Ceritasilat Novel Online

Pedang Langit Dan Golok Naga 60


Pedang Langit Dan Golok Naga Karya Chin Yung Bagian 60


Pedang Langit Dan Golok Naga Karya dari Chin Yung   Cara bertanding yang dipilihnya ialah ia mau bertanding di dalam Pek Soei Han Tam (kolam dingin yang airnya biru) yang terdapat di Kong Beng Teng.   Siapa yang kalah harus membunuh diri di hadapan orang banyak."   "Tantangan itu bagaikan halilintar di tengah hari yang bolong.   Semua orang mencelos hatinya.   Air kolam itu dingin bagaikan es.   Jangankan pada waktu itu, di musim dingin, sedang di musim panas pun tiada orang yang berani menceburkan diri di kobakan tersebut.   Celakanya Yo KauwCoe tak bisa berenang.   Menerima tantangan itu berarti mengantarkan jiwa.   Kami semua gusar dan mencaci pemuda itu."   "Gie Hoe,"   Kata Boe Kie.   "Urusan ini sangat sulit. Perkataan seorang laki-laki sejati tak bisa diubar oleh kuda yang paling keras larinya. Sesudah Yo KauwCoe mengiakan permintaan Han Cian Yap, menurut pantas ia tak boleh menolak tantangan itu."   Tio Beng tersenyum dan memijit tangan Boe Kie. "Benar."   Katanya.   "Perkataan seorang laki-laki sejati tidak bisa diubar oleh kuda yang larinya paling keras. Seorang kauwcoe dari Beng Kauw tak bisa menjilat ludah sendiri. Setiap janji harus dipastikan."   Kata-kata itu sebenarnya untuk menyindir Boe Kie, tapi Cia Soen tentu saja tidak mengetahui.   "Tak salah,"   Katanya.   "Mendengar cacian kami, Han Cian Yap segera berkata dengan suara nyaring.   "Seorang diri aku datang di sini. Aku memang tak mengharap hidup. Para enghiong boleh membunuh aku. Di sini hanya terdapat orang-orang Beng Kauw, sehingga pembunuhan terhadap diriku tak akan diketahui oleh orang luar. Kalian boleh segera turun tangan!"   Mendengar omongan itu, kami tertegun.   "Sesudah memikir beberapa saat, Yo KauwCoe berkata.   "Han Heng, memang benar dahulu aku pernah membuat perjanjian dengan ayahmu.   Seorang laki-laki tidak dapat menyalahi janji.   Aku mengaku kalah.   Aku bersedia untuk segala keputusanmu."   Tangan Han Cian Yap tiba-tiba bergerak dan sudah memegang sebatang pisau yang ditudingkan ke arah jantungnya sendiri.   "Pisau ini warisan ayahku,"   Katanya. "Aku hanya meminta supaya Yo KauwCoe berlutut tiga kali kepada pisau ini."   Mana boleh kauwcoe kami menerima hinaan sehebat itu? Tapi sesudah Yo KauwCoe menyerah kalah, menurut peraturan Kang Ouw, ia tidak boleh menampik tuntutan itu.   Suasana beruabah panas dan kepentingan memuncak.   Han Cian Yap memang sudah tidak memikir hidup.   Sesudah Yo KauwCoe berlutut, ia pasti akan menancapkan pisau itu di jantungnya sendiri supaya tak usah binasa dalam tangan jago-jago agama kami.   "Untuk beberapa saat, ruangan yang besar itu sunyi bagaikan kuburan.   Siauw Yauw Jie Sian (Yo Siauw dan Hoan Yauw) Peh Bie Eng Ong In Heng, Pheng Eng Giok Hwee Sio dan yang lain-lain yang biasanya pintar sekarang menghadapi jalan buntu.   Pada saat yang genting, sekonyong-konyong Taykis melompat keluar dan berkata pada Yo KauwCoe.   "Thia- thia, orang lain mempunyai putera berbakti, apakah Thia- thia tak punya anak perempuan yang berbakti juga? Hanya datang untuk membalas sakit hati ayahnya. Biarlah Anak yang melayaninya. Yang lebih tua yang melayani yang tua. Yang lebih muda berhadapan dengan yang lebih muda."   "Semua orang kaget. Mengapa Taykis memanggil Thia- thia (ayah)? Tapi kami lantas saja mengerti, bahwa untuk menyingkirkan marabahaya itu, Taykis sengaja mengakui Yo KauwCoe sebagai ayahnya. Kami sangat kuatir. Kepandaian apa yang dimiliki nona itu? Apa ia mampu berkelahi di dalam air yang sangat dingin seperti es?"   Sebelum Yo KauwCoe keburu menjawab. Han Cian Yap sudah berkata sambil tertawa dingin.   "Mewakili ayah menyambut lawan memang satu kepantasan, tapi kalau nona kalah aku tetap menuntut bahwa Yo KauwCoe harus berlutut di hadapan pisau ini."   Dengan berkata begitu, ia kelihatannya tidak memandang mata kepada Taykis.   "tapi bagaimana kalau tuan yang kalah?"   Tanya Taykis.   "Nona boleh berbuat sesuka hati. Boleh bunuh, boleh apapun jua,"   Jawabnya.   "Baiklah. Mari, kita pergi ke Pek Soei Han Tam,"   Kata Taykis yang segera berjalan lebih dahulu. Yo KauwCoe menggoyang-goyangkan tangannya dan berkata. "Tidak! Kau tak usah mencampuri urusan ini."   Taykis tersenyum, sikapnya tenang luar biasa.   "Thia-thia, kau tak usah kuatir,"   Katanya sambil berlutut.   Berlututnya seolah- olah sebuah upacara mengangkat ayah.   Ketenangan Taykis menunjuk bahwa ia mempunyai pegangan dan kepercayaan pada dirinya sendiri.   Yo KauwCoe tidak membantah lagi.   Pada hakekatnya memang tak ada jalan lain yang baik.   Semua orang lantas saja menuju Pek Soei Han Tam yang terletak di sebelah utara gunung.   Ketika itu angin utara meniup dengan kerasnya.   Beberapa orang yang tenaga dalamnya tidak begitu kuat sudah menggigil.   Mereka sudah menggigil dengan hanya berdiri di pinggir kolam.   Apapula kalau menerjun! Sebagian air sudah mengeras menjadi es dan air yang berwarna biru ituseperti juga tiada dasarnya.   Tiba-tiba Yo KauwCoe merasa bahwa ia tak pantas membiarkan Taykis mengantarkan jiwa.   "Anak,"   Serunya dengan suara nyaring. "kutahu, hatimu sangat mulia. Tapi biarlah aku saja yang melayani Han Heng."   Seraya berkata begitu, ia membuka jubah luarnya untuk segera menerjun ke air. Taykis tersenyum.   "Thia-thia,"   Katanya.   "Anak pandai berenang semenjak kecil, anak selalu bermain-main di laut."   Ia menghunus pedang dan bagaikan seekor walet, badannya melesat dan kedua kakinya hinggap di atas es.   Sesudah membuat lingkaran dengan pedangnya, ia melompat lagi dan menerjun ke air! Di depan mataku terbayang pula kejadian itu.   Hari itu, Taykis mengenakan baju warna ungu dan ketika ia berdiri di atas es, kecantikannya tak kalah dari kecantikan Dewi Leng Po.   Mendadak tanpa mengeluarkan suara, ia menerjun ke air.   Kami semua terkejut, Han Cian Yap pun kaget.   Paras mukanya yang semula angkuh lantas saja berubah.   Sambil mencekal pisau, ia turut melompat ke kolam.   Air kolam berwarna biru tua.   Perkelahian tak dapat dilihat kami.   Kami hanya melihat bergoyang-goyangnya air.   Kami semua merasa sangat kuatir.   Beberapa lama kemudian di satu sudut air kolam tercampur sedikit darah.   Kami jadi lebih kuatir.   Siapa yang terluka? Apa Taykis? Tak lama kemudian air bergolak dan Han Cian Yap melompat keluar dengan napas tersengal-sengal.   Hati kami mencelos.   "Mana Taykis?"   Tanyaku.   Pemuda itu ternyata kosong pisaunya tertancap di dadanya sendiri.   Sedang kedua pipinya terdapat goresan luka.   Selagi jantung kami memukul keras, air tergolak pula laksana seekor ikan Taykis muncul di permukaan air.   Akan kemudian sambil memutar pedang untuk melindungi diri, melompat ke daratan.   Kami sorak sorai.   Tanpa mengeluarkan sepatah kata bahna terharu.   Yo KauwCoe mencekal tangan Taykis.   Mimpipun kami belum pernah mimpi, bahwa Taykis memiliki kepandaian setinggi itu.   Sementara itu, sambil melirik Han Cian Yap, Taykis berkata.   "ilmu berenang orang itu cukup baik. Mengingat kebaktiannya, anak harap Thia-thia suka mengampuni jiwanya."   Yo KauwCoe lantas saja meluluskan permintaan itu dan memerintahkan Ouw Ceng Goe untuk mengobati lukanya.   "Malam itu di atas Kong Beng Teng diadakan perjamuan yang besar.Taykis telah membuat pahala yang sangat besar.   Tanpa pertolongannya, habislah nama besar Yo KauwCoe.   Yo Hoejin menghadiahkan gelar "Cie San Liong Ong"   Yang berendeng dengan Eng-Ong.   Say Ong dan Hok Ong.   Kami bertiga menyetujui pengangkatan itu.   Kami rela menyerahkan kedudukan pemimpin keempat Hoat Ong kepada gadis muda belia itu."   "Tapi peristiwa itu mempunyai ekor yang tak diduga- duga.   Han Cian Yap kalah berkelahi, tapi menang total.   Entah bagaimana, dia berhasil merebut hatinya Taykis.   Rasa cinta Taykis muncul waktu ia setiap hari menengok si pemuda she Han yang dirawat oleh Ouw Ceng Goe.   Sangat bisa jadi, rasa cintanya bersemi dari rasa kasihan dan menyesal, bahwa ia sudah melukai pemuda itu.   Biar bagaimanapun jua, setelah Han Cian Yap sembuh, sekonyong-konyong Taykis memberitahukan Yo KauwCoe, bahwa ia mau menikah sama pemuda itu.   Pemberitahuan itu mengejutkan kami.   Ada yang berduka, ada yang merasa putus harapan.   Ada pula yang bergusar.   Han Cian Yap musuh besar agama kita, hinaannya terhadap Yo KauwCoe tak dapat dilupakan.   Sekarang tiba-tiba Taykis mau mnikah sama dia.   Beberapa saudara yang berangasan lantas saja mencaci.   Tapi Taykis beradat keras.   Ia menghunus pedang dan sambil berdiri di ambang pintu, dia berteriak.   "Mulai hari ini Han Cian Yap menjadi suamiku. Siapa yang menghina dia boleh menjajal pedang Cie San Liong Ong."   Melihat tekadnya dan nekadnya, kami semua tidak berdaya lagi.   "Upacara pernikahan dilangsungkan dengan sangat sederhana.   Sebagian besar saudara-saudara kami tidak menghadiri pesta.   Karena mengingat jasanya, Yo KauwCoe dan aku berusaha keras memenuhi keinginannya, sehingga pernikahannya bisa berlangsung tanpa gelombang yang lebih hebat.   Tapi masuknya Han Cian Yap di dalam Beng Kauw mendapat tentangan yang terlalu hebat sehingga Yo KauwCoe sendiri tidak bisa menindih tentangan itu."   "Tak lama kemudian Yo KauwCoe hilang tanpa berbekas.   Kami bingung dan coba mencarinya ke segala pelosok Secara kebetulan, waktu sedang mencari Yo KauwCoe, Kong Beng Yoe Soe Hoan Yauw melihat Han Hoejin keluar dari jalan rahasia."   Boe Kie terkejut.   "keluar dari jalanan rahasia?"   Pedang Langit Dan Golok Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Ia menegas. "Ya,"   Jawabnya.   "Peraturan Beng Kauw sangat keras. Hanya kauwcoe seorang yang boleh masuk di jalanan rahasia itu. Dalam kaget dan gusarnya Hoan Yauw segera menegur. Jawab Han Hoejin.   "Aku sudah melanggar peraturan. Mau bunuh, silahkan bunuh! Sesukamu!"   "Malam itu kami mengadakan perhimpunan besar untuk membicarakan kedosaan Han Hoejin. Tapi Han Hoejin tetap berkeras kepala. Pertanyaan mengapa ia masuk di jalanan itu tidak dijawab. Ia mengatakan tak tahu dimana adanya Yo KauwCoe. Ia mengatakan, bahwa ia bertanggung jawab sendiri untuk kedosaannya. Menurut peraturan, seorang anggota Beng Kauw yang berani masuk ke jalanan rahasia itu harus membunuh diri atau dikutungkan sebelah kaki atau sebelah tangannya. Mengingat kecintaannya yang dahulu, Hoan Yauw berusaha keras untuk melindunginya. Akupun membantu supaya hukuman berat itu tak usah dijalankan. Akhirnya semua orang menyetujui untuk memenjarakannya selama sepuluh tahun supaya ia bisa merenungkan kedosaannya. Di luar dugaan, Han Hoejin melawan. Tanpa Yo KauwCoe, siapa yang berani menghukum aku? Bentaknya."   "Gie Hoe,"   Boe Kie memotong pembicaraan ayah angkatnya.   "Apa sebenarnya maksud Han Hoejin dengan masuk di jalanan rahasia itu?"   "Kalau mau diceritakan panjang sekali."   Jawabnya.   "Di dalam Beng Kauw, hanya aku seorang yang tahu sebab musababnya. Waktu itu banyak yang menafsir, bahwa masuknya Han Hoejin di jalanan rahasia itu ada sangkut pautnya dengan masalah mengenai hilangnya suami isteri Yo KauwCoe.Aku menentang tapsiran itu. Kami bertengkar hebat sehingga akhirnya Han Hoejin memutuskan semua hubungan dengan Beng Kauw. Ia adalah orang pertama yang keluar dari agama kami. Hari itu juga bersama Han Cian Yap, ia turun gunung dan tidak bisa ditemukanpula. Kami berusaha keras untuk mencari Yo KauwCoe, tapi usaha itu tinggal tersia-sia. Berselang beberapa tahun, sebab perebutan kedudukan Kauwcoe, keadaan jadi semakin hebat. In Heng meninggalkan Beng Kauw dan mendirikan Peh Bie Kauw. Aku coba membujuknya, tapi ia tidak meladeni. Lantaran itu, aku dan dia jadi bermusuhan. Maka itulah pada dua puluh tahun lebih yang lalu, pada waktu Peh Bie Kauw memamerkan To Liong To untuk memperlihatkan keangkerannya, Kim Mo Say Ong turun tangan. Pertama, memang aku inging merampas golok itu, dan kedua aku hendak melampiaskan rasa dongkolku. Aku ingin memperlihatkan kepada In Heng, bahwa sesudah keluar dari kekuasaan Beng Kauw ia tak akan dapat melakukan sesuatu yang besar. Hai!... Sekarang aku merasa bahwa perbuatanku itu sangat keterlaluan."   Ia menghela napas dan paras mukanya kelihatan sangat berduka. Untuk beberapa saat, semua orang tidak berkata-kata. "Loo Ya Coe,"   Kata Tio Beng.   Sesudah peristiwa ini terjadi nama Gin Yap dan Kim Hoa Popo menggetarkan dunia Kang Ouw.   Mengapa orang-orang Beng Kauw tak dapat meraba, bahwa Gin Yap dan Kim Hoa Popo sebenarnya suami isteri Han Cian Yap? Dan sebab apa Gin Yap SianSeng mati kena racun?" "Entahlah,"   Jawabnya.   "Mungkin sekali dalam sepak terjang mereka di kalangan Kang Ouw, mereka selalu menyingkirkan diri dari orang-orang agama kami."   Tiba-tiba Boe Kie menepuk lutut.   "Benar!"   Katanya. Kim Hoa Popo memang mengelakkan pertemuan dengan orang- orang Beng Kauw waktu enam partai mengepung Beng Kauw. Meskipun sudah tiba di Kong Beng Teng, ia tidak naik ke puncak untuk memberi bantuan."   Alis Tio Beng berkerut.   "Ada sesuatu yang tidak bisa ditembus olehku,"   Katanya.   "Cie San Liong Ong terkenal sebagai wanita yang sangat cantik. Mengapa sekarang mukanya jelek? Mengapa mukanya rusak?"   "Menurut taksiranku ia telah menggunakan satu atau lain cara untuk mengubah paras mukanya."   Kata Cia Soen.   "Kau harus tahu, bahwa Han Hoejin beradat aneh.   Kaupun harus tahu, bahwa di dalam hati ia sangat menderita.   Selama hidup, ia harus selalu menyingkirkan diri dari orang-orang Cong Kauw yang coba mengubar dan mencarinya.   Hai!...   Tak dinyana dalam usianya yang lanjut, ia masih belum bisa meluputkan diri.   Pada akhirnya orang- orang Cong Kauw dari Persia berhasil mencari dia."   Mata Tio Beng terbuka lebar.   "Mengapa orang Cong Kauw mencari dia?"   Tanyanya dengan rasa heran. "Inilah rahasia yang paling besar dari Han Hoejin,"   Jawabnya.   "Sebenarnya aku tidak boleh membuka rahasia. Tapi karena aku ingin kembali ke Leng Coa To untuk menolong dia maka aku harus bicara seterang-terangnya. "Kembali ke Leng Coa To?"   Menegas si nona.   "Apa Loo Ya Coe rasa kita akan dapat melawan Sam Soe?"   Cia Soen tidak menjawab. Sesudah menghela napas panjang, ia bercerita dengan suara perlahan.   "Selama ratusan tahun, kursi kauwcoe dari Beng Kauw di Tiong Goan diduduki oleh seorang pria, tapi Kauwcoe Cong Kauw di Persia selalu seorang wanita. Bukan saja seorang wanita, tapi juga seorang gadis yang tidak menikah. Menurut peraturan Cong Kauw hanyalah seorang gadis yang masih suci yang boleh menjadi Kauw Coe supaya ia bisa mempertahankan kesucian Beng Kauw. Setiap Kauw Coe yang baru memegang jabatan harus memilih tiga gadis yang berkedudukan paling tinggi di dalam Cong Kauw, untuk meneliti di sekeliling dan dijadikan Seng Lie (wanita suci) Sesudah diangkat menjadi Seng Lie dengan sumpah yang berat. Mereka harus berkelana berbagai tempat untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik demi kemakmuran dan kebesaran Beng Kauw. Apa bila kauwcoe meninggal dunia, maka para tetua agama akan mengadakan pertemuan untuk memperbincangkan jasa-jasa ketiga Seng Lie. Yang dianggap paling baik jasa akan diangkat menjadi Kauw Coe baru. Kalau Seng Lie hilang kesuciannya, kalau dia menikah, maka dia akan dihukum bakar hidup-hidup. Tak perduli dia lari kemanapun jua, Cong Kauw akan memerintahkan orang-orang yang berkepandaian tinggi untuk mencarinya.   "   "Oh!...   "   Memutus Tio Beng.   "Apakah Han Hoejin salah seorang dari ketiga Seng Lie itu?"   Cia Soen mengangguk.   "benar!"   Jawabnya.   "Aku sudah tahu pada sebelum Hoan Yauw memergokinya di mulut jalanan rahasia. Han Hoejin sendiri membuka rahasianya kepadaku, yang dianggapnya sebagai seorang teman atau sahabat paling karib. Ia mengatakan, bahwa ia jatuh cinta pada waktu bertempur dengan Han Cian Yap di kolam pshl. Belakangan sebab sering menengok pemuda itu yang dirawat oleh Ouw Ceng Goe, rasa cintanya jadi makin besar dan tidak dapat diobah lagi. Ia tahu, bahwa sesudah menikah ia pasti akan diubar oleh orang-orang Cong Kauw. Harapan satu-satunya untuk menebus dosa ialah membuat suatu pahala besar. Maka itu, dengan menempuh bahaya, ia masuk ke jalanan rahasia dengan maksud untuk mencari kitab Kian Koen Tay Lo Ie. Di Cong Kauw kitab ilmu silat itu sudah hilang lama dan yang masih memiliknya adalah Beng Kauw di Tiong Goan. Mengapa Cong Kauw mengirim Taykis ke Kong Beng Teng? Sebab yang paling terutama ialah untuk mencari dan mendapat kitab tersebut."   "Ah!"   Boe Kie mengeluarkan suara tertahan. Ia merasa, bahwa ada sesuatu yang tidak besar tapi apa itu yang tidak beres tidak diketahui olehnya. Cia Soen meneruskan ceritanya.   "Beberapa kali Han Hoejin masuk ke jalanan rahasia tanpa berhasil. Aku menasehati supaya menghentikan usaha itu, karena masuknya ke jalanan rahasia merupakan rahasia besar yang sukar bisa diampuni."   "sekarang kutahu,"   Memotong Tio Beng.   "Han Hoejin memutuskan perhubungan Beng Kauw supaya ia merdeka untuk masuk ke jalanan rahasia itu. Sesudah tak menjadi anggota Beng Kauw, dia tidak terikat lagi dengan peraturan agama. Loo Ya Coe, bukankah begitu?"   "Tio Kouwnio sangat pintar."   Jawabnya sambil mengangguk.   "Kong Beng Teng adalah pusat agama kita dan aku tidak bisa mempermisikan orang keluar masuk sepenuh hati. Aku sudah menebak niatan Han Hoejin. Sesudah dia turun gunung, aku sendiri menjaga di mulut jalanan rahasia. Tiga kali dia menyatroni, tiga kali dia bertemu dengan aku. Akhirnya dia pergi dengan putus harapan."   Sehabis berkata begitu, ia menengadah seperti orang memikir sesuatu.   Mendadak ia bertanya.   "Bagaimanakah pakaian Sam Soe? Apa berbeda dari pakaian anggota Beng Kauw di Tiong Goan?"   "Mereka mengenakan jubah putih dan pada ujung jubah tersulam obor merah,"   Jawab Boe Kie.   "Tapi tapi pada pinggiran terdapat lapisan kain hitam. Hanya itu perbedaannya."   "Tak salah!"   Seru Cia Soen.   "Kauwcoe Cong Kauw baru saja meninggal dunia! Bagi orang-orang See Hek, hitam adalah warna berkabung. Jubah putih dengan pinggiran hitam berarti pakaian berkabung. Mereka mau memilih kauwcoe baru dan mencari Han Hoejin."   "Ada satu hal yang aku kurang mengerti,"   Kata Boe Kie. "Han Hoejin berasal dari Beng Kauw di Persia dan ia tentu mahir dalam ilmu silaat yang dipelajari dalam kalangan Cong Kauw. Tapi mengapa dalam sejurus ia sudah dirobohkan Sam Soe?"   "Tolol!"   Kata Tio Beng sambil tersenyum.   "Han Hoejin hanya berpura-pura untuk menutupi asal-usulnya yang sebenarnya. Ia tidak boleh memperhatikan bahwa ia mengenal ilmu silat ketiga utusan itu. Menurut dugaanku, jika Loo Ya Coe mengiring kehendak Sam Soe dan coba membunuh dia, dia pasti tidak mempunyai daya untuk menyelamatkan diri."   Cia Soen menggelengkan kepala.   "Memang benar ia menutupi asal-usulnya,"   Katanya.   "Tapi kalau Tio Kouwnio berpendapat bahwa sesudah ditotok Sam Soe ia masih bisa meloloskan diri, aku merasa kurang setuju. Belum tentu ia bisa meloloskan diri. Menurutku, Han Hoejin lebih suka dibunuh olehku daripada dibakar hidup-hidup."   Tiba-tiba terdengar suara beradunya gigi. Semua orang kaget. Ternyata In Lee kembali menggigit keras dan giginya bercatrukan. Boe Kie meraba dahi si nona yang panas luar biasa. Ia menghela napas. Penyakit nona In sangat berat. "Gie Hoe,"   Kata Boe Kie setelah memikir sejenak.   "anak mengambil keputusan untuk kembali ke Leng Coa To. In Kouwnio harus bisa beristirahat sedapat mungkin Andai kata kita tak bisa berhasil menolong Han Hoejin, kita sedikitnya harus menolong In Kouwnio."   "Benar,"   Kata Cia Soen.   "In Kouwnio begitu mencintai kau. Dia tak bisa tak ditolong, Tio Kouwnio, bagaimana pikiranmu?"   "Luka In Kouwnio sangat berat, aku setuju untuk kembali."   Jawab Tio Beng. Cie Jiak menjawab dengan suara dingin.   "Terserah pada Loo Ya Coe."   "Kita harus menunggu sampai halimun buyar dan berlayar dengan melihat bintang sebagai pedoman."   Kata Boe Kie.   "Gie Hoe, Lioe In Soe berhasil melukai aku dengan Seng Hwee Leng pada waktu ia berjungkil balik di tengah udara. Mengapa bisa begitu? Ilmu silat apa itu?"   Mereka lantas saja membicarakan ilmu silat ketiga utusan Cong Kauw itu.   Tio Beng yang mengenal banyak ilmu silat kadang-kadang turut mengantarkan pikirannya.   Tapi sesudah berunding berjam-jam mereka belum juga bisa menangkap inti sari ilmu silat Sam Soe yang berdasarkan kerja sama antara mereka bertiga."   Sesudah matahari keluar barulah halimun membuyar. "Semula kita menuju ke selatan dari utara,"   Kata Boe Kie. "Maka itu, kalau mau kembali ke Leng Coa To, kita sekarang harus mengambil jalan ke arah barat laut."   Dengan bergiliran, Cia Soen, Boe Kie, Cie Jiak, dan Siauw Ciauw lalu mulai mendayung perahu.   Kalau tadi perahu melaju dengan bantuan angin, sekarang harus melawan angin.   Untung juga Cia Soen dan Boe Kie memiliki tenaga dalam yang sangat kuat, sedang kedua nona itu pun mempunyai lweekang yang lumayan sehingga pekerjaan mendayung tak dirasakan terlalu berat.   Perlahan tapi tentu perahu itu bergerak ke jurusan utara.   Selama beberapa hari Cia Soen tak banyak bicara.   Ia duduk termenung dengan alis berkerut memikiri jalan untuk melawan ilmu Sam Soe yang sangat aneh.   Pada magrib hari keenam, tiba-tiba ia menanya Cie Jiak tentang ilmu silat Go Bie Pay.   Nona Cie segera memberitahukan tanpa tedeng-tedeng.   Tanya jawab itu berlangsung sampai jauh malam.   Akhirnya dengan suara kecewa, Cia Soen berkata.   "ilmu silat Siauw Lim, Boe Tong, dan Go Bie semua bersumber dari Kioe Yang Cin Keng dan tidak berbeda dengan ilmu silat Boe Kie semua berdasarkan Yang Kong (keras). Kalau Thio Sam Hong Cinjin, yang memiliki Im Jioe dan Yang Kong (lembek keras) berada di sini, kita akan bisa merobohkan Sam Soe. Dengan Im Jioe dari Thio Cinjin dan Yang Kong dari Boe Kie, kupercaya Sam Soe dapat dikalahkan. Tapi Thio Cinjin berada di tempat jauh dan waktu sangat mendesak. Apa daya kalau Han Hoejin sudah ditangkap Sam Soe?"   "Loo Ya Coe,"   Kata Cie Jiak.   "Kudengar pada ratusan tahun yang lalu, sejumlah tokoh rimba persilatan mengenal ilmu silat yang bersumber dari Kioe Im Cin Keng. Apa benar?"   Waktu berada di Boe Tong Sie, Boe Kie pun pernah mendengar nama Kioe Im Cin Keng dari Thay Soehoenya.   Ia tahun bahwa Kwee Ceng Kwee Tay Hiap (ayah Kwee Siang Liehiap, pendiri Go Bie Pay) dan Siauw Tay Hiap Yo Ko adalah orang-orang yang telah mempelajari ilmu silat Kioe Im Cin Keng.   Tapi ilmu-ilmu di dalam kitab itu sangat sukar dipelajari, sehingga Kwee Siang sendiri tidak dapat mempelajarinya.   Ia terkejut waktu mendengar pertanyaan Cie Jiak.   "Memang ada ceritera begitu, tapi benar setidaknya, aku tak tahu,"   Jawab Cia Soen.   "Menurut katanya orang-orang tua, ilmu silat Kioe Im Cin Keng lihai luar biasa. Kalau sekarang orang-orang memiliki ilmu silat itu dan ia bekerja sama dengan Boe Kie, Sam Soe pasti bisa dirobohkan dengan sangat gampang."   "Ya,"   Kata nona Cioe. Ia tak bisa berkata suatu apa lagi. "Cioe Kouwnio, apakah dalam Go Bie Pay tidak ada orang yang mengenal ilmu silat Kioe Im Cin Keng?"   Tanya Tio Beng. Alis Cie Jiak berkerut dan ia menjawab dengan suara tawar.   "Apabila Go Bie Pay mengenal ilmu silat itu, Sian coe (mendiang guru) pasti tidak sampai mengorbankan diri di Ban Hoat Sie."   Bagi Cie Jiak yang perasaannya halus.   Kata-kata itu sudah sangat tajam.   Ia tidak dapat menghilangkan rasa sakit hatinya terhadap Tio Beng, sebab kebinasaaan gurunya yang tercinta adalah gara-gara nona Tio.   Tapi Tio Beng tidak menjadi gusar.   Ia hanya tersenyum.   Tak lama kemudian selagi enak mendayung, tiba-tiba Boe Kie berseru sambil menuding ke jurusan barat laut.   Pedang Langit Dan Golok Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Lihatlah! Di sana ada sinar api."   Semua orang menengok ke arah itu.   Benar saja, di garis antara langit dan laut rapat- rapat berkelebat-kelebatnya sinar api.   Meskipun tidak bisa melihat, Cia Soen turut bergirang.   Sinar itu kelihatan dekat, tapi sebenarnya jauh.   Sesudah mendayung lagi setengah harian barulah mereka bisa melihat tegas ke tempat terjandinya kebakaran itu.   Tempat itu sebuah pulau yang penuh gunung dan pulau itu bukan lain daripada Leng Coa To.   "Kita sudah tiba di Leng Coa To!"   Kata Boe Kie dengan girang. Dengan penuh harapan semua orang mengawasi pulau yang menghijau itu. Mendadak Cia Soen mengeluarkan teriakan tertahan.   "Celaka! Mengapa terjadi kebakaran di Leng Coa To? Apa mereka sudah membakar Han Hoejin?"   Teriakan itu disusul dengan robohnya Siauw Ciauw. Buru-buru Boe Kie membangunkannya. Nona itu ternyata pingsan. Boe Kie menyadarkannya dengan totokan dan bertanya.   "Siauw Ciauw, mengapa kau?"   "Aku takut,"   Jawabnya sambil menangis.   "Aku takut. Mendengar hukuman bakar hidup-hidup terhadap sesama manusia."   "Itu belum tentu,"   Bujuk Boe Kie.   "Itu hanya dugaan Cia Loocianpwee. Andaikata Han Hoejin sudah ditangkap, kurasa kita masih bisa menolong."   Siauw Ciauw mencekal tangan Boe Kie erat-erat dan berkata dengan suara parau. "Thio KongCoe, aku memohon memohon supaya kau menolong Han Hoejin "   "Tentu kita berusaha beramai-ramai,"   Jawabnya.   Sehabis berkata begitu, ia kembali ke buritan perahu dan mendayung sekuat tenaga, sehingga kendaraan air itu melaju bagaikan terbang.   Mendadak Tio Beng berkata dengan suara perlahan.   "Thio KongCoe, sudah lama aku memikiri dua soal yang sampai sekarang belum dapat dipecahkan olehku.   Aku ingin meminta petunjukmu."   Mendengar kata-kata yang sungkan, Boe Kie merasa heran.   "soal apa?"   Tanyanya. "Hari itu, waktu berada di Lek Lioe Chung, aku telah memerintahkan orang-orangku untuk mengepung rombongan kakekmu,"   Menerangkan si nona.   "Selagi rombongan terkepung, tiba-tiba Siauw Ciauw Kouwnio maju dan memimpin pahlawan rombongan kakekmu. Memang benar, bahwa dibawah seorang panglima yang pandai tak ada serdadu yang lemah. Tapi bagiku, bahwa dibawah Kauw Coe Beng Kauw ada seorang pelayan yang mempunyai kepandaian begitu tinggi, masih tetap mengherankan "   "Kauwcoe Beng Kauw?"   Memutus Cia Soen. Tio Beng tertawa.   "Loo Ya Coe,"   Katanya.   "Sekarang biarlah aku berterus terang. Anak angkatmu bukan lain daripada kauwCoe yang tersohor dari agama Beng Kauw. Kau sendiri salah seorang bawahannya."   Cia Soen terkesiap.   Mulutnya ternganga dan ia tidak dapat mengeluarkan sepatah kata.   Tapi, di dalam hati ia masih bersangsi.   Tio Beng meretapkan keterangannya, tapi ia tidak bisa memberi penjelasan mengenai jalannya peristiwa yang berakhir dengan pengangkatan Boe Kie sebagai KauwCoe.   Karena didesak keras oleh ayah angkatnya Boe Kie tidak bisa menyangkal lagi.   Secara ringkas ia segera menceritakan segala kejadian.   Tak kepalang girangnya orang tua itu.   Ia berlutut dan berkata dengan suara terharu.   "Orang sebawahan, Kim Mo Say Ong, Cia Soen, memberi hormat kepada KauwCoe."   Tersipu-sipu Boe Kie balas berlutut.   "Giehoe, janganlah menjalankan peradatan ini,"   Katanya dengan air mata berlinang-linang.   "Menurut surat wasiat mendiang Yo KauwCoe, Giehoe-lah yang harus menjadi Kauwcoe untuk sementara waktu. Dalam menerima pengangkata, anak selalu berkuatir kalau-kalau anak tidak kuat memikul beban yang sangat berat itu. Atas berkah Thian, Giehoe pulang dengan tak kurang suatu apa. Inilah rejeki dari agama kita. Sepulangnya dari Tiong Goan, kursi KauwCoe harus diduduki giehoe."   "Biarpun ayah angkatmu sudah bisa pulang, tapi dengan kedua matanya sudah buta, kau tidak bisa mengatakan bahwa ia pulang dengan tak kurang suatu apa,"   Kata Cia Soen dengan suara sedih.   "Mana bisa Beng Kauw mempunyai pemimpin yang matanya tidak dapat melihat? Tio KouwNio, soal-soal apa yang tidak mengerti olehmu?"   "Aku merasa heran karena Siauw Ciauw Kouwnio memiliki kepandaian yang sangat luar biasa,"   Jawabnya. "Aku ingin menanya, siapa yang mengajarinya dalama ilmu Kie boen Pat Kwa dan Im Yang Ngo Heng? Cara bagaimana dalam usia yang begitu muda, ia sudah mempunyai ilmu tersebut?"   "Itulah ilmu turunan dari keluargaku,"   Jawab Siauw Ciauw.   "Ilmu itu tidak cukup berharga untuk mendapat perhatian Koencoe Nio Nio."   "Siapa ayahmu?"   Tanya pula Tio Beng.   "Anaknya begitu lihai, ayah ibunya pasti tokoh-tokoh yang namanya cemerlang."   "Ayahku hidup dengan mengubur she dan namanya sendiri,"   Jawabnya.   "Tak perlu Koencoe menanyakannya. Apakah Koencoe mau memaksa aku dengan ancaman potong jari-jari tangan?"   Si gadis cilik ternyata tak sungkan- sungkan. Dengan menyebutkan ancaman potong jari-jari tangan, ia rupa-rupanya ingin menarik tangan Cie Jiak untuk berdiri di pihaknya. Tio Beng hanya tersenyum.   "Thio Kongcoe,"   Katanya dengan suara tenang.   "Malam itu di kota raja, waktu kita bertemu di rumah makan untuk kedua kali, Kouw Tauwtoo Hoan Yauw telah memberi selamat berpisah kepadaku. Waktu itu, ia kebetulan bertemu dengan Siauw Ciauw KouwNio dan ia mengatakan sesuatu, apakah kau masih ingat perkataannya?"   Sebenarnya Boe Kie sudah melupakan kejadian tersebut. Sesudah memikir beberapa saat, ia menjawab.   "Hm kalau aku tak salah ingat, Kouw Taysoe mengatakan bahwa paras muka Siauw Ciauw mirip dengan salah seorang musuhnya."   "Benar,"   Kata Tio Beng sambil mengangguk.   "Apakah kau bisa menebak siapa yang dimaksud Kouw Taysoe? Siauw Ciauw Kouwnio mirip siapa?"   "Bagaimana aku bisa menebak?"   Boe Kie balas bertanya.   Selagi mereka bicara, perahu sudah makin mendekati Leng coa to.   Mereka melihat, bahwa di sebelah barat pulau berderet kapal2 Cong kauw yang layarnya terlukis gambar obor merah dan pada setiap layar tergantung sehelai kain hitam.   Alis Boe Kie berkerut.   "Cong kauw telah mengerahkan angkatan laut dan orang yang datang kesini tidak berjumlah kecil,"   Katanya. "Kita harus coba mendarat di pulau yang sepi dan aman,"   Kata Tio Beng. Boe Kie mengangguk dan segera mendayung. Sekonyong2 dari salah sebuah kapal terdengar bunyi terompet.   "Dung.. dung.."   Dua peluru menyambar, yang lain di sebelah kanan perahu, sehingga karena goncangan ombak, perahu kecil itu hampir hampir tenggelam. "O hoooi! Dengarlah!"   Demikian terdengar teriakan dari arah kapal itu.   "Perahu kecil itu harus datang disini. Kalau tidak menurut akan ditenggelamkan."   Boe Kie mengeluh.   Kedua tembakan yang barusan adalah tembakan ancaman.   Ia yakin bahwa jika membantah perahu yang ditumpanginya akan segera ditenggelamkan, tanpa bisa melawan.   Sebab tak ada jalan lain, perlahan lahan ia mendayung ke arah kapal itu.   Meriam2 di tiga kapal Cong kauw bergerak dan menuding perahu Boe Kie.   Waktu perahu menempel dengan sisi kapal dari atas kapal segera diturunkan sebuah tangga tambang.   "Mari kita naik dan berusaha untuk merampas kapal ini,"   Bisik Boe Kie.   Cia Soen naik paling dulu disusul oleh Cie Jiak yang mendukung Tio Beng.   Sesudah itu Siauw Ciauw dan yang paling akhir adalah Boe Kie yang mendukung In Lee.   Yang berada di kapal itu orang2 Persia yang bertubuh tinggi besar berambut kuning dan bermata biru.   Boe Kie menyapu dengan matanya.   Ia tak lihat Sam soe (Budi.   Some parts missing here..) (PP.   Thats whats in the book) tas saja ia bertanya.   "Siapa kamu? Ada urusan apa kamu datang kemari?"   "Kami mengalami bencana kapal kami tenggelam,"   Jawab Tio Beng.   "Kami menghaturkan terima kasih untuk pertolongan kalian."   Orang itu setengah percaya setengah tidak.   Ia berpaling kepada pemimpinnya yang berduduk di kursi geladak kapal dan bicara dalam bahasa Persia.   Selagi pemimpin itu bicara tiba2 Siauw Ciauw melompat dan menghantam dengan telapak tangannya.   Dia kaget, berkelit dan menjambret kursi yang lalu digunakan untuk memukul si nona.   Boe Kie terkesiap.   Ia tak pernah menduga, bahwa Siauw Ciauw akan segera menyerang.   Sambil melompat, ia menotok dan pemimpin itu lantas saja roboh.   Puluhan orang Persia yang berada di situ lantas saja menjadi kalut.   Mereka menghunus senjata dan segera mengepung.   Tapi biarpun mengenal ilmu silat kepandaian mereka masih kalah (Budi.   Some parts missing here..) (PP.   I think thats OK) Sambil mendukung In Lee erat erat dengan tangan kanannya, Boe Kie menyerang dengan tangan kiri.   Cia Soen memutar To Liong To, sedangkan Cie Jiak mengamuk dengan pedangnya.   Ditambah dengan Siauw Ciauw yang lincah gerakannya dalam sekejap puluhan orang Persia itu sudah dapat dibereskan.   Belasan orang luka dan rebah di geladak kapal, tujuh delapan orang jatuh di air dan sisanya tidak berdaya lagi karena ditotok hiatnya.   Lain lain kapal Cong Kauw lantas saja membunyikan terompet dan mulai mengurung.   Buru buru Boe Kie merebahkan In Lee di geladak menentang pemimping yang tadi dirobohkannya dan lalu memanjat tiang layar.   "Hai! Kalau ada yang berani datang kemari, lebih dahulu aku membinasakan orang ini!"   Teriaknya.   Pemimpin itu ternyata mempunyai kedudukan tinggi, lantaran, biarpun mereka berteriak Some parts missing here Boe Kie melompat turun, tapi baru saja melepaskan tawanannya di geladak tiba tiba ia merasakan kesiuran angin yang sangat tajam.   Secepat kilat ia berkelit dan menendang.   Sebelum ia sempat memutar badan, semacam senjata yang bukan lain daripada Seng hwee leng menyambar dari samping kiri.   Ia mengeluh.   Ia tahu bahwa Sam soe sudah mulai menyerang.   Pedang Langit Dan Golok Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Semua mundur ke tenda (gubug) kapal!"   Teriaknya seraya menjemput si pemimpin yang lalu digunakan untuk menyambut Seng hwee leng yang menyambar.   Orang yang memukul adalah Hwie goatsoe.   Ia terkejut dan mati matian ia menarik pulang senjatanya.   Ia berhasil, tapi sebab senjata itu ditarik pulang secara mendadak, maka bagian bawah tubuhnya jadi terbuka.   Melihat lowongan itu Boe Kie menendang.   Lioe in soe dan siauw hong soe menolong dengan serangan dahsyat sehingga tendangan Boe Kie meleset dan Hwie goat soe terluput dari bahaya.   Sesudah lewat beberapa jurus tiba2 Biauw hong soe menyabet dengan Seng hwee leng dengan pukulan yang sangat aneh.   Boe Kie memapaki senjata itu dengan tubuh si pemimpin dengan gerakan yang tak kurang anehnya.   "Plak!"   Seng hwee leng mampir tepat di pipi kiri orang itu.   Tak kepalang kagetnya Sam soe.   Muka mereka berubah pucat.   Mereka mengeluarkan beberapa buah perkataan dalam bahasa Persia dan kemudian membungkuk dengan sikap hormat kepada pemimpin yang dicekal Boe Kie itu.   Siapa pemimpin itu? Ia adalah salah seorang dari duabelas Po soe ong (Raja Pohon Mustika) dalam Cong kauw dan ia bergelar Peng teng ong.   Keduabelas raja itu menurut runtunannya, ialah Tay seng, Tio wi, Siang seng, Sin sim, Jin jiok, Ceng tit, Kong tek, Cie sim dan Kie beng.   Mereka dalah Keng soe (guru dalam kitab suci) di bawah Kauwcoe dari Ceng kauw dan kedudukan mereka menyerupai empat Soe kauw di wilayah Tionggoan.   Perbedaannya dari Soe kauw Hoat ong ialah, sebaliknya dari mementingkan ilmu silat, mereka mengutamakan pelajaran keagamaan.   Kecuali Tay seng Po soe ong, Siang seng Po soe ong dan Kong tek Po soe ong yang memiliki ilmu silat sangat tinggi, kepandaian yang lainnya hanya biasa saja dan masih kalah jauh jika dibandingkan dengan Sam soe.   Kali ini dalam usaha mencari Seng lie untuk pengangkatan Kauwcoe baru, kedua belas Po soe ong turut datang di Tiong goan.   Karena kedudukan yang sangat tinggi dari "raja raja"   Itu maka biarpun tak disengaja, terpukulnya Peng teng ong dengan Seng hwee leng sudah mengejutkan Sam soe, sehingga mereka tak berani menyerang lagi dan segera mengundurkan diri.   Boe Kie segera berduduk dan memangk Peng teng ong.   Ia mengerti, bahwa orang itu mempunyai kedudukan penting di dalam Cong kauw dan merupakan orang tanggungan satu2nya yang bisa menolong rombongannya.   Ia membungkuk dan memeriksa luka tawanannya.   Untung juga tidak membahayakan jiwa hanya bengkak pada bagian pipi.   Rupa2nya pada detik terakhir Biauw hong soe berusaha untuk menarik pulang senjatanya, sehingga tenaga pukulannya banyak berkurang.   Sementara itu, Cie Jiak dan Siauw Ciauw bekerja keras untuk memindahkan korban2 yang menggeletak di geladak kapal.   Mereka mengangkat mayat2 ke gubuk belakang dan mengumpulkan orang-orang yang terluka.   Dengan cepat kapal yang dikuasai rombongan Boe Kie sudah terkurung rapat oleh belasan kapal Cong kauw.   Semua meriam2 ditudingkan ke arah Boe Kie dan kawan2nya dan diatas semua kapal penuh dengan orang2 Cong kauw yang memegang obor dan menghunus senjata.   Boe Kie jadi bingung.   Tanpa meriam lawan yang berjumlah begitu besar sudah tak mungkin dilawan.   Dengan ilmu silatnya yang tinggi ia sendiri mungkin dapat selamat.   Tapi bagaimana dengan yang lain? Bagaimana dengan In Lee dan Tio Beng yang terluka berat? Sekonyong konyong salah seorang berteriak dalam bahasa Tionghoa.   "Kim mo Say-ong, dengarlah! Dua belas Po soe ong dari Cong kauw berada di sini. Kedosaanmu terhadap Cong kauw sudah diampuni oleh para Po soe ong. Lekas pulangkan anggota Cong kauw yang berada di kapal itu! Sesudah memulangkan semua orang, kau boleh pergi tanpa diganggu."   Cia Soen tersenyum.   "Cia Soen bukan anak kemarin dulu!"   Teriaknya.   "Begitu lekas kami lepaskan semua tawanan, apakah meriam meriammu tidak lantas memuntahkan peluru?"   "Kurang ajar!"   Bentak orang itu dengan gusar.   "Kalau kau tidak melepaskan mereka, apakah meriam kami tidak bisa melepaskan tembakan?"   "Mana Seng li Tay Kie?"   Tanya Cia Soen.   "Lepaskan dia lebih dahulu! Sesudah kamu melepaskan dia, kita boleh bicara lagi."   Orang itu segera berunding dengan orang yang berdiri di sekitarnya. Beberapa saat kemudian, ia berteriak pula.   "Tay Kie membuat pelanggaran hebat dan ia akan mendapat hukuman dibakar hidup-hidup. Urusan ini urusan Cong kauw dan tidak bersangkut paut dengan Beng kauw di daerah Tiong goan."   Sesudah berpikir sejenak Cia Soen berkata pula.   "Aku ingin mengajukan tiga syarat. Begitu lekas kalian meluluskan, kami akan segera memulangkan semua orang."   "Syarat apa?"   "Yang pertama, keduabelas Po soe ong harus berjanji, bahwa mulai kini Cong kauw dan Tiong goan harus saling mengindahkan dan tak boleh mencampuri urusan masing- masing."   "Hmm!... Yang kedua?"   "Lepaskan Tay Kie dan antarkan kemari. Bebaskan kedosaannya dan kalian harus berjanji bahwa persoalan takkan ditimbulkan lagi."   "Tidak bisa! Ini tidak bisa! Yang ketiga?"   "Sebelum kalian mengiyakan syarat kedua, perlu apa aku memberitahukan yang ketiga?"   "Syarat ketiga sangat mudah. Kalian mengirim sebuah perahu kecil yang harus mengikuti di belakang kapal ini. Sesudah kami berada dalam jarak sedikitnya lima puluh li dan kami mendapat kenyataan, bahwa kalian tidak mengejar, kami akan turunkan semua tawanan ke perahu itu yang boleh segera kembali kepada kalian."   Orang yang bicara dengan Cia Soen adalah Kie beng Po soe ong.   "raja"   Kedua belas. Mendengar syarat ketiga ia gusar tak kepalang. Sambil membentak keras, bersama Cie sim Po soe ong, ia melompat ke kapal Boe Kie. Boe Kie segera menyambut. Dengan telapak tangannya ia mendorong dada Cie sim ong. Sebaliknya dari menangkis.   "raja"   Itu balas menyerang.   Tangan kirinya menyambar dan coba mencengkeram kepala Boe Kie.   Hampir berbareng, Kie beng ong menerjang dan menyambut telapak tangan Boe Kie yang sudah hampir menyentuh dada Cie sim ong.   Untuk menghindarkan cengkeraman Cie sim ong, Boe Kie sendiri lantas melompat ke samping.   Boe Kie kaget.   Ilmu silat kedua lawan itu merupakan kerja sama yang sangat erat, sehingga ia seperti menghadapi seorang lawan yang mempunyai empat tangan dan empat kaki.   Kepandaian mereka berdua agaknya masih kalah dengan Sam soe, tapi gerak geriknya sangat aneh.   Terang2 ilmu silat mereka bersamaan dengan Kian koen Tay lo ie, tapi dalam menggunakannya mereka mengeluarkan perubahan2 luar biasa yang tak dapat diraba.   Sesudah bertempur puluhan jurus, barulah Boe Kie bisa berada di atas angin.   Selagi Boe Kie mengasah otak untuk mengalahkan kedua lawannya, mendadak Sam soe membentak keras dan melompat pula mereka ke kapal Boe Kie.   Sesudah mereka melakukan Peng seng ong tanpa sengaja, mereka merasa sangat malu dan mereka sekarang mengambil keputusan untuk merampas pulang "raja"   Yang keenam itu.   Cepat cepat Cia Soen mengangkat tubuh Peng seng ong dan memutarnya dalam bentuk lingkaran.   Sam soe tentu saja tidak berani sembarangan menyerang.   Mereka hanya bisa berlari lari mengikuti lingkaran itu untuk mencari lowongan guna menyerang.   Beberapa saat kemudian, mendadak terdengar teriakan kesakitan dari Kie beng ong yang roboh tertendang Boe Kie.   Baru saja Boe Kie membungkuk untuk menawannya, Lioe in soe dan Hwie goat soe sudah menyerang dengan berbareng, sedang Biauw hong soe mendukung raja itu yang lalu dibawa balik ke kapal sendiri.   Sekarang Cie sim ong mengepung Boe Kie bersama Lioe in see dan Hwie goat soe.   Kerja sama mereka tidak seerat kerja sama Sam soe dan dengan kekuatiran mereka akan keselamatan Kie beng ong, maka sesudah bertempur beberapa jurus lagi, mereka segera mengundurkan diri.   Sesudah menenteramkan semangatnya, Boe Kie berkata.   "Orang orang itu seperti juga pernah mempelajari Kian Koen tay lo ie.   Tapi heran sekali, pukulan-pukulannya berbeda dari ilmu itu, mereka sungguh sukar dilawan." "Pelajaran Kian koen Tay lo ie sebenarnya bersumber dari Persia,"   Kata Cia Soen.   "Tapi semenjak beberapa ratus tahun yang lalu, sesudah Beng kauw tersiar ke Tionggoan, di Persia sendiri ilmu itu bahkan tidak dikenal lagi. Menurut pendapatku, apa yang telah dipelajari mereka hanyalah kulit dari Kian koen tay lo ie. Maka itulah mereka telah mengirim Tay Kie ke Kong beng teng untuk mencuri kitab ilmu silat tersebut."   Boe Kie menggelengkan kepala.   "Anak berpendapat lain,"   Katanya.   "Memang benar dasar ilmu silat mereka masih sangat cetek dan benar mereka hanya memiliki kulit dari ilmu Kian koen tay lo ie. Tapi dalam menggunakannya, mereka dapat menggunakan secara luar biasa sekali. Di dalam ini pasti terselip satu sebab yang masih belum diketahui kita. Hm!... dalam Kian koen tay lo ie tingkat ketujuh ada beberapa bagian yang belum dapat dipelajari oleh Apa.. apa ini sebab musababnya?... Sehabis berkata begitu, ia bersila dan memejamkan matanya. Cia Soen dan yang lain lain menunggu tanpa membuka suara. Mereka tidak berani mengganggu jalan pikiran pemuda itu. Sekonyong konyong di sebelah kejauhan terdengar suara terompet yang berulang ulang. Sebuah kapal besar mendatangi dengan perlahan. Di atas kapal kapal itu terpancang dua belas bendera dengan sulaman benang emas, sedang di atas geladak teratur duabelas kursi dengan alas kulit harimau. Antara keduabelas kursi itu, sembilan terisi dan tiga kosong. Begitu kapal berhenti, Cie sim ong dan Kie beng ong lantas melompat naik dan menduduki dua kursi yang paling akhir. Dengan demikian, hanya sebuah kursi keenam yang masih kosong. Melihat begitu, Tio Beng tersadar.   "Pakaian tawanan kita bersamaan dengan pakaian sebelas orang itu,"   Katanya. "Apa ia bukan salah seorang dari keduabelas Po soe ong!"   "Kurasa memang begitu,"   Kata Boe Kie.   "Tawanan kita berkedudukan sangat tinggi dan kupercaya sedikitnya untuk sementara waktu, mereka tak akan berani menyerang."   Pembicaraannya terputus dengan mendadak, karena ia tiba tiba melihat Sam soe menghampiri sebelas "raja"   Itu dengan membawa seorang tangkapan.   Boe Kie dan yang lain terkejut.   Mereka mengenali bahwa tangkapan itu, seorang nenek bongkok yang memegang tongkat, adalah Kim hoa Po po.   Di lain saat, Toe hwie Po soe ong yang berduduk di kursi kedua mengajukan beberapa pertanyaan dalam bahasa Persia dengan suara keras.   Si nenek miringkan kepalanya.   "Apa yang kau katakan?"   Tanyanya.   "Aku tidak mengerti."   Tie hwie ong tertawa dingin.   Ia bangun berdiri dan tangannya menyambar ke kepala si nenek.   Di lain saat, ia sudah memegang segumpal rambut palsu, sedang di atas kepala si nenek terlihat rambut yang berwarna hitam dan mengkilat.   Kim hoa Po po miringkan kepalanya, tapi tangan kanan Tie hwie ong sudah mampir di mukanya dan membeset selapis topeng.   Boe Kie yang bermata tajam sudah melihat tegas, bahwa topeng yang terbeset itu adalah topeng muka Kim hoa Po po.   Hampir berbareng Kim hoa Po po menyalin rupa.   Ia sekarang berubah menjadi seorang wanita yang sangat cantik.   Jantung Boe Kie memukul keras.   "Ah!... Mukanya sungguh mirip sekali dengan muka Siauw Ciauw,"   Katanya di dalam hati. Mendadak ia mendengar suara Tio Beng yang berkata.   "Sama betul dengan Siauw Ciauw!"   Sesudah topengnya dilucuti, seraya tertawa dingin si nenek melemparkan tongkatnya. Tie hwie ong lalu mengajukan pertanyaan pertanyaan dalam bahasa itu juga. Selama tanya jawab itu berlangsung, paras muka kesebelas "Ong"   Kelihatannya sangat menyeramkan. Boe Kie dan yang lain tentu saja tidak mengerti pembicaraan itu. "Siauw Ciauw Kouwnio, apa yang mereka bicarakan?"   Tanya Tio Beng. Air mata Siauw Ciauw lantas saja mengucur.   "kau sangat pintar,"   Katanya.   "Kau tahu segala apa, tapi mengapa kau tidak mencegah Loo ya coe berkata begitu?"   "Mencegah Loo ya coe berkata apa apa?"   Tanya Tio Beng dengan rasa heran. "Semula mereka tak tahu siapa adanya Kim hoa Po po", menerangkan Siauw Ciauw.   "Belakangan mereka tahu bahwa Kim hoa Po po ialah Cie san Liong ong. Tapi mereka tak pernah menduga bahwa Cie san Liong ong adalah Tay Kie. Po po telah menyamar dalam waktu lama dengan pengharapan bisa mengelabui mereka. Di luar dugaan tanpa sengaja Loo ya coe telah membuka rahasia dengan mengajukan syarat supaya mereka melepaskan Seng lie Tay Kie. Maksud Loo ya coe memang mulia sekali. Tapi dengan begitu Tie hwie Po soe ong jadi mendusin. Loo ya coe yang tidak bisa melihat tentu saja tak tahu lihaynya penyamaran Po po yang dapat mengelabui siapapun jua. Tio Kauwnio, kau telah lihat terang terang dengan matamu. Apa kau tidak bisa mikir sampai disitu?"   Inilah tuduhan yang paling tidak enak bagi Tio Beng, sebab nona itu memang tidak punya niatan kurang baik.   Sesudah mendengar cerita Cia Soen, ia tentu saja tahu bahwa Kim hoa Po po adalah Seng lie Tay Kie.   Pedang Langit Dan Golok Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Tapi ia sungguh2 tidak pernah memikir bahwa penyamarannya Tay Kie belum bisa ditembus oleh orang Persia.   Orang- orang Cong kauw itu masih tak tahu, bahwa si nenek muka jelek sebenarnya Tay Kie.   Bibir Tio Beng sudah bergerak untuk membalas dengan kata2 yang pedas, tapi melihat kedukaan Siauw Ciauw ia mengurungkan niatnya.   Ia menduga pasti, bahwa di antara si nenek dan gadis cilik terdapat hubugan yang sangat erat dan ia merasa tidak tega untuk menyerang.   "Siauw Ciauw moay moay,"   Katanya.   "jika aku mempunyai niat untuk mencelakai Kim hoa Po po biarlah aku mati dalam jalan yang tidak benar."   Cia Soen sendiri sangat menyesal.   Ia tak mengatakan sesuatu apa, akan tetapi dalam hatinya ia telah mengambil keputusan untuk menolong Tay Kie, jika perlu dengan mengorbankan jiwa sendiri.   Sementara itu sambil menangis Siauw Ciauw berkata.   "Mereka mengutuki Po po menikah dan mengkhianati agama, Po po harus dihukum bakar hidup hidupan."   "Siauw Ciauw, jangan bingung,"   Bujuk Boe Kie.   "Begitu ada kesempatan, aku akan segera menerjang untuk menolong Po po."   Sebab sudah biasa menggunakan panggilan Po po, maka biarpun sekarang Cie san Liong ong sudah tak memakai topeng ia masih tetap menggunakan istilah itu.   Walaupun sudah berusia setengah tua, dengan mukanya yang asli, kecantikan nyonya itu tak kalah dari Tio Beng dan Cie Jiak.   Awet muda dan kelihatannya seperti kakak Siauw Ciauw.   "Tak mungkin!"   Kata Siauw Ciauw dengan suara parau.   "Kau takkan bisa melawan sebelas po toe ong dan Sam soe.   Kalau kau menerjang, kau seperti juga mengantarkan jiwa.   Sekarang mereka sedang berunding untuk merebut pulang Peng seng ong." Hmm!...   Andaikata Peng seng ong bisa pulang dengan selamat, mukanya yang tercetak beberapa huruf sudah tak keruan macam,"   Kata Tio Beng dengan suara mendongkol. "Huruf apa?"   Tanya Boe Kie. Jawab nona Tio.   "Seng hwee leng yang memukul pipinya agh!..."   Tiba2 ia ingat sesuatu.   "Siauw Ciauw! Apa kau mengenal bahasa Persia?"   "Kenal"   "Coba lihat! Huruf apa yang tercetak di pipi Peng teng ong?"   Siauw Ciauw segera memeriksa pipi "raja"   Itu yang bengkak.   Ia melihat tiga baris huruf Persia yang tercetak di daging Peng teng ong.   Ternyata pada setiap Seng hwee leng terdapat ukiran huruf2 Persia dan pukulan itu sudah mencetak huruf2 tersebut.   Tapi sebab hanya sebagian senjata yang mampir di pipi, maka tak semua huruf tercetak di pipi Peng teng ong.   Sebagaimana diketahui, Siauw Ciauw pernah mengikut Boe Kie masuk di jalan rahasia Kong Beng teng dan ia pernah menghafal Kian koen Tay lo ie.   Maka itu meskipun tak mengerti dan tak pernah melatih diri, ia tak melupakan pelajaran di kulit kambing itu.   Begitu membaca ia berseru,"Ah! Inilah pelajaran Kian koen Tay lo ie."   "Pelajaran Kian koen tay lo ie?"   Menegas Si nona tidak lantas menyahut. Sejenak kemudian barulah ia berkata.   "Bukan! Bukan pelajaran Kian koen tay lo ie. Sekelebatan aku menduga begitu, tapi ternyata bukan. Kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Tionghoa, bunyinya seperti berikut.   "Menyambut kiri berarti depan menyambut kanan berarti belakang, tiga kosong tujuh berisi, ada di dalam tidak ada langit persegi bumi bulat Yang disebelah bawah tak bisa dibaca lagi."   Mendengar itu seperti juga merasa, bahwa diantara gumpalan awan awan hitam mendadak berkelebat sinar kilat, tapi sesudah berkelebatnya sinar itu, keadaan kembali menjadi gelap.   Akan tetapi biar bagaimanapun jua sinar itu memberi harapan kepadanya.   Bagaikan orang linglung, ia menghafal " menyambut kiri berarti depan, menyambut kanan berarti belakang."   Menggunakan seantero kekuatannya otak dan kecerdasannya, ia berusaha untuk mempersatukan beberapa baris kauw koat (teori ilmu silat) itu dengan pelajaran Kiam koen tay lo ie yang sudah dimilikinya.   Selang beberapa saat, ia merasa seperti sudah berhasil, tapi belum berhasil.   Ia merasa seperti sudah menembus halimun tapi kembali menemui rintangan.   Mendadak Siauw Ciauw berteriak.   "Thio Kongcoe, awas! Mereka sudah mengeluarkan perintah untuk menyerang. Sam soe akan menyerang kau sedangkan Kin sioe jin Jiok dan Kong tek ong akan coba merebut Peng teng ong."   Mendengar isyarat si nona, Cia Soen segera memeluk Peng teng ong dan melontarkan To liong to ke arah Boe Kie.   "Babat saja dengan To liong to!"   Katanya.   Tio Beng pun segera menyerahkan Ie thian kiam kepada Cie Jiak.   Mereka sekarang berada dalam satu perahu, nasib setiap orang berarti nasib seorang.   Boe Kie menyambut golok mustika itu dan menyisipkan di pinggangnya.   Tapi mulutnya terus berkata kata "tiga kosong tujuh berisi ada di dalam tidak ada"   "Anak tolol!"   Bentak Tio Beng.   "Sekarang bukan waktu belajar silat. Kau harus bersiap!"   Hampir berbareng Kim sioe Jien jiok dan Kong tek ong melompat dan menyerang Cia Soen. Sebab kuatir melukai Peng teng ong, maka dalam usaha merebut "raja"   Itu terpaksa merubah serangannya dengan tangan kosong. Dengan mencekal Ie thian kiam Cie Jiak mendampingi Cia Soen. Pada detik detik berbahaya, si nona menikam Peng teng ong sehingga ketiga "raja"   Itu terpaksa merubah serangannya untuk meluputkan Peng teng ong dari tikaman.   Di lain pihak Boe Kie sudah bertempur melawan Sam soe.   Sesudah mendapat pengalaman dalam beberapa pertempuran mereka berempat tidak berani berlaku sembrono dan berkelahi dengan hati-hati.   Sesudah lewat beberapa jurus tiba-tiba Hwie goat ong memukul dengan sebuah "Leng".   Menurut peraturan ilmu silat, senjata itu akan mampir di pundak kiri Boe Kie.   Tapi di luar dugaan, waktu menyambar di tengah udara Seng hwee leng tersebut mendadak merubah haluan secara luar biasa dan menghantam belakang leher Boe Kie.   Boe Kie merasa kesakitan hebat, matanya berkunang kunang.   Tapi karena pukulan itu, otaknya tiba-tiba menjadi terang.   "Menyambut kiri berarti belakang"   Pikirnya. Sesaat kemudian, tanpa terasa ia berteriak.   "Sekarang aku mengerti! Benar!.... begitu"   Ternyata ilmu silat yang dimiliki Sam soe hanya berdasarkan Kian koen Tay lo ie tingkat pertama.   Tapi pada Seng hwee leng terdapat pelajaran yang luar biasa mengenai cara menggunakannya.   Sekarang ia sudah bisa memecahkan teka teki empat baris kauw koat itu dan hanya sebaris langit persegi bumi bulat yang belum dapat ditembusnya.   Ia sekarang yakin bahwa untuk bisa menyelami seluruh ilmu silat Cong kauw ia harus mempelajari seantero Kouw koat yang ada di Seng hwee leng.   Tanpa membuang2 waktu lagi, sambil membentak keras ia menyerang, kedua tangannya menyambar bagaikan kilat.   Dengan sekali jurus dengan menggunakan kouwkoat "tiga kosong tujuh berisi"   Ia berhasil merampas dua leng dari tangan Hwie goat soe. Di lain saat dengan "ada di dalam tidak ada"   Ia merebut dua leng lagi dari tangan Lioe in soe.   Kedua utusan itu terbang semangatnya.   Mereka berdiri terpaku.   Sesudah memasukkan keempat leng di dalam saku Boe Kie menyerang pula.   Dengan kedua tangan ia mencengkeram belakang leher kedua pecundang itu yang lalu dilempar balik ke kapal mereka.   Orang2 Persia kaget tak kepalang.   Mereka jadi takut dan berteriak teriak.   Biauw hong soe ketakutan.   Buru buru ia memutar dan coba melarikan diri.   Tapi gerakan Boe Kie cepat luar biasa.   Dengan sekali sambar, ia menangkap kaki kiri Biauw hong soe yang lalu ditarik ke belakang.   Sesudah merampas kedua leng ia mengangkat tubuh utusan itu dan menghantamnya ke kepala Jin j iok ong.   Ketiga "raja"   Terkesiap, mereka buru buru lari balik ke kapal sendiri.   Boe Kie lalu menotok jalan darah Biauw hong soe dan melemparkannya di geladak kapal.   Kemenangan itu bukan saja menggirangkan Boe Kie, tapi juga kawan kawannya.   Mereka menanya cara bagaimana pemuda itu bisa merampas enam Seng hwee leng dengan begitu mudahnya.   Boe Kie tertawa.   "Kalau bukan secara kebetulan pipi orang itu terpukul Seng hwee leng tak nanti aku bisa menangkap rahasia ilmu silat mereka,"   Katanya. Ia mengeluarkan enam biji leng dan menyerahkannya kepada Siauw Ciauw.   "Siauw Ciauw,"   Katanya.   "lekas terjemahkan huruf-huruf di enam Seng hwee leng ini!"   Semua orang mengawasi keenam leng itu yang terbuat dari semacam bahan yang sangat aneh bukan emas dan bukan giok tapi keras luar biasa.   Leng itu panjangnya berbeda satu sama lain, kelihatannya terang, di dalamnya terdapat sinar api yang bergerak gerak dan warnanya berubah-ubah, sedang setiap leng terdapat ukiran huruf huruf Persia.   Boe Kie mengerti bahwa jika ia ingin meloloskan diri dari bahaya, ia harus memahami ilmu silat Cong kauw.   Maka itu, ia lantas saja berkata.   "Cioe kauwnio, tandalkan Ie thian kiam di leher Peng teng ong. Giehoe, tandalkan To liong to di leher Biauw hong soe. Kita harus memperpanjang waktu sedapat mungkin."    Pengelana Rimba Persilatan Karya Huang Yi Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung Perangkap Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini