Hikmah Pedang Hijau 16
Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long Bagian 16
Hikmah Pedang Hijau Karya dari Gu Long
Apa yang terlihat kemudian telah mengecewakan paman Lui, ia lihat meskipun Toanhong Kongcu duduk di kursi utama, namun hatinya tak tenang, matanya jelilatan ke kiri-kanan, duduknya tak tenang dan gelisah tampaknya.
Tampangnya memang tampan, namun sedikitpun tak ada wibawa sebagai seorang pernimpin besar.
"Ai, bagaimana dengan Cing-tiok-siu itu?"
Pikir paman Lui sambil menghela napas.
"Mengapa mencari ahliwans begini jelek ...."
Sementara paman Lui masih melamun, tiba2 Toan hong Kongcu berkata sambil beikerut dahi.
"Aneh, kenapa sampai sekarang orang yang kita undang belum kunjung tiba?"
Baik Hong-jan-sam-kau maupun kawanan pengemis berusia lanjut itu, semuanya mengunjuk wajah gelisah dan cemas, terdengar pengemis sinting menyahut.
"Tecu sekalian telah menyampaikan semua undsngan ke alamat yang benar, malahan dari merekapun sudah mendapat balasan. Aneh, sungguh aneh sekali, kenapa sampai waktunya belum datang juga?"
"Jangan2 terjadi sesuatu di luar dugaan?"
Ujar pengemis pemabuk dengan wajah seriua, saat ini ia kelihatan segar dan sama sekali tak terpengaruh oleh arak.
"Ah, jangan2 si pengirim surat kita kurang rapat menjaga rahasia sehingga ketahuan orang dan mereka turun tangan lebih dulu ....
"
Kata An lok Kongcu sambil mcnghantam paha sesdiri dengan kitab bututnya.
Sebelum An-lok Kongcu melanjutkan kata2nya, mendadak Toan-hong Kongcu mengerling ke arah-nya dan memberi kode, melihat kode itu An 1ok Kongcu segera membungkam kembali.
Ji-lopiautau bukan anak kemarin sore, melihat sikap orang2 ini, dia lantas menyikut tubuh paman Lui sendiripun sudah merasakan keganjilan itu, ia tahu baik kedua Kongcu itu maupun para pengemis dari Kay-pang hakikatnya tidak ingin menerima mereka sebagai tamu.
Sebagai seorang jago yang gagah perkasa, tentu saja paman Lui tak tahan menghadapi sikap dingin tersebut, ia lantas berbangkit dan berseru.
"Kalau perkumpulan pengemis sedang menghadapi urusan, biarlah kami mohon diri saja!" Habis berkata lantas berpaling kepada Ji-lopiauthau, Tay-pek-siang-gi. Tian Pek serta Buyung Hong dan berkata.
"Hayo kita pergi!"
Tanpa menunggu lagi ia putar badan dan berlalu lebih dulu dan situ.
"Paman Lui, akupun ikut pergi ...
"tiba2 Wan-ji berseru sambil berbangkit. Cepat An-lok Kongcu berbangkit dan meng-alangi kepergian mereka, katanya.
"Lui-tayhiap, saudara Tian, duduklah sebentar, masih ada persoalan yang hendak kami rundingkan!"
Hong-jan-sam-kau juga berusaha menahan ke-pergian paman Lui. Tapi sesuai watak paman Lui yang keras, sekali bilang pergi siapapun tak bisa menahannya lagi. Tiba2 si pengemis pemabuk berseru dengan mata melotot.
"Mau pergi boleh saja, tentunya kalian tidak keberatan mencicipi dulu dua ekor ayam pengemis dan satu cupu arak Mo-tay-ciu milikku ini?" "Setan arak, maksud baikmu kuterima di dalam hati saja, kesempatan kan masih banyak, lain kali saja!"
Tampik paman Lui, dengan langkah lebar ia menuju ke pintu luar. Cepat si pengemis sinting melayang ke depan pintu dan mengadang jalan pergi paman Lui, dengan lagak marah bentaknya.
"Lui sinting jadi kau tak pandang sebelah mata kepada kami tiga pengemis tua?"
"Hehehe. bila demi kalian tiga pengemis tua sekalipun kedua ketiakku ditusuk pisau, jika aku Lui Ceng-wan berkerut dahi, anggap saja bukan se-orang lelaki, akan tetapi ... .hmm!"
Tiba2 paman Lui mendengus dingin dan menambahkan.
"Kalau suruh orang she Liu duduk di bangku dingin dan menghadapi muka masam anak muda dan semuanya itu hanya untuk meneguk dua-tiga cawan arakmu, huh, lebih baik kupergi saja dari sini!"
Hong-jin-sam-kau menjadi serba salah, mereka melirik sekejap ke arah Toan-hong Kongcu yang duduk dikursi utama, mereka tahu kesombongan Toan-hong Kongcu telah membuat paman Lui tak senang hati.
Walaupun demikian, mereka bertiga tak mampu berbuat apa2, sebab bagaimanapun Toan-hong Kongcu adalah Ciangbunjin mereka, sekalipun kedudukan Hong-jan-sam-kau amat tinggi, sudah tentu mereka tak dapat menegur ketuanya dengan begitu saja, untuk sesaat mereka jadi tertegun sendiri.
Toan-hong Kongcu sejak tadi diam saja, tiba2 ia berkata.
' Mau datang boleh datang, mau pcrgi biarkan pergi! Kaum peudekar di daratan Tionggoan banyaknya tak terhitung, tambah beberapa orang tak terlampau banyak, berkurang sedikit juga tak menjadi soal, kenapa kita mesti menahan orang dengan paksa!" Dengan gusar paman Lui berpaling, sambil tertawa dingin serunya.
"Hehehe, tolong tanya, manusia2 macam apakah yang bisa dikatakan sebagai kaum pendekar dari daratan Tionggoan?"
Tay-pek-siang-gi ikut berkata dengan nada ketus.
"Hmm, tampaknya kita harus tetap tinggal di sini ingin sekali kusaksikan manusia macam apakah yang dianggap sebagai kaum pendekar dari daratan Tionggoan?"
Jangankan orang lain, Ji-lopiautau yng paling sabarpun merasa gemas.
Sebagai jago silat yang tiap hari bergelimpangan di ujung golok, pada hakekatnya yang mereka cari hanyalah soal "nama", dan sekarang Toan-hong Kongcu mengucapkan kata2 sama sekali tak pandang sebelah mata kepada mereka, tak heran kalau mereka jadi naik darah.
Padahal dengan kedudukan Toan-hong Kongcu sekarang, tidak semestinya ia bersikap begitu picik dan berjiwa sempit, sebagai seorang "Bengcu"
Yang diangkat lantaran dia adalah ketua Kay-pang yang besar, dalam usaha menentang penjajahan Lam-hay bun di daratan Tionggoan, mestinya ia memperlakukan sopan tiap jago yang berkumpul, sebab tujuannya menyebar Bu lim-tiap (surat undangan Bu-lim) ialah mengumpulkan kekuatan untuk menyelamatkan dunia persilatan.
Apa mau dikata, hatinya telah dibakar lebih dulu oleb rasa cemburu, tidaklah heran kalau sikap maupun ucapannya tadi sedemikian ketus dan tak sedap didengar.
Soalnya secara diam2 ia mencintai Wan-ji, namun setiap ada kesempatan untuk berkumpul dengan nona idamannya ini, kesempatan tersebut selalu dirusak oleh kehadiran Tian Pek, hal ini membuatnya dendam dan cenburu terhadap saingan cinta ini.
Tatkala Lam-hay-bun menyerang dan menjajah daratan Tionggoan, pada kesempatan yang baik ini ia terpilih sebagai Bu-lim-bengcu yang akan memimpin umat persilatan untuk menentang kehadiran Lam-hay-bun.
terlepas dari berhasil atau tidak-nya perjuangan itu, dengan usianya yang semuda itu ternyata dapat menduduki kursi paling tinggi di dunia persilatan, sedikit banyak kejadian ini merupakan kebanggaan baginya.
Selagi usahanya mencapai puncaknya, secara kebetulan ia bertemu dengan Wan-ji, dengan segala bujuk ravu akhirnya ia berhasil mengundang Wan-ji untuk menghadiri pertemuan ini, maksudnya agar nona itu menyaksikan kegagahan serta wibawanya di depan umum, kemudian akan mencari kesempatan untuk meminang nona itu agar menjadi isterinya.
Apa mau dikata, sebelum kawanan jago persilatan yang diundang berdatangan dan sebelum upacara pengangkatan sumpah dimulai, Tian Pek dan psman Lui sekalian keburu tiba lebih dulu.
Mendingan kalau mereka cuma hadir, ternyata Wan-ji segera mengalihkan kerlingan matanya ke tubuh Tian Pek, hal ini membuat Toan-hong Kongcu merasa kepalanya seperti diguyur air dingin, rasa cemburunya kontan berkobar.
Sebab itulah ia jadi kehilangan wibawa sebagai seorang "Beng-cu", malahan sikap dan ucapannya lantas menyinggung perasaan orang lain.
An-lok Kongcu lebih pandai bergaul, ia merasakan gelagat yang tidak mengenakkan, ia kuatir kedua belah pihak jadi sama ngotot sehingga bukan saja gagal untuk mempersatukan umat persilatan, malahan bibit permusuhan bisa terikat lebih dalam.
Cepat ia maju ke depan dan berkata.
"Aku minta jangan kalian ribut dan cekcok hanya karena soal sepele, bicara sebenarnya, kali ini Siaute dan Toan-hong Kongcu sengaja mengundang para pahlawan untuk berkumpul di sini adalah karena ada persoalan yang gawat dan besar sekali pengaruhnya bagi mati-hidup dunia persilatan kita"
An-lok Kongcu bukan saja sudah menjadi penengah untuk mendamaikan kedua pihak yang berselisih, ia pun telah meningkatkan kedudukannya sendiri di mata orang.
Tatkala melihat semua orang telah pusatkan perhatian untuk mendengarkan perkataannya, tanpa terasa timbul rasa bangganya.
Dengan tenang ia lantas menyambung pula.
"Pembantaian serta perbuatan keji orang2 Lam-hay-bun setelah menginjakkan kakinya di sini telah membuat banjir darah daratan Tionggoan, itulah sebabnya kami Bu lim-sukongcu sengaja mengundang kawan2 dari tujuh aliran besar serta rekan2 dari pelbagai daerah untuk berkumpul di sini dan merundingkan masalah ini, tujuan yang terutama tentu saja untuk mengusir orang2 Lam-hay-bun, selain itu kita juga akan membalas dendam bagi rekan2 persilatan yang telah menjadi korban, kedua untuk menegakkan kembali kewibawaan umat persilatan yang kini telah porak poranda.
"
Baru ssja An-lok Kongcu berkata sampai di sini, tiba2 Toan-hong Kongcu berdehem dan menimbrung.
"Selaku ketua perkumpulan kaum pengemis aku akan memimpin operasi pembalasan dendam ini!"
Ucapan yang sombong dan takabur, sungguh tiada ubahnya seperti anak kecil yang tak tahu diri.
Kontan air muka An-lok Kongcu berubah, bahkan Hong jan-sam-kay sebagai Tianglo perkumpulan pengemispun tampak melenggong mendengar ucapan itu.
Hanya sejenak An-lok Kongcu lantas tenang kembali, ia tertawa dan menyahut.
"Benar, dewasa ini memang Toanhong Kongcu yang memimpin perkumpulan ini, tapi setelah kawan2 dari pelbagai daerah berkumpul semua di sini seperti yang di-rencanakan, tentu saja akan diadakan perombakan kembali susunan kepemimpinan ..."
Ucapan ini tiada ubahnya telah mengurangi bobot Toanhong Kongcu. Dengan wajah tak senang Toan-hong Kongcu lantas berpaling dan menegur.
"Eeh, saudara In Ceng, kenapa kau berkata begitu? Bukankah sebelumnya kita sudah merundingkan persoalan ini masak-masak?"
An-lok Kongcu tertawa dan menyahut.
"Yang kita bicarakan kan keadaan dewasa ini, andaikata kawan-kawan dari pelbagai daerah sudah berkumpul dan diantara mereka terdapat tokoh yang memiliki kemampuan serta kewibawaan yang melebihi saudara Sugong, tentu saja kita akan melakukan pemilihan kembali!"
Walaupun kedua Kongcu itu cuma saling berdebat, tapi bagi pendengaran paman Lui yang berpengalaman, ia lantas dapat meraba ada hal-hal yang kurang beres di antara mereka. Segera ia tertawa dan berkata.
"Hahaha, kalau begitu pertemuan ini pastilah suatu pertemuan besar yang jarang dijumpai, setelah orang she Lui disini, sepantasnya pertemuan besar ini tak boleh kulewatkan dengan begitu saja! Saudara Ji dan dua saudara Tay-pek, bagaimana pendapat kalian?" "Ya, pertemuan besar yang jarang ditemui ini tak boleh dilewatkan dengan begitu saja, kita harus ikut menghadirinya!"
Sahut Ji-lopiautau dan Tay pek siang-gi berbareng. Paman Lui berpaling pula kepada Tian Pek, Buyung Hong dan Wan-ji, tanyanya pula .
"Tian hiantit, bagaimana pendapat kalian?"
Sebagai angkatan yang lebih muda, tentu saja Tian Pek, Buyung Hong dan Wan-ji tak berani mengomentari apa-apa, mereka pun setuju saja. Maka sambil ter-bahak2 paman Lui berpaling kepada Hong-jan-sam-kay dan berkata.
"Hahaha, asal perkumpulan kalian tidak mengusir tamu, tentu saja kami bersedia tetap tinggal di sini!"
Sementara itu Hong-jan-sam-kay sedang dibuat kikuk oleh sikap ketua mudanya yang tak becus, mendengar ucapan tersebut mereka pun lantas mengalihkan pokok pembicaraan ke soal lain, sahutnya.
"Bagus, nanti kami tiga pengemis tua pasti akan menjamu kau Lui sinting untuk menikmati Kiau hun-toa-cay (sayur lengkap kaum pengemis).,. .!"
Habis bicara, mereka lantas memerintahkan anak buahnya menyiapkan hidangan. Ji-lopiautau ikut ter-bahak2 katanya.
"Aku sudah mengarungi utara maupun selatan sungai besar, sudah kucicipi sayur Kanton, sudah pula kucicipi masakan Sujwan, tapi belum pernah rasakan masakan sayur lengkap kaum pengemis, Hahaha, bukan saja mata akan terbuka, perutpun akan ikut puas."
Si-hoat-jin dari Tay-pek-siang-gi melotot dan berseru.
'Ji-lopiautau, kau jangan bicara seenaknya, kapan orang lain mengundang kau makan? Yang diundang pengemis2 itu kan cuma Thian-hud-ciang Lui-tayhiap seorang!" Pengemis sinting Coh Liang cepat menimbrung.
"Eeh, sebetulnya kau orang hidup mati atau Orang mati yang hidup? Aku si pengemis tua tak bisa membedakan dengan jelas mana kakaknya dan adik-nya. Ah, sudahlah, kalau mengundang tentu saja semuanya kuundang, memangnya kami menganggap kalian ini orang mampus sungguh2?"
Sejenak kemudian, berpuluh pengemis masuk ke dalam ruangan, ada yang membawa nasi, ada yang membawa sayur, hanya sekejap sepuluh meja "Sayur lengkap kaum pengemis"
Telah dihidangkan.
Kesepuluh meja ini dihidangkan di dalam ruangan, sedangkan meja perjamuan di luar halaman sukarlah dihitung.
Buat paman Lui, Ji lopiautau dan Tay-pek-siang-gi yang berpengalaman, apa yang mereka lihat tidaklah mengherankan, Tapi Tian Pek belum lama berkelana, Buyung Hong dan Wan-ji adalah anak pingitan.
mereka heran pada perjamuan besar kaum pengemis yang luar biasa ini.
Sayur lengkap kaum pengemis yang dimaksudkan Hong-jan-sam-kay tadi memang hidangan yang lain daripada yang lain.
Pada setiap meja dihidangkan delapan piring dan delapan mangkuk yang terdiri dari masakan ayam, itik, ikan dan daging.
Tapi yang aneh ialah di tengah meja terdapat pula sebuah baki tembaga yang digosok mengkilap, dalam baki itu terdapat gundukan benda yang tidak diketahui apa isinya.
pula tak diketahui bagainana caranya menyikat santapan yang mirip dangan gumpalan tanah lumpur itu? Sementara hidangan disiapkan, beberapa kelompok jago persilatan hadir pula di sana.
Orang yang datang lebih duluan adalah Siang-lin Kongcu beserta Kanglam-te-it-bi-jin Kim Cay-hong, mereka memimpin belasan jago tangguh.
di antaranya terdapat pula Kim-hu-siang-tiat-wi (sepasang pengawal baja dari istana Kim).
Baju wasiat Tiat-ih-sin-ih yang merupakan alat melayang bagi Tiat ih hui peng (rajawali sakti bersayap baja) Pa Thian-ho masih tetap dikenakan tapi lengan kirinya terkulai lemas ke bawah, agaknya lengan kirinya itu sudah cacat dan tak dapat dipakai lagi.
Tiat pi-to-liong (naga bungkuk berpunggung baja) Kongsun Coh sendiri berwajah pucat, punggung bajanya yang tersohor itu masih dibalut dengan kain putih, tampaknya luka bekas tusukan di punggungnya belum sembuh benar2.
Sementara itu rombongan kedua adalah Leng-hong Kongcu Buyung Seng-yap dengan lima-enam orang jagonya, di antaranya terdapat kakek berambut panjang yang dipanggil Hek-lian sam kok oleh Leng-hong Kongcu.
Orang itu bernama Mo-gwa-sin kun (pendekar sakti dari luar gurun) Hek-lian Ing, jago lihay yang pernah melukai si pengemis pemabuk dengan ilmu jari Tan-ci-sin-thong.
Thian-ya-ong-seng (manusia latah dari ujung langit) Tio Kiu-cu tampak hadir juga, ditinjau dari sorot matanya yang tajam serta muknnya yang merah, jelas tutukan ilmu Sohhun-ci si nenek berambut putih, yaitu salah satu di antara Hay-gwa-sam-sat, tak sampai mencelakainya.
Rombongan ketiga dipimpin oleh Hoan Soh-ing yang gemar berdandan sebagai laki-laki itu, yang ikut hadir hanya Kim-si ji gi (dua bersaudara dari keluarga Kim), sedangkan ketiga bersaudara Hoan-si sam kiam tak tampak batang hidungnya.
Selain itu hadir pula anak murid perguruan Hoat-hoa-lam-cong yang terdiri dari Ngo-im-liong-Jiu (tangan sakti panca suara) Siau Tong serta Jit-poh-tui-hun (tujuh langkah pencabut nyawa) Poan Kui.
Anak murid Siau-lim-pay yang terdiri dari Sin-kun-tah-cing (pukulan sakti penghantam sumur) Poh In-hui serta Hou-bok-cuncia, kepala ruangan Lo-han-tong, lalu hadir pula Bu-tong-sam-to dari Bu-tongpay, Kho-tong-su-co (empat manusia jelek) dari Khong-tong-pav, Tiam-cong-siang-kiam dan gunung Tiam-cong beserta Thian-san-it-ho (bangau sakti dari Thian-san) Ciong Beng yang mewakili perguruan Kun-lun-pay.
Kecuali wakil dari Go-bi-pay yang belum nampak hadir, hampir seluruh jago lihay ketujuh aliran persilatin telah hadir semua, dari sini dapat diketahui himpunan kekuatan kawanan jago yang hadir inipun cukup kuat.
Paman Lui, Tian Pek dan lain2 menanyakan lebih dulu keadaan Leng-hong Kongpu, setelah mengetahui semuanya baik2, mereka pun berlega hati.
Kebanyakan tamu yang hadir ini adalah jago2 persilatan yang tidak terikat oleh adat, mereka makan minum sepuasnya.
takaran minum si pengemis pemabuk, paman Lui dau Thiat-pi-to-liong paling kuat.
hampir boleh dibilang setiap cawan begitu dituang lantas diminum habis.
dalam waktu singkat puluhan kali arak Kui-ciu-mo-tay simpanan si pengemis pemabuk sudah terminum habis.
Setelah dipengaruhi alkohol, jago persilatan ini mulai membual tentang kekosenan sendiri, ada yang menyinggung perbuatan orang2 Lam-hay-bun yang kejam, rata2 mereka mengepal tinju dan siap mengadu kekuatan dengan musuh.
Di antara orang banyak hanya Tian Pek sendiri yang masih tetap sadar sebab ia paling sedikit minum arak, ia pun satu2nya orang yang paling tahu akan kslihayan orang2 Lam-hay-bun, pemuda itu berpikir.
"Mo-in-sin-jiu Siang Cong-thian. Hiat-ciang-hwe-liong Yau Peng-kun derta Tok-kiam-leng-coa Gi Hun-lam adalah jago2 berilmu tinggi, mereka-pun mati di tangan jago2 Lam-hay-bun, kalau beberapa orang inipun ingin coba2 hanya akan mengantar kematian belaka ..."
Bnyung Hong dan Wan-ji ssma sekali tidak minum arak, mereka hanya tertarik oleh gumpalan lumpur kuning di tengah baki tembaga, mereka heran bagaimana caranya melahap hidangan tersebut.
Sudah tentu mereka malu untuk mulai dulu, sesudah melihat orang lain mcngetuk lumpur kuning itu hingga retak, dari dalam bungkusan lumpur itu muncul daging ayam yang harum semerbak, barulah mereka tahu isi lumpur kuning itu ternyata tak lain adalah seekor ayam vang masih utuh.
Seperti juga orang lain, mereka berdua lantas mengetuk lumpur kering itu dan mencicipi daging ayamnva, ternyata empuk, wangi dan lezat sekali, belum pernah mereka cicipi hidangan selezat itu.
Wan-ji yang polos segera berseru.
"Aduh Cici, enak benar daging ayam ini! Bagaimana ya cara membuatnya?"
"Nona makanlah rada banyak!"
Kata si pengemis sinting sambil tertawa.
"inilah yang dinamakan ayam pengemis, hidangan khas perkumpulan kami, tak mungkin dapat kau temukan di rumah makan seluruh negeri!"
Wan-ji mcncibir tak percaya, melihat itu pengemis pemabuk meneguk secawan arak, lalu berkata.
"Nona, jangan kau meremehkan hidangan ayam pengemis ini, sengaja belajarpun tiada gurunya, biarlah kaberi kursus kilat padamu, setiba di rumah boleh kau mengolahnya sendiri." Ia menggulung lengan bajunya, kemudian melanjutkan.
"Semua orang bilang jadi pengemis tak usah memakai modal, padahal untuk mencuri ayam-pun harus memakai segenggam beras. Nih, comotlah segenggam beras, lalu periksalah ayam siapa yang berkeliaran di jalan, tengok dulu ke kiri dan ke kanan apakah ada yang mengawasimu, kalau sudah aman, letakkan beras di telapak tangan dan berikan kepada ayam itu, tapi ingat jangan kau sebar beras itu di tanah, hanya pencuri bodoh yang menyebarkan berasnya ke tanah. Pernah mendengar pepatah yang mengatakan. 'Gagal mencuri ayam malah hilang segenggam beras"? Nah, ucapan itu khusus ditujukan buat pencuri2 goblok ..."
Semua orang bergelak tertawa mendengar banyolan itu, suasaua jadi ramai.
"Esh, jangan tertawa dulu, jangan tertawa dulu!"
Kata si pengemis pemabuk. Wan ji diam saja dan menahan rasa gelinya.
"Bila ayam itu menotol beras di tanganmu cepatlah sambar leher ayam tadi dan kempit kepala ayam itu di bawah sayapnya, tanggung ayam itu takkan bersuara lagi,"
Sambung si pengemis pemabuk lebih jauh "Setiba di tempat yang tak ada orang, bungkuslah ayam itu dengan lumpur, kemudian kumpulkan ranting kayu dan daun kering untuk memanggang ayam tadi, kurang lebih setanakan nasi kemudian ketuklah lumpur yang sudah kering itu sampai pecah, dan kaupun bisa menikmati ayam pengemis seperti yang dihidangkan di depanmu sekarang!"
Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Jadi bulunya tidak dicabuti dulu?"
Tanya Wan-ji dengan terbelalak.
"Tidak perlu!"
Jawab pengemis pemabuk "Juga tidak disembelih?"
"Tidak."
"Tidak dicuci?"
"Tak ada waktu!"
"Lantas isi perut ayam itu ....?"
"Tentu saja ikut terpanggang di dalamnya!"
Kontan saja Wan ji berseru.
"Wah, jijik ... .!"
"Hahaha, kalau takut jijik, tidaklah cocok untuk menjadi pengemis...."
Sahut pengemis pemabuk dengan ter-bahak2. Gelak tertawa keras kembali bergemuruh. Tiba2 Toan-hong Kongcu bangkit berdiri, kemudian berseru dengan lantang.
"Tenang! Tenang! Harap tenang semuanya!"
Semua orang berhenti tertawa dan alihkan perhatiannya ke arah pemuda itu, senentara Toan-hong Kongcu sendiri sengaja memandang jauh ke luar sana.
Waktu itu malam sudah tiba; bintang bertaburan di angkasa.
perjamuan kaum pengemis di halaman luar sudah bubar.
sekian banvak pengemis yang mula2 berkumpul di situ kini entah sudah pergi ke mana? Yang tertinggal hanya dua-tiga orang pengemis bertongkat hambu hijau yang mondar-mandir melakukan perondaan.
Toan-hong Kongcu alihkan kembali tetapannya ke dalam ruangan, dengan lagak scorang "Beng-cu"
Ia berkata.
"Hari ini sengaja ku undang kehadiran anda, berkat kesudian anda sekalian jauh2 datang kemari, kejadian ini sungguh suatu kebanggaan bagiku dan juga kebanggaan bagi perkumpulan pengemis kami..." Tiba2 Tian Pek mendengus, jari tangannya di-celupkan ke dalam cawan arak, lalu menjelentik beberapa kali ke depan.
Desing angin tajam memecah angkasa mengejutkan orang, menyusul di luar berkumandang suara dengusan tertahan disertai suara benturan keras.
Tian Pek sekarang sudah menguasai isi Su-kut-tiau-hun-thian-hud-pit-kip, tenaga dalamnya mendapat kemajuan pesat, sekalipun ia cuma mencelupkan jarinya ke dalam cawan arak lalu menjentikkan tetesan arak itu dengan ilmu Tan-sui-seng-wan (butiran air menjadi peluru), tapi serangan itu membawa desing angin tajam yang men-deru2, kontan saja semua orang yang hadir dibuat tertegun bercampur kagum.
Setelah butiran arak itu menyambar keluar ruangau, menyusul terdengar dengusan berat, suasana dalam ruangan lantas jadi gaduh.
Serta merta si pengemis pemabuk dan pengemis sinting meluncur keluar, di luar jendela terdengar suara gemuruh keras, menyusul terdengar suara bentakan gusar pengemis pemabuk serta pengemis sinting.
"Sobat, siapa kau dan datang dari mana? Berani amat menerbitkan keonaran di tempat orang2 miskin ini?"
Seorang lantas bergelak tertawa, suaranya keras, melengking dingin.
"Hehehe, daratan Tiong-goan sekarang sudah menjadi jajahan orang, apakah kalian yang suka makan sayur sisa orang lain ini berani bertingkah lagi?"
Mendengar ucapan itu, serentak semua orang ikut melayang keluar.
Di bawah cahaya bintang dan rembulan, tertampaklah empat orang kakek berdiri bsrjajar di depan Hong-jan-sam-kay.
Orang pertama berdandan orang Mongol, berjubah hijau, selempang merah dan bersepatu kulit kerbau yang besar, alisnya tebal, matanya bengis dan membawa tasbih.
Orang kedua tinggi besar, cambang memenuhi wajahnya, kepala botak mengkilap, ia memakai jubah panjang dan longgar.
Orang ketiga adalah kakek hitam kurus kering, pendek lagi agak bungkuk, batok kepalanya agak kecil tapi sepasang telinganya kelewat besar, ia memakai baju warna abu2.
Potongan badan begini persis seperti tikus wirok di dalam gudang.
Tepat di atas jidat kakek bertampang tikus ini tumbuh sebuah uci2 besar, entah tonjolan daging itu sudah ada semenjak lahir atau baru saja benjut kebentur pinggiran pintu? Sedangkan orang yang terakhir mirip mayat hidup, berhidung seperti paruh elang, mata juling dan mukanya pucat menyeramkam, berdiri kaku bagaikan tonggak, sama sekali tidak berbau hidup.
Keempat orang ini bukan saja bertampang jelek, aneh dan menyeramkan, bahkan perkataan mereka sombong, sikap angkuh, dan lagi sorot matanya rata2 tajam seperti mata pisau, jelas mereka jago2 silat berilmu tinggi.
Sewaktu menyambar keluar jendela tadi, pengemis pemabuk dan pengemis sinting telah merasakan kelihayan angin pukulan lawan.
terasa betapa kuatnya tenaga pukulan orang2 itu sehingga darah di dalam rongga dada bergolak, untung bala bantuan segera datang sehingga mereka tak perlu kuatir.
Segera pengemis sinting berkata sambil ter-bahak2.
"Hahaha, sobat, kalau kedatangan kalian khusus untuk mencari kaum pengemis seperti kami, apa salahnya kalau sebutkan dulu nama2 kalian, agar kami orang2 miskin mendapat tahu siapakah tamu kami ini!"
Dengan tatapan menghina kakek tinggi besar yang bercambang itu melirik si pengemis sinting, sahutnya.
"Huh cuma kami berempat saja tidak kenal, dari sini sudah terbukti kalian pengemis2 sialan cuma katak2 di dalam sumur belaka!"
"Baik katak di dalam sumur atau katak di lautan, paling penting sebutkan dulu nama kalian; Atau barangkali nama kalian terlampau jelek sehingga malu untuk disebutkan?"
Ejek pengemis pemabuk. Ejekan itu kontan menggusarkan kakek kurus jangkung yang berwajah seram, dengan pancaran sinar mata ke-hijau2an ia tertawa dingin, katanya.
"Hehehe, ketahuilah, nama kami berempat tak akan diberitahukan kepada orang hidup, pada saat kalian mengetahui siapa kami berempat, ketika itulah nyawa kalian akan melayang ke akhirat!"
"Eh, hati2 kalau bicara, angin malam terlalu keras, awas lidah keseleo... ."
Ejek pengemis sinting dan pengemis pemabuk berbareng. Kakek jangkung kurus dengan wajah seram itu mendadak memotong.
"Ciong-nia-ci-eng (elang dari Oong-ni )!"
"Im-san-ci-long (serigala dari Im-san)?"
Sambung si kakek tinggi besar dan bercambang.
"Tay-cong-ci-ju (tikus dari gudang)"
Seru kakek kurus kecil bermuka hitam. "Sah-mo-ci-hu (rase dan gurun pasir)!"
Akhirnya si kakek berdandan Mongol juga berseru.
"Hahaha, setelah ngibul setengah harian, tak tahunya yang datang hanya sebangsa tikus dan serigala belaka "
Ejek pengemis sinting sambil ter-bahak2. Baru saja pengemis itu habis berkata, kakek kecil kurus atau si tikus, mementangkan telinganya lebar2, kemudian menghardk.
"Kere busuk, rupanya kau sudah bosan hidup!" Telapak tangan-nya lantas terangkat, secepat kilat ia membacok kening musuh.
"Bagus!"
Seru pengemis sinting, dengan jurus Kiau-hua-su-hong (empat penjuru mengemis), dia sambut serangan itu dengan kekerasan.
"Plak Plak!"
Terjadi bentrokan nyaring, pengemis sinting tergetar mundur lima langkah.
Melihat kejadian itu semua orang terperanjat.
Berbicara tenaga dalam si pengemis sinting sebagai salah seorang Tianglo perkumpulan pengemis, kemampuannya pasti dapat diandalkan, tapi sekarang hanya satu gebrakan saja ia telah tergetar mundur oleh kakek kurus kecii itu, Ketika keempat kakek aneh dan jelek itu menyebutkan nama masing2 tadi, kawanan jago muda masih tak seberapa kaget sebab mereka tidak tahu kelihayan orang2 itu, tapi jago golongan tua kontan terkesiap demi mendengar nama2 tadi.
Meskipun selama dua tiga puluh tahun belakangan ini nama keempat orang kakek itu tak pernah kedengaran lagi, namun tiga puluh tahun yang lalu mereka adalah jago2 golongan hitam yang tersohor dan sempat menggemparkan seluruh dunia persilatan.
Bukan saja ilmu silat mereka lihay, oleh karena berasal dari luar daratan, aliran Kungfu merekapun berbeda dengan aliran kungfu di daratan Tiorggoan, siapapun tak tahu asal-usul perguruan mereka, tapi karena perbuatan mereka yang kejam dan buas, setiap kali muncul lantas menggemparkan, maka orang lantas menyebut mereka sehagai Hek-to-su hiong (empat menusia buas dari golongan hitam).
Kemudian karena perbuatan mereka semakin se-wenang2, bukan saja merampok, membunuh juga memperkosa, orang persilatan jadi marah sekali, kawanan jago dari golongan putih lantas ber-satu padu untuk menumpas iblis2 ini.
Akhirnya dalam suatu pertarungan berdarah di puncak Hong-san, keempat iblis ini berhasil diusir pergi dari Tionggoan.
Mengingat kejahatan keempat orang itu, mestinya keempat orang itu akan dibunuh saja, tapi Ko-sui Taysu dari Siau-lim-pay menyarankan ke-empat orang itu setelah diberi peringatan lantas di usir pergi.
Siapa tahu tiga puluh tahun kemudian keempat orang ini muncul kembaii di Tionggoan berbareng dengan terjadinya penyerbuan pihak Lam-hay-bun, bahkan dari nada bicara mereka dapat diketahui bahwa keempat gembong iblis ini sudah berkomplot dengan pihak Lam-hay-bun.
Sementara para hadirin berdiri dengan kuatir sedang pengemis sinting yang kena didesak oleh Tay cong-ci ju masih berdiri termangu, tikus sakti itu sudah maju ke depan dan berseru lantang.
"Keparat manakah telah menyambut kedatarganku dengan kacang hijau tadi. Hayo cepat menggelinding keluar untuk menyambut kematian !"
Kiranya uci2 besar di jidatnya itu adalah hasil selentikan jari sakti yang dilancarkan Tian Pek tadi, arak yang dipakai untuk menyerang itu disangkanya sebagai kacang hijau, malahan detik itu dia belum tahu siapakah yang mengerjainya.
Mendengar teguran tersebut pelahan Tian Pek tampil ke depan, dengan senyum dikulum sahutnya;
"Aku Tian Pek. akulah tadi yang memberi tanda kenang2an kepadamu, tapi kau jangan salah sangka bukan kacang hijau yang kuberikan padamu, aku hanya menjentikkan setitik arak saja .... kuharap kau sudi menerimanya dengan senang hati!"
Sungguh gusar sekali Tay-cong-ci-ju mendengar ucapan Tian Pek yang menyerupai sindiran itu, segenap hawa murninya dihimpun, sambil memutar telapak tangannya segera ia bacok tubuh anak muda itu.
Serangan dengan punggung telapak tangan ini berbeda dengan ilmu pukulan pada umumnya, tenaga serangan yang terpancar ternyata sangat mengejutkan.
Sekilas pandang Tian Pek lantas mengetahui tenaga pukulan si tikus ini tidak berada di bawah ketangguhan Hay-gwa-sam-sat, meski demikian ia tidak menghindar, ia malahan sengaja hendak menghancurkan kesombongan lawan, maka dengan menyalurkan tujuh bagian tenaga sakti Thian-hud-ciang-mo-ciang dia sambut pukulan lawan.
"Blang!"
Benturan keras menggelegar, pancaran tenaga menerbitkan angin taupan yang menerbangkan debu pasir, sekali ini Tay-cong-ci-ju terdesak mundur lima langkah, sebaliknya Tian Pek dengan gagahnya tak bergeming di tempat semula.
Daun telinga Tay cong ci ju yang luar biasa besarnya itu tampak bergoyang, matanya melotot, mimpipun tak tersangka olehnya bahwa seorang pemuda yang masih ingusan ternyata sanggup menghantam dia sampai mundur.
Pelbagai ingatan terlintas dalam benaknya, terbayang kembali ketangguhannya di masa silam di mana dia malang melintang di dunia persilatan tanpa tandingan, meskipun kemudian tak bisa tanoapkan kaki di daratan Tionggoan dan harus menyingkir ke luar samudera karena dikerubut puluhan jago lihay, dua-tiga puluh tahun lamanya ia sudah berlatih secara tekun.
Menurut perkiraannya, setelah beegabung dengan Lam-hay-bun dan menyerbu ke Tionggoan, niscaya dunia persilatan bisa ditaklukkan oleh kelihayannya.
Apa mau dikata, baru pertama kali unjuk kelihayannya sudah kecundang di tangan scorang pemuda ingusan, sungguh kejadian yang mengenaskan.
Setelah tertegun sejenak.
iblis inipun mengerahkan ilmu lainnya yang lebih lihay, ilmu itu disebut Mo-kang (ilmu iblis).
Hawa murni disalurkan mengelilingi sekujur tubuh, seketika persendian tulang bergemerutukan, tahu2 tubuhnya mengkeret setengah bagian lebih pendek daripada semula.
Padahal ia memang tak terlampau tinggi, dengan ilmu itu badannya kini jadi tinggal tiga kaki tingginya, tangannya mendadak terulur lebih panjang, bahkan warnanya jadi hitam.
Bisa dibayangkan betapa lucu dan anehnya bentuk tubuhnya, badannya cebol dengan muka hitam, daun telinga seperti kuping gajah, lengan panjang bagaikan gorila, tampangnya sekarang tidak lagi mirip tikus melainkan lebih mirip monyet.
Sesudah memasang kuda2nya, tangan Tay-song-ci-ju setengah terpentang, seperti mengepal seperti juga tidak, karena dia mengerahkan hawa murni dengan kuat, matanva yang kecil memancarkan sinar tajam, dengan wajah yang mengerikan pelahan ia menhampiri Tian Pek, sikapnya sungguh menakutkan.
Semua orang terperanjat, begitu pula Tian Pek, ia pun heran.
Umumnya bila seorang sedang menyalurkan hawa murninya, maka anggota tubuhnya akan mengembang semakin besar, belum pernah terlihat tubuh berbalik menyusut kecil, entah kungfu apakah vang dilatih kakek kecil ini? Ia tak berani gegabah lagi, cepat hawa sakti Thian hud-hang-mo-ciang nya dikerahkan seprnuhnya kuda2nya diperkuat dan bersiap menghadapi segala kemungkinan.
Ratusan orang yang hadir di sini, namun suasananya seketika jadi hening.
dengan mata terbelalak semua orang mengikuti jalannya pertarungan antara Tian Pek melawan Tay-cong-ci-ju, antara mati dan hidup segera akan diketahui.
"Tahan!"
Mendadak Im-san-ci-long yang tinggi kekar dan bercambang itu maju ke depan serta mengadang jalan rekannya. Setelah mengedipi Tay-cong-si-ju ia berkata kepada para jago.
"Kami berempat ini, hehehe, Hek-to-su-hiong (empat pengganas dari golongan hitam) tentunya sudah pernah kalian dengar bukan? Nah, malam ini kami mewakili Lam-hay-bun untuk mengajak kalian untuk berunding, bila kalian sudi memberi muka kepada kami dengan menggabungkan diri ke dalam Lam-hay-bun, dengan sendirinya kita akan menjadi sahabat dan urusan pun akan beres dengan sendirinya. Sebaliknya kalau kalian merasa derajat kami kurang besar dan tak sudi memberi muka, tentu saja akan lain ceritanya! Siapa pemimpin kalian? Silakan maju untuk memberi jawaban .." Kedengarannya ucapannya sungkan dan bersahabat, tapi kenyataannya bernada keras atau sama dengan suatu ultimatum bagi para jago yang berkumpul ini. Sebagai ketua perkumpulan pengemis, apalagi mengaku sebagai penyelenggara pertemuan ini, Toan-Long Kongcu tak bisa diam lagi, meskipun ia tahu maksud kedatangan keempat orang itu tidak baik, tapi keadaan sudah mendesak, mau tak-mau ia harus tampil ke muka. Setelah tenangkan diri, lalu ia berkata.
"Aku Toan-hong Kongcu, ketua perkumpulan pengemis sekarang, bila ada persoalan silakan bicara saja. kami akan mendengarkan dengan seksama!"
Semula Im-san-ci long menyangka yang bakal tampil ke muka pasti seorang jago tua yang sudah punya nama, sungguh geli hatinya setelah menyaksikan kemunculan seorang pemuda tampan yang masih ingusan begini.
Ia tertawa ter-kekeh2, sambil menuding kawanan jago yang berkumpul di situ ia berkata.
"Apakah kau dapat mewakili sekian banyak orang yang hadir ini?"
Jelas sekali nadanya memandang hina kemampuan anak muda itu.
Merah wajah Toan-hong Kongcu, ia melirik sekejap kawanan jago yang hadir itu, bicara sebenarnya, iapun tidak yakin bisa mewakili semua orang yang hadir, terutama rombongan paman Lui dan Tian Pek yang kedatangannya bukan atas undangan perkumpulan pengemis melainkan hanya secara kebetulan saja.
Ciong-nia-ci-eng, si elang dari Ciong-nia, yang selama ini hanya berdiri kaku bagaikan mayat hidup, tiba2 buka suara dsngan suara yang menyeramkan.
"Long-heng, jangan kau meremehkan orang, jelek2 dia adalah salah seorang di antara Su-toa-kongcu yang tersohor di Tiongoan, apa yang ia ucapkan ibaratnya bulu ayam yang dapat di-gunakan sebagai tanda perintah!"
Mendengar ucapan tersebut, kontan keempat manusia bengis dari kalangan hitam itu tertawa ter-bahak2, suaranya keras dan memekak telinga.
Toan-hong Kongcu ter sipu2 dan merah jengah, ia tergagap dan tak sanggup bicara lagi.
Siang-lin Kongcu, An-lok Kongcu serta Leng-hong Kongcu serentak maju ke depan, dengan suara lantang Leng-hong Kongcu segera menegur.
"Eeh, bila kalian berempat ada urusan, lebih baik bicara saja blak2an, apa gunanya bersilat lidah melulu?"
Im-san-ci-long masih ter-bahak2, lama sekali ia baru berhenti tertawa dan berkata.
"Anak muda, apakah kau juga termasuk salah seorang Bu-lim-su-kongcu yang tersohor itu?"
Sebelum Leng-hong Kongcu menjawab, Siang-lin Kongcu serta An-lok Kongcu telah menyahut hampir berbareng.
"Benar. Bu-lim-su-kongcu telah berkumpul di sini, bila kalian ada urusan silakan saja bicara."
"Bagus! Bagus! Kalau Bu-lim-su-kongcu yang tersohor itu sudah berkumpul di sini, berarti tidak sia2 pula perjalanan kami ke sini!"
Kata Im-san-oi-long sambil mengangguk.
"Berikut ini kami berempat secara bergilir akan mendemontrasikan suatu atraksi yang lain daripada yang lain, selesai pertunjukan ini bila kalian Bu-lim-sukongcu dapat pula menyajikan atraksi yang serupa, tanpa banyak bicara kami berempat akan mengaku kalah dan segera berlalu dari sini, sebaliknya kalau kalian Bu-lim-sukongcu tak mampu menirukannya, maka hendaklah kalian berikut anak buah kalian segera mengundurkan diri dari dunia persilatan, selanjutnya bila hendak melakukan sesuatu harus memberitahu dulu kepada kami. Nah, bagaimana? Berani bertaruh tidak?"
An-lok Kongcu yang lebih cerdik daripada rekn2nya segera dapat menebak maksud musuh, ia tertawa dan berkata.
"Tidakkah kalian berempat merasa dirugikan dengan cara bertaruh semacam ini?"
Meskipun tampang Im-san-ci-long Long Hiong kelihatan kasar dan kaku, sebetulnya dia adalah paling licik di autara rekan2nya, tentu saja ia dapat menangkap maksud ucapan lawan, tapi ia tetap ber-pura2 bodoh, katanya.
"Ah, di dalam pertaruhan ini tak ada orang yang bakal merasa rugi, sekarang lihat dulu atraksiku ini!"
Ia maju ke muka, lalu mengayunkan telapak tangannya ke depan, sasarannya adalah pohon besar di depan sana.
"Krakl"
Bagaikan pisau tajam mernotorg sayur, pohon sebesar paha itu seketika tertabas kutung jadi dua bagian dan tumbang ke samping.
Ilmu Ciang-jin-jiat-bok (mata telapak tangan membacok kayu) Im-san-ci-long ini memang sudah mencapai puncak kesempurnaan, meskipun jaraknya cukup jauh dan bacokan itu dilakukan dengan ringan, namun pohoh sebesar itu dapat dibacok kutung, bahkan bekas bacokan tersebut kelihatan rata sekali, dari sini dapatlah diketahui Lwekangnya sudah mencapai tingkat yang sempurna.
Perlu diketahui, Hek-to-su-hiong adalah rombongan yang kedua jago Lam-hay-bun yang masuk ke Tionggoan, setelah lapor kepada Lam-hay-siau-kun, dapat diketahui sebagian besar dunia persilatan sudah berhasil mereka tundukkan, kini tinggal perkumpulan pengemis yang anggotanya teramat banyak masih mcmbangkang den ada tanda akan melakukan perlawanan.
Hek-to~su-hiong lantas minta izin kepada Lam-hay-liong-li untuk mehksanakan tugas penumpasan ini, berangkatlah mereka dengan tugas yang baru, Menurut perkiraan mereka tindakannya ini pasti akan berhasil dan membuat pahala begi perguruan Lam-hay-bun.
Beberapa hari berselang mereka melihat anak murid perkumpulan pengemis sibuk melepaskan merpati pos bahkan anggota perkumpulan pengemis berdaiangan dari segala pelosok serta berkumpul di Hin-liong-tin, semakin bergairah lagi mereka ketika diketahui banyak jago persilatan yang berdatangan pula ke sana.
Diam2 merekapun melakukan penguntitan dan penyelidikan, maksudnya setelah berhasil menyelidiki keadaan musuh baru kemudian turun tangan melakukan penyergapan dan menaklukkan perkumpulan kaum jembel ini.
Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Apa mau dikata jejak mereka ternyata diketahui Tian Pek, malahan Tay-cong-ci-ju kena dilukai dengan sentilan arak yang maha sakti, kemudian pengemis pemabuk dan pengemis sinting menyusul keluar, dalam keadaan begitu tak sempat lagi bagi mereka berempat untuk menyingkir, terpaksa mereka pun unjukkan diri.
Di antara keempat orang itu, Im-san-ci-long terhitung paling licik, kalau tidak masa orang menyebutuya sebagai serigala dan Im-san? Sebagai orang yang berpengalaman, ia tahu kebanyakan jago persilatan yang diundang perkumpulan pengemis adalah2 jago2 berilmu tinggi, kalau main kekerasan, bisa jadi mereka tak sanggup menghadapi kerubutan berpuluh jago tangguh itu.
Maka sewaktu Tay-cong-ci ju ribut dengan pengemis sinting serta Tian Pek, iapun putar otak dan mencari akal, Akhirnya ia berhasil menemukan siasat yang cukup bagus, dia hendak mendemonstrasikan kelihayan Kungfu mereka untuk menundukkan musuh, dengan cara demikian tenaga yang dipergunakan amat kecil tapi hasilnya besar.
Ketika Tay-cong-ci-ju marah2 dan akan beradu jiwa dengan Tian Pek, cepat ia mengalanginya, kemudian dengan kata yang tajam ia menyindir Bu lim-su-kongcu dan akhirnya mendemonstrasikan ilmu Ciang-jin-jit-bok.
Begitulah, setelah ia membabat kutung pohon besar dari jarak jauh, sambil tertawa ia berkata kepada keempat Kongcu itu.
"Hehehe. permainan ini cuma permainan snak kecil yang tak ada artinya, harap kalian jangan mentertawakannya. Nah, bagaimana dengan kalian?"
Selesai berkata ia lantas tertawa dingin tiada hentinya, bangga sekali sikapnya karena ia yakin keempat orang pemuda di hadapannya sekarang belum memiliki tenaga dalam sehebat itu.
Sudah tentu Bu-lim-su-kongcu saling berpandangan bingung, mereka tidak menyangka Im-san-ci-long bakal mengajukan persoalan sulit itu.
Mereka tahu tenaga dalam sendiri memang belum se-tingkatan lawan.
Im-san-ci long tertawa pula.
ia berkata lagi.
"Hehehe, jika kalian sungkan2 dan tak mau turun tangan, muka pertarungan babak pertama ini akan dianggap sebagai kemenangan bagiku, kami akan meneruskan babak kedua "
Di antara Bu-lim-su-kongcu.
An lok Kongcu kaya dengan akal muslihat, Siang-lin Kongcu penuh perhitungan dan Toan-hong Kongcu paling licik, banya Leng-hong Kongcu terhitung paling angkuh dan berangasan.
Ketika dilihatnya ketiga Kongcu lainnya tetap membungkam, ia jadi tak tahan, sekalipun tiada keyakinan dapat memapas kutung pohon besar dari jarak jauh, ia tak sudi menyerah dengan begitu saja.
Sambil melangkah ke muka ia berkata.
"Biarlah aku Leng-hong yang tak becus ikut coba2 ilmu menabas pahon dengan tangan."
"Hshaha. silakan saja!"
Seru Im-san-ci-long sambil terbahak2, mukanya mengunjuk sikap menghina dan meremehkan.
Leng-hong Kongcu melangkah ke muka, ia pasang kuda2 dan tarik napas panjang, kemudian hawa murni disalurkan ke telapak tangan, ia mengincar sebatang pohon dan siap melancarkan tebasan...
"Tunggu sebentar!"
Tiba2 Thian-ya-ong-seng Tio Kiu-ciu melayang ke tengah arena, dia menjura kepada Im-san-ci-long dan berkata.
"Kepandaian Ciang-jin-jiat-tok yang kau demonstrasikan memang lihay, melihat atraksi itu aku orang she Tio menjadi getol dan ingin coba2, biar aku saja yang melakukan demonstrasi balasan pada pertarungan pertama ini!"
Tanpa menanti jawaban dari lm-san-ci-long mendadak ia berputar seperti gangsingan dan "Sreet!"
Tahu2 ia melancarkan suatu bacokan.
"Blang!"
Sebatang pohon besar yang berada dua tombak jauhnya tertabas patah, ketika kutungan pohon itu jatuh ke tanah ternyata sama sekali tak tumbang melahan tetap berdiri kaku di tanah.
Suatu demonstrasi yang hebat, suatu bacokan telapak tangan yang cepat dan tajam, tak malu Thian-ya-ong-seng menjadi jago kawakan yang tersohor.
Ketika bekas bacokan itu dilihat, tampaklah bekas itu rata seperti dibacok dengan golok, bahkan bacokannya agak miring runcing, tidak heran ketika jatuh ke tanah bukannya tumbang melainkan menancap di tanah.
Dari sini terbuktilah demonstrasi yang dilakukan Thian-ya-ong-seng ini jauh lebih tangguh satu tingkat daripada permainan Im-san-ci-long tadi.
Untuk sesaat Im-san-ci-long jadi tertegun dan berdiri melongo, dia tak mengira kepandaian Ciang-jin-jiat-bok yang dilatihnya selama tiga puluh tahun ternyata dikalahkan orang secara mengenaskan.
Selang sejenak ia baru menegur dengan mata mendelik.
"Siapa kau? Sebutkan namamu!"
"Aku Thian ya-ong seng Tio Kiu ciu!"
Thian-ya-ong-seng memang tokoh yang tersohor di duna persilatan, cuma tiga tahun belajar silat, tapi sewaktu ia terjun ke dunia Kongouw, ketika itu Im-san ci-long telah meninggalkan Tionggoan, sebab itulah setelah Thian-yu ong seng sebut julukannya, Im-san-ci-long tetap tidak tahu jago macam apakah orang ini.
Dengan mata melolot bentaknya.
"Lalu kau mewakili siapa?"
"Kau sendiri? Kau mewakili siapa?"
Sahut Thian-yu-ongseng dengan nada yang sama. Sesungguhnya Im san-ci-long juga tak dapat mewakili Lam-hay-bun, pertanyaan itu membuatnya naik darah, telapak tangannya segera menegak, teriaknya.
"Bangsat, kubacok mampus kau!"
"Hahaha, jangan kaukira aku orang she Tio jeri padamu,"
Sahut Thian-ya-ong-seng sambil tertawa latah.
"Tapi sebelum pertarungan dimulai, aku ingin bertanya dulu kepadamu, apa yang kau katakan tadi masih berlaku tidak?" Im-san-ci-long tertegun.
Bcnar juga, tadi ia telah mengucapkan kata2 yang tegas, betapapun ia tak dapat menjilat kembali ludah sendiri.
Akhirnya dengan gemas ia berseru.
"Baik, anggap saja pertarungan pada babak ini bisa kalian lampaui. Hu-heng!" Dia lantas berpaling kepada Tay-cong-ci-ju dan berseru.
"Sekarang giliranmu untuk tunjukkan kebolehanmu!"
Tay cong-ci-ju bernama Hu Ciat.
tanpa bicara mendadak tubuhnya disusutkan sehingga lebih pendek dua kaki, ia mengerutkan badannya dengan ilmu Sut-kin-mo-kang (ilmu iblis pengerut otot), kedua lengannya yang panjang diangkat dan tubuhpun mulai berputar dengan cepat.
Sesudah tubuhnya yang kecil itu berputar seperti gurdi, segera timbul pusaran augin yang menerbangkan debu pasir, begitu hebat pusaran angin itu hingga pasir yang ikut berputar mencapai ketinggian dua tiga puluh kaki, suaranya gemuruh dan memekak telinga.
Ketika debu pasir yang beterbangan itu sudah membentuk suatu tiang hawa berwarna hitam, di atas tanah tahu2 muncul sebuah liang seperti sumur yang dalam sekali, sementara Tay-cong-ci-ju sendiri lenyap tak berbekas.
Tatkala semua orang ter-heran2 dan berdiri tertegun, tahu2 Tay-cong-ci-ju yang lenyap itu melompat keluar dari liang yang dalam itu.
Kiranya ia telah menggunakan gerak putaran yang menyerupai gurdi itu, dengan kekuatan tangannya dia bor permukaan tanah hingga berlubang sedalam setombak lebih, Semua orang tercengang, mereka tidak tahu Ciu-te-tah-tong (membuat liang di tanah) sdalab kepandaian khas yang membuatnya tersohor sebagai Tay-cong-ci-ju, si tikus gudang.
Menurut cerita, sepanjang hidupnya sudah terlampau banyak kejahatan yang dilakukan Tay-cong-ci-ju, tapi pernah satu kali ia melakukan perbuatan mulia.
Peristiwa ini terjadi pada tiga puluh tahun ber-selang, ketika itu perdana menteri Ho Kun adalah menteri yang paling korup sepanjang sejarah, selama ia menjabat perdana menteri hingga dihukum pancung, harta kekayaaan yang berhasil dikumpulkannya mencapai empat ratus juta tahil, jumlah tersebut lebih besar daripada kas negara.
Itu masih belum termasuk barang antik serta barang2 mestika lain yang tak ternilai jumlahnya.
Padahal waktu itu di daerah lembah sungai Tiangkang sedang dilanda bencana alam, beratus laksa orang menderita kelaparan dan sudah mencapai keadaan yang amat kritis, ternyata sang menteri yang lalim ini sama sekali tidak membagikan beras yang berada di gudang pemerintah untuk rakyat yang kelaparan, beras itu dibiarkan membusuk dan dihabiskan tikus gudang daripada dibagikan kepada rakyat jelata.
Ketika itulah, entah apa sebabnya tiba2 timbul kebajikan Tay-cong-ci-ju, dia lantas menggunakan kepandaian Ciu-tetah-tong tersebut untuk memasuki gudang kerajaan secara diam2, dalam bebcrapa bulan saja ia telah mencuri habis semua persediaan beras itu dan dibagikan kepada rakyat yang menderita.
Karena perbuatan inilah, julukan Tay-cong-ci-ju menjadi tersohor baik di wilayah utara maupun di selatan sungai Tiangkang.
Setelah berlatih pula selama tiga puluh tahunan di pulau setan, ilmu Ciu-te-tah-tong tersebut dengan sendirinya bertambah hebat.
Ketika si tikus melompat keluar dan melihat semua orang mengunjuk rasa kaget, ia merasa bangga sekali, katanya "Saudara cilik, sekarang tiba giliran kalian untuk memperlihatkan kemampuan kalian."
Kali ini bukan saja Bu-lim-su-kongcu dibuat terbelalak dan melongo, bahkan semua orang yang hadir juga terkesiap.
Sebenarnya, meski ilmu Ciang-jin-jiat-bok sukar dilakukan, tapi bagi seorang jago yang tenaga dalamnya sudah mencapai kesempurnaan, secara paksa masih dapat menirukan kepandaian itu.
Berbeda dengan ilmu Ciu-te-tah-tong ini, untuk membuat liang di atas tanah seseorang harus memiliki tangan yang kuat dan tenaga berpusing yang kencang, sebab bila salah satu di antara kedua syarat ini tak terpenuhi, jangan harap bisa membuat liang sedalam beberapa kaki di permukaan tanah yang keras.
Melihat kawanan jago itu sama merasa kesal dan pasrah, Tay-cong-ci-ju jadi lebih bangga lagi, mata tikusnya yang tajam menyapu pandang sekeliling, lalu katanya.
"Jika tiada orang yang berani meju lagi, maka babak kedua akan dianggap sebagai kemenangan bagi pihak kami! Nah, Morga Akang, sekarang tiba giliranmu."
"Morga"
Adalah nama orang Mongol tadi, sedangkan Akang artinya saudara.
Kakek berdandan sebagai orang Mongol atau tersohor sebagai Sah-mo-ci-eng itu segera tampil ke depan.
Tapi tiba2 Tay-pek-siang-gi melompat maju.
Orang mati-hidup.
orang pertama dari kedua bersaudara itu segera berseru.
"Tunggu sebentar! Kami bersaudara yang tak becus ini bersedia mencoba membuat lubang tikus ini!"
Tanpa menunggu jawaban Tay-cong-ci-ju lagi, kedua orang lantas berdiri dengan punggung menempel punggung, lengan mereka diluruskan sebatas pundak, telapak tangan menegak bagaikan sekop.
"Loncat!"
Seru si orang mati hidup dengan lantang, kedua orang itu segera melambung ke udara, keempat kaki mereka lantas saling tahan menjadi satu dan membentuk garis lurus.
Sekejap itulah kaki mereka saling pancal, dengan tenaga lejitan, dengan kepala di bawah dan kaki di atas secepat kilat mereka meluncur ke bawah dan menembus permuksan tanah yang keras itu.
"Creet! Creet!"
Suara tanah terbelah mendesis di udara, sebentar saja kedua orang itu sudah menerobos masuk ke dalam tanah.
Semua orang menyaksikan tumpukan tanah di kedua samping liang tersebut kian lama kian membukit, bagaikan dua ekor tikus saja.
mereka berdua membuat liang sepanjang dua tombak mengitari arena itu, kemudian setelah lingkaran tersebut bertemu satu dengan lainnya, mereka lantas timbul dari dalam liang.
Ilmu apaan ini? Tak seorangpun yang paham.
Meskipun baru muncul dari dalam liang, air muka mereka tidak berubah menjadi merah, napas tidak tersengal dan peluh tidak membasahi tubuh, se-olah2 tak pernah melakukan suatu pekerjaan apapun, tentu saja hal ini memancing tampik sorak orang banyak.
Tay-cong-ci-ju tampak tertegun, tegurnya kemudian.
"Eeh ilmu silat aliran manakah yang kalian gunakan itu?" Orang mati hidup melotot, jawabnya.
"Kalau kepandaianmu bernama Lo-ju-tah-tong (tikus membuat lubang), maka kepandaian kami ini bernama Lo-ju-coan-tong (tikus mengebor lubang), bila kau tidak puas, silakan saja mengulangi kembali atraksi kami ini!"
Pada dasarnya tiap ilmu silat mempunyai aliran yang berbeda, apa yang bisa dilakukan orang lain belum tentu bisa dilakukan oleh dirinya sendiri, begitu pula dengan atraksi yang dilakukan oleh Tay-pek-siang-gi ini.
Meskipun tenaga dalam mereka tidak sesempurna Tay-cong-ci-ju, sebaliknya Tay-cong-ci-ju di suruh mengulangi atraksi yang dilakukan Tay-pek-siang-gi juga belum tentu mampu.
"Tak perlu banvak omong lagi!"
Tiba2 Sah-mo-ci-hu, si orang Mongol itu berseru.
"Lihatlah kehebatanku ini!"
"Krak!"
Mendadak jarinya meremas, untaian tasbih yang dibawanya dipatahkan menjadi dua bagian, ketika tangannya menyentak ke atas, tali kuning yang mengikat ke 108 biji tasbih tadi mendadak menegak seperti sebatang toya.
Bila seorang jago persilatan berhasil melatih tenaga dalamnya hingga mencapai puncak kesempurnaan, tidaklah sulit bagi mereka untuk menegangkan seutas tali yang dipegangnya.
Tapi apa yang didemonstrasikan Sah-mo-ci-hu sekarang berbeda dengan keadaan umumnya, sebab seisi tali kuning yang terbuat dari bahan lunak itu kecil dan lembek, di antaranya terdapat pula 108 biji tasbih yang semuanya terbuat dari kayu Oh-tho yang kuat seperti baja, bulat licin dan hanya dihasilkan di gurun pasir saja, untuk menegangkan biji2 tasbih pada seutas tali, pekerjaan ini jauh lebih sukar daripada menegangkan seutas tali biasa.
Sebab itulah, meskipun apa yang dipertunjukkan "Rase dari gurun pasir"
Ini tampaknya tiada sesuatu yang luar biasa, pada hakikatnya demonstrasi ini jauh lebih hebat daripada kedua rekannya tadi. Setelah biji2 tasbih itu menegang seperti Toya, si "rase dari gurun pasir"
Lantas berputar satu kali dan memperlihatkan biji2 tasbih itu kepada para hadirin, katanya.
"Coba perhatikan biji tasbih ini!"
Tiba2 dia menggelembungkan perut dan mengerahkan hawa murni, jubah hijau maupun selempang merah di tubuhnya serta-merta mengembang besar, bentaknya nyaring.
"Loncat!"
Bersama dengan menggelegarnya bentakan itu ke 108 biji tasbih itu tiba2 meluncur ke udara, hanya tali tasbih saja yang masih menegak di tangan orang Mongol itu. Kemudian.
"siut-siut . ', tahu2 biji tasbih itu berjatuhan masuk kembali pada talinya. lalu melayang pula ke udara dun begitulah naik-turun ber-turut2 tiga kali. Pada saat orang ramai bersorak memuji, tiba2 terdengar seorang mendengus. Meskipun tertawa ejekan itu tidak keras suaranya, tapi di tengah sorak-sorai itu ternyata kedengaran jelas, siapapun dapat mendengar suara jengekan itu. Mendongkol si "rase, dari gurun pasir"
Mendengar ejekan itu, segera demontrasinya di-akhiri.
Sambil menarik kembali biji2 tasbihnya ia membentak.
'Siapa yang mentertawakan diriku? hayo tampil ke depan!' Pelahan muncul seorang pemuda tampan, senyum manis menghias bibirnya, meski usianya masih amat muda, namun ia kelihatan agung berwibawa dan gagah perkasa.
Semua orang mengenalnya, sebab dia tak lain adalah Tian Pek, jago muda kita.
Rase dari gurun pasir ini sudah menyaksikan kelihayan Tian Pek ketika menghajar mundur Tay-cong ci-ju tadi, kini anak muda ini maju lagi, mau-tak-mau ia terkejut.
segera telapak tangannya di-lintangkan di depan dada, siap menghadapi segala kemungkinan.
Tian Pek tetap santai, sambil tertawa ringan ia berkata.
"Numpang tanya, berapa banyak jumlah biji tasbih anda?"
Sah-mo-ci-hu melengak, tak tersangka pemuda itu hanya menanyakan persoalan yang sama sekali tak penting. Segera jawabnya.
"Biji tasbihku ini berjumlah 108 biji, ada apa saudara cilik menanyakan hal ini?"
"Kukira jumlah itu tidak benar!"
Kata Tian Pek.
"Tak bener bagaimana maksudmu?"
Rase dari gurun itu semakin heran.
"Sudah hampir lima puluh tahun lamanya biji tasbih ini kubawa dalam saku, masakah berapa jumlahnya tidak kuketahui?"
Tian Pek masih tersenyum "Walaupun kau tahu persis jumlah sebenarnya, tapi menurut pandanganku, jumlah biji tasbihmu sekarang tidak ada 108 biji! Setelah disinggung Tian Pek, jago Mongol itu baru sadar dan segera memeriksa biji tasbihnya, betul juga, jumlah tasbih yang 108 biji itu sekarang telah berkurang belasan biji.
Rase dari gurun terperanjat.
ia tak menyangka biji tasbihnya dapat dirampas orang dikala ia sedang mengerahkan tenaga dalamnya.
Ia mulai sadar bahwa tokoh muda di hadapannya sekarang ini sebenarnya adalah jago tangguh yang tak boleh di buat main.
Mula2 Sah-mo-ci-hu merasa malu, tapi segera ia menjadi gusar, sambil membentak satu biji tasbih segera disambitkan ke muka anak muda itu.
Dengan desing tajam biji tasbih itu terus menyamber ke depan.
Cepat Tian Pek mengebaskan telapak tangan-nya, ia bermaksud memukul rontok biji tasbih itu.
Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tak terduga biji tasbih itu tiba2 berhenti sebentar di tengah jalan, bukan saja tidak rontok, malahan dengan membawa suara desingan lebih tajam terus menyambar tiba terlebih cepat.
Sungguh kejadian di luar dugaan, biji tasbih yang dilepaskan "rase dari gurun pasir"
Itu dapat menembus tenaga pukulan Tian Pek, untung ilmu langkah Cian-hoan-biau-hiang-poh dan Bu-sik-bu-siang sim-hoat anak muda itu sudah mencapai puncak kesempurnaan, serta merta badannya berputar sambil melejit ke samping, dengan membawa suara desingan tajam biji tasbih itu menyambar lewat di sisi tubuhnya.
Rase dari gurunpun terkejut, ia tak menyangka dalam jarak sedekat ini anak muda itu bisa menghindarkan sergapan Tui-mia-sin-cu (mutiara sakti pengejar nyawa) yang luar biasa tadi.
Kejadian ini semakin menggusarkan hatinya, tiba2 ia membentak.
"Saudara cilik, kau memang hebat. Ini, rasakan lagi tiga biji mutiaraku ini!"
Berbareng itu tiga biji tasbih dalam formasi Sim-seng-cay-hou (tiga bintang diluar rumah) kembali menyambar ke dada anak muda itu.
Ketika menghadapi serangan pertama kali tadi, oleh karena Tian Pek tidak mengetahui keistimewaan tasbih maut musuh, ia menangkis dengan kebasan tangan yang mengakibatkan nyaris kecundang.
Satelah ada pengalaman itu, kali ini dia tidak menangkis lagi, dengan Bu-sik-bu-siang-sim-hoat, sekali mengegos ia sudah lolos dari ancaman.
Cara Tian Pek menghindar itu bukan ssja tak dilihat jelas Sih-mo-ci-hu, bahkan hadirin sebanyak itupun tak seorangpun yang mengetahuinya.
Kejut dan gusar si rase, sudah tiga puluh tahun lannnya ia perdalam ilmu senjata rahasianya itu di Mo-kui-to, dengan 108 biji Tui-mia-sin-cu inilah ia pikir akan mampu menjagoi Kangouw.
Siapa tahu baru pertama kali muncul sudah dikalahkan oleh seorang pemuda ingusan Dalam gugup dan cemasnya, serentak Tui-mia-sin-cu yang masih tersisa dihamburkan semua dan mengurung Hiat-to penting di sekujur badan pemuda itu.
Di tengah hujan biji tasbih itu, tak jelas bayangan tubuh Tian Pek, tahu2 semua tasbih itu mengenai tempat kosong.
"Keparat Mongol yang tak tahu malu.
engkoh Tian tidak membalas seranganmu, kau terus bertingkah sesukamu, sekarang rasakan sendiri Tui-mia-sin-cu ini!"
Berbareng dengan bentakan itu, desingan tajam mendadak menyambar ke muka Sah-mo-ci-hu.
Terkejut si rase, ia tak sempat menyerang Tian Pek lagi, sebab ia tahu betapa lihaynya Tui-mia-sin-cu sendiri.
Cepat ia jatuhkan diri ke tanah.
ia menggelinding sejauh satu tombak lebih kemudian baru melompat bangun, walaupun sambaran kedua biji Tui-mia-sin-cu itu dapat dihindarkan namun baju dan mukanya kotor juga oleh debu pasir.
Semua orang lantas berpaling, ternyata orang yang melepaskan dua biji Tui-mia-sin-cu itu adalah Wan-ji.
"Darimana nona itu bisa mendapatkan biji tasbih?"
Demikian semua orang ber-tanya2 di dalam hati.
Kiranya biji tasbih itu didapatkan Wan-ji ketika si rase mendemonstrasikan kepandaiannya tadi, Waktu biji2 tasbih beterbangan di angkasa, timbul suatu pikiran nakal nona itu, diam2 dia gunakan daya "mengisap"
Dari ilmu Soh-hun-ci untuk menyedot beberapa biji tasbih yang beterbangan itu tanpa diketahui pemiliknya.
Pada waktu itu si rase sedang girang bercampur bangga, tentu saja tak tersangka olehnya ada orang main gila padanya.
Sementara para hadirin lagi terpesona oleh kelihayan rase Mongol itu, perhatian mereka tcrtumpah pada biji tasbih yang sedang beterbangan, karenanya merekapun tak tahu diam2 Wan-ji telah turun tangan.
Hanya seorang yang mengetahui perbuatannya, yakni Tian Pek dari samping ia dapat melihat jelas semua kejadian itu, ia jadi geli melihat si rase tidak menyadari biji tasbihnya telah berkurang belasan biji.
Ketika Sah-mo-ci-hu merasa malu dan gusar serta menyerang Tian Pek, barulah Wan-ji melancarkan serangan balasan kepada musuh dengan cara yang sama.
Meski Tui-mia-sin-cu milik Sah-mo-ci-hu, tapi iapun tak berani menangkisnya, dalam gugup ia tidak pikir soal gengsi lagi, dengan gerakan menggelinding ke samping dia hindarkan ancamnn tersebut.
Sementara itu Ciong-nia-ci-eng, si elang dari Ciong-nia, yang sejak tadi hanya berdiri kaku seperti mayat, menjadi gusar, karena kedua biji Tui-mia-sin-cu yang dilepsskan seorang nona cantik telah membuat rekannya pontang-panting.
"Budak ingusan, kau cari mampus!"
Bentaknya sambil menghantam muka Wan-ji dengan pukulan Ku-kut ciang (pukulan tulang kering).
Ciong-nia-ci-eng disebut pula Ciong-eng-siu (si kakek elang), ilmu pukulan Ku-kut-cing-nya lihay sekali, untuk melatih ilmu sakti ini, mula2 kedua telapak tangan harus dipanggang dengan api, ber-bareng itu mesti mengerahkan kekuatan sendiri untuk melawan panasnya api itu.
Bila berhasil dengan latihannya, maka kedua telapak tangan akan berubah jadi hitam hangus, jika pukulan itu bersarang di tubuh orang, niscaya korbannya akan mati dengan badan hangus, karena kelihayan itu maka pukulan itu dinamai Kukut-ciang.
Kebetulan sekali di Mo-kui-to terdapat gunung berapi, sepanjang tahun api menyembur keluar dari kawahnya, panasnya Te-sim-hwe (api pusar bumi) ini berpuluh kali lebih hebat daripada panasnya api tungku, di tepi kawah gunung berapi itulah selama tiga puluh tahun Ciong-nia-ci-eng berlatih, sebab itu ilmu pukulan Ku-kut-ciangnya sudah mencapai puncak kesempurnaan, bukan saja telapak tangannya tinggal tulang2 putih belaka, sampai badanpun ikut kisut dan kaku seperti mayat hidup.
Jilid 24 Wan-ji tak tahu kelihayan musuh, serangan Ciong-nia-ci-eng segera ditangkis-nya dengan gerakan Ni-hong-soh-liu (hembusan angin menggoyangkan ranting liu yang ramping).
Sebelum kedua tangan beradu.
Wan-ji merasakan embusan hawa panas menyapu ke mukanya, sekujur tubuh nona itu gemetar keras, ia merasa kulitnya bagaikan terbakar dan tulangnya terasa linu dan sakit sekali.
"Celaka ...."
Keluh Wan- ji di dalam hati, ia ingin menghindar, tapi sayang, kemauan ada tenaga tak sampai, terasa lemas dan terkulai ke tanah, ia jatuh pingsan.
Melihat musuh sudah roboh, Ciong-nia-ci- eng tertawa seram, ter-kekeh2 tak sedap didengar, tangannya yang kurus kering tinggal kulit membungkus tulang tiba2 dipercepat dan menghantam batok kepala Wan-ji.
Gembong iblis itu sungguh keji dan tak kenal kasihan, jika pukulan itu sampai bersarang di tubuh Wan-ji, niscaya gadis cantik itu akan hancur ....
"Tahan ....!"
Mendadak terdengar bentakan menggelegar, menyusul segulung tenaga pukulan yang maha dahsyat menerjang Oong-nia-ci-eng.
Terkesiap si elang sakti, pukulan Ku-kut-ciang cukup lihay, namun ia tak berani menyambut pukulan tersebut dengan kekerasan.
Waktu itu telapak tangannya sudah dekat di atas kepala Wan-ji, tapi angin pukulan yang dahsyatpun sudah dekat pinggangnya, dalam keadaan begini iblis tua itu harus lebih dahulu menjaga keselamatan sendiri.
Cepat dengan gerakan Kang-sitiau (loncatan mayat hidup), tanpa kelihatan bergerak, tahu2 ia melompat satu tombak kesamping.
Kiranya Tian Pek yang telah memaksa mundur Ciong-nia-ci-eng dan menyelamatkan jiwa Wan-ji, setelah musuh terdesak mundur, cepat ia merangkul tubuh si nona, ia terkejut setelah menyentuh tubuh Wan-ji yang panas separti terbakar, tanpa pikir ia tutuk tujuh Hiat-to penting di tubuh Wanji agar urat nadi nona itu tidak sampai terganggu.
Dalam pada itu paman Lui, Buyung Hong, Leng-hong Kongcu, Toan-hong Kongcu beserta Mo-gwa-sin-kun Hek-lian Ing, yaitu kakek berambut panjang yang datang bersama Leng-hong Kongcu itu, telah memburu maju, merekalah yang paling memperhatikan keselamatan Wan-ji.
Setelah tahu Wan-ji terluka parah, paman Lui menjadi murka, dengan pukulan Thian-hud-ciang ia hantam Ciong-nia-ci-eng.
Meskipun serangan itu cukup lihay, tapi Ciong-nia-ci-eng sama sekali tak gentar, ia tertawa dan menyambut serangan tersebut dengan Ku-kut-ciang.
Sebelum serangan tiba, paman Lgui merasakan emibusan hawa panahs lebih dulu, ia terkejut, ia tahu angin pukulan lawan beracun, ia tak berani menyambut dengan kekerasan, cepat ia mengegos ke samping.
Hampir bersamaan waktunya Leng-hong Kongcu dan Buyung Hong juga menerjang maju, tapi merekapun terdesak mundur oleh angin pukulan lawan yang dahsyat.
Toan-hong Kongcu tak mau ketinggalan, dengan ilmu jari Kun-goan-ci andalan keluarganya, cepat ia menutuk Sam-yang-hiat musuh.
Tak gentar Ciong-nia-ci-eng menghadapi kerubutan musuh yang begitu banyak, ia tertawa seram, Ku-kut-ciang dikambangkan sedemikian rupa hingga dalam sekejap terasalah hawa panas bergolak.
Im-san-ci-long tidak tinggal diam menyaksikan Ciong-nia-ci-eng dikerubut onang banyak, ia membentak, dengan Ciang-jin-jiat-bok, bacokan telapak tangan yang setajam pisau, langsung ia membacok bahu Toan-hong Kongcu.
Sebagai pernah disinggung di atas, Im-san-ci-long merupakan manusia paling licik di antara rekan-rekannya, setelah mengetahui Toan-hong -Kongcu tak lain adalah ketua perkumpulan pengemis, timbul niatnya untuk membekuk pemuda itu lebih dulu, kemudian baru memaksa perkumpulan pengemis untuk menuruti segala perintah dan kemauannya.
Tapi ia lupa akan sesuatu, ia tidak memperhitungkan kekuatan piliak pengemis, baru saja ia menyerang Toanhong Kongcu, serentak Hong-jam-sam-kay ikut terjun pula ke arena untuk membantu ketuanya.
Tay-cong-ci-ju maupun Sah-mo-ci-hu juga melompat maju untuk menolong rekan2nya; tapi mereka lantas dibendung oleh kawanan jago persilatan yang lain, dalam waktu singkat terjadilah pertarungan yang sengit.
Sementara itu Tian Pek dengan merangkul pinggang Wan-ji dan telapak tangan menempel pada Lu-tiong-hiat di dada si nona, dengan cara penyembuhan seperti yang tercantum didalam kitab Soh-kut-siau-hun-thian-hud-pit-kip, tiada hentinya ia salurkan hawa murni ke tubuh nona itu untuk mengusir hawa panas beracun yang sudah telanjur menyerang tubuhnya.
Sekujur tubuh Wan-ji ketika itu panas bagaikan dibakar, mukanya merah, matanya terpejam, bibirnya setengah merekah, alisnya bekernyit, meskipun bersandar lemas dalam rangkulan Tian Pek, napasnya kedengaran memburu.
Walaupun si cantik berada dalam pelukannya namun tiada ingatan jahat dalam benak Tian Pek, ia menyadari keadaan Wan-ji yang gawat, ia tahu bila dia lepas tangan niscaya jiwa nona itu sukar tertolong.
Sebab itulah ia tidak menghiraukan pertempuran sengit yang terjadi, pikirannya hanya tertuju untuk mempertahankan hidup bagi nona itu.
Tapi manusia bukanlah malaikat, siapa yang dapat menahan kobaran hawa nafsu? Apalagi Tian Pek adalah pemuda yaug masih berdarah panas, sedangkan Wan-ji adalah nona yang cantik jelita bak bidadari dari kahyangan, pula sebelum itu mereka berdua sudah pernah saling menyukai, sekarang tubuh keduanya berdekapan, mustahil kalau pikiran Tian Pek samsa sekali tidak terpengaruh.
Pada mulanya Tian Pek hanya bermaksud menvembuhkan luka nona itu, tanpa pikir dia menerjang ke muka dan memeluk tubuh Wan-ji yang akan roboh, setelah menutuk tujuh tempat jalan darahnya, ia menempelkan telapak tangannya pada Lu-tiong-hiat di dada si nona.
Tapi lama kelamaan bau keringat dan bau harum khas perempuan mulai terendus oleh pemuda itu, kecantikan wajah yang mempesona, tubuh yang halus dan empuk serta gesekan badan yang memantulkan hawa panas membuat pemuda itu mulai berdebar dan hampir saja tak mampu menguasai diri ....
Memandangi wajah yang cantik, tanpa terasa pemuda itu terbayang kembali kejadian masa lampau ketika ia dibacok luka oleh Tan Peng di hutan, kemudian ditolong Buyung-hujin dan tetirah di Pah-to-san-ceng.
Wan-ji yang polos dan lincah setiap hari membuatkan obat baginya, menyuapinya kuah jinsom, melayaninya dengan mesra, siapa yang tak kau merasa bahagia bila mendapatkan rawatan yang begitu hangat dari seorang nona ketika menemui kesulitan ....
"Engkoh ... Tian-siauhiap ...
"
Suara panggilan seseorang menyadarkan Tian Pek dari lamunannya, cepwat ia berpaling, kiranya Kanglxam-te-it-bi-jin Kim Cay-hong entah sejak kapan sudah berada di sampingnya dan sedang mengawasi dirinya dan Wan-ji yang tak sadar itu.
Belum lagi Tian Pek menjawab, kembali Kim Cay-hong berkata.
"Bagaimana nona Wan-ji?"
Sorot mata gadis itu seperti menampilkan rasa cemburu, namun Tian Pek tak sempat berpikir lain dengan alis terkerut sahutnya.
"Cukup parah ...
"
Mendadak jeritan ngeri memotong ucapan yang belum selesai itu, serta merta kedua orang itu berpaling ke sana, tertampaklah beberapa orang telah terkapar bermandikan darah.
Kiranya ilmu silet Hek-to-su-hiong memang tangguh dan keji, sekalipun kawanan jago yang mengerubuti mereka lebih banyak jumlahnya, namun mereka memang bukan tandingannya keempat manusia jahat tersebut.
Anak murid perkumpulan pengemis paling banyak jatuh korban, tiga Tosu dari Bu-tong-pay sudah dua orang terluka, sedangkan Tiam-jong-siangkiam kehilangan seorang rekannya, Jit-poh-tui-hun tewas secara mengenaskan dan Hou-bok-cuncu dari ruang Lo-han-tong di Siau-lim-si terluka oleh Ku-kut-ciang Ciong-nia-ci-eng.
Kejut dan cemas Tian Pak, betapa gusarnya menyaksikan keganasan keempat gembong iblis itu menyebarkan mautnya.
Sayang pada waktu itu dia sedang menyembuhkan Wanji.
ia tak ingin melepaskan tangannya karena dilihatnya peluh sudah mulai membasahi tubuh nona itu, penderitaannya sudah berkurang dan panas badannya kian menurun, jika dia lepas tangan maka usahanya sejak tadi akan sia2 belaka.
Namun iapun tak dapat membiarkan kawanan jago menjadi korban keganasan musuh tanpa menolongnya, keadaan yang serba susah ini membuat pemuda itu menjadi gelisah.
Dikala itulah tiba2 ia lihat Tay-tong-ci-ju sedang menggunakan ilmu Sok-kim-mo-kang dan beruntun mendesak mundur paman Lui.
Walaupun dengan susah payah paman Lui me)akukan perlawanan dengan mengerahkan segenap tenaga pukulan Thian hud-ciang, namun bagaimanapun juga ia tidak mampu menangkis serangan Tay-cong-ci ju.
Pada saat kritis itulah Ciong-nia-ci-eng berhasil menghajar mati dua anggota perkumpulan pengemis, sambil tertawa seram tiba2 dia melompat ke atas terus menghantam Pek-hwe-hiat di ubun2 paman Lui.
Betapa gelisahnya Tian Pek melihat paman Lui terancam bahaya, cepat ia serahkan Wan-ji ke tangan Kim Cay-hong seraya berseru.
"Tolong rawatlah dia, tempelkan telapak tanganmu pada Lu-tiong-hiat dan salurkan hawa murni untuk mengusir racun panas dari tubuhnya . ... Sementara itu sekuat tenaga paman Lui telah melancarkan bacokan maut untuk mendesak mundur si tikus, beruntun tiga kali ia berganti tempat, maksudnya agar dapat meloloskan diri dari jangkauan tangan musuh, sayang tetap gagal melepaskan diri dari cengkeram maut Ciong-nia-ci-eng. Dengan tubuhnya yang kaku seperti mayat, Ciong-nia-ci-eng mengejar terus ke manapun paman Lui mundur, suatu ketika ia berhasil merebut posisi yang menguntungkan, paman Lui mati langkah dan tak mampu menghindar lagi, serentak ia mengerahkan tenaga pukulannya, menghantam dengan Ku-kut- ciang. Tian Pek tak sempat memberikan bantuan, terpaksa dia membentak nyaring.
"Berhenti!"
Bentakan itu disertai tenaga sakti yang hebat, seperti bunyi guntur membelah bumi, seketika itu juga seluruh ruangan berguncang keras, telinga semua orang mendengung.
Bentakan auman singa ini bukan saja membuat Ciong-nia-ci-eng segera menghentikan serangannya, namun juga semua orang yang sedang bertempur berhenti pula.
Dengan langkah lebar Tian Pek maju ke tengah, sorot matanya setajam sembilu, menyapu pandang sekejap kawanan jago ygang sedang memaindangnya denganh terkejut, dia memasang kuda2 dan berdiri sekokoh bukit karang, lalu katanya dengan lantang.
"Kalian menyebut dirimu Hek-to-su-hiong, sudah kusaksikan sendiri bahwa kalian memang keji, kalian sudah melukai sekian banyak orang. Hm, kalau tidak tahu batunya, terpaksa orang she Tian akan hajar adat kepada kalian!"
Keempat manusia bengis itu tertawa ter-bahak2, suara mereka keras sekali dan sedikitpun tak pandang sebelah mata kepada musuhnya.
Maklumlah, dengan dikerubuti puluban jago lihay saja mereka berempat bisa malang melintang ibaratnya harimau ditengah gerombolan domba, Tian Pek hanya seorang pemuda yang berusia likuran, tentu saja ancamanuya dianggap sebagai lelucon yang sangat menggelikan.
Si rase dari gurun menjengek, si tikus dari gudang tertaawa dingin, elang dari bukit tandus tertawa ter kekeh2, tiga macam suara yang tak sedap dan mendirikan bulu roma.
Di antara mereka hanya si serigala dari Imsan yang tidak tertawa, sebab ia merasakan firasat jelek, dia mengulapkan tangannya mencegah ketiga rekannya tertawa lebih jauh, kemudian ia berkata kepada Tian Pek.
"Saudara cilik, apakah kau ini pedang hijau tak berperasaan` Tian-siauhiap yang pernah melawan Hay-gwa-sam-sat dengan tenaga seorang diri..
"Betul, itulah aku ...."
Jawab Tian Pek.
Pengakuan ini sangat mengejutkan keempat gembong iblis ini, sebab sewaktu mereka mendarat di Tionggoan.
dari seorang kawan mereka diberitahu bahwa di dunia persilatan sekarang terdapat seorang jago dengan senjata pedang hijau dia bernama Tian Pek dan pernah menandingi kerubutan Hay-gwa-sam-sat.
Menurut perkiraian Hek to-su-hiong, pedang hijau Tian Pak pastilah tokoh sakti yang sudah berumur, tak tahunya jago yang disegani Lam-hay-bun hanya seorang pemuda ingusan.
Oleh sebab itulah ketika Tian Pek muncul dan menyebutkan namanya setelah memukul mundur Tay-tong-ci-ju, mereka tidak menaruh perhatian, merekapun tak menyangka pemuda inilah si Pedang Hijau yang menjadi lawan tangguh Lam hay bun.
Tatkala Tian Pek muncul untuk kedua kalinuya dan membentak dengan tenaga dalam yang dahsyat, ketiga manusia bengisg itu masih beluim menaruh perhahtian, sekalipun mereka tahu juga tenaga Lwakang pemuda itu memang sangat tinggi.
Sebab berdasarkan usia Tian Pek yang begitu muda, tak nanti ia mampu melebihi keempat manusia bengis yang sudah tersohor itu.
Untunglah Im- san-ci-long yang teliti segera teringat pada cerita yang pernah didengarnya, sesudah terbukti anak muda itu benar si Pedang Hijau Tian Pek, mau-tak-mau mereka merasa keder.
Tapi dasar mereka sudah terbiasa jumawa, kendatipun cerita tentang pertarungan Tian Pek melawan Hay-gwa-sam-sat cukup menggetarkan hati, mereka masih tak mau percaya dengan begitu saja karena kejadian itu tak disaksikan sendiri.
Memang begitulah sifat manusia, sebelum melihat sendiri, ia tak akan takluk dan tak tahu betapa tingginya langit dan tebalnya bumi, sebab itu meski agak kaget Imsan-ci-long mendengar pengakuan pemuda itu, sesaat kemudian kejumawaannya lantas timbul lagi.
Ia tertawa dingin dan mengejek.
"Hehehe... kalau begitu inilah kesempatan baik bagiku untuk belajar kenal dengan seorang jago muda!"
Sebelum Tian Pek menjawab, dengan Ciang-jin-jiat-bok yang dahsyat ia menabas tubuh anak muda itu. Tian Pek tersenyum, Thian-hud-hang-mo-ciang dilontarkan untuk menyambut pukulan lawan.
"Blaang!"
Di tengah benturan keras Im-san-ci-long tergetar mundur lima langkah dengan sempoyongan, sebaliknya Tian Pek masih berdiri tegak sedikitpun tak bergeser dari tempatnya.
Melihat kelihayan musuh Ciong nia-ci-eng membentak keras, Ku-kut-ciang dikerahkan sekuatnya dan serentak menghantam, di antara embusan angin puyuh tertampaklah selapis cahaya merah menyilaukan mata menghiasi angkasa.
Semua orang menjerit kaget.
sebelum ini tak pernah mereka saksikan tenaga pukulan yang begini dahsyat.
Tian Pek semakin bersemangat, timbul keinginannya untuk mengadu tenaga, ia berpikir.
"Akan kubuktikan apakwah Thian-hud hang-mo-ciang yang kuyakinkan ini benar2 tiada tandingan di kolong langit ......!"
Tenaga sakti Soh-kut-siau-hun-thian-hud-lik disalurkan sekuatnya, lalu dengan jurua Hud-kong-bu ciau (sinar Buddha memancar terang) dia sambut serangan lawan dengan kekerasan.
"Blaang!"
Benturan keras menggelegar, di antara jerit kaget kawanan jago yang berkumpul di tepi arena, tertampaklah dua gulung angin pukulan yang dahsyat itu menjulang ke angkasa, lalu menyebar keempat penjuru dan menyapu rontok talang ruang besar itu, debu pasir beterbangan.
suasana jadi kalut dan semua orang merasa sesak napas.
Di tengah beterbangannya debu pasir, tertampaklah Ciong nia-ci eng dengan jubah yang menggelembung dan rambut awut2an beruntun mundur tiga langkah, lalu berdiri tegak, namun jelas kelihatan masih bergoyang dan setiap saat bisa roboh.
Tian Pek juga mundur selangkah, badan agak bergetar, mukanya merah dan ujung bajunya ber kibar.
Cepat Ciong- nia-ci-eng mengatur pernapasan dan berusaha mengendalikan pergolakan darah, setelah itu ia tertawa mengejek.
Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Saudara cilik, bagaimana rasanya pukulan Ku kut-ciang?" . Ketika untuk pertama kalinya telapak tangan Tian Pek beradu dengan tangan Ciong-nia-ci eng, anak muda itu merasakan hawa panas menyerang tubuhnya dan seluruh persendiannya seperti terguyur air mendidih, tapi ia dapat salurkan hawa murninya untuk mendesak keluar aliran hawa panas itu, setelah mengetahui peredaran darahnya tetap berjalan lancar, kepercayaan kepada diri sendiri lantas bertambah. Maka waktu Ciong-nia-ci-eng mengejek, iapun menyahut.
"Apanya yang hebat? Kukira cuma begitu2 saja!"
Ucapan ini membuat Corg-nia-ci-erg tertegun dan heran, ia tak percaya pemuda itu sanggup menangkis Ku-kut-ciang yang maha hebat itu tanpa cidera. Setelah menghimpun tenaga dan tertawa aneh, segera ia berkata lagi.
"Kalau kau benar2 jantan, beranikah menyambut satu pukulan lagi?"
Tian Pek tersenyum.
"Jangankan cuma satu pukulan, sepuluh atau seratus pukulan akan kusambut semua!"
Jahe yang tua biasanya lebih pedas, demikian pula keadaan Ciong- nia- ci-eng, kendati ia merasa tenaga sudah agak berkurang, ia yakin keadaan Tian Pek tentu jauh lebih payah, pemuda itu bisa bersikap tenang tentu cuma pura2 berlagak begitu, sebab umumnya barang siapa bisa bertahan sampai akhir pertarungan, dia yang akan keluar sebagai pemenang.
Oleh sebab itulah, Ciong-nia- ci-eng tak sudi dipandang lemah, sambil menghimpun kembali tenaganya ia berseru lantang.
"Baik sambut lagi pukulan ini ...."
"Eh, tunggu scbentar!"
Tiba2 Tian Pek memberi tanda berhenti.
"Kau takut?"
Ejek Ciong-nia-ci-eng sambil menarik kembali tangaanya yang siap melancarkan serangan. Tian Pek tersenyum.
"Ha, selama hidupku tak pernah kukenal apa artinya takut. Aku cuma ingin mengucapkan beberapa patah kata lebih dulu"
"Perkataan apa? Cepat katakan!" "Aku telah berjanji dengan seseorang bahwa aku tak akan mencampuri urusan dunia persilatan lagi, karena itu aku merasa tidak leluasa untuk bertempur dengan kau .... kuharap ...."
Tiba2 si tikus tertawa ter-kekeh2, katanya.
"Hahaha, buat apa berputar kayun kalau bicara? Terus terang saja mengaku bahwa kau takut!"
"Ah, belum tentu ...."
Jengek si anak muda sambil melirik hina. Im-san-ci-long mengira Tian Pek sedang mencari alasan untuk mengulur waktu, Dikiranya.
"Mungkin isi perutnya sudah terluka oleh pukulan Ku-kut-ciang, maka ia mencari alasan untuk mengulur waktu sambil menyembuhkan lukanya ....' Berdasarkan dugaan ini, tiba2 gia mendapat akail, cepat timbruhngnya.
"Saudara cilik, jangan kau menolak tantangan kami dengan berbagai alasan, ketahuilah kami berempat baru saja kembali ke daratan Tionggoan dan belum menginjakkan kakinya ke dunia persilatan, maka jika saudara cilik punya kepandaian hebat, keluarkan saja dan jangan sungkan, kami tak akan menganggap dirimu mencampuri urusan dunia persilatan!"
Mendengar ucapan tersebut, Tian Pak mengernyitkan alis, dengan tajam ia pandang wajah musuh2nya, kemudian berkata.
"Apa perkataanmu itu dapat mewakili pendapat kalian berempat?"
"Kenapa tidak?"
Sahut si rase dari gurun.
Tiba2 Tian Pek menengadah dan berpekik nyaring, suaranya keras erkumandang membuat anak telinga orang merasa sakit.
Empat manusia bengis itu tertegun, mereka tak habis mengerti apa sebabnya pemuda itu berpekik panjang.
Tian Pek berhenti berpekik, se-olah2 dengan pekikan itu dia sudah melampiaskan semua rasa kesal yang mencekam hatinya selama ini, ujarnya dengan gagah.
"Baiklah, kalian berempat boleh maju bersama!"
Kembali keempat manusia bengis itu tertegun, Im-san-ci-long yang tak berhasil menangkap maksud ucapan itu bertanya dengan keheranan.
"Saudara cilik, apa yang kaukatakan?"
"Aku seorang diri hendak menantang duel kalian berempat manusia bengis dari golongan hitam ini!"
Mendengar jawaban tersebut, bukan saja Hek-to su hiong tertegun, hampir semua jago yang hadir sama melongo keheranan.
`Bagi sebagian jago yang pernah menyaksikan pertarungan antara Tian Pek melawan Hay-gwa-sam-sat, kejadian ini tidak terlampau mengherankan mereka tapi sebagian besar di antara mereka belum tahu betapa lihaynya Kungfu anak muda itu.
Barusan mereka telah menyaksikan kelihayan keempat manusia bengis itu dikerubut begitu banyak orang dan tak mampu menggalahkan merekai, maka dapat dihbayangkan betapa tercengangnya demi mendengar Tian Pek menantang duel keempat musuh.
Kim Cay-hong maupun Buyung Hong pernah menyaksikan Tian Pek bertempur melawan Hay-gwa-sam-sat, meski tegang mereka tak terlalu menguatirkan keselamatan anak muda itu.
Lain dengan Hoan Soh-ing, ia belum pernah menyaksikan pemuda itu bertarung melawan ketiga "malaikat maut"
Dari luar lautan, sekarang mendengar tantangan pemuda itu, kecuali diam2 merasa pemuda itu agak bodoh iapun berkuatir bagi keselamatannya.
Sementara itu Wan-ji juga sudah sadar kembali, setelah hawa beracun ditubuhnva didesak oleh tenaga dalam Tian Pek, lalu digantikan pula oleh Kim Cay-hong, keadaannya boleh dibilang sudah mendingan.
Iapun heran melihat Tian Pek menantang keempat manusia bengis untuk berduel, serunya.
"Engkoh Tian ... kau ... jangan gegabah..."
Setelah terluka, tubuhnya masih sangat lemah sampai bicarapun lirih sekali, Belum selesai ia berkata, dengan gusar Ciong-nia-ci-eng membentak, sambil mengerahkan Kut-kut-ciangnya, sekuatnya ia hantam tubuh lawan.
Cahaya merah yang menyilaukan serta deru angin pukulan yang menyayat badan bergulung2 menyapu ke depan.
"Bagus!"
Seru Tian Pek tak mau kalah, dia keluarkan jurus Hwe-cing-yau-hen (menyapu bersih hawa iblis) dari Thian-hud-ciang- hoat untuk menangkis.
"Blang!"
Benturan keras terjadi, Ciong-nia-ci-eng terdesak mundur, isi perutnya terasa guncang, pandangannya kabur.
Sekarang ia baru tahu bukan saja Lwakang anak muda itu tidak terganggu, sebaliknya jauh lebih hebat daripada tadi, diam2 ia mengakui pemuda ini memang tidak boleh diremehkan.
Dalam pada itu, setelah serangannya berhasil memaksa mundur Ciong nia ci-eng, secepat kilat Tian Pek memutar tubuhnya, dangan jurus Hongceng-lui-beng (angin guntur menggelegar) dia hantam kepala Im-san-ci- long.
Serangan itu tajam dan kuat, serigala dari Imsan ini tak berani menyambutnya dengan kekerasan sambil miringkan kepala dan melangkah ke samping ia meloloskan diri dari ancaman tersebut, lalu dengan Ciang-jin-jiat-bok ia tabas bahu kiri musuh.
Tian Pek menjejak kakinya ke tanah dan melompat ke udara, dari sana ia hajar Tay-cong ciju dengan jurus serangan Hud-cou-ciang-cok (Budha suci naik tahta).
Cepat si tikus menyurutkan badannya tiga kaki lebih pendek, berbareng ia balas mengancam tubuh anak muda itu.
Dengan gerakan Say-cu-yen-tan (singa menggeleng kepala), sambil goyang kepala Tian Pek melompat ke atas dan mengitar di udara, semula ia mcmbumbung tinggi lalu turun ke bawah, mendadak kakinya menendangan pinggang Sah-mo-ci-hu.
Rase dari gurun pasir cepat putar badan, dengan tasbihnya dia ketuk jalan darah dengkul Tian Pek.
Pemuda itu tarik kembali kakinya seraya melayang turun, dalam sekejap mata itulah ia sudah melancarkan serangan kepada tiap2 gembong iblis itu.
Hebat rekali serangan berantai ini dan gaya pemuda itu, baik gerakan tubuh, gerakan langkah, ketajaman mata serta ketepatan serangan, semuanya merupakan suatu rangkaian kerja sama yang manis dan arah yang dituju adalah tempat2 mematikan di tubuh lawan.
Hek-to-su-hiong, empat gembong iblis yang jumawa dan disegani orang pada tiga puluh tahun berselang bukan saja dibikin kalang kabut oleh seorang pemuda dalam satu gebrakan bahkan mereka keteter hebat, hal ini segera membangkitkan rasa gemas mereka.
Mereka telah berlatih tekun selama tiga puluh tahun di luar lautan, mereka yakin kemunculan mereka ini pasti akan menggemparkan dunia persilatan, tapi sekarang mereka baru sadar bahwa apa yang mereka bayangkan hanya khayalan belaka.
Begitulah, dengan penuh kemarahan dan penasaran, keempat orang itu membentak keras lalu menyerang lagi dengan hebatnya.
Semangat Tian Pek ber-kobar2, tujuannya menyerang empat orang itu sekaligus tak lain adalah untuk memancing keempat musuh ini menyerang bersama, sekarang setelah pancingannya berhasil, iapun lantas mainkan pukulan2 Thian-hud-cianghoatnya sedemikian rupa untuk melayani mereka.
Keempat manusia bengis itu sudah lama tersohor, biasanya mereka angkuh dan tak pandang sebelah mata kepada lawan, sekalipun turun tangan sendirian juga belum tentu ada orang yang mampu menahan sepuluh gebrakan, biarpun yang dihadapi adalah seorang jago silat kelas tinggi.
Tapi sekarang mereka mengerubuti musuhnya, seorang dan sudah mengerahkan segenap tenaga, namun serangan mereka selalu dipatahkan oleh pemuda ini.
Lama2 mereka tambah penasaran, sambil membentak keras, jurus serangan yang digunakan makin ganas dan tak kenal ampun, hampir seluruh kepandaian mereka dikeluarkan untuk melayani Tian Pek.
Yang paling hebat adalah pukulan Ku-kut-ciang si elang, setiap kali dia melancarkan serangan segera terpancar cahaya merah yang menyilaukan mata, angin pukulan menderu, di mana serangannya menyambar lewat di sanalah debu pasir beterbangan.
Pantaslah pukulan Ku-kut- ciang itu sukar ditandingi, malahan Wan-ji serta paman Lui yang berilmu tinggipun tak mampu menahan serangannya.
Tapi Tian Pek adalah pemuda yang lain daripada yang lain, Lwekangnya diperoleh dari latihan menurut kitab Sohkut-siau-hun-thian-hud-pi-kip, kemudian ketika berada di "lembah kematian", Liu Cui-cui telah memberinya obat mujarab Ci-tam-hoa dan membantunya dengan tenaga dalam, semua itu membuat Tian Pek se-akan2 sudah mencapai tingkatan lik-we-put-hun (tak mempan dibakar dengan api, Jim-sui-put-jin (tenggelam dalam air tidak mati) Tang-put-wi-an (di musim dingin tak kedinginan), He-put-wi su (di musim panas tak kepanasan), Pi-kok-put-ki (tanpa beras tidak lapar) serta Yong-gan-put to (selalu awet muda).
Kalau tidak begitu, mustahil Tian Pek mampu menahan panasnya pukulan Ku-kut-ciang tanpa mengalami cidera apapun? Semua ini jangankan Hek to su hionhg tidak tahu, bahkan Tian Pek sendiripun tidak menyadari kelihayannya sudah mencapai tingkatan maha sakti.
Andaikata Tian Pek mengetahui kekuatan serta kemampuannya yang sebenarnya, tentu dia tak sudi menyerah kalah kepada "Ciu-kongkong",'Ciu Ji-hay, salah satu dari Hay gwa- sat itu.
Padahal tempo hari secara beruntun anak muda itu berhasil melukai nenek berambut putih dan Hud-in Hoatsu, kemudian meskipun dalam beradu tenaga dengan kakek berjenggot panjang sampai tumpah darah, namun darah itu bukan darah sembarang, justeru itulah darah kotor yang masih ketinggalan di dalam perutnya.
Darah beku den darah biasa tidak sama, darah baru tidak boleh sampai keluar, misalnya seorang terlampau keras menggunakan tenaga atau terjatuh hingga luka parah dan muntah darah, maka keadaan orang itu berbahaya sekali, jika tidak segera mendapat pertolongan, sekalipun tidak mati tentu juga akan cacat seumur hidup.
Berbeda dengan darah beku, darah itu harus dimuntahkan keluar supaya badan bisa bertambah segar.
Darah beku dalam perut Tian Pek itu adalah akibat ia makan Ci tam-hoa.
Ci tam hoa merupakan sejenis obat penambah tenaga yang bersifat panas, bila orang biasa minum obat itu niscsya akan mati kepanasan.
Keistimewaan tergebut tak diketahui oleh Cui cui, karena yang dipikirkan nona itu hanyalah demi engkoh Tian, ia tak tega kekasihnya tersiksa, maka ketika pemuda itu pingsan, iapun melolohkan obat mujarab yang disimpannya itu untuk kekasihnya.
Walau begitu baik Tian Pek maupun Cuicui sama2 tidak menyadari masih ada segumpal darah beku yang tertinggal di perut Tian Pek, baru kemudian waktu pertarungan dengan ketiga "malaikat maut "
Di mana ia mendapat goncangan keras, darah beku yang masih tertinggal dalam perutpun tertumpah keluar.
Andaikata yang dimuntahkan waktu itu adalah darah baru tentu anak muda itu tak mungkin bisa tinggalkan istana keluarga Kim dan kabur kelembah kematian, lebih2 tak mungkin mampu membinasakan Sam-cun-teng Siau-siang-bun serta bertarung melawan Kanglam-ji-ki yang lihay itu.
Jika membandingkan satu persatu kungfu anggota Hek-to-hau-hiong dan Hay-gwa-sam-sat, maka mereka tiada yang lebih kuat daripada si kakek berjenggot panjang, tapi tidak di bawah kelihayan si nenek berambut putih dan Hudin Hoatsu.
Jika bergabung, Hek-to-su-hiong jelas lebih tangguh daripada Hay-gwa-sam-sat.
Jadi kekalahan Tian Pek di tangan Hay-gwa-sam-sat sebenarnya adalah kekalahan yang penasaran.
Kembali pada pertarungan Tian Pek melawan Hek-to-su-hiong, hanya sekejap saja mereka sudah bertempur hingga tiga puluh gebrakan lebih.
Kian lama pertarungan itu berlangsung makin cepat sehingga akhirnya sukarlah melihat jelas bayangan tubuh kelima orang itu.
Kawanan jago di seputar arena hanya sempat melihat lima gulung hawa pukulan yang keras menggumpal menjadi satu.
Para penonton sama menyurut mundur ke belakang sehingga akhirnya berdiri di bawah emper rumah, dengan mata terbelalak mereka saksikan pertarungan dahsyat itu.
Dalam waktu singkat tujuh puluh gebrakan sudah lewat, pertarungan sudab berlangsung ratusan jurus.
Banyak orang menguatirkan keselamatan Tian Pek, jantung mereka berdebar keras, mereka kuatir kalau pemuda itu kalah.
Bu-lim-su-toa-kongcu juga mengikuti jalannya pertarungan itu dengan mata terbelalak, meski masing-masing dengan perasaan yang ber-beda2.
Siang lin Kongcu dan An-lok Kongcu yang berambisi untuk merajai kolong langit mcrasa putus asa setelah menonton pertarungan ini.
Sedangkan Toan-hong Kongcu yang berambisi akan kursi "Bulim-bengcu"
Serta merebut hati Wan-ji, sekarang se-olah diguyur air dingin.
Hanya Leng-hong Kongcu saja masih tersenyum angkuh, senyuman bangga.
Orang yang angkuh bila merasa ada alasan untuk menarik sesuatu keuntungan, biasanya ia akan ikut bangga, Sekarang Tian Pek unjuk kebolehanya di depan umum, ia lantas membayangkan pemuda she Tian itu adalah Cihu (kakak ipar) sendiri, dan sang Cihu pasti akan membantu adik iparnya.
Kini sang Cihu melabrak empat iblis itu.
siapakah gerangan jago di dunia ini yang memiliki kemampuan sehebat itu, bukankah ini berarti bahwa pimpinan dunia persilatan akhirnya berada di tangan orangw Pah-to-san-cenya? Sementara itu pertarungan yang sedang berlangsung sudah mencapai puncak ketegangan.
Diantara beterbangannya debu pasir tiba2 terdengar suara benturan keras, kemudian bayangan manusia yang sedang bertempur itu sama memencarkan diri ke empat penjuru.
Hek-to-su-hiong berdiri di empat sudut, sedangkan Tian Pek berdiri di tengah gelanggang dcngan sikap sekukuh bukit karang.
Batok kepala Im-san-ci-long yang botak sudah basah oleh keringat, sampai2 cambangnya yang lebatpun basah kuyup, biji matanya melotot, telapak langannya menyilang di depan dada sambil menatap musuh tanpa berkedip.
Suasana jadi hening, tak terdengar suara apapun, tak seorangpun yang buka suara, kawanan jago di seputar arena sama tahan napas, mereka tahu meski keadaan hening, justeru keheningan itulah menunjukkan suatu pertarungan yang lebih hebat akan segera berlangsung lagi.
Di tengah kesunyian itulah, lima orang yang saling berhadapan sedang mengatur napas sambil menghimpun tenaga, mereka sedang memikirkan siasat yang paling jitu untuk mengalahkan lawan dengan satu kali gebrak.
Rembulan telah bergeser ke barat, bintang jarang2, fajar hampir tiba.
Namun tak seorang pun menaruh perhatian pada perubahan cuaca, perhatian mereka sama tertuju pada gelanggang pertarungan yang akan berlangsung kembali.
Akhirnya Ciong-nia-ci-eng bergerak lebih dulu, sambil membentak ia melancarkan Ku-kut-ciang, cahaya merah disertai deru angin pukulan segera menyapu ke depan dan membacok kepala Tian Pek.
Tay-cong-ci-ju tak mau ketinggalan, kedua tangannya yang panjang bagaikan dua ekor ular menyapu ke bawah dan mengancam tumit anak muda itu.
Berbareng Im-san-ci-long juga bertindak cepat, telapak tangannya yang tajam seperti golok dengan ilmu Ciang-jin-jiat-bok menusuk iga kiri dan menabas lambung Tian-Pek.
Sedangkan si Rase dari gurun memutar biji tasbihnya menjadi sebuah lingkaran cahaya, kemudian menutuk Hong-wi, Sin-tong dan Ki-kut, tiga Hiat-to penting.
Hebat sekali serangan gabungan yang dilancarkan keempat orang itu, tertampaklah tiga gulung hawa pukulan dahsyat diiringi biji tasbih sekaligus menyergap atas, tengah dan bawah, Tian Pek terancam dari muka dan belakang, kanan dan kiri.
Menyaksikan kejadian itu, banyak orang yang berada di sekitar arena menjerit kaget.
Tiba2 Tian Pek bersuit nyaring, ia balas dengan jurus Hud-kong-bu ciau dari ilmu Thian hud-hang-mo-ciang, bayangan telapak tangan segera menyelimuti udara bagaikan awan hitam, dengan kecepatan gerak, kelihayan jurus serta keampuhan tenaga pukulan yang dahsyat, ia balas memyerang musuh yang berada didepan, belakang maupun kanan dan kiri.
Setika itu juga Hek to-su hiong terdesak mundur lagi ke belakang, Segera keempat orang bengis itu berputar pula di sekitar Tian Pek dengan mata melotot, mereka mengatur kembali hawa murninya yang terbuang sambil memeras otak mencari cara lain untuk merobohkan lawan.
Berbicara sesungguhnya, pertarungan ini tidak lebih ringan bagi Tian Pek daripada waktu melawan Hay-gwa-sam-sat, sebab Hay-gwa-sam-sat, kecuali si kakek berjenggot panjang yang berilmu tinggi, boleh dibilang si nenek rambut putih dan Hud-in Hoat-su berada di tingkatan yang lebih rendah.
Lain halnya dengan Hek-to-su-hiong, meskipun Lwekang mereka masib kalah setingkat daripada si kakek berjenggot, tapi lebih tinggi daripada si nenek rambut putih serta Hud-in Hoat-su, ditambah pula keempat orang ini memiliki ilmu andalan yang berbeda satu sama lainnya, muka begitu bekerja sama terlihatlah serangan hebat yang rapat dan semuanya tertuju pada bagian mematikan di tubuh lawan.
Di antara empat orang ini, Ciong-nia-ci-eng dan Tay-cong-ci-ju paling susah dihadapi, tiap kali Ciong-nia-ci-eng menyerang dengan Ku-kut-ciang, segera terasa hawa yang panas yang menyengat badan, meski Tian Pek tidak takut, namun setiap saat dia harus mengerahkan tenaga dalam untuk menolak hawa panas tersebut.
Selain itu, kedua lengan Tay-cong-ci-ju yang luar biasa panjangnya itupun menjemukan, bukan saja jurus serangannya aneh, kadang2 serangan di tengah jalan tiba2 berobah arah dan menyergap tubuh bagian bawah, ini menyebabkan Tian Pek harus menyediakan perhatian khusus untuk mengatasinya.
Walau demikian, Sah-mo-ci-hu dan Im san-ci-long juga bukan lawan yang empuk, ilmu bacokan segera membawa desing angin tajam yang menderu, bacokan itu setajam mata pisau.
Kendatipun Tian Pek bisa menangkis semua serangan, namun telapak tangan sendiripun terasa sakit.
Sedangkan Sah-mo-ci-hu dengan tasbihnya khusaus dapat menghancurkan tenaga dalam lawan, angin pukulan tak dapat membendung ancaman tersebut, terpaksa Tian Pek harus mengandalkan ilmu langkah Cian-hoan-biau-hiang-poh dan Bu-sik-bu-siang-sin-hoat untuk menghindarinya.
Dengan begitu, boleh dibilang pertarungan yang dihadapi Tian Pek sekarang adalah pertarungan paling sengit yang pernah dialaminya.
Makin lama Tian Pek merasa makin payah, padahal keempat jago golongan hitam itupun merasa gelisah.
Dalam keadaan begitulah kedua pihak saling gebrak pula tiga puluhan jurus lagi.
Suatu ketika, mendadak Hek-to-su-hiong mengubah siaaat pertarungan mereka, tampak Im-san-ci-long mengatakan sesuatu dengan bahasa Mongol yang tak diketahui Tian Pek, lalu serangan keempat orang itu tidak segarang tadi lagi, mereka hanya mengitari pemuda itu dengan cepat.
Tian Pak tak paham bahasa Mongol, tapi ia mengerti musuh pakai siasat lain, semua perhatian dan hawa saktinya lantas dihimpun umtuk menjaga segala kemungkinan.
Sementara itu keempat manusia bengis berputar kian lama bertambah kencang, tiba2 Im-san-ci-long bersuit, telapak tangannya yang tajam seperti golok membacok badan Tian Pek.
Tian Pek tai berani gegabah, cepat ia menghimpun tenaga dalamnya dan dilontarkan ke muka.
Kali ini ternyata Im-san-ci-long berbuat licik, ia menghindari bentrokan ini dan melayang mundur.
Hal ini agak diluar dugaan Tian Pek, serangannya mengenar tempat kosong, dari belakang mendadak datang sergapan musuh.
Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dengan gerakan Hwe-tau-peng-gwat (berpaling dan memandang rembulan) pemuda itu putar badan, berbareng dengan itu ia melancarkan pula suatu pukulan dahsyat.
Orang itu adalah Tay-tong-ci-ju, sebagaimana rekannya ketika sergapannya meleset cepat ia menghindarkan diri dan melompat mundur.
Pada saat melesetnya pukulan anak muda itu, Ciong-nia-ci-eng menggunakan kesempatan itu dengan baik, ia menyerang dengan Ku-kut-ciang yang panas menyengat badan.
Tian Pak menghindar dengan gesit, sambil mengelak dia melepaskan lagi pukulan balasan.
Tapi Ciong-nia-ci-eng juga segera menghindar mundur, menyusul Sah-mo-ci-hu lantas menyerang pula secara bergiliran dan begitu seterusnya.
Demikianlah dengan taktik bergerilya keempat manusia bengis itu menghadapi musuhnya, tapi Tian Pek cukup cerdik, beberapa gebrakan kemudian ia lantas mengetahui tujuan musuh, tampaknya ia hendak diperas tenaga dalam, kemudian baru musuh menyerang secara total.
Memahami taktik lawan, Tian Pek pun tersenyum, ia berpikir.
"Cara kalian ini justru memberi kesempatan padaku untuk mengatasi .....
"
Sebagaimana diketahui, tenaga dalam Tian Pek diperoleh dari kitab Soh-hun-siau-kut-thian-hud-pikip, untuk mengatur napas ia tak perlu bersemadi tapi cukup menarik napas panjang dan semua kepenatan akan lenyap dengan sendirinya.
Keadaan ini berbeda dengan sistem mengatur napas dari golongan lain, andaikata Hek-to-su-hiong menyerang secara ber-tubi2 tentu Tian Pek tak ada kesempatan untuk ganti napas, tapi mereka bertarung secara bergerilya, sekalipun disertai kerja sama yang lihay toh masih ada kesempatan yang tersisa bagi anak muda itu untuk ganti napas.
Dengan demikian, bukan saja tujuan mereka berempat untuk melelahkan Tian Pek tidak berhasil, malahan sebaliknya memberi kesempatan bagi lawannya untuk menghimpun tenaga baru .
..
..
Siapa sangka, baru saja pikiran itu terlintas, mendadak si rase dari gurun melompat keluar gelanggang, kemudian melepaskan tiga biji tasbih ke arah musuh Berbarersg itu juga, ketiga rekannya serentak menyerang dari tiga arah yang berlawanan.
Nyata Hek-to-su-hiong memang licin dan keji, tiga orang di antaranya ditugaskan untuk membendung jalan lari Tian Pek dan si rase dari gurun melancarkan serangan dengan biji tasbihnya.
Tian Pek terkesiap, iapun memahami tujuan lawan, cepat tiga pukulan dilancarkan untuk mendesak mundur ketiga lawannya, tapi getaran tenaga ketiga orang itu membuat Tian Pek tak sempat bergeser, sementara itu tiga biji tasbih tahu2 sudah meluncur tiba.
Tian Pak terkejut, ketiga biji tasbih itu menyambar tiba dengan formasi segi tiga, dua biji menyerang ke arah dada dan sebiji mengincar batok kepala.
Seperti pernah disinggung di depan, biji tasbih milik Sah-mo-ci-hu ini terbuat dari kayu tho hitam yang khusus tumbuh di gurun, bukan saja keras seperti baja, bisa berputar seperti gangsingan.
Karena bentuknya yang khas ini maka bila bertemu dengan rintangan, terutama angin pukulan, bukannya terhenti malahan menyambar makin cepat dan lihay.
Untuk menghadapi ancaman seperti ini, biarpun seorang tokoh maha sakti, kecuali menghindar memang tiada jalan lain.
Tian Pek memang hebat, ia bisa memaksa mundur ketiga orang musuhnya, tapi tak dapat menghindar getaran tenaga lawan yang membalik, ditambah pula biji tasbih yang meluncur datang tak bisa drpukul mencelat, kejadian ini membuat anak muda itu menjadi mati langkah ....
Bentrok Rimba Persilatan Karya Khu Lung Rahasia Iblis Cantik -- Gu Long Dendam Sejagad Legenda Kematian Karya Khu Lung