Ceritasilat Novel Online

Pertikaian Tokoh Persilatan 15


Pertikaian Tokoh Tokoh Persilatan Karya Chin Yung Bagian 15


Pertikaian Tokoh Tokoh Persilatan Karya dari Chin Yung   Keempat orang itu telah mengancam dengan golok mereka sambil menghadang.   "Berhenti, serahkan barang kalian......!"   Salah seorang diantara mereka membentak garang, karena melihat kedua orang yang di hadang mereka adalah seorang kakek2 dan nenek2, menutut dugaan mereka tentunya tidak memiliki kekuatan apa-apa lagi.   Lu Liang Cwan menahan larinya, ia menoleh kaadan Lauw Cie Lan yang telah berhenti, dari iarinya, katanya .   "Inilah empat, empat ekor anak kura tidak takut dengan ikan paus....!l Aku serahkan padamu untuk membereskannya!"   Lauw Cie Lan tersenyum.   "Anak-anak, lebih baik kalian menyingkir jangan cari penyakit......!"   Kata Lauw Cie Lan sabar, karena menduga keempat orang ini tentu nya perampok biasa saja,dan jika tidak terlalu memaksa Lauw Cie Lan tidak ingin turun ta tangan menghajarnya.   Tetapi siapa sangka justru keempat orang perampok itu malah tertawa.   Salah seorang diantara mereka, dengan mengacungkan golok ditangannya, telah mengancam .   "Jika kalian tidak menyerahkan harta benda kalian, kepala kalian akan berpisah dari batang leher kalian itu......!"   Habis kesabaran Lauw Cie Lan, karena jika mereka melayani keempat perampok ini, tentu akan membuat mereka kehilangan jejak dari Kim Lian.   Dengan gerakan yang gesit sekali tampak Lauw Cie Lan telah menggerakkan kedua tangannya.   Seketika itu juga tubuh keempat perampok tersebut telah terpental keras, mereka mengeluartan suara jeritan dan kemudian tidak bisa bangun lagi dari tanah, keempatnya telah pingsan tidak sadarkan diri ! Hal itu disebabkan Lauw Cie Lan waktu menggerakkan kedua tangannya itu, telah menggunakan tenaga lwekang yang cukup besar........   Walaupun keempat perampok itu tidak sampai terbinasa, namun mereka jadi pingsan.   Sedangkan Lu Liang Cwan telah melompat dengan gesit sambil katanya.   "Mari kita harus mengejar wanita cabul itu, jika terlambat tentu kita kehilangan jejaknya dan bahaya untuk Oey Yok Su........!"   Lauw Cie Lan mengiakan, mereka berdua cepat2 berlari lagi.   Naasnya justru memang mereka kehilangan jejak Kim Lian.   Lauw Cie Lan dan Lu Liang Cwan ber-lari2 belasan lie, namun mereka tidak melihat Kim Lian yatig membawa lari Oey Yok Su.   Keadaan seperti ini telah membuat Lu Liang Cwan clan Lauw Cie Lan jadi kaget dan bingung karena mereka tahu jika sampai mereka tidak berhasil menemui jejak Kim Lian, nicaya keselamatan Oey Yok Su terancam.   Dengan cepat mereka telah membagi diri dan men- cari2 disekitar tempat itu.   Tetapi Lauw Cie Lan dan Lu Liang Cwan tetap tak memui jejak wanita cabul itu.   Akhirnya Lu Liang Cwan menganjurkan Lauw Cie Lan untuk memperhatikan setiap rumah penduduk, yang harus mereka periksa dan mengintai.   Begitulah, rumah demi rumah telah mereka periksa.   Dengan mengandalkan kelincahan dan ginkang mereka, keduanya bisa melompat masuk kedalam rumah2 penduduk dengan mudah.   Tetapi sejauh itu tetap saja mereka tak berbasil menemui jejak Kim Lian.   Lu Liang Cwan dan Lauw Cie Lan jadi tambah panik dan bingung ...   Dan yang lebih bingung serta panik lagi adalah Oey Yok Su, karena justru Oey Yok Su tengah dibukai bajunya, bahkan pakaian dalam nya telah dilucuti oleh Kim Lian.   "Tunggu dulu !"   Kata Oey Yok Su akhirnya waktu Kim Lian baru saja melucuti pakaian dalamnya dan melihat kedua orang sahabatnya, Lu Liang Cwan dan Lauw Cie Lan tidak juga muncul.   "Tunggu apa lagi.......?"   Tanya Kim Lian sambil tertawa mengejek.   "Apakah engkau mengharapkan bisa meloloskan diri seperti dulu ?"   "Bukan begitu........tetapi terus terang saja, aku sedang.....sedang.......!"   Dan Oey Yok Su tidak bisa meneruskan perkataannya, karena ia tidak bisa segera mencari alasan yang tepat. Sedangkan Kim Lian telah tertawa mengejek.   "Sedang apa ?"   Tanyanya dengan suara yang dingin, malah sambil bertanya begitu Kim Lian telah menjatuhkan tubuhnya ketubuh Oey Yok Su yang sudah tidak tertutup oleh pakaian nya lagi.   Hal ini membuat Oey.   Yok Su jadi tambah gugup saja, sehingga ia jadi mengeluh.   Kim Lian mempergunakan kedua tangannya menekan pergelangan tangan Oey Yok Su, ia menindihkan tubuhnya ke tubuh Oey Yok Su..   Namun bersamaan dengan itu .   "Brakkk.......!"   Daun pintu kamar menjeblak terbuka, dimuka pintu berdiri seseorang dengan wajah yang angker.   Kim Lian terkejut sampai melompat duduk, dan ia lebih kaget lagi waktu mengenali yang berdiri diambang pintu itu tidak lain dari Lauw Cie Lan.   Ternyata waktu menyelidiki rumah2, penduduk dan Lauw Cie Lan bersama Lu Liang Cwan tengah dalam keadaan panik dan bingung karena tidak berhasil menemui jejak Kim Lian disaat itulah, waktu Lauw Cie Lan tengah melompati sebuah rumah penduduk, sekilas ia melihat sesosok tubuh rebah diruang depan rumah itu, tampaknya seperti dalam keadaan tertotok.   Lauw Cie Lan jadi curiga dan samar2 mendengar suara orang bercakap-cakap.   Cepat-cepat Lauw Cie Lan memasuki rumah itu, terkejut waktu melilhat Kim Lian bersiap hendak melakukan perbuatan mesumnya dan Oey Yok Su dalam keadaan tidak berdaya, di mana pakaian pemuda itu telah dilucuti semuanya.   Tanpa memperdulikan rasa malu lagi.   Lauw Cie Lan telah menghantam pintu dengan telapak tangan kanannya.   Muka Kim Lian merah padam karena gusar, katanya dengan sengit.   "Kau...? Engkau lagi yang menggangguku !"   Lauw Cie Lan tidak membuang waktu lagi, tubuhnya mencelat dan menghantam Kim Lian dengan mempergunakan kedua tangannya.   Kim Lian menangkisnya, tetapi sambil menangkis, ia kemudian menyingkirkan dirinya.   Tangan kirinya diulurkan menyambar gundukan pakaiannya.   Pengalamannya yang telah kehilangan pakaiannya yang di bawa Toan Hongya membuat ia jadi lebih mementingkan pakaiannya itu.   Tetapi Lauw Cie Lan telah melancarkan serangan lagi.   Sekali iagi kim Lian menangkis.   Sambil menangkis begitu, ia melompat kedekat pintu.   Belum lagi kedua kakinya menginjak lantai waktu itu dari luar justru berkelebat sesosok tubuh menghantam padanya tanpa mengucapkan sepatah kata.   Kim Lian terkejut bukan main, ia melihat serangan tiba dengan cepat sekali.   Mati2an Kim Lian menangkis dengan mengerahkan tenaganya.   Memang serangan tangan s sok tubuh itu bisa ditangkis, tetapi tangan kiri orang tersebut berhasil menghantam dada Kim Lian, sehingga tubuh Kim Lian terhuyung dan wanita cabul ini telah memuntahkan darah segar beberapa kali keatas lantai, mukanya pucat...   ! Yang berdiri diambang pintu tak lain dari Lu Liang Cwan.   Sedangkan Lauw Cie Lan sudah melompat sambil melancarkan totokan pada Bong Kim Lian.   Totokan itu bukan totokan biasa, karena ia melancarkan totokan tersebut sambil mengerahkan tenaga sinkang pada jari tangannya.   Namun Bong Kim Lian yang kembali terganggu pekerjaan mesumnya itu, sudah tidak memiliki selera untuk bertempur, tanpa memperduIikan tubuhnya masih bertelanjang bulat, ia membawa pakaiannya melompati jendela, dan berlari dengan cepat sekali.   Lauw Cie Lan dan Lu Liang Cwan tidak mengejarnya, karena yang perlu buat mereka saat itu adalah menolongi Oey Yok Su.   Lauw Cie Lan melompat keluar, karena waktu itu Oey Yok Su dalam keadaan tidak mengenakan sehelai benangpun juga.   Sedangkan Lu Liang Cwan menolongi Oey Yok Su, dengan membuka totokan pada pemuda itu.   Setelah bebas dari totohan, Oey Yok Su segera mengenakan pakaiannya dan mengucapkan terima kasih kepada Lu Lang Cwan.   Mereka pun lalu keluar dari rumah itu.   Lauw Cie Lan tertawa sambil katanya .   "Kini engkau kembali telah terjatuh ditangan wanita itu, untung kami tepat waktunya datang menolongi dirimu. Jika tidak, hemmm....., jelas engkau akan menjadi kambing kebiri dari wanita cabul itu........!"   Muka Oey Yok Su jadi berobah merah, tetapi ia mengucapkan terima kasih juga.   Pertolongan yang diberikan kedua orang ini memang tepat pada waktunya.   Hanya sayang sekali Bong Kim Lian justru telah berhasil meIarikan diri, sehingga penjahat wanita yang cabul itu tidak berhasil diringkus atau dipunahkan ilmunya.   Dengan demikian, berarti masih banyak korban-korban yang terancam oleh kejahatan Bong Kim lian.   Begitulah, Oey Yok Su jadi melakukan perjalanan bertiga dengan Lauw Cie Lan dan Lu Liang Cwan.   Mereka memang cocok satu sama lain.   Terlebih lagi Oey Yok Su bisa menyesuaikan diri dan pandai melihat situasi, sehingga ia disenangi oleh Lauw Cie Lan maupun Lu Liang Cwan.   Kedua tokoh sakti itu tidak segan2 memberitahukan kelemahan yang dimiliki Oey Yok Su, sahingga pemuda itu bisa memiliki pengalaman dan pengetahuan yang lebih luas lagi untuk melatih ilmu silatnya.   Selama melakukan perjalanan dengan Lu Liang Cman dan Lauw Cie Lan, Oey Yok Su juga menyaksikan betapa kedua orang tokoh ini selalu mengulurkan tangan menolongi orang2 yang tengah dalam kesulitan.   Memang selama belasan tahun Lu Liang Cwan dan Lauw Cie Lan bertentangan, selama puluhan tahun berada di pulau kosong itu.   Namun sekarang, justru mereka bisa bekerja sama dengan baik, untuk memberikan pertolongan dan bantuan kepada orang2 yang tengah tertindas.   Dalam hal turun tangan kepada para penjahat, Lu Liang Cwan dan Lauw Cie Lan tidak pernah merasa kasihan, karena mereka memang bermaksud membasmi kejahatan.   Dangan ikut serta mengembara bersama kedua tokoh itu, mambuat Oey Yak Su dapat tambah pengalaman yang tidak sedikit.   Hari2 berlalu dengan cepat sekali, tanpa merasa mereka telah berkelana selama tiga bulan.   Dan selama itu memang Oey Yok Su telah mendapat petunjuk yang cukup banyak dari kedua tokoh sakti tersebut.   Bahkan mereka juga telah menurunkan beberapa jurus ilmu simpanan mereka.   ---o^dwkz^)(^Tah^o--- BAGIAN 36 .   KISAH CIE THIO SI ANAK YATIM PIATU KOTA Ko-bun-kwan, adalah merupakan kota yang tidak begitu besar, namun penduduknya padat sekali.   Kota Ko-bun-kwan juga merupakan kota simpang lalu- lintas dari orang2 yang melakukan perjalanan dari Selatan kearah Utara.   Sehingga menjadikan kota ini penting dan banyak dikunjungi orang-orang yang melakukan perjalanan dari Barat ke Utara dan sebaliknya, termasuk tujuan untuk pesiar.   Disebuah rumah yang terletak disudut dari persimpangan dipintu kota sebelah barat tampak seorang lelaki setengah baya duduk terpekur.   Wajahnya murung sekali, memperlihatkan bahwa ada suatu kesulitan yang tengah melanda dirinya.   Barulang kali lelaki baya itu menghela napas, tampaknya memang ia bersedih hati, samar-samar terdengar keluhannya .   "Mengapa aku harus menerima cobaan seperti ini ?"   Dari dalam rumah saat itu terdengar suara seorang anak yang menangis.   Lelaki setengah baya tersebut melompat dari duduknya, ia melangkah masuk dengan wajah yang tetap murung.   Didalam ruangan itu tampak seorang anak lelaki tengah menangis sambil duduk dilantai.   Sedangkan disampingnya tampak sepiring kuwe-kuwe kering.   "Ibu mana ibu, ayah ?"   Tanya anak itu kemudian dengan suara yang terisak dalam tangisnya. Lelaki setengah baya tersebut menghela napas dalam2, wajahnya kian murung saja. Iapun berkata dengan suara yang sabar tetapi di dalam nada suaranya mengandung kedukaan .   "Ibu telah pergi nak kau makanlah, nanti engkau masuk angin....!"   Tetapi anak itu telah menggelengkan kepala nya berulang kali, sambil katanya.   "Tidak mau aku mau ibu, aku ingin ibu .... aku hendak ibu mana ibu .....!"   Dan tangan anak itu jadi semakin keras tubuhnya sampai tergoncang. Orang tua setengah baya itu, yang rupanya menjadi ayah anak tersebut, jadi sibuk membujuk anak itu agar tidak menangis terus.   "Diamlah nak.......diamlah Thio-jie jangan engkau tambah kedukaan hati ayah!"   Bujuknya. Namun anak itu justru telah meng-geleng2 kan kepalanya berulang kali sambil ber-seru2.   "Aku mau ibu, mana ibu..... mana ibu ....?'' Lelaki setengah baya itu menghela napas berulang kali, katanya dengan suara yang datar.   "Baiklah nak, nanti ibu akan pulang, kita akan berkumpul kembali, tetapi sekarang engkau makanlah dulu, makanlah nak, nanti engkau masuk angin.......!"   Namun anak itu tetap tidak bisa dibujuk, bahkan dia telah menangis terus. Lelaki setengah baya ini jadi sibuk sekali membujuk anak itu menghentikan tangisnya. Namun anak itu memang tidak juga mau menghentikan tangisnya. Malah tangisnya semakin keras.   "Thio-jie...... !"   Bentak sang ayah itu, yang rupanya telah habis kesabarannya.   "Engkau jangan membawa sikap seperti itu. Tahun ini engkau telah berusia lima tahun, seharusnya engkau telah mengerti urusan. Jangan menangis terus menerus, diamlah dan makanlah.......!"   Anak itu yang dibentak demikian oleh ayah nya, jadi terdiam, dan ia menahan isak tangis nya.   Tetapi anaknya tersebut, yang dipanggil dengan sebutan anak Thio itu, tetap tidak mau makan, ia hanya menundukkan kepalanya saja dalam2 menahan isak tangisnya.   Melihat sikap anaknya itu, lelaki setengah baya itu jadi runtuh hatinya, ia memeluk anak nya tersebut, dan mereka ayah dan anak jadi saling tangis bertangisan.   Tetapi selang tidak lama, lelaki setengah baya itu telah berkata lagi dengan suara yang lembut .   "Anakku, ibumu telah pergi ....pergi untuk se-lama2nya dan tidak akan kembali lagi, karena ibumu telah meninggal dunia. Maka dari itu, jangan engkau sering2 menanyakan soal ibumu lagi."   "Meninggal dunia ?"   Tanya anak itu dengan suara tidak mengerti, ia menatap ayahnya dengan mata digenangi air mata. Sang ayah mengangguk.   "Benar.... ibumu meninggal dunia dan tidak akan kembali lagi, maka engkau jangan menanyakan lagi, Nanti setelah engkau besar dewasa, engkau akan mengerti hal itu."   Menyahuti ayahnya. Anak she Thio tersebut tidak mengerti apa yang dimaksudkan ayahnya. Dia hanya berkata dengan suara perlahan.   Pertikaian Tokoh Tokoh Persilatan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Tetapi ibu telah pergi cukup lama dan belum kembali, ayah maka dari itu saya heudak meminta ayah menyusul ibu dan mengajaknya pulang ....... !"   Ayah itu telah tersenyum perlahan mengandung kedukaan.   "Mana bisa hal ini terjadi?"   Tanyanya.   "Mana mungkin?"   Namun anak itu telah meng-geleng2kan kepalanya berulang kali, sambil katanya.   "Tetapi aku hendak ibu .. aku menginginkan ibu ......!"   Ayah itu jadi berdiam diri.   Memang kasihan anak ini karena ibunya telah meninggal dunia.   Disamping itu juga dia menikah ketika usianya telah meningkat tinggi.   Maka disaat usia anaknya baru lima tahun seperti ini, ia berusia hampir lima puluh tahun.   Tetapi oleh sebab suatu penyakit, maka ibu dari anak She Thio itu telah meninggal dunia dan memang tidak akan kembali lagi.   Maka dari itu, walaupun hatinya tengah berduka mengenangkan kematian isterinya, juga lelaki setengah baya itu merasa iba melihat nasib anaknya.   "Thio-jie dengarlah....... !"   Kata lelaki setengah baya itu berselang sesaat.   "Kita akan segera meninggalkan tempat ini. Sekarang engkau makanlah makananmu itu, dan jika telah selesai kita akan segera berangkat ......!"   Anak itu berhenti menangis.   "Kita hendak kemana, ayah?"   Tanyanya.   "Apakah .. akan pergi menyusul ibu ........ ?"   Ayah-anak itu hanya bisa mengangguk dengan hati yang pedih karena ia yakin anaknya ini memang belum mengetahui urusan dan juga memang tengah membutuhkan kasih sayang seorang ibu.   Lelaki setengah baya itu berkeputusan akan meninggalkan kota kelahirannya.   Dibujuknya agar anaknya tersebut menghabiskan makanannya.   Setelah itu dia membereskan barang2 yang hendak dibawanya.   Lelaki setengah baya ini memang berkeputusan uniuk pergi berkelana untuk menghibur hatinya yang tengah digeluti oleh kedukaan.   Mungkin membawa anaknya pergi mengembara, anak itu tidak akan terlalu bersedih hati.   Setelah membereskan segala sesuatunya, lelaki setengah baya itu dengan tangan kanan membawa buntalan yang membungkus barang2nya, dan tangan kiri menggendong anaknya.   Sehari penuh lelaki setengah baya itu melakukan perjalanan dan ia telah meninggalkan kota tersebut cukup jauh........   Pria setengah baya tersebut she Wang dan bernama Pie An.   Sedangkan anaknya bernama Cie Thio.   Biasanya dipanggil dengan sebutan Thio-jie atau anak Thio.   Setelah melakukan perjalanan satu hari penuh, mereka tiba dikampung Po-an-cung, sebuah perkampungan yang cukup besar dan ramai.   Wang Pie An mengajak anaknya bermalam disebuah rumah penginapan yang tidak begitu besar.   Mereka telah bersantap malam didalam kamar.   Namun waktu itu justru pintu kamar mereka telah diketuk oleh seseorang dan ketukan itu agak keras.   Wang Pie An mengernyitkan alisnya ia heran siapakah yang mengetuk pintu kamarnya dengan kasar seperti itu, karena dikampung ini dia memang tidak memiliki sanak famili, dan jika peIayan rumah penginapan yang mengetuk pintu kamarnya, tentu tidak kasar itu.   "Siapa ?"   Tegunya tawar.   "Aku, buka pintu ..... !"   Terdengar suara orang menyahuti dengan suara yang kasar.   Wang Pie An jadi mengerutkan alisnya lagi, ia tidak kenal suara orang itu, suara seorang lelaki yang parau.   Maka dipesan agar anaknya meneruskan makannya dulu, sedangkan ia menghampiri pintu dan membukanya.   Diluar kamarnya tampak berdiri seorang lelaki yang lebat dengan berewok dan kumis yang kaku, muka orang itu tampak kasar dan keras sekali, malah dari mulutnya berhamburan bau arak yang memuakkan.   "Siapa kau ?"   Tanya Wang Pie An. Lelaki itu tertawa menyeringai.   "Tidak perlu engkau mengetahui siapa ada nya aku, tetapi sekarang cepat serahka uangmu ... aku hari ini butuh uang sebesar 5000 tail!"' Muka Wang Pie An jadi berobah, karena ia memang tidak kenal lelaki itu, dan juga tidak memiliki uang sebanyak itu. Wang Pie An juga tersadar bahwa lelaki tersebut bermaksud memeras dan merampoknya. Dengan muka yang memancarkan perasaan tidak senang. Wang Pie An telah berkata .   "Aku tidak memiliki uang, engkau pergilah ....!"   Dan sambil berkata begitu, Wang Pie An bermaksud akan menutup pintu kamarnya.   Namun lelaki yang bertubuh dan berwajah kasar itu telah mendorong keras pintu kamar bahkan tangan kanannya bergerak cepat sekali, tahu-tahu dia telah memukul muka Wang Pie An.   Pukulan yang datangnya begitu deras dan keras tidak diduga sebelumnya oleh Wang Pie An, sehingga ia terkejut bukan main dan telah terhuyung mundur, kemudian bergulingan diatas lantai.   Lelaki bermuka kasar itu telah melangkah masuk kedalam kamar, kemudian ia menutup pintu kamar.   Katanya dengan suara yang mengancam .   "Serahkan uang atau nyawamu akan melayang.........!"   Wang Pie An menduga orang ini tengah mabok, karena dari mulutnya terpancar bau arak. Dengan sendirinya hal itu membuktikan bahwa orang tersebut telah terlalu banyak meneguk arak. Ia telah memandang dengan sorot mata yang tajam, sambil katanya .   "Aku tidak memiliki uang pergilah kepada orang lain, aku sungguh2 tidak memiliki uang..........!"   Namun lelaki bermuka kasar itu justru telah mencabut pisau yang berukuran cukup panjang ia telah menggerakkan pisaunya itu sambil mengancam .   "Jika memang engkau tidak mau menyerahkan uangmu, hemmm......., jiwamu akan me layang........!"   Dan setelah berkata begitu lelaki bermuka kasar tersebut melangkah menghampiri Wang Pie An.   Melihat sikap orang yang sangat mengancam tampak Wang Pie An berusaha bangkit.   la ingin memberikan perlawanan.   Namun kaki kanan dari orang tersebut telah melayang menyambar muka Wang Pie An, membuat tubuh Wang Pie An ter-guling2 dilantai.   Wang Cie Thio yang melihat apa yang terjadi pada diri ayahnya, jadi mengeluarkan suara jeritan sambil menubruk tubuh ayahnya.   "Ayah ....!"   Panggil Cie Thio. Dan waktu itu ia menoleh kepada pemabok itu sambil membentak .   "Engkau ...... engkau mempersakiti ayahku ........ !"   Tetapi orang jtu justru telah tertawa terkekeh dengan suara yang mengerikan, sambil katanya dingin .   "Engkau menyingkir bocah, jika tidak perutmu akan kurobek dengan pisauku ini !"   Sambil berkata begitu, orang tersebut telah menggerakkan pisau tajam ditangannya, ia me bawa sikap mengancam sekali.   Wang Pie An mendorong tubuh anaknya, yang diperintahkan menyingkir.   Waktu anaknya menyingkir kesamping, secepat kilat Wang Pie An melompat berdiri sambil menggerakkan tangannya yang diulurkan untuk merebut pedang kecil lawannya.   Pemabok itu ruparya bisa melihat gerakan yang dilakukan oleh Wang Pie An, segera ia menggerakkan pedangnya menikam perut Wang Pie An.   Gerakari seperti itu datangnya cepat sekali, sehingga Wang Pie An tidak bisa mengelakkan lagi........   perutnya telah tertusuk oleh pisau tersebut.   Seketika itu juga terdengar suara jeri yang keras dan kuat dari Wang Pie An, dimana ia telah terhuyung mundur dengan darah berlumuran dari perutnya.   Kedua tangannya juga memegangi perutnya.   Cie Thio yang melihat keadaan ayahnya berlari menghampiri dan memeluk ayahnya.   "Ayah ....ayah ....!"   Panggilnya berulang kali.   Pemabok itu sendiri kaget tidak terkira, karena ia tidak menyangka akan menikam terkena sasarannya.   Semula ia hanya menggertak belaka.   Maka ia segera memutar tubuhnya dan berlari keluar kamar guna melarikan diri.   Suara ribut2 seperti itu telah menyebabkan pelayan datang kekamar tersebut.   Pelayan itu terkejut melihat keadaan Wang Pie An yang berlumuran darah.   Segera ia memberikan pertolongan dan meminta kepada kawannya untuk memanggilkan tabib.   Namun sayang, jiwa Wang Pie An tidak tertolong, rupa-nya luka yang dideritanya itu memang cukup parah.   Setelah menjelang tengah malam, Wang Pie An menghembuskan napas nya yang terakhir.   Cie Thio rnenangis sedih sekali.   Sedangkan pelayan itu bersama dengan kawan2nya melaporkan hal tersebut pada yang berwajib.   Setelah diadakan pengusutan, maka pemabok yang membinasakan Wang Pie An ditangkap sedangkan jenazah Wang Pie An dikebumikan pada keesokan harinya.   Cie Thio yang masih kecil dan tidak memiliki sanak famili dikampung itu, telah diserahkan pada sebuah kuil, untuk dirawat oleh para pendeta kuil itu.   Para pandeta yang merawat Cie Thio melihat bahwa anak ini memiliki kecerdasan yang mengagumkan, dimana daya tangkap anak ini cepat sekali.   Maka Cie Thio digundulkan rambutnya, ia telah diberi didikan agama Buddha.   Sedangkan Cie Thio yang telah yatim piatu, sudah tidak memiliki pilihan lain, hanya berdiam baik2 dikuil tersebut, mempelajari agama Buddha, sebagai seorang pendeta kecil.   ---o~dw'kz^0^Tah~o--- BAGIAN 37 .   TIGA DEWA DARI GUNUNG KAUW (SAM SIAN KAUW SAN) SUATU PAGI, disaat Cie Thio tengah bermain dipekarangan depan kuil, saat itu pintu kuil di ketuk keras oleh seseorang.   Cie Thio membukakan pintu dan dia melihat tiga orang Tojin (pendeta yang memeluk agama To) tengah berdiri dimuka pintu dengan mulut tersenyum lembut.   "Mana gurumu.......?"   Tanya salah seorang tojin itu dengan suara yang sabar, Cie Thio menanyakan siapa ketiga tamu tersebut, yang dijawab bahwa mereka adalah Sam Sian (tiga dewa) dari gunung Kauw.   Ketika perihal kedatangan ketiga orang pendeta agama To itu diberitahukan kepada gurunya, pendeta yang menjadi ketua kuil tersebut, menyambutnya dengan manis kedatangan ketiga orang tojin tersebut.   Rupanya antara guru Cie Thio dengan ke tiga tojin itu mengikat tali persahabatan.   Ketiga tojin itu masing2 bergelar Sam Kie Cinjin, Sam Lu Cinjin dan Sam Pie Cinjin.   Mereka merupakan pendekar-pendekar sakti yang memiliki kepandaian ilmu silat tinggi sekali.   Memang telah cukup lama ketiga pendeta agama To itu berkelana dalam rimba persilatan dan selama itu mereka melakukan perbuatan2 mulia, sehingga nama mereka jadi terkenal dan memperoleh julukan Sam Sian Kauw San.   Saat itu tampak Cie Thio yang tengah mempersiapkan minuman untuk ketiga tamu gurunya telah di-usap2 kepalanya oleh Sam Kie.   Kata Sam Kie dengan suara yang sabar.   "Anak ini balk sekali untuk mempelajari ilmu silat, dia memiliki tulang yang baik dan bakat yang bagus, savang sekali engkau Hwee Liang Siansu tidak memiliki kepandaian silat, sehingga muridmu ini tak mungkin memperoleh petunjuk mengenai ilmu silat."   Guru Cie Thio yaitu Hwee Liang Siansu tersenyum manis, sambil katanya.   "Tidak selamanya ilmu silat memegang peranan penting. Jika memang anak itu mau mempelajari agama Budha dengan baik, itupun baik dari segalanya, karena jiwanya telah terdidik dengan baik dan juga menyebabkan dia bisa mengenal dunia sebagaimana adanya". Namun Sam Kie telah menggelengkan kepalanya ia berkata perlahan.   "Bukan hanya itu saja. Ilmu silat bukan hanya terbatas pada ilmu untuk berkelahi, tetapi justru ilmu silat membutuh latihan dan semangat murni untuk menggembleng orang yang bersangkutan memiliki Sinkang yarg sejati. Dengan memiliki ilmu silat yang murni maka orang itu akan bisa menjaga diri dari segala gangguan yang tak baik bahkan bisa memanfaatkan ilmu silatnya untuk banyak melakukan perbuatan2 mulia menolong silemah yang tertindas....... .!"   Hwee Liang Siansu tersenyum lebar, ia menyahuti.   "Tetapi dengan agama Buddha, anak inipun bisa banyak melakukan perbuatan2 luhur. .....!"   Sam Kie menggeleng cepat.   "tidak mungkin.......!"   Katanya berulang kali.   "Mana mungkin jika menghadapi seorang penjahat, hanya mengandalkan kelihayan lidah untuk ber-kata2 saja kurang begitu kuat untuk mengembalikan manusia jahat itu kejalan yang ...... maka justru ilmu silat yang tinggi bisa membuat para penjahat seperti itu menjadi jera dan kapok. .....!"   Hwee Liang Siansu mengangguk perlahan.   "Ya apa yang dikatakan oleh Cinjin benar adanya,"   Katanya.   "Dan juga memang anak ini memiliki bakat ilmu silat, sayangnya justru Lolap tidak memiliki kesanggupan untuk mendidiknya dibidang itu. Jika memang Sam-wie Cinjin bersedia untuk bermurah hati, membantu mendidik anak ini untuk berlatih iimu silat tentu hal ini merupakan sesuatu yang menggembirakan sekali, bukan?"   "Namun ketiga pendeta agama To itu telah menggeleng hampir berbareng sambil katanya.   "Tak mungkin........sayangnya hal itu tak mungkin."   "Kami hanya diperbolehkan menurunkan kepandaian kami kepada murid2 kami yang memeluk agama To....... diluar dari itu, kami tidak diijinkan untuk menurunkan kepandaian kami kepada siapapun juga ........!"   "Sayang sekali,"   Kata Hwee Liang Siansu.   "Itulah nasib si Cie Thio yang buruk dan tidak memiliki keberuntungan yang baik !"   Pertikaian Tokoh Tokoh Persilatan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Semuanya tertawa.   Sedangkan Cie Thio kembali kekamarnya.   Namun kata2 Sam Kie tadi telah dipikirkannya, mengganggu sekali hati nya.   Ia tertarik sekali memikirkan kata2 Sam Kie Cinjin.   Memang hati Cie Thio ingin sekali mempelajari ilmu silat, karena ia juga jadi terpikir mengenai kematian ayahnya.   Jika saja ia memiliki kepandaian ilmu silat, bukankah ia bisa melindungi ayahnya dan ayahnya itu tidak sampai meninggal dunia, sehingga kini ia hanya hidup seorang diri? Itulah pemikiran dari seorang anak yang mash kecil, dan ia belum bisa berpikir lebih luas lagi.   Tetapi walaupun demikian, Cie Thio memang telah tertarik sekali ingin mempelajari ilmu silat.   Maka dari itu, ia telah mengambil keputusan, jika Hwee Liang Siansu gurunya untuk mempelajari agama Buddha itu mengijinkan ia mempelajari ilmu silat, maka ia bermaksud untuk mempelajari ilmu silat.   Sayangnya justru saat sekarang ini Sam Kie Cinjin mengatakan, pandeta itu tidak bisa menurunkan kepandaiannya kepada orang yang bukan dari penganut agamanya.   Tetapi Cie Thio yakin, disamping Sam Kie Cinjin sebagai seorang yang mengerti ilmu silat tentu banyak terdapat jago2 silat lainnya, yang bisa diangkat menjadi gurunya.   Maka tekadnya semakin bulat, ia ingin berusaha untuk dapat mempelajari ilmu silat.   Keesokan malamnya sengaja Cie Thio menemui Hwee Liang Siansu.   Ia mengemukakan keinginannya itu.   Dan iapun menyatakan maksudnya hendak mengangkat seseorang menjadi guru silatnya.   "Siapa ?"   Tanya Hwee Liang Siansu dengan sabar. Tetapi Cie Thio menggelengkan kepalanya.   "Sampai sekarang ini tecu masih belum mengetahui, tetapi jika memang suhu mengijinkan, kelak jika tecu cari itu, yang memang memiliki kepandaian tinggi, tentu tecu telah mengetahui bahwa suhu tidak menentang kalau saja tecu mengangkat orang itu menjadi guru tecu untuk mempelajari ilmu silat .........!"   Hwee Liang Siansu tersenyum, iapun berkata dengan sabar .   "Cie Thio, engkau ketahuilah bahwa mempelajari ilmu silat itu tidak mudah, karena biasanya, setiap orang yang mempela jari ilmu silat, tentu akan memiliki watak dan sifat yang berlainan dengan kita-kita yang menekuni pelajaran agama. Maka dari itu, aku belum bisa memutuskan menerima atau tidak keinginanmu itu. Engkau berpikirlah dua hari lagi coba engkau renungkan, apakah memang engkau ber-sungguh2 hendak mempelajari ilmu silat atau memang itu hanya dorongan nafsu belaka untuk memiliki kepandaian silat........!"   Cie Thio mengiyakan dan dia pamitan mengundurkan diri dari hadapan gurunya.   Kemudian didalam kamarnya ia memikirkan dengan baik2 keinginannya itu.   Malah Cie Thio telah berpikir jauh sekali, jika memang ia masih menjadi murid Hwee Liang Siansu, sulit baginya untuk keluar dari kuil ini dan mengangkat orang lain menjadi gurunya untuk mempelajari ilmu silat.   Maka dari itu ia telah mengambil keputusan, yang nekad, yaitu hendak melarikan diri dari kuil.   Tetapi, waktu itu justru Cie Thio juga berpikir, jika ia melarikan diri dari kuil, lalu ia hendak pergi kemana ? Inilah yang menyusahkan hatinya.   Maka ia tidak bisa mengambil keputusan yang cepat.   Setelah mempertimbangkan selama tiga hari tiga malam, keputusan Cie Thio jadi bulat, ia akan meninggalkan kuil ini secara diam2.   Tanpa pamitan lagi dari Hwee Liang Siansu dimalam yang dingin dan gelap, Cie Thio meninggallkan kuil secara diam2.   Apa yang dilakukannya itu hanya merupakan sebuah kenekadan dari seorang anak kecil belaka.   la rela mempelajari agama yang diajarkan oleh gurunya, namun justru hatinya malah hendak mempelajari ilmu silat.   Maka keinginannya yang terakhir itu lebih kuat, yang mendorongnya melakukan tindakan nekad seperti itu.   Dan dengan nekad, walaupun masih berusia belum enam tahun, Cie Thio telah meninggalkan kuil-itu, dan ia menyerahkan pada nasib apa yang akan terjadi Setelah melakukan perjalanan empat hari, maka Cie Thio tiba disebuah perkampungan yang tidak begitu besar.   la tidak memiliki uang, maka ia tidur di-kuil2 rusak atau juga bermalam diemperan rumah penduduk.   Cie Thio tidak mengetahui harus pergi kemana, karena ia melarikan diri dari kuil Hwee Liang Siansu tanpa mempunyai arah tujuan.   Keadaan seperti itu memang membingungkan Cie Thio, apalagi dihari keempat itu ia mu lai tersiksa oleh rasa lapar, sedangkan disakunya sama sekali tidak memiliki uang pembeli makanan.   Untung saja ada seorang pengemis kecil, yang melihat keadaan Cie Thio, jadi merasa kasihan dan telah mengajaknya untuk mengemis sisa makanan pada sebuah rumah makan.   Dan dari hasil mengemis itu, Cie Thio tidak sampai terlalu menderita oleh lapar.   ---o~dw.kz^0^Tah~o--- TETAPI KEESOKAN HARINYA justru Cie Thio tidak melihat pengemis kecil yang kemarin mengajaknya mengemis dirumah makan, ia terpaksa mengemis seorang diri, sebab perutnya kembali lapar.   Waktu Cie Thio mengemis sisa makanan di rumah makan itu, justru ia melihat Sam Kie Cinjin bertiga dengan Sam Pie dan Sam Lu, ketiga tojin itu baru saja keluar dari rumah makan tersebut dan mereka tampaknya, terkejut waktu melihat Cie Thio, yang datang dalam keadaankeadaan kotor dan mesum.   "Apakah engkau Cie Thio, murid dari Hwee Liang Siansu ?"   Tegur Sam Kie Cinjin kepada anak itu yang dirasanya memang dikenalnya.   Sam Kie rupanya memiliki ingatan yang tajam sekali, walaupun pakaian dari Cie Thio sudah tidak keruan, tokh ia masih kenal anak itu.   Disamping itu, Cie Thio juga telah mengakuinya dengan terus terang.   la mengatakan dirinya telah melarikan diri dari kuil Hwee Liang Siansu.   Dan kini ia tidak memiliki arah dan tujuan yang tetap.   Maka dari itu, sekarang ia telah melakukan pekerjaan mengemis dan tidak tahu harus pergi kemana.   "Jika begitu, ayo, kami akan segera mengantarkan engkau kembali kepada gurumu ...!"   Kata Sam, Kie Cinjin, namun Cie Thio telah menolakya, karena ia memang telah bertekad tidak akan kembali pada Hwee Liang Siansu.   Melihat sikap anak itu, Sam Kie Ciujin bertiga jadi heran.   Mereka menanyakan sebab2nya mengapa Cie Thio melarikan diri dari sisi gurunya.   Dengan polos dan berterus terang Cie Thio menceritakan keinginannya untuk mempelajari ilmu silat.   la juga mengatakan bahwa mempelajari ilmu agama Buddha tidak cocok dengan hatinya, dan ia lebih condong untuk mempelajari ilmu silat.   Keinginannya itulah yang telah membuat ia melarikan diri.   Sam Kie Cinjin yang mendengar pengakuan dari anak tersebut jadi menghela napas dalam2.   Wajahnya jadi muram.   "Akhhh....., disebabkan mulutku, maka engkau telah melarikan diri dari gurumu.....!"   Kata Sam Kie Cinjin kemudian.   "Walaupun bagaimana, engkau harus kembali kegurummu....... !"   Cie Thio menggelengkan kepalanya, berulang kali, berkata dengan suara yang agak keras.   "Jangan Cinjin memaksa aku untuk kembali kekuil guruku, karena aku tentu tidak akan dapat mempelajari agama yang diajarkan oleh guruku sebab ak lebih cocok untuk mempelajari ilmu silat.......!"   Melihat kekerasan hati anak itu, Sam Kie Cinjin, Sam Lu dan Sam Pie jadi menghela napas dalam2. Mereka bingung juga menghadapi sikap Cie Thio. Akhlrnya Sam Kie Cinjin telah menegur.   "Apakah kau memiliki uang dan perbekalan?"   Cie Thio menggeleng.   "Hemm........ engkau seorang anak yang terlalu nekad"   Kata Sam Kie Cinjin.   "Ayo kembali kegurumu bukankah dengan merantau tidak keruan seperti ini kau akan menderita dan sengsara.   "   Tetapi justru Cie Thio telah menggelengkan kepalanya berulang kali sampai akhirnya ia berkata dengan suara yang tetap.   "Walaupun aku harus manderita dan binasa, tetapi aku tetap akan pergi merantau untuk mencari guru yang bisa mengajarkan padaku ilmu silat.........!"   Melihat kekerasan hati si bocah, Sam Kie Cinjin jadi tertarik juga.   "Bagaimana jika engkau ikut bersama kami?"   Tanya Sam Kie Cinjin. Cie Thio jadi girang bukan main cepat2 ia telah menekukan kedua kakinya berlutut dan menyatakan terima kasih. Waktu Sam Kie Cinjin menoleh kepada Sam Lu dan Sam Pie katanya.   "Biarlah anak itu ikut bersama kita jika tidak tentu dia akan terlantar.........!'' Sam Pie dan Sam Lu hanya menyetujui keinginan Sam Kie Cinjin. Begitulah Cie Thio telah diajak mereka untuk mengembara bersama-sama. Memang sudah menjadi keinginan Cie Thio untuk belajar ilmu silat dari Sam Kie Cinjin bertiga, namun sayangnya justru ia mendengar, sendiri bahwa Sam Kie Cinjin bertiga tidak akan menurunkan kepandaiannya pada orang yang bukau beragama To. Maka Cie Thio tidak pernah mengajukan permintaan berguru pada ketiga imam tersebat ia hanya ikut mengembara agar tidak terlantar. Secara iseng iapun telah menanyakan kepada Sam Kie Cinjin apakah pendeta itu memiliki seorang kawan yang memiliki kepandaian yang tinggi agar bica diangkat menjadi guru sibocah. Namun Sam Kie Cinjin bertiga menanyakan mereka tidak bisa menunjukkan orang yang, dikehendaki Cie Thio. Tapi Sam Kie Cinjin berkata, jika Cie Thio mau kembali pada gurunya, yaitu Hwee Liang Siansu, dan jika gurunya itu meluluskan, tentu Sam Kie Cinjin akan menunjukkan seseorang yang memiliki kepandaian tinggi agar bisa diangkat menjadi guru, sibocah. Namun kenyataannya Cie Thio tidak bersedia kembali ke Hwee Liang Siansu, karena memang telah bertekad hendak mengembara. Sam Kie Cin jin bertiga tidak berdaya lagi untuk membujuk bocah tersebut. Maka kemana mereka pergi, tentu diajaknya Cie Thio ikut mengembara bersama mereka. Setahun lebih Cie Thio ikut bersama dengan Sam Kie Cinjin bertiga, dan selama itu, imam2 tersebut telah melihat bahwa kepandaian yang dimiliki anak tersebut dalam hal pelajaran agama Buddha masih belum mendalam, terlebih lagi memang Cie Thio mempelajarinya baru beberapa bulan saja dari Hwee Liang Siansu. Maka tersirat dalam hati Sam Kie Cinjio untuk minta Kepada Hwee Liang Siansu agar merelakan muridnya diambil oleh mereka bertiga. Itulah sebabnya, suatu hari Sam Kie Cinjin bertiga mengajak Cie Thio kembali menemui gurunya, yaitu Hwee Liang Siansu. Dengan berterus terang, Sam Kie Cinjin menceritakan segala apa yang telah terjadi. Dan juga Sam Kie Cinjin telah mengemukakan bahwa mereka bertiga bermaksud mengambil Cie Thio menjadi murid mereka, kalau saja Hwee Liang tidak merasa keberatan, ternyata Hwe Liang Siansu memang menerima tawaran tersebut dengan senang hati, menurut Hwee Liang Siansu tidak baik ia memaksa Cie Thio, jika memang anak itu tidak berminat untuk belajar padanya. Sam Kie Cinjin mengucapkan terima kasihnya atas pengertian dari Hwee Liang Siansu. Sejak saat itu Cie Thio telah resmi menjadi murid dari Sam Kie Cinjin, Sam Lu dan Sam Pie. Ketiga tojin itu telah mendidik Cie Thio dalam hal segala macam kepandaian dan ilmu silat. Tetapi sejak saat itu, Cie Thio harus memelihara rambut lagi dan selanjutnya masuk kedalam agama To, menjadi murid resmi ketiga imam itu. Karena mengetahui Sam Kie Cinjin bertiga memang memiliki kepandaian yang tinggi, maka Cie Thio tidak keberatan untuk menjadi pemeluk agama To. la selain mempelajari agama To juga mempelajari ilmu silat dari ketiga gurunya yang ternyata memang memiliki ilmu yang luar biasa. Setelah belajar selama enam tahun, Cie Thio telah berusia dua belas tahun, kepandaian yang dimiliki anak ini ternyata cukup tinggi, setiap pelajaran yang diturunkan oleh ketiga orang gurunya itu bisa dipelajarinya dengan mudah. Selama enam tahun Cie Thio juga ikut mengembara dengan ketiga gurunya dimana Cie Thio sering menyaksikan betapa ketiga orang gurunya itu memang selalu bertindak diatas keadilan, dan membela yang lemah dari tindasan yang jahat. Pengalaman selama mengembara bersama ketiga orang gurunya itu, membuat Cie Thio memiliki pengalaman yang tidak sedikit, ia mulai mengerti dunia persilatan dan juga mulai dapat membedakan mana yang jahat dan mana yang baik, disamping itu juga ia bisa membedakan mana yang putih dan mana yang mengambil aliran hitam, alias para penjahat yang perlu di basmi. Ketika berusia dua belas tahun, Cie Thio telah sering merubuhkan beberapa orang penjahat yang memiliki kepandaian tanggung2, ketiga orang gurunya itu menyerahkan kepada Cie Thio untuk menghajarnya. Dan biasanya Cie Thio memang bisa memenuhi harapan gurunya, dimana ia bisa memberikan ganjaran yang cukup keras pada para penjahat itu. Disamping itu, Cie Thio juga mulai menerima pelajaran Sinkang, yaitu ilmu sakti dari ke tiga orang gurunya. Sam Kie Cin jin bertiga dengan Sam Lu dan Sam Pie Cinjin jadi girang melihat perkembangan yang diperlihatkan muridnya. Dan juga memang mereka telah melihat selain cerdas, Cie Thio juga mudah sekali menerima pelajaran yang mereka berikan. Hal itu disebabkan memang anak ini memiliki bakat yang baik untuk mempelajari ilmu silat. Begitulah, Sam Kie Cinjin bertiga selalu mengajak Cie Thio untuk mengembara. Empat tahun telah lewat lagi, usia Cie Thio telah enam belas tahun, dia telah menjadi seorang tojin muda yang memiliki kepandaian tidak rendah. Tetapi ketiga orang gurunya masih juga menghendaki Cie Thio mengembara bersama mereka, karena masih ada tiga tahun lagi yang harus dilaksanakan oleh Cie Thio untuk merampungkan kepandaiannya. Maka dari itu, selama tiga tahun itu Cie Thio tetap mengembara bersama gurunya. Ketika usianya telah sembilan belas tahun. Sam Kie Cinjin meminta Cie Thio untuk pergi mengembara seorang diri, karena kepandaian yang dimiliki ketiga orang gurunya itu memang telah diturunkan semuanya termasuk ilmu simpanan mereka. Cie Thio memang merasa telah memiliki kepandaian yang bisa diandalkan, menuruti perintah gurunya, untuk berkelana seorang diri, guna melakukan perbuatan mulia membela orang2 yang lemah. Waktu itu Cie Thio telah menjadi seorang pendeta To yang tegap dan gagah. la merupakan Tojin muda yang tampan. Disamping itu dengan memiliki kepandaiannya yang tinggi, ia benar2 merupakan seorang pendekar muda yang sulit dicari tandingannya. Apalagi ilmu pedangnya, hasil ciptaan ketiga orang gurunya, yang telah menggabung kepandaian mereka bertiga menjadi satu dan diwariskan kepada Cie Thio. Dan yang menonjol sekali pada diri tojin muda ini adalah kekuatan sinkang yang dimilikinya, murni dan bisa diandalkan. Dalam waktu sekejap mata saja, Cie Thio telah bisa mengangkat nama. Dan ia telah merupakan seorang jago rimba persilatan yang di segani, karena kepandaiannya tinggi dan perbuatannya yang baik, selalu berdiri diatas jalan keadilan. Cie Thio juga telah mengganti namanya menjadi Ong Tiong Yang, atas saran yang diberikan oleh ketiga orang gurunya. ---o~dw.kz^0^Tah~o--- BAGIAN 38 . ONG TIONG YANG ONG TIONG YANG merupakan seorang tojin yang cukup ditakuti oleh para penjahat dari kalangan hek-to, karena ia walaupun selalu membawa sikap yang sabar, namun bertindak dengan tegas kepada orang2 yang melakukan kejahatan. Seperti terlihat pada pagi itu, Ong Tiong Yang tengah berada disebuah kaki gunung dipropinsi Hopei, ia tengah duduk dibawah sebatang pohon sambil beristirahat menghilangkan lelah, seharian penuh Tojin muda ini melakukan perjalanan yang jauh, dan ia belum lagi bertemu dengan rumah penduduk yang bisa ditumpangi ataupun kuil2 yang bisa dimintai bantuannya guna menginap. Maka untuk melenyapkan letihnya Ong Tiong Yang telah ber-istirahat dibawah pohon itu. Angin pagi yang bersilir dingin membuat Ong Tiong Yang atau Cie Thio jadi mengantuk, karena semalaman ia melakukan perjanan terus. Ia duduk bersemadhi untuk meluruskan pernapasan dan sinkangnya, sehingga dalam sekejap mata saja perasaan letihnya lenyap. Disaat Ong Tiong Yang tengah duduk bersemadhi begitu, tiba2 dia mendengarkan suara ramai2, disusul oleh suara bentak dan jerit kesakitan. Sebagai seorang tojin telah tinggi sinkangnya, Ong Tiong Yang memiliki pedengaran yang tajam. Walaupuna suara ramai2 dan suara jerit kesakitan itu masih terpisah jauh, namun ia telah berhasil mendengarnya. Maka Tojin muda ini telah melompat berdiri dan memandang kesekelilingnya. Dari arah selatan tampak berlari beberapa sosok tubuh dengan gerakan yang cepat sekali, seperti juga terbang dan kaki2 mereka seperti tidak menginjak bumi. Dengan cepat orang2 itu tiba dihadapan Ong Tiong Yang. Ternyata orang2 tersebut merupakan orang2 rimba persilatan. Dilihat dari pakaiannya yang serba singset, menyatakan mereka merupakan orang2 rimba persilatan yang biasa hidup mengembara. Dibelakang orang2 itu, yang semuanya berjumlah empat orang, tampak mengejar belasan orang, semuanya membekal senjata, ada juga senjata yang dicekal ditangan. Pengejaran itu dilakukan dengan cepat, tampaknya memang orang2 itu bermaksud untuk dapat mengepung keempat buruan mereka. Saat itu Ong Tiong Yang mengerutkan alisnya, ia memperdengarkan suara "Hmmm.....,"   Tidak senang, karena-dilihatnya tidak adil belasan orang itu mengejar dan bermaksud mengeroyok keempat orang tersebut, yang tampaknya telah terluka cukup parah disebagian tubuhnya.   Keadaan demikian memang membuat darah muda Ong Tiong Yang terbangkit, ia tak bisa menyaksikan keadaan yang tidak adil seperti Itu.   Sedangkan keempat orang tersebut saat itu telah tiba didekat Ong Tiong Yang, mereka tidak bisa menyingkirkan diri lebih jauh dari belasan orang pengejaran.   Waktu itu belasan orang pengejar tersebut melompat dan mengurung ke empat orang buruan mereka.   Sikap mengancam yang mereka perlihatkan menunjukkan bahwa belasan orang itu menaruh kebencian yang sangat kepada keempat orang tersebut.   "Kalian menyerah saja baik2 kami tidak akan menganiaya dirimu.....!"   Bentak salah seorang diantara belasan orang tersebut dengan suara yang tawar, ditangannya tampak tercekal sebatang pedang pendek, yang digerakan mengancam, Tetapi keempat orang itu memperdengarkan suara tertawa dingin, salah seorang diantara mereka berkata.   "Kami tidak akan menyerah sampai titik darah kami yang terakhir..........!"   Orang yang memimpin belasan orang kawan nya berteriak memberikan anjuran agar kawan2 nya menyerang.   Sedangkan ia sendiri dengan pedang pendeknya telah melancarkan serangan yang gencar.   Keempat orang itu, yang masing2 bersenjata pedang, telah memutar senjata mereka memberikan perlawanan.   Dalam sekejap mata saja mereka bertempur dengan seru.   Namun keempat orang itu memiliki jumlah yang jauh lebih sedikit dari lawannya, walaupun dilihat dari gerakan ilmu pedangnya mereka memang memiliki kepandaian yang tidak rendah, tokh mereka telah terdesak.   Dua kali salah seorang dari keempat orang itu terluka oleh tabasan golok dari salah seorang lawannya, sehingga mengeluarkan suara jeritan dengan tubuh terhuyung.   Ketiga orang kawannya jadi terkejut dan berusaha untuk melindungi kawan mereka.   Namun belasan lawan mereka telah memperhebat serangan-serangannya, sehingga angin serangannya menyambar-nyambar tidak hentinya.   Ong Tiong Yang menyaksikan keadaan demikian, merasa waktunya telah sampai.   la mengeluarkan suara bentakan nyaring, tubuhnya melompat ketengah gelanggang dengan gerakan yang ringan, dan Hudtim (kebutan kependetaannya) digerakan dengan melintang kekiri dan ke kanan, maka senjata belasan orang tersebut berhasil dibuat terpental.   Dan waktu itu keempat orang yang dikurung itu mempergunakan kesempatan tersebut untuk mengundurkan diri, mereka menyingkir agak jauh.   Belasan orang pengepung itu jadi penasaran dan mendongkol melihat seorang imam telah mencampuri urusan mereka.   Orang yang memegang pedang pendek itu telah membencak dengan suara yang tawar.   "Hidung kerbau, apa maksudmu mencampuri urusan kami.........?"   Mendengat pertanyaan orang tersebut yang kasar, Ong Tiong Yang yakin belasan orang tersebut tentunya bukan manusia baik? Apalagi ia melihat mereka tanpa kenal malu mengeroyok keempat orang itu.   "Pinto harap kalian tidak mendesak keempat orang Siecu itu, jumlah mereka lebih sedikit dari kalian, maka tidak pantas kalian main keroyok seperti itu tanpa kenal malu. Pinto harap kalian tidak mendesak lebih jauh !"   Tetapi orang yang bersen jata pedang pendek itu tertawa mengejek, kemudian katanya .   "Hemm......., enak saja kau berkata, kami mengeroyok mereka karena justru mereka merupakan manusia2 tidak tahu diri yang harus kami ringkus..........!"   "Apa kesalahan mereka ?"   Tanya Ong Tiong Yang tawar.   "Mereka merupakan manusia2 kurang ajar yang besar mulut, bahkan telah lima orang kawan kami yang terluka ditangan mereka, maka itu kami harus dapat membalaskan sakit hati kawan kami itu !"   "Tetapi kata kalian yang hendak menuntut balas kepada keempat orang tersebut merupakan cara pengecut !"   "Akh....... hidung kerbau, engkau terlalu banyak bicara, cepat nenyingkir.........!"   "Kalau memang Pinto tidak mau menyingkir.......?"   Tanya Ong Tiong Yang dengan suara yang sabar.   "Tentu kami tidak akan segan untuk menurunkan tangan keras kepadamu ......!"   Tetapi Ong Tiong Yang tidak jeri.   "Pinto kira kalian tidak akan memiliki kesanggupan untuk merubuhkan Pinto.....!"   "Oh..... pendeta sombong, engkau jangan bicara tekebur seperti itu .....!"   Dan sambil berkata begitu, salah seorang dari belasan orang tersebut, yang bersenjata Poan Koan Pit melompat melancarkan totokan dengan ujung Poan Koan Pitnya.   Namun Ong Tiong Yang mengelakkan dengan cepat, dalam waktu sekejab mata saja ia telah berhasil mengelakkan diri dari lima kali totokan Poan Koan Pit orang tersebut.   Rupanya kawan2 orang tersebut yang melihat usaha kawan mereka gagal, telah melompat maju dan melancarkan serangan mengeroyok.   Gerakan mereka memang cepat dan gesit sekali disamping itu merekapun memiliki kepandaian yang tinggi.   Mereka melompat menggunakan senjatanya masing2 melancarkan serangan kepada Ong Tiong Yang.   Satelah beberapa jurus menyaksikan lawannya, Ong Tiong Yang sudah lebih dari ia mengalah.   Ia mengeluarkan suara siulan sambil katanya kemudian.   "Siecu harus ber-hati2.....!"   Sambil berkata begitu, Hudtimnya meluncur kearah lawannya.   Dan bulu Hudtimnya yang dialiri tenaga sinkang jadi kaku dan keras, dipergunakan untuk menotok Iawannya itu.   Dan Tubuh lawannya langsung saja terjungkal.   roboh tidak bergerak lagi .........   terbujur kaku karena telah tertotok.   Belasan kawanya jadi terkejut, belum lagi mereka menyadari apa yang terjadi .......   tiba2 datang serangan dari Ong Tiong Yang, Hudtimnya ber-gerak2 melancarkan totokan ke sana kemari dengan cepat.   Dalam sekejap mata saja, tujuh orang telah terjungkal dalam keadaan tertotok.   Sisanya yang enam orang lagi jadi ngeri dan takut2 waktu menyaksikan bahwa Ong Tiong Yang memang benar2 memiliki kepandaian yang sulit dilawan mereka.   Pertikaian Tokoh Tokoh Persilatan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Keadaan demikian membuat keempat orang yang ditolong Ong Tong Yang jadi berdiri tertegun karena kagum, kemudian mereka berlutut dan menyatakan terima kasih mereka kepada imam tersebut.   Ong Tiong Yang menanyakan kepada keempat orang itu, apa sesungguhnya yang terjadi.   Salah seorang dari keempat orang yang ditolong Ong Tiong Yang berkata, bahwa mereka sesungguhnya hanya terlibat dalam suatu keslahan pahaman belaka.   Justru keempat orang ini dari keluarga Khut telah salah tangan melukai dua orang dari keluarga Cien dan juga beberapa orang pengawal mereka.   Dengan demikian pihak keluarga Cien telah mengutus puluhan orang untuk membasmi keluarga mereka.   Keempat orang ini bisa melarikan diri tetapi tetap dikejar dan bendak dibinasakan, untung saja Ong Tiong Yang yang menolongi mereka.   Mendengar itu.   Ong Tiong Yang menghela napas, katanya dengan suara mengandung sesal.   "Begitulah keadaan dunia, selalu dendam yang diributkan. Apa keuntungan dari hasil yang diperoleh karena dikendalikan oleh dendam ?"   "Nah, untuk selanjutnya kalian berempat pergilah menyingkir kesuatu tempat yang jauh, menghindarkan diri dari lawan2 kalian, tetapi selanjutnya kalian harus berusaha agar tidak menimbulkan bentrokan dengan pihak keluarga Cien itu."   Keempat orang tersebut mengiyakan, dan setelah menanyakan siapa adanya tojin muda yang gagah ini, merekapun pamitan untuk pergi mencari tempat persembunyian.   Seperginya keempat orang keluarga Khui itu, Ong Tiong Yang membebaskan belasan orang dari keluarga Cien itu dari totokannya.   Tojin ini berusaha memberikan pengertian kepada mereka, dikendalikan dendam bukanlah suatu hal yang baik.   Hal itu berusaha dikupas oleh Tojin muda ini, memberikan pengertian disamping menyadari orang- orang tersebut.   Dan belasan orang itu walaupun penasaran, mereka mengiyakan, karena mereka tahu percuma jika mereka bersikeras dan melawan Tojin itu, karena mereka bukan menjadi tandingan Ong Tiong Yang.   Tetapi mereka menanyakan nama Ong Tiong Yang, kemudian baru berlalu.   ---oo~dwkz^Tah~oo--- SEPERGINYA orang2 itu, Ong Tiong Yang menghela napas panjang, ia menggumam seorang diri .   "Peristiwa- peristiwa seperti inilah yang sering terjadi didalam rimba persilatan. Hai.........! Untung saja aku memilih jalan untuk mempelajari ilmu silat, sehingga aku bisa membantu pihak yang lemah. Selama dunia masih berputar selalu akan terjadi pertempuran antara orang- orang yang bertentangan paham."   Setelah berpikir begitu, Ong Tiong Yang menghela napas dalam-dalam.   Dalam keadaan demikian tampak soseorang tengah berjalan dari arah yang berlawanan dengan Ong Tiong Yang.   Tojin muda tersebut memperhatikan keadaan orang itu, yang berpakaian sebagai seorang pelajar berusia diantara lima puluh tahun.   Sambil berjalan pelajar ini bersenandung tidak hentinya.   Sikapnya masa bodoh terhadap keadaan disekelilingnya, Waktu melihat Ong Tiong Yang, pelajar itu tersenyum dan wajahnya berseri-seri tampaknya ia girang sekali.   "Akhhh........ tojin muda, kebetulan sekali aku bertemu dengan kau ....!"   Katanya kemudian dengan suara yang mengandung kegembiraan.   "Mari......mari .......mari kita ber-cakap2........!"   Ong Tiong Yang melihat orang bersikap manis seperti itu, ia juga membalas tersenyum sambil merangkapkan kedua tangannya, katanya .   "Siapakah Siecu, dan bolehkah Pinto mengetehui nama Siecu yang mulia ?"   "Aku she Kiang dan bernama Bun, engkau tojin muda, apa gelarmu.....?"   "Aku belum memiliki gelaran, Pinto she Ong dan bernama Tiong Yang.....! itulah nama yang diberikan oleh guruku. Sedangkan nama Pinto yang sebenarnya Wang Cie Thio."   "Oh, enkau tampaknya seorang tojin muda yang jujur dan polos, karena engkau selalu bicara dari hal yang sebenarnya. Engkau telah memberitahukan kepadaku perihal nama yang diberikan gurumu, dan juga namamu yang sebenarnya, itupun telah cukup menunjukkan bahwa engkau merupakan seorang tojin muda yang memiliki jiwa yang jujur.......!"    Pendekar Gunung Lawu Karya Kho Ping Hoo Keris Pusaka Nagapasung Karya Kho Ping Hoo Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong

Cari Blog Ini