Ceritasilat Novel Online

Hikmah Pedang Hijau 11


Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long Bagian 11



Hikmah Pedang Hijau Karya dari Gu Long

   

   Selagi Tian Pek heran oleh perubahan air muka si nona, mendadak ia meraih topeng dan dipakainya, sekali melejit ia terus melesat keluar kelenteng itu.

   Kecantikan nona itu memang luar biasa, dikala tersenyum bahkan bagaikan bunga yang sedang mekar, tapi bila air mukanya berubah, maka seramnya membikin orang bergidik, terutama tingkah lakunya yang serba misterius, serba rahasia asal-usulnya, mau tak-mau membuat Tian Pek menjadi takut.

   Ia coba memeras otak pula untuk menyelami asal-usul gadis itu, ia ingat kembali apakah di dunia persilatan pernah ada tokoh seorang gadis cantik yang bertopeng setan begini? Jangan2 dia adalah orang yang dikirim musuhnya untuk mencelakainya? Tapi jelas hal ini tak mungkin terjadi, sikapnya sangat baik, malahan dia bersedia mengorbankan hawa murninya untuk mengobati luka yang dideritanya, kalau dia orang yang dikirim musuh, kenapa dia malah bantu menyembuhkan lukanya? ....

   Begitulah selagi macam2 pikiran berkecamuk dalam benak Tian Pek, tiba2 terdengar kain baju berkesiur, menyusul sesosok bayangan orang melayang masuk ke dalam ruangan.

   Tian Pek mengira gadis cantik yang misterius itu telah kembali, semula ia tidak menaruh perhatian, akan tetapi setelah orang itu berada di depannya barulah ia terperanjat.

   Ternyata pendatang ini bukan gadis cantik itu, melainkan seorang pemuda pelajar tampan berbaju putih.

   Tahun baru adalah musim dingin, meski Tian Pek tidur beralaskan onggokan rumput kering dan berselimut masih juga terasa dingin.

   tapi pemuda pelajar ini justeru membawa kipas lempit sehingga kelihatan sangat menyolok dan janggal.

   Agak tercengang Tian Pek menyaksikan kehadiran orang yang tak dikenal ini.

   Pemuda baju putih itu lantas tertawa dan menyapa.

   "Anda asyik benar ditemani Hong-gan-mo-li (iblis wanita berwajah cantik), tampaknya kau menjadi lupa daratan."

   "Mengapa anda berkata demikian? ..."

   Seru Tian Pek dengaa bingung. Pemuda berbaju putih itu mengetuk kipas peraknya di atas telapak tangan kirinya, lalu menjawab.

   "Perempuan cantik tak lebih cuma tengkorak yang berdaging, kecantikan perempuan juga seperti ulat yang berbisa, sebelum kau sadar dari impian indahmu, mungkin kau sudah akan menjadi setan gentayangan di kelenteng bobrok ini!"

   "Apa artinya perkataanmu ini?"

   Sekali lagi Tian Pek bertanya dengan terkejut.

   "Kecantikan dan perempuan sebetulnya tenyata kosong belaka, lautan kesengsaraan tak bertepi, berpaling adalah daratan... ."

   Kata pula pemuda baju putih itu seperti khotbah seorang pendeta.

   Tian Pek benar2 dibikin bingung oleh perkataan orang.

   "Apabila anda ingin memberi sesuatu petunjuk, harap bicaralah terus terang mengapa pakai istilah2 yang membingungkan orang ..."

   "Hahaha?"

   Pemuda baju putih itu ter-bahak2.

   "Benarkah kau tidak kenal perempuan iblis itu? Berani kau bermesraan dengan dia?!"

   Tentu saja Tian Pek tidak mengetahui asal usul gadis cantik yang serba misterius itu, tapi bagaimanapun juga orang telah menyelamatkan jiwanya, maka ia tak menaruh prasangka jelek atas nona itu.

   Kini cara bicara pemuda baju putih ini seperti main teka-teki diam2 ia tidak senang.

   "Bila tak ada urusan lain, silakan anda tinggalkan saja tempat ini!"

   Demikian kata Tian Pek.

   "Maaf, Cayhe sedang sakit dan tiada nafsu untuk berbicara dengan anda."

   "Aku hanya bermaksud baik saja padamu, tak tahunya malahan menimbulkan salah paham! Baiklah, kalau kau belum tahu, biarlah kukatakan terus terang padamu, iblis perempuan itu tak lain adalah 'Ang-hun-ko-lau-mo-kui-kiau-wa' (Boneka cantik iblis sakti siluman tengkorak)! Gembong iblis nomor wahid di kolong langit dewasa ini, tahu tidak?"

   Tidak kepalang kaget Tian Pek demi mendengar keterangan ini.

   "Sungguhkah perkataanmu?"

   Ia menegas.

   "Buat apa kubohongi kau? Sejak dari 'pulau iblis' di lautan timur sana kukuntit iblis ini, masa keteranganku ini dapat keliru?"

   "Ah, tak kusangka dia adalah...tak kusangka ....sungguh sukar untuk dapat dipercaya ...."

   Perlu diketahui.

   Ang-hun-ko-lau, Kui-bin-kiau-wa (Tengkorak cantik, boneka bermuka setan) adalah seorang gembong iblis yang namanya sangat termashur di dunia persilatan sejak puluhan tahun yang lalu.

   wajahnya memang cantik jelita bak bidadari kahyangan, akan tetapi hatinya kejam melebihi ular berbisa, ilmu silatnya sangat tinggi hingga sukar diukur, tabiatnya juga sangat cabul dan dengki, setiap lelaki tampan tentu akan ditawannya untuk dipikat dan dirayu, bila kurang mencocoki seleranya laki2 itu lantas dibunuhnya.

   Pantangannya yang terbesar adalah bertemu gadis cantik, perempuan cantik yang ditemuinya pasti dibunuhnya dengan cara keji, bukan saja matanya dicukil dan lidahnya dipotong, wajah mereka yang cantik dirusak hingga tak berwujud manusia lagi, dalam keadaan begitu baru korban ditinggalkan dan membiarkannya sekarat dan akhirnya mati.

   Oleh karena kekejamannya, meskipun belum lama ia muncul di dunia Kangouw, namun seluruh dunia sudah digemparkan oleh kecabulan serta kekejamannya, akan tetapi karena ilmu silatnya terlalu tinggi, jarang sekali ada orang yang sanggup menandinginya.

   Itulah sebabnya hanya dalam beberapa tahun saja banyak sekali muda mudi yang hancur masa depannya dan tewas secara mengerikan di tangan perempuan berhati iblis ini.

   Bukan saja jago muda dari kalangan hitam yang menjadi korban, seringkali jago muda dari golongan putih pun terbunuh.

   lama2 kejadian ini menimbulkan kegusaran semua pihak, baik jagoan dari golongan putih maupun dari kalangan hitam sama membencinya, akhirnya bergabunglah semua kekuatan dunia persilatan uutuk ber-sama2 menumpas perempuan blis itu, dalam suatu pertarungan yaug sengit di puncak Thay-san, akhirnya iblis itu berhasil melarikan diri dari kepungan.

   Dalam pertarungan sengit itu banyak juga korban di pihak delapan perguruan besar serta kawanan jago Lok-lim dari tujuh propinsi di selatan dan enam propinsi di utara.

   Sebab itulah maka akhir2 ini nama Su-tay-kongcu semakin menonjol dan menjagoi Bu-lim tanpa kesukaran.

   Sejak itu pula tengkorak cantik gadis bertopeng setan itupun lenyap dari keramaian dunia.

   Ada orang mengatakan ia tewas akibat luka parah yang dideritanya, ada pula yang mengatakan ia bertapa di "pulau iblis"

   Di lautan timur, tapi bagaimanapun tak seorang yang tahu jelas, Tahun berganti tahun, kejadian yang menggemparkan itupun sudah dilupakan orang, kalau ada yang mengungkap kembali juga cuma dijadikan kisah menarik belaka di waktu senggang.

   Tian Pek pernah mendengar cerita itu dari para Piausu tua di perusahaan pengawalan dulu, tapi mimpipun ia tak menyangka gadis cantik yang telah menyelamatkan jiwanya itu adalah tengkorak cantik gadis bertopeng setan, bisa dibayangkan betapa terkesiapnya.

   Cuma saja ada satu hal ia merasa sangsi, gadis yang menyelamatkan jiwanya itu masih amat muda, mungkinkah dia ini gembong iblis yang pernah menggemparkan dunia persilatan pada puluhan tahun yang lalu? Maka sambil tertawa ia berkata.

   "Apakah ucapanmu ini dapat membuat aku percaya?"

   "Ya, kutahu kau takkan percaya pada perkataanku, tapi kelak bila kau percaya mungkin waktu itu sudah terlambat bagimu,"

   Demikian kata pemuda itu.

   Mendadak terdengar orang mendengus di belakang.

   cepat pemuda berbaju putih itu berpaling, entah sedari kapan gadis bertopeng setan itu sudah berdiri di tengah ruangan.

   Topeng yang bermuka hijau dan berambut merah serta bertaring menutupi seraut wajah yang cantik jelita, kecuali perawakannya rada pendek dan kecil ia memang persis seperti iblis yang menakutkan.

   Untung Tian Pek pernah menyaksikan wajah aslinya, kalau tidak, pasti takkan tersangka bahwa makhluk aneh seperti setan ini sebenarnya adalah penyaruan seorang gadis jelita.

   Dengan suara dingin menyeramkan gadis bertopeng setan itu menjengek.

   "Hm, sudah kuduga pasti kau inilah yang ngacau, Huuh, selicik-liciknya akal busukmu jangan harap bisa membohongi aku, cuma akupun merasa heran, apa sebabnya kau selalu membuntuti kepergianku dan selalu saja mengacau dan mengganggu kegembiraanku. Sebenarnya apa maksudmu?"

   Pemuda berbaju putih itu tidak menjawab, mendadak ia melancarkan suatu pukulan dahsyat.

   "Blang,"

   Gadis bertopeng menangkis pukulan itu, benturan keras mengguncang sekelilingnya, pelita di atas meja ikut tersampuk padam.

   Suasana menjadi gelap gulita, pertempuran berlangsung semakin gencar, Tian Pek berbaring dan tak dapat mengikuti jalannya pertarungan itu dengan jelas, tapi ia dapat merasakan betapa ttaam dan hebatnya desingan angin pukulan kedua pihak.

   Di tengah kegelapan, mendadak terdengar gadis bertopeng setan itu membentak nyaring.

   "Kau ingin lari lagi!...." Menyusul angin pukulan semakin men-deru2, tampaknya si gadis bertopeng setan telah mempergencar serangannya. Tiba2 si pemuda baju putih berseru.

   "Maaf, aku tak dapat menemani terlalu lama! Tapi kaupun jangan keburu bangga dulu, bila Hay-gwa-sam-sat (tiga malaikat bengis dari lautan) tiba, saat itulah ajalmu akan tiba."

   Ata terakhir kedengaran berkumandang dari puluhan kaki jauhnya, jelas pemuda baju putih itu sudah berhasil kabur keluar kelenteng dengan kecepatan luar biasa.

   "Hm, sampai ke ujung langitpun akan kubekuk kau!"

   Terdengar suara gadis bertopeng setan menggema dikejauhan.

   Diam2 Tian Pek menjulurkan lidah saking kagumnya, sungguh cepat sekali gerak tubuh mereka dan sukar dicari bandingannya.

   Suasana dalam kelenteng kembali hening, dengan pikiran kalut Tian Pek berbaring sendirian disitu, ia merasa sudah banyak pengalaman aneh yang dialaminya selama ini, tapi pertemuannya dengan gadis bertopeng setan serta pemuda berbaju putih inilah terhitung pengalaman yang paling aneh dan membingungkan.

   Ia pikir bila gadis bertopeng setan itu benar adalah Tengkorak cantik gadis topeng setan seperti apa yang dikatakan pemuda berbaju putih itu, maka aku harus bersyukur dapat terhindar dari cengkeramannya.

   Tapi kalau dipikir lagi hal inipun tak mungkin terjadi.

   Iblis keji itu sudah tersohor sejak puluhan tahun berselang, masa ia masih begitu muda dan kecil? Siapapun tak akan percaya.

   Juga pemuda berbaju putih yang tak dikenalnya itu mengapa sengaja datang membongkar rahasia gadis itu dengan menempuh bahaya? adahal setelah kepergok gadis bertopeng segera pula pemuda itu berusaha melarikan diri dan menggunakan nama Hay-gwa-sam-sat untuk me-nakuti si nona, siapa gerangan Hay-gwa-sam-sat yang dimaksudkan itu? Semakin dipikir Tian Pek semakin bingung, akhirnya dia anggap baik si gadis bertopeng setan maupun pemuda yang berbaju putih, keduanya bukan orang baik2, gerak-gerik mereka mencurigakan, asal-usulnya dirahasiakan, namapun sungkan dikatakan, semuanya serba tidak beres, bila terjatuh didalam cengkeraman mereka, tentu lebih banyak celaka daripada selamatnya.

   "Daripada menanggung derita di tangan mereka, lebih baik kucari tempat bersembunyi lain untuk merawat lukaku? Bila luka sudah sembuh, segera kucari jalan untuk membalaskan dendam ayah."

   Begitu timbul keinginan kabur, serta merta Tian Pek menggerakkan tangan kakinya dan rasa sakit ternyata sudah hilang ia mengerahkan pula hawa murninya dan terasa bisa terhimpun, betapa girangnya anak muda itu, ia tahu berkat pertolongan si nona bertopeng setan itu ia telah sehat kembali.

   Tapi ketika ia bangkit berduduk, seketika ia tertegun bingung.

   Kiranya ketika tak sadar, ia tak merasa tubuhnya dalam keadaan telanjang bulat.

   pakaiannya entah sejak kapan sudah dibelejeti.

   Dalam kagetnya Tian Pek coba meraba sekujur badannya, kecuali lengan dan kakinya yang dibalut dengan kain, boleh dibilang ia betul2 dalam keadaan telanjang bulat.

   Kejut Tian Pek sukar dilukiskan, cepat ia meraba disanasini, akhirnya di tengah kegelapan ia berhasil menemukan bajunya, cuma pakaian itu sudah ter-koyak2 tak keruan.

   Sekarang Tian Pek baru mengerti, rupanya untuk membalut dan mencabut keluar senjata rahasia yang bersarang di tubuhnya, gadis bertopeng itu telah merobek bajunya.

   Teringat dirinya dibelejeti hingga bugil oleh seorang nona jelita, tanpa terasa muka Tian Pek menjadi merah.

   Tapi ada sesuatu yang membuatnya terlebih cemas daripada rasa malunya itu, yakni kitab pusaka Thian-hud-pit-kip yang dipandangnya lebih berharga daripada jiwanya kini ikut lenyap.

   Cepat ia meraba tempat lain, Pedang Hijau Bu-ceng-pek-kiam juga lenyap tak berbekas.

   aking gusarnya Tian Pek mencaci-maki kalang kabut Setelah mengetabui pedang pusakanya diambil orang, niatnya untuk kabur seketika lenyap, sekarang dia malah ingin menentui gadis bertopeng setan itu untuk menuntut kembali kitab pusaka Thian-hud-pit-kip serta Pedang Hijau.

   Pakaiannya sudah jelas tak mungkin bisa dikenakan lagi, dengan hati mendongkol ia merobek kain selimutnya menjadi beberapa potong lalu diikat di tubuh dengan kain bajunya yang robek, meski bentuknya menjadi lucu sekali, tapi paling sedikit bagian vital di tubuh dapat ditutupi dan juga untuk menolak hawa dingin.

   Selesai berdandan, dengan langkah cepat dia menyusup keluar, terlihat bulan telah condong ke barat, sinar yang bening menyoroti kelenteng yang bobrok itu menciptakan suatu pemandangan yang suram.

   ian Pek tak tahu kelenteng ini berada dimana, tapi segera ia menuju ke arah pergi pemuda baju putih serta si gadis bertopeng tadi.

   Beberapa li telah ditempuhnya tanpa terasa, namun tiada sesuatu tanda yang dilihatnya, yang melintang di depan mata adalah sebuah suugai yang lebar.

   Gemerlapan air sungai dengan suaranya yang men-debur2, tapi tiada bayangan seorangpun yang kelihatan.

   Tian Pek mengira dia salah arah, baru saja dia akan putar balik ke tempat semula, dari tepi sungai sebelah kiri sana mendadak terdengar suara langkah orang yang semakin dekat.

   Dari suaranya, Tian Pek menduga jumlah pendatang pasti lebih daripada satu dua orang, tergerak pikirannya, cepat ia menyusup ke balik semak2 dan bersembunyi.

   Di bawah cahaya rembulan yang terang, dengan jelas anak muda itu dapat menyaksikan munculnya serombongan orang dari balik alang2 di tepi sungai sana.

   Panjang juga barisan itu, ada berpuluh orang jumlahnya, semua bertubuh kekar, pada masing2 bahu mereka memanggul sebuah peti yang tampaknya berat sekali.

   Setiba di tepi sungai, orang2 itu menurunkan peti dan menyusunnya dengan rapi.

   Kebetulan Tian Pek bersembunyi dekat dengan tumpukan peti itu, maka semua dapat terlihat dengan jelas.

   Mereka terdiri dari laki2 kekar berpakaian ringkas, malahan diantaranya adalah jago pengawal berseragam yang sudah dikenal oleh Tian Pek.

   "Ah, bukankah mereka ini jago istana keluarga Kim?"

   Demikian ia membatin.

   "Kenapa di tengah malam buta begini mereka menggotong peti sebanyak ini ketepi sungai? Tampaknya juga bukan pindah rumah, sungguh aneh ..."

   Sementara Tian Pek masih ragu, terdengar seorang pengawal dengan napas ter-engah2 berkata.

   "Entah apa yang hendak dilakukan majikan kita ini? Tengah malam buta begini kita diperintahkan mengangkut peti2 berat ini ketepi sungai, tampaknya bukan pindah rumah, tapi kenapa barangnya diangkut semua kemari ... ."

   "Ssst, Lo-su! Masa kau tidak tahu?"

   Bisik rekannya dengan lirih.

   "kudengar orang2 yang kemarin dulu terkurung di dalam Sek-ki-tay-tin itu entah sebab apa tahu2 hari ini sudah kabur semua, mungkin majikan kita takut mereka akan datang membalas dendam, maka semua harta-benda diungsikan lebih dahulu, kalau tak kuat menahan serbuan musuh beliau dapat segera mengundurkan diri."

   "Ah, masa betul?"

   Seru pengawal pertama tadi dengan kaget.

   "Bukankah sering kita dengar, katanya barang siapa terjebak di dalam Sek-ki-tay-tin, maka selamanya tak bisa lolos? Kenapa orang2 itu bisa kabur?"

   "Disitulah letak keanehannya, kudengar Sek-ki-tay-tin digerakkan bukan atas perintah majikan kita, melainkan Beng-siauya yang melakukan sendiri, karena peristiwa tersebut majikan jadi marah besar, ia menuduh Beng-siauya telah mengacaukan rencananya, malahan karena peristiwa ini Beng-siauya telah disekap dalam sel."

   "Bukankah Beng-siauya selalu menuruti perintah majikan? kenapa kali ini dia melanggar perintah? Apakah dia sudah sinting?" "Memangnya kau anggap dia belum sinting? Kalau dia tak sinting, tak mungkin Kongcu dan Siocia ikut dijebak pula disana."

   Pengawal yang bernama Lo-su itu menggeleng kepala berulang kali, katanya pula.

   "Lantas apa sebabuna dia sampai melakukan perbuatan sinting itu?"

   "Kenapa lagi? Tentu saja disebabkan anak keparat she Tian itu. Sebenarnya Beng-siauya dan Siocia dibesarkan bersama dalam satu keluarga, hubungan mereka b*ak sekali, besar hasrat Beng-siauya akan menperisterikan Siocia, malahan majikanpun sudah menyetujui persoalan ini. Apa mau dikata, sejak kedatangan anak keparat she Tian itu mendadak sikap Siocia terhadap Beng-siauya jadi dingin dan tawar, sebaliknya hubungannya dengan orang she Tian itu bertambah mesra, maka Beng-siauya menjadi gusar tidak kepalang, dalam suatu pertarungan sengit lengannya tertabas kutung oleh orang she Tian, tentu saja Beng-siauya tambah dendam dan benci. Dua hari yang lalu Beng-siauya bermaksud membalas dendam, siapa tahu ia malahan kena dipukul dan terluka oleh pemuda Tian, dari sakit hati Siauya menjadi sinting, pada kesempatan pemuda Tian berada dalam ruangan itulah. mendadak ia menggerakkan Sek-ki-tay-tin untuk membunuh saingan cintanya itu ...."

   Walaupun pelahan suara pembicaraan kedua orang itu, tapi berhubung Tian Pek bersembunyi dekat dengan mereka, maka semua pembicaraan tersebut dapat didengar olehnya dengan jelas.

   Tiba2 dari tepi pantai di seberang muncul cahaya lampu yang bergoyang kesana kemari, agaknya seorang diseberang sedang memberi tanda kepada orang yang ada di sebelah sini.

   Seorang laki2 berpakaian ringkas segera bersuit, lalu kepada rekan2nya ia berkata.

   "Bersiaplah, perahu hampir datang!"

   Dua orang pengawal yang sedang bercakap itupun menghentikan pembicaraan mereka.

   Suara dayung membelah air bergema di tengah kesunyian, bayangan perahu mulai mendekati pantai.

   Cepat sekali laju perahu itu, permukaan sungai yang luasnya puluhan tombak itu ternyata ditempuh dalam waktu singkat, menyusul munculnya perahu itu, belasan buah sampan juga bermunculan, rupanya sampan kaum nelayan.

   Pada sampan yang paling depan tampak seorang berduduk di atas sebuah kursi beroda, orang itu tak lain adalah Cing-hu-sin Kim Kiu.

   Setelah sampan menepi, orang2 yang berada di haluan sampan segera menggunakan gaetan untuk menghentikan perahu, sementara orang di daratan tadi segera menggotong peti2 itu dan diangkut ke atas perahu.

   Tersirap darah Tian Pek demi berjumpa dengan Cing-husin Kim Kiu, musuh besar yang membunuh ayahnya, dia tak sanggup mengendalikan emosinya lagi sambil membentak, secepat kilat ia melompat keiuar dari tempat sembunyinya.

   
Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Kim Kiu bangsat tua! Serahkan jiwa anjingmu! ...

   ."

   Teriaknya penuh kebencian, suatu pukulan dahsyat segera menabas tubuh kakek yang lumpuh itu.

   Kemunculan Tian Pek sangat mendadak, cepat pula serangannya, sebelum kawanan jago yang ada didaratan mengetahui apa yang terjadi, tahu2 Tian Pek sudah menerjang musuh.

   Mimpipun Cing-hu-sin Kim Kiu tidak menyangka bakal disergap dalam keadaan begitu, dalam gugupnya ia masih sempat menangkis datangnya serangan tersebut.

   Hikmah Pedang Hijau Wu Qing Bi Jian (Swordman Journey ) Karya .

   Gu Long Saduran .

   Gan KL Scan djvu .

   axd002 Sumber djvu .

   dimhad Edited .

   kolaborasi di dimhad (Lovecan, Agam, MCH, Lavender, edisaputra, dll) Ebook oleh .

   Dewi KZ

   

   Tiraikasih Website
http.//kangzusi.com

   
http.//dewikz.byethost22.com

   
http.//cerita-silat.co.cc/
http.//ebook-dewikz.com

   Jilid 16

   "Blang!"

   Di tengah beoturan keras, kursi berodanya berputar dan hampir saja tercebur ke dalam sungai.

   Untung banyak sekali jago2 pengawal berada di belakang kursi beroda ltu, cepat mereka menahan kursi tersebut, sekalipun demikian, akibat guncangan hebat perahu itu lantas terdorong meninggalkan pantai.

   Betapa gusar dan kejut Cing-hu-sin Kim Kiu setelah menyaksikan rahasianya terbongkar, dengan suara keras ia berteriak.

   "Cepat bekuk mereka, satupun jangan terlepas, bunuh tanpa perkara!"

   Rupanya ia tidak tahu banyak musuh yang datang, maka dia memberi perintah begitu.

   Diam2 Tian Pek menyesal karena terburu napsu, kini Cing-hu-sin telah kabur ke tengah sungai, tak mungkin lagi baginya untuk menyeraog lagi.

   Dalam pada itu belasan laki2 kekar tadi telah menurunkan peti mereka serta mengepungnya.

   Dengan tubuh hanya dibungkus dengan robekan kain selimut, Tian Pek tidak gentar menghadapi musuh.

   Sementara itu kawanan Busu ( jago silat ) teiah mengepung maju, setelah tahu bahwa lawan hanya Tian Pek seorang, keberanian mereka bertambah besar, diiringi suara bentakan, empat pengawal berbaju perang segera putar pedang dan menusuk anak muda itu.

   Dengan gesit Tian Pek putar badan menghindari serangan itu, telapak tangannya menyapu ke depan kontan empat pengawal itu menjerit dan mencelat.

   Terkejut kawanan Busu lainnya, serentak mereka menghentikan gerak majunya, nyata mereka menjadi jeri oleh perbawa Tian Pek yang sekali serang merobohkan empat orang itu.

   Tiba2 terdengar siulan nyaring, sesosok bayangan hitam melambung ke udara, sesudah berputar satu lingkaran mendadak menukik dan menerkam Tian Pek laksana burung rajawali menerkam mangsanya.

   Dari gaya serangannya segera Tian Pek mengenali orang ini adalah Tiat-ih-hui-peng (rajawali sakti bersayap baja) Pah Thian-bo, salah seorang di antara "sepasang pengawal baja".

   Semenjak mendapat ajaran ilmu sakti seratus hari dari Sin-lu-tiat-tan, kepandaian Tian Pek sudah maju pesat, makin besar juga ia percaya pada diri sendiri, kendatipun tahu bahwa Tiat-ih-hui-peng adalah jago utama istana keluarga Kim, pula mempunvai "baju sakti bersayap baja"

   Yang dapat membantunya melambung ke udara, namun Tian Pek sama sekali tak gentar, Ketika musuh menubruk turun.

   bukannya berkelit atau menghindar, Tiap Pek malahan menyongsong ancaman tersebut dengan suatu pukulan dahsyat.

   Dua kekuatan kebentur dan menerbitkan suara gemuruh.

   Tian Pek tidak tergetar oleh benturan tersebut dan tetap berdiri di tempat, sebaliknya Tiat-ih-hui-peng yang berada di udara terpental dan berjumpalitan beberapa kali, lalu ia kuncupkan sayap dan melayang turun.

   Kejadian ini sangat mengejutkan kawanan jago istana Kim yang hadir di sekitar tempat itu, mereka tahu ilmu silat Tiat-ih-hui-peng sangat tangguh, jarang ada kekuatan yang mampu menahan gempurannya, tapi kini jago mereka ternyata menelan pil pahit yang mengenaskan.

   Setiba di permukaan tanah, Tiat-ih-hui-peng mengebas sayap bajabya, dalam kegelapan tak kelihatan bagaimana air mukanyu, tapi dapat diduga ia pun terkejut, ia sedang mengatur pernapasan untuk mempersiapkan serangan kedua.

   Berpuluh lentera mendadak menyala di atas sampan, cahaya yang terang itu menyorot ke arah Tian Pek.

   Di bawah cahaya lampu, semua orang dapat melihat jelas dandanan Tian Pek yang lucu itu, tubuhnya hanya dibungkus dengan robekan selimut, ikat pinggangnya cuma beberapa helai kain baju, bukan &aja tanpa bersepatu.

   malahan sebagian tubuhnya juga telanjang.

   Akan tetapi wajahnya yang cakap kelihatan kereng.

   Sebagian besar jago istana Kim kenal siapa dia, hampir semuanya bersuara heran.

   "He, dia ..."

   Cing-hu-sin Kim Kiu yang berada di perahunya dan berteriak lantang.

   "Tangkap bangsat cilik itu, jangan sampai kabur, tangkap dia!"

   Berpuluh orang dengan senjata terhunus segera bergerak maju, dalam waktu singkat Tian Pek terkepung rapat, namun tak seorangpun yang berani turun tangan lebih dahulu.

   Terdengar gelak tertawa menggema, seorang kakek bungkuk tampil ke depan.

   Inilah dia Tiat-pi to hong Kongsun Coh.

   Ia menghampiri Tian Pek, tegurnya.

   "Hahaha, saudara cilik. hanya beberapa hari tak bertemu, rupanya ilmu silatmu telah mendapat kemajuan lagi. Haha, ada satu persoalan ingin kutanyakan padamu apakah kau bersedia memberi jawaban?" Selama berada di istana keluarga Kim, beberapa kali Tian Pek mendapat bantuan dari kakek bungkuk ini, dengan sendirinya ia pun bcrkesan baik padanya. Maka dengan menahan rasa dendam yang berkobar ia menjawab.

   "Persoalan apa yang hendak Kongsun cianpwe bicarakan?"

   "Istana keluarga Kim menerima dirimu sebagai tamu terhormat, apa sebabnya saudara malahan memusuhi kami?"

   "Kongsun-cianpwe mungkin tidak tabu. Ayah-ku dibunuh oleh Cing-hu-sin Kim Kiu, dia adalah musuhku, dengan sendirinya aku ingin menur.tut balas, walau begitu aku masih bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah, barang siapa tidak tersangkut dalam peristiwa itu, akupun tak ingin memusuhi dia, Kongsun-cianpwe, bila engkau bersedia cuci tangan di dalam persoalan ini, aku Tian Pek niscaya takkan memusuhi dirimu!"

   "Apakah aku boleh tahu siapakah mendiang ayahmu?"

   Tanya Kongsuo Coh dengan melengak.

   "Tidak pantas seorang anak menyebut nama ayahnya, tapi kalau Cianpwe ingin tahu, terpaksa kukatakan, mendiang ayahku tak lain adalah Pek lek-kiam Tian In-thian!"

   "O, maaf.

   maaf, kiranya saudara cilik ini keturunan Tian-tayhiap ..."

   Di tengah kegelapan terdengar tuara dayung membelah air, Tian Pek kuatir Cing-hu-sin Kim Kiu kabur, cepat dia berseru.

   ' Perkataanku sudah cukup jelas, Kongsun-cianpwe tentunya bersedia untuk cuci tangan di dalam persoalan ini bukan?" Tiat pi-to liong mengunjuk wajah serta salah, ia menjadi ragu2.

   Sementara itu Tian Pek dapat menangkap suara dayung yang kian menjauh, tapi cahaya lampu yang menyorot terang itu membuatnya silau sehingga sukar melihat keadaan sana, segera ia membentak keras.

   "Bangsat tua Kim Kiu, jangan coba kabur.. ..

   "

   Dengan cepat dia menubruk ke tepi sungai.

   Tiat-pi-to-liong adalah jago yang mengutamakan setia kawan serta kebenaran, tentu saja iapun tabu siapa Pek lek-kiam Tian In-thian, sejak anak muda itu menyebutkan asal-usulnya, ia sudab mengambil keputusan untuk mengundurkan diri dari persoalan ini.

   Tapi dia bekerja dan terima upah, dia harus tahu kewajiban, maka ia menjadi ragu, melihat Tian Pek hendak bertindak pula, cepat ia berseru.

   "Nanti dulu, saudara cilik, dengar dulu perkataanku"

   Berbareng itu cepat ia mencengkeram ke arah Tian Pek.

   Tian Pek mengira Tiat-pi-to-liong sengaja menyerangnya, sedang musuh tampak akan kabur, tanpa pikir ia lantas menghantam.

   Tiat-pi-to-liong tidak menduga Tian Pek akan melancarkan serangan balasan, iapun tak menyangka anak muda itu memiliki gerakan tubub secepat itu, sedikit meleng jari tangan Tian Pek tahu2 sudah mengancam Kwan-goan-hiat sikunya.

   Kwan-goan-hiat adalah Hiat-to penting, kalau kena tertutuk, lengan itu akan lumpuh dan tak bisa digunakan lagi, ia jadi terkejut bercampur gusar.

   Dia terkejut lantaran usia Tian Pek begitu muda ternyata memiliki ilmu silat sehliay itu, dia marah karena maksud baiknya malahan dibalas pemuda itu dengan serangan mematikan.

   Sebagai seorang jago tua yang tinggi hati, tentu saja ia marah diperlakukan macam begitu, dia anggap lawan menghinanya, karena gusar dan mendongkolnya, mendadak ia balas menghantam punggung Tian Pek.

   Serangan yang dibalas dengan serangan ini merupakan pertarungan adu jiwa, bila Tian Pek tidak segera membatalkan ancamannya, sekalipun dia berhasil merusak lengan kanan Tiat-pi-to-liong, akan tetapi punggungnya juga akan termakan oleh pukulan maut musuh dan jiwanya pasti akan melayang.

   Tian Pek tahu bahaya ancaman maut itu, ia tidak bermaksud mengadu jiwa dengan kakek bungkuk itu, pada saat terakhir tiba2 ia tarik kembali serangannya, lalu melaysng jauh ke samping.

   Tiat-pi-to-liong semakin gusar, teriaknya dengan marah.

   "Saudara cilik, begini pongah sikapmu, apakah kau merasa ilmu silatmu teramat tinggi, ingin kucoba beberapa jurus seranganmu!"

   Sepuluh jari tangannya lantas dipentang lebar2, secepat kilat ia menubruk maju pula.

   Tian Pek terkesiap, dia tak berani menyambut serangan itu dengan keras lawan keras, segera ia melayang ke samping untuk menghindar.

   Belum sempat Tian Pek berdiri tegak, desingan angin tajam menyambar pula dari belakang, ia tahu ada orang menyergap, ia tak sempat berpaling, cepat ia menangkis ke belakaug.

   "blang!"

   Benturan keras terjadi, begitu dahsyatnya hingga lengan Tian Pek terasa kaku kesemutan, darah bergolak, ia tergentak mundur tiga langkah. "Kuat sekali tenaga pukulan orang ini, entah jago lihay darimana?"

   Pikir Tian Pek.

   Segera ia mengamati musuhnya, kiranya orang ini adalah Tiat ih-hui-peng, orang tua ini berdiri tegak di depanuya sambil melotot gusar.

   Rupanya tatkala melancarkan sergapan dari udara pertama kali tadi, Tiat-ih-hui-peng hanya menggunakan enam bagian tenaga saktinya dan dia mcnderita kerugian, maka dalam sergapan yang kedua ini ia sertakan segenap kekuatannya.

   Tian Pek sendiri karena harus menyambut pukulan itu dengan ter-gesa2, tentu saja hawa saktinya tak mampu digunakan sampai pada puncaknya, tidak heran kalau ia kalah kuat dalam adu tenaga ini.

   Sementara Tian Pek terktjut, suara bentakan Tiat-pi-to-liong telah menggelegar lagi dari belakang, menyusul segulung angin pukulan mengancam tiba.

   Gusar Tian Pek karena harus menghadapi sergapan maut dua jago ternama, ia tidak gentar, malahan semangat tempurnya semakin berkobar, menyaksikan datangnya ancaman itu dia tidak menghindar ataupun berkelit, dengan ilmu Hong-lui pat-kiam ajaran Sin-lu-tiat-tan, ia menggunakan telapak tangannya sebagai pengganti pedang, dia bacok musuh dengan jurus Sim-hong-ci-lui.

   "Bluk!"

   Pukulan maut Tian Pek bersarang telak di punggung musuhnya yang bungkuk Kiranya Tiat-pi-to-liong telah dibikin gusar oleh Tian Pek, setelah serangan dengan jurus Ciong-liong-si-jiau (naga sakti unjuk cakar) berhasil di-hindari lawan, sebagai orang yang pemberang, kegusarannya makin memuncak, ketika dilihatnya pemuda itu sedang menyambut pukulan rekannya Tiat-ih-hui-peng, dengan keras lawan keras, segera ia pun menghantam punggung Tian Pek dengan jurus Ciang-liong-tham-hay (naga selulup ke laut).

   Maksudnya hendak mencengkeram punggung musuh, apa mau dikata gerakan Tian Pek terlampau cepat, bukan dia yang berhasil, bacokan lawan yang malahan bersarang di punggungnya yang bungkuk.

   Sebagaimana julukannya, Tiat-pi to liong (naga bungkuk berpunggung baja) memiliki kekebalan pada punggungnya itu, dengan demikian sekalipun bacokan Tian Pek berhasil dengan telak tapi sama sekali ia tak terluka, malahan Tian Pek sendiri yang merasakan telapak tangannya jadi sakit.

   Walaupun demikian Tiat pi-to liong sendiri pun terpental oleh tenaga pukulan itu, setelah sempoyongan beberapa puluh langkah dia baru berhasil mengembalikan keseimbangan badannya.

   Dapat dibayangkan betapa gusarnya Tiat-pi to liong karena berulang kecundang, semenjak terjun ke dalam dunia persilatan, belum pernah ia menderita kekalahan sehebat ini, dalam gusarnya cepat ia menerkam ke depan pula, kakinya secepat kilat menendang lambung Tian Pek dengan jurus Liong-jut-jim tam (naga sakti muncul dari telaga).

   Malahan telapak tangan kirinya segera pula hendak mencukil kedua mata pemuda itu dengan gerakan Siang liong-ciang-cu (sepasang naga berebut mutiara), satu gerakan dengan tiga serangan yang berbeda, benar2 ancaman yang mengerikan.

   Tian Pek menghadapinya dengan tenang, ia keluarkan ilmu langkah Kiu-kiu-kui-goan untuk menghadapi musuh, gerakanoya seperti maju tapi tidak maju, mundur bukan mundur, namun serangan gencar musuh jangan harap akan menyentuh tubuhnya.

   Ilmu langkah inipun ajaran oleh Sin-lu-tiat-tan khusus untuk mengalahkan Ni-gong-hoan-ing, ilmu khas andalan Sin-kau Tiat Leng dan ternyata kepandaian ini juga bermanfaat dipakai untuk menghindari tiga serangan berantai dari Tiat pi-to-liong barusan.

   Setelah Tian Pek unjuk kepandaian tangguhnya, baru semua jago terkejut, semua orang heran dan terbelalak.

   Tian Pek sendiri sama sekali tidak menggubris keheranan lawannya, dengan enteng bagaikan awan bergeirak diangkasa ia maju tiga langkah ke kiri, mundur tiga langkah ke kanan, tiap tiga langkah kali tiga langkah ia segera berputar kembali ke tempat semula, ternyata tubuhnya selalu berkisar di tempat semula, sekalipnn begitu semua serangan gencar yang dilancarkan musuh berhasil dihindar dengan manis.

   Sekarang semua orang baru terbelalak dan melongo siapa yang tak heran melihat ketangguhan seorang pemuda macam Tian Pek? Melihat temannya sudah sekian lama tak berdaya terhadap anak muda itu, segera Tiat-ih-hui-peng pentang sayap dan ikut terjun di tengah gelanggang.

   Sstelah sepasang pengawal baja turun tangan bersama baru terlihat kekuatan mereka yang ampuh dan serangan mereka makin berbahaya, satu dari udara dan yang lain dari daratan, pukulan demi pukulan dilancarkan dengan gencar dan dahsyat.

   Dalam keadaan begini Tian Pek terpaksa memberikan perlawanan dengan lebih gigih, kakinya bergerak dengan ilmu langkah Kiu-kiu-kui-goan, sementara tangannya memainkan jurus2 serangan Hong-lui-pat-kiam, meskipun tanpa menggunakan pedang, namun setiap bacokan telapak tangannya segera mematahkan setiap serangan musuh.

   Dalam waktu singkat tiga puluh gebrakan sudah lewat, namun keadaan tetap seimbang, siapapun tak berhasil mendesak mundur musuhnya.

   Tian Pek pernah menyaksikan kerja sama dari kedua pengawal baja ini ketika mereka menghadapi barisan bambu hijau kaum pengemis di bukit "dua belas gua karang", sekarang setelah mengalami sendiri kerubutan tersebut baru ia mengakui betapa hebatnya kerja sama mereka ini.

   Tiat-ih-hui-peng andalkan sayap bajanya selalu menerjang dan menubruk dari udara dengan pukulan beratnya, sementara Tiat-pi-to-liong yang berada d1 daratan melepaskan pukulan dan cakar mautnya dengan kekuatan mengerikan ditambah pula ilmu punggung bajanya yang tahan pukulan, terkadang Tian Pek tak mampu menghindarkan diri dan terpaksa harus melayani serangan keras lawan keras.

   Dalam waktu singkat Tian Pek sudah terlibat dalam suatu pertempuran yang harus memeras tenaga, berbicara soal tenaga dalam.

   walaupun harus menghadapi kerubutan kedua pengawal baja, sekuatnya ia masih mampu bertahan sehingga tak sampai kalah, akan tetapi berhubung pakaian yang dikenakan hanya sobekan kain selimut yang dibalutkan, setelah tersampuk angin pukulan musuh kain selimut itu jadi terlepas dari ikatan hingga gerak geriknya jadi kurang leluasa, ia kuatir kain penutup tubuhnya terlepas hingga badannya jadi telanjang, hal ini bisa membuatnya runyam.

   Ia bermaksud kabur saja, apa mau dikata kalau selimut itu se-akan2 membelenggu kakinya, sergapan Tiat-ih-huipeng dari atas juga selalu mengintai.

   Lama2 Tian Pek jadi gelisah bercampur panik terpaksa dia harus menggigit bibir dan meneruskan perlawanannya dengan gigih.

   Beberapa gebrakan kemudian, kain selimut pembalut tubuhnya sudah makin kendur, malahan separuh di antaranya telah merosot hingga di bawah perut, badan bagian atas jadi bugil, ini membuat gerak-geriknya semakin tidak leluasa tampaknya sebentar lagi ia bakal kalah ....

   Pada saat yang gawat inilah tiba2 terdengar bentakan nyaring, sesosok bayangan manusia dengan disertai kilatan cahaya tajam membelah udara menyusup ke tengah gelanggang.

   Tiat-ih hui-peng berpekik nyaring, bagaikan layang2 yang putus benangnya, tahu2 tubuhnya terlempar ke belakang dan jatuh di tempat lima-enam tombak jauhnya.

   Setelah merangkak bangun Tiat-ih-hui-peng melihat sebelah baju ajaib yang menjadi sayapnya itu telah patah satu.

   Pucat wajah orang tua itu, rasa kaget menghiasi mukanya, jelas ia merasa ngeri dan takut sebab sayap andalannya berhasil dipatahkan pendatang yang tak dikenal ini.

   Waktu ia mengamati, seorang manusia aneh bermuka hijau dan berambut merah dengan pedang terhunus berdiri angker di tengah gelanggang.

   Bagi Tian Pek tentu saja kemunculan manusia aneh ini tidak mengherankan, berbeda dengan kawanan jago dari istana Kim, mereka sama terkesiap.

   Tiat-pi-to-liong melihat rekannya kehilangan sebelah sayap, dalam kejutnya ia jadi gusar, sambil membentak, segera ia menghantam manusia aneh itu.

   Tenaga dalam Tiat-pi-to liong memarg lihay, ditambah pula serangan tersebut dilancarkan dalam keadaan gusar, makin dahsyat hawa pukulan yang terpancar.

   Seperti gulungan ombak samudera, angin pukulan itu langsung menerjang dada manusia aneh bermuka hijau dan berambut merah itu.

   Manusia aneh itu mendengus, dengan suatu gerakan enteng dia mengayunkan pula telapak tangannya untuk menangkis.

   "Blang!"

   Tiat-pi-to-liong tergetar sejauh lima langkah ke belakang.

   Jago bungkuk itu melotot, ia tak menduga musuhnya akan begini tangguh, mukanya merah padam dan cambangnya pada berdiri kaku bagaikan duri landak, dia tambah murka.

   Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Setelah tertegun sejenak tiba2 ia membentak, seperti roda kereta, mendadak ia menyeruduk manusia aneh bermuka hijau itu dengan punggung bajanya yang keras.

   "Kau cari mampus!"

   Hardik manusia aneh bermuka hijau itu sambil tertawa.

   Baru habis ucapannya, Pedang Hijau di genggamannya tiba2 menusuk ke depan dan "Crasss", dengan telak pedang menikam punggung Tiat pi-to liong itu.

   Jago bungkuk itu menjerit kesakitan, jeritan keras bagaikan longlong srigala di tengah malam buta, ia sempoyongan sejauh beberapa kaki sebelum berhasil berdiri tegak, darah segar bagaikan pancuran segera menyembur keluar dari punggungnya yang terluka itu.

   Ilmu kebal Bang-yu-ceng-gi (hawa sakti kerbau dungu) yang dimiliki Tiat-pi-to-liong bukan saja membuat badannnya kebal senjata, terutama sekali punggungnya amat keras melebihi baja, siapa tahu hanya sekali tusuk semua kekebalan yang dimilikinya telah punah dengan begitu saja.

   Jeritan melengking Tiat-pi-to-liong amat menyayatkac hati, seluruh kulit tubuhnya berkerut tanda rasa sakit yang tak terhingga, setelah ilmu kebalnya punah, maka peredaran darah dalam tubuhnya bergolak, penderitaannya jauh lebih mengerikan daripada orang biasa.

   Para jago istana keluarga Kim sama ngeri dan jeri oleh peristiwa itu, kedua tokoh utama yang paling mereka andalkan kini dikalahkan secara mengerikan oleh seorang manusia aneh apa lagi yang mereka harapkan? Dengan suatu gerakan secepat kilat.

   mendadak manusia aneh bermuka hijau itu meluncur ke depan, Pedang Hijaunya berkelebat kian kemari dengan cepatnya, darah segar berhamburan di sana-sini, beberapa orang ysng menjerit tadi seketika terkutung kepalanya dan mampus seketika.

   "Hm, inilah contohnya bagi mereka yang berjiwa pengecut dan suka menjerit seperti setan!"

   Seru manusia aneh bermuka hijau setelah membinasakan beberapa orang.

   Jago istana keluarga Kim yang masih tertinggal di situ benar2 mati kutunya, mereka benar2 pecah nyalinya sampai bersuarapun tidnk berani, mata mereka terbelalak dan mulut melongo lebar, dengan muka pucat seperti mayat mereka berdiri seperti patung.

   Alis Tian Pek berkerut, ia merasa tak tega menyaksikan pembantaian tersebut, ia tahu di balik topeng setan itu adalah seorang dara cantik bak bidadari dari kahyangan, namuu kekejamannya ternyata di luar dugaan.

   Tian Pek segera kenali juga Pedang Hijau di-tangan si nona tak lain adalah Bu-cing-pek-kiam milik sendiri, dengan langkah lebar ia lantas mendekatinya dan berseru.

   "Serahkan pedang pusaka itu kepadaku!"

   "Eh, kenapa hatimu jadi lembek?"

   Kata manusia aneh bermuka hijau itu seraya berpaling.

   "masa kau lupa cara bagaimana mereka mengerubuti dirimu barusan ini?"

   Berbicara sampai di sini, mendadak ia membungkam dan tak melanjutkan.

   Untung ia mengenakan topeng, kalau tidak niscaya Tian Pek dapat menyaksikan betapa merah wajah anak dara itu saking malunya.

   Kiranya kain selimut yang menutupi tubuh Tian Pek telah merosot sampai pangkal paha sehingga bagian badannya yang harus dirahasiakan mulai meng-intip2.

   Tapi anak muda itu masih belum berasa, ia malahan berseru.

   "Peduli amat, pokoknya aku tak ingin bertemu dengan kau, apalagi kau memakai pedangku untuk membantai orang, cepat serahkan pedang itu kepadaku!"

   Manusia aneh bermuka hijau dan berambut merah itu mendadak tertawa cekikikan seraya melengos ke arah lain, serunya.

   "Hai, lihatlah potongan-mu, lekas betulkan pakaianmu ..."

   Tian Pek lantas menunduk kepala, ketika mengetahui keadaannya yang hampir2 polos, seketika mukanya merah panas, buru2 ia tarik naik kain penutup badannya dan mengikatnya lagi.

   Sementara Tian Pek membereskan pakaiannya, beberapa jago istana keluarga Kim yang bernyali kecil diam2 hendak mengeluyur pergi.

   Namun gerak-gerik mereka tak terlepas dari ketajaman mata manusia aneh bermuka hijau, baru saja mereka hendak kabur.

   segera ia meleset ke sana, di mana Pedang Hijau berkelebat, kepala bergelindingan pula di tanah dan darah segar bermuncratan.

   Tian Pek tak tega, ia berseru.

   "Hai, kembalikan pedang itu kepadaku, jangan lakukan pembunuhan lagi, kalau tidak, terpaksa aku tidak sungkan2 lagi padamu!"

   Kali ini manusia muka setan tidak membangkang, dia kembalikan pedang itu kepada Tian Pek sambil mengomel.

   "Namanya pedang tak berperasaan (Bu-ceng), hanya kugunakan untuk mencabut nyawa beberapa ekor tikus saja kenapa mesti ber-kaok2?"

   Dengan mendongkol Tian Pek menerima pedang dan berkata.

   "Kenapa kau omong begitu, mereka kan orang tak berdosa."

   "Huh, kan demi membela kau, maka kubunuh mereka,"

   Kata si nona.

   Tanpa terasa nada ucapannya memperdengarkan nada seorang gadis, tapi lantaran mukanya memakai topeng sehingga kedengarannya menjadi janggal, hal ini menimbulkan perasaan heran dan sangsi dalam hati kawanan jago silat termasuk pula kedua pengawal baja yang terluka, mereka memandang wajah manusia aneh itu dengan melenggong.

   "Aneh sekali!"

   Pikir mereka.

   "manusia aneh ini jelas bermuka seram seperti iblis, kenapa suaranya seperti suara gadis. Sementara itu Tian Pek telah melangkah ke tepi sungai dengan pedang terhunus, tapi setibanya di pantai, yang tertampak hanya beberapa buah perahu kosong. sedangkan perahu yang ditumpangi Cing-hu sin Kim Kiu entah sudah kemana kabur-nya. Peti2 tadi juga tidak tampak pula, rupanva di kala Tian Pek bertempur melawan kedua pengawal baja, Cing hu-sin Kim Kiu telah mengangkut peti2 itu dan kabur, sementara orang2 yang ditinggalkan itu dijadikan tumbal bagi keselamatannya. Termangu Tian Pek memandangi air sungai, diam2 mansia aneh bermuka setan meadekatinya dan menegur.

   "Hei, apa yang kau cari?"

   "Musuh besarku telah kabur, aku ingin menyeberangi sungai ini!"

   "Kalau begitu, mengapa tidak naik ke atas perahu?"

   Tapi, aku tak bisa mendayung perahu!"

   Kata Tian Pek.

   "Kau tak bisa, aku bisa, tanggung kuantar sampai ke seberang!"

   Seru manusia aneh itu sambil tertawa.

   Apa yang dipikirkan Tian Pek sekarang adalah bagaimana caranya memburu jejak musuh, demi mecdengar ucapan itu, tanpa pikir ia terus melompat ke atas perahu.

   Selama hidup Tian Pek belum pernah naik perahu, ketika melompat ke atas sampan yang sempit dan kecil itu, ia kehilangan imbangan badan karena berdiri terlalu ke samping, sampan oleng, buru2 ia menahan keseimbangan tubuhnya dengan kaki menolak tepi sampan.

   Apa mau dikata injakan tersebut kelewst keras, sampan tersebut segera oleng ke samping lain lagi dan membuat tubuh anak muda itu hampir saja terlempar ke dalam sungai.

   "Aduh "

   Tian Pek menjerit kuatir.

   Untung pada saat yang gawat itu tangannya ditangkap orang, habis itu sampan itu terus meluncur ke tengah sungai deagan cepat.

   Kembali Tian Pek kehilangan keseimbangan badan dan jatuh telentang, untung seorang lantas mendekapnya, Orang yang menahan tubuh Tian Pek jelas ada gadis bertopeng itu, ia sangat menguasai kendaraan air karena sejak kecil dibesarkan di sebuah pulau, bermain perahu baginya selincah orang daratan menunggang kuda.

   Segera iapun melompat ke atas perahu setelah menolak perahu ke tengah sungai.

   Karena itu, ketika Tian Pek jatuh ke belakang, segera ia merangkul tubuhnya, karena iapun tidak ber-jaga2 sebelumnya, keduanya lantas roboh bersama.

   Mereka berbaring telentang, Tian Pek berada di atas dan gadis muka setan berada di bawah, untung perahu itu tak sampai terbalik akibat kejadian itu.

   Sesaat kemudian mereka sama meronta bangun, tapi karena sempitnya ruang perahu untuk sementara waktu mereka sulit untuk berdiri.

   Akhirnya Tian Pek membalik badan dan merangkak bangun sedang gadis muka setan melepaskan topengnya dan ikut bangun, serta merta kedua orang itu beradu pandang.

   Di bawah cahaya rembulan, gadis itu bukan berwajah setan lagi, tapi tampak cantik mempesona, timbul perasaan aneh dalam benak Tian Pek.

   ia merasakan tubuh si gadis yang halus, empuk dan harum ...

   tangannya jadi lemas dan badan yang sudah setengah terangkat jatuh kembali menindihi tubuh gadis itu.

   Sebenarnya gadis ini bukan Kui-bin kiau-wa (gadis cantik muka setan) yang tersohor akan kecabulannya, Kui bin-kiau-wa adalah seorang yang lain, tapi orang lain salah sangka padanya.

   Gadis ini ibarat bunga yang baru mekar, dia adalah seorang gadis yang polos, karena tubuhnya ditindih seorang pemuda ganteng, kontan iapun merasa sekujur badan jadi lemas, suatu perasaan aneh segera menyelimuti perasaannya, belum pernah ia temui pengalaman semacam ini sepanjang hidupnya, jantungnya berdebar keras, tenaganya jadi lenyap, dengan napas terengah dia pejamkan matanya rapat2.

   Untuk beberapa waktu lamanya, kedua orang sama2 diam saja.

   dibuai oleh perasaan yang aneh itu, perahu terhanyut seadiri terbawa oleh arus.

   Sementara itu kawanan jago istana Kim dan kedua pengawal baja yang berada didaratan hanya berdiri termangu dengan rasa keheranan, melihat sampan yang memuat kedua orang itu lenyap di tengah sangai.

   Bulan masih bulat meskipun malam itu tanggal tujuh belas, sinarnya tidak secerah malam tanggal lima belas, sampan itu bergerak mengikuti arus sungai, terombang-ambing tanpa tujuan memuat sepasang muda-mudi yang sedang mabuk oleh perasaan aneh Malam amat sepi, udara dingin, tiada terdengar suara lain kecuali debaran jantung kedua muda-mudi yang saling tindih itu.

   Di teagah kcheningan itu, tiba2 si gadis menggeliatkan tubuhnya, entah karena merasa sakit lantaran tertindih seorang laki2 kekar ataukah karena lengannya yang kesemutan.

   Tian Pek tersentak sadar, ia ingin merangkak bangun, tapi mendadak kedua tangan gadis itu mulai meraba punggungnya dengan perlahan.

   Bagaikan kena aliran listrik, sekujur badan pemuda itu gemetar, ia merasa rabaaan gadis itu se-olah2 disertai aliran listrik yang menimbulkan hawa panas darah bergolak keras.

   Waktu ia membuka mata, ia lihat gadis yang ditindihnya itu berada beberapa senti di depan matanya dengan bibirnya hampir menempel bibir, mata yang jeli setengah terpejam, mulut yang mungil setengah terbuka, dengus napas yang memburu mencerminkan sesuatu kehendak, rangkulan pada Tian Pek tambah erat dan tiada berhenti merabanya.

   Tian Pek memang tidak berpakaian, dengan sendirinya sentuhan langsung itu sangat merangsang dengan sendirinya pula pemuda itu balas memeluk gadis itu, diciumnya bibir yang mungil dengan ber-napsu, makin dicium semakin kalap.

   Betapapun nona itu tidak tahan reaksi Tian Pek yang gila ini, napasnya terengah dan tiada hentinya merintih, bagaikan ular tubuhnya menggeliat ke sana kemari .

   Tiba2 awan hitam menutupi rembulan yang menerangi jagat, pantulan sinar di permukaan air juga lenyap, suasana jadi gelap, sampan itupun berubah sesosok bayangan hitam yang samar2, tak jelas lagi pemandangan di atas perahu itu, sayup2 cuma terdengar suara air sungai yang beriak di bawah.

   xxxx Fajar telah mulai menyingsing, sinar keemasan mulai mengintip di ufuk timur.

   Sampan kecil yang terombang-ambing tanpa tujuan itu akhirnya terhanyut ke tepian dan "duuk", sampan menumbuk pantai pasir.

   Guncangrm keras itu mengejutkn dua orarg yarg lelap dimabuk cinta itu hingga mereka melompat bangun dengan gugup, pertama mereka saling pandsng sekejap, terbayang kembali apa yang mereka lakukan semalam, tak kuasa lagi merahlah muka mereka.

   Dengan ter-sipu2 si nona memandang sekejap ke arah Tian Pek yang masih telanjang dan ber-kata.

   "Coba lihat ..."

   Habis itu ia lantas melompat ke pantai, tapi entah mengapa, baru saja bergerak, mendadak nona itu menjerit tertahan, hampir saja ia kecebur ke sungai.

   Cepat Tian Pek juga melayang sana dan menyambar tubuhnya, lalu ber-sama2 turun di permukaan tanah.

   "Kenapa kau?"

   Tanya Tian Pek dengan penuh perhatian.

   "Masa sejauh ini saja kau tak mampu menyeberanginya?"

   "Hm, gara-garamu, semalam kau ...."

   Tiba2 muka si nona jadi merah, dan mengerling genit. Meskipun Tian Pek tidak paham apa yang di maksudkan, tapi ia dapat menangkap pandangan yang mesra, hatinya terasa manis dan hangat.

   "Tidak mcngapa bukan ....?"

   Ia bertanya pula dengan likat.

   "Walaupun tidak akan mengganggu, akan tetapi latihanku menjadi berantakan, aku tak dapat mencapai tingkat kekebalan yang paling tinggi,"jawab si nona.

   "Akulah yang membikin susah padamu.

   Ai, tidak sepantasnya semalam aku ...."

   "Ah, bukan salahmu semua!"

   Sela si nona sambil teitawa.

   "aku sendiri pun bertanggung jawsb, bila aku tidak ...

   "

   Mendadak ia tidak melanjut-kan kata2nya.

   "Eh, kenapa tidak kaulanjutkan?"

   Unye Tian Pek. Gadis itu menghela napes.

   "Ai, ketika aku hendak datang ke Tionggoan sini, ayahku telah melarangnya, beliau bilang imanku kurang teguh dan mudah terjerumus ke jaringan cinta, tapi aku tak percaya, sebab tak seorang laki2pun di dunia ini yang kupandang sebelah mata. Karena itulah aku bersikeras untuk berangkat juga. Tak tersangka ternyata ucapan ayahku memang benar. setelah aku berjumpa dengan kau ...

   "

   "Setelah berjumpa dengan aku, kau lantas tak sanggup menguasai diri, begitu maksudmu?"

   Sambung Tian Pek sambil tertawa. Merah wajah gadis cantik itu, dia angkat tinju seraya mengomel.

   "Kau berani menterlawakan aku, kupukul kau!"

   "Mana berani kutertawai dirimu,"

   Cepat Tian Pek berseru.

   "O, ya, tadi kau bilang ayahmu, siapakah ayahmu itu? Bukankah kau ini si tengkorak cantik gadis bermuka setan? Masa Tengkorak cantik gadis bermuka setan masih punya ayah?"

   "Dari siapa kau tahu aku ini Tengkorak cantik gadis bermuka setan?"

   Seru nona itu dengan heran- "Siapa lagi selain pemuda berbaju putih itu? Terus terang, aku memang tidak percaya dengan perkataannya.

   Tengkorak cantik gadis bermuka setan adalah gembong iblis yang tersobor semenjak puluhan tahun berselang, masa usianya masih semuda kau?" 'Perkataannya memang tak keliru, akulah Tengkorak cantik gadis bermuka setanl"

   Tiba2 gadis itu menyahut sambil tertawa misterius. Tertegun Tian Pek mendengar perkataan ini, ditatapnya dara cantik itu dengan ter-mangu2, lalu serunya pula.

   "Jadi kau benar2 Tengkorak cantik bermuka setan?"

   "Kenapa?"

   Kata si nona sambil tertawa cekikikan.

   "kau jadi takut?"

   Tian Pek temenung sejenak, kemudian menjawab.

   "Bila sebelum kajadian semalam, mungkin aku takut, tapi setelah hubungan semalam aku tak takut lagi. Bahkan kutahu kau cuma bergurau dengan aku, kau pasti bukanlah Tengkorak cantik gadis bermuka setan!"

   "Seandainya aku betul adalah tengkorak cantik gadis bermuka setan?"

   Nona itu menegas sambil menatap Tian Pek tajam2.

   "apakah kau tak mencintai aku lagi? Semua janji setia yang kau ucapkan semalam tak kan kau penuhi lagi?"

   "Meski aku tidak percaya dengan perkataanmu, tapi andaikata kau benar2 adalah Tengkorak cantik gadis bermuka setan, aku tetap cinta padamu, sumpah setia yang telah kuucapkan semalam, sampai kiamat pun tak akan berubah!"

   Betapa terharunya gadis itu setelah mendengar jawaban tersebut, ia putar badan sambil menjatuhkan diri ke dalam pelukan Tian Pek, diciumnya anak muda itu dengan mesra dan berseru.

   "sayang, engkau sangat baik"

   Tiba2 gadis itu berseru tertahan, ia mendorong tubuh pemuda itu dan berkata lagi.

   
Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Coba lihat! Bicara terus tiada hentinya sampai lupa dengan keadaanmu. Hayo cepat berpakaian, kalau dilihat orang kan berabe" Tian Pek baru ingat kalau ia tak berpakaian, buru2 kain kumalnya diikat kencang2 pula, masih untung, tempat itu sepi dan jauh dari penduduk, bila tidak, bagaimana orang akan tercengang menyaksikan seorang gadis cantik berada dalam pelukan seorang pemuda telanjang di dalam perahu.

   "Wah, kita mesti cari baju yang baik!"

   Serunya.

   Gadis itu tertawa.

   Tian Pek lantas berkata lagi.

   "Berbicara dari kemarin sampai sekarang, belum juga kau katakan namamu dan juga nama ayahmu."

   "Meskipun ayahku berdiam di luar lautan, tapi bila kusebutkan namanya, pasti kau tahu.

   Aku sendiri bernama Cui-cui."

   "Nonaku yang baik, janganlah jual mahal, cepat katakanlah siapa gerangan ayahmu?' "Gi-san-cu (kipas sakti perak) Liu Tiong-ho!"

   "Lo jit (ke tujuh) dari Kanglam-jit-hiap dahulu?!"

   Seru Tian Pek dengan kaget "Benar!"

   Gadis itu mengangguk. Kontan perasaan Tian Pek jadi kalut dan sakit bagaikan di iris2 dengan pisau, sambil menengadah jeritnya dengan sedih.

   "O, Thian, mengapa selalu kubertemu dengan anak musuh-besarku? Wan-ji, Buyung Hong, Hoan Soh-ing, Kim Cay-hong semuanya adalah puteri musuh besarku, kini aku bertemu pula dengan kau, Liu Cui-cui! O, Cui-cui, semalam aku tak tahu kau she Liu, kenapa tidak kau katakan sejak mula?"

   Teriakan Tian Pek mirip orang yang sudah sinting, tapi Liu Cui-cui. gsdis bertopeng setan itu masih tetap tenang saja. Tatkala kekalapan Tian Pek mereda dengan kalem ia menjawab.

   "Aku jauh lebih jelas mengenai peristiwa di masa lampau itu, ketahuilah, orang yang membunuh ayahmu hanyalah lima orang saja, ayahku sama sekali tidak ambil bagian, bahkan oleh karena ayahku tidak turut serta dalam peristiwa itu, beliau didesak sehingga tak sanggup tancap kaki di daratan Tionggoan, akhirnya ia membawa ibu dan aku menyingkir ke sebuah pulau terpencil di lautan!"

   Sebenarnya Tian Pek tidak percaya, tapi dari sikap si nona yang ber-sunggub2 dan sama sekali tidak kelihatan berbohong, akhirnya dia bertanya lagi.

   'Kalau begitu, tentunya kau tahu siapa diriku ini?"

   "Kenapa aku tidak tahu? Engkau adalah Tian Pek, putera Tian In-thian, paman Tian, kekasihku pada saat ini dan suamiku di masa mendatang! Kau si tolol kecil ini, kaukira kesucianku sama sekali tak berharga sehingga boleh kuberikan kepada orang lain? Kalau aku tidak mengetahui asal usulmu, memangnya aku rela menyerabkau ke-per ...

   keperawananku kepadamu?"

   Sebagai gadis yang dtbesarkan di suatu pulau terpencil di luar lautan, Liu Cui-cui tak kenal adat istiadat yang kolot, ia sudah biasa hidup bebas dan suka terus terang, tapi ketika mengucapkan beberapa kata terakhir tadi tidak urung mukanya menjadi merah.

   "Aneh benar, sejak bertemu dengan kau, kecuali nama, rasanya aku tak pernah menceritakan asal-usulku kepadamu, darimana kau tahu semua ini dengan begitu jelas?" Tiba2 Cui-cui tertawa.

   "Coba tebak, siapakah yang telah melepaskan kawanan jago persilatan yang terjebak di dalam Sek-ki-tay-tin di gedung keluarga Kim?"

   "Masa engkau?"

   Tanya Tian Pek dengan terkejut. Liu Cui-cui mengangguk.

   "Bukan saja aku yang melepaskan orang2 itu, seperti juga engkau, maksud kedatanganku ke daratan Tionggoan inipun hendak mencari perkara dengan mereka berempat untuk membalas sakit hati orang tuaku!"

   "Apakah ayahmu yang berada jauh di luar lautan juga dicelakai oleh mereka?"

   Tanya Tian Pek terperanjat.

   "Ai, tampaknya kau belum tahu jelas tentarg duduknya persoalan di masa lalu,"

   Kata Cui-cui sambil menghela napas.

   "menurut keterangan ayahku, dahulu ayahmu dan ayahku ditambah empat keluarga besar lain serta Hoan Hui adalah saudara angkat yang tergabung dalam Kanglam-jit-hiap "

   "Soal itu aku sudah tahu!"

   Kata Tian Pek.

   "Kalau sudah tahu, sudahlah, aku takkan bercerita pula."

   Tian Pek jadi gelisah, cepat katanya.

   "Aku cuma tahu sedikit saja, kejadian selanjutnya boleh dibilang tidak jelas, silakan kaulanjutkan ceritamu!"

   "Kalau ingin tahu, janganlah memotong pembicaraanku!"

   Omel Cui-cui, lalu ia mcmandang sekeliiing tempat itu, kemudian mcnunjuk ke suatu pohon yang rindang di tepi pantai dia berseru lagi.

   "Tempat itu nyaman dan juga bisa memandang sang surya akan terbit, hayo kita duduk di sana saja!" Maki berjalanlah kedua orang itu menuju ke sana dan duduk bersanding di bawah pohon yang rindang sambil bercakap2. Kiranya dalam peristiwa yang dulu itu, setelah Pek-lek kiam Tian In-thian berhasil meminjam "mutiara penolak air", dia tidak terjun sendirian ke dasar telaga Tong ting-oh untuk mencari harta, melainkan ditemani oleh Gin-san cu Liu Tiong-ho, setelah berhasil masuk ke dalam gua dan menemukan harta karun yang jumlahnya terlalu banyak, terpaksa kedua orang itu mendarat lagi untuk merundingkan cara pengambilan harta tadi dengan kelima saudara yang lain. Dalam perundingan Tian In-thian tetap bersikeras akan menggunakan harta karun itu guna menolong rakyat yang tertimpa bencana alam di sekitar Ouwlam dan Kwitang, Liu Tiong-ho sendiripun mendukung usul tersebut, tapi lima orang lainnya tidak setuju. Sebagai pimpinan persaudaraan Tian In-thian tersohor karena ketegasannya, wataknya juga lebih mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi, ia tak peduli terhadap maksud kelima orang rekannya dan tetap melaksanakan apa yang telah direncanakan. Kelima orang saudaranya tak berani membangkang, terpaksa mereka pura2 menyetujui, padahal secara diam2 mereka telah menyusun rencana untuk mencelakai Toako mereka. Setelah semua harta kekayaan itu diangkat ke daratan, ternyata isinya bukan saja terdiri intan permata dan mutu manikam yang tak ternilai, terdapat pula tiga macam benda pusaka yang tiada taranya, yakni Pi-sui-giok-pik (batu kemala penolak air), pil Toa-lo-kim-wan serta kitab pusaka Bu-sia-cin-keng. Ketiga macam benda pusaka itu merupakan barang yang diincar oleh setiap umat persilatan, terdapatnya benda itu semakin mempertebal sifat tamak kelima bersaudara yang lain itu. Maka pada saat Tian In thian bersiap untuk melakukan pencarian yang kedua kalinya ke dasar telaga, tiba2 kelima orang itu menyergap secara licik, begitu Cing-hu-sin berhasil melukai korbannya dengan senjata rahasia yang diandalkan, empat bersaudara lainnya segera melakukan serangan kilat, tak terhindar lagi matilah seorang pendekar besar di tangan saudara-angkatnya sendiri secara keji. Waktu kelirna orang itu berhasil membinasakan Tian In-thian, kebetulan Gin-san-cu Liu Tiong-ho mendapat tugas di dasar telaga sehingga ia sama sekali tidak mengetahui terjadinya peristiwa tersebut-Di kala Liu Tiong ho menyelesaikan tugasnya dan muncui kembali ke daratan, Tian In-thian telah terluka parah dan menemui ajalnya di tepi telaga itu. Baru Liu Cui-cui bercerita sampai di sini, Tian Pek tak dapat menahan rasa sedihnya lagi, ia menangis tersedu, dengan air mata bercucuran ia berkata.

   "Ayahku tidak mati seketika, dengan membawa luka yang parah beliau sempat pulang ke rumah untuk berjumpa dengan ibu dan aku, setelah meninggalkan pesannva baru mengembuskan napas yang penghabisan!"

   "Tentang soal ini, mungkin ayah sendiripun tak tahu,"

   Cui-cui menerangkan.

   "ayahku cuma bilang bahwa akhirnya ia kehilangan jenazah ayahmu, malahan ayahku mengira jenazah ayahmu telah dikebumikan oleh kawan2 persilatan. sungguh tak nyana paman ternyata berhasil mencapai rumah dan bertemu dengan ibumu dan kau." "Ada suatu soal yang belum kupahami sampai sekarang, sesaat sebelum mcnemui ajalnya ayahku sempat menyerahkan Bu-ceng-pek-kiam untuk dipakai membalas dendam serta sebuah bungkusan lagi "

   Sambil berkata dia hendak merogoh saku, tapi jelas tiada sesuatu yang dapat ditemukan lagi. Sebaliknya dengan tertawa Cui-cui lantas mengeluarkan sesuatu dan bertanya.

   "Bukankah kau mencari keenam macam benda ini? Setelah gadis itu mengeluarkan keenam macam benda yang dicari, Tian Pek baru tahu kalau semua barang miliknya telah diambil si nona tapi sekarang ia tak perlu panik lagi karena antara mereka berdua sudah tiada perbedaan milikmu dan milikku lagi.

   "Betul, kecusli mata uang tembaga yang telah kuketahui sebagai Cing-hu-kim-ci-pau milik Kim Kiu, lima benda yang lain belum kuketahui asal-usulnya!"

   "Kalau kau tak tahu, akan kuterangkan padamu!"

   Sambil menuding sebuah benda di antaranya si nona melanjutkan.

   "Kain ini adalah robekan pakaian yang dikenakan Ti-seng-jiu Buyung Ham!"

   "Soal inipuu aku tahu!"

   Kata Tian Pek.

   "Mutiara baja ini adalah senjata rahasia Pak-ong-pian Hoan Hui yang disebut Tan-ci-gin-wan (peluru psrak sentilan jari).

   Sedangkan kancing tembaga ini adalah kancing bajunya Kun-goan-ci Su-gong Cing, sementara tali serat ini milik Kian-kun ciang In Tiong-liong, malahan pernah digunakan untuk membelenggu tubuhku, sedangkan segumpal rambut ini tak lain adalah rambut kepalaku " Kejut Tian Pek mendengar keterangan terakhir ini, pada saat itulah mendadak terasa segulung angin tajam menyambar batok kepaia mereka, keruan mereka terkejut.

   Tian Pek bermaksud menghindar, tapi Liu Cui-cui tanpa berpaling telah menggerakkan tangannya ke belakang, tahu2 sepotong sapu tangan sudah terjepit oleh jarinya.

   Diam2 Tian Pek terkejut, ia heran jago darimanakah yang memiliki tenaga dalam selihay itu, sehingga selembar sapu tangan yang enteng bisa di gunakan sebagai senjata rehasia.

   Dari angin tajam yang menyertai sambaran sapu tangan itu dapat diketahui ilmu silat yang dimiliki si penyergap pasti tinggi luar biasa.

   Dengan terkejut cepat dia berpaling, tertampaklah Tian Wan-ji dengan wajah pucat dan sorot mata sedih berdiri di atas tanggul di tepi sungai dan sedang memandang ke arahnya dengan terkesima.

   Sungguh di luar dugaan pertemuan ini, Tian Pek sendiripun merasa tercengang.

   "He kau!"

   Serumya tertahan.

   "Wan-ji, ada urusan apa kaudatang ke sini?"

   Bibir Wan-ji terkatup kencang dan menahan gejolak emosi, mimik wajahnya jadi sangat aneh tertawa bukan tertawa, menangis tidak menangis, ketika mendapat pertanyaan tersebut, pandangannya semakin muram dan sedih.

   "Bukit dan sungai toh bukan wilayah kekuasanmu, kalian boleh datang kemari, kenapa aku tidak boleh? Apakah kedatanganku telah mengganggu kesenangan kalian?" Jelas nadanya mengandung rasa cemburu, syukur Wan-ji masih dapat menguasai diri sehingga tak sampai mengutarakan kata2 yang tak sedap didengar.

   Merah wajah Tian Pek, sahutnya tergagap.

   "Bu..bukankah kau terluka ketika berada di taman keluarga Kim? Kenapa sekarang kau berada di sini ?"

   Tian Pek adalah pemuda yang polos, tentu saja ia tak menduga bahwa pertanyaannya justeru malah menusuk perasaan si nona. Mata Wan-ji lantas merah dan hampir menangis. ia berseru.

   "Aku terluka atau tidak peduli apa dengan kau? Sekalipun aku mati juga kau tak perlu mengurusnya! "

   Tiba2 ucapannya terputus dan wajahnya mengunjuk rasa heran sambil memandang ke belakang Tian Pek.

   Tian Pek juga berpaling ke belakang, tampaklah Liu Cuicui dengan topeng setannya sedang melangkah maju.

   Hampir tak percaya Wan-ji pada matanya sendiri, dari bayangan punggungnya jelas terlihat Tian Pek sedang duduk di tepi sungai bersama seorang gadis, mengapa setelah berpaling berubah menjdi makhluk aneh yang bermuka buruk seperti setan.

   Sementara itu Liu Cui-cui telah melayang maju sambil menegur.

   "Siapa dia ini?"

   Liu Cui-cui bertopeng setan, gerak-geriknya jadi menyeramkan, suarapun ketus, dingin dan garang.

   Tian Pek menatap wajah Liu Cui-cui yang jelek itu, ia merasa penyaruan gadis tersebut sedikitpun tak ada celanya, bahkan orang akan mengira aslinya dia memang berwajah sejelek itu.

   Terbayang kembali kejadian mesra malam berselang, diam2 ia membatin.

   "Wah, kalau dia benar2 berwajah sejelek setan, aku jadi ragu apakah sanggup bermain cinta dengan dia?"

   Sementara Tian Pek sedang melamun, Liu Cui-cui yang bertopeng setan itu tahu2 melayang tiba dan "cring", Pedang Hijau Bu-ceng-pek-kiam telah dicabutnya dari punggung anak muda itu.

   Tian Pek terperanjat, ia jadi teringat pada keganasan Liu Cui-cui yang telah membunuh orang bagaikan membabat rumput kemarin.

   Terbayang kejadian itu, dia kuatir kalau Wan-ji dilukainya, cepat serunya.

   "Mari, kuperkenalkan kalian, ini adalah nona Wan dan yang ini adalah...."

   Belum habis ucapannya Liu Cui-cui telah menggetarkan bu-ceng-pek-kiam, dengan nada ketus ia bertanya.

   "Ah, kiranya kalian telah saling kenal! Hayo jawab, apa hubunganmu dengan dia?"

   Tian Pek tak menyangka rasa cemburu Liu Cui-cui sedemikian besarnya, dia ingin menegur, tapi terasa sungkan, sebab bagaimanapun hubungannya dengan nona itu sekarang telah meningkat menjadi hubungan yang luar biasa, namun iapun tak ingin Wan-ji terluka olehnya, maka cepat ia berkata.

   "0.. dia adalah adikku.."

   "Aku tidak tanya padamu, jangan ikut bicara!"

   Bentak Cui-cui.

   Lalu ia berkata pula kepada Wan-ji "He, tak perlu kau melongo seperti orang dungu, hayo mengakulah terus terang! Kalau tidak, jangan menyesal kalau aku bertindak tidak sungkan lagi padamu!" Wan js bukan gadis yang bodoh, pertama kali bertemu dengan Cui-cui yang bermuka jelek, ia masih mengira telah salah lihat.

   Akan tetapi setelah orang bersuara, meski nadanya di-bikin2, namun ia lantis menduga kejelekan wajah orang kemungkinan adalah hasil penyamaran, lalu iapun mendengar nada cemburu dibalik teguran lawan serta sikap kikuk Tian Pek, dengan segera duduknya perkara dapat dipahaminya.

   Maka sambil mendengus Wan-ji balik menegur.

   "Apa hubunganmu dengan engkoh Tian? Berani benar kau bersikap galak padaku?"

   "Aku adalah isterinya, kau? "

   "Hehe, belum pernah kudengar engkoh Tian telah kawin, darimana muncul seorang bini macam kau, dan lagi hehehe"

   "Dan lagi apa?"

   Bentak Cui-cui sambil menggetarkan Pedang Hijau.

   "Dan lagi mengapa kau tidak bercermin dulu?"

   Jengek Wan-ji sambil mencibir.

   "Kalau tak punya cermin, pergilah ke tepi sungai dan pandanglah dulu tampangmu, pantaskah menjadi bini engkoh Tian. .."

   Bstapa gusar Cui-cui sukar dilukiskan pedang bergerak, secepat kilat ia menusuk ke dada Wan-ji.

   Tinggi sekali ilmu silat Cui-cui, serangan itu dilancarkan dengan cepat luar biasa, di mana cahaya hijau berkelebat, hampir saja tak dapat diikuti dengan pandangan mata, tahu2 ujung senjata telah berada di depan dada Wan-ji.

   Namun Wan-ji juga tidak lemah, dengan gerak langkah Ni-gong-hoai-ing yang telah mencapai puncak kesempurnaan, dia menggeser badannya ke-samping untuk berkelit, menyusul mana telapak tangannya segera didorong ke muka dengan satu pukulan dahsyat.

   "Eeh ....

   eeh jangan berkelahi.

   ."

   Teriak Tian Pek dengan gelisah.

   Ta menerobos maju dan berdiri di antara kedua gadis yang sedang bertarung maksudnya hendak mengalangi mereka agar tak bisa melanjutkan pertempurannya.

   Apa mau dikata, ketika Tian Pek menerjang masuk ke dalam gelangang, kebetulan Wan-ji sedang melepaskan pukulan dahsyatnya, maka tak bisa di cegah lagi gulungan angin pukulan yang amat dahsyat itu langsung tertuju ke badan Tian Pek.

   Mau berkelit tak sempat lagi, dalam keadaan terjepit mau-tak-mau Tian Pek harus menghimpun tenaganya untuk menangkis pukulan itu.

   "Blang!"

   Dua gulung tenaga pukulan saling beradu, baik Wan-ji maupun Tian Pek sama2 tergetar mundur satu langkah. Wan ji mengira Tian Pek sengaja membantu manusia aneh bermuka hijau itu, saking khekinya air matanya berlinang "Sebetulnya kau bantu siapa ..?"

   Teriaknya dengan marah dan pucat wajahnya.

   Tian Pek belum sempat menjawab dan Cui-cui telah membentak, tusukan kedua dilontarkan.

   Tian Pek berpaling begitu mendengar desingan angin tajam dari belakang, dilihatnya Bu-ceng-pek-kiam disertai kilatan cahaya hijau menyambar ke depan.

   Cepat ia menerjang maju seraya membentak.

   "Tahan!"

   Karena Liu Cui-cui kelihatan tidak mau berhenti, dalam gugupnya dengan jurus Cia kwan-tiam goan ia meraih pergelangan tangan kanan Liu Cui-cui, maksud pemuda itu Bu-ceng-pek-kiam akan dirampas agar kedua nona itu tidak melanjutkan pertarungannya.

   Dengan ilmu silat Liu Cui-cui, cukup dia berganti jurus dan niscaya lengan kanan Tian Pek akan dipapasnya, tapi nona itu tak ingin mencelakai anak muda itu, ia merasa jalan pedangnya teralang oleh tubuh Tian pek, terpaksa pedang tadi ditarik kembali kemudian menggeser ke samping.

   Dipihak lain, Wan-ji pun gelisah bercampur gusar, ilmu Soh hun-ci yang maha sakti segera di-mainkan, dari jauh mendadak ia menutuk Sim-gi-hiat di tubuh Liu Cui-cui.

   Cepat Tian Pek mengalangi pula serangan tersebut.

   Bagaimanapun gusarnya Wan ji iapun kuatir serangannya melukai Tian Pek, terpaksa ia tarik kembuli serangannya.

   Begitulah, Tian Pek terpaksa harus berputar ke kiri dan mengadang ke kanan, mencegat ke depan dan membendung ke belakang, berulang kali ia berseru minta kedua nona itu menghentikan pertarungannya, tapi ia tak berhasil.

   Untungnya baik Wan-ji maupun Liu Cui-cui sama2 tak ingin melukai Tien Pek, maka betapa kejinya serangan mereka, setiap kali diadang Tian Pek, buru2 serangan lantas ditarik kembali.

   Jurus serangan yang digunakan kedua nona itu sama ganasnya, akan tetapi pertarungan itu sendiri tidak sengit, kendatipun demikian, Tian Pek jadi kerepotan, sebentar dia harus mengalangi Wan-ji sebentar lagi dia barus mengadang Lm Cu -cm, dalam sekcjap kedua nooa itu sudah saling bergebrak puluhan jurus.

   Karena mesti bergerak cepat, lama2 robekan kain selimut yang menutupi tubuh Tian Pek mula mengendur lagi, ketika mendadak ia harus melompat ke sana, tahu2 tali pengikat putus dan kain penutup terlepas, keruan keadaannya yang "mulus"

   Lantas terpampang di depan kedua nona.

   Bagi Cui-cui yang sudah pernah tahu kemulusan tubuh pemuda itu tentu tak menjadi soal, apalagi ia memakai topeng.

   Sebaliknya Wan-ji masih suci murni, tentu saja wajahnya berubah menjadi merah.

   Dalam keadaan begini, ia tak pikir lagi akan bertempur pula, ia melirik sekejap ke arah Tian Pek, lalu lari ter-birit2.

   Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Melihat itu, Liu Cui-cui tertawa cekikik geli.

   "Hihihi kenapa kau kabur? Boleh kabur asalkan tinggalkan batok kepalamu di sini!"

   Sambil berkata ia lantas mengejar ke sana.

   Tian Pek sendiripun malu sekali ketika pembalut tubuh terlepas hingga telanjang bulat, cepat dia menarik kembali kain rombengan itu dan mengikatnya lagi sambil memaki dirinya sendiri yang lagi sial.

   Ketika ia selesai membetulkan, gadis itu sudah menghilang dari pandangannya.

   Tian Pek kuatir bila kedua nona itu bertempur kembali hingga terjadi korban, cepat dia mengejar ke sana, tapi sayang gerakan tubuh kedua nona itu terlalu cepat, sudah melewati dua lereng bukit dia tetap kehilangan jejak kedua nona itu.

   Dengan gelisah Tian Pek melanjutkan pengejarannya ke depan, setelah melintasi sebuah bukit lagi akhirnya tibalah di depan sebuah lembah yang sempit.

   Lembah tersebut diapit oleh dua dinding tebing yang curam, dipandang ke dalam selat sana tampaklah macam2 orang berkerumun, jumlahnya ratusan, mereka membentuk satu lingkaian, sayup2 terdengar deru angin pukulan dan gemerlap cahaya senjata bertebaran di kalangan, jelas di situ sedang terjadi pertarungan sengit.

   Di antara jago2 yang berkumpul di sana, ia lihat Wan-ji serta Cui-cui juga berdesakan di antara rombongan jago silat itu, yang aneh ternyata mereka tidak saling labrak lagi, melainkan sedang mengikuti jalannya pertempuran di dalam gelanggang.

   Heran Tian Pek, iapun memburu ke sana, apa yang kemudian dilihatnya membuat pemuda itu tertegun.

   Kawanan jago yang berkumpul di situ kebanyakan adalah jago lihay dari keempat keluarga besar, malahan sebagian di antara mereka adalah orang2 yang pernah tcrjebak di dalam Sek-ki-tay-tin di gedung keluarga Kim beberapa hari yang lalu.

   Tian Pek sudah tahu mereka terlepas ditolong oleh Cuicui, yang aneh adalah semua orang memandang jalannya pertarungan di tengah gelanggang dengan terbelalak dan terkesima, terhadap musuh yang berada disekitarnya boleh dibilang sama sekali tak ambil peduli.

   Ketika Tian Pek tiba di tempat itu, tak seorang-pun yang berpaling, mereka tetap mengikuti pertarungan di tengah kalangan dengan terkesima, se~akan2 pertarungan yang sedang berlangsung itu mempunyai daya tarik yang luar biasa besarnya.

   Tian Pek ikut melongok ke tengah gelanggang, ia lihat enam orang sedang melangsungkan pertarungan dalam tiga partai.

   Belasan sosok mayat sudah terkapar disekitarnya, mungkin mayat tersebut adalah korban yang terbunuh sebelumnya.

   Di antara para jago yang mengikuti jalannya pertarungan, banyak di antara mereka juga sudah terluka.

   ada yang kehilangan lengan, kehilangan kaki, darah segar membasahi sekujur tubuh mereka, tapi mereka tak ada yang berlalu dari situ, malahan setelah membalut lukanya terus menonton jalannya pertarungan dari samping gelanggang Sekilas pandang Tian Pek kenal para korban yang mati dan teiluka itu kebanyakan adalah kawanan jago dari keempat keluarga besar, hal in1 membuat hatinya terkejut.

   "Aneh, mengapa begitu banyak jago lihay yang jatuh korban? Jagoan darimanakah yang berilmu sehebat ini?"

   Demikian pikirnya.

   Ketika ia berpaling pula ke tengah kalangan, keenam orang itu masih bertempur dengun sengit.

   Tiga di antaranya berwajah asing baginya, belum pernah Tian Pek berjumpa dengan mereka, tapi dandanan mereka jelas bukan penduduk daratan Tionggoan.

   Mereka terdiri dari seorang kakek berjenggot putih panjang sebatas perut, seorang perempuan tua bermuka jelek, wajah penuh keriput serta seorang paderi setengah baya berbadan pendek gemuk, berwajah seperti anak muda.

   Sedangkan tiga orang yang berhadapan dengan mereka adalah Mo-in-sin-jiu Siang Cong-thian, Hiat-ciang hwe-liong (naga api telapakan darah) Yau Peng gun serta seorang jago lain yang belum pernah dijumpai Tian Pek.

   tapi pernah dengar namanya, yakni Tok-kiam leng coa (pedang racun ular sakti) Ji Hoau-lam.

   Ketiganya dari perkampungan In-bong-san-ceng, merupakan jago andalan An-lok Kongcu.

   Ini menandakan pula kalau pertarungan yang berlangsung ditujukan untuk menghadapi anak buah An-lok Kongcu.

   Tian Pek segera alihkan pandangannya ke arah lain, ia lihat baik An-lok Kongcu maupun ayahnya Kian-kun-ciang In Tiong liong, hadir semua di situ, wajah mereka tampak tegang dan menatap ke tengah gelanggang tanpa berkedip, kalah-menangnya pertarungan ini menyangkut kehormatan mereka sepenuhnya.

   Ketenangan yang biasanya selalu menghiasi wajah An-lok Kongcu kini lenyap tak berbekas, buku kumalnya dipegang kencang2, sementara butiran keringat sebesar kacang mengucur keluar tiada hentinya.

   Di pihak lain berdirilah pemuda baju putih yang pernah dilihat Tian Pek di kelenteng bobrok itu, meskipun di musim dingin ia tetap menggoyangkan kipasoya, senyum bangga menghiasi wajahnya, ia kelihatan gembira sekali.

   Tentu saja Tian Pek tak tahu apa sebabnya pemuda itu berseri, tapi ia tahu pastilah kebanggaannya itu berhubungan dengan pertarungan yang sedang berlangsung di tengah gelanggang.

   Baik kakek berjenggot panjang maupun nenek berkeriput serta Hwesio berwajah kebocahan, semuanya telah menguasai gelanggang dan kemenangan jelas akan diraih oleh mereka.

   Mcin-sin jiu Siang Cong-thian bertempur sengit melawan si kakek berjenggot panjang, Hiat ciang-hwe-liong Yau Peng-gun bertarung melawan nenek keriputan, sedangkan Tok-kiam leng-coa bertempur melawan paderi setengah baya.

   Di antara tiga partai yang bertarung ini ke adaan Mo-in-sin jiu Siang Cong-thian terhitung paling gawat, dari sini dapat ditarik kesimpulan kalau ilmu silat si kakek berjenggot panjang itu betul2 lihay tidak kepalang Sebagaimana diketahui, Mo-in-sin-jiu Siang Cong-thian berilmu silat tinggi, baik keras maupun lembek dan kegesitan, semua dikuasainya dengan sempurna, bukan saja ia menempati kursi utama di perkampungan In-bong-sanceng, di dunia persilatan pun iapun merupakan tokoh sakti yang maha lihay.

   Rupanya jago ini sadar kalau musuh yang sedang dihadapinya terlalu kuat, bukan saja ilmu sakti Mo-in-sin-jiu yang membuatnya tersohor dimainkan dengan berbagai gerakan, menebas, menyodok dan memukul, bahkan telapak tangan lain juga memainkan golok Ci-kim-tian-kong-to, golok Ci-kim-tian-kong to ini tajam luar biasa, dengan sendirinya seperti harimau tumbuh sayap.

   Sekalipun angin pukulan menderu dan cahaya golok berhamburan memenuhi angkasa, namun musuh memang jauh lebih tangguh, dengan telapak tangan kosong kakek berjenggot itu dapat mematahkan setiap serangan Siang Cong thian, malahan bagaimanapun dia terjang ke kiri maupun ke kanan tetap tak terlepas dari lingkaran pukulan si kakek.

   Lama2 Siang Cong-thian makin keteter, napasnya jadi ter-sengal2 dan mandi keringat, jelas dia mulai kepayahan.

   Sebaliknya si kakek berjenggot tetap tenang seperti bertempur seenaknya, baik bergerak ke kiri maupun bergerak ke kanan, semuanya dilakukan dengan enteng, walaupun begitu, Mo-in-sin-jiu sudah kewalahan dan terancam bahaya.

   Di pihak lain, Hiat-cianghwe-liong Yau Peng gun yang bertempur melawan nenek keriputpun tidak lebih unggul.

   Tian Pek pernah terluka di tangan Hiat-ciang-hwe-liong, sudah tentu ia tahu betapa hebatnya pukulan Ang-se-hiat-heng-ciang orang, tapi kini berhadapan dengan nenek keriput itu, bukan saja pukulan pasir merah berbisa itu tidak berfungsi lagi malahan serangan gencar yang dilancarkan dengan Sian-jin-ciang, senjata aneh yang jarang digunakan itupun tidak banyak memberi harapan baginya.

   Sebaliknya Tok-kiam-leng-coa Ji Hoe-lam bersenjata pedang beracun Wi-tok-lam-kiam serta Tiat sian-leng-coa, dengan susah payah dapat memaksa paderi setengah baya itu untuk bertarung sama kuat, untuk sesaat sukar ditentukan siapa bakal menang dan siapa bakal kalah.

   Di pihak jago pimpinan An-lok Kongcu sudah ada dua diantaranya yang jelas akan kalah, tidaklah heran bila rekan2nya merasa tegang.

   Tian Pek merasa heran, biasanya jago2 ke-empat keluarga besar tak pernah berteman.

   Bukankah mereka selalu bermusuhan ibarat api dan air? Kenapa saait ini semna jago menguatirkan peitarungan itu? Wan-ji dan Cui-cui yang kejar mengejar, sekarang juga melupakan pertikaian di antara mereka, malahan ber-sama2 mengikuti jalannya pertarungan tersebut, mungkinkah pertarungan yang sedang berlangsung ini mempunyai arti yang sangat penting? Sementara Tian Pek masih termenurg, tiba2 terdengar nenek berkeriput itu berseru.

   "Tua bangka yang tak mampus, kalau kau sudah di atas angin, kenapa tidak cepat kau singkirkan bocah keparat itu? Coba lihatlah, di sekitar gelanggang masih hadir begitu banyak orang yang ingin mampus, lebih baik cepatlah selesaikan pertarungan ini agar bisa disusul dengan babak selanjutnya!"

   "Perempuan bangsat! Jagoan di daratan Tionggoan sini kebanyakan cuma gentong nasi belaka, aku merasa bosan untuk bertempur lebih jauh!"

   Jawab si kakek berjenggot panjang. Walaupun dia bicara dengan seenaknya, tapi kenyataan serangan yang dilancarkan makin dahsyat dan mematikan.

   "Anak muka hitam!"

   Ejeknya lagi.

   "bila kau mampus nanti, jangan kau dendam padaku, kalau ingin mengadu kepada Giam-lo-ong, lebih tepat kalau kau menuduh nenek busuk itu sebab dia yang suruh aku membinasakan kau!"

   Sejak punya nama di dunia persilatan, Mo-in-sin jiu Siang Cong thian selalu disanjung dan di-hormati, belum pernah ia dihina oleh musuh seperti apa yang dialami sekarang.

   Bisa dibayangkan betapa gusarnya jago tua itu, meskipun dia tahu bahwa ilmu silatnya masih bukan tandingan musuh, namun matanya jadi melotot marah.

   Mendadak ia membentak keras, golok Ci-kim-tian kong-to di tangan kanan berkilat melepaskan sebuah bacokan dengan jurus Long-cian liu-sah (pantai terkikis oleh gulungan ombak), sementara tangan kiri menghantam dengan jurus Loan sek-peng in (awan berguguran batu berserakan), satu gerakan dengan dua serangan.

   Kakek berjenggot panjang itu tersenyum.

   telapak tangannya segera didorong ke depan.

   "Duuk!"

   Mo-in-sin-jiu yang ampuh tiba2 menjerit seperti babi dijagal, tubuhnya mancelat dua-tiga tombak jauhnya.

   Entah bagaimana caranya, tahu2 golok Ci-kim-tian-kong-to menembus perutnya sendiri, darah segar berhamburan memenuhi permukaan tanah, dengan wajah pucat dia terkapar di tanah tanpa berkutik, sudah jelas jiwanya lebih banyak amblas daripada selamatnya.

   Semua orang tadi terperanjat, belum pernah mereka dengar ataupun melihat, senjata yang jelas2 menyerang musuh, tahu2 malah menembus perut sendiri.

   "Perempuan bangsat!"

   Terdengar kakek berjenggot tadi berseru sambil tertawa.

   "mangsaku telah kubereskan, sekarang ingin kulihat bagaimana dengan hasilmu!"

   "Hehehe, tidak sampai tiga gebrakan, akan kukirim juga mangsaku ini ke akhirat"

   Sahut nenek keriput itu sambil tertawa ter-kekeh2.

   Hiat-ciang-hwe-liong sudah tersohor dengan wataknya yang berangasan, bisa dibayangkan betapa gusarnya mendengar cemoohan tersebut, teriaknya dengan gusar.

   "Bangsat, jangan takabur dulu! Aku akan mengadu jiwa dengan kau!"

   Sambil membeatak telapak tangan kirinya di-gosok2 di depan dada, kemudian serentak ditolak ke depan, cahaya merah seketika membias pada telapak tangannya itu. Ter-kekeh2 si nenek keriput itu, ejeknya malah.

   "Bocah bermuka merah, tak ada gunaoya kau gosok telapak tanganmu sampai keluar darahnya, nenek masih sanggup kirim kau pulang ke rumah nenekmu ... ."

   Belum habis ucapannya, Hiat-ciang-hwe-liong telah membentak, dengan sepenuh tenaga dia menghantam dengan pukulan pasir merah.

   Hawa panas menyengat segera membelah angkasa dan membanjir ke depan.

   Nenek berkeriput itu mendengus, kedua telapak tangannya berputar dan juga menyodok ke depan, segulung kabut tebal disertai hawa dingin merasuk tulang segera menapak gulungan hawa panas itu.

   Begitu kedua kekuatan bertemu, Hiat-ciang-hwe-liong menggigil dan bersin, mukanya yang merah berubah pucat seperti mayat.

   Semua orang ikut terperanjat, tak seorangpun yang tahu ilmu pukulan aneh apakah yang digunakan nenek itu sehingga tanpa menimbulkan sedikit suarapun pukulan pasir merah Ang-se-hiat-heng-ciang lawan berhasil dihancurkan.

   Hiat-ciang-hwe-liong sendiripun terkesiap, dia sadar ilmu yang dilatihnya dengan susah payah selama enam puluhan tahun kini sudah musnah, betapa sedih hatinya air mata lantas bercucuran.

   Tapi sesaat kemudian, dengan mengertak gigi se-konyong2 ia angkat senjata Sian-jin-ciang dengan tangan kanan yang gemetar.

   Sian-jin-ciang atau daun katus merupakan senjata andalannya selama ini, sebelum terjadi benturan maut tadi, senjata ini masih dapat digunakan olehnya dengan enteng, tapi kini, kendatipun ia mengerahkan segenap kekuatannya senjata tersebut tetap sukar diangkatnva.

   Ssdikit demi sedikit Sian-jin-ciang diangkat oleh Hiat-ciang-hwe-liong ...

   Melongo heran kawanan jago yang menonton itu, mereka tak mengerti apa sebabnya jago bermuka merah yang gagah perkasa itu sekarang jadi lemah dan tak bertenaga, malahan muka Hiat-ciang-hwe-liong 1antas berubah jadi pucat, air mata bercucuran dan sekujur badan gemetar keras, disangkanya jago itu kelewat sedihnya sampai meneteskan air mata.

   Tersenyum si nenek keriput, katanya dengan menghina.

   "Bocah muka merah, bagaimana rasanya pukulanku ini? Hahaha, kau harus berterima kasih kepadaku sebab nenekmu telah sulap kau dari muka merah menjadi si muka putih.." "Perempuan bangsat, awas sergapan maut ......"

   Mendadak si kakek berjenggot panjang itu memperingatkan.

   Sambil berteriak dia lancarkan pula suatu pukulan.

   Tapi serangan tersebut tetap terlambat satu tindak, sebelum pukulan dahsyat itu bersarang di tubuh Hiat-cianghwe-liong, senjata Sian-jin-ciang Hiat-ciang-hwe-liong sudah terangkat setinggi dada, begitu ibu jarinya menekan pegas.

   "cret!"

   Segulung asap berwarna putih segera menyembur ke tubuh nenek berkeriput itu.

   Sementara itu pukulan dahsyat si kakek berjenggot pun bersarang di badan Hiat-ciang-hwe-liong dan membuatnya mencelat jauh ke belakang.

   Setelah mendapat peringatan dari rekannya, si nenek segera melancarkan pukulan kuat ke arah kabut putih.

   "Cess!"

   Cahaya berwarna biru bagaikan hujan tersebar keempat penjuru, kendatipun nenek keriput sudah berusaha menghindar dan membendung dengan angin pukulannya, tak urung ada pula beberapa titik cahaya yaug sempat menciprat pada rambutnya dan membakarnya.

   Betapa hebatnya pancaran cahaya api itu, bukan saja nenek itu menjadi sasaran, malahan kawanan jago persilatan yang nonton juga ada beberapa orang di antaranya terkena letikan api sehingga baju terbakar.

   Jerit kaget berkumandang di sana sini, suasana jadi kalut, beberapa orang menjadi korban kebakaran buru2 menjatuhkan diri ke atas tanah dan bergulingan.

   Nenek itu sendiri juga berusaha memadamkan kebakaran yang menimpa rambutnya, walaupun akhirnya api dapat dipadamkan, tak urung rambutnya sudah hampir kelimis terjilat api.

   Kemarahan nenek itu sukar dikendalikan lagi, ia meraung dan beruntun ia menutuk tiga kali ke tubuh Hiat-ciang-hwe-liong yang terkapar di tanah itu.

   "Cret cret cret!"

   Tiga lubang besar menghiasi tubuh Hiat-ciang-hwe-liong yang terluka parah, tanpa ampun isi perut dan darah berhamburan.

   "Tlmu apa itu? Sungguh lihay?"

   Pikiran ini melintas di benak setiap orang. Wan-ji yang berada di samping gelanggang ikut terperanjat. tanpa terasa dia menjerit kaget.

   "Hah, ilmu jari Soh-hun-ci!"

   Di antara sekian banyak jago persilatan yang hadir di sini hanya dia seorang yang kenal ilmu jari si nenek, sebab Sinkau Tiat Leng mewariskan juga ilmu jari yang sama kepadanya.

   tentu saja kesempurnaannya masih kalah jauh bila dibandingkan dengan permainan si nenek ini.

   Mendengar seruan tersebut, nenek keriputan berpaling ke arah Wan-ji dan berkata sambil tertawa.

   "Tak tersangka kau si budak kecil ini mengetahui asal-usul ilmu jariku ...

   "

   Gusar Wan-ji karena dirinya disebut "budak cilik"

   Oleh nenek itu, kontan matanya mendelik. Tapi sebelum ia sempat mengumbar amarahnya nenek keriput itu telah berpaling ke arah An-lok Kongcu dan berkata.

   "Bagaimana sekarang? In-bong-san-ceng kalian tentunya sudah menyerah bukan? Hayo lekas serahkan benda pusaka kepadaku!"

   Meskipun murung wajahnya, An-lok Kongcu masih sempat tertawa angkuh.

   "Jangan ter-buru2, masih ada pertarungan babak terakhir." Si nenek lantas berpaling, dilihatnya pertempuran antara paderi gemuk melawan Tok-kiam-leng-coa masih berjalan dengan seimbang, untuk sesaat sulit menentukan menang dan kalah. Memang tangguh ilmu silat paderi gemuk setengah baya itu, dengan bacokan, babatan, getaran, ketukan serta sodokan, setiap serangan cukup dahsyat, tapi dia jeri pada senjata Tok-kiam-leng coa yang berwujud pedang dan rantai baja berbisa, oleh sebab itulah untuk sementara keadaan tetap berlangsung seimbang. Tok-kiam-leng-coa Ji Hoa-lam putar kedua macam senjata beracunnya sedemikian rupa hingga menyerupai kitiran dan terus menyerang tanpa berhenti. Rantai baja seperti ular hidup dengan gerak melingkar, memagut, melejit, sebentar berputar bagaikan ruyung, sebentar pula bagaikan tombak, semua ancaman tertuju bagian mematikan di tubuh lawan. Sebalikuya pedang birunya yang beracun diputar menciptakan selapis dinding cahaya berwarna biru, dengan membawa desingan angin menderu dia kurung sekujur badan si hwesio.

   Jilid 17 Lama2 habislah kesabaran nenek keriputan itu, alisnya bekernyit, dengan suara serak seperti itik ia berteriak keras2.

   "Keledai gundul yang cebol, biasanya kau sok ngibul, kenapa sekarang tak mampu membereskan seorang bocah kerempeng begitu? Hayo cepat keluarkan semua Kungfu simpananmu, bereskan bocah itu, nyonya besar masih ada urusan lain." Si kakek berjenggot tiba2 menyela.

   "Bocah itu tidak tahan sekali hantam lagi, masa kau tidak melihatnya, nenek bangsat!? Yang benar kedua macam senjata bocah itu memang susah dihadapi... ."

   "Ah, banyak omong, coba lihat, biar nyonya besar yang bereskan bocah itu!"

   Teriak nenek keriput sambil mendelik.

   "Dia menyingsing lengan baju lalu bersiap melompat maju.

   "Eeh, tunggu sebentar!"

   Teriak Kian-kun-ciang In Tiongliong yang berada di samping.

   "Masa kalian sudah lupa dengan janji kita sebelumnya? Apakah kalian hendak mengingkari janji dan mau cari kemenangan dengan main kerubut? Bila demikian semua orang yang hadir di sini pasti juga takkan tinggal diam."

   Dengan lagak apa boleh buat terpaksa nenek keriputan itu urung bertindak, dengan tak sabar dia berseru.

   "Bangsat gundul! Sebetulnya kau mampu memenangkan pertarungan ini tidak ....!"

   "Nenek sialan, kenapa kau gelisah sendiri?"

   Jawab paderi gemuk pendek itu dengan mata melotot.

   "Pokoknya bocah ini akhirnya kukirim ke langit barat....!"

   Heran juga Tian Pek menyaksikan tingkah laku ketiga orang itu, jelas ketiga orang itu berasal dari satu golongan, tapi aneh, meraka saling mencaci-maki sendiri, siapa gerangan mereka bertiga? Kian-kun-ciang In Tiong-liong menyatakan bahwa sebelum bertarung telah mengadakan perjanjian, janji apakah itu? Kenapa dari pihak In-bong-san-ceng tak seorang lagi yang tampil kedepan walau pun sudah dua orang jago mereka yang terbunuh? Kenapa orang2 itu tak ada yang membantu? Makin dipikir semakin heran, maka akhirnya pemuda itu menjawil seorang laki2 di sampingnya dan bertanya.

   "Hei, apa yang terjadi ini?"

   Laki2 itu berpaling.

   tapi setelah mengetahui pemuda itu adalah Tian Pek, dengan gemas dia melotot, kemudian dilihatnya pula dandanan pemuda itu tak keruan, dengan sinis dia mencibir, lalu tanpa mengucapkan sepatah katapun dia alihkan kembali pandangannya ke tengah gelanggang.

   
Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Ketika laki2 itu berpaling, Tian Pek sendiripun segera mengenalinya sebagai Liang Giok yang kakaknya, Liang Bong, telah dibunuhnya ketika terjadi pertarungan di tepi sungai Yan-cu-ki, karena itulah meski sikap orang mendongkolkan hati, ia tetap bersabar.

   Dalam pada itu, Tok-kiam-leng-coa Ji Hoa-lam telah melancarkan serangan terlebih keji dan mengerikan, baik pedang beracun maupun rantai bajanya diputar sedemikian rupa hingga menimbulkan desingan angin tajam, rupanya iapun menyadari, jika dia sampai kalah, maka reputasi perkampungan In-bong san-ceng pun ikut berantakan.

   Serangan gencar yang dilancarkan Tok-kiam-leng-coa itu membuat si Hwesio gemuk jadi kelabakan dan keteter, suatu ketika tiba2 telapak tangannya menghantam ke muka, kemudian ia berjumpalitan mundur ke belakang.

   Sekilas pandang orang akan menyangka Hwesio itu terjungkal lantaran terluka, Tok-kiam-leng- coa tidak me-nyia2kan kesempatan yang baik itu, ular rantai baja di tangan kirinya segera menutuk wajah si Hwesio, sementara pedang beracun di tangan kanan menusuk ulu hati lawan dengan jurus Liu-seng-kan-gwat (bintang meluncur mengejar rembulan).

   Sungguh berbahaya posisi Hwesio gemuk itu sebab tubuhnya belum tegak berdiri, tampaknya serangan maut yang dilancarkan Tok-kiam-leng-coa segera akan bersarang telak di tubuhnya yang gemuk.

   Tiba2 terdengar kakek berjenggot panjang berseru sambil tertawa tergelak.

   "Hahaha, keledai gundul! Kau memang hebat, kalau sejak tadi kau gunakan cara seperti ini, bukankah kemenangan sudah kau raih tanpa bersusah payah?"

   Semua orang tertegun keheranan mendengar ucapan tersebut, bukankah si Hwesio gemuk jelas bakal kalah? Kenapa kakek berjenggot itu malahan bersorak gembira? Sementara itu rantai ular baja telah mengancam muka si Hwesio gemuk, pedang biru juga telah mengancam dadanya ....

   Pada saat itulah tiba2 Hwesio gemuk itu melejit ke atas, kakinya berlutut, kedua tangannya menempel tanah, dengan menggembungkan perutnya yang buncit hingga menyerupai seekor katak, ia ber-kaok2 dua kali dan mendorong telapak tangannya ke depan...

   "Blang! Blang!"

   Desingan angin puyuh menggulung ke depan, debu pasir beterbangan, hebat sekali pukulan yang dilontarkan itu.

   "Ilmu silat apa itu .... ?"

   Semua orang menjerit kaget. Belum habis seruan tersebut.

   "bluk", dengan telak pukulan si Hwesio gemuk bersarang di tubuh Tok-kiam-leng-coa Ji Hoa-lam, tanpa ampun lagi tubuhnya bagaikan layang2 yang putus benangnya mencelat beberapa tombak jauhnya. Baik pedang beracun maupun rantai ulur berbisa yang digunakan untuk menyerang ikut mencelat pula jauh, waktu tubuh jatuh ke atas tanah, jiwanya sudah melayang. Betapa terkejutnya kawanan jago itu, untuk beberapa saat lamanya suasana jadi hening dan tak seorangpun berani buka suara. Per-lahan2 Hwesio gemuk itu bangkit berdiri, katanya sambil tertawa.

   "Coba iihat, bagaimana hasilnya? Tidak jelek bukan, nenek busuk?"

   "Hehat! Hebat! Rupanya kau bangsat gundul ini memang masih punya ilmu simpanan!"

   Sahut si nenek keriputan sambil tertawa lebar. Setelah jago yang terakhir ikut tewas, kakek berjenggot panjang lantas berpaling ke arah An-lok Kongcu dan ayahnya, lalu berkata.

   "Tentunya kalian tak dapat bicara apa2 lagi bukan? Nah, mulai detik ini perkampungan In-bong-san-ceng telah berada di bawah kekuatan Hay-bwe-sam-sat!"

   An-lok Kongcu berpaling sekejap ke arah ayahnya, Kian-kun-ciang In Tiong-long, air muka mereka berdua pucat pias seperti mayat, tanpa mengucapkan sepatah kata mereka menunduk, jelas sekali luar biasa sedih mereka.

   Mendadak si nenek keriput berteriak kepada para ksatria yang hadir.

   "Hayo, siapa lagi yang tidak puas? Silakan maju untuk menerima kematian!"

   Pemuda berbaju putih itu lebih jumawa lagi, sambil menggoyangkan kipas peraknya ia herkata.

   "Toan-hong Kongcu, Siang-lin Kongcu serta An-lok Kongcu telah menggabungkan diri dengan kekuatan kami, di antara empat kelompok besar didaratan Tionggoan tinggal Lenghong Kongcu saja yang belum menyatukan sikapnya, Hei! Leng hong Kongcu, bagaimana dengan keputusan kalian? Mau lansung menyerahkan perkampungan Pah-to-san-ceng kalian di bawah kekuatan kami ataukah hendak mengutus dulu beberapa orang untuk mengantar nyawa?,, Leng-hong Kongcu yang berperasaan dingin melirik sekejap ke arah kawanan jagonya, rupanya ia minta pertimbangan jago2nya apakah diantara mereka ada yang berani menerima tantangan musuh. Kawanan jago dari perkampungan Pah-to-san-ceng di hari biasa selalu garang dan tinggi hati, kini sama tunduk kepala rendah2, tak seorangpun berani beradu pandang dengan Leng-hong Kongcu, tampaknya mereka takut kalau dirinya akan terpilih untuk menandangi tantangan musuh. Terdengar pemuda berbaju putih tadi mengejek.

   "Huh, Leng-hong Kongcu yang bernama besar kiranya tak lebih hanya manusia keroco yang tak berani bertindak tegas. Hayo, cepat jawab, mau menyerah kalah ataukah hendak melakukan perlawanan?"

   Sejak kecil sampai dewasa, belum pernah Leng-hong Kongcu menerima cemoohan orang lain dihadapan umum.

   Ia tahu jagonya sama ciut nyalinya setelah menyaksikan kelihayan musuh, selain itu iapun tahu kendatipun mereka maju, paling2 juga hanya mengantar kematian belaka.

   Walaupun demikian, sudah tentu dia tak mau menyerah dengan begitu saja sebelum melakukan perlawanan, sebab menyerah kalah adalah tindakan yang paling memalukan.

   Sebab itulah ia menjadi serba susah, wajah berubah jadi merah padam, ia tak tahu apa yang harus dilakukan ....

   Mendadak sesosok bayangan berkelebat tiba dari luar gelanggang, setelah berputar satu lingkaran di udara, dengan enteng orang itu melayang turun.

   Gesit dan cepat gerakan orang ini, indah pula gayanya.

   Kiranyn pendntang ini adalah seorang latah berusia setengah baya.

   "Keponakanku, baik2kah selama berpisah?"

   Tegur orang itu setibanya di tengah gelanggang. Betapa girang Leng-hong Kongcu setelah mengetahui bahwa orang ini tak lain adalah Thian-ya-ong-seng Tio Kiu ciu. cepat sahutnya;

   "Baik2-kah paman Tio selama ini?"

   Thian-ya-ong-seng mengangguk, lalu ia berpaling ke arah pemuda berbaju putih itu dan berkata dengan angkuh.

   "Bilamana kalian berminat, aku orang the Tio ingin belajar kenal dengan jago kosen dari lautan!"

   "Apakah kau mewakili perkampungan Pah-to-san-ceng? Kalau begitu, pilihlah dua orang lagi, agar kita dapat bertanding sebanyak tiga partai!"

   "Aku orang she Tio hanya ingin nantang kalian dengan nama Thian-ya-ong-seng, aku tidak mewakili sesuatu aliran ataupun perguruan manapun!"

   "Bocah latah! Lalu buat apa kami membinasakan kau?"

   Sela si nenek keriput dari samping.

   "Sekalipun menang juga tak ada gunanya, paling2 hanya membuang tenaga percuma!"

   "Hahaha, nenek tua, apakah kau tahu sumpahku di masa lalu?"

   Seru si manusia lalah dari ujung langit sambil tergelak.

   "Sumpah atau tidak juga tidak ada gunanya, yang penting kau mewakili mereka atau tidak, sehingga bila kau mampus maka kamipun bisa mendapatkan hasil yang lumayan."

   Sejak malang melintang di dunia persilatan, belum pernah Thian-ya-ong-seng berjumpa dengan manusia yang lebih latah daripadanya, ucapan si nenek membuatnya gusar, tapi ia lantas tertawa malah.

   "Sejak dulu aku orang she Tio telah bersumpah, barang siapa dapat menangkan aku, maka aku akan mengangkat orang itu sebagai guruku. Sudah tiga puluh tahun aku malang melintang di dunia persilatan, tapi belum pernah kutemui lawan tangguh yang mampu mengalahkan aku. maka jika satu diantara kalian berempat sanggup mengalahkan diriku, segera aku mengangkatnya sebagai guru, inikan imbalan yang baik bagi kalian?"

   "Hehehe, bocah latah, kau memang hebat!"

   Si nenek keriputan tertawa seram.

   "Tapi sayang kau telah melupakan sesuatu, andaikata salah seorang di antara kami berhasil membinasakan dirimu, setiba di akhirat lalu kau akan mengangkat siapa menjadi gurumu?"

   Untuk beberapa saat lamanya Thian-ya-ong-seng berdiri tertegun, sungguh tak disangkanya dirinya yang terkenal latah selama puluhan tahun, akhirnya bertemu dengan seorang yang berpuluh kali lipat lebih latah daripadanya.

   Sebelum jago latah ini sempat mengucapkan sesuatu, nenek keriput itu berkata pula.

   "Eeh, bocah latah, kau tak perlu ter-mangu2, ketabuilah kami bertiga disebut Hay-gwa-sam-sat, sedangkan Siauya ini ... !" Sambil berkata ia menuding si pemuka baju putih itu. Semua orang sama heran, nenek itu berani memaki kepada siapapun, tapi sikapnya terhadap pemuda berbaju putih itu ternyata sangat menghormat.

   "Siauya ini tak perlu dibicarakan dulu, biarlah bicara mengenai kami bertiga ini, barang siapa berani bertempur melawan kami, maka dia tak mungkin hidup lagi di dunia ini. Bocah latah, sekarang tentunya kau mengerti bukan? Kalau kau berani menantang kami, maka jiwamu pasti melayang, lalu untuk apa mengangkat guru segala? Kau cuma omong kosong belaka?" Betapa gusarnya Thian-ya-ong-seng demi mendengar perkataan itu, ia tak tahan lagi, sambil membentak telapak tangannya terus menghantam si nenek. Rupanya nenek itu tak menyangka musuh akan menyerang secara tiba2, serangan tersebut dilancarkan dengan cepat pula. Untung pengalamannya cukup luas, mendadak tubuhnya berputar dan tahu2 dia sudah terlepas dari ancaman lawan. Thian-ya-ong-seng tidak memberi kesempatan kepada musuh untuk berganti napas, sebelum musuh itu berdiri tegak. dengan jurus Heng-kang-toan-liu (menyodet sungai membendung air) serta Long-ki-liu-sah (tanah terkikis oleh gulungan ombak) secara beruntun tiga serangan berantai dilontarkan. Dalam keadaan tak siap, si nenek terdesak hingga rada kerepotan. Ilmu pukulan Tui-hong-ki-heng-ciang ciptaan Thian-ya-ong-seng memang mengutamakan gerak cepat, apalagi ia dibikin marah akibat ejekan musuh, jurus serangan mematikan dilancarkan secara beruntun, dalam waktu singkat dia telah menyerang belasan kali. Nenek itu terdesak hebat. bukan saja ia tidak memperoleh kesempatan untuk melancarkan serangan balasan, bahkan secara beruntun terdesak mundur, bisa dibayangkan betapa gemas nenek itu. Sepanjang pertarungan itu si kakek berjenggot panjang itu hanya membungkam saja, dengan sinar mata tajam ia mengikuti gerak serangan manusia latah tersebut, mau-tak mau ia kagum juga oleh kelihayan musuh. Pemuda berbaju putih itupun heran dan tercengang, kipas peraknya berulang kali diketukkan pada telapak tangannya .. Hanya Hwesio cebol itu yang tak acuh, sambil berkeplok tertawa ia berteriak.

   


Pendekar Binal -- Khu Lung Pendekar Pengejar Nyawa -- Khu Lung Romantika Sebilah Pedang -- Gu Long/Tjan Id

Cari Blog Ini