Ceritasilat Novel Online

Hikmah Pedang Hijau 10


Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long Bagian 10



Hikmah Pedang Hijau Karya dari Gu Long

   

   "paman Lui", Gin-siau-toh-hun Ciang Su-peng, Tuihun-leng Sama Siok, Tok-kah-hui-mo Li Ki maupun Heng-san-ya siau si Tojin buta juga tidak kelihatan hadir. Sikap Leng-hong Kongcu tetap dingin dan angkuh, ketika Siang-lin Kongcu memperkenalkannya pada Tian Pek, bukan saja pandangannya dialihkan ke langit2 ruangan, bahkan mencibir dengan sikap jumawa. Sebagai tuan rumah Siang-lin Kongcu merasa kikuk. tapi dengan tenang Tian Pek malah berkata sambil tertawa.

   "Tak perlu Kongcu perkenalkan lagi sudah lama kami kenal."

   "Siapa yang kenal kau?"

   Tukar Lang-hong Kongcu dengan mendelik.

   "Kongcumu tak pernah kenal seorang keroco macam dirimu ini!"

   Siang-lin Kongcu juga tahu betapa tinggi hatinya Tian Pek, selain ilmu silatnya hebat, pemuda itupun mudah tersinggung, ia menduga sikap Langhong ini pasti akan menimbulkan gusar Tian Pek.

   Kuatir rencananya akan berantakan oleh pertarungan yang mungkin akan terjadi antara kedua orang itu, cepat Siang-lin Kongcu melerai, katanya.

   "Saudara Tian, harap engkau jangan marah, memang begitulah tabiat saudara Buyung ini!"

   Tak terduga Tian Pek sama sekali tidak gusar, ia malahan tertawa dan menjawab. 'O, memang sudah pernah kurasakan keangkuhannya itu."

   Leng-bong Kongcu hanya tertawa dingin saja. Waktu itu Tian Pek sudah mulai melangkah ke sana, ketika mendengar suara tertawa dingin itu dia lantas berpaling dan mengejek.

   "Jangan terburu napsu, tidak lama lagi Buyuug-kongcu pasti akan tahu kelihayanku!"

   Air muka Leng-hong Kongcu berubah hebat, mendadak ia berbangkit, kelima jarinya terus mencengkeram Hiat-to penting di punggung Tian Pek.

   Serangan itu sangat Iihay dan luar biasa kejinya, apalagi disergap dari belakang.

   Untung Tian Pek sekarang bukan lagi Tian Pek dulu, ilmu silatnya saat ini telah mendapat kemajuan yang sangat pesat, terutama setelah mendapat kursus kilat selama tiga bulan dan Sin-In-tiat-tan.

   Dengan kelebihan yang dimiliki saat ini, tak mungkin ia terserang secara mudah, meskipun sergapan Leng-hong Kongcu itu cukup lihay, akan tetapi bagi pandangan Tian Pek serangan itu belum seberapa hebatnya.

   Dengan suatu gerakan yang enteng ia kebaskan lengan bajunya ke belakang, seketika serangan Lang-bong Kongcu dipatahkan.

   "Jangan terburu napsu"

   Kembali Tian Pek mengejek.

   "tunggu saja nanti!"

   Kebasan Tian Pek ternyata tidak cuma memunahkan serangan lawan saja, bahkan sisa tenaganya cukup kuat pula menolak tubuh lawan.

   "Duuk!"

   Tahu2 Lang-hong Kongcu terdorong dan terduduk kembali di atas kursinya.

   Kejadian ini menggetarkan perasaan Leng-hong, dia melongo bingung dan tak mampu bersuara pula.

   Masih untung Tian Pek mempergunakan tenaga serangan halus dan tidak menyolok, apabila tidak diperhatikan dengan seksama, siapapun tidak tahu kalau Leng-hong Kongcu sudah kecundang olehnya.

   Hanya An-lok Kongcu yang menyaksikan kejadian itu dengan jelas, meskipun ia tahu Leng-hong Kongcu dibikin malu oleh pemuda itu, namun iapun pura2 tidak tahu An-lok memang tertarik oleh kegagahan Tian Pak dan ada maksudnya ingin menarik pemuda itu berpihak padanya, maka setelah Leng-hong Kongcu kena terhajar, ia lantas berbangkit dan menarik Tian Pek untuk duduk di sampingnya.

   Ajakan itu tidak ditolak oleh Tian Pek, ia lantas duduk di samping An-lok Kongcu.

   Sebisanya pemuda itu berusaha untuk menguasai perasaannya yang bergolak, terutama bila terbayang betapa dengan kekuatan sendiri harus menghadapi musuh sebanyak itu.

   Ia tak tahu harus merasa sedih atau gembira karena sebentar lagi dia akan melakukan pembalasan dendam, tapi iapun menyadari bila berhasil pasti peristiwa itu akan menggemparkan dunia Kangouw, sebaliknya kalau gagal maka dia akan mati konyol ............

   Sementara dia masih termenung, tiba2 ia merasa dirinya sedang diperhatikan oleh sepasang mata yang jeli, cepat ia berpaling.

   Tampaklah orang yang sedang menaruh perhatian kepadanya itu tak lain adalah Kim Cayhong yang cantik.

   Berdebar jantungnya, mukanya menjadi merah, ia pikir.

   "Melihat tatapan matanya ini, apakah ia jatuh cinta padaku? Mengapa tiap kali kami berjumpa, selalu dia tatap diriku dengan pandangan begini............

   ?"

   Tapi ingatan lain lantas melintas pula delam benaknya.

   "Ah, tak mungkin hal ini terjadi, dia adalah seorang nona keluarga kaya raya dan cantik jelita, sedang aku tak lebih hanya seorang pemuda gelandangan dan tak punya apa2, mungkinkah dia mencintai seorang pemuda macam aku? Ai.

   sekalipun ia jatuh hati padaku, dengan modal apakah aku harus membalas cintanya itu? Jelas hal ini tak mungkin............

   "

   Segera ia berpikir pula.

   "Dia adalah puteri musuh-besarku, ayahku dibunuh oleh ayahnya, sebentar lagi mungkin darah akan mengalir, peduli amat dia cinta atau tidak padaku . ............ !"

   Pikiran terakhir inilah seperti air dingin mengguyur kepalanya, seketika ia sadar dari lamunannya.

   Ketika itulah Cing hu-sin Kim Kiu menggapai Siang-tin Kongcu, kemudian membisikhan sesuatu padanya.

   Siang lin tampak mengangguk berulang kali, kemudian melangkah ke tengah, katanya sambil menjura kepada hadirin.

   "Para orang gagah sekalian, meja perjamuan telah siap di luar. Bagaimana kalau hadirin sekalian kami persilahkan menikmati perjamuan sambil memandang rembulan yang sedang purnama?" Toan-hong Kongcu paling tidak sabaran, ia berbangkit dan menyela.

   "Sampai kapan Toa lokim -wan baru akan dIpamerkan? Aku sudah tak sabar lagi ingin menyaksikannya!"

   "Sugong-heng tak perlu terburu napsu,"

   Sahut Siang-lin Kongcu sambil tertawa "Kalau kau telah membawa Pi-sui-giok-pik, masa Toa-lo-kin-wan dari keluarga kami akan disembunyikan? Sementara semua orang menikmati santapan di luar, engkau aku serta saudara In secara bergilitan akan mengeluarkan benda mestika masing2 untuk dinikmati setiap orang, bukankah acara begitu jauh lebih menawan hati?"

   Mendadak An-lok Kongcu menepuk buku kumalnya seraya tertawa tergelak.

   "Hahaha, di bawah sinar bulan purnama, sambil meniknati arak kita menyaksikan munculnya benda mestikka, sungguh acara yang benar2 menyenangkan. Eeh. saudara Sugong, kita sebagai tamu sepantasnya menuruti keinginan tuan rumah, biarlah saudara Siang-lin yang mengatur acara buat kita!"

   Tentu saja tujuan para jago hanya ingin menyaksikan ketiga macam benda mestika yang akan dipamerkan itu, soal menikmati arak dan santapan di bawah bulan purnama segala tak lebih hanya suatu alasan belaka.

   Begitu An-lok Kongcu berkata demikian, para jago segera menanggapi dengan sorak-sorai, para tamu lantas berbangkit dan menuju ke luar ruangan.

   Hanya Tian Pek seorang yang tidak tertarik oleh acara tersebut, yang selalu diperhatikan adalah gerak-gerak Cinghu-sin Kim Kiu, Kian kunciang In Tiongliong, Kun-goan-ci Sugong Cing serta Pak-ong-pian Hoan Hui, mereka itu jarang bicara dan cuma duduk termenung membiarkan para puteranya saja yang bersuara.

   Di tengah kegaduhan itulah tiba2 terdengar Leng-hong Kongcu berkata dengan dingin.

   "Semua orang mengatakan Siang-lin paling hangat, An-lok paling romantis dan Toanhong suka kelayapan, kalau kalian bertiga sanggup pamer barang mestika masing2, memangnya aku tak punya benda mestiku yang bisa dipertontonkan?"

   Ucapan ini cukup menarik perhatian banyak orang, kawanan jago yang semula mulai berjalan menuju keluar serentak berhenti dan berpaling, mereka memandang ke arah Leng-hong Kongcu dengan terbeliak.

   agaknya merekapun ingin tahu benda mestika apa yang akan dipamerkan Leng-hong Kongcu.

   Betapa bangga Leng-hong Kongcu melihat perkataannya mendatangkan perhatian yang cukup besar, ia lantas berpaling pada seorang kakek berambut panjang terurai dan memerintahkan.

   "Paman Hek-lian, pertunjukkan benda mestika milik kita!"

   Kakek yang dipanggil paman Hek-Iian itu segera mengambil keluar sebuah bungkusan kain sutera dari bajunya, ketika bungkusan itu dibuka ternyata isinya adalah sebuah kotak kayu warna merah, kotak itu dibungkus pula dengan kertas warna putih, tiga lapis di luar dan tiga lapis di dalam.

   Dengan hati2 kakek itu membuka lembaran kertas itu selapis demi selapis, tapi ditinjau dari cara penyimpanannya yang begitu rapat, dapatlah diduga benda itu pasti tak ternilai harganya.

   Barbareng dengan dibukanya kertas pembungkus itu, bau harum semerbak lantas tersebar memenuhi ruangan, makin banyak lapisan yang dibuka bau harum itupun semakin tebal, sehingga akhirnya seluruh ruangan yang lebar itu diliputi oleh bau harum itu............

   Pandangan semua orang tertuju ke arah si kakek berambut panjang tanpa berkedip sekalipun peristiwa ini bukan pertempuran berdarah yang mengerikan, akan tetapi suasana seketika berubah jadi tegang, beratus orang yang berjubel di dalam ruangan sama membungkam, demikian sepinya suasana ketika itu, sampai jarum yang terjatuh ke lantaipun dapat terdengar jelas.

   Di tengah kesunyian entah siapa, tiba2 berbisik lirih "Apabila bau harum ini mengandung racun yang jahat, ini berarti tak seorangpun yang hadir di ruangan ini dapat lolos dalam keadaan hidup!"

   Lirih sekali suara bisikan ini, tapi di tengah keheningan yang mencekam, bisikan tersebut ibaratnya guntur yang membelah bumi di siang hari bolong, semua orang terperanjat dan jantung berdetak keras.

   Segera banyak di antara para jago yang hadir itu sama menutup pernapasannya masing2 untuk menjaga segala sesuatu yang tidak diinginkan, malahan ada pula yang segera menghimpun tenaga dalam dan siap melancarkan pukulan maut bila perlu.

   Seorang pengemis tua bermuka merah tiba2 tampil ke muka dari rombongan yang dipimpin Toan-hong Kongcu, dengan bau arak ia tertawa terbabak2 dan mengoceh sendiri.

   "Wah, harum, sungguh bau yang harum. Biarpun betul racun perantas usus, aku si pengemis tua tetap ingin mencicipinya!"

   Dengan gerakan yang enteng, tahu2 pengemis tua ini sudah mendekati kakek berambut panjang itu, tangannya yang kecil dan kotor serentak terjulur untuk merampas bungkusan yang dipegang kakek berambut panjang itu.

   Menghadapi ancaman ini, si kakek berambut panjang sama sekali tidak menggubris, akan tetapi ketika ujung tangan pengemis tua itu hampir menyentuh kertas bungkus kotak tadi, tiba2 jari kakek berambut panjang itu menyelentik.

   Bagaikan dipagut ular berbisa cepat2 pengemis tua itu menarik kembali tangannya.

   Air mukanya seketika berubah, biji matanya yang kecil jelalatan, kendatipun ia tidak mengeluh kesakitan, tapi semua orang tahu dia telah dikerjai lawan.

   Orang lain mungkin tak seberapa kaget, justeru Toanhong Kongcu beserta para tokoh pengemis yang terperanjat setelah menyaksikan peristiwa itu.

   Maklumlah, pengemis tua bermuka merah ini adalah tokoh terkemuka kaum pengemis.

   Ia bernama Pui Pit dengan julukan Ciu-kay (pengemis pemabok).

   Bersama Hong-kay (pengemis sinting) Cu Liang, Liong-kay (pengemis tuli) Go Hua, mereka disebut orang sebagai Hong-jan-sam-kay atau tiga pengemis sakti pengelana.

   Bukan saja kedudukan mereka dalam perkumpulan pengemis sangat terhormat, di dunia persilatanpun mereka tergolong jago kelas satu.

   Tapi sekarang, jago yang tangguh itu ternyata tak mampu menahan selentikan jari si kakek berambut panjang yang pada hakikatnya cuma seorang jago peliharaan keluarga Buyung, maka bisa dibayangkan betapa kaget dan gusar kawannya, segera mereka bermaksud menerjang ke depan.

   Mendadak Leng-hong Kongcu menjengek.

   "Ketahuilah. Pah-to-san-ceng suka menerima jago2 yang berbakat bagus, aku Buyung Seng-yap lebih2 menghormati kaum cerdik pandai, tak nanti kucelakai orang yang ada di ruangan ini dengan cara licik! Hm, si penyebar sas-sus tadi yang berniat jahat, rupanya dia ingin merusak nama baik keluarga Buyung, sungguh dosanva takdapat diampuni."

   Berbicara sampai di sini, dia lantas mengerling sekejap ke arah belakang.

   Seorang laki2 kurus jangkung dengan muka kuning ke-pucat2an segera mengayunkan tangannya ke depan.

   Jerit Iengking memilukan hati seketika bergema di antara kawanan jago yang berkumpul di dalam ruangan, seorang laki2 berusia setengah baya segera memegangi dadanya sambil menungging kesakitan, darah segar tampak merembes keluar diri celah2 jari tangannya.

   Semua orang tidak tahu dengan cara bagaimana pria jangkung itu melukai korbannya, tapi mereka sama menunjuk rasa gusar setelah menyaksikan tindakan se-wenang2 dan kejam dari anak buah Lengbong Kongcu.

   Di antara mereka, yang paling gusar adalah anggota perkampungan Ki-linceng di bawah pimpinan Hoan Hui, semuanya siap sedia melakukan pembalasan.

   Rupanya pria yang terluka itu adalah salah seorang anak buah Pak-ongpian Hoan Hui.

   Siang-lin Kongcupun hampir tak kuasa mengendalikan rasa gusarnya menyaksikan tindakan Leng-hong Kongcu yang secara tidak se-mena2 melukai orang di rumahnya.

   Tapi dia memang pemuda yang bisa berpikir, ia kuatir rencananya akan gagal, iapun tidak berharap terjadinya bentrokan dalam keadaan seperti ini, maka ia berusaha menahan perasaannya, katanya segera.

   "Buyung-heng, jika betul engkau membawa benda mestika, lebih baik pamerkan saja di pesta kebun nanti, untuk sementara lebih baik mestika itu kau simpan dulu .." Belum habis ucapannya, kakek berambut panjang tadi telah membuka lapisan kertas yang terakhir, dua jari tangannya tiba2 mencomot secuil benda warna putih dari bungkusan tadi, kemudian diselentikkan ke depan, sejalur cahaya putih langsung menyambar ke arah "Pengemis Pemabuk"

   Seraya berseru.

   "Hei, jembel tua, kalau kau ingin mencicipi, nah kuberi sedikit agar orang tidak mentertawakan kami orang Pah-to-san-ceng sebagai manusia pelit!"

   Pengemis pemabuk Pui Pit benar2 bernyali besar, dia tak peduli benda apakah yang disambitkan ke arahnya, iapun tak tahu apa tujuan lawannya berbuat demikian, ketika benda putih ini menyambar tiba, cepat ia membuka mulutnva, benda itu dicaploknya dan terus ditelan ke dalam perut.

   Tindakan yang sangat berani ini seketika membuat para hadirin menjadi gempar, bukan saja orang2 dari pihak Toan-hong Kongcu merasa terkejut, mereka yang sama sekali tak ada hubungan dengan Ciu-kay juga ikut kuatir.

   Tak tahunya, setelah Ciu-kay menelan benda putih itu, dia menjilat seputar bibirnya, kemudian mengambil buli2 araknya dan menenggak beberapa cegukan.

   Sesudah itu barulah dia berseru lantang.

   "Eh, makhluk tua berambut panjang, benda apa yang kau berikan padaku? Apakah buah jinsom yang pernah dicuri oleh siluman kera itu? Wah, lezat sekali rasanya!"

   "Hahaha, pengemis tua, nasibmu memang lagi mujur"

   Sahut kakek berambut panjang sambil tertawa.

   "Sekalipun bukan buah Jinsom yang bisa bikin orang jadi dewa, tapi benda ini adalah jinsom asli berumur seribu tahun, bila engkau mengatur pernapasan pada saat ini juga, maka tenaga dalammu akan bertumbuh sebesar tiga tahun hasil latihanmu."

   Sudah tentu semua orang tidak mau percaya ocehan tersebut, masa mereka bersedia memberikan benda mestika yang tak ternilai harganya itu untuk seorang yang sama sekali tak ada hubungannya dengan mereka.? Tapi Ciu-kay Pui Pit ternyata tidak sangsi sedikitpun, ia segera duduk bersila dan mulai mengatur pernapasan.

   Perasaan ingin tahu menyelimuti hati setiap orang, untuk sesaat suasana di dalam ruang itu menjadi sunyi, tak ada yang bergerak, tak ada yang berbicara, dengan terbelalak semua orang memandang Ciu-kay yang sedang bersemadi.

   Selang seminuman teh kemudian, Ciu-kay melompat bangun, sinar mata yang terpancar dari mata pengemis ini jauh lebih tajam daripada sebelumnya, mukanya kelihatan lebih segar dan langkahpun jauh lebih tegap.

   "Sungguh benda mestika ......

   sungguh luar biasa ....

   !"

   Serunya berulang kali.

   Setelah Pengemis tua itu membuktikan kemujaraban benda di dalam kotak tadi, semua orang mulai percaya pada perkataan kakek berambut panjang itu itu tanpa sadar sinar mata merekapun di tujukan ke arah kotak tersebut.

   Kakek berambut panjang itu sama sekali tidak menunjukkan reaksi apa2, dia hanya bergumam sendiri.

   "Barang siapa bersedia menjadi anggota perkampungan Pah-to-san-ceng, dialah yang akan menikmati secuwil jinsom berumur seribu tahun!"

   Sekarang Tian Pek baru paham apa maksud Leng-hong Kongsu menyuruh jagonya mengeluarkan benda mestika itu, rupanya ia hendak menggunakan benda mestika itu sebagai umpan untuk menarik simpati para jago yang bersedia menjadi anggota perkampungannya.

   Di samping itu iapun menyadari taktik yang digunakan ketiga Kongcu lainnya, jelas mereka semua hendak menggunakan benda mestikanya masing2 untuk mencari simpati tokoh persilatan sehingga lebih banyak lagi kekuatan yang berpihak kepada mereka.

   Diam2 Tian Pek merasa geli dan mendengus, ia tidak menyangka Bu-limsu-kongcu yang termashur itu lebih suka.

   menggunakan cara yang rendah itu untuk memperbesar pengaruhnya di dalam dunia persilatan.

   Leng-hong Kongcu tidak menggubris suara jengekan Tian Pek, melihat siasat yang diaturnya berhasil mendatangkan perhatian serta minat yang cukup besar dari kawanan jago, dengan bangga ia berkata lagi.

   "Di Pah to san-ceng kami tidak cuma jinsom berumur seribu tahun saja, bahkan terdapat pula Hosiu-oh dan Langci berumur seribu tahun serta aneka macam benda mestika lain yang tak terhitung jumlahnya, barang2 itu sengaja kami sediakan untuk dinikmati bersama dengan kawan2 persilatan yang sudi bergabung dengan keluarga Buyung kami............."

   Pada umumnya orang persilatan tidak suka emas dan juga tidak gemar perak, tapi mereka sangat senang bila mendapat obat mujarab yang bisa menambah tenaga dalam yang mereka miliki, seringkali terjadi saling bunuh membunuh hanya lantaran memperebutkan sepotong obat mujarab saja.

   Bisa dibayangkan betapa tergiurnya kawanan jago ini setelah mendengar tawaran pihak Pah-to-san-ceng.

   Andaikata pengemis pemabuk tidak menunjukkan khasiat yang luar biasa setelah makan obat mestika itu, keadaan mungkin masih mendingan, tapi setelah menyaksikan apa yang terjadi, segera timbul minat mereka untuk turut serta menerima pembagian rejeki tersebut.

   Cuma karena ingin menjaga gengsi, maka meteka tidak merubung ke sana, tapi ada juga di antaranya sudah mulai melangkah ke depan.

   Gelisah Siang-lin Kongcu menyaksikan siasat licik Lenghong Kongcu itu akan berhasil, buru2 ia berseru.

   "Saudara sekalian, harap tenang dahulu, silakan masuk ke kebun samping ruangan, sebentar perjamuan akan dimulai dan lebih banyak benda mestika yang akan kalian saksikan dalam perjamuan nanti!"

   Di tengah suasana gaduh itu, tiba2 Tian Pek melihat sebuah kursi beroda bergerak menuju ke ruang belakang.

   Ketajaman pandangan Tian Pek sekarang sudah luar biasa, meski hanya sekilas pandang saja ia kenal orang itu adalah Cing-hu sin Kim Kiu.

   Tian Pek kuatir setelah Cing-hu-sin kabur kesempatan lain tentu sulit dicari lagi untuk bertemu dengan dia, segera ia berteriak.

   "Kim-locianpwe jangan pergi dulu!"

   Keras sekali suara bentakan itu, seketika sinar lilin dan lampu yang tergantung di dalam ruangan ikut tergetar.

   
Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Dengan kaget semua orang berpaling, namun Tian Pek tidak pedulikan perhatian orang, dengan suatu gerakan cepat ia memburu ke depan Cing-husin Kim Kiu, lalu serunya lagi.

   "Cayhe bernama Tian Pek, ingin kutanya suatu hal kepada Kim locianpwe, apakah engkau bersedia untuk memberi keterangan?"

   Sekalipun Cing-hu-sin Kim Kiu telah menghentikan kursi berodanya, namun mukanya tetap kaku tanpa emosi, dengan dahi berkerut ia berkata.

   "Sudah puluhan tahun aku tak pernah muncul di dunia persilatan, tak sepotong urusanpun yang kuketahui, bila ada persoalan silakan bertanya kepada orang lain saja!" Habis berkata dia menggerakkan kembali kursi berodanya dan bergerak menuju ruang belakang.

   "Tunggu sebentar............ ...

   "

   Seru Tian Pek cepat. Tapi Cing-hu-sin Kim Kiu tidak mempedulikan lagi, tanpa berpaling ia luncurkan kursi beroda ke depan. Tian Pek jadi penasaran dan segera hendak mengejar, tapi baru saja ia bergerak, se-konyong2

   "trang", pintu besi yang berada di depan, secara otomatis menutup sendiri. Untung Tian Pek keburu menghentikan gerak tubuhnya, hampir saja kepalanya menumbuk pintu besi tersebut. Sebelum ia berbuat sesuatu, mendadak enam orang anak kecil berbaju putih muncul di situ, semuanya bersenjata pedang perak. Usia keenam anak kecil berbaju putih ini kira2 empat-lima belas tahun, namun gerak tubuh mereka cepat Iuar biasa, sampai2 Tian Pek tidak tahu mereka muncul dari mana? Dengan pedang perak terhunus di tangan, keenam anak tanggung berbaju putih itu mengadang di depan pintu, tak seorangpun di antara mereka yang bersuara atau menegur, tapi enam pasang mata menatap Tian Pek tanpa berkedip, rupanya asal pemuda itu bergerak maka merekapun akan menyerang secara kilat. Untuk sessaat Tian Pek jadi tertegun, saat itulah terdengar Kim Cay-hong menegur dari belakang dengan suaranya yang merdu.

   "Tian-siauhiap!"

   Tian Pek berpaling, terlihat Kim Cay-hong sedang memandangnya, sinar matanya penuh mengandung pertanyaan, heran dan tercengang.

   Di sinilah letak keistimewaan gadis itu, sering2 apa yang dipikirnya tidak perlu diucapkan dengan mulut dan orang lainpun tahu sendiri apa maksudnya.

   Mungkin inilah apa yang disebut "Mata yang bisa bicara".

   Tian Pek menghela napas, pikirnya.

   "Ai, aku hanya bermusuhan dengan Cing hu-sin Kim Kiu karena dia telah membunuh ayahku, sedang dengan putera puterinya boleh dibilang sama sekali tak ada sangkut pautnya, kini Cinghu-sin telah berlalu, tampaknya soal balas dendam harus kutunda untuk sementara waktu .............

   "

   Berpikir sampai di sini, Tian Pak lantas menggeleng dan menjawab.

   "O tidak ada apa2!"

   "Tapi aku tahu, engkau menyimpan suatu rahasia di dalam hatimu,"

   Bisik Kim Cay hang dengan suara sendu. Tentu saja Tian Pek tak mau mengakui apa yang sebenarnya terkandung dalam hatinya. Kembali ia menggeleng.

   "Sungguh, aku tidak menyimpan rahasia,apa2!"

   Sahutnya sambil menyengir.

   Sekalipun ia menyangkal, akan tetapi mata Kim Cayhong yang jeli dan bening masih menatapnya dengan mesra, di balik sorot matanya itu tersembunyi perasaan yang rawan.

   Pancaran sinar mata yang simpatik, sayu dan mesra ini membuat hati Tian Pak bergetar.

   Cepat pemuda itu tunduk kepala sinar mata yang indah itu membuatnya takut, terpaksa ia harus menghindari tatapan orang, jantungnya berdebar semakin keras.

   Rasa dendam, cinta, benci dan pelbagai macam perasaan lain berkecamuk menjadi satu di dalam hatinya, membuat pikirannya menjadi kalut, gundahgulana Pada saat itulah mendadak cahaya lampu yang menerangi ruangan perjamuan padam seluruhnya, seketika suasana menjadi gelap gulita bagaikan berada di dalam gua, jeritan kaget berkumandang dari mulut orang banyak.

   Di tengah kepanikan karena kejadian itu, terdengarlah gelak tertawa yang melengking bagaikan lolong srigala di malam buta berkumandang memenuhi ruangan gelap itu, suara itu seram dan mengerikan sekali, membuat berdiri bulu kuduk setiap orang.

   Terlalu mendadak terjadinya perubahan itu, tak seorangpun yang sempat berpikir apa yang terjadi, dalam waktu singkat suasana dalam ruangan menjadi gempar dan gaduh .....

   "Hei, apa yang telah terjadi?"

   Terdengar orang berteriak.

   "Kenapa lampunya padam semua?"

   "Siapa itu yang tertawa? Seram amat suara tertawanya ......

   "

   Di tengah kegaduhan dan kepanikan yang mencekam itu, tiba2 terdengar suara gemuruh yang amat dahsyat dan memekak telinga, menyusul mana semua dinding ruangan terasa berguncang keras.

   "He, lindu! .....

   "

   Jerit seorang.

   "Gempa bumi ..... ! "

   Teriak seorang lagi.

   Sedahsyat-dahsyatnya gempa bumi tak mungkin menimbulkan suara dan getaran sedahsyat itu, sebab mendadak seluruh ruangan lantas berputar.

   Begitu seorang berteriak gempa semua orang lantas berusaha lari ke luar untuk menyelamatkan diri.

   Tapi karena ruangan lantas berguncang dan berputar, mereka yang berusaha lari meninggalkan ruangan lantas kehilangan imbangan badan, banyak di antaranya terlempar jatuh ada pula yang terhempas hingga menumbuk dinding atau tiang..

   "Blang! Blang .

   !"

   Benturan demi benturan berlangsung tiada hentinya, jerit kesakitan terdengar di sana-sini, jelas tak sedikit di antara kawanan jago itu telah menderita luka cukup parah.

   Di tengah kegelapan dan kepanikan itu terdengar Sianglin Kongcu berteriak dengan gusar.

   "Siapa itu yang menjalankan 'Sek-ki-tay-tin' ( barisan bukit batu )?!"

   Sesudah Siang-lin Kongcu berteriak, semua orang baru sadar apa yang terjadi, rupanya mereka semua telah terjebak oleh alat rahasia yang dipasang dalam gedung ini.

   Kalau alat rahasia ini berada di dalam gedung keluarga Kim, itu berarti orang yang menggerakkan perangkap rahasia inipun orang keluarga Kim, tapi aneh, mengapa Siauya dan Siocia merekapun ikut dijebak di dalam ruangan, atau mungkin kedua majikan mudanya ini juga akan dibinasakan.

   Sungguh peristiwa aneh yang sukar dimengerti.

   Bentakan yang dilontarkan Siang-lin Kongcu makin lama makin keras, nadanya makin gusar dan gelisah, siapapun dapat mengetahui bahwa perintah tersebut sudah pasti bukan berasal dari pemuda ini, malahan jelas bahwa keselamatan jiwanyapun ikut terancam.

   Gelak tertawa yang sangat aneh dan mengerikan tadi masih berkumandang terus dari atap bangunan, sekalipun Siang-lin Kongcu telah membentak berulang kali ternyata bentakan tersebut sama sekali tak digubris.

   Bisa dibayangkan betapa gusarnya Siang-lin, dia mencak2 seperti orang gila.

   Kim Cay-hong berada di samping kakaknya, dengan tenang ia berkata.

   'Koko, engkau tak perlu marah2, orang yang berada di atap rumah sambil tertawa itu adalah Suheng, tentu dia pula yang menggerakkan alat rahasia Sek ki-tay-tin."

   Siang-lin Kongcu semakin kalap setelah mengetahui murid ayahnya yang telah main gila, dengan penuh kegusaran ia berteriak lagi.

   "Beng Ki-peng! Apa kau sudah gila? Hayo cepat hentikan perbuatanmu!"

   Namun bentakan ini tetap tidak digubris, malahan seluruh ruangan yang sedang berputar itu mendadak tenggelam ke bawah dengan cepat.

   Tiba2 Toan-hong Kongcu bergelak tertawa, ejeknya.

   "Hahaha, Kim Sianglin, bagus sekali siasat busukmu ini, tak kusangka dengan rencanamu yang begini rapi kau berhasil menjaring semua jago di dunia ini.

   Hahaha, tapi kau pun jangan harap bisa lolos dari sini dalam keadaan hidup, sebelum kami mati konyol, kalian berdua kakak beradik harus mampus terlebih dahulu!"

   "Apa yang hendak kau lakukan?"

   Seru Siang-lin Kongcu dengan gusar.

   "Dengan mengandalkan alat jebakan kau menipu semua jago di kolong langit ini untuk mamasuki ruanganmu ini.

   Hmm, bukankah kau bertujuan membasmi kami dari muka bumi? Tapi sayang kau sendiri tak akan hidup terlalu lama, sebelum kami mati, aku Toan-hong dengan barisan bambu hijau kaum jembel ini akan membuat kalian kakak beradik mampus tak terkubur!"

   Saking gusarnya Siang-Lin Kongcu malah tertawa ter bahak2. Suara tertawanya keras, tinggi melengking menyerupai suara tertawa seram yang terdengar di atap rumah, suasana terasa seram memilukan.

   "Saudara Sugong!"

   Katanya lantang.

   "Tak perlu kau memfitnah orang secara keji, aku Kim Siang-lin sama sekali tidak bermaksud menjebak kalian, sekalipun aku memang berniat membasmi kalian, tak nanti aku mengorbankan diriku sendiri!"

   "Hehehe, siapa yang akan mempercayai perkataanmu?' ejek Toan-hong Kongcu "masa alat perangkap yang berada di rumah sendiri dapat mencelakai dirimu pula, aku tak percaya dengan segala macam ocehanmu ini. Bila kau lelaki sejati dan bukan manusia yang takut mati, hayo terimalah tantanganku untuk berduel!"

   Sebelum Siang-lin Kongcu sempat menjawab, tiba2 Kian-kun-cang In Tiong-liong menimbrung.

   "Sugong-suheng, sekalipun kau berniat mengadu jiwa, dalam kegelapan yang mencekam begini, belum tentu kau sanggup melancarkan serangan mautmu!"

   "Hahaha, kegelapan bagi tukang minta2 semacam diriku hanya permainan kecil saja,"

   Seru Ciu-kay Pui Pit mendadak sambil bergelak tertawa.

   "Sahabat2 perkumpulan pengemis, demonstrasikan keampuhan kalian agar ditonton para pahlawan di dunia!"

   Seru Toan-hong Kongcu dengan lantang. Bersamaan dengan selesainya seruan itu, terdengar suara "crat-cret"

   Yang ramai, dalam waktu singkat puluhan batang obor telah bermunculan di sanasini.

   Rupanya di saku tiap anggota perkumpulan pengemis selalu membekal geretan api dan obor, mereka menamai obornya sebagai Cian-li-hwe (api seribu Li).

   Obor Cian-li-hwe hanya khusus terdapat pada perkumpulan pengemis, bukan saja obor itu tak takut embusan angin, tak takut curahan hujan, bahkan sepanjang waktu selalu menyala.

   Dengan bermunculnya berpuluh obor, sekejap saja seluruh ruangan menjadi terang benderang lagi bermandikan cahaya.

   Tatkala ruangan itu berputar sambil ambles ke bawah itulah, puluhan jago pengemis lantas cabut pentung bambu hijau mereka, dalam waktu singkat mereka membentuk sebuah barisan bambu hijau yang tangguh dan mengepung Siang-lin Kongcu kakak beradik di tengah.

   Cemas dan marah Siang-lin Kongcu menghadapi peristiwa itu, setelah murid kesayangan ayahnya melakukan pengacauan, Toan-hong Kongcu menggunakan kesempatan itu menghasut para jago untuk memusuhi pihaknya, untuk memberi penjelasan juga sukar.

   Kini semua orang sama melotot gusar ke arahnya, Sianglin tahu sekalipun Tong-hong Kongcu tidak menantang duel juga orang lain takkan lepaskan dia dengan begitu saja.

   Para jago keluarga Kim sekalipun dalam keadaan kacau dan berbahaya, namun mereka tidak lupa melindungi keselamatan Kongcu dan Siocia mereka.

   Beramai2 mereka mengelilingi Siang-lin berdua dan menghadapi musuh.

   Barisan bambu hijau yang dipimpin langsung oleh Hong-jan-sam-kay itu jumlahnya mencapai delapan puluh satu orang, setiap orang bersenjata pentung bambu hijau.

   "Rangkuman bunga teratai terbang terembus angin!"

   Tiba2 si Pengemis Pemabuk mulai bersenandung.

   "Hud-co (Budha) turun dari kahyangan!"

   Sambung pengemis sinting Cu Liang.

   Bayangan pentung laksana hujan badai serentak memburu ke tubuh Sianglin Kongcu.

   Baik Tiat-ih-hui-peng Pah Thian-ho maupun Tiat-pi-to-liong Kongsun Coh, keduanya sudah pernah merasakan kehebatan barisan pengemis itu ketika berada di bukit dua belas gua karang, cepat mereka membentak, telapak tangan segera menghantam menyambut datangnya ancaman.

   Puluhan jago lihay istana Kim lain serentak juga mengikuti jejak kedua pengawal baja dan melancarkan serangan.

   Deru angin pukulan yang dahsyat disertai kilatan cahaya golok dan bayangan pedang serentak menerjang ke arah musuh, tapi begitu bentrok dengan bayangan pentung bambu yang berhamburan, seketika mereka berteriak kaget dan melompat mundur.

   Rupanya Toan-hong Kongcu telah mengerahkan tokoh2 pengemis yang paling kuat, ditambah lagi barisan pentung bambu itu memang luar biasa perubahannya, maka jago2 istana Kim tak mampu membendung meskipun mereka juga tergolong jago pilihan.

   Melihat musuh terdesak mundur, para jago pengemis segera mendesak maju lagi, diiringi nyanyian bersama "bunga teratai, bunga teratai "

   Bayangan pentung bambu yang kuat dan lebat terus membanjir menggulung musuh.

   Pucat wajah Siang-ling Kongcu, bentaknya gusar.

   "Sahabat kaum pengemis, kalian terlalu menghina, maka jangan kalian salahkan Siang-lin bertindak kejam, lihat senjata rahasia!"

   Serentak tangan kanannya diayun, desingan angin tajam seketika menyambar dengan gencar.

   Da bawah cahaya obor yang cukup terang, tampaklah berpuluh buah titik hitam bagaikan sekelompok kecapung menyanbar bersama ke tubuh kawanan pengemis itu.

   Kiranya dalam keadaan terdesak, Siang-lin Kongcu telah menggunakan Cing-hu-piau.

   Pengemis sinting Cu Liang tertawa, serunya.

   "Hehehe, Kongcuya ini memang baik hati, sekali turun tangan telah menyebar uang emas sebanyak ini buat kita!"

   Meskipun ucapan itu diutarakan dengan seenaknya, tapi diam2 iapun merasa terkejut oleh kedahsyatan senjata rahasia musuh, menyaksikan tibanya cahaya hijau yang membawa desingan tajam, cepat ia melangkah ke samping untuk menggerakkan barisan, kemudian pentung bambunya dengan sepenuh tenaga menyabat ke depan.

   Beratus batang pentung bambu hijau serentak menciptakan dinding hijau yang sangat kuat.

   "Tring, Tring!"

   Suara dentingan menggema riuh, setelah desingan tajam menyambar lewat, terdengarlah dengusan tertahan beberapa kali.

   Dalam sibuknya Pengemis Sinting sempat berpaling ke belakang, dilihatnya tidak sedikit anggota perkumpulannya terluka oleh sambaran am-gi tersebut.

   Bukan begitu saja, malahan Pengemis Tuli Go Hua yang berada di sampingnya juga tergores wajahnya sehingga terluka panjang dan darah menetes dengan derasnya.

   Sesungguhnya kepandaian Pengemis Tuli ini sama sekali tidak berada di bawah kemampuan Pengemis Pemabuk dan Pengemis Sinting, tapi berhubung telinganya tuli dan di tengah pertarungannya melawan musuh hanya mengandalkan ketajaman matanya saja, maka dalam keremangan yang diterangi beberapa puluh obor itu, dengan sendirinya penglihatannya jadi terpengaruh.

   Selain itu Cing-hi-piau lain daripada Am-gi biasa, di bawah sistim pelepasan yang unik dari Siang-lin Kongcu, senjata rahasia itu bukannya meluncur ke depan, tapi melayang dari arah samping.

   Dalam keadaan sama sekali tak terduga itulah tahu2 sebuah senjata rahasia musuh sempat menyerempet mukanya.

   Karena tangan kirinya membawa obor, tangan kanan memegang pentung bambu.

   setelah pipinya terluka ia mengusap dengan lengan baju.

   Ia jadi murka melihat lengan baju berlepotan darah, ia meraung, segera ia mengerahkan barisan, puluhan pentung bambu terus menghantam Siang-Lin Kongcu.

   Mendadak Siang-lin menghamburkan lagi segenggam Cing-hu-piau.

   Pengemis Tuli terkejut, cepat ia putar pentungnya, dari menyerang terpaksa harus bertahan.

   "Tring! Tring!"

   Dentingan nyaring kembali berkumandang, belasan buah mata uang tembaga hijau menancap pada pentung bambunya, malahan tidak sedikit anggota pengemis yang berada di sebelahnya sama menjerit tertahan, jelas mereka sama terluka.

   Barisan bambu hijau mengubah taktik, mereka mulai bergerak maju dan mundur selicin ular, ketika Pengemis Tuli melakukan gerak mundur, kawanan pengemis di bawah pimpinan Pengemis Pemabuk dan Pengemis Sinting segera melakukan penyergapan.

   Jeritan ngeri berkumandang, beberapa orang jago lihay dari istana Kim terkena serangan dan tewas, bahkan pada saat yang sama puluhan pentung bambu serentak mengepung dan mengancam Hiat to penting di tubuh Siang-lin Kongcu kakak beradik.

   Pucat wajah Siang-lin, sedangkan Kim Cay -hong menjerit kaget, tampaknya kakak beradik ini sukar melepaskan diri dari ancaman maut.

   Entah bagaimana jalan pikiran Tian Pek, ia merasa tak tega membiarkan gadis yang cantik bak bidadari dari kahyangan itu mati konyol di tangan musuh.

   Mendadak pemuda itu melambung ke udara, Bu-cing-pek-kiam terlolos, dengan jurus Sun-hong-cit-lui (angin puyuh kilat menyambar) ia terjang ke depan Kim Cay hong dan menangkis hujan serangan pentung bambu kawanan pengemis itu.

   "Cring! Cring! Ting ....

   !"

   Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Dentingan nyaring kembali menggema angkasa, belasan pentung bambu hijau yang mengancam si gadis cantik serentak terpapas kutung oleh pedang Tian Pek.

   Sebagian besar kaum pengemis amat menyayangi pentungnya melebihi nyawa sendiri, keruan mereka menjerit kaget dan melompat mundur.

   Lolos dari ancaman maut, Kim Cay-hong merasa jantungnya berdebar dan peluh dingin membasahi tubuhnya, ia menatap Tian Pek dengan sorot mata yang berterima kasih.

   Tian Pek dapat merasakan betapa mesranya tatapan anak dara itu, wajahnya jadi merah jengah.

   Mendadak terdengar pula suara desingan angin tajam yang santar, dengan bingung semua orang celingukan kian kemari, sekali ini serangan itu ternyata berhamburan dari atap rumah, bintik hijau bertaburan dari atas sehingga Sianglin Kongcu juga dapat diselamatkan.

   Banyak orang yang tak sempat menghindar sergapan itu sehingga yang terluka dan tewas semakin banyak, malahan bukan melulu kaum pengemis saja yang diserang, banyak jago golongan lain ikut menjadi korban dari kerubutan musuh.

   Semua orang menjadi gusar dan ingin mencari Siang-lin Kongcu dan melabraknya.

   Tapi si penyebar senjata rahasia di atas atap rumah itu ternyata berkepandaian sangat tinggi, bukan saja senjata rahasia yang disebarkan itu melukai banyak orang, bahkan semua obor kaum pengemis itu ikut tertimpuk padam.

   Suasana dalam ruangan kembali berubah gelap gulita, demikian gelapnya sampai lima jari sendiri pun tidak kelihatan.

   Jangankan orang lain, Tian Pek yang dapat memandang dalam kegelapanpun hanya mampu melihat secara samar2.

   Di tengah kegaduhan dan kepanikan, dari atas atap sekali lagi barkumandang gelak tertawa seorang yang bersuara serak tua, katanya.

   "Sekarang kalian segera menentukan sikap, bagi mereka yang bersedia menjadi sahabat keluarga Kim, harap memberitahukan lebih dulu dan segera akan kuberitahu jalan keluarnya dengan ilmu gelombang suara.. Sebaliknya bila kalian tetap memusuhi istana Kim kami, apa boleh buat, terpaksa persilahkan kalian keluar dari barisan Set-ki nay tin ini menurut kemampuan kalian sendiri, asal kalian dapat meloloskan diri, pihak istana Kim niscaya takkan menghalangi, kalian boleh bebas berlalu dari sini............

   "

   Belum habis perkataannya, cari-maki penuh kegusaran segera terlontar dan mulut orang banyak. Kun-goan-ci Sugong Ong dengan suara lantang lantas bcrseru.

   "Loji (saudara kedua), apakah pantas perbuatanmu ini terhadap teman lama?!"

   Orang yang berada di atas atap ruangan itu ternyata adalah Cing-hu-sin Kim Kiu, ia tertawa ter-bahak2 dan berkata.

   "Sugong Cing, kutahu kau ini tak lebih hanya seorang Siaujin, manusia rendah yang licik dan berakal busuk, dengan Toa-lo-kim-wan palsu kau mencelakai diriku sehingga kedua kakiku jadi lumpuh, kemudian kau menghasut orang2 dari perkumpulan pengemis untuk mencuri mestika Pi-sui-giok-pik milikku, tindakan semacam itu apakah tidak lebih keji daripada membinasakan aku? Hahaha, sekarang kau bicara tentang teman lama segala. Terus terang kukatakan, tujuanku yang utama dengan tindakanku ini tak lain hanya untuk menghadapi kalau orang lain ikut terjebak di dalam Sek-ki-tay-tin ini boleh dibilang lantaran kau .....

   "

   Betapa gusar kawanan jago lainnya setelah mendengar keterangan itu, rupanya mereka tak lebih hanya ikut menjadi korban persengketaan kedua keluarga itu. Kian-kun-ciang In Tiong-liong juga lantas berseru lantang.

   "Jiko, bagaimanapun juga kau tak boleh mencelakai pula diriku di sini, ingatlah betapa akrabnya persaudaraan kita di masa lalu ...."

   "Persaudaraan?"

   Seru Cing-hu-sin Kim Kiu sambil tertawa ter-bahak2.

   "Hahaha, sejak belasan tahun berselang, hubungan persaudaraan itu sudah berakhir, bukankah kita masing2 telah bersumpah, sejak peristiwa berdarah itu, kita tidak saling kenal mengenaI lagi, semua hubungan telah tamat pada detik itu juga. Hahaha, tak tersangka dalam keadaan bahaya kau lantas panggil Jiko lagi padaku! Bicara terus terang, hari ini yang lain boleh kubebaskan, tapi kalian beberapa orang jangan harap bisa lolos dan sini .............

   " Pak-ong-pian Hoan Hui berdiri di samping Kian-kunciang In Tiong-long, ia lantas berbisik.

   "Suko, tak ada gunanya kita banyak bicara dengan dia, bayangkan betapa kejinya waktu dia menyusun rencana untuk membunuh Toako? Sekarang kita sudah terjebak, memohon ampun juga tiada gunanya, akan lebih baik kalau ....."

   Sampai di sini suaranya lantas lebih lirih lagi. Tapi Tian Pek kini dapat menangkap semua ucapan Pak-ong-pian Hoan Hui itu, didengarnya.

   " ..... kita tawan anak setan tua itu, dengan menyandera bocah itu kita dapat paksa dia ......

   "

   Jelas sekarang, rupanya Pak-ong-pian Hoan Hui mengusulkan kepada bekas saudara angkatnya agar menangkap Siang-lin kongcu dan kemudian menjadikan pemuda itu sebagai sanderanya, dengan begitu mereka dapat memaksa Cing-hu-sin untuk menyerah dan membuka perangkap rahasianya untuk melepaskan mereka semua.

   Selain itu, dari pembicaraan mereka tadi Tian Pek dapat menarik kesimpulan bahwa Cing hu-sin Kim Kiu yang merencanakan pembunuhan terhadap ayahnya, kemudian mereka berenam turun tangan bersama dan membagi barang rampasan secara merata, lalu bubar dan tidak saling mengenal lagi.

   Darah seketika bergolak dalam dada pemuda itu, ia jadi benci bercampur gemas, ingin sekali ia cari musuh besar itu dan mencincang tubuhnya jadi berkeping2 .

   Sementara Tian Pek termenung, tiba2 ia merasa ada sabuah tangan halus dan hangat memegang tangannya, menyusul mana ia lantas mencium bau harum, sebelum ia sempat berpikir, tangan yang yang halus dan hangat itu telah menariknya menuju ke sudut ruangan.

   Kontan sekujur badan Tian Pek bergetar keras, ia merasa seperti ada aliran hawa panas yang merembes lewat ujung jari orang meresap ke setiap syaraf di tubuhnya, di tengah kegelapan ia tak tahu musuhlah atau temankah yang menggandeng tangannya, tapi anak muda itu tidak melawan, ia mengikut saja ke manapun dia ditarik ......

   Setelah mengitar beberapa kali, di tengah kegelapan lapat2 Tian Pek dapat menyaksikan berpuluh sosok bayangan manusia sedang saling berdesakan kian kemari, di sana-sini terdengar bentakan gusar den caci maki serta saling tonjok, rupanya para jago yang terjebak dalam ruangan itu telah saling menyerang sendiri secara membabi-buta, suasana seketika bertambah kacaubalau.

   Meskipun pandangan Tian Pek belum pulih kembali dalam kegelapan, tapi secara di bawah sadar ia menduga orang yang menggandeng tangannya itu pasti Kanglam-te-it-bi-jin Kim Cay-hong adanya.

   Terdorong oleh suatu perasaan aneh, ternyata pemuda itu tak tega untuk menolak ajakan tersebut, meski tidak tahu kemana dia akan diajak pergi, dan apa pula maksud tujuan anak dara itu? "Blang! Blang"

   Di tengah suara gemuruh ruangan itu terus berputar dan tenggelam makin cepat, begitu kencang putarnya hingga sebagian orang yang terjebak di situ tak mampu berdiri tegak lagi, banyak yang terlempar dan jatuh terguling banyak pula yang merasa kepalanya jadi pusing, mata berkunang2 dan akhirnya roboh tak sadarkan diri.

   Sementara itu, dengan dituntun tangan yang halus dan hangat itu Tian Pek telah memasuki sebuah pintu sempit, setelah berbelok baberapa kali mereka menembus ke sebuah lorong di bawah tanah.

   Tempat berpijak tidak berputar bahkan ia merasa mulai mendaki undak2an batu, jelas ia telah lolos dari jebakan Sok-ki-tay-tin tadi.

   Suasana dalam lorong itu tetap gelap gulita tak nampak sesuatu apapun, untungnya pandangan Tian Pek sudah terbiasa setelah sekian lama terjebak di tempat yang gelap, lapat2 ia dapat menangkap bayangan punggung orang yang menggandeng tangannya, ditinjau dari tubuhnya yang langsing tak diragukan lagi orang ini pasti Kim Cay-hong.

   Beberapa kali Tian Pek bermaksud melepaskan gandengannya, tapi entah apa sebabnya, setiap kali niat itu selalu dibatalkan, beberapa kali ia hendak bertanya akan diajak ke manakah dirinya, tapi setiap kali pula maksud itu diurungkan.

   Ia merasa nyaman bergandengan tangan dengan gadis yang cantik itu.

   Entah sudah berapa jauh mereka berjalan, akhirnya ia mendengar suara "blang"

   Yang keras, agaknya sebuah pintu batu telah didorong terbuka.

   Menyusul Kim Cay-hong lantas menarik tangannya dan melompat keluar dari lorong tersebut.

   Kiranya mereka muncul di tengah gardu sebuah gunung2an di tengah taman, tertampak bangunan indah dan aneka warna bunga yang menyiarkan bau harum, rembulan bersinar dengan terangnya di langit.

   Di bawah cahaya bulan purnama, Kim Cay hong tampak jauh lebih cantik dan menawan hati, dengan tertawa manis ia berkata.

   "Untung aku mengetahui jalan keluar lewat lorong rahasia tadi, kalau tidak niscaya kita akan mengalami nasib yang sama dengan mereka!"

   Hangat perasaan Tian Pek merdengar Kim Cay-hong mengistilahkan "kita"

   Bagi mereka berdua, segera ia bertanya.

   "Apakah mereka akan tenggelam ke dasar bumi? Masa ruangan ini tak dapat bergerak naik lagi ke permukaan tanah?"

   Kim Cay-hong tersenyum manis, ditatapnya wajah Tian Pek dengan pandangan mesra, lalu sahutnya.

   "Aku sendiripun kurang jelas, hanya waktu kecil pernah kudengar dari ayahku bahwa ruang tengah itu telah dilengkapi sebuah alat jebakan yang bernama Sek-ki-tay-tin, asalkan tombol rahasianya ditekan. maka ruangan itu akan tenggelam ke dasar tanah dan selamanya tak akan muncul kembali, bila mereka terjebak dalam ruangan tersebut, kendatipun ilmu silatnya sangat lihay, selamanya akan terkubur di situ......

   "

   "Ah, aku tidak percaya dengan perkataanmu!"

   Tiba2 Tian Pek menjengek. Kim Cay-hong melangkah maju dua tindak, serunya dengan kurang senang.

   "Jadi kau kau anggap aku membohongi kau?"

   "Hahaha ...."Tian Pek bergelak tertawa.

   "Bukankah engkohmu dan jago2 keluarga Kim masih terjebak di sana, masa merekapun akan menemani musuh dan terkubur selamanya di situ?"

   Kim Cay-hong tertawa cekikikan mendengar perkataan itu, sahutnya.

   "Tentu saja engkohku tidak akan bertindak sebodoh itu, tentu iapun mengetahui lorong rahasia yang menembus keluarl"

   "Tapi, sampai kini engkohmu belum lagi ikut keluar bersama kita."

   Tanpa sadar Tian Pek menggunakan pula istilah "kita", istilah yang terasa mesra sekali, kontan saja air mukanya jadi merah, jantungnya berdebar dan kata2nya terputus. Makin manis senyum Kim Cay-hong. dengan wajah berseri ia menerangkan.

   "Lorong rahasia yang terdapat di seputar alat jebakan Sek-kitay-tin bukan cuma satu ini saja, jalan tembusnya juga tidak melulu berada di sini saja, sekali orang salah langkah dalam ruangan yang berputar kencang itu, maka selamanya dia tak akan mampu memasuki lorong rahasia sempit yang hanya bisa cukup dilewati satu orang saja itu ...........

   "

   "O, sungguh tak tersangka istana Kim yang tersohor di dunia persilatan ternyata sudi menggunakan alat jebakan yang rendah dan memalukan ini untuk mencelakai orang,"

   Seru Tian Pek dengan nada kesal.

   "Hitung2 aku Tian Pek telah merasakan sampai di manakah kelicikan manusia istana Kim. Baiklah, selama gunung tetap menghijau, kita pasti berjumpa lagi di lain waktu. Selamat tinggal !"

   Tanpa menunggu jawaban Kim Cay-hong, dengan langkah lebar Tian Pek lantas berlalu.

   Pucat wajah Kim Cay-hong mendengar perkataan itu, untuk sesaat dia berdiri tertegun, setelah Tian Pek berlalu ia baru merasakan hatinya sakit bagai di iris2, tak tahan lagi ia menangis dan memburu ke arah pemuda itu sambil berseru.

   "Kau......

   kau jangan pergi .....

   "

   Ketika merasakan angin menyambar dari belakang, Tian Pek mengira Kim Cay-hong dari malu nenjadi gusar dan akan menyerangnya, cepat dia mengegos sambil menghantam ke belakang.

   Tapi segera dilihatnya si nona sama sekali tidak menghindar atau berkelit, dengan tangan terpentang dan dada membusung sedang menubruk ke arahnya Setelah pukulan dilancarkan baru Tian Pek tahu Kim Cay-hong tidak bermaksud menyerangnya melainkan cuma menubruk ke dalam pelukannya, dalam keadaan demikian sekalipun Tian Pek berhati keras bagai baja, luluh juga hatinya.

   Maka cepat ia berusaha menarik kembali pukulannya.

   Tapi sayang, sudah terlambat, meskipun sebagian besar tenaga pukulannya dapat ditahan, tapi sebagian kecil tetap mengenai dada si nona.

   Kim Cay-hong mengeluh tertahan, badannya yang menubruk ke depan tergetar sempoyongan, lalu roboh terkapar............

   Cepat Tian Pek melompat maju dan merangkul tubuh Kim Cay-hong sebelum roboh, dipeluknya nona itu erat2, sekalipun dalam keadaan gugup dan panik serta tidak sengaja, tak urung berdebar juga jantungnya.

   Pucat wajah Kim Cay-hong, alisnya bekernyit, bibirnya terkatup rapat dan dada naik-turun, rupanya tidak enteng luka dalam yang dideritanya.

   Tian Pek cemas dan sedih, ia menyesal telah melukai gadis cantik itu, bisiknya dengan tergagap.

   "Nona .... nona Kim, aku ... aku tidak sengaja melukai dirimu............ aku tak sengaja ...."

   Kim Cay-hong membuka sedikit matanya, melihat tubuh sendiri berada dalam pelukan Tian Pek dan anak muda itu seperti anak kecil yang berbuat salah sedang minta ampun, maka terhiburlah hatinya, bisiknya dengan napas tersengal.

   "Aku..

   aku tak me............

   menyalahkan dirimu............

   asal......asal engkau tahu perasaaanku.

   maka............

   maka.

   cukuplah."

   Kepala Tian Pek seperti mendengung demi mendengar perkataan itu, akhirnya kejadian yang paling ditakuti berlangsung juga, nona cantik yang dilukainya tanpa sengaja ini bukan saja tidak dendam atau benci padanya, sebaliknya malahan mengucapkan kata2 yang mesra, bukankah semua ini sudah cukup gamblang.

   Dia, si nona, telah jatuh cinta padanya, sedangkan dia sendiri mengetahui bahwa anak dara itu adalah puteri musuh, puteri pembunuh ayahnya, dapatkah ia menerima cinta itu? Namun sekarang kesadarannya, dendamnya, rationya, semuanya sudah lenyap, ia tak dapat membohongi diri sendiri, jelas iapun jatuh cinta pada nona cantik ini.

   Sementara itu Kim Cay-hong kelihatan tambah gawat, setelah mengucapkan beberapa patah kata tadi, ia tak dapat mengendalikan pergolakan darah di dadanya, darah segar segera merembes keluar dari mulutnya.

   Tian Pek menjerit kaget, tanpa pikir lagi dipeluknya tubuh Kim Cay-ho g lebih erat, tangan kanannya secepat kilat menutuk tiga Hiat-to penting di tubuh anak dara itu, kemudian telapak tangannya ditempelkan pada Ki-bun-hiat di depan dada Kim Cay-hong.

   Ketika telapak tangannya menempel dada si nona, Tian Pek merasa ujung jarinya menyentuh sesuatu yang kenyal, seperti kena listrik, sekujur badannya bergetar keras, darah bergolak, hampir saja ia tak mampu mengendalikan diri..

   "Oou .....

   !"

   Entah kesakitan, entah keluhan puas, itulah suara Kim Cay-hong ketika tangan pemuda itu menempel dadanya yang montok itu.

   Tian Pek tersentak sadar dan sedapatnya menahan gejolak napsu setan, cepat ia kerahkan hawa murni dan disulurkan melalui telapak tangannya ke tubuh si nona.

   "Nona Kim,"

   Bisiknya lirih.

   "kusalurkan tenaga dalam untuk mengobati luka nona, harap nona salurkan pula hawa murnimu untuk mengiringi ."

   Kim Cay-hong membuka matanya dan mengerling manja ke arah pemuda itu, tapi ia tidak bersuara, ia menurut dan mengiringi hawa murni yang disalurkan Tian Pek itu.

   Melalui jalan darah Ki-bun-hiat, aliran hawa panas, bergerak menembus Sam-ciat-hiat, dari situ bergerak turun ke bawah mencapai pusar, kemudian bergerak pula menembus bagian bawah tubuh, dalam waktu singkat badannya jadi segar kembali, malahan rasa sakit di dadanya seketika lenyap pula.

   Ia merasa tangan Tian Pek yang hangat itu mulai bergerak meraba dadanya, kemudian pelahan bergerak turun ke bawah dan ke bawah kecuali merasakan tubuhnya jadi segar, Kim Cay-hong juga merasakan pula rasa gatal2 geli, semacam perasaan yang belum pernah dialaminya.

   Kim Cay-hong tak tahan lagi, ia bergeliat dan rada gemetar, mukanya yang pucat seketika berubah menjadi merah membara.............

   "O ...

   "

   Kim Cay-hong mengeluh tertahan dengan mata terpejam seperti orang mengigau.

   "Mulai sekarang, aku tak mau kau panggil nona Kim .....

   "

   "Lalu harus kupanggil apa?"

   Tanya Tian Pek dengan samar2 seperti orang mabuk.

   "Panggil aku adik Hong ....

   "

   Pikiran Tian Pek semakin hanyut dan lupa daratan, melupakan sakit hatinya, ia menurut dan memanggil.

   "Adik Hong............."

   "O, engkoh Tian ..... engkau sangat baik . ,."

   Keluh Kim Cay-hong lagi sambil tarik napas panjang.

   Kim Cay-hong, gadis perawan keluarga Kim yang termashur, puteri pujaan seorang tokoh persliatan, nona yang kecantikannya tiada bandingannya dan mendapat predikat Kanglam-te-it-bi-jin saat ini sedang dibuai asmara dalam pelukan seorang pemuda musafir, merasakan kebahagian orang hidup, kebahagiaan yang tak pernah dialami sebelumnya, pelahan ia memejamkan matanya dan tenggelam dalam mimpi.

   Jilid-15.

   Cinta memang memiliki kekuatan gaib yang tak terbatas.

   Di tengah keheningan malam itu se-konyong2 terdengar suara orang mendengus di balik semak pohon sana.

   Sebenarnya luka Kim Cay-hong tidak terlampau parah, setelah diobati oleh Tian Pek dengan ilmu sakti yang dipelajari dan kitab pusaka Thian-hud-pit-kip, boleh dibilang semua lukanya telah sembuh.

   Kalau mereka masih berdekapan hanya karena mereka tengah asyik dibuai asmara.

   
Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Tentu saja suara tertawa dingin yang sangat tiba2 itu segera menyadarkan kedua muda-mudi itu.

   Tian Pek yang per-tama2 tersadar dan cepat membangunkan Kim Cayhong dari pelukannya, kemudian menghardik.

   "Siapa yang bersembunyi disana?"

   Sesosok bayangan hitam berkelebat keluar dan balik pepohonan yang rindang, secepat kilat orang itu tahu2 sudah berdiri sambil bertolak pinggang di undak2an gardu, siapa lagi dia kalau bukan Tian Wan-ji yang lincah.

   usil dan masih polos itu.

   Sama sekali tak menyangka Wan ji akan muncul di sini Tan Pek melenggong.

   Wan-ji yang cantik itu jelas merasa cemburu.

   matanya yang jeli mengerling bergantian pada wajah Tian Pek dan Kim Cay-hong, tampaknya ia ingin menyelami rahasia hati kedua orang itu.

   Merah wajah Tian Pek berdua karena dipandang setajam itu oleh anak dara yang masih polos dan bersih itu, tanpa terasa mereka menundukkan kepalanya rendah2.

   "Hehehe, di bawah bulan purnama memadu cinta, tanpa terasa bulan sudah jauh bergeser, ternyata orang yang memadu cinta belum juga sadar."

   Demikian Wan-ji ber-olok2. Kikuk Tian Pek mendengar sindiran tersebut, terpaksa ia menjawab.

   "Wan-ji, untuk apa kau datang ke sini ..?"

   "Untuk apa? Aku datang untuk ber-main2!"

   Sahut Wan-ji dengan cemburu.

   "Yang jelas aku tidak datang kemari agar dipeluk orang dan dipanggil adik..."

   Sindiran yang tajam itu menggusarkan Kim Cay-hong, mendadak ia menengadah dan membentak.

   "Budak liar dari mana? Berani kau cari perkara ke istana Kim sini."

   "Hai, kalau bicara hendaklah tahu diri,"

   Sahut Wan-ji dengan dahi berkerut.

   "Kalau kau main kasar, hm, jangan menyesal bila nona hajar adat padamu!"

   Sebagai seorang nona yang selalu disanjung puja, sekalipun ayah atau saudaranya sendiripun tidak pernah bicara sekasar itu kepadanya, bisa dibayangkan betapa gusarnya Kim Cay-hong oleh ucapan Wan-ji tadi.

   Saking gusarnya sekujur badan jadi gemetar, teriaknya.

   "Bagus, sebelum kuusir kau malah berlagak di hadapanku Hm, jika kau tidak segera minta maaf, jangan harap bisa tinggalkan istana keluarga Kim dengan hidup." Wan-ji menjengek.

   "Hehe, kalau ingin bicara besar mesti lihat dulu kekuatan sendiri Hm, hanya sedikit kemampuanmu belum tentu sanggup menahan diriku di sini?"

   "Budak liar, tajam amat mulutmu!"

   Bentak Kim Cayhong dengan kemarahan yang tak terkendalikan lagi.

   "Sambutlah seranganku ini!"

   Dua jari tangan kirinya segera mencolok ke dua mata Wan-ji, ssmentara telapak tangan kanan memotong iga kiri lawan, Jurut serangan yang digunakan adalah Yu-hong-si-sui (kawanan lebah bermain di alas putik bunga) serta Cay-loan-lian-hoa (bunga indah berwarna warni).

   Berbicara soal ilmu silat, maka kepandaian yang dimiliki Wan-ji sekarang beberapa kali lipat lebih lihay daripada Kim Cay-hong setelah ia belajar ilmu silat dari Sin-kau (monyet sakti) Tiat Leng, ilmu silat yang dimilikinya saat ini sudah terhitung kelas satu di dunia persilatan.

   Meskipun dua jurus serangan yang dilancarkan Kim Cay-hong sangat lihay, tapi dalam pandangan Wan-ji bukanlah ancaman yang serius, sambil tertawa dingin ia mengegos kesamping, berbareng tangan kanannya segera balas mencengkeram persendian pergelangan tangan kanan musuh.

   Betapa terperanjat Kim Cay-hong menghadapi ancaman tersebut, mimpipun ia tak menyangka se-orang nona cilik yang masih begitu muda ternyata memiliki jurus serangan yang luar biasa lihaynya, bukan saja dua serangan mautnya berhasil dihindari dengan mudah, malahan tangan kiri sendiri terancam oleh serangan musuh.

   Kim Cay-hong jadi terkesiap, apalagi setelah merasakan betapa tajamnya angin serangan lawan pergelangan tangan cepat ditarik ke bawah.

   Gagal dengan serangan yang pertama, Wan-ji tidak memberi kesempatan bagi musuh untuk menarik napas, tangan kiri mencengkeram ke depan sementara telapak tangan kanan menabas jalan darah Cian-keng-hiat di bahu lawan.

   Dengan agak kerepotan Kim Cay-hong menghindarkan diri dari cengkeraman tangan kiri lawan.

   tapi bacokan telapak tangan kanan tak dapat dihindarkan lagi, untuk menangkis jelas tak sempat, tampaknya bacokan Wan-ji itu segera akan bersarang di tengkuk Kim Cay-hong.

   Telapak tangan Wan-ji sepintas lalu kelihatan kecil, halus dan lemas, tapi dengan tenaga dalam yang kuat, bacokannya tidak kurang tajamnya dari pada bacokan pedang atau golok.

   Tian Pek terkejut, cepat ia membentak.

   "Tahan Wan-ji!"

   Tapi Wan-ji anggap tidak mendengar, bacokan telapak tangan diayun lebih cepat lagi ke tengkuk musuh.

   Secepat kilat Tian Pek menerjang maju, tangan kirinya menarik lengan Kim Cay-hong terus diseret mundur, sementara tangan kanan digunakan menangkis serangan Wan-ji.

   "Plak!"

   Telapak tangan saling beradu.

   Tubuh Wan-ji bergetar, ia terdorong mundur tiga langkah, mukanya pucat karena marah, matanya melototi Tian Pek dengan merah berapi.

   Kim Cay-hong terlempar kesamping dan berhasil lolos dari maut, ia berdiri dengan muka pucat seperti kertas, ia merasa malu bercampur gusar.

   Tian Pek juga merasakan telapak tangannya yang beradu dengan tangan Wan-ji itu terasa panas dan sakit, diam2 ia memuji kehebatan tenaga dalam gadis itu, sekalipun begitu lahirnya dia berlagak tenang, katanya.

   "Wan-ji, kau sama sekali tiada permusuhan dan dendam apa pun dengan nona Kim, kenapa kau melancarkan serangan mematikan kepadanya ....?"

   Tentu saja Wan-ji merasa tak senang hati karena pemuda pujaan hatinya telah menyelamatkan jiwa lawan cintanya, lebih2 setelah mendengar ucapan yang jelas membela Kim Cay-hong tersebut, tak tahan lagi ia melelehkan air mata.

   Sambil mendepakkan kakinya ke tanah dan menggigit bibirnya untuk menahan isak tangisnya ia berteriak.

   "'Aku benci kau ... selama hidup ini aku tak sudi bertemu lagi dengan kau....!"

   Habis berkata, ia terus putar badan dan berlari pergi.

   "Mau lari kemana? Lihat serangan!"

   Mendadak dari balik pohon sana berkumandang suara bentakan menyusul secomot cahaya hijau segera bertaburan menyongsong nona itu.

   Untung Ginkang Ni-gong-hoan-ing yang dimiliki Wan-ji telah mencapai puncak kesempurnaan, sekalipun tiba2 menghadapi sergapan senjata rahasia yang dilancarkan dengan cara yang licik dan keji, ia tidak menjadi gugup.

   Mendadak ia melejit dan mengapung tinggi ke atas, dengan begitu Am-gi yang bersinar hijau itu segera berdesingan menyambar lewat di bawah kakinya.

   Tian Pek merasa ngeri juga menyaksikan kejadian itu hingga berkeringat dingin.

   Cinta Wan-ji terhadap Tian Pek boleh dikatakan sudah mencapai tingkatan ter-gila2, tatkala ia saksikan pemuda pujaannya ternyata mengadakan pertemuan gelap dengan gadis lain, kontan saja hawa amarahnya berkobar.

   Masih mendingan bila Tian Pek tidak memukul mundur dirinya dihadapan saingan cintanya itu, apalagi pemuda itupun mencela tindakannya, bisa dibayangkan betapa remuk rendam perasaannya.

   Dengan menahan rasa sedih segera ia tinggal pergi, siapa tahu ia disergap lagi secara keji dan licik, kemarahannya seketika tertumplek kepada penyergap ini.

   Kini rasa cemburu, benci, dendam, gusar dan sedih bercampur aduk dalam hatinya, gadis yang lembut itu jadi garang dan menyeramkan, begitu berada di udara ia terus membentak, dengan cepat luar biasa ia menerkam penyergapnya itu.

   Dengan daya terkam ke bawah itu, ia kerahkan segenap tenaganya, kedua telapak tangan menghantam batok kepala lawan.

   Rupanya penyergap itu tak menduga Wan-ji akan melambung ke udara untuk menghindari ancaman senjata rahasianya, melihat tubrukan maut yang mengerikan itu buru2 ia cabut pedangnya untuk membela diri ....

   Pada saat itulah segenggam senjata rahasia berwarna hijau kembali menyambar datang dari sudut halaman lain, malahan kali ini sambaran Am-gi ini sama sekali tidak menimbulkan suara.

   Bukan saja jumlahnya jauh lebih banyak daripada yang pertama tadi, bahkan sambaran Am-gi inipun jauh lebih kuat.

   jelas penyerang kali ini terlebih tangguh daripada yang pertama tadi.

   Tertampaklah bayangan hijau menyelimuti angkasa, bagaikan gerombolan kunang2 langsung mengurung sekujur badan anak dara itu.

   Tian Pek terperanjat, cepat ia berseru.

   "Wan-ji, awas, dibelakang ada senjata rahasia lagi!"

   Rupanya ia menyadari gelagat tidak enak, tampaknya serangan kedua sukar dihindarkan Wan-ji, maka sambil membentak ia terus melompat maju dan melancarkan pukulan dahsyat ke arah senjata rahasia tersebut.

   Banyak di antara senjata rahasia itu terpental dan berhamburan ke tanah tersampuk oleh angin pukulan Tian Pek, akan tetapi disebabkan jaraknya agak jauh, angin pukulannya tak berhasil merontokkan seluruh senjata itu.

   Tampaklah belasan titik cahaya hijau masih menyambar ke tubuh Wan-ji.

   Waktu itu Wan-ji sudah melayang turun ke tanah, diapun tahu ancaman senjata rahasia dari belakang itu.

   tapi berhubung tenaga pukulannya sudah telanjur dilancarkan dengan sepenuhnya untuk menghantam penyergap pertama yang dibencinya tidaklah mungkin baginya untuk melambung lagi untuk menghindari ancaman kedua ini.

   Dalam keadaan begitu cepat ia anjlok ke bwah, berbareng pukulannya diperkeras untuk menghantam lawan di bawah.

   Meski penyergap pertama tadi sudah melolos pedangnya, tapi melihat hantaman Wan-ji yang dahsyat ini, ia tak berani sambut dengan kekerasan, cepat ia melompat ke samping.

   "Blang!"

   Debu pasir beterbangan, pukulan dahsyat itu menimblkan dua liang yang dalam di permukaan tanah, Sungguh luar biasa bahwa seorang nona cilik muda belia memiliki tenaga pukulan sedahsyat ini-Tapi setelah serangannya mengenai tempat kosong.

   Wan-ji lantas turun ke bawah, mendadak ia sempoyongan, mukanya pucat, agaknya cukup parah terluka dalam.

   Penyergap pertama tadi tertawa ter~bahak2, ia tak punya lengan kiri.

   dengan pedang ditangan kanan segera ia menusuk ke dada Wan-ji.

   Rupanya sewaktu Wan-ji mengapung di udara tadi ia telah dilukai oleh hamburan senjata rahasia yang kedua kalinya, paha dan iga sebelah kiri masing2 termakan oleh senjata rahasia lawan sehingga rasa sakitnya merasuk ke tulang, berdiri saja hampir tak kuat, bagaimana mungkin ia sanggup mengelakkan tusukan pedang yang ganas itu.

   Rasa sakit yang tidak kepalang itu membuat pandangan Wan-ji ber-kunang2, ia putus asa, sambil menghela napas ia berpikir.

   "Ai, tak tersangka akhirnya aku harus tewas di depan kekasih yang telah berubah pikiran. ... Tahu begini, lebih baik mati saja dulu, dengan begitu mungkin masih tertinggai sedikit kenangan manis, tapi kini kini... ."

   Ia hanya bergumam dan tak mampu menghindari ujung pedang musuh. Yang membuatnya sedih bukan soal mati, tapi kekasih yang mengikat janji dengan gadis lain, buyarlah impiannya dan hancurlah segala harapannya.

   "Beng Ki-peng, tahan!"

   Terdengar Tian Pek membentak.

   "Blang! Blang!"

   Benturan keras segera menggelegar, tatkala Wan-ji membuka matanya yang kabur, lamat2 dilihatnya pemuda buntung yang hendak menusuknya tadi berdiri mematung dengan muka pucat dan sorot mata yang bengis.

   Pedangnya sudah terlepas, darah meleleh keluar dari ujung bibirnya, jelas ia terluka tidak ringan.

   Wan-ji berpaling lagi ke arah lain, dilihatnya engkoh Tian yang dicintainya tapi juga dibencinya sekarang sedang berdiri kereng di sampingnya.

   Rasa sedih yang membuat putus asa Wan-ji tadi tiba2 berubah menjadi kegirangan, ia bergumam lagi.

   "O, rupanya engkoh Tian yang menyelamatkan jiwaku. Ah, engkoh Tian masih tetap mencintai aku...O, betapa bahagianya aku! Engkoh Pek...engkoh Pek sayanga, sekalipun aku harus mati sekarang juga, aku rela... sebab aku akan mati dengan bahagia... ."

   Tiba2 rasa sakit yang tak tertahan menyusup ulu hatinya, sekali ini Wan-ji benar2 jatuh tak sadarkan diri ....

   Sementara itu, setelah Tian Pek berhasil memukul rontok pedang Beng Ki-peng dan sekalian melukainya, tiba2 dilihatnya pula Wan-ji roboh pingsan, cepat ia melompat maju dan menyambar tubuh si nona yang akan roboh itu.

   Melihat keadaan luka Wan-ji, Tian Pek menjadi gusar, teriaknya.

   "Hm, terhadap seorang gadis tak berdosa kalianpun tega menyerangnya secara rendah dan keji, beginikah tindakan yang biasa dilakukan orang2 istana keluarga Kim? Huh, sungguh memalukan sekali ... ."

   Tiba2 terdengar seseorang tertawa dingin, menyusul sebuah kursi beroda muncul dari balik pohon yang rindang sana, di atas kursi beroda itu berduduklah Cing-hu-sin Kim Kiu yang termashur.

   Di belakang Cing-hu-sin Kim-Kiu mengikut belasan orang laki2 berpakaian ringkas dan tujuh anak tanggung berbaju putih yang membawa pedang perak, semuanya melotot ke arah Tian Pek.

   Setiba di depan pemuda itu, Cing-hu-sin Kim Kiu lantas berkata dengan tertawa dingin.

   "Hehe. siapa menang dialah raja, siapa kalah dialah penyamun! Bagi orang persilatan yang penuh dengan pertikaian dan permusuhan, siapa kuat dia menang, siapa lemah dia kalah, kenapa mesti memusingkan pertarungan cara terang2an atau main sergap segala?"

   Merah padam wajah Tian Pek demi berhadapan dengan musuh besarnya, dengan melotot dan menggereget ia berteriak.

   "Bangsat! Tua bangka! Kau manusia munafik, dengan cara licik dan keji kau mencelakai saudara-angkatmu, kemudian merampok harta bendanya dan menggunakan harta yang tak halal itu untuk memelihara begundal2mu guna menunjang perbuatan busukmu. Hm, hari ini kau bertemu dengan Siauya, inilah detik terakhir hidupmu, tamatlah riwayatmu sekarang!"

   Pedang Hijau segera dicabut keluar, kemudian dengan menggereget ia menambahkan lagi.

   "Kim Kiu, serahkan jiwamu!"

   Belum pernah Cing-hu-sin Kim Kiu dicaci-maki orang dengan cara yang begitu berani, untuk sesaat tokoh yang berwatak aneh ini jadi tertegun, ia terbelalak lebar dan lama sekali mengamati anak muda itu, sejenak kemudian ia baru berkata;

   "Menuruti adatku, kau mencaci maki padaku, dosamu harus diganjar dengan kematian. Akan tetapi mengingat usiamu masih muda ternyata mempunyai rasa dendam yang sedemikian mendalam atas diriku, aku menjadi ingin tahu bagaimana duduknya persoalan. Nah, katakanlah. apa alasanmu sehingga rasa bencimu padaku demikian hebatnya?! Padahal sudah puluhan tahun aku tak pernah muncul di dunia persilatan, apalagi setelah kakiku dibikin cacat oleh musuhku hingga lumpuh, watakku memang berubah menjadi pemarah, sekalipun begitu kuyakin belum pernah bermusuhan dengan orang lain, apalagi dengan umurmu yang masih muda, masa sejak berada di rahim ibumu kau sudah bermusuhan denganku? Nah. katakanlah sebab2nya, kau datang memusuhi aku atas hasutan orang lain barangkali?"

   Tian Pek menengadah dan tertawa latah, sahutnya.

   "Hahaha, menurut perkataanmu ini, rasanya Cing-hu-sin sudah jadi orang baik2, sungguh lucu dan menggelikan.

   Hm, ingin kutanya padamu, apakah kau masih ingat pada Pek-lek-kiam Tian In thian, pemimpin Kanglam-jit-hiap dimasa lalu?"

   Bukan saja Cing-hu-sin Kim Kiu terperanjat demi mendengar nama Pek-lek-kiam, bahkan semua orang yang hadir di situ ikut terkesiap. Lama sekali Kim Kiu melototi Tian Pek tanpa berkedip, setelah itu baru ia berkata.

   "Aku dengar kau she Tian, apakah kau ini keturunan Tian In- thian?"

   "Kau heran dan terkejut?"

   Ejek Tian Pek.

   "Ha haha, tentunya kau tak menyangka ayahku mempunyai keturunan bukan? Tentunya kau tak menduga ada orang akan membongkar kekejiamnu mencelakai saudara-angkat sendiri? Hahaha, Thian memang maha adil, akhirnya putera Pek-lek-kiam Tian In-thian berhasil menemukan pembunuh ayahnya. Hahaha, Kim Kiu, apa yang hendak kau katakan lagi?"

   Berbicara sampai di sini, ia lantas menengadah dan tertawa ter-bahak2 dengan suara yang menggelegar.

   Berubah hebat air muka Cing-hu-sin Kim Kiu, sebentar pucat sebentar berubah jadi hijau, entah terkejut entah keder, untuk sesaat ia tak dapat bersuara.

   "Ayah!"

   Tiba2 Kim Cay-hong menubruk kesamping ayahnya dan berseru sambil menangis.

   "Benarkah apa yang dikatakan Tian-siauhiap? Ayah, kukira kejadian ini pasti suatu kesalah pahaman belaka, pasti ada orang yang sengaja mengadu domba agar kalian saling bermusuhan, anak percaya ayah adalah orang baik, tak mungkin ayah mencelakai saudara-angkat sendiri ..O, ayah, berilah keterangan se-jelas2nya kepada Tian siauhiap akan kesalah pahaman ini . O, ayah, cepat katakanlah ...

   "

   Memandangi puterinya yang menanggis sedih, air muka Cing-hu-sin Kim Kiu mengalami perubahan beberapa kali, mendadak ia melotot bengis, ia tertawa seram dan berkata.

   "Hahaha, apa yang diucapkan bocah itu memang benar, akulah yang telah membinasakan Tian In-thian! Cuma apa yang dikatakan bocah itu keliru besar, ayahnya sendiri yang merupakan seorang iblis, dia yang menganiaya dan menindas keenam saudara angkat sendiri, membuat kami jadi selalu menderita, karena tak tahan akhirnya kami memberontak dan bekerja sama untuk membinasakan dia.

   Hm, dia yang lebih dulu tak berbudi sebagai kakak angkat sehingga kamipun tak setia.

   Ia mati dalam suatu pertarungan yang adil.

   aku tak dapat disalahkan atas kematiannya itu!"

   Gusar Tian Pek tak terkatakan, dia menggigit bibir dan menahan perasaan yang hendak meledak itu ia menyadari berhasil atau tidak membalas sakit hati ayahnya, semua itu bergantung pada pertempuran malam ini, maka sedapatnya ia menahan gejolak perasaannya agar tidak menggagalkan usahanya.

   Sementara itu Kim Cay-hong sedang menjerit sedih.

   Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "O. tak mungkin ..tak mungkin terjadi begitu... ."

   Saking sedih ia terus jatuh pingsang di samping kursi beroda ayahnya. Kata orang.

   "Lelaki hidup untuk bekerja, perempuan hidup untuk bercinta". Semenjak kecil Kim Cay-hong telah kehilangan kasih sayang ibunya, dalam pandangan anak dara itu ayahnya adalah malaikat pengasih pujaannya. Dia menghormat serta memuja ayahnya, menganggapnya sebagai simbol kepercayaan dan panji kehormatan. Dan sekarang terbukti bahwa ayahnya bukanlah orang yang agung bijaksana. bahkan menjadi musuh besar pemuda yang kini telah menguasai seluruh perasaannya, dapat dibayangkan betapa hebat pukulan batin yang dirasakan gadis itu. Cing-hu-sin Kim Kiu tak malu disebut seorang laki2 yang berhati baja, meskipun tahu puterinya jatuh tak sadarkan diri, namun ia tidak menggubris, bahkan melirikpun tidak, sorot matanya yang bengis tetap tertuju Tian Pek, katanya.

   "Hehehe, sudah puluhan tahun rahasia ini tersimpan, selama ini tak ada yang tahu Tian-in-thian masih mempunyai seorang anak yang masih hidup di dunia ini. Sekarang, semuanya telah menjadi jelas, bila kau tahu diri dan bisa berpikir, boleh segera berlalu dari sini, tak nanti kuhalangi dirimu, tapi kalau tak tahu diri ya terserahlah!"

   Sampai disini, ia tertawa dingin, lalu menambahkan.

   "Hanya sebelumnya ingin kuperingatkan kepadamu, kalau kau tetap nekat mencari gara2 maka itu berarti kau mencari kematianmu sendiri!"

   Tian Pek melotot beringas, teriaknya dengan murka.

   "Bila dendam kematian ayahku tidak dibalas, apa gunanva aku hidup di dunia ini? Bangsat tua, kalau kau punya keberanian mengakui dosamu, maka bersiaplah menerima kematianmu, hari ini aku Tian Pek akan menggunakan darahmu sebagai sesajen untuk arwah ayahku!"

   Habis ucapannya, dia baringkan Wan-ji di atas tanah, ia putar pedang Bu-cing-pek-kiam dan menusuk lawan.

   Dalam gusarnya serangan pertama Tian Pek ini lantas menggunakan Hong-lui-pat-kiam ajaran Sin- lu-tiat-tan.

   Hong-lui-pat-kiam memang ilmu pedang maha lihay, dengan jurus Hong-ceng-lui-beng (angin berembus guntur menggelegar), hawa pedang yang tebal seketika menyelimuti seluruh angkasa, disertai deru angin yang keras, Bu-cing-pek-kiam segera mengancam dada Cing-husin Kim Kiu.

   Terkesiap Cing-hu-sin Kim Kiu menghadapi serangan yang mengerikan itu, ia tak menyangka ilmu silat Tian Pek jauh melampaui dugaannya, malahan kelihatan lebih hebat daripada Pek-lek-kiam Tian In-thian dulu.

   Cepat Kim Kiu putar kursi berodanya dan menggelinding ke samping.

   Dalam keadaan begitu, Cing-hu-sin Kim Kiu hanya memikirkan bagaimana caranya menghindarkan diri dari ancaman musuh, ia lupa puterinya yang pingsan masih bersandar di samping kursiberodanya.

   Dengan bergeraknya kursi beroda itu, otomatis tubuh Kim Cay-hong roboh ketanah Tian Pek terlalu napsu ingin balas dendam, serangan yang dilancarkan dengan sendirinya keji tanpa kenal ampun.

   Maka tatkala Cing-hu-sin Kim Kiu menggeser kursi dan menghindari tujukan maut, cahaya pedang berkilat langsung menyambar ke depan mengancam tubuh Kim Cay-hong yang pingsan.

   Se-keras2 hati Cing-hu-sin Kim Kiu masih sayang juga pada nyawa puterinya, melihat Kim Cay-hong terancam oleh senjata Tian Pek, segera dia berteriak keras.

   "Jangan melukai puteriku . ..." Rupanya Tian Pek sendiripun menyadari apa yang akan terjadi sekuatnya ia berusaba menarik kembali serangatnya. Tapi keenam bocah tanggung berbaju putih tadi tidak tinggal diam, demi melihat majikannya terancam bahaya, serentak pedang perak mereka dilolos, mirip selapis dinding perak, berbareng mereka menangkis.

   "Tring ... .! Tring ...!"

   Terdengar dentingan nyaring, enam pedang perak tersampuk oleh pedang Tian Pek, keenam bocah tanggung berbaju putih itu merasakan telapak tangan panas dan sakit, hampir saja pedang perak mereka terlepas dari cekalan.

   Tian Pek tidak melanjutkan serangan lagi, dia tarik kembali pedangnya dan melayang mundur ke belakang.

   Sebagai seorang pemuda yang jujur dan bijaksana, ia tidak ingin mencelakai orang yang tidak bersalah juga tiada sangkut paut dengan masalah yang dihadapinya, maka dari itu walaupun rasa bencinya pada Cing-hu-sin Kim Kiu sudah merasuk tulang, akan tetapi ia tidak ingin melukai Kim Cay-hong yang tak sadarkan diri serta ke enam anak kecil.

   Ia bijaksana dan mulia, tapi orang lain tidaklah sebaik dia, baru saja dia bergerak mundur.

   se-konyong2 Cing-husin Kim Kiu ayun tangannya, segenggam Cing-hu-piau segera berhamburan pula.

   Senjata rahasia Cing-hu-piau adalah senjata andalan Kim Kiu, apalagi setelah kakinya lumpuh akibat salah minum obat, kepandaiannya itu dilatih terlebih hebat dan boleh dibilang sudah tiada bandingannya di kolong langit ini.

   Belum lagi Tian Pek berdiri tegak, tahu2 cahaya hijau menyilaukan telah tersebar memenuhi angkasa, sekujur badannya terkurung oleh senjata lawan.

   Cepat ia putar Pedang Hijau bagai kitiran untuk melindungi semua Hat-to penting di tubuhnya.

   "Cling! Cring...!"

   Suara gemerincing berkumandang menciptakan serentetan irama yang kacau, semua Cing-hupiau yang mengancam tiba di sapu bersih oleh pedang Tian Pek.

   Namun Kim Kiu benar2 seorang ahli senjata rahasia, selagi Tian Pek sibuk menangkis semua senjata rahasia yang mengancam tadi, mendadak ia mengeluarkan pula segenggam Cing-hu-piau, satu di antaranya disentil ke atas tanah, Tian Pek tidak tahu apa maksud lawan.

   "cring"

   Mendadak senjata rahasia yang disentil kebawah tadi setelah menyentuh tanah terus melejit kembali ke atas, setelah berputar setengah lingkaran terus menyambar ke bawah perut Tian Pek.

   Heran Tian Pek, ia pikir kalau satu genggam saja tak mampu meng-apa2kan diriku.

   masa cuma satu biji mata uang begini bisa berguna? Belum lenyap pikirannya, tahu2 mata uang tadi sudah mendekati lambungnya, dalam keadaan begitu, cepat dia menangkis dengan pedangnya.

   Tring!"

   Terjadi lagi dentingan nyaring, mata uang itu mencelat dan berputar satu lingkaran dan mendadak menyambar kembali ke bagian kaki.

   Tian Pek berjingkat kaget, buru2 ia angkat kakinya sambil berputar, walaupun begitu mata uang tadi masih sempat menerobos celananya hingga robek.

   Walaupun tidak sampai terluka dan hanya celananya saja yang robek, namun pelajaran ini cukup mengerikan Tian Pek hingga berkeringat dingin.

   Sebab ia tahu senjata rahasia ini beracun, tempo hari ia sudah merasakan Cinghu-piau ini ketika bertarung melawan Beng Ki-peng, untung Kim Cay-hong segera memberikan obat penawar kepadanya hingga tidak beralangan.

   Keadaan se- karang sudah berubah, andaikata kali ini sampai terluka lagi, tak mungkin ia mendapatkan obat penawar pula.

   Dalam pada itu Cing-hu-siu Kim Kiu sedang tertawa terbahak2, ejeknya.

   "Itulah permainan yang bernama Cing-hu-pay-siu (kecapung memberi selamat panjang umur) dan kau sudah tak mampu mempertahankan diri, apalagi bila kumainkan Cing-hu-hoan-tong (kecapung memenuhi kolam) yang merupakan serangan mematikan, maka kau pasti akan mati tak tertolong lagi!"

   Bicara sampai disitu, jari tangannya kembali menyentil sebatang Cing-hu-piau ke depan.

   Kali ini Tian Pek sudah tahu kelihayannya, ia tak berani menyampuknya dengan pedang lagi, ketika titik cahaya hijau menyambar datang, cepat ia mengegos ke samping.

   Siapa sangka, belum sempat ia menghindari ancaman pertama, Cing-hu-sin telah melepaskan senjata rahasianya yang kedua, menyusul ber-turut2 ia lepaskan pula serentetan mata uang yang semuanya ditujukan ke permukaan tanah.

   Dengan menggunakan daya pantulan itulah senjata rahasia tersebut meloncat ke udara dan menyambar dari arah yang berbeda dan tak terduga untuk menyerang sasarannya.

   Seketika Tian Pek kelabakan., ia berkelit ke sana dan menghindar kesini dengan kalang kabut Diam2 Tian Pek gelisah, ia pikir bila keadaan ini berlangsung terus maka lama kelamaan aku bisa mati kehabisan tenaga andaikan tidak terkena serangan, daripada mati konyol lebih baik kuterjang kesamping bangsat tua itu, sekalipun mati akan kuajak dia gugur bersama ....

   Setelah ambil keputusan, dengan cepat dia menghindari sambaran sebuah senjata rahasia itu, kemudian berusaha mendekati lawannya.

   Tapi Cing-hu-sin Kim Kiu cukup cerdik, dia dapat menebak maksud anak muda itu, ia tertawa mengejeknya.

   "Heh, percuma kau cari akal, sedangkan ayahmu saja tak dapat lolos dari tanganku, apalagi anak ingusan macam kau!"

   Seraya berkata, segenggam Cing-hu-piau segera ditaburkan pula ke atas tanah.

   "Cring! Cring!"

   Cahaya hijau bermuncratan ke empat penjuru dan serentak mengancam Hiat-to penting di badan Tian Pek. Terkejut Tian Pek, terdengarlah Cing-hu-sin ter tawa terbahak2.

   "Hahaha, inilah Cing-hu-hoan-tong (kecapung memenuhi kolam) untuk mengantar kau pulang ke akhirat..."

   Segera Tian Pek merasakan kaki dan lengan sakit pedas, beberapa buah Ciog-hu-piau telah bersarang di tubuhnya.

   "Habislah riwayatku..."

   Keluh Tian Pek dalam hati.

   Tapi demi teringat pada sakit hati ayahnya yang belum terbalas, ia merasa tak rela untuk mati dengan begitu saja.

   Sekuatnya ia tutup Hiat-to penting di seluruh tubuh sehingga racun untuk sementara tak sampai menyerang ke dalam jantung, kemudian ia menarik napas panjang, entah darimana datangnya kekuatan, ternyata ia berhasil melompat ke atas pagar taman yang tingi.

   "Anak keparat, ingin kabur kemana?!"

   Ejek Cing-hu-sin Kim Kiu sambil tertaWa.

   "Kau sudah terkena senjata rahasia beracun. tidak sampai tiga jam jiwamu pasti akan melayang!"

   Berdiri di atas dinding Tian Pek merasa pandangannya ber-kunang2, hampir saja ia jatuh terjungkal ke bawah, tapi sekuat tenaga ia berdiri tegak di situ, lalu memaki dengan gregetan.

   "Bangsat tua, hari ini kuampuni jiwa anjingmu, tapi suatu saat Siauya pasti akan datang lagi untuk membuat perhitungan dengan kau... ."

   Habis ini ia terus melompat turun keiuar taman dan lari secepatnya.

   "Jangan biarkan anak keparat itu melarikan hari, tangkap dia sampai dapat .... !"

   Teriak Cing-hu-sin Kim Kiu dengan gusar. Disambung suara bentakan, berpuluh jago istana keluarga Kim segera melakukan pengejaran keluar pekarangan. Ketika Tian Pek melompat keluar gedung itu ia masih sempat mendengar rintihan Kim Cay-hong;

   "O, ayah ....ampunilah jiwanya ...."

   Tentu saja Tian Pek tidak membiarkan dirinya tertangkap oleh musuh, setelah mengetahui ada yang mengejar, ia terus kabur ke depan, sekalipun tubuhnya terasa linu, sakit, lemas dan kesemutan, tapi ia bertahan sekuatnya dan berlarian dengan cepat menjauhi tempat itu.

   Sementara itu sudah tengah malam, keramaian di kota Lam-keng mencapai puncaknya, acara malam Cap-go-meh yang di-nanti2kan oleh segenap lapisan masyarakat semenjak petang telah dimulai.

   yaitu acara kembang api udara serta melepaskan lampion.

   Penduduk ber-jubel2 ingin mengikuti tontonan menarik itu, beraneka warna kembang api memenuhi udara menciptakan bentuk warna-warni yang sangat indah, sementara kembang api bersemarak diangkasa, banyak penduduk yang membawa lampion berhias saling berlarian menuju ke luar kota.

   Suasana bertamhah ramai, lautan manusia ber-desak2an memenuhi jalan raya, hal ini memberi kesempatan baik bagi Tian Pek untuk meloloskan diri dari kejaran jago istana Kim .

   ...

   , Waktu itu Tian Pek sudah bermandikan darah, racun keji yang terkandung diujung senjata Cing-hu-piau mulai mengembang dalam tubuhnya, kesadaran dan daya ingatannya mulai kabur, untung saja ia terhimpit diantara orang banyak yang saling berdesakan sehingga tubuhnya tidak sampai roboh.

   Begitulah, di tengah berjubelnya orang banyak akhirnya Tian Pek dengan setengah sadar terbawa oleh arus manusia sampai di pintu Cin-hway-bun dan mencapai tepi sungai Cin-hway.

   Sambil ber-teriak2, arus manusia itu saling berebut menuju ke sungai dan membuang lampion mereka kedalam air, beraneka warna lampion segera terombang-ambing dibawa arus menuju kehilir, pemandangan tampak indah menawan.

   Tian Pek juga terbawa ketepi sungai, ia sudah kehabisan tenaga, tubuhnya lemas sekali, karena tidak terhimpit lagi oleh orang banyak, akhirnya ia roboh terkulai tak sadarkan diri.

   Entah berapa lama sudah lewat, Tian Pek merasakan sekujur badannya sakit sekali, cepat ia membuka mata dan memandang sekelilingnya.

   Ia lihat dirinya berbaring diruangan pendopo sebuah kelenteng bobrok.

   Ruangan ini amat besar, atapnya sudah banyak berlubang, bintang tampak bertaburan dilangit yang gelap, jelas masih malam hari.

   Kelenteng ini benar2 sudah bobrok, patung di meja pemujaan tampak sudah rusak, sarang labah2 memenuhi langit2 ruangan dan debu bertimbun.

   Tapi aneh, tempat Tian Pek berbaring adalah sebuah meja sembahjang yang bersih, malahan alas tidurnya adalah rumput kering yang tebal, sebuah selimut tebal menutupi badannya.

   Tapi setelah pikiran Tian Pek jernih kembali, Waktu ia berpaling, apa yang terlihat kemudian hampir saja membuat dia menjerit kaget.

   Di bawah cahaya pelita yang remang2 tampak seorang manusia aneh berwajah hijau dan berambut merah dengan memegang belati sedang menusuk tubuhnya.

   Betapa terperanjatnya Tian Pek, dia mengira dirinya terjatuh ke tangan iblis.

   Buru2 saja ia menjerit, mendadak kaki terasa sakit tidak kepalang, tanpa ampun lagi pemuda itu jatuh pingsan pula.

   Tatkala ia siuman kembali untuk kedua kalinya, rasa ngeri masih belum lenyap, ia coba menoleh, tapi apa yang dilihatnya membuatnya tercengang lagi.

   Suatu pemandangan aneh muncul kembali, manusia aneh bermuka hijau dan berambut merah tadi sudah tak ketahuan kemana perginya, yang duduk di sebelahnya sekarang adalah seorang gadis cantik dan sedang menatapnya dengan pandangan penuh rasa kasih sayang.

   Hampir saja Tian Pek tidak percaya pada matanya sendiri, ia mengira sedang bermimpi, Ia kucek2 matanya dan memandang pula, dilihatnya sepasang mata yang jeli dan besar masih menatapnya tanpa berkedip.

   Tian Pek segera angkat tubuh hendak berduduk, serunya dengan kuatir.

   "Aku ....aku berada dimana .... ?" Tapi segera pula tubuhnya terasa sakit tidak kepalang, sebelum kata2 itu berlanjut, ia menjerit dan jatuh telentang. Gadis cantik itu tertawa manis, ucapnya lembut.

   "Engkau jangan bergerak dulu, senjata rahasia yang bersarang dibadanmu baru kucabut dan racunnya sudah punah, tapi mulut lukanya belum merapat, asal isristirahat dua hari lagi, tentu kau akan sehat kembali."

   Sudah beberapa gadis cantik yang pernah dilihat Tian Pek, seperti Buyung Hong yang dingin dan anggun, Tian Wan-ji yang polos dan lincah serta Kim Cay-hong yang mendapat julukan Kanglam-te-it-bi-jin.

   Akan tetapi gadis yang berada di depannya saat ini bennr2 luar biasa sekali, kecantikannya sedikitpun tidak berada dibawah Kim Cay-hong, kelincahan dan kepolosannya tidak kalah daripada Tian Wan-ji, malahan tampaknya lebih anggun daripada Buyung Hong, wajahnya begitu cerah bagaikan sang surya di musim semi.

   Dandanannya juga sederhana, ia tidak berbedak maupun memakai gincu.

   gerak-geriknya lugu seperti anak perawan keluarga rakyat kecil, tapi bergaya lembut dan anggunnya puteri keluarga bangsawan.

   cuma tidak mewah dan tidak angkuh.

   Tian Pek tertegun termangu seperti orang kehilangan sukma.

   selang sesaat kemudian ia terus berpaling ke arah lain dan seperti ingin mencari sesuatu.

   "Eh, apa yang kau cari?"

   Tiba2 si gadis cantik menegur dengan tertawa manis.

   "Tadi aku seperti melihat seorang manusia aneh bermuka hijau dan berambut merah ..."

   Gadis itu tertawa pula.

   ia ambil sebuah topeng dibelakangnya dan diperlihatkan kepada anak muda itu.

   Sekarang Tian Pek baru tahu, kiranya manusia aneh bermuka hijau dan berambut merah itu tak lain adalah penyamaran gadis ini dengan topengnya.

   "O, rupanya nona menggodaku dengan memakai topeng ini!"

   Katanya kemudian.

   "Ai, kalau begitu, agaknja nona pula yang telah menyelamatkan jiwaku?"

   Kembali gadis itu tertawa manis dan mengangguk.

   "Boleh kutahu siaba nama nona agar budi kebaikan ini dapat kubalas di kemudian hari!"

   Tanya Tian Pek.

   Gadis itu tertawa dan tidak menjawab, dia angkat topeng bermuka hijau dan berambut merah itu sambil menggerakkannya kesana kemari.

   Tian Pek melongo bingung, ia tak paham apa maksud gadis itu, maka ditatapnya gadis itu dengan sorot mata penuh tanda tanya.

   "Coba tebak siapa namaku?"

   Tanya gadis itu sambil tertawa.

   "Ah, rupanya nona suka bergurau, masa nama orang boleh sembarangan dijadikan tebakan?" Gadis itu menatapnya lekat2 penuh arti, katanya kemudian.

   "Engkau betul2 tak tahu atau cuma pura2 bodoh?"

   Tian Pek jadi melengak.

   sekali lagi dia mengamati wajah orang yang cantik jelita, ia berusaha mengumpulkan semua ingatannya, tapi ia merasa benar2 belum pernah berjumpa dengan nona ini, Iapun tidak pernah mendengar bahwa di dumni Kangouw ada seorang gadis cantik yang suka mengenakan topeng setan begini.

   Dengan menyengir akhirnya ia berkata "Aku belum pernah bertemu muka dengan nona, juga belum pernah mendengar...."

   "Masa kau belum lagi tahu siapa diriku setelah melihat topeng ini?"

   Sekali lagi gadis itu menegur sambil memperlihatkan topengnya. Tian Pek tambah bingung, untuk sesaat ia tak mampu menjawab, dalam hati ia berpikir.

   "Jangan2 gadis ini memang memiliki nama besar di dunia persilatan? Mungkin aku yang picik dan kurang pengalaman, maka tidak tahu siapa dia ... ."

   Sementara dia masih termenung, gadis itu tertawa manis, sambil menepuk pemuda itu bagaikan kasih sayang seorang ibu ia berkata.

   
Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Kau tak perlu peras otak untuk memikirkan soal itu lagi, akhirnya toh kau akan tahu sendiri, kini lukamu belum sembuh, walaupun senjata rahasia yang bersarang di tubuhmu sudah kucabut keluar dan racun yang mengeram ditubuhmu telah kupunahkan, akan tetapi paling sedikit kau perlu istirahat selama tiga sampai lima hari, perutmu tentu sangat lapar bukan? Tunggulah sebentar disini, akan kucarikan makanan bagimu ..." Setelah membuang enam kepingan mata uang tembaga hijau di sisi Tian Pek. dia segera berkelebat pergi dengan cepat.

   "Cepat amat gerak tubuhnya,"

   Diam2 Tian Pek memuji sambil menjulur lidah.

   Jangankan ia sendiri tak mampu menandingi, sekalipun paman Lui yang lihay Ginkangnya serta Wan-ji yang pernah dipuji Sin-lu-tiat-tan rasanya juga sukar menandingi kehebatan nona itu.

   Tanpa terasa pikiran Tian Pek melayang jauh, melihat Ginkangnya yang lihay dapat diduga pula ilmu silatnya pasti sangat tinggi, pasti juga namanya sangat tersohor di dunia persilatan, tapi siapakah dia? Mengapa belum pernah terdengar selama ini? Akhirnya sorot matanya tertuju pada enam keping mata uang yang ditaruh gadis itu di sampingnya sebelum pergi tadi.

   Mendingan kalau tak memandang benda itu, darah panas segera bergelora dan matapun merah berapi.

   Nyata sedikitpun tak ada bedanya antara ke enam keping mata uang ini dengan mata uang tembaga yang ditinggalkan mendiang ayahnya, mata uang inilah yang disebut Cing-hu-piau, senjata rahasia andalan Cing-hu-sin Kim Kiu.

   "Ayah tewas terkena senjata rahasia beracun ini, untung ada gadis cantik itu yang menolong aku, kalau tidak, mungkin akupun sudah tewas seperti apa yang dialami ayah?"

   Makin dipikir pemuda itu merasa semakin sedih, gusar dan dendam, tanpa terasa ia pegang beberapa keping mata uang itu.

   Cahaya pelita tiba2 berguncang terembus angin, menyusul sigadis yang memakai topeng itu telah muncul kembali di hadapannya.

   "Jangan sentuh benda itu!"

   Bentak nona itu cepat.

   "Mata uang itu mengandung racun yang keji!"

   Maka cepat Tian Pek menarik kembali tangannya.

   "Tiga hari lamanya racun baru hilang dari sekitar mata uang ini,"

   Kata nona itu.

   "Sekarang baru hari kedua, kalau ingin memegangnya tunggu saja sampai besok ...."

   "Apa? Jadi aku sudah dua hari berada disini?"

   Tanya Tian Pek dengan terkejut.

   "Dari malam Cap-go-meh sampai malam Cap-jit tepat sudah dua hari,"

   Ucap nona itu sambil tertawa cekikikan.

   "Sebenarnya akupun terlalu tegang, sekalipun racun mata uang ini lihay sekali, asal tidak masuk darah takkan memberi reaksi apa2, tadi aku kuatir mata uang itu melukai jari tanganmu hingga berdarah, kalau sampai terjadi begitu kan kau sendiri yang susah."

   Sambil bicara ia taruh makanan yang dibawanya ke hadapan pemuda itu, kemudian menanggalkan topengnya, lalu berkata lagi.

   "Nah, makanlah! Sudah dua hari engkau tidak makan apa2, tentu sudah lapar bukan?"

   Ketika bungkusan itu dibuka ternyata isinya adalah seekor bebek panggang Lamkeng serta belasan cakwe.

   Bebek panggang Lamkeng sangat tersohor, jangankan dimakan, baunya saja sudah cukup membuat orang mengiler, apalagi Tian Pek sudah dua hari tidak makan tidak heran kalau ia mengganyang hidangan yang diberikan itu dengan lahapnya.

   Saking bernapsunya pemuda itu mengganyang hidangan itu sampai mulutnya jadi penuh dan tak tertelan, dia kelolodan makanan yang menyumbat tenggorokannya tak bisa masuk dan tak bisa keluar, saking paniknya wajahnya menjadi merah padam.

   Mimik wajahnya yang lucu itu menggelikan hati si nona ia tertawa ter-pingkal2, perutnya jadi sakit dan air matanya ikut berlinang.

   "Hei, tuanku, makanlah pelahan sedikit!"

   Serunya sambil tertawa.

   "Jangan2 tidak mampus karena senjata rahasia, tapi mati keselak, nah, baru konyol."

   Tiba2 kerongkongan Tian Pek berkeruyukan dan matanya mendelik, si nona menjadi kuatir, tapi pemuda itu lantas tarik napas panjang dan berseri.! "Aduh, hampir saja aku mati tercekik ..."

   Melihat kelakuan Tian Pek yang lucu itu, si nona tertawa ter-pingkal2, tanpa terasa ia menjatuhkan diri ke pangkuan anak muda itu.

   Tapi mendadak Tian Pek menjerit kesakitan, kiranya si nona lupa pada luka ditubuh anak muda itu, cepat ia berbangkit.

   Dilihatnya anak muda itu sedang memandangnya dengan muka merah, maka si nona lantas mencubit lagi dan keduanya sama2 tertawa pula cekakak dan cekikik.

   Tengah bercanda dengan riang gembiranya, tiba2 di luar kelenteng ada suara keresekan yang lirih, suara yang menyerupai daun jatuh, bila tidak diperhatikan pasti tidak mendengarnya, tapi hal ini tak dapat mengelabui si nona yang lihay itu.

   Gelak tertawanya seketika terhenti, ia melompat dan membentak nyaring.

   "Siapa di sana? Berani mengintip?" Begitu kata2 terakhir terucapkan, tahu2 ia sudah melayang keluar. Sungguh gesit dan cepat gerak tubuh nona itu, tapi di luar tak tertampak sesosok bayangan manusiapun, suasana tetap hening. Nona itu percaya penuh pada ketajaman pendengarannya, meski tidak berhasil menemukan jejak musuh, ia percaya bahwa pendengarannya pasti tidak salah. Ia berdiri dengan bertolak pinggang, ia mendengus, ucapnya.

   "Hm, tentunya kau tahu siapa yang berdiam di sini, kalau berani mengintip lagi, jangan menyesal nonamu tidak sungkan2 lagi padamu."

   Pada waktu bicara sekarang, air mukanya yang cantik telah timbul warna guram, kendati suaranya tidak begitu keras, akan tetapi tersiar sampai belasan li jauhnya.

   Apabila betul ada orang yang mengintip, dalam jarak seluas sepuluh li pasti dapat mendengar ucapan si nona yang merdu bagaikan burung berkicau tapi mengandung nada seram dan mengancam itu.

   Selesai mengucapkan kata2nya nona itu tidak peduli adakah orang yang bersembunyi di sekitar situ, ia melayang keudara, setelah berputar satu kali, ibarat burung walet kembali ke sarang, dia menerobos jendela dan masuk ke ruang kelenteng tadi.

   "Engkau berhasil menemukan sesuatu, nona?"

   Tanya Tian Pek. Senyum manis menghiasi wajah nona itu, berbeda sekali suaranya kini dengan nada ancamannya yang mengerikan diluar tadi Ia menjawab.

   "Kemungkinan ada satu-dua ekor tikus kecil yang bernyali besar bersembunyi di atas sana dan mengintip kita bergurau!" Tian Pek tidak berbicara lagi, persoalan itu tak dipikirnya. Untung ia tidak sempat mendengar ucapan si nona yang seram di luar tadi, kalau tidak niscaya dia takkan bersikap setenang itu. Hal ini bukan karena ketajaman pendengaran Tian Pek tidak berfungsi lagi, soalnya ucapan si nona tadi sengaja dipancarkan dengan senacam kepandaian khusus yang disebut Gi-ih-coan-im (menyampaikan suara dengan bahasa semut), ia dapat memancarkan gelombang suara pembicaraannya hingga sejauh sepuluh li lebih, langsung disampaikan ke telinga orang yang dituju, sebaliknya bagi orang yang bukan tujuannya, kendatipun berada beberapa meter didepannya juga takkan mendengar apapun. Nona cantik itu tidak bilang kepada Tian Pek bahwa dia bicara apa2 kepada orang yang mengintip mereka, maka Tian Pek sendiripun tidak mendengar apa yang diucapkan nona itu ketika berada di luar kelenteng tadi. Seperti tidak pernah terjadi apapun, kembali nona cantik itu bergurau dengan Tian Pek, kemudian ia menina-bobokan pemuda itu agar tertidur, dia sendiri duduk bersimpuh di depan pembaringan sambil mengatur pernapasan. Tapi dapatkah Tian Pek tidur? Sebentar2 ia teringat kembali usaha balas dendamnya yang gagal, kemudian teringat akan Wan-ji yang terjatuh di tangan Cing-hu-sin Kim Kiu, lalu terbayang pula kawanan jago persilatan yang terjebak oleh Sek-ki-tay-tin di istana keluarga Kim, entah bagaimana nasib mereka? Setelah itu ia terbayang pada Kim Cay-hong yang cantik, Buyung Hong yang pernah bertelanjang bulat didepannya, mengingat betapa sucinya tubuh telanjang seorang gadis, mengingat pula watak Buyung Hong yang dingin dan angkuh. bila gadis itu tidak mencintai dirinya, mengapa ia menunjukkan badannya yang bugil di depannya? Sekalipun pada waktu itu dia terpengaruh oleh irama seruling pembetot sukma yang mengacaukan pikiran sehat dan kesadarannya, tapi kalau tubuh telanjang seorang gadis sudah diperlihatkan padanya, kecuali dirinya mengawini gadis itu, kalau tidak hidup si gadis ini berarti sudah tamat. Teringat akan persoalan ini, diam2 Tian Pek merasa gelisah bercampur kuatir bagi Buyung Hong, ia merasa gadis yang suka murung ini patut dikasihani, gadis itu selalu terkurung didalam rumah, se-akan2 seekor burung yang berada disangkar emas, sama sekali tiada kebebasan. Namun Tian Pek tak dapat mengawini gadis tersebut, bukannya dia tak mencintai nona itu, sekalipun pemuda yang berhati baja juga akan luluh menghadapi ketulusan hati si nona, apalagi Tian Pek adalah pemuda yang berperasaan dan berbudi. Akan tetapi, apa mau dikata, Buyung Hong adalah puteri pembunuh ayahnya, ayah gadis itu adalah musuh besar yang akan dibunuhnya, mungkinkah dia mengawini anak gadisnya? Tiba2 Tian Pek teringat juga pada Hoan Soh-ing, kegagahan serta kecantikannya mendatangkan suatu perasaan lain bagi anak muda ini, meski diwaktu berada dalam gua batu ia telah mengurut jalan darahnya dan menyembuhkan lukanya, walau pun dia menyentuh tubuhnya yang halus, empuk dan menggiurkan itu, namun tiada suatu ingatan jahat yang terlintas dalam benaknya, ia hanya menganggapnya sebagai seorang sahabat karib . .... Sayang ayahnya termasuk pula salah seorang musuh besar yang membunuh ayahnya. Ai, hampir semua kekasihnya adalah keturunan musuhnya. Mungkinkah ia ditakdirkan hidup sebatangkara? Perasaan Tian Pek mengalami pergolakan yang hebat, bagaikan ombak samudera yang bergolak, jangankan tidur, untuk menenangkan pikiran saja susah. Sering ia membuka mata dan melirik gadis cantik yang telah menyelamatkan jiwanya ini, dia ingin tahu siapakah nona ini dan darimana asal-usulnya, Dia benar2 cantik molek, Tian Pek tahu dirinya bukan orang yang gila perempuan, apalagi dirinya mengemban tugas membalas dendam, kini dirinya dalam keadaan luntang-lantung tanpa tempat meneduh, dalam keadaan merana ia harus menghadapi godaan cinta Wan-ji. Buyung Hong. Hoan Soh-ing, Kim Cay-hong.... gadis2 itu sama jatuh cinta padanya dan terasa sukar menyelesaikannya, masa sekarung harus bertambah lagi keruwetan baru? Istimewa sekali gaya nona itu sewaktu mengatur pernapasan, ia tidak duduk bersila, melainkan duduk dengan sebelah kakinya menekuk, kaki yang lain diluruskan kedepan, tangan menopang dagu, bulu mata panjang menaungi matanya yang jeli dengan senyum manis menghiasi bibirnya. Lesung pipinya kelihatan nyata, begitu indah menawan gayanya mirip sebuah lukisan wanita cantik yang sedang tidur. Dilihatnya kabut putih tipis menguap dari telinga, hidung serta bibirnya, kabut putih itu membumbung ke atas dan menggumpal di atas kepala membentuk tiga kuntum awan yang berbentuk seperti bunga. Ditinjau dari semua itu, jelas Lwekang si nona sudah mencapai puncak kesempurnaan yang tak terkirakan. Nona itu terlalu cantik, begitu cantik hingga sukar dilukiskan, walaupun tiada pikiran jahat yang melintas dalam benak Tian Pek, namun tanpa terasa iapun memandangnya dengan terbelalak. Mendadak nona itu membuka matanya dan terseuvum manis, senyuman yang menggiurkan dan mesra. Terguncang hebat perasaan Tian Pek. Pelahan nona itu meluruskan kedua kakinya, lalu bangkit dan menghampiri Tian Pek, dengan pelahan dia meraba tubuhnya. Hangat dan halus belaian tangan si nona. Tian Pek merasa peredaran darahnya bertambah cepat dan makin bergolak, ia hampir tak sanggup mengendalikan perasaan lagi .... Tiba2 si nona membisikannya.

   "Agar lukamu cepat sembuh, biarlah kukorbankan sebagian tenaga murniku untuk mengobati kau, sekarang salurkanlah tenagamu untuk mengiringi aliran hawa murniku!"

   Tian Pek merasa malu sendiri, mukanya menjadi panas, pikirnya.

   "Wahai Tian Pek, engkau menganpgap dirimu sebagai seorang laki2 sejati, seharusnya kau tidak boleh sembarangan berpikir. Orang lain bermaksud baik hendak menyembuhkan lukamu tapi kau...."

   Berpikir sampai disini, segera ia tarik kembali pikiran busuknya dan membersihkan pikirannya dari segala maksud jahat, perhatian dipusatkan jadi satu dan hawa murnipun disalurkan menyusuri badan.

   Ia merasa si nona mulai meraba tubuhnya, segulung hawa panas segera menyusup dan mengelilingi seluruh badannya.

   Kedua telapak tangan gadis itu meraba kian kemari tiada hentinya, Tian Pek merasakan badan bertambah nyaman dan segar, begitu nyaman sampai rasa sakit pada lukanya tidak terasa lagi.

   Ketika terapi penyembuhan itu mencapai puncaknya, tiba2 gadis itu mengerut dahi dan berhenti meraba, telinganya menangkap sesuatu yang mencurigakan, hawa napsu membunuh seketika menyelimuti seluruh wajahnya.

   


Elang Pemburu -- Gu Long /Tjan Id Kait Perpisahan -- Gu Long Kembalinya Sang Pendekar Rajawali -- Chin Yung

Cari Blog Ini