Kembalinya Pendekar Rajawali 18
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung Bagian 18
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya dari Chin Yung Begitulah dengan menahan perasaan geli Nyo Ko melihat pelayan hotel itu sedang "main pidato", dasar pelayan ini memang ceriwis pula pandai bicara, maka Bi Jing-hian dan Ki Jing-si berdua telah terdesak oleh debatannya hingga tak sanggup berkata lagi. Dari malu Bi Jing-hian menjadi gusar, begitu ayun tangannya, kontan ia persen si pelayan dengan sekali tamparan. Keruan pelayan itu menjadi kalap tanpa pikir lagi ia menubruk maju hendak adu jiwa. Namun sebelum dia datang dekat, menyusul kaki Bi Jing-hian sudah melayang, ia tambahi si pelayan dengan sekali tendangan hingga pelayan itu terjungkal. Melihat imam ini tanpa sebab memukul orang, keruan pegawai2 hotel lainnya sama solider, mereka berteriak dan be-ramai2 merangsang maju hendak mengeroyok. Sudah tentu beberapa orang yang tak masuk hitungan ini se-kali2 bukan tandingan kedua imam itu, hanya sekejap saja, baik kuasa hotel, tukang api dan Iain2nya telah mendapat hajaran malah. Senang sekali Nyo Ko menyaksikan peristiwa hasil perbuatannya itu, dengan geli ia kembali ke kamarnya sendiri untuk tidur lagi, ia tidak pusingkan apa yang terjadi lebih lanjut dari lelakon di luar itu. Besoknya, selagi Nyo Ko sarapan pagi, dilihatnya si pelayan yang ceriwis itu sedang mendatangi dan menyapa padanya, mukanya tampak babak-belur dan hidung bengkak, meski demikian toh pelayan ini masih tiada hentinya mencaci maki tentang kejadian semalam. "Mana kedua imam bangsat itu ?" Dengan tertawa Nyo Ko coba bertanya. "Hm, memang imam bangsat keparat, sudah pukul orang, masih gegares percuma dan tinggal gratis, habis itu lantas angkat kaki," Demikian kata si pelayan dengan marah2. "Hm, hari ini pasti akan kulaporkan ke Tiong-yang-kiong, biasanya imam2 di Cong-lam-san ini semuanya sopan-santun, entah darimana mendadak bisa muncul imam bangsat liar seperti mereka ini." Nyo Ko tidak ketarik lagi oleh obrolan orang, segera ia bereskan rekening hotel dan menanya jalan yang menuju ke Cay-long-kok atau lembah srigala, kesanalah dia lantas pergi. Tidak antara lama Nyo Ko sudah menempuh perjalanan sejauh dua puluhan li, Cay-long-kok atau "lembah srigala" Itu sudah tidak jauh lagi di depan, cuaca waktu itu agaknya masih pagi, maka keadaan sepi-sepi saja. "Biarlah aku sembunyi dahulu dan menyaksikan cara bagaimana Kokoh bereskan kawanan pengganas itu, paling baik kalau Kokoh seketika tak bisa mengenali aku," Demikian diam2 Nyo Ko berpikir. Segera pula teringat olehnya tempo hari pernah menyamar sebagai anak gunung dan telah berhasil mengingusi Ang Ling-po, teringat akan ini hati Nyo Ko menjadi geli, ia ambil keputusan hendak meniru cara itu sekali lagi, segera dia mendatangi satu rumah petani, ia longak-longok ke sana ke sini, tiada seorang pun yang dia lihat, di kandang hewan di belakang rumah itu ia lihat ada seekor sapi jantan yang besar yang rupanya sedang mengamuk, binatang ini sedang tunduk kepala dan gunakan tanduknya untuk menyongkel dan menumbuk pagar kayu yang melingkarinya, begitu keras tumbukannya hingga terdengar suara gedubrakan yang tiada henti2nya. Nampak adanya sapi jantan besar ini, tiba2 Nyo Ko mendapatkan satu pikiran. "He, kenapa aku tidak menyamar sebagai penggembala sapi saja, biar Kokoh melihat diriku juga pasti tak kenal aku lagi." Demikian keputusannya. Begitulah diam2 Nyo Ko lantas melompat masuk ke dalam rumah, ia cari barang lain yang sekiranya cocok baginya, akhirnya dapatlah dia ambil sepasang baju petani yang sudah robek, ia ganti pakai sepatu rumput pula dan poles mukanya dengan lumpur agar kelihatan kotor dan lebih mirip bocah angon, habis ini ia mendekati kandang sapi tadi. Di dinding kandang dapat dilihatnya pula tergantung sebuah caping dan sebatang suling, kedua ini memang barang yang biasa suka dipakai oleh anak gembala. Keruan Nyo Ko sangat girang, ia pikir penyamarannya sekali ini pasti akan menjadi mirip sangat Karena itu tanpa pikir lagi ia pakai caping yang diketemukannya itu, ia ambil seutas tali rumput pula dan dipakai sebagai ikat pinggang, lalu suling bambu itu ia selipkan di pinggangnya dan kemudian dia membuka pintu kandang sapi. Sementara itu sapi jantan raksasa itu sedang mengamuk, binatang ini jadi lebih beringas lagi ketika melihat ada orang membuka pintu kandang, tanpa ayal lagi segera ia pentang kaki terus menerjang keluar hendak menyeruduk Nyo Ko. Namun Nyo Ko sudah siap sedia, dengan telapak tangan kiri ia tahan kepala sapi jantan (atau banteng) itu, di lain saat ia sudah meloncat ke atas punggung binatang itu. Sapi ini ternyata sangat tinggi dan besar, bulunya panjang dan tanduknya lancip tajam, tampaknya sangat perkasa sekali, maka dengan sekali terjang sekejap saja sudah menyelonong sampai di jalan besar dengan Nyo Ko masih menunggang di atas punggungnya. Rupanya sapi jantan ini sedang birahi, maka wataknya menjadi beringas luar biasa, tiada hentinya ia me-loncat2 dan ber-jingkrak2 dengan maksud hendak banting Nyo Ko ke bawah. Akan tetapi mana begitu gampang Nyo Ko bisa dibikin terperosot dari tempatnya, bahkan ia menjadi senang oleh kelakuan si binatang. "Ha, rupanya kau minta digebuk," Dengan tertawa Nyo Ko membentak. Habis ini ia angkat telapak tangan dan dengan pinggiran telapak tangan ia hantam pundak sapi itu dengan pelahan. Kalaupun pukulan ini hanya memakan sedikit tenaga saja, namun bagi sapi itu sudah tak tertahan rasa sakitnya, keempat kakinya seketika lemas dan hampiri mendoprok tekuk lutut, tentu saja binatang ini tak mau menyerah begitu saja, masih melompat dan hendak mengamuk lagi, tak terduga kembali Nyo Ko beri persen sekali potong lagi dengan telapak tangan. Dan begitulah seterusnya, sesudah merasakan belasan kali gebukan seperti itu, akhirnya sapi jantan itu menjadi kapok dan tak berani ngotot lagi. Kemudian Nyo Ko mencoba jojoh kiri leher binatang itu dengan jari tangannya, segera sapi itu membelok ke kanan dan bila menjojoh sebelah kanan lantas dia menikung ke kiri, kalau diketok pantatnya, segera ia lari ke depan, dan jika digebuk depan pundaknya, sapi ini lantas mundur ke belakang, nyata binatang yang tadinya liar itu kini sudah menjadi jinak dan dapat dikendalikan menurut keinginannya. Bukan maki girang Nyo Ko, dengan keras ia tepuk pantat sapi itu, maka larilah binatang itu ke depan seperti kesetanan, begitu cepat larinya hingga boleh dikatakan tidak kalah dengan kuda pacuan yang paling bagus. Maka sebentar saja sesudah menyusuri sebuah rimba lebat, sampailah Nyo Ko di suatu lembah gunung yang sekitarnya dilingkungi oleh bukit2 yang menghijau permai. Melihat keindahan alam tempat ini, diami Nyo Ko heran kenapa lembah sebagus ini diberi nama "lembah srigala" Yang sama sekali tidak tepat dengan keadaannya. Kemudiari iapun giring sapi jantan tadi ke lereng bukit yang terdekat biar makan rumput sendiri Nyo Ko sengaja pura2 tidur dengan merebah di tanah rumput dengan hati ber-debar2 ia menantikan ketika sang surya sudah menggeser sampai di tengah langit, tetapi keadaan masih tenang dan sepi nyenyak, hanya kadang2 terdengar suara menguaknya sapi jantan itu. Tengah Nyo Ko bertambah gelisah mendadak didengarnya di mulut lembah sana sayup2 berkumandang beberapa kali suara tepukan tangan, menyusul di belakang bukit sebelah selatan pun membalas beberapa kali. Maka tahulah Nyo Ko sudah tiba waktunya, ia tetap rebah di tanah rumput yang miring itu, sebelah kakinya sengaja dia tumpangkan keatas kaki yang lain, capingnya untuk tutupi kaki yang menumpang dan sebagian mukanya, maka yang kelihatan hanya kaki kanan saja yang menjulur lurus. Selang tak lama, tertampaklah dari mulut lembah sana mendatangi tiga orang Tojin, Dua diantaranya ternyata sudah Nyo Ko kenal di hotel semalam, yakni Ki Jing-si dan Bi Jing-hian, sedang seorang lagi berumur sekira setengah abad, perawakannya pendek buntek, agaknya ialah apa yang mereka sebut sebagai "Thio-susiok" Itu. Melihat "Thio-susiok" Yang dimaksudkan orang bukan Thio Ci-keng yang diduga semula, dalam hatinya timbul semacam perasaan aneh, entah rasa kecewa atau rasa syukur karena orang itu lain guru silat tua she Tan. Habis ketiga imam ini, lalu dari lereng bukit sana muncul lagi dua orang, yang satu berperawakan kekar, agaknya dia inilah Han-cecu, Dan yang lain bersilat tua she Tan. Meski kelima orang ini sudah datang dekat dan sudah berhadapan pula, namun mereka hanyasaling kiongchiu (merangkap kedua tangan saling memberi hormat), tiada satupun yang buka suara, hanya terus berbaris sejajar dan menghadap ke barat. Ketika selintas Thio-susiok mendongak memandang matahari hingga sinar terang menyorot mukanya, dari samping Nyo Ko dapat melihatnya lebih jelas, ternyata imam tua ini bermuka kuning, sikapnya tenang sekali dan ber-sungguh2, sedikitpun tidak punya perasaan memandang enteng bakal lawannya nanti. Pada saat itulah, dari mulut lembah sana pula sayup2 terdengar suara menderapnya kaki binatang yang makin mendekat, ketika kemudian sesosok bayangan putih berkelebat maka tertampaklah seekor keledai hitam dengan membawa seorang gadis berbaju putih sedang mendatangi dengan cepat. "Ah, dia bukan Kokoh !" Hati Nyo Ko seketika lemas demi melihat siapa yang mendatangi ini. "Apakah dia ini juga bala bantuan mereka ?" Demikian ia pikir dan berharap demikian pula. Sementara gadis berbaju putih tadi dengan cepat sudah makin mendekat, sesudah berjarak antara 78 tombak dari kelima orang yang duluan tadi, tiba2 ia tahan keledainya, dengan sorot mata yang dingin tetapi tajam ia pandang sekejap pada mereka, dari muka si gadis nyata tertampak sikap yang memandang hina dan seperti hakikat-nya tiada harganya mengajak bicara mereka. Rupanya Ki Jing-si sudah tak sabar, segera ia berteriak . "Orang she Liok, nyata kau cukup tabah untuk memenuhi janji ini, maka boleh sekalian kau suruh keluar saja semua pembantumu !" Namun gadis itu tidak menjawab, ia hanya menjengek sekali dengan tertawa dingin, Berbareng itu. "sret", entah darimana datangnya, tahu2 ia telah lolos keluar sebilah golok melengkung yang kecil dan tipis laksana bulan sabit dengan memancarkan sinar putih ke-hijau2an dan menyilaukan mata. "lni, kami seluruhnya ada lima orang, dan pembantumu ada berapa dan kapan datangnya, kami tak sabar lagi buat tunggu lebih lama," Demikian kata Ki Jing-sj pula memandang. "lnilah pembantuku yang utama !" Sahut gadis itu tiba2 sambil mengayun golok tipisnya tadi. Begitu tipis dan agaknya saking tajamnya hingga begitu golok diputar, seketika udara di atas kepala gadis itu seperti digenangi oleh lingkaran sinar putih dan mengeluarkan suara mendenging yang nyaring tajam. Karena jawaban tadi, enam orang termasuk Nyo Ko - yang lain semuanya menjadi terperanjat. Kelima orang di sana terkejut oleh sebab seorang gadis seperti dia ini ternyata begitu besar nyalinya, tanpa mengajak barang seorang pembantupun berani mengadakan pertandingan silat dengan lima jago tinggi. Sedang Nyo Ko sebaliknya terperanjat bercampur kecewa, mula2 dia yakin bahwa Siao-liong-Ii pasti akan diketemukannya di sini, siapa tahu apa yang disebut "si gadis cantik berbaju putih" Itu ternyata adalah seorang nona lain. Saking masgulnya, seketika dada Nyo Ko se-akan2 menjadi sesak, perasaannya yang mudah terguncang itu tak terkendalikan lagi, tiba2 ia meng-gerung2 menangis keras. Mendengar suara tangisan Nyo Ko yang mendadak ini, keenam orang itupun terkejut, tapi sesudah mereka tahu yang menangis adalah seorang bocah gembala yang mungkin karena ketakutan melihat ada orang hendak berkelahi, maka mereka pun tidak mengambil perhatian kepadanya. Sementara itu terdengar Ki Jing-si telah buka suara sambil menunjuk Han-cecu. "lni Wi-cin-lam-pak Han-cecu, yang ini adalah Tan-lokunsu, tertua dari Ho-siok-sam-hiong, dan ini adalah Liong-kim-kiam Tio Put-hoan, Tio-totiang !" Demikian Ki Jing-si memperkenalkan ketiga jagonya kepada gadis itu, ia mengira sesudah orang mendengar nama ketiga kawannya itu, tentu akan menjadi jeri dan mundur teratur. Siapa tahu gadis itu anggap saja seperti tidak mendengar dan tidak menggubris, ia hanya mengerling orang dengan sorot mata yang tajam dingin, ia anggap kelima orang di hadapannya seperti barang2 sepele belaka "Karena kau hanya datang seorang diri, kami pun tak mau bergebrak dengan kau," Terdengar Tio Put-hoan angkat bicara. "Maka kami beri kau tempo sepuluh hari, sepuluh hari kemudian kau boleh ajak empat orang pembantu dan datang lagi bertemu kesini." "Aku sudah bilang ada pembantuku," Sahut gadis itu sambil ayun2 golok-sabitnya lagi. "untuk melayani kalian sebangsa gentong nasi dan guci arak ini masakah perlu pakai bantuan orang ?" . Keruan Tio Put-hoan menjadi gusar. "Kau anak dara ini sungguh keterlaluan..." Sebenarnya ia hendak mendamperat orang, syukur sebelum diucapkan ia masih bisa menahan api amarahnya dan menanya pula. "Kau sebenarnya orang Ko-bong-pay atau bukan ?" "Kalau betul mau apa dan kalau bukan ada apa ?" Sahut gadis itu ketus. "Hayo, imam tua hidung kerbau, katakan lekas, kau berani tidak bergebrak dengan nonamu ?" Tio Put-hoan sudah rada berumur, maka orangnya cukup bisa kendalikan diri, ia lihat orang meski seorang diri, tetapi bukannya jeri, bahkan menantang, maka ia kuatir kalau2 sebelumnya si gadis telah atur perangkap dengan menyembunyikan bala bantuan. Oleh sebab itulah lantas dijawabnya. "Nona, aku ingin tanya kau dahulu. Tanpa alasan kau telah lukai anak murid golongan kami, sebenarnya disebabkan urusan apakah ? jika kesalahannya terletak pada pihak kami, tanpa segan2 pasti aku akan minta maaf pada gurumu. Tetapi kalau nona tak bisa mengatakan sesuatu alasannya, hm, jangan kau sesalkan kami kurang sopan." "Sudah tentu disebabkan kedua hidung kerbau golonganmu itu yang kurang ajar, maka kuberi sedikit hajaran pada mereka," Sahut gadis itu dengan tertawa mengejek. "Kalau tidak, di jagat ini tidak sedikit terdapat sebangsa kutu busuk, kenapa harus hidung mereka yang ku-iris ?" Mendengar jawaban yang semakin ketus dan bersifat menantang ini, Tio Put-hoan menjadi lebih ragu2 terhadap kemampuan lawannya, Dalam pada itu meski usia Tan-lokunsu sudah lanjut, namun tabiatnya ternyata berangasan. "Eeeh, bicara dengan kaum Cianpwe, kenana tidak turun dari keledaimu ?" Demikian segera ia menyerobot maju dan cari2 persoalan. Menyusul itu tahu2 ia sudah berada di depan binatang tunggangan orang dan ulur tangannya buat menarik lengan kanan si gadis. Karena gerak tangannya itu sangat cepat hingga gadis itu tak sempat menghindarkan diri, seketika lengannya kena dicekal, dan karena lengan kanannya dipakai untuk memegang golok-sabitnya, maka goloknya tak bisa dipakai menangkis. Tak tersangka se-konyong2 sinar tajam berkelebat sedikit gadis itu tekuk sikutnya, golok-sabitnya tahu2 memotong dari samping, dari jurusan yang sama sekali tak terduga. Tentu saja tidak kepalang kagetnya Tan-lokunsu, lekas2 ia lepaskan cekalannya bila ia tidak mau merasakan tajamnya golok itu. sungguhpun begitu, tidak urung dua jari tangannya sudah terluka. Dengan cepat segera ia melompat mundur terus cabut goloknya sendiri, dalam gusarnya ia ber-teriak2 mendamperat. "Perempan bangsat, agaknya kau sudah bosen hidup !" Melihat kawannya dilukai, mau-tak-mau yang lain2 ikut mengangkat senjata, Han-cecu pakai sepasang ganden berantaai, sedang Tio Put-hoan lolos pedangnya, begitu pula Ki Jing-si dan Bing-hiam juga lantas tarik pedang mereka. Akan tetapi mereka menjadi kaget ketika merasa senjata yang mereka genggam itu bobotnya sangat enteng, ketika mereka tegasi, celaka tiga-belas, kiranya yang terpegang di tangan mereka melainkan garan pedang belaka, sedang bagian yang tajam ketinggalan di dalam sarungnya. Sudah tentu mereka tidak tahu bahwa itu adalah perbuatan Nyo Ko semalam di mana pedang mereka diam2 dipatahkan dan selimut mereka dikencingi juga, sedang kini musuh tangguh sudah berhadapan senjata saja mereka tak punya. Rupanya melihat kelakuan kedua imam yang kikuk dan serba salah itu, si gadis tadi tertawa ngikik geli. Waktu itu Nyo Ko sendiri lagi berduka, tetapi demi mendengar suara tertawa gadis itu dan melihat kelakuan kedua imam yang lucu itu, tak tertahan iapun tertawa maski sebenarnya ia masih tersenggak-sengguk. Sementara itu terlihat si gadis telah membuka serangan, se-konyong2 ia ayun goloknya terus memotong ke telinga Bi Jing-hian. Dengan sendirinya lekas2 Bi Jing-hian tarik badan dan mengkerut kepala buat hindarkan elmaut, siapa tahu gaya serangan golok itu ternyata sangat hebat, ketika tangan si gadis sedikit memutar senjatanya yang aneh itu tiba2 membelok di tengah jalan terus mengiris ke bawah lagi karena tidak ter-duga2 akan perubahan serangan ini, tidak urung sebelah kuping Bi Jing-hian tetap menjadi korban. Keruan saja keempat kawannya terkejut, sama sekali tak mereka duga bahwa To-hoat atau ilmu permainan golok orang bisa begitu bagus dan aneh. Keadaan sudah memaksa, kini mereka tak pikirkan lagi keroyokan atau tidak, segera mereka mengerubut maju terus kepung si gadis bersama keledainya di tengah2. Cuma yang mengeroyok hanya tiga orang saja, Bi Jing-hian dan Ki Jing-si terpaksa mundur ke belakang karena mereka tak bersenjata, yang mereka pegang hanya garan pedang, hendak dibuang sayang, tidak dibuang toh tidak terpakai mereka menjadi bingung, tidak tahu apa yang harus di-buatnya. Dalam pada itu tiba2 terdengar gadis itu bersiul nyaring sekali, ia tarik tali kendali keledainya terus melompat pergi sejauh beberapa tombak dengan maksud memboboIkan garis kepungan orang. Namun dengan cepat Tan-lokusu bertiga lantas mengerubut maju lagi. Bahkan sebelum tiba orangnya, lebih dulu Han-cecu timpukkan ganden besinya yang berantai itu. Melihat senjata orang cukup berat, pula tipu serangannya cukup ganas, diam2 gadis itu merasa heran juga, maka tak berani lagi ia memandang enteng, ketika tubuhnya mengegos, timpukkan ganden tadi telah dia hindari. Memang senjata "Lian-cu-tui" (ganden berantai) Han-cecu itu bukan senjata ringan dan mempunyai daya tekanan yang sukar ditahan. Sebaliknya ilmu pukulan Tan-lokunsu sebenarnya lebih tinggi dari pada permainan goloknya, pula jarinya sudah terluka, maka serangan goloknya boleh dikatakan tak seberapa, hanya Kiam-hoat Tio Put-hoan sebaliknya tidak bisa dipandang rendah, serangannya jitu lagi keji, setiap tipu serangannya selalu mengincar tempat2 yang berbahaya. Tatkala itu hati Nyo Ko rada tenang, kini baru dia amat-amati wajah gadis itu, ia lihat raut muka orang potongan daun sirih dan sanggat cantik, usianya agaknya setahun dua tahun lebih muda dari pada dirinya, pantas kalau si pelayan hotel tidak percaya bahwa itu "gadis cantik berbaju putih" Adalah kakak perempuannya. Di samping muka orang yang cantik itu, kulit badannya sebaliknya rada hitam2 manis, sama sekali berlainan dengan kulit Siao-Iiong-li yang putih bersih. Senjata yang dipakai gadis inipun sangat aneh dan lain dari pada yang Iain, ilmu permainan goloknya sangat gesit, meski dikatakan golok, tetapi yang dipakai adalah gerak tipu permainan pedang, lebih banyak menusuk dan memotong dari pada membacok dan membabat. Hanya menyaksikan beberapa jurus permainan golok orang, segera Nyo Ko tahu orang memang menggunakan ilmu silat dari golongan yang sama dengan dirinya, yakni Ko-bong-pay. Apakah dia ini juga muridnya Li Bok-chiu ? demikian Nyo Ko menjadi heran. Semula sebenarnya Nyo Ko sangat penasaran karena lima orang lelaki mengeroyok seorang gadis cilik, tetapi kemudian sesudah mengetahui dari mana asal-usul ilmu silat orang, karena menduga orang pasti muridnya Li Bok-chiu, seketika timbul rasa antipatinya Nyo Ko, ia pikir biarkan saja pihak mana yang bakal menang, semuanya tidak kugubris. Begitulah dia lantas berbaring lagi dengan sikunya sebagai bantal, hanya kadang2 saja ia melirik pertarungan yang sedang berlangsung dengan sengit itu. Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Untuk belasan jurus permulaan, karena gadis itu berada lebih tinggi di atas keledainya, maka kelima lawannya dipaksa harus melompat kian ke mari untuk menghindari sabetan golok-sabit yang diayun pergi datang. Sesudah belasan jurus lagi, karena senjata yang dipegangnya hanya gagang pedang yang sudah patah dan tak sanggup membantu kawannya, tiba2 hati Ki Jing-si tergerak "Mari Bi-sute, ikut padaku !" Ia teriaki Bi Jing-hian. Habis itu ia berlari menuju ke tempat yang banyak tumbuh pohon, di sana ia pilih satu pohon muda dan sekuat tenaganya ia patahkan bongkot-nya, ia hilangkan tangkai dan daunnya, maka ber-wujutlah kini sebatang pentung yang dapat dipakainya sebagai gaman. Tentu saja Bi Jing-hian sangat girang, iapun tiru2 sang Suheng dan patahkan satu pohon yang lain untuk digunakan sebagai senjata. "Hantam keledainya dan tidak orangnya!" Demikian Ki Jing-si beri petunjuk lagi, Habis ini, dua pentung kayu mereka lantas menyerampang dari kanan dan kiri dengan cepat mereka arah kaki keledai tunggangan gadis tadi. "Hm, tak punya malu !" Dengan pelahan gadis itu menjengek berbareng ia ayun goloknya buat tangkis pentung orang. Karena sedikit melengnya ini, dari samping lain ganden berantai Han-cecu sudah menyerang juga bersama dengan pedang Tio Put-hoan. Dalam keadaan terancam, lekas2 gadis itu keluarkan gerak tipu yang berbahaya, ia tunduk kepala dan luputkan ganden yang menyamber, saat lain terdengar pula suara "trang" Yang nyaring, goloknya telah ditangkiskan pedang lawan yang lain. Tetapi pada waktu itu juga keledainya telah melengking kesakitan terus menegak dengan kaki belakang, kiranya binatang ini telah kena ditoyor sekali oleh pentungnya Ki Jing-si. Melihat ada kesempatan, segera Tan-lokunsu menjatuhkan diri terus menggelundung mendekati musuhnya, ia keluarkan ilmu golok dan berhasil menghantam sekali paha keledai hitam dengan punggung goloknya. Dengan demikian tak mungkin lagi bagi si gadis mengandalkan keledainya, dalam pada itu senjata lawan baik pedang maupun ganden berbareng telah menyamber datang pula, terpaksa ia meloncat ke atas, sedang tangan kiri menyamber dan pentung Bi Jing-hian berhasil dicekalnya, ketika ia gunakan tenaga dalamnya, tahu2 pentung itu telah patah menjadi dua potong. Dan begitu kedua kakinya tancap kembali di atas tanah, sekalian pula goloknya dia babat ke samping untuk patahkan bacokan Tan-lokunsu yang sementara itu telah menyerang. "He, kenapa ? Dia sudah terluka ?" Tiba2 Nyo Ko kaget demi nampak gaya berjalan si nona. Kiranya kaki kiri si gadis rada pincang, dengan sendirinya untuk berjalan, apa lagi buat melompat menjadi tidak leluasa. Dan dengan sendiri-nya, sebab inilah maka sejak tadi dia tidak mau turun dari keledainya. Tahu akan ciri gadis ini, seketika rasa keadilan Nyo Ko tergugah, ia niat turun tangan buat membantunya, Tetapi ketika dia pikir dan ingat pengacauan Li Bok-chiu hingga dirinya yang tinggal aman tenteram bersama Siao-liong-li di dalam kuburan itu berakibat seperti keadaan sekarang ini, kembali hatinya menjadi panas Iagi, ia berpaling ke jurusan lain dan tak mau menyaksikan lebih lanjut Namun telinga toh mendengar suara "crang-creng", suara beradunya senjata tajam yang nyaring dan tiada hentinya, rasa ingin tahunya tak bisa ditahan, kembali ia berpaling buat menonton lagi, Hanya sejenak tadi ternyata keadaan pertarungan itu sudah banyak berubah, gadis itu telah terdesak lari kian kemari, sudah lebih banyak menangkisnya daripada balas menyerang. Dalam pada itu mendadak Han-cecu telah tim-puk sebelah gandennya, terpaksa gadis itu miringkan kepalanya, tetapi pada saat yang sama juga pedang Tio Put-hoan sudah menusuk pula, terdengarlah suara "cring" Yang nyaring pelahan, ternyata gelang perak pengikal rambut gadis itu telah kena ditabas kutung hingga sebagian rambutnya yang panjang terurai. Maka tertampaklah alis si gadis yang lentik itu menjengkit, bibirnya pun sedikit bergerak dan digigit, mukanya seketika seperti tertutup oleh selapis awan hitam, kontan goloknya membabat, ia balas sekali serangan orang. Melihat tarikan alis dan gerakan bibir si gadis, seketika hati Nyo Ko terguncang keras. "Di waktu Kokoh marah padaku, persis mimik wajahnyapun begitu," Demikian pikirnya. Oleh karena melihat rasa gusar yang diunjuk gadis itu, tanpa pikir lagi Nyo Ko ambil keputusan pasti akan membantu padanya. Sementara itu ia lihat keadaan gadis itu semakin terdesak, gerak-geriknya tak teratur lagi. "Hayo, lekas katakan, sebutan apa sebenarnya antara kau dengan Jik-lian-sian-cu Li Bok-chiu ?" Demikian terdengar Tio Put-hoan memperingatkan lawannya. "Jika masih tetap tidak menjelaskan jangan kau sesalkan senjata kami tak bermata." Di luar dugaannya, bukan saja gadis itu tidak menjawab, bahkan goloknya tahu2 menabas dari belakang kepala karena senjata ini memang me-lengkung, Terkejut sekali Tio Put-hoan oleh serangan yang aneh itu, syukur dengan cepat Tan-lo-kunsu keburu wakilkan dia menangkis hingga dengan demikian jiwa Tio Put-hoan dapat diselamatkan. Melihat tipu serangan si gadis begitu keji, ketiga lawannya kinipun tidak pakai murah hati lagi, Maka dalam sekejap saja, gadis itu sudah ber-ulang2 menghadapi serangan berbahaya, Tio Put-hoan pikir gadis ini pasti ada hubungan rapat dengan Li Bok-chiu, kalau kelak diketahui oleh Li Bok-chiu, tentu dikemudian hari akan menjadikan bibit bencana saja, oleh sebab itu serangan2nya kini selalu mengincar tempat2 yang berbahaya. Melihat keadaan si gadis sudah dalam detik yang sangat genting, segera Nyo Ko melompat ke atas punggung sapi jantan tadi, ia jojoh sekali pantat binatang itu dengan jerijinya, karena kesakitan dengan sekali menguak sapi jantan itu pentang kaki dan menerjang ke jurusan enam orang yang sedang saling labrak itu. "Haya, celaka ! Sapiku kesetanan, tolong, tolong !" Demikian Nyo Ko sengaja ber-teriak2. Baru saja selesai ia berteriak, orangnya berikut sapinya sudah menyerbu sampai di kalangan pertempuran sana. Tatkala itu keenam orang itu asyik bertempur mati-matian, ketika mendadak melihat seekor banteng menyeruduk tiba dengan kalap, niat mereka hendak melompat ke samping buat hindarkan diri, namun secepat kilat banteng itu sudah menerjang sampai di belakang Ki Jing-si dan Bi Jing-hian. Nyo Ko sendiri tengkurap di atas sapinya, tangan dan kakinya bergerak naik turun seperti orang kebingungan dan ketakutan setengah mati, sesudah dekat dengan kedua orang tadi, dengan cepat "hong-gan-hiat" Di punggung kedua orang dicengkeramnya. "Hong-gan-hiat" Adalah salah satu jalan darah penting di tubuh manusia, karena kena dicekal, seketika Ki Jing-si dan Bi Jing-hian menjadi lemas kesemutan dan tak bisa berkutik, Dengan pelahan Nyo Ko angkat tangannya, kedua orang itu dia tarik keatas terus digantung pada kedua tanduk sapi jantan itu, sedang mulutnya masih tiada hentinya berteriak "Tolong ! Tolong!" Kemudian dengan ujung kaki ia tendang pantat sapi itu, maka berlari kesetanan lagi binatang itu ke lereng bukit dengan membawa tiga orang, satu tengkurap di punggungnya dan yang dua ter-cantol pada tanduknya. Melihat perubahan yang mendadak dan aneh ini, baik si gadis tadi maupun Tio Put-hoan seketika berhenti dari pertempuran mereka. Nyata ilmu silat Nyo Ko masih jauh lebih tinggi daripada keenam orang itu, apa yang dilakukannya ternyata tiada seorangpun yang mengetahuinya. Ketika sampai di tanah rumput dimana dia angon sapi tadi, Nyo Ko buang kedua imam itu ke tanah terus giring sapi itu menerjang ke bawah puIa, sekali ini yang dia incar adalah Han-cecu dan Tan-Iokunsu. Rupanya Han-cecu pikir tenaganya cukup besar untuk menundukkan binatang yang mengganas ini, maka gandennya yang berantai dia libat di pinggangnya, lalu dengan pasang kuda2 kuat ia tunggu sapi itu mendekat, se-konyong2 ia melangkah maju setindak terus tanduk binatang itu dia pegang erat2 dengan kedua tangannya, dengan demikian ia hendak taklukkan banteng ngamuk itu. Dilain pihak Nyo Ko masih bertingkah serabutan sambil berteriak2, namun pada saat yang jitu sekali. "cian-tay-hiat" Di pinggang Tan-lokunsu dia tutuk pula dengan tendangan. Dan sebelum kedua sasarannya ini roboh atau mereka sudah dia samber terus digantung lagi di atas tanduk sapi dan diangkut pula ke tanah rumput tadi. Melihat banteng ngamuk ini begitu aneh, mau tak mau si gadis dan Tio Put-hoan saling pandang dengan tak mengarti, jika tadi mereka saling labrak dengan adu jiwa, maka kini sebaliknya ada persamaan perasaan diantara mereka, yakni "senasib." Dalam pada itu dilihatnya banteng ngamuk tadi sudah balik kembali, suara teriakan bocah angon yang tengkurap di atas binatang itu kedengarannya sudah serak, terang sekali keadaan sangat genting. Segera Tio Put-hoan ber-siap2, ia menunggu banteng itu menyeruduk tiba kira2 setengah tombak sebelum tubuhnya, sekonyong-konyong pedangnya berputar, ia hindari serudukan banteng itu dari depan, dengan cepat tubuhnya melangkah ke samping sambil pedangnya menusuk, begitu cepat dan tepat saat yang digunakan, dengan segera banteng ngamuk itu bakal tembus tertusuk perutnya. Siapa tahu, baru saja ujung pedangnya hampir menyentuh kulit sapi itu, se-konyong2 bocah angon itu tangannya bergerak pontang-panting sambil pegang sulingnya dan dengan persis batang suling membentur ujung pedang, karena itu, arah pedang menjadi menceng, Karena luput serangannya, Tio Put-hoan terkejut untuk menghindar agar tidak diserempet banteng itu, lekas2 ia melompat ke atas dengan maksud melewati binatang itu, siapa duga selagi orangnya terapung di udara, se-konyong2 mata kakinya terasa kaku kesemutan, ketika tubuhnya jatuh ke bawah, dengan tepat menyangkol di ujung tanduk banteng hingga kena dibawa binatang yang berlari itu ke tanah lapang tadi untuk kemudian dilemparkan di sana. Habis itu, Nyo Ko putar haluan sapi itu, kembali menerjang cepat pula ke arah si gadis yang masih tersisa itu. Di lain pihak sesudah menyaksikan kelima jago seperti Tio Put-hoan kena diseruduk jatuh semua oleh banteng ngamuk itu, meski gadis itu merasa curiga juga, tetapi ia pikir hanya seekor sapi jantan saja, kena apa harus ditakuti ? Segera dia bersiap-siap. Dilihatnya dengan mulut berbusa binatang itu telah memyeruduk tiba pula, Pada saat yang tepat mendadak ia meloncat ke atas, berbareng itu goloknya terus membacok leher banteng itu. "Haya, celaka, jangan bunuh sapiku !" Jerit Nyo Ko mendadak Berbareng itu diam2 ia jojoh pundak sapi itu dengan jarinya, karena sakit, dengan sendirinya kepala sapi itu meleng ke samping dan dengan persis bacokan orang dapat dihindarinya. Sedangkan Nyo Ko sendiri pura2 jatuhkan diri tergelincir ke bawah sambil ber-teriak2 . "Tolong ! tolong !" Sebaliknya sapi jantan itu rupanya sudah terlalu letih, sesudah beberapa tindak berlari lagi dia lantas berhenti dengan napas empas-empis. Melihat binatang itu tidak main gila lagi, setelah tenangkan diri mendadak gadis itu jinjing goloknya terus berlari ke tanah datar sana. "Celaka, kelima orang itu pasti akan teraniaya," Pikir Nyo Ko diam-diam. Karena itu, sebelum gadis itu sampai di tem-patnya, lebih dulu Nyo Ko sudah jemput beberapa batu kecil, sekali ayun batu2 itu ditimpukkan ke badan kelima orang yang rebah tak berkutik itu. Meski umur Nyo Ko masih kecil, tetapi ilmu silatnya sudah terlatih sampai tingkatan yang tiada taranya, walaupun jaraknya dengan kelima orang itu sangat jauh, namun tiap2 batu yang ditimpukkan itu dengan tepat mengenai Hiat-to di tubuh masing2. Ketika Tio Put-hoan cs. mendadak merasakan tubuh kesakitan, tetapi rasa kesemutan juga segera hilang, mereka menyangka gadis itu diami sembunyikan bala bantuan yang sangat lihay, cara mereka kena ditutuk dan mendadak terlepas pula jalan darahnya tentu perbuatan jagoan yang tersembunyi itu, kini orang suka memberi jalan hidup, mana berani lagi mereka terlibat dalam pertarungan pula ? Maka begitu mereka merangkak bangun, tanpa pikir lagi segera mereka angkat langkah seribu alias kabur. Dalam gugupnya karena ketakutan itu, rupanya Bi Jing-hian menjadi bingung hingga tak bisa bedakan arah timur dan barat, bukannya dia lari ke jurusan yang selamat, sebaliknya ia malah lari ke arah si gadis yang sedang memarani mereka itu. "Bi-sute, lekas kembali !" Seru Ki Jing-si kuatir. Ketika Bi Jing-hian sadar keliru jalan dan berniat putar kemudi, namun sudah terlambat, si gadis sudah datang dekat, goloknya sudah diangkat dan dibacokkan padanya. Sungguh luar biasa kaget Bi Jing-hian, ia sendiri sudah tak bersenjata, Iekas2 ia mengegos buat luputkan diri dari ancaman maut, tak terduga arah serangan yang dilontarkan gadis itu ternyata susah dipastikan, mula2 seperti mengarah ke kiri, tahu2 telah sampai di kanan, disertai berkelebat-nya sinar dingin, tahu2 golok-sabit telah berada di depan mukanya. Dalam keadaan kepepet dan tiada jalan lain, terpaksa Bi Jing-hian angkat sebelah tangannya buat menangkis, maka tidak ampun lagi terdengar sekali suara "cret", telapak tangannya tertabas putus oleh golok-sabit si nona. Walaupun demikian Jing-hian masih belum merasakan sakit, ia masih sempat putar tubuh terus lari ter-birit2 lagi, Waktu itu Tio Put-hoan sudah berpaling juga, dengan pedang melintang di dada ia berusaha melindungi kawannya. Rupanya gadis itu telah kenal juga lihaynya orang, maka tak berani ia mendekati, ia menyaksikan Bi Jing-hian dipayang pergi oleh Ki Jing-si untuk kemudian menghilang di balik gunung sana. Nampak musuh sudah pergi, gadis itu masih ketawa2 dingin, sedang dalam hati penuh curiga, ia pikir apakah mungkin ada orang luar yang bersembunyi di sekitar sini ? Dengan cepat ia mengelilingi sekitar sana, tetapi keadaan sunyi senyap tanpa satu bayangan pun, Dia kembali lagi ke lembah sana, ia lihat Nyo Ko masih duduk di tanah dengan muka mewek2 seperti mau menangis. "Hai, bocah angon, apa yang kau keluh-kesahkan ?" Tegur gadis itu. "Sapi ini tadi telah gila hingga tubuhnya babak belur, kalau pulang nanti pasti aku akan dihajar setengah mati oleh majikan." Sahut Nyo Ko. Tetapi waktu si gadis periksa keadaan sapi jantan, ia lihat kulit tubuh binatang itu halus bersih, tiada kelihatan sesuatu luka. "Baiklah, hitung2 sapimu ini telah menolong aku tadi, ini, aku beri serenceng uang perak," Kata si gadis pula. Habis itu ia keluarkan serenceng uang perak yang berbobot sekira lima tahil terus dilemparkan ke tanah, ia menduga "bocah angon" Itu pasti akan girang tidak kepalang dan mnghaturkan terima ka-sih, siapa tahu orang masih bermuka muram durja, sambil geleng2 kepala, tetapi tidak mengambil uang perak itu. "Kenapakah kau ?" Tanya gadis itu tak sabar. "lni uang perak, tahu tidak kau, tolol ?" "Hanya serenceng tidak cukup !" Sahut Nyo Ko kemudian Waktu gadis itu merogoh sakunya, kembali ia keluarkan serenceng uang perak lain yang masih ada dan dilemparkan ke tanah lagi. Tapi Nyo Ko sengaja goda padanya, dia masih tetap goyang kepala. Akhirnya gadis itu menjadi marah, alisnya tertarik tegak dan mukanya merengut. "Sudah habis, tolol!" Damperatnya, Habis ini ia putar tubuh dan berjalan pergi. Melihat sikap orang sewaktu marah, seketika hati Nyo Ko terguncang, teringat tiba2 olehnya sikap Siao-liong-li waktu mendamperat dirinya, karenanya ia telah ambil suatu keputusan. "Jika seketika tak bisa ketemukan Kokoh, biarlah aku senantiasa menyaksikan wajah nona ini saja yang suka marah2." Maka sebelum orang melangkah pergi, tiba2 Nyo Ko merangkul kaki kanan si gadis sambil ber teriak2 . "Tidak, kau jangan pergi!" Dengan kuat gadis itu coba meronta kakinya, tetapi saking kencangnya Nyo Ko merangkul, ia tak berhasil melepaskan diri, keruan ia bertambah gusar. "Lepas, ada apa kau merangkul kakiku ?" Dengan suara garang gadis itu membentak. Melihat air muka orang yang sedang marah2, bukannya Nyo Ko melepaskan, sebaliknya ia malah senang. "Tidak, aku tak bisa pulang rumah lagi, kau harus tolong aku," Demikian sahutnya. Sudah gusar gadis itu menjadi geli pula melihat kelakuan Nyo Ko. "Jika kau tak lepaskan, segera aku bacok mati kau," Dengan angkat golok-sabitnya si gadis coba menakut-nakuti. Tetapi rangkulan Nyo Ko berbalik tambah kencang, ia malah pura2 menangis sekalian. "Baiklah, boleh kau bacok mati aku saja, toh kalau pulang akupun tak bakal hidup lagi," Serunya sambil meng-gerung2. "Lalu apa yang kau kehendaki ?" Tanya si gadis kewalahan. "Entahlah, aku ikut kau saja." Sahut Nyo Ko. Rupanya gadis itu menjadi sebal karena di-ganduli orang. "Kenapa harus berurusan dengan si tolol semacam ini," Demikian pikirnya, Habis ini ia angkat goloknya terus membacok sungguh2. Semula Nyo Ko menduga orang tidak nanti bacok padanya secara sungguh2, maka ia masih pegang kaki orang erat2, siapa duga hati gadis itu ternyata keji, bacokannya ini betul2 diarahkan ke atas kepalanya, meski tiada niatnya untuk menewaskan jiwa orang, tetapi ia bermaksud memberi bacokan di batok kepala agar "si tolol" Ini tahu rasa dan tak berani main gila lagi. Syukur Nyo Ko sangat cekatan, begitu golok orang tinggal beberapa senti lagi bakal berkenalan dengan batok kepalanya, mendadak ia jatuhkan diri terus menggelinding pergi. " "Haya, tolong, tolong !" Demikian ia menjerit-jerit pula. Karena bacokannya tadi luput, si gadis menjadi tambah sengit, ia melangkah maju, kembali sekali bacokan diberikan pada Nyo Ko. Nyo Ko telentang di atas tanah, kedua kakinya mancal2 serabutan. "Mati aku ! Mati aku !" Demikian ia berteriak-teriak, sedang kedua kakinya terus memancal dan mendepak tak keruan, tampaknya seperti tak teratur tetapi pergelangan tangan gadis itu ternyata beberapa kali hampir kena ditendang, meski berulang kali ia hendak bacok pula, namun tidak sekalipun bisa mengenai sasarannya, sudah tentu ia bertambah gusar. Melihat muka orang penuh mengunjuk marah, Nyo Ko justru ingin menikmati wajah orang semacam ini, karena itu, tanpa terasa ia terkesima dan memandangi orang. Gadis itu juga seorang yang pintar luar biasa, ketika melihat kelakuan Nyo Ko yang aneh, tiba2 ia membentak . "Hayo, bangun !" "Tetapi kau bunuh aku tidak ?" Tanya Nyo Ko ke-tolol2an. "Baiklah, aku tak bunuh kau," Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Sahut si gadis. Karena janji ini, dengan pelahan Nyo Ko merangkak bangun, napasnya sengaja dia bikin ter-engah2, diam2 ia kumpul tenaga dalam dan bendung aliran darahnya, maka mukanya seketika berubah menjadi putih lesi, begitu pucat hingga tiada warna darah sedikitpun, seperti orang yang ketakutan. Melihat rupa orang, diam2 si gadis sangat senang. "Hm, berani lagi tidak kau main gila ?" Demikian ejeknya sambil angkat golok-sabitnya terus menuding pada telapak tangan Bi Jing-hian yang terkutung dan masih ketinggalan di tanah datar itu, lalu ia mengancam. "Coba, orang begitu galak dan bengis, toh cakarnya kena ditabas oleh golokku tadi." Sambil bicara, goloknya yang melengkung itu diulurkan, tiba2 ia kesut senjatanya di atas baju Nyo Ko yang memang dekil, kiranya ia gunakan baju Nyo Ko sebagai lap untuk menghilangkan noda darah goloknya. Diam2 Nyo Ko geli oleh lagak si gadis. "Hm, kau anggap aku ini orang macam apa, berani kau begini kurangajar padaku ?" Demikian ia membatin. Walaupun begitu, pada mukanya tetap ia pura-pura mengunjuk rasa keder, ia sengaja mengkeret mundur seperti takut pada senjata orang yang mengkilap itu. Gadis itu masukkan goloknya ke sarungnya, lalu dengan sebelah kakinya ia cukit renceng uang perak tadi ke arah Nyo Ko. "Nih, sambuti!" Serunya dengan tertawa, dengan membawa sinar putih yang gemerdep, serenceng uang perak itu menyamber ke arah muka Nyo Ko. Menyambernya perak itu sebenarnya tidak keras, orang biasa saja pasti sanggup menangkapnya. Tetapi Nyo Ko justru pura2 bodoh, ia melangkah mundur dan menubruk maju secara gugup, sedang tangannya diulur ke atas buat menangkap, tiba2 terdengar suara "plok" Sekali, uang perak itu kena menimpuk dia punya batok kepala. "Aduh !" Jerit Nyo Ko sambil mendekap batok kepalanya. Sementara itu jatuhnya uang perak itu kena menindih pula di atas kakinya, Maka dengan sebelah tangan pegang batok kepala dan lain tangan tarik sebelah kaki, Nyo Ko ber-jingkrak2 dengan kaki tunggal sambil ber-teriak2. "Auuuh, kau pukul aku, kau pukul aku !" Begitulah Nyo Ko pura2 meng-gerung2 menangis. Nampak ketololan orang sudah begitu rupa hingga tiada obatnya, dengan suara pelahan gadis itu mencemoohnya sekali. "Tolol !" - Habis ini ia putar tubuh dan pergi mencari keledai hitam-nya. Akan tetapi binatang itu sejak tadi entah sudah kabur kemana sewaktu dia bergebrak dengan Tio Put-hoan, terpaksa ia pergi dengan jalan kaki. Nyo Ko jemput uang perak tadi dan masukkan ke sakunya, lalu dengan menuntun sapinya ia ikut di belakang si gadis. "Bawa serta aku, nona !" Demikian ia berseru. Namun gadis itu tak gubris padanya, sebaliknya ia percepat langkahnya, hanya sekejap saja Nyo Ko sudah ketinggalan hingga tak kelihatan. Tak terduga, baru saja ia berhenti sebentar, tiba2 Nyo Ko sudah muncul lagi dari jauh dan masih tetap menuntun sapinya. "Bawalah aku, bawalah aku !" Demikian Nyo Ko masih terus ber-teriak2. Mendongkol sekali gadis itu karena orang mengintil terus, sambil kerut kening, segera ia keluarkan Ginkang, sekaligus ia berlari sejauh beberapa li, dengan demikian ia yakin "si tolol" Itu pasti tak sanggup menyusulnya. Diluar dugaan, tidak antara lama, sajup2 kembali terdengar pula suara teriakan. "Bawalah aku !" - Luar biasa rasa gemasnya gadis itu, sekali ini ia tidak lari menyingkir sebaliknya ia putar balik mendatangi Nyo Ko. "sret", golok-sabit-nya dia loIos. "Haya, celaka !" Teriak Nyo Ko pura2 ketakutan, berbareng ia putar tubuh dan angkat langkah seribu. Maksud si gadis asal orang tidak selalu mengintip sudah cukup, Oleh karena itu, ia masukkan kembali golok ke sarungnya, ia putar kembali dan melanjutkan pula perjalanannya. Tetapi belum seberapa jauh ia berjalan, tiba2 didengarnya di belakang ada suara menguaknya sapi, waktu ia menoleh, ia lihat Iagi2 Nyo Ko mengintil di belakang sambil masih tuntun binatang angonnya itu, jarak dengan dirinya kira2 beberapa puluh tindak saja. Sungguh tak terbilang mengkal si gadis, sekali ini ia sengaja berhenti di tempatnya untuk menunggu datangnya Nyo Ko. Akan tetapi, demi nampak orang tak berjalan, segera pula Nyo Ko berhenti kalau si nona melangkah Nyo Ko lantas menyusul lagi apabila dia putar balik dan hendak hajar padanya, segera Nyo Ko kabur pula. Begitulah terjadi kucing-kucingan diantara Nyo Ko dan gadis itu, sebentar mereka kejar mengejar dan sebentar lagi berhenti sementara itu hari sudah magrib dan gadis itu masih tetap tak bisa melepaskan diri dari godaan Nyo Ko. Keruan tidak kepalang gemasnya gadis itu, ia lihat meski bocah angon ini tolol2 goblok, tetapi gerak kakinya ternyata cepat luar biasa, mungkin sudah terlalu bisa berlarian di tanah pegunungan beberapa kali ia kejar orang hendak menutuk jalan darahnya atau melukai kedua kakinya, tetapi setiap kali selalu Nyo Ko bisa meloloskan diri dengan menggelinding dan merangkak pergi dengan cepat. Sebenarnya ilmu silat Nyo Ko jauh di atas gadis itu, cuma dia sengaja lari kalau sudah dalam keadaa yang paling berbahaya, dengan demikian ia gadis itu tidak menjadi curiga. Begitulah maka sesudah beberapa kali digoda lagi, karena kaki kiri gadis itu memang pincang, sesudah jalan lama ia menjadi payah, Tiba2 ia mendapat satu akal, dengan suara keras dia teriaki Nyo Ko. "Baiklah, kubawa serta kau, tetapi kau harus turut segala perkataanku," "Apa betul kau mau membawa aku ?" Dengan girang Nyo Ko menegas. "Ya, siapa dustai kau ?" Sahut si gadis. "Aku sudah letih, kau menunggang sapimu dan biar aku ikut membonceng." Betul saja Nyo Ko lantas tuntun sapinya mendekati dengan cepat, dibawah cuaca senja yang re-mang2 Nyo Ko dapat melihat mata si gadis menyorot tajam, ia tahu pasti orang tak bermaksud baik, maka diam2 ia berlaku waspada, dengan cara yang susah pajah ia merambat ke atas punggung sapinya. Sebaliknya gadis itu hanya sedikit menutul kakinya, dengan enteng sekali ia telah melompat ke atas dan menunggang di depan Nyo Ko. "Keledaiku sudah hilang, tidak jelek juga menunggang sapi jantan ini saja," Pikir gadis itu, kemudian dengan ujung kakinya ia tendang iga banteng itu, karena kesakitan, maka sapi itu membedal ke depan seperti kesetanan. Melihat tibanya kesempatan baik, diam2 gadis itu tersenyum dingin, mendadak sikutnya dengan kuat menyodok ke belakang, dengan tepat sekali kena sodok "ki-bun-hiat" Di dada Nyo Ko. "Aduuh !" Jerit Nyo Ko, menyusul mana ia pun terjungkal dari punggung sapinya. Gadis itu sangat senang karena serangannya berhasil "Betapapun kau berlaku bambungan, sekarang kau kena juga kuingusi," Demikian katanya dalam hati Lalu ia sogok pula iga sapi itu dengan jari tangannya, karena merasa sakit, sapi jantan itu kabur terlebih cepat lagi. Sekali jari si gadis menjojoh punuk kerbau itu, lari si kerbau semakin kencang, tiba-tiba didengarnya Nyo Ko masih berkaok-kaok di belakangnya, waktu ia berpaling, tampak dengan kedua tangannya Nyo Ko ganduli ekor kerbau ikut lari berlompatan naik turun, lucu sekali tingkah lakunya. Diluar dugaan, tiba2 terdengar Nyo Ko men-jerit2 dan berteriak2, suaranya terdengar berada di belakang saja, waktu gadis itu menoleh, ia lihat Nyo Ko sedang menggendoli ekor sapi dengan kedua tangannya, saking cepatnya dibawa kabur sapi itu hingga kedua kakinya sedikitpun tidak menempel tanah, jadi seperti terbang saja Nyo Ko inL hanya keadaannya sangat mengenaskan, mukanya penuh debu pasir, ingus dan air mata membasahi mata hidungnya. Karena merasa tak ada jalan lain lagi, tiba2 gadis itu kertak gigi, ia tegakan hati, golok dia angkat terus hendak membacok tangan Nyo Ko yang menggendoli ekor sapi dengan kencang, Tetapi sebelum serangannya dilontarkan tiba2 didengarnya suasana sekitarnya riuh ramai, kiranya sapi itu telah berlari sampai disuatu pasar. Oleh karena pasar itu penuh berjubel dengan orang hingga tiada jalan lewat, akhirnya sapi itu berhenti sendiri dengan Nyo Ko masih tetap "me-lengket" Di belakangnya. Karena sengaja hendak goda si gadis untuk menikmati wajah orang diwaktu marah2, maka Nyo Ko lantas rebahkan diri di tanah sambil ber-teriak2 . "Aduh, dadaku sakit, kenapa kau pukul aku ?" Karena suara teriakannya ini, orang2 di pasar itu lantas berkerumun untuk mencari tahu sebab-musababnya dan apa yang terjadi. Karena dirubung orang banyak, dengan sekali menyelusup segera gadis itu bermaksud mengeluyur pergi. Tak terduga Nyo Ko lebih cerdik dari dia, mendadak Nyo Ko merangkak maju, sebelah kaki si gadis dia pegang dengan erat2. "Jangan pergi, jangan pergi!" Demikian ia ber-teriak-teriak pula. "He, ada apakah ? Apa yang kalian ribut-kan ?" Beramai-ramai orang yang merubung itu bertanya. "Dia adalah biniku, biniku ini tak suka pada-ku, bahkan dia pukul aku pula," Teriak Nyo Ko dengan lagak lagu yang toloI. Mendengar orang berani mengaku bini atas dirinya, sungguh tidak kepalang gusar gadis itu hingga kedua alisnya seakan-akan menegak, tanpa segan2 lagi sebelah kakinya melayang, segera ia hendak tendang Nyo Ko. Akan tetapi Nyo Ko tidak kurang akal, mendadak lelaki yang berdiri di sebelahnya didorong nya ke depan, karena itu, tendangan si gadis dengan tepat mengenai pinggang lelaki itu. Keruan saja lelaki itu sangat gusar. "Perempuan keparat, berani kau tendang aku ?" Damperatnya kontan, Menyusul kepelannya sebesar mangkok lantas menjotos. Namun gadis itu tak gampang dihantam, tiba2 tangan orang dipegangnya, sebelah tangannya menyusul mengangkat lelaki itu terus dilempar pergi dengan meminjam tenaga pukulan orang tadi, Dengan sekali sengkelit ini, tubuh lelaki yang gede itu se-konyong2 melayang ke atas udara sambil tiada hentinya berteriak-teriak dan kemudian pun jatuhlah dia di antara orang banyak yang berkerumun itu hingga keadaan menjadi tuggang langgang karena ada beberapa orang pula yang ke-tindih oleh tubuh lelaki itu. Dengan sekuat tenaga sebenarnya si gadis tadi ingin melepaskan diri dari Nyo Ko, tetapi karena digendoli Nyo Ko dengan mati-matian seketika ia menjadi kewalahan Dalam pada itu dilihat-nya ada lima-enam orang lagi yang maju dan rupanya akan bikin perhitungan padanya karena di-sengkelitnya si lelaki tadi, dalam keadaan demiki-an, mau-tak-mau ia berkuatir juga. "Tolol, baiklah aku bawa serta kau, lekas kau lepaskan kakiku !" Terpaksa dengan kata halus ia mengalah pada Nyo Ko. "Dan kau masih akan hantam aku tidak ?" Nyo Ko sengaja tanya lagi. "Baiklah, tak pukul lagi," Sahut si gadis. Sehabis itu barulah Nyo Ko melepaskan kaki orang yang dia pegang erat2 tadi, kemudian iapun merangkak bangun, Lalu dengan cepat mereka ber dua menerobos keluar diantara orang banyak dan tinggalkan pasar itu, dari belakang mereka mendengar ramai suara teriakan2 orang yang penasaran tadi. "Lihatlah, sekarang sapiku telah hilang pula, tak bisa tidak lagi aku harus ikut kau," Kata Nyo Ko kemudian sesudah di tempat sepi. "Hm, sekal, lagi kau ngaco-belo bilang aku adalah binimu segala, awas, kalau aku tidak penggal kepalamu," Dengan sengit gadis itu mengancam. Berbareng goloknya diayun pula ke arah kepala Nyo Ko. "Haya, jangan," Teriak Nyo Ko sambil melompat pergi dan kepalanya dipegang dengan kedua tangannya. "Baiklah, nona manis, tak berani lagi aku bilang begitu." "Hm, melihat macammu yang kotor ini, siluman yang paling jelek juga tak sudi menjadi bini-mu," Demikian cemooh si gadis. Nyo Ko tak menjawab, ia hanya me-nyengir2 tolol saja. Tatkala itu hari sudah mulai gelap, dengan berdiri di ladang yang luas, dari jauh tertampak mengepulnya asap dapur di rumah2 penduduk karena itu barulah mereka merasa perut sudah lapar. "Aku sudah lapar, pergilah kau ke pasar tadi membelikan barang makanan," Kata si gadis kemudian "Tidak, tak mau aku pergi," Sahut Nyo Ko meng-geleng2 kepala. "Kenapa tak mau ?" Damperat gadis itu dengan tarik muka. "Masak aku tolol, kau tipu aku pergi beli makanan, lalu kau sendiri mengeluyur kabur," Sahut Nyo Ko. "Aku bilang tak kabur, tentu tak kabur," Ujar si gadis. Tetapi Nyo Ko masih geleng kepala saja. Karena merasa jengkel, gadis itu ajun bogemnya hendak meninju, tetapi dengan cepat Nyo Ko bisa menyingkir pula. Sebelah kaki gadis itu pincang, dengan sendirinya jalannya tidak begitu leluasa, percuma saja dia memiliki Ginkang, tetapi selalu tak bisa me nyandak orang, Tentu saja ia sangat mendongkol ia pikir sia2 saja memiliki ilmu silat yang tinggi dan percuma mengaku dirinya cerdik dan banyak akal, nyatanya kini digoda seorang anak tolol yang kotor dan berbau busuk tanpa bisa berbuat apa2. Begitulah dengan pelahan ia meneruskan perjalanan dengan mengikuti jalan besar, dalam hati ia pikir cara bagaimana nanti secara mendadak beri sekali bacokan dan bunuh si tolol ini. Selang tak lama, cuaca menjadi gelap seluruhnya, tiba2 dilihatnya di pinggir jalan ada sebuah rumah batu yang bobrok, agaknya sudah tiada penghuninya, mendadak ia dapat satu akal "Biarlah malam ini aku menginap di sini, tengah malam nanti kalau si tolol sudah pulas, sekali bacok saja kubunuh dia," Demikian pikirnya. Setelah ambil keputusan, segera ia menuju ke rumah batu itu, waktu pintu didorong, tiba2 tercium bau apek yang menyenggerok hidung, terang sekali rumah ini sudah terlalu lama ditinggalkan penghuninya. Kemudian gadis itu pergi mencari segenggam rumput kering dan lap bersih sebuah meja, di atas meja inilah dia berbaring, ia pejamkan mata untuk mengumpul tenaganya. "Tolol, tolol !" Panggilnya ketika dilihatnya Nyo Ko tidak ikut masuk ke dalam. Akan tetapi tiada sahutan yang dia peroleh. "Jangan2 si tolol ini mengetahui aku hendak membunuh dia, maka telah kabur lebih dulu ?" Demikian ia pikir. Sesudah agak lama, ketika lajap2 hendak pulas, mendadak tercium olehnya bau sedap yang sangat menusuk hidung, Dalam terkejutnya segera pula ia melompat bangun, waktu dia lari keluar, dilihatnya di bawah sinar bulan yang terang Nyo Ko sedang berduduk sambil mencekal sepotong entah paha binatang apa dan sedang pentang mulut menggerogoti dengan lahap, di samping sana menyala segunduk api unggun dan di pinggir gundukan api itu terletak bahan makanan itu dan sedang dipanggang, dari situlah bau sedap tadi menguar. "Mau tidak ?" Tanya Nyo Ko dengan tertawa demi nampak gadis itu keluar, Habis itu ia ambil sepotong daging paha yang telah dipanggang hingga berbau sedap itu terus dilemparkan kepadanya. Waktu gadis itu menyambutinya, ia lihat daging paha itu seperti paha kijang, memangnya perut sudah lapar, maka tanpa sungkan2 lagi ia sebret daging itu dan dimakan sepotong demi sepotong, meski kurang asin karena tidak digarami, tetapi dalam keadaan lapar rasanya sangat lezat juga. Maka dengan duduk di tepi api unggun itu ikutlah dia makan dengan bernapsu. Tetapi dasar anak gadis, maka cara makannya tidak main lalap seperti Nyo Ko, lebih dulu ia sobek2 daging paha itu dalam potongan kecil2, kemudian dengan pelahan baru dia memakannya, Tetapi bila dilihatnya cara makan Nyo Ko yang lahap hingga air liurnya ikut mencerocos, ia menjadi mual dan jijik, kalau tak jadi makan, perutnya terasa lapar, karena itu, terpaksa ia berpaling ke jurusan lain dan tidak pandang Nyo Ko lagi. Sesudah sepotong daging itu habis, kembali Nyo Ko lemparkan sepotong lagi kepadanya. "He, tolol, kau bernama siapa ?" Tiba2 gadis itu menanya. Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Eh, apa kau ini dewa ? Kenapa kau tahu bahwa aku bernama Tolol ?" Dengan lagak bebal yang di-bikin2 berbalik Nyo Ko menanya. "Haha, jadi kau memang bernama si tolol ?" Jaka Galing Karya Kho Ping Hoo Kembalinya Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying Ratna Wulan Karya Kho Ping Hoo