Ceritasilat Novel Online

Kembalinya Pendekar Rajawali 26


Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung Bagian 26


Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya dari Chin Yung   Ia masuk gua pula, di depan kuburan kedua jago tua itu ia berlutut dan menjura masing2 empat kali.   "Ayah angkat meski hebat, tapi apapun juga memang masih selisih setingkat dengan Ang-locian-pwe. Di waktu Pak-kau-pang-hoatnya menyerang, ayah harus memeras otak berpikir sejenak baru bisa mematahkan tipu pukulannya, jika pertarungan itu dilangsungkan secara sungguh2, sudah tentu ia tak diberi kesempatan untuk memikir se-maunya!"   Demikian Nyo Ko membatin.   Sesudah menghela napas terharu, kemudian ia pun cari jalan buat turun ke bawah gunung, Turunnya ke bawah gunung sekarang ini dilakukan Nyo Ko dengan seenaknya saja, iapun tidak beda2kan timur atau barat, utara atau selatan, yang terpikir olehnya hanya bumi seluas ini melulu aku sendirilah yang sebatangkara, biar aku terlunta-lunta ke mana saja, kalau sudah tiba ajalnya, biarlah di mana aku rebah, di situlah aku mati.   Meski tinggal di atas Hoa-san tidak lebih setengah bulan, namun bagi Nyo Ko rasanya sudah lewat beberapa tahun, Pada waktu naik gunung ia merasa dirinya selalu dipandang hina orang dengan penuh rasa penyesalan, tetapi kini waktu turun gunung ia merasa segala keduniawian ini sama saja seperti awan yang terapung di udara, biarlah orang mau pandang berharga atau pandang hina, ada sangkut paut apa dengan aku? Begitulah dalam usianya semuda itu ternyata sudah timbul semacam rasa benci pada sesamanya dan anggap sepi mati-hidupnya sendiri.   Tidak seberapa hari, tibalah dia pada suatu hutan yang sepi di daerah Siamsay, mendadak terdengar olehnya di arah barat gemuruh dengan suara larinya binatang dengan debu mengepul tinggi.   Tidak antara lama, beberapa ratus kuda liar kelihatan berlari lewat di depannya dengan cepat.   Kuda2 liar senang hidup bebas tanpa kekangan apapun ini membikin Nyo Ko menjadi kagum dan tertarik.   Selagi ia ikut gembira oleh kelincahan kuda2 liar itu, tiba2 didengarnya di belakangnya ada suara meringkiknya kuda lain yang lemah.   Waktu Nyo Ko berpaling, ia lihat seekor kuda kurus menyeret sebuah kereta bermuatan kayu sedang mendatangi dengan pelahan melalui jalan raya, agaknya kuda kurus ini tertarik oleh sebangsanya yang hidup merdeka itu, sedang dirinya sendiri harus susah menderita hidupnya, maka telah meringkik sedih.   Kuda ini sudah kurus lagi tinggi, tulang2 iganya sampai kelihatan nyata ber-deret2, bulu badan pun tak rata penuh borok2, semua ini menjadikan rupanya jelek sekali Di atas kereta itu duduk seorang laki2 kasar, mungkin jalan kuda kurus itu dianggapnya terlalu lambat, maka tiada hentinya, ia ayun cambuknya memecut terus.   Selama hidup Nyo Ko sendiri sudah kenyang dihina dan dihajar orang, kini mendadak nampak penderitaan kuda ini, aneh, tanpa terasa timbul rasa simpatiknya, ia menjadi "solider"   Melihat kuda itu dipecut terus, saking terharunya sampai matanya merah basah.   "Hai, kau! Kenapa kau pecut kuda ini terus?"   Bentaknya gusar sambil menghadang di tengah jalan ketika kereta itu sudah dekat. Melihat yang merintangi adalah pemuda dengan pakaian compang-camping dekil serupa orang minta2, lelaki kasar itu anggap sepi saja atas teguran itu.   "Lekas minggir, apa kau cari mampus?"   Batasnya membentak. Lalu cambuknya diangkat, kuda kurus itu di-hujani pecutan lagi. Keruan Nyo Ko tambah gusar.   "Jika kau pecut kuda ini lagi, segera kubunuh kau!"   Teriaknya sengit.   "Hahaha!"   Lelaki itu malah tertawa, berbareng pecutnya"   Lantas menyabet ke atas kepala Nyo Ko.   Tentu saja pecut yang tiada artinya ini tak mungkin bisa mengenai Nyo Ko, sekali pemuda ini ulur tangannya, segera cambuk orang direbut-nya, bahkan ia putar kembali pecut itu, dengan menerbitkan suara "tarrr", tiba2 leher lelaki tadi kena terlibat oleh pecutnya sendiri dan kena diseret ke tanah, menyusul Nyo Ko lantas menghujam orang dengan cambukan.   Kuda kurus itu meski jelek rupanya, tetapi seperti sangat cerdik, melihat lelaki itu dihajar Nyo Ko, binatang ini telah berjingkrak meringkik riang, bahkan ia gosok2 kepalanya pada Nyo Ko sebagai tanda terima kasihnya.   "Pergilah kau ke sana hidup di alam bebas!"   Kata Nyo Ko kemudian setelah putuskan tali penarik kereta sambil tepuk2 punggung binatang itu dan menuding ke arah debu yang beterbangan oleh karena lari gerombolan kuda liar tadi.   Tiba2 kuda kurus ini meringkik dan berdiri tegak, habis ini terus lari cepat ke depan, Tapi mungkin saking lama menderita lapar, sekarang mendadak lari keras hingga tenaga tak cukup, maka baru belasan meter berlari, tiba2 kaki belakangnya terasa lemas, lalu jatuh terbanting.   Nyo Ko merasa kasihan, ia mendekati binatang itu dan mengangkatnya berdiri.   Nampak si Nyo Ko begitu perkasa, lelaki tadi ketakutan setengah mati, begitu merangkak bangun, kereta dan kayunya tak dipikir lagi, segera ia lari ter-birit2 sambil ber-teriak2 minta tolong.   Nyo Ko merasa geli oleh kelakuan orang.   Lalu dicabutnya beberapa comot rumput segar dan memberi makan kuda kurus tadi.   "O, kuda yang harus dikasihani selanjutnya kau ikut padaku saja,"   Demikian Nyo Ko berkata sambil meng-elus2 punggung binatang iru, Nyata karena penderitaan kuda itu, tanpa terasa timbul simpatiknya yang senasib.   Kemudian pelahan2 ia tuntun kuda itu menuju ke satu kota, ia beli sedikit bahan makanan kuda agar binatang ini bisa makan enak dan kenyang, Besok paginya kuda ini sudah kelihatan sehat kuat dan bersemangat habis ini baru Nyo Ko menungganginya dengan jalan pelahan2.   Kuda buduk ini tadinya tak bisa lari kalau tidak kesandung kakinya, tentu kepeleset jatuh, siapa tahu makin jauh berjalan makin baik, sampai 78 hari kemudian, sesudah diberi makan cukup hingga tenaga penuh, mulai kelihatanlab kepandaiannya berlari secepat terbang.   Tentu saja Nyo Ko sangat girang, ia menjadi tambah sayang dan memberi perawatan yang lebih baik.   Hari itu Nyo Ko berhenti pada suatu kedai arak untuk tangsal perut dan suruh pelayan menyediakan semangkok arak Tiba2 kudanya mendekati mejanya sambil meringkik dan memandangi mangkok araknya itu seperti ingin minum.   Nyo Ko menjadi ketarik, ia coba berikan araknya itu sambil mengelus leher binatang itu, Betul saja kuda itu telah pentang mulut lebar, tanpa sungkan2 sekejap saja semangkok arak itu telah dilahap kering, habis ini ekornya men-jengkit2 dan kakinya meng-ketok2, tampaknya binatang ini senang sekali.   Nyo Ko menjadi makin ketarik, ia suruh pelayan ambilkan arak lagi, beruntun kuda itu habiskan belasan mangkok arak dan masih belum mau sudah, rupanya pelayan kedai itu meragukan kemampuan Nyo Ko membayar uang arak itu, karena pakaiannya tompang-camping, maka waktu disuruh tambah arak lagi ia telah menolak.   Waktu perjalanan dilanjutkan mungkin karena pengaruh arak, tiba jadi itu berlari cepat seperti kranjingan setan, begitu cepat hingga pepohonan di tepi jalan berkelebat lewat seperti terbang saja, Malahan binatang ini seperti punya watak yang aneh, yakni tidak pedili apa saja, asal dilihatnya ada sesuatu binatang di depannya, pasti ia kan pentang kaki secepatnya mendahului ke depan.   Agaknya wataknya suka menang itu bukan mustahil disebabkan karena selama ini ia dipandang rendah dan cukup menderita segala hinaan, maka kini begitu dapat kesempatan ia justru ingin unjuk ketangkasannya yang tidak mau kalah dengan kuda yang lain.   Tabiat dogol demikian ini rupanya sangat cocok dengan watak Nyo Ko, maka satu orang dan satu kuda ini telah menjadi kawan yang sangat baik.   Tadinya Nyo Ko merasa sangat masgul dan kosong, tetapi setelah mendapatkan kawan kuda yang membikin hatinya riang, betapapun juga memang hati anak muda, tidak seberapa hari ia sudah kembali gembira seperti sediakala.   Tanpa terasa sudah jalan beberapa hari, akhirnya ia ambil jalan lama melalui Liong-kik-ce terus menuju ke Hing-ci-koan.   Sepanjang jalan bila Nyo Ko ingat waktu menggoda Liok Bu-siang dan permainan Li Bok-chiu, kadang2 ia tertawa geli sendiri di atas kudanya.   Suatu hari waktu lohor, sepanjang jalan selalu Nyo Ko ketemukan kawanan pengemis secara ber-kelompok2, melihat sikap mereka itu jelas banyak diantaranya adalah golongan jago silat yang tinggi Tiba2 Nyo Ko terkesiap, pikirnya.   "Jangan2 percekcokan antara Liok Bu-siang dan kawanan pengemis ini masih belum selesai?"   Atau boleh jadi Li Bok-chiu hendak tentukan mati-hidupnya dengan kawanan pengemis yang lagi himpun kekuatan ini? Ha, keramaian ini tidak boleh kulewatkan!"   Teringat olehnya bahwa Ang Chit-kong adalah Pangcu kaum pengemis yang dulu, meski tidak ketarik oleh kawanan pengemis itu, namun teringat akan kesatriaan Ang Chit-kong yang pernah dia lihat, tanpa terasa timbul juga perasaan persaudaraannya dengan Kay-pang, ia pikir bila ada kesempatan seharusnya aku beritahukan mereka tentang wafatnya Ang Chit-kong di atas Hoa-san.   Setelah berjalan tak lama lagi, ia lihat kawanan pengemis itu makin lama makin banyak kalau diantara pengemis itu ada yang menggendong kantong kain, pengemis2 lain pada umumnya lantas sangat hormat padanya.   Sebaliknya melihat macamnya Nyo Ko, para pengemis itu rada heran, jika melihat dandanan Nyo Ko, memang tiada ubahnya seperti pengemis, tetapi diantara anggota Kay-pang itu se-kali2 tiada orang yang naik kuda.   Namun Nyo Ko tak peduli mereka, ia tetap melarikan kudanya dengan pelahan.   Tiba2 terdengar suara mencicitnya burung, dua ekor rajawali kelihatan menukik ke depan sana.   "Ah, Ui-pangcu sudah datang, malam ini besar kemungkinan akan ada rapat,"   Terdengar satu pengemis di samping Nyo Ko berkata.   "Entah Kwe-tayhiap ikut datang tidak?"   Sela seorang pengemis lain.   "Tentu datang,"   Ujar pengemis yang pertama tadi.   "Suami-isteri mereka adalah seperti timbangan dengan anak batunya, yang satu tidak bisa kehilangan yang lain."   Selagi hendak meneruskan perkataannya, tiba-tiba dilihatnya Nyo Ko menahan kuda sedang mengawasi mereka, maka pengemis itu melotot sekejap pada Nyo Ko, lalu tutup mulut tak jadi menyambung.   Kiranya demi mendengar nama Kwe Cing dan Ui Yong, seketika hati Nyo Ko rada terperanjat, cuma wataknya sekarang sudah jauh berbeda dari dulu, maka diam2 ia tertawa dingin.   "Hm, dahulu aku makan menganggur di rumahmu hingga kenyang dihina dan dipermainkan kalian, Tatkala itu aku masih kecil dan tak punya kepandaian, maka tidak sedikit pahit getir yang kurasakan. Tetapi kini aku anggap jagat ini sebagai rumahku, tak perlu lagi aku mengandalkan kau?"   Tiba2 terpikir lagi olehnya.   "Ah, lebih baik aku pura2 jatuh sengsara dan pergi minta pertolongan mereka, ingin kulihat cara bagaimana mereka melayani aku."   Lalu dicarinya tempat yang sepi, ia bikin rambutnya menjadi kusut semrawut, ia jotos mukanya sendiri sekali hingga ujung mata kirinya matang biru, ia cakar lagi mukanya sendiri hingga babak belur.   Memangnya pakaiannya sudah tak necis, kini ia sengaja dirobek pula, malahan ia mengguling beberapa kali di tanah hingga tambah kotor, dengan macamnya ini ditambah berjodoh dengan kuda buduk yang jelek, maka tampaknya menjadi benar2 seorang rudin yang sengsara dan tinggal mampus saja.   Selesai menyamar, dengan jalan pincang dan bikinan Nyo Ko kembali ke jalan besar, ia tidak tunggangi kudanya lagi melainkan jalan bersama kawanan pengemis, Kadang2 ada pengemis yang menegur padanya apakah ikut pergi ke rapat besar, Nyo Ko tak bisa menjawab, ia hanya melongo saja.   Tetapi ia tetap campurkan dirinya di antara kawanan pengemis itu dan meneruskan perjalanan bersama mereka.   Sampai hari sudah magrib, rombongan mereka tiba sampai di depan sebuah kelenteng besar yang bobrok, dua ekor rajawali tadi kelihatan menghinggap di atas satu pohon besar, sedang Bu-si Hengte sedang sibuk memberi makan pada mereka, yang satu membawa nampan dan yang lain lemparkan potongan daging yang berada di dalam nampan itu.   Tempo hari waktu kakak-beradik she Bu itu menempur Li Bok-chiu bersama Kwe Hu, pernah juga Nyo Ko menonton dari samping, cuma waktu itu hanya Kwe Hu seorang yang dia perhatikan maka terhadap kedua pemuda ini tak begitu di-urusnya.   Kini berhadapan lagi, Nyo Ko melihat gerak-gerik Bu Tun-si cukup tangkas dengan semangat penuh, sebaliknya Bu Siu-bun enteng dan gesit, lincah tak pernah diam.   Tun-si mengenakan baju satin berwarna wungu tua, sedang Siu-bun berbaju satin warna biru safir, pinggang mereka pakai ikat kain sutera bersulam, maka tampaknya menjadi gagah dan cakap.   Nyo Ko coba mendekati mereka.   "Ke... kedua Bu-heng, ter... terimalah hormatku, apa, apa......selama ini baik2 saja!"   Demikian ia menyapa dahulu dengan suara tak lancar.   Tatkala itu kelenteng rusak itu baik dalam maupun luar sudah penuh berjubel dengan kawanan pengemis yang semuanya berpakaian penuh tambal sulam, dengan dandanan Nyo Ko yang sudah disiapkan itu, maka tidaklah menyolok ia bercampur diantara orang banyak.   Dan karena sapaan Nyo Ko tadi, Tun-si balas menghormat dengan sopan, ia tak kenal siapakah orang yang menegur dirinya ini, maka dengan sinar mata yang tajam ia coba mengamat-amati orang.   "Siapakah saudara yang terhormat ini, maafkan aku tak ingat Iagi,"   Demikian sahutnya kemudian.   "Ah, namaku rendah ini tiada harganya buat disebut, Siaute... Siaute hanya mohon bertemu dengan Ui-pangcu,"   Sahut Nyo Ko merendah. Mendengar suara orang seperti sudah pernah dikenalnya dan selagi Tun-si hendak tanya lebih jauh, tiba2 didengarnya dari dalam kelenteng itu ada suara orang memanggil padanya.   "Toa-Bu-koko (engkoh Bu yang tua), ikal kucirmu tak diikat dengan baik, coba lihat, sudah kusut lagi,"   Demikian kata suara nyaring itu.   Karena mendengar suara ini, lekas2 Bu Tun-si meninggalkan Nyo Ko terus memapak ke sana.   Waktu Nyo Ko berpaling, ia lihat seorang gadis jelita berbaju hijau muda dengan langkah lebat sedang keluar dari dalam kelenteng, Kedua alis gadis ini panjang lentik, hidungnya yang mancung sedikit menjengat, mukanya putih, pipinya merah bagai pauh dilayang, siapa lagi dia kalau bukan puterinya Kwe Cing, Kwe Hu adanya.   Dandanan Kwe Hu sebenarnya tak seberapa mewah, hanya serenceng kalung mutiara yang dipakai di lehernya itu yang mengeluarkan sinar mengkilap hingga wajah si gadis tertampak lebih molek.   Hanya sekejap saja Nyo Ko pandang si gadis, segera ia merasa dirinya terlalu kotor dan jelek, maka tak berani ia pandang terus.   Sementara itu Bu-si Hengte sudah lantas papak datangnya Kwe Hu, mereka menyanjung-nyanjung sebisanya, kalau tindak tanduk Bu Tun-si sedikit membawa sifat angkuh dan rada pegang derajat, sebaliknya Bu Siu-bun suka me-rendah2 menjilat asal dapat pujian si gadis.   Sesudah berjalan pergi beberapa langkah, tiba-tiba Tun-si ingat lagi pada diri Nyo Ko, ia menoleh dan menanya.   "Apa kau datang menghadiri "Eng-hiong-yan" (perjamuan kaum kesatria)?"   Sebenarnya Nyo Ko tak paham apa "Eng-hiong-yan"   Yang dikatakan orang itu, namun sekenanya ia mengiakan saja. Karena itu, Tun-si memanggil seorang pengemis dan memesan padanya.   "Sobat ini hendaklah dilayani baik2, besok ajak dia pergi ke Hing-ci-koan sekalian."Habis ini, ia asyik bicara sendiri dengan Kwe Hu dan tidak urus Nyo Ko Iagi. Karena pesan itu, lekas pengemis itu datang menyapa Nyo Ko dan menanya nama orang, oleh Nyo Ko dijawab dengan terus terang, Di kalangan Bu-lim atau dunia persilatan, Nyo Ko adalah orang yang tak dikenal namanya, dengan sendirinya pengemis itupun tak pernah mendengar namanya, maka tak diperhatikannya anak muda ini. Pengemis itu mengaku bernama Ong Capsah atau Ong nomor 13, karena urut2annya dalam keluarganya nomor 13, dan she Ong, maka dipanggil Ong Capsah. Di Kay-pang ia tergolong anak murid berkantong dua. Karena ilmu silat Ong Capsah tak tinggi, tingkatannya pun rendah, hanya pintar bicara dan bisa bekerja cepat, maka anak murid Kay-pang tingkatan tinggi menugaskan dia sebagai penyambut tamu.   "Darimanakah asalnya Nyo-toako?"   Demikian Ong Capsah tanya lagi.   "Baru saja datang dari barat-laut,"   Sahut Nyo Ko.   "Eh, apa Nyo-toako anak murid Coan-cin-pay?"   Tanya Ong Capsah.   "Bukan,"   Sahut Nyo Ko tanpa pikir sambil geleng kepala. Ya, pemuda ini sudah terlalu -benci pada Coan-cin-kau, bila mendengar nama itu saja ia sudah kepala pusing, apalagi suruh mengaku sebagai anak murid nya.   "Dan apakah Nyo-toako membawa Eng-hiong-tiap (kartu undangan kesatria)?"   Tanya Ong Cap-sah pula. Nyo Ko jadi tetcengang, ia tak mengerti apa "Eng-hiong-tiap"   Itu? "Siaute biasanya hanya luntang-Iantung merantau di Kangouw, mana bisa disebut sebagai Enghiong?"   Demikian sahutnya kemudian.   "Cuma dahulu pernah bertemu muka sekali dengan Ui-pangcu kalian, maka kini sengaja datang menemui-nya lagi buat meminjam sedikit sangu untuk pulang kampung."   Ong Capsah mengkerut kening mendengar keterangan itu.   "Ui-pangcu sedang sibuk menerima para kesatria dari segenap penjuru, mungkin tiada tempo buat menerima kau,"   Sahutnya kemudian sesudah berpikir sejenak.   Kedatangan Nyo Ko sekali ini memang sengaja pura2 rudin, semakin orang memandang rendah padanya, semakin senang hatinya.   Oleh sebab itu ia justru sengaja mohon belas kasihannya Ong Capsah agar suka membantu.   Salah satu sikap yang dijunjung tinggi oleh orang2 Kay-pang yalah baik budi dan setia kawan, pula anggota Kay-pang itu semuanya berasal dari kaum tak punya, selamanya mereka suka bantu yang lemah dan menolong yang susah, se-kali2 tidak boleh pandang hina pada orang miskin.   Oleh sebab itulah, demi nampak Nyo Ko memohon dengan sangat, mau-tak-mau Ong Capsah menyanggupinya.   "Baiklah, Nyo-hengte, sekarang kau makan yang kenyang dahulu, besok pagi kita berangkat ke Hing-ci-koan bersama,"   Katanya kemudian "Di sana nanti aku melapor pada Pangcu dan terserah bagaimana keputusan beliau, baik tidak kalau begini ?"   Tadinya Ong Capsah menyebut Nyo Ko sebagai "Toako"   Atau saudara tua, tetapi kini mendengar pemuda ini bukan orang yang diundang menghadiri Eng-hiong-yan, pula umur dirinya lebih tua, maka ia ganti memanggil orang sebagai Nyo-heng-te atau adik Nyo.   Di lain pihak karena orang sudah mau membantu, ber-ulang2 Nyo Ko menghaturkan terima kasinnya.   Kemudian Ong Capsah mengajak Nyo Ko masuk ke dalam kelenteng dan membawakan daharan seperlunya.   Menurut peraturan Kay-pang, sekalipun waktu pesta pora, cara makan para anggotanya tetap harus bikin kocar-kacir segala macam daharan, baik ayam- daging, ikan dan iain2 dan baru dimakan kalau sudah berwujud seperti barang restan orang.   Cara ini adalah tanda bahwa "kacang tak pernah lupa pada lanjarannya", artinya tidak boleh lupa pada sumbernya, yakni sekali pengemis tetap penge-mis, baik hidupnya dan cara makannya, Tetapi terhadap tetamu, daharan yang mereka suguhkan adalah biasa dan lengkap.   Begitulah, selagi Nyo Ko makan seorang diri, tiba2 matanya terbeliak, ia lihat Kwe Hu masuk lagi dari luar dengan muka ber-seri2, waktu gadis itu melihat Nyo Ko sedang makan nasi di tepi patung Budha, tanpa melirik lagi ia ajak bicara Bu Siu-bun dan Bu Tun-si.   "Baiklah, kita berjalan malam dan berangkat ke Hing-ci-koan,"   Demikian terdengar Siu-bun berkata.   Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Aku pergi mengeluarkan kuda merahmu."   Ketiga orang itu sembari bicara sambil bertindak ke belakang, Tidak antara lama, sesudah bawa bekal dan senjata, mereka keluar lagi kelenteng itu, lalu terdengar suara derapan kuda yang riuh, nyata ketiga orang itu sudah berangkat.   Dengan ter-mangu2 Nyo Ko mengikuti derapan kuda yang sayup2 mulai menjauh, tetapi sepasang sumpitnya masih tertancap di dalam mangkok sayur, ia tidak tahu perasaannya waktu itu apa suka atau duka, apa sedih atau gusar? Besok paginya Ong Capsah datang membawanya pergi ke Hing-ci-koan, sepanjang jalan kecuali orang2 dari Kay-pang sendiri, tidak sedikit pula tokoh2 Bu-lim yang mereka ketemukan baik laki2 maupun perempuan, tua atau muda, ada yang berperawakan gagah tegap, ada yang kurus kecil tetapi setiap orang jalannya cepat dan kuat, agaknya semuanya diundang untuk menghadiri apa yang disebut Eng-hiong-yan atau perjamuan kesatria itu.   Nyo Ko sendiri tidak tahu apa itu Eng-hiong-yan dan Eng-hiong-tiap, ia menduga meski ditanya tidak nanti Ong Capsah mau terangkan, maka ia pun tidak merecoki urusan itu, sepanjang jalan ia hanya pura2 bodoh dan berlagak dungu saja.   Petangnya Nyo Ko dan Ong Capsah sudah sampai di Hing-ci-koan.   Kota Hing-ci-koan ini meski tempat yang penting dalam arti kemiliteran, namun kotanya sendiri ternyata tak begitu ramai.   Ong Capsah membawa Nyo Ko melalui kota itu dan berjalan lagi 7-8 li, akhirnya sampai di suatu perkampungan besar dengan gedung2 ber-deret2 dilingkungi oleh beberapa ratus pohon wa-ringin yang rindang, Ke dalam kampung inilah para kesatria itu masuk.   Perkampungan itu begitu besar dengan gedung gedungnya yang sambung menyambung dan ber-jajar2, tampaknya kalau hanya tetamu beberapa ribu saja masih cukup luang.   Ong Capsah sangat rendah kedudukannya dalam Kay-pang, ia tahu waktu itu Pangcu mereka terlalu sibuk, sudah tentu tak berani ia laporkan permintaan Nyo Ko yang hendak "pinjam sangu"   Segala, Maka setelah atur tempat tidurnya Nyo Ko dan sediakan makan, kemudian ia sendiripun pergilah mencari kawannya yang lain.   Sesudah makan, Nyo Ko lihat gedung yang begini megahnya dengan centeng yang tidak terhitung banyaknya hilir mudik melayani tetamu, diami ia merasa heran siapakah tuan rumahnya, kenapa begini besar pengaruhnya ? Dalam pada itu dapat didengarnya disampingnya ada orang sedang berkata.   "Suami isteri cengcu sendiri sedang menyambut tetamu, marilah kita juga pergi melihat gerangan siapa kesatria yang datang ini?"   Sementara itu di luar sana terdengar suara tambur berdentum, lalu musik pun berbunyi para centeng berbaris di kedua samping, ucacara pembukaan ternyata sangat meriah dan khidmat.   Tertampak dari belakang pintu muncul satu laki2 dan satu perempuan yang semuanya berusia antara 40 tahun, yang lelaki tinggi kekar pakai jubah sulam, bibirnya sedikit berkumis, kereng berwibawa.   Sedang yang perempuan berkulit putih bersih seperti wanita bangsawan.   "lni adalah Liok-cengcu dan itu Liok-hujin,"   Demikian Nyo Ko dengar pembicaan di antara tetamu yang hadir.   Di belakang kedua orang ini kembali adalah sepasang suami isteri, seketika hati Nyo Ko terkesiap demi nampak suami isteri yang belakang ini hingga mukanya serasa panas, Mereka bukan lain ialah Kwe Cing dan Ui Yong adanya.   Selama beberapa tahun tak berjumpa, tampaknya Kwe Cing terlebih sabar lagi sedang Ui Yong bermuka terang dan ter-senyum2, tampaknya bertambah montok daripada dahulu waktu di Tho-hoa-to.   Pakaian yang digunakan Kwe Cing terbuat dari kain kasar, sebaliknya Ui Yong memakai kain sutera merah jambon, tetapi sebagai Pangcu dari Kay-pang, menurut tradisi kaum pengemis, terpaksa ia berikan beberapa tambalan pada bajunya di tempat yang tak terlalu menyolok.   Di belakang Kwe Cing dan Ui Yong ikut Kwe Hu dan Bu-si Hengte, tatkala itu ruangan besar itu terang benderang dengan api lilin, di bawah cahaya api lilin, gadis itu tertampak lebih cantik molek dan pemudanya bertambah gagah ganteng.   "lni adalah Kwe-tayhiap dan itu Ui-pangcu!"   "Dan nona yang cantik itu siapa lagi?"   "lalah puteri Kwe-tayhiap dan Ui-pangcu!"   "Hei dan kedua pemuda itu apa puteranya?"   "Bukan, tapi muridnya!"   Begitulah percakapan di antara para tetamu sambil tunjuk sini dan tuding sama.   Nyo Ko tak ingin berjumpa dengan Kwe Cing suami isteri di depan orang banyak, maka ia sengaja sembunyi di belakang seorang lelaki tinggi besar untuk mengintip.   Dalam pada itu, di bawah iringan suara musik, dari luar telah masuk empat orang Tojin atau imam.   Nampak Imam ini, seketika timbul semacam rasa aneh dalam hati Nyo Ko.   Kiranya yang paling depan itu adalah seorang imam yang sudah ubanan rambut alisnya mukanya berwarna merah hangus, ia bukan lain dari pada Kong-ling-cu Hek Tay-thong, satu diantara Coan-cin-chit-cu, sedang di belakangnya adalah imam wanita tua ubanan juga, imam wanita ini belum pernah dikenal Nyo Ko.   Dan di belakang mereka ini ikut pula dua imam setengah umur dengan jalan berjajar, mereka adalah Thio Ci-keng dan In Ci-peng.   Dengan cepat Liok-ceng-cu suami isteri sambut imam wanita itu sambil menjura dan memanggilnya sebagai Suhu, menyusul serta Kwe Cing suami isteri, Kwe Hu dan Bu-si Hengte juga maju memberi hormat.   Telinga Nyo Ko cukup tajam, maka percakapan antara para tetamu itu dapat pula diikutinya dengan terang.   "lmam wanita tua ini adalah pendekar wanita Coan-cin-kau, ia she Sun bernama Put-ji,"   Demikian terdengar kata seorang tua.   "Aha, kiranya dialah Jin-ceng Sanjin yang namanya tersohor di daerah utara dan selatan sungai!"   Ujar tamu yang lain.   "Ja, dia adalah Suhu Liok-hujin, sedang ilmu silat Liok-ceng-cu sendiri bukan belajar dari dia,"   Kata si orang tua tadi.   Kiranya Liok-cengcu ini bernama Khoan-eng, ayahnya bernama Liok Seng-hong adalah murid Ui Yok-su, ayah Ui Yong, maka kalau diurut, Liok-cengcu masih lebih rendah setingkat dari pada Kwe Cing dan Ui Yong.   Sedang Liok-hujin, isteri Liok Khoan-eng, Thia Yao-keh, adalah muridnya Sun Put-ji.   Dahulu Thia Yao-keh pernah mendapat pertolongan Kwe Cing, Ui Yong dan orang2 Kay-pang sewaktu ia mengalami marabahaya, oleh sebab itu ia merasa utang budi terhadap orang2 Kay-pang, Kini Kay-pang menyebarkan undangan pada kestria2 di seluruh jagat dan mengadakan perjamuan besar menjelang rapat raksasa dari Kay-pang me-reka, maka Liok Khoan-eng suami isteri telah pikul semua biaya itu dan mengadakan perjamuan itu di tempat kediamannya, sekalipun perjamuan ini mungkin akan makan separuh dari kekayaan mereka, namun Liok Khoan-eng adalah seorang gagah yang terbuka tangannya, dengan sendirinya hal demikian ini tak dipikir olehnya.   Begitulah, maka sesudah menjalankan penghormatan, lalu Kwe Cing ikut Hek Tay-thong dan Sun Put-ji ke ruangan pendopo untuk diperkenalkan kepada para kesatria yang hadir.   "Khu, Ong dan Lauw para Suheng sudah menerima kartu undangan Ui-pangcu, mereka bilang seharusnya memenuhi undangan, cuma paling belakang ini badan Lauw-suheng kurang sehat dan Ma-suheng harus bantu dia menjalankan tenaga penyembuhan maka perjalanan ini terpaksa tak bisa dilakukan, diharap Ui-pangcu suka memaafkan,"   Demikian terdengar Hek Tay-thong berkata dengan mengelus jenggotnya.   "Ah, para cianpwe itu terlalu merendah diri saja,"   Sahut Ui Yong.   Harus diketahui meski usia Ui Yong masih muda, tetapi dia adalah pemimpin dari suatu organisasi besar Kay-pang, dengan sendirinya Hek Tay-thong dan lain2 sangat menghormat padanya.   Kwe Cing sendiri sudah sejak mudanya kenal dengan In Ci-peng, kini bisa berjumpa pula, sudah tentu mereka sangat girang dan mengobrol dengan asyiknya.   Lekas2 Liok-cengcu memerintahkan perjamuan dimulai segera para tetamu mengambil tempat duduk masing2, maka suasana ruangan pendopo itu menjadi ramai luar biasa.   Dalam pada itu In Ci-peng sendiri lagi longak-longok kian kemari seperti sedang mencari seseorang diantara orang banyak itu.   "ln-sute, entah orang she Liong itu ikut hadir atau tldak?"   Tiba2 Ci-keng berkata lirih sambil tersenyum dingin. Berubah hebat air muka Ci-peng karena sindiran itu, namun ia tak menjawab.   "Kesatria she Liong yang manakah ? Apakah sahabat kalian berdua?"   Tanya Kwe Cing, nyata tak diketahuinya bahwa orang yang mereka bicarakan ialah Siao-iiong-li.   "Sahabat In-sute, aku sendiri mana berani bergaul dengan dia,"   Sahut Ci-keng.   Melihat sikap kedua imam ini rada aneh, Kwe Cing tahu di dalamnya tentu tersangkut urusan2 lain, maka iapun tidak menanya lebih jauh.   Mendadak, di antara orang banyak itu Ci-peng dapat melihat Nyo Ko, seketika tubuhnya bergetar seperti kena disamber petir, Kiranya disangkanya jika Nyo Ko berada di situ, dengan sendirinya Siao-Jiong-li juga datang.   Ketika Kwe Cing dan Ci-keng memandang ke arah yang menarik perhatian Ci-peng itu hingga kesamplok pandang dengan Nyo Ko, seketika merekapun tercengang.   Dalam kejutnya Kwe Cing merasa girang pula, maka ia lantas mendekati anak muda itu sambil menarik tangannya.   "He, Ko-ji, kiranya kau juga datang?"   Demikian ia menyapa.   "Tadinya aku kuatir kau terlantarkan pelajaranmu maka tak berani mengundang kau, kini gurumu sudah membawa kau ke sini, inilah baik sekali,"   Kiranya jaman dulu karena tak lancarnya lalu lintas, maka urusan tentang Nyo Ko berontak keluar dari Coan-cin-pay, Kwe Cing yang tinggal jauh di Thohoa-to sedikitpun tak mendapat kabar.   Kehadiran Ci-keng ke Eng-hiong-yan sekali ini sebenarnya justru akan merundingkan urusan itu dengan Kwe Cing, siapa duga di sinilah malah kepergok dengan Nyo Ko, Semula ia kuatir Kwe Cing percaya pada ocehan Nyo Ko secara sepihak, demi mendengar apa yang dikatakan Kwe Cing tadi ia pun tahulah bahwa merekapun baru pertama kali bertemu sekarang ini, maka dengan muka merah adam Ci-keng menengadah sambil berkata.   "Ada kepandaian apa dan kebajikan apa pada diriku. mana berani aku menjadi guru Nyo-ya?"   Kaget sekali Kwe Cing oleh kata2 ini "Apa? Kenapa Thio-suheng berkata demikian ? Apakah anak kecil tidak mau menutul ajaranmu?"   Tanyanya cepat.   Melihat ruangan pendopo ini penuh dengan tetamu, kalau sampai urusaa itu diceritakan hingga terjadi perdebatan dengan Nyo Ko, rasanya hal ini bisa menghilangkan pamor Coan-cin-kau, maka Ci-keng tak mau menjawab melainkan tertawa dingin saja.   Di lais pihak, waktu Kwe Cing periksa keadaan Nyo Ko, ia lihat matanya bengkak dan mukanya babak belur, pakaiannya compang-camping dan kotor, terang sekali bocah ini kenyang merasakan penderitaan yang tidak ringan, Kwe Cing sangat pedih, sekali tarik ia rangkul kencang Nyo Ko ke dalam pelukannya.   Waktu ditarik, segera Nyo Ko kumpulkan seluruh tenaga dalamnya untuk melindungi tempati berbahaya di tubuhnya.   Siapa tahu Kwe Cing benar2 sayang dan kasihan padanya dan tiada maksud hendak mencelakainya, malahan paman angkat ini telah berseru pada Ui Yong .   "Yong-ji, lihatlah siapa ini yang datang?"   Ui Yong tercengang juga demi nampak Nyo Ko, berlainan dengan Kwe Cing yang kegirangan bisa berjumpa dengan Nyo Ko, sebaliknya ia sambut orang dengan adem saja.   "Bagus, kiranya kaupun datang."   Demikian sahutnya tawar Dalam pada itu dengan pelahan Nyo Ko melepaskan diri dari pelukan Kwe Cing.   "Tubuhku kotor, jangan sampai membikin kumal pakaianmu,"   Demikian katanya pada sang paman, Kata2 ini diucapkan dengan dingin, bahkan bernada menyindir.   Namun hal itu tak terpikir oleh Kwe Cing, ia hanya merasa terharu, waktu itu juga teringat olehnya .   Anak ini sebatangkara dan yatim piatu, tentu sudah kenyang merasakan pahit getir."   Karena itu, ia tarik tangan Nyo Ko dan mengajak agar pemuda ini duduk semeja dengan dirinya. Nyo Ko duduk di suatu tempat yang terpencil maka iapun menolak "Biarlah aku duduk di sini saja, silakan Kwe-pepek pergi menemani tetamu,"   Sahutnya dingin.   Kwe Cing merasa tak enak harus meninggalkan tetamu yang begitu banyak, maka ia tepuk pelahan pundak si Nyo Ko, lalu pergilah dia ke tempat duduknya semula.   Setelah tiga keliling para tamu mengeringkan isi cawan, sebagai ketua lalu Ui Yong mulai angkat bicara.   "Besok adalah hari diadakannya Eng-hiong-yan, kini masih ada beberapa kawan dari berbagai penjuru yang belum datang, mungkin besok siang baru bisa tiba, Maka kini silakan para hadirin makan minum sepuasnya, besok baru kita bicarakan urusan pokok."   Selesai pidato ini, seketika para tamu itu bersorak sorai kemudian perjamuan lantas dimulai.   Setelah bubar perjamuan, para tamu itu dengan sendirinya ada penyambutnya sendiri2 yang mengantarkan pergi mengaso.   Maka kelihatanlah Ci-keng bisik2 pada Hek Tay-thong dan imam tua ini balas meng-angguk2, lalu Ci-keng berdiri dan membungkuk memberi hormat pada Kwe Cing.   "Kwe-tayhiap, Pinto merasa mengecewakan tugas berat yang pernah dipikirkan padaku itu, sungguh hal ini sangat memalukan, maka hari ini sengaja datang buat terima hukuman atas dosaku,"   Demikian kata Ci-keng.   "Ah, Thio-suheng terlalu merendah diri saja,"   Sahut Kwe Cing segera sambil balas hormat.   "Marilah kita bicara ke kamar baca saja, apabila anak kecil ada yang bikin marah Thio-suheng, pasti Siaute akan beri hukuman yang setimpal padanyak agar amarah Thio-suheng bisa padam."   Beberapa kata Kwe Cing ini diucapkan dengan suara lantang, karena jaraknya Nyo Ko tidak begitu jauh, maka semuanya dapat didengarnya dengan cukup terang, Diam2 dalam hati pemuda ini pun sudah ambil suatu keputusan.   "Jika dia mendamperat sepatah kata saja padaku, segera aku berbangkit dan angkat kaki dari sini dan untuk selanjutnya tak mau bertemu muka lagi dengan dia. Bila dia pukul aku, meski ilmu silatku bukan tandingannya, pasti aku akan adu jiwa juga dengan dia". Karena sudah ambil keputusan demikian, maka Nyo Ko menjadi lebih tenang, tidak lagi ketakutan seperti waktu bertemu dengan Thio Ci-keng untuk pertama kalinya dahulu, Dan demi nampak Kwe Cing menggapai padanya, maka iapun ikut di belakang mereka. Tatkala itu Kwe Hu bersama Bu-si Hengte juga sedang makan di suatu meja makan, semula gadis ini tak kenal lagipada Nyo Ko belakangan sesudah ayah-bundanya mengenali pemuda itu, barulah Kwe Hu ingat pemuda itu bukan lain daripada kawan memainnya, waktu kecil di Tho-hoa-to dahulu. Dasar anak muda yang cepat berubah wajahnya, apalagi sudah sekian tahun berpisah, pula Nyo Ko sengaja menyamar dengan rupa yang sengsara dan bercampur di antara orang banyak, tentu saja Kwe Hu tak mengenalinya. Kini nampak Nyo Ko telah kembali tanpa terasa hatinya terguncang, terkenang olehnya kejadian dahulu di Tho-hoa-to di mana karena urusan jangkrik telah terjadi perkelahian, entah kejadian ini apa masih membuat dendam pemuda itu atau tidak?"   Tetapi bila dilihatnya keadaan Nyo Ko yang begitu rudin, lesu dan kotor, jauh berlainan dengan wajah Bu-si Heng-te yang ganteng dan bersemangat, diam2 timbul juga perasaan kasihannya pada pemuda itu.   "Ayah telah kirim dia belajar silat pada Coan-cin-pay, entah bagaimana dengan hasil pelajarannya dibanding kita?"   Demikian ia bisiki Bu Tun-si "llmu silat Suhu tiada tandingannya di kolong langit ini, pula kepandaian Subo (ibu guru) diperoleh dari ajaran Engkong-luarmu, mana bisa dia dibandingkan dengan kita?"   Tiba2 Bu Siu-bun menyambung pertanyaan si nona sebelum sang kakak menjawab.   "Ya, dasarnya memang juga tidak terpupuk baik, agaknya sukar juga ia hendak mendapat kemajuan,"   Kwe Hu angguk2.   "Tetapi kenapa keadaannya menjadi begitu mengenaskan."   "Para imam itu melotot terus padanya seperti hendak menelannya mentah2, dasar anak she Nyo ini tabiatnya buruk, tentu dia telah melakukan sesuatu onar lagi di sana,"   Demikian kata Siu-bun. Begitulah ketiga orang ini berbicara sendiri, waktu mendengar Kwe Cing mengundang Hek Tay-thong dan lain2 ke kamar baca buat bicara dan bilang Nyo Ko akan diberi hukuman setimpal pula, Kwe Hu menjadi heran dan ketarik.   "Ayo, lekas kita mendahului sembunyi dulu di kamar baca itu untuk mendengarkan apa yang mereka bicarakan,"   Segera gadis ini mengajak. Tetapi Bu Tun-si takut konangan sang Suhu dan didamperat, maka ia tak berani, sebaliknya Bu Siu-bun lantas berteriak akur, malahan ia mendahului bertindak pergi.   "Kau memang selalu tak turut perkataanku,"   Kwe Hu mengomeli Tun-si.   Nampak si nona rada marah, tapi malah menambah kecantikannya yang menggiurkan seketika hati Tun-si memukul keras, ia tak berani membantah lagi terpaksa ikut di belakang Kwe-hu.   Dan baru saja ketiga orang itu sembunyi di belakang rak buku, sementara itu Kwe Cing dan Ui Yong sudah datang dengan membawa Hek Tay-thong, Sun Put-ji, Thio Ci-keng dan In Ci-peng berempat, lalu ambil tempat duduknya sendiri2.   "Ko-ji, kaupun duduk sana!"   Kata Kwe Cing sesudah Nyo Ko ikut masuk "Tidak, aku tak usah,"   Sahut Nyo Ko. sekalipun nyalinva besar, tapi menghadapi enam tokoh dunia persilatan ini, tidak urung hatinya ber-debar2 tak tenteram.   "Anak kecil kenapa kurangajar, berani kau bandel terhadap Suhu,"   Demikian Kwe Cing lantas damperat sambil tarik muka.   "Tidak lekas kau berlutut menjura minta maaf pada Susiokco (kakek guru), Suhu dan Susiok!"   Kwe Cing berhati jujur, ia pandang Nyo Ko seperti anaknya sendiri, pula terhadap Coan-cin-chit-cu biasanya ia sangat menaruh hormat, maka tanpa bertanya ia pikir tentu anak muda yang telah berbuat salah.   Sebenarnya kalau menurut adat istiadat jaman kuno itu, ikatan peraturan antara ayah dan anak atau guru dan murid luar biasa kerasnya, jangankan membantah, sekalipun ayah atau guru menghendaki kematian anak atau murid juga tidak boleh membangkang.   Kini Kwe Cing hanya mendamperat Nyo Ko secara begitu, sesungguhnya boleh dikatakan luar biasa ramahnya, kalau orang lain, tentu sudah menggunakan kata2 "binatang, anak haram"   Dan macam2 lagi atau dibarengi dengan gebukan dan pukulan. Siapa duga, mendadak Ci-keng berdiri.   "Pinto mana berani menjadi guru Nyo-ya? Kwe-tayhiap, hendakkh jangan kau sengaja menyindir,"   Demikian katanya ketawa dingin.   "Coan-cin-kau kami selama ini tidak pernah bersalah terhadap Kwe-tayhiap, kenapa engkau ejek kami di hadapan orang banyak? Nyo-toaya, biarlah imam tua ini menjura padamu dan minta maaf, anggaplah aku yang picik dan tak kenal kaum Enghiong dan orang gagah...."   Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Melihat wajah imam ini berubah begitu rupa, kata2nya juga semakin kasar menandakan betapa gusarnya, Kwe Cing dan Ui Yong menjadi heran sekali.   Mereka pikir kalau murid berbuat sesuatu kesalahan, sang guru mau damperat atau menghajar padanya juga lumrah, tapi kenapa harus berlaku secara begini kasar?"   Ui Yong adalah seorang pintar luar biasa, ia tahu pasti Nyo Ko berbuat sesuatu kesalahan yang luar biasa besarnya, Kini nampak Kwe Cing menjadi bungkam karena serentetan kata2 Ci-keng tadi, mau-tidak-mau ia mewakilkan sang suami membuka suara.   "Thio-suheng hendaklah jangan marah dahulu, cara bagaimanakah bocah ini berbuat salah terhadap sang guru, silakan duduk dan terangkan yang jelas,"   Demikian katanya dengan tenang.   "Aku Thio Ci-keng hanya punya sedikit kepandaian mana aku berani menjadi guru orang? Bukankah akan ditertawai semua orang gagah seluruh jagad hingga copot giginya?"   Teriak Ci-keng tiba-tiba.   Ui Yong mengkerut kening melihat kekasaran orang, ia menjadi rada kurang senang.   Hek Tay-kong dan Sun Put-ji mengetahui duduknya perkara, mereka merasa pantas kalau Ci-keng marah2, tetapi kalau ribut2 secara kasar, sesungguhnya juga bukan corak asli kaum imam yang beribadat.   "Ci-keng."   Kata Sun Put-ji kemudian.   "kau harus terangkan secara baik di hadapan Kwe-tay-hiap dan Ui-pangcu, caramu marah2 dan ribut2 ini, apa macam jadinya ini? Apakah itu menjadi kebiasaan orang berigama seperti kita ini?"   Meski Sun Put-ji adalah wanita, tetapi karena wataknya yang keras, maka angkatan muda sangat segan padanya, maka Ci-keng jadi mengkeret, ia tak berani muring2 lagi sesudah mengia beberapa kali, lalu ia kembali duduk ke tempatnya tadi.   "Lihatlah Ko-ji, begitu hormat gurumu terhadap orang tua, kenapa kau tidak belajar contoh ini?"   Kata Kwe Cing. Kontan sebenarnya Ci-keng hendak menyelak lagi bahwa dirinya bukan guru orang, tetapi demi dipandangnya Sun Put-ji, kata2 yang hendak diucapkan ia telan kembali. Tak tetduga, mendadak Nyo Ko berteriak "Dia bukan guruku!"   Karena teriakan ini, bukan saja Kwe Cing dan Ui Yong kaget, bahkan Kwe Hu dan Bu-si Hengte yang sembunyi di belakang rak buku juga terkejut.   Maklumlah, pada jaman itu, di kalangan Bu-lim terutama, soal guru dan murid diatur dengan tata adat yang sangat keras, seorang guru dapat dipersamakan dengan seorang ayah yang harus di-turut dan dihormati, Siapa tahu kini bukan saja Nyo Ko tak mau mengaku guru, bahkan berani berteriak terang2an pula.   Keruan Kwe Cing sangat gusar, mendadak ia berdiri sambil tuding Nyo Ko dan mendamperat.   "Apa... apa yang... yang kau katakan?"   Dasar Kwe Cing memang tak pandai bicara, juga tak biasa mendamperat orang, maka mukanya menjadi merah padam, amarahnya boleh dikatakan memuncak, jarang sekali Ui Yong melihat suaminya begitu gusar, maka dengan suara halus ia coba menghiburnya.   "Cing-koko, anak ini memang buruk jiwa-nya, perlu apa harus marah2 karenanya ?"   Mula2 tadi sebenarnya Nyo Ko rada takut, tetapi kini seorang Kwe-pepek yang sebenarnya sangat sayang padanya juga marah2 mendamperat padanya, tiba2 pemuda ini menjadi nekat, pikirnya.   "Paling2 mati apa yang perlu kutakuti paling banyak juga boleh kau bunuh aku saja."   Karena pikiran itu, dengan suara lantang segera ia menjawab "Ya, memang jiwaku buruk, namun tidak pernah aku minta belajar ilmu silat padamu, Kalian semua ini adalah tokoh2 Bu-lim yang terkenal, kenapa karus gunakan tipu muslihat untuk menjebak seorang bocah yatim piatu?"   Waktu ia berkata sampai "yatim piatu", saking sedih akan nasib sendiri seketika mata Nyo Ko rada merah basah, tetapi segera ia gigit bibir se-kencang2nya, ia pikir sekalipun hari ini harus mati tidak boleh aku alirkan setengah tetes air matapun.   Di lain pihak Kwe Cing menjadi tambah marah.   "Apa kau bilang?"   Demikian damperatnya pula.   "lsteriku dan gurumu dengan sungguh2 ajarkan ilmu silat padamu, semuanya ini karena mengingat pada persahabatanku dengan mendiang ayahmu, siapa lagi yang bertipu muslihat ? Dan... dan siapa yang menjebak kau?"   Memangnya Kwe Cing tak pandai bicara, dalam keadaan marah, ia menjadi lebih gelagapan. Melihat orang tambah marah, sebaliknya Nyo Ko tambah tenang dan pelahan bicaranya.   "Ya, engkau Kwe-pepek sudah tentu baik terhadapku, hal ini selamanya pasti takkan kulupakan!"   "Dan Kwe-pekbo dengan sendirinya tidak baik terhadapmu jika kau mau dendam untuk selamanya, hal inipun terserah padamu,"   Sela Ui Yong tiba2 dengan sekata demi sekata. Dalam keadaan demikian, Nyo Ko tambah tak gentar lagi, sekali lagi ia berbicara terlebih berani.   "Kwe-pekbo tidak baik terhadapku, tetapi juga tidak jelek terhadapku", demikian katanya Iagi.   "Tetapi kau bilang ajarkan ilmu silat padaku, sebenarnya hanya ajarkan aku membaca, sedang ilmu silat sedikitpun tidak diturunkan. Namun demikian, membaca juga baik, sedikitnya siautit (keponakan) bertambah kenal beberapa huruf. Tetapi, tetapi beberapa imam tua ini..."   Sampai disini mendadak ia tuding Hek Tay-thong dan Thio Ci-keng, lalu dengan gemas ia sambung.   "pada suatu hari, pasti aku akan menuntut balas utang berdarah dan dendam sedalam lautan itu."   "Apa... apa kau bilang?"   Tanya Kwe Cing cepat dan terkejut "lmam she Thio ini katanya adalah guruku, tetapi sedikitpun tidak menurunkan ilmu silat padaku, hal inipun tak menjadi soal, tetapi ia malah suruh imam2 cilik menghajar diriku,"   Tutur Nyo Ko.   "Kwe-pekbo tidak mengajarkan kepandaian padaku, Coan-cin-pay tidak mengajarkan ilmu silat pula padaku, dengan sendirinya tidak bisa lain aku kecuali dihajar sekenyang mereka, Ada lagi, imam she Hek ini, ia lihat seorang nenek2 tua merasa sayang dan kasihan padaku, orangtua itu malah dia pukul hingga mati, Hai, imam busuk she Hek, katakanlah sekarang, semuanya ini benar atau tidak?"   Bila Nyo Ko ingat matinya Sun-popoh tidak lain disebabkan karena membela dirinya, sungguh ia menjadi gemas dan mengertak gigi, ingin sekali ia menubruk maju mengadu Jiwa dengan Hek Tay-thong.   Kong-ling-cu Hek Tay-thong tergolong imam beribadat diantara imam2 Coan-cin-kau, baik agamanya maupun ilmu silatnya sudah dilatihnya sampai tingkat yang sangat tinggi, soalnya hanya karena salah tangan hingga Sun-popoh tewas, hal ini selama beberapa tahun selalu membikin dia merasa tak tenteram dan dianggapnya sebagai suatu perbuatan yang sangat disesalkan selama hidupnya.   Kini mendadak Nyo Ko meng-ungkat2 kejadian itu, keruan seketika mukanya menjadi pucat bagai mayat, peristiwa ngeri dahulu, di mana Sun-popoh muntah darah kena pukulannya itu se-akan2 terbayang di depan matanya.   Karena ia tak membawa senjata, maka tiba2 ia lolos pedang yang tergantung di pinggang Ci-keng.   Semua orang menyangka pedang itu tentu akan ditusukkan pada Nyo Ko, maka dengan cepat Kwe Cing sudah melangkah maju hendak melindungi bocah itu.   Siapa duga mendadak Hek Tay-thong membaliki pedangnya, ia sodorkan garan pedang pada Nyo Ko sambil berkata.   "Ya, memang betul, aku telah salah membunuh orang, bolehlah kau balaskan dendam Sun-popoh dengan pedang ini, pasti aku tidak akan menangkisnya."   Nampak kelakuan Hek Tay-thong ini, semua orang luar biasa terperanjatnya. Karena kuatir betul2 Nyo Ko menerima pedang itu dan melukai orang, lekas2 Kwe Cing berseru .   "Ko-ji, jangan kurangajar."   Tetapi betapa cerdiknya Nyo Ko, ia tahu di hadapan Kwe Cing dan Ui Yong, soal membalas dendam ini tak nanti terlaksana, maka dengan dingin ia lantas menjawab .   "Hm, sudah terang kau tahu Kwe-pepek pasti tak perkenankan aku turut tangan, kau sengaja berlagak gagah sekarang?"   Hek Tay-thong adalah Bu-lim-cianpwe atau angkatan tua dari kalangan persilatan, kini kena didebat oleh kata2 yang begitu menusuk ia menjadi bungkam tak bisa menjawab, pedang yang dia sodorkan menjadi serba salah, diangsurkan terus orang tak terima, ditarik kembali rasanya malu.   Mendadak ia salurkan tenaga dalamnya, maka terdengarlah suara "peletak"   Yang keras, tahu2 pedang itu patah menjadi dua.   "Sudahlah, sudahlah!"   Katanya sambil menghela napas, iapun lempar pedang patah itu ke tanah, habis ini dengan langkah lebar ia bertindak pergi.   Kwe Cing masih bermaksud menahannya, namun orang sudah pergi tanpa menoleh lagi.   Tentu saja Kwe Cing mulai ragu2, ia pandang Nyo Ko lalu pandang lagi pada Sun Put-ji bertiga, pikir agaknya apa yang dikatakan Nyo Ko bukannya bikinan belaka.   "Kenapa para guru dari Coan-cin-kau tak mengajarkan kepandaian padamu ? Lalu selama beberapa tahun ini apa yang kau kerjakan?"   Ia tanya setelah lewat sejenak, lagu suaranya sekarang sudah berubah lunak.   "Waktu Kwe-pepek membawa aku ke Cong-lam-san, beberapa ratus Tosu di sana telah kau pukul pontang-panting tanpa bisa membalas, umpama Ma, Khu, Ong dan 1ain2 Cinjin tidak pikirkan peristiwa ini, apakah imam2 yang lain juga tidak dendam?"   Demikian sahut Nyo Ko.   "Sudah tentu mereka tak berani padamu Kwe-pepek, lalu apa mereka tak bisa melampiaskan dongkol mereka atas diriku? Malahan mereka bisa2 ingin mampuskan aku baru merasa puas, Karena itu mana mereka mau mengajarkan ilmu silat lagi padaku ? Kalau selama ini penghidupan yg kulewatkan adalah gelap tak pernah melihat sinar dan kini masih bisa berjumpa dengan Kwe-pepek, hal ini boleh dikatakan terlalu beruntung sekali."   Begitulah, meski usia Nyo Ko masih muda, tetapi cara bicaranya masih lebih pintar dari pada Thio Ci-keng, hanya beberapa patah kata itu saja, secara enteng ia telah timpahkan semua sebab musabab memberontak keluar dari Coan-cin-kau itu kepada diri Kwe Cing, Dan apa yang dibilang "gelap tak pernah melihat sinar"   Sebenarnya juga tidak membohong, selama itu ia tinggal di dalam kuburan kuno, dengan sendirinya sinar matahari sukar dilihatnya.   Tetapi dalam pendengaran Kwe Cing, rasa kasihannya pada anak muda ini menjadi ber-limpah2.   Di lain pihak Ci-keng melihat Kwe Cing sembilan bagian sudah mau percaya terhadap penuturan Nvo Ko, ia menjadi gugup.   "Kau... kau ngaco belo... Hm Coan-cin-kau kami adalah golongan kesatria sejati, mana... mana bisa..."   Demikian ia coba membela diri dengan suara tak lancar.   Kwe Cing terlalu lurus orangnya, ia anggap apa yang dikatakan Nyo Ko itu tentu benar2 terjadi sebaliknya Ui Yong yang kecerdasannya masih jauh di atas Nyo Ko, hanya melihat air muka pemuda ini saja segera Ui Yong tahu ada udang di balik batu kata2nya itu, ia pikir bocah ini sangat licin, tentu di dalamnya masih ada sesuatu yang tidak benar, Maka segera iapun menjela.   "Jika begitu, jadi sedikit ilmu silatpun kau tak bisa? Lalu selama beberapa tahun ini di Coan-cin-kau tentunya terbuang percuma bukan?"   Demikian sambil berkata, pelahan2 iapun berdiri, mendadak sebelah tangannya menjulur terus meng-gablok ke atas kepala Nyo Ko. Pukulan ini dilontarkan dengan jari tangan tepat mengarah "pek-hwe-hiat"   Di atas ubun2 kepala, sedang telapak tangan menepok "siang-seng-hiat"   Pada batok kepala, kedua Hiat-to ini adalah tempat yang mematikan, asal kena digablok tangan Ui Yong, maka tak perlu sangsikan lagi pasti nyawa Nyo Ko akan melayang tanpa tertolong. Tentu saja Kwe Cing terperanjat ia menjerit.   "Yong-ji!"   Akan tetapi cepat luar biasa Ui Yong mengayun tangannya, tipu pukulan ini adalah satu diantara "lok-eng-cio-hoat"   Ajaran ayahnya, sebelum dilakukan sedikitpun tidak memberi tanda2 dahulu, bergitu bergerak, begitu pula telapak tangannya sudah sampai di tempat sasarannya, Kwe Cing ingin menolong pun tak keburu lagi.   Namun Nyo Ko tidak biarkan dirinya dihantam begitu saja, dengan segera tubuhnya sedikit mendoyong ke belakang bermaksud menghindarkan diri, tetapi betapa hebat kepandaian Ui Yong, sekali ia turun tangan, tidak nanti sasarannya dapat mengelakkan diri, maka dengan segera telapak tangannya sudah berada di atas ubun2 Nyo Ko.   Sungguh bukan buatan kejut Nyo Ko, cepat hendak ditangkisnya pukulan itu, namun mendadak pikirannya tergerak, tangan yang sudah sedikit diangkat tiba2 ia luruskan ke bawah lagi.   Hendaklah diketahui bahwa Kwe Cing berilmu silat maha tinggi, namun pembawaan otaknya puntul, kalau dia menjadi Nyo Ko, tentu sebelum mengerti apa yang harus diperbuatnya lebih dulu tangannya pasti diangkat buat menangkis dulu.   Tetapi lain dengan si Nyo Ko, pemuda ini cerdik luar biasa, otaknya pun bisa bekerja cepat, begitu tangannya hendak mcnangkis, segera terkilas dalam pikirannya.   "Ah, kiranya Kwe-pekbo bermaksud menjajal ilmu silatku, kalau aku menangkis pukulannya, ini berarti aku mengakui kata2ku tadi bohong belaka."   Sungguhpun begitu, namun pukulan yang dilontarkan Ui Yong ini adalah tipu mematikan yang sangat lihay, kalau orang bukan bermaksud menjajal kepandaiannya dan dirinya tidak menangkis.   apakah ini bukan bergurau dengan jiwanya sendiri.   Begitulah dalam sekejapan itu bagaikan tarikan api cepatnya, pikiran Nyo Ko telah bolak-balik berubah beberapa kali, tetapi akhirnya ia tak hiraukan jiwanya lagi dan pukulan itu tak ditangkis-nya, Harus diketahui bahwa dengan kepandaian Nyo Ko sekarang ini, walaupun masih belum bisa memadai Ui Yong, kalau menangkis pukulan itu saja rasanya tidak sulit, tetapi ternyata pemuda ini berani ambil resiko itu, ia luruskan tangan tak bergerak dan menantikan pukulan orang, kalau bukan watak Nyo Ko memang keras kepala serta suka turuti maksud hatinya, sungguh tak nanti dilakukannya.   Dan ternyata memang betul pukulan Ui Yong ini hanya percobaan saja untuk menjajal ilmu silat Nyo Ko, pada waktu telapak tangannya sudah hampir nempel kepala orang, tiba2 ia berhentikan dan tahan pukulannya, ia lihat wajah Nyo Ko rada mengunjuk takut dan bingung, sama sekali tidak angkat tangan buat menangkis, juga tidak mengumpulkan Lwekang untuk melindungi tempat2 yang berbahaya, terang memang sikap seorang yang tak paham ilmu silat sedikitpun.   "Ya, aku tidak ajarkan ilmu silat padamu, itu disebabkan aku ingin kau menjadi orang baik,"   Demikian Ui Yong berkata dengan bersenyum, sambil tarik kembali tangannya.   "Dan para Toya dari Coan-cin-pay rupanya juga berpikir sama dengan aku,"   Habis ini ia balik kembali ke tempat duduknya tadi, dengan suara pelahan ia bisiki Kwe Cing pula.   "Memang betul dia tidak peroleh ajaran ilmu silat dari Coan-cin-pay."   Akan tetapi Ui Yong adalah wanita secerdik kancil, baru selesai ia berkata, mendadak dalam hatinya menjerit.   "Ah, celaka, salah ! salah! Hampir saja aku kena diketahui setan cilik ini,"   Kiranya ia menjadi ingat dahulu waktu Nyo Ko tinggal di Tho-hoa-to, dimana bocah itu pernah tewaskan seorang pengemis anak murid Kay-pang dengan Ha-mo-kang atau ilmu weduk katak, ilmu silatnya pada waktu itu sudah mempunyai dasar yang kuat, sekalipun selama beberapa tahun ini tidak peroleh sesuatu kemajuan, namun dengan pukulannya tadi yang mengarah ubun2 di atas kepala, betapapun juga pasti bocah ini akan menangkisnya.   Katanya dalam hati.   "Ha, kau betul2 setan Cerdik yang luar biasa, kalau tadi kau tangkis pukulanku dengan lagak kelabakan, mungkin aku kena kau kelabuhi, tetapi kini kau pura-pura tak paham sama sekali, hal ini berbalik mencurigakan aku."   Apapun juga memang Ui Yong masih setingkat lebih pintar, untuk bisa menimpali kecerdasannya Nyo Ko harus hidup belasan tahun lagi dan sesudah bertambah pengalamannya.   Begitulah Ui Yong juga tidak mau bongkar rahasia Nyo Ko, ia pikir biar aku lihat sandiwara apa yang hendak kau mainkan.   Karena itu, ia hanya pandang Ci-keng, lalu pandang lagi Nyo Ko, ia bersenyum, tetapi tak berkata.   Ci-keng menjadi murka, ia lihat Ui Yong telah menjajal dengan pukulannya dan sama sekali tak ditangkis Nyo Ko, ia menyangka Ui Yong telah kena diingusi pemuda itu, hal ini berarti lebih menunjukkan pihaknya yang bersalah, maka ia tak tahan lagi, dengan suara keras ia ber-teriak2.   "Anak haram ini banyak tipu muslihatnya kau tak berhasil menjajalnya, Ui-pangcu, biarlah aku yang mencobanya,"   Demikian teriaknya sengit, Lalu ia mendekati Nyo Ko, ia tuding hidung pemuda ini sambil memaki.   "Anak haram, apa benar2 kau tak bisa ilmu silat ? Nah, baiklah, jika kau tak sambut pukulanku ini, maka Toya pun tidak bermurah hati, mau mati atau ingin hidup tergantung kau sendiri"   Ci-keng tahu ilmu silat Nyo Ko kini sudah di atas dirinya, ia pikir asal dirinya mendadak menyerang dengan tipu yang mematikan, dalam keadaan demikian mau-tidak-mau pasti Nyo Ko akan unjuk kepandaian aslinya, tetapi bila masih berlagak pikun, maka sekali pukul biar lenyapkan saja jiwanya, paling banter nanti ribut dengan Kwe Cing suami isteri dan didamperat oleh Suhu dan Kaucu (ketua agama).    Si Angin Puyuh Tangan Kilat Karya Gan Kh Pendekar Bego Karya Can Pengelana Rimba Persilatan Karya Huang Yi

Cari Blog Ini