Kembalinya Pendekar Rajawali 20
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung Bagian 20
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya dari Chin Yung "Sembuhkanlah aku !" Kata Bu-siang tiba-tiba sambil buka matanya, Hanya sepatah kata saja, lalu ia pejamkan matanya pula dan berpaling ke jurusan lain. Akan tetapi Nyo Ko berhenti lagi tak berani meraba badan orang ketika badan si gadis yang putih halus tertampak olehnya, ia berdiri terpesona. Karena sudah lama menunggu, pula terasa angin silir menghembusi badannya yang sudah terbuka hingga rada sejuk rasanya, tiba2 Bu-siang membuka matanya lagi hingga kelakuan Nyo Ko yang ter-mangu2 seperti patung itu dapat dilihatnya. "A...apa yang kau... kau lihat ?" Bentaknya gusar. Nyo Ko terkejut, lekas2 ia ulur tangan buat meraba tulang iga orang yang patah, tetapi baru menyentuh kulit badan orang yang halus itu, Nyo Ko merasa seperti kena aliran listrik, tangannya cepat ditarik kembali lagi. "Lekas tutup matamu, jika kau pandang aku lagi segera ku... ku..." Bentak Bu-siang puia dengan suara ter-putus2, sampai disini tak tahan lagi air matanya lantas menetes. "Ba... baiklah, jangan kau menangis," Sahut Nyo Ko gugup, Habis itu betul saja ia pejamkan matanya, lalu tangannya meraba lagi tulang iga orang, di pasang dengan tepat kedua tulang iga yang patah itu, lalu baju si gadis lekas2 ia tarik buat menutupi bagian badannya itu. Sesudah rada tenang perasaannya Nyo Ko mendapatkan pula empat potong kayu, dua batang diapit di bagian depan dada dan yang dua batang di punggung, dengan kulit pohon yang dia beset ia pakai sebagai perban, lalu diikatnya dengan kencang supaya tulang yang patah itu tidak tergeser lagi. Habis ini baru dia betulkan baju si gadis dan lepaskan tutukannya tadi. Waktu Bu-siang pentang matanya, remangl ia lihat muka Nyo Ko yang tersorot sinar bulan bersemu merah dan dengan rasa kikuk2 sedang mengintip meliriknya, tetapi begitu sinar mata kedua belah pihak kebentrok, dengan cepat Nyo Ko melengos ke samping. Meski sekarang tulang iganya sudah tersambung betul, namun masih dirasakan sakit jarem, cuma sudah jauh berkurang daripada rasa sakit waktu tulangnya saling gosok hendak disambung tadi. "Si tolol ini ternyata punya sedikit kepandaian juga," Demikian ia pikir. Sebenarnya Bu-siang bukannya gadis bodoh, kini sudah dapat dilihat juga bahwa se-kali2 Nyo Ko bukan anak udik biasa, lebih2 bukan anak tolol segala, tetapi karena sejak mula ia sudah perlakukan orang dengan caci maki dan pandang hina, kini meski sudah ditolong ia tetap belum mau merubah sikapnya. "Lalu bagaimana baiknya sekarang, Tolol ?" Demikian ia tanya. "Apa kita harus terpaku disini atau harus menyingkir pergi yang jauh ?" "Bagaimana menurut kau ?" Balas Nyo Ko tanya. "Sudah tentu pergi saja, apa tunggu kematian di sini ?" Sahut Bu-siang tertawa. Keruan girang sekali si gadis hingga ia tertawa riang. "Tolol, daerah Kanglam begitu jauh letaknya, apa bisa kau pondong aku terus sampai di sana ?" Ujar Bu-siang. walaupun berkata demikian, namun iapun tidak bantah lagi dan membiarkan tubuhnya meringkuk dalam pelukan Nyo Ko. Karena kuatir kepergok Li Bok-chiu berdua, maka jalan yang dipilih Nyo Ko adalah jalanan kecil yang sepi, Dasar Ginkang Nyo Ko memang sudah sangat tinggi, meski langkahnya cepat, namun bagian tubuh yang atas sedikitpun tidak ter-kocak sehingga sama sekali Bu-siang tidak merasakan sakit lagi. Begitu cepat larinya Nyo Ko hingga Bu-siang melihat pepohonan di tepi jalan berkelebat lewat ke belakang, sungguh cepatnya seperti kuda balap, kalau dibandingkan malahan Ginkang pemuda ini tidak dibawah gurunya, keruan diam2 Bu-siang sangat heran dan terkejut. "Ha, kiranya si Tolol ini memiliki ilmu yang tinggi luar biasa, dengan umurnya semuda ini, mengapa sudah dapat melatih diri sampai begini lihay ?" Demikian ia bertanya di dalam hati. Sementara itu hari sudah mulai terang, waktu "Bu-siam" Menengadah ia lihat muka Nyo Ko meski kotor, namun tidak menutupi mata dan alisnya yang cukup jelas bukan anak tolol sebagaimana dia anggap, melainkan pemuda yang ganteng. Betapapun juga hatinya tergerak, lambat laun iapun lupa rasa sakit di dadanya, selang tak lama. "Pergi ke mana ?" Tanya Nyo Ko. "Aku mau pulang ke Kanglam, mau tidak kau antar aku ke sana ?" Kata Bu-siang lagi. "Aku harus mencari Kokoh, tak dapat ku pergi begitu jauh", sahut Nyo Ko. Mendengar jawaban ini, tiba2 Bu-siang tarik muka. "Baiklah, kalau begitu lekas kau pergi ! Biarkan aku mati di sini saja," Demikian katanya kemudian. Kalau si gadis ini memohon dengan kata2 halus dan membujuk umpamanya, dapat dipastikan Nyo Ko tidak nanti mau terima, tetapi kini melihat wajah orang mengunjuk rasa gusar dan alisnya ter-kerut rapat, lapat2 memper sekali dengan sikap Siao-Iiong-li diwaktu marah, tak tertahan ia lantas menerima baik permintaan orang. "Bisa jadi Kokoh kebetulan juga berada di daerah Kanglam, biar kuantar nona Liok ini ke sana, siapa tahu kalau Thian kasihan padaku dan berhasil ketemukan Kokoh di sana ?" Demikian ia pikir, walaupun demikian, sebenarnya dalam hati ia cukup tahu juga bahwa harapan itu terlalu kecil sekali, cuma tiada jalan buat menolak permintaan Liok Bu-siang, maka pikirannya tadi boleh dibilang hanya untuk menghibur dirinya sendiri saja. Karena itulah, sambil menghela napas, kemudian iapun pondong lagi tubuh Bu-siang. "Untuk apa kau pondong aku ?" Bentak Bu-siang dengan gusar. "Pondong kau ke Kanglam," Sahut Nyo Ko lagi, lapat2 iapun terpulas dalam pelukan Nyo Ko. Sampai hari sudah terang benderang, akhirnya Nyo Ko merasa letih juga, ia lari sampai dibawah satu pohon besar, ia turunkan Bu-siang dengan pelahan dan ia sendiri duduk di samping si gadis untuk mengaso. Setelah Bu-siang mendusin, dengan tersenyum manis tiba2 ia berkata pada Nyo Ko . "Aku lapar, kau lapar tidak ?" "Sudah tentu lapar," Sahut Nyo Ko. "Baiklah, kita mencari kedai nasi untuk tangsal perut." Lalu ia pondong lagi si gadis, sudah sepanjang malam ia pondong orang, maka kedua lengannya terasa pegal, maka tubuh si gadis ia angkat dan didudukkan di atas pundaknya, dengan demikian ia melanjutkan perjalanan dengan pelahan. "He, Tolol, siapa namamu ?" Tanya Bu-siang dengan tertawa sambil kedua kakinya menggeduk-geduk dada Nyo Ko. "Rasanya tidak baik di hadapan umum selalu kupanggil kau si Tolol saja!" "Memangnya aku tiada nama lain, semua orang panggil aku si Tolol," Sahut Nyo Ko. "Hm, tak percaya aku, tak mau kau katakan juga masa bodoh," Kata Bu-siang dengan mendongkol "Kalau begitu, siapakah Suhumu ?" ,Mendengar orang menyebut "Suhu", karena terhadap Siao-liong-Ii luar biasa menghormatnya, maka Nyo Ko tak berani bergurau atas nama gurunya itu. "Suhuku adalah Kokoh," Demikan ia jawab dengan sungguh2 Atas jawaban ini, Bu-siang mau percaya. "Kiranya ilmu silatnya ini adalah keturunan keluarga sendiri," Demikian ia pikir. "Dari tempat mana dan aliran manakah Ko-kohmu itu ?" Segera ia tanya pula. "Tempatnya di rumah," Sahut Nyo Ko pura2 tolol "Dan aliran apa itulah aku tak tahu." "Hm, pura2 bodoh kau," Omel si gadis. "Yang aku tanya yalah ilmu kepandaianmu itu dipelajari dari pintu perguruan mana ?" "Pintu? Apa kau tanya pintu rumahku itu ?" Sahut Nyo Ko berlagak linglung. "Pintu itu bukankah terbikin dari kayu ?" Mendengar jawaban yang tak keruan juntrung-nya ini, diam2 Bu-siang pikir. "Jangan2 orang ini memang betul2 tolol, hanya karena terlahir bisa lari cepat dan bukannya memiliki ilmu silat yang tinggi ? Tetapi salah juga, terang sekali ia mampu menutuk dan menyambung tulang, sudah tentu dia adalah jagoan Bu-lim, jangan2 ilmu silatnya meski hebat, namun orangnya memang dasarnya dungu". BegituIah Bu-siang berpikir dengan bingung, Kemudian dengan kata2 halus ia coba menanya lagi. "Coba katakanlah baik2 padaku, tolol, sebab apakah kau menolong jiwaku ?" Pertanyaan ini seketika sulit dijawab Nyo Ko, karena itu ia telah pikir sejenak, habis ini baru ia berkata . "Kokoh suruh aku menolong kau, maka aku lantas menolong kau !" "Siapakah kau punya Kokoh itu ?" Tanya Bu-siang. "Kokoh ya Kokoh, dia suruh aku kerja apa lantas kukerjakan apa," Kata Nyo Ko. Si gadis menghela napas lagi oleh jawaban yang tak genah ini, ia pikir . "Ah, kiranya orang ini memang betul2 toloI." Dan karena pikiran ini, rasa marahnya terhadap Nyo Ko yang mulai timbul tadi, kini mendadak berubah lagi menjadi jemu dan gemas. Melihat orang terdiam, tiba2 Nyo Ko malah tanya . "Hei, kenapa kan tak bicara lagi ?" Bu-siang tak menjawab, ia hanya menjengek saja sekali, Karena itu Nyo Ko mengulangi pula pertanyaannya, Kalau aku tak suka bicara lantas tak bicara, tahu, Tolol ? Lekas kau tutup mulut !" Bentak Bu siang tiba-tiba. Nyo Ko pikir wajah orang dalam keadaan muring2 demikian tentu enak sekali dipandang, tetapi si nona duduk di atas pundaknya, maka sukar dilihat, diam2 ia merasa sayang. Begitulah sambil bicara itu, kemudian tibalah mereka di suatu kota kecil. Melihat cara sepasang muda-mudi ini, yaitu Bu-siang didukung dengan duduk di atas pundak Nyo Ko, semua orang di jalan sama ter-heran2. Akan tetapi Nyo Ko tak peduli, ia mencari satu restoran dan minta disediakan daharan, mereka duduk berhadapan Mendadak Bu-siang mengkerut kening ketika terendus olehnya bau tapi sapi yang menghembus keluar dari badan Nyo Ko. "He, Tolol, kau duduk ke meja sana saja, jangan duduk semeja dengan aku," Katanya pada si pemuda dengan sikap mual. Nyo Ko tidak membantah, dengan tertawa ia duduk ke meja yang lain. Walaupun demikian, melihat duduk orang masih menghadap ke arahnya, makin dipandang tampang tolol orang semakin menjemukan, maka dengan tarik muka Bu-siang berkata lagi. "Jangan kau pandang aku," Habis ini ia menuding meja yang lebih jauh letaknya dan menyambung . "Sana, pindah ke meja itu !" Nyo Ko menurut, dengan tertawa sambil membawa mangkok nasinya ia malah pindah ke ambang pintu dan duduk di sana lalu makan nasinya. "Nah, begitulah seharusnya," Kata Bu-siang. Sungguhpun perut si gadis terasa lapar, tapi dadanya terasa sakit oleh tulang yang patah itu, ia menjadi uring2an dan maunya melampiaskan marah2nya pada Nyo Ko saja, tetapi karena orang sudah duduk begitu jauh, ia tak ada alasan lagi untuk mem-bentak2 atau mengomel padanya. Begitulah selagi ia kesel sekali, tiba2 didengarnya di luar pintu sana ada suara orang ber-dendang . "Nona cilik berlakulah murah hati." Habis ini ada seorang lagi terus menyambung. "Sedekahlah semangkok nasi pada si pengemis !" Waktu Bu-siang angkat kepalanya, terlihatlah empat pengemis berdiri sejajar di luar pintu, ada yang tinggi, ada yang pendek, semuanya sedang memandang ke arahnya. Karena dia pernah melukai seorang pengemis dengan senjatanya "Gin-ko-to" Atau golok perak melengkung, kini nampak kedatangan empat orang ini tidak mengandung maksud baik, diam2 ia terkejut. Sementara itu ia dengar orang ketiga dari pengemis2 itu sedang menyambung dendangan kawannya tadi. "Jalan ke sorga tidak kau tempuh !" Lalu orang keempat lantas menyambung juga . "Neraka tak berpintu hendak kau masuki!" Begitulah lagu yang dinyanyikan keempat pengemis itu adalah lagu minta2 yang biasa disuara-kan kaum pengemis, Pada tangan kanan tiap2 pengemis itu membawa sebuah mangkok rusak dan tangan kiri mencekal sepotong kayu yang masih berkulit, pundak mereka masing2 menggendong 6 buah kantong goni. Melihat dandanan pengemis2 ini, teringat oleh Bu-siang apa yang pernah dia dengar dari cerita sang Suci - Ang Ling-po, bahwa anggota Kay-pang mem-beda2kan tingkatan dengan menghitung kantong goni yang digendong mereka, melihat empat pengemis yang membawa 6 kantong ini, maka dapatlah diketahui mereka adalah anak murid 6 kantong yang tergolong tinggi tingkatannya dalam Kay-pang. Pengaruh Kay-pang di daerah utara dan selatan sungai - Yangce - waktu itu sangat besar, maka demi nampak sekaligus didatangi empat jago2 Kay-pang berkantong 6, kuasa hotel lantas tahu bakal terjadi peristiwa besar, keruan ia menjadi gugup dan tegang, Iekas2 ia memberi tanda pada kawan2 pelayannya dan suruh mereka sekali2 jangan membikin marah tokoh2 Kay-pang itu. Di samping Iain Liok Bu-siang tidak lagi memandang empat pengemis itu, ia hanya pandang daharan yang berada di mejanya, sedang dalam hati ia memikirkan tipu-daya untuk meloloskan diri, Tetapi musuh ada empat orang, dirinya sendiri terluka, sedang si Tolol itu apa betul2 pandai ilmu silat masih sukar dipastikan sekalipun betul bisa silat, namun kelakuannya gila-gilaan tak genah, tidak nanti tinggi ilmu silatnya dan susah juga melawan empat jagoan Kay-pang. Begitulah meski Bu-siang biasanya sangat pintar dan cerdik, kini terasa tak berdaya juga seketika. Sebaliknya Nyo Ko lagi sibuk urusi isi mangkoknya dan sama sekali tidak ambil pusing terhadap empat pengemis itu, sehabis "langsir" Isi se mangkok ke dalam perutnya, ia mendekati mejanya Bu-siang dan tambah nasi lagi semangkok penuh, berbareng itu ia samber sepotong ikan (laut), karena ikan itu masak kuah, maka airnya menetes-netes di atas meja. "Hehe, makan ikan !" Dengan ke-tawa2 tolol ia berkata. Melihat rupa orang, alis Bu-siang terkerut terlebih rapat, tetapi kini tiada banyak tempo lagi buat mendamperat orang, sebab terdengar olehnya keempat pengemis tadi sesudah melagukan "si nona cilik" Tadi secara sambung-menyambung hingga berulang tiga kali, empat pasang mata merekapun terus membelalak ke arahnya. Oleh karena masih belum mendapatkan sesuatu akal untuk melayani orang, terpaksa Bu-siang pura2 tidak dengar saja dan dengan kepala menunduk menyumpit nasinya dengan pelahan. Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Nona cilik, jika semangkok nasi saja tak kau beri, maka harap memberi sedekah sebilah golok lengkung saja," Kata seorang diantara pengemis itu tiba2, rupanya mereka sudah tak sabar. "Marilah kau ikut bersama kami, takkan kami persulit kau, kami hanya ingin tanya duduknya perkara dan tentu ada keputusan secara adil," Demikian kata yang lain pula. Selang tak lama, pengemis yang ketiga pun mendesak lagi. "Hayo, lekaslah, apa perlu kami gunakan kekerasan ?" Dalam keadaan demikian Bu-siang menjadi serba salah, ia tidak tahu apa harus menjawab atau tidak. "Tidak nanti kami minta2 secara paksa dan empat laki2 menghina seorang nona cilik, kami hanya ingin kau ikut pergi untuk menimbang siapa kiranya di pihak yang benar," Akhirnya pengemis yang keempat pun ikut berkata. Mendengar lagu suara orang, Bu-siang insaf sebentar lagi tentu pakai kekerasan, meski tahu tak ungkulan, namun tak bisa mandah menerima kematian, maka dengan tangan kiri memegang bangku ia, tunggu bila lawan berani maju, segera dengan bangku itu akan kuhantamkan dahulu kepada musuh. "Sudah tiba waktunya kini," Demikian Nyo Ko juga sedang pikir, Kemudian ia mendekati meja Bu-siang lagi, ia angkat piring ikan orang untuk mengambil lauk-pauk. "Ah aku minta kuahnya," Demikian dengan samar2 ia bicara karena mulutnya sedang mengunyah sepotong ikan dengan lezatnya. Sembari berkata, piring ikan yang dia angkat tadi sengaja ia miringkan hingga setengah mangkok kuah yang masih panas tertuang semua di atas lengan Bu-siang. Karena kejadian ini, tiba2 Bu-siang berpaling dan menggeser sedikit tubuhnya untuk periksa kuah yang menuang badannya itu. "Ai, celaka !" Seru Nyo Ko pura2 kaget, habis ini ia berlagak kelabakan hendak membersihkan noda kuah itu, Pada saat itu juga, dengan sedikit miringkan mukanya keluar, tiba2 ia menguap terus menyemprot hingga belasan duri tulang ikan yang tajam menyamber keluar dengan cepat ke arah keempat pengemis tadi. Sama sekali keempat pengemis itu tidak menduga akan kejadian ini, sedikitpun mereka tidak nampak jelas atau tiba2 siku mereka tempat "kiok-ti-hiat" Terasa kesemutan, lalu terdengar suara gedubrakan, empat mangkok mereka yang bobrok itu terbanting ke lantai hingga pecah berantakan be-himpun empat pentung kayu mereka. Sementara itu dengan bajunya yang sudah rombeng Nyo Ko tiada hentinya menyeka air kuah yang menuang lengan Bu-siang tadi sambil dengan ter-putus2 ia berkata. "Ja... jangan kau marah, aku... aku bersihkan kau." "Pergi!" Mendadak Bu-siang membentak. Ketika ia menoleh kembali untuk melihat keempat pengemis tadi menghilang di simpang jalan raya sana, sedang empat pentung dan mangkok yang sudah pecah berantakan terserak di lantai Bu-siang menjadi ragu2 dan heran oleh kelakuan pengemis2 itu, mengapa tanpa sebab lantas pergi begitu saja ? Dalam pada itu ia lihat Nyo Ko dengan kedua tangannya yang kotor dengan kuah ikan dan air sayur lainnya masih mengusap dan menyeka serabutan di atas meja, ia menjadi marah dan men-damperat lagi. "Pergi menyingkir apa kau kira tak kotor ?" "Ya, ya !" Sahut Nyo Ko ber-ulang2 sambil kedua tangannya menggosok2 bajunya untuk menghilangkan kotorannya. "Cara bagaimanakah keempat pengemis itu pergi ?" Tanya Bu-siang kemudian sambil mengkerut kening. "Tentunya karena nona tak mau memberi sedekah, toh tiada gunanya minta2 terus, maka mereka lantas pergi," Ujar Nyo Ko. Si gadis ber-pikir2 sejenak lagi dan tetap tak diketahui apa sebabnya, Lalu ia ambil serenceng uang perak dan suruh Nyo Ko membeli seekor keledai sesudah bayar uang daharan, dia lantas menunggang keledai yang baru dibeli ini untuk berangkat. Tetapi tulang iga dekat dadanya yang patah itu belum sembuh, maka baru saja ia naik, terasa lah sakit sekali sampai mukanya putih pucat. "Sayang aku terlalu kotor lagi bau, kalau tidak, boleh juga kudukung kau di atas pundak", demikian kata Nyo Ko. "Hm, omong yang tidak2," Bu-siang menjengek berbareng ia tarik tali kendali menjalankan keledainya. Siapa duga binatang itu ternyata sangat bandel, tabiatnya pun buruk, bukannya ia jalan ke depan, sebaliknya tubuhnya me-nyirik2 minggir hingga mepet tembok bahkan badan Bu-siang di-gosok2kan lagi pada tembok itu. Memaognya Bu-siang masih lemas karena luka, keruan ia berteriak kaget dan terbanting jatuh. Untung ilmu silatnya cukup hebat, begitu sebelah kakinya menginjak tanah, dengan segera ia bisa berdiri tegak, cuma ia menjadi kesakitan lagi lukanya "Sudah terang kau lihat aku jatuh terbanting kenapa kau tidak memayang diriku ?" Dengan gusar ia melampiaskan rasa dongkolnya pada Nyo Ko. "Bu.... bukankah badanku kotor!" Sahut Nyo Ko. "Apa kau tak bisa cuci dulu ?" Kata Bu-siang lagi Nyo Ko tidak menjawab melainkan nyengir saja. "Lekas kau dukung aku ke atas keledai," Bentak si gadis pula. Nyo Ko menurut, ia menaikkan ke punggung keledai Tetapi begitu merasa punggungnya ada penunggang, segera keledai itu hendak main gila. "Lekas kau tuntun keledai ini," Kata Bu-siang. "Ti... tidak, aku takut didepak olehnya." Sahut Nyo Ko. Bu-siang menjadi dongkol "Kurangajar si tolol ini, bilang dia tolol nyatanya dia tidak tolol, bilang tidak ia justru tolol, sudah terang maksudnya ingin memondong diriku," Demikian pikirnya. Karena terpaksa, akhirnya ia berkata lagi. "Baiklah, kaupun menunggang ke atas sini." "Nah, kau sendiri yang suruh aku, tapi jangan kau bilang aku kotor, lalu mendamperat dan memukul aku lagi," Ujar Nyo Ko. "Ya, ya, cerewet saja !" Sahut Bu-siang mengkal. Maka dengan tertawa kecil barulah Nyo Ko melompat ke atas keledai dengan pelahan, dengan kedua tangannya ia rangkul si gadis yang duduk di depannya, ketika kedua kakinya sedikit mengempit karena kesakitan, maka keledai itu tak berani binal lagi, dengan jinak berjalan menurut perintah. "Pergi ke mana ?" Tanya Nyo Ko. "Sana," Sahut Bu-siang sambil menunduk ke arah tenggara. ia sudah mencari tahu sebelumnya tentang perjalanan sebenarnya hendak ditempuhnya arah timur melalui Ciongkoan dan kemudian baru memutar ke daerah selatan, ini memang jalan raya yang biasa dilalui. Tetapi sejak ketemu empat pengemis yang lain, adalah lebih baik menempuh jalan kecil saja, walaupun sedikit lebih jauh, paling perlu cari selamat. Begitulah terdengar suara tapak kaki keledai yang ketuprak2 berjalan pelahan ke arah yang dipilihnya itu. Baru saja mereka keluar dari kota, tiba2 dari tepi jalan ber-Iari2 mendatangi satu anak petani yang berumur belasan. "Nona Liok, ini sesuatu barang buat kau," Demikian seru bocah itu sambil mapaki keledai yang mereka tunggangi. Berbareng itu menimpukkan seikat bunga ke arah Bu-siang, habis ini ia angkat kaki dan berlari pergi lagi Waktu karangan bunga itu diterima Bu-siang dan diperiksa, ia lihat hanya seikat bunga biasa saja dan disamping terikat sepucuk surat dengan benang, lekas si gadis membuka sampulnya dan keluarkan selembar kertas kuning dari dalamnya, ia lihat surat itu tertulis. "Sekejap lagi gurumu bakal datang, lekas sembunyikan diri, lekas !" Kertas surat itu sangat kasar, sebaliknya tulisannya ternyata bergaya sangat bagus. Bu-siang ter-heran2 dan ragu2 mengapa orang kenal dia she Liok dan siapakah anak itu ? Mengapa mengetahui juga gurunya segera bakal datang ?" "Apa kau kenal anak tadi ?" Demikian ia lantas tanya Nyo Ko. "Apa Kokohmu yang suruh dia ke sini ?" Sementara itu dari belakang Bu-siang si Nyo Ko juga dapat membaca isi surat itu, maka iapun sedang memikir . "Terang sekali anak tadi hanya anak petani biasa, tentu datangnya ini disuruh orang lain untuk mengirim surat. Cuma entah siapakah orang yang menulis surat itu ? Tampak-orang memang bermaksud baik, kalau betul sampai Li Bok-chiu mengejar datang, lalu bagaimana baiknya ?" Harus diketahui meski Nyo Ko sudah mempelajari Giok-li-sim-keng dan Kiu-im-cin-keng, seorang diri memiliki dua macam ilmu silat yang paling tinggi di dunia persilatan, sejak dulu hingga kini boleh dikatakan hanya dia sendiri saja, cuma sayang karena waktunya belum Iama, meski sudah dipahami intisari pelajaran ilmu silat yang hebat itu, namun latihannya masih kurang matang, maka belum banyak hasilnya untuk digunakan. Kalau sampai kena disusul Li Bok-chiu, terang ia masih bukan tandingan orang, karena inilah ia sedang pikir dan ragu-ragu. Mendengar pertanyaan Bu-siang tadi, maka Nyo Ko menjawab. "Entah, aku tak kenal dia, tampaknya juga bukan Kokoh yang menyuruh dia." Baru habis ia menjawab, tiba2 terdengar bunyi alat2 tetabuhan dan tiupan, menyusul mana dari depan muncul sebuah joli yang digotong dengan belasan orang pengiringnya, kiranya ada orang sedang melangsungkan perkawinan. " Meski alat2 musik yang dibunyikan itu berbau kampungan, tetapi suasana cukup riang gembira. Nampak keadaan ini, tiba2 pikiran Nyo Ko tergerak, ia pikir kalau betul2 Li Bok-chiu dan Ang Ling-po mengejar tiba, di siang hari bolong sesungguhnya tiada tempat untuk bersembunyi lagi, Karena itu segera ia tanya Bu-siang. "Nona Liok, kau ingin menjadi pengantin tidak ?" Bu-siang sendiri memangnya lagi bingung karena kuatir tertangkap gurunya yang kejam itu, kini mendengar orang bertanya secara tolol, kemari ia gusar. "ToIol, kau mengaco-belo apa lagi ?"j damperatnya. "Haha, maukah kita main sembayang dan jadi pengantin ?" Demikian sahut Nyo Ko dengan tertawa. "Mau tidak kau menyamar pengantin perempuan ? Sungguh cantik sekali tampaknya, muka ditutup kudung merah, pasti orang lain takkan mengenali kau." Karena kata2 Nyo Ko terakhir ini, Bu-siang tergerak hatinya. "ToIol, apa kau suruh aku menyamar untuk menghindari guruku ?" Ia tanya. "Aku tak tahu, hihi, kalau kau jadi pengantin perempuan, aku akan jadi pengantin Ielakinya," Sahut Nyo Ko. Dalam keadaan terpaksa, Bu-siang tak sempat lagi mendamperat orang, ia pikir. "Kelakuan si Tolol ini sungguh aneh sekali, tapi kecuali jalan ini memang tiada cara lain lagi." Karena itu segera ia tanya. "lalu cara bagaimana menyamarnya ?" Nyo Ko tidak menjawab, ia tak berani membuang tempo lagi, segera ia pecut bokong keledai mereka maka binatang ini lantas kabur ke depan dengan cepat. Pada umumnya jalan pedusunan memang sempit, sebuah joli besar dengan digotong delapan orang dengan sendirinya memenuhi jalan, kedua sampingnya sudah tentu tiada lowongan lagi, kini nampak ada keledai berlari memapak dari depan, keruan pengiring2 kemanten itu menjadi ribut, mereka berteriak dan membentak dengan maksud menyuruh penunggang keledai menahan tali kendalinya. Tetapi bukannya Nyo Ko menahan keledainya. bahkan ia mengempit semakin kencang hingga lari binatang itu bertambah cepat, maka sekejap saja sudah menerjang sampai di depan pengiring kemanten itu. Dengan sendirinya mereka tidak tinggal diam, segera ada dua lelaki kekar menyerobot maju hendak menarik tali kendali keledai supaya jangan menubruk joIi pengantin yang digotong. Mendadak Nyo Ko ayun cambuknya, dengan tepat ujung cambuk itu melilit betis kedua lelaki itu, ketika Nyo Ko menarik dan diulur lagi, maka kedua orang itu lantas terlempar ke pinggir jalan. "Sekarang aku mau menyamar jadi pengantin !" Demikian katanya pada Bu-siang. Habis ini mendadak ia mendoyong ke depan, ketika sebelah tangannya mengulur, tahu2 pengantin laki2 yang menunggang seekor kuda putih itu kena dicengkeramnya. Pengantin laki2 itu usianya antara 17-18 tahun, badannya lengkap memakai baju pengantin baru, di atas kepalanya tertancap hiasan bunga2 emas, kini mendadak kena dicengkeram oleh Nyo Ko, keruan bukan main kagetnya. Bukan begitu saja, bahkan Nyo Ko sengaja lemparkan tubuh pengantin laki2 itu ke udara setinggi dua tombak lebih, ketika jatuh ke bawah, di tengah2 ramai suara jeritan orang banyak tahu2 Nyo Ko ulur tangannya dan menangkapnya lagi pengantin laki2 itu, Pengiring2 pengantin itu seluruhnya hampir tiga puluhan orang, sebagian besar bertubuh tinggi besar dan kekar kuat, tetapi melihat ketangkasan Nyo Ko, pula pengintin laki2 jatuh dalam cengkeraman orang, tentu saja mereka ketakutan dan tiada yang berani maju. Seorang diantara mereka rupanya lebih banyak merasakan asam garam, ia menduga Nyo Ko pasti begal besar, maka dengan cepat ia lantas tampil ke depan. "Mohon "Tay Ong" Suka ampuni pengantin-nya," Demikian pintanya sambil memberi hormat. "Berapa banyak kiranya "Tay Ong" Perlu pakai ongkos, pasti kami turut perintah dengan baik." "Hihi, nona Liok, kenapa mereka panggil aku "Tay Ong" ! (raja besar, sebutan bagi pembegal) ? Aku kan tidak she Ong ?" Kata Nyo Ko pada Bu-siang dengan tertawa. "Sudahlah, jangan main gila Iagi, aku seperti sudah mendengar suara keleningan keledai tunggangan Suhu," Sahut Bu-siang. Nyo Ko kaget oleh jawaban itu, ia coba pasang kuping, betul saja sajup2 terdengar suara berkumandangnya keleningan Kiranya Li Bok-chiu suka unggulkan ilmu silatnya yang tiada tandingannya di seluruh Kang ouw, maka setiap tindak tanduknya selalu main gertak dahulu, misalnya sebelum dia bunuh sasarannya, lebih dulu ia memberi tanda cap tangan berdarah di rumah orang itu, tiap cap tangannya berarti jumlah jiwa yang akan dibunuh dan sama sekali tak gentar meski lawannya mengundang pembantu atau melarikan diri meninggalkan rumah, sedang keledai belang yang dia tunggangi sengaja dia pasangi tiga belas keleningan emas pada lehernya, suara keleningan ini bisa berkumandang jauh sampai beberapa li, belum tiba orangnya, suara keleningannya sudah terdengar lebih dulu, dengan demikian supaya musuh sebelum lihat mukanya tapi lebih dulu sudah ketakutan setengah mati "Sungguh cepat sekali datangnya," Begitulah Nyo Ko berpikir, Tetapi ia masih berlagak bodoh atas peringatan Bu-siang tadi. "Keleningan ? Keleningan apa maksudmu ? Apa keleningan tukang jual jamu, kenapa aku tak mendengarnya ?" Habis ini, dengan sikap mengancam ia berpaling dan berkata pada orang tua tadi. "Kalian harus turut perintahku dengan begitu aku lantas bebaskan dia, kalau tidak, hm..." Mendadak ia lemparkan pengantin laki2 tadi ke udara lagi Rupanya saking ketakutan, pengantin laki2 itu sampai menjerit dan menangis ter-gerung2. Sedang si orang tua tadipun terus-menerus memberi hormat sambil memohon . "Ya, ya, pasti kami turut segala perintah Tay Ong" Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Dia adalah biniku," Kata Nyo Ko tiba2 sambil tuding Bu-siang. "la lihat kalian main sembahyang jadi pengantin segala, maka diapun ketarik dan ingin main2 juga." "Apa kau bilang, Tolol ?" Damperat Bu-siang dari samping. Akan tetapi Nyo Ko tak mengurusnya, ia meneruskan pembicaraannya tadi. "Maka kalian lekas copot pakaian pengantin perempuan itu dan biarkan dipakai dia, akupun main menjadi pengantin lelaki." Keruan para pengiring kemanten itu menjadi bingung hingga saling pandang, sungguh mereka tidak mengerti mengapa pembegal di tengah jalan ini tiba2 ingin main kemanten2an. Waktu mereka awasi Nyo Ko dan Liok Bu-siang, yang satu pemuda cakap dan yang lain gadis jelita, kalau dibilang sepasang suami isteri, memangnya sangat mirip juga. Selagi kejadian itu berlangsung, tiba2 Nyo Ko dengar suara keleningan sudah semakin dekat, lekas2 ia lompat turun dari keledainya dan membiarkan Bu-siang yang menjaganya, ia sendiri lantas pergi ke - joli kemanten, tiba2 ia tarik tirai joli dan tarik keluar pengantin perempuannya. Tentu saja pengantin itu kaget hingga menjerit tetapi mukanya pakai kerudung kain merah, maka tak diketahuinya apa yang terjadi sesungguhnya. Di lain pihak Nyo Ko tidak berhenti begitu saja, sekalian ia tarik pula kain penutup muka orang, maka tertampaklah muka pengantin perempuan itu yang bundar bak bulan purnama, badan tampak montok pula. "Ha, sungguh ayu kemantinnya," Demikian Nyo Ko menggoda pula tertawa, bahkan ia towel pipi orang dengan jarinya, Dalam ketakutannya pengantin perempuan itu malah menjadi bungkam tak berani berkutik sedikitpun. "Jika ingin kuampuni jiwanya, lekas kau tukar pakaian biniku itu dengan pakaian kemantin-mu," Nyo Ko mengancam lagi sambil tarik tubuh perempuan itu dan diangkat ke atas. Sementara Bu-siang mendengar juga suara keleningan keledai belang gurunya sudah tambah dekat lagi datangnya, ia mendelik pada Nyo Ko ketika mendengar kata2 Nyo Ko tadi, pikirnya. "Si Tolol ini sungguh tak kenal tebalnya bumi dan tingginya langit, sudah dalam keadaan demikian masih terus bergurau ?" Dalam pada itu didengarnya juga suara si orang tua tadi sedang mendesak kawan2nya . "Lekas tukar pakai pengantin padanya !" Maka dengan gugup para pengiring lantas lepaskan pakaian pengantin dengan perlengkapannya dari gadis tadi dan dikenakan pada Liok Bu-siang. Di sebelah sana Nyo Ko tidak perlu bantuan lagi, ia sendiri lantas mencopot topi pakaian kemantin laki2 tadi terus dipakainya sendiri. "Nah, isteriku yang baik, sekarang masuklah ke dalam joIi," Demikian ia berkata pada Bu-siang sesudah selesai penyamarannya. Tetapi Bu-siang menyuruh pengantin perempuan tadi masuk dulu ke joli, ia sendiri lantas duduk dipangkuan orang, habis itu tirai joli baru ia tutup. Semetara itu sebenarnya Nyo Ko masih ingin ganti sepatunya dulu, tetapi sudah tak keburu lagi, suara keleningan sudah berada di tikungan jalan sana. "Lekas menuju ke arah tenggara, lekas tiup dan tabuh lagi!" Segera ia memberi perintah, berbareng ini iapun melompat ke atas kuda putih yang dipakai kemantin Iaki2 tadi. Karena sepasang kemantin baru sudah berada dalam cengkeraman kawanan "penjahat", tentu saja para pengiring itu tak berani membantah, segera mereka tabuh gembreng dan meniup trompet lagi hingga keadaan berubah riuh ramai Dan baru saja joli itu putar kembali ke jalan lain, belum ada belasan tombak ditempuh atau suara keleningan sudah berbunyi dengan kencang di belakang mereka, dua keledai belang dengan langkah cepat telah memburu datang. Hati Bu-siang ber-debar2 keras demi mendengar suara keleningan yang sudah berada di belakang itu, ia pikir bisa tidaknya lolos dari elmaut hanya tergantung sedetik ini saja, maka dengan penuh perhatian ia dengarkan gerak-gerik yang terjadi di luar joli. Di lain pihak Nyo Ko yang menyamar sebagai pengantin laki2, ia pura2 malu dengan kepala menunduk. "Hai, kalian melihat satu gadis pincang lewat disini tidak ?" Demikian terdengar Ang Ling-po bertanya. "Ti... tidak !" Sahut si orang tua tadi dengan suara tak lancar. "Apa tidak melihat seorang gadis jelita menunggang keledai lewat sini ?" Tanya Ang Ling-po lagi. "Tidak," Sahut orang tua itu tetap. Karena itu, Li Bok-chiu berdua lantas keprak keledai mereka melampaui iring2an kemantin itu dan kabur ke depan dengan cepat. Tetapi hanya sebentar saja tiba2 Li Bok-chiu dan Ang Ling-po telah putar balik kembali, sesudah dekat joli, mendadak Li Bok-chiu ayun kebutnya, dengan ekor ketat ia lilit kain tirai joIi terus ditarik pelahan, maka terdengarnya suara memberebet, sebagian tirai itu telah robek. Terkejut sekali Nyo Ko oleh kejadian itu, ia larikan kudanya mendekati joli, ia tunggu apabila Li Bok-chiu ayun ketatnya untuk kedua kalinya, dengan segera ia akan turun tangan buat menolong orang. Siapa duga Li Bok-chiu tidak geraki tangannya kgi, ia hanya melongok sekejap ke dalam joli, lalu dengan tertawa ia berkata. "Hah, kemantin-nya sungguh cantik !" - Habis ini ia menoleh dan berkata pula kepada Nyo Ko . "He, rejekimu sungguh tidak jelek !" Tetapi dengan cepat Nyo Ko telah menunduk, tak berani ia kesamplok pandang dengan orang..Lalu terdengar pula suara keteprak2 kaki binatang, Li Bok-chiu berdua telah pergi lagi. Keruan Nyo Ko ter-heran2 oleh kejadian itu. "Aneh, kenapa dengan begitu saja ia lepaskan nona Liok ?" Demikian pikirnya tidak habis mengerti. Waktu ia melongok juga ke dalam joli, ia lihat si kemantin perempuan asli mukanya pucat lesi saking ketakutan dan badannya gemetaran pula, sedang Liok Bu-siang ternyata tak diketahui ke mana perginya, Keruan saja Nyo Ko bertambah heran. "He, nona Liok, dimanakah kau ?" Segera ia berseru memanggil. "Aku sudah hilang," Terdengar suara sahutan li gadis dengan tertawa. Ketika kain panjang yang dipakai pengantin perempuan itu tersingkap, tahu2 Bu-siang muncul dari bawah, kiranya ia sembunyi di bawah kain panjang pengantin perempuan itu. Nyata nona ini memang cerdik, ia cukup kenal sang guru yang biasanya berlaku sangat teliti dan tidak gampang diingusi meski barang yang kecil saja, ia menduga selewatnya sang guru, tentu sebentar akan balik kembali oleh karena itu ia telah sembunyi lebih dulu. "Nah, boleh kau menjadi kemanten perempuan dengan tenang, naik joli bukankah jauh lebih enak daripada menunggang keledai ?" Kata Nyo Ko. Bu-siang memanggut tanda setuju, lalu ia berkata juga pada si kemanten perempuan itu . "Kau berdesakan di sini dan membikin aku sum-pek, lekas kau enjah keluar!" Karena terpaksa, mau-tak-mau perempuan itu menurut, ia turun joli dan ganti menunggang keledai yang tadinya dipakai Nyo Ko itu. Begitulah iring2an itu melanjutkan perjalanan, setelah belasan li dilalui pula, cuaca pelahan mulai gelap. Dengan tiada hentinya si orang tua tadi memohon pada Nyo Ko agar suka bebaskan tawanan nya supaya tidak bikin kacau waktu upacara mereka, Tetapi Nyo Ko masih belum mau sudah, ia mendongkol oleh kerewelan orang. "Apa yang kau cerewetkan terus ?" Demikian ia mendamperat, tetapi baru sekecap saja, tiba2 dilihatnya ada bayangan orang berkelebat di pinggir jalan, ada dua orang dengan tangkas cepat telah lari masuk hutan. Nyo Ko menjadi curiga, ia tarik tali kendali kudanya dan memburu dengan cepat, lapat2 dapat dilihatnya bayangan kedua orang itu berbaju compang-camping dengan dandanan sebagai kaum pengemis. "Jangan2 orang Kay-pang sudah mengetahui penyamaranku dan menyiapkan orang di depan sana ?" Demikian pikir Nyo Ko sambil tahan kudanya. "Tetapi urusan sudah terlanjur, terpaksa harus diteruskan sampai akhirnya." Tidak lama kemudian joli kemanten itupun sudah menyusul datang, karena sebagian tirai joli sudah terobek oleh kebut li Bok-chiu, maka Bu-siang melongok keluar dan tanya Nyo Ko . "Apa kau melihat sesuatu ?" Nyo Ko tidak memberi penjelasan sebaliknya ia berkata menyimpang. "Sebagai temanten, layaknya kau menangis, sekalipun hatimu seribu kali ingin kawin, seharusnya kau menangis tak mau meninggalkan rumah, mana ada temanten perempuan di jagat ini tak malu seperti kau ini ?" Bu-siang pun seorang gadis yang sangat pintar, demi mendengar kata2 orang se-akan2 bilang sasarannya sudah diketahui orang, maka dengan pelahan ia mengomel sekali, lalu tidak membuka para pula. Setelah berjalan tak lama, jalan pegunungan di depan mulai sempit dan menanjak hingga sangat susah ditempuh, para pengiring kemanten itu sudah dalam keadaan letih, tapi karena kuatir betapa marah Nyo Ko, maka mereka tak berani mengunjuk rasa dongkol. Tak lama lagi sang dewi malam mulai menongol di ufuk timur, burung gagak dengan suara yang serak terbang di udara kembali ke sarangnya. Sepasang temanten yang kini menjadi tawanan Nyo Ko itu selamanya belum pernah bertemu muka, kini yang lelaki melihat yang perempuan mengunjuk rasa takut2 namun tak menutupi paras yang cantik, sedang yang perempuan memandang si lelaki yang juga cakap, kedua orang itu disamping merasa kuatir, diam2 pun merasa girang. Begitulah sedang mereka melanjutkan perjalanan, tiba2 dari balik bukit sana terdengar suara berdendang belasan orang lagi melagukan . "Nona cilik berbuatlah murah hati, berikanlah sedekah sebelah kuping dan sebuah hidung !" Mendengar suara nyanyian itu, seketika muka Bu-siang berubah. "Ha, kiranya keempat pengemis itu bersembunyi di sini," Demikian pikirnya." Sesudah joli kemanten itu melintasi bukit, tertampaklah di depan sana menanti tiga pengemis yang berperawakan tinggi jangkung, sama sekali berlainan dengan keempat pengemis yang dilihatnya siang tadi. Waktu Nyo Ko meneliti kantong goni yang berada di pundak ketiga pengemis itu, ia lihat masing2 menggendong tujuh buah. "Tentu ketiga pengemis tujuh kantong ini jauh lebih lihay dari pada empat orang yang berenam kantong itu, tampaknya tidak bisa tidak harus turun tangan sungguh2" Pikirnya. Dalam pada itu karena sudah letih dan sedang uring2an, keruan para pengiring kemanten itu menjadi lebih mendongkol demi nampak ketiga pengemis itu mengadang di tengah jalan, segera ada diantaranya ayun cambuk menyabet kepala salah satu pengemis itu. "Hai, lekas enyah, lekas minggir !" Demikian bentak mereka. Akan tetapi pengemis itu tidak berkelit, hanya sekali tarik pucuk cambuk terus dibetot, maka tidak ampun lagi orang yang menyabet itu jatuh ngusruk ke depan seperti anjing menubruk tahi. Melihat kawan mereka dijungkalkan, kalau dalam keadaan biasa, tentu ramai2 para pengiring itu akan mengerubut maju, tetapi kini mereka sedang ketakutan karena sudah dihajar Nyo Ko tadi, mereka pikir ketiga pengemis ini tentu juga sekomplotan dengan pembegal ini, maka tiada seorang pun yang berani maju, sebaliknya malah pada menyurut mundur. "Selamat dan bahagialah nona, kami tukang minta2 ini ingin mohon diberi persen beberapa duit," Demikian salah satu pengemis itu membuka suara dengan lantang. "Tolol," Kata Bu-siang pada Nyo Ko. "aku terluka dan tak bisa turun tangan sendiri, kau saja wakilkan aku enyahkan mereka." "Baik," Sahut Nyo Ko tanpa rewel. Habis ini kudanya lantas dilarikan ke depan terus membentak. "He, hari ini adalah hari baikku sedang kalian pengemisl ini jangan banyak cerewet, lekas pergi dari sini!" Karena dibentak, salah satu pengemis itu mengamat-amati Nyo Ko, namun mereka tak dapat meraba siapakah gerangan pemuda yang berani mem-bentak2 mereka ini. Kiranya keempat pengemis kentong enam yang tertutuk oleh duri tulang ikan itu, semuanya menyangka Bu-siang yang menyerang mereka, maka sama sekali mereka tak sebut2 tentang Nyo Ko pada paman2 guru mereka, yakni ketiga pengemis kantong tujuh ini. Dalam pada itu, salah seorang pengemis itu tiba2 angkat tangannya, karena itu kuda yang ditunggangi Nyo Ko menjadi kaget hingga berdiri dengan kaki belakang, Nyo Ko pura2 terperosot dari kuda dan terbanting jatuh dengan keras2, dan sampai lama tak sanggup bangun. "Ha, kiranya orang ini memang pengantin laki2nya," Pikir ketiga pengemis itu demi menyaksikan jatuhnya Nyo Ko itu. Kay-pang sebenarnya adalah perkumpulan kaum jembel yang selamanya membela keadilan kaum lemah dan memberantas kaum penindas, sebabnya mereka bermusuhan dengan Liok Bu-siang adalah karena gadis ini tanpa sebab telah melukai orang mereka. Kini melihat Nyo Ko tak pandai silat, malahan telah jatuh terbanting dengan berat? rasa mereka menjadi menyesal, satu diantara pengemis itu telah menariknya bangun. "Ai, kalian ini terlalu..." Demikian Nyo Ko pura2 mengomel. "minta ya minta, kenapa biki kaget binatang tungganganku?" Sambil berkata iapun rogoh keluar tiga mata uang dan diberikan kepada pengemis2 itu, Mengingat peraturan Kay-pang, ketiga pengemis itu terima pemberian itu dan menghaturkan terima kasih. "Nah, kau suruh aku bereskan mereka, sekarang sudah kuIakukan," Dengan menyengir kemudian Nyo Ko berkata pada Liok Bu-siang. "Hm, untuk apa kau berlagak tolol padaku?" Omel Bu-siang. Tetapi Nyo Ko hanya mengia saja dan mundur kepinggk jalan sambil mengebut debu yang berada di badannya. "Sebenarnya kalian inginkan apa ?" Dengan sikap dingin kemudian Bu-siang tegur ketiga pengemis itu, karena orang masih menghadang di tengah jalan. "Anak murid golongan kami bilang nona adalah jago dari Ko-bong-pay, karena kagum, maka kami ingin minta petunjuk beberapa gebrakan dari nona," Sahut satu diantaranya. "Aku dalam keadaan terluka, cara bagaimana bisa bergebrak dengan kalian ?" Kata Bu-siang. "Jika betul2 kalian penasaran, bolehlah tetapkan harinya, nanti kalau lukaku sudah sembuh, pasti ku datang minta pengajaran kalian, Kalian bertiga adalah jago dari Kay-pang, kini sengaja hendak mengeroyok satu gadis yang sedang luka parah, apakah ini terhitung orang gagah perkasa ?" Dengan kedudukan yang cukup tinggi ketiga pengemis itu, mereka jadi terdesak oleh debat Bu-siang ini. "Baiklah, nanti kalau lukamu sudah sembuh, kami cari kau lagi," Kata pengemis yang kedua. "Nanti dulu," Tiba2 pengemis yang ketiga berpikir lain. "Dimanakah lukamu ? Apa betul atau pura2, kami harus periksa dulu, kalau benar kau terluka, hari ini kami boleh ampuni kau." Ia berkata begitu karena tak diketahuinya luka Bu-siang berada di bagian dadanya, maka tidak sengaja ingin mengetahui tempat luka ini, tapi bagi Bu-siang seketika mukanya menjadi merah, iapun menjadi gusar hingga untuk sesaat tak bisa bicara. "Hm, orang Kangouw bilang sahabat2 dari Kay-pang semuanya ksatria sejati, siapa tahu semuanya adalah manusia2 yang tak kenal malu," Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Kemudian Bu-siang mendamperat. Mendengar nama baik perkumpulan mereka dihina, air muka ketiga pengemis itu berubah semua, satu diantaranya yang berwatak berangasan segera melompat maju, dan hendak tarik Bu-siang keluar dari jolinya. "Eeeeh, nanti duIu, nanti dulu !" Tiba2 Nyo Ko menyela demi dilihatnya keadaan sudah mendesak "Kalian minta duit, bukankah aku sudah memberi tadi, kenapa sekarang masih merecoki biniku ?" Sembari berkata iapun maju menghadang di depan joli, lalu ia sambung lagi. "Tampaknya kalian meski pengemis, tapi tampangmu gagah, potonganmu pun banyak rejeki, kelak banyak harapan akan menjadi orang kaya atau orang berpangkat, kenapa sekarang berani goda biniku dan melakukan perbuatan2 rendah seperti bajingan ini ?" Teguran ini membikin ketiga pengemis menjadi tercengang hingga mereka tak bisa menjawab. "Kau menyingkir, kami hanya ingin belajar kenal dengan ilmu silatnya dari Ko-bong-pay, siapa yang melakukan perbuatan rendah ?" Sahut si pengemis yang berangasan tadi Sambil berkata, berbareng ia mendorong Nyo Ko. "Haya !" Nyo Ko berteriak dan pura2 jatuh ke tepi jalan. Dalam perserikatan kaum pengemis itu ada peraturan yang melarang bergebrak dengan orang yang tak mahir ilmu silat, Sungguh tak terduga oleh pengemis itu bahwa "pengantin laki2" Ini ternyata begitu tak becus. hanya sekali dorong pelahan saja sudah terbanting jatuh, kalau terbanting luka, tentu bakal terima hukuman berat dari perkumpulan, dua kawannya pun tidak terluput dari tanggung jawab ini. Karena itu mereka terkejut, lekas2 mereka memburu maju buat bangunkan orang, sebaliknya Nyo Ko sengaja menjerit kesakitan Karena hari sudah gelap waktu itu, maka pengemis itupun tak jelas apa betul2 orang terluka - atau tidak. "Ai, kalian bertiga inipun orang tolol, biniku baru jadi pengantin dan masih malu2. mana mau dia bicara dengan orang yang tak dikenalnya," Demikian sambil ber-teriak2 sakit masih Nyo Ko berkata lagi. "Begini saja, pelajaran apakah yang kalian inginkan ? Coba katakan padaku, nanti aku yang bicara dengan biniku yang baru ini. habis itu nanti kuberitahukan lagi pada kalian bukankah baik begitu ?" Melihat macam Nyo Ko yang dibilang tolol toh tidak tolol, akhirnya mereka tak sabar Iagi. "Kau mau menyingkir tidak ?" Pengemis yang berwatak keras tadi membentak pula. Akan tetapi Nyo Ko sengaja pentang kedua tangannya malah. "Tidak, kalian hendak hina biniku, itulah jangan harap," Sahutnya dengan suara keras. "Nona Liok," Kata pengemis yang lain. "kau pakai si tolol ini sebagai tamengmu, apa dia bisa merintangi kami ? Lekas kau berterus terang saja, apa yang hendak kau katakan !" "Eh, darimana kaupun tahu namaku si Tolol? Sungguh aneh bin ajaib !" Tukas Nyo Ko tiba2 dengan lagak heran. Tetapi pengemis yang berangasan tadi tak gubris padanya, ia masih berteriak pada Liok Bu-siang. "Kami tidak ingin belajar lain, cukup asal belajar kenal dengan tipu seranganmu dengan golok membacok punggung itu saja, apakah nama tipu serangan itu?" Bu-siang tahu juga bahwa dengan caranya Nyo Ko menggoda mereka itu, sukar juga urusan ini diselesaikan, karena itu dalam hati sedang memikirkan sesuatu jalan meloloskan diri, ketika mendengar orang menanya lagi, tanpa terasa ia telah menjawab . "Namanya "Tiau-siang-pay-gwe", ada apakah ?" "Ya, betul, namanya "Tiau-sian-pay-gwe", begini gerak goloknya, bet, lantas kena bacok di punggungmu," Tiba2 Nyo Ko menyambung sambil mulutnya "bat-bet, bat-bet", tangan pun mendadak memotong ke belakang pundak orang "plok", dengan pinggiran telapak tangan ia hantam punggung pengemis itu. Keruan saja ketiga pengemis itu sangat terkejut oleh gerak serangan Nyo Ko, berbareng mereka melompat mundur. "Ha, kiranya orang ini pura2 menyamar sebagai pengantin untuk mempermainkan kami," Demikian pikir mereka. Walaupun tak banyak tenaga yang dikeluarkan Nyo Ko, namun punggung pengemis itupun terasa sakit. "Bagus, anak keparat, kau pura2 tolol Mari, mari sini, biar kubelajar kenal dulu dengan kepandaianmu yang tinggi," Segera pengemis itu ber-teriak2 menantang, berbareng tongkat diketokkan ke tanah hingga menerbitkan suara nyaring keras. "Tadi kau bilang ingin belajar pada biniku, kenapa sekarang hendak belajar kenal padaku ?" Sahut Nyo Ko berlagak bodoh. "Belajar kenal dengan kau pun sama saja," Kata pengemis itu dengan gusar. "Wah, bisa celaka, aku tak bisa apa2," Ujar Nyo Ko, habis ini ia berpaling dan tanya Bu-siang . "Bini cilik yang baik, menurut kau, apa yang harus kuajarkan padanya?" Kini Bu-siang sudah tidak ragu2 lagi akan si Nyo Ko yang pasti memiliki ilmu silat yang sangat tinggi, kalau tidak, mana berani ia cengar cengir berlagak bodoh menggoda ketiga jago Kay-pang ini? Tetapi karena belum kenal aliran ilmu silat orang, maka sekenanya ia menjawab pula. "Kau unjuk sekali lagi jurus Tiau-sian-pay-gwe !" "Baik !" Sahut Nyo Ko, berbareng ini, tiba2 ia membungkuk ke depan, tangan mengulur. "plok", dengan tipu "Tiau-sian-pay-gwe" Atau Tiau-sian menyembah rembulan, kembali ia gebuli sekali lagi punggung si jembel itu. Melihat serangan Nyo Ko, semua orang bertambah kaget dan heran pula, Terang Nyo Ko berdiri berhadapan dengan lawan dan sama sekali tak menggeser selangkahpun tetapi hanya sedikit membungkuk dan tangan mengulur, tahu2 tangannya berhasil menggebuk punggung orang, sungguh ilmu pukulan yang sangat aneh dan mengherankan. Bukan saja orang2 itu heran, bahkan Bu-siang pun tergetar hatinya. "Bukankah ilmu pukulannya ini adalah aliran Ko-bong-pay kami, kenapa diapun bisa ?" Demikian ia bertanya dalam hati. Dengan ragu segera ia berkata lagi. "Coba sekali Iagi, sekarang jurus "Se-si-hong-sim !" "Baik !" Sambut Nyo Ko cepat. Ketika tinjunya menyodok ke depan, dengan tepat kena pukul ulu hati lawan, itulah tipu serangan "Se-si-hong-sim" Atau Se Si meraba dada. Karena genjotan itu, maka terasalah oleh pengemis itu didorong suatu kekuatan yang maha besar hingga tubuhnya mencelat pergi sejauh lebih setombak, anehnya disana ia bisa berdiri dengan tegak, tempat yang terkena pukulan pun tidak terasa sakit. Walaupun begitu, kedua pengemis yang lain segera menerjang maju berbareng. "Haya, celaka, bini cilik, tak sanggup aku melawan mereka, lekas ajarkan tipu padaku," Nyo Ko ber-teriak2. "Ciau-kun-jut-sat, Moa-koh-hian-siu !" Tiba2 Bu-siang menyebut dua nama tipu serangan. Maka dengan cepat Nyo Ko ulur tangan diri, lima jarinya menjentik berbareng seperti orang menabuh Pi-peh dan lima jari itu juga dengan tepat kena menyentil tubuh pengemis sebelah kanan memang betul itulah tipu "Ciau-kun-jut-sat" Atai Ciau-kun keluar negeri MenyusuI mana, tubuhnya tiba2 mengegos ke samping, ia hindarkan tendangan si pengemis sebelah kiri yang sementara itu sudah melayang, sedangkan kedua kepalan telah disodokkan ke atas. "plak", dengan jitu sekali dagu pengemis sebelah kiri itupun kena ditonjok. "lni "Moa-koh-hian-siu", betul tidak ?" Teriak "Nyo Ko, Karena tak ada niat buat celakai pengemis itu, maka tenaga hantamannya tadipun tidak keras. Begitulah ber-turut2 Nyo Ko telah unjuk empat kali serangan dan tiap2 tipu serangan adalah "Bi-li-hoat" "dari Ko-bong-pay, Ko-bong-pay dimulai sejak cakal-bakalnya, ya itu Lim Tiao-eng, selamanya hanya terima murid wanita dan tidak lelaki, Lim Tiao-eng telah ciptakan ilmu pukulan yang disebut "Bi-li-kun-hoat" Atau ilmu pukulan gadis ayu, maka tiap2 tipu serangannya diberi nama dengan mengambil nama2 wanita cantik jaman purbakala, waktu ilmu pukulan itu dimainkan, orangnya lemah gemulai gayanya indah luar biasa. Sebab Siao-Iiong-li sudah melanggar kebiasaan menerima murid wanita dan telah terima Nyo Ko sebagai murid, dengan sendirinya "Bi-li-kun-hoat" Itupun diajarkan padanya, Tetapi Nyo Ko merasa tipu2 serangan itu meski lihay, namun gayanya selalu kiyat-kiyut, tidak pantas dilakukan orang Ielaki, maka waktu ia melatih ilmu pukulan itu, ia sendiri telah tambahi dengan tenaga besar dan gaya kaum lelaki, dari gaya yang lemah gemulai itu ia rubah menjadi gaya lelaki yang gagah perkasa, walaupun gayanya lain, tetapi intilnya masih tetap. Begitulah, sesudah kena diserang Nyo Ko dengan cara2 yang sukar dimengarti, ketiga pengemis yang terhitung jago kelas tinggi dari Kay-pang itu masih belum mau menyerah begitu saja, sekali bersuit berbareng mereka mengerubut maju Iagi. "Haya, celaka, bini cilik, sekali ini kau bisa menjadi janda!" Teriak Nyo Ko sambil berkelit ke sana kemari. Bu-siang terkikik geli oleh teriakan itu. "Thian-sun-cit-kim!" Tiba-tiba ia menyebut satu nama tipu serangan lagi. Tanpa pikir Nyo Ko mengayun tangan kanan ke kiri dan tangan kiri menyodok ke kanan, ia bergaya seperti orang memintal, sesuai dengan nama tipu "Thian-sun-cit-kim" Atau Thian-sun memintal sutera, maka sekaligus pundak kedua pengemis itu kena dihantam semua. "Bun-kun-taog-lo, Kui-hui-cui-ciu!" Kembali Bu-siang menyebut dua nama Iagi. Eh, betul juga, si Nyo Ko lantas angkat tangan seperti menuang arak dan ketok ke atas kepala si pengemis yang bertabiat berangasan itu, menyusul tubuhnya ter-huyung2 dan miring ke kiri, maka perut si pengemis yang lain dengan tepat kena ditumbuk oleh pundak kanannya. itulah tipu2 "Bun-kun-tang-lo" Dan "Kui-hui-cui-ciu" Atau Bun-kun mengipas anglo dan Kui-hui mabuk arak. Terkejut dan gusar pula ketiga pengemis itu, mereka telah keluarkan ilmu silat seluruhnya, tapi sedikitpun tak bisa menghantam orang, sebaliknya lawannya bebas mengayun tangan atau melayangkan kakinya, ke mana dipukulnya, di situ tentu kena, meski tak sakit tempat yang kena serangan, namun luar biasa anehnya. Kemudian ber-ulang2 Bu-siang menyebut lagi beberapa tipu serangan yang satu per satu dilakukan Nyo Ko lagi dengan betul. Sungguh kagum sekali Liok Bu-siang oleh kepandaian "si ToIol", Segera timbul juga kejadiannya untuk permainkan "si Tolol", ia lihat Nyo Ko waktu itu sedang ulur kepalan menghantam ke depan, mendadak ia berteriak . "Cek-thian-sui-liam !" Menurut keadaan Nyo Ko waktu itu se-kali2 tidak mungkin bisa memakai tipu serangan yang disebut itu, tetapi betapa tinggi Lwekang Nyo Ko sekarang, bisa saja dilakukan tipu apa yang orang inginkan, se-konyong2 tubuhnya menubruk ke depan, kedua tangannya memotong ke bawah dengan gaya seperti menurunnya kerai, tidak salah lagi ini memang tipu "Cek-tbian-sui-Iiam" Atau Bu Cek-thian menurunkan kerai. Sebelum itu sebenarnya ketiga pengemis itu lagi menubruk maju karena melihat ada kesempatan, siapa tahu oleh tubrukan Nyo Ko ini, mereka terbalik terdesak mundur beberapa langkah. Luar biasa heran dan senangnya Liok Bu-siang oleh kemahiran "si Tolol" Ini, kembali ia berseru . "lt-siau-cing-kok !" "lt-siau-cing-kok" Atau sekali tertawa meruntuhkan negara, inilah satu tipu pilihan Bu-siang sendiri yang tak pernah ada dalam pelajaran "Bi-li-kun-hoat", sebab meski wanita cantik dengan senyum dan tawanya bisa meruntuhkan suatu negara. tapi mana dapat digunakan untuk bergebrak dengan pihak lawan ? Akan tetapi disinilah Nyo Ko unjuk kemahirannya, sesudah tertegun sedetik karena nama tipu yang aneh itu, namun segera ia menengadah dan tertawa. "hahaha...hehehehe... huhuhu... hohoho... hahahaha !" Sungguh aneh sekali suara tertawanya ini, ternyata Nyo Ko telah keluarkan Lwekang yang paling tinggi dari "Kiu-im-cin-keng" Yang dilatihnya walau latihannya belum bisa dibilang masak dan belum dapat dipakai untuk melawan jago kelas wahid, tetapi ketiga pengemis itu hanya anak murid Kay-pnng kelas dua-tiga saja, ketika mendengar suara ketawa yang aneh itu, tak tahan lagi telinga mereka se-akan2 pekak dan kepala pusing, mereka ter-huyung2 untuk kemudian terguling'jatuh semua saking tak tahan. Seruling Gading Karya Kho Ping Hoo Goda Remaja Karya Kho Ping Hoo Kemelut Di Majapahit Karya Kho Ping Hoo