Beruang Salju 14
Beruang Salju Karya Sin Liong Bagian 14
Beruang Salju Karya dari Sin Liong Swat Tocu waktu itu gusar bukan main karena pukulannya telah ditangkis oleh Ciu Pek Thong. Walaupun di hatinya dia mengakui bahwa kepandaian dan tenaga dalam Ciu Pek Thong bukan sembarangan, kemungkinan juga lweekangnya itu tidak berada di sebelah bawah kepandaiannya. Namun dia penasaran sekali sebab Ciu Pek Thong telah begitu lancang menghalangi untuk turun tangan pada Tiat To Hoat-ong, sedangkan Ciu Pek Thong sendiri tidak memperdulikannya dan berjenaka seenaknya. "Hai tua bangka jenggotan?" Bentak Swat Tocu dengan suara yang dingin. "Apakah engkau ingin main-main denganku?" Ciu Pek Thong telah menoleh memandang tajam pada Swat Tocu, kemudian berkata dengan tertawa jenaka. "Ha, galak benar?! Mengajak aku main-main kok galak seperti itu? Apakah kau hendak mengajakku main kelereng atau main catur? Main kelereng aku mau, tapi kalau memang main catur aku menyerah saja.....!" Swat Tocu telah memandang bengis sekali pada Ciu Pek Thong. "Aku bukan tengah bergurau denganmu," Katanya dengan suara yang dingin. "Aku tahu engkau memang memiliki kepandaian yang lumayan, dan engkaupun tentu Loo-boan-tong, adik seperguruan dari Ong Tiong Yang bukan?" Ciu Pek Thong mengangguk sambil tetap tertawa jenaka, dia bilang. "Ya ya, ya, benar apa yang kau bilang! Tapi, jika mengajak orang untuk main-main, jangan ajak-ajak seperti itu. Aku Loo-boantong paling tidak enak jika dibentak-bentak seperti itu." "Jika kau dibentak-bentak apa yang akan kau lakukan?" Tanya Swat Tocu dingin. "Aku tidak sudi menemani kau main-main!" Menyahuti Ciu Pek Thong. "Kalau aku memaksanya apakah kau tetap bisa menolaknya?" Tanya Swat Tocu dengan mendongkol berbareng geli juga melihat lagak si tua berandalan yang jenaka ini. "Oh tentu, tentu, jika aku bilang tidak mau, biar kau sampai terkencing-kencing di situ, tetap aku tidak mau!" Menyahuti Ciu Pek Thong. Muka Swat Tocu jadi merah, dia tambah mendongkol. "Aku hendak melihat apakah kau bisa menolak ajakanku untuk main.....?" Katanya, yang disusul dengan gerakan tangan kanannya. Tapi Ciu Pek Thong bersikap acuh, cuma saja dikala tangan Swat Tocu hampir tiba di saat itulah dia telah mengeluarkan suara bentakan yang nyaring dan tangan kirinya menolak. Ternyata dia telah mempergunakan Kong-beng-kun di mana dia memang bisa memecah ke dua tangannya itu seperti menjadi dua, yang bisa digerakan setiap tangannya dengan jurusnya masing-masing. Tolakan Ciu Pek Thong tidak keras, tapi hebat kesudahannya. Ciu Pek Thong memang telah mencapai kesempurnaan ilmunya. Coan-cin-kauw merupakan pintu perguruan yang lurus dan bersih terutama sekali Ong Tiong Yang memang selalu mengutamakan kelurusan dan kebersihan dalam pintu perguruannya, yang ilmu silatnya merupakan golongan lurus dan juga kebersihan pikiran, yang mengutamakan pula kejujuran. Ciu Pek Thong setelah berhasil memecahkan pelajaran Coan-cin-kauw menembus sampai puncak kesempurnaan. Kini boleh dibilang jarang ada orang yang bisa menandinginya, hanya beberapa orang saja yang setanding dengannya, itupun bisa dihitung dengan jari tangan. Jika memang lawannya terdiri dari jago biasa saja, dengan menggerakan tangannya yang satu itu, tentu lawannya akan terpental hebat. Jika memang tidak terbinasa, tentu sedikitnya terluka parah sekali. Namun justru sekarang yang menjadi lawannya adalah Swat Tocu, yang juga kepandaiannya tidak rendah, maka tangkisan Ciu Pek Thong itu cuma dapat membendung serangan Swat Tocu tidak mampu menggempur kuda-kuda Swat Tocu. "Ha, rupanya memang aku bertemu teman bermain yang hebat sekali!" Berseru Ciu Pek Thong. "Sungguh menyenangkan sekali! Sungguh menyenangkan sekali!" Memang Loo-boan-tong merupakan seorang yang menuruti sifat berandalan, namun juga jenaka. Iapun memang senang sekali untuk menekuni pelajaran silat. Semakin aneh dan hebat kepandaian yang dihadapinya, semakin bersemangat si tua jenaka ini untuk mempelajarinya. Namun walaupun demikian, disamping senang mencari urusan dengan orang, diapun seorang yang jujur dan polos. Karena itu walaupun dia seorang yang berandalan namun dihormati oleh orang-orang rimba persilatan. Jika memang bertemu dengan lawan yang tangguh dan memiliki kepandaian yang tinggi Ciu Pek Thong semakin tertarik dan semakin bersemangat untuk berkelahi. Sekarang melihat Swat Tocu memiliki kepandaian yang tinggi sekali, walaupun dia tidak kenal entah siapa adanya Swat Tocu, namun Ciu Pek Thong tertarik sekali. Semangatnya terbangun dan diapun tertawa telah melompat ke sana ke mari dengan gerakan yang gesit, beruntun dia melakukan totokan, pukulan dan jambretan. Semua gerakannya itu sangat cepat sekali, tangannya berkelebatkelebat cepat seperti juga kilat. Dan waktu itu Swat Tocu untuk menghindarkan ke tiga jurus serangan Ciu Pek Thong harus menyingkir ke samping, guna melewatkan pukulan-pukulan itu. Ciu Pek Thong jadi heran dan merasa aneh sekali melihat bahwa ke tiga jurus serangannya itu tidak berhasil mengenai sasarannya. "Eh, benar-benar engkau memiliki kepandaian yang bolehan!"serunya. Diapun bersiap-siap untuk melancarkan pukulan-pukulan berikutnya, maka dalam keadaan seperti itu, diapun telah mengempos semangatnya, karena Ciu Pek Thong memang semakin girang bertemu dengan lawan tangguh. Swat Tocu semakin mendongkol. Orang itu telah menyerangnya tiga kali, maka kini adalah gilirannya untuk membalas menyerang, tentu Swat Tocu juga tidak mau berdiam diri saja. Dengan serentak ke dua tangannya digerakkan. "Wuss" Angin yang dingin sekali menyambar ke arah Ciu Pek Thong. "Ihhh, dingin!" Ciu Pek Thong tiba-tiba berseru sambil menggigil. Dia tertawa-tawa. "Sungguh dingin! Seperti aku tengah mandi di air salju!" Tetapi sama sekali Ciu Pek Thong tak terpengaruh lama oleh hawa dingin itu. Karena tubuhnya sudah tidak menggigil lagi. Dikala si tua berandal yang jenaka itu mengempos lweekangnya untuk memberikan perlawanan membendung hawa dingin itu. "Ayo seranglah lagi..... enak....., nyaman. Ayo serang lagi, yang lebih dingin!" Berseru Ciu Pek Thong dengan suara yang nyaring disertai tertawanya berulang kali. Swat Tocu berdiri tertegun, karena dia tak menyangka bahwa Ciu Pek Thong sanggup menghadapi serangannya yang dahsyat itu, karena tadi dia telah menyerang dengan menggunakan kekuatan enam bagian. Dengan demikian jika jago biasa tentu tubuhnya seketika itu juga akan membeku kaku. Tapi Ciu Pek Thong hanya menggigil sejenak, kemudian malah minta dipukul lagi. "Baik, coba kau terima ini!" Berseru Swat Tocu dengan suara yang nyaring, diliputi oleh kegusaran dan ke dua tangannya telah digerakkan. Swat Tocu dalam keadaan penasaran seperti itu kali ini telah menyerang dengan mempergunakan delapan bagian dari Inti es. Jelas hawa dingin yang menyambar kepada Ciu Pek Thong juga semakin hebat dibandingkan dengan yang tadi, di mana jika memang orang biasa yang menerima serangan seperti itu, selain akan segera terbungkus lapisan es dan menjadi beku, pun segera terbinasa karena seluruh darah di tubuhnya akan ikut beku. Tapi Ciu Pek Thong menerima serangan itu dengan tubuh menggigil sebentar, diapun berseru-seru jenaka. "Nyaman sekali! Ohhh, sungguh nyaman.....!" Dan sebentar kemudian, tubuhnya sudah tidak menggigil lagi, malah Ciu Pek Thong telah meneruskan seruannya sambil menggerakkan ke dua tangannya bergantian seperti tengah mengupas. "Ohhh, ayo serang lagi..... mana hawa dinginmu..... sungguh panas, sungguh hawa udara yang buruk demikian panas.....! Mana hawa dingin yang nyaman itu?" Swat Tocu jadi penasaran bukan main, ia mengeluarkan suara bentakan tanpa memberikan tanggapan suatu apapun juga atas perkataan Ciu Pek Thong, dia telah menyerang lagi dengan dua kali pukulan. Cara memukul Swat Tocu kali ini merupakan pukulan yang benar-benar dahsyat, karena selain ke dua tangannya digerakkan serentak dan tenaga dalamnya yang dipergunakan delapan bagian, tubuhnya juga berputar-putar, karena dia hendak mengincar bagian yang mematikan di tubuh Ciu Pek Thong. Hebat tenaga serangan dari Swat Tocu membuat Ciu Pek Thong kali ini tidak bisa main-main. Dia telah melompat ke atas setinggi empat tombak. Gerakan yang dilakukan oleh Ciu Pek Thong membuat angin pukulan dari Swat Tocu jatuh di tempat kosong, dan malah menghantam sebuah patung singa-singaan yang terdapat tak jauh dari batu gunung-gunungan itu. Seketika itu juga singa-singaan terbungkus oleh lapisan es, dan kemudian terdengar suara "kretek," Yang perlahan, ketika lapisan es telah mencair, patung singa-singaan itu telah hancur menjadi bubur. Di kala itu tampak Swat Tocu yang penasaran bukan main telah mulai memukul lagi. Cara memukulnya juga lebih hebat dari tadi. Ciu Pek Thong tiga kali harus menghindarkan diri dan tiga kali pula pukulan yang dilakukan oleh Swat Tocu menghantam batang pohon dan dinding di tempat itu, yang seketika menjadi hancur setelah terbungkus oleh lapisan es. Ciu Pek Thong meleletkan lidahnya, dia berseru berulang kali. "Hebat! Berbahaya sekali! Hebat bukan main! Hebat!" Namun pujian yang diberikan Ciu Pek Thong dengan sikap jenaka seperti itu telah membuat Swat Tocu tambah mendongkol, karena dia merasakan bahwa pujian itu merupakan ejekan untuknya, bukankah dia menyerang selalu tanpa berhasil? Dengan mengeluarkan suara erangan yang nyaring, tampak Swat Tocu bertubi-tubi telah menyerang lagi kepada Ciu Pek Thong. Sedangkan Yo Him dan Sasana yang telah berhenti dari bertempurnya dengan pahlawan, mengawasi dengan hati yang berkuatir sekali. Begitu juga dengan para pahlawan yang menjadi anak buah serta kaki tangannya Tiat To Hoat-ong telah berdiri mematung memandang kehebatan ke dua orang yang tengah bertempur itu, yang membuat mereka jadi menggidik, karena setiap kali Swat Tocu gagal menyerang Ciu Pek Thong, barangbarang yang menjadi korban dari pukulan Swat Tocu akan hancur setelah dilapis es. Itulah pemandangan yang baru pertama kali disaksikan mereka, karena inilah cara bertempur luar biasa. Ciu Pek Thong sendiri juga tidak berdiam diri, si tua yang berandal ini tidak mau kalah, karena diapun telah memperlihatkan kehebatannya. Setiap kali dia berhasil menghindarkan diri dari pukulan Swat Tocu, Ciu Pek Thong mengayunkan salah satu tangannya, dia menghantam. Memang Ciu Pek Thong telah meyakinkan Kiu-im-cin-keng, karena itu tidak terlalu mengherankan lagi, tokoh persilatan dari Coan-cinkauw yang memiliki kepandaian tinggi, inipun membuat Swat Tocu jadi kewalahan juga. Mereka seperti berimbang, hanya saja kepandaian mereka belaka yang berlainan sifat, tapi untuk kesempurnaan ilmu silat masing-masing, mereka telah mencapai puncaknya. Beberapa kali Ciu Pek Thong berhasil memukul membuat Swat Tocu jadi terdesak hebat oleh angin gempurannya yang bagaikan gunung runtuh itu. Dan Swat Tocu jika memang bukannya memiliki kuda-kuda kaki yang benar-benar tangguh dan sempurna jelas siang-siang telah berhasil dirubuhkan oleh Ciu Pek Thong. Dengan demikian tampak Swat Tocu juga mulai berpikir dua kali untuk menyerang dengan membabi buta, karena itu dia telah memperhitungkan tiap serangannya. Sedikit saja dia melakukan suatu kesalahan dalam melontarkan pukulannya, niscaya dirinya sendiri yang akan menerima bahaya tak kecil di tangan Ciu Pek Thong. Karena itu sekarang tampak ke dua orang tua itu telah saling menerjang bukan dengan cara yang cepat. Mereka menggerakkan ke dua tangan dan tubuh mereka dengan perlahan dan teratur, namun tenaga dalam yang mereka salurkan dalam setiap pukulan mereka mengandung kekuatan yang dahsyat, yang bisa membinasakan. Itulah pertempuran yang bukan main-main lagi seperti yang dianggap oleh Ciu Pek Thong pada mulanya. Ciu Pek Thong sendiri walaupun berandalan dan jenaka, namun otaknya tidak dungu. Ia merupakan seorang yang cerdas juga, hanya saja terlalu jujur. Sekarang melihat Swat Tocu telah mendesak dirinya bertubi-tubi seperti itu, dengan setiap serangan yang bisa mematikan, Ciu Pek Thong telah merobah cara bertempurnya. Hanya saja mulutnya tidak hentinya mengoceh. "Sungguh mengagumkan! Sungguh mengejutkan! O, o, bukan main! Sungguh mengagetkan sekali! Ai, ai, mengapa menyerang seperti kalap begitu! O, o, menyeramkan sekali!" Ciu Pek Thong yang mengoceh, namun yang panas hatinya adalah Swat Tocu, sampai tokoh persilatan yang memiliki kepandaian hebat itu mengeluarkan suara erangan penasaran dan gusar sambil menyerang semakin hebat. Karena penasaran Swat Tocu bertekad untuk dapat merubuhkan Ciu Pek Thong. Memang sudah lama ia mendengar akan hebatnya kepandaian Ciu Pek Thong, yang menurut sebagian dari tokoh-tokoh Rimba Persilatan bahwa kepandaian yang sekarang dimiliki Ciu Pek Thong telah berimbang dengan kepandaian Ong Tiong Yang. Tetapi karena baru mendengar nama dan belum pernah bertemu muka, dengan sendirinya, baru kali inilah Swat Tocu mengetahui dan melihat sendiri bahwa kepandaian Ciu Pek Thong, memang merupakan kepandaian yang luar biasa. Kepandaian dan ilmu dari si tua berandalan tersebut yang berasal dari kitab Kiu-im-cin-keng itu benar-benar merupakan kepandaian yang sulit sekali untuk dihadapinya. Walaupun ilmu Inti Es nya telah mencapai tingkat yang sempurna, namun Swat Tocu tidak bisa berbuat banyak. Swat Tocu menyadari juga bahwa pertempuran mereka kali ini bukanlah pertempuran sembarangan, karena sekali saja salah satu dari pukulan mereka terkena pada sasarannya, niscaya lawannya akan segera terbinasa. Begitu juga dengan keadaan dirinya, jika sekali saja dia berayal untuk mengelakkan diri, niscaya dia akan menemui bencana yang tidak kecil. Waktu itu Ciu Pek Thong mengerutkan sepasang alisnya waktu melihat betapa Swat Tocu telah menyerang semakin hebat dan dahsyat belaka. Ciu Pek Thong pun merasakan betapa napasnya mulai sesak, karena hawa dingin yang mengurung dirinya semakin tebal, membuat dia sulit untuk bernapas. "Inilah berbahaya, aku harus dapat membuyarkan hawa dingin yang mengurung diriku!" Demikian pikir Ciu Pek Thong. Karena si tua berandal jenaka itu menyadari, walaupun Swat Tocu tidak mungkin bisa merubuhkan dirinya, tokh jika memang terus menerus dirinya terkurung oleh lapisan hawa dingin itu, sehingga dia sulit bernapas. Tohk akhirnya akan membuat dirinya lemas sendirinya, dan akan, membuat geraknya jadi lambat, maka itu bisa membahayakan dirinya, yang kemungkinan besar dirubuhkan dan dibinasakan Swat Tocu. Setelah berpikir begitu, Ciu Pek Thong mengeluarkan suara seruan nyaring, tubuhnya tahu-tahu melompat-lompat tidak hentinya. Dan kemudian dia telah menggerakkan ke dua tangannya mendorong dengan kuat sekali, sehingga berkesiuran angin yang menderu-deru menerjang Swat Tocu. Dengan cara mendorong seperti itu, Ciu Pek Thong telah membuyarkan hawa dingin yang mengurung dirinya. Dan di kala Swat Tocu menyambuti tenaga dorongan itu dengan berdiri tegak, dengan ke dua tangan diulurkan ke depan, maka terjadi benturan yang kuat sekali. Ciu Pek Thong maupun Swat Tocu jadi berdiri kaku tegak di tempatnya sama sekali tidak bergerak. Karena ke duanya tengah mengempos semangat dan tenaga murni mereka untuk berusaha menindih kekuatan lawan. Dengan demikian, walaupun tubuh mereka tidak bergerak dan tangan mereka teracung dua-duanya ke tengah udara dan tetap seperti sikap mendorong, tokh inilah pertempuran yang menentukan sekali. Karena sekali saja tenaga dalam dari salah seorang di antara mereka berkurang dan menjadi lemah, tentu akan celakalah dia, sedikitnya terluka dan musnah seluruh ilmu maupun tenaga dalamnya. Malah kemungkinan akan menemui kematian! Pangeran Ghalik sendiri telah berdiri memandang megawasi jalannya pertempuran itu. Tadi dia telah mendengar puterinya, Sasana telah memanggil orang tua yang jenggot kumisnya begitu panjang dan membawa lagaknya edan-edanan, sebagai gurunya. Dengan begitu pangeran Ghalik telah menduga, tentu guru puterinya itu tidak lain dari Ciu Pek Thong, si tua berandalan jenaka tersebut. Memang Pangeran Ghalikpun mengetahui perihal Ciu Pek Thong yang sering didengarnya sebagai seorang tokoh terkemuka di antara Oey Yok Su, Yo Ko, Kwee Ceng dan lain-lainnya. Beruang Salju Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Namun baru kali ini dia melihat keadaan si tua itu. Malah tak disangkanya tokoh rimba persilatan tersebut menjadi guru dari puterinya! Beberapa hari yang lalu, waktu pangeran Ghalik mengetahui puterinya memiliki ilmu silat yang tinggi sekali, dia menduga bahwa guru dari muridnya itu adalah seorang tokoh dunia Kang-ouw, tapi ia menyangka seorang wanita yang sangat liehay sekali. Tidak diduga-duganya sama sekali, bahwa yang menjadi guru puterinya itu tidak lain dari Ciu Pek Thong, si tua berandalan jenaka tersebut...... Setelah menyaksikan sekian lama jalannya pertempuran itu, pangeran Ghalik menghela napas. Ke dua orang itu benar-benar memiliki kepandaian yang luar biasa sekali, dan melihat ini pangeran Ghalik merasakan bahwa kepandaian dan ilmu silat yang dimilikinya merupakan kepandaian yang tiada artinya. Jika memang harus menghadapi salah seorang antara Ciu Pek Thong atau pun juga Swat Tocu, maka beberapa jurus saja dia bisa dirubuhkan terbinasa.....! "Benar-benar di daratan Tiong-goan terdapat banyak sekali tokohtokoh Kang-ouw yang memiliki kepandaian luar biasa! Sesungguhnya tugas yang kuterima dari Kaisar merupakan tugas yang sangat berat! Duapuluh tahun aku telah berusaha mengacaukan jago-jago Tiong-goan itu, mempengaruhi satu dengan yang lainnya dengan mengadu domba...... tapi ternyata tugasku itu sampai sekarang memberikan hasil yang belum begitu jelas! "Kini Koksu malah telah memfitnah aku ingin memberontak pada...... itulah fitnah yang berat sekali! Jika memang Kaisar mempercayai fitnahan dari Koksu, inilah yang benar-benar mengecewakan sekali." Setelah berpikir begitu, beberapa kali pangeran Ghalik menghela napas. Hek Pek Siang-sat menghampiri pangeran Ghalik, berdiri di ke dua sisi dari pangeran, karena mereka hendak mengadakan penjagaan untuk keamanan pangeran tersebut. Malah Hek Siang-sat telah berkata dengan suara yang perlahan. "Pangeran, terlebih baik kau meninggalkan tempat ini. Biarlah kami yang mengurusnya ini demi keselamatan pangeran dan urusan besar tidak terbengkalai! Hek Siang-sat memang meminta pangeran Ghalik untuk menyingkir, karena dia sesungguhnya berkuatir kalau dirinya bersama Pek Siang-sat dan pahlawannya pangeran Ghalik yang lain tidak sanggup mengatasi keadaan di tempat ini. Berarti dengan menyingkimya pangeran Ghalik terlebih dulu, mereka tidak usah terpecahkan perhatian mereka pada keselamatan pangeran itu junjungan mereka. Pangeran Ghalik memang mengerti bahaya yang tengah mengintai dirinya. Jika sampai pecah pertempuran di antara mereka yang terbagi dalam tiga golongan, yaitu golongan Tiat To Hoat-ong, golongan pangeran Ghalik sendiri juga para pengemis dari Kaypang dengan Swat Tocu serta Ciu Pek Thong. Dengan demikian keadaan akan kacau balau dan kemungkinan besar dirinya yang akan tercelakakan, karena bukan hanya Tiat To Hoat-ong dan anak buahnya akan menindih dan mendesak dirinya, pun para pengemis Kay-pang itu pun tentu memusuhinya. Setelah berdiam diri sejenak, pangeran Ghalik mengangguk, katanya. "Baiklah!" Dan pangeran ini melambaikan tangannya memanggil Sasana. "Mari kita pergi dari tempat ini nak..... biarlah Hek Pek Siangsat Losianseng yang akan menyelesaikan urusan ini!" Kata pangeran Ghalik. Tapi Sasana menggeleng perlahan. "Ayah pergilah sendiri, aku ingin menyaksikan Suhu mengajar Swat Tocu...... "kepandaian mereka sangat tinggi sekali, dengan demikian bisa membuka mataku dan menambah pengalaman!"sahut Sasana. Pangeran Ghalik mengetahui, bahwa dirinya memang merupakan orang yang sangat penting dan memiliki tugas yang berat. Jika dia tercekal dalam kekalutan di tempat ini, jelas hanya akan membuat urusan besar jadi pikiran. Setelah berpesan agar puterinya itu baik-baik dan bisa menjaga diri, malah dipesankan jika keadaan tidak memungkinkan agar Sasana segera pergi menyingkirkan diri, pangeran Ghalik telah memutar tubuhnya, dengan diiringi beberapa orang pahlawannya ingin meninggalkan tempat itu. Namun baru saja pangeran Ghalik melangkah beberapa tindak, di saat itulah terdengar seorang telah membentak. "Tahan, jangan pergi dulu!" Orang yang membentak itu tidak lain dari Wie Liang Tocu, yang juga telah melompat ke depannya pangeran Ghalik, gerakannya gesit sekali. Hek Pek Siang-sat yang menyaksikan ini. jadi terkejut dan mendongkol. Terkejut karena dia melihat Wie Liang Tocu tidak mau membiarkan kepergian junjungan mereka dan juga dilihat dari gerakannya itu, Wie Liang Tocu memang merupakan tokoh Kaypang yang memiliki kepandaian tidak rendah. Malah ke lima orang pengemis lainnya telah melompat juga ke depan pangeran Ghalik berdiri di belakang Wie Liang Tocu dengan keadaan bersiap sedia untuk menyerang. Para pahlawannya pangeran Ghalik telah mencabut senjata mereka bersiap akan mengadu jiwa guna melindungi junjungan mereka, semuanya mengelilingi pangeran Ghalik berdiri dengan tegak, bagaikan memagari pangeran Ghalik. Wie Liang Tocu waktu itu telah tertawa dingin, katanya. "Bukankah engkau pangeran Ghalik?" Pangeran Ghalik mengangguk sahutnya. "Benar! Ada urusan apa engkau menyusup ke dalam istanaku?" Dan pangeran Ghalik, walaupun hatinya tengah bekuatir, tokh membawa sikap yang agung dan tidak memperlihatkan perasaan jeri sedikit di wajahnya. "Jika memang kalian tidak cepat-cepat angkat kaki, apakah kalian tidak kuatir nanti dicap sebagai pemberontak yang hendak mencelakai diriku?!" Wie Liang Tocu tertawa dingin lagi, sikapnya mengejek. "Memang kedatangan kami kemari hendak membunuhmu!" Katanya terus terang. "Hemmm, banyak orang-orang kami yang telah bercelaka di tanganmu! Sekarang kau jawab yang jujur, bukankah Liu Ong Kiang juga ditawan olehmu?" Pangeran Ghalik tertawa dingin. "Hemmm, orang she Liu itu adalah tamuku bersama-sama dengan Yo Siauwhiap!" Menyahuti pangeran Ghalik. "Hal itu memang telah kudengar dari Yo hiante! Tapi yang ingin kutanyakan kepadamu apakah benar engkau yang telah menawan Liu Ong Kiang?!" "Sama sekali aku tidak menawannya, dia bebas kemana dia ingin pergi! Malah, selama berada di dalam istanaku ini, dia memperoleh rawatan yang baik pada luka-lukanya itu....... Bagaimana bisa dibilang dia ditawan olehku?" Wie Liang Tocu telah tertawa dingin sedangkan ke lima pengemis lainnya telah bersiap-siap hendak maju ke depan. Hek Pek Siangsat yang menyaksikan hal ini juga telah bersiap-siap untuk melindungi junjungan mereka, serta beberapa orang pahlawan pangeran Ghalik telah bersiap untuk menerjang juga. "Pangeran Ghalik!" Kata Wie Liang Tocu dengan suara yang nyaring. "telah belasan anggota Kay-pang kami yang terbinasa di tangan anak buahmu.....! Sejauh itu, kaki tanganmu menjalankan berbagai jalan yang licik dan usaha yang benar-benar busuk sekali, dengan menyusup jadi anggota Kay-pang pusat dengan cabang daerah.....! "Hemm, demikian juga dengan beberapa orang kaki tanganmu yang telah menyusup menyamar jadi anggota Kay-pang......! Tetapi semua akal licikmu dan tipu muslihatmu yang busuk yang ingin meruntuhkan Kay-pang telah berhasil kami bongkar! Karena itu, sekarang kedatangan kami ini hanya memperhitungkan semuanya itu!" Pangeran Ghalik sama sekali tidak memperlihatkan perasaan takut atau jeri pada Wie Liang Tocu, malah dia memperdengarkan suara tertawa dinginnya. Namun waktu dia ingin buka mulut, belum lagi dia berkata-kata waktu itu dari arah belakang istana terdengar suara teriakan yang gaduh. Waktu semua orang menoleh, maka mereka melihat warna merah yang membubung naik di bagian belakang istana. Asap dan api berkobar sangat tebal sekali, diiringi oleh suara pekik dan jerit pria dan wanita. "Api! Api! Kebakaran! Kebakaran!" Pangeran Ghalik kaget bukan main, namun dia tidak menjadi gugup. "Semuanya siap dan tetap berada di tempat......!" Teriaknya. Berteriak sampai di situ, pangeran Ghalik telah menyaksikan suatu pemandangan yang benar-benar luar biasa. Karena dari empat penjuru tampak telah berlompatan muncul orang-orang yang bersenjata tajam terhunus di tangan, disertai pekik teriak mereka yang ganas dan bengis. Pangeran Ghalik mengerutkan alisnya. Mereka itu orang yang baru muncul dengan senjata tajam dari seluruh bagian istana itu, merupakan orang-orang yang bercampur aduk antara pasukan istana pangeran Ghalik, pendeta Mongolia dan jago-jago daratan Tiong-goan yang memang telah bersedia bekerja untuk kerajaan Mongolia. Namun yang membuat marah pangeran Ghalik, di mana orangorang itu yang seharusnya merupakan kaki tangannya, malah berteriak teriak. "Hukum mati pemberontak Ghalik! Mampusi Ghalik! Pengkhianat Ghalik pancung kepalanya! Hukum mati Ghalik!" Ternyata semua orang itu telah menjadi pengikut Tiat To Hoat-ong. Pangeran Ghalik juga tersadar dengan cepat, karena segera dia mengetahui bahwa Tiat To Hoat-ong memang berhasil menghimpun kekuatan yang tidak kecil, sebagian besar dari pengikut dirinya telah berhasil dipengaruhinya. Malah pangeran Ghalik segera menduga, yang membakar istananya di bagian belakang itu tentunya dilakukan orang-orang ini. Bukan main murkanya pangeran Ghalik, keadaan waktu itu sangat kacau balau karena orang-orang tersebut menyerbu maju dengan senjata tajam mereka yang dibolang balingkan menyerang membabi buta. Mereka merupakan pengawal-pengawal istana, yang memiliki kepandaian tidak begitu tinggi tapi juga sedikitnya mereka memang memiliki ilmu silat dan pandai mempergunakan senjata tajam. Pertempuran yang kacau terjadi, dengan Wie Liang Tocu dan ke lima pengemis lainnya terlibat dalam pertempuran yang sulit untuk ditentukan pula, mana kawan mana lawan itu. Hanya saja Wie Liang Tocu telah membinasakan lima orang pengawal istana, berusaha untuk mengejar pangeran Ghalik, yang waktu itu telah melarikan diri untuk menyingkir bersama-sama dengan dengan Hek Pek Siang-sat yang mengawalnya, juga beberapa orang pahlawan yang jadi pengikut pangeran tersebut telah berlari-lari meninggalkan tempat itu. Api berkobar sangat tinggi dan semakin besar, anginpun waktu itu berhembus sangat kencang, api seperti dikipasi, menyebabkan menyala tambah besar dan langit menjadi merah karenanya. Sebagian dari penghuni istana juga sibuk sekali berusaha untuk memadamkan api itu. Waktu itulah Sasana telah menoleh kepada Yo Him, katanya dengan suara yang berbisik. "Inilah kesempatan baik untuk meloloskan kawan-kawanmu.......!" Yo Him mengangguk menyetujui pendapat puterinya dari pangeran Ghalik tersebut. Segera mereka telah berlari-lari ke istana di mana Cin Piauw Ho dan yang lainnya berada. Namun di tempat itu Yo Him hanya menemui Cin Piauw Ho, Wang Put Liong dan Liu Ong Kiang. Ko Tie tidak dilihatnya. Segera juga dia menanyakan perihal anak itu. Cin Piauw Ho bertiga juga menyatakan, ketika mereka melihat terjadinya kebakaran di bagian belakang istana pangeran Ghalik, mereka tidak melihat Ko Tie. Mereka telah mencari-carinya, tetapi anak itu tidak juga berhasil mereka temui..... Yo Him dan yang lainnya telah mencari beberapa saat, namun Ko Tie tetap tidak berhasil ditemui jejaknya. Sedangkan Sasana telah mendesak agar mereka cepat-cepat berangkat. Akhirnya, setelah tidak berhasil mencari Ko Tie, dengan hati yang masih bingung, terpaksa Yo Him mengajak kawan-kawannya itu untuk meninggalkan tempat tersebut. Pintu gerbang istana tertutup dan di situ terdapat pengawalan yang ketat sekali. Namun Yo Him dan Sasana berhasil menotok tubuh semua pengawal di tempat itu. Yo Him yang telah membuka pintu gerbang, sedangkan Sasana telah mengambil tiga ekor kuda, di mana kuda-kuda tersebut yang sesungguhnya milik para pengawal pintu gerbang tersebut telah diserahkan kepada Cin Tiauw Ho, Wang Put Liong dan Liu Ong Kiang. Yo Him hanya berkata. "Wie Liang Tocu berada di sini, kau tidak perlu kuatir Liu Locianpwe, jika urusan di sini telah selesai, tentu aku bersama-sama degan Wie Liang Tocu akan menyusul ke markas Kay-pang." Mendengar Wie Liang Tocu berada di dalam istana Pangeran Ghalik ini, Liu Ong Kiang jadi ragu-ragu untuk pergi, dia menyatakan ingin berdiam di sini menemui Wie Liang Tocu. Namun Yo Him telah mendesaknya agar mereka segera menyingkir agar tidak menjadi beban yang cukup berat baginya. Sebab jika memang Liu Ong Kiang gagal meloloskan diri berarti perhatian Yo Him akan terbagi, antara membantu Sasana dengan melindungi keselamatan orang ini. Akhirnya Liu Ong Kiang mengerti juga, ketiga kuda itu telah dilarikan dan larinya kuda itu tidak dapat cepat karena Wang Put Liong dalam keadaan lemah, dan tangannya dalam keadaan terborgol. Cuma saja sebentar kemudian kuda itu telah cukup jauh meninggalkan istana tersebut. Cahaya api yang kemerah-merahan terlihat bayangannya, tampak di belakang ke tiga orang itu ketika mereka berada di mulut lembah....... Yo Him dan Sasana sendiri setelah melihat Liu Ong Kiang bertiga bersama Cin Piauw Ho dan Wang Put Liong lenyap dari pandang mereka, segera ke duanya kembali ke belakang istana. Di tempat itu terjadi kekalutan, beramai-ramai orang tengah berusaha memadamkan api. Yo Him dan Sasana membantu mereka untuk memadamkan kobaran api. Akhirnya, seperminuman teh, apipun berhasil dipadamkan walaupun masih terlihat di sana sini kobaran api yang kecil, tokh itu sudah tidak membahayakan lagi. Sedangkan di tempat pertempuran masih terjadi pertempuran yang kalut sekali. Swat Tocu sudah berapa banyak membinasakan orang-orangnya Tiat To Hoat-ong. Koksu itu sendiri telah menyingkir entah kemana, Gochin Talu yang masih melakukan perlawanan yang gigih pada dua orang pengemis anak buahnya Wie Liang Tocu. Mereka bertempur dengan menpergunakan senjata tajam, dan pakaian Gochin Talu telah koyak-koyak. Pangeran Ghalik pun sudah tidak terlihat. Hek Pek Siang-sat yang mengawalnya pun tidak terlihat bayangannya. Anak buah Tiat To Hoat-ong sangat banyak, mereka berada di mulut lembah, mereka mungkin lebih dari seratus orang semuanya membekal senjata tajam. Dengan demikian, mereka pun mengandalkan jumlah yang banyak, walaupun kepandaian mereka tidak berapa, tokh berhasil untuk mendesak ke lima pengemis anak buahnya Wie Liang Tocu. Dan di waktu itu mereka bertempur dengan membabi buta. Lengky Lumi sendiri telah mempergunakan goloknya untuk menyerang dengan hebat pada Swat Tocu, dibantu oleh belasan orang pahlawan yang menjadi anak buahnya Tiat To Hoat-ong. Namun karena kepandaian Swat Tocu mengebutkan tangannya, para pahlawan itu tidak bisa mendesak untuk mendekatinya. Karena mereka terserang hawa yang sangat dingin, membuat tubuh mereka menggigil keras dan ada jago yang telah terbungkus oleh lapisan es. Keadaan seperti ini telah berlangsung terus dengan korban-korban berjatuhan tidak terhitung. Tidak lama kemudian tampak Wie Liang Tocu telah berlari-lari mendatangi, tampaknya Wie Liang Tocu gagal untuk membekuk pangeran Ghalik. Setelah mengejarnya sekian lama, dia kehilangan jejak pangeran Ghalik. Menyaksikan pertempuran yang kalut itu dan ke lima Pengemis yang datang bersamanya ada yang terluka, segera Wie Liang Tocu berseru. "Angin keras......!" Ke lima pengemis itu mengiyakan, mereka mendesak pengepungnya lalu melompat ke dekat Wie Liang Tocu. Wie Liang Tocu sendiri menoleh kepada Yo Him. "Yo Hiante, kau ikut serta?" "Aku nanti menyusul Wie Toako......!" Menyahuti Yo Him. "Liu Locianpwe telah berhasil menyingkir dari istana ini, dia tengah menuju ke markas Kay-pang!" Mendengar penjelasan itu. Wie Liang Tocu girang, dia menyahuti. "Baiklah, kami menantikanmu di markas Kay-pang, Yo Hiante!" Yo Him mengiyakan. Begitulah, ke enam pengemis itu telah berlalu, mereka bekerja sama dan juga memiliki kepandaian yang tinggi, mudah buat mereka menyingkirkan diri dari tempat itu. Sedangkan anak buah Tiat To Hoat-ong telah menyerbu kepada Yo Him dan Sasana. Mereka telah menyerang dengan senjata yang tajam masing-masing. Yo Him dari Sasana telah memberikan perlawanan sejenak. Waktu memperoleh kenyataan pangeran Ghalik telah berhasil menyingkirkan diri dari tempat itu, Yo Him dan Sasana pun beranggapan tidak ada gunanya untuk berdiam terus di tempat ini. Setelah merubuhkan dua orang lawannya lagi, Sasana dan Yo Him telah meninggalkan tempat itu untuk mencari pangeran Ghalik. Beruang Salju Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Swat Tocu masih mengamuk terus bersama Ciu Pek Thong. Si tua jenaka yang berandal itu tampaknya gembira sekali, dia main tarik dan cabut rambut maupun kumis dari lawannya sambil tertawa hahaha, hehehe tidak hentinya. Waktu itu korban yang berjatuh di tangan Swat Tocu banyak sekali. Namun di saat dia hendak mengamuk terus, waktu itulah didengarnya suara pekik yang menyerupai erangan panjang suara dari biruang saljunya yang berada di luar istana. Swat Tocu jadi balik pikir. Setelah menghantam hancur dua batok kepala lawannya, dia menjejak tanah, tubuhnya melesat bagaikan anak panah cepatnya meninggalkan tempat tersebut. Tinggal Ciu Pek Thong yang dikeroyok semakin ketat oleh kaki tangannya Tiat To Hoat-ong, karena tinggal dia seorang dan semua senjata telah menyambar-nyambar ke arahnya. Ciu Pek Thong tertawa-tawa sambil katanya kemudian. "Sudahlah! Sudahlah! Semua telah pergi! Kakek kalian juga tidak memiliki selera untuk main-main dengan kalian!" Lalu Ciu Pek Thong menggerakkan ke dua tangannya, maka tampak lima sosok tubuh terpental jauh sekali terbanting di tanah sambil mengeluarkan suara jeritan yang keras sekali. Lawan-lawannya yang lain jadi terdiam tertegun sejenak lamanya. Ciu Pek Thong sendiri sambil tertawa hahahaha, hehehehe, dengan gerakan tubuh yang lincah dan gesit sekali, hanya beberapa kali loncat telah meninggalkan tempat tersebut dan lenyap dari penglihatan semua orang. Di situ bergelimpangan sosok-sosok tubuh yang terluka dan mati, mereka ada yang merintih, dan juga yang mengerung-gerung sebab menahan sakit yang luar biasa. Setelah melihat tidak ada lawan yang harus diserang lagi, para pahlawan istana pangeran Ghalik yang telah menjadi pengikutnya Tiat To Hoat-ong itu menolongi kawan-kawan mereka. Lengky Lumi juga cepat-cepat mengeluarkan obat luka, di mana dia memakaikan pada luka-luka tubuhnya sendiri, kemudian membagikan kepada anak buahnya. Gochin Talu sendiri telah perintahkan agar mereka meninggalkan tempat tersebut untuk pergi menemui Tiat To Hoat-ong...... Dalam waktu sekejap saja. tempat itu jadi sepi dan sunyi, di mana tempat yang semula begitu ramai dengan pekik dan teriak yang mengandung nafsu membunuh. Sekarang sunyi sepi hanya terdengar suara kutu malam belaka.......!" Namun dengan terjadinya pertempuran seperti tadi, kini telah jelas batas-batas lawan dan kawan dan Pangeran Ghalik pun telah memperoleh bukti-bukti yang jelas mengenai pengkhianatan Tiat To Hoat-ong. Dengan demikian hanyalah bagaimana Pangeran Ghalik mengatur langkah-langkah untuk mengatasi semua itu, untuk menumpas pengkhianatan Tiat To Hoat-ong dan orangorangnya yang sebagian besar jadi pengikutnya si Koksu itu. Da juga pangeran Ghalik ingin segera berangkat ke kota raja, untuk memberikan laporan selengkapnya pada Kaisar...... Y Sasana dan Yo Him telah berhasil bertemu dengan Pangeran Ghalik di sebuah ruangan rahasia, yang rahasia cara membuka ruangan itu cuma diketahui oleh pangeran Ghalik dan Sasana berdua. Tadi waktu melihat pangeran Ghalik telah meninggalkan tempat terjadinya pertempuran, Sasana segera menduga bahwa ayahnya tentu telah pergi bersembunyi di ruangan rahasia bawah tanah yang terletak di tengah-tengah istana, di tempat yang agak tersembunyi. Karena itu Sasana telah mengajak Yo Him pergi ke ruangan rahasia tersebut. Dan memang dugaannya tepat, di mana mereka bertemu dengan pangeran Ghalik, yang waktu itu didampingi oleh Hek Pek Siang-sat dan enam orang pahlawan istana yang tetap setia pada pangeran ini. Sesungguhnya terdapat ganjalan antara Yo Him dengan pangeran Ghalik. Namun melihat pangeran Ghalik yang biasanya memiliki kekuasaan besar, agung dan berwibawa kini harus mengkeret bersembunyi di ruangan rahasia di bawah tanah ini, Yo Him jadi merasa kasihan juga. Terutama sekali, pangeran inipun telah dikhianati oleh sebagian besar pengikutnya. "Yo kongcu telah memberikan janjinya ayah, bahwa dia akan membantuku untuk melindungimu.....!" Sasana telah menjelaskan pada pangeran Ghalik. Pangeran Ghalik mengucapkan terima kasihnya, sedangkan di dalam hatinya dia berpikir. "Apakah pemuda she Yo ini memang benar-benar ingin bekerja di bawah perintahku, atau memang ia hanya pura-pura untuk melakukan penyelidikan perihal diriku, bukankah sekarang ini aku dalam keadaan lemah? Tidakkah mudah baginya jika memang dia hendak mencelakaiku? Tapi apa yang dipikirkannya itu tidak diutarakan pada wajahnya, pangeran Ghalik tersenyum manis dan ramah sekali. "Apa rencana ayah berikutnya untuk menghadapi keadaan seperti ini?' tanya Sasana lewat beberapa saat lagi. "Aku ingin berangkat ke kota raja, mungkin perjalanan ke sana memakan waktu dua bulan. Jika memang kita bisa tiba lebih dulu dari Koksu, maka kita bisa membeber semua ini pada Kaisar...... Namun jika Koksu tiba di kotaraja terlebih dulu dari kita, inilah yang benar-benar sulit, karena dia tentu telah melontarkan fitnah, sehingga berarti kita memperoleh kesulitan yang tidak kecil.....!" Setelah berdiam sejenak dan menghela napas, pangeran Ghalik meneruskan perkataannya. "Tapi aku yakin, Kaisar tentu tidak akan mempercayai sepenuhnya fitnah Koksu!" Sasana mengangguk. "Kukira pagi ini Tiat To Hoat-ong bersama pengikutnya akan berangkat meninggalkan istana ini, dan kita boleh segera meninggalkan tempat ini juga.......!" "Tapi.....!" Pangeran Ghalik tampak ragu-ragu, dia melirik kepada Yo Him, baru melanjutkan perkataannya. "Bagaimana denganYo kongcu?" "Aku telah memberikan janjiku pada puterimu untuk melindungimu, maka kupikir setiba di kota raja, selesailah tugasku!" Menyahut Yo Him. Pangeran itu tersenyum getir. Dia tidak bilang apa-apa, hanya menoleh kepada puterinya tanyanya. "Lalu bagaimana dengan gurumu?" Yang dimaksudkan pangeran Ghalik adalah iu Pek Thong, si tua berandalan yang jenaka itu. "Tadi kami tinggalkan dia di saat pertempuran masih berlangsung, entah sekarang dia telah kembali ke tempatnya apa belum......!" "Selama ini di mana kau sembunyikan gurumu sehingga aku sendiri tidak mengetahui bahwa kau diam-diam tengah mempelajari ilmu silat yang tinggi dari orang she Ciu itu?" Tanya pangeran Ghalik. "Di kamarku......!" Menyahut Sasana terus terang. "Suhu gemar sekali mendengari cerita-cerita, maka jika aku telah menceritakan sebuah dongeng padanya, maka dia menghadiahkan aku satu jurus ilmu silatnya, begitu seterusnya.....!" "Hemmm, bagaimana cara kalian bertemu?" Tanya pangeran Ghalik lagi. "Itulah terjadi secara kebetulan sekali. Waktu itu aku bersama dengan beberapa orang dayang tengah berada di luar istana untuk menangkap burung di lembah. Ternyata di lembah itu burungburung telah jadi jinak sekali, entah mengapa. Padahal hari-hari sebelumnya burung-burung tersebut merupakan burung-burung yang liar. Hal ini mengherankan, kami menyelidikinya. "Setelah setengah harian menyelidiki, ternyata burung-burung tersebut dipelihara oleh seseorang, yang melatihnya dengan baik, sehingga boleh dibilang burung di lembah jinak semuanya. Orang itu tidak lain adalah suhu, Loo-boan-tong......! "Diapun senang bersahabat denganku, dia menanyakan apakah aku memiliki cerita-cerita yang menarik. Karena melihat dia bukan orang sembarangan yang tentunya memiliki kepandaian yang tinggi, aku telah menceritakan dua buah dongeng padanya. "Ternyata dia puas. Dan minta diceritakan lagi dongeng lainnya. Tapi aku bilang padanya, aku letih dan ingin istirahat. Maka dia telah ikut ke istana..... selanjutnya setiap kali aku selesai berdongeng, dia menghadiahkan aku satu jurus ilmu silatnya, dan secara berangsur-angsur, akhirnya seluruh kepandaiannya telah diwariskan kepadaku! "Cuma saja, ilmu Suhu demikian luar biasa. Latihanku yang belum begitu sempurna tentu sulit untuk menguasainya dengan baik. Suhu mengatakan, sedikitnya aku masih memerlukan waktu lima tahun untuk berlatih diri......!" "Jadi kalian angkat guru dan murid itu tidak secara resmi?" Tanya pangeran Ghalik. "Waktu itu memang tidak," Menyahuti Sasana. "Tetapi ketika Suhu ingin menuturkan ilmu Kong-beng-kun, dia mengatakan ilmu ini tidak bisa diturunkan pada orang yang bukan muridnya dan selamanya diapun memang tidak pernah menerima murid secara resmi. Setelah kubujuk, akhirnya dia bersedia diangkat menjadi guruku, maka resmilah aku sebagai muridnya, ayah!" Pangeran Ghalik mengangguk sambil menghela napas. "Tapi sama sekali tidak kusangka bahwa akan terjadi penghianatan Tiat To Hoat-ong seperti sekarang ini.....! Sayangnya, aku mengambil tindakan yang kurang cepat, sehingga dia bisa menghimpun kekuatan yang tidak kecil..... Jika dulu waktu aku menerima laporan mengenai maksud dan rencana busuknya yang ingin menindih pengaruhku itu, dan segera aku bertindak, tentu tidak akan terjadi peristiwa seperti sekarang ini.....!" Dan pangeran Ghalik telah menghela napas beberapa kali. Hek Pek Siang-sat waktu itu telah ikut berkata suara parau mereka. "Pangeran, apakah tidak lebih baik jika kita berangkat sekarang saja?" Pangeran Ghalik mengangguk. "Pergilah kalian menyelidiki keadaan di luar dulu!" Perintah pangeran Ghalik. "Apakah Koksu dan kaki tangannya telah meninggalkan istana atau belum!" Hek Pek Siang-sat terima perintah dan segera mereka berlalu. Tidak lama kemudian mereka telah kembali mengatakan bahwa istana sangat sepi boleh dibilang menyerupai istana kosong belaka. Karena Tiat To Hoat-ong telah mengajak semua kaki tangannya meninggalkan istana. Pangeran Ghalik menghela napas. Dia pun perintahkan untuk mempersiapkan kuda dan perbekalan. Karena mereka begitu fajar menyingsing akan segera berangkat menuju ke kota raja. Selama itu Yo Him sendiri tenggelam dalam pikirannya sendiri karena dia tengah memikirkan entah kemana perginya Ko Tie. Waktu Sasana menanyakan padanya, mengapa dia hanya melamun belaka, pemuda ini telah menceritakan perihal lenyapnya Ko Tie membuat dia tidak tenang, karena dia yakin bocah itu tentu masih berada di sekitar istana ini. "Jika begitu, mari kita pergi mencarinya!" Ajak Sasana. Yo Him setuju, maka sambil menantikan keberangkatan mereka meninggalkan istana. Sasana berdua Yo Him telah mencari Ko Tie di sekitar istana ini. Dan mereka memperoleh hasil yang nihil karena memang Ko Tie seperti lenyap masuk ke dalam perut bumi...... Dengan muka muram, akhirnya Yo Him dan Sasana kembali ke kamar rahasia di bawah tanah. Waktu itu Hek Pek Siang-sat telah mempersiapkan perbekalan mereka. Dan rombongan itupun berangkatlah meninggalkan istana tersebut, yang telah sunyi sekali. Beberapa orang pengurus dapur dan juga pelayan-pelayan wanita telah dipesan oleh pangeran Ghalik agar mengurus istana ini baik-baik selama pangeran tersebut meninggalkannya. Perjalanan ke kota raja bukanlah perjalanan yang dekat harus memakan waktu dua bulan lebih. Dan juga perjalanan menuju ke kota raja harus melewati dua propinsi Siam-say dan Kiang-po. Waktu itu, pangeran Ghalik boleh dibilang sudah lenyap setengah semangatnya karena ia memikirkan betapa sebagian besar dari pengikutnya dan orang-orang kepercayaannya telah berpihak pada Tiat To Hoat-ong. Bahkan beberapa orang tawanan penting pangeran Ghalik telah dibebaskan oleh Tiat To Hoat-ong, dan mengambil orang-orang itu untuk dijadikan kaki tangannya. Sasana berulang kali menghibur ayahnya, dan puterinya itu mengatakan, jika mereka telah menghadap Kaisar, tentu pengkhianatan Tiat To Hoat-ong dapat dibeber dan nanti Kaisar akan mengambil tindakan yang semestinya pada Koksu negara terebut..... Sepanjang perjalanan, pangeran Ghalik lebih banyak berdiam diri saja....... Y Kemanakah perginya Ko Tie, yang tidak berhasil ditemui jejaknya oleh Yo Him? Ternyata, ketika Swat Tocu memasuki istana pangeran Ghalik, dia meninggalkan biruang saljunya di luar istana. Dan setelah menantikan sekian lama, Swat Tocu masih belum kembali. Biruang Salju itu tampaknya jadi tidak sabaran, diapun jadi iseng dan dengan lompat yang ringan telah masuk ke dalam istana. Setelah mutar ke sana ke mari, kebetulan dia melihat Ko Tie yang tengah berdiri di depan pintu dari ruangan, di mana dia bersama Cin Piauw Ho dan yang lainnya di tempatkan. Ko Tie mengenali biruang saljunya Swat Tocu, anak ini jadi girang, dia menghampirinya dan bermain-main dengan biruang salju itu. Tapi tidak disangkanya, si biruang salju telah melibat pinggangnya dan anak itu dibawa berlari-lari keluar istana lagi! Semula Ko Tie memang merasa takut, tapi setelah tiba di luar istana, biruang salju itu menggesek-gesekkan kepalanya pada punggung Ko Tie, tampaknya bersahabat sekali. Ko Tie pun gembira bisa bermain dengan biruang salju yang luar biasa ini. Mereka berdua, biruang dan si bocah, sama sekali tidak mengetahui bahwa di dalam istana tersebut sesungguhnya tengah berlangsung pertempuran yang hebat sekali, dan juga Swat Tocu waktu itu tengah mengamuk hebat. Hanya saja akhirnya mereka melihat kobaran api, yang menunjukkan bagian belakang istana pangeran Ghalik tengah terbakar. Biruang Salju semula hendak melompat masuk ke dalam istana, namun akhirnya dia batal sendirinya, hanya mengeluarkan suara erangan perlahan sekali menggerakkan kepalanya di punggung Ko Tie. Lama mereka menanti, Swat Tocu belum kembali. Sampai akhirnya biruang salju itu memekik dengan suara erangan yang panjang dan keras sekali. Suara erangan itulah yang telah menyebabkan Swat Tocu meninggalkan lawan-lawannya, dan telah keluar dari istana tersebut. Ketika melihat biruang salju tidak mengalami sesuatu, hatinya jadi lega karena semula waktu mendengar suara erangan binatang peliharaannya itu, dia menduga bahwa biruang saljunya tengah menghadapi bahaya. Dan dia jadi heran dan girang ketika melihat Ko Tie berada bersama-sama dengan biruang saljunya. Merekapun segera berangkat meninggalkan tempat itu, di mana Ko Tie sudah tidak bisa tawar menawar lagi harus ikut serta bersama Swat Tocu. Beberapa kali Ko Tie berusaha untuk memberikan penjelasan pada Swat Tocu bahwa dia harus pamitan dulu pada Yo Him dan yang lainnya, namun Swat Tocu tidak mengacuhkan permintaan si bocah, yang telah digendongnya terus dan dibawa berlari dengan epat sekali...... Biruang salju itu pun sebentar-sebentar mengeluarkan pekiknya, pekik girang karena selanjutnya dia akan memperoleh sahabat yaitu Ko Tie...... Swat Tocu ternyata menyukai Ko Tie yang dilihatnya bahwa anak ini selain memiliki bakat yang baik, pun merupakan seorang bocah ajaib, yaitu Sin-tong, yang jarang terdapat pada bocah-bocah lainnya. Karena Ko Tie selain memiliki tulang yang bagus, otot-otot yang berisi dan padat sekali, juga memiliki bahan yang baik untuk digembleng ilmu silat. Swat Tocu sering merabah-rabah dan mengurut tubuh Ko Tie agar seluruh jalan darah anak itu terbuka dan lancar, karena selama merabah itulah, Swat Tocu jadi memperoleh kenyataan Ko Tie memang memiliki tulang yang bagus sekali. Dengan demikian Swat Tocu jadi tambah menyukai Ko Tie. Ko Tie sendiri selama dalam perjalanan selalu merengek minta pada Swat Tocu agar di pertemukan lagi dengan Yo Him. Begitu juga ketika mereka berada di sebuah pinggiran kampung yang sunyi, Ko Tie telah berkata. "Paman, mengapa aku dibawabawa olehmu..... Tidakkah kau kasihan padaku, nanti paman Yo tentu bingung dan mencari-cariku! Satu kali saja kau pertemukan kami setelah memberitahukan paman Yo, maka selanjutnya engkau hendak mengajakku kemana saja aku tentu tidak akan banyak rewel lagi." Swat Tocu telah tertawa sambil katanya. "Engkau terlalu rewel.....! Hmm apakah kau kira mudah seorang anak yang ingin ikut serta bersama-sama denganku? Tidak mudah! Tidak semudah itu. Banyak syarat-syaratnya!" Ko Tie yang waktu itu berada di punggung biruang salju, telah menoleh. "Syarat-syarat?" Tanyanya. "Syarat-syarat apakah itu?" Swat Tocu memperdengarkan tertawanya. "Tentu saja syarat-syarat yang kuberikan, dengan demikian, jika seorang anak bisa memenuhi syarat-syaratku itu tentu ia baru bisa ikut bersamaku!" Sahutnya. "Apakah syarat-syaratnya itu, paman?" Tanya Ko Tie. "Tidak berat, tapi yang pertama-tama anak itu harus merupakan seorang Sin-tong, seorang anak ajaib!" Menyahuti Swat Tocu. Beruang Salju Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Sin-tong? Apakah itu, paman?" Tanya Ko Tie tambah tidak mengerti. "Lalu apa bedanya seorang anak biasa dengan seorang Sin-tong?" "Bedanya besar sekali!" Menyahuti Swat Tocu. "Ayo kau turun dulu, duduk di sini. Aku akan menceritakan segalanya padamu, sambil kita beristirahat!" Sedang biruang salju itu telah menurunkan Ko Tie dari punggungnya waktu Ko Tie menepuk bahunya sambil katanya. "Turunkanlah aku, sahabatku.....!" Setelah duduk di dekat Swat Tocu, yang waktu itu telah duduk di bawah sebatang pohon, Ko Tie bertanya lagi. "Coba paman tolong jelaskan, apa bedanya seorang anak biasa dengan seorang anak yang disebut Sin-tong!" Swat Tocu mengangguk. Sesungguhnya tokoh persilatan yang awet muda dan memiliki kepandaian yang tinggi sekali dan memiliki ilmu andalan tenaga Inti Es itu memiliki adat yang aneh sekali, ku-koay bukan main. Namun terhadap Ko Tie. entah mengapa sifat ku-koaynya itu jadi hilang dan senang sekali dia bercerita pada anak ini yang memang disukainya. "Seorang anak Sin-tong tentu saja memiliki tulang dan bakat seperti halnya anak-anak biasa lainnya. Tetapi Sin-tong, seorang anak ajaib, tentu memiliki kelainan, selain tulangnya yang bagus, juga otot-ototnya yang baik, dan memiliki bakat yang sangat baik untuk menerima pelajaran ilmu silat.....!" "Hemmmm, jika memang demikian, tentunya anak itu seorang anak yang sangat luar biasa sekali.....!" Kata Ko Tie. Swat Tocu mengangguk. "Ya.....! Memang begitu. Memang begitu!" Menyahuti Swat Tocu. "Itulah memang anak yang luar biasa dalam segala-galanya." "Lalu mengapa aku diijinkan oleh paman untuk ikut serta, malah paman yang telah membawaku dan tidak mengacuhkan permintaanku agar mempertemukan dulu antara aku dengan paman Yo?!" Swat Tocu tersenyum, katanya sabar. "Justru engkau seorang anak yang patut disebut Sin-tong!" "Apa, paman.....?" Tanya Ko Tie heran dan agak terkejut. "Aku..... aku seorang Sin-tong?!" Swat Tocu mengangguk. "Ya, memang demikian adanya!" Kata Swat Tocu. "Kulihat engkau memiliki tulang yang bagus, memiliki otot-otot yang baik dan bakat yang sangat cemerlang. Jika memang engkau memperoleh bimbingan yang baik, tentu engkau akan memperoleh kemajuan yang pesat untuk mempelajari ilmu silat tingkat tinggi!" Ko Tie jadi memandang bengong kepada Swat Tocu, sampai akhirnya dia bertanya. "Tapi paman..... dalam hal ini......!" "Dalam hal ini apa?!" Tanya Swat Tocu sambil memandangi anak itu. "Menurut pendapatku, apa yang paman duga mengenai diriku tentunya tidak tepat. Aku seorang anak yang biasa saja, seorang anak yang tidak memiliki keluar biasaan..... Akupun merupakan seorang anak yang berasal dari keturunan yang miskin, anak yatim piatu, di mana ke dua orang tuaku sudah tiada, dan aku hidup terlunta-lunta mengandalkan belas kasihan! "Dulu aku telah ditolong oleh pamanku, yang diajak untuk berkelana, sampai akhirnya aku bertemu dengan seorang wanita sinting yang selalu menggendong-gendong mayat bayi, yang menurut keterangan pamanku bergelar Tok-kui-sin-jie Khiu Bok Lan. Sampai akhirnya aku telah dipaksa untuk menjadi pelayan, untuk menggendong-gendong mayat bayinya yang telah dikeraskan dan diawetkan itu. Sungguh menyeramkan sekali! "Untung saja datang paman Yo yang segera menolongku, di mana akhirnya untuk selanjutnya aku hanya mengikuti saja kemana paman Yo Him pergi, ke sanalah aku pergi! Maka tidak benar apa yang dikatakan oleh paman, bahwa aku adalah seorang Sin-tong yang memiliki keluarbiasaan-keluarbiasaan yang paman katakan tadi!" Swat Tocu tersenyum. "Ko Tie," Katanya. "Engkau bicara sebenarnya, itu dapat kumaklumi. Tapi engkau mana mengetahui keadaanmu yang sebenarnya? Justru aku yang telah melihatnya, bahwa engkau memang merupakan seorang Sin-tong. Seorang anak mujijat yang ajaib sekali, yang memiliki banyak keluarbiasaan yang tidak terdapat pada anak-anak lainnya!" Ko Tie jadi terdiam, tampaknya anak ini tengah berpikir. "Apa yang kau pikirkan??" Tanya Swat Tocu sambil tertawa. "Aku sedang teringat pada keadaan ayah dan ibu, yang telah meninggal dunia. Keadaan kami waktu itu pun miskin sekali! Hai, hai, betapa aku seorang anak yang malang sekali, tapi megapa paman mengatakan bahwa aku seorang anak yang memiliki bakat yang bagus, tulang yang baik, dan juga sebagai Sin-tong! Sungguh membuat aku benar-benar tidak mengerti!" "Mengapa kau tidak mengerti?!" "Seorang anak yang malang nasibnya, apakah memang benar dapat merupakan seorang Sin-tong yang memiliki keluar biasaan seperti yang dikatakan oleh paman?" "Tentu saja bisa terjadi. Memang tidak dalam sepuluhribu anak terdapat seorang Sin-tong, karena itu, kau merupakan seorang anak yang baik, jika engkau memperoleh bimbingan seorang guru yang pandai. Tentu engkau kelak akan manjadi manusia yang sangat berguna sekali!" Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying Patung Emas Kaki Tunggal Karya Gan KH Pedang Wucisan Karya Chin Yung