Ceritasilat Novel Online

Anak Rajawali 34


Anak Rajawali Karya Chin Yung Bagian 34


Anak Rajawali Karya dari Chin Yung   Mereka tahu itulah ancaman bahaya yang tidak kecil buat mereka.   Dugaan dari Sam-lang-hun, cepat juga jadi kenyataan, bahwa mereka bertiga tidak akan sanggup menghadapi nenek tua tersebut, yang sangat lihay.   Tidak berselang lama, tampak si nenek tua itu tanpa ingin memperlambat waktu lagi, telah meluncurkan tangan kanannya, dari kanan ke kiri, ia menabas dengan jurus "Menyapu Tentara Seribu Jiwa".   Untuk merubuhkan ke tiga musuhnya itu, ia berpikir untuk tidak berlaku sungkan lagi dan tentu saja dibutuhkan tangan besi.   Sam-lang-hun kaget tidak terkira, semuanya segera juga melompat mundur.   Disaat itulah, senjata mereka sudah tersampok mental, sehingga tubuh mereka jadi kosong.   Mereka semua melompat dengan cepat akan tetapi angin pukulan dari nenek tua itu tokh tetap saja mengenai pundak mereka Tiba-tiba sekali terdengarlah suara siulan yang jernih dan panjang.   Dikala Sam-lang-hun terancam bahaya terlihat sesosok tubuh melompat bagaikan terbang, sehingga dia tampaknya seperti bayangan.   Dikala itu Sam-lang-hun jadi kaget dan heran.   Mereka bebas dari serangan angin pukulan si nenek yang begitu hebat.   Tubuh mereka juga terpental tiga tombak, sehingga mau atau tidak mereka terhuyung, dan akhirnya rubuh.   Walaupun demikian mereka, mereka tidak takut bahkan mereka merasa lega hati.   Jelas, mereka telah ditolongi oleh seseorang, keluar dari pintu akherat.   Setelah melompat bangun dan melihatnya, mereka jadi girang.   Di depannya si nenek berdiri si pemuda yang mereka ketahui sangat lihay.   Dialah Ko Tie, yang berdiri tenang, sedangkan si nenek tua itu telah mendelik padanya.   Namun Ko Tie berdiri dengah sepasang tangan yang digendong, sikapnya sabar sekali, hanya wajahnya belaka yang tampak keren dan berwibawa.   Si nenek tua sudah kena dipaksa mundur sampai dua tindak ke belakang.   Karenanya dia heran dan tercengang bukan main.   Dia merasakan bahwa tenaga dalam pemuda ini kuat luar biasa.   Waktu dia mengawasi pemuda yang berdiri di depannya dia bertambah heran.   Dia melihat orang yang masih berusia muda sekali.   Tentu saja dia tidak mengetahui orang tengah memakai topeng.   Dia pun jadi murka bukan main.   "Bocah, hendaklah kau mencampuri urusanku si orang tua?"   Dia menegur bengis.   Ko Tie tertawa, ia sikap memandang remeh kepada nenek tua itu.   Sedangkan nenek tua itu menantikan jawaban.   Sambil menanti, ia mengawasi tajam, bengis dan sinar matanya mengandung hawa pembunuhan.   Dia benar-benar tidak puas terhadap pemuda ini, untuk sikapnya yang menghina itu.   Tapi dia tidak dapat membaca hati orang dan juga tidak tahu siapa pemuda ini, tidak mengetahui asal usulnya.   Ko Tie berkata juga kemudian, dengan suara yang tawar dan perlahan.   "Nenek tua, bukankah engkau yang di dalam rimba persilatan dinamakan Jie Sian (Dewi Kedua)?"   Tanya Ko Tie kemudian dengan sikap yang tawar! "Dan kukira, aku tidak akan perduli dengan urusan kalian! Aku tidak mau tahu apa urusan kalian ke dua belah pihak. Aku datang untuk urusan lain.   "Aku hendak bertanya kepada kau. Apakah dengan mengandalkan kepandaianmu itu, yang kau anggap sangat lihay, engkau satusatunya orang yang paling pandai dan memiliki kepandaian tertinggi di dalam rimba persilatan?" Waktu itu angin berhembus dan membawa hawa hangat. Sinar matahari memancar cukup keras. Hawanya panas! Akan tetapi tanpa merasa, nenek tua itu menggigil keras, seperti juga ia tengah kedinginan, karena ia memang sangat murka bukan main. Sedapat mungkin ia berusaha bersikap tenang menindih kemarahannya yang seakan juga hendak meledakkan dadanya, membuat tubuhnya itu menggigil.   "Benar! Jika engkau tidak berhasil merubuhkan aku, berarti akulah satu-satunya orang terpandai di dalam kalangan Kang-ouw! "Tapi kukira engkau tidak layak untuk beradu tangan dengan nenekmu. Engkau perlu kembali lagi kepangkuan ibumu, buat minta menetek! "Hemmm, bocah masih bau popok, ternyata engkau tidak mengenal tingginya langit dan tebalnya bumi! Baiklah! Justru aku yang akan membuka matamu, agar engkau mengetahuinya. Betapapun juga, memang engkau perlu memperoleh hajaran yang pantas....."   Kata-katanya itu belum lagi habis nenek tua tersebut, yang disebut oleh orang rimba persilatan sebagai Jie Sian, sudah tidak bisa membendung lagi kemarahan hatinya.   Ia telah membentak bengis, mengandung hawa pembunuhan, disusul dengan tubuhnya yang melesat gesit sekali, tubuhnya seperti bayangan, tangan kirinya telah menyerang, angin serangan itu berkesiuran dahsyat, sedangkan tongkatnya itupun menderu-deru dengan hebat.   Dengan demikian, tampaknya memang nenek tua itu, bermaksud sekali menyerang dia sudah bisa membunuh Ko Tie.   Ko Tie tetap berdiri tenang di tempatnya.   Walaupun Jie Sian telah melompat dalam jarak yang begitu dekat dengannya.   Malah, angin serangan tangan kirinya dan tongkatnya telah mulai menerjang dirinya dengan dahsyat.   Ko Tie hanya memperhatikan dengan sinar mata yang sangat tajam sekali kepada nenek tua itu di mana ia ingin menantikan sampai serangan dari nenek tua itu benar-benar dekat dengannya.   Setelah serangan nenek tua tersebut dekat sekali, Ko Tie tidak berdiam diri terus.   Karena iapun untuk mempertahankan diri telah membarengi ketika Jie Sian menarik dengan keras, ia mengerahkan tenaga di tiga jarinya.   Lalu.   "Takkk!"   Maka patahlah ujung tongkat sepanjang lima dim.   Ia terus melemparkan patahan itu, yang terbang meayambar batang pohon yang tidak jauh dari mereka, menancap masuk ke dalamnya! Semua orang yang menyaksikan kejadian itu jadi kaget dan heran.   Semuanya sampai menahan napas dan muka mereka pun telah berobah.   Diam-diam Jie Sian menyedot napas dingin.   Benar-benar ia tidak menyangkanya.   Karena itu, mendadak sekali ia melemparkan tongkatnya yang sudah buntung, dengan ke dua kakinya segera menjejak tanah.   Ia melompat mundur ke luar dari kalangan.   Disaat semua orang heran menyaksikan sikap si nenek Jie Sian, waktu itu Ko Tie segera berpikir.   "Kukira aku telah cukup melayaninya. Aku tidak perlu buang-buang waktu untuk ini!"   Karena berpikir seperti itu, segera juga Ko Tie mengeluarkan siulannya yang nyaring.   Tahu-tahu tangan kanannya telah bergerak lagi, mengibas dengan mempergunakan Tenaga Inti Es nya, yang menimbulkan sambaran angin yang sedingin es.   Kemudian tubuhnya juga melesat tidak menghiraukan nyonya tua ini, ia melompat buat terus lari ke arah rumah.   Bagaikan terbang melayang ia lewat di depan nyonya tersebut.   Jie Sian terkejut sekali, karena tubuhnya menggigil kedinginan.   Sambaran angin kibasan tangan dari Ko Tie mendatangkan hawa yang sedingin es.   Ia memang memiliki lweekang yang tinggi, maka ia masih bisa mempertahankan diri tidak sampai rubuh.   Yang membuat ia lebih kaget lagi, sekarang anak buahnya yang berada di belakangnya, dengan mengeluarkan suara jeritan yang lirih, terjungkal rubuh dengan tubuh yang kaku dan juga telah diselubungi oleh lapisan es yang tipis! Itulah akibat anak buah Jie Sian kena disambar oleh angin pukulan Inti Es nya Ko Tie.   Dan kembali Jie Sian lebih kaget, sebab waktu itu tubuh Ko Tie berkelebat di depannya seperti bayangan saja.   Belum lagi ia bisa berpikir, di waktu itu si pemuda telah pergi jauh! Tapi sebagai seorang jago tua yang memiliki kepandaian tinggi, Jie Sian dapat menentukan dalam waktu yang singkat, apa yang harus dilakukannya! Ia melompat dengan gesit menyusul Ko Tie, dan tangan kanannya menghantam punggung Ko Tie.   Namun Ko Tie tidak menghiraukan serangan itu, ia cuma menangkis ke belakang dengan tangan kirinya, ke dua kakinya berlari terus.   Akibatnya memang hebat buat Jie Sian.   Ia menyerang sangat keras sekali, kesudahannya ia sendiri yang tertolak mundur dua tindak, sampai dia menjerit saking kagetnya, heran dan kagum sekali.   Sekarang Jie Sian tidak tercengang lagi, maka itu, iapun segera mengejar pula.   Karena kini ia diliputi penasaran dan murka yang bukan main.   Waktu itu di dalam Kwee-san-cung terlihat asap mengepul di empat penjuru, api tampak mulai berkobar-kobar tinggi sekali.   Ko Tie segera sampai di dalam.   Ia mendapatkan sebuah rumah yang besar dan indah, yang tiang-tiangnya berukiran, tetapi tidak sempat ia menikmati itu semua, ia masuk terus mencari Giok Hoa.   Ia telah `menemui beberapa orang yang rebah di lantai, tangan dan kaki mereka patah, tapi jiwa mereka belum lenyap.   Hanya darah berlepotan.   Di antara mereka juga terdengar rintihan yang menyayatkan hati.   Ia mengerti pasti Giok Hoa sudah membuka pantangan membunuh dengan mengerjakan pedangnya.   Waktu Ko Tie masuk lebih jauh ke dalam, ia masih menemukan orang-orang yang terluka, mungkin sebanyak limapuluh orang.   Di antaranya ada beberapa orang wanita, yang semuanya merintih dan menangis.   Di sudut tembok, di luar, ia melihat seorang anak kecil tengah merengket ketakutan.   Ia menghampiri dan bertanya dengan bengis sekali.   "Apakah kau melihat seorang nona akh seorang pemuda yang membawa pedang?"   Hampir ia membuka rahasia Giok Hoa.   Bukankah Giok Hoa telah menyamar sebagai seorang pemuda? Bocah itu tengah ketakutan bukan main.   Dia juga merengket sambil menangis, maka dari itu tidak bisa ia menyahuti pertanyaan Ko Tie.   Tubuhnya menggigil dan matanya yang basah oleh air mata itu terbuka lebar-lebar.   "Kau mau bicara atau tidak?"   Bentak Ko Tie dengan sikap bengis. Anak kecil itu tambah ketakutan, tapi sekarang dapat juga ia berkata.   "Jangan gusar tuan..... jangan bunuh aku dia telah membawa puteri Su. Ia pergi lari cepat sekali!"   "Dia lari ke mana?"   Tanya Ko Tie menegaskan.   "Aku.. aku tidak tahu setelah melukai orang, ia pergi. aku hanya melihat ke empat Chung-cu muda bersama dua tosu mengejarnya, dan baru saja Chung-cu (kepala kampung) pergi menyusul."   Ko Tie segera menduga, tentu yang dimaksudkan dengan bocah itu sebagai Chung-cu adalah Kwee Lu.   Ia mengangguk dan tanpa membuang waktu lagi, segera tubuhnya melesat untuk meninggalkan tempat itu.   Di belakangnya Jie Sian bersama orang-orangnya tengah berlari menyusul! Wanita tua itu berteriak-teriak.   "Binatang, kau telah membunuh orang dan membakar rumah, apakah kau dapat meloloskan diri secara demikian mudah?"   Ko Tie mengerutkan alis! Kedatangannya Giok Hoa ke tempat ini adalah untuk membasmi orang-orang Kwee Lu! Tapi tentu saja yang terpenting sekali adalah Kwee Lu, sedangkan anak buahnya hanya bisa dinasehati dan dibubarkan, tidak perlu mereka dibunuh.   Namun melihat betapa Jie Sian dan anak buahnya mengejar terus, habislah kesabaran Ko Tie.   Ia berhenti berlari.   Kemudian dengan segera ia memutar tubuhnya.   Ia telah melompat ke depan Jie Sian! Bukannya dia menyingkir, sekarang malah dia telah memapaknya, dimana begitu ke dua kakinya hinggap, seketika ia menghantam dengan saling susul mempergunakan ke dua tangannya.   Dan sekali ini memang Ko Tie tidak tanggung-tanggung dalam mempergunakan Pukulan Inti Es nya, di mana dari kedua telapak tangannya itu menyambar angin yang sangat dingin sekali, dan membuat semua orang pengejarnya jadi menggigil keras.   Ma1ah dua orang di antara mereka yang memang kepandaiannya paling rendah, telah rubuh terjungkal, di mana mereka terbungkus oleh lapisan es yang tipis.   Merekapun pingsan tidak sadarkan diri.   Jie Sian menggigil, namun ia bisa menolak hawa dingin itu dengan mengerahkan lweekangnya.   Dia berusaha untuk mengejar terus, maju ke depan.   Waktu itu jarak mereka memang terpisah tidak begitu jauh.   Dengan bengis dan bernafsu sekali Jie Sian menghantam saling susul dengan ke dua tangannya.   Dia telah mempergunakan sebagian terbesar tenaga dalamnya, karena memang dia tengah penasaran dan juga murka sekali.   Itulah sebabnya dia menghendaki dengan pukulannya ini dapat membunuh Ko Tie.   Ko Tie mendengus memperdengarkan suara tertawa dingin.   Tahutahu ke dua tangan pemuda itu memapak tangan nenek tua itu, cepat dan sebat sekali, sukar diikuti oleh pandangan mata.   Bahkan Jie Sian sendiri tidak bisa melihat jelas arah sambaran ke dua tangan pemuda itu, yang tahu-tahu telah berhasil mencekal kuat sekali ke dua pergelangan tangannya! Waktu Ko Tie mengempos semangatnya, maka terdengarlah suara "Kreekkk, kreekkk,"   Berulangkali.   Tulang-tulang di seluruh tubuh Jie Sian telah patah dan hancur.   Waktu Ko Tie melepaskan cekalannya,tubuh nenek tua itu lunglai lesu tidak bergerak lagi.   Setelah terbanting di tanah napasnya telah putus! Semua orang Kwee-san-cung berdiri tertegun, ngeri dan gentar.   Mereka tidak menyangka pemuda ini demikian tangguh.   Mereka berdiam sejenak, sampai akhirnya tersadar waktu Ko Tie membentak dengan suara dan sikap bengis.   "Kalian jika tidak mau cepat-cepat meninggalkan dunia kejahatan ini, dan insyaf menjadi manusia benar, maka kalian akan menemui kematian yang sama mengerikan seperti nenek tua itu!" Tidak berjanji lebih dulu, anak buah Kwee san-cung seketika menekuk lututnya. Dan mereka telah sesambatan meminta jiwa mereka diampuni. Di antara mereka bahkan ada yang menangis menyebut-nyebut anak isterinya, dan mohon diampuni.   "Baiklah!"   Kata Ko Tie kemudian.   "Memang aku menghendaki agar kalian insaf dan menyadari apa yang selama ini kalian lakukan adalah salah. Karena dari itu, jika memaag kalian mau tersadar dari kekeliruan itu, kalian akan kuampuni! Pergilah! "Tapi ingat, kalau kelak kalian bertemu denganku lagi, dan ternyata kalian masih bergelimang di antara kejahatan, di waktu itu aku tidak akan mengampuni lagi kalian!"   Semua anak buah Kwee-san-cung mengucapkan terima kasih mereka! Baru saja mereka bangkit dan hendak meninggalkan tempat itu, tiba-tiba sekali Ko Tie membentak.   Anak Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Tahan!"   Muka mereka seketika berobah pucat, tubuh mereka menggigil, karena mereka menduga Ko Tie telah merobah keputusannya.   "Kalian juga mengajak kawan-kawan kalian yang lainnya untuk insyaf dengan segera meninggalkan tempat ini! Dalam waktu dekat ini, jika aku masih melihat ada orang di Kwee-san-cung ini, berarti dialah seorang yang tidak mau insyaf dan dia perlu dibinasakan!"   Semua anak buah Kwee-san-cung itu mengiyakan, tergesa-gesa mereka berlalu buat mengemasi barang-barang mereka, sambil mengajak kawan-kawan mereka yang lainnya.   Ko Tie telah mendengar juga bahwa Kwee Lu merupakan seorang yang memiliki kepandaian tinggi.   Tapi dia tidak memandang sebelah mata.   Karena ia yakin akan dapat merubuhkan orang she Kwee itu, yang selama ini merupakan momok buat penduduk di sekitar tempat itu, main bunuh, memperkosa dan merampok.   Itulah sebabnya mengapa Ko Tie bersama Giok Hoa telah memutuskan datang ke sarangnya Kwee Lu buat menumpasnya.   Setelah melihat semua anak buah Kwee-san-cung itu pergi, Ko Tie berlari lagi dengan pesat, di mana ia hendak mencari Giok Hoa.   Waktu itu berkelebat sesosok bayangan yang gesit sekali, dibarengi juga dengan berkelebat sinar putih di depan muka Ko Tie.   Itulah penyerangan dengan senjata tajam.   Ko Tie awas dan iapun memang lihay, karenanya segera juga ia menyentil.   Ternyata golok yang menyambar kepadanya kena disentil jauh terpental dari mukanya, hampir saja terlepas dari cekalan orang yang baru muncul itu.   Terdengar seruan tertahannya.   Ko Tie sekarang telah melihatnya, penyerangnya itu, tidak lain adalah seorang lelaki tua berusia antara limapuluh lima tahun, dengan kumis dan jenggot yang telah berwarna putih semuanya, juga tampak betapa mukanya bengis sekali.   "Hemmm, kau kira mudah lolos dari Kwee-san-cung?"   Bentak orang tua itu.   "Cepat katakan, di mana kawanmu yang menculik anakku itu?"   Seketika Ko Tie menduganya, tentunya orang tua ini, adalah Kwee Lu. Dan yang diculik oleh Giok Hoa tentunya puterinya, yaitu yang disebut sebagai anak Su. Dengan tertawa dingin, Ko Tie telah berkata tawar.   "Ohh. kiranya aku tengah berhadapan dengan seorang pendekar besar Kwee Lu, bukankah benar dugaanku?" "Tidak salah! Jangan harap kau bisa lolos dari tanganku! Kwee Lu bukan seorang mudah diperhina dan dipermainkan!"menjawab orang itu bengis, dan memang dia tidak lain dari Kwee Lu. Sambil tertawa keras, tubuh Ko Tie tergoncang. Ia kemudian bilang, tidak kalah bengisnya.   "Bagus! Memang engkau tengah kucari! Telah luber dari takaran kejahatan yang engkau lakukan, karena itu, engkau harus dihajar dan dimusnahkan!"   Setelah berkata begitu, Ko Tie kembali memperdengarkan suara tertawa mengejek, sama sekali dia tidak memandang sebelah mata kepada orang she Kwee ini.   Kwee Lu tidak membuang waktu lagi.   Disertai raungannya yang penuh kemurkaan, mukanya juga merah padam karena marah.   Goloknya telah berkelebat berulang kali menyambar kepada Ko Tie.   Ko Tie menghindari serangan senjata lawan.   Di dalam hatinya ia berpikir.   "Hemmm, memang tidak kecewa ia memiliki nama yang cukup ditakuti, tidak tahunya ilmu goloknya memang hebat juga!" Setelah berpikir begitu, dengan ringan, tubuh Ko Tie tahu-tahu berkelebatan seperti mengelilingi Kwee Lu, membuat mata Kwee Lu jadi kabur dan berkunang-kunang. Dia kaget tidak terkira. Dan belum lagi dia bisa memutuskan apa yang harus dilakukannya, selain memutar goloknya buat menutup dirinya, di saat itulah terlihat betapa tubuh Ko Tie telah melambung tinggi sekali ke tengah udara. Dan tahu-tahu telapak tangan kanan Ko Tie telah menepuk pundak Kwee Lu. Tepukan yang dilakukan Ko Tie tampaknya perlahan, akan tetapi kesudahannya memang sangat luar biasa sekali. Di mana jalan darah yang ditepuk oleh Ko Tie adalah jalan darah Kie-bun, sehingga seketika dari mutut Kwee Lu menyembur darah yang banyak sekali. Matanya mendelik, mulutnya terbuka dan lidahnya terjulur ke luar. Kemudian ia rubuh terguling di tanah tanpa bernapas lagi! Ko Tie mengeluarkan tertawa yang nyaring, tubuhnya segera melesat meninggalkan tempat tersebut. Berlari belum lagi begitu jauh, tampak beberapa sosok tubuh tengah berlari dengan gesit sekali, disertai juga dengan bentakanbentakan mereka yang sangat berisik sekali. Waktu Ko Tie menegasi, ternyata Giok Hoa sambil menggendong seorang gadis kecil berusia tiga atau empat tahun. Dengan di tangan kanannya tercekal sebatang pedang yang diputarnya sangat cepat bergulung-gulung, tengah berlari dengan dikejar oleh empat orang. Mereka tidak lain dari Thian-san-ngo-kui, empat orang dari ke lima Thian-san-ngo-kui. Tanpa membuang waktu lagi Ko Tie menjejak ke dua kakinya, tubuhnya melesat ke depan seperti bayangan saja. Dengan tidak diketahui lagi oleh ke empat orang Thian-san-ngo-kui segera juga tubuhnya meluncur turun dengan ke dua tangannya bekerja.   "Aduhhhh! Aduhhh!"   Beruntun terdengar suara jeritan dari ke empat orang Thian-san-ngo-kui, karena tubuh mereka segera terjungkal rubuh dan terbinasa! Giok Hoa girang bukan main ketika melihat munculnya Ko Tie.   "Engko Tie!"   Berseru si gadis, yang segera menghampiri.   "Mengapa kau menculik anaknya Kwee Lu?"   Bertanya Ko Tie tidak mengerti. "Dia... dia akan kupergunakan sebagai pancingan, karena tadi penjagaan di dalam sangat ketat sekali, aku sengaja menculiknya buat perisai belaka!"   Menjelaskan Giok Hoa sambil tersenyum.   Ko Tie mengangguk tanda mengerti.   Giok Hoa waktu itu menurunkan gadis kecil itu, Ko Tie telah menceritakan bahwa ia telah membereskan Jie Sian, juga Kwee Lu.   Hanya tinggal Thian-san-ngo-kui yang bungsu, yang belum kelihatan mata hidungnya.   "Dia tentu bersembunyi, karena dia mengetahui, tidak mungkin dia bisa menghadapi kita!"   Begitu kata Giok Hoa menjelaskan.   "Ya!"   Ko Tie mengangguk.   "Tapi, kita telah cukup menumpas Kwee Lu dengan pembantu-pembantunya. Anak buahnya telah kuperintahkan agar bubar, tentu tidak ada kejahatan yang terjadi lagi di sekitar tempat ini....."   Baru saja Ko Tie berkata sampai di situ, mendadak dia merasakan sambaran angin yang kuat sekali dari arah belakangnya.   Ia lihay, tanpa menoleh, dengan menekuk kaki kanannya, tahu-tahu tubuhnya itu berjongkok sambil berputar dan tangan kanannya meluncur ke atas, dengan ke lima jari tangannya terbuka.   "Bukkkk!"   Nyaring sekali telapak tangan Ko Tie telah menghantam dada penyerang gelap itu, yang rupanya hendak membokongnya.   Karena ia menyerang dengan melompat, telak sekali telapak tangan Ko Tie menghantam dadanya.   Tulang dadanya juga terdengar berbunyi, tubuhnya ambruk di tanah.   Dia tidak lain adalah Thian-san-ngo-kui yang ke lima, yang bungsu.   Ko Tie menghela napas.   "Tugas kita telah selesai....!"   Kata Ko Tie kemudian.   "Tapi bagaimana dengan anak ini? Kwee Lu sudah.....!"Ko Tie tidak meneruskan perkataannya, karena dia telah menoleh mengawasi gadis kecil itu. Sedangkan Giok Hoa menggaruk-garuk kepalanya.   "Kupikir ada baiknya dia kita serahkan kepada salah seorang penduduk di sekitar tempat ini!"   Berkata Giok Hoa kemudian.   "Dengan demikian, ada baiknya juga buat anak ini, karena ayahnyapun ia kelak akan menjadi manusia yang jahat. Untung dia telah dapat disingkirkan dari ayahnya, yang telah berhasil kita tumpas. Kalau memang anak ini memperoleh didikan dan bimbingan dari orang yang baik-baik, kelak tentunya dia menjadi gadis yang manis dan jiwanya baik...!"   Ko Tie menyetujui pikiran Giok Hoa. Ia segera mengajak si gadis buat meneruskan perjalanan mereka meninggalkan tempat itu. Mendadak sekali berlari-lari mendatangi tiga orang, yang berseruseru.   "Ji-wi Siauwhiap, jangan pergi dulu!"   Ko Tie dan Giok Hoa menoleh.   Tidak lain ke tiga orang itu adalah Sam-lang-hun.   Cepat sekali mereka tiba di depan Ko Tie dan Giok Hoa.   Mereka tersenyum-senyum, di mana baju mereka tampak berat dan padat terisi sesuatu.   Ko Tie tersenyum, karena segera juga ia dapat menduganya.   Tentunya di saku mereka itu terisi barang-barang permata rampasan mereka di dalam rumah Kwee Lu.   "Berkat bantuan jiwi siauwhiap berdua, maka kami berhasil memperoleh bagian kami!"   Berkata mereka dengan tersenyumsenyum. "Dan memang kami bermaksud hendak menyatakan terima kasih kami kepada ji-wi siauwhiap berdua". Ko Tie tetap tersenyum, dia menepuk ke tiga orang itu bergantian, sambil katanya.   "Tidak usah! Tidak usah! Dilain waktu kalian harus hidup baik-baik, tidak melakukan kejahatan lagi!"   Justeru tepukan dari Ko Tie membuat tubuh Sam-lang-hun seketika menjadi lemas.   Liang An yang ditepuk paling dulu, segera juga meloso terduduk di tanah, mukanya pucat, kemudian disusul dengan Liang Ie dan Liang Oh! "Harta yang ada disaku kalian, boleh di bawa, buat bekal kalian berdagang dan menuntut penghidupan yang baik!"   Kata Ko Tie lagi.   "Kalian sebangsa dengan Kwee Lu, seharusnya kalian juga menerima hukuman yang sama beratnya! Tapi aku hanya memusnahkan kepandaian kalian, agar kelak kalian hidup baikbaik!"   Setelah berkata begitu, Ko Tie menarik tangan Giok Hoa, mereka melesat lenyap dari pandangan Sam-lang-hun.   Sedangkan Giok Hoa berlari sambil menggendong gadis kecil itu, puteri Kwee Lu, yang bernama Kwee Su.   Sam-lang-hun berdiri bengong, setelah mereka merangkak bangun, mereka tertegun tidak bisa melangkah, karena merasakan tubuh mereka lemas.   Maka mereka hanya bisa mengawasi ke arah mana tadi Ko Tie dan Giok Hoa pergi.   Dan juga, memang terlihat jelas sekali, bahwa ke dua pemuda itu memiliki kepandaian yang luar biasa sekali, yang baru pertama kali mereka saksikan seumur hidup mereka.   Di dalam hati mereka berjanji, kelak untuk menuntut penghidupan baik-baik, karena tidak ada bagusnya buat mereka, kalau memang mereka masih berkecimpung dalam dunia kejahatan.   Sebab sekarang mereka telah memiliki harta yang cukup buat berdagang dan hidup baik-baik Angin di Kwee-san-cung dingin sekali, samar-samar terdengar suara air terjun Y Waktu itu musim semi, pohon-pohon tampak mulai bermekaran dengan indah dan segar.   Seluruh perkampungan Bu-ciu terlihat permai oleh bunga beraneka ragam, yang mulai bersemi dan juga tampaknya memang seluruh kota penuh oleh keindahan yang ada, juga wajah penduduk tampak begitu berseri-seri.   Dari arah jurusan barat Bu-ciu, terlihat dua orang penunggang kuda.   Merupakan dua orang pemuda yang mirip dengan dua orang pemuda kembar.   Masing-masing mengenakan baju abu-abu.   Muka mereka sama-sama tampan, sikap mereka sangat gagah.   Hanya mereka memiliki perbedaan cuma satu, yaitu yang seorang bertubuh langsing, Mereka tidak lain dari Ko Tie dan Giok Hoa, yang baru tiba di daerah Bu-ciu tersebut, setelah melakukan perjalanan setengah bulan lebih dari Kwee-san-chung.   Kwee Su telah dititipkan kepada seorang wanita setengah baya, penduduk di kaki gunung yang bersedia merawat Kwee Su.   Dengan begitu Ko Tie dan Giok Hoa bisa melanjutkan perjalanan mereka.   Dengan gembira.   Memang melakukan perjalanan di musim semi, di saat bunga bermekaran dan juga hawa udara mulai hangat, merupakan hal yang menyenangkan sekali.   Banyak yang dibicarakan muda-mudi ini dengan gembira sekali, terdengar tertawa mereka yang mengisi kesunyian perjalanan mereka.   Hati mereka telah semakin terpaut dengan sekian lamanya mereka melakukan perjalanan bersama.   Ko Tie semakin mencintai si gadis pujaan hatinya.   Giok Hoa pun semakin tambah berpengalaman setelah berkelana sekian lama dalam rimba persilatan.   Kini iapun menyadari bahwa ia membutuhkan dan mencintai sekali engko Tie nya tersebut.   Mereka merencanakan buat singgah di Bu-ciu, beristirahat beberapa hari di sana.   Tanpa Ko Tie dan Giok Hoa sadari bahwa nama mereka sudah menggemparkan dunia persilatan, karena mereka telah melakukan beberapa pekerjaan besar dengan menumpas para penjahat.   Dan merekapun telah membuat orang-orang rimba persilatan banyak membicarakan mereka.   Dibasminya Kwee Lu dengan anak buahnya, tersiar luas sekali.   Banyak orang rimba persilatan yang merasa heran, bahwa telah muncul jago-jago rimba persilatan memiliki kepandaian tinggi seperti mereka, padahal usia mereka masih muda sekali.   Kematian Jie Sian pun telah menggoncangkan rimba persilatan, karena nenek tua itu adalah seorang tokoh rimba persilatan yang memiliki nama sangat terkenal.   Terlebih lagi seorang dari Thian-san-ngo-kui, yaitu yang bungsu sempat meloloskan diri.   Ia telah menceritakan kepada kawan- kawannya dari aliran hitam tentang kemalangan pihaknya dan kematian Jie Sian.   Tidak mengherankan, diwaktu itu banyak juga orang-orang dari aliran hitam yang berusaha untuk mencari jejak Ko Tie dan Giok Hoa, karena mereka hendak membalas sakit hati Kwee Lu dan Jie Sian.   Nama Ko Tie dan Giok Hoa pun semakin terkenal.   Cuma saja, disebabkan mereka hanya dikenal sebagai "Bie Siauwhiap dan Un Siauwhiap"   Seperti yang mereka perkenalkan diri kepada Samlang-hun, dengan demikian dalam rimba persilatan cuma mengenal Bie Un Ji-hiap.   Tidak seorang pun yang mengetahui siapa sebenarnya mereka berdua, pemuda luar biasa itu.   Sam-lang-hun cuma menceritakan kepada kawan-kawannya, betapa Ko Tie dan Giok Hoa melumpuhkan Kwee-san-chung dengan mudah sekali, mendatangkan kagum luar biasa di kalangan kawan-kawan Sam-lang-hun.   Memang dimusnahkannya kepandaian mereka membuat Samlang-hun bersakit hati, namun mereka jeri buat menuntut balas.   Banyak kawan-kawannya yang menganjurkan agar Sam-lang-hun meminta kesediaan dari orang-orang rimba hijau untuk mencari Ko Tie dan Giok Hoa membalaskan sakit hati mereka.   Namun usul itu telah ditolak oleh Sam-lang-hun karena mereka yakin, kawan-kawannya itu tidak mungkin bisa menghadapi Ko Tie dan Giok Hoa.   Demikianlah, Ko Tie dari Giok Hoa yang tidak mengetahui pergolakan yang tengah terjadi di belakang mereka, yang tengah mencari jejak mereka dan berusaha menyelidiki siapa mereka sebenarnya, telah melakukan perjalanan dengan gembira.   Waktu tiba di Bu-ciu, Ko Tie mengajak Giok Hoa mencari rumah penginapan.   Setelah mereka memperoleh sebuah kamar yang memiliki dua buah pembaringan, mereka memesan makanan yang enak-enak.   Sambil bercakap-cakap dengan gembira, mereka bersantap di dekat jendela maka dari mana mereka bisa memandang keluar, ke jalan raya.   Menjelang malam, Giok Hoa mengajak Ko Tie untuk jalan-jalan menyaksikan keramaian kota, dan Ko Tie tidak menolaknya.   Memang sepasang muda mudi yang tengah dilanda asmara itu selalu saja merasa gembira dan asyik dengan percakapan yang mesra dan juga menggembirakan, di mana merekapun membicarakan tentang hubungan, juga tentang masa depan mereka, tentang segala macam hal.   Keadaan di kota Bu-ciu memang ramai, karena penduduk kota tersebut padat.   Di samping itu memang juga terlihat jelas penduduk kota banyak yang berdagang sampai jauh malam, toko-toko tidak segera tutup walaupun malam telah cukup larut.   Terlebih lagi rumah makan dan tempat pelesiran, di mana mereka membuka semalam suntuk.   Banyak orang yang berkumpul di rumah makan di antara sahabat-sahabatnya buat bercakap-cakap, dengan gembira.   Disamping itu, banyak juga pengemis yang berkeliaran di kota, terutama sekali di rumah-rumah makan, karena mereka mengharapkan sekali memperoleh makanan sisa.   Ko Tie dan Giok Hoa telah mengelilingi kota tersebut sampai mendekati tengah malam.   Mereka mendatangi tempat-tempat yang memiliki pemandangan yang indah permai.   Di samping itu mereka juga telah pergi ke sebuah rumah makan, untuk bersantap malam dengan perlahan-lahan, bercakap-cakap mesra dan juga membicarakan segala yang serba indah.   Anak Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Dilihat dari sikap mereka berdua, ke duanya seperti sudah tidak pernah dipusingkan oleh urusan rimba persilatan.   Mereka tidak mirip-miripnya sebagai orang Kang-ouw, malah lebih tidak cocok lagi sebagai orang-orang yang baru-baru ini menggemparkan rimba persilatan dengan sepak terjang mereka.   Waktu tengah berjalan untuk pulang ke rumah penginapan, mereka lewat di muka sebuah rumah pelesiran.   Rumah yang diterangi oleh teng-to-leng memancarkan sinarnya yang merah itu, dengan suara musik terdengar dari dalam, juga suara tertawa cekikikkan dari para wanita pelesiran di dalam, genit dan centil, membuat muka Giok Hoa jadi berobah merah dan merasa panas sekali.   "Jika kelak engkau sebagai seorang suami, tentunya engkau pun tidak akan berbeda dengan para pria-pria lainnya, sering mengisi waktu senggang dengan mendatangi tempat-tempat pelesiran seperti ini? Bukankah begitu, engko Tie??"   Kata Giok Hoa sambil melirik.   "Hemmmmm, itu masih belum bisa kupastikan!"   Menjawab Ko Tie, tertawa. Muka Giok Hoa semakin merah, tapi sekarang terlihat sikap tidak puasnya.   "Mengapa belum bisa dipastikan? Jika demikian jelas memang kelak engkau pun termasuk seorang laki-laki bedodoran yang tidak punya malu! Tentu suatu saat kelak engkau pun akan datang di rumah-rumah pelesiran ini!"   Ko Tie tertawa, dia bilang.   "Adikku yang manis, engkau jangan cepat cemburu seperti itu! Jika memang aku memperoleh seorang isteri yang buruk sekali, yang tidak cantik, yang cerewet dan senang sekali mengomel, mengapa aku tidak mungkin datang ke rumah pelesiran ini buat menghibur diri? Tentu saja aku bisa datang ke rumah-rumah pelesiran ini! "Tapi jika andaikata aku memperoleh isteri secantik engkau, semanis engkau, mana mungkin aku datang ke tempat-tempat pelesiran, sedangkan isteriku itu seorang yang cantik, seorang yang sangat manis, yang sangat kucintai! Di rumah-rumah pelesiran seperti itu mana ada yang menang dengan kecantikan isteriku?"   Dan Ko Tie tertawa, lagi. Muka Giok Hoa berobah merah. "Boleh aku tahu siapa calon isterimu yang cantik itu?"   Tanyanya sambil mengerling.   "Ya, aku sendiri belum tahu. Tapi aku pasti tidak akan datang ke rumah-rumah pelesiran seperti ini. Jika saja aku bisa memperoleh seorang isteri secantik engkau, misalnya!"   Pipi Giok Hoa berobah semakin merah, dia menunduk, namun tangannya meluncur mencubit lengan Ko Tie.   "Kau laki-laki buaya!"   Kata Giok Hoa.   "Cissss siapa yang kesudian menjadi isterimu? Aku seorang gadis bermuka buruk, memiliki adat yang jelek, mana mungkin cocok menjadi isterimu, seperti yang kau idam-idamkan!"   "Justeru aku mengatakannya kalau saja aku bisa memperoleh isteri seperti engkau, betapa bahagianya aku, dan tentu tidak akan pernah datang ke rumah-rumah pelesiran....."   Kata Ko Tie setelah menjerit dan menggosok-gosok tangannya yang terasa sakit karena cubitan si gadis.   "Aku buruk dan juga tabiatku jelek. Jika aku menjadi isterimu, tentu aku akan menderita dan juga berduka sepanjang hari!"   Kata Giok Hoa, suaranya halus, ia juga bilang dengan perlahan sekali, kepalanya tertunduk dalam-dalam. "Mengapa begitu?!"tanya Ko Tie sambil senyum lebar.   "Karena aku tidak cocok dengan idaman kau!"menyahuti Giok Hoa.   "Aku telah mendengarnya, engkau mengharapkan seorang isteri yang cantik, yang manis yang memiliki perangai sangat baik, baru engkau tidak akan datang ke tempat-tempat pelesiran ini.   "Tapi jika aku yang buruk dan bertabiat jelek ini menjadi isterimu, bukankah engkau akan menjadi si pemuda bedodoran, yang setiap malam mendatangi rumah-rumah pelesiran, sedangkan aku hanya sepanjang malam menangis seorang diri!?"   Ko Tie tertawa, ia tahu-tahu memegang ke dua lengan si gadis, kemudian ia mendekapnya.   "Justeru engkau yang ku idam-idamkan. Engkau cantik seperti seorang bidadari, engkau pun memiliki hati yang lembut dan juga baik sekali. Aku bersedia bersumpah tidak akan pernah menginjakkan kaki walaupun hanya setengah langkah ke tempattempat seperti itu, jika saja engkau bersedia kelak menjadi isteriku!"   Bahagia sekali Giok Hoa, ia membiarkan tangan Ko Tie mengusapusap lembut rambutnya.   Malah, tangan kanan Ko Tie tahu-tahu telah memegang dagunya, mengangkatnya, sehingga si gadis menengadah dan Ko Tie menundukkan kepalanya mencium bibir si gadis.   Untuk sementara Giok Hoa merasakan dirinya seperti melayanglayang hangat sekali.   Baru pertama kali ini ia dicium oleh lawan sejenisnya.   Ia merasakan betapa nikmat dan hangat membahagiakan sekali.   Tapi, mendadak sekali, seperti tersentak, Giok Hoa mempergunakan ke dua tangannya mendorong dada Ko Tie, sampai pemuda itu terhuyung mundur ke belakang.   "Adik Hoa!?"   Ko Tie terkejut.   "Laki-laki buaya tidak tahu malu Apakah engkau tidak takut nanti jadi tontonan orang ramai? Ini tokh jalan raya?"   Kata si gadis sambil menjejakkan ke dua kakinya.   Tubuhnya melesat meninggalkan tempat itu, dan di waktu itu juga terlihat ia tersenyum malu, tapi bahagia sekali hatinya.   Walaupun ia tadi berkata dengan sikap marah, namun hatinya sesungguhnya bahagia bukan main.   Malah ia mengharapkan lagi, di suatu saat kelak, ia bisa dicium seperti itu lagi oleh Ko Tie! Ko Tie tersenyum, ia mengetahui bahwa Giok Hoa sesungguhnya tidak marah oleh perbuatannya.   Ia mengejar sambil memanggilmanggil si gadis.   Akhirnya ia bisa mengejar sampai di sisi si gadis.   "Adik Hoa, kau marah?!"   Tanya Ko Tie kemudian, dengan suara yang halus. Giok Hoa memperlahankan larinya, dia mengerling sambil katanya.   "Aku takut berteman dengan laki-laki buaya seperti kau!"   "Aku tidak akan melakukan perbuatan itu lagi, adik Hoa. Tentunya engkau tidak marah bukan?"   Ko Tie bilang.   "Cissss, jika lain kali engkau melakukannya lagi, aku akan menampar mulutmu itu agar gigimu rontok!"   Kata si gadis dengan pipi berobah merah.   Tapi Ko Tie melihat, gadis itu memang tidak marah.   Sambil tersenyum si pemuda telah berlari terus mengikuti Giok Hoa di sisinya! Giok Hoa telah berlari terus, kembali ke rumah penginapan.   Waktu akan tidur, tampak Ko Tie masih sempat bilang.   "Selamat tidur adikku yang manis, semoga engkau bermimpi."   "Mimpi apa?"   Bentak Giok Hoa sambil cemberut marah.   Padahal hatinya waktu itu senang dan bahagia sekali.   Dan Ko Tie melihat si gadis tengah cemberut seperti itu jadi tertegun.   Karena dilihatnya, di bawah cahaya api lilin, yang redupredup di dalam kamar mereka, waktu cemberut seperti itu Giok Hoa benar-benar cantik menawan hati.   Dan jika ia tidak kuatir nanti si gadis memiliki prasangka yang tidaktidak dan salah, tentu dia akan menubruk, untuk mencium dan menggigit bibir si gadis yang tengah cemberut itu.   Dan Ko Tie cuma menahan liurnya.   "Bermimpi indah tentunya....."   Kata Ko Tie pada akhirnya, suaranya serak dan perlahan hampir lenyap tidak terdengar.   "Dan akupun memohon kepada Thian, agar diberikan impian yang indah, impian yang memberikan kesempatan kepadaku mencium..... mencium....."   "Mencium apa?"   Bentak Giok Hoa, pipinya telah berobah merah.   "Mencium gulingku!"menyahuti Ko Tie akhirnya.   Si gadis tahu, bahwa ia tengah diperolok-olok.   Namun ia girang.   Walaupun mukanya sengaja semakin cemberut, sedangkan bantalnya telah dilontarkan kepada Ko Tie, sambil makinya seperti marah.   "Cissss, laki-laki-buaya tidak tahu malu..... Jikalau bersikap kurang ajar sekali lagi saja, untuk selamanya aku tidak mau tidur sekamar lagi denganmu..... Biarlah aku akan pindah kamar saja."   "Ohhhhh, jangan! Tidak! Aku berjanji, aku bersumpah, tidak akan berlaku kurang ajar lagi kepadamu..... aku akan menjadi laki-laki yang alim, jika memang buaya, buaya yang alim dan tenang mengapung di permukaan air!"   Sambil berkata begitu Ko Tie menyambuti bantal si gadis.   Ia tertawa keras! Kemudian dengan sikap yang disengaja seperti tengah memperlihatkan sikap yang menghormat sekali, Ko Tie mengembalikan bantal si gadis.   Pipi Giok Hoa berobah merah, tapi senang sekali hatinya.   Ia menyambuti bantal itu, namun tangan kirinya telah meluncur, mencubit lengan Ko Tie, sampat Ko Tie berseru kesakitan.   Di waktu itu, Ko Tie kembali ke pembaringannya, ia telah tertidur dengan bibir tersenyum lebar.   Giok Hoa tidak segera tidur.   Pengalamannya hari ini benar-benar luar biasa.   Ia bahagia sekali.   Ia malu bukan main.   Tapi ia pun mengharapkan bisa mengalaminya satu kali lagi, Ko Tie menciumnya.   Pemuda itu memang dicintainya.   Ko Tie seorang pemuda sejati.   Ia sangat dihormatinya karena sikapnya yang halus dan tidak pernah berlaku kurang ajar.   Dan Giok Hoa memang menyukainya.   Oleh karena itu, iapun telah melirik berulang kali kepada Ko Tie yang telah tidur di pembaringan di seberangnya.   Si gadis jadi tersenyum beberapa kali dengan sendirinya.   Dilihatnya Ko Tie tertidur dengan tubuh yang merengket dan juga muka yang berseri-seri, bibirnya tersenyum.   Dilihat juga oleh Giok Hoa, betapa kelopak mata Ko Tie yang tertutup rapat itu bergerakgerak.   Dan si gadis jadi tersenyum sendiri! Tentu Ko Tie pun sama seperti dia, tidak bisa segera tidur pulas, hanya saja pemuda itu sengaja menutup rapat matanya, untuk pura-pura tidur.   Giok Hoa sengaja membalikkan tubuhnya ke arah lain, memunggungi Ko Tie.   Dan ia tertidur dengan bibir tersenyum manis sekali......   Iapun memang bermimpi indah sekali, bermimpi bergurau dengan Ko Tie, bercumbu dan berciuman.   Sampai gadis itu kaget sendirinya terbangun dari tidurnya.   Karena dalam mimpinya justeru ia yang merangsek Ko Tie, ia merangkul kuat-kuat dan geregetan, dia yang melumat bibir pemuda itu.   Tapi waktu tersadar dari tidurnya, keadaan di dalam kamar tetap sunyi, gelap gulita, api penerangan di dalam kamar telah dipadamkan.   Dan ketika ia melirik ke pembaringan Ko Tie, dilihatnya pemuda itu tengah tidur nyenyak dengan mendengkur.   Gadis ini jadi tenang hatinya, walaupun pipinya berobah merah panas, hatinya senang karena itu hanya impian belaka, yang tidak mungkin diketahui oleh Ko Tie.   Ia pun telah memejamkan matanya lagi buat tidur.....   bibirnya tersenyum bahagia.   Y Begitu fajar menyingsing, Giok Hoa terbangun dari tidurnya.   Waktu ia menoleh, dilihatnya Ko Tie masih tertidur nyenyak sekali.   Perlahan-lahan si gadis turun dari pembaringannya.   Agar tidak menimbulkan suara, ia keluar dari kamar, memanggil pelayan, buat mempersiapkan santapan pagi.   Ia telah salin pakaian dikala ia menantikan tibanya santapan pagi itu.   Setelah pelayan mengantarkan santapan yang dipesannya, Giok Hoa yang mengatur sendiri di atas meja.   Ia memesan cukup banyak makanan, dan juga ia telah menyusunnya dengan rapi.   Kemudian si gadis duduk di kursi mengawasi Ko Tie yang masih tertidur lelap Dipandangi seperti itu, walaupun semula Ko Tie tertidur nyenyak, tiba-tiba ia seperti tersentak, perasaan halusnya telah menyatakan bahwa ada seseorang tengah mengawasinya.   Ia terbangun dari tidurnya, dan menoleh kepada si gadis.   Justeru dilihatnya Giok Hoa tengah duduk di depan meja, dekat pembaringannya, tengah mengawasi sambil tersenyum manis sekali.   Ko Tie jadi malu.   Cepat-cepat ia mengucek-ucek matanya, katanya sambil turun dari pembaringan.   "Maafkan adik Hoa, aku tertidur terlampau nyenyak sekali"   Segera juga Ko Tie pergi ke kamar mandi untuk salin pakaian, barulah kemudian setelah cuci muka ia duduk di depan si gadis. "Sudah lama kau bangun, adik Hoa?"   Tanya Ko Tie. Giok Hoa mengangguk.   "Ya, sudah cukup lama aku menantikan kau bangun,"   Menyahuti si gadis.   "Mimpi apa kau tadi malam?"   Muka Ko Tie jadi berobah merah, tapi ia tertawa.   "Aku memang bermimpi, tapi jika aku memberitahukan kepadamu, tentu engkau akan marah....."   Menyahuti Ko Tie.   "Ayoh beritahukan padaku mimpi itu!"   Desak Giok Hoa ingin mengetahui. Ko Tie mennggeleng.   "Jangan ahh, nanti engkau marah!"   "Tidak! Kau harus memberitahukannya kepadaku!"   Desak si gadis.   Anak Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Kau mau berjanji tidak marah jika aku menceritakan mimpiku itu?"   Tanya Ko Tie sambil tetap tersenyum. Si gadis jadi cemberut.   "Kau mau memberitahukan atau tidak?" "Jika kau tidak mau berjanji bahwa engkau tidak marah mendengar mimpiku itu, barulah aku menceritakannya!"   "Baiklah!"   Mengangguk Giok Hoa.   "Aku berjanji tidak akan marah. Nah, sekarang kau ceritakanlah mimpimu itu!"   "Aku semalam bermimpi"   Berkata sampai di situ Ko Tie berhenti dulu, ia tersenyum.   "Ayo katakan!"   Desak Giok Hoa tak sabar.   "Aku bermimpi mencium kau adik Hoa!"   Menjelaskan Ko Tie pada akhirnya.   "Cisssssss! Tidak tahu malu!"   Berkata Giok Hoa yang mukanya seketika berobah merah. Ko Tie tertawa.   "Tapi kau berjanji tidak akan marah bukan?"   Kata Ko Tie kemudian.   "Justeru dalam mimpiku itu, engkau tidak marah dicium malah minta lagi"   Tiba-tiba tangan kanan si gadis meluncur, dia mencubit tangan Ko Tie kuat-kuat. "Aouwwwww!"   Menjerit Ko Tie kesakitan tapi tertawa.   "Tadi kau berjanji tidak akan marah?!"   "Engkau laki-laki tidak tahu malu!"   Kata Giok Hoa dengan pipi berobah merah.   Ia jadi malu sekali.   Diam-diam dia jadi bingung juga, mengapa si pemuda bisa bermimpi yang sama seperti yang dimimpikannya semalam.   Di mana ia yang merangsek si pemuda, yang melumat lahap bibir si pemuda itu.   Karena itu, Giok Hoa jadi malu bukan main.   Dia menunduk dalamdalam, dan masih menggumam.   "Selanjutnya aku tidak ingin bicara lagi dengan kau!"   "Ihhhhh, kok begitu?"   Kata Ko Tie cepat dan agak gugup.   "Bukankah engkau telah mendesak agar aku menceritakan mimpiku itu?!"   "Tapi engkau memiliki pikiran yang kotor!"   Kata Giok Hoa kemudian cemberut.   "Mengapa pikiranku kotor, bukankah mimpi datang tidak bisa ditolak. Jika memang bisa ditolak, tapi jika mimpi bisa mencium engkau, adikku manis, tentu aku seribu kali tidak akan menolaknya!"   Tangan Giok Hoa ingin bergerak mencubit Ko Tie lagi, tapi pemuda itu telah mendoyong tubuhnya ke belakang, bersiap-siap menghindar.   "Adikku yang manis.....!"   Kata pemuda itu sambil tertawa.   "Tentunya engkau..... engkau juga senang sekali jika saja kita bisa berhubungan lebih intim. Aku sangat mencintaimu..... aku sangat mencintaimu.....!"   Pipi Giok Hoa semakin berobah merah.   "Sudah, jangan ngoceh terus!"   Katanya kemudian.   "Aku tidak mau bicara dengan kau!"   Ko Tie tertawa.   Mereka bersantap.   Tapi, namun akhirnya dia sendiri yang banyak bicara, bercerita perihal pengalamannya yang telah dialaminya beberapa waktu yang lalu, di mana ia mengatakan dia senang sekali bisa mencoba kepandaiannya dengan membasmi penjahat.   Ko Tie juga sudah tidak menyinggung-nyinggung lagi, walaupun Giok Hoa mengancam tidak mau bicara lagi dengan Ko Tie, dan berpikir, soal "Cium-ciuman"   Itu, karena ia kuatir nanti si gadis akan marah.   Karena itu, diapun tidak pernah menyinggung-nyinggung atau menggoda si gadis lagi.   Dia telah bersantap dengan lahap sekali.   Demikian juga si gadis yang makan dengan gembira, merekapun bermaksud untuk keluar pesiar ke tempat-tempat yang indah di Bu-ciu.   Dan Ko Tie menyetujuinya karena dengan pesiar ke tempat-tempat yang indah, mereka jelas memiliki waktu yang cukup banyak untuk menjalin kemesraan mereka berdua.   Begitulah, setelah berpakaian rapi, ke duanya keluar meninggalkan rumah penginapan.   Di depan rumah penginapan Ko Tie bertanya kepada seorang pelayan, tempat mana yang indah di Bu-ciu ini.   Pelayan itu mengawasi ke dua tamunya ini.   Ia kagum melihat tampannya Ko Tie dan Giok Hoa yang masih tetap menyamar sebagai seorang pemuda.   Sampai akhirnya pelayan itu bilang.   "Jika memang tuan berdua ingin mencari tempat yang indah, kebetulan sekali hari ini Ang-kie-pay (Perkumpulan Bendera Merah) tengah mengadakan pesta di telaga Bie-ouw, duapuluh lie dari Bu-ciu..... Hari ini di sana berkumpul kurang lebih ratusan orang-orang rimba persilatan yang memiliki kepandaian tinggi.   "Mereka akan bertanding bermacam cara untuk memeriahkan pesta itu. Di sana ada juga musik-musik yang akan diperdengarkan oleh para pemain musik terkenal di Bu-ciu! "Cuma nasibku dasar sial. Aku sebagai pelayan rumah penginapan ini, aku tidak ijinkan oleh majikanku buat pergi menyaksikan keramaian, karena majikanku kuatir banyak tamu yang perlu dilayani! Hai! Hai! Jika saja memang aku bisa menyaksikan keramaian itu."   Ko Tie tidak menanti sampai ocehan dari pelayan itu habis, ia telah menarik tangan Giok Hoa, diajaknya pergi.   "Ang-kie-pay mengadakan pesta, tentu memang meriah! Perkumpulan apakah Ang-kie-pay itu? Tentunya merupakan lintah darat dan buaya-buaya darat di kota ini.. Para jagoan kota! "Hemmm, tampaknya, Ang-kie-pay merupakan perkumpulan yang tidak kecil. Karena menurut pelayan itu, yang akan berkumpul di tempat pesta mereka itu, jumlahnya lebih dari ratusan orang-orang rimba persilatan, yang semuanya berasal dari kalangan Kang-ouw. "Tentunya memang di sana akan ramai. Karena dari itu, ada baiknya kita pergi ke sana untuk menyaksikan keramaian.!"   Giok Hoa setuju.   "Ya, memang kita perlu keramaian!"   Katanya kemudian mengangguk beberapa kali.   "Adikku, cuma saja, ada sesuatu yang membuat aku menyesal jika kita pergi ke sana!"   Kata Ko Tie bersungguh-sungguh. Giok Hoa kaget.   "Kenapa?"   Tanyanya heran.   "Karena di sana sangat ramai sekali, tentu aku tidak memiliki kesempatan walaupun satu detik buat menciummu!"   Menggoda Ko Tie, Muka si gadis berubah merah, dia malu sekali. Dia juga berkata galak sambil mengayunkan tangannya.   "Akan kutampar mulutmu, engko Ko Tie."   Tapi Ko Tie memang tahu penyakit, dia telah berlari sambil tertawa. Si gadis mengejarnya. Namun akhirnya Ko Tie membiarkan pundaknya dipukul oleh Giok Hoa. Tentu saja bukan pukulan yang keras, hanya pukulan yang lunak. Ko Tie sengaja mengaduh-aduh.   "Kalau mulutmu kurang ajar lagi, aku akan memukul sampai kau berlutut minta ampun!"   Mengancam si gadis dengan muka yang berubah merah. Ko Tie merangkapkan ke dua tangannya, sambil menahan senyum, ia bilang.   "Siauw-jin akan mematuhi perintah Toa-ya."   Mau atau tidak Giok Hoa tertawa juga.   Dan mereka melanjutkan perjalanan pula dengan hati yang bahagia.   Sepanjang perjalanan, memang mereka seringkali bertemu dengan orang-orang yang berpakaian sebagai orang Kang-ouw, dengan berbagai senjata tajam terlihat berada di punggung dan di pinggang mereka.   Semua orang Kang-ouw yang bertemu dengan mereka, tidak memperhatikan mereka.   Karena mereka berdua adalah pemudapemuda tampan, yang tidak mirip-miripnya sebagai seorang rimba persilatan.   Tampaknya sebagai kutubuku-kutubuku belaka.   Dan jika ada yang tertarik juga memperhatikan mereka, karena ke dua pemuda itu sangat tampan sekali.   Waktu itu mereka telah tiba di dekat telaga, di mana mereka semakin banyak bertemu dengan orang rimba persilatan.   Bermacam-macam orang rimba persilatan itu.   Ada yang tua, ada yang muda, ada yang kejam dan bengis, tapi ada juga yang mukanya memancarkan sikap penyabar.   Tapi yang terbanyak umumnya mereka merupakan orang-orang dengan tampang menyeramkan.   Ko Tie dan Giok Hoa segera dapat menduga, bahwa Ang-kie-pay tentunya merupakan perkumpulan dari aliran hitam.   Melihat tamutamunya yang sebagian terbesar terdiri dari orang-orang Kangouw aliran hitam, tentunya Ang-kie-pay memang merupakan perkumpulan yang tidak baik.   Karena itu, sambil menoleh kepada Giok Hoa, Ko Tie berbisik.   "Jika memang perlu, kita turun tangan. Karena tampaknya Ang-kie-pay bukan perkumpulan manusia-manusia baik!"   Giok Hoa mengangguk mengiyakan.   Di waktu itu, orang Kang-ouw yang berkumpul di tepi telaga tersebut, ramai sekali.   Mereka tengah bercakap-cakap dengan gembira dan berisik sekali.   Di tepi telaga Bie-ouw telah ramai bukan main, di sebelah barat telaga itu dibangun sebuah panggung yang cukup tinggi dan mewah.   Sedangkan di pinggir kiri kanannya terdapat tetarap yang dibangun untuk menampung para tamu yang berdatangan.   Ko Tie dan Giok Hoa mengambil tempat di belakang di sebelah kanan dari panggung.   Mereka duduk dengan tenang sambil memperhatikan keadaan di sekitar tempat itu, mengawasi semua orang yang berkumpul di situ.   Banyak orang-orang yang bekerja sebagai pelayan Ang-kie-pay, melayani tamu-tamu.   Mereka sibuk menyediakan minuman dan makanan.   Waktu itu, di tengah telaga, terdapat sebuah kapal yang cukup besar dan angker sekali dengan segala hiasan.   Rupanya, pemimpin-pemimpin Ang-kie-pay berada di dalam kapal itu.   Maka Ko Tie dan Giok Hoa memperhatikannya ke arah kapal itu, yang rupanya di dalam kapal tersebut terdapat tidak sedikit orang-orang lihay.   Apa yang diduga oleh Ko Tie dan Giok Hoa memang tidak meleset, sebab waktu itu tampak sesosok tubuh telah melayang keluar dari kapal, dan telah menuju ke panggung.   Gin-kang yang diperlihatkannya memang mahir dan tinggi.   Ko Tie yang melihat gerakan orang itu, hanya tersenyum saja.   Giok Hoa bilang dengan suara tawar.   "Hemmm, mereka mulai menjual lagak!"   "Ya!"   Ko Tie mengangguk.   Orang yang hinggap di atas punggung itu, ternyata seorang lelaki tua berusia kurang lebih enampuluh tahun, dengan kumis dan jenggot yang telah memutih dan kulit muka yang keriputan.   Matanya yang sipit itu memancarkan sinar yang sangat tajam, seakan juga ingin menembusi semua orang yang berkumpul di situ karena sebelum berbicara, ia telah menyapu memandang semua orang yang berada di situ, barulah kemudian dia telah merangkapkan sepasang tangannya, dia menjurah sambil katanya dengan suara yang parau keras.   "Saudara-saudara sekalian, juga para Ho-han yang berkumpul di sini, yang telah meringankan kaki hadir dalam pesta yang kami adakan! Atas nama Pang-cu, aku menyampaikan syukur dan terima kasih kami!"   Setelah berkata begita orang tua tersebut menjurah tiga kali.   Ia mengawasi sekelilingnya, di mana semua orang yang hadir, di sebelah kanan maupun sebelah kiri panggung itu bertepuk tangan ramai sekali.   Setelah keadaan meredah kembali, barulah orang tua itu meneruskan perkataannya.   "Sebenarnya, maksud kami menyelenggarakan pesta ini, hanyalah untuk memperingati perkumpulan kami telah berusia lima tahun! Berkat dari kesetiaan kawan-kawan Kang-ouw, kami dapat hidup terus dengan subur dan juga dapat menancapkan kaki di dalam kalangan Kang-ouw.   "Karena itu, tidak lupa, untuk menyatakan terima kasih kami dengan menyelenggarakan pesta ini! Dan juga di samping untuk ucapan terima kasih, Pang-cu kami memiliki maksud satu lagi, yaitu ingin memperkenalkan diri kepada kawan-kawan Kang-ouw di Bu-ciu ini tentang perkumpulan kami, yaitu Ang-kie-pay!"   Setelah berkata begitu, orang tua itu mementangkan ke dua tangannya, disambut oleh tepuk tangan yang riuh dan ramai.   Sedangkan Ko Tie dan Giok Hoa segera dapat menduga, tentunya Ang-kie-pay, memang bermaksud hendak mementangkan sayap dan kekuasaannya di Bu-ciu ini, di mana mereka hendak mengunjukkan gigi dan juga bermaksud hendak menanamkan kekuasaannya di Bu-ciu.   Dengan demikian, sengaja mereka membangun panggung.   Jelas Ang-kie-pay akan memajukan orang-orangnya, untuk dapat memperlihatkan betapa anggota Ang-kie-pay memang semuanya memiliki kepandaian yang lihay dan juga akan dapat merubuhkan dan menghadapi jago Bu-ciu yang mana saja! Itulah suatu maksud untuk kepentingan kekuasaan dari orangorang Ang-kie-pay belaka maka telah membuat Ko Tie dan Giok Hoa semakin memiliki kesan tidak baik pada perkumpulan tersebut.   Sedangkan orang tua itu setelah mementangkan ke dua tangannya, dan tepuk tangan maupun pujian meredah, mereka semua telah berdiam diri, barulah ia berkata dengan suara yang lebih nyaring lagi.   "Untuk menambah meriah pesta kami ini, karena itu kami akan menampilkan dua orang anggota muda kami, untuk dapat main1742 main di panggung, guna memperlihatkan kejelekan mereka Harap para tamu tidak menertawainya!"   Menyelesaikan perkataannya itu, tampak orang tua ini telah menepuk ke dua tangannya, di mana dia telah menepuknya sebanyak tiga kali, dan suaranya juga sangat nyaring sekali.   Segera tampak dari kapal itu melesat dua sosok tubuh.   Sama halnya seperti yang dilakukan oleh orang tua itu, ke dua sosok tubuh itu juga berjumpalitan di tengah udara.   Anak Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Dan mereka melompat enam kali untuk dapat tiba di lantai panggung tersebut.   Ke dua orang itu adalah dua orang pemuda berusia duapuluh tahun lebih, ke duanya memakai baju warna merah yang singsat, dengan pedang tergemblok di tubuh masingmasing.    Leak Dari Gua Gajah Karya Kho Ping Hoo Pendekar Bego Karya Can Pertikaian Tokoh Tokoh Persilatan Karya Chin Yung

Cari Blog Ini