Kembalinya Pendekar Rajawali 29
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung Bagian 29
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya dari Chin Yung Setelah masuk gadis itu berdiri di depan pintu, sinar matanya mengerling pelahan pada setiap orang, agaknya ada seseorang yang sedang di-carinya. Waktu itu sebenarnya pandangan semua orang lagi dicurahkan pada Cu-liu dan Hotu yang hampir saling gebrak itu, tetapi begitu si gadis baju putih itu masuk, tanpa tertahan sinar mata semua orang beralih kepadanya, wajah gadis itu kelihatan putih lesi seperti orang habis sakit, dibawah sinar lilir yang terang benderang, wajahnya sedikitpun tiada warna darah, namun hal ini semakin menunjukkan kehalusan si gadis yang lain dari pada yang lain, wajahnya pun cantik luar biasa. Biasanya orang suka menggunakan kata2 "secantik bidadari" Sebagai bahasa hiasan untuk wanita cantik tetapi betapa cantiknya bidadari sebenarnya, siapapun tiada yang tahu. Kini demi nampak si gadis, tanpa terasa dalam hati semua orang lantas timbul kesan seperti apa yang dikatakan ""secantik bidadari" Itu. Dalam pada itu, demi nampak si gadis baju putih itu, girang Nyo Ko bukan buatan, dadanya se-akan2 mendadak dipukul sekali dengan palu, bagaikan orang gila saja ia melompat keluar dari pojok ruangan itu terus merangkul erat2 gadis itu. "Kokoh! Kokoh! O! Kokoh!" Demikian ia berteriak-teriak. Kiranya gadis ini memang betul Siao-Iiong-li adanya. Setelah meninggalkan Nyo Ko di gunung Cong-lam-san, seorang diri ia telah kembali ke kamar batu dalam kuburan kuno itu dengan selulup lagi melalui lorong di bawah sungai itu. Dahulu waktu ia masih tinggal dalam kuburan itu bersama Sun-popoh, hatinya waktu itu boleh dikatakan setenang air berhenti, sedikitpun tak berbuat tetapi sejak bertemu Nyo Ko dan sesudah mengalami banyak rintangan, hendak kembali lagi kepada ketentraman batinnya yang dulu itu ternyata sudah tidak mungkin lagi Asai dia berlatih di atas ranjang batu pualam, segera ia ingat Nyo Ko pernah tidur juga diatas ranjang itu, bila ia sedang makan menyanding meja, segera ia ingat pula si Nyo Ko selalu mendampinginya makan. Karena itulah, ia menjadi uring2an sendiri, tidak seberapa lama ia berlatih, segera ia merasa hatinya menjadi gelisah dan sukar melatih diri lagi. Keadaan begitu dapat dilewatkan sebulan, akhirnya ia tak tahan lagi, ia ambil keputusan buat pergi mencari Nyo Ko, kalau ketemu, cara bagaimana ia akan hadapi pemuda itu, hal ini ia sendiripun tidak tahu. Setelah turun gunung, ia melihat segalanya serba baru baginya, sudah tentu ia tak kenal jalan pula, apalagi ke mana harus mencari si Nyo Ko? Dan karena kurang pergaulan, iapun tidak kenal tata-krama segala, siapa yang dia ketemukan segera ia tanya. "Kau melihat Nyo Ko tidak?" Bila perutnya lapar, ia ambil saja milik orang dan dimakan, ia tidak kenal apa harus membayar atau tidak. karena itu tidak sedikit keonaran dan lelucon yang terjadi sepanjang perjaIanannya. Baiknya semua orang melihat rupanya begitu cantik molek, siapa saja suka mengalah padanya dan tidak menarik panjang persoalannya. Suatu hari, tanpa sengaja di dalam hoteI ia mendengar percakapan dua lelaki bahwa para kesatria dari seluruh jagat hendak pergi menghadiri Eng-hiong-yan di Liok-keh-ceng, ia menduga boleh jadi Nyo Ko berada di sana juga, maka sesudah menanya arah jalannya iapun berangkatlah menuju Liok-keh-ceng. Diantara para kesatria yang hadir itu, kecuali Hek Tay-thong, In Ci-peng dan Thio Ci-keng bertiga, tiada orang lain lagi yang mengetahui dari mana asal usulnya Slao liong-li, cuma melihat kecantikannya sungguh luar biasa, dalam hati mereka timbul kesan yang aneh. Dalam pada itu demi kenali Siao-liong-li, muka In Ci-peng mendadak menjadi pucat bagai mayat, tubuhnya pun gemetar, sebaliknya Ci-keng me-lirik2 sang Sute sambil tertawa dingin. Kwe Cing dan Ui Yong juga rada heran. "Ko-ji, nyata kau memang berada di sini, sungguh susah payah aku mencari kau," Demikian kata Siao-liong-li. Saking terharunya, Nyo Ko mengalirkan air mata. "Kau... kau tak akan meninggalkan aku lagi bukan?" Tanyanya dengan terguguk-guguk. "ltulah aku tak tahu," Sahut Siao-liong-li sambil geleng kepala. "Kemana kau pergi, ke sana juga aku ikut kau," Kata Nyo Ko pasti. Begitulah, meski dalam ruangan pendopo itu ber-jubel2 dengan tetamu yang ribuan jumlahnya, tetapi kedua muda-mudi itu se-akan2 berada berduaan saja dan ber-cakap2 dengan seenaknya. Siao-liong-li memegangi tangan Nyo Ko, hatinya entah lagi suka atau duka waktu itu. Melihat Siao-liong-ii yang menggiurkan, meski Hotu terguncang juga hatinya, tetapi ia tidak tahu gadis ini bukan lain adalah orang yang dahulu pernah dilamarnya ke Cong-lam-san itu, ia lihat pakaian Nyo Ko compang-camping berbau busuk, tetapi sikapnya begitu kasih sayang pada si gadis, tanpa terasa timbul rasa cemburunya dan dongkoI pula. "Hai, kami hendak adu kepandaian, kalian hendaklah menyingkir dahulu," Demikian ia lantas berseru. Tak sempat lagi Nyo Ko menjawab, iapun tidak banyak cingcong, ia gandeng tangan Siao-liong-li dan diajaknya duduk di samping kalangan untuk menceritakan pengalaman masing2 sesudah berpisah selama ini. Nampak orang sudah minggir, lalu Hotu berpaling dan berkata lagi pada Cu Cu-liu. "Baiklah, jika kau tak pakai senjata, boleh juga kita bertanding dengan tangan kosong." "Bukan begitu maksudku," Sahut Cu-liu se-akan2 sedang bersanjak. "Negeri Tionghoa kami adalah negeri bermartabat tinggi dan berlainan dengan negeri Mongol yang masih liar, laki2 sejati hanya bicara secara halus, pertemuan antara sobat cukup dengan pakai pit, kini milikku hanya pit saja, buat apa harus pakai senjata?" "Kalau begitu, awas, serangan!" Kata Hotu mendadak, kipasnya terpentang, segera ia menyabet ke depan. Lekas2 Cu-liu melangkah ke samping sambil geleng2 kepala, sedang tangan kiri mendadak meraba ke depan dengan tangan kanan yang memegang pit terus mencoret ke muka Pangeran Hotu. Melihat gerak-gerik orang enteng gesit, tipu serangannya aneh, Hotu tak berani main merangsang, ia ingin pahami dulu cara bersilat orang barulah mengambil siasat perlawanannya. "Awas, Tianhe, pit-ku ini biasanya menjapu bersih beribu perajurit!" Kata Cu-liu tertawa, berbareng itu ujung pit-nya lantas menutul lagi ke depan. Ilmu silat Hotu meski dipelajari di daerah Tibet, tetapi gurunya, yaitu Kim-lun Hoat-ong luas sekali pengalamannya, setiap cabang, setiap aliran persilatan di daerah Tionggoan tiada yang tak dipahaminya, dan karena mulai belajar Hotu sudah ber-cita2 mau tonjolkan nama besarnya ke daerah Tionggoan, maka Kim-lun Hoat-ong pernah memberikan perincian semua tipu2 serangan lihay dari berbagai cabang dan aliran silat pada muridnya ini. Tak terduga Cu-liu pakai senjata aneh, tipu serangannya juga lain dari yang lain, gerak-geriknya bebas, ujung pit-nya menggores ke sana dan mencoret ke sini di udara, tampaknya seperti lagi menulis saja, tetapi tempat dimana ujung pit-nya mengarah justru adalah Hiat-to atau jalan darah berbahaya di tubuh lawan. Kiranya Cu Cu-liu ini adalah ahli seni-tulis (disamping seni-lukis, di Tiongkok dikenal juga seni-tulis, yakni mengutamakan tulisan bagus dengan gaya tersendiri yang indah dan bertenaga, ada yang disebut "Cau-su", yakni tulisan yang mendekati "coretan" Secara bebas dan ada lagi yang disebut "thay-su" Yang ditulis secara lugu dan orisinil) di daerah selatan, meski ia belajar silat, tetapi ilmu sastranya tak pernah dikesampingkan semakin tinggi ilmu silatnya. akhirnya ia malah menciptakan sendiri semacam kepandaian yang dia lebur antara It-yang-ci dengan seni-tulisnya. Karena itu, kalau lawannya tidak cukup punya dasar ilmu sastra, sungguh susah hendak melawan ilmu silatnya yang aneh ini. Baiknya Pengeran Hotu suka berlagak terpelajar sejak kecil iapun pernah bersekolah dengan guru sastra bangsa Han, karena itu ia masih bisa menahan serangan Cu-liu, ia lihat diantara gaya tulisan orang terseling pula gaya menutuk dan di antara menutuk bergaya pula menuIis, sehingga diantara kegagahannya tercampur juga gaya lembutnya orang terpelajar. Kwe Cing tidak paham ilmu sastra, dengan sendirinya ia ter-heran2 oleh permainan silat itu. sebaliknya Ui Yong keturunan keluarga cendekia-wan, baik silat maupun surat lengkap dipelajari semua, kini dilihatnya ilmu silat Cu-liu yang aneh tetapi hebat ini, ia menjadi kagum tak terhingga. Dalam pada itu, Kwe Hu yang ikut saksikan pertarungan itu agaknya merasa bingung, ia mendekati sang ibu dan menanya. "Mak, ia corat-coret dengan pit-nya kian-kemari, permainan apakah ini?" Karena seluruh perhatiannya lagi dicurahkan ke kalangan pertempuran, maka sekenanya Ui Yong menjawab . "Pang-hian-ling-pi." "Pang-hian-ling-pi apakah itu?" Tanya lagi Kwe liu semakin bingung. Tetapi Ui Yong lagi terpesona oleh pertarungan itu maka tak dijawabnya pertanyaan Kwe Hu. Kiranya "Pang-hian-ling-pi" Adalah suatu judul karangan yang ditulis pada suatu pilar oleh pembesar ahala Tong yang bernama di Sui-liong, tulisan itu dilakukan dengan gaya "Khay-su" Yang amat bagusnya. Dan sekarang Cu-liu telah mencemooh karangan itu dengan menulisnya pakai "It-yang-su" Atau tulisan dengan It-yang-ci, ia gunakan ujung pit sebagai gantinya jari, maka setiap coretan, setiap goresan, dilakukan dengan menurut aturan dan mirip sekali seperti lagi menitis secara "Khay-su". Meski Hotu tak kenal lihaynya It-yang-ci, tetapi sedikitnya ia masih paham setiap huruf dalam karangan "Pang-hian-ling-pi", maka sebelum alat tulis orang bergerak, ia sudah bisa menduga ke mana goresan dan coretan hendak dilakukan, dengan begitu ia bisa menjaga diri secara rapat dan belum tertampak tanda2 bakal kalah. "Bagus!" Seru Cu-liu demi nampak kepandaian Hotu memang tinggi "Dan sekarang datanglah "Chau-su", awas sedikit!" Habis ini mendadak ia copot kopiahnya terus dilempar ke lantai, lalu iapun berlari cepat ke sana kemari hingga lengan bajunya yang besar lebat ikut beterbangan, tipu2 serangan yang dilontarkan juga secara bebas di luar aturan. Karena itu, tampaknya ia menjadi seperti orang linglung, seperti orang mabuk dan bagai orang keranjingan padahal pit-nya menggores terus sambung menyambung tak berhenti bagai ular laga yang me-lingkar2. "Mak, apa dia sudah gendeng?" Tiba2 Kwe Hu menanya lagi. "Ehm," Jawab Ui Yong acuh tak acuh. "Kalau tambahi minum arak tiga cawan, tentu gaya tulisannya akan lebih bagus." Habis berkata, ia angkat poci arak terus menuangi penuh2 secawan "Cu-toako," Teriak Ui Yong. ""silakan minum tiga cawan buat menambah semangatmu." Berbareng itu, tangan kirinya memegang cawan, dengan jari kanan mendadak ia menyentil cawan itu, maka tertampaklah cawan arak itu terbang ke depan dengan antengnya, itu adalah ilmu tenaga jari sakti ajaran ayah Ui Yong yang tak ada bandingannya. Mendadak Cu-liu tutul sekali pit-nya hingga Hotu terdesak mundur, pada saat itu pula cawan arak itu disambernya terus ditenggak habis, menyusui mana Ui Yong sudah menyentilkan cawan kedua dan ketiga be-runtun2. Alangkah gusarnya Pangeran Hotu melihat kedua orang itu main suguhkan arak dalam keadaan bertempur, sama sekali tak pandang sebelah mata atas dirinya, segera ia bermaksud sampuk jatuh cawan arak orang, tetapi diwaktu Ui Yong menyentilkan cawannya tadi, selalu ia iringi gaya coretan pit-nya Cu-liu dan selalu menerobos di tempat luang, maka sama sekali Hotu tak mampu menyampuknya. "Banyak terima kasih," Seru Cu-liu sesudah keringkan tiga cawan arak "Sungguh tenaga jari sakti yang hebat!" "Kau juga. Sweih-tiap yang tajam sekali!" Balas Ui Yong memuji dengan tertawa. Cu-liu tertawa senang, dalam hati iapun kagum sekali terhadap kepintaran Ui Yong, hanya sekali lihat saja sudah dapat mengetahui ilmu silat ciptaannya yang terlatih selama belasan tahun ini. Di lain pihak sejak tadi Kim-lun Hoat-ong mengikuti juga pertarungan itu dengan cermat, melihat muridnya lambat laun mulai terdesak di bawah angin, mendadak ia berseru. "Akuskintel mimoasten, cilcialci!" -------- gambar ------------Cu Cu-liu kembangkan gaya seni-tulis yang dikombinasikan It-yang-ci menggoda dan mempermainkan Hotu. ------------------------------Semua orang menjadi bingung, tiada yang paham apa arti bahasa Tibet yang diucapkan itu. sebaliknya Pangeran Hotu tahu bahwa gurunya sedang memperingatkan agar jangan mau bertahan saja, tetapi harus main serobot ikut menyerang dan keras lawan keras dengan ilmu "Hong-hong siok-lui-kang" Atau ilmu badai menderu dan petir menyamber. Karena peringatan itu, Hotu bersuit panjang, diantara suaranya itu se-akan2 membawa suara topan dan guntur yang gemuruh, berbareng kipasnya menyabet dan lengan baju mengebas hingga menerbitkan samberan angin keras, secepat kilat ia tubruk Cu Cu-liu. Begitu keras tenaga pukulan dan samberan angin yang dikeluarkan serangan Hotu hingga semua orang yang menonton lambat-laun terdesak minggir sedang mulut Hotu masih tiada hentinya mem-bentak2 dengan gelegar untuk menambah semangat. Kiranya ilmu yang disebut "Hong-liong-siok-lui-kang" Ini memang mengutamakan bentakan2 dan gertakan2 keras sebagai salah satu cara mengalahkan musuh yang lihay. Namun Cu-liu gesit luar basa, ia melompat kian kemari dengan bebas dan tak gentar, kekuatan mereka ternyata sembabat. Begitulah, setelah ratusan jurus lewat, mendadak Cu-liu ubah lagi gaya menulisnya, tiba2 gerak tangannya menjadi lamban, coretan pit-nya seperti menjadi sempit dan kaku. Sebaliknya Hotu masih terus gunakan ilmu Hong-hong-siok-lui-kang" Untuk melawan, cuma tenaga lawannya makin bertambah kuat, terpaksa iapun kerahkan seluruh tenaga pada kipasnya, suara bentakan2 dan geramannya juga semakin hebat. Karena itu, penonton2 yang sedikit rendah, ilmu silatnya menjadi tak tahan berdiri terlalu dekat, setindak demi setindak mereka terpaksa mundur terus ke belakang. Sementara itu, ketika Ui Yong berpaling, ia lihat Nyo Ko sedang duduk berendeng dengan Siao-liong-li di samping sebuah tiang ruangan rumah itu, Meski jarak mereka tidak lebih setombak dari kalangan pertempuran, namun mereka masih tetap ber-cakap2 dengan asyiknya, terhadap pertarungan sengit di samping ternyata tak diperhatikannya sama sekali, bahkan angin pukulan yang diterbitkan oleh Hotu juga sedikitpun tak mengganggu mereka, hanya ujung baju Siao-liong-li saja yang kelihatan rada ber-goyang2 tertiup angin, tetapi gadis ini tetap seperti anggap sepele saja, dengan wajah penuh rasa cinta asmara ia sedang memandang Nyo Ko dengan mesra. Makin dilihat, Ui Yong menjadi semakin heran, sampai akhirnya ia menjadi lebih banyak memandang si Nyo Ko dan Siao-liong-li berdua dari pada memperhatikan pertarungan antara Hotu dan Cu-liu. "Tampaknya anak dara ini memiliki ilmu silat yang maha tinggi, sedang Ko-ji begitu rapat hubungannya dengan dia, entah dia anak murid siapakah ?" Demikian ia membatin. Begitulah, Siao-liong-li dalam pandangan Ui Yong masih dianggap anak dara saja, padahal waktu itu umur Siao-liong-li sudah lebih 20 tahun, cuma karena sejak kecil ia dibesarkan di dalam kuburan kuno yang tak tertembus sinar matahari, maka kulit badannya menjadi halus luar biasa. Lwekangnya juga tinggi, maka tampaknya menjadi sepandan nona yang berumur 17-18 tahun. Sebenarnya kalau Siao-liong-li tidak ketemukan Nyo Ko dan turut ajaran gurunya melatih diri tanpa sesuatu gangguan perasaan, bukan saja umur 100 tahun pasti bisa dicapainya, bahkan kalau sudah berumur seabad, badan dan wajahnya serupa saja dengan orang yang berumur 50-an. Oleh sebab itulah, dalam pandangan Ui Yong tampaknya Siao-liong-li malah lebih muda daripada Nyo Ko, sedang gerak-geriknya, wajahnya yang polos dan masih ke-kanak2an malahan lebih nyata kelihatan dibanding Kwe Hu, pantas kalau Siao-liong-li disangkanya masih anak dara cilik. Dalam pada itu, goresan pit Cu-liu makin lama makin lambat, tetapi bertambah kuat, diam2 Hotu terkejut dan mulai kewalahan. "Mamipami, kushis !" Tiba2 Kim-lun Hoat-ong membentak. Meski apa yang dikatakan itu tiada yang paham, namun suara bentakannya itu terlalu keras hingga memekak telinga. Mendengar Kim-lun Hoat-ong berulang kali memberi petunjuk pada muridnya, akhirnya Cu-liu menjadi gopoh juga, ia pikir kalau orang berganti permainannya lagi, pertandingan ini harus berlangsung sampai kapan? Se-konyong2 ia mendahului ganti corat-coret tulisannya, kini gayanya tidak seperti orang menulis lagi melainkan seperti orang sedang menatah sesuatu di atas batu. Gaya ini agaknya sekarang dapat dipahami Kwe Hu. "Mak, apakah Cu-pepek lagi mengukir tulisan ?" Demikian ia tanya sang ibu lagi. "Ha, agaknya anakku toh tidak terlalu bo-doh," Sahut Ui Yong tertawa. "Permainan Cu-pepek ini memang tulisan tatah "Ciok-ko-bun" (tulisan batu), ini adalah tulisan di atas batu di jaman Chunchiu. Coba kau perhatikan, kenal tidak huruf apa yang sedang ditatah Cu-pepe?" Waktu Kwe Hu memperhatikan menurut gaya goresan pit-nya Cu-Iiu, ia lihat setiap huruf kelihatan melingkar dan lebih mirip sebuah gambar, satu huruf saja tak dikenalnya. "Ya, ini adalah tulisan gambar dari jaman purbakala, jangankan kau, aku sendiripun tak kenal," Kata Ui Yong kemudian dengan tertawa. "Haha, apalagi si tolol orang Mongol itu, sudah tentu ia lebih2 tak paham," Sorak Kwe Hu sembari bertepuk tangan. "Mak, lihatlah, bukankah dia sudah mandi keringat dan kerupukan tak keruan." Nyata, memang terhadap tulisan gambar jaman kuno ini, Hotu hanya paham satu-dua huruf saja, Dan karena tak mengetahui huruf apa yang bakal ditulis Cu-liu, dengan sendirinya Hotu tak bisa ber-jaga2 lebih dahulu, keruan saja seketika ia terdesak. Sebaliknya makin lama gaya tulisan Cu-liu semakin beraksi dan bertambah kuat terutama daya tekanan It-yang-ci yang dikombinasikan itu. Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Suatu ketika Hotu mengibas kipasnya ke depan dan sedikit terlambat menarik kembali, tahu2 Cu-liu sudah menutulkan pit-nya, seketika di atas kipasnya telah bertambah dengan satu huruf besar. Ketika Hotu memeriksa tulisan itu, ia menjadi bingung. "Apakah ini huruf "Bong"?" Tanyanya tak paham. "Bukan," Sahut Cu-liu tertawa. "lni adalah huruf "ni" !" Menyusul mana pit-nya menggores lagi, kembali kipas orang kena ditulis pula satu huruf. "Dan ini huruf "goat" Tentunya?" Kata Hotu. "Salah," Ujar Cu-liu menggoyang kepala. "ltu adalah huruf "goan" !" Hotu menjadi lesu dan kewalahan, ia goyangi kipasnya dengan maksud menghindari ujung pit orang supaya jangan menulis lagi, siapa tahu justru Cu-liu mendadak memukul dengan tangan kirinya yang kosong, dan ketika Hotu menangkis, pada kesempatan itu Cu-liu telah ulur pit-nya lagi dan Kembali tambahi dua huruf di atas kipasnya. Sekali ini benar2 Hotu kenal kedua huruf itu. "Eh ini adalah "ban-ih" Bukan!" Serunya tiba-tiba. "Haha, memang betul "ni-goar-ban-ih" !" Sahut Cu-liu dengan gelak tertawa. Memangnya para kesatria yang hadir ini semuanya benci pada penjajahan bangsa Mongol yang secara kejam membunuh rakyat tak berdosa, kini mendengar Cu-liu memaki Hotu "ni-goan-ban-ih" Atau "kau adalah bangsa biadab", keruan suara sorak sorai bergemuruh seketika. Hotu memang sudah kewalahan melayani daya serangan orang dengan ilmu "lt-yang-su-ci", kini mendengar lagi sorak sorai para kesatria itu, tentut saja semangatnya semakin kacau, selagi ia pikir paling selamat angkat kaki saja, se-konyong2, lututnya terasa kesemutan kaku, kiranya sudah kena ditutuk Cu-liu dengan gagang pit-nya. Betapapun juga Hotu adalah anak murid tokoh terkemuka, ketika terasa lututnya lemas dan segera bakal berlutut ke hadapan orang, ia pikir jika sampai berlutut pamornya pasti akan lenyap, maka sekuatnya ia coba tarik napas panjang2 menembus Hiat-to lututnya itu, habis ini ia bermaksud melompat pergi dan mengaku kalah, siapa tahu, gerakan pit Cu-liu ternyata secepat kilat, menyusul ia sudah menutuk lagi, ia gunakan pit sebagai jari dan pakai gagang pit untuk menyerang secara berantai dengan ilmu It-yang-ci, maka tak mungkin lagi Hotu bisa menangkisnya, akhirnya iapun jadi berlutut hingga saking malunya mukanya merah padam. Karena itu, gemuruh lagi suara sorak sorai para kesatria. "Akalmu telah berhasil," Kata Kwe Cing pada sang isteri, Ui Yong tersenyum gembira. Disamping sana, melihat Susiok mereka begitu hebat dengan ilmu It-yang-cinya, Bu-si Hengte juga kagum luar biasa, meski ilmu jari sakti itu sudah mereka pelajari juga, namun kekuatannya terang berbeda seperti langit dan bumi dibanding sang paman guru, Saking kagumnya segera mereka hendak berseru memuji, tapi mendadak terdengar suara jeritan ngeri Cu Cu-liu, dengan cepat Bu-si Hengte menoleh, tiba2 Susiok mereka sudah menggeletak di lantai dengan kedua kakinya berkelejetan. Perubahan yang luar biasa dan cepat ini bikin semua orang ikut kaget. Kiranya tadi sesudah Hotu dikalahkan, Cu-liu yang baik budi bermaksud memunahkan tutukan-nya atas Hotu, sebab tutukan It-yang-ci ajaran It-teng Taysu itu berlainan dengan ilmu Tiam-hiat biasa dan orang lain sukar menolongnya, maka ia telah memijat beberapa kali bagian iga Hotu untuk menjalankan darahnya. Siapa tahu justru hatinya yang berbudi ini mengakibatkan marabahaya bagi dirinya sendiri, ketika Hiat-tonya lancar kembali, se-konyong2 timbul maksud jahat Hotu, ia pura2 merintih sakit, sesudah berdin, mendadak ia tekan alat rahasia pada kipasnya hingga empat buah paku berbisa menyambar keluar dan menancap semua di atas badan Cu-liu. Sebenarnya pertandingan diantara jago silat, kalau salah satu pihak sudah terkalahkan tentunya tak boleh turun tangan lagi, apalagi di bawah pandangan orang begitu banyak, siapa yang menduga Hotu mendadak akan membokong ? Jika Am-gi atau senjata rahasia itu dilepaskan Hotu waktu bertanding, sekalipun paku berbisa itu tersembunyi diantara ruji2 kipasnya, dapat dipastikan tidak nanti Cu-liu bisa dicelakainya. Tetapi kini Cu-liu lagi memunahkan Hiat-to yang ditutuknya, jaraknya tidak lebih dari satu kaki, dalam keadaan demikian sungguhpun kepandaian Cu-liu setinggi langit juga sukar menghindarkan pcmbokongan Hotu itu. Hebatnya keempat paku berbisa itu adalah rendaman dengan lendir beracun semacam ular jahat yang hidup di daerah Tibet, lihay luar biasa kerjanya racun itu. Begitu terkena paku itu, seketika Cu-liu merasakan seluruh badannya sakit dan gatal luar biasa, saking tak tahan ia ber-gulung2 di lantai Tentu saja gusar sekali para kesatria tercampur terkejut, be-ramai2 mereka menuding Hotu sambil mencaci maki atas perbuatannya yang keji dan tak kenal malu itu. Namun Hotu tidak kurang alasan. "Siau-ong dari kalah menjadikannya kemenangan kenapa harus malu?" Demikian katanya dengan ketawa. "Toh sebelum bertanding kita tidak berjanji tak boleh menggunakan Am-gi. jika tadi Cu-heng ini menggunakan Am-gi dan merobohkan Siau-ong dulu, tentu juga aku akan terima kalah dan pasrah nasib." Meski merasa alasan Hotu ini terlalu di-cari2 saja, tetapi seketika semua orang juga tiada jalan buat mendebatnya. Dalam pada itu cepat sekali Kwe Cing telah maju membangunkan Cu-Iiu, ia lihat empat buah paku kecil lembut itu menancap empat segi di atas dadanya, wajah Cu-liu seperti tertawa, tetapi bukan tertawa, Kwe Cing tahu racun paku itu sangat aneh, maka lekas2 ia tutuk dulu tiga tempat Hiat-to orang sebagai pertolongan pertama untuk melambatkan jalannya darah dan menutup nadinya agar hawa racun tidak merembes ke dalam. "Bagaimana baiknya, Yong-ji?" Tanyanya kepada sang isteri. Ui Yong tak menjawab, ia mengkerut kening, ia tahu kalau hendak memunahkan racun paku ini harus minta obat pada Hotu atau Kim-lun Hoat-ong, tetapi cara begaimana merebut obat pemunahnya, inilah yang seketika membikin dia tak berdaya. Di samping lain, demi nampak sang Sute terluka oleh racun jahat, si Nelayan menjadi kuatir dan murka, tanpa pikir lagi ia kencangkan bajunya terus hendak melompat maju buat melabrak Hotu. Syukur sebelum ia bertindak keburu dicegah Ui Yong yang bisa berpikir panjang, ia pertimbangkan kedudukan pihak sendiri dan pihak lawan secara keseluruhannya, ia pikir pihak lawan sudah menang sebabak, kalau si Hi-jin (nelayan) Suheng ini maju melawan Darba, soal menang atau kalah sungguh sukar diduga, karena itulah ia minta si Nelayan suka bersabar. "Kenapa?" Tanya si Nelayan. Namun Ui Yong tidak menjawab, sungguhpun ia adalah wanita yang pintar luar biasa dengan tipu akalnya yang beraneka macamnya, tetapi sesudah mengalami kekalahan dalam babak pertama, untuk kedua babak selanjutnya betapapun juga telah membikin dia serba sulit. Di lain pihak setelah merobohkan Cu-liu dengan akal licik, Hotu ber-seri2 berdiri di tengah kalangan sambil matanya menjalang ke sana ke mari dengan lagak yang mentang2 sudah menang. Tiba2 dilihatnya Siao-liong-li dan Nyo Ko sedang pasang omong dengan asyiknya sambil tangan bergandeng tangan seperti sama sekali tak pandang sebelah mata padanya, keruan hati Hotu menjadi panas. "Binatang cilik, berdiri!" Bentaknya mendadak sambil menuding Nyo Ko dengan kipasnya. Akan tetapi tatkala itu seluruh perhatian Nyo Ko lagi tercurahkan pada Siao-liong-li seorang, ia merasa dunia ini meski luas, namun tiada sesuatu urusan lain yang bisa membagi pikirannya waktu itu, Oleh karenanya, meski pertarungan Hotu lawan Cu-liu tadi begitu seru dan gempar, namun semua itu seperti tak dilihat dan tak didengar olehnya. Selama beberapa tahun Nyo Ko tinggal di dalam kuburan kuno itu dengan Siao-liong-li, sesungguhnya ia tak tahu bahwa dirinya sudah begitu mendalam mencintai si gadis dan mengikat sehidup semati, Hari itu waktu Siao-liong-li bertanya apa mau memperisterikan dia atau tidak, karena pertanyaan itu diajukan secara mendadak dan hal mana selamanya belum pernah terbayang dalam benaknya, maka ia menjadi bingung tak bisa menjawab. Belakangan sesudah Siao-liong-li menghilang, ia menjadi menyesal tak kepalang, pada saat itulah dalam hati beratus kali ia berkata. "Mau, tentu saja aku mau. sekalipun aku harus mati, pasti aku inginkan Kokoh menjadi isteriku." Cinta asmara antara Nyo Ko dan Siao-Iiong-li timbulnya memang dalam keadaan tak terasa antara kedua muda-mudi itu, setelah saling berpisah barulah perasaan itu membakar dan sukar ditahan, Iebih2 Siao-liong-li yang sejak kecil telah mengekang diri dalam hal perasaan dan napsu, tidak punya pikiran senang juga tak pernah marah, tetapi perasaan cinta yang berasal dari pembawaan itu siapapun sukar menghindarinya, maka ketika mendadak jatuh cinta pada Nyo Ko, perasaan itu menjadi lebih hangat berpuluh kali daripada orang biasa. Nyo Ko sendiri tak pernah kenal takut, sedang Siao-liong-li sedikitpun tak kenal segala macam tatakrama umum, ia pikir kalau aku jatuh cinta, aku boleh main cinta, mau senang boleh senang, ada sangkut paut apa dengan orang lain? Begitulah cara berpikir kedua muda-mudi itu, yang satu tak peduli, yang lain tak mau mengerti, meski berada di tengah2 ribuan orang yang sedang asyik menyaksikan pertarungan sengit itu, mereka pasang omong sendiri dengan mesra. Bentakan Hotu tadi oleh si Nyo Ko masih tetap tak didengarnya, Keruan saja Hotu semakin murka, segera ia hendak mendamperat lagi ketika tiba2 terdengar Kim-iun Hoat-ong berseru pula dalam bahasa Tibet dengan maksud bahwa pihak sendiri sudah menangkan satu babak, maka babak kedua boleh diteruskan saja. Sebab itu, Hotu melotot sekali pada Nyo Ko, habis ini iapun undurkan diri ke mejanya sambil berteriak. "Pihak kami sudah menang satu babak, untuk babak kedua ini yang maju adalah suhengku Darba, dan pihak kalian siapa yang akan maju?" Dalam pada itu segerapun Darba melangkah ke tengah, dari kasa (jubah padri) merahnya ia mengeluarkan semacam senjata. Nampak senjata Darba yang hebat ini, diam2 semua orang terperanjat. Kiranya senjata yang dia pakai adalah sebatang gada besar yang disebut "Kim-kong-hang-mo-cu" (penggada penakluk iblis) yang biasa dikenal sebagai senjata Hou-hoat Cuncia dalam agama Budha. Hang-mo-cu senjata Darba ini panjangnya kira-kira empat kaki, pangkal gada itu sebesar mulut mangkok, batang gadanya mengkilap seperti terbikin dari emas murni, maka dapat dibayangkan bobot senjata ini pasti jauh lebih berat dari pada terbikin dari besi baja. Sesudah berada di tengah kalangan, Darba merangkap tangannya menjalankan penghormatan pada semua orang, lalu gadanya dia lemparkan ke atas, maka terdengarlah suara gedombrangan yang keras, jatuhnya gada itu telah bikin beberapa ubin -besar ruangan pendopo itu pecah berantakan bahkan batang gada itu ambles hampir separuh ke dalam tanah. Dengan mengunjuk gertakan ini, dapat diketahui betapa hebat berat gada itu, sungguh tidak nyana bahwa seorang Hwesio yang kurus kering seperti Darba ternyata kuat menggunakan senjata seberat itu, maka dapat dibayangkan betapa hebat tenaga pukulannya. "Cing-koko sudah tentu bisa taklukkan Hwesio kasar ini, cuma babak ketiga nanti kalau Hoat-ong turun tangan sendiri dan pihak kita tiada yang sanggup melawannya, maka pertandingan ini pasti kalah." Demikian Ui Yong berpikir "Tetapi, biarlah aku tempur Hwesio ini dengan akal saja." Habis ini, begitu angkat tongkat bambunya Pak-kau-pang, pentung pemukul anjing, segera ia bermaksud maju. "Jangan... jangan," Lekas2 Kwe Cing mencegah "Kesehatanmu terganggu, mana bisa kau bergebrak dengan orang?" Sebenarnya Ui Yong sendiri juga tidak yakin pasti akan menang, jika sampai babak kedua ini kalah lagi, maka babak ketiga tidak perlu diteruskan pula, karena itu ia menjadi ragu-ragu. "Ui-pangcu, biar aku melayani padri jahat ini," Tiba2 Tiam-jong Hi-un atau si Nelayan Pertapa murid pertama It-teng Taysu, telah menyelak maju. Nyata sejak sutenya terkena jarum berbisa musuh hingga mengenaskan sekali penderitaannya, si Nelayan ini sudah tak sabar lagi dan ingin bisa membalas dendam itu. Sesungguhnya Ui Yong juga sedang kerupukan tak berdaya, ia pikir tiada jalan lain lagi kecuali adu kekuatan sebisanya, kalau si Nelayan mi bisa menangkan padri Tibet, nanti Cing-koko masih bisa keras lawan keras untuk menentukan rrenang dan kalah dengan Kim-lun Hoat-ong. "Baiklah, kalau begitu Suheng hendaklah hati2," Demikian katanya kemudian. Dalam pada itu Bu-si Hengte sudah siapkan kedua batang penggayu baja yang merupakan senjata Supek mereka, ketika dengar Ui Yong pertahankan orang maju, dengan cepat sepasang penggayu itu lantas diangsurkan kepada Tiam-gong Ki-un. Dengan mengempit penggayu itu, majulah nian atau si Nelayan Pertana ini, tetapi ia tidak lantas menyerang, dengan muka yang merah menyala ia kelilingi Darba sekali putaran. Keruan Darba menjadi bingung, ia tidak tahu apa2an maksud orang ini, ia lihat si Nelayan mengitar, maka iapun ikut memutar Mendadak si Nelayan menggertak sekali, kedua penggayunya diputar terus mengepruk ke atas kepala musuh. Namun cepat sekali gerak tubuh Darba, sekali angkat tangannya, gada emas telah dia tangkiskan, Maka terdengarlah suara nyaring keras beradunya senjata gada dan penggayu, begitu hebat suaranya hingga anak telinga semua orang se-akan2 pekak. Seketika tangan kedua belah pihak sama2 terasa pedas karena beradunya senjata itu, mereka pun sama2 tahu telah ketemukan lawan yang bertenaga raksasa, karena itu mereka sama2 melompat mundur. Tiba2 Darba berkata sekali dalam bahasa tibet, karena tak paham apa yang diucapkan, si nelayan balas memaki orang dengan bahasa daerah Tay-li, kedua orang sama2 tak mengerti kata2 pihak lawan, Mendadak mereka saling menubruk maju lagi, senjata masing2 bergerak dan kembali suara nyaring keras terdengar. Pertarungan seru sekali ini berlainan lagi dengan cara pertandingan Cu-liu melawan Hotu tadi yang dilakukan secara "halus", Kini boleh dikatakan keras lawan keras, masing2 sama ketemukan tandingan dan saling labrak dengan Gwakang yang lihay, saking serunya pertarungan ini hingga membikin penonton lain sama ber-debar2 dan pada terkejut. Sebagai anak murid It-teng Taysu yang kerjanya se-hari2 hanya menggayu perahu hilir mudik melawan arus air hingga kedua lengannya terlatih kuat dengan otot2 kelihatan menonjol. Dan karena wataknya yang polos sederhana, maka biasanya si Nelayan sangat disukai It-teng Taysu, cuma bakatnya kurang baik. Lwekangnya tidak gampang terlatih seperti Cu Cu-liu yang cerdas, namun soal Gwakang sebaliknya lihay luar biasa. Kini ia tempur Darba dengan gunakan Gwakang untuk saling labrak, hal ini kebetulan cocok dengan kemahirannya, maka tertampaklah sepasang penggayunya terputar dan merangsak terus secara hebat. kedua penggayu itu setiap batang beratnya lebih 50 kati, tetapi ia bisa mengangkatnya seperti barang enteng saja bagai orang biasa menggunakan senjata ringan. Sebenarnya Darba sangat mengagulkan tenaga raksasanya yang tiada bandingan, siapa duga kini ia justru ketemukan seorang "raksasa" Juga, bukan saja tenaga lawannya besar, malahan tipu serangannya juga aneh dan hebat. Karena itu iapun tak berani ayal, ia putar Kim-kong-cu atau gada emasnya untuk menandingi penggayu orang, kedua orang sama2 banyak me-rangsak daripada menjaga diri saja. Tadi waktu Cu-liu melawan Hotu, para kesatria yang menyaksikan pertandingan itu sudah banyak yang menyingkir mundur karena samberan angin yang terlalu kuat, kini lebih2 lagi, tiga senjata berat saling beradu, jangankan tak tahan akan angin pukulannya, sekalipun suara benturan gada dan penggayu yang nyaring menusuk itupun terasa sukar ditahan. Karena itu banyak diantaranya tekap kuping mereka dengan tangan untuk menyaksikan pertandingan itu. Manusia yang bertenaga begitu besar seperti Tiam-jong Hi-un ini sesungguhnya jarang diketemukan apalagi orang yang memiliki tenaga besar yang seimbang diantara kedua tangannya serta seimbang pula dengan ilmu silat yang dipahami lalu bertempur dengan mati2an, hal ini lebih2 susah diketemukan. Saking serunya pertempuran itu, sampai Kwe Ceng dan Ui Yong juga ikut berkeringat. "Yong-ji, bagaimana, apa kita ada harapan menang?" Tanya Kwe Cing. "Sekarang masih belum kelihatan," Sahut Ui Yong. Padahal Kwe Cing bukannya tidak tahu saat ini masih sukar membeda2kan kalah dan menang, tetapi ia akan merasa lega dan terhibur apabila bisa mendengar jawaban sang isteri yang menyatakan si Nelayan bakal menang. Ketika berpuluh jurus sudah lewat, tenaga kedua orang itu ternyata sedikitpun tak berkurang sebaliknya semangat mereka bertambah menyala2, setiap kali Tiam-jong Hi-un menghantam dengan penggayunya, selalu diikuti dengan bentakan dan teriakan untuk menambah daya serangannya. "Kau bilang apa?" Tiba-tiba Darba menanya. Ia berkata dengan basa Tibet, sudah tentu Hi-un tidak paham, karena itu iapun balas menanya. "Kau berkata apa?" Dengan sendirinya Darba juga tak menyaru ucapan orang, maka terjadilah cacimaki tak keruan diantara kedua orang itu sambil senjata mereka beterbangan menyamber hingga meja kursi pecah berantakan tak peduli barang apa saja, asal terkena hantaman gada atau penggayu, maka dapat dipastikan barang itu akan hancur luluh, malahan banyak yang kuatir kalau2 senjata mereka akan menghantam tiang rumah hingga gedung itu akan ambruk karenanya. Di lain pihak Kim-lun Hoat-ong dan pangeran Hotu tidak urung juga terperanjat diam2. tampaknya kalau pertarungan sengit itu diteruskan sekalipun Darba nanti bisa menang, namun sedikitpun tidak terhindar dari luka parah. Tetapi dalam keadaan pertarungan seru itu, seketika sukar hendak memberhentikannya! Pertarungan mati2an itu makin lama semakin hebat, kedua orang sama meloncat ke sini dan melompat ke sana sambil menghantam dibarengi dengan suara bentakan. Mendadak terdengar suara menggelegar keras, kedua orang sama2 membentak. lalu ke-dua2nya sama2 melompat mundur. Kiranya penggayu si Nelayan yang kanan telah membentur keras dengan gada emas orang karena keduanya sama2 memakai tenaga penuh, batang penggayu itu juga sedikit lebih kecil dan tidak sekukuh gada, maka penggayu itu telah patah menjadi dua. Kutungan penggayu itu mencelat terbang dan terjatuh di hadapan Siao-liong-li hingga mengeluarkan suara nyaring. Tatkala itu Siao-liong-li sedang bicara dengan Nyo Ko dengan asyiknya, sedikitpun ia tidak perhatikan bahwa ada sepotong besi penggayu jatuh di depannya, ketika kepingan besi itu menindih jari kakinya, dalam kagetnya ia menjerit terus meloncat bangun. Oleh karena jeritan Siao-liong-li ini barulah Nyo Ko ikut tersadar. "Apa kau terluka?" Tanyanya cepat dan kuatir. Siao-liong-li tak menjawab, ia hanya meraba jari kakinya sembari mengunjuk rasa sakit. Tentu saja Nyo Ko menjadi gusar, segera ia membalik tubuh hendak mencari siapa gerangan berani bikin sakit jari kaki Siao-liong-li tetapi begitu ia berpaling, ia lihat Tiam-jong Hi-tm dengan memegang penggayu patah sedang bertengkar dengan Darba dan masih ingin melanjutkan pertempuran itu dengan sebuah penggayu saja. Naman Darba terus meng-geleng2 kepala, ia tak mau teruskan pertandingan itu lagi nyata ia tahu tenaga raksasa musuh dengan dirinya adalah setali-tiga-wang alias sama kuat, kalau bertanding terus dirinya sukar memperoleh kemenangan kini dalam hal senjata ia sudah lebih unggul, maka pertandingan ini boleh dihitung atas kemenangannya. "Nah, dalam tiga bahak pertandingan pihak kami sudah menang dua babak, maka Bu-lim Beng-cu (ketua serikat dunia persilatan) ini dengan sendirinya jatuh atas diri guruku," Demikian dengan suara lantang segera Hotu berdiri dan bicara lagi. Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Maka para...." Tetapi belum habis ia berkata, mendadak Nyo Ko menyela dan menegur si Nelayan . "Hai, kenapa kau pukul Kokoh-ku dengan penggayumu?" "Aku... aku ti..." Demikian si Nelayan itu menjadi tergagap. "Kau telan menyakiti kakinya lekas kau minta maaf padanya," Kata Nyo Ko lagi. Nampak orang hanya seorang bocah, si Nelayan anggap Nyo Ko hanya mengoceh semaunya saja, maka tidak digubrisnya. Tak terduga, mendadak Nyo Ko ulur tangannya dan tahu2 penggayu patah itu sudah kena di-rebutnya. "lekas kau minta maaf pada Kokoh-kui" Seru Nyo Ko pula. Dalam pada itu bukan buatan rasa mendongkolnya Hotu oleh karena pembicaraannya tadi di-bikin terputus oleh Nyo Ko. "Binntang cilik, lekas minggir !" Demikian ia membentak. "Binatang cilik memaki siapa?" Sahut Nyo Ko tiba2 sembari ayun penggayu patah itu dan menghantam. Mendengar Nyo Ko balas tanya "binatang cilik memaki siapa", tanpa pikir Hotu terus menjawab . "Binatang cilik memaki kau !" Nyata ia telah terjebak, ia tidak tahu bahwa anak2 di daerah selatan suka menggunakan jeratan kata2 itu untuk mengadu mulut, kalau lengah sedikit, dengan sendirinya lantas tertipu. Karena itu, maka tertawalah Nyo Ko terbahak-bahak. "Hahaha, betul, betul, binatang cilik yang memaki aku," Demikian katanya geli. Suasana di ruangan pendopo itu sebenarnya sedang tegang, tetapi karena dikacau oleh majunya Nyo Ko ini, seketika para kesatria itu ikut ketawa. Tentu saja Hotu bertambah gusar, begitu kipas lempitnya dipentang, segera ia sabet ke atas kepala Nyo Ko. Para kesatria yang hadir di situ semuanya berhati mulia, tadi mereka sudah menyaksikan ilmu silat Hotu yang sangat lihay, maka dapat diduga bila kipasnya ini betul2 berkenalan dengan kepala Nyo Ko, kalau tidak mampus sedikitnya pemuda ini akan terluka parah, Karena itulah be-ramai2 mereka telah ber-teriak2 . "Jangan berkelahi dengan anak kecil, tak tahu malu, besar melawan kecil !" Di samping sana secepat terbang Kwe Cing juga sudah melompat maju, selagi tangannya benak merebut kipasnya Hotu, tahu2 Nyo Ko telah unduk kepala dan dengan gampang saja menerobos di bawah tangan Hotu, malahan ketika penggayu patah itu ia tarik, dengan gaya "sian" Atau menyerempet, suatu gaya istimewa dari Pak-kau-pang-hoat, tiba2 ia menjegal kaki Hotu dengan penggayu patah itu. Karena tak men-duga2, dengan tepat Hote kesandung, ia ter-huyung2 dan hampir2 terguling jatuh, untung ilmu silatnya memang tinggi luar biasa, tubuh yang sudah kehilangan itnbangan itu secara paksa ia enjot sekuatnya ke atas untuk kemudian turun ke bawah lagi dengan tegak "Bagaimana, Ko-ji." "tanya Kwe Cing kuatir dan tercengang atas kejadian itu. "Tak apa2", sahut Nyo Ko tertawa. "la pandang rendah Ang Chit kong punya Pak-kau-pang-hoat, maka aku lantas banting dia dengan gerak tipu Pak-kau-pang-hoat, biar dia kapok." Heran sekali Kwe Cing mendengar jawaban itu. "Aneh, darimana kau bisa Pak-kau-pang hoat?" Tanyanya. "Tadi waktu Loh-pangcu berkelahi dengan dia, begitu lihat aku lantas berhasil mempelajarinya," Demikian Nyo Ko membohong. Kwe Cing sendiri bakatnya terlalu puntul, tetapi ia percaya tidak sedikit orang pandai di jagat ini, maka terhadap kata2 si Nyo Ko ia hanya setengah percaya setengah sangsi2. Di lain pihak Hotu yang kena disandung sekali oleh Nyo Ko ia kira dirinya sendiri yang kurang hati2 hingga kejegal sama sekali tak dipikirnya bahwa pemuda yang usianya belum ada 20 tahun bisa memiliki ilmu silat begitu tinggi, ia pikir urusan paling penting sekarang yalah merebut Beng-cu, setelah soal ini selesai barulah bocah ini akan dibereskannya pula. Maka dengan langkah lebar segera ia mendekati Kwe Cing. "Kwe-tayhiap," Demikian katanya lantang. "pertandingan, hari ini sudah terang dimenangkan pihak kami, maka guruku Kim-lun Hoat-ong sejak kini adalah Beng-cu dunia persilatan apakah masih ada yang belum mau menyerah?" Sebelum selesai ia bicara, diam2 Nyo Ko mendatangi belakangnya, tiba2 pengayu ia sodokkan pula, ia keluarkan salah satu tipu Pak-kau-pang-hoat dan mendadak jojoh bohong orang. Tetapi betapa hebat kepandaian Hotu, masakah ia kena dibokong orang dari belakang? Cuma ilmu pentung pemukul anjing itu memang bagus tiada bandingannya, sungguhpun ia tahu dibokong, tetapi hendak berkelit ternyata sama sekali tak dapat, maka terdengarlah suara "blek", dengan tepat pantatnya kena disodok oleh pengayunya Nyo Ko. sekalipun Lwekangnya sudah sangat tinggi, tapi pantat adalah tempat yang banyak dagingnya tidak urung ia kesakitan juga, ditambah kejadian itu tak ter-sangka2, sebab ia kira pasti bisa menghindarinya. tapi justru kena disodok, maka tanpa terasa ia berteriak. "Hm, manusia macam apa kau? Aku justru tidak menyerah !" Demikian terdengar Nyo Ko menjengek Karena kejadian itu, para kesatria itu ter heran2 dan merasa geli pula, mereka pikir pemuda ini bukan saja nakal, orangnya pun pemberani. Pangeran Mongol ini ternyata dua kali kena di-kibuli. Sampai di sini Hotu tak bisa tinggal diam lagi, tetapi ia masih belum anggap Nyo Ko sebagai lawan, hanya tangannya mendadak menampar ke belakang dengan maksud hendak tempeleng bocah ini untuk lampiaskan rasa mendongkolnya. Tetapi waktu itu Kwe Cing berdiri di samping-nya, sudah tentu ia tidak biarkan Nyo Ko dihantam. mendadak ia angkat tangannya terus cekal telapak tangan Hotu sambil berkata. "Kenapa kau main2 dengan anak muda?" Seketika Hotu rasakan separah badannya kaku kesemutan, dalam gusarnya iapun sangat terkejut. Dalam pada itu Nyo Ko tidak sia2kan kesempatan itu, ia ayun penggayunya lagi terus gebuk pula pantat orang sambil ber-teriak2. "Binatang cilik tak dengar kata, biar bapak hajar pantatmu !" "Ko-ji lekas undurkan diri, jangan main gila lagi," Cepat Kwe Cing bentak si Nyo Ko. Para kesatria kembaii ter-pingkal2 karena ke-lakuan Nyo Ko itu. sebaliknya para begundal dari Mongol be-ramai2 pada berteriak2. "Apa? Dua keroyok satu maunya?" "Hm, tak malu !" "Apa minta pertandingan diulang kembali, bukan?" Begitulah mereka mengejek riuh rendah, karena itu Kwe Cing tertegun, lalu iapun lepaskan tangan Hotu. Sementara itu mata Ui Yong memang sangat jeli itu, ketika dilihatnya Nyo Ko menyandung orang dan menjojoh lagi sekali, gaya serangannya memang betul2 tipu bagus dari Pak-kau-pang-hoat, keruan saja ia curiga. "Darimanakah ia dapat mencuri belajar Pak-kau-pang-hoat? Apakah mungkin ia telah mengintip waktu aku mengajarkan pada Loh Yu-ka? Tetapi setiap kali sebelumnya pasti kuperiksa dulu sekitar tempat itu, mana bisa ia mengelabuhi mataku?" Demikian Ui Yong tidak habis mengarti. Tetapi segera iapun berseru . "Cing-koko, coba kau ke sini!" Kwe Cing menurut, ia kembali ke samping sang isteri, tapi kuatir akan keselamatannya Nyo Ko, maka pandangannya tidak pernah meninggalkan diri pemuda itu dan Hotu, ia lihat pangeran Mongol itu telah merangsang maju lagi dan menyerang Nyo Ko dengan hebat. Tetapi Nyo Ko benar2 jahil, sembari berkelit ia masih terus berteriak . "Hantam pantatmu, hantam pantatmu !" Dan betul juga, selalu ia ayun penggayunya menggebuk pantat orang, cuma waktu itu Hotu sudah keluarkan kepandaiannya, dengan sendirinya tak bisa lagi kena sasarannya, setiap pukulannya selalu mengenai tempat kosong. Kalau Hotu ingin pukul kepala Nyo Ko dengan kipasnya, sebaliknya Nyo Ko ayun penggayunya hendak gebuk pantat Hotu, kedua orang lalu uber2-an di tengah ruangan pendopo itu siapapun tiada yang bisa pukul yang lain. Mula2 semua orang merasa heran dan anggap lucu, tetapi sesudah menyaksikan kedua orang uber2an beberapa lingkaran, akhirnya semuanya terkejut ternyata Nyo Ko yang bajunya compang camping, usianya pun masih muda, tetapi langkahnya sangat enteng, gerak-geriknya gesit, hakikatnya tidak kalah cepat daripada Hotu, Beberapa kali Hotu mengejar maju hendak pukul, tetapi dengan sigap dan bagus selalu dapat dihindarkan Nyo Ko. Tiam-jong Hi-un dan Darba sebenarnya masih saling melotot dengan senjata terhunus. yang siap menerjang maju lagi buat bertanding dan yang lain siap sedia dengan penuh perhatian untuk menjaga serbuan musuh yang mendadak, tetapi nampak Hotu tak bisa berkutik melawan seorang anak muda yang tak terkenal semuanya menjadi heran, yang satu tertawa lebar dan yang lain mengomel terus dalam bahasa Tibet yang tak dimengerti. Sesudah Nyo Ko dan Hotu ubek2an beberapa kali lagi, lambat laun dapat juga Hotu mengetahui Ginkang atau ilmu entengkan tubuhnya Nyo Ko sangat hebat, kalau terus main hadapan lari boleh jadi akhirnya ia sendiri akan terjungkal. Karena itu mendadak ia terus putar balik dengan tangan kiri ia pegang penggayu orang dan kipas ditangan-yang lain segera menutuk kaki Nyo Ko pada tempat "goan-riau-hiat". Dengan serangan ini, caranya bukan lagi sekedar hajaran pada anak nakal saja, tetapi tipu serangan antara jagoan sungguh2. Namun Nyo Ko tidak gampang diarah, meski usianya kecil, tapi nyalinya cukup besar, ia lihat lawannya mengeluarkan ilmu silat yang hebat, ia tak mau lawan orang berhadapan ia berkelit hindarkan tutukan tadi, menyusul dengan ayun penggayunya ia masih terus ber-teriak2 . "Bapak pukul pantatmu !" Dengan caranya Nyo Ko mempermainkan lawannya ini, sebenarnya kepandaiannya harus berlipat ganda lebih tinggi dari orang barulah "sip", meski Nyo Ko tidak sedikit pelajari ilmu silat yang paIing bagus dan tinggi, tetapi soal keuletan ia masih belum bisa menimpali Hotu, dengan caranya menggoda orang itu sebenarnya bisa berabe. Tetapi karena kelakuannya yang jenaka itu, semua orang yang menonton sama bergelak ketawa, dan karena tertawa orang banyak inilah Hotu malah dibikin bingung hingga pikirannya tak tenang, ia betul2 kuatir pantatnya kena digebuk lagi di hadapan para kesatria itu, hal ini berarti akan menghilangkan pamornya, maka seluruh perhatiannya dicurahkan untuk menghindarkan diri hingga lupa untuk memutarkan serangan balasan, dengan demikian barulah Nyo Ko tidak mengalami bahaya. Sampai disini Ui Vong sudah dapat melihat bahwa Nyo Ko pasti pernah mendapat ajaran dari orang kosen, pengalamannya pasti lain dari pada yang lain, ilmu silatnya tentu susah diukur. Ia pikir biarkan bocah ini kacaukan pihak musuh, mungkin untuk sementara masih bisa pertahankan kedudukan sendiri yang sudah kalah dua babak tadi. Maka dengan suara keras ia lantas berseru . "Ko-ji, coba kau bertanding secara baik2 dengan toako ini, kulihat se-kali2 dia bukan tandinganmu !" Karena seruan itu, segera Nyo Ko berhenti "Hayo, berani kau?" Katanya segera sambil me lelet2 lidah mengejek serta tuding hidung Hotu. Namun Hotu sangat licin, ia pikir pihaknya sudah menang dua babak be-runtun2, kedudukan Beng-cu sudah terang dapat direbutnya, kenapa perlu cari gara2 lain ? Maka ia lantas menjawab . "Binatang cilik kau begini nakal, pasti akan kuhajar kau, cuma tak perlu buru2, kita minta Bu-lim Beng-cu Kim-lun Hoat-ong memberi petua dan kita semua akan menurut segala perintahnya." Tetapi dengan riuh para kesatria sama membangkang hingga suaranya sangat berisik. "Kita tadi sudah berjanji siapa yang menangkan dua babak dialah yang mendapatkan sebutan Beng-cu, nah, janji tadi dianggap kata2 manasi atau bukan ?" Dengan suara keras segera Hotu berteriak. Seketika para kesatria menjadi bungkam, meski kemenangan musuh yang pertama tadi dilakukan dengan cara licik dan babak kedua baru sampai pada senjata patah, tapi kalau menyangkal kekalahan itu, sebagai kesatria rasanya juga sungkan, maka mereka- terpaksa tak bisa menjawab. "Kenapa Hwesio tua ini bisa menjadi Bu-lim Beng-cu, kulihat dia tidak cocok" Kata Nyo Ko tiba-tiba. "Siapa guru bocah ini, lekas dipanggil dan diberi hajaran, kalau masih terus mengacau disini, jangan sesalkan aku tidak bermurah hati padanya !" Teriak Hotu dengan gusar. "Haha, justru guruku barulah cocok untuk di- angkat menjadi Bu-lim Beng-cu, gurumu sih punya kepandaian apa?" Kata Nyo Ko lagi dengan tertawa. "Siapa gurumu, silakan maju buat belajar kenal" Sahut Hotu. Nyata ia sudah kenal kepandaian Nyo Ko tidak rendah, ia pikir guru orang pasti seorang tokoh besar, maka dia gunakan kata2 "silakan" Tetapi Nyo Ko tidak menjawab, sebaliknya ia tanya lagi. "Perebutan Bu-lim Beng-cu hari ini, bukankah setiap murid boleh mewakilkan sang guru?" "Ya", sahut Hotu. "Maka tadi kami sudah menangkan dua babak dari tiga babak, dengan sendirinya guruku adalah Beng-cu." "Baiklah, anggap benar kau telah menangkan mereka, tetapi apa gunanya ? Murid guruku toh belum pernah kau kalahkan," Kata Nyo Ko. "Siapa dia murid gurumu?" Tanya Hotu. "Goblok." Sahut Nyo Ko ter-kakah2. "Murid guruku dengan sendirinya ialah aku ini!" Mendengar banyolan ini, para kesatria kembali bergelak ketawa lagi. "Nah, sekarang kita juga bertanding dalam tiga babak, kalau kalian menang dua babak lagi, barulah aku mau ngaku Hwesio tua itu sebagai Beng-cu," Dengan tertawa Nyo Ko berkata pula. Tetapi kalau aku yang menang dua babak, maaf, sebutan Bu-lim Beng-cu itu tidak bisa lain kecuali guruku yang mendudukinya." Mendengar kata2 Nyo Ko ini, semua orang pikir jangan2 gurunya memang betul seorang tokoh ternama dan sengaja datang buat merebut gelar Bu-lim Beng-cu dengan Ang Chit-kong dan Kim-lun Hoat-ong, tetapi peduli siapa gurunya, se-tidak2nya toh bangsa Han daripada Beng-cu kena direbut oleh imam negara bangsa Mongol. Karena itu, segera semua orang berseru menyokongnya. "Ya, ya, betul! Coba kau menangkan dua babak lagi!" "Memang tepat apa yang dikatakan engkoh cilik ini!" "Jagoan Tionggoan memangnya sangat banyak, secara beruntung kau menang dua babak, apanya yang perlu dibuat heran ?" Diam2 Hotu memikirkan akal, ia menduga dua jago tertinggi pihak musuh sudah dikalahkan kalau maju dua lagi juga tak perlu takut, kuatirnya kalau orang main giliran, dua kalah segera maju lagi dua. Sebab itu, lantas ia jawab. "Gurumu hendak berebut kedudukan Beng-cu ini, memangnya boleh juga, cuma orang gagah di jagat ini entah berapa ribu banyaknya, kalau harus bertanding sebabak dan sebabak lagi, lalu harus bertanding sampai ka-pan?" "Kalau orang lain yang menjadi Beng-cu, pasti guruku tak ambil pusing, soalnya asal dia lihat gurumu itu, hatinya lantas gemas" Sahut Nyo Ko. "Siapakah gurumu, apa dia,ada disini?" Tanya Hotu. "Dia orang tua sekarang juga btrada di depan matamu," Sahut Nyo Ko tertawa, Lalu ia menoleh pada Siao-liong-Ii. "Hai, Kokoh, dia menanyakanmu!" Siao-liong-li menyahut sekali, iapun angguk2 kepada Hotu. MuIa2 para kesatria tercengang, tetapi segera mereka ter-bahak2 lagi, sebab wajah Siao-Iiong-li yang cantik molek, usianya tampaknya malah lebih muda daripada Nyo ko, mana bisa menjadi guru-nya? jelas Nyo Ko sengaja bergurau untuk goda Hotu. Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Hanya Hek Tay-thong, Sun Put-ji, Thio Ci-keng dan In Ci-peng yang tahu bahwa apa yang dikatakan Nyo Ko itu memang betul" Ui Yong sendiri meski menduga ilmu silat Nyo Ko pernah dapat ajaran dari orang kosen, tetapi apun tak percaya bahwa gadis lemah lembut sebaik Sieo-liong-Ii ini bisa menjadi gurunya ? Dan dengan sendirinya Hotu lebih2 tak percaya, ia menjadi gusar. "Siau-wan-tong (anak kecil nakal) ngaco-belo" Demikian bentaknya. "Hari ini para kesatria berkumpul semua di sini, masih banyak urusan2 besar yang akan diselesaikan mana boleh kau mengacau terus di sini? Lekas kau enyah pergi!" Tetapi Nyo Ko tak gubris orang, ia berkata lagi. "Ha, gurumu hitam lagi jelek, kalau bicara lurak-kelurak tak ada orang tahu, Coba kau lihat guruku cantik, begini manis, kalau dia yang menjadi Bu-lim Beng-cu, bukankah jauh lebih baik daripada gurumu si Hwesio hitam pelontos itu?" Terhadap urusan keduniawian sama sekali Siao-liong-li tak pahami tapi demi mendengar Nyo Ko memuji kecantikannya tiba2 hatinya menjadi senang dan bersenyum, betul saja ia bertambah cantik bagai bunga mawar yang baru saja mekar. Melihat cara Nyo Ko mempermainkan musuh semakin berani semua orang pada merasa senang dan bersyukur, tetapi ada juga yang diam2 berkuatir kalau2 mendadak Hotu turun tangan keji Betul saja, digoda sedemikian rupa, Hotu tak tahan lagi. "Dengarlah para Enghiong seluruh jagat, kalau Siau-ong bunuh anak nakal ini, itu adalah salah dia sendiri dan jangan salahkan Siau-ong !" Demikian ia berteriak. Habis ini, kipasnya mengebas segera kepala Nyo Ko hendak dihantamnya. Tak terduga mendadak Nyo Ko juga berlaga seperti Iawan, ia busungkan dada dan pelembungkan perut terus berteriak juga. Keris Maut Karya Kho Ping Hoo Keris Pusaka Nagapasung Karya Kho Ping Hoo Keris Pusaka Dan Kuda Iblis Karya Kho Ping Hoo