Ceritasilat Novel Online

Kembalinya Pendekar Rajawali 15


Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung Bagian 15


Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya dari Chin Yung   MenyusuI mana matanya tiba2 menjadi gelap, lalu terdengarlah suara gedebukan yang keras dua kali, kiranya ranjang batu mereka telah anjlok sampai ruangan dibawah tanah, sedang papan batu di bagian atas secara otomatis telah menutup sendiri, seketika Siao-liong-li dan Nyo Ko kena dipisahkan dengan Li Bok-chiu dan Ang Ling-po, yang satu pihak terpotong di bagian atas dan yang lain berada di bawah.   "Coba kau meraba dinding di mana terdapat sebuah bola batu, kau putar tiga kali ke kiri lalu empat kali ke kanan,"   Kata Siao-liong-li kemudian.   Nyo Ko menurut, ia melompat turun dari ranjang batu, ia me-raba2 dalam kegelapan, betul saja ia dapatkan sebuah batu bundar, ia menuruti petunjuk Siao-liong-li tadi, diputarnya ke kiri dan kanan, maka terdengarlah suara "kerkak-kerkek"   Beberapa kali, tiba2 tubuhnya terasa terguncang.   Kiranya ruangan di bawah tanah dimana mereka berada itu dibangun tergantung, karena alat rahasianya tergerak, segera ruangan ini bergeser pindah tempat, Dengan demikian sekalipun kini Li Bok-chiu berhasil menyerbu ke bawah juga tak akan mendapatkan jejak mereka lagi.   "Untuk sementara ini boleh dikata kita sudah lolos dari tangan jahat kedua orang tadi,"   Kata Siao-liong-li dengan menghela napas lega.   Dalam pada itu remang2 Nyo Ko melihat di dalam ruangan itu seperti terdapat benda2 sebangsa meja kursi, secara geremet didekatinya meja itu, ia ambil ketikan api dan menyalakan lilin yang ada di atas meja.   Tetapi setelah lilin menyala, tanpa tertahan ia terkejut, sebab terlihat olehnya separoh bajunya sudah basah kuyup oleh darah, sedang luka diatas lengan yang terkena cakaran tadi masih terus mengalirkan darah segar.   Waktu ia periksa keadaan Siao-liong-li ia lihat di lengannya juga terdapat goresan yang cukup parah oleh cakaran kuku Li Bok-chiu tadi, hanya Siao-liong-li sudah terlalu banyak mengeluarkan darah, maka darah yang merembes keluar dari luka cakaran ini cuma sedikit.   "Ko-ji,"   Kata Siao-liong-li lagi menghela napas.   "aku sudah kekurangan darah, susahlah untuk menyembuhkan luka dengan menjalankan Lwekang sendiri, Tetapi sekalipun aku tak terluka, kita berdua juga tak mampu menandingi aku punya Suci. Belum habis bicara, mendadak Nyo Ko melompat naik ke atas ranjang batu pula. Kiranya tadi waktu Nyo Ko mendengar Siao-liong-li bilang kekurangan darah, mendadak otaknya yang cerdas itu tergerak, sebelum orang habis bicara ia sudah melompat ke atas ranjang, ia tempelkan luka pada lengannya sendiri dengan luka di lengan Siao-liong-li hingga dempet menjadi satu, dengan cara demikian ia bermaksud menyalurkan darahnya sendiri kepada nona itu. Akan tetapi mengalirnya darah dari lengannya ternyata tidak dapat dikendalikan oleh keinginan hatinya, meski darah masih mancur keluar dari lengannya, namun tidak dapat menyalur masuk ke otot darahnya Siao-liong-li.   "Ko-ji, usahamu ini hanya sia2 saja, sekalipun kau dapat menolong diriku, tapi jiwamu sendiri bukankah akan melayang malah,"   Dengan menghela napas Siao-liog-li berkata.   Tetapi Nyo Ko tidak menghiraukan kata2 orang, sebaliknya ia semakin kuatir karena melihat darah merembes keluar dari celah2 lengan mereka yang berdempetan itu, nyata usahanya memang tidak berhasil.   Tiba2 ia jadi teringat pada Lwekang yang dipelajari dari Auwyang Hong, ilmu itu memaksa aliran darah menjadi terbalik, kenapa tidak dicobanya ? Karena itu, segera ia baliki tubuhnya, ia menjungkir dengan kepala menahan di atas ranjang batu, ia jalankan ilmu Kiu-im-sin-kang yang terbalik ajaran Auwyang Hong itu, betul saja jalannya darah menjadi terdesak oleh semacam hawa yang dia keluarkan sehingga ber-angsur2 secara teratur bisa mengalir masuk ke dalam badan Siao-liong-li.   Sebenarnya seluruh badan Siao-liong-li sudah terasa dingin bagai es, tetapi aneh, tiba2 ia merasakan ada aliran darah hangat yang merembes masuk ke dalam tubuhnya, Tiba2 terpikir olehnya hal ini kurang baik, segera ia niat memberontak.   Diluar dugaan.   sebelumnya Nyo Ko sudah memperhitungkan akan reaksinya ini, lebih dulu ia sudah ulur jarinya dan menutuk Hiat-to Siao-liong-li sehingga tak bisa berkutik.   "Transfusi darah"   Yang dilakukan Nyo Ko ini kira2 berjalan beberapa saat, akhirnya Nyo Ko sendiri merasa kepala pusing dan mata berkunang-kunang, ia mengarti tidak sanggup bertahan lebih lama lagi, maka barulah dia duduk kembali seperti biasa, ia balut luka mereka berdua dan melepaskan tutukannya tadi atas diri Siao-liong-li Dengan terkesima Siao-liong-li memandang Nyo Ko hingga lama, akhirnya ia menghela napas pelahan, iapun tidak ber-kata2 lagi melainkan melakukan semadi sendiri untuk memulihkan kekuatannya.   Malam itu mereka berdua masing2 memulihkan diri sendiri2.   Kalau Nyo Ko bersemadi untuk memulihkan rasa letih karena kehilangan darahnya, adalah Siao-liong-li sesudah mendapatkan transfusi darah dari Nyo Ko, semangatnya ternyata banyak bertambah segar, ia telah menjalankan darah baru yang hangat itu ke seluruh tubuhnya hingga beberapa kali, lewat dua-tiga jam, ia mengarti jiwanya tidak berhalangan lagi, maka waktu ia membuka matanya, ia tersenyum kepada Nyo Ko.   Sebenarnya pipi Siao-liong-li selalu putih pucat, tetapi kini tiba2 Nyo Ko melihat ada semu merah pada kedua belah pipinya sehingga tertampak lebih cantik.   "Ha, Kokoh, kau sudah baik,"   Seru Nyo Ko girang.   Siao-liong-li angguk2 dan selagi hendak buka suara, mendadak terdengar suara letikan api, kiranya lilin yang dipasang itu sudah tersulut habis, keruan seketika seluruh ruangan menjadi gelap guIita.   Karena itu, luar biasa rasa senangnya Nyo Ko, tetapi toh dia tidak tahu cara bagaimana harus berbicara.   "Marilah kita pergi ke kamarnya Sun-popoh, ada sesuatu akan kukatakan padamu,"   Kata Siao-liong-li kemudian.   "Apa kau tidak letih ?"   Tanya Nyo Ko.   "Tidak apa2 !"   Sahut Siao-liong-li.   Habis itu ia menarik beberapa kali pada pesawat rahasia yang terpasang di dinding batu, segera terasa dinding itu bergerak, lalu terbentanglah sebuah pintu, jalan baru ini sudah tak dikenal lagi oleh Nyo Ko, tetapi Siao-liong-li mengajaknya memutar kian kemari beberapa kali dalam suasana gelap itu, akhirnya tiba juga mereka di kamarnya Sun-popoh dahulu.   Waktu Siao-liong-li menyalakan lilin lagi, dia lantas gulung pakaian Nyo Ko hingga berupa satu buntalan, ia bungkus pula sepasang sarung tangan benang emas miliknya ke dalam buntalan baju itu.   perbuatan Siao-liong-li ini disaksikan Nyo Ko dengan terkesima karena heran.   "Kokoh, apa yang kau lakukan ?"   Tanyanya tak mengerti. Siao-liong-li tak menjawab, ia malah ambil lagi dua botol besar madu tawon dan masukkan ke dalam buntalan pula.   "He, kita akan meninggalkan kuburan kuno ini bukan, Kokoh ?"   Tanya Nyo Ko tiba2 dengan girang.   "Pergilah saja kau, kutahu kau adalah anak baik, terhadap diriku kaupun berlaku sangat baik,"   Ujar Siao-liong-li. Luar biasa terperanjatnya Nyo Ko.   "Dan kau sendiri, Kokoh ?"   Tanyanya cepat.   "Aku sudah bersumpah selama hidupku ini tidak akan keluar lagi dari kuburan ini,"   Sahut Siao-liong-li.   Melihat orang berkata dengan sungguh2, lagu suaranya pun sangat tegas, terang tidak bisa di-bantah, oleh karenanya Nyo Ko tak berani bicara lebih banyak.   Akan tetapi karena soalnya terlalu penting, akhirnya ia beranikan diri buat buka suara lagi.   "Kokoh, jika kau tak pergi, akupun tak mau pergi, biarlah aku mengawani kau disini."   "Suci-ku menunggui kita di mulut kuburan dan headak paksa aku menyerahkan Giok-li-sim-keng,"   Kata Siao-liong-li pula.   "Sedang ilmu kepandaianku tidak bisa menandingi dia, maka pasti tak bisa lolos, bukan ?"   "Ya", sahut Nyo Ko.   "Dan rangsum yang tertinggal di sini, aku kira paling tahan hanya dua puluhan hari saja, umpama bisa makan sedikit madu tawon, paling lama tidak lebih juga sebulan, dan sesudah sebulan, lalu bagaimana baiknya ?"   "Kita terjang keluar saja,"   Sahut Nyo Ko sesudah tertegun sejenak "Walaupun kita tak bisa mengalahkan Supek, tapi belum tentu kita tak mampu menyelamatkan jiwa kita."   "Susah,"   Kata Siao-liong li dengan menggeleng kepala.   "jika kau kenal ilmu kepandaian dan tabiat Supek, tentu kau akan tahu sekali2 kita tak mampu menyelamatkan diri. Apabila sampai tertangkap, tatkala itu tidak hanya akan mengalami siksaan dan hinaan, bahkan diwaktu akan mati terlebih susah lagi penderitaan badaniah kita."   "Jika begitu, bukankah seorang diri akan lebih2 tak mampu lari,"   Ujar Nyo Ko.   "ltulah soal lain."   Sahut Siao-liong-li "Aku ke bagian dalam kuburan, pada kesempatan itulah kau lantas melarikan diri Sebelummu lantas kau pindahkan batu besar di sebelah kiri pintu kuburan dan tarik alat rahasia di dalamnya, menyusul itu segera ada dua batu raksasa akan anjlok turun dan menutup rapat pintu kuburan untuk selama-lamanya."   Nyo Ko semakin terkejut oleh cerita orang.   "Dan Kokoh tahu akan ja!an2 rahasia lain dan bisa keluar sendiri, bukan?"   Tanyanya cepat.   "Tidak,"   Sahut Sio-liong-li sambil geleng kepala pula.   "Dahulu waktu Cikal-bakal Coan-cin-kau, Ong Tiong-yang mendirikan Hoat-su-jin-bong ini, ia tahu dirinya selalu dikejar dan diincar oleh raja Kim, oleh sebab itu ia sengaja atur kuburan ini dan taruh dua batu raksasa yang berlaksa kati beratnya, ia tunggu bila dirinya kepepet dan tak sanggup melawan musuh yang jauh lebih banyak, segera ia akan lepaskan batu raksasa itu untuk menutup dirinya didalam kuburan, dengan demikian sampai matipun ia tidak mau takluk pada musuh. Akan tetapi karena selama itu musuh2nya tiada satupun yang sanggup melawan ilmu silat Ong Tiong-yang yang tinggi, maka kedua batu raksasa ini selamanya belum pernah terpakai. Dan sewaktu Ong Tiong-yang harus menyerahkan kuburan kuno ini kepada Cosu-popoh, ia telah memberitahukan juga semua alat rahasia yang dia"atut di dalam kuburan hingga akhirnya turun temurun sampai pada diriku."   "Tetapi Kokoh, mati atau hidup aku tetap akan berada di dampingmu."   Dengan air mata ber-linang2 Nyo Ko berkata pula.   "Apa gunanya kau mengikuti diriku terus ?"   Kata Siao-liong-li.   "Kau bilang di dunia luar sana indah sekali, maka pergilah kau bermain sepuasnya, nanti kalau kau sudah berhasil melatih cinkeng sampai sempurna, maka tiada satupun diantara imam2 busuk Coan-cin-kau itu yang berani cari gara2 lagi padamu, Tatkala itu kau tentu bisa malang melintang di seluruh jagat, bukankah itu sangat menyenangkan ?"   Akan tetapi Nyo Ko ternyata tidak tergoyah oleh bujukan itu, tiba2 ia menubruk maju dan merangkul tubuh Siao-liong-li sambil menangis tersedu-sedan.   "Kokoh, di jagat ini hanya kau saja seorang yang sangat baik terhadapku,"   Demikian katanya cemas.   "Jika kau tak hidup lagi, pasti seumur hidupku tak akan merasa senang."   Sebenarnya watak Siao-liong-li selalu dingin dan lenyap dari segala macam perasaan, apa yang dia ucapkan pun selalu tegas dan tidak bisa ditarik kembali pula.   Tetapi aneh, entah mengapa, sesudah mendengar kata2 Nyo Ko yang diucapkan dengan setengah meratap ini, tanpa tertahan darah dalam tubuhnya se-akan2 bergolak, dalam pilunya hampir2 ia meneteskan air mata.   Tapi segera ia terkejut, teringat olehnya apa yang pernah dipesan wanti2 oleh mendiang gurunya sewaktu hendak mangkat bahwa ilmu yang dilatihnya itu adalah semacam ilmu rohaniah yang harus menghilangkan segala cita rasa serta napsu, bila sampai mengalirkan air mata karena seseorang hingga menggoncangkan perasaan, bukan saja ilmu silatnya akan punah, bahkan membahayakan jiwa sendiri pula.   Teringat oleh pesan sang guru itu, segera Siao-liong-li mendorong pergi Nyo Ko, lalu dengan lagu suara dingin ia berkata pula.   "Apa yang aku katakan kau harus menurut, kau berani adu mulut dengan aku ?"   Melihat orang kembali berubah sungguh2 dan keren, Nyo Ko tak berani buka suara lagi. Segera Siao-liong-li ikat buntalan yang sudah disiapkan itu dan diikat pada punggung Nyo Ko, ia ambilkan sebatang pedang yang tergantung di dinding.   "lni ambil, sebentar bila aku katakan pergi, segera juga kau harus angkat kaki, begitu keluar dari kuburan ini, seketika juga kau lepaskan batu raksasa penutup pintu itu,"   Dengan suara bengis Siao-Iiong-li memesan sambil menyerahkan pedang tadi.   "lngat, Supek-mu teramat lihay, kesempatan sedetik saja bila ayal akan segera hilang, maka kau mau turut tidak perkataanku ini ?"   "Aku menurut,"   Sahut Nyo Ko dengan suara berat.   "Jika kau tidak melakukan apa yang aku katakan, di alam baka sekalipun aku akan benci padamu,"   Kata Siao-liong-Ii pula.   "Dan sekarang marilah berangkat !"   Habis berkata, ia tarik tangan Nyo Ko dan membuka pintu untuk keluar ke ruangan semula.   DahuIu Nyo Ko pernah menyentuh tangan Siao-liong-li yang selamanya terasa dingin bagai es, tetapi kini demi tangannya dipegang orang pula, tiba2 ia merasa tangan Siao-Iiong-li sebentar dingin dan sebentar lagi hangat, ternyata berlainan sekali dengan biasanya.   Tetapi karena perasaannya sedang bergoIak, maka urusan inipun tidak sempat dia pikirkan lagi, ia hanya ikut Siao-Iiong-li keluar kembali.   Sambil meraba satu dinding batu Siao-liong-li berpesan lagi pada Nyo Ko.   "Di dalam kamar inilah mereka berada, sebentar bila aku pancing menyingkir Suci, segera kau terjang keluar melalui pintu ujung barat-laut, Bila Ang Ling-po mengejar kau, boleh kau lukai dia dengan Giok-hong-soa (pasir tawon putih)."   Nyo Ko tidak menjawab sebab perasaannya tidak kepalang kusutnya, ia hanya mengangguk saja.   Giok-hong-soa atau pasir tawon putih yang disebut Siao-liong-li itu adalah Am-gi atau senjata gelap Ko-bong-pay yang khas, Dahulu Lim Tiao-eng disegani di kalangan Bu-lim disebabkan dia memiliki dua macam Am-gi yang sangat lihay, satu diantaranya adalah Peng-pek-gin-ciam yang dipakai Li Bok-chiu itu dan yang lain adalah Giok-hong-soa ini.   Bentuk Giok-hong-soa ini segi enam dan terbikin dari pasir emas yang digembleng pula dengan racun tawon putih, meski bentuknya kecil lembut, tetapi karena terbuat dari emas yang berat, maka waktu dihamburkan dapat mencapai jarak jauh.   Tetapi karena Am-gi ini terlalu keji, maka selamanya jarang digunakan Lim Tiao-eng.   Guru Siao-liong-li tahu akan jiwa Li Bok-chiu yang tidak gampang dikendalikan dan tidak sudi tinggal selamanya di dalam kuburan, maka yang diturunkan kepadanya hanya Peng-pek-gin-ciam, sedang Giok-hong-soa tidak diajarkan padanya.   Begitulah, maka setelah Siao-liong-li tenangkan semangatnya, segera ia menekan suatu alat rahasia di atas dinding batu, menyusul terdengarlah suara "krak-krak"   Beberapa kali, ternyata dinding batu itu telah menggeser terbuka sendiri Dan begitu dinding melekah, tanpa ayal Siao-liong-li ayun selendang suteranya, sekaligus ia serang kedua lawannya, Li Bok-chiu dan Ang Ling-po, serangannya cepat dan orangnya ikut melayang maju juga dengan gesit.   Tatkala itu Li Bok-chiu sudah dapat melepaskan tutukan Hiat-to pada tubuh Ang Ling-po, ia telah damperat muridnya ini yang tak becus sampai kena diingusi satu "anak kemarin"   Habis itu guru dan murid berdua ini telah meraba keadaan dalam kuburan kuno itu hingga akhirnya tujuh atau delapan kamar sudah dapat dibobolkan dan masih hendak masuk lebih dalam lagi.   Tentu saja mereka menjadi kaget ketika mendadak nampak Siao-liong-li malah menyerbu ke-luar, Lekas2 Li Bok-chiu ayun senjata kebut untuk menangkis serangan selendang sutera orang.   Kebut dan selendang sutera semuanya adalah benda yang lemas, kini lemas lawan lemas, namun Li Bok-chiu terlebih ulet, maka begitu kedua senjata saling beradu, seketika selendeng sutera Siao-liong-li menggulung balik.   Tetapi Siao-liong-li tidak andalkan serangan tadi saja, ketika ujung selendang membalik, sebelah ujung yang lain segera menyamber maju pula, sekejap mata saja ia sudah melontarkan beberapa kali serangan, begitu lemas saja penampilan selendangnya hingga se-akan2 sedang menari.   Dalam kagetnya tadi Li Bok-chiu menjadi dongkol pula.   "Nyata Suhu memang tak adil, bila kah dia pernah mengajarkan kepandaian padaku seperti Sumoay ini ?"   Demikian ia membatin.   Akan tetapi karena ia menaksir masih sanggup menandingi sang Sumoay, maka sementara tipu serangan mematikan belum dia lontarkan, sebaliknya ia justru mengulur tempo hendak menyaksikan ilmu silat lihay apa yang telah diajarkan kepada Siao-liong-li oleh gurunya.   Dilain pihak Ang Ling-po ternyata tidak tinggal diam.   Selama hidup ia sangat bangga atas dirinya yang pintar dan cerdik, siapa tahu hari ini bisa terjungkal dibawah tangan satu "anak kemarin", bahkan dirinya telah dipermainkan setengah harian oleh orang yang berlagak tolol dan untuk ini sedikitpun dirinya ternyata tidak mengetahui, keruan saja tidak kepalang gemasnya.   Dalam pada itu ia lihat sang Suhu dengan sengitnya sedang menempur sang Susiok, maka kesempatan ini hendak dia gunakan untuk balas dendam.   "Hayo, Sah Thio, kau keparat ini betul2 kurangajar,"   Demikian segera ia bentak Nyo Ko dengan suara garang, Habis ini ia lolos sepasang pedangnya sambil melangkah maju, lalu ia membentak lagi .   "lni lihat, akan ku iris batang hidung-mu !"   Nampak orang cukup kalap, terpaksa Nyo Ko harus angkat pedang buat menangkis.   Sebenarnya kalau dalam keadaan biasa, turuti adat Nyo Ko, tentu dia akan keluarkan kata2 sindiran untuk menggoda orang, tetapi kini kare-teringat dirinya bakal berpisah dengan Siao-liong-li, maka matanya telah basah mengembeng air hingga pandangannya menjadi remang2, karena itu atas serangan orang ia hanya menangkis asal menangkis saja, sama sekali ia tidak melakukan serangan balasan.   Di pihak sana setelah Ang Ling-po melontarkan beberapa kali serangan, meski tidak bisa melukai Nyo Ko, namun melihat gerak tangan orang seperti tak bertenaga, ia menyangka kepandaian bocah ini hanya sekian saja, keruan ia tambah gemas dan penasaran kena diingusi orang.   Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Sementara itu setelah saling gebrak belasan jurus antara Li Bok-chiu dan Siao-Iiong-li, mendadak yang tersebut duluan itu putar kebutnya hingga selendang sutera Siao-liong-li kena terlibat.   "Sumoay, lihatlah kepandaian Suci-mu ini,"   Kata Li Bok-chiu.   Habis berkata, se-konyong2 ia getarkan kebutnya dengan tenaga dalam karena itu, selendang sutera lawannya segera terputus menjadi dua.   Ilmu kepandaian yang diunjukkan Li Bok-chiu ini memang lihay luar biasa, Biasanya dalam pertarungan senjata tajam melawan senjata tajam, untuk mematahkan senjata lawan saja sangat sulit, apalagi kini baik kebut maupun selendang tergoIong benda2 yang lemas, tetapi Li Bok-chiu toh sanggup membetot putus selendang sutera itu, sungguh hal ini berpuluh kali lipat lebih sukar daripada mematahkan senjata tajam yang keras.   Sungguhpun demikian, namun Siao-liong-Ii sedikitpun tidak menjadi jeri oleh kepandaian orang.   "Hm, sekalipun kepandaianmu bagus, kau mau apa lagi ?"   Sambutnya dingin, Berbareng itu tiba2 ia gunakan separoh selendangnya yang terputus itu untuk menyerang, sekali dia ayun, tahu2 ujung kebut Li Bok-chiu kena terlilit juga, menyusul ini ujung selendang yang lain segera menyamber dan melilit pula garan kebut yang terbikin dari kayu, ketika yang satu ditarik ke kiri dan yang lain di-betot ke kanan, maka terdengarlah suara "pletak", nyata kebut Li Bok-chiu juga telah kena dipatahkan.   Kalau mempersoalkan kekuatan, serangan balasan Siao-liong-li ini memang belum bisa melebihi tenaga betotan Li Bok-chiu yang memutuskan selendang dengan tenaga getaran tadi, tetapi tepatnya, kesebatannya mengeluarkan serangan balasan cukup membikin Li Bok-chiu tak berdaya.   Begitulah, maka Li Bok-chiu rada terperanjat juga oleh serangan kilat tadi, namun segera ia buang garan kebut yang patah itu, lalu dengan tangan kosong merangsang maju hendak merebut selendang Siao-liong-li.   Karenanya Siao-Iiong-li di desak hingga terus mundur ke belakang.   Setelah belasan jurus berlalu lagi, akhirnya Siao-liong li telah mundur sampai di dekat dinding batu sebelah timur, tampaknya untuk mundur lebih jauh sudah tidak mungkin lagi.   Dalam keadaan demikian, mendadak ia baliki sebelah tangannya terus menekan pada tembok batu sambit berteriak.   "Ko-ji, lekas pergi !"   Berbareng dengan itu terdengarlah suara "krak"   Yang keras, ternyata di ujung barat-daya sana telah terbuka satu lobang, Sungguh terkejut sekali Li Bok-chiu, dengan cepat ia putar tubuh hendak merintangi larinya Nyo Ko.   Akan terapi Siao-liong-li lidak membiarkan lawannya sempat memutar, ia buang selendang suteranya, dengan kedua tangannya, sekaligus ia menyerang dengan tipu2 yang mematikan.   Karena terpaksa, dengan sendirinya Li Bok-chiu memutar balik untuk menangkis serangan itu.   "Ayo, Ko-ji, lekas kau berangkat !"   Teriak Siao-Iiong-li pula. Semula Nyo Ko agak ragu2, ia coba memandang Siao-liong-li, namun segera dia insaf bahwa urusan ini tak mungkin bisa ditarik kembali Iagi.   "Kokoh, pergilah aku !"   Demikian teriaknya segera.   berbareng ia ayun pedang dan susul menyusul menyerang tiga kali, semuanya ia arahkan ke muka Ang Ling-po.   Oleh karena tadi Ang Ling-po melihat gerak pedang Nyo Ko tak bertenaga, maka sama sekali dia tak duga bahwa mendadak Nyo Ko bisa melontarkan serangan berbahaya ini, dalam keadaan kepepet, terpaksa ia melompat mundur ke belakang.   Karena kesempatan inilah, begitu Nyo Ko geraki tubuhnya, tahu2 ia sudah menyerobot keluar pintu gua tadi, namun demikian, ia masih coba menoleh hendak memandang lagi pada Siao-liong-li untuk penghabisan kalinya.   Sebenarnya kalau dia tidak menoleh buat memandang, tetapi terus pergi begitu saja, kelak entah betapa banyak kesulitan akan terhindar dan berkurang dengan macam2 godaan, tetapi karena Nyo Ko dilahirkan dengan watak dan perasaan yang penuh kemanusiaan, meski berada dalam keadaan yang sangat berbahaya, toh ia masih ingin memandang sekali lagi pada Siao-liong-Ii.   Justru oleh karena pandangan inilah, seumur hidup Nyo Ko lantas berubah juga nasibnya.   Siao-liong-li melawan kakak seperguruan sendiri dengan sama2 bertangan kosong, kalau hanya beberapa puluh jurus saja belum tentu dia akan dikalahkan, tapi oleh karena kepergian Nyo Ko yang bayangan tubuhnya berkelebat keluar pintu, tiba2 teringat oleh Siao-liong-li bahwa dengan perginya Nyo Ko ini mereka tak akan bersua lagi untuk se-lama2nya, maka dadanya tiba2 se-akan2 menjadi sesak, matanya pun menjadi sepat dan ingin meneteskan air mata.   Selama hidup Siao-liong-li tidak pernah terguncang perasaan murninya, siapa tahu hari ini saja sudah dua kali ia hampir menangis, keruan seketika ia tersadar dan luar biasa terkejutnya, justru pertandingan diantara jago silat sedikitpun pantang teledor, sedikit tertegunnya tadi yang sejenak saja telah digunakan Li Bok-chiu dengan baik, se-konyong2 ia berhasil mencengkeram "hwe-cong-hiat"   Pergelangan tangan Siao-liong-li, menyusul ini sebelah kakinya menjegal, keruan saja Siao-liong-li tak sanggup berdiri tegak, ia kena dirobohkan ke lantai.   Pada saat robohnya Siao-liong-li itulah, saat itu juga Nyo Ko tepat sedang menoleh memandangnya, Dengan sendirinya luar biasa kagetnya demi dilihatnya sang guru hendak dicelakai Li Bok-chiu, darahnya seketika mendidih, dalam keadaan demikian, sekalipun langit ambruk atau bumi terbalik juga tidak dia hiraukan lagi.   "Jangan mencelakai Kokoh !"   Demikian ia berteriak Berbareng ini ia menubruk masuk kembali, dari belakang segera ia merangkul pinggang Li Bok-chiu dengan kencang.   Tipu serangan Nyo Ko ini betul2 "diluar kamus silat", sama sekali tidak terdapat dalam teori persilatan golongan manapun, hanya saking kuatirnya Nyo Ko tidak pikirkan apakah rangkulannya ini masuk akal atau tidak, yang dia pikir hanya menolong Siao-liong-li saja.   Sebaliknya karena Li Bok-chiu hanya memikir hendak tawan Siao-liong-li, maka se-kali2 tak diduganya bahwa Nyo Ko yang sudah kabur keluar itu bisa masuk kembali, bahkan terus menubruk punggungnya, karena tak ter-sangka2, maka pinggangnya seketika kena terangkul kencang dan tak dapat dilepaskan meski dia coba me-ronta2.   Walaupun tindak-tanduk Li Bok-chiu biasanya sangat kejam dan tidak suka terikat oleh segala adat-istiadat umum, namun tubuhnya yang suci bersih senantiasa dia jaga baik2, oleh sebab itu, meski sudah beberapa puluh tahun berkelana di dunia Kangouw toh dia masih tetap bertubuh perawan, tetapi kini mendadak dirangkul Nyo Ko se-kencang2nya, seketika terasa olehnya semacam hawa hangat kaum lelaki se-akan2 menembus punggungnya terus masuk ke lubuk hatinya, tanpa tertahan seluruh badannya menjadi lemas tak bertenaga, mukanyapun berubah merah.   Dahulu waktu di daerah Kanglam sebelah matanya sampai kena ditotol buta oleh burung merahnya Nyo Ko, soalnya juga disebabkan oleh rangkulan Nyo Ko, tatkala itu Nyo Ko masih kecil, namun toh sudah memiliki bau laki2 umumnya yang khas, siapa tahu kejadian mana kini bisa terulang lagi, apa pula kini Nyo Ko sudah berupa pemuda, maka hawa hangat yang mengalir keluar dari tubuhnya itu lebih2 menggoncangkan perasaan kaum wanita.   Oleh karena rangkulan Nyo Ko inilah, tangan Li Bok-chiu yang mencekal pergelangan Siao-liong-li lantas menjadi kendor, sudah tentu kesempatan ini tidak di-sia2kan Siao-liong-li, seketika ia baliki tangannya dan bergantian menekan urat nadi tangan orang, namun di lain pihak ujung senjata Ang Ling-po sudah menempel juga di punggung Nyo Ko.   Tatkala itu Siao-liong-li sudah terebah di lantai ketika dilihatnya Nyo Ko terancam bahaya, segera ia menggulingkan tubuhnya ke kiri, sekaligus ia tarik Li Bok-chiu serta Nyo Ko ke samping, dengan demikian tusukan Ang Ling-po menjadi mengenai tempat kosong.   "Ko-ji, lekas berangkat !"   Bentak Siao-liong-li sesudah melompat bangun. Akan tetapi sekali ini Nyo Ko ternyata tidak turut perintahnya ia masih merangkul pinggang orang kencang-kencang.   "Tidak, Kokoh, kau saja yang pergi, aku menyikap dia begini, tidak nanti dia bisa lolos,"   Teriak Nyo Ko.   Di lain pihak, dalam sekejap itu pikiran Li Bok-chiu sudah berputar belasan kali, sebentar ia insaf keadaan sangat membahayakan dirinya, terpaksa dia harus kumpulkan tenaga dalam untuk melepaskan diri dari pelukan orang, tetapi lain saat terasakan olehnya berada dalam pelukan Nyo Ko, rasanya begitu enak, begitu meresap hingga sukar dilukiskan.   Keruan saja Siao-Iiong-li ter-heran2, ia pikir ilmu silat sang Suci begitu tinggi, kenapa bisa ditaklukkan Nyo Ko hingga tak mampu berkutik ? Dalam pada itu dilihatnya Ang Ling-po telah angkat pedangnya hendak menusuk Nyo Ko lagi.   "Perempuan ini kurangajar terhadap diriku tadi, harus kuhajar adat padanya,"   Demikian ia pikir dengan lekas.   Karena itu, tiba2 kedua jarinya menyentil ke batang pedang Ang Ling-po yang kiri, begitu hebat selentikan ini hingga pedangnya mendadak meloncat terus membentur pedang Ang Ling-po di tangan kanan dengan mengeluarkan suara nyaring Keruan Ang Ling-po terkejut, kedua tangannya pun linu oleh karena tenaga benturan tadi sehingga sepasang pedangnya terjatuh ke lantai, saking kaya sampai Ang Ling-po berkeringat dingin, pula ia melompat mundur.   Dan oleh karena saling beradunya kedua pedang tadi sehingga mencipratkan lelatu api, maka sekilas terlihat oleh Li Bok-chiu bahwa diantara sinar mata sang Sumoay seperti mengunjuk semacam perasaan aneh dan sedang memandang padanya dengan dingin.   Karena itu, tanpa terasa Li Bok-chiu jadi malu juga.   "Anak busuk, apa kau minta mampus ?"   Damperatnya segera, Berbareng ini kedua lengannya tiba2 bekerja, yang satu meronta dan yang lain melepas, maka berhasil dia loloskan diri dari pelukan Nyo Ko yang "mesra", bahkan menyusul telapak tangannya terus memukul ke arah Siao- liong-li Dengan sendirinya Siao-liong-li menangkis, tetapi segera terasa olehnya tenaga pukulan sang Suci terlalu hebat, terlalu kuat, ia sendiri baru sembuh dari luka parah.   dadanya kini menjadi sakit lagi oleh karena getaran pukulan orang.   Dalam pada itu, dilihatnya Nyo Ko merangkak bangun dan kembali menubruk maju hendak membantu dirinya pula, Karuan ia sangat mendongkol "Ko-ji, apa betul2 kau tidak mau turut perkataanku ?"   Bentaknya.   "Apa saja yang bibi katakan akan kuturut, hanya sekali ini saja aku tak mau turut,"   Sahut Nyo Ko tiba2.   "O, Kokoh yang baik, biarlah aku mati-hidup bersama saja dengan kau."   Mendengar lagu suara orang begitu tulus dan begitu sungguh2, kembali hati murni Siao-Iiong-li"   Terguncang lagi.   Sementara ia lihat Li Bok-chiu kembali melontarkan sekali gablokan pula, ia insaf kepandaian sendiri kini banyak terganggu, pukulan keras ini se-kali2 tak dapat ditangkisnya, tanpa pikir segera ia melompat ke samping, berbareng ini ia samber tubuh Nyo Ko terus melarikan diri keluar dari lubang pintu tadi.   Namun Li Bok-chiu tidak tinggal diam, segera ia menyusul di belakang orang dan ulur tangan hendak menjambret punggung Nyo Ko.   "Jangan lari!"   Demikian bentaknya pula.   Tetapi Siao-liong-li sudah siap, tiba2 ia baliki tangannya dan berhamburlah segenggam pasir tawon putih dengan cepat ke arah Li Bok-chiu.   Begitu lihay Giok-hong-soa atau pasir tawon putih itu hingga se-akan2 tak bersuara, tetapi tahu2 sudah menyamber tiba, Namun betapapun juga Li Bok-chju terhitung sesama guru dengan Siao-liong-li, dia kenal betapa lihaynya Am-gi ini, ketika mendadak hidungnya mengendus bau manis dan harum madu tawon, dalam kagetnya sekonyong-konyong ia mengayun tubuhnya sendiri ke belakang, karena perbuatannya ini sama sekali tak ter-duga2, maka Ang Ling-po yang membuntut dibelakang sang guru kena tertumbuk hingga ke-dua-duanya jatuh terjungkal.   Dalam pada itu terdengarlah suara "cring-cring"   Nyaring halus, kiranya belasan butir pasir tawon putih itu telah kena menyambit dinding batu, menyusul terdengar pula suara "krekat-kre-ket"   Dua kali, nyata Siao-liong-li sudah lari keluar kamar batu dengan menggondol Nyo Ko, alat perangkap rahasia dikerahkan, maka kembali pintu gua tersumbat rapat pula.   Sesudah meloloskan diri keluar kuburan itu bersama gurunya, Nyo Ko tidak kepalang girang-nya, ia menghisap hawa segar beberapa kali di alam terbuka itu.   "Kokoh, sekarang biar kuturunkan batu raksasa itu, agar dua wanita jahat itu mampus di dalam kuburan,"   Katanja kemudian pada Siao-liong-li, habis ini lantas ia hendak pergi mencari alat rahasianya. Diluar dugaan Siao-liong-li telah goyang2 kepala atas usulnya tadi.   "Nanti dulu, tunggu kalau aku sudah masuk pula ke dalam,"   Katanya tiba2. Keruan Nyo Ko terkejut "He, kenapa mau masuk lagi ?"   Tanyanya cepat.   "Ya, Suhu sudah pesan aku menjaga baik2 kuburan ini, maka se-kali2 tidak boleh aku mem-biarkannya dikangkangi orang lain,"   Kata Siao-liong-li.   "Jika kita tutup rapat pintu kuburan, mereka kan tidak bakal hidup lebih lama lagi,"   Ujar Nyo Ko.   "Ya, tetapi akupun tidak bisa masuk kemba-li,"   Sahut Siao-liong-li.   "Apa yang dikatakan Suhu tak berani kubantah, Hm, tidak seperti kau !" -Habis berkata, dengan sengit ia pelototi Nyo Ko sekejap. Seketika hati Nyo Ko terkesiap, darahnya segera bergolak lagi, tiba2 ia pegang lengan Siao-liong-li dan berkata.   "Baiklah Kokoh, aku pasti turut segala perkataanmu."   Mendengar kata2 Nyo Ko yang diucapkan dengan mesra ini, Siao-liong-li sedapat mungkin menahan perasaan hatinya, tak berani dia terguncang lagi, maka sepatah-katapun ia tidak menyahut, ia kipatkan tangan orang terus masuk kembali ke dalam kuburan kuno itu.   "Nah, lekaslah kau turunkan batu penutupnya !"   Katanya kemudian sambil berdiri mungkur, ia sengaja membelakangi Nyo Ko yang masih berdiri di luar kuburan, ia kuatir kalau dirinya tak sanggup menguasai perasaan sendiri, maka dia tak mau memandang pemuda itu lagi.   Di lain pihak Nyo Ko sendiripun diam2 sudah ambil suatu keputusan, ia sedot dalam2 hawa segar alam terbuka itu, waktu ia menengadah, ia lihat cakrawala penuh bertaburan dengan bintang2 yang berkelap-kelip.   "lnilah untuk penghabisan kalinya aku memandang langit dan bintang,"   Katanya di dalam hati.   Kemudian ia mendekati sebelah kiri pilar kuburan itu, ia turuti apa yang pernah Siao-liong-li tunjuk padanya, dengan kuat ia geser pilar batu itu, betul saja di bawahnya terdapat sepotong batu lagi yang berbentuk bundar, maka dipegangnya batu bulat itu terus ditarik sekuat tenaganya.   Oleh karena tarikan itu, batu bundar itu terlepas hingga berwujut satu lubang, menyusul dari dalam lubang itu pe-lahan2 mengalir keluar pasir halus seperti mata air yang mengalir keluar dari sumbernya, maka tertampaklah dua batu raksasa di atas kuburan pe-lahan2 mulai menurun.   "Kedua potong batu raksasa ini beratnya beratus ribu kati, dahulu waktu Ong Tiong-yang membangun kuburan ini, untuk memasang batu2 ini saja diperlukan tenaga ratusan orang secara gotong-royong, kini kalau sampai pintu kuburan tersumbat rapat oleh batu raksasa ini, maka dapat dipastikan Li Bok-chiu, Siao-liong-li dan Ang Ling-po selama hidup tidak bakal bisa keluar kembali. Menyadari akibatnya apabila batu raksasa itu merapat, tak tertahan lagi air mata Siao-liong-li bercucuran, mendadak dia menoleh. Dalam pada itu batu raksasa itu kira2 tinggal dua kaki lagi hampir sampai di tanah, se-konyong2 dengan gerak tipu "giok-li-tau-so" (si gadis ayu melempar tali), secepat kilat Nyo Ko menerobos masuk lagi ke dalam kuburan melalui lubang selebar dua kaki itu secepat anak panah terlepas dari busurnya. Siao-liong-li menjerit kaget oleh perbuatan Nyo Ko yang tak terduga itu. sementara itu Nyo Ko sudah berdiri tegak lagi di hadapannya.   "Kokoh, kini kau tak bisa mengusir aku lagi,"   Kata bocah ini dengan tertawa.   Baru habis berkata, tiba2 terdengar dua kali suara keras, kiranya kedua batu raksasa itu sudah membentur tanah hingga kuburan itu tertutup rapat.   Dalam kagetnya tadi segera Siao-liong-li merasakan kegirangan yang tak terhingga pula, saking hebat guncangan perasaannya, hampir2 saja ia jatuh pingsan lagi, dengan badan lemas ia bersandar pada dinding batu, napasnya ter-sengal2.   "Baiklah, biar kita mati bersama di suatu tempat,"   Katanya kemudian sesudah agak lama, Habis ini ia gandeng tangan Nyo Ko dan masuk ke ruangan dalam.   Tatkala mana Li Bok-chiu berdua sedang berusaha hendak membuka pintu kamar yang tertutup rapat itu, tetapi belum berhasil, keruan mereka kaget ketika melihat Siao-liong-li dan Nyo Ko mendadak muncul kembali, segera pula mereka kegirangan begitu bergerak, segera Li Bok-chiu melompat ke belakang Siao-liong-li dan Nyo Ko dengan tujuan memotong jalan mundur mereka.   Namun demikian, sikapnya Siao-liong-li tetap tenang saja.   "Suci, marilah kubawa kau ke suatu tempat,"   Katanya tiba2 dengan dingin. Karena ajakan ini, Li Bok-chiu berbalik ragu2, ia tak menjawab, hanya dalam hati ia membatin.   "Di dalam kuburan ini penuh terpasang perangkap rahasia, jangan aku sampai kena dikibuli."   "Aku hendak bawa kau berziarah ke depan abu Suhu, jika kau tak mau pergi, terserahlah !"   Kata Siao-liong-li pula.   "Jangan kau coba gunakan nama Suhu untuk menipu aku,"   Sahut Li Bok-chiu.   Siao-liong-li tersenyum dingin oleh jawaban orang, iapun tidak ber-kata2 lagi, tetapi lantas berjalan menuju ke pintu sambil masih gandeng tangan Nyo Ko.   Lagu suara dan tingkah laku Siao-liong-li seperti membawa semacam keangkeran yang tak bisa dibantah orang, maka Li Bok-chiu berdua pun lantas mengikut di belakangnya, cuma senantiasa ia berlaku waspada, sedikitpun tak berani lengah.   Meski diikuti orang dari belakang, namun Siao-liong-li masih terus jalan ke depan dengan gandeng tangan Nyo Ko, sama sekali dia tak pikir kalau sang Suci mungkin akan membokong dirinya, ia terus masuk ke kamar peti mati batu itu.   Meski Li Bok-chiu sudah pernah tinggal di dalam kuburan kuno ini, namun kamar makam ini ternyata belum dikenalnya, teringat olehnya budi mendiang gurunya yang telah mendidiknya, dalam hatinya mula2 rada pilu juga, tetapi bila teringat pula sang guru yang berat sebelah, pilih kasih pada sesama murinya, dari rasa duka seketika berubah menjadi gusar, dan karena ini dia tidak berlutut dan menyembah pada abu makam guru-nya.   "Hubungan kami antara guru dan murid sudah lama terputus, untuk apa membawa aku ke sini ?"   Dengan marah segera ia damperat Siao-liong-li.   "Bukankah disini masih ada dua peti mati kosong, yang satu disediakan untuk kau dan yang lain buat aku,"   Kata Siao-liong-li kemudian dengan tawar saja.   "Sebab inilah aku ingin tanya dulu padamu, kau suka peti yang mana, boleh kau pilih sesukamu."   Ia berkata sambil menuding pada kedua peti batu yang masih kosong itu. Keruan saja tidak kepalang gusar Li Bok-chiu.   "Kurangajar, berani kau permainkan aku ?"   Bentaknya murka, sekali pukul tahu2 telapak tangannya telah menuju dada Siao-liong-li.   Begitu cepat pukulan ini hingga tampaknya dengan segera tangannya akan mampir di dada orang, namun Siao-liong-li ternyata masih diam2 saja, sedikitpun ia tidak berusaha menangkis atau mengelakkan diri, keruan berbalik Li Bok-chiu sendiri tertegun.   "Jika kena, pasti dia mampus seketika,"   Pikir Li Bok-chiu diam2, dan karena orang masih tetap tidak menangkis, tiba2 telapak tangannya yang tinggal beberapa senti di depan dada Siao-liong-li itu mendadak dia tarik kembali mentah-mentah.   Di lain pihak Siao-liong-li ternyata masih tenang2 saja meski setiap saat jiwanya terancam bahaya.   "Suci, Toan-liong-ciok pintu kuburan sudah menutup rapat!"   Demikian katanya.   Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Ha ?"   Seru Li Bok-chiu kaget, seketika mukanya menjadi pucat lesi pula. Ya, meskipun tidak semua perangkap rahasia di dalam kuburan ini dia dikenalinya, namun "Toan-liong-ciok"   Atau batu-pemotong-naga, yaitu kedua batu raksasa penutup pintu kuburan tadi, cukup dikenalnya sebagai satu jalan paling lihay pada saat terakhir, dahulu batu raksasa itu disediakan gurunya untuk men-jaga2 bila kedatangan musuh tangguh yang tak bisa dilawan, maka batu itu dapat dipakai sebagai benteng pertahanan siapa tahu dirinya kini justru kena ditutup rapat di dalam kuburan oleh sang Sumoay.   "Kau tahu jalan ke... keluar lain, bukan ?"   Tanyanya kemudian dengen suara ter-putus2.   "Kau sendiri cukup tahu, apabila Toan-liong-ciok sudah menutup, maka pintu kuburan tidak nanti bisa dibuka lagi,"   Kata Siao-liong-li dingin.   "Kau bohong !"   Teriak Li Bok-chiu tiba2 dengan bengis sambil janmbret dada orang. Walaupun diperlakukan secara kasar, tetap Siao-liong-li tidak melawan atau menjadi marah.   "Nah, di sanalah Giok-li-sim-keng yang ditinggalkan Suhu itu, kau ingin membacanya, pergilah baca sesukamu,"   Kata Siao-liong-li lagi tetap tenang."   Aku sendiri menanti disini bersama Ko-ji, mau kau bunuh, boleh kau lakukan, tetapi bila kau ingin keluar dari sini, itulah kukira tidak mungkin lagi!"   Nampak sikap orang, tangan Li Bok-chiu yang menjambret baju dada Siao-liong-li pe-lahan2 menjadi kendur dan lurus ke bawah lagi, dengan penuh perhatian ia coba awasi orang, lihat wajah Siao-liong-li mengunjuk sikap yang acuh tak acuh, maka percayalah dia se-kali2 sang Sumoay tidak ber-dusta.   "Baik juga, biar kubunuh dahulu kalian berdua !"   Katanya tiba2, pikirannya mendadak berubah. Berbareng ini sebelah telapak tangannya dia pukulkan ke muka Siao-liong-li. Diluar dugaannya, se-konyong2 Nyo Ko melompat maju terus menghadang di hadapan Siao-liong-li.   "Mau bunuh, bunuh saja diriku !"   Demikian teriaknya pula.   Karena ini, telapak tangan Li Bok-chiu berubah arah menuju dada Nyo Ko, namun sesudah dekat, sesaat masih dia tahan dan tidak dipukulkan terus, dengan sorot mata gemas ia pandang marah ini "Lagi2 begini rupa kau membela dia, apa kau memang sudah rela mati untuk dia ?"   Tanyanya kemudian "Ya !"   Sahut Nyo Ko dengan suara lantang. Atas jawaban ini, secepat kilat tahu2 Li Bok-chiu sudah dapat merampas pedang Nyo Ko yang terselip di ikat pinggangnya itu, dengan senjata rampasan ini segera ditodongkannya ke tenggorokan anak itu.   "Aku hanya perlu bunuh seorang saja,"   Kata Li Bok-chiu.   "Coba kau katakan sekali lagi, kau yang mati atau dia saja yang mati ?"   Nyo Ko tidak menjawab, ia pandang Siao-liong-li sambil tertawa, Nyata tatkala itu mereka berdua ini sudah tak menghiraukan mati-hidup lagi, tidak peduli Li Bok-chiu akan membunuh mereka dengan cara bagaimana, yang jelas mereka tidak akan menggubrisnya.   Nampak kelakuan Nyo Ko dan Siao-liong-li ini, tiba2 Li Bok-chiu menghela napas panjang, pedangnya dilemparkan ke lantai.   "Sudahlah, Sumoay, sumpahmu sudah batal, kau boleh bebas keluar dari sini,"   Katanya dengan suara lemah.   Sebab apakah tiba2 Li Bok-chiu berkata demikian ? Kiranya Ko-bong-pay yang didirikan Lim Tiao-eng ini, karena dahulu dia mencintai Ong Tiong-yang secara sepihak dan tidak terbalas, dalam dukanya maka Lim Tiao-eng telah menetapkan satu peraturan perguruan yang keras, yalah barang siapa yang menjadi ahliwaris golongan Ko-bong-pay ini harus bersumpah untuk selama hidup akan menetap di dalam kuburan kuno dan seumur hidup tidak akan turun dari Cong-lam-san, Tetapi ada suatu kekecualian, yakni apabila ada seorang pemuda dengan rela dan tulus hati bersedia mati untuknya, maka sumpah seumur hidup tidak akan turun gunung itu menjadi batal.   Hanya saja hal ini se-kali2 tidak boleh diketahui lebih dulu oleh si lelaki itu.   Sebab Lim Tiao-eng anggap kaum laki2 di seluruh jagat ini semuanya berhati palsu, tidak nanti ada laki2 yang rela mati untuk seorang perempuan, bila betul2 ada orangnya, maka anak murid keturunannya boleh mengikuti lelaki itu turun gunung.   Li Bok-chiu sendiri lebih dulu masuk perguruan daripada Siao-liong-li, seharusnya dialah yang menjadi ahliwaris Ko-bong-pay, tetapi karena dia tak mau bersumpah untuk tidak turun gunung, maka akhirnya Siao-liong-li yang diangkat sebagai ahliwaris Ko-bong-pay.   Melihat Nyo Ko begitu tulus dan setia pada Siao-liong-li, tanpa terasa dari kagum, iri, terasa menjadi benci pula, teringat oleh Li Bok-chiu dahulu Liok Tian-goan telah ingkar janji dan patahkan hatinya, maka tiba2 ia beringas lagi.   "Ya, Sumoay, kau sungguh beruntung sekali,"   Teriaknya mendadak, habis ini ia samber pedang yang jatuh tadi terus ditusukkan ke tenggorokan Nyo Ko.   Melihat tusukan orang sekali ini benar2 keji dan sungguhan, dalam keadaan berbahaya, tidak bisa tidak Siao-liong-li harus menolong Nyo Ko.   belasan butir Giok-hong-soa segera dia hamburkan lagi.   Lekas2 Li Bok-chiu enjot kakinya, ia meloncat ke atas untuk menghindari serangan pasir berbisa itu.   Tetapi kesempatan ini kembali dipergunakan Siao-liong-li dengan baik, ia tarik Nyo Ko dan berlari lagi ke pintu dengan cepat.   "Suci, sumpahku batal atau tidak perlu dipikirkan pendek kata kita berempat rupanya sudah pasti akan mati bersama di dalam kuburan ini,"   Demikian Siao-liong-li masih berpaling dan berseru pada Li Bok-chiu.   "Aku tak ingin melihat rupamu lagi, biarlah kita mati sendiri2 saja."   Sembari berkata, ia raba pada ujung dinding, lalu turun lagi pintu batu, kembali mereka berempat di-pisah2kan pula.   Dalam pada itu, saking tergoncangnya perasaan Siao-liong-li seketika sukar melangkah lagi, Iekas2 Nyo Ko memayangnya dan dibawa mengaso ke kamarnya Sun-popoh.   Nyo Ko menuang dua cangkir madu tawon, ia serahkan secangkir pada Siao-liong-li dan dia sendiri minum secangkir.   "Ko-ji, coba katakan, mengapa kau rela mati untuk aku ?"   Tanya Siao-liong-li kemudian sambil menghela napas pelahan.   "Ya, di dunia ini melainkan kau saja yang sangat baik padaku, mengapa aku tidak mau mati untukmu ?"   Sahut Nyo Ko tegas. Mendengar jawaban yang pasti ini, Siao-liong-li berbalik terdiam.   "Jika tahu begini sebelumnya, kitapun tidak perlu lagi kembali ke dalam kuburan untuk mati bersama mereka,"   Katanya sesudah lewat sejenak.   "Kokoh, apa kita tak bisa berdaya untuk keluar ?"   Tanya Nyo Ko.   "Nyata kau tidak tahu betapa kuat bangunan kuburan ini"   Sahut Siao-liong-li "Sungguhpun kepandaianku sepuluh kali lebih tinggi lagi juga tak mampu keluar."   Mengerti jawaban orang ini bukan omong kosong belaka, Nyo Ko menjadi putus asa dan menghela napas.   "Kau menyesal bukan ?"   Tanya Siao-liong-li.   "Tidak, tidak,"   Sahut Nyo Ko cepat dan pasti "sedikitnya di sini aku berada bersama kau, padahal di luar sana tiada seorangpun yang sayang padaku lagi."   Dahulu Siao-liong-li telah melarang Nyo Ko membilang "kau sayang padaku"   Segala, karenanya sejak itu Nyo Ko tak pernah mengucapkannya lagi, tetapi kini perasaannya sudah berubah, maka demi mendengar ucapan itu, sebaliknya terasalah semacam perasaan yang hangat dan mesra.   "Kalau begitu, kenapa kau menghela napas ?"   Ia tanya lagi.   "Kokoh, aku pikir apabila kita bisa sama2 turun gunung, di dunia luar sana banyak sekali hal2 yang menarik, pula kau selalu mendampingi aku, siapapun tentu tiada berani menghina aku lagi,"   Sahut Nyo Ko.   Hati Siao-liong-li sebenarnya bersih dan tenang, sebab sejak bayi dia tinggal di dalam kuburan kuno ini selamanya sang guru dan Sun-popo tidak pernah bercerita tentang keadaan di dunia luar, dengan sendirinya hal semacam itupun tidak pernah dia bayangkan, tetapi kini di-sebut2 Nyo Ko, tanpa tertahan perasaannya menjadi bergolak dan susah ditekan.   Siao-liong-li merasa darah hangat di dadanya serasa mendidih dan membanjir ke atas, ia berniat kumpulkan Lwekangnya buat mengatasi namun toh tetap tidak menjadi tenang, diam2 ia heran dan terkejut, ia merasa seumur hidupnya belum pernah mengalami pergolakan serupa ini, ia pikir tentu hal ini disebabkan sehabis terluka parah, maka tenaga dalam sukar dipulihkan kembali.   Nyata dia tidak tahu disebabkan dalam tubuhnya sudah banyak mengalir darahnya Nyo Ko yang panas, keadaan sudah jauh berbeda dengan wataknya dahulu yang tenang dan dingin selalu, oleh karena itu gangguan2 tenaga dan berbagai macam pikiran se-konyong2 lantas membanjir.   Ia coba bersemadi di atas dipan, tetapi rasanya tetap gelisah, begitu kusut pikirannya, dia lantas mondar-mandir dalam kamar itu, tetapi semakin jalan rasanya semakin sumpek dan langkahnya juga semakin cepat hingga akhirnya dia ber-Iari2 sendirian.   Melihat kedua pipi orang semu merah dan sikapnya berobah aneh, Nyo Ko luar biasa heran-nya, belum pernah dia melihat kelakuan Siao-liong-li seperti sekarang ini semenjak mereka berkenalan.   Setelah ber-lari2 sebentar, kemudian Siao-liong-li duduk lagi di atas pembaringan, ia coba pandang Nyo Ko, ia lihat wajah pemuda ini cakap, tapi penuh rasa kuatir atas dirinya, tibal hatinya tergerak, ia pikir.   "Toh aku sudah mau mati, begitu juga dia, Lalu buat apa lagi urus segala soal guru dan murid atau bibi dan kemenakan ? jika dia mau peluk aku, pasti aku tidak akan menolak dan biarkan dia peluk aku se-kencang2nya."   Dalam pada itu Nyo Ko sedang mengamat-amati juga pada Siao-liong-li, ia lihat mata orang seperti sedang bicara, dadanya naik-turun dengan napas rnemburu, ia sangka sang guru kambuh lagi luka dalamnya.   "Kokoh, kenapakah kau ?"   Segera ia tanya.   "Mari sini, Ko-ji,"   Panggil Siao-liong-li dengan suara halus. Nyo Ko menurut, ia mendekatinya.   "Ko-ji, kau suka tidak padaku ?"   Tanya Siao-liong-li tiba2 dengan suara rendah sambil memegang tangan Nyo Ko dan di-gosok2an ke pipinya sendiri. Karena tangannya menempel pipi orang, Nyo Ko merasakan muka Siao-liong-li sepanas dibakar keruan ia kaget dan kuatir.   "Ko kokoh, ap... apa dadamu sangat sakit ?"   Tanyanya dengan suara gemetar.   "O, tidak, sebaliknya rasa hatiku enak seka-li,"   Sahut Siao-liong-li dengan tertawa.   "Ko-ji, aku sudah hampir mati, coba katakanlah apakah betul2 kau sangat suka padaku ?"   "Tentu saja, di dunia ini melainkan kau saja seorang yang baik terhadap diriku,"   Sahut Nyo Ko cepat.   "Tetapi bila ada seorang gadis lain yang sangat baik, ya, baik sekali terhadap kau, bisa tidak kau suka padanya ?"   Kata Siao-liong-li lagi.   "Siapa saja yang baik padaku, tentu aku perlakukan dia dengan baik pula,"   Sahut Nyo Ko.   Se-konyong2 Nyo Ko merasakan tangan Siao Iiong-li yang menggenggamnya itu gemetar beberapa kali, habis ini mendadak berubah menjadi dingin bagai es, waktu Nyo Ko memandang muka orang, ia lihat pipi Siao-liong-li yang tadinya merah dadu kini sudah kembali pucat lesi seperti tadi lagi.   Keruan Nyo Ko sangat terkejut.   "Apakah aku salah omong, Kokoh ?"   Tanyanya kuatir.   "Apabila kau masih suka pada gadis lain di dunia ini, maka janganlah kau suka lagi padaku,"   Kata Siao-liong-li. Nyo Ko tertegun, tetapi segera ia dapatkan pikiran lain.   "Kokoh, tidak seberapa hari lagi kita akan mati mana ada gadis lain lagi yang bisa suka padaku,"   Katanya kemudian dengan tertawa. Karena ucapan inilah, Siao-liong-li ketawa juga.   "Ya, benar2 aku sudah pikun,"   Katanya.   "Cu-ma aku tetap ingin mendengar kau bersumpah di hadapanku."   "Sumpah apakah ?"   Tanya Nyo Ko.   "Aku ingin kau mengucapkan bahwa kau hanya menyukai aku satu orang, apabila kau berubah pikiran dan suka lagi pada orang lain, maka kau harus dibunuh olehku."   Kata Sio-liong-li tiba2.   Nyata meski Siao-Iiong-li sudah berusia dua puluhan tahun, tetapi selama hidupnya dilewatkan di dalam kuburan kuno ini, maka kelakuannya masih ke-kanak2an dan suka terang2an, sedikitpun dia tidak bersikap malu2 seperti gadis umumnya, makanya tanpa tedeng aling2 ia minta sumpah setia dari Nyo Ko.   "Jangan kata selamanya tidak bakal terjadi hal demikian, seandainya memang aku berlaku tidak baik dan tidak turut pada perkataanmu kau hendak membunuh akupun kuterima,"   Demikian Nyo Ko menyahut dengan tertawa, Habis ini betul juga ia lantas mengucapkan sumpah.   "Tecu Nyo Ko selama hidup ini hanya menyukai Kokoh seorang saja, apabila aku berubah pikiran, tidak usah Kokoh membunuh aku, begitu melihat muka Kokoh, segera Tecu bunuh diri sendiri"   Senang sekali hati Siao-liong-li mendengar sumpah ini.   "Bagus sekali apa yang kau katakan, dengan demikian aku tak perlu kuatir lagi,"   Katanya kemudian dengan menghela napas lega, ia genggam tangan Nyo Ko kencang2. Maka terasalah oleh Nyo Ko ada semacam hawa hangat menembus ke tubuhnya melalui tangan orang.   "Ko-ji, sungguh aku ini orang tidak baik,"   Kata Siao-Iiong-li pula.   "Tidak, kau sangat baik,"   Nyo Ko membetulkan kata2 orang.   "Tidak,"   Kata Sio-liong-li sambil geleng kepala.   "dahuIu aku terlalu kejam terhadap kau, mula2 aku hendak usir kau, syukur Sun-popoh menahan kau, jika waktu itu aku tidak usir kau, tentunya Sun-popoh tak akan mati juga !"   Berkata sampai disini, tak tertahan lagi air mata Siao-liong-li mengucur keluar.   Sejak umur lima Siao-liong-li mulai melatih diri sampai kini, selama itu tak pernah lagi dia menangis dan mengalirkan air mata, tetapi kini ia telah menangis, seketika perasaan hatinya tergoncang hebat, ruas tulang seluruh tubuhnya se-akan2 berkeretakan hingga sebagian tenaga latihannya menjadi buyar.   Kaget sekali Nyo Ko melihat keadaan Siao-liong-li yang hebat itu.   "He, Kokoh, Kokoh !"   Teriaknya kuatir, justru pada saat genting itu, tiba2 terdengar suara "krekat-kreket"   Beberapa kali, ternyata pintu batu mulai terpentang didorong orang, menyusul mana terlihat Li Bok-chiu dan Ang Ling-po telah melangkah masuk.   Kiranya Li Bok-chiu yang terkurung di dalam kuburan itu telah berusaha keras untuk loloskan diri.   Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      ia pikir meski batu Toan-liong-ciok itu sudah menutup, tetapi daripada duduk terpekur menanti kematian, lebih baik berusaha mencari hidup.   Oleh karena itu nyalinya menjadi besar, ia tidak jeri lagi pada alat2 perangkap yang lihay di dalam kuburan itu, dengan berani ia lantas terjang terus hingga beberapa ruangan akhirnya dapat ditembus dan tibalah sampai di kamarnya Sun-popoh.   Nampak munculnya orang secara mendadak, lekas2 Nyo Ko tampil ke depan mengalingi Siao-liong-li.   "Kau mau apa lagi ?"   Teriaknya sengit.   "Kau menyingkir ada yang hendak kukatakan pada Sumoay,"   Kata Li Bok-chiu. Tetapi kuatir orang pakai tipu muslihat dan gurunya nanti dicelakai, Nyo Ko tetap tak mau menyingkir "Apa yang hendak kau katakan boleh katakan saja di situ,"   Sahutnya kemudian. Melihat kebandelan pemuda ini, dengan mata melotot Li Bok-chiu pandang sejenak pada Nyo Ko.   "Lelaki semacam kau ini sungguh jarang terdapat di dunia ini,"   Akhirnya ia berkata dengan menghela napas.   "Suci, kau bilang apa tentang dia ?"   Tanya Siao-liong-li tiba2 sambil turun dari pembaringannya.   "Dia baik atau tidak ?"   "Sumoay, selamanya kau tak pernah turun gunung, maka kau tidak kenal hati manusia di dunia ini yang kejam dan palsu,"   Sahut Li Bok-chiu.   "Orang yang berbudi luhur dan berhati setia seperti dia ini, boleh dikatakan di seluruh jagat ini sukar dicari bandingannya."   Rupanya Siao-liong-li sangat senang dan terhibur oleh kata2 sang Suci.   "Kalau begitu, seorang seperti dia ini suka mati bersama aku, hidupku ini terasa tidak penasaran lagi,"   Katanya dengan pelahan.   "Sebenarnya pernah apakah dia dengan kau, Sumoay ? Apa kau sudah mengawini dia ?"   Tanya Li Bok-chiu lagi.   "Tidak, dia adalah muridku, dia bilang aku sangat baik padanya. Tetapi sebenarnya baik atau tidak, aku sendiripun tidak tahu,"   Sahut Siao-liong-li. Sudah tentu Li Bok-chiu sangat heran oleh jawaban ini.   "Aku tidak percaya,"   Ujarnya sambil geleng kepala, Habis ini se-konyong2 ia menarik tangan kanan Siao-liong-li, ia gulung lengan baju orang, maka tertampaklah olehnya di atas kulit yang putih bersih bagai salju itu terdapat satu titik merah, tidak salah lagi itu adalah "Siu-kiong-seh"   Yang ditisik guru mereka pada mula2 masuk perguruan golongan Ko-bong-pay.   "Siu-kiong-seh"   Atau andeng2 cecak, menurut cerita kuno dibuat dengan cara demikian. setelah cecak dipelihara dan diberi makanan obat2an khusus sebangsa "Cuseh"   Sebanyak tujuh kali bertu-rut-turut sehingga akhirnya seluruh badan binatang cecak ini berubah merah darah, lalu cecak ini dibunuh dan darah merah itu diambil untuk di-tisikan pada tubuh kaum wanita, apabila wanita ini masih bertubuh perawan, maka selama itu Siu-kuong-seh"   Atau andeng2 merah buatan ini akan tetap tinggal di tempatnya, tetapi bila wanita itu sudah melanggar kesuciannya, maka andeng2 merah segera lenyap.    Ilmu Golok Keramat Karya Chin Yung Kelelawar Tanpa Sayap Karya Huang Ying Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung

Cari Blog Ini