Ceritasilat Novel Online

Anak Rajawali 27


Anak Rajawali Karya Chin Yung Bagian 27


Anak Rajawali Karya dari Chin Yung   Tidak lama kemudian dia telah muncul lagi, katanya.   "Tang Lo-ya mempersilahkan tuan-tuan masuk!"   Wang Sun mengiyakan, dan ia melangkah masuk ke dalam kamar.   Di antara belasan orang lainnya, ada tiga orang yang telah turut masuk.   Ternyata di dalam kamar itu terdapat seorang tua berpakaian sebagai pelajar, dia berusia hampir enampuluh tahun, tengah duduk dengan wajah murung Wang Sun segera memberi hormat, demikian juga dengan ke tiga orang kawannya itu.   Orang tua itu mengangguk sambil tersenyum, malah katanya.   "Wang Sun, kudengar kau telah kehilangan beberapa orang kawan......., benarkah itu?"   Terkejut juga Wang Sun melihat bahwa pimpinannya ini memiliki pendengaran yang tajam sekali, karena dalam waktu yang begitu singkat, apa yang telah dialami anak buahnya telah diketahuinya. Tapi Wang Sun mengangguk juga.   "Benar dan kami justeru ingin memberitahukan apa yang telah kami alami!"   Menyahuti Wang Sun.   "Duduklah!"   Kata Tang Lo-ya itu dengan suara yang sabar, kemudian setelah Wang Sun dan ke tiga orang kawannya duduk, dia baru meneruskan perkataannya.   "Sesungguhnya, memang tidak ada baiknya jika ke dua perwira kerajaan yang datang dari kotaraja itu diserang kalian, mereka memiliki kepandaian yang tinggi sekali. Karena dari itu, jika mengerahkan orang-orang yang memiliki kepandaian setengahsetengah, niscaya kita yang akan menderita kerugian, akan jatuh korban yang tidak sedikit di pihak kita!"   Wang Sun menunduk, katanya.   "Semua ini karena terdorong oleh perasaan penasaran, mereka bersikap begitu congkak dan juga tampaknya memiliki pangkat tidak rendah. Mereka baru saja datang dari kotaraja. Dengan demikian, kalau saja mereka berhasil ditangkap, tentu kita akan bisa memperoleh keterangan yang lebih lengkap tentang kekuatan kerajaan.....!" Tang Lo-ya mengangguk-angguk beberapa kali, kemudian katanya.   "Ya, kamipun memang mengerti akan maksud baik kalian, yang hendak mendirikan pahala buat kita semua, di mana buat menangkap ke dua perwira itu. Tapi tahukah engkau, siapakah adanya ke dua perwira itu?!"   Waktu bertanya begitu, mata Tang Lo-ya bersinar tajam sekali memandang Wang Sun. Wang Sun tertegun sejenak, namun akhirnya dia menggeleng.   "Dilihat dari kepandaian mereka, tentu di istana Kaisar dia bukan orang sembarangan..........!"   Menyahuti Wang Sun. Tang Lo-ya mengangguk.   "Benar memang mereka orang-orang penting di istana Kaisar, karena mereka itu adalah Komandan Gie-lim-kun dan Komandan Kim-ie-wie. Mereka masing-masing bernama Cing Kiang Wie dan Kang Wei!"   Mendengar penjelasan itu, Wang Sun mengangguk-angguk beberapa kali.   "Pantas kepandaian mereka tinggi sekali...........!"   Katanya kemudian.   "Karena dari itu aku sendiri sesungguhnya hendak perintahkan orang kita agar pergi memberitahukan kepadamu, buat membatasi diri dalam menghadapi ke dua perwira dari kerajaan itu, agar berhati-hati.   Ternyata kalian telah berangkat menyatroni mereka, malah dengan berakhir kalian mengalami kerusakan yang tidak kecil."   Muka Wang Sun berobah memerah, tampaknya dia merasa malu, sampai akhirnya dia bilang.   "Semua ini adalah kesalahan Wang Sun yang sangat ceroboh, harap Lo-ya mau mengampuni!"   Tang Lo-ya tersenyum.   "Engkau tidak bersalah...... dan juga engkau tidak perlu minta diampuni. Semua ini hanya disebabkan karena kurang cepatnya keterangan yang sampai padamu. Jika memang orang yang kukirim itu tiba pada waktunya, sehingga engkau mengetahui siapa adanya ke dua perwira tersebut, niscaya engkau tidak akan bertindak salah seperti itu!"   Setelah berkata begitu, Tang Loya menghela napas beberapa kali. Wang Sun kemudian bangun dari duduknya, katanya dengan bersemangat sekali.   "Tang Lo-ya, karena ini atas perbuatan Wang Sun yang menyebabkan beberapa orang kita terbinasa, maka biarlah malam ini juga Wang Sun pergi mencari ke dua perwira itu, buat bertempur mengadu jiwa dengan mereka membalas sakit hati kita dan sebagai penebus dosa Wang Sun!"   Kata-kata itu diucapkannya dengan bersemangat sekali. Di waktu itu tampak jelas sekali, Tang Lo-ya tengah berduka. Dia menggeleng.   "Ingatlah Wang Sun, tindakan yang ceroboh membawa kerugian yang tidak kecil buat pihak kita! Seperti yang baru saja engkau alami, dimana kau telah mengalami kerusakan dengan terbinasanya beberapa orang-orangmu! "Hemmmmm, sekarang jika memang engkau pergi ke sana seorang diri, buat mencari ke dua perwira itu, engkau akan mengalami bencana. Berarti jika engkau dicelakai oleh ke dua perwira kerajaan itu, niscaya anak buahmu akan kehilangan engkau.   "Sebagian dari pertahanan kita akan kacau-balau seluruhnya! Segala sesuatu harus di pikirkan masak-masak dan penuh perhitungan yang baik, tidak dapat engkau bertindak sekehendak hati menuruti hati kecilmu, Wang Sun!" Mendengar perkataan Tang Lo-ya, seketika Wang Sun seperti baru tersadar. Dan segera menunduk dengan wajah bersusah hati, katanya penuh penyesalan.   "Baiklah Tang Lo-ya, karena aku telah memberitahukan apa yang telah terjadi, aku akan minta diri untuk kembali di tengah kawankawan! Semua nasehat yang diberikan Tang Lo-ya akan kuingat baik-baik dan Wang Sun berjanji akan bertindak lebih hati-hati di masa mendatang.....!"   Sambil berkata begitu, Wang Sun menjura memberi hormat.   "Tunggu dulu!"   Panggil Tang Lo-ya mencegah Wang Sun berlalu.   "Ada yang ingin kukatakan kepadamu, Wang Sun!"   Wang Sun menahan langkahnya, dia memutar tubuhnya sambil katanya.   "Katakanlah Tang Lo-ya...... apakah yang hendak Lo-ya perintahkan, akan segera Wang Sun laksanakan."   Tang Lo-ya tidak segera berkata, dia memandang kepada ke tiga orang kawan-kawan lainnya yang duduk di tempat mereka, tangannya memberi isyarat, maka ke tiga orang itu keluar meninggalkan ruangan tersebut.   Rupanya memang mereka menyadari Tang Lo-ya ada kata-kata yang hanya disampaikan kepada Wang Sun di bawah empat mata.   Wang Sun sendiri diliputi tanda tanya, entah apa yang ingin dikatakan Tang Lo-ya.   "Duduklah!"   Kata Tang Lo-ya sambil tersenyum dan menunjuk kepada kursi yang tadi diduduki Wang Sun.   "Urusan yang ingin kusampaikan kepadamu, menyangkut keselamatan gerakan kita juga!"   Wang Sun duduk di kursi itu sambil memasang telinganya baikbaik penuh perhatian, dan menyadari bahwa tentunya urusan yang hendak disampaikan kepadanya merupakan urusan yang sangat penting sekali.   "Wang Sun!"   Panggil Tang Lo-ya setelah mendehem beberapa kali.   "Tahukah engkau, sekarang ini sudah beberapa banyak orang-orang gagah yang terhimpun bersama kita?!"   Wang Sun seperti berpikir, kemudian katanya.   "Sayangnya Wang Sun tidak mengetahui dengan jelas angka-angka itu...... dapatkah Tang Lo-ya memberitahukan berapa banyak para orang gagah yang telah tergabung dalam gerakan kita?"   Tang Lo-ya tersenyum katanya.   "Seperti engkau ketahui, dua bulan yang lalu jumlah para orang gagah yang tergabung dengan kita baru berjumlah duaribu tigaratus orang! Tetapi sekarang jumlah itu meningkat pesat sekali hampir meliputi limaribu orang!"   Wang Sun memperlihatkan sikap girang.   "Inilah kemajuan yang pesat sekali. Berarti gerakan kita didukung oleh para orang gagah. Dengan demikian jelas kita juga akan memperoleh dukungan yang jauh lebih besar lagi di waktu-waktu berikutnya. Tang Lo-ya mengangguk.   "Itupun memang sudah menurut rencana kita, karena biar bagaimana kitapun harus lebih hati-hati dalam menentukan tindakan! Dengan bertambahnya anggota perhimpunan kita, jelas kitapun harus dapat lebih memperketat rahasia di dalam perhimpunan ini, yang tidak boleh sembarangan disiarkan.   "Sebab tidak jarang pula terjadi di dalam tubuh perhimpunan kita telah masuk menyelusup orang-orang kerajaan! Karena dari itu, jika memang kita kurang hati-hati, kukuatirkan jika kelak kits sendiri yang akan tertimpah bencana kareaa semua rahasia perhimpunan kita akan sampai pada Kaisar yang sekarang" Wang Sun mengangguk mengerti, dia bilang.   "Jika demikian ada perintah apakah yang ingin disampaikan Tang Lo-ya?"   Tang Lo-ya menghela napas dulu sebelum menjawab pertanyaan Wang Sun, sampai akhirnya dia bilang.   "Di dalam persoalan ini sesungguhnya merupakan urusan yang sangat penting sekali, di mana bulan mendatang aku bermaksud untuk membentuk tujuh dewan penasehat, yang mengepalai setiap bagian dari angkatan kita. Karena dengan demikian, dapat kita atur semua rahasia-rahasia penting tidak sembarangan jatuh dan diketahui oleh para anggota biasa! "Dan engkau telah kupilih sebagai salah seorang di antara ke tujuh anggota dewan tersebut! Karenanya Wang Sun, engkau harus lebih berhati-hati dan waspada dalam menghadapi kerajaan penjajah di mana engkau tidak boleh terlalu menuruti suara hati kecilmu dan bertindak kalap. Sesuatunya harus dilakukan dengan penuh perhitungan, walau bagaimana kau akan menjadi salah seorang pemimpin di antara kita.....!"   Wang Sun cepat-cepat hangun dari duduknya, merangkapkan sepasang tangannya. Dia mengucapkan terima kasih kepada Tang Lo-ya dengan membungkukkan tubuhnya tiga kali. "Duduklah Wang Sun......!"   Kata Tang Lo-ya.   "Dan ada lagi yang hendak kukatakan ke padamu!"   "Silahkan Tang Lo-ya perintahkan!"   Kata Wang Sun.   "Untuk urusan ke dua perwira itu, engkau tidak perlu turun tangan, karena sesungguhnya sejak aku menerima laporan tentang kedatangan mereka di Lam-yang, akupun telah mempersiapkan orang-orang yang lebih pantas menghadapi mereka. Aku telah mengutus tiga orang kita buat membereskan mereka......! Maka engkau sendiri, lebih baik-baik mencurahkan waktumu buat memberikan pengertian dan semangat berjuang kepada anak buahmu!"   "Baik Tang Lo-ya, Wang Sun akan melaksanakan perintah dengan sebaik-baiknya!"   Kata Wang Sun kemudian.   Tang Lo-ya mengangguk-angguk beberapa kali, dan dia kemudian membiarkan Wang Sun berlalu, buat kembali ke tengah hutan di antara kawan-kawannya.   Siapakah Tang Lo-ya ini, yang tampaknya demikian berpengaruh sekali di dalam perhimpunan para orang gagah itu? Ternyata Tang Lo-ya tidak lain dari Tang Bun, dia seorang pelajar yang bun-bu-coan-cay seorang yang mengerti ilmu silat dan ilmu surat secara baik sekali.   Dia seorang pahlawan yang mementingkan tanah air dari segala-segalanya.   Waktu para orang gagah berjuang melawan tentara penjajah Mongolia, dia ikut berjuang, maka dari itu, ia memiliki banyak sekali kawan-kawan di antara para pejuang itu.   Dia sesungguhnya seorang yang kaya raya, namun Tang Bun mengorbankan seluruh hartanya.   Dia membagi-bagikan di antara para pejuang, agar mereka bisa memberikan kepada anak isteri mereka.   Dengan demikian para pejuang dapat berjuang tanpa bimbang lagi.   Mereka bisa mengerahkan seluruh kemampuan dan keterampilan mereka buat menghadapi tentara penjajah.   Akan tetapi justeru tentara perang Mongalia memiliki kekuatan yang besar dengan perlengkapan senjata yang jauh lebih lengkap.   Dan di samping itu, memang mereka telah menyerbu secara besarbesaran, sehingga Siang-yang dapat direbut.   Tang Bun yang merasa sedih melihat Siang-yang berhasil jatuh di tangan musuh, membuatnya tidak rela dan menghimpun sahabat-sahabatnya, semua para orang gagah, buat suatu waktu nanti mengadakan gerakan memberontak mengusir penjajah.   Semula yang bersedia ikut dengannya hanya sedikit sekali, jumlahnya hanya ratusan orang.   Hal ini disebabkan tentara kerajaan Boan-ciu tengah giat-giatnya mengadakan pembersihan dengan ketat.   Tetapi semakin lama jumlah anggota perhimpunan Tang Bun meningkat.   Sebagai pemimpin yang baik, dia tidak mementingkan pribadinya dan kepentingan diri sendiri.   Dia malah telah menyerahkan jabatan serta kedudukan ketua kepada seorang yang benar-benar memiliki kepandaian tinggi bernama Siangkoan Lu Cie.   Siangkoan Lu Cie seorang gagah perkasa dengan kepandaian silatnya yang luar biasa, dan dia memang memiliki perhitungan militer.   Karenanya kedudukan ketua diserahkan Tang Bun kepadanya.   Namun semua anggota perhimpunannya tetap menganggap Tang Lo-ya sebagai ketua mereka.   Dan Siangkoan Lu Cie cuma sebagai wakilnya.   Karena dari itu, Tang Bun tidak bisa menolak desakan dari anggota perhimpunannya, dia tetap turun tangan memimpin sendiri segalanya.   Waktu itu kerajaan Boan tengah makmur dan sedang kuatkuatnya, juga tengah mengadakan pembersihan yang ketat sekali.   Karenanya Tang Bun mengambil taktik lain, yaitu semua anggota perhimpunan itu tidak boleh berkumpul di sebuah tempat.   Mereka terpecah menjadi sepuluh bagian.   Dengan demikian, sewaktu-waktu kerajaan hendak menumpas mereka, tentu tidak akan semuanya berhasil ditumpas.   Dan juga jika mereka telah semakin kuat, jelas mereka sekaligus dapat mengepung dan menyerang kerajaan, akan membuat kekuatan mereka tampaknya jauh lebih besar, terbagi sepuluh kelompok.   Peraturan seperti itu masih tetap dijalankan sampai anggota perhimpunan tersebut hampir mencapai limaribu orang.   Dan mereka telah semakin kuat.   Tang Bun telah merencanakan, jika anggota perhimpunannya mencapai sepuluhribu, barulah ia akan mengadakan serangan terbuka kepada kerajaan.   Yang membesarkan hati Tang Bun justeru semua anggota perhimpunannya itu terdiri dari orang-orang rimba persilatan yang memiliki ilmu silat lihay.   Maka dari itu, walaupun jumlah mereka sedikit, apa yang mereka lakukan pasti bisa berhasil jauh lebih besar dibandingkan dengan apa yang dilakukan tentara biasa.   Itulah yang membuat semangat berjuang dari para orang gagah itu semakin memuncak dan mereka bertekad hendak mengusir tentara penjajah tersebut.   Tang Bun sendiri telah bekerja keras siang dan malam.   Walaupun usianya sebetulnya baru limapuluh lima tahun, namun wajahnya tampak sudah demikian tua, sehingga ia terlihat jauh lebih tua dari usia sebenarnya.   Perihal kedatangan Cing Kiang Wie dan juga Kang Wei, ke dua komandan dari Gie-lim-kun dan Kim-ie-wie itu memang telah diketahui oleh Tang Bun, yang menerima laporan dari anak buahnya.   Segera juga ia menyusun suatu kekuatan buat menghadapi ke dua perwira itu.   Menurut perhitungannya maka kedatangan ke dua perwira itu, pasti di belakangannya akan muncul puluhan ribu tentara kerajaan, yang akan menyapu bersih pemberontak tersebut.   Karena dari itu, Tang Bun telah mempersiapkan pasukannya di berbagai tempat, yang sekiranya dapat dijadikan pertahanan yang kuat.   Dia pun telah perintahkan tiga orang ahli silat kelas utama buat pergi menyatroni Cing Kiang Wie dan Kang Wei, guna membinasakan mereka, atau juga jika tidak bisa membunuh, membuat mereka bercacad.   Dia menghubungi Wang Sun agar Wang Sun tidak melakukan gerakan apa-apa, mengingat dia memang berada di garis depan dekat dengan Lam-yang.   Tapi orang yang dikirim menemui Wang Sun datang terlambat.   Wang Sun telah pergi menyatroni Cing Kiang Wie dan Kang Wei dengan mengajak kawan-kawannya, berakhir dengan kerusakan cukup parah buat kelompok Wang Sun.   Semua itu dilaporkan orang Wang Sun, membuat Tang Lo-ya ini bersedih hati.   Kematian beberapa orang anggota perhimpunannya bukan saja akan mengurangi jumlah anggota, juga akan dapat mempengaruhi semangat berjuang anggota-anggota lainnya, di mana mereka tentu akan tergoncang hatinya, semangat berjuangnya akan menurun.   Itulah sebabnya Tang Lo-ya juga memberikan wejangan kepada Wang Sun, agar dia jangan bertindak terlalu ceroboh, dan menjelaskan juga bahwa Tang Bun telah perintahkan tiga orang ahli silat kelas satu buat menghadapi Cing Kiang Wie dan Kang Wei.   Tang Lo-ya menghela napas, dia membuka sepucuk surat laporan dari barisan kelompok ke enam, yang berada dalam posisi sebelah Selatan.   Pimpinan rombongan tersebut adalah seorang ahli silat ternama di bilangan daerah Kang-say, dan telah ikut menggabungkan diri.   Ilmu silatnya lihay.   Dia melaporkan bahwa di sekitar daerah dia berada bersama kawan-kawannya, tidak ada tanda-tanda mencurigakan.   Juga tidak terlihat tanda-tanda bahwa pihak kerajaan mengerahkan pasukannya.   "Hemmm.... memang kali ini kedatangan Cing Kiang Wie dan Kang Wei merupakan tanda tanya yang cukup mengherankan. Tidak mungkin dia datang ke Lam-yang hanya berdua saja..... tanpa membawa pasukan!"   Menggumam Tang Bun perlahan sambil mengerutkan alisnya, kemudian perlahan-lahan dia menggulung surat itu, dia memasukkan ke dalam bajunya, menghela napas lagi panjangpanjang, sambil memikirkan dengan cara bagaimana dia harus dapat mengetahui rahasia kerajaan lebih banyak dari apa yang telah diketahuinya.   Dan yang pasti tentu saja sepak terjang Kiang Wie selama berada di Lam-yang, harus diawasi dengan lebih ketat lagi! Y Pagi itu Cing Kiang Wie dan Kang Wei tengah bersantap pagi, dengan tertawa-tawa.   Para pelayan melayani mereka lebih telaten dan hormat, karena selain pangkat perwira tinggi ini tampaknya tidak rendah, juga kepandaian mereka sangat hebat sekali.   Bukankah semalam di penginapan ini telah datang belasan orang perampok, yang dapat diusir oleh mereka berdua dengan mudah? Sedangkan Cing Kiang Wie tengah berkata kepada Kang Wei diiringi senyum dan wajah berseri-seri.   Anak Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Jika Hong-siang mendengar hasil kerja kita, tentu Hong-siang akan cepat-cepat akan mempersiapkan hadiah menarik hati buat kita.....!"   Kang Wei tersenyum juga, namun dia menggeleng perlahan.   "Engkau jangan mengharapkan yang tidak-tidak dulu, karena sekarang ini tugas kita tidak ringan! Semalam yang datang bukanlah manusia-manusia berarti di mata kita, karena pihak merekapun hanya ingin melihat sampai berapa tinggi kepandaian kita, maka mereka sengaja mengorbankan orang-orangnya itu, sehingga jika kita melihat kemenangan yang telah kita capai semalam, niscaya kita akan congkak dan sombong, lenyap kewaspadaan kita.   Di waktu itulah mereka akan bertindak dengan mengirim orang-orangnya yang memiliki kepandaian lebih lihay!"   Cing Kiang Wie tersenyum, kemudian setelah meneguk araknya dia bilang.   "Kang Laote, engkau tampaknya terlalu berhati-hati sekali. Malah menurutku, engkau keterlaluan lagi dalam berwaspada, karena engkau terlalu memandang tinggi para pemberontak itu! "Sesungguhnya, menurut hematku, para pemberontak itu tidak memiliki kepandaian apa-apa. Mereka semuanya merupakan gentong-gentong nasi tidak punya guna! "Hemmm, jelas untuk pertama kali mereka mengutus orangorangnya, pasti orang-orang yang memiliki kepandaian tinggi, yang mereka segani. Dan jika mereka itu telah dapat kita obrak-abrik, hemm, nyali mereka akan ciut Selanjutnya jelas mereka tidak berani sembarangan mengirim orang!"   Setelah berkata begitu, Cing Kiang Wie tertawa bergelak-gelak. Sedangkan Kang Wei mengangguk-angguk beberapa kali.   "Mudah-mudahan saja begitu karena walaupun bagaimana memang akupun mengharapkan tugas ini dapat kita selesaikan secepatnya, agar kita bisa kembali ke istana, buat melanjutkan tugas kita di sana.!"   Ke duanya tertawa bergelak-gelak tampaknya riang sekali.   Selesai sarapan pagi, mereka meninggalkan rumah penginapan itu, buat jalan-jalan berputaran di dalam kota Lam-yang.   Banyak orang-orang yang mengawasi mereka, tetapi ke dua perwira kerajaan ini justeru mengambil sikap acuh tak acuh.   Mereka sengaja tidak menyamar, karena mereka hendak memancing para orang gagah yang tergabung dalam perhimpunan yang diadakan Tang Bun.   Sambil berputaran di kota itu, Cing Kiang Wie dan Kang Wei pun menyerap-nyerapi menyelidiki tentang kekuatan kaum pemberontak itu.   Tetapi jarang sekali penduduk yang mau bicara, mereka takut kerembet-rembet.   Setelah menjelang lohor, barulah ke dua orang perwira ini kembali ke rumah penginapan buat mengasoh.   Sore harinya, mereka berkeliling di kota Lam-yang lagi, malah mereka telah datangi daerah-daerah di luar kota tersebut, untuk melihat-lihat keadaan di sekitar tempat itu.   Di waktu itulah mereka memperoleh kenyataan, penduduk kota tersebut seperti juga tidak menyukai kehadiran mereka.   Namun ke dua perwira kerajaan ini tidak memperdulikannya.   Dan setiap tentara kerajaan Boan yang bertemu dengan mereka, tentu akan memperlihatkan sikap yang sangat menghormat sekali.   Demikian juga para pembesar kota itu, yang mereka temui, semuanya jadi sibuk mempersiapkan jamuan dan memperlakukan ke dua perwira tersebut dengan hormat sekali.   Puas hati Cing Kiang Wie dan Kang Wei melihat penyambutan para pembesar yang ada di Lam-yang, karena diam-diam merekapun perintahkan para pembesar itu buat setiap saat mempersiapkan tentara kerajaan, jika memang dibutuhkan.   Ke dua perwira tinggi ini akan meminta bantuan untuk membasmi para pemberontak itu.   Jumlah tentara yang ada di Lam-yang, karena letaknya berdekatan dengan Siang-yang dan merupakan kota yang sangat penting, hampir meliputi sepuluhribu orang.   Karenanya Kiang Wie dan Kang Wei yakin jika sewaktu-waktu mereka memerlukannya tentu mereka bisa mengerahkan tenaga tentara kerajaan yang cukup besar.   Menjelang malam, Cing Kiang Wie dan Kang Wei bersiap-siap untuk memulai kerja mereka.   Dimana mereka telah menyalin pakaian dengan pakaian Ya-heng-ie, yang selalu dikenakan oleh orang-orang yang berjalan malam.   Waktu mereka tengah salin pakaian, Cing Kiang Wie bilang.   "Malam ini kita mulai bekerja. Menurut laporan yang telah ada pada kita, pemimpin dari para pemberontak itu berdiam di luar kota, di sebuah rumah yang sangat besar. Tetapi anggota perkumpulan tersebut tidak berkumpul di sana semuanya, karena mereka telah dipecah menjadi sepuluh bagian, yang kekuatannya terpencarpencar. "Jika memang kita satroni mereka, niscaya mereka tidak akan dapat memberikan perlawanan yang berarti. Yang terpenting kita harus menangkap atau membinasakan pemimpin pemberontak itu yang kabarnya bernama Tang Bun!"   Kang Wei mengangguk mengiyakan.   Dan mereka telah siap buat berangkat pergi menyelidiki keadaan pemberontak.   Memang sejak pagi sampai sore seharian mereka mengelilingi kota tersebut.   Tidak banyak memperoleh keterangan yang berhasil mereka kumpulkan, karena memang penduduk jarang ada yang mau bicara banyak dengan mereka.   Dan merekapun tidak marah, karena mereka berkeliling kota seperti itu dengan sengaja mengenakan pakaian keperwiraan mereka cuma buat pancingan belaka, menarik perhatian dari kaum pemberontak agar mengetahui dua orang tokoh kerajaan berada di kota Lam-yang, dan mereka menjadi panik! Begitu kentongan ke dua dipalu, segera Cing Kiang Wie dan Kang Wei meninggalkan kamar rumah penginapan.   Mereka telah mengambil jalan di atas genting rumah penduduk.   Mereka memiliki gin-kang yang sangat tinggi.   Dengan demikian mereka dengan mudah bisa melewati ratusan rumah penduduk tanpa rintangan suatu apapun juga.   Malah di waktu itu mereka telah berada di luar pintu kota.   Keadaan di sekitar tempat itu sepi sekali, ke duanya saling pandang sambil tersenyum.   "Kita mulai memasuki kandang macan, kita harus waspada!"   Pesan Kang Wei, yang selalu hati-hati.   Cing Kiang Wie tersenyum congkak, tapi dia mengangguk.   Begitulah, ke duanya berlari-lari lagi.   Tetapi tengah mereka melesat ringan dan lincah, dari depan mereka tampak mendatangi seorang lelaki tua berusia limapuluh tahun, dengan tubuh bungkuk, tengah memikul dua bakul padi.   Tampaknya orang tua itu lemah dan kelelahan sekali.   Keringat memenuhi wajah dan tubuhnya, diapun terbungkuk-bungkuk seperti itu, karena dia memang telah berusia lanjut sekali.   Cing Kiang Wie dan Kang Wei ketika melihat jelas orang tersebut merupakan seorang tua yang tidak punya guna, mereka ingin melanjutkan perjalanan mereka.   Namun orang tua itu memikul padinya di tengah jalan, dan ketika mereka hendak melewati.   tahu1346 tahu orang tua itu seperti hendak menurunkan pikulannya, sehingga melintang.   Untung Cing Kiang Wie dan Kang Wei memiliki mata yang awas dan cepat sekali mereka dapat menahan lari mereka sehingga tidak sampai menubruk ujung pikulan itu, yang ternyata dibuat dari besi! Cing Kiang Wie yang memang berdarah panas, segera membentak bengis.   "Tua bangka yang mau mampus, mengapa melintang di tengah jalan?!"   Orang tua itu menghapus keringatnya, dia bilang.   "Maaf..... lohu (aku orang tua) sangat lelah dan ingin istirahat! Apa salahnya lohu, sehingga tampaknya tuan-tuan begitu marah?!"   Cing Kiang Wie mendongkol sekali. Dia mengulurkan tangan kanannya mendorong tubuh orang tua itu. Seketika tubuh orang tua tersebut bergulingan di tanah, terkena dorongan tersebut.   "Tua bangka kerbau tidak punya guna!"   Menggumam Cing Kiang Wie kemudian kepada kawannya, karena tadi dia mendorong tidak disertai tenaga dalamnya, telah membuat orang tua itu jungkir1347 balik.   Dia menduga tentunya orang tua itu benar-benar seorang tua yang tidak punya guna dan sangat lemah.   Kang Wei mengangguk, katanya.   "Mengapa harus melayani dia? Mari kita pergi!"   Tetapi baru saja Cing Kiang Wie ingin menyahuti, di waktu itu orang tua tersebut berteriak nyaring mengandung kemarahan.   "Manusia-manusia jahat...... aku tidak bersalah apa-apa, kalian telah menurunkan tangan keji padaku seorang tua yang tidak berdaya! Thian tentu mengutuk kalian!"   Cing Kiang Wie jadi mendongkol lagi, dia menghampiri, dan mengayunkan kaki kanannya, menendang dengan kuat ke dada orang tua itu. Orang tua itu seperti ketakutan, dia memasang ke dua tangannya, mendorong ke depan.   "Ihhhh!"   Cing Kiang Wie berseru kaget.   Sebab di waktu itu dia merasakan kakinya yang tengah meluncur itu seperti didorong oleh suatu kekuatan yang sangat hebat sekali, dan tubuhnya terdorong kuat.   Beruntung memang Cing Kiang Wie lihay.   Biarpun begitu mendadak dia terdorong hebat, namun segera dia bisa mengerahkan tenaga dalamnya.   Kakinya yang satu menjejak tanah, maka tubuhnya melesat cepat sekali melambung empat tombak lebih! "Bekuk dia!"   Teriak Cing Kiang Wie kepada Kang Wei.   "Dia hanya pura-pura tidak mengerti ilmu silat!"   Kang Wei juga kaget melihat kuatnya dorongan ke dua tangan kakek tua itu, karena kawannya, yang diketahuinya memiliki kepandaian yang tangguh, telah terdorong begitu jauh.   Tanpa berkata apa-apa dia telah melompat sambil menghantam dengan telapak tangannya.   Namun orang tua itu berbeda dengan tadi, tampaknya lemah dan tengah keletihan, justeru sekarang telah melompat berdiri sambil mengelak dari pukulan tangan Kang Wei kemudian teriaknya.   "Ohhh, kalian perampok-perampok tidak kenal malu! Orang setua aku masih juga ingin dirampok oleh kalian!"   Bukan main mendongkolnya Cing Kiang Wie dan Kang Wei.   Mereka membentak bengis dan serentak menghantam kakek itu.   Tetapi justeru kakek tua tersebut tahu-tahu telah memutar pikulannya, yang menderu-deru kuat sekali! Cin Kiang Wie dan Kang Wei terkejut, mereka cepat-cepat melompat mundur menjauhi diri.   Tangan mereka sebat sekali mencabut keluar senjata masing-masing.   Setelah saling pandang satu dengan lain, ke dua perwira tentara kerajaan ini menerjang kepada si kakek.   Pedang Cing Kiang Wie meluncur sangat hebat sekali menikam ke arah tenggorokan kakek tua itu, sedangkan pecut Kang Wei juga meluncur mengandung kekuatan lweekang yang dahsyat, karena mereka menyerang tidak tanggung-tanggung.   Akan tetapi rupanya kakek tua itu bukan seorang sembarangan.   Sikapnya telah berobah sama sekali dibandingkan dengan tadi, di mana dia memang tadi begitu lemah seperti seorang kakek yang sudah tidak punya guna.   Namun sekarang berdiri tegap tidak bungkuk dan ke dua tangannya memegang tongkat besinya, yang diputarnya menyampok senjata lawannya yang menyambar dengan beruntun.   "Trangggg tranggggg.. taaarrrr!"   Terdengar berulang kali suara itu karena benturan senjata Cing Kiang Wie dan Kang Wei.   Seketika ke dua perwira itu kaget, karena disaat senjata mereka saling bentur, tangan mereka tergetar.   Walaupun tidak menyebabkan telapak tangan mereka sakit, tokh setidak-tidaknya telah membuktikan bahwa kekuatan tenaga dalam kakek tua itu tidak rendah.   Ke dua perwira tinggi kerajaan tersebut juga menyadari, bahwa kakek tua ini hanyalah menipu mereka menyamar sebagai kakek tua penjual padi belaka.   Padahal sesungguhnya kakek tua tersebut seorang yang tangguh! Seketika mereka menduga jika memang bukan seorang begal, tentunya kakek tua tersebut adalah salah seorang anggota pemberontak.   "Hemm, jangan engkau mencari-cari alasan, karena kami telah mengetahui siapa engkau sebenarnya!"   Sambil berkata begitu, cepat sekali dia telah menghantam dengan pecutnya, di mana Kang Wei menyerang dengan kekuatan delapan bagian, sehingga pecut itu mendesing mengeluarkan suara yang menderu sangat dahsyat sekali ujung pecutnya itu menyambar berkelit seperti juga ancaman seekor ular.   Kakek tua itu benar-benar lihay, dia sama sekali tidak gentar menghadapi pecut lawannya, dia malah memutar tongkatnya itu.   Ujung pecut lawannya telah melibat tongkatnya, dan Kang Wei hendak menariknya dengan gerakan yang sangat kuat.   Namun tongkat atau pikulan besi kakek tua itu tidak bergeming, karena si kakek telah mengerahkan tenaga dalamnya.   Mereka jadi saling mengerahkan kekuatan sin-kang, saling menarik dan menahan.   Jika Kang Wei menarik dengan kekuatan yang luar biasa, justeru kakek tua itu bertahan dengan kuda-kuda ke dua kaki yang kokoh sekali.   Kang Wei jadi mendongkol dan marah sekali.   Dia juga penasaran, karena sebelumnya dia meremehkan kakek tua itu, siapa tahu justru tenaga dalam kakek tua itu sangat kuat sekali tidak berada di sebelah bawah kekuatan tenaga dalamnya! Sedangkan Cing Kiang Wie tidak mau membuang-buang waktu.   Ketika melihat Kang Wei tidak dapat mengatasi lawan mereka yang tua itu, segera juga dia mencelat dengan pedangnya buat menyerang membantui Kang Wei.   Pedangnya itu berkelebat seperti juga seekor naga putih, yang mengincar bagian berbahaya di pundak kakek tua tersebut.   Kakek tua itu tengah mengerahkan tenaga dalamnya buat melawan daya tarik Kang Wei, dan sekarang dia diserang oleh Cing Kiang Wie, jika memang dia tidak menghindar atau menangkis, tentu dirinya akan terancam bahaya yang tidak kecil.   Dalam keadaan seperti itu, segera juga dia berseru nyaring, dan tahu-tahu pikulan besinya telah dimiringkan.   Dia melepaskan cekalannya pada gagang pikulan yang satu, kemudian tubuhnya itu bergerak menarik pikulannya, dengan demikian lilitan cambuk lawannya dapat dilepaskan.   Dikala itu serangan pedang Cing Kiang Wie tiba, dia menyampok dengan pikulannya.   "Tranggg!"   Pedang dan pikulan tersebut membentur kuat sekali, lelatu api terlihat berpijar terang.   Cing Kiang Wie merasakan tangannya tergetar keras, namun dia tidak mau memberikan waktu sedikitpun kepada kakek itu buat bernapas memperbaiki diri dan kedudukannya.   Pedangnya menyambar lagi bertubi-tubi sampai empat kali tikaman.   "Tranggg..... tranggg tranggg..... tranggg..........!"   Empat kali terdengar suara benturan yang sangat kuat, karena empat kali kakek tua itu dapat menangkis pedang lawannya. Cing Kiang Wie melompat mundur, dia berdiri di sisi Kang Wei, yang waktu itu memang sudah tidak menyerang lagi.   "Tua bangka yang tidak kenal mampus, perkenalkan namamu, karena kami paling anti untuk membunuh manusia tidak bernama!"   Bentak Cing Kiang Wie kemudian. Kakek tua itu tertawa terkekeh, kemudian dia bilang dengan suara yang tawar.   "Hemm..... kalian ingin mengetahui siapa aku? Baik! Dengarkanlah baik-baik, karena aku kuatir kalian kaget mendengar siapa adanya aku, kalian berdua tidak bisa pulang ke istana buat melaporkan kepada Kaisar kalian!"   Tetapi biarpun kakek tua itu mengatakan bahwa dia akan memberitahukan namanya, namun dia tidak menyebutkan siapa adanya dia. Cing Kiang Wie dan Kang Wei merasakan dirinya dipermainkan, segera Kang Wei membentak dengan suara bengis.   "Katakanlah, siapa kau sebenarnya!"   "Aku she Liang dan bernama Tie,"   Kata orang tua itu sambil memperdengarkan tertawa dingin, sikapnya gagah sekali, dia telah mencekal tongkatnya kuat-kuat menantikan serangan dari ke dua lawannya. "Liang Tie? Oho, kiranya Kiu-cie-tung-hiap (Pandekar Tongkat Sembilan Jari)!"   Berseru Kang Wei dengan diiringi suara bergelaknya.   "Tidak kami sangka, hari ini kami memiliki nasib baik bisa bertemu dengan Kiu-cie-tung-hiap yang menjagoi daerah selatan!"   Apa yang dikatakan Kang Wei memang tidak salah, sebab Kiu-cietung-hiap Liang Tie merupakan seorang jago yang malang melintang disegani di daerah Selatan.   Sejauh itu dia jarang sekali memperlihatkan diri.   Siapa tahu, justeru malam ini ke dua perwira tinggi kerajaan telah dihadangnya.   Tidak terlihat perasaan jeri sedikitpun juga pada wajah ke dua perwira itu, walaupun mereka memang telah mengetahui siapa lawan mereka, seorang tokoh rimba persilatan yang memiliki nama tidak kecil di dalam kalangan Kang-ouw dan terkenal dengan ilmu tongkatnya.   Di waktu itu Kiu-cie-tung-hiap Liang Tie tertawa bergelak, kemudian katanya dengan suara yang dingin.   "Benar! Benar! Justeru hari ini memang aku telah memutuskan, bahwa sekarang aku akan mempertaruhkan jiwaku dengan kalian berdua!" Sambil berkata begitu, Liang Tie tidak membuang-buang waktu, tubuhnya telah melesat sangat cepat luar biasa, tongkatnya itu, yang menyerupai pikulan, menderu-deru sangat dahsyat sekali, ujungnya menyambar kepada Kang Wei. Kang Wei mendengus, dia mempergunakan cambuknya buat balas menyerang. Namun belum lagi ujung tongkat Liang Tie mengenai Kang Wei, justeru di lain saat dia telah menarik pulang serangannya itu, batal menyerang Kang Wei. Kemudian dia menggerakkan tongkatnya dengan ujungnya yang lain menyambar kepada Cing Kiang Wei kuat dan mendatangkan derunya angin. Seperti gelombang yang datang menerjang, membuat Cing Kiang Wie tergetar oleh angin serangan ujung tongkat lawannya. Namun dia seorang pendekar ahli pedang yang sangat liehay sekali, dengan segera dia memutar pedangnya, sama sekali dia tidak menjadi gugup, pedangnya itu bagaikan telah berobah menjadi satu dengan tubuhnya, bergulung-gulung sinar putih keperak-perakan, sehingga jangankan senjata lawan, sedangkan jika waktu itu ada siraman air, tentu tidak setetes air pun yang akan dapat menerobos masuk ke dalam pertahanannya itu. "Trangggg, trangggg.......!"   Terdengar beberapa kali terbentunya pedang dan tongkat Kakek tua itu.   Anak Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Namun tetap saja Cing Kiang Wie memutar pedangnya.   Dalam waktu yang singkat, telah lebih limapuluh jurus mereka bertiga bertempur.   Kakek tua itu boleh tangguh, tetapi menghadapi ke dua orang lawannya yang kepandaiannya tidak berada di sebelah bawah kepandaiannya, membuat dia terdesak juga.   Dan perlahan-lahan kakek Liang Tie telah berada di bawah angin, dia hanya dapat main kelit saja sebab beberapa kali dia terdesak hebat.   Liang Tie sendiri memaklumi, jika memang bertempur terus dengan cara seperti itu, akhirnya dengan dikeroyok ke dua perwira tinggi tersebut, jelas dia akan dapat di rubuhkan.   Karena dari itu, dia telah mengeluarkan seruan yang nyaring sekali, suara seruannya itu bergema di sekitar tempat itu.   Bersamaan dengan seruan kakek tua itu, tampak mendatangi pesat sekali dari tempat yang gelap dua sosok tubuh yang gerakannya sangat gesit.   Di tangan ke dua sosok tubuh itu masingmasing mencekal sebatang pedang, dan mereka tidak bicara, begitu datang, segera menerjang dan menyerang Cing Kiang Wie dan Kang Wei.   Liang Tie sendiri telah berteriak.   "Bunuh saja ke dua anjing ini!"   Dengan bersemangat tongkatnya telah menyerang bertubi-tubi dengan jurus hebat dan bisa mematikan kalau mengenai sasarannya.   Sedangkan Kiang Wie dan Kang Wei, jadi terkejut.   Melihat kepandaian Liang Tie dan ke dua orang yang baru datang itu, mereka yakin, tentunya ketiga orang-orang ini tidak bisa dihadapi begitu saja, jumlah mereka belum tentu bertiga, bisa saja di tempat lain tengah bersembunyi kawan-kawan Liang Tie yang lainnya.   Karena berpikir begitu, Cing Kiang Wie dan Kang Wei telah memperhebat serangan mereka secara bergantian sebentar kepada Liang Tie, lalu kepada ke dua kawan kakek tersebut.   Pertempuran terus berlangsung dengan seru, mereka bergerak sangat lincah dan cepat sekali sehingga tubuh mereka seperti juga bayangan.   "Manusia-manusia tidak malu!"   Bentak Liang Tie.   "Hari ini adalah hari kematian kalian! Lebih baik-baik kalian berdoa kepada Thian, untuk memohon dosa kalian diringankan." Sambil mengejek seperti itu, tampak Liang Tie telah menyerang tambah hebat, tongkatnya seperti juga berobah menjadi sepuluh batang, menyambar-nyambar dengan hebat dan gencar sekali.   "Jangan sombong, hari ini justeru kami datang ke Lam-yang buat memberantas kalian! Tentunya kalian bertiga adalah anjing-anjing pemberontak yang hari ini akan kami kirim ke neraka! Terimalah serangan.....!"   Sambil memaki begitu,Cing Kiang Wie yang memang berdarah panas, telah menyerang dengan hebat.   Pedangnya itu berkelebatkelebat sangat cepat disamping juga disertai oleh tenaga lweekang yang tinggi sekali.   Sedangkan Kang Wei yang jarang bicara, dia cuma mengerahkan seluruh kepandaiannya berusaha untuk merubuhkan salah seorang lawannya.   Walaupun dia telah mengeluarkan ilmu cambuknya, tokh tetap saja dia tidak berhasil untuk merubuhkan salah seorang lawannya.   Hal ini membuatnya jadi penasaran sekali, dan dia telah menggerakkan cambuknya semakin cepat dan kuat, seperti juga sambaran gelombang yang saling susul.   Dalam keadaan seperti itu, ke lima orang ini, dua lawan tiga, tengah mengerahkan seluruh ilmu simpanan mereka, karena mereka mengetahui, jika mereka tidak berusaha merubuhkan lawan mereka lebih dulu, keselamatan mereka yang bisa terancam.   Karena dari itu, cepat sekali mereka telah memusatkan seluruh perhatian mereka, berusaha merubuhkan lawan mereka dalam waktu sesingkat-singkatnya.   Dikala itu Cing Kiang Wie rupanya sudah tidak bisa menahan kemarahannya.   Waktu dia melihat kesempatan, di mana Liang Tie tengah menyerang dengan tongkatnya kepada Kang Wei, tanpa membuang-buang waktu lagi, segera pedangnya itu menikam ke pundak lawannya.   Liang Tie juga terkejut, dia memang tengah memusatkan seluruh perhatiannya kepada Kang Wei, tahu-tahu pedang lawannya telah begitu dekat.   Dia mengeluarkan suara seruan tertahan, dan berusaha menyampok dengan tongkatnya.   Tapi gagal.   Tongkatnya hanya dapat membuat tubuh Cing Kiang Wie bergoyang-goyang, dan di saat itu mata pedang Cing Kiang Wie menikam merobek baju di lengannya.   Dengan demikian membuat Liang Tie jadi terhuyung mundur dengan muka yang pucat.   Ke dua kawan Liang Tie ikut terkejut dan tidak berayal lagi segera menyerang Cing Kiang Wie.   Mereka kuatir kalau saja Liang Tie disusul dengan serangan lainnya.   Begitulah, dengan menahan sakit pada lengan kanannya.   Liang Tie tetap memutar tongkatnya, dia telah berusaha merubuhkan salah seorang lawannya.   Dalam keadaan seperti ini, tubuh mereka bergerak-gerak seperti juga bayangan belaka.   Kalau saja kebetulan di waktu itu ada orang yang lewat di tempat tersebut, niscaya akan menduga bahwa sosok-sosok tubuh yang tengah berkelebat-kelebat itu adalah hantu penunggu tempat tersebut! Liang Tie semakin lama semakin lemas karena itu, ketika suatu kali Cing Kiang Wie menikam lagi kepadanya, dengan tikaman lurus ke arah dadanya.   Dia terlambat menyampok dengan tongkatnya, maka seketika pundaknya terluka tertikam cukup dalam oleh pedang lawannya.   Dia terhuyung mundur dan rubuh terduduk.   Tongkatnya terlepas dari tangannya jatuh di sisinya.   Muka Liang Tie pucat pias.   Salah seorang kawan Liang Tie mengeluarkan seruan nyaring, tubuhnya melesat ke tengah udara, pedangnya dipakai menikam punggung Cing Kiang Wie.   Waktu itu Cing Kiang Wie tengah gembira, sebab melihat si kakek Liang Tie telah berhasil dirubuhkannya.   Dia bermaksud akan menyusuli dengan tikaman berikutnya.   Namun tiba-tiba dia merasakan di punggungnya, telah menyambar angin tajam, tanpa menoleh lagi dia menangkis ke arah belakangnya, pedangnya segera dapat menyampok pedang lawannya, terdengar suara "tranggg"   Yang nyaring sekali.   Tangan Cing Kiang Wie tergetar, dan dia merasakan telapak tangannya pedih.   Demikian juga lawannya, telah melompat mundur dengan cepat sekali.   Lawan Cing Kiang Wie tadi, karena menguatirkan keselamatan Liang Tie.   telah menikam dengan sepenuh tenaganya.   Itulah sebabnya mengapa Cing Kiang Wie telah merasakan telapak tangannya sakit sedangkan dia sendiri tubuhnya jadi terhuyung mundur waktu pedangnya kena ditangkis oleh Cing Kiang Wie.   Kang Wei tengah dilibat oleh lawannya yang seorang lainnya.   Ilmu silat orang tersebut juga tidak lemah, karena dia tampaknya mempergunakan ilmu pedang dari Kun-lun-kiam-hoat.   Tentunya dia salah seorang murid Kun-lun-pay.   Beberapa kali orang itu merangsek dengan menempuh jarak dekat sekali.   Dia main rapat seperti itu karena mengetahui jika mereka terpisah cukup jauh, berarti Kang Wei yang meraih keuntungan tidak kecil.   Cambuknya memang panjang, tentu saja dia malah lebih leluasa jika mereka bertempur terpisah dalam jarak yang cukup jauh.   Lawannya yang cerdik justeru tidak mau bertempur dengan jarak jauh, dia telah merangsek terus makin dekat, sehingga Kang Wei tidak leluasa buat menyerang dia dengan cambuknya, malah dia menyerang hebat mempergunakan pedangnya, membuat Kang Wei berulang kali harus mengelak ke sana ke mari menghindarkan diri dari serangan lawannya.   Tapi Kang Wei juga bukannya seorang yang tolol, dia berusaha agar lawannya itu tidak bisa main dekat terus.   Dalam suatu kesempatan, setelah dia mengancam lawannya dengan totokan kepada pundaknya, dengan ringan sekali dia menjejakkan kakinya, tubuhnya melompat ke tengah udara dan berjumpalitan, begitu ke dua kakinya hingga di tanah, segera dia menjejak lagi, sehingga tubuhnya melompat mundur lebih jauh.   Setelah hinggap di tanah, dia terpisah cukup jauh dengan lawannya, maka dia membarengi dengan cambuknya yang menyambar kepada lawannya dengan gencar dan beruntun.   Dengan demikian dia tidak memberikan kesempatan kepada lawannya buat merangsek main dekat lagi.   Dia telah menyerang beruntun seperti itu, membuat lawannya yang sekarang sibuk sekali berkelit ke sana ke mari tanpa bisa membalas menyerang, karena ukuran pedangnya yang tidak begitu panjang seperti cambuk lawannya, tidak bisa menikam dari jarak yang jauh.   Liang Tie yang melihat keadaan seperti itu segera merogoh sakunya, tahu-tahu dia telah menimpukkan sebuah benda hitam ke arah Cing Kiang Wie.   Cing Kiang Wie menduga senjata rahasia, dia berkelit.   Benda hitam bulat itu terbanting di tanah di dekat sampingnya.   Terdengar suara ledakan dan di sekitar tempat itu diselubungi asap yang tebal.   "Kang Laote, hati-hati!"   Teriak Cing Kiang Wie, yang kuatir lawanlawannya mempergunakan senjata rahasia buat menyerang membokong pada mereka.   Kang Wei sendiri terkejut karena tahu-tahu tempat itu tertutup gelap oleh asap.   Dia jadi kelabakan dibuatnya, dan buat melindungi dirinya dari bokongan lawannya, dia memutar cambuknya dengan cepat.   Dan setelah memutar cambuknya beberapa waktu, di kala asap semakin tipis, dia hanya melihat Cing Kiang Wie yang berdiri dengan penuh kewaspadaan.   Sedangkan ke tiga orang lawan mereka sudah tidak terlihat lagi mata hidungnya.   Diwaktu itu Liang Tie dan ke dua kawannya entah telah pergi ke mana.   Liang Tie rupanya mempergunakan kesempatan di saat alat peledaknya itu menaburkan asap, telah melarikan diri dengan ke dua orang kawannya itu.   Maka begitu asap itu menipis, di waktu Cing Kiang Wie dan Kang Wei bisa melihat lebih jelas, maka mereka sudah tidak melihat ke tiga orang lawan mereka.   Di waktu itu Kang Wei segera melompat ke dekat Cing Kiang Wie.   "Cing Toako...... mereka cukup tinggi kepandaiannya kita selanjutnya harus lebih hati-hati, boleh jadi akan banyak orangorang setangguh mereka akan mengeroyok kita!" Cing Kiang Wie yang masih penasaran mendengus, dia bilang.   "Hemmmmm, biarlah semuanya muncul. Nanti akan kuberesi semuanya!"   Baru saja dia berkata begitu, dari tempat gelap terdengar suara tertawa dingin.   "Hemmm, bicara sih memang enak, cuma menggoyangkan lidah!"   Kata orang itu dengan suara yang dingin mengandung ejekan.   "Tetapi justeru aku telah melihat dan menyaksikan dengan mataku sendiri, bahwa kalian merupakan anjing-anjing tidak punya guna!"   Cing Kiang Wie dan Kang Wei bersiap-siap dengan senjata mereka, karena mengetahui bahwa di tempat gelap itu telah bersembunyi lawan baru.   Tentunya lawan itu memiliki gin-kang dan kepandaian yang tinggi, entah seorang diri atau berkumpul dengan kawan-kawannya dalam jumlah yang banyak.   "Siapa kau, mengapa menyembunyikan ekor, terus tidak mau memperlihatkan diri?!"   Bentak Kang Wie dengan suara yang menyeramkan dan bengis.   "Hemmmm, sejak tadi aku telah memperlihatkan diri, kalian berdua yang merupakan anjing-anjing kudis buta, mana bisa melihat? Sungguh kasihan! "Cing dan Kang Ciangkun, rupanya kalian telah melupakan asalmu, merupakan kacang yang lupa pada kulit, sehingga kalian benar-benar memang ingin berkhianat dan telah bekerja di bawah tindasan dari kaum penjajah itu! "Hahahaha, yang seorang adalah komandan dari Gie-lim-kun, sedangkan yang seorang adalah Komandan Kim-ie-wie sekarang telah diutus buat membasmi kawan-kawannya sendiri, buat menumpas orang-orang sebangsanya....... Hahaha! Sungguh perbuatan yang sangat bagus!"   Waktu orang itu mengejek seperti itu, Kiang Wie dan Kang Wei kaget bukan main, karena orang itu mengetahui bahwa mereka adalah komandan dari Gie-lim-kun dan Kim-ie-wie.   "Siapa kau, cepat perlihatkan dirimu! Jangan bersikap pengecut seperti itu hanya menyembunyikan ekor.....!"   Bentak Cing Kiang Wie yang habis sabar.   "Aku di sini!"   Menyahuti orang itu, yang segera melangkah keluar dari tempat gelap itu. Segera terlihat seorang kakek tua dengan pakaian penuh tambalan.   "Hemmm, engkau pengemis busuk?!"   Bentak Cing Kiang Wie setelah melihat kakek pengemis tersebut yang tampaknya dikenalnya.   "Thio Kim Beng! Mengapa engkau demikian usil mencampuri urusan Kami? Atau memang engkau sudah bosan hidup! Lebih baik engkau meninggalkan pekerjaan hina yang setiap hari buat makan saja harus mengemis ke sana ke mari meminta belas kasihan orang! "Jika memang engkau mengetahui selatan, maka kami akan memperkenalkan kau kepada Hong-siang. Akan kami pujikan engkau sehingga bisa memperoleh pangkat dan harta! Kau memiliki kepandaian yang tinggi tetapi menjadi pengemis yang hina, apakah engkau tidak merasa harus dibuat sayang dan merasa hina?"   Pengemis tua yang baru muncul itu ternyata memang tidak lain dari Thio Kim Beng, tertawa mendengus ketika mendengar ejekan Cing Kiang Wie yang menyerupai juga bujukan buatnya! "Justeru aku tidak mau menjadi manusia hina dina seperti kalian! Aku lebih baik mengemis dari pada harus mengkhianati bangsa sendiri!"   "Setan manusia tidak tahu diuntung!"   Bentak Cing Kiang Wie tidak bisa mempertahankan kemarahannya, tubuhnya dengan gesit sekali telah menerjang dan menikam dengan pedangnya kepada pengemis tua itu.   Cing Kiang Wie mengetahui bahwa Thio Kim Beng merupakan tokoh Kay-pang yang memiliki kepandaian tinggi, karena telah cukup lama dia mendengar ketenaran nama pengemis tua itu, yang liehay ilmunya.   Karena dari itu, dia menikamnya dengan hati-hati dan penuh perhitungan.   Dalam keadaan seperti itu, si pengemis tua Thio Kim Beng sama sekali tidak berusaha mengelak, dia berdiri tenang, cuma tongkat bambu hijaunya belaka yang digerakkan perlahan menyampok pedang lawannya.   Memang tongkat di tangan pengemis tua itu terbuat dari bambu hijau, akan tetapi di tangan Tnio Kim Beng, tongkat bambu hijau tersebut menjadi kuat sekali, sehingga waktu saling bentur dengan pedang lawannya, bambu hijau itu seperti juga baja kuatnya, segera tergetar tangan dari lawannya.   Cing Kiang Wie cepat-cepat menarik pulang pedangnya, beruntun tiga kali dia menyerang.   Hebat tikamannya dan dia juga mempergunakan jurus-jurus simpanan dari ilmu pedangnya.   Thio Kim Beng sekarang tidak bisa berdiri diam di tempatnya seperti tadi dengan lincah dia menghiadarkan diri berulang kali.   Tapi sejauh itu dia belum balas menyerang.   Kang Wei juga tidak mau membuang-buang waktu, tubuhnya melesat cepat sekali, di mana dia telah menyerang dengan hebat, cambuknya itu membelatar tidak hentinya, menimbulkan suara yang seperti juga hendak merobek-robek keheningan malam.   Thio Kim Beng sama sekali tidak jeri biarpun dikeroyok dua orang lawan tangguh.   Tubuhnya dengan lincah telah bergerak ke sana ke mari, malah tongkat bambu hijaunya itu bergerak sangat hebat, mengancam ke dua lawannya secara bergantian.   Setiap kali bambu hijau di tangan si kakek pengemis tersebut meluncur menyerang, maka yang diincar sebagai sasarannya adalah bagian-bagian yang bisa mematikan di tubuh lawannya Cing Kiang Wie dan Kang Wei yang memang telah mengetahui Thio Kim Beng merupakan tokoh Kay-pang yang memiliki ilmu lihay, menyerang dengan penuh perhitungan.   Dalam waktu yang singkat, ke tiga orang itu, satu lawan dua, telah melewati enampuluh jurus lebih.   Dan di waktu itu juga, Thio Kim Beng merobah cara bertempurnya.   Jika sebelumnya dia lebih banyak berkelit dan hanya membalas menyerang sekali-kali saja, justeru belakangan ini, tongkat bambu hijaunya itu beruntun telah menyerang, dengan cara menotok, menabas dan mengemplang.   Tentu saja semua serangannya itu bukan serangan sembarangan, karena disertai dengan lweekang yang sangat kuat! Hebat bukan main pengemis ini, karena walaupun ke dua orang lawannya yang mengeroyok itu merupakan lawan-lawan yang tangguh memiliki kepandaian tinggi, dia sama sekali tidak terdesak, dia bisa memberikan perlawanan dengan baik-baik.   Bambu hijau di tangannya berobah menjadi senjata yang ampuh dan hebat sekali mendesak ke dua lawannya.   Diam-diam Cing Kiang Wie berpikir di dalam hatinya.   "Jika memang pengemis ini termasuk salah seorang anggota pemberontak itu, niscaya akan merepotkan sekali, tentu masih banyak jago-jago lainnya yang berada di belakang pengemis ini! Hemmm, jika demikian, tentu dengan hanya berdua Kang Wei, tidak mungkin kami berdua bisa meneruskan tugas ini" Karena berpikir begitu, semangat bertempur dari Cing Kiang Wie menurun, menyebabkan dia semakin terdesak. Sedangkan Kang Wei semakin ganas dengan cambuknya, karena dia berusaha menyerang Thio Kim Beng dengan cambuknya bertambah hebat. Setiap kali cambuknya itu bergerak, angin tajam menyambar Thio Kim Beng, tapi selalu cambuk itu bisa dielakkan atau dihalau oleh tongkat bambu hijau si pengemis tua tersebut. Ketika suatu kali Thio Kim Beng tengah menyampok dengan tongkat bambu hijaunya, tiba-tiba cambuk Kang Wei telah melibatnya, kemudian Kang Wei telah menggentaknya dengan kuat. Si pengemis tua telah mengerahkan tenaga lweekangnya, dia mencekal kuat sekali, dengan demikian tongkatnya tidak sampai kena dirampas. Di saat itu, mereka telah berusaha mengerahkan tenaga dalam masing-masing. Si pengemis tua juga berusaha untuk mempertahankan tongkatnya, sedangkan Kang Wei berusaha menariknya terus. Ke dua orang ini jadi mengadu kekuatan sin1372 kang masing-masing dan mereka telah berusaha untuk dapat menindih kekuatan lawannya. Di antara dua kekuatan tersebut, yang saling menarik satu dengan yang lainnya, tampak Cing Kiang Wie bermaksud hendak menarik keuntungan dari keadaan seperti itu. Dia telah melompat dengan cepat sekali, menikam ke punggung si pengemis. Tikamannya itu juga merupakan tikaman yang sangat dahsyat sekali. Pedangnya itu tergeletar, sehingga tampaknya pedang tersebut seperti juga telah berobah menjadi puluhan batang. Thio Kim Beng memperdengarkan dengusan, dia tidak jeri. Dia masih tetap mencekal tongkat bambu hijaunya, dan waktu mata pedang Cing Kiang Wie hampir mengenai pundaknya, segera dia membungkukan tubuhnya sedikit, kaki kanannya bergerak menendang. Sebat sekali tendangannya, mengincar ketiak lawannya. Jika memang Cing Kiang Wie tidak menarik tikamannya, niscaya dia akan terluka di dalam yang tidak ringan. Karena dari itu Cing Kiang Wie yang rupanya mengenal bahaya tengah mengancam dirinya, segera juga dia telah menarik pulang pedangnya. Kang Wei mempergunakan kesempatan itu telah menggentak dengan mengerahkan tenaga sepenuhnya. Thio Kim Beng sendiri melakukan gerakannya tadi dengan penuh perhitungan, di mana dia mengetahui, kalau saja dia berusaha menahan terus tongkatnya, niscaya kuda-kuda ke dua kakinya tergempur, karena tadi dia mempergunakan kaki kanannya buat menendang, sehingga kekuatan ke dua kakinya tidak sepenuhnya lagi. Dan di waktu dia merasakan tarikan yang kuat sekali dari Kang Wei, dia juga tidak membuang-buang waktu, segera menjejakkan ke dua kakinya, tubuhnya melesat dengan cepat sekali meluncur di tengah udara, dan ujung tongkatnya dipakai buat menotok biji mata lawannya! Bukan main kagetnya Kang Wei, karena dia tidak menyangka bahwa lawannya bisa berlaku senekad seperti itu. Dia sendiri bersenjata cambuk, karena dia menarik kuat sekali, dan lawannya tidak memberikan tenaga melawan, juga di waktu itu dia telah meluncur mendatangi, maka cambuk itu jadi kendor dan tidak bisa dipergunakan menahan meluncurnya tongkat lawannya. Sedangkan mata tongkat itu, ujung yang tajam dan runcing sekali, tengah mengancam ke arah matanya. Tampak Kang Wei berusaha menghindar dengan membuang diri ke samping kanannya, tapi dia tidak sampai perlu bergulingan di tanah, dia hanya terhuyung dengan tubuh terbungkuk, kemudian dengan mengempos semangatnya, dia menggentak tangannya, maka cambuknya telah membeletar menghantam ke punggung si pengemis. Thio Kim Beng sendiri juga tidak menyangka bahwa serangannya yang begitu tiba-tiba masih bisa gagal dan dia sekarang diserang lawannya. Dia sudah tidak bisa menghindar dari cambuk lawannya, karena di waktu itu tubuhnya sendiri tengah melambung di tengah udara.    Pedang Wucisan Karya Chin Yung Golok Sakti Karya Chin Yung Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL

Cari Blog Ini