Ceritasilat Novel Online

Kembalinya Pendekar Rajawali 12


Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung Bagian 12


Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya dari Chin Yung   Setelah ada sinar terang, segera Nyo Ko memandang keadaan kamar besar ini, tetapi mau-tidak-mau ia rada bergidik oleh suasana yang seram, ia lihat ruangan yang begini besar ternyata kosong belaka tiada isi Iain kecuali beberapa buah peti mati dari batu yg berjajar di tengah ruangan.   Waktu Nyo Ko memperhatikan ia lihat dua peti mati diantaranya tertutup rapat, sedang tiga peti lainnya tutupnya hanya dirapatkan separoh saja, dipandang dari jauh dalam peti kelihatan gelap, tidak diketahui di dalamnya ada mayat atau tidak.   "Cosu-popoh (kakek guru) tidur di dalam sini,"   Kata Siao-liong-li sambil menuding peti mati yang pertama, lalu ia tuding peti mati kedua dan sambung lagi.   "Dan Suhu tidur di sini."   Waktu Nyo Ko lihat jari si nona menuding peti mati yang ketiga, hatinya menjadi ber-debar2, ia tidak tahu Siao-liong-li bakal bilang siapa yang tidur di situ, tapi ia lihat tutup peti itu belum dirapatkan, jika di dalamnya sudah ada isinya, bukankah itu sangat menakutkan ? "Dan Sun-popoh tidur di sini,"   Demikian ia dengar Siao-liong-li menyambung lagi.   Karena kata2 inilah baru Nyo Ko tahu bahwa peti mati itu memang kosong, diam2 ia merasa lega, Tetapi bila ia lihat di samping sana masih ada dua peti mati lagi yang kosong, tanpa terasa ia menjadi heran dan ingin mengetahui.   "Dan kedua peti yang itu, Liong-kokoh ?"   Tanyanya kemudian.   "Yang satu buat Suci (kakak seperguruan perempuan) Li Bok-chiu dan yang lain buat aku sendiri,"   Sahut Siao-liong-li. Karena jawaban ini, seketika Nyo Ko terkesima.   "Apakah Li Bok-chiu Kokoh akan kembali ke sini?"   Tanyanya.   "Kalau guruku sudah mengatur begini akhirnya dia pasti akan kembali,"   Kata Siao-liong-li. Dan sekarang ternyata masih kurang satu peti lagi, sebab guruku tidak pernah menduga kau akan datang ke sini."   Keruan Nyo Ko kaget oleh kata2 ini. Tidak, aku tidak perlu !"   Sahutnya cepat.   "Aku sudah berjanji pada Sun-popoh untuk menjaga kau seumur hidup, kalau aku tidak meninggalkan tempat ini, dengan sendirinya kaupun tetap disini,"   Ujar Siao-liong-li. Mendengar si nona berbicara soal mati-hidup orang seperti soal biasa saja, akhirnya Nyo Ko juga tidak takut2 lagi.   "Seumpama kau tidak perbolehkan aku keluar, tapi kalau kau sudah mati, bukankah aku dapat keluar sendiri,"   Sahutnya kemudian.   "Kalau aku sudah bilang akan menjaga kau seumur hidup, sudah tentu aku tak akan mati lebih dulu dari pada kau,"   Kata Siao-liong-li Keruan Nyo Ko heran.   "Mana bisa ?"   Ia debat "Bukankah umurmu lebih tua dari padaku ?"   "Ya, tapi sebelum aku mati pasti aku bunuh kau lebih dulu,"   Kata Siao-liong-li. Namun meski usia Nyo Ko masih kecil, nyata ia tidak kurang akal "Itu kan belum tentu bisa, aku punya kaki, memangnya aku tak bisa lari ?"   Demikian ia berpikir Begitulah si Nyo Ko ini, belum dia angkat guru pada Siao-liong-li, tapi diam2 ia sudah adu kepintaran dengan orang.   Sementara itu Siao-liong-li telah mendekati peti mati yang ketiga, ia dorong tutup peti ke belakang, ia angkat jenazah Sun-popoh dan hendak dimasukkan ke dalam peti.   Tiba2 Nyo Ko ingat pesan Sun-popoh pada saat yang terakhir bahwa .   "Baju kapas yang kupakai ini hendaklah kau simpan baik2, di..."   Dan sebelum habis dikatakan atau orang tua itu sudah keburu putus napasnya, Kalau orang tua itu minta dirinya menyimpan baik2 baju kapas itu, mengingat perkenalan mereka yang baik, kalau disimpan sebagai tanda mata untuk hari kelak, sesungguhnya pantas juga.   "Kokoh, baju kapas Popoh itu ditinggalkan untukku saja,"   Serunya segera sambil menyerobot maju.   Sebenarnya Siao-liong-li tidak suka pada sifat2 insaniah yang menjemukan, ia lihat watak Nyo Ko yang suka bergirang, marah2, menangis2 dan tertawa segala, meski belum ada satu hari berkenalan dengan Sun-popoh, tapi bocah ini sudah merasa begitu berat ditinggalkan orang tua itu, rasa Siao-liong-li menjadi muak, maka atas permintaannya tadi, ia mengkerut kening, namun tidak urung ia copot baju kapas itu dari badan Sun-popoh dan dilemparkan pada Nyo Ko.   Setelah terima baju kapas itu, karena terharunya kembali Nyo Ko mewek2 hendak menangis lagi.   Tetapi Siao-liong-li telah melototinya, lalu ia masukkan mayat Sun-popoh ke dalam peti ia tarik penutup petinya, maka terdengarlah suara yang keras, tutup peti mati itu telah menutup dengan rapat sekali.   Karena merasa sebal kalau2 Nyo Ko menangis lagi, maka tanpa pandang sedikitpun pada bocah ini segera Siao-liong-li mengajak.   "Mari keluar !"   Berbareng itu ia kebaskan lengan bajunya, empat pelita minyak di dalam kamar itu sekaligus tersirap, keadaan seketika menjadi gelap guIita, Oleh karena kuatir kalau dirinya akan dikurung di kamar peti mati itu, lekas2 Nyo Ko membawa baju kapas Sun-popoh itu terus ikut keluar.   Tinggal di dalam kuburan kuno yang bagaikan istana di bawah tanah itu, hakikatnya tidak diketahui dan tak dapat membedakan siang atau malam, Tetapi sesudah sibuk setengah harian, kedua orang sudah merasa letih, maka Siao-liong-li suruh Nyo Ko tidur ke kamar Sun-popoh saja.   Sejak kecil Nyo Ko terluntang-luntung di kalangan Kangouw seorang diri, sering ia harus menginap di kelenteng bobrok di hutan yang sunyi maka nyalinya sebenarnya sudah terlatih sangat berani Tetapi aneh, sejak melihat peti mati batu tadi dan sekarang diharuskan tidur sendirian, entah mengapa ia menjadi merasa takut tak terhingga.   Oleh karena itu, meski Siao-liong-li sudah mengulangi kata2nya menyuruh dia pergi tidur, dia masih tetap menjublek saja.   "Kau dengar tidak perkataanku ? Apa kau tuli ?"   Bentak Siao-liong-li menjadi gemas.   "Aku takut,"   Sahut Nyo Ko.   "Takut apa ?"   Tanya Siao-liong-li.   "Entah, tapi aku tak berani tidur sendirian,"   Kata Nyo Ko. Melihat wajah anak ini memang takut, dalam hati Siao-liong-li pikir umur anak ini masih kecil, tidaklah perlu harus menghindarkan peraturan pemisahan antara 1aki2 dan wanita, Karenanya dengan menghela napas kemudian ia berkata .   "Baik-lah, kau tidur sekamar dengan aku."   Lalu ia bawa Nyo Ko ke kamar tidurnya sendiri.   Siao-liong-li sudah biasa hidup dalam kegelapan selamanya dia tidak perlu menyalakan pelita atau lilin, tetapi sekarang sepesial ia menyulut satu lilin untuk Nyo Ko.   Waktu melihat wajah Siao-liong-li yang begitu cantik ayu tiada bandingannya, pula baju yang dia pakai putih bersih seperti salju tanpa debu sedikitpun semula Nyo Ko menyangka kamar si gadis ini tentunya teratur dengan indah sekali.   Tak terduga, begitu ia memasuki kamar orang, seketika ia merasa kecawa, Kiranya kamar Siao-liong-li kosong melompong tanpa sesuatu pajangan, serupa saja keadaannya dengan kamar peti mati tadi.   Di dalam kamar hanya terdapat satu lonjor batu hijau yang digunakan sebagai ranjang, di atas ranjang ini tergelar selembar tikar dan terdapat pula selapis kain sutera putih yang rupanya dipakai sebagai selimut.   Kecuali itu tiada sesuatu benda lain yang dilihatnya.   "Entah aku harus tidur di mana ? Mungkin dia akan suruh aku tidur di lantai", demikian Nyo Ko membatin.   "Kau tidur saja di ranjangku,"   Tiba-tiba ia dengar Siaoliong-li berkata padanya.   "Itu tidak baik, biar saja aku tidur di lantai."   Sahut Nyo Ko. Tak terduga, tiba2 Siao-liong-li menarik muka oleh jawabannya itu.   "Kurangajar, berani kau mernbangkang,"   Damperatnya..   "Aku adalah gurumu, apa yang kukatakan kau harus menurut, tahu ? Kau berani berkelahi melawan gurumu dari Coan-cin-kau itu, hal itu masa bodoh, Tetapi lain, kalau kau berani membangkang perintahku segera juga kucabut nyawamu !"   "Tak perlu kau begini galak, akan kuturut saja semua perkataanmu "   Demikian Nyo Ko menyahut.   "Berani kau adu mulut ?"   Bentak Siao liong-li.   Namun si Nyo Ko memang anak bandel, ia lihat wajah Siao-liong-li sangat cantik dan usianya muda, sedikitpun tidak mirip seorang "Suhu", karenanya ia melelet-lelet lidah atas bentakan tadi, habis ini ia diam saja.   Sudah tentu kelakuannya ini dapat dilihat Siao-liong-li.   "Kenapa kau melelet lidah ? Kau tak terima bukan ?"   Damperatnya lagi.   Nyo Ko tak berani menjawab sekali ini, ia copot sepatunya terus naik ke atas ranjang buat tidur Tetapi baru saja ia merebah, tiba-tiba terasa olehnya hawa sedingin es yang merasuk tulang, saking kagetnya sampai ia meloncat turun dengan kaki telanjang.   Nampak kelakuan Nyo ko yang lucu ini, sungguhpun Siao-liong-li tidak pernah mengunjuk sesuatu tanda perasaannya, tidak urung hampir2 saja ia mengeluarkan suara tertawa geli.   "Ada apa ?"   Ia coba tegur dengan menahan gelinya. Namun Nyo Ko memang terlalu cerdik, sekilas saja ia sudah melihat ada tanda2 tertawa pada wajah Siao-liong-li. Oleh karenanya ia tidak menjadi takut oleh teguran itu, bahkan ia tertawa sendiri.   "Di atas ranjang ini ada apa2nya yang aneh, kiranya engkau sengaja mempermainkan aku,"   Demikian jawabnya.   "Siapa mempermainkan kau. Memang beginilah ranjang ini, lekas kau naik lagi dan tidur,"   Kata Siao-liong-li dengan sungguh2. Habis ini ia sengaja ambil kemoceng (bulu ayam) dari belakang pintu, dengan alat ini ia lantas mengancam.   "lni jika kau berani merosot turun lagi, rasakan nanti, sepuluh kali sabetanku !"   Sekali lompat dengan enteng Siao-liong-li merebahkan diri diatas tali kecil yang dianggapnya seperti ranjang empuk Sudah tentu tak terbilang kagum Nyo Ko oleh kepandaian yang luar biasa ini.   Melihat sigadis berlaku sungguh2, terpaksa Nyo Ko naik ke atas ranjang batu dan tidur lagi.   Sekali ini Siao-liong-Ii sengaja menyingkirkan baju kapas tinggalan Sun-popoh, ia pindahkan ke tempat yang tak dapat dijamah tangan Nyo Ko.   Sebaliknya karena pengalaman tadi, sekali ini Nyo Ko tidak terkaget lagi, ia rebah diatas ranjang batu yang dingin itu.   Akan tetapi ranjang itu sama saja seperti balok es yang maha dingin, semakin tidur rasanya semakin dingin, sampai akhirnya saking tak tahan seluruh tubuh Nyo Ko jadi gemetar, ia menggigil kedinginan hingga kedua baris giginya gemerutuk.   Tak lama, hawa dingin ranjang batu itu semakin men-jadi2 serasa meresap kedalam tulang sungsum, sungguh ia tak tahan lebih lama lagi.   Ketika Nyo Ko melirik Siao-liong-li, ia lihat wajah nona itu mengunjuk senyum, tapi bukan senyum, terhadap penderitaannya itu se-akan2 merasa senang dan bersyukur.   Diam2 Nyo Ko mendongkol Tetapi ia masih berusaha melawan rasa dingin yang menembus keluar dari ranjang batu itu dengan sepenuh tenaganya.   Sementara ia lihat Siao-liong-li telah keluarkan seutas tali sebelah ujung tali ia ikat pada sebuah paku yang menancap di dinding sebelah timur, lalu tali ini ditarik dan diikat kencang pada paku yang berada di dinding sebelah barat.   Tali yang dipasang ini kira2 setinggi manusia, dengan sekali lompatan enteng Siao-liong-li telah merebah di atas talu tali itu dianggapnya sebagai ranjang saja, Bahkan berbareng lompatannya tadi, sekali ayun tangannya, dengan angin pukulannya ia sirapkan api lilin.   Sungguh tidak terbilang kagumnya Nyo Ko oleh kepandaian orang yang luar biasa itu.   "Kokoh, maukah kau mengajarkan kepandaian seperti itu kepadaku besok ?"   Dalam kegelapan ia coba tanya si nona.   "Hm, terhitung apa kepandaian semacam ini ?"   Jengek Siao-liong-li.   "Asal kau belajar dengan baik, masih banyak lagi kepandaian yang jauh lebih lihay yang akan kuajarkan padamu."   Tabiat Nyo Ko meski nakal tetapi sangat ter-guncang perasaannya demi mendengar Siao-liong-li dengan sungguh2 akan diajarkan kepandaian pada-nya, tanpa terasa ia menjadi tunduk dengan sepenuh hati, perasaan mengkalnya tadi seluruhnya dia lemparkan ke-awang2, dalam rasa terima kasihnya itu, saking terharunya ia mengucurkan air mata.   "Kokoh, kau begini baik terhadapku, tapi tadi aku malah benci padamu,"   Demikian katanya dengan suara berat "ltu tidak perlu dibuat heran,"   Sahut Siao-liong-Ii.   "Aku telah usir kau, sudah tentu kau benci padaku."   "Tetapi soalnya bukan itu,"   Kata Nyo Ko.   "Semula aku mengira kau sama saja seperti guruku yang lalu, hanya mengajarkan segala kepandaian yang tak berguna."   Mendengar bocah itu berkata sembari menggigil kedinginan tiba2 Siao-liong-li menanya.   "Dinginkah kau ?"   "Ya, dingin sekali,"   Sahut Nyo Ko.   "Di bawah ranjang ini ada apa2 yang aneh, mengapa begini hebat rasa dinginnya ?"   "Kau suka tidur di situ tidak ?"   Tanya Siao-liong-li pula.   "Aku... aku tak suka,"   Sahut Nyo Ko ragu2.   "Huh, kau tak suka ?"   Jengek Siao-liong-li.   "Ketahuilah bahwa entah ada berapa banyak to-koh2 Bu-lim di seluruh jagat ini yang justru ingin meniduri ranjang ini, tetapi tak pernah kesanpaian cita-citanya."   "Aneh, bukankah itu berarti cari siksaan belaka ?"   Ujar Nyo Ko heran.   "Hm, siksaan ?"   Jengek Siao-liong-Ii.   "Kira-nya aku sayang dan kasihan padamu, tetapi kau malah anggap tersiksa, sungguh tidak kenal kebaikan orang."   Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Mendengar lagu suaranya agaknya memang tidak bermaksud jelek dengan menyuruh dirinya tidur di atas ranjang dingin ini, maka Nyo Ko lantas memohon dengan suara lunak.   "Kokoh yang baik, apakah paedahnya ranjang dingin ini, maukah kau menerangkannya padaku ?"   "Kau harus tidur seumur hidup di atas ranjang ini, faedahnya pasti akan kau ketahui kelak", sahut Siao-liong-li "Nah, sekarang pejamkan matamu dan tak boleh bicara Iagi"   Dalam kegelapan lalu terdengar suara gemerisik yang pelahan sekali dari baju sutera yang dipakainya, agaknya Siao-liong-li telah membalik tubuh, Sungguh sukar dimengerti padahal hanya tidur di atas seutas tali yang terapung diudara, tetapi bisa membalik tubuh sesukanya.   Karena kata2 terachir tadi yang bernada keren, maka Nyo Ko tak berani bertanya lagi, betul juga ia lantas pejamkan mata untuk tidur, Akan tetapi hawa dingin yang menghembus keluar dari bagian bawah terus-meneras menyerang, mana bisa ia terpuIas.   Lama kelamaan, tak sangguplah Nyo Ko bertahan pula.   "Kokoh, aku tak tahan lagi,"   Dengan suara pelahan ia memanggil Namun suara pernapasan Siao-Iiong-li lapat terdengar agaknya sinona sudah tertidur. Kembali Nyo Ko memanggil dua kali lagi dengan pelahan dan tetap tiada jawaban.   "Biarlah aku turun ke bawah sebentar, tentu dia takkan tahu,"   Demikian ia pikir.   Maka dengan pelahan2 ia merosot turun ke pinggir ranjang, ia berlaku hati2 sekali dengan menahan napas agar tidak mengeluarkan suara.   Siapa tahu, baru saja ia menginjak lantai se-konyong2 terdengar suara gemerisik yang sangat pelahan, tahu2 Siao-liong-li sudah melompat turun dari atas talinya, sekali cekal tangan kiri Nyo Ko telah dipegangnya terus ditelikung ke belakang, bahkan ia digusur ke atas tanah.   Karena tindakan tiba2 ini, Nyo Ko menjerit kaget tetapi sehabis ini ia lantas bungkam dalam segala bahasa.   Sementara itu Siao-liong-li telah angkat kemocengnya, dengan keras ia sabet pantat Nyo Ko.   Nyo Ko tahu percuma saja meski minta ampun, oleh karena itu dengan mengertak gigi kencang2 ia menahan rasa sakit sabetan kemoceng orang, Luar biasa sakitnya lima kali sabetan yang pertama, tetapi pada sabetan ke-enam kalinya, Siao-liong-li turunkan tangannya dengan enteng saja, sampai dua kali yang terakhir, kuatir Nyo Ko tak tahan gebukannya, ia memukul terlebih pelahan lagi Setelah genap menyabet sepuluh kali, lalu Siao-liong-li jambret tubuh Nyo Ko dan dilemparkan lagi ke atas ranjang batu.   "Awas! Berani kau turun lagi, segera kau rasakan pula kemoceng ini!"   Bentaknya mengancam.   Tanpa bersuara Nyo Ko merebah di atas ranjang batu itu, ia dengar Siao-liong-li telah kembalikan kemocengnya ke belakang pintu tadi, lalu melompat pula ke atas tali buat tidur.   Siao-liong-li menyangka Nyo Ko tentu akan menangis dan bikin ribut lagi oleh hajarannya itu, tak terduga, sepatah katapun anak muda itu tak bersuara, ini betul2 tak pernah disangkanya "Ko-ji, kenapa kau diam saja ?"   Tanyanya kemudian "Tiada yang perlu kukatakan, sekali engkau bilang pukul, tentu aku akan dipukulnya, percuma saja meski aku minta ampun,"   Sahut Nyo Ko.   "Hm, tetapi dalam hatimu kau tentu mencaci maki padaku,"   Kata Siao-liong-li.   "Tidak, aku takkan mencacimaki kau, betapapun engkau masih jauh lebih baik daripada guruku yang dahulu,"   Kata Nyo Ko.   "Sebab apa ?"   Siao-liong-li menjadi heran.   "Ya, sebab meski engkau memukul aku, tetapi dalam hatimu kau tetap sayang dan kasihan padaku, makin pukul makin pelahan, engkau kuatir kalau aku kesakitan,"   Kata Nyo Ko. Muka Siao-liong-li rada merah karena isi hatinya dengan jitu kena dikatai, syukur dalam kegelapan hingga tidak sampai dilihat Nyo Ko.   "Cis, siapa sayangi padamu, kalau lain kali kau tak menurut kata lagi, tentu akan kupukul terlebih keras,"   Omelnya kemudian. Mendengar lagu suara orang sudah berubah menjadi halus, Nyo Ko jadi dapat hati.   "Lebih keras engkau memukul, tetap aku suka."   Demikian katanya dengan cengar-cengir.   "Cis, agaknya tulangmu memang gatal, sehari tidak rasakan gebukan, tentu kau tak bisa tidur nyenyak,"   Omel Siao-liong-li pula.   "ltupun harus me-Iihat2 siapa yang memukul aku,"   Kata Nyo Ko.   "Jika orang yang suka padaku menghajar diriku, sedikitpun aku pasti tidak den-dam, mungkin malah merasa senang, sebab dia hajar aku karena ingin aku berbuat baik, Tetapi bila orang yang benci diriku, sekalipun dia hanya memaki sekata atau mendeliki mata padaku, kelak kalau aku sudah dewasa, satu persatu pasti akan kucari dia buat membikin perhitungan."   "Coba katakan, siapa yang benci kau dan siapa2 lagi yang suka padamu ?"   Tanya Siao-liong-li "ltu sudah kuingat baik2 dalam hati,"   Kata Nyo Ko.   "Tentang orang yang benci padaku boleh tak perlu disebut, tetapi orang yang sayang padaku ada aku punya Mak (ibu) yang sudah meninggal, ayah angkatku Auwyang Hong, paman Kwe Ceng dan ada lagi Sunpopoh dan engkau."   "Hm, jangan harap aku akan sayang padamu,"   Sahut Siao-liong-li dengan tertawa dingin.   "Aku hanya menurut pesan Sun-popoh, dia minta aku menjaga kau, maka aku lantas menjaga kau, selama hidupmu ini jangan kau harapkan aku akan berbaik hati padamu."   Memangnya Nyo Ko sedang kedinginan, demi mendengar kata2 orang ini, sama saja ia telah ditambahi dengan siram se-ember air dingin.   "Kokoh, aku ini yang kurang baik apa ? Kenapa engkau begini benci padaku ?"   Tanya Nyo Ko menahan rasa mendongkolnya.   "Kau baik atau tidak, peduli apa dengan aku ?"   Sahut Siao-Iing-li dingin.   "Tetapi akupun tidak benci kau. Selama hidup ini aku tinggal di dalam kuburan ini, aku tak suka pada siapapun dan tak benci pada siapapun !"   "Selama hidup tinggal di sini ? itu kan tidak menarik,"   Kata Nyo Ko.   "Kokoh, pernah tidak kau keluar."   "Tak pernah kuturun dari Cong-lam-san ini,"   Sahut Siao-liong-li.   "Di luar sana paling banyak juga cuma ada gunung ada pohon, ada matahari ada rembulan, apanya yang menarik ?"   "Ai, kalau begitu hidupmu ini benar2 sia-sia belaka,"   Kata Nyo Ko menepuk tangan.   "Jika hidup dikota, di sana bermacam ragam benda yang aneh, itulah baru menyenangkan dan menarik,"   Habis ini ia lantas ceritakan semua pengalamannya dan apa saja yang pernah dilihatnya selama ia ter-Iunta2 sejak kecil Dasar si Nyo Ko memang pandai bicara, apalagi sengaja ia bumbu-bumbui, ia tambahi kecap, tambahi merica, tambahi minyak, keruan ceritanya menjadi lebih aneh dan menarik dengan aneka macam ragamnya.   Meski Siao-liong-li sudah berumur 20 tahun, tetapi selamanya belum pernah turun dari Cong-lam-san barang selangkahpun, maka apa saja yang dibualkan Nyo Ko, semuanya ia percaya penuh, malahan sampai akhirnya, tak tertahan ia telah menghela napas.   "Kokoh, kubawa kau pergi pesiar, mau tidak?"   Kata Nyo Ko akhirnya. Di luar dugaan, Siao-liong-li menjadi gusar oleh ajakan ini.   "Ngaco-belo,"   Damperatnya.   "Cosu-popoh sudah meninggalkan pesan bahwa barang siapa yang pernah tinggal di dalam "Hoat-su-jin-bong"   Ini siapapun tidak boleh turun dari Cong-lam-san meski selangkahpun,"   "Ha, apakah akupun tak boleh turun gunung ?"   Tanya Nyo Ko kaget oleh keterangan orang.   "Sudah tentu,"   Sahut Siao-liong-li. Akan, tetapi Nyo Ko tidak menjadi gugup, sebab dalam hati ia telah pikir.   "Satu pulau terpencil seperti Tho-hoa-to saja bisa kutinggalkan, apalagi hanya sekian kuburan kuno ini mana bisa mengurung selama hidupku."   Begitulah selama mereka bicara, sesaat itu Nyo Ko melupakan rasa dingin yang menggigilkan tadi tetapi sejenak saja percakapan mereka berhenti seluruh tubuhnya segera terasa gemetar lagi "Kokoh, ampuni diriku, aku tak mau tidur lagi di atas ranjang ini."   Demikian ia memohon.   "Dalam perkelahianmu dengan guru Coan-cin-kau, sepatah kata saja kau tak sudi minta ampun, kenapa sekarang begini tak berguna ?"   Sahut Siao-liong-li "ltuIah lain,"   Kata Nyo Ko dengan tertawa.   "Siapa yang tidak baik terhadap diriku, sekalipun aku mati dipukulpun tidak nanti aku sudi minta ampun padanya, Tetapi siapa yang baik padaku, meski aku harus mati untuknya juga aku rela, apalagi hanya minta ampun."   "Cis, tak malu, siapa baik padamu ?"   Jengek Siao-liong-li Sejak kecil Siao-liong-li dibesarkan oleh gurunya dan Sun-popoh, selama dua puluh tahun itu hanya kedua orang tua itu saja yang berdampingan dengan dia.   Meskipun kedua orang tua itu sangat baik padanya, tetapi gurunya mengharuskan dia berlatih "Giok-li-sim-keng" (ilmu gadis suci) dan sejak kecil dia sudah diajarkan membuang segala cita-rasa, asal kelihatan Siao-liong-li mengunjuk sedikit perasaan saja, segera gurunya mendamperatnya.   Sedang Sun-popoh walaupun cukup simpatik, namun ia juga tak berani menghalang-halangi pelajaran Siao-liong-li sehingga oleh karena itu tabiatnya yang aneh dan menyendiri tanpa emosi itu terpelihara sejak kecil.   Kini dengan datangnya Nyo Ko, anak ini justru berhati panas seperti api, usianya masih kecil pula, baik tutur katanya maupun tindak-tanduknya sudah tentu berbeda seluruhnya dari pada kedua nenek2.   Sebenarnya Siao-liong-li juga tahu apa yang dituturkan Nyo Ko itu jelas menyalahi ajaran2 guru-nya, namun tidak urung ia ikut bercerita dengan asyik sekali hingga lupa daratan.   Siao-liong-li menerima Nyo Ko sebenarnya hanya untuk memenuhi permintaan Sun-popoh saja, tetapi kemudian Nyo Ko selalu bilang dia sangat baik padanya, dengan sendirinya lambat laun iapun merasa memang benar ia memperlakukan anak ini dengan sangat baik.   Demikianlah, karena lagu bicaranya Siao-liong-li telah berubah halus, maka Nyo Ko makin mendapat hati "Wah, dingin, Kokoh, dingin sekali aku tak tahan lagi!"   Akhirnya ia berani ber-teriak2. Padahal sekalipun kedinginan sebenarnya belum perlu ber-teriak2 minta tolong dan bikin geger segala.   "Jangan ribut, biar kuceritakan padamu tentang asal-usul ranjang batu ini,"   Kata Siao-liong-li kemudian.   "Baiklah,"   Sahut Nyo Ko girang.   "Nah, Kokoh aku tidak berteriak lagi mulailah bercerita !"   "Tadi kukatakan tidak sedikit tokoh Bu-lim di jagat ini ingin tidur di atat ranjang batu ini, hal ini sekali2 bukan untuk mendustai kau,"   Demikian Siao-liong-li menutur.   "Harus diketahui bahwa ranjang ini dibikin dari batu pualam dingin purbakala, inilah alat pembantu utama bagi orang yang ingin berlatih Lwekang yang tinggi."   "lni bukan batu biasa ?"   Tanya Nyo Ko heran.   "Katanya kau sudah banyak berpengalaman dan pernah melihat benda yang aneh2, tapi pernahkah kau melihat batu sedingin ini ?"   Sahut Siao-liong-li.   "Hendaklah diketahui batu ini adalah hasil jeri-payah Cosu-popoh selama tujuh tahun berada di kutub utara yang paling dingin, disana batu pualam dingin ini dia gali dari bawah es yang tebalnya ratusan tombak, Siapa yang berlatih Lwekang dengan tidur di atas ranjang batu pualam ini, maka setahun saja sudah sama dengan berlatih sepuluh tahun secara biasa."   "He, begini besar faedahnya ?"   Seru Nyo Ko kegirangan.   "Ya,"   Kata Siao-liong-li.   "Mula2 kau tidur di atasnya terasakan dingin tak tertahan, tetapi asal kau kumpulkan seluruh tenaga untuk melawannya, lama kelamaan akan menjadi biasa, sekalipun di waktu tidur, itu berarti tak pernah berhenti berlatih diri. Sebab orang biasa kalau berlatih ilmu, sekalipun orang yang paling giat dan rajin, tiap2 hari ada beberapa jam perlu buat tidur, Dau kau harus tahu, melatih ilmu yang menjalankan napas dan darah ditubuh sama sekali berlawanan daripada ilmu biasa, jika sampai tertidur, maka jalan darah itu akan berputar seperti biasa dan ini sebaliknya membikin percuma dari apa yang dilatihnya waktu siang hari. Tetapi kalau orangnya tidur di atas ranjang ini, bukan saja tidak sia-sia hasil yang dilatih siang harinya, bahkan Lwekangnya akan bertambah lebih kuat."   Mendengar penjelasan ini, saking senangnya Nyo Ko terus berseru.   "Kokoh, sungguh baik sekali engkau padaku, dengan tidur di ranjang ini, aku tak akan takut lagi pada kedua saudara Bu dan Kwe Hu, sekali pun Tio Ci-keng dari Cian-cin-kau yang sudah Iama berlatih itu, kelak aku pasti dapat melebihinya,"   Demikian katanya.   "Tetapi Cosu-popoh telah menetapkan peraturan bahwa orang yang sudah tinggal di dalam kuburan ini harus tekun berlatih diri dengan tenang dan sabar, harus hapuskan segala napsu berlomba dengan orang luar,"   Kata Siao-liong-li dengan dingin. Nyo Ko menjadi gugup oleh kata-kata ini.   "Mereka begitu menghina padaku, pula telah tewaskan Sun-popoh, apakah begitu saja kita anggap beres ?"   Katanya penasaran.   "Setiap manusia akhirnya toh mesti mati, sekalipun Sun-popoh tidak mati ditangan Hek Tay-thong, lewat beberapa tahun lagi ia sendiripun akan mati juga,"   Ujar Siao-liong-li "Apa bedanya hidup lebih lama beberapa tahun atau mati lebih cepat beberapa tahun ? Kata2 balas dendam segala, untuk selanjutnya tak boleh kau sebut2 lagi di hadapanku."   Nyo Ko merasa kata2 Siao-liong-li ini ada benarnya juga, tetapi iapun merasa ada tempat2 yang tidak tepat, hanya seketika ia tidak mendapatkan kata2 yang tepat untuk mendebatnya.   Pada saat itu juga hawa dingin terasa menyerang lebih hebat lagi, Tiba2 Nyo Ko teringat pada apa yang dikatakan Siao-liong-li tadi, ia pikir.   "Kenapa aku tidak mencobanya dengan Lwekang ajaran ayah angkat itu ?"   Segera tubuhnya menegak ke atas, ia menjungkir dengan kepala dibawah, ia keluarkan ilmu yang pernah dipelajarinya dari Auwyang Hong.   Tak lama kemudian terasalah semacam hawa hangat mengalir melalui seluruh tubuhnya, segera pula perasaan dingin tadi banyak berkurang waktu dia me-mutar2 tiga kali, tiba2 tubuhnya malah terasa sepanas dibakar, sedikitpun tidak kedinginan lagi, bahkan setelah dia rebah kembali di atas ranjang batu itu lantas terasa segar dan sangat enak, ketika matanya dipejamkan akhirnya ia tertidur dengan nyenyak.   Tetapi sesudah tertidur kira2 setengah jam, setelah hawa hangat tubuhnya buyar, kembali ia terjaga dari tidurnya oleh karena hawa dingin telah menyerang lagi, oleh karena itu, segera ia menjungkir pula mengeluarkan ilmu ajaran Auwyang Hong.   Dan begitulah seterusnya, tidur sebentar lalu mendusin dan tidur lagi, ia ribut sendiri semalam suntuk, tetapi paginya sesudah bangun, bukannyas ia merasa letih, sebaliknya ia malah penuh semangat, suatu tanda bahwa ilmu menjungkirnya itu khasiatnya memang hebat.   Waktu Siao-liong-li meraba jidat anak ini, merasa suhu badan orang biasa saja, keruan ia menjadi heran sekali, maka dengan sabar dia tanya Nyo Ko ilmu apa yang pernah dipelajarinya dahuIu.   Sedikitpun Nyo Ko tidak membohong, ia menerangkan seluruhnya, ia ceritakan Lwekang yang dipelajarinya dari ibu kandungnya sendiri dan Ha-mokang yang diterimanya dari Auwyang Hong.   Diam2 Siao-liong-li ber-pikir2, ia merasa kedua macam Lwekang yang diuraikan Nyo Ko itu sama sekali tidak sejurus dan berlainan, terang pula berbeda sekali dengan Lwekang sendiri, la, pikir meski apa yang Nyo Ko pahami itu hanya sedikit dasar penuntun saja, tapi dengan ini pula dapat dibayangkan yang lain bahwa kedua ilmu Lwekang yang dipelajarinya itu justru luar biasa bagusnya, sesungguhnya tidak dibawah Lwekang dari pada perguruannya sendiri.   Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   BegituIah, sesudah Siao-liong-li ter-menung2 sejenak, lalu ia membatin lagi.   "Kiranya anak ini sudah mempunyai dasar Lwekang yang kuat, soalnya tidak dipergunakan secara baik dan tepat, Maka sekarang tidak perlu kesusu mengajarkan dia Lwekang dari perguruannya sendiri "   Paginya, sesudah mereka sarapan, berkatalah Siao-liong-li kepada Nyo Ko.   "Ko-ji, ada suatu soal, ini boleh kau pikirkan sendiri dengan masak jika sungguh2 kau ingin mengangkat guru padaku, maka seumur hidup ini kau harus tunduk pada kata2ku, Tetapi jika kau tidak angkat guru padaku, akupun tidak Ww! nurunkan ilmu kepandaian padamu, kelak kalau kau mampu menangkan aku, maka dengan ilmu silatmu itu boleh kau terjang keluar Hoat-su-jin-bong ini."   "Sudah tentu aku ingin angkat kau sebagai guru,"   Sahut Nyo Ko tanpa pikir sedikitpun "Sekalipun kau tidak mengajarkan kepandaian padaku juga pasti aku akan turut segala perkataanmu."   Keruan Siao-liong-li heran oleh jawaban ini.   "Sebab apa ?"   Tanyanya.   "Kokoh, dalam hati engkau sangat baik terhadapku memang kau kira aku tidak tahu ?"   Sahut Nyo Ko.   "Baik tidak aku terhadapmu selanjutnya tidak boleh dipakai membacot,"   Kata Siao-liong-li dengan menarik muka.   "Baiklah, jika kau angkat guru padaku, mari kita pergi ke ruangan belakang buat menjalankan upacara."   Maka ikutlah Nyo Ko ke ruangan belakang, di ruangan ini Nyo Ko melihat keadaanpun kosong belaka tanpa sesuatu pajangan, hanya diantara kedua belah dinding timur dan barat tampak tergantung dua lukisan.   Lukisan yang tergantung di dinding sebelah barat menggambarkan dua gadis jelita, yang satu usianya 25-26 tahun dan sedang bersolek menghadapi cermin, sedang gadis yang lain berumur 14-15 tahun, dari dandanannya jelas adalah seorang dayang atau pelayan, tangannya terlihat memegang sebuah baskom sedang melayani junjungannya yang sedang bersolek itu.   Kedua gadis ini semuanya berwajah cantik molek, yang berumur lebih tua itu alisnya lentik panjang sampai mendekati pelipis, diantara sorot matanya lapat2 membawa perbawa yang agung dan keren, Tanpa terasa Nyo Ko memandang beberapa kali lebih banyak kepada gadis ini, dalam hati se-akan2 dengan sendirinya timbul semacam perasaan hormat kepadanya.   "lni dia Cosu-popoh (nenek guru), hayo menjuralah kau,"   Demikian Siao-liong-li lantas berkata padanya sambil menunjuk gambar gadis yang tua-an itu.   "Dia ini Cosu-popoh ?"   Tanya Nyo Ko dengan heran.   "Kenapa usianya begini muda ?"   "Waktu membikin lukisan ini dia masih muda, kemudian tentunya tidak muda lagi,"   Sahut Siao-liong-li.   Kata2 jawaban ini diulangi Nyo Ko di dalam hati, tiba2 ia merasakan semacam kesunyian yang memilukan, maka dengan tercengang ia pandang lukisan itu, tanpa tertahan air matanya meleleh.   Sudah tentu Siao-liong-li tidak tahu isi hati bocah ini, kembali dia tuding gambar gadis yang berdandan sebagai pelayan itu dan berkata pula .   "lni adalah Suhuku, Nah, lekas kau menjura."   Waktu Nyo Ko mengamat-amati pula lukisan itu, ia lihat gadis jelita yang dimaksud ini masih bodoh pelonco, wajahnya bersifat anak2, siapa tahu telah menjadi gurunya Siao-liong-li.   Akan tetapi tanpa ragu2 lalu ia berlutut terus menjura terhadap lukisan itu.   Menunggu sesudah Nyo Ko berdiri kembali kemudian Siao-liong-li tuding lagi pada lukisan yang tergantung di dinding sebelah timur itu sambil berkata.   "Sekarang ludahi sekali pada Tojin itu !"   Waktu Nyo Ko menegasi, ia lihat lukisan itu memang menggambarkan seorang Tojin atau imam yang berperawakan jangkung, pada pinggangnya tergantung sebatang pedang dan jari telunjuk kanannya sedang menuding ke jurusan timur-laut, hanya gambar Tojin ini dalam keadaan mungkur, maka wajah imam ini tidak jelas tertampak.   Tentu saja Nyo Ko sangat heran.   "Siapa dia ? Kenapa harus meludahi dia ?"   Tanyanya kemudian.   "Dia adalah Kaucu (ketua agama) Coan-cin-kau, Ong Tiong-yang,"   Tutur Siao-liong-Ii.   "Kita mempunyai satu peraturan, apabila sudah menyembah pada Cosu-popoh, kemudian harus meludahi dia,"   Dalam hati kecilnya Nyo Ko memang sudah dendam dan benci terhadap orang2 Coan-cin-kau, setelah diberi penjelasan itu, tanpa pikir lagi segera ia meludahi lukisan itu dan tepat mengenal punggung gambarnya Ong Tiong-yang.   "Kokoh, apakah Cosu-popoh kita sangat benci kepada Ong Tiong-yang ?"   Tanya Nyo Ko.   "Ya,"   Jawab Siao-liong-li "Kalau begitu kenapa gambar ini tidak dibakar saja, sebaliknya malah digantung di sini?"   Ujar Nyo Ko.   "ltulah aku tak tahu, Aku hanya dengar dari Suhu dan Sun-popoh bahwa kaum laki2 di jagat ini tiada satupun yang baik,"   Demikian sahut Siau liong-li. Habis ini suaranya seketika berubah menjadi bengis dan membentak.   "Kelak kalau kau sudah besar dan berani melakukan perbuatan jahat, hm, lihat saja apa aku akan mengampuni kau ?"   "Sudah tentu kau mengampuni aku,"   Tiba2 Nyo Ko menjawab.   Keruan Siao-Iiong-li tertegun seketika, Maksudnya dengan kata2 terakhirnya tadi sebenarnya hanya buat me-nakut2i dan sebagai peringatan saja, tak terduga Nyo Ko ternyata berani menjawab Dalam tertegunnya, Siao-liong-Ii menjadi bingung malah dan kehabisan akal.   "Lekas menyembah guru !"   Akhirnya ia membentak lagi.   "Kepada guru sudah tentu aku, akan menyembah,"   Sahut Nyo Ko lagi.   "Cuma engkau harus berjanji dulu satu hal padaku, kalau tidak, aku tak mau menyembah."   "Kurang ajar anak ini,"   Diami Siao-liong-li menggerutu dalam hati "Selamanya hanya guru yang minta murid harus berjanji, mana ada aturan bahwa murid malah meminta janji dari sang guru ?"   Akan tetapi dasar sifatnya memang sabar dan pendiam, maka iapun tidak menjadi gusar.   "Soal apa ? Boleh coba kau katakan,"   Sahutnya kemudian.   "Begini,"   Kata Nyo Ko.   "dalam hati sudah terang kuanggap engkau sebagai Suhu, aku menghormati kau dan menjunjung kau, apa yang kau katakan tentu kuturut, tetapi dalam sebutan aku tidak panggil engkau sebagai Suhu melainkan tetap panggil engkau Kokoh (bibi) saja"   Permintaan ini kembali membikin Siao-liong li tercengang.   "Sebab apa ?"   Tanyanya kemudian.   "Ya, sebab sudah dua kali aku mengangkat Suhu, tetapi mereka perlakukan aku tidak baik, diwaktu mimpi saja aku akan mengutuki Suhu,"   Demikian Nyo Ko menutur.   "Oleh sebab itu adalah lebih baik kupanggil kau Kokoh saja, agar bila aku mengutuki Suhu engkau tidak ikut tersangkut."   Tanpa tertahan Siao-liong-Ii tertawa geli oleh keterangan Nyo Ko ini, ia merasa walaupun kelakuan anak ini terlalu aneh dan nakal, tapi cara berpikirnya ternyata menarik juga.   "Baiklah, aku terima permintaanmu,"   Janjinya kemudian. Nyo Ko lantas berlutut, dengan sangat hormat ia menyembah delapan kali pada Siao-liong-li Lalu Nyo Ko mengucapkan janji pula.   "Tecu (anak murid) Nyo Ko hari ini mengangkat Siao-liong-li Kokoh sebagai guru, sejak kini, selamanya Nyo Ko akan dengar kata Kokoh, jika Kokoh ada kesulitan dan menghadapi bahaya, Nyo Ko akan mati-matian membela Kokoh tanpa hiraukan jiwa sendiri jika ada orang jahat berani menghina Kokoh, Nyo Ko pasti akan membunuh orang jahat itu."   Sungguh lucu sekali sumpah setia Nyo Ko.   ini Padahal waktu itu ilmu silat Siao-liong-Ii entah berapa puluh kali lebih tinggi daripada Nyo Ko, tapi Nyo Ko anggap orang adalah gadis jelita yang lemah lembut, maka tiba2 timbul sikap perkasa sebagai seorang jantan sejati yang wajib melindungi wanita lemah, sampai akhirnya, makin lama semakin bersemangat dan gagah ucapannya.   Meski lagu suara Nyo Ko masih berbau kanak2, tetapi kata2 yang diucapkannya dengan sungguh2 dan penuh semangat itu, mau-tak-mau membikin hati Siao-liong-Ii rada terguncang juga.   BegituIah, sesudah Nyo Ko menjura, kemudian ia berdiri kembali dihadapan orang dengan muka ber-seri2 tanda gembira.   "Apa yang membikin kau begini senang ?"   Tanya Siao-Iiong-li.   "Kepandaianku toh belum tentu bisa menangkan imam2 tua dari Coan-cin-kau itu, lebih2 tak mungkin bisa diatas kau punya Kwe-pepek."   "PeduIi apa meski kepandaian mereka lebih tinggi,"   Sahut Nyo Ko spontan.   "yang penting, engka mau mengajarkan ilmu kepandaian padaku dengan sungguh-sungguh."   Siao-liong-li menghela napas mendengar jawaban orang.   "Padahal apa gunanya meski sudah belajar ilmu silat ?"   Ujarnya.   "Cuma, daripada iseng menganggur di dalam kuburan sunyi ini, baiklah aku akan ajarkan padamu, sekarang kau tunggu dulu disini, biar aku keluar sebentar."   Mendengar dirinya akan ditinggal pergi, Nyo Ko menjadi takut karena harus tinggal sendirian dalam kuburan.   "Kokoh, aku ikut keluar saja,"   Demikian katanya cepat Akan tetapi Siao-liong-Ii segera pelototi padanya.   "Baru saja kau berjanji akan turut perkataanku untuk selamanya, tapi hari pertama kau sudah membangkang,"   Damperatnya.   "Tetapi, aku aku takut,"   Sahut Nyo Ko.   "Laki2 jantan sejati, takut apa ?"   Damperat Siao-liong-li pula.   "Tadi kau masih bilang hendak membela diriku dan bunuh orang jahat segala !"   "Baiklah, kalau begitu lekasan engkau kembali ya !"   Kata Nyo Ko sesudah berpikir.   "ltupun tak bisa ditentukan, bagaimana jika seketika sukar menangkapnya ?"   Ujar Siao-Iiong-li. Nyo Ko menjadi heran oleh jawaban ini.   "Menangkap apa, Kokoh ?"   Tanyanya.   Namun Siao-liong-Ii tak menjawab, ia terus bertindak pergi sendiri.   Dengan keluarnya Siao-liong-Ii, keadaan di dalam kuburan menjadi sepi nyenyap.   Dalam pada itu Nyo Ko masih me-nerka2 dalam hati oleh kata2 Siao-liong-li tadi yang bilang hendak pergi menangkap sesuatu, ia tidak tahu siapakah yang hendak ditangkapnya.   Tapi mengingat Siao-liong-li tidak pernah turun selangkah pun dari Cong-km-san, Nyo Ko yakin tentu sasaran yang ditangkapnya adalah imam Coan-cin-kau, hanya tidak diketahui imam mana yang akan ditangkapnya dan guna apa menangkapnya ?"   BegituIah Nyo Ko berpikir serabutan sendirian, tanpa terasa iapun sudah melangkah keluar ruangan besar kuburan itu dan menuju ke arak syrat melalui satu lorong, tetapi baru belasan tindak dilalui, tiba2 pandangannya menjadi gelap gulita.   Karena kuatir akan kesasar, lekas2 Nyo Ko balik kembali pe-lahan2 dengan merembet dinding, siapa tahu meski sudah beberapa puluh tindak ia berjalan masih belum juga dilihatnya sinar pelita di ruangan besar tadi.   Dalam gelisah dan takutnya, Nyo Ko tambah cepat melangkah ke depan, Akan tetapi ia jadi kesasar lebih jauh lagi.   Memangnya ia sudah salah jalan, dalam keadaan gugup semakin salah pula.   Makin jalan makin cepat, beberapa kali ia kebentur sini dan tertumbuk sana, dalam kegelapan ia merasa jalan lorong itu bersimpang-cabang belaka, hingga tak bisa lagi ia kembali ke ruangan besar di depan tadi.   "Kokoh, Kokoh ! Lekas tolong !"   Saking kuatirnya ia ber-teriak2.   Akan tetapi suara gemborannya segera berkumandang balik diantara lorong kuburan itu hingga membisingkan telinga.   Namun Nyo Ko tidak putus asa, ia maju terus mencari jalan keluarnya, kemudian tiba2 terasa tanah di mana dia injak ternyata basah becek, kiranya dirinya sudah tidak berada di lorong kuburan lagi melainkan berada di jalan lembah pegunungan yang bertembusan dengan lorong kuburan dibawah tanah itu.   Keruan Nyo Ko semakin ketakutan.   "Jika aku kesasar di dalam kuburan, bagaimanapun Kokoh pasti dapat mencari kembali di-riku,"   Demikian ia pikir.   "Kini aku telah sampai disini, kalau tak bisa menemukan aku, tentu ia mengira aku melarikan diri, dan tentu pula dia akan berduka sekali."   Oleh karena itu, sesudah me-raba2 mendapatkan sebuah batu, lalu ia bersedakap tangan dan berduduk di atas batu itu sambil ter-menung2. Lama sekali ia duduk ter-mangu2, tiba2 ia dengar suara sajup2 orang sedang memanggilnya.   "Ko-ji Ko-ji!"   Nyo Ko dapat mengenali suara orang itu, tentu saja ia sangat girang, tanpa ayal lagi ia melompat bangun dan balas berteriak .   "Aku ada di sini, Kokoh !"   Akan tetapi suara panggilan "Ko-ji, Ko-ji"   Itu bukannya makin mendekat, sebaliknya malah menjauh. Keruan saja Nyo Ko sangat cemas, lekas-lekas ia pantang mulut dan berteiak lebih keras.   Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Aku ada di siniiiiiii!"   Tetapi sejenak kemudian ia tidak mendengar suara panggilan lagi, tentu saja ia menjadi kesal dan putus asa. Tak terduga, mendadak ia merasakan daun kupingnya menjadi "nyes"   Dingin, tahu2 kupingnya dijewer orang terus diangkat. Dalam kagetnya hampir saja Nyo.Ko- menjerit akan tetapi segera ia menjadi girang sekali "He, Kokoh, kau ! Kenapa sedikitpun aku tidak merasa,"   Demikian teriaknya kemudian.   "Apa yang kau lakukan di sini ?"   Omel Siao-liong-li.   "Aku kesasar,"   Sahut Nyo Ko. Siao-liong-li tidak menanya lebih jauh, ia tarik tangan Nyo Ko dan diajak kembali walaupun dalam keadaan gelap gulita, namun Siao-liong-li ternyata bisa jalan dengan cepat dan belak-belok seperti jalan di siang hari saja.   "Kokoh, kenapa engkau dapat melihat dengan terang ?"   Tanya Nyo Ko kagum.   "Seumur hidupku dibesarkan dalam kegelapan dengan sendirinya aku tidak memerlukan sinar terang,"   Sahut Siao-liong-li. Tidak antara lama, kembali Siao-liong-li membawa Nyo Ko sampai di ruang besar semula.   "Kokoh,"   Kata Nyo Ko sambil tarik napas panjang.   "sungguh, tadi aku merasa kuatir sekali"   "Kuatir apa ? Toh pasti aku akan menemukan kau,"   Sahut Siao-liong-li "Bukan kuatirkan soal ini,"   Kata Nyo Ko pula.   "tetapi aku kuatir engkau akan menyangka aku melarikan diri hingga merasa berduka dalam hati"   "Jika kau lari, janjiku pada Sun-popoh lantas batal pula, apanya yang perlu dibuat duka ?"   Sahut Siao-liong-li Nyata watak kedua orang ini sama sekali terbalik, jika Nyo Ko berpikir dengan penuh perasaan hangat, sebaliknya Siao-liong-li berhati dingin sebagai es.   "Apa engkau telah berhasil menangkapnya, Kokoh ?"   Tanya Nyo Ko lebih jauh.   "Sudah,"   Jawab Siao-liong-li "Kenapa engkau menangkap dia ?"   Tanya Nyo Ko lagi "Bukankah buat membantu kau melatih silat, sahut Siao-liong-li.   "Sini, ikut padaku,"   Mendengar jawaban ini, seketika Nyo Ko menjadi girang.   "Eh, kiranya dia pergi menangkap imarn Coan-cin-kau untuk dibuat untuI (mangsa latihan) bagiku,"   Demikian pikirnya, Keruan ia sangat ketarik, maka tanpa berkata lagi dia ikut di belakang Siao-liong-li Setelah memutar beberapa kali kemudian Siao-liong-li membuka sebuah pintu dan masuk ke dalam sebuah kamar batu.   Yang aneh jalan kamar batu ini ternyata sangat kecil dan sempit, dua orang berada di dalamnya saja sukar memutar tubuh, pula langit2an kamar sangat rendah, hampir Siao-liong-li menyundul langit2 kamar itu apabila mengangkat tangannya...   Dalam pada itu Nyo Ko juga heran, sebab tiada satu imam Coan-cin-kau yang terdapat di dalam kamar itu.   "Di manakah Tosu yang engkau tangkap itu ?"   Begitulah ia lantas tanya.   "Tosu apa ?"   Berbalik Siao-long-li balas tanya.   "Bukankah engkau bilang hendak pergi menangkap orang buat membantu aku latihan silat?"   Sahut Nyo Ko.   "Siapa bilang orang ?"   Kata Siao-liong-li "Tetapi ini, di sini"   Habis ini ia berjongkok dan tarik sebuah kantong kain dari pojok kamar, setelah tali pengikat kantong dilepas, kantong itu dia kebas beberapa kali, maka terbang keluarlah tiga ekor burung gereja.   Luar biasa herannya Nyo Ko setelah mengetahui isi kantong itu.   "Eh, kiranya Kokoh keluar tadi untuk menangkap burung gereja,"   Demikian ia membatin.   "Nah, sekarang coba kau tangkap ketiga burung gereja itu, tetapi tak boleh kau membikin rontok bulunya atau melukai cakarnya,"   Demikian Siao-liong-li berpesan padanya. Nyo Ko menjadi senang oleh permainan ini.   "Bagus !"   Serunya gembira, Dan begitu menubruk maju segera ia hendak menangkap salah satu burung gereja itu.   Akan tetapi burung2 gereja itu ternyata sangat gesit, meski Nyo Ko sudah tubruk sini dan samber sana, tetap tak bisa menyenggol sedikitpun, jangankan hendak menangkapnya, Akhir-nya napas Nyo Ko sendiri yang ter-engah2 dan berkeringat.   "Cara kau menangkapnya itu salah, Harus begini, lihat ini kuajarkan kau caranya,"   Kata Siao-liong-Ii.   Habis itu, dia lantas memberi beberapa petunjuk caranya meloncat ke atas dan menubruk ke bawah, cara menangkap dan mencekal dengan cepat.   Nyo Ko memang sangat pintar, ia tahu dengan melalui cara menangkap burung gereja itu sebenarnya Siao-liong-li lagi mengajarkan semacam ilmu silat yang tinggi padanya, maka ia memperhatikan sepenuhnya semua pelajaran itu dan di-ingatnya dengan baik.   Dengan main tubruk dan samber tanpa teratur nyata Nyo Ko kewalahan sendiri untuk menangkap ketiga ekor burung gereja itu.   Cara2 yang diajarkan Siao-liong-li padanya itu sudah bisa dipahaminya, hanya seketika belum dapat dia pergunakan Namun Siao-liong-li tidak peduli lebih jauh, ia membiarkan Nyo Ko sibuk sendiri didalam kamar itu dengan burung2-nya, sedang ia sendiri lantas keluar sesudah merapatkan pintunya.   Hari pertama itu nyata Nyo Ko belum sanggup menangkap burung gereja itu meski hanya seekor saja, sesudah bersantap malam, dia latih Lwekangnya lagi di atas ranjang batu pualam dingin, Besok paginya, kembali ia mengudak burung gereja lagi, cara melompatnya ternyata sudah bertambah tinggi, gerak tangannya pun jauh lebih cepat daripada tadinya.   Begitulah seterusnya, sampai hari kelima, akhirnya berhasil juga dia menangkap seekor burung gereja itu, luar biasa girang Nyo Ko, segera ia mencari Siao-liong-li dan melaporkan kemajuannya itu.   Siapa tahu, bukannya Siao-liong-li memuji atas hasilnya itu, sebaliknya ia dingin saja menerima laporan itu, bahkan ia menyindir.   "Huh, apa gunanya hanya seekor ? Tetapi harus menangkap tiga ekor sekaligus !"   Nyo Ko tak berani menjawab, dalam hati ia pikir.   "Kalau sudah bisa menangkap seekor, menangkap lagi dua ekor apa susahnya ?"   Tak tersangka prakteknya ternyata tidak begitu gampang sebagaimana dia sangka, beruntun-runtun dua hari seekor saja tak mampu ditangkapnya lagi.   Setelah ketiga burung gereja itu sudah payah karena terus menerus di-uber2 oleh Nyo Ko, kemudian Siao-liong-li melepaskannya setelah di-lolohi sedikit makanan, lalu ia menangkap lagi tiga ekor yang baru yang masih segar dan kuat untuk melatih Nyo Ko.   Dan pada hari kedelapan barulah sekaligus Nyo Ko mampu menangkap ketiga burung gereja itu.   "Cukuplah sekarang, mari kita pergi ke Tiong-yang-kiong,"   Kata Siao-Iiong-li. Tentu saja Nyo Ko rada terperanjat oleh ajakan ini.   "Untuk apa ke sana ?"   Tanyanya heran.   Akan tetapi Siao-liong-li tidak menjawab pertanyaannya, ia tarik tangan bocah itu terus diajak menuju Tiong-yang-kiong.   Selama itu meski hanya selisih delapan hari saja, namun keadaan Nyo Ko ternyata sudah berlainan, kini tindakannya kuat dan langkahnya enteng, jelas sekali lebih tangkas daripada sebelumnya.   "Thio Ci-keng ! Hayo lekas keluar!"   Seru Siao-liong-li sesudah sampai di depan Tiong-yang-kiong kaum Coan-cin-kau itu.   Tadi sebelum mereka berdua sampai di depan istana ini, lebih dulu sudah ada imam Coan-cin-kau yang telah melaporkan kedatangan mereka, maka baru saja Siao-liong-li berteriak, segera dari dalam istana itu membanjir keluar beberapa puluh orang Tosu atau imam, Di antaranya dua imam cilik memayang Thio Ci-keng.   Wajah Ci-keng tertampak pucat lesu, kedua matanya cekung, kelihatannya tak sanggup berdiri sendiri.   sementara itu para imam dapat mengenali Siao-liong-li berdua, mereka semua memegang ferijata dan memandang dengan mata melotot gusar Siao-liong-li lantas keluarkan sebuah botol putih dari bajunya.   "Ini adalah air madu untuk menyembuhkan racun antupan tawon, ambil dan berikan pada Thio Ci-keng,"   Katanya dengan suara keras sambil menyerahkan botol itu kepada Nyo Ko.   Waktu melihat Thio Ci-keng, sebenarnya hati Nyo Ko masih belum hilang rasa benci dan dendamnya pada imam ini.   Hanya karena dihadapan orang banyak, rasanya tak enak membantah maksud Siao-liong-li itu, Maka dengan langkah lebar terpaksa ia membawa botol madu tawon itu, dan ditaruh di depan Thio Ci-keng.   Ketika para imam Coan-cin-kau mendengar bahwa Siao-liong-li datang lagi, mereka menyangka gadis ini tentu akan cari gara2 dan bikin onar, untuk membalas sakit hatinya Sun-popoh, maka disamping mereka siap berjaga, di lain pihak segera dilaporkan kepada Ma Giok dan Khu ju-ki yang tingkatannya lebih tua.   Tak terduga bahwa kedatangan Siao-liong-li ini ternyata sama sekali tidak bersifat permusuhan melainkan malah mengutarakan madu tawon penawar racun, keruan mereka menjadi heran, dalam bingungnya sampai mereka tak bisa menyambut perkataan Siao-liong-li"   Tadi, sementara itu setelah Nyo Ko menaruh botol madu tawon didepan orang, ia pandang sekejap pula kepada Thio Ci-keng dengan sorot mata yang penuh menghina dan merasa jijik,habis ini ia putar tubuh terus jalan kembali.   Slkap Nyo Ko ini agaknya dapat dilihat dengan jelas oleh Ceng kong yang berada juga di antara kawanan imam itu, ia tak bisa menahan amarahnya lagi.   "Anak celaka, sudah mengkhianati perguruan, sekarang kau mau pergi begitu saja ?"   Demikian segera ia membentak sambil memburu maju hendak menawan Nyo Ko.   "Ko-ji, hari ini jangan membalas serangannya,"   Tiba2 Siao-liong-li berpesan pada Nyo Ko.   Dalam pada itu Nyo Ko mendengar dari belakangnya ada suara tindakan orang dengan cepat, menyusul mana terdengar pula menyambernya angin pukulan, nyata ada orang hendak menjamberet punggungnya, Karenanya, tanpa pikir segera ia mendaki tubuh ke bawah, lalu mendadak ia meloncat ke samping.   Meski baru delapan hari Nyo Ko berlatih menangkap burung gereja di dalam Hoat-su-jin-bong atau kuburan orang hidup itu dan tidur di atas ranjang batu pualam dingin delapan malam pula, walaupun Siao-liong-li hanya mengajarkan sedikit caranya menangkap burung, akan tetapi semua itu justru adalah intisari dari kunci dasar latihan Ginkang atau ilmu entengkan tubuh yang tinggi dari Ko-bong-pay (aliran kuburan kuno) itu, maka kepandaiannya sekarang sudah jauh berbeda daripada waktu bertanding dengan imam Coan-cin-kau dahulu.   BegituIah, maka dengan tepat sekali, pada saat tangan Ceng-kong hampir menempel punggungnya, mendadak ia melompat pergi, bahkan berbareng itu sekalian ia tarik kain baju orang, Memangnya karena Ceng-kong luput menubruk orang dan tubuhnya mendoyong ke depan, kini ditambah oleh tarikan Nyo Ko, keruan ia tak sanggup berdiri tegak lagi, tanpa ampun ia jatuh tersungkur dengan antap sekali.   Ketika Ceng-kong bisa merangkak bangun, sementara itu Nyo Ko sudah berdiri di samping Siao-liong-li.   Dalam gusarnya Ceng-kong berteriak murka terus hendak menyeruduk maju lagi, syukur pada saat itu mendadak dari rombongan imam2 itu telah maju satu orang dan secepat kilat menghadang dihadapan Ceng-kong sambil menarik tangannya dan diseret kembali ke tempat berdiri mereka semula.   Seketika Ceng-kong merasakan setengah tubuhnya menjadi kaku kesemutan, waktu ia mendongak kiranya yang menariknya adalah Susiok atau paman gurunya, In Ci-peng.   Karena itu, kata2 makian yang sebenarnya akan dia lontarkan, seketika juga ia telan kembali mentah2.   "Banyak terima kasih atas pemberian obat nona tadi,"   Demikian In Ci-peng membuka suara sambil membungkuk memberi hormat. Sebaliknya Siao-liong-li ternyata tidak balas hormat orang, iapun tidak menjawab, Dia gandeng tangannya Nyo Ko terus diajak kembali.   "Mari Ko-ji, kita pulang saja !"   "Liong-kohnio,"   Tiba2 In Ci-peng Berseru lagi.   "Nyo Ko ini adalah anak murid Coan-cin-kau kami, tetapi secara paksa kau telah menerimanya sebenarnya cara bagaimana urusan ini harus diselesaikan ?"   Siao-liong-H tertegun oleh teguran ini dan tak bisa menjawab.   "Aku tak senang mendengarkan ocehan orang,"   Katanya akhirnya.   Habis ini, tanpa menghiraukan orang Iain ia tarik tangan Nyo Ko dan masuk kembali ke dalam rimba dengan langkah cepat Di lain pihak In Ci-peng dengan para imam Coan-cin-kau jadi terkesima, mereka hanya saling pandang saja dengan bingung.   "Ko-ji, kepandaianmu memang nyata sudah ada kemajuannya,"   Demikian kata Siao-liong-li kepada Nyo Ko sesudah berada di dalam kuburan kuno itu,cuma cara kau hajar imam gemuk tadi itu sebaliknya salah besar."   "lmam gendut itu pernah hajar aku secara tidak se-mena2, sayang tadi aku belum sempat membalas dia dengan setimpal,"   Sahut Nyo Ko.   "Dan mengapa Kokoh bilang aku salah menghajarnya ?"   "Maksudku bukan tak boleh menghajar dia, tetapi caramu menghajarnya itu yang salah,"   Ujar Siao-liong-li "Seharusnya jangan kau tarik dia hingga jatuh tersungkur ke depan, tetapi harus tidak pakai tarikan dan biar dia jatuh terjengkang sendirinya ke belakang,"   Nyo Ko menjadi girang mendengar penuturan ini.   "Ha, menarik sekali hal ini, hayo, Kokoh, ajarkan caranya !"   Serunya cepat.   "Nah, anggap aku ini Ko-ji dan kau adalah imam gendut busuk itu, coba kau tangkap diriku,"   Demikian kata Siao-liong-li puIa, Habis berkata, segera dia mulai melangkah pelahan ke depan.   Nyo Ko menurut, dengan tertawa2 ia ulur tangannya untuk memegang tubuh orang, Akan tetapi seperti bermata saja dipunggung Siao-liong-li, meski Nyo Ko menubruk dan meraup bagaimanapun juga, tetap tak dapat menyenggol baju orang, kalau Nyo Ko berlari cepat, Siao-liong-li segera lari lebih cepat, dan kalau Nyo Ko lambat, Siao-liong-li pun ikut lambat, jarak mereka selalu berselisih kira2 satu kaki jauhnya.   "Haha, Kokoh, awas sekali ini !"   Dengan tertawa Nyo Ko berseru, mendadak ia menubruk maju dengan gerak cepat, dan Siao-liong-li ternyata tidak menghindarinya.   Tentu saja Nyo Ko bergirang, ia yakin kedua tangannya segera pasti akan dapat merangkul leher orang, Siapa duga, baru saja kedua tangannya dipentang dan hampir merangkul, se-konyong2 Siao-liong-li mencelat ke belakang hingga terlepas dari rangkulannya.   Karena menangkap angin, dengan cepat pula Nyo Ko mendongak dan hendak menjambret akan tetapi dia baru saja menubruk ke depan lalu mendadak menekuk ke belakang sambil mendongak, karena terlalu besar menggunakan tenaga, maka Nyo Ko tak bisa berdiri tegak lagi, ia jatuh terjengkang ke belakang hingga tulang punggung terasa sakit sekali.   "Caramu ini sangat bagus, Kokoh,"   Teriak Nyo Ko girang sesudah merangkak bangun.   "Dan kenapa engkau bisa begini cepat ?"   "Jika kau berlatih menangkap burung gereja setahun lagi, tentu kau akan jadi begini juga,"   Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Sahut Siao-liong-li.   "He, bukankah aku sudah bisa menangkapnya,"   Ujar Nyo Ko.   "Hm, dapatkah itu dianggap ?"   Siao-liong-H menjengek.    Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL Pengelana Rimba Persilatan Karya Huang Yi Pedang Karat Pena Beraksara Karya Tjan ID

Cari Blog Ini