Pedang Langit Dan Golok Naga 61
Pedang Langit Dan Golok Naga Karya Chin Yung Bagian 61
Pedang Langit Dan Golok Naga Karya dari Chin Yung Cia soen dan Cie jiak lantas saja mengangguk. Siauw Ciauw segera memilih leng terpendek yang hurufnya paling sedikit lalu menterjemahkannya. Sesudah mendengar beberapa kali Boe Kie belum juga menangkap artinya, sehingga ia mulai merasa bingung. "Siauw Ciauw, coba kau terjemahkan huruf2 dari Seng hwee leng yang telah memukul Peng teng ong," Kata Tio Beng. Siauw Ciauw manggutkan kepalanya. Buru2 ia mencari leng yang dimaksudkan. Ia mendapat kenyataan bahwa yang memukul Peng teng ong adalah Seng hwee leng yang panjangnya tujuh nomor dua. Ia lalu membaca dan Boe Kie dapat menangkap tujuh delapan bagian dari artinya. Sesudah itu ia membaca huruf huruf dari Seng hwee leng nomor satu yang paling panjang. Baru saja mendengar perkataan Boe Kie sudah berteriak dengan suara girang. "Bagus! Siauw Ciauw antara enam Seng hwee leng itu makin panjang makin mudah dimengerti. Yang dibaca olehmu ialah kouwkoat dari pelajaran pertama." Dahulu Seng hwee leng dibuat atas permintaan si orang tua dari pegunungan dan berisi intisari dari ilmu silat Hasan Ben Sabbah. Keenam leng itu mengikuti agama Beng kauw memasuki Tiongkok dan bermaksud untuk menjadi tanda kekuasaan dari Kauwcoe daerah Tionggoan. Lama lama di antara penganut Beng kauw wilayah Tionggoan tidak terdapat lagi orang yang paham bahasa Persia. Pada beberapa puluh tahun kemudian, keenam Seng hwee leng dicuri orang Kay pang dan belakangan jatuh ke tangan saudagar Persia, sehingga akhirnya diambil pulang oleh Cong kauw di Persia. Selama puluhan tahun ilmu silat para pemimpin Cong kauw mendapat kemajuan pesat. Akan tetapi karena ilmu yang tertera pada Seng hwee leng terlampau sukar dipelajari, maka, bahkan Tay Seng Po soe ong yang berkepandaian paling tinggi hanya bisa menangkap tiga atau empat dari seluruh isinya. Pada hakekatnya, pelajaran Kian koen Tay lo ie adalah ilmu silat pelindung agama dari Beng kauw di Persia. Tapi ilmu silat itu tidak bisa dimengerti oleh sembarang orang. Selain begitu, menurut ketetapan, jabatan Kauwcoe dari Beng kauw pusat (Cong kauw) harus dipegang oleh seorang gadis dan selama ratusan tahun, kursi Kauwcoe diduduki oleh beberapa wanita yang berkepandaian cetek. Itulah sebabnya mengapa di Persia sendiri, makin lama Kian koen tay lo ie makin jarang dikenal orang. Di lain pihak, Beng kauw di daerah Tionggoan masih menyimpan pelajaran Kian koen Tay lo ie yang lengkap. Ilmu silat Cong kauw yang sangat aneh itu merupakan campuran dari sebagian Kian koen tay lo ie dan sebagian pelajaran Seng hwee leng. Para pemimpin Cong kauw insaf, bahwa jika kitab Kian koen tay lo ie bisa diambil pulang dan ditambah dengan kouwkoat Seng hwee leng, maka ilmu silat Beng kauw akan bisa menggetarkan dunia. Inilah maksud terutama pengiriman Tay Kie ke Kong beng teng. Di luar semua dugaan, apa yang diidam-idamkan dan diusahakan oleh Cong kauw telah didapat dengan mudah oleh Boe Kie. Boe Kie telah mendapatkan ilmu itu secara kebetulan saja. Tapi andaikata Cong kauw berhasil mendapatkan kembali kitab Kian koen Tay lo ie, tanpa mempunyai Kioe yang sin kang sebagai dasar, belum tentu ada orang yang bisa menarik kefaedahannya. Dengan demikian dapatlah dilihat bahwa di dalam dunia ini, segala apa tergantung pada nasib dan manusia tidak akan bisa mencapai tujuan secara paksa. Tanpa memperdulikan suatu apa lagi, Boe Kie bersila di kepala kapal dan Siauw Ciauw membisiki huruf2 yang terukir di Seng hwee leng. Ilmu silat yang tertera di enam leng itu sebenarnya sangat sulit. Tapi kata orang mengerti satu ilmu, mengerti berlaksa ilmu. Manakala seseorang sudah mempelajari ilmu sampa i di puncaknya kesempurnaan, maka dengan mudah ia bisa belajar lain2 ilmu, sebab, pada hakekatnya, semua ilmu menuju ke satu jurusan yang sama. Boe Kie telah menyelami Kioe yang sin kang, Kian koen tay lo ie dan Thay kek koen. Ketiga ilmu itu adalah ilmu ilmu silat yang paling tinggi, yang masing masing berasal dari India, Persia dan Tiongkok. Biarpun sulit, ilmu di Seng hwee leng belum bisa menyamai tingginya ketiga ilmu tersebut. Maka itulah, sesudah Siauw Ciauw selesai menterjemahkannya, Boe Kie lantas menghafal tujuh delapan bagian dan mengerti lima enam bagian. Dalam sekejap ia telah berhasil memahami pukulan pukulan aneh yang dikeluarkan oleh beberapa Po soe ong dan ketiga utusan Cong kauw. Boe Kie terus mengasah otak tanpa memperdulikan segala perkembangan. Tapi Tio Beng dan Cioe Cie Jiak yang terus memperhatikan persiapan pihak lawan, makin lama jadi makin bingung. Mereka melihat Tay Kie diborgol kaki tangannya, melihat kesebelas Po soe ong, berdamai dengan bisik bisik dan menukar jubah mereka dengan pakaian perang yang lemas dan melihat sebelas orang menyerahkan sebelas senjata aneh kepada "raja raja" Itu. Mereka melihat gendewa gendewa dan anak panahnya ditunjukkan kepada Boe Kie dan melihat pula puluhan orang Persia yang bersenjata kapak dan pahat menerjun ke air, siap sedia untuk melubangi kapal yang ditumpangi mereka. Ketika itu fajar sudah menyingsing. Matahari sudah mengintip di sebelah timur dan memancarkan sinar yang gilang gemilang. Mendadak Tay seng Po soe ong membentak dan bentakan itu diiringi dengan suara tambur dan terompet riuh rendah. Boe Kie kaget. Ia mendongak dan melihat sebelas Po soe ong yang mengenakan pakaian berwarna keemas emasan dan memegan senjata, sudah melompat ke kapalnya. Tapi, setelah berada di kepala kapal. "raja" Itu tidak berani lantas menyerang sebab Cia Soen dan Cie Jiak mengandalkan senjatanya di leher Peng teng ong dan Biauw hong goe. Mereka hanya mengawasi dengan mata melotot dan paras muka gusar. Selang beberapa saat, barulah Tie hwie ong berkata dengan bahasa Tionghoa. "Lekas pulangkan orang orang kami! Kami akan mengampuni jiwa kamu. Di mata kami, beberapa orang itu bagaikan babi dan anjing. Mereka tidak berharga sedikitpun jua. Perlu apa kamu mengandalkan senjata di leher mereka? Jika kamu mempunyai nyali, bunuhlah mereka! Di dalam Cong kauw terdapat berlaksa orang yang sederajat dengan mereka. Kebinasaan mereka tiada artinya." "Jangan kau coba-coba menipu kami," Kata Tio Beng dengan suara menyindir. "Kami tahu bahwa mereka adalah Peng teng Po soe ong dan Biauw hong soe yang mempunyai kedudukan tinggi dalam kalanganmu. Kau mengatakan mereka sederajat dengan babi dan anjing? Bagus!" Alis Tie hwie ong berkerut. "Di dalam Seng kauw (agama kami yang suci) terdapat tiga ratus enampuluh Po soe ong," Katanya. "Peng teng ong menduduki kursi yang ketiga ratus lima puluh sembilan. Kami mempunyai seribu dua ratus Soe cia (utusan). Biauw Hong soe bukan orang penting. Bunuhlah mereka, kalau kamu mau!" "Baiklah," Kata Tio Beng. "Kawan kawan, bunuhlah kedua manusia yang tak berguna itu!" "Baik!" Jawab Cia Soen seraya mengangkat To Liong to. Dengan kecepatan kilat ia menyamber kepada Peng teng ong. Orang-orang Cong kauw mengeluarkan teriakan tertahan. Tapi To liong to, lewat dalam jarak setengah dim dari batok kepala dan hanya memapas rambut yang lantas saja terbang ditiup angin. Kim mo Say ong kembali mengangkat golok dan menyabet dua kali beruntun ke lengan kanan dan lengan kiri Peng teng ong. Kedua sabetan itu kelihatannya hebat, tapi dalam detik mata golok hampir menyentuh kulit, Cia Soen memutar sedikit pergelangan tangannya sehingga senjata itu hanya merobek lengan baju. Jangankan seorang buta, sekalipun orang yang tidak buta sukar meneladan Kim mo Say ong. Peng teng ong pingsan sebab ketakutan dan sebelas Po soe ong yang mau menyerang berdiri terpaku. "Apa kamu sudah lihat ilmu silat Beng kauw dari wilayah Tiong goan?" Tanya Tio Beng. "Dalam kalangan agama kami Kim mo Say ong menduduki kursi yang ketiga ribu lima ratus sembilan. Apabila dengan mengandalkan jumlah besar, kamu sekarang menyerang kami, Beng kauw di Tionggoan pasti akan membalas sakit hati dan menyapu Cong kauw sampai bersih. Kamu pasti tak akan bisa melawan kami. Jalan satu-satunya bagi kamu sekalian adalah berdamai dengan kami." Tie hwie ong yakin, bahwa nona Tio hanya menakut- nakuti, tapi ia sendiri tak tahu apakah yang harus diperbuatnya. Mendadak Tay seng Po soe ong berkata kata dalam bahasa Persia. "Thio Kongcoe, awas!" Teriak Siauw Ciauw. "Mereka mau melubangkan dasar kapal!" Boe Kie terkejut. Kalau kapal mereka ditenggelamkan, mereka semua yang tidak bisa berenang akan segera menjadi tawanan. Dengan melompat ia sudah berhadapan dengan Tay seng ong. "Mau apa kau!" Bentak Tie Hwie. Hampir berbareng, Kong tek dan Hoa hie ong yang masing masing bersenjata cambuk dan martil menyerang dari kiri kanan. Boe Kie yang sudah memahami ilmu silat Cong kauw tidak memperdulikan serangan itu. Bagaikan kilat kedua tangannya menyambar dan mencengkeram jalan darah di tenggorokan kedua "raja" Itu, sehingga senjata mereka menyimpang dan beradu satu sama lain. Sesudah melempar tubuh mereka ke gubuk kapal, Boe Kie segera mengamuk. Dengan dua tendangan ia melontarkan golok Cie sim dan Jin Jiok ong dan lalu dua tendangan lagi melemparkan Kin sioe dan Kie beng ong ke dalam air. Mendadak seorang Po soe ong yang bersenjata sepasang pedang pendek menikam. Boe Kie mengegos dan menendang pergelangan tangannya. Secepat kilat, orang itu menyilangkan kedua tangannya dan menikam kempungan Boe Kie. Tikaman itu cepat dan di luar dugaan, sehingga untuk menyelamatkan jiwa, Boe Kie terpaksa melompat tinggi. Orang itu adalah Siang seng, jago nomor dua di antara dua belas Po soe ong. Sesudah menikamnya gagal, ia terus merangsek dan mengirim serangan berantai. Boe Kie melayani dengan tenang. Sesudah bertempur sembilan jurus, diam diam ia memuji kepandaian "raja" Itu. Biarpun sudah memahami ilmu Seng hwee leng, tapi sebab belum berlatih, Boe Kie belum bisa mempergunakannya secara lancar. Dalam belasan jurus yang pertama, ia mempertahankan diri dengan kepandaiannya sendiri. Setelah lewat dua puluh jurus barulah ia bisa menggunakan ilmu Seng hwee leng dengan agak licin. (Budi. Some part missing here..) (PP. not sure) (Selamanya menang) sebab di negerinya sendiri ia jarang mendapat tandingan. Dalam menghadapi Boe Kie ia kaget bercampur heran dan pengalaman itu adalah pengalaman yang pertama didapat olehnya. Sesudah bertanding tiga puluh jurus lebih, tiba tiba Boe Kie berduduk di atas geladak dan kedua tangannya memeluk betis Siang seng. Itulah salah satu pukulan terhebat dalam Ilmu Seng hwee leng yang dikenal, tapi belum pernah digunakan oleh Siang seng ong sendiri. Begitu lekas kedua tangannya memeluk, dengan sepuluh jari tangannya Boe Kie mencengkeram Tiong tauw dan Coe peng hiat di betis lawan. Siang seng Po soe eng lantas saja lemas badannya. Ia menghela nafas dan menyerah kalah. Tapi mendadak saja di dalam hati pemuda itu muncul rasa sayang terhadap kepandaian Siang seng. Sambil melepaskan cengkeraman dan pelukannya ia berkata. "Kepandaianmu sangat tinggi dan biarlah kau mempertahankan nama besarmu. Pergilah!" Siang seng Po soe ong merasa berterima kasih bercampur malu. Buru2 ia melompat balik ke kapalnya sendiri. Ketika itu Cia Soen dan Cie Jiak sudah menyeret keluar Kong tek dan Hoa hie ong dari dalam gubuk kapal dan menjaga kedua tawanan penting itu dengan To liong to dan Ie thian kiam terhunus. Melihat kekalahan Siang seng ong dan tertawannya Kong tek dan Hoa hie ong, Tay seng po soe ong ciut nyalinya. Ia tahu bahwa jika kapal yang ditumpangi rombongan Boe Kie ditenggelamkan juga, pihaknyapun akan menderita kerugian besar, yaitu binasanya empat pemimpin penting dari Cong kauw. Maka itu sesudah memikir beberapa saat, ia segera memberi tanda dan menarik pulang semua kawan kawannya, terhitung yang sudah selulup di air ke kapal sendiri. "Lekas antarkan Tay Kie kemari dan luluskan tiga syarat Kim mo Say ong!" Teriak Tio Beng. Sesudah selesai berunding, Tie hwie ong berseru. "Kami bersedia untuk meluluskan permintaanmu, tapi kamu harus menjawab pertanyaan. Ilmu silat pemuda itu terus terang ilmu silat kami. Darimana ia mendapatkannya? Kamu harus memberi keterangan yang sejelas jelasnya." Sambil menahan tertawa, nona Tio menjawab. "Kamu semua manusia manusia tolol. Dengarlah! Pemuda itu adalah murid kedelapan dari Kong beng soe cia kami. Tujuh kakak dan tujuh adik seperguruannya tak lama lagi akan tiba disini. Kalau mereka datang, kamu semua akan dibasmi bersih." Tie hwee ong sangat pintar, tapi ia tak begitu paham bahasa Tionghoa dan hanya bisa menangkap enam tujuh bagian dari perkataan Tio Beng. Ia tahu bahwa nona itu sedang omong kosong. Sesudah memikir sejenak, ia berkata. Pedang Langit Dan Golok Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Baiklah! Saudara saudara pulangkan Tay Kie." Dua orang anggota Cong kauw lantas saja mengantarkan Tay Kie ke kapal Boe Kie. Dengan dua kali menyabet dengan Ie thian kiam Cie Jiak memutuskan rantai yang mengikat kaki tangan Cie san Liong ong. Melihat ketajaman pedang itu, kedua pengantar ketakutan setengah mati dan buru buru kembali ke kapal mereka. "Kamu boleh segera berangkat pulang," Kata Tie hwie ong. "Kami akan mengirim sebuah perahu kecil untuk mengikuti dari belakang." Sambil merangkap kedua tangannya, Boe Kie berkata. "Beng kauw di Tiong goan bersumber dari Persia, kalian dan kami sebenarnya adalah saudara2. Kami mengharap bahwa kalian tidak menjadi kecil hati karena adanya salah mengerti di hari ini. Kami mengundang kalian datang di Kong beng teng, supaya kita bisa minum arak bersama sama. Untuk segala kesalahan kami dengan jalan ini aku menghaturkan maaf." Tie hwie ong tertawa terbahak bahak. "Kami semua merasa kagum akan ilmu silatmu yang sangat tinggi," Katanya. "Apa tidak girang kalau kita belajar dan terus mempelajari pelajaran itu? Apa tidak girang, kalau mendapat kunjungan sahabat dari jauh?" Mendengar kutipan dari kata Khong coe, Boe Kie membungkuk dan berkata. "Tepat sekali perkataanmu." Ia tidak berayal lagi. Seorang diri ia mengangkat jangkar, memutar kemudi dan memasang layar, sehingga dalam beberapa saat, kapal itu mulai bergerak. Melihat tenaga Boe Kie yang dapat mengangkat jangkar seorang diri, sedangkan pekerjaan itu sebenarnya harus dilakukan oleh belasan orang, anak buah kapal kapak Cong kauw bersorak sorak. Sebuah perahu kecil lantas saja mendekati kapal Boe Kie dan melemparkan seutas tambang. Boe Kie lalu mengikat tambang itu di buritan kapal. Di dalam perahu itu terdapat dua orang penumpang, Lioe in soe dan Hwie go soe. Kapal mulai berlayar ke jurusan barat. Sambil memegang kemudi, Boe Kie mengawasi kapal- kapal Cong kauw. Sesudah melewati Leng coa to dan kapal2 itu tetap tidak bergerak, berubah hatinya lega. Ia segera menyerahkan kemudi kepada Siauw Ciauw, pergi ke gubuk kapal untuk menengok In Lee. Nona itu berada dalam keadaan setengah tertidur, setengah sadar. Lukanya belum mendingan, tapi juga tidak jadi lebih hebat. Tay Kie termenung seorang diri waktu mendengar tindakan Boe Kie. Dengan rasa kagum Boe Kie mengawasi potongan tubuh nyonya itu yang langsing gemulai. Sebagian rambutnya yang hitam bergoyang goyang tertiup angin, sedang kulitnya yang putih seakan akan batu pualam. Ayah angkatnya mengatakan, bahwa dahulu Tay Kie terkenal sebagai wanita tercantik dalam Rimba Persilatan. Pujian itu bukan pujian kosong. Di waktu maghrib, kapal Boe Kie sudah terpisah kira kira seratus li dari Leng coa to. Lautan tenang dan di atas permukaan air tidak terlihat apapun jua. Cong kauw ternyata menepati janji. "Giehoe, apa tawanan sudah boleh dilepaskan?" Tanya Boe Kie. "Boleh!" Jawabnya. "Sekarang mereka tak bisa mengejar kita lagi." Sambil menghaturkan maaf berulang-ulang, Boe Kie segera membuka hiat ketiga raja dan Biauw hong soe. "Enam Seng hwee leng ditaruh di bawah penjagaan kami bertiga," Kata Biauw hong soe. "Kalau hilang, kami berdosa besar. Maka itu, aku memohon kau suka membayar pulang." "Seng hwee leng adalah tanda kekuasaan Kauw coe dari Beng kauw di wilayah Tiong goan," Kata Cia Soen. "Hari ini, barang itu kembali kepada majikannya. Bagaimana kita bisa menyerahkannya kepadamu?" Tapi Biauw hong soe tidak mau mengerti. Ia terus memohon mohon. Boe Kie merasa, bahwa kalau ia tidak menakluki hati orang itu, di hari kemudian soal ini bisa menjadi bibit penyakit. Maka itu ia lantas berkata. "Kami sebenarnya bersedia untuk mengembalikan kepadamu. Tapi kami kuatir kepandaianmu masih terlalu rendah dan tidak bisa menjaga mustika itu. Daripada dirampas oleh orang luar lebih baik dipegang oleh kami." "Bagaimana orang luar bisa merampasnya?" Tanya Biauw hong coe. "Jika kau tidak percaya mari kita mencoba coba," Kata Boe Kie yang segera menyerahkan keenam Seng hwee leng kepadanya. Biauw hong coe girang, tapi baru saja mengatakan terima kasih, kedua tangan Boe Kie sudah menyambar dan merebut kembali Seng hwee leng itu. "Curang!" Teriak Biauw hong coe dengan gusar. "Kau mendahului sebelum aku memegangnya erat erat." Boe Kie tertawa. "Tak apa, boleh coba lagi," Katanya seraya menyerahkan pula enam leng ke dalam sakunya sambil mencekal yang dua Biauw hong coe memasang kuda kuda. Serangan Boe Kie dipapaki olehnya dengan pukulan pada pergelangan tangan. Dengan sekali membalik tangan Boe Kie sudah menangkap lengan tangan kanannya, yang lalu ditarik sehingga kedua leng terpukul satu sama lain dan mengeluarkan suara "cring!" Yang menggetarkan hati. Diam diam Boe Kie mengirim tenaga dalam yang sangat kuat lengan lawan, Biauw hong soe lantas saja merasa lengannya kesemutan dan semua tenaganya musnah. Ia tidak bisa bergerak lagi dan dua leng yang dicekalnya jatuh. Dengan tenang Boe Kie lalu merogo saku lawan dan mengambil empat leng yang menggeletak di geladak kapal. "Bagaimana? Apa kau mau mencoba lagi?" Tanya Boe Kie. Paras muka Biauw hong soe berubah pucat. "Kau bukan manusia! Kau setan!" Katanya dengan suara parau. Ia bertindak untuk melompat ke perahu. Mendadak badannya terhuyung dan ia roboh. Lioe in soe melompat naik, mendukungnya dan cepat cepat kembali ke perahu. Sementara itu perahu sudah memasang layar dan Kong tek ong lalu memutuskan tambang sehingga kedua kendaraan air itu lantas berpisah. "Kami yang telah membuat banyak kesalahan dan harap kalian suka memaafkan," Teriak Boe Kie seraya merangkap kedua tangannya. Kong tek ong dan kawan kawannya tidak menjawab. Mereka mengawasi dengan sorot mata gusar. Kapal terus berlayar ke arah barat. Sekonyong konyong Tay Kie membentak. "Bangsat! Jangan main gila!" Ia menggenjot tubuh dan menerjun ke air! Boe Kie terkesiap, buru buru ia memutar kemudi. Mendadak ia melihat timbulnya darah yang tercampur di pinggir kapal. Dengan saling susul timbul pula darah di lima tempat. Tak lama kemudian Tay Kie muncul di permukaan air dengan gigi menggigit pisau dan tangan mencekal rambut seorang Persia. Dengan memutar kemudi, Boe Kie berusaha untuk menyambut nyonya itu. Tapi sebab ia tidak segera menurunkan layar, maka sebaliknya daripada maju kapal itu terputar dengan perlahan. Ilmu berenang Cie san Liong ong benar benar lihay ia sudah menghampiri secepat ikan. Dalam sekejap ia sudah sampai di pinggir kapal. Dengan tangan kiri ia menekan jangkar untuk meminjam tenaga dan sekali menggenjot tubuh ia "terbang" Ke atas dan kemudian hinggap di atas geladak bersama sama tawanannya. Ternyata sesudah Kong tek ong dan kawan kawannya turun ke perahu dengan menggunakan layar sebagai aling aling tujuh penyelam meloncat ke air untuk membocorkan kapal Boe Kie. Untung besar Tay Kie yang berpengalaman luas dan bermata jeli dapat melihat gelembung gelembung air yang muncul di permukaan laut karena pernafasan orang orang itu. Dengan demikian ia berhasil membinasakan enam orang dan membekuk seorang. Baru saja Boe Kie mau memeriksa tangkapan itu, tiba tiba di buritan kapal terdengar peledakan dahsyat diikuti dengan mengepulnya asap hitam kapal bergoncang keras, potongan potongan kayu berterbangan ke angkasa. Dengan hati mencelos Boe Kie dan kawan kawannya merebahkan diri di geladak kapal. "Jahat sungguh manusia manusia itu!" Kata Tay Kie sambil berlari lari ke buritan kapal. Ternyata peledakan itu telah membocorkan buritan dan air sudah mulai mengalir masuk, sedang kemudi kapalpun sudah terbang tanpa berbekas. Dengan sorot mata berduka Tio Beng mengawasi Boe Kie. "Kapal musuh akan segera mengejar dan kita semua bakal mati tanpa kuburan," Katanya di dalam hati. Sementara itu, dengan menggunakan bahasa Persia, Tay Kie mengajukan beberapa pertanyaan kepada tawanannya yang menjawab dengan bahasa itu juga. Mendadak Cie san Liong ong mengangkat tangannya dan menghantam batok kepala orang itu yang lantas saja roboh binasa. Sambil menendang mayat itu ke air, ia berkata dengan suara menyesal. "Aku hanya mengetahui, bahwa mereka berusaha untuk membocorkan kapal, tapi tidak pernah menduga bahwa mereka bakal mengikat obat pasang di buritan." Ketika itu perahu yang ditumpangi Kong tek ong dan kawan kawannya sudah pergi jauh, sehingga biarpun pandai berenang, Tay Kie tak akan bisa mengejarnya. Semua orang saling mengawasi tanpa mengeluarkan sepatah kata. Mereka tidak berdaya. Karena sangat besar, kapal itu tidak lantas tenggelam. Sekonyong konyong Tay Kie dan Siauw Ciauw berbicara dalam bahasa Persia. Selagi berbicara, paras muka mereka berubah ubah. Mereka kelihatannya sedang bertengkar. Dengan kedua pipi bersemu dadu, Siauw Ciauw mengawasi Boe Kie, sedang Tay Kie mendesaknya dengan perkataan perkataan keras. Nyonya itu rupa rupanya tengah membujuk Siauw Ciauw untuk meluluskan suatu permintaan, tapi si nona menolak keras. Belakangan sesudah melirik Boe Kie dan menghela napas, Siauw Ciauw mengatakan sesuatu. Tiba tiba Tay Kie memeluk dan menciumnya dan mereka berdua serentak mengucurkan air mata. Siauw Ciauw menangis sedu sedan dan Tay Kie membujuknya dengan perkataan perkataan lemah lembut. Dengan rasa heran, Boe Kie, Tio Beng dan Cie Jiak saling memandang. Mereka tidak mengerti apa yang dibicarakan oleh kedua wanitu itu. "Lihatlah paras muka mereka sangat mirip satu sama lain," Bisik Tio Beng di kuping Boe Kie. Boe Kie terkejut. Ia mengawasi. "Benar! Kedua duanya cantik, muka mereka potongan kwaci, hidung mancung kulit putih dan paras mereka memang hampir bersamaan." Dengan jantung memukul keras ia ingat perkataan Kouw Tauw too Hoan Yauw di rumah makan. Kata kata "sungguh sama" Berarti sungguh sama dengan Cie san Liong ong? Memikir begitu. Boe Kie lantas saja ingat sikap Yo Siauw dan puterinya yang sangat berwaspada terhadap Siauw Ciauw. Setiap kali ia menanya mengapa mereka begitu berhati hati terhadap seorang gadis cilik, jawabnya selalu tidak memuaskan. Sekarang baru ia mengerti, bahwa Yo Siauw bercuriga karena paras muka nona itu sangat mirip dengan Cie san Liong ong. Iapun baru mengerti mengapa Siauw Ciauw telah berusaha untuk mengubah mukanya supaya kelihatan jelek. Mendadak ia ingat sesuatu. "Perlu apa Siauw Ciauw datang di Kong beng teng?" Tanyanya di dalam hati. "Bagaimana ia bisa tahu pintu masuk dari jalanan rahasia? Ah ia tentu disuruh Cie san Liong ong untuk mencuri pelajaran Kian koen tay lo ie. Pedang Langit Dan Golok Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Hampir dua tahun ia menjadi pelayanku dan aku belum pernah berjaga jaga. Kalau ia mau menyalin pelajaran itu, gampangnya seperti orang merogoh saku. Celaka sungguh! Aku belum pernah bermimpi mimpi, bahwa ia mengandung maksud tertentu. Boe Kie, Boe Kie!... Kau tolol! Kau terlalu percaya kepada manusia" Sambil mengutuk diri sendiri, ia melirik Siauw Ciauw. Apa mau, si nona pun sedang mengawasi dengan sorot mata penuh kecintaan murni. Sorot mata itu bukan sorot mata berpura pura. Sekali lagi jantungnya memukul keras. Ia lantas saja ingat, bahwa pada waktu ia menghadapi enam partai besar di Kong beng teng, Siauw Ciauw pernah melindungi dirinya tanpa memperdulikan keselamatannya sendiri. Selama hampir dua tahun, nona itu telah merawat dan melayani dia dengan penuh pengabdian. Apa dia salah menerka? Sekonyong konyong kapal bergoncang dan sudah tenggelam separuh. "Thio Kauwcoe dan kawan2 tak usah kuatir!" Kata Tay Kie. "Kalau sebentar kapal Cong kauw datang disini, aku dan Siauw Ciauw sudah mempunyai daya upaya untuk menghadapinya. Biarpun hanya seorang wanita, Cie san Liong ong bertanggung jawab atas segala perbuatannya. Aku pasti tidak akan merembet rembet kalian, Thio Kauwcoe dan Say ong Cia heng telah membuang budi yang seberat gunung kepadaku. Untuk itu semua, dengan jalan ini Tay Kie menghaturkan banyak terima kasih." Sehabis berkata begitu, ia menekuk lututnya. Cia Soen dan Boe Kie buru2 membalas hormat. Mereka tahu bahwa nyonya itu bersungguh, tapi mereka sangsi apakah Cong kauw bersedia untuk melepaskan mereka. Perlahan tetapi pasti, kapal terus tenggelam. Tak lama kemudian, air sudah masuk di gubuk. Semua orang lalu memanjat tiang layar dengan Boe Kie mendukung In Lee dan Cie Jiak mendukung Tio Beng. Sekonyong konyong, sambil menangis Siauw Ciauw menuding ke jurusan timur. Semua orang menengok ke arah itu. Di tempat jauh, mereka melihat beberapa titik yang makin lama makin jadi besar, yang kemudian ternyata adalah belasan kapal Persia yang menghampiri dengan kecepatan luar biasa. "Kalau aku jadi Tay Kie, aku lebih suka mati di air daripada dibakar hidup hidup," Kata Boe Kie dalam hati. Tapi Tay Kie kelihatannya tenang tenang saja, sedikitpun tak mengunjuk rasa jeri sehingga Boe Kie merasa kagum sekali. "Sebagai kepala dari empat Hoat ong dia sungguh bukan sembarang orang" Pikirnya. "Pada waktu Eng ong Say ong dan Hok ong sudah dikenal sebagai orang gagah yang usianya tak muda lagi, dia masih jadi gadis remaja. Tapi belakangan kedudukannya bisa berada di sebelah atas ketiga Hoat ong itu. Dilihat sikapnya yang sekarang ia memang pantas mendapat kedudukan itu." Sambil berpikir begitu ia mengawasi kapal kapal Cong kauw yang makin dekat. "Aku telah merobohkan beberapa Po soe ong dan kalau aku jatuh ke dalam tangan mereka, aku tak usah mengharap hidup," Katanya pula dalam hati. "Biar bagaimanapun juga aku harus berusaha supaya Gie Hoe, Tio Kauwnio, Cioe Kauwnio dan piauw moay bisa selamat. Dan juga Siauw Ciauw. Hei!... Dia boleh berkhianat terhadapku tapi aku tak bisa berkhianat terhadapnya." Tiba tiba In Lee bergerak dan membuka kedua matanya. Ia kaget ketika tahu, bahwa ia sedang didukung Boe Kie. "A Goe Koko dimana kita berada?" Tanyanya. "Mengapa kau mendukung aku?" "Jangan takut," Kata Boe Kie. "Bagaimana keadaanmu?" In Lee menggeleng gelengkan kepalanya. "Aku tak punya tenaga, rasanya lemas," Jawabnya dengan suara parau. Begitu datang dekat, semua mulut meriam dari belasan kapal Cong kauw ditujukan ke tiang layar yang dipeluk oleh rombongan Boe Kie. Andaikata pemuda itu memiliki kepandaian yang seratus kali lipat lebih tinggi, iapun tak usah harap bisa melawan peluru meriam meriam itu. Kapal kapal Cong kauw membuang sauh dan menurunkan layar dalam jarak kira kira seratus tombak. Mereka rupa rupanya kuatir, bahwa kalau datang terlalu dekat, Boe Kie akan melompat dan menawan pula beberapa Po soe ong. Beberapa saat kemudian, terdengarlah suara tertawanya Tie hwie ong. "Heei!" Teriaknya. "Apa kamu mau menakluk atau tidak?" "Orang orang gagah dari Tionggoan boleh mati, tapi tidak boleh menekuk lutut," Jawab Boe Kie dengan suara lantang. "Kalau kamu bukan kawanan pengecut, marilah kita mengadu ilmu silat!" Tie hwie ong tertawa nyaring. "Orang gagah sejati mengadu kepintaran, bukan mengadu kekuatan," Teriaknya. "Sudahlah! Kamu tidak bisa berbuat lain daripada menyerah!" Tiba tiba Tay Kie berbicara dalam bahasa Persia. Ia bicara dengan sikap angker. Tie hwie ong kelihatan kaget dan lalu menjawab. Tayseng Po soe ong turut bicara. Sehabis mereka bicara, dari atas kapal diturunkan sebuah perahu dengan delapan pendayung dan perahu itu segera menuju ke kapal Boe Kie yang sudah hampir karam. "Thio Kauwcoe, aku dan Siauw Ciauw mau menuju ke sana," Kata Tay Kie. "Kalian tunggu saja disini sebentar." "Han hoejin!" Bentak Cia Soen. "Beng kauw di Tionggoan telah memperlakukan kau secara baik. Bangun atau robohnya agama kita tergantung atas Boe Kie seorang. Jika kau menjual kami, kebinasaan Cia Soen tidak menjadi soal. Tapi kalau selembar rambut Boe Kie sampai terganggu, biarpun sudah menjadi setan, Cia Soen pasti tak akan mengampuni kau." Tay Kis tertawa dingin. "Kalau anak angkatmu seperti mustika, apakah anakku tak lebih daripada lumpur yg kotor?" Tanyanya dengan suara getir. Sehabis berkata begitu seraya menuntun tangan Siauw Ciauw, ia melompat ke perahu yang segera didayung kearah kapal besar. Mendengar perkataan nyonya itu, Cia Soen dan yang lain2 terkejut. "Kalau begitu benar Siauw Ciauw puterinya," Kata Tio Beng. Tak lama kemudian Tay Kis dan Siauw Ciauw sudah berada dikapal besar dan mereka terus bicara dengan para Po Soe Ong. Sementara itu kapal Boe Kie terus menenggelam dengan perlahan. Sedim demi sedim tiang layar masuk kedalam air. Cia Soen menghela napas. "Boe Kie," Katanya. "Aku salah menilai Han Hoejin, kau salah menilai Siauw Ciauw. Boe Kie seorang lelaki sejati harus mundur dan bisa maju. Biarlah untuk sementara waktu kita menelan hinaan untung mencari kesempatan guna meloloskan diri. Diatas pundakmu terdapat beban yg berat. Berlaksa laksa rakyat di Tiong Goan menunggu nunggu tindakan Beng Kauw untuk mengusir Tat coe dari negara kita. Boe Kie begitu ada kesempatan kau mesti menggunakannya untuk melarikan diri. Jangan perdulikan yg lain. Kau adalah pemimpin suatu agama. Kau harus mengerti apa artinya itu." Sebelum pemuda itu menyahut Tio Beng sudah mendahului. "Fuh! sedang jiwa sendiri tak bisa ditolong lagi, kau masih bicarakan soal Tat coe" Cie Jiak yg sedari tadi terus membungkam, tiba2 berkata. "Rasa cinta Siauw Ciauw terhadap Thio Kong coe sangat besar. Menurut pendapatku ia takkan berkhianat." "Apa kau tak lihat cara bagaimana Cie gan liong ong mendesak dia?" Tanya Thio Beng. "Semula Siauw Ciauw menolak, kemudian lantaran terlalu didesak, ia kelihatannya meluluskan permintaan ibunya. Hm.. dan dia berlagak sedih." Sesaat itu tiang layar hanya menonjol setombak lebih dari permukaan air. Gelombang yang turun naik membawa semua orang. "Thio kong coe," Kata Tio Beng sambil tertawa. "kami akan mati bersama sama kau dan segala apa tamat ceritanya. Tapi Siauw Ciauw yg licik dan licin malah tak bisa mati bersama sama kau." Biarpun kata2 itu semacam guyon, artinya sangat mendalam. Dengan berkata begitu terang2 nona Tio menyatakan rasa cintanya yg sangat besar terhadap pemuda itu. Boe Kie sendiri merasa sangat terharu. "Benar," Pikirnya. "Aku tak bisa menikah dengan mereka sekaligus. Tapi bahwa aku bisa mati bersama2 mereka, tidaklah Cuma2 kuhidup didunia ini." Sambil memikir begitu ia melirik Tio Beng melirik Cie Jiak dan melirik pula In Lee yang berada dalam dukungannya. Ia menghela napas. In Lee masih berada dalam keadaan setengah sadar dan setengah lupa sedang Tio Beng dan Cie Jiak seperti berlomba lomba dalam kecantikan. Pada muka mereka yg bersermu dadu terdapat titik2 air, sehingga kalau Tio Beng seperti sekuntun bunga mawar, Cie Jia bagaikan bunga anggrek. Ia menghela napas pula dan berkata dalam hati. "Hai! Bagaimana aku bisa membalas budi mereka?" Sekonyong2 dari kapal2 Cong kauw terdapat sorak sorai bergemuruh. Boe Kie kaget. Ia mendapat kenyataan, bahwa semua orang disetiap kapal berlutut diatas geladak dengan menghadap kearah kapal besar itu sendiri, semua Po Soe ong berlutut dihadapan seorang yg duduk disebuah kursi. Orang itu kelihatan seperti Siauw Ciauw. Sebab jarak terlampau jauh ia tak bisa lihat tegas. Ia merasa sangat heran, apa yg dilakukan oleh orang Persia itu? Beberapa saat kemudian, orang2 itu bangun berdiri tapi sorak sorai yg sangat gembira, masih terus terdengar. Sekonyong2 sebuah perahu mendatangi. Waktu perahu itu sudah datang dekat, penumpangnya ternyata bukan lain daripada Siauw Ciauw sendiri. Si nona menyapa dan berteriak. "Tio Kongcoe! Mari kita naik kekapal besar. Mereka takkan mengganggu kalian." "Mengapa begitu?" Tanya Tio Beng. "Kalian akan segera tahu," Jawabnya. "Aku pasti takkan mencelakai Tio Kong coe." Mendadak Cia Soen bertanya "Siauw Ciauw, apakah kau sudah menjadi Kauwcoe dari Beng Kau di Persia?" Siauw Ciauw tidak menjawab, ia hanya menundukkan kepala. Selang beberapa saat air mata mengalir, turun di kedua pipinya. Mata Boe Kie berkunang kunang. Ia sekarang bisa menebak segala kejadian yg sebenarnya. Ia berduka dan berterima kasih. "Kau telah berkorban untukku!" Katanya dengan suara parau. Si nona memalingkan kepalanya. Ia tidak berani berbentrok mata dengan pemuda itu. Cia Soen menarik napas. "Tay kie mempunyai putra yg seperti kau tidaklah memalukan nama besarnya Cie Sang Liong Ong," Katanya. "Boe Kie, mari kita ikut Siauw Ciauw Kauwcoe." Sehabis berkata begitu, ia melompat ke perahu disusul oleh yg lain2. Delapan pedayung lantas saja memutar perahu itu dan mendayung kan ke arah kapal yg besar. Dalam jarak dua puluh tombak lebih para Po Soe Ong, membungkuk untuk menyambut Kauwcoe mereka. Biarpun Tay Kie ibunya si nona iapun menjalani peradatan seperti yg lain. Begitu lekas rombongan Boe Kie naik dengan sikap sangan hormat beberapa pelayan lantas mengantar mereka ke gubuk kapal untuk menukar pakaian yg basah. Boe Kie sendiri diantar kesebuah kamar yang diperaboti mewah dan indah. Selagi ia mengerinkan air dibadannya, tiba2 pintu diketuk dan ditolak soerang wanita yg kedua tangannya menyangga seperangkat pakaian bertindak masuk dan wanita itu adalah Siauw Ciauw. "Kongcoe, biarlah aku melayani kau," Pedang Langit Dan Golok Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Kata si nona. Boe Kie merasa sangat terharu. "Siauw Ciauw," Katanya. "Sekarang kau sudah menjadi Kauwcoe dari Cong Kauw dan pada hakekatnya aku sendiri adalah seorang sahabatmu. Mana boleh kau melakukan lagi pekerjaan pelayanan?" "Kongcoe inilah untuk penghabisan kali," Kata si noan. "Kita akan segera berpisahan jauh2 sekali, dan kita tak kan bertemu pula. Sesudah aku berada di negeri orang, biarpun mau tak bisa aku melayani kau lagi." Boe Kie merasa hatinya hancur. Sambil menahan turunnya air mata, ia membiarkan si nona membayangnya membantunya memakai baju, mengancing baju, mengangkat tali pinggang dan menyisir rambutnya. Sambil melakukan itu semua air mata Siauw Ciauw terus mengalir di kedua pipinya. Boe Kie tak dapat mempertahankan dirinya lagi, tiba2 ia memeluk erat2. Bagaikan bendungan pecah si nona menangis tersedu sedan. Dengan tubuh bergemetara ia balas memeluk. "Siauw Ciauw," Bisik Boe Kie. "Semula aku bahkan menduga kau berkhianat terhadapku. Tak dinyana rasa cintamu begitu besar." Sambil menyandarkan kepalanya pada dada yg lebar, si nona berkata dengan suara perlahan. "Kongcoe memang aku pernah menipu kau. Ibuku adalah seorang dari ketiga Seng lie cong kauw. Ia mendapat perintah untuk datang di Tiong goan guna melakukan suatu pekerjaan penting dengan pengertian bahwa kalau nanti kembali di Persia ia akan menduduki kursi Kauwcoe. Tak disangka begitu bertemu dengan ayah, ibu jatuh cinta dan tidak dapat menahan dirinya lagi. Ketika ayah meninggal dunia, aku masih berada di dalam kandungan dia aku belum pernah melihat wajahnya. Ibu tahu bahwa ia berdosa besar. Ia menyerahkan cincin besi Senglie kepadaku dan memerintahkan aku pergi ke Kong beng teng untuk mencuri sim hoat (pelajaran) Kian Koen Tay lo ie. Kongcoe didalam hal ini, aku sudah menipu kau. Aku tidak memberitahukan hal yg sebenarnya kepadamu. Akan tetapi, hatiku bersih. Sedikitpun aku tak punya niatan untuk menjadi Kauwcoe dari Beng Kauw di Persia. Aku mengharap untuk menjadi pelayanmu, untuk melayani kau seumur hidup, untuk tidak berpisahan denganmu selama lamanya. Aku pernah memberitahukan harapanku ini kepadamu bukan? Dan kau sendiri sudah meluluskan. Bukankah benar begitu?" Boe Kie manggut2kan kepalanya. Sesudah berdia sejenak, si nona berkata pula. "Aku sudah menghapal sim hoat kian koen tay lo ie, tapi menghapalnya bukan lantaran didorong oleh niatan untuk berkhianat terhadapmu. Kalau bukan karena terlalu kepaksa aku pasti tidak akan memberitahukan mereka." "Sudahlah kau tak usah bersedih lagi," Bisik Boe Kie. "Sekarang aku sudah mengerti semuanya." "Sedari kecil, aku sudah melihat kekuatiran ibu," Kata pula Siauw Ciauw. "Siang malam ia tak tentram. Belakangan ia menyamar sebagai nenek yg bermuka jelek ia mengirim aku kepada lain keluarga dan hanya menengok aku setahun sekali atau dua tahun sekali. Kongcoe kalau kau dan yang lain2 tidak menghadapi kebinasaan, jangankan menjadi Kauwcoe sekalipun menjadi ratu Persiaa aku pasti akan menolak." Sehabis berkata begitu, ia menangis pula dengan badan bergemetara. "Siauw Ciauw!" Mendadak terdengar bentakan Tay Kie diluar kamar. "Jika kau mengantarkan jiwanya Kongcoe." Bagaikan dipagut ular, si nona memberontak dari pelukan Boe Kie dan melompat mundur. "Kongcoe, jangan ingat2 aku lagi," Katanya dengan suara parau. "In Kouwhie telah mengikuti ibu dalam banyak tahun dan ia sangat mencintai kau. Ia akan menjadi seorang istri yg budiman." "Siauw Ciauw," Bisik Boe Kie. "Mari kita menerjang keluar dan membekuk satu dua Po soe ong. Kita bisa paksa mereka untuk mengantarkan kita ke Leng coa to." Si nona menggelengkan kepala. "Sekarang mereka sudah berjaga2," Katanya. "Tubuh Cia Tayhiap dan Tio Kouwnio ditandalkan senjata. Kalau kita bergerak, mereka binasa." Seraya berkata begitu, ia membuka pintu berdiri Tay Kis yg punggungnya dituding dengan dua pedang oelh dua orang Persia. Kedua orang itu membungkuk, tapi pedang mereka tidak berkisar dari punggung Cie San Liong Ong. Denga diikuti Boe Kie, si nona berjalan keluar. Benar saja mereka melihat, bahwa Cia Soen dan lain2 berada dibanwah ancaman senjata. "Kongcoe," Kata Siauw Ciauw, aku akan memberikan kau obat untuk mengobati luka In Kouwnio." Ia lalu berbicara dalam bahasa Persia dan Kong tek ong segera mengeluarkan sebotol obat luar yg lalu diserahkan kepada Boe Kie. "Aku akan memerintahkan orang untuk mengantar kalian pulang ke Tiong Goan," Kata pula si nona. "Sekarang saja kata berpisahan. Kongcoe, badan Siauw Ciauw berada di Persia, hatinya tetap bersama2 kau. Siang dan malam aku berdoa supaya kau selalu sehat segala pekerjaan bisa berjalan lancar" Ia tak dapat meneruskan perkataannya. "Kau berada disarang harimau, jagalah dirimu baik2," Kata Boe Kie. Si nona mengangguk dan lalu memerintahkan orang untuk menyediakan perahu. Sesudah Cia Soen, In Lee, Tio Beng dan Cie Jiak turun ke perahu, Siauw Ciauw segera memulangkan To Liong to Ie Thian Kiam dan enam Seng hwee leng kepada Boe Kie. Sambil tertawa sedih, ia mengangkat tangan sebagai tanda perpisahan. Boe Kie berdiri terpaku, ia tdiak bisa mengeluarkan sepatah kata. Selang beberapa saat dengan hati seperti tersayat pisau ia melompat turun keperahu. Kapal besar segera membunyikan terompet. Kedua kendaraan air bergeral memasang layar dan mulai berpisahan dengan perlahan. Dengan berdiri di kepala kapal, Siauw Ciauw mengawasi perahu Boe Kie. Makin lama mereka jadi makin jauh, sampai akhirnya masing2 lenyap dari pemandangan. Obat luar yg diberikan kepada In Lee tidak menolong banyak. Lukanya banyak mendingan tapi panasnya tak mau turun dan mulutnya terus mengaco karena di samping luka si nona jg menderita demam keras sebagai akibat serangan hujan dan angin. Boe Kie mulai bingung. Pada hari ketiga ia melihat pulau kecil disebelah timur. Buru2 ia minta pengemudi memutas haluan kearah pulau itu. Tapi si pengemudi menolak dengan menggeleng2kan kepala dan berbicara dalam bahasa Persia yg tidak dimengerti Boe Kie. Ia rupa2nya menolak sebab di perintah mengantar rombongan itu ke Tiong Goan. Dengan gerakaan tangan Boe Kie coba menerangkan, bahwa maksudnya adalah untuk mencari daun2 obat guna molong In Lee. Tapi pengemudi itu tak mau mengerti. Akhirnya karena jengkel, Boe Kie lalu merampas kemudi dan haluan perahu segera diputar ke jurusan timur. Mereka tiba diwaktu magrib. Sesudah terombang ambing dilautan beberapa hari, semangat mereka terbangun waktu menginjak lagi bumi. Luas pulau hanya beberapa li persegi tapi karena hawanya hangat, pohon dan rumpu tumbuh dengan subur. Sesudah meminta Cie Jiak menjaga In Lee dan Tio Beng, Boe Kie segera mencari daun2 obat. Tapi mudah mencari daun obat dipulau itu. Sampai malam baru Boe Kie menemukan salah satu macam. Ketika ia kembali, Cie Jiak sudah menyalakan api unggun. In Lee kelihatan lebih segar. "A Goe koko," Katanya. "Sebaiknya malam ini kita menginap disini saja." Semua orang segera menyetujui. Dipulau itu tidak terdapat binatang buas dan diantara hangatnya bawa api, mereka tidur dengan hati lega. Waktu fajar menyingsing, Boe Kie tersadar. Tiba2 ia terkejut, sebab perahu tidak ada ditempatnya. Ia berlari2 diseputar pulau, tapi perahu itu tetap tidak kelihatan bayang2nya. Dengan rasa bingung, ia mendaki bukit kecil. Baru beberapa tindak ia terhuyung hampir jatuh. Ia merasa kedua lututnya tidak bertenaga. Hatinya mencelos. "Gie Hoe!" Teriaknya. "Apa kau baik?" Cia Soen tidak menjawab. Ia makin bingung. Bagaikan terbang ia menghampiri. Hatinya agak lega, karena Kim mo say ong sedang tidur dengan tenang. Karena ada batas2 antara lelaki dan perempuan, Tio Beng, In Lee dan Cie Jiak tidur terpisah dibelakang sebuah batu besar. Waktu Boe Kie pergi kesitu, ia melihat In Lee dan Cie Jiak tidur berhadapan, tapi Tio Beng tidak kelihatan mata hidungnya. Begitu ia mendekati matanya berkunang2! Muka In Lee belepotan darah dengan belasan tapak senjata tajam! Dengan tangan bergemetaran, ia memegang nadi si nonan yg masih mengetuk dengan perlahan. Cie Jiak pun tidak terbebas dari serangan. Sebagian rambutnya terpapas, sebagian kuping kirinya teriris putus. Tapi nona Cioa sendiri masih teruk terpulas dengan bibir tersungging senyuman. Ketika itu perasaan Boe Kie sukar dilukiskan. "Cie Kouwnio! Cie Kouwnio!" Ia memanggil2. Tapi si noan Cioe tetap menggeros. Karena terpaksa, Boe Kie lalu menggoyang2 pundaknya. Cie Jiak berbangkit beberapa kali kemudian pulas lagi. Boe Kie tahu, bahwa nona itu kena racun, begitupun ia sendiri, sebab ia merasa seluruh badannya tidak bertenaga lagi. Cepat2 ia kembali ke ayah angkatnya. "Gie hoe! Gie hoe!" Teriaknya. Kim mo Say ong tersadar. Perlahan2 ia berduduk. "Ada apa" Tanyanya. "Celaka besar, Gie hoe!" Jawabnya. "Kita ditipu manusia rendah." Ia segera memberitahukan hilangnya perahu dan terlukanya In Lee serta Cie Jiak. Cia Soen terkejut. "Tio Kouwnio?" Tanyanya. "Entahlah, dia megnhilang," Sahutnya. Dia menarik napas dalam2 dan coba mengerahkan tenaga. Ia merasa kaki tangannya mengambang dan lweekangnya tak bisa keluar. "Gie Hoe," Katanya. "Kita kena racun Sip hiang Joan Kin san." Dari anak angkatnya, Cia Soen sudah mendengar tentang dirobohkannya orang2 enam partai besar dengan racun itu. Ia segera berbangkit dan mendapat kenyataan, bahwa ia pun tidak dapat mengeluarkan tenaga dalamnya. Sesudah menetapkan hati, ia bertanya. "Apakah dia pergi dengan membawa To Liong To dan Ie Han kiam?" Benar saja kedua senjata mustika itu tidak bisa ditemukan. Rasa gusar, jengkel dan menyesal memenuhi dada Boe Kie. Ia bukan menyesal karena tercurinya golok dan pedang mustika itu. Pedang Langit Dan Golok Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Ia menyesal karena tak pernah menduga, bahwa, pada waktu ia berada dalam kesukaran besar Tio Beng bisa mengkhianatinya. Untuk beberapa saat, ia berdiri bagaikan patung. Ia sangat bekuatir akan lukanya In Lee dan lalu pergi ke belakang batu. In Lee masih pingsan, sedang Cie Jiak masih tidur. "Lwee kangku paling kuat, sehingga aku tesadar paling dulu," Pikirnya. "Sesudah aku, barulah Giehge. Tenaga dalam Cioe Kouwnio masih terlalu cetek. Rasanya ia tak gampang2 tersadar." Ia segera merobek tangan bajunya dan menggunakannya untuk membersihkan darah dari muka nona In, yang penuh dengan goresan2 garis malang melintang. Boe Kie tahu, bahwa goresan2 itu dibuat denga Ie Thian Kiam. Semenjak terluka karena timpukan Cie san Ling ong, In Lee telah mengeluarkan banyak darah. Sebagian besar racun laba2 yg mengeram dalam tubuh si nan, jg turut keluar. Oleh karena itu sebagian besar bengkak2 pada mukanya sudah menghilang, sebagian kecantikannya yg dahulu sudah pulih kembali. Tapi sekarang muka cantik itu jadi lebih menakuti lagi sebab adanya goresan pedang. Boe Kie merasa hatinya seperti disayat pisau. Darahnya bergolak dan ia berkata sambil menggertak gigi. "Tio Beng! Tio Beng!.... Kalau.... kau jatuh kedalam tanganku, Thio Boe Kie bukan manusia, kalau dia tidak menggores seluruh mukamu!" Sesudah hatinya agak tentram, ia berlari2 mencari daun2 obat, yg sesudah dikunyak didalam mulutnya, lalu ditempelkan pada muka In Lee, pada kulit dan kuping Cie Jiak. Cie Jiak tiba2 tersadar. Ketika ia membuka mata dan mengetahui bahwa Boe Kie sedang meraba2 kepalanya, mukanya lantas saja berubah merah. Ia mendorong dengan tangannya dan bertanya. "Kau mengapa kau" Sebelum selesai bicara, mendadak ia merasa kupingnya sakit lalu merabanya. "Ah! " Teriaknya sambil melompat bangun. "Mengapa begini?" Sekonyong2 kedua lututnya lemas dan bruk! ia jatuh dalam pelukan Boe Kie. "Cioe Kouwnio, jangan takut," Bujuk Boe Kie. Dengan mata membelak, Cie Jiak mengawasi muka In Lee. Ia mengusap mukanya sendiri dan bertanya. "Apa kau juga?" "Tidak," Jawab Boe Kie. "Nona hanya mendapat luka enteng." "Perbuatan orang Persia?" Tanya pula si nona. "Mengapa aku sama sekali tidak merasa?" Boe Kie menghela napas. "Mungkin sekali ini semua dilakukan oleh Tio Kouwnio," Katanya. "Rupa2nya semalam ia menaruh racun didalam makanan kita." Sesudah berdiri bengong beberapa saat, Cie Jiak meraba2 kupingnya yg hilang sebagian dan tiba2 ia menangis. "Cioe Kouwnio, untung juga kau hanya terluka enteng," Bujuk Boe Kie. "Kerusakan pada kuping itu dapat ditutup dengan rambut dan tak akan bisa dilihat orang." "Rambut? Rambutku pun sudah hilang," Kata Cie Jiak dengan suara mendongkol. "Yang terpapas hanya kulit ubun2 (meercu kepala) dan bagian itu bisa ditutup dengan rambut dari kedua pinggiran kepala," Kata pula Boe Kie. "Kalau mau, nona bisa juga menggunakan rambut palsu." "Hm!... " Si nona mengeluara suara dihidung. "Perlu apa aku menggunakan rambut palsu? Ah sampai pada detik ini, kau masih juga coba melindungi Tio Kouwniomu." Disemprot begitu Boe Kie tertegun. "Aku melindungi dia?.... " Katanya seperti orang linglung. "Dia sungguh jahat. Aku tak akan mengampuni dia" Ia melihat In Lee yg tak karuan macam dan air matanya mengucur. Cia Soen dan Boe Kie benar2 bingung. Biarpun mereka orang2 gagah, jarang tandingan skrg mereka tak tahu lagi apa yg hrs diperbuat. Sesudah mengasah otak beberapa lama, Boe Kie bersila dan mencoba menjalankan pernapasannya. Ia merasa, bahwa ia sudah keracunan berat. Ia tahu, bahwa Sip huang Joan kin san hanya dapat dipunahkan dengan obat pemunah Tio Beng. Tapi demikian pikirnya, daripada menunggu kebinasaan tanpa berusaha, ingin mencoba2 untuk melawan racun itu dengan Lwee kang nya yg sangat tinggi. Ia segera menjalankan pernapasan guna membawa dan mengumpulkan semua racun di kaki tangannya ke bagian tantian (bawah pusar). Inilah ilmu tertinggi dari Kioe yang Sin kang yg dinamakan Poe tok Siauw kouw hoat (Ilmu pemunah segala racun). Sesudah mengerahkan tenaga dalam kira2 satu jam, ia merasa bahwa sebagian Lweekang telah pulih kembali pada kaki tangannya. Hatinya jadi lebih lega, ia percaya bahwa ia akan dapat mengusir racun itu dari tubuhnya. Tapi karena harus menjalankan dengan Kioe yang Sin Kang, ia tidak bisa mengajar ilmu itu kepada Cia Soen dan Cie Jiak. Jalan satu2nya ialah sesudah ia mengusir semua racun dari tubuhnya, ia harus membantu Cia Soen dan Cie Jiak dengan Kioe yagn Sin Kang. Ilmu itu sederhana, tapi sukar dijalankan. Sesudah berusaha tujuh hari, barulah Boe Kie bisa mengusir tiga bagian racun. Harus diingat bahwa Sip hiang Soen Kin san ada salah satu semacam racun yg terlihati didalam dunia. Tokoh2 seperti Kong boen Kong tie, Wan Cioe Biat soet Soethay yg memiliki lweekang sangat tinggi masih tak berdaya. Bahwa didalam tujuh hari Boe Kie berhasil mengusir tiga bagian racun dan mengambil pulang satu dua bagian tenaga dalamnya. Didalam dunia, tak ada orang lain yg dapat melakukannya. Untung juga racun itu hanya meniadakan Lwee kang dan tak membahayakan jiwa. Semula Cie Jiak merasa sangat jengkel, tapi sesudah lewat beberapa hari, ia sudah jadi biasa. Ia selalu mengawani Cia Soen menangkap ikan, memanah burung dan menyediakan makanan. Diwaktu malam ia tidur disebuah guha disebelah timur pulau itu, terpisah jauh dari Boe Kie. Biarpun buta, Cia Soen tahu, bahwa Cie Jiak mencintai anak angkatnya. Tapi nona itu sangat menjaga tata kesopanan. Ia tak pernah mengeluarkan sepath kata yg bersifat guyon. Hal ini sudah mendatangkan rasa hormat didalam hati orang tua itu. Boe Kie sendiri terus dirundung dengan rasa kemalu2an. Ia merasa bahwa kemalangan ini adalah gara2nya sendiri. Tio Beng seorang putri Mongol dan musuh Beng Kauw. Banyak tokoh rimba persilatan roboh dalam tangan nona ini. Tapi ia sendiri secara sangat tolol sama sekali tidak berjaga2. sepatahpun Cia Soen dan Cie Jiak tidak pernah menyalahkannya. Tapi, maka mereka bungkam makin ia merasa jengah. Kadang2 matanya kebentrik dengan mata nona Cioe. Sorot mata si nona seolah2 mengatakan begini. "Kejadian ini terjadi sebab kau dibutakan dengan kecantikan Tio Beng." Racun dalam tubuh Boe Kie makin hari makin enteng, tapi luka In Lee kian hari kian berat. Dipulau itu ternyata tidak terdapat daun obat. Walaupun Boe Kie memliki banyak ilmu pengobatan yg tinggi ia tak berdaya. Ia tahu pasti bahwa pasti luka nona In dapat disembuhkan. Tapi tanpa obat ia tak bisa berbuat banyak. Kalau dipulau itu terdapat pohon2 besar, ia tentu sudah membuat getek untuk berlayar guna mencari pulau lain. Tapi dipulau itu hanya tumbuh pohon2 kecil. Kalau ia tak mengerti ilmu pengobatan masih tak apa. Tapi sebagai ahli, siang malam hatinya seperti diiris2. Ia tahu bagaimana harus menolong, tapi ia tak dapat menolong. Pada suatu malam ia mengunyah seperti daun obat yg bisa menolak panas dan kemudian memasukkannya kedalam mulut In Lee. Si nona tidak bisa menelan lagi. Bukan main rasa dukanya dan air matanya jatuh berketel2 dimuka In Lee. Tiba2 si nona membuka mata, ia tersenyum dan berkata. "A Goe koko, jangan kau susah hati. Aku ingin pergi di dunia baga untuk menemui setan kecil Thio Boe Kie yg kejam dan pendek umur. Aku ingin memberitahukan dia bahwa didalam dunia terdapat seorang A Goe koko yg memperlakukan aku secara luar biasa baik seribuk kali, selaksa kali lebih baik daripada perlakuan Thio Boe Kie. Boe Kie menggigit bibir untuk menahan mengucurnya air mata. Sementara itu, sambil memegang tangan pemuda itu erat2, In Lee berkata pula. "A Goe koko, aku selalu menolak permintaanmu untuk menikah. Apa kau marah? Kurasa permintaanmu itu bukan keluar dari hati yg sejujurnya. Kurasa kau menipu aku kau hanya ingin menyenangkan hatiku. Mukaku jelek, adatku aneh bagaimana kau bisa mencintai aku?" "Tidak! Aku tak menipu kau!" Kata Boe Kie dengan suara sungguh2. "Kau seorang gadis yg sangat baik, yg berhati mulia dan penuh kasih. Aku akan merasa sangat beruntung apa bila bisa menikah dengan kau. Sesduah kau sembuh semua urusan2 kita menjadi beres, kita akan segara menikah. Apa kau setuju?" Dengan sorot mata berterima kasih, In Lee mengusap2 muka Boe Kie. Ia menggeleng2 kan kepala dan berkata dengan suara menyesal. "A Goe koko, aku tak bisa nikah dengan kau. Aku sudah diberikan kepada Thio Boe Kie yg kejam dan jahat A Goe koko, aku merasa takut Apa yg bakal kau temukan didunia baka? Apakah ia masih akan mengunjuk kegalakannya terhadapku?" Mendengar perkataan si nona yg tak melantur lagi melihat kedua pipinya yg bersemu dadu, hari Boe Kie mencelos. "Inilah tanda2 sinar terakhir dari api pelita yg hampir padam," Katanya dalam hati. "Apakah piauwmoay bakal meninggal dunia hari ini juga?" Bagaikan orang linglung ia mengawasi muka saudari sepupunya. In Lee mengulan pertanyaannya. "Dia selama2nya akan memperlakukan kau dengan penuh kecintaan," Jawab Boe Kie dengan suara lemah lembut. "Dia akan menganggap kau sebagai jantung hatinya." "Apakah dia akan memperlakukan aku sama baiknya seperti kau?" Tanya pula si nona In. "Langi menjadi Saksti," Kata Boe Kie dengan suara tetap. "Thio Boe Kie mencintai kau dengan setulus hati. Dia merasa menyesal bahwa diwaktu kecil dia pernah melakukan kau secara tidak pantas. Dia dia tiada bedanya tidak beda dari aku sendiri." Si nona menghela napas dan pada bibirnya tersungging senyuman. "Kalau begitu kalau begitu " Pedang Langit Dan Golok Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Katanya dengan suara berbisik. "Aku.. aku tidak berkuatir lagi." Perlahan2 kedua matanya tertutup dan rohnya kembali ke alam baka. Sambil menggerung2 Boe Kie memeluk jenazah In Lee. Ia mengutuk dirinya. Ia merasa menyesal tak habisnya, bahwa sampai menutup mata In Lee masih tak tahu, bahwa dia adalah Thio Boe Kie. Selama beberapa hari sinona berada dalam keadaan lupa ingat dan pada detik terakhir sudah tidak keburu diterangi padanya lagi. Kesedihan Boe Kie waktu itu tidak dapat dilukiskan lagi dengan kalam. Ia mengutuk Tio Beng berulang2. Kalau mukanya tidak digores pedang, belum tentu In Lee dapat ketolongan. Kalau tidak ditinggalkan dipulau mencil, begitu tiba di Tiong Goan, ia akan bisa menolong saudari sepupunya itu. "Tio Beng!.. Tio Beng!" Ia mengeluh dengan darah bergolak golak. "Begitu jahat kau!... kalau kau jatuh didalam tanganku, aku pasti tidak akan mengampuni kau." "Hm!...." Mendadak terdenagr suara dingin dibelakangnya. "Kalau sudah bertemu dengan si cantik, belum tentu kau turun tangan." Bintang Bintang Jadi Saksi Karya Kho Ping Hoo Sepasang Pendekar Perbatasan Karya Chin Yung Kemelut Blambangan Karya Kho Ping Hoo