Ceritasilat Novel Online

Kembalinya Pendekar Rajawali 40


Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung Bagian 40


Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya dari Chin Yung   Dalam pada itu Kongsun Kokcu telah menepuk tangan lagi dua kail keempat jaring ikan yang terbentang tadi serentak mundur, Lalu katanya terhadap Kongsun Lik-oh.   "Mengapa kau ?"   "Kakiku mendadak kejang dan kesakitan,"   Jawab Kongsun Lik-oh.   Sudah tentu Kongsun Kokcu tahu puterinya jatuh hati kepada Nyo Ko sehingga pada detik yang menentukan tadi sengaja memberi peluang kepada pemuda itu untuk lolos, Lantaran dihadapan orang luar, ia merasa tidak enak untuk mengumbar rasa gusarnya, segera ia mendengus dan berkata.   "Baik, kau mundur saja. Capsiji maju, gantikan tempatnya !"   Dengan Kepala menunduk Kongsun Lik-oh mengundurkan diri, sedangkan seorang anak muda yang rambutnya dikucir dua mengiakan maju dan memegang ujung jaring yang dipegang Kongsun Lik-oh tadi.   Kongsun Lik-oh sempat melirik sekejap kepada "Nyo Ko dengan penuh rasa menyesal.   Diam2 Nyo Ko merasa bersalah dan menyesal juga tak dapat memenuhi maksud baik si nona yang sengaja hendak menolongnya itu.   Kembali Kongsun Kokcu bertepuk tangan lagi empat kali, mendadak ke-16 anak muridnya tadi mengundurkan diri ke ruangan dalam, Nyo Ko melengak, ia heran apakah orang mengaku kalah begitu saja? Ketika ia berpaling, dilihatnya air muka Kongsun Lik-oh penuh rasa cemas dan kuatir serta berulang memberi isyarat pula kepadanya agar lekas melarikan diri saja.   Melihat sikap nona itu, tampaknya sebentar lagi bakal datang bencana maut yang sukar dihindarinya.   Nyo Ko hanya tersenyum, sebaliknya ia seret sebuah kursi, lalu duduk di situ.   Dalam pada itu terdengar di ruangan dalam ada suara gemerincing nyaring, sejenak kemudian ke-16 anak murid tadi telah muncul lagi, tangan mereka tetap memegangi jaring, Hanya saja jaring mereka sudah berganti dengan jaring yang penuh terpasang kaitan dan pisau kecil, melihat sinarnya yang gemerlapan, jelas kaetan dan pisau2 itu sangat tajam, asal terkurung ditengah jaring, tentu seluruh tubuh akan tersayat dan mustahil bisa hidup lagi.   Segera Be Kong-co berteriak "He, sahabat Kokcu, mengapa kau menggunakan senjata sekeji itu terhadap tamu, kau tahu malu tidak?"   Sambil menuding Kyo Ko, Kongsun Kokcu berkata.   "Bukan keinginanku hendak membunuh kau, soalnya berulang kali telah kusuruh kau pergi saja dari sini dan kau tidak mau."   Betapapun Be Kong-co juga ngeri melihat ke-empat jaring yang berkait tajam itu, segera ia berbangkit dan menarik "Nyo Ko, katanya.   "Adik Nyo, orang busuk macam begini sebaiknya kita jauhi saja, buat apa kau merecoki dia lagi?"   Nyo Ko tidak menjawab, ia menatap ke arah Siao-liong-li dan ingin dengar apa yang dikatakan si nona.   Siao-liong-li sendiri memang merasa bimbang, Bahwa dia mau menikah dengan Kongsun Kokcu adalah karena dia berterima kasih atas pertolongan jiwanja, pula tempat kediamannya yang indah permai dan terpencil ini juga cocok sebagai tempat untuk menghindari pencarian Nyo Ko, apalagi setelah berdiam beberapa hari, ia merasa sang Kokcu adalah seorang yang berpengetahuan luas dan pandai, jelas seorang yang serba pintar, maka sedikit banyak timbul juga rasa sukanya dam merasa mantap untuk hidup bersamanya.   Siapa tahu dunia yang luas ini terkadang juga seperti sangat ciut, justeru Nyo Ko bisa muncul ditanah sunyi ini.   Kini menyaksikan Kongsun Kokcu mengeluarkan barisan jaring berkait itu, ia pikir Nyo Ko pasti tak terhindar dari kematian, iapun sudah bertekad, asalkan Nyo Ko terkurung oleh jaring, segera ia sendiripun akan menubruk ke atas jaring itu untuk mati bersama pemuda itu.   Berpikir sampai disini tanpa terasa ia tersenyum simpul dan berhati lega.   Sudah tentu lika-liku yang dipikir Sian-liong-li itu tidak diketahui oleh Nyo Ko, pemuda itu justeru menyangka kebalikannya, ia pikir diriku sedang terancam bahaya maut, tapi kau masih dapat tersenyum gembira, keruan rasa pedih hatinya bertambah hebat.   Namun pada saat dia merasa pedih, dongkol dan gelisah itulah, sekilas timbul sesuatu pikiran pada benaknya, Keputusan apapun yang diambilnya selalu dilakukannya dengan sangat cepat, tanpa pikir lagi untuk kedua kalinya, langsung ia mendekati Siao-liong-li, dengan sedikit membungkuk uf.   berkata.   "Kokoh, Ko-ji sedang menghadapi kesukaran, mohon pinjam Kim-Ieng-soh (selendang bergenta emas) dan Ciang-doh (sarung tangan) untuk kupakai sebentar."   Yang terpikir oleh Siao-liang-Ii pada saat itu adalah betapa bahagianya dapat mati bersama Nyo Ko, selain itu tiada sesuatu lagi yang terpikir-olehnya.   Karena itu tanpa menjawab ia terus mengeluarkan sepasang sarung tangan putih dan sehelai selendang sutera putih serta diangsurkan kepada pemuda itu.   Dengan tenang Nyo Ko menerima benda2 itu, katanya pula sambil menatap tajam wajah Siao-liong-Ii.   "Sekarang engkau telah mengakui di-riku?"   Dengan penuh kasih sayang Siao-liong-li menjawab dengan tersenyum .   "Di dalam hati sejak tadi sudah kukenali dirimu !"   Seketika semangat Nyo Ko terbangkit, tanyanya pula dengan suara gemetar.   "Jadi kau pasti akan ikut pergi bersamaku dan takkan menikah dengan Kokcu ini, bukan? "Ya, aku bertekad akan ikut pergi bersamamu dengan sendirinya takkan menikah dengan orang lain,"   Jawab Siao-liong-li dengan tersenyum.   "Ko-ji, jelas aku ini adalah isterimu."   Jawaban Siao-liong-li yang cukup tegas ini sudah tentu sangat mengejutkan orang, terutama Kongsun Kokcu, mukanya menjadi pucat pasi, mendadak ia bertepuk tangan empat kali dengan keras sebagai tanda perintah kepada anak muridnya agar melancarkan serangan serentak.   "Tanpa bicara lagi ke-16 anak muridnya tadi terus bergerak sambil membentang jaring mereka. Bagi Nyo Ko, ucapan Siao-liong-Ii bagaikan obat mujarab yang telah menghidupkan dia dari kematian, seketika keberaniannya berlipat ganda, andaikan di depannya sekarang mengadang lautan api atau minyak mendidih juga tak terpikir lagi olehnya. Segera ia memakai sarung tangan yang kebal senjata itu, sedang Kim-leng-seh pada tangan kanan terus digentakkan hingga menimbulkan suara "ting-ting"   Yang nyaring, laksana ular putih saja selendang sutera putih itu terus menyambar ke depan.   Pada ujung selendang putih itu terikat sebuah keleningan emas yang dapat berbunyi ketika selendang itu menjulur dan mengkeret lagi, kontan keleningan emas itu telah tepat mengetok "lm-kok-hiat"   Lawan yang berada di sebelah kanan, ketika selendang itu tertarik balik, kembali seorang lawan di sebelah kiri juga tertutuk, seketika lengan orang itu lemas tak bertenaga dan dengan sendirinya jaring yang dipegangnya terlepas dari tangannya.   Dua kali serangan kilat ini benar2 luar biasa, sekaligus selendang berkeleningan itu bergerak, seketika barisan jaring musuh kena dibobolkan.   Waktu keempat orang yang memegangi jaring sebelah barat tertegun sejenak, sementara itu Kim-leng-soh yang disabetkan Nyo Ko telah menyambar tiba pula.   "ting-ting", kembali dua orang diantaranya tertotok roboh lagi. Tapi pada saat itu juga jaring di sebelah belakang telah menubruk tiba, kaitan dan pisau kecil yang terpasang di jaring itu segera akan melukainya, terpaksa Nyo Ko gunakan tangan kiri untuk mencengkeram jaring musuh terus di betot sekuatnya, Karena dia bersarung tangan pusaka, meski kaitan dan pisau tajam itu tercengkeram olehnya juga takkan melukainya. Sejak dia menciptakan aliran ilmu silatnya sendiri, setiap gerak-geriknya boleh dikatakan selalu timbul secara otomatis dan tanpa ragu. Kini jaring yang kena dicengkeramnya itu segera digentakkan sehingga jaring berbalik menyamber ke arah para pemegangnya. Yang dilatih anak murid Cui-sinkok itu adalah menyerang dengan jaring serta kemungkinan lolosnya musuh, sama sekaki tak terpikir oleh mereka bahwa jaring dapat terbalik hendak makan mereka, keruan mereka terkejut ketika melihat pisau dan kaitan tajam di dalam jaring yang menyambar kepala mereka itu, sambil menjerit ketakutan cepat mereka melompat mundur dan melepaskan jaring yang mereka pegang. Anak muda yang berkuncir kecil tadi lebih lemah, tidak urung pahanya terluka oleh pisau sehingga mengucurkan darah, ia jatuh tersungkur dan menangis kesakitan.   "Jangun takut, adik cilik, takkan kulukai kau,"   Kata Nyo Ko sambil tertawa, Segera ia taburkan kait jaring yang dirampasnya itu, sedang tangan lain memutar Kim-leng-soh, terdengar suara gemerincing nyaring bunyi keleningan serta benturan pisau dan kaitan tajam pada jaring rampasan itu.   Melihat lceperkasaan Nyo Ko, mana anak murid itu berani maju lagi, mereka berdiri di sudut sana, cuma tanpa perintah sang guru, biarpun takut merekapun tak berani melarikan diri, Keadaan yang sesungguhnya mereka sudah dikalahkan Nyo Ko walaupun secara resmi mereka belum mengaku kaIah.   Be Kong-co terus bertepuk tangan dan bersorak, tapi hanya dia sendiri saja yang bersorak sehingga terasa kesepian, ia menjadi rikuh sendiri ia melotot pada Kim-Iun Hoat-ong dan menegur.   "He, Hwesio gede, memangnya kepandaian adik Nyo itu kurang bagus? Mengapa tidak bersorak memuji?"   "Bagus, bagus sekali kepandaiannya!"   Jawab Hoat-ong tertawa.   "Tapi kan juga tidak perlu gembar-gembor begitu rupa, toh!"   "Sebab apa?"   Omel Be Kong-co pula dengan mendelik.   Sementara itu Kim-lun Hoat-ong melihat Kongsun Kokcu sedang melangkah ke tengah ruangan, maka ia tidak gubris lagi apa yang dikatakan Be Kong-co.   Setelah mendengar ucapan Siao-liong-li yang menyatakan bertekad ikut pergi bersama Nyo Ko, maka sadarlah Kongsun Kok-cu bahwa impiannya yang muluk2 selama setengah bulan ini akhirnya cuma kosong belaka, ia menjadi sangat kecewa dan gusar pula, pikirnya .   "Jika kugagal mendapatkan hatimu. paling tidak aku harus mendapatkan tubuh-mu, Biarlah kubinasakan binatang cilik ini, dengan begitu mau-tak-mau kau harus ikut padaku, lama2 pikiranmu tentu juga akan berubah."   Meski wataknya kereng dan kejam, tapi iapun dapat membedakan antara yang benar dan salah.   Gadis cantik seperti Siao-liong-li itu telah menyanggupi sendiri menjadi isterinya dan hari ini akan berlangsung upacara nikahnya, tapi mendadak muncul si Nyo Ko dan mengacaukan semuanya itu tentu saja ia sangat murka.   Melihat kedua alis sang Kokcu yang menegak dan merapat sehingga mata-alisnya seakan-akan tegak semua, Nyo No terkejut dan waswas, sambil memegang Kim-leng-soh dan jaring rampasannya ia siap siaga sepenuhnya, ia menyadari mati-sendiri dan sengsara atau bahagia Siao-liong-li hanya bergantung pada pertarungan yang menentukan ini, maka sedikitpun ia tak berani gegabah.   Dengan pelahan Kongsun kokcu terus mengitari Nyo Ko, sebaliknya Kyo Ko juga berputar dengan pelahan, panjangnya sedikitpun tak pernah meninggalkan tatapan musuh yang tajam itu, Ternyata sang Kokcu masih belum mau turun tangan, tapi ia tahu sekali musuh sudah menyerang tentu digunakan jurus serangan yang maha lihay.   Sejenak kemudian, mendadak kedua tangan sang Kokcu menjulur lurus ke depan tiga kali, lalu bertepuk dan menimbulkan suara "creng"   Laksana bunyi dua potong besi yang dibenturkan.   Nyo Ko terkesiap dan melangkah mundur setindak, tapi tangan kanan Kongsun Kokcu mendadak menyamber tiba, tahu-tahu jaring ikan rampasan itu kena dicengkeramnya terus dibetot sekuatnya.   Merasa tenaga betotan lawan luar biasa dahsyatnya, tangan sendiri sampai terasa sakit, terpaksa Nyo Ko melepaskan jaring itu.   Kongsun Kokcu melemparkan jaring itu kepada anak muridnya tadi sambil membentak.   "Mundur-semua!"   Kaku sitam tepukan tangan Kongsun Kokcu itu sangat mengejutkan orang, sekarang semua orang bertambah kaget dan heran pula bahwa tangan sang Kokcu yang jelas telanjang itu ternyata tidak gentar akan ketajaman pisau dan kaitan yang terdapat pada jaring itu.   Biarpun Kongsun Lik-oh adalah anak perempuannya juga diketahui ilmu silat sang ayah memang sangat tinggi dan tidak tahu ayahnya memiliki kepandaian sehebat itu, Hanya Hoan It-ong saja sebagai muridnya yang tertua kenal kepandaian sejati sang guru, ia pandang Nyo Ko dan berkata dalam hati.   "Hari ini kau pasti mampus!"   Setelah jaringnya terebut, Nyo Ko tidak beri kesempatan lagi kepada lawan untuk mendahuluinya, selendang sutera bergerak, keleningan berbunyi "ting-ting", sekaligus ia incar dua Hiat-to di bagian leher dan bahu, serangan ini hanya penjajagan saja, karena Nyo Ko belum tahu betul betapa lihaynya lawan.   Ilmu silat Kongsun Kokcu memang menyendiri serangan Nyo Ko itu ternyata tidak digubris olehnya, malahan sebelah tangannya terus menjulur ke depan.   dan mencengkeram lengan Nyo Ko.   Terdengar suara "ting-ting"   Dua kali, kedua tempat Hiat-to yang diincar Nyo Ko itu dengan tepat terketok oleh keleningan namun Kongsun Kokcu seperti tidak merasakan apa2, cengkeramannya tadi mendadak terbuka terus menyodok ke dagu kiri anak muda itu.   Nyo Ko tahu kalau Lwekang seseorang sudah berlatih sempurna, maka setiap saat dapat menutup Hiat-to di tubuh sendiri apabila menghadapi serangan musuh.   Ada juga Lwekang yang aneh seperti apa yang dilatih Auyang Hong secara terbalik itu sehingga membingungkan serangan musuhnya.   Tapi cara Kongsun Kokcu menghadapi serangannya yang sama sekali se-akan tidak merasakan sesuatu, seperti di tubuhnya tidak terdapat Hiat-to, kepandaian ini benar2 sangat luar biasa, Nyo Ko mengkeret dan jeri.   Sementara itu kedua tangan Kongsun Kokcu bergerak naik turun, telapak tangan samar2 bersemu hitam.   Angin pukulannya terasa menyamber dengan dahsyat.   Nyo Ko tahu kelihayan lawan dan tak berani menangkisnya dengan keras lawan keras, sembari menggunakan Kim-leng-soh untuk melayani serangan musuh, tangan yang lain digunakan menjaga diri dengan rapat.   Dalam sekejap saja belasan jurus sudah berlangsung, Nyo Ko memperhatikan setiap serangan musuh dengan cermat, tiba2 hatinya tergerak "ilmu pukulan Kokcu ini tidak aneh, rasanya aku pernah melihatnya entah di mana?"   Pada suatu kesempatan mendadak ia melompat mundur sambil berseru.   "He, apakah engkau kenal Wany&n Peng?"   Kiranya Nyo Ko melihat gaya pukulan Kokcu ini serupa dengan ilmu silat Wanyan Peng, hanya kekuatan Kokcu ini jauh berbeda dengan Wanyan Peng yang lemah itu.   Kongsun Kokcu tidak menjawab, sebaliknya ia terus menubruk maju lagi dan melancarkan pukulan dahsyat.   Sekali ini Nyo Ko melihat gaya pukulannya tidak sama dengan Wanyan Peng, untuk menghindar terasa tidak keburu lagi, terpaksa Nyo Ko menangkisnya dengan tangan kiri.   "PIak", kedua tangan beradu, Nyo Ko tergetar mundur dua-tiga tindak, sebaliknya Kongsun Kokcu tetap berdiri di tempatnya, hanya tubuhnya tergeliat sedikit Kedua tangan begitu beradu terus berpisah pula tapi kontan Nyo Ko merasakan suatu arus hawa panas menyusup ke tangannya, keruan ia terkejut pikirnya.   "Hebat benar tenaga pukulan jahanam ini, padahal sarung tangan Kokoh yang kupinjam ini kebal terhadap senjata tajam macam apapun, tapi ternyata tidak mampu menahan tenaga pukulannya."   Meski kelihatan Kongsun Kokcu berdiri tanpa terhuyung dan seperti lebih unggul, tapi sesungguhnya dadanya juga terasa sakit karena getaran tenaga pukulannya Nyo Ko, iapun terkejut dan heran.   "Bocah ini masih muda belia, ternyata mampu menahan pukulanku yang dahsyat ini. Jika terlibat lebih lama, rasanya belum tentu dapat membinasakan dia, sebaliknya kalau berakhir sama kuat maka musnahlah pamorku ini."   Mendadak ia bertepuk tangan pula dua kali sehingga menimbulkan nyaring, ia menoleh kepada puterinya dan berseru.   "Ambilkan senjataku!"   Kongsun Lik-oh menyadari apabila senjata sang ayah dikeluarkan, maka bagi Nyo Ko hanya ada kematian saja dan tak mungkin bisa selamat. Karena sedikit ragu dan merandeknya itu, dengan suara bengis Kongsun Kokcu membentak pu!a.   "Ambilkan senjataku, kau dengar tidak ?"   Dengan muka pucat Kongsun Lik-oh mengiakan dan cepat berlari keruangan belakang.   Nyo Ko telah mengikuti sikap ayah beranak itu, ia pikir dengan bertangan kosong saja aku tidak dapat melawannya, apalagi sekarang akan digunakan lagi senjata apa, mana aku dapat lolos dengan hidup.   Mumpung ada kesempatan, biarlah kulari saja sekarang.   Segera ia mendekati Siao-lioag-li dan mengulurkan tangan, katanya.   "Kokoh, marilah ikut padaku."   Kongsun Kokcu sudah siap pukulannya yang maha dahsyat, asalkan Siao-liong-li berbangkit dan menggenggam tangan Nyo Ko, seketika dia akan menubruk maju untuk menghancurkan punggung anak muda itu, ia sudah ambil keputusan akan membinasakan Nyo Ko andaikan diri sendiri juga akan terluka parah.   Ia pikir kalau sampai calon isteri itu ikut pergi bersama Nyo Ko, lalm apa artinya pula hidup ini baginya ? Tak terduga Siao-liong-li tidak lantas berbangkit, ia hanya menjawab dengan hambar.   "Kini belum waktunya, Ko-ji, selama beberapa hari ini apakah kau baik2 saja?" - Betapa mesranya pertanyaannya yang terakhir itu jelas tertampak.   "Engkau tidak marah lagi padaku, Kokoh?"   Jawab Nyo Ko. Siao-Iiong-li tersenyum hambar, katanya.   "Mana aku dapat marah padamu? Coba sini, putar tubuhmu!"   Nyo Ko menurut dan memutar tubuhnya, ia tidak tahu apa kehendak si nona, tiba2 Siao-liong-li mengeluarkan benang dan jarum, kemudian diukurnya baju bagian punggung Nyo Ko yang robek tercengkeram oleh Koagsun Kokcu tadi.   "Sudah sekian lamanya kuingin membuatkan S(itaah baju baru bagimu, tapi mengingat selanjutnya tak bakalan bertemu lagi dengan kau, untuk apa kubuatkan baju baru? Ai, sungguh tidak nyana engkau akan mencari ke sini,"   Sembari berkata dengan gegetun, Siao-liong-li lantas menggunakan sebuah gunting kecil untuk memotong sebagian lengan baju sendiri untuk menambal baju Nyo Ko yang robek itu.   Dahulu waktu mereka masih tinggal di kuburan kuno, apabila baju Nyo Ko robek, selalu Siao-liong-li menambalkan bajunya dengan cara demikian, Kinl kedua orang sudah tidak memikirkan mati hidup lagi dan seakan2 berada berduaan saja mesti di ruangan itu sorot mata semua orang sedang memperhatikan gerak-gerik mereka.   Kim-lun Hoat ong lain2 saling pandang dengan heran dan kagum pula, Kongsun Kokcu juga terkesima, seketika tak tahu apa yang harus dilakukannya.   "Selama beberapa hari ini aku telah bertemu dengan beberapa orang yang menarik,"   Tutur Nyo Ko pula.   "Coba terka, Kokoh, darimanakah kuperoleh gunting raksasa itu?"   "Ya, memangnya akupun heran seakan2 kau sudah menduga sebelumnya bakal bertemu dengan si jenggot cebol itu di sini, maka sengaja pesan sebuah gunting raksasa untuk memotong jengggotnya,"   Ujar Siao-liong-Ii.   "Ai, kau sungguh nakal orang memiara jenggotnya dengan susah payah selama berpuluh tahun, tapi sekejap saja sudah kau potong, bukankah sangat sayang?"   Melihat betapa kedua orang itu bicara dengan mesranya, rasa cemburu Kongsun Kokcu seketika berkobar, segera sebelah tangannya mencengkeram kedada Nyo Ko sambil membentak.   "Anak jadah, terlalu temberang kau, memangnya kau anggap tiada orang lain di sini?"   Tapi kini biarpun langit ambruk atau bumi amblas juga takkan digubris oleh Nyo Ko, serangan Kongsun Kokcu itu ternyata tidak dihiraukannya! sama sekali, ia hanya menjawab.   "Tunggu sebentar, setelah bajuku ditambal segera kulayani kau."   Sementara itu jari Kongsun Kokcu sudah tinggal beberapa senti saja di depan dada Nyo Ko.   Bagaimanapun juga dia harus menjaga harga diri sebagai seorang guru besar ilmu silat, walaupun murka, betapapun serangannya itu tak dapat diteruskan lagi ke tubuh lawan yang sama sekali tidak menangkis itu.   Pada saat itulah tiba2 terdengar Kongsua Lik-oh berkata di belakang.   Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Ayah, senjatamu ini!"   Kongsua Kokcu tidak berpaling, dia melangkah mundur dua tindak dan dapatlah menerima senjata yang disodorkan puterinya itu.   Waktu semua orang mengamati terlihat tangan kirinya telah memegang sebatang golok tebal dengan bagian yang tajam itu berbentuk gergaji dan mengerdepkan cahaya keemasan, rupanya terbuat dari emas, sedangkan tangan kanannya memegangi senjata berwarna hitam panjang kecil, senjata aneh itu tidak mirip golok juga tidak memper pedang, kelihatan bergetar pelahan, tampaknya batang senjata itu sangat lemas.   Nyata kedua macam senjata itu berbeda satu sama lain secara terbalik, kalau yang satu, berat dan keras, maka satunya lagi enteng dan lemas.   Seperti diketahui, bobot emas jauh lebih berat dari pada besi senjata yang bentuknya sama dan terbuat dari emas bobotnya akan lipat satu kali dari pada senjata terbuat dari besi biasa.   Tampaknya golok emas bergerigi itu sedikitnya ada 50-60 kati sedangkan pedang atau anggar hitam itu entah terbuat dari logam apa? Nyo Ko memandang sekejap, sepasang senjata lawan yang aneh itu, lalu berkata pula kepada Siao-liong-li.   "Kokoh, tempo hari aku bertemu dengan seorang perempuan gendeng, dia telah memberitahukan padaku musuh pembunuh ayahku."   Hati Siao-liong-li terkesiap, cepat ia bertanya.   "Siapa Musuhmu itu?"   Sambil mengertak gigi Nyo Ko berkata dengan penuh dendam.   "Bagaimana juga kau pasti tak-kan menduga akan mereka, selama ini akupun menganggap mereka sangat baik padaku."   "Mereka? Mereka siapa?"   Siao-liong-li menegas.   "Siapa lagi mereka kalau bukan..."   Belum sempat Nyo Ko menerangkan nama yang akan disebutnya, terdengarlah suara mendenging nyaring memekak teIinganya, itulah suara benturan antara golok emas dan pedang hitam yang dipegang Kongsun Kokcu itu.   Sekali bergerak, susul menyusul Kongsun Kokcu menusuk tiga kali, pertama menusuk atas kepala, kedua menusuk leher sebelah kanan dan ketiga sebelah kiri leher, semuanya menyamber lewat satu-dua senti di atas kulit.   Rupanya Kokcu itu ingin menjaga diri, kalau lawan tidak menangkis, maka iapun tidak sudi melukainya, cuma tiga kali tusukannya itu sungguh amat cepat dan jitu, benar2 kepandaian hebat.   "Sudah!"   Ucap Siao-Iiong-Ii selesai menambal baju Nyo Ko sambil menepuk pelahan punggung anak muda itu, Nyo Ko menoleh dan tersenyum, lalu melangkah maju dengan menenteng Kim-leng-soh.   Meski Kongsun Kokcu sudah lama mengasingkan diri di lembah sunyi, tapi pandangannya sedikitpun tidak kurang tajamnya, orang yang mengajarkan ilmu silat padanya itu paham benar berbagai aliran ilmu silat di dunia dan dahulu pernah berkata padanya bahwa bisa jadi jago kelas satu di jaman ini mampu menandingi Kangfau (Kungfu) tangan besinya, tapi untuk membobol barisan jaring ikannya itu belum tentu bisa kecuali Paktau-tin dari Coan-cin-kau yang mungkin dapat menandinginya dengan sama kuat dan siapa lebih ulet akhirnya akan menang.   Tapi kalau dua macam senjatanya yang berlainan itu dikeluarkan diduga di dunia ini tiada orang yang sanggup melawannya.   Karena itu ia menduga betapapun tinggi kepandaian Nyo Ko, dalam sepuluh jurus saja pasti akan dibinasakan olehnya.   Tapi ketika menyaksikan sikap Siao-liong-li yang mesra tadi terhadap anak muda itu, iapun tahu apabila Nyo Ko mati, maka berarti putus harapan pula rencana pemikahan nona itu dengan dirinya.   Setelah merenung sejenak, akhirnya ia mendapat akal.   "Harus kupaksa dia (Siao-liong-li) memohon ampun padaku bagi bocah ini, dalam keadaan begitu, biarpun hatinya tidak rela, mau-tak mau dia harus menikah juga dengan aku"   Kalau Kongsun Kokcu merenung untuk mencari akal, di pihak lain Nyo Ko juga sedang memikirkan cara melawan orang, ia pikir orang tidak takut Hiat-to tertutuk, ini berarti daya guna Kim leng soh tidak banyak artinya.   Meski diri sendiri sudah menciptakan suatu aliran ilmu silat, tapi belum sempat dipelajari secara matang, sedangkan senjata musuh kelihatan sangat aneh, sekali dimainkan tentu sangat lihay.   Selagi Nyo Ko merasa tak berdaya, sementara itu terdengar Kongsun Kokcu telah berseru.   "Awas serangan!"   Berbareng pedang emas begerak terus menusuk dada. Anehnya tusukan itu tidak langsung ke depan, tepi ujung pedang bergetar dalam lingkaran kecil di depan tubuhnya, Nyo Ko terkejut dan melompat mundur.   "Maklumlah kalau ujung pedang itu ditusukkan biarpun hebat jurus seranganya tentu juga akan dapat dipatahkannya, tapi kini ujung pedang itu terus berputar dalam lingkaran sehingga sukar diraba arah tujuan ujung pedangnya kalau menangkis ke kiri kuatir musuh menusuk ke kanan malah, bila menangkis ke atas, siapa tahu kalau dia berbalik menyerang bagian bawah, Karena ragu2, terpaksa ia melompat mundur saja untuk menghindar. Tapi Kongsun Kokcu juga sangat gesit, begitu Nyo Ko melompat mundur, segera dia membayangi lawan, kembali lingkaran pedangnya bergetar lagi didepan Nyo Ko, makin lama lingkaran ujung pedang itu makin besar, semula hanya lingkaran seluas dada, beberapa putaran lagi sudah mencakup bagian perutnya dan kemudian meluas pula ke bagian leher. Kim-lun Hoat-ong, In Kik-si dan lainnya adalah maha guru ilmu silat terkemuka, namun ilmu pedang yang mendesak musuh dengan lingkaran ujung pedang begitu boleh dikatakan belum pernah mereka lihat, maka mereka menjadi heran dan terkejut. Begitulah setiap kali Kongsun Kokcu melancarkan suatu tusukan, setiap kali pula Nyo Ko terpaksa melompat mundur, belasan kali Nyo Ko harus menghindar secara begitu tanpa sanggup balas menyerang, Tampaknya serangan Kongsun Kokcu semakin lihay, apalagi golok bergerigi pada tangannya yang lain belum pula digunakan, kalau sampai golok emas itupun ikut menyerang, pasti sukar bagi Nyo Ko untuk menahannya. Tanpa pikir lagi segera Nyo Ko melompat ke kiri sambil mengayun Kim-leng-soh.   "tring", genta kecil itu menyamber ke depan untuk mengetok mata kiri musuh. Biarpun Kongsun Kokcu tidak gentar Hiat-to tertutuk, tapi mata adalah tempat yang lemah dan harus dijaga, cepat ia miringkan kepala dan segera balas menyerang pula dengan pedang hitam. Nyo Ko sangat girang, sekali Kim-leng-soh menyendal, terbelitlah kaki kanan musuh, bara saja hendak dibetot sekuatnya, mendadak pedang hitam Kongsun Kokcu memotong ke bawah.   "sret", selendang sutera Nyo Ko itu putus dibagian tengah, pedang hitam yang tampaknya mirip seutas tali itu ternyata tajamnya tidak kepalang. Terdengar semua orang menjerit kaget, berbareng itu terdengar pula samberan angin, golok bergerigi sang Kokcu telah membacok ke arah Nyo Ko, sebisanya Nyo Ko menjatuhkan diri ke lantai dan berguling ke sana.   "trang", suara nyaring menggetar telinga, kiranya Nyo Ko sempat menyamber tongkat baja Hoan It-ong tadi dan digunakan menangkis ke atas. Karena benturan golok dan tongkat itu, tangan kedua orang sama sakit kesemutan. Diam2 Kongsun Kokcu kejut dan heran akan kemampuan Nyo Ko yang sanggup menahan berpuluh jurus serangannya, Segera goloknya menabas lagi dari samping, berbareng pedang hitam juga menusuk dari depan. Supaya diketahui bahwa permainan golok mengutamakan kekerasan dan kekuatan, sedangkan permainan pedang mengutamakan kelincahan dan kelemahan, jadi watak kedua jenis senjata itu sama sekali berbeda, maka adalah hal yang tidak mungkin bahwa seorang dapat menggunakan dua macam senjata itu sekaligus. Tapi kini Kongsun Kokcu ternyata dapat memainkan golok dan pedang dengan lihay, sungguh suatu kepandaian khas yang jarang terdapat di dunia persilatan. Sambil mengertak, Nyo Ko putar tongkat baja dan menggunakan kunci "menutup"   Dari Pakkau-pang-hoat, ia bertahan dengan rapat sehingga seketika pedang dan golok Kongsun Kokcu tidak mampu menembus pertahanan anak muda itu.   Cuma Pak-kau-pang-hoat mengutamakan pertahanan gerak serangan, dengan pentung bambu yang enteng, tentu dapat dimainkan dengan gesit dan lincah sesuka hati, kini Nyo Ko memegang tongkat baja sebagai pengganti pentung bambu, tentu saja gerak-geriknya tidak leluasa, setelah belasan jurus ia mulai merasa payah.   Suatu peluang dilihat oleh Kongsun Kokcu mendadak goloknya menahan keatas, berbareng pedang hitam menabas kebawah.   "krek", kontan tongkat baja tertabas kutung.   "Bagus"   Teriak Nyo Ko.   "Memangnya aku lagi merasa keberatan memegangi potongan besi ini." - Segera ia putar setengah potongan tongkat baja itu dan terasa lebih enteng dan lincah.   "Hm, bagus atau tidak, boleh lihat saja nanti!"   Jengek Kongsun Kokcu dengan mendongkol, kembali goloknya membacok lagi dari depan.   Bacokan ini teramat lugu, asalkan Nyo Ko mengegos saja dengan mudah dapat menghindarkan serangan itu Tak terduga lingkaran ujung pedang hitam ternyata juga mengurung tubuh Nyo Ko sehingga anak muda itu tidak dapat bergerak sembarangan, Terpaksa Nyo Ko angkat potongan tongkat untuk menangkis.   "Trang"   Suara nyaring keras benturan golok sama tongkat menerbitkan lelatu api pula.   Habis bacokan pertama, menyusul bacokan kedua dilontarkan lagi oleh Kongsun Kokcu dengan cara yang sama tanpa variasi.   Bahwa pengetahuan ilmu silat Nyo Ko sangat luas, otaknya juga cerdas, tapi aneh sama sekali ia tidak berdaya mematahkan bacokan lawan yang begitu2 saja, kecuali menangkis dengan cara seperti tadi terasa tiada jalan lain yang lebih bagus.   Untuk kedua kalinya golok dan tongkat kutung beradu, diam2 Nyo Ko mengeluh.   Kiranya bacokan kedua kali ini tampaknya begitu saja tapi tenaganya ternyata bertambah sebagian, ia pikir kalau bacokan begini berlangsung beberapa kali lagi tentu otot tulang lenganku bisa putus tergetar oleh tenaga Kokcu ini.   Belum habis terpikir benar saja bacokan ke tiga Kongsun Kokcu sudah nyambar tiba pula dan tenaganya memang bertambah lagi sebagian.   Kiranya ilmu permainan golok Kongsun kokcu itu meliputi 18 jurus, tenaga setiap jurus selalu bertambah kuat daripada jurus yang duIuan.   Walaupun tenaganya cuma sebagian saja, tapi kalau terus bertambah dan menumpuk, jadinya bisa berlipat ganda dan sukar ditahan.   Setelah menangkis beberapa kali lagi, tongkat kutung di tangan Nyo Ko sudah babak belur oleh bacokan golok emas lawan, tangan Nyo Ko pun tergetar lecet.   Melihat tenaga tangkisan Nyo Ko tidak berkurang, dalam keadaan bahaya anak muda itu masih tetap mengulum senyum, diam2 Kongsun Kokcu sangat mendongkol, ia merasa kalau beberapa kali bacokan lagi tak dapat menaklukan Nyo Ko akan kelihatan dirinya sendiri yang terlalu tak becus, Maka ketika golok membacok lagi, mendadak pedang hitam terus menusuk ke perut lawan.   Saat itu Nyo Ko sudah terdesak sampai di pojok ruangan, melihat ujung pedang menyamber tiba, cepat ia menangkis dengan telapak tangan, ujung pedang tepat menusuk di tengah telapak tangan, tapi pedang hitam itu lantas melengkung dan terpental balik.   Kiranya sarung tangan dari Siao-liong-li yang terbuat dari anyaman benang emas itu tidak tertembuskan oleh pedang hitam yang tajam itu.   Setelah mengetahui sarung tangannya tidak takut pada senjata lawan, cepat Nyo Ko membaliki tangan untuk menarik ujung pedang musuh, Tak terduga Kongsun Kokcu telah sedikit menyendal pedangnya yang melengkung tadi sehingga batang pedang yang lemas itu membaik ke bawah dan melukai lengan Nyo Ko, darah seketika bercucuran.   Nyo Ko terkejut dan cepat melompat mundur.   sebaliknya Kongsun Kokcu juga tidak mendesak maju, ia mendengus beberapa kali, habis itu baru melangkah maju dengan pelahan.   Jika Kongsun Kokcu hanya menggunakan salah sebuah senjatanya saja, tentu Nyo Ko mempunyai akal untuk meIawannya.   sekarang musuh memakai dua macam senjata yang justeru berlawanan, satu keras dan satu lemas dengan gerak serangan yang berbeda, keruan Nyo Ko tak berdaya dan tercecar hingga kelabakan.   Walau Nyo Ko terdesak dan serba repot tapi Kim-lun Hoat-ong, In Kik-si dan lain-lain yang mengikuti pertarungannya itu bertambah kagum.   Dalam hati mereka sama berpikir "jika aku sendiri yang harus melayani kedua macam senjata yang berbeda itu, mungkin sejak tadi jiwaku sudah melayang.   Tapi bocah ini ternyata mampu meIayaninya dengan berbagai cara yang cerdas dan dapat menghindari sekian kali serangan maut,"   Begitulah Kongsun Kokco masih terus meIancarkan serangan dengan golok dan secara bergantian kembali bahu Nyo Ko tertusuk lagi satu kali sehingga bajunya berlepotan darah.   "Kau menyerah tidak?"   Bentak Kongsun Kokcu.   "Kau bertanding dengan cara yang jauh menguntungkan kau, tapi masih berani tanya padaku menyerah atau tidak, hahaha, mengapa kau begini tebal muka, Kongsun Kokcu?"   Ejek Nyo Ko dengan tersenyum. Mendadak Kongsun Kokcu menarik kedua serangannya dan bertanya.   "Apa yang menguntungkan aku? Coba katakan."   Tanya Sang Kokcu.   "Kau menggunakan senjata se-hari2, sepasang senjata yang aneh ini mungkin sukar dicari lagi didalam dunia, betul tidak?"   Ujar Nyo Ko.   "Memangnya kenapa? Kan senjata di tanganmu itu juga luar biasa,"   Jawab Kongsun Kokcu, Nyo Ko membuang tongkat kutung itu dan berkata dengan tertawa.   "Ini kan milik muridmu si jenggot tadi." - Lalu ia menanggalkan sarung tangan kedua potong selendang sutera yang putus tadi dijemputnya pula dan dilemparkan kepada Siao-liong-li, kemudian berkata pula.   "Dan ini adalah milik Kokoh yang kupinjam tadi,"   Habis itu Nyo Ko keplok2 tangannya dia kebut2 debu pada badannya tanpa menghiraukan datrah yang masih mengucur dari lukanya, lalu berkata pula dengan tertawa.   "Nah, kudatang ke sini dengan bertangan kosong, masakan aku bermaksud memusuhi kau ? sekarang terserah kau, mau bunuh boleh bunuh. tidak perlu banyak omong lagi."   Melihat sikap anak muda itu tenang sabar, wajahnya cakap, mesti terluka tapi bicara dan tertawa sesukanya seperti tidak terjadi sesuatu kalau dibandingkan dirinya sendiri terasa memalukan dan rendah.   "Jika anak muda ini tetap dibiarkan hidup, tentu Liu-ji akan condong dan jatuh hati padanya."   Tanpa pikir ia mengangguk dari berkata.   "Baiklah."   Segera pedangnya menusuk ke dada Nyo Ko.   Karena merasa tidak sanggup melawan orang, kyo Ko sudah ambil keputusan biar dibunuh saja oleh lawannya itu, maka iapun tidak menghindar ketika tusukan orang tiba, sebaliknya ia menoleh ke sana untuk memandang Sio-liong-li, pikiranya "Sambil memandangi Kokoh, biar matipun aku tidak menyesal."   Dilihatnya Sio-liong-Ii sedang melangkah ke arahnya setindak demi setindak dengan tersenyum manis, kedua pasang mata saling menatap, sama sekali tidak menghiraukan ancaman pedang hitam Kongsun Kokcu.   Sesungguhnya Kokcu itu belum pernah kenal Nyo Ko sehingga hakikatnya tidak ada dendam permusuhan apapun, sebabnya dia ingin membinasakan anak muda itu semuanya gara2 Siao-liong li belaka, sebab itulah ketika tusukan terakhir itu di lontarkan, tanpa terasa iapun memandang sekejap ke arah Siao-liong li Sekali pandang seketika rasa cemburunya berkobar hebat, tertampak si nona menatap Nyo Ko dengan penuh kasih sayang mesra, waktu ia melirik Nyo Ko, kelihatan sorot anak muda itupun serupa dengan Siao-liong-Ii, padahal ujung pedang kini sudah menempel dadanya, asalkan tangannya sedikit mendorong ke depan, seketika ujung pedang itu akan menembus dadanya, tapi Siao-liong li ternyata tidak menjadi kuatir dan cemas, Nyo Ko juga tidak berusaha menangkis kedua orang hanya saling pandang dengan kesan penuh jalinan perasaan dan melupakan segala apa yang berada di sekitarnya.   Gemas dan dongkol Kongsun Kokcu tak terkirakan, pikirnya.   "Jika kubunuh kau sekarang, akan membuat kau merasa puas dan bahagia ketika menghadapi ajalnya, aku justru ingin kau menyaksikan sendiri pemikahanku dengan Liu-ji, habis malaman pengantin barulah kubunoh kau!"   Karena pikiran itu, segera ia berteriak .   "Lui - ji, kau ingin kubunuh dia atau menghendaki ku-ampuni dia?"   Siao-liong-li memandangi Nyo Ko dengan segenap cita-rasanya dan sama sekali tidak memikirkan Kongsun Kokcu, karena mendadak mendengar suaranya barulah ia tersadar, katanya cepat dengan kuatir.   "Lekas kesampingkan pedangmu untuk apa kau mengacungkan pedangmu di depan dadanya?"   Kongsun Kokcu mendengus dan berkata.   "Baik, tidaklah sukar untuk mengampuni jiwanya asalkan kau suruh dia segera pergi dari sini dan tidak merintangi detik bahagia pernikahan kita nanti."   Sebelum bertemu dengan Nyo Ko sebenarnya Siao-liong-li sudah bertekad takkan berjumpa lagi dengan anak muda itu, Tapi kini setelah bertemu kembali mana dia mau lagi menikah dengan Kongsun Kokcu? ia tahu apa yang menjadi keputusannya akhir2 ini jelas sukar dilaksanakannya, lebih baik mati saja daripada menikah dengan orang lain, ia lantas berpaling dan berkata kepada Kongsun Kokcu "Kongsun-siansing aku sangat berterima kasih atas pertolonganmu, tapi aku tak dapat menikah dengan kau."   Meski sudah tahu alasannya, tapi Kongsun Kokcu masih bertanya.   "Sebab apa?"   Siao-liong-Ii berdiri sejajar dengan Nyo Ko dan memegangi tangan anak muda itu, dengan tersenyum ia menjawab.   "Aku sudah bertekad akan menjadi suami-isteri dengan dia dan hidup berdampingan selamanya, masakah kau tak dapat melihat sikap kami ini?"   Tergetar tubuh Kongsun Kokcu, katanya dengan geram .   "Kalau saja tempo hari kau sendiri tidak menyanggupi aku, masakah aku paksa kau pada waktu kau terancam elmaut? Tapi kau sendiri yang terima lamaranku, itu, dan timbul dari perasaan sukarela dan iklas?"   Pada dasarnya Siao - liong li masih polos dan belum paham seluk beluk kehidupan insaniah, tanpa ragu ia menjawab.   "Memang betul begitu, tapi aku merasa berat meninggalkan dia. Nah, kami akan pergi saja, harap kau jangan marah,"   Habis itu ia tarik tangan Nyo Ko dan diajaknya pergi.   Ucapan Siao-liong-li ini membikin semua orang saling pandang dengan melongo, Kongsun Kokcu terus melompat maju dan mengadang di ambang pintu, serunya dengan serak "untuk bisa keluar dari lembah ini kecuali kau harus membunuh diriku lebih dulu..."   Siao liong li tersenyum, katanya.   "Kau berbudi menoIong jiwaku, mana boleh kubunuh kau? Lagipula, ilmu silatmu tinggi betapapun aku takdapat mengalahkan kau."   Sembari bicara ia terus merobek kain baju sendiri untuk membalut luka Nyo Ko.   "Kongsun-heng,"   Mendadak Kim-lun Hoat-ong berseru.   "lebih baik kau membiarkan mereka pergi saja"   Kongsun Kokcu mendengus tanpa menjawab, dengan air mukanya penuh gusar, ia tetap menghadang di ambang pintu. Segera Hoat-ong berkata pula.   "Jika ia main pada dengan sepasang pedangnya, pasti kedua macam senjatamu itupun tak dapat menandingi mereka, Daripada kalah bertanding memberi tembok isteri lagi, ada lebih baik kau mengalah saja dan serahkan si dia padanya."   Rupanya Kim lun Hoat-ong masih penasaran karena dia pernah kalah dibawah ilmu pedang yang dimainkan secara berganda oleh Nyo Ko dan Siao-liong-li tempo hari, kejadian itu dianggap sebagai hal yang memalukan baginya.   Kini menyaksikan im-yang-siang-to (sepasang senjata berlainan) yang dimainkan Kongsun Kokcu ternyata sangat lihay dan tidak kalah hebatnya daripada permainan rodanya sendiri maka ia sengaja memancingnya dengan kata2 untuk mengadu domba mereka dan dia sendiri dapat menarik keuntungannya.   Padahal seumpamanya dia tidak membakarnya dengan kata2 itu juga Kongsun Kokcu tidak sampai membiarkan Siao-liong-Ii dan Nyo Ko pergi begitu saja.   Karena itu ia melotot gusar kepada Hoat-ong, dalam hati ia memaki Hoat-ong yang berani mengucapkan kata2 yang meremehkan dirinya, ia ingin kelak kalau ada kesempatan tentu akan ku-bikin perhitungan dengan kau si Hwesio ini.   Begitulah watak Kongsun Kokcu itu memang tinggi hati dan congkak, selamanya dia maha kuasa di Cui-sian-kok ini tanpa seorangpun berani membangkang perintahnya, sekalipun puteri kandung sendiri juga akan dihukum badan apabila berbuat salah, maka dapat dibayangkan marahnya.   Semakin murka semakin nekat pula Kongsun Kokcu itu, betapapun ia harus menikah dengan Siao-liong-li meski apapun yang akan terjadi, dengan gregetan, ia pikir.   "sekalipun hatimu tidak kau serahkan padaku, sedikitnya tubuhmu harus diberikan padaku, Kau tidak mau menikah dengan aku waktu hidup, sesudah kau mati juga akan kunikahi kau."   Semula dia ingin menggunakan jiwa Nyo Ko sebagai senjata untuk memaksa Siao-liong-li menyerah kepada keinginannya tapi setelah melihat kedua muda-mudi itu sama sekali tak takut mati, maka iapun ambil keputusan takkan melepaskan mereka andaikan kedua orang itu harus dibunuhnya semua.   Bagi Nyo Ko, tanpa terasa semangat tempurnya seketika berkobar setelah melihat Siao-liong li hanya mencintainya seperti semula, dengan mantap sigap ia bertanya.   "Kongsun-Kokcu, dengan cara bagaimana barulah engkau mau membiarkan kami pergi?"   Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Pertanyaan Nyo Ko ini membuat Kongsun Kokcu bertambah murka, napsu membunuhnya semakin berkobar. Mendadak terdengar Be Kong-co berseru.   "Hei Kongsun-Kokcu, orang sudah mengatakan tidak mau menjadi isterimu, mengapa kau merintangi orang?"   Dengan suara banci Siao-siang-cu berkata.   "Jangan sembarangan omong, Be-Kong co, kan Kongsun kokcu sudah menyiapkan perjamuan besar ini, Kita diundang meramaikan pestanya yang meriah ini."   "Aha, perjamuan apa? Paling air tawar dan sayur mentah, apanya yang dapat dirasakan?"   Seru Be Kong-co.   "Jika aku menjadi nona cantik ini pasti juga aku tidak sudi menjadi isterinya. Nona cantik melek seperti dia, menjadi permaisuri juga setimpal, untuk apa hidup susah2 ikut seorang kakek?"   Meski dogol, tapi apa yang dikatakan itupun cukup masuk diakal Siao-liong-li menoleh dan berkata dengan suara lembut padanya.   "Be-toaya, soalnya Kongsun-siansing telah menyelamatkan jiwaku, betapapun dalam hatiku tetap... tetap berterima kasih padanya."   "Bagus, si tua Kongsun,"   Seru Be Kongco pula.   "Jika kau memang seorang berbudi dan bijaksana, lebih baik sekarang juga kau membiarkan kedua muda-mudi itu melangsungkan pernikahan di sini, kalau dengan alasan kau telah menolong jiwa si nona, lalu tubuhnya hendak kau gagahi, huh, jiwa ksatria macam apakah begitu?"   Karena orangnya dogol, ucapannya juga tanpa tedeng aling2 dan sangat menusuk hati, tapi juga sukar dibantah.   Tentu saja Kongsun Kokcu sangat murka, diam2 ia bertekad semua orang yang memasuki tempatnya ini harus dibunuh seluruhnya, Tapi iapun tidak memberi reaksi apa2, dengan hambar ia berkata.   "Ah, sebenarnya lembah pegununganku ini bukan sesuatu tempat yang luar biasa, tapi kalau kalian boleh datang dan pergi sesukanya, rasanya orang terlalu meremehkan diriku, Nona liu...."   Dengan tersenyum Siao-liong-li memotong.   "Sebenarnya aku tidak she Liu, yang benar she Liong, Soalnya dia she Nyo, maka aku sengaja dusta padamu bahwa aku she Liu."   Rasa cemburu Kongsun Kokcu bertambah membakar, ia anggap tidak mendengar ucapan Siao liong-li itu dan berkata.   "Nona Liu...."   Tapi belum lanjut ucapannya, mendadak Be Kong-co menimbrung.   "He, sudah jelas nona itu she Liong, mengapa kau tetap menyebut dia nona Liu?"   Cepat Siao-liong-li menanggapi.   "Ya, mungkin Kongsun-siansing sudah biasa memanggil begitu padaku, Memang salahku karena aku telah berdusta padanya. Maka biarlah, apa yang dia suka boleh..."   Kongsun Kokcu tetap tidak urus perkataan mereka dan menyambung.   "Nona, Liu, asalkan bocah she Nyo itu mampu mengalahkan Im-yang-siang-to di tanganku ini, segera kubiarkan dia pergi, Urusan ini harus kita selesaikan sendiri dan tiada sangkut pautnya dengan orang lain."   Siao-liong-li menghela napas dan berkata "Kongsun-siansing, sebenarnya aku tidak ingin bertempur dengan kau, tapi dia sendirian bukan tandinganmu, terpaksa aku membantu dia,"   Kontan alis Kongsun Kokcu terkerut rapat, katanya "jika kau tidak kuatir karena kau tadi telah muntah darah, maka boleh juga kau maju sekalian."   Dalam hati Siao-liong-li rada gegetun, terhadap masalah ini, segera ia berkata pula.   "Kami bertarung tidak bersenjata lagi, kami pasti kalah jika melayani kau dengan tangan kosong, Engkau adalah orang baik, harap lepaskan saja kepergian kami"   Tiba2 Kim-lun Hoat-ong menyela.   "Kongsun-heng, di tempatmu ini serba ada, masakah kekurangan dua senjata? Cuma perlu kuperingatkan kau lebih dulu, jika mereka bermain ganda, sepasang pedang mereka menjadi maha lihay, mungkin jiwamu bisa melayang."   Kongsun Kokcu tidak menanggapi, ia kemudian ke sebelah kiri dan berkata kepada Nyo Ko.   "Kamar di sebelah sana itu adalah kamar senjata, kalian boleh pilih sendiri senjata apa yang kalian kehendaki"   Nyo Ko saling pandang sekejap dengan Siao-liong-li dan sama berpikir.   "Alangkah baiknya jika dapat berada berduaan di tempat yang sepi dari orang lain."   Segera mereka bergandengan tangan dan memasuki kamar yang di tunjuk, pandangan Siao-liong-li selama itu tidak pernah meninggalkan wajah Nyo Ko, ketika tiba di depan kamar itu dan nampak pintu kamar tertutup, tanpa pikir ia terus mendorong pintu dan baru saja hendak melangkah masuk ke dalam, mendadak Nyo Ko ingat sesuatu dan cepat mencegahnya.   "Nanti dulu!"   "Ada apa?"   Tanya Siao-liong-li merandek.   "Apa kau kuatir Kokcu itu menjebak kita? Dia sangat baik, tampaknya takkan berbuat begitu."   Nyo Ko tidak menjawab, ia menggunakan kakinya untuk mencoba lantai di bagian dalam pintu dan mendadak terdengar suara mencicit nyaring disertai gemerdepnya cahaya, delapan pedang tajam tahu2 menusuk keluar dari kanan kiri pintu, dalam keadaan begitu apabila orang sedang melangkah ke dalam kamar itu tentu seluruh tubuh akan tertancap oleh pedang2 tajam itu Siao-liong-li menghela napas dan berkata.   "Ah Ko-ji, kiranya begitu keji hati Kokcu itu, sungguh aku telah salah menilainya, sudahlah kitapun tidak perlu bertanding lagi dengan dia dan pergi saja sekarang.."   Mendadak seorang bersuara di belakang mereka.   "Kokcu menyilahkan kalian memilih senjata ke dalam kamar."   Waktu mereka menoleh, tertampak delapan anak murid berseragam hijau dengan membentang jaring ikan sudah menghadang dibeIakang.   Tampaknya Kongsun Kokcu itu sudah memperhitungkan kemungkinan kaburnya mereka, maka sengaja mengirimkan anak muridnya untuk mencegat di belakang mereka.   Terpaksa Slao-liong li berkata kepada Nyo Ko.   "Menurut pendapatmu, apakah di kamar senjata ini ada lagi sesuatu yang aneh?"   Nyo Ko genggam kencang tangan Siao-liong-li, katanya.   "Kokoh, kita telah berkumpul lagi, apa yang perlu kita sesalkan pula? Biarpun ditembus oleh beribu senjata, paling tidak kita toh mati bersama."   Perasaan Siao-liong-li pun penuh kasih mesra, tanpa pikir mereka lantas melangkah ke dalam kamar, lalu Nyo Ko merapatkan pintu.   Terlihat baik di dinding, di atas meja, dan di rak senjata penuh berjajar macam2 senjata, tapi hampir sembilan dari sepuluh adalah pedang kuno, ada yang panjang dan ada yang pendek sekali, ada yang sudah karatan, banyak pula yaag mengkilat menyilaukan mata.   Siao-liong-li berdiri berhadapan dengan Nyo Ko dan saling pandang sejenak, mendadak ia bersuara tertahan terus menubruk ke dalam pelukan anak muda itu.   Tanpa ayal Nyo Ko mendekap kencang tubuh si nona dan menciumnya, seketika jiwa raga Siao-liong-Ii serasa dimabuk oleh ciuman itu, kedua tangannya terus merangkut leher Nyo Ko dan balas mencium dengan mesranya.   "Blang", mendadak pintu kamar didobrak orang, seorang murid seragam hijau berseru dengan bengis.   "Perintah Kokcu, setelah memilih pedang segera kalian harus keluar lagi!"   Muka Nyo Ko menjadi merah, cepat ia melepaskan Siao-liong-li.   Tapi Siao-liong-li adalah nona yang berpikiran polos dan suci, ia pikir kalau kumenyukai Nyo Ko, apa salahnya kalau kami berdua saling peluk dan berciuman, cuma sekarang diganggu orang luar sehingga sukar mencapai kepuasan Dengan gegetun ia berkata pelahan.   "Ko-ji, setelah kita kalahkan Kokcu itu, bolehlah kau mencium aku lagi seperti barusan ini."   Nyo Ko mengangguk dengan tersenyum, katanya.   "Marilah kita pilih senjata."   "Tampaknya senjata yang tersimpan di sini memang betul benda mestika seluruhnya,"   Ujar Siao-liong-li, lalu ia mengelilingi kamar itu untuk mengamati dengan teliti.   Maksud Siao-liong-li hendak memilih sepasang pedang yang sama panjang dan bobotnya agar nanti digunakan bersama Nyo Ko akan dapat mendatangkan hasil sebanyaknya.   Tapi setelah diperiksa kian kemari ternyata pedang yang berada disitu tiada yang serupa, Sembari mengamati senjata iapun bertanya kepada Nyo Ko.   "Waktu masuk kamar ini tadi, darimana kan mengetahui di ambang pintu terpasang jebakan?"   "Aku dapat menerkanya dari air muka Kokcu itu,"   Tutur Nyo Ko.   "Dia ingin memperisterikan dirimu, tapi sorot matanya ternyata penuh rasa benci dan dendam. Melihat kepribadiannya, itu aku tidak percaya dia mau membiarkan kita memilih senjata kita secara rela,"   Kcmbali Siao-liong-li menghela napas pelahan dan berkata pula.   "Menurut kau, apakah kita dapat mengalahkan dia, dengan Giok-li-kiam-hoat?"   "Meski tinggi ilmu silatnya, tampaknya juga tidak lebih hebat daripada Kim-lun Hoat-ong."   Ujar Nyo Ko.   "Jika kita bergabung dapat mengalahkan Hoat-ong, tentu saja kita dapat mengalahkan dia."   "Ya, sebabnya Hoat-ong terus menerus membakar agar dia bertarung dengan kita, jelas iapun bermaksud jahat!"   Kata Siao-liong-Ii.   "Hati manusia pada umumnya memang jahat tampaknya kaupun mulai paham,"   Kata Nyo-Ko dengan tersenyum. Tapi ia lantas menyambung pula dengan rasa kuatir.   "Tapi bagaimana dengan kesehatanmu, tadi kau tumpah darah lagi."   Siao-liong-li tertawa manis, jawabnya.   "Kau tahu, di waktu berduka barulah aku muntah darah, Sekarang aku sangat gembira, apa artinya sedikit sakit bagiku? Oya, Ko-ji, tampaknya kepandaianmu sudah jauh lebih maju, jauh berbeda daripada waktu kita bertempur dengan Hoat-ong dahulu. Kalau waktu itu saja kita dapat mengalahkan dia, apalagi sekarang ?"   Nyo Ko juga yakin pasti akan menang dalam pertarungan ini, ia genggam kencang tangan si nona dan berkata.   "Kokoh, kuharap engkau berjanji sesuatu padaku"   "Mengapa kau bertanya secara begini?"   Kata Siao-liong-li dengan suara lembut "Aku kan bukan lagi gurumu, tapi adalah isterimu. Apa yang kau kehendaki tentu akan kuturuti."   "Ah... baik sekali, baru... baru sekarang aku tahu,"   Kata Nyo Ko.   "Sejak malam itu di Cong-lam-san kau berbuat begitu mesra padaku, sejak itu pula aku sudah bukan lagi gurumu."   Ucap Siao-liong-li.   "Meski kau tidak mau memperisterikan diriku, dalam hatiku sudah lama kuakui sebagai isterimu,"   Sesungguhnya pada waktu itu Nyo Ko memang tidak tahu sebab apakah tiba2 Siau liong-li mengajukan pertanyaan begitu padanya, ia pikir mungkin hati si nona mendadak terguncang atau bisa jadi dirinya yang lama tertahan itu mendadak tak bisa dikendalikan lagi, sama sekali tak pernah terpikir olehnya bahwa In Ci-peng yang telah menggagahi Siao-liong li secara diam2.   Nyo Ko sendiri merasa tidak pernah berbuat apa2 yang melampaui batas terhadap nona itu.   Tapi kini mendengar suaranya yang halus dan manis itu, hatinya terguncang juga dan seketika tak dapat menjawab.   Siao-liong-li merapatkan tubuhnya ke dada Nyo Ko, lalu bertanya.   "Kau ingin aku berjanji apa?"   Nyo Ko membelai rambut Siao liong li yg indah itu, katanya.   "Setelah kita mengalahkan Kokcu ini, segera kita pulang ke kuburan kuno itu untuk selanjutnya engkau tak boleh berpisah lagi dariku biar apapun yang bakal terjadi..."   Sambil menengadah dan menatap anak muda itu, Siao-liong-li menjawab.   "Memangnya kau kira aku suka berpisah dengan kau? jika berpisah dengan kau, apa kau kira dukaku tidak melebihi kau ? Sudah tentu kuterima permintaanmu ini, biarpun langit bakal ambruk atau bumi ambles dan dunia kiamat juga aku tetap bersamamu."   Girang Nyo Ko sukar dilukiskan selagi dia hendak bicara pula, tiba2 salah seorang seragam hijau di luar kamar itu berseru.   "Senjata sudah terpilih belum?"   Dengan tersenyum Siao-Iiong-li berkata kepada Nyo Ko.   "Marilah kita lekas pergi saja."-Baru saja ia hendak mengambil dua pedang seadanya, tiba2 dilihatnya dinding di sebelah kiri sana sebagian besar terdapat bekas hangus terbakar beberapa buah meja kursi juga rusak bekas terbakar, ia menjadi rada heran. Segera Nyo Ko menutur lo-wan-tong itu pernah menerobos ke dalam kamar senjata ini dan membakarnya serta mengambil sesuatu benda di sini, bekas hangus terbakar ini jelas hasil perbuatannya itu."   Tiba2 dilihatnya di bawah lukisan di pojok dinding sana yang tersisa dari bekas hangus itu menonjol keluar dua sarung pedang, tergerak pikiran Nyo Ko.   "Kedua pedang ini semula teraling oleh lukisan itu, tapi lantaran sebagian lukisan itu terbakar sehingga kelihatanlah bagian pedang itu, jika pemilik pedang sengaja mengatur begini, jelas sepasang pedang ini pasti benda mestika."   Ia coba mendekati dan menanggalkan kedua pedang itu, sebuah ia berikan kepada Siao-liong-li, ia pegang gagang pedang satunya terus dilolos.   Begitu pedang itu terlolos dari sarungnya, seketika kedua orang merasakan hawa dingin, batang pedang itu hitam mulus tanpa mengkilat sedikitpun sehingga mirip sepotong kayu belaka.   Waktu Siao-Iiong li juga melolos pedang yang diterimanya itu, ternyata serupa benar dengan pedang Nyo Ko, baik besar maupun panjangnya.   Ke-dua pedang itu dijajarkan, seketika menambah hawa segar di dalam ruangan kamar, cuma kedua pedang itu tak terdapat ujung yang runcing melainkan puntuI, begitu pula mata pedangnya tidak tajam.   Nyo Ko membalik pedang itu dan terlihat pada batang pedang terukir dua huruf "Kun-cu" (lelaki), waktu memeriksa pedang Siao-liong-Ii, di atasnya juga terukir dua huruf "Siok-li" (perempuan).   sebenarnya Nyo Ko tidak menyukai bentuk kedua pedang ini, ia pandang Siao-liong-li dan ingin tahu bagaimana pikirannya.   Dengan girang Siao-liong-li berkata.   "Pedang ini tidak tajam, kebetulan dapat digunakan melawan Kokcu itu, dia pernah menolong jiwaku, aku tidak ingin mencelakai dia,"   "Pedang adalah senjata pembunuh, tapi diberi nama Kun-cu dan Siok-li, aneh"   Ujar Nyo Ko dengan tertawa, ia coba angkat pedangnya dan bergaya menusuk dua kali, rasanya sangat cocok dengan bobotnya dan enak dipakai. Segera ia menambahkan.   "Baiklah, biar kita gunakan sepasang pedang ini."   Siao-liong-li memasukkan kembali pedang ke sarungnya dan baru akan keluar, tiba2 dilihatnya di atas meja ada sebuah pot bunga dengyi serangkaian bunga yang cantik sekali, hanya sayang merangkainya awut2an tak keruan, tanpa pikir lantas dibenahinya rangkaian bunga itu lebih teratur.   "Hai, jangan!"   Mendadak Nyo No berseru, namun sudah terlambat, jari Siao-hong-li sudah tertusuk beberapa kali oleh duri bunga. Dengan bingung Siao-liong-li menoleh dan bertanya "Ada apa?"    Goda Remaja Karya Kho Ping Hoo Keris Pusaka Nagapasung Karya Kho Ping Hoo Keris Maut Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini