Kembalinya Pendekar Rajawali 39
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung Bagian 39
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya dari Chin Yung "Maaf, Lo-wan-tong tak dapat menemani lebih lama, besok saja kita main-main lagi." Habis berkata ia terus berlari ke pintu ruangan tamu, tapi dilihatnya empat orang berseragam hijau telah mengadangnya di situ dengan mementang sebuah jaring ikan. Ciu Pek-thong sudah merasakan lihaynya jaring begitu, cepat ia membelok ke kanan dan bermaksud menerobos keluar melalui iendela, tapi bayangan hijau lantas berkelebat, kembali sebuah jaring merintangi jalannya. Setelah melompat kembali ke tengah ruangan, Ciu Pek-thong melihat keempat penjuru sudah terentang oleh jaring ikan sehingga jalan lolosnya menjadi buntu. Segera ia melompat lagi ke atas belandar, dengan hantaman dari jauh ia bikin atap rumah berlubang besar. maksudnya hendak menerobos keluar melalui lubang itu, tapi baru saja ia mendongak, dilihatnya di atas juga sudah terpasang sebuah jaring ikan. Terpaksa ia melompat turun ke bawah, katanya dengan tertawa sambil menuding si Kokcu. "He, untuk apakah kau menahan diriku di sini? Setiap hari melulu minum air tawar dan makan beras mentah, memangnya Lo-wan-tong dapat kau piara sampai tua?" Kokcu itu menjawab dengan dingin . "Asalkan kau tinggalkan kitab dan obat yang kau ambil itu, segera kau boleh pergi dari sini" Ciu Pek-thong menjadi heran, katanya . "Untuk apa kuambil kitab dan obatmu segala ? seumpama mampu berlatih sehingga selihay kau juga aku tidak kepingin." Sang Kokcu melangkah pelahan ke tengah ruangan, ia kebut-kebut debu pada baju sendiri, lalu berkata . "Jika sekarang bukan hari bahagiaku, tentu aku akan minta petunjuk beberapa jurus padamu, sebaiknya kau tinggalkan barang yang kau ambil itu dan kau boleh pergi dengan bebas." Dengan gusar Ciu Pek-thong berteriak. "Jadi kau tetap menuduh aku mencuri barangmu? Huh, memangnya apa barangmu yang berharga sehingga aku perlu mencurinya ? Ini, boleh kau periksa!" Sembari bicara dengan cepat ia terus membuka baju sendiri sepotong demi sepotong, dalam sekejap saja sudah telanjang bulat. Berulang sang Kokcu membentak agar Ciu Pek-thong menghentikan perbuatannya, tapi anak tua nakal itu tidak ambil pusing, ia pentang dan membaliki baju celananya, memang benar tiada sesuatu benda apapun juga. Sudah tentu anak murid perempuan yang hadir di situ menjadi kikuk dan sama berpaling ke jurusan lain. Kelakuan Ciu Pek-thong ini sungguh sama sekali tak terduga oleh sang Kokcu, iapun ragu apakah benar Ciu Pek-thong tidak mencuri barangnya yang hilang itu, padahal barang-barang itu besar sangkut-pautnya dengan Cui-sian-kok ini. Selagi sang Kokcu termenung sangsi tiba-tiba Ciu Pek-thong bertepuk tangan dan berseru. "He, usiamu sudah cukup tua, mengapa kau tidak tahu harga diri ngomong sesukanya, berbuat seenak sendiri di depan umum melakukan hal memalukan begini sungguh menggelikan." Ucapan itu sebenarnya lebih tepat ditujukan kepada Ciu Pek-thong sendiri tapi justeru dia mendahului omong, keruan Kongsun Kokcu itu dibuat serba salah dan takdapat membuka suara, Ketika melihat Hoan It-ong dan Be Kong-co masih bergumul di lantai, segera ia membentaknya agar lekas berdiri. Padahal bukanlah Hoan It-ong tidak mau melepaskan diri soalnya jenggotnya teriilit di tangan Be Kong-co dan sukar melepaskan diri. Dalam pada itu sambil mengernyitkan dahinya Kongsun Kokcu menuding Ciu Pek-thong dan mendamperatnya. "Kukira yang tidak tahu malu adalah kau sendiri !" "Memangnya aku kenapa ?" Jawab Ciu Pek-thong. "Aku dilahirkan dengan bugil, sekarang aku telanjang bulat, putih bersih, apanya yang salah? sebaliknya kau sudah tua dan masih ingin mengawini seorang perawan muda sebagai isteri, hehe, sungguh mentertawakan !" Ucapan ini laksana palu besar yang menghantam dada Kongsun Kokcu itu, seketika mukanya yang kuning itu bersemu merah dan tak dapat menjawab. Mendadak Ciu Pek-thong berteriak . "Haya, celaka ! Tidak pakai baju, bisa masuk angin nih !" - Berbareng ia terus menerjang keluar. Ketika mendadak melihat bayangan orang berkelebat ke arahnya, empat murid berbaju hijau yang siap di dekat pintu itu cepat bergerak dan membentang jaring, sekaligus jaring terus menutup ke atas kepala orang, Terasa sasarannya berontak di dalam jala, maka cepat keempat orang itu mengikat kencang empat ujung jaring dan diseret ke depan sang Kokcu. Jala ikan itu terbuat dari benang emas yang halus dan Iemas, sekalipun golok dan pedang pusaka juga sukar membobolnya, apalagi gerakan ke empat orang itu sangat cepat dan lihay, biar tokoh maha hebat juga sukar menghadapinya. Begitulah keempat orang itu sangat senang karena berhasil menawan sasarannya sehingga merekapun tidak memperhatikan lagi siapa sebenarnya yang terjaring itu, Tapi ketika mendadak nampak air muka sang Kokcu bersungut dari menatap tajam jaring mereka, cepat merekapun menunduk dan mereka menjadi kaget hingga berkeringat dingin, cepat pula mereka membuka jaring dan membebaskan dua orang yang sedang bergumul. Siapa lagi mereka kalau bukan Hoan It-ong dan Be Kong-co. Kiranya tiada seorangpun yang menduga bahwa dalam keadaan telanjang bulat Ciu Pek-thong berani menerjang keluar semendadak itu. Karena gerakannya secepat kilat, sekali samber ia tarik kedua orang yang sedang bergumul itu terus dilemparkan ke dalam jaring. Selagi keempat murid Cui-sian-kok itu sibuk mengencangkan ikatan jaring mereka, secepat angin Ciu Pek-thong terus menyelinap keluar, Gerakan aneh dan maha cepat ini sungguh luar biasa dan maha lihay. Gara-gara perbuatan Lo-wan-tong Ciu Pek-thong ini, tidak cuma sang Kokcu saja yang kebobolan, bahkan mereka Kim-lun Hoat-ong dan kawannya juga merasa malu, masakah gabungan tokoh kelas wahid seperti mereka ini ternyata tidak mampu menangkap seorang tua yang gila-gilaan itu, sungguh terlalu tidak becus. Hanya Nyo Ko saja yang kagum sekali terhadap kepandaian Ciu Pek-thong, tadi ia sudah bertekad akan menolong anak tua nakal itu apabila sampai tertawan, tapi kini Ciu Pek-thong sendiri dapat meloloskan diri, diam-diam Nyo Ko bersukur dan lega. Tujuan Kim-lun Hoat-ong sebenarnya hendak mencari tahu seluk-beluk sang Kokcu, tapi setelah " Dikacau" Oleh Ciu Pek-thong, ia merasa rikuh untuk tinggal lebih lama lagi di situ, Setelah berunding dengan Slau-siang-cu dan In Kik-si, lalu dia berbangkit dan mohon diri. Semula Kokcu itu menyangka keeram orang ini adalah sekomplotan dengan Ciu Pek-thong, tapi kemudian melihat Siau-siang-cu, Be Kong-co dan lainnya menempur Ciu Pek-thong dengan sengit dan menggunakan kepandaian khas masing-masing yang lihay, tampaknya memang sengaja membantu pihak sendiri maka ia lantas memberi hormat dan berkata. "Ada sesuatu permintaanku yang tidak pantas, entah kalian berenam sudi menerimanya tidak?" "Asalkan kami sanggup, tentu akan kami terima," Jawab Kim-lun Hoat-ong. "Begini." Kata sang Kokcu. "lewat lohor nanti adalah upacara pernikahanku yang kedua kalinya, maka ingin kuundang kalian ikut hadir memberi do"a restu, di lembah pegunungan ini selama beratus tahan jarang didatangi orang luar, kebetulan sekarang kalian hadir sekaligus, sungguh kurasakan sangat beruntung." "Ada arak tidak nanti ?" Seru Be Kong-co. Belum lagi sang Kokcu menjawab, mendadak bayangan orang berkelebat masuklah seorang perempuan berbaju putih sambil bertanya. "Apakah orang yang mengacau sudah pergi?" Kejut dan girang tidak kepalang Nyo Ko melihat perempuan ini, cepat ia melompat maju dan menarik tangannya serta berseru . "Hei, Kokoh, engkau juga datang ke sini? sungguh payah kucari kau sekian lamanya!" Perempuan itu memandang sekejap kepada Nyo Ko dengan air muka merasa heran, lalu menjawab. "Siapakah tuan? Kau memanggil apa padaku ?" , Nyo Ko terperanjat ia coba mengamat-amati lagi perempuan ini, kelihatan wajahnya yang putih halus dan cantik, siapa lagi dia kalau bukan Siao-liong-li adanya ? Tanpa ragu segera ia menjawab. "Kokoh.. aku ini Nyo Ko, masakah kau sudah pangling padaku?" Kembali perempuan itu memandang sekejap kepadanya, lalu menjawab dengan dingin. "Selamanya aku tidak pernah kenal kau, mana kuberani dipanggil sebagai Kokoh?" Berbareng ia terus melangkah ke depan dan duduk di sebelah sang Kokcu. Wajah sang Kokcu yang tadinya kaku dingin segera berubah berseri-seri akan kedatangan perempuan cantik itu, dia berkata kepada Kim-lun Hoat-ong. "lnilah bakal isteriku yang upacara perkawinan kami segera akan dilangsungkan lewat lohor nanti" Habis berkata ia melirik sekejap ke arah Nyo Ko seperti kurang senang akan kecerobohan pemuda itu yang salah mengenali-orang. Keruan kejut Nyo Ko tak terkatakan, serunya. "Kokoh, masakah engkau ini bukan Siao-liong-li? Memangnya kau bukan Suhuku?" Perempuan itu mengawasi Nyo Ko sejenak air mukanya menampilkan perasaan heran dan bingung, sejenak kemudian barulah menjawab sambil menggeleng. "Bukan, siapakah Siao-liong-li itu?" Kedua tangan Nyo Ko mengepal sekencangnya dan diremas-remas hingga lecet, benaknya terasa tawar sekali, ia tidak tahu apakah sang Kokoh marah padanya sehingga tidak mau mengakui dia lagi? Atau disebabkan berada di tempat berbahaya dan dia sengaja bersikap demikian untuk mencari selamat? Atau barangkali di dunia ini benar-benar ada perempuan lain yang serupa dengan dia? Meski Nyo Ko biasanya pintar dan cerdik, tapi kini ia tak dapat mengendalikan pergolakan perasaannya teringat cintanya kepada Siao-Jiong-li, dan tanpa terasa ia menjerit. Melihat pemuda itu bersikap kurang wajar, Kokcu itu mengernyitkan dahi dan berkata pelahan kepada perempuan baju putih itu . "Liu-ji, hari ini sungguh banyak orang yang aneh" Perempuan itupun tidak menggubris padanya, pelahan ia menuang secawan air dan diminum, sorot matanya mengerling semua orang, tapi sampai pada Nyo Ko, pandangnya menghindarkan pemuda itu dan tidak melihatnya lagi. Jika orang lain tentu akan bersikap tenang untuk melihat apa yang akan terjadi nanti, tapi dasar watak Nyo Ko memang tidak sabaran, apa lagi Kokcu itu menyatakan akan menikah lewat lohor nanti, dalam keadaan bingung dan tak berdaya, Nyo Ko coba berpaling dan tanya Kim-lun Hoat-ong. "Kau pernah bertanding dengan suhuku, tentu kau kenal dia dengan baik, coba katakan, apakah aku salah mengenali dia?" Ketika perempuan baju putih itu muncul tadi sebenarnya Kim-lun Hoat-ong sudah mengenal dia sebagai Siao-Iiong-li, tapi nona itu ternyata tidak mau gubris, meski Nyo Ko telah menegurnya sendiri, di antara pasangan muda-mudi ini tentu terjadi pertengkaran, maka ia tersenyum dan menjawab. "Entahlah, akupun tidak begitu ingat lagi." Sudah tentu jawaban Kim-lun Hoat-ong ini mempunyai dua maksud tujuan. Dia pernah dikalahkan oleh Giok-Ii-kiam-hoat yang dimainkan bersama antara Nyo Ko dan Siao-liong-Ii, kini kepandaian Myo Ko sudah jauh lebih maju lagi, kalau kedua muda-mudi itu bergabung, jelas dirinya lebih-Iebih bukan tandingan mereka. Tapi kalau kedua orang itu bertengkar biarpun bergabung lagi dan menempurnya, asalkan antara jiwa kedua orang itu sudah terjadi keretakan dan tidak dapat saling kontak, maka kesempatan untuk menang bagi dirinya menjadi sangat besar. BegituIah Nyo Ko menjadi melengak oleh jawaban Hoat-ong itu, tapi ia lantas paham juga maksud tujuan orang, pikirnya dengan mendongkol. "Hati manusia benar-benar keji dan culas, Ketika kau terluka parah, aku pernah membantu menyembuhkan kau, tapi sekarang kau malah bermaksud membikin susah padaku." Melihat sorot mata kebencian Nyo Ko, Kim- lun Hoat-ong tahu pemuda itu merasa dendam padanya, kelak pasti akan membahayakan, kalau ada kesempatan harus kubereskan sekarang juga. ia lantas balas menghormat sang Kokcu dan menjawab. "Kami berterima kasih atas undangan Kok-cu-untuk menghadiri pernikahanmu, cuma kedatangan kami hanya kebetulan sehingga tidak membawa kado apapun, sungguh kami merasa tidak enak?" Kokcu itu merasa senang karena Kim-lun Hoat-ong dan rombongannya mau terima undangannya, segera ia memperkenalkan mereka kepada bakal isterinya, ketika giliran Nyo Ko, ia hanya menyebutnya she Nyo saja, lalu tidak diberi tambahan keterangan Iain. Kelihatan perempuan baju putih itu cuma mengangguk pelahan saja tanpa memberi sesuatu perhatian apapun ketika diberitahu nama setiap orang, terhadap Nyo Ko iapun tidak ambil pusing seperti halnya orang Iain. Muka Nyo Ko menjadi merah padam, jantungnya memukul keras, apa yang dibicarakan Kokcu itu sama sekali tak terdengar olehnya. Kongsun Lik-oh yang berdiri di belakang ayahnya dapat mengikuti gerak-gerik Nyo Ko itu, ia teringat ketika pemuda itu tertusuk duri bunga cinta segera merasa sakit karena timbul rasa rindunya, melihat gelagatnya sekarang apakah memang betul bakal ibu tiriku ini adalah kekasihnya ? Masakah bisa terjadi secara begini kebetulan, jangan-jangan kedatangan orang-orang ini justeru di sebabkan oleh bakal ibu tiriku ini? Karena pikiran itu, Kongsun Lik-oh coba mengawasi perempuan baju putih itu, terlihat air mukanya tenang-tenang saja, tidak merasa suka ria juga tidak merasa kikuk dan malu, sama sekali tidak memper sebagai seorang calon pengantin baru. Dalam pada itu Nyo Ko merasakan dadanya sesak seakan-akan putus napasnya, tapi biarpun wataknya mudah terguncang perasaannya namun dia juga seorang yang pintar dan cerdik, ia pikir kalau sang Kokoh tidak mau mengakui dia, bisa jadi Kokoh mempunyai maksud tujuan tertentu, untuk ini aku harus menjajakinya dengan jalan lain. Segera ia berdiri dan memberi hormat kepada sang Kokcu, katanya dengan lantang. "Karena ada seorang sanak keluargaku yang mirip dengan wajah nyonya barumu, tadi aku salah mengenalinya untuk itu kumohon maaf." Ucapan yang cukup sopan ini diterima dengan baik oleh Kokcu itu, sikapnya lantas berubah ramah juga, ia balas hormat dan menjawab. "Salah mengenali orang adalah kejadian biasa dan tidak ada persoalan maaf segala, Cuma... cuma di dunia ini ternyata ada orang lain lagi yang serupa bakal isteriku tercinta ini, hal ini tidak hanya kebetulan saja. tapi sesungguhnya teramat aneh." Di balik ucapannya ini dia ingin menyatakan bahwa di dunia ini mustahil ada wanita cantik lagi yang serupa dengan calon isterinya itu. "Memangnya, maka akupun sangat heran," Ujar Nyo Ko. "Maaf, apakah boleh kutanya siapakah she nyonya yang terhormat?" "Dia she Liu, apakah kenalanmu itu juga she Liu?" Kata sang Kokcu dengan tersenyum. "Oh, bukan," Jawab Nyo Ko, Diam-diam ia menimang-nimang mengapa sang Kokcu mengaku she Liu. Tapi, segera pikirannya tergerak. "Ah, soalnya aku she Nyo." Nyoliu Yang itu adalah nama pohon, jadi jelas Siau-liong-li mengaku she liu karena dia belum lagi melupakan Nyo Ko. Terpikir akan demikian, seketika jari Nyo Ko kesakitan lagi. Melihat Nyo Ko meringis menahan sakit, Kongsun Lik-oh merasa kasihan dan sayang padanya, sorot matanya senantiasa mengikuti perubahan aii muka pemuda itu. Sekuatnya Nyo Ko menahan rasa sakit bekerjanya racun bunga cinta, mendadak teringat lagi sesuatu olehnya, cepat ia tanya "Apakah nona Liu ini penduduk sekitar pegunungan ini? Entah cara bagaimana Kokcu berkenalan dengan "dia?" Sebenarnya Kokcu itu juga sangat ingin tahu asal-usuI bakal isterinya itu, ia pikir bukan mustahil bocah ini memang kenal Liu-ji dan dari dia nanti akan diperoleh keterangan lebih jelas mengenai asal-usul bakal isteri itu, segera ia menjawab. "Ya, pertemuan kami memang terjadi secara kebetulan setengah bulan yang lalu, ketika aku sedang mencari bahan obat di lereng gunung, kutemukan dia menggeletak di kaki gunung sana dalam keadaan terluka parah dan kempas-kempis. Setelah kuperiksa dia, kiranya dia menderita kesesatan lantaran berlatih lwekang kurang tepat, Aku lantas membawanya pulang dan mengobati dia dengan obat mujarab keluargaku yang sudah turun temurun, jadi perkenalan kami ini boleh dikatakan secara kebetulan, itulah yang dikatakan kalau memang sudah jodoh." "O, kiranya di dunia ini juga ada obat mujarab yang dapat menyembuhkan nona Liu, kukira hanya dapat disembuhkan dengan bantuan darah "orang lain," Kata Nyo Ko. Mendengar ucapan ini, mendadak perempuan itu menumpahkan darah segar sehingga bajunya yang putih itu berlepotan darah. "Semua orang menjerit kaget dan sama berbangkit. Kiranya nona Liu ini memang betul nama samaran Siao-liong-li, setelah mendengar pembicaraan Ui Yong tempo hari itu, semalam suntuk ia tak dapat tidur, setelah dipikir bolak-balik, ia merasa kalau "Nyo Ko menjadi suami isteri dengan dirinya, akibatnya pemuda itu akan dicaci maki orang dan hati sendiri merasa tidak enak jika keduanya mengasingkan diri di dalam kuburan kuno-itu, lama-lama pemuda itu tentu akan kesal dan akhirnya bukan mustahil akan meninggalkannya. Namun cintanya terhadap Nyo Ko sesungguhnya teramat mendalam, sebab itulah dia tegas memutuskan hubungan hal inipun timbul dari cintanya yang suci murni dan demi kebahagiaan dan hari depan Nyo Ko. Begitulah seorang diri dia mengayunkan langkah tanpa arah tujuan di ladang sepi dan lereng, pegunungan, suatu hari ia berduduk bersemadi, mendadak pikirannya bergolak dan sukar diatasi, akibatnya luka dalam yang lama kambuh lagi. Untung Kokcu she Kongsun itu kebetulan lewat di situ dan menolongnya, kalau tidak tentu Siao-liong-li sudah tewas di pegunungan sunyi itu. Kongsun Kokcu itu sudah lama menduda, meIihat kecantikan Siao-liong-li yang tiada taranya itu, ia menjadi tertarik sebenarnya Siao-liong-Ii sendiri juga sudah putus asa, tapi setelah dipikirkan lagi ketika dilamar oleh Kokcu ,itu, ia pikir kalau sudah menjadi isteri orang lain, jelas persoalannya dengan Nyo Ko akan menjadi putus, apalagi Cui-sian-kok ini sangat sunyi dan terpencil, selanjutnya pasti takkan bertemu lagi dengan pemuda itu. Siapa tahu mendadak muncul Lo-wan-tong Ciu Pek-thong dan mengacaukan Cui-sian-kok itu dan memancing pula kedatangan Nyo Ko. Kini mendadak berhadapan dengan Nyo Ko di tengah perjamuan, sungguh remuk rendam hati Siao liong-li, pikirnya. "Aku sudah menerima lamaran orang dan segera akan menikah, lebih baik aku berlagak tidak kenal dia, biar dia pergi dari sini dengan gusar dan membenci diriku selama hidup. Sebab itulah dia tetap tidak menggubrisnya meski dilihatnya Nyo Ko sangat cemas dan bingung, Ketika mendadak Nyo Ko berkata tentang penyembuhan dengan bantuan darah orang lain, segera teringat olehnya ketika dirinya terluka parah oleh kaum Tosu Coan-cin-kau sehingga muntah darah, tapi tanpa menghiraukan keselamatan sendiri Nyo Ko telah menyalurkan darah sendiri untuk menyelamatkan jiwanya, hal ini sungguh terukir mendalam di lubuk hatinya. Karena guncangan perasaan itulah seketika iapun menumpahkan darah segar. Dengan wajah pucat lesi ia berbangkit dan bermaksud melangkah ke ruangan belakang Kong-sun Kokcu cepat berkata padanya. "Duduk saja dan jangan bergerak agat tidak mengganggu urat nadi yang lain." - Lalu ia berpaling kepada Nyo Ko dan berkata pula. "Sebaiknya kau pergi saja dan untuk selanjutnya janganlah datang lagi ke sini" Air mata Nyo Ko bercucuran, katanya kepada Siao-liong-li. "Kokoh, bila aku beranjak silakah kau mencaci dan memukul aku, sekalipun kau membunuh aku juga aku rela, Tapi mengapa kau tidak mau mengakui diriku lagi?" Siao-liong-li tidak menjawab, ia menunduk dan batuk pelahan beberapa kali. Sejak tadi Kongsun Kokcu sudah murka karena ucapan Nyo Ko telah membikin Siao-liong-li muntah darah, tapi sebisanya ia bersabar, dengan suara geram ia berkata pula. "Jika kau tidak segera pergi, jangan kau menjalankan aku tidak kenal ampun." Tapi mata Nyo Ko hanya menatap tajam kepada Siao-liong-li dan tidak menggubris Kongsun Kokcu, ia memohon pula. "Kokoh, aku berjanji akan mendampingi kau selama hidup di kuburan kuno itu dan takkan menyesal, marilah kita berangkat sekarang." Pelahan Siao-liong-li mengangkat kepalanya, ia lihat sorot mata Nyo Ko penuh rasa kasih sayang yang mendalam bercampurkan rasa sedih dan cemas tak terhingga, tanpa terasa hatinya bergoncang dan timbul niatnya akan terima ajakan Nyo Ko itu, tapi segera terpikir lagi olehnya. "Tidak. perpisahanku ini sudah kupikirkan dengan masak, bila aku tidak tahan sekejap ini, kelak pasti akan bikin susah dia selama hidup." Karena itu, cepat ia berpaling lagi ke arah lain dan menghela napas panjang, katanya. "Aku tidak kenal kau. Apa yang kau katakan sama sekali aku tidak paham, sebaiknya lekas kau pergi saja !" Beberapa kalimat itu diucapkannya dengan lemah dan lirih, namun penuh mengandung kasih sayang, kecuali orang dogol semacam Be Kong-co yang sama sekali tidak merasakannya, orang-orang lain segera mengetahui bahwa perasaan Siao-liong-li terhadap Nyo Ko sesungguhnya sangat mesra, apa yang dikatakannya itu sesungguhnya bertentangan dengan pikirannya. Sudah tentu tidak kepalang rasa cemburu Kongsun Kokcu setelah mendengar perkataan itu, meski Siao-liong-li sudah menerima lamarannya dan bersedia menjadi isterinya, tapi belum pernah nona itu mengucapkan sesuatu perkataan yang mesra padanya. Dengan geram ia melotot kepada Nyo Ko, dilihatnya pemuda itu memang gagah dan cakap, sesungguhnya memang pasangan yang sangat setimpal dengan Siao-liong-li, ia pikir kedua muda-mudi itu mungkin memang sudah pacaran, entah pertengkaran urusan apa sehingga berpisah dan Liu-ji mau terima lamaranku, tapi jelas hatinya belum melupakan kekasihnya yang lama. Teringat hal ini, tanpa terasa sorot, matanya memancarkan sinar kegusaran dan kebencian. Hoan It-ong paling setia kepada sang guru, ia lihat Nyo Ko telah mengacaukan rencana pernikahan gurunya, bahkan mengakibatkan bakal ibu guru itu muntah darah dan sang guru tetap bersabar saja, segera ia tampil ke muka dan membentak. "Bocah she Nyo, jika kau tahu diri hendaklah lekas enyah dari sini, Kokcu kami tidak menyukai tamu yang tidak kenal sopan santun macam kau." Nyo Ko anggap tidak mendengar saja, dengan suara lembut ia berkata pula kepada Siao-liong-li. "Kokoh, apakah engkau benar-benar telah lupa kepadaku?" Gusar sekali Hoan It-ong, sebelah tangannya terus mencengkeram ke punggung Nyo Ko dengan tenaga penuh, maksudnya sekali pegang segera Nyo Ko hendak dilemparkannya keluar. Saat itu Nyo Ko sedang bicara kepada Siao-liong-li dengan penuh perhatian, kejadian apa di luar itu sama sekali tidak dihiraukannya, ketika jari Hoan It-ong menyentuh punggungnya barulah dia terkejut dan cepat mengerahkan tenaga untuk mengerutkan badan, seketika cengkeraman Hoan It-ong mengenai tempat kosong, terdengar suara "bret" Baju bagian punggung Nyo Ko telah terobek. Karena permohonanaya yang berulang tefap tidak digubris oleh Siao-liong-li, Nyo Ko menjadi semakin cemas, apabila berada berduaan di dalam kuburan kuno, dengan sendirinya dia akan memohon dengan sabar, tapi kini berada di depan orang banyak, sedangkan Hoan It-ong terus mengganggu keruan rasa gusar Nyo Ko menjadi berpindah kepada kakek cebol itu, segera ia berpaling dari membentak. "Aku sedang bicara dengan Kokoh, kenapa kau mengganggu saja?" Dengan suara keras Hoan It-ong balas membentak. Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Kokcu suruh kau enyah, kau dengar tidak? Kalau kau tetap membangkang, jangan kau salahkan kakekmu yang tidak kenal ampun lagi padamu." "Aku justeru tidak mau pergi, kau mau apa?" Jawab Nyo Ko dengan gusar. "Selama Kokoh masih di sini akupun akan tetap tinggal di sini. Biarpun aku mati dan mayatku menjadi abu juga tetap kuikut dia." Sudah tentu ucapan Nyo Ko itu sengaja di-perdengarkan kepada Siao-liong-li. Ketika Kongsun Kokcu itu melirik wajah si nona, tertampak air matanya berlinang dan akhirnya menetes, sungguh pedih hatinya, rasa cemburunya terhadap Nyo Ko juga semakin membakar, segera ia mengedipi Hoan It-ong dan memberi tanda agar segera melancarkan serangan maut untuk membinasakan Nyo Ko. Tak terduga juga oleh Hoan It-ong bahwa sang guru akan menyuruhnya membunuh pemuda itu, semula dia hanya bermaksud mengusirnya saja, Tapi sang guru telah mendesaknya lagi, terpaksa ia angkat tongkatnya dan diketokkan ke lantai hingga menerbitkan suara nyaring, bentaknya . "Apa-kau benar-benar tidak takut mati?" Dalam pada itu Nyo Ko merasakan darah panas, bergolak di rongga dadanya, seperti halnya Siao liong-li, rasanya darah itu akan tertumpah keluar. Kiranya aliran lwekang Ko-bong-pay itu sangat mengutamakan soal mengekang perasaan dan pengendalikan napsu, sebab itulah waktu Siao-liong-li diajarkan oleh gurunya dahulu, ia diharuskan menjauhi segala macam perasaan suka-duka dan pengaruh dari Iuar. Belakangan ketika Siao-liong-li tak dapat menahan perasaannya sehingga beberapa kali ia telah tumpah darah. Nyo Ko sendiri mendapat ajaran dari Siao-liong-li, aliran Lwekangnya sama, karena gejolak perasaannya itu, kini kaki dan tangannya terasa dingin dan darah hampir tersembur dari mulutnya. Ia menjadi nekat ingin mati saja di hadapan sang Kokoh yang tidak mau gubris lagi padanya itu, Tapi segera terpikir olehnya. "Betapa mesranya Kokoh padaku biasanya, bahwa sekarang dia bersikap sedingin ini padaku, kuyakin pasti-ada sebab musababnya, besar kemungkinan dia mendapat tekanan dari Kokcu bangsat ini dan terpaksa tidak berani mengakui diriku. Kalau aku tidak bersabar dan cari jalan keluar, tentu sukar menghadapi orang-orang di sini." Karena pikiran itu, serentak semangat jantannya timbul, ia bertekad akan melabrak musuh dan menyelamatkan Siao-liong-li keluar dari tempat berbahaya ini. Segera ia mengumpulkan semangat dan menenangkan diri, kemudian ia tersenyum dan berkata kepada Hoan It-ong. "He, ada apa kau gembat-gembor tadi? Pegunungan sunyi seperti kuburan ini, kalau tuan muda mau datang masakah kau mampu mengalangi dan jika kuingin pergi masakah kau dapat menahan diriku?" Tadi semua orang menyaksikan keadaan Nyo Ko yang sedih dan kalap seperti orang gila, tap mendadak bisa berubah menjadi sabar dan tenang sungguh mereka sangat heran, Karena Hoart It-ong memang tiada maksud membunuh Nyo Ko sebagai mana perintah sang guru, maka tongkatnya segera disabetkan ke kaki Nyo Ko. Kongsun Lik-oh kenal kepandaian Toasuhengnya itu sangat lihay, meski tubuhnya pendek, tap memiliki tenaga raksasa pembawaan semalam pun menyaksikan ketahanan Nyo Ko digarang di dalam rumah batu itu, Lwekangnya jelas tidak rendah, tapi mengingat usianya yang masih muda, rasanya sukar melawan permainan tongkat Toasu-hengnya, apabila kedua orang sudah bergebrak untuk menolong pemuda itu pasti sangat sukar. Karena hasratnya ingin menolong Nyo Ko, walaupun nampak sang ayah sedang gusar, namun Kongsun Lik-oh tetap nekat dan tampil ke muka, katanya kepada Nyo Ko. "Nyo-kongcu, tiada gunanya kau buang waktu di sini dan mengorbankan jiwamu." Nyo Ko hanya mengangguk dan tersenyum, jawabnya. "Terima kasih atas maksud baik nona, Tapi aku ingin main-main beberapa jurus dengan si jenggot panjang ini, eh, apakah kau suka mainan kuncir, biar kupotong jenggot si cebol ini untukmu." Kejut sekali Kongsun Lik-oh dan tidak berani menanggapi ucapan Nyo Ko itu, ia anggap kelakar pemuda itu keterlaluan dan benar-benar sudah bosan hidup barangkali. Dalam pada itu Hoan It-ong menjadi gusar juga karena jenggotnya itu diremehkan Nyo Ko, mendadak ia membuang tongkatnya dan melompat maju sambil membentak. "Bocah kurangajar! rasakan dulu jenggotku ini!" Belum habis ucapannya, mendadak jenggot yang panjang itu menyabet ke muka si Nyo Ko. Aembari berkelit Nyo Ko berkata dengan tertawa. "Lo-wang-tong tidak berhasil memotong jenggotmu, biarlah akupun mencobanya." Segera ia mengeluarkan gunting raksasa dari rangselnya terus menggunting, Tapi sekali miringkan kepalanya, Hoan It-ong putar jenggotnya terus menghantam kepala lawan dengan kekuatan yang hebat. Cepat Nyo Ko melompat ke samping, sebalikya guntingnya terus membalik dan "creng", guntingnya telah mengatup. Kejut Hoan It-ong tak terkatakan, secepat kilat ia berjumpalitan ke belakang, sedikit ayal saja jenggotnya pasti sudah tergunting putus. Sebenarnya gunting Nyo Ko itu dia pesan dari Pang Bik-hong untuk digunakan melawan senjata kebut Li Bok-chiu, untuk itu dia sudah mempelajari gaya permainan kebut lawan dan cara, bagaimana guntingnya harus bekerja. Siapa tahu Li Bok-chiu yang diharapkan itu belum pernah bertemu, kini guntingnya harus menghadapi si kakek cebol yang menggunakan jenggot panjang sebagai senjata. Nyo Ko sangat senang, ia yakin betapapun lihaynya jenggot si kakek juga pasti tidak lebih lihay daripada kebut Li Bok-chiu, karena itu dia tidak menjadi gentar, guntingnya terus mendesak lawan. Hoan It-ong sendiri sudah lebih 30 tahun menggunakan jenggotnya sebagai senjata, apalagi kedua tangannya juga ikut menyerang, tentu saja tambah lihay. Malahan Ciu Pek-thong yang maha sakti itupun tidak berhasil menggunting jenggot Hoan It-ong, maka semua orang menyangka Nyo Ko pasti juga akan gagal. Tak terduga permainan gunting Nyo Ko ternyata lebih lincah dan hidup serta lain dari pada Ciu Pek-thong. tentu saja hal ini membikin semua orang merasa heran, Padahal bukanlah Nyo Ko lebih tinggi ilmu silatnya daripada Ciu Pek-thong, soalnya sebelum itu dia sudah mempelajari gaya permainan kebut Li Bok-chiu dan sudah merancangkan cara bagaimana akan menggunakan guntingnya, sedangkan gerakan jenggot Hoan It-ong justeru hampir sama dengan permainan kebut Li Bok-chiu, maka sekali Nyo Ko mulai memainkan guntingnya, dengan sendirinya terasa sangat lancar dan berada di atas angin. Begitulah beberapa kali jenggot Hoan It-ong tampak kena digunting putus, kini ia tak berani lagi meremehkan Nyo Ko yang masih muda itu. Segera, ia ganti serangan jenggotnya disertai dengan pukulan yang dahsyat, terkadang sabetan jenggotnya cuma gerak pura-pura, lalu disusul dengan pukulan lihay sungguhan tapi ada kalanya pukulannya cuma pancingan, lalu jenggotnya menyabet, sungguh kepandaian yang luar biasa dan lain daripada yang lain. Setelah beberapa puluh jurus lagi, diam2 Nyo Ko mulai gelisah, ia pikir Kokcu she Kongsun itu jelas manusia culas dan kejam, ilmu silatnya pasti juga jauh di atas kakek cebol ini, kalau muridnya tak dapat dikalahkan lalu cara bagaimana melawan gurunya nanti? Nyo Ko coba memperhatikan gerak-gerik lawan, tertampak kelakuan kakek cebol itu sangat lucu dikala menggoyangkan kepala untuk menya-betkan jenggotnya, semakin keras sabetan jenggot-nya, semakin lucu pula kepalanya itu bergoyang. Tiba-tiba hari Nyo Ko tergerak ia telah menemukan cara mematahkan serangan lawan itu. "cret", ia katupkan guntingnya sambil melompat mundur dan berseru. "Berhenti dulu !" Hoan It-ong tidak mengudaknya, ia bertanya. "Adik cilik jika kau menyerah kalah, nah lekas pergi saja dari sini!" Tapi Nyo Ko menggeleng dan menjawab. "Aku ingin tanya, setelah jenggotmu ini dipotong, berapa lama baru dapat tumbuh lagi sepanjang itu?" "Itu bukan urusanmu?" Sahut Hoan lt-ong dengan gusar. "Selamanya aku tidak pernah cukur!" "Sayang, sayang ! sungguh sayang!" Ujar Nyo Ko sambil menggeleng. "Sayang apa ?" Tanya Hoan It-ong melengak. "Cukup di dalam tiga jurus saja segera jenggotmu yang panjang ini akan kugunting putus," Kata Nyo Ko. Mana Hoan It-ong mau percaya dalam tiga-jurus saja dirinya akan dikalahkan oleh Nyo Ko, bukankah sejak tadi mereka sudah bergebrak beberapa puluh jurus? Dengan pusar ia membentak. "Lihat seranganku!"--Sebelah tangannya segera memukul. Cepat Nyo Ko menangkis dengan tangan kiri, gunting di tangan kanan balas menghantam batok kepala lawan, perawakan Nyo Ko lebih tinggi, untuk memukul lawan dengan sendirinya mesti dari atas ke bawah, karena itu Hoan I-ong memiringkan kepalanya untuk menghindar, tak terduga tangan kiri Nyo Ko lantas menghantam pula kepeIipis kanannya, untuk mengelak terpaksa Hoan It-ong memiringkan kepala lagi, tapi lantaran serangan lawan teramat cepat dan caranya memiringkan kepala juga sangat cepat, dengan sendirinya jenggotnya yang panjang itu ikut tergertak ke atas, padahal gunting Nyo Ko sudah disiapkan di sebelah kanannya "cret", tanpa ampun lagi jenggotnya tergunting sepanjang setengah meter. Semua orang menjerit kaget, ternyata benar Nyo Ko telah memotong jenggot Hoan It-ong hanya dalam tiga jurus saja seperti apa yang dikatakan sebelumnya tadi. Kiranya menurut pengamatan Nyo Ko tadi, diketahuinya apabila Hoan It-ong hendak menyabet dengan jenggotnya ke kiri misalnya, maka kepalanya pasti meleng dulu ke sebelah kanan, jika jenggot hendak menyabet ke atas, maka kepala tentu menunduk lebih dulu. Dari situlah dia menetapkan siasatnya untuk memotong jenggot lawan harus pura-pura menghantam kepalanya dengan begitu barulah dia berani sesumbar akan menggunting jenggot lawan dalam tiga jurus saja. Hoan It-ong terkesima sejenak, ia merasa sayang dan murka pula karena jenggot yang sudah dirawatnya selama hidup itu telah digunting begitu saja, Cepat ia samber kembali tongkatnya, dengan kalap ia serampang pinggang Nyo Ko. Waktu masuk tadi Be Kong-co telah dijatuhkan oleh jenggot Hoan It-ong, maka ia sangat senang melihat jenggot orang terguling putus, serunya sambil tertawa. "He, Hoan cebol, tampangmu memangnya jelek, tanpa jenggotmu itu kau menjadi semakin buruk rupa!" Hoan It-ong tambak gemas sehingga serangannya bertambah dahsyat pula. Selama Nyo Ko bergebrak dengan Hoan It-ong, yang dipikirkan hanya jenggot orang saja sehingga belum diketahui sampai dimana kekuatan yang sesungguhnya, kini menghadapi tongkat lawan, ia ingin tahu bagaimana tenaganya, ketika tongkat lawan menyabet tiba, segera ia menangisnya dengan gunting. "trang", lengan terasa kesemutan dan gunting raksasa itu telah bengkok. Hanya satu jurus itu saja gunting itu sudah tak dapat digunakan lagi. Melihat perubahan itu, Kongsun Lik-oh menguatirkan pula keselamatan Nyo Ko, cepat ia berseru. "Nyo-kongcu, tenagamu tidak memadai Toasuhengku, buat apa kau menempurnya lagi?" Kegusaran Kongsun Kokcu bertambah sengit karena puterinya berulang kali membela orang luar, ia pelototi anak perempuannya itu, tertampak si nona mengawasi -Nyo Ko dengan penuh perhatian, ketika ia memandang Siao-liong-li, tertampak sikapnya hambar saja se-akan2 tidak ambil pusing terhadap keselamatan Nyo Ko. Karena itu Kong-sun Kokcu menjadi girang, ia pikir Siao-liong-li ternyata tidak mencintai Nyo Ko, terbukti keselamatan pemuda itu sedikitpun tidak dihiraukannya. Padahal Siao-Iiong-Ii cukup kenal kepintaran dan kecerdikan Nyo Ko, ilmu silatnya juga pasti tidak dibawah Hoan-It-ong, ia yakin pertarungan mereka pasti akan dimenangkan pemuda itu, makanya ia sama sekali tidak berkuatir. Dalam pada itu Nyo Ko telah membuang guntingnya yang sudah bengkok itu, lalu berkita. "Hoan-heng, kau pasti bukan tandinganku lebih baik kau menyerah saja!" Dengan gusar Hoan It-ong menjawab. "Asalkan kau sanggup mengalahkan tongkatku ini, segera aku membunuh diri!" Berbareng tongkatnya terus mengemplang sekerasnya. Namun sedikit Nyo Ko miringkan tubuhnya, tongkat itu jatuh disebelahnya, sekali kaki kiri Nyo Ko menginjak, dengan tepat batang tongkat itu terpijak. Sekuatnya Hoan It-ong mengangkat tongkatnya ke atas, tapi tubuh Nyo Ko juga lantas mengikuti gerakan tongkat itu dan terbawa ke udara, dengan mantap ia berdiri diatas tongkat dengan satu kaki, yaitu kaki kiri. Beberapa kali Koan it-ong menggerakkan tongkatnya agar Nyo Ko tergetar jatuh, tapi tak berhasil. Dengan murka Hoan It-ong hendak memutar tongkatnya, tapi Nyo Ko keburu melangkah maju melalui batang tongkatnya. Keruan gerakan aneh Nyo Ko ini sangat mengejutkan Hoan It-ong, sementara itu Nyo Ko sudah melangkah maju lagi satu tindak, mendadak kaki kanan melayang ke depan untuk menendang hidung-nya. Keadaan Hoan It-ong menjadi serba salah, musuh seperti melengket pada batang tongkatnya, kalau dirinya melompat mundur sama juga seperti membawa musuh lebih maju, kalau tidak melompat mundur jelas sukar menghindarkan tendangan lawan, sedang kedua tangan memegangi tongkat dan tak dapat digunakan menangkis, apalagi jenggotnya sudah tergunting sehingga tiada senjata buat menghela diri lagi. Dalam keadaan kepepet, terpaksa ia membuang tongkatnya dan melompat mundur untuk menghindari tendangan musuh. "trang", ujung tongkat mengetok lantai, ujung lain belum lagi jatuh sudah keburu dipegang oleh Nyo Ko. Be Kong-co, Nimo Singh dan lainnya bersorak memuji. Segera Nyo Ko ketokkan tongkat rampasannya itu ke lantai dan bertanya dengan tertawa "Apa abamu sekarang ? Muka Hoan It-ong merah padam, jawabnya penasaran. "Kau main licik, aku tetap tidak merasa kalah !" "Baik, boleh kita coba lag" Ujar Nyo Ko sambil melemparkan tongkat kepada Hoan It-ong. Ketika Hoan It-ong hendak menangkap tongkat itu, tak terduga mendadak tongkat itu melompat ke atas sehingga tangan Hoa It-ong menangkap angin, sekali ulur tangannya kembali Nyo Ko samber lagi tongkat itu. Serentak Be Kong-co dan lainnya bersorak pada lebih keras, sebaliknya muka Hoan It-ong semakin merah padam. Kim-lun Hoat-ong dan In Kek-si saling pandang dengan tersenyum, diam-diam mereka memuji kepintaran Nyo Ko. Kemarin mereka menyaksikan Ciu Pek-thong menimpuk orang dengan ujung tombak yang patab, tapi ujung tombak itu bisa berubah arah di tengah jalan sebelum mencapai sasarannya, jelas Nyo Ko telah menirukan cara Ciu Pek-thong itu. Dengan sendirinya Kongsun Kokcu dan anak muridnya tidak mengetahui seluk-beluk itu, mereka menjadi kaget dan heran atas kepandaian Nyo Ko. "Bagaimana, apakah perlu satu kali lagi ?" Tanya Nyo Ko dengan tertawa. Hoan It-ong merasa terguntingnya jenggot dan terampasnya tongkat adalah karena tertipu oleh kelicikan lawan, dengan sendirinya ia tidak mau mengaku kalah. Dengan suara keras dan gemas ia menjawab. "Jika kau dapat mengalahkan aku dengan kepandaian sejati barulah aku menyerah padamu." "Ilmu silat harus mengutamakan kecerdikan," Jengek Nyo Ko. "gurumu sendiri teramat tolol, anak muridnya dengan sendirinya goblok, makanya aku memberi nasehat lebih baik kau cari guru lain yang lebih pandai saja," Jelas ucapannya ini sama saja memaki Kongsun Kokcu. Keruan Hoan It-ong bertambah murka, dengan nekat ia menerjang maju. Dengan melintangkan tongkat Nyo Ko angsurkan senjata rampasannya itu kepada si kakek sambil berkata . "Sekali ini kau harus hati-hati, kalau sampai kurebut lagi jangan kau sesalkan orang." Hoan It-ong tidak berani menjawab, ia genggam tongkat sekencangnya dan siap siaga, ia pikir untuk dapat merampas lagi tongkat kecuali kau potong sekalian tanganku ini. "Awas ! " Terdengar Nyo Ko berseru sambil menubruk ke depan, tahu-tahu tangan kirinya sudah menempel ujung tongkat lawan, berbareng jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan terus menyolok kedua mata musuh, malahan kaki kirinya juga ikut menginjak batang tongkat. Inilah jurus "Go kau-toat-tiang" (merampas tongkat dari mulut anjing galak), suatu jurus maha sakti dari Pakkau-pang-hoat kebanggaan K,ay-pang itu. Dahulu ketika pertemuan besar Kay-pang (kaum pengemis)-di Kue-san, dengan jurus inilah Ui Yong telah merebut tongkat penggebuk anjing dari tangan Nyo Kong (ayah Nyo Ko) dan jadilah dia ketua Kay-pang yang disegani. Cara merebut senjata lawan dengan jurus sakti itu boleh di katakan tidak pernah meleset, seratus kali tembak seratus kali kena. Kalau dua kali yang duluan Nyo Ko berhasil merebut tongkat lawannya, walaupun caranya juga aneh, tapi gerakannya dapat diikuti dengan jelas oleh penonton, tapi sekali ini bahkan Hoa It-ong sendiri tidak tahu bagaimana caranya, sekejap mata saja tahu-tahu tongkatnya sudah berpindah ke tangan musuh. "Nah, cebol tua, sekali ini kau takluk tidak?" Seru Be Kong-co. "Dia pakai ilmu sihir dan bukan kepandaian sejati, mana aku mau menyerah ?" Jawab Hoan lt-ong penasaran. "Habis cara bagaimana baru kau mau takluk?" Tanya Nyo Ko dengan tertawa. "Kecuali kau merobohkan aku dengan kepandaian sejati," Sahut Hoan It-ong. Nyo Ko mengembalikan lagi tongkatnya dan berkata. "Baikiah, kita boleh coba-coba lagi beberapa jurus" Hoan It-ong sudah kapok terhadap cara orang merebut senjatanya dengan bertangan kosong, ia pikir sebaiknya bertanding senjata saja. Segera ia berkata pula. "Aku sendiri menggunakan senjata sebesar ini, sebaiknya kau bertangan kosong, andaikata aku menang juga kau merasa penasaran." "Jelas kau sudah kapok pada caraku merebut senjatamu dengan bertangan kosong," Ujar Nyo Ko dengan tertawa. "Baiklah, biar akupun menggunakan senjata untuk melayani kau." Ia coba memandang sekeliling ruangan, dilihatnya dinding sekitarnya tiada sesuatu pajangan apapun, apalagi senjata yang dapat digunakan Hanya di halaman sana ada dua pohon Liu dengan ranting pohon yang berlambaian menghijau permai. Ia pandang sekejap kepada Siao-liong-li dan berkata. "Kau ingin she Liu, biarlah kugunakan ranting pohon liu sebagai senjata," Segera ia melompat ke halaman sana dan mengambil sepotong ranting liu yang bulat tengahnya sekira tiga senti dan panjang satu meteran sehingga mirip pentung penggebuk anjing milik Kay-pang, mana daun Liu tidak dihilangkannya dari ranting itu sehingga kelihatannya lebih luwes. Diam-diam Hoan It-ong sangat mendongkol, ternyata Nyo Ko tidak menggunakan senjata yang umum, sebaliknya memakai ranting kayu seperti mainan anak kecil saja, cara ini jelas sangat meremehkan dia. Sementara itu Be Kong-co telah berseru. "Adik Nyo, kau pakai golokku ini!" Segera pula ia melolos goloknya sehingga memancarkan cahaya kemilauan, sungguh sebatang golok-pusaka yang tajam. "Terima kasih," Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Kata Nyo Ko. "Si cebol ini belum mendapatkan guru sakti, kepandaiannya masih terbatas, ranting kayu ini saja sudah cukup untuk mengajar dia," Tidak kepalang gusar Hoan It-ong dengan nada ucapan Nyo Ko itu kembali menghina nama baik gurunya, ia pikir pertarungan selanjutnya tidak ada ampun lagi. Segera ia putar tongkatnya dengan kencang, ia mainkan ilmu tongkat "Boat-cui-tiang-hoat (permainan tongkat gebyur air) yang meliputi 9 x 9 81 jurus. Permainan tongkatnya itu disebut "gebyur air" Maksudnya air digebyurkan juga takkan tembus, suatu tanda betapa kencang dan rapat putaran tongkatnya itu. Semula angin tongkatnya menyamber dahsyat, tapi setelah belasan jurus, lambat-laun terasa arah tongkatnya rada tergeser ujung tongkatnya. Kiranya Nyo Ko telah menggunakan gaya "lengket" Dari Pak - kau - pang - hoat, ujung ranting kayu menempel pada ujung tongkat, ke timur tongkat itu mengarah, ke timur pula ranting kayunya mengikut dan begitu pula seterusnya, tapi berbareng itu dia tambahi tenaga betotan atau tolakan menurut gerakan tongkat lawan sehingga mau-tak-mau ujung tongkat selalu tergeser arahnya. ilmu ini adalah sejalan dengan "Si-nio-boat-jian-kin" (empat tahil menolak ribuan kati), sejenis ilmu "pinjam tenaga musuh untuk menghantam musuh sendiri) yang pasti diyakinkan oleh setiap jago silat. Gaya "lengket" Dalam ilmu permainan pentung kaum Kay-pang itu diciptakan juga menurut kunci ilmu silat tadi, gayanya bagus dan tenaganya sukar diukur. Tentu saja Kongsun Kokcu semakin heran sama sekali tak terduga olehnya bahwa seorang muda belia bisa memiliki ilmu sakti sehebat itu. Dilihat nya tenaga pada tongkat Hoan It-ong semakin lemah, sebaliknya kekuatan pada ranting kayu Nyo Ko bertambah dahsyat, belasan jurus lagi seluruh badan Hoan It-ong sudah terkekang oleh setiap gerakan ranting kayu anak muda itu, semakin kuat Hoan It-ong putar tongkatnya, semakin berat pula rasanya untuk menguasai diri sendiri. Sampai akhirnya dia merasa seperti tersedot ke tengah pusaran angin lesus yang dahyat sehingga kepala terasa pusing dan pandangan kabur. "Mundur, It-ong!" Mendadak Kongsun Kokcu menepuk meja sambil berseru, suaranya menggelegar mengagetkan orang. Hati NyoKo juga terkesiap, ia pikir masakah begitu mudah muridmu akan lolos dari tanganku, Sedikit tangannya bergerak, dan gaya "lengket" Dia ganti dengan gaya "putar", ia berdiri tegak, tapi pergelangan tangannya terus bergerak dalam putaran kecil sehingga Hoan It-ong ikut terbawa dari kiri ke kanan dan berputar dengan cepat seperti gasingan. Semakin cepat Nyo Ko putar tangannya, semakin kencang pula putaran Hoan It-ong, tongkat baja yang dipegangnya itu juga berputar menegak seperti poros gasingan saja. "Kau sanggup berdiri tegak tanpa roboh, betapapun kau terhitung jagoan!" Seru Nyo Ko sambil menyesakkan ranting kayunya ke atas, lalu ia melompat mundur. Dalam pada itu lahir batin Hoan It-ong serasa tak terkuasai Iagi, langkahnya semponyongan, kalau berputar beberapa kali lagi pasti akan terbanting roboh. Se-konyong2 Kongsun Kokcu melompat ke atas, selagi terapung di udara, sebelah tangannya terus menggablok ujung tongkat, lalu melompat kembali ke tempatnya semula dengan enteng. Gablokannya kelihatan pelahan, tapi membawa tenaga maha dahsyat, kontan tongkat baja itu ambles ke tanah hampir semeter dalamnya dan seketika tidak berputar Iagi. Dengan berpegangan pada tongkat itu barulah Hoan It-ong tidak jadi jatuh, namun begitu tubuhnya tetap terhuyung kian kemari laksana orang mabuk. Siau-siang-cu, In Kik-si dan lainnya sebentar memandang Nyo Ko, lain saat memandang Kongsun Kokcu, mereka pikir kedua orang ini sama hebatnya dan sukar ditandingi, biarkan saja keduanya saling genjot, bahkan mereka berharap kedua orang itu mampus semua. Hanya Be Kong-co saja yang berhati polos, jika bisa ia ingin membantu Nyo Ko. Mendadak Hoan It-ong berlari dan berlutut di hadapan sang guru, ia menyembah beberapa kali, tanpa bicara kepalanya terus dibenturkan ke tiang rumah. Perbuatannya ini sungguh tak terduga oleh siapapun, tiada yang menyangka bahwa watak kakek cebol itu ternyata begitu keras, kalah bertanding terus menempuh jalan pendek dengan membunuh diri. Kongsun Kokcu menjerit kaget sambil meloncat maju untuk menjambret punggung Hoan It-ong tapi lantaran jaraknya terlalu jauh, pula benturan Hoan Itong itu dilakukan dengan sangat cepat, jambretnya itu ternyata luput. Sementara itu kepala Hoan It-ong telah dibenturkan dengan sepenuh tenaga, tampaknya kepalanya pasti akan pecah berantakan Tapi mendadak terasa tempat yang terbentur oleh batok kepalanya itu sangat lunak, empuk seperti kasur. Waktu ia menengadah, terlihat Nyo Ko telah berdiri di depannya dengan menjulurkan kedua tangannya, rupanya pemuda ini berdiri paling dekat dengan Hoan It-ong, ketika melihat gerak-gerik kakek itu mencurigakan segara ia bersiap dan sempat mengadang di depan untuk menyelamatkannya. "Hoan-heng, apakah kau tahu kejadian apa yang paling menyedihkan di dunia ini?" Tanya Nyo Ko. "Apa itu?" Hoan It-ong balik bertanya dengan melenggong. "Akupun tidak tahu." Ujar Nyo Ko dengan pedih. "Hanya duka hatiku berpuluh kali lebih hebat daripadamu, sedangkan aku sendiri belum lagi bunuh diri, mengapa kau malah melakukan hal demikian?" "Kau menang bertanding, apa yang membuatmu berduka?" Kata Hoan It-ong. Nyo Ko menggeleng jawabnya. "Kalah atau menang bertanding bukan soal bagiku, selama hidupku ini entah sudah berapa kali dihajar orang. Yang jelas betapa cemas dan kuatirnya gurumu ketika melihat kau hendah membunuh diri, kalau aku yang membunuh diri tapi guruku sama sekali tidak ambil pusing. inilah hal yang paling menyedihkan bagiku." Belum lagi Hoan It-ong paham apa yang dimaksudkan si Nyo Ko, terdengar Kongsun Kokcu membentaknya." It-ong; jika kau berbuat bodoh lagi berarti kau tidak taat kepada perintah garu, Kau berdiri saja disamping sana, saksikan gurumu membereskan bocah ini." Hoan It-ong paling hormat kepada sang guru, ia tak berani membantah dan segera berdiri ke sana sambil melotot kepada Nyo Ko. Mendengar Nyo Ko mengatakan kalau dia membunuh diri juga gurunya tidak ambil pusing seketika mata Siao-Iiong-li basah ber-kaca2, pikirnya. "Jika kau mati, masakah aku mau hidup sendiri?" Setiap selang sejenak Kongsun Kokcu tentu memandang sekejap kepada Siao-liong-li untuk mengawasi gerak-geriknya, ketika mendadak nampak si nona hendak meneteskan air mata lagi segera ia menepuk tangan tiga kali dan berseru. "Tangkap bocah ini!" Tepuk tangan tiga kali adalah tanda perintah kepada anak muridnya, Rupanya Kongsun Kokcu ingin menjaga harga diri dan merasa tidak sesuai untuk bertempur dengan anak muda seperti Nyo Ko. Begitulah anak muridnya serentak mengiakan, 16 orang terbagi berdiri di empat sudut, setiap empat orang lantas membentangkan sebuah jaring ikan. Datangnya Nyo Ko berombongan dengan Kim-lun Hoat-ong dan lain2, kalau persoalannya sudah lanjut begini, pantasnya Kim-lun Hoat-ong harus membuka suara untuk melerai, tapi dia cuma tersenyum dingin saja dan tetap menonton belaka. Kongsun Kokcu tidak tahu maksud sikap Hoat-ong yang tak acuh itu, ia kira orang mengejeknya takkan mampu menandingi Nyo Ko, diam-diam ia mendongkol dan hendak memperlihatkan kemahirannya. Segera ia menepuk tangan lagi tiga kali, serentak ke-16 anak muridnya tadi bergeser bertukar tempat sehingga lingkaran kepungan mereka terhadap Nyo Ko semakin ciut. Melihat empat jaring lawan semakin mendekat, seketika Nyo Ko menjadi bingung dan tak berdaya, Ciu Pek-thong yang maha sakti itu saja tertawan oleh jaring lawan apalagi diriku? Pula Ciu Pek-thong cuma berusaha meloloskan diri saja dan dapat melemparkan Be Kong-co dan Hoan It-ong ke dalam jaring, lalu dia berhasil kabur sebaliknya sekarang aku justeru ingin tinggal di sini dan, tak ingin lari. Terdengar diantara anak murid Cui-sian-kok berseragam hijau itu ada yang bersuit, empat buah jaring mereka serentak bergeser lagi berganti posisi, sebentar bersilang, lain saat melintang atau menegak, mendatar atau menyerang dan terus mendesak maju. Seketika sukar bagi Nyo Ko untuk melanyani kepungan jaring2 itu, terpaksa ia berputar kayun lari di ruangan itu, dengan Ginkang maha tinggi aliran Ko-bong-pay ia terus melayang kian kemari, ia menghindari pertarungan dari depan, tapi berusaha membuat musuh merasa bingung dan tak dapat meraba ke mana dia hendak bergeser Namun ke-16 orang itu ternyata tidak ikut berputar seperti Nyo Ko melainkan terus memper-sempit kepungan mereka. Sambil berlari Nyo Ko memeriksa pula tempat kelemahan barisan musuh, setelah mengikuti beberapa kali perubahan, segera dapat ditarik kesimpulan bahwa barisan jaring musuh itu menirukan jaring labah2, biasanya labah2 bersembunyi lebih dulu, kalau musuh sudah terjebak barulah mangsanya ditangkap. ia pikir untuk memboboI-nya harus digunakan senjata rahasia. Maka sambil berputar cepat segera ia menyiapkan segenggam Giok-hong-ciam (jarum tawon putih), ketika empat orang di sebelah kiri mulai mendekat, mendadak tangannya bergerak, tapi yang diincar justeru empat orang di sebelah kanan. Senjata rahasia jarum lembut ini biasanya tak pernah meleset, apalagi jaraknya sekarang sangat dekat, Nyo Ko yakin keempat orang itu pasti akan termakan oleh jarumnya itu. Tak terduga gerakan keempat orang itupun sangat cepat, begitu nampak tangan lawan bergerak serentak mereka mengangkat jaringnya ke atas, terdengarlah suara gemerincing nyaring pelahan. Jarum2 itu tersedot seluruhnya oleh jaring. Kiranya jaring itu teranyam dari benang emas dan baja yang sebagian bertenaga semberani yang amat kuat, sekali jaring itu dibentangkan, betapapun lihay senjara rahasia lawan tentu akan tertahan seluruhnya. Nyo Ko mengira serangannya pasti berhasil tak terduga jaring musuh ternyata memiliki daya guna sehebat itu, dalam seribu kesibukannya ia sempat melotot kearah Kongsun Kokcu, ia pikir orang ini sungguh maha lihay dan dapat menciptakan senjata yang begitu aneh. Gagal dengan rahasianya, terpaksa Nyo Ko memikirkan jalan lain untuk membobol kepungan musuh. Sementara itu jaring lawan sebelah kanan sudah mendekat, sekali pimpinannya berseru, terlihatlah gemerdepnya cahaya, sehelai jaring terus menyambar tiba. Segera Ny Ko mengegos dan bermaksud menerobos ke sebelah sana, tapi jaring depan dan belakang juga menubruk tiba bersama. Mau-tak-mau Nyo Ko mengeluh juga, ia pikir sekali ini diriku pasti akan disiksa habis-habisan oleh Kokcu jahanam ini apabila aku sampai tertawan olehnya. Selagi Nyo Ko berkuatir, tiba-tiba terdengar seorang pemegang jaring di belakang menjerit, waktu dia menoleh, dilihatnya Kongsun Lik-oh telah jatuh tersungkur, ujung jaring yang dipegangnya menjadi tertarik juga ke bawah. Itulah suatu peluang ditengah barisan jaring musuh, tanpa pikir lagi Nyo Ko, secepat kilat ia melompat ke sana dan menerobos keluar dari kepungan musuh, Sekilas dilihatnya Kongsun Lik-oh lagi merintih kesakitan, tapi berulang nona itu memberi isyarat kedipan mata agar Nyo Ko lekas lari meninggalkan tempat berbahaya itu. Tergerak hati Nyo Ko, pikirnya. "Nona ini telah menyelamatkan diriku dengan mengorbankan dirinya, budi kebaikannya sungguh sukar kubalas, Jika kupergi begini saja, tentu Kokoh akan menikah dengan Kokcu jahanam itu, Biarlah ku-labrak dia dengan mati-matian, andaikata tertawan dan tersiksa juga takkan kutinggalkan tempat ini." Berkorban bagi cinta suci, matipun dia tidak menyesal. Dia terus berdiri di ujung ruangan sana sambil menatap tajam kepada Siao-liong-Ii, ia pikir masakah kau sama sekali tidak ambil pusing menyaksikan aku bergumul dengan malapetaka yang akan menimpa diriku ini. Terlihat Siao-liong-li tetap menunduk tanpa bersuara. Akan tetapi rasa sedih dan duka nestapa dalam hatinya saat itu sesungguhnya jauh melebihi Nyo Ko. Kalau Nyo Ko tanpa tedeng aling-aling mengutarakan isi hatinya secara terus terang, biarpun menderita juga tekanan batinnya sudah terlampiaskan sebagian. Tapi Siao-liong-li hanya tutup mulut saja, padahal dalam hati penuh rasa kasih sayang kepada pemuda, namun pemuda itu mana bisa mengetahuinya. Keris Maut Karya Kho Ping Hoo Keris Pusaka Nagapasung Karya Kho Ping Hoo Bara Naga Karya Yin Yong