Ceritasilat Novel Online

Hikmah Pedang Hijau 14


Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long Bagian 14



Hikmah Pedang Hijau Karya dari Gu Long

   

   Waktu itu Wan ji sedang menemani encinya membersihkan badan dan tukar pakaian, ketika kembali ke ruang depan dan mendengar kabar tersebut, hancurlah perasaannya, kini encinya akan menjadi bakal isteri satu2nya orang yang dicintainya.

   Dengan hati yang remuk redam diam2 tanpa sepengetahuan orang lain Wan-ji berlalu dari gedung itu.

   "Tentu saja sebagai adik tak mungkin baginya untuk berebut pacar dengan kakaknya sendiri namun ia pun tidak tahan menyaksikan perkawinan yang akan menghancur-lumatkan hatinya ini, ia pikir bila bunuh diri di rumah, hal ini hanya akan merepotkan ibunya belaka, maka sesudah berpikir akhirnya dia mengambil keputusan untuk minggat.

   Begitulah, ketika upacara penguburan jenazah Buyung-cengcu selesai dan semua orang mempersiapkan pesta perkawinan antara Tian Pek dan Buyung Hong, saat itulah semua orang baru tahu Wan ji telah lenyap tak berbekas, semua orang lantas men-duga2 apa sebabnya anak dara itu pergi tanpa pamit.

   Di antara sekian banyak orang, hanya Tian Pek seorang yang mengerti, ia tahu gadis itu meninggalkan rumah tanpa pamit adalah lantaran dirinya.

   Beberapa kali Wan-ji pernah mempertaruhkan jiwanya untuk menolong dirinya, pemuda itu tahu Wan-ji adalah seorang gadis polos yang belum punya pengalaman apa2 dalam dunia persilatan, apabila membiarkan gadis itu berluntang-lantung sendirian di dunia persilatan, sudah pasti jiwanya akan terancam.

   Sebagai seorang pemuda yang berjiwa ksatria.

   apakah nanti Tian Pek bisa tenang menikmati bulan madunya.

   Setiap kali berduaan dengan Buyung Hong pikirannya lantas melayang memikirkan keselamatan Wan ji.

   Lama kelamaan ia jadi tak tahan, akhirnya ia berunding dengan Buyung Hong untuk mengundurkan perkawinannya, malahan iapun minta pertimbangan Buyung-hujin dan paman Lui tentang niatnya akan keluar mencari Wan ji.

   Kebetulan Ji-lopiautau juga hendak pamit untuk mencari barang kawalannya yang hilang, sebab sewaktu orang2 Lam-hay-bun meninggalkan Pah-to-san-ceng, mereka telah membawa pula barang begalannya.

   Paman Lui juga kuatir membiarkan Tian Pek dan Buyung Hong melakukan perjalanan sendiri, akhirnya diputuskan mereka berempat berangkat bersama.

   Dengan memilih empat ekor kuda jempolan, berangkatlah mereka meninggalkan perkampungan Pah-to-san-ceng, tapi kemanakah mereka harus pergi? Dunia tidak selebar daun kelor, mencari jejak seorang di dunia seluas ini boleh bilang ibaratnya mencari sebiji jarum di tengah samudera, ke mana mereka menuju? Menurut perkiraan Tian Pek, Wan-ji hanya pernah mengunjungi kota Lam-keng serta daerah di sekitarnya seperti "duabelas gua karang", apalagi di tempat itu terdapat pula lembah Bong-hun-kok yang sangat rahasia letaknya, gadis itu pernah belajar silat selama beberapa bulan pada Sin-kau Tiat Leng, siapa tahu kalau anak dara itu bersembunyi di sana? Mendengar penuturan tersebut, paman Lui merasa ada kemungkinan betul dugaan itu, apalagi Ji-lopiautau tiada tujuan tertentu dalam usaha pencarian harta kawalannya, maka diputuskan mereka berempat berangkat ke Lam keng.

   Dari Ce-lam keempat orang itu berangkat menuju Lamkeng, ketika melalui propinsi Kangsoh dan Soatang, sepanjang jalan mereka temukan di mana2 orang mengenakan lambang perguruan Lam hay-bun, selain itu merekapun sempat mendengar beberapa pantun yang sedang populer di dunia persilatan dewasa itu.

   Pantun itu sangat populer sehingga anak kecil-pun ikut menyanyikannya di mana2.

   Begini bunyi pantun itu.

   "An lok Kongcu yang romantis kini tak romantis, Siang-lin Kongcu yang hangat kini jadi dingin, Toan-hong yang luntang lantung kini ada pemiliknya, hanya naga sakti dari Lam-hay tetap jaya."

   Dulu, sewaktu masa jayanya keempat Kongcu dunia persilatan ada pantun yang mengatakan.

   "An lok Kongcu paling romantis, Siang-lin Kongcu paling hangat, Toan- hong Kongcu luntang-lantung tanpa tujuan, Leng-hong Kongcu tak punya perasaan", maka sekarang pantun itu merupakan kebalikannya, cuma Leng-hong Kongcu tidak dicantumkan lagi namanya. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa kekuasaan empat pemuka dunia persilatan telah punah, sekarang pangeran naga sakti dari Lam-hay-bun yang berkuasa, ini terbukti dari akhiran pantun yang berkata.

   "Hanya naga sakti dari Lam-hay tetap jaya!"

   O oO 0O0 Oo o Menjelang senja, Tian Pek berempat masih melanjutkan perjalanan di suatu tanah perbukitan yang tandus dan sepi, meskipun udara mulai gelap, namun mereka masih berada jauh dari kota.

   Pada saat itulah, mendadak di kejauhan tampak kilatan cahaya api menjulang tinggi ke angkasa di atas bukit di depan sana.

   Kobaran api itu besar sekali, di tengah remangnya cuaca, cahaya api yang memancar itu tampak amat menyolok.

   Angin berhembus kencang saat itu, api yang sedang berkobar dengan besarnya dengan cepat merambat ke daerah sekelilingnya, dalam waktu singkat hampir separuh bukit sudah terjilat api, dipandang dari kejauhan, kebakaran itu se-olah2 seekor naga api yang mendekam di punggung bukit.

   Diam2 Tian Pek mengamati tempat kebakaran itu, mendadak ia menjerit kaget seraya berseru.

   "Wah celaka, tampaknya kebakaran itu terjadi di tempat tinggal kedua orang sobat kental mendiang ayahku. Aneh, mengapa rumah mereka bisa terbakar sehebat ini?" "Siapakah kedua orang itu?"

   Paman Lui cepat bertanya sambil menarik tali kudanya.

   "Kebanyakan sobat kental ayahmu kenal juga denganku, coba sebutkan nama kedua orang yang tinggal di bukit itu!"

   "Mereka menyebut dirinya sebagai Hoat-si-jin (orang mati hidup) dan Si hoat-jin (orang hidup mati)!"

   "Hoat-si-jin dan Si-hoat-jin? Aneh benar nama itu, belum pernah kudengar nama tokoh silat seaneh itu ...

   "

   Seru paman Lui dengan melengak.

   "Kukira itu hanya nama samaran mereka, sebab nama itu kedengarannya memang aneh benar!"

   Tutur Tiun Pek. Lalu ia menerangkan dandanan serta potongan badan kedua orang aneh itu, sekalian ia terangkan pula gaya Kungfu mereka. Selesai mendengar keterangan tersebut, sambil menepuk paha paman Lui berseru.

   "Aha, rupanya Tay-pek siang-gi! Benar, pasti kedua orang bersaudara itulah yang kaumaksudkan, sebab orang lain tak nanti paham Tay kek ji-gi le-hun-ciang (ilmu pukulan dua unsur sakti pencabut nyawa), di kolong langit cuma kedua orang itulah yang bisa memainkan ilmu silat tersebut. Hayo berangkat, kita tengok ke sana."

   Ia lantas membedal kudanya menuju ke puncak bukit yang tertimpa kebakaran itu.

   Tian Pek, Buyung Hong serta Ji-lopiautau segera menyusul dari belakang dengan cepat.

   Dengan kecepatan lari keempat ekor kuda itu dalam sekejap mereka sudah mendaki ke atas bukit itu, dari kejauhan mereka lihat ada belasan orang laki2 kekar sedang bertempur sengit mengerubuti dua bayangan putih di bawah cahaya kobaran api yang terang.

   Walaupun masih berada agak jauh, namun Tian Pek dapat mengenali kedua sosok bayangan putih yang sedang dikerubuti belasan orang kekar itu tak lain adalah Si-hoat-jin dan Hoat-si-jin.

   Selain belasan orang kekar itu terdapat pula seorang pemuda baju hijau yang sedang bertempur sengit bersama Tay-pek-siang-gi, Tian Pek segera mengenali pemuda itu sebagai Siang-lin Kongcu.

   "Aneh benar!"

   Demikian ia berpikir.

   "kenapa Siang-lin Kongcu bisa muncul di sini dan bersama Thay-pek-siang-gi menghadapi kerubutan musuh?"

   Sementara itu jilatan api telah menghancurkan teinpat kediaman kedua orang mati itu, rumah itu sudah tenggelam di tengah lautan api.

   "Locianpwe jangan gugup, aku datang membantu,"

   Teriak Tian Pek dengan lantang seraya melayang masuk ke dalam gelanggang kedua telapak tangannya berputar kencang.

   "bluk! bluk!'"

   Beruntun ia hajar dua orang musuh sampai mencelat.... Paman Lui pun melayang masuk ke dalam gelanggang pertarungan bagi ikan burung elang sambil menerkam musuh ia ter-bahak2, serunya.

   "Hahahaha! Tay-pek-siang-gi, sudah puluhan tahun kalian menyembunyikan diri seperti kura2, kalian berusaha menghindari pertemuan denganku, dan sekarang, hahaha, sarang kalian dibakar orang, kalian akan sembunyi di mana lagi ....?"

   Tiba2 terdengar tertawa seram, menyusul mana dari balik kerumunan orang banyak melayang keluar seorang.

   "Lui sinting, jangan kau berlagak!"

   Teriak orang itu sambil menuding paman Lui.

   "Untung kau lolos di Pah-to san ceng, tapi malam ini bertemu kembali, jangan harap kau akan lolos lagi dalam keadaan hidup!"

   Dengan pandangan setajam sembilu paman Luj mengamati orang itu, dia adalah seorang kakek botak bermuka buas dan berlengan satu, siapa lagi kalau bukan Tui hun leng Suma Keng? Paman Lui menengadah dan tertawa terbahak2.

   "Hahaha, kukira siapa yang berani menantang aku, tak tahunya adalah bandit buntung macam kau yang telah membakar rumah dan membunuh di tengah hutan begini,"

   "Lui edan, tak perlu kau berlagak edan di hadapanku!"

   Teriak Tui hun-leng.

   "Hari ini akan kusuruh kau mampus tak terkubur di ujung keleningan mautku!"

   "Kling! Kling!"

   Begitu selesai berkata, keleningan maut segera diguncangkan, dengan membawa suara yang memekak telinga langsung menghantam batok kepala paman Lui.

   Hebat serangan itu, cahaya kuning yang menyilaukan segera menyambar, sekali serang segera Suma Keng melancarkan serangan maut.

   Meskipun dahsyat serangan musuh, tanpa gentar sedikitpun paman Lui berdiri tegak di tempatnya, ia mencibir, ejeknya "Huh, hanya ilmu jual koyok macam inipun ingin pamer di depan orang ..."

   Meskipun di mulut mengejek, tangannya tidak menganggur, begitu serangan Tui-hun-leng tiba, cepat ia berkelit ke samping, berbareng iapun melepaskan satu pukulan dahsyat ke iga kiri Suma Keng.

   Ilmu Thian-hud-ciang paman Lui dipelajarinya dari kitab pusaka Soh-kut-sim-hun pit kip, kendatipun tidak selihay Tian Pek, namun ketika digunakan, angin pukulannya cukup mengerikan.

   Tui-hun-Ieng kehilangan sebuah lengan kiri, sekalipun ilmu silatnya lihay, namun pertahanan pada bagian kirinya menjadi kosong dan lemah, apalagi ketika menyerang paman Lui barusan ia telah menggunakan tenaga yang kelewat batas, tatkala tiba2 sasarannya menghindar, menyusul sebuah pukulan balasan lawan menghajar iga kirinya, Tui-hun-leng jadi kaget dan gugup.

   Perlu diketahui, serangan balasan yang dilancarkan paman Lui selain lihay juga cepat luar biasa, baru saja Suma Keng merasa serangannya mengenai tempat kosong, tahu2 angin pukulan paman Lui sudah menyambar tiba.

   Dalam keadaan begini sulit baginya untuk menghindar, untung ilmu silat Suma Keng memang tangguh, dalam posisi yang serba sulit, cepat ia mengegos ke samping, dada kiri terhindar dari pukulan maut, dengan bahu kiri ia sambut hantaman itu.

   "Blang,"

   Suma Keng mencelat jauh, bahu kirinya sakit bagaikan dipukul martil, sakitnya tidak kepalang. Berhasil dengan serangannya, paman Lui terbahak, katanya.

   "Malam itu di Pah to san-ceng kau berani mencari gara2 pada Lui toayamu, karena mengingat sesama orang sendiri. Lui-toaya tidak sampai melukai kau, tapi sekarang kau bangsat ini sudah berkhianat, pagar makan tanaman, dalam bahaya bukan membela sobat sebaliknya kau malah takluk pada musuh, maka Lui-toaya sekarang tidak akan sungkan2 lagi padamu, boleh kau mencicipi bagaimana rasanya pukulan Thian hud ciang!" Begitu selesai berkata, secepat kilat ia menubruk lagi ke depan, dengan jurus Hud-cou-hang-coh ia hantam dada Suma Keng. Paman Lui kadung benci pada orang yang tak tahu malu dan rendah ini, karena itu kendatipun ia tahu Suma Keng sudah terluka, namun serangannya tetap disertai tenaga dalam sepenuhnya Sebaliknya Suma Keng terlalu pandang enteng lawan sehingga dalam satu gebrakan isi perutnya terluka parah, waktu itu ia sedang mengatur pernapasan, ketika serangan kedua paman Lui dilontarkan ke arahnya dengan kekuatan yang mengerikan, ia berusaha untuk menghindar, namun tak mampu, mau melawan juga tak kuat, saking takutnya air mukanya berubah pucat seperti mayat, hampir saja ia menjerit. Pada saat yang gawat itulah tiba2 sesosok bayangan berkelebat dari samping, di tengah udara ia sambut serangan paman Lui itu dengan keras lawan keras.

   "Blang!"

   Benturan keras terjadi, paman Lui tergetar mundur, diam2 ia kaget oleh tenaga dalam orang itu.

   Walaupun demikian, penyergap itupun kena dihajar oleh tenaga pukulan paman Lui sampai berjumpalitan beberapa kaki di udara, ketika melayang turun air mukanya sebentar berubah merah dan sebentar pucat, jelas ia telah kecundang.

   Orang itu tak lain adalah Tok-kak-hui-mo Li Ki.

   Setelah tarik napas panjang, katanya.

   "Lui sinting, tak perlu kau berlagak, coba rasakan lagi pukulan tuanmu ini!"

   Habis berkata sekaligus ia lontarkan tiga pukulan dahsyat Selama berkecimpung di dunia persilatan, keistimewaan yang diandalkan Tok-kak-hui-mo Li Ki adalah kecepatan gerak tubuh serta anehnya jurus serangan yang dipakai maka bisa dibayangkan betapa dahsyat dan hebatnya serangan yang dilancarkan dengan nekat.

   Dalam pada itu, Ji-lopiautau dan Buyung Hong masing2 juga sudah bertempur dengan musuh, Tian Pek sendiri setelah berhasil mendesak mundur 4-5 orang berpakaian ringkas, ketika tiba2 melihat keadaan paman Lui terancam bahaya, cepat ia memburu ke sana.

   "Hiantit, tahan!"

   Teriak paman Lui dengan lantang "Serahkan saja makhluk pincang ini kepadaku, biar paman bereskan dia."

   Diiringi bentakan keras, beruntun ia lepaskan dua kali pukulan gencar untuk memulihkan kembali posisinya yang terdesak, kemudian bergantian dia memberondong Tok-kak-hui-mo dengan beberapa kali pukulan yang lebih dahsyat.

   Seketika Tok-kak-hui-mo Li Ki terdesak mundur hingga jauh.

   Di pihak lain, Tui-hun-leng Suma Keng telah memanfaatkan peluang itu untuk mengatur pernapasannya, ia jeri menyajikan ketangguhan Tian Pek, ia tahu kawanan jago Lam hay-bun yang dipimpinnya sekarang masih bukan tandingan pemuda itu, apalagi dengan mata kepala sendiri ia pernah menyaksikan Hay gwa sam-sat yang digembar-gemborkan kelihayannya juga keok di tangan anak muda itu.

   Setelah mempertimbangkan untung ruginya cepat dia mengambil keputusan untuk mengundurkan diri, segera ia bersuit nyaring.

   Suara suitan itu tinggi melengking, begitu menangkap suara tersebut, serentak Tok-kak-hui-mo Li Ki melepaskan suatu serangan tipuan, kemudian sambil mengundurkan diri dia berseru.

   "Lui gila untuk sementara waktu biarlah kau hidup satu-dua hari laqi, dua hari mendatang utang piutang ini pasti akan kutagih berikut rentenya!"

   Tanpa membuang waktu lagi, dia lantas kabur dari situ dan menyusup ke dalam hutan.

   Suma Keng beserta belasan orang berpakaian ringkas itu ikut mengundurkan diri dari sana, rupanya suitan nyaring tadi adalah tanda untuk mngundurkan diri.

   Tian Pek siap mengejar tapi paman Lui memberi tanda agar pemuda itu tak usah melakukan pengejaran lebih jauh, kepada Say-gwa siang jan ia berseru.

   "Setiap saat orang she Lui siap menantikan petunjuk dari kalian!"

   Say-gwa-siang-jan tak berani banyak bicara, dengan membawa kawanan jagonya mereka kabur ter-birit2, dalam waktu singkat bayangan mereka sudah lenyap tak berbekas.

   Setelah musuh sudah kabur baru Tay-pek-siang-gi maju ke depan, mereka mengucapkan terima kasih atas bantuan orang2 itu, lalu mereka berkata kepada paman Lui.

   "Saudara Lui, sudah puluhan tahun kita tak berjumpa, tak nyana kau masih segar-bugar....."

   "Hahaha, sialan, kalian masih berani ber-olok2 padaku?"

   Seru paman Lui sambil menggaruk rambut sendiri yang kusut.

   "Coba lihat, masa begini dikatakan segar-bugar?"

   "Aku tidak maksudkan lahiriah....."

   Seru Si-hoat-jin cepat.

   "Kalau melihat lahiriah andaikata tuan penolong tidak membicarakan diri Lui-heng dalam pertemuan kami tempo hari......."

   Sambil berkata ia menunjuk ke arah Tian Pek.

   "Lalu Say-gwa siang jan juga memanggil kau Lui-gila, mungkin sampai saat ini kami tak kenal dirimu sebagai saudara Lui yang dulu ....Hahaha yang kumaksudkan adalah kegagahan saudara Lui, ternyata tak berbeda seperti dulu!"

   "Ai, kejadian yang sudah lewat lebih baik jangan disinggung lagi,"

   Kata paman Lui.

   "Marilah bicara dulu mengenai kalian berdua yang telah lama mengasingkan diri dari keramaian dunia persilatan. Kenapa kalian mengikat permusuhan dengan Say-gwa siang jan sehingga terjadi serbuan ini? Siapa pula orang2 kekar tadi?"

   "Ai, panjang sekali kalau diceritakan,"

   Kata jago kedua dari Tay pek siang-gi sambil menghela napas.

   "Mari, mari, Lui-heng, kuperkenalkan dirimu pada seorang sahabat!"

   Sambil menuding pemuda tampan yang berada di belakangnya ia berkata pula.

   "Dia tak lain adalah Siang-lin Kongcu yang punya nama besar di dunia persilatan, kenal bukan?"

   Lalu kepada Siang-lin Kongcu sambil menunjuk paman Lui dia menambahkan.

   "Dan saudara ini adalah Thian hud ciang Lui Ceng-wan yang namanya pernah menggetarkan kedua sisi sungai pada puluhan tahun berselang!"

   "Selamat berjumpa! Selamat berjumpa!"

   Cepat Siaog-lin Kongcu memberi hormat. Dengan mata melotot serta memancarkan sinar tajam paman Lui menatap pemuda itu. kemudian sambil tertawa ter-bahak2 ia berkata.

   "Hahaha, jadi Siang-lin Kongcu yang tidak hangat ialah kau ini.....?"

   Merah wajah Siang-lin Kongcu karena jengah, Tian Pek sendiri sedang mengawasi Siang-lin Kongcu, dilihatnya pemuda itu masih mengenakan baju hijau seperti dulu, hanya sekarang tanpa perhiasan yang mahal2, sikapnya tidak segagah dulu lagi, malahan alis matanya bekernyit dan tampak murung.

   Tanpa terasa terbayang kembali olehnya betapa gagah dan ramahnya Siang-lin Kongcu di masa lalu, sekalipun ayahnya terikat dendam berdarah dengannya, namun antara dirinya sendiri dengan pemuda itu boleh dibilang pernah bersahabat, sedikit banyak ia merasa terharu juga melihat keadaannya sekarang.

   Sambil melangkah maju dia lantas menyapa;

   "Kongcu tidak menetap di kota Lam-keng, untuk apa anda datang ke rumah kediaman 'orang mati hidup' ini?"

   Dengan ter-sipu2 Siang-lin Kongcu tundukkan kepala dan tidak menjawab. Toako dari Tay-pek-siang-gi, yakni Hoat si jin, segera berseru.

   "O, jadi kalian sudah saling kenal .."

   Bicara sampai di sini, ia berpaling dan memandang puing yang berserakan itu sambil menggeleng kepala dan tertawa getir terhadap paman Lui.

   "Sudah banyak tahun kita tak berjumpa,"

   Katanya kemudian.

   "Tak tersangka setelah bertemu lagi sekarang, tempat duduk pun tak punya ..."

   
Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Tak perlu sungkan,"

   Tukas paman Lui dengan dahi berkerut.

   "Ceritakan saja apa yang terjadi."

   Begitulah beberapa orang itu lantas berdiri di sekitar bekas tempat kebakaran, dan Tay pek siang gi pun mulai menuturkan jalannya peristiwa.

   Mendengar cerita tersebut, diam2 paman Lui menjulurkan lidahnya tanda keheranan dan kaget.

   Kiranya Hoat-si-jin merasa kuatir akan kepergian Tian Pek ke kota Lam keng untuk menuntut balas bagi kematian ayahnya maka sesudah Tian Pek berangkat, ia segera menyadarkan adiknya, Si-hoat-jin lebih dulu dan kemudian baru melepaskan Wan-ji.

   Oleh sebab Si-hoat-jin bertindak kasar karena terpengaruh oleh lukisan Soh-kut-siau-hun-pit-kip yang aneh dan merangsang itu, maka kejadian itu harus dilewatkan dengan canggung namun tak sampai berekor panjang.

   Demikianlah, setelah meninggalkan rumah tinggalnya, mereka lantas menuju ke dua belas gua karang untuk mencari jejak Tian Pek, apa mau dikata, sekalipun daerah di sekitar sana sudah dicari secara teliti, namun jejak pemuda itu tak berhasil ditemukan.

   Maka berangkatlah mereka menuju kota Lam-keng, beberapa kali mereka menyusup ke dalam istana keluarga Kim untuk melakukan pengintaian namun bukan saja jejak Tian Pek tidak berhasil ditemukan, malahan beberapa kali mereka bentrok dengan kawanan jago istana Kim dan nyawa mereka nyaris melayang di tangan kawanan jago tersebut.

   Menyaksikan betapa ketatnya penjagaan di sekitar istana, kedua orang ini semakin kuatir kalau2 Tian Pek tertangkap dan terbunuh di dalam istana tersebut, namun apa daya, kekuatan mereka terlalu minim dan tak mampu melawan kelihayan jago2 istana keluarga Kim.

   tapi merekapun tak rela meninggalkan tempat itu dengan begitu saja.

   Akhirnya mereka mengambil keputusan untuk berdiam di sebuah rumah perginapan, selain mencari jejak Tian Pek, mereka pun berusaha mencari kesempatan untuk menyusup kembali ke dalam istana keluarga Kim.

   Begitulah, telah sebulan lamanya mereka berada di situ, mereka mendengar berita yang tersiar di dunia persilatan yang mengatakan sewaktu diadakan pesta lampu pada malam Cap-go-meh Su toa kongcu diri dunia persilatan serta kawanan jago yang hadir dalam pertemuan itu telah tewas semua terjebak oleh alat rahasia Sek-ki-toa-tin dan istana keluarga Kim yang lihay, Tian Pek termasuk di antara korban yang tewas.....

   Ada pula kabar mengatakan Tian Pek tidak mati, dia berhasil lolos dari jebakan Sek-ki-toa-tin istana keluarga Kim, tapi akhirnya tewas juga di lembah Bong-hun-kok di bukit Ci-kim-san yang ada di luar kota Lam-keng.

   Bahkan ada pula yang mengabarkan bahwa Tian Pek telah takluk kepada pihak perguruan Lam-hay-bun....

   pokoknya suasana waktu itu amat kacau, beritanya simpang siur dan beraneka ragam.

   Akhirnya muncul Lam-hay-hun yang menguasai dunia persilatan, maka kedua jago Tay- pek ini melakukan penyelidikan yang terakhir dalam istana keluarga Kim, dalam suatu penjara batu tanpa sengaja mereka telah menyelamatkan jiwa Siang-lin Kongcu.

   Waktu itu Tay pek siang gi hanya tahu bahwa mereka berhasil menolong seorang pemuda yang terada dalam keadaan tak sadar, mimpipun mereka tak mengira pemuda yang ditolongnya ini justeru pemilik istana keluarga Kim, Siang-lin Kongcu yang terkenal itu.

   Setelah diajukan beberapa buah pertanyaan, mereka baru tahu bahwa istana keluarga Kim telah berganti pemilik.

   Setelah Cing-bu-siu Kim Kiu dibunuh secara keji dengan cara Ngo-to-hun-si (lima golok mencincang mayat), Sianglin Kongcu dan adiknya Kang-lam-te-it-bi-jin Kim Cayhong ditangkap dan dikurung dalam penjara yang berbeda, sementara kawanan jago yang dipelihara dalam istananya banyak yang tewas dan menyerah kepada pihak lawan, kini istana tersebut telah menjadi markas besar Lam-hay-bun, disinilah Lam-hay-it-kun memberi komandonya untuk menjajah dan menguasai seluruh dunia persilatan.

   Sebagai akhir kata, Hoat-si-jin menambahkan.

   "Kalian tahu, apa sebabnya malam ini Say-gwa-siang-jan beserta begundalnya datang mencari gara2 kemari? Mereka datang kemari justeru lantaran mendapat perintah Lam-hay-bun untuk menawan Siang-lin Kongcu!"

   Mendengar cerita ini, paman Lui dan kawanan jago lainnya terperanjat, lebih2 Tian Pek.

   Kecuali terkejut iapun merasa heran dan sangsi.

   Cerita ini sudah pernah ia dengar dari Cui-cui dan kenyataannya banyak terdapat perbedaan, waktu berada di lembah Bong-hun-kok, Cui-cui pernah memberitahu kepadanya bahwa Lam-hay-bun telah menjajah seluruh daratan Tionggoan, Bu-lim-su-kongcu telah menjadi ketua cabang atau menjadi pimpinan kelompok Lam-hay-bun.

   Kemudian sewaktu berada di Pah-to-san-ceng, ia pernah mencuri dengar pula pembicaraan Lam-bay-liong-li, katanya penyerbuannya ke daratan Tionggoan kali ini sekalipun atas nama Lam hay-siau-kun, namun pada hakikatnya Lam-hay-liong-li yang memimpin operasi, sementara Lam-hay-siau-kun Hay-liong-sin sendiri tak pernah datang ke daratan Tionggoan.

   Jangan2 perkataan Lam-hay-liong-li tidak benar? Lam-hay-it-kun Hay-liong-sin, telah muncul sendiri di daratan Tionggoan? Dari kenyataan sekarang dapat diketahui bahwa apa yang diucapkan Cui-cui tidak semuanya benar, sebab Lenghong Kongcu dan Siang-lin Kongcu tidak menyerah kepada pihak Lam-hay bun, malahan mereka telah tertawan dan nyaris jiwanya ikut jadi korban, atau dengan perkataan lain kembali gadis itu membohongi dirinya.

   Tempo hari, oleh karena Cui-cui membohonginya, anak muda ini sudah merasa gusar, sekarang setelah terbukti ucapan Cui-cui kembali tidak benar diam2 ia tambah gusar kepada nona itu.

   Setelah paman Lui selesai mendengar penuturan Tay-pek siang-gi, sesudah termenung sebentar, lalu katanya.

   "Nah, rupanya kita harus berkunjung pula ke istana keluarga Kim di Lam keng, siapa tahu kalau barang kawalan Ji-lopiautau yang dibegal telah diangkut ke sana?"

   "Ah. soal barang kawalan itu adalah masalah kedua, lebih baik kita mencari dulu jejak Wan ji!"

   Tukas Ji lopiautau cepat.

   "Wan-ji memang harus dicari, tapi barang kawalan yang dibegalpun harus dicari, bagaimanapun juga kita akan menuju ke kota Lam-keng.

   Mau cari orang atau cari barang kawalan lebih dulu, biarlah kita tentukan sesuai dengan keadaan nanti."

   Habis bicara, mendadak paman Lui berseru.

   "Hayo berangkat!"

   Tanpa menunggu jawaban lagi, ia lantas melompat ke atas kudanya dan dilarikan secepat angin menuruni bukit.

   Memang begitulah tabiat paman Lui, pemberang dan tidak sabaran, iapun tegas dalam berkata, sekali bilang pergi maka segeralah dia berangkat.

   "Cianpwe berdua apakah mau ikut serta?"

   Tanya Tian Pek kepada Tay-pek-siang-gi.

   "Tentu saja, rumah kami sudah dibakar mereka, kalau tidak menuntut perhitungan pada mereka, aku harus menagihnya kepada siapa?" Dengan penuh rasa haru Siang-lin Kongcu menggenggam tangan Tian Pek, lalu katanya.

   "Saudara Tian, aku sangat mengharapkan bantuanmu untuk menyelesaikan masalah rumahku."

   "Hmm!"

   Tian Pek mendengus.

   "Tahukah kau bahwa ayahmu adalah musuh besar yang telah membinasakan ayahku?"

   Siang-lin Kongcu melengak dan tak mampu berkata pula. Hoat si-jin cepat menukas.

   "Sekarang Kim-cengcu sudah tewas, ada baiknya kita lupakan saja persoalan dendam lama, mari kita bekerja sama untuk menghadapi Lam-hay-bun!"

   "Siau-in-kong, mari kita berangkat!"

   Ajak Si-hoat-jin, bersama Hoat-si-jin mereka lantas menyusul paman Lui yang sudah jauh. Tian Pek berdiri termangu sambil berpikir.

   "Lam-hay-bun telah bantu aku membinasakan dua musuh besar pembunuh ayahku, sekarang aku malahan akan mencari Lam-hay-bun untuk membuat perhitungan.... Sebenarnya siapa penolong dan siapa musuh? Ai, persoalan ini benar2 sukar untuk dijawab .. ..

   "

   Sementara itu Buyung Hong dan Ji lopiautau sudah melompat ke atas kudanya masing2, ketika melihat anak muda itu masih ter-mangu2, Buyung Hong lantas berseru. 'Engkoh Pek, hayolah kita berangkat!"

   Tian Pek tersentak dari lamunannya, cepat dia melompat ke atas kudanya dan membedalnya menuruni bukit itu.

   Dengan berlalunya beberapa orang itu, sekarang tinggal Siang-lin Kongcu sendiri yang masih berdiri termangu, ia terbayarg kembali masa jayanya, waktu itu anak buahnya sangat banyak dan ia selalu berjalan di paling depan, tapi sekarang bukan saja dia seorang diri, bahkan tertinggal di paling belakang, rasa sedih tanpa terasa berkecamuk dalam benaknya ....

   Tapi persoalan ini menyangkut urusannya, apalagi dia masih membutuhkan bantuan orang lain, maka iapun tidak ayal lagi, segera ia menyusul ke sana.

   Sepanjang perjalanan ia merenungkan perkataan Tian Pek sebelum berangkat tadi;

   "Ayahmu adalah pembunuh ayahku ....!"

   Suatu perkataan yang sangat membingungkan, ia merasa tidak paham dan tidak mengerti apa maksudnya, sebab pada hahikatnya ia sama sekali tak tahu ayahnya Cing-hu sin Kim Kiu pernah membunuh ayah Tian Pek, bahkan mendengar pun tak pernah ....

   Dengan kecepatan ketujuh orang itu, empat menunggang kuda dan tiga berjalan kaki, ketika fajar baru menyingsing mereka telah tiba di kota Lam- keng.

   Hari masih pagi sekali, pintu gerbang kota Lam-keng belum dibuka, ketujuh orang itu lantas mencari sebuah rumah penginapan yang terletak di luar kota untuk beristirahat.

   Untungnya kota Lam-keng adalah kota perdagangan yang sangat ramai, banyak sekali kaum pedagang yang tiba di lua.r kota sebelum fajar menyingsing untuk beristirahat sekalian sarapan, kemudian bila pintu gerbang kota dibuka, mereka baru masuk ke kota.

   Karena kebiasaan ini, kedatangan ketujuh orang ini sama sekali tidak menarik perhatian.

   Selesai bersantap pagi, masing2 lantas masuk ke kamar untuk beristirahat, mereka mempersiapkan diri untuk melakukan penyelidikan ke dalam istana keluarga Kun pada malam harinya.

   Waktu berlalu dengan cepatnya, sehari lewat tanpa terasa, ketika sang surya sudah terbenam, mereka titipkan kudanya pada rumah penginapan dan masuk ke kota dengan berjalan kaki, kemudian mereka bersemadi pula di suatu tempat gelap untuk menghimpun tenaga, menjelang tengah malam, tujuh orang itu baru melompati tembok pekarangan dan menyusup ke dalam istana keluarga Kim.

   Di antara ketujuh orang itu ada empat orang yang apal keadaan bangunan tersebut, lebih2 Siang-lin Kongcu yang kembali di rumah sendiri, tentu saja dia lebih menguasai keadaan di situ daripada orang lain.

   Di samping Tian Pek, Tay-pek-siang gi juga sudah beberapa kali mengunjungi istana keluarga Kim, di antara mereka hanya paman Lui, Ji-lopiautau dan Buyung Hong bertiga yang untuk pertama kalinya berkunjung ke situ.

   Siang-lin Kongcu, Tian Pek dan Tay-pek-siang-gi berdiri di atas dinding tembok dan tertegun menyaksikan keadaan di tengah perkampungan itu.

   Kiranya "balai pertemuan"

   Yang besar di dalam istana keluarga Kim yang sudah tenggelam ke perut bumi oleh alat rahasia Sek-ki-toa tin ketika terjadi pertemuan Bu-lim sukongcu pada malam Cap-go-meh tempo hari kini sudah muncul kembali di atas permukaan bumi, dari sini terbukti bahwa orang2 Lam-hay-bun pandai pula dalam ilmu alat rahasia.

   Selain Sek ki-toa tin telah membuat ruangan besar itu muncul kembali, malahan di sekelilingnya telah banyak bertambah pula alat2 rahasia lain.

   Siang-lin Kongcu yang kembali ke rumah sendiri jadi terbelalak dan melongo.

   Bangunan yang begitu luas dan besar bukan saja tidak nampak cahaya lampu, bahkan banyak ruangan, bangunan loteng dan bentuk semula sudah berubah, jalanan yang semula menghubungkan suatu tempat dengan tempat lain ternyata sekarang sudah buntu.

   Siang-lin Kongcu ter-mangu2 bingung, akhirnya dengan suara lirih ia terangkan kejadian aneh itu kepada paman Lui.

   Mendengar laporan tersebut, paman Lui sendiripun tercengang, sekalipun Lam-hay-bun dapat membangun dan mengubah kembali bentuk gedung keluarga Kim, tidak mungkin bangunan tersebut dapat selesai dalam waktu secepat ini.

   Maka ketujuh orang itu lantas berunding lagi.

   Ji-lopiautau yang berpengalaman memang tak malu disebut jago kawakan, dengan pengetahuannya yang serba luas tiba2 ia berkata.

   "Dahulu ketika aku mengawal barang ke propinsi Ho-lam, suatu ketika pernah lewat di benteng Cong-liong-po (benteng naga sembunyi), pemilik benteng itu bernama Ciam ciang-say-lo-pan (ahli bangunan sakti), menurut apa yang kudengar keadaan benteng Cong-liong-po hampir boleh dibilang setiap dua-tiga hari pasti berubah bentuk satu kali. Hari pertama seorang dapat masuk ke benteng itu, tapi pada hari kedua sukar lagi menemukan kembali jalan semula. Konon kepandaian ini dinamakan Ciu-thian-sian-toh (mengubah peredaran tata surya), dengan naik turunnya sebuah bangunan rumah diubah letak bangunannya, kemudian dengan mengubah letak pintu dan jendela untuk merubah arah yang sebenarnya, lalu ditambah dengan penggunaan hutan pepohonan untuk mengubah sama sekali jalanan yang semula. Dalam keadaan begini kendatipun dia adalah seorang yang apal dengan tepat tersebut juga sukar menemukan jalan tembus yang sebenarnya!"

   "Kalau begitu, kedatangan kita ini jadi sia2 belaka?"

   Seru paman Lui dengan dahi berkerut.

   "Bukan begitu maksudku,"

   Sebut Ji-lopiautau "Kita tak perlu gubris jalanan apa yang terbentang di depan mata? Asal ada tempat yang mencurigakan lintas kita terjang saja, masa akhirnya tak bisa menemukan sasaran yang sebenarnya? Cuma kita mesti hati2 akan alat jebakan ...."

   Belum selesai ucapan itu, tiba2 dari tempat gelap ada suara dengusan orang, menyusul seorang dengan suara yang lirih seperti bunyi nyamuk berkata.

   "Kalau tahu ya tahu, kalau tidak tahu ya tidak tahu, jangan sok tahu dan meraba seenaknya sendiri, kalau sampai kecundang dan jiwa melayang, itu baru penasaran namanya!"

   Paman Lui tahu pembicaraan itu menggunakan semacam ilmu gelombang suara, bila tidak memiliki tenaga dalam yang sempurna tak nanti bisa mempraktekkan ilmu setinggi itu. Segera paman Lui menjawab peringatan itu dengan ilmu yang serupa, katanya.

   "Siapa kau? Sahabat atau musuh? Apa salahnya kalau unjuk diri untuk bertemu?"

   Tiada jawaban, meskipun pertanyaan itu diulangi lagi, namun suasana masih tetap sepi. Paman Lui berwatak tinggi hati, Tian Pek sendiri pun seorang jago muda yang tak sudi menyerah, serentak mereka melayang ke halaman sana, pikirnya.

   "Hm, semakin besar suaramu menakuti orang, sengaja pula aku akan mencobanya, akan kubuktiksn sampai di manakah lihaynya gedung ini......." Tay-pek-siang-gi dan Siang-lin Kongcu tak mau ketinggalan, serentak mereka ikut melayang pula ke dalam halaman itu. Siapa tahu, sebelum beberapa orang terakhir mencapai tempat tujuan, mungkin kaki Tian Pek dan paman Lui baru menyentuh tanah, tiba2 suara keleningan tanda bahaya berkumandang dengan gencarnya.

   "Kling! Kling! Kling.....!"

   Begitu gencar dan ramainya suara keleningan itu sehingga sangat menusuk telinga di tengah malam sunyi.

   Berbareng dengan menggemanya suara keleningan itu, desingan angin tajam menderu2, hujan panah terjadi dari segala penjuru, semua anak panah itu tertuju ke sekeliling tubuh mereka.

   Syukur Kungfu ketujuh orang ini sudah mencapai tingkatan yang luar biasa, meskipun terjadi hujan panah secara tiba2 dan lagi dalam jumlah banyak dan ganas, namun mereka masih mampu merontokkan anak panah itu tanpa terluka.

   Hujan panah itu muncul secara tiba2 dan berhenti secara tiba2 pula, selagi ketujuh orang mencak2 merontokkan anak panah, mendadak keadaan tenang kembali, suasana menjadi hening pula, kegelapan kembali mencekam seluruh gedung itu, membuat suasana istana tersebut ibarat sebuah benteng mati.

   Meskipun keheningan dan kegelapan terasa mencekam, semua orang dapat merasakan betapa tebalnya hawa napsu membunuh menyelimuti sekeliling tempat itu, sedikit salah tindak bisa jadi jiwa akan melayang Tian Pek bertujuh sudah berpengalaman, mereka tahu jejaknya sudah ketahuan, tapi tindakan lawan yang sama sekali tak unjuk diri ini menyangsikan mereka, sebab suasana yang hening inilah justeru mendatangkan rasa ngeri dan seram, seakan2 ada ber-puluh2 pasang mata sedang mengawasi gerak-gerik mereka dari kegelapan.

   Akhirnya paman Lui tak sabar, dengan suara lantang ia berseru.

   "Thian-hud-ciang Lui Ceng-wan datang berkunjung, kalau berani hayo unjuk diri untuk bertemu!"

   Suara tertawa dingin berkumandang dari kegelapan, suara itu tidak keras, tapi dingin menyeramkan, bikin orang bergidik, bulu kuduk serasa berdiri semua.

   Melihat kehadirannya sama sekali tak digubris, Paman Lui naik darah, ia lantas melancarkan pukulan dahsyat ke arah datangnya suara tertawa dingin itu.

   "Blang?!"

   Di mana angin pukulan itu menyambar, secara aneh telah mengakibatkan meledaknya gumpalan bunga api yang segera memancar ke angkasa.

   Gumpalan bunga api itu tak berbeda seperti kembang api yang dipasang orang pada malam tahun baru, begitu meledak segera terlihatlah cahaya kilat memancar keempat penjuru, menyusul mana bunga api berhamburan ke-mana2 ...

   Mengikuti buyarnya bunga api, muncul sepulung asap tipis yang kian menebal, kemudian dari balik kabut tebal itu muncul seorang manusia berambut panjang yang menutupi sebagian wajahnya, sambil menyeringai seram manusia aneh itu tertawa kepada paman Lui.

   Dua baris giginya yang putih tajam kelihatan bersinar dalam kegelapan hingga tampangnya yang memang seram tambah mengerikan.

   Paman Lui tidak banyak cingcong, begitu makhluk aneh berambut panjang itu muncul serentak dia lancarkan suatu pukulan..

   Makhluk aneh berambut panjang itu sama sekali tidak menangkis maupun menghindar, mengikuti embusan angin pukulan yang dahsyat, dia melayang mundur.

   Begitu enteng dan gesit gerak tubuh makhluk itu, bukan saja mirip sukma gentayangan, bahkan tubuhnya se-akan2 tak bertulang, begitu lemas sehingga sama sekali tak takut dihantam, begitu terembus angin lantas ikut melayang pergi.

   Sebagaimana diketahui, paman Lui termasuk jago yang tinggi hati, kendatipun tahu makhluk berambut panjang itu lihay dan berbahaya, namun ia tak sudi menyerah dengan begitu saja, tanpa pikir panjang ia melompat maju.

   Tatkala tubuhnya melambung di udara, kelima jari tangannya terpentang lebar, dengan jurus Hud ciang-hwe thian (telapak tangan Buddha membalik jagat) segera ia mencengkeram makhluk aneh itu.

   Makhluk berambut panjang itu memang lihay, kembali ia melayang ke belakang, dengan lincah tahu2 dia sudah melepaskan diri dari cengkeraman paman Lui.

   Selama pertarungan berlangsung, makhluk aneh berambut panjang itu tidak berbicara atau melepaskan serangan balasan.

   Meskipun curiga, kaget dan heran, tak senpat bagi paman Lui untuk meneliti musuhnya dengan lebih seksama.

   Gagal dengan serangan yang pertama, ia susutkan serangan berikutnya, dalam waktu singkat ia telah melancarkan belasan jurus serangan dahsyat Namun kenyataan membuktikan kungfu makhluk berambut panjang itu memang lihay gerak tubuhnya enteng seperti kapas, sekalipun tidak pernah melancarkan serangan balasan dan selama ini hanya berkelit belaka, namun setiap pukulan dahsyat paman Lui, jangankan kena sasarannya, menyenggol ujung baju makhluk itupun tak berhasil.

   Paman Lui semakin penasaran, ia menyerang semakin bernapsu, setiap kali musuh terdesak mundur dia segera memburu maju ke muka, akhirnya walaupun ia tetap gagal melukai lawan, namun makhluk rambut panjang itu berhasil didesak mundur belasan tombak jauhnya.

   Kini paman Lui sudah jauh terjeblos di pusat istana keluarga Kim, mendadak ia membentak, beruntun dari kiri-kanan ia melepaskan empat pukulan berantai, lalu ia melambung ke udara, dengan menukik ia menerkam ke bawah, telapak tangannya menghajar batok kepala lawan dengan keras.

   Inilah jurus Hud-kong-bu-ciau yang maha sakti dari ilmu pukulan Thian-hud-ciang, musuh tak mungkin menghindar ataupun berkelit, dalam keadaan begini terpaksa ia mesti menyambut serangan tersebut dengan kekerasan.

   "Blang!"

   Terdengar suara keras, pukulan paman Lui yang maha dahsyat membuat debu pasir beterbangan, pohon tumbang dan rumput hancur.

   Makhluk sambut panjang itu tampaknya terhajar telak oleh serangan maut itu, tapi tahu2 dia lenyap tak berbekas, hanya tersisa gumpalan asap tipis yang segera lenyap terembus angin.

   Dengan mata terbelalak dan mulut melongo paman Lui melayang turun, ia terkejut menghadapi kejadian seperti 1n1.

   Aneh, masakah keparat ini pandai ilmu gaib dan bisa menyusup ke perut bumi?"

   Demikian ia berpikir Kalau tidak, kemana kaburnya? Jelas2 pukulanku bersarang telak di tubuhnya, kenapa mendadak bayangan tubuhnya lenyap tak berbekas? ...."

   Dalam kaget dan curiganya paman Lui memeriksa keadaan di sekitarnya, apa yang terlihat kemudian membuatnya terkesiap.

   Ternyata bukan saja makhluk berambut panjang yang terhajar telak itu lenyap tak berbekas bahkan Tian Pek, Buyung Hong, Ji-lopiautau serta Tay-pek-siang-gi juga lenyap tak ketahuan rimbanya.

   Sebagai seorang jago yang kenyang makan asam garam, paman Lui segera sadar bahwa dirinya kemungkinan besar sudah terkera siasat Tiau hou san (memancing harimau meninggalkan gunung), cepat ia putar badan ingin mencari Tian Pek.

   Tapi baru saja ia berjalan, tiba2 terdengar desiran angin, beruntun muncul tiga sosok bayangan orang mengadang jalan perginya.

   Orang di tengah berkepala besar, sebaliknya badannya pendek, ia mengenakan pakaian ringkas warna hitam dan memelihara jenggot kambing, sambil mengadang paman Lui, dengan sikap menghina ia mengejek.

   "Hehehe, katanya seorang jagoan lihayi nyatanya manusia tiruan asap Hoan-heng-yan (asap tanpa wujud) saja tak tahu! Huh, tanpa melihat jelas lantas bergebrak puluhan jurus dengan sia2, manusia macam begini berani menyatroni markas besar Lam-hay-bun di Lam keng. Hehehe, tampaknya kau sudah bosan hidup! Hayo cepat menyerah, jangan sampai menyusahkan Toaya turun tangan sendiri!"

   Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Merah padam wajah paman Lui, mimpipun ia tak mengira makhluk berambut panjang yang diserangnya habis2an tadi tak lebih cuma manusia tiruan yang diciptakan dengan sejenis asap tebal, hal ini semakin menggusarkan hatinya, dengan murka ia berteriak.

   "Bagus, dari pembicaraanmu yang gede tentu kau seorang jagoan? Sebutkan namamu, pukulan Thian hud ciang Lui-toaya belum pernah membunuh seorang keroco tak bernama!"

   "Supaya kau tidak mati penasaran, baiklah kuberitahukan siapa diriku ini,"

   Kata lelaki berkepala besar itu.

   "Tuanmu adalah Lotoa dari Mo kui-to-pat-yau dalam perguruan Lam-hay-bun, Toa-tau-kui-ong (raja setan berkepala besar) Sio Kong-beng, nah, sekarang serahkan jiwa anjingmu!"

   Secepat kilat ia menerjang maju ke depan paman Lui, suatu pukulan mematikan segera dihunjamkan ke dada musuh.

   "Serangan bagus,"

   Teriak paman Lui, sekali putar kontan iapun menyambut dengan jurus serangan Hud cou-can-sian.

   Toa-tau-kui-ong sangat gesit, kepalanya yang besar menggeleng, tahu2 ia sudah menyelinap ke belakang paman Lui, kesepuluh jarinya bagaikan cakar segera mencengkeram di bagian yang mematikan di punggung paman Lui.

   Berbicara sebenarnya, gerak tubuh paman Lui terhitung cepat, apa mau dikata kecepatan Toa tau kui-ong ternyata di luar dugaan, sebelum paman Lui melihat jelas bagaimana caranya orang menyelinap ke belakang, tahu2 angin serangan tajam telah menyergap tiba.

   Ia terperanjat, cepat dikeluarkan tipu jurus berantai, Hoan-to-kasa (melepaskan jubah paderi), Hui-jun-cing-tam (menyapu debu membersihkan udara) serta Sau-cing-yau-hun (menyapu bersih hawa siluman).

   Dengan gerak tubuh yang cepat Toa-tau-kui ong Sin Kong-beng berkelebat kian kemari, habis menyambut ketiga jurus maut paman Lui ia pun balas dengan serangan berantai dengan jurus Hon-cong si-hoan (kaum durjana hilang musnah), Ok-kui-ciat-hun (setan jahat menangkap sukma) dan Siau-kui-tui-mo (setan cilik mendorong gilingan), dalam sekejap mata paman Lui keteter sehingga kalang kabut.

   Diam2 paman Lui terperanjat, ia tak menyangka Kungfu orang2 Lam hay bun sedemikian lihay dengan jurus serangan dan gerak tubuh yang belum pernah dilihatnya.

   Meskipun musuh sudah terdesak hebat, tiba2 Toa-tau kui-ong berseiu kepada kedua orang yang berdiri di samping gelanggang.

   '"Hei, kenapa kalian cuma menonton belaka? Hayo cepat maju membantu Toaya membereskan tua bangka ini!'' Kedua orang berpakaian ringkas itu segera menerjang maju dan penyerang dengan pukulan dahsyat.

   Untuk melayani Toa-tau-kui-ong saja paman Lui sudah kewalahan, apalagi sekarang ditambah pula dua jago tangguh, seketika paman Lui keteter, keadaannya sangat berbahaya ....

   Untuk sementara kita tinggalkan dulu paman Lui yang lagi terancam bahaya ini, kila ikuti pengalaman Tian Pek dan lain2, tatkala melihat paman Lui ketemu musuh, selagi mereka hendak memberikan bantuan, tiba2 terdengar kesiur angin tajam, beberapa titik cahaya putih secepat kilat menyambar tiba dan samping.

   Semula mereka mengira senjata rahasia itu dilepaskan musuh yang bersembunyi di tempat kegelapan, mereka lantas mengayunkan telapak tangannya untuk menangkis.

   Angin pukulan mereka bertemu dengan senjata rahasia tadi.

   "bluk, bluk!"

   Bunga api lantas bertebaran bagaikan hujan, udara segera diselimuti kabut tebal.

   Mereka terkejut, mereka kuatir di balik kabut hitam itu mengandung racun jahat cepat mereka menutup pernapasan.

   Kabut tebal itu tidak seperti membuyar, ketika bergulung ke bawah, mendadak muncul berpuluh makhluk aneh berambut panjang dan bermuka setan.

   Makhluk aneh itu melayang kian kemari dengan enteng, mukanya menyeringai seperti setan.

   Kejut dan heran mereka, segera mereka menyambut dengan pukulan gencar.

   Terhadap serangan dahsyat itu makhluk aneh itu tidak menangkis maupun melepaskan serangan balasan, mereka hanya maju mundur seenaknya, keadaan ini persis seperti kejadian yang dialami paman Lui.

   Seperti paman Lui, Tian Pek juga penasaran ketika dilihatnya setiap serangannya sama sekali tidak ditanggapi oleh makhluk berambut panjang itu, ia mengira musuh memandang rendah padanya, dengan gemas segera dia lancarkan serangan maut dengan tiga jurus dari ilmu Thian-hud hang mo ciang, yakni Hud-cou-hang-coh, Hud-kong-bu-ciau serta Sau-cing-yau-hun.

   Lwekang Tian Pek dewasa ini terhitung top di kolong langit ini, Tian Pek sendiri tidak menyadari akan kekuatannya itu, ia tertegun tatkala dilihatnya serangannya berhasil menghantam musuh bahkan membuat semua musuh hilang tak berbekas.

   "Sialan!"

   Pikirnya.

   "jangan2 ketemu setan? Kenapa orang2 ini lenyap mengikuti embusan angin ..?" Sementara ia tertegun, tiba2 dari balik semak sana terdengar orang tertawa dingin. Mendengar suara yang mencurigakan, Tian Pek lantas menggunakan ilmu langkah Cian-hoan-biau-hiang-poh, hampir tidak terlihat bagaimana caranya ia bergeser, tahu2 bagaikan segulung asap dia menyelinap ke dalam semak2 itu. Tapi aneh, ketika ia tiba di tempat tujuan, ternyata tak terlihat sesosok bayangan pun, suasana tetap hening dan gelap gulita.

   "Siapa dia?"

   Kembali Tian Pek berpikir.

   "Masakah di kolong langit ini terdapat ilmu langkah yang lebih cepat daripada ilmu langkah Cian-hoan-biau-hiang-poh?"

   Tian Pek berdiri ter-mangu2 di situ, tiba2 satu ingatan terlintas dalam benaknya, ia sadar apa yang terjadi.

   "Wah celaka, aku terjebak oleh siasat memancing harimau meninggalkan gunung, mereka pasti celaka .., !"

   Begitu sadar dirinya terjebak, pemuda itu langsung lari kembali ke tempat semula, tapi apa yang dilihat tak lebih cuma keheningan malam belaka, baik Ji-lopiautau maupun Tay-pek-siang-gi dan calon isterinya, Buyung Hong lenyap entah kemana? Jauh di gedung sana lamat2 didengarnya suara pertarungan yang berlangsung seru.

   Terhadap paman Lui yang jagoan serta Ji lopiautau dan Tay-pek-siang-pi yang sudah berpengalaman ia tidak terlalu kuatir, tapi Buyung Hong belum pernah keluar rumah, kendati ilmu silatnya cukup tangguh, namun pengalamannya di dunia persilatan boleh dibilang tak ada, tak mungkin sanggup menghadapi tipu muslihat orang Kang-ouw.

   Ia merasa bila Buyung Hong sampai terjatuh ke tangan musuh dan mengalami hal2 yang tidak diinginkan, bukan saja ia malu bertemu lagi dengan calon isterinya serta ibu mertuanya yang begitu sayang kepadanya, ia sendiripun malu untuk tancap kaki lagi di dunia persilatan.

   Karena menguatirkan keselamatan calon isterinya, Tian Pek jadi gelisah, cepat dia mendekati tempat suara pertarungan itu.

   Ilmu langkah Cian-hoan-biau-hiang-poh serta ilmu gerak tubuh Bu-sik-bu siang merupakan ilmu sakti dalam kitab pusaka Soh-kut-siau-hun-pit-kip, ilmu tersebut berhasil dilatihnya berkat bantuan Liu Cui-cui dengan tambahan To-li-mi-hun-toa-hoat ajaran Thian-siau-mo-li, kini dipraktekkan, kecepatannya memang luar biasa.

   Istana keluarga Kim kini adalah markas besar Lam-hay-bun, penjagaan dijaga secara ketat, di mana-mana terdapat pos penjagaan, sebentar2 ada perondaan, penjagaan yang diatur ibaratnya jaring langit dan bumi.

   Sekalipun penjagaan begitu ketat, tapi sayang, tak seorangpun yang mampu mengikuti gerak tubuh Tian Pek, anak muda itu sudah melayang 1ewat tiga halaman luas dan menyusup masuk ke ruang belakang.

   Tian Pek mencapai tempat itu lantaran mengikuti arah datangnya suara pertarungan tadi, tapi aneh sekali, ketika ia tiba di bagian belakang istana Kim, ternyata suasana di tempat itu jadi sunyi senyap tak kedengaran suara apa pun.

   Sudah tiga kali Tian Pek mengunjungi istana ini, tapi sekarang ia tidak kenal lagi tempat ini dan tidak tahu berada di mana? Di tengah kegelapan malam bangunan rumah itu ber-deret2 dengan beribu jendela dan beratus pintu, tapi tiada cahaya lampu sedikitpun sehingga menimbulkan rasa seram dan mengerikan.

   Dengan gerak enteng Tian Pek menyelinap ke balik pagar tembok sana, di depan terbentang sebuah jalan setapak yang lurus.

   Di kedua sisi jalan setapak itu tumbuh pohon bunga yang indah, bunga itu dirawat dengan rapi sekali hingga mirip dua baris dinding pendek dan berfungsi menghalangi pandangan kedua sisi, tapi kalau memandang lurus ke depan tak nampak ujungnya, entah berapa jauh jalan itu.

   Di tengah jalan setapak itu menggeletak segumpal benda berwarna hitam.

   Dengan ketajaman mata Tian Pek.

   segera diketahuinya benda hitam itu adalah sesosok tubuh manusia.

   Jantung Tian Pek berdebar, ia kuatir orang yang menggeletak di tengah jalan itu adalah Ji-lo piautau atau Tay-pek-siang-gi atau calon isterinya yang terbunuh, secepat kilat ia melompat ke sana, tanpa pikir ia hendak pegang mayat itu.

   Tepi baru saja ujung jari Tian Pek menyentuh pakaian mayat tersebut, mendadak manusia yang menggeletak seperti mayat itu memutar tubuh sambil melancarkan serangan maut ke batok kepalanya.

   Tian Pek sama sekali tak menduga akan terjadinya sergapan ini, lagi jaraknya terlampau dekat, bila serangan tepat kena sasarannya niscaya batok kepala Tian Pek akan hancur berantakan.

   Untung Tian Pek sekarang bukan Tian Pek dulu, begitu telapak tangan musuh menyambar tiba, cepat ia gunakan langkah Cian-hoau-biau-hiang-poh untuk menghindar, dengan suatu lejitan tahu2 ia sudah melayang ke samping dan persis lolos dari ancaman maut.

   segera pula ia siap melancarkan serangan balasan.

   Tak terduga, orang yang disangka mayat itu lantas telentang dan muntah darah, badan mengejang, kaki berkelejetan, lalu mati benar2 sekali ini.

   Kini Tian Pek dapat melihat jelas orang ini masih muda dan berwajah tampan, lengan kirinya buntung, orang ini ternyata tak lain adalah Siau-cing-hu Beng Ki-peng yang selalu memusuhinya itu.

   Siau-cing-hu entah dilukai siapa, tapi dari sikapnya yang garang menjelang kematiannya, apalagi sebelum mengembuskan napas yang penghabisan ia masih sempat menghimpun segenap sisa kekuatan nntuk menyerang, dari sini dapat diketahui betapa keji dan dendamnya.

   "Jangan2 orang she Beng ini terluka oleh paman Lui, atau mungkin Ji-lopiautau, atau Tay-pek-siang-gi dan adik Hong dan ini berarti mereka sudah lalu di tempat ini......"

   Begitu dia berpikir, maka cepat ia meneruskan pengejarannya melalui jalan setapak tersebut.

   Panjang sekali jalanan itu, di depan sana terbentang sebuah halaman yang luas, pada halaman itu mayat bergelimpangan, keadaan mengerikan sekali.

   Tian Pek segera tahu pembantaian ini bukan hasil perbuatan paman Lui, Ji-lopiautau, Tay pek-sing-gi atau Buyung Hong, sebab kelima orang itu tak nanti melakukan pembantaian cara begini keji dan tak kenal peri kemanusiaan.

   Di ujung halaman terbentang sebuah pintu bundar, di bawah cahaya bintang yang bertaburan di angkasa, lamat2 terbaca tiga huruf besar di atas pintu.

   "Gi-cing-wan" (ruangan memadu cinta). Bangunan rumah di sisi kiri kanan berada dalam kegelapan, hanya bangunan yang sebelah depan terang benderang bermandikan cahaya lampu. Di balik tirai jendela yang tipis terdengar suara cekikikan diselingi suara robekan kain. Tian Pek tercengang masa di dalam rumah yang berbau darah ini ada orang yang sedang menjahit pakaian? Ia merasa urusan ini rada mencurigakan, tanpa pikir ia melayang ke atas bangunan tersebut dengan Ginkang Bu-sik-bu-siang-sin-hoat, sekali melayang ia sudah berada di depan jendela dan mengintip ke dalam ruangan. Kain gorden jendela itu terbuat dari bahan sutera yang tipis, tidak sembarangan orang bisa membeli bahan kain seperti ini. Kain itu mempunyai keistimewaan, yaitu pada siang hari orang berada di di dalam dapat melihat pemandangan di luar dengan jelas, sebaliknya orang luar tak bisa melihat keadaan di dalam. Sebaliknya kalau malam tiba, maka di dalam tak dapat melihat keadaan di luar, sebaliknya yang ada di luar dapat melihat keadaan di dalam dengan jelas. Demikianlah, maka Tian Pek yang sembunyi di luar jendela dapat melihat jelas keadaan di dalam ruangan itu. Mendingan kalau Tian Pek tidak mengintip, begitu ia melongok ke dalam, kontan saja anak muda itu jadi terbelalak ... Kiranya di tengah ruangan itu, di depan sebuah cermin besar berdiri seorang gadis yang cantik jelita, mukanya bersemu merah dan matanya jeli, pada waktu itu sedang berlenggang-lenggok membawakan tarian telanjang. Mengikuti gerak langkahnya nona cantik itu melepaskan pakaiannya dengan lembut, ketika itu sudah setengah telanjang, pakaiannya dirobek dan dibuang ke lantai, pinggulnya megal-megol dan payudaranya ber-goyang2. Sementara itu sebagian besar pakaian gadis itu sudah robek, bagaikan kupu2 cuilan kain itu beterbangan, sekarang ia sudah hampir berada dalam keadaan telanjang bulat, lekukan tubuhnya yang indah dan bagian yang mempesona pasti membuat melotot mata laki2 manapun juga. Berdiri membelakangi jendela seorang pemuda berbaju putih sambil menggoyangkan kipas peraknya sedang menikmati "striptis"

   Yang merangsang itu, kelihatan sorot matanya mengincar bagian tubuh tertentu dan tiada hentinya menggeleng kepala disertai suara tertawa tengik.

   Tian Pek tercengang bercampur terkejut, apalagi setelah mengetahui bahwa gadis jelita yang sedang membawakan tarian telanjang itu tak lain adalah puteri kesayangan Cinghu-sin Kim Kiu, yaitu Kang-lam te-it-bi-jin Kim Cay-hong.

   Kim Cay-hong adalah puteri keluarga terhormat, dua kali Tian Pek pernah berkunjung ke istana Kim dan menyaksikan betapa agung gadis itu, bagaimanapun juga tidak nanti gadis itu melakukan perbuatan serendah ini, apalagi menelanjangi diri sendiri di hadapan seorang pemuda asing.

   Ia coba berpaling ke arah pemuda baju putih itu, meski wajahnya tidak kelihatan, tapi dari potongan badannya serta kipas perak yang dipegangnya, ia menduga orang itu pasti Sin liong taycu (pangeran naga sakti) alias Lam-hay-siau-kun.

   Dalam pada itu, Kim Cay-hong telah menghancur-lumatkan pakaian yang dikenakan sehingga berada dalam keadaan bugil, sementara Lam hay-siau-kun sendiri telah menyelipkan kipasnya pada leher baju, lalu dengan cengar- cengir ia memeluk tubuh Kim Cay-hong yang telanjang bulat itu, katanya.

   "Nona manis, sekarang marilah kita bermain di ranjang, mari kita......."

   Tiba2 Tian Pek menemukan sesuatu, dilihatnya sorot mata Kim Cay-hong buram, tampak berada dalam keadaan tak sadar, seketika ia paham mungkin sesali Kim Cay-hong dicekoki obat perangsang sehingga kehilangan kesadarannya......

   Terkenang waktu ia berbaring di rumah si gadis dan bagaimana gadis itu menyuapi dirinya, lalu terbayang pula ketika terjebak oleh Sek-ki-toa-tin, bagaimana gadis itu mempertaruhkan jiwanya untuk menolongnya, bagaimanapun juga Tian Pek tak dapat berpeluk tangan membiarkan kesucian Kim Cay-hong direnggut orang secara licik.

   Tanpa berpikir panjang lagi, telapak tangannya langsung menyodok ke jendela, ia hancurkan dulu jendela itu terus menerobos ke dalam ruangan.

   Sementara itu Sin-liong-taycu sedang memondong korbannya ke pembaringan, selagi ia hendak "meluncurkan perahu masik dermaga", mendadak muncul seorang di dalam ruangan itu, apalagi setelah tahu tamu tak diundang ini bukan lain adalah Tian Pek, seketika ia terkejut.

   Tapi segera ia dapat menenangkan diri, sambil tersenyum licik ia berkata.

   "Hahaha, sungguh tak tersangka Tian-heng adanya! Hehehe, bukankah Kui-bin-kiau-wo sudah kuserahkan hak utamanya kepadamu, masa kau serakus itu dan sekarang hendak mengacau bagianku?!"

   Tian Pek tertawa dingin.

   "Hm, tak menyangka Sin-liongtaycu yang termashur tidak lebih cuma seorang Jay-hoa-cat (penjahat pemetik bunga) yang gemar merusak kesucian perempuan baik2 dengan obat perangsang secara rendah begini?"

   Senyuman yang semula menghiasi bibir Sin liong taycu seketika lenyap, ia mencabut kipas-peraknya, 'Creet", kontan ia ketuk Bi sim-hiat di dahi Tian Pek.

   Cepat serangan itu dan dilancarkan tanpa memberi peringatan, seandainya Tian Pek tidak menguasai beberapa macam ilmu sakti dari kitab Soh-kut-siau-hun-pit-kip, niscaya dia sudah mampus termakan serangan itu.

   Dengan ilmu langkah Cian hoan-biau-hian-poh dia melejit mundur, berbareng itu ia balas memotong persendian tulang tangan Sin-liong-taycu yang memegang kipas.

   Sin-liong-taycu terkesiap, ia tak menduga gerak Tian Pek jauh lebih cepat daripadanya.

   Namun sebagai jago yang berani memimpin Iaskarnya menyerang daratan Tionggoan dan merajai dunia persilatan, tentu saja dia memiliki kungfu yang bisa diandalkan, ketika persendian tulang pergelangan tangannya hampir tersambar musuh, mendadak ia tekan tangannya ke bawah.

   "Bret!"

   Kipas peraknya direntangkan lebar2, dengan jurus Ya-tok-geng-ciu (menyeberang sungai dengan sampan), diiringi cahaya perak yang menyilaukan mata dia serang dada Tian Pek Cepat Tian Fek angkat telapak tangannya untuk menangkis.

   "blang!"

   Benturan keras tak bisa dihindari, Tian Pek tergetar dan tergeliat, sebaliknya Sin-liong-taycu tergentak mundur tiga langkah.

   Sejak masuk daratan Tionggoan jarang sekali Sin-liongtaycu turun tangan sendiri, sebab ia sangat angkuh, ia menganggap jago silat daratan Tionggoan tak seorang pun yang bisa menandinginya.

   Tapi sekarang, baru satu-dua gebrakan ia sudah dihajar Tian Pek sampai mundur tiga langkah, betapa rasa kagetnya dapatlah dibayangkan.

   Iapun cukup cerdik dan bisa lihat gelagat setelah kalah dua gebrakan, ia tahu Kungfu Tian Pek memang lebih lihay, jika pertarungan ini diteruskan niscaya dia akan menderita kekalahan yang lebih mengerikan lagi dan akan merusak nama baiknya.

   Karena pertimbangan ini, maka begitu terdesak mundur segera dia manfaatkan kesempatan yang baik ini untuk kabur lewat jendela.

   Pada saat tubuhnya menyelinap keluar jendela, ia sempat melepaskan tiga batang tulang kipas yang terbuat dari perak, dengan cahaya tajam ketiga tulang kipas itu serentak menyerang kepala, dada serta perut Tian Pek.

   "Taycuya enggan menemani kau lebih lama, tapi kaupun jangan harap bisa lolos dari loteng ini!"

   Hardiknya lantang.

   Ketika Tian Pek berhasil menghindari serangan ketiga titik cahaya perak itu, sementara itu Sin-liong-taycu sudah kabur pergi.

   Tian Pek bermaksud mengejar, tapi sebelum bergerak, tiba2 sesosok tubuh yang hangat telah menjatuhkan diri ke dalam pelukannya.

   Tian Pek berpaling dan tanpa pikir dirangkulnya, kiranya Kim Cay-hong yang telanjang bulat telah menubruk ke dalam pelukannya.

   Memeluk tubuh yang halus tanpa pakaian ini, jantung Tian Pek berdebar keras, ia terkesima dan terperanjat pula.

   Cepat ia mendorong gadis itu, tapi Kim Cay hong yang sudah dicekoki obat perangsang sekarang bertenaga luar biasa besarnya, sekalipun pemuda itu mendorongnya tetap tak berhasil melepaskan diri, malahan lengan gadis itu bagaikan jepitan baja terus merangkul Tian Pek lebih erat.

   Jilid 21 Dengan mata setengah terpenjam, bibir yang kecil setengah merekah, dada berombak dengan napas yang memburu, tubuhnya yang bugil menempel rapat dadanya, malahan sambil menggeliat kesana kemari dengan rintihan yang merangsang dan keluhan "kehausan"

   Keagungan seorang tuan puteri kini lenyap tak berbekas, keadaan Kim Cay-hong sekarang tiada ubahnya seorang perempuan jalang Tian Pek tahu gadis ini pasti terkena pengaruh obat bius, diam2 ia tambah benci akan kerendahan pribadi Sin-liongtaycu, tampangnya saja apung dan sopan, kenyataannva tak lebih hanya hidung belang yang gemar merusak kesucian anak gadis dengan cara yang kotor dan rendah.

   Sekarang ia jadi serba salah, ingin mendorong gadis itu rasanya tak tega, mau meronta untuk lepaskan diri juga tak dapat, untuk sesaat Tian Pek jadi serba susah dan bingung.

   Selagi serba salah, tiba2 terdengar suara "Kreek! kreek!"

   Menyusul di bagian pintu maupun jendela anjlok sebuah lempengan baja sehingga seluruh ruangan itu tertutup rapat.

   Terperanjat Tian Pek, ia tahu Sin-liong-taycu telah menggerakkan alat rahasianya dari luar, dalam keadaan begini ia tak sempat berpikir panjang lagi, setelah menutuk jalan darah tidur Kim Cay-hong, gadis itu dibaringkan di tempat tidur berkelambu.

   Setelah itu ia lolos pedang hijaunya hendak membobol lempengan baja yang menutupi jendela dan pintu, tapi sebelum ia bertindak lebih jauh, asap tebal tiba2 menyembur masuk lewat celah2 pintu dan jendela.

   Cepat sekali asap putih itu menyusup ke dalam ruangan, dalam sekejap seluruh ruangan sudah gelap tertutup kabut itu, walaupun Tian Pek sudah menaban napas, tak urung ia merasakan kepalanya jadi pening dan berat, ketika pedang hijaunya bhendak digunakan untuk membacok lempengan baja itu, telinga terasa sudah pecah dan tubuh jadi lemas, akhirnya ia roboh terjungkal di atas pembarinqan, persis di samping paha Kim Cay-hong.

   Sekalipun pikiran anak muda itu masih sadar, tetapi apa daya, badan terlalu lemah sehingga sama sekaii tak mampu bergerak .

   Tiba2 dari luar terdengar suara seorang perempuan menegur dengan suara dingin.

   "Suheng, ada apa kau berada di sini? Permainnn busuk apa lagi yang kau lakukan?"

   Seorang laki2, agaknya Sin-liong taycu, segera tertawa dan menjawab.

   "Sumoay, kau jangan banyak curiga, permainan busuk apa yang bisa kulakukan di sini? Aku cuma berhasil menangkap seorang musuh tangguh ..."

   "Hm, kau kira aku tidak tahu? Jelas kau telah menawan nona rumah ini dan membawanya ke loteng ini? Huuh, perbuatan baik apa yang akan kau lakukan terhadap nona tersebut!"

   Agaknya Sin-liong-taycu terdesak, ia tidak mampu menjawab kecuali tertawa cengar-cengir. Lalu nona itu berkata dengan ketus.

   "Mendingan kau berbuat tidak se-mena2 di rumah sendiri, tapi dalam perjalanan kita ke daratan Tiong-goan ini, ayah telah memberikan tugas berat di atas pundakmu, kalau kau masih saja bertindak sembrono, usaha besar kita tentu gagal total. Hayo cepat buka-pintu ruangan ini!"

   Tampaknya Sin-liong-taycu keberatan untuk membukti pintu, sambil tertawa ia mencari alasan, katanya.

   "Sumoay lebih baik jangan kau buka pintu ruangan ini, Kungfu musuh kita ini terlampau tangguh, baru saja aku embuskan 'dupa liur naga' untuk bikin mabok dia, mungkin dia belum lagi roboh pingsan."

   "Sudah, tak perlu cari alasan lagi, mau buka tidak?"

   Bentak nona itu seperti habis sabarnya. Sin-liong-taycu berusaha pula mengurungkan niat nona itu, tapi si nona mendadak berseru.

   "Hm, kau tak mau membukanya, menangnya aku tak bisa membukanya sendiri?"

   "Kreek!"

   Lempengan baja yang menutup jendela dan pintu perlahan-lahan bergeser dan terbukalah ruangan itu, asap yang memenuhi ruangan itu segera tersebar kemana-mana. Nona itu tidak langsung melangkah masuk, ia lepaskan dua biji bola kecil ke dalam.

   "blang. blang", asap hijau terpancar, menyusul kabut putih yang semula menyelimuti seluruh ruangan lantas tersapu bersih. Sesudah asap lenyap, gadis itu baru melangkah ke dalam ruangan disusul Sin-liong-taycu di belakangnya, tapi mereka lantas berseru kaget dan berdiri melongo. Ruangan itu kosong tak berpenghuni lagi, bukan saja Tian Pek tak ketahuan ke mana perginya, malahan Kim Cay-hong yang telanjang bulat dan terpengaruh oleh obat perangsang pun lenyap tak berbekas. Lama sekali Sin-liong-taycu berdiri termangu-mangu, sebaliknya Lam-hay-liong-li sambil mencibir lantas mengejek.

   "Koko, di mana orang yang kau bekuk?"

   Kendatipun biasanya Sin-liong-taycu cerdik dan banyak tipu muslihatnya, dalam keadaan seperti ini ia menjadi gelagapan dan tak sanggup menjawab.

   
Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Kiranya dikala Lam-hay-liong-li sedang memaksa Sin-hong-taycu membuka dinding baja yang menutupi jendela dan pintu, Tian Pek serta Kim Cay-hong telah ditolong oleh seorang gadis bertopeng setan.

   Walaupun ketika itu Tian Pek tak mampu bergerak dan tak bertenaga, akan tetapi nona bertopeng setan itu cukup dikenalnya, dia bukan lain adalah Liu Ciu-cui yang pernah bermesraan dengannya sewaktu berada disampan kecil di sungai Hway, kemudian kabur karena kheki ketika berada di Pah-to-san Ceng.

   Tian Pek tercengang, ia heran kenapa Cui-cui dipat muncul di tempat ini dan mau dibawa ke manakah mereka berdua? Tapi karena ia tak mampu berkata, terpaksa ia diam saja.

   Dengan entengnya Liu Cui-cui mengempit Tian Pek dan Kim Cay-hong, dasar nakal dan suka menggoda, walaupun tahu gadis itu berada dalam keadian bugil, namun Cui-cui sengaja tidak membungkusnya dengan kain.

   Dalam keadaan telanjang bulat itulah Kim Cay-hong dibawa kabur dari ruangan tersebut, sesudah keluar dan melewati beberapa tikungan sampailah mereka di sebuah taman bunga, Cui-cui menyelinap ke belakang gunung-gunungan yang sepi, disana ia membanting kedua orang itu ke atas tanah.

   "Hehebe, sebetulnya aku segan menolong kau,"

   Katanya kepada Tian Pek sambil tertawa dingin.

   "tapi untuk bikin terang janji palsu kaum lelaki macam kau, maka sengaja kuselamatkan lagi dirimu, Hm, aku ingin tanya, kalau kau sudah menjadi suami-isteri dengan aku, kenapa dulu kau menyukai seorang Tian Wan-ji dan sekarang muncul pula seorang Kim Cay-hong? Mungkin saja terus terang, masih berapa banyak lagi perempuan yang kau kenal?"

   Setelah teremhus angin, racun "dupa liur naga"

   Yang mengeram di dalam tubuh Tian Pek sudah banyak berkurang, walaupun badannya masih lemas akan tetapi ia sudah dapat berbicara. Pemuda itu tertawa getir, katanya.

   "Besar amat rasa cemburumu! Sekalipun begitu, sebelum jelas duduk persoalannya hendaknya kau jangan sembarangan menuduh ..."

   Lui Cui-cui tertawa dingin, selanya.

   "Percuma kalau cuma kudengarkan pengakuan sepihak. Akan kusadarkan dulu nonn ini, kemudian akan kuadu di hadapanmu, bila dia terbukti punya hubungan apa2 denganmu, hehehe, saat itulah akan kubikin perhitungan denganmu!"

   Berbicara sampai di sini dia lantas mengimbil keluar sebutir pil dan dijejalkan ke mulut Kim Cay-hong.

   Sesaat kemudian sekujur badan Kim Cay-hong tergetar keras dan sadar kembali dari pingsannya, tatkala melihat seorang makhluk seram bermuka hijau dan berambut merah berdiri di sisi tubuhnya yang telanjang, ia jadi tercengang.

   Kemudian ketika berpaling dan melihat Tien Pek berada di sisinya, Cay-hong berseru terus menubruk ke dalam pelukan anak muda itu.

   Kontan Liu Cui-cui mendengus, jengeknya.

   "Hm, tekarang apa yang hendak kau katakan lagi? Kenyataan sudah berbicara di depan matamu sendiri!"

   "Cring!"

   Pedang hijau di punggung Tian Pek lantas dicabut. dengan cepat ia menusuk ulu hati Kim Cay-hong.

   "Tunggu sebentar!"

   Teriak Tian Pek.

   "Hehehe! Kenapa? Sakit hati?"

   Ejek Cui-cui, setelah berhenti sejenak, dengan suara yang kasar ia membentak.

   "Akan kubunuh perempuan ini di depan mu.. ."

   Saat itu kekuatan Tian Pek belum pulih, dilihatnya pedang hijau itu hampir menembus ulu hati Kim Cay-hong dan dirinya tak sanggup mencegah, saking gemasnya ia tertawa dingin dan berteriak.

   "Kau kuntilanak! Kau kira setelah kau bunuh gadis yang tak berdaya ini lantas perasaanku bisa berubah? Hehehe, jangan mimpi di siang hari bolong."

   Sekujur badan Cui-cui gemetar keras mendengar makian itu, pedang hijau yang hampir menembus ulu hati Kim Cayhong itu terhenti di tengah jalan, serunya setengah terisak.

   "Siapa yang kau maki sebagai Kuntilanak?"

   "Siapa lagi? Tentu saja kau.

   Hm, sebelum tahu duduknya perkara lantas cemburuan dan main bunuh ...

   ."

   Belum habis ucapan Tian Pek, badan Cui-cui tampak gemetar.

   "trang", pedang hijau itu terlepas dari genggamannya, sambil menutup wajahnya dan menangis ia putar badan terus kabur dari situ. Sedari kecil Cui-cui dibesarkan di sebuah pulau terpencil, meskipun tak banyak tahu urusan tapi cukup memahami betapa kejinya kata "Kuntilanak"

   Tersebut.

   Gurunya bukanlah Thian-sian-mo-li sendiri yang tersohor pada dua ratus tahun berselang, tapi murid.Thian-sian-mo-li yang bernama Kui-bin-kiau-wa Ang-hun-kut-lau (gadis cantik bermuka setan) Kisah hidup Kui-bin-kiau-wa ini memang tragis dan mengenaskan, dia asalnya adalah seorang anak buangan, sebulan setelah dilahirkan bayinya dibuang oleh orang tuanya di sebuah kuil terpencil disatu bukit, untung Thian-sian-mo-li lewat disana dan menolong jiwanya, semakin meningkat besar ia diberi pelajaran ilmu silat yang tinggi.

   Ketika usianya meningkat dewasa, paras muka gadis ini ternyata cantik jelita, ditambah pula kungfunya yang lihiy, banyak sekali kaum muda yang jatuh cinta dan targila-gila kepadanya.

   Kebetulan waktu itu Thian-sian-mo-li mendapat hasutan orang dan karena rasa ingin menang, ia telah menggunakan ilmu To-li-mo-hun-toa-hoat untuk mengganggu pertapaan Tiak-gan-longkun, karena peristiwa ini semua jago dunia persilatan jadi marah dan menuduh Thian-sian-mo-li seorang iblis yang keji.

   Oleh karena desakan dan ancaman yang datang dari berbagai penjuru lama2 Thian-sian-mo-li tak dapat menancapkan kakinya lagi di daratan Tionggoan.

   akhirnya dia kabur ke lautan dan bersembunyi di sebuah pulau kosong.

   Pulau itu adalah sebuah pulau tak bertuan, letaknya di laut selatan, nama pulaupun tak diketahui, tanah di pulau itu tandus sekali, kecuali batu karang yang berserakan dimana-mana, hampir boleh dikatakan tiada tumbuhan yang bisa hidup di situ.

   Thian-sian-mo-li dan muridnya mulai membangun rumah, membuat kolam air, membajak tanah dan menanam pohon, dengan perjuangan mereka yang gigih dan rajin, akhirnya pulau gersang yang tak berpenghuni itu telah mereka sulap menjadi pulau yang indah dan subur.

   Sebagai seorang jago silat yang lihay, Thian-sian-mo-li telah mengatur perangkap yang hebat serta alat jebakan yang lihay untuk melindungi pulau itu dari sergapan musuh, maka dari itu bukan saja pulau itu subur makmur, penjagaan serta sistem pertahanan di pulau itupun amat tangguh.

   Selama perjuangan membuka tanah tandus di pulau tersebut, oleh karena kekurangan makanan kedua orang itu mengisi perut dengan menangkap ikan dan udang di laut, kebetulan pula dalam sebuah gua karang di atas pulau itu hidup sebangsa ikan tawar yang disebut "hiat man" (sebangsa ikan belut) yang bermanfaat sekali bagi kesehatan badan.

   Karena terlalu banyak menyantap ikan belut itu, tanpa disadari tenaga dalam mereka peroleh kemajuan yang sangat pesat.

   Suatu ketika, secara kebetulan kedua orang ini berhasil menangkap seekor ikan belut berusia ribuan tahun, setelah mereka santap bersama ikan tersebut.

   mereka jadi awet muda, kecantikan merekapun tetap abadi walaupun usianya kian meningkat.

   Setelah usia hampir dua ratus tahun, Thian-sian-mo-li baru mengakhiri hidupnya, dengan begitu maka di atas pulau yang terpencil itu tinggal Kui-bin-kiau-wa seorang.

   Sementara itu pertarungan antara para jago di daratan Tionggoan masih berlangsung dengan serunya, saling bunuh, saling gontok2an masih terjadi di-mana2, banyak kaum iblis dan manusia sesat tak bisa menancapkan kakinya didaratan Tionggoan dan kabur keluar lautan, banyak diantaranya kaum pelarian itu yang kemudian mendarat di pulau tanpa nama ini.

   Waktu itu Kui-bin-kiau-wa sedang ditinggal mati gurunya, ia merasa kesepian dan murung, maka kedatangan kaum pelarian itu di pulaunya segera disambut dengan senang hati, di antaranya adalah empat perempuan cabul dari pulau Tho-hoa-to yang kemudian menjadi Tho-hoa-susian, Toa-tiu-kui-ong berdelapan pencoleng dari Leng-lam yang kemudian menjadi Mo-kui-to-pat yang lalu Hay-gwa-sam-sat beserta beberapa orang yang akhirnya menjadi jagoan lihay di pulau tersebut, selain itu banyak pula penjahat lain yang berkumpul di sana.

   Dasar pekerjaan mereka memang merampok, membegal, setelah berada di pulau itupun mereka tetap meneruskan pekerjaan mereka, setiap ada kapal pedagang yang bertemu dengan mereka di tengah lautau maka perahu itu pasti dibajak, dirampok dan penghuninya dibantai habis2an, malahan mereka pun merampok sampai kesepanjang pesisir, banyak rakyat yang jadi korban sehingga akhirnya pulau kosong itu lebih tersohor sebagai Mo-kui-to (pulau setan) yang ditakuti orang.

   Suatu pulau yang gersang berubah menjadi taman firdaus, suatu taman firdaus akhirnya berubah pula menjadi pulau setan, memang begitulah perubahan di dunia ini yang sukar diduga.

   Dalam pada itu, Kui-bin-kiau-wa telah mencintai seorang pesilat muda yang bernama Liong Siau-thian.

   yakni Hay-liong-sin yang kemudian tersohor sebagai Lam-hay-it-kun.

   Hubungan kedua orang ini berlangsung dengan mesra, tapi entah apa sebabnya ternyata suatu ketika Liong Siau- thian telah meninggalkan Kui-bin-kiau-wa dan kembali ke daratan Tionggoan, ber-tahun2 lamanya orang ini tak ada kabar beritanya lagi.

   Kui-bin-kiau-wa menjadi sedih dan selalu murung.

   akhirnya ia memutuskan untuk menyusulnya ke Tionggoan, disana ia temukan Liong Siau-thian telah kawin dengan perempuan lain, malahan sudah berputera.

   Karena cemburu dan gusarnya Kui-bin-kiau-wa mencari ke tempat kediaman Liong Siau-thian, apa mau dikata, dasar nasibnya memang jelek, suatu ketika ia dibius oleh seorang teman Liong Siau-thian yang jahat dan diperkosa sampai beberapa kali.

   Dengan alasan inilah Liong Siau-thian menyatakan putus hubungannya dengan Kui-bin-kiau-wa, bahkan mencaci maki gadis yang malang ini sebagai perempuan jalang.

   Mengalami pukulau batin yang berat ini, hampir saja Kui-bin-kiau-wa menjadi gila, sejak itulah dia melakukan pembantaian secara besar2an di daratan Tiongoan, malahan kemudian menjadi seorang perempuan jalang yang kecabulannva luar biasa, banyak pemuda yang dirusak olehnya, oleh sebab ilmu silatnya tinggi dan seringkali mengenakan topeng setan, orang persilatan menyebutnya sebagai Kui-bin-kiau-wa, Ang-hun-kut-lau.

   si boneka muka setan, si tengkorak cantik.

   Kemudian karena perbuatannya kian hari kian brutal, dunia persilatan jadi geger, umat persilatan baik dari golongan putih maupun dari kalangan hitam bersatu padu untuk menumpas dia.

   Dalam suatu pertarungan yang seru di puncak Koan-jit-hong Thay-san, ia kena dihajar sampai terjungkal kedalam jurang, untung umurnya masih panjang, ia cuma terluka parah, membawa hati yang luka dan badan yang sakit, kembalilah perempuan malang ini ke pulau Mo kiu-to.

   sejak itu tak pernah muncul kembali di dunia persilatan.

   Kemudian Liong Siau-thian sendiri karena memperebutkan se

   Jilid kitab pusaka ilmu silat, ia pun di-buru2 oleh kawanan jago, baik dari golongan putih maupun dan kalangan hitam, berhubung tak dapat tancapkan kakinya di daratan Tionggoan, dengan memboyong anak isterinya untuk kedua kalinya dia mengungsi ke pulau Mo-kui-to.

   Entah dengan siasat dan cara bagaimana, akhirnya ia berhasil menundukkan hati Kui-bin-kiau-wa, malahan mereka bersepakat untuk tinggal ber-sama2, yaitu Kui-bin-kiau-wa, Liong Siau- thiin serta isterinya.

   Berdasarkan kitab pusaka yarg berhasil di dapatkan, Liong Siau-thian dikemudian hari berhasil mencapai tingkatan sangat lihay, bahkan menyebut dirinya sebagai Lam-hay-it-kun, kaisar dari lautan selatan dengan gelar Hay-liong-sin (malaikat naga sakti), ia mendirikan perguruan Lam-hay-bun, menerima anak murid dan mengangkat dirinya jadi pemimpin paling tinggi di wilayah itu.

   Puteranya sementara itu meningkat dewasa dan menjadi Lam-hay-siau-kun dengan julukun pangeran naga sakti, sedang isterinya yang dulu melahirkan pula seorang anak gadis yang kini menjabat pucuk pimpinan dalam penyerbuannya ke daratan Tionggoan, yaitu Lam-hay-liong-li.

   Semenjak kecil Lam-hay-liong-li sudah mengangkat ibunya yang kedua menjadi gurunya, Kui-bin-kiau-wa sendiripun menyayangi Lam-hay-liong-li, malahan dia tidak suka pada Lam-hay-siau-kun, karena itu Lam-hay-siau-kun belajar silat dari ayahnya.

   Ber-tahun2 kemudian, orang ketujuh dari Kanglam-jit-hiap, si kipas perak Liu Tiong-ho kabur pula ke pulau setan dengan membawa puterinya yang masih kecil karena peristiwa harta karun di telaga Tong-ting-ouw, waktu itu bukan saja Toakonya, Pek-lek-kiam Tian In-thian, telah terbunuh, isteri Liu Tiong-ho juga dibantai oleh kelima saudara angkat sendiri, maka dalam keadaan kepepet ia kabur ke luar lautan.

   Puterinya, Liu Cui-cui, karena berwajah cantik dan berpembawaan menarik, pada usia tiga belas tahun, amat disayang oleh Lam-hay-it-kun, ia diperintahkan untuk melayani Lam-hay hong-li.

   Sebagai anggota Kanglam-jit-hiap, Liu Tiong-ho tentu saja tak setuju puterinya dijadikan budak oleh orang, tapi keadaan waktu itu amat terdesak, berada di rumah yang pendek, mungkinkah ia tak tunduk kepala? Liu Tiong-ho cukup memahami posisinya pada waktu itu, ia membutuhkan perlindungan dari Lam-hay-bun sekalipun dalam hati kecilnya ia sangat marah karena puterinya dijadikan budak, namun iahirnya ia pura2 setuju.

   Siapa tahu karena bencana Cui-cui malah mendapat rejeki, berhubung setiap hari ia melayani Lam-hay-liong-li, akhirnya ia dipenujui oleh Kiu-bin-kiau-wa, maka gadis itu diterima menjadi muridnya yang kedua.

   Dasar otaknya memang cerdik dan bakatnya lebih bagus daripada Lam-hay-liong-li, walaupun Liu Cui-cui belajar lebih belakangan, namun Kungfunya justeru di atas Lam-hay-liong-li.

   bukan begitu saja, malahan ilmu Toh-mi-hun-toa-hoat yang diturunkan Thian-sian-mo-li kepada Kui-bin-kiau-wa pun telah diwariskan pula kepadanya.

   Si kipas perak Liu Tiong-ho sendiri, sekali pun tidak ikut serta dalam rencana pembunuhan atas diri Pek-lek-kiam Tian In-thian, pada hakikatnya ia sendiripun menyimpan suatu rahasia pribadi.

   Kiranya ketika dengan kemahirannya berenang ia menyelam ke gua harta karun itu, secara diam2 ia telah menyembunyikan isi kitab pusaka Bu-hak-cinkeng, sampul depan kitab itu dirobek dan ditempelkan pada se

   Jilid kitab rongsokan yang lain, sebab itulah setelah kelima saudura angkat lain membunuh sang Toako dan mengusir Liu Tiong-ho, waktu pembagian harta, Kim-kun-ciang In Tiong-liong mendapatkan kitab Bu-hak-cinkeng palsu.

   Itulah sebabnya putera In Tiong-liong, yaitu An-lok Kongcu In Cing, setiap hari tak pernah meninggalkan kitab rongsokannya, dan di situlah sebabnya mengapa ilmu silat An lok Kongcu tak berhasil mencapai tingkatan yang paling tinggi kendatipun ia menyelami isi kitab tersebut secara seksama.

   Seandainya tidak terjadi peristiwa ini, mungkin di dunia persilatan takkan muncul empat Kongcu, bisa jadi seluruh kolong langit ini sudah menjadi wilayah kekuasan An-lok Kongcu seorang.

   Liu Tiong-ho sendiri setelah berhasil membawa kabur Bu-hak-cinkeng yang asli keluar lautan, sambil menahan penderitaan dan penghinaan ia berlatih secara rajin dan tekun dengan harapan bila sudah menguasai ilmu silat yang tinggi, maka dia akan pulang ke daratan Tionggoan untuk menuntut balas.

   Tapi takdir menghendaki lain, tatkala sebagian besar isi Bu-hak-cinkeng berhasil dikuasainya, ternyata ia mampu menguasai emosinya sendiri, api dendanmya boleh di bilang telah padam semuanya.

   Perlu diketahui Bu-hak-cinkeng adalah kitab pelajaran agama To, meskipun ilmu silat yang tercantum di dalam kitab itu lihaynya tidak kepalang, namun yang dititik-beratkan dalam pelajaran tersebut adalah tentang ketenangan, dengan ketenangan jiwa, ketenangan pikiran dan hidup damai di dunia, sebab itulah setelah berhasil dengan pelajarannya, Gin-san-cu Liu Tiong-ho berbalik segan untuk muncul kembali di daratan Tioggoan, malahan niatnya untuk membalas dendampun sama sekali lenyap.

   Malahan kipas peraknya yang selama ini selalu diandalkan telah dihadiahkan kepada Lam-hay-siau-kun.

   Dalam waktu senggangnya seringkali ia ber-cakap2 dengan puterinya, mengisahkan kembali peristiwa lama dan mengisi hari2 yang penuh kesepian itu dengan gelak tertawa dan berbicara, Tidaklah heran kalau Liu Cui-cui sangat memahami duduk persoalannya mengenai Kanglam-jit-hiap.

   Kendati pun Liu Tiong-ho sudah meremehkan soal pembalasan dendam, berbeda dengan Liu Cui-cui, setiap saat ia selalu teringat dendam kematian ibunya.

   Seringkali ia bermaksud berangkat ke daratan Tionggoan untuk menuntut balas, tapi setiap kali maksud itu berhasil diurungkan oleh ayahnya.

   Setiap ada waktu senggang, Liu Tiong-ho selalu mewariskan pelajaran Bu-hak-cinkeng kepada puterinya, ia selalu menasihati puterinya tentang budi, dendam, cinta, benci, kemewahan dan kemiskinan yang berada di dunia ini tak lebih hanya soal kosong belaka.

   Ia berusaha mematangkan pikiran anak dara itu, agar ia berpandangan lebih terbuka, namun Liu Cui-cui berwatak keras, dihadapan nyahnya ia mengangguk, namun niat untuk membalas dendam bagi ibunya tak pernah goyah.

   Suatu hari, Kui-bin-kiau-wa meninggal dunia, dengan kematian perempuan itu otomatis kekuasaan tertinggi di pulau Mo-kui-to pun beralih ke tangan Lam-hay-it kun.

   Waktu itu Lam-hay-it-kun menganggap sayapnya telah tumbuh dengan kuat, ambisinya merajai daratan Tionggoan segera berkobar, apalagi rasa dendamnya terhadap kawanan jago yang pernah mengejar dirinya tak pernah padam, ia lantas mengutus putera-puterinya dengan membawa Hay-gwa-sam-sat, Tho-hoa-su-sian, Mo-kui-lo-pat-yau serta sekalian jago lihay Lam-hay-bun untuk menyerbu ke daratan Tionggoan.

   Pada kesempatan itulah Liu Cui-cui pun untuk pertama kali ikut meninggalkan Mo-tui-to menuju ke daratan.

   Sesaat sebelum berangkat, Liu Tiong-ho sempat memperingatkan puterinya, ia berpesan begini.

   "Puteriku, pemuda di daratan Tionggoan kebanyakan berwajah tampan dan menarik hati, ketahuilah imanmu kurang teguh. janganlah kau menjerumuskan diri ke jaring cinta, sebab sekali kau terjerumus maka untuk selamanya takkan mampu meloloskan diri lagi!"

   Atas nasihat tersebut, Liu Cui-cui hanya tersenyum saja, dalam anggapannya, Lam hay-it-kun dan Lam-hay-siau-kun berdua yang bangor pun bisa dihindarinya, apalagi laki2 lain, ia menganggap tak akan ada laki2 di dunia ini yang mampu memikat hatinya, maka pesan sang ayah sama sekali tak digubris.

   Begitu tiba didaratan Tionggoan, pekerjaan pertama yang dilakukannya adalah membalas dendam bagi kematian ibunya, diam2 ia meninggalkan Lam-hay-liong-li dan berangkat ke istana Kim di kota Lam-keng untuk menyelidiki gerak-gerik Cing-hu-sin Kim Kiu dan untuk pertama kalinya pula ia berkenalan dengan seorang pemuda yang ditolongnya ditepi sungai Hway, apa mau dibilang lagi, ternyata ia terjerumus ke dalam jaring cinta.

   Dari Pedang Hijau Tian Pek ia lantas mengetahui akan asal-usul pemuda itu, maka ditolongnya Tian Pek dan dirawat luka racunnya di suatu kuil.

   Kemudian sebagaimana sudah diceritakan, makin lama rasa cintanya kepada pemuda itu makin mendalam, sampai akhirnya ia merasa tak dapat hidup tanpa didampingi oleh anak muda itu.

   Tidak heran kalau ia menjadi sedih dan sakit hati ketika Tian Pek memakinya sebagai Kuntilanak, Sebagaimana diketahui, Lam-hay-it-kun Liong Siau-thinn adalah lelaki bejat, sababnya dia meninggalkan Kui-bin-kiau-wa dulu tak lain karena ia hendak mengawini Tionggoan Giok-li, perempuan tercantik di daratan Tionggoan.

   Kemudian setelah Tionggoan Giok-li melahirkan anak, karena dimakan usia, apalagi wajah Kui- bin-kiau-wa jadi rusak akibat terjatuh ke dalam jurang di puncak Koan-jit-hong, Lam-hay-it-kun merasa muak untuk berhubungan dengan mereka lagi.

   Untuk melampiaskan hawa napsunya, sering- kali ia mengadakan hubungan gelap dengan Tho-hoa-so-sian.

   Akhirnya rahasia ini diketahui juga oleh Kui-bin-kiau-wa, kalau terhadap Tionggoan Gok-li ia masih bisa bersabar, maka terhadap penyelewengannya dengan Tho-hoa-su-sian tak bisa diterima dengan begitu saja, seringkali ia cekcok dengan Lam-hay-it-kun!, seringkali Lam-hay-it-kun memaki Kui-bin-kiau-wa sebagai Kuntilanak, tidak heran kalau Liu Cui-cui apal sekali dengan kata? makian terisebut.

   Lam-hay-it-kun sendiripun beberapa kali hendak menodai Liu Cui-cui tapi setiap kali berhasil ia hindari dengan selamat, sebab itulah meskipun diluarnya ia tunduk kepada pihak Lam-hay-bun, pada hakikatnya rasa bencinya terhadap Lim-hay-it-kun telah merasuk ke tulang sumsum.

   Sekarang Tian Pek memakinya dengan ucapan yang seringkali dipakai Lam-hay-it-kun, tak heran rasa sedihnya luar biasa, sambil membuang pedang hjau itu ia lari sembari menahan isak tangis.

   Belum jauh gadis itu pergi, tiba2 terdengar suara tertawa dingin memecahkan kesunyian, sesosok bayangan manusia berkelebat dari balik gunung2an dan tahu2 muncul seorang gadis.

   Gadis yang muncul ini adalah Tian Wan-ji, betapa girangnya Tian Pek, ia berseru.

   "Wan-ji....!"

   Kepolosan dan kelincahan Wan-ji yang cantik kini lenyap tak berbekas, sebagai gantinya ia ke-lihatan murung dan kesal, bukan saja tak gubris seruan mesra Tian Pek, malahan dengan senyum mengejek ia mengitari Kim Cayhong yang telanjang.

   Jengah Kim Cay-hong, walaupun Wan-ji se-kaum dengannya, tapi pandangan lawan yang aneh dan sinis itu sangat menusuk perasaan.

   Pada hari biasa ia selalu angkuh dan tinggi hati, tapi sekarang dalam keadaan bugil ia ditonton begitu, sekalipun ia berusaha mengendalikan perasaannya, tak urung merah juga pipinya, ia tundukkan kepalanya rendah2...

   Setelah puas mengamati Kim Cay-hong yang bugil, lalu Wan-ji berkata dengan tertawa dingin.

   "Hehe, engkoh Tian, kau baru saja menikah dengan enciku, kenapa sudah main perempuan lagi di luaran, pantaskah perbuatanmu ini?"

   Perkataan ini membuat Liu Cui-cui maupun Kim Cayhong jadi tertegun. Cui-cui balik lagi ke tempat semula, ia lupa menangis. Kim Cay-hong pun lupa akan rasa malunya, dengan mata terbelalak mereka berseru.

   "Kau... ."

   Hanya itu saja yang dapat mereka ucapken, sesaat kedua gadis itu ter-mangu2 seperti orang linglung. Tian Pek bukan anak bodoh, sudah tentu ia dapat meraba perasaan kedua gadis itu, pikirnya.

   "Inilah kesempatan terbaik bagiku untuk memutuskan tali cinta dengan mereka berdua."

   Berpikir demikian, dengan serius ia lantas berkata.

   "Apa yang dikatakan adik Wan memang benar, aku memang sudah dijodohkan dengan Buyung Hong, encinva Wan-ji dan sekarang secara resmi kami telah menjadi suami isteri . , . ."

   Belum habis ucapan Tian Pek, paras Liu Cui cui telah berubah hebat, matanya melotot, bentaknya dengan murka.

   "Sungguhkah perkataanmu ini?"

   "Masa membohongi kau?"

   Jengek Wan-ji dari samping. Cui-cui merasakan kepadanya pening dan pandangannya jadi gelap, tanpa terasa air matanya jatuh bercucuran, sambil menggigit bibir dan menahan isak tangisnya ia berkata kepada Tian Pek dengan sedih.

   "Kau ....kau kejam benar . , . ,kau tak setia ., .. tidak pegang janji...coba jawablah .... bagaimana dengan diriku ini ... ?"

   Tian Pek tertegun juga, dari kepedihan Cui-cui ia tahu bahwa cinta gadis itu terhadapnya sudah mendalam, sekarang ia baru menyesal akan tindakan sendiri yang gegabah, hanya karena menuruti emosi ia menerima pinangan Buyung Hong, ditinjau dari keadaan saat ini, jelas bukan suatu pekerjaan yang gampang baginya untuk memutuskan hubungan cintanya.

   Sementara anak muda itu masih ter-mangu2 karena sedih bercampur menyesal, nun jauh disana tiba2 terdengar jeritan ngeri yang menyayat hati.

   Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   jeritan maut menjelang ajal, mengerikan dan membuat bulu roma orang sama berdiri.

   Jeritan ngeri itu tidak terlampau keras kedengarannya, tapi cukup membuat beberapa orang itu mengeluarkan peluh dingin, paras Tian Pek dan Kim Cay-hong seketika berubah hebat.

   Tiba2 Kim Cay-hong menubruk kedepan Tian Pek, serunya dengan sedih.

   "Engkoh Tian, Siauhiap! Tolonglah, bantulah ayahku ... mungkin jiwanya terancam bahaya ... ."

   Sebenarnya Tian Pek tidak peduli keselamatan Cing-husin Kim Kiu, ia lebih mencemaskan diri paman Lui, Tay-pek-siang-gi, Ji-lopiautau dan Buyung Hong. Sementara itu pengaruh racun "dupa liur naga"

   Telah punah sama sekali, tenaga dalamnya telah pulih kembali seperti sediakala, mendengar permintaan itu ia lantas melepaskan baju luarnya dan diserahkan kepada Kim Cayhong, kemudian memungut kembali pedang hijaunya, ia berkata.

   "Aku tak tahu dimana ayahmu berada, pergilah cari sendiri! Aku harus menolong dua orang sahabatku...."

   Begitu selesai berucap segera ia meluncur ke arah jeritan maut tadi dengan cepat.

   Seperginya Tian Pek tiga gadis itu saling pandang sekejap, siapapun tidak mempedulikan lawannya, diantara mereka Kim Cay-hong tampak paling gelisah, selesai mengenakan jubah pemberian Tian Pek, cepat ia berlari ke arah jeritan tadi.

   Cui-cui mengerling sekejap ke arah Wan-ji, kemudian tantangnya.

   "Punya keberaninn ke sana?"

   "Hm, apa yang kutakut?"

   Sahut Wan-ji sambil mencibir.

   Secepat terbang ia lantas mendahului melayang ke sana.

   Cui-cui segera menyusul dari belakang, susul menyusul keempat orang itu tiba di sebuah halaman yang sangat luas, lentera dan obor membuat suasana terang benderang bagaikan siang hari.

   Halaiman yang luas ini berlantai tanah keras, pada ujung halaman dekat dinding sana tersedia delapan belas macam senjata, karung pasir dan berbagai peralatan, tampaknya halaman ini adalah lapangan berlatih silat istana keluarga Kim.

   Tepat di hadapan mereka dibangun sebuah panggung yang tinggi, sebuah meja panjang besar terletak di tengah panggung itu, sementara di belakang meja tersedia berpuluh kursi emas, Lam-hay-siau-kun dan Lam-hay-liong-li berduduk di kursi utama.

   sedangken sisanya ditempati Hay-gwa-sam-sat, Tho-hoa-su-sian dan lain2, paling belakang berdiri pula belasan laki2 berpakaian ringkas.

   Di depan panggung, dekat dinding tertanam belasan buah cagak kayu yang besar tiap cagak itu terikat seseorang, diantara mereka ada yang sudah tewas dalam keadaan mengerikan, ada yang mati dengan dada atau perut terbelah, ada yang kutung lengan atau kakinya, jelas siksaan yang mereka alami sebelum ajal pasti luar biasa.

   Beberapa orang yang masih berada dalam keadaan hidup berdiri lemas dengan muka pucat dan ketakutan.

   Di kedua belah sisi cagak itu masing2 berdiri dua orang algojo yang bermuka garang.

   dengan dada terbuka dan golok besar terpangku mirip sekali dengan malaikat maut pencabut nyawa.

   Pertarungan sengit antara berpuluh orang masih berlangsung di tengah halaman, sambaran golok dan pukulan men-deru2.

   Mengingat Hay-gwa-sam-sat, Tho-hoa-su-sian dan lain2 hanya duduk tenang di atas panggung, bisa ditarik kesimpulan bahwa pertarungan tersebut dilayani oleh jago kelas dua atau tiga dari perguruan Lam-hay-bun.

   Begitu tiba di tepi gelanggang, segera Tian Pek mengetahui bahwa orang2 yang sedang terlibat dalam pertempuran itu tak lain adalah paman Lui, Tay-pek-siang-gi, Ji-lopiautau serta Buyung Hong.

   Selama pertarungan berlangsung paman Lui dan Tay-pek-siang-gi bertempur dengan bertangan kosong, Ji-lopiautau bergolok, Buyung Hong pakai pedang pendek, mereka melabrak musuh habis2an, sekalipun dikerubut oleh belasan orang mereka tetap di atas angin, beberapa kali jago Lam-hay-bun kena dihajar terluka atau tewas.

   Lam-hay-siaukun berada di atas panggung dan menonton jalannya pertarungnn itu sambil menggoyangkan kipasnya, ketika dilihatnya pertarungan itu berlangsung tanpa akhir, dengan alis bekernyit ia berpaling ke kiri dan ke kanan.

   Si nenek rambut putih, Leng-yan-hong, adalah seorang Hay-gwa-sam-sat segera membentak, dia melambung ke atas, lalu meluncur ke bawah dengan cepat telapak tangannya segera menghantam batok kepala paman Lui.

   Sebagai jago kawakan, nenek itu tahu kungfu paman Lui terhitung paling lihay, maka per-tama2 ia serang paman Lui.

   Saat itu paman Lui sedang menghadapi empat lima orang musuh, ketika tiba2 merasakan datangnya sergapan si nenek berambut putih itu, cepat telapak tangan kirinya berputar dan mendesak mundur musuh, sedang telapak tangan kanannya dengan jurus Thian-ong-tok-tha (Raja langit menyangga pagoda) ia tangkis serangan si nenek yang dahsyat itu dengan keras lawan keras.

   Ketika dua gulung tenaga pukulan yang hebat itu kebentur.

   "blang!"

   Paman Lui terdesak mundur empat lima langkah dengan sempoyongan, sedangkan kawanan jago Lam-hay-bun yang mengepung paman Lui ikut tercerai-berai, dari sini dapatlah diketahui betapa hebat tenaga pukulan nenek berambut putih itu.

   Paman Lui terkejut oleh kedahsyatan ilmu pukulan si nenek.

   Sementara itu Leng-yan-hong atau si nenek berambut putih itu sudah melayang turun, teriaknya.

   "Jangan kabur! Sambut lagi pukulan nenekmu!"

   Telapak tangannya didorong ke depan, segulung angin pukulan dahsyat menerjang pula ke dada paman Lui.

   Dasar tinggi hati dan tak sudi mengunjuk kelemahan di depan orang, meskipun paman Lui tahu bahwa serangan lawan amat dahsyat, ia tidak menghindar atau berkelit, malahan dengan keras-lawan-keras ia sambut serangan dahsyat si nenek.

   "Blang!"

   Benturan keras terjadi pula, nenek itu cuma tergetar sedikit, sebaliknya paman Lui terdorong mundur sampai lima langkah. Nenek itu tambah gusar karena secara beruntun paman Lui menyambut pukulannya dengan kekerasan, dengan mata melotot ia menghardik.

   "Keparat! Bila pukulanku yang ketiga ini tidak dapat merebut jiwa anjingmu, mulai hari ini namaku biar dicoret dari dunia persilatan!"

   Dengan sepenuh tenaga dalamnya ia dorong kedua telapak tangannya ke depan.

   Kelihatannya telapak tangan nenek itu didorong dengan gerakan yang lambat, malahan disertai dengan gemetar keras se-akan2 kepayahan sekali, namun angin pukulan yang timbul dari serangan tersebut kuatnya tidak kepalang, debu pasir lantas beterbangan.

   Paman Lui sendiri seperti sudah kepayahan, untuk menangkis dua kali serangan musuh tadi ia sudah merasakan lengannya kaku kesemutan, darah bergolak hebat, tapi ia pantang menyerah, meski pun ia tahu serangan ketiga si nenek terlebih dahsyat, akan tetapi sambil mengertak gigi ia menangkis pula.

   Diam2 hawa murninya dihimpun ilmu pukulan Thian-hud-hang-nio-ciang dikerahkan hingga puncaknya, tatkala angin serangan lawan yang dahsyat itu menyambar tiba, baru ia angkat telapak tangannya untuk menyambut dengan keras lawan keras.

   Kebetulan waktu itu Tian Pek berdiri di atas tembok pekarangan, ia tak menyangka paman Lui akan bertindak senekat itu, tadinya ia mengira paman Lui tentu akan berkelit dulu, kemudian melepaskan serangan balasan, maka Tian Pek sendiri tidak melakukan persiapan apa2.

   Tapi demi melihat paman Lui siap menyambut serangan musuh, ia baru sadar gelagat tidak menguntungkan.

   "Wah celaka... .!"

   Serunya.

   Ketika ia melayang turun.

   telapak tangan paman Lui telah saling bentur dengan telapak tangan nenek itu.

   Paman Lui tergetar mundur.

   namun ia masih tetap berdiri tegak dan tak sampai terjungkal.

   Nenek itu berdiri dengan mata melotot, ia menunggu jatuhnya lawan.

   tapi paman Lui tidak roboh, malahan mengejek "'Nenek tua, katakan namamu."

   Karena bicara, pergolakan darah dalam dadanyaa tak terkendalikan lagi, darah segar terus mengucur melalui ujung mulut.

   Nenek rambut putih sangat tinggi hati, sejak masuk daratan Tiongioan, kecuali keok di tangan Tian Pek, belum pernah ia temui musuh yang tangguh.

   Siapa tahu sekarang bertemu dengan paman Lui, bukan saja lawannya sanggup menyambut tiga kali serangannya tanpa roboh, terutama serangannya yang terakhir di mana ia sudah menghimpun segenap kekuatannya, tapi kenyataannya paman Lui masih tetap berdiri tegak tanpa roboh.

   Sekarang paman Lui mengejek, dari malu ia jadi gusar, alisnya berkerut, mata melotot, dengan gemas ia menutuk Sim-gi-hiat ditubuh paman Lui.

   Dengan menyeringai jengeknya.

   "Ingin tahu namaku, boleh kau bertanya setelah bertemu dengan raja akhirat nanti!"

   Tian Pek tahu kelihayan tutukan nenek itu, ia tahu paman Lui diserang dengan Soh-hun-ci yang maha dahsyat, dengan terkejut cepat ia berseru.

   "Paman, cepat berkelit ... ," Tapi Wan-ji jauh lebih cepat, baru saja Tian Pek berseru nona itu dengan lincahnya bagaikan burung walet sudah menerjang ke tengah gelanggang, sebelum tiba di tempat, jari tangan segera melancarkan serangan maut, ilmu yang dipakai juga Soh-hun-ci, bahkan yang diarah adalah Kwan-goan-hiat pada lengan kanan nenek itu. Disinilah letak kecerdikan Wan-ji, ia tahu kepandaiannya mempergunakan Soh-hun-ci masih jauh ketinggalan bila dibandingkan dengan kesempurnaan si nenek rambut putih, oleh sebab itu dia menghindari arah serangan musuh dan balas mengancam Hiat-to penting di lengan kanan lawannya. Dalam keadaan begini, bila si nenek tidak segera menarik kembali serangannya, kendatipun serangannya berhasil membunuh paman Lui, akan tetapi lengan kanannya juga akan cacat untuk selamanya. Terpaksa si nenek batalkan serangannya dan cepat berkelit kesamping. Paman Lui sempoyongan mundur beberapa langkah, cepat Wan-ji memburu maju dan memayangnya.

   "Paman, apakah kau terluka....? tanya gadis itu. Seperti diketahui, selama Paman Lui berdiam di istana keluarga Buyung, ia paling menyayangi Wan-ji, dan Wan-ji sendiripun sangat menghormati paman Lui. Sementara itu, Tian Pek sendiripun sudah melayang masuk ke tengah gelanggang, ia melototi si nenek berambut putih dan bentaknya.

   "Sudah lanjut usia, tak tersangka hatimu sebusuk ini, masa terhadap orang yang sudah terluka masih kau serang secara keji? Hehehe, sekarang tuan muda ingin tahu sebenarnya sampai dimanakah kemampuanmu?" Kedua telapak tangannya segera direntangkan ke atas, itulah gaya pembukaan dari jurus Thian-hud-hang-mo-ciang, katanya.

   "Siauya akan memberi kesempatan kepadamu untuk menyerang lebih dulu, dalam tiga gebrakan, tetap akan kubereskan jiwamu!"

   Sejak melihat kemunculan Tian Pek, si nenek berambut putih sudah kelihatan terkejut bercampur jeri, Sikap pongahnya kini sudah lenyap.

   Ia tahu anak muda ini adalah malaikat maut baginya, untuk sesaat ia jadi bingung dan berdiri ter-mangu2 disitu, ingin lari pun terasa rikuh.

   Tiba2 bayangan orang berkelebat, tahu2 kakek berjenggot panjang serta Hud-im Hoat-su telah me layang ke depan anak muda itu.

   Setibanya digelanggang, sambil tertawa kakek berjenggot panjang itu berkata.

   "Engkoh cilik, di daratan Tionggoan dewasa ini hanya kau seorang yang dapat menaklukkan Hay-gwa-sam sat kami. Meskipun begitu, malam ini kami bertipa berhasrat turun tangan bersama guna minta petunjuk kepada engkoh cilik, mungkin orang lain akan bilang kami main kerubut, tapi bagi engkoh cilik tentunya pengerubutan ini bukan soal ..."

   Mendengar perkataan ini, Tian Pek ter-bahak2.

   "Hahaha, aku menghormati kau sebagai orang yang lebih tua, tak tahunya kau malahan mengucapkan kata2 yang memalukan, tidakkah kau merasa kulit mukamu terlampau tebal?"

   Merah padam wajah kakek berjenggot panjang itu, tapi segera ia tertawa lngi.

   "Hahaha, anggaplah aku si tua bangka ini memang bermuka tebal, tapi tahukah engkau engkoh cilik, bila kami Hay-gwa-sam-sat mengerubuti kau seorang, justeru peristiwa ini akan menaikkan nama serta gengsi engkoh cilik di dunia persilatan? Berbicara terus terang, kecuali engkoh cilik seorang, di daratan Tionggoan dewasa ini belum ada orang lain yang pantas menerima kehormatan ini."

   "Hahaha, kalau begitu. kehormatan ini bagaimanapun juga harus kuterima? Baiklah, Tian Pek siap menerima pelajaran kalian bertiga, silakan kalian melancarkan serangan?"

   Habis berkata segera ia bersiap melancarkan pukulan Thian-hud-hang-mo-ciang.

   Ilmu silat Hay-gwa-sam-sat cukup disegani, jangankan jago2 biasa.

   bahkan tokoh persilatan yang sangat tersohor seperti Mo-in-sin-jiu (tangan sakti di balik awan) Siang Cong-thian, Hiat-ciang-hwe-liong (naga api telapak darah) Yau Peng-kun serta Tok-kiam-leng-coa (pedang racun ular sakti) Go Hoa-lam, anak buah An-lok Kongcu, juga Hong-jan-sam kay, anak buah Toan-hong Kongcu, lalu Kim-hu siang-tiat-wa anak buah Siang-lin Kongcu.

   secara beruntun telah terluka di tangan mereka.

   Bukan itu saja, malahan Thian-ya-ong-seng (manusia latah dari ujung langit) Tio Kiu-ciu, tokoh paling sakti dibawah pimpinan Leng-hong Kongcu juga dikalahkan oleh si nenek berambut putih, bisa dibayangkan betapa kagetnya kawanan jago demi menyaksikan Hay-gwa-sam-sat sudi menurunkan derajat sendiri dengan menantang Tian Pek untuk bertempur satu lawan tiga dan tanpa berpikir tantangan itu diterima oleh anak muda itu.

   


Setan Harpa -- Khu Lung/Tjan Id Hong Lui Bun -- Khu Lung Pukulan Si Kuda Binal -- Gu Long

Cari Blog Ini