Ceritasilat Novel Online

Beruang Salju 16


Beruang Salju Karya Sin Liong Bagian 16


Beruang Salju Karya dari Sin Liong   Dua sosok tubuh merupakan orang dewasa dan sosok tubuh yang lainnya adalah seorang anak kecil berusia antara empat tahun lebih belaka.   Jika sosok tubuh kecil itu rebah terlentang tertidur nyenyak dan pipinya yang memerah, rambutnya yang dikepang dua tampaknya dia merupakan seorang gadis kecil yang manis sekali.   Dia tertidur dengan bibir seperti tersenyum.   Rupanya tengah bermimpi indah dan lucu, dia juga tengah bermimpi bergembira di antara pohonpohon bunga yang indah.   Tidak demikian halnya dengan ke dua sosok tubuh orang dewasa itu, yang ternyata seorang lelaki berusia antara limapuluh tahun dengan kumis tipis.   Wajah tampan dan gagah.   Walaupun telah berusia cukup tinggi seperti itu, tokh masih tersisa kecakapan dan kegantengannya di masa muda yang lalu.   Matanya terbuka lebarlebar tengah mengawasi bintang-bintang yang bertaburan di permukaan langit.   Dan yang seorang lagi seorang wanita berusia empatpuluh tahun dan rupanya juga seorang wanita yang cukup cantik walaupun usianya melewati empatpuluh tahun, raut paras mukanya masih cantik, rambutnya dikonde dua walaupun agak kusut.   Wanita ini tentunya di usia mudanya merupakan seorang gadis yang cantik jelita.   Hanya saja, pada garis bibir dan mukanya terlihat dia adalah seorang wanita yang keras hati.   Sama halnya seperti lelaki yang rebah diam, wanita itupun rebah diam mengawasi ribuan bintang yang bertaburan di langit sepertinya juga tengah berpikir keras.   Kesunyian benar-benar menguasai sekitar mereka, hanya suara riak gelombang kecil di air laut yang terdengar menyentuh-nyentuh mencium tubuh perahu yang mereka tumpangi itu.   Dilihat dari keadaan ketiga orang ini rupanya mereka telah mengalami suatu peristiwa hebat di tengah lautan, karena muka sepasang manusia dewasa itu yang rupanya ayah dan ibu dari si gadis kecil sangat letih sekali.   Juga terlihat dari perahu mereka yang kosong tidak terdapat sepotong barang apapun juga.   tiba-tiba terdengar wanita berusia empatpuluhan tahun lebih itu telah menghela napas dalam-dalam, diapun bergerak perlahan, untuk duduk.   Diliriknya lelaki yang rebah di sampingnya, yang waktu itu masih mengawasi ribuan bintang yang berhamburan di permukaan langit.   "Toako, jika tiga hari lagi kita harus terombang-ambing seperti sekarang ini, berarti kita sulit menghindari diri dari para malaikat maut.....!"   Kata wanita itu kemudian dengan suara perlahan, seperti juga dia berputus asa. Lelaki yang dipanggil toako itu juga telah menghela napas dan kemudian menoleh kepada wanita itu sambil tersenyum. Itulah senyum yang mengandung keputus-asaan juga.   "Benar adik Hu, jika dalam tiga hari kita tidak berhasil bertemu dengan daratan, tentu berarti kita membuang jiwa percuma di lautan ini......!"   Dan dia menghela napas lagi. Wanita itu, si Adik Hu, telah menghela napas dalam-dalam, katanya.   "Jika kita berdua harus membuang jiwa di lautan ini memang tidak menjadi persoalan apa-apa, kitapun tidak akan menyesal karenanya. Aku akan menerima dengan ikhlas dan senang hati. Tapi bagaimana dengan si Kie itu.......?!"   Sambil berkata begitu, wanita ini telah menggeser duduknya, dia mengawasi gadis kecil yang tengah rebah tertidur nyenyak tidak jauh dari tempatnya duduk. Dilihatnya gadis kecil itu seperti tengah bersenyum, hatinya semakin berduka, dia bilang lagi.   "Makhluk kecil yang masih suci dan tidak tahu apa-apa.... kasihan jika si Kie ini harus ikut membuang jiwa di lautan ini..... betapa mengecewakan sekali! Aku benar-benar menyesal.....!"   Dan tanpa bisa ditahan lagi, dari ke dua sudut mata wanita itu telah menitik butir-butir air mata.   Rupanya dia memang tengah berduka dan berputus asa.   Laki-laki yang tadi dipanggil Toako itu telah bangkit untuk berdiri, dia mengawasi sekitar lautan itu.   Hanya permukaan laut dan langit yang dilihatnya, semuanya tidak bertepi.   Kelam dalam kegelapan malam, walaupun dibantu oleh cahaya rembulan dan jutaan bintang namun keadaan di sekitar lautan itu kelam dan gelap hanya di permukaan laut itu saja yang berkerlap-kerlip tertimpah cahaya rembulan dan bintang, yang berkilauan memantulkan cahaya dari ke dua penjaga malam itu.   "Ya, memang sulit buat kita lolos dari kematian jika dalam beberapa hari ini belum berhasil menemukan daratan. Telah empat hari kita tidak makan sepotong barang makanan apapun juga, kasihan si Kie, walaupun dia bisa bertahan satu-dua hari lagi, tapi bagaimana selanjutnya? Kita memerlukan air untuk minum.....! "Toako, aku benar-benar menyesal sekali....."   Kata wanita itu lagi.   "Apa yang kau sesalkan?"   Tanya toako itu.   "Si Kie ini.....!"   Menyahuti adik Hu itu, "Inilah sudah takdir..... kita mana menduga sebelumnya akan bencana yang menimpah kita? Soal si Kie, dengan sendirinya diapun mengalami nasib buruk seperti ini, karena memang dia ikut serta dengan kita dalam perjalanan ini."   "Justeru karena dia ikut bersama kita dalam perjalanan kali ini, maka akhirnya kita sama juga seperti mencelakai si Kie, menyeretnya terlibat dalam bencana ini. Aku benar-benar menyesal! Coba jika waktu keberangkatan kita itu aku memenuhi permintaan Kong-kong agar si Kie ini ditinggal saja bersama dia, untuk dibawa ke Tho-hoa-to, tapi permintaan Kong-kong telah kutolak, karena aku berat untuk berpisah dengan si Kie ini. Akhirnya..... akhirnya....!"   Dan adik Hu itu tidak bisa meneruskan perkataannya, karena dia telah terisak-isak menangis, tampaknya benar-benar dia sangat berduka dan berputus asa. Si Toako itu menghela napas, katanya dengan sabar.   "Sudahlah adik Hu, untuk apa engkau berduka seperti itu? Tokh semuanya ini telah terjadi, yang terpenting kita harus berusaha bagaimana mengatasinya dan mudah-mudahan saja, dalam satu atau dua hari ini kita bisa bertemu dengan daratan......!"   Si adik Hu itu menghapus air matanya, dia menghela napas lagi dalam-dalam.   Tapi dia tidak bilang sesuatu apa lagi, hanya mengawasi gadis kecil yang tengah tertidur nyenyak itu, di mana si Kie itu tampak tertidur dengan bibir masih seperti tersenyum, pipi yang memerah.....   Perahu kecil itu masih terombang-ambing terus di permukaan laut, karena si Toako itu tidak memiliki kayu pengayuh, dengan sendirinya perahu itu terombang-ambing tidak dapat dikendalikan arahnya, hanya menuruti saja ke mana gelombang laut membawanya.....   Ternyata, wanita yang dipanggil sehagai adik Hu itu tidak lain dari Kwee Hu.   Sedangkan toako itu adalah suaminya, yaitu Yeh-lu Chi.   Mereka memang telah belasan tahun, bahkan hampir duapuluh tahun menjadi suami isteri, selama itu belum juga dianugerahi turunan.   Dan baru empat tahun yang lalu mereka dikaruniai seorang puteri, yang sangat dimanja oleh mereka.   Dan si Kie itu, puteri mereka satu-satunya, merupakan dambaan kasih sayang mereka yang dilimpahkan seluruhnya dengan segala kemanjaannya.   Tapi siapa tahu sekali ini di saat mereka melakukan perjalanan air dengan mengajak si Kie ini, justeru telah bertemu bencana yang tidak mereka sangka-sangka sehingga hati mereka berat sekali memikirkan keselamatan si Kie ini......   Sesungguhnya Yeh-lu Chi bersama isterinya, Kwee Hu dan puterinya, si Kie, tengah melakukan perjalanan dari So-ciang akan menuju ke Ciat-kang, mereka telah menumpang di sebuah kapal besar yang penumpangnya umumnya para saudagar.   Perjalanan laut seperti itu mungkin akan memakan waktu satu bulan lebih untuk mencapai Ciat-kang.   Di hari-hari pertama pelayaran itu tak menemui rintangan apapun juga, kapal berlayar dengan tenang.   Namun pada hari ketigabelasnya di waktu tengah malam yang sunyi dan kapal besar itu tengah meluncur dengan menerjang gelombang itu di saat para penumpangnya tengah tertidur lelap dengan mimpi masingmasing, maka telah datang bencana yang tidak diinginkan.   Semua itu diawali dengan bermunculan puluhan kapal yang cukup besar, yang telah mengepung kapal ini, mereka rupanya adalah bajak-bajak laut.   Malah panah-panah berhamburan ke kapal besar itu.   Anak kapal jadi panik, terlebih lagi ratusan pembajak itu telah melompat naik pindah ke kapal besar yang ditumpangi oleh Yeh-lu Chi bersama isteri dan puterinya serta para saudagar itu.   Suara teriakan mereka yang hiruk pikuk telah membangunkan penumpang kapal itu yang semuanya jadi ketakutan.   Dari rombongan pembajak itu telah muncul seorang lelaki bertubuh semampai, dengan kopiah pelajar dan jubah panjang, di tangannya mencekal sebatang seruling, yang telah dibolang-balingkan berulang kali, dan wajahnya dingin waktu dia berkata.   "Semua barang-barang kalian bawa ke mari, tidak sepotong barangpun boleh disembunyikan, yang membangkang, jiwanya akan dikirim menghadap Hay-liong-ong!"   Semua penumpang kapal itu dan juga para awak kapal ketakutan bukan main.   Terlebih lagi para anak kapal itu, yang segera mengetahui bahwa bajak laut ini, yang memakai bendera bergambar sebatang pedang pada tiap-tiap kapal mereka itu merupakan bajak laut-bajak laut yang sangat terkenal sekali di sekitar lautan yang melintas untuk mencapai Ciat-kang, yaitu Kiam-mo-pang atau si Pedang Maut.   Keganasan bajak laut Kiam-mo-pang ini memang telah diketahui oleh semua pemilik kapal layar yang sering mengambil lintas perjalanan di sekitar lautan itu.   Dan justru tidak diduga oleh pemilik kapal yang ditumpangi oleh Kwee Hu dan yang lainnya, bahwa bajak laut yang terkenal keganasannya itu bisa muncul menghadang mereka.   Jika semua penumpang kapal yang lainnya tengah panik dan ketakutan, justru di saat itu Yeh-lu Chi bersama Kwee Hu dan puteri mereka diam di kamar mereka dengan tenang.   Mereka hanya berwaspada jika memang bajak-bajak laut itu akan mengganggu, barulah mereka akan turun tangan.   Banyak barang-barang yang telah dikumpulkan saudagar yang menumpang di kapal itu dan rupanya si pemuda pelajar yang di tangannya mencekal seruling itu masih tidak puas tahu-tahu dia menggerakkan tangan kanannya itu, sambil katanya.   "Geledah semuanya, tidak boleh sepotong barangpun yang tertinggal!"   Anak buah pembajak itu yang semula hanya berdiam diri saja telah bersorak dengan suara yang hiruk pikuk dan menyerbu masuk ke dalam ruangan bawah kapal itu.   Kamar demi kamar telah diperiksanya dan setiap barang yang ditemukannya, selalu mereka ambil tanpa memperdulikan pemiliknya yang berlutut dan sesambatan meminta agar mereka itu dikasihani dan barang mereka jangan diambil ke seluruhannya.   Ketika dua orang pembajak telah berada di hadapan kamar Yeh-lu Chi, mereka saling pandang karena pintu kamar terkunci.   Salah seorang di antara mereka telah tertawa menyeringai dan menggerakkan kaki kanannya, mendupak daun pintu dengan kuat sekali.   Pintu menjeblak terbuka dan ke duanya melangkah masuk dengan tertawa-tawa.   Tapi suara tertawa mereka segera berhenti, diganti dengan suara jeritan karena tubuh ke dua orang bajak laut yang kekar dan tinggi besar itu telah terlempar keluar kamar lagi.   Menyusul dengan itu, tampak melangkah keluar Yeh-lu Chi dengan muka yang merah padam.   "Manusia-manusia yang mencari mampus!"   Kata Yeh-lu Chi.   "Kalian benar-benar ingin pergi menghadap Hay-liong-ong, heh?!"   Ke dua pembajak itu jadi ketakutan karena mereka merasakan tadi, waktu melangkah masuk, tahu-tahu Yeh-lu Chi ini menggerakkan tangan kanannya dan tubuh mereka berdua telah tersampok keluar dengan menderita kesakitan hebat di dada mereka, karena beberapa tulang iga mereka telah patah.   Tanpa mengatakan suatu apapun juga, hanya dengan meringis menahan sakit mereka telah merangkak untuk meninggalkan kamar itu.   Waktu itulah telah berdatangan belasan pembajak lainnya.   Yeh-lu Chi telah menghampirinya, dan tanpa mengatakan sepatah katapun juga, telah menggerakkan ke dua tangannya, maka jungkir baliklah para pembajak itu sambil mengeluarkan suara jerit kesakitan dan kaget.   Senjata tajam yang dicekal mereka masing-masing telah terlepas terlempar malang melintang di lantai.   Keadaan jadi ribut sekali oleh jerit kesakitan mereka dan juga mereka telah ada yang lari ketakutan keluar meninggalkan ruangan bawah kapal itu.   Mendengar suara ribut-ribut di ruangan bawah, lelaki berpakaian pelajar dengan seruling di tangan kanannya itu, telah mendengus sambil menggumam perlahan dengan sikap mendongkol.   "Gentong-gentong nasi yang tidak punya guna...... Entah apa yang tengah dilakukan mereka?"   Dan dia melangkah masuk ke ruangan bawah. Di saat itu, Yeh-lu Chi juga telah melangkah keluar, dan mereka berpapasan. Pemuda pelajar itu mengawasi Yeh-lu Chi beberapa saat dengan bibir tersungging senyuman mengejek, kemudian dia menegur dengan tawar.   "Engkaukah yang melabrak anak buahku?"   Yeh-lu Chi tidak segera menyahuti, dia mengawasi pelajar itu, dia mengetahui pemuda ini tentunya memiliki kepandaian yang tidak rendah, namun dia tidak jeri. Dengan suara yang tawar Yeh-lu Chi telah berkata.   "Benar, memang aku yang telah menghajar mereka. Sekarang juga kalian menggelinding tinggalkan kapal ini.....!"   Sambil berkata begitu Yeh-lu Chi telah bergerak gesit sekali, dia bukan hanya sekedar berkata saja, ke dua tangannya telah bekerja dengan cepat sekali.   Di mana setiap kali tangannya bergerak, dia telah berhasil mencengkeram seorang bajak laut dan melemparkannya keluar kapal, sehingga bajak laut itu tercebur ke laut dan air muncrat tinggi sekali diiringi suara jerit kaget mereka.   Dalam waktu sekejap saja belasan orang telah dilontarkan seperti itu oleh Yeh-lu Chi.   Pelajar yang mencekal seruling di tangannya berobah mukanya, dia telah menyaksikan bahwa orang ini tentunya bukanlah sembarangan orang, kepandaianya tinggi sekali.   Dia mendengus dua kali, tanpa mengatakan sesuatu apapun juga, dia telah menggerakkan serulingnya dengan lompatan yang sangat ringan, ujung serulingnya akan menotok pundak Yeh-lu Chi.   Namun Yeh-lu Chi berhasil menghindarkan totokan itu dengan gesit sekali, tangan kanannya digerakkan untuk menyampok, tangan kirinya bekerja cepat akan mencengkeram.   Pelajar itu berkelit ke samping, dia menurunkan serulingnya itu dengan sikap seperti tengah memberi hormat, namun kenyataannya serulingnya itu menyambar hebat sekali akan menotok dada di sebelah kiri Yeh-lu Chi.   Yeh-lu Chi telah menyampok pula serangan itu, itulah sampokan yang kuat dan cepat, maka seruling itu telah berhasil disampok terpental ke samping, benturan yang terjadi sangat kuat sekali! Pelajar itu terkejut, dia melompat mundur beberapa langkah ke belakang, dia mementang matanya lebar-lebar dan mengawasi tajam, lalu dengan suara tawar dia bertanya.   "Siapa kau..... tampaknya engkau tidak lemah dan kepandaianmu itu lumayan juga.....!"   Yeh-lu Chi telah tertawa dingin.   "Aku Yeh-lu Chi, ingin kulihat apa yang hendak kalian lakukan.....!"   Dan sambil berkata, Yeh-lu Chi telah melirik, dilihatnya ratusan anak buah pelajar yang mempergunakan seruling sebagai senjatanya itu, telah mengambil sikap mengepung. Diam-diam Yeh-lu Chi berpikir.   "Hemmm, jumlah mereka sangat besar. Memang aku tidak perlu jeri berurusan dengan mereka, namun jika mereka mengeroyok terus menerus dengan nekad, tentu sulit buat aku merubuhkan mereka semuanya..... Aku harus segera memperlihatkan sesuatu untuk menundukkan mereka!"   Karena berpikir begitu, tanpa menanti serangan pelajar yang mempergunakan seruling sebagai senjatanya itu, Yeh-lu Chi telah melompat sambil mencengkeram, dan tangan kirinya pun bergerak beruntun beberapa kali, dengan demikian cengkeraman dan pukulan saling berseliweran tidak hentinya.   Pelajar itu sesungguhnya ingin berkata-kata lagi, tapi melihat dirinya diserang seperti itu, dia jadi terkejut, karena belum lagi serangan sampai justru dia telah merasakan sambaran angin yang kuat sekali menyambar ke berbagai bagian anggota tubuhnya.   Dengan gesit dia mengelakkan, dia telah mempergunakan serulingnya untuk membalas menyerang, dia pun menotok beberapa kali.   Jurus demi jurus lewat cepat sekali namun kali ini Yeh-lu Chi telah menyerang dengan hebat sekali, karena dalam beberapa jurus dia ingin menawan pelajar itu, untuk dipergunakan menggertak anak buahnya.   Serangan yang dilakukan oleh Yeh-lu Chi memang telah berulang kali membuat pelajar itu harus melompat mundur, karena dia sudah tidak sempat untuk menangkis atau berkelit sama sekali.   Pemimpin bajak ini tidak menyangka bahwa hari ini dia bertemu dengan seorang yang memiliki kepandaian demikian tinggi seperti Yeh-lu Chi ini.   Waktu itu, Yeh-lu Chi telah berulang kali mendesak pelajar itu, kemudian cepat luar biasa tangan kirinya telah digerakkan untuk mengelakkan diri.   Di saat yang tepat sekali Yeh-lu Chi telah menggerakkan tangannya yang kanan, tahu-tahu dia telah menghajar dengan kuat sekali pundak pemimpin bajak itu, sampai tubuh pemimpin bajak tersebut terhuyung.   Dan mempergunakan kesempatan baik ini, Yeh-lu Chi telah membarengi lagi menotok dua jalan darah yang berada di pinggang pelajar itu.   Totokan itu jitu mengenai sasaran, rubuhlah pelajar yang bersenjata seruling tersebut.   Yeh-lu Chi melihat ratusan pembajak itu akan bergerak menyerbu kepadanya dengan senjata terhunus, maka cepat-cepat Yeh-lu Chi berjongkok, tangannya menekan jalan darah Sun-tai-hiat dari pelajar tersebut, dia membentak perlahan.   "Perintahkan mereka mundur......!"   Pelajar itu yang telah tertotok dua jalan darah di dekat pinggangnya, tidak bisa bergerak dan sekarang orang memijit jalan darah Sun-tai-hiat nya.   Jika memang jalan darah itu dipijit lebih kuat lagi, niscaya dia akan punah kepandaiannya dan menjadi manusia bercacad seumur hidup.   Dengan muka pucat dan ketakutan dia telah berseru kepada semua anak buahnya.   "Mundur! Kalian mundur.....!"   Para pembajak yang semula hendak menyerbu itu, jadi merandek dan memandang heran kepada pemimpin mereka, namun tidak seorang pun di antara mereka yang berani membantah perintah tersebut. Mereka telah mundur lagi menjauhi.   "Hemmm, sekarang kau pilih, apakah kau ingin mengajak anak buahmu menyingkir atau memang kau ingin mampus?!"   Tanya Yehlu Chi dengan suara yang bengis.   "Apakah kau berani membunuhku?!"   Tanya pelajar itu dengan suara mengejek.   "Hemm, selembar saja dari rambutku terganggu di tanganmu, walaupun kau melarikan diri ke ujung dunia, hemmm, hemmm, tentu pihak Kiam-mo-pang tidak akan berpeluk tangan.....!"   Yeh-lu Chi tertawa dingin.   "Oh, jadi kalian dari Kiam-mo-pang! Bagus! Bagus!"   Kata Yeh-lu Chi.   Beruang Salju Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Apanya yang bagus?!"   Tanya pemimpin bajak itu sengit, dia meadongkol telah dirubuhkan Yeh-lu Chi dengan mudah dan sedang heran menduga-duga entah siapa lelaki yang berusia setengah baya namun liehay ilmunya ini.   "Memang kami dari Kay-pang bermaksud untuk menumpas Kiammo-pang! Telah cukup banyak yang kami dengar, bahwa Kiam-mopang merupakan perkumpulan bajak laut yang sesat! Jika hanya sekedar membajak kapal-kapal saudagar, itu tidak bisa kami persalahkan karena memang itulah pekerjaan kalian, yang berdagang tanpa modal di lautan ini! "Tapi, yang kami dengar berlainan. Kiam-mo-pang bukan hanya sekedar melakukan pekerjaan itu menurut aturan Kang-ouw yang ada, dan banyak melakukan perbuatan hina, yaitu wanita-wanita yang jadi penumpang kapal yang dibajak itu diperkosa, diculik dan dibunuh dengan kejam. Para penumpang laki-lakinya disiksa dan dianiaya, walaupun harta benda mereka telah dirampas! "Yang lebih hebat lagi, Kiam-mo-pang pun telah membantu pemerintah Boan-ciu dalam hal datang ke daratan Tiong-goan, banyak anak buah Kiam-mo-pang yang telah bekerja untuk tentara musuh.....! Inilah merupakan hal yang inginku ketahui dengan jelas, kau harus menjawabnya dengan jujur! Benarkah kalian bekerja untuk pemerintah Boan-ciu?!"   Muka pelajar itu jadi berobah.   Dia adalah Hu Pangcu, wakil ketua, dari Kiam-mo-pang, wakil ketua tingkatan muda.   Sesungguhnya, dia hanya bertugas untuk membajak setiap kapal yang mereka jumpai.   Urusan yang ditanya oleh Yeh-lu Chi tidak diketahuinya dengan pasti, namun yang diketahuinya, Pangcunya memang memiliki hubungan yang erat dengan pihak pemerintah yang berada di daratan Tiong-goan, yaitu orang-orang Boan itu.   Dengan demikian selamanya bajak laut Kiam-mo-pang itu tidak pernah memperoleh gangguan dari pasukan kerajaan......   Melihat orang termenung diam saja, Yeh-lu Chi telah bertanya bengis.   "Cepat kau jawab, apakah benar kalian memang telah bekerja untuk tentara Boan?" Pelajar itu telah dapat mengendalikan goncangan hatinya, dia mengawasi Yeh-lu Chi, tanyanya dengan dingin.   "Jadi kau dari Kay-pang.....?!"   Yeh-lu Chi mengangguk.   "Ya, aku dari Kay-pang.....!"   Mengangguk Yeh-lu Chi.   "Baik, sekarang kau bebaskan aku dari totokanmu, nanti aku akan sampaikan pada Pangcu kami, dan tentu kami dari Kiam-mo-pang akan berkunjung pada Kay-pang untuk meminta pengajaran......!"   Kata pelajar bersenjata seruling itu.   "Aku Giok-bian-gin-tok (Muka Kumala Seruling Perak) Sun Boh Siang tak akan mensia-siakan keinginanmu untuk menyelesaikan urusan ini......!"   Yeh-lu Chi mendengar perkataan pelajar itu jadi tertawa dingin, dia bilang tawar.   "Jadi kau ingin menentang dan memusuhi Kay-pang? Bagus! Bagus! Seperti yang telah kukatakan tadi bahwa kami memang sesungguhnya ingin sekali menumpas Kiam-mo-pang, dan sekarang aku bertemu dengan kau, biarlah kau berangkat terlebih dulu menghadap ke Giam-lo-ong.....!"   Dan sambil berkata begitu Yeh-lu Chi mengangkat tangan kanannya, akan menghantam batok kepala Sun Boh Siang. Muka Sun Boh Siang jadi pucat pias. Dia berseru.   "Tahan......!"   Yeh-lu Chi melihat gertaknya telah berhasil memecahkan nyali orang she Sun tersebut. Ia bertanya dengan diiringi tertawa dinginnya.   "Bagus, apakah sekarang kau mau bicara......?!" "Soal hubungan kami dari Kiam-mo-pang dengan pihak kerajaan Boan, tidak kuketahui dengan jelas. Aku bicara dari hal yang sebenarnya..... tapi yang jelas, memang kami memiliki hubungan yang erat dengan beberapa orang pembesar Boan. Jika memang kau menghendaki keterangan yang lebih lengkap, maka silahkan tuan ikut bersama kami ke markas Kiam-mo-pang, di sana aku seorang she Sun akan mengajar kenal tuan dengan pemimpinpemimpin kami......!"   "Hemmm, bukankah maksudmu agar aku masuk ke dalam sarang kalian dan di waktu itu dengan mempergunakan tipu daya yang keji dan licik, kalian akan membinasakan? Hemm, Hemm."   Dan Yeh-lu Chi telah mengawasi dengan mata yang mendelik, tanyanya.   "Siapa-siapa saja pemimpin kalian.....?"   "Semua ada..... ada empat orang..... termasuk aku jadi jumlahnya lima....!"   Kata Sun Boh Siang dengan suara tidak begitu lancar.   "Pemimpin kami yang pertama adalah Sin-kun-bu-tek (Kepalan Dewa Tanga Tandingan) Shangkuan Eng Liang, dan..... dan.....!"   Tetapi Sun Boh Siang belum melanjutkan perkataannya itu anak buah kapal tersebut telah menjadi panik, karena angin berhembus keras sekali, semakin lama gelombang lautan itu semakin besar dan menerjang-nerjang kapal tersebut.   Anak buah Kiam-mo-pang sendiri juga telah panik, di antara mereka telah berteriak-teriak.   "Kapas putih datang! Kapas putih datang.....!"   Yeh-lu Chi tidak mengerti apa yang dimaksudkan oleh anak buah Sun Boh Siang dengan sebutan "Kapas Putih"   Itu.   Tetapi yang diketahuinya angin memang berhembus semakin kuat saja, gelombang laut menerjang dengan dahsyat sangat tinggi sekali.   Malah dua buah kapal milik pembajak-bajak itu telah terhempas gelombang besar itu, sampai saling bentur dengan keras dan hancur karenanya! Perlahan-lahan, ke dua kapal yang telah hancur itu karam ke dalam laut! Semua orang jadi semakin panik terutama anak buah Sun Boh Siang yang telah berlompat-lompat untuk melompat naik ke kapal mereka masing-masing.   Namun akibat besarnya gelombang dan angin yang berhembus sangat kuat sekali, maka kapal-kapal itu tergoyang-goyang tidak hentinya.   Banyak di antara anak buah Sun Boh Siang yang telah tergelincir jatuh ke dalam laut dan dilempar gelombang, kemudian lenyap tertelan lautan yang mulai ngamuk itu, entah dibawa pergi kemana.....   Yeh-lu Chi yang menyaksikan ini juga terkejut.   Dia menoleh kepada pemilik kapal yang ditumpanginya itu sambil berseru agar anak-anak kapal itu berusaha untuk mengendalikan kapal mereka.   Dan para anak kapal tersebut telah bekerja, mereka telah menurunkan layar, malah ada salah satu tiangnya yang telah patah ambruk menimpah lantai kapal, menimbulkan goncangan yang keras.   Apa lagi, gelombang laut waktu itu menerjang dahsyat sekali, sehingga kapal itu miring ke kiri dan ke kanan tidak hentinya seperti akan terbalik.   Malah yang lebih hebat, dari arah barat telah datang bergulunggulung semacam gumpalan angin yang berputar-putar, berwarna putih.   Mungkin juga gulungan angin yang berputar itulah yang disebut "Kapas Putih"   Oleh para pembajak itu.   Bukan main kagetnya Yeh-lu Chi yang melihat gulungan angin topan yang bergulung-gulung itu.   Jika kapal mereka masuk ke dalam lingkaran gulungan angin itu niscaya kapal ini tidak dapat selamat dan akan tergulung karam karenanya.   Tanpa memperdulikan segala apa lagi, Yeh-lu Chi telah menjejakkan kakinya, dia melompat masuk ke ruang bawah kapal itu, untuk memeluk puterinya dengan kuat dan meminta Kwee Hu memegang tangannya dengan kuat.   Kwee Hu sesungguhnya memiliki kepandaian yang tinggi dan hanya satu tingkat di bawah kepandaian suaminya.   Namun menghadapi bahaya seperti itu, di mana mereka terancam akan terkubur di dasar lautan, jika saja kapal ini karam, terutama memang mereka pun bersama-sama puteri tunggal mereka yang sangat dikasihi, Kwee Hu pun jadi panik sekali.   "Tenang mari kita mencari kapal penolong....!"   Kata Yeh-lu Chi.   Dan belum lagi dia menyelesaikan perkataannya itu, tiba-tiba telah terdengar suara benturan yang keras, dibarengi dengan suara patahnya papan atau kayu.   Di waktu itu kapal itu juga telah tergoncang hebat sekali.   Syukur Yeh-lu Chi dan Kwee Hu memiliki ginkang yang telah sempurna, mereka menancapkan kuda-kuda ke dua kaki mereka.   Tubuh mereka tidak sampai terlempar terguling, walaupun kapal itu telah tergoncang begitu hebat.   Yeh-lu Chi sendiri telah memeluk kuat-kuat puterinya, karena dia kuatir pelukannya itu akan terlepas.   Saat itu, terdengar suara benturan keras lagi disusul dengan suara jeritan dari beberapa orang yang tengah panik dan rupanya banyak penumpang kapal itu, saudagar maupun pemilik dan anak kapal itu yang telah terlempar dari kapal mereka.   Di saat mana anak buah dari Kiam-mo-pang juga sebagian telah terlempar ke laut, di mana mereka diseret gelombang yang sangat besar sekali.   Waktu itu, Yeh-lu Chi melihat bahwa goncangan di kapal itu semakin keras dan hebat.   Dengan demikian telah membuat Yehlu Chi melompat ke samping isterinya, dia mengulur tangan kanannya, dia mencekal tangan isterinya, agar jangan sampai terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.   Misalnya kapal itu hancur atau karam, dia bisa tetap berkumpul dengan isteri dan puterinya untuk menyelamatkan diri.   Dengan demikian, Yeh-lu Chi juga telah bilang kepada Kwee Hu.   "Engkau harus berusaha dengan mempergunakan ilmu ginkangmu, aku akan mencari sebuah kapal untuk kita pergunakan menyelamatkan diri, adik Hu.....!"   Setelah berkata begitu, tampak Yeh-lu Chi dengan menggendong puterinya si Kie itu, yang telah menangis karena kaget mengalami kepanikan seperti itu, juga dengan tangan yang satu tetap mencekal lengan Kwee Hu, melompat gesit sekali.   Kwee Hu menuruti pesan suaminya, dia mempergunakan ginkangnya, sehingga tubuhnya jadi ringan sekali waktu suaminya mengajaknya melompat seperti itu.   Tapi ketika Yeh-lu Chi bersama isteri dan puterinya telah tiba di atas kapal itu, rupanya topan dan badai yang menerjang itu tengah bergolak hebat sekali dengan gulungan angin yang membuat kapal itu berputar-putar.   Muka Yeh-lu Chi jadi pucat pias, dia segera menekan lengan isternya, dia bilang.   "Duduk..... duduk bersemadhi..... duduk!"   Kwee Hu menuruti permintaan suaminya, dia duduk, dan di waktu itu tampak Yeh-lu Chi telah melompat mengambil sebuah tambang dan telah mengikat tubuh Kwee Hu dengan beberapa libatan.   Lalu Yeh-lu Chi bekerja lagi dengan cepat.   Sambil tangannya yang satu memeluki puterinya, tangannya yang lain telah mengikat dirinya sendiri.   Dengan demikian tidak lama kemudian waktu angin yang bergulung-gulung itu tiba dan kapal itu berputar, Yeh-lu Chi, Kwee Hu, tidak terlempar dari tempatnya berada.   Hanya saja, kepala mereka jadi pusing bukan main, mata mereka jadi nanar, karena kapal di mana mereka berada itu seperti juga sebuah kulit kacang yang telah berputar-putar tidak hentinya tergulung oleh angin yang kuat dan keras bergulung-gulung itu.   Yeh-lu Chi jadi mengeluh, karena dilihat dalam suasana yang begitu hiruk pikuk dan juga sekitarnya gelap oleh kabut yang tebal, si Kie puterinya, telah pingsan tidak sadarkan diri! Sedangkan Kwee Hu waktu itu menutup matanya rapat-rapat, untuk mengendalikan tubuhnya agar tidak terseret keluar oleh gulungan angin hebat itu.   Cepat-cepat dengan mempergunakan tangan kanannya, Yeh-lu Chi mengurut-uruti punggung puterinya, dan si Kie memang telah tersadar kembali.   Waktu itu, putaran pada kapal tersebut telah mulai perlahan, karena memang hembusan angin bergulung hebat itu telah lewat laut.....   Lautpun tidak lama kemudian menjadi tenang kembali.   Setelah menanti sekian lama, dan setelah yakin semuanya tenang dan bahaya telah lewat, Yeh-lu Chi membuka ikatan pada tubuhnya.   Diapun lalu membuka ikatan pada tubuh Kwee Hu, menyerahkan puterinya pada isterinya, di waktu mana Kwee Hu masih merasakan kepalanya itu pusing dan matanya berkunangkunang, karena terputar-putar terus menerus waktu kapal itu diperintahkan oleh gulungan angin.   Namun sebagai pendekar wanita yang memiliki kepandaian tinggi, cepat sekali dia dapat mengusai diri.   Dan Yeh-lu Chi sendiri dengan mengerahkan lweekangnya, telah berhasil pulih kesegarannya.   Dia melompat keluar, dan waktu berada di tingkat atas kapal itu, dia jadi menjublek! Kapal di mana mereka berada ternyata telah mengalami kerusakan yang hebat sekali, di kapal itupun tidak terlihat seorang manusia pun juga.   Semua barang telah terbawa pergi oleh gulungan angin.   Hanya sebuah perahu kecil yang masih terikat kuat di tubuh kapal itu! Kapal inipun tampaknya tidak lama lagi akan karam, mengalami banyak kebocoran di berbagai tempat.   Dan di waktu itu kapal tersebut pun tengah masuk ke dalam laut perlahan-lahan.   Walaupun lemah, namun Yeh-lu Chi melihat ancaman seperti itu, telah melompat ke perahu kecil itu.   Tanpa berpikir dua kali lagi, dia membuka ikatan pada perahu tersebut, dan lalu menjemput Kwee Hu dan puterinya, meminta agar isterinya itu membawa puterinya melompat ke perahu kacil itu.   Yeh-lu Chi menyusul kemudian.   Waktu perahu kecil itu telah belayar beberapa lie, maka tampak kapal itu telah karam sebagian besar, hanya terlihat sisa-sisa dari puncak tiang layarnya.....   Semua penghuni kapal itu telah tersapu bersih dibawa oleh hembusan angin topan bergulung itu.   Entah di mana mereka berada pada waktu ini, tapi besar kemungkinan semuanya telah berada di dasar lautan menjadi sahabatnya Haylong-ong, si raja laut itu......"   Yeh-lu Chi telah menghela napas beberapa kali, hatinya lega karena dia dan istri maupun puterinya telah berhasil selamat dari bencana hebat itu.....   inipun berkat ilmu silat mereka yang memang telah tinggi serta sempurna.   Coba jika mereka memiliki kepandaian yang tanggung-tanggung, niscaya mereka pun akan mengalami nasib seperti penumpang-penumpang kapal yang lainnya.....   Berhari-hari Yeh-lu Chi bersama Kwee Hu, si Kie, puterinya itu, terombang-ambing di kapal kecil itu tanpa makan, minum atau memiliki sepotong barang lainnya.   Karena dalam keadaan panik dan tergesa-gesa, Yeh-lu Chi sudah tak sempat untuk mengurusi segalanya itu, mengambil barang makanan atau lainnya.   Karena waktu itu yang dipikirkan hanyalah bagaimana dapat memindahkan isteri dan puterinya itu ke perahu kecil tersebut, meninggalkan kapal besar yang akan karam itu......   Maka, jika dalam satu-dua hari ini mereka tidak berhasil menemukan daratan, niscaya mereka akan menemui kematian juga, di mana biarpun mereka telah berhasil menyelamatkan diri dari bencana yang baru lewat itu, namun ancaman bencana lainnya, yaitu mati kelaparan dan kehausan telah mengancam lagi.   Juga selama dua hari ini, Yeh-lu Chi, Kwee Hu dan si Kie merasakan tubuh mereka semakin lemah saja.....   yang kasihan adalah puteri Yeh-lu Chi itu, yaitu Yeh-lu Kie, mengalami penderitaan yang tidak ringan.   Namun anak ini rupanya memang memiliki daya tahan yang agak luar biasa.   Juga memiliki sifat yang riang, di kala berlayar dengan perahu kecil itu, justru dia jadi girang dapat menyaksikan ikan-ikan yang berlompatan di laut.   Memang dengan ikan-ikan itulah akhirnya Yeh-lu Chi berpikir untuk mengisi perut.   Rasa lapar itulah yang membuat pikirannya terbuka, dan akhirnya dia berusaha menangkap beberapa ekor ikan dan memakannya mentah-mentah, tanpa memperdulikan perasaan jijik dan amisnya ikan-ikan tersebut......   Semula Kwee Hu tidak bisa menelan daging ikan mentah itu, namun perasaan lapar dan haus juga yang menyebabkan dia memaksa diri untuk memakannya juga.   Walaupun dengan sedikit rasa agak asin......   Semula berhari-hari mereka terombang-ambing di laut merupakan hal yang sangat menjengkel sekali.   Mereka bisa mengatasi rasa lapar dan haus mereka dengan menangkap ikan yang dijadikan santapan mereka, memakan daging dan ikan mentah, yang setidak-tidaknya bisa mengurangi rasa lapar dan haus mereka.....   Jika siang mereka kepanasan dan sangat menderita sekali, karena tidak memiliki pakaian atau kain yang bisa dipergunakan sebagai pelindung, dan kalau malam mereka disiksa oleh hawa yang dingin luar biasa.   Untuk melindungi Yeh-lu Kie, puteri mereka dari serangan terik matahari di siang hari, Yeh-lu Chi telah mempergunakan baju luarnya untuk melindungi kepala puterinya itu.   Siang itu, keringat telah membasahi sekujur tubuh mereka baik Yeh-lu Chi, Kwee Hu maupun Yeh-lu Kie.   Mereka sangat menderita sekali.   Dan waktu itu, Yeh-lu Kie juga merasakan tubuhnya lemas bukan main.   Setiap hari dia hanya ikut makan ikan mentah, tapi karena dia terlalu merasa jijik dan amis, ikan tersebut tidak bisa ditelannya, dia sulit sekali memakan ikan itu.   Dan jika tokh dia berhasil memakannya, itu hanya sepotong demi sepotong kecil saja dengan memaksakan diri, memijit hidungnya, untuk mengurangi bau amis tersebut.   Tetapi, dikala siang itu Kwee Hu dan Yeh-lu Chi tengah rebah lesu, dan juga Yeh-lu Kie tengah duduk terpekur, tiba-tiba dia melihat sesuatu.   "Ayah, lihat! Ibu..... kau lihat.....!"   Berseru anak itu dengan suara yang nyaring, diapun telah berdiri sehingga menimbulkan goncangan di perahu mereka.   Kwee Hu dan Yeh-lu Chi terkejut, mereka menyangka bahwa anak mereka ini telah melihat sesuatu ancaman dari semacam makhluk laut yang berbahaya.   Mereka berdua telah duduk.   Ternyata yang ditunjuk oleh Yeh-lu Kie adalah semacam benda mengambang meluncur mendatangi ke arah perahu mereka, dan benda itu berkilauan tertimpa cahaya matahari.   Setelah datang dekat, tiba-tiba muka Yeh-lu Chi berobah berseri-seri girang sekali.   "Gumpalan es!"   Berseru Yeh-lu Chi. Kwee Hu juga bersorak girang, dia telah bilang.   Beruang Salju Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Kita akan tertolong......!"   Yeh-lu Chi menantikan gumpalan es yang tidak begitu besar meluncur datang lebih dekat, dan ketika akan lewat di sisi perahunya, Yeh-lu Chi telah menyambarnya mengambil potongan es itu.   "Kita bisa mencairkannya untuk minum kita!"   Kata Yeh-lu Chi.   Kwee Hu mengangguk.   Hanya yang membuat mereka jadi bingung, mereka tidak memiliki cawan maupun barang lainnya yang dipergunakan menampung cairan es itu.   Akhirnya Yeh-lu Chi telah meminta puterinya agar dongak ke atas sambil membuka mulutnya.   Es itu lalu dicekalnya, dan Yeh-lu Chi mengerahkan lweekangnya.   Dari telapak tangannya tersalur hawa yang panas, es itu jadi mencair, dan tetes demi tetes telah masuk ke dalam mulut puterinya.   Dengan cara seperti itulah mereka bergantian "minum"   Cairan es tersebut. Dan tidak lama kemudian, mereka telah bertemu dengan kepingan-kepingan es yang lebih banyak jumlahnya, ada empat potong! "Kita pasti akan tertolong, tidak jauh dari tempat ini tentu terdapat sebuah pulau......!"   Kata Yeh-lu Chi.   "Dengan adanya pecahan es ini, berarti tidak jauh lagi dari tempat ini terdapat sebuah tempat yang dapat kita singgahi. Cuma saja kita tidak mengetahui, entah sekarang ini kita berada di mana dan pulau di depan itu entah pulau apa......!"   Perahu terus meluncur terus, dan pecahan kepingan es semakin banyak, malah ukurannya pun besar-besar.   Perahu mereka sering membentur pecahan kepingan es tersebut.   Karena kuatir perahu mereka akan terbentur bocor atau hancur oleh kepingan es yang semakin banyak dan besar itu, Yeh-lu Chi terpaksa mempergunakan baju luarnya untuk digulung seperti cambuk, lalu dengan mempergunakan lweekangnya, dia membuat gulungan baju itu keras seperti baja.   Dengan itulah dia telah menyampok setiap kepingan es yang akan membentur perahunya.   Dan malah, dengan menotol pada permukaan kepingan itu mempergunakan ujung gulungan bajunya, perahunya meluncur maju semakin cepat memiliki tenaga dorongan......   Tidak lama kemudian, di depan mereka tampak sesuatu yang membuat mereka suami isteri jadi girang bukan main, yaitu tampak sebuah pulau yang luas sekali, di mana seluruh permukaan pulau itu diselubungi oleh salju dan juga perahu mereka sulit untuk maju terus terhalang oleh kepingan es yang besar-besar ukurannya.   Pulau yang tertutup salju itu merupakan sebuab pulau yang memancarkan sinar berkilauan, sehingga tampaknya dari kejauhan seperti juga berkilauannya batu permata yang memancarkan warna-warni beraneka warna......   "Kita tidak bisa mempergunakan terus perahu ini!"   Kata Yeh-lu Chi.   "Biarlah aku akan menggendong si Kie, dan kau adik Hu, segera kau pergunakanlah ginkangmu untuk berjalan di atas permukaan kepingan es itu! Ingatlah kau harus hati-hati.... Jika kau salah perhitungan, kau akan tergelincir......!"   Kwee Hu mengangguk.   Begitulah, sepasang suami isteri tersebut, dengan Yeh-lu Chi menggendong puterinya, telah berlari-lari di atas permukaan kepingan es itu.   Mereka dapat bergerak dengan gesit sekali, karena memang mereka memiliki ginkang yang tinggi sekali.   Dengan demikian, dengan bersusah payah, namun akhirnya tokh mereka telah bisa mendapat tepian pulau tersebut.   Waktu itu sinar matahari memancarkan cahayanya yang terik, namun anehnya, es-es yang membeku di pulau itu tidak mencair.   Dan dibantu dengan hawa dingin yang dipancarkan dari kepingankepingan es itu, maka Yeh-lu Chi bersama Kwee Hu dan puteri mereka tidak terlalu tersiksa oleh teriknya matahari.   Hanya saja yang membuat mereka jadi tidak bergembira, mereka memperoleh kenyataan pulau tersebut hanya merupakan pulau salju yang kosong belaka.   Sejauh mata memandang permukaan pulau tersebut dibungkus oleh salju, tidak ada pohon ataupun sesuatu yang hidup di pulau ini.   Berarti mereka telah terdampar di pulau es yang kosong, berarti mereka sama saja tidak akan tertolong dari ancaman kematian, malah jika malam di pulau es ini tentu akan jauh lebih dingin dibandingkan jika mereka berada di perahu mereka.....   Tapi Yeh-lu Chi tidak berputus asa, dia yakin, di dalam pulau itu tentu terdapat suatu tempat yang bisa dipergunakan berteduh.   Dan untuk melewati hari-hari, bisa saja mereka memakan akan hasil tangkapannya.   Begitulah sambil menggendong puterinya, Yeh-lu Chi telah mengajak Kwee Hu memasuki pulau itu lebih jauh.   Sangat licin sekali dan sulit perjalanan yang mereka lakukan.   Setelah menyusuri empatbelas lie lebih tiba-tiba pasangan suami isteri jadi berdiri menjublek dengan muka yang berobah memancarkan kegembiraan.   Dan Kwee Hu, setelah tersadar dari tertegunnya itu, sambil tertawa keras, telah menubruk dan memeluk suami dan puterinya.   Demikian juga halnya dengan Yeh-lu Chi, dia jadi gembira bukan main.   Karena di hadapan mereka ternyata terbentang sebuah tempat yang berbeda sekali dibandingkan dengan keadaan pulau di sebelah depan itu.   Mereka melihat hamparan lapangan rumput yang tumbuh subur, melihat pohon-pohon bunga yang tumbuh subur dan batang-batangnya agak pendek, dengan pohon bunga yang tumbuh segar, sehingga tampaknya tempat itu indah luar biasa.   Disamping batu gunung yang menonjol, terdapat sebuah pancuran air, yang mirip dengan air terjun, walaupun air terjun ini tidak begitu tinggi.   Setelah bersorak-sorak kegirangan dan Yeh-lu Kie telah turun dari gendongannya, Yeh-lu Chi bersama Kwe Hu berlari-lari di lapangan rumput itu, demikian juga Yeh-lu Kie, yang telah bergulingan gembira di lapangan rumput itu.   Waktu itulah, tiba-tiba terdengar suara seorang anak kecil menegur.   "Hei, hei, apa yang kalian lakukan?"   Kwee Hu dan Yeh-lu Chi yang waktu itu tengah gembira, sama sekali tidak menyangka bahwa pulau ini ada penghuninya juga.   Mereka memang tengah dikuasai kegembiraan yang meluap-luap, sehingga perhatian mereka pada sekelilingnya tidak ada sama sekali, dan setelah ditegur oleh orang itu, barulah mereka tersadar dengan terkejut.   Mereka menoleh, dihadapan mereka berdiri seorang anak lelaki berusia lima atau enam tahun, tengah memandang heran kepada mereka.   Anak lelaki itu memiliki paras muka yang cakap, dengan kulit yang putih dan pipi yang memerah sehat.   Waktu itu, diapun tidak hentinya mengawasinya Yeh-lu Chi dan Kwee Hu.   Ketika dia melihat Yeh-lu Kie, dan si gadis cilik ini tengah mengawasinya juga, anak lelaki itu tampaknya menjadi gembira, dia telah melangkah menghampiri si gadis kecil.   "Hei, siapa kau... pulau ini?!"   "   Tanya lelaki itu.   "Bagaimana kalian bisa tiba di Yeh-lu Kie sendiri telah berhari-hari terombang-ambingkan oleh lautan yang demikian menjemukan, di samping itu diapun telah menderita tidak sedikit disebabkan bencana yang telah dialami bersama ayah dan ibunya. Kini, dia bisa berada di tempat yang begitu indah, dan hawa udaranya yang nyaman hangat, juga memperoleh seorang teman cilik yang sama usianya seperti dia, maka kegembiraannya terbangun. Cepat dia pun menjawab sambil tertawa.   "Koko apakah engkau tinggal disini?!"   Anak lelaki itu mengangguk.   "Benar, aku bersama suhu berdiam di sini!"   Menyahuti anak lelaki itu.   "Bagaimana kalian bisa datang ke mari?!"   Yeh-lu Kie telah menunjuk kepada ayah dan ibunya.   "Ayah dan ibuku yang telah mengajakku ke mari...... kami menemui bencana di laut, kapal kami telah rusak dan karam, sehingga akhirnya kami terdampar di pulau ini......!"   "Menurut Suhu, tidak diperkenankan siapa pun menginjak pulau ini, siapa juga tidak diperbolehkan untuk datang ke pulau ini, dan kalian sekarang telah datang ke tempat ini, tentu Suhu akan marah dan bergusar.....!"   Anak itu telah berkata lagi, dia seperti tidak memperdulikan Kwee Hu dan Yeh-lu Chi, hanya bicara kepada Yeh-lu Kie.   Mendengar perkataan anak lelaki itu, Yeh-lu Chi telah menghampiri anak tersebut, dia memegang pundaknya dan menepuk perlahan, sambil katanya disertai senyumnya.   "Anak siapakah namamu....., dan siapakah suhumu....?!" Anak itu telah mengangkat kepalanya, dia mengawasi Yeh-lu Chi beberapa saat, dilihatnya wajah Yeh-lu Chi tidak ada tanda-tanda seperti seorang manusia jahat, maka senang hati anak itu untuk menjawab pertanyaannya.   "Aku she Lie..... namaku Ko Tie.....!"   Menyahut anak tersebut.   "Dan Suhu...... nama Suhu tidak boleh kuberitahukan!"   "Mengapa begitu? tanya Yeh-lu Chi.   "Kami bukan orang jahat, kami hanya kebetulan saja terdampar di sini, maka dari itu kau tidak perlu takut dan berkuatir, karena kami tidak bermaksud jahat. Siapakah Suhumu? Bisakah kami bertemu dengannya? Kau tentu tersedia mengajak kami untuk bertemu dengan Suhumu itu."   Tapi Lie Ko Tie, anak itu telah mengelengkan kepalanya. Yeh-lu Chi menoleh kepada Kwee Hu dan Kwee Hu mengerti apa maksud suaminya itu. Dia telah menghampiri anak itu, dipegang pundaknya dengan ramah sekali, dia telah bertanya halus.   "Anak, kami tengah mengalami bencana tidak kecil, sehingga kami telah terdampar di pulau ini. Jelas memang kami harus pergi menemui gurumu itu untuk menghunjuk hormat kepadanya, agar jangan sampai kami nanti disebut sebagai manusia-manusia tidak tahu aturan!"   Lie Ko Tie mengangkat kepalanya dia menatap Yeh-lu Chi dan Kwee Hu bergantian sampai akhirnya dia menggeleng lagi.   "Tidak..... Suhu telah berpesan kepadaku, kepada siapa juga aku tidak boleh memberitahukan siapa nama Suhu, juga tidak boleh mengajak orang luar untuk bertemu dengan Suhu.....!"   Menyahuti Lie Ko Tie kemudian.   "Lebih baik kalian meninggalkan pulau ini saja, karena jika Suhu mengetahui kedatangan kalian ke mari, tentu kalian akan dihukumnya...!"   Kwee Hu bersenyum.   Dia memang sebagai orang Kangouw, tentu saja mengetahui, bahwa hal itu memang lumrah, bahwa seorang pemilik pulau tentu tidak senang jika pulaunya didatangi oleh seseorang asing yang tidak dikenalnya.   Bukankah sifat kakeknyapun sama saja dengan sifat pemilik pulau salju ini, di mana kakeknya tidak akan membiarkan seseorang tidak dikenal datang ke Tho-hoa-to?? Bukanlah Oey Yok Su, kakeknya itu akan menghukum orang yang lancang datang ke pulaunya? "Baiklah anak....   kami memang telah tersesat ke mari, kami terdampar di pulau ini karena kami mengalami bencana di lautan, dengan demikian, kedatangan kami ini tanpa disengaja.   Jika Suhumu diberitahukan peristiwa yang sebenarnya, tentu diapun akan dapat memaklumi kesulitan kami......!"   Dan setelah berkata begitu Kwee Hu menoleh kepada puterinya, Yeh-lu Kie, dia bilang lagi.   "Kie, coba kau ke mari.....!"   Yeh-lu Kie telah menghampiri, dan dia telah mendekati ibunya. Kwee Hu memegang tangan puterinya, dia bilang dengan sabar.   "Kie nanti kau ajak koko ini untuk bermain-main, sekarang kau memiliki seorang kawan, sehingga engkau tidak akan kesepian lagi......!" Setelah berkata begitu, Kwee Hu menoleh kepada Ko Tie, tanyanya.   "Nanti kau bermain dengan puteri kami, si Kie ini, tentunya kau juga senang memiliki seorang kawan, bukan? Nah, sekarang kau ajaklah kami pergi menemui gurumu itu, dan nanti di saat kami tengah bercakap-cakap dengan suhumu itu, kalian berdua boleh bermain dengan gembira......!"   Lie Ko Tie mengawasi si Kie itu beberapa saat lamanya, sampai akhirnya Yeh-lu Kie telah mengulurkan tangannya, dia telah berkata.   "Koko....., mari kita bermain......."   Ko Tie telah menggelengkan kepalanya, dia bilang.   "Tunggu dulu, kalian boleh menanti di sini, aku akan pergi memberitahukan dulu kepada suhu perihal kedatangan kalian..... Jika Suhu mengijinkan kalian menemuinya, nanti kalian akan kuajak untuk bertemu dengan Suhu."   Setelah berkata begitu, Ko Tie mengawasi Yeh-lu Chi dan Kwee Hu bergantian, lalu tanyanya.   "Jika memang paman dan bibi tidak keberatan maukah memberitahukan kepadaku siapakah nama paman dan bibi agar nanti aku bisa memberitahukannya kepada Suhu!"   Ko Tie memanggil Yeh-lu Chi dengan sebutan Pehhu dan memanggil Kwe Hu Pehbo, paman dan bibi. Kwee Hu tersenyum anak lelaki ini memang manis dan juga tampaknya cerdik sekali. Dia telah bilang.   "Suamiku itu bernama Yeh-lu Chi dan bibimu sendiri bernama Kwee Hu. Tolong kau sampaikan hormat kami kepada Suhumu dan maksud kami yang ingin bertemu dengannya guna menghunjuk hormat......!" Ko Tie mengangguk, setelah menoleh satu kali lagi kepada Yeh-lu Kie, dia telah memutar tubuhnya, berlari-lari ke arah batu gunung yang mempunyai air terjun itu, dia telah menghilang di tikungan tempat itu. Setelah Lie Ko Tie pergi, Kwe Hu menoleh kepada Yeh-lu Chi, suaminya, katanya.   "Tampaknya pemilik pulau ini bukan orang sembarangan.....!"   Yeh-lu Chi mengangguk.   "Ya, tetapi kita harus berusaha untuk menetap di sini beberapa saat, karena tidak bisa kita tinggalkan pulau ini sebelum kita memiliki perahu yang baik dan perbekalan selama dalam pelayaran..... Jika memang pemilik pulau ini tidak mengijinkan, kita harus berusaha agar kita bisa memaksanya.....! Semua ini demi kebaikan puteri kita.....!"   Kwee Hu mengangguk.   Waktu itu, tampak Lie Ko Tie telah berlari-lari mendatangi lagi.   Anak itu berlari cukup gesit, membuktikan bahwa anak itu pun telah mempelajari ginkang atau ilmu meringankan tubuh.   Hanya disebabkan usianya masih terlalu kecil, maka ginkang yang dimiliki itu tidaklah terlalu tinggi.   Setelah sampai di hadapan Kwee Hu dan Yeh-lu Chi, Lie Ko Tie menggeleng-gelengkan kepalanya, katanya.   "Suhuku bilang, kalian dipersilakan untuk meninggalkan pulau ini dalam waktu satu jam, jika dalam satu jam kalian belum juga meninggalkan pulau ini, Suhu tentu akan menjatuhkan hukuman!" Muka Kwee Hu jadi berobah. Memang waktu masa gadisnya dia adalah seorang gadis yang aseran sekali dan memiliki perangai yang berangasan. Jika sekarang dia bisa bersikap lembut dan sabar, itulah karena selama jadi nyonya Yeh-lu Chi, banyak hal yang bisa dipelajarinya ini. Semakin meningkat usianya, perangainya yang berangasan itu jadi berkurang. Namun sekarang mendengar perkataan Ko Tie yang menyatakan bahwa Suhunya menolak maksud mereka yang ingin menghadap, telah membuat Kwee Hu jadi tidak senang. Dia telah bilang.   "Anak, kami sesungguhnya tidak mau datang ke pulau ini. Inipun kami terpaksa sekali jika datang ke pulau ini, sebab memang kami tidak berdaya dalam tertimpah bencana yang tidak kami inginkan, sehingga kami terpaksa terdampar di sini dan tidak berdaya untuk pergi dalam waktu yang singkat!"   "Tadi akupun telah memberitahukan Suhu, bahwa Pehhu dan Pehbo tengah dalam kesulitan, karena telah mengalami bencana di laut, namun Suhu malah bilang.   "Hu, manusia she Kwee itu.......! Hu manusia she Kwee itu.....! lalu Suhu telah perintahkan agar aku memberitahukan kepada Pehhu dan Pehbo, dalam satu jam harus meninggalkan pulau ini dan Suhu tidak ingin bertemu dengan kalian.....!"   Mendengar keterangan Lie Ko Tie, muka Kwee Hu jadi berobah.   "Lalu, apa maksud gurumu dengan mengatakan.   "Hu, manusia she Kwee......!"   Seperti itu?!"   Tanyanya. Ko Tie menggeleng. "Aku tidak tahu apa maksudnya."   "Biar kami yang pergi menemuinya sendiri!"   Katanya. Mendengar perkataan Kwee Hu seperti itu, Ko Tie jadi kaget.   "Tidak boleh! Jangan!"   Kata Ko Tie.   "Kenapa?!"   Tanya Kwee Hu dengan suara mengejek.   "Suhu selalu tidak senang kalau ada orang yang datang ke pulaunya, dan selalu pula menghukumnya dengan hukuman yang berat. Aku kuatir...... kuatir jika memang Pehhu dan Pehbo menemuinya. Nanti Suhu menurunkan tangan keras menghukum kalian..... lebih baik kalian cepat meninggalkan pulau ini......!"   Mendengar perkataan Ko Tie, Kwee Hu memperdengarkan suara tertawa dingin.   "Hu, hu, sebetulnya manusia apa sih gurumu itu?!"   Dia bilang dengan nada mengejek. Waktu itu Ko Tie telah mengulap-ulapkan tangannya, dia bilang.   "Pehbo jangan marah seperti itu, aku telah memberitahukan dari hal yang sebenarnya, karena dari itu, janganlah Pehbo memaksa untuk menemui guruku itu, karena Pehbo juga yang akan celaka nanti..... Nah, silahkan Pehbo dan Pehhu meninggalkan pulau ini sebelum guruku datang.....!"   Bukan main mendongkolnya Kwee Hu, terlebih lagi dia teringat betapa sengsaranya dia bersama puterinya dan suaminya yang berhari-hari terombang-ambing di lautan.   Dengan demikian, tentu saja dia tidak meninggalkan pulau ini, untuk bersengsara lagi seperti itu.   "Tidak!"   Beruang Salju Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Kata Kwee Hu kemudian.   "Jika memang Suhumu itu tidak mengijinkan kami berdiam di pulau ini, kami akan tetap berdiam disini! Hu, hu, kami ingin melihat. Apa sih yang bisa diperbuatnya?!"   Dan setelah berkata begitu, Kwee Hu mendengus beberapa kali, mendengus mengejek, karena dia memang tengah mendongkol sekali.   Yeh-lu Kie ketika melihat ibunya bergusar seperti itu, telah menghampiri sambil tangannya menarik ujung lengan baju ibunya, dia bilang.   "Ibu, mengapa kau harus marah seperti itu. Biarlah aku pergi bersama Koko ini menemui Suhunya, untuk meminta agar kita diperbolehkan berdiam di pulau ini beberapa saat lamanya.....!"   Kwee Hu mana bisa membiarkan puterinya pergi menemui gurunya anak lelaki ini, dia telah menggeleng perlahan, dan menarik lengan puterinya, katanya.   "Kau diamlah di sini...... biarlah Suhunya yang datang ke mari, nanti baru kita bicara lagi dengannya!"   Setelah berkata begitu, Kwee Hu menoleh kepada Ko Tie, dia bilang.   "Sekarang pergilah kau kembali pada Suhumu, beritahukan padanya bahwa kami tidak pergi, kami akan berdiam mungkin satu atau dua bulan di sini. Jika memang dia tidak senang dengan kami, dia datang ke mari untuk bicara dengan kami!"   Ko Tie jadi memandang Kwee Hu dengan muka yang tidak senang, dia mendengar gurunya seperti dianggap remeh seperti itu.   Tapi belum lagi dia menyahuti, waktu itu Yeh-lu Chi yang melihat keadaan seperti itu, di mana isterinya itu telah gusar sekali, dia tertawa sambil menghampiri Ko Tie, dan menepuk-nepuk pundak anak lelaki itu, dia juga bilang.   "Anak, sekarang kau ajaklah aku untuk pergi menemui Suhumu, hanya aku seorang diri saja. Jika memang nanti aku telah bicara dengannya dan dia benar-benar tidak ingin menemui kami dan juga tidak mengijinkan kami berlama-lama di pulau ini. Disamping itu diapun tidak bersedia melayani kedatangan kami, terpaksa kamipun harus meninggalkan pulau ini!"    Pedang Langit Dan Golok Naga Karya Chin Yung Kelelawar Tanpa Sayap Karya Huang Ying Kelelawar Tanpa Sayap Karya Huang Ying

Cari Blog Ini