Ceritasilat Novel Online

Pertikaian Tokoh Persilatan 1


Pertikaian Tokoh Tokoh Persilatan Karya Chin Yung Bagian 1


Pertikaian Tokoh Tokoh Persilatan Karya dari Chin Yung         Tiraikasih WEBSITEhttp.//kangzusi.com         Tiraikasih WEBSITEhttp.//kangzusi.com   H Ho oa a--S Sa an n--L Lu un n K Kiia am m P P Pe e er r rt t ti i ik k ka a ai i ia a an n nT T To o ok k ko o oh h h---t t to o ok k ko o oh h hP P Pe e er r rs s si i il l la a at t ta a an n n Karya .   Chin Yung Saduran .   Sin Liong Penerbit .   U.P.   HARAPAN PESAT JAKARTA, 1975 Uploader .   TAH di Indozone Final Edit & Ebook oleh .   Dewi KZ      Tiraikasih Websitehttp.//kangzusi.com   &http.//dewi-kz.info/   http.//cerita-silat.co.cc/ &http.//kang-zusi.info/   Daftar Isi .   H H Ho o oa a a---S S Sa a an n n---L L Lu u un n nK K Ki i ia a am m m Daftar Isi .   KATA PENGANTAR DARI PENERBIT BAGIAN 01 .   ANG TOA BAGIAN 02 .   ANG CIT KONG BAGIAN 03 .   HA-MO-KANG BAGIAN 04 .   AUWYANG HONG BAGIAN 05 .   OEY YOK SU BAGIAN 06 .   TANG CUN LIANG TOCU DARI THO HOA TO BAGIAN 07 .   SAHABAT ATAU MUSUH GURUNYA BAGIAN 08 .   PANGCU KAY PANG MU CIE IN BAGIAN 09 .   SAM TONG SINKANG (TENAGA SAKTI TIGA RUANG) BAGIAN 10 .   PESAN TERAKHIR SANG GURU BAGIAN 11 .   OEY YOK SU MENINGGALKAN THO HOA TO BAGIAN 12 .   TERDAMPAR DI PULAU TERPENCIL BAGIAN 13 .   LU LIANG CWAN PENGHUNI PULAU TERPENCIL PERTAMA BAGIAN 14 .   SIAN HO SI DEWI API LAUW CIE LAN BAGIAN 15 .   MENGADU ILMU BAGIAN 16 .   MENOLAK DIJADIKAN MURID BAGIAN 17 .   BERUSAHA MELARIKAN DIRI BAGIAN 18 .   MENINGGALKAN PULAU TERPENCIL BAGIAN 19 .   ILMU ARWAH DINGIN DAN PANAS (IM YANG HUN) BAGIAN 20 .   TOAN HONGYA KAISAR TAYLIE BAGIAN 21 .   TOAN HONGYA MENCARI GURU BAGIAN 22 .   LAM SIANG CIN JIN BAGIAN 23 .   MAHLUK DALAM KOLAM TAMAN KERAJAAN BAGIAN 24 .   HEK WAN SI PENAMBAL MANGKOK BAGIAN 25 .   ULAR PUALAM EMAS (KIM GIOK COA) BAGIAN 26 .   ILMU PUKULAN GELEDEK PEK LUI CIANG BAGIAN 27 .   MENGHAJAR PENCOPET BAGIAN 28 .   MENJALIN SEBUAH PERSAHABATAN BAGIAN 29 .   SI NENEK CANTIK BAGIAN 30 .   TOAN HONGYA LENYAP DARI ISTANA BAGIAN 31 .   AKSI SI NENEK PENGUASA IM YANG HUN BAGIAN 32 .   DI TOLONG SIAN HO LAUW CIE LAN SI DEWI API BAGIAN 33 .   TOAN HONGYA TERCULIK LAGI BAGIAN 34 .   RENCANA MEMBASMI PENGUASA IM YANG HUN BAGIAN 35 .   OEY YOK SU DI JADIKAN UMPAN BAGIAN 36 .   KISAH CIE THIO SI ANAK YATIM PIATU BAGIAN 37 .   TIGA DEWA DARI GUNUNG KAUW (SAM SIAN KAUW SAN) BAGIAN 38 .   ONG TIONG YANG BAGIAN 39 .   SI WAJAH EMPAT ARWAH BIAN KIE LIANG BAGIAN 40 .   LIE SIU MEI SI GADIS CANTIK BAGIAN 41 .   PEMUDA BERBAJU KUNING BAGIAN 42 .   PERTARUNGAN MELAWAN SI WAJAH EMPAT ARWAH BIAN KIE LIANG BAGIAN 43 .   TIPU DAYA AUWYANG HONG BAGIAN 44 .   DITOLONG SI ORANG BERTOPENG MERAH BAGIAN 45 .   RENCANA AUWYANG HONG BAGIAN 46 .   KELICIKAN AUWYANG HONG BAGIAN 47 .   ANG BIAN SI ORANG BERTOPENG MERAH BAGIAN 48 .   ORANG BERMUKA BURUK BAGIAN 49 .   PERTARUNGAN DUA JAGO TUA YANG ANEH BAGIAN 50 .   TOK CUN HOA SI ORANG BERMUKA BURUK BAGIAN 51.   KEDATANGAN ANG CIT KONG SI PENGEMIS MUDA BAGIAN 52 BAGIAN 53 BAGIAN 54 BAGIAN 55 BAGIAN 56 .   Jilid 19.1 BAGIAN 57 .   Jilid 19.2 BAGIAN 58 .   Jilid 19.3 BAGIAN 59 .   Jilid 19.4 BAGIAN 60 .   Jilid 19.5 BAGIAN 61 .   Jilid 20.1 BAGIAN 62 .   Jilid 20.2 BAGIAN 63 .   Jilid 20.3 BAGIAN 64 .   Jilid 20.4 BAGIAN 65 .   Jilid 20.5 BAGIAN 66 .   Jilid 20.6 BAGIAN 67 .   Jilid 20.7 KATA PENGANTAR DARI PENERBIT HOA-SAN LUN-KIAM - PERTIKAIAN TOKOH2 PERSILATAN Karya . CHIN YUNG Diceritakan Oleh . Sin Liong KISAH "Hoa-san Lun-kiam"   Ini merupakan kisah pendahuluan dari Kisah "Sia Tiauw Eng-hiong"   Dan "Sin Tiauw Hiap Lu", yang belasan tahun yang lalu pernah direncanakan untuk dicetak, tetapi karena terhalang kesulitan tehnis, sehingga ditangguhkan penerbitannya, dan yang baru sempat beredar adalah kedua cerita lanjutannya, yaitu Sia Tiauw Eng-hiong dan Sin Tiauw Hiap Lu.   Sebagai pendahuluan dari kedua cerita yang kami sebutkan diatas tadi, maka didalam Kisah "Hoa-san Lun- kiam"   Ini para pembaca akan bertemu-dengan Tokoh2 seperti Ong Tiong Yang, Oey Yok Su, Ang Cit Kong, Auwyang Hong dan It Teng Taisu. Didalam Kisah "Hoa-san Lun-kiam"   Ini, semuanya masih kanak-kanak sampai akhirnya menjadi jago dengan memiliki kepandaian yang sangat tinggi, dan terjadilah pertemuan-pertemuan diantara kelima tokoh persilatan itu diatas puncak Hoa-san.   Pertemuan2 inilah yang diberi nama "Hoa-san Lun- kiam.   Pengalaman-pengalaman para tokoh-tokoh persilatan itu sangat aneh dan luar biasa, mari kita mengikuti kisahnya.   Kami yakin, kisah ini tentu akan memberikan kepuasan kepada anda, karena didalam Hoa-san Lun- kiam dikisahkan bagaimana Toan Ceng (Akhirnya menjadi It Teng Taysu), mengalami berbagai persoalan yang aneh dan pengalaman-pengalaman yang sangat seru, sehingga akhirnya Toan Ceng meninggalkan takhta kerajaannya.   Begitu juga pengalaman-pengalaman keempat tokoh persilatan lainnya seperti Ong Tiong Yang, Oey Yok Su, Auwyang Hong dan Ang Cit Kong, masing-masing memiliki pengalamannya sendiri-sendiri yang serba aneh.   Baru sekarang Kisah Pendahuluan "Sia Tiauw Eng- hiong"   Dan "Sin Tiauw Hiap Lu"   Dapat kami tampilkan keharibaan para pembaca. Kisah "Hoa-san Lun-kiam"   Ini adalah Karya .   Chin Yung dan disadur oleh .   Sin Liong, diterbitkan oleh penerbit .   U.P.   HARAPAN PESAT JAKARTA pada 23 07 1975.   Selamat membaca.   JAKARTA, 23 07 1975 Penerbit .   U.P.   HARAPAN PESAT JAKARTA BAGIAN 01 .   ANG TOA DI JALAN RAYA yang menghubungkan jalan "Cing-an dengan jalan ke Bu-tong, tampak, ber-lari2 seorang-anak lelaki kecil berusia delapan tahun, sambil ber-lari2 begitu, mulutnya tidak hentinya mengoceh seperti bernyanyi.   "Plak, plak, plak, Kudaku lari keras sekali, Gagah dengan pedang, Berani menghadapi maut, Siapa yang menghadang, Ditabraknya dengan segera. Plak, plak, plak, Kudaku warna bulunya merah, Larinya keras jika tengah marah, Meraung keras dengan gagah. Siapa berani menentangnya ?"   Terus juga anak lelaki itu berlari-lari dengan mulut mengoceh tidak hentinya seperti itu, dia berlari dengan membawa sikap seperti tengah menunggangi seekor kuda, tubuhnya digentak-gentakkan.   Tetapi waktu dia melihat seorang anak lelaki sebaya.   dengannya sedang bermain kelereng, dan seorang anak lelaki lainnya berusia diantara sepuluh tahun tengah berjongkok untuk menyentil kelerengnya, anak lelaki ini telah menghampirinya.   Tahu-tahu tangan kanannya digerakkan, waktu telah berada dekat dengan kedua oraag-anak itu, dia telah menjitak kepala anak yang berusia diantara sepuluh tahun, cukup keras jitakannya itu, sampai memperdengarkan suara 'takk.....   !.', sedangkan anak yang seorangnya lagi waktu melihat munculnya anak-lelaki yang nakal itu, telah ketakutan dan memutar tubuh bermaksud melarikan diri, tetapi anak lelaki itu telah mengejarnya dan mengayunkan tangaanya, 'Tak.....!' kepala anak itu juga telah dijitaknya lagi.   "Serahkan semua kelereng kalian !"   Kata anak lelaki yang nakal ini. Kedua anak itu tampaknya takut terhadap anak yang nakal itu, mereka telah memberikan sebagian dari kelereng mereka.   "Jangan diambil semua, Ang-toa (si tua Ang)!"   Kata anak yang berusia sepuluh tahun itu dengan muka meringis menahan takut. Ang-toa, anak lelaki yang nakal itu, telah mendelikkan matanya, tangan kanannya dengan ringan telah bergerak lagi menjitak kepala anak berusia sepuluh-tahun itu.   "Kepalamu mau bengkak kujitaki terus?"   Bentak Ang- toa sambil mengulurkan tangannya seperti meminta dengan paksa kelereng kedua anak itu.   Kedua anak tersebut yang memang rupanya jeri berurusan dengan Ang-toa, telah menyerahkan lagi sebagian kelereng mereka, sehingga sebutirpun mereka tidak memilikinya lagi.   Setelah menerima semua kelereng itu, tampak Ang- toa telah ber-lari2 lagi, tangan kanan dan tangan kirinya menepuk-nepuk sakunya, sehingga terdengar "crengggg....., crengggg......!"   Suara terbenturnya tangan dengan kelereng yang berada didalam sakunya, dan sambil berlari-lari begitu, dia juga telah bernyanyi-nyanyi tiada hentinya dengan lagunya yang cukup jenaka itu .   "Plak, plak, plak, Kudaku lari keras sekali, Gagah dengan pedang, Berani menghadapi maut, Siapa yang menghadang, Ditabraknya dengan segera. Plak, plak, plak, Kudaku warna bulunya merah, Larinya keras jika tengah marah, Meraung keras dengan gagah. Siapa berani menentangnya ?.........."   Sikap Ang-toa tampak jenaka, walaupun usianya masih kecil, namun justru yang mengherankan dia dipanggil namanya Ang-toa, situa she Ang.   Pertikaian Tokoh Tokoh Persilatan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Diantara sifat-sifatnya yang jenaka, tampak keberandalannya yang agak lumayan, sehingga anak lelaki berusia lebih besar dari dia saja takut berurusan dengan Ang-toa, yang namanya telah tua tetapi orangnya masih kecil seperti itu.   Setelah berlari-lari beberapa tikungan, dia melihat dipinggir emperan sebuah rumah ada tiga orang anak yang tengah bermain kelereng.   Ang-toa mempercepat larinya, dia telah menghampiri rombongan anak-anak itu.   "Aku ikut main......!"   Teriaknya sambil memukul-mukul sakunya sehingga kelereng rampasannya memperdengarkan suara berkelintingan. Ketiga anak lelaki itu telah menoleh waktu mendengar teriakan Ang-toa, dan seketika mereka mereka jadi pucat.   "Oh, aku tadi disuruh ibu pergi kepasar... maaf, aku harus pergi dulu...!"   Kata anak yang berusia diantara sebelas tahun sambil mengambil kelerengnya, dan memutar tubuhnya untuk berlalu.   "Hei...., jangan pergi dulu !"   Bentak Ang-toa mendongkol karena justru anak itu ingin berlari atas kedatangannya ditempat itu. Anak itu mukanya tambah pucat.   "Aku...benar-benar sedang disuruh ibuku untuk pergi kepasar membeli beras", menjelaskan anak itu dengan suara yang tergagap.   "Aku tidak mau tahu! Yang jelas aku datang engkau lalu mau pargi...,! Bukankah itu suatu kesalahan yang tidak kecil? Kau telah menghina aku...!"   Dan Ang-toa telah menghampiri anak itu.   Melihat Ang-toa mendekatinya, anak lelaki berusia, sebelas tahun itu jadi gugup dan mukanya tambah pucat, dia telah mementang kedua kakinya untuk berlari.   Tetapi, A-ng-toa bergerak cepat dia melompat sambil mengayunkan tangannya.   "pletak.....!"   Kepala anak itu kena dijitaknya keras sekali.   Anak itu mengaduh, tetapi kakinya tidak berhenti, dia telah lari tergesa-gesa.   Sedangkan Ang-toa telah tertawa keras, kemudian menoleh kepada kedua anak lainnya yang saat itu berjongkok dengan muka yang pucat.   "Dan kalian berdua apakah tidak mau bermain kelereng denganku...?"   Tanya Ang-toa sambil mendeliki matanya, sehingga sikapnya jenaka sekali. Kedua anak itu menggelengkan kepalanya.   "Mana berani kami, tidak menuruti keinginanmu Ang-toa?"   Kata salah seorang diantara mereka dengan suara tergagap karena diliputi perasaan takut.   "Bagus! 'Mari kita main......!"   Dan Ang-toa telah mengeluarkan tiga buah kelerengnya, dua buah dilemparkannya ketanah, sambil katanya .   "Pasang...!"   Kedua anak itu hanya menuruti saja, mereka masing- masing juga telah memasang dua kelereng mereka, dan kemudian berdiri berjajar dengan Ang-toa dalam jarak tertentu. Ang-toa telah melemparkan kelerengnya, begitupun kemudian kedua anak itu.   "Aku jalan dulu !"   Kata Ang-toa kegirangan melihat kelerengnya berada paling jauh.   "Ya..., ya..., engkau jalan dulu...!"   Kata salah seorang diantara kedua anak lelaki itu.   Mereka tampaknya bermain kelereng dengan semangat yang tidak ada, karena mereka hanya mengiyakan apa yang dikatakan Ang-toa.   Saat itu Ang-toa telah berjongkok, dia menyentil kelerengnya, dan kelerengnya itu meluncur menyerempet pasangan kelereng mereka, tetapi tidak ada sebutirpun kelereng pasangan itu yang terlontar keluar dari lingkaran batas-batas yang telah digambar ditanah.   Walaupun Ang-toa tidak berhasil menyentil mengenai pasangan, namun dia telah melompat-lompat kegirangan sambil serunya .   "Aku kena! Keenam kelereng itu telah menjadi milikku !". Muka kedua anak itn tidak memperlihatkan sikap atau perasaan lain, karena mereka telah berdiri pucat ketakutan, sebab mereka mengetahui siapa Ang-toa, si nakal jenaka ini.   "Ya...... kau ambillah, Ang-toa !"   Kata mereka hampir berbareng. Ang-toa mengambil keenam kelereng pasangan itu dan dia telah berkata kepada kedua anak, itu .   "Ayo pasang lagi...!".   "Ang-toa...!"   Kata salah seorang diantara kedua anak tersebut.   "Kenapa ? Kalian juga tidak mau bermain kelereng denganku ?"   Tanya Ang-toa sambil mendeliki matanya.   "Bukan begitu, mendadak sekali perutku sakit ! Engkau ambillah sebelas kelerengku ini, tetapi maafkan aku harus pulang untuk buang air dulu ...!"   Dan anak lelaki itu yang berusia diantara dua belas tahun itu telah menyodorkan kelerengnya, yang semuanya diberikan kepada Ang-toa.   Rupanya dia memang sudah tidak mau bermain dengan Ang-toa dan lebih rela menyerahkan sisa kelereng yang ada padanya.   Ang-toa menerima kelereng- kelereng itu dan memasukkan kedalam sakunya.   "Dan engkau...?"   Tanyanya kepada anak yang seorangnya.   "Aku tadi disuruh ibu untuk membeli ikan"   Menyahuti anak itu.   "Aku baru ingat sekarang, maka aku bermaksud untuk pergi membeli ikan dulu...!".   "Ah, engkau benar-benar jahat tidak mau menemani aku main kelereng !"   Kata Ang-toa dan tangannya bergerak menjitak anak itu. Anak tersebut yang keningnya kena dijitak keras oleh Ang-toa tidak mengaduh, dia hanya menyodorkan sisa kelerengnya yang masih berjumlah delapan buah.   "Kau ambillah Ang-toa, aku memang tidak sepandai engkau bermain kelereng, anggap saja aku telah kalah...!". Ang-toa sambil tersenyum mengejek telah menerima kedelapan kelereng anak itu, dia telah memasukkan kedalam sakunya. Sedangkan anak itu telah membalikkan tubuhnya untuk berlalu. Anak yang seorangnya lagi juga telah cepat-cepat meninggalkan Ang-toa. Ang-toa masih berdiri ditempatnya, dia jadi tidak tahu apa yang ingin dilakukannya, hanya tangan kanan dan kiri telah digerak-gerakkan per-lahan2 memukul sakunya sehingga kelereng yang berada didalam sakunya itu telah bergemerincing memperdengarkan suaranya.   "Heran....! Mereka semuanya tidak mau bermain kelereng denganku...! Mengapa begitu? Memang mereka manusia-manusia jahat, selalu mengasingkan diriku.......!"   Menggumam Ang-toa.   Dia tidak menyadari, justru dirinya sendiri yang setiap kali bermain kelereng, tentu akan bermain curang, menang atau tidak, dia harus menang, sehingga anak-anak yang sebaya dengannya tidak berani bermain kelereng dengannya, sebab jika mereka menentang Ang-toa, berarti mereka akan dijitak dan dipukul oleh Ang-toa, sinakal yang jenaka ini.   Setelah berdiam diri sejenak lamanya ditempat itu, Ang-toa telah menyusuri jalan itu, dia sampai dipinggiran kota, berdiri menyender dibatang pohon, dan tangan kanannya satu persatu melemparkan kelerengnya.   Akhirnya, kelereng rampasan yang berada disakunya telah habis menggeletak ditanah.   Tetapi Ang-toa tidak berusaha untuk memungut atau mengambil kelereng itu lagi, dia telah ngeloyor pergi meninggalkan tempat tersebut.   Selagi Ang-toa berjalan dengan kepala tertunduk dan kaki menendang-nendang setiap batu kerikil yang dilaluinya, tiba-tiba dia mendengar suara sorak dan pekik riang dari beberapa orang anak-anak.   Waktu Ang-toa melihat serombongan anak lelaki yang tengah berkerumun bermain kelereng, Ang-toa jadi girang kembali.   Cepat-cepat dia berlari menghampiri rombongan anak-anak itu yang mungkin berjumlah delapan orang anak.   "Aku ikut main......!"   Teriak Ang-toa.   "Kau, Ang-toa ?"   Tanya seorang anak lelaki yang mungkin berusia tiga belas tahun dan memiliki bentuk tubuh yang sehat.   "Mana kelerengmu ?".   "Kalian pinjami dulu, nanti setelah aku menang, aku akan mengembalikannya...!"   Menyahuti Ang-toa.   "Cisss, enak saja, engkau mau meminjam.! Jika kalah engkau akan menggantinya dengan apa ? "Aku tidak mungkin kalah...nanti setelah menang aku menggantinya dengan menghadiahi dua kelereng !"   Kata Ang-toa berusaha untuk membujuk. Tetapi anak lelaki yang bertubuh Iebih besar dari Ang- toa itu, telah menggelengkan kepalanya.   "Kalau tidak memiliki kelereng, jangan ikut main !"   Katanya.   "Hei, kok begitu? Mengapa engkau tampaknya tidak senang kalau aku ikut main ?"   Tanya Ang-toa dengan suara menegur.   "Siapa yang tidak sudi main deagan engkau? Aku mau saja main kelereng denganmu, tetapi engkau harus memiliki kelereng sendiri, jangan seenakmu saja ingin meminjam dulu kelereng kami...!".   "Bu-ko (engko Bu), engkau jangan begitu... aku berjanji akan mengembalikan kelereng yang kupinjam- itu"   Membujuk Ang-toa.   "Tidak !".   "Dan kau ?"   Tanya Ang-toa kepada anak lainnya dengan mata yang dipentang.   "Aku...aku sih mau saja memberikan pinjaman kelereng kepadamu, tetapi engkau tanyakan dulu kepada Bu-ko, apakah dia menyetujui atau tidak !".   "Mengapa harus begitu? Bukankah kelereng itu milikmu, mengapa aku harus menanyakan pendapat anak she Bu itu ?"   Suara Ang-toa jang galak. Bu-ko, anak yang lebih besar beberapa tahun dari Ang-toa, telah berkata tidak sabar .   "Ang-toa, lebih baik engkau pergi meninggalkan kami, jangan mengganggu permainan kami saja......."   Mendengar perkataan anak itu yang terakhir, Ang-toa rupanya habis sabar, dia telah bilang sambil bertolak pinggang .   "Engkau jadi ingin menggertak aku.....? Baik......! Baik! Aku justru ingin menjitak kepalamu, entah engkau bisa melawan aku atau tidak...!"   Dan benar- benar Ang-toa telah melangkah menghampiri si Bu-ko, dia mengayunkan tangannya untuk menjitak kening orang.   Tetapi Bu-ko mana mau membiarkan dirinya dijitak Ang-toa, dengan mendongkol dia telah melompat kesamping mengelakkan jitakan "Ang-toa, engkau jangan kurang ajar!"   Bentak anak itu dengan sengit.   "Kalau memang engkau terlalu mendesak diriku, jangan persalahkan aku yang akan mengambil tindakan keras kepadamu !".   "Eh, engkau berani berurusan denganku,?"   Tanya Ang- toa dengan suara aseran.   "Mengapa harus takut ? Jika memang engkau keterlaluan, tentu siapapun juga berani berurusan denganmu !"   Menyahuti Bu-ko dengan suara tidak kalah gertak. Tetapi Ang-toa rupanya mendongkol bercampur marah, dia telah mendekati Bu-ko.   "Dia harus kutundukkan, jika tidak tentu anak-anak lain berani kurangajar padaku ...!"   Pikir Ang-toa didalam hatinya.   Karena berpikir begitu, dia telah menggerakkan tangannya untuk menjitak kepala Bu-ko.   Tetapi karena memang lebih besar beberapa tahun dari Ang-toa, disamping dia juga memiliki badan yang cukup besar, Bu-ko tidak takut terhadap jitakan yang dilakukan Ang-toa, bahkan setelah berkelit menghindarkan diri, tahu-tahu kepalan tangannya telah melayang hinggap dihidung Ang-toa, sampai Ang-toa terjungkel diatas tanah.   Matanya berkunang-kunang, tetapi cepat sekali Ang- toa telah melompat bangun, dan dia menyerudukkan kepalanya keperut Bu-ko.   "Bukk......!"   Si Bu-ko itu telah diseruduk keras sekali perutnya oleh kepala Ang-toa, dia sampai menjerit kesakitan dan telah terjengkang rubuh.   Tetapi Ang-toa benar-benar nakal sekali, dia telah merangkul Bu-ko, dan menggigit telinga lawannya itu.   Keruan saja anak itu jadi menjerit-jerit kesakitan dan berusaha meronta, tetapi Ang-toa tetap menggigit telinga lawannya dengan kuat sekali.   "Ampun tidak ? Berani kurang ajar lagi kepadaku atau tidak ?"   Tanya Ang-toa melepaskan gigitannya sebentar, dan kemudian menggigit lagi telinga Bu-ko.   Saking kesakitan Bu-ko sampai menangis dia telah berteriak-teriak meminta ampun.   Setelah puas cukup lama menggigit telinga lawannya, Ang-toa telah melompat bangun, dia mengawasi Bu-ko yang tengah menangis sambil memegangi telinganya yang merah bekas digigit Ang-toa.   "Kalau suatu saat nanti engkau berani banyak lagak lagi dihadapanku, akan kugigit putus telingamu itu !"   Ancam Ang-toa dengan sikap yang bangga, karena dia telah berhasil mengalahkan lawan yang lebih besar dari dia, dan membuat lawannya menangis.   "Akan kuberitahukan ayahku...!"   Kata Bu-ko sambil menangis dan berdiri untuk berlalu.   "Ala, engkau memang besar mulut saja !"   Kata Ang- toa sambil menjitak kening Bu-ko.   Bu-ko -tidak berani melawannya lagi, dia telah berlari- lari meninggalkan tempat itu.   Anak-anak lainnya yang menyaksikan 'jago' mereka kena dirubuhkan Ang-toa, telah berdiri dengan muka yang pucat pasi ketakutan.   "Sekarang kalian berani bertingkah lagi atau, tidak dihadapanku bentak Ang-toa kepada anak-anak itu.   "Tidak.....! Tidak....! Tadi memang Bu-ko keterlaluan sekali, dia telah menganjurkan kami agar tidak mau menemani engkau bermain kelereng......."   "Hemm...., orang seperti dia memang harus dihajar......agar kelak tidak besar mulut saja......! Punya badan yang tinggi besar, tetapi nyalinya sebesar nyali tikus !"   Anak-anak yang tengah ketakutan itu memaksakan diri untuk tertawa, padahal hati mereka juga tengah berdenyut-denyut ngeri, karena takut dijitak oleh Ang- toa.   "Ayo, siapa yang mau meminjamkan kelerengnya kepadaku ?"   Tanya Ang-toa kemudian dengan suara yang nyaring.   "Aku...!".."Aku mau meminjami kan !"   Kata anak yang lain.   "Ini Ang-toa, kelerengku saja engkau mainkan...! Aku memang bermaksud pulang makan dulu...!"   Kata anak yang lainnya sambil mengangsurkan semua kelereng miliknya kepada Ang-toa. Ang-toa menggelengkan kepalanya. dengan mata mendelik besar.   Pertikaian Tokoh Tokoh Persilatan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Kalian beaar-benar kurang ajar sekali !"   Kata Ang-toa sambil mendeliki matanya.   "Mengapa setiap kali aku mau bermain kelereng, kalian selalu saja ada alasan ini dan itu saja...! Aku tahu, kalian semuanya berdusta, kalian hanya takut bermain kelereng denganku dan mempergunakan berbagai cara untuk dapat menyingkirkan diri...!"   "Mana berani kami memiliki pikiran seperti itu ?"   Kata salah seorang anak itu cepat.   "Kami sejak dulu dan sampai sekarang, selalu akan mematuhi setiap perkataanmu Ang-toa ! Bukankah kini engkau telah menjadi pemimpin kami semua dengan keberanian dan kepandaian yang engkau miliki itu ?"   Bangga Ang-toa mendengar pujian seperti itu, dia telah mengambil kelereng dari anak yang katanya ingin pulang dulu untuk makan.   Mulailah Ang-toa bermain dengan beberapa orang anak-anak itu.   Tetapi seorangpun diantara anak-anak itu tidak boleh mengenai sasaran kelerengnya pada pasangan, jika menang sentilannya mengena juga, maka dengan sengit Ang-toa mengayunkan tangannya menjitak kepala anak yang menang itu.   Tetapi jika Ang-toa sendiri, kena atau tidak, dia selalu berteriak dia menang, dan diambilnya semua pasangan itu.   Namun lawan-lawan bermainnya itu tidak seorangpun yang berani membantahnya.   Disaat itu saku Ang-toa telah penuh dengan kelereng.   Sedangkan anak-anak itu bermain tanpa bersemangat, karena mereka tahu jika menang akan dijitak, lebih baik mereka pura-pura kalah dan setiap kali menyentil kelerengnya selalu mereka memiringkan arahnya tidak kepada pasangannya...! Akhirnya semua kelereng dari anak-anak itu, yang seluruhnya hampir berjumlah seratus butir, telah berpindah kesaku Ang-toa.   Seorang demi seorang, yang telah habis kelerengnya, menyatakan ingin pulang guna mengambil kelereng lagi, tetapi sesungguhnya mereka semuanya ingin cepat-cepat dapat melepaskan diri dari Ang-toa, yang galak dan main jitak itu.   Setelah semua anak itu berlalu, Ang-toa jadi berdiri bengong seorang diri.   Kelereng disakunya banyak dan berat, dia mengetuk- ngetuk sakunya beberapa kali, kemudian menggumam seorang diri .   "Aku mau kemana lagi ?"   Dia mencari-cari memandang sekitarnya, dia ingin mencari anak-anak lainnya. Tetapi disekitar tempat itu tidak terlihat anak-anak lagi. ---oo^dwkz^TAH^oo--- "Mereka semuanya seperti memusuhkan diriku ? Mengapa ? Mengapa begitu ?"   Tanya Ang-toa dengan perlahan, seperti juga dia heran.   Tetapi sesungguhnya, sebab utama anak-anak itu tidak mau bermain terlalu lama dengan Ang-toa, akibat sifat si Ang toa itu yang Main jitak dan main pukul jika tidak senang hatinya.   Waktu itulah Ang-toa merasakan perutnya keruyukan, dia telah lapar.   Maka berlari-larilah Ang-toa kedalam kota, sambil berlari dia mengoceh membawakan lagunya yang jenaka itu.   "si kuda lari". Sedangkan tangan kanannya juga melemparkan sebutir demi sebutir kelereng yang dimenangkannya kejalanan, sampai akhirnya sakunya telah kosong kembali. Dia berhenti dimuka sebuah rumah makan, yang memasang merek "Kwan Lui Tang", dimana tamu yang mengunjungi rumah makan ini ramai sekali. Dimuka pin-tu tampak berdiri seorang pelayan yang khusus untuk menerima tamu- tamu yang baru datang. Ang-toa telah menghampiri pelayan itu..   "Engko yang baik, perutku lapar sekali.......!"   Kata Ang-toa sambil tepuk-tepuk perutnya.   "Lapar ?"   Tanya pelayan itu sambil menoleh.   "Pergi pulang, ibumu tentu telah memasakkan makanan yang lezat.......!"   "Aku, tidak memiliki ibu...!"   Kata Ang-toa sambil nyengir.   Pelayan itu mengerutkan alisnya, dia memang telah mengetahui siapa Ang-toa, si anak nakal yang selalu berlaku nekad jika keinginannya tidak diberikan.   Tetapi beberapa kali dia pernah memberikan kepada Ang-toa, namun dirinya telah dicaci maki oleh majikannya, maka dia tidak berani memberikan lagi makanan untuk Ang- toa.   "Engko Yang baik, ayo dong...aku sudah lapar sakali nih...!"   Dan hidung Ang-toa kembang-kempis mencium masakan yang wangi dan lezat, perutnya semakin keruyukan.   "Tetapi aku tidak memiliki hak disini untuk memberikan engkau makanan, nanti aku dimarahkan majikanku.,.!"   Kata sipelayan.   "Mengapa engkau sekarang jadi demikian pelit, engko ?"   Tanya Ang-toa.   "Bukannya pelit, tetapi rumah makan ini bukan milikku...!".   "Engko yang baik, engkau jangan begitu, aku sudah lapar sekali...!"   Kata. Ang-toa merengek. Pelayan itu jadi habis sabar. GAMBAR 01   "Engko yang baik, ayo dong ....... aku sudah lapar sekali nih...........   "   Dan hidung Ang-toa kembang kempis mencium masakan yang wangi dan lezat, perutnya semakin keruyukan.   "Ang-toa, pergilah kau, aku tengah sibuk melayani tamu-tamu...! Lihat, sudah ada tamu baru lagi.......!"   Dan dengan alasan akan menyambut tamu, pelayan itu bermaksud untuk masuk kedalam rumah makan agar tidak direweli Angtoa. Tetapi Ang-toa telah menarik ujung bajunya, sambil katanya .   "Engko, jika engkau tidak mau membagi makanan kepadaku, biar aku acak-acak rumah makan ini ..... ....!"   Sipelayan jadi kaget.   "Acak-acak?"   Tanyanya sambil memandang Ang-toa, akhirnya pelayan itu menghela napas.   "Ang-toa, engkau jangan membawa lagak otak-otakan seperti itu. ....! Aku memang bisa mengerti keadaanmu, yang tidak memiliki uang untuk membeli makanan tetapi kawan-kawanku yang lain mana mau mengerti, mereka tentu akan mengambil tindakan keras jika engkau menimbulkan huru-hara didalam rumah makan ini...!".   "Akh, perduli amat...... aku lapar, aku meminta cara baik-baik tidak diberikan, maka lebih baik aku merampas, atau mempergunakan kekerasan saja.......!"   Kata Ang-toa nekad. Pelayan itu menghela napas dalam-dalam.   "Terserah kepadamu saja...!"   Dan setelah berkata begitu, sipelayan telah membalikkan diri dan memasuki ruangan dalam rumah makan.   Ang-toa melihat dia ditinggal begitu saja, telah melangkah masuk kedalam rumah makan.   Tampak para tamu yang ramai sedang makan dengan masakan yang beraneka macam dan menyiarkan bau harum yang menusuk hidung Ang-toa, membuat hidung sibocah jadi kembang-kempis lagi.   Dia berdiri sejenak ragu-ragu, tetapi kemudian menghampiri meja seorang tamu yang tengah menikmati hidangannya, terdiri dari ber-macam- macam sayur, ada ayam panggang, ada kuwah dengan lidah ayam, dan macam-macam sayur lainnya.   Tetapi justru yang menarik hati Ang-toa adalah panggang ayam itu.   Dia mengulurkan tangannya mengambil ayam panggang itu, sambil katanya .   "Paman, bagi aku panggang ayamnya ya ?". Tamu itu yang berusia diantara tiga puluh tahun jadi terkejut dan menoleh. Lebih kaget lagi waktu dia melihat panggang ayamnya mulai digrogoti Ang-toa.   "Oh, anak kurang ajar, pengemis tidak tahu diri !"   Berseru tamu itu.   "Pelayan ! Pelayan ! Mana pelayan ! Hayo usir pengemis kurang ajar ini, selera makanku jadi menurun...!"., Tiga orang pelayan tergesa-gesa mendatangi, mereka berkata kepada Ang-toa dengan suara mengandung kemarahan .   "Ang-toa, hayo keluar... jangan sampai kami yang melemparkan dirimu ! ". Tapi Ang-toa tidak melayani ketiga orang pelayan itu, dia terus juga menggerogoti panggang ayamnya dengan nikmat sekali. Ketiga orang pelayan itu jadi mendongkol, dua orang diantara mereka telah mengulurkan tangannya, mencekal lengan Ang-toa, lalu anak itu diangkatnya dan dilemparkan keluar rumah makan itu. Tubuh Ang-toa terlempar bergulingan kejaIan, tetapi ayam panggang ditangannya tidak terlepas, begitu dia merangkak bangun, dia duduk, disamping pintu rumah makan dan meneruskan gerogotannya pada panggang ayam itu. Sebentar saja, panggang ayam itu telah habis digerogotinya, hanya tinggal tulang-tulangnya saja. Tetapi perut Ang-toa masih lapar sekali, dia telah melangkah ingin memasuki ruang rumah makan itu lagi. Tetapi dua orang pelayan telah menghadang dan tidak membiarkan Ang-toa masuk kedalarn ruang rumah makan itu.   "Perutku masih lapar nih........!"   Kata Ang-toa jadi sengit dihadang begitu.   "Jika masih lapar, pergi engkau mencari uang untuk membeli makanan, jangan. seperti sekarang seperti seorang perampok saja! Apakah engkau kira rumah makan ini milik ayah ibumu?"   "Aku sudah tidak memiliki ayah dan juga tidak memiliki ibu, aku anak yatim! Jika ayahku masih hidup, tentu aku juga tidak dihina seperti ini oleh kalian, karena aku akan memiliki uang dan menampari muka kalian dengan uang !"   Ejek Ang-toa.   Tetapi kedua pelayan itu tidak memperdulikan ejekan Ang-toa, mereka yang terpenting hanya menjaga anak ini jangan sampai bisa masuk kedalam rumah makan itu lagi.   Sedangkan Ang-wa merasakan perutnya masih berkeruyukan, maka dia melangkah terus untuk menerobos kedalam.   Tetapi kedua pelayan itu tetap menghadangnya, kedua lengan Ang-toa dicekal keras oleh kedua pelayan itu, dan dilemparkan keluar kembali.   Ang-toa masih terlalu kecil, usianya paling tidak delapan tahun.   Sedangkan kedua pelayan itu bertubuh tinggi besar dan kuat, mana bisa Ang-toa melawannya ? Tetapi dasarnya memang sangat nakal, Ang-toa tidak kenal takut.   Begitu dilempar dan terguling ditanah, segera dia bangkit pula dan melangkah untuk masuk keruangan dalam rumah makan itu.   "Jika aku tidak diberikan makanan untuk mengenyangkan perutku ini, aku tetap akan masuk untuk mengacak-acak makanan para tamu......."   Kata Ang-toa.   Tetapi kedua pelayan itu tidak memperdulikan ocehan anak itu, mereka selalu melemparkan tubuh Ang-toa setiap kali anak itu berusaha untuk masuk kedalam ruangan rumah makan itu.   Mereka memang memiliki tenaga yang kuat, maka Ang-toa selalu dapat ditemparkannya dengan mudah.   Ang-toa benar-benar tidak kenal takut, dia dilemparkan bergulingan, segera bangun dan melangkah lagi untuk masuk.   Keadaan seperti itu puluhan kali dilakukannya, sehingga kedua pelayan itu kewalahan juga, karena biarpun anak ini telah dilemparkan keras terbanting diatas tanah, tetap saja Ang-toa tidak kenal takut dan berusaha untuk masuk lagi.   Kedua pelayan itu setelah melemparkan Ang-toa sekian kalinya, telah saling pandang, salah seorang yang berdiri dikanan telah berkata .   "Lebih baik anak ini diberikan saja sisa makanan yang tidak habis dilahap tamu, biar dia pergi saja........ lama-lama jadi pusing kepalaku mengurusinya !"   Pelayan yang seorang lagi juga setuju dengan usul kawannya.   "Tunggu, aku akan mengambilkan makanan untukmu !"   Kata pelayan itu kepada Ang-toa.   "Oh engko yang baik hati, jadi kalian mau membagi makanan untukku ?"   Tanya Ang-toa.   "Ya, kau tunggu dulu........ aku akan mengambilnya !"   Dan setelah berkata begitu, pelayan itu telah masuk kedalam sedangkan yang seorangnya lagi tetap berdiri menunggui pintu, sebab dia kuatir kalau-kalau nanti Ang- toa nekad masuk keruangan dalam lagi.   Tidak lama kemudian, tampak pelayan yang seorang itu telah membawa keluar sebungkus makanan yang campur-campur diberikan kepada Ang-toa.   Ang-toa menerima bungkusan makanan itu, dia membukanya, tetapi ketika melihat yang terbungkus itu adalah sisa makanan yang campur aduk dia jadi mendongkol, tahu-tahu bungkusan makanan itu telah dilontarkian kemuka pelayan itu, sehingga muka si pelayan jadi terbentur makanan itu yang berantakan kelantai.   "Engkau kira aku pengemis diberikan makanan sisa yang campur aduk seperti itu?"   Kata Ang-toa. Sedangkan si pelayan yang mukanya penuh dengan nasi dan minyak sayur, telah habis kesabarannya. Tahu- tahu dia telah menggerakkan tangan kanannya menghantam muka Ang-toa.   "Bukk.......!"   Muka Ang-toa telah dipukulnya keras dan tubuh anak itu terjungkel kebelakang, kepalanya menghantam batu undakan anak tangga sehingga benjol seketika itu juga.   Tetapi Ang-toa tidak menjerit sama sekali, walaupun matanya masih berkunang-kunang, dia telah bangkit dan melangkah untuk masuk pula.   "Kalian minggir, biar aku saja yang mengambilnya sendiri !"   Seru Ang-toa dengan mata yang masih nanar, dia nekad sekali.   "Bukk,,,,!"   Kembali pelayan itu telah menghantam bahunya, sampai Ang-toa terguling-guling lagi.   "Engkau tidak mau pergi, biar kuhajar sampai kau mampus !"   Ancam pelayan itu dengan mendongkol sebab mukanya jadi kotor oleh, segala macam sayur.   Sedangkan pelayan yang satunya hanya berdiri tertegun melihat kenekadan Ang-toa.   Diam-diam didalam hatinya dia bersyukur bahwa tadi Ang-toa bukan melemparkan bungkusan sayur itu kepadanya, sehingga mukanya tidak perlu berlepotan minyak seperti kawannya itu.   Ang-toa tidak memperdulikan ancaman sipelayan, tahu-tahu dia telah menyeruduk dengan kepalanya, sehingga pelayan itu terjungkel, dan Ang-toa dengan mempergunakan kesempatan itu telah cepat-cepat melangkah masuk.   Dia melihat disebelah kanan dari meja pertama, bertumpuk makanan bermacam-macam dan tampak dua orang tengah menikmatinya.   Dengan gesit Ang-toa telah menyambar sepotong ayam panggang, dan semangkok sayur kuah.   Dia juga telah menyambar semangkok nasi, kemudian memutar tubuhnya untuk keluar.   Sambil menggerogoti panggang ayam, Ang-toa meninggalkan rumah makan itu.   Kedua pelayan itu jadi berdiri bengong saja, mereka jadi takjub melihat kenakalan anak itu, yang telah dibanting, dipukul, tetapi tetap mengacak makanan tamu ! Sedangkan beberapa orang pelayan diruangan dalam telah cepat-cepat menggantikan makanan tar,nu yang tadi diambil oleh Ang-toa.   Sedangkan kedua orang tamu itu hanya saling pandang, kemudian mengomel seorang diri karena sengit makanan mereka telah diambil oleh seorang anak lelaki seperti pengemis itu.   Sedangkan kasir rumah makan itu telah marah-marah dan mencaci maki kedua pelayan yang dikatakannya bodoh seperti kerbau, menghadapi seorang anak kecil seperti Ang-toa saja mereka tidak sanggup ! Pelayan yang seorangnya, yang mukanya kena ditimpuk dengan bungkusan sayur, telah menggumam dalam hatinya dengan mendongkol .   "Kau tidak tahu saja anak itu anak sinting, jika engkau yang menghadapinya mungkin telah muntah darah, karena mendongkol......!"   Tetapi pelayan tersebut jelas tidak berani mengutarakan pikirannya itu.   Dia telah ngeloyor masuk tanpa memberikan komentar apa-apa terhadap makian kasir tersebut.   Ang-toa sambil menggerogoti ayam panggangnya telah menyusuri jalan itu, dia telah memakan juga kuwah sayur itu dan kemudian berhenti dibawah sebatang pohon untuk memakan nasinya.   Akhirnya dia merasakan perutnya telah kenyang, sambil mengusap-usap perutnya yang menjadi buncit, Ang-toa telah melemparkan mangkok nasi dan sayur kuwah itu seenaknya saja, dia merebahkan dirinya dibawah pohon itu, untuk tidur ! Tetapi Ang-toa belum tidur terlalu lama, tahu-tahu pinggulnya ditendang seseorang, sampai Ang-toa terbangun dengan terkejut.   "Anak manis, mengapa engkau tidur di jalanan seperti itu ?"   Tanya seseorang. Ang-toa mengucek-ucek matanya, dia melihat seorang pengemis berusia lanjut, mungkin lima puluh tahun, tengah berdiri mengawasinya.   "Hei kakek pengemis kurang ajar ! Mengapa engkau mengganggu tidurku ? Aku tidur disini apa halangannya denganmu, tokh tidak merugikan dirimu."   Ditegur begitu oleh Ang-toa, pengemis tua tersebut telah tersenyum sabar.   "Engkau tidak pantas dalam usia demikian muda harus terlunta-lunta seperti ini ! Mengapa engkau tidak pulang kerumah orang tuamu ?"   "Aku tidak memiliki ayah !"   Pertikaian Tokoh Tokoh Persilatan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Dan ibumu ?".   "Juga aku tidak memiliki ibu ! Sudah engkau jangan rewel, kakek pengemis aku masih mengantuk ingin menyambung tidurku...!"   Dan setelah berkata begitu, Ang-toa telah memejamkan malanya lagi, dia telah meringkuk untuk mereruskan tidurnya.   Tetapi pengemis tua itu sambil tersenyum telah mengayunkan kakinya lagi menendang pinggul Ang-toa, smpai Ang-toa melompat saking sengitnya.   "Mengapa engkau masih terus menggangguku ?'' tegurnya dengan suara mendongkol.   "Aku bukan bermaksud mengganggumu, tetapi aku masih ingin menyampaikan pertanyaan kepadamu !"   "Pertanyaan apa ?". tanya Ang-toa tambah sengit.   "Apakah tidak bisa nanti setelah aku bangun tidur...! ".   "Aduh, anak ini benar-benar galak sekali", mengoceh pengemis tua itu.   "Apakah engkau melihat pakaianku seperti pengemis ini sehingga engkau berlaku galak seperti itu. Aku mau tidur, kau dengar tidak? Aku mau tidur !!"   Teriak Ang-toa dengan suara keras karena dia benar-benar sangat mendongkol, apa lagi matanya memang sangat mengantuk sekali.   "Jika engkau mengantuk, tidurlah...!"   Kata pengemis tua itu sabar, sambil senyum-senyum mengawasi Ang- toa. Tetapi Ang-toa sudah menggelengkan kepalanya.   "Tidurku telah gagal! Sekarang engkau katakan, pertanyaan apa yang ingin engkau tanyakan...?"   Tanya Ang-toa sambil mengawasi pengemis itu dengan sengit.   "Aku ingin bertanya kepadamu, apakah perutmu telah kenyang makan makanan yang kau rampas tadi ?"   Tanya si pengemis itu.   "Kau ?"   Tanya Ang-toa sambil mementang kedua matanya lebar-lebar.   "Kau tadi menyaksikan aku mengambil secara paksa makanan dirumah makan itu?"   "Ya, aku melihatnya...!"   Mengangguk si pengemis.   "Dan aku sekarang bertanya kenyangkah makanmu ?"   "Jika sudah kenapa ? Jika belum kenapa pula ?"   Tanya Ang-toa otak-otakan.   "Jika sudah kenyang, ya sudah...... tetapi jika engkau belum kenyang, aku masih menyimpan sedikit makanan......!"   Sambil berkata begitu si pengemis tua tersebut telah mengeluarkan dari sakunya sepotong panggang bebek yang digerogotinya.   "Engkau mau tidak makanan ini ?"   Sambil mengunyah dia telah bertanya. Ang-toa mengawasi panggang bebek yang telah semplak kena digrogoti oleh pengemis itu, dia berdiam diri sejenak.   "Engkau mengiler ?"   Tanya si pengemis. Ang-toa menggelengkan kepalanya, dia bilang.   "Tidak....! Tidak.....! Aku sudah kenyang".   "Engkau jijik melihat-panggang bebekku ini ?"   Tanya si pengemis tua itu. Ang-toa tidak menyahuti, dia hanya mengawasi panggang bebek ditangan pengemis itu.   "Katakan terus terang, engkau jijik atau tidak melihat, panggang bebekku ini?"   Tanya si pengemis tua itu lagi dengan suara mendesak. Akhirnya Ang-toa mengangguk juga.   "Apakah tidak kotor ditaruh dalam saku bajumu ?"   Tanya Ang-toa untuk mengalihkan persoalan.   "Hemm......, justru aku mengambil panggang bebek ini begitu selesai dimasak, tidak seperti engkau bersusah payah hanya dapat sedikit saja dari panggang ayam! Itupun harus dibanting-banting dulu dirimu, dan engkau juga kena dipukul beberapa kali...!". Muka Ang-toa jadi merah.   "Engkau mengambil sendiri, aku juga mengambil sendirl"   Makanan yang kukehendaki!"   Sahut Ang-toa tidak mau kalah.   "Ya, tetapi aku mengambil sendiri tanpa dipukul, sedangkan engkau mengambil sendiri tetapi kenyang dipukul dan dibanting.......!"   "Tetapi yang terpenting akhirnya aku bisa memperoleh makanan yang kuingini...!"   Menyahuti Ang-toa.   "Lagi pula aku masih kecil, sedangkan engkau telah tua..... tentu saja aku tidak memiliki tenaga untuk menghadapi pelayan-pelayan itu......!"   Mendengar perkataan seperti itu, si pengemis tertegun.   "Tunggu nanti kalau aku sudah besar, aku tentu mengambil sendiri tanpa perlu dipukul dulu oleh pelayan- pelayan jahat itu......!"   "Hemm......, belum tentu! Jika engkau dikeroyok empat atau lima orang pelayan, tentu mukamu akan bengkak dan babak belur dulu, baru bisa memperoleh makanan yang kau ingini"   Kata si pengemis tua itu sambil senyum.   "Sedangkan aku tidak terkena pukul sama sekali ! Bahkan para pelayan itu sendiri tidak mengetahui bahwa makanan mereka telah berkurang dicuri olehku.   "Engkau memperoleh panggang bebek itu dengan mencuri ? Ciss.....!, aku justru, tidak mau menjadi pencuri, jika aku miau tentu aku akan memberitahukan mereka secara berterus terang, dan akupun akan mengambilnya didepan mata mereka !" .   "Sungguh kata-kata yang bersemangat sekali!"   Kata pengemis tua itu sambil tersenyum.   "Sekarang apa lagi yang hendak kau tanyakan ? Jika telah selesai, aku mau melanjutkan tidurku......!"   Kata Ang-toa.   "Jika memang benar engkau bermaksud untuk tidur, tidurlah, mengapa engkau tidak mau tidur ?"membaliki bertanya si pengemis.   "Hemm......, tentu saja aku tidak bisa tidur karena digoda oleh engkau terus menerus.....!"   Mendengar perkataan itu, si pengemis tua itupun telah tersenyum sambil duduk dibalik batang pohon yang satunya.   "Eh, engkau juga mau tidur disitu ?"   Tanya Ang-toa agak kaget.   "Benar ! Kenapa ? Pohon ini bukan milikmu !"   Kata si pengemis itu.   "Tetapi... tetapi...."   Ang-toa tidak bisa meneruskan perkataannya, dia hanya memgawasi si pengemis dengan sorot mata yang tajam, seperti juga anak itu tengah memikirkan sesuatu.   "Kenapa tetapi-tetapian begitu?"   Tanya si pengemis lagi.   "Jika aku tidur disini bersama-sama dengan engkau, nanti orang-orang mengira....... mengira aku ini........"   "Menduga engkau pengemis juga?"   Tanya si pengemis tua itu memutusi perkataan Ang-toa. Ang-toa telah berobah mukanya menjadi merah, karena isi hatinya telah diterka tepat sekali oleh pengemis tua tersebut.   "Benar !"   Sahutnya kemudian.   "Jika memang engkau ingin tidur disitu, biarlah aku pindah ketempat lain lagi !".   "Hemm......,"   Si pengemis telah tertawa dingin, dia bilang.   "Dengan engkau tidur dibawah pohon ini, dan pakaianmu yang kotor itu, sudah jelas orang akan menduga engkau sebagai pengemis kecil !"   Ang-toa tertegun, dan didalam hatinya dia mengakui kebenaran perkataan pengemis tua itu.   "Tetapi yang jelas aku bukan pengemis !"   Kata Ang- toa kemudian.   "Biarpun engkau berkata begitu seribu kali, tetapi. dengan keadaanmu yang mesum seperti itu dan lagakmu yang urakan, tentu engkau akan dianggap sebagai pengemis ! Aku berani bertaruh, bahwa engkau bukan manusia yang mudah menerima tuduhan orang, tetapi kepada siapa saja engkau bertanya, tentu mereka pertama-tama akan menduga engkau sebagai pengemis !". Ang-toa merasakan dia tidak mungkin menang bicara dengan pengemis tua itu, dia telah membalikkan tubuhnya, maksudnya untuk meninggalkan pengemis tua itu.   "Tunggu dulu, engkau jangan pergi dulu !'' kata si pengemis. Ang-toa jadi menahan kakinya, dia telah bilang.   "Apa lagi yang engkau hendak katakan ?."   "Aku ingin mengajak engkau untuk menjadi sahabatku ! Jangan takut, soal makan...... aku yang jamin engkau tidak akan lapar lagi.........!'' Ang-toa jadi berdiri mematung. Dia mengawasi pengemis tua itu, dan pakaiannya yang penauh tambalan. Tetapi akhirnya Ang-toa berpikir didalam hatinya.   "Lebih baik aku bersahabat dengan dia, bukankah aku tidak mempunyai ayah ibu lagi dan juga tidak memiliki rumah ? Memang benar apa yang dikatakan pengemis tua itu, jika dia mau menjamin makanan untukku, apa salahnya ?."   Setelah berpikir begitu, Ang-toa berkata ragu-ragu.   "Tetapi aku tidak mau jika diberikan makanan sisa......"   "Oh tentu saja tidak! Aku akan mengambilnya langsung dari dapur setiap rumah makan.......! Engkau tentu akan merasakan, betapa nikmat menjadi sahabatku.......!"   "Baiklah, aku mau bersahabat dengan kau.......!"   Kata Ang-toa sambil menganggukkan kepalanya. Si pengemis tua itu tampaknya jadi girang, dia sampai melompat bangun.   "Nih kau terima dulu bebek panggang !"   Katanya sambil merogoh sakunya, dia telah mengeluarkan bebek panggang yang bulat, dan masih mengeluarkan asap yang cukup hangat ! Ang-toa jadi heran, ragu-ragu dia.   mengulurkan tangananya dan dia merasakan bebek panggang itu masih hangat, maka dia percaya perkataan si pengemis tua bahwa dia mengambil langsung dari dapur rumah makan waktu bebek panggang itu baru matang.   Tanpa ragu-ragu lagi Ang-toa telah menggerogoti bebek panggang itu, dia telah mengunyah sambil bertanya .   "Aku heran bagaimana caramu mengambil bebek panggang ini ?"   "Aku memiliki caraku sendiri, jika kelak engkau telah benar-benar menjadi sahabatku dan mau melakukan perjalanan bersamaku, maka aku akan mengajari engkau untuk mengambil makanan yang engkau ingini tanpa diketahui, oleh orang yang empunya...!"..Tetapi Ang- toa telah menggelengkan kepa lanya.   "Tadi aku mengatakan mau bersahabat denganmu, bukan berarti aku bersedia melakukan perjalanan bersama-sama dengan engkau !".   "Engkau tidak tertarik untuk mempelajari ilmu mengambil makanan tanpa diketahui pemiliknya ?"   Tanya pengemis tua itu. Ang-toa, menggelengkan kepalanya.   "Sayang sekali aku tidak memiliki cita-cita untuk menjadi pencuri...!"   Menyahuti' Ang-toa.   "Bukannya maling, tetapi engkau bisa memiliki kepandaian mengambil barang makanan yang kau ingini itu tanpa diketahui yang punya, bukankah lebih enak jika dibandingkan harus dipukuli dulu baru memperoleh?"   "Sudahlah, aku memang mau bersahabat dengan kau, tetapi jangan engkau memaksa aku untuk melakukan perjalanan denganmu !"   Si pengemis tua itu telah tersenyum, dia mengangguk- angguk saja. Sedangkan Ang-toa setelah selesai menggeragoti panggang bebek itu, telah bangun berdiri, katanya.   "Terima kasih atas pemberianmu itu, mudah-mudahan nanti kita bisa bertemu lagi."   Pengemis tua itu tidak terlalu memaksa lagi, dia hanya mengangguk mengiyakan. Diawasinya Ang-toa yang sedapg melanagkah pergi.   "Seorang anak beradat keras dan memiliki bakat yang baik......!"   Menggumam pengemis tua itu dengan sikap yang bersungguh-sungguh, lalu dia menghela napas. ---oo^dwkz^TAH^oo--- Waktu itu, Ang-toa telah menyusuri jalan itu, menikung beberapa jalur jalan, kemudian dia berhenti disebuah persimpangan jalan.   "Kemana aku mau pergi ?"   Pikir Ang-toa sesaat kemudian.   "Atau lebih baik aku pergi tidur dikuil tua itu saja...!"   Dan setelah berpikir begitu Ang-toa menuju kepintu kota sebelah barat, dia telah menghampiri.   sebuah kuil tua yang rusak disana-sini tidak terawat lagi.   Dan Ang-toa memasuki kuil itu, lalu merebahkan tubuhnya dilantai disamping meja sembahyang yang sudah tidak terurus itu.   Kali ini Ang-toa dapat tidur dengan nyenyak, karena tidak ada orang yang mengganggunyal.   Tetapi menjelang sore hari, Ang-toa tersadar dari tidurnya, dia mendengar suara langkah-langkah kaki kuda yang tengah berlari mendatangi kearah kuil itu.   Ang-toa menggeliat dan kemudian duduk, dia mendengar derap langkah kaki kuda itu berhenti dan seseorang telah memasuki kuil rusak itu.   Ang-toa segera dapat melihat orang itu seorang siucai (pelajar) yang berpakaian rapih sekali.   Usia siucai itu mungkin baru tiga puluh tahun, dia membawa pedang dipunggungnya.   Siucai itu juga rupanya telah melihat Ang-toa, maka dia telah berkata..   "Hei pengemis kecil; inikah kota-Bua- siong-kwan?"   "Berapa biji matamu, sehingga seenakmu saja memanggil aku pengemis kecil ?"   Balik tanya Ang-toa tanpa menyahuti pertanyaan sisiucai.   "Heeh ?"   Siucai itu jadi tertegun, dia jadi kaget ditegur begitu oleh Ang-toa, kemudian katanya dengan mendongkol .   "Sudah tentu biji mataku sepasang ! Apakah salah jika aku memanggilmu dengan sabutan pengemis kecil ?".   "Aku bukan pengemis !"   Pertikaian Tokoh Tokoh Persilatan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Menyahuti Ang-toa dengan mendongkol.   "Tetapi...pakaianmu kotor dan mesum, keadaanmu dekil sakali, bagaimana mungkin engkau tidak mengakui dirimu sebagai pengemis !".   "Walaupun keadaanku kotor dan dekil, tetapi aku tidak pernah minta makan kepadamu..."   Meuyahuti Ang-toa dengan sengit. Pelajar itu jadi tertegun lagi, tetapi kemudian dia telah tertawa keras, tertawa karena dia merasa lucu hari ini bisa bertemu dengan seorang anak lelaki kecil memiliki sifat seperti Ang-toa.   "Lalu panggilan apa yang sekiranya cocok untuk dirimu ?"   Tanya pelajar itu kemudian.   "Apa saja...bukankah engkau bisa memanggilku dengan nama engko kecil atau anak kecil, atupun lebih pantas dari pada engkau memanggilku dengan "sebutan sebagai pengemis kecil...!".   "Jika memang demikian, baiklah !"   Kata pelajar itu mengalah.   "Engko kecil, benarkah kota ini kota Bun- siong-kwan "Benar !"   Menyahuti Ang-toa. Pelajar itu jadi agak canggung, karena Ang-toa hanya menyahuti sepatah saja pertanyaannya itu.   "Mengapa engkau berada dikuil rusak ini ?"   Tanyanya kemudian.   "Jika engkau bertanya begitu, tanyakanlah dirimu sendiri mengapa engkaupun berada dikuil rusak ini...!".   "Mulutmu ternyata jahat sekali, bocah!"   Kata si pelajar yang jadi habis kesabarannya.   "Engkau rupanya kepala batu dan nakal sekali, sehingga diusir oleh orang tuamu, bukan ?"   "Ada urusan apa denganmu ? Aku diusir atau tidak itu urusanku sendiri......!".   "Benar, tetapi keadaanmu yang dekil itu, persis seperti pengemis kecil...!"   Dan setelah. berkata begitu tampak pelajar tersebut telah mengeluarkan suara tertawa yang bergelak-gelak.   "Hemm...........", mendengus Ang-toa sambil berdiri, dia meneruskan perkataannya .   "Aku sudah mengatakan antara engkau dengan diriku tidak ada sangkutan apa- apa, mengapa engkau jadi demikian sibuk mengurusi diriku ? Aku mau memakai baju tambalan atau tidak, itu urusanku.....!"   Dan Ang-toa telah mementang kakinya, untuk meninggalkan kuil itu. Tetapi si pelajar rupanya telah mendongkol oleh sikap yang diperlihatkan Ang-toa, dia telah melompat sambil mengulurkan tangannya mencengkeram baju belakang anak itu.   "Hei, apa yang hendak kau perbuat ?"   Teriak Ang-toa kaget, karena tubuhnya tahu-tahu telah melayang ditengah udara dan kemudian meluncur terbanting diatas lantai dengan keras bukan main.   Pandangan matanya jadi gelap dan nanar, karena bantingan itu bukan seperti bantingan dan lemparan para pelayan rumah makan.   Dengan teraduh-aduh memegangi pinggangnya yang sakit Ang-toa telah mengoceh .   "Dasar pelajar tidak tahu aturan ! Mengapa engkau menyakiti aku seperti ini........?". Pelajar itu telah mendengus, dia mengulurkan kakinya dan menendang tubuh Ang-toa, sehingga tubuh anak itu telah terpental lagi dan terbanting diatas Iantai dengan keras. Kali ini Ang-toa tidak bisa segera bangkit. karena disaat itu dia merasakan kepalanya gelap, hampir saja dia jatuh pingsan.   "Bocah kurang ajar ! Jika engkau tidak mau meminta ampun dan maaf, maka engkau jangan ...........menyalahkan diriku yang akan menyiksamu sampai tulang-tulangmu itu berantakan !"   Kata pelajar itu .   Sedangkan Ang-toa tidak bisa menyahuti, karena dia masih teraduh-aduh dan merangkak berdiri dengan tubuh yang sakit-sakit.   Dengan bersusah, payah Ang-toa telah berusaha untuk bangun, tetapi dia tidak bisa merangkak bangun disebabkan tulaag punggungnya terasa sakit dan matanya masih ber-kunang2.   "Engkau mau meminta ampun atau tidak?"   Tegur si pelajar.   "Tidak !"   Menyahuti Ang-toa keras, walaupun matanya masih berkunang-kunang, tetapi dia memang memiliki adat yang keras sekali.   "Apa ? Engkau tidak takut nanti kubanting sampai tulang-tulangmu berantakan"   Bentak si pelajar.   "Tentu saja bisa kau lakukan, karena aku anak kecil dan engkau seorang yang dewasa, sehingga bisa saja engkau membanting diriku sekehendak hatimu.....!"   Memang Ang-toa nekad sekali, walaupun matanya masih berkunang-kunang, namun setiap perkataan pelajar itu selalu disahutinya.   Dengan demikian si pelajar jadi tambah se'ngit dan dia telah melompat kedekat Ang-toa, kemudian mengulurkan tangan kanannya mencengkeram baju anak itu, tubuh siapa tehlah diangkatnya untuk dibantingkaii pula.   Namun belum lagi tubuh Ang-toa dibanting, disaat itu teglah terlihat sesosok bayangan berkelebat dan berteriak .   "Jangan dibanting...!". Dan bukan hanya berkata saja bayangan itu juga telah mempergunakan sepotong kayu kecil untuk menyodok perut si pelajar. Pelajar itu jadi kaget, dia mengeluarkan seruan sambil melompat mumdur, karena gerakan bayangan itu gesit sekali dan serangan kayu yang tipis keperutnya juga bukan serangan yang sembarangan, karena justru kayu yang kecil tipis itu mengincar jalan darah Ma-hiong-hiat didekat ulu hatinya. Kalau sampai jalan darahnya itu terkena sodokan kayu keeil itu, dia tentu bisa menemui maut....... Sambil melompat, si pelajar telah melontarkan tubuh Ang-toa, tetapi pengemis itu tidak mendesak si pelajar, dia mempergunakan kayu yang tipis kecil itu untuk menggaet tubuh Ang-toa, sehingga anak itu tidak sampai terbanting lagi. Ang-toa yang telah bisa berdiri, mementang matanya Iebar-Iebar, untuk girangnya dia mengenali pengemis tua yang telah mengajaknya bersahabat, itulah yang telah menolonginya.    Golok Sakti Karya Chin Yung Saputangan Berdarah Karya Kho Ping Hoo Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini