Pedang Langit Dan Golok Naga 46
Pedang Langit Dan Golok Naga Karya Chin Yung Bagian 46
Pedang Langit Dan Golok Naga Karya dari Chin Yung Tak terlalu salah bila dikatakan, bahwa Ang soei kie saja, satu bendera dalam Beng Kauw, sudah cukup untuk melayani partai biasa dalam Kang ouw. Melihat begitu, Boe Kie merasa sangat terhibur, karena itulah suatu tanda, bahwa Beng Kauw mempunyai hari depan yang gilang gemilang. Tak lama kemudian Tong Yang keluar dari dalam hutan dengan tindakan lebar. Ia menghampiri Boe Kie dengan paras muka bingung. Sambil membungkuk ia berkata. "Melaporkan kepada Kauwcoe, bahwa Tong Yang menunggu hukuman". "Ada apa?" Tanya Boe Kie. "Aku telah memerintahkan orang2ku untuk menjaga tawanan," Jawabnya. "Diluar dugaan, orang2 itu telah berhasil merampas senjata orang2ku dan membunuh diri". "Aneh sungguh!" Kata Boe Kie dengan kaget. Dengan diiring tokoh2 Beng Kauw, ia segera masuk ke dalam hutan. Benar saja, para tawanan Boe san pang dan Ngo ho tong sudah menjadi mayat dan menggeletak di tanah. Enam orang dari delapan penjaga mendapat lukadan mereka berlutut untuk mendapat hukuman. "Apa benar mereka bunuh diri?" Tanya Boe Kie. "Melapor kepada Kauwcoe," Kata pimpinan rombongan penjaga itu. "mereka menyerang kami secara mendadak dan merampas senjata kami akan kemudian bunuh diri. Dalam melakukan perbuatan itu, mereka tak pernah mengucapkan sepatah kata". Boe Kie manggut2kan kepalanya. "Bukan salah kalian, bangunlah!" Katanya. "Terima kasih ata belas kasihan Kauw Coe" Kata pemimpin itu. Boe Kie segera memeriksa luka para tawanan, dan ternyata, mereka memang bukan dibunuh orang. Diantara mayat2 itu terdapat seorang yang masih belum putus jiwa, sebelah lengannya masih bergerak2. Boe Kie segera membungkuk dan menotok Leng tay hiatnya, sambil mengirim Kioe Yang Cin Khie. Orang itu perlahan lahan tersadar. "Mengapa kau bunuh diri?" Tanya Boe Kie. Jawab orang itu dengan suara terputus2. "Siapa..yang takut mati.tak diberi ampun..tidak..diberi.ampun" Boe Kie terkejut ia ingat, bahwa selama pertempuran ia pernah mendengar teriakan begitu di lereng gunung dan sebagai akibatnya pihak musuh berkelahi secara nekat2an. Ia sekarang mengerti, bahwa di balik teriakan itu tersembunyi rahasia hebat. "Siapa yang tak memberi ampun?" Tanyanya. "Keluargakutua muda.istri.anak, semua dalam tangan orang," Jawabnya. "Dalam tangan siapa? Kami akan menolong kau" Kata pula Boe Kie. Orang itu menggeleng2 kepalanya. Ia tersenyum getir, kepalanya terkulai dan nafasnya terhenti. Yo Siauw dan yang lain2 saling memandang. Mereka tak dapat menembus teka-teki itu. Sesudah memerintah Angsoei Kie mengubur mayat2 itu Boe Kie segera mengajak In Thian Ceng, Yo Siauw, Wie It Siauw dan yang lain2 ke gubuk untuk mendamaikan urusan ini. "Dari keterangan orang itu, kita dapat menarik kesimpulan, bahwa keluarganya ditahan oleh seorang yang berkuasa dan kalau dia tak berkelahi mati2an, keluarganya akan dibinasakan." Kata Pheng Eng Giok. "Siapa orang itu yang mempunyai kekuasaan begitu besar, sehingga dia bisa menindih begitu banyak orang gagah dari partai2 persilatan? Siapa manusia itu yang dapat menahan begitu banyak keluarga?" Kecuali Boe Kie tokoh2 Beng kauw adalah orang2 berpengalaman. Tapi mereka tak bisa meraba siapa adanya orang itu. "Menurut pendapatku urusan ini ada sangkut pautnya dengan Goe Bie pay," Kata Coe Tian. "Hoan Cong itu menggunakan pedang Ie Thian Kiam, Biat Coat sangat beracun dan mungkin sekali, sebab tak unggulan melawan Kauwcoe kita. Dia menyuruh orang2 itu datang kemari". "Bukan begitu," Kata Leng Kiam. "Mengapa bukan?" Tanya Cioe Tian. Leng Kiam tidak menjawab. "Kurasa soal menahan keluarga berbagai partai terpisah dari soal serangan enam partai besar" Kata Swee Poet Tek. "Dalam serangannya itu, keenam partai pasti tidak akan menduga, bahwa mereka akan mengalami kegagalan. Biat Coet Soethay dan sejumlah kawannya adalah orang2 yang sangat sombong dan mereka tentau tak pernah ingat perkataan kalah. Maka itu tidak bisa jadi mereka lebih dahulu sudah mempersiapkan sebuah siasat lain untuk menyerang kita". Semua orang membenarkan perkataan Swee Poet Tek. "Andaikata kau benar, tapi siapa musuh kita itu?" Tanya Coe Tian. "Akupun tak tahu," Jawab Swee Poet Tek. "Kalau Seng Koen blom binasa. Kita bisa menuduh dia". Sesudah berunding beberapa lama, mereka belum juga mendapat kemajuan. "Kurasa urusan ini bisa dikesampingkan untuk sementara waktu," Kata Boe Kie akhirnya. "Soal penting yang kini dihadapi kita adalah menyeberangi lautan untuk menyambut Kim Mo Say Ong. Tugas ini harus dilakukan olehku sendiri, siapa yang ingin ikut?" Semua orang segera berbangkit dan menjawab "Kami semua bersedia untuk mengiring Kauwcoe" "Jangan terlalu banyak," Kata Boe Kie. "Disamping itu ada beberapa urusan besar yang perlu diurus. Begini saja, Yo Co Soe dan Soe coen berdiam di Kong Beng Teng untuk membangun lagi dan menjaga pusat kita. Kim, Bok, Soie, Hwee, Touw Ngo heng kie pergi ke berbagai tempat untuk mengumpulkan lagi anggota2 kita yang sudah terpencar dan menyampaikan tiga janji yang sudah disetujui. Kakek dan paman coba menyelidiki musuh yang bersembunyi itu dan berbareng coba mencari Kong Beng Yoe Soe serta Cie san liong ong. Tugas Wie Hok Ong ialah pergi menemui Cia Boenjin keenam partai besar untuk memberitahukan perubahan2 didalam Beng kauw. Andaikata Hok Ong tidak dapat mengubah musuh menjadi sahabat, tindakan ini setidaknya akan dapat menunda permusuhan untuk sementara waktu. Kutahu tugas ini bukan tugas enteng. Tapi dengan kebijakannya, kupercaya Hok ong akan berhasil. Aku sendiri bersama Ngo sian jin akan melayari lautan guna menyambut Cia Hoat ong. Sebagai seorang kauwcoe, setiap perkataan Boe Kie adalah undang2 yang tidak dapat dibantah. Semua orang lantas saja menggangguk dan menerima baik perintah itu. "Thia" Tiba2 Poet Hwoei berkata "Aku ikut, kuingin melihat gunung es" Sang ayah tersenyum "Kau harus memohon pada Kauwcoe," Jawabnya "Aku tidak berkuasa" Si nona memoyongkan mulutnya, tapi ia tak dapat berkata apa2 lagi. Boe Kie tertawa. Ia ingat, waktu mengantar Poet Hwei ke see hek, si nona sering meminta ia bercerita dan ia sering menceritakan pengalamannya di pulau Heng hwee to. Berkali2 ia menceritakan keindahan pulau itu dengan beruang putihnya, kera api, ikan2 aneh dan sebagainya. Maka itu tidaklah heran kalo sekarang Poet Hwie ingin mengikut. "Poet Hwie moy moy" Katanya "Pelayaran ke Peng hwee to banyak bahayanya. Tapi jika kau tak takut dan Yo Coe soe meluruskan biarlah Yo Cosoe dan kau sama2 ikut" "Takut apa?" Kata si nona sambil menepuk nepuk tangan. "Thia biarlah kita berdua mengikut Boe Kie.bukan mengikut Kauwcoe" Sambil mengawasi Boe Kie, Yo Siauw hanya mengangguk. "Kalau begitu aku ingin minta bantuan Leng Sianseng untuk menjaga Kong Beng teng dan untuk sementara waktu soe boen ditaruh didalam kekuasaannya" "Baiklah! Sungguh bagus!" Teriak Cioe Tian. "Cioe heng bagus apa?" Tanya Swee Poet Tek. "Beng Kauw menaruh penghargaan begitu tinggi kepada Leng Kiam merupakan suatu penghormatan besar untuk Ngo sian jin" Jawabnya "Disamping itu, dalam perjalanan ini, entah berapa lama Kauwcoe harus terombang-ambing di tengah lautan. Dengan ada Yo Coe soe bakal tak terlalu kesepian. Mereka bisa beromong2. jika Leng Kiam yang pergi, maka Kauwcoe seperti juga mengajak sepotong balok" Semua orang tertawa terbahak2. Leng Kiam tidak jadi gusar, tapi iapun tak tertawa. Ia bersikap seperti tak dengar gurauan Cio Tian. Sesudah bersantap, semua orang lantas pergi mengaso. Sebelum berangkat Boe Kie minta Poet Hwie membuka rantai hian tiat yang merantai Siauw Cioew. Tapi anak kunci hilang dalam tumpukan puing dan tak dapat dicari. "Tak apa" Siauw Ciauw dengan suara tawar. "Suara rantai ini bahkan lebih merdu kedengarannya." "Siauw Ciauw kau tunggulah di Kong Beng Teng dengan hati tenang" Boe Kie menghibur "Aku akan meminjam To Liong To dari Cia Hoat ong untuk memutuskan rantai ini." Siauw Ciauw menggeleng2kan kepala. Ia tak menyahut. Pada keesokan paginya, Boe Kie dan rombongan berpamitan "Kauwcoe kau adalah seorang yang bertanggung jawab atas mati hidupnya Beng Kauw" Kata Seng Kiam. "Kuharap kau menjaga diri baik2" "Terima Kasih" Jawab Boe Kie "Leng Sian seng dalam menjalankan tugasmu, kau akan banyak capai" "Hati2 ikan aneh akan makan kau" Kata Leng Kiam kepada Cioe Tian. Dengan rasa terharu Cioe Tian mencekal tangan Leng Kiam erat2. kecintaan antara Ngo sian jin menyerupai kecintaan saudara kandung sendiri. Hari ini Leng Kiam melanggar kebiasaannya dan bicara lebih banyak. Hal ini sudah terjadi karena kegoncangan hatinya. Bersama-sama Soe Boen, Leng Kiam mengantar rombongan Kauwcoe sampai dikaki Kong Beng Teng dan dengan perasaan berat mereka berpisahan. Sesudah berlalu seratus li lebih rombongan Boe Kie bermalam di gurun pasir. Kira2 tengah malam, tiba2 Boe Kie mendengar suara "ting tang ting tang" Sesudah memiliki Kioe Yang Cin Keng panca inderanya sepuluh kali lebih tajam dari manusia biasa. Ia kaget, bangun dan lantas berlari2 kearah suara itu. Sesudah melewati beberapa li, jauh2 ia lihat sebuah titik hitam yang bergerak kearahnya dan makin lama makin besar. Tiba2 ia bergerak. "Siauw Ciauw! Mengapa kau datang?" Orang itu memang bukan lain daripada si nona. Melihat Boe Kie ia lantas menangis keras. "Anak baik! Sudahlah jangan menangis" Kata Boe Kie seraya menepuk2 pundak si nona. Tapi si nona jadi makin sedih dan menangis makin keras. "Kemanapun jua kau pergi.aku.ikut"katanya. Boe Kie merasa sangat kasihan. "Dia sangat tak beruntung dan karena aku berlaku manis terhadapnya, dia sangat mencinta aku" Katanya dalam hati, maka itu ia segera berkata. "Sudahlah kau jangan menangis, kau boleh ikut" Si nona menjadi girang. Ia mendongak dan mengawasi Boe Kie dengan sorot mata berterima kasih. Dibawah sinar rembulan yang masih putih bagaikan perak, dengan muka yang cantik dan potongan badannya yang langsing kecil, ia seolah seorang dewi yang turun dari kayangan. Melihat kedua pipi yang masih basah oleh air mata dan paras muka yang berseri2, Boe Kie jadi ingat sekuntum bunga dengan butiran2 embun. Ia tersenyum dan berkata dengan suara perlahan "Siauw Ciauw, kalau sudah besar kau akan cantik luar biasa" "Bagaimana kau tahu?" Tanya si nona sambil tertawa. Sebelum Boe Kie menjawab, disebelah timur laut tiba2 terdengar suara kaki kuda yang mendatangi dari barat ke timur. Didengar suaranya yang makin lama makin jauh, jumlah penumpang paling sedikit 100 orang lebih. Beberapa saat kemudian, Wie It Siauw datang dengan saling susul "Kauwcoe" Pedang Langit Dan Golok Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Kata Wie It Siauw "Ditengah malam buta serombongan penumpang kuda lewat sini. Kukhawatir mereka musuh2 kita" Boe Kie segera minta Siauw Ciauw mempersarukan diri dengan Pheng Eng Giok dan yang lain2, sedang ia sendiri bersama Yo Siauw dan Wie It Siauw mengubar rombongan penumpang kuda itu. Tak lama kemudian mereka bertemu dengan tapak2 kuda. Wie It Siauw membungkuk dan menjumput segenggam pasir "ada darahnya" Katanya. Boe Kie mencium pasir itu dan merasai bau darah yang masih segar. Mereka lalu mengejar dengan mengikuti tapak2 itu. Sesudah melalui beberapa li, tiba2 Yo Siauw melihat sepotong golok buntung diatas pasir, ia menjumput dan ternyatadi gagangnya terukir 3 huruf "Pang Jin Ho" Ia memikir sejenak dan berkata. "Inilah orang Kong Tong Pay, Kauw Coe. Kurasa mereka memang sengaja menyediakan kuda2 ditempat ini untuk pulang ke tionggoan." "Sudah setengah bulan lebih mereka turun dari Kong Beng Teng" Kata Wie It Siauw. "Apa perlunya mereka harus berdiam disini?" Sesudah mengetahui bahwa rombongan itu adalah rombongan Kong Tong Pay, Boe Kie bertiga tidak berkuatir lagi dan lalu kembali ke tempat asal. Malam itu lewat dengan tentram dan pada keesokan paginya, mereka meneruskan perjalanannya. Pada hari kelima, pagi2 mereka tiba di padang rumput. Selagi enak berjalan, dikejauhan muncul serombongan orang yang mendatangi ke arah mereka. Boe Kie yang matanya paling lihay sudah dapat lihat, bahwa rombongan itu terdiri dari nie kouw (pendeta perempuan) yang mengenakan jubah pertapaan dan diantara mereka terdapat 7-8 orang lelaki. Dalam jarak belasan tombak, salah seorang nie kouw berteriak. "Apa kamu bangsat2 Mo Kauw?" Hampir berbarengan semua kawannya menghunus senjata dan berpancaran. Boe Kie tahu, bahwa mereka itu adalah orang2 Go Bie Pay. Tapi ia belum pernah bertemu dengan yang manapun jua. "Apakah kalian murid2 Go Bie Pay?" Tanyanya. Seorang nie kouw setengah tua yang bertubuh kurus kecil melompat keluar dan membentak. "Bangsat Mo-kauw! Jangan rewel! Terimalah kebinasaanmu!" "Siapa Soethay? Mengapa Soethay bergusar?" Tanya Boe Kie dengan sabar. "Bangsat! Siapa kau?" Bentak pula nie kouw itu. "Apa derajatmu sehingga kau berani tanya namaku?" Melihat kekurangajaran pendeta itu, Wie It Siauw jadi mendongkol. Bagaikan kilat ia melompat masuk kedalam barisan Go Bie Pay dan lantas menotok jalan darah dua murid pria yang lalu di cengkeram leher bajunya. Hampir berbareng, ia melompat keluar dan berlari2, seperti angin cepatnya, akan kemudian melemparkan kedua tawanannya diatas tanah. Dilain saat, ia sudah kembali kedalam rombongannya sendiri. Kecepatan bergeraknya Ceng Ek Hong Ong mengejutkan semua anggota Go Bie Pay. Dengan mulut ternganga mereka mengawasi kedua saudara seperguruannya yang dibawa lari puluhan tombak dan sekarang menggeletak ditanah tanpa bergerak. Sesudah memperlihatkan kepandaiannya seraya tertawa deban Wie It Siauw berkata "Yang berdiri dihadapanmu adalah seorang gagah luar biasa yang ilmu silatnya paling tinggi pada jaman ini, yang memimpin Kong Beng Co Soe dan Kong Beng Yoe Soe, yg mengepalai keempat Hoe Kauw Hat Ong Ngo Sian Jin. Ngo Heng Kie dan Thian Tee Hong Loei Soe Boe yaitu Thio Kauw Coe dari Beng Kauw kami yg pernah mengusir Go Bie Pay dari atas Kong Beng Teng dan merampas Ie Thian Po Kiam dari tangan Biat Coat Soe Thao. Sekarang aku mau tanya kan, apakah orang seperti Thio Kauw Coe mempunyai cukup derajat untuk menanya hoat beng Soethay?" (Hoat beng Nama, bukan nama asli yang digunakan oleh seorang pendeta) Semua murid Go Bie terkesiap. Sesudah menyaksikan Wie It Siauw, mereka tidak menyangsikan keterangannya. Setelah menentramkan hatinya si nie kauw setengah tua bertanya. "Siapa Tuan?" "Aku she Wie, bergelar Ceng Eh Hok Ong," Jawabnya. Beberapa murid Go Bie mengeluarkan seruan tertahan. Empat orang lantas saja berlari2 menghampiri kedua saudara seperguruannya yang tergeletak ditanah. Ceng ek Hok ong bersenyum dan berkata dengan suara sabar. "Atas perintah Kauw Coe Beng Kauw dan keenam partai mengadakan gencatan senjata dan kami akan berusaha untuk memperbaiki perhubungan. Kalian tak usah khawatir. Kedua orang itu tidak kurang sesuatu apa. Sekarang si kelelawar tidak menghisap darah manusia lagi." Keterangan Wie It Siauw memang tak salah. Sesudah mengobati Boe Kie dengan menggunakan Kioe yang Sin kang, bukan saja racun It im cie terusir dari dalam badannya, tapi racun dingin yang dahulupun sudah turut dipunahkan, sehingga sekarang sesudah menggunakan Lweekang ia tak usah mengisap darah manusia lagi untuk melawan racun dingin itu. Sementara itu, keempat murid Go Bie sesudah balik kebarisannya dengan menggotong kedua saudara seperguruannya. Baru saja mereka mau membuka jalan darahnya yg terteotok tiba tiba terdengar suara "sr sr " Dua butir pasir yang disertai Lweekang sangat hebat menyambar jalan darahnya kedua orang itu yang lantas saja terbuka. Orang yg menolong adalah Yo Siauw. Dengan menggunaan ilmu Tan Sie Sin Thing dan Cie Sek Tiam hoat, ia membuka jalan darah kedua orang itu. (Tan cie sin thong ilmu menyentil dengan jari tangan. Cie Sek Tiam Hoat ilmu menotok jalan darah dengan timpukan batu) Melihat lawat berkepandaian begitu tinggi, nie kauw setengah tua itu jadi keder. "Pie nie bernama Ceng Kong," Memperkenalkan dirinya. "Apakah aku boleh mendapat tahu she dan nama yang mulai dari Sie coe (tuan) yang menggunakan Tan Sie Sin Thong dan Cie Sek Tiam Hoat. Sebelum Yo Siauw menjawab, Cioe Tian sudah mendahului sambil tertawa terbahak bahak. "Dia bukan lain dari Kong Beng Soe sia, dengan kalian dia mempunyai sangkutan keluarga." Si pendeta mundur setindak. Bahwa gusarnya kedua alisnya bediri. "Ha! Kalau begitu kau bangsat Yo Siauw yang mencelakai Kie Soe moay!" Teriaknya. Ia mengibas pedangnya dan bergerak untuk menyerang. "Soethay tahan!" Kata Boe Kie. "Kau tahu akan segala persoalannya jika kau menanyakan gurumu sendiri. Jangan kita bertempur karena urusan ini." "Mana guruku!" Tanya Ceng Kong. "Pada setengah bulan yang lalu, gurumu sudah turun dari Kong Beng Teng," Jawabnya. "Mungkin sekali ia sekarang sudah masuk di Giok Boen kwan." "Soecie, jangan dengar segala obrolannya," Kata seorang murid Go Bie yg berdiri dibelakang Ceng Kong. "Kita menyambut dari tiga jurusan, disampin gitu kita jg menggunakan tanda2 rahasia dan panah api. Kalau bener soehoe sudah turun dari Kong Beng Teng, tak mungkin kita tidak bertemu dengan nya." Mendengar itu Cioe Tian mendongkol. Tapi sebelum ia membalas dengan kata2 pedas, Boe Kie sudah berkata dengan suara perlahan. "Cioe siang seng tak usah ladeni dia. Karenat tak bertemu dengan guru mereka, bisa mengerti jika mereka uring2an." Jilid 45, bagian 2 Ceng Kong kelihatan bersangsi. "Apakah guruku dan saudara2 ku bukan jatuh kedalam tangan Beng Kauw?" Tanyanya. "Seorang lelaki sejati harus berlaku jujur. Tak usah kamu berdusta." Cioe Tian tertawa dan berkata. "Baiklah, sekarang aku mau bicara terang2an. Tanpa menimbang nimbang tenaganya yg kecil Go Bie pay telah menyerang Kong Beng teng kami. Biat coat Soethay dan semua muridnya sudah ditawan dan dipenjarakan dalam penjara didalam air. Kami akan menahan mereka delapan belas tahun lamanya, supaya mereka bisa merenungkan kedosaannya mereka. Sesudah delapan belas tahun barulah kami akan menimbang pula, apa kami akan melepaskan mereka atau tidak." Pheng Eng Giok terkejut. "Cioe Heng, jangan kau berguyon secara melampui batas," Tegurnya. "Kalian jangan dengar guyonan saudara ini. Ia hanya main2. Bibi Coat Soethay adalah seorang yang berkepandaian luar biasa, sedang semua murid Go Bie jg berkepandaian tinggi. Mana bisa mereka jatuh didalam tangan beng kauw? Sekarang ini, kedua belah pihak sudah mengadakan gencatan senjata. Kalian pulanglah! Kalian pasti akan bertemu dengan mereka. Ceng Kong tak menjawab. Ia bercuriga, bersangsi dan tak tahu apa yang harus diperbuatnya. "Cioe Heng memang paling suka main2," Kata Wie It Siauw. "Apakah seorang yg berkedudukan tinggi seperti Kauw Coe kami bisa memperdayai kalian?" "Sedari dulu Mo Kauw terkenal licin, licik dan banyak akal bulusnya," Kata si nie kauw setengah tua. "Bagaimana kita bisa gampang2 percaya?" Sekonyong2 Tong Yang, Ciang Kie Soe Ang Soei Kie, mengibas tangan kirinya. Dilain saat lima barisan Ngo Heng Kie bergerak serentak. Kie Bok Kie mengambil kedudukan disebelah timur. Liat hwee diselatan. Swie Kim dibarat, Ang Soei di utara. Houw touw ditengah2 dan mengurung seluruh barisan Go Bie Pay. "Loehoe adalah Peh Bie Eng Ong," Teriak In Thian Ceng. "Dengan seorang diri loehoe sanggup membekuk kamu semua. Tapi hari ini Beng Kauw menaruh belas kasihan. Loehoe hanya ingin memperingatkan, bahwa orang2 muda harus berhati2 sedikit dalam mengeluarkan perkataan." Si kakek bicara dengan menggunakan lweekang sehingga suaranya sangat menusuk kuping dan menggoncangkan hati. Melihat kelihaian orang tua itu, semua murid Go Bie jadi kaget tercampur kagum. Boe Kie lantas saja mengangkat kedua tangannya dan berkata. "Kami ingin meneruskan perjalanan dan kuharap kalian suka menyampaikan hormat Boe Kie kepada gurumu." Sehabis berkata begitu, ia segera berjalan ke jurusan timur. Sesudah semua pemimpin Beng Kauw lewat barulah Tong yg menarik pulang barisan Ngo heng Kie dan mengikuti dari belakang. Murid2 Go Bie tidak berani bergerak. Mereka mengawasi dengan mata membelak. "Kauw Coe," Kata Peng Eng Giok. "Menurut pendapatku dalam hal ini mesti terselip sesuatu yg luar biasa. Sama sekali tak bisa terjadi, bahwa rombongan Biat coat Soethay tidka bertemu dengan murid2nya. Setiap partai mempunyai tanda rahasia yang selalu digunakan didalam perjalanan. Mana bisa jadi rombongan Biat coat menghilang dengan begitu saja?" Sambil berjalam mereka bicarakan hal yang luar biasa itu. Semua orang sependapat dengan Peng Eng Giok. Menghilangnya rombongan Biat coat mencurigakan, apabila jika diingat, bahwa Lie Thian Kiam telah jatuh kedalam tangan seorang hoan ceng. Dilihat dari sudut ini, mungkin sekali rombongan itu menemui bencana. Diam2 Boe Kie berkuatir. Ia berkuatir akan keselamatannya Cioe Cie Jiak, tapi ia tentu saja tidak mengutarakan perasaannya itu kepada orang lain. Pada magrib, selagi enak jalan, sekonyong2 Swee Poet Tek berkata. "Eeh!.... disini ada sesuatu yang luar biasa" Ia berlari2 kearah serentetan pohon2 kate dan mengawasi bumi. Ia mencangkul dari tangan seorang pengikut dan menggali tanah. Tak lama kemudian, didalam lubang terlihat sesosok mayat yg sudah rusak, tapi dari pakaiannya dapat dikenali, bahwa mayat itu adalah mayat seorang murid Koen Loen Pay. Beberapa anggota Beng Kauw lantas saja bantu menggali dan belakangan ternyata, bahwa didalam lubang terdapat belasan mayat semuanya murid2 Koen Loen yang mati dengan luka2. Swee Poet Tek segera memerintahkan sejumlah anggota Beng Kauw menguburkan kembali mayat2 itu secara baik2. Semua orang saling mengawasi dengan sorot mata menanya. Didalam hati mereka rata2 muncul sebuah pertanyaan. Siapa yang melakukan itu? "Kalau urusan ini tidak diselidiki sampai ke dasarnya, segala kedosaan pasti akan ditimpakan keatas kepada Beng Kauw," Kata Peng Eng Giok. Semua pemimpin Beng Kauw, kecuali Boe Kie sendiri, adalah orang2 yang berpengalaman. Mereka mengerti bahwa disebelah depan bersembunyi musuh2 yang bukan saja berkepandaian tinggi, tp jg kejam dan banyak akal busuknya. Mereka tahu, bahwa musuh semacam itu tak mudah dilawan. "Saudara2 dengarlah!" Kata Swee Poet Tek. Pedang Langit Dan Golok Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Kalau kita diserang dengan golok dan tombak terang, dibawah pimpinan Kauw Coe, biarpun kita tidak bisa mengatakan bahwa kita tidak pernah akan menemui tandingan didalam dunia, akan tetapi, anak panah gelap suka ditangkis. Maka itu, mulai sekarang, baik waktu makan maupun waktu berjalan atau mengaso, kita harus berlaku hati2 untuk menjaga bokongan musuh." Semua orang manggut2 kan kepalanya. Mereka lalu melanjutkan perjalanan. Tak lama kemudian, sang surya mulai selam kebarat dan cuaca perlahan2 berubah gelap. Baru saja mereka mau mencari tempat untuk mengaso, disebelah timur laut tiba2 terlihat tiga empat ekor elang yang terbang melayang2 diangkasa. Dengan mendadak salah seekor menyambar kebawah dan dengan mendadak pula, dia terbang lagi keatas sambil mengeluarkan pekik kesakitan, sedang beberapa lembar bulunya berhamburang diudara. Binatang itu rupanya menyerang sesuatu, tapi sudah kena dihajar. "Coba kau selidiki," Kata Gouw Kin Co, Ciang Kie Soe Swie Kim Kie. Setelah Cung Ceng, pemimpin Sw ie Kim Kie binasa. Boe Kie mengangkat Gouw Kin Coe, yg tdnya memegang jabatan wakil pemimpin, menjadi pemimpin. Sehabis berkata begitu, dengan mengajak dua orang anggota barisannya, ia menuju timur laut sambil berlari2. tak lama kemudian, salah seorang kembali dan berkata kepada Boe Kie. "Melaporkan kepada Kauw Coe, bahwa In Liok Hiap dari Boe tong pay rebah didalam jurang!" Boe Kie terkejut. "In Liok hiap?" Ia menegas."Apa terluka?" "Kelihatannya terluka berat," Jawabnya. "Begitu melihat In Liok hiap, Gouw Kiesoe segera memerintahkan aku kembali untuk member laporan kepada Kauw Coe, sedang ia sendiri sudah turun kedalam jurang untuk menolong" Sebelum orang itu bicara habis, Boe Kie sudah berjalan dengan tindakan lebar. In Thian Ceng dan yang lain2 lantas saja mengikuti dari belakang. Tak lama kemudia mereka tiba di tebing dengan jurang yg cukup dalam. Dilereng tebing tumbuh pohon2 kecil, dan Gouw Kin Co, dengan lengan kiri memeluk tubuh In Lie Heng, sedang berusaha memanjat keaas dengan pertolongan pohon2 kecil itu. Dengan penuh rasa kuatir Boe Kie melompat kebawah. Sebelah tangannya mencekal lengan kanan Gouw Kin Co, sedang tangannya yang lain meraba dada pamannya. Ia girang sebab In Lie Heng masih bernapas. Buru2 ia menyambut tubuh sang paman dan dengan beberapa lompatan, ia telah berada diatas dan lalu merebahkan tubuh In Lie Heng ditanah. Begitu memeriksa luka In Lie Heng, paras muka Boe Kie berubah merah padam. Rasa kaget, gusar dan duka bercampur menjadi satu. Sang paman ternyata telah dianiaya secara kejam. Tulang lututnya, sikut, tulang kering, tumit kaki, jari tangan semua buku2 tulang di kaki tangannya, hancur semua. Ia tak bisa bergerak dan napasnya sangat perlahan. Tapi walaupun begitu, otaknya masih terang, begitu melihat Boe Kie, paras mukanya berubah menjadi terang dan ia segera mengeluarkan dua butir batu kecil dari mulutnya. Sesudah dianiaya hebat, In Liok hiap dilemparkan kedalam jurang. Berkat lweekangnya yg sangat tinggi, ia dapat menyelamatkan jiwanya. Kawanan elang yang sangat ganas ingin memakan dagingnya. Tapi ia berhasil mempertahankan diri dengan menyemburkan batu2 kecil dari mulutnya. Perlawanannya terhadap burung2 itu sudha berlangsung beberapa hari lamanya. Melihat empat ekor elang masih melayang2, Yo Siauw jadi gusar. Ia menjemput empat butir batu2 dan menimpuk. Hampir berbareng, keempat binatang bersayap itu jatuh dengan kepala hancur. In Lie Heng manggut2 kan kepalanya sebagai tanda terima kasih. Buru2 Boe Kie memasukkan sebutir yo wan untuk menghilangkan rasa sakit dan melindungi jantung kedalam mulut In Lie Heng. Sesudah itu mereka terus mencoba2 untuk menyambung tulang2 yg patah. Tapi begitu memeriksa lebih teliti, hasilnya berkerut. Pada kaki sang paman terdapat kurang lebih dua puluh tempat yg hancur, dihancurkan dengan pijitan jari2 tangan. Tulang2 yang hancur itu tak bisa disambung lagi. "Sama seperti Sam ko" Kata In Lie Heng dengan suara yang lemah. "Pijitan Kim kong cie dari Siauw Lim Pay." Boe Kie lantas saja ingat penuturan mendiang ayahnya, bahwa tulang2 Sam Soe peh Thay Giam telah dihancurkan koleh Kim Kong Cie dari Siauw Lim Pay. Sampai kini Sam Soe peh itu telah dua puluh tahun lebih rebah di ranjang sebagai orang yang bercacad. Tak dinyana, setelah berselang beberapa lama, seorang paman kembali dianiaya dengan Kim Kong Cie. Setelah menentramkan hatinya, Boe Kie berkata. "Liok siok jangan jengkel. Serahkanlah urusan ini kepada tit jie." Orang yang berdosa itu pasti tidak akan terlepas dari keadilan. "Apakah Liok Siok tahu siapa yang melakukannya?" In Lie Heng menggelengkan kepala dilain saat, ia pingsan. Selama beberapa hari, dengan seantero tenaganya, ia mempertahankan diri. Kini, sesudah bertemu dengan keponakannya hatinya lega, badannya yang sudah terlalu lelah tidak tertahan lagi. Dengan hati seperti disayat pisatu, Boe Kie berdiri bengong. Ia ingat, bahwa sebab musabab terutama yang menyebabkan pembunuhan diri dari kedua orang tua nya adalah karena merasa berdosa terhadap Sam soe peh itu. Kini paman keenam mendapat kecelakaan yang serupa. Jika ia tidakmemaksa supya Siauw Lim Pay mengeluarkan orang yg berdosa, cara bagaimana ia bisa menunaikan tanggung jawabnya terhadap paman Jie dan paman In itu? Cara bagaimana ia bisa berhadapan dengan roh kedua orangtuanya di alam baka? Ia sekarang menghadapi persimpangan jalan. Jalanan mana yg harus diambil? Sambil menggendong tangan, ia menyingkir diri dari rombongannya, ia ingin perig ketempat yg sepi untuk merenungkan persoalan itu semasak2 nya. Ia menaik keatas sebuah bukit kecil daj lalu duduk disitu. Dua rupa pikiran berkelahi dalam otaknya. Apakah ia harus pergi kekuil Siauw Lim Sie untuk mencari musuh besar itu. Kalau Siauw Lim Sie suka menyerahkan orang yg berdosa urusan akan menjadi bersampai disitu. Tapi jika Siauw Lim Sie menolak, bukankah Beng Kauw dan Boe tong pay akan bermusuhan dengan partai itu? Bersama2 para anggota Beng Kauw, ia sudah bersumpah untuk tidak bermusuhan lagi dengan keenam partai. Sekarang karena urusan pribadi, ia mesti melanggar sumpahnya sendiri. Dengan membuat begitu, cara bagaimana supaya busa menalukkan orang banyak? Disamping itu kalu permusuhan dimulai lagi, balas membalas akan berlangsung terus. Dari satu kelain urusan, darah akan terus mengucur. Berapa banyak orang akan mengorbankan jiwa karena itu. Siang sudah terganti dengan malam. Para anggota Beng Kauw sudah menyalakan api unggun dan menanak nasi, tapi Boe Kie masih tetap duduk di atas bukit. Sampai tengah malam barulah ia bisa mengambil keputusan. Biarlah pergi ke Siauw Lim Sie dan menemui Kong Boen Seng ceng, katanya didalam hati. Aku akan menceritakan segala kejadian dan meminta keadilan. Tapi dilain saat ia mendapat lain ingatan. Kalau sampai bertengkar, akupun mesti bertempur. Bagaimana jika terjadi kejadian itu? Ia menghela napas dan lalu berbangkit. Boe Kie masih berusia muda dan baru saja memikul beban berat, ia sudah harus menghadapi cengkraman yg sangat sulit. Pada hakekanya persoalan itu belu tentu segera dipecahkan secara memuaskan biarpun oleh orang tua yg berpengalaman. Disatu pihak ia ingin menghentikan permusuhan, tapi dilain pihak perbuatan musuh adalah sedemikian ganas dan sakit hati adalah sedemikian besar, sehingga tidak dapat dibiarkan begitu saja. Karena maunya nasib, tanpa bisa menolak lagi ia terpaksa menduduki kursi Kauw Coe dari Beng Kauw, sehingga oleh karenanya, ia mesti menghadapi macam2 kesulitan. Dengan pikiran kusut perlaha2 ia kembali ke rombongannya. Biarpun sangat lapar, tak seorangpun berani makan dahulu. Ia merasa tidak enak hati dan berkata dengan suara menyesal. "Kalian janganlah menunggu aku. Lain kali makanlah terlebih dahulu." Sehabis berkata ia pergi menengok In Lie Heng. Paman itu sedang diberi minum kuah daging oleh Poet Hwie yg sudah mencuci bersih luka2nya dengan air hangat. In Liok hiap masih belum sadar. Tiba2 ia mengawasi nona Yo dan berteriak. "Siauw Hae Moay, siang malam aku memikirkan kau! Apa kau tahu?" Paras muka Poet Hwie berubah merah. Ia mengangsurkan sesendok kuah dan berbisik. "Minumlah." "Lebih dahulu kau harus berjanji, bahwa kau tidak akan berlalu lagi dan disampingku untuk selama2nya," Kata Lie Heng. "Baiklah, tapi minumlah dulu," Kata si nona. In Liok hiap kelihatan puas. Ia segera meneguk kuah yg diangsurkan kemulutnya. Pada esok harinya, Boe Kie mengeluarkan perintah, supaya rombongannya menuju siauw Lim Sie di Siong san untuk menanyakan siapa yg mencelakai In Lie Heng. Wie It Siauw, Cioe Tian dan yg lain2 adalah jago2 ksatria. Melihat penderitaan In Leng Heng, didalam hati mereka merasa panas. Maka itu, perintah Boe Kie untuk pergi ke Siauw Lim Sie guna membuat perhitungan sudah disambut dengan sorak sorai. Diantara mereka hanyalah Yo Siauw yg tidak buka mulut. Akan tetapi, semenjak terjadinya peristiwa dengan Kie Siauw Hoe, hatinya selalu merasa tidak enak. Ia merasa berdosa terhadap In Lie Hong. Maka itu selain memberi bisikan supaya putrinya merawat sebisa2, ia diam2 mengambil keputusan untuk menggunakan seantero tenaga guna membalas sakit hati In Liok Hiap. Pada suatu hari, rombongan itu tiba di Giok Boan Kwau. Beberapa orang segera diperintahkan membeli kuda2 tunggangan. Selama dalam perjalanan, In Lie Heng sebentar ingat, sebentar lupa. Ia belum bisa menjawab pertanyaan Boe Kie secara tegas. In hanya berkata. "Aku dikepung oleh lima pendeta Siauw Lim Pay. Mereka menyerang aku dengan ilmu silat Siauw Lim Pay. Tak bisa salah lagi." Supaya tidak menyolok mata, rombongan Boe Kie menyamar sebagai kaum pedagang. Pagi itu mereka berangkat dan mengambil jalanan raya Kim Liang. Sesudah berjalan kira2 dua jam, hawa udara yaitu berubah sangat panas. Untung jg, tak lama kemudian di sebelah kejauhan terlihat deretan pohon2 Hoe yg sangat besar, semuanya kurang lebih dua puluh pohon. Mereka girang dan buru2 menuju pohon2 itu untuk mengaso. Ketika mereka tiba, dibawah pohon sudah berduduk sembilan orang lain. Yang delapan terdiri dari pria bertubuh kasar yg mengenakan pakaian pemburu dengan golok dipinggang dan busur serta anak panah dipunggungnya. Mereka membawa lima enam ekor elang yg berbulu hitam dan bercakar tajam. Elang2 itu bisa diginakan untuk membantu dalam pemburuan. Yang seorang adalah lain dari yang lain. Dia kelihatannya seperti seorang pemuda sasterawan yg lemah lembut, seorang kong coe yg tampan. Ia memegang kipas bergagang batu giok dan tanggannya yang putih tiada bedanya dari giok yg putih itu (Kong coe putra seorang berpangkat atau sastrawan). Pedang Langit Dan Golok Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tapi pada saat itu, mata semua orang ditujukan kepinggang si kongcoe rempan, karena pada pinggang itu tergantung sepasang pedang yg gagangnya diukir dengan huruf "Ie Thian". Bentuk dan panjangnya pedang itu bersamaan dengan Ie Thian kiams milik Biat Coat Soethay. Semua orang kaget bukan main. Coe Tiam yg berangasan tidak dapat menahan sabar lagi. Tapi baru saja bibirnya bergerak untuk mengajukan pertanyaan, disebelah sekonyong2 terdengar suara kuda yg sangat ramai, diiring dengan teriakan2 menyayat hati. Semua orang menengok kearah timur. Tak lama kemudia mereka lihat sepasukan serdadu Goan, yg berjumlah kira2 limapuluh orang. Tiba2 semua orang melupa darahnya. Mengapa? Karena serdadu Goan itu menyeret seratus lebih wanita Han yang diikat dan diranteng kan dengan tambang. Beberapa antaranya sudha tidak kuat berjalan lagi, tapi terus diseret dengan kejam. Ratapan mereka sangat memilukan hati. Semua anggota Beng Kauw merah matanya. Tangan mereka meraba pinggang. Mereka hanya menunggu perintah untuk menerjang. Sekonyong2 si kongcoe berkatar. "Li ?ok Po, suruh mereka lepaskan wanita2 itu!" Suaranya nyaring empuk, suara seorang wanita. "Baik!" Jawab salah seorang pria yg lantas membuka tambang tambatan kuda disebuah pohon. Ia melompat kepunggung kuda yg lalu dilarikan kearah pasukan Goan yg sedang datang. "Hei! Mengapa kau bikin ribut2 ditengah hari bolong!" Teriaknya. "Apa kamu tak punya pembesar yg mengurus kamu? Hayo, lepaskan wanita2 itu!" Seorang yg mengenakan pakaian pembesar majukan tungganggannya. Ia tertawa cekakakan. "Berani sungguh kau campur tangan urusan tuan besarmu!" Bentaknya. "Apa kau sudah bosan hidup?" "Kaulah yg bosan hidup! Sebentar kau akan bertemu dengan Giam Loo Ong," Kata pria itu dengan suara dingin. Dengan rasa heran, pembesar Goan itu mengawasi orang2 yg sedang meneduh dibawah pohon. Ia merasa sangat heran akan keberanian orang itu. Mendadak ia lihat dua butir mutiara sebesar buah lengkeng diikat kepala si kong coe tampan. Rasa serakahnya lantas saja muncul. Sambil majukan tunggangannya kearah kongcoe, ia menyeringai dan berkata. "Siangkong, paling benar kau ikut aku. Aku tanggung kau akan memperoleh banyak keuntungan." Mendengar perkataan itu, alis si kongcoe berdiri. "Binatang!" Bentaknya. "Turun tangan! Satupun tak boleh diberi ampun!" "Sret!" Sebatang anak panah menancap di ulu hati pembesar Boan itu yg lantas saja roboh tanpa bersuara lagi. Anak panah itu dilepaskan oleh seorang pemburu yg berada didekatnya. Dilihat dari cara melepaskan anak panah itu dan tenaga yg menyertainya, sudah terang orang itu bukan pemburu biasa. Dilain saat, anak panah menyambar nyambar bagaikan hujan gerimis, setiap batang selalu tepat pada sasaran. Tapi biar bagaimanapun jua, serdadu2 Boan tidak boleh dipandang enteng. Sesudah kagetnya hilang, mereka segera melawan dengan nekad, anak panah dibalas dengan anak panah. Melihat perlawanan, delapan pemburu itu segera melompat naik ke punggung kuda dan menerjang bagaikan angin puyuh. Dalam sekejap, tigapuluh lebih serdadu Goan sudah roboh tak bernyawa. Melihat gelagat tidak baik, yang lainnya lantas saja terus melepaskan anak panah, sehingga pada akhirnya, sesudah mengejar kira2 dua li, mereka berhasil membinasakan semua musuh. Tak satupun diberi ampun. Sesudah itu, dengan sikap acuh tak acuh si kong coe tampan melompat keatas punggung tunggangannya dan berlalu tanpa menengok lagi. "Hei! Tahan dulu!" Teriak Cioe Tian. "Aku mau bicara dengan kau," Tapi si kongcoe tidak meladeni. Ia berjalan terus dengan diiringi oleh kedelapan pemburu. Kalau mau, dengan menggunakan ilmu peringan badan, Boe Kie dan yg lain2 masih bisa menyusul sembilan orang itu. Tapi sebab menghormati perbuatan orang2 itu, biarpun mereka heran, mereka sungkan melanggar adat. Mereka coba menduga2, tp tak bisa meraba siapa adanya orang2 itu. "Kong coe itu terang2an seorang wanita yg menyamar sebagai pria," Kata Yo Siauw. "Delapan orang yg menggenakan pakaian pemburu rata2 berkepandaian tingi dan mereka bersikap hormat terhadap si kongcoe. Kepandaian mereka dalam melepaskan anak panah sangat luar biasa dan dilihat dari gerak gerik nya, mereka bukan orang2 dari salah sebuat partai di wilayah Tiong goan." Sementara itu, Yo Poet Hwie dan sejumlah anggota2 Houw Touw Kie memberi hiburan kepada para wanita yang baru terlepas dari bahaya. Atas pertanyaan, mereka menerangkan, bahwa mereka adalah penduduk dari tempat sekitar daerah tersebut. Dari saku mayat serdadu2 Goan, Poet Hwie mengumpulkan emas, perah dan lain2 barang yg berharga yg lalu dibagikan kepada wanita2 itu, yg kemudia diperbolehkan pulang ke masing2 rumahnya. Sesudah beres rombongan Boe Kie lalu meneruskan perjalanan. Selama beberapa hari tak lain yg merek bicarakan drpd pembasmian pasukan Goan yg dilakukan oleh kesembilan orang itu. Sebagaimana biasanya orang gagah menghormati orang gagah. Mereka merasa menyesal, bahwa mereka tidak mendapat kesempatan untuk mengikat tali persahabatan dengan orang2 itu. "Yo Heng," Kata Cioe Tian kepada Yo Siauw. "Puterimu adalah seorang yg sangat cantik. Tapi kalu dibandingkan dengan sinona yang menyamar sebagai lelaki, ia kalah jauh." "Benar," Kata Yo Siauw. "Jika mereka bersedia untuk masuk kedalam agama kita kedudukan delapan pemburu itu akan lebih tinggi dari pada Ngo Sian Jin." Cioe Tian meluap darahnya. "Omong kosong," Bentaknya. "Apa keistimewaannya ilmu melepaskan anak panah dari atas kuda? Kau boleh suruh mereka coba2 bertanding dengan Cioe Tian." "Kalau mesti bertempur melawan Cio Heng, tantu saja mereka akan kalah," Jawab Yo Siauw. "Tapi jika dilihat kepandaian mereka kurasa mereka lebih tinggi setingkat dari pada saudara Leng Kiam." Dengan berkata begitu Yo Siauw memberi ejekan yg terlebih hebat, karena diantaranya Ngo sian jin, Leng Kiam Lan yang ilmu silatnya paling tinggi. Cioe Tian dan Yo Siauw memang tak begitu akur. Sekarang meskipun bermusuhan secara terang2an tapi tiap kali mendapat kesempatan, Cioe Tian selalu menggunakan kesempatan untuk mengejek. Mendengar kata2 yg menghina Ngo Sian Jie ia jadi makin gusar. Tapi sebelum dia membalas, Paeng Eng Giok sudah mendahului dengan berkata sambil tertawa. "Cioe beng sekali lagi kau ke dijebak Pe Co Coe. Ia sengaja ingin membangkitkan hawa marahmu." Cioe Tian tertawa terbahak2. "Tidak aku tidak gusar," Katanya. "Apa yg bisa perbuat terhadapku?" Semua orang tertawa. Mereka mengenal kawan itu yang otak2kan dan yg belum pernak menang dalam mengadu lidah melawan Yo Siauw. Dengan diobati dan diawasi oleh Boe Kie sendiri selama beberapa hari In Lie Heng sudah banyak lebih baik dan peringatannya sudah pulih kembali. Ia mengatakan bahwa sesduah turun dari Kong Beng Teng pada hari itu ia kesasar. Delapan sembilan hari ia berputar2 di gurun pasir. Waktu ia bertemu dengan jalanan yg benar, saudara2 nya sudha jauh sekali dan tidak dapat disusul. Pada suatu hari, ia berpapasan dengan serombongan pendeta Siauw Lim yg lantas menyerang tanpa menegur lagi. Ia berhasil merobohkan empat orang, tapi sebab musuh berjumlah lebih banyak lebih besar, akhirnya ia kena dijatuhkan pula. Ia memastikan, bahwa ilmu silat pendeta2 itu adalah ilmu silat Siauw Lim Pay. Menurut dugaannya rombongannya itu merupakan bala bantuan yang datang belakangan, sebab ia melihat mereka waktu berada di Kong beng teng. Ia sendiri tak bisa menebak, mengapa mereka turunkan tangan beracun itu. Sekian antara lain penuturan In Lie-Heng. Selama dalam perjalanan, Poet Hwie merawat Lie Heng dengan telaten. Si nona tahu, bahwa mendiang ibunya telah mengecewakan pendekar Boe tong itu. Melihat keadaan orang tua itu yang sangat menyedihkan, rasa kasihannya jadi semakin besar. Hari itu di waktu magrib, rombongan Boe Kie Eng teng. Dari Eng teng mereka membedal kuda, sebab ingin buru2 tiba di Kang shia coe untuk menginap. Sekonyong konyong dari kejauhan mendatangi dua penunggang kuda. Dalam jarak beberapa puluh tombak, mereka melompat turun dan berdiri di pinggir jalan dengan sikap hormat. Boe Kie dan yang lain lain segera mengenali, bahwa mereka itu adalah orang orang yang turut membasmi tentara Goan. Dengan girang para pemimpin Beng kauw segera turun dari tunggangannya mereka. Kedua orang itu menghampiri Boe Kie dan memberi hormat dengan membungkuk. "Orang atasan kami sangat luhur dari Thio kiauw coe" Kata salah seorang. "Maka itu siauw jin diperintah untuk mengundang kalian datang di tempat kami untuk mengutarakan rasa hormatnya. Boe Kie membalas hormat. "Tidak berani kami menerima kehormatan yang begitu besar," Katanya. "Bolehkan aku mendapat tahu she dan nama yang mulia dari atasan kalian?" "Ia she Tio," Jawabnya. "Tanpa diberi permisi aku tak berani beritahukan nama nonaku kepada Kauw coe." Mendengar pengakuan orang itu, bahwa si kong coe adalah seorang wanita yang menyamar sebagai pria. Semua orang jadi girang, sebab hal itu membuktikan, undangan nona Tio keluar dari hati yang setulusnya. "Sedari menyaksikan cara kalian melepaskan anak panah, dengan rasa kagum setiap hari kami membicarakan ilmu malaikat itu," Kata Boe Kie. "Hari ini kami merasa sangat beruntung, bahwa kalian sudi mengikat tali persahabatan dengan kami semua." "Kalian adalah orang orang gagah sejati pada jaman ini", kata orang itu. "Hari ini secara kebetulan kalian lewat di tempat kami. Maka itu, mana bisa kami menyia-nyiakan kesempatan untuk mengajak kalian meneguk tiga cawan arak?" Pedang Langit Dan Golok Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Boe Kie jadi girang. Ia bukan saja ingin bersahabat dengan orang-orang itu, tapi juga ingin menyelidiki pedang Ie thian kiam yang tergantung di pinggang si kong coe tampan. Maka itu lantas saja berkata. "Kalau begitu baiklah, mari kita berangkat." Dengan girang kedua orang itu melompat ke punggung kuda dan jalan lebih dahulu sebagai penunjuk jalan. Baru berjalan kira-kira satu li mereka dipapak oleh kedua orang lain. Jauh-jauh kedua orang itu juga anggota dari Sin-cian Pat- hiong (delapan jago yang bisa melepaskan anak panah bagaikan malaikat) sudah turun dari tunggangannya dan menunggu di pinggir jalan. Sesudah berjalan kurang lebih satu li lagi, mereka disambut oleh empat anggota lain dari Sin cian Pat hiong. Melihat penyambutan yang begitu sungguh-sungguh, para pemimpin Beng Kauw menjadi girang. Tak lama kemudian mereka tiba di depan sebuah perkampungan besar yang dikitari dengan sebuah sungai dan di pinggir sungai dengan berderet-deret pohon-pohon lioe hijau (leklioe). Melihat pemandangan Kang lam di daerah Kam liang, para orang gagah terbangun semangatnya. Hampir berbareng dengan tibanya rombongan Boe Kie, pintu tengah dari perkampungan itu terbuka dan sebuah jembatan gantung diturunkan. Seorang gadis yang mengenakan pakaian lelaki keluar dengan tindakan lebar dan seraya memberi hormat dengan membungkuk ia berkata. "Kami merasa sangat beruntung, bahwa para orang gagah dari Beng Kauw hari ini datang berkunjung pada Liok lie San coeng. Thio Kauw-coe selamat bertemu dan masuklah! Yo soe-cian! In Loocian pwee! Wie Hok ong" Ia menegur setiap orang dan menyebutkan nama-nama dengan tepat sekali, sehingga tak usah diperkenalkan lagi. Bukan saja begitu, ia bahkan tahu runtunan tinggi rendahnya kedudukan para pemimpin Beng kauw itu. Semua orang kaget. Si sembrono Cioe Tian tak tahan untuk membuka mulut. "Siocia, bagaimana kau tahu nama- nama kami yang rendah?" Tanyanya. "Apakah kau mahir dalam ilmu petang petangan?" Tio Siocia bersenyum. "Siapa yang tidak mengenal nama para pendekar Beng kauw yang menggetarkan dunia Kang ouw?" Katanya. "Dalam pertempuran di Kong beng teng, dengan sin kang yang sangat tinggi Thio Kauw coe telah menundukkan enam partai besar. Kejadian luar biasa ini dengan cepat sudah diketahui oleh seluruh Rimba Persilatan. Dalam perjalanan kalian ke wilayah Tionggoan, entah berapa banyak sahabat Rimba Persilatan akan menyambut kalian. Dalam penyambutan ini, aku yang rendah tentu tak mau ketinggalan." Para jago itu merasa, bahwa si nona bicara sebenarnya, tapi mereka lantas merendahkan diri. Sesudah itu, Boe Kie lalu menanyakan nama-nama Sin cian Pat hiong. "Aku yang rendah Tio It Siang" Jawab salah seorang yang bertubuh tinggi besar. "Yang itu Cian Jie Pay, yang ini Soen Sam Wie. Itu Lie-Sie Coet, Cioe Ngo Siok, Gauw Liok Po, The Cit Biat, dan yang itu yang paling belakang, Ong Pat Swee." Semua orang terkejut. She dari kedelapan orang itu adalah menurut runtunan dari she yang terdapat dalam buku Pek kee she (she seratus keluarga), yaitu "Tio, Cian, Soen, Lie, Cioe, Gouw, The dan Ong." Di samping itu, nama2 merekapun sangat luar biasa sehingga dapatlah diduga, bahwa nama-nama mereka bukan nama sejati. Akan tetapi, digunakannya nama samaran dalam dunia Kang-ouw adalah kejadian yang biasa, sehingga Boe Kie pun tak mendesak terlebih jauh. Dengan manis budi, Tio Siocia mengajak tamu-tamunya masuk ke ruangan tengah. Di tengah-tengah ruangan itu tergantung sebuah gambar Pat coen touw (delapan kuda) yang sangat indah lukisan Tio Beng Siauw. Kedelapan kuda itu dilukiskan dalam rupa-rupa sikap yang angker serta garang. Dinding sebelah kiri dipasang selembar sutera yang sangat lebar dengan tulisan yang berbunyi seperti berikut. "Bianglala putih terbang ke angkasa Ular hijau bersuara di dalam kotak Pedang diasah supaya tajam; Rembulan naik mendekati pintu Pedang bisa membabat awan di luar langit Pedang bisa menerjang mencari di angkasa Pedang menikam perut siluman Pedang menyabet kepala pengkhianat Aku bersembunyi untuk menjauhi siluman Janganlah mengganggu aku, seorang wanita Pedang harus disimpan untuk membunuh Kauw, Jangan dijajal untuk "membacok anjing" Di bawah sajak itu terdapat tulisan dengan huruf-huruf kecil seperti ini. "Di waktu malam aku menjajal It-thian Po kiam. Pedang itu sungguh2 senjata mustika Maka itu aku menulis sajak Swee kiam untuk memujinya Pian liang Tio Beng. Semua huruf itu indah dan angker, seakan naga atau burung Hong. Ayahanda Boe Kie seorang sasterawan dan ia sendiri mempunyai pengetahuan lumayan dalam Soe hoa (seni menulis huruf indah). Melihat bahwa dalam keangkerannya, huruf itu mempunyai sifat yang ayu, ia segera mengetahui bahwa penulisnya bukan lain daripada nona Tio sendiri. Ilmu surat Boe Kie tidak tinggi, tapi karena arti sajak itu tak terlalu mendalam, ia masih bisa mengerti bunyinya. "Dilihat begini, It thian kiam benar berada dalam tangannya," Katanya di dalam hati. "Dalam sajak itu ia mengatakan, bahwa pedang menikam perut siluman, pedang menyabet kepala pengkhianat. Kata-kata ini menunjuk bahwa ia memiliki jiwa ksatria. Tapi pernyataannya bahwa pedang harus disimpan untuk membunuh kauw, jangan dijajal untuk membacok anjing, menunjukkan kesombongan. Pian liang Tio Beng kalau begitu ia orang Pian liang, she Tio bernama Beng." Memikir begitu, ia lantas saja berkata. "Tio kouw nio boen boe coan cay. Aku sungguh merasa sangat kagum. Kalau begitu nona berasal dari keluarga sasterawan di ibukota jaman yang lampau." Si nona bersenyum. "Ayahanda Thio Kauwcoe yang bergelar Gin kauw Tiat hoa itu barulah merupakan seorang sasterawan kelas satu" Katanya. "Thio Kauw coe sendiri tentunya memiliki ilmu surat turunan. Sebentar aku ingin memohon supaya Thio Kauw coe suka menulis sebuah sajak." Paras muka Boe Kie lantas saja berubah merah. Waktu baru usia sepuluh tahun kedua orang tuanya meninggal dunia dan ia belum keburu belajar banyak dari mendiang ayahnya. Belakangan ia belajar ilmu ketabiban dan ilmu silat, sedang pengetahuannya dalam ilmu surat dapat dikatakan masih cetek sekali. Maka itu, ia lantas saja berkata. "Kalau Kauw nio meminta aku menulis sajak seperti juga kau minta jiwaku. Sian hoe (mendiang ayahku) meninggalkan aku selagi aku masih kecil dan aku belum keburu memetik pelajarannya. Dalam hal ini, sungguh merasa sangat malu." Begitu lekas semua tamu duduk, pelayan segera menyuguhkan teh. Dengan rasa heran, Yo Siauw dan kawan-kawannya mengawasi cangkir teh. Dalam cangkir-cangkir itu yang berwarna hijau mengambang daun teh Liong ceng yang masih segar dan yang menyiarkan bebauan sedap. Liong ceng adalah teh keluaran Kang lam dan tempat dimana mereka terpisah ribuan li dari Kang lam. Cara bagaimana si nona bisa mendapatkan daun the Liong ceng yang masih segar. Tio Beng mengangkat cangkirnya terlebih dahulu, meneguk isinya dan kemudian mengundang para tamunya minum. Sesudah beromong-omong beberapa saat, ia berkata. "Kalian datang dari tempat jauh dan untuk pelayanan yang serba kurang ini, aku minta kalian suka memaafkan. Mungkin sekali kalian sudah lapar dan aku mengundang kalian makan saja disini seada-adanya." Seraya begitu tanpa menunggu jawaban, ia berbangkit dan mengajak para tamunya masuk ke dalam. Sesudah melewati beberapa lorong dan bangunan, tibalah mereka di sebuah taman bunga. Taman bunga itu yang sangat luas dihias dengan gunung-gunungan batu dan empang-empang. Pohon-pohon kembangnya tidak banyak, tapi diatur secara indah sekali. Boe Kie sendiri tidak dapat menghargai keindahan taman itu, tapi Yo Siauw, begitu melihatnya lantas saja manggut- manggutkan kepalanya dan di dalam hati ia mengakui, bahwa majikan taman itu benar-benar bukan sembarangan orang. Di tengah-tengah Soei kok (semacam pendopo yang dikitari air) sudah dipasang dua meja perjamuan. Tio Beng segera mengundang Boe Kie dan para pemimpin Beng kauw berduduk di kursi kedua meja itu, sedang Sin cian Pat hiong Tio It Siang, Cian Jie pay dan enam kawannya menemani para anggota Beng kauw di ruangan samping. In Lie Heng sendiri yang belum bisa bergerak disuapi dan dilayani oleh Poet Hwie dalam sebuah kamar. Sesudah meneguk kering secawan arak, Tio Beng berkata. "Inilah Lie tin coe dari Siauw lin yang tuanya sudah delapan belas tahun. Minumlah!" Yo Siauw, Wie It Siauw, In Thian Ceng dan yang lain- lain percaya, bahwa nona Tio adalah seorang pendekar wanita. Tapi mereka tetap berhati-hati. Mereka memperhatikan poci dan cawan arak yang bebas dari tanda- tanda mencurigakan. Sesudah Tio Siocia menceguk araknya, barulah semua kesangsian hilang dan mereka lalu mulai makan minum dengan gembira. Dahulu, anggota Beng kauw dilarang meminum arak atau makan makanan berjiwa. Tapi sedari jaman Cio Kauw coe, peraturan itu dirubah dan larangan dicabut. Sesudah pusat Beng kauw dipindahkan ke gunung Koen loen san, daging dan minyak jadi lebih perlu lagi untuk menahan hawa yang dingin. Di empang seputar Soei kok terdapat tujuh-delapan pohon bunga yang menyerupai Coei-sian, tapi banyak lebih besar dari Coei-sian dan kembangnya yang berwarna putih menyiarkan bau yang sangat harum. Nona Tio pandai bergaul dan ia beromong-omong secara bebas. Ia menceritakan banyak kejadian dalam Rimba Persilatan di wilayah Tionggoan, beberapa di antaranya bahkan tidak diketahui oleh orang-orang yang berpengalaman seperti In Thian Ceng dan puteranya. Tentang Siauw lim, Go-bie dan Koen-loen tidak banyak dibicarakan olehnya, tapi terhadap Tio Sam Hong dan Boe- tong Cit-hiap, ia mengutarakan rasa kagumnya. Setiap pujian yang diberikan bukan umpakan kosong, tapi pujian tepat yang berdasarkan kenyataan. Boe Kie dan yang lain-lain merasa senang sekali dan takluk akan pengetahuan si nona yang sangat luas. Tapi kalau mereka balas menanyakan siapa gurunya, Tio Beng hanya tertawa. Ia tidak menjawab atau memutar pokok pembicaraan ke jurusan lain. Dengan beruntun nona Tio sudah mengeringkan beberapa cawan. Setiap piring sayur yang disuguhkan, ia selalu memakannya terlebih dahulu, sehingga hilanglah segala kecurigaan yang masih terdapat dalam hati para pemimpin Beng kauw. Karena pengaruh arak, kedua pipi si nona bersemu dadu, sehingga ia kelihatannya lebih cantik lagi dan dalam kecantikannya terdapat hawa keangkeran dan kegagahan yang membangkitkan rasa hormat dalam hati semua orang. "Tio Kouw-nio, kami merasa sangat berterima kasih untuk penyambutanmu yang ramah tamah ini," Kata Boe Kie. "Aku yang rendah sebenarnya ingin mengajukan sebuah pertanyaan, tapi aku tidak berani membuka mulut." "Mengapa Thio Kauwcoe menganggap aku sebagai orang luar?" Kata si nona. "Kita semua sama-sama berkelana dalam dunia Kangouw. Kata orang. Umat manusia di empat lautan adalah masih saudara. Jika kalian tidak mencela, siauw-moay ingin sekali mengikat tali persahabatan dengan kalian. Kalau Kauwcoe memerlukan suatu keterangan, asal saja siauw-moay tahu, siauw-moay pasti akan memberi penjelasan dengan seterang-terangnya." "Kalau begitu baiklah," Kata Boe Kie. "Apa yang ingin aku menanyakan ialah, darimana Tio Kauw-nio mendapat Ie-thian Po kiam itu?" Tio Beng bersenyum. Ia membuka pedang dari pegangannya dan menaruhnya di atas meja. "Semenjak bertemu tak henti2nya kalian mengawasi pedang ini," Katanya. "Mengapa begitu? Apakah Kauw coe bisa memberitahukan sebab musababnya?" "Ie thian kiam adalah milik Biat coat Soethay dari Go bie pay," Jawabnya. "Saudara2 dari agama kami banyak sekali yang binasa di bawah pedang itu. Dadaku sendiri pernah ditikam dengan pedang itu, sehingga hampir2 jiwaku melayang. Itulah sebabnya mengapa kami sangat memperhatikannya." "Thio Kauw coe mempunyai Sin kang yang tiada tandingannya dalam dunia ini," Pedang Wucisan Karya Chin Yung Walet Besi Karya Cu Yi Pedang Darah Bunga Iblis Karya GKH