Ceritasilat Novel Online

Kembalinya Pendekar Rajawali 3


Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung Bagian 3


Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya dari Chin Yung   "Kalau memindahkan mereka, tentu ajalnya akan tiba lebih cepat, namun tak mungkin Kubiarkan mereka di sini, bagaimana baiknya ?"   Disaat serba susah itulah tiba2 dari jauh di dengarnya seseorang berteriak.   "Niocu, apa kau selamat ?" - itulah suara Bu Sam-thong. Girang dan dongkol pula Bu Sam-nio, pikirnya kau si gila ini entah berbuat apa saja dan sampai sekarang baru datang, Dilihatnya pakaian sang suami sudah robek dan penuh tambalan,"   Sedang berlari cepat mendatangi sambil ber-kaok2 selamanya Bu Sam-nio belum pernah menghadapi sikap suaminya yang begitu mesra terhadap dirinya, hatinya menjadi senang, sahutnya lantang.   "Aku di sini!"   Cepat sekali Bu Sam-thong meluncur tiba, tanpa berhenti ia raih badan Liok Lip-ting berdua terus dibawa pergi sambil berteriak.   "Lekas ikut aku !"   Kwa Tin-ok belum saling memperkenalkan diri, namun ia yakin orang adalah sekaum dari golongan pendekar, maka segera ia ikut jejak orang, sekaligus mereka lari sejauh beberapa li, Bu Sam-thong menjinjing dua orang, Kwa Tin-ok pincang berjalan dengan menggunakan tongkat, namun Bu Sam-nio malah ketinggalan paling jauh.   Bu Sam-thong menyusup ke timur dan berputar ke barat, akhirnya ia bawa kedua orang memasuki sebuah gua di sebuah lekukan gunung, Begitu masuk ke dalam gua itu, Bu Sam-nio melihat Tun-ji dan Siu-bun, kedua puteranya itu selamat tak kurang suatu apapun, ia merasa lega, Dilihat-nya kedua puteranya sedang bermain, batu di tanah bersama Liok Bu-siang dan Thia Eng.   Di ujung sana berdiri seorang gadis cilik lain yang berpakaian mewah, Usianya lebih kecil dari Liok dan Thia, namun sikap dan tindak tanduknya kelihatan sombong, ia tidak sudi bermain dengan mereka berempat, Dia bukan lain adalah puteri kesayangan Kwe Ceng dan Ui Yong, Kwe Hu adanya.   Melihat Kwa Tin-ok ikut datang segera Kwe Hu berteriak.   "Kwa-kongkong, kedua burung itu entah pergi kemana, tidak kelihatan bayangannya, ku panggil berulang kali juga tidak mau kembali!"   Sementara itu Thin Eng dan Liok Bu-siang lantas memeluk badan Liok-toanio dan Liok Lip-ting serta menangis sambil menjerit2. Mendengar jerit tangis kedua anak perempuan ini, seketika Kwa Tin-ok teringat akan kata2 Li Bok-chiu, serunya kuatir.   "Wah, celaka ! Kita memancing setan masuk pintu, sebentar iblis laknat itu pasti menyusul kemari!"   "Bagaimana bisa ?"   Tanya Bu Sam-nio bingung.   "Gembong iblis itu hendak mencabut nyawa kedua "bocah dari keluarga Liok ini, tapi dia tidak tahu dimana mereka berada."   Seketika Bu Sam-nio sadar, ujarnya.   "Ya, benar,, dia sengaja tidak melukai kami, tapi mengintil di belakang kita secara diam2."   Bu Sam-thong menjadi gusar, teriaknya. Se-tan keparat itu berani mengganas, sebentar biar aku yang menempurnya."   Batok kepala Liok Lip-ting sudah remuk, namun ada satu hal yang belum dia selesaikan maka ia bertahan sampai sekarang, dengan suara lemah katanya kepada Thia Eng.   "Ah-ing, ambillah sapu... sapu.... sapu tangan di dalam bajuku."   Thia Eng menyeka air mata, lalu merogoh keluar sehelai sapu tangan sutera dari baju sang paman.   Sapu tangan ini terbuat dari sutera putih, tiap ujungnya tersulam bunga merah, Bentuk dan warna bunga itu amat aneh dan lain dari bunga biasanya, kelihatan indah menyolok tapi menyeramkan pula, selintas pandang membuat berdiri bulu kuduk orang.   Kata Liok Lip-ting.   "Ah-Eng, ikatlah sapu tangan ini di lehermu, jangan kau copot lagi, tahu tidak ?"   Thia Eng tidak tahu maksudnya, namun pamannya berpesan wanti2, maka ia mengangguk serta mengiakan, Saking kesakitan Liok-toanio sudah jatuh pingsan berulang kali, mendengar suara suaminya, segera ia membuka mata, katanya.   "Kenapa tidak kau berikan kepada anak Siang ? Berikan kepada Siang-ji!"   "Tidak!"   Sahut Liok Lip-ting tegas.   "Mana boleh aku mengingkari pesan ayah bundanya ?"   "Kau... kau sungguh kejam, puterimu sendiri tidak kau hiraukan lagi keselamatannya ?"   Mata Liok-toanio memutih, suarapun serak dan jatuh semaput lagi. Liok Bu-siang tidak tahu soal apa yang dipertengkarkan ayah bundanya, sambil menangis ia berteriak.   "lbu Ayah !"   "Niocu!"   Ujar Liok Lip-ting dengan suara lembut.   "Kau amat sayang kepada Siang-ji, biarlah dia ikut berangkat bersama kita ?"   Sapu tangan sutera putih bersulam bunga merah itu adalah pemberian Li Bok-chiu kepada Liok Tian-goan dimasa mudanya sebagai tanda mengikat janji, Menjelang ajal, Liok Tian-goan tahu dosa2 mereka suami isteri bertumpuk dan banyak musuh, anak cucunya kelak pasti terlibat banyak urusan, maka ia wariskan sapu tangan itu kepada puteranya.   Dengan wanti2 ia berpesan, bila Bu Sam-thong meluruk datang menuntut balas, kalau bisa menghindari adalah baik, kalau tidak bolehlah dilawan sekuat tenaga dan rasanya jiwa tidak akan melayang cuma2.   Tapi kalau Li Bok-chiu yang datang, orang ini amat keji dan ganas pula, ilmu silatnya juga tinggi, satu2-nya jalan untuk menyelamatkan diri ialah mengalungkan sapu tangan sutera putih itu di leher.   ingat akan asmara dimasa mudanya, mungkin si iblis itu tidak tega turun tangan, Tapi Liok Lip-ting sendiri tinggi hati, meski menjelang ajal, namun ia sendiri tidak mau unjuk sapu tangan itu.   Thia Eng adalah puteri saudara perempuan Liok Lip-ting yang dititipkan padanya, Biasanya ia bersikap keras kepada keponakan ini, sering ia memarahinya dan mendidiknya dengan keras, tapi urusan sudah berlarut sedemikian jauh, malah dia berikan sapu tangan penyelamat itu kepada Thia Eng.   Betapapun Liok-toanio berjiwa lebih sempit, kasih sayangnya kepada puteri sendiri lebih besar, melihat sang suami tidak perdulikan keselamatan jiwa puteri sendiri, saking dongkol dan gusar, kontan ia jatuh semaput lagi.   Karena soal sapu tangan sampai bibi dan pamannya bertengkar segera Thia Eng angsurkan sapu tangan itu kepada Piaumoay-nya, katanya.   "Bibi bilang untuk kau, nah, terimalah !"   Tapi Liok "   Lip-ting segera membentak.   "Siang-ji, jangan kau terima !"   Bu Sam-nio tahu dalam hal ini pasti ada latar belakang yang dirahasiakan segera ia tampil bicara.   "Bagaimana kalau sapu tangan ini disobek menjadi dua potong ? Satu orang separoh, boleh tidak ?"   Liok Lip-ting hendak bicara, namun keadaannya sudah sangat payah, mana bisa mengeluarkan suara pula, terpaksa ia hanya mengangguk saja, Bu Sam-nio segera minta sapu tangan itu "bret"   Ia sobek menjadi dua dan dibagikan kepada Liok Bu-siang dan Thia Eng.   Bu Sam-thong berdiri di mulut gua, mendengar jerit tangis di sebelah "dalam, tak tahu apa yang terjadi, segera ia berpaling, entah mengapa dilihatnya separuh muka isterinya berwarna hitam separuh yang lain putih halus seperti salju, keruan ia kaget dan kuatir, katanya sambil menuding muka sang isteri.   "Ke... kenapa begini ?"   "Kenapa ?"   Tanya Bu Sam-nio sambil meraba mukanya, terasa kulit mukanya seperti kaku dan mati rasa, mencelos hatinya, seketika teringat akan rabaan tangan li Bok-chiu pada mukanya tadi, apa tangan halus dan lembut itu menggunakan racun dalam rabaannya tadi ? Baru saja Bu Sam-thong hendak bertanya pula, mendadak didengarnya seorang tertawa di luar gua, katanya.   "Kedua bocah perempuan itu di sini bukan ? Perduli mati atau hidup, lekas lempar keluar!"   Suaranya nyaring seperti kelintingan. Bu Sam-thong segera melompat keluar gua, dilihatnya Li Bok-chiu sedang berdiri di luar gua, seketika hatinya tergetar.   "Puluhan tahun tidak bertemu, kenapa dia masih sedemikian cantik ?"   Tapi dilihatnya kebut di tangan Li Bok-chiu bergoyang gontai, sikapnya adem-ayem, pandangan matanya tajam, kedua pipinya bersemu merah, bagi orang yang tidak kenal iblis yang suka mengganas ini, orang pasti mengira orang adalah putri hartawan yang sengaja menjadi Tokoh (pendeta wanita agama Tao).   Melihat kebut baru Bu San-thong ingat dirinya tidak membekal senjata, kalau balik mengambil ia kuatir orang akan menerjang masuk dan melukai Thia Eng atau Liok Bu-siang, sekilas dilihatnya di pinggir gua tumbuh sebatang pohon, segera ia rangkul dengan kedua tangan serta menghardik keras.   "Naik !"   Waktu ia kerahkan tenaga, pohon itu seketika kena dicabut sampai akar-akarnya, Li Bok-chiu tersenyum genit.   "Amat besar tenagamu !"   Bu Sam-thong segera melintangkan batang pohon itu, katanya.   "Nona Li, puluhan tahun tidak bertemu, kau baik-baik saja ?"   Dahulu ia biasa panggil orang nona Li, kini meski orang sudah masuk agama menjadi pendeta To, namun ia tidak mengubah panggilannya, selama dua puluhan tahun terakhir ini Li Bok-chiu tidak pernah mendengar orang memanggil dirinya dengan sebutan "nona Li", seketika tergerak hati-nya, terbayang olehnya akan kehidupan manis mesra masa mudanya dahulu, namun kilas lain ia pun berpikir.   sebetulnya aku dapat hidup rukun sampai hari tua bersama pujaan hatiku, siapa tahu dalam dunia ini muncul seorang yang bernama Ho Wan-kun yang membuat aku malu dan kehilangan, pamor, aku hidup menderita sampai hari tua.   Se gera rasa manis mesra yang menggejolak tadi se ketika tersapu bersih, perasaan berubah menjadi benci dan dendam.   Seperti Li Bok-chiu Bu Sam-thong juga seorang yang patah hati dalam gelanggang asmara boleh dikatakan mereka mengalami pendeta dan siksaan batin yang sama.   Sepuluhan tahun yang lalu Bu Sam-thong pernah melihat seorang diri Li Bok-chiu membunuh puluhan Piausu dari Ho-si Piaukiok secara kejam dan tak berperi-kemanusiaan, kalau dibayangkan sampai sekarang masih terasa seram, Para Piausu itu sebetulnya tiada salah dan tiada dosa kepadanya, merekapun tiada sangkut paut dengan Ho Wan-kun soalnya hanya karena merekapun she Ho, di kala kepedihan hati tak terlampiaskan, ia luruk ke Ho-si Piau kiok serta membunuh habis semua penghuninya, Kini dilihat pula oleh Bu Sam-thong raut muka perempuan ini sebentar mengunjuk kelembutan hatinya, namun saat lain berubah bengis dan menyeringai dingin, diam2 ia sangat menguatirkan keselamatan kedua anak perempuan Liok dan Thia itu.   Berkata Li Bok-chiu.   "Di atas dinding sudah kuberikan tanda sembilan telapak tangan, aku tidak akan berhenti sebelum membinasakan sembilan orang, Nah, Bu-samko, silahkan kau menyingkir !"   "0rang2 yang kau musuhi sudah sama mati, putera dan bininya pun sudah kau lukai, cucu perempuannya yang masih kecil itu, harap kau ampuni saja !"   Kata Bu Sam-thong. Li Bok-chiu menggeleng sambil tersenyum, katanya.   "Bu-samko, silahkan kau minggir."   Bu Sam-thong pegang batang pohon itu lebih kencang, teriaknya.   "Nona Li, kau memang terlalu kejam, Ho Wan-kun."   Seketika berubah air muka Li Bok-chiu mendengar nama itu, katanya.   "Aku sudah bersumpah barang siapa di hadapanku menyinggung nama orang itu, maka kalau bukan aku yang mati pasti dia yang mampus, Nah, Bu-samko, kau sendiri yang salah, jangan kau menyalahkan aku."   Kebut-nya segera mengebas ke atas kepala Bu Sam-thong.   Jangan pandang kecutnya itu kecil pendek, namun kebasannya ini cepat dan keras sekali, rambut kepala Bu Sam-thong yang awut2an itu seketika seperti diterpa angin ribut Li Bok-chiu tahu orang adalah murid kesayangan It-teng Taysu, meski tindak tanduknya ling-lung, namun ilmu silatnya mempunyai keistimewaannya sendiri, maka sekali turun tangan segera ia lancarkan serangan maut yang mematikan Cepat Bu Sam-thong angkat batang pohon itu dan mendadak terulur maju terus menyapu dengan keras.   Melihat sapuan keras dan lihay ini, badan Li Bok-chiu berkelebat melayang mengikuti deru angin, sebelum daya kekuatan sapuan pohon itu melanda tiba, ia sudah melompat ke depan terus menyerang ke muka lawan.   Hebat memang kepandaian Bu Sam-thong, tidaklah sia2 Toan-hongya menggemblengnya selama puluhan tahun, melihat orang merangsak maju, tangan kanan segera terangkat, jari tengahnya terjulur menutuk jidat orang.   It-yang-ci yang dia lancarkan ini tidak bisa dibandingi dengan permainan isterinya tadi, kelihatannya gerak tangannya tidak begitu cepat dan hebat, namun serba rumit dijajagi atau diraba perubahannya, aneh dan ajaib.   Tapi badan Li Bok-chiu mendadak mencelat mundur beberapa tombak jauhnya, Melihat orang bergerak segesit kera selincah kupu menyelusuri kembang, datang pergi seenteng asap, dalam sekejap saja merangsak maju dan mundur beberapa kali, mau-tidak-mau Bu Sam-thong sangat kagum dan tergetar.   Segera ia kerahkan tenaga mengabitkan dahan pohon itu dengan hebatnya, serentak ia desak lawan mundur puluhan tombak jauhnya, tapi sedikit ada peluang, Li Bok-chiu segera menyelinap maju secepat kilat, untung It-yang-ci amat lihay, kalau tidak tentu sejak tadi dia sudah terkapar roboh.".   Meski demikian, betapapun bobot dahan pohon itu terlalu berat, diputar sedemikian kencangnya, lama-kelamaan ia merasa letih dan kehabisan tenaga, sebaliknya Li Bok-chiu bergerak semakin gesit dan mendesak semakin dekat Mendadak bayangan putih berkelebat, tahu2 Li Bok-chiu melompat ke pucuk pohon sembari mengayun kebutnya menyerang ke bawah dari tengah udara.   Bu Sam-thong terkejut, lekas ia putar balik batang pohon terus dihantamkan ke tanah, sambil tertawa Li Bok-chiu berlari maju melalui dahan pohon.   segera Bu San-thong memapak dengan tutukan jarinya.   Tapi sekali menggeliat gemulai, badan lawan tahu2 sudah menyurut mundur ke pucuk pohon pula.   Begitulah beruntun puluhan jurus, bagaimanapun Bu Sam-thong kerahkan tenaga menggentak pohon atau menyapukannya dengan hebat menghantam batang pohon yang lain untuk menjatuhkan orang, namun Li Bok-chiu seperti lengket dengan dahan pohon di tangannya itu, malah setiap kali kalau gerakan dahan pohon lamban ia lantas menyerang maju dengan serangan ganas.   Lama kelamaan Bu Sam-thong merasa payah juga, meski badan orang tidak terlalu besar dan berat, paling tidak menambah beban di atas dahan pohon besar itu, dengan berdiri di .   pucuk pohon, dahan pohon itu tidak akan mampu mengenai dia, sebaliknya orang lebih leluasa menyerang dirinya, terang dirinya dalam posisi yang terdesak Inysaf akan kedudukan yang berbahaya ini, bila dirinya sedikit ayal atau lena, jiwa sendiri tidak menjadi soal, tapi semua penghuni gua baik tua dan muda bakal menjadi mangsa keganasannya pula.   Segera ia ayun batang pohon itu lebih kencang, ia berusaha menjatuhkan orang dari dahan pohon di tangannya, Tepat pada saat itulah, tiba2 dari belakang didengarnya seruan nyaring disusul dua bayangan abu2 menubruk turun dari atas Karena pahanya tersambit jarum berbisa, Bu Sam-thong rebah tengkurap tak mampu bangun Jagi, sementara Li Bok-chiu sedang sibuk dikerubuti dua ekor rajawali dan seekor burung merah kecil berparuh panjang.   Waktu Bu Sam-thong angkat kepala, dilihatnya dua ekor rajawali menukik turun bagai meteor jatuh menyerang ke arah Li Bok-chiu dari kanan kiri, Melihat luncuran kedua burung raksasa yang pesat dan dahsyat ini, cepat Li Bok-chiu menjungkir ke bawah dengan kaki kiri tetap menggantol dahan pohon, Karena tidak berhasil mengenai musuh, kedua rajawali itu terbang ke udara pula.   Baru saja Bu San-thong keheranan, tiba2 didengarnya suara anak perempuan di belakangnya.   "Tiau-ji, ayo turun gigit perempuan jahat itu !"   Kedua ekor burung rajawali itu amat cerdik dan tahu kata2 orang, seekor dari kiri ke kanan, yang lain dari kanan ke kiri, empat cakar besinya serentak mencengkeram ke bawah pohon.   Pernah Li Bok-chiu dengar bahwa Kwe Ceng dan Ui Yong dari Tho-hoa-to ada memelihara sepasang burung rajawali sakti, menghadapi serangan kedua burung sakti ini, terhadap rajawali itu sendiri ia tidak takut, namun ia jeri bila Kwe Ceng suami isteri berada tidak jauh dari situ, hal itu tentu akan membawa kesulitan dan menggagalkan urusannya, dengan gerakan gemulai segera ia berkelit beberapa kali, tiba2 ia ayun kebut-nya.   "plok", ia berhasil menyabet sayap kiri rajawali jantan, saking kesakitan rajawali itu berpekik dan beberapa tangkai bulunya rontok berhamburan di udara. Melihat burung rajawalinya cidera, Kwe Hu berteriak pula.   "Tiau-ji jangan takut, gigit perempuan galak itu."   Sekilas Li Bok-chiu melirik, dilihatnya anak perempuan itu berkulit halus bagai salju, cantik melek dan menawan hati, tergeraklah hatinya.   "Sejak lama kudengar bahwa Kwe-hujin adalah perempuan tercantik nomor satu angkatan muda, memangnya anak perempuan ini adalah puterinya ?" - Karena menggunakan pikiran, gerak gerik kaki tangannya menjadi sedikit lamban, Walaupun mendapat bantuan sepasang rajawali namun Bu Sam-thong masih tidak kuasa merobohkan lawannya, keruan hatinya semakin gelisah, Se-konyong2 pohon itu ia lempar ke tengah udara bersama orangnya. Agaknya Li Bok-chiu tidak menduga akan perbuatannya ini, tanpa kuasa badannya ikut terlempar beberapa tombak tingginya di udara. Seperti diketahui tenaga sakti Bu Sam-thong memang amat mengejutkan, dulu waktu Kwe Ceng dan Ui Yang hendak minta bertemu dengan It Teng Taysu, di tepi jurang dia mengangkat sepotong batu besar yang diatasnya rebah pula seekor sapi jantan yang besar, ia kuat bertahan hampir setengah jam lebih, Kepandaian silat Li Bok-chiu memang tinggi namun karena dilempar sekuat itu, ia tidak kuasa menyingkirkan diri lagi. Melihat dia melambung ke udara,, kedua rajawali itu segera menukik turun pula seraya menutuk Kalau di atas tanah datar kedua rajawali ini tidak dapat mengapakan dirinya, sekarang Li Bok-chiu terapung di tengah udara dan tiada tempat untuk pengerahan tenaga, mana kuat melawan terjangan kedua rajawali yang hebat ini! Dalam gugupnya kebut terayun untuk melindungi mukanya, berbareng lengan baju mengebas, sekaligus ia timpuk tiga batang jarum Peng-pok-gin-ciam. Dua batang menerjang kedua rajawali sebatang ke arah dada Bu Sam-thong. Tiga batang senjata rahasia dia timpukan ke tiga arah sasaran yang berlainan dengan tepat, sungguh lihay sekali. Kedua rajawali itu rupanya tahu kelihaian jarum musuh, cepat pentang sayap melambung tinggi pula ke tengah udara, tapi jarum perak itu menyamber teramat cepat.   "sret, sret"   Jarum menyerempet lewat sela2 cakar kaki dan mengelupas sedikit sisik kulitnya, Ketika Bu Sam-thong tiba2 melihat sinar perak berkelebat lekas ia jatuhkan diri, namun jarum perak itu masih mengenai juga paha kiri-nya, sebat sekali ia hendak berdiri pula, siapa tahu kaki kirinya itu, ternyata tidak mau menurut perintah lagi, lututnya tertekuk dan berlutut dengan tangan menyanggah tanah, ia.   kerahkan tenaga murni, baru saja hendak merangkak bangun pula, rasa kaku dengan cepat sudah menjalar sekejap saja kedua kakinya sudah pati rasa, kontak ia jatuh tengkurap, kedua tangan masih bertahan dan meronta hendak berdiri, namun akhirnya ia rebah tak bergerak lagi.   "Tiau-ji, Tiau-ji!"   Teriak Kwe Hu keras.   "Lekas kemari!"   Kedua ekor rajawali itu ternyata terbang entah kemana dan tidak mau mendengar teriakannya lagi.   "Adik cilik", tegur Li Bok-chiu tersenyum.   "apa kau she Kwe ?"   Melihat orang bicara manis budi, Kwe Hu pun tertawa, sahutnya.   "Ya, aku she Kwe. Kau she apa ?"   "Mari sini, ku ajak kau bermain,"   Perlahan Li Bok-chiu menghampiri hendak menggandeng tangannya. Dengan mengetuk tongkatnya lekas Kwa Tin-ok menerjang keluar dari gua dan menghadang di depan Kwe Hu, teriaknya.   "Hu-ji, lekas masuk !"   "Memangnya kau takut aku bakal menelannya bulat2 ?"   Ujar Li Bok-chiu tertawa cekikikan Kaki kirinya sedikit mencungkit tongkat besi orang berbareng tangan kiri meraih menangkap ujung tongkat. Kwa Tin-ok lekas menyendal serta menariknya, namun ia tidak berhasil melepaskan cekalan orang, teriaknya.   "Hu-ji lekas lari."   Kwe Hu malah bersungut dan berkata "Bibi ini hendak bermain dengan aku."   Tidak lari ia malah hendak menarik tangan Li Bok-chiu. Kwa Tin-ok kaget, selagi kehabisan akal, tiba2 terdengar suara pekik kedua rajawali yang telah terbang balik.   "Tiau-ji, lekas ke sini!"   Kwe Hu berseru.   Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Tiba2 samar merah berkelebat, seekor burung kecil warna merah yang berparuh panjang mendadak menubruk langsung ke arah kepala Li Bok-chiu dari sela2 kedua burung rajawali.   Keruan Li Bok-chiu terkejut lekas kebutnya menyamber namun burung merah itu melayang pergi datang dengan cepat, tiba2 badannya mundur tiga kaki ditengah udara meluputkan diri dari kebutan itu..Tapi secepat itu pula ia sudah menerjang maju pula, gerak geriknya tidak kalah dari pada tokoh kosen dunia persilatan.   Kaget dan senang pula Li Bok-chiu, katanya sambil tertawa.   "Burung kecil ini menyenangkan juga!"   Tiba2 didengarnya suara desiran aneh yang kumandang dari belakang gunung, entah dari mana berbondong2 merayap keluar ular hijau yang tak terhitung banyaknya, Seorang anak laki2 berbaju hijau sedang mendatangi sambil berdendang dengan bertepuk tangan, Ular-ular itu mengiringi nyanyiannya, sebaris dari sebaris amat teratur merubung ke arah Li Bok-chiu.   Anak laki2 berusia 14 - 15 tahun itu lalu duduk di tanah untuk menonton burung merah tadi menempur sengit Li Bok-chiu.   Burung merah kecil itu amat gesit dan tangkas, maju mundur bagai kilat, sabetan kebut Li Bok-chiu meski sangat kencang, namun lawan kecil ini selalu dapat lolos.   Dilihatnya anak laki2 itu bermuka cakap, bibir merah gigi putih, tampan dan menyenangkan serta merta timbul rasa kasih sayangnya, melihat orang menggusur ular menghadang di depannya, diam2 ia berpikir.   "Kabarnya di Pek-tho-san daerah Se-ek benua barat ada seorang Bu-lim Cianpwe tokoh persilatan tua bernama Auwyang Hong yang pandai menguasai ular untuk menyerang musuh, mungkin pemuda ini punya hubungan erat dengan dia ?"   Semula ia berniat melancarkan serangan ganas untuk membinasakan burung merah itu, berpikir sampai di situ, ia jadi ragu2 dan batalkan niatnya semula.   Harus diketahui Li Bok-chiu adalah seorang yang licik dan banyak tipu dayanya, sebelum bertindak ia selalu memikirkannya lebih dulu secara seksama, kalau dirinya tidak terdesak kalah, dia tidak akan segera menurunkan tangan jahatnya.   pikirnya.   "Kenapa hari ini begini kebetulan ? It Teng Taysu, Pek-tho-san dan Tho-hoa-to masing2 ada orang kumpul di sini, memangnya sebelum ini mereka sudah berjanji untuk bersatu menghadapi aku ? Biarlah kucari tahu dulu keadaan yang sebenarnya."   Sambil mengebaskan kebutnya, Li Bok-chiu bertanya.   "Adik cilik, siapa namamu ? Apa kau datang dari Pek-tho-san ?"   Melihat orang bicara dengan lemah-lembut, pemuda itu berdiri sahutnya dengan, tertawa.   "Aku she Nyo, Pek-tho-san apa yang kau maksudkan ?"   Melihat orang tidak bersiap, se-konyong2 burung merah tadi menyergap pula serta mematuk dengan paruhnya yang runcing panjang.   Sebat sekali Li Bok-chiu ulur tangan kiri terus meraih, gerak-gerik burung merah kecil itu amat cepat dan tangkas, namun gerak tangan Li Bok-chiu lebih cepat lagi, tahu2 burung merah itu tergenggam oleh tangannya.   Keruan pemuda itu kaget, teriaknya.   "Hai, jangan kau melukai dia !"   "Baik, nih, kukembalikan padamu !"   Sahut Li Bok-chiu sambil membuka telapak tangannya, Begitu mendapat kebebasan burung merah itu segera pentang sayap hendak terbang, tapi baru saya sayapnya terbentang, Li Bok-chiu kerahkan lwekang melalui telapak tangannya, sehingga burung merah itu seakan-akan melengket pada tangannya, biarpun beberapa kali burung kecil itu menggelepai2 sayapnya tetap tidak mampu terbang lolos dari telapak tangannya.   Maklumlah Jik-lian-sin-ciang Li Bok-chiu sudah mencapai puncaknya, tenaga yang dikerahkan pada telapak tangannya bisa dia gunakan sesuka hatinya, dalam sekejap saja ia bisa mengubah kekuatan pukulan telapak tangan beberapa kali, sekali serang pukulannya bisa menimbulkan gelombang kekuatan yang menderu hebat, tenaga dipusatkan di tengah2 telapak tangan, sementara jarinya bisa mengendon sehingga orang yang terkena pukulannya tidak mampu mengerahkan tenaga untuk melawan.   Bagi jago yang berilmu silat tinggi, kalau badannya terkena pukulan, secara reflek akan mengerahkan tenaga untuk melawan, baik menangkis atau untuk mematahkan Tapi ilmu pukulan Li Bok-chiu ini lain dari pada yang lain, sekali pukul didalamnya mengandung bermacam kekuatan yang dahsyat, oleh karena itu ia amat tenar dan ditakuti karena ilmu pukulan Jik-lian-sin-ciang, siapa yang tidak akan kuncup nyalinya bila mendengar atau melihat ilmu pukulannya ini.   Begitulah burung merah tadi masih terus kerupukan di tengah telapak tangan Li Bok-chiu dan tidak mampu terbang meloloskan diri.   Bu Sam-nio dan lain2 juga terkurung oleh barisan ular yang banyak itu, merekapun kaget dan heran pula, Melihat burung merah itu tidak mampu lepas dari telapak tangan orang, mereka pun kuatir akan keselamatannya, tapi takut di-gigit u!ar2 berbisa itu, setapak pun mereka tidak berani bergerak.   Melihat suaminya terkapar di tanah tanpa bergerak, entah mati atau masih hidup, betapapun mereka sudah menjadi suami isteri sekian puluh tahun lamanya, Bu Sam-nio amat prihatin akan keadaan suaminya, segera ia berseru memanggil.   "Samko, bagaimana kau ?"   Bu Sam-thorig mengerang, punggungnya terangkat beberapa kali, namun tetap tidak mampu menegakkan badan. Kwe Hu, tampak celingukan kian kemari dan tidak melihat bayangan kedua burungnya, segera ia berteriak.   "Tiau-ji, Tiau-ji, lekas kembali!"   Setelah menunggu cukup, lama tidak melihat apa2, maka Li Bok-chiu sudah bertekad.   "Seumpama Kwe Ceng suami isteri dan Auwyang Hong berada di sekitar sini, jika aku segera turun tangan masakah mereka sempat berbuat apa-apa kepadaku ?" - Maka dengan tersenyum kecil ia melangkah ke depan.   "Eh, jangan bergerak !"   Teriak anak muda tadi.   "Awas digigit ular!" - Tapi dilihatnya di mana kaki Li Bok-chiu beranjak ke depan, kawanan ular itu entah kenapa sama menyurut mundur seperti amat takut kepadanya, saling desak dan menyingkir ke pinggir. Tiba2 Li Bok-chiu melompat lewat di samping si pemuda terus menerjang ke dalam gua. Bu Sam-nio ayun pedangnya seraya membentak.   "Keluar !"   Tangan kiri Li Bok-chiu masih pegang burung kecil dan tangan kanan menyongsong tajam pedang terus menepuk. Keruan Bu Sam-nio heran.   "Memangnya tanganmu terbuat dari baja ?"   Siapa tahu jari2 orang ternyata bergerak selincah ular hidup, tahu2 sudah mencomot batang pedang terus digentak ke depan, ujung pedang malah membal balik memotong ke jidat Bu Sam-nio sendiri, perubahan ini terjadi dalam waktu yang amat cepat.   "sret", belum sempat ia berkelit pedangnya sendiri sudah membacok jidatnya.   "Maaf !"   Ujar Li Bok-chiu tertawa, burung ditangan kirinya segera dilepaskan, kedua tangannya segera menjinjing Thia Eng dan Liok Bu-siang, kaki sedikit menutul badannya segera mencelat keluar gua, dalam kesibukannya itu ia sempat pula menendang tongkat besi Kwa Tin-ok yang menyerampang datang dan menimpuk sebatang Ping-pok-ciam di kuncir Kwe Hu.   Mendengar jeritan kedua anak dara Thia dan Liok, tahu keadaan sangat gawat, si pemuda segera bangun dan menubruk maju memeluk Li Bok-chiu sambil teriaknya.   "Hai, hai, lekas lepaskan !"   Tangan Li Bok-chiu masing2 menjinjing satu orang, sedikitnya ia tidak menduga si pemuda bakal memeluk pinggangnya, tahu2 ia merasa bawah ketiak sudah dijepit sepasang tangan kecil seketika hatinya terkesiap, entah bagaimana seketika seluruh badan menjadi lemas lunglai.   Supaya Thia dan Liok kedua anak perempuan itu tidak tergigit ular, ia kerahkan tenaga di telapak tangan terus melemparkan mereka beberapa tombak jauhnya, cepat sekali tangannya membalik mencengkeram punggung si pemuda.   Usia Li Bok-chiu sudah mencapai lima puluhan tahun, namun dia masih seorang perawan yang suci, semasa mudanya bergaul dan main asmara dengan Liok Tian-goan, namun "   Masing2 memegang teguh adat istiadat, maka selama hidupnya belum pernah ia bersentuhan tubuh dengan laki2 manapun jua.   Banyak laki2 kalangan Kangouw yang terpikat akan kecantikannya, tapi sekali orang mengunjuk nafsu jahat atau tingkah laku yang tidak sopan, maka jiwa orang itu pasti melayang di bawah Jik-lian-sin-ciangnya.   Walau pemuda ini baru berusia belasan, betapapun dari badannya sudah mengeluarkan bau kelakian yang merangsang dan memabukkan, se-konyong2 Li Bok-chiu menghadapi keadaan ini, seketika ia terkesima dan luluh hatinya.   Begitu mencengkeram punggung si pemuda sebetulnya ia sudah kerahkan tenaga hendak menghancurkan isi perut orang untuk mencabut nyawanya, siapa tahu tenaga ternyata tak kuasa dikerahkan, hal seperti ini selama hidup belum pernah dia alami, keruan tak terkatakan rasa kejut dan herannya.   Pada saat itulah burung merah itu tahu2 menubruk pula mematuk matanya sebelah kiri sedikitpun Li Bok-chiu tidak menduga, tahu-tahu sebelah matanya seperti ditusuk sesuatu benda dan sakitnya luar biasa, biji matanya sudah dipatuk buta oleh burung merah itu.   Keruan murkanya tidak kepalang.   "plok", ia ayun tangannya secepat kilat, pukulan ini dilandasi kekuatan Lwekangnya selama hidup ini, burung kecil itu seketika terpental jatuh dengan leher putus sayap kutung, Cepat sekali tangan kanannya mengangkat si pemuda serta memakinya.   "Keparat cilik, kau ingin mampus ya !"   Segera ia putar badan pemuda itu dengan kaki di atas dan kepala di bawah, segera pula ia hendak benturkan kepala orang pada batu gunung agar mampus, Meski dalam bahaya, namun si pemuda sedikitpun tidak gugup atau takut, malah katanya sambil tertawa.   "Kokoh (bibi), jangan kau puntir kakiku hingga kesakitan !"   Suaranya sedemikian lembut dan aleman, sorot matanya halus mesra dan membuat orang yang menghadapinya luluh hatinya dan kuncup amarahnya, apapun yang diminta rasanya sulit untuk menolaknya.   Sekilas Li Bok-chiu melenggong, belum lagi hatinya ambil keputusan, didengarnya pekik sepasang rajawali di angkasa, kedua rajawali itu sedang terbang mendatangi dari kejauhan, tahu2 menukik serta menyerangnya pula.   Mata kirinya sudah buta, rasa gusar dan penasaran ini belum sempat terlampias, segera ia kebutkan lengan baju kirinya, dua batang Ping-pok-ciam memapak kedua rajawali itu.   Senjata rahasianya ini amat ganas dan berbisa lagi, kedua rajawali ini tadi sudah merasakan kelihayannya, lekas mereka pentang sayap melambung pula ke atas, namun jarum2 perak itu menyamber dengan kecepatan luar biasa, meski kedua rajawali terbang amat cepat, luncuran kedua batang jarum perak itu terlebih cepat lagi, saking kaget dan ketakutan kedua rajawali sampai bersuit nyaring, tampaknya jiwa mereka bakal tak tertolong lagi, kedua rajawali yang gagah perkasa ini bakal melayang oleh jarum berbisa itu.   Mendadak terdengar suara mendering keras, sesuatu benda meluncur amat kencang dari kejauhan memecah angkasa, Sungguh cepat sekali kedatangan benda kecil ini, baru saja kuping mendengar dering luncurannya, dalam sekejap saja sudah melayang tiba dan tahu2 membentur jatuh kedua batang jarum berbisa itu.   Datangnya senjata rahasia ini sungguh sangat mengejutkan meski li Bok-chiu seorang kejam, tak urung iapun terperanjat Segera ia melompat ke depan sambil melemparkan si pemuda untuk menjemput benda itu, kiranya hanya sebutir batu kerikil biasa, Pikirnya.   "Orang yang menimpukkan batu kerikil ini ilmu silatnya pasti tinggi luar biasa, mataku sudah cidera, biarlah aku menghindarinya saja."   Serta merta ia bergerak menuruti jalan pikirannya, telapak tangannya segera menepuk ke punggung Thia Eng, tujuannya hendak membinasakan Thia Eng dan Liok Bu-siang sesuai tanda peringatan sembilan tapak tangan berdarah yang ditinggalkan di dinding rumah Liok Lip-ting itu.   Akan tetapi pada waktu telapak tangannya hampir menyentuh punggung Thia Eng, sekilas mata kanan yang masih jeli itu tiba2 melihat leher anak dara itu terikat selembar saputangan bersulam bunga merah indah yang dia kenal adalah buah tangan sendiri dahulu yang diberikan pada kekasihnya sebagai tanda mata.   Karena ini, seketika ia merandek, tenaga gablokannya tadi dengan cepat ia tarik kembali segala cumbu-rayu dimasa silam sekilas terbayang kembali olehnya.   Melihat saputangan sulaman ini iapun lantas tahu maksud kemauan Liok Tian-goan, pikirnya dalam hati.   "Walaupun ia telah menikah dengan perempuan hina she Ho itu, namun dalam hatinya nyata ia tidak pernah melupakan diriku terbukti sapu tangan ini masih dia simpan baik2, karena itu ia mohon agar aku mengampuni keturunannya, lantas aku harus mengampuni atau tidak ?"   Demikianlah sesaat ia menjadi ragu2, tidak bisa ambil keputusan Sejenak pula ia putuskan akan bunuh dulu Liok Bu-siang saja.   Maka kebutnya segera ia angkat hendak menyabet gadis cilik itu, namun di bawah cahaya matahari yang terang, lagi2 tertampak olehnya pada leher gadis ini berkabung selembar saputangan bersulam yang sama.   "Eh !"   Li Bok-chiu bersuara heran, pikirnya pula.   "Mana mungkin ada dua saputangan yang sama ? Satu diantaranya pasti palsu."   Oleh karena itu, kebutnya yang menghantam tadi ia ubah menjadi membelit dan dengan tepat leher Liok Bu-siang kena dililit oleh ekor kebut, anak dara ini terus dia seret ke dekatnya.   Tetapi pada saat itu juga, suara mendesing tadi kembali menggema, sebutir batu lagi2 menyamber dari belakang mengarah punggungnya, lekas Li Bok-chiu baliki kebutnya untuk menyampuk batu yang cepat sekali datangnya ini, tangkisannya sangat jitu, dengan tepat batu itu kena disamplok pergi namun demikian, Li Bok-chiu merasakan juga genggaman tangannya sakit pedas.   Batu sekecil itu ternyata membawa tenaga begitu kuat, maka betapa hebat ilmu silat penyambit batu itu dapat dibayangkan keruan Li Bok-chiu tak berani tinggal lebih lama lagi, ia samber Liok Bu-siang terus dikempit, ia keluarkan Gin-kang atau ilmu entengkan tubuh yang tinggi, secepat terbang dalam sekejap saja ia sudah menghilang kabur.   Nampak Piamoay atau adik misannya digondol orang, tentu saja Thia Eng menjadi ribut "Piaumoay-Piaumoay !"   Demikian, ia ber-teriak2 sambil menyusul dari belakang dengan kencang.   Akan tetapi dengan kecepatan berlari Li Bok-chiu, mana bisa Thia Eng menyusulnya ? Namun sejak kecil gadis ini sudah punya kemauan keras, dengan kertak gigi ia masih terus mengudak.   Di daerah Kanglam banyak terdapat sungai, tak lama Thia Eng mengudak, ia telah terhalang oleh sebuah sungai kecil hingga tak berdaya buat maju lagi, Tetapi dara ini tidak putus asa, sambil jalan menyusut gili2 sungai, mulutnya masih memanggil terus.   Se-konyong2 pada sebuah jembatan kecil di sebelah kiri sana ada berkelebatnya bayangan putik tiba2 satu orang mendatangi dari seberang Thia Eng tercengang karena tahu2 Li Bok-chiu sudah berdiri di hadapannya, cuma Liok Bu-siang sudah tak kelihatan di bawah kempitannya.   Dalam hati Thia Eng sangat ketakutan, tetapi ia lantas ingat lagi pada Liok Bu-siang, maka dengan tabahkan hati ia tanya.   "Dimanakah adik-misanku ?"   Sekilas Li Bok-chiu melihat raut muka Thia Eng memper sekali dengan mendiang Ho Wan-kun yang menjadi lawan asmaranya, maka rasa bencinya seketika timbul dan panas hatinya membakar, tanpa pikir lagi ia angkat kebutnya terus, menyabet ke kepala si nona.   Dengan ilmu silat seperti Liok Lip-teng yang begitu tinggi saja tidak mampu menangkis tipu serangan Li Bok-chiu yang lihay ini, apalagi hanya gadis sekecil Thia Eng ? Maka tampaknya dengan segera senjata kebut itu akan bikin kepala berikut dada anak dara itu hancur lebur.   Di luar dugaan, baru saja Li Bok-chiu ayun kebutnya, mendadak terasa olehnya tarikannya menjadi kencang, ujung kebutnya se-akan2 kena dibetot oleh sesuatu dan tak mampu diayunkan ke depan.   Tidak kepalang kejutnya, ia hendak menoleh buat melihat, tapi tahu2 tubuhnya terapung ke atas terus melompat beberapa tombak ke bela-kang, habis ini baru turun kembali.   Sungguh bukan buatan kejut Li Bok-chiu oleh kejadian ini, lekas ia putar tubuh, namun ia menjadi melongo karena di belakangnya kosong melompong tanpa sesuatu yang dia dapatkan.   Li Bok-chiu sudah biasa menghadapi lawan tangguh, tahu gelagat kurang menguntungkan dirinya, ia putar kebutnya hingga berwujut satu lingkaran secepat roda angin, dengan demikian, dalam jarak lima kaki musuh sukar mempedayai-nya, setelah ini baru dia berani memutar tubuh lagi.   Maka tertampaklah olehnya di samping si dara cilik Thia Eng kini sudah berdiri seorang aneh berjubah hijau, perawakannya tinggi kurus, air, mukanya kaku tanpa menunjuk sesuatu perasaan, seperti manusia tapi lebih memper mayat pula hingga membikin orang yang melihatnya akan timbul semacam rasa jemu dan muak.   Li Bok-chiu tidak kenal orang aneh ini, ia pikir ilmu silat orang jauh di atas dirinya, tetapi ia justru tidak ingat dalam kalangan Bu-lim ada tokoh siapakah yang begini lihay dan bermuka seperti dia ini, Selagi ia hendak menegur, tiba2 ia dengar orang itu sudah buka suara! "Orang ini terlalu kejam, nak, hayo, kau pukul dia!"   Demikian orang itu berkata pada Thia Eng. Sudah tentu Thia Eng tidak berani menghantam Li Bok-chiu seperti apa yang diajarkan itu.   "Aku tak berani,"   Ia menjawab dengan mengkeret.   "Kenapa takut ? Hantam saja dia,"   Kata orang itu lagi.   Akan tetapi Thia Eng masih tetap tak berani Akhirnya orang itu jadi tak sabar, mendadak ia pegang tengkuk Thia Eng terus dilemparkan ke tubuh Li Bok-chiu.   Kini Li Bok-chiu tak berani hantam anak dara ini dengan kebutnya lagi, ia ulur tangan kirinya buat menyambut datangnya tubuh kecil itu, tetapi baru saja tangannya hampir menyentuh pinggang Thia Eng, se-konyong2 terdengar suara mendesir, sikutnya terasa linu pegal hingga seketika tangannya tak kuat diangkat Keruan dengan tepat kepala Thia Eng lantas menumbuk pada dadanya, bahkan berbareng pula gadis itu menambahi dengan sekali tamparan keras hingga mengeluarkan suara "plak"   Pada "pipinya.   Seumur hidup Li Bok-chiu belum pernah dihina sedemikian ini, tentu saja ia gusar, secepat kilat kebutnya memutar terus menyabet kepala gadis cilik itu, Akan tetapi kembali terdengar sambaran angin, tangkai kebutnya kena dibentur sesuatu benda kecil hingga hampir terlepas dari cekalannya.   Kiranya orang aneh tadi telah gunakan pula sebutir batu kecil dan disentilkan dengan jari dan tepat mengenai gagang kebutnya, sementara itu Thia Eng ingat Li Bok-chiu telah membunuh A Kin dan pelayan perempuan dirumahnya, pula nasib paman dan bibinya sampai kini, belum diketahui, tiba2 rasa takutnya tadi berubah menjadi dendam dan murka, tanpa ayal lagi susul menyusul ia kerjakan kedua tangannya yang kecil dengan cepat, beruntun-runtun ia persen pipi Li Bok-chiu dengan empat kali tempelengan pula.   Percuma Li Bok-chiu selama ini malang-melintang di seluruh jagat, tetapi kini telah digenjot anak dara ini sesuka hati tanpa bisa membalas sedikitpun Li Bok-chiu pandai berpikir dan juga pintar.   menyimpan perasaan hatinya, ia mengerti keadaan"   Tidak menguntungkan dirinya, maka iapun tidak mau tinggal lebih lama, tiba2 ia ketawa ngikik, lalu ia putar tubuh hendak kabur, Baru beberapa langkah, sekonyong-konyong ia kebaskan lengan bajunya ke belakang beberapa kali, berbareng itu terlihatnya sinar perak yang kemilauan, belasan jarum "Peng-pek-gin-tjiam"   Telah menyamber pada orang aneh berjubah hijau tadi.   Cara Li Bok-chiu melepaskan Am-gi atau senjata gelapnya ini, tidak memutar tubuh dulu, juga tanpa menoleh, akan tetapi setiap jarumnya dengan tepat mengarah tempat yang berbahaya di atas tubuh orang aneh itu.   Orang itu sama sekali tidak menduga akan serangan ini, ia tidak menyangka senjata rahasia Li Bok-chiu bisa begini keji dan begini lihay, terpaksa ia enjot kakinya, secepat kilat ia melompat mundur.   Datangnya jarum perak luar biasa cepatnya, namun cara melompat mundurnya ternyata terlebih cepat lagi, pula sekali lompat ia telah mundur sejauh beberapa tombak, dengan mengeluarkan suara gemerisik, jarum2 perak tadi jatuh semua di depan orang itu.   Li Bok-chiu sendiri sudah mengetahui bahwa serangannya ini tidak bakal berhasil dengan menghamburkan belasan jarum ini tujuannya hanya buat desak orang menyingkir saja, karena itu, ketika ia dengar suara lompatan orang di belakang, kembali ia kebaskan lengan bajunya lagi, dua jarum perak yang lain menyusul dia arahkan ulu hati Thia Eng.   Sudah dipastikan Li Bok-chiu bahwa kedua jarumnya ini tidak nanti meleset dari sasarannya, tetapi karena takut orang aneh berjubah hijau itu menubruk maju dan menghajar padanya, maka tanpa menoleh lagi buat melihat hasil serangannya itu, segera ia "tancap gas"   Terus lari pergi dengan cepat, hanya sekejap saja ia sudah menyeberangi jembatan dan menghilang di antara hutan yang lebat.   Sementara itu karena serangan mendadak tadi, orang berbaju hijau itu berseru kaget, ketika ia maju dan membangunkan Thia Eng, ia lihat dua jarum perak yang rada panjang telah menancap di dada anak dara itu, tanpa terasa air muka orang aneh ini berubah.   Setelah ter-mangu2 sejenak, segera ia pondong Thia Eng terus lari cepat menuju ke arah barat.   Kembali pada Kwa Tin-ok dan lain2.   Mereka menjadi jeri oleh ketangkasan Li.   Bok-chiu yang pergi-datang cepat luar biasa itu, Hanya si anak muda tadi ternyata bernyali sangat besar.   "Biar aku pergi menolong kedua Moaymoay !"   Demikian serunya, Sambil berkata ia"   Terus mengejar pergi mengikuti arahnya Li Bok-chiu tadi Anak muda ini sama sekali tidak kenal jalanan, sesudah belok sini dan putar sana beberapa kali, akhirnya ia kesasar, terpaksa ia harus berhenti untuk tanya orang di pinggir jalan.   Meski begitu, sesudah jalan terus secara ngawur, tiba2 ia dengar dari jauh ada suara teriakan Thia Eng yang me-manggil2.   "Piaumoay, Piaumoay !"   Kedengarannya suara itu berada tidak jauh, tanpa ayal lagi segera ia percepat langkahnya mengudak ke depan.   sungguhpun anak muda ini baru sekali ini bertemu dengan Thia Eng dan Liok Bu-siang, akan tetapi dalam hati mudanya tanpa terasa sudah timbul perasaan suka pada mereka, sudah terang ia tahu lihaynya Li Bok-chiu, namun ia tetap menguber terus tanpa memikirkan risikonya sendiri.   Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Setelah ber-lari2 tak lama menurut arah datangnya suara tadi ia taksir seharusnya sudah sampai di tempat suara Thia.   Eng, akan tetapi aneh, meski ia menengok sana-sini, bayangan kedua anak dara itu sama sekali tidak tertampak.   Ketika tanpa sengaja ia berpaling, tiba2 ia lihat di atas tanah berserakan belasan buah jarum perak yang mengeluarkan sinar mengkilap, tiap2 jarum itu panjangnya kira2 setengah dim, pada batang jarumnya lapat2 kelihatan terukir kembangan sangat bagus dan menarik.   Karena itu ia jemput sebuah jarum itu dan digenggam pada tangan kirinya.   Tetapi mendadak ia dapatkan sesuatu yang aneh, ia lihat pada samping jarum2 perak yang berserakan itu ada seekor kelabang besar yang telah mati dengan perut terbalik ia jadi lebih ketarik oleh kejadian ini, tatkala ia menunduk dan periksa lebih teliti, ia lihat pula di atas tanah itu terdapat banyak sekali sebangsa semut, tawon, belalang dan jangkrik, semuanya sudah mati Tentu saja anak muda ini merasa heran., waktu ia menyingkap semak-semak rumput bagian lain, sama saja keadaannya, di sekitar tempat yang terdapat jarum perak itu banyak kutu2 dan serangga2 yang mati, Tetapi setelah dia menjauh beberapa tindak di sana serangga2 kedapatan masih hidup segar, sebaliknya.   ketika ia gunakan jarum yang dia pegang itu untuk menyentuh serangga2 itu, luar biasa cepatnya, hanya sejenak saja segera bina-tang2 kecil itu mati kaku, Beberapa kali ia coba dengan beberapa jenis binatang kecil, keadaan serupa saja.   Akhirnya anak muda ini menjadi girang, ia pikir dengan jarum perak ini untuk alat perangkap nyamuk dan lalat, hasilnya tentu akan sangat memuaskan.   Di luar dugaan, sesaat kemudian, mendadak ia merasa tangan kiri sendiri telah kaku kejang, gerak-geriknya tidak leluasa.   Dasar anak muda ini memang punya kecerdasan otak yang luar biasa, se-konyong2 ia terkejut dan sadar.   "He, jarum perak ini beracun yang luar biasa jahatnya, sangat berbahaya bila aku memegangnya !"   Karena itu cepat ia buang semua jarum itu, segera ia lihat telapak tangan sendiri sudah berubah menjadi hitam semua, lebih2 tangan sebelah kiri, begitu hitam hingga seperti kena tinta, .   Saking takutnya hampir2 saja ia menangis, tangannya di-gosok2kan pada pahanya dengan kuat, namun pe!ahan2 ia merasa tangannya mulai kaku kesemutan dan menaik ke bagian lengan, bahkan tangan kiri sudah pegal sampai di siku.   Sejak kecil anak muda ini sudah biasa berkawan dengan ular berbisa, ia tahu bahayanya orang terkena racun, karena itu akhirnya ia menangis sedih.   "Nah, sudah tahu lihaynya bukan, nak ?"   Tiba2 di belakangnya ada suara teguran orang.   Suara orang ini nyaring, tetapi pecah dan sangat menusuk telinga, datangnya mendadak hingga se-akan2 timbul dari bawah tanah saja.   Maka dengan cepat si anak muda balik ke belakang.   Tetapi segera ia kaget hingga ternganga, karena apa yang dia lihat ialah seorang yang berdiri di belakangnya, tetapi cara "berdiri"   Orang. ini aneh sekali bin ajaib, bukannya dia berdiri dengan kakinya, tetapi dengan kepalanya, jadi kepala yang menyanggah tubuhnya, sedang kedua kakinya rapat tegak ke atas. Dalam kagetnya anak muda itu melompat mundur beberapa tindak.   "Kau... kau ini siapa ?"   Serunya kemudian dengan tak lancar. Tetapi aneh, entah cara bagaimana gerakanmu tahu2 orang itu telah enjot tubuhnya maju tiga kaki dan dengan tepat turun di depan si anak muda.   "Aku... aku ini siapa ? - Ha, jika aku tahu siapa aku ini tentu akan baik sekali,"   Demikian sahutnya. Keruan anak muda itu semakin ketakutan oleh kelakuan orang, tanpa pikir lagi segera ia angkat kaki dan lari kesetanan cepatnya, namun ia dengar di belakangnya selalu diikuti dengan suara "tok-tok-tok"   Yang keras, ketika ia menoleh, tanpa terasa arwah hampir terbang dari raganya si-king kagetnya.   Kiranya orangku dh.   menggunakan kepala sebagai kaki, dengan menjungkir tubuhnya me-lompat2 dengan kecepatan yang tiada bandingannya, jarak jauhnya selalu tidak lebih dari be berapa kaki saja di belakangnya.   Tentu saja ia berlari semakin kencang dan mati-matian.   Akan tetapi tiba2 ia dengar menderunya angin, tahu2 orang aneh itu sudah melompat lewat di atas kepalanya dan turun di hadapan-nya.   "Mak !"   Dalam takutnya anak muda itu sampai berteriak memanggil ibu.   Segera ia putar tubuh hendak lari ke jurusan lain, tetapi percuma saja, tidak perduli kemana ia berlari, orang aneh itu selalu dengan kecepatan luar biasa tahu2 sudah melompat lewat dan turun! di depannya.   Percuma saja ia mempunyai sepasang kaki, sebab ternyata tidak bisa lebih cepat dari pada orang yang berlari pakai kepala.   Kemudian ia mendapat akal, ia sengaja berputar dan be.r-ganti2 beberapa arah, ia tunggu orang aneh itu makin dekat, lalu mendadak ia ulur tangan hendak mendorong orang, Tak terduga, lengannya ternyata sudah kaku dan tidak, mau turut perintah lagi, keringatnya gemerobyos,"   Ia menjadi bingung dan kehabisan akal, akhirnya ia merasakan kedua kakinya menjadi lemas dan jatuh terduduk.   "Semakin kau lari kian kemari, racun di tubuhmu semakin cepat pula kerjanya,"   Demikian ia dengar orang aneh itu berkata. Seperti orang yang dapat rejeki dan mendadak menjadi pintar sendiri, segera anak muda itu bertekuk lutut ke hadapan orang sambil berseru.   "Mohon Lo-kongkong (kakek) menolong jiwaku !"   Di luar dugaan, orang aneh itu hanya geleng2 kepala.   "Susah ditolong, susah ditolong !"   Demikian ia menjawab. Karena ia gunakan kepala untuk menahan tubuhnya, maka sekali menggeleng kepala, otomatis tubuhnya ikut menggeleng juga hingga bergoncang.   "Kepandaianmu begini tinggi, kau pasti bisa menolong aku,"   Kata anak muda itu pula. Rupanya kata2 umpakan ini membikin orang aneh itu menjadi senang sekali Karena itu, ia tersenyum.   "Darimana kau tahu kepandaianku tinggi ?"   Ia tanya, Mendengar lagu suara orang sudah berubah menjadi halus dan tampaknya umpakannya membawa hasil segera anak muda itu mengikuti arah angin, lekas ia tambahi pula pujian2nya.   "Ya, mengapa tidak tahu! Dengan jungkir-balik begini saja bisa berlari secepat ini, di kolong langit terang tiada orang kedua lagi yang bisa melebihi kau."   Kata umpakan terakhir ini sebenarnya terlalu berlebihan dan diucapkan semaunya saja, siapa duga kata2 "di kolong langit ini tiada orang kedua lagi yang melebihi kau"   Dengan tepat justru kena betul. di lubuk hati orang aneh itu, Maka terdengarlah suara ketawanya yang ter-bahak2.   "Baliki tubuhmu, biar aku pandang kau,"   Demikian ia berteriak kemudian. Anak muda itu pikir.   "Betul juga, aku berdiri tegak dan orang ini berjungkir-balik, memang benar tidak bisa terang melihatnya, dia tidak mau berdiri cara biasa, tiada jalan lain kecuali aku yang harus ikut menjungkir."   Tanpa berkata lagi ia lantas menjungkir tubuhnya, ia sanggah tubuhnya dengan kepala, tangan kanannya yang masih punya daya- rasa ia gunakan pula buat menahan.   Sementara sesudah orang aneh itu mengamat-amati dia beberapa lama, wajahnya tampak mengunjuk ragu dan sedang pikir2.   Kini setelah anak muda itu ikut menjungkir, maka iapun bisa melihat jelas muka orang, ia lihat orang aneh ini berhidung besar, matanya mendelong dalam, mukanya penuh bulu, berbeda sekali dengan manusia2 biasa, ia dengar pula orang itu kemat-kemit menggumam sendiri, ia tidak paham bahasa aneh apa yang diucapkan itu karena sukar didengar.   "Kongkong yang baik, tolonglah diriku,"   Demikian ia memohon pula, Dipihak lain, demi melihat anak muda ini bermuka cakap, cara bicaranya pun membawa semacam daya tarik yang sukar ditolak orang, hati orang aneh itu menjadi girang.   "Baik, tidak susah buat tolong kau, tetapi kau harus terima suatu permintaanku."   Sahutnya kemudian.   "Apa yang kau katakan pasti akan ku turut,"   Kata si anak muda.   "Permintaan apakah yang harus ku penuhi, katakanlah, Kongkong!"   "Haha, justru aku ingin kau terima permintaanku itu,"   Sahut orang aneh itu dengan tertawa lebar.   "Ialah segala apa yang kukatakan, kau harus menurut."   Mendengar syarat ini, mau-tak-mau anak muda ini berpikir, ia menjadi ragu2.   "Harus menurut semua apa yang dikatakannya ? Kalau dia suruh aku menjadi anjing dan makan kotoran, apa harus aku turuti juga ?"   Dalam pada itu demi nampak anak ini ragu2, orang aneh itu menjadi gusar.   "Baiklah, biar kau mati saja !"   Teriaknya segera, Habis ini sekali lehernya mengkeret dan menonjol lagi, tiba2 tubuhnya telah mencelat pergi sejauh beberapa kaki.   Karena kuatir ditinggal pergi orang, untuk mengubernya dan memohon pertolongannya tidak mungkin ia menirukan cara jalan dengan berjungkir maka dengan cepat anak muda itu berjumpalitan dan berdiri kembali, segera pula ia angkat kaki memburu.   "Kongkong, Kongkong!"   Ia ber-teriak2.   "baiklah, aku berjanji apa saja yang kau-katakan, pasti akan ku turut semua."   Mendengar syaratnya diterima, mendadak orang aneh itu berhenti dan putar balik.   "Baik.   "tetapi kau harus bersumpah dahulu,"   Katanya. Tatkala itu si anak muda merasa kaku pegal di tangannya telah menanjak sampai di pundaknya, ia insyaf apabila sampai rasa kaku itu merembes sampai di dada, maka jiwanya pasti akan melayang, maka terpaksa ia menurut dan sumpah.   "Baiklah, aku bersumpah, jika Kongkong menolong jiwaku dan membersihkan semua racun di tubuhku, pasti aku akan menurut semua "kata'2 mu. Apabila aku membantah, biarlah racun jahat itu balik kembali pada tubuhku."   Pembawaan anak muda ini memang licin, maka sewaktu ia mengucapkan sumpahnya, dalam hati ia berpikir.   "Asal selanjutnya aku tidak menyentuh jarum perak itu lagi, cara bagaimana racun itu bisa balik kembali di tubuhku ? Entah orang aneh ini mau terima tidak sumpahku ini ?"   Ketika ia lirik orang, ternyata muka orang aneh itu mengunjuk rasa senang, suatu tanda merasa puas atas sumpahnya tadi Kemudian nampak ia manggut2, habis ini mendadak ia berjumpalitan bangun, lengan anak muda itu dia pegang dan dengan kuat ia pijat2 dan di-urut2 beberapa kali.   "Bagus, bagus, kau adalah anak baik", demikian ia berkata. Karena dipijat dan diurut itu, segera si anak muda merasa lengannya menjadi berkurang rasa pegal kakunya.   "Kongkong, pijatlah beberapa kali lagi!"   Pintanya pula. Tiba2 orang aneh itu mengkerut kening demi mendengar panggilannya ini.   "Jangan kau panggil aku Kongkong (kakek), tetapi harus panggil ayah !"   Demikian ia membetulkan.   "Tidak, ayahku sudah mati, aku tak punya ayah,"   Sahut si anak muda. Jawaban ini membikin orang aneh itu menjadi gusar.   "Kurang ajar, baru pertama kali aku berkata kau sudah membantah, guna apa lagi mempunyai anak semacam kau ini ?"   Bentaknya segera.   "O, kiranya dia hendak terima aku sebagai anak,"   Pikir anak muda itu.   Oleh karena sejak kecil ia tak punya bapak, maka ia sangat iri apabila melihat anak lain mendapat kasih sayang ayah, ia menjadi pingin mempunyai ayah pula, tapi melihat kelakuan orang aneh yang berlainan dengan orang biasa ini dan seperti orang gila, maka kini berbalik ia tidak sudi mengaku ayah padanya.   "Kau tak mau panggil aku sebagai ayah ?"   Bentak orang aneh itu lagi "Baiklah ! hm, orang lain hendak panggil ayah padaku, belum tentu aku mau terima."   Namun anak muda itu masih tetap tidak mau memanggil, bahkan mulutnya menjengkit tanda mencemoohkan, iapun tidak gubris kata2 orang lagi, hanya dalam, hati ia sedang berpikir cara bagaimana supaya dapat mengakali orang agar mau menyembuhkan racun di badannya.   Dalam pada itu terdengar orang aneh itu komat-kamit entah apa yang dikatakan, berbareng bertindak pergi pula dengan cepat Keruan si anak muda menjadi gugup.   ""Ayah, ayah!"   Terpaksa ia berseru memanggil "Hendak kemana, ayah ?"   Mendengar panggilan itu, orang aneh itu tertawa ngakak senang.   "Hahaha, anakku sayang, marilah kuajarkan kau cara melenyapkan hawa racun di dalam tubuhmu."   Dengan cepat anak muda itu mendekati.   ""Racun yang kena dirimu itu adalah racun jarum Peng-pek-gin-ciam milik Li Bok-chiu, di jagat ini melulu dua orang saja yang mampu menyembuhkannya,"   "demikian kata si orang aneh pula.    Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung Geger Solo Karya Kho Ping Hoo Si Bungkuk Pendekar Aneh Karya Boe Beng Giok

Cari Blog Ini