Pedang Langit Dan Golok Naga 69
Pedang Langit Dan Golok Naga Karya Chin Yung Bagian 69
Pedang Langit Dan Golok Naga Karya dari Chin Yung Dengan bantuan sinar rembulan, dari luar jendela ia lihat bayangan sesosok tubuh manusia yang bergelantungan dan bergoyang-goyang dengan perlahan. Dengan hati mencelos ia berteriak "Cioe Kouwnio ! ... Cioe Kouwnio ..." Ia menolak pintu, tapi pintu ditimpal dari dalam. Tanpa memikir panjang lagi, dengan seantero tenaga, ia mendorong pintu dengan pundaknya, sehingga timpal pintu patah. Ia masuk ke dalam dan segera menyalakan lilin. Cocok dengan dugaannya, nona Cioe menggantung diri dengan seutas tambang yang diikatkan pada balok rumah dengan lehernya sendiri. Bagaikan kalap, ia melompat tinggi, menjambret tambang dan menarik sekuat-kuatnya, sehingga tambang itu putus. Dengan tangan bergemetaran, ia mendukung tubuh si nona dan merebahkannya diatas pembaringan. Seperti disambar halilintar, ia mendapat kenyataan, bahwa nona Cioe sudah tidak bernapas! "Cioe Kouwnio !.... Cioe Kouwnio !..." Ia sesambat. Tiba-tiba diluar kamar terdengar suara seorang. "Han Toako, ada apa?" Orang itu lantas masuk kedalam dan dia bukan lain daripada Boe Kie sendiri. Melihat tunangannya, bukan main kagetnya, pemuda itu. Buru-buru ia membuka ikatan tambang pada leher Cie Jiak dan meraba dadanya. Untung juga jantungnya masih berdenyut. "Masih bisa ditolong," Katanya dengan suara lega. Ia lalu mengurut punggung Cie Jiak dan mengirim Kioeyang Cin khie kedalam tubuh si nona. Beberapa saat kemudian Cie Jiak berteriak. "Uah!" Dan lalu menangis. Ia membuka matanya dan begitu melibat Boe Kie ia berkata "Biar aku mati! Aku lebih baik mati!" Mendadak ia lihat bibir Boe Kie yang berdarah dan bertanda tapak gigi, darahnya lantas saja bergolak dan dengan sekuat tenaga ia menggaplok. Han Lim Jie terkesiap. Ia berdiri terpaku dan mengawasi dengan mata membelalak. Pihak mana yang harus diambil olehnya? Di satu pihak Kauwcoe yang dipujanya, dilain pihak calon nyonya Kauwcoe yang juga dipandangnya seperti dewi. Selagi kebingungan mendadak pundaknya ditepuk orang. Ia menengok dan ternyata orang itu bukan lain dari pada Pheng hweeshio. "PhengTay soe" Katanya dengan suara girang. "Lekas bujuk Cioe Kouwnio!" Pheng Eng Giok tertawa. "Bujuk apa?" Tanyanya. "Mari kita keluar". "Tidak bisa! Mereka akan berkelahi! Cioe Kouwnio bukan tandingan Kauwcoe," Kata si tolol. Pheng Eng Giok tertawa terbahak bahak. "Han Heng-tee, apakah kita berdua bisa menandingi Kauwcoe?" Tanyanya. "Aku berani pastikan dengan seorang diri Cioe Kouwnio akan mendapat kemenangan." Seraya berkata begitu, ia memberi isyarat dengan kedipan mata dan lalu menarik taagan Han Lim Jie. Sementara itu, sesudah menggapelok tunangannya, Cie Jiak lalu membanting diri di pembaringan dan menangis tersedu-sedu. Boe Kie duduk di pinggir ranjang dan sambil mengusap-usap pundak si nona, ia berkata dengan suara lemah lembut. "Sungguh mati aku tidak berjanji dengan dia untuk mengadakan pertemuan di situ. Hal itu telah terjadi karena kebetulan saja." "Justa! Bohong! Aku tidak percaya!" Boe Kie menghela napas. "Cie Jiak, apa kau tak ingat riwayat Cioe Kong dan Ong Bong?" Tanyanya. "Dalam dunia ini banyak sekali kejadian-kejadian kebetulan yang bisa menimbulkan salah mengerti". Si nona bangun duduk. "Kau sungguh kejam!" Teriaknya. "Koencoe Nio nio-mu menghina aku dengan sajaknya dan kau bahkan menyebut-nyebutnya lagi. Lihat bibirmu! Apa kau tak malu?" Sehabis berkata begitu, mukanya sendiri berubah merah. Boe Kie mengerti, bahwa ia takkan dapat membela diri. Jalan satu-satunya ia harus bersabar. Melihat muka tunangannya yang kemerah-merahan, lehernya yang masih bertanda bekas ikatan tambang dan matanya yang merah, di dalam hatinya lantas saja timbul rasa kasihan. Ia ingat, bahwa jika tidak keburu ditolong oleh Han Lim Jie, tunangannya itu pasti sudah binasa. Mengingat begitu, dengan rasa terharu ia segera memeluk. Cie Jiak coba memberontak, tapi Boe Kie terus memeluk erat-erat dan mencium dahinya. Lama ia memeluk dan Cie Jiak pun tidak memberontak lagi. Tiba-tiba ia merasa jengah sendiri. Perlahan-lahan ia melepaskan pelukannya dan berkata. "Cie Jiak, kau tidurlah. Besok kita bicara lagi. Kalau aku berani menjustai kau lagi dan diam-diam mengadakan pertemuan dengan Tio Kouwnio, kau boleh bunuh aku." Si nona tidak menjawab. Ia terus menangis dengan perlahan. Makin dibujuk, ia menangis makin keras. Akhirnya Boe Kie bersumpah, bahwa ia tidak akan berkhianat dan bahwa ia masih tetap mencintai si nona deagan segenap jiwa. "Aku tak mempersalahkan kau, aku hanya merasa menyesal akan nasibku yang buruk..." Kata Cie Jiak dengan suara hampir tak kedengaran. "Diwaktu masih kecil, kita bersama-sama bernasib buruk," Kata Boe Kie. "Dengan Tat coe yang berkuasa, seluruh rakyat bernasib buruk. Nanti sesudah Tat coe terusir, kita akan hidup beruntung." Tiba-tiba Cie Jiak mengangkat kepalanya dan berkata dengan suara sungguh-sungguh. "Boe Kie Koko, kutahu kecantikanmu terhadapku. Ku tahu ini semua karena gara- gara bujukan si perempuan siluman... bukan kau yang berhati bercabang. Tapi ... tapi ... dengan sebenarnya aku tak bisa menjadi isterimu. Aku ingin mati. Tapi si Han Lim Jie menolong aku. Sesudah gagal satu kali, aku tak berani mencoba untuk kedua kali. Aku... akan mengikuti contoh Soehoe, aku akan mencukur rambut dan menjadi pendeta. Ya! Ciang ... boenjin dari Gobie pay memang biasanya seorang wanita yang tidak menikah." "Mengapa kau mempunyai pikiran begitu ? Apakah kau bergusar terhadap Tio Kouwnio karena kau anggap Tio Kouwnio memberi petunjuk, bahwa kaulah yang sudah mencelakai ayah angkatku ?" "Apa kau percaya ?" "Tentu saja tidak!" "Kalau tidak percaya, baguslah. Siapapun juga tak akan percaya." "Tapi mengapa kau terus berduka?" Cie Jiak menggigit bibirnya. "Karena ... karena ..." Katanya. Sehabis mengatakan dua kali perkataan "karena", ia memalingkan mukanya ke jurusan lain. "Boe Kie Koko," Katanya pula dengan suara parau. "Sebenarnya kau lebih baik tidak pernah bertemu dengan aku. Mulai dari sekarang, kau jangan ingat-ingat lagi diriku. Kau boleh menikah dengan Tio Kouwnio atau dengan wanita lain. Aku ... aku tak perduli ..." Mendadak kedua kakinya menjejak pembaringan dan tubuhnya melesat keluar dari jendela dan kemudian hinggap diatas rumah. Boe Kie tertegun. Ia tak pernah menduga bahwa tunangannya memiliki ilmu mengentengkan badan yang begitu. Sesaat itu ia tidak sempat memikir panjang-panjang lagi dan segera menguber. Si nona kabur ke jurusan timur. Boe Kie mengejar dengan mengambil jalan mutar dan dengan cepat, ia sudah menghadang didepan. Sebab tidak keburu menghentikan tindakannya, Cie JiaK menubruk Boe Kie yang segera memeluknya, mereka berada di dekat sungai kecil. Boe Kie lalu mendukung tunangannya ke sebuah batu besar di pinggir sungai. "Cie Jiak," Katanya dengan suara halus. "Suami isteri harus sama-sama senang dan sama-sama susah. Penderitaanmu adalah penderitaanku juga. Ganjelan apa yang sedang dipikir olehmu. Bilanglah! ... kau bilanglah..." Sambil menyesapkan kepalanya di dada Boe Kie, si nona menangis tersedu-sedu. "Aku ... aku ...." Katanya terputus- putus. "Kehormatanku sudah dirusak orang! ... Aku sudah ternoda ... Aku ... aku sudah ... hamil! Bagaimana aku bisa menikah dengan kau?" Pengakuan itu bagaikan halilintar ditengah hari bolong. Boe Kie terpaku ia merasa kepalanya puyeng dan matanya berkunang-kunang. Perlahan-lahan Cie Jiak bangun berdiri. "Itulah sudah nasibku," Katanya. "Kau harus bisa melupakan aku." Boe Kie tidak menyahut. Ia menatap wajah tunangannya dengan mata membelalak. Ia tak percaya kupingnya sendiri. Si nona menghela napas. Ia memutar badan dan berlalu. Boe Kie melompat dan seraya mencekal tangan tunangannya, ia bertanya dengan suara gemetar. "Apa .... bangsat Song Ceng Soe?" Cie Jiak mengangguk. Dengan air mata berlinang-linang ia berkata. "Aku ditotok dan aku tidak bisa melawan ... " Pada detik itu juga Boe Kie sudah mengambil keputusan. Ia memeluk Cie Jiak dan berkata dengan suara halus. "Cie Jiak, itu semua bukan salahmu. Sesudah beras menjadi bubur, jengkelpun tiada gunanya. Cie Jiak karena penderitaanmu itu, aku lebih mencintai kau, aku lebih merasa kasihan terhadapmu. Besok kita berangkat ke Hway see dan mengumumkan kepada saudara-saudara agamaku, bahwa kita akan segera menikah. Mengenai anak dalam kandunganmu, anggap saja, bahwa anak itu adalah anakku sendiri. Cie Jiak, bagiku kau masih tetap suci, kau tetap putih bersih, karena segala kejadian itu adalah diluar kemauanmu." "Perlu apa kau menghibur aku? Aku sudah ternoda. Mana bisa aku menjadi hoe jin (isteri) dari seorang Kauwcoe?" "Cie Jiak, dengan berkata begitu kau memandang rendah kepadaku Thio Boe Kie seorang laki-laki tulen. Pemandanganku berlainan dengan pemandangan orang biasa. Andai kata, karena khilaf, kau terpeleset dan jatuh, aku masih bisa melupakan segala kesalahanmu. Apalagi dalam hal ini, dimana bencana sudah datang diluar keinginanmu?" Bukan main rasa berterima kasihnya Cie Jiak. "Boe Kie Koko," Katanya. "apa benar kau begitu mulia? Kukuatir kau menjustai aku." "Kecintaanku ... kebaikanku terhadapmu, kau akan tahu dihari kemudian. Pada hakekatnya, sekarang ini aku belum berbuat baik terhadapmu." Si nona menangis makin sedih. "Boe Kie Ko ko ... " Bisiknya. "gugurkan saja kandungan ku dengan menggunakan obat ... " "Tidak boleh!" Kata Boe Kie. "Menggugurkan kandungan adalah perbuatan berdosa. Selain begitu, hal itu bisa menusuk kesehatan badanmu." Waktu berkata begitu, didalam hatinya tiba-tiba muncul perasaan sangsi. Cie Jiak berada dalam tangan Kay pang hanya kira-kira sebulan lamanya. Apa bisa jadi dia sudah hamil? Diam diam ia memegang nadi tunangannya. Pedang Langit Dan Golok Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tidak! Ia tidak mendapatkan tanda-tanda kehamilan. Tapi ia tidak mau menanya lebih terang, Ia mahir dalam ilmu ketabiban, tapi kepandaian itu terbatas dalam bidang luka-luka dan penyakit karena keracunan. Dalam penyakit kalangan wanita, ia tak punya banyak pengetahuan. "Kalau anak ini perempuan masih tak apa," Kata pula CieJiak. "Tapi kalau lelaki... Jika di hari kemudian kau menjadi hong tee (kaisar ) apakah dia harus menjadi tay coe ( putera mahkota )? Ah! ... sebaiknya, digugurkan saja untuk menghilangkan bibit penyakit." "Cie Jiak," Kata Boe Kie dengan suara kaku. "perkataan hong tee kuharap jangan disebut-sebut lagi. Aku seorang anak kampungan. Sedikitpun aku belum pernah mimpi, belum pernah mempunyai keinginan uutuk naik ditahta kerajaan. Apabila perkataanmu didengar oleh saudara- saudara kita mereka akan anggap aku sebagai manusia yang mengejar kekuasaan dan hati mereka akan menjadi dingin". "Aku bukan mau paksa kau menjadi hongtee. Tapi kalau sudah takdir, biarpun mau menolak? Kau memperlakukan aku secara begitu mulia. Aku harus berusaha untuk membalasnya. Cioe Cie Jiak seorang wanita lemah, tapi kalau ada kesempatan mungkin sekali aku masih bisa memberi sedikit bantuan supaya kau menjadi kaisar. Ayahku gagal dalam usahanya dan menemui kebinasaan. Dahulu aku menjadi kong coe ( puteri seorang kaisar ). Siapa tahu di hari nanti aku akan menjadi seorang hong houw (permaisuri)?" Mendengar perkataan yang sungguh-sungguh itu Boe Kie jadi tertawa. "Cie Jiak," Katanya. "kemuliaan seorang hong houw belum tentu bisa menandingi kemuliaan Tiangboenjin dari Go bie pay. Sudahlah, hauw Nio-nio! Hamba mohon Hong houw Nio-nio sudi beristirahat!" Awan kedukaan lantas saja membuyar dan sambil tertawa, kedua orang muda itu mengakhiri pembicaraan mereka. Pada keesokan paginya, sesudah membuka jalan darah pelayan yang mengaso dikolong ranjang, Boe Kie meminta Pheng Eng Giok berdiam dikota raja tiga hari lagi untuk mendengar-dengar Cia Soen, sedang dia sendiri bersama Cie Jiak dan Han Lim Jie lalu berangkat ke-Hway see. Perjalanan mereka tidak menemui rintangan. Setibanya didaerah Shoatang mereka sudah bisa menyaksikao kekalahan tenlara Mongol yang terus mundur dengan kerusakan besar. Sedapat mungkin Boe Kie bertiga menyingkir dari kelompok-kelompok musuh yang besar jumlahnya dengan mengambil jalan kecil. Belakangan mereka bertemu dengan seorang serdadu Goan yang kasar dan lalu membekuknya. Dari serdadu itu, mereka mengetahui, bahwa Han San Tong dengan beruntun mendapat beberapa kemenangan besar dan berhasil merebut beberapa tempat yang penting. Mereka sangat girang dan meneruskan perjalanan secepat mungkin. Mulai perbatasan Soatang Anhoei kekuasaan sudah berada dalam tangan tentara rakyat Beng Kauw. Diantara tentara itu ada yang mengenal Han Lim Jie dan dia buru- buru melaporkan kepada Goan swee hoe (gedung panglima besar). Maka itulah pada waktu Boe Kie bertiga masih berada dalam jarak tigapuluh li dari kota Hauwcoe, mereka sudah dipapak oleh Han San Tong yang mengajak Coe Goan Ciang, Cie Tat, Siang Gie Coen, Teng Jie Thong Ho dan lain-lain panglima. Pertemuan itu sudah tentu sangat menggirangkan semua orang. Sesudah Han San Tong mempersembahkan secawan arak kepada Boe Kie dengan diiringi tetabuhan perang dan sepasukan tentara yang mengenakan pakaian perang mentereng serta bersenjata lengkap, rombongan itu masuk kedalam kota Hauwcoe. Dengan menunggang kuda, Cie Jiak mengikuti dibelakang Boe Kie. Di sepanjang jalan ia menengok ke kanan dan ke kiri dengan perasaan bangga. Meskipun belum menyamai arak-arakan Hong tee dan Hong hauw dikota raja, iring-iringan itu sudah cukup memuaskan hatinya. Setibanya dikota, safu demi satu para jenderal dan perwira menghadap dan memberi hormat kepada Boe Kie. Malam itu diadakan pesta besar. Mendengar puteranya ditolong oleh sang Kauwcoe sekali lagi secara resmi Han San Tong menghaturkan terima kasih. Selama beberapa hari dengan beruntun datanglah Yoe Siauw, Hoan Yauw, In Thian Ceng, In Ya Ong, Tiat koan Hoejin Swee Poet Tek, Cioe thian, kelima Ciang kie soe dari Ngo-heng-kie dan lain-lain pemimpin Beng kauw. Mereka datang dari pelbagai tempat sebab mendengar warta tentang itu. Beberapa hari itu tak putus-putusnya diadakan pesta-pesta untuk menyambut para pemimpin itu. Lewat beberapa hari lagi tibalah Ceng ek Hok ong Wie It Siauw dan Pheng Eng Giok. Kepada Boe Kie Pheng Hweeshio melaporkan bahwa ia sama sekali tak mendengar sesuatu tentang Cia Soen. Waktu mendapat gilirannya, Wie It Siauw berkata. "Selagi berkelana di Hopak, aku bertemu dengan Ciang pang Liong tauw yang sedang menjalankan tugas kurang baik bagi agama kita. Aku lagi guyon-guyon dengannya. Waktu itu aku belum tahu, bahwa Cia Heng sudah kembali di Tiong goan. Kalau tahu aku pasti akan menyelidiki di kalangan Kay pang karena sangat mungkin Cia heng jatuh di tangan mereka." Boe Kie segera memberitahu bahwa Cia Soen memang pernah ditangkap oleh Kay pang tapi kemudian bisa melarikan diri. Iapun menuturkan segala pengalamannya dalam usaha mencari ayah angkatnya itu. Hoan Yauw dan In Thian Cheng adalah orang-orang yang berakal budi, tapi merekapun tak bisa menembus kabut yang meliputi hilangnya Kim mo Sai ong. "Kita masih belum bisa meraba asal-usul nona baju kuning itu," Kata Hoan Yauw. "Kalau kita mengusut dari nona itu, mungkin sekali kita akan berhasil dalam usaha mencari Ceng heng. Tapi siapakah yang menaruh tanda-tanda obor dari Louw Liong Kauwcoe mengejar sampai di Louw liong lagi?" Tanya In Thian Cheng. "Bisa jadi orang itu mempunyai hubungan yang sangat erat dengan hilangnya Cia heng." Diantara pemimpin-pemimpin Tjeng Kauw terdapat banyak yang berpengalaman luas. Tapi tidak seorangpun yang bisa menebak siapa adanya si baju kuning. Mereka hanya bisa membujuk Boe Kie dengan mengatakan bahwa ditinjau dari sepak-terjangnya si baju kuning sama sekali tidak mengandung niat kurang baik. Boe Kie pun tidak berdaya. Ia hanya bisa memerintahkan sejumlah anggota Ngo heng kie pergi ke berbagai tempat untuk mengadakan penyelidikan. Dalam beberapa perternpuran, biarpun mendapat kemenangan, tentara Beng kauw menderita juga kerusakan yang tidak kecil. Maka itu mereka memerlukan waktu dua tiga bulan untuk memperbaiki apa yang rusak, mengumpulkan serdadu baru dan mengaso. Sebagaimana diketahui, pada malam itu Pheng Eng Giok turut menyaksikan percobaan membunuh diri dari Cioe Cie Jiak. Meskipun tak tahu latar belakangnya, ia mengerti, bahwa diantara pemuda dan pemudi yang sedang bercintaan memang sering terjadi gelombang atau ribut- ribut, Disamping itu, HoanYauw dan beberapa orang lain juga tahu adanya perhubungan yang agak luar biasa diantara Boe Kie dan Tio beng. Apabila Kauwcoe mereka sampai menikah dengan seorang puteri Mongol, maka kejadian ini sudah tentu akan memberi akibat buruk bagi usaha menggulingkan pemerintahan Goan. Maka itulah, sesudah berdamai, mereka menarik kesimpulan, bahwa jalan yang paling baik adalah membujuk Boe Kie supaya melangsungkan upacara pernikahan dengan Cie Jiak secepat mungkin. Mereka menganggap bahwa sekarang adalah waktu yang paling tepat, karena peperangan justeru sedang ditunda. Waktu mereka mengajukan usul, Boe Kie lantas saja mengiakan. In Thian Ceng lantas saja mencari hari dan segera ditetapkan, bahwa hari pernikahan Boe Kie dan Cie Jiak jatuh pada Sha gwee Cap-go (Bulan tiga tanggal 15). Tak usah dikatakan lagi, seluruh anggota Beng kauw bergirang dan repot mempersiapkan segala sesuatu untuk pesta pernikahan itu. Pada waktu itu nama Beng kauw telah menggetarkan seluruh Tiongkok. Disebelah timur, Han San Tong menduduki kota-kota penting di wilayah Hway-see. Disebelah barat, Cie Coen Hoei telah mengalahkan tentera Mongol dalam pertempuran-pertempuran di sebelah utara Ouwpak dan selatan Holam. Maka itulah, begitu lekas warta tentang pernikahan Thio Kauw coe disiarkan, segera orang-orang gagah dari Rimba persilatan mulai datang - kian lama makin banyak, sehingga seolah-olah melimpahnya air banjir. Koen loen pay, Kong tong pay dan beberapa partai lain, yang dikenal sebagai partai lurus hati, sebenarnya tidak begitu akur dengan Beng kauw. Tetapi sesudah tokoh-tokohnya ditolong Boe Kie di Bin hoat sie, partai-partai tersebut rata-rata berhutang budi. Disamping itu, Cioe Cie Jiak adalah Ciangboenjin dari Go-bie-pay yang mempunyai kedudukan tinggi dalam Rimba Persilatan. Walau pun tidak datang sendiri, para ciang-boen-jin partai-partai itu mengirim wakil ke Hauw cioe untuk membawa barang antaran. Thio Sam hong sendiri tidak bisa datang. Sebagai bingkisan, orang tua itu menulis empat huruf "Kee-jie-,Kee-hoe," (Suami isteri yang baik ) diatas selembar sutera. Sutera itu bersama Jilid kitab Thay Kek-koen yang ditulis sendiri, diserahkan kepada Song Wan Kiauw. Jie Lian Cioe dan In Lie Heng yang juga mendapat tugas untuk pergi ke Hauw coe guna memberi selamat dan doa restu kepada sepasang mempelai itu. Waktu itu Yo Poet Hwie sudah menikah dengan In Lie Heng dan ia mengikut ke Hauwcioe, begitu bertemu, dengan girang Boe Kie berseru. "Lok-Soe-cim!" Muka Yo Poet Hwie lantas saja berubah merah. Ia menarik tangan Boe Kie dan lalu menuturkan segala pengalamannya semenjak meraka berpisahan. Ia girang tercampur terharu. Sebab kuatir Tan Yoe Liang dan Song Ceng Soe menggunakan kesempatan itu untuk mencelakai Thay soepeknya, maka Boe Kie lalu memerintahkan Wie It Siauw pergi ke Boe-tong san sebagai wakilnya untuk menghaturkan terima kasih kepada Thio Sam Hong. Kepada Ceng ek Hok ong, Boe Kie menceritakan sapak terjang Song Ceng Soe yang sudah membinasakan Boh Seng Kok dan berniat untuk mencelakai Thio Sam Hong. Ia memesan, supaya sesudah bertemu dengan Thio Sam Hong, Wie It Siauw harus menemani Jie Thay Giam dan Thio Siong Kee untuk berjaga-jaga terhadap tipu muslihat Tan Yoe Liang. Sesudah Song Wan Kjuuw bertiga kembali di Boe tong san, barulah Wie It Siauw pulang. Mendengar penuturan itu, paras muka Ceng ek Hok ong berubah merah padam. "Atas nasihat Kauwcoe, Wie It Siauw tidak berani mengisap lagi darah manusia," Katanya dengan suara gusar. "Tapi jika bertemu dengan kedua penjahat itu, aku pasti akan mengisap habis darah mereka." "Terhadap Tan Yoe Liang, Wie heng boleh berbuat sesuka hati," Kata Boe Kie. "Tapi Song Ceng Soe adalah putera tunggal Song Toasoepeh dan ia selalu dianggap sebagai calon ciangboenjin dari Boe tong pay. Kalau dia berdosa, biarlah Boe tong pay sendiri yang menghukumnya. Dengan memandang muka Song Toa soepeh, Wie heng tidak boleh melanggar selembar rambutpun." Wie It Siauw mengiakan dan segera berpamitan. Pada Sha gwee Ceecap ( bulan tiga tanggal sepuluh ), sejumlah murid wanita Go-bie tiba di Hauwcioe dengan membawa antaran. Teng Bin Koen sendiri tidak muncul. Lima hari kemudian tibalah hari pernikahan. Pagi-pagi sekali orang sudah berdandan dan mengenakan pakaian yang sebaik-baiknya. Upacara sembahyang kepada Bumi dan Langit itu segera akan dilakukan di gedung hartawan terkaya di kota Hauwcioe, Gedung itu dihias seindah- indahnya. Yang menjadi cu hun (yang memegang peranan orang tua) pengantin lelaki adalah In Thian Ceng, sedang Siang Gie Coen menjadi cu hun pengantin perempuan. Tiat koan Toojin mendapat tugas untuk menjaga keselamatan kota Hauw cioe selama pesta. Guna menjaga merembasnya musuh, dia harus mengatur penjagaan diseluruh kota yang dilakukan oleh sejumlah murid Beng kauw pilihan. Diluar kota dijaga oleh Tong Ho yang memimpin satu pasukan tentara. Pagi itu sebagai tamu terakhir datang wakil-wakil Siauw Lim pay dan Hwa san yang membawa barang antaran. (Begitu tiba waktu Sia sie ( antara jam tiga dan lima sore ), terdengarlah bunyi meriam sebagai tanda dimulainya upacara pernikahan. Yo Siauw dan Hoan Yauw mengundang semua tamu masuk di toa-thia ( ruangan besar). Tak lama kemudian, diapit oleh In Lie Heng dan Han Lim Jie, Boe Kie keluar dengan diiring suara tetabuhan dan hampir berbareng, Cie Jiak juga masuk ke ruangan upacara dengan dikawani oleh delapan murid wanita Go bie. Kedua mempelai lantas saja berdiri berendeng. "Sembahyang kepada langit!" Teriak pemimpin upacara. Baru saja Boe Kie dan Cie Jiak mau berlutut tiba-tiba diluar pintu terdengar bentakan yang merdu. "Tahan !" Di lain detik, seorang wanita yang mengenakan pakaian hijau muda sudah berdiri ditengah-tengah ruangan. Wanita itu bukan lain daripada Tio Beng. Kejadian yang tidak diduga-duga itu mengejutkan semua orang. Tokoh-tokoh Beng kauw dan berbagai partai persilatan yang sudah kenyang makan asam garam dunia Kang ouw, tidak pernah mimpi, bahwa Tio Beng berani datang seorang diri ke tempat ini. Beberapa orang yang beradat berangasan lantas saja bergerak untuk menyerang. "Tahan dulu!" Bentak Yo Siauw. Sambil menyoja para tamu, ia berkata pula. "Hari ini adalah hari paling beruntung dari Kauwcoe kami dan Ciangboenjin Go bie- pay. Tio-Kouwnio datang berkunjung dan beliau adalah tamu kami. Dengan memandang muka Go-bie-pay dan Beng kauw, kami mohon kalian suka melupakan ganjalan lama untuk sementara waktu jangan melakukan sesuatu yang tidak pantas terhadap Tio Kouwnio." Sehabis berkata begitu, ia memberi isyarat kepada Swee Poet Tek dan Pheng Eng Giok dengan kedipan mata. Kedua kawan itu mengerti maksudnya. Mereka segera meninggalkan ruangan itu dan menyelidiki jumlah jago-jago yang mungkin dibawa Tio Beng. "Tio Kouwnio, kau duduklah sambil menyaksikan pernikahan," Kata Yo Siauw pula. "Sesudah upacara, kami akan mengundang Tio-Kouwnio untuk turut minum arak kegirangan." Pedang Langit Dan Golok Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tio Beng tersenyum. "Aku hanya ingin bicara beberapa patah dengan Thio Kauwcoe," Katanya. "Sehabis bicara, aku akan segera berlalu." "Sesudah upacara, nona boleh bicara." Kata Yo Siauw. "Sesudah upacara, sudah terlambat." Jawabnya. Yo Siauw dan Hoan Yauw saling mengawasi. Mereka mengerti, bahwa Tio Beng sengaja datang untuk mengacau dan biar bagaimana pun jua, mereka harus mencegah, supaya pesta itu tidak menjadi gagal. Yo Siauw lantas saja maju dua tindak. "Tio Kouwnio," Katanya dengan suara menyeramkan. "Sebagai tuan rumah kami tidak ingin bertindak secara melanggar kepantasan dan kami mengharap, bahwa sebagai tamu, Tio Kouwnio juga bisa menghormati diri sendiri." Ia telah mengambil keputusan, bahwa jika Tio Beng rewel, ia akan menotok jalan darahnya. Si nona menengok kepada Hoan Yauw dan berkata. "Kauw Taysoe orang mau turun tangan terhadapku. Apa kau tak menolong ?" "Koencoe," Kata bekas orang sebawahan itu. "Di dalam dunia sering terjadi kejadian yang tak cocok dengan kemauan kita. Dalam hal ini kuharap Koencoe tak memaksakan sesuatu yang tak bisa dipaksakan lagi." Si nona tertawa manis. "Tapi aku mau paksa juga," Katanya. Ia berpaling kearah Boe Kie dan berkata pula. "Thio Boe Kie, kau adalah pemimpin Beng kauw. Sekarang aku mau tanya. Apakah perkataan seorang lelaki sejati tetap dipertahankan atau tidak?" Begitu Tio Beng muncul, Boe Kie sangat berkuatir. Ia hanya berdoa supaya Yo Siauw berhasil membujuknya supaya dia lantas berlalu. Mendengar pertanyaan itu jantungnya memukul keras. Ia tak dapat menjawab lain dari pada "Tetap dipertahankan." "Hari itu," Kata Tio Beng, ketika aku menolong jiwa In Lioksiokmu, kau telah berjanji akan melakukan, tiga rupa pekerjaan untukku. Bukankah benar begitu?" "Benar. Kau ingin pinjam lihat To liong to. Kau bukan saja sudah melihat, kau bahkan sudah mencuri golok mustika itu." Selama beberapa puluh tahun jago-jago Kangouw gagal dalam usaha mencari golok mustika itu. Maka itu, begitu mendengar bahwa To liong to sudah jatuh ke tangan Tio Beng, mereka lantas saja menjadi gempar. "Dimana adanya To liong to hanya diketahui oleh Kim mo Say ong Cia Taihiap," Kata Tio Beng. "Kau boleh tanya ayah angkatmu sendiri Kembalinya Cia Soen ke Tionggoan belum diketahui oleh banyak orang. Keterangan Tio Beng sangat mengejutkan dan suara ramai-ramai lantas saja berhenti. "Siang malam aku memikiri dimana adanya Giehoe," Kata Boe Kie. "Jika kau tahu, aku mohon kau sudi memberitahukan kepadaku." Si nona tertawa. '"Kau sudah berjanji akan melakukan tiga pekerjaan, asal saja tidak bertentangan dengan kesatriaan dalam Rimba Persilatan," Katanya. "Mengenai permintaan untuk pinjam lihat To liong to dapat dikatakan sudah dipenuhi olehmu. Walaupun golok itu belakangan hilang, aku tak bisa mempersalahkan kau. Sekarang permintaanku yang kedua. Thio Boe Kie di hadapan para orang gagah kau tidak boleh hilang kepercayaan." "Pekerjaan apa yang harus aku lakukan?" Tanya Boe Kie. "Tio Kouwnio," Sela Yo Siauw. "Mengenai janji Kauwcoe kami yang bersyarat itu, bukan saja Kauwcoe kami sendiri saja, tapi juga seluruh anggauta Bengkauw turut memikul tanggungan untuk menunaikannya. Tapi sekarang adalah saat yang sangat penting, saat bersembahyang kepada langit dan bumi dari Kauwcoe kami dengan pengantinnya. Maka itu, aku harap soal ini ditunda untuk sementara waktu dan janganlah Kouwnio merintangi upacara yang sedang berlangsung." Kata-kata yang terakhir itu diucapkan dengan nada keras. Tapi Tio Beng tenang-tenang saja. Ia seolah-olah tidak memandang sebelah mata kepada Kong beng Co soe yang tersohor. "Pekerjaan yang aku ingin berikan kepada Kauwcoe-mu terlebih penting lagi dan tidak boleh ditunda," Katanya dengan suara ogah-ogahan. Tiba-tiba ia maju beberapa tindak dan berbisik di kuping Boe Kie "Permintaanku yang kedua ialah hari ini kau tak boleh menikah dengan Cioe Kouwnio !" BoeKie tertegun. "Apa?" Ia menegas. "Itulah pekerjaanmu yang kedua," Jawabnya "Yang ketiga aku akan berikan belakangan." Biarpun bisik-bisik, setiap perkataan nona Tio didengar tegas oleh Cie Jiak, Song Wan Kiauw, In Lie Heng dan delapan murid Go bie yang mengiring pengantin perempuan. Mereka semua terkejut dan paras muka mereka lantas saja berubah. Kedelapan murid Go-bie itu lantas saja siap sedia untuk menyerang, jika nona Tio berani menghina Ciang boen-jin mereka. "Permintaanmu tidak bisa diturut olehku,'' kata Boe Kie. "Kuharap kau suka memaafkan." "Apa kau mau membatalkan janjimu sendiri?" Ia menolak pintu, tapi pintu ditimpal dari dalam. Tanpa memikir panjang lagi, dengan seantero tenaga, ia mendorong pintu dengan pundaknya, sehingga timpal pintu patah. Ia masuk ke dalam dan segera menyalakan lilin. Cocok dengan dugaannya, nona Cioe menggantung diri dengan seutas tambang yang diikatkan pada balok rumah dengan lehernya sendiri. Bagaikan kalap, ia melompat tinggi, menjambret tambang dan menarik sekuat-kuatnya, sehingga tambang itu putus. Dengan tangan bergemetaran, ia mendukung tubuh si nona dan merebahkannya diatas pembaringan. Seperti disambar halilintar, ia mendapat kenyataan, bahwa nona Cioe sudah tidak bernapas! "Cioe Kouwnio !.... Cioe Kouwnio !..." Ia sesambat. Tiba-tiba diluar kamar terdengar suara seorang. "Han Toako, ada apa?" Orang itu lantas masuk kedalam dan dia bukan lain daripada Boe Kie sendiri. Melihat tunangannya, bukan main kagetnya, pemuda itu. Buru-buru ia membuka ikatan tambang pada leher Cie Jiak dan meraba dadanya. Untung juga jantungnya masih berdenyut. "Masih bisa ditolong," Katanya dengan suara lega. Ia lalu mengurut punggung Cie Jiak dan mengirim Kioeyang Cin khie kedalam tubuh si nona. Beberapa saat kemudian Cie Jiak berteriak. "Uah!" Dan lalu menangis. Ia membuka matanya dan begitu melibat Boe Kie ia berkata "Biar aku mati! Aku lebih baik mati!" Mendadak ia lihat bibir Boe Kie yang berdarah dan bertanda tapak gigi, darahnya lantas saja bergolak dan dengan sekuat tenaga ia menggaplok. Han Lim Jie terkesiap. Ia berdiri terpaku dan mengawasi dengan mata membelalak. Pihak mana yang harus diambil olehnya? Di satu pihak Kauwcoe yang dipujanya, dilain pihak calon nyonya Kauwcoe yang juga dipandangnya seperti dewi. Selagi kebingungan mendadak pundaknya ditepuk orang. Ia menengok dan ternyata orang itu bukan lain dari pada Pheng hweeshio. "PhengTay soe" Katanya dengan suara girang. "Lekas bujuk Cioe Kouwnio!" Pheng Eng Giok tertawa. "Bujuk apa?" Tanyanya. "Mari kita keluar". "Tidak bisa! Mereka akan berkelahi! Cioe Kouwnio bukan tandingan Kauwcoe," Kata si tolol. Pheng Eng Giok tertawa terbahak bahak. "Han Heng-tee, apakah kita berdua bisa menandingi Kauwcoe?" Tanyanya. "Aku berani pastikan dengan seorang diri Cioe Kouwnio akan mendapat kemenangan." Seraya berkata begitu, ia memberi isyarat dengan kedipan mata dan lalu menarik taagan Han Lim Jie. Sementara itu, sesudah menggapelok tunangannya, Cie Jiak lalu membanting diri di pembaringan dan menangis tersedu-sedu. Boe Kie duduk di pinggir ranjang dan sambil mengusap-usap pundak si nona, ia berkata dengan suara lemah lembut. "Sungguh mati aku tidak berjanji dengan dia untuk mengadakan pertemuan di situ. Hal itu telah terjadi karena kebetulan saja." "Justa! Bohong! Aku tidak percaya!" Boe Kie menghela napas. "Cie Jiak, apa kau tak ingat riwayat Cioe Kong dan Ong Bong?" Tanyanya. "Dalam dunia ini banyak sekali kejadian-kejadian kebetulan yang bisa menimbulkan salah mengerti". Si nona bangun duduk. "Kau sungguh kejam!" Teriaknya. "Koencoe Nio nio-mu menghina aku dengan sajaknya dan kau bahkan menyebut-nyebutnya lagi. Lihat bibirmu! Apa kau tak malu?" Sehabis berkata begitu, mukanya sendiri berubah merah. Boe Kie mengerti, bahwa ia takkan dapat membela diri. Jalan satu-satunya ia harus bersabar. Melihat muka tunangannya yang kemerah-merahan, lehernya yang masih bertanda bekas ikatan tambang dan matanya yang merah, di dalam hatinya lantas saja timbul rasa kasihan. Ia ingat, bahwa jika tidak keburu ditolong oleh Han Lim Jie, tunangannya itu pasti sudah binasa. Mengingat begitu, dengan rasa terharu ia segera memeluk. Cie Jiak coba memberontak, tapi Boe Kie terus memeluk erat-erat dan mencium dahinya. Lama ia memeluk dan Cie Jiak pun tidak memberontak lagi. Tiba-tiba ia merasa jengah sendiri. Perlahan-lahan ia melepaskan pelukannya dan berkata. "Cie Jiak, kau tidurlah. Besok kita bicara lagi. Kalau aku berani menjustai kau lagi dan diam-diam mengadakan pertemuan dengan Tio Kouwnio, kau boleh bunuh aku." Si nona tidak menjawab. Ia terus menangis dengan perlahan. Makin dibujuk, ia menangis makin keras. Akhirnya Boe Kie bersumpah, bahwa ia tidak akan berkhianat dan bahwa ia masih tetap mencintai si nona deagan segenap jiwa. "Aku tak mempersalahkan kau, aku hanya merasa menyesal akan nasibku yang buruk..." Kata Cie Jiak dengan suara hampir tak kedengaran. "Diwaktu masih kecil, kita bersama-sama bernasib buruk," Kata Boe Kie. "Dengan Tat coe yang berkuasa, seluruh rakyat bernasib buruk. Nanti sesudah Tat coe terusir, kita akan hidup beruntung." Tiba-tiba Cie Jiak mengangkat kepalanya dan berkata dengan suara sungguh-sungguh. "Boe Kie Koko, kutahu kecantikanmu terhadapku. Ku tahu ini semua karena gara- gara bujukan si perempuan siluman... bukan kau yang berhati bercabang. Tapi ... tapi ... dengan sebenarnya aku tak bisa menjadi isterimu. Aku ingin mati. Tapi si Han Lim Jie menolong aku. Sesudah gagal satu kali, aku tak berani mencoba untuk kedua kali. Aku... akan mengikuti contoh Soehoe, aku akan mencukur rambut dan menjadi pendeta. Ya! Ciang ... boenjin dari Gobie pay memang biasanya seorang wanita yang tidak menikah." "Mengapa kau mempunyai pikiran begitu ? Apakah kau bergusar terhadap Tio Kouwnio karena kau anggap Tio Kouwnio memberi petunjuk, bahwa kaulah yang sudah mencelakai ayah angkatku ?" "Apa kau percaya ?" "Tentu saja tidak!" "Kalau tidak percaya, baguslah. Siapapun juga tak akan percaya." "Tapi mengapa kau terus berduka?" Cie Jiak menggigit bibirnya. "Karena ... karena ..." Katanya. Sehabis mengatakan dua kali perkataan "karena", ia memalingkan mukanya ke jurusan lain. "Boe Kie Koko," Pedang Langit Dan Golok Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Katanya pula dengan suara parau. "Sebenarnya kau lebih baik tidak pernah bertemu dengan aku. Mulai dari sekarang, kau jangan ingat-ingat lagi diriku. Kau boleh menikah dengan Tio Kouwnio atau dengan wanita lain. Aku ... aku tak perduli ..." Mendadak kedua kakinya menjejak pembaringan dan tubuhnya melesat keluar dari jendela dan kemudian hinggap diatas rumah. Boe Kie tertegun. Ia tak pernah menduga bahwa tunangannya memiliki ilmu mengentengkan badan yang begitu. Sesaat itu ia tidak sempat memikir panjang-panjang lagi dan segera menguber. Si nona kabur ke jurusan timur. Boe Kie mengejar dengan mengambil jalan mutar dan dengan cepat, ia sudah menghadang didepan. Sebab tidak keburu menghentikan tindakannya, Cie JiaK menubruk Boe Kie yang segera memeluknya, mereka berada di dekat sungai kecil. Boe Kie lalu mendukung tunangannya ke sebuah batu besar di pinggir sungai. "Cie Jiak," Katanya dengan suara halus. "Suami isteri harus sama-sama senang dan sama-sama susah. Penderitaanmu adalah penderitaanku juga. Ganjelan apa yang sedang dipikir olehmu. Bilanglah! ... kau bilanglah..." Sambil menyesapkan kepalanya di dada Boe Kie, si nona menangis tersedu-sedu. "Aku ... aku ...." Katanya terputus- putus. "Kehormatanku sudah dirusak orang! ... Aku sudah ternoda ... Aku ... aku sudah ... hamil! Bagaimana aku bisa menikah dengan kau?" Pengakuan itu bagaikan halilintar ditengah hari bolong. Boe Kie terpaku ia merasa kepalanya puyeng dan matanya berkunang-kunang. Perlahan-lahan Cie Jiak bangun berdiri. "Itulah sudah nasibku," Katanya. "Kau harus bisa melupakan aku." Boe Kie tidak menyahut. Ia menatap wajah tunangannya dengan mata membelalak. Ia tak percaya kupingnya sendiri. Si nona menghela napas. Ia memutar badan dan berlalu. Boe Kie melompat dan seraya mencekal tangan tunangannya, ia bertanya dengan suara gemetar. "Apa .... bangsat Song Ceng Soe?" Cie Jiak mengangguk. Dengan air mata berlinang-linang ia berkata. "Aku ditotok dan aku tidak bisa melawan ... " Pada detik itu juga Boe Kie sudah mengambil keputusan. Ia memeluk Cie Jiak dan berkata dengan suara halus. "Cie Jiak, itu semua bukan salahmu. Sesudah beras menjadi bubur, jengkelpun tiada gunanya. Cie Jiak karena penderitaanmu itu, aku lebih mencintai kau, aku lebih merasa kasihan terhadapmu. Besok kita berangkat ke Hway see dan mengumumkan kepada saudara-saudara agamaku, bahwa kita akan segera menikah. Mengenai anak dalam kandunganmu, anggap saja, bahwa anak itu adalah anakku sendiri. Cie Jiak, bagiku kau masih tetap suci, kau tetap putih bersih, karena segala kejadian itu adalah diluar kemauanmu." "Perlu apa kau menghibur aku? Aku sudah ternoda. Mana bisa aku menjadi hoe jin (isteri) dari seorang Kauwcoe?" "Cie Jiak, dengan berkata begitu kau memandang rendah kepadaku Thio Boe Kie seorang laki-laki tulen. Pemandanganku berlainan dengan pemandangan orang biasa. Andai kata, karena khilaf, kau terpeleset dan jatuh, aku masih bisa melupakan segala kesalahanmu. Apalagi dalam hal ini, dimana bencana sudah datang diluar keinginanmu?" Bukan main rasa berterima kasihnya Cie Jiak. "Boe Kie Koko," Katanya. "apa benar kau begitu mulia? Kukuatir kau menjustai aku." "Kecintaanku ... kebaikanku terhadapmu, kau akan tahu dihari kemudian. Pada hakekatnya, sekarang ini aku belum berbuat baik terhadapmu." Si nona menangis makin sedih. "Boe Kie Ko ko ... " Bisiknya. "gugurkan saja kandungan ku dengan menggunakan obat ... " "Tidak boleh!" Kata Boe Kie. "Menggugurkan kandungan adalah perbuatan berdosa. Selain begitu, hal itu bisa menusuk kesehatan badanmu." Waktu berkata begitu, didalam hatinya tiba-tiba muncul perasaan sangsi. Cie Jiak berada dalam tangan Kay pang hanya kira-kira sebulan lamanya. Apa bisa jadi dia sudah hamil? Diam diam ia memegang nadi tunangannya. Tidak! Ia tidak mendapatkan tanda-tanda kehamilan. Tapi ia tidak mau menanya lebih terang, Ia mahir dalam ilmu ketabiban, tapi kepandaian itu terbatas dalam bidang luka-luka dan penyakit karena keracunan. Dalam penyakit kalangan wanita, ia tak punya banyak pengetahuan. "Kalau anak ini perempuan masih tak apa," Kata pula CieJiak. "Tapi kalau lelaki... Jika di hari kemudian kau menjadi hong tee (kaisar ) apakah dia harus menjadi tay coe ( putera mahkota )? Ah! ... sebaiknya, digugurkan saja untuk menghilangkan bibit penyakit." "Cie Jiak," Kata Boe Kie dengan suara kaku. "perkataan hong tee kuharap jangan disebut-sebut lagi. Aku seorang anak kampungan. Sedikitpun aku belum pernah mimpi, belum pernah mempunyai keinginan uutuk naik ditahta kerajaan. Apabila perkataanmu didengar oleh saudara- saudara kita mereka akan anggap aku sebagai manusia yang mengejar kekuasaan dan hati mereka akan menjadi dingin". "Aku bukan mau paksa kau menjadi hongtee. Tapi kalau sudah takdir, biarpun mau menolak? Kau memperlakukan aku secara begitu mulia. Aku harus berusaha untuk membalasnya. Cioe Cie Jiak seorang wanita lemah, tapi kalau ada kesempatan mungkin sekali aku masih bisa memberi sedikit bantuan supaya kau menjadi kaisar. Ayahku gagal dalam usahanya dan menemui kebinasaan. Dahulu aku menjadi kong coe ( puteri seorang kaisar ). Siapa tahu di hari nanti aku akan menjadi seorang hong houw (permaisuri)?" Mendengar perkataan yang sungguh-sungguh itu Boe Kie jadi tertawa. "Cie Jiak," Katanya. "kemuliaan seorang hong houw belum tentu bisa menandingi kemuliaan Tiangboenjin dari Go bie pay. Sudahlah, hauw Nio-nio! Hamba mohon Hong houw Nio-nio sudi beristirahat!" Awan kedukaan lantas saja membuyar dan sambil tertawa, kedua orang muda itu mengakhiri pembicaraan mereka. Pada keesokan paginya, sesudah membuka jalan darah pelayan yang mengaso dikolong ranjang, Boe Kie meminta Pheng Eng Giok berdiam dikota raja tiga hari lagi untuk mendengar-dengar Cia Soen, sedang dia sendiri bersama Cie Jiak dan Han Lim Jie lalu berangkat ke-Hway see. Perjalanan mereka tidak menemui rintangan. Setibanya didaerah Shoatang mereka sudah bisa menyaksikao kekalahan tenlara Mongol yang terus mundur dengan kerusakan besar. Sedapat mungkin Boe Kie bertiga menyingkir dari kelompok-kelompok musuh yang besar jumlahnya dengan mengambil jalan kecil. Belakangan mereka bertemu dengan seorang serdadu Goan yang kasar dan lalu membekuknya. Dari serdadu itu, mereka mengetahui, bahwa Han San Tong dengan beruntun mendapat beberapa kemenangan besar dan berhasil merebut beberapa tempat yang penting. Mereka sangat girang dan meneruskan perjalanan secepat mungkin. Mulai perbatasan Soatang Anhoei kekuasaan sudah berada dalam tangan tentara rakyat Beng Kauw. Diantara tentara itu ada yang mengenal Han Lim Jie dan dia buru- buru melaporkan kepada Goan swee hoe (gedung panglima besar). Maka itulah pada waktu Boe Kie bertiga masih berada dalam jarak tigapuluh li dari kota Hauwcoe, mereka sudah dipapak oleh Han San Tong yang mengajak Coe Goan Ciang, Cie Tat, Siang Gie Coen, Teng Jie Thong Ho dan lain-lain panglima. Pertemuan itu sudah tentu sangat menggirangkan semua orang. Sesudah Han San Tong mempersembahkan secawan arak kepada Boe Kie dengan diiringi tetabuhan perang dan sepasukan tentara yang mengenakan pakaian perang mentereng serta bersenjata lengkap, rombongan itu masuk kedalam kota Hauwcoe. Dengan menunggang kuda, Cie Jiak mengikuti dibelakang Boe Kie. Di sepanjang jalan ia menengok ke kanan dan ke kiri dengan perasaan bangga. Meskipun belum menyamai arak-arakan Hong tee dan Hong hauw dikota raja, iring-iringan itu sudah cukup memuaskan hatinya. Setibanya dikota, safu demi satu para jenderal dan perwira menghadap dan memberi hormat kepada Boe Kie. Malam itu diadakan pesta besar. Mendengar puteranya ditolong oleh sang Kauwcoe sekali lagi secara resmi Han San Tong menghaturkan terima kasih. Selama beberapa hari dengan beruntun datanglah Yoe Siauw, Hoan Yauw, In Thian Ceng, In Ya Ong, Tiat koan Hoejin Swee Poet Tek, Cioe thian, kelima Ciang kie soe dari Ngo-heng-kie dan lain-lain pemimpin Beng kauw. Mereka datang dari pelbagai tempat sebab mendengar warta tentang itu. Beberapa hari itu tak putus-putusnya diadakan pesta-pesta untuk menyambut para pemimpin itu. Lewat beberapa hari lagi tibalah Ceng ek Hok ong Wie It Siauw dan Pheng Eng Giok. Kepada Boe Kie Pheng Hweeshio melaporkan bahwa ia sama sekali tak mendengar sesuatu tentang Cia Soen. Waktu mendapat gilirannya, Wie It Siauw berkata. "Selagi berkelana di Hopak, aku bertemu dengan Ciang pang Liong tauw yang sedang menjalankan tugas kurang baik bagi agama kita. Aku lagi guyon-guyon dengannya. Waktu itu aku belum tahu, bahwa Cia Heng sudah kembali di Tiong goan. Kalau tahu aku pasti akan menyelidiki di kalangan Kay pang karena sangat mungkin Cia heng jatuh di tangan mereka." Boe Kie segera memberitahu bahwa Cia Soen memang pernah ditangkap oleh Kay pang tapi kemudian bisa melarikan diri. Iapun menuturkan segala pengalamannya dalam usaha mencari ayah angkatnya itu. Hoan Yauw dan In Thian Cheng adalah orang-orang yang berakal budi, tapi merekapun tak bisa menembus kabut yang meliputi hilangnya Kim mo Sai ong. "Kita masih belum bisa meraba asal-usul nona baju kuning itu," Kata Hoan Yauw. "Kalau kita mengusut dari nona itu, mungkin sekali kita akan berhasil dalam usaha mencari Ceng heng. Tapi siapakah yang menaruh tanda-tanda obor dari Louw Liong Kauwcoe mengejar sampai di Louw liong lagi?" Tanya In Thian Cheng. "Bisa jadi orang itu mempunyai hubungan yang sangat erat dengan hilangnya Cia heng." Diantara pemimpin-pemimpin Tjeng Kauw terdapat banyak yang berpengalaman luas. Tapi tidak seorangpun yang bisa menebak siapa adanya si baju kuning. Mereka hanya bisa membujuk Boe Kie dengan mengatakan bahwa ditinjau dari sepak-terjangnya si baju kuning sama sekali tidak mengandung niat kurang baik. Boe Kie pun tidak berdaya. Ia hanya bisa memerintahkan sejumlah anggota Ngo heng kie pergi ke berbagai tempat untuk mengadakan penyelidikan. Dalam beberapa perternpuran, biarpun mendapat kemenangan, tentara Beng kauw menderita juga kerusakan yang tidak kecil. Maka itu mereka memerlukan waktu dua tiga bulan untuk memperbaiki apa yang rusak, mengumpulkan serdadu baru dan mengaso. Sebagaimana diketahui, pada malam itu Pheng Eng Giok turut menyaksikan percobaan membunuh diri dari Cioe Cie Jiak. Meskipun tak tahu latar belakangnya, ia mengerti, bahwa diantara pemuda dan pemudi yang sedang bercintaan memang sering terjadi gelombang atau ribut- ribut, Disamping itu, HoanYauw dan beberapa orang lain juga tahu adanya perhubungan yang agak luar biasa diantara Boe Kie dan Tio beng. Apabila Kauwcoe mereka sampai menikah dengan seorang puteri Mongol, maka kejadian ini sudah tentu akan memberi akibat buruk bagi usaha menggulingkan pemerintahan Goan. Maka itulah, sesudah berdamai, mereka menarik kesimpulan, bahwa jalan yang paling baik adalah membujuk Boe Kie supaya melangsungkan upacara pernikahan dengan Cie Jiak secepat mungkin. Mereka menganggap bahwa sekarang adalah waktu yang paling tepat, karena peperangan justeru sedang ditunda. Waktu mereka mengajukan usul, Boe Kie lantas saja mengiakan. In Thian Ceng lantas saja mencari hari dan segera ditetapkan, bahwa hari pernikahan Boe Kie dan Cie Jiak jatuh pada Sha gwee Cap-go (Bulan tiga tanggal 15). Tak usah dikatakan lagi, seluruh anggota Beng kauw bergirang dan repot mempersiapkan segala sesuatu untuk pesta pernikahan itu. Pada waktu itu nama Beng kauw telah menggetarkan seluruh Tiongkok. Disebelah timur, Han San Tong menduduki kota-kota penting di wilayah Hway-see. Disebelah barat, Cie Coen Hoei telah mengalahkan tentera Mongol dalam pertempuran-pertempuran di sebelah utara Ouwpak dan selatan Holam. Maka itulah, begitu lekas warta tentang pernikahan Thio Kauw coe disiarkan, segera orang-orang gagah dari Rimba persilatan mulai datang - kian lama makin banyak, sehingga seolah-olah melimpahnya air banjir. Koen loen pay, Kong tong pay dan beberapa partai lain, yang dikenal sebagai partai lurus hati, sebenarnya tidak begitu akur dengan Beng kauw. Tetapi sesudah tokoh-tokohnya ditolong Boe Kie di Bin hoat sie, partai-partai tersebut rata-rata berhutang budi. Disamping itu, Cioe Cie Jiak adalah Ciangboenjin dari Go-bie-pay yang mempunyai kedudukan tinggi dalam Rimba Persilatan. Walau pun tidak datang sendiri, para ciang-boen-jin partai-partai itu mengirim wakil ke Hauw cioe untuk membawa barang antaran. Thio Sam hong sendiri tidak bisa datang. Sebagai bingkisan, orang tua itu menulis empat huruf "Kee-jie-,Kee-hoe," (Suami isteri yang baik ) diatas selembar sutera. Pedang Langit Dan Golok Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Sutera itu bersama Jilid kitab Thay Kek-koen yang ditulis sendiri, diserahkan kepada Song Wan Kiauw. Jie Lian Cioe dan In Lie Heng yang juga mendapat tugas untuk pergi ke Hauw coe guna memberi selamat dan doa restu kepada sepasang mempelai itu. Waktu itu Yo Poet Hwie sudah menikah dengan In Lie Heng dan ia mengikut ke Hauwcioe, begitu bertemu, dengan girang Boe Kie berseru. "Lok-Soe-cim!" Muka Yo Poet Hwie lantas saja berubah merah. Ia menarik tangan Boe Kie dan lalu menuturkan segala pengalamannya semenjak meraka berpisahan. Ia girang tercampur terharu. Sebab kuatir Tan Yoe Liang dan Song Ceng Soe menggunakan kesempatan itu untuk mencelakai Thay soepeknya, maka Boe Kie lalu memerintahkan Wie It Siauw pergi ke Boe-tong san sebagai wakilnya untuk menghaturkan terima kasih kepada Thio Sam Hong. Kepada Ceng ek Hok ong, Boe Kie menceritakan sapak terjang Song Ceng Soe yang sudah membinasakan Boh Seng Kok dan berniat untuk mencelakai Thio Sam Hong. Ia memesan, supaya sesudah bertemu dengan Thio Sam Hong, Wie It Siauw harus menemani Jie Thay Giam dan Thio Siong Kee untuk berjaga-jaga terhadap tipu muslihat Tan Yoe Liang. Sesudah Song Wan Kjuuw bertiga kembali di Boe tong san, barulah Wie It Siauw pulang. Mendengar penuturan itu, paras muka Ceng ek Hok ong berubah merah padam. "Atas nasihat Kauwcoe, Wie It Siauw tidak berani mengisap lagi darah manusia," Katanya dengan suara gusar. "Tapi jika bertemu dengan kedua penjahat itu, aku pasti akan mengisap habis darah mereka." "Terhadap Tan Yoe Liang, Wie heng boleh berbuat sesuka hati," Kata Boe Kie. "Tapi Song Ceng Soe adalah putera tunggal Song Toasoepeh dan ia selalu dianggap sebagai calon ciangboenjin dari Boe tong pay. Kalau dia berdosa, biarlah Boe tong pay sendiri yang menghukumnya. Dengan memandang muka Song Toa soepeh, Wie heng tidak boleh melanggar selembar rambutpun." Wie It Siauw mengiakan dan segera berpamitan. Pada Sha gwee Ceecap ( bulan tiga tanggal sepuluh ), sejumlah murid wanita Go-bie tiba di Hauwcioe dengan membawa antaran. Teng Bin Koen sendiri tidak muncul. Lima hari kemudian tibalah hari pernikahan. Pagi-pagi sekali orang sudah berdandan dan mengenakan pakaian yang sebaik-baiknya. Upacara sembahyang kepada Bumi dan Langit itu segera akan dilakukan di gedung hartawan terkaya di kota Hauwcioe, Gedung itu dihias seindah- indahnya. Yang menjadi cu hun (yang memegang peranan orang tua) pengantin lelaki adalah In Thian Ceng, sedang Siang Gie Coen menjadi cu hun pengantin perempuan. Tiat koan Toojin mendapat tugas untuk menjaga keselamatan kota Hauw cioe selama pesta. Guna menjaga merembasnya musuh, dia harus mengatur penjagaan diseluruh kota yang dilakukan oleh sejumlah murid Beng kauw pilihan. Diluar kota dijaga oleh Tong Ho yang memimpin satu pasukan tentara. Pagi itu sebagai tamu terakhir datang wakil-wakil Siauw Lim pay dan Hwa san yang membawa barang antaran. (Begitu tiba waktu Sia sie ( antara jam tiga dan lima sore ), terdengarlah bunyi meriam sebagai tanda dimulainya upacara pernikahan. Yo Siauw dan Hoan Yauw mengundang semua tamu masuk di toa-thia ( ruangan besar). Tak lama kemudian, diapit oleh In Lie Heng dan Han Lim Jie, Boe Kie keluar dengan diiring suara tetabuhan dan hampir berbareng, Cie Jiak juga masuk ke ruangan upacara dengan dikawani oleh delapan murid wanita Go bie. Kedua mempelai lantas saja berdiri berendeng. "Sembahyang kepada langit!" Teriak pemimpin upacara. Baru saja Boe Kie dan Cie Jiak mau berlutut tiba-tiba diluar pintu terdengar bentakan yang merdu. "Tahan !" Di lain detik, seorang wanita yang mengenakan pakaian hijau muda sudah berdiri ditengah-tengah ruangan. Wanita itu bukan lain daripada Tio Beng. Kejadian yang tidak diduga-duga itu mengejutkan semua orang. Tokoh-tokoh Beng kauw dan berbagai partai persilatan yang sudah kenyang makan asam garam dunia Kang ouw, tidak pernah mimpi, bahwa Tio Beng berani datang seorang diri ke tempat ini. Beberapa orang yang beradat berangasan lantas saja bergerak untuk menyerang. "Tahan dulu!" Bentak Yo Siauw. Sambil menyoja para tamu, ia berkata pula. "Hari ini adalah hari paling beruntung dari Kauwcoe kami dan Ciangboenjin Go bie- pay. Tio-Kouwnio datang berkunjung dan beliau adalah tamu kami. Dengan memandang muka Go-bie-pay dan Beng kauw, kami mohon kalian suka melupakan ganjalan lama untuk sementara waktu jangan melakukan sesuatu yang tidak pantas terhadap Tio Kouwnio." Sehabis berkata begitu, ia memberi isyarat kepada Swee Poet Tek dan Pheng Eng Giok dengan kedipan mata. Kedua kawan itu mengerti maksudnya. Mereka segera meninggalkan ruangan itu dan menyelidiki jumlah jago-jago yang mungkin dibawa Tio Beng. "Tio Kouwnio, kau duduklah sambil menyaksikan pernikahan," Kata Yo Siauw pula. "Sesudah upacara, kami akan mengundang Tio-Kouwnio untuk turut minum arak kegirangan." Tio Beng tersenyum. "Aku hanya ingin bicara beberapa patah dengan Thio Kauwcoe," Katanya. "Sehabis bicara, aku akan segera berlalu." "Sesudah upacara, nona boleh bicara." Kata Yo Siauw. "Sesudah upacara, sudah terlambat." Jawabnya. Yo Siauw dan Hoan Yauw saling mengawasi. Mereka mengerti, bahwa Tio Beng sengaja datang untuk mengacau dan biar bagaimana pun jua, mereka harus mencegah, supaya pesta itu tidak menjadi gagal. Yo Siauw lantas saja maju dua tindak. "Tio Kouwnio," Katanya dengan suara menyeramkan. "Sebagai tuan rumah kami tidak ingin bertindak secara melanggar kepantasan dan kami mengharap, bahwa sebagai tamu, Tio Kouwnio juga bisa menghormati diri sendiri." Ia telah mengambil keputusan, bahwa jika Tio Beng rewel, ia akan menotok jalan darahnya. Si nona menengok kepada Hoan Yauw dan berkata. "Kauw Taysoe orang mau turun tangan terhadapku. Apa kau tak menolong ?" "Koencoe," Kata bekas orang sebawahan itu. "Di dalam dunia sering terjadi kejadian yang tak cocok dengan kemauan kita. Dalam hal ini kuharap Koencoe tak memaksakan sesuatu yang tak bisa dipaksakan lagi." Si nona tertawa manis. "Tapi aku mau paksa juga," Katanya. Ia berpaling kearah Boe Kie dan berkata pula. "Thio Boe Kie, kau adalah pemimpin Beng kauw. Sekarang aku mau tanya. Apakah perkataan seorang lelaki sejati tetap dipertahankan atau tidak?" Begitu Tio Beng muncul, Boe Kie sangat berkuatir. Ia hanya berdoa supaya Yo Siauw berhasil membujuknya supaya dia lantas berlalu. Mendengar pertanyaan itu jantungnya memukul keras. Ia tak dapat menjawab lain dari pada "Tetap dipertahankan." "Hari itu," Kata Tio Beng, ketika aku menolong jiwa In Lioksiokmu, kau telah berjanji akan melakukan, tiga rupa pekerjaan untukku. Bukankah benar begitu?" "Benar. Kau ingin pinjam lihat To liong to. Kau bukan saja sudah melihat, kau bahkan sudah mencuri golok mustika itu." Selama beberapa puluh tahun jago-jago Kangouw gagal dalam usaha mencari golok mustika itu. Maka itu, begitu mendengar bahwa To liong to sudah jatuh ke tangan Tio Beng, mereka lantas saja menjadi gempar. "Dimana adanya To liong to hanya diketahui oleh Kim mo Say ong Cia Taihiap," Kata Tio Beng. "Kau boleh tanya ayah angkatmu sendiri Kembalinya Cia Soen ke Tionggoan belum diketahui oleh banyak orang. Keterangan Tio Beng sangat mengejutkan dan suara ramai-ramai lantas saja berhenti. "Siang malam aku memikiri dimana adanya Giehoe," Kata Boe Kie. "Jika kau tahu, aku mohon kau sudi memberitahukan kepadaku." Si nona tertawa. '"Kau sudah berjanji akan melakukan tiga pekerjaan, asal saja tidak bertentangan dengan kesatriaan dalam Rimba Persilatan," Katanya. "Mengenai permintaan untuk pinjam lihat To liong to dapat dikatakan sudah dipenuhi olehmu. Walaupun golok itu belakangan hilang, aku tak bisa mempersalahkan kau. Sekarang permintaanku yang kedua. Thio Boe Kie di hadapan para orang gagah kau tidak boleh hilang kepercayaan." "Pekerjaan apa yang harus aku lakukan?" Patung Emas Kaki Tunggal Karya Gan KH Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Karya Hong San Khek Pendekar Bunga Karya Chin Yung