Ceritasilat Novel Online

Kembalinya Pendekar Rajawali 14


Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung Bagian 14


Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya dari Chin Yung   Segera mereka berdiri sejajar dan mengeluarkan ilmu menjaga diri saja dan tidak menyerang, tiap2 serangan lawan selalu dipatahkan, dengan demikian supaya mereka menyelami sampai dimana kelihayan musuh, Dengan perubahan siasat ini, kini Nyo Ko tak bisa se-mau2nya lagi seperti tadi, sekalipun ia bersenjata, namun kedua lawannya bertahan dengan rapat, bagaimanapun ia menyerang tetap tak sanggup menembus pertahanan mereka.   Sungguhpun Kiam-hoat Ko-bong-pay diciptakan sebagai penunduk ilmu pedang Coan-cin-kau, tetapi kesatu karena Ci-keng dan Ci-peng jauh lebih ulet dari pada Nyo Ko, kedua, mereka bertahan bersama, ketiga, mereka hanya menjaga diri saja dan tidak balas menyerang, maka akhirnya Nyo Ko berbalik tak berdaya.   Meski kedua pedangnya masih me-layang2 kian kemari, tapi lambat laun ia sendiri malah terdesak di bawah angin, apalagi tenaga pukulan Thio Ci-keng teriak berat dan kuat, pelahan senjata Nyo Ko malah kena tertekan ke bawah.   Dalam pada itu Ci-peng sudah bisa menenangkan dirinya diam2 ia pikir apa orang akan berkata bila mengetahui dua orang tua mengerurbut seorang anak kecil ? Kini tampaknya pihak dirinya sudah dalam kedudukan tak terkalahkan pula hatinya sesungguhnya sangat menguatirkan keadaan Siao-liong-li, Maka tiba2 ia membentak "Nyo Ko, lekas kau bawa pulang Kokoh-mu saja, untuk apa kau masih terus membabi-buta berkelahi dengan kami ?"   "Kokoh benci cara kalian mengoceh tak keruan dan suruh aku membunuh kalian,"   Jawab Nyo Ko. Mendadak In Ci-peng menghantam sehingga pedang kiri Nyo Ko terguncang ke samping, berbareng Ci-peng melompat mundur tiga tindak lagi berseru .   "Bethenti dulu l"   "Apa kau ingin kabur ?"   Kata Nyo Ko.   "Nyo Ko,"   Jengek In Ci-peng.   "kau ingin membunuh kami, memangnya kau mampu ? Cuma untuk membuat lega hati Kokohmu, biarlah aku berjanji bahwa kejadian hari ini pasti takkan ku siarkan, jika sampai kusiarkan sepatah saja segera kubunuh diri, kalau mungkir janji biarlah serupa jari ini."   Sampai di sini mendadak ia menyerobot maju dan merampas sebuah pedang Nyo Ko terus menabas kutung dua jari tangan kiri sendiri.   Beberapa gerakan In Ci-peng itu dilakukan dengan cepat luar biasa, sedikitpun Nyo Ko tidak menduga dan tidak berjaga, seketika ia menjadi kesima, tapi segera iapun tahu ucapan In Ci-peng itu memang timbul dari hati yang tulus, ia pikir untuk mengalahkan Ci-peng berdua memang sulit, ada lebih baik bunuh saja orang she Thio itu lebih dulu, habis itu baru kubunuh orang she In ini.   Walau usia Nyo Ko masih muda, tapi pikirannya sangat cerdik, segera ia membentak.   "Orang she In ini, apa gunanya kau mengutungi jari tanganmu, jika kau memenggal kepalamu sendiri barulah tuanmu mau percaya padamu."   Ci-peng menjawab dengan menyeringai.   "Menghendaki jiwaku, hehe, boleh juga asalkan, Kokohmu membuka suara sepatah kata saja."   "Baik !"   Kata Nyo Ko sambil melangkah maju, tapi mendadak pedangnya menusuk kebelakang mengarah dada Thio Ci-keng.   Tipu serangan ini lihay luar biasa, Saat itu Ci-keng lagi mendengarkan percakapan mereka dengan penuh perhatian, sama sekali tak menduga akan diserang secara mendadak ketika dia menyadari apa yang terjadi namun ujung pedang menempel ulu hatinya.   Di sini tertampak juga betapa hebat kepandaian Ci-keng, sebisanya dia menarik napas sehingga perutnya seakan-akan mendekuk dua-tiga senti ke dalam, berbareng sebelah kakinya terus menendang, dalam keadaan kepepet ternyata dia dapat mengubah keadaan menjadi kemenangan, pedang Nyo Ko tertendang terbang ke udara.   Namun Nyo Ko juga tidak kalah lihaynya, sebelum kaki orang tertarik mundur, cepat ia tutuk Hiat-to dengkul musuh dengan tepat Meski Ci-keng berhasil menyelamatkan jiwanya, tapi ia tidak sanggup berdiri lagi, dengan sebelah kaki ia bertekuk lutut di depan Nyo Ko.   Pada saat lain Nyo Ko sempat menangkap kembali pedang yang mencelat ke udara tadi, dengan ujung pedang itu ia tuding tenggorokan Ci-keng dan membentak.   "Aku pernah mengangkat dan menyembah padamu, sekarang kau bukan lagi guruku, lekas kau menyembah kembali padaku!"   Sungguh tidak kepalang gusar Ci-keng sehingga mukanya merah padam, Ketika Nyo Ko sedikit tekan pedangnya, ujung pedang menusuk masuk satu senti ke dalam daging lehernya dan menimbulkan sakit."   Dengan bandel Ci-keng mendamperat.   "Mau bunuh boleh bunuh, untuk apa banyak omong ?"   Baru saja Nyo Ko hendak menusukkan pedangnya lebih keras, tiba-tiba terdengar Siao-liong-li berkata.   "Ko-ji, membunuh guru sendiri tidak membawa berkah, Boleh kau suruh dia bersumpah takkan menyiarkan kejadian ini, lalu boleh boleh mengampuni dia."   Nyo Ko mematuhi ucapan Siao-Iiong-li seperti titah malaikat dewata, tanpa pikir segera ia membentak Ci-keng.   "Nah, lekas kau bersumpah!."   Dalam keadaan demikian, sungguhpun tidak kepalang rasa gusar Thio Ci-keng, namun apa da-ya, selamatkan jiwa paling perlu, Maka berkatalah dia .   "Asal aku tidak biIang2, buat apa bersumpah segala ?"   "Tidak bisa, harus bersumpah berat,"   Sahut Nyo Ko.   Mau-tak-mau Ci-keng harus menurut "Baik, kejadian ini, hanya kita berempat saja yang tahu.   jika aku sampai mengatakan pada orang kelima, biarlah badanku sial dan namaku rusak, diusir keluar perguruan dan tidak akan diampuni sesama orang Bu-lim, akhirnya mati tak teram-punkan !"   Demikian sumpahnya kemudian, Nyo Ko dan Siao-liong-li sama2 belum paham seluk-beluk orang hidup, mereka mengira orang betul2 telah bersumpah berat, sebaliknya In Ci-peng menarik kesimpulan bahwa diantara sumpah itu tersembunyi akal licik, sebenarnya ia hendak peringatkan Nyo Ko, namun merasa salah juga, karena tidak baik terang2an membantu orang luar.   Sementara ia lihat Nyo Ko telah pandong Siao-liong-Ii dan dengan langkah cepat melintasi lereng bukit sana, Saking terkesimanya, meski darah segar dari luka jarinya yang kutung tadi masih mengucur tak terasakan sakit olehnya.   Di lain pihak, setelah Nyo Ko pondong Sao-liong-li kembali ke kuburan kuno mereka, ia letakkan gurunya ini di atas ranjang batu pualam dingin.   "Aku terluka parah, darimana ada kekuatan melawan hawa dingin itu ?"   Dengan menghela napas Siao-liong-Ii berkata. Nyo Ko bersuara kaget, ia menjadi kuatir, pikirnya diam2.   "Kiranya Kokoh begini berat lukanya."   Karena itu, dia lantas pondong Siao-Iiong-li ke bekas kamarnya Sun-popoh.   Tetapi baru saja Siao-Iiong-li rebah, kembali ia menyemburkan darah segar pula, tatkala itu Nyo Ko masih belum memakai bajunya, keruan seluruh dadanya penuh tersemprot darah.   Siao-liong-li coba pejamkan mata buat mengatur pernapasan dengan maksud menutup urat nadinya, siapa tahu otot darahnya yang sudah terluka itu semakin dia gunakan tenaga dalam, luka itu semakin hebat, darah segarpun menyembur terus menerus.   Sudah tentu Nyo Ko kelabakan, ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya, hanya air mata saja yang bercucuran.   "Asal darahku sudah habis keluar, dengan sendirinya akan berhenti, untuk apa kau berduka,"   Dengan senyum tawar Siao-liong-li coba menghibur padanya.   "Kokoh, jangan kau mati,"   Kata Nyo Ko.   "Ha, kau sendiri takut mati bukan ?"   Kata Siao-liong-li.   "Aku ?"   Tukas Nyo Ko bingung.   "Ya, sebab sebelum aku mati, sudah tentu kubunuh kau dahulu,"   Kata Siao-liong-li pula. Apa yang dikatakan ini dua tahun yang lalu sudah pernah diucapkannya juga, sebenarnya Nyo Ko sudah lama melupakannya, tak dinyana sekarang Siao-liong-li mengulangi kata2 itu 1agi.   "Jika aku tidak bunuh kau, setelah mati cara bagaimana aku harus menemui Sun-popoh ?"   Kata Siao-liong-li demi nampak muka Nyo Ko mengunjuk heran dan kaget "Dan kau seorang diri hidup di dunia ini, siapa lagi yang akan menjaga kau ?"   Pikiran Nyo Ko sudah kusut, saking ruwetnya hingga ia tak tahu bagaimana menjawabnya.   Dalam pada itu Siao-liong-li masih terus muntahkan darah, tapi sikapnya ternyata sangat tenang, ia anggap saja bukan soal apa-apa.   Tiba2 tergerak kecerdasan Nyo Ko, ia ber-lari2 pergi mengambil semangkok madu tawon dan di-cekokan pada Siao-liong-li.   Khasiat madu tawon itu untuk menyembuhkan luka dalam ternyata sangat mujarab, selang tak lama, Siao-liong-li tidak muntah darah lagi, ia rebah di ranjang dan akhirnya terpuIas.   Melihat gurunya bisa tidur, hati Nyo Ko rada lega, ia sendiri sudah letih ditambah rasa kuatir pula, sesungguhnya diapun tak tahan lagi, maka sambil berduduk di lantai, ia bersandar pada dinding dan akhirnya ia pun tertidur.   Sampai suatu saat entah sudah lewat berapi lama, se-konyong2 Nyo Ko terjaga dari kantuknya karena terasa lehernya sendiri rada dingin, dalam kagetnya segera ia meleki matanya, ia sudah beberapa tahun tinggal di dalam kuburan kuno itu, meski dia tak dapat melihat sesuatu benda dalam kegelapan seperti siang hari seperti kepandaian Siao-liong-Ii, tapi untuk mondar-mandir di dalam kuburan yang gelap itu sudah tidak memerlukan sinar lampu lagi Demi matanya terpentang, tertampaklah olehnya Siao-liong-li duduk di pinggir ranjang, tangannya mencekal pedang dan ujung senjata ini tepat ditudingkan ketenggorokannya, maka terasa dingin.   "Kokoh !"   Teriak Nyo Ko kaget.   "Ko-ji,"   Dengan sikap tawar Siao-liong-li berkata padanya.   "lukaku ini terang tak akan bisa baik, maka kini juga kubunuh kau, marilah kita pergi bersama untuk menemui Sun-popoh!"   Sungguh bukan buatan kejut Nyo Ko, ia berteriak lagi memanggil.   "Kokoh!"   "Dalam hati kau sangat ketakutan, bukan ?"   Siao-liong-li berkata lagi "jangan takut, hanya sekali saja sudah cukup, cepat sekali."   Tiba2 Nyo Ko lihat mata Siao-liong-li memancarkan sinar yang aneh, ia tahu dengan segera orang pasti akan turun tangan, dalam saat demikian ini, keinginan buat pertahankan hidup menjadi berkobar, iapun tidak hiraukan Iain2 lagi, dengan sekali jatuhkan diri kesamping, kakinya berbareng melayang hendak menendang senjata yang dipegang Siao-liong-Ii.   Siapa tahu meski luka Siao-liong-li susah disembuhkan namun gerak tangannya masih gesit dan cepat luar biasa, begitu tubuhnya miring sedikit dapatlah ia hindarkan tendangan orang dan kembali ujung pedangnya menuding di tenggorokan Nyo Ko.   Beberapa kali lagi Nyo Ko ganti ti-punya buat meloloskan diri, tapi setiap gerak tipunya semuanya diperoleh dari petunjuk2 Siao-liong-li sendiri sudah tentu ke mana ia hendak pergi selalu dalam dugaannya, pedang Siao-liong-li selalu membayanginya dan tidak pernah berjarak lebih jauh dari tiga inci di depan lehernya.   Saking takutnya hingga Hyo Ko mandi keringat dingin, Diam2 ia mengeluh.   "Celaka, jika hari ini tak bisa menyelamatkan diri, akhirnya aku pasti akan dibunuh Kokoh."   Karena kepepet, se-konyong2 ia angkat kedua tangannya memukul ke depan sekaligus, ia pikir dalam keadaan luka tentu Siao-liong-li tak bertenaga dan tentunya kurang kuat untuk mengadu tangan dengan dirinya.   Rupanya Siao-liong-li mengetahui juga maksud tujuannya, ia hanya sedikit miringkan tubuh saja dan membiarkan tenaga pukulan itu susul menyusul menyambar lewat di atas pundaknya, Habis ini mendadak ia berseru .   "Ko-ji tak perlu kau melawan lagi!"   Berbareng itu, mendadak pedang diluruskan ujung senjata ini tergetar beberapa kali, lalu dengan tipu "hun-hoa-hut-liu" (memisahkan bunga mengebut pohon liu), seperti mengarah ke kiri, tapi tahu2 menjurus ke kanan, leher Nyo Ko se-konyong2 sudah ditempel oleh ujung pedang.   Dan selagi Siao-liong-li hendak menyurung senjatanya ke depan, dengan demikian tenggorokan Nyo Ko pasti akan tertusuk tembus, Diluat dugaan, mendadak seluruh tubuhnya menjadi lemas dan lumpuh.   "trang", terdengar suara nyaring, pedang jatuh ke lantai, menyusul tubuhnya ikut roboh dan pingsan. Ketika Siao-liong-li menusukkan pedangnya tadi Nyo Ko sudah pejamkan mata menantikan kematian, siapa tahu pada saat yang menentukan itu mendadak Siao-liong-li jatuh pingsan, Keruan Nyo Ko tertegun, sungguh dia boleh dikatakan lolos dari lubang jarum, lekas2 ia merangkak bangun, tanpa hiraukan apa yang bakal terjadi lagi, dengan langkah cepat segera ia lari keluar kuburan kuno itu. Begitu ia injak keluar pintu kuburan, tertam-paklah olehnya sinar sang surya yang menyilaukan mata, angin meniup sepoi2, burung berkicauan di atas pohon, nyata bukan lagi suasana yang gelap seram seperti di dalam kuburan kuno tadi. Dalam keadaan masih ber-debar2, Nyo Ko kuatir kalau2 Siao-liong-li mengejarnya dari belakang, maka ia angkat langkah seribu lebih jauh, dengan menggunakan Ginkang ia lari cepat ke bawah gunung. Kini tenaga dalamnya sudah terlatih kuat dan penuh, meski ilmu silatnya belum terlatih sampai puncaknya kesempurnaan, tapi sudah terhitung jago kelas atasan di kalangan Bu-lim. Dengan cara larinya yang cepat itu, pula jalan pegunungan yang menurun dengan sendirinya lebih cepat daripada menanjak, maka pada lohor itu juga ia sudah sampai di kaki gunung. Melihat Siao-liong-li tidak mengubernya, barulah Nyo Ko merasa lega, kini dia baru berani lambatkan langkahnya untuk melanjutkan perjalanan. Ia jalan dan jalan terus, akhirnya ia merasa lapar, perutnya sudah keroncongan, sudah berkeruyukan, ia pikir harus mencari rumah penduduk untuk membeli sedikit penganan buat tangsal perut, tetapi ketika dia rogoh sakunya, nyata duit tak ada, satu mata uang saja tidak gableg. Namun Nyo Ko tidak kurang akal, sudah sejak kecil ia terlunta-Iantung di kalangan Kangouw, kepandaiannya mencari pangan sudah sangat besar, ketika ia melongok sekitarnya, tertampaklah olehnya di lereng bukit sebelah barat sana banyak tanaman jagung, segera ia menuju ke sana dan memetiknya beberapa buah jagung itu. Jagung itu belum cukup tua, tetapi sudah bisa dimakan, Nyo Ko kumpulkan sedikit kayu kering, sedang akan menyalakan api buat bakar jagung, tiba2 terdengar di belakangnya ada suara keresekan pelahan, nyata ada orang sedang jalan mendekatinya. Lekas2 Nyo Ko miringkan tubuh dengan maksud meng-aling2i jagung colongan itu agar tidak dilihat orang apabila yang datang ini adalah penduduk setempat, tetapi ketika ia melirik, ternyata yang datang ini adalah seorang To-koh yang masih muda jelita, To-koh atau imam wanita ini memakai jubah kuning langsat, langkahnya enteng dan bergaya manis seperti bidadari yang baru turun dari kayangan. Nyo Ko melirik lebih jauh, ia lihat di punggung To-koh itu terselip dua batang pedang, gagang senjata yang bertali sutera berwarna merah darah itu menambah kecantikan si To-koh, jelas sekali To-koh ini pandai ilmu silat. Nyo Ko pikir tentu orang ini adalah imam yang hendak naik ke Tiong-yang-kiong, besar kemungkinan adalah murid jing-ceng Sanjin Bun Put-ji, itu imam wanita satu2nya dari Coan-cin-ciat-cu. Karena Nyo Ko tak ingin mencari onar, maka ia sengaja menunduk kepala dan menyalakan api lagi. Sesudah dekat di samping Nyo Ko, mendadak To-koh itu berhenti "Eh, adik cilik, mana jalannya kalau hendak naik ke atas gunung ?"   Tiba2 ia bertanya.   "Aneh", diam2 Nyo Ko heran.   "Jika perempuan ini adalah anak murid Coan-cin-kau, mengapa dia tak kenal jalan ke atas gunung? Hah, tentu dia tidak mengandung maksud baik !"   Karena itu tanpa menoleh ia menunjuk ke atas gunung dan menjawab .   "lkut saja jalan besar ini terus ke atas."   Melihat baju Nyo Ko compang-camping dan jongkok di pinggir jalan sedang membakar jagung, To-koh itu mengira Nyo Ko adalah anak petani.   Biasanya To-koh ini sangat bangga dengan kecantikannya sendiri, lelaki mana saja bila meIihat dia pasti akan terpesona hingga mata tak berkesip, tetapi pemuda desa ini ternyata hanya melirik sekali saja padanya lalu tidak memandang buat kedua kalinya, nyata kecantikannya dianggap seperti rupa wanita pegunungan saja, diam2 To-koh itu rada mendongkol.   Akan tetapi segera ia berpikir pula.   "Ah, orang desa semacam ini tahu apa ?"   Karena itu, ia lantas membuka suara lagi .   "He, berdirilah, aku ingin tanya padamu."   Tetapi Nyo Ko sudah terlanjur berpikir jelek terhadap semua orang Coan-cin-kau, dia tidak mau menggubrisnya lagi, ia pura2 tuli dan berlagak bisu.   "Hei, anak tolol, apa yang kukatakan kau dengar tidak ?"   To-koh itu menanya lagi.   "Dengar, cuma aku malas berdiri,"   Sahut Nyo Ko. Karena jawaban ini To-koh itu tertawa geli.   "He, lihatlah kau, ini, lihat dulu padaku, aku lah yang suruh kau berdiri!"   Dengan tertawa merdu ia berkata pula. Suara ucapannya ini begitu halus dan genit pula, rasanya menis lagi berminyak. Keruan mau-tak-mau hati Nyo Ko terkesiap.   "He, kenapa suara wanita ini begitu aneh,"   Demikian ia membatin.   Lalu ia mendongak dan tertampak olehnya wanita ini berkulit putih bersih, kedua pipinya bersemu merah, sinar matanya bening dan sedang memandang mesra padanya, Nyo Ko menunduk lagi untuk menyalakan api pembakaran jagungnya.   Demi nampak muka Nyo Ko yang masih bersifat hijau, sudah melihat dirinya untuk kedua kalinya, namun sedikitpun tetap tidak terguncang hatinya, maka bukannya marah, sebaliknya si To-koh tertawa geli.   "Eh kiranya anak yang masih pelonco, kebetulan dapat kuperalat dia sebagai pembantu,"   Demikian pikirnya. Karena pikiran ini, dari bajunya segera ia mengeluarkan dua renceng uang perak dan sengaja dikocok-2 hingga menerbitkan suara gemerincing yang nyaring, dengan uang perak ini ia coba mengiming-imingi Nyo Ko.   "Adik cilik, asal kau turut perkataanku, dua renceng perak ini segera kuberikan padamu,"   Katanya kemudian.   Nyo Ko sangat cerdik, sebenarnya dia tidak ingin cari penyakit, tetapi demi mendengar kata2 orang semakin aneh, akhirnya ia tertarik juga dan ingin tahu cara bagaimana orang akan perlakukan dkinya, maka sekilas ia sengaja pura2 tolol dan berlagak bodoh, dengan rasa tercengang ia pandang kedua renceng perak itu.   "Eh, barang mengkilap ini apa namanya ?"   Dengan sikap dungu ia sengaja tanya. Kembali To-koh itu tertawa geli oleh kebodohan "anak udik"   Ini.   "lni uang perak."   Sahutnya kemudian.   "Kau ingin pakaian baru, ingin ayam goreng, nasi liwet, semuanya dapat dibeli dengan ini!"   "Ah, kembali kau justai aku lagi, aku tak percaya,"   Kata Nyo Ko dengan air muka seperti orang linglung.   "Kapankah pernah aku mendustai kau ?"   Sahut imam wanita itu dengan tertawa pula.   "He, siapa namamu ?"   "Aku bernama Sah Thio (Thio si tolol), apa kau belum kenal ?"   Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Jawab Nyo Ko dengan nama palsunya.   "Dan kau sendiri bernama siapa ?"   "Ah, tak usah tanya, panggil saja Sian-koh (bibi dewi),"   Sahut si To-koh.   "Dimana makmu ?"   "Buat apa kau tanya mak-ku ?"   Berbalik Nyo Ko tanya.   "Dia sedang mencari kayu di atas gunung."   "Ha, kebetulan, akupun ingin naik ke atas gunung,"   Kata To-koh itu.   "Pakaianku ini tidak baik di pakai ke sana, pergilah kau mengambilkan baju mak-mu dan pinjamkan padaku !"   Luar biasa heran Nyo Ko oleh kelakuan orang. Tetapi lahirnya ia unjuk muka tololnya semakin mirip, ber-ulang2 ia geleng kepala oleh bujukan orang tadi.   "Tidak, tak berani aku, mencuri baju mak, nanti aku pasti akan dihajar, kalau menghajar, mak-ku menggunakan palang pintu,"   Sahutnya dengan lagak lucu.   "Begitu melihat uang perak ini, mak-mu pasti akan kegirangan, tentu kau tak takkan dipentung lagi,"   Ujar si To-koh dengan tertawa.   Berbareng itu, sekali tangannya bergerak, se-renceng uang perak itu segera dia lemparkan pada Nyo Ko.   Nyo Ko ulur tangannya buat menangkap, tetapi dia sengaja membiarkan rencengan perak itu tertimpuk pada pundaknya dan jatuh ke bawah membentur sebelah kakinya.   "Aduh kau pukul aku,"   Ia berteriak-teriak sambil memegang sebelah kaki yang tertimpuk uang perak itu dan dengan sebelah kaki yang lain ia ber-jingkrak2, pura2 kesakitan "Akan ku adukan pada mak !"   Habis ini, sambil masih menjerit, uang perak itu ia tinggalkan terus lari pergi dengan cepat.   Nampak kelakuan orang yang tolol2 lucu itu, si To-koh tersenyum geli.   Tiba2 ia lepaskan ikat pinggang yang terbikin dari kain sutera, dengan sekali mengebas, ikat pinggang disabetkan dan menggubet sebelah kaki Nyo Ko terus diseret kembali.   Mendengar suara menyambarnya ikat pinggang dan merasakan tenaga tarikan yang menggulung kakinya itu, seketika Nyo Ko menjadi kaget.   "He, gaya ini terang sekali adalah ilmu golongan Ko-bong-pay kami, apa dia ini bukan imam dari Coan-cin-pay ?"   Diam2 ia bertanya dalam hati.   Oleh karena itu, ia sengaja lemaskan badannya, ia membiarkan dirinya diseret kembali si To-koh, hanya dalam hati ia bertambah waspada dan ber-siap2 untuk menjaga segala kemungkinan "la hendak naik ke atas gunung, apa tujuannya hendak memusuhi Kokoh ?"   Demikian ia membatin pula.   Apabila teringat olehnya keadaan Siao-liong-li yang waktu itu tidak diketahui mati atau hidup, mau-tak-mau ia menjadi kuatir dan sedih sekali, segera ia ambil suatu keputusan.   sekalipun nanti harus mati di tangan Siao-liong-li, dia bertekad akan naik lagi ke atas buat menyambanginya.   Pikiran itu sekilas bekerja dalam otaknya, sementara tubuhnya sudah kena diseret ke hadapan si To-koh tadi.   Ketika si To-koh melihat muka Nyo Ko penuh berlepotan debu, tetapi toh tidak menutupi wajahnya yang cakap, diam2 ia berpikir.   "Anak gunung ini mukanya ternyata tampan juga, cuma sayang, bantal sulam, isinya jerami belaka."   Dalam pada itu ia dengar Nyo Ko masih ber-teriak2 dan mengoceh sendiri tak keruan.   "He, Sah Thio kau cari mampus atau ingin hidup ?"   Dengan tersenyum segera ia menegur.   "Sret", tahu2 pedangnya sudah dilolos dan ditudingkan ke dada Nyo Ko. Melihat gerak tangan orang barusan ini jelas adalah tipu "kim-pit-tiam-cu" (potlot emas menutul titik) yang merupakan ajaran asli - Ko-bong-pay, maka Nyo Ko tidak ragu2 lagi.   "Orang ini pasti anak murid Li Bok-chiu Su-pek, ia hendak naik ke atas gunung mencari Ko-koh, tentu tidak bermaksud baik, Kalau melihat caranya mengayun ikat pinggang dan caranya melolos senjata ini, terang keuletannya masih jauh di atas diriku, Orang ini hanya bisa dimenangkan dengan akal, tapi tak boleh dilawan dengan kekerasan aku harus pura2 bodoh sampai saat terakhir agar supaya dia sama sekali tidak ber-jaga2,"   Demikian Nyo Ko berpikir Oleh karenanya atas ancaman orang tadi, dengan mengunjuk rasa takut segera ia memohon.   "Jangan... jangan kau bunuh aku, Sian-koh, aku... aku akan menurut perkataanmu !"   "Baiklah, tetapi bila kau membangkang lagi.   "ngek", sekali gorok saja aku sembelih kau,"   Kata si To-koh dengan ketawa sambil memberi contoh dengan pedang menggorok leher.   "Menurut, pasti menurut,"   Sahut Nyo Ko cepat, Habis itu, sekali geraki tangannya lagi, tahu2 To-koh itu telah ajun ikat pinggangnya hingga melilit kembali pada pinggangnya sendiri gayanya manis dan caranya menarik.   "Bagus !"   Dalam hati Nyo Ko memuji juga atas kepandaian orang, Tetapi wajahnya tidak mengunjuk sesuatu perasaannya melainkan masih ber-pura2 seperti orang linglung. Sudah tentu hal ini tidak diketahui si To-koh, dalam hati ia membatin.   "Hm, si tolol ini mana mengerti kebagusan kepandaianku tadi ? Aku ini seperti main mata dengan orang buta saja."   "Nah, Sah Thio, lekas kau pulang dan mengambilkan sebuah kampak, aku mau pakai,"   Demikian katanya kemudian.   Nyo Ko menurut, ia ber-lari2 menuju ke rumah petani yang tertampak di depan sana, ia sengaja berjalan lambat, tubuhnya ber-goyang2 dengan gaya "lenggang sampan", langkahnya berat, kelakuannya lucu, tampaknya tepat sekali sebagai seorang yang goblok, mana bisa orang berilmu silat berlaku seperti dia ini ? Menyaksikan macam orang ini, agaknya si To-koh rada2 muak.   "He, Sah Thio, jangan kau bilang2 pada orang lain, lekas pergi dan lekas kembali!"   Serunya pula memesan.   "Ya,"   Sahut Nyo Ko sambil berjalan terus.   Akhirnya tibalah dia sampai di depan pintu rumah petani, ia longak-longok ke dalam rumah nyata tiada seorangpun penghuninya, mungkin orangnya sedang sibuk bercocok tanam di sawah ladang, maka dengan bebas Nyo Ko menyamber sebilah kampak pendek yang biasa dipakai membelah kayu, lalu dengan lagak ke-tolol2an ia berlari kembali Iagi.   Sungguhpun dengan senangnya Nyo Ko mempermainkan si To-koh, namun dalam hati ia menguatirkan keselamatan Siao-liong-li, oleh sebab ini, mau-tak-mau air mukanya kelihatan mengunjuk rasa sedih.   "He, Sah Thio, kenapa kau muram durja ?"   Omel si To-koh.   "Hayo, lekas ketawa !"   Eh, betul juga Nyo Ko lantas menyengir beberapa kali. Tentu saja si To-koh mengkerut alis melihat macamnya itu.   "Mari, ikut aku !"   Katanya kemudian.   "Tidak, tidak, mak-ku sedang tunggu aku untuk makan siang !"   Seru Nyo Ko cepat.   "Kurangajar,"   Bentak si To-koh.   "berani kau membangkang, segera kusembelih kau !"   Habis berkata, sekali ulur tangannya, segera daun kuping Nyo Ko kena dijewer terus ditarik sambil mengancam dengan pedang. Nyo Ko berteriak-teriak kesakitan seperti babi hendak disembelih "Auuuuh, sakit! baiklah, aku ikut, aku ikut!"   Teriaknya.   "Orang ini sebodoh kerbau, kebetulan dapat kuperas,"   Demikian To-koh itu membatin.   Lalu ia tarik lengan baju Nyo Ko terus diseret ke atas gunung.   Orang yang memiliki ilmu silat, cara jalannya dengan sendirinya sangat cepat, Tetapi Nyo Ko justeru sengaja berlaku ayal2an, ia tumbuk sini dan kesandung sana, langkahnya sekali cepat sekali lambat, ia sengaja bikin dirinya ketinggalan di belakang.   Tak lama lagi ia pura2 tak tahan, ia duduk di atas satu batu di tepi jalan sambil mengusap keringatnya, napasnya ter-engah2 senin-kemis.   Karena kelakuannya ini, dalam gelinya si To-koh ber-ulang2 mendesaknya agat melanjutkan perjalanan lagi.   "Begitu cepat kau berjalan, mana bisa aku menyusulmu ?"   Sahut Nyo Ko.   Akan tetapi karena sang surya sudah mendoyong ke barat, hari sudah sore, To-koh itu menjadi tak sabar Iagi, segera ia dekati Nyo Ko, dipegang lengannya dan ditarik terus berlari cepat lagi ke atas.   Tetapi Nyo Ko tetap tak bisa mengikuti tindakan orang yang terlalu cepat, kedua kakinya harus mancal2 tak keruan dan tiba2 menginjak sebelah kaki dengan keras si To-koh.   "Auuh ! Kau cari mampus l"   Jerit To-koh itu sambil mendamperat. Dia melihat napas Nyo Ko memang meraba m dan terlalu payah, segera ia ulur tangan kirinya, tiba2 ia angkat pinggang Nyo Ko sambil membentak .   "Naik !"   Maka tubuh Nyo Ko lantas di-rangkulnya terus dibawa lari ke atas gunung, dengan menggunakan Ginkang yang hebat, hanya sekejap saja beberapa li sudah dilalui.   Karena tubuhnya dirangkul sebelah tangan orang, maka terasalah oleh Nyo Ko punggung sendiri menempel dada orang yang hangat dan empuk, hidungnya tercium pula bau wangi kaum gadis umumnya, keruan saja Nyo Ko kesenangan, sekalian ia menggelendot tanpa mengeluarkan tenaga sedikitpun, ia biarkan dirinya dicangking orang ke atas.   Sesudah beberapa li pula, ketika To-koh itu tiba2 memandang kebawah, ia lihat wajah Nyo Ko mengunjuk senyuman, tampaknya enak sekali rasanya, keruan ia mendongkol begitu tangannya dikendorkan segera Nyo Ko terbanting ke tanah.   "Senang ya, kau ?"   Bentak si To-koh. Karena bantingan ini, Nyo Ko me-raba2 bo-kongnya sambil ber-teriak2 kesakitan Mau-tak-mau To-koh itu tertawa lagi oleh kelakuan Nyo Ko yang tolol2 lucu itu, ia mendongkol juga geli.   "Kenapa kau begini tolol ?"   Ia mengomel.   "Ya, memangnya namaku Thio si tolol,"   Sahut Nyo Ko.   "Sian-koh, aku she Thio, dan kau apa she Sian ?"   "Asal kau panggil aku Sian-koh, peduli kau urus aku she apa,"   Damperat si To-koh.   Kiranya To-koh atau imam wanita ini memang betul adalah murid pertama Jik-lian-siancu Li Bok-chiu, ia she Ang dan bernama Ling-po, To-koh yang dahulu disuruh pergi membunuh seluruh keluarganya Liok Lip-ting dan akhirnya kena diusir Bu-samnio, bukan lain ialah Ang Ling-po ini, Tetapi meski Nyo Ko ingin menyelidiki nama-nya, namun sama sekali ia tak mau menerangkan.   Begitulah, lalu Ang Ling-po duduk juga di atas satu batu sambil membetulkan rambutnya yang tersebar tertiup angin.   Ketika Nyo Ko berpaling dan memandangi orang, mau-tak-mau ia berkata dalam hati.   "To-koh ini terhitung cantik juga, cuma masih belum bisa mengungkuli Kwe-pekbo (bibi Kwe, maksudnya Ui Yong), lebih2 tak bisa menandingi aku punya Kokoh (maksudnya Siao-liong-li)."   Walaupun demikian pendapat Nyo Ko, kalau soal kecantikan sebenarnya Ui Yong dan Siao-liong-li boleh dikatakan sukar dibedakan mana yang lebih elok, tapi lantaran Nyo Ko sudah pakai pikiran yang berat sebelah, dengan sendirinya ia merasa Siao-liong-li terlebih cantik.   Dalam pada itu demi tahu orang sedang menikmati kecantikannya, Ang Lin-po melerok sekali pada Nyo Ko.   "Kenapa kau pandang aku terus, Sah Thio ?"   Dengan tertawa ia tanya.   "Pandang ya pandang, kenapa, itulah aku tak tahu, jika kau tak boleh kupandang, baiklah aku tak memandang lagi, siapa yang kepingin lihat ?"   Sahut Nyo Ko ke-tolol2an. Ang Ling-po tertawa genit.   "Kau mau pandang, nah, pandanglah terus, Eh, aku ini bagaimana, cantik tidak kelihatannya ?"   Ia tanya sembari mengeluarkan sebuah sisir emas kecil dan dengan pelahan ia sisir rambutnya yang gombyok indah itu.   "Bagus sih bagus,"   Sahut Nyo Ko, hanya... hanya..."   "Hanya apa ?"   Sela Ang Ling-po.   "Hanya kurang putih,"   Kata Nyo Ko.   "Sah Thio, kau cari mampus ya ? Berani kau bilang aku kurang putih ?"   Mendadak Ang Ling-po membentak sambil berdiri Kiranya selama ini Ang Ling-po paling bangga akan kulit badannya sendiri yang putih mulus seperti susu, ia kira di jagat ini pasti tiada bandingannya lagi, siapa tahu Nyo Ko berani bilang kulitnya masih kurang putih, keruan ia sangat gusar.   Di luar dugaan, meski sudah dibentak, toh Nyo Ko tetap geleng kepala.   "Ya, kurang putih,"   Sahut tegas.   "Lalu siapa yang lebih putih dari padaku ?"   Tanya Ang Ling-po dengan marah.   "Yang tidur bersama aku setiap malam jauh lebih putih dari padamu,"   Kata Nyo Ko.   "Siapa dia, binimu atau mak-mu ?"   Tanya Ang Ling-po.   "Bukan, semua bukan, tetapi adalah domba-ku,"   Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Sahut Nyo Ko akhirnya. Mendengar toh bukan manusia lain yang lebih putih dari pada dia, maka dari marah Ang Ling-po berubah tertawa geli.   "Sungguh tolol, manusia mana bisa dibandingkan dengan hewan ?"   Omelnya kemudian.   "Ayo, kita berangkat lagi."   Habis ini ia tarik lagi tangan Nyo Ko dan diseret ke atas gunung pula, Pada waktu hampir mendekati jalan yang lurus menuju Tiong-yang-kiong, tiba2 Ang Ling-po membelok ke barat dari menuju ke arah Hoat-su-jin-bong.   "He, betul dia hendak mencari Kokoh,"   Pikir Nyo Ko diam-diam. Selang tak lama lagi Ang Ling-po mengeluarkan sebuah peta dari bajunya dan berdasarkan peta ini ia mencari jalannya.   "Sian-koh,"   Kata Nyo Ko tiba2.   "lebih ke depan lagi jalan ini buntu, di dalam rimba sana ada macannya."   "Dari mana kau tahu ?"   Tanya Ling-po.   "Ya, di dalam rimba sana ada suatu kuburan raksasa, di dalam kuburan terdapat mayat hidup dan setan gentayangan siapapun tak berani men-dekatinya,"   Sahut Nyo Ko.   "Ha, ternyata Hoat-su-jin-bong memang betul ada di sini,"   Ujar Ang Ling-po girang.   "Kiranya Ang Ling-po ini belakangan ini telah memperoleh ajaran tingkat terakhir dari gurunya, Li Bok-chiu, maka ilmu silatnya maju pesat sekali, setelah membantu gurunya mengalahkan keroyokan kalangan Bu-lim di Soasay, lebih2 ia sangat bangga diri. Belakangan ia dengar cerita tentang asal-usul perguruan sendiri dari Li Bok-chiu, dari itu ia tahu di Hoat-su-jin-bong masih ada kitab rahasia pelajaran ilmu silat kelas wahid, terutama "Giok-li-sim-keng". Li Bok-chiu memang seorang yang suka jaga gengsi sendiri, terhadap kejadian2 cara bagaimana ia diusir terbirit keluar dari Hoat-su-jin-bong ketika dirinya mengeluruk lagi ke sana, hal ini sama sekali tak diceritakan pada sang murid. Karena itu, ketika Ang Ling-po tanya dia kenapa tidak mendatangi kuburan kuno itu untuk pelajari ilmu silat yang hebat itu, namun selalu Li Bok-chiu menjawabnya dengan samar2, ia bilang tempat kuburan itu sudah diberikan pada Sumoaynya yang masih muda dan karena kedua saudara seperguruan tidak akur, maka sudah lama tiada hubungan satu sama lain. Walaupun begitu, Ang Ling-po selalu menghasut sang guru agar pergi mengangkangi Hoat-su-jin-bong itu, padahal Li Bok-chiu sendiri siang dan malam tidak pernah melupakan hal itu, hanya perangkap di dalam kuburan itu belum bisa dia menembusnya, oleh karena itu juga sampai kini ia masih belum berani sembarang turun tangan. Kini mendengar bujukan sang murid yang begitu bernapsu ia hanya tersenyum dan tak menjawab. Sesudah Ang Ling-po beberapa kali mengemukakan maksudnya dan sang guru tetap tinggal diam, maka diam2 ia sendiripun mulai mengincar ia telah tanyai keadaan dan jalan2 yang menuju ke kuburan itu, lalu ia sendiri menyiapkan sebuah petanya. Kali ini, pada kesempatan dia diperintah gurunya ke Tiang-an untuk membunuh seorang musuh, selesai tugasnya, diam2 ia menuju ke Cong-lam-san dan diluar dugaan telah bertemu dengan Nyo Ko. Kalau menurut cerita gurunya, katanya sekitar kuburan kuno dilingkari tumbuh2an lebat dan terputus hubungan dengan dunia luar, Tetapi dia tak tahu bahwa Li Bok-chiu sebenarnya belum cerita seluruhnya yang betul, padahal kuburan kuno itu masih ada jalan rahasia lain yang bertembusan dengan dunia luar. Begitulah, lalu ia perintahkan Nyo Ko membabat belukar yang merintangi jalan dengan menggunakan kampak curian, dengan cara ini ia mencari jalan yang menuju Hoat-su-jin-bong. Sebenarnya Nyo Ko cukup apal jalan yang menembus ke kuburan kuno itu, dengan membabat hutan belukar seperti apa yang dilakukan ini bukan saja membuang tenaga dan waktu, bahkan berbahaya pula, Tetapi ia pura2 linglung dan tak mengerti apa2, Ang Ling-po suruh kerjakan apa, dia lantas lakukan apa. Sampai akhirnya, cuaca sudah gelap juga, tetapi baru lebih satu li mereka tempuh, jaraknya dengan kuburan kuno itu masih sangat jauh. Oleh karena masih menguatirkan keselamatan Siao-liong-li, maka Nyo Ko menjadi tak sabar, ia pikir tidaklah lebih baik bawa To-koh ini ke sana dan melihat apa yang hendak dia lakukan, Maka-sengaja ia mem-babat2 beberapa kali lagi, ia mengincar sebuah batu terus mengampak dengan keras, keruan lelatu api bercipratan, mata kampak itu segera gumpil pula.   "Ai, celaka, di sini ada sebuah batu besar, kampaknya telah rusak, tentu nanti aku bakal dihajar mak-ku !"   Teriak Nyo Ko pura2 takut. Ang Ling-po sendiri sebenarnya juga sudah tak sabar melihat cara mereka menempuh perjalanan ini, agaknya malam ini tidak bisa sampai di kuburan kuno itu, Oleh karenanya terus-menerus ia rnendamperat.   "ToIol, sungguh tolol !"   "Sian-koh, kau takut setan atau tidak ?"   Tiba2 Nyo Ko bertanya.   "Takut setan ?"   Sahut Ling-po.   "Hm, setan yang takut padaku, tahu ? - Dengan sekali tabas nanti kubikin setannya terkurung menjadi dua."   Nyo Ko pura2 girang oleh jawaban orang.   "BetuIkah, Sian-koh ? Kau, tidak dusta ?"   Tanyanya.   "Buat apa dusta !"   Ujar Ling-po.   "Baiklah, jika memang kau tak takut setan, segera kubawa kau pergi ke kuburan raksasa itu,"   Kata Nyo Ko.   "Cuma kalau setannya keluar, kau harus mengusirnya, ya !"   Girang sekali Ang Ling-po mendengar si tolol kenal jalan ke kuburan itu.   "Kau kenal jalannya ? Baiklah, lekas bawa aku ke sana !"   Sahutnya cepat. Kuatir orang curiga, Nyo Ko sengaja mengoceh lagi, ia minta Ang Ling-po harus janji akan membunuh setan bila muncul. Karena itu, berulang kali Ling-po bersumpah dan suruh dia jangan kuatir.   "Beberapa tahun yang lalu."   Demikian kata Nyo Ko pula.   "aku pernah mengangon domba ke samping kuburan raksasa itu, di sana aku tertidur, waktu mendusin, ternyata sudah tengah malam, Dengan mata kepalaku sendiri kulihat satu setan perempuan berbaju putih menongol keluar dari kuburan itu, saking takutnya aku lari ter-birit2 hingga di tengah jalan aku jatuh kesandung, kepalaku sampai bocor dan luka, lihat ini, di sini masih ada bekasnya."   Sambil berkata Nyo Ko sengaja mendekati Ang Ling-po agar orang suka meraba kepalanya, Meski Nyo Ko masih pelonco, namun terasa juga badan -Ang Ling-po sangat wangi, kalau bisa berdekatan, rasanya sangat sedap dan enak, maka kini sengaja ia gunakan kesempatan untuk akali orang, kepalanya dimiringkan ke dekat mulut orang.   "Tolol!"   Dengan tertawa Ang Ling-po mengomel karena kelakuan Nyo Ko itu, Lalu sekenanya ia meraba kepalanya, tetapi toh tidak terasa ada sesuatu belang bekas luka, namun iapun tidak pedulikan, segera ia mendesak lagi.   "Lekas bawa aku ke sana !"   Maka tanpa bicara lagi Nyo Ko menggandeng tangan orang dan diajak keluar dari semak2 belukar itu dan memutar menuju jalan yang menembus ke kuburan kuno.   Waktu itu sudah dekat tengah malam, Dengan memegangi tangan orang, terasa oleh Nyo Ko tangan Ang Ling-po ini sangat halus dan empuk, pula hangat Diam2 Nyo Ko menjadi heran.   "Kokoh dan dia sama2 wanita, tapi tangan yang satu kenapa dingin seperti es, sedang tangan yang ini begini hangat ?"   Demikian pikirnya dengan tak mengerti.   Karena tak tahan, tanpa terasa ia gunakan tenaga sedikit dan me-remas2 tangan orang yang halus itu beberapa kali.   Jika orang Bu-lim ada yang berani main gila seperti kelakuan Nyo Ko ini, sudah sejak tadi pasti Ang Ling-po lolos pedangnya dan bikin jiwanya melayang, Tetapi, pertama karena dia anggap Nyo Ko betul2 seorang bebal, pula melihat wajahnya yang tampan dan gagah, dalam hati Ang Ling-po mau-tak-mau rada suka juga, maka iapun tidak menjadi gusar, Hanya dalam hati ia berpikir.   "Si tolol ini ternyata tidak seluruhnya tolol, nyata ia tahu juga akan kecantikanku."   Dengan membawa orang ke kuburan kuno itu, sekali ini Nyo Ko tidak pura2 lagi, maka tidak seberapa lama ia sudah membawa Ang Ling-po sampai di tempat tujuannya.   Waktu Nyo Ko lari keluar kuburan kuno itu, karena takutnya dia belum sempat menutup kembali pintunya, kini batu yang dipakai sebagai daun pintu ternyata masih menggeletak di samping dan belum ditutup kembali, Sesaat hati Nyo Ko menjadi ber-debar2, diam2 ia berdo'a.   "Harap saja Kokoh belum mati, supaya aku bisa berjumpa dengan dia sekali lagi."   Karena sudah tak sabar, ia tidak permainkan Ang Ling-po pula, ia berkata padanya.   "Sian-koh, kubawa kau masuk ke sana untuk bunuh setan, tetapi jangan kau biarkan setannya menelan diriku." - Habis berkata segera ia melangkah dulu ke dalam kuburan yang aneh. Melihat Nyo Ko tiba2 menjadi berani, diam2 Ling-po merasa heran, pikirnya.   "Sungguh si tolol ini mendadak besar nyalinya ?"   Maka iapun tak sempat berpikir panjang lagi, segera ia kintil di belakang Nyo Ko, pedang disiapkan di tangan untuk menjaga segala kemungkinan Dari gurunya Ang Ling-po mendengar, katanya jalan di dalam Hoat-su-jin-bong itu belak-belok dan ber-putar2, asal salah jalan selangkah saja segera jiwa bisa melayang, Tapi tanpa pikir Nyo Ko ternyata berani melangkah sesukanya dengan cepat ia memutar ke timur dan membelok ke barat, di sini ia dorong sebuah pintu dan masuk nanti dia tarik sebuah batu besar lagi, tampaknya sudah apal luar biasa.   Diam2 Ang Ling-po mulai curiga.   "Jangan2 Suhu yang mendustai aku karena kuatir aku masuk ke sini sendiri ?"   Demikian batinnya.   Dalam pada itu, sekejap saja Nyo Ko sudah membawa Ang Ling-po masuk ke kamarnya Siao-liong-li yang terletak di tengah2 kuburan itu.   Pelahan Nyo Ko mendorong pintu kamar, ia coba pasang kuping, tapi tidak terdengar suara sedikitpun, sebenarnya ia hendak memanggil Ko-koh, tetapi urung ketika teringat olehnya bahwa Ang Ling-po berada di sampingnya, maka dengan suara pelahan ia berkata padanya .   "Sudah sampai !"   Sekalipun ilmu silat Ang Ling-po tinggi dan nyalinya besar, tetapi sesudah berada di tengah2 kuburan raksasa, bagaimanapun juga hatinya kebat-kebit, maka demi mendengar perkataan Nyo Ko, segera ia ketik batu api dan menyalakan lilin yang berada di atas meja.   Kemudian tertampaklah olehnya ada seorang gadis berbaju putih sedang rebah tenang tanpa bergerak sedikitpun.   Memang sudah diduga juga olehnya bahwa di dalam kuburan ini dia akan bertemu dengan Susiok atau paman gurunya, Siao-liong-li, tetapi sama sekali tak tersangka Siao-liong-li sedang tidur se-enaknya saja di atas ranjangnya se-akan2 tak gentar dengan bahaya apa yang akan menimpa juga tidak pandang sebelah mata padanya.   Karena itu, Ang Ling-po tak berani ayal, ia melintang pedangnya di depan dada sebagai penghormatan lalu ia buka suara .   "Tecu Ang Ling-po mohon bertemu Susiok !"   Hati Nyo Ko memukul keras seperti mau melompat keluar dari dadanya, dengan mulut melongo ia curahkan seluruh perhatiannya untuk melihat gerak-gerik Siao-liong-li, tetapi sedikitpun Siao-liong-li tidak bergerak, sudah kma sekali baru terdengar ia menyahut dengan suara yang pelahan tetapi orangnya masih rebah menghadap tembok Sejak mulai Ang Ling-po berkata sampai Siao-liong-li menyahut, selama itu Nyo Ko menunggu dengan luar biasa gopohnya, bisa2 ia ingin menubruk maju dan merangkul Suhunya buat menangis se-puas2nya.   Kemudian setelah mendengar Siao-liong-li bersuara, hatinya baru merasa lega seperti sebuah batu besar yang menindih tiba2 dapat di angkat, dalam girangnya ia tak sanggup menguasai perasaannya lagi, menangislah dia tersedu-sedu, Keruan Ang Ling-po sangat heran.   "He, ada apa, Sah Thio ?"   Ia tanya.   "Hu huk... aku takut,"   Sahut Nyo Ko terguguk-guguk Dalam pada itu Siao-liong-li telah berpaling dengan pelahan.   "Tak usah kau takut,"   Katanya tiba2 dengan suara lemah.   "tadi aku sudah mati satu kali, rasanya sedikitpun tidak menderita."   Terperanjat sekali Ang Ling-po ketika mendadak melihat wajah Siao-Iiong-li yang begitu cantik tiada taranya, tetapi mukanya pucat lesi tanpa berdarah.   "Ternyata di dunia ini ada wanita sedemikian molek seperti dia ini."   Demikian pikirnya, Karenanya seketika ia merasa dirinya sendiri menjadi jelek.   "Tecu Ang Ling-po, menghadap Susiok di sini,"   Ia berkata pula.   "Dan dimanakah Suci (kakak guru perempuan) ? juga datangkah dia ?"   Dengan pelahan Siao-liong-li menanya.   "Suhu suruh Tecu ke sini dulu buat menyampaikan salam hormat pada Susiok,"   Sahut Ang Ling-po.   "Lekas kau keluar saja, jangankan kau, sekalipun gurumu tidak diperkenankan masuk ke sini,"   Ujar Siao-liong-Ii.   Melihat muka Siao-iiong-!i yang mirip orang sakit, pula baju di dadanya penuh noda darah, cara bicaranya ter-putus2 dan napasnya memburu, terang sekali orang terluka parah, keruan Ang Ling-po menjadi berani, rasa kebat-kebitnya tadi seketika hilang sebagian besar.   "Dan dimanakah Sun-popoh ?"   Ia coba tanya lagi.   "Sudah lama dia meninggal, lekas kau keluar saja,"   Sahut Siao-liong-li. Ang Ling-po tambah lega demi mendengar Sun-popoh sudah mati, diam2 ia bergirang dan berpikir .   "Sungguh sangat kebetulan dan rupanya memang ada jodoh, tak terduga aku Ang Ling-po ternyata bisa menjadi ahliwaris Hoat-su-jin-bong ini."   Tampaknya jiwa Siao-liong-li sudah tinggal sesaat saja, Ang Ling-po kuatir orang mendadak mati hingga tiada orang Iain lagi yang mengetahui di mana tersimpannya kitab "Giok-li-sim-keng", maka cepat2 ia buka suara pula.   "Susiok,"   Demikian ia memanggil "Suhu suruh Tecu ke sini buat mohon kitab Giok-li-sim-keng, Harap engkau suka serahkan padaku dan Tecu segera mengobati lukamu."   Selama ini hati Siao-liong-li selalu dalam keadaan tenang tenteram, semua cita-rasanya sudah terbuang jauh dan terlupa, tetapi kini setelah menderita luka, ilmu kepandaian yang dilatihnya sudah ludes semua, hakikatnya ia sudah tak punya kekuatan untuk menguasai perasaan sendiri, maka demi mendengar apa yang dikatakan Ang Ling-po, Dalam gugup dan gusarnya, tiba2 matanya mendelik terus jatuh pingsan, secepat kilat Ang Ling-po telah memburu maju, ia pijat sekali "Jin-tiong-hiat"   Di atas bibir orang, maka secara pelahan Siao-liong-li telah siu-man kembali.   "Kalian guru dan murid lebih baik jangan berpikir secara muluk2, di manakah Suciku ? Lekas kau suruh dia ke sini ada sesuatu hendak ku katakan padanya,"   Kata Siao-liong-li kemudian dengan gusar. Tetapi Ang Ling-po tidak menjawab, ia hanya tertawa dingin, lalu dari bajunya ia keluarkan dua buah jarum perak yang panjang.   "Susiok, kau tentu kenal sepasang jarum ini,"   Katanya mengancam.   "jika tak mau kau bicara, jangan kau sesalkan aku berlaku kurangajar."   Melihat orang mendadak unjuk senjata, Nyo Ko kenal itu adalah Peng-pek-gin-ciam yang pernah dipakai Li Bok-chiu untuk membunuh orang, ia sendiri tanpa sengaja pernah memegangnya hingga terkena racunnya yang sangat jahat, maka ia cukup tahu betapa lihaynya jarum perak itu.   Di lain pihak, sudah tentu Siao-liong-li terlebih kenal betapa lihay dan keji senjata perguruannya sendiri, masih mendingan bila orangnya segera mati setelah tertusuk jarum perak berbisa itu, yang paling ngeri kalau jarum itu dipakai menggosok beberapa kali di tempat jalan darah yang bisa bikin kaku kesemutan, segera seluruh tubuh orang akan terasa gatal pegal laksana be-ribu2 semut merubung dan menggigit kian kemari diantara tulang sungsum.   Dalam keadaan demikian, si pende-rita itu boleh dikata ingin hidup tak bisa dan minta mati pun tak dapat Karena itulah, ketika melihat Ang Ling-po pegang jarum peraknya sambil digerakkan beberapa kali, lalu maju mendekatinya, saking kuatir hampir2 Siao-Iiong-li jatuh kelengar lagi.   Nampak keadaan sudah genting, Nyo Ko tak bisa tinggal diam lagi, tiba2 ia berteriak .   "Sian-koh, di sana ada setan, hiiih, aku takut!"   Sembari berteriak, segera Nyo Ko berlari mendekati orang terus merangkulnya, seketika tangan merangkul punggung orang, tanpa ayal segera ia menutuk dua kali tempat "Ko-ceng-hiat"   Dan Jiau-yao-hiat".   Sungguh mimpi pun Ang Ling-po tak pernah menduga bahwa Thio si tolol ini ternyata memiliki kepandaian silat yang tinggi, selagi ia hendak men-damperat, tahu2 seluruh tubuhnya sudah terasa Iumpuh, seketika ia sendiri roboh ke lantai.   Kuatir kalau2 orang mampu melancarkan jalan darah sendiri, Nyo Ko menambahi pula menutuk sekali lagi di tempat "ki-kut-hiat".   yakni tulang punggung yang besar.   Dengan demikian orang tak nanti bisa berkutik lagi.   "Kokoh, perempuan ini sangat jahat, bagaimana kalau aku tusuk dia beberapa kali dengan jarum peraknya, supaya senjata makan tuannya ?"   Dengan ketawa Nyo Ko tanya Siao-liong-li.   Sambil berkata betul juga Nyo Ko lantas membungkus jari tangannya dengan ujung bajunya, lalu ia jemput jarum perak Ang Ling-po tadi.   Meski badan Ang Ling-po lumpuh tak bisa berkutik, tetapi setiap perkataan Nyo Ko dapat dia dengar dengan terang, apalagi dia lihat Nyo Ko telah jemput jarumnya tadi dan sambil tertawa sedang memandang padanya, keruan tidak kepalang terkejutnya hingga semangat serasa terbang meninggalkan raganya, ia ingin buka suara buat minta ampun, tetapi sayang, mulutnya tak berkuasa, terpaksa ia hanya mengunjuk maksud minta ampun melalui sinar matanya yang redup dan harus dikasihani itu.   "Ko-ji, pergilah kau menutup pintu untuk menjaga agar Suci tidak masuk kemari,"   Demikian Siao-liong-li berkata pada Nyo Ko.   "Baik,"   Sahut Nyo Ko. Segera ia hendak melakukan perintah itu. Tetapi baru saja ia putar tubuh, se-konyong2 ia di-kejutkan oleh satu suara seorang perempuan yang sangat genit merdu di belakangnya.   "Baik2kah kau, Sumoay? - Sudah sejak tadi aku masuk ke sini", demikian kata suara itu tiba2. Sungguh bukan buatan kaget Nyo Ko, cepat ia berpaling, maka tertampaklah olehnya di bawah sorot sinar lilin, di ambang pintu kamar sudah berdiri seorang To-koh setengah umur, raut mukanya potongan daun sirih, pipinya putih bersemu merah, sayang matanya buta sebelah. Siapa lagi dia kalau bukan Jik-lian-siancu Li Bok-chiu yang sebelah matanya kena ditotol buta oleh burung merahnya sendiri dahulu. Dari manakah Li Bok-chiu bisa muncul di situ secara tiba-tiba ? Kiranya sewaktu Ang Ling-po selalu menanyakan jalan ke Hoat-su-jin-bong kepadanya, sejak mula Li Bok-chiu sudah menduga pasti anak muridnya ini secara diam2 akan pergi mencuri kitab Giok-li-sim-keng, maka sengaja dia peralat muridnya ini ia sengaja mengirim Ang Ling-po pergi membunuh seorang musuh di Tiang-an, padahal ini adalah siasat Li Bok-chiu agar dengan demikian Ang Ling-po ada kesempatan buat pergi ke kuburan kuno itu, sedang ia sendiri diam2 menguntit di belakang sang murid. Maka pertemuan antar Ang Ling-po dan Nyo Ko, lalu masuk ke kuburan dan cara bagaimana muridnya itu memaksa Siao-liong-li menyerahkan kitab Giok-li-sim-keng, semua kejadian itu dapat disaksikannya dengan mata kepala sendiri. Cuma karena gerak tubuhnya sangat gesit dan cepat maka Ang Ling-po dan Nyo Ko tiada yang merasa sedikitpun dan baru sekarang inilah, karena dianggap sudah tiba waktunya, maka dia lantas unjukkan diri. Pandangan Li Bok-chiu ternyata sangat tajam, meski kejadiannya sudah lewat beberapa tahun, pula Nyo Ko sudah tumbuh besar, namun dia masih tetap mengenali pemuda ini adalah anak yang menggunakan burung merahnya untuk menotol sebelah biji matanya sehingga buta. Kejadian itu senantiasa dianggap oleh Li Bok-chiu sebagai suatu peristiwa yang menyakitkan hati, kini demi saling bertemu lagi, tentu saja ia sangat gusar. Akan tetapi sebelum Li Bok-chiu sempat bertindak sesuatu, se-konyong2 Siao-liong-li telah bangun.   "Suci!"   Serunya tiba2, kembali darah segar menyembur dari mulutnya.   Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Siapa dia ini ?"   Dengan sikap dingin Li Bok-chiu bertanya tanpa menghiraukkn keadaan sang Sumoay yang payah.   "Tidakkah kau tahu larangan Cosu-popoh bahwa dalam kuburan ini tidak boleh diinjak kaum laki2 busuk barang selangkahpun dan kenapa kau berani ijinkan dia tinggal di sini?"   Mendadak Siao-liong-li ter-batuk2 hebat, ia tak sanggup menjawab teguran sang Suci. Nampak keadaan Siao-liong-li, tanpa disuruh segera Nyo Ko maju menghadang ke depan buat melindunginya.   "Dia adalah aku punya Kokoh, urusan disini tidak perlu kau ikut campur !"   Dengan suara lantang ia wakilkan Siao-liong-li menjawab.   "Hm, bagus kau Sah Thio, kau betul2 pandai berlagak bodoh !"   Sindir Li Bok-chiu.   Habis ini, mendadak kebut yang dia pegang bergerak, susul menyusul ia menyerang tiga kali.   Walaupun tiga serangan itu dilontarkan susul-menyusul, namun datangnya kepada sasarannya se-akan2 berbareng saja saatnya.   Tipu serangan cepat itu memang termasuk tipu serangan yang paling lihay dari ilmu silat Ko-bong-pay, bagi jago silat golongan lain tidak kenal kebagusan tipu2 serangan itu, begitu maju, seketika pasti akan dihantam hingga otot putus dan tulang patah.   Akan tetapi Nyo Ko sendiri sudah matang dan apal terhadap semua ilmu silat Ko-bong-pay, walaupun belum bisa dibandingkan keuletan Li Bok-chiu yang sudah terlatih, namun untuk menghindari tiga kali serangan yang disebut "sam-yan-tau-lim" (tiga burung sriti menyusup masuk rimba) itu masih bisa dilakukannya dengan gampang.   Dan karena serangan yang lihay itu luput mengenai sasarannya, tentu saja Li Bok-chiu sangat kaget, ia masih ragu2 akan pemuda yang berhadapan dengan dirinya sekarang ini, dengan sebelah matanya ia coba melirik tajam, akan tepi jelas pemuda ini adalah anak yang dahulu dijumpainya di Oh-ciu di daerah Kanglam itu, kenapa berpisah beberapa tahu saja ilmu silatnya sudah maju begitu pesat? Apalagi melihat cara bergeraknya buat menghindari serangannya tadi ternyata adalah ilmu silat dari perguruan sendiri keruan hal ini makin menambah rasa curiganya.   "Sumoay, ada hubungan apakah antara kau dengan bangsat cilik ini ?"   Dengan suara bengis segera ia membentak Siao-liong-li Kuatir, muntah darah lagi, Siao-liong-li tak berani buka suara keras, hanya dengan pelahan ia bilang pada Nyo Ko.   "Ko-ji, lekas memberi hormat pada Supek (paman guru)."   "Cis, paman guru macam apa ini ?"   Nyo Ko berbalik meng-olok2.   "Ko-ji, coba tempelkan kupingmu ke sini, ada yang hendak kukatakan,"   Kata Siao-liong-li pula. Tentu saja Nyo Ko rada penasaran karena dia mengira Siao-liong-li akan bujuk dirinya buat menjura pada Li Bok-chiu. walaupun demikian, terpaksa ia menurut juga, ia tempelkan kupingnya ke mulut Siao-liong-li.   "Di pojok kaki ranjang ini terdapat satu papan batu yang menonjol,"   Demikian dengan suara lembut seperti bunyi nyamuk Siao-liong-li berkata.   "lekas kau melompat turun dan dongkel sekuatnya papan batu itu."   Dalam pada itu, melihat cara mereka bisik2, Li Bok-chiu mengira juga Siao-liong-li sedang pesan sang murid agar menjura padanya untuk minta ampun, apalagi orang2 yang berada di hadapannya ini yang satu terang terluka parah dan yang lain hanya satu bocah angkatan muda, tentu saja tiada yang dia pikirkan.   Li Bok-chiu sendiri justru lagi peras otak untuk mendapatkan akal bagus agar bisa memaksa sang Sumoay menyerahkan Giok-li-sim-keng tinggalan guru mereka.   Sementara itu atas kisikan Siao-liong-li tadi, terlihat Nyo Ko meng-angguk2, Lalu dengan suara lantang ia berkata .   "Baiklah, Tecu memberi hormat pada Supek !"   Sambil berkata ia lantas melompat turun dari ranjang, dan ketika tangannya meraba ke pojok ranjang yang di bawah sana, betul saja tangannya menyentuh sepotong batu yang menonjol, tanpa ayal lagi segera ia tarik dengan seluruh tenaganya maka terdengarlah suara "kreeek"   Yang berat, mendadak ranjang batu itu ambles ke bawah.   Dengan sendirinya Li Bok-chiu terperanjat oleh kejadian mendadak itu, ia tahu dalam kuburan kuno di mana2 terpasang perangkap rahasia, mendiang gurunya telah pilih kasih dan dirinya telah dikelabui, sebaliknya semua rahasia itu telah diturunkan kepada sang Sumoay.   Karenanya, tanpa pikir lagi segera ia melesat maju, dengan sekali jamberet ia hendak cengkeram Siao-liong-li.   Tatkala itu Siao-liong-li sedikitpun tak punya tenaga buat menangkis jambereten itu, meski ranjang batunya mendadak ambles ke bawah, tetapi karena Li Bok-chiu cepat mengetahui dan mengambil tindakan kilat pula, cara turun tangannya pun sebat luar biasa, maka dengan jamberetannya itu tampaknya segera Siao-liong-li akan ditarik kembali mentah-mentah.   Keruan saja Nyo Ko kaget, sekuat tenaga ia tangkiskan sebelah tangannya, maka terdengarlah suara "crat"   Sekali, tiba2 lengannya terasa kesakitan kiranya lengan kirinya dan lengan kanan Siao-liong-li ber-sama2 telah terkena kuku jari Li Bok-chiu hingga menusuk masuk daging.    Pendekar Bego Karya Can Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung Kemelut Blambangan Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini