Ceritasilat Novel Online

Kembalinya Pendekar Rajawali 41


Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung Bagian 41


Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya dari Chin Yung   "ltu adalah bunga cinta, kau sudah tinggal sekian lama di lembah ini, masakah tidak tahu?"   Ujar Nyo Ko. Siao-liong-li mengisap jarinya yang kesakitan itu dan menjawab sambil menggeleng .   "Aku tidak tahu."   Selagi Kyo Ko hendak memberi keterangan, sementara itu orang berseragam hijau telah mendesak puIa, Terpaksa mereka ikut kembali ke ruangan besar tadi.   Tampakhya Kongsun Kokcu sudah tidak sabar menunggu, dia melotot gusar kepada anak muridnya itu, jelas ia marah karena anggap mereka kurang tegas dan membiarkan Nyo Ko berdiam sekian lama di kamar senjata itu.   Anak muridnya tampak sangat ketakutan sehingga airmuka sama pucat.   Setelah Nyo Ko berdua sudah dekat, lalu Kongsun Kokcu berkata.   "Nona Liu, sudah kau dapatkan senjata pilihanmu?"   Siao-liong-li mengeluarkan Siok-li-kiam (pedang perempuan) pilihannya itu dan mengangguk.   "Kami akan menggunakan sepasang pedang puntul ini, kamipun tidak berani bertarung sungguhan dengan Kokcu, cukup asalkan saling menyentuh tubuh saja,"   Kokcu itu terkesiap melihat yang dipilih ternyata Siok-li-kiam itu, dengan suara bengis ia bertanya.   "Siapa yang suruh kau ambil pedang ini?"   Sembari bertanya sinar matanya terus mengerling ke arah Kongsun Lik-oh, tapi segera ia menatap tajam lagi terhadap Siao-liong-li. Dengan rada heran Siao-liong-li menjawab.   "Tiada yang menyuruh aku. Memangnya pedang ini tidak boleh dipakai? jika begitu biarlah kami menukar yang lain saja."   Kongsun Kokcu melirik gusar sekejap ke arah Nyo Ko dan berkata.   "Untuk menukar pedang kan kalian akan berdiam setengah hari lagi disana? Tidak perlu tukar, hayolah mulai!"   "Konsun-siansing,"   Kata Siao-liong-li.   "sebaiknya kita bicara di muka dulu, bahwa dia atau aku sekali2 bukan tandinganmu jika satu lawan satu, sekarang kami berdua melawan kau seorang, jelas keuntungan di pihak kami, sekalipun kami menang juga tak dapat dianggap sebagai kemampuan kamu."   "Boleh kau katakan begitu jika nanti kalian sudah terbukti menang,"   Jengek sang Kokcu.   "Kalau kalian dapat mengalahkan golok dan pedangku ini, tentu kupasrah untuk kalian perbuat sesukamu sebaliknya kalau kalian yang kalah, maka janji nikah tak boleh lagi kau ingkari"   Siao-liong-ii tersenyum tawar, katanya.   "Jika kami kalah, biar dia dan aku terkubur saja di lembah ini."   Tanpa bicara lagi Kongsun Kokcu lantas angkat senjata, golok emas menyamber, segera ia membacok ke arah Nyo Ko.   Cepat Nyo Ko angkat pedangnya, dengan jurus "Pek-ho-hiang-ih" (bunga putih pentang sayap) ia balas menyerang, itulah jurus asli ilmu pedang Coan-cin-pay.   Walaupun kuat dan tenang sekali jurus pedang Nyo Ko itu, tapi juga cuma jurus yang jamak saja, diam2 Kongsun Kokcu mendongkol terhadap Kim-lun Hoat-ong yang telah membual akan kelihayan anak muda itu, Segera pedang hitam ia tusukkan ke depan, ternyata Siao-liong-li dikesampingkan olehnya, hanya Nyo Ko yang terus menerus diserangnya.   Dengan penuh perhatian Nyo Ko melayani serangan musuh, yang digunakannya adalah melulu Coan-sin-kiam-hoat (ilmu pedang Coan-sin-pay) yang pernah dipelajarinya di kuburan kuno dahulu itu, tapi sejak dia menemukan intisari ilmu silat dalam renungannya tempo hari itu, cara memainkan ilmu pedangnya sekarang sudah jauh berbeda daripada waktu menempur Kim-lun Hoat-ong dahulu.   Menunggu setelah Kongsun Kokcu menyerang tiga kali barulah Siao-liong-li ikut maju dan menyerangnya.   Ternyata Kongsun Kokcu tidak menangkis serangannya dengan golok emasnya itu, hanya pada waktu serangan Siao-liong-li tampak gencar dan berbahaya barulah dia menggunakan pedang hitam untuk menangkis, tampaknya Kongsun Kokcu sengaja mengalah.   Setelah mengikuti beberapa gebrakan, dengan tersenyum Kim-Iun Hoat-ong berkata.   "Kongsun-heng, jika kau masih sayangi si cantik, akhirnya mungkin kau sendiri yang harus menelan pil pahit."   Dengan mendongkol Kongsun Kokcu menjawab.   "Hwesio gede, kau jangan banyak bacot, bila perlu sebentar boleh kita coba2, sekarang tidak perlu kau memberi nasihat."   Beberapa jurus lagi, kerja sama kedua pedang,, Nyo Ko dan Siao-liong-Ii semakin baik, suatu ketika pedang Siaoliong-li menabas dari kanan dan mendadak pula pedang Nyo Ko juga menabas dari kiri, dalam keadaan terjepit tanpa pikir Kongsun Kokcu menggunakan golok untuk menangkis serangan Nyo Ko, berbareng itu ia menggeser mundur sedikit dan pedang hitam digunakan menangkis serangan Siao-Iiong-li.   "Trang", di luar dugaan, ujung golok emas terbatas kutung sebagian oleh pedang lawan, Keruan semua orang terkejut, sama sekali tak tersangka bahwa pedang puntul yang digunakan Siao-liong li itu bisa begitu tajam. Nyo Ko dan Siao-liong-li juga merasa heran, padahal semula mereka memilih sepasang pedang pantul itu hanya oleh karena tertarik pada namanya saja serta bentuknya yang serupa, tak tahunya secara tidak sengaja malahan dapat memilih sepasang pedang mestika. Keruan semangat mereka terbangkit seketika, mereka menyerang dengan lebih gencar. Betapapun ilmu silat Kongsun Kokcu memang sangat tinggi dan dalang sepasang senjatanya yang lemas dan keras itu juga lain daripada yang lain, makin lama daya tekanannya juga makin kuat, Tapi diam2 iapun heran bahwa ilmu silat kedua anak muda yang jelas selisih jauh dengan dirinya itu ternyata bisa begitu lihay dalam permainan ganda itu, ia pikir apa yang dikatakan Hwesio gede tadi agaknya memang tidak salah, kalau saja aku dikalahkan mereka, wah, bisa jadi.... sampai di sini ia tak berani membayangkan lebih lanjut. Se-konyong2 golok di tangan kirinya menyerang ke kanan dan pedang di tangan kanan menyerang ke kiri, ia keluarkan permainan Im-yang-to-hoat. Dengan pedang hitam di tangan kanan Kongsun Kokcu menyerang Nyo Ko di sebelah kiri dan golok bergigi di tangan kiri menyerang Siao-liong-li di sebelah kanan yang lihay, pedang hitam yang tadinya lemas itu kini mendadak berubah lurus keras dan digunakan membacok segala mirip golok, sebaliknya goloknya yang besar bergigi itu justeru menabas dan menusuk seperti pedang, Dalam pertarungan sengit itu kelihatan golok se-akan2 berubah pedang dan pedang seperti berobah menjadi golok, sungguh aneh dan sukar diraba. Biasanya In Kik-si suka bangga karena mengetahui ilmu silat apapun di dunia ini, tapi Im-yang-to-hoat yang dimainkan Kongsun Kokcu ini sungguh belum pernah dilihatnya selama hidup, bahkan mendengarpun belum pernah. Segera Be Kong-co berteriak lagi.   "He, kakek sialan, permainanmu yang kacau tak teratur itu ilmu silat apaan?"   Sebenarnya usia Kongsun-Kokcu belum ada 50 tahun, jadi baru - terhitung setengah umur, malahan dia ingin kawin lagi dengan Siao-liong-li, tapi berulang kali si dogol Be Kong-co telah berkaok memanggilnya si "kakek", tentu saja dalam hati ia sangat gemas.   Cuma sekarang iapun tidak sempat urus Be Kong-co, ia mainkan Im-yang-to-hoat yang telah dilatihnya selama berpuluh tahun ini dengan tekad mengalahkan dulu Nyo Ko dan Siao-liong-li.   Tadinya permainan ganda sepasang pedang Nyo Ko dan Siao-liong-li sebenarnya sudah mulai unggul, tapi mendadak pihak lawan berganti cara bertempur, golok dan pedangnya menyerang secara kacau dengan tipu serangan yang aneh, seketika mereka menjadi kelabakan terdesak dan berulang menghadapi bahaya.   Kepandaian Nyo Ko sekarang sudah melebihi Siao-liong-li, ia lihat daya tekanan pedang lawan lebih kuat daripada golok bergigi, karena itu ia sengaja menyambuti semua serangan pedang lawan dan membiarkan Siao-liong-li melayani serangan golok bergigi, ia pikir golok itu jelas tidak berani lagi diadu dengan pedangnya dan pula takkan besar resikonya.   Cuma permainan golok musuh sangat aneh, ilmu pedang Coan-cin-kau asli juga sukar menandinginya, terpaksa harus bertindak menurut keadaan dan melihat gelagat, ia layani musuh dgn ilmu pedang ciptaannya sendiri.   padahal dahulu Lim Tiau-eng, yaitu kakek guru Siao-liong-li ketika menciptakan Giok-li-kiam-hoat berdasarkan khayalnya ketika malang melintang di dunia Kangoow berduaan bersama Ong Tiong-yang, itu cakal-bakai Coan-cin-kau, sebab itulah yang laki memainkan Coan-cin-kiam-hoat dan yang perempuan memainkan Giok-Ii-kiam-hoat, dengan demikian keampuhannya sukar ditandingi oleh jago silat manapun juga.   Tapi sekarang Nyo Ko menyampingkan Coan-cin-kiam-hoat dan menggunakan ilmu pedang ciptaan sendiri untuk melayani musuh, meski Kiam-hoat ciptaannya ini juga tidak kurang lihaynya, namun setiap jurus serangannya hanya cocok dengan cita-rasa pribadinya saja dan tidak cocok main ganda dengan Giok-li-kiam-hoat yang dimainkan Siao-liong-li, dengan demikian jadinya mereka se-akan2 bertempur sendiri2 dan dengan sendirinya daya tempurnya menjadi jauh berkurang.   Kongsun Kokcu- menjadi girang.   "trang-trang-trang", beruntun ia membacok tiga kali dengan pe-dangnya, berbareng itu golok di tangan lain berturut menyerang juga empat kali dengan gaya tusukan pedang, serangan aneh ini masih dapat dilayani oleh Nyo Ko, namun Siao-liong-li menjadi bingung karena tiada kerja sama yang baik dari Nyo Ko, pikirnya juga ingin menabas lagi ujung golok musuh tapi gerakan golok Kongsun Kokcu sekarang teramat cepat dan Iincah, betapapun sukar dibentur lagi. Nyo Ko menyadari gelagat jelek, tanpa pikirkan keadaan sendiri yang terluka itu, mendadak ia melancarkan suatu jurus serangan Coan-cin-kiam-hoat yang disebut "Ma-ciu-lok-hoa" (Kuda meloncat merontokkan bunga), dengan tekanan yang kuat ia paksa Kongsun Kokcu melayani serangannya dengan kedua senjatanya, dengan demikian Siao-Iiong-li menjadi ringan. Siao-liong-li sangat berterima kasih melihat anak muda itu membantunya tanpa menghiraukan keselamatan sendiri, segera iapun melancarkan serangan untuk membantu, dengan demikian mereka telah kembali ke posisi tadi dengan cara menyerang dan bertahan bersama, daya tempur mereka mendadak tambah kuat pula. Setelah beberapa jurus berlangsung lagi, dahi Kongsun Kokcu mulai berkeringat, sebaliknya daya tempur Siao-liong-li dan Nyo Ko semakin lancar dan kerja sama lebih rapat Ketika Nyo Ko melontarkan suatu serangan dengan menusuk pinggang lawan, cepat Siao-liong-li membarengi dengan serangan menusuk muka musuh, jurus ini dilakukan dengan penuh perasaan manis sambil melirik anak muda itu. Tapi mendadak dada Siao-liong-li serasa dipukul oleh palu besar, jari tangan kanan kesakitan dan hampir tidak kuat memegangi pedangnya, air mukanya seketika berubah dan cepat melompat mundur.   "Hm, rasakan bunga cinta!"   Jengek Kongsun Kokcu.   Siao-liong-li tidak paham ucapannya itu.   tapi Kyo Ko mengetahuinya bahwa kesakitan Siao-liong-Ii itu adalah akibat bekerjanya racun bunga cinta yang dirrinya telah melukai jari tadi, Waktu melancarkan jurus serangan yang romantis dan perasaan terangsang, maka jarinya lantas kesakitan sekali.   Karena Nyo Ko sendiri sudah pernah merasakan sakitnya tertusuk duri bunga cinta itu, ia menjadi kasihan kepada Siao-liong-li, cepat ia bertanya.   "Apakah sangat sakit?"   Kesempatan itu segera digunakan Kongsun Kokcu uutuk melancarkan serangan gencar dengan golok dan pedang, sementara itu rasa sakit jari Siao-liong-li sudah berkurang, cepat ia menubruk maju lagi untuk membantu.   "Biarlah kau mengaso lagi sebentar,"   Ujar Nyo Ko dengan penuh kasih sayang, Diluar dugaan, karena rangsangan perasaannya ini, jarinya sendiri menjadi kesakitan juga. Bctapa cerdik dan lihaynya Kongsun Kokcu begitu melihat ada pduang, segera pedangnya mem-bacok.   "cring", Kun-cu-kiam (pedang lelaki) yang dipegang Nyo Ko terbentur jatuh, menyusul pedang hitamnya terus menyamber tiba dan mengancam di depan dada anak muda itu. Siao-liong-Ii terkejut dan hendak menolongnya, tapi dia teralang oleh golok musuh dan takdapat mendekat "Tangkap dia !"   Seru Kongsun Kokcu. serentak empat murid seragam hijau menubruk maju dengan membentang jaring, sekali tebar, seketika Nyo Ko tertawan di dalam jaring mereka.   "Bagaimana kau, Liu-ji?"   Kongsun Kokcu berpaling dan bertanya kepada Siao-liong-li Siao-liong-li menyadari sendirian pasti bukan tandingan sang Kokcu, ia buang Siok-li-kiam (pe-dang perempuan) ke lantai, terdengar suara "cring"   Nyaring, tahu2 Kun-cu-kiam dan Siok-lt-kiam saling menyerot terus lengket menjadi satu. Rupanya pada kedua pedang itu terdapat daya semberani yang sangat kuat Dengan tegas Siao-liong-li lalu berkata.   "Pedang"   Saja begitu, masakah manusia tidak? Bolehlah kau bunuh saja kami berdua!"   Kongsun Kokcu mendengus sekali, katanya.   "lkut padaku, sini!"   Lalu ia memberi salam kepada Kim-lun Hoat-ong dan lainnya dan berkata .   "Maaf kutinggalkan sebentar,"   Segera ia mendahului melangkah ke ruangai belakang, dengan menyeret jaringnya keempat anak muridnya lantas. ikut ke sana". Karena Nyo Ko sudah tertawan, dengan sendirinya Siao-liong-li juga ikut masuk.   "Hayo, Hwesio Gede dan Mayat Hidup, Kita harus berdaya menolong kawan kita,"   Seru Be Kong-co kepada Kim-lun Hoat-ong dan Siau-siang cu Hoat-ong hanya tersenyum saja tanpa menjawab, sedang Siau-siang-cu lantas menjengek "Hm, kau sendiri berbadan segede gajah, apakah kau pikir mampu menandingi tuan rumahnya?"   Be Kong-co menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal dan merasa tidak berdaya, terpaksa hanya menjawab.   "Tidak mampu menandingi juga harus labrak dia, harus!"   Kongsun Kokcu terus melangkah ke sana dengan bersitegang leher dan masuk sebuah kamar batu kecil, lalu berkata kepada Siao-Iiong-li.   "Liu-ji, bukan maksudku hendak bikin susah kau, aku cuma berusaha mencegah kalau2 kau bunuh diri,"   Segera ia memberi tanda, empat muridnya berseragam hijau terus menutupi tubuh Siao-liong-li dengan sebuah jaring dan diringkus, kemudian sang Kokcu berkata puIa.   "Bawakan sini beberapa ikat bunga cinta,"   Nyo Ko dan Siao-liong-Ii sudah bertekad ingin mati bersama, keduanya hanya saling pandang dengan tersenyum saja dan tidak ambil pusing terhadap segala tindak perbuatan Kongsun Kokcu.   Selang tidak lama, se-konyong2 dari luar kamar teruar bau harum semerbak yang memabokkan, Waktu Nyo Ko berdua menoleh, terlihatlah belasan anak murid seragam hijau membawa masuk ber-ikat2 rangkuman bunga cinta, Tangan mereka memakai sarung kulit untuk menjaga tusukan duri bunga itu.   Ketika Kongsun Kokcu memberi tanda perintah agar rangkuman bunga cinta itu diuruk semuanya di atas badan Nyo Ko, seketika Nyo Ko merasa sekujur badan se-akan2 digigit oleh be-ribu2 lebah sekaligus, kaki tangan dan segenap ruas tulang terasa sakit tak tertahan, sampai akhirnya ia mengerang kesakitan.   Siao-liong-li merasa pedih dan kasihan serta gusar pula, ia membentak Kongsun Kokcu.   "Kau-berbuat apaan ini?"   Dengan tegas Kongsun Kokcu berkata.   "Liu-ji, sekarang adalah waktu upacara pernikahan kita harus berlangsung, tapi bocah ini telah mengacau ke sini sehingga saat bahagia kita telah dibikin berantakan olehnya, Sebenarnya aku tidak pernah kenal dia dan tiada permusuhan apapun, apalagi dia adalah kenalanmu yang lama, asalkan dia mau taat kepada sopan santun sebagai seorang tamu, dengan sendirinya akupun akan melayani dia dengan hormat, tapi sekarang urusan sudah begini terpaksa...". sampai di sini ia memberi tanda agar anak muridnya keluar semua, ia menutup pintu kamar, lalu menyambung pula.   "sekarang aku minta kau memilih sendiri, ingin dia mati atau hidup, semuanya bergantung kepada keputusanmu."   Di bawah tusukan duri bunga cinta yang tak terhitung banyaknya itu, sungguh rasa derita Nyo Ko tak tertahankan, cuma dia tidak ingin si nona menyusahkannya, maka sebisanya dia mengertak gigi dan tutup mulut menahan rasa sakit.   Siao-liong li memandangi muka anak muda itu dengan penuh rasa kasih mesra, pada saat itu juga racun duri bunga cinta yang melukai jarinya itu kumat lagi sehingga kesakitan, diam2 ia pikir.   "Aku cuma tertusuk sedikit saja sudah begini sakit, apalagi dia sekarang sekujur badan ditusuki duri itu, mana dia tahan!"   Rupanya Kongsun Kokcu tahu isi hati si nona, katanya.   "Liu-ji, dengan setulus hati aku ingin mengikat perjodohan denganmu, semua itu timbul dari cintaku padamu secara murni dan sama sekali tiada maksud buruk, dalam hal ini kau sendiri tentu paham."   Siao liong-li-mengangguk dan menjawab dengan pilu "Kau memang sangat baik padaku, sebelum dia datang ke sini senantiasa kau menuruti segala keinginanku." - ia menunduk sejenak dan menghela napas panjang, lalu berkata pula."   Kongsun siansing, kalau saja engkau tidak menemukan diriku tempo hari dan tidak menyelamatkan jiwaku sehingga aku sudah mati tanpa persoalan, maka segalanya tentu akan lebih baik bagi kita bertiga-Tapi sekarang kalau engkau memaksa aku menikah denganmu, tentu aku tidak akan gembira selama hidup ini dan apa manfaatnya pula hal ini bagimu?"   Kembali kedua alis Kongsun Kokcu mengerut rapat, dengan berat ia berkata.   "Selamanya aku bicara satu tetap satu, bilang dua tetap dua, se-kali2 tidak sudi ditipu dan dihina orang, Kau sendiri sudah berjanji akan menikah dengan aku, maka janji itu harus ditepati Mengenai suka duka atau sedih bahagia memang dapat berubah dan sukar diduga, biarlah kita ikuti saja kelanjutannya nanti"   Kemudian dia menyambung pula.   "Sekujur badan orang ini telah terluka oleh duri bunga cinta, selang setiap satu jam rasa, sakitnya akan bertambah satu bagian puIa, sesudah 6 x 6 - 36 hari nanti dia akan mati karena rasa sakit tak tertahankan. Tapi dalam waktu 12 jam aku akan dapat menyembuhkan dia dengan obat mujizat buatanku sendiri, selewatnya 12 jam biarpun malaikat dewata juga tidak sanggup menolongnya. Maka dia harus mati atau hidup semuanya bergantung padamu"   Sembari bicara ia melangkah pelahan ke pintu , kamar dan membuka pintu, lalu menoleh dan berkata lagi.   "Jikalau lebih suka dia mati kesakitan secara tersiksa, ya, terserah juga kepadamu, bolehlah kau menunggunya 36 hari di sini dan menyaksikan kematiannya. Li-ji, sama sekali aku tiada bermaksud membikin celaka dirimu, untuk ini kau tidak perlu kuatir." - Habis berkata segera ia hendak melangkah keluar Siao-liong-li percaya apa yang dikatakan itu bukan omong kosong belaka, ia pikir kalau saja dirinya dapat mati bersama Nyo Ko, maka segala urusan akan menjadi beres seluruhnya, Tapi Kongsun Kokcu justeru memakai cara keji ini, tampaknya Nyo Ko sedang menahan rasa sakit, hal ini jelas kelihatan dari tubuh anak muda itu yang gemetaran, bibirnya tergigit hingga berdarah, kedua matanya yang jeli dan bersinar tajam itu kini tampak guram. Terbayang olehnya betapa menderitanya anak muda itu, apabila rasa sakit itu semakin bertambah pada setiap jam dan terus menerus tersiksa hingga 36 hari lamanya, mungkin di akhirat sekalipun tiada siksa derita sehebat itu. Mengingat begitu, ia menjadi nekat dia berkata.   "Baiklah, Kongsun-siansing, kujanji akan menikah dengan kau, lekas kau membebaskan dia dan ambilkan obat untuk menolongnya,"   Sejak tadi Kongsun Kokcu mendesak Siao-liong li, tujuannya justeru ingin si nona mengucapkan demikian, apa yang didengarnya sekarang membuatnya bergirang tapi juga iri dan gemas, ia tahu sejak kini perempuan ini hanya akan merasa benci dan dendam padanya dan se-kali2 takkan ada rasa cinta.   Namun begitu iapun mengangguk dan menjawab.   "Baik, pikiranmu sudah berubah, betapapun ada baiknya bagi kita! Malam nanti setelah resmi kita menjadi suami-isteri, besok pagi segera kuberikan obat penawar padanya."   "Silahkan kau mengobati dia lebih dahulu,"   Ujar Siao-liong-li "Liu-ji, tampaknya kau terlalu memandang rendah padaku,"   Kata Kongsun Kokcu.   "Biarpun kau sudah berjanji akan menjadi isteriku, tapi sebenarnya kau tidak sukarela, memangnya aku tidak tahu isi hatimu dan masakah aku dapat menyembuhkan dia lebih dulu?"   Sembari berkata ia terus melepaskan jaring ikan yang membungkus tubuh Siao-liong-li itu.   lalu meninggalkan nona itu bersama Nyo Ko di dalam kamar.   Kedua muda-mudi saling pandang dengan bungkam, sampai sekian lama barulah Nyo Ko membuka suara dengan pelahan.   "Kokoh, aku sangat bahagia mendapatkan cintamu yang murni, biarpun di alam baka juga aku akan terhibur, BoIehlah kau pukul mati saja dan engkau lekas kabur sejauhnya dari sini,"   Siao-liong-li pikir gagasan ini juga baik, setelah kupukul mati dia, segera akupun membunuh diri.   Segera ia mengangkat tangannya dan mengerahkan tenaga dalam.   Dengan tersenyum simpul dan sorot mata yang halus Nyo Ko memandangi Siao-liong-li dengan rasa bahagia, desisnya dengan lirih.   "Saat ini adalah malaman pengantin kita berdua,"   Melihat wajah si Nyo Ko yang bersuka ria itu, tiba2 timbul lagi pikiran Siao-liong-li.   "Anak muda yang begini cakap, apa dosanya sehingga Thian harus membuat dia mati konyol sekarang."   Tiba2 dada terasa sesak, tenggorokan terasa anyir, darah segar hampir tertumpah lagi, tenaga dalam yang sudah terhimpun di tangan Siao-liong-li itu lenyap seketika, Mendadak ia menubruk ke atas tubuh yang terbungkus jaring dan penuh bunga cinta itu, seketika beribu duri bunga itu mencocok tubuhnya, tapi dengan suara halus dia berbisik "Ko-ji biarlah kita sama-sama menderita."   "Buat apa kau berbuat begitu?"   Tiba2 suara seorang menjengek di belakangnya.   "Apakah rasa sakit tubuhmu itu dapat mengurangi rasa deritanya?"   Jelas itulah suara Kongsun Kokcu. Siao-liong li memandang Nyo Ko sekejap dengan perasaan remuk rendam, pe-lahan2 ia memutar tubuh dan melangkah keluar kamar dengan menunduk dan tanpa berpaling lagi.   "Adik Nyo,"   Kata Kongsun kokcu kepada -Nyo Ko.   "lewat enam jam lagi nanti kubawakan obat mujarab untuk menolong kau. Selama enam jam ini kau harus berpikiran tenang dan bersih, sedikitpun tidak boleh timbul pikiran menyeleweng atau napsu birahi, dengan begitu walaupun ada rasa sakit juga tidak seberapa hebat,"   Habis berkata ia terus keluar dan merapatkan pintu kembali. Begitulah tubuh Nyo Ko tersiksa dan hatipun sakit.   "Tadi mengapa Kokoh tidak jadi memukul mati aku saja?"   Demikian ia pikir.   Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Segala macam siksa derita yang pernah kurasakan kalau dibandingkan apa yang kurasakan sekarang sungguh bukan apa2. Kokcu ini sungguh keji, mana aku boleh mati begitu saja dan meninggalkan Kokoh berada dalam cengkeramannya dan menderita selama hidup. Apalagi, sakit hati kematian ayahnya belum terbalas, mana boleh manusia munafik sebangsa Kwe Cing dan Ui Yong tidak diberi ganjaran yang setimpal. Berpikir begitu, serentak timbul semangatnya.   "Tidak, aku tidak boleh mati betapapun tidak boleh mati sekalipun Kokoh menjadi nyonya rumah di sini juga akan kubebaskan dia dari cengkeraman Kokcu yang keji itu. Selain itu aku masih harus giat berlatih untuk menuntut balas sakit hati kematian ayah-ibu."   Dengan tekad harus tetap hidup, segera ia duduk bersila, meski terjaring dan tidak dapat berduduk dengan baik, namun tenaga dalam dapat juga dikerahkan dan mulailah dia bersemedi.   Selang agak lama, sudah lewat lohor, datanglah seorang murid seragam hijau dengan membawa sebuah piring berisi empat potong roti tawar.   Katanya kepada Nyo Ko.   "Kokcu mengadakan pesta nikah, biar kaupun ikut makan yang kenyang,"   Segera ia ambilkan panganan seperti roti tawar itu dan menyuapi Nyo Ko melalui lubang jaring itu, Tangannya terbungkus oleh kain tebal untuk menjaga cocokan duri bunga cinta.   Tanpa ragu Nyo Ko menghabiskan empat potong kue itu, ia pikir kalau hendak perang tanding dengan Kokcu bangsat itu, maka aku tidak boleh kelaparan dan merusak tubuhku sendiri.   "Eh, tampaknya napsu makanmu cukup besar juga,"   Ujar murid seragam nyau itu dengan tertawa, pada saat itulah tiba2 bayangan hijau berkelebat, secara diam2 telah menyelinap masuk pula seorang murid baju hijau, dengan berjinjit ia mendekati orang pertama tadi, mendadak ia hantam sekuatnya di punggung orang itu, sebelum orang pertama sempat melihat siapa pendatang itu sudah lebih dulu dipukul pingsan.   Waktu Nyo Ko mengamati, ternyata penyergap itu bukan lain daripada Kongsun Lik-oh, ia berseru kaget.   "He, kau..."   "Sssst, jangan bersuara, Nyo-toako, kudatang untuk menolong kau!"   Desis Kongsun Lik-oh. Ia menutup dulu pintu kamar, menyusul ia membukakan ikatan jaring dan menyingkirkan timbunan bunga cinta serta mengeluarkan Nyo Ko. Nyo Ko menjadi ragu2 dan berkata.   "Wah, jika diketahui ayahmu...."   "Biarlah kutanggung akibatnya,"   Ujar Kongsun Lik-oh sambil memetik secomot bunga cinta dan dijejalkan ke dalam mulut murid baju hijau agar tidak dapat berteriak bila sudah siumafi nanti..   Habis itu ia bungkus pula orang itu dengan jaring ikan serta ditimbuni bunga cinta, Lalu bisiknya kepada Nyo Ko.   "Nyo-toako, kalau ada orang datang, hendaklah, kau sembunyi di belakang pintu. Kau keracunan bunga cinta, akan kuambilkan obat penawarnya ke kamar obat ayah sana."   Nyo Ko sangat berterima kasih, iapun tahu si nona sengaja menghadapi bahaya besar itu untuk menolongnya padahal mereka berkenalan belum ada satu hari, tapi nona itu rela mengkhianati bahaya sendiri untuk menolongnya, dengan terharu ia berkata pula.   "Nona, aku....aku....". namun ia tidak mampu meneruskan lagi. Kongsun Iik-oh. tersenyum bahagia, ia rela dlhukum mati ayahnya melihat betapa terima kasih anak muda itu kepadanya. Segera ia berkata pula.   "Kau tunggu sebentar segera kukembali ke sini."   Habis itu ia menyelinap keluar.   "Mengapa dia begitu baik terhadapku?"   Demikian Nyo Ko ter-mangu2 dan merenungkan nasibnya sendiri, ia pikir meski dirinya berulang mengalami nasib buruk dan sejak kecil dihina dan dianiaya orang, namun di dunia ini ternyata juga tidak sedikit orang yang berbaik hati padanya.   Selain Kokoh, ada pula Sun-popoh.   Ang Chit-kong, juga ayah angkatnya, yaitu Auyang Hong serta Ui Yok-su ditambah lagi nona cantik seperti Thia Eng, Liok Bu-siang serta Kongsun Lik-oh sekarang ini, semuanya sangat baik padanya.   Nyo Ko menjadi heran sendiri apa barangkali bintang kelahirannya yang terlalu aneh sehingga ada manusia yang begitu kejam padanya, tapi juga banyak manusia yang teramat baik padanya.   Padahal sebenarnya pengalamannya yang terlalu luar biasa, orang yang pernah dikenalnya kalau tidak teramat baik padanya tentu terlalu jahat padanya, soalnya karena wataknya yang cenderung ke sudut ekstrim, siapa yang cocok dengan wataknya akan dihadapi dengan tulus ikhlas, sebaliknya kalau tidak cocok akan dipandangnya sebagai musuh.   Cara beginilah dia menghadapi orang lain dan dengan sendirinya orang lain juga membalasnya dengan cara yang sama.   Begitulah dia menunggu sampai sekian lama dengan sembunyi di belakang pintu, tapi sampai lama Kongsun Lik-oh masih belum nampak muncul lagi, sementara itu si murid baju hijau sudah siuman sejak tadi, karena terbungkus oleh jaring ikan dan ditimbuni pula bunga cinta, kelihatan dia merasa cemas dan gusar pula.   Semakin lama menunggu semakin kuatir pula Nyo Ko, semula ia pikir mungkin di kamar obat itu ada orang sehingga belum ada peluang bagi Kongsun Lik-oh untuk mencuri obat, tapi lama2 ia pikir, urusannya tentu tidak begitu sederhana, biarpun gagal mencuri obat tentu si nona akan kembali memberitahukannya, tampaknya urusan banyak buruk daripada selamatnya, Kalau si nona mati menghadapi bahaya bagiku, mengapa kudiam saja di sini dan tidak berdaya untuk menolongnya.   Ia coba membuka pintu sedikit, dari celah pintu ia mengintip keluar, syukur di luar sunyi senyap tiada seorangpun dengan pelahan ia terus menyelinap keluar.   Tapi ia menjadi bingung karena tidak tahu di mana beradanya Kongsun Lik-oh.   Sedang bingung, tiba2 terdengar suara tindakan orang di tikungan sana, cepat ia sembunyi di balik tikungan sebelah sini sejenak kemudian dua anak murid seragam hijau tampak mendatangi dengan jalan berjajar, tangan masing2 memegang sebilah pentung yang biasanya dipakai sebagai alat perangkat pesakitan..."   Tergerak hati Nyo Ko.   "Apakah mungkin Kongsun Lik-oh tertangkap oleh ayahnya dan sedang akan diberi hukuman?"   Segera ia mengikuti kedua orang itu dengan hati-hati. Kedua orang itu sama sekali tidak tahu, mereka berjalan terus dan membelok kesana dan menikung kesini, akhirnya sampai di depan sebuah kamar, segera mereka berseru.   "Lapor Kokcu, alat rangket sudah siap" - Lalu mereka mendorong pintu dan masuk ke dalam. Hati Nyo Ko menjadi berdebar.   "Kokcu bangsat itu ternyata benar ada di sini,"   Katanya di dalam hati.   Dilihatnya sebelah timur kamar itu ada jendela, segera ia merunduk ke bawah jendela dan melongok ke dalam, benar juga kelihatan Kongsun Lik-oh sudah tertawan di situ.   Tertampak Kokcu duduk di tengah, dua muridnya dengan pedang terhunus berjaga di kanan-kiri Kongsun Lik-oh Setelah alat rangket diterima, segera Kongsun Kokcu mendengus.   "Lik-ji, kau adalah darah daging-ku sendiri, sebab apa kau tega mengkhianati ayahmu?"   Kongsun Lik-oh hanya menunduk dan tidak menjawab.   "Kau telah jatuh hati kepada bocah she Nyo itu, memangnya kau kira aku tidak tahu?"   Jengek pula Kongsun Kokcu.   "Aku kan sudah menyatakan akan membebaskan dia, mengapa kau ter-buru2. Bagaimana kalau besok juga ayah bicara dengan dia dan menjodohkan kau padanya?"   Nyo Ko bukan pemuda dungu, dengan sendirinya iapun mengetahui Kongsun Lik-oh itu jatuh cinta padanya, sekarang mendengar orang lain mengutarakan hal itu secara terang2an, betapapun jantungnya berdetak keras dan air muka menjadi merah.   Se-konyong2 Kongsun Lik-oh angkat kepalanya dan berkata nyaring.   "Ayah, saat ini engkau lagi memikirkan "perkawinanmu"   Sendiri, mana engkau sempat memikirkan kepentingan putrimu?"   Kongsun Kokcu hanya mendengus saja dan tidak menanggapi. Segera Kongsun Lik-oh menyambung pula.   "Ya, memang, anak memang kagum terhadap kepribadian Nyo-kongcu yang setia dan berbudi itu, Tapi anakpun tahu dalam hatinya sudah terisi oleh Liong-kokoh seorang, sebabnya anak menolong dia hanya karena tidak setuju atas tindak tanduk ayah dan tiada tujuan lain."   Hati Nyo Ko sangat terharu mendengar ucapan itu, ia pikir Kokcu bangsat dan jahat ini ternyata melahirkan puteri yang baik hati Air muka Kongsun Kokcu kelihatan kaku tanpa menunjuk sesuatu perasaan, katanya dengan hambar.   "Jadi menurut pandanganmu ayahmu ini orang jahat, tidak berbudi, begitu?"   "Mana anak berani menuduh ayah demikian."   Ujar Kongsun Lik-oh.   "Cuma... cuma..."   "Cuma apa?"   Desak Kongsun Kokcu.   "Nyo-kongcu tersiksa oleh tusukan duri bunga cinta, mana dia sanggup menahan rasa sakitnya,"   Kata Kongsun Lik-oh.   "Ayah, kumohon engkau suka berbuat bajik dan kasihan padanya, sudilah engkau membebaskan dia."   "Hm, besok aku sendiri dapat membebaskan dia, buat apa kau ikut campur?"   Jengek sang ayah. Untuk sejenak Kongsun Lik-oh termangu diam seperti sedang memikirkan sesuatu yang diragukan apakah harus diutarakannya atau tidak, tapi mendadak air mukanya mengunjuk penuh rasa keyakinan secara tegas ia berkata kepada sang, ayah.   "Ayah, anak telah dibesarkan engkau, sedangkan Nyo-kongcu baru kukenal, sebab apa anak malah membela dia? Apabiia besok ayah sungguh2 mau mengobati dia dan membebaskan dia, masakah anak berani lagi datang ke kamar obat ini?"   "Habis apa maksud kedatanganmu ini?"   Tanya Kokcu dengan bengis.   "Soalnya anak tahu ayah tidak bermaksud baik padanya,"   Jawab Lik-oh lantang.   "malam nanti setelah ayah kawin dengan Liong-kokoh, tentu engkau akan membinasakan Nyo-kongcu dengan keji untuk menghilangkan segala harapan Liong-kokoh,"   Sehari-harinya Kongsun Kokcu jarang memperlihatkan rasa senang atau gusarnya, segala urusan biasanya diselesaikan secara adil dan baik, terhadap anak muridnya juga sangat baik, sebab itulah anak buahnya sangat tunduk padanya.   Tapi Kongsun Lik-oh juga cukup kenal isi hati sang ayah, menghadapi pengacauan Nyo Ko sekarang jelas ayahnya pasti akan membinasakan anak muda itu.   Karena isi hatinya dengan jitu kena dikorek oleh anak perempuannya, Kongsun Kokcu menjadi gusar, jengeknya.   "Benar2 piara macan mendatangkan bencana. Sudah kubesarkan kau, siapa tahu sekarang kau malah menggigit ayahmu sendiri serahkan sini"   Berbareng sebelah tangannya dijulurkan.   "Apa yang ayah inginkan?"   Tanya Likoh.   "Masih kau berlagak pilon?"   Bentak sang Kokcu.   "Goat-ceng-tan (pil putus cinta)! Obat penawar racun bunga cinta itu!"   "Anak tidak mengambilnya,"   Jawab Lik-oh.   "Habis siapa yang mencurinya?"   Teriak Kongsun Kokcu sambil berdiri.   Nyo Ko mengamati isi kamar itu, terlihat di atas meja, almari, penuh terderet botol obat, dinding juga banyak tergantung rumput obat yang tidak dikenal namanya, Di sebelah kiri sana bejajar tiga buah anglo pemasak obat, tentu kamar inilah yang disebut kamar obat.   Melihat muka Kongsun Kokcu yang bersungut itu, jelas Kongsun Lik-oh pasti akan mendapat hukuman berat Terdengar nona itu berkata pula.   "Ayah, memang betul anak masuk ke sini ingin mencuri obat untuk menolong Nyo-kongcu, tapi sekian lamanya kucari dan tidak menemukan obat nya, kalau tidak masakah dapat dipergoki Ayah?"   Dengan suara bengis Kongsun Kokcu membentak "Tempat obat ini sangat dirahasiakan, beberapa orang luar sejak tadi juga berada di ruangan tamu, tapi sekarang Coat-ceng-tan bisa hilang mendadak, memangnya obat itu punya kaki dan dapat lari ?"   Tiba2 Lik-oh bertekuk lutut di depan sang ayah, katanya sambil menangis.   "Ayah, sudilah engkau mengampuni jiwa Nyo-kongcu, suruhlah dia pergi dari sini dan dilarang datang lagi selamanya."   "Hm, jika keselamatan ayahmu terancam, belum tentu kau sudi berlutut dan mintakan ampun kepada orang,"   Jengek Kongsun Kokcu. Lik-oh tidak menjawab lagi, ia hanya menangis sembari merangkul kedua kaki ayahnya.   "Coat-ceng-tan sudah kau ambil, cara bagaimana aku dapat menolongnya seperti permintaanmu?"   Uj'ar Kongsun Kokcu.   "Baiklah, kau tidak mau mengaku juga terserah padamu. Boleh kau tinggal satu hari di sini, Obat itu sudah kau curi, tapi tak dapat kau antar kepada bocah itu, selewatnya 12 jam barulah kulepaskan kau nanti." - Habis berkata ia terus melangkah ke pintu kamar. Kongsun Lik-oh tahu lihaynya racun bunga cinta itu, sedikit tercocok durinya saja akan menderita tiga hari, apalagi sekarang sekujur badan Nyo Ko tertusuk beribu durinya, dalam waktu 12 jam tak diberi obat tentu akan mati kesakitan, sekarang ayahnya hendak pergi begitu saja, itu berarti hukuman mati bagi Nyo Ko. Maka cepat ia berseru.   "Nanti dulu, ayah!"   "Apalagi yang hendak kau katakan ?"   Tanya sang ayah.   "Ayah, singkirkan dulu mereka,"   Kata Lik-oh sambil menuding keempat murid baju hijau.   "Setiap penghuni lembah kita ini adalah orang sendiri dan bersatu hati, tiada sesuatu yang perlu dirahasiakan,"   Ujar Kokcu. Wajah Lik-oh tampak merah padam, tapi segera berubah menjadi pucat, katanya kemudian.   "Baiklah engkau tidak percaya kepada perkataan anak, silakan engkau periksa apakah obat itu ada padaku atau tidak?"   Segera ia membuka baju sendiri, lalu melepaskan gaunnya.   Sama sekali Konasun Kokcu tidak menduga puterinya bisa berbuat senekat itu, cepat ia memberi tanda agar keempat muridnya keluar, lalu pintu kamarpun ditutup, Hanya sekejap saja Kongsun Lik-oh sudah menanggalkan pakaiannya kecuali kutang dan celana dalam, benar juga tidak nampak sesuatu benda apapun pada tubuhnya.   Dari tempat sembunyinya Nyo Ko dapat melihat seluruh tubuh si nona yang putih bersih ltu, seketika jantungnya berdetak keras.   Dia adalah pemuda perkasa, sedangkan tubuh Kongsun Lik-oh sangat montok serta berwajah cantik, betapapun darahnya menjadi bergolak.   Tapi segera teringat pula olehnya.   "Ah, dia ingin menyelamatkan jiwaku sehingga rela membuka baju, wahai Nyo Ko, apabila kau memandangnya lagi sekejap, maka lebih rendahlah kau daripada bintang."   Cepat ia pejamkan mata, namun karena pikiran kacau, tanpa sengaja dahinya telah membentur daun jendela.   Betapa lihainya Kongsun Kokcu, hanya suara benturan sedikit itu saja sudah diketahuinya, diam2 ia mendapatkan akal, ia mendekati ketiga anglo pemasak obat, anglo yang tengah didorongnya ke samping, anglo bagian kanan ditariknya ke tengah dan anglo sebelah kiri digeser ke kanan.   Habis itu anglo yang tengah tadi di dorong ke sebelah kiri.   "Baiklah, jika begitu kuterima permintaanmu untuk mengampuni jiwa bocah itu,"   Kata sang Kokcu kemudian. Lik-oh sangat girang dan berulang menyembah "Ayah!"   Katanya dengan suara gemetar. Kokcu duduk kembali pada kursi di dekat dinding, lalu berkata pula.   "Tapi peraturanku tentu pula sudah kau ketahui, apa akibatnya jika sembarangan masuk kamar obat ini tanpa idzinku?"   "Hukuman mati,"   Jawab Lik-oh sambil menunduk.   "Meski kau adalah puteri kandungku, namun peraturan harus dilaksanakan kau mangkat baik2 saja,"   Kata Kongsun Kokcu dengan menghela napas sambil melolos pedang hitam dan diangkat ke atas, tiba2 ia berkata pula dengan suara halus.   "Ai, anak Lik, kalau saja selanjutnya kau tidak membela bocah she Nyo itu, maka jiwamu dapat kuampuni, Diantara kau dan dia hanya satu saja yang dapat diampuni, coba katakan, mengampunkan dia atau kau?"   "Dia!"   Jawab Kongsun Lik-oh dengan suara pelahan tanpa ragu.   Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Bagus, puteriku sungguh seorang yang maha berbudi dan jauh melebihi ayahmu ini,"   Kata Kokcu, pedangnya terus membacok ke kepala Lik-oh.   "Nanti dulu."   Seru Nyo Ko dengan terkejut, tanpa pikir lagi ia mendobrak jendela dan melompat ke dalam, Selagi tubuh masih terapung di udara iapun berseru pula.   "Persoalan ini tiada sangkut pautnya dengan nona Kongsun, silakan kau membunuh aku saja,"   Sebelah kakinya telah menutul lantai dan baru tangannya hendak meraih pedang hitam Kongsun Kokcu, tiba2 tempat kakinya berpijak itu terasa lembek, seperli menginjak tempat kosong.   Diam2 Nyo Ko mengeluh bisa celaka, dengan mengerahkan tenaga dalam, sekuataya ia angkat tubuhnya ke atas, dalam keadaan kaki tidak mendapatkan tempat berpijak, caranya mengangkat tubuh ke atas itu sungguh ilmu mengentengkan tubuh yang maha hebat.   "Sayang kepandaian sebagus itu!"   Terdengar Kongsun Kofccu berseru, mendadak ia dorong Lik-oh sehingga tubuh nona itu terdoyong ke belakang dan menumbuk badan Nyo Ko.   Nyo Ko dapat merasakan dorongan Kokcu itu sangat keras apabila tubuh kedua orang tertumbuk tentu Kongsun Lik-oh akan terluka parah, cepat Nyo Ko menahan pelahan punggung si nona, dengan tenaga dalam yang lunak ia elakkan daya dorongan itu, tapi karena itu juga ia sendiri menjadi sukar menggeser lagi ke samping, bersama Kongsun Lik-oh mereka berdua terus anjlok lurus ke bawah, terasa kosong di bawah kaki, tiada sesuatu yang terinjak, mereka terus anjlok ke bawah hingga berpuluh meter dan masih belum mencapai tanah.   Meski cemas dan gugup, tapi dalam hati Nyo Ko masih memikirkan keselamatan jiwa Kongsun Lik-oh, dalam keadaan gawat ia angkat tubuh si nona ke atas, pandangannya terasa gelap gulita dan entah akan terjatuh di tempat mana, entah dibawah kaki nanti apakah lautan api atau rimba belati? Belum habis berpikir.   "byar", tahu2 mereka berdua terjeblos ke dalam air dan terus tenggelam ke bawah dengan cepat. Kiranya di bawah kamar obat itu adalah sebuah sumur yang sangat dalam. Pada detik tubuhnya menyentuh air itupun hati Nyo Ko lantas bergirang, ia tahu jiwanya dapatlah selamat untuk sementara Bayangkan saja, mereka terjerumus dari ketinggian ber-puluh2 meter, sekalipun memiliki kepandaian tinggi juga akan terluka parah apabila terbanting. Lantaran anjiokan mereka itu sangat keras, dengan sendiri terceburnya ke dalam air juga dalam mereka terus tenggelam ke bawah se-akan2 tiada hentinya, Sekuatnya Nyo Ko menahan napas, ia tunggu setelah daya menurunnya sudah rada lambat, dengan tangan kiri ia rangkul Lik-oh dan tangan kanan digunakan menggayuh air agar dapat timbul ke permukaan air. Pada saat itu juga hidungnya lantas mengendus bau amis busuk, berbareng itu terdengar suara percikan gelombang air seperti ada makhluk raksasa air yang akan menyerangnya. Sekilas timbul suatu pikiran dalam benak Nyo Ko.   "Kokcu bangsat ini menjebloskan kami berdua ke sini, mana dia bermaksud baik?"   Tanpa pikir tangan kanan terus menghantam ke sebelah, maka terdengar suara keras disertai berdeburnya air, dengan meminjan daya tolakan pukulan itu Nyo Ko dapat menongol ke permukaan air dengan merangkul Kongsun Lik-oh Sebenarnya Nyo Ko tidak dapat berenang, sebabnya dia sanggup bertahan dalam adalah berkat menahan napas dengan Lwekangnya yang tinggi itulah, maka keadaan gelap gulita, hanya terdengar di sebelah kiri dan belakang suara percikan air yang sangat keras, cepat tangan kanannya menabok kesana dan mendadak tangannya menahan pada sesuatu benda yang kaku, keras dan dingin, sungguh tidak kepalang kagetnya, ia pikir.   "Masakah betul di dunia ini ada naga?"   Sekuatnya ia menolak ke bawah sehingga tubuh nya mencelat ke atas, sebaliknya makhluk air itu kena ditekannya ke bawah air.   Nyo Ko menarik napas panjang2 dan bersiap untuk terjebur lagi ke dalam air, Tak terduga di mana kakinya menginjak ternyata berada di atas batu karang, Hal ini sama sekali tak terduga olehnya, Lantaran salah menggunakan tenaga pada ka-kinya, kakinya menjadi sakit malah menginjak batu.   Saking girangnya rasa sakitpun terlupakan, ia coba meraba dengan tangan, kiranya batu karang itu terletak di tepi sumur yang dalam itu.   Kuatir diserang lagi oleh makhluk aneh tadi, cepat ia merangkak ke tepian yang lebih tinggi, di situ ia berduduk untuk mengaso.   Kongsun Lik-oh telah minum beberapa ceguk air dan dalam keadaan setengah pingsan, Nyo Ko membiarkan nona itu mendekap di atas pahanya dan memutahkan air.   Terdengar suara batu karang itu dicakar dan digaruk oleh kuku besar disertai bau busuk amis yang menusuk hidung, kembali dua ekor makhluk aneh itu merangkak ke atas.   "He, apa itu?"   Seru Kongsun Lik-oh kaget sambil bangkit berduduk dan merangkul leher Nyo Ko.   "Jangan takut, sembunyi saja di belakangku,"   Ujar Nyo Ko, Kongsun lik-oh tidak berani bergerak, ia merangkul semakin kencang.   "He,buaya... buaya..."   Serunya dengan suara gemetar Ketika masih tinggal di Tho-hoa-to, pernah juga-Nyo Ko melihat buaya dan tahu binatang itu sangat kejam dan ganas, jauh lebih lihay daripada serigala atau harimau di daratan, Di kala bermain dengan Kwe Hu dan kedua saudara Bu, sering mereka bertemu dengan- buaya, tapi merekapun tak berani mengusiknya dan lebih suka menyingkirinya.   Tak terduga sumur di bawa tanah ini ternyata juga ada buayanya, Segera ia berduduk dan mengerahkan tenaga pada kedua tangan serta mendengarkan dengan cermtat, ia lihat tiga ekor buaya sedang mendekat.   "Nyo-toako, tidak terduga akan mati bersama di sini,"   Bisik Kongsun Lik-oh.   "Btarpun mati juga harus kita bunuh beberapa ekor buaya ini,"   Kata Nyo Ko dengan tertawa. Dalam pada itu buaya yang paling depan sudah dekat, cepat Lik-oh berani.   "Hantam dia!"   "sebentar Iagi,"   Ujar Nyo Ko sambil menjulurkan sebelah kaki ke bawah batu karang, setelah merambat lebih dekat lagi, mendadak buaya pertama tadi membuka mulut hendak menggigit Nyo Ko.   Cepat sekali Nyo Ko menarik kakinya terus menendang ke bagian tenggorokan binatang itu.   Tanpa ampun buaya ita terjungkal dan tercebur ke dalam sumur, Terdengar suara berdeburnya air, kawanan buaya di dalam sumur menjadi kacau, sementara itu kedua ekor buaya yang Iain juga sudah mendekat.   Walaupun menderita keracunan bunga cinta, tapi ilmu silat Nyo Ko sedikitpun tidak terganggu, tendangannya tadi sungguh sangat kuat, habis kena sasarannya, ia sendiri merasa ujung kaki amat kesakitan.   sedangkan buaya yang tercebur lagi ke sumur itu masih dapat berenang dengan bebas, maka dapat dibayangkan betapa keras dan kuat kulit dagingnya.   Nyo Ko pikir kalau cuma bertangan kosong tentu sukar melayani buaya sebanyak itu, akhirnya dirinya dan si nona pasti akan menjadi isi perut binatang buas itu, rasanya harus mencari akal agar kawasan buaya itu dapat dibinasakan semua, ia coba meraba batu karang sekitarnya dengan mencari sepotong batu sebagai senjata, Tapi batu karang itu terasa halus licin, sebutir pasirpun tiada.   Dalam pada itu dua ekor buaya telah mendekat puIa, cepat ia tanya Kongsun lik-oh.   "Apakah kau membawa senjata?"   "Aku?"   Si nona mengulang, segera teringat olehnya tubuh sendiri sekarang hanya mengenakan kutang dan celana dalam saja, tapi sedang berada dalam pelukan si Nyo Ko, seketika ia merasa malu, namun dalam hatipun merasa manis bahagia.   Karena perhatiannya tercurah kepada kawanan buaya, Nyo Ko tidak memperhatikan sikap nona yang kikuk itu, mendadak kedua tangannya menghantam sekaligus dan tepat mengenai kepala kedua ekor buaya yang sudah dekat itu, kedua buaya itu kurang gesit dan juga tidak berusaha menghindari namun kulit dan sisiknya sangat keras, buaya2 itu cuma kelengar saja, lalu terperosot ke dalam kolam walaupun tidak mati.   Pada saat lain dua ekor buaya merayap tiba.   "Pola- cepat."   Sebelah kaki Nyo Ko,mendepak sehingga salah seekor terpental ke dalam kolam, lantaran terlalu keras menggunakan tenaga sehingga rangkulannya kepada Kongsun Lik-oh menjadi kurang kencang, tubuh si nona ikut tergeser miring ke samping dan tergelincir ke bawah Keruan Kongsun Lik-oh menjerit kaget, syukur sebelah tangannya sempat menahan pada batu karang, sekuatnya ia meloncat ke atas, pula Nyo Ko telah bantu menahan punggungnya sehingga dapat-lah si nona tertolong ke atas.   Tapi karena selingan itu, buaya terakhir tadi sudah berada di samping Nyo Ko, mulutnya terpentang lebar terus menggigit pundak anak muda itu.   Dalam keadaan begitu Nyo Ko tidak sempat memukul atau menendangnya lagi, walaupun dapat melompat untuk menghindar tapi bila mulut buaya yang lebar itu terkatup, bukan mustahil badan Kongsun Lik-oh yang akan menjadi mangsanya, Tiada jalan lain, terpaksa kedua tangan Nyo Ko bekerja sekaligus, ia pentang mulut buaya itu se-kuatnya, mendadak ia menggertak keras dan mengerahkan tenaga, terdengarlah suara "kletak"   Moncong buaya yang panjang itu sempal dan robek, seketikapun mati. Walaupun sudah membinasakan buaya buas itu, namun Nyo Ko sendiripun berkeringat dingin.   "Kau tidak cidera bukan?"   Tanya Lik-oh kuatir.   "Tidak,"   Jawab Nyo Ko, hatinya sedikit terguncang mendengar suara si nona yang halus dan penuh simpatik itu.   Karena terlalu kuat mengeluarkan tenaga, kedua lengan sendiri terasa rada sakit.   Memandangi bangkai buaya yang menggeletak diatas batu karang itu, dalam hati Kongsun Lik-oh sangat kagum, katanya.   "Dengan bertangan kosong cara bagaimana engkau dapat membinasakan dia? Dalam kegelapan engkau ternyata dapat melihatnya dengan jelas."   "Cukup lama kutinggal di kuburan kuno bersama Kokoh, asal ada sedikit sinar terang saja dapatlah aku melihatnya,"   Kata Nyo Ko.   Teringat kuburan kuno dan Siao-liong-li, tanpa terasa ia menghela napas, mendadak seluruh badan kesakitan tak tertahankan ia menjerit sekerasnya.   Dua ekor buaya sebenarnya sedang merambat ke atas karang, karena jeritan Nyo Ko yang menyeramkan itu, buaya2 itu kaget dan melompat kembali ke dalam kolam.   Cepat Kongsun Lik-oh memegangi lengan Nyo Ko, tangan yang lain mengusap pelahan dahi anak muda itu dengan harapan akan dapat mengurangi rasa sakitnya.   Nyo Ko menyadari tubuhnya sendiri yang keracunan itu, sekalipun tidak terjeblos ke dalam sumur di bawah tanah ini juga hidupnya takkan lama, menurut ceritera Kongsun Kokcu itu, katanya akan menderita selama 36 hari baru mati, namun rasa sakit yang sukar ditahan ini, asal kumat beberapa kali lagi terpaksa aku akan membunuh diri saja.   Tapi sesudah ku mati, nona ini akan kehilangan teman dan pelindung, bukankah harus dikasihani ? padahal beradanya dia di sini adalah disebabkan membela diriku, Ya, apapun penderitaanku aku harus bertahan dan tetap hidup, semoga Kokcu itu mempunyai perasaan sebagai ayah dan akhirnya berubah pikiran dan mau menolong puterinya keluar dari sini Karena memikirkan Kongsun Lik-oh, sementara melupakan Siao-liong-li sehingga rasa sakitnya segera mereda.   Katanya kemudian.   "Nona Kongsun jangan kuatir, kuyakin ayahmu pasti akan menolong kau nanti. Dia cuma benci padaku seorang, terhadapmu dia tentu sayang, kini pasti menyesali."   Dengan air mata berlinang Kongsun Lik-oh berkata.   "Ketika ibuku masih hidup memang ayah sangat sayang padaku. Tapi setelah ibu meninggal makin hari makin dinginlah ayah terhadapku Na-mun kutahu dalam... dalam hatinya tidaklah... tidaklah benci padaku." - ia berhenti sejenak dan teringat kepada macam2 kejadian aneh, tiba2 ia berkata puIa.   "Nyo-toako, bila kupikir sekarang rasa2nya ayah sebenarnya takut padaku."   "Mengapa dia bisa takut padamu? Sungguh aneh."   Ujar Nyo Ko.   "Memang begitulah,"   Kata Lik-oh "Dahulu selalu kurasakan gerak-gerik ayah kurang wajar apabila bertemu denganku, se-akan2 di dalam hatinya tersimpan sesuatu rahasia dan kuatir diketahui olehku."   Walaupun sudah lama Lik-oh merasa heran atas sikap ayahnya itu, tapi setiap kali bila memikirkan hal itu, selalu ia anggap mungkin ayahnya merasa sedih karena wafatnya ibunya sehingga perangainya juga rada berubah, Tapi terceburnya dia ke dalam kolam buaya ini jelas perangkap yang telah diatur ayahnya.   Ketika ayahnya menggeser ketiga anglo di kamar obat itu, jelas itulah pesawat rahasianya.   Kalau dikatakan ayah cuma dendam kepada Nyo Ko dan harus membunuhnya, maka anak muda ini sudah terkena racun bunga cinta, asalkan tidak diberi obat penawar tentu dia akan binasa, apalagi dia terjeblos ke dalam kolam buaya, lantas apa sebabnya ayah mesti mendorong diriku pula ke dalam kolam ini? Tenaga dorongannya yang keras itu jelas tiada lagi punya perasaan seorang ayah terhadap anak perempuannya.   Begitulah makin dipikir makin sedih hatinya, tapi dalam hati iapun semakin jelas duduknya perkara, semua tindak dan kata sang ayah dahulu yang membingungkan dan sering dianggapnya aneh, kalau terpikir sekarang jelas semua itu disebabkan oleh rasa "takut", cuma apa sebabnya seorang ayah bisa merasa takut terhadap puteri kandungnya sendiri inilah yang sukar dipahami.   Dalam pada itu di dalam kolam sedang terjadi hiruk pikuk, kawanan buaya sedang pesta pori mengganyang bangkai buaya yang dibunuh Nyo Ko tadi sehingga tiada seekorpun yang menyerang ke atas karang.   Melihat si nona termangu-mangu, Nyo Ko bertanya.   "Apakah mungkin ada sesuatu rahasia ayahmu yang dipergoki olehmu tanpa sengaja?"   "Tidak,"   Jawab Lik-oh sambil menggeleng "Tindak tanduk ayah sangat kereng dan tertib, cara menyelesaikan sesuatu urusan juga adil dan bijaksana sehingga setiap orang sangat hormat dan segan padanya.   Tindakannya terhadap dirimu memang tidak baik, tapi biasanya beliau tidak pernah berbuat hal2 kurang wajar."   Karena tidak tahu seluk beluk keadaan Cui-sian-kok di masa Ialu, dengan sendirinya Nyo Ko lebih2 tidak dapat ikut memecahkan persoalan yang dipikirkan si nona.   Kolam buaya itu berada di bawah tanah yang sangat dalam, dinginnya menyerupai gua es, apalagi kedua orang basah kuyup, tentu saja, rasa dinginnya merasuk tulang.   Bagi Nyo Ko yang sudah pernah berlatih Lwekang dengan tidur di dipan batu kemala di kuburan kuno tempat Siao liong-fif itu, sedikit rasa dingin ini tidaklah menjadi soal, tapi Kongsun Lik-oh jelas tidak tahan, ia menggigil kedinginan dan meringkuk dalam pelukan NyoKo untuk mencari hangat Nyo Ko pikir jiwa anak perempuan ini dalam bahaya, dalam hati tentu merasa sedih dan takut pula, maka ia sengaja berkelekar untuk menyenangkan hati Lik-oh, dilihatnya kawanan buaya sedang merebut pangan di dalam kolam secara ganas dan menyeramkan maka dengan tertawa ia berkata.   "Nona Kongsun, jika nanti kita mati semua, pada jelmaan hidup yang akan datang kau ingin menjelma menjadi apa? Kalau buaya yang buruk ini, terang aku tidak mau."   Lik-oh tersenyum dan menjawab.   "Jika begita boleh kau menjelma menjadi bunga Cui-sian saja, harum lagi cantik dan disukai setiap orang."   "Hanya engkau yang sesuai menjelma menjadi bunga."   Ujar Nyo Ko dengan tertawa.   "Kalau aku umpama menjelma menjadi bunga juga paling2 menjadi bunga terompet atau bunga tahi sapi."   Kongsun Lik-oh terkekeh geli, katanya.   "Kalau Giam-lo ong (raja akhirat) suruh kau menjelma menjadi bunga cinta, kau mau tidak?"   Nyo Ko terdiam dan tidak menjawab, diam2 ia merasa gemas, pikirnya.   "Sebenarnya gabungan ilmu pedangku dengan Kokoh pasti akan dapat menusukkan Kokcu bangsat itu, konyolnya justeru Kokoh tertusuk oleh duri bunga cinta di kamar senjata itu, sedangkan Giok-li-kiam-hoat justeru harus dimainkan oleh dua orang yang bersatu hati dengan penuh rasa mesra baru nampak daya kerjanya. Ai, agaknya memang sudah takdir dan apa daya, Hanya Kokoh entah berada di mana sekarang. Teringat kepada Siao-licng-li, tiba2 luka-di berbagai tempat tubuhnya menjadi kesakitan lagi. Melihat anak muda itu diam saja, Kongsun Lik-oh tahu seharusnya dirinya jangan menyebut lagi bunga cinta, maka cepat ia menyimpangkan pokok bicara, katanya.   "Nyo-toako, engkau dapat melihat buaya, tapi pandanganku terasa gelap dan tidak melihat apa2"   "Moncong kawanan buaya itu sangat buruk, lebih baik jangan kau melihatnya.   "ujar Nyo Ko tertawa sambil menepuk pelahan bahu si nona sebagai tanda simpatiknya, Tak terduga kalau tanganya menyentuh badan yang halus licin tanpa baju, rupanya Kongsun Lik-oh telah membuka pakaiannya ketika ayahnya menuduh dia mencuri obat sehingga yang dia pakai hanya tinggal kutang saja, dengan sendirinya dari pundak hingga lengan tiada tertutup oleh sesuatu. Nyo Ko terkejut dan cepat menarik kembali tangannya, Lik-oh membayangkan keadaan dirinya tentu telah dapat dilihat seluruhnya oleh anak muda yang sanggup melihat sesuatu di tempat gelap itu, betapapun ia menjadi malu. Kalau tadi mereka saling meringkuk menjadi satu ketika berusaha menghalau kawanan buaya tanpa memikirkan soal lelaki dan perempuan, kini yang satu menarik kembali tangannya dan yang lain merasa malu, keadaan menjadi serba kikuk malah. Nyo Ko menggeser rada jauh berduduknya dan menanggalkan baju sendiri untuk diselampirkan pada tubuh si nona. Waktu membuka baju ia menjadi teringat kepada Siao-liong-li dan juga terbayang si Thia Eng yang telah menjahitkan bajunya itu, terpikir pula Liok Bu - siang yang rela mati baginya itu, ia menjadi gegetun takdapat membalas budi kebaikan nona2 itu. Kongsun Lik-oh lantas memakai baju Nyo Ko itu dan mengikat tali pinggangnya, tiba2 ia merasa dalam saku baju Nyo Ko itu ada suatu bungkus kecil, segera ia merogohnya keluar dan diserahkan kepada yang empunya, katanya.    Seruling Gading Karya Kho Ping Hoo Pendekar Misterius Karya Gan Kl Perintah Maut Karya Buyung Hok

Cari Blog Ini