Pedang Langit Dan Golok Naga 51
Pedang Langit Dan Golok Naga Karya Chin Yung Bagian 51
Pedang Langit Dan Golok Naga Karya dari Chin Yung Sesudah itu Boe Kie mengambil kotak emas tempat penyimpanan kembang mutiara yang diberikan kepadanya oleh Tio Beng. Sesudah meneliti beberapa lama, ia berhasil mendapatkan lapisan rahasia dalam kotak itu dan pada lapisan itu terdapat koyo yang berwarna hitam. Berbeda dengan koyo racun, koyo sangat harum baunya. Tapi Boe Kie tak berani berlaku sembrono lagi. Ia menangkap seekor anjing, mematahkan satu kakinya dan kemudian mengobatinya dengan koyo itu. Pada keesokan harinya tulang yang patah sudah mulai menyambung. Berselang tiga hari, racun yang mengeram dalam tubuh Jie Thay Giam dan In Lie Heng sudah terusir semua dan Boe Kie mulai mengobati dengan Hek giok Toan siok bo. Kali ini tidak terjadi sesuatu yang diluar dugaan. Koyo ini ternyata sangat mujarab. Kira-kira dua bulan kedua tangan In Lie Heng sudah bisa bergerak. Tapi Jie Thay Giam yang sudah lumpuh selama sepuluh tahun tidak bisa sembuh seperti sedia kala. Ia hanya bisa jalan perlahan-lahan dengan bantuan tongkat. Biar bagaimanapun jua, hal itu sudah merupakah perbaikan yang tidak diduga-duga. Karena harus mengobati kedua pamannya, Boe Kie terpaksa berdiam lama di Boe tong san. Sementara itu para Ciang kie Hoe oe dari Ngo heng kie sudah kembali dengan beruntun dan mereka membawa warta yang mengejutkan. Menurut mereka, rombongan2 Go bie, Hwa san, Khong tong dan Koen loen yang menyerang Beng kauw di See hek, belum pulang ke masing-masing tempatnya. Kalangan Kang ouw gempar. Orang-orang Rimba Persilatan percaya, bahwa sesudah membasmi rombongan keenam partai, Beng kauw akan segera menyatroni dan merampas berbagai partai persilatan. Menghilangnya pendeta2 kuil Siauw lim sie telah menerbitkan gelombang yang belum pernah dialami dalam Rimba Persilatan. Masih untung para wakil pemimpin Ngo heng kie membawa surat Thio Sam Hong dan merekapun tak memperkenalkan diri sebagai anggota Beng kauw. Kalau bukan begitu mereka mungkin tak pulang. Mereka selanjutnya menerangkan, bahwa pada waktu ini, berbagai partai, berbagai piauw hang dan kelompok kelompok perampok, baik yang di gunung maupun di air, semua siap sedia dan sangat waspada sebab mereka kuatir Beng kauw akan menyerang dengan tiba-tiba. Beberapa hari kemudian, In Thian Ceng dan In Yo Ong yang pulang ke markas besar Peh bie kie sesudah Jie Thay Giam dan In Lie Heng mendapat obat juga sudah kembali di Boe tong san. Mereka melaporkan bahwa dalam Peh bie kie sudah dibuat perubahan-perubahan dan seluruh pasukan sekarang berada di bawah Beng kauw. Di samping itu merekapun memberitahukan bahwa jago-jago Rimba Persilatan di daerah tenggara sudah mulai bergerak dan membentuk pasukan-pasukan rakyat untuk menggulingkan pemerintah penjajah. Pada waktu itu tentara Goan masih sangat kuat dan dengan cepat mereka menumpas pasukan-pasukan rakyat. Di samping kekuatan pemerintah Goan, perlawanan rakyat itupun mempunyai kelemahan, ialah mereka bergerak dengan sendiri-sendiri, satu sama lain tidak mengadakan hubungan atau perserikatan, sehingga dengan mudah mereka dapat dibasmi. Malam itu di ruangan belakang Thio Sam Hong mengadakan perjamuan cia cay untuk In Thian Ceng dan puteranya. Selagi makan minum In Thian Ceng menceritakan sebab musabab dari kekalahan pemberontakan rakyat. Dalam setiap pergerakan anggota- anggota Beng kauw dan Peh bie kie (dahulu Peh bie kie kauw) selalu mengambil bagian dan banyak di antaranya telah ditangkap atau dibinasakan oleh tentara Goan. "Menurut pandangan hati rakyat sekarang sudah berubah dan waktu ini adalah waktunya mengusir Tat-coe dan merampas pulang tanah air kita," Kata Yo Siauw. Selama hidup mendiang Yo Kauwcoe itu selalu memikiri persoalan ini, hanya sayang karena bermusuhan dengan berbagai partai persilatan, maka selama kurang lebih seratus tahun agama kita tidak bisa bergandengan tangan dengan orang-orang gagah di seluruh negeri untuk mengusir kaum penjajah. Atas berkah Tuhan sekarang, Thio Kauwcoe memegang tampuk pimpinan. Permusuhan kita dengan berbagai partai sudah mulai berkurang. Kini tibalah waktunya untuk kita bersatu padu dalam melawan musuh." "Yo Co soe," Kata Cioe Tian. "Apa yang dikatakan olehmu kedengarannya sangat tepat, tapi itu semua hanya omong kosong." Yo Siauw tak jadi gusar. "Bagaimana pendapat Cioe heng?" "Orang-orang Kang ouw semua mengatakan bahwa Beng kauw telah membunuh jago-jago dari enam partai..", jawabnya. "Begitu mendengar nama Beng kauw, begitu mereka naik darah. Mana bisa bersatu padu dalam melawan musuh? Kata-katamu enak sekali kedengarannya. Tapi bagaimana melakukannya?" "Memang pada waktu ini kita memang masih mendapat nama jelek," Kata Yo Siauw. "Bagi aku percaya, pada akhirnya segala apa akan jadi terang. Apabila dalam hal ini seorang yang berkedudukan begitu tinggi seperti Thio Cinjin bisa menjadi saksi." Cioe Tian tertawa nyaring. "Andai kata kita benar sudah membunuh Song Wan Kiauw Biat coat, Ho Thay Ciong dan yang lain-lain, Thio Cin-jin yang berada di gunung ini sudah pasti takkan mengetahuinya," Kata si sembrono. "Maka itu kesaksian Thio Cinjin tak bisa diterima sebagai bukti yang kuat." "Cioe Tian!" Bentak Tiat koan Too jin. "Di hadapan Thio Cinjin dan Kauwcoe tak dapat kau bicara yang gila- gila." Disemprot begitu, Cioe Tian tak berani membuka mulut lagi. "Apa yang dikatakan Cioe heng bukan tidak beralasan sama sekali" Sela Pheng Eng Giok. "Menurut pikiran pin ceng sebaiknya kita segera mengadakan sebuah perhimpunan antara pemimpin Beng kauw. Dalam perhimpunan kita mengumumkan keinginan Thio Kauwcoe untuk memperbaiki hubungan dengan berbagai partai. Di samping itu, dalam pertemuan tersebut, kitapun dapat menyelidiki dimana adanya rombongan Song Thay-hiap, Biat coat Soethay dan lain-lain." "Menyelidiki dimana adanya Song Thay hiap bukan pekerjaan sukar," Kata Cioe Tian. "Bahkan mudah sekali, kita tidak usah mengeluarkan tenaga." Beberapa orang lantas saja menanya dengan bernafsu. "Bagaimana?" "Lekas katakan!" "Mengapa kau tak siang-siang memberitahukan kami?" Dengan paras muka berseri-seri si sembrono menceguk cawannya dan kemudian berkata dengan suara nyaring. "Anak kunci berada dalam tangan Thio Kauwcoe sendiri. Asal Thio Kauwcoe mau membuka mulut, menanyakan Tio Kouwnio, segala apa akan menjadi terang. Aku merasa pasti, bahwa tidak dibunuh mereka pasti ditawan oleh nona tersebut." Selama dua bulan lebih, Wie It Siauw, Peng Eng Giok dan Swee Poet Tek pernah turun gunung untuk menyelidiki jejak Tio Beng yang sesudah membuat perjanjian dengan Boe Kie sesudah menghilang tanpa bekas. Bukan saja nona itu, tapi orang2nya pun yang berjumlah tak sedikit tak ketahuan kemana perginya. Para pemimpin Beng kauw hanya bisa menduga-duga bahwa nona Tio mempunyai hubungan dengan kaisar Goan. Di samping itu tak terdapat lain penerangan. Maka itulah, mendengar jawaban Cioe Tian, beberapa orang lantas saja mengejek dan mengatakan bahwa pikiran si sembrono hanya omong kosong belaka. Meskipun tahu, bahwa nona Tio merupakan sumber keterangan. Tapi yang menjadi soal, kemana mereka harus mencari nona yang licin itu. Cioe Tian tertawa. "Orang-orang seperti kalian tentu saja takkan bisa mencari nona itu," Katanya. "Tapi Kauwcoe kita tak usah mencarinya. Kauwcoe kita masih hutang tiga pekerjaan yang belum dikerjakan. Apa kalian kira nona yang lihay akan membebaskan hutang dengan begitu saja? Huh huh!... Dia sangat cantik dan ayu. Tapi aku setiap kali kuingat namanya, badanku sudah bergemataran." Semua orang tertawa, tapi mereka mengakui bahwa pendapat kawan itu memang sebuah kenyataan. Boe Kie menghela napas. "Aku mengharap supaya lekas- lekas menyebutkan tiga permintaannya, supaya aku segera bisa membereskan hutang," Katanya. "Siang malam aku selalu memikiri, permintaan apa yang akan diajukan olehnya. Pheng Thaysoe, tadi kau mengusulkan supaya agama kita mengadakan sebuah perhimpunan besar antara para pemimpin. Bagaimana pendapat kalian?" "Aku setuju," Kata Yo Siauw. "Tapi dimana kita harus mengadakan perhimpunan tersebut?" Sesudah memikir beberapa saat, Boe Kie berkata. "Dalam menduduki kursi sebagai wakil Kauwcoe, aku sering sekali ingat dua orang yang telah melepas budi besar terhadapku. Yang satu Tiap kok Ie sian Ouw Ceng Goe Sianseng. Sungguh menyesal, orang tua itu telah binasa di tangan Kim hoa popo. Yang satu lagi, Siang Gie Cien Toko yang sekarang tak diketahui dimana adanya. Sebagai peringatan untuk kedua tuan penolong itu, kalau bisa, ku ingin perhimpunan kita diadakan di Ouw tiap kok di Hwaipak." "Bagus2!" Teriak Cioe Tian sambil menepuk2 tangan. "Dahulu Kian sie Pout kioe setiap hari bertengkar dengan aku. Sebagai manusia dia boleh juga. Melihat kebinasaan dia tak sudi menolong dan akhirnya dia sendiri binasa tanpa ditolong orang. Tapi biar bagaimanapun jua, Cioe Tian mau memberi hormat dengan berlutut di depan kuburannya. Persetujuan dicapai dengan suara bulat. Kurang lebih tiga bulan lagi, pada Peh Swee Tiong Cioe (tanggal lima belas bulan delapan menurut penanggalan Imlek, yaitu pesta pertengahan musim rontok). Beng Kauw akan mengadakan perhimpunan besar antara para pemimpinnya di seluruh negeri. Pada keesokan paginya, sejumlah petugas dari Ngo heng- kie dan Peh bie-kie turun gunung untuk menyampaikan perintah Kauwcoe kepada para pemimpin Bengkauw. Segenap para pemimpin Bengkauw, yang berkedudukan hin coe ke atas, harus sudah berada di Ouw tiap kok pada sebelum Pehgwee Cap go guna bertemu dengan Kauwcoe baru dan merundingkan hal-hal penting mengenai agama mereka. Sebab masih ada waktu tiga bulan dan juga sebab kuatir Jie Thay Giam dan In Lie Heng kumat lagi penyakitnya, maka Boe Kie tidak berani lantas meninggalkan Boe tong san. Sambil merawat kedua pamannya, dalam waktu-waktu luang, ia selalu meminta penjelasan-penjelasan mengenai Thay kek koen dari kakek gurunya. Sementara itu, Wie It Siauw, Pheng Eng Giok, Swee Poet Tek dan yang lain-lain terus berkelana di berbagai tempat untuk menyelidiki tempat sembunyinya Tio Beng. Atas perintah Kauwcoe, dengan apa boleh buat Yo Siauw berdiam terus di Boe tong san. Mengingat perbuatannya terhadap Kie Siauw Hoe, ia selalu merasa malu terhadap In Lie Heng dan tidak berani sering-sering bertemu muka. Saban hari, ia kebanyakan menutup diri di dalam kamar dan membaca buku. Tanpa urusan yang sangat penting, ia tak pernah keluar dari kamar itu. Pada suatu lohor Boe Kie datang di kamar Yo Siauw untuk merundingkan soal-soal yang mau dibicarakan dalam perhimpunan besar. Sebagai seorang muda yang mendadak memikul beban sangat berat, ia sering merasa kuatir kalau- kalau ia tidak dapat menunaikan tugasnya itu. Yo Siauw adalah orang satu-satunya yang paham akan seluk beluk Beng kauw. Maka itulah ia meminta Yo Co soe untuk mengawaninya di Boe tong san supaya setiap waktu ia bisa minta pikirannya. Sesudah bicara beberapa lama, Boe Kie menjemput se Jilid buku yang terletak di meja. Di kulit buku tertulis huruf-huruf yang berbunyi "Masuknya Beng kauw ke Tiongkok" Dan di sebelah bawah dalam huruf-huruf kecil tertulis "Disusun oleh tee coe Kong beng Co soe Yo Siauw". Boe Kie menghela nafas. "Yo Co soe" Katanya. "kau seorang boen boe coan cay dan merupakan tiang dari agama kita". "Terima kasih atas pujianmu Kauwcoe," Jawabnya sambil membungkuk. Boe Kie membalik-balik lembaran buku itu yang mencatat sejarah Beng kauw. Menurut catatan itu, Beng kauw masuk ke Tiong Tauw (tanah tengah atau Tiongkok) pada tahun Yancay kesatu dari Boe Cek Thian dari kerajaan Tong yaitu pada waktu seorang Iran menghadap ratu dan menyerahkan Sam cong keng kitab pelajaran Beng kauw. Mulai waktu itu orang Tionghoa mempelajari kitab tersebut. Tahun tay lek ketiga (kerajaan Tong) bulan enam tanggal 29 di Lok yang Tiangan diberdirikan sebuah kuil Beng kauw yang diberi nama Tay in Kong beng sie, belakangan kuil-kuil seperti itu juga diberdirikan di Tay goan, Keng cioe, Yang cioe, Ang cioe, Wat cioe dan lain- lain kota penting. Pada tahun Hwee ciang ketiga Kaisar mengeluarkan perintah untuk membinasakan anggota- anggota Beng kauw semenjak itu pengaruh dan tenaga agama tersebut sangat berkurang. Karena dilarang, Beng kauw menjadi semacam agama rahasia yang selalu diuber- uber dan ditindas oleh pembesar-pembesar negeri. Nama Beng kauw yang aseli adalah Mo ni kauw, belakangan orang menukar perkataan "mo" Pedang Langit Dan Golok Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Dari "Moni" Menjadi "mo" Yang berarti "iblis", sehingga akhirnya agama itu diejek sebagai "Mo kauw" Atau agama iblis. Membaca sampai disitu, Boe Kie menghela napas panjang. "Yo Co soe," Katanya. "tujuan agama kita ialah menyingkirkan kejahatan dan menjalankan kebaikan. Pada hakekatnya agama yang kita pelajari itu, tidak banyak berbeda dengan Hoed kauw dan Too kauw. Mengapa sedari jaman Tong sampai sekarang agama kita selalu ditindas?" "Hoed bertujuan untuk menyelamatkan mahluk," Jawabnya. "Tapi pendeta2 Hoed kauw adalah orang-orang beradat yang tak mau campur tangan dalam urusan dunia. Too kauw pun demikian. Di lain pihak, agama kita bergerak di antara rakyat jelata dan mengambil bagian dalam segala suka dan dukanya. Penganut2 agama kita selalu membantu orang-orang yang mendapat kesukaran. Ada kalanya, pembesar yang rakus menindas rakyat. Terhadap pembesar-pembesar semacam itu agama kitapun tak segan-segan untuk memberi perlawanan, sehingga sebagai akibatnya, kita sering mesti kebentrok dengan kalangan pembesar". Boe Kie manggut2-kan kepalanya. "Kalau begitu, agama kita baru benar2 bisa menjadi makmur, manakala kaisar dan pembesar-pembesar negeri waktu sekarang ini sudah tidak mau menindas rakyat dan jagoan2 serta hartawan- hartawan berpengaruh menghentikan segala tindakan yang sewenang-wenang," Katanya. "Kauwcoe benar!" Teriak Yo Siauw sambil menepuk meja. "Itulah tujuan agama kita, negeri yang adil dan damai." Boe Kie manggut-manggutkan kepalanya. "Yo Co soe, apa bisa kita mengalami jaman itu?" Tanyanya. "Atas berkah Tuhan, semoga kita akan mengalami jaman yang diidam-idamkan itu," Jawabnya. Sesudah berdiam sejenak, ia berkata pula. "Biarpun ditindas, sampai kini masih berdiri. Pada kerajaan Lam-song (Song Selatan), tahun Siauw hin keempat, seorang pembesar bernama Ong Kie Ceng telah membereskan laporan mengenai urusan agama kita kepada kaisar. Jika mau, Kauwcoe boleh membaca laporan itu." Seraya berkata begitu, ia membalik lembaran yang mencatat laporan itu mengangsurkan kepada Boe Kie. Boe Kie segera membaca laporan itu berbunyi sebagai berikut. "Di Ciat kang dan Kang ouw terdapat kebiasaan cia cay (tidak makan makanan berjiwa) mengabdi kepada iblis. Sebelum jaman Phoei Lap, larangan masih longgar dan jumlah orang yang mengabdi kepada iblis tidak begitu besar. Sesudah jaman Phoei Lap, larangan semakin diperkeras, tapi jumlah iblis jadi makin besar. Hamba dengar, sepak terjang kawanan iblis adalah sebagai berikut. Dalam setiap kampungan, satu dua orang yang lebih licik dan cerdik menjadi kepala iblis. Mereka mencatat she dan nama2 penduduk yang kemudian dipersatukan ke dalam persekutuan iblis. Seorang pengikut iblis tidak makan makanan berjiwa. Kalau dia mendapat urusan atau kesukaran, maka kawan-kawan sekutunya akan membantu, baik dengan uang, maupun dengan tenaga atau jiwa. Pada hakekatnya, tidak makan daging berarti mengirit ongkos dan dengan hidup irit, seseorang gampang merasa puas. Saling bantu membantu antara kawan-kawan berarti saling mencintai dan saling mencintai berarti setiap pekerjaan mudah diselesaikan dengan jalan gotong royong" (Poei Lap yang disebutkan dalam buku itu adalah salah seorang Kauwcoe Beng Kauw yang memberontak terhadap kerajaan Song di Ciat kang timur. Ia dikalahkan dan belakangan dibinasakan). Membaca sampai disitu, Boe Kie berkata. "Biarpun Ong kie Ceng memusuhi Beng kauw, tapi ia mengakui bahwa penganut-penganut agama kita hidup irit dan sederhana dan saling menyintai." Sebab berkata begitu ia membaca pula. " sepanjang pengetahuan hamba mendiang kaisar pun selalu menganjurkan rakyat untuk saling mencintai dan bantu membantu. Hidup sederhana dan irit memang merupakan kebiasaan yang baik dari jaman dahulu. Hanya sayang banyak pembesar tidak bisa hidup sederhana sehingga pemimpin-pemimpin iblis bisa mendapat kesempatan untuk menghasut rakyat dan menerima pujian rakyat untuk persekutuan mereka. Rakyat banyak yang bodoh. Mereka menganggap, bahwa jika mereka menuruti perkataan iblis dan mengabdi kepada iblis, mereka bisa mendapat keputusan dan segala rupa pekerjaan bisa diselesaikan dengan gotong royong. Dengan demikian mereka percaya segala apa yang dikatakan oleh pemimpin2 iblis dan dengan berlomba2 mereka masuk ke dalam persekutuan iblis. Itulah sebabnya, mengapa larangan makin diperkeras, kemajuan mereka makin sukar dibendung." Boe Kie menengok kepada Yo Siauw dan berkata sambil tertawa. "Yo Co soe, Ong Kie Ceng seorang jujur. Dia kata larangan makin diperkeras, kemajuan mereka makin sukar dibendung. Inilah pengakuan bahwa agama kita dicintai rakyat. Apa boleh kupinjam buku ini? Adalah kewajibanku untuk mempelajari usaha-usaha dan nasehat-nasehat para pemimpin kita yang sudah almarhum." "Tentu saja boleh," Jawabnya. "Aku justru ingin minta petunjuk Kauw coe." Sambil memegang buku itu Boe Kie berkata pula. "Jiu samsoepeh dan In Lioksiok sudah boleh dikatakan sembuh. Besok kita berangkat ke Ouw tiap kok. Di samping itu ada suatu hal yang kuinginkan menanyakan pikiran Yo Co soe. Hal ini mengenai adik Poet Hwie." Yo Siauw menduga Boe Kie melamar puterinya jadi girang sekali. "Jiwa Poet Hwie telah ditolong Kauwcoe," Katanya. "Kami berdua ayah dan anak ingin sekali membalas budi yang sangat besar itu. Perintah apapun jua yang Kauwcoe mau berikan aku pasti akan menurut dengan girang hati." Boe Kie lantas saja menceritakan pengakuan Poet Hwie pada hari itu. Yo Siauw kaget tak kepalang dan untuk beberapa saat ia tidak bisa mengeluarkan sepatah kata. "Bahwa anakku dicintai In Liok hiap adalah kejadian yang sangat menggirangkan," Kata ia akhirnya. "Tapi usia mereka berbeda terlampau jauh dan angkatan merekapun tidak bersamaan In" Berkata sampai disitu ia tidak dapat meneruskan perkataannya. "Usia In Liok siok belum cukup empat puluh. Ia sedang gagah2nya. Biarpun benar adik Poet Hwie memanggilnya dengan sebutan Siok-siok (paman, mereka tidak mempunyai hubungan dalam perguruan). Mereka saling mencintai dengan setulus hati. Manakala pernikahan ini bisa terjadi, maka ganjelan yang dahulu lantas bisa disingkirkan. Menurut pendapatku inilah kejadian yang sungguh-sungguh boleh dibuat girang." Yo Siauw seorang yang sangat terbuka. Sebab perbuatan terhadap Kie Siauw Hoe, ia selalu merasa malu untuk bertemu muka dengan In Lie Heng. Sekarang mendengar perkataan Boe Kie di dalam hati ia mengakui, bahwa pernikahan itu bukan saja menebus dosa, tapi juga bisa menghilangkan segala ganjelan antara Beng kauw dan Boe tong pay. Memikir begitu ia lantas saja menyoja dan berkata. "Bahwa Kauwcoe sudah sudi campur tangan untuk membereskan soal ini merupakan bukti bahwa Kauwcoe sangat menyayangi kami. Untuk itu semua, terlebih dahulu aku menghaturkan banyak terima kasih." Malamnya Boe Kie mengumumkan kabar girang itu. Semua orang turut bersyukur dan mereka menghaturkan selamat kepada In Lie Heng. Poet Hwie sendiri tidak berani menemui orang dan bersembunyi di dalam kamarnya. Thio Sam Hong dan Jie Thay Giam yang merasa kaget dan heran, belakangan turut bergirang. Waktu ditanya tentang tanggal pernikahannya, In Lie Heng menjawab. "Sesudah Toa soeko dan yang lain-lain pulang barulah kita menetapkan tanggal itu." Pada keesokan harinya, bersama Yo Siauw dan In thian ceng, In Ya ong, Tiat koan toojin, Cioe Tian, Siauw Ciauw dan yang lain-lain, Boe Kie mohon berpamitan dengan Thio Sam Hong dan kedua pamannya untuk berangkat ke Hwaipak. Poet Hwie tidak mengikut sebab ia masih perlu merawat In Lie Heng. Dalam perjalanan itu rombongan Boe Kie menyaksikan penderitaan rakyat yang sangat hebat. Daerah sepanjang pantai biasanya daerah yang kaya. Tapi apa yang dilihat mereka hanyalah ladang-ladang yagn kosong kering dan kelaparan yang merajalela di mana-mana. Dengan ringkas dapat dikatakan, bahwa kemiskinan rakyat sudah sampai pada puncaknya. Boe Kie dan kawan-kawannya merasa sangat berduka, tapi merekapun tahu, bahwa dengan adanya penderitaan itu kekuasaan Mongol di Tiongkok pasti tidak dapat dipertahankan dalam waktu lama. Sekarang saja, orang- orang gagah di seluruh negeri sudah mulai bangkit untuk mengusir kaum penjajah itu. Pada suatu hari mereka tiba di Kay pay kie yang terletak tak jauh dari Ouw tiap kok. Selagi enak berjalan, sekonyong2 mereka mendengar teriakan-teriakan dan belakangan ternyata bahwa teriakan itu keluar dari dua pasukan yang sedang bertempur. Boe Kie dan kawan2nya segera membedal kuda dan sesudah melewati sebuah hutan, mereka melihat kira-kira seribu serdadu Mongol sedang mengepung sebuah tangsi yang di atasnya berkibar bendera Bengkauw. Tangsi itu dipertahankan oleh anak buah yang berjumlah kecil yang perlahan-lahan mereka tak dapat mempertahankan diri lagi. Tapi biarpun dihujani anak panah, mereka tetap tidak mau menyerah. Tentara Goan berteriak-teriak. "Pemberontak Mo kauw! Lekas menakluk!" "Kalau menakluk, kalian mendapat ampun." "Apa kamu mau mampus semua?" Untuk beberapa saat, rombongan Boe Kie memperhatikan jalannya pertempuran. "Kauwcoe, apa kita sudah boleh menerjang musuh?" Tanya Coe Tian. "Baiklah!" Jawabnya. "Lebih dahulu singkirkan pemimpin-pemimpin pasukan itu." Di lain saat, Yo Siauw, In Thian Ceng, In Ya Ong, Tiat koan Toojin dan Cioe Tian sudah menerjang musuh. Dua orang Peh hoe thio lantas saja roboh. Sesaat kemudian, Cian hoe thio yang memimpin pasukan dibinasakan In Ya Ong. Karena kehilangan pemimpin, tentara Goan lantas saja kalut. Dilain pihak, mel ihat datangnya bala bantuan, orang-orang yang membela tangsi bersorak-sorai. Pintu tangsi terbuka dan seorang pria yang bertubuh tinggi besar dan bersenjata tombak menerjang keluar. Dalam sekejap ia sudah merobohkan sejumlah serdadu Goan. Setiap kali tombak orang itu berkelebat, seorang serdadu Goan terjungkal. Melihat begitu, tentara Goan menjadi jeri. Mereka lari serabutan untuk menyingkirkan diri dari orang itu yang gagah dan angker bagaikan malaikat. Para pemimpin Beng kauw dalam rombongan Boe Kie merasa kagum dan memuji orang gagah itu. Tapi yang paling bergirang adalah Boe Kie sendiri karena ia sudah mengenali bahwa orang itu bukan lain daripada Siang Gie Coen yang selalu diingatnya siang dan malam. Hanya karena masih mesti bertempur, ia tak bisa segera menghampiri tuan penolong itu. Sebab digencet dari depan dan belakang, tentara Goan mendapat kerusakan besar. Kurang lebih limaratus orang mati dan luka-luka. Sisanya tidak berani berperang terus dan lalu melarikan diri. Sesudah musuh kabur, sambil tertawa terbahak-bahak Siang Gie Coen berseru. "Saudara-saudara dari manakah yang sudah memberi bantuan? Siang Gie Coen menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya." "Siang Toako!" Teriak Boe Kie. "Aduh! Siang malam siauwtee memikiri Toako," Ia berlari lari dan memegang tangan kakak itu erat-erat. Siang Gie Coen memberi hormat dengan membungkuk. "Saudara Kauwcoe," Katanya dengan suara gemetar. "Aku menjadi kakakmu dan juga menjadi orang sebawahanmu. Tak dapat aku mengatakan, betapa besar rasa girangku." Ternyata Siang Gie Coen memegang tugas Hee koa dalam Kie bok kie. Pertempuran hebat di Kong beng teng yang berakhir dengan diangkatnya Boe Kie sebagai Kauwcoe sudah diketahuinya dari Boen Cong Siong Ciang kie soe Kie bok kie. Sudah beberapa hari, dengan sejumlah anggota Kie bok kie, ia berkemah disitu untuk menunggu kedatangan Boe Kie. Apa mau, sepasukan tentara Goan menyerang. Karena musuh berjumlah lebih besar, ia berlagak kalah dan memancing musuh untuk dibasmi. Di luar dugaan rombongan Boe Kie muncul pada saat yang tepat dan ia segera menerjang ke luar. Dalam Bengkauw, ia berkedudukan rendah sebagai orang bawahan, ia lantas memberi hormat Yo Siauw, In Thian Ceng dan yang lain-lain. Pedang Langit Dan Golok Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Melihat kegagahannya dan mengingat bahwa saudara angkat Kauwcoe para pemimpin Beng kauw itu memperlakukannya sebagai sahabat yang sederajat. Siang Gie Coen segera memerintahkan orang menyediakan makanan untuk menjamu para tamunya. Selagi makan minum, ia menceritakan keadaan dan apa yang dilakukannya di daerah itu. Selama beberapa tahun, daerah Hwai lam dan Hwai pa (sebelah selatan dan utara sungai Hwai ho) mengalami kekeringan, sehingga rakyat sangat menderita. Karena terpaksa, ia mengumpulkan saudara-saudara Beng kauw dan melakukan pekerjaan tanpa modal. Tapi dalam pekerjaan itu ia hanya merampok milik hartawan jahat atau pembesar rakus dan jika ada kelebihan, kelebihan itu selalu digunakan untuk menolong rakyat. Beberapa kali tentara Goan coba menyerang tangsi mereka tapi selalu dapat dipukul mundur. Sesudah menginap semalaman, pada keesokan paginya, bersama pasukan Siang Gie Coen rombongan Boe Kie meneruskan perjalalan. Mereka menganggap, bahwa sesudah mengalami kekalahan, selama dua tiga bulan tentara Goan pasti tak akan berani menyerang lagi. Beberapa hari kemudian mereka tiba di luar Ouw tiap kok. Mendengar kedatangan Kauwcoe para anggota Bengkauw yang sudah tiba lebih dahulu lantas saja keluar menyambut. Ternyata barisan Kie bok kie sudah membangun rumah-rumah kecil untuk tempat meneduhnya para orang gagah. Wie It Siauw, Peng Eng Giok dan Swee Poet tek pun sudah berada di situ dan mereka segera menemui Boe Kie. Sesudah berkenalan dengan semua orang, Boe Kie segera memerintahkan disediakan barang sembahyang dan lalu menyembayangi suami istri Ouw Ceng Goe dan Kie Siauw Hoe. Mengingat kejadian dahulu bukan main rasa terharunya. Mimpipun tak pernah mimpi, bahwa hari ini ia bisa kembali seorang Kauwcoe dari satu agama yang sangat besar pengaruhnya pada jaman itu. Tiga hari kemudian tibalah harian Tiongcioe. Di tengah- tengah lapangan Ouw tiap kok yang luas didirikan sebuah panggung tinggi dan di depan panggung dinyalakan api koen boen, yang sangat besar. Sesudah semua pemimpin Beng kauw berkumpul, Boe Kie segera naik ke atas panggung dan dengan suara lantang mengumumkan bahwa Beng kauw sudah menghentikan permusuhan dengan berbagai partai persilatan di wilayah Tionggoan dan bahwa sekarang Beng kauw berusaha dengan sekuat tenaga utnu mengusir penjajah Goan dari tanah air. Sesudah itu, ia membaca peraturan-peraturan agama yang bertujuan untuk menyingkirkan penjahat dan menolong sesama manusia yang memerlukan pertolongan. Pengumuman itu disambut oleh sorak sorai gegap gempita. Dalam suasana riang gembira dan dengan semangat bergelora para hio coe dan yang lain-lain memasang hio dan bersumpah untuk mentaati pesan Kauwcoe. Hari itu dian berkobar-kobar, wangi hio dapat diendus di seluruh selat. Sesudah terpecah belah begitu lama, Beng Kauw sekarang bersatu kembali. Semua orang mengakui, bahwa di dalam Beng Kauw belum pernah tercapai persatuan yang sedemikian kokoh dan diantaranya banyak yang mengucurkan air mata kegirangan. Sesudah itu Boe Kie membuat lain pengumuman yang berbunyi sebagai berikut. "Menurut kebiasaan agama kita, kita semua tidak makan makanan yang asalnya berjiwa. Tapi dalam menghadapi kelaparan, manusia harus makan apapun juga yang bisa dimakan. Apa pula hari ini kita harus bertekad untuk melakukan satu pekerjaan besar, yaitu mengusir Tat coe (orang Mongol) dari tanah air kita. Kalau kita tetap tidak makan makanan berjiwa, maka tenaga atau semangat kita akan berkurang dan kita sukar untuk menunaikan tugas tugas yang berat itu. Maka itulah, mulai dari sekarang, kami mulai menghapuskan peraturan yang melarang anggota- anggota makan makanan berjiwa dan minum arak. Sebagai manusia yang hidup dalam dunia ini, kita harus mementingkan urusan besar. Soal makan adalah soal remeh yang bisa diubah sesuai dengan keadaan." Malam itu, dibawah sinar rembulan, beberapa ribu pemimpin Beng kauw makan minum sepuas hati dan pesta baru berakhir setelah terang tanah. Sesudah mengaso sampai kira-kira tengah hari, Boe Kie bangun dan mandi. Baru saja dia selesai berpakaian, seorang anggota melaporkan bahwa Cioe Coan Ciang, Cie Tat dan beberapa anggota lain dari Ang soei kie minta bertemu. Boe Kie girang dan lalu keluar menyambut. Begitu melihat Boe Kie, Cioe Coan Ciang, Cie Tat, Thong Ho, Teng Jie, Hoa In, Gouw Liang dan Gouw Tin yang menunggu di luar pintu, lantas saja memberi hormat dan membungkuk. Cepat-cepat Boe Kie membalas hormat. Di depan matanya lantas saja terbayang kejadian pada hari itu, pada waktu Cie Tat menolong jiwanya. Dengan tangan kiri menuntun Coe Goan Ciang dan tangan kanan menuntun Cie Tat, ia mengajak semua orang memasuk ke dalam. Sesudah meminta maaf, Coe Goan Ciang dan kawan- kawannya baru berani duduk di kursi. Ternyata Coe Goan Ciang sudah tak menjadi pendeta lagi. "Sesudah menerima perintah Kauwcoe, buru-buru kami datang ke sini," Katanya. "Di luar dugaan, di tengah jalan kami bertemu dengan kejadian yang luar biasa, sehingga kami terlambat, dan untuk itu, kami memohon maaf." "Kejadian apa?" Tanya Boe Kie. "Pada bulan enam kami telah menerima perintah Kauwcoe," Jawabnya. "Kami merasa girang lalu berdamai tenang barang antaran yang sebaiknya dibawa kami untuk memberi selamat kepada Kauwcoe. Tapi Hwai pak daerah miskin dan tak ada barang berharga. Untung juga masih ada banyak waktu dan sesudah berunding, kami mengambil keputusan untuk mencoba peruntungan di propinsi Shoa tang. Sebab kuatir dikenali pembesar negeri, kami menyamar sebagai kusir kereta keledai, dengan aku sendiri sebagai pemimpin rombongan. Hari itu kami tiba di kota Kwie tek hoe dimana kereta kami disewa oleh beberapa saudagar yang ingin pergi ke Ho tek, di Shoa tang. Selagi enak berjalan, tiba-tiba kami diuber oleh sejumlah orang yang bersenjata dan kelihatannya garang sekali. Mereka mengusir saudagar2 itu dan kemudian dengan sikap galak mengatakan bahwa kami harus mengangkut lain penumpang. Saudara Hoa In yang beradat berangasan lantas saja mau turun tangan. Untung saja ia keburu dihalangi oleh saudara Cie Tat yang buru-buru memberi isyarat dengan lirikan mata. Orang2 itu mengirim kami dan sembilan buah kereta kami ke sebuah lembah, dimana sudah menunggu beberapa belas kereta lain. Di atas tanah kelihatan berduduk sejumlah hweeshio" "Hweeshio?" Menegas Boe Kie. "Benar," Jawabnya. "Mereka kelihatannya sangat berduka cita, sebagian besar mereka berduduk dengan menundukkan kepala. Tapi banyak di antaranya bukan sembarang orang. Ada yang Tay yang hiatnya menonjol keluar, ada yang tubuhnya tinggi besar kokoh. Bisik-bisik saudara Cie Tat mengatakan, bahwa pendeta2 itu memiliki ilmu silat yang sangat tinggi. Setibanya kami, orang-orang galak itu memerintahkan semua hweeshio naik ke kereta dan menggiring kami ke jurusan utara." "Aku merasa pasti, bahwa didalam hal ini terselip sesuatu yang luar biasa. Diam2 aku memesan supaya semua saudara berwaspada dan harus menjaga supaya penyamaran kita tidak diketahui. Disepanjang jalan kami memperhatikan gerak-gerik dan bicaranya orang2 yang mengiring kami. Tapi mereka sangat berhati-hati dan dihadapan kami, mereka tak pernah bicara sembarangan. Belakangan, dengan memberankan diri ditengah malam saudara Gouw Liang coba memasang kuping diluar jendela kamar mereka. Sesudah menyatroni 4-5 malam, barulah ia mendapat sedikit keterangan. Ternyata hweesio itu adalah pendeta2 berilmu dati Siauw Lim Sie di siong san." Biarpun sudah menduga dari semula, mendengar itu Boe Kie mengeluarkan seruan kaget. Sesudah berdiam sejenak, Coe Goan Ciang melanjutkan penuturannya. "Malam itu, sesudah mengintip beberapa lama, saudara Gouw Liang mendengar suara seseorang. Hitung2 Coe Jin benar2 lihai, semua jago dari 6 partai besar tak ada yang terlolos dari tangannya. Semenjak dahulu, siapakah yang bisa berbuat seperti itu? seorang lagi menyambung. Masih ada lain hal yang mengangumkan. Dengan sebatang anak panah, majikan kita berhasil memanah 2 ekor tiauw. Dengan siasatnya yang sangat lihai, ia sudah menyeret iblis2 Mo Kauw ke dalam lubang permusuhan. Kami lantas saja berunding. Kami berpendapat, bahwa karena agama kita juga disebut2, kami harus menyelidiki hal ini sampai seterang2nya guna dilaporkan kepada Kauwcoe." "Benar" Kata Boe Kie sambil menggangguk. "Keputusan kalian tepat sekali" "Kami terus digiring ke jurusan utara," Kata pula Coe Goan Ciang. "Di sepanjang jalan kami berlagak sebagai manusia tolol. Saudara Thong Ho dan saudara Teng Jie berlagak berkelahi lantaran berebut 5 tahil perak. Mereka saling memukul membabi buta untuk menunjukan mereka tidak mengerti ilmu silat. Orang2 galak itu tertawa terbahak2 dan mereka tak memperhatikan kami lagi. Disamping itu kami memperlakukan sangat hormat kepada mereka. Kami selalu memanggil mereka dengan panggilan "looya" (Tuan Besar). Saudara Gouw Tin mengusulkan untuk menggunakan obat pulas guna menolong pendeta2 itu. Sesudah berdamai, kami menolak usulnya. Kami berpendapat, bahwa terlebih dahulu kami harus menyelidiki teka teki ini sampai didasarnya. Kamipun berpendapat, bahwa orang2 itu sangat berhati2 dan memiliki kepandaian tinggi, sehingga sekali salah bertindak urusan besar bisa menjadi gagal. Maka itu, kami tidak berani turun tangan. Waktu tiba dikota Ho kian hoe, kami bertemu dengan 6 buah kereta lain yang juga membawa orang. Orang2 dalam kereta itu adalah orang2 biasa. Selagi makan, salah seorang pendeta menegur orang itu dengan berkata begini Song Tayhiap, kaupun berada disini?" Boe Kie terkesiap. "Song Thayhiap?" Ia menegas. "Bagaimana macamnya?" "Dia bertubuh jangkung kurus," Jawabnya. "Usianya kira2 50 atau 60 tahun. Jenggotnya bercabang 3, paras mukanya tampan dan anggun." Tak salah lagi itulah Song Wan Kiauw! Boe Kie girang dan buru2 menanyakan macamnya orang2 lain dalam rombongan itu. Dari keterangan Coe Gon Ciang, ia menarik kesimpulan bahwa Jie Lian Cioe, Thio Song Kee dan Boh Seng Kok juga berada disitu. "Apakah mereka terluka? Apa dirantai?" Tanyanya pula. "Tidak" Jawab Coe Goan Ciang. "Mereka tak dirantai dan kamipun tak melihat tanda2 luka. Mereka berbicara dan main2 seperti orang yang sehat. Mereka hanya tak punya semangat dan kalau berjalan tindakan mereka agak limbung. Mendengar perkataan pendeta Siauw Lim itu Song Tayhiap hanya tertawa getir. Ia tidak menjawab. Hweesio itu ingin bicara lagi tapi seorang penjaga keburu datang dan dengan kasar memisahkan mereka dalam jarak belasan li. Kami tak pernah ketemu muka lagi dengan rombongan Song Tayhiap. Pada tanggal 3 bulan 7, rombongan kami tiba di kota raja." "Ah!" Seru Boe Kie "Kota raja! Kalau begitu yang turun angan kaisar Goan sendiri. Habis bagaimana?" "Pendeta2 Siauw Lim dikirim kesebuah rumah berhala yang sangat besar di See saja" Katanya "kamipun disuruh nginap di bio (kuil) itu." "Bio apa?" Tanya Boe Kie. "Ketika tiba didepan kuil, aku mendogak dan mengawasi papan nama yang terpasang diluar" Jawabnya "Bio itu adalah Pan Hoat sie, karena mendongak, aku dicambuk oleh seorang penjaga. Kami segera berdamai, kami menduga, bahwa untuk menutup mulut kami, kami akan dibinasakan. Maka itu, kami mengambil keputusan untuk melarikan diri malam itu juga" "Sungguh berbahaya" Kata Boe Kie. "Untung juga mereka tidak mengejar, sehingga kalian bisa lari sampai disini dengan selamat" Thonh Ho tertawa. "Coe Taoko sudah bertindak terlebih dahulu untuk mencegah pengejaran" Katanya. "Selagi penjaga2pergi keluar cepat2 kami menyatroni tempat penjualan keledai dan membekuk 7 penjual keledai. Sesudah menukar pakaian dengan mereka, kami mebunuh ke-7 orang itu kedalam bio. Kami mebacok2 muka mereka supaya tidak dikenali lagi. Kemudian kami mebinasakan kusir2 kereta yang lain datang bersama2 kami menyebar uang perak di lantai. Dengan begitu penjaga2 tentu akan menduga, bahwa ke-2 rombongan kusir kereta saling bunuh sebab saling berebut uang." Ia sama sekali tak merasai kekejaman dari perbuatan itu dan sambil cerita sambil tertawa2. Boe Kie terkejut. Ia melirik Cie Tat yang kelihatannya mereasa tak tega, sedang paras Jie menunjukkan paras jengah. Hanyalah Coe Goan Ciang yang bersikap tenang dengan paras muka tak berubah. "Dia kejam dan lihay" Kata Boe Kie dalam hati. Sesudah menentramkan hati, ia berkata dengan suara tajam. "Biar tipu toako bagus, tapi mulai sekarang kita tidak boleh membunuh manusia yang tidak berdosa" Dengan serentak Cu Goan Ciang dan kawan2nya berbangkit dan berkata sambil membungkuk. "Kami akan memperhatikan perintah Kauwcoe". "Kau berjasa besar dan sekarang kita sudah tahu dimana adanya rombongan Siauw Lim dan Boe Tong," Kata pula Boe Kie. "Sesudah selesai mengatur gerakan untuk merobohkan kerajaan Goan, kita akan segera ke kota raja untuk menolong rombongan kedua partai itu" Sesudah beres urusan yang mengenai kepentingan umum barulah ia menyebutkan hal masak daging kerbau di kelenteng Hong kak sie pada hari itu. Mengingat kejadian itu, semua orang tertawa terkakak dan menepuk2 tangan. Malam itu, Boe Kie mengadakan perhimpunan dengan segenap pemimpin Beng Kauw. Mereka menyalakan api ungun dan memasang hio. Secara resmi maka telah diambil suatu keputusan, bahwa seluruh bengkauw siap akan bergerak dengan serentak. Pasukan dan segenap anggota Beng Kauw harus saling tolong menolong dalam meenggempur tentara musuh dan merubuhkan kerajaan Goan. Rencana gerakan Beng Kauw adalah sebagai berikut Kauwcoe Thio Boe Kie bersama Kong Beng Coe soe Yo Siauw dan Ceng Ek Hok Ong Wie It Siauw memegang kekuasaan Cong Tan (seluruhnya) dan menjadi Cong Swee (pemimpin ketentaraan yang tertinggi). Pheh Bie Eng ong In Thian Ceng bersama seluruh anggota Pheh bie kie bergerak di daerah Khong lam. Coe Goan Ciang, Cit Tat, Thonh Ho, Teng Jie, Hoa in, Gauw Liang dan Gauw Tin, bersama pasukan pasukan Siang Gie Coen, Kwee Coe Hian dan Soen Tek Cioe bergerak di Hoe Cioe di Hwai Pak. Po Tay hweesio Swee Poet Tek denagn memimpin Han San Tong, Lauw Hok Thong, Touw Coen Too, Lo Boen So, Seng Boen Yoe, Ong Hian Tiong dan Hau Kauw Jie bergerak di Eng Cioe propinsi Ho Lam. Pheng Eng Giok dengan memimpin Cie, Siu Hwie, Cee Cin Ong dan Beng Giok Tin bergerak di Yauw Cioe, Wan Cioe, Sin Cioe dan lain2 kota di kang say. Tiat Toan Toojin dengan memimpin Po Sam Ong dan Beng Hay Ma bergerak di daerah Siang couw dan Keng siang. Cioe Tian dengan memimpin Cie Ma Lie dan Tio Koen Yang bergerak di daerah Cioe siok dan Hoang pay. Leng Kiam bersama anggota Beng Kauw wilayah See Hek harus mencegat bara tentara Mongol yang dikirim ke Tionggoan dari See Hek. Ngo Hek kie dikuasai Cong Tan yang juga akan mengatur dan mengirim bala bantuan yang perlu dibantu. Itulah rencana pergerakan Beng Kauw yang menurut taksiran orang telah direncanakan oleh Yo Siauw. Pengumuman Boe Kie itu disambut dengan tepuk tangan dan sorak2 yang menggetarkan seluruh Ouw tiap kok. Sesudah suasana agak mereda, Boe Kie berkata dengan suara nyaring. "Menurut perhitungan kalo kita hanya mengandalkan tenaga sendiri tak gampang kita bisa merobohkan kerajaan Goan yang sudah menancapkan kaki selama seratus tahun. Maka itu, kita harus berserikat dengan semua orang gagah di seluruh negeri dan dengan kerja sama yang erat kokoh, semoga kita bisa mencapai tujuan yang besar ini. Disini waktu hampir separuh tokoh2 rimba persilatan Tionggoan, telah ditawan dengan kerajaan Goan. Coang tan akan berusaha sekeras tenaga untuk menolong mereka. Besok saudara2 harus puang ke masing2 tempat untuk mengatur dan mempersiapkan segala sesuatu. Begitu lekas mendapat kesempatan, saudara2 boleh segera bergerak. Cong tan pun akan lekas berangkat ke kota raja. Hari ini kita boleh makan minum sepuas hati. Di belakang hari entah kapan kita bisa bertemu muka lagi. Kami mengharapkan saudara2 akan saling mencintai kawan seperjuangan dan akan mengutamakan kepentingan umum. Janganlah saudara2 serakah untuk kepentingan pribadi atau saling bunuh dengan kawan sendiri. Terhadap siapapun juga yang menyeleweng Cong Tan tak akan memberi ampun. Pernyataan dan nasehat itu disambut dengan teriakan2 bersemangat oleh para hadirin yang berjanji akan mentaati pesan Kauwcoe mereka. Sesudah itu diadakan upacara sumpah. Dengan meneteskan darah dan memasang hio semua orang bersumpah untuk berserikat sehidup semati dan berjuang untuk melaksanakan rencana serta mencapai tujuan mereka. Pada keesokan paginya, semua orang berpamitan pada kauwcoe. Meskipun mereka terdiri dari orang2 gagah yang berhati baja, perpisahan itu mengharukan banyak orang karena mereka yakin, bahwa didalam peperangan bakal jatuh banyak korban sehingga belum tentu berapa banyak orang yang bisa ketemu muka lagi. Perlahan2 mereka mulai keluar dari mulut Ouw Tiap Kok, dimana dinyalakan sebuah api ungun yang sangat besar. Entah siapa yang memulai, tiba2 diselat itu berkumandang nyanyian seperti berikut. "Membakar ragaku, Api nan suci. Hidup apa senangnya. Mati apa susahnya? Semua orang lantas saja mengikuti dan suara nyanyian makin keras. Membakar ragaku. Api nan suci. Hidup apa senangnya? Mati apa susahnya? Untuk kebaikan, menyingkirkan kejahatan. Guna kegelimangan Beng Kauw. Kesenangan dan kedukaan. Semua berpulang kedalam tanah. Kasihan manusia didalam dunia. Banyak yang menderita! Kasihan manusia didalam dunia Banyak yang menderita! Diantara suara nyanyian itu yang mengalun di seluruh selat, para pemimpin Beng Kauw yang mengenakan pakaian serba putih meminta diri dari Kauwcoe mereka. Satu demi satu mereka menghampiri Boe Kie membungkuk dan lalu berjalan keluar tanpa menengok lagi. Boe Kie menerima pemberian hormat itu dengan rasa terharu. Mereka itu adalah orang2 gagah sejati. Selama 10 atau 20 tahun demi nusa dan bangsa, darah mereka akan mengucur di bumi Tiongkok. Mengingat begitu tanpa merasa air matanyadi kedua pipinya. Makin lama suara nyanyian makin jauh. Tak lama kemudian, Ouw tiap kok yang selama beberapa hari penuh dengan manusia, pulang keasal sunyi dan tenang. Yang masih ketinggalan hanya Boe Kie, Yo Siauw, Wie It Siauw, Coe Goan Ciang dan kawan2nya. Sesudah menanyakan letak Ban hoat sie dan macamnya penjaga kelenteng itu Boe Kie berkata kepada Coe Goan Ciang "Coe taoko, dunia sedang menghadapi kekalutan dan kita tidak boleh menyia-nyiakan setiap kesempatan. Kalian tak usah menemani kami lagi ke kota raja. Sekarang saja kita berpisah" "Baiklah" Jawabnya. "Kami mengharapkan Kauwcoe akan segera berhasil dan kami semua menunggu kabar baik" Sehabis berkata begitu dengan kawan2nya ia meninggalkan Ouw tiap kok. "Mari kitapun harus berangkat" Kata Boe Kie sesudah rombongan Coe Goan Ciang berlalu. "Siauw Ciauw, karena kau membawa2 rantai, sebaiknya kau menunggu disini saja" Si nona tidak menolak, tapi ia mengantar terus menerus. Sesudah 3 li, 3 li lagi dan ia tetap tak tega untuk berpisahan. "Siauw Ciauw kau sudah mengantar terlalu jauh" Kata Boe Kie. "Ada kemungkinan kau kesasar dan tidak bisa kembali ke Ouw tiap kok" Pedang Langit Dan Golok Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Thio kauwcoe apakah kau akan bertemu dengan Tio Kuwnio di kota raja?" Tanya si nona. "Entahlah" Jawabnya. "Jika kau bertemu dengan dia, bolehkah ajukan satu permintaan untukku?" Boe Kie heran "Permintaan apa?" Tanyanya. "Minta pinjam Ie Thian po kiam untuk memutuskan rantai. Sebegitu lama rantai ini masih belum bisa diputuskan, sebegitu lama aku masih jadi orang perantara" Melihat sikap dan paras muka si nona Boe Kie merasa tak tega. "Aku kuatir, ia tak sudi meminjamkan pedang itu. Kita bisa minta supaya dia sendiri yang memutuskan rantai ini" Boe Kie tertah. "Siauw Ciauw, kalau maksud" Katanya. "Kau hanya ingin mengikut kami. Yo Co soe bagaimana pendapatmu? Apa boleh kita ajak padanya?" Yo Siauw menegrti jalan pikiran sang Kauwcoe. Dengan bertanya begitu, Boe Kie sebenarnya ingin mengajak si nona. Maka itu, ia lantas saja menjawab "Tak halangan jika Kuwcoe ingin mengajak dia, diperjalanan ia bisa merawat Kauwcoe. Hanya rantai itu sangat menarik perhatian. Begini saja, ia berlagak sakit dan bersembunyi di kereta. Didepan orang banyak, ia tidak boleh sembarangan menonjolkan muka" Siauw Ciauw girang bukan main. "Terima kasih Kowcoe, terima kasih Yo Co soe" Katanya. Ia menengok Wie it Siuaw dan menambahkan "Terima kasih Wie Hot ong" Wie It Siauw tertawa dan berkata "Perlu apa kau menghaturkan terima kasih kepadaku? Hati2 kau, kalau penyakitku kumat lagi, aku bisa menghisap darahmu" Sambil berkata begitu, ia menyeringai dan memperlihatkan 2 baris giginya yang putih. Siauw Ciauw tahu, Wie It Ong sedang bergurau, tapi ia merasa seram. Ia mundur beberapa tindak dan berkata "Wie Hot ong, jgn menakut2i aku" Demikianlah, dengan menggunakan 3 ekor kuda dan sebuah kereta, Boe Kie berempat menuju ke kota raja. Perjalanan itu dilakukan tanpa menemui halangan dan pada suatu hari, tibalah mereka di Taytouw (sekarang peking). Ibukota dari kerajaan Goan. Sebagai tempat berdiamnya kaisar, ota itu tentu saja lain daripada yang lain. Wakil2 berbagai negeri dan suku2 bangsa berkumpul disitu. Begitu masuk di pintu kota. Boe Kie berempat langsung menuju ke See shia (kota sebelah barat) dan mencari sebuah rumah penginapan yang besar. Yo siauw membawa lagak sebagai seorang hartawan. Ia minta 3 kamar kelas 1 dan memberi persen secara loyal kepada pelayan, yang tentu saja berlaku sangat hormat dalam pelayannya. Sesudah minum the, Yo Siauw memanggil pelayan itu dan mengajaknya beromong2 tentang keadaan di kota raja. Ia mengatakan ia suka sekali meninjau tempat2 yang mempunyai nilai kebudayaan dan sejarah. "Dimana kami bisa melihat lihat kelenteng2 tua yang tersohor?" Tanyanya. Sesudah menyebutkan beberapa nama, si pelayan menyebutkan Ban hoat sioe. "Ban hoat soie sangat besar" Katanya " Didalam kelenteng itu terdapat 3 patung budha yang sangat besar, yang terbuat daripada tembaga. Diseluruh negeri tidak ada lain patung yang sebesar itu. Sebenarnya kalian mau meninjau bio tersebut, hanya sayang kalian terlambat. Semenjak setengah tahun yang lalu, kelenteng itu digunakan sebagai tempat tinggal para Hoed ya(pendeta) dari See hoan (daerah barat). Sekarang rakyat tidak lagi berani datang kesitu" "Biarpun ada Hoang Ceng, halangan apa kalo kita melihat2 bio itu?" Kata Yo Siauw. Si pelayan menggeleng2kan kepalanya. Sesudah menegok kesana kesini, ia berbisik "Tuan baru saja datang kesini dan tak tahu keadaan yang sebenarnya. Bukan aku banyak mulut, para Hoed ya Soe hoan itu galak luar biasa. Mereka sering memukul dan membunuh orang. Mereka dilindungi Hong siang (Kaisar), sehingga tak satu manusiapun yang berani menepuk lalat di kepala harimau. Rakyat biasa tak berani datang lagi di kelenteng itu." Bahwa para pendeta Soe Hoan sering berlaku sewenang2 terhadap rakyat sudah lama diketahui Yo Siauw. Ia hanya tak menduga, bahwa pendeta2 itu berani berbuat sesuka hati di kota raja. Mendengar keterangan si pelayan ia tidak berkata suatu apa lagi. Sesudah makan malam, Boe Kie, Yo Siauw dan Wie It Siauw bersemedi untuk mengaso dan mengumpulkan tenaga kira2 tengah malam mereka membuka jendela dan lalu menuju ke arah barat. Ban Hoat Sie berloteng 4 dan di belakang kelenteng terdiri sebuah menara yang bertingkat 9. dengan menggunakan ilmu ringan badan, dalam sekejap mereka sudah berada didepan kelenteng. Sesudah memberi isyarat dengan gerakan tangan, mereka mengambil jalan mutar dan pergi ke sebelah kiri. Mereka ingin melompat naik ke atas menara guna menyelidiki keadaan didalam kelenteng. Diluar dugaan dari jarak kira2 30 tombak mendadak mereka melihat bayangan2 manusia bergerak2 di menara itu. Ternyata disetiap tingkat terdapat penjagaan dan dibawah menarapun berkumpul kurang lebih 20 penjaga. Melihat begitu mereka kaget tercampur girang. Mereka yakin bahwa dengan adanya penjagaan yang keras itu, tokoh2 Siauw lim, Boe tong dan yang lain2 partai pasti dipenjarakan dalam menara itu. Mereka mngirit waktu dan tak usah menyelidiki di tempat lain. Tapi merekapun mengerti, bahwa tak gampang mereka memberi pertolongan. Orang2 seperti Koeng Boen, Koeng Tie, Song Wan Kiauw dan lainnya adalah ahli silat kelas utama tapi mereka tertawan dan tidak berdaya. Ini membuktikan bahwa di pihak musuh terdapat banyak orang pandai yang tidak boleh dibuat gegabah. Sebelum berangkat ke Bang hoet sie, Boe Kie bertiga sudah berdamai dan menyetujui untuk bertindak dengan sangat berhati2. maka itu, sesudah mengawasi menara tersebut beberapa lama mereka segera bertindak mundur. Tiba2 ditingkat keenam muncul penerangan yang terang benderang. Dari sebelah kejauhan Boe Kie melihat gerakan 8-9 orang yang tangannya memegang obor. Dari tingkat ke- 6, orang2 itu turun ke tingkat ke-5, turun lagi ke tingkat ke- 4, terus turun sampai ke bawah dan akhirnya keluar dari pintu menara dan menuju ke arah kelenteng. Yo Siauw mengelapkan tangan dan lalu menguntit dengan hati2. Pekarangan belakang Ban hoat sie penuh dengan pohon2 besar yang berusia tua. Boe kie bertinga bersembunyi di belakang pohon2 itu dan kalau angin meniup barulah mereka berani bergerak maju. Ban hoat sie penuh dengan orang pandai dan mereka sedikitpun tidak berani berlaku ceroboh. Ilmu ringan badan mereka sudah mencapai tingkat tinggi, tapi mereka masih merasa khawatir, kalau2 diketahui orang. Maka itu, mereka baru berani bergerak berbareng tiupan angin, diantara berkereseknya daun2. dengan cara begitu, mereka maju kurang lebih 20 tombak. Dengan bantuan sinar obor, mereka melihat beberapa belas lelaki yang mengenakan jubah kuning dan memegang senjata, mengiring seorang kakek yang menggunakan jubah panjang. Satu waktu, kakek itu menengok ke belakangdan Boe Kie terkesinap karena ia itu bukan lain daripada Thie kim Sianseng Ho Thay Ciong, Cang boe boen jie Koen Loen pay. Tak lama kemudian, orang2 itu masuk di pintu belakang Ban hoat sie. Sesudah menunggu beberapa saat, melihat disekitar itu tidak ditaruh penjaga. Boe Kie bertiga turut masuk ke dalam. Ban hoat sie terdiri dari sejumlah bangunan besar kecil dan sejumlah besar kamar2. untung juga begitu masuk, Boe Kie bertiga melihat penerangan luar biasa di Toa thian (ruangan besar, tempat sembayang utama) Mereka merasa pasti bahwa Ho Thay Ciong di bawa ke ruangan ini. Indap2 mereka mendekati. Boe Kie mengintip di jendela sedang Yo Siauw dan Wie It Siauw menjaga di kiri kanan. Sebagai orang yang berkepandaian tinggi, mereka bernyali besar. Tapi dalam sarang harimau jantung mereka memukul keras. Celah jendela sangat kecil dan Boe Kie hanya bisa melihat bagian sebelah bawah tubuh Ho Thay Ciong. Lain2 orang yang berada dalam ruangan itu tidak bisa dilihat olehnya. Sekonyong2 ia mendegar suara Ho Thay Ciong "Aku sudah ditipu dan jatuh ke dalam tanganmu. Mau bunuh, boleh bunuh! Kamu tak usah mengharap aku sudi menjadi anjingnya kaisarmu. Biarpun kau membujuk 3 tahun atau 5 tahun lagi, kau hanya membuang2 tenaga" Boe Kie manggut2kan kepalanya. "Walupun Ho Thay Ciong bukan seorang koen coe, tapi dalam menghadapi urusan penting, ternyata ia bisa mempertahankan keanggunannya sebagai seorang Ciang boen" Pikirnya. "Kalau kau mau terus keras kepala, Cioe jin pun takkan memaksa," Kata seorang dengan suara dingin. "Apa kau sudah tahu peraturan disini?" "Meskipun kau memutuskan sepuluh jari tanganku, aku tetap takkan menakluk," Kata Ho Thay Ciong. "Baiklah." Kata orang itu "Sekali lagi aku ingin memberitahukan peraturan kami. Apabila kau bisa memenangkan ketiga orang ini, kami akan selekas mungkin akan melepaskan kamu. Kalau kau kalah, kami akan memutuskan jari tanganmu dan kemudian mengurung kau lagi selama 1 bulan. Sesudah itu, kami akan menanyakan pula, kalau kau sudah berubah pikiran dan suka menakluk pada Hong siang" "2 jari tanganku sudah putus" Kata Ho Thay Ciong "Putus sebelah lagi tak menjadi soal. Ambil pedang!" Orang itu tertawa dingin. "Kalau semua jari tanganmu sudah putus, biarpun kau mau menakluk, kami takkan menerima. Perlu apa menerima orang yang sudah tak berguna lagi? Serahkan pedang padanya! Mokopas, kau majulah terlebih dahulu" "Baik." Jawab seorang yang suaranya kasar. Dengan menggunakan sinkang, Boe Kie meniup celah jendela yang lantas terbuka lebar. Ia melihat Ho Thay Ciong yang memegang pedang kayu yang ujungnya dibungkus kain. Yang berdiri didepannya adalah seorang tinggi besar yang memegang sepasang golok baja. Tapi Ho Thay Ciong sedikitpun tak merasa keder dan sambil mengibaskan pedang kayu, ia membentak "Hayolah!" Seraya berkata begitu, ia membacok salah satu pukulan lihai dari Koen Loen Kiam hoat. Mokopas berkelit dan balas menyerang. Jika bertubuh besar, gerakannya cukup gesit dan setiap serangannya ditujukan kepada badan Ho Thay Ciong yang berbahaya. Sesudah memperhatikan beberapa jurus, Boe Kie berkata didalam hati "Mengapa tindakan Ho sianseng kosong dan nafasnya tersengal2? Ia kelihatan sudah tak punya tenaga dalam". Semenjak memiliki Kioe yang Sin kang dan Kian koen Tay lo ie Sim hoat, Boe Kie dapat memahami berbagai ilmu silat yang terdapat dalam dunia persilatan. Selama beberapa bulan yang paling belakang, ia telah menerima banyak petunjuk dari Thio Sam Hong, sehingga kepandaiannya tambah tinggi. Kini, makin la ma ia menonton pertandingan antara Ho Thay Ciong dan pendeta See hoan itu, makin ia merasa bahwa dibalik pertempuran itu terselip suatu latar belakang. Kiam hoat Ho Thay Ciong tetap lihai akan tetapi ia tidak memiliki lagi Lweekang dan tenaganya bersaman dengan tenaga orang biasa yang tidak mengerti ilmu silat. Mustika Gaib Karya Buyung Hok Pendekar Gunung Lawu Karya Kho Ping Hoo Merdeka Atau Mati Karya Kho Ping Hoo