Kembalinya Pendekar Rajawali 31
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung Bagian 31
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya dari Chin Yung Kwe Hu masih meronta2 beberapa kali, tapi pergelangan tangannya telah digenggam kencang hingga tak berkutik, pikirannya menjadi kabur dan akhirnya ia mendekam dalam pelukan sang ibu dan pulas." Di pihak Darba waktu itu sudah dipengaruhi Nyo Ko seluruhnya, apa yang Nyo Ko Iakukan, ditirukannya pula tanpa tawar, Melihat saatnya sudah tiba, mendadak Nyo Ko gunakan tipu gerakan "Co-Leng-kwa-pi" Atau Co Leng mengiris hidung, mendadak ia pukul batang hidungnya sendiri-susul-menyusul dengan dua tangan bergantian. Kiranya jaman dahulu isteri seorang bernama Co Leng, ketika sang suami meninggal lantas mengiris batang hidung sebagai tanda setia tak mau kawin lagi. Kini Nyo Ko gunakan gerak tipu itu buat hantam hidungnya sendiri dengan pelahan, sudah tentu Darba tak tahu, mendadak iapun tirukan orang menghantam hidung sendiri se-keras2nya. Dasar tenaganya luar biasa, setiap pukulannya bertenaga ratusan kati, maka habis belasan kali ia gebuk batang hidung sendiri, akhirnya-ia tak tahan hingga roboh pingsan. Sungguh girang tidak kepalang para ksatria, mereka bersorak-sorai. "Hura, kita telah menangkan babak kedua !" - "Nah, Bu-lim-Bencu sudah pasti di pihak kita !" -- "Bangsa Mongol lekas enyah dari bumi Tiongkok dan jangan bikin malu disini!" Dalam pada itu dua Bu-su bangsa MongoI telah melompat ke tengah dan menggotong mundur si Darba. Melihat kedua muridnya terjungkal semua di bawah tangan pemuda ini, bahkan cara kalahnya sukar dimengerti, luar biasa mendongkol dan gusar Kim-Iun Hoat-ong, cuma wajahnya tiada mengunjuk sesuatu tanda. "Hai, anak muda, siapa suhumu ?" Segera ia membentak dari tempat duduknya. Kim-lun Hoat-ong ini seorang cendekia, ilmu silatnya tinggi, bakatnya baik dan luas pengetahuannya, ternyata fasih bicara basa Han. "Suhuku ialah dia ini," Sahut Nyo Ko tertawa sambil menunjuk Siao-liong-li "Nah, lekas kau menyembah pada Bu-lim Bengcu !" Melihat Siao-liong-Ii cantik molek, bahkan usianya, seperti lebih muda daripada Nyo Ko, tidak nanti Kim-lun Hoat-ong mau percaya dialah guru-nya, pikirnya. "Ah, bangsa Han banyak tipu muslihatnya, jangan aku tertipu !" Mendadak iapun berdiri, ketika terdengar suara gemerincing riuh, tahu2 dari bajunya ia keluarkan sebuah roda emas. Roda emas ini terbuat dari emas murni dan di dalamnya terdapat 9 goteri, maka begitu tergoncang, segera keluar suara gemerincing yang membisingkan. "Hm, kau adalah Bulim-Bengcu juga baik, asal kau sanggup terima sepuluh jurus roda emasku ini," Aku lantas akui kau sebagai Bu-lim Bengcu !" Demikian kata Kim-lun Hoat-ong kemudian sambil tuding Siao-liong-li "Hi aneh katamu ini, aku sudah menang dua babak, menang dua dari tiga babak, kau sendiri sudah berjanji, kenapa sekarang pungkir janji?" Kata Nyo Ko tertawa. "Aku hanya ingin jajal ilmu silatnya dan ingin tahu apa dia sesuai dengan jabatannya tidak," Sahut Kim-lun Hoat-ong dengan suara tertahan. Siao-liong li masih terlalu hijau, ia tak tahu ilmu silat Kim-Iun Hoat-ong beraliran tersendiri dan sudah terlatih sampai tingkatan yang sangat mengejutkan, iapun tak tahu apa itu "Bu-lim Bengcu" Segala, lebih2 tak pernah terpikir olehnya apa dirinya harus terima jabatan itu atau tidak, kini mendengar orang mau jajal ilmu kepandaiannya dan ingin tahu sanggup tidak terima 10 jurus roda emas orang, tanpa pikir segera iapun berdiri. "Jika begitu, segera aku mencobanya," Demikian sahutnya tak arak "Tapi kalau kau tak mampu sambut 10 jurus - senjataku ini, lalu bagaimana?" Tanya Kim-lun-Hoat-ong. "Kalau tak mampu ya sudah, ada apa lagi?" Sahut Siao-Iiong-li. Sejak kecil Siao-liong-li sudah melatih diri sedemikian rupa sehingga apa yang menjadi perasaannya, suka atau duka, sama sekali tidak kentara. Segala hal selalu dianggapnya sepele, kini meski katanya rada Nyo Ko, naraui tidak mendapatkan perhatian-nya. Para ksatria dan para Bu-su Mongol tak tahu bahwa itu adalah tabiat pembawaannya, tetapi melihat ia acuh tak acuh dan tidak pandang sebelah mata pada Kim-lun Hoat-ong, mereka malah menyangka ilmu silat Siao-liong-li benar2 tinggi tak terkirakan. Bahkan setelah menyaksikan Nyo Ko kalahkan Darba dengan "lh-hun-tay-hoat", ada orang yang menyangka Siao-liong-li bisa ilmu hitam dan mungkin pula siluman, maka suasana seketika menjadi berisik. Kim-lun Hoat-ong sendiri kuatir juga bila Siao-liong-li benar2 bisa gunakan ilmu sihir, maka mulutnya segera komat-kamit membaca mantera penolak sihir dalam basa Tibet. Nyo Ko dapat mendengar jelas di samping, ia sangka Hwesio gundul ini lagi maki sang guru dalam basa Tibet, maka ia ingat baik2 setiap kata yang diucapkan orang. Ketika Kim-lun Hoat-ong selesai membacakan mantera, begitu Kim-lun atau roda emas bergerak, kembali terbitlah suara gemerincing yang riuh nyaring. "Hai, orang muda, lekas minggir, segera aku akan turun tangan," Bentaknya pada Nyo Ko. Kata-kata ini diucapkannya dalam basa Han. "Nanti dulu, nanti dulu," Kata Nyo Ko tiba2. Lalu sekata demi sekata iapun mengucapkan mantera orang tadi. Kebetulan waktu itu Darba mulai siuman, ia lihat sang Suhu memegang Kim-lun lagi, akan bergebrak dengan orang, sebaliknya didengarnya Nyo Ko lagi membaca mantera dalam basa Tibet. mantera itu adalah ilmu rahasia perguruannya dan tidak nanti diturunkan pada orang luar, kalau Nyo Ko bukan reinkarnasi Toa suheng-nya, darimana ia mahir mantera itu ? "Karena pikiran itu, cepat sekali ia melompat bangun terus berlutut ke hadapan gurunya dan berseru. "Suhu, ia betul2 jelmaan Toasuheng, sudilah engkau menerimanya kembali!" "Ngaco-belo, kau tertipu olehnya masih belum tahu," Bentak Kim-lun Hoat-ong gusar. "Tapi betul Suhu, hal ini betul tak salah lagi?" Sahut Darba!. Melihat Darba masih ngotot, Hoat-ong menjadi sengit dicekal saja punggung sang murid terus diIempar pergi tubuh Darba yang beratnya ratusan kati itu dilemparkan dengan enteng saja. Semua orang menyaksikan Darba bertarung melawan Tiam-jong Hi-un dan Nyo Ko dengan tenaga raksasanya tapi lemparan Hoat-ong ini nyata kepandaian yang berpuluh kali lebih kuat tampaknya Siao-liong-li yang gayanya lemah gemulai ini, jangankan bergebrak sepuluh jurus, mungkin kena dikebut sekali saja bisa mencelat roboh. Karena itu semua orang ikut berkuatir atas diri si gadis. Tidak sedikit jago2 Mongol yang sudah pernah saksikan ilmu sakti Kim-lun Hoat-ong yang boleh dikatakan tenaganya melebihi 9 ekor kerbau. Meski Siao-liong-li adalah musuh mereka, tapi melihat parasnya yang jelita, sudah menjadi pembawaan manusia suka akan rupa cantik, maka semua orang sama2 mengharap Hoat-ong jangan turun tangan. Dalam pada itu, habis Nyo Ko bacakan mantera, dengan pelahan ia bisiki Siao-liong-li. "Kokoh, hati-hati terhadap Hwesio ini." Di lain pihak demi mendengar Nyo Ko bisa membaca mantera tanpa salah sekatapun, Kim-lun Hoat-ong amat kagum sekali "Orang muda, hebat kau," Ia memuji. "Ya, Hwesio, kau juga hebat," Sahut Nyo Ko. "Hebat apa?" Kim-lun Hoat-ong melotot. "Hebat karena kau cukup besar nyali untuk bergebrak dengan guruku," Kata Nyo Ko. "la adalah reinkarnasi Budha, punya kesaktian setinggi langit mahir ilmu taklukkan naga dan tundukkan harimau, maka sebaiknya kau ber-hati2 !" Kiranya Nyo Ko sangat licin, ia tahu musuh terlalu lihay, ia sengaja membual agar orang rada selempang hingga tak berani turun tangan habis2-an, dengan demikian gurunya lantas Iebih gampang melawannya.. Siapa tahu Kim-lun Hoat-ong adalah seorang gagah perkasa yang jarang diketemukan dari Tibet, baik sastra maupun silat lengkap dipelajarinya, mana bisa ia tertipu begitu saja. "Awas, serangan pertama, lekas kau lolos senjata !" Segera ia berseru. Nyo Ko telah copot sarung tangan dari benang emas halus itu dan masukkan sekalian pada tangan Siao-liong-li, lalu ia mundur ke belakang. Siao-liong-li segera keluarkan sehelai selendang sutera putih terus diayun ke udara, pada ujung selendang sutera terikat sebuah bola emas kecil dan didalamnya berisi gotri, ketika selendan itu bergerak, bola itu lantas berbunyi kelinting2 bagai keleningan. ------------- gambar -----------"Kelinting" Tiba - tiba bola kecil di ujung selendang Siao-liong-li menukik turun laksana-kepala ular menutuk ke Hap-kok-hiat di tengah2 antara jari jempol dan telunjuk ----------------------------------Melihat senjata kedua orang sama2 aneh, semua penonton menjadi tertarik, kalau senjata yang satu sangat panjang, adalah senjata yang laki sangat pendek, yang satu sangat keras, yang lain sangat lemas dan kebetulan kedua senjata masing2 sama-sama bersuara gemerincing pula. Roda emas yang digunakan sebagai senjata Kim-lun Hoat-ong itu adalah senjata aneh yang belum pernah dilihat para jago silat Tionggoan, tak peduli golok tumbak, pedang, toya atau lain2, asal kebentur Kim-lun atau roda emas sama sekali tak berdaya, asal Kim-lun Hoat-ong mencakup sekali dengan rodanya terus ditarik, maka senjata lawan pasti akan terlepas dari cekalan, maka orang yang bertempur dengan dia lewat satu jurus saja pasti segera kehilangan senjata. ia bilang agar Siao-liong-li sambut sepuluh jurus serangannya, sebenarnya sama sekali bukan omong besar,,kalau bukan melihat ilmu silat Nyo Ko memang hebat, tidak nanti ia bilang 10 jurus. Hendaklah diketahui sejak ia keluar Tibet belum pernah ada seorang jago yang mampu terima tiga kali serangan roda emasnya. Dalam pada itu Siao-liong-li telah ayun selendang suteranya, ia mendahului membuka serangan. "Barang apakah ini?" Ujar Hoat-ong melihat senjata lawannya itu. Segera dengan tangan kiri ia hendak tarik selendang itu, ia lihat kain selendang itu lemas dan hidup, ia tahu pasti banyak perubahannya, tapi ia sudah siap sedia, dengan tarikannya itu ia sudah jaga2 dari berbagai jurusan, tak perduli ke mana kain selendang berkelebat tidak nanti terlepas dari genggamannya. Tak ia duga bola kecil di ujung selendang itu tiba2 "kelinting" Berbunyi sekali terus mendal ke atas hendak ketok "tiong-cu-hiat" Pada balik telapak tangannya. Tapi cepat sekali Klm-lun Hoat-ong ganti gerak tangannya, ia baliki telapak tangan terus hendak tangkap pula bola kecil itu. Kembali sedikit Siao-Iiong-li sendal tangannya, bola kecil itu memutar pula dari bawah ke atas hendak ketok "Hap-kok-hiat" Di-tengah2 antara jari jempol dan telunjuk. Tapi lagi2 Hoat-ong baliki tangannya, sekali ini ia gunakan kedua jarinya itu hendak jepit bola emas itu. Namun Siao-liong-li juga sangat jeli, setiap perubahan musuh dapat dilihatnya jelas, sedikit ia ulur selendangnya, bola kecil itu malah menyelonong ke depan buat tutuk "kiok-tik-hiat" Di sikut lawan. Beberapa gebrakan itu betul2 dilakukan dalam sekejap saja dan hanya terbatas diantara telapak tangan Kim-lun Hoat-ong yang bolak-balik, tiap kali Kim-lun Hoat-ong membaliki telapak tangan dan tiga kali Siao-liong-li sendal selendangnya, tapi masing2 sudah saling gebrak lima jurus. Nyo Ko cukup terang menyaksikan pertarungan itu, maka dengan suara keras ia menghitung. "Satu-dua-tiga-empat-lima.." Nah, sudah lima jurus, tinggal lima jurus lagi !" Padahal Kim-lun Hoat-ong bilang agar orang sambut 10 jurus maksudnya ialah menyambut 10 jurus serangannya, tapi Nyo Ko main licik, ia hitung-serang-menyerang kedua belah pihak dan dihitung semua. Meski Hoat-ong tahu bocah ini licik, tapi ia adalah seorang cakal bakal satu aliran tersendiri mana ia sudi tawar menawar soal itu dengan orang ? Segera ia sedikit geser sikutnya hingga bola Siao-liong-li tadi luput mengenai jalan darahnya, sebaliknya roda emasnya terus saja menyerang ke depan. Siao-liong-li mendengar suara gemerincing riuh dan sinar emas berkelebat dari depan, tahu2 "roda emas" Orang cepat luar biasa sudah berada di depan mukanya. Kejadian ini sungguh tak ter-duga2, jangan kata hendak menangkis, untuk berkelit saja sudah telat, dalam keadaan bahaya, otomatis ia sendal kain selendangnya hingga melingkar dari samping, bola emasnya terus ketok "Hong-ti-hiat" Di belakang kepala musuh, Tempat ini adalah urat nadi mematikan di tubuh manusia, betapapun tinggil ilmu silatnya asal kena dihantam pasti tak terjamin jiwanya, serangan ini sesungguhnya dilakukan terpaksa oleh Siao-liong-li, yakni dengan resiko gugur bersama untuk memaksa lawannya tarik kembali serangannya. Betul saja Kim-lun Hoat-ong tak mau adu jiwa dengan orang, ia menunduk berkelit, karena menunduknya ini roda yang dia hantamkan ke depan menjadi sedikit lambat, kesempatan ini telah digunakan Siao-liong-li buat tarik kembali selendang-nya, terdengarlah klinting2 yang riuh, bola emas pada ujung selendangnya telah saling bentur dengan roda emas hingga tipu serangan Kim-lun Hoat-ong itu kena dielakkan. Hanya sekejap itu saja keselamatan Siao-liong-li sudah bergulir dari hidup menuju jalan kematian dan dari mati kembali hidup, lekas2 ia gunakan Ginkang atau ilmu entengi tubuhnya melompat ke samping, saking gentarnya hingga wajahnya yang memang pucat itu terlebih pucat pula. Padahal Kim lun Hoat-ong baru menyerang sekali namun di samping Nyo Ko lantas berteriak-teriak. "...enam, tujuh, delapan, sembilan, sepuluh. Nah, sudah cukup, guruku sudah bisa sambut sepuluh jurus, apalagi yang bisa kau katakan?" Hanya beberapa gebrakan itu, Kim-lun Hoat-ong lantas tahu meski ilmu silat Siao-liong-li tinggi, tapi masih jauh belum bisa imbangi dirinya, kalau bertanding benar2, dalam 10 jurus pasti ia bisa kalahkan si gadis, yang paling menjemukan yalah Nyo Ko terus mengacau di samping hingga pikirannya dibikin tak tenteram. ia pikir. "Biarkan pemuda ini ngaco-belo, asal aku perkencang seranganku dan kalahkan dulu anak perempuan ini, segala nya akan menjadi beres sendirinya." Tapi lagi2 Nyo Ko ber-teriak2 . "Tak malu, sudah bilang 10 jurus, sekarang menyerang lagi. Sebelas, duabelas, tigabelas, empatbelas..." Ia tak perduli berapa banyak kedua belah pihak sudah saling labrak tapi mulutnya mencerocos menghitung semaunya seperti mitralyur Siao-liong-li sendiri menjadi ketakutan sesudah sambut, sejurus serangan musuh, betapapun ia tak berani lagi tahan serangan orang yang kedua dari depan, lekas2 keluarkan ilmu entengi tubuh yang dari Ko-bong-pay terus berlari cepat mengitari ruangan sambil selendang suteranya ikut bergulat dan bola emas berbunyi riuh hingga berwujut sesosok kabut putih diseling sinar emas. Bunyi kelintang-kelinting dari bola emasnya itu kadang2 cepat dan tempo pelahan, mendadak lirih, tahu2 keras, ternyata tersusun., menjadi suatu irama lagu. Diantara penonton itu ada yang paham seni suara, segera ada yang berteriak "He, ini adalah "Uh-ltat-ling-kiok" Ciptaan Tong-beng-hong !" Waktu yang lain memperhatikan, betul saja, sedikitpun tak meleset, malahan segera ada yang ikut2an tepuk2 tangan dan goyang2 kaki menuruti irama musik keleningan itu. Kiranya Siao-liong-li wataknya suka seni musik, diwaktu iseng dalam kuburan kuno itu ia suka tabuh rebab menurut lagu tinggalan Cosu-popoh Lim Tiau-eng dan banyak mendapat kemajuan dalam jurusan ini. Belakangan waktu ia melatih bola emas dengan selendang sutera, ia dengar bola itu menerbitkan suara kelinting2 yang mendekati irama musik, dasar hati anak muda, di antara ilmu silatnya itu ia kombinasikan dengan irama musik! Dari karena paduan ilmu silat dan musik ini, waktu dimainkan menjadi lebih luwes dan teratur. Kini Siao-liong-Ii tahu lawan terlalu lihay, ia tak berani melawan dari depan, ia putar selendang suteranya cepat dan berlari kian kemari untuk menghindar! Ginkang ajaran Ko-bong-pay adalah suatu di antara ilmu tertinggi dari Bu-lim yang tak bisa dicapai aliran silat lain, Meski ilmu silat Kim-lun Hoat-ong jauh di atas Siao-liong-li, tapi selama hidup gadis ini-dilakukan dalam kuburan kuno dan melatih diri di tempat sempit, kini ia terus lari ke sana jemari sambil melompat dan berlari, ternyata sedikitpun Hoat-ong tak berdaya, ia dengar suara ting2 keleningan orang se-akan2 tersusun sifat lagu, tanpa tertahan hatinya tergerak ia pusatkan pikiran buat menyerang menuruti irama musik orang, lekas2 ia goyang roda emasnya hingga terbitkan suara gemerincing yang riuh. Maka seketika dalam ruangan itu timbul paduan dua macam suara, kadang2 pelahan dan tiba2 keras, tempo2 tinggi nadanya, tahu2 rendah lagi, nyata mereka menjadi bertanding dalam irama musik jika suara keleningan Siao-liong-li nyaring merdu, kedengarannya membikin semangat menjadi segar, sebaliknya suara roda emas gemerantang keras bagai besi dipukul dan seperti golok dikikir, seperti babi disembelih dan mirip anjing dipentung, aneh luar biasa suara itu dan tak enak didengar. Yang satu ulem, yang lain berisik kedua pihak ternyata sama kuatnya. Dalam pada itu Nyo Ko masih terus mencerocos menghitung, kini sudah dihitungnya sampai. "1005, 1006, 1007 ..." Tapi karena Siao liong-li tak berani bergebrak berhadapan dengan musuh, maka hakikatnya 10 jurus bagi Kim-lun Hoat-ong saja belum genap. Lama2 Kim-lun Hoat-ong tidak sabar lagi, ia merasa dengan kedudukannya sebagai tokoh besar suatu aliran tersendiri sampai lama sekali masih belum bisa menangkan satu gadis jelita, kalau sampai ber-Iarut2 terus, sekalipun akhirnya menang, pasti tidak gemilang juga bagi kemenangannya, maka mendadak tangan kiri ia ulur ke samping, sedang roda emas tiba2 menghantam dari bawah ke atas. Dalam keadaan bahaya, se-konyong2 Siao-liong-li ayun selendang suteranya hingga menerbitkan bayangan putih, tubuhnya cepat pula melompat. Tapi roda emas Kim-lun Hoat-ong mendadak. berputar balik terus menggubet kain selendangnya Kalau senjata biasa pasti segera akan terebut olehnya, justru kain sutera ini lemas serta licin, maka dengan enteng tahu2 meluncur keluar lagi dari lubang rodanya. Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "ltulah serangan kedua, dan kini yang ketiga !" Bentak Hoat-ong tiba2 berbareng ia melangkah maju, roda emas mendadak terlepas dari tangannya terus menyamber ke arah Siao-liong-li. Serangan luar biasa ini sama sekali diluar dugaan, maka terdengarlah suara mendenging yang memekak telinga, roda itu menyamber ke arah Siao-liong-li. Terkejut sekali gadis ini, lekas2 ia mendekam ke bawah sambil melompat mundur, tahu2 sinar emas menyamber lewat depan mukanya membawa suara mendenging nyaring, begitu keras angin samberannya hingga kulit mukanya ikut terasa pedas. Di bawah seruan kaget semua orang, tiba2 Hoat-ong turun tangan dan tepi roda itu didorong dengan telapak tangannya, seperti benda hidup saja tahu2 roda itu memutar balik terus menyusul ke arah Siao-liong-li. Insaf kalau gaya putaran roda emas ini sangat keras, Siao-liong-li tak berani coba membelit dengan kain selendangnya, terpaksa ia berkelit kesamping. "Ginkang bagus !" Seru Hoat-ong setelah dua kali serangan tak berhasil cepat sekali ia menyerobot maju terus memotong pula tepi rodanya, habis itu beberapa kali pukulannya mencegat di depan Siao-liong-li pula, sebaliknya roda emas ini lantas putar kembali menghantam belakang kepala karena gaya potongan Hoat-ong tadi. Meski terbangnya Kim-lun itu tak begitu cepat, tapi membawa suara gemerincing, maka tampaknya menjadi hebat luar biasa, pula sebelumnya Hoat-ong sudah menduga ke mana Siao-liong-Ii hendak berkelit, maka roda itu menjadi seperti tumbuh mata saja, setelah berputar sekali di udara, segera memburu sasarannya dari belakang. Tahu akan bahaya mengancam, sekali meloncat dan berkelit Siao-liong-li keluarkan seluruh kemahirannya, siapa tahu mendadak Kim-lun Hoat-ong pentang tangan menghadang di depannya pula. Melihat keadaan itu ditambah telinga se-akan2 pekak oleh suara mendengung roda emas, para ksatria itu sama terperanjat dan ikut ber-debar2. Nampak sang Kokoh terancam maut, tentu saja Nyo Ko tak tinggal diam, mendadak ia samber gada yang ditinggalkan Darba di lantai itu terus meloncat ke atas sekuatnya, ia angkat gada itu dan-roda emas yang menyamber datang itu disodoknya, maka terdengarlah suara gemerantang yang keras, persis gada itu telah memasuki lubang roda itu, cuma tenaga roda itu terlalu besar hingga kedua tangan Nyo Ko tergetar lecet dan alirkan darah, orangnya berikut gada dan roda emas itupun terbanting semua ke lantai. Sekilas Siao-liong-li melihat roda emas itu terpukul jatuh oleh Nyo Ko, ancaman dari belakang sudah tak ada lagi, tapi waktu ia lagi meloncat mana bisa musuh di bagian depan itu dihindarinya? Orang yang terancam bahaya seringkali timbul akal mendadak, tiba2 selendang suteranya ia sabet ke depan dan melilit satu tiang di sebelah barat terus ditariknya kuat2, dengan tenaga ayunan itu tubuhnya lantas melayang ke tiang rumah itu, dan dengan tepat sekali ia lolos dari lubang jarum tenaga pukulan Kim-lun Hoat-ong yang maha hebat. Sudah terang2an hampir berhasil serangannya siapa tahu kena dikacau lagi oleh Nyo Ko, bukan saja musuh bisa menyelamatkan diri, bahka senjatanya yang malang melintang tanpa tandingan malah kena dipukul jatuh mentah2 ke lantai sungguh suatu pengalaman pahit yang selamanya tak pernah dialami Kim-lun Hoat-ong. Biasanya ia bisa berlaku tenang dan sabar, bisa berpikir biasanya. Tapi kini sama sekali sudah lupa daratan, tidak tunggu sampai Nyo Ko berbangkit, cepat sekali ia hantam pemuda ini dari jauh. Meski pukulan ini dilakukan dari tempat sejauh setombak lebih, tapi angin pukulannya mengurung dari segala penjuru, sudah pasti sasarannya susah berkelit. 03 Menurut aturan, Hoat-ong adalah satu guru besar suatu aliran tersendiri lawannya angkatan lebih muda, pula sedang terbanting di lantai dan belum bangun, dengan serangannya ini sesungguhnya tidak sesuai dengan wataknya yang tinggi hati, tapi dalam keadaan murka, tanpa terpikir lagi oleh nya kesemua itu. Syukur, sejak tadi pandangan Kwe Cing tak pernah meninggalkan diri orang, begitu dilihatnya orang melototi Nyo Ko dan sedikit angkat tangannya, segera ia tahu orang akan turun tangan keji, diam2 ia ber-siap2, tetapi biarpun ia menyerobot maju dan sekalipun dapat menangkis pukulan orang, namun tetap Nyo Ko akan terluka. Karena waktu sudah mendesak tanpa pikir lagi segera dengan tipu "hui-liong-cay-thian" Atau naga terbang ke langit, ia meloncat ke atas dan hantam batok kepala Kim-lun Hoat-ong. Dalam keadaan begitu, kalau Hoat-ong tidak tarik kembali pukulannya, meski ia bisa binasakan Nyo Ko, tapi ia sendiripun akan melayang jiwanya dibawah Hang-liong-sip-pat-ciang orang yang maha lihay itu. Karena itu terpaksa ia tarik kembali tenaga pukulannya tadi, sambil membentak ia alihkan telapak tangannya menyambut gablokan Kwe Cing itu. Inilah untuk kedua kalinya saling gebrak di antara dua guru besar ilmu silat itu. Kwe Cing sendiri terapung di udara, tiada tempat yang bisa digunakan sandaran, tiada jalan lain ia pinjam tenaga pukulan orang terus berjumpalitan dan turun kembali ke belakang. sebaliknya Kim-lun Hoat-ong masih terus berdiri di tempatnya, tubuh tak bergoyang, kaki tak menggeser seperti tak terjadi sesuatu saja. Ilmu silat Kwe Cing yang hebat cukup dikenal Hek Tay thong, Sun Put-ji dan Tiam-jong Hi-un, maka demi nampak gebrakan itu, sungguh mereka menjadi terperanjat sekali, betapa tinggi kepandaian Kim-lun Hoat-ong sesungguhnya tak bisa mereka ukur. Padahal melompat mundurnya Kwe Cing itu otomatis telah mengelakkan tenaga pukulan orang, cara itu adalah cara yang betul dalam ilmu silat, sebaliknya Kim-lun Hoat-ong kena dikacau Nyo Ko tadi hingga kehilangan muka, ia paksakan diri hendak pulihkan malunya itu, maka benar2 ia telah sambut tenaga pukulan Kwe Cing, hal ini berarti banyak melemahkan tenaga dalamnya, meski luarnya kelihatan unggul, sebenarnya dalamnya mendapat rugi. Kedua tokoh itu berlainan ilmu kepandaian dan sama2 gagah tiada bandingannya, kalau hanya beberapa gebrakan saja susah menentukan asor dan unggul, namun karena adu tenaga pukulan tadi, dada Kim-lun Hoat-ong rada sakit, baiknya pihak lawan mementingkan menolong orang dan tidak melanjutkan serangannya maka dengan cepat ia bisa tutup mulut rapat2 mengumpulkan tenaga untuk melancarkan dadanya yang sesak. Di sebelah sana Nyo Ko telah terhindar dari elmaut, begitu merangkak bangun segera ia lari ke samping Siao-liong-li dan saling menanya keadaan masing2, setelah tahu tida apa2, wajah mereka unjuk senyuman, tangan mereka saling genggam penuh gembira. "Wahai, dengarkanlah para jago Mongol," Seru -Nyo Ko tiba2 sambil menyanggah roda emas rampasannya di atas gada milik Darba itu. "senjata imam negara kalian sudah dapat kurampas, apa kalian masih berani berkata lagi tentang Bu-lim Bengcu segala ? Baiknya kalian lekas enyah saja darisini.Tapi para Bu-su Mongol itu belum mau terima, sudah terang mereka saksikan Kim-lun Hoat-ong menangkan Siao-liong-li, tapi pihak lawan maju lagi seorang Nyo Ko, bahkan maju pula seorang Kwe Cing, Karena itu mereka pada ber-teriak2 mengejek. "Hm, pihakmu main tiga lawan satu, tak kenal malu!" . "Hoat-ong sendiri yang melemparkan roda emasnya, mana mungkin kau bocah ini bisa merebutnya?" "Satu lawan satu, hayo kalau berani bertanding lagi, jangan pakai keroyokan" "Betul.! Coba bertanding lagi kalau berani !" Begitulah riuh ramai mereka ber-teriak2, tapi semuanya dalam bahasa Mongol, maka para ksatria Tionggoan tak satupun yang paham. Sudah tentu diantaranya yang bisa berpikir tahu juga kalau soal ilmu silat sesungguhnya Kim-lun Hoat-ong masih di atas Siao-liong-Ii, tetapi sebutan Bu-lim Bengcu ini betapapun juga tidak boleh direbut seorang imam negara Mongol, hal ini bukan saja bikin malu kalangan Bu-lim daerah Tionggoan, pula berarti melemahkan perbawa sendiri di saat menghimpun kekuatan buat melawan musuh. Maka diantara ksatria2 yang berdarah muda demi dengar jago2 Mongol ber-teriak2, merekapun balas mencacimaki dan pada lolos senjata, keadaan menjadi kacau panas dan tampaknya bakal bertempur ramai-ramai. "Bagaimana, kau tetap tak ngaku kalah ?" Seru Nyo Ko pada Kim-lun Hoat-ong sambil angkat gadanya tinggi-tinggi dengan roda emas di pucuk gada itu. " Senjatamu saja sudah berada di tanganku, masih cukup tebal kulit mukamu untuk berlagak disini? Apa ada di jagat ini senjata seorang Bu-lim Bengcu kena dirampas orang ?" Waktu itu Kiin-lun Hoat-ong lagi menjalankan tenaga dalamnya, apa yang dikatakan Nyo Ko cukup jelas didengarnya cuma ia tak berani membuka suara untuk menjawab. Melihat keadaan lawan, Nyo Ko dapat meraba beberapa bagian, segera ia berteriak lagi. "Wahai para ksatria, dengarlah sekarang akan kutanyi dia lagi tiga kali, kalau Hoat-ong tidak menjawab, itu berarti mengaku kalah secara diam-diam." Nyata si Nyo Ko sangat cerdik ia kuatir sebentar lagi Hoat-ong selesai menjalankan napasnya, maka tanpa berhenti ia menanya pula cepat. "Nah, bagaimana, kau ngaku kalah bukan? Bu-lim Bengcu bukan bagianmu lagi bukan? Kau bungkam terus berarti mengaku secara diam2 bukan?" Pada saat itu kebetulan Hoat-ong sudah selesai menghilangkan rasa sesak dadanya, selagi ia hendak jawab orang, begitu melihat bibirnya bergerak cepat Nyo-Ko mendahului buka suara lagi "Baiklah, jika kau sudah mengaku kalah, kamipun tak mau bikin susah kau, kalian ber-ramai2 boleh lekas enyah saja. Habis itu, ia angkat tinggi2 gada dan roda emas rampasannya itu dan diserahkan pada Kwe Ceng, ia pikir kalau serahkan Suhu, kuatirnya Kim-lun Hoat-ong akan menjadi murka dan merebutnya, suhu tentu tak sanggup melawannya. Di lain pihak alangkah gusarnya Kim-lun Hoat-ong hingga mukanya. merah padam, tapi ia gentar juga terhadap ilmu silat Kwe Cing yang lihay, roda emas sudah jatuh di tangannya, kalau hendak merebutnya kembali rasanya belum tentu berhasil pula jumlah lawan terlalu banyak, kalau terjadi pertempuran besar, pihak Mongol pasti akan kalah habis2an. Agar tidak terima hinaan, terpaksa mundur teratur, kelak cari jalan lagi buat membalas. Karena itu, dengan suara keras Hoat-ong lantas berkata. "Bangsa Han banyak tipu muslihat, menang dengan jumlah banyak, se-ka!i2 bukan "cara ksatria sejati, marilah ikut aku pergi saja." Habis berkata, ia memberi tanda dan para jago Mongol itupun mundur keluar rumah. Dari jauh Hoat-ong masih memberi hormat pada Kwe Cing dan berkata. "Kwe-tayhiap, Ui-pangcu, tadi aku sudah belajar kenal ilmu kepandaian kalian yang hebat, Gunung selalu hijau, air sungai senantiasa mengalir, biarlah kita bersua pula kelak," Kwe Cing orangnya jujur dan berbudi, maka sambil membungkuk membalas hormat iapun menjawab . "Ilmu silat Taysu sungguh hebat sekali, Cayhe kagum luar biasa. Senjata kalian bolehlah diambil kembali saja." Sembari berkata, roda emas dan gada emas itupun hendak disodorkannya. Tapi Nyo Ko lantas menyelak. "Kim-lun Hoat-ong, apa mukamu cukup tebal untuk menerimanya kembali ?" Lekas2 Kwe Cing membentak, tapi Kim-lun Hoat-ong sudah kebas lengan bajunya terus jalan pergi tanpa berpaling lagi. Tiba2 Nyo Ko ingat sesuatu. "Hai, muridmu Hotu terkena racun senjata rahasiaku, lekas kau serahkan obat penawar untuk tukar obatku," Ia berteriak. Tetapi Hoat-ong yakin kepandaiannya cukup memahami ilmu pertabiban, segala racun apa saja, dapat disembuhkannya, ia benci terhadap kelicikan Nyo Ko, maka kata2 orang tak digubrisnya terus melangkah pergi. Sementara Ui Yong melihat Cu-liu pejamkan mata dan pula bertidur, ia pikir di sini tidak sedikit terdapat ahli2 pemakai Am-gi berbisa, pasti ada diantaranya yang dapat menyembuhkan lukanya ini, maka melihat Kim-lun Hoat-ong tak mau terima ajakan Nyo Ko untuk tukar obat penawar, ia pun tidak pikirkan lebih jauh, Tatkala itu seluruh Liok-keh ceng telah terbenam dilain suasana sorak sorai yang riuh rendah, semua memuji Nyo Ko dan Siao-Iiong-li yang telah mengalahkan Kim-lun Hoat-ong dengan gemilang itu. Kedua muda-mudi ini dirubung beratus orang yang berisik mempersoalkan pertarungan tadi, ada yang bilang-cara Nyo Komengalahkan Hotu betuI2 gunakan cara "senjata makan tuannya", ada yang berkata Ginkang Siao-liong-Ii tiada taranya hingga dapat hindarkan diri dari udakan Kim-lun Hoat-ong yang hendak menghantamnya tadi, cuma mengenai "Ih-hun-tay-hoat" Yang digunakan Nyo Ko menangkan Darba hingga paderi Tibet itu dengan dan hantam dirinya sendiri, 9 dari 10 diantara mereka tiada satupun yang paham. Kemudian perjamuan lantas diperbaharui, selama hidup Nyo Ko selalu menderita hinaan, baru hari ini ia betul2 melampiaskan deritanya itu dan unjuk keperkasaannya mendirikan pahala bagi dunia persilatan Tionggoan, maka tiada seorangpun yang tak menghormat padanya, dengan sendirinya amat girang hatinya. Siao-liong-li suci bersih batinnya tak kenal sedikitpun tata pergaulan, ia lihat Nyo Ko gembira, maka iapun ikut bergirang. Terhadap "gadis" Ini Ui Yong juga sangat suka, ia tarik tangan orang dan menanya ini dan itu, ia minta Siao-liong-li duduk semeja di sampingnya. Ketika melihat Nyo Ko duduk diantara Tiam jong Hi-un dan Kwe Cing, jaraknya terlalu jauh dari tempatnya, segera Siao-liong-li menggapai dan memanggil. "Ko-ji, kemari duduk di sampingku sini!" Namun Nyo Ko sedikit banyak paham perbedaan antara laki2 dan perempuan, tadi waktu bertemu sesaat ia lupa daratan dan unjuk perasaan hatinya yang murni, tapi kini di bawah pandangan orang begitu banyak, jika masih unjuk perasaan mesra, rasanya rada kurang pantas, maka demi mendengar panggilan orang, tanpa tahan wajahnya sedikit merah, ia bersenyum tapi tak mendekati. "Ko-ji, hayo, kenapa kau tak kemari?" Kembali Siao-liong-li mendesak. "Biarlah aku duduk di sini saja, Kwe-pepek lagi bicara dengan aku," Sahut Nyo Ko. Tiba2 alis Siao-liong-li terkerut. "Aku ingin kau duduk ke sini," Katanya pula. Tampak sikap orang yang kurang senang, hati Nyo Ko terguncang hebat, ia merasa wajah orang yang rada marah itu betul2 menggiurkan, sekalipun harus hancur lebur untuknya juga rela, Dahulu karena sifat Liok Bu-siang diwaktu marah rada mirip Siao-liong-li dan Nyo Ko rela membela si gadis itu dari musuh ganas, bahkan melindunginya sejauh ribuan li, kini orang sesungguhnya sudah di depan mata, mana bisa ia membangkang lagi? Maka iapun berdirilah dan mendekati meja Siao-liong-li. Melihat sikap kedua muda-mudi ini, diam2 Ui Yong rada curiga, namun iapun perintahkan atur tempat duduknya Nyo Ko. "Ko-ji, ilmu silatmu yang hebat ini kau dapat belajar dari siapa?" Kemudian Ui Yong tanya Nyo Ko. "Dia inilah guruku, kenapa Kwe-pekbo tak percaya" Sahut Nyp Ko sambil tunjuk Siao-liong-li. Tapi Ui Yong sudah kenal kelicinan pemuda ini, bila dilihatnya wajah Siao-liong-li yang polos jujur, ia yakin orang tak nanti membohong, maka diapun berpaling dan tanya. "Moaymoay, betulkah ilmu silatnya dipelajarinya dari kau?" Siao liong li sangat senang atas pertanyaan orang. "Ya, memang, bagaimana, baik tidak ajaranku?" Sahutnya segera. "Baik, baik sekali." Kata Ui Yong. "Moaymoay, Siapakah gurumu?" "Guruku sudah meninggal lama," Sahut Siao-liong-li. Dan matanya tiba2 pula basah, hatinya berduka. "Tolong tanya siapakah nama dan she gurumu yang terhormat itu ?" Kembali Ui Yong menanya. "Entah, Suhu ya Suhu," Sahut Siao-liong-li sambil geleng2 kepala. Ui Yong sangka orang tak mau mengaku, memang adalah biasa kalau orang Bu-Iim pantang bicara soal perguruan sendiri Padahal guru Siao-liong-li adalah budak pelayan pribadi Lim Tiao-eng, selamanya hanya dikenal nama kecil sebagai pelayan, she dan nama asli memangnya ia tak tahu. Dalam pada itu para kesatria dari berbagai aliran itu be-runtun2 telah menyuguh arak pada Kwe Ceng, Ui Yong, Siao-liong-li dan Nyo Ko sebagai penghormatan dan ucapan selamat karena telah mengalahkan musuh tangguh seperti Kim-lun Hoat-ong itu. Biasanya Kwe Hu sangat dihormati orang berkat orang tuanya, tapi dibandingkan kini, keadaannya menjadi guram, kecuali Bu-si Hengte yang masih me-nyanjung2 padanya, tiada seorang lain yang perhatikan dia, Tentu saja gadis ini menjadi kesal "Toa-Bu-Koko, Siao-Bu Koko, jangan minum arak lagi, marilah kita jalan2 keluar saja," Ajaknya kemudian pada kedua saudara Bu itu. Bu Tun-si dan Bu Siu-bun menyahut berbareng, lalu mereka bertigapun berbangkit Dan selagi mereka hendak keluar, tiba2 di dengarnya Kwe Cing sedang memanggil. "Hu-ji, mari sini!" Waktu Kwe Hu menoleh, ia lihat sang ayah sudah pindah semeja dengan ibunya-dan lagi menggapai padanya dengan ber-seri2. Karena itu iapun mendekati kedua orang tuanya dan memanggil manja sambil bersandar di tubuh Ui Yong. "Nah, dulu kau kuatir Ko-ji kurang baik kelakuannya dan bilang ilmu silatnya kurang tinggi hingga tak sesuai bagi Hu-ji, kini kau tidak bisa mencela lagi bukan?" Demikian dengan tertawa Kwe Cing berkata pada sang isteri. "la telah berjasa besar untuk para Enghiong dari Tionggoan sekarang, jangan kata tidak punya kesalahan, sekali pun ada apa2 yang tak baik jasanya tadi jauh lebih besar untuk menutup kesalahannya itu." "Ya, sekali ini memang salah penglihatanku" Sahut Ui Yong angguk2 tertawa. "baik ilmu silat maupun sifat Ko-Ji memang bagus semua, aku sendiripun amat suka padanya." Mendengar jawaban sang isteri yang merupakan kesanggupan perjodohan puterinya, Kwe Cing sangat senang. "Liong kohnio." Katanya pada Siao liong li, mendiang ayah muridmu adalah saudara angkatku, Kedua keluarga Nyo dan Kwe turun temurun berhubungan baik, Cayhe melulu punya satu anak perempuan, soal wajah dan ilmu silat masih boleh juga..." Begitulah dasar watak Kwe Cing memang terus terang, apa yang hendak dikatakan lantas diucapkannya begitu saja. "Hm coba, anak sendiri dipuji-puji, apa tak takut ditertawai adik Liong ?" Sela Ui Yong tertawa. Kwe Cing ikut terbahak, lalu iapun menyambung lagi. "Maka maksud Cayhe, hendak jodohkan puteriku ini pada muridmu, ayah-bundanya sudah wafat semua, urusan ini dengan sendirinya perlu minta keputusan Liong-kohnio, Dan kebetulan para ksatria berkumpul di sini, kita bisa minta dua Eng-hiong terkemuka sebagai comblang untuk menetapkan perjodohan ini, bagaimana ?" Hendaklah diketahui pada jaman dulu soal perjodohan umumnya tergantung perintah orang tua dan berdasarkan perantara comblang, pihak muda-mudi yang bersangkutan malahan tak berkuasa ambil keputusan. Begitulah habis berkata, dengan ketawa2 Kwe Cing memandang Nyo Ko dan puteri sendiri, ia duga pasti Siao-liong-li akan terima perjodohan bagus itu. Tentu saja muka Kwe Hu merah jengah. Ia sembunyikan mukanya ke pangkuan sang ibu. Sebaliknya air muka Siao-liong-li rada berubah mendengar kata2 Kwe Cing tadi belum ia menjawab tiba2 Nyo Ko sudah berdiri ia menjura dalam2 pada Kwe Cing dan Ui Yong, lalu berkata. "Budi Kwe pepek dan Kwe-pekbo yang membesarkan aku dulu serta rasa sayang padaku ini, sekalipun hancur lebur tubuhku juga sukar membalasnya. Tetapi keluargaku miskin, kepandaianku tak berarti sekali-kali tak berani memikirkan puteri bijaksana." Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Seketika Kwe Cing tercengang, sungguh tak pernah diduganya bahwa dengan nama suami-isterinya yang tersohor di kolong langit, wajah dan silat puterinya juga tergolong kelas satu, apalagi ia sendiri yang buka mulut hendak menjodohkan-nya, siapa tahu orang malah menolak mentah2. Tapi ia lantas ingat tentu usia Nyo Ko masih muda dan merasa malu, maka pura2 menolaknya. Maka ia tertawa pula dan berkata. "Ko-ji kita bukan orang luar, urusan ini bersangkutan dengan seumur hidupmu tak perlu kau malu-malu." Tapi lagi-lagi Nyo Ko menjura dan menjawab. "Kwe-pepek jika engkau ada perintah, ke lautan api atau masuk air mendidih, sedikitpun aku tak menolak, namun urusan perjodohan ini, betapapun tak berani ku menurut," Melihat pemuda ini bersikap sungguh2, alangkah herannya Kwe Cing, ia pandang sang isteri dan berharap ikut menjelaskan persoalannya. Ui Yong sesalkan sang suami terlalu lurus, tidak selidiki dulu lantas berkata terang2an dalam perjamuan terbuka hingga kebentur tembok sendiri. Sudah dilihatnya sikap antara Nyo Ko dan Siao liong-li yang sedang saling cinta, tapi mereka mengaku sebagai guru dan murid, apakah mungkin kedua orang ini telah tersesat dan berzinah? Tentang ini sesungguhnya ia tak berani percaya, ia pikir Nyo Ko belum pasti seorang jantan sejati, tapi juga tak nanti melakukan perbuatan terkutuk dan rendah itu. Harus diketahui orang pada ahala Song sangat pentingkan tata susila, tingkatan antara guru dan murid dipandang seperti raja dan hambanya, seperti ayah dan anak yang se-kali2 tak boleh berbuat sembarangan. Walaupun Ui Yong bercuriga, namun urusan ini terlalu besar artinya, seketika iapun tak berani percaya, maka ia tanya Nyo Ko. "Ko-ji, benarkah Liong-kohnio gurumu ?" "Ya," Sahut Nyo Ko pasti. "Apakah kau angkat guru padanya dengan menjura dan menyembah?" Tanya "Ui Yong lagi "Ya," Jawab Nyo Ko tegas, Mulutnya menjawab Ui Yong, tapi matanya memandang Siap-liong-li dengan penuh rasa kasih mesra, jangankan Ui Yong cerdik melebihi orang biasa, sekalipun orang lain juga dapat melihat bahwa antara kedua muda-mudi ini tentu mempunyai hubungan yang lain dari yang lain. Namun Kwe Ceng belum juga paham maksud tujuan sang isteri ia pikir. "Bukankah sejak tadi ia bilang murid Liong-kohnio, ilmu silat mereka berdua terang juga sama, mana bisa dipalsukan lagi? Aku persoalkan perjodohan, kenapa adik Yong tanyakan perguruan dan alirannya? Em, ya, lebih dulu bocah ini masuk Coan-cin-pay, kemudian ganti angkat guru lain, meski hal ini tak baik, tapi urusannya gampang juga diselesaikan." Dalam pada itu melihat sikap Nyo Ko terhadap Siao-liong-li, diam2 Ui Yong terperanjat sekali, lekas2 ia kedipi sang suami dan berkata. "Sudahlah, umur Hu-ji masih kecil, soal perjodohannya kenapa harus ter-buru2? Hari ini para ksatria berkumpul disini, paling betul berunding dulu masalah negara yang besar, urusan pribadi sementara boleh kesampingkan dulu." Kwe Cing pikir betul juga, maka jawabnja. "Ya, betuI, hampir saja aku pentingkan urusan pribadi dan melupakan soal besar. Liong-kohnio, urusan perjodohan Ko-ji dan puteriku ini biarlah kita bicarakan lagi kelak." Siapa duga mendadak Siao-liong-Ii geleng2 kepala. "Tidak, aku yang akan menjadi isteri Ko-ji, tak nanti ia menikahi anakmu," Sahutnya tiba2. Kata2 itu diucapkan cukup keras dan terang, maka ada ratusan hadirin di situ mendengarnya, keruan Kwe Cing terperanjat, seketika ia berbangkit sungguh ia tak percaya pada telinga sendiri, namun bila dilihatnya Siao-liong-li memegangi tangan Nyo Ko dengan sikap begitu hangat dan mesra, hal ini tak bisa pula tak mempercayainya. "Ap.... apa katamu? Di... dia mu... muridmu bukan?" Tanyanya cepat tak lancar. "Ya," Sahut Siao-liong-li dengan tersenyum simpul "Dahulu aku mengajarkan ilmu silat padanya, tapi kepandaiannya kini sudah sama kuatnya dengan aku, ia sangat suka padaku dan akupun suka padanya, Dulu...." Sampai di sini tiba2 ia pelahankan suaranya, meski gadis ini masih polos, namun sifat malu2 anak perempuan adalah pembawaan, maka dengan lirih ia sambung. "...dulu, dulu kukira dia tak suka padaku dan tak mau aku menjadi isterinya, ak... aku menjadi sedih sekali, aku ingin mati saja lebih baik Tapi ha... hari ini barulah aku tahu ia cinta padaku sesungguh hati, ak... aku..." Luar biasa penuturan Siao-liong-li yang keluar dari jiwa murninya ini hingga seketika beratus hadirin itu sama sunyi senyap mendengarkan kata2 si gadis. Umumnya, sekalipun seorang gadis yang sedang terbakar api asmara, namun tak nanti mengumumkannya terang2an di hadapan orang banyak. Apalagi menutur pada orang luar yang bukan sanak keluarga sendiri Tapi Siao-liong-li terlalu bersih, ia tak kenal urusan umum, apa itu tata krama atau kebiasaan manusia, segalanya tak dipahaminya, apa dirasakan perlu dikatakannya segerapun dikatakan. Sebaliknya Nyo Ko sangat terharu melihat perasaan si gadis yang murni itu, tapi bila dilihatnya wajah orang lain nada unjuk rasa terkejut dan heran, ia menjadi kikuk dan tak bisa membenarkan pula, ia tahu Siao-liong-li terlalu hijau, sepantasnya tidak membicarakan urusan ini di tempat orang banyak, maka tangan orang lantas ditariknya, dengan suara halus iapun mengajak. "Marilah, Ko-koh, kita pergi saja !" "Baik," Sahut Siao-liong-li. Lalu kedua muda-mudi inipun bertindak keluar berendeng. Tatkala itu meski seluruh ruangan penuh berjubel dengan orang, namun dalam pandangan Siao liong-li se-akan2 Nyo Ko seorang saja yang dilihatnya. Kwe Cing saling pandang bingung dengan Ui Yong, tidak sedikit peristiwa aneh dan berbahaya yang pernah mereka alami selama hidup, tapi kejadian di depan mata sekarang ini sungguh tak pernah mereka duga, seketika merekapun tidak tahu bagaimana harus bertindak. Pada waktu Siao-liong-li dan Nyo Ko sudah hampir melangkah keluar ruangan pendopo itu, mendadak Ui Yong meneriakinya. "Liong-kohnio, kau adalah Bu-lim Bengcu yang dihormat dan dipandang sebagai suri teladan semua orang, maka urusan ini hendaklah kau pikirkan lebih masak." Tiba2 Siao-liong-li menoleh sambil tersenyum manis, sahutnya. "Aku tak sanggup menjadi Bu-lim Bengcu segala, kalau cici suka bolehlah kau ambil saja jabatan itu." "Tidak, bila kau mau menolak, maka serahkan "saja pada ksatria angkatan tua Ang-lopangcu," Kata Ui Yong. Bu-lim Bengcu adalah gelar kehormatan yang amat agungnya, dalam dunia persilatan, tapi sedikitpun tak terpikir oleh Siao-liong-li, ia menjawab pula sekenanya. "Terserahlah kau, pendeknya aku tidak kepingin." Habis itu tangan Nyo Ko ditariknya hendak berjalan keluar lagi. Se-konyong2 sesosok bayangan berkelebat, dari tengah orang banyak tahu2 melompat keluar se-orang berjubah pertapaan dan tangan menghunus pedang, ia bukan lain dari pada imam Coan-cin-kau, Thio Ci-keng adanya. "Nyo Ko," Bentak Ci-keng mendadak dengan pedang melintang dan menghadang di ambang pinta "Kau durhaka dan mengkhianati perguruan, hal ini saja tak dibesarkan orang, kini kau berbuat lagi serendah binatang, apa kau masih punya muka untuk hidup di dunia ini? Asal aku Thio Ci-keng masih bisa bernapas, tidak nanti kubiarkan kau." Nyo Ko tak suka ribut2 dengan Ci-keng di depan orang banyak, maka dengan suara tertahan ia membentak "Menyingkir!" "In-sute," Teriak Ci-keng pula. "coba kau maju, katakanlah malam itu di Cong-lam-san dengan mata kepala kita sendiri menyaksikan kedua orang ini telanjang bulat lagi berbuat apa?" PeIahan2 Ci-peng berdiri dengan sedikit gemetar waktu ia angkat tangan kirinya, maka terlihatlah jari2 kecil dan manis tangannya telah kutung semua, meski semua orang tak tahu maksud-nya mengunjuk tangan cacat ini, namun melihat tubuh Ci-peng yang gemetar dan bersikap aneh, orangpun dapat menduga pasti di dalamnya tersangkut sesuatu yang ganjil. Seperti diketahui, malam itu Siao-liong-li dan Nyo Ko sedang melatih Giok-li-sim-keng dalam semak2 bunga dan dipergoki Ci-keng dan Ci-peng tanpa sengaja, tatkala mana Nyo Ko telah paksa Ci-peng bersumpah agar tak bercerita pada orang kelima, siapa tahu hari ini orang telah menistanya di hadapan orang banyak, tentu saja luar biasa gusarnya Nyo Ko. "Kau telah bersumpah tak akan ceritakan pada orang kelima, apa kau lupa?" Bentak Nyo Ko segera. Ci Keng ter-bahak2 oleh teguran ini "Ya. memang aku bersumpah tidak akan bercerita pada orang kelima." Sahutnya keras. "tapi kini disini ada orang keenam, ketujuh, bahkan beratus dan beribu orang, dengan sendirinya sumpahku itu sudah batal. Kalian berdua berani berbuat, sudah tentu aku pun boleh mengomongnya bukan?" Peristiwa itu memangnya sangat kebetulan saja, ketika tengah malam Ci-keng melihat kedua muda-mudi itu telanjang bulat berada bersama dalam semak2, ia sangka orang telah berbuat kotor, siapa tahu sesungguhnya orang lagi melatih ilmu yang tiada bandingannya itu. Dalam gusarnya kini peristiwa itu disiarkannya, sebenarnya bukan maksudnya sengaja hendak memfitnah. Akibat kejadian malam itu, Siao-liong-li sampai muntah darah saking gusar dan hampir2 jiwanya melayang, kini mendengar Ci-keng berdebat model pokrol bambu. ia tak tahan lagi, cepat sekali ia ulur tangan dan menekan pelahan ke dada Ci-keng seraya berkata. "Baiknya kau jangan ngaco-belo ya !" Sementara ini Giok-li-sim-keng yang dilatihnya sudah jadi, gerak tangannya ini dilakukan tanpa suara dan tak kelihatan, kebetulan juga Giok-li-sim-keng itu diciptakan sebagai lawan ilmu silat Coan-cin-pay ketika Ci-keng hendak menangkis. tak tahunya tangan Siao-liong-li telah memutar lagi dan tetap meraba ke dadanya. Sekali tangkis tak kena, luar biasa kejut Ci-keng, namun begitu dadanya teraba tangan orang pun lantas ditarik kembali dan tiada sesuatu perasaan apa2, maka iapun tidak ambil perhatian dengan tertawa dingin ia coba meng-olok2 lagi. "Ada apa kau meraba tubuhku ? Aku toh bukan gend..." Belum kata2 "gendakmu" Selesai diucapkan, mendadak kedua matanya melotot kaku, seketika orangnya terkulai ke depan, nyata ia sudah terluka dalam yang amat parah. Melihat sang Sutit terluka, lekas2 Sun Put-ji dan Hek Tay-thong memburu maju buat membangunkan, dilihatnya napas Ci-keng memburu dan wajahnya merah padam bagai orang mabuk "Bagus, kau Ko-bong-pay benar2 hendak memusuhi Coan-cin-kau kami," Teriak Sun Put-ji, segera pedangpun dilolosnya lantas hendak melabrak Siao-liong-li. Lekas2 Kwe Cing melompat maju dan menyela di tengah kedua pihak "Sudahlah, orang sendiri jangan cekcok," Ia coba memisah. Lalu ia berkata juga pada Nyo Ko. "Ko-ji, kedua pihak sama2 terhitung gurumu. Harap kau minta mereka kembali ke tempat duduk masing2, ada apa2 biarlah kita pertimbangkan sebenarnya siapa yang salah." Akan tetapi Sino-liong-li sudah jemu dan benci pada segala kepalsuan manusia dengan pengalaman2 sejak ia turun gunung, maka tangan Nyo Ko digandengnya dan mengajaknya lagi "Marilah kita pergi saja, Ko-ji, selamanya jangan kita ketemu orang2 ini pula !" Nyo Ko ikut bertindak pergi, tapi mendadak pedang Sun Put-ji berkelebat ia menghadang pula dan membentak. "Hm, enak saja, sudah melukai orang lantas hendak merat begitu saja?" Melihat kedua pihak akan saling gebrak lagi lekas2 Kwe Cing berkata pula dengan sungguh2 -"Ko-ji, segalanya hendaklah kau pikir masak2 dan jadilah orang baik2, jangan bikin susah diri sendiri dan membikin busuk nama baikmu. Namamu Ko adalah aku yang memberi, apa kau paham maksud huruf "Ko" Itu?" Tergetar Nyo Ko oleh teguran itu, mendadak terbayang olehnya banyak kejadian di masa kecil, teringat olehnya segala hinaan yang pernah ia rasakan, pikirnya. "Aneh, mengapa namaku ini adalah pemberian Kwe-pepek?" "lbumu dulu tentu pernah ceritakan padamu kau bernama "Ko" Dan alias apa?" Tegur Kwe Cing pula bengis. Maka ingatlah Nyo Ko pernah dengat dari ibunya, cuma dulu usianya masih kecil, maka selamanya tiada orang memanggil nama aliasnya hingga ia sendiri hampir lupa. "Nama aliasku "Kay-ci" Sahutnya kemudian. "Benar," Kata Kwe Cing. "Dan apa maksudnya itu?" "Kwe-pepek maksudkan bila aku ada kesalahan (Ko) supaya bisa memperbaikinya (Kay-ci)," Sahut Nyo Ko. Karena itu lagu suara Kwe Cing berubah sedikit halus. "Ko-ji," Katanya pula. "manusia mana yang tak pernah salah (Ko), tapi salah berani memperbaiki hal ini harus dipuji, ini adalah petua Nabi. Kini kau tak menghormati guru, ini adalah kesalahan maha besar, hendaklah kau bisa pikirkan secara baik-baik." "Kalau aku ada salah sudah tentu akan kuperbaiki," Sahut Nyo Ko." Tetapi dia... dia..." Ia tuding Ci-keng dan melanjutkan. "dia pukul aku, dia menghina aku, menipu aku dan benci padaku, mana mau aku mengakui dia sebagai guru? Aku dan "Liong-kokok suci bersih, Thian menjadi saksi, aku menghormati dia, kucinta padanya, apakah ini suatu kesalahan?" Nyo Ko mencerocos dengan lancar dan bersemangat oleh rasa benarnya, kecerdasan dan bicaranya Kwe Cing tak ungkuli pemuda ini, sudah tentu ia menjadi gelagapan, Cuma perbuatan orang dirasakannya salah, hanya seketika ia tak bisa menjelaskannya. "Ko-ji," Sementara Ui Yong sudah maju juga. "Kwe-pepek ingin kau berbuat baik, hal ini hendaklah kau mengerti" Suaranya halus. Karena itu perasaan Nyo Ko terguncang, iapun lirihkan suara dan menyahut. "Ya, selamanya Kwe-pepek sangat baik padaku, hal ini aku cukup tahu." Karena terharunya, matanya merah dan hampir2 meneteskan air mata. "Maksudnya hanya berusaha menginsafkan kau, sekali-kali jangan kau salah paham," Kata Ui Yong lagi. "Tetapi aku justru tak paham, aku tak mengerti kesalahan apakah yang kulakukan?" Kata Nyo Ko pula. Tiba2 Ui Yong menarik muka. "Apa kau benar2 tak mengerti atau kau sengaja main gila dengan kami ?" Tanyanya. Nyo Ko menjadi penasaran, ia pikir. "Jika kalian baik2 terhadapku dengan sendirinya aku pun balas dengan baik, tetapi kalian ingin aku berbuat bagaimanakah ?" Karena itu, ia gigit bibir dan tak menjawab. "Baiklah, bila kau ingin aku bicara terus terang, rasanya akupun tak perlu main teka-teki dengan kau," Kata Ui Yong. "Liong-kokoh adalah Suhumu, itu berarti orang tua yang harus kau hormati, maka tak boleh ada hubungan pribadi antara laki2-perempuan." Peraturan demikian itu bukannya Nyo Ko tak paham sama sekali seperti diri Siao-liong-li, cuma ia tak mengerti, sebab apa hanya lantaran Kokoh pernah mengajarkan ilmu silat padanya lantas tak boleh menjadi isterinya ? Kenapa hubungannya dengan Liong-kokoh yang suci bersih, Kwe-pepek saja tak mau percaya? Berpikir sampai disini, tak tahan lagi iapun naik darah. Dasar Nyo Ko seorang yang tak gentar terhadap segala apa dan pantang kekerasan, sekali ia merasa penasaran, ia menjadi lebih tak mau mengerti Segera, dengan suara keras ia berkata lagi. "Dan perbuatan apa yang kulakukan yang membikin susah kalian? Siapa yang pernah kucelakai? Liong-kokoh pernah mengajarkan ilmu silat padaku, aku justru ingin dia menjadi isteriku, kau boleh bacok aku, boleh cincang aku, namun aku tetap ingin dia menjadi isteriku." Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Kata2nya ini betul2 membikin seluruh hadirin terperanjat. Pada jaman Song orang sangat kukuh pada tata adat, mana ada logika yang menyimpang 180 derajat dari peraturan itu? Selama hidup Kwe Cing sendiri paling menghormat pada guru, maka ia gusar tidak kepalang oleh jawaban Nyo Ko itu, cepat sekali ia melangkah maju, segera ia jamberet dada Nyo Ko. Siao-liong-li terkejut segera ia menangkis, Namun ilmu silat Kwe Cing masih jauh di atasnya, apalagi dalam keadaan gusar, seluruh tenaganya telah dikeluarkan semua, ketika sekali tarik terus dilemparkan, tahu2 Siao-liong-li terlempar pergi setombak lebih dan turun kembali di luar pintu menyusul mana sebelah tangan Kwe Cing pegang dada Nyo Ko tempat "Thian-tut-hiat" Dan tangan lain diangkatnya tinggi2 sambil membentak. "Binatang cilik, kenapa kau berani keluarkan kata2 durhaka semacam itu?" Seluruh tenaga Nyo Ko lenyap seketika oleh karena cekalan Kwe Cing itu, namun dalam hati sedikitpun ia tak takut "Kokoh cinta padaku sepenuh hatinya, begitu pula aku terhadapnya," Katanya lantang. "Kwe-pepek, kau mau bunuh aku boleh bunuhlah, tapi keputusanku ini tak akan berubah selamanya." "Aku anggap kau seperti anakku sendiri, tidak boleh kudiamkan kesalahanmu dan tak memperbaikinya," Kata Kwe Cing. "Aku tak salah, aku tidak melakukan sesuatu yang buruk, aku tak pernah mencelakai orang lain!" Jawab Nyo Ko tegas, Tiga kalimat itu diucapkannya dengan begitu kuat dan pasti. Seketika hati para ksatria ikut terkesiap, mereka merasa kata2 Nyo Ko ada bagian2 yang masuk di akal, umpama saja kalau kedua muda-mudi ini tidak bilang2 pada orang lain, lalu hidup menyendiri di dunia lain atau menjadi suami isteri di pulau terpencil misalnya, bukankah tidak merugikan siapapun juga. Tapi kalau berbuat se-mena2 sesukanya tanpa menghiraukan pedapat umum, ini pun tak bisa dibenarkan dan merupakan sampah masyarakat persilatan. Geger Solo Karya Kho Ping Hoo Pendekar Gunung Lawu Karya Kho Ping Hoo Geger Solo Karya Kho Ping Hoo