Ceritasilat Novel Online

Kembalinya Pendekar Rajawali 33


Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung Bagian 33


Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya dari Chin Yung   "Kokoh,"   Katanya sesudah memikir.   "kalau kita sampai masgul dan bosan, tidaklah kita bisa keluar bersama saja!"   Siao-liong-li menyahut pelahan sekali, lalu tak bicara lagi, hanya dalam hati ia pikir.   "Apa yang dikatakan Kwe-hujin (nyonya Kwe) ternyata tidak dusta. Kelak kalau dia sudah bosan dan kesal hingga keluar dari kuburan, ia akan dipandang hina oleh setiap orang, lalu apa senangnya orang hidup begitu ? ia baik padaku, entah mengapa orang lain lantas pandang rendah dan hina padanya, apakah aku sendiri seorang tak membawa alamat baik? Aku suka dia dan mencintai dia, jiwaku boleh melayang, tapi kalau menjadikan dia tak bahagia, lebih baik dia tak menikahi aku saja. Kalau begitu, malam itu di Cong-lam-san dia tak mau berjanji akan peristerikan diriku, agaknya disebabkan inilah."   Sementara didengarnya Nyo Ko menggeros nyenyak maka pelahan ia melompat turun, ia dekati pembaringan dan pandang wajah orang yang cakap, hatinya cemas dan pedih, tak tertahan air matanya ber-linang2.   Besok paginya ketika Nyo Ko mendusin, terasa olehnya pundaknya rada basah, ia merasa aneh sekali, ia lihat Siao-liong-li sudah tiada di kamar, ia bangun duduk, tapi lantas tertampak di atas meja terukir delapan huruf yang halus dengan jarum yang bunyinya.   "Selamat tinggal, janganlah pikirkan diriku."   Kaget luar biasa Nyo Ko, seketika ia ter-mangu2 bingung, ia lihat di atas meja masih kelihatan ada bekas air mata yang belum kering, dapat diduga rasa basah di pundaknya tentu juga karena air mata Siao-liong li, Maka dapatlah di bayangkan berapa remuk redam perasaannya tatkala ia menulis ke delapan huruf ini.   Dalam keadaan cemas Nyo Ko merasa seakan disamber petir mendadak ia dorong daun jendela terus meloncat keluar sambil ber-teriak2.   "Kokoh, Kokoh !"   Nyo Ko insaf sedetik saja tak boleh di-sia2kan, kalau hari ini Siao-liong-Ii tak bisa diketemukannya, kelak mungkin sukar bersua lagi, maka cepat ia lari ke kandang kuda, ia keluarkan kudanya yang kurus itu terus dicemplaknya pergi.   Kebetulan waktu itu Kwe Hu lagi keluar dari kamarnya.   ia menjadi heran melihat kelakuan pemuda ini, ia ber-teriak2 memanggil .   "Nyo-koko, hendak ke mana kau?"   Tapi Nyo Ko membudek, ia larikan kudanya cepat ke utara, sekejap saja belasan li sudah dilaluinya, sepanjang jalan ia terus ber-teriak2.   "Kokoh, Kokoh!"   Tapi mana ada bayangan Siao-liong-li.   Setelah berjalan tak lama, tiba2 dilihatnya rombongan Kim-lun Hoat-ong sedang menuju ke barat, ketika mendadak mereka nampak Nyo Ko seorang diri dan satu tunggangan, merekapun ter-heran2, Segera Kim-lun Hoat-ong belokan kudanya memapak datangnya Nyo Ko.   Sama sekali Nyo Ko tak bersenjata, tiba2 menghadapi musuh besar, sudah tentu sangat berbahaya.   Tapi ia sedang kuatirkan keadaan Siao liong-li, apa yang dipikirkan kini tiada lain kecuali jejak Siao-liong-Ii, keselamatan diri sendiri sudah tak terpikir olehnya, maka demi nampak Kim-lun Hoat-ong mendatangi, ia malah tarik tali kuda dan memapakinya dan bertanya.   "Hai, apa kau melihat guruku?"   Melihat orang tidak melarikan diri. sudah tentu Kim-lun Hoat-ong heran, kini mendengar pertanyaan itu, keruan tambah tercengang.   "Tidak."   Sahutnya kemudian.   "Apa dia tidak bersama kau!?"   Kedua orang ini sama2 cerdik luar biasa, setelah terjadi tanya jawab ini, sesaat itu keduanya sudah timbul pikiran, Nyo Ko berada sendirian tentu bukan tandingan Kim-lun Hoat-ong, maka setelah sinar mata kedua orang kebentrok, cepat Nyo Ko keprak kuda dan di lain pihak Kim-lun Hoat-ong sudah ulur tangan hendak menjambret nya, Namun kuda kurus itu tangkas luar biasa, bagai angin cepatnya sudah membedal lewat, lekas2 Kim-lun Hoat-ong keprak kuda mengejar, tapi Nyo Ko sudah berada sejauh satu li lebih dan sukar disusul lagi.   Tiba2 pikiran Hoat-ong tergerak pula, ia tahan kuda tak mengejar lebih jauh, ia pikir.   "Kalau mereka guru dan murid terpencar, apalagi yang aku takutkan sekarang? Kalau Ui-pangcu itu masih belum pergi jauh, ha-ha..."   Begitulah, segera ia bawa rombongannya balik ke tempat darimana mereka datang tadi.   Sementara itu Nyo Ko masih belum melihat bayangan Siao-liong-li, sekalipun sudah beberapa puluh li ia tempuh, ia merasa darahnya bergolak hingga rasanya gelap pandangan, hampir2 saja ia pingsan di atas kudanya, Sungguh luar biasa rasa sedih dan pilunya.   "Sebab apakah Kokoh mendadak tinggalkan aku? Di manakah aku pernah mencederai dia? Sewaktu ia hendak tinggalkan aku tidak sedikit air mata yang dia alirkan, tentunya itu bukan karena marah padaku,"   Demikianlah ia pikir. Lalu terpikir pula tiba2 olehnya.   "Ah, tahukah aku sekarang, tentunya karena aku bilang tinggal di dalam kuburan kuno akan merasa bosan, maka ia kira aku tak mau hidup berdampingan selamanya dengan dia."   Berpikir sampai disini, tiba2 ia melihat setitik sinar harapan.   "Ah, tentu dia telah kembali ke kuburan kuno, biarlah aku pergi ke sana mendampingi dia,"   Demikian pikirnya terakhir.   Tadi dalam bingungnya ia larikan kudanya secara ngawur tanpa bedakan arah, kini ia bisa pilih jalan, ia kembali ke utara menuju Cong-lam-san.   sepanjang jalan ia berpikir terus, makin pikir makin terasa benar keputusannya itu, karena itu rasa duka dan rindunya menjadi hilang beberapa bagian, bahkan kemudian iapun ber-dendang2 sendiri di atas kudanya.   Waktu lohor ia mampir di suatu kedai nasi untuk tangsal perut, habis makan semangkok bakmi waktu mau bayar, tiba2 ia melongo, Kiranya waktu berangkat terlalu buru2 hingga satu mata uang saja tak membawanya, Tapi Nyo Ko tak kurang akal, ia incar ketika pengurus kedai meleng, cepat saja ia cemplak kudanya terus lari pergi, ia dengar pemilik kedai mencaci maki kalang kabut di belakang, diam2 pemuda ini tertawa geli sendiri.   Petangnya, tibalah dia di sebuah hutan lebat.   Se-konyong2 didengarnya sayup2 ada suara bentakan dan makian di dalam hutan diseling dengan suara nyaring beradunya senjata, terkejut Nyo Ko, ia coba dengarkan lebih jelas, ia kenali kemudian itulah suaranya Kim-lun Hoat-ong dan Kwe Hu.   Nyo Ko tahu pasti terjadi sesuatu, lekas2 ia melompat turun dari kudanya, ia lambat kudanya sedikit jauh, ia sendiri menyelinap masuk hutan dengan kepandaian "tah-poh-bu-seng"   Atau melangkah tanpa bersuara, semacam ilmu entengkan tubuh yang tinggi, ia mencari tempat dimana datangnya suara.   Setelah belasan tombak jauhnya, ia lihat di tengah hutan lebat itu Ui Yong dan puterinya beserta Bu-si Hengte lagi melawan rombongan Kim-lun Hoat-ong se-bisa2nya di suatu gundukan batu.   Ia lihat keadaan Bu-si Hengte sangat mengenaskan mukanya, bajunya, semua berlepotan darah.   Ui Yong sendiri rambutnya serawutan, tampaknya kalau bukan Kim-lun Hoat-ong sengaja ingin menawan lawannya hidup2, mungkin mereka berempat sudah sejak tadi binasa di bawah roda besinya.   Setelah menyaksikan beberapa jurus lagi, diam2 Nyo Ko memikir.   "Kokoh tidak di sini, kalau aku maju membantu sendiri, tentu antar jiwa percuma, lantas bagaimana baiknya ini?"   Selagi ia hendak cari akal, tiba2 dilihatnya roda Kim-lun Hoat-ong sedang menghantam, Ui Yong kelihatan tak kuat menangkis, mendadak ia mengkeret masuk ke belakang segundukan batu.   Lalu Kim lun Hoat-ong terpancing masuk ke tengah gundukan batu ini dan berputar kian kemari, namun tak mampu mendekati Ui Yong lagi.   Heran sekali Nyo Ko oleh kejadian itu, dilihatnya Kwe Hu dan Bu-si Hengte juga berkelit dan berputar mengandalkan gundukan batu, bila ada bahaya.   asal sembunyi di belakang batu, seketika Darba ketinggalan dan terpaksa ber-putar2 kesana kemari baru bisa menyusulnya, namun sementara itu Kwe Hu sudah sempat bernapas untuk melawan musuh lagi.   Makin melihat makin heran Nyo Ko, sungguh tak bisa dimengertinya beberapa gundukan batu dalam hutan ini ternyata begitu mukjijat.   Tapi meski keselamatan Ui Yong cs, tak menjadi soal lagi, tapi hendak lari keluar barisan gundukan batu, rasanya juga susah.   Setelah lama tak bisa bobolkan pertahanan musuh, meski Bu-si Hengte dapat dilukai, tapi tak parah, sebaliknya pihak Kim-lun Hoat-ong sendiri ada seorang tertusuk mati oleh Kwee Hu.   Hoat-ong tahu gundukan batu itulah letak penyakitnya yang harus dipecahkan baru bisa menangkap musuh.   Hoat-ong seorang yang cerdas dan tinggi hati, ia pikir beberapa orang ini sudah seperti kura2 dalam tempurung tak nanti bisa lolos dari cengkeramannya, ia pikir bila sebentar lagi perputaran barisan gundukan batu dapat dipahami segera ia menerjang masuk dengan cepat dan sekali pukul lantas berhasil, barulah hal ini bisa perbaikan kepintarannya.   Maka mendadak ia memberi tanda rombongannva mundur, ia sendiripun mundur lebih setombak jauhnya sambil memperhatikan susunan gundukan batu yang ruwet itu.   Ia pikir berapa hebat siasat vang diatur maupun barisan yang dikerahkan pasti tidak terlepas dari perhitungan Thay-kek dan Liang-gi dan meluas menjadi Ngo-heng dan Pat-kwa.   Kim-lun Hoat-ong sendiri mahir macam2 ilmu aneh itu, ia pikir meski barisan gundukan batu itu rada aneh, ia yakin pasti tidak terlepas dari dasar perhitungan tersebut diatas.   Siapa tahu sudah lama ia pandang dan perhatikan, baru saja sedikit lubang dapat dilihatnya, ketika hendak dipecahkan lebih jauh, tiba2 salah lagi, sebelah kiri betul, sayap kanan sudah berubah, dapat dipecahkan bagian depan, lalu sebelah belakang sukar dipahami pula.   ia ter-menung2 di tempatnya, terkejut dan kagum luar biasa atas kepandaian Ui Yong.   Tapi Kim-lun Hoat-ong adalah seorang genius, baik silat maupun surat, meski menghadapi soal sulit, ia justru ingin gunakan kecerdasan sendiri untuk memecahkannya.   Nyo Ko lihat paderi ini mencurahkan perhatian penuh atas gundukan2 batu, mendadak matanya terbeliak seperti paham di mana letak mujizat barisan batu itu dan orangnya terus melompat masuk cepat luar biasa, ketika ia ulur tangan, tahu2 Kwe Hu kena dijambret, habis ini iapun mundur lagi keluar barisan batu.   Perubahan diluar dugaan ini membikin Ui Yong terkejut hingga seketika tak berdaya, kalau keluar barisan buat menolong, terang mereka sendiri yang bakal menghadapi bahaya.   Kiranya tadi Kwe Hu melihat musuh berdiam diri, ia menjadi gegabah, tak diturut lagi pesan ibundanya agar berdiri tetap di tempatnya, tapi ia keluar garis pertahanan barisan batu dan betapa lihaynya Kim-lun Hoat-ong, begitu ada kesempatan segera ia turun tangan menawannya terus menutuk Hiat-to iganya dan diletakkan di tanah.   Sengaja Hoat-ong tak menutuk urat nadi gagu si gadis agar bisa bersuara minta tolong ibundanya untuk memancing Ui Yong keluar dari barisan batu itu.   Seketika Kwe Hu merasa seluruh badan kaku gatal luar biasa, tapi anggota badan tak bisa bergerak tiada jalan lain kecuali merintih pelahan.   Sudah tentu Ui Yong tahu akal licik musuh, tapi kasih ibu adalah pembawaan setiap manusia, ia menjadi kuatir luar biasa, tapi bibir digigitnya kencang2, sedapat mungkin menahan perasaannya Kesemua itu disaksikan Nyo Ko dengan jelas di tempat sembunyinya, tiba2 dilihatnya Ui Yong gerakkan tongkat bambu lalu hendak terjang keluar barisan batu untuk menolong puteri kesayanganmya, tanpa pikir lagi se-konyong2 Nyo Ko melompat keluar, Kwe Hu disambernya terus melompat masuk kembali ke barisan gundukan batu itu.   Cepat juga Kim-lun Hoat-ong timpuk roda besinya menghantam punggung si Nyo Ko yang masih terapung di udara hingga sukar berkelit.   Tapi mendadak Kwe Hu didorongnya ke arah Ui Yong, berbareng Nyo Ko sendiri gunakan gerakan "jian-km-tui", tubuhnya menurun cepat ke bawah dan terdengarlah suara "bluk", antap sekali tubuh Nyo Ko terbanting di atas gundukan batu itu, sementara terdengar suara gemerenceng yang nyaring, roda besi musuh tepat menyamber lewat di atas kepalanya.   Di lain pihak Ui Yong sudah merangkul puteri kesayangannya dengan perasaan girang dan duka, ia lihat Nyo Ko telah merangkak bangun dari gundukan batu, mukanya babak belur karena jatuhnya yang berat tadi, lekas2 ia tunjukkan jalan masuk ke barisan batu dengan tongkat bambunya yang panjang itu.   Melihat serangannya yang tak berhasil dan kembali gara2 si Nyo Ko, Kim-lun Hoat-ong tidak gusar, ia malah bergirang, katanya dengan tersenyum dingin.   "Bagus, kau sendiri yang masuk jaring, aku dapat hemat tenaga dan tak perlu cari kau lagi kelak"   Dengan mati2an Nyo Ko menolong orang, timbulnya secara spontan, tapi sesudah masuk barisan batu itu dan teringat ikut campurnya ini berarti antarkan nyawa sendiri dan selanjutnya sukar bersua lagi dengan Siao-liong-li, diam2 ia merasa menyesal.   "Ko-ji, buat apa kau lakukan ini?"   Kata Ui Yong kemudian menghela napas.   "Kwe-pekbo,"   Sahut Nyo Ko tertawa getir.   "secara ketolol2 an, asal darahku panas, lantas aku tak pikirkan diri sendiri lagi."   "O, anak baik, hatimu yang baik ini dibanding ayahmu..."   Belum habis Ui Yong berkata, mendadak ia berhenti.   "Kwe-pekbo, ayahku seorang jahat bukan?"   Tanya Nyo Ko gemetar.   "Buat apa kau tanya ini?"   Kata Ui Yong menunduk. Habis ini mendadak ia berseru.   "Awas, ke sini ikut aku!"   Lalu ia tarik orang melintasi dua gunduk batu menghindari pembokongan Kim-lun Hoat-ong. Kagum luar biasa setelah Nyo Ko meneliti sekitar gundukan batu itu.   "Kwe-pekbo, kepandaianmu yang hebat ini di jagat ini tiada keduanya lagi,"   Katanya kemudian. Ui Yong tak menjawab, ia hanya tersenyum dan sibuk mengurut Kwe Hu yang habis ditutuk musuh tadi.   "Kau tahu apa?"   Sela Kwe Hu tiba2.   "Kepandaian ibu adalah ajaran Gwa-kong (engkong luar), Engkong-ku itulah baru benar2 lihay."   Nyo Ko sendiri sudah saksikan kepintaran Ui Yok-su dengan tanaman2 yang teratur di Tho-hoa-to, cuma waktu itu umurnya masih kecil, maki tidak dapat dipahaminya kebagusannya, kini mendengar kata2 Kwe Hu, berulang kali ia mengangguk dan merasa kagum tak terhingga.   "Ya, entah kapan berjumpa dengan beliau barulah rasanya hidupku ini tak ter-sia2,"   Demikian katanya.   Dalam pada itu mendadak Kim-lun Hoat-ong menerjang masuk lagi, sudah dua gunduk batu dilintasinya, Nyo Ko tak bersenjata sama sekali, lekas2 tongkat bambu Ui Yong yang masih menggeletak di tanah itu disambarnya terus mendahului maju menahan musuh, beruntun2 tongkat bambu menyabet dua kali, apa yang dimainkan adalah Pak-kau-pang-hoat.   Melihat Pang-hoat orang terlalu bagus, Kim-lun Hoat-ong tak berani ayal, ia layani Nyo Ko penuh perhatian, setelah beberapa jurus, mendadak keduanya sama2 kesandung batu dan sampai hampir jatuh.   Kuatir terjebak, lekas2 Hoat-ong melompat keluar dari gundukan batu, sedang Ui Yong menunjukkan jalan masuk bagi Nvo Ko.   Bu-si Hengte dan puterinya disuruh pindahkan batu2 itu untuk merubah barisan pertahanannya.   "Darimanakah kau dapat belajar Pa-kau-pang-hoat ini sebenarnya?"   Tanya Ui Yong kemudian pada Nyo Ko.   Maka terus teranglah Nyo Ko ceritakan pertemuannya yang aneh dengan Ang Chit-kong dulu di atas Hoa-san dan bagaimana Pak-kay dan Se-tok telah bertanding di sana hingga turunkan ilmu tongkat pemukul anjing itu padanya, cuma kuatir kalau Ui Yong terkejut, maka tentang tewasnya Ang Chit-kong tak diceritakannya sama sekali.   "Penemuanmu yang aneh itu sungguh jarang terjadi,"   Ujar Ui Yong kemudian, Tiba2 tergerak hatinya, ia berkata pula .   "Ko-ji, kau sangat pintar, cobalah kau carikan suatu akal buat lepaskan diri dari kesukaran sekarang ini."   Melihat sikap Ui Yong segera Nyo Ko tahu orang telah mendapatkan akalnya, maka iapun pura-pura tak tahu dan menanya.   "Jika engkau sehat kuat, kita keroyok Hoat-ong pasti akan menang, atau bila dapat mendatangkan guruku, tentu segalanya akan beres,"   "Kesehatanku ini seketika mana bisa baik?"   Sahut Ui Yong.   "Kokohmu juga tak diketahui ke mana perginya, Aku ada suatu akal dan harus menggunakan beberapa gundukan batu ini, barisan batu ini adalah ajaran ayahku, perubahan2 di dalamnya tiada habis2nya, sebenarnya belum ada dua bagian yang kugunakan sekarang ini."   Terkejut sekali Nyo Ko oleh keterangan itu, ia pikir ilmu pengetahuan Ui Yok-su sungguh tinggi bagai dewata, tidak kepalang rasa kagumnya.   "Pak-kau-pang-hoat ajaran guruku padamu itu hanya melulu cara memainkan saja, sedang apa yang kau dengar di atas pohon, yaitu apa yang kuuraikan adalah garis besar dari kunci2nya,"   Kata Ui Yong lagi "Dan kini biar aku turunkan gerak perubahan yang bagus sampai sekecilnya padamu semuanya."   Tentu saja girang Nyo Ko, tapi ia pura2 menolak.   "Ah, agaknya tak boleh jadi,"   Demikian katanya.   "Pak-kau-pang-hoat kecuali Pangcu dari Kay-pang tidak sembarangan diturunkan pada orang luar selamanya."   "Di hadapanku jangan kau pakai akal tengik?"   Kata Ui Yong sambil melototinya.   "Pang-hoat ini Suhuku sudah turunkan padamu tiga bagian, kau sendiripun sudah mencuri dengar dua bagian, kini aku turunkan lagi dua bagian padamu, sisanya 3 bagian tergantung kecerdasanmu untuk mempelajarinya sendiri dan orang lain se-kali2 tak bisa mengajarkan kau, Soalnya kini terpaksa, pertama bukan orang mengajarkan Pang-hoat ini padamu kedua disebabkan kepepet, tiada jalan lain."   Segera saja Nyo Ko berlutut dan menjura beberapa kali.   "Kwe-pekbo,"   Katanya tertawa.   Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Dahulu waktu aku kecil pernah kau berjanji akan turunkan ilmu silat padaku, sampai hari ini barulah kau benar2 Kwe-pekbo yang baik."   "Ya, selama ini kau terus dendam padaku, bukan?"   Sahut Ui Yong tersenyum.   "Mana aku berani?"   Kata Nyo Ko.   Habis itu, dengan bisik2 Ui Yong lantas uraikan intisari Pak-kau-pang-hoat, semuanya ia beritahukan pada Nyo Ko.   Di luar gundukan batu2 sana Kim-lun Hoat-ong melihat Nyo Ko tiba2 menjura pada Ui Yong, kedua orang ini bicara sambil ter-tawa2, lalu bisik2 entah apa yang sedang dikerjakan, tampaknya seperti tak gentar dan sama sekali tak pandang sebelah mata pada dirinya.   Meski mendongkol juga Kim-lun Hoat-ong, tapi biasanya ia sangat tenang dan hati2, ia yakin nanti setelah memecahkan letak penyakit barisan batu2 itu baru akan ambil tindakan.   Karena penundaan serangannya ini, Ui Yong dan Nyo Ko tak perlu melayani musuh, maka tiada setengah jam, semua kunci intisari sudah hampir selesai diuraikannya.   Kepintaran Nyo Ko boleh dikata ratusan kali lebih tinggi dari pada Loh Yu-ka, ditambah Pak-kau-pang-Iioat ini memang sudah lama dipelajarinya, meski banyak yang belum dia pahami dan belum bisa dipecahkan, tapi setelah diberi petunjuk oleh Ui Yong, tentu saja segalanya lantas terang dengan sendirinya.   Dari jauh Kim-lun Hoat-ong melihat wajah Ui Yong tenang tapi sungguh2 sambil bibirnya bergerak komat-kamit, sebaliknya Nyo Ko kelihatan garuk2 kepala dan cakar2 kuping seperti girang tak terhingga, ia menjadi bingung apa yang dilakukan kedua orang itu, urusannya tentu tidak menguntungkan dirinya, hal ini dapat dipastikannya.   Dan sesudah Nyo Ko selesai mendengarkan uraian istilah itu disusul beberapa pertanyaannya yang rada sulit, semuanya Ui Yong menjelaskannya dengan baik, lalu katanya.   "Sudahlah cukup, kau bisa bertanya beberapa persoalan ini menandakan banyak yang telah kau pahami. Tindakan selanjutnya ialah kita akan pancing Hoat-ong masuk barisan dan menawannya."   "Apa?"   Tanya Nyo Ko terkejut "Menawan nya?"   "Ya, apa susahnya?"   Kata Ui Yong.   "Kini kita berdua dapat bersatu padu, soal tipu sudah menantikan dia, kekuatan pun di atasnya, Kini biar ku terangkan di mana letak kebagusan Loan-ciok-tin (barisan gundukan batu) ini seketika tentunya kaupun tak bisa paham, tapi asal kau ingat secara baik2 36 perubahannya kukira sudah cukup."   Lalu iapun menjelaskan cara bagaimana berubah dari suatu pintu ke pintu lainnya dan barisan batu-batu itu.   Kiranya Loan-ciok-tin ini adalah perubahan dari Pak-tin-toh ciptaan Khong Beng di jaman Sam-kok, dahulu Khong Beng menggunakan batu2 menjadi barisan pertahanan di tepi sungai untuk menjebak pihak musuh binasa sukar meloloskan diri, kini apa yang diatur Ui Yong juga serupa tujuan Khong Beng pula, cuma karena terlalu buru2 hingga barisan batu2 itu belum rampung diaturnya.   Namun begitu Kim-lun Hoat-ong sudah dibikin bingung dengan mata terbuka lebar ia pandang lima lawannya di depan sana tanpa berani turun tangan secara sembarangan.   Ke-36 perubahan dari Loan-ciok-tin itu sesungguhnya ruwet dan bagus sekali, sekalipun Nvo Ko pintar luar biasa, seketika iapun tak bisa paham semua, sudah dua kali Ui Yong ulangi uraiannya dan Nyo Ko baru bisa paham lebih 20 macam perubahan itu, sementara itu cuaca sudah remang2 sedang Kim-lun Hoat-ong kelihatan ber-gegas2 hendak bergerak pula.   "Cukup likuran kali perubahan ini saja sudah bisa kurung dia di dalam,"   Kata Ui Yong kemudian.   "Sekarang juga aku keluar memancing dia masuk barisan, sekali aku ubah baris pertahanan, segera ia akan terkurung."   Keruan girang sekali si Nyo-Ko.   "Kwe-pekbo,""   Katanya.   "   Kelak kalau aku datang ke Tho-hoa-to lagi, apakah engkau bersedia mengajarkan semua ilmu pengetahuan ini padaku?"   "Jika kau sudi datang, kenapa aku tak sudi mengajarkan kau?"   Sahut Ui Yong tertawa.   "Mati-matian kau telah tolong aku dan Hu-ji dua kali, masakah aku masih melayani kau seperti dahulu?"   Mendengar itu, senang sekali rasa hati Nyo Ko, dalam keadaan demikian seumpama Ui Yong suruh dia kerjakan apa, dapat dipastikan tanpa tawar lagi akan dilakukannya, Maka tak pikir lagi segera ia samber tongkat pemukul anjing terus lari keluar barisan,batu-batu itu.   "Hayo, Hoat-ong, bila kau berani, marilah kita bertempur 300 jurus !"   Demikian Nyo Ko lantas menantang, Memangnya Kim-lun Hoat-ong lagi kuatir mereka main gila di dalam barisan batu2 itu untuk membokong dirinya, kini melihat Nyo Ko keluar menantang, keruan kebetulan baginya, Segera ia angkat roda besinya terus menghantam.   ia kuatir Nyo Ko lari masuk lagi ke dalam gundukan batu maka setelah dua gebrakan, segera ia cegat jalan mundur si Nyo Ko dengan tujuan memaksa pemuda ini jauh meninggalkan barisan batu itu.   Tak ia duga baru saja Nyo Ko mempelajari Pak-kau-pang-hoat dan sekarang juga lantas dipraktekkan, nyata ilmu tongkat pemukul anjing ini memang heibat luar biasa dengan segala gaya memukul, menjojoh, menyandung, menyabet dan macam2 lagi, karena gegabah hingga sedikit meleng, segera paha Kim-lun Hoat-ong kena ditoyor sekali oleh tongkat bambu Nyo Ko, meski ilmu silatnya sangat tinggi dan cepat bisa tutup jalan darahnya hingga tidak terluka, namun terasa juga sakit sekali.   Karena kecundang ini, ia tak berani ayal lagi, roda besinya berputar cepat, ia lawan Nyo Ko sepenuh perhatian, meski lawannya kini hanya pemuda belasan tahun, tapi ia justru seperti menghadapi musuh tangguh, se-akan2 melawan seorang tokoh silat maha lihay.   Dan karena orang bertempur sungguh2, Nyo Ko segera kewalahan, sekalipun hebat Pak-kau pang-hoat, tapi baru dipelajari lantas digunakan, betapapun juga belum leluasa dimainkannya, lekas2 ia gunakan gaya "hong"   Atau menutup untuk menahan serangan roda orang, berbareng ia geser langkah menerobos ke sini ke sana.   Melihat pemuda ini hendak menerjang keluar, Kim-lun Hoat-ong pikir kebetulan baginya, maka ber-ulang2 iapun mundur hendak pancing Nyo Ko jauh meninggalkan barisan batu, Siapa tahu baru belasan tindak ia mundur, mendadak ia kesandung sebuah batu besar, ternyata tanpa terasa ia sendiri malah terpancing masuk ke dalam Loan-ciok-tin.   Harus diketahui bahwa setiap langkah Nyo Ko selalu turut ajaran Ui Yong tadi, ia bertindak menurut duduk Pat-kwa yang aneh, hanya beberapa kali ia menggeser dan arahnya sudah berganti, semakin ia menerjang maju, semakin masuk ke dalam barisan batu, Dan karena asyik menempur orang, seketika Kim-lun Hoat-ong, kena diselomoti,waktu ia sadar, namun sudah terjeblos di dalam Loan-ciok-tin itu.   Ia pikir bisa celaka, ia dengar Ui Yong berulang kali lagi berseru.   "Cu-jiok pindah Jing-liong, Soan-wi berubah Li-wi, It-bok ganti Kui-cui,"   Apa yang disebut ini adalah nama tempat kedudukan yang harus dituju Nyo Ko dalam barisan batu itu.   Berbareng itu, Bu-si Hengte dan Kwe Hu serentak memindahkan batu2 besar dan mengurung rapat musuh di tengah2.   Terkejut sekali Kim-lun Hoat-ong karena perubahan hebat itu, pikirnya hendak berhenti buat periksa keadaan sekitarnya, tapi tongkat bambu Nyo Ko justru selalu mengganggu, Pak-kau-pang-hoat ini belum cukup kuat buat menempurnya secara berhadapan, tapi untuk mengacaukan pikirannya justru sangat tepat.   Sementara itu Kim-lun Hoat-ong beberapa kali kesandung batu lagi hingga berdirinya tak mantap, ia tahu barisan batu2 itu sangat lihay, asal kejeblos terlalu lama, makin putar makin kacau jadinya.   Dalam keadaan bahaya, mendadak Kim-lun Hoat-ong menggertak sekali, ia keluarkan Ginkang dan melompat ke atas gundukan batu, Dengan berada di atas gundukan batu seharusnya tidak terkurung lagi oleh barisan itu, tapi anehnya barisan batu itu justru bisa mengacaukan arah, bila lari ke timur dan menyangka bisa keluar, tahu2 dari timur sampai barat dan dari selatan ke utara tetap ber-putar2 dan akhirnya hanya putar kayun terus di suatu lingkaran kecil hingga tenaga habis, akhirnya menyerah tak berdaya.   Dalam pada itu dilihatnya Nyo Ko telah ayun tongkatnya memukul betisnya, terpaksa Kim-lun Hoat-ong melompat turun ke tanah datar lagi, ia putar rodanya balas menghantam.   Setelah belasan jurus lagi, cuaca sudah mulai gelap hingga makin menambah seramnya barisan batu itu, dalam keadaan demikian sekalipun Kim-lun Hoat-ong memiliki kepandaian setinggi langit mau-tak-mau iapun berkuatir.   Mendadak menjadi nekat, ketika kedua kakinya menyapu kuat, lebih dulu sebuah batu besar lebih 20 kati kena didepak ke udara, menyusul sebuah batu besar lain terbang lagi ke angkasa, ia bergerak cepat, kedua kakinya pun bergantian menendang hingga barisan batu itu seketika pecah berantakan.   Terkejut luar biasa Ui Yong berlima, Iekas2 mereka berkelit akan timpaan batu2 terbang dari atas itu.   Kini kalau Kim-lun Hoat-ong mau lari keluar barisan sebenarnya tidak susah, tapi dari terserang ia segera balas menyerang, sekali tangan mengulur, kontan Ui Yong hendak ditangkapnya.   Cepat Nyo Ko jojoh punggung orang dengan tongkatnya, ketika Hoat-ong ayun roda besinya menangkis ke belakang, sementara telapak tangannya juga sudah sampai di atas pundak Ui Yong.   Kalau mau sebenarnya Ui Yong bisa hindarkan diri dengan sedikit mundur, tapi didengarnya di belakang samberan angin yang keras, dari udara sebuah batu besar lagi menimpa ke arah punggungnya, terpaksa ia keluarkan Kim-na-jiu-hoat, ilmu menangkap dan melawan, ia papaki tangan Hoat-ong terus memegangnya kencang malah.   "Bagus !"   Seru Hoat-ong, ia biarkan tangannya dipegang Ui Yong, ketika orang hendak membetot mendadak ia barengi menarik dengan tenaga raksasanya.   Kalau dalam keadaan biasa, tidak susah bagi Ui Yong untuk melepaskan diri, tapi kini ia tak bisa keluarkan tenaga, maka terdengarlah ia menjerit orangnya lantas jatuh juga.   Terperanjat sekali Nyo Ko, tak dihiraukan lagi mati hidup sendiri, ia menubruk maju terus merangkul kedua kaki Kim-lun Hoat-ong hingga keduanya sama2 terbanting roboh.   Betapapun juga Kim-lun Hoat-ong memang jauh lebih tinggi ilmu silatnya, belum tubuhnya menggeletak telapak tangan kanan dengan tipu pukulan berat telah hantam kena dada Nyo Koi hingga pemuda ini terpental bagai bola.   Tapi pada saat itu juga, sebuah batu besar terakhir yang terbang ke udara oleh tendangan Hoat-ong tadi justru menimpa turun juga, maka terdengarlah suara "bluk"   Yang keras, dengan tepat punggung Hoat-ong sendiri kena tertimpa.   Betapa hebat tenaga tumbukan batu itu, sungguhpun Lwekang Hoat-ong amat tingginya juga tak tahan, meski ia masih bisa keluarkan tenaga untuk menendang pergi batu itu, tapi setelah sempoyongan beberapa kali, akhirnya ia roboh ke depan.   Begitulah, hanya sekejap saja batu bertebaran dan barisan berantakan Ui Yong, Nyo Ko dan Kim-lun Hoat-ong bertiga sama2 roboh terluka.   Di luar barisan batu si Darba dan para jagoan Mongol serta Kwe Hu dan Busi Hengte di dalam barisan sama2 terkejut, segera yang diluar lari masuk hendak menolong.   Tenaga Darba besar luar biasa, pula diantara jagoan Mongol itu ada beberapa orang yang kuat, sudah tentu Kwe Hu dan kedua Bu cilik tak bisa melawannya.   Mendadak tertampak Kim-lun Hoat-ong berdiri sambil sempoyongan, ketika rodanya bergerak hingga menerbitkan suara nyaring, wajahnya putih pucat, tiba2 ia menengadah dan bergelak tertawa, suaranya seram membikin orang mengkirik.   "Selama hidupku belum pernah aku menderita luka sedikitpun menghadapi musuh siapa saja, tak nyana hari ini aku melukai diriku sendiri,"   Kata Hoat-ong, suaranya serak berat.   Habis ini, kembali tangannya mengulur hendak mencengkeram Ui Yong lagi.   Meski Nyo Ko kena dipukul sekali di dadanya dan cukup parah, tapi demi nampak Ui Yong terancam bahaya, sambil merangkak segera ia ayun pula tongkatnya menangkis tangan musuh, dan karena sedikit keluar tenaga ini, tak tahan lagi darah menyembur keluar dari mulutnya.   "Sudahlah, Ko-ji, kita akui kalah saja, tak perlu adu jiwa lagi, kau jaga dirimu saja baik2,"   Ujar Ui Yong sedih. Sementara dengan pedang terhunus Kwe Hu menjaga di samping ibunya.   "Kau lekas lari dulu, Hu-moay, paling penting beritahukan ayahmu saja,"   Bisik Nyo Ko pelahan.   Tapi pikiran Kwe Hu sudah kusut, sekalipun tahu kepandaian diri sendiri terlalu rendah, tapi mana tega ia tinggalkan sang ibu? Dalam pada itu sedikit ayun roda besinya, tahu2 pedang Kwe Hu terpental terbentur roda Kim-lun Hoat-ong, terlihatlah sinar putih terbang mendadak dan masuk ke dalam hutan.   Selagi Kim-lun Hoat-ong hendak dorong pergi Kwe Hu buat tangkap Ui Yong, tiba2 didengarnya suara seruan seorang perempuan.   "Tahan dulu !"   Menyusul mana sesosok bayangan hijau tahu2 melompat keluar dari dalam hutan terus samber pedang Kwe Hu yang sedang me-layang2 itu, beberapa kali loncatan lagi, cepat sekali orangnya sudah sampai di antara gundukan batu itu.   Melihat wajah orang seram luar biasa, tiga bagian seperti manusia, tujuh bagian mirip setan, selama hidupnya belum pernah melihat wajah orang begitu aneh dan jelek, seketika Kim-lun Hoat-ong tercengang.   "Siapa kau?"   Iapun membentak. Orang perempuan itu tidak menjawab, ia berjongkok terus mendorong satu batu besar hingga melintang di tengah2 Hoat-ong dan Ui Yong, kemudian buka suara .   "Apakah kau ini Kim-lun Hoat-ong dari Tilbet yang tersohor itu?" - Meski wajahnya jelek, tapi suaranya ternyata amat merdunya.   "Ya, betul dan kau siapa?"   Sahut Hoat-ong.   "Aku hanya seorang anak dara tak bernama, sudah tentu kau tak kenal aku,"   Sahut gadis itu. Sembari berkata, kembali ia geser satu batu lainnya ke samping. Sementara itu dalam hutan rimba gelap gulita, tiiba2 tergerak pikiran Hoat-ong, ia membentak cepat.   "Apa yang kau lakukan?"   Selagi hendak merintangi orang memindahkan batu, ia dengar gadis itu telah berseru.   "Kak-bok-kau berubah menjadi Hang-kim-liong !"   Seketika Kwe Hu dan kedua saudara Bu tercengang, pikir mereka.   "Aneh, darimana iapun tahu cara perubahan barisan batu ini?"   Karena suaranya membawa perbawa, seketika mereka turut perintah dan memindahkan batu yang tadinya sudah kacau berantakan segera berubah lain lagi. Terkejut dan gusar Kim-lun Hoat-ong, tiba2 ia membentak .   "Kau anak perempuan inipun berani mengacau di sini?"   Tapi lagi2 gadis itu berseru beberapa istilah tentang perubahan2 barisan batu yang semuanya cocok dengan apa yang diajarkan Ui Yong pada Nyo Ko tadi.   Mendengar orang bisa berteriak dengan betul dan teratur tiada ubahnya seperti pimpinan Ui Yong sendiri, Kwe Hu dan kedua Bu menjadi girang, dengan bersemangat mereka geser batu dan tampaknya segera Kim-lun Hoat-ong akan terkurung lagi di dalam.   Punggung Hoat-ong sudah ketimpa batu tadi, ia coba tahan lukanya itu dengan Lwekangnya yang tinggi, meski seketika belum berbahaya, tapi tidak kecil penderitaannya, maka tak sanggup lagi ia menendangi batu pula, Betapapun ia memang seorang tokoh terkemuka, ia tidak menjadi bingung dalam keadaan bahaya, ia tahu bila telat sebentar lagi hingga terjeblos pula dalam barisan batu, bukan saja Ui Yong tak jadi ditangkapnya, bahkan ia sendiri bisa2 tertangkap malah.   Walau kelihatan Ui Yong menggeletak di tanah tak berkutik, asal melangkah maju beberapa tindak segera dapat menawannya, tapi keselamatan diri sendiri jauh lebih penting, maka cepat ia putar rodanya, tiba2 ia pura2 menghantam ke atas kepala Bu Siu-bun.   Dalam keadaan terluka parah sebenarnya Kim-lun Hoat-ong tak punya tenaga lagi, asal Siu-bun berani menangkis mungkin roda besinya akan terlepas dari tangan, namun Bu Siu-bun sudah jeri, mana berani ia tangkis serangan itu, lekas2 ia buang batu yang hendak dipindahnya terus menyelinap masuk barisan batu.   Sesaat Kim-lun Hoat-ong terbingung di tempatnya, pikirnya bergolak.   "Kalau kesempatan ini di-sia2kan, mungkin kelak sukar lagi diketemukan. Apa memang Thian melindungi Tay Song (ahala Song Raya) dan tugasku harus gagal begini? Tampaknya banyak sekali bibit2 muda di kalangan Bu-lim di daerah Tionggoan, melulu beberapa muda-mudi ini saja sudah pandai dalam segala hal dan tak boleh dipandang enteng, agaknya ksatria2 dari Mongol dan Tibet masih jauh kalau dibandingkan mereka!"   Karena itu ia menghela napas dan sesal diri, tiba2 ia putar tubuh terus melangkah pergi. Tapi baru belasan tindak, mendadak terdengar suara gemerenceng riuh, roda besinya terjatuh, tubuhnya pun ter-huyung2. Terkejut sekali si Darba.   "Suhu!"   Teriaknya cepat sambil memlburu maju memayangnya dan menanya pula .   "Kenapa kau, Suhu?"   Kim-lun Hoat-ong mengerut kening tak menjawab, ia gunakan tangan menahan di atas pundak Darba, habis ini barulah bersuara pelahan.   "Sayang, sungguh sayang, marilah kita pergi!"   Sementara seorang jagoan Mongol telah membawakan kuda Hoat-ong, namun karena lukanya yang parah hampir2 tiada tenaga buat naik ke atas kuda kalau tidak Darba menaikkan sang guru ke atas kudanya, kemudian rombongan merekapun kabur ke arah timur.   Setelah tolong semua orang, si gadis baju hijau tadi pe-lahan2 keluar dari gundukan batu, ketika berlalu di samping Nyo Ko yang menggeletak di tanah itu, tiba2 ia berhenti, ia ragu2 apa harus periksa luka orang tidak, ia berpikir sejenak, akhirnya ia berjongkok juga untuk memeriksa lukanya karena pukulan Kim-lun Hoat-ong tadi.   Tatkala itu hari sudah gelap, untuk bisa melihat wajah orang dengan jelas terpaksa ia menunduk dekat, ia lihat kedua mata Nyo Ko terpentang lebar, pandangannya kabur tak bersemangat pipinya merah dan napasnya memburu, tampaknya tidak ringan lukanya itu.   Dalam keadaan remang2 tak sadar tiba2 Nyo Ko melihat sepasang mata bersinar halus berada di dekat mukanya, mirip seperti sinar mata Siao-liong-li bila lagi pandang padanya, begitu halus hangat dan begitu kasih sayang, tanpa tertahan ia pentang tangan mendadak terus peluk tubuh orang sambil berteriak .   "Kokoh, O, Kokoh, Ko-ji terluka, janganlah kau tinggalkan aku begitu saja!"   Sungguh tak pernah diduga si gadis baju hijau itu bahwa orang akan merangkulnya, keruan ia malu dan gugup, ia sedikit merontak, karena itu dada Nyo Ko yang terluka menjadi sakit, ia berteriak merintih.   Si gadis tak meronta lagi, dengan suara pelahan ia berkata.   "Aku bukan Kokohmu, lekas lepaskan aku!"   Tapi dengan mata tak berkedip Nyo Ko masih pandang sepasang mata bola si gadis.   "Kokoh, O, Kokoh, jangan kau tinggalkan aku, ak... aku adalah kau punya Ko-ji!"   Tiba2 ia memohon. Hati si gadis menjadi luluh, tapi tetap dijawabnya dengan halus .   "Aku bukan Kokoh-mu."   Karena hari sudah gelap, maka wajah si gadis yang jelek seram itu tenggelam ditelan kegelapan, hanya sepasang matabolanya yang kelip2 bersinar Nyo Ko masih terus tarik tangannya dan memohon lagi.   "Ya, ya, kaulah Kokoh!"   Karena dipeluk tiba2 oleh seorang pemuda dan tangannya digenggam kencang pula, gadis itu malu tidak kepalang hingga seluruh tubuhnya panas dingin, ia bingung cara bagaimana harus dilakukannya.   Tak lama kemudian mendadak Nyo Ko jernih kembali pikirannya, ketika diketahui di hadapannya bukan Siao-liong-li, ia menjadi kecewa, pikirannya pepet lagi dan akhirnya jatuh pingsan.   Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Gadis itu terkejut, ia lihat Kwe Hu dan kedua saudara Bu lagi sibuk mengerumuni Ui Yong dan tiada yang mau gubris Nyo Ko, ia pikir luka pemuda ini sangat parah, kalau tidak dicekoki "Kiu-hoa-giok-loh-wan" (pil sari sembilan warna bunga), mungkin jiwanya tak tertolong lagi, Keadaan terpaksa, iapun tak hiraukan adat istiadat lagi, lekas2 ia angkat pinggang Nyo Ko, dengan setengah tarik dan setengah seret ia bawa Nyo Ko keluar dari barisan batu itu.   Hendaklah diketahui bahwa bukanlah Kwe Hu terlalu kejam dan tak berbudi, soalnya ibunya terluka parah karena tenaga goncangan Kim-lun Hoat-ong tadi dan menggeletak tak bisa bangun, cinta antara anak dan ibu sudah tentu Nyo Ko harus dikesampingkan dahulu, Sedang kedua saudara Bu jelas tak mau urus Nyo Ko.   Gadis itu memayang Nyo Ko keluar hutan Iebat itu, kuda kurus milik Nyo Ko memang cerdik dan kenal majikan, cepat ia mendekati mereka.   Setelah Nyo Ko dinaikkan kudanya, mengingat diri sendiri masih gadis, si nona tak mau bersatu tunggangan, maka tali kendali kuda dituntunnya dan ia berjalan kaki sendiri.   Keadaan Nyo Ko tempo2 sadar, kadang2 remang2 lagi, tempo2 ia merasa gadis di sampingnya ini adalah Siao-liong-li hingga berteriak girang, tapi kadang2 tahu juga orang bukan Kokoh yang dirindukannya itu hingga ia menjadi sedih, tubuhnya menggigil kedinginan.   Entah berapa lamanya sudah, ketika tiba2 terasa olehnya bau harum segar menembus luka di dadanya melalui kerongkongannya dan rasanya menjadi nyaman luar biasa, pe-lahan2 iapun pentang matanya, ia menjadi heran dan terkejut, ternyata dirinya sudah rebah di atas sebuah ranjang, tubuhnya berlapiskan selimut pula, ia hendak bangun duduk, mendadak tulang dadanya kesakitan, nyata ia masih belum boleh bergerak ia lihat di depan jendela satu gadis benbaju hijau dengan tangan kiri menahan kertas di atas meja dan tangan kanan memegang pit lagi menulis sesuatu dengan tenang.   Gadis itu duduk mungkur hingga tak kelihatan mukanya, tapi melihat potongan tubuhnya yang langsing, pinggangnya ramping, tentu orangnya juga amat cantiknya.   Tempat beradanya sekarang ternyata ruangan dari sebuah rumah gubuk beratap aIang2, tapi cara mengaturnya ternyata sangat rajin dan necis, di dinding sebelah timur tergantung sebuah lukisan wanita cantik sedang bersolek dan beberapa lukisan pemandangan sedang dinding barat dihiasi se-perangkap lukisan tulisan.   Dalam herannya Nyo Ko tak sempat menikmati benda2 seni itu, ia lihat asap dupa mengepul dari sebuah anglo di suatu meja kecil, ia tak tahu kamar orang kosen siapa atau pujangga yang mana? Teringat olehnya pertarungan di barisan batu di hutan lebat dengan Kim-lun Hoat-ong dan terluka, kenapa sekarang bisa berada disini, seketika ia menjadi bingung tak mengarti, ia coba meng-ingat2, lapat2 dapat diiingat dirinya waktu itu ber-tiarap di atas kuda dan ada orang menuntun kuda itu, orang itupun seorang perempuan ia lihat gadis di depannya ini lagi menulis penuh perhatian, ia merebah di atas ranjang, dengan sendirinya tak tahu apa yang sedang ditulisnya, tapi melihat gaya tangannya yang ber-gerak2 dengan manisnya dan bagus luar biasa.   Keadaan kamar itu sunyi senyap, dibanding pertarungan sengit di barisan batu itu kini se-akan2 berada di suatu dunia lain.   Meski Nyo Ko sudah mendusin, tapi tak berani bersuara mengganggu si gadis itu, maka ia terus rebah diam-diam.   Sekonyong-konyong pikiran Nyo Ko tergerak lagi, ia kenali si gadis baju hijau di hadapannya ini bukan lain adalah gadis yang beberapa kali mengirim berita peringatan padanya dalam perjalanan tempo hari dan belakangan ber-sama2 menolong Liok Bu-siang itu, ia menjadi heran, bukan sanak bukan kadang, kenapa gadis ini begitu baik terhadapku ? Terpikir akan itu, tak tahan lagi tiba2 ia berseru.   "Eh, cici, kiranya kau lagi2 yang menolong jiwaku."   Gadis itu berhenti menulis, tapi tak menoleh, hanya dengan suara halus ia menjawab.   "Tak dapat dikatakan menolong jiwamu, aku hanya kebetulan lewat di situ dan melihat Hwesio Tibet itu berbuat se-wenang2, pula kau terluka..." - sampai disini kepalanya me-nunduk2 malu.   "Cici,"   Kata Nyo Ko lagi, aku... aku..." - tapi karena tergoncangnya perasaan, seketika tenggorokannya serasa tersumbat hingga tak sanggup meneruskan lagi.   "Hatimu baik, tak pikirkan jiwa sendiri dan menolong orang lain, aku hanya kebetulan saja bisa membantu sedikit padamu, ini terhitung apa?"   Demikian kata gadis itu.   "Kwe-pekbo berbudi karena pernah membesarkan aku, dia ada kesulitan, sudah semestinya aku membantu, tapi aku dan cici..."   "Aku bukan maksudkan Kwe-pekbomu, tapi aku maksudkan Liok Bu-siang, adik dari keluarga Liok itu,"   Potong si gadis. Sudah lama nama Liok Bu-siang tak pernah terpikir lagi oleh Nyo Ko, kini mendengar orang menyebutnya, cepat iapun menanya.   "Eh, ya, apakah nona Liok baik2 saja? Lukanya sudah sembuh bukan?"   "Terima kasih atas perhatianmu,"   Sahut gadis itu.   "lukanya sudah lama sembuh, nyata kau masih belum lupa padanya."   Mendengar lagu suara orang seperti sangat rapat hubungannya dengan Liok Bu-siang, maka Nyo Ko bertanya lagi.   "Entah hubungan apakah antara cici dan nona Liok ?"   Tapi gadis itu tak penjawab, ia tersenyum dan berkata.   "Tak perlu kau panggil aku cici terus, umurku belum setua kau."   Ia merandek sejenak, lalu dengan tertawa disambungnya.   "Ha, entah sudah berapa kali memanggil "Kokoh", kini hendak merubahnya mungkin agak terlambat."   Muka Nyo Ko menjadi merah, ia menduga waktu dirinya terluka dan dalam keadaan tak sadar tentu telah salah anggap orang sebagai Siao-liong-Ii dan terus2an memanggil "Kokoh"   Padanya, boleh jadi ada pula perkataan2 diluar batas, makin pikir makin tak enak perasaannya.   "Kau... kau tidak marah bukan?"   Tanyanya kemudian.   "Sudah tentu aku tak marah, bolehlah kau rawat lukamu tenang2 di sini,"   Sahut si gadis tertawa.   "Nanti bila lukamu sudah sembuh, boleh segera kau pergi mencari kokoh-mu."   Beberapa kata2 itu diucapkannya dengan begitu halus dan ramah, sama sekali berbeda dengan gadis2 lain yang dikenal Nyo Ko, kedengarannya begitu nyaman dan segar, rasanya bila gadis ini berada di sampingnya, segalanya menjadi aman dan damai, ia tidak lincah dan nakal seperti Liok Bu-siang, juga tidak secantik tapi tinggi hati seperti Kvve Hu.   Pula tidak sama dengan Yali Yen yang gagah terus terang atau Wanyan Peng yang lemah dan harus dikasihani Apalagi watak Siao-liong-li lebih2 lain daripada yang lain, mula2 ia bisa sedingin es, tapi akhirnya karena pengaruh cinta asmara iapun tidak segan2 ikat janji sehidup semati, wataknya itu sesungguhnya terlalu aneh dan extrim.   Hanya si gadis baju hijau inilah ternyata sangat ramah tamah dan prihatin, pintar meladeni orang, setiap kata2nya selalu memikirkan kepentingan Nyo Ko, ia tahu pemuda ini merindukan "Kokoh", lantas ia menghiburnya agar rawat lukanya baik2 dan supaya lekas sembuh dan segera pergi men-carinya.   Begitulah sesudah ia ucapkan kata2 tadi, kembali ia angkat pit dan menulis lagi.   "Cici, siapakah she-mu yang mulia?"   Tanya Nyo Ko.   "Ada apa kau tanya ini itu, lekas kau rebah yang tenang dan jangan berpikir yang tidak2 lagi,"   Sahut si gadis.   "Baiklah,"   Kata Nyo Ko.   "memangnya akupun tahu percuma bertanya, wajahmu saja tak mau perlihatkan padaku, jangankan namamu."   "Parasku sangat jelek, toh bukannya kau tak pernah melihatnya,"   Sahut gadis itu menghela napas.   "Tidak, tidak, hal itu disebabkan kau memakai kedok kulit,"   Ujar Nyo Ko.   "Kalau wajahku secantik Kokohmu, buat apa aku memakai kedok ?"   Kata si gadis. Mendengar orang puji kecantikan Siao-liong-Ii, senang sekali Nyo Ko.   "Darimana kau tahu kokoh ku cantik? Apa kau pernah melihat dia?"   Tanyanya.   "Tak pernah aku melihatnya,"   Kata gadis itu.   "Tapi begitu kau rindu padanya, dapat dibayangkan pasti dia wanita cantik nomor satu di jagat ini."   "Jika kau pernah melihat dia, pasti kau akan lebih memuji kecantikannya,"   Ujar Nyo Ko gegetun. Kata2 Nyo Ko ini kalau didengar Kwe Hu atau Liok Bu-siang pasti akan dibalas dengan sindiran dan olok2, tapi gadis ini ternyata sangat jujur, ia malah berkata.   "Ya, hal itu tak perlu di-sangsikan lagi." - Habis berkata kembali ia menunduk menulis pula. Nyo Ko ter-mangu2 sejenak memandangi langit kelambunya, tak tahan lagi ia berpaling dan memandang potongan tubuh orang yang ramping itu dari belakang.   "Cici, apa yang kau tulis? Apa sangat penting?"   Tanyanya pula.   "Aku lagi melatih tulisan,"   Sahut si gadis.   "Kau memakai tulisan gaya apa?"   Tanya Nyo Ko.   "Ah, tulisanku terlalu jelek, mana bisa dibilang gaya apa segala?"   Kata si gadis.   "Kau suka merendah diri saja, aku menduga pasti tulisanmu sangat indah,"   Kata Nyo Ko.   "Aneh, darimana kau bisa menduganya?"   Sahut gadis itu tertawa.   "Gadis sepintar kau ini, pasti gaya tulisanmu pun lain dari pada yang lain,"   Ujar Nyo Ko.   "Cici, bolehkah tulisanmu itu diperlihatkan padaku."   Gadis itu tertawa lagi.   "Ah, tulisanku se-kali2 tak bisa dilihat orang, nanti bila lukamu sudah sembuh, aku masih harus minta petunjukmu,"   Demikian katanya.   Diam2 Nyo Ko malu diri, karena itu juga ia sangat berterima kasih pada Ui Yong yang telah mengajarnya membaca dan menulis di Tho-hoa-to dulu, kalau waktu itu ia tidak giat belajar, jangan kata membedakan tulisan bagus atau jelek, mungkin sampai kini ia akan tetap buta huruf.   Setelah ter-menung2 sebentar, ia merasa dadanya rada sakit, lekas2 ia jalankan Lwekangnya hingga darah jalan lancar, pe-lahan2 ia merasa segar kembali dan akhirnya iapun tertidur.   Waktu ia mendusin, hari sudah gelap, gadis itu telah taruh nasi dan lauk pauk di atas meja teh yang terletak ditepi ranjangnya agar si Nyo Ko dahar sendiri.   Lauk-pauk itu hanya sebangsa sayur mayur, tahu, telur dan beberapa potong ikan, tapi cara mengolahnya ternyata sangat lezat sekaligus Nyo ko habiskan tiga mangkok penuh nasi ke dalam perutnya tanpa berhenti, habis itu barulah ia memuji ber-ulang2.   Meski muka gadis itu memakai kedok kulit hingga tak kelihatan sesuatu perubahan emosinya, tapi dari sinar matanya tertampak juga, menyorot cahaya yang senang.   Besok paginya keadaan luka Nyo Ko tambah baikan, gadis itu ambil sebuah kursi dan duduk di depan ranjang untuk menambal bajunya yang compang-camping tak terurus, semuanya ia tambal dengan baik.   "Orang secakap kau kenapa sengaja pakai baju serombeng ini?"   Kata si gadis kemudian.   Sembari berkata iapun berjalan keluar, waktu kembali, ia membawakan satu blok kain hijau, ia ukur menurut baju Nyo Ko yang sobek itu dan di-potongnya untuk membuatkan baju baru.   Dari lagu suara nona ini dan perawakan serta tingkah lakunya, umurnya tentu tidak lebih 18 -19 tahun saja, tapi terhadap Nyo Ko bukan saja mirip kakak terhadap adik, bahkan penuh kasih seorang ibu kepada anaknya.   Sudah lama Nyo Ko ditinggalkan ibundanya, kini ia menjadi terbayang masa anak2nya dahulu, ia sangat berterima kasih dan heran juga.   "Cici,"   Tanyanya.   "kenapa kau begini baik padaku, sungguh aku tak berani menerimanya."   "Hanya membikinkan sepotong baju, apanya yang baik?"   Sahut si gadis.   "Kau mati2an menolong jiwa orang tanpa pikirkan diri sendiri, itu baru pantas dibilang baik budi."   Pagi hari itu berlalu dengan tenang, lewat lohor kembali si gadis menghadapi meja dan melatih tulis pula, pingin sekali Nyo Ko hendak melihat apakah sesungguhnya yang ditulisnya, tapi beberapa kali ia memohon selalu ditolak si gadis.   Kira2 ada sejam gadis itu tekun menulis, habis selembar ditulisnya, lalu ia ter-menung2, ia robek kertasnya dan kembali menulis lagi, tapi tetap seperti tak memuaskan tulisannya, maka habis tulis lantas dirobek pula, sampai akhirnya terdengar ia menghela napas, lalu tak menulis lebih lanjut.   "Kau pingin makan apa, biar kubuatkan,"   Tanyanya kemudian pada Nyo Ko. Tergerak pikiran Nyo Ko tiba2.   "Terima kasih, hanya membikin repot kau saja,"   Sahutnya.   "Apakah, coba bilang,"   Kata si gadis.   "Aku sungguh ingin makan bakcang,"   Ujar Nyo Ko. Gadis itu rada tertegun, tapi segera iapun berkata.   "Repot apa, hanya membungkus beberapa kue bakcang saja! Aku sendiri memang juga pingin makan, Kau suka yang manis atau yang asin?"   "Boleh seadanya, asal ada makan aku sudal puas, mana berani pilih2 lagi?"   Sahut Nyo Ko.   Betul juga, malam itu si gadis telah membuatkan beberapa buah kue bakcang pada Nyo Ko, yang manis berisi kacang ijo gula putih, yang asin pakai daging samcan bercampur ham, rasanya lezat tiada bandingan.   Keruan saja beruntung sekali mulut si Nyo Ko, sembari makan iapun tiada hentinya memuji-muji.   "Kau sungguh pintar, akhirnya dapat kau menerka asal usul diriku,"   Kata gadis itu kemudian sambil menghela napas. Nyo Ko menjadi heran, ia tidak sengaja menerka, kenapa bilang asal-usul orang kena diterkanya? Namun begitu, ia toh berkata.   "Kenapa kau bisa tahu?"   "Ya, kampung halamanku Ohciu tersohor karena makanan kue bakcang, kau tidak minta yang lain tapi justru ingin makan bakcang,"   Sahut si gadis.   Tergerak pikiran Nyo Ko.   Teringat olehnya beberapa tahun yang lalu di Ohciu telah dijumpai Kwe Cing dan Ui Yong, pertemuannya dengan Auwyang Hong dan perkelahiannya melawan Li Bok-chiu, tapi siapakah gerangan si gadis di depan mata ini tetap tak dapat mengingatnya.   Mengenai permintaannya ingin makan bak-cang adalah karena dia mempunyai tujuan lain, pada waktu hampir selesai makan, ketika gadis itu sedikit meleng, mendadak ia lekatkan sepotong bakcang di telapak tangannya dan sedang si gadis bebenah mangkok sumpit ke dapur, cepat sekali ia ambil seutas benang yang ketinggalan ketika gadis itu menjahit baju untuknya tadi, ujung benang ia ikat bakcang yang ia sisakan tadi terus disambitkan ke meja, sepotong kertas robekan telah melekat oleh kue bakcang itu, lalu ia tarik benang-nya dan membacanya, tapi ia menjadi melongo, kiranya di atas kertas itu tertulis 8 huruf yang maksudnya terang sekali berbunyi.   "Jika sudah kutemukan dikau, betapa aku tidak senang?"   Lekas2 Nyo Ko sembunyikan kertas itu, ia lemparkan ujung benang dan memancing pula selembar kertas, ia lihat tetap di atasnya tertulis 8 huruf tadi, cuma ada satu huruf yang ikut tersobek.   Hati Nyo Ko memukul keras, be-runtun2 ia sambitkan bakcang itu dan belasan lembar kertas robekan itu kena dipancingnya, tapi apa yang tertulis di atasnya bolak-b"alik tetap 8 huruf itu2 juga, ia coba selami maksud apa yang terkandung dalam tulisan itu, tanpa terasa ia ter-mangu2 sendiri.   Tiba2 didengarnya suara tindakan orang, gadis tadi telah masuk kamar lagi.   Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Lekas2 Nyo Ko selusupkan kertas2 itu ke dalam selimutnya.   sementara si gadis kumpulkan sisa2 kertas robekan tadi dan dibakarnya keluar kamar.   "Kata2 "dikau"   Yang ditulisnya itu jangan2 maksudkan aku?"   Demikian diam2 Nyo Ko berpikir sendiri.   "Tapi bercakap saja belum ada beberapa patah kata aku dengan dia, apanya yang menyenangkan dia akan diriku ini? Bila bukan maksudkan diriku, toh di sini tiada orang lain."   Sedang ia ter-menung2, gadis itu telah masuk kamar lagi, setelah berdiri sejenak di pinggir jendela, kemudian api lilin disirapnya. Sinar rembulan remang2 menyorot masuk melalui jendela.   "Cici,"   Nyo Ko memanggil pelahan.   Tapi gadis itu tak menjawabnya, sebaliknya ia berjalan keluar, Selang tak lama, terdengar di luar ada suara seruling yang ulem, sebuah lagu merdu gayup2 berkumandang.   Pernah Nyo Ko rnelihat gadis itu memakai seruIing sebagai senjata menempur Li Bok-chiu, ilmu silatnya tidaklah lemah, siapa duga seruling yang ditiupnya ternyata juga begini enak didengar.   Dulu waktu tinggal di kuburan kuno, di kala iseng ia sering mendengarkan Siao-liong-li mena-buh khim, (kecapi) dan pernah belajar juga beberapa waktu padanya, maka boleh dikatakan iapun sedikit paham seni suara.   Waktu ia mendengarkan terus dengan cermat, akhirnya dapat diketahuinya orang lagi melagukan suatu bagian dari isi kitab "Si-keng"   Yang terdiri dari lima bait yang memuji seorang laki2 cakap, laki2 ini dikatakan ramah tamah dan suci bersih bagai batu jade yang telah diukir dan halus bagai gading yang sudah dikerik.   Setelah mendengarkan lagi, tak tahan Nyo Ko getol juga oleh lagu itu, ia lihat di tepi ranjang sana ada sebuah kecapi tujuh senar terletak di atas meja, pe-lahan2 ia berduduk dan mengambil kecapi itu, ia menyetel senarnya lalu ditabuhnya mengiringi suara seruling si gadis.   Kecuali lima bait dalam "Si-keng"   Itu sebenarnya masih ada beberapa kalimat lanjutannya yang bilang laki2 sejati yang gagah berani itu sesungguhnya sukar dilupakan orang.   Selagi ia hendak menyambung kalimat2 itu, mendadak suara seruling berhenti.   Nyo Ko tertegun, tapi lapat2 ia paham juga akan maksud orang.   "Ah, maksudnya meniup seruling mula2 hanya untuk menghibur diri saja, sesudah diiringi suara kecapiku ia tahu perasaannya telah dapat dipecahkan olehku, Tapi karena terputusnya suara seruling yang mendadak ini apa bukan lebih menandakan akan maksud isi hatinya itu?"   Besok paginya, ketika gadis itu mengantarkan sarapan pagi, ia lihat Nyo Ko telah memakai kedok kulit, ia menjadi heran.   "He, kenapa kaupun pakai barang ini?"   Tanyanya tertawa.   "Bukankah ini pemberianmu ?"   Sahut Nyo Ko.   "Kau tak mau perlihatkan muka aslimu, biarlah akupun memakai topeng saja."   Tahulah si gadis bahwa orang sengaja hendak pancing dirinya membuka kedoknya, tapi bila ingat kalau kedoknya ditanggalkan, apa yang terpikir dalam hatinya dengan sendirinya akan tertampak di-wajahnya, hal ini berarti menambah banyak susah baginya, maka kemudian ia menjawab dingin.   "Boleh juga bila kau ingin memakainya."   Habis berkata itu, ia letakkan barang sarapan terus keluar lagi, Sehari itu iapun tidak bicara lagi dengan Nyo Ko.   Tentu saja pemuda ini rada tak enak, ia kuatir telah membikin marah padanya, hendak minta maaf pikirnya, tapi tidak pernah lagi gadis itu tinggal sejenak di dalam kamar.    Keris Pusaka Nagapasung Karya Kho Ping Hoo Pendekar Bego Karya Can Pendekar Misterius Karya Gan Kl

Cari Blog Ini