Kembalinya Pendekar Rajawali 28
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung Bagian 28
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya dari Chin Yung Sampai di sini mendadak Loh Yu-ka berlutut ke hadapan pengemis itu sambil berkata dengan suara gemetar. "Tecu pasti akan lakukan sepenuh tenaga untuk membalas budi kebaikan Lopangcu, asal pekerjaan itu berpaedah bagi perkumpulan kita, sekalipun mati tak gentar." Pengemis tua itu sudah tentu tingkatannya lebih rendah daripada Loh Yu-ka, Pangcu yang baru ini, tetapi ia membawa Hiolo milik Ang Chit-kong, maka Loh Yu-ka berlutut terhadap Hiolo yang menjadi simbolnya Chit-kong dan bukan berlutut kepada pengemis itu. "Ang-lopangcu bilang," Demikian pengemis tua itu melanjutkan lagi. "dalam keadaan negara kacau balau ini, bangsa Mongol lambat laun mulai menjajah ke selatan hendak caplok negeri Song-raya kita, maka diharap semua anggota perkumpulan kita hendaklah berhati setia dan bernyali berani, harus bersumpah akan membunuh musuh dan melawan penjajah dari luar." Serentak anggota2 Kay-pang itu berteriak lagi menyatakan akur, semangat mereka sangat tinggi dan sikap mereka berani. "Pemerintah dalam keadaan kacau, pembesar dorna berkuasa, kalau kita cuma percaya para pembesar busuk itu akan melindungi rakyat, itu sekali-kali tak bisa terlaksana," Demikian pengemis tua itu bicara lagi. "Kini negara dalam bahaya, setiap orang hendaklah berjiwa patriot, sedia korban untuk nusa dan bangsa, Sayang Lopangcu lagi ada sesuatu keperluan ke daerah Utara dan tak bisa datang ke pertemuan ini, maka aku disuruh menganjurkan kalian hendaklah ingat baik2 dua huruf, yakni Tiong Gi". Seketika para pengemis bergemuruh menyambut anjuran itu, be-ramai2 mereka berteriak. "Kami bersumpah menerima petunjuk Ang-lopangcu itu !" Sejak kecil Nyo Ko tak mendapatkan pendidikan, maka ia tak tahu apa arti "Tiong Gi" Atau setia dan berbakti itu betapa besar hubungannya dengan negara, tetapi bila dilihatnya anggota2 Kay-pang itu bersikap gagah berani, tanpa terasa iapun merasakan sesuatu, ia menjadi menyesal tempo hari telah permainkan beberapa anak murid Kay-pang. Mengenai kematian Ang Chit-kong dengan mata kepala sendiri ia saksikan betul2 terjadi malahan dia sendiri yang mengubur jenazah orang, kenapa pengemis tua ini bisa bilang tiga hari yang lalu pernah bertemu dengan dia? jika perintah itu palsu, tetapi perintah ini justru mengenai tugas yang mulia? Begitulah Nyo Ko menjadi curiga dan tak mengerti ia pikir hal ini terpaksa dibicarakan pada Ui Yong nanti. Sehabis itu, lantas diteruskan dengan urusan2 Kay-pang tentang kenaikan pangkat dan lain2 bagi para anggota, dan karena tiada sangkut pautnya dengan orang luar, para tetamu lantas pada undurkan diri. Malamnya, luar maupun dalam Liok-keh-ceng telah dihias dengan lampu2 lampion yang indah seperti orang punya hajat saja, meja2 perjamuan memenuhi seluruh ruangan gedung dari depan sampai belakang, seluruhnya lebih 200 meja, semua kesatria dan orang gagah dari seluruh jagat tampaknya ada separah yang hadir. Hendaklah diketahui bahwa Eng-hiong-yan atau perjamuan kaum kesatria ini dalam beberapa puluh tahun sukar diketemukan barang sekali saja, kalau bukan tuan rumahnya luas bergaul, tidak nanti bisa mengundang tetamu yang begini banyak. Sampai saatnya, Kwe Cing dan Ui Yong keluar mengawani tetamu utama mereka yang berada di ruangan tengah. Tempat Nyo Ko sudah diatur oleh Ui Yong dan duduk di samping mejanya, sebaliknya Kwe Hu dan Bu-si Hengte malah sangat jauh tempat duduknya. Semula Kwe Hu rada heran, ia pikir orang toh tak bisa ilmu silat, untuk apa dia hadiri Eng-hiong-yan ini? Tetapi bila terpikir lagi olehnya, seketika hatinya terkesiap. "Haya, celaka, bukanlah ayah bilang mau menjodohkan aku padanya, jangan2 ibu sudah setuju lengan maksud ayah?" Demikian ia membatin. Sebab itu, makin dipikir Kwe Hu semakin takut, apalagi teringat olehnya betapa hangatnya hubungan mereka ketika ibunya menggandeng tangan Nyo Ko. selamanya ayah-bundanya saling hormat menghormati dan harga-menghargai, kalau ayahnya berkeras dengan maksudnya, pasti ibunya tak bisa memgelak. Karena itu, berulang kali ia melirik si Nyo Ko dengan sorot mata yang penuh marah. KebetuIan waktu itu Bu Siu-Bun bertanya padanya. "Hu-moay, lihat itu bocah she Nyo juga duduk di situ, ia terhitung Enghiong darimana sih?" "Entah," Sahut Kwe Hu mendongkol "Jika kau mampu, boleh kau mengusirnya !" Tadinya Bu-si Hetigte hanya pandang rendah pada Nyo Ko, tetapi sesudah mendengar Kwe Cing bilang hendak jodohkan puterinya padanya, tanpa terasa dalam hati mereka timbul rasa permusuhan hal ini memang bisa terjadi antara saingan rebut pacar, maka tak bisa mengalahkan mereka. Kini mendengar kata2 Kwe Hu tadi, segera Siu-bun berpikir. "Kenapa aku tidak bikin malu dia di hadapan orang banyak ini? Subo adalah seorang yang suka unggul, kalau bocah she Nyo terjungkal di bawah tanganku, pasti ia tak akan mau terima dia sebagai menantunya." Setelah ambil keputusan itu, dengan It-yang-ti yang baru saja ia pelajari dari paman gurunya itu kebetulan bisa digunakan Nyo Ko sebagai kelinci percobaan. Maka segera berkatalah Siu-bun. "la mengaku Enghiong, mengusirnya rasanya susah, adalah lebih baik naikkan dia sekalian supaya dia bisa dikenal orang banyak." Habis berkata, ia menuang dua cawan arak dan segera didekatinya Nyo Ko. "Nyo-toako, marilah kusuguh kau secawan," Demikian ia berkata. Kecerdasan Nyo Ko jauh sekali di atasnya Bu-si Hengte, waktu dilihatnya orang mendekati dirinya dengan mata memandang Kwe Hu, sedang air mukanya mengunjuk rasa senang yang aneh, ia menduga orang pasti akan pakai akal licik ia pikir "Tentu dia tidak bermaksud baik dengan menyuguh arak padaku ini, Tetapi taruh racun di dalam arak rasanya iapun tidak berani." Maka suguhan orang tak ditolaknya, ia berdiri dan terima pemberian itu terus diminum. Siapa duga, pada saat itu juga mendadak Siu-bun ulur jarinya dan menutuk ke pinggangnya, Siu-bun sengaja tutupi pandangan orang lain dengan tubuhnya, ia pikir asal sekali tutuk kena "Jiau-yao-hiat" Tentu Nyo Ko akan ber-teriak2 dan ter-tawa2 tak keruan di hadapan orang banyak. Namun waktu ia mendekati lebih dulu Nyo Ko sudah memperhatikan gerak-geriknya, jangankan Nyo Ko sudah ber-jaga2, sekalipun mendadak musuh membokong, dalam tingkat kepandaian Nyo Ko sekarang juga sukar hendak merobohkannya, jika turuti watak Nyo Ko yang tak mau kalah sedikitpun dengan orang lain, pasti kontan dia batas hantam orang, kalau tidak bikin Siu-bun tersungkur, tentu pula "Jiau-yao-hiat" Ia tutuk balik. Cuma sesudah percakapannya dengan Ui Yong itu, hatinya sedang gembira, maka ia menddak tak enak merobohkan orang di hadapan orang banyak, ia pikir jeIek2" Bu-si Hengte adalah anak murid paman dan bibinya. Sebab itu, diam2 ia hanya jalankan darahnya secara terbalik menurut ilmu ajaran Auwyang Hong. Betul saja, ketika jari Siu-bun ditutukkan, meski Hiat-to yang diarah sangat jitu, tetapi Nyo to anggap seperti tak terjadi apa2 saja. Sekali kena, bukannya Nyo Ko roboh atau tertawa seperti yang diharapkan, bahkan pemuda ini hanya tersenyum terus duduk kembali ke tempatnya tadi. Keruan saja Bu Siu bun ter-heran2. terpaksa iapun kembali kemejanya. "Koko, kenapa ilmu ajaran Supek tidak manjur?" Demikian ia tanya saudaranya dengan suara tertahan. "Apa? Tak manjur?" Sahut Bu Tun-si bingung Lalu Siu-bun menceritakan pengalamannya tadi "Ah, tentu jarimu tak benar atau Hiat-to yang kau arah menceng," Ujar Tun-si. "Menceng? Mana bisa, lihat nih," Bantah Siu-bun. Berbareng ia angkat jarinya terus bergaya menutuk ke pinggang sang kakak, baik gayanya mau pun tenaganya, semuanya tepat dan jitu, sedikitpun tidak salah seperti apa yang diajarkan Supek mereka. "Ha, tadinya aku kira It-yang-ci tentu permainan yang amat lihay, huh agaknya juga tak berguna," Terdengar Kwe Hu mencemoohkan dengan mulut menjengkit. Karena sindiran ini. Tun-si merasa penasaran mendadak ia berdiri dan menuang dua cawan arak, iapun mendekati Nyo Ko. "Nyo-toako, sudah lama kita tak bertemu kini bersua kembali, sungguh harus dibuat girang, maka siaute juga ingin suguh kau secawan," Demikian ia kata. Diam2 Nyo Ko tertawa geli, adiknya sudah ke bentur batu, apa sang kakak juga ingin ketumbuk tembok? Maka iapun tak menolak, dengan sumpit jepit dulu sepotong daging dan tangan yang lain ia sambut arak suguhan orang sambil ucapkan terima kasih. Tun-si lebih kasar lagi dari pada sang adik, tanpa tedeng aling2 lagi mendadak ia ulur tangan kanan dan secepat kilat menjojoh ke pinggang Nyo Ko. Sekali ini Nyo Ko tak perlu jalankan darahnya secara terbalik lagi, dengan tenang saja ia luruskan tangannya yang memegang sumpit itu, ia gunakan potongan daging sampi yang dia cepit tadi sebagai tameng di pinggangnya yang diarah. Saking cepatnya Nyo Ko bertindak, maka sama sekali Tun-si tak berasa, ketika jarinya kena menjojoh, dengan tepat menembus potongan daging sampi itu. "Minum arak dengan jojoh daging sampi paling enak," Kata Nyo Ko tertawa sambil meletakkan sumpitnya. Waktu Tun-si angkat tangannya, ia lihat daging sampi itu masih mencantol di jarinya dengan air kuwah masih menetes, ia menjadi serba salah, dibuang sayang, tak dibuang bikin malu saja, ia pelototi Nyo Ko dengan gemas, lalu cepat2 kembali ke mejanya. Melihat jari orang bertambah sepotong daging, Kwe Hu menjadi heran. "Apakah itu?" Demikian ia tanya. Tentu saja Tun-si merah jengah tak bisa menjawab. Begitulah selagi pemuda ini serba salah kehilangan muka, tiba2 terlihat seorang pengemis tua telah angkat cawan arak sambil berdiri. Nyata pengemis tua ini bukan lain adalah Loh Yu-ka, pangcu baru Kay-pang. "Seperti saudara2 sudah mendengar tadi, Ang-lopangcu telah mengirim perintah bahwa bangsa Mongol semakin nyata akan menjajah ke selatan, maka para saudara diminta berjuang mati2an untuk melawan musuh," Demikian ia angkat bicara sesudah ajak minum para kesatria. "Kini para kesatria dari seluruh jagat hampir semua berkumpul di sini semua orang berhati setia negara, maka kita harus merundingkan suatu daya-upaya untuk mencegah penjajah bangsa asing itu, dan supaya peristiwa Ong-Khong (maksudnya kedua raja Song yang ditawan negeri Kim) tak terulang lagi." Karena beberapa patah kata ini, keadaan hadirin seketika ramai lagi dan sama menyatakan akur. Dalam pada itu terlihat seorang tua dengan jenggot putih perak telah berdiri juga. "Kata pribahasa, ular tanpa kepala tak bisa berjalan, percuma saja kalau kita hanya ber-cita2 tinggi, tetapi tiada seorang pemimpin yang bijaksana, tentu pekerjaan kita akan sia2," Demikian ia kata, suaranya lantang bagai genta. "Kini para kesatria berkumpul di sini, harus kita angkat seorang yang bernama tinggi, seorang gagah yang dihormati semua orang untuk menjadi pemimpin dan kita semua akan mendengar perintahnya." Seketika suara sorak-sorai riuh gemuruh lagi, segera pula ada yang berteriak. "Baiklah, engkau orang tua saja yang menjadi pemimpinnya !" "Ya, tak perlu lagi angkat yang lain !" Sambung yang lain. Tetapi orang tua itu bergelak tertawa. "Haha, aku si tua bangka ini terhitung manusia macam apa?" ,demikian katanya. "Selama ini di kalangan Kangouw mengakui ilmu silat lima tokoh . Tang-sia, Se-tok, Lam-te, Pak-kay, Tiong-sin-thong adalah yang paling tinggi Tiong-sin-thong Ong Tiong-yang sudah lama meninggal Tang-sia dan Se-tok bukan orang golongan kita, sedang Lam-te jauh di negeri Tay-li, dengan sendirinya ketua serikat ini kecuali Pak-kay Ang-locianpwe tiada yang lebih sesuai lagi." Memang Ang Chit-kong adalah jago utara yang tertinggi dan betul2 memenuhi harapan semua orang, maka tepuk tangan segera gemuruh lagi tanpa ada yang berlainan pendapat. "Ya, Ang-locianpwe sudah pasti cocok untuk menjadi Ketua serikat para kesatria ini, kecuali dia, siapa lagi yang bisa taklukkan semua orang dengan ilmu silatnya dan melebihi orang Iain dengan budi pekertinya?" Demikian tiba2 di antara orang banyak itu ada seorang lagi yang berteriak, meski suaranya sangat keras, tetapi waktu pandangan orang diarahkan ke tempat datangnya suara, orangnya ternyata tidak kelihatan. Kitanya orang itu adalah seorang cebol yang sangat pendek hingga tertutup oleh orang di sekitarnya. "Siapakah itu yang bicara ?" Segera ada yang bertanya. Dengan cepat si cebol itu melompat ke atas meja, maka tertampaklah perawakannya yang tingginya tiada satu meter, umurnya dekat setengah abad, sebaliknya wajahnya bercahaya penuh semangat. Sebenarnya banyak yang hendak tertawai si cebol ini, tetapi demi nampak sinar matanya yang tajam, suara tertawa mereka telah tertelan kembali mentah2. "Cuma tindak-tanduk Ang-lopangcu sangat aneh, dalam sepuluh tahun sukar untuk ketemu dia sekali kalau dia orang tua tak di tempat, lalu jabatan Ketua serikat ini harus dipegang siapa?" Demikian si cebol itu berkata pula. Betul juga pikir semua orang. "Scgala apa yang kita perbuat kini seluruhnya adalah untuk membela tanah air, sedikitpun kita tak punya kepentingan pribadi, maka kita harus angkat seorang Ketua muda, supaya kalau Ang-lopangcu tidak ada, kita lantas tunduk pada wakilnya ini." "Bagus, bagus !" Demikian terdengar sorak-sorai lagi dengan ramai. Lalu banyak lagi yang ber-teriak2 mengemukakan calonnya. "Kwe Cing, Kwe-tayhiap saja!" "Paling baik Loh-pangcu !" "Liok-cengcu, tuan rumah ini saja!" "Tidak, sebaiknya Ma-kaucu dari Coan-cin-kau!" "Atau Pangcu dari Thi-cio-pang saja!" Begitulah terdengar seruan yang simpang-siur, Selagi suasana rada kacau, tiba2 dari luar ruangan kelihatan bayangan orang berkelebat, empat tojin telah lari masuk dengan cepat, ternyata mereka adalah Hek Tay-thong, Sun Put-ti, Thio Ci-keng dan In Ci-peng berempat. Melihat mereka sudah pergi dan mendadak kembali lagi, Nyo Ko menjadi heran, sebaliknya Kwe Cing dan Liok Khoan-eng girang luar biasa. Lekas2 mereka meninggalkan meja dan menyambutnya. "Ada musuh hendak mengacau ke sini, kami sengaja datang memberi kabar, hendaklah kalian berlaku waspada dan ber-jaga2," Demikian Hek Tay-thong bisiki Kwe Cing. Kong-ling-cu Hek Tay-thong dalam Coan-cin kau terhitung jagoan kelas terkemuka, di kalangan Kangouw orang yang berilmu silat lebih tinggi dari dia bisa dihitung dengan jari, kini cara mengucapkan berita itu kedengarannya rada gemetar dan kuatir, maka Kwe Cing pikir tentu yang akan datang ini pasti musuh tangguh adanya. "Apa Auwyang Hong?" Demikian Kwe Cing tanya dengan suara rendah. "Bukan, tetapi orang Mongol yang aku sendiri pernah jatuh ditangannya itu," Sahut Hek Tay-thong. "Pangeran Hotu?" Kata Kwe Cing dengan hati lega. Dan sebelum Hek Tay-thong buka suara lagi, mendadak di luar terdengar suara tiupan tanduk yang ber-talu2, menyusul mana diselingi pula oleh suara genta yang ter-putus2 nyaring. "Sambut tetamu agung!" Segera Liok Khoan-eng berteriak. Baru saja berhenti suaranya, tahu2 di depan ruangan pendopo itu sudah berdiri beberapa puluh orang yang beraneka macam lagaknya, ada yang tinggi besar, ada yang pendek kecil. Para kesatria yang hadir ini sebenarnya lagi sorak-sorai dalam pesta pora yang ria, kini mendadak nampak munculnya orang begitu banyak, mereka rada heran, tetapi mereka sangka orang juga hendak menghadiri Eng-hiong-yan ini, setelah melihat tiada kenalan di antara orang2 itu, kemudianpun tak diperhatikan lebih jauh. Berlainan dengan Kwe Cing yang sudah tinggi ilmu silatnya dan tajam penglihatannya, segera ia tahu gelagat tidak sewajarnya. "Jang datang ini terlalu keras, mereka tidak mengandung maksud baik," Demikian ia bisiki sang isteri Ui Yong. Habis itu iapun berbangkit suami isteri mereka bersama Liok Khoan-eng lantas menyambut keluar. Kwe Cing mengenali orang yang bermuka cakap berdandan sebagai putera bangsawan itu adalah Pengeran Hotu dari Mongol, sedang padri yang berjubah merah dan berkopiah emas, mukanya kurus, adalah Ciangkau atau ketua Bit-cong dari Tibet, Darba namanya. Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Kedua orang ini dahulu sudah pernah dijumpainya di Tiong-yang-kiong di Cong-lam-san, meski mereka terhitung jago kelas satu, tetapi ilmu silatnya masih lebih rendah dari pada dirinya, maka tak perlu ditakuti. Cuma di tengah2 kedua orang ini masih berdiri lagi seorang padri Tibet yang juga tinggi kurus dan berjubah merah pula, kepalanya gundul licin berminyak, ubun2 atau mercu kepala tampak dekuk ke dalam. Melihat macamnya orang, Kwe Cing dan Ui Yong telah saling pandang, pernah mereka dengar dari Ui Yok-su yang berbicara tentang ilmu silat aneh kaum Lama sekte Bit-cong di Tibet bahwa kalau sudah terlatih sampai tingkatan yang sangat tinggi, mercu kepala bisa sedikit dekuk ke dalam, kini melihat ubun2 orang ini begitu dalam dekuk-nya, apa mungkin ilmu silatnya sudah sampai tingkatan yang sukar diukur? Tetapi di kalangan Kang-ouw kenapa selama ini hanya terdengar Tang-sia, Se-tok, Lam-te, Pak-kay dan Tiong-sin-thong, sebaliknya tak pernah dengar bahwa di Tibet terdapat seorang jago seperti dia ini? Karena itulah, mereka berdua diam2 berlaku waspada, lalu mereka membungkuk memberi hormat sambil mengucapkan selamat datang dan menyilakan duduk. Segera Liok Khoan-eng memberi tanda perintah, para centeng segera sibuk menyediakan meja baru dan daharan2. Bu-si Hengte sudah biasa membantu bapak dan ibu guru mereka mengurusi pekerjaan rumah tangga, Iebih2 Bu Siu-bun yang serba cepat dan giat, maka kedua saudara Bu segera pimpin para centeng itu mengatur tempat dan sediakan beberapa meja yang terhormat buat tamu agung, mereka pun minta maaf pada tetamu yang duluan supaya suka menggeser sedikit tempat luang. Dalam pada itu, melihat Nyo Ko ikut2 hadir dalam perjamuan ini, dalam pandangan Kwe Hu rasanya kurang senang. "Hm, kau terhitung Eng-hiong macam apa? Meski Enghiong seluruh jagat mati ludas juga tidak bergilir pada dirimu?" Demikian ia membatin. Habis ini ia kedipi Bu Siu-bun sambil mulutnya merot2 ke jurusan Nyo Ko. Maka tahulah Siu-bun maksud si gadis, segera Nyo Ko didekatinya. "Nyo-toako, tempat ini hendaklah digeser sedikit," Demikian ia kata. Habis ini, tanpa menunggu apa Nyo Ko bilang boleh atau tidak, segera ia suruh centeng memindahkan mangkok sumpit si Nyo Ko ke suatu tempat di pojok. Tentu saja hati Nyo Ko terbakar, tetapi iapun tidak bicara, melainkan diam2 ia tertawa dingin. Sementara itu terdengar Pengeran Hotu telah buka suara. "Suhu, ini kuperkenalkan engkau kepada dua Enghiong dari Tionggoan yang namanya gilang-gemilang..." Kwe Cing terkejut, pikirnya. "Oh, kiranya paderi Tibet tinggi kurus ini adalah gurunya." Dalam pada itu dilihatnya paderi Tibet itu sedang manggut2, kedua matanya melek tidak meram tidak, pangeran Hotu lantas menyambung lagi. "dan yang ini adalah Kwe Cing, Kwe-tayhiap yang pernah menjadi Ceng-se-goanswe di negeri Mongol kita, Dan yang ini lagi adalah Ui-pangcu." Ketika mendengar Hotu menyebut "Ceng-se-goanswe" Mendadak paderi itu pentang kedua matanya hingga menyorotkan sinar tajam, ia pandang beberapa saat pada Kwe Cing, habis itu kelopak matanya menurun pula setengah menutup, sebaliknya terhadap Pangcu dari Kay-pang ternyata sama sekali tak diperhatikannya. "lni adalah guruku, orang Tibet menyebutnya Kim-lun Hoat-ong dan oleh Hong-thayhou (ibusuri) negeri MongoI sekarang diangkat dengan gelar Houkok Taysu," Demikian Pangeran Hotu berkata lagi dengan suara lantang, (Houkok Taysu = imam besar pelindung negara) Karena kerasnya suara, seluruh hadirin dengan jelas dapat mendengarnya hingga semua orang merasa heran dan saling pandang, kata mereka dalam hati. "Baru saja kita berunding untuk melawan penjajahan Mongol ke selatan, kenapa mendadak lantas datang seorang Koksu (iman negara) dari Mongol?" Kwe Cing sendiri karena memang kurang cerdas, maka seketika ia menjadi bingung cara bagaimana harus melayani tetamu yang tak diundang ini, tiada jalan lain ia hanya menuang arak dan mengajak minum pada mereka seorang demi seorang sambil mengucapkan selamat datang dan kata2 kagum. Setelah tiga keliling menyuguh arak, tiba2 Pangeran Hotu berdiri, waktu kipas lempitnya ia pentang, tertampaklah pada kipasnya terlukiskan setangkai bunga Bo-tan yang indah sekali. "Kedatangan kami guru dan murid hari ini untuk menghadiri Eng-hiong-yan ini walaupun dilakukan dengan muka tebal karena tidak diundang, tetapi mengingat bisa berkumpul dengan para kesatria begini banyak, terpaksa kamipun tak pikirkan lagi malu atau tidak," Demikian ia bicara. "Perjamuan demikian ini memang susah diadakan, waktunya pun susah dicari, kini kebetulan kesatria dari seluruh jagat berkumpul di sini, menurut pendapatku harus diangkat seorang Beng-cu (ketua serikat) dari para kesatria untuk memimpin Bu-Iim dan menjadi kepala para orang gagah di bumi ini, entah bagaimana pikiran kalian dengan pendapatku ini?" "Usulmu memang tepat," Seru si cebol tadi. "Tadi kami baru saja angkat Ang-lopangcu sebagai Beng-cu dan kini sedang pilih wakil ketuanya, bagaimana pendapat saudara tentang soal ini?" "Ang Chit-kong sudah lama mati, kini pilih setan sebagai Beng-cu, apa kau anggap kami ini setan juga?" Sela Darba tiba2 sambil berdiri Karena kata2nya ini, seketika para kesatria itu menjadi gempar, lebih2 para anggota Kay-pang luar biasa gusarnya, mereka pada ber-teriak2. "Baikiah, jika Ang Chit-kong belum mati, sekarang juga silakan dia tampil ke muka untuk bertemu," Kata Darba pula. Loh Yu-ka tak bisa kuasai dirinya lagi, sambil angkat tinggi2 tongkat bambu "Pak-kau-pang", segera ia berdiri. "Selamanya Ang-pangcu berkelana dengan tiada tentu kediamannya, kau bilang mau bertemu dengan dia, apa kau anggap gampang permintaan mu ini?" Demikian debatnya. "Hm," Tiba2 Darba menjengek "Jangankan mati-hidupnya Ang Chit-kong sekarang sukar diketahui, sekalipun dia berada di sini sekarang juga dengan ilmu silatnya maupun namanya, apa bisa dia memadai Suhuku Kim-Iun Hoat-ong?" Hendaklah dengarkan para kesatria yang hadir ini, Beng-cu pilihan Eng-hiong-yan hari ini, kecuali Kim-lun Hoat-ong tiada orang lain lagi yang bisa menjabatnya." Sampai di sini, para kesatria menjadi tahulah maksud tujuan kedatangan orang2 ini, terang mereka mendapat tahu bahwa Eng-hiong-yan ini bakal mengambil keputusan yang tidak menguntungkan pihak Mongol, maka mereka sengaja datang mengacau dan ikut berebut kedudukan Beng-cu, jika dengan ilmu silatnya Kim-lun Hoat-ong berhasil merebut kedudukan Beng-cu, meski para orang gagah perkasa dari Tionggoan tak takluk pada perintahnya, namun sedikitnya sudah melemahkan kekuatan bangsa Han, dalam perlawanannya terhadap Mongol. Dalam keadaan demikian, seketika mereka sama memandang Ui Yong, mereka kenal kepandaian Ui Yong yang banyak tipu akalnya, mereka pikir walaupun tetamu berpuluh orang ini setinggi langit ilmu silatnya, tetapi menghadapi lawan ribuan orang yang hadir ini, tak peduli satu lawan satu ataupun secara keroyokan, pasti pihak kita tak ikan terkalahkan Maka biarlah dengarkan saja perintah Ui-pangcu serta menurut petunjuknya. Melihat gelagatnya, Ui Yong sendiri sudah tahu utusan ini sukar diselesaikan tanpa menggunakan kekerasan, maka segera iapun mulai bicara. "Para kesatria yang hadir di sini memang sudah angkat Ang-lopangcu sebagai Beng-cu, sebaiknya Taysu (maksudnya Darba) ini mendukung Kim-lun Hoat-ong sebagai calonnya, Kalau Ang-lopangcu ada di sini, sebenarnya bisa saksikan beliau mengukur tenaga dengan Kim-lun Hoat-ong! tetapi beliau justru pergi-datang tiada ketentuan tempatnya, pula tak menyangka bahwa hari ini bakal kedatangan tamu agung hingga tak bisa menunggu di sini sebelumnya, kelak kalau beliau tahu akan kejadian ini, pasti dia akan menyesal tak terhingga. Baiknya di antara Ang-lopangcu maupun Kim-lun Hoat-ong masing2, sudah menurunkan anak murid. Nah, sekarang biarlah murid kedua belah pihak saja yang mewakilkan guru mereka untuk bertanding?" Sebagian besar para kesatria dari Tionggoan ini cukup kenal kepandaiannya Kwe Cing yang maha tinggi, pula umurnya sedang kuat2nya, jago2 tertinggi pada jaman ini agaknya tiada lagi yang bisa menangkan dia, sekalipun Ang Chit-kong sendiri yang datang juga belum pasti bisa lebih kuat dari pada Kwe Cing, kini kalau bertanding dengan murid Kim-lun Hoat-ong, maka kemenangan sudah pasti dalam genggaman sendiri, tidak nanti bakal kalah, maka seketika mereka sama berseru akur, hingga genteng rumah tergetar oleh suara sorak gemuruh mereka. Tetamu yang duduk di ruangan belakang ketika mendapat kabar itu, ber-duyun2 membanjir keluar juga hingga seluruh ruangan pendopo sampai keluar pintu penuh orang. Karena pihaknya kalah suara, maka Kim-lun Hoat-ong menjadi terdesak oleh suasana itu. Pangeran Hotu sendiri sudah pernah saling gebrak dengan Kwe Cing di Tiong-yang-kiong dahulu, ia insaf kepandaiannya masih dibawah orang. Begitu pula silat Suhengnya, Darba, juga sebaya dengan dirinya, tidak peduli siapa diantara mereka yang maju pasti akan dikalahkan Tetapi bila menolak usul Ui Yong itu, kedudukan Beng-cu terang tak bisa lagi direbut. Karena itu, ia menjadi bingung tak berdaya. "Baik, Hotu, kau boleh maju coba bertanding dengan murid Ang Chit-kong," Tiba2 Kim-Iun Hoat-ong berkata. Ternyata paderi yang jauh tinggal di Tibet ini menyangka muridnya, Pangeran Hotu pasti jarang ada tandingannya, paling banyak hanya kalah terhadap Tang-sia, Se-tok dan lain jago angkatan tua saja, sama sekali tak diketahuinya bahwa muridnya itu justru pernah terjungkal di bawah tangannya Kwe Cing. Karena perintah sang guru itu, mau-tak-mau pangeran Hotu mengiakan, namun ia toh belum berdiri. "Suhu," Demikian ia berbisik. "murid Ang Chit-kong itu terlalu hebat, Tecu mungkin sukar mengalahkan dia, jangan2 akan bikin malu nama baik Suhu saja." Karena penuturan ini, Kim-lun Hoat-ong rada kurang senang. "Hm, masakah murid orang itu kau tak bisa mengalahkannya?" Demikian jengeknya. "Lekas maju sana !" Hotu betul2 serba salah, ia jadi menyesal juga, tadinya tidak bilang terus terang pada sang guru tentang pengalamannya dahulu, ia menyangka dengan kepandaian gurunya yang tiada tandingannya di kolong langit, menghadiri perjamuan Eng-hiong-yan, kedudukan Beng-cu pasti akan direbutnya dengan mudah saja, siapa tahu ia sendiri justru disuruh maju melawan Kwe Cing. Begitulah, sedang ia ragu2, tiba2 seorang laki2 gemuk dengan pakaian bangsa Mongol telah mendekatinya dan bisik2 beberapa kata di telinganya, Karena kisikan ini, seketika Hotu menjadi girang, tiba2 ia berdiri, ia pentang kipasnya dan meng-kipas-kipas. "Selama ini kudengar Kay-pang memiliki semacam kepandaian pusaka yang disebut Pak-kau-pang-hoat, bahwa ilmu itu adalah kepandaian paling lihay yang menjadi kebanggaan Ang-Iopangcu," Demikian ia berkata dengan lantang. "Kini Siau-ong (pangeran yang rendah) yang tak becus ini ingin gunakan sebuah kipas untuk mematahkannya. Kalau aku bisa patahkan ilmu pusakanya itu, suatu tanda kemahiran Ang Chit-kong tidak lebih hanya sebegitu saja !" Waktu orang itu kisiki Hotu mula2 Ui Yong, tak memperhatikan, tetapi mendadak orang menyinggung tentang Pak-kau-pang-hoat dan hanya beberapa patah kata saja, Kwe Cing yang ilmu silatnya paling kuat di pihak sendiri segera dikesampingkan, ia menjadi heran siapa yang kemukakan tipu-daya itu. Waktu ia menegas, maka tahulah dia, kiranya laki2 gemuk itu bukan lain adalah Peng- tianglo, satu diantara empat Tianglo atau tertua, dalam Kay-pang. Kini Peng-tianglo memihak Mongol hingga sudah tukar dandanan bangsa Mongol puIa, hanya dia ini saja yang tahu bahwa Pa kau-pang-hoat tidak pernah diturunkan kepada orang Iain kecuali Pangcu dari Kay-pang sendiri, sedangkan Kwe Cing meski tinggi kepandaiannya, Pak-kau-pang-hoat ini ia justru tak paham. Kini Hotu singgung2 Pak-kau-pang-hoat, terang ia menantang terhadap dirinya yang menjadi pangcu lama dan Loh Yu-ka yang menjadi Pangcu baru, Loh Yu-ka belum lengkap mempelajari ilmu permainan pentung itu dan belum dapat dipergunakan menghadapi musuh, dengan sendirinya ia sendirilah yang harus maju. Kwe Cing cukup tahu Pak-kau-pang-hoat sang isteri tiadatandingannya di kolong langit ini, menduga dan yakin pasti bisa kalahkan Hotu, cuma beberapa bulan paling akhir ini semangat sang isteri selalu lesu dan tenaga kurang, kandungannya baru tumbuh, Se-kali2 tak-boleh bergebrak dengan orang. Karena itu, segera ia melangkah maju ke tengah. "Pak-kau-pang-hoat Ang-lopangcu selamanya tak sembarangan digunakan, baiknya kau belajar kenal saja dengan Hang-liong-sip-pat-ciang ajaran beliau ini," Segera ia menantang. Melihat langkah Kwe Cing kuat bertenaga, diam2 Kim-Iun Hoat-ong terkejut, meski matanya kelihatan meram tidak melek tidak "Orang ini memang nyata bukan lawan lemah," Demikian ia membatin. Sementara itu Hotu telah bergelak ketawa. "Haha, di Cong lam-san dahulu Siau-ong sudah pernah berjumpa sekali denganmu, tatkala itu kau mengaku anak murid Ma Giok dan Khu Ju-It, kenapa sekarang memalsukan diri sebagai muridnya Ang Chit-kong lagi?" Tegurnya pada Kwe Cing. Dan sebelum orang menjawab, Hotu mendahului menyambung lagi. "Ya, satu orang angkat beberapa guru juga lumrah Cuma hari ini adalah gilran Kim-lun Hoat-ong bertanding dengan Ang Chit-kong, meski tinggi ilmu silatmu, tapi kau dapat dari beberapa perguruan, rasanya sukar memperlihatkan ilmu kepandaian sejati dari Ang-lopangcu." Demikian debatnya panjang lebar dan beralasan juga, dasar Kwe Cing memang tak pandai bicara, ia menjadi Iebih tergagap tak bisa menjawab, sebaliknya para kesatria lain seketika menjadi ramai sambil ber-teriak2. "Kalau berani, hayo, bertanding saja dengan Kwe-tayhiap! Kalau tak berani boleh lekas kempit ekor dan enyah dari sini!" "Kwe-tayhiap adalah anak murid lurus Ang-lopangcu, kalau dia tak bisa mewakilkan gurunya siapa lagi yang cocok mewakili ?" "Kau boleh coba rasakan enak tidaknya Hangliong-sip-pat-ciang, habis itu baru kau cicipi lagi Pak-kau-pang-hoat juga belum terlambat!" Begitulah teriakan mereka yang simpang-siur. Namun pangeran Mongol itu tiba2 tertawa mengadah, waktu ia tertawa diam2 ia kerahkan tenaga dalamnya hingga suara "hahaha" Yang kera2 lantang bikin genting rumah se-akan2 tergetar dan suara ribut para kesatria itu sama terdesak tenggelam. Tentu saja semut orang sangat terkejut sungguh mereka tidak nyana dengan umur semuda orang dan berdandan sebagai bangsawan, ternyata memiliki Lwekang begini lihay. Karena itu seketika mereka bungkam dan tenang kembali. "Suhu, agaknya kita telah kecewaan orang." Kata Hotu tiba2 pada Kim-lun Hoat-ong. "Tadinya "kita menyangka hari ini benar2 diadakan Eng-hiong-yan, maka tanpa kenal capek datang dari jauh untuk ikut serta, siapa tahu yang ada di sini tidak lebih hanya manusia2 yang tamak hidup dan takut mati. Lebih baik kita lekas pergi saja, kalau sial sampai menjadi Beng-cu manusia ini kelak diketahui oleh orang2 gagah di seluruh jagad dan mentertawai kau sudi menjadi pemimpin kawanan "kantong nasi" Ini, bukankah cuma bikin noda nama baik engkau saja?" Semua orang tahu Hotu sengaja memancing agar Ui Yong mau tampil ke muka sendiri, cuma kata2nya yang terlalu menghina itu membikin semua orang sangat marah. Tanpa pikir lagi, sekali geraki pentungnya, segera Loh Yu-ka melangkah maju. "Cayhe adalah Pangcu bara dari Kay-pang, Loh Yu-ka," Demikian ia perkenalkan diri. "Pak-kau-pang-hoat belum ada 1/10 bagian yang kupahami maka sesungguhnya belum mampu untuk di pergunakan Tetapi kau berkeras ingin cicipi rasanya pentung, baiklah, biar kupentung kau beberapa kali." Sebenarnya ilmu silat Loh Yu-ka sangat bagus, tetapi Pak-kau-pang-hoat atau ilmu pentung pemukul anjing biar lengkap dipelajarinya, namun tidaknya sudah menambah tidak sedikit kekuatannya," Kini dilihatnya umur Hotu baru 30-an tahun, ia menduga orang sekalipun mendapatkan ajaran guru kosen, belum tentu latihannya sudah cukup ulet, ditambah iapun tahu kesehatan Ui Yong terganggu, tidak peduli kalah atau menang, tidak nanti Ui Yong disuruh maju untuk menghadapi bahaya itu. Di lain pihak Hotu hanya berharap tidak bergebrak dengan Kwe Cing, orang lain boleh dikatakan tiada yang dia takuti karena itu, segera ia sambut baik majunya Loh Yu-ka. "Selamat, selamat, Loh-pangcu," Demikian ia pun memberi hormat. Sementara itu centeng Liok-keh-ceng sudah menyingkirkan meja2 hingga merupakan suatu kalangan pertandingan di tengah, mereka menambahi lilin pula hingga keadaan terang benderang bagai siang hari. "Silakanlah !" Seru Hotu segera. Berbareng itu tiba2 kipasnya mengebas, seketika angin kipasnya menyamber ke muka Loh Yu-ka, di antara angin kipasnya ternyata, membawa bau wangi. Kuatir kalau angin itu membawa hawa beracun, lekas2 Loh Yu-ka mengegos. Namun Hotu cepat luar biasa, mendadak kipasnya dilempit kembali hingga berwujud sebatang potlot peranti Tiam-hiat yang panjangnya 7-8 dim, terus ditutukannya ke iga lawan. Tetapi tutukan ini ternyata tak dihiraukan Loh Yu-ka, sebaliknya ia angkat pentung bambunya terus menyabet kaki orang. Pak-kau-pang-hoat ini memang bagus luar biasa, arah yang dituju juga sama sekali tak bisa diduga orang, maka ketika pangeran Hotu melompat enteng hendak berkelit, tak terduga pentung bambu itu mendadak memutar balik secepat kilat hingga betisnya kena tersabet, ia ter-huyung2 dan lekas2 melompat mundur, dengan begitu baru ia bisa berdiri tegak lagi. Senang sekali para kesatria melihat Loh Yu-ka berhasil hajar orang. "Ha, anjingnya kena gebuk, tuh !" "Nah, biar kau rasakan enaknya Pak-kau-pang-hoat !" Begitulah mereka bersorak memberi semangat pada Loh Yu-ka. Di lain pihak Hotu menjadi merah jengah karena kekalahan itu, ketika dengan enteng ia membalik tubuh, cepat sekali ia balas hantam orang dengan tangan kirinya. Namun tahu2 Loh Yu-ka telah menendang habis itu pentungnya menyamber kian kemari dengan perubahan2 yang sukar ditangkap. "Nyata Pak-kau-pang-hoat memang bukan omong kosong belaka !" Diam2 Hotu terperanjat oleh ilmu permainan pentung itu. Maka tak berani lagi ia pandang rendah lawannya, ia kumpulkan seluruh semangat dan tempur orang sungguh2. Betapapun juga memang belum masak betul Loh Yu-ka mempelajari ilmu permainan pentung itu, beberapa kali dengan gampang saja sebenarnya ia bisa jungkalkan lawan, tetapi karena kalah ulat hingga serangannva gagal di tengah jalan. Menyaksikan itu, diam2 Ui Yong dan Kwe Cing meraba sayang, Sesudah belasan jurus lagi, lambat laun kelemahan Loh Yu-ka menjadi tertampak lebih terang, Meski Nyo Ko duduk di pojok ruangan itu, tapi setiap gerak tipu orang dapat dilihatnya semua. Kini nampak keadaan toh Yu-ka itu, diam2 ia ikut kuatir, Untung pangeran Hotu kena dihajat betisnya pada permulaan ia menjadi jeri terhadap, Pak-kau-pang-hoat yang aneh ini, maka tak berani ia terlalu mendesak kalau tidak, sejak tadi Loh Yu-ka tentu sudah dirobohkan. Melihat gelagatnya makin jelek, Ui Yong menjadi kuatir, selagi ia hendak teriaki Loh Yu-ka undurkan diri mendadak Loh Yu-ka menggunakan suatu tipu yang disebut "sia-ta-kau-pwe" "atau menggebuk punggung anjing dari samping, begitu pentung bambu berkelebat, dengan sengit ia hantam dan tepat kena pipi kiri Hotu. Tentu saja pangeran Mongol itu malu tercampur sakit, tanpa pikir ia pegang pentung orang, menyusul mana sebelah tangannya terus menghantam, maka terdengarlah suara "bluk" Yang keras, tepat dada Loh Yu-ka kena dipukul sekali. Habis itu, sebelah kaki Hotu menyerampang pula, segera terdengar lagi suara "krak", nyata tulang kaki Loh-Yu-ka telah patah, darah segar menyembur pula dari mulutnya, orangnya terus terguling roboh. Dua anak murid Kay-pang berkantong delapan lekas2 menubruk maju untuk membangunkan Pangcu mereka. Melihat cara turun tangan Hotu begitu keji, semua orang merasa gusar sekali. Sementara itu dengan memegang pentung bambu hijau mengkilap yang baru dapat merampas itu, Pangeran Hotu tampak ber-seri2 saking senangnya. Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Ha, Pak-kau-pang-hoat yang menjadi pusaka kebanggaan Kay-pang ternyata tidak lebih hanya begini saja," Demikian ia menyindir. Karena maksudnya ingin hina perkumpulan kaum jembel pembela keadilan ini, segera ia pegang kedua ujung tongkat bambu itu, segera penting bambu itu hendak ditekuk patah di hadapan orang banyak Tak ia duga, se-konyong2 pandangannya menjadi silau, tahu2 seorang wanita muda lemah lembut telah berdiri di hadapannya. "Nanti dulu !" Terdengar wanita itu berseru. Nyata, ia bukan lain daripada Ui Yong adanya. Nampak gerak tubuh orang begitu cepat. Hotu kaget. "Kau..." Demikian baru ia buka mulut mendadak Ui Yong ulur tangannya dan kedua matanya hendak dicoloknya. Lekas Hotu menangkis, karena itu dengan enteng pentung bambu itu telah berpindah tangan direbut kembali Ui Yong. Tipu gerakan yang dipakai Ui Yong ini disebut "Kau-go-toat-theng" Atau merebut tongkat dari mulut anjing, termasuk satu di antara tipu Pak-kau-pang-hoat yang paling lihay, tipu ini bisa berubah tanpa bisa diraba sebelumnya hingga betapa hebat lawannya pasti tak dapat hindarkan diri. Begitulah, diiringi suara sorak sorai para kesatria, kemudian Ui Yong kembali ke tempatnya semula dan taruh tongkat bambu di sampingnya, Hotu yang ditinggalkan sendirian terpaku di tengah kalangan dengan rasa kikuk dan serba salah. Sungguh, meski ilmu silatnya sudah terhitung-tingkat tertinggi, tetapi dengan cara bagaimana sebenarnya Ui Yong dapat merebut pentung bambu dari tangannya, hal ini bikin dia tetap bingung, ia pikir apakah wanita ini bisa ilmu sihir. Dalam pada itu suara orang menyindir mencemoohkan yang riuh ramai, wajah gurunya lama kelamaan pun bersungut, sungguh gusar Hotu sukar dikatakan. Tetapi iapun seorang sangat cerdik, dengan suara keras segera ia berseru. "Ui-pangcu, tongkat-mu itu sudah kukembalikan, sekarang silakan maju lagi buat coba-coba." Dengan kata2nya ini, betul saja ada orang menyangka tadi bukannya Ui Yong yang merebut, tetapi Hotu yang kembalikan tongkat bambu itu untuk minta bertanding secara teratur. Hanya beberapa orang yang sangat tinggi kepandaiannya yang dapat melihat sebenarnya Ui Yong telah merebut pentung itu dengan ilmu silat yang maha tinggi. ------------ Gambar --------------Sementara Kwe Cing dan lain2 berunding jago2 mana yang akan mereka ajukan dalam pertandingan tiga babak, di sana Bu-si Hengte sudah lolos pedang melabrak pangeran Hotu. ------------------------------------Di samping sana Kwe Hu menjadi dongkol mendengar kata2 Hotu itu, selamanya belum pernah gadis ini melihat seorang berani berlaku kurangajar terhadap ibunya, maka tanpa pikir, dengan cepat pedangnya telah dilolosnya. "Hu-moay, biar aku gantikan kau maju," Kata Siu-bun tiba-tiba. Tun-si juga berpikir sama, tanpa janji kedua saudara Bu itu telah melompat ke tengah berbareng. "lbu guruku adalah orang terhormat," Demikian kata yang satu, lalu yang lain menyambung. "mana sudi dia bergebrak dengan manusia liar seperti kau ini ?" Dan yang duluan segera sambung lagi. "Kau boleh coba dulu ilmu kepandaian Siauya (tuan muda) ini!" Melihat umur kedua saudara Bu ini meski muda, tetapi gerak-geriknya tangkas dan kuat, tampaknya pernah mendapat ajaran guru pandai, diam-diam Hotu berpikir. "Kedatangan kami hari ini memang bertujuan pamer kepandaian untuk jatuhkan nama jago silat bangsa Han, kalau bisa bertarung beberapa babak adalah lebih baik. Cuma mereka berjumlah lebih banyak, kalau terjadi keroyokan pasti sukar untuk menang." Karena pikiran itu, segera iapun berkatalah. "Para Enghiong yang hadir, kedua anak bawang ini ingin bertanding dengan aku, jika Siau-ong terima tantangannya, mungkin orang akan bilang aku orang tua akali anak kecil, tetapi bila tak bertanding, rasanya seperti jeri terhadap dua bocah saja, baiknya begini saja, kita janji dulu bertanding tiga babak, pihak mana bisa menangkan dua babak, itu berarti menang dan memperoleh kedudukan Beng-cu. pertandingan Siau-ong tadi dengan Loh-pangcu boleh tak usah dihitung, sekarang juga kita mulai pertandingan yang baru, bagaimana pendapat kalian dengan usulku ini ?" Beberapa kata2 itu diucapkan dengan mengagulkan kedudukannya dan menonjolkan pihaknya yang suka mengalah. Maka Kwe Cing dan Ui Yong lantas bisik2 berunding dengan para tetamunya, mereka mengusulkan Kwe Cing, Hek Tay-thong dan si Su-seng, sastrawan murid It-teng Taysu itu sebagai tiga jago mereka, si Su-seng maju dalam babak pertama melawan Hotu, Hek Tay-thong babak kedua menempur Darba dan Kwe Cing terakhir menandingi Kim-lun Hoat-ong. Dengan barisan jago mereka ini apa pasti menang atau tidak, sesungguhnya merekapun belum yakin, jika ilmu silat Kim-lun Hoat-ong benar2 tinggi luar biasa hingga Kwe Cing tak mampu menandingi boleh jadi tiga babak akan kalah semua, hal ini benar2 suatu kekalahan yang mengenaskan." Karena itu semua orang menjadi ragu2 tak berani ambil keputusan. "Aku ada suatu akal dan pasti akan menang." Tiba2 Ui Yong berkata. Girang sekali Kwe Cing, selagi ia mau tanya, tiba2 didengarnya angin senjata sudah samber menyamber, ia lihat Bu-si Hengte dengan pedang mereka sudah mulai menempur Hotu dengan serunya. Kwe Cing, Ui Yong dan si Su-seng murid It-teng Taysu merasa kuatir atas keselamatan murid mereka, mau-tak-mau mereka mengikuti pertandingan seru itu dengan penuh perhatian. Kiranya setelah mendengar Hotu menghina mereka sebagai bocah vang masih ingusan, Bn-si Hengte menjadi tidak kepalang murkanya, lebih2 karena kata2 itu diucapkan di hadapan "si dia", bukankah hal itu membikin mereka sangat malu? Maka tanpa pikir lagi segera mereka lolos pedang terus merangsang maju. Nyata mereka sangka ilmu silat Hotu tidak seberapa lihaynya, buktinya dengan gampang saja ibu gurunya telah dapat merebut tongkat bambu dari tangannya, mereka pikir meski Loh Yu-ka kena dikalahkan olehnya, hal ini mungkin ilmu silat Loh Yu-ka yang tak berguna, mereka juga mengunggulkan sudah mendapatkan pelajaran silat dari Kwe Cing, seorang diri mungkin bukan tandingannya, tetapi kalau dua orang maju bersama, se-kali2 tidak terkalahkan. Siapa tahu, baru beberapa jurus saja, kedua pedang mereka sudah terkurung oleh kipasnya Hotu hingga tak bisa berkutik Hotu sengaja pamerkan kepandaiannya di depan orang banyak ia tunggu waktu Bu Siu-bun menusuk, tiba2 jari telunjuk kirinya menahan batang pedang orang ke atas, berbareng itu kipasnya mendadak diayun dari samping dan menghantam pedang orang, maka terdengarlah suara nyaring sekali, tahu2 pedang panjang itu patah menjadi dua. Kaget sekali Bu-si Hengte, lekas2 Siu-bun melompat pergi, sebaliknya Tun-si kuatir adiknya di lukai, dari belakang segera ia tusuk punggung orang untuk memaksa musuh tak sempat mengejar Diluar dugaannya, tipu serangannya ini sudah diperhitungkan Motu sebelumnya, tanpa berpaling sedikitpun, kipas lempitnya tahu2 diputar ke belakang, dengan tepat sekali pedang Tun-si kena terkacip, berbareng itupun Hotu puntir dengan jarinya. Kalau Tun-si memutar mengikuti puntiran kipas Hotu maka tulang pundaknya sudah pasti akan keseleo, Karena itu terpaksa ia lepaskan pedang dan melompat ke belakang, Maka tertampak-lah pedangnya mencelat ke udara sembari mengeluarkan sinar yang gemilapan untuk kemudian baru jatuh kembali. Terkejut sekali Bu-si Hengte tercampur gusar, Tun-si siapkan telapak tangan kiri di depan dan pasang kuda2 gaya Hang-liong-sip ciang, sebaliknya Siu-bun meluruskan tangan kanan ke bawah dengan jari telunjuk menjengkit sedikit, ia menunggu bila musuh berani merangsang maju segera akan dilayaninya dengan It-yang-ci. Melihat kuda2 kedua pemuda yang kukuh, agaknya Hotu tak berani juga memandang ringan ia pikir kemenangannya sudah cukup, lebih baik disudahi saja untuk menjaga segala kemungkinan. Hendaklah diketahui bahwa Hang-liong-sip-pat-ciang (18 jurus ilmu pukulan penakluk naga) ajaran Ang Chit-kong dan It-yang-ci (ilmu jari betara surya) ajaran It-teng Taysu yang berjuluk Lam-tie atau raja dari selatan itu, kedua ilmu itu terhitung ilmu kelas wahid dalam dunia silat, meski latihan Bu-si Hengte masih cetek, tetapi kuda2 yang mereka pasang sudah begitu kuat untuk orang biasa mungkin tak mengetahui di mana letak kelihayannya, tetapi bagi Hotu tergolong ahli, diinsafinya tidak mudah untuk mengalahkannya. "Hahaha," Demikian ia bergelak ketawa. "kalian berdua silakan kembali saja, kita hanya tentukan unggul dan asor sampai di sini, tetapi tidak perlu adu jiwa !" Nyata lagu suaranya sudah banyak lebih halus daripada tadi. Bu-si Hengte juga insaf bila menempur orang dengan tangan kosong, kekalahan mereka pasti akan lebih menyedihkan, maka dengan muka merah terpaksa mereka undurkan diri dengan lesu, mereka menyingkir ke samping, tetapi tidak berdiri di se-keliling Kwe Hu lagi. "Bu-keh Koko, mari kita bertiga tempur dia lagi," Mendadak Kwe Hu berteriak sambil mendekat mereka. Semua orang jadi ketarik oleh teriakan si gadis, sedang Kwe Hu dengan cepat sudah lolos pedangnya. "Hu-ji, jangan sembrono !" Lekas2 Kwe Cing membentak. Memang Kwe Hu paling takut pada sang ayah, terpaksa ia mundur kembali sambil pelototi Hotu dengan marah. Melihat rupa si gadis yang cantik molek, dengan tersenyum Hotu memanggut. Tetapi sekali lagi Kwe Hu pelototi orang, habis ini ia berpaling dan tak menggubrismu. Tadinya Bu-si Hengte kuatir ditertawai Kwe Hu karena kekalahan mereka, kini melihat si gadis membela mereka dengan sesungguh hati, suatu tanda hati si gadis menaruh simpatik juga pada mereka, tentu saja mereka sangat terhibur. "Pertandingan tadi dengan sendirinya tak terhitung juga," Sementara Hotu membuka suara lagi sambil pentang kipasnya. "Kwe-tayhiap, pihak kami adalah guruku, suhengku dan Cayhe sendiri bertiga ilmu silatku paling rendah, maka babak pertama juga aku yang maju dahulu, dari pihakmu siapakah yang sudi turun kalangan memberi petunjuk sedikit padaku? Cuma harus diingat, siapa yang bakal menang atau kalah, sekarang bukan main2 lagi." Karena tadi mendengar Ui Yong bilang "ada akal" Yang pasti akan menang, Kwe Cing yakin sang isteri yang pintar cerdik dan banyak akal, walau pun benar, diketahui apa tipu daya yang hendak di aturnya, namun dalam hati ia sudah tak takluk. "Baik," Segera iapun menjawab tantangan-orang. "kita lantas tentukan unggul dan asor dalam tiga babak, pihak mana yang kalah, selanjutnya harus tunduk pada perintah Beng-cu, se-kali2 tak boleh menolak." Hotu tahu ilmu silat yang paling tinggi di pihak lawan adalah Kwe Cing, tetapi gurunya yakin bisa menangkannya. Ada lagi Ui Yong, mesl tadi gunakan tipu aneh merebut tongkat dari tangannya, tetapi melihat gaya orang yang lemah lembut, kalau betul2 saling gebrak, belum tentu akan begitu lihay, sedang yang lain2 sama sekali tak terpikir olehnya. "Baiklah, apa para hadirin yang lam ada usul pula, silakan berkata lekas," Begitulah ia menanya sembari matanya memandang sekeliling ruangan "Dan nanti kalau unggul atau asor sudah diputuskan, hendaklah kalian juga tunduk pada perintah Beng-cu." Sebenarnya banyak kesatria2 yang hendak menjawab tantangannya, tetapi menyaksikan Loh Yu-ka dan Bu-si Hengte dikalahkan dia secara gampang saja, agaknya kepandaiannya juga belum dikeluarkan semua hingga tak diketahui masih berapa banyak ilmu silatnya yang tersimpan, maka seorangpun segan buka mulut, mereka hanya memandang Kwe Cing dan Ui Yong dan pasrah saja kepada suami isteri ini. "Kau bilang mau maju pada bahak pertama, lalu suhengmu babak kedua dan akhirnya gurumu babak ketiga, apakah acara ini sudah pasti dan tak digeser lagi bukan?" Tiba2 Ui Yong menanya. "Ya, betul." Sahut Hotu. "Kemenangan pasti berada pada kita sudah," Kata Ui Yong, tetapi bukan kepada Hotu melainkan membisiki orang2 yang berada disampingnya. "Tipu akal apakah yang kau atur?" Tanya Kwe Cing bingung. "Jangan kuatir," Sahut Ui Yong pelahan. "Kita pasang kuda rendahan untuk menandingi kuda bagus mereka..." Berkata sampai disini, tiba2 Ui Yong pandang si Su-seng dari Tay-li, karena itu, dengan tersenyum Su-seng itu menyambung dengan pelahan. "dengan kuda bagus kita menandingi kuda tengahannya dan dengan kuda tengahan kita menandingi kuda jeleknya. jika tiga babak berakhir maka tanpa susah2 Dian Ki- mendapatkan hadiah seribu emas dari raja." Kwe Cing tak pandai dalam hal kesusastraan, ia menjadi bingung entah apa yang mereka maksudkan. Melihat sang suami masih belum paham, segera Ui Yong membisikinya. "Cing-koko, kau pandai dalam ilmu militer, kenapa kau melupakan tipu akal bagus dari kakek-moyang ilmu militer Sun-cu?" Karena peringatan ini barulah Kwe Cing ingat pada kitab militer yang dahulu pernah dibacanya, dimana Ui Yong pernah ceritakan suatu kisah padanya bahwa di jaman Cian-kok, panglima dari negeri Ce, Dian Ki, berlomba kuda dengan raja Ce sendiri dengan taruhan seribu tail emas. Untuk ini Sun-cu telah ajarkan suatu akal yang pasti menang pada Dian Ki, yakni gunakan kuda paling jelek buat lawan kuda terpilih raja Ce, sebaliknya gunakan kuda pilihan sendiri untuk melawan kuda terjelek lawan dan kuda cukupan buat menandingi kuda jelek sang raja, dengan demikian hasilnya yalah menang 2 kalah l, maka hadiah 1000 tahil emas telah digondol Dian Ki. Kini maksud Ui Yong juga mencontoh siasat Sun-cu itu. "Cu-suheng, dengan ilmu kepandaianmu It-yang-ci, untuk mengalahkan pangeran Mongol ini tentunya tidak sulit," Demikian kata Ui Yong. Su-seng dari negeri Tay-li itu she Cu bernama Cu-liu, dahulu ilmu sastranya menjagoi negerinya dan terpilih sebagai Conggoan (suatu gelar kebesaran dlm ujian kestssasteraan tertinggi di hadapan raja dan pernah juga menjabat sebagai Caysiang (perdana menteri negeri Tayli daerah Hunlam), dengan sendirinya kepintarannya dan kecerdasannya melebihi orang biasa. Waktu mula2 ia masuk perguruan It-teng Taysu (yang tadinya adalah Sri Bagindanya), diantara empat saudara seperguruan ber-turut2" Direbut "Hi-Jiau-Keng-Tok" Atau si Nelayan, si Tukang Kayu, si Petani dan si Sastrawam jadi ilmu silatnya terhitung paling rendah. Akan tetapi sepuluh tahun kemudian ia sudah menanjak sebagai orang kedua diantara empat saudara perguruan itu, Dan kini, ilmu silatnya malah sudah jauh di atas sesama saudara seperguruan yang lain. Lebih2 ilmu It-yang-ci boleh dikatakan sudah mewariskan seluruh kemahiran It-teng Taysu, Diambil secara rata2 ilmu silatnya meski belum setingkat dengan Kwe Cing, tetapi sudah jauh melebihi jago segolongan Ong Ju-it, Hek Tay-thong, Loh Yu-ka dan lain2. Begitulah, maka demi mendengar kata2 sang isteri, Kwe Cing yang selamanya berpikir sederhana dan bicara terus terang, segera ia menyambung ucapan Ui Yong tadi. "Ya, Cu-suheng pasti bisa menangkan orang Mongol ini, akupun dapat mengalahkan padri Tibet Darba itu, tetapi Hek-susiok yang harus melawan Kim-lun Hoat-ong, inilah yang terlalu berbahaya, meski kalah-menang tidak banyak hubungannya lagi dengan keadaan seluruhnya, tetapi dikuatirkan musuh terlalu keji hingga Hek-susiok sukar melawannya." Namun Hek Tay-thung adalah seorang berjiwa besar, ia tahu pertandingan ini berhubungan dengan soal nasib negara, berbeda sama sekali dari pada perebutan nama dan keuntungan diri sendiri seperiti umumnya terjadi di kalangan Bu-lim, kalau pertandingan ini sampai dimenangkan imam negara MongoI, hal ini bukan saja dunia persilatan bangsa Han kehilangan muka, bahkan susah juga untuk bersatu padu buat melawan musuh dan membela nasib negara. Karena itu, dengan keras segera iapun berkata. "Soal diriku tak perlu dikuatirkan, asal bermanfaat bagi negara. sekalipun aku harus mati di tangan musuh tidaklah menjadikan pikiranku." "Soal itu jangan kuatir," Kata Ui Yong. "Bila dalam pertandingan tiga babak kita sudah menangkan dua babak, maka babak ketiga dengan sendirinya tak perlu dilangsungkan lagi." Kwe Cing menjadi girang oleh penjelasan ini, berulang kali ia menyatakan benar. "Jika begitu tugas Cayhe nyata tidak ringan kalau tidak bisa menangkan pangeran Mongol itu tentu bakal dicaci maki oleh kesatria seluruh jagat buat selamanya," Kata Cu Cu-liu dengan tertawa. "Jangan kau merendah diri, silakan majulah," Ujar Ui Yong. Lalu Cu Cu-liu majulah ke tengah, ia kiong-chiu memberi salam kepada Hotu lebih dulu. "Babak pertama, biarlah aku yang belajar kenal dengan Tianhe (Putera Pengeran)" Demikian ia berkata. "Aku she Cu bernama Cu-iiu. asal orang Kimbeng, Hunlam, murid It-teng Taysu, hidupku paling suka bersyair dan membaca, maka soal ilmu silat banyak yang- terlantar, hal ini hendaklah Tianhe suka banyak memberi petunjuk." Habis berkata, ia membungkuk memberi hormat pula, lalu dari bajunya ia keluarkan sebatang pit, ia menggores2 beberapa kali di udara, lagaknya tepat sekali sebagai seorang terpelajar. "Semakin aneh orangnya, semakin tinggi kepandaiannya. agaknya tidak boleh pandang enteng padanya," Demikian pikir Hotu. Karena itu, iapun balas memberi hormat dan membuka suara. "Siau-ong minta belajar sedikit pada Cianpwe, silakan keluarkan senjata saja !" "Mongol adalah negeri yang masih biadab dan belum mendapat ajaran Nabi, kalau Tiante minta belajar, sudah tentu akan kuberi petunjuk seperlunya," Sahut Cu-liu. Mendongkol sekali hati Hotu oleh kata2 orang yang menghina negerinya. "Baiklah, dan ini adalah senjataku, kau memakai golok atau pedang ?" Tantangnya segera sembari kebas-kebas kipasnya. Cu-liu tidak lantas menjawab, ia angkat dulu pit-nya dan menulis di udara satu huruf "pit", lalu dengan tertawa ia menyahut. "Selama hidupku selalu berdampingan dengan batang pit, senjata apa yang bisa kugunakan?" Waktu Hotu menegasi, ia lihat alat tulis orang memang benar2 sebatang pit yang terbuat dari garan bambu dengan ujung bulu kambing, pada bagian ujung bulu masih berlepotan tinta bak pula, sama sekali berlainan dengan Boan-koan-pit atau potlot jaksa yang terbikin dari baja yang biasa digunakan untuk Tiam-hiat oleh jago silat Dan karena merasa heran, selagi ia hendak menanya, mendadak matanya terbeliak, tahu2 dan depan dilihatnya berjalan masuk seorang gadis berbaju putih. Rahasia Si Badju Perak Karya GKH Rase Emas Karya Chin Yung Legenda Pendekar Ulat Sutera Karya Huang Ying