Ceritasilat Novel Online

Anak Rajawali 40


Anak Rajawali Karya Chin Yung Bagian 40


Anak Rajawali Karya dari Chin Yung   Ia meletakkan juga ke dua buntalannya.   Kemudian dia malah memapak para lawannya itu, dengan pedang yang terhunus.   Tanpa mengucapkan sepatah perkataan pun juga, pedangnya itu telah bekerja, di mana dia menikam dan menabas dengan hebat sekali kepada Gorgo San dan Kiang-lung Hweshio.   Apa yang dilakukannya benar-benar merupakan penyerangan yang nekad.   Giok Hoa bertekad, karena tidak bisa melarikan diri, dari pada ia akhirnya mati juga di tangan musuhnya.   Karena dengan membawa beban seperti Ko Tie membuat gerakannya tidak leluasa.   Di waktu itulah ia telah menyerang dengan pedangnya mati-matian agar sebelum mati ia bisa membunuh lawannya sebanyak-banyaknya.   Pedangnya berkelebat-kelebat.   Giok Hoa mempergunakan ilmu pedang Giok-lie-kiam-hoat yang menjadi andalannya.   Memang segera terdengar suara jerit kematian dari dua orang anak buah Kiang-lung Hweshio.   Akan tetapi, si gadis juga tidak urung telah kena dilukai oleh Kianglung Hweshio, di mana pundaknya telah kena diketok dengan keras sekali oleh kayu pemukul bok-hienya si pendeta, sehingga dia merasakan pundaknya itu seperti juga menjadi patah.   Untung saja itulah pundaknya yang sebelah kiri, dengan begitu dia masih bisa menyerang dengan pedang yang tercekal di tangan kanannya kalap sekali.   Dia menikam dan melukai lengan Kianglung Hweshio.   Gorgo San tidak ikut menyerang Giok Hoa melainkan dengan berlari-lari gesit dia menuju ke tempat di mana Ko Tie tengah rebah tidak berdaya.   Menyaksikan itu, Giok Hoa menjerit kaget, dan hendak memutar tubuh mengejarnya.   Namun Kiang-lung Hweshio dan anak buahnya segera melibatnya dengan serangan-serangan yang membuat si gadis tidak memiliki kesempatan untuk memutar tubuhnya mengejar Gorgo San.   Giok Hoa jadi panik, tubuhnya berkelebat ke sana ke mari dengan lincah, pedangnya juga telah menyambar bergulung-gulung.   Dengan cara menyerang seperti itu, si gadis benar-benar telah memperlihatkan kelihayan Giok-lie-kiam-hoat, apalagi memang dia tengah bingung dan menjadi kalap, maka setiap serangannya merupakan tikaman yang nekad.   Cuma saja, karena memang Kiang-lung Hweshio dan anak buahnya merupakan manusia-manusia licik, dengan sendirinya mereka selalu main menghindar.   Mereka tidak mau melayani serangan si gadis, yang terpenting bagi mereka adalah mengepung terus gadis itu, agar Gorgo San memiliki kesempatan buat membunuh Ko Tie yang tengah rebah tidak berdaya di bawah sebatang pohon.   Di kala itu terlihat sepasang mata Gorgo San memancarkan sinar yang buas dan bengis sekali.   Dia memang kejam, dan sekarang karena ia telah terluka di dalam akibat pukulan Ko Tie, dendamnya meluap.   Sekarang dia hendak mempergunakan kesempatan ini buat membunuh Ko Tie, yang dalam keadaan tidak berdaya itu.   Mulut Gorgo San tampak tersenyum mengejek dan menakutkan.   Jarak mereka terpisah tinggal dua tombak lagi.   Gorgo San melihat Ko Tie dalam keadaan pingsan tidak sadarkan diri.   Tentu dengan satu kali menggerakkan tangannya, dia bisa membunuhnya dengan mudah sekali tanpa memperoleh perlawanan.   Karena itu, dengan bernapsu dia berlari lebih cepat.   Tiga kali lompatan dia telah berada di samping Ko Tie.   Tanpa membuang waktu lagi dia mengangkat tangan kanannya, bermaksud menepuk batok kepala Ko Tie menjadi hancur dan remuk.   Tapi, begitu tangan Gorgo San tengah meluncur, dan Giok Hoa menjerit kalap melihat Ko Tie terancam keselamatannya di tangan Gorgo San.   Sedangkan dia tidak berdaya melepaskan diri dari libatan lawannya, sehingga dia tidak bisa melindungi Ko Tie.   Di kala itulah, dari balik sebatang pohon telah berkelebat sesosok bayangan.   Tangan sosok bayangan tersebut menyambar ke punggung Gorgo San.   "Dukkkk!"   Punggung Gorgo San telah kena dihantam dan tubuhnya terpental jumpalitan di tanah.   Sambil mengeluh perlahan dia memuntahkan darah segar, tubuhnya kemudian lunglai dan lemas tidak bisa bergerak lagi, karena ia telah pingsan tidak sadarkan dirinya lagi.   Kiang-lung Hweshio dan kawan-kawannya kaget tidak terkira.   Demikian juga Giok Hoa.   Tapi si gadis kaget bercampur dengan perasaan girang luar biasa.   Orang yang telah menolongi Ko Tie, segera juga menyambar tubuh Ko Tie, yang dilarikan dengan gesit sekali lenyap ke dalam hutan.   Giok Hoa berseru kaget, tapi ia tidak bisa melihat jelas penolong Ko Tie, karena orang itu bergerak sangat cepat dan gesit sekali, sehingga hanya dalam waktu beberapa detik, tubuhnya telah lenyap lagi ke dalam hutan dengan membawa serta Ko Tie.   Sungguh hal itu membuat Giok Hoa jadi kalap.   Tanpa memperdulikan Kiang-lung Hweshio dan lainnya, Giok Hoa berlari menyusul.   Ia masih sempat menyambar ke dua buntalannya, kemudian menerobos masuk ke dalam hutan, buat menyusul orang yang telah membawa Ko Tie.   Tapi berlari sekian lama, tetap saja ia tidak berhasil menemukan jejak orang itu, yang tampaknya memang sangat lihay dan memiliki gin-kang yang mahir sekali, karena waktu ia muncul dari dalam hutan, menghantam punggung Gorgo San, kemudian mengangkat tubuh Ko Tie dan kembali lari masuk ke dalam hutan itu.   Semua itu berlangsung hanya dalam beberapa detik saja, malah karena cepat dan gesitnya gerakan orang tersebut, membuat Giok Hoa tidak bisa melihat jelas keadaan muka orang itu.   Si gadis cuma bisa melihat gumpalan warna hijau, warna dari baju orang tersebut.   Mati-matian Giok Hoa mengejar terus masuk ke dalam hutan itu, ia mengerahkan seluruh gin-kangnya, buat berlari secepat mungkin, untuk menyusul orang yang menculik Ko Tie, agar dia dapat dengan segera merebut Ko Tie kembali.   Memang diakuinya, bahwa Ko Tie memiliki kepandaian yang sangat tinggi.   Tapi dia dalam keadaan tidak berdaya, di mana dia tengah keracunan dan juga sedang pingsan.   Orang yang telah menculiknya itu tidak diketahuinya dari pihak musuh atau kawan.   Karena itu Giok Hoa mengejar seperti kalap, menerjang banyak pohon-pohon dan terus juga berlari dengan kaki yang terluka oleh tusukan duri.   Si gadis sudah tidak memperdulikan segala apapun juga, ia berlari terus dengan cepat.   Cuma sayangnya orang yang menculik Ko Tie memang memiliki gin-kang yang tinggi luar biasa, sehingga dia sama sekali tidak meninggalkan jejak.   Giok Hoa mengejar terus, juga memanggil-manggil nama Ko Tie.   Tapi sampai suaranya serak dan ia pun lelah sekali, karena setengah harian berlari-lari terus, bahkan telah sampai di luar permukaan hutan di bagian lainnya, dia masih tidak berhasil menemui jejak dari orang yang menculik Ko Tie.   Keadaan di hutan itu sunyi sekali.   Sedangkan Kiang-lung Hweshio tidak mengejarnya, karena mereka telah menyaksikan bahwa orang yang melukai Gorgo San dan kemudian menculik Ko Tie adalah seorang yang memiliki kepandaian tinggi.   Karena itu, mereka tidak mengejarnya.   Apa lagi di dalam rimba persilatan memang terdapat satu pantangan, yaitu siapapun adanya orang Kang-ouw, jika memang bertemu dengan hutan, sekali-kali tidak boleh menerobos masuk ke dalam hutan, karena akan membuat orang itu menghadapi bahaya yang tidak kecil.   Alasan itu pula yang akhirnya membuat Kiang-lung Hweshio tidak mengejar dan perintahkan anak buahnya agar menggotong Gorgo San.   Mereka segera meninggalkan hutan tersebut, agar dapat cepatcepat mengobati Gorgo San, yang keadaannya tampak sangat parah sekali, karena luka yang dideritanya itu pun tidak ringan.   Giok Hoa akhirnya menjatuhkan dirinya duduk di bawah sebatang pohon.   Dia duduk termenung di situ, karena dia tidak berhasil untuk mencari jejak dari penculik Ko Tie, dan berarti Ko Tie tidak berhasil dicarinya pula.   Maka segera juga Giok Hoa berpikir untuk mengelilingi hutan itu beberapa saat lagi, dan setelah ia melakukannya, tetap saja tidak berhasil menemukan jejak si penculik dan Ko Tie.   Ia pun meninggalkan hutan itu dengan hati yang berduka bukan main.   Tapi di dalam hati kecilnya, dia berharap bahwa orang yang telah menculik Ko Tie adalah seorang yang bermaksud hendak menolongi pemuda itu, agar dapat diobatinya.   Dan siapa tahu nanti mereka bisa bertemu lagi.   Dengan hati yang gelisah dan bingung, akhirnya Giok Hoa telah melanjutkan perjalanannya, dan juga ia merasa berkuatir sekali, kalau-kalau Ko Tie tidak dapat ditolong dan menemui ajalnya.   Karena itu, disebabkan bingung dan juga tidak tahu ke mana dia harus pergi, akhirnya Giok Hoa memutuskan untuk pulang ke gurunya dan memberitahukan apa yang telah terjadi kepada gurunya dan Swat Tocu Y Mari kita melihat keadaan Ko Tie.   Waktu ia diangkat oleh orang yang menolonginya, ia tetap berada dalam keadaan pingsan tidak sadarkan diri.   Orang itu, yang telah menghantam Gorgo San sampai jungkir balik dan pingsan tidak sadarkan diri, merupakan seorang lelaki tua yang memelihara jenggot panjang sekali.   Kopiahnya merupakan kopiah bulat.   Dan juga jubah panjangnya itu, berwarna hijau.   Telapak tangannya memang hebat sekali, sekali hantam telah membuat tubuh Gorgo San terpental begitu jauh.   Ia pun dapat bergerak sangat cepat luar biasa.   Begitu ia mengangkat tubuh Ko Tie, segera ia lenyap pula di dalam hutan.   Giok Hoa tidak melihat mukanya dengan jelas.   Hal itu membuktikan betapa tingginya gin-kang orang tersebut.   Orang tua itu, yang memakai jubah warna hijau, terus juga berlari gesit sekali dengan menggendong Ko Tie.   Tubuhnya seperti juga terbang saja, tanpa menginjak tanah, ke dua kakinya seperti juga melayang-layang, karena memang itu disebabkan terlalu cepatnya ia berlari.   Itulah sebabnya, mengapa Giok Hoa tidak berhasil mengejar dan mencari jejaknya.   Sebab orang tua yang berjenggot panjang dan juga memakai jubah warna hijau tersebut, telah berlari dengan gesit keluar di bagian lainnya dari permukaan hutan itu, ia tidak menghentikan larinya, tubuhnya melesat terus menuju ke barat.   Dan akhirnya, orang tua itu bersama Ko Tie telah sampai di sebuah lamping gunung.   Dengan lincah, lebih lincah dari gerakan seekor monyet, orang tua itu telah berlari naik ke atas lamping itu, di mana ia telah bergerak begitu gesit, walaupun ia menggendong Ko Tie.   Ko Tie yang berada dalam gendongannya, sama sekali tidak bergerak-gerak.   Dia masih dalam keadaan pingsan, dan tidak mengalami goncangan, karena orang tua itu menggendongnya dan membawa lari seperti juga ia terbang saja, tanpa tubuhnya bergerak.   Dengan demikian, membuat Ko Tie seperti tengah rebah di atas pembaringan.   Akhirnya, mereka tiba di hadapan sebuah goa yang cukup besar.   Orang tua itu menghela napas.   Dia berhenti di depan goa tersebut, kemudian menurunkan Ko Tie, yang direbahkannya di depan mulut goa itu.   Dia sendiri duduk memeriksa sekujur tubuh pemuda itu, dan akhirnya ia menghela napas dalam-dalam lagi.   "Racun yang sangat telengas dan ganas sekali!"   Menggumam orang tua tersebut, yang segera merogoh sakunya.   Dia mengeluarkan beberapa butir pil yang berwarna merah darah.   Kemudian memasukkan ke dalam mulut Ko Tie, dan dengan memijit rahang Ko Tie, pil itu tertelan oleh Ko Tie, walaupun dia dalam keadaan pingsan tidak sadarkan diri.   Lalu orang tua yang memakai jubah warna hijau tersebut telah menguruti dan menotok beberapa jalan darah terpenting di tubuh pemuda itu.   Ia menguruti sekian lama, sampai akhirnya ia telah berhasil untuk mendesak racun yang semula sudah mendekati daerah jantung, sampai kepada tempat asalnya, yaitu di dekat leher.   Sekarang yang terpenting adalah cara mengeluarkan racun itu.   Orang tua ini membalikkan tubuh Ko Tie, yang waktu itu masih dalam keadaan pingsan.   Dan kepalanya ditundukkan, kemudian orang tua itu memukul perlahan sekali tengkuk dari Ko Tie, maka dari mulut Ko Tie segera mengalir darah yang telah menghitam dan bau sekali.   Orang tua itu membalikkan tubuh Ko Tie rebah kembali, ia menghela napas dan menghapus keringatnya.   Rupanya menolongi Ko Tie memang sangat melelahkan sekali.   Ia telah mandi keringat, sebab ia telah mengerahkan lweekangnya untuk menotok dan mengurut, guna mendesak racun itu.   Dan semua itu memperlihatkan orang tua itu benar-benar memang memiliki kepandaian yang tinggi sekali.   Setelah itu, orang tua tersebut duduk di samping Ko Tie.   Dia mengeluarkan seruling dari dalam saku jubahnya, kemudian meniup serulingnya itu perlahan dan lembut.   Suara yang merdu dari seruling itu mengalun di sekitar tempat tersebut.   Sedangkan Ko Tie masih tetap pingsan, namun mukanya sudah tidak hitam kehijau-hijauan seperti tadi, sekarang sudah memerah, tampaknya berangsur ia mulai sehat kembali.   Juga napasnya tidak memburu lagi, napasnya berjalan dengan lancar, ia seperti seseorang yang tengah tertidur nyenyak sekali.   Lama juga orang tua berpakaian serba hitam itu meniup serulingnya tersebut mengalun di sekitar tempat itu, membawakan lagu dari Kang-lam.   Kemudian, ia memasukkan serulingnya, dan memeriksa lagi keadaan Ko Tie, ia tersenyum kecil.   "Tertolong.........!"   Menggumam orang tua tersebut.   Kemudian dia telah merogoh sakunya menggeluarkan kantong obatnya.   Dia memasukkan lagi ke mulut Ko Tie beberapa butir pil, yang berwarna hijau.   Jika tadi, pil yang berwarna seperti merah darah itu, menyiarkan bau yang sangat harum, pil yang berwarna hijau ini menyiarkan bau yang busuk sekali.   Empat butir pil yang berwarna hijau tersebut telah dimasukkan ke dalam mulut Ko Tie, dan orang tua itu memijit rahang Ko Tie lagi, sehingga pil itu dapat tertelan, dan masuk lewat leher Ko Tie.   Orang tua berjubah hijau itu kemudian menunggui beberapa saat, sampai akhirnya Ko Tie menggeliat dan mengerang perlahan.   Sepasang matanya terbuka, ia telah tersadar.   Orang tua berjubah hijau tersebut tampak girang.   Ia sampai melompat berdiri dan kemudian mengawasi pemuda ini, kepalanya mengangguk-anguk beberapa kali.   Ko Tie membuka matanya, yang pertama kali dilihatnya adalah rumput hijau yang berada di sekitar dirinya, dan ia rebah di muka sebuah goa.   Pemuda ini jadi heran, baru saja ia hendak duduk bangun, orangtua berjubah hijau tersebut telah menekan pundaknya.   Anak Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Kau belum boleh banyak bergerak. Rebahlah dulu!"   Katanya. Ko Tie menurut, tapi ia heran sekali.   "Locianpwe apakah locianpwe yang telah menolongi boanpwe?"   Tanya Ko Tie yang segera dapat menduga urusan yang sebenarnya. Orang tua berjubah hijau tersebut tersenyum.   "Kau tengah terancam kematian, disamping itu engkau tengah pingsan dan juga keracunan, karenanya orang yang hendak membunuhmu ia telah kuhantam, sehingga aku bisa membawamu ke mari, untuk diobati! "Sekarang engkau telah sembuh..... dan kesehatanmu dalam tiga hari lagi, tentu akan pulih sebagaimana biasa! Racun yang jahat itu telah kukeluarkan.............!"   Ko Tie mengeluh perlahan, lalu katanya.   "Terima kasih atas pertolongan locianpwe?!"   "Kau jangan terlalu banyak peradatan, aku paling benci orang yang terlalu bermuka-muka dengan mempergunakan segala macam adat peradatan!"   Setelah berkata begitu, orang tua berjubah hijau tersebut mengeluarkan serulingnya dan meniup serulingnya.   Ko Tie terkejut.   Segera ia teringat sesuatu mukanya berobah jadi girang.   Ia mau menduga bahwa orang tua ini adalah seorang yang menjadi sahabat gurunya itu.   "Apakah.! Apakah locianpwe bukannya Oey Yok Su Locianpwe?"   Tanya Ko Tie pula. Orang tua itu tersenyum sambil berhenti meniup serulingnya. Ia menoleh dan katanya.   "Benar..... akulah Oey Yok Su, Oey Loshia Engkau tentunya sering mendengar cerita perihal diriku, si kakek baju hijau dengan serulingnya."   "Ya, ya, memang boanpwe seringkali mendengar akan cerita tentang locianpwe dari guruku.......!"   Menyahuti Ko Tie.   "Guru boanpwe seringkali menceritakan akan kehebatan locianpwe.....!"   "Siapa gurumu?"   Tanya orang tua berbaju hijau itu, yang memang tidak lain dari Oey Yok Su.   Keadaannya sekarang ini jauh lebih tua dari sebelumnya, karena jenggotnya sekarang telah tumbuh panjang dan telah memutih semuanya.   Demikian juga dengan rambutnya, yang telah berobah menjadi putih.   Ko Tie segera memberitahukan bahwa gurunya adalah Swat Tocu.   Mata Oey Yok Su terbuka sejenak, kemudian mukanya berobah, dia bilang dengan sikap yang dingin.   "Hu! Hu! Tidak tahunya si tua bangka keparat itu!"   Melihat sikap Oey Yok Su, bukan main kagetnya Ko Tie, dia mengawasi Oey Yok Su beberapa saat kemudian katanya.   "Locianpwe!"   "Sudahlah jangan rewel! Jika aku tahu engkau muridnya si tua keparat itu, aku tentu tidak akan menolongi jiwamu! Lebih dari itu, aku anggap akulah yang buta dan bodoh, telah menolongi murid si tua bangka keparat itu!"   Ketus sekali waktu Oey Yok Su berkata seperti itu.   Memang Oey Yok Su merupakan Oey Loshia.   Si Sesat yang sangat aneh sekali perangainya, karenanya sekarang, melihat sikap Oey Yok Su yang luar biasa itu, benar-benar membuat Ko Tie tidak terlalu heran.   Cuma saja menyaksikan sikap Oey Yok Su seperti itu, tampaknya Oey Yok Su tidak menyukai gurunya, yaitu Swat Tocu.   Diam-diam Ko Tie jadi heran, entah ganjalan apa yang terdapat di antara mereka itu! Tengah Ko Tie tertegun seperti itu, Oey Yok Su tiba-tiba memandangnya dengan sinar mata yang sangat tajam sekali.   "Di mana gurumu sekarang ini berada?"   Ko Tie ragu-ragu, namun akhirnya ia bilang juga.   "Insu insu berada..... berada.....!"   Melihat Ko Tie ragu-ragu seperti itu, Oey Yok Su jadi tersinggung, meluap darahnya, ia bilang ketus sekali.   "Tidak usah kau memberitahukan akupun tidak ingin mendengarnya!"   "Boanpwe bersedia memberitahukannya, locianpwe!"   Kata Ko Tie terkejut dan menyesal telah berlaku ayal seperti itu.   "Insu berada di.....!"   "Sudah! Hentikan! Aku tidak mau dengar lagi! Jika memang engkau menyebutkan juga tempat gurumu berada, aku akan menghantam mulutmu jadi hancur!"   Mengancam Oey Yok Su. Ko Tie jadi serba salah.   "Sesungguhnya locianpwe!" "Masa bodoh! Aku tidak mau tahu!"   Bentak Oey Yok Su.   "Kau tidak perlu membujuk aku! Aku tidak mau mendengar di mana beradanya gurumu itu!"   Benar-benar aneh perangai dari Oey Yok Su.   Karena ia tadi yang menanyakan, di mana berdiamnya guru Ko Tie.   Hanya disebabkan Ko Tie tidak menjawab dengan segera, membuat dia jadi tersinggung.   Dan malah mengancam kalau Ko Tie memberitahukannya tempat kediaman gurunya, dia yang akan dihajar mulutnya sampai remuk! Ini benar-benar merupakan suatu yang membingungkan Ko Tie.   "Benar-benar luar biasa adat si tua bangka ini!"   Berpikir Ko Tie di dalam hatinya. Waktu ia berpikir seperti itu, tampak Oey Yok Su memutar tubuhnya, ia mengeluarkan serulingnya, sambil melangkah, ia meniup serulingnya, langkahnya perlahan-lahan. Ko Tie terkejut.   "Locianpwe!"   Panggilnya. Oey Yok Su menahan langkah kakinya. Dia menoleh melihat kepada Ko Tie dengan sorot mata yang tajam, kemudian dia menghampiri.   "Ada apa?"   Tanyanya dengan tawar.   "Boanpwe apakah boanpwe akan ditinggal begini saja di sini?"   Tanya Ko Tie akhirnya. Oey Yok Su tertawa dingin.   "Apa barangkali kau anggap aku ini pelayanmu yang harus mengurusi dirimu, heh?"   Jawab Oey Yok Su aseran. Kaget Ko Tie. Memang luar biasa sekali perangai si tua ini, benarbenar sesat adatnya. Tapi cepat-cepat dia menyahuti.   "Bukan begitu, locianpwe.!"   "Bukan begitu bagaimana? Bukankah tadi engkau mengatakan apakah aku meninggalkan kau begitu saja dan juga menginginkan aku merawati dirimu?"   Ko Tie tersenyum pahit. "Boanpwe sangat berhutang budi dan juga sangat berterima kasih sekali...... cuma saja cuma saja.....!"   Ko Tie tidak meneruskan perkataannya.   "Cuma saja bagaimana? Hemmmm, jika kau berani bicara yang bukan-bukan, sungguh-sungguh aku akan menghantam mulutmu!"   Mengancam Oey Yok Su dengan sikap yang tetap aseran. Waktu itu Ko Tie jadi serba salah, akhirnya dia bilang.   "Boanpwe masih lemah dan...... jika ditinggal seorang diri di sini, tentu akan menghadapi bahaya yang tidak kecil, karena boanpwe tidak bisa melindungi diri dalam keadaan seperti sekarang.......!"   Oey Yok Su tertawa dingin, dia mengibaskan serulingnya. Kemudian dengan aseran dia bilang.   "Bagus! Dengan bicara mutar balik, engkau bicarakan yang itu-itu juga, yaitu engkau hendak agar aku merawatimu!"   "Bukan begitu, locianpwe..... tapi boanpwe menginginkan petunjuk locianpwe...!"   Berkata Ko Tie segera.   "Petunjuk? Bukankah si tua bangka bangkotan keparat itu adalah gurumu, tentu saja dia yang berhak memberikan petunjuk kepadamu. Atau memang dia merupakan si tua bangka keparat yang tidak punya guna, sehingga tidak bisa mengajari dan memberikan petunjuk kepada muridnya sendiri!"   Mendengar gurunya didamprat seperti itu, hati Ko Tie tidak senang juga.   Namun saja, disebabkan ia mengetahui Oey Yok Su memang seorang yang berkepandaian tinggi, merupakan orang dari tingkatan tua dan tokoh sakti yang dihormati di dalam rimba persilatan, Ko Tie tidak berani memperlihatkan sikap tidak senangnya, ia malah tertawa, walaupun tertawa pahit.   "Baiklah!"   Katanya kemudian.   "Jika memang locianpwe tidak punya petunjuk apa-apa buat boanpwe, boanpwe pun tidak akan memaksa! Muka Oey Yok Su berobah merah padam. Dengan suara yang meninggi, ia bilang.   "Siapa yang bilang bahwa aku tidak memiliki petunjuk buat kau? Hemmmm, petunjuk apa yang kau inginkan? Jadi kau memandang rendah kepada ku, heh?!"   Ko Tie benar-benar kewalahan menghadapi tabiat Oey Yok Su yang aseran seperti itu. Segera ia bilang. "Boanpwe sangat berterima kasih sekali atas pertolongan yang diberikan locianpwe!"   "Tidak perlu engkau berterima kasih! Aku menolongimu tidak dengan hati yang senang, malah sekarang aku menyesal, karena terbukti engkau adalah murid dari si tua bangka keparat itu.......!"   "Locianpwe, boleh aku bertanya sesuatu?"   Tanya Ko Tie setelah berpikir sejenak.   "Mengapa tidak boleh, bukankah engkau punya mulut? Atau memang mulutmu itu hendak dijahit agar tidak bisa bertanya apaapa?!"   Menyahuti Oey Yok Su.   "Menurut penglihatan boanpwe, maafkanlah jika memang apa yang boanpwe lihat ini ternyata meleset dan tidak benar seperti yang sebenarnya. Tampaknya locianpwe memiliki ganjalan dengan guru boanpwe. Sesungguhnya ada urusan apakah antara locianpwe dengan guru boanpwe?!"   "Bocah cilik!"   Tiba-tiba Oey Yok Su membentak.   "Engkau usil sekali! Ternyata engkau berani begitu lancang, menanyakan urusan orang-orang tua tanpa ingat kedudukanmu!" Muka Ko Tie berobah memerah. Dia jengah sekali ditegur seperti itu oleh Oey Yok Su.   "Ya, ya, boanpwe bersalah!"   Kata Ko Tie kemudian sambil menghela napas. Oey Yok Su tidak bilang apa-apa, dia mendengus dan setelah mengawasi Ko Tie dengan kerlingan yang tajam, dia baru bilang.   "Kau mengaku salah, tapi engkau menghela napas.   "Itu tandanya bahwa engkau mengaku bersalah dengan hati yang berat dan tidak senang. Aku tahu, tentu engkau merasa dirimu tidak bersalah, namun karena engkau takut terhadapku, engkau mau mengaku bersalah dengan terpaksa sekali.........!"   Muka Ko Tie merah, karena ia malu, Oey Yok Su seperti bisa membaca isi hatinya.   "Itulah boanpwe tidak berani untuk memiliki perasaan seperti itu!"   "Tidak berani? Tidak berani? Hemm, di depanku engkau mengatakan tidak berani, tapi di belakangku, hemm, hemm, engkau tentu akan menciwirkan bibir padaku!" "Mana berani boanpwe memiliki pikiran seburuk itu?!"   Kata Ko Tie segera.   "Pikiran buruk? Hemm, engkau tidak sampai berpikir seburuk itu, tentu engkau hendak mengatakan bahwa justeru akulah yang memiliki pikiran buruk seperti itu, karena aku yang mengatakannya, bukan?!"   Benar-benar Ko Tie kewalahan.   Ia baru saja siuman dari pingsannya, dan ia pun baru saja sembuh dari keracunan.   Dan tidak dapat dirasakannya, dikala ia bercakap-cakap dengan Oey Yok Su, kesehatannya semakin pulih membaik.   Ia sudah bisa duduk.   Maka cepat-cepat ia merangkapkan ke dua tangannya dengan berterima kasih dan bersyukur.   "Sungguh locianpwe sangat pandai sekali, telah dapat menyembuhkan boanpwe Terimalah penghormatan boanpwe sebagai pernyataan terima kasih boanpwe.....!"   Oey Yok Su mengelak dan menghindar tidak mau menerima pemberian hormat dari Ko Tie.   Dia mendengus dingin, katanya.   "Hemmm, hemmm, engkau hendak bermuka-muka dengan purapura berlaku sopan! Tetap saja aku tidak bisa menyukai kau, karena engkau adalah murid si tua bangka keparat Swat Tocu!"   "Mengapa tampaknya locianpwe benci sekali kepada guru boanpwe?!"   Tanya Ko Tie yang jadi penasaran.   "Hemmm, jika bertemu dengannya, kami akan mengadu kepandaian dan aku akan mematahkan batang lehernya!"   Itulah jawaban Oey Yok Su, membuat Ko Tie jadi tertegun dan bengong tidak bisa mengatakan apa-apa lagi. Oey Yok Su memandang Ko Tie dengan biji mata mencilak-cilak. Kemudian katanya.   "Hemmm, aku telah menyembuhkan engkau dari keracunan, malah jiwamu yang sekarat telah kutolong, sehingga kini kesehatanmu telah pulih kembali! "Seharusnya engkau bersyukur karena engkau tidak jadi mampus. Tidak seharusnya engkau cerewet seperti ini! Hemmm, jika engkau masih rewel, aku tentu akan membunuhmu. Aku ingin melihat, apa yang dilakukan Swat Tocu, tua bangka keparat, jika muridnya dibunuh olehku!" Kaget Ko Tie mendengar perkataan Oey Yok Su seperti itu, ia pun segera cepat-cepat bilang.   "Oey Locianpwe..... bukannya boanpwe hendak rewel."   "Sudah, aku tidak mau mendengar lagi perkataanmu. Jika kau masih rewel, aku tidak akan banyak bicara lagi menghajarmu agar engkau terluka lebih parah dari yang sebelumnya! Dan setelah berkata begitu, Oey Yok Su memutar tubuhnya, dia melangkah meninggalkan Ko Tie dan tempat itu, dengan meniup serulingnya. Suara serulingnya itu semakin lama terdengar semakin jauh Ko Tie memandang tertegun, banyak sebenarnya yang ingin dikatakannya, tapi orang tua she Oey yang menjadi salah satu tokoh sakti dalam rimba persilatan itu telah melangkah pergi. Iapun begitu aseran, membuat Ko Tie tidak berani untuk banyak bicara lagi. Setelah Oey Yok Su lenyap dari pandangan matanya, diam-diam Ko Tie berpikir.   "Aneh sekali tabiat orang tua itu hemm, benarbenar tidak salah jika ia digelari sebagai Oey Loshia!"   Sambil berpikir begitu, Ko Tie mencoba untuk bangkit.   Ia berhasil.   Cuma saja tubuhnya masih lemas.   Ia berdiri dan melangkah perlahan-lahan.   Ia teringat kepada Giok Hoa, entah di mana beradanya si gadis, dan ia segera bermaksud untuk mencarinya.   Tapi, Ko Tie merandek lagi.   "Apakah Giok Hoa telah jatuh ke dalam tangan Kiang-lung Hweshio dan kawan-kawannya?"   Karena berpikir seperti itu, Ko Tie melangkah lebar-lebar untuk mencari Giok Hoa.   Dia belum bisa berlari cepat seperti biasanya, karena dia baru saja disembuhkan dari keracunan.   Setelah berjalan sekian lama, akhirnya tibalah ia di kota itu, namun ia tidak berhasil menemui Giok Hoa.   Rumah penginapan yang ditinggalkannya beberapa saat yang lalu, ternyata kosong, tidak terlihat seorang manusia pun juga.   Anak Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Ko Tie segera juga menghampiri seseorang yang kebetulan berdiri di dekat rumah penginapan itu, ia menanyakan, apakah rumah penginapan itu sudah tidak ada pengurusnya.   "Ohhh, mereka tampaknya sedang keluar semuanya.   Ada apakah kongcu menanyakan perihal mereka?"   Tanya orang itu sambil mengawasi Ko Tie dengan sorot mata menyelidik. Ko Tie tersenyum.   "Bukan urusan yang penting, biarlah nanti siauw-te akan datang pula ke mari!"   Kata Ko Tie kemudian dan mengucapkan terima kasih kepada orang itu, kemudian ngeloyor pergi meninggalkan tempat tersebut.   Di waktu itu terlihat orang itu memperhatikan terus pada Ko Tie, malah waktu pemuda itu telah pergi cukup jauh, orang ini segera mengikuti dari jarak terpisah cukup jauh.   Ko Tie tidak mengetahui bahwa dirinya diikuti oleh orang itu.   Ia mengelilingi kota tersebut.   Sampai akhirnya, ketika ia tengah berjalan di jalan raya yang cukup sepi, hanya sekali-sekali saja ia bertemu dengan orang yang tengah bergegas untuk pergi ke tempat masing-masing, maka dari samping tepi jalan itu, dari balik tembok-tembok rumah, telah bermunculan melompat belasan orang tentara kerajaan.   Dia heran, apa lagi belasan orang tentara kerajaan itu telah meringkusnya.   Ko Tie tidak bisa memberikan perlawanan karena memang ia belum lagi sembuh keseluruhannya.   Jika dalam keadaan demikian ia mengerahkan dan mempergunakan tenaga dalamnya, niscaya ia akan celaka lagi dan terluka di dalam yang berat.   Itulah sebabnya Ko Tie membiarkan saja dirinya dibekuk oleh para tentara kerajaan.   Dia membiarkan sepasang tangannya diikat oleh tali yang tebal.   Diborgol.   Ko Tie pun hanya mengawasi para tentara kerajaan itu seorang demi seorang tanpa mengucapkan kata-kata lainnya.   Dikala itu tampak belasan orang tentara kerajaan, yang girang karena bisa menangkap Ko Tie begitu mudah, dengan kasar telah membawa Ko Tie ke gedung Tie-kwan.   Tie-kwan di kota tersebut adalah Yang Uh Tai-jin, seorang Tiekwan yang beradat keras dan juga kejam.   Tidak jarang ia menjatuhkan hukuman yang sangat berat kepada tersangka.   Bahkan jika ada tersangka yang mohon kebijaksanaannya buat melihat kembali peristiwa yang terjadi, yang seharusnya tidak menerima tahanan sebegitu lama, maka Yang Uh Tie-kwan semakin menambahkan hukuman pada orang itu, yang dianggapnya menghina pangkatnya sebagai seorang hakim.   Karena berani banyak bertanya dan beranggapan hukuman yang dijatuhkan Tie-kwan tersebut salah dan tidak cocok serta tidak sesuai dengan kesalahan yang dilakukan orang tersebut.   Ko Tie ketika dibawa masuk ke dalam gedung Tie-kwan, segera juga disidang.   Dan Yang Uh Tie-kwan keluar dari ruangan dalam, segera duduk di kursi kebesarannya.   Palunya di ketuk keras.   "Inikah orangnya?!"   Tanya Tie-kwan dengan suara yang tawar dan sikap mengejek.   "Benar Tai-jin!"   Menyahuti salah seorang tentara kerajaan, yang memakili kawan-kawannya menceritakan bagaimana mereka menangkap Ko Tie.   Bukan main mendongkolnya mendengar cerita tentara kerajaan yang seorang itu, karena banyak yang berlebih-lebihan.   Bahkan tidak tahu malu sekali tentara kerajaan tersebut menjelaskan bahwa ia seorang diri yang menangkap Ko Tie.   Dengan berdusta seperti itu, ia mengharap bisa cepat-cepat dinaikkan pangkatnya.   Tie-kwan itu mengawasi dan meneliti Ko Tie sampai akhirnya ia bilang.   "Baiklah, sementara tahanlah dulu!"   Semua tentara kerajaan itu mengiyakan dan menyeret Ko Tie, yang dijebloskan di dalam kamar tahanan.   Di dalam kamar tahanan itu telah ada seorang lelaki bertubuh tinggi besar tampaknya kuat sekali, dan seorang lelaki bertubuh kurus dan lemah.   Namun, justeru lelaki bertubuh kurus itu yang menghampiri Ko Tie, katanya.   "Ini adalah salam perkenalan!"   Sambil berkata begitu, dia menghantam dada Ko Tie.   Waktu itu Ko Tie telah berada dalam keadaan tidak separah sebelumnya, karena sebagian dari tenaganya mulai pulih.   Dan cepat-cepat mengelak dari pukulan itu.   Sedangkan orang yang bertubuh tinggi besar dan berewokan mukanya, tertawa bergelak-gelak.   Ko Tie menghindar dari pukulan itu, tangan kanannya menangkis.   Namun tangan Ko Tie terpental balik, hampir saja menghantam mukanya sendiri.   Sedangkan si kurus kerempeng itu telah menghantam lagi dada Ko Tie.   "Dukkk,"   Nyaring sekali terdengar dada Ko Tie terpukul oleh orang itu. Kembali orang bertubuh tinggi besar itu tertawa bergelak-gelak.   "Bagus A Kian! Dengan demikian, engkau benar-benar cocok menjadi pembantuku!"   Kata orang bertubuh tinggi besar itu.   Sedangkan orang yang bertubuh kurus kerempeng itu, yang ternyata memiliki ilmu yang tinggi, sehingga setiap pukulannya sangat keras, berbeda sekali dengan keadaan tubuhnya yang tampaknya lemah.   A Kian tampaknya senang dipuji oleh orang bertubuh tinggi besar itu.   Ia mengayunkan tangannya lagi, memukul dada Ko Tie.   "Bukkk!"   Tubuh Ko Tie terjengkang.   Ke dua orang itu tertawa bergelak.   Ko Tie marah sekali, jika memang ia bukannya sedang memikirkan kesehatan dirinya, tentu dia sudah akan balas menyerang.   Di waktu itu tampak A Kian telah memberi hormat kepada si orang bertubuh tinggi besar.   "Maafkan, Siauw-jin tidak bisa memuaskan hati Toako!"   Katanya menghormat sekali.   "Bagus! Itu pun sudah lebih dari cukup!"   Kata si Toako. Kemudian si Toako ini, dengan muka yang bengis sekali, menoleh kepada Ko Tie, katanya sambil mengulurkan tangannya mencengkeram baju di dada Ko Tie. Dia menarik tubuh pemuda itu.   "Berapa banyak uang yang kau bawa?!"   "Ada sangkutan dan hubungan apakah antara uang dengan keadaan di dalam kamar tahanan ini?!"   Tanya Ko Tie tidak mengerti. Si Toako tertawa bergelak-gelak, malah kemudian dia bilang.   "Hemm, jika memang engkau memiliki uang yang cukup banyak, maka engkau tidak perlu melewati bingkisan persahabatan lagi. Engkau tidak usah menerima pukulan lagi, dan juga engkau tidak usah menderita lebih jauh! Mana uangmu?!"   Ko Tie menghela napas, ia merogoh saku bajunya, untuk mengeluarkan beberapa tail perak. Namun ia jadi kaget, karena saku bajunya kosong, uangnya berada di dalam buntalannya, sedangkan waktu itu buntalannya tidak diketahuinya berada di mana.   "Maaf.!"   Kata Ko Tie dengan muka yang berubah merah, dia bilang lebih jauh.   "Kebetulan sekali aku tidak membawa uang, dan uangku berada di buntalan pakaian. Jika nanti aku telah bebas, aku akan datang menjengukmu....... di saat itu aku akan menghadiahkan engkau bingkisan yang.....!"   "Dusta!"   Bentak si Toako itu dengan suara yang kasar.   "Hemmm, engkau hendak mendustai aku?! Bagus! Bagus! Memang kau perlu menerima bingkisan hadiah perkenalan!"   Setelah berkata begitu si Toako melirik kepada A Kian.   A Kian memang telah siap, di tangannya tercekal sebuat cambuk panjang, yang kemudian digerakkan, sehingga suara cambuk itu merobek-robek keheningan di kamar tahanan itu.   Kembali si Toako memberikan isyaratnya, dan A Kian menggerakkan cambuknya, buat mencambuk Ko Tie.   Ko Tie walaupun lemah dan semangatnya belum pulih, namun jika hanya untuk menghadapi itu saja, ia rasa masih bisa.   Maka ia menantikan sampai cambuk itu telah dekat, barulah ia mengulurkan tangannya.   Dia mencekalnya kuat-kuat ujung cambuk tersebut, kemudian dia menggentaknya.   A Kian kaget tidak terkira.   Ia merasakan tubuhnya tertarik kuat, malah kakinya terlepas dari lantai.   Dan ia segera "terbang"   Menubruk dinding kamar tahanan itu, karena itu pula kepalanya telah membentur dinding, cukup keras.   sampai dia ngeloso dan pingsan tidak sadarkan diri.   Tampak si Toako yang tubuhnya tinggi besar itu berdiri kesima, karena saat itu ia melihat pertunjukan yang benar-benar menakjubkannya.   Ia sampai berdiri tertegun.   Barulah sesaat dia sadar dengan murka, dia mengeluarkan suara bentakan yang nyaring sekali, tubuhnya menerjang ke depan.   Ko Tie berkelit ke samping, berkelit begitu di waktu tubuh dari si Toako itu meluncur menubruk tempat kosong, maka ia telah menendang pantat orang itu, sehingga membuat tubuh si Toako jadi nyelonong terus ke depan dan kepalanya menubruk dinding.   Dengan demikian, ia pun sama seperti kawannya itu, A Kian.   Ia segera pingsan tidak sadarkan diri dengan mulut yang terbuka lebar dan juga kepala yang telah bertelor Di waktu itu Ko Tie menghela napas dalam-dalam.   Untuk pulih tenaga dan kepandaiannya, mungkin memerlukan tiga hari.   Dan selama itu, dia tidak boleh mengeluarkan tenaga karena jika ia memakai tenaga, niscaya dia akan terluka di dalam lagi yang lebih parah.   Disebabkan itu pula, Ko Tie bermaksud di dalam tiga hari ini untuk beristirahat.   Jika kepandaian dan juga tenaganya telah pulih, tentu ia tidak perlu takut terhadap Tie-kwan atau orang-orangnya.   Dengan mudah tentu Ko Tie bisa menghadapi mereka, juga ia akan dapat menghajar mereka.   Karena itu, Ko Tie telah duduk di sudut ruangan kamar tahanan tersebut, dia duduk mengawasi si Toako dan A Kian, yang menggeletak tidak bergeming dalam keadaan pingsan.   Sedangkan Ko Tie waktu itu juga merasakan dadanya sedikit sesak, dengan pernapasannya yang agak terganggu, dia menyalurkan tenaga dalamnya.   Karena telah diurut dan diberi obat oleh Oey Yok Su lukanya itu telah sembuh sebagian besar, yang kurang hanyalah beristirahat saja.   Dan juga, dia telah dapat untuk menjalankan pernapasannya sampai menembus ke Tan-tian.   Hal itu merupakan suatu pertanda baik, karena dengan demikian ia sudah bisa mempergunakan dan menyalurkan lweekangnya.   Diam-diam Ko Tie jadi girang bukan main.   Dikala itu terlihat, A Kian dan si Toako telah tersadar.   Mereka merangkak bangun dan dengan muka yang meringis menahan sakit, mereka berdua memandang kepada Ko Tie, yang mereka lihat tengah enak-enaknya duduk di sudut ruangan itu.   Dengan muka beringas, si Toako telah bilang dengan aseran sekali.   "Akan ku robek-robek tubuhnya!"   Sambil berkata begitu, tubuh si Toako telah melompat menubruk menyerang Ko Tie, karena tampaknya si Toako penasaran sekali, tadi dia menduga bahwa dirinya berlaku ceroboh, sehingga membuat dia bisa dirubuhkan.   Sekarang dia mempergunakan tenaga yang sangat besar, dia yakin, begitu dipukul, tentu Ko Tie akan rubuh pingsan atau segera berlutut meminta-minta ampun padanya.   Namun, si Toako ini kecewa.   Karena begitu tangannya meluncur menyambar.   tahu-tahu tubuh Ko Tie seperti lenyap dari hadapannya.   Dan ia merasakan pundaknya ditepuk.   Seketika lemaslah tubuhnya, malah dia pun segera juga merintih kesakitan waktu menggeletak di lantai tanpa bisa menggerakkan lagi tangan dan kakinya, karena dia telah tertotok.   Malah yang hebat, si Toako ini merasakan sekujur tubuhnya sakit-sakit seperti juga digigiti oleh laksaan semut.   A Kian berdiri kesima, karena ia kaget tidak terkira.   Si Toako itu sangat dihormatinya siapa sangka, dengan mudah Ko Tie bisa merubuhkannya.   A Kian jadi ketakutan.   Dia menekuk ke dua kakinya, berlutut sambil mengangguk-anggukan kepalanya, memohon pengampunan dari Ko Tie.   Napas Ko Tie memburu keras.   Dia baru saja mempergunakan sedikit tenaga, lalu pemuda itu merasakan betapa napasnya sesak dan darahnya seperti jungkir balik.   Bukan main kagetnya Ko Tie, dan ia segera juga berdiam diri untuk mengatur pernapasannya.   Iapun tersadar, demikianlah akibat dari dilanggarnya pantangan itu, karena jika sampai dia mempergunakan tenaga berlebihan dalam keadaan seperti ini, niscaya akan membuat dia bisa terluka di dalam pula yang bertambah berat.   Beruntung saja, bahwa untuk kali ini tidak sampai membuat dia terluka di dalam karena dia cuma mempergunakan tenaga yang tidak banyak.   Dia pun tidak berani mencoba-coba mempergunakan tenaga lagi, dia duduk di sudut ruangan itu, di mana dia telah berusaha untuk menyalurkan tenaga dalamnya.   Di waktu itu dilihatnya A Kian yang tengah berlutut ketakutan, malah tengah menghiba-hiba meminta agar dia diampuni.   Ko Tie tidak melayani A Kian, dia terus juga menyalurkan pernapasannya.   A Kian melihat dirinya tidak diladeni oleh Ko Tie, segera juga dia menghampiri si Toako.   Toako itu tengah meringis.   Anak Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Sakit sakit!"   Merintih Toako itu dengan suara menahan sakit. Sedangkan A Kian telah bertanya.   "Di mana bagian mana yang sakit?!"   "Seluruh tubuhku sakit!"   Menyahuti si Toako.   "Mengapa bisa begitu?!"   Tanya A Kian. "Aku..... aku dikerjakan oleh orang itu..........!"   Menyahuti si Toako "Dikerjakan?!"   "Ya dia mempergunakan ilmu siluman..!"   Menyahuti si Toako.   "Hemmm, kalau begitu, nanti malam, jika dia tengah tidur, kita bunuh saja!"   Kata A Kian berbisik pada si Toako.   Si Toako berseri mukanya, tampaknya dia girang.   Namun itu hanya sejenak saja.   Segera ia meringis kesakitan dan merintih lagi, karena rasa sakit di sekujur tubuhnya hebat bukan main.   A Kian berusaha menguruti dan memukuli perlahan-lahan tubuh si Toako.   Di waktu itu Ko Tie menoleh kepada mereka, dengan suara yang dingin dia bilang.   "Jika memang kalian bermaksud buruk seperti itu kepadaku, hemmm, maka akupun tidak akan memberi hati kepada kalian, dengan mudah aku akan membunuh kalian terlebih dulu!"   Bukan kepalang kagetnya A Kian dan juga si Toako itu. Tadi A Kian berbisik perlahan sekali, tapi ternyata Ko Tie memiliki pendengaran yang sangat tajam, sehingga dia bisa mendengar kata-kata A Kian. Dengan demikian, ke duanya tambah ketakutan.   "Kami....... kami hanya bergurau....... ampunilah kami Siauwhiap!"   Memohon A Kian dan si Toako itu dengan sikap ketakutan.   Tubuh mereka menggigil dan muka mereka pucat.   Terlebih lagi si Toako itu yang mukanya seketika meringis menahan sakit yang tidak terkira.   Ko Tie cuma tertawa dingin saja, kemudian dia mengibaskan tangannya, katanya.   "Jika memang kalian tidak mengandung maksud buruk padaku, maka akupun tidak akan menganiaya diri kalian!"   Setelah berkata begitu, segera juga ia menghampiri kepada si Toako dan menendang dengan kakinya.   "Aduhhh ..... .!"   Toako itu menjerit kesakitan, tapi segera dia bebas dari totokan, dan bisa berdiri.   Cepat-cepat si Toako berlutut mengangguk-anggukkan kepalanya.   Dia mengucapkan terima kasih kepada Ko Tie, dan iapun sudah tidak berani main gila lagi terhadap pemuda ini, karena diketahuinya bahwa pemuda ini memang sangat lihay ilmu silatnya.   Di waktu itu, seorang pengawal telah datang membawakan makanan buat Ko Tie bertiga.   Pengawal itu melirik kepada Ko Tie, kemudian katanya.   "Kau makan sepuas hatimu, karena tidak lama lagi kau akan berhenti menjadi manusia, engkau akan dikirim ke neraka!"   Sambil berkata sinis seperti itu, si pengawal kerajaan itu memperdengarkan dengusan mengejek. Ko Tie cuma tersenyum tawar mendengar perkataan pengawal itu, ia telah berpikir di dalam hatinya.   "Jika dalam tiga hari aku bisa memelihara tenagaku, maka aku akan sembuh dan pulih sebagaimana biasanya! Walaupun Tiekwan keparat itu mengerahkan ratusan tentara, tentu dengan mudah aku akan menghadapinya.....!"   Sedangkan, pengawal itu waktu hendak meninggalkan kamar tahanan ini berkata.   "Besok pagi adalah waktunya engkau dipensiunkan sebagai manusia.....!"   Dan tentara kerajaan itu tertawa bergelak-gelak meninggalkan tempat tersebut.   Ko Tie mengerutkan sepasang alisnya.   Besok pagi ia akan dihukum mati oleh Tie-kwan keparat itu? Ohh, itulah waktu yang belum cukup buat Ko Tie beristirahat.   Karena di waktu itu tenaga dan semangatnya belum pulih keseluruhannya.   Sedangkan di hati kecilnya, dia pun bingung serta heran.   Mengapa Tie-kwan itu menangkap dan memusuhinya, malah tampaknya Tie-kwan itu sengaja tidak mau menyidangkan perkaranya, dan ingin membunuhnya! Inilah yang mengherankan sekali! Siapakah Tie-kwan tersebut untuk menangkap dan membunuhnya? Semua ini merupakan tanda tanya yang tidak terjawab oleh Ko Tie.   Ketika Ko Tie terbengong seperti itu, tampak si Toako telah menghampiri, mendekati, lalu katanya.   "Sesungguhnya apakah kesalahan Siauw-hiap, sehingga hendak dihukum mati?!"   Tanyanya. Ko Tie menoleh kepadanya, kemudian mengangkat bahunya sambil menghela napas, kepalanya digelengkan.   "Aku sendiri tidak mengetahui mengapa mereka menangkapku!"   Katanya.   "Dan aku pun tidak mengetahui apa maksud mereka hendak menghukum mati padaku!" Si Toako memperlihatkan sikap terheran-heran sedangkan A Kian pun memandang dengan mata terbuka lebar-lebar.   "Dan, kalian mengapa ditahan?"   Tanya Ko Tie sambil menoleh kepada mereka. Muka si Toako berobah merah, demikian juga A Kian.   "Aku..... aku telah memperkosa isteri seorang tetanggaku, tapi bukan atas dasar paksaan, tetapi ia memang senang juga. Hanya saja pihak yang berwajib menuduh aku yang memperkosa!"   Menjelaskan si Toako jujur. Ko Tie mengerutkan alisnya.   "Itulah perbuatan yang terkutuk!"   Kata Ko Tie akhirnya dengan sikap tidak senang dan wajah yang guram. Si Toako menunduk, tampaknya dia jadi gugup sekali waktu berkata lagi.   "Ya memang aku sendiri pun mengetahuinya. Itulah perbuatan yang terkutuk dan tidak terpuji. Karena walaupun wanita itu senang padaku tokh ia masih isteri orang lain..... "Tapi waktu itu aku telah dikuasai oleh bisikan iblis..... Tapi kukira di lain waktu tentu aku tidak akan melakukan perbuatan terkutuk lagi.........!"   "Bagus, jika memang engkau masih mau dan bisa sadar, itulah bagus!"   Kata Ko Tie kemudian.   "Tapi justeru, jika di lain waktu kau masih melakukan perbuatan seperti itu, rendah dan hina dina, jika bertemu denganku, aku sendiri tidak akan mengampunimu, aku akan turun tangan menumpas dan membunuhmu!"   "Ya Siauw-hiap, aku..... aku bersumpah tidak akan melakukan perbuatan terkutuk lagi,"   Kata si Toako, yang sebenarnya bernama Lay Ci.   "Lalu kau!"   Ko Tie sambil menoleh kepada A Kian.   "Mengapa engkau ditahan?"   "Aku aku telah mencuri"   Menyahuti A Kian.   Ko Tie tersenyum.   Itulah urusan biasa.   Dan ia tidak menegur A Kian seperti ia menegur Lay Ci.   Dan setelah bercakap-cakap beberapa saat, Ko Tie mengatakan bahwa ia tidak berselera untuk makan, maka ia ingin beristirahat dan tidur.   Lay Ci dan A Kian tidak mengganggunya.   Mereka pun rebah di bagian lain dari kamar tahanan tersebut.   Begitulah, Ko Tie telah tidur nyenyak sekali, untuk memelihara semangat dan tenaganya, karena ia menyadari, besok itu akan mengalami kesulitan yang tidak kecil.   Walaupun Ko Tie menyadari, jika besok ia harus bertempur, tenaganya belum pulih keseluruhannya.   Namun Ko Tie pikir, jika memang untuk melarikan diri, ia masih bisa melakukannya.   Karenanya ia tidur siang-siang untuk memelihara semangat dan tenaganya.   Y Pagi itu di ruang sidang Tie-kwan tampak duduk angker sekali Ma Ie Tie-kwan, seorang Tie-kwan yang tampak bengis dan kejam di kursi kebesarannya.   Matanya terbuka lebar-lebar, dan juga dia telah berkata dengan suara yang dingin.   "Hemmm, diakah yang bernama Ko Tie?!"   Seorang pengawal yang membawa Ko Tie dari kamar tahanan telah berlutut dan membenarkan. "Hemmm, baiklah..... hari ini dia akan disidangkan perkaranya.......!"   Setelah berkata begitu, Tie-kwan tersebut mengetuk palunya, untuk membuka sidang.   Ko Tie mengawasi dengan tenang saja, karena ia tahu, Tie-kwan ini tentunya kawan dari Yang Uh Tie-kwan.   Walaupun memang ia katanya akan disidangkan perkaranya, tapi tentunya Ma Ie Tiekwan ini telah dikendalikan oleh Yang Uh Tie-kwan.   Ke dua Tiekwan itu tentu sama setail sepuluh cie.   Waktu Ma Ie Tie-kwan mengetuk meja dengan palunya, Yang Uh Tie-kwan dengan sikap yang angkuh telah keluar dari duduk di kursi kebesarannya yang berada di samping Ma Ie Tie-kwan.   Mereka tampak saling membisikkan sesuatu, lalu Ma Ie Tie-kwan mengangguk-angguk.   "Lie Ko Tie, kau telah bersalah karena engkau hendak memperkosa puteri keluarga Ciu. Karena itu, di dalam sidang ini, apa yang hendak kaukatakan lagi, setelah bukti-bukti lengkap berada di tangan kami dan juga engkau tertangkap basah?"   Tanya Ma Ie Tai-jin dengan suara yang meninggi dan keras sekali, mukanya kejam dan bengis. Ko Tie tertegun. "Itu hanya fitnah belaka!"   Berseru Ko Tie dengan penasaran bukan main "Kalian..... ooh permainan apa yang tengah kalian lakukan?"   Jika menurut adatnya dan juga kalau saja memang di waktu itu Ko Tie tidak berada dalam keadaan lemah, tentu ia akan menghajar habis-habisan ke dua hakim keparat yang telah menyidangkan perkaranya sekehendak mereka. Ma Ie Tie-kwan tertawa mengejek.   "Engkau hendak menyangkal?"   Tanyanya.   "Ini akan memberatkan hukuman yang akan kau terima! Lebih bijaksana jika engkau mengaku secara terus terang dan jujur, sehingga mungkin hukuman buat kau jadi lebih ringan!"   Ko Tie mengawasi tajam kepada ke dua hakim itu.   Yang Uh Tiekwan tampak tertawa mengejek beberapa kali dan mengerling padanya.   Ko Tie sudah tidak bisa menahan sabar lagi.   Tahu-tahu dia menjejakkan ke dua kakinya.   Tubuhnya melesat ke tengah udara, ke dua kakinya bekerja.   Dua orang tentara kerajaan yang mengawalnya di samping kirinya dan kanan, kena ditendangnya, sampai mereka terguling-guling.   Kemudian tubuh Ko Tie hinggap di depan meja ke dua hakim itu.   Ia mengulurkan ke dua tangannya, mencengkeram baju di dada Ma Ie Tie-kwan dan Yang Uh Tie-kwan.   "Kau..... kau!"   Muka ke dua Tie-kwan itu pucat pias, mereka kaget dan ketakutan! Ko Tie tidak memperdulikan sikap mereka. Ke dua hakim itu telah ditariknya sampai mereka terpelanting di lantai.   "Kalian pembesar-besar busuk yang sekehendak hati kalian mengandalkan kekuasaan buat memfitnah dan menjatuhkan hukuman kepada orang yang tidak bersalah! Aku dengan kalian tidak memiliki hubungan apa-apa. Mengapa kalian hendak mencelakai aku? Siapa yang perintahkan kalian?"   Waktu bertanya begitu, mata Ko Tie bersinar sangat tajam. Ke dua hakim itu ketakutan bukan main. Sambil merangkak, mereka telah berseru-seru.   "Pengawal! Pengawal! Tangkap penjahat! Tangkap penjahat!"   Tapi tentara kerajaan yang berada di dalam ruangan tersebut hanya mencekal senjata mereka tanpa berani maju, karena telapak tangan kiri dan kanan dari Ko Tie telah berada di atas kapala Tiekwan Yang Uh dan Ma Ie.   "Selangkah saja kalian maju, ke dua manusia busuk ini akan kumampusi lebih dulu!"   Mengancam Ko Tie dengan muka yang merah padam.   Dia sangat murka telah difitnah seperti itu oleh ke dua hakim tersebut.   Para tentara itu tidak berani melangkah lebih jauh.   Mereka hanya mengeluarkan suara yang berisik.   Tiba-tiba dari balik tirai telah melangkah ke luar seseorang, dengan langkah kaki dan sikap yang tenang, malah terdengar suara batuknya dua kali.   "Ada ribut-ribut.....?"   Tanyanya dengan suara yang dingin, sikapnya juga angkuh sekali.   Ko Tie melirik, dia melihat orang itu memiliki tubuh yang jangkung kurus, dengan muka yang ditumbuhi misai yang tipis panjang, mukanya, seperti labu.   Matanya yang tipis sekali memancarkan sinar yang sangat tajam.   Sambil melangkah keluar, matanya telah memandang tajam kepada Ko Tie.   "Hemmm,"   Kata orang itu lagi.   "Rupanya ada pengacau di sini?" Sambil berkata begitu tahu-tahu tubuhnya melesat maju ke dekat Ko Tie. Ke dua Tie-kwan itu, Yang Uh Tie-kwan dan Ma Ie Tie-kwan, yang semula telah ketakutan sekali, ketika melihat orang itu, segera juga jadi girang, muka mereka berseri-seri.   "Phan Suhu, tangkaplah penjahat ini,"   Berseru Yang Uh Tie-kwan.   "Jangan kuatir Tai-jin di tangan Phan Chin Shia tidak ada seekor lalat busuk pun yang bisa terbang meloloskan diri,"   Kata orang itu, yang mengaku bernama Phan Chin Shia.   Anak Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Dia bukan sekedar berkata begitu saja, karena cepat sekali tangan kanannya telah diulurkan, menjambak ke punggung Ko Tie.   Ko Tie juga melihat langkah dan gerak-gerik orang ini, menyadari dia seorang kang-ouw yang memiliki kepandaian tidak rendah.   Tentunya Phan Chin Shia ini seorang tukang pukul andalan ke dua Tie-kwan tersebut.   Ia tidak berani berayal.   Segera ia mengelak ke samping, tapi waktu mengelak begitu, ke dua kaki Ko Tie bergerak bergantian.   Dia telah menendang ke dua Tie-kwan itu, sampai Yang Uh dan Ma Ie Tie-kwan terpental bergulingan di lantai, menjerit-jerit kesakitan, dan juga mencaci maki tidak hentinya.   Bibir mereka berdarah karena terbentur lantai!"   Phan Chin Shia melihat cengkeraman tangannya tidak berhasil, tampak mengerutkan alisnya. Dia heran dan bahkan ia berseru.   "Ihhhh, kau cukup gesit, bocah?!"   Dan sambil berkata begitu, tubuhnya telah melesat ke samping Ko Tie lagi.   Kali ini ke dua tangannya itu bergerak dengan berbareng.   Dia mengincar pundak dan perut Ko Tie.   Ko Tie menyadari, dia baru saja disembuhkan Oey Yok Su, tenaganya belum pulih keseluruhannya.   Dan ia tidak bisa mempergunakan tenaga berkelebihan.   Kembali dia tidak menangkis dua serangan itu, dia mengelak dengan lincah sekali.   Tapi Phan Chin Shia sama sekali tidak memberikan kesempatan kepadanya, beruntun dia menyerang dengan gencar.   Setiap serangannya mengandung maut.   Ko Tie suatu kali sudah tidak bisa menghindar dari serangan Phan Chin Shia, karenanya terpaksa sekali ia menangkis.   "Dukkkk!"   Tangan mereka saling bentur, namun waktu itulah mata Ko Tie berkunang-kunang, karena ia mempergunakan tenaga berlebihan.   Kuda-kuda ke dua kakinya tergempur, malah tubuhnya seketika terjungkal rubuh bergulingan di lantai.   Disaat itu, tampak Phan Chin Shia telah meluncur lagi menerjang Ko Tie.   Dia menghantam dengan telapak tangan kanannya, telak sekali mengenai dada Ko Tie.   Ko Tie mengerang sedikit, mulutnya memuntahkan darah segar dua kali, mukanya pucat pias.   Ia kembali terluka di dalam.   Namun dirinya tengah terancam bahaya yang tidak kecil.   Dia memaksakan diri buat merangkak bangun, tapi Phan Chin Shia telah menghantam lagi sampai Ko Tie bergulingan pula di lantai.   Tiba-tiba terdengar jeritan yang menyayatkan hati, dua orang tentara kerajaan di luar ruang sidang Tie-kwan itu telah menjerit dan jatuh di tanah tanpa bernapas lagi.   Disusul melangkah masuk seseorang yang mengenakan jubah berwarna hijau, di tangannya memegang seruling, itulah yang tadi dipergunakan memukul perlahan kepada ke dua tentara kerajaan itu.   Dia seorang tua, dan tidak lain dari Oey Yok Su, salah seorang datuk rimba persilatan yang memiliki kepandaian terlihay dan adat yang ku-koay sekali.   "Phan Chin Shia, ternyata engkau mengumbar kepandaianmu buat melakukan banyak kejahatan!"   Berseru Oey Yok Su dengan suara yang dalam menyeramkan, tangannya menggoyang-goyangkan perlahan serulingnya, dan kakinya pun melangkah perlahan.   Perlahan tindakan kakinya, tapi tubuhnya melesat cepat sekali, tahu-tahu dia telah berada di samping Phan Chin Shia.   Phan Chin Shia ketika mengenali siapa orang yang baru datang itu, tubuhnya menggigil.   "Oey Locianpwe..... kau.....?!"   Tanyanya.   Baru saja dia bertanya sampai di situ, justeru seruling Oey Yok Su telah bergerak.   Perlahan.   Dan Phan Chin Shia melihat bergeraknya seruling itu, dia bermaksud hendak menghindar.    Pertikaian Tokoh Tokoh Persilatan Karya Chin Yung Kelelawar Tanpa Sayap Karya Huang Ying Patung Emas Kaki Tunggal Karya Gan KH

Cari Blog Ini