudengar mereka saling membisik. Mereka berada ditangsi tentara penjajah, Dan merencanakan hendak menghancurkan laskar perjuangan Thio Su Seng, Maka kuikuti mereka dan kuperhatikan sepak terjangnya, Kenapa aku memfitnah?"

   THE SIE BAN adalah seorang pendekar yang kenamaan. ia jadi tersinggung - tanyanya dengan suara tegas.

   "Apakah lo-cianpwee mempunyai bukti?"

   Bhok-siang tojin tertawa. jawabnya.

   
Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Bukti? Apakah aku perlu mempunyai bukti untukmu? ucapan Bhok-siang tojin sudah menjadi jaminan. Apa yang kukatakan, itulah undang-undang yang berlaku.

   "Tentu saja, siapapun tak dapat menerima alasan itu."

   The Sie Ban jadi panas hati. Berkata tak senang.

   "Apakah alasannya untuk bisa mempercayai setiap patah perkataan lo-cian pwee?"

   Sekarang Bhok-siang tojin yang merasa tersinggung. ia membentak.

   "Gurumu sendiri tak berani mengucap demikian terhadapku, Kenapa kau berani begitu?"

   Sementara itu sin Houw cepat cepat bertindak. ia kenal perangai dan tabiat gurunya, Kalau sampai kalap, akan jadi kacau-balau, segera ia memperlihatkan dua helai surat, dan berkata kepada The Sie Ban.

   "The tayhiap, tolong kau baca sendiri surat ini, agar hadirin dapat mendengar dan mengadili."

   Dua kali sudah The Sie Ban dikacaukan oleh lembaran surat, Yang pertama surat kesaksian, dan yang kedua adalah surat ini, yang kini berada di tangannya.

   Dengan hati berdebar, ia membaca.

   Dan baru membaca beberapa baris kalimat, ia kaget sampai berjingkrak.

   itulah surat perintah dari pejabat pemerintah penjajah terhadap Tan Hok Cin dan Khu Cing San.

   surat perintah untuk mengadu domba para pendekar dan laskar pejuang bangsa agar saling bunuh-membunuh.

   Dan mereka berdua di bantu oleh seorang kepercayaan pejabat pemerintah penjajah yang bernama Ku Cie Tat.

   Surat perintah itu diperkuat oleh dua tanda tangan dan dua cap jabatan.

   Setelah The Sie Ban selesai membaca surat itu, para hadirin gempar.

   Pian-cong tojin lompat mendekati Lo Han Bok, membentak.

   "Benarkah kau anak murid Siauw lim pay?"

   "Benar! Akulah bawahan Ku Cie Tat!"

   Sahut Lo Han Bok yang merasa terpojok dan menjadi nekad.

   "Kalau begitu, kau pengacau jahanam, Ku Cie Tat sudah lama meninggalkan rumah perguruan. Dia seorang penghianat terkutuk. Kau menyebut namanya. Bagus!"

   Bentak Pian-cong tojin sengit. Tangannya melayang dan Lo Han Bok terhajar pulang pergi sampai kedua pipinya babak belur.

   "Kau menghajar orang yang tidak berdaya. Apakah tidak malu?"

   Teriak Lo Han Bok.

   "Aku memang pengikut Ku Cie Tat. Dia memang seorang pendekar yang mengerti kehendak jaman. Kaum pe-ngacau harus dibasmi, karena itu Ku Cie Tat bergabung dengan tentara Monggolia, Bukan sebagai penghianat, tetapi justru hendak mengamankan negara dari kekacauan ..."

   Belum lagi selesai Lo Han Bok mengucapkan perkataannya, tinju Pian Cong tojin sudah mendarat didadanya .

   Dan kena pukulan itu, Lo Han Bok roboh tak sadarkan diri.

   Menyaksikan hal itu,semua hadirin puas.

   Tetapi Tan Hok Cin dan Khu Cing San terbang semangatnya.

   Mereka sadar akan bahaya yang mengancam dirinya.

   Mereka jadi berputus asa.

   Pian-cong tojin masih hendak memukul lagi untuk membinasakan Lo Han Bok, akan tetapi Sin Houw mencegah.

   "Biarlah dia memberi keterangan yang lebih jelas lagi tentang mata rantai penghianatannya. Kukira akan sangat berguna bagi kelanjutan perjuangan kita."

   Thio Sin houw sesungguhnya mempunyai alasan sendiri.

   Mendengar Lo Han Bok menyebut seorang bernama Ku Cie Tat teringatlah dia kepada pengalamannya, sepuluh tahun yang lalu tatkala dia datang ke rumah perguruan Siauw-lim Sie bersama Tie-kong Tianglo.

   Dialah dahulu seorang anak yang memiliki-otak sangat cerdas, sampai Tie-kong Tianglo ikut mengaguminya, Kalau sekarang dia dinyatakan sebagai seoranq penghianat, pastilah tidak bekerja seorang diri.

   ia percaya, bahwa mata rantai penghianatan itu pasti tersebar sangat luas.

   Saran sin Houw disetujui hadirin.

   Murid-muridnya Sim Pek Enq lalu menggusur Lo Han Bok ke dalam kamar tahanan, Dan karena sudah larut malam pesta perjamuan ditutup.

   Dan pada saat itu The Sie Ban mendekati Sim Pek Eng, ia menyesal bukan main atas kebodohannya.

   Kalau saja Thio Sin Houw tidak mencampuri peristiwa persengketaan itu, pastilah perbuatannya akan menimbulkan bencana besar bagi perjuangan bangsa.

   Alangkah besar dosanya.

   Dosa yang tak terampuni lagi.

   Karena itu, ia minta maaf kepada Sim Pek Eng dan menyatakan terima kasih kepada Sin Houw, Katanya lagi.

   "Thio hiantee! Rasa terima kasihku tak terhingga. Mataku benar-benar lamur sampai tidak mengerti diriku menjadi kuda tolol. inilah akibatnya kalau bertindak terburu napsu. Yang hanya menuruti gejolak napsu pribadi. Andaikata hiantee tidak membukakan kedua mataku, dosa yang bakal kuderita tiada lagi memperoleh keampunan."

   "Akh, siapapun akan berbuat demikian dan sesaat karena tidak menyadari. Tayhiap berani mengakui kesalahan itulah suatu bukti, bahwa tayhiap sesungguhnya seorang ksatria. Kalau aku mengetahui siapakah Tan Hok Cin dan Khu Cing San, itulah suatu kebetulan belaka."

   Sin Houw membesarkan hati, Kemudian ia menceritakan betapa surat perintah itu diperolehnya.

   Lega hati The Sie Ban mendengar perkataan Sin Houw.

   segera ia mengajak rombongannya pulang.

   sementara tetamu-tetamu lainnya bubaran pula, Sim Pek Eng memasukkan Tan Hok Cin dan Khu Cing San ke dalam kamar tahanan, ia berjanji kepada Sin Houw hendak mencari keterangan sebanyak-banyaknya dari mulut mereka berdua.

   Sekarang sunyi lah suasana serambi rumah Sim Pek Eng, Tuan rumah itu mengajak Thio Hian Cong beristirahat di kamar sebelah, sedang Giok Cu tetap mendampingi Sin Houw yang duduk berbicara dengan Bhok-siang tojin.

   "Kau bawa saja dia kekamarmu "

   Ujar Bhok-siang tojin kepada Cu Hwa.

   Sudah tentu wajah Cu Hwa berubah hebat, karena ia disuruh membawa seorang pemuda kedalam kamarnya, Karena tidak berani membantah perintah Bhok-siang tojin, ia hanya berpura-pura tidak mendengar.

   Bhok-siang tojin tertawa.

   ia dapat membaca keadaan hati gadis itu dan berkata.

   "Kouwnio! Diapun seperti kau. Apa kah kau tidak mengetahui?"

   Giok Cu terbelalak. Masih ia tak percaya. Menoleh kepada Sin Houw dan minta penjelasan.

   "Apakah dia..."

   "Ya."

   Sin Houw mengangguk dengan tertawa, Lalu berkata kepada Giok Cu.

   "Perananmu sudah cukup, pakaianmu bukankah menyiksamu?"

   Luka dipundak mengganggu ketegaran Giok Cu, ia nampak letih dan kesakitan, sahutnya malas.

   "Pakaianku dirumah penginapan. Kalau aku merasa terbelenggu, tinggal membuka penutup kepala ini, Kenapa susah payah?"

   Sin Houw kenal tabiatnya, Gadis itu tidak boleh dipaksa. Maka ia mengalihkan pembicaraan kepada Bhok-siang tojin.

   "Bagaimana suhu bisa segera tahu, bahwa dia seorang wanita?" "Namanyapun kukenal juga. Bukankah dia Lim Giok Cu?"

   Sahut Bhok-siang tojin.

   "Hey! Dari siapa suhu mengetahui namanya?"

   Sin Houw heran.

   "Dari mulutmu."

   Jawab Bhok-siang tojin. Sin Houw saling pandang dengan Giok Cu. Tatkala hendak minta keterangan , Bhok-siang tojin berkata.

   "Sebenarnya sudah lima hari ini aku dan susiokmu mengikutimu dengan diam-diam. Kalau aku lantas mengetahui temanmu berjalan itu, sudahlah pantas. Aku senang, karena ternyata kau seorang ksatria benar. sama sekali tidak mengganggunya. Lagi pula ilmu kepandaianmu maju sangat jauh, Meskipun belum tentu dapat menjajari gurumu, akan tetapi aku sudah bukan tandingmu lagi."

   "Suhu terlalu memuji."

   Kata Sin Houw dengan muka merah.

   "Umpama benar, itu adalah berkat ajaran suhu dulu."

   "Aku membicarakan keadaanmu sekarang, Bukan dulu!"

   Bhok-siang tojin membantah.

   Sementara itu Cu Hwa sibuk mengambilkan arak untuk menyuguhi Bhok-siang tojin, sehingga jago tua itu menjadi girang bukan kepalang.

   Terus saja ia meneguk araknya, lalu bicara terus seakan-akan tak dapat lagi menguasai mulutnya.

   Akhirnya katanya.

   "Kalau kau ingin mengetahui persekutuan penghianatan pergilah sekarang juga, Aku sendiri sudah mempunyai kawan berbicara ... cawan-cawan arakku "Sucouw ..."

   Tiba-tiba Giok Cu ikut bicara.

   "Sucouw?"

   Bhok-siang tojin membelalakkan matanya.

   "Kau adalah sahabat muridku, karena itu panggillah aku susiok. Lagipula aku tidak sudi dipanggil sebagai kakek."

   Giok Cu tertawa, Lucu, guru Sin Houw yang satu ini. Lalu memperbaiki diri. Katanya.

   "Baiklah, Mulai saat ini aku akan menyebut susiok. Tadi susiok berkata bahwa susiok sudah mengikuti kami berdua selama lima hari yang lalu, Kalau begitu pasti tahu pula sepak terjang-nya kakak seperguruan Sin-ko. Bagaimana pendapat susiok?"

   "Mereka memang keterlaluan. Maksudku siperempuan itu!"

   Sahut Bhok-siang tojin sambil menyentil cawan araknya.

   "Biarlah besok aku membantumu."

   "Tapi sebenarnya tak ingin aku berlawanan dengan mereka."

   Ujar Sin Houw.

   "Apakah suhu sudi mendamaikan?"

   "Apa yang kau takutkan?"

   Suara Bhok-siang tojin meninggi.

   "Hajar saja perempuan galak itu! seumpama gurumu menegurmu, katakan saja bahwa akulah yang memerintahmu."

   Sin Houw kenal adat Bhok siang tojin yang angin-anginan itu, Tak dapat jago tua itu diajak berbicara berkepanjangan.

   Tapi mendengar dia sanggup membantu, hatinya terhibur.

   Dan karena melihat Bhok-siang tojin terbenam dalam minuman keras, Sin Houw mengajak Giok Cu kembali ke tempat penginapan.

   ***** WAKTU ITU kira-kira pukul tiga menjelang pagi hari, selagi Sin Houw dan Giok Cu berjalan keluar rumah Sim Pek Eng.

   Mereka berjalan bergandengan, karena malam hari sangat pekat, Dunia agaknya terancam hujan lebat.

   "Bagaimana? Apakah kita kembali ke rumah penginapan?"

   Giok Cu menanya.

   "Hari sudah larut malam. penjaga penginapan mungkin sedang tidur lelap, Bagaimana kalau kita melihat-lihat rumah peninggalan The sie Ban?"

   Sin Houw usul.

   "Bagus? Tapi kurasa tidak perlu tergesa-gesa, Bukankah dia berjanji dengan segera hendak meninggalkan rumah kediamannya itu? Lebih baik kita berjalan mengadakan penyelidikan. Bukankah gurumu tadi mengatakan, bahwa bila ingin menyaksikan persekutuan penghianatan sebaiknya kita cepat-cepat berangkat?"

   Sin Houw seperti diingatkan. Terus saja ia membawa Giok Cu berjalan cepat. Tetapi dimana dia harus pergi? Tiba-tiba teringatlah dia kepada tempat pertemuannya dengan kedua kakak seperguruannya besok petang.

   "Mari kita meninjau bangunan bekas tangsi penjajah itu, ingin kutahu apa sebab Sucie memilih tempat itu."

   Ajak Sin Houw.

   Giok Cu manggut, sambil menahan rasa nyerinya, ia mencoba mengikuti Sin Houw yang berjalan cepat.

   Sebenarnya, rasa kantuk dan lukanya mengganggu ketegaran tubuhnya.

   Tapi entah apa sebabnya, rasa gairah hidupnya selalu bersedia berada didamping Sin Houw.

   Rasa enggan sekali, bila berpisah daripadanya.

   walaupun demikian, luka tetap luka.

   Lambat laun pundak dan lengannya terasa menjadi kaku juga, Tak dapat lagi ia menggerakkan tangannya dengan 1leluasa.

   Diam-diam ia mengeluh.

   Tatkala hendak menyatakan rasa gangguan itu, terdengar Sin Houw berkata.

   "Giok-moay, sifat sucie menyerupai Sie Liu Hwa.

   Keduaduanya senang bersenjata pedang, Apakah mereka berdua memang guru dan murid? Menilik Sie Liu Hwa memperoleh pedang dari sucie, mungkin dia muridnya.

   Bukankah Kiang Yan Bu menyebut sucie sebagai gurunya pula, meskipun dia adalah muridnya Jie suheng ..."

   Giok Cu tertawa melalui hidungnya, menjawab.

   "Kau selalu memikirkan mereka dan sama sekali tidak memikirkan diriku."

   Ditegur demikian, barulah Sin Houw teringat akan luka yang dideritanya, pikirnya.

   "Aku mempunyai himpunan tenaga sakti pelindung jasmani. sebaliknya dia tidak. Akh, benar-benar aku tak memperhatikan lukanya ..."

   Memperoleh pikiran demikian, dengan suara minta maaf dia menyahut.

   "Lukamu tidak begitu membahayakan Giok-moay. Tapi memang lebih baik beristirahat dari pada tidak. Coba kuperiksanya . .."

   Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Sin Houw hendak meraih lengannya, Mendadak ia melihat berkelebatnya tiga bayangan melintasi ketinggian.

   Cepat Sin Houw membawa Giok Cu bersembunyi di balik batu, Kurang lebih berjarak seratus meter, pandang mata Sin Houw mengenali bayangan yang berada di depan.

   "Hey!"

   Bisiknya terkejut "Itulah Kiang Yan Bu! Dia tadi berangkat bersama rombongannya Sam suheng, kenapa dia berada disini?"

   "Hentikan mereka!"

   Sahut Giok Cu.

   "Untuk apa?"

   "Gurumu tadi mengatakan, bahwa ada persekutuan penghianatan. Kalau ingin mengetahui, kita harus segera berangkat . Dia murid kakakmu yang kedua, tetapi mengapa dia juga menjadi muridnya kakakmu yang ketiga? Hal ini mencurigakan."

   Dalam hati Sin Houw membenarkan perkataan Giok Cu.

   Terus saja ia melemparkan pandangnya kepada tiga sosok bayangan yang masih berlari-lari, sekarang ia melihat suatu keanehan karena Kiang Yan Bu seperti dikejar oleh dua orang.

   siapakah mereka? "Cepat hentikan!"

   Giok Cu mendesak.

   Sin Houw percaya kawan seperjalanannya itu sangat cerdas.

   Pasti ia mempunyai alasan apa sebab memerintahkan menahan Kiang Yan Bu.

   Maka cepat-cepat ia memungut sebutir batu, kemudian di timpukkan, Tepat timpukannya.

   Kiang Yan Bu roboh terjungkal, dan dua orang pengejarnya segera menangkapnya.

   "Kiang Yan Bu, kau bodoh!"

   Bentak laki-laki yang bertubuh sedang.

   "Hemm!"

   Kiang Yan Bu menggerendeng.

   "Ku Cie Tat, kau boleh membunuh aku, tetapi jangan mencoba menghina!"

   "Siapa yang menghina?"

   Ku Cie Tat tertawa.

   "Sejak dahulu aku sudah berusaha membantumu. Tidak hanya untuk merebut kedudukan mulia, tapipun calon isteri yang cantik."

   Hati Sin Houw tergetar, itulah lagu suara yang paling berkesan didalam hatinya, Suara seorang yang sudah tidak asing lagi baginya, yang dahulu pernah menipu kakek gurunya, Tie-kong Tianglo.

   Dialah murid Siauw-lim, yang dahulu hanya berupa seorang kacung kecil.

   Dan dalam detik itu juga, SinHouw teringat kepada pengalamannya yang pahit.

   Hampir saja ia mati kena tangan jahat seorang pendeta yang bernama Cie kong Taysu! "Agaknya Kiang Yan Bu menghadapi kesukaran,"

   Pikirnya didalam hati. Dan ia bermaksud hendak menolongnya. Oleh pikiran itu, tangannya meraba dan mengambil segumpal tanah, Tiba-tiba Giok Cu menyentuh tangannya, Berbisik.

   "Sabar, Dia menyebut tentang kedudukan dan isteri yang cantik, Apakah kau tidak tertarik?"

   Sementara itu Kiang Yan Bu seperti mati kutu dihadapan Ku Cie Tat.

   ia nampak gelisah, Namun keberanian serta sifat bandelnya, tiada sama sekali sehingga Sin Houw heran benar.

   Apakah dia takut menghadapi dua orang lawan? "Aku salah seorang murid Hoa-san pay, tak boleh aku bergaul dengan orang jahat..."

   Terdengar Kiang Yan Bu memberikan jawaban. Ku Cie Tat tertawa, dan memotong perkataan Kiang Yan Bu.

   "Mengenai kau murid kaum Hoa-san pay, aku sudah mengetahui sejak dahulu, kenapa? Apakah kau tidak tertarik lagi? Baiklah, kalau begitu calon isteri mu kuambil sendiri. Kau tak perlu lagi berhubungan denganku. Bukankah aku ini orang jahat?"

   Kiang Yan Bu hendak membuka mulut lagi, tiba-tiba orang yang berada disamping Ku Cie Tat menyambung.

   "Kau belum memberi laporan kepada kami, lalu berusaha kabur ditengah malam. Apakah kau menghendaki kami membongkar rahasiamu dihadapan kakek gurumu? Kuingin lihat, apakah kau masih berani mengaku sebagai murid Hoa

   KANG ZUSI WEBSITE
http.//cerita-silat.co.cc/ *** (file google dokumen published by Saiful Bahri ...situbondo seletreng )*** san pay."

   Terkejut hati Sin Houw mendengar orang itu menyinggungnyinggung gurunya, Bok Jin Ceng, Apa maksudnya dengan kata-kata membongkar rahasia? ia melihat Kiang Yan Bu gelisah bukan main setelah mendengar ancaman itu.

   pastilah rahasia yang sangat menententukan, pikir Sin Houw.

   "Aku bukan kabur, tapi aku tak mau berbicara disini."

   Kata Kiang Yan Bu dengan suara bergetar.

   "Selamanya aku baik terhadapmu, tapi kau selalu menyusahkan aku. ingat pula kedudukanku, aku berjanggung jawab langsung kepada pemerintah,"

   Sahut Ku Cie Tat, Kemudian berkata kepada temannya.

   "Gochinta, kau jelaskan kepadanya, apa sebab kita mencarinya."

   Kini tahulah Sin Houw siapa orang itu, Menilik namanya, dia orang Mongolia, Kata Gochinta kepada Kiang Yan Bu.

   "Siauw ongya sudah berkenan menerimamu, Beliau telah percaya pula kepadamu, sehingga kau diberinya tugas penting, Kau ditugaskan untuk meracuni orang-orang gagah yang sedang berkumpul disini, kenapa tak kau lakukan?"

   "Tak dapat aku berbuat begitu... selain tidak berdaya, guruku tiba-tiba datang pula."

   Jawab Kiang Yan Bu.

   "Gurumu! selalu kau menyebut gurumu untuk menyusahkan kami berdua, pada hal guru yang mana lagi?"

   Ku Cie Tat menggerutu.

   "Apakah kau hendak membangkang perintah Siauw ongya? Kau tahu sendiri, apa hukumannya terhadap seorang kepercayaannya yang menghianati"

   "Bunuhlah aku!"

   Tantang Kiang Yan Bu cepat.

   "Memang aku tak pantas lagi hidup didunia, Aku seorang yang berdosa besar. setiap kali memejamkan mata-ku, bayangan guruku selalu berada didepanku ..." "Berkali-kali kau menyebut guru, Guru yang mana?"

   Potong Ku Cie Tat.

   "Guruku yang pertama. Pui Tong Kim."

   Sahut Kiang Yan Bu dengan suara menggeletar.

   "Karena itu, aku akan sangat berterima kasih bila kau mau membunuhku."

   "Baik!"

   Bentak Gochinta. Orang itu mencabut pedang panjangnya dan menga-yunkan tangannya.

   "Tahan!"

   Cegah Ku Cie Tat.

   "Gochinta, bila dia tetap membangkang tak perlu kita sendiri yang membunuhnya biarlah dia mempertanggung jawabkan kesalahannya sendiri. Nah, kita bebaskan saja dia!"

   "Membebaskan? Lantas, bagaimana kita bertanggung jawab terhadap atasan ...?"

   Seru Gochinta tak mengerti.

   "Dia membunuh gurunya sendiri, Pui Tong Kim, Dia berdosa terhadap diri sendiri dan rumah perguruannya. pastilah dia akan dibunuh oleh kaumnya sendiri. Apa perlu kita bersusah payah?"

   Perkataan Ku Cie Tat itu tak ubah halilintar menyambar hati Sin Houw tatkala mengadu kepandaian dengan Kiang Yan Bu, ia melihat kebandalan dan kekurang ajaran keponakan murid itu.

   walaupun Nie Sun Kiong sudah memperingatkan, namun tetap ngotot.

   Rupanya dia bermaksud membunuhnya benar-benar dengan mengerahkan seluruh kepandaiannya - hal itu masih dapat dimengerti, karena terdorong oleh rasa penasaran Akan tetapi bila dia sampai hati pula membunuh gurunya sendiri? Ha! Mimpipun rasanya takkan pernah terjadi!"

   "Kenapa dia sampai membunuh gurunya?"

   Pikir Sin Houw pada detik itu. Dan kenapa pula Jie suhengnya bisa di

   KANG ZUSI WEBSITE
http.//cerita-silat.co.cc/ *** (file google dokumen published by Saiful Bahri ...situbondo seletreng )*** bunuhnya? walaupun Kiang Yan Bu memiliki ilmu pedang ajaran Sun Ho Liang suami-isteri, rasanya belum cukup sebagai bekal membunuhnya! Mendadak terlintaslah bayangan cerita ibunya Giok Cu, tentang teraniayanya Gin-coa Long-kun.

   Apakah Jie suhengnya juga kena racun sebelum terbunuh ? "Ku Cie Tat!"

   Kata Kiang Yan Bu, dengan suara gemetar.

   "Kau sudah bersumpah tidak akan membocorkan rahasia ini, kenapa kau membuka mulut?"

   Ku Cie Tat tertawa. sahutnya.

   "Kau hanya ingat sumpahku saja, tetapi lupa kepada sumpah sendiri. Kau bersumpah padaku, bahwa mulai waktu itu kau akan patuh kepadaku. Sekarang, katakan terus terang, kau atau aku yang melanggar sumpah? Kalau kini aku membuka rahasia, adalah didepan orang kita sendiri. Gochinta akan menutup mulut, selama kau tidak membangkang perintahku"

   "Baik, Tapi betapapun juga aku tak akan mau mengulangi sejarah dengan meracuni orang-orang gagah sebelum membunuhnya. Bukannya takut kepada mereka, tetapi karena aku jelek-jelek orang ksatrya juga, Apalagi kau menghendaki aku membunuh semua orang-orang gagah, termasuk kakek guru dan guruku. Tak dapat aku berbuat demikian."

   Sahut Kiang Yan Bu. Mendengar perkataan Kiang Yan Bu, benarlah dugaan Sin Houw, Kakak seperguruannya mati terbunuh oleh racun dan dibunuh setelah punah tenaganya. Pada saat itu, ia mendengar Ku Cie Tat tertawa lagi, Kata orang itu.

   "Kiang toako, siapakah yang tidak mengetahui bahwa kau seorang ksatrya, bukannya aku memerintahkan kau membunuh mereka dengan racuh jahat. Aku hanya menghendaki supaya mereka lumpuh kemudian kita tangkap. Sekarang, marilah kita rundingkan ditempat kediaman Ong-ya. Disana, kawan-kawan telah berkumpul."

   "Kenapa kesana?"

   Tanya Kiang Yan Bu heran.

   "Kau hendak bertemu dengan Cie Lan gadismu itu, atau tidak?"

   Sahut Ku Cie Tat menyertai tawa lagi.

   "Baik, mari kita pergi ..."

   Kata Kiang Yan Bu.

   "Sebenarnya, bagaimana Cie Lan sampai bisa berada dalam tanganmu ?"

   "ltulah berkat pertolongan Gochin-ta."

   Jawab Ku Cie Tat. ia berpaling kepada Gochinta dan mengejapkan matanya.

   "Ha, baru kali ini aku memberitahukan kepadamu. Dia seorang perwira yang besar kekuasaannya, Meskipun begitu, dia bersedia mengalah terhadapku. selagi dia makan minum disebuah kedai arak, ia melihat tiga orang yang menarik perhatiannya. setelah diselidiki, ternyata mereka merupakan orang-orang yang ada harganya untuk diambil. Gochinta membiarkan yang tua tak terusik, Tetapi yang dua orang ... haha- ha! Tetapi kau tak usah cemas. Legakan hatimu karena calon isterimu yang cantik, kami perlakukan sebagai tamu terhormat."

   Sin Houw mengeluh. Tiga orang yang disebutkan itu, siapa lagi kalau bukan Lauw Tong Seng, Cie Lan dan Ciu San Bin? Teringat akan perbekalan laskar perjuangan, ia jadi sibuk. pikirnya .

   "Dengan susah-payah, Toa suheng merebut uang perbekelan kembali dari pihak Cio-liang pay, sekarang Ciu San Bin tertawan. Jangan-jangan perbekalan itu ada padanya. Jika sampai kena dirampas oleh pihak penjajah, kesulitannya untuk merampas kembali sepuluh kali lipat jadinya ..."

   Memperoleh pikiran demikian, segera ia menajamkan telinganya.

   ia yakin kakak seperguruannya itu tidak bakal tinggal diam, Apalagi bila perbekalan itu sampai dirampas.

   Dia pasti bersedia mengorbankan jiwanya.

   Tetapi - baik Cie Tat maupun Gochinta, tidak menyinggung lagi soal penangkapan itu.

   Keruan saja ia jadi bingung.

   "Kiang toako!"

   Kata Cie Tat sambil menyarungkan pedangnya.

   "Bila kau sudah berhasil melumpuhkah orangorang gagah itu, kau akan menambah kekuatan kita, Apalagi kalau pihak Hoa-san pay sudah dapat kukuasai. Hem, kita tinggal menggertak saja kepada pihak penjajah, untuk minta sebidang tanah sebagai imbalan kita!"

   Ku Cie Tat menyudahi perkataannya dengan mengajak Kiang Yan Bu dan Go-chinta untuk meninggalkan tempat itu.

   Kini Sin Houw mengetahui apa sebab keponakan muridnya itu bersedia jadi pembantu ku Cie Tat.

   Kecuali tergila-gila terhadap Cie Lan, dia merasa berdosa karena telah membunuh gurunya sendiri.

   Benar-benar manusia pengecut dan berbahaya! Sin Houw belum pernah bertemu dengan Jie suhengnya, akan tetapi ia merasa diri wajib menuntut ba-las, Dan tiba-tiba saja ia bergerak hendak mengejar silaknat itu.

   Giok Cu agaknya sudah dapat menebak hatinya.

   Cepat menyanggah.

   "Jangan! Kau tak akan dapat berbuat seorang diri. Kalau kau dapat mengetahui penghianatannya, hanyalah karena kebetulan saja. Dapatkah kau memaksa gurumu dan semua saudara seperguruanmu mempercayai laporanmu? Kedudukanmu pada saat ini tidak menguntungkan, Kedua kakak seperguruanmu curiga padamu. Bila mereka mendengar matinya susiok Pui Tong Kim lewat mulutmu justru kaulah yang mula-mula akan ditangkapnya. Sebab, siapapun tak akan percaya, Pui susiok mati ditangan muridnya . Akupun tidak, seumpama aku salah seorang murid gurumu. Apa arti kepandaian Kiang Yan Bu, bila dibandingkan dengan gurunya? Apalagi jika kau membunuh Kiang Yan Bu pula. Karena itu, paling tidak, kita harus mencari saksi dan saksi itu kecuali kedua kakak seperguruanku yang mencurigaimu, setidaknya seorang pendekar tua seperti Bhok-siang Tojin."

   Sin Houw tersadar dari tidur lelap, Tak dapat ia membantah pendapat Giok Cu. Bahkan diam-diam ia heran apa sebab kali ini Giok Cu bisa berbicara begitu panjang dan matang. Perlahan-lahan ia memperhatikan wajahnya, kemudian berkata terharu.

   "Benar, Hatiku kusut sehingga pikiranku tidak bekerja, Coba katakan padaku , apakah yang harus kulakukan?"

   Giok Cu tersenyum, sahutnya.

   "Mereka akan berunding di tempat kaum penjajah. Kalau kau ingin mengetahui corak persekutuan itu lebih luas lagi, barangkatlah sekarang. Aku sendiri akan mencoba mencari saksi."

   "Siapa?"

   "Bhok-siang Tojin dan Sim susiok. Tapi awas! Kalau kau ingin melihat Cie Lan, jangan tinggalkan aku!"

   Sahut gadis manja itu. Sin Houw terbawa geli, selagi ia hendak membuka mulut, Giok Cu berkata lagi.

   "Kau cukup meninggalkan tanda-tanda tertentu disepanjang jalan. Dan aku akan segera menyusulmu."

   Giok Cu tidak menunggu persetujuan Sin Houw.

   setelah berkata demikian, ia pergi.

   Sin Houw tertegun.

   Aneh, perasaannya.

   Dahulu, ia dapat pergi atau berpisah tanpa kesan, Sekarang, begitu gadis itu meninggalkannya, ia merasa seperti kehilangan.

   Dengan pandang kosong ia mengikuti kepergian Giok Cu sampai bayangannya hilang di gelap malam .

   Sin Houw kemudian memilih arah yang diambil oleh Ku Cie Tat bertiga.

   Baru saja ia sampai di perbatasan kota, tiba-tiba muncullah seseorang dari gerombolan rumput, Orang itu muncul sambil menarik goloknya.

   
Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Cepat Sin Houw melompat, Bagaikan anak panah, tubuhnya berkelebat melewatinya, Orang itu heran, apakah ia salah melihat? Bukankah tadi dilihatnya sesosok tubuh berkelebat mendatanginya.

   Kenapa tiba-tiba lenyap? Hampir satu jam Sin Houw berlari kesana-kemari, tetapi masih belum memperoleh petunjuk.

   Tiba-tiba ia melihat sebuah bangunan yang menarik perhatiannya.

   Bangunan itu nampak berdiri sangat tinggi dan dilindungi pagar tembok yang sangat kuat, Dan melihat bangunan itu, Sin Houw berpikir.

   "Apakah ini yang digunakan sebagai tempatnya Siau ongya?"

   Samar-samar ia melihat sinar api, Dan melihat sinar api itu, ia menjadi yakin bahwa bangunan itu yang dikatakan Cie Tat sebagai tempat pertemuan.

   Selagi ia berpikir, tiba-tiba melesatlah sesosok bayangan keluar dari sebuah jendela.

   Gerakan orang itu cepat luar biasa.

   Dan dalam sekejab mata saja lenyap dikegelapan malam, sekiranya bukan Sin Houw yang bermata tajam, berkelebatnya bayangan itu tak akan dapat tertangkap oleh penglihatan.

   


Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung Kisah Si Rase Terbang -- Chin Yung Neraka Hitam -- Khu Lung

Cari Blog Ini