Ceritasilat Novel Online

Kembalinya Pendekar Rajawali 22


Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung Bagian 22


Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya dari Chin Yung   "He, dia adalah Sumoay, Suhu!"   Mendadak Ang Ling-po berteriak juga, sebab waktu itupun Liok Bu-siang dapat dikenaIinya.   Namun Nyo Ko bertindak cepat sekali, kakinya sedikit mengenjot, keledai Li Bok-chiu diceng-klaknya dan terus dilarikan, bahkan sekalian tangan kirinya menjentik, sebuah "Giok-hong-ciam"   Jarum tawon putih) telah ditimpukkan dan dengan jitu masuk di kepala keledainya Ang Ling-po.   Dalam murkanya, tanpa pikir lagi Li Bok-chiu lantas menguber, sekuat tenaga ia melayang ke depan dan tubruk si Nyo Ko dari belakang.   Lekas2 Nyo Ko meloncat dan tinggalkan binatang tunggangan itu, garan kebut rampasannya tadi dia gunakan untuk ketok kepala keledai itu hingga pecah dan otak berhamburan.   "Hayo, lekas, bini cilik, lekas lari ikut lakimu !"   Nyo Ko ber-teriak2 pula sambil turunkan tubuhnya di atas keledainya, lalu kebut rampasannya digunakan menyabet serabutan ke belakang untuk menahan uberan Li Bok-chiu.   Di sebelah sana, tanpa menunggu perintah lagi, Liok Bu-siang telah keprak keledainya dilarikan secepatnya.   Sebenarnya dengan Ginkang Li Bok-chiu, dalam satu-dua li saja dia pasti dapat menyusul binatang tunggangan orang, cuma tadi ia sudah merasakan tipu serangan aneh dari Nyo Ko hingga hatinya rada jeri maka tak berani ia terlalu mendesak melainkan dengan "Kim-na-jm-hoat"   Ia rebut kembali kebutnya saja. Di pihak lain, keledai Ang Ling-po yang kepalanya tertimpuk jarum tawon putih yang sangat lembut itu, mendadak binatang ini berjingkrak terus menyeruduk ke arah Li Bok-chiu, bahkan pentang mulut hendak menggigit.   "Hai, Ling-po, ada apakah?"   Bentak Li Bok-chiu.   "Binatang ini menjadi gila,"   Sahut Ling-po sambil tarik tali kendali sekuat tenaga hingga seluruh mulut keledai itu penuh darah. Sejenak kemudian se-konyong2 keledai itu menjadi lemas, terguling mati.   "Kita kejar saja, Suhu!"   Seru Ang Ling-po melompat bangun.   Tetapi waktu itu Nyo Ko dan Bu-siang sudah berlari pergi hampir satu li jauhnya, hendak mengejar pun tak bisa menyandak lagi.   Sesudah melarikan keledai mereka se-keras2-nya, kemudian Nyo Ko dan Bu-siang berpaling, namun tak tertampak bayangan Li Bok-chiu yang mengejar.   "ToIol, dadaku sangat sakit, tak tahan lagi aku,"   Seru Bu-siang..Nyo Ko tidak menjawab, ia melompat turun dan mendekam ke tanah untuk mendengarkan tetapi tiada suara derapan kuda yang didengarnya.   "Tak perlu takut lagi, kita lanjutkan lengan pe-lahan2 saja,"   Ujarnya.   Habis itu, mereka melanjutkan perjalanan dengan berendeng.   Tetapi hanya sebentar saja, karena kuatir disusul Li Bok-chiu, kembali mereka keprak keledai dan dilarikan pula, Begitulah, sebentar cepat dan lain saat alon2 hingga haripun sudah magrib.   "Bini cilik, jika kau ingin selamat, hendaklah kau tahan sakit dan lari terus semalaman ini,"   Kata Nyo Ko.   "Ngaco-belo! Awas, kalau aku tidak iris lidah-mu?"   Damperat Bu-siang karena terus-menerus Nyo Ko sebut "bini"   Padanya, Nyo Ko me-lelet2 lidah, tetapi ia berkata lagi.   "Hanya sayang binatang2 ini sudah terlalu letih, kalau semalam berlari terus mungkin akan mampus di tengah jalan."   Dalam pada itu haripun mulai gelap, mendadak terdengar di depan sana ada suara meringkiknya kuda.   "Haha, itu dia, marilah kita tukar kuda ke sana!"   Seru Nyo Ko girang.   Segera mereka kencangkan lari keledai lagi lewat beberapa li, tertampaklah di depan sana ada sebuah perkampungan dan di bagian luar tertambat ratusan ekor kuda.   Kiranya pasulcan berkuda Mongol yang dilihat mereka siang tadi berhenti di sini.   "Kau tunggu di sini, biar aku masuk ke kampung sana menyelidiki keadaan dulu,"   Kata Nyo Ko Lalu ia turun dari keledainya dan masuk sendiri ke perkampungan itu, Pada jendela sebuah gedung besar dilihatnya ada sinar lampu, dengan cepat Nyo Ko menyelinap ke sana, ia mengintip melalui jendela itu, ia lihat seorang pembesar MongoI sedang berduduk di dalam dengan mungkur.   Tiba2 tergerak pikiran Nyo Ko.   "He, daripada tukar kuda, tidakkah lebih baik tukar orang saja,"   Demikian pikirnya.   Tidak antara lama, ia lihat pembesar Mongol itu berdiri, lalu berjalan mondar-mandir di dalam kamar.   Umur pembesar ini ternyata masih sangat muda, hanya likuran saja, tetapi sikap dan tidak tanduknya ternyata sangat kereng, tampaknya pangkatnya tidak rendah.   Nyo Ko menunggu pada waktu pembesar itu mungkur lagi, dengan pelahan ia dorong daun jendela, lalu melompatlah dia ke dalam terus ulur jari buat tutuk punggung orang.   Siapa duga, begitu mendengar ada suara angin menyamber dari belakang, secepat kilat pembesar itu melangkah maju, dengan sendirinya tutukan Nyo Ko menjadi luput, kesempatan itu telah dipergunakan pembesar itu untuk mengayun tangan kirinya buat menangkis, menyusul mana iapun putar tubuh dan sepuluh jari tangannya laksana kaitan-lantas mencakar ke muka Nyo Ko, ternyata yang dipakai adalah tipu serangan yang lihay dari "Tay lik-eng-jiau-kang"   Atau ilmu cakar elang bertenaga raksasa.   Rada terkejut juga Nyo Ko, sungguh tak nyana bahwa seorang pembesar Mongol ternyata memiliki ilmu silat begitu tinggi Karena itu, sedikit mengegos iapun berkelit menghindarkan cakaran tadi.   BeruIang kali pembesar Mongol itu mencengkeram lagi, tetapi selalu dapat dielakkan Nyo Ko.   Biasanya pembesar Mongol itu sangat bangga atas ilmu silatnya yang hebat karena sejak kecil mendapat pelajaran guru pandai dari golongan Eng-jiau-bun.   Siapa duga, begitu bergebrak dengan Nyo Ko, sama sekali ia tak bisa berbuat apa2.   Sementara itu Nyo Ko melihat lawan mencakarnya lagi secara tak kenal ampun, cepat ia melompat ke atas, dengan kedua tangannya ia tahan atas pundak orang sambil menggertak "Duduk saja!"   Tiba2 pembesar itu merasakan kekuatan yang maha besar menekan dari atas, ia tak bisa tahan lagi, kedua lututnya terasa lemas hingga akhirnya, ia duduk terkulai di lantai, dadanya terasakan sumpek, darah serasa akan menyembur keluar.   Tetapi kemudian Nyo Ko remas2 dua kali di bawah bahunya, tiba2 pembesar itu merasa dadanya lapang kembali dan bisa bernapas lancar, tanpa ayal lagi segera ia melompat bangun, dengan tercengang ia memandangi Nyo Ko.   "Siapakah kau? Ada keperluan apa kedatanganmu ini?"   Tanyanya kemudian ternyata bahasa Han yang diucapkannya bagus dan lancar sekali, tiada ubahnya seperti bangsa Han asli.   "Kau bernama siapa? jabatan apa yang kau pangku?"   Berbalik Nyo Ko menanya dengan tertawa.   Pembesar itu melotot dengan gusar, segera hendak dilabrak pula si Nyo Ko.   Tetapi Nyo Ko tak gubris padanya, ia malahan mendahului ambil tempat duduk pada kursi yang tadinya dipakai pembesar itu.   Ketika pembesar itu menyerang beberapa kali, namun selalu dipatahkan oleh Nyo Ko tanpa banyak buang te-naga.   "Hai, pundakmu sudah terluka, baiknya kau jangan banyak keluarkan tenaga,"   Kata Nyo Ko tiba2.   "Ha, apa? Terluka?"   Tanya pembesar itu kaget.   Ketika pundak kiri diraba, ia merasa ada satu tempat yang rada jarem sakit, lekas2 ia raba sebelah yang lain, sama saja terasa sakit pegal, kalau tak disentuh sedikitpun tidak terasa, tetapi bila ditekan dengan jari, segera terasa ada sesuatu yang sangat lembut yang menusuk sampai ke tulang sungsum.   Kaget sekali pembesar itu, dengan cepat ia robek bajunya, waktu ia melirik, ia lihat di atas pundak kirinya terdapat titik merah yang kecil sekali, begitu pula sebelah pundak yang lain.   Segera iapun sadar bahwa ketika Nyo Ko menahan pundaknya tadi, diam2 pada tangannya tergenggam senjata rahasia hingga dirinya telah dikibuli.   "Am-gi apa yang kau pakai? Berbisa atau tidak ?"   Cepat ia membentak dengan gusar tercampur kuatir. Tetapi Nyo Ko tersenyum saja.   "Kau belajar silat, kenapa sedikit pengetahuan umum itu saja tak mengerti,"   Sahutnya kemudian "Kalau Am-gi besar tak beracun, maka Am-gi kecil dengan sendirinya berbisa."   Dalam hati pembesar itu sembilan bagian percaya atas kata2 ini, namun demikian, ia mengharap juga kata2 itu bohong belaka, maka air mukanya lantas tertampak mengunjuk setengah percaya setengah sangsi.   "Pundakmu sudah terkena jarum saktiku, racun itu akan meluas setiap hari, kira2 enam hari sesudah racunnya menyerang jantung, maka jiwamu tak tertolong Iagi,"   Demikian kata Nyo Ko sembari memainkan sebuah pensil di atas meja. Watak pembesar itu ternyata sangat keras kepala, sungguhpun dalam hati ia mengharapkan pertolongan orang, namun tak sudi diucapkannya.   "Jika begitu, biarlah tuan besarmu mati bersama dengan kau,"   Mendadak ia membentak Iagi. Habis ini, sekali bergerak, segera Nyo Ko hendak ditubruknya pula. Namun sebelum ia bertindak, tiba2 di luar ada suara bentakan orang yang keras.   "Hai Yalu Cin, pembesar anjing dari Mongol, berpalinglah ke sini!"   Mendengar namanya disebut pembesar itu menoleh, segera pula sinar putih yang gemerlapan be-runtun2 menyamber masuk melalui jendela.   Hujan Am-gi atau senjata gelap itu dihamburkan dengan kuat lagi terlalu banyak jumlahnya, dalam keadaan demikian, meski pembesar itupun tidak lemah, namun seketika itu mana sanggup menyambut hujan Am-gi yang begitu banyak? Sebenarnya tiada maksud Nyo Ko buat menolong pembesar Mongol yang bernama Yalu Cin ini, karena dilihatnya senjata rahasia begitu banyak menghambur masuk, tiba2 ia keluarkan ilmu "Boan-thian-hoa-uh" (hujan gerimis memenuhi langit), sesuatu ilmu dari Giok-li-sim-keng yang dilatihnya, ia menangkap ke kanan dan membentuk ke kiri, sekejap saja senjata2 rahasia yang tertangkap olehnya telah ditimpuk kembali maka terdengarlah suara gemerincing nyaring dan ramai belasan macam senjata rahasia telah memenuhi meja dan lantai "Kepandaian bagus, semoga kelak kita bertemu lagi, dapatlah mengetahui nama saudara?"   Terdengar suara pertanyaan seorang lelaki di luar jendela.   "Aku adalah kaum yang tak terpandang, maka tak punya nama dan tiada she,"   Sahut Nyo Ko. Karena jawaban ini, terdengar lagi suara jengekan seorang lain di luar.   "Marilah pergi!"   Kata orang ketiga, sekali ini suara orang perempuan.   Habis itu, lantas terdengar suara tindakan kaki yang pelahan sekali di atas rumah, ketiga orang itu sudah pergi melintasi pagar rumah.   Tadi waktu Nyo Ko bergebrak dengan Yalu Cin hingga sama2 mencurahkan seluruh perhatian, maka tiada yang mendengar bahwa ada orang laki lagi mengintip di samping, hal ini menandakan pula ilmu entengkan tubuh ketiga orang itupun sangat hebat.   Meski pembesar Mongol bernama Yali Cin itu sudah ditolong jiwanya oleh Nyo Ko, tetapi ketika pundaknya terasa sakit, ia menjadi gusar pula karena telah dikibuli Nyo Ko tadi, mendadak senjata2 rahasia yang berserakan itu, ia samber terus ditumpukkan ke arah Nyo Ko.   Menghamburnya senjata2 rahasia "dari luar jendela tadi dilakukan oleh tiga orang bersama, kepandaian menimpuk pun jauh lebih tinggi dari pada Yali Cin, untuk itu saja Nyo Ko sanggup menangkap dan membenturnya kembali, apalagi kini Yali Cin menimpuk dengan satu per satu, mana bisa serangannya mengenai Nyo Ko, malahan satu per satu telah ditangkap olehnya tanpa luput satupun.   "Awas!"   Seru Nyo Ko kemudian.   Ketika tangannya mengayun, tahu2 beberapa puluh senjata rahasia yang ditangkapnya itu dihamburkan kembali Melihat datangnya senjata rahasia itu mengarah dari kanan-kiri maupun atas atau bawah, walaupun berkelit atau mengegos pasti akan terkena juga beberapa diantaranya, tentu saja Yali Cin terkejut, dalam keadaan kepepet, mendadak ia melompat mundur, maka terdengarlah suara "blang"   Yang keras, punggungnya menumbuk dinding dengan keras, Lalu terdengar suara bertok-tok riuh, beberapa puluh senjata rahasia itu telah mengenai dinding semua.   Suara gemerutuk di atas dinding itu ternyata sangat aneh dan berlainan satu sama lain, karena-senjata2 rahasia itu memang beraneka macamnya, Dalam kagetnya itu, lekas2 Yali Cin melompat ke samping Iagi, ketika ia berpaling memandang ke dinding, mau-tak-mau ia ternganga saking herannya.   Ternyata beberapa puluh senjata rahasia itu ambles semua ke dalam dinding, jarak dengan tubuhnya tadi hanya selisih beberapa senti saja, hingga potongan badannya se-akan2 terlukis di atas dinding itu, sedang tubuhnya seujung rambutpun tak terluka, bahkan baju pun tak terobek barang sedikitpun Dalam kaget dan herannya, tak tertahan lagi Yali Cin kagum luar biasa, tiba2 ia jatuhkan diri dan berlutut memberi hormat pada Nyo Ko.   "Terimalah hormatku, Enghiong, hari ini aku betul2 menyerah padamu,"   Demikian katanya.   Sungguhpun ilmu silat Nyo Ko sangat tinggi tetapi selama hidupnya itu biasanya selalu dimaki dan didamperat orang, sampai Liok Bu-siang yang berulang kali ditolong olehnya juga selalu berlaku sangat bengis padanya tanpa mau mengalah sedikitpun kini mendadak ada orang menjura padanya dan menyatakan takluk betul2.   tentu saja hati mudanya menjadi girang luar biasa, saking senangnya ia tertawa ter-bahak2.   "Dapatkah mengetahui nama Enghiong yang mulia?"   Tanya Yali Cin.   "Aku bernama Nyo Ko, dan kau apakah bernama Yali Cin? jabatan apa yang kau pangku di MongoI?"   Sahut Nyo Ko.   Kiranya pembesar muda ini adalah putera Yali Cu-cay, perdana menteri kerajaan Mongol! Yali Cu-cay telah banyak membantu Jengis Khan dan puteranya membangun kerajaan Mongol yang namanya disegani sampai di daerah barat itu, jadinya sungguh sangat besar, sebab itulah meski umur Yali Cin masih muda, namun berkat jasa sang banyak, ia telah diangkat menjadi Keng-Iiat-su di HoIam, keberangkatannya sekarang ini menuju ke HoIam untuk memangku jabatan.   BegituIah ia telah ceritakan apa yang sebenarnya.   Meski ilmu silat Nyo Ko tinggi, tapi terhadap segala nama jabatan itu sama sekali tak dimengertinya, maka ia hanya angguk2 saja dan bilang bagus.   "Hekoan (aku pembesar rendah) entah sebab apa telah membikin marah Nyo-enghiong? Kalau ada sesuatu, harap Nyo-enghiong suka katakan terus terang,"   Kata Yali Cin.   "Tak ada apa2 yang bikin marah,"   Sahut Nyo to sambil ketawa. Habis ini, mendadak ia meloncat keluar melalui jendela terus menghilang. Keruan saja Yali Cin kaget.   "Nyo-enghiong..."   Ia berteriak sambil memburu ke pinggir jendela, namun bayangan Nyo Ko sudah tak kelihatan "Aneh, orang ini pergi-dataag secara tiba2 saja, padahal tubuhku sudah terkena jarum beracunnya, lalu bagaimana baiknya ?"   Yali Cin menjadi ragu2. Tetapi baru sejenak ia ter-menung2, mendadak daun jendela bergerak, tahu2 Nyo Ko sudah kembali lagi, malahan di dalam kamar kini sudah bertambah dengan satu orang.   "Ah, kau telah kembali!"   Seru Yali Cin girang.   "Dia adalah biniku, lekas kau menjura padanya!"   Kata Nyo Ko tiba2 sambil menunjuk Liok Bu-siang.   "Apa kau bilang?"   Bentak Bu-siang gusar berbareng itu, kontan ia tampar muka Nyo Ko.   Sebenarnya kalau Nyo Ko menghindar dengan gampang saja hal itu bisa dilakukannya, Tetapi entah mengapa, ia merasa lebih senang menerima tamparan atau dicaci maki si gadis.   Oleh sebah itulah, sama sekali ia tidak berkelit maka "plok"   Pipinya telah merasakan tamparan itu hingga pana pedas.   Yali Cin tak tahu kalau kelakuan kedua orang itu sudah biasa begitu, ia mengira ilmu silat Bu siang tentu lebih tinggi dari pada Nyo Ko, maka dengan terpesona ia pandang orang dan tak berani bersuara.   "Kau sudah terkena racun jarumku, tapi sementara masih belum sampai mampus,"   Kata Nyo Ko kemudian sembari elus2 pipinya.   "Asal kau dengar kataku dan menurut, pasti aku akan menyembuhkan kau."   Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Hekoan biasanya paling kagum terhadap kaum Enghiong, hari ini bisa berkenalan dengan Nyo enghiong, sekalipun Hekoan tak bakal hidup lagi, rasanya pun rela,"   Sahut Yali Cin.   "Haha,"   Nyo Ko tertawa senang karena orang pintar menjilat.   "tidak nyana, kau terhitung juga seorang gagah berani. Baiklah, sekarang juga ku sembuhkan kau." , Habis itu, ia keluarkan sebuah batu sembrani dan menyedot keluar dua jarum tawon putih orang menancap di pundak orang itu dan dibubuhi obat pula. Selamanya belum pernah Bu-siang melihat Giok-hong-ciam atau jarum tawon putih itu, kini nampak bentuk jarum itu selembut rambut, ia menjadi heran dan tidak habis mengarti benda seringan itu kenapa bisa dipakai sebagai senjata rahasia? Karena itu, rasa kagumnya pada Nyo Ko pun tanpa terasa bertambah setingkat pula, walaupun begitu, di mulutnya ia sengaja ber-olok2, katanya.   "Hm, pakai senjata rahasia begitu, tiada sedikitpun semangat jantan, apa tak kuatir ditertawakan orang?"   Tetapi Nyo Ko hanya tersenyum, ia tidak bantah kata2 orang, sebaliknya ia berpaling dan berkata pada Yali Cin.   "Kami berdua ingin mengabdi padamu."   Yali Cin terkejut "Ah, Nyo-enghiong suka berkelakar saja, ada apakah. silakan berkata terus siang saja,"   Sahutnya kemudian "Aku tak berkelakar, tapi sungguh2, kami ingin menjadi pengawalmu,"   Kata Nyo Ko pula.   "Eh, kiranya kedua orang ini ingin cari pangkat dan kedudukan,"   Demikian pikir Yali Cin. Karena itu segera sikapnya berubah lain, sebab disangkanya orang tentu membutuhkan bantuannya maka dengan sungguh2 dia lantas berkata.   "Enghiong sesudah belajar silat memang harus diabdikan kerajaan, hal ini memang jalan yang tepat."   "Kau telah salah tangkap maksudku,"   Ujar Nyo Ko dengan tertawa.   "Kami bukan hendak mencari pangkat kami sedang dikejar oleh musuh yang sangat lihay sepanjang jalan, karena kami tak ungkulan melawannya, maka ingin menyamar sebagai pengawalmu untuk menghindarinya sementara."   Yali Cin sangat kecewa sebab dugaannya salah, mukanya segera berubah lagi dan tak berani berlagak..."   "Ah, kalian suka merendah diri saja, masakah seorang musuh perlu ditakuti?"   Katanya dengan tertawa.   "Tetapi kalau mereka berjumlah banyak, Hekoan dapat kirim pasukan dan menangkap mereka untuk diserahkan padamu."   "Aku saja tak bisa menandingi dia, sebaiknya tak perlu kau ikut repot,"   Sahut Nyo Ko.   "Lekas kau perintah pelayanmu mengambilkan pakaian agar kami bisa menyamar."   Yali Cin tak berani membantah, ia perintah pengawalnya mengambilkan pakaian yang diminta dan silakan Nyo Ko dan Bu-siang salin ke kamar lain.   Sesudah tukar pakaian, waktu Bu-siang bercermin, nyata ia telah berubah menjadi perwira muda bangsa Mongol yang cakap.   Besok paginya berangkatlah mereka ikut rombongan pasukan tentara itu, Nyo Ko dan Bu-siang masing2 digotong dengan sebuah Joli mentereng, sebaliknya Yali Cin malah menunggang kuda.   Sebelum lohor, terdengarlah suara kelenengan nyaring dari jauh, tapi sekejap saja suara itu sudah lewat melampaui rombongan mereka, Tentu saja Bu-siang sangat girang, pikirnya.   "Sungguh nikmat sekali merawat luka di dalam joli ini, biarlah aku digotong mereka sampai daerah Kanglam saja"   Dua hari kemudian, suara kelenengan keledai yang sangat ditakuti itu sudah tak terdengar lagi, agaknya Li Bok-chiu sudah mengejar terus ke desa dan tidak kembali pula.   Begitu juga para Tojin dan anggota Kay-pang yang ingin menuntut balas pada Liok Bu-siang pun tidak menemukan jejaknya.   Pada hari ketiga, sampailah mereka di Liong-Se, satu kota persimpangan jalan yang penting dan ramai.   Sehabis bersantap malam, iseng2 Yali Cin mendatangi kamarnya Nyo Ko untuk meminta petunjuk tentang ilmu silat.   Dasar Yali Cin ini pandai bicara, ia sengaja menyanjung dan mengumpak Nyo Ko setinggi langit, maka untuk jasa itu Nyo Ko telah memberikan sekali dua petunjuk padanya, walaupun hanya dasar2 yang tidak berarti, tapi bagi Yali Cin sudah tterupakan pelajaran yang tak pernah didengarnya, tentu saja tidak sedikit faedah baginya.   Selagi Yali Cin mencurahkan seluruh perhatiannya mendengarkan "kuliah"   Nyo Ko, tiba2 datanglah seorang pengawalnya melapor bahwa dari orang-tuanya di kotataja ada mengirim utusan baginya.   "Baiklah, segera aku datang,"   Sahut Yali Cin girang, Sedang ia hendak mohon diri pada Nyq Ko, mendadak ia timbul pikirannya.   "Ah, kenapa aku tidak menerima kurir pengantar surat itu M hadapannya, dengan begitu bisa menandakan akuj tidak pandang dia sebagai orang asing, dan cara dia"   Mengajarkan ilmu silatnya padaku tentu akan ber-sungguh2 juga."   Segera pengawalnya diberi perintah.   "Panggil dia menghadap padaku di sini."   Pengawal itu merasa aneh oleh karena perintah itu.   "Ma... mana..."   Demikian dengan samar2 ia hendak menjelaskan Namun Yali Cin lantas lambaikan tangannya dan bilang lagi.   "Tak apa, bawalah dia ke sini!"   "Tetapi Lotayjin sendiri yang..."   Kata si pengawal pula.   "Ah, kau hanya banyak omong saja,"   Sela Yali Cin tak sabar.   "Lekas pergi...."   Belum habis ia bicara, tahu2 tirai kamar tersingkap dan masuklah seorang dengan tertawa.   "Anak Cin, tentu kau tak menduga akan diri ku, bukan ?"   Demikian kata orang itu segera. Girang dan kejut Yali Cin demi mengenali siapa adanya orang itu, Iekas2 ia berlari memapak dan menyembah.   "Ah, kiranya Ayah..."   "Ya, memang aku sendiri yang datang,"   Potong orang itu.   Kiranya orang ini memang bukan lain adalah ayah Yali Cin, itu perdana menteri negeri Mongol Yali Cu-cay.   Mendengar Yali Cin panggil orang itu sebagai ayah, Nyo Ko tak tahu bahwa orang adalah Perdana Menteri yang sangat berkuasa di negeri Mongol, ia lihat alis jenggot orang sudah putih, wajahnya alim menandakan seorang yang beribadat, mau-tak-mau dalam hati Nyo Ko timbul juga semacam perasaan menghormat.   Dan baru saja orang itu berduduk, dari luar kembali masuk lagi dua orang terus memberi hormat pada Yali Cin dan menyebutnya sebagai "Toa-ko."   Kedua orang ini yang satu laki2 dan yang lain wanita. Yang lelaki berumur antara 25-26 tahun, sedang usia yang perempuan kira2 sebaya dengan Nyo Ko.   "Ah, Ji-te dan Sam-moay, kalian pun ikut datang!"   Sapa Yali Cin kepada muda-mudi itu dengan girang.   Pemuda itu adalah putera Yali Cu-cay kedua, namanya Yali Ce, dan puterinya bernama Yali Yen.   perawakan Yali Ce kurus jangkung, tetapi sikapnya gagah dan wajahnya cakap, Yali Yen pun berpotongan ramping tinggi, tampaknya mereka sekeluarga memang berketurunan perawakan tinggi.   Meskipun perawakan Yali Yen tinggi, namun wajahnya masih membawa sifat kanak2, dibilang cantik, sebenarnya tak begitu cantik, tetapi di antara senyumannya terdapat juga semacam gayfa yang menggiurkan.   "Ayah, keberangkatanmu dari kotaraja, sedikitpun anak tidak mengetahui."   Sementara itu Yali Cin berkata pula.   "Ya,"   Yali Cu-cay mengangguk "karena ada suatu urusan besar, kalau bukan aku sendiri yang memimpinnya, betapapun rasa hatiku tak lega."   "Sambil berkata, pandangannya telah merata Nyo Ko beserta para pengawal yang berada di situ, maksudnya agar mereka diperintahkan menyingkir. Tentu saja Yali Cin menjadi serba salah, seharusnya ia mengibaskan tangan menyuruh para pengawalnya pergi, tapi Nyo Ko adalah orang yang tak boleh dipersamakan dengan bawahannya, karena itu, sikapnya menjadi kikuk dan ragu-ragu. Namun Nyo Ko cukup tahu diri, dengan tersenyum ia mengundurkan diri atas kemauan sendiri.   "Siapakah dia tadi?"   Tanya Yali Cu-cay pada Yali Cin segera sesudah Nyo Ko menyingkir.   "Kenalan baru yang bertemu di tengah jalan tadi,"   Sahut Yali Cin samar2 untuk menghindari kehilangan pamor di hadapan adik2nya.   "Ada urusan penting apakah sebenarnya, sampai ayah berangkat sendiri ke selatan?"   Yali Cu-cay menghela napas atas pertanyaan sang putera.   "Ya, pertama-tama untuk menghindari bahaya, kedua demi keutuhan negeri kita yang sudah tertanam kukuh oleh cakal-bakal kita itu,"   Sahutnya kemudian.   Yali Cin terdiam karena jawaban itu, ia saling pandang sekejap dengan adik2nya, wajah mereka pun mengunjuk rasa duka.   Kiranya sesudah cakal-bakal negeri Mongol, Jengis Khan wafat, putera kedua, Gotai menggantikan tahta, setelah Gotai meninggal, kedudukan-nya diganti oleh puteranya yang pendek umur, tatkala pemerintahan dikuasai permaisuri dan karena permaisuri main konco2an dan percaya pada sekelompok kecil orang, banyak pembesar lama dan panglima yang berjasa malah tergencet hingga suasana pemerintahan sangat kacau.   Yali Cu-cay adalah pembesar tiga angkatan sejak Jengis Khan dan berjasa besar sebagai orang yang ikut membangun kerajaan Mongol, karena itu setiap permaisuri membuat kesalahan, ia suka memberi kritik secara jujur.   Tetapi permaisuri menjadi kurang senang karena tindak tanduknya selalu dirintangi.   Sudah tentu Yali Cu-cay juga insaf bahwa keselamatannya dengan sendirinya selalu terancam, tetapi demi kepentingan negara yang dahulu ikut didirikannya dengan susah payah, ia telah berpikir siang dan malam untuk mencari jalan keluar yang paling baik Suatu malam sesudah dia baca kitak "Cu-ti-thong-kam"   Karangan Suma Kong dari ahala Song, mendadak tergerak pikirannya, ia mendapatkan satu akal bagus.   Besok paginya dalam sidang ia mengajukan usul agar dirinya diutus ke daerah Ho-lam untuk menenteramkan keadaan di sana yang sedang bergolak.   Dengan sendirinya usul itu sangat cocok dengan keinginan permaisuri yang sudah lama bermaksud menyingkirkan dia, maka diutuslah Yali Cu-cay ke Holam dengan kuasa penuh.   Yali Cu-cay mengadakan perundingan dengan para sahabat lama dan akalnya ternyata disetujui dan didukung dengan suara bulat oleh kawan2 lama itu.   Kiranya akal yang Yali Cu-cay rencanakan itu yalah pada suatu saat permaisuri hendak dirobohkan dan mengangkat raja baru, yakni meniru cara apa yang terjadi pada jamannya Bu-cek-thian dari ahala Tong.   Mula2 ia mengusulkan dirinya di utus ke Holam dan disetujui permaisuri tetapi di sana ia menghimpun pasukan dan panglima2 yang perkasa, setelah kekuasaan militer berada di tangannya, segera ia mengangkat raja baru dan mendesak permaisuri mengundurkan diri.   Tatkala itu calon raja yang mereka dukungi adalah cucu Jengis Khan, putera Dule yang bernama Monka.   Begitulah, dengan suara pelahan Yali Cu-cay ceritakan rencananya pada sang putera.   Yali Cin merasa girang dan kuatir, sebab kalau rencana itu terlaksana, dengan sendirinya mereka berjasa besar, sebaliknya kalau gagal, itu berarti bahaya bagi kehancuran keluarga mereka.   Selagi mereka berempat sedang berunding secara rahasia, waktu itu juga Nyo Ko sedang duduk semadi di kamar Liok Bu-siang dengan memusatkan pendengarannya mengikuti pembicaraan Yali Cu-cay berempat.   Bagi orang yang sudah tinggi Lwekang yang dilatihnya, penglihatan dan pendengaran atas sesuatu selalu lebih tajam dari pada orang biasa.   Oleh sebab itulah, meski kamar di mana Nyo Ko dan Bu-siang berada masih diseling dengan sebuah ruangan lain, suara bicara Yali Cu-cay pun sangat perlahan, bagi Liok Bu-siang sedikitpun tak kedengaran, tapi untuk Nyo Ko sebaliknya dapat didengar dengan jeIas.   Walaupun apa yang dibicarakan keempat orang itu adalah rahasia pemerintahan Mongol dan tiada sangkut pautnya dengan Nyo Ko, namun uraian Yali Cu-cay itu sangat menarik, Nyo-Ko jadi ingin mendengarkan terus.   "Hai, ToloI, kenapa kau bersemadi di sini.". tegur Bu-siang. sesudah menunggu dan melihat orang hingga sekian lama tak bergerak. Tetapi saat itu justru Nyo Ko lagi pusatkan-perhatiannya untuk mendengarkan pembicaraan orang, terhadap kata2 Bu-siang itu sebaliknya malah tak didengarnya. Sesudah ulangi lagi tegurannya dan masih tiada jawaban, akhirnya Bu-siang menjadi marah.   "Hai, Tolol, kau mau bicara dengan aku tidak?"   Omelnya. Karena Nyo Ko tetap tidak menyahut, ia bermaksud mengitik2nya, tapi se-konyong2 Nyo Ko-melompat bangun.   "Ssssttt, diluar ada orang mengintip,"   Katanya, tiba2 dengan suara mendesis. Akan tetapi sedikitpun Bu-siang tidak mendengar sesuatu suara yang mencurigakan.   "Kau mau dustai aku?"   Sahut si gadis dengan suara rendah.   "Bukan di sini, tetapi di rumah yang sana"   Kata Nyo Ko. Namun Bu-siang lebih2 tak percaya, ia tersenyum sambil mengomel.   "Tolol!"   "Ssst, jangan2 gurumu yang mencari kemari lekas jkita sembunyi dahuIu,"   Dengan suara bisik Nyo Ko peringatkan pula sembari tarik2 baju nona.   Mendengar gurunya di-sebut2, mau tak mau Bu-siang menurut, ia ikut Nyo Ko mendekam di luar jendela untuk mengintai Tiba2 Nyo Ko menuding ke arah barat waktu Bu-siang mendongak, betul saja dilihatnya dari atas rumah yang agak jauh sana mendekam sesosok bayangan orang, Tatkala itu tiada sinar bulan hingga malam gelap gulita, kalau tidak memandang dengan seluruh perhatian, memang sukar untuk membedakan apakah itu bayangan orang atau bukan.   Baru sekaranglah Bu-siang mau menyerah, alangkah kagumnya pada "si Tolol"   Yang tak di-mengerti cara bagaimana bisa mengetahui datangnya orang itu? "Bukan Suhu,"   Katanya kemudian pada Nyo Ko.   Sebab ia tahu gurunya sangat tinggi hati, baju peranti jalan malam yang dipakainya kalau bukan berwarna kuning langsat tentu berwarna putih mulus, sama sekali tak mau mengenakan pakaian hitam.   Belum selesai ia berkata, mendadak orang berbaju hitam itu melompat ke sana dan sekejap saja sudah melintasi tiga deret rumah, sampai di luar jendela kamar di mana terdapat ayah dan anak keluarga Yali, segera sebelah kakinya melayang, ia depak terpentang daun jendelanya, lalu dengan senjata "Liu-yap-to" (golok bentuk sempit panjang dan sedikit melengkung) terhunus, dengan cepat sekali ia melompat masuk.   "Yali Cu-cay, hari ini biarlah aku mati bersama kau,"   Terdengar orang itu berteriak. Waktu menyaksikan gerak tubuh orang itu yang cepat, tetapi bergaya lemas, Nyo Ko menduga tentu seorang perempuan. Ketika mendengat suara teriakannya, ia menjadi terang memang suara kaum wanita.   "Ha, ilmu silat orang itu jauh di atas Yali Cin, jiwa orang tua berjenggot putih itu sukar dipertahankan lagi,"   Demikian terpikir olehnya.   "Lekas kita pergi melihatnya,"   Ajaknya pada Bu-siang.   Dengan cepat mereka lantas menyusup ke sana, dari luar jendela mereka melihat Yali Cin sementara itu sudah angkat sebuah bangku sebagai senjata untuk menempui wanita berbaju hitam itu.   Ilmu permainan golok wanita baju hitam itu bagus sekali, golok Liu-yap-to yang dia pakai pun tajam luar biasa, hanya beberapa kali bacokan, empat kaki bangku itu sudah tertabas kutung.   "Lekas Iari, ayah !"   Teriak Yali Cin insaf tak bisa menandingi orang. Habis ini ia berteriak pula.   Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Mana orangnya, maju lekas!"   Karena teriakan ini wanita itu kuatir kalau bala bantuan membanjir datang dan tentu tak leluasa lagi bagi tujuannya, maka sebelah kakinya mendadak menendang gerak kakinya cepat, sekali tanpa kelihatan, karena tak ber-jaga2 dengan tepat Yali Cin tertendang pinggangnya dan roboh menggelongsor.   Kesempatan itu tak di-sia2kan oleh wanita muda itu, begitu menyerobot maju, ia angkat goloknya terus membacok kepala Yali Cu-cay.   "Celaka!"   Teriak Nyo Ko di dalam hati. Segera ia siapkan segenggam Giok-hong-ciam atau jarum tawon putih dan selagi hendak disambitkan tangan si nona yang memegang senjata, tiba2 puteri Yali Cu-cay, Yali Yen yang berdiri di samping itu mendahului membentak.   "Jangan sembrono!"   Berbareng itu sebelah tangannya menghantam ke muka nona baju hitam itu dan tangan yang lain diulur buat merebut senjata orang.   Gerak serangan ini sungguh tepat sekali, terpaksa nona itu harus mengegos menghindari hantaman, namun tidak urung pergelangan tangan yang memegang senjata kena dipegang Yali Yen, walaupun demikian, secara sebat sekali kakinya lantas melayang, Karena tendangan yang mengarah tempat berbahaya ini, Yali Yen dipaksa lepaskan tangan dan melompat mundur, karena inilah Liu-yap-to gadis itu tidak sampai kena direbut.   Melihat gebrakan kedua nona itu sama sebat dan sama lihay, dalam hati Nyo Ko menjadi heran sekali.   sementara itu, sekejap saja kedua gadis itu sudah saling gebrak belasan jurus bergantian.   Waktu itu juga, dari luar telah membanjir masuk belasan orang pengawal karena teriakan Yali Cin tadi, demi melihat kedua nona itu sedang bertarung dengan sengitnya, mereka hendak maju membantu.   "Nanti dulu,"   Tiba2 Yali Ce mencegah mereka.   "Samsiocia (puteri ketiga) tidak perlu bantuan kalian"   Di lain pihak, sesudah menyaksikan ilmu silat kedua nona itu, Nyo Ko menoleh dan berkata pada Liok Bu-siang.   "Bini cilik, kepandaian kedua orang itu lebih tinggi dari pada kau."   Bu-siang menjadi gusar karena orang menyebut lagi "bini"   Padanya, begitu tangan diangkat kontan ia hendak tempeleng orang.   "Ssstt, jangan ribut, lebih baik menonton perkelahian saja,"   Kata Nyo Ko pelahan dengan tertawa sambil mengelakkan diri.   Sebenarnya ilmu silat kedua nona itu kalau dibilang lebih tinggi dari pada Liok Bu-siang juga belum tentu tepat Cuma kedua nona itu memang mendapatkan didikan guru pandai kalau dibandingkan Yali Cin, terang jauh lebih tinggi.   Begitulah maka Yali Cu-cay dan Yali Cin tidak kepalang heran dan terperanjat, sebab sama sekali mereka belum pernah tahu Yali Yen berlatih silat, siapa tahu si gadis memiliki ilmu silat yang begitu bagus, saking herannya hingga mereka ternganga.   Tak Iama lagi, karena Yali Yen tak bersenjata, beberapa kali ia hendak rebut golok orang, namun tak berhasil sebaliknya ia malah terdesak melompat sini dan berkelit ke sana tanpa bisa membalas.   "Sam-moay, biarkan aku yang mencobanya, kata Yali Ce tiba2, Berbareng ini mendadak ia menyela maju, dengan tangan kanan melulu, beruntun2 tiga kali memukul "Baik, coba kau bagaimana,"   Sahut Yali Yen setelah mundur ke pinggir.   Tadi waktu Yali Yen bergebrak dengan gadis baju hitam itu, Nyo Ko hanya bersenyum dan menonton pertarungan itu dengan sikap dingin, tetapi kini begitu Yali Ce turun tangan, hanya tiga kali serangan saja sudah bikin hatinya terkesiap.   Ia lihat tangan kiri Yali Ce bertolak pinggang, sama sekali tak ikut bergerak, melulu tangan kanan saja yang digunakan buat melawan nona baju hitam itu, kakinya pun tidak pernah menggeser barang selangkahpun secara tenang dan seenaknya mencari kesempatan buat rebut golok lawan, tipu gerakannya sangat aneh, bahkan tempat dan waktu yang digunakannya pun jitu sekali, sungguh suatu ilmu kepandaian yang lain daripada yang lain.   Tentu saja Nyo Ko ter-heran2.   "Mengapa orang ini begini lihay?"   Demikian pikirnya.   "Tolol, kepandaian orang ini jauh melebihi kau!"   Bu-siang balas mengejek si Nyo Ko. Namun Nyo Ko sedang tercengang, maka tak didengarnya apa yang dikatakan si nona.   "Sam-moay, lihatlah yang jelas,"   Terdengar Yali Ce berkata pada adiknya sambil melayani si gadis baju hitam.   "Kalau aku tepuk dia punya "pi-su-hiat", tentu dia akan menghindar mundur ke samping, menyusul aku lantas pegang dia punya "ki-kut-hiat", mau-tak-mau dia harus angkat golok-nya buat membacok. Pada saat itulah kita harus turun tangan secara cepat dan dapatlah merebut senjatanya."   "Cis, belum tentu bisa begitu gampang,"   Damperat gadis baju hitam dengan gusar.   "Tetapi memang begitulah, lihatlah ini,"   Kata Yali Ce. sambil berkata, betul juga ia hantam "pi-sui-hiat"   Si gadis.   Pukulan ini tampaknya seperti menceng dan miring, tetapi justru mengurung rapat segala jalan mundur lawannya, hanya pada ujung belakang kiri sedikit ke samping itulah ada peluang, karena si gadis hendak hindarkan pukulan itu, terpaksa ia mundur miring ke samping sana.   Yali Ce angguk2 suatu tanda pukulannya membawa hasil, menyusul betul juga ia ulur tangan hendak pegang "Ki-kut-hiat"   Lawan. Sebenarnya dalam hati si gadis itu sudah memperingatkan dirinya sendiri agar "se-kali2 jangan angkat golok balas membacok"   Seperti apa yang direncanakan Yali Ce.   Akan tetapi keadaan pada waktu itu sangat berbahaya, jalan lain memang tidak ada kecuali angkat goloknya buat balas membacok yang merupakan satu2-nya gerak tipu yang jitu.   Karena itulah, tanpa bisa pikir banyak, segera goloknya mengayun, ia balas menyerang.   "Nah, begitu bukan?"   Dengan sungguh2 Yali Ce berkata.   Mendengar perkataannya ini, semua orang menduga pasti Yali Ce akan ulur tangan buat merebut senjata si gadis, siapa tahu tangan kanannya malah dia tarik kembali dan dimasukkan ke dalam lengan baju.   Maka luputlah bacokan gadis baju hitam itu, sebaliknya ia lihat kedua tangan orang malah bersedakap seenaknya, keruan saja ia rada tertegun.   Pada saat itu juga, se-konyong2 Yali Ce ulur tangan kanan lagi dengan dua jari ia menjepit punggung golok si gadis dan sedikit diangkat ke atas, karena itu, gadis itu tak mampu pegang kencang senjatanya hingga kena direbut orang secara mentah2.   ---------- Gambar -----------"Wanyen Ping.   "Beberapa kali kami ampuni jiwamu, kau selalu cari perkara, apa sih maksudmu sebenarnya?"   Demikian kata Yali Yen sambil menahan pukulan orang. --------------------------------Menyaksikan pertunjukan ilmu sakti itu, seketika semua orang terkesima, menyusul suara sorak sorai memecah kesunyian memuji kepandaian Yali Ce tadi.   "Nah, sekarang iapun tak bersenjata,"   Kata Yali Ce pada adik perempuannya sambil melangkah mundur.   "kau maju lagi menjajal dia, tabah sedikit dan hati2 terhadap tendangan kilatnya."   Karena goloknya direbut orang, wajah gadis baju hitam itu kelihatan muram, untuk sejenak terpaku di tempat. Semua orang menjadi heran oleh kelakuannya, mereka pikir.   "Kalau Jikongcu (tuan muda kedua) tidak menangkap dia sekaligus, terang maksudnya sengaja membebaskan dia lari, tapi dia justru tak mau kabur, lalu apa kehendaknya?"   Dalam pada itu, karena kata2 abangnya tadi, Yali Yen telah tampil ke depan lagi.   "Wanyen Peng, berulang kali kami telah ampuni kau, tapi kau selalu merecoki kami, apa sampai hari ini kau masih belum mau mengakhiri maksudmu itu?"   Begitulah kata Yali Yen pada gadis baju hitam itu. Mendengar nama yang disebut Yali Yen, diam2 Nyo Ko sangat heran oleh nama beberapa orang yang aneh itu. Nyata, karena masih muda dan cetek pengalamannya, Nyo Ko tak tahu bahwa "Yali"   Adalah nama keluarga kerajaan negeri Liau, sedang "Wan-yen", adalah nama keluarga kerajaan negeri Kim, beberapa orang yang berada di dalam kamar itu memang keturunan bangsawan kedua negeri itu.   Cuma tatkala itu negeri Liau sudah ditelan kerajaan Kim, dan negeri Kim telah dicaplok pula oleh Mongol.   Oleh sebab itu, baik Yali maupun Wan-yen, semuanya adalah keluarga raja2 yang sudah musnah negerinya.   Begitulah Wanyen Peng ternyata tak menjawab kata2 Yali Yen tadi, ia masih menunduk dan termenung-menung.   "Baiklah, jika kau memang ingin tentukan unggul dan asor dengan aku, marilah kita mulai lagi,"   Kata Yali Yen kemudian. Berbareng itu, melompat maju terus menjotos susul-menyusul dua kaIi.   "Kembalikan golokku itu,"   Serunya tiba2 dengan nada suara memelas. Yali Yen tertegun karena permintaan itu, katanya dalam hati.   "Kakakku sengaja rebut senjata mu agar kau bergebrak rangan kosong dengan aku, kenapa sekarang kau malah minta kembali senjatamu ?"   Walaupun begitu, karena wataknya memang berbudi, maka iapun tidak menolak "Baiklah", demikian sahutnya, Habis itu, dari tangan abangnya ia ambil golok Liu-yap-to itu dan dilemparkan pada Wanyen Peng.   "Sam-siocia, kaupun gunakan senjata,"   Kata seorang pengawal sambil menyerahkan goloknya.   "Tak perlu,"   Sahut Yali Yen. Tetapi setelah dipikir lagi, segera ia menambahkan.   "Baiklah, dengan tangan kosong aku memang bukan tandinganmu biarlah kita bertanding golok."   Lalu golok pengawal tadi diterimanya, walau pun beratnya sedikit terasa antap, namun boleh juga sekedar dipakai.   Di lain pihak setelah terima kembali senjatanya sendiri, muka Wanyen Peng tampak putih pucat, dengan tangan kiri memegang golok, tangan kanan menuding Yali Cu-cay dan berkata.   "YaIi Cu-cay, kau telah bantu orang Mongol dan tewaskan ayah-bundaku, selama hidupku ini terang aku tak sanggup menuntut batas lagi padamu, Biarlah kita bikin perhitungan nanti diakhirat saja !"   Begitu selesai bicara, mendadak golok di tangan itu terus menggorok ke lehernya sendiri. Waktu mendengar kata2 si gadis tadi dengan sorot matanya yang guram, seketika hati Nyo Ko memukul keras, dadapun terasa sesak dan tanpa tertahan berseru .   "Kokoh !"   Pada saat ia berseru itulah Wanyen Peng telah angkat goloknya hendak membunuh diri.   Namun gerak tangan Yali Ce cepat tiada bandingan-nya, ketika tubuhnya sedikit mendoyong dan tangannya menjulur, dengan dua jari saja ia berhasil merebut golok si gadis, bahkan orangnya ditutuk pula hingga tak bisa berkutik.   "Baik2 saja begini, kenapa lantas berpikiran pendek?"   Demikian katanya.   Terjadinya beberapa peristiwa tadi, yakni Wanyen Peng hendak menggorok leher sendiri dan Yali Ce merebut senjatanya dengan jepitan jarinya, semuanya terjadi dalam sekejap saja, ketika dapat melihat jelas oleh semua orang, sementara itu golok si gadis sudah berpindah ke tangan Yali Ce Iagi.   Karena itulah, seketika ramai suara jeritan kaget dari orang banyak hingga seruan "Kokoh"   Yang diucapkan Nyo Ko itu tidak diperhatikan orang sebaliknya Liok Bu-siang yang berada di samping nya dapat mendengar dengan terang.   "Apa kau sebut dia? ia adalah kokohmu?"   "tanyanya dengan suara tertahan.   "Bukan......bukan!"   Sahut Nyo Ko cepat.   Kitanya tadi waktu Nyo Ko nampak sorot mata Wanyen Peng yang menunjuk perasaan penuh sunyi dan hampa, seperti sudah putus asa, hal ini mirip sekali dengan sorot mata Siao-liong-li dahulu sewaktu hendak berpisah dengan dia itu.   Dan karena melihat sorot mata orang itu tadi, tanpa terasa Nyo Ko terkesima seperti orang ling-lung hingga lupa dirinya berada di mana pada waktu itu.   Melihat keadaan Nyo Ko yang aneh itu, Bu siang tak menanya lebih lanjut, sebaliknya ia dengar di dalam sana Yali Cu-cay sedang buka suara dengan pelahan.   "Nona Wanyen, sudah tiga kali kau hendak membunuh aku, tetapi setiap kali selalu gagal,"   Demikian kata orang tua itu.   "Dalam persoalan ini, sebagai perdana menteri negara Mongol, akulah yang musnahkan tanah airmu dan membunuh ayah-bundamu. Tetapi sebaliknya apa kau tahu siapa lagi yang telah "bunuh leluhurku dan menghancurkan negeriku?"   "Aku tak tahu,"   Sahut Wanyen Peng.   "Baiklah kuterangkan,"   Tutur Yali Cu-cay.   "Leluhurku adalah keluarga raja Liau dan negeri Liau kami itu telah dimusnahkan oleh negeri Kim bangsamu, Keturunan Yali dari keluarga kami itu habis dibunuh oleh keluarga Wan-yen kalian hingga tidak seberapa gelintir orang yang ketinggalan. Karena itu, pada waktu muda akupun bersumpah buat tuntut balas sakit hati ini, karenanya aku telah bantu raja Mongol menghancurkan negaramu Kim. Ai, cara balas-membalas ini entah akan berakhir kapan ?"   Pada waktu mengucapkan kata2 terakhir itu, Yali Cu-cay mendongak memandang keluar jendela, terbayang olehnya beratus bahkan beribu jiwa yang telah melayang akibat saling bunuh-membunuh tanpa ada habisnya itu.   Sewaktu mendengarkan tadi, tiba2 Wanyen Peng gigit bibirnya hingga beberapa giginya yang putih bersih bagai mutiara tertampak jelas.   "Hm", tiba2 ia menjengek terhadap Yali Ce.   "Tiga kali menuntut balas dan tidak berhasil, kusesalkan kepandaianku sendiri yang tak becus, Tetapi aku hendak bunuh diri, kenapa kau ikut campur tangan pula?"   "Asal selanjutnya nona berjanji tidak akan merecoki kami lagi, segera aku bebaskan kau,"   Sahut Yali Ce.   Wanyen Peng mendengar ia tidak menjawab melainkan matanya yang mendelik gusar.   Kemudian Yali Ce baliki Liu-yap-to rampasannya itu, dengan garan senjata itu ia ketok pelahan beberapa kali pinggang si gadis untuk melepaskan jalan darahnya.   Kiranya Yali Ce ini memang laki2 sejati, tadi dalam keadaan terpaksa, maka dia menutuk dengan jari tangan, tetapi kini ia tak berani menyentuh tubuh si gadis lagi melainkan menggunakan garan golok untuk melepaskan Hiat-to yang tertutup itu.   Sesudah itu segera Yali Ce angsurkan golok itu kepada pemiliknya.   Semula Wanyen Peng rada ragu2, tetapi akhirnya diterimanya kembali juga.   "Yali-kongcu, sudah beberapa kali kau berlaku murah hati dan melayani aku dengan sopan, hal ini aku cukup mengetahuinya", demikian katanya kemudian "Tetapi sakit hati antara keluarga Wanyen kami dengan keluargamu Yali sedalam lautan, betapapun juga, sakit hati orang tua tak bisa tak dibalas". Yali Ce pikir.   "Nyata gadis ini masih akan bikin ribut tiada hentinya, ilmu silatnya juga tinggi, padahal aku tak bisa selalu disamping ayah untuk melindungi selama hidupnya, Ah, kenapa aku tidak pancing dia agar dia tuntut sajalah saja padaku."   "Nona Wanyen, begitulah ia berkata "kau hendak membalas dendam orang tua, cita2mu itu sungguh harus dipuji Cuma persengketaan angkatan tua, hendaklah orang tua itu selesaikan sendiri dan kita yang menjadi orang angkatan muda, masing2 pun ada budi dan dendamnya sendiri2. Maka bila kau akan menuntut balas, utang darah antara keluarga kita itu bolehlah kau cari saja padaku sendiri tetapi kalau ayahku yang kau recoki, kelak kalau kita bertemu pula, soalnya tentu akan menjadi sulit."   "Hm, enak saja kau bicara, ilmu silatku jelas tak bisa mengungkuli kau, mana bisa aku balas dendam padamu, sudahlah sudahlah!"   Sahut Wan-yen Peng sambil tutup mukanya terus bertindak Yali Ce mengarti dengan perginya si gadis, tentu orang akan cari jalan buat bunuh diri lagi, karena bermaksud menolong jiwa orang, maka ia sengaja berkata pula dengan tertawa dingin.   "Huh, wanita keluarga Wanyen kenapa tak punya pambekan!"   "Kenapa tak punya kambekan?"   Tanya Wanyen Peng tiba2 sembari berpaling.   "Soal ilmu silatku lebih tinggi dari kau, ya, itu memang betul, tetapi apanya yang perlu dibuat heran? Hal ini oleh karena aku pernah mendapat ajaran dari guru pandai, dan bukan karena aku memepunyai bakat yang melebihi orang lain,"   Kata Yali Ce.   "Kau masih semuda ini, asal kau mau mencari guru dengan penuh keyakinan, apa tak Msa kau mendapatkannya?"   Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Sebenarnya hati Wanyen Peng penuh mendongkol dan gusar tidak kepalang, tapi mendengar beberapa kata itu, diam2 ia memanggut juga.   "Setiap kali aku bergebrak dengan kau, selalu aku hanya gunakan tangan kanan saja, hal ini bukannya aku sengaja berlaku sombong,"   Kata Yali, Ce lagi.   "Tetapi sebabnya karena tipu serangan tangan kiriku terlalu aneh, bila sampai bergebrak, tentu akan melukai orang, oleh karenanya aku bersumpah kalau tidak dalam detik yang berbahaya, se-kali2 aku tidak sembarangan menggunakan tangan kiri, Maka begini saja sebaiknya, biarlah kalau kau sudah belajar lagi dari guru pandai, setiap saat kau boleh datang mencari aku lagi, asal kau mampu memaksa aku menggunakan tangan kiri seketika juga aku potong leherku sendiri tanpa menyesal"   Dengan uraian ini sungguh2 Yali Ce ingin menolong jiwa orang, ia tahu ilmu silat Wanyen Peng masih berselisih jauh dengan dirinya, sekalipun dapatkan guru pandai juga susah hendak menangkan dirinya.   Maka tujuannya hanya untuk mengulur tempo belaka agar sesudah lewat agak lama, rasa dendam Wanyen Peng bisa mereda hingga tak perlu membunuh diri lagi.   Oleh karena itu, Wanyen Peng berpikir.   "Kau toh bukan dewa, kalau aku berlatih secara sungguh2 masakan dengan dua tanganku tak bisa menangkan sebelah tanganmu itu?"   Maka goloknya segera ia angkat ke atas dan berseru .   "Baik! Laki2 sejati sekali kata..."   "Kuda cepat sekali pecut!"   Sambung Yali Ge tanpa ragu-ragu.   Dengan istilah "Laki2 sejati sekali kata, kuda cepat sekali pecut", artinya apa yang telah diucapkan itu tak akan dipungkiri lagi.   Habis itu, dengan bersitegang lalu Wanyen Peng bertindak pergi walaupun begitu, pada air mukanya tidak terhindar dari rasa pedih dan lesu.   Melihat tuan muda mereka membebaskan si gadis, sudah tentu para pengawal tak berani merintangi, sehabis memberi hormat pada Yali Cu-cay, kemudian merekapun keluar kamar.   Peristiwa tadi terjadi dengan ramainya, namun sama sekali Nyo Ko tak nampakkan diri, diam2 Yali Cin menjadi heran sekali.   "Ji-ko, kenapa kau bebaskan dia lagi?"   Terdengar Yali Yen tanya abangnya, Yali Ce, dengan tertawa.   "Tidak bebaskan dia, apa harus bunuh dia?"   Sahut Yali Ce.   "Tetapi salah besar kalau kau bebaskan dia,"   Kata Yali Yen lagi.   "Sebab apa?"   Tanya Yali Ce heran.   "Ji-ko, kau kehendaki dia menjadi isteri seharusnya jangan kau lepaskan dia,"   Ujar Yali Yen tertawa.   "Ngaco-belo!"   Omel Yali Ce dengan sungguh2.   Meiihat abangnya ber-sungguh2, kuatir orang marah, maka tak berani lagi Yali Yen bergurau Percakapan kedua orang itu semuanya didengar jelas oleh Nyo Ko yang masih mengintip di luar jendela itu demi mendengar apa yang dikatakan Yali Yen bahwa "kehendaki dia menjadi isteri", aneh, dalam hatinya tanpa sebab timbul semacam rasa iri, rasa cemburu, ia menjadi begitu benci terhadap si Yali Ce itu.   Padahal ilmu silat Yali Ce sangat tinggi, tingkah lakunya pun berbudi dan sesungguhnya adalah satu laki2 sejati, sebenarnya Nyo Ko diam2 kagum padanya.   Tetapi kini demi terpikir Wanyen Peng akan diperisterikan dia, ia merasa semakin tinggi ilmu silat Yali Ce dan semakin baik prilakunya, hal ini semakin menandakan kemalangan nasib dirinya sendiri Oleh sebab itulah, begitu dilihatnya sorot mata Wanyen Peng sangat mirip Siao-Iiong-li, tanpa terasa bibit asmaranya bersemi dan terlibat pada diri gadis itu.   Tengah ia tertegun, tiba2 dilihatnya berkelebat bayangan Wanyen Peng di atas rumah sana yang menuju ke jurusan tenggara.   "Coba aku pergi melihatnya,"   Katanya tiba2 pada Liok Bu-siang.   "Melihat apa?"   Tanya si nona. Namun Nyo Ko tak menjawab, dengan cepat Wanyen Peng disusulnya. Meski ilmu silat Wanyen Peng tak terlalu tinggi, tetapi Ginkang atau ilmu entengkan tubuhnya ternyata amat bagus, sesudah Nyo Ko mengejar dengan "poIgas"   Hingga di luar kota barulah dapat disusulnya.   Ia melihat Wanyen Peng masuk ke sebuah rumah penduduk Dengan cepat Nyo Ko ikut melompat masuk ke pelataran rumah itu dan sembunyi di pinggir tembok, Lewat tak lama, kamar di sebelah barat sana kelihatan sinar lampu yang dinyatakan, menyusul mana lantas terdengar suara orang menghela napas panjang.   Dari helaan napas panjang itu jelas orangnya lagi berhati duka dan menderita batin.   Mendengar suara helaan napas panjang itu, seketika Nyo Ko tertegun seperti orang linglung di luar jendela kamar itu, tanpa terasa iapun ikut menghela napas panjang.   Mendadak mendengar ada orang menghela napas juga di kamar, Wanyen Peng terperanjat, lekas2 ia sirapkan lampu dan mundur ke pojok kamar.   "Siapa?"   Bentaknya kemudian dengan suara tertahan.   "Kalau tidak berduka, mana bisa menghela napas?"   Sahut Nyo Ko. Wanyen Peng semakin heran, dan lagu suara orang agaknya tidak bermaksud jahat, maka ia tanya lagi.   "Siapakah kau sebenarnya?"   "Untuk membalas sakit hati, orang kuno pernah rebah sambil merasakan pahitnya empedu, tetapi kau, gagal sekali sudah hendak bunuh diri, bukankan harus malu dibandingkan orang kuno itu?"   Kata Nyo Ko dari luar.   Dahulu di Tho-hoa-to pernah Nyo Ko bersekolah pada Ui Yong dan banyak diceritakan oleh bibinya itu tentang hikayat orang2 jaman dahulu, diantaranya ialah Wat-ong dari jaman Ciankok yang tertawan musuh, tetapi tanpa putus asa dan dengan penuh sabar menantikan saat baik untuk membalas dendam, sebagai gemblengan atas cita2-nya itu", Wat-ong setiap hari mengicip2 rasa pahitnya empedu sambil merebah, Cerita itulah kini di-sitir oleh Nyo Ko.   Karena itu, lalu terdengar suara pintu kamar dibuka, Wanyen Peng menyalakan lagi lampunya.   "Silakan masuk,"   Begitulah ia sambut Nyo Ko. Lebih dulu Nyo Ko memberi hormat, habis itu baru dia masuk ke kamar orang. Wanyen Peng rada heran melihat Nyo Ko memakai seragam perwira bangsa Mongol, lagi pula usianya masih muda.   "Petunjuk tuan memang tepat, dapatkah mengetahui nama dan she tuan yang mulia?"   Tanyanya kemudian. Akan tetapi Nyo Ko tidak menjawab, sebaliknya kedua tangannya ia masukkan ke dalam lengan baju, habis itu baru ia buka suara, tetapi menyimpang dari pertanyaan orang.   "ltulah Yali Ce telah membual secara tak tahu malu, ia kira dengan tangan kanan saja sudah hebat sekali kepandaiannya, padahal kalau mau rebut golok orang dan menutuk Hiat-to orang, apa susahnya meski sebelah tangan tak diperguna-kan?"   Demikian katanya. Namun Wanyen Peng tidak sependapat dengan uraian Nyo Ko yang lebih sombong dari Yali Ce itu, tetapi karena belum kenal asal usul orang, maka ia merasa tidak enak mendebatnya.   "Aku ajarkan kau tiga jurus sakti, dengan ini kau lantas bisa paksa Yali Ce memakai kedua tangannya,"   Kata Nyo Ko lagi "Tetapi kau tentu tak percaya, bukan ? Nah, sekarang juga aku boleh coba2 dengan kau. Aku sama sekali tak menggunakan kaki-tanganku untuk bergebrak dengan kau, bagaimana ?"   Luar biasa heran Wanyen Peng oleh ucapan Nyo Ko, katanya dalam hati.   "Masakan kau bisa rami gaib hingga dengan sekali tiup kau bisa robohkan aku?"   Melihat sikap si gadis, Nyo Ko tahu apa yang dipikir olehnya.   "Kau boleh bacok dengan golok sesukamu, atau aku tak bisa hindarkan diri biar matipun ku tidak menyesal"   Katanya untuk menghiIangkan rasa sangsi si nona.   "Baiklah, cuma akupun tak pakai golok, balas dengan tangan kosong saja kulukai kau,"   Sahut Wanyen Peng.   "Tidak, tidak,"   Kata Nyo Ko lagi sambil menggeleng kepala.   "aku harus rebut golokmu tanpa geraki tangan dan kakiku, dengan begitu barulah kau mau percaya."   Melihat sikap Nyo Ko yang anggap perkara itu seperti hal sepele saja, mau tak-mau Wanyeng Peng mendongkol juga.   "Tuan begini lihay, sungguh, dengar saja aku tak pernah"   Katanya Habis ini, tanpa sungkan2 lagi ia lolos golok terus membacok ke pundak Nyo Ko.   Ketika melihat kedua tangan Nyo Ko masih terselubung di dalam lengan baju dan anggap seperti tidak terjadi apa2, ia menjadi kuatir betulI melukai orang, maka arah goloknya sedikit dimiringkan ke samping.   Gerak senjatanya ini ternyata dapat dilihat jelas oleh Nyo Ko, iapun tidak bergerak sedikitpun.   "Jangan kau sungkan2, kau harus membacok sungguhan."   Demikian katanya. Wanyen Peng menjadi kagum melihat orang sama sekali tak hkaukan serangannya itu.   "Apakah ia seorang dogol?"   Pikirnya.   Menyusul itu, goloknya bergerak pula, sekali ini ia membabat dari samping dengan sungguh2 Tak terduga, secepat kilat mendadak Nyo sedikit berjongkok hingga golok menyamber lewat di atas kepalanya, jaraknya cuma selisih satu-dua senti saja.   Sekarang Wanyen Peng tidak sungkan2 lagi, ia kumpulkan semangat, goloknya diangkat terus membacok pula.   "Dalam bacokanmu boleh diselingi pula dengan Thi-cio (pukulan telapak besi),"   Kata Nyo Ko sembari hindarkan golok. Luar biasa kaget Wanyen Peng oleh kata2 Nyo Ko itu, dengan golok terhunus ia melompat ke pinggir "Da... dari mana kau bisa tahu?,"    Rase Emas Karya Chin Yung Geger Solo Karya Kho Ping Hoo Raja Silat Karya Chin Hung

Cari Blog Ini