Pertikaian Tokoh Persilatan 2
Pertikaian Tokoh Tokoh Persilatan Karya Chin Yung Bagian 2
Pertikaian Tokoh Tokoh Persilatan Karya dari Chin Yung "Eh.........temananku!" Panggil Ang-toa girang. "Sebagai sabat engkau telah menolongi ku ! Sekarang aku minta engkau pukul pantatnya pelajar sombong. itu sepuluh kali! Bisakahh engkau melakukannya ?" Pengemis tua itu tersenyum. "Tentu saja bisa...apa susahnya sih memukuli pantat si pelajar busuk yang hanya berani anak kecil saja ?" Dan sambil berkata begitu si pengemis tua telah melompat, dengan gerakan yang cepat sekali, sehingga Ang-toa tidak bisa melihat dengan jelas. Dan yang kaget adalah si pelajar yang telah berseru. Tetapi suaranya belum lagi habis diucapkannya, tahu- tahu punggungnya telah terdorong sesuatu, sehingga dia jatuh terjerembab, walaupun kedua kakinya telah memasang kuda-kuda yang kuat mencegah tubuhnya terjerunuk, tidak urung dia terjerambab juga. Disaat itulah pinggulnya jadi sakit sekali, karena si pengemis telah memukuli pantatnya dengan mempergunakan kayu kecil tipis itu. Walaupun kecil dan tipis, tetapi kayu itu ditangan si pengemis tua seperti telah......,berobah menjadi sebatang baja yang kuat sekali. Si pelajar berusaha untuk meronta, tetapi kaki kanan pengemis tua itu telah menginjak pinggangnya, maka pelajar itu jadi tidak berkutik sama sekali. Cepat sekali si pengemis tua telah memukul sepuluh kali pinggul pelajar itu, kemudian dia telah melompat kesamping Ang-toa. "Sahabatku, aku telah membantuimu membayar lunas penasaranmu dengan memukul dia sepuluh kali sabetan ! Kau puas belum ?". "Puas .....! Puas.....,!" Menyahuti Ang-toa dengan sikap girang. Sedangkan si pelajar telah merangkak bangun dengan muka yang pucat, dengan sikap takut-takut dia teiah berkata tidak begitu jelas . "Kalau....., kalau...... tidak salah Boanpwe (tingkatan yang lebih muda) tengah berhadapan dengan le Hong Sin Kay Locianpwe ?" "Tidak salah ! Aku memang Ie Hong Sin Kay (Pengemis Sakti Dengan Pakaian Burung Hong) menjahuti si pengemis. "Aku bergelar le Hong Sin Kay karena pakaianku yang tambal sulam dengan warna- warni yang menarik ini ...... bukankah sama seperti warna-warna dibulu burung Hong?" Muka si pelajar semakin pucat, dia telah merangkapkan, kedua tangannya menjura memberi hormat, sikapnya ketakutan sama sekali . "Maafkan......Boanpwe...... karena Boanpwe tidak tahu bahwa anak itu sahabat Locianpwe .... maafkan Boanpwe Thung Liu Cie.....!!" "Hemmm..........., apakah kau masih bisa hidup jika aku tidak memaafkan dirimu ....?" Menegur si pengemis dengan suara yang perlahan. Tetapi pelajar itu jadi girang, dia telah menghaturkan terima kasih berulang kali . "Terima kasih atas pengampunan Locianpwe .... ijinkan Boanpwee ......berlalu ...." Dan tanpa berani menoleh lagi, pelajar itu telah melangkah keluar dari ruangan kuil itu, tidak lama kemudian terdengar suara larinya kuda tunggangannya. Sedangkan Ang-toa jadi heran melihat sikap si pelajar yang begitu ketakutan kepada pengemis tua .. "Sahabatku, sebenarnya siapa sih engkau ini sehingga pelajar busuk yang. jahat itu ketakutan kepadamu ?" Tanya. Ang-toa kemudian sambil mengawasi si pengemis tua. Pengemis itu itu tersenyum. "Sama seperti engkau juga......." Sahutnya. "Sama seperti aku bagaimana ?" Tanya Ang-toa tidak mengerti. "Bukankah engkau walaupun usiamu demi kian muda belia, tetapi anak-anak yang lebih tinggi usianya darimu juga ketakutan jika melihatmu ? Nah, sama seperti keadaanmu itu, pelajar itu juga akan ketakutan jika melihat aku.......!" Mendengar keterangan si pengemis, Ang-toa jadi tidak bisa menahan tawanya. "Mengapa engkau tertawa ?" Tanya si pengemis tua le Hong Sin Kay. Aku merasa lucu, keadaan kita hampir sama", kata Ang-toa. "Kau ditakuti oleh orang-orang yang telah dewasa, sedangkan aku ditakuti anak-anak sebayaku...!". "Tentu saja, engkau seorang anak yang nekad dan tidak perduli akan jiwamu sendiri tiap melakukan tindakan.....!" Menyahuti si pengemis tua itu. "Nah, bukankah dengan mengikat tali persahabatan denganktu engkau tidak rugi ?" "Benar !". "Apa lagi engkau mau, mempelajari ilmu mengambil makanan tanpa diketahui oleh pemiliknya, maka engkau lebih tidak rugi lagi...!" Kata pengemis tua itu. Walaupun nakal, tetapi Ang-toa memiliki otak yang sangat cerdas sekali. Dia telah melihat pengemis tua ini ditakuti sekali oleh pelajar itu, dan juga tadi sekali lompat saja dia telah bisa menghukum pelajar yang bernama Thung Liu Cie itu, maka Ang-toa telah menekuk kakinya, dia telah berlutut dihadapan pengemis itu. "Terima kasih atas bantuan lopeh, dan maukah lopeh mengambil aku menjadi murid untuk mempelajari ilmu yang dimiliki lopeh ?" Tanya Ang-toa. "Oh tentu saja mau, bukankah sejak bertemu aku telah menegaskan, kalau saja engkau mau mempelajari ilmuku, tentu engkau tidak selalu menerima hinaan...!" Menyahuti le Hong Sin Kay. "Tetapi untuk menjadi muridku, engkau harus mentaati beberapa persyaratan dari pintu perguruanku..........." "Apa syarat-syaratnya itu, lopeh ?" Tanya Ang-toa. "Engkau harus menjunjung tinggi nama perguruanmu, tidak boleh mendatangkan malu dengan sikap pengecutmu, walaupun menghadapi kematian, tetapi jika memang membela yang benar, engkau tidak boleh menyerah ! Untuk itu aku percaya engkau bisa mentaatinya, karena aku telah menyaksikan sifat-sifatmu beberapa saat yang lalu......! Yang kedua, engkau harus menuruti setiap perkataanku, tidak boleh membantah ! Jika engkau membantah petunjukku, maka engkau akan menerima hukuman yang tidak ringan......!" "Tentu saja jika lopeh telah menjadi guruku, maka aku-harus menuruti setiap petunjuk dan kata-kata lopeh, mana mungkin aku berlaku kurang ajar kepada guruku !" Kata Ang-toa.."Bagus ! Dan syarat ketiga., engkau tidak boleh mengandalkan kepandaianmu untuk menghina yang lemah, tidak boleh terlalu mudah membinasakan seseorang lawan, dan juga tidak, boleh melakukan perbuatan-perbuatan buruk" "Jika memang peraturan itu untuk mendidik aku menjadi anak yang baik dan tidak melakukan perbuatan- perbuatan yang buruk, tentu saja harus dipatuhi! Tetapi ada satu yang tidak bisa kupatuhi, jika memang lopeh meminta aku menjadi pencuri-makanan.......!" Mendengar perkataan Ang-toa, si pengemis jadi tertawa bergelak-gelak. "Soal itu kita tidak usah bicarakan sekarang, aku juga tidak memaksa engkau menjadi pencuri makanan, hanya mengambil makanan tanpa setahu yang empunya...!". "Itupun sama saja lopeh, suatu perbuatan pencuri juga !" Kata Ang-toa. "Ya...., ya,,,,,, nanti bila engkau telah lebih besar dari sekarang engkau bisa mengerti apa maksudku ! Dan syarat satunya lagi, yaitu engkau harus menjadi anggota Kaypang, yaitu perkumpulan pengemis........! " "Itu.......itu.. ........" Melihat Ang-oa ragu-ragu si pengemis telah tertawa lagi. "Sebelum engkau, aku telah menerima murid lain orang, dan mereka semuanya telah masuk menjadi anggota Kaypang......." Menjelaskan calon guru itu. "Tetapi.......aku harus berpakaian sebagai pengemis setiap hari?" Tanya Ang-toa kemudian. "Benar ! Enkau keberatan?" "Tentu saja...nanti semua orang memanggil aku si pengemis ?" "Begitulah.......!" Mengangguk le Hong Sin Kay. "Memang selanjutnya semua orang akan memanggil kau sebagai pengemis! Tetapi engkau tidak boleh memiliki pikiran bahwa menjadi pengemis tidak dihormati orang, asal engkau selalu melakukan perbuatan baik, pasti hasilnya juga akan menjadi baik ! Jika engkau selalu berdiri digaris keadilan, maka engkau akan disegani kawan dan lawan ! Seperti tadi pemuda Thung Liu Cie, dia telah menghormati dan ketakutan melihat diriku ! Bukankah engkau 'telah' menyaksikan sendiri ?" Mendengar perkataan si pengemis tua Ie Hong Sin Kay, Ang-toa telah mengangguk angguk beberapa kali mengiyakan. "Baiklah, aku bersedia untuk menjadi anggota Kay- pang!" Kata Ang-toa, kemudian sambil menganggukkan kepalanya. "Dan sekarang kita sembahyang pengangkatan guru dan murid...!" Kata Ie Hong Sin Kay mengajak Ang-toa kedekat meja sembahyang. Dia mengeluarkan bibit api, membakar sisa lilin yang masih ada dimeja sembahyang, lalu mereka menjalani peradatan untuk pengangkatan guru dan murid. Ang-toa telah berlutut. dihadapan si pengemis dan berkata mengangkat sumpah "Jika memang aku Ang-toa berani kurang ajar dan menghianati perkumpulanku, Kaypang, biarlah tubuhku tidak diterima bumi dan langit dan dibacoki oleh ratusan ribu golok dan pedang..,,,,,.!" "Bagus ! Bangunlah muridku....... dan untuk selanjutnya engkau harus belajar yang rajin, agar kelak dengan mempergunakan kepandaianmu engkau bisa mengangkat nama baik Kaypang......." Ang-toa juga telah memberi hormat sambil memanggil "Suhu !" Tiga kali. Selesailah sembahyang pengangkatan guru dan murid itu. ---oo^dwkz^TAH^oo--- BAGIAN 02 . ANG CIT KONG SEEKOR kuda tengah berlari dengan cepat memasuki kota Bun-siong-kwan, penunggang kuda itu seorang pemuda pelajar. Dialah Thung Liu Cie. Dia telah bertanya-tanya kepada para penduduk, dimana letak gedung Tiekwan (hakim) dikota tersebut, atas petunjuk penduduk kota itu akhirn-ya Thung Liu Lie telah tiba digedung Tiek-wan yang mewah dan megah sekali. Seorang Kee-teng (pesuruh) telah keluar sambil menyambuti tali les kuda sipemuda pelajar itu. "Lopeh (paman) apakah ini gedung Tiek-wan ?" Tanya pelajar itu. "Benar Kongcu, apakah Kongcu ingin menyampaikan suatu pengaduan ?" "Bukan.......engkau tolong beritahukan, keponakan Tiekwan Thung Siang Bun yang bernama Thung Liu Cie ingin datang menghadap mengunjuk hormat.......!" Mendengar Thung Liu Cie adalah keponakan dalam dari majikannya, Kee-teng itu jadi memperlihatkan sikap yang hormat sekali. "Mari silahkan masuk! Kongcu..... Mari silahkan masuk !" Dia mempersilahkan tamunya itu, yang diajaknya keruang tamu. Kemudian dia meninggalkan tamu itu sejenak, untuk masuk kedalam memberikan laporan kepada majikannya. Tidak lama kemudian tampak keluar seorang lelaki bermuka agung dan angker, bertubuh besar dan agak gemuk, dia telah melangkah keruang tamu. Thung Liu Cie cepat-cepat bangun dari duduknya dan menjura memberi hormat sambil panggilnya . "Siok- siok!" "Hemm........, apa maksudmu mencariku kemari?" Tanya sang paman itu, yang menjabat kekuasaan sebagai Tiekwan dikota ini. "Siok-siok, ibu telah meminta agar Tit-lie membawa surat ini untuk Siok-siok........!" Sambil berkata begitu, Thung Liu Cie telah mengeluarkan segulung surat, diangsurkan dengan kedua tangannya, sikapnya hormat sekali. "Bagaimana keadaan ayahmu, apakah sehat-sehat saja. ?" Tanya Tiekwan she Thung itu. Ditanya begitu, wajah Thung Liu Cie jadi berobah murung "Baru dua bulan yang lalu Ayah menutup mata ............ " Dia menjelaskan dengan kepala tertunduk. "Apa.............'' tanya Tiekwan she Thung itu yang terkejut mendengar kakaknya telah meninggal. "Mengapa aku tidak diberitahu...........?" ---o-dwkz*tah-o---- "SEKARANG ini ibu telah memerintahkan agar aku memberitahukan kepada Sioksiok ! Dulu kami tidak memberi khabar karena takut mengganggu kesibukan Siok-siok...". "Hemmm............" Dan Thung Tiek-wan telah membaca surat dari enso, iparnya itu. Selesai membaca surat itu, Thung Tiekwan telah menggulung kembali surat itu, dia memasukkan kedalam saku jubahnya, kemudian mengawasi keponakannya itu. "Engkau memiliki ilmu silat dan surat...?" Tanyanya. "Benar Siok-siok ! Hanya sedikit-sedikit !" Menyahuti Thung Liu Cie. "Ibumu meminta agar aku memasukkan engkau bekerja sebagai pegawai pemerintah, agar kelak tahun depan engkau bisa mengikuti ujian Conggoan !" "Itupun telah diceritakan ibu kepadaku..." Kata Thung Liu Cie. "Baiklah, untuk sementara ini engkau membantu- bantu aku dulu.......! Karena menurut ibumu engkau memiliki ilmu silat yang lumayan, maka engkau kuangkat sebagai pimpinan dari pasukan keamananku.........! Maukah engkau menerimanya?" "Tentu saja Siok-siok...!" Kata Thung Liu Cie. "Bahkan aku sangat berterima kasih sekali jika memang Siok-siok mau menerimaku bekerja dikantormu ini.........! Terima kasih Siok-siok.......!". "Hemm........., mulai besok engkau baru mengurusi pekerjaanmu, sekarang pergilah engkau beristirahat dulu!" Dan setelah berkata begitu, Thung Tiek-wan telah menoleh kepada Kee-teng yang diperintah mempersiapkan kamar untuk keponakannya ini. "Hian-tit (keponakan), engkau mengasolah dulu, jika ada sesuatu yang engkau perlukan, minta saja pada Ouw Kee-teng (pesuruh Ouw)......." Pertikaian Tokoh Tokoh Persilatan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Terima kasih Siok-siok.......!''..Begitulah. Thung Liu Cie telah diajak Kee-teng she Ouw itu kesebuah kamar yang terletak dibelakang gedung, tetapi kamar itu rapih dan bersih, disamping diisi oleh benda-benda yang antik dan mahal harganya, sebab Thung Tiek-wan merupakan seorang hakim yang memiliki kekayaan banyak sekali. Setelah dua hari mengasoh, malam ketiganya Thung Liu Cie mulai melakukan tugasnya, dia telah berjaga malam bersama beberapa orang pengawal, keselamatan Tie-kwan she Thung tersebut. Malam itu sepi dan hening telah lewat, begitu juga malam-malam berikutnya, tidak pernah terjadi urusan yang aneh dan lain dari biasanya. Setelah bekerja satu bulan digedung pamannya Thung Liu Cie mulai merasa bosan. Untuk mengisi kesepian dimalam hari, dia sering membaca buku-buku syair kuno. Tetapi suatu malam, disaat dia tengah mengantuk dan memaksakan matanya membaca buku-buku syair kuno, tiba-tiba pendengarannya mendengar suara yang tidak wajar, seperti juga ada orang yang tengah berjalan diatas genting. Dengan gerakan yang gesit, Thung Liu Cie telah melompat keatas genting, dia melihat sesosok bayangan hitam tengah berkelebat-kelebat melakukan perjalanan diatas genting gedung Tiekwan. Dengan segera Thung Liu Cie 'telah mencabut pedangnya, dia mengejarnya. "Berhenti...!" Bentaknya. "Apa yang tengah engkau lakukan ?" Bayangan hitam itu rupanya terkejut mendengar bentakan Thung Liu Cie, dia telah menoleh. Ternyata sosok bayangan hitam itu bertubuh kecil dan pendek, dan waktu Thung Liu Cie menegaskan, dia jadi kaget, karena sosok bayangan itu tidak lain Ang-toa, anak yang pernah dibanting-bantingnya beberapa bulan yang lalu dikuil rusak diluar kota, yang kemudian diketahuinya sebagai sahabat sipengemis tua Ie Hong Sin Kay. "Kau ?" Tanyanya kemudian dengan suara yang ragu- ragu Ang-toa nyengir, katanya. "Perutku sedang lapar, aku ingin mencari makanan... apakah engkau menyimpan makanan yang lezat ? Bagi aku sedikit, ya........!". "Engkau ingin meminta makanan........?" Tanya Thung Liu Cie sambil tersenyum sinis. "Dulu engkau mengakui dirimu bukan pengemis.........!". "Sekarang dengan dulu lain dan ada perbedaannya. Dulu waktu aku bertemu dengan engkau memang aku bukan pengemis, tetapi setelah itu, aku bersedia untuk masuk sebagai anggota Kay pang ! Maukah engkau membagi makanan untukku ?" "Mana...mana itu Ie Hong Sin Kay Locianpwe?" Apakah tidak ikut serta denganmu ?". "Guruku tengah menunggui dikuil rusak tempo hari, dan memang sudah menjadi kewajibanku untuk mencari makanan.......!" Kata Ang-toa sambil tersenyum. "Jad...i.., jadi Ie Hong Sin Kay itu gurumu? Dulu kalian mengatakan hanya bersahabat.......!" Kata Thung Liu Cie bimbang. "Justru setelah bertemu dengan engkau dan aku ditolongi, maka sejak saat itu kami telah mengangkat murid dan guru !" Menjelaskan Angtoa. "Tunggu sebertar, aku akan mengambilkan engkau makanan yang kau kehendaki...!" Bergitulah Thung Liu Cie telah melompat turun dan perintahkan seorang kee- teng untuk membungkus ayam panggang dan bebek panggang, dicampur dengan sayur kering dan dua bungkus nasi. Dibawanya semua itu keatas genting dan diserahkannya kepada Ang-toa. "Terima kasih engko yang baik...... aku tidak bisa lama-lama disini, karena guruku juga tengah menantikan pulangnya aku dengan perut yang berkeruyukan........!". Thung Liu Cie mengiyakan, dan mengawasi kepergian anak itu. Dia melihat ginkang (ilmu meringankan tubuh) yang dimiliki Ang-toa masih rendah sekali, itulah sebabnya tadi Thung Liu Cie bisa mendengar suara langkah kakinya. Tetapi dengan bisa melompati genting yang satu kegenting yang lainnya, Ang-toa cukup lumayan hanya dalam beberapa bulan telah bisa memiliki ginkang seperti yang telah dimilikinya, apa lagi usianya memang masih sangat muda, mungkin baru delapan tahun. Setelah keluar dari gedung Tiekwan, Ang-toa berlari- lari dengan cepat menuju kekuil rusak disebelah luar pintu kota. Didalam kuil rusak itu tampak le Hong Sin Kay tengah rebah tidur. Begitu mendengar suara langkah kaki muridnya, pengemis tua itu telah melompat bangun sambil bertanya . "Berhasilkah, Ang-toa ?". "Berhasil Suhu...!" Menyahuti Ang-toa. "Aku mengambilnya digedung Tiek-wan !" "Edan kau ! Mengapa mendatangi gedung macan ? Bukankah jika engkau tertangkap aku yang akan repot ? Mengapa tidak mengambiinya dirumah-rumah makan saja.......?" "Tetapi yang terpenting aku telah berhasil, suhu !" Menyahuti Ang-toa. Dan kemudian Ang-toa telah membuka dua bungkusan besar itu, mata Ie Hong Sin Kay jadi terpentang lebar-lebar. "Hebat juga engkau, sekarang telah bisa mengambil dengan ilmu yang kuajarkan...!" Kata Ie Hong Sin Kay sambil tersenyum. "Bukan suhu......!" Membantah Ang-toa. "Eh, kenapa bukan ?" "Aku bukan mengambilnya sendiri........" "Lalu ?" "Aku masih mempergunakan caraku yang lama, yaitu meminta kerelaan orang untuk memberinya...!" Menjelaskan Ang-toa. "Memangnya digedung Tiek-wan itu engkau bertemu dengan siapa sehingga orang itu baik hati memberikan demikian banyak makanan kepadamu ?" "Yang menjaga malam adalah orang she Thung yang pernah dihajar oleh suhu dikuil ini........ dia yang telah memberikannya !" Mendengar begitu, Ie, Hong Sin Kay tertawa bergelak- gelak. Begitulah guru dan murid telah bersantap sambil bercakap-cakap dengan gembira. Rupanya Ie Hong Sin Kay juga seorang pengemis yang kuat makannya, terbukti makanan dan nasi yang begitu banyak telah dapat dihabiskannya berdua dengan muridnya. le Hong Sin Kay adalah seorang pengemis yang terkenal sekali didalam rimba persilatan, karena bukan kepandaiannya saja yang tinggi, diapun merupakan Pangcu dari Kaypang. Hanya saja, tugas untuk mengurus perkumpulan Kaypang itu telah diserahkan kepada keenam orang muridnya ! Dan sudah sepuluh tahun lamanya Ie Hong Sin Kay mengembara dari kota yang satu kekota lainnya, dia telah banyak melakukan perbuatan-perbuatan amal kebajikan menolongi orang- orang yang tengah dalam kesulitan dan tertindas. Sehingga nama Ie Hong Sin Kay yang sebenarnya bernama Kiauw Cie Bauw, sangat disegani oleh orang- orang yang melakukan pekerjaan berdagang tanpa modal, yaitu perampok. Waktu dia berada dikota Bun-siong-kwan inilah kebetulan sekali dia melihat Ang-toa, yang senang sekali menjitaki kepala anak-anak sebaya dengannya, dan karena tertarik, Kiauw Cie Bauw telah mengikuti Ang-toa sampai dia bisa melihat bagaimana Ang-toa memaksa untuk mengambil ayam panggang dan telah dibanting dan dilempar para pelayan itu, namun Anak itu terus juga nekad ingin memasuki ruang rumah makan itu. Betapa kagum hati Kiauw Cie Bauw melihat sifat anak yang keras hati itu. Diapun melihat Ang-toa memiliki bakat dan tulang yang baik untuk dididik ilmu silat. Itulah sebabnya Kiauw Cie Bauw telah memperlihatkan diri dan mengajak mengikat tali persahabatan. Kemudian sampai dia akhirnya menolongi anak itu, yang diakhiri dengan pengangkatan guru dan murid diantara mereka- berdua. Sejak saat itu Kiauw Cie Bauw telah mendidik Ang-toa ilmu pukulan dan ilmu meringankan tubuh. Semuanya baru merupakan dasarnya saja. Tetapi dugaannya memang tidak meleset, bahwa Ang- toa memiliki tulang dan bakat yang baik, begitu diajarkan, segera dia bisa menguasai jurus-jurus yang diturunkannya, sehingga Kiauw Cie Bauw semakin bersemangat, dia telah menurunkan beberapa macam kepandaian lainnya lagi. Setelah tiga bulan lamanya mereka berdua berdiam dikuil rusak itu, urusan mengambil makanan mulai diserahkan kepada Ang-toa, karena Kiauw Cie Bauw bermaksud untuk menguji muridnya itu. Tetapi malam pertama Ang-toa melakukan operasinya untuk mengambil barang makanan tanpa setahu pemiliknya, dia tiba digedung Tie-kwan, dan tidak tertluga justru bertemu dengan Thung Liu Cie, sehingga dia berhasil membawa pulang makanan dalam jumlah yang banyak itu. Hari-hari berikutnya. juga Kiauw Cie Bauw perintahkan muridnya itu untuk mengambil makanan. Semakin lama Ang-toa semakin bisa melaksanakan tugasnya dengan baik, sehingga gurunya percaya ginkang Ang-toa telah mengalami kemajuan yang pesat. Ang-toa juga rajin sekali melatih diri, dia telah merasakan paedahnya berguru dengan Kiauw Cie Bauw, karena dalam beberapa bulan saja dia mulai dapat melompat keatas genting rumah penduduk, dimana dia bisa berlari-lari dengan gesit digenting-genting rumah penduduk. Melihat kemajuan yang pesat itu, Kiauw Cie Bauw yakin, dalam lima atau enam tahun, Ang-toa tentunya akan memiliki kepandaian yang cukup tinggi, setidak-tidaknya separoh kepandaian sang guru ini akan dapat dikuasainya. Dengan demikian Ang-toa sangat disayang oleh gurunya itu. "Engkau merupakan murid terbungsu, karena keenam saudara-saudara seperguruanmu telah berusia diatas tiga puluh tahun, mereka telah mempelajari sebagian besar dari kepandaianku. Tapi waktu mereka belajar ilmu silat dibawah bimbinganku, kemajuan mereka sangat lambat sekali, tidak seperti engkau yang bisa menguasai setiap jurus dengan cepat. Dan engkau merupakan murid penutup juga, maka engkau harus rajin-rajin melatih diri, jangan sampai nanti membuat coreng dimukaku...... aku tidak mau jika kelak engkau telah berhasil mempelajari kepandaianku, lalu engkau rubuh ditangan seorang bubeng siauwcut, yaitu maling kecil tidak bernama. Kau mengerti Ang-toa ?" "Mengerti Suhu ....... jangan kuatir tentu aku akan berusaha untuk dapat melatih diri dengan baik, sehingga kelak aku tidak akan mendatangkan malu terhadap nama suhu yang harum...!" "Akh........, kata-katamu seperti seorang pelajar saja !" Kata Ie Hong Sin Kay Kiauw Cie Bauw. "Engkau bilang saja suhu, aku tidak akan melakukan perbuatan buruk. Itupun sudah lebih dari cukup. Atau engkau bilang juga ."Suhu, aku akan menjaga nama Kaypang". Tidak perlu. engkau bicara panjang lebar seperti itu...!". Ang-toa tertawa, dia merasakan sifat gurunya hampir sama dengan sifat-sifatnya sendiri, yang senang blak- blakan, maka semakin senang saja dia berguru kepada pengemis tua yang liehay kepandaiannya ini. "Dan karena engkau, merupakan muridku ,yang ketujuh, dan engkau juga merupakan murid penutup, maka namamu yang Ang-toa itu kurobah, sekarang bukan si Ang yang tua, tetapi engkau memiliki nama Ang Cit Kong.........!" ".... nama yang bagus sekali suhu !" "Nah, dengan memakai nama Cit Kong dan mempergunakan terus she-mu, berarti lengkaplah namamu.......!" Kata Kiauw Cie Bauw. Ang-toa yang kini telah memiliki nama Cit Kong, telah mengucapkan terima kasih kepada gurunya yang telah memberikan nama kepadanya. Ie Hong Sin Kay Kiauw Cie Bauw tampak sangat menyayangi muridnya yang bungsu ini, dia telah menurunkan seluruh ilmu silatnya. Setahun saja Ang Cit Kong telah menerima belasan macam ilmu silat Kiauw Cie Bauw. Begitulah, untuk seterusnya Ang Cit Kong telah mengikuti gurunya Ini mengembara, setiap ada kesempatan, Kiauw Cie Bauw tentu meddidik muridnya dengan berbagai ilmunya dan Ang Cit Kong juga selain gemar berjenaka, dia merupakan seorang anak yang rajin, maka setiap jurus yang diajari oleh gurunya dapat dipahaminya dengan cepat. Seringkali Kiauw Cie Bauw berkata kepada muridnya yang bungsu itu. "Cit Kong, engkau harus melatih diri dengan giat, karena engkau sebagai murid penutup dari pintu perguruanku, jika sampai engkau gagal melatih diri dan kelak diperhina orang, akan menyebabkan pamor gurumu jatuh. Maka dari itu, jika engkau memiliki waktu senggang, engkau harus melatih diri terus, agar lebih cepat lagi engkau bisa menguasai ilmu Kaypang. Nanti akupun akan mengajari ilmu tongkat butut Kaypang kami yaitu Tongkat Pemukul Anjing. Engkau jangan melihat dari namanya ilmu tongkat itu, tetapi justru ilmu tongkat itulah merupakan kepandaian yang sampai sekarang ini jarang ada yang bisa menandinginya...!". . "Jangan kuatir suhu, aku tentu tidak akan mensia- siakan kepercayaan suhu yang telah menurunkan berbagai kepandaian kepadaku! Jelas aku akan berusaha mempelajari dan melatih diri dengan giat, agar kelak aku tidak perlu mendatangkan malu untuk pintu perguruan suhu.......!" Kata Ang Cit Kong dengan suara yang mengandung tekad yang kuat. Karena dia percaya, kepandaian gurunya sangat tinggi sekali, sebab baru setahun lebih dia melatih diri dibawah asuhan Kiauw Cie Bauw, dia sudah bisa memukul rubuh orang-orang dewasa bahkan selama itu pekerjaan mencari makanan dilakukan oleh Ang Cit Kong. Lompatan yang bisa dilakukannya juga sangat ringan sekali, melompat keatas genting rumah penduduk dapat dilakukan dengan mudah, karena ginkangnya telah lumayan. Bahkan jika baru jago-jago yang memiliki kepandaian tanggung jangan harap bisa merubuhkan Ang Cit Kong, karena dalam setahun lebih Ang Cit Kong telah berhasil menguasai beberapa jurus penting dari ilmu silat bertangan kosong yang diturunkan oleh Kiauw Cie Bauw. Karena telah setahun lebih selalu bersama-sama dengan Kiauw Cie Bauw, akhirnya Ang Cit Kong sudah tidak canggung lagi memakai pakaian tambalan dan juga membawa sikap sebagai, pengemis kecil. Namun dalam usia sepuluh tahun seperti itu Cit Kong bukan sembarangan pengemis kecil, dia mulai memiliki kepandaian yang lumayan tingginya. ---o-dwkz*tah-o--- BAGIAN 03 . HA-MO-KANG HUJAN turun sejak pagi tadi, tetapi sore hari hujan mulai kecil dan hanya rintik-rintik saja. Tetapi dipinggir sawah dijalan raya diluar kota Siung Kang, tampak seorang anak lelaki berusia sebelas tahun tengah duduk terpekur dimana dia mengawasi titik-titik hujan yang turun ditengah-tengah sawah itu. Lama dia duduk ditepi jalan membiarkan tubuhnya di basahi oleh air hujan itu, anak ini seperti tidak memperdulikan. Rambutnya yang basah kuyup dan pakaiannya yang telah basah juga, semuanya tidak diacuhkan oleh anak itu. Dia sesungguhnya tengah mengawasi seekor katak yang melompat-lompat diantara sawah itu. "Enak sekali jika aku bisa menjadi seperti katak itu, hidup bebas dan mau kemana pergi tidak ada yang larang...!" Berpikir anak itu. sambil menghela napas. Walaupun usianya masih kecil, sebelas tahun, anak ini berpakaian mewah sekali. Dari cara berpakaiannya itu jelas anak ini bukan anak sembarangan, setidak-tidaknya dia putera dari seorang hartawan kaya. Bahan pakaiannya terbuat dari bulu Tiauw, dengan sepatu bulu musang, dan juga jubah luarnya yang telah basah itu terbuat dari sutera berwarna kuning telur. Tetapi anehnya anak ini membiarkan dirinya dibasahi oleh air hujan, dia telah berdiam diri saja. "Auwyang Kongcu......! Auwyang Kongcu......!" Tiba- tiba dikejauhan terdengar suara orang memanggil- manggil, suaranya yang terdengar samar-samar menyatakan orang yang memanggil-manggil itu masih, terpisah cukup jauh. "Dimana kau, Auwyang Kongcu?" Anak kecil itu mendengar suara panggilan itu, dia menghela napas. "Belum lagi aku puas menonton katak-katak itu berlompatan, sudah. Datang si hitam ini...." Menggumam anak itu, yang ternyata dialah . Auwyang Kongcu, majikan muda she Auwyang. Orang yang berteriak-teriak telah tiba ditempat itu, dia melihat majikan kecilnya sedang duduk dipematang sawah dibawah siraman air hujan. Cepat-cepat lelaki berusia antara tiga pualuh tahun bermuka hitam itu telah menghampiri. "Auwyang Kongcu, rupanya engkau disini ! Aku setengah mati mencari-carimu dengan hati kuatir! Mari pulang, nanti ayah dan ibumu kuatir memikirkan engkau...!". "Tunggu dulu Hek lopeh (paman-hitam), aku sedang asyik menyaksikan katak-katak itu dengan ringan dapat melompat-lompat indah sekali.......lihatlah katak itu melompat, lucu sekali, bukan ?" Kata anak lelaki itu sambil matanya, terus mengawasi seekor katak yang tengah melompati gabungan padi yang mulai tumbuh tinggi. Tetapi Hek Lopeh itu telah berkata dengan suara takut-takut . "Tetapi Auwyang-Kongcu, lebih baik kita kembali dulu...lihatlah, hari sudah menjelang sore, nanti aku dimaki oleh Toaya (tuan besar)...! " "Jangan takut, nanti aku yang memberikan alasan. Kau duduk dulu disini, Hek Lopeh !" Kata Auwyang Kongcu dengan suara yang perlahan dan menepuk sampingnya, tetapi dia tetap mengawasi dengan asyik sekali kepada katak-katak yang tengah berlompatan itu. Hek Lopeh telah menghela napas, dia kemudian duduk disamping anak she Auwyang itu. "Dengarlah dulu, Auwyang Kongcu, dulu waktu kita pulang terlambat, ayahmu hampir menamparku ! Mari cepat kita pulang...!" Tetapi anak she Auwyang itu tidak mau menuruti ajakan pengasuhnya itu, dia masih asyik menyaksikan katak-katak yang berlompatan itu. Tetapi akhirnya anak itu berdiri juga. "Engkau selalu mengganggu kegembiraanku, Hek Lopeh!" Katanya seperti mendongkol. "Bukan mengganggumu, Kongcu, tetapi... justru, aku kuatir ayah dan ibumu memarahi aku lagi...! " "Sudahlah, katak-katak itupun takut melihat mukamu yang hitam", kata anak itu. "Mari kita pulang...!" Dan sambil berkata begitu dia telah membalikkan tubuhnya untuk meninggalkan tempat tersebut, sedangkan paman hitam itu, pengasuhnya, telah mengikuti dari belakang. "Engkau hujan-hujanan seperti ini, tentu kesehatanmu bisa terganggu...!" Kata Hek Lopeh itu dengan suara berkuatir. "Jangan takut, tubuhku sehat ! Tidak mungkin baru kehujanan saja aku sakit...!" Pertikaian Tokoh Tokoh Persilatan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Dan setelah berkata begitu dia telah berjalan dengan langkah kaki yang lebih lebar. Disaat itulah Hek Lopeh dan sianak she Auwyang itu telah tiba dimuka sebuah gedung yang besar dan mewah. Seorang Kee-teng telah membukai mereka pintu. Dari dalam segera terdengar suara seorang wanita berseru kuatir. "Haya, mengapa engkau hujan2an seperti itu, Hong-jie (anak Hong).........?" Dan setelah berkata begitu, tampak seorang wanita dengan membawa payung telah menjemput anak itu, yang diusapi kepalanya. "Ayo cepat, dibasuh kepala dan tubuhmu.....nanti engkau bisa masuk angin...!" Tetapi anak itu, Hong-jie ternyata sangat manja sekali. "Ma", katanya kemudian. "Aku tadi telah meninggalkan Hek Lopeh main sembunyi-sembunyian, dan Hek Lopeh tidak berhasil mencari aku...... !" "Tetapi dilain waktu engkau tidak boleh main nakal seperti itu lagi...!" Kata nyonya itu, ibunya. "Ma, engkau marah ?" Tanya Auwyang Hong sambil mengangkat kepalanya mengawasi ibunya. "Tidak...asal lain waktu engkau tldak membuat ibu menjadi jengkel oleh tabiatmu yang bandel sekali...!", sahut ibunya. Auwyang Hong tersenyum, dia bilang . "Yang salah adalah aku, Ma! sedangkan Hek Lopeh tidak bersalah, jangan memarahi dia......!" "Ya.... ya....., cepat engkau basuh tubuhmu...... nanti kalau ayahmu melihat keadaanmu seperti ini, tentu Hek Lotoa akan kena marah ayahmu!" Auwyang Hong mengiyakan, dan dia telah pergi kebelakang untuk salin pakaian. Habis itu, Auwyang Hong bersantap dengan ayah dan ibunya. Ayah Auwyang Hong yang bernama Auwyang Bun itu, adalah seorang yang kaya raya, dia merupakan hartawan terkaya diwiliyah Ciu-tang. Hartawan she Auwyang ini hanya memiliki seorang putera, yang diberi nama Auwyang Hong. Sebagai putera tunggal dari orang yang kaya raya, tentu saja Auwyang Hong sangat dimanja. Juga setiap pergi keluar rumah harus disertai dengan pengasuhnya. Sering Hek Lotoa yang menjadi pengasuh Auwyang Hong kena marah dan dimaki-maki Auwyanhg Bun, karena keteledorannya atas kenakalan puteranya itu. Ada satu kegemaran Auwyang Hong, dia senang sekali menyaksikan kodok-kodok sawah yang tengah melompat-lompat, sering juga anak ini diam-diam pergi kepematang sawah yang tidak terpisah jauh dari rumahnya, untuk menyaksikan kodok-kodok yang tengah berlompatan, yang dianggapnya sangat menarik sekali. Hek Lotoa sebagai pengasuh Auwyang Hong seringkali keripuhan dan takut, karena anak itu memang nakal. Sering waktu Auwyang Hong diajak main oleh pengasuhnya ini, anak itu tahu-tahu lenyap, menghilang entah kemana. Kejadian-kejadian seperti itulah membuat Hek Lotoa sering diliputi kepanikan, karena dia menyadari jika sampai anak itu hilang, entah bagaimana marah majikannya ..................... Tetapi Auwyang Hong memang seorang anak yang nakal, justru dia sering meclakukan pekerjaan-pekerjaan yang bisa menimbulkan kekuatiran Hek Lotoa, karena sengaja Auwyang-Hong ingin melihat. Hek Lotoa jadi panik dan keripuhan sendiri mencari-carinya. "Hong-jie", kata sang ayah setelah mereka selesai bersantap. "Kini engkau telah berusia sebelas tahun, maka mulai sekarang engkau harus rajin-rajin mempelajari ilmu sastra yang akan diajari oleh gurumu...!" "Baik Thia (ayah), Hong-jie akan menyimpan nasehat Thia dan tidak akan melupakannya...!" Menyahut sang anak seenaknya. Padahal dia jemu dan tidak senang mempelajari sastra, tetapi takut ayahnya marah, dia selalu berpura-pura senang mempelajari ilmu sastra dari seorang guru sekolah yang sengaja diundang oleh Auwyang Bun, guna mendidik anaknya menjadi seorang pelajar, agar kelak dia bisa merebut pangkat dengan mengikuti perlombaan dan ujian Conggoan. Tetapi memang Auwyang Hong seorang anak yang nakal, dia hanya berpura-pura didepan ayahnya saja belajar menulis dan membaca, tetapi ketika dia hanya berdua dengan gurunya, Auwyang Hong tidak pernah menuruti apa yang diperintahkan sang guru. Bahkan dia sering bolos, setiap kali ingin pergi lewat jendela dikamarnya, Auwyang Hong selalu mengancam . "Awas kalau suhu memberitahukan kepada ayah !" Siguru juga tidak mau usil, dia membiarkan saja muridnya itu pergi bermain, sedangkan setiap waktunya telah habis, dia pulang kerumahnya. Yang terpenting bagi si guru surat itu, dia setiap bulan menerima gaji yang lumayan besarnya dari Auwyang Bun. Pagi itu Auwyang Hong tengah bermain-main diluar rumah, hujan masih saja turun rintik-rintik, waktu itulah Auwyang Hong melihat seorang kakek-kakek tua berusia antara enam puluh tahun lebih, sedang terbaring disudut tembok luar, tertimpah hujan. Yang menarik perhatian Auwyang Hong justru, dia melihat genangan darah didekat kakek tua itu, yang rupanya telah beberapa kali memuntahkan darah segar. Cepat-cepat Auwyang Hong menghampiri orang tua itu, dia heran melihat si kakek yang terengah-engah seperti juga sedang menahan perasaan sakit yang bukan main. "Yaya (kakek), apakah, yaya sedang sakit?" Tanya Auwyang Hong. Kakek tua itu. membuka sedikit matanya, dia melihat anak itu, kemudian matanya dipejamkan lagi, hanya kepalanya yang diangguk-anggukkan. "Apakah yaya mau obat ? Nanti aku mintakan kepada ibu...?" Tanya Auwyang Hong lagi. "Kau baik, anak...!" Kata kakek itu dengan suara yang parau. "Terima kasih....... obat biasa tidak mungkin menyembuhkan, penyakitku... jika memang engkau bersedia menolongku, maka ambilkanlah Jinsom yang telah berusia seribu tahun lebih...... juga sebotol arak yang telah disimpan ratusan tahun.......!", kedua macam barang yang diminta kakek tua itu merupakan barang yang sulit diperoleh, karena Jinsom yang telah berusia seribu-tahun lebih sangat mahal harganya, begitu juga dengan arak yang berusia seratus tahun, sangat mahal harganya. Gambar 02 "Apakah yaya mau obat ? Nanti aku mintakan kepada ibu...?" Tanya Auwyang Hong lagi. Tetapi keluarga Auwyang sebagai keluarga yang kaya raya, barang-barang berharga seperti itu memang dimilikinya. "Tunggu dulu .......Yaya, aku akan memintakannya kepada ibu....!" Kata Auwyang Hong. Auwyang Hong telah masuk kedalam gedungnya, sedangkan si kakek telah menghela napas. "Ibumu mana mau memberikan barang-barang berharga seperti itu ?" Menggumam kakek tua itu. Dia telah berusaha untuk bangun, guna meninggalkan tempat itu. Tetapi tidak lama kemudian Auwyang Hong telah keluar membawa kedua macam barang yang dikehendaki kakek tua itu. Si kakek jadi tertegun mengawasi anak itu, baru kemudian mengawasi Jinsom yang telah berusia lebih seribu tahun itu.. "Barang-barang yang bagus apakah ayahmu tidak akan memarahimu jika barang-barang ini diberikan kepadaku.?" Tanya kakek itu. "Tidak.... setiap permintaanku selalu dituruti oleh ayah...!" Menyahuti Auwyang Hong. "Terima, kasih anak, engkau baik sekali" Kata kakek tua itu, kemudian dia telah menelan jinsom itu, diteguk dengan arak simpanan seratus tahun lebih itu. "Arak yang baik......! Arak yang baik.... !". kata pengemis itu, dia telah menggigil tubuhnya, berusaha menahan hawa dingin, karena dirinya telah kehujanan sejak beberapa waktu yang lalu. "Kalau memang Yaya mau beristirahat dirumah, nanti akan kuperintahkan kee-teng untuk mempersiapkan sebuah kamar. Jika Yaya berlalu dalam keadaan hujan seperti ini, nanti sakitmu kambuh lagi...! " Sinar mata kakek tua itu bersinar sejenak, kemudian guram kembali. "Kau memang baik anak yang manis. !" "Baiklah, jika ayah dan ibumu mengijinkan, aku bersedia tinggal dirumahmu" Kata kakek tua Itu. "Tunggu sebentar yaya, aku akan memberitahukan ayah dan ibu...!" Kata Auwyang Hong yang terus masuk kedalam rumahnya lagi, tidak lama kemudian telah muncul bersama Auwyang Bun ayahnya. "Kata anakku, Hengtai (saudara) ingin berdiam beberapa saat dirumah kami, silakan..... ! Silakan masuk .....!" Kata ayah. Auwyang Hong dengan ramah. Kakek tua itu cepat-cepat menjura sambil katanya. "Udara demikian buruk, sehingga aku si tua penyakitan Lo Sin terpengaruh cuaca. buruk ini dan jatuh sakit......hai, ......hai, aku hanya akan merepotkan kalian...!" Auwyang Bun mengemukakan beberapa kata lagi untuk mengundang tamunya itu masuk. Lo Sin ternyata diberi kamar dibelakang gedung, sebuah kamar berukuran kecil tetapi bersih. Selama seminggu kakek tua itu yang mengaku bernama Lo Sin telah tinggal digedungnya keluarga Auwyang tersebut. Pada sore itu Auwyang Hong seperti biasa mengunjunginya. "Apakah kesehatah Yaya telah pulih kembali !" Tanya Auwyang Hong sambil duduk di samping pembaringan orang tua itu. "Sudah berangsur sembuh, karena, semua ini prawatan engkau juga, anak yang manis..." Kata orang tua itu. Setelah berkata begitu, Lo Sin mengawasi Auwyang Hong beberapa saat lamanya, akhirnya dia bilang. "Anak yang manis, engkau sesungguhnya memiliki tulang dan bakat yang baik untuk mempelajari ilmu silat ....... apakah engkau tertarik untuk mempelajari ilmu silat ?" Auwyang Hong mengangguk. "Senang ! Jika memang aku bisa mempelajari ilmu silat, tentu aku girang sekali ! Tetapi ayahku...selalu memaksa aku mempelajari ilmu surat belaka ... sungguh menyebalkan...!". Muka sikakek tua Lo Sin bersinar, matanya juga memancar terang. "Jika ada orang yang bersedia mengajari engkau ilmu silat, apakah engkau mau ?" "Mau ! Siapa orang itu Yaya ?" "Tetapi hal itu harus dirahasiakan...!" Kata Lo Sin. "Tentu Yaya..... karena jika diketahui ayah, tentu ayah akan marah, karena menurut ayah orang-orang yang mempelajari ilmu silat hanyalah orang-orang kasar yang tidak punya guna.......!" "Ya, memang lebih baik tidak diberitahukan kepada ayah dan ibumu. Aku akan menurunkan ilmu silat kepadamu....!" "Yaya mengerti ilmu silat ?" Lo Sin mengangguk. "Ya....asal engkau mau berjanji tidak akan memberitahukan kepada orang lain, maka aku akan mengangkat engkau menjadi muridku.......!" Auwyang Hong jadi girang bukan main. "Terima kasih Ya... suhu !" Katanya yang telah merobah panggilan dari Yaya menjadi suhu. Lo-Sin juga girang sekali. "Bangun muridku...!" Katanya waktu Auwyang Hong berlutut memberi hormat. "Setiap malam engkau datang kemari, aku akan mengajarimu silat yang tinggi sekali dan bisa menjadikan engkau seorang jago yang memiliki kepandaian tinggi luar biasa...!" "Terima kasih suhu, mulai besok malam aku akan selalu mengunjungi suhu untuk meminta petunjuk...!" Kata Auwyang Hong. Begitulah, setiap malam menjelang datang, Auwyang Hong selalu datang kekamar gurunya untuk melatih diri berbagai kepandaian silat. Semua itu dilakukan dengan diam-diam, sehingga ayah dan ibunya tidak ada yang mengetahui. Hanya Auwyang Hong minta kepada ayahnya, agar Lo Sin diperbolehkan tinggal dirumah mereka, untuk menjadi kawan bermain Auwyang Hong. Melihat rapatnya hubungan mereka, maka Auwyang Bun telah mengijinkan dan mengabulkan permintaan anaknya. Tanpa terasa dua tahun sudah berlalu, dan Auwyang Hong telah memiliki kepandaian yang lumayan. Karena Lo Sin sesungguhnya adalah seorang tokoh rimba persilatan yang sangat ditakuti dan disegani lawan maupun kawan, karena dia memiliki kepandaian yang tinggi sekali. Waktu itu dia tengah rebah terluka dimuka gedung Auwyang Bun, karena dia telah melakukan pertempuran dengan beberapa orang jago yang mengeroyok dirinya selama tiga hari tiga malam. Dia bisa membinasakan semua lawannya yang berjumlah tujuh orang, tetapi dia sendiri juga terluka didalam. Untung saja keluarga Auwyang mengundang dia untuk tinggal digedung mereka, kalau tidak dia bisa mati kedinginan. Dengan Jinsom yang telah berusia seribu tahun lebih dan arak yang berusia seratus tahun lebih, luka didalam tubuhnya jadi sembuh. Dengan dididik oleh Lo Sin, cepat sekali Auwyang Hong memiliki kepandaian yang tinggi, karena justru kepandaian yang diturunkan Lo Sin bukan kepandaian sembarangan. Sering juga Lo Sin menemani Auwyang Hong menonton kodok-kodok yang tengah berlompatan dipematang sawah. Saat itulah Lo Sin telah berpikir sesuatu untuk menciptakan semacam ilmu silat yang diambil dari gerakan kodok itu. Dia telah mencoba untuk berjongkok, kemudian mengulurkan kedua tangannya, disalurkan dengan lwekangnya, maka seketika itu juga menyambar angin serangan yang kuat sekali. "Berhasil ! Aku telah berhasil menciptakan ilmu baru ! Karena diambil dari gerakan kodok, biar kunamakan Ha- mo-kang !" Auwyang Hong juga girang, dia telah diajari oleh gurunya bagaimana harus meletakkan kedua kaki yang berjongkok itu dengan kuda-kuda yang kuat, dan juga disamping itu harus mengerahkan tenaga ginkangnya. Ternyata Auwyang Hong bisa melakukannya. Tentu saja Auwyang Hong jadi sering sekali pergi kepematang sawah. untuk menyaksikan gerak-gerik kodok-kodok yang terdapat ditempat itu dengan gurunya. Lo Sin sesungguhnya hanya secara iseng-iseng saja menciptakan ilmu Ha-mo-kang, tetapi kelak justru ilmu itulah yang akan dikembangkan oleh Auwyang Hong menjadi ilmu mujijat yang memiliki kehebatan luar biasa...! ---oo^dwkz0tah^oo--- BAGIAN 04 . AUWYANG HONG PAGI itu Auwyang Hong sedang bermain dimuka halaman rumahnya ditemani Hek Lotoa. Mereka sedang bermain kelereng, walaupun Lotoa telah berusia tiga puluh tahun lebih, dia selalu dikalahkan oleh Auwyang Hong, yang selalu tepat menyentil kelerengnya. Pertikaian Tokoh Tokoh Persilatan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Sedang asyik-asyiknya mereka bermain, tiba-tiba dari kejauhan terdengar suara orang berteriak-teriak . "Tangkap kuda liar..... ! Kuda liar mengamuk...... ! Tangkap kuda itu.......!" Dan serombongan orang terdiri dua puluh orang lebih penduduk daerah itu tengah mengejar seekor kuda yang sebentar-sebentar mengamuk dengan tendangan dan amukannya. Ada salah seorang diantara rombongan orang itu yang cukup berani mendekati kuda itu, namun nasibnya sial, perutnya kena ditendang kaki belakang kuda itu, sehingga orang itu terpelanting sambil meringkuk memegangi perutnya dengan kedua tangannya. Auwyang Bun dan isterinya yang mendengar suara ribut-ribut seperti itu telah keluar untuk melihat. Betapa terkejut kedua suami isteri ini waktu melihat seekor kuda liar tengah mengamuk dan mendekati kerumah mereka. "Hong-jie...., anakku .......ooh.......cepat masuk Hong- jie......!" Teriak nyonya Auwyang dengan suara berkuatir bukan main waktu melihat Auwyang Hong sedang berdiri dipelataran rumah mereka memandangi kuda yang tengah mengamuk itu. "Jangan kuatir Ma, kuda itu tidak bisa mencelakai aku !" Kata Auwyang Hong, dia bahkan telah melompat keluar dari halaman pelataran rumahnya menantikan kuda liar itu. Auwyang Bun kaget tidak terhingga, sampai mukanya menjadi pucat pias. "Hong-jie,...... engkau jangan dekati kuda itu, ayo cepat masuk !" Teriak sang ayah berkuatir sekali, sedangkan isterinya telah menangis. Auwyang Hong melihat kuda liar itu mendatangi dekat padanya, maka anak ini telah menekuk kedua kakinya berjongkok, membuat semua orang jadi berkuatir sekali. Hek Lotoaa telah berteriak-teriak memanggil-manggil majikan kecilnya tanpa berani mendekati. Kuda liar itu melihat anak kecil tersebut, telah berlari lebih cepat lagi, dia akan menerjang dengan sepakan kedua kaki dimukanya. Tetapi waktu kuda liar itu berlari Iebih dekat lagi, disaat itu Auwyang Hong telah meluruskan kedua tangannya mendorong kedepan, dia tetap dalam posisi berjongkok. Aneh sekali! Dengan mengeluarkan suara "Bukk......!" Yang cukup keras, kuda itu meringkik terpelanting jatuh ditanah, dan tidak bergerak lagi, karena kuda itu seketika mati terkena angin serangan Ha-mo-kang yang dilancarkan Auwyang Hong ! Semua orang jadi memandang takjub dan heran, segera juga para penduduk telah memuji-muji Auwyang Hong sebagai anak yang ajaib. Sedangkan ayah dan ibu Auwyang Hong berdiri tertegun dengan napas tertahan, mereka heran Auwyang Hong bisa memukul kuda liar itu dengan dorongan kedua tangannya dan kuda itu terbinasa. Sedangkan Hek Lotoa melihat kuda itu terguling, telah cepat-cepat mendekati majikan kecilnya itu, sambil menarik tangannya. "Kongcu, ayo masuk, nanti kuda itu bangun lagi kita bisa celaka... Tetapi Auwyang Hong telah tertawa. "Kuda itu telah mati...!" "Mati ? " "Ya, aku telah membinasakannya !" Hek Lotoa mengawasi Auwyang Hong dengan tatapan mata tidak mempercayai. Sedangkan Auwyang Hu-jin (nyonya Auwyang) telah berlari-lari merangkul anaknya. "Hong-jie, lain kali engkau tidak boleh melakukan perbuatan nakal seperti tadi...... engkau tahu betapa berkuatirnya kami akan keselamatanmu.........!" Sedangkan Lo Sin yang telah keluar juga, hanya tersenyum-senyum saja. Memang Lo-Sin mengetahui bahwa Auwyang Hong dalam waktu dua tahun dididik olehnya telah memiliki kepandaian yang tinggi sekali, kepandaian yang sulit ditandingi jika hanya oleh jago2 yang tanggung memiliki kepandaiannya. Auwyang Bun menghampiri anaknya. "Hong-jie, engkau katakan terus terang, dari siapa engkau mempelajari ilmu itu ?" Tanyanya dengan muka yang keren dan mata menatap tajam. Semula Auwyang Hong ingin berdusta, tetapi melihat sikap ayahnya seperti itu, dia tidak berani. Maka ditunjuknya Lo Sin, sambil katanya . "Lo Sin suhu yang telah mengajari aku......." Lo Sin cepat-cepat maju, dia telah bilang . "Benar, Loya (tuan besar), aku yang telah lancang mengajarinya ilmu silat ! Tetapi aku telah berpesan kepadanya, ilmu silat yang kuturunkan ini bukan untuk berkelahi, hanya untuk mensehatkan tubuh saja......! " Sambil berkata begitu, Lo Sin telah menjura. Muka Auwyang Bun telah berobah biasa lagi, dia bilang kepada Lo Sin . "Aku tidak akan memarahi kalian, justru aku girang si Hong telah memiliki kepandaian yang tinggi seperti itu diluar tahuku, sehingga seekor kuda yang ganas tengah mengamuk itu bisa dihadapinya dengan sekali pukul saja......!" "Ya, ilmu yang dipelajari Hong-jie hanya untuk membela diri jika diperlukan.... " Kata Lo Sin. Begitulah sejak hari itu, Auwyang Hong tidak perlu sembunyi-sembunyi mempelajari ilmu silat dari Lo Sin. Hanya satu pesan Lo Sin bahwa Auwyang Hong tidak boleh memberitahukan para pelayan dirumahnya dan tidak boleh memperlihatkan lagi ilmu silatnya. Auwyang Hong telah memberikan janjinya dan meminta maaf kepada gurunya, karena tadi dia sangat tertarik melihat kuda liar yang tengah mengamuk itu, maka dia ingin coba-coba tenaga dalam yang telah dimilikinya. Sang guru juga tidak menegurnya, hanya dia dipesan wanti-wanti tidak boleh sembarangan mempergunakan ilmunya jika tengah main-main bersama anak-anak sebaya dengannya, karena bisa bahaya, dimana jika Auwyang Hong terlupa dan dia menggerakkan tangannya, bukankah kawan sebayanya itu akan binasa seperti yang dialami kuda liar itu ? Telah dua tahun lagi lewat dengan cepat, dan kepandaian Auwyang Hong kian bertambah tinggi saja, karena Lo Sin memang memberikan seluruh kepandaiannya. Dalam usia lima-belas tahun Auwyang Hong sudah merupakan seorang jago muda yang jarang sekali tandingannya. ---oo^dwkz^0^Tah^oo--- BAGIAN 05 . OEY YOK SU MARI kita tinggalkan Auwyang Hong, kita menengok kekampung Bu-sai yang terletak didaerah Kanglam. Kampung itu merupakan perkampungan yang tenang, tenteram, dimana para penduduknya hidup dengan bercocok tanam. Sudah sering dikemukakan terkenalnya akan keindahan alam di Kanglam, gadis-gadis Kanglam terkenal akan kelembutannya. Tetapi diperkampungan itu, tidak terlihat gadis-gadis, hanya terdiri dari orang- orang tua dan lelaki bertubuh tegap, karena mereka umumnya jika memiliki puteri, selalu diberikan kepada orang. Untuk suatu keluarga di Kampung itu, mereka hanya menghargai jika isteri-nya melahirkan seorang anak lelaki. Tidak mengherankan jika diperkampungan tersebut tidak ada gadis-gadis muda belia, karena mereka umumnya diberikan kepada penduduk dikota- kota yang membutuhkan anak wanita. Dalam sebuah keluarga Oey, terdapat suatu kelainan dari keadaan penduduk lainnya, karena keluarga ini memiliki dua orang puteri dan seorang putera. Ketiga anaknya itu dibesarkan tanpa dibeda-bedakan oleh Oey Han, sang ayah. Bahkan puteri-puterinya telah diberi pelajaran menyulam, sedangkan Oey Yok Su, sang putera, telah diajarkan bagaimana melukuh tanah, mengolah dan memelihara padi-padi yang harus ditanam, sehingga memperoleh panen yang baik. Oey Yok Su merupakan seorang anak lelaki berusia dua belas tahun yang memiliki sifat pendiam, jarang sekali dia bicara jika tidak perlu benar. Disamping itu sifatnya juga keras sekali, jika dia sudah tidak menghendaki sesuatu, walaupun dipaksakan dia tidak pernah mau menerimanya. Oey Han sebagai seorang ayah yang baik, telah mengenal watak anaknya yang seorang ini dan mengatur serta mendidiknya dengan kelembutan. Pagi itu seperti biasa Oey Yok Su ikut ayahnya pergi keladang mereka, untuk melukuh tanah, dan menyebarkan bibit padi yang baik, dimana mereka telah memilihnya bibit unggul sebagai tanaman mereka. Rajin sekali anak lelaki itu membantu ayahnya, jarang dia berhenti bekerja, jika ayahnya yang tidak meminta agar Oey Yok Su beristirahat. Sedang ayah dan anak itu sibuk, diladang mereka, tiba-tiba dipematang sawah mereka lewat seorang niekouw, pendeta wanita, yang membawa hudtim (kebutan untuk pendeta) ditangan kanannya. "Orang she Oey !" Tiba-tiba niekouw itu telah memanggil dengan suara yang nyaring. Oey Han heran, dia menoleh dan bertanya. "Sienie memanggil aku ?" Tanyanya. "Ya, kemari kau...!" . Oey Han mengangguk ragu, dia menghampiri dengan mata memandang bertanya-tanya. Dia tidak mengerti apa maksud niekouw itu memanggilnya. "Ada apa, Sienie ?" Tanya Oey Han akhirnya sambil mendekati niekouw itu. "Aku ingin bertanya, apakah engkau yang memiliki dua orang puteri ?" Tanya niekouw itu. Oey Han tambah heran, sedangkan Oey Yok Su hanya berdiri dikejauhan memandang tidak mengerti, mengapa niekouw itu mengetahui she ayahnya. "Benar....... ada sangkutan apakah dengan Sienie ?" Tanya Oey Han. "Penduduk kampung ini umumnya tidak mau memelihara anak perempuan", kata niekouw tersebut. "Dan hanya engkau yang memelihara terus kedua puterimu. Itulah suatu kelainan yang menyolok sekali. Bisakah kau menjelaskan dengan alasan apa engkau memelihara terus kedua puterimu itu. ?" "Aku menyayangi mereka, sebagai seorang ayah aku tidak tega jika mereka diberikan kepada orang lain.......!". "Bagus..... ! Tetapi aku justru hendak meminta kedua puterimu itu !" Oey Han terkejut. "Siapakah Sienie ?" Tanyanyn. "Aku Tok Han Sienie..,!". "Hemm......., sesungguhnya aku tidak kenal dengan Sienie, tetapi Sienie telah mengetahui aku she Oey! Dari manakah Sienie mengetahuinya?" "Aku mendengar dari penduduk kampung ini.......!" Menyahuti niekouw itu. "Maafkan Sienie, aku tidak bisa menuruti dan mengabulkan permintaanmu ...... biarlah kedua puteriku itu kurawat terus......!" Kata Oey Han. "Aku sudah mengatakan, aku senang sekali kepada kedua puterimu itu....apakah engkau tidak merasa kasihan jika kedua anak yang manis itu hanya bisa menyulam belaka......? Bukankah lebih baik diberikan kepadaku, sehingga mereka akan kudidik berbagai ilmu ?". Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Geger Solo Karya Kho Ping Hoo